infeksi oportunistik ssp pada penderita hiv

Upload: m-fahmi-hidayat

Post on 10-Oct-2015

102 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Infeksi IO SSP Pada Penderita HIV

TRANSCRIPT

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    1/14

    1

    INFEKSI OPORTUNISTIK SSP PADA PENDERITA HIV

    M.Fahmi Hidayat

    Divisi Penyakit Tropik Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

    Fakultas Kedokteran USU / RSUP H.Adam Malik Medan

    PENDAHULUAN

    Penyakit yang mengenai sistem syaraf pusat (SSP) merupakan komplikasi yang

    umum terjadi pada pasien-pasien dengan HIV. Kondisi ini merupakan konsekuensi langsung

    dari infeksi HIV atau merupakan akibat tidak langsung dari terjadinya penurunan CD4.

    Gambaran klinis komplikasi ini yang paling sering adalah adanya lesi yang mengambil ruang

    (space occupying lesion), ensefalitis, meningitis, myelitis, penyakit pada akar spinal, ataupunneuropati (Tabel 1) yang dapat terjadi terpisah maupun bersamaan dengan infeksi lainnya

    terkait HIV.

    Tabel 1. Differential diagnosis of HIV-related opportunistic infections

    Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh.

    Infeksi ini dapat timbul karena mikroba (bakteri, jamur, virus) yang berasal dari luar tubuh,

    Reading Assignment

    Divisi Penyakit Tropik Infeksi

    Dr. M. Fahmi Hidayat

    Telah dibacakan

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    2/14

    2

    maupun yang sudah ada dalam tubuh manusia namun dalam keadaan normal terkendali oleh

    kekebalan tubuh.

    Infeksi oportunistik pada SSP menyebabkan resiko mortalitas dan morbiditas yang

    sangat tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi etiologi yang spesifik adalah jumlah

    CD4, etnis, umur, kelompok resiko, riwayat profilaksis dan lokasi geografis. Evaluasi klinis

    dan pencitraan, seringkali disertai pemeriksaan analisa cairan spinal sangat penting di dalam

    menentukan etiologi dan penatalaksanaan yang tepat.

    .Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai

    toksoplasmosis serebral, meningitis kriptokokus,progressive multifocal leukoencephalopathy

    (PML), dan ensefalitis sitomegalovirus.

    CRYPTOCOCCUS NEOFORMANS

    Kriptokokosis merupakan infeksi jamur sistemik yang paling sering pada kondisi

    imunosupresi pasien-pasien HIV dimana setelah pemakaian highly active antiretroviral

    therapy (HAART) maka prevalensi infeksi oportunistik ini telah mengalami penurunan.

    Spesies yang paling sering menyebabkan kriptokokosis terkait HIV adalah C. neoformans

    var. grubii (serotype A) dan C. neoformans var. neoformans (serotype D)1. Infeksi

    kriptokokus terjadi melalui inhalasi organisme dan apabila tidak diterapi secara adekuat maka

    jamur akan menyebar melalui aliran darah menuju SSP sehingga menyebabkan terjadinya

    meningitis kriptokokus, dengan progresifisitas yang cepat dari kriptokokemia hingga menjadi

    meningitis2.

    Gambaran Klinis

    Gejala klinis infeksi kriptokokosis bergantung pada lokasi infeksi yang terjadi.

    Meningitis kriptokokosis merupakan yang paling sering ditemukan dengan gejala sakit kepala

    dan demam. Peningkatan tekanan intra kranial juga dapat menyebabkan mual, muntah,

    kebingungan, dan koma. Meningitis kriptokokus juga dapat berhubungan dengan gejala-

    gejala respiratorik yang disebabkan penyakit pada paru, atau dengan lesi kulit seperti papul

    atau lesi kulit mirip moluskum. Penyakit pada paru dapat terjadi tanpa disertai penyakit

    neurologis tetapi sangat jarang. Biasanya pasien datang dengan keluhan demam disertai batuk

    produktif maupun non-produktif dan sesak nafas. Gambaran radiologis paru bervariasi yaitu:

    infiltrat yang menyebar, noduler, abses terisolasi dan efusi pleura3.

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    3/14

    3

    Diagnosis

    Tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningitis. Tes

    laboratorium ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Darah atau

    cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tesyang disebut CRAG mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh

    kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari sampel.

    Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif.

    Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan

    tinta India (70% positif) dan ditemukan antigen kriptokokus dalam darah dan LCS

    (95-100% positif). LCS jumlah sel, glukosa, protein dapat terjadi tetapi tidak

    selalu. Kultur darah dan urin (+).

    Faktor prognostik yang buruk adalah: kultur darah yang positif, jumlah leukosit

    yang rendah pada CSF ( 1:1024), kondisi kesadaran pasien yang mengalami kebingungan dan

    peningkatan tekanan intrakranial4.

    Penatalaksanaan

    Fase Induksi

    Terapi induksi yang umum pada meningitis kriptokokus adalah liposomal

    amphotericin B intravena 4 mg/kg/hari yang dikombinasi dengan

    flucytosine 100 mg/kg/hari.

    Kombinasi fluconazole dan flucytosine atau penggunaan voriconazole atau

    posaconazole dapat dipertimbangkan apabila regimen standar gagal atau

    tidak dapat ditoleransi oleh pasien.

    Fase Rumatan

    Terapi rumatan sangat penting diberikan setelah fase induksi pada seluruh

    pasien yang mendapat infeksi kriptokokus oleh karena menurut suatu penelitian

    didapati lebih dari 1/3 pasien yang berhasil diterapi pada fase induksi mengalami

    relaps apabila hanya mendapat terapi rumatan plasebo5.

    Rejimen rumatan yang dipilih adalah fluconazole 400 mg sekali sehari, yang

    dimulai setelah fase induksi selama 2 minggu.

    Dosis fluconazole kemudian diturunkan menjadi 200 mg sekali sehari setelah

    10 hari.

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    4/14

    4

    Punksi lumbal yang dilakukan setiap 2 minggu selama mendapat terapi

    induksi hingga didapati kultur CSF yang negatif dapat dilakukan pada individu

    yang dipertimbangkan memiliki prognosis yang buruk pada saat sebelum

    mendapat terapi maupun pada pasien yang menunjukkan respon awal terapiinduksi yang buruk.

    Penanganan Peningkatan Tekanan Intrakranial

    Manometri CSF harus dilakukan pada semua pasien pada saat dilakukan

    punksi lumbal diagnostik dan pada pasien yang mengalami perburukan fungsi

    neurologis, dan punksi lumbal serial atau prosedur bedah syaraf (pemasangan

    ventriculo-peritoneal shunt) harus dilakukan apabila tekanan pembukaan >

    250 mmH2O.

    Profilaksis

    Profilaksis rutin terhadap infeksi kriptokokus tidak direkomendasikan.

    Pemberian HAART

    Semua pasien yang didiagnosa penyakit kriptokokus harus mendapat HAART

    (rekomendasi kategori IIb) yang harus diberikan lebih kurang 2 minggu

    setelah dimulai terapi induksi (atau tepat setelah terapi induksi selesai

    diberikan)

    Waktu yang optimal untuk pemberian HAART pada pasien dengan meningitis

    kriptokokus hingga saat ini belum diketahui, sehingga dokter harus mempertimbangkan

    resiko progresifitas HIV dengan bahaya inisiasi HAART yaitu: toksisitas, efek samping,

    immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS) dan interaksi obat. Peningkatan

    mortalitas ternyata didapati pada pasien yang diinisiasi HAART dalam 72 jam setelah

    mendapat terapi induksi meningitis kriptokokus pada suatu penelitian skala kecil di Afrika6.

    TOXOPLASMA GONDI I

    Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung da

    hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang

    pada daging mentah atau kurang matang.

    Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba

    yang mentah yang mengandung oocyst (bentuk infeksi dari T.gondii). Bisa juga dari sayur

    yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi

    transmisi lewat transplasental, transfuse darah dan tranplantasi organ. Abses toksoplasma

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    5/14

    5

    merupakan penyebab lesi berupa massa di otak yang paling sering pada pasien penderita HIV

    di dunia dengan jumlah CD4 < 200 sel/L. Seropositif terhadap toksoplasma bervariasi di

    seluruh dunia dan bergantung pada umur, kebiasaan konsumsi makanan dan kedekatan

    dengan hewan kucing7.

    Gambaran Klinis

    Gambaran klinis abses serebral akan mengalami perubahan dalam beberapa hari

    hingga minggu yaitu gejala dan tanda neurologis fokal hingga kejang. Peningkatan tekanan

    intrakranial akan menyebabkan pasien mengalami sakit kepala dan muntah-muntah. Tanda-

    tanda neurologis fokal yang dapat dilihat adalah hemiparesis atau hilangnya hemisensorik,

    defisit lapangan pandang, disfasia, sindroma serebelar dan berbagai gangguan gerakan oleh

    karena abses toksoplasma memiliki daerah predileksi pada ganglia basalis. Beberapa individu

    ditemukan dengan tanda-tanda ensefalitis difus disertai kebingungan, kejang dan perubahan

    tingkat kesadaran. Kondisi ini dapat berlanjut hingga terjadi koma dan kematian.

    Diagnosis

    Pemeriksaan Serologi

    Didapatkan seropositif dari anti T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat

    dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi atau enzyme linked

    immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah

    terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.

    Pemeriksaan cairan serebrospinal

    Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuclear predominan dan

    elevasi protein.

    Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR)

    Mendeteksi DNA T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan

    bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis

    yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti

    terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah

    infeksi akut.

    CT scan

    Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai

    dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogeny dan

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    6/14

    6

    disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang

    muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi8

    Apabila tidak terdapat kontraindikasi punksi lumbal yaitu lesi massa disertai

    peningkatan tekanan intrakranial, hasil analisa CSF yang positif T. gondii akanmenolong untuk menetapkan diagnosa tetapi sensitivitas pemeriksaan ini masih

    dalam tingkat moderat10

    Biopsi otak

    Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

    Penatalaksanaan

    Terapi lini pertama terhadap ensefalitis toksoplasma adalah pyrimethamine (loading

    dose: 200 mg, kemudian 50 mg/hari untuk berat badan < 60 kg dan 75 mg/hari

    untuk berat badan > 60 kg), sulphadiazine (1-2 g dibagi 4 dosis per hari atau 15

    mg/kg/6 jam , dan folinic acid (15 mg/hari untuk mengatasi efek myelosupresi dari

    pyrimethamine) selama 6 minggu dilanjutkan dengan terapi fase rumatan atau

    profilaksis sekunder dengan menggunakan obat yang sama tetapi dengan dosis yang

    lebih rendah (pyrimethamine 25 mg/hari, sulphadiazine 500 mg/hari dibagi 4 dosis,

    dan folinic acid 15 mg/hari)

    Pasien-pasien yang alergi atau intoleran terhadap sulphadiazine, obat alternatif yang

    dapat diberikan adalah klindamisin (600 mg/hari dibagi 4 dosis untuk fase awal, dan

    300 mg/hari dibagi 4 dosis untuk fase rumatan)

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    7/14

    7

    Biopsi serebral diindikasikan apabila terdapat respon terapi yang tidak baik setelah

    pengobatan selama 2 minggu, perburukan klinis atau gambaran klinis yang tidak

    khas pada ensefalitis toksoplasma (adanya lesi massa di serebral dengan CD4 > 200

    sel/L)Profilaksis

    Semua pasien HIV dengan CD4 < 200 sel/L dan serologi toksoplasma

    positif harus diberikan profilaksis untuk mencegah ensefalitis toksoplasma

    (trimethoprim-sulphamethoxazole 480-960 mg/hari atau kombinasi dapsone

    50 mg/hari dan pyrimethamine 50 mg/minggu apabila alergi terhadap TMP-

    SMX) selama 6 bulan setelah supresi replikasi virus HIV tercapai dan CD4

    meningkat > 200 sel/L (rekomendasi kategori IIb)

    Sebagai tambahan, semua pasien HIV dengan toksoplasma seropositif harus

    disarankan untuk menghindari konsumsi daging merah setengah matang,

    mencuci tangan setelah melakukan kontak dengan tanah, dan menghindari

    tempat penampungan kotoran kucing.

    Pemberian HAART

    Profilaksis primer dan sekunder dapat dihentikan apabila hasil pengukuran

    CD4 berulang > 200 sel/L (rekomendasi level Ib)

    Pemberian HAART pada pasien HIV dapat menurunkan insidensi ensefalitis

    toksoplasma dan sebaiknya kembali diberikan 2 minggu setelah pemberian

    terapi akut ensefalitis toksoplasma untuk mengurangi kemungkinan

    terjadinya IRIS terkait ensefalitis toksoplasma11.

    PROGRESSIVE MULTIFOCAL LEUKOENCEPHALOPATHY (PML)

    Pada awalnya diagnosa penyakit ini dinyatakan pada tahun 1958, dan pada tahun

    1971 ditemukan bahwa penyakit ini merupakan suatu kondisi klinis yang disebabkan oleh

    infeksi oportunistik berupa virus yang pada saat itu disebut virus JC sesuai dengan nama

    pasien yang menderita penyakit tersebut.

    Gambaran Klinis

    Gambaran patologis PML yang juga menjadi proses dasar penyakit ini adalah

    terjadinya proses demyelinasi dari substansia putih di otak yang bersifat ireversibel. PML

    yang klasik ditandai dengan penyakit yang bersifat subakut tanpa disertai gejala-gejala

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    8/14

    8

    konstitusional pada pasien dengan imunodefisiensi yang berat. Gejala neurologi fokal yang

    bersifat progresif termasuk defisit motorik, perubahan status mental atau mood, ataksia atau

    gejala gangguan visual yang berkembang dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan.

    Adanya gejala neurologis fokal akan membantu untuk membedakan sindroma kognitif yang

    disebabkan oleh ensefalopati HIV.

    Faktor-faktor yang berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk adalah

    faktor klinis (umur tua, keterlibatan batang otak, dan kesadaran yang menurun), virus (viral

    load virus JC yang tinggi dengan klirens yang lambat setelah pemberian HAART), dan

    radiologis (keterlibatan dini batang otak), dan imunologis (CD4 < 100 sel/L)12.

    Diagnosis

    Gambaran MRI otak (lesi bilateral asimetrik, non-enhancing T2 hyperintense T1

    hypointense terbatas pada substansia putih dan tanpa edema). Pada CT Scan

    terdapat lesi berwarna putih pada parenkim otak dan deteksi virus JC pada

    pemeriksaan PCR sampel CSF adalah cukup untuk menegakkan diagnosa pada

    hampir seluruh kasus dan menghindari tindakan biopsi otak.

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    9/14

    9

    Pengobatan

    HAART adalah satu-satunya intervensi yang dapat memperbaiki keadaan klinis

    pasien-pasien PML oleh karena kemampuan obat untuk melewati sawar darah-otak

    yang cukup baik13.

    CYTOMEGALOVIRUS

    (CMV)Cytomegalovirus merupakan virus DNA yang tergolong famili herpetoviridae.

    CMV merupakan pathogen oportunistik. Resiko CMV tertinggi adalah pada saat jumlah CD4

    < 50 sel/L. Penularan memerlukan kontak langsung dari orang ke orang. Virus mungkin

    dikeluarkan dalam urin, air liur, air susu dan sekresi servikal dan dibawa dalam sel darah

    putih yang bersirkulasi. Penyebaran secara oral dan pernafasan kemungkinan merupakan

    jalur utama penularan cytomegalovirus. Virus ini dapat menyebar melalui plasenta, transfuse

    darah, transplantasi organ dan melalui kontak seksual.

    Gambaran Klinis

    Tanda dan gejala klinis tidak sensitif dan temuan tersebut sulit dipakai untuk

    membedakan infeksi CMV dengan kompleks AIDS-dementia. Riwayat disorientasi progresif

    yang sub-akut, menarik diri, apatis, kelumpuhan syaraf kranial dan nistagmus adalah yang

    khas pada infeksi CMV, dimana gejala-gejala depresi dan kemunduran mental lebih sering

    ditemukan pada kompleks AIDS-dementia. Infeksi CMV bersifat lebih agresif dibandingkan

    penyakit otak akibat HIV. Infeksi CMV juga dapat menyebabkan poliradikulitis pada

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    10/14

    10

    lumbosakral dengan gambaran klinis nyeri, hemiparesis tipe flaksid dengan anestesia pada

    panggul, arefleksia, disfungsi sfingter dan retensi urin yang bersifat progresif.

    Diagnosis

    Pungsi Lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal. Hasil pemeriksaan cairan

    menunjukkan cairan yang jernih, tekanannya tinggi, banyak mengandung sel darah

    putih dan protein, kadar gulanya normal.

    Elektroensefalografi (EEG). Hasil EEG yang abnormal, kemungkinan adalah suatu

    ensefalitis, tetapi hasil EEG yang normal tidak bias menyingkirkan diagnosis

    ensefalitis.

    Pemeriksaan CT Scan dan MRI dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari

    timbulnya gejala bukan karena abcess otak, stroke atau kelainan structural (tumor,

    hematoma, aneurisma) jika diduga suatu ensefalitis, CT Scan MRI ini dikerjakan

    sebelum pungsi lumbal untuk mengetahui adanya peningkatan intrakranial.

    Biopsi otak

    Pemeriksaan darah : Pemeriksaan serologis untuk mengukur kadar antibodi terhadap

    virus.

    Plain CT ScanHIV encephalitis

    Bilateral and symmetric diffuse hypodensity in the periventricular white matter without any mass effect.

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    11/14

    11

    Penatalaksanaan

    Asiklovir (5 mg/KgBB 2 kali sehari parenteral selama 14-21 hari, selanjutnya 5

    mg/KgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4 > 100 sel/L)

    HAART harus diberikan setelah pemberian terapi anti-CMVProfilaksis

    Profilaksis terhadap ensefalitis/poliradikulitis CMV tidak diperlukan tetapi

    pemberian HAART akan cukup untuk menurunkan insidensi penyakit ini16

    Tabel 2. Obat-obatan untuk infeksi oportunistik dan interaksi dengan HAART

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    12/14

    12

    KESIMPULAN

    1. IO merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas pasien yang teinfeksi

    HIV.

    2. Insidensi IO bergantung pada level imunosupresi (muncul pada CD4 < 200/mm3 atau

    total lymphocyte count < 1200/mm3), dan pada prevalensi endemik dari agen

    penyebab.

    3. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh.

    Infeksi ini dapat timbul karena mikroba (bakteri, jamur, virus) yang berasal dari luar

    tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh manusia namun dalam keadaan normal

    terkendali oleh kekebalan tubuh.

    4. 31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan

    sedikit ke sistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS yaitu infeksi HIV

    yang langsung tampil sebagai meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi

    ensefalitis HIV yang secara klinis dan biologis berjangkauan luas.

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    13/14

    13

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Mitchell TG, Perfect JR. Cryptococcosis in the era of AIDS 100 years after the

    discovery of Cryptococcus neoformans. Clin Microbiol Rev 1995; 8: 515548.

    2. Shea JM, Kechichian TB, Luberto C, Del Poeta M. The cryptococcal enzyme inositol

    phosphosphingolipidphospholipase C confers resistance to the antifungal effects of

    macrophages and promotes fungal dissemination to the central nervous system. Infect

    Immun 2006; 74: 59775988.

    3. Thomas R, Christopher DJ, Kurien S et al. Cryptococcal pleural effusion in acquired

    immune deficiency syndrome Diagnosis by closed pleural biopsy. Respiratory

    Medicine Extra 2006; 2: 79.

    4. Saag M, Powderly WG, Cloud GA et al. Comparison of amphotericin B with

    fluconazole in the treatment of acute AIDS-associated cryptococcal meningitis. The

    NIAID Mycoses Study Group and the AIDS Clinical Trials Group. N Engl J Med

    1992; 326: 8389.

    5.

    Bozzette SA, Larsen RA, Chiu J et al. A placebocontrolled trial of maintenance

    therapy with fluconazole after treatment of cryptococcal meningitis in the acquired

    immunodeficiency syndrome. California Collaborative Treatment Group. N Engl J

    Med 1991; 324: 580584.

    6.

    Makadzange A, Ndhlovu C, Takarinda K et al. Early vs delayed ART in the treatment

    of cryptococcal meningitis in Africa. 16th Conference on Retroviruses and

    Opportunistic Infections. San Francisco, CA, February 2009. [Abstract 36cLB].

    7. Hill D, Dubey JP. Toxoplasma gondii: transmission, diagnosis and prevention. Clin

    Microb Infect 2002; 8: 634640.

    8.

    Levy RM, Mills CM, Posin JP et al. The efficacy and clinical impact of brain imaging

    in neurologically symptomatic AIDS patients: a prospective CT/MRI study. J Acquir

    Immune Defic Syndr 1990; 3: 461471.

    9.

    Skiest DJ, Erdman W, Chang WE et al. SPECT thallium-201 combined with

    Toxoplasma serology for the presumptive diagnosis of focal central nervous system

    mass lesions in patients with AIDS. J Infect 2000; 40: 274281.

    10.Vidal JE, Colombo FA, de Oliveira AC, Focaccia R, Pereira-Chioccola VL. PCR

    assay using cerebrospinal fluid for di12agnosis of cerebral toxoplasmosis in Brazilian

    AIDS patients. J Clin Microbiol 2004; 42: 47654768.

  • 5/20/2018 Infeksi Oportunistik SSP Pada Penderita HIV

    14/14

    14

    11.Rodrguez-Rosado R, Soriano V, Dona C, Gonzalez-Lahoz J. Opportunistic

    infections shortly after beginning highly active antiretroviral treatment. Antivir

    Therapy 1998; 3: 229231.

    12.Wyen C, Hoffmann C, Schmeisser N et al. Progressive multifocal

    leukoencephalopathy in patients on highly active antiretroviral therapy: survival and

    risk factors of death. J Acquir Immune Defic Syndr 2004; 37: 12631268

    13.Antinori A, Cingolani A, Lorenzini P et al. Clinical epidemiology and survival of

    progressive multifocal leukoencephalopathy in the era of highly active antiretroviral

    therapy: data from the Italian Registry Investigative Neuro AIDS (IRINA). J

    Neurovirol 2003; 9 (Supp.l 1): 4753.

    14.Griffiths P. Cytomegalovirus infections of the central nervous system. Herpes 2004;

    11 (Suppl. 2): 95A104A.

    15.Anduze-Faris B, Fillet AM, Gozlan J et al. Induction and maintenance therapy of

    cytomegalovirus central nervous system infection in HIV-infected patients. AIDS

    2000; 14: 517524.

    16.Gazzard BG; BHIVA Treatment Guidelines Writing Group. British HIV Association

    Guidelines for the treatment of HIV-1-infected adults with antiretroviral therapy

    2008. HIV Med 2008; 9: 563608.