isi referat batang otak & ms

87
BAB I. BATANG OTAK Secara anatomis Batang Otak meliputi seluruh struktur di atas Medula spinalis kecuali Cerebrum, Cerebellum, dan Substansia Alba. Jadi Batang Otak terdiri dari Medulla Oblongata, Pons, Mesencephalon, Thalamus, dan Ganglia Basalis. Tetapi Thalamus dan Ganglia Basalis lebih menjurus pada fungsi cerebral dan hubungan antara Cerebellum dan Cerebrum. Fungsi motoris dari Batang Otak terutama mengontrol tonus otot dan sikap tubuh. Batang Otak juga penting dalam reaksi keseimbangan. Batang Otak merupakan sumber energi motoris yang sangat kuat yang dikontrol oleh pusat-pusat yang lebih tinggi selama aktivitas motoriknya. Bilamana kontrol dari pusat-pusat yang lebih tinggi terhadap aktivitas motoris batang otak dihilangkan maka energi motorik dari batang otak tak terbendung dan menjadi manifestasi sebagai kekakuan (decerebrate rigidity). Bila dilakukan pemotongan setinggi interkolikulus dari mesensefalon sehingga bagian rostral Mesencephalon, Thalamus dan Corteks Cerebri dihilangkan fungsinya maka akan terjadi hipertonia yang hebat dari seluruh otot-otot ekstensor. Ekstremitas akan mengalami ekstensi yang kaku, punggung kaku dan lurus, sedang kepala terangkat ke atas dan sedikit ke belakang. Kekakuan akibat deserebrasi ini terjadi akibat lepasnya pusat-pusat motoris Batang Otak dari kontrol pusat motoris yang lebih tinggi yang terletak di tempat pemotongan. Formasi retikularis merupakan bagian dari Batang Otak yang meluas dari bagian kaudal Medulla Oblongata, melalui Pons dan Mesencephalon ke dalam Thalamus. Formasi Retikularis terbentuk dari konglomerasi yang difus dari sel-sel saraf dan serabut-serabut saraf dengan berbagai macam ukuran dan jenis, sehingga ia merupakan suatu matriks yang kompleks. Dilihat dari pengaruhnya terhadap refleks-refleks 1

Upload: made-helen-virginia

Post on 08-Aug-2015

307 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Referat Batang Otak & Ms

BAB I. BATANG OTAK

Secara anatomis Batang Otak meliputi seluruh struktur di atas Medula spinalis kecuali Cerebrum,

Cerebellum, dan Substansia Alba. Jadi Batang Otak terdiri dari Medulla Oblongata, Pons,

Mesencephalon, Thalamus, dan Ganglia Basalis. Tetapi Thalamus dan Ganglia Basalis lebih menjurus

pada fungsi cerebral dan hubungan antara Cerebellum dan Cerebrum. Fungsi motoris dari Batang Otak

terutama mengontrol tonus otot dan sikap tubuh. Batang Otak juga penting dalam reaksi keseimbangan.

Batang Otak merupakan sumber energi motoris yang sangat kuat yang dikontrol oleh pusat-pusat

yang lebih tinggi selama aktivitas motoriknya. Bilamana kontrol dari pusat-pusat yang lebih tinggi

terhadap aktivitas motoris batang otak dihilangkan maka energi motorik dari batang otak tak terbendung

dan menjadi manifestasi sebagai kekakuan (decerebrate rigidity). Bila dilakukan pemotongan setinggi

interkolikulus dari mesensefalon sehingga bagian rostral Mesencephalon, Thalamus dan Corteks Cerebri

dihilangkan fungsinya maka akan terjadi hipertonia yang hebat dari seluruh otot-otot ekstensor.

Ekstremitas akan mengalami ekstensi yang kaku, punggung kaku dan lurus, sedang kepala terangkat ke

atas dan sedikit ke belakang. Kekakuan akibat deserebrasi ini terjadi akibat lepasnya pusat-pusat motoris

Batang Otak dari kontrol pusat motoris yang lebih tinggi yang terletak di tempat pemotongan.

Formasi retikularis merupakan bagian dari Batang Otak yang meluas dari bagian kaudal Medulla

Oblongata, melalui Pons dan Mesencephalon ke dalam Thalamus. Formasi Retikularis terbentuk dari

konglomerasi yang difus dari sel-sel saraf dan serabut-serabut saraf dengan berbagai macam ukuran dan

jenis, sehingga ia merupakan suatu matriks yang kompleks. Dilihat dari pengaruhnya terhadap refleks-

refleks spinal, Formasio Retikularis dapat dibagi dua yaitu Formasio Retikularis Fasilitatoris (FRF) dan

Formasi Retikularis Inhibitoris (FRI). FRF menerima asupan eksitatoris yang kuat dari :

1. Serabut sensoris ascendens, yang melalui Batang Otak menuju ke Thalamus dan Cortex

Cerebri

2. Serabut saraf Vestibulo-cochlear (N.VIII)

Kedua sumber ini memberikan asupan eksitatoris tonik terhadap FRF sehingga FRF cenderung

untuk menghasilkan aktivitas yang kuat. Tetapi dengan adanya pengaruh dari Cortex Motoris, Ganglia

Basalis, dan Cerebellum aktivitas FRF dapat dikontrol. Tanpa adanya kontrol dari struktur yang lebih

tinggi tersebut maka FRF akan lepas, dan terjadilah peningkatan impuls yang menuju ke bawah dan

mempengaruhi refleks-refleks spinal. Impuls dari FRF menuju ke bawah melalui Traktus

Retikulospinalis, Traktus Vestibulospinalis, dan Traktus Tektospinalis. Pengaruh dari FRF terutama

ditujukan pada refleks-refleks ekstensi, walaupun kadang-kadang refleks fleksi juga ditingkatkan.

Umumnya pengaruh FRF bersifat resiprokal, yaitu ia menyebabkan fasilitasi ekstensor dan inhibisi

fleksor. Salah satu fungsi motoris dari Batang Otak adalah mengontrol sikap tubuh. Jadi pengaruh FRF

terhadap ekstensor memang diharapkan, oleh karena ekstensorlah yang paling penting di dalam

mempertahankan sikap tubuh. Berbeda dengan FRF yang dikontrol atau ditekan fungsinya oleh Cortex

1

Page 2: Isi Referat Batang Otak & Ms

Motorik, Ganglia Basalis, dan Cerebellum, maka FRI justru membutuhkan ketiga pusat motoris ini untuk

merangsangnya menjadi aktif. Tanpa pengaruh dari pusat-pusat motoris ini maka FRI tak mampu

mempengaruhi refleks-refleks spinal. Pengaruh FRI terhadap refleks-refleks spinal biasanya bersifat

resiprokal pula yaitu inhibisi ekstensor dan fasilitasi fleksor. Dengan mempelajari fungsi formasi

retikularis maka kekakuan akibat deserebrasi yang disebut di atas disebabkan oleh :

1. Hilangnya kontrol terhadap pengaruh Batang Otak pada tonus ekstensor (FRF)

2. Hilangnya pengaruh inhibisi dari Batang Otak terhadap tonus ekstensor (FRI)

REFLEKS ORIENTASI TUBUH

Salah satu fungsi motoris Batang Otak yang penting adalah mengontrol keseimbangan tubuh dan

orientasi dalam ruang. Fungsi Batang Otak di dalam mempertahankan stabilitas mekanis dilaksanakan

melalui refleks orientasi tubuh. Terdapat 3 kelompok refleks orientasi tubuh :

1. Refleks yang berasal dari reseptor labyrinth yang terletak pada telinga bagian dalam

2. Refleks yang berasal dari reseptor visual

3. Refleks yang berasal dari proprioseptor dan mungkin dari eksteroseptor

Impuls sensoris dari berbagai reseptor ini menimbulkan sejumlah refleks keseimbangan dan

ketepatan. Demikian pula dengan refleks sebagai respons terhadap akselerasi linier dan angular.

LESI BATANG OTAK

Batang otak merupakan suatu struktur yang secara anatomi kompak, secara fungsional barmacam-

macam, dan secara klinis penting. Bahkan suatu lesi tunggal yang relatif kecilpun hampir selalu merusak

beberapa nukleus, pusat refleks, traktus, atau jaras. Lesi seperti itu seringkali bersifat vaskular (misalnya,

perdarahan, iskemia oklusif), tetapi tumor, trauma, dan proses degeneratif atau demielinasi dapat juga

merusak batang otak.

Di Batang Otak daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7 dan ke-12,

sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegi yang

melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegi alternans. Lesi sesisi atau hemilesi yang

sering terjadi di otak jarang dijumpai di medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di

medula spinalis pada umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Hemiplegia alternans akibat hemilesi

di batang otak dapat dirinci dalam :

1. Sindrom Hemiplegia alternans di mesencephalon

2. Sindrom Hemiplegia alternans di pons

3. Sindrom Hemiplegia alternans di medula spinalis

Kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di tingkat batang otak menimbulkan

sindrom hemiplegia alternans. Sindrom tersebut terdiri atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot

belahan tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat

2

Page 3: Isi Referat Batang Otak & Ms

kelumpuhan LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial yang terlibat dalam lesi.

Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, dapatlah dijumpai sindrom hemiplegia alternans di

Mesencephalon, Pons dan Medula Oblongata.

Sindrom Hemiplegia Alternans di Mesencephalon

Gambaran penyakit tersebut di atas dijumpai bilamana hemilesi di batang otak menduduki pedunkulus

serebri di tingkat Mesencephalon. Nervus okulomotorius (N.III) yang hendak meninggalkan

Mesencephalon melalui permukaan ventral melintasi daerah yang terkena lesi, sehingga ikut terganggu

fungsinya. Hemiplegia alternans dimana Nervus Okulomotorius ipsilateral ikut terlibat dikenal sebagai

hemiplegia alternans N.Okulomotorius atau Sindrom dari Weber. Adapun manifestasi kelumpuhan n.III

itu ialah (a) paralisis M.Rektus Internus (medialis), M.Rektus Superior, M.Rektus Inferior, M.Oblikus

Inferior dan M.Levator Palpebrae Superioris sehingga terdapat STRABISMUS DIVERGENS,

DIPLOPIA jika melihat ke seluruh jurusan dan PTOSIS (b) paralisis M.Sfingter Pupilae, sehingga

terdapat pupil yang melebar (MIDRIASIS). Jika salah satu cabang dari rami Perforantes paramedialis

A.Basilaris yang tersumbat, maka infark akan ditemukan di daerah yang mencakup dua per tiga bagian

lateral pedunkulus serebri dan daerah nukleus ruber. Oleh karena itu, maka hemiparesis alternans yang

ringan sekali tidak saja disertai paresis ringan N.III, akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan

involuntar pada lengan dan tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu. Sindrom ini dikenal

sebagai Sindrom Benedikt.

Sindrom Pedunkularis

Disebut juga hemiplegia okulomotorik alternan dan sindrom weber di otak tengah bagian basal,

melibatkan saraf III dan bagian-bagian dari pedunkulus serebralis

Sindrom Benedikt

Terletak didalam tegmentum dari otak tengah, mungkin merusak lemnikus medialis, nukleus

ruber, dan saraf III dan nukleusnya dan traktus-traktus yang berhubungan.

Sindrom Hemiplegia Alternans di Pons

Disebabkan oleh lesi vaskular unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi

vaskular di pons dapat dibagi dalam :

1. Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis A.

Basilaris

2. Lesi Lateral, yang sesuai dengan kawasan pendarahan cabang sirkumferens yang pendek

3. Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan A.Serebeli Superior

4. Lesi di Tegmentum bagian kaudal Pons yang sesuai dengan kawasan pendarahan cabang

sirkumferens yang panjang

3

Page 4: Isi Referat Batang Otak & Ms

Hemiplegia alternans akibat lesi di Pons adalah selamanya kelumpuhan UMN yang melibatkan belahan

tubuh sisi kontralateral, yang berada di bawah tingkat lesi, yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN

pada otot-otot yang disarafi oleh N.Abdusens (N.VI) atau N.Facialis (N.VII). Jenis-jenis hemiplegia

alternans di Pons berbeda karena adanya selisih derajat kelumpuhan UMN yang melanda lengan dan

tungkai berikut dengan gejala pelengkapnya yang terdiri atas kelumpuhan (LMN) n.VI atau n.VII dan

gejala-gejala okular yang akan dibahas di bawah ini. Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari

rami perforantes medialis A. Basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi

paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar/kortikospinal berikut dengan

inti-inti pes pontis serta serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat

dalam lesi tersebut. Manifestasi lesi semacam itu ialah hemiplegia kontralateral, yang pada lengan lebih

berat ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka kelumpuhan terlukis

di atas terjadi pada kedua belah tubuh. Jika lesi paramedian terletak pada bagian kaudal pons, maka akar

N.Abdusens tentu terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat kelumpuhan LMN m.Rektus lateralis,

yang membangkitkan strabismus konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang melanda belahan

tubuh kontralateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralateral berikut dengan otot-otot yang

disarafi oleh n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sisi kontralateral. Dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di

pes pontis yang meluas ke samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilintasi n.Fasialis. Sindrom

hemiplegia alternans padamana pada sisi ipsilateral terdapat kelumpuhan LMN, yang melanda otot-otot

yang disarafi n.Abdusens dan n.Fasialis dikenal dengan nama Sindrom Millard Gubler. Jika serabut-

serabut kortikobulbar untuk n.Abdusens ikut terlibat dalam lesi, maka deviation conjugee mengiringi

Sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan gerak bola mata yang konyugat itu dikenal sebagai Sindrom

Foville. Sehingga hemiplegia alternans n.Abdusens et fasialis yang disertai dengan Sindrom Foville itu

disebut sindrom Foville-Millard Gubler.

Sindrom Pontin Basalis

Dapat melibatkan baik traktus kortikospinalis maupun saraf kranial (VI, VII, atau V) dibagian

yang terkena, tergantung pada luas dan derajat dari lesi. Jika lesi besar maka mungkin lemnikus

medialis juga terkena.

Sindrom Pons Dorsalis

Mengenai saraf VI atau VII atau nukleusnya masing-masing, dengan atau tanpa melibatkan

lemnikus medialis, traktus spinotalamikus, atau lemnikus lateralis. “pusat tatapan lateral”

seringkali terkena. Ditingkat yang lebih rostral, saraf V dan nukleus-nukleusnya mungkin tidak

berfungsi lagi.

Kelumpuhan tatapan vertikal(ketidakmampuan menggerakan mata keatas atau kebawah).

Disebut juga sindrom Parinaud, disebabkan oleh kompresi dari tektum dan bagian-bagian yang

berdekatan (misalnya, oleh tumor dari glandula pineal)

4

Page 5: Isi Referat Batang Otak & Ms

Sindrom Hempilegia Alternans akibat lesi di Medula Oblongata

Kawasan-kawasan vaskularisasi di medula oblongata ternyata sesuai dengan area lesi-lesi yang mendasari

sindrom hemiplegia alternans di medula oblongata. Bagian paramedian medula oblongata diperdarahi

oleh cabang A.Vertebralis. Bagian lateralnya mendapat vaskularisasi dari A.Serebeli Inferior Posterior,

sedangkan bagian dorsalnya diperdarahi oleh A.Spinalis Posterior dan A.Serebeli Inferior Posterior. Lesi

Unilateral yang menghasilkan hemiplegia alternans sudah jelas harus menduduki kawasan piramis sesisi

dan harus dilintasi oleh radiks nervus hipoglosus. Maka dari itu kelumpuhan UMN yang terjadi melanda

belahan tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat leher dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada

belahan lidah ipsilateral. Itulah sindrom hemiplegia alternans nervus hipoglosus atau Sindrom Medular

Medial. Dejerine telah melukis sindrom tersebut berikut dengan sindrom kuadriplegia UMN, yang

disertai oleh kelumpuhan LMN bilateral pada lidah. Sindrom itu disebabkan oleh lesi median yang

bilateral. Di samping sindrom medular medial, di klinik juga dikenal Sindrom medular lateral, yang di

kalangan kedokteran kontinental dikenal sebagai Sindrom Wallenberg.

Sindrom Medularis Medial (basal)

Biasanya mengenai piramis, sebagian atau seluruh lemnikus medialis, dan saraf XII. Jika

unilateral, maka sindrom ini dikenal juga sebagai hemiplegia hipoglosus alternan. Istilah ini

mengacu pada penemuan bahwa kelemahan saraf kranial terletak pada sisi yang sama dengan lesi,

sedangkan paralisis tubuh adalah pada sisi yang berlawanan dengan lesi. Lesi dapat juga

mengakibatkan defek bilateral

Sindrom Medularis Lateral atau Wallenberg

Melibatkan beberapa (atau semua) struktur berikut didalam medula oblongata yang terbuka pada

sisi dorsolateral: pedunkulus serebelaris inverior, nukleus vestibularis, serabut atau nukleus dari

saraf IX dan X, nukleus dan traktus spinalis dari daraf V, traktus spinotalamikus, dan jaras

simpatetik. (terlibatnya jaras simpatetik mungkin menimbulkan sindrom horner). Bagian yang

terkena diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri vertebralis atau arteri serebelaris inferior

posterior.

5

Page 6: Isi Referat Batang Otak & Ms

BAB II. MEDULA SPINALIS

Sistem saraf perifer dibentuk oleh saraf cranial dan saraf spinal. Sedangkan system saraf pusat

dibentuk oleh neuron di medulla spinalis, batang otak, serebellum dan serebrum.

Medulla spinalis dapat dibagi menjadi 4 regio yang berbeda : C1-C5, C6-T2 (plexus brachialis),

T3-L3 dan L4-S2 (plexus lumbosacral). Gejala disfungsi dari medulla spinalis tergantung lokasi dari lesi.

Distribution of cutaneous nerves. Ventral aspect.

Distribution of cutaneous nerves. Dorsal aspect

Lesi medulla spinal (mielopathy) pada C1-C5 hanya memberikan gejala nyeri pada leher atau

bilateral/unilateral tetraparesis/plegia. Terdapat tanda-tanda UMN (hiperrefleksi, tonus ekstensor

meningkat) pada keempat ekstremitas dan refleks withdrawal pada keempat ekstremitas tidak ada

kelainan.

Lesi pada C6-T2 memberikan gejala unilateral atau bilateral tetraparesis/plegia dan hilangnya sensasi

proprioceptive. Jika lesi berlangsung lama dapat menyebabkan quadriplegia dan distress pernafasan

karena keterlibatan dari LMN pada otot pernafasan.

Lesi pada T3-L3 menunjukkan menrunnya rangsang proprioseptive, ataxia anggota tubuh bagian bawah

dan paresis/paralysis dengan refleks spinal yang normal atau meningkat (tanda UMN). Sensasi pada

anggota tubuh bagian bawah dapat menurun atau tidak ada sama sekali.

6

Page 7: Isi Referat Batang Otak & Ms

Lesi pada medulla spinalis segmen L4-S2 menyebabkan ataxia pada anggota tubuh bagian bawah,

menurunnya sensasi proprioseptive dan paresis/paralysis dengan menurun atau tidak adanya refleks

spinal dan tonus otot (tanda LMN). Di bawah dari lesi sensasi menurun atau tidak ada.

Saraf sensoris dari system saraf perifer atau neuron afferent membawa informasi seperti nosiseptive,

proprioseptive, rasa, pendengaran, keseimbnagan, penglihatan dan penciuman ke medulla spinalis atau

batang otak. Sedangkan saraf sensoris dari system saraf pusat membawa informasi ke cerebellum,

batang otak dan cerebrum. Traktus sensoris yang penting pada medulla spinalis dan batang otak

adalah spinocerebellar, spinothalamicus dan traktus spinoreticular. Tractus spinoreticular mulai pada

medulla spinalis dan berakhir di formatio reticular medulla oblongata. Jalur sensoris yang penting

juga terdapat di fasciculus gracilus dan cuneatus dari medulla spinalis dan lemniscus lateral/medial

dari batang otak.

LMN dari system saraf simpatis keluar melalui saraf spinalis torakolumbal (T1-L4) untuk

mempersarafi otot polos di pupil, kelopak mata, orbita, folikel rambut, pembuluh darah dan alat

dalaman. Sindroma Horner’s (ptosis, miosis dan enophthalmus) berhubungan dengan hilangnya

persarafan simpatis pada mata.

LMN dari system saraf parasimpatis keluar dari saraf cranial III untuk mempersarafi otot polos pupil

dan kelopak mata, saraf cranial VII untuk glandula lakrimasi dan salivatorius, saraf cranial IX ke

glandula salivatorius dan sraf cranial X ke otot jantung dan kelenjar dan otot polos pada abdomen dan

colon transversa. Juga keluar dari dari segmen sakralis ke visera dari abdomen bawah, termasuk

kandung kemih dan kolon. Lesi pada segmen sacral biasa menyebabkan hilangnya refleks kandung

kemih.

System saraf perifer medulla spinalais membentuk pleksus brachialis yang ke anggota badab bagian

thorakal; plexus lumbosacrallis ke anggota tubuh bagian pelvis; dan cauda eqiuna yang ke kandung

kemih dan anus . Lesi pada plexus brachialis dan lumbosacral menyebabkan paresis atau paralysis dari

anggota badan bagian thorakal dan pelvis, berturut-turut dengan berkurangnya atau tidak adanya

refleks spinal dan sensasi pada anggota tubuh. Lesi pada cauda equina menyebabkan atonia kandung

kemih dan dilatasi anus. Lesi pada seluruh saraf spinalis (acute polyradiculoneuritis) menyebabkan

paresis atau paralysis dari keempat lengan dan kaki (quadriparesis/quadriplegia) dengan penurunan

7

Page 8: Isi Referat Batang Otak & Ms

atau tidak adanya refleks spinal dan berubahnya sensasi pada anggota tubuh.

Gambaran klinis lesi medulla spinalis :

1. Mielopati transversa dimana seluruh jaras ascenden dan descenden terkena. Sehingga terjadi

gangguan motorik, sensorik dan vegetatif yang luas. Penyebab yang tersering adalah trauma, tumor,

multiple sclerosis dan penyakit pembuluh darah. Penyakit lainnya adalah hematoma epidural, abses,

hernis discuc intervertebralis, sindroma parainfeksi dan post vaksinasi.

2. Lesi yang mengenai bagian sentral medulla spinalis. Contohnya siringomielli, hydromieli, tumor

intramedular. Medulla spinal dapat terganggu mulai dari sentral kemudian meluas ke struktur lain

dari medulla spinalis. Gambaran khasnya adalah suatu disosiasi sensibilitas. Dengan berjalannya

penyakit, bagian anterior dapat terkena pada tingkat lesinya dan mengakibatkan atrofi neurogenik

sentral, parese dan arefleksia. Perluasan ke lateral dapat menyebabkan sindroma Horner’s ipsilateral

(bila mengenai pusat siliospinal pada lesi di C8-T2), kiposkoliosis (bila mengenai nucleus motorik

dari dorsomedian dan ventromedian yang mempersarafi otot paraspinal), paralisa spastik di bawah

lesi bila traktus kortikospinal terkena. Perluasan ke dorsal akan mengakibatkan putusnya jaras

dorsalis (untuk sensasi posisi dan rasa getar ipsilateral) dan dengan terkenanya juga daerah

ventrolateral akan menyebabkan gangguan suhu dan nyeri pada medulla spinalis di bawah lesi.

Karena secara laminasi traktus spinothalamikus sensasi sevikal terletak dorsomedial dan sensasi

sacral terletak ventrolateral, pada lesi intraparenkimal dapat terjadi sensasi sacral tidak terkena.

3. Lesi di kolumna posterolateral. Dapat terjadi secara selektif pada penyakit Subacute combine

degeneration pada defisiensi vitamin B12 mielopativaskuolar oleh sebab AIDS, servikal spondylosis.

Terjadi gangguan propioseptif dan sensasi vibrasi pada tungkai sebagai ataksia sensorik. Gangguan

traktus kortikospinal bilateral akan mengakibatkan spastisitas, hiperefleksi dan refleks ekstensor

bilateral. Akan tetapi reflek dapat negatif atau menurun bila disertai neropati perifer.

4. Lesi di kolumna posterior, sering terjadi pada penyakit tabes dorsalis (neurosifilis). Terjadi gangguan

sensasi vibrasi dan posisi dan penurunana rasa raba, juga mengakibatkan ambang sensasi mekanik,

taktil, postural, halusinasi, arah gerak dan posisi, sehingga akan timbul ataksia sensorik dan Romberg

yang positif. Cara berjalan yang ataksik. Pasien mengeluh nyeri ‘lancinating’ terutama tungkai.

Dapat terjadi inkontinensia urine, refleks patella dan refleks achilles yang negatif. Terdapat

Lhermitte’s sign yang disebabkan peningkatan sensitifitas mekanik pada kolumna dorsalis dimana

fleksi leher akan mengakibatkan peningkatan secara spontan unit-unit sensoris yang aktif dan ikut

sertanya serabut saraf yang lain.

5. Lesi kornu anterior. Penyakit yang menyerang secar diffuse kornu anterior misalnya adalah spinal

muscular atrophy (infantile spinal muscular atrophy in motor neuron disease). Bila bagian kornu

anterior terkena secara difus terjadi kelemahan secara difus, atrofi, fasikulasi terjadi pada otot batang

8

Page 9: Isi Referat Batang Otak & Ms

tubuh dan ekstremitas. Tonus otot menurun dan ketegangan otot dapat menurun atau hilang.

Gangguan sensorik tidak terjadi karena jaras sensorik tidak terkena.

6. Kombinasi lesi di kornu anterior dan traktus piramidalis. Hal ini secara karakteristik terjadi pada

Amyotrophic lateral sclerosis. Terjadi gangguan secara difus dari lower motor neuron (progessive

muscular atrophy, parese, fasikulasi) yang berlawanan dengan gejala lesi UMN (parese, spastisitas,

reflek plantar ekstensor). Tidak ada gangguan sphincter urine dan rectal.

Secara umum, lesi medulla spinal digambarkan sebagai :

Jika setinggi lesi (efek pada ventral horn dan serta saraf ventral) memberikan gejala LMN

Jika dibawah lesi (efek pada traktus kortikospinal) memberikan gejala UMN

Penyebab lesi pada Medula Spinalis

Usia > 50 tahun mielopathy sering disebabkan karena spondilosis servikalis. Penyakit degeneratif

(osteoarthrosis) pada segmen servikalis dapat menyebabkan kompresi, karena :

Kalsifikasi, degenerasi dan penonjolan dari discus intervertebralis

Pertumbuhan tulang (osteofit)

Kalsifikasi dan penebalan dari ligamentum longitudinal

Pada pasien dengan usia < 40 tahun, mielopathy lebih sering disebabkan karena multiple sclerosis.

Penyakit Medulla Spinalis

1. Lesi Ekstrinsik dan Intrinsik

Kompresi dari luar medulla spinal misalnya karena tumor ata prolaps discus intervertebralis,

secara tipikal menyebabkan hilangnya rangsang sensoris tergantung dimana dermatom yang terkena

(saddle anesthesia). Ini disebabkan karena bagian dari traktus spinothalamicus lebih dekat ke

permukaan medulla (membawa informasi sensoris sesuai dengan dermatom lumbosacral) sehingga

lebih mudah terkena efek dari kompresi ekaternal.

Lesi Instrinsik dari medulla spinalis lebih cenderung lebih dahulu menyebabkan kerusakan pada

daerah sentral dari traktus spinothalamicus (sacral sparing).

9

Page 10: Isi Referat Batang Otak & Ms

10

Page 11: Isi Referat Batang Otak & Ms

2. Syringomieli

Merupakan suatu penyakit dimana terjadi perubahan patologik yang terdiri dari gliosis, nekrosis

dan kavitasi pada bagian sentral medula spinalis dan sering meluas ke medula (siringobulbi). Sering

terjadi dengan kelainan pada batang otak dan cerebellum (Arnold-Chiari malformation) dimana terdapat

elongasi tonsila cereberalis dan penonjolan ke foramen magnum (cerebellar ectopia).

Degenerasi terjadi pada pelebaran servikal dan dimulai pada regio ireguler. Kanalnya sendiri tidak selalu

ikut dengan proses. Onset dapat terjadi pada usia 25-40 tahun, dapat terjadi beberapa bulan sampai 20

tahun sesudah terjadinya trauma, 15 tahun setelah arakhnoiditid TBC. Gejala klinis:

Dengan terkenanya jaras dekusatio sensorik gambaran utamanya adalah hilangnya rasa nyeri dan

suhu pada dermatom tersebut sedangkan rasa raba masih baik.

Bila proses sudah mengenai bagian kornu anterior akan terjadi parese fokal, atrofi dan fasikulasi juga

terganggunya kolumna intermedilateral dengan akibat terganggunya sistem otonom

Selanjutnya dapat terjadi kerusakan pada kedua jaras kortikospinalis dan tanduk anterior di segmen

servikal sehingga mengakibatkan spastic paraparesis tetapi dengan gejala LMN pada anggota tubuh

bagian atas.

Terapi dapat dilakukan dengan dekompresi dan drainage syrinx melalui syringostomy.

3. Brown-Séquard syndrome

Dengan karakteristik berkurangnya rangsang sensorik dan motorik bila lesi menyebabkan

kerusakan hanya pada satu sisi dari medulla spinalis. Dapat disebabkan karena hemiseksi dari

medulla spinalis.

11

Page 12: Isi Referat Batang Otak & Ms

4. Penyakit degeneratif yang mengenai medula spinalis

Penyakit degeneratif adalah istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya

suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan normal

sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak diketahui, termasuk

diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik atau paling sedikit terjadi pada

salah satu anggota keluarga (faktor familial) sehingga sering disebut penyakit heredodegeneratif.

Cowers tahun 1902 menekankan adanya istilah abiotrophy untuk penyakit seperti tersebut di atas

yang artinya menunjukkan adanya penurunan daya tahan sel neuron dan mengakibatkan kematian

dini. Konsep di atas mewujudkan hipotesa bahwa proses penuaan (usia) dan penyakit degeneratif

dari sel mempunyai proses dasar yang sama.

Syndrome progressive dementia in combination with other neurologic abnormalities.

1. Cortical spinal degeneration (Jakob) and the Dementia-Parkinson-Amytrophic lateral

sclerosis complex

2. Familial dementia with spastic paraparesis

Syndrome of progressive ataxia

1. Predominantly spinal forms of hereditary ataxia

Friedreich ataxia

Strumpell-Lorrain

12

Page 13: Isi Referat Batang Otak & Ms

Syndorme of slowly developing muscular weakness and atrophy (nuclear amiotrophy). Without

sensory changes:

Amytrophic lateral sclerosis

Progressive spinal muscular atrophy

Progressive bulbar palsy

Primary Lateral sclerosis

Heriditary forms of progressive muscular atrophy and spastic paraplegia

Amytrophic lateral sclerosis

Adalah penyakit degeneratif yang progresif akibat degenerasi motor neuron di kornu anterior

medula spinalis, batang otak dan korteks serebri, dengan manifestasi berupa kelemahan dan atrofi dari

otot-otot yang dipersarafi, disertai tanda-tanda gangguan (degenerasi) traktus kortikospinalis dan

beberapa variasi lainnya. Biasanya tanpa atau hanya sedikit gangguan sensibilitas atau serabut non motor

lainnya.

Etiologi diketahui pasti, ada dugaan penyebabya adalah suatu infeksi virus (misalnya polio virus

latent), toksin dari lingkungan (Beta methyl amino L alanine), faktor genetik, ada hubungannya dengan

lymphoma, logam berat (Pb, Mn, Co, Fe, Zn, Hg), trauma, gangguan pada DNA, imunologi, gangguan

metabolisme glutamat.

Angka kejadian diperkirakan antara 0,4-1,4 kasus tiap 100.000 populasi dengan rata-rata

menyerang dekade ke IV, V, VI, VII. Jarang pada usia kurang dari 35 tahun. Perbandingan laki-laki dan

wanita berkisar antara 1,1:1 sampai 2:1. Lebih banyak mengenai kulit putih dibandingkan kulit hitam.

Secara klinis ALS dibagi dalam beberapa tipe yaitu:

1. Progressive muscular atrophy

Pada tipe ini terjadi proses degeneratif dari motorneuron di kornu anterior medula spinalis dengan

manifestasi klinis kelemahan dan atrofi otot-otot badan dan anggota gerak yang terlihat pada stadium

awal dari penyakitnya. Lesi yang terjadi biasanya mulai dari daerah servikal medula spinalis, dengan

kelemahan, atrofi dan fasikulasi otot-otot intrinsik tangan, walaupun bisa juga dimulai di sembarang

tempat di kornu anterior medula spinalis. Sebagai gejala awal bisa juga dimulai dengan kelemahan

dan atrofi otot-otot kaki dan paha, sedang otototot ekstremitas atas masih baik. Kasus yang jarang,

kelemahan dimulai dari pada lengan bagian proksimal yang kemudian meluas ke distal. Pada tipe ini

traktus kortikospinalis tidak terkena, sehingga reflek tendo menurun atau negatif. Fasikulasi otot

bervariasi antara ada dan tidak. Perbandingan antara pria : wanita yaitu 3,6 ; 1. Five years survival

rate 72% bila onset kurang dari 50 tahun dan bila 40% bila onset lebih dari 50 tahun.

2. Progressive bulbar palsy

13

Page 14: Isi Referat Batang Otak & Ms

Adalah tipe ALS dimana terjadi proses degeneratif pada inti-inti saraf otak di batang otak,

terutama bagian bawah. Manifestasi klinis:

Kelemahan dan atrofi dari otot-otot faring, lidah dan wajah. Pada stadium awal akan

memberikan gejala atau kesukaran untuk mengucapkan t,n,r,l b,m,p,f, dan k,g, yang akhirnya

suara penderita menjadi tidak dipahami. Bicara sulit juga disebabkan karena spastisitas dari

lidah, pharing dan laring yang kemudian diikuti kelemahan atrofi.

Reflek pharing menghilang dan gerakan palatum serta pita suara tidak sempurna waktu sedang

bicara. Terdapat gangguan mengunyah, menelan, otot-otot paring tidak bisa mendorong

makanan masuk ke oesophagus, sehingga air dan makanan akan masuk ke trakhea atau kembali

lagi ke hidung. Dapat terlihat fasikulasi lidah dan jaw jerk yang positif.

3. Primary lateral sclerosis

Tipe ini sangat jarang. Proses degeneratif yang terjadi di korteks cerebri pada area Broadman 4

dan 6, dan terlihat proses degeneratif sekunder pada traktus kortikospinalis. Gejala yang timbul

berupa:

Kelemahan dan spastisitas dari otot-otot badan dan anggota gerak, biasanya dimulai pada

ekstremitas bawah

Tidak dijumpai atrofi dan fasikulasi

Reflek regang yang meningkat dan reflek plantar ekstensor bilateral

Hilangnya reflek superfisial tetapi tidak ada gangguan sensoris.

4. Tipe campuran

Sering dijumpai dengan gambaran klinis merupakan kombinasi dari bentuk 1,2,3. Pada

pemeriksaan didapatkan adanya atrofi, fasikulasi, kelemahan anggota gerak bawah, atas, peningkatan

reflek tendon dan ekstensor plantar positif bilateral. Selanjutnya bila inti batang otak terkena akan

menyebabkan disfagi disartri dan kelemahan otot wajah, tidak terdapat gangguan sensorik.

5. Spinal monomelic amyotrophic

Didapatkan adanya unilateral amyotrophic yang terbatas pada 1 anggota gerak. Kriteria ALS

menurut El Escorial:

Diagnosis ALS memerlukan tanda-tanda:

1. Tanda LMN

2. Tanda UMN

3. Terdapat progresifitas dari penyakit

Subklasifikasi untuk kriteria diagnostik:

1. Definite ALS:

UMN + LMN dengan 3 regio* seperti ALS yang tipikal

2. Probable ALS:

UMN + LMN dengan 2 regio dengan tanda UMN dan tanda LMN

14

Page 15: Isi Referat Batang Otak & Ms

3. Possible ALS:

UMN + tanda LMN dengan 1 regio atau tanda UMN dengan 2 atau 3 regio, seperti

monomelic ALS, Progressive bulbar palsy, dan Primary lateral sclerosis.

4. Suspected ALS:

LMN dengan 2 atau 3 regio seperti progressive muscular atrophy atau sindroma motorik

lain.

*Regio termasuk: batang otak, brachial, thoraks, batang tubuh, inguinal.

Diagnostik:

Harus disingkirkan penyakit lainnya melalui pemeriksaan penunjang:

EMG: menunjukkan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi dan denervasi, KHST normal, kadang-kadang

dijumpai adanya giant action potential

Biopsi otot: terdapat atrofi dari fasikulus otot bercampur dengan fasikulus yang normal

Peningkatan enzim otot

LP: LCS normal

Mielografi: normal

MRI: terdapat peningkatan intensitas signal

Penanganan ALS:

Karena sampai sekarang etiologi masih belum jelas, belum ada pengobatan yang tepat.

Penanganan yang dapat dilakukan adalah terapi konservatif dan fisioterapi.

Prognosa:

Pasien dapat hidup 10-15 tahun dari awitan. Bila terdapat gangguan pada otot-otot

untuk menelan prognosanya lebih jelek.

Penyakit yang oleh De Jong juga dimasukkan dalam penyakit degeneratif yaitu:

1. Tabes Dorsalis

Penyakit ini merupakan suatu bentuk neurosiphilis yang secara patologis ditandai dengan

terjadinya degenerasi pada radiks posterior dan kolumna dorsalis medula spinalis. Keadaan ini

merupakan 1,3 – 5% dari penderita neurosiphilis. Gejala klinis timbul sesudah lebih dari 10 sampai

20 tahun infeksi primer, sehingga umumnya penderita Tabes dorsalis berumur 40-60 tahun. Gejala

klinis:

Hilangnya sensasi proprioseptif mengakibatkan ataksia sensoris (sekunder terhadap kerusakan

funikulus dorsalis.

Terkenanya radiks posterior dan ganglion dorsalis menyebabkan nyeri radiks, rasa terikat,

penurunan reflek dan terlambatnya reaksi nyeri

Dapat terjadi gangguan fungsi kandung kemih tipe atonik, inkontinentia alvi, impotens,

gangguan tropik dengan akibat timbulnya lesi ulseratif dan atropati tip charchot.

15

Page 16: Isi Referat Batang Otak & Ms

2. Multipel sklerosis

Merupakan penyakit yang dapat menyerang secara luas sistem saraf pusat dan belum diketahui

dengan jelas sebabnya. Penyakit ini ditandai dengan bercak-bercak demielinisasi yang tersebar

terutamapada masa putih. Bercak ini pada tingkat lanjut berupa bercak sklerotik yang tersebar

perivaskuler. Angka kejadian sklerosis ditemukan sangat tinggi di Eropa Barat, dapat mencapai

80/100.000 penduduk. Umumnya serangan pertama terjadi pada umur muda 20-40 tahun, kadang-

kadang umur 12-15 tahun. Laki-laki lebih sering dari wanita. Keadaan ini pada 60-90% penderita

diikuti gejala remisi dan relaps. Gejala klinis:

Neuromielitis optika, selain adanya neuritis optika (biasanya unilateral 45%) juga disertai

adanya mielopati yang progresif disertai nyeri dan parestesi

Terdapat 3 bentuk spinal dari multipel sklerosis:

1. Bentuk spinal dengan gejala paraplegia spastik yang progresif

2. Bentuk dengan lesi spinal unilateral sehingga gejala klinis dapat berupa gejala brown

sequard yang parsial

3. Bentuk sakral. Bercak lesi terdapat di konus sehingga terdapat gejala konus. Lesi medula

spinalis dapat berupa mielitis tranversa atau ascending.

Gejala motorik umumnya terdapat kelemahan otot tanpa atrofi (spastik parese), bila ditemukan

atrofi umumnya hanya pada otot kecil tangan.

Reflek regang meningkat, hilangnya reflek superfisial, gangguan piramidal disertai gangguan

proprioseptif dan ataksi sensorik.

Gejala Lhermitte yang positif dan bermacam gejala sensibilitas

Kontrol spincter sering terganggu

Pada 70% penderita terdapat gejala nistagmus, tremor intension dan bicara meletup-letup dan

disebut sindroma charcot.

Gambaran patologi: terjadi gliosis dan demielinisasi pada fasikulus grasilis dan juga atrofi dari

ganglion. Terjadi perivascular lymphocytic cuffing dan dapat terjadi iskemi sekunder yang

menyebabkan gangguan proprioseptif dan kelemahan yang progresif dari ekstremitas bawah.

BAB III. TRAUMA MEDULLA SPINALIS

16

Page 17: Isi Referat Batang Otak & Ms

Trauma pada tulang belakang yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, terjatuh, olagraga

menyelam, kecelakaan industri, luka tembak, luka bacok dan ledakan bom dapat menyebabkan trauma

pada medulla spinalis. Efek trauma yang terjadi pada tulang belakang bisa berupa fraktur – dislokasi,

fraktur, maupun dislokasi. Meskipun tidak tampak jelas, tetapi penderita menunjukkan gejala neurologis

yang nyata. Fraktur ini dapat menyebabkan laserasi atau sobeknya medulla spinalis. Pada dislokasi maka

akan menimbulkan penekanan atau kompresi pada medulla spinalis atau radiks saraf spinalis karena

kanalis vertebralis menyempit. Dislokasi itu cenderung terjadi pada tempat – tempat yaitu antara bagian

yang sangat mobile dengan bagian yang sangat terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6 dan T11-12.

Meskipun tidak terdapat kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa

mengakibatkan lesi yang nyata pada medulla spinalis. Kelainan neurologik yang nyata tanpa adanya

kelainan tulang belakang yang jelas dapat ditimbulkan oleh trauma tidak langsung, misalnya trauma

“gerak lecut” atau “whiplash” yaitu gerakan dorsofleksi diikuti anterofleksi atau sebaliknya berlebihan

dari tulang belakang secara cepat dan mendadak bagaikan gerakan memecut, trauma ini biasanya terjadi

pada servikal bawah, misalnya sewaktu duduk di kendaraan yang melaju dengan cepat, kemudian

berhenti secara mendadak, jatuh terduduk atau dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi

bom

ANATOMI

Medulla spinalis merupakan massa jaringan saraf yang berbentuk silindris memanjang dan

menempati ⅔ atas canalis vertebra yaitu dari batas superior atlas (C1) sampai batas atas vertebra lumbalis

kedua (L2), kemudian medulla spinalis akan berlanjut menjadi medulla oblongata. Pada waktu bayi lahir,

panjang medulla spinalis setinggi ± Lumbal ketiga (L3).

Medulla spinalis dibungkus oleh duramater, arachnoid, dan piamater.

Hubungan anatomi antara medulla spinalis dengan tulang vertebra pada orang dewasa yaitu :

Segmen medulla

spinalis

Corpus vertebra Prosessus spinosus

C8 batas bawah C6 & batas atas

C7

C6

T6 Batas bawah T3 & batas atas

T4

T3

T12 T9 T8

L5 T11 T10

S T12 & L1 T12 & L1

Medulla spinalis mendapat perdarahan dari :

17

Page 18: Isi Referat Batang Otak & Ms

- A. Spinalis anterior : cabang arteri vertebralis, berjalan dari permukaan anterior medulla spinalis

cervicalis sampai dekat T4.

- A. Spinalis lateralis : cab. A. Vertebralis, mempardarahi segmen medulla spinalis C7-T2.

- A. Spinalis medialis anterior : merupakan percabangan A. Spinalis anterior di bawah segmen medulla

spinalis T4.

- A. Radicularis magna (A. Adamkiewicz) : memperdarahi T8-L4, biasanya timbul di kiri dan pada

beberapa keadaan memperdarahi belahan bawah medulla spinalis.

- A. Spinalis posterior atau A. Spinalis posterolateralis : memperdarahi columna alba posterior dan bagian

posterior dari columna grisea posterior.

- A. Sulcalis anterior : memperdarahi columna anterior dan lateralis pada salah satu sisi medulla spinalis

PATOGENESIS

Medulla spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme:

1. Kompresi oleh tulang belakang, ligamentum, herniasi discus intervertebralis dan hematom. Yang

paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang

mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.

2. Regangan jaringan yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada jaringan, hal ini terjadi

pada hiperfleksi

3. Edema pada medulla spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gannguan aliran

darah kapiler dan vena.

4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau system arteri spinalis anterior dan posterior.

MANIFESTASI TRAUMA MEDULLA SPINALIS

1. Commotio medulla spinalis

Commotio medulla spinalis merupakan kelainan yang jarang terjadi dan dianggap analog dengan

commotio otak, suatu keadaan dimana fungsi medulla spinalis hilang sementara akibat trauma dengan

atau tanpa disertai fraktur atau dislokasi, yang dapat sembuh sempurna setelah beberapa jam atau

beberapa hari tanpa menimbulkan gejala sisa.

Hilangnya fungsi medulla spinalis menyebabkan paralisis motorik, menghilangnya sensasi dan paralisis

sphincter yang akan dapat pulih kembali/reversibel. Dapat terjadi edema, petechiae dengan sirkulasi

medulla spinalis yang berubah, perdarahan perivaskuler kecil – kecil dan infark disekitar pembuluh

darah. Bila paralysis total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih dari 48 jam maka kemungkinan

sembuh sempurna menipis dan perubahan pada medulla spinalis lebih mengarah ke perubahan anatomic

daripada fisiologik.

18

Page 19: Isi Referat Batang Otak & Ms

2. Contusio medulla spinalis

Contusio medulla spinalis terjadi setelah fraktur atau dislokasi tulang belakang, atau akibat hiperekstensi,

hiperfleksi, atau rotasi tulang belakang tanpa kelainan tulang belakang pada foto Rontgen.

Pada keadaan ini dijumpai kerusakan makroskopik dan mikroskopik pada medulla spinalis berupa

perdarahan, edema, perubahan neuron dan dapat menimbulkan adanya reaksi peradangan. Perdarahan

disubstansia alba memperlihatkan adanya bercak – bercak degenerasi Waller dan pada kornu anterior

terjadi hilangnya neuron yang diikuti proliferasi mikroglia dan astrosit.

Edem dan perdarahan ringan pada piamater dan arachnoid dapat dijumpai pada pemeriksaan patologi.

Gejala berat yaitu hilangnya fungsi medulla spinalis dini, namun derajat akhir dari kepulihannya hanya

dapat dinilai setelah observasi lama. Pada stadium akut biasanya disertai LCS yang berdarah. Pada

stadium akut conyusio ini disertai liquor cerebrospinalis yang berdarah.

Posisi / Jolly’s sign menunjukkan lesi unilateral pada segmen radiks C7. Lengan bawah penderita dalam

keadaan fleksi dengan abduksi bahu. Bila kelainan ini bilateral, dinamakan Bradburne’s sign atau

Thornburn sign’s.

3. Laseratio medulla spinalis

Laseratio medulla spinalis yaitu robeknya medulla spinalis, biasanya disebabkan oleh trauma langsung

seperti terkena peluru / luka tembak, benda tajam/ bacok / tusukan, atau fragmen tulang/ fraktur dislokasi

vertebra. Pada pungsi lumbal ditemukan LCS yang bercampur banyak darah.

4. Compressi medulla spinalis

Compresi medulla spinalis dapat terjadi akibat dislokasi fraktur pada tulang belakang maupun perdarahan

epi dan subdural, cenderung menyebabkan kompresi tranversal yang dapat total kalau terjadi cedera

tulang derajat berat.

Pada fase akut, LCS berdarah, kemudian menjadi xantochrom, Quekenstedt negatif, kadar protein

yang meningkat (sindrom Froin). Pada kompresi medulla spinalis dapat terjadi blok total atau parsial di

dalam saluran subarachoid. Sering terdapat sequele. Hilangnya fungsi di bawah level lesi bersifat total.

Biasanya terdapat kerusakan parenkim yang parah dan ireversibel, fibrosis elemen saraf, glia,

perlengketan meningen.

Gambaran klinisnya didapati nyeri radikuler dan paralysis flaksid setinggi lesi akibat kompresi

pada radiks saraf tepi. Hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan whiplash dapat menyebabkan

radiks saraf tepi dapat tertarik dan mengalami jejas (reksis).

19

Page 20: Isi Referat Batang Otak & Ms

Pada trauma lecutan radiks C5-7 dapat timbul nyeri radikuler spontan. Di bawah lesi kompresi

medulla spinalis akan didapati paralysis spastic dan gangguan sensorik serta otonom sesuai dengan

derajat beratnya kompresi.

Kompresi konus medularis terjadi akibat fraktur – dislokasi vertebra L1, yang menyebabkan

rusaknya segmen sakralis medulla spinalis. Biasanya tidak dijumpai gangguan motorik yang menetap

tetapi terdapat gangguan sensorik pada segmen sakralis yang terutama mengenai daerah sadel, perineum

dan bokong. Juga dijumpai gangguan otonom berupa retensio urin serta pada pria didapatkan impotensi

Kompresi kauda equine akan menimbulkan gejala tergantung pada serabut saraf spinalis mana yang

terlibat. Akan dijumpai paralisi flaksid dan atrofi otot. Gangguan sensorik sesuai dengan dermatom yang

terlibat.

Kompresi pada saraf spinalis S2, S3 dan S4 akan menyebabkan retensio urin, Infeksi traktus

urinarius merupakan komplikasi yang umum terjadi dan dapat berbahaya, dan hilangnya control volunter

vesika urinaria, inkontinensia alvi dan impotensi.

5. Hematomielia

Hematomielia yaitu ditemukan hematom di dalam medulla spinalis, biasanya berbentuk lonjong,

terletak di substansia grisea. Biasanya disebabkan oleh “whiplash”, jatuh dari ketinggian dengan posisi

berdiri, jatuh duduk, fraktur-dislokasi tulang belakang.

Hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan trauma “whiplash”, dapat mengakibatkan

tertariknya radiks saraf spinalis sehingga timbul gejala nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia.

Keadaan ini disebut neuralgia radikularis tarumatik yang bersifat reversibel. Pada trauma “whiplash”

sering mengenai C5-7. Radiks saraf spinalis dapat pula terputus sehingga menimbulkan defisit sensorik

dan motoril yang bersifat radikular.

6. Perdarahan

Akibat trauma, medulla spinalis dapat mengalami perdarahan epidural, subdural, maupun

hematomieli. Hematom epidural dan subdural dapat terjadi akibat trauma maupun akibat anesthesia

epidural dan sepsis. Gambaran klinisnya adalah adanya trauma yang relative ringan tetapi segera diikuti

paralisi flaksid berat akibat penekanan medulla spinalis. Keadaan ini memerlukan tindakan darurat bedah.

7. Hemiseksi medulla spinalis

Biasanya dijumpai pada luka tembak atau luka tusuk/bacok di medulla spinalis. Gambaran klinisnya

berupa sindrom Brown Sequard yaitu setinggi lesi terdapat kelumpuhan neuron motorik perifer (LMN)

ipsilateral pada otot – otot yang disarafi oleh motorneuron yang terkena hemilesi. Setinggi lesi dijumpai

deficit sensorik ipsilateral yang terbatas pada kawasan sensorik segmen yang terkena hemilesi. Dibawah

20

Page 21: Isi Referat Batang Otak & Ms

tingkat lesi dijumpai pada sisi ipsilateral kelumpuhan UMN dan defisit sensorik propioseptik,sedangkan

pada sisi kontralateral terdapat defisit sensorik protopatik.

8. Sindrom medulla spinalis bagian anterior

Sindrom ini mempunyai cirri khas paralysis dan hilangnya sensibilitas protopatik di bawah tingkat lesi.

9. Sindrom medulla spinalis bagian posterior

Ciri khas sindrom ini adalah adanya defisit motorik yang lebih berat pada lengan daripada tungkai dan

disertai defisit sensorik. Defisit motorik lebih jelas pada tangan diakibatkan rusaknya sel motorik di

kornu anterior medulla spinalis segmen servikal atau akibat terlibatnya serabut traktus kortikospinalis

yang terletak lebih medial di kolumna lateralis medulla spinalis. Sindrom ini sering dijumpai pada

spondilosis servikal.

10. Transeksi medulla spinalis

Bila medulla spinalis secara mendadak rusak total akibat lesi transversal maka akan dijumpai 3 macam

gangguan yang muncul serentak yaitu:

a. Semua gerakan volunteer pada bagian tubuh yang terletak di bawah lesi akan hilang

fungsinya secara mendadak dan menetap.

b. Semua sensibilitas daerah di bawah lesi menghilang.

c. Semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah lesi akan hilang. Efek ini disebut

renjatan spinal yang melibatkan refleks tendon maupun refleks otonom. Fase renjatan ini

berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Pada anak – anak fase syok spinal berlangsung lebih singkat yaitu kurang dari 1 minggu. bila terdapat

dekubitus, infeksi traktus urinarius atau keadaan metabolic yang terganggu, malnutrisi, sepsis, maka fase

syok ini akan berlangsung lama.

GEJALA

Tergantung dari lesi, komplit atau tidak komplit, dan tingginya. Lesi yang mengenai separuh segmen kiri

atau kanan medulla spinalis menimbulkan sindroma Brown Sequard. Hematomieli bergejal

siringomieli, lesi yang komplit menimbulkan paralysis dan anestesi total di bawah tempat lesi. Lesi di

torakal terdapat paraplegi dan dangguan sensibilitas di bawah lesi. Lesi komplit di servikal timbul

tetraplegi dengan anestesi di bawah lesi, serta gangguan vegetatif. Lesi di servikal atas yaitu C1-4 sangat

berbahaya karena timbul paralisis N. Phrenicus, yang menyebabkan lumpuhnya otot diafragma yang

dapat menimbulkan kematian dengan cepat. Lesi daerah C8-T1 dapat disertai gejala sindrom Horner.

Lesi di konus medularis, kauda ekuina bergejala paraplegi/paraparesis, gangguan sensibilitas dan

21

Page 22: Isi Referat Batang Otak & Ms

vegetatif, tanda Laseque positif. Lesi hanya di kauda ekuina bergejala motorik dan sensorik perifer

dengan tanda Laseque positif.

DIAGNOSIS

1. Radiologik

Foto polos posisi antero – posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan

memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah servikal foto

dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra

C1-C2.

2. Pungsi lumbal

Berguna pada fase akut trauma medulla spinalis. Sedikit peningkatan tekanan LCS dan adanya blockade

pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medulla spinalis.

3. Mielografi

Tindakan ini tidak mempunyai indikasi pada fase akut trauma medulla spinalis. Tetapi mielografi

dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi

herniasi discus intervertebralis.

PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan konservatif (perawatan dan konservatif)

Pada umumnya pengobatan trauma medulla spinalis adalah konservatif dan simtomatik. Manajemen

mempunyai tujuan mempertahankan fungsi medulla spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi

untuk penyembuhan jaringan medulla spinalis yang mengalami trauma tersebut.

Prinsip tatalaksana yaitu:

a. Segera imobilisasi dan diagnosis dini.

b. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami trauma.

c. Pencegahan progresivitas gangguan medulla spinalis.

d. Rehabilitasi dini.

- Postural reduction untuk tulang belakang

yaitu tidur di alas keras dan ganjal kaki. Untuk daerah lumbal diperlukan bantal lumbal, daerah servikal

digunakan bantal servikal. Dipertimbangkan traksi Iis Glisson dan head collar untuk subluxatio di daerah

servikal.

Penderita yang diperkirakan mengalami trauma pada dearah servikal harus difiksasi dengan kerah

servikal (servikal collar). Bila servikal collar tidak tersedia, maka kepala dan leher difiksasidengan

menggunakan bantal pasir pada sisi kanan kiri kepala serta leher, sedang penderita dibaringkan dalam

posisi terlentang pada alas yang keras.

22

Page 23: Isi Referat Batang Otak & Ms

- cegah perluasan lesi dengan mengangkat badan dengan hati-hati, jangan bungkuk, terutama hari

pertama.

- Bila tekanan oksigen medulla spinalis atau aliran darah berkurang, maka lesi medulla spinalis bisa

memburuk. Pemberian cairan intravena segera dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotensi.

- Trauma medulla spinalis segmen servikal dapat menyebabkan paralysis otot – otot intercostalis.

Oleh karena itu dapat terjadi gangguan pernafasan bahkan kadang kala apnea. Bila perlu

dilakukan intubasi nasotrakeal bila pemberian oksigen saja tidak efektif membantu penderita.

Pada trauma servikal, hilangnya control vasomotor menyebabkan pengumpulan darah di

pembuluh darah abdomen, anggota gerak bawah dan visera yang mengalami dilatasi,

menyebabkan timbulnya hipotensi.

- Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah distensi abdomen akibat dilatasi gaster akut. Bila tidak

dilakukan dapat berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan akan memperberat pernafasan.

Dilakukan pemasang kateter foley untuk mencegah timbulnya infeksi traktus urinarius akibat

retensio urin.

- Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi gastrointestinal, diperlukan pemberian enema.

Kemudian bila peristaltic timbul kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila traktus

gastrointestinal menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan sopositoria. Untuk

mencegahtimbulnya dekubitus perlu dilakukan alih baring tiap 2 jam.

- Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi edema medulla masih controversial. Bila timbul

spastisitas dapat digunakan diazepam, baklofen, dan dantrolen sodium untuk mengatasinya.

- Cegah komplikasi seperti dekubitus, ISK, ostoporosis, batu ginjal, dan kontraktur.

2. Pembedahan

Bertujuan untuk dekompresi, kadang-kadang untuk fiksasi vertebra atau reposisi dislokasi.

Pada saat ini laminektomi kompresif tidak dianjurkan kecuali pada kasus – kasus tertentu. Indikasi

operasi pada saat ini adalah:

a. Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal,

bilamana traksi dan manipulasi gagal.

b. Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medulla spinalis dengan fragmen tulang tetap

menekan permukaan anterior medulla spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang

adekuat.

c. Trauma servikal dengan lesi parsial medulla spinalis, dimana tidak tampak adanya

fragmen tulang dan diduga terdapar penekanan medulla spinalis oleh herniasi discus

intervertebralis.

d. Fragmen yang menekan lengkung saraf.

e. Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.

23

Page 24: Isi Referat Batang Otak & Ms

f. Lesi parsial medulla spinalis yang berangsur – angsur memburuk setelah padamulanya

dengan cara konservatif yang maksimal menujukkan perbaikan, harus dicurigai hematoma.

Tindakan bedah jarang dilakukan bila tidak ada indikasi dan trauma yang sudah lebih dari 2 bulan.

Indikasi yaitu :

a. Bila terdapat halangan pada jalan LCS, diketahui melalui percobaan Quickenstedt pada pungsi lumbal.

b. Adanya pecahan-pecahan tulang yang masuk ke dalam kanalis vertebralis. Adanya fraktur terbuka

(komplit)

c. Bila gejala bertambah berat secara progresif.

3. Rehabilitasi

Dilakukan sedini mungkin untuk mencegah sequele dan cacat. Mengurangi cacat, mencegah timbulnya

komplikasi, dan menyiapkan penderita untuk kembali ke masyarakat.

Terbagi 2 tahap yaitu pada fase akut (early rehabilitation), dilanjutkan dengan rehabilitasi jangka panjang.

A. Rehabilitasi fase akut adalah tindakan rehabilitasi sewaktu penderita dalam pengobatan intensif.

Terutama dilakukan oleh fisioterapis dan perawat. Bertujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki

keadaan umum penderita dan menghindari atau mengurangi kecacatan yang mungkin timbul. Tindakan

berupa latihan (execise), massase, elektroterapi, memelihara jalan pernapasan, merawat gangguan

sensibilitas dan merawat gangguan miksi. Tindakan ini terutama dilakukan oleh fisioterapis dan perawat.

B. Program rehabilitasi jangka panjang melibatkan perawat, fisioterapis, pekerja sosial, dll.

Bertujuan untuk memasyarakatkan penderita kembali. Tindakan berupa latihan teratur di poliklinik,

ruangan, gimnasium, latihan kegiatan sehari-hari(makan, berpakaian, BAB, BAK), latihan menggunakan

alat (tongkat).

PROGNOSIS

Dubia ad malam kecuali commotio medulla spinalis, karena daya regenerasi serabut-serabut saraf di

medulla spinalis sangat sedikit.

BAB IV. TUMOR OTAK24

Page 25: Isi Referat Batang Otak & Ms

Tumor otak atau tumor intracranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying

lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun

infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningens, vaskuler, kelenjar hipofise,

epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.

Klasifikasi tumor menurut :

Cushing Kernohan

Astrositoma Astrositoma grade I & II

Oligodendroglioma Oligodendroglioma grade I-IV

Ependimoma EPendimoma

Meduloblastoma Meduloblastoma

Glioblastoma multiforme Astrositoma grade II & IV

Pinealoma (teratoma) Pinealoma

Ganglioneuroma (glioma) Neuroastrositoma grade I

Neuroblastoma Neuroastrositoma grade II & III

Papiloma pleksus khoroid Tumor campur

Tumor “unclassified”

Papiloma pleksus khoroid

Sifat-sifat keganasan tumor otak didasari oleh morfologi makroskopis dan histologis neoplasma,

dikelompokkan :

1. Benign (jinak) : makroskopis menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif, dan hanya

mendesak organ-organ sekitarnya, biasanya dijumpai pembentukan kapsul serta tidak adanya

metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Histologis menunjukkan

struktur sel yang regular, pertumbuhan lambat tanpa mitosis, dentsitas sel yang rendah dengan

diferensiasi struktur yang jelas parenkim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi

baru.

2. Maligna (ganas) : makroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas,

tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan total.

Histologis menunjukkan meningkatnya selularitas, pleomorfisme, walaupun susunan sel dan

jaringan masih baik, diferensiasi sel kurang begitu jelas, disproporsi rasio nucleus terhadap

sitoplasma, multinukleus, formasi sel-sel raksasa, tumbuh cepat dengan mitosis yang banyak,

area nekrosis, pertumbuhan patologis dan neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk fistula

atau sinusoidal (pintas arteri-vena)

25

Page 26: Isi Referat Batang Otak & Ms

Yang menjadi criteria keganasan klinis tumor otak adalah tampilan tingkah laku yang diinduksi

serta diperankan oleh :

- volume efektif tumor (termasuk edema sekelilingnya)

- efek massa yang ada (termasuk herniasi)

- keterlibatan dengan aliran likuor (hidrosefalus)

- keterlibatan arteri (infark)

- keterlibatan pusat-pusat vital (hipotalamus, batang otak)

Umumnya kasus tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian intracranial, sebaliknya

gejala neurologist yang bersifat progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian intracranial,

perlu dicurigai adanya tumor otak.

Tekanan Tinggi Intrakranial

Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intracranial yaitu nyeri kepala, muntah proyektil dan

papil edema. Keluhan nyeri kepala bersifat intermiten, tumpul, berdenyut, dan tidak terlalu hebat

terutama pada pagi hari, lokasi di sekitar daerah frontal atau oksipital, sering disertai muntah proyektil.

Tumor otak pada bayi menyumbat aliran LCS sering ditampilkan dengan pembesaran lingkar kepala yang

progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol, sedangkan pada anak-anak yang lebih besar di mana

suturanya relative sudah merapat, biasanya gejala papil edema lebih menonjol.

Kejang

Khususnya di daerah supratentorial dapat berupa kejang umum, psikomotor, maupun kejang fokal. Dapat

merupakan gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap sampai gejala lain

timbul.

Perdarahan Intrakranial

Biasanya diawali perdarahan intracranial-subarachnoid, intraventrikuler atau intraserebral.

Gejala disfungsi umum

Bervariasi mulai dari gangguan fungsi intelektual sampai koma. Penyebab umum yaitu tekanan

intracranial yang meninggi dan pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema perifokal dari

sekitarnya atau hidrosefalus sekunder.

Gejala neurologist fokal

Perubahan personalitas dan gangguan mental biasanya menyertai tumor yang mengenai daerah frontal,

temporal dan hipotalamus, sehingga sering diduga penyakit non organik atau fungsionil. Gejala afasia

jarang, terutama pada tumor hemisfer kiri (dominant). Tumor-tumor daerah supraselar, nervus optikus

26

Page 27: Isi Referat Batang Otak & Ms

dan hipotalamus dapat mengganggu akuitas visus. Kelumpuhan saraf okulomotorius khas pada tumor

paraselar dan dengan tekanan intracranial tinggi sering disertai kelumpuhan saraf abdusen. Nistagmus

timbul pada tumor fossa posterior, sedangkan tumor supraselar atau paraselar kadang menyebabkan

gejala patognomonik berupa see-saw nistagmus: gerakan mata diskonjugat, vertical dan rotasional

dimana masing-masing mata geraknya saling berlawanan. Kelemahan wajah dan hemiparesis berkaitan

dengan gangguan sensorik dan kadang defek visual merupakan refleksi kerusakan yang melibatkan

kapsula interna atau korteks yang terkait Ataksia trukal adalah petanda suatu tumor fosa posterior yang

terletak di garis tengah. Gangguan endokrin menunjukkan adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.

Pemeriksaan penunjang diagnostic tumor otak

MRI dan CT scan untuk mendeteksi adanya tumor intracranial, dapat diketahui letak lokasi tumor dan

pengaruhnya terhadap jaringan sekitar.

Penanganan tumor otak

a. Terapi operatif

Bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal karena obat antiedema otak

tidak dapat diberikan terus-menerus. Pada kasus peninggian tekanan intracranial harus diwaspadai

terhadap kemungkinan terjadinya herniasi otak pada waktu mulai dilakukan induksi anestesi. Kadang

kala diperlukan pemberian steroid dan mannitol 15-30 menit sebelum tindakan operasi. Insisi kulit

disesuaikan dengan lokasi tumornya dan sisakan satu arteri tetap intak untuk pemulihan pasca operasi

pada luka di kulit. Kranioplasti osteo-plastik lebih baik dibanding free bone flap. Penggunaan kauter

bipolar untuk mengatasi perdarahan pada jaringan otak dan duramater.

b. Terapi konservatif

Radioterapi

Tujuannya untuk menghancurkan tumor dengan dosis yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan

normal yang ditembusnya. Saat ini banyak dipakai Co60 dan akselerator linier. Keberhasilannya

dipengaruhi oleh :

1) Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya

2) Sensitivitas sel tumor dengan sel normal

3) Tipe sel yang disinar

4) Metastasis yang ada

5) Kemampuan sel normal untuk repopulasi

6) Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi radiasi.

Tipe cedera radiasi yaitu :

- edem pada hari-hari pertama dan akhir terapi radiasi, dapat diatasi dengan pemberian

glukokortikoid

27

Page 28: Isi Referat Batang Otak & Ms

- gejala deficit neurologist akibat demielinisasi saraf yang berlangsung berminggu-minggu sampai

setelah terapi radiasi berakhir, berlangsung sementara dan sembuh spontan.

- Nekrosis radiasi, biasanya pascaradiasi dengan dosis lebih dari 6000 rad, mulai dari beberapa

bulan pertama sampai puncak waktu 1-3 tahun pascaterapi, mirip dengan gejala rekurensi tumor,

dibedakan hanya dengan radiology.

Kemoterapi

Potensi kemoterapi pada susunan saraf didasarkan oleh farmakologi dan farmakokinetiknya

(transportasi organ mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberiannya melalui

intra arterial (infuse, perfusi), intratekal / intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna, via

pudentz/Omyama reservoir), atau intratumoral.

Immunoterapi

Diharapkan dengan melakukan restorasi system imun akan dapat menekan pertumbuhan tumor.

Pemberian imunoterapi secara terapi adjuvant diterapkan untuk kasus tumor jenis glioma (di mana

system imun menurun) yang mempunyai survival panjang. Jenis obat yang sering digunakan

sebagai imuno modulator yaitu BCG / Levamizole, Visivanil, dan PS / K

Jenis tumor otak pada lokasi spesifik

Tumor pada system ventrikel

Pada ventrikel lateral: Ependimoma (dari ependim), Papiloma (dari pleksus khoroid), tumor

congenital / embrional (epidermoid, teratoma, oligodendroglioma).

Pada ventrikel II (diensefalon): ependimoma, kraniofaringioma, kista koloid.

Bagian belakang ventrikel II: pinealoma, pendimoma, papiloma, meningioma.

Ventrikel IV biasanya mengenai anak-anak: ependimoma, papiloma, meduloblastoma, meningioma,

epidermoid.

Tumor jenis papiloma, epidermoid, meningioma sering masih memiliki kesempatan untuk dioperasi

untuk mengambil tumornya, tapi untuk jenis yang infiltratif, tindakan operasi hanya ditujukan untuk

dekompresi dan melancarkan aliran likuor yang selanjutnya diberikan radiasi atau kemoterapi.

Tumor pada daerah thalamus2.1

Sering dijumpai pada anak-anak. Berdasarkan sitologi dan lokasi diklasifikasikan menjadi

astrositoma, glioblastoma, ependimoma, brainstem gliomas. Gejala klinis berupa peninggian tekanan

intracranial yang tinggi disertai gejala gangguan thalamus, lama kelamaan bisa menjadi hidrosefalus.

Gejala pada brainstem glioma antara lain refleks babinsky positif, hemiparesis, hiperrefleks. Tindakan

operatif untuk dekompresi, kecuali untuk kista koloid atau tumor noninfiltratif.

28

Page 29: Isi Referat Batang Otak & Ms

Tumor pada Khiasma / Sella Tursika

Lesi massa pada daerah selar atau parasellar dicurigai sebagai tumor jenis adenoma hipofise,

kraniofaringioma, meningioma, glioma optic, epidermoid, pinealoma ektopik, arachnoiditis opto-

khasmatika.

Tumor daerah pineal / epifise

Sering dijumpai pinealoma. Gejala klinis yaitu peninggian tekanan intracranial, tanda Perinaud,

fenomena Bell, fenomena Puppenkoft (Doll’s eye test), pupil Argyl Robertson, pubertas prekoks,

diabetes insipidus.

Tumor batang otak

Yaitu tumor yang terletak di daerah ganglia basalis (korpus striatum, nucleus kaudatus, nucleus

lentiformis, putamen, dan globus palidus), mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Gejala klinis

yaitu kesadaran menurun, gangguan N. III, sindrom Weber, sindrom Benedict, dan Sindrom Claude.

Ekstensi tumor ke daerah medulla oblongata menimbulkan gangguan menelan, gangguan bicara, paralisa

lidah (sindrom Avelli, sindrom Jackson).

Tumor daerah serebelum

Umumnya menimbulkan obstruksi langsung aliran LCS di akuaduktus sehingga gejala peninggian

tekanan intracranial menjadi amat prominen. Bahaya herniasi serebeler yang mengancam merupakan

indikasi tindakan operasi cito. Jenis tumor yang sering dijumpai : meduloblastoma, astrositoma,

hemangioblastoma.

Tumor sudut serebelo-pontin

Keluhan yang khas yaitu gangguan pendengaran (tinnitus), disamping gejala lain : gangguan N.

V, N. VII, N. VI. Jenis yang tersering yaitu neurinoma akustik.

Tumor Kongenital

Merupakan tumor yang tumbuh dari sisa-sisa jaringan embrional, yaitu : kraningioma, khordoma

(dari notokor), tumor pearly (Perlee / epidermoid/ kholesteatoma yang berasal dari ectoderm), dermoid,

dan teratoma.

Tumor metastasis pada otak

Fokus primer yang tersering yaitu tumor paru (karsinoma bronkhogenik). Kebanyakan tumor

metastasis ditampilkan sebagai lesi masa intracranial yang multiple, merupakan refleksi dari stadium

terminal suatu keganasan.

29

Page 30: Isi Referat Batang Otak & Ms

GRANULOMA

Memiliki konotasi sebagai proses desak ruang karena peradangan spesifik seperti TBC, penyakit

kelamin, dan infeksi lain.

Tuberkuloma merupakan metastasis sekunder dari TBC paru-paru. Pada dewasa predileksinya di

supratentorial (hemisfer) dan batang otak, sedangkan pada anak di serebelum.

Penanganannya merupakan kombinasi tindakan operasi dan medikamentosa spesifik.

Gumma jarang dijumpai, umumnya soliter, membesar di sekitar dura akibat perjalanan lanjut dari

sifilis.

Granuloma fungus dari jamur : aktinomises, kriptokokus, dll.

ASTROSITOMA

Merupakan tumor SSP otak primer kedua terbanyak setelah glioblastoma.\

Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur, rata-rata usia 35-40 tahun.

Astrositoma yang diferensiasi baik cenderung pada kelompok usia lebih muda, sedang yang anaplastik

pada kelompok usia menengah. Predileksi kasus usia dewasa sedikit didominasi oleh laki-laki.

Patologi anatomi

Astrositoma fibriler secara makroskopis berupa neoplasma difus, lunak berwarna kelabu putih

yang menginfiltrasi luas ke dalam otak, sering mengandung kista kecil. Pada dewasa sering melibatkan

hemisfer serebral, pada anak di batang otak. Astrositoma protoplasmic cenderung di korteks, lebih ganas

daripada tipe fibriler tapi lebih jinak dari glioblastoma.

Presentasi klinis-Investigasi diagnostic

Gejala klinis berupa sakit kepala ipsilateral terhadap tumor dan muntah. Gejala awal tersering

yaitu kejang baik umum maupun fokal, akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat yang menimbulkan

bangkitan elektrik yang berlebihan. Gejala lain yaitu deficit neurologist fokal, seperti parese, gangguan

penglihatan, vertigo, disfasia, diplopia, hemianopsia homonimus, gangguan sensorik. Kadang-kadang

terdapat gangguan mental dan penurunan kesadaran.

CT scan memiliki akurasi 100% untuk tumor supratentorial. Grade I menunjukan penurunan

densitas, sedikit atau tidak ada edem perifokal. Grade II menunjukkan lesi yang hipodens dibanding

sekitarnya, edem lebih menonjol.

MRI dapat mendeteksi astrositoma yang tidak terdeteksi pada CT scan.

Penanganan dan hasil terapi

Tindakan operasi radikal biasanya dilakukan pada tumor di daerah aman (lobus frontal hemisfer

non dominant), biopsy lebih baik dilakukan pada daerah yang berbahaya (girus motorik). Angka

30

Page 31: Isi Referat Batang Otak & Ms

mortalitas tergantung pada keadaan prabedah pasien, steroid, dan antiedem sebelumnya. Radioterapi

memperbaiki harapan hidup penderita. Dosis radiasi antara 4500-6000 rad (whole brain) dengan booster

1000 rad pada tumornya sendiri.

Tindakan terbaru yaitu dengan radio surgery (gamma knife surgery) bagi tumor astrositoma di

daerah sulit (batang otak ) dan tidak bisa dijangkau dengan pisau.

GLIOBLASTOMA

Menurut definisinya astrositoma bila asal tumor berhasil diidentifikasi dari sel astrosit, sedangkan

glioblastoma bila asalnya tidak diketahui. Glioblastoma berjumlah kira-kira seperempat dari seluruh

tumor intracranial dan separuh dari semua glioma. Kasus terbanyak melibatkan kelompok usia rata-rata

41-60 tahun.

Patologi Anatomi

Tampil sebagai massa yang berbatas tegas atau neoplasma yang infiltratif secara difus. 60%

berupa massa solid dan sisanya kistik. Potongan tumor dapat berupa massa lunak berwarna keabuan atau

kemerahan atau berupa daerah nekrosis dengan konsistensi seperti krim kekuningan, atau berupa suatu

daerah bekas perdarahan berwarna coklat kemerahan. Sel neoplasma ini mengadakan infiltrasi ke sel

normal atau tumbuh invasive mendesak sel normal, bila sampai melibatkan seluruh hemisfer disebut

sebagai gliomatosis serebri.

Presentasi Klinis-Investigasi diagnostic

Nyeri kepala merupakan keluhan utama. Gangguan motorik sebagai keluhan awal. Terdapat

perubahan mental, kejang, abnormalitas neurologist berupa refleks abnormal, konfusi dan disorientasi,

papiledema, kesadaran yang menurun, gangguan lapang pandang, koma dan parese N. III dan N. VI.

CT scan dan MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang terbaik. Glioma non anaplastik

biasanya merupakan lesi yang hipodens yang batasnya agak jelas dan bentuknya lebih regular serta

edema perifokal di sekitar neoplasma. Pada lesi anaplastik kadang tampak edema yang menyerupai jari

tangan (fingers like edema) yang meluas ke dalam massa putih otak. Adanya perdarahan intratumoral

ditampilkan dengan peningkatan densitas lesi. Pada glioblastoma dengan pemeriksaan CT scan akan

memiliki gambaran yang lusen, dimana perburukan keadaan klinis penderita memiliki korelasi dengan

pembesaran ukuran di daerah ini.

Penanganan dan hasil terapi

Dilakukan operasi dan radioterapi serta kemoterapi. Pada operasi, tumor perlu dibuang sebanyak

mungkin untuk mengatasi desakan pada otak dan tidak menambah atau mengakibatkan deficit neurolis

yang lebih berat. Reseksi agresif memberikan five years survival rate lebih panjang, dan meningkatkan

31

Page 32: Isi Referat Batang Otak & Ms

efektivitas radiasi karena sel-sel neoplasma yang anoksik merupakan sel yang radioresisten dapat

dibuang.

MENINGIOMA

Berasal dari lapisan arachnoid. Relatif sering dijumpai pada orang dewasa, dengan sifat khas yaitu

tumbuh lambat dan cenderung meningkatkan vaskularisasi tulang yang berdekatan, hyperostosis

tengkorak serta menekan jaringan otak sekitarnya, insidensinya cenderung meningkat seiring

meningkatnya usia penderita. Wanita 2x lebih tinggi risikonya daripada pria.

Patologi Anatomi

Meningioma intracranial sering mempunyai predileksi lokasi terbanyak di parasagital, selain di

sphenoid, konveksitas, dan fossa posterior. Klasifikasi paling sederhana menurut Kernohan dan Sayre

adalah meningoteliomatosa, fibromatosa, dan tipe maligna.

Tumor meningioma psammomatosa merupakan subtype kelompok meningioteliomatosa, dan

yang paling angioblastik adalah hemangioprositoma sehubungan dengan agresivitasnya.Tumor tipe ini

sering dijumpai di ventrikel.

Presentasi klinis dan investigasi diagnostic

Gejala yang timbul akibat tekanan terhadap jaringan atau saraf otak di dekatnya. Tumor ini

tumbuh lambat sehingga gejala klinis tidak terlalu menonjol. Kadang ada hyperostosis tulang di

sekitarnya, pada foto polos kepala terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial yang berupa

hyperostosis tulang, peningkatan vaskularitas, kalsifikasi tipe dan destruksi tulang (jarang).

CT scan menampilkan sebagai massa hiperdens yang homogen dengan enhancement zat kontras

yang merata.

Penanganan dan hasil terapi

Terapi operatif radikal maksimal merupakan penanganan terpilih. Secara umum meningioma

merupakan tumor yang relative radioresisten.

MEDULOBLASTOMA

Merupakan tumor awal otak primer yang terjadi pada serebelum dan terdiri dari sel-sel kecil yang

uniform dan gambaran mitosis yang banyak (spongioblastoma serebeli).

Wanita memiliki risiko lebih tinggi dibanding pria. Meduloblastoma yang terletak di lateral

umumnya berusia dewasa, sedangkan yang terletak di tengah umumnya anak-anak.

Patologi Anatomi

Merupakan tumor yang biasanya tumbuh di daerah atap ventrikel IV sebagai lesi yang berbatas

tegas dan cenderung untuk menyusup sampai tonsil serebelum dan ekspansi keluar foramen magnum.

32

Page 33: Isi Referat Batang Otak & Ms

Konsistensinya lunak, kadang-kadang kenyal. Sering metastasis ke rongga subarachnoid via LCS dan

menampilkan bercak-bercak opaque pada subarachnoid atau nodul-nodul seperti kancing.

Presentasi klinis-Investigasi diagnostic

Gejala awal berupa peninggian tekanan intracranial yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan

penglihatan. Gejala lain yaitu gejala serebeler (gangguan gaya berjalan).

CT scan dan MRI merupakan investigasi diagnostic terpilih.

Penanganan dan hasil terapi

Dilakukan tindakan operasi pengangkatan tumor minimal sampai sumbatan likuor dapat lancar

kembali. Radioterapi dapat meningkatkan five year survival penderita meduloblastoma. Dosis total yang

diberikan yaitu 5500 rad terhadap fosa posterior dan 4000-4500 rad pada neuro-aksis.

EPENDIMOMA

Merupakan neoplasma glia yang susunannya didominasi oleh sel-sel ependim. Usia penderita

rata-rata 20 tahun dan didominasi oleh pria. Umumnya memiliki predileksi di kompartemen infratentorial

dan ventrikel IV. Pada anak umumnya di infratentorial, sedang pada dewasa di supratentorial.

Patologi Anatomi

Makroskopis berupa suatu massa yang lunak, pucat, kadang noduler. Tumor intraventrikuler

memiliki bentuk sesuai contour ventrikuler atau terpendam dalam massa putih otak. 25 % tumor

intraventrikuler terletak dalam ventrikel III, 75 % di dalam atau dekat ventrikel lateral. Tumor ini dapat

menembus jaringan otak dan menginvasi dura serta tulang. Ependimoma supratentorial mempunyai

komponen kistik, sebaliknya di fossa posterior jarang kistik.

Klasifikasi WHO mengelompokkan tumor ini menjadi 4 jenis yaitu miksopapiler, papiler,

subependimoma tipe non-anaplastik, ependimoma anaplastik. Kebanyakan yang menimbulkan gejala

klinis yaitu jenis papiler atau anaplastik, sedangkan tipe meksopapiler banyak terdapat di daerah kauda

ekuina.

Presentasi klinis-Investigasi diagnostic

Tumor yang terletak inratentorial memiliki durasi lebih panjang dibanding yang supratentorial,

hal ini menandakan sifat yang invasive. Tumor intraventrikuler tidak bergejala sampai menjadi besar

sekali. Gejala umumnya papiledema, nyeri kepala, mual, muntah, gejala serebeler (vertigo, ataksia).

Kejang jarang dijumpai. Gejala utama dari tumor ventrikel IV adalah keluhan nyeri kepala dan muntah,

sedangkan tumor ventrikel lateral sering menampilkan deficit neurologist fokal. CT scan dan MRI

merupakan pemeriksaan yang terpilih.

33

Page 34: Isi Referat Batang Otak & Ms

Penanganan dan hasil terapi

Tindakan operasi bertujuan untuk dekompresi, menghilangkan obstruksi aliran LCS, reduksi

terhadap jaringan otak sekitarnya dan menegakkan diagnosa terhadap derajat anaplasia.

Indikasi terapi radiasi yaitu konfirmasi adanya tumor. Ependimoma sensitive terhadap radiasi

nomor dua setelah meduloblastoma. Pemberian radiasi pascaoperasi eksisi menimbulkan nekrosis tumor,

sedang radiasi tanpa operasi dapat meremisi gejala serta pengecilan tumor.

Tumor ventrikel IV memiliki risiko lebih besar dibanding tumor supratentorial.

TUMOR PLEKSUS KHOROID

Secara embriologis berasal dari lapisan ependimal tabung neural. Insiden meningkat pada

penderita Von Recklinghausen. Gejala radiologist yang khas yaitu hipertrofi dan kalsifikasi pleksus

khoroid. Ventrikel III dan IV merupakan predileksi lokasi pada kasus usia dewasa, sedang pada anak-

anak di ventrikel lateral.

Patologi Anatomi

Makroskopis berupa massa dengan konsistensi lunak, vaskuler, ireguler mirip kembang kol,

cenderung berbentuk sesuai contour ventrikel yang ditempati dan berekstensi melalui foramen dalam

ventrikel lain sekitarnya atau rongga subarachnoid. Biasanya tumor ini tumbuh mendesak jaringan otak

tetapi tidak menginvasi.

Hidrosefalus sering dijumpai kemungkinan karena hipersekresi produksi likuor, dan kadang

menetap setelah tumor diangkat.

Presentasi klinis-Investigasi diagnostic

Berupa tanda peninggian tekanan intracranial tanpa disertai gejala neurologist fokal. Tumor

intraventrikel IV kadang bergejala nistagmus dan ataksia.

Investigasi diagnostic denga CT scan.

Penanganan dan hasil terapi

Dilakukan pengangkatan tumor, kadang juga dilakukan tindakan pemasangan Ventrikel-peritoneal

shunting sebelum dilakukan operasi definitf. Radiasi tidak berperan pada tumor ini.

ADENOMA HIPOFISE2.1

Merupakan satu-satunya adenoma primer asli dari kavitas cranial sehingga dikelompokkan dalam

neoplasma epitel. Puncak distribusi pada umur 35-45 tahun. Klasifikasi berdasarkan histologis yaitu

eosinifili pada akromegali (dipengaruhi oleh Growth hormone) dan basofilik terdapat pada Cushing

syndrome (dipengaruhi oleh ACTH). Selain itu juga dapat menyebabkan prolaktinemia karena adenoma

34

Page 35: Isi Referat Batang Otak & Ms

hipofise menghasilkan hormone prolaktin jika berlebihan. Panhipopituarism terjadi jika adenoma hipofise

tidak berfungsi sama sekali.

Patologi Anatomi

Tumbuh ekspansif keluar dari fossa hipofise sehingga duramater dan dinding tulang terdesak ke

samping bawah sampai sinus sphenoid, dan menekan khiasma dan saraf optic. Bila membesar dapat

melibatkan arteri karotis, ke fosa frontal dan ke temporal. Biasanya dibungkus oleh kapsul liat dan

mengadung kalsifikasi dan berwarna kecoklatan karena perdarahan intratumoral.

Presentasi klinis-Investigasi diagnostic

Gejala klinis karena hiper- atau hiposekresi dari hormone hipofise. Keluhan umumnya berupa

gangguan penglihatan secara perlahan, nyeri kepala terutama pada wanita akromegali dan tidak memiliki

korelasi dengan ukuran adenoma, pada funduskopi terdapat discus optic yang pucat, lapang pandang

terganggu berupa hemianopsia bitemporal. Papiledema jarang dijumpai. Proptosis merupakan tanda stasis

vaskuler di sinus kavernosus atau telah meluas dari fisura orbitalis superior. Kadang terdapat paresis otot

ekstra okuler, terutama mengenai N.III.

Pemeriksaan neuroradiologis untuk membedakan dalam 4 stadium evolusi : mikroadenoma,

adenoma dengan pembesaran sella-invasif local, adenoma destruktif, adenoma panivasif.

Gambaran foto polos menampilkan dasar sella yang ganda, dorsum sella menipis dan cekung pada

garis tengah. CT scan hanya menampilkan adenoma yang telah berekstensi ke suprasellar.

Penanganan dan hasil terapi

Tujuannya yaitu dekomprasi struktuf saraf khususnya traktus penglihatan dan restorasi sekresi

hormonal yang normal. 3 metode dasar terapi :

a. terapi operatif : ekstirpasi transkranial, ekstirpasi trasfenoidal (melalui sela tursika), destruksi

stereotaksik

b. terapi radiasi : radiasi volatase tinggi perkutaneus, radiasi partikel berat, implantasi isotop

stereotaksik, gamma knife surgery

c. terapi medikamentosa : bromokriptin pada prolaktinoma

Hasil terapi ditentukan oleh keadaan tumor, ukuran, dan sifat-sifat pertumbuhan sebelumnya.

Komplikasi pascatindakan antara lain :

a. operasi intra/transkranial : hematom intracranial, edema serebri, infeksi luka, meningitis,

hidrosefalus, gangguan serebro-vaskuler, gangguan saraf otak, kejang, rinore likuor, gangguan

personalitas.

b. Operasi transfenoidal : hemtom intra-/ekstra-selaar, rinore likuor, meningitis, gangguan saraf

otak, sinusitis, rhinitis atrofik, kerusakan gigi.

c. Prosedur stereotaksik : perdarahan intratumoral, rinore likuor, meningitis, gangguan saraf otak.

35

Page 36: Isi Referat Batang Otak & Ms

d. Radioterapi : pembengkakan tumor (oprasi cito), nekrosis, radio hipotalamus, pituitary, n. optic.

e. Terapi medika mentosa : nausea, muntah, nyeri ulu hati.

KRANIOFARINGIOMA2.1

Berasal dari bagian inferior kantong Rathke. Lebih sering terjadi pada anak-anak.

Patologi Anatomi

Merupakan tumor supraselar mengandung 2 kompunen yaitu padat dan kistik. Bagian padat

merupakan massa dengan permukaan rata, lunak, berwarna abu kemerahan, sedangkan bagian kistik

konsistensi dan warna tergantung dari ketebalan dindingnya. Adanya deposit kalsium menjadikan tumor

mengeras.

Presentasi Klinis-Investigasi Diagnostik

Durasinya rata-rata 1 tahun. Regio supra sellar menyebabkan gejala deficit neurologist seperti

gangguan penglihatan, gangguan endokrin, peninggian intracranial, gangguan psikiatri. Pertumbuhan

ekstensif ke frontal atau lobus temporal dapat menimbulkan anosmia atau kejang, ke fossa posterior

menyebabkan abnormalitas fungsi saraf otak IV, V, dan VI, traktus piramidalis dan serebelum. Keluhan

tersering adalah nyeri kepala, gangguan penglihatan, muntah.

Tampilan radiologist pada foto polos tengkorak yaitu perubahan sella, adanya kalsifikasi tumor,

pelebaran kanalis optikus, pelebaran sutura, digital marking pada tengkorak. Pada CT scan tampak

sebagai massa yang bulat dan berlobul-lobul. Cairan kista memiliki densitas antara likuor dan karingan

otak (sesuai dengan kandungan kristal di dalamnya).

Pengobatan dan hasil terapi

Dilakukan terapi operatif dengan approach melalui subfrontal, subtemporal, transfenoidal atau

transvesikuler. Juga dapat dilakukan operasi total terutama pada anak-anak, tetapi dapat menyebabkan

gangguan endokrin. Kombinasi terapi dan radiasi cukup berperan untuk memperpanjang survival dan

menghambat tumbuhnya tumor rekuran, serta menekan produksi cairan kista.

PHACOMATOSES2

Merupakan penyakit autosomal dominant. Efeknya terhadap kulit dan otak. Penyakitnya yaitu

neurofibromatosis (Von Recklinghausen’s disease), tuberous sclerosis (bourneville’s disease), Hippel-

Lindau disease.

NEUROMA AKUSTIK / NEUROFIBROMA

Merupakan tumor otak primer di daerah sudut serebelo-pontin yang paling banyak dijumpai, dibentuk

oleh sel Schwann sarung saraf otak VIII yang sebelumnya dikenal schwanomma, neurilemma, perineural

36

Page 37: Isi Referat Batang Otak & Ms

fibro-blastoma. Umumnya tumbuh unilateral, usia rata-rata 47 tahun. Adanya kehamilan diduga

mengakselerasi pertumbuhannya.

Patologi Anatomi

Makroskopis permukaan rata, berkapsul, noduler, berwarna abu kemerahan atau abu kekuningan.

Konsistensinya dari keras dan fibrosa sampai kenyal-lunak, tergantung perubahan regresif terutama

degenerasi lemak.

Presentasi klinis

Gejala awal yaitu gangguan pendengaran yang bertahap. Gejala lain : tinnitus, pusing, gangguan

keseimbangan, rasa penuh di dalam telinga, nyeri kepala. Tumor yang besar dapat menimbulkan gejala

diplopia, suara serak, kesulitan menelan, nyeri pada wajah, ataksia atau sindrom hidrosefalus

normotensif.

Investigasi diagnostic awal ideal yaitu mencakup pemeriksaan auditory evoke response dan CT

scan. Gambaran CT scan yaitu massa homogen hipodens padat bulat atau oval di daerah meatus akustikus

internus dan kadang perluasannya ke kanalis auditorius.

Penanganan dan Hasil Terapi

Terapi standar yaitu dengan tindakan operasi mikro melalui pendekatan suboksipital-transmeatal,

translabirin, suboksipital-translabirin, fossa media, fossa media-transtentorial-translabirin, subtemporal-

transtentorial, yang disesuaikan dengan ukuran tumor, gejala audiologist dan gejala neurologist penderita.

Berdasarkan ukuran dan ekstensi kranialnya, tindakan operatif yaitu :

- tumor kecil : neuironoma akustik intrakanalikuler atau hanya melibatkan n. VII dan VIII.

Tindakan yang terpilih yaitu suboksipital-transmeatal atau translabirin.

- Tumor medium : diameter 2-3 cm, sudah mulai menekan batang otak dan ada gejal n. V.

Tindakan operasi yaitu suboksipital-transmeatal.

- Tumor besar : berukuran > 3 cm, disertai hidrosefalus. Tndakan operasi yaitu suboksipital-

transmeatal.

TUBEROUS SKLEROSIS

Gejala klinis berupa kelainan kulit, epilepsy, dan retardasi mental. Merupakan astrositoma dengan

giant cell yang tidak lazim. Tumor ini berdegenerasi ke glioma maligna. Radioterapi tidak dianjurkan.

Dapat bermetastasis ke organ lainnya seperti di hati, mepedu, ovarium, testis, tiroid, dan retina.

Tindakan operasi untuk menyingkirkan tumor intraventrikuler yang membesar dengan cara insisi

transcallosal dan trasckotikal.

37

Page 38: Isi Referat Batang Otak & Ms

HIPPEL - LINDAU DISEASE

Merupakan penyakit herediter dan timbul pada waktu dewasa, bahkan setelah memiliki anak.

Manifestasi klinis yaitu hemangioblastoma serebelar merupakan yang tersering, biasanya berupa

kistikdengan nodul dan menekan fossa posterior atau hidrosefalus. Lesi yang berhubungan yaitu angioma

retinal, angioblastik meningioma, renal cell carcinoma, feokromositoma, glioma konus, siringomielia,

ependimoma.

Diagnostik dengan CT scan, oftalmoskopi indirek dengan fluoresensi pada retinal angioma, juga

harus di fotokoagulasi untuk mencegah hemorrhagic intraocular yang berat.

Terapi yaitu berupa operasi eksisional nodul.

DIAGNOSA BANDING TUMOR OTAK

Yaitu encephalitis, epidular hematome, stroke hemorrhagic, stroke ischaemic, subdural hematoma

MEDIKAMENTOSA

- kortikosteroid : dexamethasone untuk vasogenic general edema, hidrocortison untuk efek

mineralo dan glukocorticoid.

- Furosemide dan mannitol : untuk menurunkan tekanan rongga subarachnoid dengan membuat

gradasi osmotic antara LCS di arachnoid dan plasma (tidak digunakan untuk penyakit kronik).

38

Page 39: Isi Referat Batang Otak & Ms

BAB V. TUMOR MEDULLA SPINALIS

PEMBAGIAN

A. Tumor primer.

1. Ekstramedullar (90%) : neurofibroma, meningioma

▪ ekstradural

▪ intradural

2. Intrameduler (10%)

B. Tumor sekunder, metastase dari pparabronchus, mammae, prostate.

GEJALA

▪ Bersifat kronik progresif

▪ Yang pertama kali dirasa:

- rasa lemas, kaku, berat pada ekstremitas

- nyeri radikuler yang bertambah apabila batuk atau mengejan

▪ Gejala lain:

- parastesia, hipestesia

- kesulitan BAK/BAB

▪ Pada pemeriksaan didapatkan :

- kelumpuhan tetra/paraparese

- gangguan sensorik segmental

- gangguan otonom

▪ Gangguan neurologik disebabkan oleh :

- kompresi langsung

- iskemia : karena obstruksi arteri / vena

- infiltrasi tumor (tumor intrameduller)

▪ Tumor di daerah cauda equine menyebabkan parastesi pada daerah selangkangan.

Tumor di daerah konus medullaris menyebabkan paraparese tidak simetrik, vesika urinaria atonik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Lumbal pungsi : bila positif tumor, pada LCS di dapatkan warna xantokrom, dan protein

meningkat. Pada tes queckenstedt (dihubungkan dengan manometer) dilihat adanya blok LCS

total / parsial.

2. X-ray vertebrae dilihat adakah destruksi korpus atau hilangnya pedikel.

3. Myelo CT-scan

39

Page 40: Isi Referat Batang Otak & Ms

4. MRI

TERAPI

1. Simptomatik

2. Operatif : laminektomi

3. Radiasi

PROGNOSA

Tergantung dari :

- Jenis tumor

- Berat ringannya kompresi.

40

Page 41: Isi Referat Batang Otak & Ms

BAB VI. MYELITIS

DEFINISI

Myelitis adalah radang pada medulla spinalis / myelum

JENIS

1. Myelitis transversa :

Terjadi peradangan yang terbatas pada satu atau dua segmen sehingga menimbulkan kerusakan total dan

terjadi gangguan sensibilitas segmental yang jelas.

2. Myelitis diseminata

Peradangan tersebar pada beberapa segmen medulla spinalis sehingga lokasi gangguan sensibilitas

menjadi tidak jelas.

3. Myelitis diffusa

Peradangan tersebar pada seluruh medulla spinalis, lokasi gangguan sensibilitas menjadi tidak jelas

ETIOLOGI

1. stafilokokus

2. streptokokus

3. pneumokokus

4. haemofillus influenza

PATOGENESIS

1. Langsung

- emboli septic ( terjadi emboli ditempat lain, lepas dan masuk

medulla spinalis )

- luka terbuka / fraktur terbuka pada tulang belakang

- osteomielitis tulang belakang

2. Tidak langsung

- sifilis meningovaskuler = penyumbatan arteri

- reaksi imunologik : paska varisella, variola, morbili

- arthritis ( didapatkan dari turunan )

GEJALA

Gejala menyerupai pada umumnya lesi di medulla spinalis, berupa :

1. gangguan motorik

41

Page 42: Isi Referat Batang Otak & Ms

- segmen cervical atas C1-C4 : tetraplegia tipe UMN

- segmen cervical bawah C3-Th1 : tetraplegia lengan tipe LMN, tungkai tipe UMN

- segmen thoraks : paraplegia tipe UMN ( lengan tidak terkena )

- segmen lumbal ; paraplegia tipe LMN ( lengan tidak terkena )

2. gangguan sensorik

gangguan sensorik yang terjadi bersifat segmental sesuai dengan dermatom yang terkena, berupa

hipestesis / anesthesia dari segmen medulla spinalis yang terkene ke bawah, setinggi :

- clavikula : segmen Th1

- papilla mammae : segmen Th4

- proc.xyphoideus : segmen Th5

- arcus costae : segmen Th 6

- umbilicus : segmen Th 10

- inguinal ; segmen Th 12

3. gangguan vegetatif / otonam

- retensio urin at alvi pada stsdium akut, belum menunjukan gejala tipe ke UMN annya

- inkontinensia urine et alvi

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

- gejala klinis

- pemeriksaan lumbal fungsi : sel dan protein meninggi

PENATALAKSANAAN

1. antibiotic

2. kortikosteroid untuk mencegah perlengketan

3. fisioterapi

42

Page 43: Isi Referat Batang Otak & Ms

BAB VII. LESI DEGENERATIF MEDULA SPINALIS

Penyakit degeneratif adalah istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya suatu

proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke

keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak diketahui, termasuk diantaranya kelompok

penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga

(faktor familial) sehingga sering disebut penyakit heredodegeneratif. Cowers tahun 1902 menekankan

adanya istilah abiotrophy untuk penyakit seperti tersebut di atas yang artinya menunjukkan adanya

penurunan daya tahan sel neuron dan mengakibatkan kematian dini. Konsep di atas mewujudkan hipotesa

bahwa proses penuaan (usia) dan penyakit degeneratif dari sel mempunyai proses dasar yang sama. Ada

beberapa penyakit yang dahulu dimasukkan ke dalam penyakit degeneratif, tetapi sekarang diketahui

mempunyai suatu dasar gangguan metabolik, toksik dan nutrisi (defisiensi zat tertentu) atau disebabkan

suatu slow virus. Dengan berkembangnya ilmu, memang banyak penyakit yang dulu penyebabnya tidak

diketahui akhirnya diketahui sehingga tidak termasuk penyakit degeneratif. Sedangkan penyakit yang

penyebabnya tidak diketahui dan mempunyai kesamaan dimana terdapat disintegrasi yang berjalan

progresif lambat dari sistem susunan saraf dimasukkan ke dalam golongan ini.

Istilah yang agak membingungkan yaitu pemakaian yang tidak konsisten dari istilah atrofi dan

degeneratif, dua istilah ini digunakan pada penyakit degeneratif. Spatz mengatakan bahwa gambarannya

secara histopatologis berbeda. Atrofi gambaran khasnya berupa proses pembusukan dan hilangnya

neuron dan tidak dijumpai produk degeneratif, hanya jarak antar sel yang melebar dan terjadi fibrous

gliosis. Degeneratif menunjukkan proses yang lebih cepat dari kerusakan neuron, mielin dan jaringan

dengan akibat timbulnya produk-produk degeneratif dan reaksi fagositosis yang hebat dan gliosis selular.

Jadi perbedaan atrofi dan proses degeneratif yaitu pada kecepatan terjadinya dan tipe kerusakannya.

Banyak penyakit yang merupakan proses degeneratif ternyata diketahui kemudian penyebabnya adalah

proses metabolik. Tetapi ternyata pada kejadian atrofi, ada beberapa yang dasarnya adalah gangguan

metabolik juga.

Gambaran klinis umum penyakit degeneratif:

1. Perjalanan penyakit lambat, setelah waktu yang lama dari fungsi saraf yang normal, kemudian diikuti

kemunduran fungsi susunan saraf tertentu yang bersifat progresif lambat yang dapat berlanjut sampai

beberapa tahun atau puluhan tahun. Pasien sulit menentukan kapan penyakit mulai timbul. Adanya

riwayat kejadian yang dapat mempresipitasi terjadinya penyakit degeneratif, misalnya kecelakaan,

infeksi atau kejadian lain yang diingat sebagai penyakit.

2. Kejadian penyakit yang sama dalam keluarga (bersifat familial)

43

Page 44: Isi Referat Batang Otak & Ms

3. Pada umumnya penyakit degeneratif pada sistem saraf akan terjadi terus menerus, tidak dapat

diperbaiki oleh tindakan medis atau bedah, kadangkadang penyakit ini ditandai dengan periode yang

stabil untuk beberapa lama. Beberapa gejala dapat dikurangi dengan penatalaksanaan yang baik,

tetapi penyakitnya sendiri tetap progresif.

4. Bilateral simetris. Meskipun kadang-kadang misalnya pada Amyotrophic lateral skelerosis mula-

mula hanya mengenai satu anggota gerak atau salah satu sisi tubuh, tapi dalam proses selanjutnya

menjadi simetris.

5. Hanya mengenai daerah anatomis/fisiologi susunan saraf pusat secara selektif. Misalnya ALS yang

termasuk dalam Motor Neuron Disease yang terkena adalah motor neuron di kortek serebral, batang

otak dan medula spinalis dan terjadi ataksia yang progresif dimana hanya sel purkinye yang terkena.

6. Secara histologis bukan hanya sel-sel neuron saja yang hilang tapi juga dendrit, axon, selubung

mielin yang tidak berhubungan dengan reaksi jaringan dan respon selular.

7. Pada likuor serebrospinalis kadang-kadang terdapat sedikit peningkatan protein, tetapi pada

umumnya tidak menunjukkan kelainan yang berarti.

8. Karena menyebabkan kehilangan jaringan secara radiologis terdapat pengecilan volume disertai

perluasan ruang likuor serebrospinalis. Permeabilitas sawar darah otak tidak berubah.

9. Laboratorium atau pemeriksaan penunjang lain sering memberikan hasil yang negatif. Berbeda

dengan penyakit susunan saraf pusat progresif lain seperti tumor, infeksi, proses inflamasi lain.

10. Pemeriksaan neuroimaging dapat menunjukkan kelainan tertentu, sehingga dapat membantu

menyingkirkan golongan penyakit lain. Lesi pada medula spinalis termasuk proses degeneratif akan

memberikan gejala suatu lesi intrameduler karena proses degeneratif memang terjadi pada medula

spinalis secara selektif.

Gambaran klinis lesi medula spinalis

1. Mielopati transversa dimana sekuruh jaras asenden dan desenden terkena. Sehingga terjadi gangguan

motorik, sensorik dan vegetatif yang luas. Penyebab yang tersering adalah trauma, tumor, multiple

sklerosis, dan penyakit pembuluh darah. Penyebab lainnya hematom epidural, abses, hernia diskus

intervertebralis, sindroma parainfeksi dan post vaksinasi.

2. Lesi yang mengenai bagian sentral medula spinalis. Contohnya syringomieli, hydromieli, tumor

intramedular. Medula spinalis dapat terganggu mulai dari sentral kemudian meluas ke struktur lain

dari medula spinalis. Gambaran khasnya dalah suatu disosiasi sensibilitas. Dengan berjalannya

penyakit bagian anterior dapat terkena pada tingkat lesinya dan mengakibatkan atrofi neurogenik

sentral, parese dan arefleksia. Perluasan ke lateral dapat menyebabkan sindrome Horner’s ipsilateral

(bila mengenai pusat siliospinal pada lesi di C8-T2), kiposkoliosis (bila mengenai nukleus motorik

dari dorsomedian dan ventromedian yang mempersarafi otot para spinal), paralisa spastik di bawah

lesi bila traktus kortikospinalis terkena. Perluasan ke dorsal akan mengakibatkan putusnya jaras

44

Page 45: Isi Referat Batang Otak & Ms

dorsalis (untuk sensasi posisi dan rasa getar ipsilateral) dan dengan terkenanya juga daerah

ventrolateral akan menyebabkan gangguan suhu dan nyeri pada medula spinalis di bawah lesi. Karena

secara laminasi traktus spinothalamikus sensasi servikal terletak dorsomedial dan sensasi sakral

terletak ventrolateral, pada lesi intraparenkimal dapat terjadi sensasi sakral tidak terkena.

3. Lesi di kolumna posterolateral. Dapat terjadi secara selektif pada penyakit Subacute combine

degeneration pada defisiensi Vitamin B12 mielopati vakuolar oleh sebab AIDS, servikal spondylosis.

Terjadi gangguan proprioseptif dan sensasi vibrarsi pada tungkai sebagai ataksia sensorik. Ganguan

traktus kortikospinal bilateral akan mengakibatkan spasitisitas, hiperreflesi, dan refleks ekstensor

bilateral. Akan tetapi reflek dapat negatif atau menurun bila disertai neuropati perifer

4. Lesi di kolumna posterior, sering terjadi pada penyakit Tabes dorsalis (neurosyphillis). Terjadi

gangguan sensasi vibrasi dan posisi dan penurunan rasa raba, juga mengakibatkan ambang sensasi

mekanik, taktil, postural, halusinasi, arah gerak dan posisi, sehingga akan timbul staksia sensorik dan

Romberg yang positif. Cara berjalan yang ataksik. Pasien mengeluh nyeri ‘lancinating’ terutama

tungkai. Dapat terjadi inkontinens urine, reflek KPR dan APR yang negatif. Terdapat Lhermitte’s

sign yang disebabkan peningkatan sensitifitas mekanik pada kolumna dorsalis dimana fleksi leher

akan mengakibatkan peningkatan secara spontan unit-unit sensoris yang aktif dan ikut sertanya

serabut saraf yang lain.

5. Lesi di kornu anterior. Penyakit yang menyerang secara difus kornu anterior misalnya adalah spinal

muskular atrofi (misalnya infantile spinal muscular atrophy in motor neuron disease). Bila bagian

kornu anterior terkena secara difus terjadi kelemahan secara difus, atrofi, fasikulasi terjadi pada otot

batang tubuh dan ekstremitas. Tonus otot menurun dan ketegangan otot dapat menurun atau hilang.

Gangguan sensorik tidak terjadi karena jaras sensorik tidak terkena.

6. Kombinasi lesi di kornu anterior dantraktus piramidalis. Hal ini secara karakteristik terjadi pada

Amyotrophic lateral sclerosis. Terjadi gangguan secara difus dari lower motor neuron (progressive

muscular atrophy, parese, fasikulasi) yang bersamaan dengan gejala lesi UMN (parese, spastisitas,

reflek plantar ekstensor). Tidak ada gangguan sphincter urine dan rektal tidak ada.

Klasifikasi penyakit degeneratif yang mengenai medula spinalis

I. Syndrome progressive dementia in combination with other neurologic abnormalities.

A. Cortical spinal degeneration (Jakob) and the Dementia-Parkinson-Amytrophic lateral sclerosis

complex (gumanian and others)

B. Familial dementia with spastic paraparesis

II. Syndrome of progressive ataxia

A. Predominantly spinal forms of hereditary ataxia

1. Friedreich ataxia

2. Strumpell-Lorrain

45

Page 46: Isi Referat Batang Otak & Ms

III. Syndorme of slowly developing muscular weakness and atrophy (nuclear amiotrophy). Without

sensory changes:

1. Amytrophic lateral sclerosis

2. Progressive spinal muscular atrophy

3. Progressive bulbar palsy

4. Primary Lateral sclerosis

5. Heriditary forms of progressive muscular atrophy and spastic paraplegia

Corticostriatospinal degeneration (Parkinson-Dementia) and Amytrophic lateral sclerosis complex.

Merupakan penyakit kronik yang mengenai pertengahan danakhir masa dewasa dan secara klinis

gambarannya adanya gangguan intelek dan tingkah laku, kelemahan, ataksia, spastisitas anggota gerak

dan gejala ekstrapiramidal: rigiditas, gerakanjadi lambat, tremor, postur athetotic, disartri,

likuorserebrospinalis normal. Lesi terdapat difus dan terutama terdapat pada neuron terluar di frontal,

temporal dan girus motorik sentralis, korpus striatum, thalamus ventral, nucleus motorik batang otak.

Pada salah satu dari kasus Jakob perubahan terutama terjadi pada kornu anterior dan traktus

kortikospinalis dari medula spinalis seperti ALS. Penemuan tersebut menjadikan konsep penyakit ini

adalah suatu proses degeneratif pada kortikospinalis dan sering merupakan penyakit yang terjadi dalam

hubungan keluarga sehingga disebut Creutzfeldt-Jakob disease. Pasien akan mengalami rigiditas yang

hebat, tanda piramidal, ALS yang berkembang dalam beberapa tahun. Pada stadium akhir dari penyakit

biasanya pasien sadar, tetapi selalu harus dibantu dalam mengerjakan sesuatu, pasien tidak dapat bicara,

menelan dan menggerakkan anggota tubuh dan hanya dapat menggerakkan bola mata. Fungsi intelek

kurang terganggu dibanding motorik. Penyakit berlangsung progresif dan berakhir fatal dalam 5 – 10

tahun.

Familial dementia with spastic paraparesis

Sering terjadi dengan pada anggota keluarga yang sama pada usia pertengahan, dimana terjadi

paraparese spastik dengan gangguan intelek secara gradual. Kapasitas mental pasien berkurang secara

gradual dan kapasitas untuk berpikir tingkat tinggi terganggu. Timbul reflek tendo yang meningkat,

klonus, babinski. Berbeda dengan tipe yang dominan, tipe yang diturunkan secara resesif sering

mengenai lebih banyak sistem saraf dan menimbulkan demnetia, ataksia serebeller dan epilepsi.

Gambaran patologi: selain plak senile, dan perubahan neurofibrillary, terdapat demielinisasi pada masa

putih subkortikal dan korpus kalosum, area yang bercak-bercak tapi meluas dari pembengkakan arteriol,

yang dengan pewarnaan menunjukkan suatu amyloid. Familial spastic paraplegia dapat juga disertai

ataksia cerebellar yang progresif dimana terjadi pula degenerasi spinocerebellar.

46

Page 47: Isi Referat Batang Otak & Ms

Ataksia Friedreich

Adam memasukkan pula sindrome ataksia yang progresif yaitu ataksia herediter dengan

predominan pada medula spinalis. Penyakit yang termasuk di sini adalah Ataksia Friedreich. Penyakit ini

menurun secara resesif dengan perubahan patologis dominan pada kolomna posterior, traktus

spinoserebellaris, dan traktus kortikospinalis. Gejala umumnya timbul pada usia muda, 50% terdapat

pada usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini berjalan secara progresif dan biasanya setelah 5 tahun pasien

tak dapat berjalan lagi. Laki-laki lebih sering terkena dari pada wanita. Rata-rata usia kematian adalah

26,5 pada penyakit yang diturunkan secara resesif, dan 39,5 tahun pada penyakit yang diturunkan secara

dominan.

Gejala klinis:

1. Terjadi ataksia sensorik maupun serebeller, terjadi inkoordinasi dari kedua tungkai bawah.

Mula-mula pasien sulit berdiri cepat dan berlari, kemudian timbul kelelahan, nyeri pada

tungkai, kaku setelah latihan berat. Dapat terjadi kelemahan pada tangan setelah gangguan

berjalan, kemudian bicara jadi rero, lambat, tidak jelas dan eksposif, lengan jadi ataksik

dan dapat disertai intensio tremor. Akhirnya bicara, bernafas, menelan dan tertawa jadi tak

terkoordinasi.

2. Rasa getar dan posisi dapat terganggu selanjutnya rasa raba, suhu dan nyeri terganggu.

Romberg positif

3. Reflek tendo kedua tungkai ini menghilang akibat terputusnya jaras sensorik dari lengkung

reflek

4. Refleks Babinski +

5. Sering terjadi deformitas pada kaki. Terjadi pes cavus dengan arkus plantar yang tinggidan

terjadi retraksi pada sensi jari dan fleksi sendi interphlalang

6. Nystagmus + (biasanya horisontal)

7. Peningkatan reflek rahang

8. Dapat disertai ketulian, vertigo, otik atrofi, kardiopati (pada setengah kasus). Gejala

tersebut mirip dengan penyakit degenerasi spinocerebeller yang herediter, tetapi biasanya

pada penyakit ini reflek meningkat.

Gambaran patologi

Medula spinalis tampak mengecil, kolumna posterior, traktus kortikospinalis, dan spinocerebeller

mengandung jaringan medula dan terdapat gliosis fibrosis. Sel saraf pada kolumna Clarks dan sel saraf

yang panjang dari ganglia rasiks dorsalis terutama daerah lumbosakral berkurang. Sel Betz berkurang

tetapi traktus kortikospinalis relatif tak terganggu. Terdapat pengurangan sel-sel saraf pada saraf otak

VIII, X, XII. Hilangnya sel saraf tingkat ringan sampai sedang juga terjadi pada nukleus dentatus dan

47

Page 48: Isi Referat Batang Otak & Ms

pedunkulus sereblaris superior. Penyusutan sel Purkinye di vermis superior dan neuron-neuron yang

berhubungan dengan nukleus olivari inferior. Otot miokardial juga mengalami degenerasi dan diganti

oleh mippag dan fibroblas.

Therapi: Therapi trial dengan Physostigmin tablet 60 mg/hari, Thyrotropin releasing hormon, choline

chloride, lecithin, 5 hidroksi triptophan dan benserazide tidak memperoleh hasil yang memuaskan.

Strumpell Lorrain yaitu bentuk familial spastic paraplegia disertai dengan atrofi optik dan spastisitas yang

berat.

Motor system disease.

Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kelainan degeneratif pada medula spinalis,

batang otak, korteks motorik, yang secara klinis ditandai dengan kelemahan otot, atrofi, tanda traktus

kortikospinalis pada beberapa variasi kombinasi. Penyakit mengenai usia pertengahan dan hampir

semuanya kematian terjadi dalam 2 – 6 tahun atau lebih tergantung kasusnya.

Amytrophic lateral sclerosis

Adalah penyakit degeneratif yang progresif akibat degenerasi motor neuron di kornu anterior

medula spinalis, batang otak dan korteks serebri, dengan manifestasi berupa kelemahan dan atrofi dari

otot-otot yang dipersarafi, disertai tanda-tanda gangguan (degenerasi) traktus kortikospinalis dan

beberapa variasi lainnya. Biasanya tanpa atau hanya sedikit gangguan sensibilitas atau serabut non motor

lainnya. Etiologi diketahui pasti, ada dugaan penyebabya adalah suatu infeksi virus (misalnya polio virus

latent), toksin dari lingkungan (Beta methyl amino L alanine), faktor genetik, ada hubungannya dengan

lymphoma, logam berat (Pb, Mn, Co, Fe, Zn, Hg), trauma, gangguan pada DNA, imunologi, gangguan

metabolisme glutamat. Angka kejadian diperkirakan antara 0,4-1,4 kasus tiap 100.000 populasi dengan

rata-rata menyerang dekade ke IV, V, VI, VII. Jarang pada usia kurang dari 35 tahun. Perbandingan laki-

laki dan wanita berkisar antara 1,1:1 sampai 2:1. Lebih banyak mengenai kulit putih dibandingkan kulit

hitam.

Secara klinis ALS dibagi dalam beberapa tipe yaitu:

1. Progressive muscular atrophy

Pada tipe ini terjadi proses degeneratif dari motorneuron di kornu anterior medula spinalis dengan

manifestasi klinis kelemahan dan atrofi otot-otot badan dan anggota gerak yang terlihat pada stadium

awal dari penyakitnya. Lesi yang terjadi biasanya mulai dari daerah servikal medula spinalis, dengan

kelemahan, atrofi dan fasikulasi otot-otot intrinsik tangan, walaupun bisa juga dimulai di sembarang

tempat di kornu anterior medula spinalis. Sebagai gejala awal bisa juga dimulai dengan kelemahan dan

atrofi otot-otot kaki dan paha, sedang otot-otot ekstremitas atas masih baik. Kasus yang jarang,

48

Page 49: Isi Referat Batang Otak & Ms

kelemahan dimulai dari pada lengan bagian proksimal yang kemudian meluas ke distal. Pada tipe ini

traktus kortikospinalis tidak terkena, sehingga reflek tendo menurun atau negatif. Fasikulasi otot

bervariasi antara ada dan tidak. Perbandingan antara pria : wanita yaitu 3,6 ; 1. Five years survival rate

72% bila onset kurang dari 50 tahun dan bila 40% bila onset lebih dari 50 tahun.

2. Progressive bulbar palsy

Adalah tipe ALS dimana terjadi proses degeneratif pada inti-inti saraf otak di batang otak, terutama

bagian bawah.

Manifestasi klinis:

♥ Kelemahan dan atrofi dari otot-otot faring, lidah dan wajah. Pada stadium awal akan memberikan

gejala atau kesukaran untuk mengucapkan t,n,r,l,b,m,p,f, dan k,g, yang akhirnya suara penderita

menjadi tidak dipahami. Bicara sulit juga disebabkan karena spastisitas dari lidah, pharing dan

laring yang kemudian diikuti kelemahan atrofi.

♥ Reflek pharing menghilang dan gerakan palatum serta pita suara tidak sempurna waktu sedang

bicara. Terdapat gangguan mengunyah, menelan, otot-otot paring tidak bisa mendorong makanan

masuk ke oesophagus, sehingga air dan makanan akan masuk ke trakhea atau kembali lagi ke

hidung. Dapat terlihat fasikulasi lidah dan jawjerk yang positif.

3. Primary lateral sclerosis

Tipe ini sangat jarang. Proses degeneratif yang terjadi di korteks cerebri pada area Broadman’s 4 dan 6,

dan terlihat proses degeneratif sekunder pada traktus kortikospinalis. Gejala yang timbul berupa:

♥ Kelemahan dan spastisitas dari otot-otot badan dan anggota gerak, biasnya dimulai pada

ekstremitas bawah

♥ Tidak dijumpai atrofi dan fasikulasi

♥ Reflek regang yang meningkat dan reflek plantar ekstensor bilateral

♥ Hilangnya reflek superfisial tetapi tidak ada gangguan sensoris.

4. Tipe campuran

Sering dijumpai dengan gambaran klinis merupakan kombinasi dari bentuk 1,2,3. Pada pemeriksaan

didapatkan adanya atrofi, fasikulasi, kelemahan anggota gerak bawah, atas, peningkatan reflek tendon

dan ekstensor plantar positif bilateral. Selanjutnya bila inti batang otak terkena akan menyebabkan disfagi

disartri dan kelemahan otot wajah, tidak terdapat gangguan sensorik.

5. Spinal monomelic amyotrophic

Didapatkan adanya unilateral amyotrophic yang terbatas pada 1 anggota gerak.

49

Page 50: Isi Referat Batang Otak & Ms

Kriteria ALS menurut El Escorial:

Diagnosis ALS memerlukan tanda-tanda:

1. Tanda LMN

2. Tanda UMN

3. Terdapat progresifitas dari penyakit

Subklasifikasi untuk kriteria diagnostik:

♥ Definite ALS: UMN + LMN dengan 3 regio* seperti ALS yang tipikal

♥ Probable ALS: UMN + LMN dengan 2 regio dengan tanda UMN dan tanda LMN

♥ Possible ALS: UMN + tanda LMN dengan 1 regio atau tanda UMN dengan 2 atau 3 regio,

seperti monomelic ALS, Progressive bulbar palsy, dan Primary lateral sclerosis.

♥ Suspected ALS: LMN dengan 2 atau 3 regio seperti progressive muscular atrophy atau

sindroma motorik lain.

*Regio termasuk: batang otak, brachial, thoraks, trunk, crural.

Patologi:

Gambaran patologi dasar dari ALS yang telah lama dikenal adalah sebagai berikut:

♥ Hilangnya motor neuron di kornu anterior medula spinalis dan batang otak

♥ Hilangnya sel Betz pada korteks serebri dan degenerasi pada traktus kortikospinalis.

Ditemukan hilangnya sel saraf pada kornu anterior medula spinalis. Sisa sel yang bertahan bentuknya

kecil dan penuh dengan lipofuchsin. Hilangnya sel diganti dengan jaringan fibrosit dari astrosit. Sel saraf

yang besar dan panjang terkena lebih dahulu dari yang berukuran lebih kecil. Radiks anterior menjadi

kecil dan kehilangan serabut bermielinisasi besar pada saraf motorik. Otot-otot memperlihatkan

gambaran atrofi karena denervasi pada berbagai stadium. Whitehouse et all menemukan berkurangnya

reseptor muskarinik, kolinergik, glisinergik, benzodiazepam pada medula spinalis dimana terjadi proses

degenerasi pada motor neuronnya. Degenerasi pada traktus kortikospinalis lebih sering terjadi pada

bagian bawah medula spinalis. Dengan pewarnaan lemak terlihat akumulasi makrofag sebagai respon

adanya degenerasi mielin. Terdapat hilangnya sel Betz di kortek motorik. Serabut pada funikuli ventral

dan lateral berkurang, mengakibatkan gambaran yang pucat pada pewarnaan mielin. Mc-Menemey

menginterpretasikan bila mengenai juga bagian non-motor neuron disebut sebagai motor system disease.

Tetapi peneliti lain menganggap bahwa hal tersebut dikarenakan hilangnya kolateral dari motor neuron

pada lamina propria. Pada ALS dengan demensia terdapat kehilangan neuron yang luas dan gliosis di

premotor area terutama girus superior frontal dan korteks inferolateral dari lobus temporal.

Diagnostik:

Harus disingkirkan penyakit lainnya melalui pemeriksaan penunjang:

50

Page 51: Isi Referat Batang Otak & Ms

1. EMG: menunjukkan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi dan denervasi, KHST normal, kadang-

kadang dijumpai adanya giant action potential

2. Biopsi otot: terdapat atrofi dari fasikulus otot bercampur dengan fasikulus yang normal

3. Peningkatan enzim otot

4. LP: LCS normal

5. Mielografi: normal

6. MRI: terdapat peningkatan intensitas signal

Penanganan ALS:

Karena sampai sekarang etiologi masih belum jelas, belum ada pengobatan yang tepat. Penanganan yang

dapat dilakukan adalah terapi konservatif dan fisioterapi.

Prognosa:

Pasien dapat hidup 10-15 tahun dari awitan. Bila terdapat gangguan pada otot-otot untuk menelan

prognosanya lebih jelek.

Heredofamilial forms of progressive muscular atrophy and spastic parpaplegia Wednig Hoffman Disease

(Infantile progressive spinal muscular atrophy) Merupakan bentuk klasik dari spinal muskular atrofi tipe

herediter (Tipe I). SMA ini ditandai dengan kelemahan akibat terkenanya seluruh otot sebelum usia 3

tahun. Diturunkan secara autosomal resesif, insiden 1:20.000 kelahiran hidup, dan 1/3 kasus sudah

terlihat pada saat lahir karena kurangnya aktifitas dan adanya deformitas. 95% dari kasus onset dimulai

sebelum usia 4 bulan. Kelemahan umum, hipotoni, sukar makan adalah gejala utama. Bila terdapat

kesusahan bernapas merupakan gejala fatal. Pasien ini umumnya bertahan sampai 6 bulan sesudah onset

dan 95% meninggal pada usia 18 bulan. Fasikulasi terlihat jelas pada lidah atau tempat lain maupun pada

pemeriksaan EMG. Secara patologis didapat kerusakan motor neuron yang berat tetapi sel tetap ada, yang

terjadi adalah pembesaran sel dan kromatolisis, atrofi radiks motorik sedang radiks sensorik normal. Pada

otot skeletal terjadi denervasi yang berat dan hampir merata.

Spinal muscular atrophy type II (infantil kronik/late infantil) Onset relatif lambat dibanding tipe I,

umumnya muncul sebelum usia 2 tahun. Gambaran klinis: terjadinya kelemahan otot. Kira-kira 25% bayi

dapat duduk tanpa dibantu dan dapat belajar berjalan. Fasikulasi dan atrofi lidah positif tapi fasikulasi tak

ditemui pada anggota gerak. Reflek tendon menghilang. Progresifitas lambat usia harapan hidup

bervariasi dari 14-30 tahun. Skoliosis terjadi pada pasien yang tidak difisioterapi, lebih lanjut terjadi

gangguan respirasi, adanya deformitas akan memperburuk keadaan.

51

Page 52: Isi Referat Batang Otak & Ms

Chronic proximal spinal muscular atrophy (PSMA, Wohlfart-Kugelberg-Welander Syndorme) Gangguan

mengenai otot proksimal dari anggota gerak dan berkembang sangat lambat. Sepertiga kasus terjadi

sebelum usia 2 tahun dan 50% antara 3-18 tahun. Laki-laki lebih sering terkena, terutama pada usia

remaja dan tua. Bentuk ini diturunkan pada gen autosom resesif dan sexlinked. Kelemahan dan atrofi

biasanya terjadi secara lambat dimulai digelang panggul dan otot proksimal lengan. Biasanya simetris

sejak awal penyakit. Fasikulasi dijumpai pada setengah dari status. Bila bagian distal dari anggota gerak

terkena maka reflek tendon hilang, otot bulbar dan traktus kortikospinalis tidak terkena, meskipun

Babinski dapat muncul dan berhubungan dengan ophthalmoplegia. Pada EMG dapat ditemukan fasikulasi

spontan dan denerval khronis, pada biopsi otot ditemukan atrofi neural dan hipertrofi serabut dan

hilangnya dan proses degenratif pada kornu anterior. Pada pemeriksaan enzim didapatkan enzim CPK

yang meninggi.

Bentuk fokal penyakit ini:

1. Scapulohumeral. Biasanya jinak tetapi dapat berkembang dengan cepat. Pada orang

dewasa kematian terjadi dalam 3 tahun oleh karena respiratory failure.

2. Scapuloperoneal. Bentuk ini terdapat pada dewasa muda dan dewasa. Atrofi melibatkan

otot scapula dan pariscapula dan bagian anterior dari tungkai.

3. Miopati okuler. Otot yang terkena adalah otot wajah dan okuler (biasanya hanya satu otot

yang terkena), terdapat pada anak dan dewasa

4. Fazio Londe. Bentuk yang paling progresif, dimulai dari usia dini, atrofi otot yang

meliputi neuron motorik bulbar sehingga terjadi kelemahan otot okuler, wajah, faring.

Kematian biasanya karena respiratory faulure.

Hereditary spatic paraplegia or diplegia

Penyakit diturunkan secara otosomal dominan, jarang resesif dan onset dapat dimulai sejak masa kanak-

kanak sampai orang tua.

Gambaran klinis:

♥ Timbulnya keleahan yang bersifat spastik secara gradual pada tungkai yang mengakibatkan

kesukaran berjalan

♥ Reflek tendon yang meningkat dengan reflek plantar ekstensor

♥ Sensorik dan fungsi saraf lain normal. Bila terjadi mulai kanak-kanak, kaki jadi melengkung

dan memendek dan terdapat pseudokontraktur dari otot betis, mengakibatkan jalannya

menggunakan ujung jari-jari. Kadang-kadang lutut tampak fleksi ringan dan lengan ekstensi serta

adduksi

♥ Otot lengan terkena dalam berbagai tingkatan. Tangan jadi kaku, lemah, bicara disartri

52

Page 53: Isi Referat Batang Otak & Ms

♥ Fungsi sphincter tak terganggu

♥ Sering bersamaan dengan nistagmus, kelemahan saraf otak, optik atrofi, degenerasi makular

pigmentasi, ataksia, epilepsi, dementia

♥ Gambaran patologi menunjukkan degenerasi dari traktus kortikospinalis, penipisan dari

kolumna Goll, terutama regio lumbal dan traktus spinocerebellaris. Dilaporkan juga terdapat

berkurangnya sel Betz di kornu anterior.

Variants of familial spastic paraplegia

1. Hereditary spastic paraplegia with spinocerebellar and ocular synptoms. Terjadi

gangguan gaze. Manifestasi ataksia spinocerebellar dimulai pada dekade 4 dan 5 dimana

terjadi kelemahan tungkai, perubahan mood, tertawa dan menangis yang patologik, disartri

dan diplopia, disetesia anggota gerak, dan terganggunya kontrol kandung kencing. Reflek

tendon positif dengan bilateral babinski. Gangguan sensorik dimulai pada ujung distal

ekstremitas

2. Hereditary spastic paraplegia with ekstrapiramidal symptoms. Terdapat tremor saat

istirahat dan bekerja, rigiditas parkinson, gerakan lidah yang distonia dan gerakan athetoid

dari anggota gerak.

3. Hereditary spastic paraplegia with optic atrophy (Behr syndrome)

4. Hereditary spastic paraplegia with retinal degeneration. (Kjellin syndrome).

Paraplegi spastik dengan amiotrophy, oligophrenia dan degenerasi retina sentral. Bila

terdapat ophtalmoplegi disebut Barnard Scholz syndrome

5. Hereditary spastic paraplegia with mental retardation or dementia

6. Hereditary spastic paraplegia with polyneuropathy

Penyakit yang oleh De Jong juga dimasukkan dalam penyakit degeneratif yaitu:

1. Tabes dorsalis

Penyakit ini merupakan suatu bentuk neurosiphilis yang secara patologis ditandai dengan

terjadinya degenerasi pada radiks posterior dan kolumna dorsalis medula spinalis. Keadaan ini

merupakan 1,3 – 5% dari penderita neurosiphilis. Gejala klinis timbul sesudah lebih dari 10 sampai 20

tahun infeksi primer, sehingga umumnya penderita Tabes dorsalis berumur 40-60 tahun.

Gejala klinis:

♥ Hilangnya sensasi proprioseptif mengakibatkan ataksia sensoris (sekunder terhadap kerusakan

funikulus dorsalis)

53

Page 54: Isi Referat Batang Otak & Ms

♥ Terkenanya radiks posterior dan ganglion dorsalis menyebabkan nyeri radiks, rasa terikat,

penurunan reflek dan terlambatnya reaksi nyeri

♥ Dapat terjadi gangguan fungsi kandung kemih tipe atonik, inkontinentia alvi, impotens,

gangguan tropik dengan akibat timbulnya lesi ulseratif dan atropati tip charchot.

2. Multipel sklerosis

Merupakan penyakit yang dapat menyerang secara luas sistem saraf pusat danbelum diketahui

dengan jelas sebabnya. Penyakit ini ditandai dengan bercak-bercak demielinisasi yang tersebar

terutamapada masa putih. Bercak ini pada tingkat lanjut berupa bercak sklerotik yang tersebar

perivaskuler. Angka kejadian sklerosis ditemukan sangat tinggi di Eropa Barat, dapat mencapai

80/100.000 penduduk. Umumnya serangan pertama terjadi pada umur muda 20-40 tahun, kadang-kadang

umur 12-15 tahun. Laki-laki lebih sering dari wanita. Keadaan ini pada 60-90% penderita diikuti gejala

remisis dan relaps.

Gejala klinis:

♥ Neuromielitis optika, selain adanya neuritis optika (biasanya unilateral 45%) juga disertai

adanya mielopati yang progresif disertai nyeri dan parestesi

♥ Terdapat 3 bentuk spinal dari multipel sklerosis:

1. Bentuk spinal dengan gejala paraplegia spastik yang progresif

2. Bentuk dengan lesi spinal unilateral sehingga gejala klinis dapat berupa gejala

brownn sequard yang parsial

3. Bentuk sakral. Bercak lesi terdapat di konus sehingga terdapat gejala konus. Lesi

medula spinalis dapat berupa mielitis tranversa atau ascending.

♥ Gejala motorik umumnya terdapat kelemahan otot tanpa atrofi (spastik parese), bila ditemukan

atrofi umumnya hanya pada otot kecil tangan.

♥ Reflek regang meningkat, hilangnya reflek superfisial, gangguan piramidal disertai gangguan

proprioseptif dan ataksi sensorik.

♥ Gejala Lhermitte yang positif danbermacam gejala sensibilitas

♥ Kontrol spincter sering terganggu

♥ Pada 70% penderita terdapat gejala nistagmus, tremor intension dan bicara meletup-letup dan

disebut sindroma charcot.

Gambaran patologi: terjadi gliosis dan demielinisasi pada fasikulus grasilis dan juga atrofi dari ganglion.

Terjadi perivascular lymphocytic cuffing dan dapat terjadi iskemi sekunder yang menyebabkan gangguan

proprioseptif dan kelemahan yang progresif dari ekstremitas bawah.

3. Posterolateral sklerosis

54

Page 55: Isi Referat Batang Otak & Ms

Ditandai dengan perubahan patologis yang mengenai terutama kolumna lateral (jaras piramidal)

dan funikulus posterior.

Gambaran klinis ditandai dengan kelemahan dan hiperrefleksi akibat terganggunya traktus piramidalis,

hilangnya sensasi propioseptif dengan ataksia sensoris, dapat terjadi gangguan otonomik dari kandung

kencing dan rektum dan impotensi.

Penyakit tersebut diatas sering berhubungan dengan anemi pernisiosa, gangguan defisiensi lain

seperti pellagra, DM, ketuaan, multipel sklerosis. Contoh penyakit yang terkenal adalah subacute

combined degeneration dan Mieloneuropati tropika (yang terdiri atas tropikal ataksi neuropati dan

tropikal spastik paraparese)

a. Subacute combined degeneration

Terjadi pada 16% pasien dengan defisiensi vitamin B12. Patologi: Kekurangan vitamin B12 akan

mengganggu melalui siklus Krebs sehingga terbentuk asam lemak yang tidak normal dan

mengganggu pembentukan mielin.

Gejala klinis:

♥ Parestesi dimulai dari bagian distal ke proksimal dengan distribusi simetris pada keempat

anggota gerak

♥ Terdapat parese yang spastik akibat gangguan traktus kortikospinalis

♥ Reflek tendon bisa menurun atau meningkat, reflek patologis positif (50%)

♥ Dapat terjadi disfungsi kandung kemih, gangguan mental dan visual

b. Mieloneuropati tropika dibagi atas 2 grup:

1. Tropikal ataksi neuropati dengan gejala utama sensori ataksia

2. Tropikal spastik paraparese dengan predominan spastic paraplegi dengan minimal

defisit neurologi

Etilogi mieloneuropati tropika: defisiensi Vitamin B12, keracunan cassava, viral, pemakaian daun

Lathyrus.

1. Tropikal ataksi neuropati

Faktor predisposisi adalah kehamilan, laktasi, penyakit malnutrisi. Gejala klinis dimulai dengan

parestesi bagian distal tungkai, disertai baal, gangguan sensorik pada kolumna posterior, perubahan tonus

otot, gait ataksia, bilateral optik atrofi (hilangnya visus), tuli perseptif dan gejala LMN.

2. Tropikal spastik paraparese

55

Page 56: Isi Referat Batang Otak & Ms

Gangguan terutama adalah terkenanya traktus piramidalis dan dapat pula mengenai kolumna

posterior. Predominan dapat mengenai lumbal mengakibatkan gangguan berjalan, jalan jadi lemah dan

kaku, lebih dari setengahnya asimetris, hiperrefleksi dan babinski bilateral. Perjalanan penyakit

berlangsung subakut sampai kronis. Dapat timbul defisit sensorik terutama nyeri dan suhu dengan

segmental tidak jelas. Menurut penelitian dapat terjadi pada infeksi Human-Tlimphotropic Virus Tipe I

dan terjadi mielopati yang bersifat khronis progresif. Angka kejadian yaitu 1/250 penderita HTLV-1.

Gambaran patologi: terjadi degenerasi dan demielinisasi yang mengenai traktus piramidalis,

dpinicerebeller, spinothlamikus. Terjadi penebalan hyelinoid dari tunika adventitta dan media pembuluh

darah otak, medula spinalis dan ruang subrahnois dimana pembuluh darah tampak dikelilingi lekosit,

astrosit gliosis dan makrofag dan terjadi vakuolisasi di pinggir dari lesi.

3. Siringomieli

Merupakan suatu penyakit dimana terjadi perubahan patologik yang terdiri dari gliosis, nekrosis

dan kavitasi pada bagian sentral medula spinalis dan sering meluas ke medula ( siringobulbi). Sering

terjadi dengan kelainan perkembangan dan gangguan pembuluh darah yang mengakibatkan insufisiensi

vaskuler pada area yang terkena. Dapat terjadi pada trauma, kompresi, lesi ekstrameduler, post infeksi

yang dapat dibedakan dari siringomieli. Degenerasi terjadi pada pelebaran servikal dan dimulai pada

regio ireguler. Kanalnya sendiri tidak selalu ikut dengan proses. Onset dapat terjadi pada usia 25-40

tahun, dapat terjadi beberapa bulan sampai 20 tahun sesudah terjadinya trauma, 15 tahun setelah

arakhnoiditid TBC.

Gejala klinis:

♥ Dengan terkenanya jaras dekusatio sensorik gambaran utamanya adalah hilangnya rasa nyeri

dan suhu pada dermatom tersebut sedangkan rasa raba masih baik.

♥ Bila proses sudah mengenai bagian kornu anterior akan terjadi parese fokal, atrofi dan fasikulasi

juga terganggunya kolumna intermedilateral dengan akibat terganggunya sistem otonom

♥ Selanjutnya dapat terjadi penekanan jaras kortikospinalis dengan parese tipe UMN dan

terputusnya jaras spinotalamikus lateral dengan akibat gangguan tropik.

56

Page 57: Isi Referat Batang Otak & Ms

DAFTAR PUSTAKA

1. Chusid, JG. Neuroanatomi korelatif dan Neurologi fungsional bagian I. In: Medulla spinalis

Terj : dr. Andri Hartono. Gajah Mada University Press. 1983. Jogjakarta. p112-48.

2. Markam, S. Penuntun Neurologi. In : Trauma susunan saraf sentral . Binarupa Aksara. 1992.

Jakarta. p93-8.

3. Hadinoto, S. Kapita Selekta Neurologi. Edisi dua. In: Trauma Medulla Spinalis, Gajah Mada

University Press. 2003. Jogjakarta. P319-328.

4. Mardjono, M. Neurologi Klinis Dasar. In: Trauma Tulang Belakang, Dian Rakyat. 2004.

Jakarta. P26-35.

5. Mardjono, M. Neurologi Klinis Dasar. In: Trauma Tulang Belakang, Dian Rakyat. 2004.

Jakarta. P260-263.

6. Adam RD, Viktor M. Principle of Neuorology. 4th ed. Singapore : Mac Graw

Hill. 1989, p. 746-751

7. Alan, E.H. Emery. Diagnositic criteria for neuromuscular disorders.

Netherlands: ENMC, 1994, p. 48-52, 62-69

8. Alister, I. Syringomieli, In : Baker’s clinical neurology vol. 3, revised Ed.

Philadelphia : Harper & Row, 1987, Chapter 45.

9. Campbell MJ, Liversade LA. The motor neuron disease, In : John Walton,

Disorder of voluntry muscle. 4th ed. New York : ChurchilLivingstone, 1981, p. 725-745

10. De Jong, The Russel N. de Jong, neurologic examination. 4th ed. Philadelphia

: Harper & Row Hangersteron, 1979, p. 589-591

11. Gilroy J. Basic neurology. 3rd ed. New York : Mc Millam. 1975, p. 165-195

12. -----------. Medical neurology. 3rd ed. New York : Mc Millan. 1979, p. 175-228

13. John Walton. Brain’s disease of the nervous system. 9th ed. Oxford : Oxford

University Press, 1985, p. 9-11, 370-386

14. Paul W. Braziz, et all. Localization in clinical neurology. 2nd ed. Boston ;

Little, Brown, 1990, p.76-83

15. Pola penyakit medula spinalis di Lab/UPF Ilmu Penyakit saraf RSHS

periode 1981-1984. Tesis akhir dr Airiza Ahmad, halaman 99-138

16. Robert M, Richard A. Multiple sklerosis and related condition, In : Baker’s

clinical neurology vol. 3, revised Ed. Philadelphia : Harper & Row,1987, Chapter 43

17. Rowland, LP. Amiotrophic lateral sclerosis and other motor neuron diseases,

In Advanced neurology. New York : Raven Press, 1991, p. 5-1457

Page 58: Isi Referat Batang Otak & Ms

58