isi mklh askep katarak
DESCRIPTION
askep katarakTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan
adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO
(1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri akan
berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari
kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan, saat
ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin atau
berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat angka
kebutaan sebesar 1,47%.
48% kebutaan yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia, survei
pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di antaranya
disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis.
Katarak merupakan perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi
penyakit tertentu, maupun bawaan lahir (Harmani, 2013).
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi katarak
2. Mengetahui penyebab dan manifestasi klinis dari katarak
3. Mengetahui patofisiologi dari katarak
4. Mengetahui asuhan keperawatan dari katarak
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Katarak
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakt sistemis, seperti diabetess mellitus atau hipoparatiroidisme, pemajanan radiasi,
pemajanan yag lama sinar matahari (sinar ultraviolet), atau kelainan mata lain seperti uveitis
anterior (Brunner & Suddarth, 2002).
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggeris Cataract, dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup
air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekurangan pada lensa atau
akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenaikedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami peruahan dalam waktu yang lama.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit
mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa.
Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.
Katarak dapat disebabkan bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Keracunan beberapa
jenis obat dapat menimbulkan katarak seperti: eserin (0.25-0.5%), kortikosteroid, ergot,
antikolinesterase topikal.
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes
mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik
(katarak senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata. (Ilyas, 2002)
2
Katarak adalah penurunuan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau
berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-
protein lensa yang normal transparan terurai dan mengalami koagulasi (Corwin, 2001).
2.2 Etiologi
Sebagian besar katarak, yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-perubahan
degrneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama
hidup dan predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau akibat
pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang terpajan virus rubela dapat mengalami katarak.
Para pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang kemungkinan besar
disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme
glukosa (Corwin, 2001).
2.3 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju; mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nucleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas
seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna-nampak seperti Kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multiple (zunula)yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar
lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga menabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influx air e dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang
dan mengganggu transmisi sinar. Teor lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
3
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia
dan tidak ada pada kebanyaan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, sepeti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
amblyopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Brunner &
Suddarth, 2002).
2.4 Manifestasi klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak degan
oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau
redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan da susah melihat di malam
hari. Pupil, yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk,
lensa koreki yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari
silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang
mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka.
Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kacamata hitam dan meurunkan pelindung
cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Brunner & Suddarth, 2002) .
4
Pasien dengan katarak mengeluh dengan penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif. Kekeruhan lensa ini megakibatkan lensa tidak
transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.
Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat.
Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai-bagai lokalisasi dilensa seperti korteks dan
nucleus (Ilyas, 2002).
2.5 Pemeriksaan dan Evaluasi Diagnostig
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah
(slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan
prabedah diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat
penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan
pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan.
Pada katarak nuklear tipis dengan miopia tunggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak
sesuai sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan
pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan. Sebaliknya pada
katarak kortikal posterior yang kecil akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang
sangat berat pada penerangan yang sedang ataupun keras akan tetapi bila pasien berada ditempat
gelap maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan (Ilyas, 2002).
Selain uji mata yang biasa, keratometri, dan pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis,
maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat
diagnostic, khususnya bila di pertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel
endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implntasi IOL.
5
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Setelah pembedahan lensa diganti
dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tajam intraocular (Ilyas, 2002).
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembedahan laser.
Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat
digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan penghisapan keluar melalui kanula
(Pokalo, 1992).
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ketitik
dimana pasien melaakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka penanganan biasanyya konservatif.
Penting dikaji efek katarak terhadap kehiidupan sehari-hari pasien. Mengkaji derajat gangguan
sehari-hari, seperti berdandan, ambulasi, aktivitas rekreasi, menyetir mobil, dan kemampuan
bekerja, sangat penting untuk menentukan terapi mana yang paling cocokbagi masing-masing
penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat di capai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi pertimbangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti pada diabetes dan
glaucoma.
Pembedahan atarak adalah pembedahan yang paling sering dilakukan pada orang yang
berusia lebih dari 65. Masa kini, katarak paling sering diangkat dengan anastesia local berdasar
pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi medis. Keberhasilan
pengembalian penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada 95% pasien.
Pengambian keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual siafatnya.
Dukungan finansial dan psikososial dan konsekuensi pembedahan harus di evaluasi, karena
sangat penting untuk penatalaksaan pasien pasca operasi.
6
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anastesia local (retrobulbar atau peribulbar), yang
dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan
klaustrofobia sehubungan dengan draping bedah. Anastesi mum diperlukan bagi yang tak bisa
menerima anastesia local, yang tak mampu bekerja sama dengan alasan fisik atau psikologis,
atau yang tak berespons terhadap anastesia local. ada dua macam teknik pembedahan tersedia
untuk pengangkatan katarak: ekstraksi intrakapsulur dan ekstra kapsuler. Indikasi intervensi
bedah adalah hlangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak
yang menyebabkan glaucoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler lain
seperti retinopati diabetika.
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Ekstraksi katarak intrakapsuler (ICCE, intracapsular cataract extraction) adalah
pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa diangkat
dengan cryoprobe, yang diletakkan secara lansung pada kapsula lentis. Bedah beku
berdasarkan pada suhu pembekuan untuk mengangkat suatu lesi atau abnormalitas instrumen
bedah beku bekerja dengan prinsip bawah logam dingin akan melekat pada benda yang
lembab. Ketika cryopobe diletakkan secara lansung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat
pada probe. Lensa kemudian diangkat secara lembut. Yang dahulu merupakan cara
pengangkatan katarak utama, ICCE sekarang jarang dilakukan karena tersedianya teknik
bedah yang lebih canggih.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE, ekstrakapsuler cataract extraction)
sekarang merupakan teknik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan
katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur
ini meliputi pengambilan kapsula anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap
sisa fragmen kortikal lunak merupakan irigasi dan alat hisap. Dengan meninggalkan
kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh, dapat mempertahankan arsitektur bagian
posterior mata, jadi mengurangi insidensi komplikasi yang serius.
3. Fakoemulsifikasi
7
Merupakan penemuan terbarupada ekstraksi ekstrakapsuler. Cara ini memugkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason
frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang
kemudian diaspirasi melalui alat yang sama yang juga emberikan irigasi kontinus. Teknik
ini memerluka waktu penyembuhan yang lebih pendek dan penurunan insiden
astigmatisme pasca operasi. Kedua teknik irigasi aspirasi dan fakoemulfikasi dapat
memertahankan kapsula posterior, yang nantinya digunakan untuk penyangga IOL.
Ekstrasi katarak dan implantasi IOE dapat dilakukan bersama dengan transplantasi
kornea atau pembedahan untuk glaukoma.
Pengangkatan lensa. Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga
kekuatan focus mata, maka bila lensa diangkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini
dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga metode: kacamata apakia, lensa kontak, atau implan
IOL.
Kacamata apakia mampu memberikan pandangan sentral yang baik. Namun pembesaran
25% sampai 30%, menyebabkan penurunan dan distrosi pandangan perifer, yang menyebabkan
kesulitan dalam memahami relasi spasial, membuat benda-benda Nampak jauh lebih dekat dari
yang sebenarnya. Kacamata ini juga menyebabkan aberasi sferis, mengubah garis urus menjaddi
lengkung. Pandangan binokuler tak dapat dilakukan kecuali kedua lensa telah diangkat dari mata.
Memerlukan waktu penyesuaian yang lama sampai pasien mampu mengkoordinasikan gerakan,
memperkirakan jarak, dan berfungsi aman dengan medan pandangan yang terbatas. Kacamata
apakia sangat tebal dan merepotkan dan membuat kacamata terlihat sangat besar.
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kacamata apakia. Tak terjadi pembesaran yang
bermakna (5% sampai10%), tak terdapat aberasi sferis, tak ada penurunan lapang pandangan dan
taka da kesalahan orientasi spasial. Lensa jenis ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir
sempurnah bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan dan merawat dan
bagi mereka yang mengenakannya dengan nyaman. Kebanyakan lansia mengalami kemunduran
ketrampilan tangan, sehingga perawatan higienik lensa kontak harian menjadi sulit. Pada
beberapa pasien, lensa jangka panjang dapat memberikan alternatif yang beralasan, namun, lensa
8
jangka panjang memerlukan kunjungan berkala untuk pengelepasan dan pembersihan. Harga nya
juga mahal dan sering harus diganti karena hilang atau sobek. Kerugian lainnya adalah
meningkatnya resiko keratitis infeksiosa.
Implant lensa intraokuler (IOL) memberikan alternatif bag lensa apakia yang tebal dan
berat untuk mengoreksi penglihatan pasca operasi. Implan IOL telah menjadi pilihan koreksi
optikal karena semakin halusnya teknik bedah mikro dan kemajuan ranang bangun IOL. IOL
adalah lensa permanen implantasi kedalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk
dan ukuran normal. Karena IOL mampu menghilagkan efek optikal lensa apakia yang
menjengkalkan dan ketidak-praktisan penggunaan lensa kontak, maka hampir 97% pembedahan
katarak( lebih dari 1000 tiap tahun) dilakukan bersamaan dengan pemasangan IOL.
Kemajuan terkini lensa yang dapat dilipat saat pemasangan, memungkinkan pemasangan
insisi yang lebih kecil yang dibuat untuk fakoemulsifikasi sementara ukuran lensa nya tetap
seperti semula saat pemasangan selesai. Pemasangan lensa ini dapat dilakukan hanya denga “
satu jahitan atau tanpa jahitan sama sekali.”
Sekitar 95% IOL dipasang dikamera posterior, dan yang 5% sisanya dikamera anterior.
Lensa kamera anterior dipasangan pada pasien yang menjalani ekstraksi intrakapsuler atau yang
kapsul posteriornya ruktur tanpa sengaja selama prosedur ekstrakapsuler. Kombinasi ekstraksi
ekstrakapsuler dan pemasangan lensa posterior lebih disukai karena lebih tidak menimbulkan
komplikasi yang membahayakan. Banyak pasien yang masih memerlukan koreksi refraksi
setelah pemasangan IOL untuk pandangan dekat. Dengan adanya IOL difraktif multivokal yang
canggih dapat menurunkan kebutuhan koreksi optikal hampir pada separuh repisien, menurut
laporan FDA terbaru (Roy&Tindall, 1993).
Ada beberapa kontaindikasi pemasangan IOL, termasuk uveitis berulang, retinopati
diabetika proliferatif, dan glaucoma neovaskuler.
Komplikasi. Meskipun terjadi perbaikan pengembalian ke pandangan penuh yang
sempurna pada ekstreksi katarak dan implantasi IOL, ada juga komplikasinya. Kerrusakan
endotel kornea, sumbatan pupil, glaukoma, pendarahan, fistula luka operasi, edema macula
fisotid, pelepasan koroid, uveitis, dan endoftalmitis. Dapat diubah posisinya kembali dengan
9
pemberian tetes mata dilator, diikuti pemberian posisi pada kepala, dan diakhiri dengan tetes
mata konstriktor, atau pasien memerlukan pembedahan lagi untuk mereposisi atau mengangkat
IOL.
Glaukoma biasanya timbul secara bertahap, tetai dapat berkembang hanya dalam
beberapa hari apabila tekanan intraokulus mendadak menjadi sangat tinggi (Brunner & Suddarth,
2002).
2.7 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Persepsi Terhadap Kesehatan
1) Demografi
2) Kaji usia dan jenis kelamin
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif
b. Pengembunan, berkabut, dan penglihatan terasa seperti tertutup
c. Pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari
d. Pupil, yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
2) Riwayat kesehatan dahulu
a. Diabetes militus
b. Hipertensi
c. Pembedahan mata sebelumnya dan penyakit metabolik lainnya yang memicu
resiko katarak
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, diabetes militus, hipertensi, dan lain-lain.
2. Diagnosa Keperawatan
10
a. Gangguan persepsi sensori-perseptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman,
ganguan penglihatan dan perubahan respons biasanya terhadap rangsang.
b. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi,
kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif ditandai dengan
pertanyaan/pernyataan salah konsepsi, tak akurat mengikuti intruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
c. Risiko Tinggi Terhadap Cedera Peningkatan TIO ditandai dengan Pendarahan
intraokuler, kehilangan vitreous
d. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan katarak)
3. Intervensi
NO DIAGNOSATUJUAN dan
KRITERIA HASILINTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan persepsi
sensori-perseptual :
penglihatan
berhubungan dengan
gangguan
penerimaan
sensori/status organ
indera ditandai
dengan :
- Menurunnya
ketajaman
- Ganguan
penglihatan
- Perubaha respons
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan
dalam waktu....gangguan
sensori-perseptual:
penglihatan teratasi
Kriteria hasil :
a.Meningkatkan
ketajaman penglihatan
dalam batas situasi
individu
b. Mengenal gangguan
sensori dan
berkompensasi
terhadap perubahan
Mandiri
Tentukan ketajaman
penglihatan, catat
apakah satu atau kedua
mata terlibat.
Kebutuhan individu dan
pilihan intervensi
bervariasi sebab
kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan
progresif. Bila bilateral,
iap mata dapat berlanjut
pada laju yang berbeda,
tetapi biasanya hanya
satu mata diperbaiki
perprosedur.
Orientasikan pasien
terhadap lingkungan,
staf, orang lain di
Memberikan
peningkatan
kenyamanan dan
11
biasanya terhadap
rangsang
c. Mengidentifikasi/
memperbaiki
potensial bahaya
dalam lingkungan
areanya. kekeluargaan.
Menurunkan cemas dan
disorientasi pasca
operasi.
Observasi tanda-tanda
dan gejala disorintasi:
pertahankan sampai
benar-benar sembuh dari
anstesia.
Terbangun dalam
lingkungan yang tak
dikenal dan mengalami
keterbatasan
penglihatan dapat
mengakibatkan bingung
pada orang tua.
Menurunkan risiko
jatuh bila pasien
bingung/tak kenal
ukuran tempat tidur.
Pendekatan dari sisi-sisi
yang tak dioperrasi,
bicara dan menyentuh
sering; dorong oran
terdekat tinggal dengan
pasien.
Memberikan ransang
sensori tepat terhadap
isolasi dan menurunkan
bingung.
Perhatikan tentang
penglihatan suram atau
kabur dan iritasi mata,
dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes
mata.
Gangguan
penglihatan/iritasi dapat
berakhir 1-2 jam setelah
tetesan mata tetapi
secara bertahap
menurun dengan
penggunaan.
Ingatkan pasien Perubahan ketajaman
12
menggunakan kacamata
katarak yang tujuannya
memperbesar kurang
lebih 25%, penglihatan
perifer hilang, dan buta
titik juga ada.
dan kedalaman persepsi
dapat menyebabkan
bingung
penglihatan/meningkatk
an resiko cdera sampai
pasien belajar untuk
mengkompensasi
Letakkan barang yang
dibutuhkan atau posisi
bel pemanggil dalam
jangkauan pada sisi
yang tak dioperasi.
Memungkinkkan pasien
melihat objek lebih
mudah dan
memudahkan panggilan
untuk pertolongan bila
diperlukan.
2 Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar)
tentang kondisi,
prognosis, pengobatan
berhubungan dengan
tidak mengenal
sumber informasi,
salah interpretasi
informasi, kurang
terpajan/mengingat,
keterbatasan kognitif
ditandai dengan :
- Pertanyaan/
pernyataan salah
konsepsi
- Tak akurat
mengikuti intruksi
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan
dalam waktu....masalah
teratasi
Kriteria hasil :
a. Menyatakan
pemahaman
kondisi/proses
penyakit dan
pengobatan
b. Melakukan dengan
prosedur benar dan
menjelaskan alasan
tindakan
Mandiri
Kaji informasi tentang
kondisi individu,
prognosis, tipe
prosedur/lensa.
Meningkatkan
pemahaman dan
meningkatkan kerja
sama dengan program
pascaoperasi
13
- Terjadi komplikasi
yang dapat dicegah.
Tekankan pentingnya
evaluasi perawatan
rutin. Beri tau untuk
melaporkan penglihatan
berwarna
Pengawasan periodik
menurunkan resiko
komplikasi serius.
Informasikan pasien
untuk menghindari tetes
mata yang dijual bebas
Dapat bereaksi
silang/campur dengan
obat yang diberikan
Diskusikan
kemungkinan
efek/interaksi antara
obat mata dan masalah
medis pasien, contoh
peningkatan hipertensi,
PPOM, diabetes.
Ajarkan metode yang
tepat memasukkan obat
tetes untuk
meminimalkan efek
sistemik
Penggunaan obat mata
topikal, contoh agen
simpatomimetik,
penyekat beta, dan agen
antikolinergik dapat
menyebabkan TD
meningkat pada pasien
hipertensi; pencetus
dispnea pada pasien
PPOM; gejala krisis
hipoglikemik pada
diabetes tergantung
pada insulin. Tindakan
benar dapat membatasi
absorpsi dalam sirkulasi
sistemik,
meminimalkan masalah
seperti interaksi obat
dan efek sistemik tak
14
diinginkan
Anjurkan pasien
menghindari membaca,
berkedip; mengangkat
berat, mengejan saat
defekasi, membongkok
pada panggul, meniup
hidung; penggunaan
sprei, bedak bubuk,
merokok.
Aktivitas yang
menyebabkan mata
lelah/regang, manuver
falsafah, atau
meningkatkan TIO
dapat mempengaruhi
hasil bedah dan
mencetuskan
perdarahan
Dorong aktivitas
pengalih seperti
mendengar radio,
berbincang-bincang,
menonton televisi
Memberikan masukan
sensori,
mempertahankan rasa
normalitas, melalui
waktu lebih mudah bila
tak mampu
menggunakan
penglihatan secara
penuh
Anjurkan pasien
memeriksa ke dokter
tentang aktivitas seksual
Dapat meningkatkan
TIO, menyebabkan
cedera kecelakaan pada
mata
Tekanan kebutuhan
untuk menggunakan
kaca pelindung selama
hari
pembedahan/penutupan
pada malam hari
Mencegah cedera
kecelakaan pada mata
dan menurunkan resiko
peningkatan TIO
sehubungan dengan
berkedip atau posisi
kepala
15
Anjurkan pasien tidur
terlentang, mengatur
intensitas lampu dan
menggunakan kacamata
gelap bila keluar/dalam
ruangan terang, keramas
dengan kepala
kebelakang (bukan
kedepan), batuk dengan
mulut/mata terbuka
Mencegah cedera
kecelakaan pada mata
Anjurkan mengatur
posisi pintu sehingga
mereka terbuka atau
tertutup penuh;
pindahkan perabot dari
lalu lalang jalan
Menurunkan
penglihatan perifer atau
gangguan kedalam
persepsi dapat
menyebabkan pasien
jalan kedalam pintu
yang terbuka sebagian
atau menabrak
perabotan
Dorong pemasukan
cairan adekuat, makan
berserat/kasar;gunakan
pelunak feses yang
dijual bebas, bila
diindikasikan
Mempertahankan
konsistensi feses untuk
menghindari mengejan
Identifikasi tanda dan
gejala memerlukan
upaya evaluasi medis,
contoh nyeri tajam tiba-
tiba, penurunan
Intervensi dini dapat
mencegah terjadinya
komplikasi serius,
kemungkinan
kehilangan penglihatan
16
penglihatan, kelopak
bengkak, drainase
purulen, kemerahan,
mata berair, dan
fotofobia
3 Risiko Tinggi
Terhadap Cedera
Peningkatan TIO
ditandai dengan:
- Pendarahan
intraokuler,
- Kehilangan
vitreous
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan
dalam waktu....masalah
teratasi
Kriteria hasil :
a. Menyatakan
pemahaman faktor yang
terlibat dalam
kemungkinan cidera
b. Menunjukkan
perubahan prilaku, pola
hidup untuk
menurunkan faktor
resiko dan untuk
melindungi diri dari
cidera
c. Mengubah lingkungan
sesuai indikasi untuk
meningkatkan
keamanan
Mandiri
Diskusikan apa yang
terjadi pada
pascaoperasi tentang
nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan,
balutan mata.
Membantu mengurangi
rasa takut dan
meningkatkan kerja
sama dalam pembatasan
yang diperlukan.
Beri pasien posisi
bersandar, kepala tiggi,
atau miring ke sisi yang
tak sakit sesuai
keinginan.
Istirahat hanya beberapa
menit sampai beberapa
jam pada bedah rawat
jalan atau menginap
semalam bila terjadi
komplikasi.
Menurunkan tekanan
pada mata yang sakit,
meminimalkan resiko
pendarahan atau stress
pada jahitan-jahitan
terbuka.
Batasi aktivitas seperti
menggerakkan kepala
tiba-tiba, menggaruk
mata, membongkok.
Menurunkan stress pada
area opersi atau
menurunkan TIO.
Ambulasi dengan
bantuan; berikan kamar
Memerlukan sedikit
regangan daripada
17
mandi khusus bila
sembuh dari anastesi.
penggunaan pispot,
yang dapat
meningkatkan TIO.
Dorong nafas dalam,
batuk untuk bersihan
paru.
Batuk meningkatkan
TIO .
Anjurkan menggunakan
manajemen stress
contoh, bimbingan
imajinasi, visualisasi,
nafas dalam dan latihan
relaksasi.
Meningkatkan relaksasi
dan koping,
menurunkan TIO.
Pertahankan perlidungan
mata sesuai indikasi.
Digunakan untuk
melindungi dari cidera
kecelakaan dan
menurunkan gerakan
mata.
Minta pasien untuk
membedakan antara
ketidaknyamanan dan
nyeri mata tajam tiba-
tiba.
Selidiki kegelisahan,
disorientasi, gangguan
balutan. Observasi
hifema (perdarahan pada
mata) pada mata dengan
senter sesuai indikasi.
Ketidak nyamanan
mungkin karena
prosedur pembedahan;
nyeri akut menunjukkan
TIO dan atau
pendarahan, terjadi
karena regangan atau
tidak diketahui
penyebabnya (jaringan
sembuh banyak
vaskularisasi, dan
kapiler sangat rentan).
18
Observasi
pembengkakan luka,
bilik anterior kemps,
pupil berbentuk buah
pir.
Menunjukkan prolaps
iris atau rupture luka
disebabkan oleh
kerusakan jahitan atau
tekanan mata.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai
indikasi :
Antiemetik, contoh
proklorperazin
(Compazine).
Mual/muntah dapat
meningkatkan TIO,
memerlukan tindakan
segera untuk mencegah
cidera okuler.
Asetazolamid (Diamox) Diberikan untuk
menurunkan TIO bila
terjadi peningkatan.
Membatasi kerja enzim
pada produksi akueus
humor.
Sikloplegis Diberikan untuk otot
siliar untuk dilatasi dan
istirahat iris setelah
pembedahan bila lensa
terganggu.
Analgesik, contoh
emperin dengan kodein,
asetamin nofen (Tyenol)
Digunakan untuk
ketidaknyamanan
ringan, meningkatkan
istirahat atau gelisah,
yang dapat
mempengaruhi TIO.
19
Catatan : penggunaan
aspirin
dikontraindikasikan
karena meningkatkan
kecendrungan
perdarahan.
4 Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
dengan prosedur
invasif (bedah
pengangkatan
katarak)
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan
dalam waktu....masalah
teratasi
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan
penyembuhan luka
tepat waktu, bebas
drainase purulen,
eritema, dan demam.
b. Mengidentifikasi
intervensi untuk
mencegah/menurunka
n resiko infeksi
Mandiri
Diskusikan pentingnya
mencuci tangan sebelum
menyentuh atau
mengobati mata.
Menurunkan jumlah
bakteri pada tangan,
mencegah kontaminasi
area operasi.
Gunakan atau tunjukkan
ke teknik tindakan yang
tepat untuk
membersihkan mata dari
dalam keluar dengan
tisu basah atau bola
kapas untuk tiap usapan,
ganti balutan, dan
Teknik aseptik
menurunkan resiko
penyebaran bakteri dan
kontaminasi silang.
20
masukkan lensa kotak
bila menggunakan.
Tekankan pentingnya
tidak menyentuh atau
menggaruk mata yang
dioperasi.
Mencegah kontaminasi
dan kerusakan sisi
operasi.
Observasi atau
diskusikan tanda
terjadnyya infeksi
contoh kemerahan,
kelopak bengkak,
drainase purulen.
Identifikasi tindakan
kewaspadaan bila terjadi
ISK.
Infeksi mata terjadi 2-3
hari setelah prosedur
dan memerlukan upaya
intervensi. Adanya ISK
meningkatkan resiko
kontaminasi silang.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai
indikasi:
Antibiotic (topikal,
parenteral, atau
subkonjungtival).
Sediaaan topikal
digunakan secara
profilaksis. Dimana
terapi lebih agresif
diperlukan bila terjadi
infeksi.
Steroid. Digunakan untuk
menurunkan inflamasi
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
21
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakt sistemis, seperti diabetess mellitus atau hipoparatiroidisme, pemajanan radiasi,
pemajanan yag lama sinar matahari (sinar ultraviolet), atau kelainan mata lain seperti uveitis
anterior (Brunner & Suddarth, 2002).
3.2 Saran
Bagi mahasiswa dapat memahami teori tentang katarak sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan sesuai teori yang ada. Bagi perawat diharapkan dapat menambah wawasan
dan informasi dalam penanganan pasien dengan katarak sehingga dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC
Doengoes, E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Elizabeth, J. Corwin. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
22
Ilyas, Sidarta. (2002). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
23