irvan yudhistira priyambudi nim. 125061107111003 m ...repository.ub.ac.id/2559/1/priyambudi, irvan...

of 55 /55
APLIKASI KATALIS HETEROGEN Fe 2 O 3 /CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT SKRIPSI TEKNIK KIMIA Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik IRVAN YUDHISTIRA PRIYAMBUDI NIM. 125061107111003 M. RIFQI FAHREZA AMRULLAH NIM. 125061100111017 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2017

Author: others

Post on 26-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

  • APLIKASI KATALIS HETEROGEN Fe2O3/CaO PADA PEMBUATAN

    BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT

    SKRIPSI

    TEKNIK KIMIA

    Ditujukan untuk memenuhi persyaratan

    memperoleh gelar Sarjana Teknik

    IRVAN YUDHISTIRA PRIYAMBUDI

    NIM. 125061107111003

    M. RIFQI FAHREZA AMRULLAH

    NIM. 125061100111017

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS TEKNIK

    MALANG

    2017

  • IDENTITAS TIM PENGUJI

    JUDUL SKRIPSI :

    APLIKASI KATALIS HETEROGEN Fe2O3/CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL

    DARI MINYAK KELAPA SAWIT

    Nama Mahasiswa / NIM : 1. Irvan Yudhistira Priyambudi / 125061107111003

    2. M. Rifqi Fahreza Amrullah / 125061100111017

    Program Studi S1 : Teknik Kimia

    TIM DOSEN PENGUJI :

    Dosen Penguji 1 : Ir. Bambang Ismuyanto, MS.

    Dosen Penguji 2 : A.S. Dwi Saptati Nurhidayati, ST., MT.

    Dosen Penguji 3 : Ir. Bambang Poerwadi, MS.

    Tanggal Ujian : 04 Agustus 2017

    SK Penguji :

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    DATA PRIBADI:

    1. Nama Lengkap : Irvan Yudhistira Priyambudi

    2. Tempat,Tanggal Lahir : Probolinggo, 29-08-1993

    3. Domisili : Probolinggo, Perum Asabri B46 – Kanigaran.

    4. Jenis Kelamin : Laki - Laki

    5. Agama : Islam

    6. Status : Belum Menikah

    7. Tinggi/Berat Badan : 170cm / 72kg

    8. Telepon : 0812 – 1701 - 1817

    9. Email : [email protected]

    RIWAYAT PENDIDIKAN: A. Pendidikan Formal:

    1. (2006) Lulus SDN Sukabumi 2 - Probolinggo

    2. (2009) Lulus SMPN 10 - Probolinggo

    3. (2012) Lulus SMA Katholik Mater Dei - Probolinggo

    4. (2017) Lulus Universitas Brawijaya Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik - Malang

    B. Pendidikan Non-Formal:

    1. (2016) Pelatihan Basic Barista Course by Lezat Academy Surabaya

    2. (2015) Pelatihan ISO 18001:2007, ISO 14001:2004, ISO 9001:2008, K3

    3. (2014) Pelatihan SNI ISO/IEC 17025:2008

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    DATA PRIBADI:

    10. Nama Lengkap : Muhammad Rifqi Fahreza Amrullah

    11. Tempat,Tanggal Lahir : Kediri, 05-06-1995

    12. Domisili : Jl. Raya Candi 3F No. 256A, Malang

    13. Jenis Kelamin : Laki - Laki

    14. Agama : Islam

    15. Status : Belum Menikah

    16. Tinggi/Berat Badan : 174cm / 70kg

    17. Telepon : 0813 – 3150 – 7907

    18. Email : [email protected]

    RIWAYAT PENDIDIKAN: A. Pendidikan Formal:

    5. (2008) Lulus MIN Malang I

    6. (2010) Lulus MTsN Malang I

    7. (2012) Lulus MAN 3 Malang

    8. (2017) Lulus Universitas Brawijaya Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik - Malang

    B. Pendidikan Non-Formal:

    4. -

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Selama menyelesaikan penyusunan skripsi ini penulis telah banyak bantuan daari

    berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, dengan segala

    kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada semua pihak yang turut membantu, khususnya :

    1. Ayahanda dan Bunda tercinta yang selalu memberikan doa serta dorongan moril

    maupun materil yang tak terhingga.

    2. Bapak Ir. Bambang Poerwadi, MS, selaku ketua program studi S1 Teknik Kimia

    Universitas Brawijaya.

    3. Bapak Ir. Bambang Poerwadi, MS dan Bapak Rama Oktavian, ST., MSc, selaku dosen

    pembimbing utama.

    4. Bapak Supriyono, ST., MT dan Ibu Dr. Rizka Zulhijah, ST., MT, selaku dosen

    pembimbing kedua.

    5. Ibu Evi Sulviani Nengseh, A.Md, selaku Teknisi Laboratorium OTK PSTK FTUB.

    6. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk

    dapat menyelesaikan skripsi ini, dan pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

    persatu. Terima Kasih atas semuanya.

  • RINGKASAN

    Irvan Yudhistira Priyambudi dan Muhammad Rifqi Fahreza Amrullah, Jurusan Teknik

    Kimia, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Juni 2017, Aplikasi Katalis Heterogen Fe2O3-

    CaO pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit, Dosen Pembimbing: Bambang

    Poerwadi dan Rama Oktavian

    Biodiesel merupakan salah satu energi alternatif yang dihasilkan melalui reaksi

    transesterifikasi minyak nabati dengan alkohol. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi

    yang membutuhkan katalis. Katalis yang digunakan secara luas antara lain adalah katalis

    basa. Katalis basa dibagi dua, yaitu katalis basa homogen seperti NaOH dan KOH, serta

    katalis basa heterogen seperti CaO. Konversi reaksi transesterifikasi dapat ditingkatkan

    dengan cara menambahkan prekursor pada katalis heterogen.

    Pada penelitian ini katalis yang digunakan untuk proses transesterifikasi biodiesel adalah

    katalis heterogen Fe2O3-CaO yang dibuat menggunakan metode impregnasi basah. Dimana

    katalis heterogen CaO akan diberi prekursor yaitu Fe2O3. Metode impregnasi basah cukup

    mudah dilakukan yaitu dengan cara mencampurkan CaO dan Fe2O3 dalam media air dan

    diaduk pada suhu ruang. Setelah itu katalis dipisahkan dari media air dengan penyaringan dan

    pengeringan. Sebelum diaplikasikan di proses transesterifikasi, katalis terlebih dahulu

    dikalsinasi untuk memperbesar sisi aktif dari katalis serta menghilangkan kandungan H2O

    dari katalis. Pada penelitian ini dibuat 7 variasi rasio volume prekursor dan katalis yaitu

    perbandingan antara Fe2O3 dan CaO (0:6, 1:6, 2:6, 3:6, 4:6, 5:6, dan 6:6) untuk mengetahui

    pengaruh rasio prekursor terhadap yield dan konversi FAME pada reaksi transesterifikasi.

    Proses transesterifikasi dilakukan dengan menggunakan bahan baku minyak goreng kelapa

    sawit, metanol, dan katalis. Pada penelitian ini, proses transesterifikasi dilakukan di dalam

    waterbath pada suhu 65oC selama 2 jam. Untuk pemisahan produk biodiesel dari sisa katalis

    dan produk samping berupa gliserol, dilakukan dua tahapan proses pemurnian yaitu

    sentrifugasi dan dekantasi. Produk biodiesel yang diperoleh akan diuji untuk mengetahui sifat

    fisika dan kimianya. Sifat fisika yang diuji antara lain viskositas dan densitas. Sedangkan

    sifat kimia yang diuji adalah bilangan asam dan % FAME.

    Hasil dari proses transesterifikasi adalah FAME (Fatty Acid Metil Ester) yang

    merupakan komponen utama dari biodiesel dan produk samping berupa gliserol. Dari

    penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa katalis variabel 2:6 memiliki konversi yang

    paling tinggi yaitu sebesar 80,45%. Sedangkan variabel lainnya memiliki konversi dibawah

    70%. Parameter fisika dan kimia lainnya (viskositas, densitas, dan angka asam) menunjukkan

    bahwa seluruh produk crude biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi

    standar SNI.

    Kata Kunci: Biodiesel, Transesterifikasi, Impregnasi Basah, Fe2O3-CaO, Rasio Prekursor

  • SUMMARY

    Irvan Yudhistira Priyambudi and Muhammad Rifqi Fahreza Amrullah, Department of

    Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Brawijaya University, June 2017, Application

    of Heterogenous Catalyst Fe2O3-CaO at Biodiesel Manufacturing from Palm Oil, Academic

    Supervisor: Bambang Poerwadi and Rama Oktavian

    Biodiesel is one of the alternative energy produced by transesterification reaction of

    vegetable oil with alcohol. The transesterification reaction is a reaction that requiring a

    catalyst. The widely used catalysts are, for example, strong alkaline catalysts. The basic

    catalyst is divided into two, i.e. a homogenous base catalyst such as NaOH and KOH, as well

    as heterogeneous base catalysts such as CaO. The conversion of transesterification reactions

    can be increased by adding precursors to the heterogeneous catalysts.

    In this study, the catalyst used for the transesterification process is the heterogeneous

    Fe2O3-CaO catalyst that made using the wet impregnation method. Wet impregnation method

    is quite easy to do that is by mixing CaO and Fe2O3 in aqueous media and stirred at room

    temperature. After that the catalyst is separated from the aqueous medium by filtration and

    drying. Before being applied in the transesterification process, the catalyst is first calcined to

    enlarge the active site of the catalyst and remove the H2O content from the catalyst. In this

    study, 7 variations of the ratio of precursor and catalyst volume were comparable between

    Fe2O3 and CaO (0:6, 1:6, 2:6, 3:6, 4:6, 5:6, and 6:6) to find the influence of the precursor

    ratio in the transesterification process. The transesterification process is done by using raw

    materials of palm cooking oil, methanol, and catalyst. In this study, the transesterification

    process was carried out in waterbath at 65oC for 2 hours. For the separation process, biodiesel

    products are separated from catalyst residues and by-products of glycerol. Two steps of

    purification process are centrifugation and decantation. The biodiesel product obtained will

    be tested to know the physical and chemical properties. Physical properties tested include

    viscosity and density. While the chemical properties tested are acid number and % FAME.

    The result of the transesterification process is FAME (Fatty Acid Methyl Ester) which is

    a major component of biodiesel and glycerol byproduct. From the research conducted,

    showed that the variable 2:6 has the highest conversion that is equal to 80,45%. While other

    variables has a conversion below 70%. Other physical and chemical parameters (viscosity,

    density, and acid number) indicate that all crude biodiesel products produced from this study

    have met the SNI standard.

    Keyword: Biodiesel, Transesterification, Wet Impregnation, Fe2O3-CaO, Precursor Ratio

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,

    hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

    “Aplikasi Katalis Heterogen Fe2O3/CaO Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa

    Sawit”.

    Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana

    Teknik. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan

    dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis

    miliki.

    Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat

    mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan

    penyempurnaan skripsi ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam penulisan

    skripsi ini, tetapi Alhamdulillah dapat penulis atasi dan selesaikan dengan baik.

    Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

    membacanya.

    Malang, Juli 2017

    Penulis,

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ............................................................ Error! Bookmark not defined.

    DAFTAR ISI........................................................................................................................... 12

    DAFTAR TABEL .................................................................................................................. 14

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. 15

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................... Error! Bookmark not defined.

    1.1Latar Belakang .................................................... Error! Bookmark not defined.

    1.2Rumusan Masalah ............................................... Error! Bookmark not defined.

    1.3Batasan Masalah.................................................. Error! Bookmark not defined.

    1.4Tujuan Penelitian ................................................ Error! Bookmark not defined.

    1.5Manfaat Penelitian .............................................. Error! Bookmark not defined.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................... Error! Bookmark not defined.

    2.1.Biodiesel ............................................................. Error! Bookmark not defined.

    2.2.MinyakKelapa Sawit .......................................... Error! Bookmark not defined.

    2.2.1.Komposisi Minyak Kelapa Sawit ............... Error! Bookmark not defined.

    2.2.2.Kegunaan dan Manfaat Minyak Kelapa SawitError! Bookmark not

    defined.

    2.3.Metanol .............................................................. Error! Bookmark not defined.

    2.3.1.Peran Metanol dalam Proses Pembuatan BiodieselError! Bookmark not

    defined.

    2.4.Proses Transesterifikasi ...................................... Error! Bookmark not defined.

    2.5.Katalis pada Proses Transesterifikasi ................. Error! Bookmark not defined.

    2.5.1.Katalis Homogen.......................................... Error! Bookmark not defined.

    2.5.2.Katalis Heterogen ......................................... Error! Bookmark not defined.

    2.6.Proses Impregnasi .............................................. Error! Bookmark not defined.

    2.7.Proses Kalsinasi ................................................. Error! Bookmark not defined.

    2.8.Penelitian Terdahulu .......................................... Error! Bookmark not defined.

  • BAB III METODE PENELITIAN ....................................... Error! Bookmark not defined.

    3.1 Jenis Penelitian ................................................... Error! Bookmark not defined.

    3.2Alat dan Bahan .................................................... Error! Bookmark not defined.

    3.3 Tahap Pelaksanaan dan Penelitian Data ............. Error! Bookmark not defined.

    3.3.1 Preparasi Katalis Heterogen Fe2O3/CaO ...... Error! Bookmark not defined.

    3.3.2 Reaksi Transesterifikasi Pembuatan BiodieselError! Bookmark not

    defined.

    3.3.3 Uji Kuantitas Biodiesel ................................ Error! Bookmark not defined.

    3.3.4 Uji Kualitas Biodiesel .................................. Error! Bookmark not defined.

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................... Error! Bookmark not defined.

    4.1 Pengaruh Rasio Catalyst Terhadap Viskositas, Densitas, dan Angka Asam

    Biodiesel ........................................................... Error! Bookmark not defined.

    4.1.1Viskositas Kinematik Biodiesel .................... Error! Bookmark not defined.

    4.1.2Densitas Biodiesel ......................................... Error! Bookmark not defined.

    4.1.3Angka Asam Biodiesel.................................. Error! Bookmark not defined.

    4.2 Pengaruh Rasio Katalis Terhadap Yield Biodiesel Crude dan Konversi

    FAME................................................................................................................Erro

    r! Bookmark not defined.

    4.2.1Yield dan Konversi FAME Biodiesel ........... Error! Bookmark not defined.

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................. Error! Bookmark not defined.

    5.1 Kesimpulan ....................................................... Error! Bookmark not defined.

    5.2 Saran.................................................................. Error! Bookmark not defined.

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 2. 1 Sifat Fisik dan Kimia Biodiesel dan Petrodiesel Error! Bookmark not defined.

    Tabel 2. 2 Sumber Bahan Baku Biodiesel ........................... Error! Bookmark not defined.

    Tabel 2. 3 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit ..... Error! Bookmark not defined.

    Tabel 2. 4 Komposisi trigliserida pada minyak kelapa sawitError! Bookmark not defined.

    Tabel 2. 5 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa Sawit .... Error! Bookmark not defined.

    Tabel 3.1 Parameter uji kualitas biodiesel ........................... Error! Bookmark not defined.

    Tabel 4. 1 Viskositas kinematik biodiesel crude hasil penelitian ........................................26

    Tabel 4. 2 Densitas biodiesel crude hasil penelitian ............ Error! Bookmark not defined.

    Tabel 4. 3 Angka asam biodiesel crude hasil penelitian ...... Error! Bookmark not defined.

    Tabel 4. 4 Nilai yield dan kadar FAME dari biodiesel crude hasil penelitian ............. Error!

    Bookmark not defined.

    Tabel A. 1 Hasil perhitungan densitas crude biodiesel ........ Error! Bookmark not defined.

    Tabel A. 2 Hasil perhitungan viskositas kinematik crude biodiesel ... Error! Bookmark not

    defined.

    Tabel A. 3 Hasil perhitungan angka asam biodiesel ............ Error! Bookmark not defined.

    Tabel A. 4 Hasil perhitungan yield biodiesel dan konversi FAME .... Error! Bookmark not

    defined.

    Tabel A. 5 Hasil dokumentasi penelitian ............................. Error! Bookmark not defined.

    No. Judul Halaman

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2. 1 Proses reaksi transesterifikasi menggunakan metanol. .. Error! Bookmark not

    defined.

    Gambar 2. 2 Mekanisme reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basaError! Bookmark

    not defined.

    Gambar 3. 1 Preparasi Katalis Heterogen Fe2O3/CaO dengan metode Impregnasi Basah

    ...................................................................................... Error! Bookmark not defined.

    Gambar 3. 2 Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak sawit ............ Error!

    Bookmark not defined.

    Gambar 4. 1 Perbandingan viskositas kinematik hasil pengujian dengan SNI............ Error!

    Bookmark not defined.

    Gambar 4. 2 Perbandingan densitas hasil penelitian dengan SNI ...... Error! Bookmark not

    defined.

    Gambar 4. 3 Perbandingan angka asam hasil penelitian dengan SNI . Error! Bookmark not

    defined.

    Gambar 4. 4 Grafik yield biodiesel crude dan kadar FAMEError! Bookmark not defined.

    Gambar 4. 5. Hasil konversi FAME .................................... Error! Bookmark not defined.

    No. Judul Halaman

    file:///E:/Kuliah/Skripsi/LAPORAN%20SKRIPSI/Draft%20Skirpsi_Irvan%20YP%20&%20M%20Rifqi%20F.A.docx%23_Toc484600065file:///E:/Kuliah/Skripsi/LAPORAN%20SKRIPSI/Draft%20Skirpsi_Irvan%20YP%20&%20M%20Rifqi%20F.A.docx%23_Toc484600065file:///E:/Kuliah/Skripsi/LAPORAN%20SKRIPSI/Draft%20Skirpsi_Irvan%20YP%20&%20M%20Rifqi%20F.A.docx%23_Toc484600066

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Krisis energi yang melanda dunia dewasa ini menyebabkan perhatian terfokus pada

    pencarian energi alternatif, misalnya, hidrogen (H2) (Husin, 2011a), energi surya (Inman

    dkk, 2013) dan biodiesel (Singh, dkk, 2014). Biodiesel dipertimbangkan karena termasuk

    bahan bakar alternatif terbaik sebagai pengganti solar, karena bersih, dapat diproduksi dari

    bahan baku terbarukan (Singh, dkk, 2014).

    Produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani

    dengan alkohol seperti metanol dan etanol (Roschat dkk., 2012). Prinsip dasar

    transesterifikasi adalah alkohol rantai pendek bereaksi dengan trigliserida menghasilkan

    ester. Reaksi yang terjadi adalah reversibel dan memerlukan alkohol berlebih untuk

    menggeser kesetimbangan ke arah produk. Stoikiometri untuk reaksi ini adalah 3:1 alkohol

    terhadap lemak. Akan tetapi, biasanya dalam praktek, rasio ini meningkat 6:1–12:1 untuk

    meningkatkan rendemen produk (Anastopoulous dkk., 2009).

    Proses pembuatan biodiesel secara konvensional pada umumnya menggunakan proses

    transesterifikasi minyak nabati dengan alkohol, dengan katalis homogen asam atau basa,

    misalnya H2SO4, NaOH, dan KOH. Kelemahan pembuatan biodiesel melalui cara

    konvensional yaitu adanya kandungan free fatty acid (FFA) yang terdapat dalam minyak,

    terbentuknya sabut, rumitnya pemisahan produk biodiesel, serta adanya limbah alkali yang

    membutuhkan proses lanjutan dan energi yang tinggi untuk proses tersebut (Lam, 2010 dan

    Singh dkk., 2014). Selain itu, pada proses pemurnian residu katalis, banyak menghasilkan

    limbah cair sehingga dapat menimbulkan masalah lingkungan. Untuk mengatasi masalah

    pada penggunaan katalis homogen, para peneliti tertarik untuk mengembangkan katalis

    padat sistem heterogen, yang disebut dengan heterogenous catalyst. Katalis heterogen lebih

    stabil, rendah kemungkinan menyebabkan korosi pada peralatan, dan ramah lingkungan

    dibanding katalis homogen (Futura, 2006). Karena berfasa padat, katalis ini mudah

    dipisahkan dari campuran reaksi dengan cara filtrasi. Selain itu, katalis padat dinilai lebih

    ekonomis karena berpotensi digunakan berkali-kali. Katalis heterogen yang

  • 2

    sering digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu ZnO, SiO, TiO2/ZrO2, Fe2O3/CaO dan

    sebagainya (Futura, 2006).

    Berbagai jenis katalis heterogen telah digunakan untuk proses transesterifikasi, seperti

    oksida logam alkali tanah, logam alkali, dll. Katalis padat Fe2O3/CaO yang dipreparasi

    dengan impregnasi basah dengan rasio volume Fe2O3 : CaO adalah 1 : 1 digunakan pada

    proses tranesterifikasi pada suhu 650C dengan daya dari mikrowave sebesar 700 watt selama

    6 menit waktu reaksi dan penggunaan katalis sebesar 5% dari berat minyak telah

    menghasilkan biodiesel yield (GC) sebesar 88,2% menggunakan minyak alga dan sebesar

    86,8% menggunakan minyak jathropa (Joshi, 2016). Katalis padat berupa SiO2/CaO juga

    telah digunakan untuk proses transesterifikasi menggunakan minyak kelapa sawit, tetapi

    dengan bertambahnya konsentrasi SiO2 didalam CaO justru akan menurunkan dari yield

    biodiesel yang diperoleh yaitu dari 90,2% sampai 80,1% (Chen, dkk, 2015).

    Atas pertimbangan di atas, maka pada kajian ini digunakan katalis heterogen

    Fe2O3/CaO sebagai katalis untuk transesterifikasi minyak sawit, Fe2O3 dan CaO dalam

    bentuk Powder dengan tingkat kemurnian 99% (pure analyst). Pada penelitian ini digunakan

    katalis heterogen dengan proses preparasi impregnasi basah dan dengan rasio volume dari

    Fe2O3 dan CaO yang divariasikan sehingga didapatkan suatu rasio volume yang optimal

    untuk digunakan dalam proses reaksi transesterifikasi dari cara tersebut dimungkinkan dapat

    meningkatkan yield biodiesel yang dihasilkan.Pemilihan tingkat kemurnian 99% pada

    material ini dikarenakan bahwa dengan menggunakan tingkat kemurnian tersebutdapat

    meminimalisir kandungan senyawa lain atau pengotor yang ada dalam material sehingga

    tidak perlu dilakukan proses pretreatment untuk memurnikan material bahan ini. Dan juga

    senyawa CaO merupakan fasa aktif pada proses transesterifikasi minyak nabati menjadi

    biodiesel. (Husin, 2011b).

  • 3

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan bagaimana pengaruh perbedaan rasio

    volume suspensi Fe2O3 1,33% : suspensi CaO 14,28% pada impregnasi basah terhadap yield

    crude biodiesel, persen FAME, dan konversi reaksi pembuatan biodiesel dari minyak goreng

    sawit.

    1.3 Batasan Masalah

    1. Bahan dasar katalis adalah CaO powder dan Fe2O3 powder dengan tingkat kemurnian

    99%

    2. Minyak yang digunakan adalah minyak goreng sawit dengan kadar FFA 0,5%.

    3. Rasio mol pembuatan biodiesel dengan perbandingan 1:8 ( Minyak : Metanol ), waktu

    reaksi pembuatan biodiesel adalah 120 menit dengan suhu 650 C (±10C) pengunaan

    katalis ( catalysts loading ) yang digunakan sebesar 5% dari berat minyak.

    4. Pembuatan suspensi CaO 5 gram CaO powder ditambahkan 30ml Demineralized

    Water dalam beaker glass 250ml. Pembuatan larutan induk Fe2O3 1,33 gram Fe2O3

    powder ditambahkan 98,67 gram Demineralized Water di dalam erlenmeyer.

    5. Precursor / pengemban yang digunakan adalah Fe2O3, dengan rasio volume suspensi

    CaO : suspensi Fe2O3 adalah 6:0 ; 6:1 ; 6:2 ; 6:3 ; 6:4 ; 6:5 ; 6:6

    1.4 Tujuan Penelitian

    1. Mengkaji pengaruh perbedaan rasio volume suspensi Fe2O3 1,33% : suspensi CaO

    14,28% pada impregnasi basah terhadap yield crude biodiesel, % FAME yang

    dihasilkan, dan konversi reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel.

    1.5 Manfaat Penelitian

    1. Memberikan informasi cara pembuatan katalis heterogen yang menggunakan CaO

    dan Fe2O3 dengan metode impregnasi basah.

    2. Memberikan informasi tentang perbandingan persen FAME, yield crude biodiesel dan

    karakteristik fisik crude biodiesel yang dipengaruhi oleh perbedaan komposisi katalis

    Fe2O3/CaO.

  • 1

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Biodiesel

    Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang diproduksi

    dengan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak tumbuhan atau lemak hewan dengan

    alkohol rantai pendek seperti metanol. Reaksinya membutuhkan katalis yang umumnya

    merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi senyawa kimia baru yang disebut metil

    ester (Van Gerpen, 2005).

    Kelebihan biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel antara lain: (1) Biodiesel berasal

    dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui; (2) Biodiesel memiliki kandungan aromatik

    dan sulfur yang rendah (Ma & Hanna, 1999); (3) Biodiesel memiliki cetane number yang

    tinggi (Zhang, dkk., 2003). Beberapa sifat fisik dan kimia biodiesel dan petrodiesel disarikan

    dalam tabel 2.1.

    Saat ini, penggunaan biodiesel masih sulit bersaing dengan petrodiesel karena

    memiliki harga yang relatif lebih mahal. Walaupun demikian dengan semakin meningkatnya

    harge petroleum dan ketidakpastian ketersediaan petroleum pada masa yang akan datang,

    pengembangan biodiesel yang bersumber pada minyak tumbuhan menjadi salah satu

    alternatif utama karena memberikan keuntungan baik dari segi lingkungan maupun dari segi

    sumbernya yang merupakan sumber daya alam terbarukan.

    Lebih lanjut, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam hayati, Indonesia

    memiliki banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku

    dalam proses pembuatan biodiesel. Tabel 2.2. berikut ini menyajukan beberapa sumber

    minyak nabati yang dapat digunakan dalam proses pembuatan biodiesel.

  • 2

    Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Biodiesel dan Petrodiesel

    Sifat Metode ASTM D975

    (Petrodiesel)

    ASTM D6751

    (Biodiesel)

    Titik nyala D29 325K min 403K min

    Air dan sedimen D2079 0,05 max %vol 0,05 max %vol

    Viskositas kinematik D445 1,3 – 4,1 mm2/s 1,9 – 6,0 mm2/s

    Massa jenis D1298 - 0,86 – 0,90

    Abu sulfat D874 - 0,02 max %mass

    Abu D482 0,01 max %mass -

    Sulfur D5453 0,05 max %mass -

    Korosi pada Tembaga D130 No. 3 max No. 3 max

    Bilangan cetane D613 40 min 47 min

    Aromatisitas D1319 35 max %vol -

    Residu karbon D4530 - 0,05 max %mass

    Temperatur Distilasi (90 %vol) D1160 555K min, 611 max -

    Sumber: Demirbas, 2009

    Tabel 2.2 Sumber Bahan Baku Biodiesel

    Kelompok Sumber Minyak

    Minyak tumbuhan Kelapa, jagung, biji kapas, canola, olive, kacang,

    safflower, wijen, kedelai, bunga matahari.

    Minyak kacang-kacangan Almond, cashew, hazelnut, macadamia, pecan, pistachio,

    walnut.

    Minyak masak

    Amarant, apricot, argan, articoke, alpukat, babassu, biji

    anggur,

    hemp, biji kapok, biji lemon, mustard.

    Minyak lainnya Alga, jatropha, jojoba, neem, biji karet, Cynara carunculus

    L, castor, radish, dedak padi.

    2.2. Minyak Kelapa Sawit

    Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni:

    minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit, dan

    Sumber: Demirbas, 2009

  • 3

    minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit. Minyak

    kelapa sawit mentah (CPO) dapat diubah menjadi beberapa bentuk, yaitu diantaranya adalah

    RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil), Stearin, dan Olein. Stearin adalah fraksi

    CPO yang berwujud padat pada suhu kamar dan Olein adalah fraksi CPO yang berwujud cair

    pada suhu kamar (Nisa & Fristianingrum, 2010).

    Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokrap buah kelapa sawit melalui ekstraksi

    dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai merah dan

    berbentuk semi-solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh

    yang tinggi. Dengan adayan air dan serat halus tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit

    mentah tidak dapat langsung dimakan sebagai bahan pangan maupun non pangan (Nisa &

    Fristianingrum, 2010).

    2.2.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit

    Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas trigliserida,

    digliserida, monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotor dan komponen-komponen

    minor bukan minyak/lemak yang secara umum disebut dengan senyawa yang tidak dapat

    tersabunkan (Nisa & Fristianingrum, 2010).

    Asam-asam lemak penyusun minyak/ lemak terbagi atas asam lemak jenuh (saturated

    fatty acid/SFA) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid/UFA), yang terdiri atas

    mono-unsaturated fatty acid (MUFA) dan poly-unsaturated fatty acid (PUFA). Asam lemak

    jenuh (saturated fat) tidak mengandung ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh (unsaturated

    fat) mengandung ikatan rangkap. Secara umum, asam lemak jenuh penyusun lemak berasal

    dari sumber hewani, dan asam lemak tak jenuh penyusun minyak berasal dari sumber nabati.

    Asam lemak yang paling dominan pada minyak kelapa sawit adalah Asam palmitat (C16:0

    asam lemak jenuh) dan asam oleat (C18:1 asam lemak tak jenuh) (Nisa & Fristianingrum,

    2010).

  • 4

    Tabel 2.3 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit

    Asam Lemak Komposisi (%) Berat Molekul

    (gr/mol)

    Asam Laurat (12:0) 0,0 – 0,4 200,32

    Asam Miristat (14:0) 0,6 – 1,7 228,38

    Asam Palmitat (16:0) 41,1 – 47,0 256,43

    Asam Stearat (18:0) 3,7 – 5,6 284,49

    Asam Oleat (18:1) 38,2 – 43,6 282,47

    Asam Linoleat (18:2) 6,6 – 11,9 280,45

    Asam Linolenat (18:3) 0,0 – 0,6 280,45

    Sumber: Nisa & Fristianingrum, 2010

    CPO (Crude Palm Oil) merupakan minyak mentah yang dapat digunakan sebagai bahan

    baku dalam industri pembuatan minyak goreng dan turunannya. Kualitas standar minyak

    kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu

    akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas

    1,7 % - 2,1 % (terendah) (Nisa & Fristianingrum, 2010).

    Tabel 2.4 Komposisi trigliserida pada minyak kelapa sawit

    Trigliserida Komposisi (%)

    Tripalmitin

    Dipalmito – Stearine

    Oleo – Miristopalmitin

    Oleo – Dipalmitin

    Oleo – Palmitostearine

    Palmito – Diolein

    Stearo – Diolein

    Linoleo – Diolein

    3 – 5

    1 – 3

    0 – 5

    21 – 43

    10 – 11

    32 – 48

    0 – 6

    3 – 12

    Sumber: Nisa & Fristianingrum, 2010

  • 5

    2.2.2. Kegunaan dan Manfaat Minyak Kelapa Sawit

    Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun,

    kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat

    digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keuunggulan sifat yang dimilikinya

    yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut

    oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi

    pada tubuh dalam bidang kosmetik. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit

    mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya.

    Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki

    kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak

    inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Produk minyak kelapa sawit

    sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan

    kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan

    dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk (Nisa & Fristianingrum, 2010).

    Tabel 2.5 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa Sawit

    Sifat Nilai

    Specific Heat (J/g) 2400 pada T=140oC

    Smoke Point (oC) 223

    Flash Point (oC) 314

    Fire Point (oC) 341

    Persamaan Densitas (g/m3) 925 – 0,655 . T

    Viskositas (Pas) pada T=37oC 0,898 – 0,901

    Indeks Refraksi pada T=40oC 1,453 – 1,456

    Sumber: Nisa & Fristianingrum, 2010

    2.3. Metanol

    Metanol adalah senyawa alkohol dengan 1 rantai karbon. Rumus kimia CH3OH, dengan

    berat molekul 32. Titik didih 64 – 65oC (tergantung kemurnian, dan berat jenis 0,792 – 0,793

  • 6

    (juga tergantung kemurnian. Secara fisik metanol merupakan cairan bening, berbau seperti

    alkohol, dapat bercampur dengan air, etanol, kloroform dalam perbandingan berapapun,

    higroskopis, mudah menguap, dan mudah terbakar dengan apinya yang berwarna biru. Secara

    teori, metanol dapat dibuat dari proses penyulingan kayu, gasifikasi batu bara, dan sintesis gas

    alam (Chincen, dkk., 1988). Berikut langkah proses pembuatan metanol dari sintesis gas alam

    beserta keterangan dari masing-masing proses:

    Metanol adalah senyawa alkohol dengan 1 rantai karbon. Rumus kimia CH3OH, dengan

    berat molekul 32. Titik didih 64 – 65oC (tergantung kemurnian, dan berat jenis 0,792 – 0,793

    (juga tergantung kemurnian. Secara fisik metanol merupakan cairan bening, berbau seperti

    alkohol, dapat bercampur dengan air, etanol, kloroform dalam perbandingan berapapun,

    higroskopis, mudah menguap, dan mudah terbakar dengan apinya yang berwarna biru. Secara

    teori, metanol dapat dibuat dari proses penyulingan kayu, gasifikasi batu bara, dan sintesis gas

    alam (Chincen, dkk., 1988)

    Salah satu proses pembuatan biodiesel adalah menggunakan proses transesterifikasi.

    Salah satu contoh proses transesterifikasi adalah alkoholisis. Peran metanol dalam proses

    alkoholisis ini adalah mengganti jenis ester yang terdapat dalam minyak sawit (trigiliserida)

    menjadi ester dalam bentuk lain (metil ester). (Hariska, dkk. 2012)

    Pada proses transesterifikasi, metanol akan memecah ikatan ester dan gliserida sehingga

    ester akan berikatan dengan metil dari metanol menjadi metil ester dan gliserida akan berikatan

    dengan ion OH- membentuk gliserol.

    Pada proses transesterifikasi, metanol memiliki peran sebagai agen alkoholisis pada

    trigliserida yang terdapat dalam minyak. Mula-mula, metanol akan dirubah oleh katalis basa

    menjadi metoksida. Metoksida inilah yang akan meng-alkoholisis trigliserida dengan cara

    melakukan serangan nukleofilik terhadap gugus karbonil pada salah satu gliserida yang

    membentuk senyawa intermediate tetrahedral. Serangan nukleofilik terjadi karena senyawa

    metoksida yang sangat reaktif karena adanya oksigen yang bersifat elektronegatif. Selanjutnya

    senyawa intermediate tersebut akan terlepas dari trigliserida dan membentuk metil ester.

    2.4. Proses Transesterifikasi

    Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari

    trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan

    menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang

  • 7

    menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan,

    karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis).

    Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak

    (Fatty Acids Metil Ester, FAME). (Soerawidjaja, 2006).

    Secara umum reaksi transesterifikasi antara minyak nabati (trigliserida) dan alkohol

    (metanol) dapat digambarkan pada gambar 2.1.

    A + 3B ↔ 3C + D .

    Gambar 2.1 Proses reaksi transesterifikasi menggunakan metanol

    Sumber; Soerawidjaja, 2006

    Minyak atau lemak yang mempunyai kandungan asam lemak bebas yang tinggi tidak

    dapt langsung di-esterifikasi. Hal tersebut dikarenakan kadar asam lemak bebas dapat

    menimbulkan reaksi penyabunan apabila bereaksi dengan katalis basa sehingga menghambat

    pembentukan biodiesel. Salah satu metode untuk mengatasinya, yaitu dengan melakukan

    esterifikasi terlebih dahulu untuk mengurangi kadar asam lemak bebas sebelum dilakukan

    transesterifikasi (Kartika dan Widyaningsih, 2012).

    Pada reaksi transesterifikasi, terjadi tiga tahapan reaksi. Reaksi pertama adalah reaksi

    trigliserida menjadi diglisterida, lalu reaksi digliserida menjadi monogliserida, dan yang

    terakhir adalah konversi monogliserida menjadi gliserol. Setiap tahapan reaksi tersebut

    masing-masing menghasilkan satu senyawa ester. Secara stoikiometri, alkohol dibutuhkan

    sebanyak tiga kali lipat dari mol trigliserida. Dikarenakan reaksi transesterifikasi berlangsung

    reversibel sehingga pada praktiknya untuk menggeser kesetimbangan reaksi ke arah produk

    maka senyawa alkohol dibuat berlebih agar produksi dari gugus ester berlangsung efisien (Koh

    dan Tinia, 2011).

    Trigliserida + R-OH Digliserida + R-COOR1

    Digliserida + R-OH Monogliserida + R-COOR2

  • 8

    Monogliserida + R-OH Gliserol + R-COOR3

    Pada akhir reaksi, gliserol dan bioodiesel akan terpisah menjadi dua fase yang berbeda.

    Gliserol memiliki massa jenis yang lebih besar sehingga akan berada di bawah sedangkan

    biodiesel berada di atas sebagai fase yang lebih ringan. Semakin tinggi yield biodiesel, maka

    gliserol dan biodiesel pada akhir reaksi dapat lebih mudah dipisahkan (Mittelbach, 2006)

    2.5. Katalis pada Proses Transesterifikasi

    Dalam reaksi pembuatan biodiesel diperlukan katalis karena reaksi cenderung berjalan

    lambat. Katalis berfungsi menurunkan energi aktifasi reaksi sehingga reaksi dapat berlangsung

    lebih cepat. Katalis yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dapat berupa katalis basa

    maupun katalis asam. Dengan katalis basa reaksi berlangsung pada suhu kamar sedangkan

    dengan katalis asam reaksi baru berjalan baik pada suhu sekitar 100°C. Bila tanpa katalis,

    reaksi membutuhkan suhu minimal 250°C. Secara umum, katalis pada proses transesterifikasi

    terdiri dari katalis homogen dan katalis heterogen.

    2.5.1. Katalis Homogen

    Katalis homogen memilikiwujud sama dengan pereaksi dan dapat mempercepat reaksi

    melalui pembentukan kompleks teraktivasidengan salah satu pereaksi. Pada proses

    transesterifikasi, katalis homogen dibagi menjadi katalis asam dan katalis basa.

    2.5.1.1. Katalis Asam

    Alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel adalah dengan menggunakan

    katalis asam. Selain dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi minyak tumbuhan menjadi

    biodiesel, katalis asam juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang

    terkandung di dalam minyak menjadi biodiesel mengikuti reaksi berikut ini:

    Katalis asam umumnya digunakan dalam proses pretreatment terhadap bahan baku

    minyak tumbuhan yang memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi namun sangat

    jarang digunakan dalam proses utama pembuatan biodiesel. Katalis asam homogen seperti

    asam sulfat, bersifat sangat korosif, sulit dipisahkan dari produk dan dapat ikut terbuang dalam

    pencucian sehingga tidak dapat digunakan kembali sekaligus dapat menyebabkan terjadinya

    pencemaran lingkungan. Katalis asam heterogen seperti Nafion, meskipun tidak sekorosif

    R – COOH

    (Asam Lemak Bebas)

    R – COOCH3

    (Biodiesel)

    H2O

    (Air)

    CH3OH

    (Metanol) + +

  • 9

    katalis asam homogen dan dapat dipisahkan untuk digunakan kembali, cenderung sangat mahal

    dan memiliki kemampuan katalisasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa.

    2.5.1.2. Katalis Basa

    Katalis basa homogen seperti NaOH (natrium hidroksida) dan KOH (kalium hidroksida)

    merupakan katalis yang paling umum digunakan dalam proses pembuatan biodiesel karena

    dapat digunakan pada temperatur dan tekanan operasi yang relatif rendah serta memiliki

    kemampuan katalisator yang tinggi. Akan tetapi, katalis basa homogen sangat sulit dipisahkan

    dari campuran reaksi sehingga tidak dapat digunakan kembali dan pada akhirnya akan ikut

    terbuang sebagai limbah yang dapat mencemarkan lingkungan.

    Di sisi lain, katalis basa heterogen seperti CaO, meskipun memiliki kemampuan

    katalisator yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa homogen, dapat

    menjadi alternatif yang baik dalam proses pembuatan biodiesel. Katalis basa heterogen dapat

    dengan mudah dipisahkan dari campuran reaksi sehingga dapat digunakan kembali,

    mengurangi biaya pengadaan dan pengoperasian peralatan pemisahan yang mahal serta

    meminimasi persoalan limbah yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.

    Meskipun katalis basa memiliki kemampuan katalisator yang tinggi serta harganya yang

    relatif lebih murah dibandingkan dengan katalis asam, untuk mendapatkan performa proses

    yang baik, penggunaan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi memiliki beberapa

    persyaratan penting, diantaranya alkohol yang digunakan harus dalam keadaan anhidrous

    dengan kandungan air < 0.1 - 0.5 %-berat serta minyak yang digunakan harus memiliki

    kandungan asam lemak bebas < 0.5% (Lotero dkk., 2005). Keberadaan air dalam reaksi

    transesterifikasi sangat penting untuk diperhatikan karena dengan adanya air, alkil ester yang

    terbentuk akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas. Lebih lanjut, kehadiran asam lemak

    bebas dalam sistem reaksi dapat menyebabkan reaksi penyabunan yang sangat menggangu

    dalam proses pembuatan biodiesel.

    Akibat reaksi samping ini, katalis basa harus terus ditambahkan karena sebagian katalis

    basa akan habis bereaksi membentuk produk samping berupa sabun. Kehadiran sabun dapat

    R – COOH

    (Asam Lemak Bebas)

    R – COOK

    (Biodiesel)

    H2O

    (Air)

    KOH

    (Alkali) + +

  • 10

    menyebabkan meningkatnya pembentukkan gel dan viskositas pada produk biodiesel serta

    menjadi penghambat dalam pemisahan produk biodisel dari campuran reaksi karena

    menyebabkan terjadinya pembentukan emulsi. Hal ini secara signifikan akan menurunkan

    keekonomisan proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis basa.

    2.5.2. Katalis Heterogen

    Katalis heterogen tidak memiliki wujud sama dengan pereaksi, tetapi menyediakan

    permukaan yang menyebabkan reaksi dapat berlangsung. Katalis heterogen umumnya

    memiliki fasa padat dan memiliki sisi aktif yang tidak seragam. Selain itu, katalis heterogen

    biasanya memiliki sejumlah bahan tambahan selain bahan aktif yaitu penyangga, prekursor,

    dan promotor.

    2.5.2.1. Katalis Heterogen Fe2O3-CaO

    Katalis CaO merupakan salah satu katalis heterogen yang telah secara luas diaplikasikan

    dalam proses pembuatan biodiesel. Katalis basa heterogen CaO dapat dibuat melalui proses

    kalsinasi CaCO3. Proses kalsinasi CaCO3 bertujuan untuk menghilangkan kandungan air,

    senyawa organik, serta karbon dioksida yang terdapat di dalam kulit telur. Air dan senyawa

    organik umumnya dapat dihilangkan dari kulit telur pada temperatur di bawah 600oC sementara

    karbon dioksida baru dapat dilepaskan dari kulit telur pada temperatur sekitar 700 – 800oC.

    Oleh karena itu, untuk mendapatkan katalis CaO yang baik dari kulit telur, temperatur kalsinasi

    yang digunakan harus di atas 800oC (Wei, dkk., 2009).

    Untuk meningkatkan kemampuan katalis CaO yang akan digunakan untuk proses

    transesterifikasi, diberikan pengemban (precursor) berupa metal-based precursor seperti Zn,

    Mn, Al, dan Fe. Fungsi dari pengemban itu sendiri adalah untuk meningkatkan luas permukaan

    dari sisi aktrif katalis CaO. Pengemban yang akan digunakan terbuat dari Fe(NO3)2 yang akan

    dicampurkan dengan CaO menggunakan metode impregnasi basah sehingga terbentuk katalis

    Fe2O3 – CaO.

    Dalam proses transesterifikasi, proses yang menggunakan katalis basa akan berlangsung

    lebih cepat dibandingkan katalis asam. Tahapan proses reaksi transesterifikasi dengan

    menggunakan katalis basa dapat dilihat pada gambar 2.2.

    R'COO CH

    CH R"COO

    H2C OCR'''

    O

    + -OCH3

    R'COO CH2

    CH R"COO

    H2C OCR'''

    O

    OCH3

    R'COO CH

    CH R"COO OCH3

    R'COO CH

    2

    CH R"COO + CH COOR'''

    CH3 OH + B CH

    3O

    - + BH

    +

  • 11

    Gambar 2.2 Mekanisme reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa

    Sumber; Schuchardt, dkk., 1998

    Dari mekanisme reaksi diatas, pada tahap 1 katalis basa akan bereaksi dengan metanol

    membentuk metoksida dan katalis yang terprotonasi. Kemudian pada tahap 2 terjadi serangan

    nukleofilik oleh metoksida terhadap gugus karbonil pada gliserida yang membentuk senyawa

    intermediate tetrahedral, yang selanjutnya pada tahap 3 berubah menjadi alkil ester dan suatu

    anion gliserida, dan yang terakhir pada tahap 4 terjadi proses deprotonasi katalis yang terbentuk

    pada tahap 1 sehingga menghasilkan katalis yang memiliki situs aktif.

    Transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa homogen merupakan aspek kimia

    biodiesel yang paling penting. Spesies reaktif dalam transesterifikasi menggunakan katalis basa

    homogen alkoksida yang terbentuk ketika alkohol dan katalis bereaksi. Alkoksida yang sangat

    reaktif kemudian terlibat dalam serangan nukleofilik pada gugus karbonil dari asam lemak

    sehingga memungkinkan serangan nukleofilik oleh alkohol melalui oksigen yang bersifat

    elektronegatif.

    2.6. Proses Impregnasi

    Terdapat berbagai macam cara untuk mensintesis katalis heterogen, contohnya metode

    impregnasi. Pengertian dari impregnasi adalah proses penjenuhan total suatu zat menggunakan

    zat tertentu. Banyak katalis yang disintesis dengan metode ini. Metode ini merupakan teknik

    preparasi katalis yang paling sering digunakan daripada metode lainnya. Alas an utamanya

    adalah karena kemudahan dalam pengerjaannya. Tujuannya adalah untuk mengisi pori-pori

    menggunakan larutan garam logam dengan konsentrasi tertentu. Setelah diimpregnasi , langkah

    selanjutnya adalah pengeringan dan pemanasan pada suhu tinggi (kalsinasi), sehingga terjadi

    dekomposisi precursor menjadi spesi aktif.

  • 12

    Ada dua metode impregnasi, yaitu:

    1. Impregnasi basah (wet impregnation) , pada impregnasi basah ,jumlah larutan

    precursor fasa aktif ditambahkan ke penyangga melebihi volume pori penyangga.

    walaupun metode ini adalah yang termudah, tetapi dapat menghasilkan deposisi

    precursor fasa aktif yang sangat banyak pada bagian luar penyangga setelah

    dikeringkan dan menghasilkan distribusi fasa aktif mirip kulit telur pada bagian luar

    penyangga.

    2. Impregnasi Kering (incipient wetness impregnation). Pada metode ini, jumlah larutan

    precursor aktif (impregnan) yang ditambahkan sama dengan jumlah volume

    penyangga. keuntungan dari metode ini adalah akurat dalam mengontrol komponen

    aktif yang akan digabungkan dalam katalis, kelemahannya yaitu sulit melakukan

    pembuatan dengan persen berat komponen aktif yang besar.

    Proses impregnasi diawali dengan memilih support yang akan digunakan. Beberapa

    pertimbangan yang dijadikan dasar pada pemilihan support yang akan digunakan adalah

    sebagai berikut (Yates & Satterfield, 1991):

    a. Bersifat inert dan tidak menghasilkan reaksi lain.

    b. Memiliki sifat-sifat mekanik, termasuk ketahanan secara fisik.

    c. Stabil.

    d. Memiliki luas permukaan yang besar.

    e. Porous

    f. Harganya murah

    Selanjutnya support dikeringkan terlebih dahulu untuk menghilangkan kelembapan dan

    impurities yang ada, support ditetesi garam logam, diaduk, dan dibiarkan selama 30 menit agar

    distribusi garam logam menjadi merata. Selanjutnya support yang telah ditetesi garam logam

    dikeringkan untuk menghilangkan sisa-sisa air. Proses kalsinasi dilakukan untuk

    mendekomposisi garam logam menjadi oksida. Selain itu kalsinasi juga bertujuan untuk

    meningkatkan stabilitas katalis terhadap perubahan temperatur.

  • 13

    Gambar 2.3 Mekanisme Proses Impregnasi

    Sumber; Joshi, dkk., 2015

    Untuk membuat katalis Fe2O3 – CaO dengan metode impregnasi basah, mula mula

    suspensi CaO dan suspensi Fe(NO3)2 dicampur dengan rasio yang telah ditentukan dan

    kemudian diaduk selama 4 jam dalam suhu ruang. Kemudian campuran yang terbentuk disaring

    untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair. Fraksi padat yang didapat kemudian

    dikeringkan pada suhu 120oC selama 4 jam dan kemudian dilakukan proses kalsinasi pada suhu

    900oC untuk membentuk katalis Fe2O3 – CaO (Joshi, dkk., 2015).

    2.7. Proses Kalsinasi

    Kalsinasi adalah proses pemanasan yang dilakukan setelah proses pengeringan. Kalsinasi

    bertujuan untuk mendekomposisi suatu garam menjadi bentuk oksidanya, menaikkan suhu

    untuk meningkatkan kekuatan (stabilitas mekanik), serta menghilangkan kadar air yang ada

    (Joshi, dkk., 2015). Kalsinasi dikerjakan pada temperatur tinggi tanpa terjadi pelelehan dan

    disertai dengan penambahan reagen, hal ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk senyawa

    konsentrat. Kalsinasi biasa disebut juga Dekomposisi Thermal (penguraian dengan

    temperatur). Contoh: Hidrat, karbonat, FeCO3, Mg(OH)2, MgCO3, CaCO3. Penghilangan air

    dalam senyawa karbonat dilakukan dalam berbagai variasi temperatur tergantung jenis

    senyawa dan ikatan air pada senyawa. Kalsinasi merupakan proses endotermik yang berarti

    memerlukan panas, dan juga lebih endotermik daripada proses Drying.

    Dalam aplikasinya di industri, kalsinasi dilakukan dalam berbagai furnace, diantaranya

    yaitu:

    1. Untuk kuarsa, CaCO3, digunakan Shaft Furnace.

    2. Untuk lumps digunakan Rotary Kiln.

    Sisi aktif

    katalis

    Pencampuran

    Prekursor

    Pengeringan

    Kalsinasi

  • 14

    3. Untuk material of uniform dengan ukuran kecil digunakan Fluidized Bed.

    Kalsinasi adalah thermal treatment yang dilakukan terhadap bijih dalam hal ini batu

    kapur agar terjadi dekomposisi dan juga untuk mengeleminasi senyawa yang berikatan secara

    kimia dengan batu kapur yaitu karbon dioksida dan air. Proses yang dilakukan adalah

    pemanggangan dengan temperatur yang bervariasi bergantung dari jenis senyawa karbonat.

    Kebanyakan senyawa karbonat berdekomposisi pada temperatur rendah. Contoh, MgCO3 pada

    temperatur 417oC, MnCO3 pada 377oC, dan FeCO3 pada 400

    oC. Tetapi untuk kalsium karbonat

    diperlukan suhu 900oC untuk melakukan dekomposisi hal ini dikarenakan ikatan kimia yang

    cukup kuat pada air kristal.

    Kalsinasi adalah proses yang endotermik, yaitu memerlukan panas. Hal ini dapat dilihat

    dari nilai ΔHo yang postif. Panas diperlukan untuk melepas ikatan kimia dari air kristal karena

    dengan panas maka ikatan kimia akan menjadi renggang dan pada temperatur tertentu atom-

    atom yang berikatan akan bergerak sangat bebas menyebabkan terputusnya ikatan kimia. Panas

    juga diperlukan untuk mengoksidasi batu kapur menjadi oksidanya. Reaksinya:

    CaCO3 (800oC) = CaO (1000oC) + CO2 (900

    oC) , ΔHo = 42,5 Kcal..............(1)

    Panas mengalir secara konduksi ke seluruh bagian batu kapur. Laju kalsinasi batu kapur

    memiliki persamaan dengan reaksi yang dikendalikan oleh difusi. Dengan ukuran dan bentuk

    butiran yang sama, semakin tinggi temperatur semakin cepat proses dekomposisi. Waktu yang

    diperlukan dalam proses kalsinasi bergantung pada ukuran dan bentuk dari butiran batu kapur.

    Dengan temperatur yang sama semakin kecil ukuran semakin cepat proses kalsinasi, bentuk

    yang bulat akan mempercepat proses kalsinasi.

    2.8. Penelitian Terdahulu

    Dalam penelitian ini, terdapat rujukan-rujukan penelitian yang dijadikan dasar untuk

    melakukan percobaan. Ye, dkk. (2016) melakukan penelitian proses transesterifikasi minyak

    kelapa sawit dengan katalis heterogen CaO, dengan membandingkan metode antara pemanasan

    konvensional dan iradiasi microwave. Dimana metode iradiasi microwave mampu

    meningkatkan laju reaksi dan meningkatkan konversi biodiesel hingga tiga kali lipat.

    Sementara itu, Chen, dkk. (2015) telah melakukan penelitian pembuatan biodiesel dari

    minyak kelapa sawit dengan katalis CaO – SiO2. Namun dengan tambahan prekursor silika,

    justru menurunkan yield biodiesel yang diperoleh. Seiring meningkatnya rasio SiO2 dari CaO,

    justru semakin menurunkan yield biodiesel, dari 90,2%, hingga 80,1%.

  • 15

    Sedangkan Joshi, dkk. (2016) melakukan transesterifikasi minyak non-edible (algal,

    jatropha, dan pongomia) dengan menggunakan katalis dengan metal-based precursor. Antara

    lain ZnO – CaO, Fe2O3 – CaO, MnO2 – CaO, dan Al2O3 – CaO. Metode transesterifikasi yang

    digunakan adalah dengan menggunakan sistem microwave. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa dengan adanya prekursor, mampu meningkatkan yield dari biodiesel, dimana katalis

    ZnO – CaO menghasilkan yield paling tinggi yaitu 97,8 – 99,8 %

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis Penelitian

    Pada penelitian yang dilakukan merupakan penelitan terapan, yang termasuk pada

    bidang eksakta melalui teknik eksperimen. Jumlah katalis dalam proses pembuatan biodiesel

    sebesar 5% dari berat minyak goreng sawit, dengan menggunakan rasio mol metanol :

    minyak sebesar 8 : 1 selama 120 menit dengan suhu 650 C (±10C) di dalam waterbath.

    Variabel yang digunakan yaitu rasio volume prekursor yang digunakan dalam pembuatan

    katalis. Rasio volume suspensi CaO : Fe2O3 adalah 6:0 ; 6:1 ; 6:2 ; 6:3 ; 6:4 ; 6:5 ; 6:6.

    3.2 Alat dan Bahan

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

    1. Gas Chromatography

    2. Mortar dan Pastle

    3. Ayakan 40-80 mesh

    4. Oven

    5. Desikator

    6. Centrifuge

    7. Magnetic Stirrer

    8. Microwave 400 watt

    9. Termometer

    10. Neraca Analitik

    11. Vacum jet ejector

    12. Waterbath

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

    1. CaO Powder dan Fe2O3 Powder, kemurnian 99%

    2. Minyak Goreng Sawit, kadar FFA 0,5%

    3. Metanol, Etanol, Asam Oksalat, kemurnian 99%

    4. Demineralized Water

    5. Kertas Saring

  • 3.3 Tahap Pelaksanaan dan Penelitian Data

    3.3.1 Preparasi Katalis Heterogen Fe2O3/CaO

    Impregnasi ada beberapa proses antara lain, membuat suspensi CaO dengan cara 5 gram

    CaO dimasukkan dalam beaker glass 250ml ditambahkan 30ml demineralized water dan

    membuat larutan induk Fe2O3 dengan cara 1,33gr Fe2O3 dimasukkan dalam erlenmeyer dan

    ditambahkan 98,67 gram demineralized water (Joshi dkk., 2016), rasio volume suspensi Fe2O3 :

    CaO suspensi ( 0:6 ; 1:6 ; 2:6 ; 3:6 ; 4:6 ; 5:6 ; 6:6 ), penyaringan, pengeringan, dan kalsinasi.

    Cara membuat campuran antara suspensi CaO dan suspensi Fe2O3 adalah sebagai berikut:

    a. Variabel 0:6, yaitu variabel yang memiliki komposisi 30 ml CaO 14,28%, tanpa ada

    tambahan prekursor Fe2O3

    b. Variabel 1:6, yaitu variabel dimana pada saat proses preparasi katalis memiliki

    komposisi 5 ml Fe2O3 1,33% dan 30 ml CaO 14,28%

    c. Variabel 2:6, yaitu variabel dimana pada saat proses preparasi katalis memiliki

    komposisi 10 ml Fe2O3 1,33% dan 30 ml CaO 14,28%

    d. Variabel 3:6, yaitu variabel dimana pada saat proses preparasi katalis memiliki

    komposisi 15 ml Fe2O3 1,33% dan 30 ml CaO 14,28%

    e. Variabel 4:6, yaitu variabel dimana pada saat proses preparasi katalis memiliki

    komposisi 20 ml Fe2O3 1,33% dan 30 ml CaO 14,28%

    f. Variabel 5:6, yaitu variabel dimana pada saat proses preparasi katalis memiliki

    komposisi 25 ml Fe2O3 1,33% dan 30 ml CaO 14,28%

    g. Variabel 6:6, yaitu variabel dimana pada saat proses preparasi katalis memiliki

    komposisi 30 ml Fe2O3 1,33% dan 30 ml CaO 14,28%

    Alur kerja preparasi katalis heterogen Fe2O3/CaO dapat dilihat pada Gambar 3.1.

  • Pengadukan dengan magnetic stirrer

    ( t= 4jam, T = 25oC)

    Penyaringan dengan kertas saring

    Padatan

    Pengeringan dengan oven

    (T= 120oC, massa konstan)

    Kalsinasi dengan mikrowave

    (Daya= 400 watt, t= 40 menit)

    Katalis Fe2O3/CaO

    Suspensi CaO

    14,28% (w/w)

    Filtrat

    A

    Gambar 3.1 Preparasi Katalis Heterogen Fe2O3/CaO dengan metode Impregnasi Basah

    Suspensi Fe2O3

    1,33% (w/w)

  • 3.3.2 Reaksi Transesterifikasi Pembuatan Biodiesel

    Pada reaksi transesterifikasi ini digunakan reaktan berupa metanol dan minyak goreng

    sawit dengan bantuan katalis Fe2O3/CaO. Sedangkan untuk rasio mol antara metanol : minyak

    gorengsawit adalah 8 : 1. Katalis yang digunakan 5% dari berat minyak.

    Metanol

    (39 ml)

    Pengadukan dengan magnetic stirrer

    ( t= 10 menit )

    Reaksi di dalam waterbath

    (T= 65 C, t= 120 menit) Minyak Goreng (

    110 ml )

    Sentrifugasi (v= 4500 rpm,

    t=30menit), didekantasi Gliserol + Katalis

    Biodiesel

    Uji Kuantitas dan Kualitas Biodiesel

    A( 5 gram )

    Densitas

    Viskositas

    Bilangan Asam

    % FAME

    Yield Biodiesel

    Gambar 3.2 Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak goreng sawit

  • 3.3.3 Uji Kuantitas Biodiesel

    Sedangkan untuk mengetahui yield crude Biodiesel dan konversi FAME yang dihasilkan,

    dapat ditentukan melalui persamaan reaksi stoikiometri. Dimana 1 mol trigliserida akan

    bereaksi membentuk 3 mol FAME. Kemudian persamaan yield dan konversi dapat dihitung

    dengan persamaan 3.1 dan 3.2 :

    %100min

    minx

    mulamulayakmol

    bereaksiyakmolBiodieselYield

    Dimana, dihasilkanbiodieselmolxbereaksiyakmol3

    1min

    Sehingga,

    %100

    min

    min3

    x

    yakmr

    mulamulayakmx

    biodieselmr

    dihasilkanbiodieselm

    BiodieselYield

    %100%

    3

    %100%min

    xFAMEx

    datrigliserimr

    datrigliserimx

    biodieselmr

    dihasilkanbiodieselm

    FAMEKonversi

    xFAMExmulamuladatrigliserimol

    bereaksiyakmolFAMEKonversi

    Setelah menghitung kuantitas dari biodiesel, adapun uji selanjutnya adalah uji kualitas

    biodiesel. Kualitas yang dapat diuji antara lain :

    Tabel 3.1 Parameter uji kualitas biodiesel

    No Parameter Uji Satuan Persyaratan

    1 Massa Jenis kg/m3 860 – 890

    2 Viskositas Kinematik mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0

    3 Angka Asam mgKOH/g maksimum 0,5

    4 Kadar Metil Ester % massa, min 96,5

    Sumber: SNI 7182:2015 (Biodiesel)

    3.1

    3.2

  • 3.3.4 Uji Kualitas Biodiesel

    A. Massa Jenis

    Untuk pengujian densitas menggunakan pendekatan specific gravity. Metode yang

    digunakan dengan cara pengukuran densitas biodiesel dan air menggunakan piknometer.

    Pertama menimbang Piknometer kosong. Kemudian densitas biodiesel dihitung dengan

    menggunakan piknometer dengan cara menimbang piknometer berisi biodiesel sehingga

    diketahui massa biodiesel. Densitas biodiesel dihitung dengan persamaan 3.3 :

    mlpiknometerV

    grambiodieselmDensitas

    Setelah densitas biodiesel didapat, selanjutnya menghitung densitas air dengan cara yang sama

    dan didapatkan densitas air sebagai densitas reference. Specific Gravity dihitung dengan

    persamaan 3.4 :

    ml

    gair

    ml

    gbiodiesel

    GravitySpecific

    B. Viskositas Kinematik

    Pengujian Viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer oswald dan

    menggunakan 2 macam sampel yaitu aquades dan biodiesel. Aquades digunakan untuk sebagai

    pembanding waktu dalam persamaan perhitungan viskositas. Pertama menghitung berapa

    waktu aquades yang diperoleh dari pengukuran dengan viskometer oswald, kemudian biodiesel

    diukur waktu yang dibutuhkan untuk mengalir dari batas atas ke batas bawah. Setelah diperoleh

    waktu dari kedua sampel, viskositas dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :

    airxairtxair

    biodieseltxbiodieselbiodiesel

    C. Angka Asam

    Untuk pengujian angka asam menggunakan metode titrasi menggunakan NaOH 0,1N.

    Pertama, sampel biodiesel sebanyak 20 gram dimasukkan dalam erlenmeyer 250ml kemudian

    ditambahkan etanol 50ml dan indikator PP sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi dengan NaOH

    3.3

    3.4

    3.5

    3.6

  • 0,1N hingga warna berubah menjadi merah muda hingga tidak berubah warnanya. Kemudian

    bilangan asam biodiesel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

    biodieselm

    NaOHVxNaOHNxNaOHmrAsamBilangan

    D. Kadar Metil Ester

    Untuk uji kadar metil ester dan monogliserida dilakukan di Laboratorium Politeknik

    Negeri Malang, dengan alat GC (gas chromatography). Kadar metil ester dalam biodiesel

    digunakan untuk melihat kadar FAME (fatty acid metil ester), sedangkan kadar FAME

    digunakan untuk mengihitung konversi reaksi transesterifikasi. Dengan kondisi operasi sebagai

    berikut :

    1. Kolom = HP 632

    2. Gas Pembawa = Nitrogen

    3. Kecepatan = 1,5 ml/menit

    4. Initial Temperature = 150 0C

    5. Initial Time = 3 menit

    6. Rate = 10 deg/min

    7. Final Temperature = 250 0C

    8. Detector = FID

    3.6

  • 1

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pengaruh Rasio Catalyst Support Terhadap Viskositas, Densitas, dan Angka

    Asam Biodiesel

    4.1.1 Viskositas Kinematik Biodiesel

    Viskositas kinematik crude biodiesel yang didapatkan pada penelitian ini tertera pada

    tabel 4.1 dan gambar 4.1.

    Tabel 4. 1 Viskositas kinematik biodiesel crude hasil penelitian

    Variabel Viskositas Kinematik (cSt) SNI

    0:6 5,5 ± 0,0

    2,3-6,0

    1:6 5,3 ± 0,0

    2:6 5,3 ± 0,0

    3:6 5,1 ± 0,0

    4:6 5,2 ± 0,0

    5:6 5,2 ± 0,0

    6:6 5,3 ± 0,0

    Untuk pengujian viskositas kinematik dilakukan secara duplo dan didapatkan hasil

    seperti yang tertera dalam tabel 4.1. Nilai viskositas yang telah dilakukan dalam penelitian

    ini berada pada batas yang telah ditetapkan SNI, dimana SNI tersebut berada pada rentang

    2,3-6,0 sedangkan hasil pengujian viskositas pada penelitian ini berada pada batas SNI

    tersebut. Dimana viskositas terendah pada penggunaan rasio support 3:6 sebesar 5,1 cSt, dan

    viskositas tertinggi pada penggunaan rasio support 0:6 sebesar 5,5 cSt.

    Dari tabel 4.1., didapat nilai viskositas kinematik dari produk biodiesel hasil

    penelitian berkisar antara 5,1 – 5,5 cSt. Meskipun viskositas kinematik dari crude biodiesel

    masih sesuai SNI, namun viskositas kinematik diatas 5 cSt tergolong tinggi dibanding

    dengan bahan bakar diesel lainnya. Misalnya solar 48 memiliki viskositas pada rentang 2,0

  • 2

    – 4,5 cSt (Kementerian ESDM, 2016). Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan minyak goreng

    sawit yang digunakan memiliki komposisi asam lemak dengan ikatan tunggal yang lebih

    banyak, dimana asam lemak dengan ikatan tunggal dapat meningkatkan viskositas.

    Gambar 4. 1 Perbandingan viskositas kinematik hasil pengujian dengan SNI

    4.1.2 Densitas Biodiesel

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian densitas ini dilakukan secara

    triplo dan didapatkan nilai densitas biodiesel crude berada pada 871,3 – 882,0 kg/m3.

    Sedangkan untuk SNI tahun 2015 berada pada batas 860 – 890 kg/m3. Gambar 4.2

    menampilkan densitas biodiesel tiap variabel dalam penelitian yang telah dilakukan. Dari

    hasil yang diperoleh didapatkan nilai densitas biodiesel crude yang sudah memenuhi SNI

    tahun 2015. Dimana densitas biodiesel crude terendah pada rasio support 0:6 sebesar 871,3

    kg/m3, dan densitas biodiesel crude tertinggi pada rasio support 4:6 dan 5:6 sebesar 882,0

    kg/m3.

    5,5 5,3 5,35,1 5,2 5,2 5,3

    22,5

    33,5

    44,5

    55,5

    66,5

    0:6 1:6 2:6 3:6 4:6 5:6 6:6

    Vis

    kosi

    tas

    Kin

    emati

    k (

    cSt)

    Rasio Fe2O3-CaO

    Viskositas Kinematik Batas minimal SNI

    Batas maksimal SNI

  • 3

    Tabel 4. 2 Densitas biodiesel crude hasil penelitian

    Variabel Densitas (kg/m3) SNI

    0:6 871,3 ± 0,6

    860 - 890

    1:6 880,7 ± 0,6

    2:6 878,0 ± 0,0

    3:6 879,7 ± 0,6

    4:6 882,0 ± 0,0

    5:6 880,7 ± 1,2

    6:6 882,0 ± 0,0

    Gambar 4. 2 Perbandingan densitas hasil penelitian dengan SNI

    4.1.3 Angka Asam Biodiesel

    Untuk pengujian angka asam pada penelitian ini dilakukan secara duplo dengan hasil

    yang tertera pada tabel 4.4 dan gambar 4.3. Dari tabel dan grafik tersebut menunjukkan

    bahwa produk biodiesel crude dari semua variabel memiliki nilai bilangan asam yang sesuai

    dengan SNI. Dimana SNI adalah maksimum sebesar 0.3 mgNaOH/g. Nilai angka asam dari

    produk biodiesel crude yang terbentuk memiliki rentang antara 0,1 – 0,2 mgNaOH/g. dimana

    871,3

    880,7878,0

    879,7882,0 880,7 882,0

    855

    860

    865

    870

    875

    880

    885

    890

    0:6 1:6 2:6 3:6 4:6 5:6 6:6

    Den

    sita

    s (k

    g/m

    3)

    Rasio Fe2O3-CaO

    Densitas Biodiesel Batas Minimal SNI Batas Maksimal SNI

  • 4

    angka asam yang terendah terdapat pada produk biodiesel crude variabel 1:6 dan yang

    tertinggi terdapat pada produk biodiesel crude variabel 6:6.

    Tabel 4. 3Angka asam biodiesel crude hasil penelitian

    Variabel Angka Asam

    (mgNaOH/g) SNI

    0:6 0,1 ± 0,0

    0,3

    1:6 0,1 ± 0,0

    2:6 0,2 ± 0,0

    3:6 0,2 ± 0,0

    4:6 0,1 ± 0,0

    5:6 0,2 ± 0,0

    6:6 0,2 ± 0,0

    Gambar 4. 3 Perbandingan angka asam hasil penelitian dengan SNI

    Dari pengujian ini diketahui biodiesel crude hasil penelitian sudah sesuai dengan

    SNI. Adanya prekursor Fe2O3 pada katalis CaO tidak terlalu mempengaruhi nilai angka asam

    itu sendiri. Dapat dilihat bahwa nilai bilangan asam dari biodiesel crude variabel 0:6

    (variabel tanpa prekursor Fe2O3) tidak memiliki perbedaan angka yang signifikan jika

    dibandingkan dengan variabel lainnya. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan semakin

    0,1 0,1

    0,2 0,2

    0,1

    0,2 0,2

    0

    0,05

    0,1

    0,15

    0,2

    0,25

    0,3

    0,35

    0:6 1:6 2:6 3:6 4:6 5:6 6:6

    An

    gk

    a A

    sam

    (m

    gN

    aO

    H/g

    )

    Rasio Fe2O3-CaO

    Angka Asam Biodiesel Batas Maksimal SNI

  • 5

    banyak prekursor Fe2O3 yang terdapat pada katalis, nilai angka asam cenderung naik, hal

    tersebut dapat dilihat pada gambar 4.3 dimana dari biodiesel crude variabel 1:6 hingga 6:6

    nilai bilangan asam menjadi naik kecuali pada variabel 4:6 yang bilangan asamnya lebih

    kecil daripada variabel 2:6 dan 3:6. Selain itu, kadar FFA dari produk tergolong sedikit, hal

    ini dikarenakan sebagian besar asam lemak pada produk biodiesel terikat dalam bentuk metil

    ester (Ketaren, 1986)

    4.2 Pengaruh Rasio Catalyst Support Terhadap Yield Crude Biodiesel dan Konversi

    FAME

    4.2.1 Yield dan Konversi FAME Biodiesel

    Yield biodiesel merupakan jumlah atau kuantitas dari biodiesel crude yang

    dihasilkan pada proses reaksi transesterifikasi. Yield biodiesel ini menentukan kemampuan

    dari katalis Fe2O3/CaO untuk menghasilkan kuantitas produk yang besar. Apabila kuantitas

    produk semakin besar, maka kemampuan dari katalis semakin baik. Perhitungan yield

    biodiesel dihitung dengan persamaan 3.1.

    Uji persen FAME pada biodiesel crude dilakukan dengan menggunakan alat Gas

    Cromatography (GC) di Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. Pengujian

    ini dilakukan untuk menentukan kualitas dari biodiesel crude. FAME merupakan komponen

    utama dari biodiesel. Semakin banyak FAME yang terdapat pada biodiesel, maka kualitas

    biodiesel crude semakin bagus. Sedangkan perhitungan konversi FAME dapat dihitung

    menggunakan persamaan 3.2.

    Pada penelitian ini, dibuat 7 variabel katalis dengan komposisi Fe2O3 dan CaO yang

    berbeda, dimana Fe2O3 berperan menjadi prekursor dan CaO berperan sebagai sisi aktif.

    Hasil yield crude biodiesel dan persen FAME dapat dilihat pada Tabel 4.4.

  • 6

    Tabel 4. 4 Nilai yield dan kadar FAME dari biodiesel crude hasil penelitian

    Variabel Yield Crude Biodiesel (%) % FAME (GC)

    V0:6 83,57 66,44

    V1:6 88,66 48,64

    V2:6 89,22 90,17

    V3:6 90,38 72,74

    V4:6 92,63 31,24

    V5:6 91,10 43,66

    V6:6 90,05 44,85

    Dari tabel 4.4, dapat dilihat bahwa yield biodiesel crude tertinggi terdapat pada

    variabel 4:6 sebesar 92,63%. Sedangkan kadar FAME tertinggi pada variabel 2:6. Hal ini

    menunjukkan bahwa variabel 4:6 memiliki kemampuan yang baik dalam segi kuantitas

    produk yang dihasilkan. Sedangkan produk dengan kualitas tertinggi adalah variabel 2:6.

    Gambar 4. 4 Grafik yield biodiesel crude dan kadar FAME

    Dilihat dari segi yield crude biodiesel (kuantitas). Adanya prekursor Fe2O3, akan

    dapat meningkatkan kemampuan katalis sehingga dapat meningkatkan yield dari biodiesel.

    Hal itu dapat ditunjukkan dari produk biodiesel variabel 0:6 yang memiliki yield sebesar

    83,570, sedangkan yield biodiesel dengan katalis yang memiliki prekursor memiliki rentang

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    0:6 1:6 2:6 3:6 4:6 5:6 6:6

    Yie

    ld &

    Kover

    si F

    AM

    E (

    %)

    Rasio Fe2O3-CaO

    Yield Biodiesel (%)

    % FAME

  • 7

    yield pada 88,664% - 92,628%. Hal ini sesuai dengan teori bahwa adanya prekursor dapat

    meningkatkan yield dari proses reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel. Dimana peran

    prekursor Fe2O3 adalah untuk mengikat sisi aktif CaO sehingga katalis tidak terlarut dalam

    reaktan dan mampu meningkatkan kemurnian produk (Joshi, dkk. 2016).

    Sedangkan pada segi kualitas biodiesel, didapat hasil yang kadar FAME maksimum

    adalah 90,17% pada variabel 2:6. Sedangkan variabel lainnya memiliki kadar FAME

    dibawah 75%. Hal tersebut dikarenakan pada produk biodiesel masih terdapat kandungan

    reaktan berupa trigliserida. Trigliserida dalam produk biodiesel tidak dapat dipisahkan

    karena FAME dan trigliserida yang sama-sama bersifat polar akan larut. Adanya trigliserida

    pada produk disebabkan karena proses reaksi yang tidak sempurna dikarenakan kurangnya

    reaktan metanol pada saat proses transesterifikasi dan menyebabkan trigliserida yang ada

    menjadi tidak terkonversi menjadi FAME.

    Gambar 4. 5. Hasil konversi FAME

    Dari gambar 4.5, dapat diketahui bahwa konversi tertinggi adalah pada variabel

    dengan kualitas produk tertinggi yaitu variabel 2:6 sebesar 80,45%. Sedangkan konversi

    pada variabel lainnya tergolong rendah (kurang dari 70%). Perhitungan ini menunjukkan

    variabel yang paling efektif untuk proses transesterifikasi pembuatan biodiesel dengan

    katalis Fe2O3-CaO adalah variabel 2:6. Sehingga, rasio prekursor yang paling baik adalah

    pada variabel 2:6.

    Pada konversi reaksi, peranan dari katalis sangatlah penting. Masing-masing

    komponen CaO dan Fe2O3 memiliki peranan tersendiri. CaO sebagai sisi aktif dari katalis

    menjadi tempat dimana reaksi transesterifikasi berlangsung. Dan prekursor Fe2O3 berperan

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    0:6 1:6 2:6 3:6 4:6 5:6 6:6

    Kon

    ver

    si F

    AM

    E (

    %)

    Rasio Fe2O3-CaO

  • 8

    untuk mengikat CaO agar dapat memperbesar luas permukaan sisi aktif dan agar tidak

    terlarut pada produk.

    Pada mekanisme reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa. Katalis CaO

    akan bereaksi dengan metanol dengan mengikat atom H dari metanol dan membentuk

    larutan metanolik CaOH+. Hilangnya atom H dari metanol membuat metanol menjadi lebih

    reaktif dan lebih memudahkan metanol untuk bereaksi dengan trigliserida untuk membentuk

    FAME. Sedangkan peranan dari prekursor Fe2O3 pada proses adalah untuk mengikat katalis

    CaO agar tidak terlarut dengan gliserol yang terbentuk pada reaksi transesterifikasi. Dimana

    hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa rasio prekursor dengan katalis yang paling

    baik adalah pada variabel 2:6

  • 9

  • BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa metode impregnasi basah yang

    efektif adalah pada rasio support 2:6.

    2. Dari hasil penelitan yang sudah dilakukan, didapatkan konversi FAME tertinggi

    sebesar 80,45% dengan yield sebesar 89,22% pada variabel 2:6.

    3. Karakter fisik crude biodiesel yang dihasilkan antara lain, viskositas kinematik

    sebesar 5,1-5,5 cSt, densitas sebesar 871-882 kg/m3, dan angka asam sebesar 0,1-0,2

    mgNaOH/g yang seluruhnya memenuhi SNI Biodiesel.

    5.2 Saran

    Setelah penelitian ini dilaksanakan adapun saran yang dapat diajukan sebagai berikut :

    1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada transesterifikasi dengan menggunakan

    katalis Fe2O3/CaO pada variabel rasio support 2:6 untuk meningkatkan konversi reaksi dan

    yield biodiesel.

    2. Perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan dari katalis Fe2O3-CaO yang dibuat

    di penelitian ini pada kemampuannya untuk diregenerasi / digunakan kembali sehingga dapat

    meningkatkan efisiensi pembuatan biodiesel.

  • 1

    DAFTAR PUSTAKA

    Anastopoulos, G., Zannikou, Y., Stournas, S. dan Kalligeros, S. (2009). Transesterification

    of vegetable oils with ethanol and characterization of the key fuel properties of ethyl

    esters. Energies 2(2): 362-376.

    Chen, Guanyi., Shan, Rui., Li, Shangyao., & Shi, Jiafu. 2016. A Biometric Silicification

    approach to synthesize CaO-SiO2 Catalyst for The Transesterification of Palm Oil Into

    Biodiesel. Fuel. 153: 48-55

    Chincen, G.C., Denny, P.J., Jennings, J.R., Spencer, M. S., dan Waugh, K. C., 1988.

    Synthesis of Methanol: Part 1. Catalysts and Kinetics. Applied Catalysis. 36: 1-65

    Demirbas, Ayhan. 2009. Progress and Recent Trends in Biodiesel Fuels. Energy Conversion

    and Management. 50(1): 14-34

    Departemen Agribisnis, 2013, Produksi Kelapa Sawit di Indonesia, Tanggal akses 22

    November 2016

    Furuta, S., Hiromi, M., Kazushi, R. (2006), “Green Disel Fuel Production with Solid

    Amorphous-Zirconia Catalyst in Fixed Bed Reactor”, J Biomass And Bioenergy, Vol.

    30, hal. 870-873.

    Hariska, Angga., Suciati, R.F., Ramdja, A.F., 2012. Pengaruh Metanol dan Katalis pada

    Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Secara Esterifikasi dengan Menggunakan

    Katalis K2CO3. Palembang: Universitas Sriwijaya

    Hasan, M.H., Mahlia, T.M.I., Nur, H. (2012). “A Review on Energy Scenario and

    Sustainable Energy in Indonesia”, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16, hal.

    2316 – 2328.

    Husin, H., Chen, H.M., Su, W.N., Pan, C.J., Chuang, W.T., Sheu, H.S. dan Hwang, B.

    (2011a). Green fabrication of La-doped NaTaO3 via H2O2 assisted sol-gel route for

    photocatalytic hydrogen production. Applied CatalysisB-environmental 102(1-2): 343-

    351.

  • 2

    Husin, H. (2011b). Kajian awal penggunaan abu pembakaran limbah kelopak jantung pisang

    sebagai katalis transesterifikasi minyak jarak menjadi biodiesel. Prosiding Seminar

    Riset dan Standarisasi BerbasisAgro dan Implementasinya, Baristan Industri

    BandaAceh.

    Inman, R.H., Pedro, H.T.C. dan Coimbra, C.F.M. (2013). Solar forecasting methods for

    renewable energy integration. Progress in Energy and Combustion Science 39(6): 535-

    576.

    Joshi, Girdhar., Rawat, D.S., Lamba, B.Y., Bisht, K.K., Kumar, Pankaj., Kumar, Nayan., &

    Kumar, Sanjay. 2015. Transesterification of Jatropha and Karanja Oils by Using Waste

    Egg Shell Derived Calcium Based Mixed Metal Oxides. Energy Conversion and

    Management. 96: 258-267

    Joshi, Girdhar., Rawat, D.S., Lamba, B.Y., Bisht, K.K., Kumar, Pankaj., Kumar, Nayan., &

    Kumar, Sanjay. 2016. Transesterification of Jatropha and Karanja Oils by Using Waste

    Egg Shell Derived Calcium Based Mixed Metal Oxides. Energy Conversion and

    Management. 96: 258-267

    Kartika, Dwi & Widyangsinh, Senny. 2012. Konsentrasi Katalis dan Suhu Optimum pada

    Reaksi Esterifikasi Menggunakan Katalis Zeolit Alam Aktif. Jurnal Natur Indonesia.

    14(3): 219-226

    Kirk, R.E. & Othmer, D.F., 1980. Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, vol. 9,

    New York: John Wiley & Sons

    Koh, Ghazi, & Tinia, I.M., 2011. A Review of Biodiesel Production from Jatropha curcas

    L. Oil. Renewable Sustainable Energy Revolution. 15: 2240-225

    Lam, M. K., Lee, K. T., Mohamed, A.R. (2010). “Homogeneous, Heterogeneous and

    Enzymatic Catalysis for Transesterification of High Free Fatty Acid Oil (Waste Cooking

    Oil) to Biodiesel: A Review”, Biotechnology Advances, 28, hal. 500–518.

    Leung, D.Y.C., Wu, X., Leung, M.K.H. (2010). “A Review on Biodiesel Production Using

    Catalyzed Transesterification”, Applied Energy, 87, hal. 1083 – 1095. Ma, Fangrui &

    Hanna, Milford A., 1999. Biodiesel Production; A Review. Bioresource Technology.

    70(1): 1-15

  • 3

    Mittelbach, M. 2006. Biodiesel – The Comprehenzive Handbook. Graz – Karl Franzens

    Nisa, E.Z., & Fristianingrum, G., 2010. Proses Pembuatan Minyak Kelapa Sawit Skala

    Industri. Medan: Universitas Sumatera Utara

    PT. Kaltim Methanol Industri. 1997. Product: Methanol. Bontang: KMI

    Roschat, W., Kacha, M., Yoosuk, B., Sudyoadsuk, T. Dan Promarak, V. (2012). Biodiesel

    production based on heterogeneous process catalyzed by solid waste coral fragment.

    Fuel 98: 194 202.

    Santoso, Herry., Kristianto, Ivan., & Setyadi, Aris. 2013, Pembuatan Biodiesel

    Menggunakan Katalis Basa Heterogen Berbahan Dasar Kulit Telur, Bandung: LPPM

    Schuchardt, Ulf., Sercheli, Ricardo., & Vargas, R.M., 1998. Transesterification of Vegetable

    Oils: a Review. Journal of The Brazilian Chemical Society. 9(1): 199-210

    Singh, B., Guldhe, A., Rawat, I. dan Bux, F. 2014. Towards a sustainable approach for

    development of biodiesel from plant and microalgae. Renewable and SustainableEnergy

    Reviews 29: 216-245.

    Soerawidjaja, T.H., 2006. Fondasi-fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi

    Pembuatan Biodiesel. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

    Van Gerpen, Jon. 2005. Biodiesel Processing and Production. Fuel Processing Technology.

    86(10): 1097-1197

    Wei, Z., Xu, C., & Li, B., 2009. Application of Waste Eggshell as Low-Cost Solid Catalyst

    for Biodiesel Production. Bioresource Technology. 100(11): 2883-2885

    Ye, Wei., Gao, Yujie., Ding, Hui., Liu, Mingchao., Liu, Shejiang., Han, Xiu., & Qi, Jinlong.

    2016. Kinetics of Transesterification of Palm Oil Under Conventional Heating and

    Microwave Irradiation, Using CaO as Heterogeneous Catalyst. Fuel. 180: 574-579

    Yates, I.C., Satterfield, C.N., 1991. Intrinsic Kinetics of The Fischer-Tropsch Synthesis on

    a Cobalt Catalyst. Energy & Fuels. 5(1): 168-173

    Yuniwati, Murni & Karim, Amelia Abdul. 2009. Kinetika Reaksi Pembuatan Biodiesel dari

    Minyak Goreng Bekas ( Jelantah) dan Metanol dengan Katalisator KOH. Jurnal

    Jurusan Teknik Kimia. Yogyakarta: AKPRIND

  • 4

    Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D., dan Kates, M., 2003. Biodiesel Production from

    Waste Cooking Oil. Bioresource Technology. 89

  • 5

    1_Bagian Depan.pdf2_BAB I.pdf3_BAB II.pdf4_BAB III.pdf5_BAB IV.pdf6_BAB V.pdf7_DAFTAR PUSTAKA.pdf