injeksi riboflavin
DESCRIPTION
laporan resmi praktikum teknologi farmasi sediaan steril injeksi riboflavinTRANSCRIPT
I. JUDUL PRAKTIKUM
Injeksi Riboflavin dalam Ampul
II. PENDAHULUAN
Injeksi ialah suatu sediaan steril yang dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi
atau serbuk yang harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Rute
administrasi pada sediaan injeksi antara lain melalui intravena, intramuskular, subkutan,
intradermal, intraarterial, intrakardiak, intraspinal dan lainnya.
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki
ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20
kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena
total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu
kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk
bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas
berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian
peroralia. (R. Voigt hal. 464)
Injeksi vitamin B2 atau Riboflavin adalah sediaan yang berperan untuk mengatasi
defisiensi atau kekurangan vitamin B2. Pemberian injeksi vitamin B2 dilakukan melalui
intramuskular. Injeksi dengan rute intramuskular dilakukan dengan menginjeksikan
sediaan kedalam otot rangka. Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf
utama atau pembuluh-pembuluh darah utama. Pada orang dewasa tempat yang paling
sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian atas luar otot
gluteus maksimus. Sedangkan pada bayi, tempat penyuntikan melalui intra muskular
sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml, bila disuntikkan kedaerah gluteal, dan 2 ml bila di
deltoid.
Pada pembuatan injeksi Riboflavin, diketahui sifat kelarutan riboflavin sangat
sukar larut dalam air, dalam etanol dan dalam larutan NaCl 0,9%. Oleh karena itu
digunakan bahan tambahan Nikotinamid yang merupakan vitamin B3 yang dapat
membantu kelarutan dari Riboflavin.
Sediaan injeksi memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat bekerja cepat sehingga
dapat digunakan untuk keadaan darurat; dapat digunakan untuk obat yang tidak tahan
asam lambung; untuk pemberian obat yang bekerja setempat (lokal) dan menjamin
sterilitas, kemurnian, dan takaran obat yang tepat.
III. NAMA ZAT AKTIF
Riboflavin
Nama Zat AktifSifat Fisika-Kimia dan
Stabilitas
Cara
SterilisasiKhasiat/Dosis
Cara
Penggunaan
Vitamin B2
( Riboflavin)
FI IV hal:741
Martindale 28
hal:1642
Drug
Information
hal: 2101
Pemerian:
Serbuk hablur, kuning
hingga kuning jingga,
bau lemah.
Melebur pada suhu lebih
kurang 2800 C.
Kelarutan:
Sangat sukar larut
dalam air, dalam etanol
dan dalam larutan NaCl
0,9%. Sangat mudah
larut dalam alkali encer
Stabilitas:
Jika kering tidak begitu
dipengaruhi cahaya,
tetapi dalam larutan
cahaya sangat cepat
menyebabkan peruraian,
terutama jika ada alkali.
pH:
4,5 - 7
OTT:
Larutan alkali tetrasiklin,
eritromisin dan
streptomisin.
Autoklaf
(Martindale
28 hal:1642)
Khasiat:
Defisiensi
Vitamin B2
yang
menimbulkan
gejala
fotofobia,
lakrimasi, gatal
dan panas.
Dosis:
Dewasa:
5-30 mg/hari
dalam dosis
terbagi
Anak:
3-10 mg/hari
(Drug
Information hal
2102)
Intramuskular
Wadah dan
penyimpanan:
Dalam wadah tertutup
rapat dan tidak tembus
cahaya
IV. DATA ZAT ADITIF
Nama ZatFungsi Zat
AditifSifat Fisika Kimia
Konsentrasi
atau DosisSterilisasi
Nikotinamid
/ Vitamin B3
(FI IV hal 609;
Martindale 28
hal 1650)
Peningkat
kelarutan
Riboflavin
Pemerian:
Hablur atau serbuk
hablur, tidak
berwarna atau
putih, berbau
lemah dan khas
Kelarutan:
Larut dalam 1
bagian air; 1,5
bagian etanol;
sukar larut dalam
kloroform dan eter
Stabilitas:
Hindari dari cahaya
pH:
6,0 – 7,5
Wadah dan
penyimpanan:
Dalam wadah
Autoklaf
tertutup baik
Aqua pro
Injection
( FI edisi IV hal
112 )
Pelarut Pemerian :
cairan, jernih, tidak
berwarna, tidak
berbau
Autoklaf
Benzalkonium
klorida
( Excipient
Hal: 67
FI IV hal: 130
Martindale 28
hal: 549 )
Pengawet Pemerian:Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih kekuningan, biasanya berbau aromatik lemah
Kelarutan:Sangat mudah larut dalam air dan etanol
pH:5-8
Stabilitas:Higroskopis
OTT:
Aluminium,
surfaktan anionik,
sitrat, hidrogen
peroksida.
0,01 – 0,02 %( Excipient
hal: 67 )
Autoklaf
V. FORMULA
Tiap Ampul mengandung:
Riboflavin 10 mg
Benzalkonium klorida 0,01%
Larutan jenuh nikotinamid 1 gr/1 ml
Aqua pro injeksi ad 2 ml
Alasan Pemilihan :- Pemilihan dosis 10 mg karena pada dosis tersebut sudah dapat berkhasiat sebagai
pengobatan defisiensi vitamin B2.
- Dipilih jalur IM karena vitamin B2 merupakan vitamin yang mudah larut dalam air
maka eksresi nya menjadi sangat cepat jika diberikan secara IV.
- Benzalkonium klorida biasanya digunakan sebagai pengawet pada sediaan
parenteral yang bervolume kecil.
- Larutan jenuh nikotinamid ?
Benzalkonium klorida mempunyai sifat antimikroba berspektrum luas karena dapat
menghambat bakteri gram positif dan gram negatif. (Excipient hal 27)
VI. ALAT DAN CARA STERILISASI
No Nama alat Cara sterilisasi
1 Ampul,erlemeyer, corong
gelas, beaker gelas
Dalam oven suhu 150°C, 1 jam
2 Gelas ukur, kertas saring Dalam autoklaf suhu 121°C, 15 menit
3 Spatula, kaca arloji Dipanaskan dengan menggunakan api bunsen
( dispensasi = direndam dalam alkohol 15
menit )
VII. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN BAHAN
A. Perhitungan
PERHITUNGAN UNTUK 1 AMPUL Dibuat 12 ampul injeksi vitamin B2
Volume yang dibutuhkan (V) : [(n + 2) v + (2 x 3)] ml
: [(12 + 2)(2+ 2x10%) + (2 x 3)] ml
: 36,8 mL = 37 ml
Keterangan :
n = Jumlah ampul (12 ampul) v = volume ampul + kelebihan volume
= 1 mL + (1 mL x 10%) = 1,1 mL 2 = Cadangan
2 x 3ml = untuk pembilasan
- Vitamin B1 : 10 mg / 2 mL x 37 ml = 185 mg
- Benzalkonium klorida : 0.01% x 37 ml = 0.037 g
- Larutan jenuh nikotinamid :
Nikotinamid :
Aqua pro injeksi :
B. Penimbangan
Riboflavin : mg
Benzalkonium klorida : ml
Nikotinamid : mg
VIII. CARA PEMBUATAN (STERILISASI AKHIR)
1. Kalibrasi ampul.
2. Cuci dan sterilisasi alat-alat yang akan digunakan.
3. Timbang bahan-bahan yang digunakan.
4. Buat aqua pro injeksi: Aquadest didihkan selama 30 menit.
5. Buat larutan jenuh Nikotinamid : Campur nikotinamid dengan aqua pro injeksi
1:1 (nikotinamid 1 gram + aqua pro injeksi 1 mL)
6. Larutkan riboflavin dalam sebagian larutan jenuh nikotinamid ad larut
7. Larutkan benzalkonium klorida dalam larutan riboflavin, lalu tambahkan aqua
pro-injeksi ad 30 mL.
8. Cek pH larutan
9. Saring larutan tersebut
10. Masukkan larutan tersebut kedalam vial yang telah dikalibrasi, tutup dengan
karet atau dengan kap aluminium, kemudian lapisi dengan aluminium.
11. Sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
12. Kemas, beri etiket, masukkan dalam dus kemudian lengkapi dengan brosur.
IX. EVALUASI
1) In Process Control (IPC)
a. Uji Kejernihan ( Lachman, hal 1355 – 1356 )
Pemeriksaan visual terhadap suatu wadah produk biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya dan berlatar
belakang hitan dan putih, dengan rangkain isi dijalankan dengan suatu aksi
memutar. Partikel yang bergerak lebih mudah dilihat dari pada partikel yang
diam, tetapi harus berhati-hati untuk mencegah masukya gelembung udara
yang sulit dibedakan dari partikel-partikel debu. Untuk melihat partikel-
partikel yang berat, mungkin perlu untuk membalik wadah pada tahap akhir
pemeriksaan.
b. Uji pH
Menggunakan pH universal
c. Uji keseragaman volume (FI IV hal 1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman
volume secara visual.
2) Quality Control
a) Uji Kejernihan ( Lachman, hal 1355 – 1356 )
Pemeriksaan visual terhadap suatu wadah produk biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya
yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya dan berlatar belakang
hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar
partikel yang bergerak lebih mudah dilihat dari pada partikel yang diam, tetapi
harus berhati-hati untuk mencegah masuknya gelembung udara yang sulit di
bedakan dari partikel-partikel debu. Untuk melihat partikel-partikel yang berat,
mungkin perlu untuk membalik wadah.
b) Uji Keseragaman volume ( FI IV hal 1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar, lalu dilihat keseragaman
volumenya secara visual pada tahap akhir pemeriksaan.
c) Uji sterilitas (FI IV hal 855)
Azas : larutan uji + media perbenihan inkubasi, 30-35oC, kekeruhan /
pertumbuhan (tidak steril)
Metode uji sterilisasi :
- Inokulasi langsung: ambil injeksi langsung diinokulasi ada tempat
pertumbuhan.
X. RANCANGAN KEMASAN
ml
Vitamin B2
intramuskular
Diproduksi Oleh:PT. Yuna PharmaJakarta-Indonesia
Tiap ml mengandung:Vit B2 5mg
Aturan pakai:1 -2 kali injeksi sehari, @1ml per injeksi
No Reg : DKL2009210001E3
N
o B
atch
: 1
0030
9
E
xp. D
ate
: Mar
et 2
015
RiboksiVitamin B2
intramuskular
Komposisi:tiap 1 ml mengandung 5 mg Vit B2
Farmakologi:Defisiensi riboflavin menyebabkan gejala sakit tenggorok dan radang
di sudut mulut atau stomatitis angularis, keilosis, glositis, lidah berwarna merah dan licin.
Indikasi:Pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai
pelagra atau defisiensi vitamin B kompleks
Kontraindikasi:Hipersensitif, penderita kelainan fungsi jantung, penderita epilepsi.
Aturan pakai:1 -2 kali injeksi sehari, @1ml per injeksi
Jalur Pemberian:Intramuskular
Kemasan:Ampul mL
Penyimpanan:Simpan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya
No Batch : 100309No Reg : DKL 2009210001E3Exp Date : Maret 2015
Diproduksi Oleh:PT. Yuna PharmaJakarta-Indonesia
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Riboksi
XI. DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan
terapi.Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Indonesia;1995.h.802.
2. Kibbe, Arthur H. Handbook of pharmaceutical
exipiens. Third Edition.Washington, D.C: American Pharmaceutical
Association; 2000.h.67;690.
3. Reynold, James E.F. Martindale the extra
pharmacopoeia. Twenty-eighth Edition.London: The Pharmaceutical
Press;1982.h.549-50;1291-22;1641-42;1650
4. . Anonim.Drug Information. USA:
AHFS.1988.h.2101-2.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.h.112-
30;596;609;741;855;1044.
6. Leon, Lachman. Teori dan Praktek Farmasi
industri. Edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia Press” ;1994.h.1354-
6.