infeksi sistem pernapasan bawah
TRANSCRIPT
INFEKSI SISTEM PERNAPASAN BAWAH
SKENARIO 2: SESAK YANG MENGGANGGU ISBA
Isba, laki-laki, 19 tahun, sering mengeluh batuk-batuk dengan dahak yang
banyak, berwarna kekuningan sejak satu bulan yang lalu. Demam hilang timbul
dan tidak tinggi sejak satu bulan tapi dalam tiga hari ini suhu tubuhnya menjadi
lebih tinggi dan dikuti sesak nafas. Ibunya membawa Isba ke Puskesmas di dekat
rumah. Dokter melakukan pemeriksaan terhadap Isba, dan didapatkan ia
menderita hiperpireksia dan dispneu. Pada auskultasi paru kanan, terdengar suara
nafas amphoris dan rhonki di apeks, sedangkan di lapangan tengah paru kiri
terdengar suara nafas bronkial disertai ronkhi.
Dokter menjelaskan bahwa Isba kemungkinan menderita penyakit infeksi
paru yang dapat disebabkan oleh beberapa hal. Penyakit ini sering ditemui di
masyarakat pada keadaan tertentu. Oleh karena banyak kemungkinan penyakitnya
maka dokter menganjurkan Isba untuk menjalani beberapa pemeriksaan lainnya.
Hasil pemeriksaan darah rutin Isba antara lain didapatkan hemoglobin 11
gr/dL dan leukosit 14.500/mm3. Dokter Puskesmas melakukan beberapa tindakan
dan memberikan beberapa jenis obat oral dan injeksi, kemudian merujuk ke
rumah sakit. Isba bertanya kepada dokter apakah dia dapat sembuh seperti semula.
Sebagai mahasiswa kedokteran bagaimana saudara menjelaskan keadaan Isba?
Terminologi
1. Hiperpireksia : Peningkatan temperatur tubuh yang sangat tinggi
lebih dari 41,1 oC.
2. Amphoric : bunyi suara nafas yang ditandai dengan suara
menyerupai meniup diatas mulut botol dapat berasal
dari kavitas atau pneumotoraks dengan fistel yang
terbuka.
3. Ronki : suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara
melalui saluran nafas yang berisi sekret/eksudat atau
akibat saluran nafas menyempit/oleh edema saluran
nafas.
4. Suara napas bronkial : suara nafas normal di daerah suprasternal.
5. Dispnue : kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dengan pernafasan yang cepat.
Identifikasi Masalah
1. Mengapa Isba mengeluh batuk-batuk dengan dahak yang banyak, berwarna
kekuningan sejak satu bulan lalu, dan apakah ada hubungan dengan usianya?
2. Mengapa demamnya hilang timbul dan tidak tinggi sejak satu bulan dan dalam
tiga hari ini demamnya menjadi lebih tinggi dan disertai sesak nafas?
3. Bagaimana interpretasi dari auskultasi paru?
4. Mengapa dokter menjelaskan bahwa kemungkinan Isba menderita penyakit
infeksi paru, apa penyebabnya dan infeksi paru apa yang mungkin terjadi?
5. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap infeksi pada Isba?
6. Apa kemungkinan penyakit Isba dan apa pemeriksaan lebih lanjutnya?
7. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan darah rutin Isba?
8. Bagaimana pengobatan yang sebaiknya dilakukan pada Isba?
9. Apakah Isba dapat sembuh seperti semula?
Analisis Masalah
1. Batuk ada pada orang normal mekanisme pertahanan tubuh dari benda
asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan.
Batuk 1 bulan batuk sub-akut
Dahak beserta lendir lebih kurang 100 ml
Berlebihan Infeksi, rangsangan kimia
Banyak infeksi supuratifa
Dahak berwarna kuning infeksi bakteri (TB)
Tidak ada hubungan dengan usia Isba, karena infeksi bisa terjadi pada semua
umur.
2. Demam tanda-tanda infeksi
bakteri demam tidak terlalu tinggi
virus demam tinggi
Demam pada Isba kumungkinan karena: bronkitis, pneumonia, TB (demam
hilang timbul).
1 bulan lalu demam tidak tinggi infeksi tidak terlalu berat
3 hari, demam semakin tinggi infeksi sekunder.
Sesak inflamasi udem
sekret yang menumpuk
peningkatan tahanan jalan nafas
penurunan keregangan paru
penurunan ekspansi paru
penyakit parenkim paru elastisitas paru menurun ventilasi paru
menurun otot-otot pernafasan bekerja lebih keras.
3. Amphoric dan ronki gejala dari TB paru
Suara nafas bronkial di lapangan tengah paru tidak normal (normalnya
pada suprasternal) pemadatan parenkim paru seperti pada pneumonia.
4. Gelaja dari penyakit Isba, seperti: batuk, demam dan diikuti sesak nafas,
merupakan gejala dari infeksi paru.
Dari pemeriksaan auskultasi paru suara nafas amphoric
ronki pada apex TB
lapangan paru kiri bronkial
pneumonia
Penyebab infeksi bisa karena Bakteri, virus maupun jamur. Untuk penyebab
pastinya perlu pemeriksaan lebih lanjut. Kuman-kuman ini dapat masuk secara
aerosol atau kolonisasi di permukaan mukosa.
Infeksi paru yang mungkin terjadi : TB, Pneumonia, bronkitis, bronkiektasis.
5. Pengaruh lingkungan higienis
penderita yang hidup di sekitar Isba
aerosol
polusi udara
sosial ekonomi rendah
malnutrisi
Selain pengaruh lingkungan, hal lain yang mempengaruhi adalah:
Penderita daya tahan tubuh menurun
Kuman jumlah kuman atau virulensinya
6. Kemungkinan penyakit Isba: TB, Pneumonia, bronkitis
Pemeriksaan lanjutan: pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan BTA,
pemeriksaan photo torax (radiologi), biopsi, biakan kuman, makroskopis dan
mikroskopis dari dahak.
Untuk TB memberikan antibiotik yang tidak berpengaruh terhadap TB, jika
gejalanya tidak hilang TB, jika gejalanya hilang bukan TB.
7. Hb rendah
Leukosit tinggi (leukositosis)
kedua hal ini merupakan pertanda adanya infeksi bakteri.
8. Pengobatan tergantung etiologi.
Jika TB anti TB
Jika penyebabnya belum diketahui obat simtomatik
antipiretik
obat untuk batuk berdahak
antibiotik
obat yang meningkatkan sistem imun
9. Jika Isba menderita Pneumonia bisa sembuh tanpa meninggalkan bekas
TB tergantung strain
bisa sembuh
bisa sembuh tapi meninggalkan cacat
dorman sewaktu-waktu dapat menyerang dengan penyebaran
secara hematogen ataupun limphogen.
Skema
ISBA 19 tahun
Penatalaksanaan (obat oral dan injeksi)
Batuk berdahak
Deman, sesak nafas
Nafas amphoric dan ronki
Lapangan paru kiri nafas bronkial
Infeksi paru
Resistensi obat
mikrobiologi
Foto torax
Pemeriksaan darah
Hb 11g/dl
Leukosit 14.500
Tindakan lanjut
Rujukan
Learning Objective
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang infeksi saluran nafas bawah;
a. Bronkitis
b. Pneumonia
c. TB
d. Bronkiektasis
e. Mikosis paru
BRONKITIS
Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya, yang
mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Manifefstasi klinis
biasanya terjadi akut mengikuti suatu infeksi saluran napas atas.
Etiologi
Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi udara,
alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur. Virus
merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya (10%) oleh
bakteri. Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza A dan B,
Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus, adenovirus dan
corona virus. Bronkitis akut karena bakteri biasanya dikaitkan dengan
Mycoplasma pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Bordatella pertusis,
Corynebacterium diphteriae, Clamidia pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Moraxella catarrhalis, H. influenza, Penyebab lain agen kimia ataupun pengaruh
fisik.
Diagnosis
Manifestasi klinis
Anamnesis dapat ditemui adanya demam, nyeri kepala, nyeri otot selama 3-4 hari
diikuti dengan batuk. Pada awalnya batuk bersifat kering dan keras, kemudian
berkembang menjadi batuk yang produktif, dahak bisa jernih atau purulen. Batuk
biasanya berlangsung 7-10 hari, tetapi dapat juga berlangsung samnpai 3 minggu.
Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila gejala dan tanda
klinis menetap sampai 2-3 minggu, perlu dicurigai adanya proses kronis atau
terjadi infeksi bakteri sekunder.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan
adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis.
Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dada
dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi
lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.
Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk
diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitis
harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada
bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena
sebagian besar penyebabnya adalah virus.
Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial
meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan ringan uji
fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu dilakukan pada penderita yang
sebelumnya sehat. Jika dicurigai adanya asma sebagai penyakit yang mendasari,
uji fungsi paru perlu dipertimbangkan untuk dilakukan.
Terapi
Penderita tidak perlu dirawat inap kecuali ada indikasi seperti dehidrasi atau
penyempitan bronkus yang berat.
Medikamentosa
Antibiotik tidak direkomendasikan secara rutin pada bronkitis akut, bahkan
pemberian antibiotik dengan indikasi untuk pencegahan superinfeksi saluran
napas bawah tidak memberikan keuntungan.
Bronkodilator agonis b2 seperti salbutamol dapat memberikan manfaat untuk
mengatasi batuk, utamanya pada keadaan yang disertai dengan tanda-tanda
bronkokontriksi. Pemberian salbutamol dengan dosis 0,1 mg/kgBB/kali.akan
mengurangi batuk dalam 7 hari, lebih baik dibandingkan pemberian antibiotik,
Analgesik & antipiretik bila diperlukan dapat diberikan.
Pemberian antitusif tidak direkomendasikan, mukolitik, dan ekspektoran,walau
belum cukup bukti klinis yang kuat.
Suportif
Terapi bronkitis akut sebagian besar bersifat suportif. Diperlukan istirahat dan
asupan makanan yang cukup, kelembaban udara yang cukup serta masukan
cairan ditingkatkan
Bronkitis kronik adalah inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan/hambatan
jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid, menyebabkan
ketidakcocokan ventilasi-perkusi dan menyebabkan sionasis. Bronkitis
didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam
satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam
bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan
terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis
kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah.
Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikoplasma yang luas dapat menyebabkan
episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama
musim dingin. Menghirup udara yang dingin pasti dapat menyebabkan
bronkospasme bagi mereka yang rentan.
Etiologi
Penyebab bronkitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkitis dapat timbul secara kongenital maupun
didapat. Kelainan kongenital dalam ini bronkitis terjadi sejak dalam kandungan.
Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan faktor perkembangan fetus
memegang peran penting.
Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.
Karena iritasi dyang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-
sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir
yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan
penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian
menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih
lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas.
Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan
mengakibatkan emfisime dan brokiektasis.
Manifestasi Klinis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini
bronkitis kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin,
lembab, dan iritan paru. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering
mengalami infeksi pernapasan.
Evaluasi Diagnostik
Riwayat kesehatn yang lengkap, termasuk keluarga, pemajanan terhadap
lingkungan, terhadap lingkungan, terhadap bahan-bahan yang mengiritasi dan
riwayan pekerjaan dikumpulkan, termasuk kebiasaan merokok (jumlah bungkus
per hari). Selain itu, pemeriksaan gas-gas darah arteri, rontgen dada, dan
pemeriksaan funsi paru dilakukan, juga pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit.
Pemeriksaan funsi paru menunjukkan penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV ; jumlah udara yang diekshalasi) dan peningkatan volume
residual (RV ; udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekshalasi maksimal),
dengan kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat. Hematokrit dan
hemaglobin dapat sedikit meningkat. Analisa gas darah dapat menunjukkan
hipoksia dengan hiperkapnia. Rontgen dada mungkin menunjukkan perbesaran
jantung dengan diafragma normal atau mendatar. Konsolidasi dalam bidang paru
mungkin juga terlihat.
Penatalaksanaan Medis
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar brinkiolus terbuka dan
berfungsi untuk memudahkan pembuangan sekresi bronkial untuk mencegah
infeksi dan untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat,
warna, jumlah, ketebalan) dan dalam batuk adalah tanda yang penting untuk
dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati dengan terapi antibiotik berdasarkan
hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Untuk membantu membuang sekresi bronkial, diresepkan bronkodilator untuk
menghilangkan bronkospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehingga
lebih banyak oksigen didistribusikan ke seluruh bagian paru dan ventilasi
alveolardiperbaiki. Drainase postural dan perkusi dada setelah pengobatan
biasanya sangat membantu, terutama jika terdapat bronkiektasis. Cairan (yang
diberikan per oral atau parenteral jika bronkospasme berat) adalah bagian penting
dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan sekresi
sehingga dapat mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi kortikosteroid
mungkin digunakan ketika pasientidak menunjukkan keberhasilan terhadap
pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena
menyebabkan brokokonstriksi, melumpuhkan silia, yang penting dalam menbuang
partikel yang mengiritasi dan menginaktivasi surfaktan, yang memainkan peran
penting dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan
terhadap infeksi bronkial.
Pencegahan
Karena sifat bronkitis kronik yang menimbulkan ketidakmampuan, setiap upaya
diarahkan untuk mencegah kekambuhan. Satu tindakan esensial adalah untuk
menghindari iritan pernapasan (terutama asap tembakau). Individu yang rentan
terhadap infeksi saluran pernapasan harus diimunisasi terhadap agens virus yang
umum dengan vaksin untuk influenza dan untuk S. pneumoniae. Semua pasien
dengan infeksi traktus respiratorius atas akut harus mendapat pengobatan yang
sesuai, termasuk terapi antimikroba berdasarkan pemeriksaan kultur dan
sensitivitas pada tanda pertama sputm purulen.
Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus
maupun jamur.
Penyebab pneumonia adalah:
1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa):
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Legionella
Hemophilus influenzae
2. Virus: virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri: Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-
anak dan dewasa muda)
4. Jamur tertentu.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Beberapa orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia adalah:
Peminum alkohol
Perokok
Penderita diabetes
Penderita gagal jantung
Penderita penyakit paru obstruktif menahun
Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita
kanker,penerima organ cangkokan)
Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita AIDS).
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut)
atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan,
gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Yang sering
menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, pneumokokus, Hemophilus
influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang
tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus). Pneumonia
dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu
diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu "community-acquired" (diperoleh diluar institusi kesehatan) dan "hospital-
acquired" (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya). Pneumonia
yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung
bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem
pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain
itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotik adalah lebih besar.
Gejala
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk)
menggigil
demam
mudah merasa lelah
sesak nafas
sakit kepala
nafsu makan berkurang
mual dan muntah
merasa tidak enak badan
kekakuan sendi
kekakuan otot.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
kulit lembab
batuk darah
pernafasan yang cepat
cemas, stres, tegang
nyeri perut.
Diagnosa
Pada pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara
ronki.
Pemeriksaan penunjang:
Rontgen dada
Pembiakan dahak
Hitung jenis darah
Gas darah arteri.
Pengobatan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik
per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit
jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui
infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu
nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Pencegahan
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan
terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia.
Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak
dan orang dewasa yang beresiko tinggi:
Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
Vaksin flu
Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae
type b).
Tuberculosis
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob
yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan
parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat
menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang,
nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
ketidakefektifan respon imun.
Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang
aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar
UV.
Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan
M. Avium.
Tanda Dan Gejala
1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
2. Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan
sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c.Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e.Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
Patofisiologi
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang
aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,
pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa
yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan
meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu
menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane
respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan
rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah.
Pemeriksaan Penunjang
Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil positif
bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji
tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapt BCG,
diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak
kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm harus dinilai
positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian
immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk,
morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus,
paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura, kavitas dan
gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari bilasan
lambung, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa
diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked immunoabserben assay) untuk
mendeteksi antibody atau uji peroxidase – anti – peroxidase (PAP) untuk
menentukan Ig G spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan sensitif
dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum
dapat membedakan TB aktif atau tidak.
Tes tuberkulin positif, mempunyai arti :
1. Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang
menjadi penyakit.
2. Menderita tuberkulosis yang masih aktif
3. Menderita TBC yang sudah sembuh
4. Pernah mendapatkan vaksinasi BCG
5. Adanya reaksi silang (“cross reaction”) karena infeksi mikobakterium
atipik.
Epidemiologi Dan Penularan TBC
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
1. Reservour, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang
dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu
empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa
beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang
dibatukkan atau dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi
diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
Stadium TBC
1. Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar,
reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
2. Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes
tuberkulosis tidak bermakna)
3. Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin
bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik).
Status kemoterapi (pencegahan) :
· Tidak ada
· Dalam pengobatan kemoterapi
· Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)
· Tidak komplit
4. Kelas 3
Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam biakan,
selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang
adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi,
kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain.
Status bakteriologis :
a. Positif dengan :
· Mikroskop saja
· Biakan saja
· Mikroskop dan biakan
b. Negatif dengan :
· Tidak dikerjakan
Status kemoterapi :
Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi tes
kulit tuberkulin :
a. Bermakna
b. Tidak bermakna
5. Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat
pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang stabil
pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan
bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya
penyakit pada saat ini).
Status kemoterapi :
a. Tidak mendapat kemoterapi
b. Dalam pengobatan kemoterapi
c. Komplit
d. Tidak komplit
6. Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda)
Kasus kemoterapi :
a. Tidak ada kemoterapi
b. Sedang dalam pengobatan kemoterapi.
Penanganan
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.
c. Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita
tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk
mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat
pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol
(EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10
mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15
mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis
retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan
dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH
yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko
hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai
puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan
peningkatan aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang
mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah konversi
biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus dianjurkan terapi dengan
INH saja selama satu tahun.
Baru-baru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan
pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita
tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru pengobatan 6 atau 9 bulan
berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau dengan
obatobat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa
komplikasi, misalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau
kanker didiagnosis TBC setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan
mengeluarkan keringat malam sekitar 3 minggu.
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah pelebaran (dilatasi) yang ireversibel dari bagian saluran jalan
nafas (bronkus) akibat kerusakan dari dinding jalan nafas. Penyebab tersering
adalah infeksi saluran nafas berulang yang berat. Beberapa orang akan
menunjukkan batuk kronik, dan beberapa biasanya muncul batuk berdarah dan
memiliki nyeri dada, dan berulangnya episode pneumonia. Foto thorax biasanya
akan selalu dilakukan untuk mencari kelainan yang ada dan beratnya kelainan.
Biasanya banyak orang akan menggunakan antibiotik dan obat-obatan lain untuk
menekan mukus.
Bronkiektasis akan terjadi apabila kondisi kerusakan baik secara langsung
maupun tidak langsung dari dinding bronkus tidak dapat dipertahankan secara
normal. Pertahanan normal antara lain adalah cilia sepanjang dinding saluran
nafas. Cilia ini akan bergerak dan menghalau balik kemudian menggerakkan
cairan mukus yang dihasilkan secara normal dari saluran nafas. Mukus ini akan
membawa partikel berbahaya dan bakteri yang terperangkap di dalam mukus dari
dalam menuju keluar tenggorokkan dan akan dibatukkan ataupun dibersinkan.
Baik kerusakan jalan nafas langsung maupun tidak langsung, area bronkus telah
terjadi kerusakan dan mengalami inflamasi kronik. Inflamasi ini akan
menyebabkan bronkus menjadi tidak elastik, yang menyebabkan jalan nafas
menjadi lebar dan dan menghasilkan kantong kecil seperti balon kecil. Peradangan
juga menghasilkan sekresi mukus yang banyak. Karena sel-sel yang mengandung
silia tersebut mengalami kerusakan atau hancur, sekresi mucus ini akan
terkumulasi pada jalan nafas yang melebar dan menjadi tempat berkembangnya
kuman-kuman bakteri.
Bakteri juga mengakibatkan kerusakan dinding bronkus yang lebih parah dan
menyebabkan suatu lingkaran setan berupa infeksi berulang dan berlanjutnya
kerusakan jalan nafas.
Etiologi
Bronkiektasis sering mulai terjadi pada anak-anak namun dapat juga terjadi pada
awal kehidupan dewasa. Yang paling sering menyebabkan kerusakan cabang-
cabang bronkhial adalah kejadian pasca infeksi seperti tuberkulosis, pneumonia
bakteri ataupun virus, komplikasi gondongan ataupun pertusis.
Bronkiektasis juga berhubungan dengan beberapa kelainan congenital-for
instance, sindrom Kartagener (kondisi dextrokardia dan sinusitis) Sindrom
Williams-Camnbell dan kelainan segmen paru. Obstruksi berupa karsinoma,
stenosis tuberculus, inhalasi benda asing akan menyebabkan pulmo menjadi
kolaps dan infeksi sekunder menyebabkan terjadi bronkiektasis. Infeksi sinus
berulang juga bisa menyebabkan hal tersebut.
Bronkiektasis dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah berupa fibrosis
kistik atau defisiensi imun yang berat seperti hipo-gammaglobulinemia.
Bronkiektasis yang terjadi pada bronkus proximal biasanya diakibatkan oleh
penyakit alergi pada bronkopulmonari aspergilosis.
Gejala dan Tanda
Gejala bronkiektasis adalah batuk disertai produksi dahak. Kadang berupa
hemoptisis dan gejala umum seperti bronchitis berupa wheezing dan dyspnoe.
Kondisi umum pasien lemah dan memiliki jari tabuh. Biasanya terdengar krepitasi
di atas area sekresi.
Pada gambaran foto thorak akan tampak pada posisi posterior-anterior dan lateral
berupa bayangan tubulus atau cincin, atau corakan bronkovaskular yang
abnormal. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan bronkography, namun hal
tersebut tidak nyaman dilakukan, sehingga hanya dilakukan pada pasien yang
akan diterapi bedah saja.
Tatalaksana
Penatalaksanaan dapat dengan pengobatan maupun pembedahan. Bila pasien
memiliki gejala sedang atau berat, dimana kondisi tubuh bagus,masih memiliki
fungsi paru yang bagus dan hasil bronkografi jelas menyebutkan lokasi
kelainannya maka pasien dapat dilakukan pembedahan untuk mereseksi lobus
paru yang terkena. Jika fungsi paru pasien tersebut masih memungkinkan maka
hanya disisakan satu lobus, lobus paru kiri dan lingula atau lobus kanan bawah
dan lobus tengah.
Pada kasus yang dipilih dengan hati-hati akan memberikan hasil yang baik, dan
pengobatan secara medis seumur hidup dapat dihindarkan. Semua pasien ini harus
mendapatakan pengobatan intensif sebelum dilakukan operasi.
Beberapa kasus bronkiektasis tidak dapat dilakukan terapi pembedahan karena
fungsi parunya sangat buruk atau bisa juga karena infeksi yang telah menyebar
luas. Aspek penting dari pengobatan medis adalah drainase postural secara rutin
pada segmen atau lobus paru yang terkena. Untuk mendrainase bronkus basal
pasien harus meninggikan kaki di tempat tidur, tempat tidur khusus sangat
membantu pada terapi ini. Di rumah pasien disarankan untuk menggunakan bantal
yang tipis.
Lobus tengah dan lingula didrainase dengan cara berbeda, yaitu pasien tiduran
terlentang, kaki ditinggikan dan bantal diletakkan di bawah lapang paru yang
terkena. Pasien harus mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit malam
dan pagi dan selama waktu itu pasien harus mengambil nafas dalam dan batuk
untuk mengeluarkan dahak.
Jika memungkinkan, meminta bantuan orang lain untuk menepuk-nepuk dada
supaya membantu melegakan dada. Drainase postural membutuhkan waktu lebih
dan kesabaran pasien, kadang dia perlu ketekunan dengan rutinitas tersebut.
Selama fisioterapi bila mendapatkan kondisi eksaserbasi akut maka terapi perlu
ditingkatkan menjadi empat kali sehari.
Tabel 1. Bagan Pemberian Antibiotik Berdasarkan Organisme Penyebab
Bakteri Penyebab Obat Pilihan Obat Alternatif
Haemophilus Amoxycillin 500 mg 4 Tetracyclin 500 mg 4 kali
influenzae (banyak
yang resisten terhadap
Kotrimoksazole)
kali sehari selama 10 hari sehari
Staphilococcus aureus Cloxacillin 500 mg 4 kali
sehari
Bakteri anaerob
patogen
Metronidazole 800 mg 3
kali sehari
Flora normal traktus
respiratori dan
Pseudomonas
aeroginosa
Antibiotik general secara
intermiten
Pasien di rumah
dengan bronchiectasis
Amoxycillin selama 10
hari
Kebanyakan kuman patogen di dalam sputum pasien dengan bronkiektasis adalah
Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia.
Organisme anaerobik juga perlu diperhatikan. Semua pasien dengan bronkiektasis
sebaiknya rutin melakukan pemeriksaan kultur sputum baik bakteri aerob maupun
anaerob. Jika bakteri patogen ditemukan dalam kultur sputum maka antibiotik
yang sesuai harus diberikan.
Pasien dengan volume sputum yang besar dimana terapi sederhana di rumah
gagal, maka perlu dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan intensif.
Mereka akan mendapatkan terpai yang intensif berupa fisioterapi dan antibiotic
lain selama 4 hinga 6 kali perhari. Antibiotik yang diberikan adalah
Benzylpenicillin 600 mg 4 kali per hari dan Streptomycin 0-5 gram dua kali per
hari secara intra muscular untuk 10 hingga 14 hari, atau kloramfenikol 500 mg 4
kali per hari selama 10 hari.
Beberapa pasien yang terinfeksi Pseudomonas aeroginosa akan sangat membantu
bila diberi Gentamicin 2 mg/kgBB 3 kali sehari dalam waktu sepuluh hari dan
Carbenicillin 5 gram 4 kali sehari. Sputum akan banyak berkurang dan keadaan
umum pasien akan meningkat, namun demikian organism di dalam sputum tidak
semuanya tereliminasi.
Beberapa pasien dengan keadaan yang berat akan lebih menunjukkan
perkembangan yang lebih baik dengan penggunaan kemoterapi jangka panjang.
Tetracycline di sisi lain, yaitu 250 mg atau 500 mg 4 kali per hari untuk dua hari
dapat juga diberikan. Pengobatan ini boleh diteruskan bila keadaan pasien benar-
benar membaik. Pasien dengan penyakit alergi bronkopulmonari aspergilosis
perlu diberikan steroid untuk mencegah kerusakan dinding bronchial di masa yang
akan datang. Dan pada pasien dengan hipogamaglobulinemia bisa diberikan
gamaglobulin.
Semua pasien bronkiektasi harus disarankan untuk tidak merokok. Sepsis pada
paranasal sinus dan gigi harus segera dieliminasi. Semua pasien juga harus
diperiksa volume FEV1 (forced expiratory volume in one second) dan FVC
(forced vital capacity) sebelum dan sesudah mendapat Salbutamol untuk melihat
apakah mereka memiliki obstruksi jalan nafas yang reversible.
Jika mereka menunjukkan peningkatan maka mereka harus mendapatkan terapi
inhalasi salbutamol sebelum melakukan darinase postural. Mereka juga harus
mendapatkan imunisasi Influenza pada musim gugur, dan mereka harus memiliki
standar umum nutrisi dan perawatan di rumah yang adekuat.
Komplikasi
Komplikasi dari bronkiektasis meliputi gejala eksaserbasi akut dan pneumonia.
Sinusitis kadang sering menyertai dan hal itu harus segera diobati. Hemoptisis
juga biasanya terjadi dan dapat mengancam. Biasanya keadaan tersebut sangatlah
berat dan biasanya dapat hilang hanya dengan pemberian antibiotik bagi penyakit
infeksi yang mendasari, jika tidak dapat diatasi maka perlu dilakukan
pembedahan.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah empiema, abses otak, dan amiloidosis.
Banyak pasien yang mengalami cor-pulmonale setelah beberapa tahun menderita
sepsis dan hipoksemia arterial.
Pencegahan
Semua episode dari infeksi pulmo dan kolapnya pulmo harus segera diobati secara
adekuat, terutama pada anak-anak. Anak-anak harus diberi imunisasi seperti
pertusis. Seseorang yang dicurigai menghisap benda asing harus dilakukan
bronkoskopi. Pasien dengan penyakit alergi bronkopulmonari aspergilosis harus
dikoreksi secara rutin dan diobati secepatnya.
Mikosis Paru
Mikosis paru adalah gangguan paru yang disebabkan oleh infeksi/kolonisasi
jamur atau reaksi hipersensitif terhadap jamur.
Klasifikasi
Berdasarkan jamur penyebab, Riddell menglasifikasikan mikosis paru
menjadi:
1. Aktinomisetes (aktinomikosis, nokardiomikosis).
2. Ragi dan jamur menyerupai ragi (kriptokokosis, kandidosis).
3. Jamur berfilamen (aspergillosis, mukormikosis).
4. Jamur dimorfik (histoplasmosis, koksidiodomikosis, blastomikosis).
Sementara, berdasarkan keberadaan jamur dalam tubuh, mikosis paru
dibagi menjadi:
1. Mikosis paru yang disebabkan jamur pathogen, bisa bersifat:
- Endemic yaitu histoplasmosis, blastomikosis, koksidiodomikosis dan
parakoksidiodomikosis.
- Nonendemik yaitu kriptokokosis
2. Mikosis paru disebabkan jamur oportunis, yaitu aspergillosis, kandidosis,
nokardiosis, mukormikosis
Diagnosis
Prosedur diagnosis mikosis paru masih menjadi tantangan sampai saat ini.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat merupakan langkah penting dalam
prosedur diagnosis mikosis paru. Langkah tersebut harus diikuti pemeriksaan
penunjang yang tepat, meliputi: pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan
mikologi. Meningkatnya kewaspadaan klinisi terhadap kemungkinan infeksi
jamur paru dan pemilihan modalitas diagnosis yang tepat akan membuat
penatalaksanaan lebih baik.
Keluhan pasien mikosis paru mirip dengan keluhan penyakit paru, pada
umumnya, tidak ada kelugan patognomonik. Keluhan demam, batuk, sesak, dll
perli diwaspadai sebagai gejala mikosis paru pada pasien dengan keadaan sebagai
berikut:
1. Pasien yang memiliki kondisi imunosupresi (neutropenia berat, keganasan
darah, transplantasi organ atau kemoterapi)
2. Penggunaan jangka panjang alat-alat kesehatan invasif
3. Pasien dengan kondisi imunokompromis akibat penggunaan jangka
panjang antibiotika berspektrum luas, kortikosteroid dan obat
imunosupresi
4. Penyakit kronik seperti keganasan rongga toraks, PPOK, bronkiektasis,
luluh paru, sirosis hati, insufisiensi renal, diabetes
5. Gambaran infiltrat di paru dengan demam yang tidak membaik setelah
pemberian antibiotika adekuat dengan atau tanpa adenopati
6. Pasien dengan manifestasi mikosis kulit berupa lesi eritema nodosum pada
ekstremitas bawah terutama di daerah endemik jamur tertentu
7. Pasien terpajan atau setelah bepergian ke daerah endemik jamur tertentu.
Pada pemeriksaan fisis, mikosis paru sulit dibedakan dengan penyakit paru
lainnya, tergantung pada kelainan anatomi yang terjadi pada paru. Pemeriksaan
penunjang untuk mendiagnosis mikosis paru antara lain pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan laboratorium klinik tertentu, serta pemeriksaan mikologi. Gambaran
foto toraks pada sebagian besar mikosis paru tidak menunjukkan ciri khas, dapat
ditemukan infiltrat interstisial, konsolidasi, nodul multipel, kavitas, efusi pleura.
Gambaran yang khas dapat terlihat pada aspergiloma, yaitu fungus ball di dalam
kavitas pada pemeriksaan foto toraks. Hasil laboratorium rutin yang mungkin
berkaitan dengan mikosis paru adalah peningkatan jumlah sel eosinofil.
Pemeriksaan laboratorium mikologi merupakan prosedur diagnosis
mikosis paru yang sangat penting. Kualitas pemeriksaan ini ditentukan oleh
pemilihan, pengumpulan serta cara pengiriman bahan klinik (spesimen) yang
baik. Penanganan spesimen yang tidak memadai dapat mengakibatkan
ketidaktepatan diagnosis. Sepsimen dapat diambil dari sputum, bilasan bronkus,
kurasan bronkoalveolar (BAL), jaringan biopsi, darah, cairan pelura, pus, dll.
Pengiriman spesimen harus disertai keterangan klinis yang cukup dan permintaan
yang jelas. Hal itu akan mempermudah staf laboratorium mengarahkan
pemeriksaan yang diperlukan dan menghindari kesalahan interpretasi hasil
pemeriksaan. Spesimen harus diletakkan dalam wadah steril yang tertutup rapat,
tanpa bahan pengawet dan dilabeli dengan baik. Selanjutnya spesimen dikirim ke
laboratorium dalam waktu paling lama dua jam setelah prosedur pengambilan.
Bila tidak memungkinkan segera diproses dalam dua jam, spesimen dapat
disimpan dalam suhu 4o C. Bila spesimen disimpan terlalu lama, keberhasilan
pemeriksaan dapat menurun.
Sputum sebaiknya diambil pagi hari sebelum makan, dilakukan tiga hari
berturut-turut. Pasien harus berkumur dengan air matang sebanyak 2-3 kali,
selanjutnya berusaha mengeluarkan sputum dengan membatukkannya. Induksi
sputum lebih dianjurkan karena lebih mempresentasikan spesimen saluran napas
bawah. Jumlah sputum yang diperlukan sekitar 10-15 mL.
Jaringan hasil biopsi memiliki arti klinik paling tinggi karena penemuan
jamur dalam jaringan dapat memastikan diagnosis mikosis. Spesimen biopsi
sebaiknya diambil dari tengah dan tepi lesi, selanjutnya diletakkan di antara kasa
steril yang sedikit dibasahi dengan larutan garam faal sekedar untuk mencegah
kekeringan. Jangan diberi bahan pengawet karena akan mematikan jamur dalam
jaringan sehingga tidak dapat dilakukan proses pembiakan serta uji kepekaan
jamur terhadap obat antijamur.
Metode laboratorium untuk mendiagnosis mikosis paru dilakukan melalui
tiga pendekatan penting, yaitu: pemeriksaan mikroskopik, isolasi dan identifikasi
jamur pada biakan serta deteksi respons serologis terhadap jamur atau
penandanya. Prosedur diagnostik berdasarkan deteksi deoxyribonucleic acid
(DNA) jamur saat ini sedang dikembangkan. Biakan spesimen maupun hasil
biopsi jaringan masih menjadi baku emas diagnosis mikosis paru. Pemeriksaan uji
kepekaan jamur terhadap obat perlu dilakukan hanya untuk menentukan pemilihan
obat antijamur yang tepat atau evaluasi terapi.
Tabel 2. Kriteria faktor pejamu, gambaran klinis dan hasil pemeriksaan
mikologi
Kriteria Deskripsi
Faktor pejamu Neutropenia (neutrofil <500/mm3 selama >10 hari)
Menerima transplantasi sumsum tulang alogenik
Menerima terapi kortikosteroid jangka panjang dengan
rerata dosis minimal setara prednison 0,3 mg/kg/hari
selama >3 minggu
Menerima terapi imunosupresan sel-T misalnya
siklosporin, penyekat TNF-alfa, antibodi monoklonal
spesifik (misalnya alemtuzumab), atau analog
nukleosida dalam 90 hari terakhir.
Mengalami imunodefisiensi primer berat (misalnya
penyakit granulomatosa kronik atau imunodefisiensi
berat lainnya)
Gambaran klinis Mayor
Terdapat salah satu dari tiga kondisi berikut pada CT-scan:
lesi padat dengan atau tanpa halo sign, air-crescent sign
atau kavitas.
Minor
Gejala infeksi saluran napas bawah (misalnya batuk,
nyeri dada, sesak napas, hemoptisis)
Pemeriksaan fisis terdapat pleural rub
Gambaran infiltrat baru yang tidak sesuai kriteria
mayor
Hasil mikologi Pemeriksaan langsung
Ditemukan elemen jamur kapang dari spesimen
sputum BAL, bilasan bronkus, aspirat sinus
Pertumbuhan jamur kapang dalam medium biakan
Pemeriksaan tidak langsung
Aspergilosis: antigen galaktomanan terdeteksi
dalam plasma, serum, BAL atau LSS
Penyakit jamur invasif selain kriptokokus dan
zigomikosis: beta-glucan terdeteksi dalam serum
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mikosis paru berkaitan erat dengan jenis jamur, status
imun pejamu, lokasi infeksi, kepekaan jamur terhadap obat, terapi antijamur
sebelumnya, penanganan sumber infeksi dan faktor risiko. Penatalaksanaan ini
terdiri atas medikamentosa dan bedah. Terapi medikamentosa dilakukan dengan
memberikan obat anti jamur (OAJ), yang terdiri atas beberapa golongan obat:
polien, flusitosin, azol dan ekinokandin.
Obat anti jamur dapat diberikan sebagai: terapi profilaksis, empiris, pre-
emptive (targeted prophylaxis), dan definitif.
1. Terapi profilaksis
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, tanpa tanda infeksi,
dengan tujuan mencegah timbulnya infeksi jamur. Terapi profilaksis biasanya
diberikan pada awal periode risiko tinggi terkena infeksi.
2. Terapi empirik
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, disertai tanda infeksi
(misalnya persisiten dengan neutropenia biasanya selama 4-7 hari) yang
etiologinya belum diketahui dan tidak membaik setelah tearpi antibiotika
adekuat selama 3-7 hari. Terapi empirik diberikan kepada pasien dengan
diagnosis possible.
3. Terapi pre-emptive (targeted prophylaxis)
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, disertai gejala klinis,
dan hasil pemeriksaan radiologi dan atau laboratorium yang mencurigakan
infeksi jamur. Terapi pre-emptive diberikan kepada pasien dengan diagnosis
probable.
4. Terapi definitif
Pemberian OAJ kepada pasien yang terbukti (proven) mengalami infeksi
jamur sistemik.
Pembedahan merupakan terapi definitif aspergiloma. Pada pasien dengan
hemoptisis ringan dianjurkan bed rest, postural drainage atau terapi simtomatik
lain. Pada pasien dengan hemoptisis berulang atau hemoptisis masif, pembedahan
dilakukan dengan mempertimbangkan risiko/toleransi operasi. Jika toleransi
operasi tidak memungkinkan, dipertimbangkan embolisasi, atau pemberian OAJ
transtorakal-intrakavitas.
Lama terapi OAJ bersifat individual, tergantung kepada jenis
penyakit/infeksi jamur yang diderita pasien, berat-ringannya penyakit,
perkembangan penyakit selama terapi, serta jenis OAS yang diberikan. Evaluasi
pengobatan harus dilakukan untuk melihat respons terapo dan toksisitas yang
ditimbulkan OAJ. Evaluasi radiologi dilakukan setelah pemberian OAJ 2 minggu.
Evaluasi toksisitas obat dilakukan dengan melihat gejala klinis (mual, muntah,
ikterus, dll) dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.