instrumen katalitik pemerintahan daerah untuk mengurangi kemiskinan

17
Instrumen Katalitik Pemerintahan Lokal dan Langkah-langkah Pengurangan Kemiskinan di Wilayah Indonesia Timur: Pengalaman Kota Mataram 1 Dr. Astia Dendi 2 , Drs. HM. Ainul Asikin, MSi. Abstrak Makalah ini mengkaji konsep, prospek, dan pelajaran dari perkembangan instrumen- instrumen pemerintahan lokal untuk mengurangi kemiskinan dalam konteks perkotaan di wilayah Indonesia timur berdasarkan studi kasus di Kota Mataram, provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram adalah kota baru di provinsi Nusa Tenggara Barat. Pemerintah kota ini telah dikenal di wilayahnya melalui upayanya yang gigih dalam menggalakkan good governance dan pendekatan partisipatif dalam pembangunan. Namun, tingginya kemiskinan tetap menjadi salah satu permasalahan pelik yang dihadapi Mataram. Pemerintah Kota Mataram tengah berhadapan dengan beberapa masalah kemiskinan di perkotaan, diantaranya rendahnya kualitas SDM, keberadaan permukiman kumuh, kurangnya infrastruktur permukiman, pengangguran, dan ketidaksetaraan gender. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah Kota Mataram menerapkan model penyediaan jasa publik yang lebih cepat, transparan, dan partisipatif. Model tersebut meliputi penyelenggaraan dialog antar pemangku kepentingan (Forum Pemangku Kepentingan) untuk membina partisipasi, transparansi, dan pembagian tanggung jawab antar pemangku kepentingan; penyiapan instrumen yang dapat mengidentifikasi warga miskin dengan lebih baik (program dapat mencapai target dengan lebih baik); dan alat Rencana Aksi Masyarakat (Community Action Planning). Meskipun elemen-elemen utama pendekatan tersebut, yakni Community Action Planning dan Forum Pemangku Kepentingan, telah berkembang selama beberapa tahun terakhir, inovasi untuk meningkatkan transparansi dan pentargetan warga miskin yang lebih baik di daerah kumuh di wilayah perkotaan masih terbilang baru. Prospek pendekatan dimaksud dalam mengatasi masalah-masalah kemiskinan sungguh mengagumkan. Untuk itulah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat memberikan penghargaan berupa Juara I Sayembara Good Governance 2007 kepada Walikota Mataram. Makalah ini juga membahas pengalaman yang diperoleh dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk meraih skala implementasi yang lebih luas dan menghasilkan manfaat yang signifikan bagi warga miskin (perempuan dan laki-laki). 1 Para penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada the German Technical Cooperation di provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu GTZ-Good Local Governance (GLG) yang telah menyediakan akses informasi dan mensponsori penulis untuk menyajikan makalah ini dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Indonesian Regional Science Association (IRSA) di Palembang (Indonesia) pada tanggal 31 Juli - 2 Agustus 2008. Kami juga berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Kota Mataram atas tersedianya data dan informasi relevan lainnya serta organisasi-organisasi perantara dan anggota masyarakat di Sembalun atas antusiasme dan kontribusi selama kegiatan penelitian. 2 Koresponden: Dr. Astia Dendi, Senior Regional Development Adviser, GTZ-Good Local Governance di Nusa Tenggara Barat. Email: [email protected] ; Telpon 0370 641749; Fax 0370 621293.

Upload: dr-astia-dendi

Post on 05-Dec-2014

3.824 views

Category:

Business


0 download

DESCRIPTION

Sayembara Good Governance Nusa Tenggara Barat 2007

TRANSCRIPT

Page 1: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Instrumen Katalitik Pemerintahan Lokal dan Langkah-langkah Pengurangan Kemiskinan di Wilayah Indonesia Timur: Pengalaman Kota Mataram1

Dr. Astia Dendi2, Drs. HM. Ainul Asikin, MSi.

Abstrak Makalah ini mengkaji konsep, prospek, dan pelajaran dari perkembangan instrumen-instrumen pemerintahan lokal untuk mengurangi kemiskinan dalam konteks perkotaan di wilayah Indonesia timur berdasarkan studi kasus di Kota Mataram, provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram adalah kota baru di provinsi Nusa Tenggara Barat. Pemerintah kota ini telah dikenal di wilayahnya melalui upayanya yang gigih dalam menggalakkan good governance dan pendekatan partisipatif dalam pembangunan. Namun, tingginya kemiskinan tetap menjadi salah satu permasalahan pelik yang dihadapi Mataram. Pemerintah Kota Mataram tengah berhadapan dengan beberapa masalah kemiskinan di perkotaan, diantaranya rendahnya kualitas SDM, keberadaan permukiman kumuh, kurangnya infrastruktur permukiman, pengangguran, dan ketidaksetaraan gender. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah Kota Mataram menerapkan model penyediaan jasa publik yang lebih cepat, transparan, dan partisipatif. Model tersebut meliputi penyelenggaraan dialog antar pemangku kepentingan (Forum Pemangku Kepentingan) untuk membina partisipasi, transparansi, dan pembagian tanggung jawab antar pemangku kepentingan; penyiapan instrumen yang dapat mengidentifikasi warga miskin dengan lebih baik (program dapat mencapai target dengan lebih baik); dan alat Rencana Aksi Masyarakat (Community Action Planning). Meskipun elemen-elemen utama pendekatan tersebut, yakni Community Action Planning dan Forum Pemangku Kepentingan, telah berkembang selama beberapa tahun terakhir, inovasi untuk meningkatkan transparansi dan pentargetan warga miskin yang lebih baik di daerah kumuh di wilayah perkotaan masih terbilang baru. Prospek pendekatan dimaksud dalam mengatasi masalah-masalah kemiskinan sungguh mengagumkan. Untuk itulah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat memberikan penghargaan berupa Juara I Sayembara Good Governance 2007 kepada Walikota Mataram. Makalah ini juga membahas pengalaman yang diperoleh dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk meraih skala implementasi yang lebih luas dan menghasilkan manfaat yang signifikan bagi warga miskin (perempuan dan laki-laki).

1 Para penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada the German Technical Cooperation di provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu GTZ-Good Local Governance (GLG) yang telah menyediakan akses informasi dan mensponsori penulis untuk menyajikan makalah ini dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Indonesian Regional Science Association (IRSA) di Palembang (Indonesia) pada tanggal 31 Juli - 2 Agustus 2008. Kami juga berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Kota Mataram atas tersedianya data dan informasi relevan lainnya serta organisasi-organisasi perantara dan anggota masyarakat di Sembalun atas antusiasme dan kontribusi selama kegiatan penelitian.

2 Koresponden: Dr. Astia Dendi, Senior Regional Development Adviser, GTZ-Good Local Governance di Nusa Tenggara Barat. Email: [email protected]; Telpon 0370 641749; Fax 0370 621293.

 

Page 2: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Pendahuluan

Dalam bingkai desentralisasi, telah banyak upaya yang dilaksanakan demi mewujudkan

layanan yang lebih baik, pembangunan yang berkelanjutan, dan pengentasan

kemiskinan. Pemerintah daerah yang berada di barisan depan dalam penyediaan

layanan kepada masyarakat adalah pencetus proses demokrasi yang melibatkan

masyarakat dalam proses pemerintahan lokal. Memang benar bahwa pendekatan multi

level dan kerja sama antar wakil-wakil pemerintah, sektor ekonomi swasta, dan

masyarakat sipil diperlukan. Namun implementasi kebijakan-kebijakan desentralisasi

dan pemerintahan tidak selalu merupakan proses yang mulus dan tetap penuh

tantangan.

Penerapan kriteria Good Governance (akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi) dalam

pemerintahan lokal perlu ditingkatkan. Berdasarkan kriteria tersebut jangkauan dan

kualitas layanan publik tertentu terutama kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha harus

ditingkatkan. Situasi ini dapat terwujud apabila terdapat peningkatan kapasitas dan alat

pengukur kinerja pemerintah lokal.

Dalam usaha mengatasi tantangan-tantangan di atas, dalam kerangka kerja sama

pembangunan pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Republik Federal

Jerman, proyek the Good Local Governance (GLG) yang diimplementasikan oleh GTZ

(German Technical Cooperation) mendukung pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat

untuk mendesain dan mengimplementasikan instrumen awal guna menggerakkan

pemerintah-pemerintah lokal melalui Sayembara Good Governance. Sayembara atau

kompetisi tersebut meletakkan fokus pada pengembangan kapasitas pemerintah-

pemerintah lokal dan organisasi-organisasi perantara untuk memperkuat transparansi

dan partisipasi dalam penyediaan layanan publik.

Setelah diluncurkan secara resmi pada tanggal 17 Desember 2006 oleh Gubernur Nusa

Tenggara Barat, kesembilan pemerintah kabupaten / kota di provinsi Nusa Tenggara

Barat memutuskan untuk berpartisipasi. Sebagai langkah pertama, mereka diminta

menyerahkan proposal yang membahas topik-topik, misalnya peningkatan layanan

kesehatan, menguatnya usaha pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan

Page 3: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

masyarakat, atau meningkatnya kualitas pendidikan. Tantangannya adalah meraih

kemajuan dalam waktu tiga bulan yang akan dievaluasi oleh juri independen.

Laporan ini mendeskripsikan secara ringkas pendekatan Sayembara Good Governance

dan mengkaji konsep, prospek dan pelajaran yang diambil dari inovasi good governance

Pemerintah Kota Mataram yang merupakan juara I Sayembara Good Governance di

Nusa Tenggara Barat tahun 2007 untuk inisiatifnya dalam upaya pengentasan

kemiskinan di area percontohan, yaitu Lingkungan Sembalun.

Konteks Regional dan Masalah-masalah Kemiskinan di Perkotaan

Mataram adalah kota dan ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di wilayah

Indonesia timur. Provinsi ini meliputi wilayah seluas 20.153,15 km2, terdiri dari dua

pulau utama yaitu Lombok dan Sumbawa, dan secara administratif terbagi kedalam

dari sembilan kabupaten / kota. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006

(BPS dan BAPPEDA, 2007), total populasi provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai

4.257.306 jiwa.

Nusa Tenggara Barat memiliki banyak permasalahan dan hambatan di bidang

pembangunan sebagaimana daerah-daerah lain di wilayah Indonesia timur. Meskipun

upaya-upaya besar pembangunan yang dilaksanakan selama dekade terakhir telah

menghasilkan beberapa peningkatan yang signifikan dalam bidang sosial dan ekonomi,

kemiskinan tetap menjadi masalah utama yang dihadapi daerah ini. Menurut laporan

resmi (Hadar, 2008), tingkat kemiskinan di Nusa Tenggara Barat kurang lebih 25 %

(sekitar 1, 12 juta jiwa) dari total populasi. Angka ini telah mengalami sedikit penurunan

selama beberapa tahun terakhir. Selain itu, juga dilaporkan bahwa sejak tahun 1999, Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) Nusa Tenggara Barat

adalah yang terendah di Indonesia (BPS, 2008)3. Tingginya malnutrisi dan tingkat

kematian ibu dan bayi juga merupakan masalah pelik di NTB. NTB adalah salah satu

daerah kritis di Indonesia dalam hal tingkat kematian ibu dan bayi. Tingkat kematian bayi

mencapai 73,5 / 1000 kelahiran hidup (nasional = 45 / 1000 kehadiran hidup);

3  Lihat http://www.bps.co.id 

 

Page 4: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

sedangkan tingkat kematian ibu adalah 370 / 100.000 kelahiran hidup (nasional = 307 /

100.000 kelahiran hidup).

Lebih jauh lagi, tingkat melek huruf masyarakat NTB di atas 15 tahun adalah 83,7% bagi

pria dan 71% bagi wanita. Namun, angka-angka tersebut masih jauh di bawah rata-rata

nasional yaitu 94,0 % untuk pria dan 86,8% untuk wanita (Hadar, 2008).

Didirikan di akhir tahun 1993, Mataram adalah salah satu kota desentralisasi baru di

wilayah Indonesia Timur. Pada pertengahan tahun 2006, total populasinya mencapai

362,43 jiwa (BPS dan Bappeda, 2007). Laporan resmi terkini juga melaporkan hal yang

serupa. Produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita pada tahun 2005 dan 2006

berurutan adalah sebesar Rp. 4.179.980,00 dan Rp. 4.441.547,00. Angka tersebut

merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi di atas rata-rata nasional yaitu 7,79 dan 7,89

persen masing-masing pada tahun 2005 dan 2006 (BPS, 2007). Namun, daerah ini

juga memiliki permasalahan-permasalahan yang sama sebagaimana daerah-daerah lain

di wilayah Indonesia timur. Beberapa permasalahan berikut ini diantaranya

mencerminkan tantangan berat yang dihadapi Pemerintah Kota Mataram:

• meluasnya permukiman kumuh;

• rendahnya kualitas SDM (banyaknya tenaga kerja yang tidak berkeahlian,

tingginya tingkat buta huruf);

• kurangnya infrastruktur permukiman;

• tingginya tingkat pengangguran.

Memang benar bahwa pengentasan kemiskinan merupakan program utama pemerintah

kota Mataram selama lebih dari satu dekade. Seiring dengan strategi nasional,

pemerintah Kota Mataram telah melaksanakan banyak langkah intervensi pembangunan

yang pro-kemiskinan di bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Pemerintah kota

telah meluncurkan program pembangunan ekonomi populer bernama ”PER” —

Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Di bidang layanan kesehatan masyarakat, pemerintah

kota telah memperkenalkan kebijakan populer yaitu pengobatan gratis bagi warga

miskin yang memenuhi syarat. Pemerintah kota juga telah memperkenalkan kebijakan

populer dalam bidang pendidikan dasar yaitu sekolah gratis bagi anak-anak dari

golongan tidak mampu di sekolah negeri manapun di Mataram.

Page 5: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Meskipun kota Mataram telah menunjukkan beberapa prestasi yang mengagumkan

dalam hal pertumbuhan ekonomi regional, kemiskinan dan pengangguran tetap

merupakan masalah yang berat. Hal ini menunjukkan dibutuhkannya pengembangan

strategi-strategi yang lebih terpadu dan luas jangkauannya serta strategi pembangunan

yang efektif dari segi biaya.

Sayembara Good Governance sebagai Sebuah Instrumen Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah Tujuan dan Tema

Sayembara Good Governance diselenggarakan untuk mendukung pengembangan

kapasitas pemerintahan daerah dalam rangka penyediaan layanan publik. Organisasi-

organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, dan masyarakat pada umumnya akan

memetik manfaat dari kemajuan-kemajuan dalam bentuk layanan harian. Berikut adalah

tujuan sayembara dilihat dari sudut pandang yang lebih luas dan jangka panjang:

• memelihara dan memperluas skala penerapan prinsip-prinsip good governance

dalam pemerintahan daerah;

• meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan dalam mendesain dan

mengimplementasikan pendekatan inovatif dalam pemerintahan daerah;

• memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas penyediaan layanan publik;

• mempercepat pencapaian human development index regional yang lebih baik.

Pada gilirannya, masyarakat akan menerima informasi yang lebih baik berkenaan

dengan status layanan tertentu dan inovasi-inovasi yang diterapkan. Penghargaan

(hadiah) dihajatkan sebagai insentif untuk memobilisasi pemerintah daerah mengikuti

sayembara. Karena sayembara tersebut adalah sebagai kendaraan atau alat untuk

menggalakkan praktek good governance, penghargaan yang menarik yang akan

bermanfaat bagi masyarakat disediakan bagi pemerintah daerah yang keluar sebagai

pemenang; jadi, hadiahnya bukan ditujukan kepada petinggi-petinggi atau institusi-

institusi tertentu, melainkan hadiah bagi rakyat.

Page 6: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Pada sayembara pertama di tahun 2007, pemerintah provinsi NTB mengangkat tema

“Inovasi Transparansi dan Partisipasi dalam Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik dalam Kerangka Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Human

Development Index)”. Berdasarkan tema tersebut, sayembara ini menitikberatkan

penilaian terhadap dua kriteria good governance, yaitu transparansi dan partisipasi,

diantara banyak kriteria lain yang disyaratkan oleh UNDP.

Metodologi

Di tingkat provinsi, Panitia Penyelenggara (Organizing Committee) dibentuk dan

ditetapkan oleh Gubernur untuk mengemban tanggung jawab pelaksanaan sayembara

yang untuk pertama kali ini dipandang sebagai “pilot proyek”. Sesuai kewenangannya,

Panitia Penyelenggara menyusun rencana kerja terperinci. Tujuan utama sayembara

padalah memotivasi pemerintah-pemerintah daerah untuk merampungkan kemajuan-

kemajuan yang dapat diukur dalam proses penyediaan layanan yang akan mengarah

pada transparansi dan partisipasi yang lebih baik. Para ahli dari dunia akademis dan

organisasi-organisasi masyarakat sipil yang aktif dalam pemerintahan membantu

merumuskan metodologi dan kriteria lomba. Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai

dalam waktu tiga bulan sejak registrasi sayembara akan dinilai oleh juri independen.

Penilaian independen oleh juri yang juga independen akan menghasilkan perspektif

yang komparatif dan penilaian yang terpercaya. Informasi tentang sayembara

diumumkan di media masa lokal. Pemberitahuan serupa juga disampaikan kepada

pemerintah-pemerintah daerah di provinsi NTB. Para ahli dan anggota organisasi

perantara (intermediary organization) yang berkualitas akan mengevaluasi inovasi-

inovasi yang disajikan oleh para kandidat dan memverifikasi bukti-bukti dengan

mengumpulkan informasi langsung dari lapangan. Masukan-masukan ini akan menjadi

bahan pertimbangan sebelum juri membuat keputusan akhir tentang pemenang

sayembara. Akhirnya sebuah acara publik akan digelar untuk mengumumkan hasil

sayembara sekaligus sebagai bentuk penghargaan kepada para juara.

Kriteria Proposal yang Diterima dan Penilaiannya

Inovasi pemerintah lokal harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

• tidak pernah diajukan dalam sayembara serupa di lokasi manapun;

Page 7: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

• mempunyai hubungan yang jelas dengan tujuan sayembara, utamanya

meningkatkan penyediaan layanan publik dan kontribusi untuk meningkatkan

human development index regional;

• merupakan kegiatan baru atau kegiatan yang mendukung program

pembangunan yang sedang berlangsung;

• harus mempunyai indikator hasil yang relevan dan dapat diukur dalam kurun

waktu tiga bulan.

Proposal-proposal pemerintah daerah dinilai pada awal dan akhir sayembara oleh

juri independen. Pada evaluasi awal, juri menilai relevansi kegiatan yang diajukan

(menggunakan kriteria-kriteria di atas) dan prospek tercapainya tujuan peningkatan

layanan publik berdasar potensi dan keterbatasan pemerintah-pemerintah lokal

tersebut. Evaluasi akhir lebih bersifat substansial yakni berpatokan pada kriteria

transparansi dan partisipasi. Terdapat lima indikator penentu tingkat transparansi

dan inovasinya, yaitu:

• tersedianya informasi untuk semua pemangku kepentingan;

• tersedianya prosedur yang jelas untuk setiap layanan;

• efektifnya mekanisme penanganan pengaduan masyarakat;

• diterapkannya prinsip-prinsip transparansi dalam seluruh kegiatan;

• tercapainya implementasi target dalam jangka waktu tiga bulan.

Tingkat partisipasi dan inovasinya diukur berdasar sepuluh indikator berikut:

• terlibatnya pemangku kepentingan dalam seluruh tahapan proses pembangunan

(perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi);

• tersedianya proses identifikasi bagi pemangku kepentingan;

• terwakilinya pemangku kepentingan;

• persepsi pemangku kepentingan sehubungan dengan partisipasi mereka;

• adanya pembelajaran bersama yang relevan dan aksi bersama yang melibatkan

pemangku kepentingan dan media masa lokal;

• terbentuk dan tegaknya prosedur / mekanisme partisipasi publik;

Page 8: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

• digunakannya sumber-sumber daya lokal;

• adanya kemampuan untuk diterapkan kembali;

• tercapainya target dalam waktu tiga bulan.

Inisiatif Pengentasan Kemiskinan oleh Kota Mataram dalam Sayembara Good

Governance tahun 2007 di NTB Tujuan Program Mewujudkan pemerintahan yang lebih transparan dan partisipatif untuk secara efektif

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat lokal dan meningkatkan

kesempatan mengembangkan penghidupan yang lebih baik dalam upaya mempercepat

peningkatan human development index regional.

Tujuan-tujuan tersebut dapat langsung membuahkan hasil yang saling berhubungan,

yaitu:

• menguatnya penerapan prinsip-prinsip good governance di tingkat lokal dan

lingkungan masyarakat; dan

• berkembangnya kapasitas pemerintahan lokal dalam rangka penyediaan layanan

publik yang lebih berkualitas antar dinas-dinas pemerintah lokal, organisasi

perantara, dan organisasi masyarakat sipil.

Selain itu, tujuan-tujuan di atas juga mengandung unsur tujuan jangka menengah yaitu

peningkatan human development index berikut tujuan Sayembara Good Governance di

provinsi Nusa Tenggara Barat.

Sebagaimana yang disebut di atas, salah satu tantangan Sayembara Good Governance

adalah memperoleh hasil-hasil implementasi inovasi dalam jangka waktu yang sangat

singkat. Pemerintah Kota Mataram bersama dengan anggota masyarakat di area

percontohan (Sembalun) menjabarkan serangkaian indikator hasil selama periode tiga

bulan, sebagai berikut:

Page 9: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

• teridentifikasinya keluarga miskin melalui proses penilaian yang partisipatif;

• dibentuk dan difungsikannya unit keluhan masyarakat di area percontohan

secara efektif.

Bersama dua indikator tersebut, berikut adalah indikator-indikator di sektor yang lebih

luas.

Indikator di bidang pendidikan

• Tersedianya fasilitas sekolah gratis untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu

di tingkat SD dan SLTP;

• Ditingkatkannya peran sekolah untuk anak-anak di bawah usia lima tahun

(PAUD―Pendidikan Anak Usia Dini), dipekerjakannya guru-guru yang

berkualitas, tersedianya fasilitas belajar yang aman, dan teridentifikasinya siswa-

siswa dari keluarga miskin yang memenuhi syarat;

• Diperkuatnya program pemberantasan buta huruf yang telah ada.

Indikator di bidang kesehatan

• Tersedianya layanan kesehatan yang lebih berkualitas dan gratis bagi semua

warga miskin;

• Terbentuknya organisasi masyarakat (bahasa Sasak: awig-awig) untuk membina

lingkungan dan penghidupan yang sehat;

• Disosialisasikan dan didukungnya pembangunan toilet umum.

Indikator sektor ekonomi

• Teridentifikasi dan terlaksananya pelatihan / kursus

• Didirikannya institusi keuangan mikro untuk meningkatkan ketersediaan dan

akses modal bagi wiraswasta miskin dan mikro

Kerangka institusional

Pemerintah daerah, pimpinan kelompok-kelompok masyarakat, dan forum

multistakeholder di tingkat lokal (kota) dilibatkan dalam mendesain dan

mengimplementasikan program percontohan, yakni inovasi good governance guna

Page 10: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

pengentasan kemiskinan. Forum-forum multistakeholder selalu berada di garda depan

dalam upaya menggalakkan pembangunan yang memihak masyarakat miskin (pro-poor)

selama lebih dari dua tahun ini. Forum ini beranggotakan personil LSM / organisasi

perantara, tenaga-tenaga profesional dari universitas setempat, dan anggota asosiasi

bisnis. Bappeda memegang peranan penting sebagai koordinator para aktor (institusi-

institusi) tersebut.

Alat dan Proses

Inovasi good governance untuk pengentasan kemiskinan di Mataram mengintegrasikan

serangkaian alat diantaranya Community Action Planning (Rencana Kerja Masyarakat),

Participatory Poverty Assessment (Kajian Kemiskinan Partisipatif), dan Multistakeholder

Fora (merujuk pada kerangka institusional), dan Integrity Pact (Pakta Integritas). Alat-

alat ini tidaklah baru sama sekali, tetapi telah berkembang selama beberapa tahun di

Indonesia, terutama di wilayah Indonesia timur. Community Action Planning (CAP),

misalnya, telah diadopsi dari GTZ dalam rangkaian Urban Quality Management Program

(GTZ-Urban Quality) sejak tahun 2003. Pemangku kepentingan lokal dibentuk kurang

lebih sejak lima tahun lalu, tetapi perkembangannya menjadi forum multistakeholder

dengan fokus pengelolaan ekonomi lokal masih terbilang baru. Kami akan membahas

mengenai alat-alat tersebut sebagai berikut.

Community Action Planning — Alat ini berkembang dari ide perencanaan

partisipatif dalam konteks perkotaan. Community Action Planning mengadaptasi

beberapa metode partisipasi untuk memahami situasi, masalah, dan kesempatan

masyarakat serta solusi untuk mengatasinya. Alat ini menggerakkan anggota

masyarakat (pria dan wanita) dan pemangku kepentingan lokal lainnya untuk

berdialog, mengatur alokasi sumber-sumber daya lokal, dan membagi tanggung

jawab dalam aksi bersama di lingkungan masyarakat tertentu. Mungkin, terdapat

banyak cara untuk melaksanakan CAP, tetapi di Mataram alat ini terdiri dari

enam tahapan utama, yaitu:

• persiapan (perencanaan untuk CAP: pembentukan tim fasilitator, pembagian

tugas, jadwal, dan lain-lain);

• penyiapan profil masyarakat (kondisi lingkungan hidup, jumlah populasi,

sumber-sumber daya lokal yang tersedia, potensi, masalah, dan lain-lain.);

Page 11: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

• pengembangan model tiga dimensi di area tersebut untuk membina

pembelajaran partisipatif dan analisis ruang;

• pelaksanaan workshop CAP di lingkungan masyarakat (analisis masalah dan

kesempatan, solusi yang diperoleh dari masyarakat, dan rencana kegiatan

yang membutuhkan dukungan pemerintah);

• pengintegrasian (pensejajaran) CAP ke dalam rencana pembangunan kota;

• monitoring pelaksanaan rencana kegiatan.

Participatory Poverty Assessment (Kajian Kemiskinan Partisipatif) - Alat ini

berkembang dari metode partisipatif yang digunakan dalam analisis situasi dan

pembangunan berbasis masyarakat. PPA bergantung pada pengetahuan dan

nilai-nilai masyarakat dalam mengidentifikasi kelompok masyarakat miskin.

Dengan demikian, anggota masyarakat sendiri yang mendefinisikan kriteria

miskin, mengidentifikasi, dan memverifikasinya serta menyelesaikan konflik

apabila ada.

Multistakeholder Fora - Alat ini merupakan wadah dialog bagi pemangku

kepentingan di tingkat lokal. Multistakeholder fora berevolusi dari proses belajar

antar pemangku kepentingan lokal dalam upaya meningkatkan transparansi dan

partisipasi dalam proses pengambilan keputusan demi tersedianya layanan

publik yang lebih baik. Forum ini menyatukan pelaku-pelaku (pria dan wanita)

dari organisasi perantara lokal, anggota organisasi masyarakat, anggota asosiasi

bisnis, dan pemerintah daerah. Forum ini memungkinkan mereka berbagi visi,

perspektif, dan nilai-nilai untuk lebih memahami peran, fungsi, dan tujuan

mereka. Personil pemerintah lokal juga dapat belajar dan memahami masalah

yang sebenarnya dihadapi masyarakat dan kesempatan-kesempatan mereka

melalui dialog dan interaksi langsung dengan LSM dan sektor swasta yang aktif

dalam forum. Anggota masyarakat, LSM, dan sektor swasta juga dapat lebih

memahami visi, nilai, dan faktor-faktor yang membentuk kebijakan pemerintah.

Disamping itu, melalui proses-proses interaktif di dalam forum, masyarakat lokal,

LSM, dan sektor swasta juga dapat memahami keterbatasan-keterbatasan

pemerintah lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pemahaman tersebut

mencegah timbulnya harapan yang salah yang akan menyebabkan situasi sosial

ekonomi yang tidak diinginkan.

Page 12: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Integrity Pact (Pakta Integritas) - Alat ini diadopsi dari the German Technical

Cooperation Agency (GTZ SfGG - Support for Good Governance pada

Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (MENPAN). Pakta Integritas

adalah perjanjian tertulis tentang prosedur pengadaan sarana publik yang

transparan dan bebas korupsi. Hal ini ditandai dengan keterbukaan tentang

seluruh dokumen yang ditandatangani oleh badan yang mendanai proyek

(misalnya GTZ, apabila proyek itu didukung oleh GTZ) dan semua peserta lelang

dari sektor swasta. Organisasi masyarakat sipil atau komisi pemerintah yang

independen atau sektor swasta mengawasi dan mengatur pelaksanaan pakta

integritas.

Menyikapi peluncuran sayembara Good Governance oleh Gubernur NTB pada tanggal

17 Desember 2006, pemerintah kota Mataram membentuk tim fasilitator untuk

menyusun konsep pendekatan inovatif (merumuskan proposal), mengidentifikasi area

percontohan, dan memfasilitasi seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan mandiri terhadap inovasi yang diajukan. Setelah konsep awal diperoleh,

pemerintah kota mengadakan sosialisasi kepada anggota masyarakat di daerah tertentu

guna membangun kesepahaman antar pemangku kepentingan berkenaan dengan

tujuan dan manfaat program serta peran dan tanggung jawab institusi dan kelompok

masyarakat.

Setelah proses sosialisasi, proses penilaian warga yang masuk kategori miskin

dilaksanakan secara partisipatif. Anggota masyarakat sendiri yang menentukan kriteria

miskin dan mengidentifikasi keluarga miskin di lingkungan mereka. Hasilnya, warga

miskin adalah orang-orang yang tidak memiliki penghasilan tetap atau berpendapatan

kurang dari Rp300.000,00 per bulan yang tidak memiliki rumah atau mempunyai rumah

yang sangat sederhana. Semula terdapat 139 keluarga (kurang lebih 70% dari total

keluarga di lingkungan tersebut) yang masuk kategori miskin, tetapi kemudian

bertambah menjadi 142 karena adanya keluhan dari beberapa anggota masyarakat.

Berdasar temuan tersebut, Kepala Lingkungan Sembalun memasang ‘stiker miskin’ di

tiap rumah keluarga miskin. Bersama dengan pemasangan stiker, keluarga-keluarga

miskin tersebut juga mendapatkan kartu miskin dari pemerintah kota yang dapat

digunakan untuk memperoleh biaya pengobatan dan sekolah gratis. Selain itu,

Page 13: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

pemegang kartu miskin menerima beras subsidi (raskin) dari pemerintah pusat.

Pemerintah kota juga memperkenalkan mekanisme penanganan pengaduan

masyarakat dengan mendirikan institusi yang dibina oleh masyarakat di tingkat

lingkungan dan pemasangan kotak pengaduan di tempat-tempat strategis. Selama

Sayembara Good Governance, terdapat beberapa keluhan yang dimasukkan dalam

kotak tersebut. Tiga diantaranya mempertanyakan tidak dimasukkannya tiga keluarga

dalam kategori miskin. Keluhan-keluhan ini telah benar-benar ditindaklanjuti dan tiga

keluarga tersebut telah dimasukkan ke dalam daftar warga miskin.

Setelah tahap identifikasi, dimulailah proses perencanaan kegiatan masyarakat yang

tidak hanya melibatkan warga miskin tetapi juga tokoh masyarakat dan organisasi

perantara terkait yang aktif dalam masyarakat. Indikator sukses juga ditentukan dalam

tahapan tersebut. Semua proses dan alat yang telah disebutkan di atas merupakan

elemen-elemen pokok dalam proposal inovasi good governance kota Mataram yang

disampaikan kepada pemerintah provinsi untuk mengikuti sayembara. Setelah beberapa

revisi, dengan mempertimbangkan masukan dari pengkaji independen dan peserta

diskusi yang digelar oleh pemerintah provinsi, proposal tersebut diimplementasikan di

area percontohan (selama tiga bulan).

Hasil-hasil Jangka Pendek

Salah satu tantangan Sayembara Good Governance adalah menghasilkan output nyata

dalam durasi yang terbilang sangat singkat (tiga bulan). Berikut adalah pembahasan

mengenai hasil-hasil utama yang diraih oleh Mataram selama Sayembara Good

Governance tahun 2007 di provinsi Nusa Tenggara Barat.

Dalam bidang pendidikan, rencana kegiatan telah diimplementasikan. Pemerintah kota

telah membebaskan biaya registrasi dan biaya lainnya di tingkat SD dan SLTP bagi

siswa-siswa dari keluarga tidak mampu (pemegang kartu miskin). Selain itu, pemerintah

kota juga menggerakkan pendidikan untuk anak di bawah lima tahun di area

percontohan (lingkungan Sembalun) dan membebaskan biaya registrasi dan biaya-biaya

lain bagi anak-anak dari keluarga miskin. Program khusus untuk memberantas buta

huruf dilaksanakan dengan membentuk tiga kelompok belajar, mendirikan fasilitas,

menyediakan alat-alat dan memulai kegiatan belajar mengajar. Walaupun terdapat

keterbatasan fasilitas belajar mengajar, minat peserta sangat tinggi dan beberapa

Page 14: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

diantaranya sudah dapat membaca dan menulis sebelum tiga bulan. Tenaga pengajar

untuk sekolah informal ini adalah guru-guru sekolah negeri yang tinggal di daerah

percontohan yang bersedia menjadi sukarelawan. Pelaksanaan pendidikan anak usia

dini juga dinilai memuaskan. Beberapa mainan edukatif dan fasilitas belajar outdoor

yang aman juga telah tersedia.

Di bidang kesehatan, terbukti pemerintah kota Mataram telah menyediakan layanan

yang lebih baik bagi masyarakat miskin. Keluarga-keluarga kurang mampu telah

menikmati layanan kesehatan dan pengobatan gratis di Puskesmas dan RSU.

Disamping itu, tindakan-tindakan pencegahan yang dibina masyarakat juga ditingkatkan

diantaranya melalui pembentukan ”awig-awig” (organisasi masyarakat) di bidang

pemeliharaan lingkungan dan aksi bersama untuk memperbaiki sanitasi, konstruksi, dan

perawatan fasilitas umum, seperti fasilitas Mandi-Cuci-Kakus (MCK) dan lain-lain.

Di bidang pembangunan ekonomi, pemerintah kota Mataram telah menyelenggarakan

pencatatan kebutuhan masyarakat terhadap keahlian tertentu. Berdasarkan catatan

tersebut, didirikanlah kursus-kursus manajemen usaha mikro dan pelatihan teknis

pengolahan dan pengemasan ikan.

Institusi keuangan mikro di tingkat lingkungan juga didirikan dengan

mengkonsolidasikan koperasi yang telah ada yaitu Koperasi Bahtera Damai. Untuk

memperluas pengetahuan dan keahlian peserta pelatihan dan institusi keuangan mikro,

telah disiapkan kegiatan-kegiatan lanjutan melalui proses yang partisipatif. Rencana

kegiatan menitikberatkan pada pemberdayaan perempuan melalui pengembangan

kapasitas dalam bidang pengembangan produk dan pasar seiring dengan

perkembangan institusional (diantaranya pembentukan Forum Wiraswastawati).

Pemerintah kota Mataram juga akan menyerahkan bantuan sebesar Rp. 35.000.000,00

kepada institusi keuangan mikro yang memenuhi syarat (Koperasi) di area percontohan

untuk meningkatkan ketersediaan modal bagi wiraswasta mikro. Institusi keuangan

mikro yang memenuhi syarat harus menjamin bahwa 30 % dananya dialokasikan untuk

wiraswastawati yang memulai / memperluas usahanya (menjadi bagian dari Integrity

Pact antar pemerintah kota, masyarakat, dan organisasi perantara lokal).

Page 15: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Kami mengamati keaktifan warga (Sembalun) dalam pembangunan infrastruktur umum

dan sosial misalnya toilet, renovasi sistem drainase, dan masjid dengan dana swadaya

masyarakat. Meskipun tidak semua target terpenuhi sesuai rencana, pembagian

tanggung jawab dan peran antar anggota masyarakat untuk mencapai hasil nyata telah

terlihat jelas.

Pelajaran yang Diperoleh dan Rekomendasi

Pengalaman kota Mataram membuktikan bahwa kombinasi antara kreativitas dengan

transparansi dan partisipasi dapat dihasilkan dalam tiga bulan. Dari sudut pandang

ekonomi, tiga variabel tersebut dapat menggantikan modal finansial, meskipun tidak

sepenuhnya.

Di Mataram, penerapan strategi kreatif bersama instrumen katalis (terutama rencana

kegiatan bersama, kajian kemiskinan yang partisipatif, mekanisme penanganan

pengaduan masyarakat; dan forum multistakeholder untuk pemerintahan lokal)

membuahkan kegiatan bersama yang bermanfaat bagi masyarakat miskin dan pada

gilirannya seluruh anggota masyarakat di lingkungan tersebut. Kami juga memetik

pengalaman bahwa peran kunci Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) dan Forum Multistakeholder adalah salah satu faktor utama menuju

terbinanya pembelajaran dan interaksi pemangku kepentingan yang dinamis,

terbangunnya kepercayaan, dan teralokasikannya sumber-sumber daya lokal dan

pembagian tanggung jawab antar pelaku. Lebih lanjut, instrumen-instrumen tersebut

sangat berpotensi untuk dilanjutkan dan diterapkan kembali karena dapat mengarahkan

pemangku kepentingan untuk menghasilkan tindakan-tindakan pembangunan yang lebih

fokus, efisien, dan efektif.

Namun kami juga setuju dengan pendapat para pemangku kepentingan bahwa waktu

sosialisasi sayembara dan pembuatan proposal terlalu singkat (efektif satu bulan). Oleh

karena itu, mereka berharap panitia menyediakan waktu yang lebih lama untuk

menyosialisasikan kegiatan dimaksud agar proses berjalan dengan lebih interaktif dan

efektif di masa yang akan datang. Selain itu tujuan sayembara berupa implementasi

kegiatan dan hasil yang dapat diukur dalam jangka waktu tiga bulan dinilai ambisius

walaupun hal tersebut merupakan tantangan dalam sayembara.

Page 16: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Beberapa Langkah ke Depan

Dalam rangka meningkatkan upaya menggalakkan dan menyebarluaskan praktek-

praktek good governance yang tengah berlangsung, berikut adalah tindakan-tindakan

yang dapat diambil:

• pemerintah provinsi perlu berperan aktif dalam memfasilitasi dialog-dialog good

governance di tingkat provinsi dan lokal misalnya melalui pembentukan forum

Good Governance atau Good Governance Center of Excellent di tingkat provinsi;

• sayembara yang sama dengan fokus yang berbeda patut dipertimbangkan.

Kegiatan ini tidak harus dilaksanakan setiap tahun, mungkin, dua tahun sekali

untuk menyediakan waktu yang lebih lama bagi pemerintah lokal dalam

menentukan strategi dan sumber-sumber daya lokal untuk mengikuti lomba;

• pemerintah kota Mataram perlu memperkuat kegiatan bersama yang sedang

berjalan dan menyiapkan strategi replikasi/ perluasan skala dengan biaya yang

terjangkau dan efektif. Pengenalan program kepada institusi di sektor-sektor

terkait di tingkat provinsi perlu menjadi prioritas bagi pemerintah kota di masa

yang akan datang;

• panduan proses dan metodologi perlu didistribusikan kepada masyarakat.

Pemerintah provinsi perlu berperan aktif dalam kegiatan ini;

• langkah-langkah yang tepat dalam mewujudkan good governance perlu

dikompilasi dan disebarluaskan;

• organisasi perantara yang terlibat dalam mendesain dan menyelenggarakan

implementasi Sayembara Good Governance perlu diberi keleluasaan untuk

berperan aktif dalam menyebarluaskan metodologi ke daerah-daerah lain dan

menyediakan fasilitas proses implementasi.

Page 17: Instrumen Katalitik Pemerintahan Daerah untuk Mengurangi Kemiskinan

Referensi BPS, 2008. Mataram dalam angka 2007/2008. Badan Pusat Statistik Kota

mataram dan BAPPEDA Kota Mataram. BPS, 2007. Nusa Tenggara Barat dalam angka 2006/2007. Badan Pusat

Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dendi, A., A. Zaini. 2007. Role of multistakeholder forum in reducing vulnerability

and poverty: Perspective and lessons from Nusa Tenggara, Indonesia. In Li Guoqing, S. Wun’Gaeo, and H. Kuroyanagi (editors), 2007. Globalization, competitiveness and human Insecurity in Rural Asia”, Proceeding of the 3rd International Conference of Asian Rural Sociology Association held in Sanhe, China: Volume III (page 631-641).

Good Local Governance. 2008. Selayang pandang program inovasi transparansi

dan partisipasi dalam rangka sayembara good governance provinsi Nusa Tenggara Barat 2007. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia dan GTZ-Good Local Governance (GLG). Mataram. http://www.gtz-decentralization.or.id.

Good Local Governance. 2008. Sayembara good governance provinsi Nusa

Tenggara Barat 2007: Panduan proses penyelenggaraan dan metode. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia dan GTZ-Good Local Governance (GLG). Mataram. http://www.gtz-decentralization.or.id.

Hadar, Ivan A. (Editor). Meneropong kebutuhan pencapaian MDGs di Nusa

Tenggara Barat (NTB). Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, BAPPENAS dan UNDP. Jakarta. 124 pp.

Martawang, L., I. N. Wiarnanta, Arifin A. Bakti. 2008. Community action planning

(CAP) sebagai alat perencanaan pembangunan: Kasus lingkungan Sembalun, kecamatan Sekarbela, kota Mataram. Working Paper. Unpublished.

Sayuti, R. Husaenie. 2007. The impact of cash and direct subsidy for the poor in

West Nusa Tenggara province, Indonesia. In Li Guoqing, S. Wun’Gaeo, and H. Kuroyanagi (editors), 2007. Globalization, competitiveness and human Insecurity in Rural Asia”, Proceeding of the 3rd International Conference of Asian Rural Sociology Association held in Sanhe, China: Volume III (page 642-656).