infeksi mycobacterium tuberculosis laten ok
DESCRIPTION
presentasiTRANSCRIPT
Infeksi Mycobacterium Tuberculosis Laten
Sejarah alami tuberkulosis diawali dengan penghirupan organisme Micobakterium
Tuberkulosis; periode replikasi bakteri, dan kemudian penyebaran, diikuti oleh penahanan
imunologi dari basil yang layak. Hasil dari proses ini adalah infeksi TB laten asimtomatik,
yang didefinisikan sebagai keadaan kelangsungan hidup bakteri secara terus-menerus,
kontrol kekebalan tubuh, dan tidak ada bukti TB aktif yang ditunjukkan secara klinis.1 Saat
ini, tidak mungkin mendiagnosa secara langsung infeksi M. Tuberkulosis pada manusia;
oleh sebab itu, infeksi tuberkulosis laten didiagnosa dengan respon terhadap rangsangan in
vivo dan in vitro oleh antigen M. Tuberkulosis dengan penggunaan tes kulit tuberkulin atau
interferon --γ release assays (IGRAs). Penelitian menunjukkan bahwa tuberculosis aktif
akan berkembang dalam 5 hingga 15% manusia dengan infeksi laten selama mereka hidup2
(dan prosentasenyalebih tinggi pada manusia dengan kekebalan tubuh lemah). Maka,
menurut Osler, manusia dengan infeksi laten berperan sebagai “persemaian” tuberkulosis di
dalam masyarakat3. Artikel ini akan membahas patogenensis, epidemiologi, diagnosis, dan
perawaan infeksi laten tuberculosis. Artikel ini akan membahas jarak kritis dalam
pemahaman kondisi rumit ini dan agenda penelitian yang diperlukan.
Patogenesis
Setelah penghirupan M. tuberculosis, respon imun halus termasuk alveolar macrophages
and granulocytes mulai memerangi infeksi; pada beberapa orang, basili bersih, sementara
pada orang lainnya, infeksi justru terbangun4. Replikasi basili dalam macrophage dan
getah bening node regional menyebabkan penyebaran limfatik maupun hematogeneus,
dengan pembenihan banyak organ, yang bisa akhirnya naik menjadi penyakit
ekstrapulmonari. Penahanan basil dalam macrophage dan ekstrasel di dalam granuloma
membatasi replikasi lebih lanjut dan kerusakan kontrol jaringan sehingga menghasilkan
keseimbangan dinamis antara patogen dan tuan rumah. Intepretasi klasiknya adalah proses
binari baik dengan infeksi laten M. tuberculosis sesungguhnya atau penyakit tuberculosis
1 2 3 4
aktif yang saat ini dianggap terlalu sepele. Spektrum respon imunologis yang protektif dan
berhubungan dengan serangkaian aktivasi bakteri telah dijelaskan. Kontunum ini mencakup
interaksi berbagai inang mikroba, yang ditandai dengan laten klinis saat respon tuan rumah
mendominasi dan ditandai oleh penyakit apabila replikasi bakteri melebihi ambang batas
yang dibutuhkan untuk menyebabkan gejala.5 Bukti terbaru menunjukkan bahwa respon
inflamatori tuan rumah, terutama dengan interleukin-1β, bisa meningkatkan replikasi
mikrobakterial, yang menggambarkan bahwa respon kekebalan tubuh pedang bermata dua
yang terlihat pada penyakit tuberculosis juga bisa muncul di infeksi laten.6 Selain itu, basil
ektrasel tetap bisa aktif dalam jenis lingkungan jenis biofilm sehingga menginvasi
ketahanan tubuh tuan rumah; dalam kasus demikian, istilah infeksi persisten (bukan laten)
digunakan untuk menjelaskan kerumitan fenomena tersebut.7
Hewan seperti tikus, babi guinea, kelinci, kera dan ikan zebra digunakan untuk
meneliti patogenesis dan perawatan tuberculosis laten 8 namun, keseluruhan hewan tersebut
kurang cocok secara patologis, klinis dan terapis dengan infeksi dan penyakit manusia.
Oleh sebab itu, setiap hewan bisa digunakan untuk menjelaskan beberapa aspek kondidi
manusia. Tikus, misalnya, menggambarkan pengalaman perawatan manusia, sementara
kelinci menunjukan bentuk histtopatologikal yang mirip dengan yang ada pada manusia,
namun tidak ada satu model hewanpun yang dapat menangkap spectrum infeksi, penyakit
dan perawatan.
Epidemiologi dan Kelompok Resiko
Peralatan yang ada saat ini tidak cukup untuk mengukur meratanya infeksi
tuberculosis laten, namun pemodelan yang telah dilakukan satu dekate lalu memperkirakan
bahwa sekitar sepertiga populasi dunia (>2 milyar manusia) terinfeksi secara laten oleh M.
5 6 7 8
Tuberkulosis.9 Saat ini, tingkat hahunan infeksi berkisar antara 4,2 % di Afrika Selatan10
dan 1,7% di Vietnam11 hingga 0,03% di Amerika Serikat.12 Karena perawatan tuberculosis
telah meluas selama 15 tahun terahir dan kondisi kehidupan telah meningkat di seluruh
dunia, resiko tahunan infeksi turun di banyak tempat; sehingga beban global infeksi laten
saat ini tidak pasti dan perlu dilihat kembali.13
Manusia tanpa perawatan tuberculosis sistem pernafasan merupakan sumber
transmisi dalam semua kasus baru infeksi tuberculosis, dan sampai sepertiga peralatan
rumah tangganya yang terkena kontak menjadi terinfeksi.14 Faktor yang berkaitan dengan
kenaikan resiko infeksi dalam kontak perlatan rumah tangga meliputi penyakit parah dalam
pasien tersebut, periode panjang kontak dengan pasien, ventilasi yang buruk dan paparan
sinar ultraviolet yang buruk saat berdekatan dengan pasien. Reaktivasi infeksi tuberculosis
laten muncul dalam mayoritas kasus tuberculosis, terutama di negara dimana kemunculan
tuberculosis rendah15
Kemajuan infeksi laten yang mengaktifkan penyakit tuberculosis klinis ditentukn oleh
faktor bakteri, tuan rumah dan lingkungan. Ada teori yang menyebutkan perbedaan
kemampuan M. tuberculosis dalam menyebabkan penyakit, namun hanya ada sedikit data
klinis dan epidemiologi yang mendukung teori ini. Muatan awal bakteri, yang disebabkan
oleh parahnya penyakit dalam kasus dan kedekatan kontak, secara langsung berhubungan
dengan resiko perkembangan penyakit. Penyakit berkembang pada tingkat yang lebih tinggi
pada bayi dan anak –anak yang memiliki infeksi laten dibandingkan pada anak yang
usianya lebih tua yang mengalami infeksi laten. Setelah seorang anak mencapai usia sekitar
5 tahun, usia hanya memiliki hubungan yang kecil dengan resiko penyakit ini.16
9 10 11 12 13 14 15 16
Tekanan imun sel oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV)17 tumor nekrosis
faktor α inhibitor18 glucocorticoid19 dan organ 20 atau transplatasi hematologis21
meningkatkan resiko perkembangan infeksi laten. Tingkat akhir penyakit renal
menyumbang kemajuan tuberculosis aktif22. Silikosis dan paparan dengan debu silica juga
berhubungan dengan kenaikan perkembangan, dan kombinasi HIV dengan sislikosis pada
penambang Afrika Selatan berkontribusi pada meledaknya epidemic tuberculosis dalam
populasi ini.23 Kelompok berisiko lain yang harus dipertimbangkan untuk mendapatkan
manajemen infeksi tuberculosis laten berdasarkan kenaikan resiko terkena penyakit
tuberculosis aktif adalah narapidana24 pengguna narkoba terlarang25 gelandangan26
immigran dari negara yang memiliki beban tuberculosis tinggi27 orang tua28 pekerja
kesehatan dan mahasiswa kedokteran29 pasien dengan diabetes30 dan manusia dengan
konversi uji kulit tuberculin negative hingga uji positif31 Tabel 1 menunjukkan data
mengenai tuberculosis aktif dan meratanya infeksi laten dalam kelompok resiko tinggi.
Tabel 1. Kejadian Tuberkulosis Aktif dan Prevalensi Infeksi Tuberkulosis Laten pada Kelompok Berisiko Tinggi terpilih , Menurut Studi yang diterebitkan. *
Kelompok resiko tinggi
Kejadian aktif tuberkulosis
Prevalensi infeksi Tuberkulosis
Orang dengan infeksi HIV
16,2 (12,4-28,0) 14,5 (2,7-21,5) 11,3 (4,3-67,6) 19,2 (2,1-54,8)
Kontak orang 0,6 ‡ 21,1 (6,6-55,1) 48,0 (29,6-59,6) 26,3 (1,8-82,7)
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
dewasa dengan orang TB Pasien yang menerima tumor necrosis factorblocker
1,4 ‡ § 11,8 (4,0-22,3) 20,0 (12,9-25,0) 18,6 (11,3-68,2)
Pasien yang menjalani hemodialisis
26,6 (1,3-52,0) 33,4 (17,4-44,2) 43,6 (23,3-58,2) 21,9 (2,6-42,1)
Pasien yang menjalani transplantasi organ
Pasien dengan silikosis
5.1 ‡
32,1 ‡
21,9 (16,4-23,5)
‡ 46,6
29,5 (20,5-38,5)
61,0 ‡
7,7 (4,4-21,9)
-
Tahanan - - 2.6 (0,03-9,8) - - 45,5 (23,1-87,6)
Petugas kesehatan
1,3 (0,4-4,1) 14,1 (0,9-76,7) 5,2 (3,5-28,7) 29,5 (1,4-97,6)
Imigran dari negara-negara dengan tinggibeban TB
3,6 (1,3-41,2) 30,2 (9,8-53,8) 17,0 (9,0-24,9) 39,7 (17,8-55,4)
Orang tunawisma -
2.2 (0,1-4,3) 53,8 (18,6-75,9) - 45,6 (20,5-79,8)
Pengguna terlarang narkoba
6.0 ‡ 63,0 (1,4-66,4) 45,8 (34,1-57,5) 85,0 (0,3-86,7)
Orang tua - 16.3‡ - 31.7‡
* Data dari penelitian di negara-negara dengan kejadian rendah tuberkulosis (<1 per 1000 penduduk). Pencarian untuk kejadian TB aktif meliputi periode dari tanggal 1 Januari 2004 sampai tanggal 30 Agustus 2014, dan data dibatasi untuk artikel yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Pencarian untuk prevalensi TB laten meliputi periode 1 Januari 2009, sampai tanggal 30 Agustus 2014, dan data dibatasi untuk artikel yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, Spanyol, atau Perancis. Daftar mencakup studi dan nilai-nilai tertentu untuk
setiap kelompok risiko yang tersedia dalam Tabel S1 dan S2, dalam Lampiran Tambahan. Strip menunjukkan tidak ada data.
DIAGNOSIS
Tidak ada metode sempurna untuk mendiagnosis infeksi tuberculosis laten. Uji kulit
tuberkilin dan IGRAs tidak secara langsung mengukur infeksi tuberculosis dengan
mendeteksi respon memory T-cell, yang hanya menunjukkan kemunculan sensistisasi
terhadap antigen M tuberculosis32 uji tersebut secara umum diterima namun tidak
sempurna33
Uji kulit tuberculin digunakan secara luas dan tidak mahal namun memiliki spesifikais yang
buruk bagi populasi yang divaksin dengan vaksin bacille Calmette–Guérin (BCG), tunduk
pada reaktivitas silang dengan mikrobakteria nontuberkulosis lingkungan, dan memiliki
sensitivitas yang buruk dalam kompromi imun manusia. Juga ada kelemahan logistik,
meliputi kebutuhan kunjungan kembali dalam 2 atau 5 hari untuk membaca jumlah
indurasi, karena pembacaan sendiri berkaitan dengan jumlah kesalahan yang tinggi.34 Lebih
jauh, ada kekuranagn tuberculin di dunia akibat kekuatan pasar.
IGRA (QuantiFERON-TB Gold In-Tube essay (Cellistis) dan T-SPOT.TB assay (Oxford
Immunotec)) terukur pada respon in vitro T sell atau sell monoclear peripheral-blood
terhadap antigen M tuberculosis yang tidak ditemukan pada BCG dan kebanyakan
mikrobakteri nontuberkulosis, dan sehingga kekhususan untuk M tuberculosis lebih tinggi
dibandingkan dengan uji kulit tuberculin. Namun, studi akhir-akhir ini meliputi serangkian
uji kesehatan pekerja di Amerika Serikat menunjukkan bahwa konversi yang salah (dari
hasil negative menjadi positif salah) dan kebalikannya (dari positif menjadi negative salah)
lebih umum dengan IGRA dibandingkan dengan uji kulit tuberculin.35 Selain itu, IGRA
lebih mahal dan membutuhkan pekerjaan lebih besar di laboratorium.
32 33 34 35
Kemampuan uji kulit tuberculin dan IGRA dalam mengidentifikasi orang dengan resiko
tertinggi kemajuan tuberculosis aktif (misal nilai prediksi positif dan negative) buruk.
Tidak ada satu uji pun yang bisa secara akurat memprediski penyakit yang akan menjangkit
orang dengan tes positif, dan uji positif kuat tidak menunjukkan resiko yang lebih tinggi.
Dalam satu meta analisis, nilai prediksi positif menjadi aktif tuberculosis adalah 2,7% (95%
interval [vi], 2,3 sampai 3,2) untuk IGRA dan 1,5% (95% CI, 1,2 sampai 1,7) untuk uji
kulist tuberkulin36 Meta analisis pada penelitian igra longitudinal saja dengan median 4
tahun menunjukkan hubungan sedang antara uji positif dan tuberculosis berikutnya
(dikumpulkan, rasio kejadian tidak disesuaikan 2,10 [95% CI, 1.42 sampai 3,08]. Dalam
waktu 2 tahun studi prospektif di Inggris yang melibatkan orang dewasa yang kontak
dengan orang yang mempunyai tuberklosis aktif, positif IGRA berhubungan dengan resiko
tinggi perkembangan tuberculosis yang signifikan, kecuali pada kontak yang lebih tua dari
35 tahun37 perbandingan uji kulit tuberculin dan IGRA berbeda antara negara dengan
kejadian tinggi dan negara dengan kejadian rendah, mungkin karena efek vaksin dan
reinfeksi.
Tomografi terkomputasi bisa membuktikan metode pencitraan pelengkap pada radiografi
dada dalam membedakan infeksi tuberculosis laten dan penyakit aktif38 meskipun saat ini
tidak ada standar immunodiagnostic biomarker untuk mengukur infeksi tuberculosis laten,
ada pertumbuhan pada chemokines, faktor tumor necrosis, interleukins, faktor
pertumbuhan, dan reseptor larut di bawah perkembangan yang dapat meningkatkan
kapasitas diagnostik.39
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan infeksi tuberculosis laten adalah mencegah perkembangan penyakit
klinis aktif. Isoniazid yang diberikan secara harian selama 6 sampai 12 bulan merupakan
36 37 38 39
perawatan utama, dengan kemanjuran berkisar antara 60 hingga 90%40 Reanalisis dan
modeling uji coba isoniazid Layanan kesehatan umum Amerika erikat pada tahun 1950an
sampa 1960an menunjukkan bahwa manfaat isoniazid meningkat secara progresif saat
dilakukan selama 9 sampai 10 bulan dan stabilisasi berikutnya. Hasilnya, tidak adanya
kontrol, uji coba klinis yang membandingkan isoniazid dengan placebo, regimen isoniazid
9 bulan telah direkomendasikan sebagai perawatan yang cukup. Namun, metaanalisis 11
ujicoba isoniazid dengan mengikutsertakan 73.375 orang yang tidak terinfeksi HIV
menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan placebo, resiko perkembangan tuberculosis
aktif 6 bulan (resiko relatif, 0,44; 95% CI, 0,27 sampai 0,73) mirip dengan usia 12 bulan
(resiko relative, 0,38; 95% CI, 0,28 samapai 0,50).41
Tabel 2. Penggunaan Pengobatan Tuberculosis Laten, Menurut Khasiat yang terkumpul, Risiko Hepatotoksisitas, Kejadian yang tidak diharapkan, dan Interaksi Obat.
Penggunaan obat
Dosis Khasiat vsplacebo *
Khasiat vs6 Mo dari Isoniazid *
Hepatotoxicity vs.6 Mo of Isoniazid*
Kejadian yang tidak diharapkan
isoniazid sajaselama 6 bulan atau9 mo
Dewasa, 5 mg / kg; anak-anak,10 mg / kg(maksimum, 300 mg)
Rejimen 6-mo,0.61 (0.48-0,77); 9-morejimen, 0,39(0,19-0,83)
Tidak berlaku untukRejimen 6-mo,dan tidak tersediauntuk 9-mo
Tidak berlaku untukRejimen 6-mo,dan tidak tersediauntuk 9-mo
Obat menyebabkan cedera hati,mual, muntah, perutnyeri, ruam, periferneuropati, pusing,mengantuk, dan kejang
rifampisin sajaselama 3 sampai 4 bulan)
Dewasa, 10 mg / kg;anak-anak, 10 mg / kg(maksimal jika <45 kg,450 mg; maksimum jika≥45 kg, 600
0,48 (0,26-0,87)
0.78 (0,41-1,46)
0,03 (0,00-0,48)
sindrom influenza,ruam, hati akibat obatcedera, anoreksia, mual,sakit perut, neutropenia,trombositopenia,dan reaksi ginjal (misalnya,nekrosis tubular akut
40
41
mg) dan nefritis interstitial
isoniazid ditambahrifampisin untuk3 sampai 4 mo
Dewasa, 10 mg / kg;anak-anak, 10 mg / kg(maksimal jika <45 kg,450 mg; maksimum jika≥45 kg, 600 mg)
0,52 (0,33-0,84)
0,89 (0,65-1,23)
0,89 (0,52-1,55)
sindrom influenza,ruam, hati akibat obatcedera, anoreksia, mual,sakit perut, neutropenia,trombositopenia,dan reaksi ginjal (misalnya,nekrosis tubular akutdan nefritis interstitial)
rifapentin mingguanditambah isoniazidselama 3 mo
Dewasa dan anak-anak:rifapentin, 15-30mg / kg (maksimum,900 mg) ‡; isoniazid,15 mg / kg (maksimum,900 mg)
Tidak tersedia
0,44 (0,18-1,07) §
0,16 (0,10-0,27) §
Reaksi hipersensitivitas,ruam petekie, obat-menyebabkanluka hati, anoreksia,mual, perutnyeri, dan hipotensireaksi
* Data efikasi dan hepatotoksisitas berasal dari Stagg dkk.42
† The Food and Drug Administration merekomendasikan meningkatkan dosis harian efavirenz 800 mg bila diberikan bersama rifampisin, tapi hasil klinis dan data farmakokinetik pasien tidak mendukung rekomendasi ini.
‡ Penyesuaian inkremental berikut ini diperlukan untuk orang dengan berat kurang dari 50 kg: 10,0-14,0 kg, 300 mg; 14,1-25,0 kg, 450 mg; 25,1-32,0 kg, 600 mg; dan 32,1-49,9 kg, 750 mg.
§ Perbandingan ini adalah dengan 9 bulan isoniazid.
Obat umum Itu Bisa Berinteraksi dengan Regimen yang
. Antiretroviral Agen Opioid dan imunosupresan lainnya
Efavirenz (tingkat efavirenz dapat meningkatdi metabolisme lambat kedua obat)
Tidak ada Karbamazepin, benzodiazepin dimetabolisme olehoksidasi (misalnya, triazolam), acetaminophen, valproate,antidepresan serotonergik, disulfiram,warfarin, dan teofilin
Efavirenz †; Dolutegravir (dosis Dolutegravirharus ditingkatkan menjadi 50 mg setiap 12 jam);rifampisin tidak boleh diberikan denganprotease inhibitor apapun (terlepas dari peningkatan ritonavir), rilpivirine, elvitegravir, ataumaraviroc
Metadon (dosis metadonmungkin perlu ditingkatkan 50%); cyclosporine; glukokortikoid
Meflokuin, agen antijamur azole, klaritromisin,eritromisin, doksisiklin, atovakuon, kloramfenikol,terapi hormon pengganti, warfarin,cyclosporine, glukokortikoid, obat antikonvulsan,agen kardiovaskular (misalnya, digoxin), teofilin,agen hipoglikemik sulfonilurea, hipolipidemikagen, nortriptyline, haloperidol, quetiapine, benzodiazepin,zolpidem, dan buspirone
Efavirenz †; Dolutegravir (dosis Dolutegravirharus ditingkatkan menjadi 50 mg setiap 12 jam);isoniazid ditambah rifampisin tidak boleh diberikandengan inhibitor protease (terlepasritonavir meningkatkan), rilpivirine,elvitegravir, atau maraviroc
Metadon (dosis metadonmungkin perlu ditingkatkan 50%); cyclosporine; glukokortikoid
Mefloquine, azole antifungal agents, clarithromycin,erythromycin, doxycycline, atovaquone, chloramphenicol,hormone-replacement therapy, warfarin,cyclosporine, glucocorticoids, anticonvulsant drugs,cardiovascular agents (e.g., digoxin), theophylline,sulfonylurea hypoglycemic agents, hypolipidemicagents, nortriptyline, haloperidol, quetiapine, benzodiazepines,zolpidem, and buspirone
Rifapentin ditambah isoniazid tidak boleh diberikandengan protease inhibitor,setiap inhibitor integrase, atau maraviroc; studi awalmenunjukkan interaksi tidak signifikandengan Dolutegravir, emtricitabine, dan tenofovir
Metadon (dosis metadonmungkin perlu ditingkatkan 50%); cyclosporine; glukokortikoid
Mefloquine, azole antifungal agents, clarithromycin,erythromycin, doxycycline, atovaquone, chloramphenicol,hormone-replacement therapy, warfarin,cyclosporine, glucocorticoids, anticonvulsant drugs,cardiovascular agents (e.g., digoxin), theophylline,sulfonylurea hypoglycemic agents, hypolipidemicagents, nortriptyline, haloperidol, quetiapine, benzodiazepines,zolpidem, and buspirone
† The Quantiferon-TB Emas di-Tube assay (Cellestis) dan uji T-SPOT.TB (Oxford Immunotec) adalah interferon-γ release assay. Sebagai tanggapan terhadap tes kulit tuberkulin, indurasi yang diukur setidaknya 5 mm digunakan untuk menghitung prevalensi.
‡ Data dari studi tunggal.
§ Pasien menerima pengobatan dengan infliximab.
Isoniazid berhubungan dengan pengurangan kejadian tuberculosis pada orang yang
menderita HIV yang menerima terapi antiretroviral, dan satu studi menunjukkan bahwa
manfaat isoniazid pada pasien dengan uji kulit tuberculin negatif atau IGRA yang juga
menerima terapi antiretroviral42 Studi terbaru dari Uganda menunjukkan tingkat konversi
yang tinggi dari uji kulit tuberculin negatif menjadi uji tes tuberculin positif (30 kasus per
100 orang) diantara orang yang menderita HIV selama 6 bulan pertama terapi
antiretroviral43 Di wilayah geografis yang diketahui memiliki tingkat transmisi tuberculosis
yang tinggi, efek perlindungan isoniazid terhadap tuberculosis bagi orang yang terjangkit
42 43
HIV semakin berkurang dari waktu ke waktu, dan perlindungan berlanjut dilakukan melalui
durasi seumur hidup perawatan tuberculosis.44 WHO merekomendasikan agar orang yang
terjangkit HIV di negara dengan angka transmisi tuberculosis tinggi menerima minimal
isoniazid selama 36 bulan sebagai ganti perawatan seumur hidup. Di Brazil, negara dengan
transmisi tuberculosis rendah, terapi isoniazid menunjukkan manfaat jangka panjang pada
orang yang terinfeksi HIV.45
Cara efektif lainnya adalah rifampin harian selama 3 atau 4 bulan, isoniazid dan rifampin
harian selama 3 bulan, dan isoniazid (900 mg) dan rifapentin (900 mg) sekali seminggu
selama 12 minggu46 penggunaan fifampin dan pyrazinamide yang awalnya efektif bagi
orang yang terinfeksi HIV ternyata menyebabkan luka liver parah pada orang yang tidak
terinfeksi HIV47 sehingga tidak lagi direkomendasikan.
Daklam uji coba klinis acak, multicenter, penggunaan rifampin harian selama 4 bulan
berhubungan dengan kejadian berkebalikan serius yang lebih sedikit dan kepatuhan yang
lebih baik dan secara biaya lebih efektif dibandingkan penggunaan 9 bulan isoniazid48
pengguaan yang mengandung rifampin harus dipertimbangkan bagi orang yang
kemungkinan terkena isoniazid resistant strain M. tuberculosis.
Dalam satu studi, kemanjuran sekali seminggu, langsung diobservasi penggunaan
isoniazid–rifapentine selama 3 bulan sama dengan penggunaan 9 bulan, penggunaan sendiri
isoniazid berhubungan dengan laju ketuntasan pengobatan (82,1% vs 68%) dan
hepatotoxicity (0,4% vs 2,7%), meskipun ketidakberlanjutan permanen penggunaan
dikarenakan efek samping lebih sering dengan penggunaan isoniazid–rifapentine (4,9% vs
3,7%)49 Hasil yang sama diobservasi dalam sebuah penelitian yang melibatkan 1058 anak-
anak dengan usia 2-17 tahun; namun, efek hepatotoxic akibat dampak perawatan tidak
diobservasi di kelompok yang diteliti. Studi lanjutan yang melibatkan penderita HIV
sebanyak 208 menunjukkan bahwa penggunaan isoniazid– Rifapentine sama efektifnya 44 45 46 47 48 49
dengan penggunaan isoniazid selama 9 bulan dan berhubungan dengan tingkat penyelesaian
pengobatan yang lebih tinggi (89% vs 64%)50. Penggunaan mingguan isoniazid–rifapentine
juga dilakukan pada 1148 orang dewasa yang terjangkit HIV di Afrika Selatan dan positif
tes kulit tuberculin dan tidak menerima terapi antiretroviral; keampuhan penggunaan ini
sama dengan penggunaan 6 bulan isoniazid.51
Studi terbaru mengenai interaksi antara rifapentin, dengan atau tanpa isoniazid, dan
efavirenz menunjukkan bahwa penggunaan efavirenz untuk perawatan infeksi HIV tidak
menghasilkan berkurangnya penggunaan efavirenz yang dapat membahayakan kegiatan
antiviral.52 Kombinasi satu dosis tetap rifapentine (300 mg) dan isoniozid (300 mg)
diharapkan dipasarkan dalam bentuk tablet yang akan memfasilitasi perawatan.
Penggunaan isoniazid–rifapentine selama 3 bulan bisa menjadi alternatif hemat biaya
dibandingkan dengan biaya perawatan dengan isoniozid selama 9 bulan, terutama jika
harga rifapentin turun dan perawatan dilakukan sendiri. Saat ini, penggunaan isoniazid–
Rifapentine tidak direkomendasikan untuk anak yang usianya di bawah dua tahun, orang
yang terinfeksi HIV yang menerima terapi antiretroviral, dan wanita hamil.
Sedikit penelitian mengeksplorasi perawatan infekti tuberculosis laten dalam kontak
manusia (baik anaka-anak maupun dewasa) dengan tuberculosis multidrugresistant
berdasarkan hasil uji kelemahan obat pada pasien sumber.53 Namun, buktinya lemah
mengenai pendekatan pengobatan. Di sisi lain, observasi ketat dan monitoring selama
minimal 2 tahun mengenai perkembangan penyakit tuberculosis merupakan pengukuran
klinis yang dipilih.
MONITORING DAN EVALUASI KLINIS
Pengaturan klinis infeksi tuberculosis laten diawali dengan tes kulit tuberculin, IGRA, atau
keduanya dan evaluasi radiologi klinis menghilangkan penyakit tuberculosis aktif. Manusia
50 51 52 53
yang menerima perawatan harus diajari mengenai efek racun yang mungkin pada
pengobatan dan dibimbing untuk menghentikan perawatan serta mencari perhatian jika
tanda atau simtom seperti penyakit kuning/jaundice, sakit perut, nausea akut, dan demam.
Hepatotocity dan hepatitis klinis tidak cocok yang berhubungan dengan obat-obatan yang
sedang digunakan untuk perawatan tuberculosis (Tabel 2). Sayangnya, ada kekurangan data
pada uji peran dasar dan frekuensi kunjungan harus didefinisikan berdasarkan indikasi
klinis klinik dan profil sosial pada orang yang sedang dirawat, dan juga kapasitas layanan
klinis. Screening awal dengan uji fungsi liver dan pengukuran dan pengukuran regular
fungsi liver afterward dapat memfasilitasi manajemen klinis. Orang yang dengan penyakit
liver, yang menerima terapi antiretrotival, wanita yang hamil dengan post partum,
pengguna alcohol, atau orang yang menerima perawatan jangka panjang dengan potensial
pengobatan hepatotoxic harus mendapat prioritas untuk monitoring enzim liver.
Manajemen klinis infeksi tuberculosis laten juga harus menunjukkan faktor resiko seperti
penggunaan narkoba secara gelap, penyalahgunaan alcohol, dan merokok melalui
perawatan pengganti opioid dan bimbingan tentang alcohol dan penghentian merokok.
Tabel 2 merangkum interaksi yang berhubungan dengan perawatan infeksi tuberculosis
laten yang memmerlukan perhatian. Penerimaan dan kepatuhan terhadap full course
perawatan tuberculosis harus didorong. Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika
Serikat dan Kanada, 17% orang yang ditawari perawatan untuk infeksi laten menolaknya.54
Penyelesaian perawatan bervariasi (dari 19% sampai 96%) dan alasan ketidaktuntasab perlu
dilihat.55 Penggunaan berbagai insentif untuk mendukung inisisasi perawatan dan
kepatuhan, bergantung pada kebutuhan spesifik orang yang sedang dirawat harus
diperimbangkan. Edukasi sejawat, bimbingan, layanan ramah orang, dan penyedia layanan
terlatih mendukung kepercayaan diri dan bisa meningkatkan kepatuhan terhadap
perawatan.56
PANDUAN DAN PROGRAM
54 55 56
Epidemiologi tuberculosis dalam berbagai kelompok resiko, ketersediaan sumber, dan
kehematan biaya intervensi harus membimbing pendekatan program untuk infeksi
tuberculosis laten. Contoh, di negara yang terhalang sumber dan memiliki tingkat transmisi
yang tinggi tuberculosis, prioritas harus diberikan kepada kelompok resiko dengan
likelihood tuberculosis aktif (misal orang yang menderita HIV dan anak-anak yang
berumur kurang dari 5 tahun yang kontak dengan orang yang membawa tuberculosis aktif).
Klinisian perlu mengkonsultasuikan dan mengikuti panduan nasional dan internasional.
Namun, rekomendasi yang terkandung dalam panduan nasional dari negara dengan
kejadian tuberkulosisi rendah berbeda dengan pemilihann kelompok resiko dan tes serta
ilihan perawatan (Tabel S3 di apendiks tambahan, tersedia dengan teks penuh artkel ini di
NEJM.org). sederhananya, algoritma klinis berbasis bukti akan berguna, karena bukti
dengan scaling up tuberculosis prophylaxis untuk orang dengan HIV.
Mencatat dan melaporkan alat dengan indicator harus menyertakan sistem monitoring
untuk program implementasi skala besar. Juga penting untuk memonitor perkembangan
penyakit tuberculosis klinis selama dena setelah penuntasan perawatan dan mengevaluasi
kualitas dan efektivitas program tersebut.
PRIORITAS PENELITIAN
Pemahaman yang lebih baik tentang patogenesis Infeksi TBC laten merupakan prioritas
penelitian kritis, seperti pengembangan biomarker dan tes diagnostik dengan peningkatan
kinerja dan nilai prediksi. Model hewan yang handal yang mensimulasikan patogenesis dan
respon pengobatan pada manusia akan memfasilitasi pengembangan biomarker,
pengobatan baru, dan vaksin terapi. Ketersediaan obat baru dan penggunaan yang dapat
diberikan untuk durasi yang lebih pendek dan dengan efek samping yang lebih sedikit
penting untuk memungkinkan implementasi di skala yang lebih besar. Ujicoba harus
dilakukan untuk menentukan manfaat dan bahaya pengobatan TB laten pada pasien dengan
diabetes, di penyalahguna alcohol dan perokok tembakau, dan dalam kontak orang
tuberkulosis resistan banyak obat. Riset inovatif sinergi antara publik dan swasta
penyandang dana diperlukan untuk mengatasi kekurangan pasar. Perkembangan tes
diagnostik yang lebih baik, terapi pencegahan, dan vaksin untuk tuberculosis akan
memberikan manfaat besar bagi masyarakat.
Diagnosis dan pengobatan infeksi TB laten sangat penting untuk kontrol
tuberculosis khususnya, saat mengejar untuk target penghilangan. Pemodelan menunjukkan
bahwa jika 8% dari orang dengan TB laten bisa permanen dilindungi setiap tahun, maka
kejadian global pada tahun 2050 akan 14 kali serendah kejadian pada tahun 2013, tanpa
dibutuhkan intervensi lain.57 Pemahaman lengkap patogenesis infeksi TBC laten dan
kurangnya tes yang ideal serta penggunaan pengobatan memerlukanupaya penelitian
intensif dan kerjasama seluruh disiplin ilmu.
Potensi pasar untuk tes atau pengobatan baru untuk masalah kesehatan masyarakat ini, yang
bisa mempengaruhi sepertiga penduduk dunia, harus memotivasi sektor korporasi untuk
berinvestasi dalam penelitian. Penilaian ulang beban global dan pemahaman yang lebih
baik dari besarnya infeksi TB laten harus menginformasikan baik langkah-langkah
kesehatan klinis dan publik.
57