isi abses leher dalam

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus paranasal, telinga tengah, leher, dan lainnya 1 Manifestasi gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan demam yang disertai dengan terbatasanya gerakan membuka mulut dan leher serta adanya pembengkakan diruang leher dalam. Kuman penyebab tersering adalah golongan bakteri Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran. 1 Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina Ludovici (Ludwig’s angina). 1 Secara epidemiologi penyebab tersering pada abses leher dalam adalah penjalaran infeksi gigi (43%) dan penyalahgunaan narkoba suntikan (12%) dan faringotonsilitis (6%). 2 Kuman dari hasil pemeriksaan kultur penyebab tersering dari abses leher dalam adalah kultur Streptococcus viridans (39%), kultur Staphylococcus epidermidis (22%) dan kultur Staphylococcus aureus (22%). 2 Abses leher dalam memiliki angka mortalitas sebesar (8%) akibat komplikasi ke arah mediastinitis. 3 1

Upload: selvi-avill

Post on 06-Aug-2015

231 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Abses Leher Dalam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara

fasia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus

paranasal, telinga tengah, leher, dan lainnya1

Manifestasi gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan demam yang disertai

dengan terbatasanya gerakan membuka mulut dan leher serta adanya pembengkakan

diruang leher dalam. Kuman penyebab tersering adalah golongan bakteri Streptococcus,

Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran.1

Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses

parafaring, abses submandibula dan angina Ludovici (Ludwig’s angina).1

Secara epidemiologi penyebab tersering pada abses leher dalam adalah penjalaran

infeksi gigi (43%) dan penyalahgunaan narkoba suntikan (12%) dan faringotonsilitis

(6%).2 Kuman dari hasil pemeriksaan kultur penyebab tersering dari abses leher dalam

adalah kultur Streptococcus viridans (39%), kultur Staphylococcus epidermidis (22%)

dan kultur Staphylococcus aureus (22%).2 Abses leher dalam memiliki angka mortalitas

sebesar (8%) akibat komplikasi ke arah mediastinitis.3

1

Page 2: Isi Abses Leher Dalam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Leher

Leher adalah daerah tubuh yang terletak diantara pinggir bawah mandibula

disebelah atas dari incisura supra sternalis serta pinggir atas clavikula disebelah bawah.4

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia

servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda.

Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot

platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas

ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula.5

Fasia superfisial merupakan jaringan konektif yang terletak dibawah dermis.

Fasia ini berisikan platysma dan vena-vena superfisialis. Fasia profunda mengelilingi

daerah leher dalam dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu:5

- Lapisan superfisial

Lapisan ini juga dikenal dengan sebutan lapisan selimut (investing layer).

Lapisan ini mengelilingi leher, membungkus muskulus sternokleidomastoideus, dan

muskulus trapezius Selain otot, lapisan ini juga membungkus kelenjar submandibular dan

parotis. Ruangan yang terbentuk adalah trigonum coli posterior di kedua sisi lateral leher

dan ruang suprasternal Burns.5

- Lapisan tengah

Lapisan ini juga dikenal dengan nama lapisan viseral yang mencakup fasia

pretiroid dan pretrakea. Lapisan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian muskular

yang membungkus muskulus infrahyoid dan bagian viseral yang membungkus faring,

laring, esofagus, kelenjar tiroid, dan trakea.5

- Lapisan dalam.

Lapisan dalam ini berasal dari prosesus spinosus dari tulang vertebra servikal dan

ligamentum nuchae. Pada prosesus transversus dari tulang vertebra servikal, lapisan ini

terbagi menjadi lapisan alar anterior dan lapisan alar prevertebra posterior. Fasia alar

memanjang dari dasar tengkorak ke tulang vertebra torak ke-2, dan bersatu dengan fasia

viseral. Fasia ini terletak diantara lapisan viseral dan lapisan prevertebra. Fasia

prevertebra terletak di sebelah anterior dari corpus vertebra dan memanjang sepanjang

kolumna vertebralis.5

2

Page 3: Isi Abses Leher Dalam

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah

sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.5

1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:5

a. ruang retrofaring

b. ruang prevertebra

c. ruang bahaya

d. ruang pembuluh darah viseral

2. Ruang suprahioid terdiri dari:

a. ruang submandibula

b. ruang parafaring

c. ruang parotis

d. ruang mastikor

e. ruang peritonsil

f. ruang temporalis.

3. Ruang infrahioid

a. ruang pretrakeal

Ruang Faring

Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari

mukosa faring,fasia faring basilaris dan otot – otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat

jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini dimulai dari dasar tengkorak di bagian atas

sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat – serat jaringan ikat di garis tengah

mengikatnya pada vertebra. Disebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa

faringomaksilaris.6

Ruang Parafaring

Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak

dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi

dibagian dalam oleh muskulus kostriktor faring superior.Batas luarnya adalah ramus

ascenden mandibula yang melekat dengan muskulus pterigoid interna dan bagian

posterior kelenjar parotis.6

3

Page 4: Isi Abses Leher Dalam

2.2. ABSES PERITONSIL (QUINSY)

a. Definisi

Abses peritonsil (PTA) adalah suatu infeksi pada leher dalam akibat

perjalanan infeksi superficial dan progresif dari infeksi selulitis tonsilar.7.8

Gambar 1. Abses Peritonsil 7,8

b. Etiologi

Proses ini terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi

yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.1

Abses peritonsiler disebabkan oleh bakteri yang bersifat aerob dan bakteri

yang bersifat anaerob. Bakteri aerob yang menyebabkan abses peritonsiler adalah

Streptococcus beta hemollitikus Group A, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus

influenzae. Sedangkan bakteri anaerob yang menyebabkan abses peritonsilar adalah

Fusobacterium, pigmented Prevotella, Peptostreptococcus.1,7,8

c. Manifestasi Klinis

Penderita biasanya mengalami keluhan demam, malaise, odinofagia (nyeri

menelan, nyeri telinga (otalgia ipsilateral). Pada pemeriksaan fisik didapatkan mulut

berbau (foetor ex ore), suara gumam (hot potato voice), sukar membuka mulut

(trismus), limfadenitis servikal, pembengkakan tonsil, pembengkakan palatum mole

dan uvula berdeviasi kesisi kontralateral.1,7,8

4

Pembesaran palatum mole

Tonsil

Page 5: Isi Abses Leher Dalam

d. Diagnosis

Anamnesis dari gejala klinis dan pada pemeriksaan fisik pada abses peritonsil

yaitu penderita biasanya mengalami keluhan demam, malaise, odinofagia (nyeri

menelan, nyeri telinga (otalgia ipsilateral). Pada pemeriksaan fisik didapatkan mulut

berbau (foetor ex ore), suara gumam (hot potato voice), sukar membuka mulut

(trismus), limfadenitis servikal, pembengkakan tonsil, pembengkakan palatum mole

dan uvula berdeviasi kesisi kontralateral.1,7,8

Pada pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa abses peritonsilar adalah

dengan mengumpulkan pus dari abses menggunakan aspirasi jarum dan lakukan

pemeriksaan kultur.7,8

Pada pemeriksaan CT scan pada tonsil dapat terlihat daerah yang hipodens

yang menandakan adanya cairan pada tonsil dan pembesaran yang asimetris pada

tonsil.7,8

Gambar 2. Aspirasi Pus untuk gold diagnosis abses peritonsil 7,8

5

Area abses

Tonsil kanan

Uvula

Page 6: Isi Abses Leher Dalam

Gambar 2. Abses peritonsilar kanan 7,8

e. Diagnosa Banding 7,8

1. Abses tonsilar 5. Selulitis peritonsilar

2. Adenitis servical 6. Infeksi kelenjar salvias

3. Limfoma 7. Aneurisma arteri carotis interna

4. Infeksi gigi

f. Penatalaksanaan

Antibiotika oral Amoxicilin 825 mg 2 x 1, Penisilin 500 mg 4 x 1,

Metronidazole 500 mg 4 x 1, Clindamisin 600 mg 2 x 1 dan antibiotika intravena

Penisilin G 10 Juta Unit / 6 jam, Ampisilin 3 gram / 6 jam, untuk yang alergi Penisilin

dapat diberikan Clindamisin 900 mg / 8 jam.7,8

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian

diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling

menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula

dengan geraham atas terakhir.1,7,8

Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila

tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a” tiede,

dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi “a”

froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3

minggu sesudah drainase abses.1

g. Komplikasi 1,7,8

Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan aspirasi paru, atau piema.

Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses

parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum sehingga terjadi

mediastinitis.

Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan thrombus

sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

h. Prognosis

Abses peritonsiler dapat berulang bila tidak dilakukan tonsilektomi, maka

ditunda sampai 3 - 6 minggu berikutnya.7,8

6

Page 7: Isi Abses Leher Dalam

2.3. ABSES RETROFARING

a. Definisi

Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus

pada daerah retrofaring.1

b. Etiologi 1

Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara

bersamaan. Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah.

1. Kuman aerob : Streptococcus beta hemolyticus group A (paling sering),

Streptococcus pneumoniae, Streptococcus nonhemolyticus, Staphylococcus

aureus, Haemophilus sp.

2. Kuman anaerob : Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria.

c. Gejala dan Tanda Klinis

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Gejala dan tanda

klinis yang sering dijumpai pada anak :

1. Demam

2. Sukar dan nyeri menelan

3. Suara sengau

4. Dinding posterior faring membengkak (bulging) dan hiperemis pada satu sisi.

5. Pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan

6. Pembesaran kelenjar limfe leher (biasanya unilateral).

Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bisa dijumpai

adanya :

1. Kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan

2. Air liur menetes (drooling)

3. Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea

Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila

dibandingkan pada anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk benda

asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat

batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai adalah :

1. Demam

2. Sukar dan nyeri menelan

3. Rasa sakit di leher (neck pain)

4. Keterbatasan gerak leher

5. Dispnea

d. Penatalaksanaan

7

Page 8: Isi Abses Leher Dalam

1. Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :

Posisi pasien supine dengan leher ekstensi

Pemberian O2

Intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik

Trakeostomi / krikotirotomi

2. Medikamentosa

a. Antibiotik ( parenteral )

Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya

tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup

terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif. Dahulu

diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama,

tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan β laktamase

kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah

clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan

sefalosporin generasi kedua (seperti cefuroxime) atau β lactamase resistant

penicillin seperti ticarcillin/ clavulanate, piperacillin/ tazobactam, ampicillin/

sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10

hari.

b. Simtomatis.

c. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan

cairan elektrolit.

d. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.

3. Operatif

a. Aspirasi pus (needle aspiration)

b. Insisi dan drainase :

Pendekatan intraoral (transoral) untuk abses yang kecil dan terlokalisir.

Pasien diletakkan pada posisi Trendelenburg, dimana leher dalam keadaan

hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan

pada daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar

harus segera diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus.

Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan

evakuasi pus.

Pendekatan eksterna (external approach) baik secara anterior atau

posterior untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.

8

Page 9: Isi Abses Leher Dalam

Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara

horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara

tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas

pandangan sampai terlihat m.sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi

pada batas anterior m.sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem

erteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan

ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka

dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya

dipasang drain (Penrose drain).

Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas

posterior m.sternokleidomastoideus. Kepala diputar kearah yang

berlawanan dari abses. Selanjutnya fasia dibelakang m.

sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul

pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.

e. Komplikasi

1. Massa itu sendiri : obstruksi jalan nafas

2. Ruptur abses : asfiksia, aspirasi pneumoni, abses paru

3. Penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya :

a. inferior : edema laring , mediastinitis, pleuritis, empiema, abses mediastinum

b. lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, abses parafaring

c. posterior : osteomielitis dan erosi kollumna spinalis

4. Infeksi itu sendiri : necrotizing fasciitis, sepsis dan kematian.

f. Prognosis

Pada umumnya prognosis abses retrofaring baik apabila dapat didiagnosis

secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase

awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang

tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna. Apabila telah terjadi

mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40 - 50% walaupun dengan pemberian

antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20 – 40% sedangkan

trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%.

2.4. ABSES PARAFARING

9

Page 10: Isi Abses Leher Dalam

a. Definisi

Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang parafaring.1

b. Etiologi

Kuman penyebab biasanya campuran aerob dan anaerob. 1

c. Patofisiologi

Infeksi terjadi secara langsung; proses supurasi yang menjadi sumber infeksi;

atau penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula. 1

d. Faktor Predisposisi

Diabetes melitus, lupus eritematosus, dll.

e. Gambaran Klinis

Demam, leukositosis, nyeri tenggorok, nyeri menelan, trismus, indurasi atau

pembengkakan di daerah sekitar angulus mandibula, dan pembengkakan dinding

lateral faring hingga menonjol ke arah medial.

f. Pemeriksaan Penunjang

Foto jaringan lunak AP menunjukkan penebalan jaringan lunak parafaring dan

pendorongan trakea ke samping depan. Dengan tomografi komputer terlihat jelas

abses dan penjalarannya. 1

g. Diagnosis Banding

Parotitis, abses submandibula, dan tumor. 1

h. Penatalaksanaan

Pasien dirawat inap di rumah sakit sampai gejala dan tanda infeksi reda.

Diberikan antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob secara parenteral.

Sebelum ada hasil kultur, diberikan penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin 3-

4 x 1-2 gram atau gentamisin 2 x 40-80 mg, kloramfenikol 3 x 250-500 mg,

metronidazol 3 x 250-500 mg.

Abses segera dievakuasi secara eksplorasi dalam anestesi umum. Caranya

melalui insisi dari luar dan intraoral. Dari luar, insisi dilakukan 2 jari di bawah dan

sejajar mandibula. Secara tumpul dilanjutkan dari batas anterior otot

sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula

dan m. pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid.

Bila nanah terdapat dalam selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari

pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan otot sternokleidomastoideus (cara

Mosher).

10

Page 11: Isi Abses Leher Dalam

Insisi intraoral dilakukan bila perlu sebagai tambahan terhadap insisi luar,

pada dinding lateral faring. Ekplorasi dilakukan dengan klem arteri menembus otot

konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.

i. Komplikasi

Peradangan intrakranial, mediastinum; kerusakan dinding pembuluh darah

sehingga terjadi perdarahan hebat akibat ruptur pembuluh karotis; komplikasi pada

nervus vagus; edema laring; pendorongan trakea; periflebitis, endoflebitis,

tromboflebitis; dan septikemia. 1

2.5. ABSES SUBMANDIBULA

a. Definisi

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus

pada daerah submandibula. 1

b. Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe

submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Sebagian

besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman

aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan

adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus

Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang

sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif,

seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium. 1

c. Gejala dan Tanda Klinis

Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus

akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan

jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar

5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau

purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat

ke atas dan terdorong ke belakang.7,8,11

11

Page 12: Isi Abses Leher Dalam

Gambar 9. Abses submandibula 8

d. Pemeriksaan penunjang

a) Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang

bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik.

b) Radiologis

a. Rontgen jaringan lunak kepala AP

b. Rontgen panoramik

Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.

c. Rontgen thoraks

Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,

pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.

d. Tomografi komputer (CT-scan)

CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher

dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan

klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang

terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses

12

Page 13: Isi Abses Leher Dalam

yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang

lebih jelas, dan kadang ada air fluid level (gambar 6 dan gambar 7). 4,10

Gambar 10. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran

musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).13

Gambar 11. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses multifokal.13

e. Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :

1. Antibiotik (parenteral)

Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji

kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral

sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik

13

Page 14: Isi Abses Leher Dalam

kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan

gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah

campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan

metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah

didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 2-4,11

Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi

terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,

ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka

sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.

Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 2-4,11

2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi

abses (gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang

dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam

dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os

hioid, tergantung letak dan luas abses.11 Bila abses belum terbentuk, dilakukan

panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk

(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.

3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan

trakeostomi perlu dipertimbangkan.

Gambar 12. Insisi abses submandibula8

4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.11

f. Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung

(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering

meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.12

Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus

14

Page 15: Isi Abses Leher Dalam

pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke

daerah potensial lainnya.4

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah

menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses

juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis

mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi perdarahan hebat, bila

terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.12

g. Prognosis

Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis

secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase

awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang

tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi

mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian

antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan

trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%.

2.6. ANGINA LUDOVICI

a. Definisi

Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau

flegmon yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang

submandibula, tidak membentuk abses dan tidak ada limfadenopati.1

b. Etiologi

Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig

melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri

anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan

peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium

nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria,

dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies

Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan

spesies Klebsiella. 1

c. Gambaran Klinis

Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi,

dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas.

15

Page 16: Isi Abses Leher Dalam

Gejala klinis ekstraoral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti

papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang

submandibula-sublingual yang terinfeksi, disfonia (hot potato voice) akibat edema

pada organ vokal. Gejala klinis intraoral meliputi pembengkakkan, nyeri dan

peninggian lidah, sulit menelan (disfagia), hipersalivasi (drooling), kesulitan dalam

artikulasi bicara (disarthria).15

Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan

karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat

dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular

yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan

menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien

tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan

sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat

penanganan segera.16

Gambar 13. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio cervikal anterior pada anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.

Gambar 14. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah pada anak usia 5 tahun dengan angina Ludwig.

d. Diagnosis

16

Page 17: Isi Abses Leher Dalam

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesa

Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu

terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan

mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang

mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita

juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam

dan rasa menggigil.17

b. Pemeriksaan fisik

Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar

ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah

terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut

membengkak, saat bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya

penderita akan mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum

maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang

menindikasikan adanya infeksi sistemik. 17

c. Pemeriksaan penunjang

Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa

dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti

laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.16

Laboratorium:

Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi

akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi

drainase. 16

Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang

menginfeksi (aerob dan atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik

dalam terapi. 16

Pencitraan:

RÖ: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam

mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat

menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat

17

Page 18: Isi Abses Leher Dalam

menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto

panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses,

serta struktur tulang rahang yang terinfeksi. 16

USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari

abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif

dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk

menentukan letak abses. 16

CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat

memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat

mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan

napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan

dibutuhkannya pernapasan buatan. 16

MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan

dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya

waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi

pasien yang mengalami kesulitan bernapas. 16

e. Penatalaksanaan

Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: 16

1) Menjaga patensi jalan napas.

2) Terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi

penyebaran infeksi.

3) Dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.

Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan

adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih

baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung

dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam

posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau

trakheotomi dengan anestesi lokal. 16

Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan

operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang

lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta

mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti

dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam. 16

18

Page 19: Isi Abses Leher Dalam

Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.

Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)

merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya

prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan

metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-

clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan

regimen terapi. 16

Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi

ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang terdapat

pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam

tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis

tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi

dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam

sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas

os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi

dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan.

Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.18

Gambar 15. Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih membutuhkan drainase abses. Tampak depan dan samping menunjukkan pembengkakkan submandibular dan

sublingual.

19

Page 20: Isi Abses Leher Dalam

Gambar 16. Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan drainase submandibula bilateral dan occluded tracheostomy tube.

f. Komplikasi

Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang

terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis,

kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta

kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh

m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung

antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi angina Ludwig

dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang

pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta

menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat.16

Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara

mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum

dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba,

komplikasi dari angina Ludwig dapat berupa trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari

sekret yang terinfeksi, dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut

yang telah dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura,

empiema, infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan

thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna.16

g. Prognosis

Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas

untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan

radang. Sekitar 45% – 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang

20

Page 21: Isi Abses Leher Dalam

terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan

yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan

trakeostomi.17

Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa.4 Kematian

pada era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan diagnosis dini,

perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang

adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa

mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga

kurang dari 5%.18

BAB III

KESIMPULAN

1. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam

sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,

tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.

2. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher

dalam yang terlibat.

3. Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama periode Oktober

2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang.

Abses submandibula (26%) merupakan kasus kedua terbanyak setelah abses

peritonsil (32%), diikuti abses parafaring (18%), abses retrofaring (12%), abses

mastikator (9%), dan abses pretrakeal (3%).

4. Pada umumnya prognosis abses leher dalam baik apabila dapat didiagnosis secara

dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi dapat dihindari.

5. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang

sempurna.

21

Page 22: Isi Abses Leher Dalam

DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad, E. Iskandar, N. Bashiruddin, J. Dwi, R. 2007.Abses Leher Dalam. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI, Pp. 226 – 230.

2. Parhiscar,A. Deep neck abscess. [citied 2012 June 5]. Available From :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11713917.

3. Experanza, M. Francisco, J. Alfonso, J. Mortality deep neck abscess. [citied 2012

June 5]. Available From :

http://www.medigraphic.com/pdfs/cirgen/cg-2004/cg044k.pdf .

4. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC, Pp. 685.

5. Elizabeth, J. Anatomy of deep neck space. [citied 2012 June 5]. Available From :

http://www.utmb.edu/otoref/grnds/Deep-Neck-Spaces-2002-04/Deep-neck-

spaces-2002-04.pdf .

6. Arsyad, E. Iskandar, N. Bashiruddin, J. Dwi, R. 2007.Abses Leher Dalam. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI, Pp. 215.

7. Steyer, T. Diagnosis and treatment peritonsilar abscess. [citied 2012 June 5].

Available From : http://www.aafp.org/afp/2002/0101/p93.html .

8. Gallioto, N. Peritonsilar abscess. [citied 2012 June 5]. Available From :

http://intranet.emergency.med.ufl.edu/med_students/peds_rotation/reading_assign

ment/peritonsillar%20abscess.pdf .

9. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition.

USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3

10. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi ke-

13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304

11. Deep Neck Space Infections (updated 08/06). Diunduh dari

http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf. [Diakses tanggal 1 Januari 2011]

12. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview. [Diakses tanggal 1

Januari 2011]

13. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive atlas of

human anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008 10:51 pm).

22

Page 23: Isi Abses Leher Dalam

Diunduh dari http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-Neck/Face-and-

neck-MRI. [Diakses tanggal 1 Januari 2011].

14. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas kedokteran Bagian Ilmu Penyakit

Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatra Utara. Diunduh dari USU

digital library 2003. [Diakses tanggal 1 Januari 2011]

15. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48

16. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.

Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging assessment.

Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9

17. Adams, G.L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam: Boies,

Buku Ajar Penyakit THT, hal.333. EGC, Jakarta.

18. Bechara Y. Ghorayeb. Otolaryngology - Head & Neck Surgery

http://www.ghorayeb.com/PeritonsillarAbscess.html

19. Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Tarumanagara.

20. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the

American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12).

21. Anonymous. Ludwig's Angina. available at:

http://www.mdguidelines.com/ludwigs-angina

22. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret

2008;Vol.21

23