implikasi keluarga broken homee-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1953/1/skripsi tamara...
TRANSCRIPT
i
IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME
TERHADAP BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM
SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
TAMARA ISLAMI DIANI RAKASIWI
NIM. 111-13-057
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
...قوا أنفسكم وأهليكم نارا
“ Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
(Q.S At-Tahrim: 6)
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk:
1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai bapak Kasim dan
ibu Marliah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do‟a dan seluruh
pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan harapan
membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan
segalanya baik moral maupun spiritual bagi kelancaran studyku
senantiasa Allah meridhoinya.
2. Keluarga besarku yang selama ini mendukung penuh setiap langkah juga
memfasilitasi segala apa yang aku butuhkan.
3. Kepada Mr. N yang selalu siap membantu problema skripsi dan hati ini.
4. Teman-temanku yang memberikan canda tawanya untuk menghiburku
saat jenuh menghampiri.
5. Kepada keluarga besar SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga yang
berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Kepada pihak FC yang memfasilitasi dalam penyelesaian skripsi.
7. Kepada keluarga besar Perpustakaan di Salatiga.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya. Sholawat dan salam tercurah kepada khotamul anbiya Muhammad
SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “ Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap
Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran
2016/2017” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Stara Satu (S.1) pada fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan
Pendidikan Agama Islam Negeri Salatiga.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
juga arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan. Oleh karna itu penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI
4. Imam Mas Arum, M.Pd selaku dosen pempimbing skripsi yang dengan tulus,
ikhlas membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
5. Drs. Abdul Syukur, M.Si selaku pembimbing akademik.
6. Segenap Dosen dan karyawan IAIN Salatiga.
ix
x
ABSTRAK
Tamara Islami Diani Rakasiwi. 2017.Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum M.Pd.
Kata Kunci : Budi pekerti, keluarga broken home.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui dampak broken home
terhadap budi pekerti siswa. Pertanyaan yang ingin di jawab melalui penelitian ini
adalah (1) Bagaimana kondisi keluarga siswa broken home SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017? (2) Bagaimana budi pekerti siswa
dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun
Pelajaran 2016/2017? (3) Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap
budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran
2016/2017?. Dengan demikian, tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswaSMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. mengetahui budi pekerti
siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun
pelajaran 2016/2017. mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi
pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dan penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi
sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1)kondisi keluarga broken home dari
siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga memiliki kondisi berbeda.
Diantaranya terdapat keluarga yang tidak harmonis, Keluarga yang mendua,
keluarga kacau, keluarga yang bercerai. (2)Sedang budi pekerti siswa broken
home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga dikategorikan dalam 2 bentuk, yaitu
budi pekerti baik dan budi pekerti tidak baik. (3) Dan implikasi keluarga broken
home terhadap budi pekerti siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
memberikan dampak negatif dan positif. Diantaranya membuat anak menjadi
tidak menurut dengan orang tuanya, menjadi tidak percaya diri dan takut untuk
keluar, membuat anak tidak mau lagi melaksanakan kebiasaan yang dilakukan
sebelum broken home, membuat anak menjadi kekurangan kasih sayang,
membuat anak mudah mendapatkan pengaruh buruk lingkungan, membuat anak
menjadi mandiri.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO .............................................................................. ii
NOTA DINAS PEMBIMBING .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... v
MOTTO ........................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR………………………………………… ................... viii
ABSTRAK………………………………………… ..................................... x
DAFTAR ISI………………………………………… .................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 8
E. Penegasan Istilah ......................................................................... 9
F. Langkah-langkah Penelitian ........................................................ 11
G. Sistematika Penulisan ……………………………………….. ... 18
BAB II Kajian Pustaka
A. Penegasan Arti Keluarga ............................................................. 21
B. Broken Home ................................................................................ 30
C. Mengatasi Konflik Keluarga ....................................................... 40
xii
D. Pendidikan Dalam Keluarga………………………………… .... 43
E. Budi Pekerti......................................................................... ......... 45
F. Penelitian Terdahulu.................................................................... 52
BAB III Pelaksanaan Penelitian
A. Paparan Data ……………..................................................... ...... 55
1. Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah........………………... ........... 55
2. Letak Geografis…............................................................... ........... 56
3. Identitas Sekolah....................................…………………. ........... 56
4. Data Lengkap… ............................................................................. 57
5. Kontak Sekolah .............................................................................. 57
6. Visi Misi dan Tujuan......................................................... ............. 57
7. Data Siswa dan Guru........................................................ .............. 60
8. Struktur Organisasi........................................................... ............. 62
B. Temuan Penelitian.............................................................. .......... 63
1. Kondisi Keluarga Broken Home .....……………………… ......... 63
2. Budi Pekerti Siswa Broken Home………………………… .......... 67
3. Implikasi Keluarga Broken Home. ................................................. 69
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kondisi Keluarga Broken Home .................................................. 73
B. Budi Pekerti Siswa Broken Home ................................................ 77
C. Implikasi Keluarga Broken Home......................................... ....... 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 84
xiii
B. Saran ............................................................................................ 85
C. Penutup............................................................................... .......... 86
Daftar Pustaka ................................................................................................ 87
Riwayat Hidup Penulis.................................................................................. 98
Pedoman Wawancara..................................................................................... 90
Foto................................................................................................................ 92
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah suatu ikatan kehidupan bersama antara pria dan
wanita yang dihalalkan Allah Swt. untuk mendapatkan kebahagiaan dan
kesejahteraan serta anak keturunan yang shalih dan shalihah. Begitu juga
perkawinan adalah hal yang naluriyah dan ibadah, sebagai cermin pergaulan
manusia dan melaksanakan perintahNya (Basri, 2004: 130). Suami istri yang
menjadi faktor utama suatu perkawinan seharusnya memiliki kesadaran dan
tanggung jawab dan kewajiban-kewajibannya dalam menanggapi hikmah dan
tujuan yang luhur. Kedua pasangan suami istri bukan saja diletakkan atas
dasar dorongan seksual yang menggebu-gebu dan perasaan cinta yang buta.
Akan tetapi didasari pemikiran dan persiapan yang masak serta kedewasaan
yang sesungguhnya.
Kesadaran yang paling penting untuk membina dan melestarikan
perkawinan, bukan hanya terletak di bahu warga yang sedang berlayar
terutama adalah dipuncak kedua pemimpin bahtera kehidupan tersebut, yakni
suami dan istri yang bertanggung jawab akan kelestariannya. Suami atau istri
yang memiliki sifat-sifat kepribadian yang tidak simpatik dan tetap
membangkang dalam kehidupan keluaraga mudah menimbulkan kebosanan
bagi orang lain. (Basri, 2004: 76) memberikan teori bahwa faktor kedewasaan
yang mencangkup fisik, mental dan sosial perlu mendapatkan perhatian
seseorang sebelum melangsungkan perkawinan. Sebab, dalam perkawinan
2
mereka diharapkan berkemampuan dalam menghadapi dan menyelesaikan
persoalan demi persoalan secara baik. Kedewasan akan memberikan daya
guna dan perwujudanya cukup dalam hal pertanggung jawab dan kemasakan
akal pikiran. Oleh karena itu, suami istri yng telah dewasa diharapkan mampu
bertindak dan dapat berhati-hati serta mempertimbangkan manfaat dan
mudharat dari suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukannya.
Keluarga akan terhimpun dari beberapa anggota yang terdiri dari pria
dan wanita yang usianya berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan ini akan
menyebabkan adanya perbedaan dalam pemikiran, keinginan, kebiasaan dan
tingkah laku. Kemampuan menghadapi setiap perbedaan sehingga tidak
menggoyahkan taraf kerukunan dan ketenangan hidup dalam keluarga yang
hanya mungkin dilakukan seseorang yang telah dewasa dalam arti
sesungguhnya.
Kehidupan berkeluarga yang didalamnya akan dijumpai bermacam-
macam persoalan ringan atau berat. Semua masalah memerlukan kedewasaan
dalam menghadapi dan menyeselsaikan persoalan. Selain itu diperlukan
keluasan ilmu pengetahuan, pengalaman, sifat tekun dan tabah serta sabar
dalam menghadapinya. Betapa banyak perkawinan yang telah gagal
disebabkan cara pengambilan keputusan yang mentah dan tekesan amat
tergesa-gesa dan akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari (Basri,
2004: 78).
Sebuah keluarga tidaklah selalu dalam damai dan tenang
perkembangannya. Tidak jarang badai dan topan kemudian datang
3
menghampiri, menggoncang dan menguji taraf ketahanan badan dan mental
para pendirinya. Ada yang tidak tahan dan kuat menghadapi berbagai
gelombang ombak dan badai, hingga keluarga itu hancur berkeping-keping
dalam perceraian yang menyakitkan (Basri, 200: 135). Hubungan harmonis
diperlukan dalam sebuah keluarga baik antara sesama anggota keluarga
maupun antar anggota keluarga dengan masyarakat. Hubungan yang baik
maka akan terbina keluarga yang rukun dan damai, sehingga peranan orang
tua dalam pembinaan anak sebagai tunas bangsa berhasil dengan baik dan
makimal. Orang tua yang bijak hendaknya jangan salah tafsir terhadap anak-
anak yag sudah diserahkan kepada sekolah untuk dididik, bahwa seluruhnya
tanggung jawab sekolah, karenan kewjiban sekolah hanya membantu
keluarga dalam mendidik anak-anak, tentunya ketika berada di sekolah
(sahrani, 2011: 58).
Seseorang membentuk keluarga barangkali sangat mudah, namun tidak
demikian melestarikan dan mengupayakan keutuhannya. Membentuk
keluarga tidak semudah membangun istana, yang hanya perlu perangkat
materi yang bersifat kebendaan. Seseorang membangun keluarga berkualitas
sesuai tuntunan agama yag terdiri dari manusia yang saling berbeda sifat,
sikap, dan latar belakang kehidupannya. Pernikahan yang hanya dilandasi
pertimbangn seksual, kecantikan, kecerdasan, kekayaan, dan pekerjaan yang
mapan seringkali berantakan dan berakhir dengan masalah yang tidak
terselesaikan. Disebabkan pasangan suami istri yang tidak pandai merawat
cinta kasih yang ada, sehingga keharmonisan keluarga tidak tercapai.
4
Keharmonisan berasal dari kata harmonis, yang diartikan selaras, serasi
(Poerwadarminta, 1983: 347).
Keluarga harmonis merupakan wujud rumah tangga yang baik. Suami
yang menjadi kepala keluarga harus bisa menopang hidup keluarganya,
memberikan tempat tinggal yang layak, makanan, pakaian yang baik bagi
seluruh anggota keluarga. Demikian pula istri yang memiliki peran yang tidak
kalah penting. Dia harus bisa mendidik anak-anaknya dan mengurusi segala
keperluan rumah tangga. (Ayuningtyas, 2016: 8)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007: 390) bahwa
keharmonisan yaitu suatu keadaan yang harmonis, keselarasan dan keserasian
dalam rumah tangga yang perlu dijaga. (Basri, 1996: 111) memberikan teori
tentang keharmonisan keluarga, yaitu keluarga yang rukun berbahagia, tertib,
disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam
kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling
menghormati, taat pada Allah, selalu melaksanakan ibadah, berbakti pada
yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu luang
dengan hal yang positif dan masing-masing anggota kelurga merasakan
adanya ikatan batin, sehingga mempengaruhi, memperhatikan, menyerah diri,
melengkapi dan menyempurnakan serta mampu memenuhi dasar keluarga.
Telah di nyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 11 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera, bahwa yang di maksud dengan keluarga
sejahtera adalah:
5
“keluarga yang di bentuk berdasarkan perkawinan yang sah mampu
memenuhi kebutuhan hidup yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota,
antara keluarga dan masyarakat”.
Tentang broken home sendiri dapat dilihat dari dua aspek yaitu
keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari
kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, juga orang tua tidak
bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu
sering tidak di rumah, atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi. Misalnya
orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara
psikologis.
Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral,
etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena
banyak perilaku yang menyimpang melanda kehidupan masyarakat. Di
kalangan pelajar dan mahasiswa terjadi peristiwa-peristiwa menyimpang
antara lain ketergantungan narkoba, pemerkosaan, keluhan orang tua
mengenai kurangnya sopan santun remaja terhadap orang tua, tindakan
agresi (rusak/menyengsarakan) baik verbal maupun nonverbal yang dapat
dilihat dari tayangan berita di televisi, serta terjadinya tawuran antar
individu maupun kelompok. Fenomena ini yang sering tergambar dalam
pola asuh dan pergaulan anak tidak terarah, serta arahan pendidikan yang
diberikan orang tua dan juga sekolah-sekolah negeri atau swasta pada
umumnya.
6
Di SMK Tingkir terdapat anak-anak yang berasal dari keluarga broken
home. Sebagian besar dari mereka tinggal di panti asuhan yang berada di
SMK tersebut, dan sebagian lagi ada yang tinggal bersama salah satu orang
tuanya atau keluarga yang lain. Berdasarkan pengalaman ketika PPL (Praktik
Pengalaman Lapangan) penulis menemukan beberapa anak yang mengalami
broken home namun tak seutuhnya menjadikannya pribadi yang anti sosial,
pemurung, minder, sedih, membenci orang tuanya, memberontak,
temperamental, berlaku kasar, acuh tak acuh, berperilaku tidak sopan, prestasi
yang menurun,kedangkalan spiritual, mudah terpengaruh lingkungan yang
kurang baik, seperti mulai mencoba merokok, minum-minuman keras, obat-
obatan terlarang sebagai pelarian baginya untuk mendapatkan kebahagiaan.
Namun ada pula yang memiliki kemapuan kognitif, afektif dan psikomotorik
yang baik.
Dari segi sosial sendiri siswa yang mengalami broken home tidak
semuanya menjadi siswa yang pendiam dan suka menyendiri, bahkan
kebalikan dari itu mereka sangat ramah terhadap lingkungan juga orang-orang
baru di sekitar mereka. Ketika mereka berhadapan dengan orang yang lebih
tinggi jenjang pendidikannya meskipun usia mereka lebih tua mereka tetap
sopan.
Dalam hal beribadah, siswa yang mengalami broken home malah
menjadi lebih aktif ketimbang siswa yang lainnya. Contohnya ketika
memasuki waktu sholat, maka siswa broken home segera pergi ke mushola
yang ada di lingkungan sekolah maupun lingkungan yayasan.
7
Meskipun sebagian besar siswa yang berlatar belakang broken
homememiliki budi pekerti yang baik, namun terdapat beberapa siswa yang
memiliki budi pekerti yang kurang baik, seperti suka merokok, melawan saat
di nasihati, tidak hormat terhadap orang tua dan lain sebagainya.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat di lihat bahwa tidak semua
siswa broken home menjadikannya pribadi yang terpuruk, suka membolos,
anti sosial, jauh dari Tuhan, tidur di kelas, membantah saat di ingatkan, dan
lain sebagainya.
Berdasarkan keadaan-keadaan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengambil sebuah judul “ Implikasi Keluarga Broken Home terhadap
Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun
Pelajaran 2016/2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi
kajian rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?
2. Bagaimana budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?
3. Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa
SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017?
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.
2. Untuk mengetahui budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.
3. Untuk mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti
siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
D. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis
membagi manfaat penelitian ini menjadi tiga poin, yaitu:
1. Bagi Penulis
a. Menambah pengetahuan tentang kondisi keluarga broken home.
b. Memberi gambaran langsung mengenai bagaimana budi pekerti siswa
dari keluarga broken home yang ada di SMK.
c. Sebagai sarana pengembangan pola pikir peneliti dalam bidang ilmu
pengetahuan.
2. Bagi Lembaga
a. Sebagai sarana kajian dalam ilmu pengetahuan
b. Memberi masukan pada kepala sekolah dan guru bahwasannya
pembinaan budi pekerti sangat penting bagi siswa broken home.
9
c. Sebagai sarana kajian pertimbangan bagi lembaga formal mauapun non
formal.
3. Bagi ilmu Pengetahuan
Dapat memberi manfaat secara teoristis tentang implikasi keluarga
broken home terhadap siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas
kata-kata atau istilah kunci yang diberikan dengan judul penelitian
IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP BUDI PEKERTI
SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN
PELAJARAN 2016/2017. Istilah-istilah tersebut meliputi:
1. Implikasi
Menurut para ahli implikasi adalah konsikuensi atau akibat
langsung dari suatu penelitian.
2. Keluarga
Keluarga dalam UU No 10 Tahun 1992 adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau
ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Keluarga juga bisa di artikan
sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita,
perhubungan di mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan
dan membesarkan anak-anak. Keluarga merupakan satu kesatuan sosial
yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa (Ahmadi,
1985:75)
10
3. Broken home
Broken berasal dari kata break yang artinya keretakan, sedang
home mempunyai arti rumah atau rumah tangga. Jadi broken home adalah
keluarga atau rumah tangga yang retak (Hasan Shadily, 1996:81).
4. Budi Pekerti
Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa
disebut budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti
berarti perbuatan. Berangkat dari kedua makna kata budi dan pakerti
tersebut. Ki Sugeng Subagya (Februari 2010) mengartikan istilah budi
pakerti sebagai perbuatan yang dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang
merupakan realisasi dari isi pikiran atau perbuatan yang dikendalikan oleh
pikiran.Budi pekerti dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tingkah
laku, perangai, akhlak juga mengandung makna perilaku yang baik,
bijaksana dan manusiawi. Didalam perkataan itu tercermin sifat, watak
seseorang dalam perbuatan sehari-hari.
5. Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Siswa SMK Islam Sudirman adalah siswa yang berasal dari
keluarga dengan berbagai kondisi, seperti keluarga religius (ayah dan
ibunya seorang pemuka agama, misal), keluarga ekonomi (mulai dari
menengah keatas sampai menengah kebawah). Siswa yang berada di SMK
Islam Sudirman memiliki berbagai macam keberagaman, seperti siswa
dengan berbagai prestasi dan siswa yang memiliki kenakalan.
11
F. Langkah-langkah Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan pada siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian
yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa dasarnya menyatakan
dalam keadaan sebenarnnya atau sebagaimana adanya (natural setting)
dengan tidak merubah dalalm bentuk simbol-simbol atau bilangan.
2. Metode Penelitian
Sedangkan berdasarkan sifat masalahnya penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode
penelitian yang berusaha mengambarkan dan menginterprestasikan obyek
sesuai dengan apa adanya. (Sukardi, 2003:157). Penelitian mengambarkan
Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga.
Agar sasaran penelitian yang diterapkan dapat tercapai maka dalam
metode ini perlu adanya langkah-langkah yang sistematis, berencana yang
sesuai dengan konsep ilmiah. Sistematis artinya penelitian ini dilaksanakan
sesuai dengan kerangka tertentu, dari yang paling sederhana sampai
kompleks hingga tujuan tercapai secara efektif dan efesien. Berencana
artinya penelitian sudah dipikirkan sebelum pelaksanaan. Konsep ilmiah
artinya mulai dari awal sampai akhir kegiatan penelitian selalu mengikuti
cara-cara yang sudah ditentukan yakni berupa prinsip-prinsip yang
digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. (Suharsimi, 1996:17).
12
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga yang tepatnya terletak di Jl. Tingkir Karanggede, Tingkir Lor,
Tengaran, Kota Salatiga, Jawa tengah, Indonesia.
4. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber kita memperoleh keterangan
penelitian (Tatang M. Amirin, 1990:92). Sementara (Suharsimi Arikunto,
1997:122) adalah subjek yang diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini
sumber data utama penelitian adalah informan atau siswa yang mengalami
broken home, juga yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
5. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat
penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang
diperoleh dari lapangan dengan mengamati dan mewawancarai. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung
tentang Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Pendidikan Budi
Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga. Adapun sumber
data langsung peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan kepala
sekolah, guru, dan sampel siswa, keluraga, serta pengamatan.
13
b. Data Sekunder
Yaitu data yang di dapat dari sumber bacaan dan berbagai
macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan
dokumen resmi dan instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini
untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah
dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.
6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dugunakan untuk memperooleh data
yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau
kepustakaan (library research) maupun data yang dihasilkan dari lapangan
(field research). Adapun metode pengumpulan data yang digunakan
sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah alat pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik
gejala-gejala yang diselidiki. (Achmadi, 2005:70). Menurut Sukardi,
observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan salah
satu panca indera penglihatan sebagai alat bantu utamanaya untuk
melakukan pengamatan langsung, selain panca indera biasanya penulis
menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan antara lain
buku catatan, kamera, film proyek, check list yang berisi objek yang
diteliti dan lain sebagainya. (Sukardi, 2003:78) metode ini digunakan
14
untuk melihat langsung bagaimana keseharian pendidikan budi pekerti
siswa di sekolah maupun di panti asuhan (lingkungan sekolah).
b. Metode wawancara
Metode wawancara / interview adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewe) yang memeberikan jawaban atas pertanyaan
itu (Moleong, 2009:186). Peneliti akan melakukan wawancara dengan
kepala sekolah, guru, dan siswa SMK Islam dengan tujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel, baik berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto, 1989:30). Metode ini
digunakan untuk mendapatkan data siswa, profil dan sejarah sekolah
tersebut.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemuakan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data (Moleong, 2009:208). Metode analisis data yang digunakan
adalah metode derkriptif.
15
Metode deskriptif yaitu metode analisis data yang berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. (Moleong, 2009:11). Metode ini
bertujuan untuk menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena
yang diselidiki.
Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada
dilapangan dengan cara mendeskripsiikan segala data yang telah didapat,
lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat.
Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan dokumen-
dokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan.
Kemudian agar data yang diperoleh nanti sesuai dengan kerangka
kerja maupun fokus masalah, akan ditempuh tiga langkah utama dalam
penelitian ini, yaitu:
a. Reduksi
Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan,
memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. (Muhammad Ali, 1993:167)
reduksi data dimaksudkan untuk menentukan data ulang sesuai dengan
permasalahan yang akan penulis teliti. Mengadakan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan abstraki yaitu usaha membuat rangkuman inti,
proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu. Data mengenai Implikasi
Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK Islam
16
Sudirman Tingkir Salatiga diperoleh dan terkumpul, baik dari hasil
penelitian lapangan atau kepustakaan kemudian dibuat rangkuman.
b. Sajian Data
Sajian data (display data) adalah suatu cara merangkai data
dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat kesimpulan
atau tindakan yang diusulkan. (Muhammad Ali, 1993:167)
Sajian data yang dimaksudkan untuk memilih data sesuai
dengan kebutuhan penelitian tentang Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga.
Artinya data yang telah dirangkum tadi kemudian dipilih,
sekiranya data mana yang diperlukan untuk penulisan laporan
penelitian.
c. Keabsahan Data
Dalam tulisan Moleong (2009:173) untuk menetapkan
keabsahan (trustrowthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu.
Ada tiga kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan
(credibility), kebergantungan (dependability) dan kepastian
(confirmability). Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik
sendiri-sendiri. Pada kriteria credibility menggunakan beberapa teknik
pemeriksaan yaitu perpanjangan, keikutsertaan, ketekunan pengamatan
17
dan triangulasi. Sedangkan kriteria kebergantungan dan kepastian
menggunakan teknik auditing.
d. Verivikasi Data
Verivikasi data atau menyimpulkan data yaitu penjelasan
tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas
menunjukan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisi-
proposisi yang terkait dengannnya. (Muhammad Ali, 1993:168).
Verifikasi data dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari
keseluruhan proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan
permasalahan mengenai bagaimana Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga. Sehiangga dapat dijawab sesuai dengan kategori data dan
permasalahan-permasalahannya, pada bagian akhir ini akan muncul
kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara komprehensif dari data
hasil penelitian. Jadi langkah terakhir ini digunakan untuk membuat
kesimpulan.
8. Tahap pra-lapangan
Dalam tahap ini, yang dialkukan peneliti adalah menyusun
rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan,
menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan
infoman dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
18
9. Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini peneliti harus mempersiapkan diri dengan menjaga
kesehatan fisik, berpenampilan rapi dan sopan saat melakukan penelitian.
Ketika memasuki lapangan, hendaknya peneliti berbaur menjadi satu dan
menjaga keakraban dengan subyek agar tidak ada didinding pemisah
antara keduanya. Selain itu peneliti juga harus berbahasa yang baik dan
jelas agar dalam mencari informasi subyek mudah menjawabnya. Sambil
berperan serta, peneliti juga mencatan data yang diperlukan.
10. Tahap analisis data
Tahap analisis data menurut Patton dalam kutipan Moleong
(2009:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam tahap analisis
ini peneliti mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode,
dan mengkategorikannya.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan peneliti susun dengan sistematika sebagai berikut:
1. Bagian awal
Bagian awal meliputi: Halaman sampul, pernyataan keaslian
tulisan, nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, halaman
persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi.
2. Bagian Inti
Bagian inti terdiri dari beberapa bab, yaitu:
19
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas beberapa sub bab, merupakan kajian pustaka
yang menyajikan tinjauan teoritik mengenai: pengertian broken home,
macam-macam broken home, faktor-faktor broken home, dampak broken
home, pengertian budi pekerti, pendidikan dalam keluarga, fungsi
pendidikan budi pekerti, hak-hak anak.
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENEMUAN
merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum lokasi dan
subyek penelitian serta penyajian data hasil penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
Merupakan analisis tentang kondisi keluarga broken home siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga, budi pekerti siswa dari keluarga broken
home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga, Sejauh mana implikasi
keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga.
BAB V PENUTUP
penutup yang berisikan kesimpulan, saran dan kata penutup.
3. Bagian akhir
20
Bagian akhir termuat lampiran, daftar rujukan, riwayat hidup
penulis.
21
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penegasan Arti Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan
darah dan hubungan sosial, sebagaimana berikut:
a. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan
sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya.
Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan
menjadi keluarga besar dan keluarga inti.
b. Keluarga dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu
kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau
interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya,
walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga
berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga
psikologis dan keluarga pedagogis (Sochib, 1998: 17).
David mengutip pendapat dari (Sochib, 1998: 20)
mengkategorikan keluarga dalam pengertian sebagai keluarga
seimbang, keluarga kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau dan
keluarga simbiotis:
a. Keluarga seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh keharmonisan
hubungan (relasi) antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu
22
dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggungjawab dan
dapat dipercaya.
b. Keluarga kuasa lebih menekankan kekuasaan daripada relasi. Pada
keluarga ini anak merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai buku
peraturan, ketetapan, ditambah daftar pekerjaan yang tidak pernah
habis.
c. Keluarga protektif lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari
perasaan satu sama lain. Dalam keluarga ini ketidakcocokan sangat
dihindari, karena lebih menyukai suasana kedamaian.
d. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua.
Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah) dan kurang
peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan
diperlakukan secara kejam, karena kesenjangan hubungan antara
mereka dengan orang tua. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap
anak. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan.
e. Keluarga simbiotis dicirikan oleh orientasi dan perhatian keluarga yang
kuat, bahkan hampir seluruhnya terpusat pada anak-anak. Keluarga ini
berlebihan dalam melakukan relasi. Orang tua banyak menghabiskan
waktu untuk memikirkan dan memenuhi keinginan anak-anaknya.
Dalam kesehariannya, dinamika keluarga ditandai oleh rutinitas kerja.
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang
yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing
anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga terjadi saling
23
mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
Sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu”
persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua
jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan yang bermaksud untuk
saling menyempurnakan diri (Sochib, 1998: 17).
Menurut WJS. Poerwadarminta (1984: 471), keluarga adalah
sebagai sanak keluarga, kaum kerabat. Sedangkan Abu Ahmadi (1985: 75)
berpendapat bahwa, keluarga adalah sebuah group yang terbentuk dari
perhubungan laki-laki dan wanita. Perhubungan mana sedikit banyak
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan (mengasuh) anak-
anak. Keluarga di sini merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa keluarga
adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat tinggal
yang biasa di sebut dengan sanak keluarga, kaum kerabat, group yang
antara lain mempunyai ikatan batin sehingga saling mempengaruhi, saling
memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
2. Macam Kondisi Keluarga
Banyak sekali kondisi-kondisi keluarga yang justru menjadi hazard
(hancur) bagi setiap anggota keluarga yang dan tentunya beresiko bagi
tergangunya mental bagi para anggotanya.
Kondisi-kondisi keluarga yang dapat menjadi hazard (hancur)
diantaranya adalah :
24
a. Keluarga yang Tidak Fungsional
Keluarga yang tidak berfungsi menunjuk pada keadaan keluarga
tetap utuh (intake) terdiri dari kedua orang tua dari anak-anaknya.
Mereka masih menetap dalam satu rumah. Jadi strukturnya tidak
mengalami perubahan, hanya fungsional yang tidak berjalan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang utuh tetapi tidak
fungsional lebih berakibat buruk pada anak (Notosoedirjo, 2001: 23).
b. Perceraian dan perpisahan
Perceraian dan perpisahan karena berbagai sebab antara anak
dengan orang menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi
pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Kesimpulan umum dapat
dipetik bahwa perceraian dan perpisahan dapat berakibat buruk bagi
perkembangan kepribadian anak (Notosoedirjo, 2001: 122).
c. Perlakuan dan Pengasuhan
Perlakuan orang tua kepada anak berkaitan dengan apa yang
dilakukan orang tua atau anggota keluarga lain kepada anak. Apakah
dibiarkan (meghlect) diperlakukan secara kasar (violence) atau
dimanfaatkan secara salah (abuse), atau diperlakukan secara penuh
toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Semunaya mempengaruhi
perkembangan anak dan mungkin juga berpengaruh pada anggota
keluarga secara keseluruhan. Tindakan keluarga yang membiarkan
anak diperlukan secara kasar atau diperlakukan yang semestinya tidak
perlu, akan mempengaruhi perkembangan mental anak.
25
Kondisi keluarga yang “sehat” dapat meningkatkan kesehatan mental
anak dan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, kondisi keluarga yang
tidak kondusif dapat berakibat gangguan mental bagi anak, diantaranya
adalah gangguan tingkah laku, kecemasan, minder, sedih, takut, bimbang,
sulit dan beberapa gangguan mental lainnyan (Notosoedirjo, 2001: 123).
3. Arti Keluarga Bagi Anak
Keluarga mempunyai arti yang penting bagi anak kehidupan
keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan makan kepad anak,
dengan demikian hanya meperhatikan perkembangan fisik anak,
melainkan juga memegang fungsi lain yang penting bagi perkembangan
mental anak, diantaranya adalah :
a. Sosiologi Anak
Anak bersosialisasi yaitu belajar dalam pergaulan, pertama-tama
dilakukan dalam keluarga. (Notosoedirjo, 2001: 198) Mengingat
pentingya peran keluarga bagi penyelesaian berbagai masalah yang
dihadapi anak, maka keluarga perlu menyediakan waktu untuk
berkumpul sambil minum dan makan bersama-sama yang disebut
family lable talk.
Jadi family table talk mempunyai peranan yang penting karena
dia tidak hanya memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengeluarkan keluhan-keluhannya juga memberikan bimbingan.
26
b. Tata Cara Kehidupan Keluarga
Tata cara kehidupan keluarga akan memberikan suatu sikap serta
perkembangan kepribadian anak yang tertentu pula. Kita akan
meninjau tiga jenis tata cara kehidupan keluarga, yaitu:
1) Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis
Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis itu membuat
anak mudah bergaul, aktif dn ramah tamah. Hal ini bukan berarti
bahwa anak bebas melakukan segala-galanya tanpa bimbingan dari
keluarganya (orang tua).
2) Tata cara kehidupan keluarga yang membiarkan
Keluarga yang sering membiarkan tindakan anak akan
membuat anak tidak aktif dalam kehidupan sosial dan dapat
dikatakan anak menarik diri dari kehidupan sosial. Hal ini anak
mengalami banyak frustasi dan mempunyai kecenderungan untuk
mudah membenci orang lain.
3) Tata cara kehidupan keluarga yang otoriter
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang otoriter ini
biasanya akan bersifat tenang, tidak melawan, tidak agresif dan
mempunyai tingkah laku yang baik. Anak akan selalu berusaha
menyesuaikan pendiriannya dengan kehendak orang lain (yang
berkuasa, orang tua).
27
Dengan demikian kreatifitas anak akan berkurang, daya
fantasinya juga kurang. Hal ini mengurangi kemampuan anak untuk
berfikir abstrak (Notosoedirjo, 2001: 201).
Dari tiga jenis tata cara kehidupan di atas Baldwin mengatakan
bahwa lingkungan keluarga yang demokratis merupakan tata cara
yang terbaik untuk memberikan kemampuan penyesuaian diri.
Namun demikian tata cara susunan keluarga ini kenyatannya
tidak terbagi secara tajam berdasarkan ciri-ciri keluarga, yaitu tata
cara kehidupan keluarga yang demokratis, membiarkan dan tata cara
kehidupan keluarga yang otoriter.
4. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
Mengenai kewajiban seorang ayah dan ibu terhadap anak sudah
diatur dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah: 233 yang berbunyi :
تم ن ي اد أ ر ه أ ه لم ي ل ام ه ك لي ه ح د ل ه أ رضع ات ي د ال ال
رف ع م ال ه ب ت س ك قه ز د ل ر ل م لى ال ع ة ضاع الر
د ل ل م ا لد ب ة د ال ا ل تضار ع س س إل ف وف ل ك ل ت
ا فصالا عه اد ر ن أ إ لك فل ذ ث ارث م لى ال ع ي د ل ل ب
ن م أ ت د ر ن أ إ ا م ي ل ىاح ع ر فل ج ا تش ا م ى تراض م
م ت ي ا آت م م ت م ل ا س ذ م إ ك ي ل ىاح ع م فل ج ك د ل ا أ ترضع تس
ن بصير ل م ع ا ت م ب لما أن للا اع ا للا ق ات رف ع م ال ب
28
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anak selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan, karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu, apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Departemen Agama, 1989: 57).
Kewajiban ayah terhadap anak, yaitu antara lain:
a. Mencukupi kebutuhan ekonomi, baik pangan maupun sandang,
perumahan dan kesehatan.
b. Mendidik anak secara benar dan baik.
c. Mengasuh anak-anak.
d. Menentukan masa depan anak (Djaelani, 1995: 208).
5. Hak-Hak Anak
Hak adalah sesuatu yang harus diterima. Seorang anak mempunyai
hak dari orang tuanya, diantaranya sebagai berikut :
a. Hak anak dalam nasab. Hak anak untuk ditetapkan atau diakui dalam
susunan nasab bukanlah hak dia sendiri sebagai satu-satunya hak yang
harus dimiliki (Shafiyarrahman, 2003: 47).
b. Hak mendapatkan makanan dan minuman yang dapat menumbuhkan
daging dan menguatkan tulang, yakni hak untuk disusui.
c. Hak mendapatkan nama yang pantas hingga dia bisa dipanggil berbeda
dengan orang lain. Syari‟at Islam menganjurkan bahwa memberi nama
kepada anak harus nama yang baik (Shafiyarrahman, 2003: 58).
29
d. Hak untuk ditebus dengan menyembelih kambing pada hari ketujuh
dari kelahirannya, dalam ilmu fiqih disebut aqiqah. (Shafiyarrahman,
2003:64)
e. Hak untuk dihilangkan penyakitnya, seperti dikhitan, dicukur dan
selalu dijaga kebersihannya. Syari‟at Islam mengajak pada kebersihan,
maka tidaklah aneh bila menghilangkan kotoran dan penyakit dari anak
itu merupakan suatu kewajiban (Shafiyarrahman, 2003: 70).
f. Hak untuk diasuh, dirawat dalam arti dilindungi dan dijaga. Dalam hal
ini lebih dikenal dengan sebutan hadhanah. Syariat Islam telah
memberi perlindungan terhadap keluarga dan meresmikan jalan yang
lurus agar kejernihan itu tetap langgeng dan berlanjutlah kelembutan
dan kasih sayang, hingga anak-anak hidup dalam pemeliharaan ayah
dan ibu dengan penghidupan yang mulia, jauh dari kekurangan dan
ketidaklurusan (Shafiyarrahman, 2003: 91).
g. Hak untuk diberi nafkah hingga dewasa dan mampu mendapatkan rizki
sendiri (Shafiyarrahman, 2003: 97).
h. Hak untuk mendapatkan pengajaran, pendidikan dan budi pekerti yang
luhur. Hal ini merupakan fase sendiri dan penyempurna terhadap
kesiapan anak untuk mengarungi samudera kehidupan
(Shafiyarrahman, 2003: 99).
30
B. BrokenHome
1. Pengertian Broken Home
Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home. Broken
berasal dari kata break yang berarti keretakan, sedangkan home
mempunyai arti rumah atau rumah tangga (Shadily, 1996: 81).
Jadi broken home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak. Hal
ini dapat disebut juga dengan istilah konflik atau krisis rumah tangga.
Diantara krisis yang terjadi dalam rumah tangga adalah :
a. Ketegangan hubungan atau konflik suami istri.
b. Konflik orang tua dengan anak
c. Konflik dengan mertua.
d. Bahkan konflik sesama anak (Takariawan, 1997: 183).
Ketegangan suami istri merupakan krisis yang amat mendasar dan
harus segera mendapat penyelesaian, dan mengupayakan pencegahan
sebelum terjadinya konflik.
Menurut David, keluarga retak atau broken home dinamakan dengan
istilah keluarga kacau. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan
selalu mendua. Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah),
dan kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan
dan diperlakukan secara tidak wajar atau kejam, karena kesenjangan
hubungan antara mereka dengan orang tua. Keluarga kacau selalu tidak
rukun. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap relasi (anak). Orang tua
menggambarkan kemarahan satu sama lain dan hanya ada sedikit relasi
31
antara orang tua dengan anak-anaknya. Anak terasa terancam dan tidak
disayang. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan. Anak-
anak mendapatkan kesan bahwa mereka tidak diinginkan keluarga.
Dinamika keluarga dalam hanyak hal sering menimbulkan kontradiksi,
karena pada hakekatnya tidak ada keluarga. Rumah hanya sebagai terminal
dan tempat berteduh oleh individu-individu.
Adakalanya suami terlalu sibuk dengan berbagai urusan di luar rumah
dan tidak mau memberikan empati (perhatian) terhadap kesibukan istri.
Suami hanya ingin memberikan hak-hak istri berupa pemenuhan materi
dan kebutuhan biologis. Namun lebih dari itu, istri memerlukan perhatian,
kasih sayang dan kemesraan hubungan.
Adakalanya istri menuntut, istri menjadi uring-uringan dan bersikap
tidak hormat lagi kepada suami, yang kemudian memiliki sikap
“permusuhan” secara diam-diam atau tertampakkan (Shohib, 1998: 20).
Berbagai ketegangan dalam hidup suami istri, bisa jadi termasuk
bagian dari bumbu kehidupan rumah tangga. Tetapi bila bumbu itu
berlebihan, akan mengakibatkan masakan menjadi tidak enak atau bisa
menjadi racun yang membunuh, artinya jika ketegangan itu berlebihan bisa
mengakibatkan hancurnya sebuah keluarga.
Pendapat lain mengenai pengertian broken home yaitu menurut
Chaplin (2004:71), mengungkapkan bahwa broken home adalah
“keluarga atau rumah tangga tanpa hadirnya salah seorang dari kedua
orang tua (ayah dan ibu) disebabkan oleh meninggal, perceraian,
32
meninggalkan keluarga dan lain-lain”. Kondisi keluarga yang kurang
memberikan peran dalam kehidupan remaja sebagaimana mestinya ini
berakibat kurang baik pula bagi pertumbuhan dan perkembangannya.
Sedangkan menurut Pujosuwarno (1993:7) broken home adalah
“keretakan di dalam keluarga yang berarti rusaknya hubungan satu dengan
yang lain di antara anggota keluarga tersebut”.
Dapat disimpulkan bahwa keluarga broken home yaitu keluarga yang
tidak harmonis. Dimana di dalam sebuah keluarga orang tua yang sibuk
dengan pekerjaannya sehingga anak merasa kurang mendapatkan
perhatian, juga kurang adanya komunikasi antara anggota keluarga satu
dengan keluarga lainnya, sehingga keadaan tersebut membuat keluarga
menjadi tidak hangat.
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Broken Home
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pertikaian dalam
keluarga yang berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor ini antara lain:
persoaalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh
anak putra (putri) dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Faktor
lainnya merupakan berupa perbedaan penkanan dan cara mendidik anak,
juga dukungan sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat, dan
situasi masyarakat yang keruh dan meruntuhkan kehidupan rumah tangga
(Dagun, 2013: 114).
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan broken home adalah:
33
a. Terjadinya Perceraian
Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya
disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah
tangga; dan faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas,
emosionalitas, kedua, kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai
masalah keluarga: ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang
berkembang di masyarakat.
b. Ketidakdewasaan Sikap Orang Tua
Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap
egoisme dan egosentrisme. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia
yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah
sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh
seseorang dengan segala cara. Egoisme orang tua akan berdampak
kepada anaknya, yaitu timbul sifat membandel, sulit di suruh dan suka
bertengkar dengan saudaranya. Adapun sikap membandel adalah
aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme.
Seharusnya orang tua memberi contoh yang baik seperti suka
bekerjasama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini
adalah lawan dari egoisme dan egosentrisme.
c. Orang Tua yang Kurang Memiliki Rasa Tanggungjawab
Tidak bertanggungjawabnya ornag tua salah satunya masalah
kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada
masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian
34
materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian? Karena filsafat hidup
mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang.
Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di
samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.
d. Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari
Tuhan. Sebab, Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika
keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka
kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga
tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua
orang tuanya.
e. Adanya Masalah Ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal diluar makan
dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas,
hanya dapat memberikan makan dan rumah petak tempat berlindung
yang sewanya terjangkau. Karena suami tidak sanggup memenuhi
tuntutan istri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang
disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami-istri yang sering
menjurus ke arah perceraian.
f. Kehilangan Kehangatan Didalam Keluarga
Antara orang tua dan anak kurang atau putus komunikasi diantara
anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam
35
keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering
dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah
dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu
untuk makan siang bersama, shalat berjamaah di rumah dimana ayah
menjadi imam, sedang anggota yang lain menjadi jamaah. Dan anak-
anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan dan pemikiran-
pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap orang tua
mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang hampir
malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata
mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan
untuk berdiskusi dengan anak-anaknya.
g. Adanya Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken
home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan
tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya
pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat
memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila
terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran
yang mungkin akan menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama
ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibanding pendidikan
akan di atasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-
masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.
36
3. Realita Remaja yang Mengalami Broken Home
Beberapa penyebab broken home yang paling sering terjadi adalah
kurangnya komunikasi antar keluarga sehingga menyebabkan adanya jarak
dianatara mereka. Jarak tersebut semakin terasa ketika rasa
ketidakpercayaan dan komitmen awal pernikahan mulai terkikis. Seiring
berjalannya waktu, hal ini berkembang menjadi sebuah perselisihan dan
ketidakharmonisan yang memuncak. Penyebab kedua yang sering
menyebabkan terjadinya broken home adalah masalah ekonomi yang
berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kedua penyebab
tersebut paling banyak menghasilkan keluarga-keluarga broken home yang
berakhir pada perceraian atau pertengkaran tanpa akhir.
Sebagai korban, tentunya anak-anak akan merasakan hal-hal yang
tidak mengenakan. Perasaan ini timbul dan berkembang dalam diri si anak
hingga ia beranjak dewasa. Pada fase remaja, dimana jiwa remaja sedang
bergelora, perasaan ini bercampur aduk menjadi satu baik depresi, malu,
sedih, kecewa, kesal, sakit hati, bingung, merasa terbuang, dll.
Cara para remaja menghilangkan kepenatan tersebut baik ke arah
positif atau negatif ternyata bersifat relatif. Hal ini tergantung pada sikap
dan perilaku remaja tersebut. Jika dia bisa mengarahkan ke arah positif,
berarti dia berhasil mengurangi bahkan menghilangkan perasaan tersebut.
Bila sebaliknya, berarti dia gagal. Cara-cara yang dilakukan untuk
menghilangkan kepenatan tersebut pastinya akan melahirkan perubahan
sikap dalam diri remaja yang mengalami broken home. Sebuah perubahan
37
yang akan membawa mereka merasa lebih baik dari sebelumnya,
sementara atau selamanya.
4. Dampak Broken Home Terhadap Perkembangan Remaja
Kasus broken home sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan
menegangkan dalam kehidupan keluarga. Tetapi, peristiwa ini sudah
menjadi bagian kehidupan dalam masyarakat. Kita boleh mengatakan
bahwa kasus itu bagian dari kehidupan masyarakat tetapi yang menjadi
pokok masalah yang perlu di renungkan, bagaimana akibat dan
pengaruhnya terhadap diri anak?
Peristiwa broken home dalam keluarga senantiasa membawa dampak
yang mendalam. Kasus ini menimbulkan stres, tekanan, dan menimbulkan
perubuhan fisik, dan mental.keadaan ini dialami oleh semua anggota
keluarga, ayah, ibu dan anak (Dagun, 2013: 113).
Broken home dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik
antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai ketitik krisis maka
peristiwa broken home berada diambang pintu. Peristiwa ini selalu
mendatangkan ketidak tenangan berfikir dan ketegangan itu memakan
banyak waktu lama. Pada saat kemlut ini biasanya masing-masing pihak
menerima kenyataan baru seperti pindah rumah, tetangga baru, anggaran
rumah baru. Acara kunjunganpun berubah. Seituasi rumah menjadi lain
karena diatur oleh satu orang tua saja.
Beberapa diantara anak usia remaja dalam menghadapi situasi
broken home memahami sekali akibat yang bakal terjadi. Hetherington
38
mengungkapkan, “jika perceraian dalam keluarga itu terjadi saat anak
menginjak usia remaja, mereka mencari ketenangan, entah di tatangga,
sahabat atau teman sekolah” (Dagun, 2013: 116)
Diantara dampak negatif broken home terhadap perkembangan anak adalah:
a. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan
pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh.
Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindari, agar emosi anak tidak
menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau
pengalaman tramatis bagi anak.
b. Perkembangan Sosial Remaja
Tingkah laku sosial kelompok yang memungkinkan seseorang
berpartisipasi secara efektif dalam kelompok atau masyarakat. Dampak
keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja adalah:
ketegangan orang tua menyebabkan ketidakpercayaan diri terhadap
kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut
untuk keluar dan bergaul dengan teman-teman. Anak sulit
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan
dikeluarga pincang, cenderung sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan, kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
Dampak bagi remaja putri yang tidak mempunyai ayah berperilaku
dengan salah satu cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat
39
menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif,
agresif dan genit.
c. Perkembangan Kepribadian
Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap
perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang orang tuannya
bercerai cenderung menunjukan ciri-ciri: Berperilaku nakal, Mengalami
depresi, Melakukan hubungan seksual secara aktif, Kecenderungan
pada obat-obat terlarang, Keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak
stabil atau berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat.
Menurut Nurmalasari dalam www.atriel.wordpress.com
diakses pada 9 April 2017, dampak yang disebabkan keluarga yang
broken home bagi perkembangan anak adalah sebagai berikut:
1) Psychological disorder yaitu anak memiliki kecenderungan agresif,
introvert, menolak untuk berkomitmen, labil, tempramen, emosional,
sensitif, apatis , dan lain-lain
2) Academic problem yaitu kecenderungan menjadi pemalas dan
motivasi berprestasi rendah
3) Behavioral problem yaitu kecenderungan melakukan perilaku
menyimpang seperti bullying, memberontak, bersikap apatis terhadap
lingkungan, bersikap destruktif terhadap diri dan lingkungannya
(merokok, minum-minuman keras, judi dan free sex)
Melihat pendapat diatas, tentunya broken home lebih banyak
memberikan dampak negatif daripada positifnya bagi perkembangan
40
anak. Walaupun begitu, tidak semua anak akan terjebak dalam dampak
–dampak negatif dari broken home tersebut. Anak yang memilliki
konsep diri dan pertahanan yang baik tentunya akan dapat
mengatasi dan menghadapi keadaan tersebut dengan baik pula tanpa
terjerumus kedalam dampak-dampak yang diakibatkan oleh
broken home.
Selain berdampak negatif bagi perkembangan anak, broken home
juga mempunyai sisi positif. Diantaranya:
Ada sisi positif dari anak korban broken home misalnya anak cepat
dewasa, punya rasa tanggung jawab yang baik, bisa membantu ibunya.
Memang ada anak yang kebalikannya justru menjadi anak yang sangat
baik dan bertanggung jawab.
Anak-anak ini akhirnya di dorong kuat untuk mengambil alih peran
orang tua yang tidak ada lagi dalam keluarganya. Secara luar kita melihat
sepertinya baik menjadi dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak
terlalu baik karena dia belum siap mengambil alih peran orang tuanya itu.
C. Mengatasi Konflik Keluarga (Rumah Tangga)
Untuk mencegah munculnya konflik yang berkepanjangan dan mengatasi
berbagai ketegangan dalam kehidupan suami istri, ada berbagai upaya yang
dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Kembalikan seluruh masalah pada aturan Allah dan Rosul-Nya (Shohib,
1998: 185) Jika ada masalah, maka kembalinya kepada pihak yang
41
memberi perintah dan tuntunan yaitu Allah SWT dan Rosul, sesuai dengan
Firman Allah SWT:
ذ ا ال يه ر يا أ مأ ولي الأ أ ىل و س طيعىا الر أ و طيعىا للا نىا أ ين آم
مأ ت نأ ىل إنأ ك س الر و لى للا وه إ د ء فر مأ في شيأ ت نازعأ نأ ت مأ فئ ك نأ م
يل أأو سن ت أحأ ر و يأ لك خر ذ خ م الأ يىأ الأ و نىن بالل م اء : )الىس. تؤأ
95)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rosul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rosul
(Sunnah-Nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa‟ : 59) (Departemen
Agama, 1989: 12).
2. Mendahulukan menunaikan kewajiban daripada menuntut hak
Islam telah meentapkan batas-batas hak serta kewajiban dengan adil
dan bijaksana. Apabila suami telah memenuhi kewajiban terhadap istri
dengan sebaik-baiknya, maka hak istri tertunaikan, dan demikian juga
sebaliknya, maka suasana harmonis akan lebih mudah dibangun dalam
kondisi seperti ini (Takariawan, 1997: 186).
3. Jangan mengabaikan masalah yang dianggap kecil
Salah satu bagian kemesraan dalam keluarga, ia dibangun di atas
verbalitas. Istri memerlukan ungkapan verbal atas kasih sayang dan
perhatian suami terhadapnya.
42
Hal kecil lainnya adalah disanjung, ungkapan terima kasih dan maaf,
maka saling memberi hadiah secara berkala, pada waktu-waktu tertentu,
atau membawakan istri oleh-oleh saat suami datang dari bepergian jauh
(Takariawan, 1997: 187).
4. Berduaan, mengasingkan diri dari rutinitas
Suami istri bisa saling melakukan evaluasi berduaan terhadap rumah
tangga selama ini tanpa diganggu keributan anak-anak (Takariawan, 1997:
188).
5. Jangan senantiasa berfikir hitam putih (ya dan tidak)
Dalam prinsip ini, tidak menjadi masalah bahwa seseorang yang
tidak bersalah mendahului minta maaf, hendaklah berfikir secara positif
(Takariawan, 1997: 189).
6. Berbohong, jika memang diperlukan untuk ishlah
Pada dasarnya berbohong adalah perbuatan dosa dan terlarang, sikap
dasar muslim adalah jujur, terpercaya dan tidak berdusta.
Sekalipun berbohong antara suami dan istri diperbolehkan, tentu
saja itu adalah sikap pengecualiannya. Bohong hanya diperbolehkan dalam
kondisi tertentu, untuk melakukan ishlah (perbaikan) dan membuat
suasana harmonis dalam rumah tangga, tetapi tidak untuk saling menipu,
mendustai dan mengkhianati (Takariawan, 1997: 190).
7. Mendatangkan pihak ketiga yang dipercaya keduanya
Apabila ketegangan tak terselesaikan dengan cara-cara persuasif,
bahkan meningkat, maka bisa ditempuh cara menghadirkan sesorang yang
43
dipercaya oleh keduanya. Bisa jadi seorang ustadz yang dikenal
kearifannya, atau seorang yang dipercaya bisa menyimpan rahasia.
Suami istri mengadukan masalah dan perasaan hatinya masing-
masing, untuk didengarkan dan diselesaikan oleh pihak ketiga tersebut.
Dengan izin Allah, pihak ketiga akan memberikan saran, pandangan,
ataupun alternatif pemecahan masalah (Takariawan, 1997: 191).
D. Pendidikan dalam Keluarga
Sesunguhnya pendidikan adalah masalah penting yang aktual sepanjang
zaman. Karena pendidikan, orang menjadi maju, dengan bekal ilmu
pengetahuan dan teknologi, orang mampu mengolah alam yang dikaruniakan
Allah SWT kepada manusia. Islam mewajibkan setiap orang, baik laki-laki
maupun perempuan untuk menuntut ilmu.
Pendidikan dalam keluarga antara lain sebagai berikut:
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
Tentang pendidikan dalam keluarga khususnya keluarga muslim
mestinya telah di mulai jauh sebelum anak itu diciptakan. Islam
memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan keluarga, sebagai
wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu yang disebut baligh
berakal (Daradjat, 1995: 41).
2. Pembentukan Kepribadian Anak
Berbahagialah anak yang lahir dan dibesarkan oleh ibu yang shaleh,
penyayang dan bijaksana. Karena pertumbuhan anak terjadi melalui
seluruh pengalaman yang diterimanya dalam kandungan.
44
Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua.
Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya
bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu orang tua dalam
pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu dan
ketrampilan yang selalu berkembang dan dituntut pengembangannya bagi
kepentingan manusia.
3. Pendidikan Agama dalam Keluarga
Dalam Islam penyemaian rasa agama di mulai sejak pertemuan ibu
dan bapak yang membuahkan janin dalam kandungan, yang di mulai
dengan do‟a kepada Allah SWT. Selanjutnya memanjat do‟a dan harapan
kepada Allah agar janinnya kelak lahir dan besar menjadi anak yang saleh.
Perlu diketahui, bahwa kualitas hubungan anak dan orang tuanya akan
mempengaruhi keyakinan beragamanya di kemudian hari. Apabila ia
merasa disayang dan diperlakukan adil, maka ia akan meniru orang tuanya
dan menyerap agama dan nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya. Dan
jika jika terjadi sebaliknya, maka ia menjauhi apa yang diharapkan orang
tuanya, mungkin ia tidak mau melaksanakan ajaran agama dalam
hidupnya, tidak zakat, tidak puasa dan sebagainya (Daradjat, 1995: 64).
4. Pembentukan Sikap-Sikap Terpuji
Di dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisah-pisahkan dari iman.
Iman merupakan pengakuan hati dan akhlak adalah pantulan iman itu pada
perilaku, ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak
45
adalah bukti keimanan dalam perbuatan yang dilakukannya dengan
kesadaran dan karena Allah semata.
Kita harus menghayati, memahami dan menerapkan akhlakul
mahmudah dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi para pendidik
(orang tua) amat penting. Sebab penampilan, perkataan, akhlak dan apa
saja yang terdapat padanya dilihat, di dengar dan diketahui oleh para anak
didik, akan mereka serap dan tiru dan lebih jauh akan mempengaruhi
pembentukan dan pembinaan akhlak mereka.
Jika pengaruh yang terjadi adalah yang tidak baik, maka kerusakan
yang terjadi hanya pada diri anak didik itu saja, tetapi mempengaruhi anak
cucu dan keturunannya serta anak didiknya bila kelak ia menjadi pendidik
(Daradjat, 1995: 67).
5. Pendidikan Anak Secara Umum
Pendidikan anak secara umum di dalam keluarga terjadi secara
alamiah, tanpa didasari oleh orang tua, namun pengaruh dan akibatnya
amat besar. Terutama pada tahun pertama dari kehidupan anak atau pada
masa balita (di bawah lima tahun) (Daradjat, 1995: 71).
E. Budi Pekerti
1. Pengertian Budi Pekerti
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata yaitu budi
dan pekerti. Budi adalah alat batin sebagai panduan akal dan perasaan untuk
menimbang baik dan buruk. Berbudi berarti mempunyai kebijaksanaan
46
berkelakuan baik. Pekerti adalah perilaku, perangai, tabiat, watak, akhlak
dan perbuatan.
Sedangkan secara operasional merupakan suatu perilaku positif yang
dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu yang baik
mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan, misalnya cara
berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati orang lain, cara
bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar
rumah dan sebagainya (Oetomo, 2012: 11).
Secara umum budi pekerti bearti moral dan kelakuan yang baik dalam
menjalani kehidupan ini. Ini adalah tuntutan moral yang paling penting
dalam menjalani kehidupan manusia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti
diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti
dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal
dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebut ethics.
Dapat penulis simpulkan bahwa budi pekerti adalahperilaku
kehidupan sehari-hari dalam bergaul, berkomunikasi, maupun berinteraksi
anatar sesama manusia maupun dengan penciptanya. Budi pekerti yang kita
miliki terdiri dari kebiasaan atau perangai,tabiat dan tingkah laku yang lahir
disengaja tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan.
Budi pekerti yang baik adalah perangai dari Rasulullah dan orang
terhormat, sifat orang yang muttaqin dan hasil dari perjuangan orang yang
„abid. Sedang budi pekerti yang jahat adalah racun berbisa, kejahatan dan
47
kebusukan yang menjauhkan dari Rabbil Alamin.budi pekerti jahat
menyebabkan orang terusir dari jalan Tuhan, tercampak kepada jalan setan.
Budi pekerti jahat adalah pintu menuju neraka yang menghanguskan hati
nurani. Sedang budi pekerti yang indah laksana pintu menuju jannah ilahi.
Budi pekerti jahat adalah penyakit jiwa, penyakit batin, penyakit hati.
Penyakit ini lebih berbahaya dari penyakit jasmani. Oleh sebab itu
hendaklah diutamakan menjaga dari penyakit yang akan menimpa jiwa,
penyakit yang akan menghilangkan hidup yang kekal itu (Hamka, 1992:1).
Hakikat budi itu ialah suatu persediaan yang telah ada dalam batin,
telah terhujam. Kalau persediaan itu dapat menimbulkan perangai terpuji,
perangai yang mulia (mulia menurut akal dan syara‟) itulah budi pekerti
yang baik. Tetapi jika sebaliknya maka budi pekerti itu di sebut sebagai budi
pekerti yang buruk (Hamka, 1992:4).
Menurut Hamka (1992:5) sumber dari budi pekerti itu ada empat
perkara, yaitu:
a. Hikmat ialah mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
b. Syuja‟ah kekuatan marah itu dituntun oleh akal.
c. „Iffah menahan hawa nafsu.
d. „Adl ialah keadaan menahan diri ketika marah atau ketika syahwat naik.
Barangsiapa yang dapat melaksanakan keempat hal tersebut maka
akan timbul budi pekerti yang baik.
48
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budi Pekerti
Mustafa (2005: 82) mengatakan ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan budi pekerti, yaitu insting, pola dasar bawaan,
lingkungan, kebiasaan, kehendak dan pendidikan.
a. Insting (Nurani)
Insting merupakan sifat jiwa yang pertama yang membentuk akkhlak,
akan tetapi suatu sifat yang masih primitif, yang tidak dapat lengah dan
dibiarkan begitu saja, bahkan wajib di didik dan di asuh. Cara mendidik
dan mengasuh insting kadang-kadang dengan ditolak dan kadang-kadang
pula diterima.
Macam-macam insting:
1) Insting menjaga diri sendiri
2) Insting menjaga lawan jenis
3) Insting merasa takut
b. Pola Dasar Bawaan
Pada awal perkembangan kejiwaan primitif, bahwa ada pendapat
yang mengatakan kelahiran manusia itu sama. Dan yang membedakan
adalah faktor pendidikan. Tetapi pendapat baru mengatakan tidak ada
dua orang yang keluar di alam keujudan sama dalam tubuh, akal dari
akhlaknya.
c. Lingkungan
Lingkungan ialah suatu yang melingkungi tubuh yang hidup.
Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan udaranya,
49
lingkungan manusian ialah apa yang melingkungi dari negeri, lautan,
sungai, udara dan bangsa. Lingkungan terbagi menjadi dua macam,
yakni lingkungan alam dan lingkungan pergaulan.
Lingkungan terbagi menjadi dua bagian, diantaranya;
1) Lingkungan alam
2) Lingkungan pergaulan
d. Kebiasaan (adat istiadat)
Adat istiadat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan
seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan yang
diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang. Seperti
kebiasaan berjalan, berpakaian, berbicara, berpidato, mengajar dan lain
sebagainya.
e. Kehendak
Kehendak merupakan suatu perbuatan yang ada berdasar atas
kehendak dan bukan hasil kehendak. Contoh berdasarkan kehendak
adalah menulis, membaca, mengarang atau berpidato dan lain
sebagainya. Adapun contoh yang berdasarkan bukan kehendak adala
detik hati, bernafas dan gerak mata. Ahli-ahli mengatakan bahwa
keinginan yang menang adalah keinginan yang alamnya lebih kuat
meskipun dia bukan keinginan yang lebih kuat.
Kehendak juga merupakan suatu kekuatan dari beberapa kekuatan.
Seperti uap atau listrik, kehendak ialah kehendak manusia dan dari
50
padanya timbul segala perbuatan yang hasil dari kehendak, dan segala
sifat manusia dan kekuatannya seolah olah tidur nyenyak sehingga
dibangunkan oleh kehendak. Maka kemahiran penggunaan, kekuatan
akal ahli pikir, kepandaian bekerja, kekuatan urat, tahu akan wajib dan
mengetahui apa yang seharusnya dan tidak seharusnya, kesemuanya ini
tidak mempengaruhi dalam hidup, bila tidak didorongkan oleh kekuatan
kehendak, dan semua tidak ada harganya bila tidak dirubah oleh
kehendak menjadi perbuatan.
f. Pendidikan
Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap
perubahan prilaku akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar
siswa memahaminya dan dapat melakukan perubahan pada dirinya.
Dengan demikian, setrategis sekali, dikalangan pendidikan dijadikan pusat
perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju ke
prilaku yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan,
untuk bisa dijadikan agen, perubahan sikap dan perilaku manusia, yaitu:
1) Tenaga pendidik
2) Materi pengajaran
3) Metodologis pengajaran
4) Lingkungan sekolah
3. Fungsi Budi Pekerti
Menurut cahyoto tahun (2001:13) kegunaan budi pekerti antara lain
sebagai berikut:
51
a. Siswa memahami susunan budi pekerti dalam lingkup etika bagi
pengembangan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan.
b. Siswa memiliki landasan budi pekerti luhur bagi pola perilaku sehari-
hari yang didasari hak dan kewajiban sebagai warga negara.
c. Siswa dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi pekerti,
mengolahnya dan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah
nyata dimasyarakat.
d. Siswa dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain untuk
mengembangkan nilai moral.
Sedangkan menurut Draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (2001)
fungsi pendidikan budi pekerti bagi peserta didik ialah sebagai berikut :
a. Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik peserta
didik yang telah tertanam dalam lingkungankeluarga dan masyarakat.
b. Penyaluran, yaitu untuk membantu peserta didik yang memiliki bakat
tertentu agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optmal sesuai
dengan budaya bangsa.
c. Perbaikan, untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan
peserta didik.
d. Pencegahan, yaitu mencegah perilaku negatif yang tidak sesuai dengan
ajaran agama dan budaya bangsa.
e. Pembersih, yaitu untuk memebersihkan diri dari penyakit hati seperti
sombong, iri, dengki, egois dan ria.
52
f. Penyaringan (filter),yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai budi pekerti.
F. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian sebelumnya ditemukan beberapa hasil penelitian yang
hampir sama dengan penelitian ini yang berkaitan dengan siswa broken home
dan pendidikan budi pekerti diantaranya terdapat judul penelitian
1. Prestasi Belajar Siswa Dari Keluarga Broken Home di Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Pandak Daun Kecamatan Daha Utara Kabupaten
Hulu Sungai Selatan yang ditulis oleh Siti Nurbayah tahun 2015 yang
menjelaskan bahwa tidak semua anak korban perceraian mengalami
penurunan prestasi, terbukti dari lima orang siswa yang menjadi target
penelitian ada dua orang yang dikategorikan nilainya memuaskan
dengan nilai rata-ratanya 8,60 dan 8,29. Sedangkan tiga siswa yang
dikategorikan baik dengan nilai rata-rata 7,62, 7,26, dan 7,13.
2. Konsep Diri Remaja Dari Keluarga Broken Home yang ditulis oleh
Chiktia Irma Oktaviani tahun 2014. Skripsi ini menjelaskan tentang
konsep diri remaja yang mengalami broken home mengarah ke
positif. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi pembentukan konsep
diri individu yaitu significant others (orang penting lainnya) yang
bisa berupa teman dekat ataupun keluarga, lingkungan, peranan
faktor sosial dan keadaan fisik yang merupakan hal yang sangat
diperhatikan terutama oleh remaja dan menjadi faktor yang sangat
berperan dalam pembentukan konsep diri individu. Broken homeyang
53
dialami individu tidak hanya berkaitan dengan konsep diri. Broken
home dapat juga berakibat pada aspek-aspek kepribadian lainnya pada
individu.
3. Studi Korelasi Disiplin Keluarga Dengan Budi Pekerti Siswa MI Miftahul
Huda Kangkung Mranggen Demak Tahun Pelajaran 2012/2013 yang
ditulis oleh Bisri Mustofa tahun 2013. Dalam tulisan ini menjelaskan
tentang adanya keterkaitan, akibat atau dampak dari kedisiplinan keluarga
terhadap budi pekerti siswa yang disimbolkan dengan nilai dari pengisian
angket dengan didukung hasil observasi lapangan dan data pendukung
lainya yang dianggap perlu.
Dengan demikian melalui hasil studi korelasi tersebut penulis mengingatkan
bagi orang tua harus menegakkan kedisiplinan dalam keluarga jangan
merasa puas atau telah berbuat yang terbaik bagi buah hati ternyata
itu hanya ungkapan perasaan memanjakan anak yang akhirnya akan
merugikan anak itu sendiri dan orang tua. Dan tidakpula menyerahkan
tanggung jawab kedisiplinan sepenuhnya terhadap pihak sekolah atau
lembaga pendidikan yang telah diamanatkan, karena di sekolah atau
lembaga itu terbatas ruang, waktu dan kepengawasan. Sehingga tercipta
harapan orang tua yaitu mempunyai anak yang sholeh dan sholihah
yang mempunyai budi pekerti luhur yang menjadikan tumpuan
kebahagiaan masa depan baik di dunia dan akhirat
Dari beberapa judul yang sudah ada penulis coba menjelaskan dengan
fokus penelitian yang berbeda yaitu Impikasi Keluarga Broken Home
54
Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini hampir sama dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas tentang keluarga broken
home, budi pekerti, prestasi belajar, kedisiplinan. Bahwa yang membedakan
dalam penelitian ini lebih fokus tentang bagaimana dampak keluarga broken
home terhadap pendidikan budi pekerti siswa itu sendiri.
55
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data
1. Sejarah Singkat Berdirinya SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga adalah sekolah SMK swasta
yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di kota Salatiga. Sekolah
ini menggunakan agama Islam sebagai pegangan utama pendidikan
agamanya. Awal berdirinya SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga karena
mengingat saat itu sekitar tahun 1989 yang dimana banyak murid lulusan
SMP yang terpaksa tidak dapat melanjutkan ke sekolah Tingkat menengah
dikarenakan besarnya biaya yang tidak mungkin terjangkau oleh para
orang tua atau wali murid.
Sehingga atas saran warga dan tokoh masyarakat tingkir tengah
memohon ijin untuk memakai tanah bekas bengkok (tanah bekas orang
tertua di desa tersebut) kebayan Desa Tingkir untuk dijadikan sekolah
Menengah kejuruan beserta memfasilitasi lengkap alat-alat untuk
melakukan proses belajar mengajar. Setelah mendapat ijin dari tokoh-
tokoh masyarakat akhirnya sekolah menengah kejuruan dapat dibangun.
Meskipun sampai saat ini sekolah SMK Islam Sudirman Tingkir ini tidak
memiliki tanah, karena tanah yang dipakai saat ini akan di ambil alih jika
tidak di fungsikan.
SMK Islam Sudirman Tingkir memiliki gedung yang cukup memadai.
Diantaranya yaitu: ruang kelas, perpustakaan, Lab. Komputer, ruang Bk,
56
mushola, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, KM kepsek,
KM pegawai, KM peserta didik, ruang unit kesehatan sekolah (UKS),
lapangan upacara, lapangan olahraga, rumah penjaga, dan tempat parkir.
Kini SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga memiliki 90 siswa dengan
visi menjadikan SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga sebagai lembaga
pendidikan menengah kejuruan yang mencetak generasi muda potensial,
ramah, inovatif, mandiri dan berakhlakul karimah (PRIMA).
2. Letak Geografis
SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga adalah sekolah menengah
kejuruan yang letaknya kurang lebih 5km dari pusat kota salatiga. Lebih
tepatnya berada di 110.5318 bujur dan -7.3616 lintang atau Jl. Tingkir
Karanggede, Tingkir Lor, Tengaran, Kota Salatiga, Jawa tengah,
Indonesia.
3. Identitas sekolah
Nama sekolah : SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR
NPSN : -
Jenjang Pendidikan : SMK
Status Sekolah : Swasta
Alamat Sekolah : Jl. Salatiga-Suruh km 5 kota Salatiga rt 2 rw 3
Kode Pos : 50745
Kelurahan : TINGKIR TENGAH
Kabupaten/kota : Kota Salatiga
Provinsi : Jawa Tengah
57
4. Data Lengkap
Sk Pendirian Sekolah : 519/1.03/1.1989
Tanggal SK Pendirian : 1989-03-18
Status Kepemilikan : Yayasan
SK Izin Oprasional : 519/1.03/1.1989
Tanggal izin oprasional : 1989-03-18
Nomor Rekening : 0081-01-022315-50-8
Nama Bank : BRI
Cabang Kcp : Salatiga
Rekening Atas Nama : SMK Islam Sudirman Tingkir
Luas Tanah Milik (m2) : 0
Luas Tanah Bukan Milik (m2) : 1296
5. Kontak Sekolah
Nomor Telepon : 298316447
Nomor fax : 0
Email : [email protected]
6. Visi Misi dan Tujuan
a. Visi Satuan Pendidikan
Visi SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga yaitu
menjadikan SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga sebagai
lembaga pendidikan menengah kejuruan yang mencetak generasi
muda potensial, ramah, inovatif, mandiri dan berakhlakul
karimah (PRIMA).
b. Misi Satuan Pendidikan
58
Adapunmisi SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga yaitu:
1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara maksimal
sesuai dengan bidang keahlian.
2) Mencetak generasi muda yang santun dan akhlakul karimah.
3) Menjadikan peserta didik yang kreatif dan mampu memunculkan
pembaharuan sesuai dengan bidang keahlian.
4) Mencetak wirausaha yang siap bersaing di dunia usaha/dunia
industry (DU/DI).
c. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan
pengetahuan kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
d. Tujuan Sekolah (SMK)
Adapun tujuan dari SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga sebagai
berikut.
1) Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif,
mampu bekerja mandiri, bersaing di DU/DI sebagai tenaga kerja
tingkat menengah sesuai dengan kompetensi keahliannya.
2) Menciptakan peluang usaha baru sesuai dengan kompetensi
keahliannya.
3) Membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih
dalam berkompetisi, beradaptasi di lingkungan kerja, serta
59
mengembangkan sikap santun dan profesional sesuai dengan
kompetensi keahliannya.
4) Membentuk pribadi peserta didik yang mampu menjunjung tinggi
nilai-nilai moralitas dan keagamaan dalam lingkup pekerjaan dan
masyarakat.
e. Tujuan Program Keahlian
1) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik.
2) Mendidik peserta didik agar menjadi warga Negara yang
bertanggung jawab.
3) Mendidik peserta didik agar dapat menerapkan pola hidup sehat,
memiliki wawasan pengetahuna dan seni.
4) Mendidik peserta didik dengan keahlian dan keterampilan dalam
bidang keahlian Bisnis dan Menejemen khususnya kompetensi
keahlian akuntansi agar dapat bekerja baik secara mandiri atau
mengisi lowongan pekerjaan yang ada di DU/DI sebagai tenaga
kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensinya.
60
7. Data Siswa dan Guru SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
TABEL I
DATA SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
a. Peserta Didik Tahun 2016/2017
Program
keahlian JUMLAH SISWA Jumlah
siswa
keterangan
Kelas X Kelas XI Kelas XII
L P jml L P jml L P jml
Akutansi 16 28 44 6 14 20 7 19 26 90 -
Hasil Kelulusan Tahun 2015/2016
No.
Peserta Ujian
Ranking Tingkat Kab /
Kota
1.
Peserta 29 siswa Lulus
100 %
1. Untuk Sekolah
Swasta
2. Untuk Sekolah Negeri
dan Swasta
Sumber: dokumentasi di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
61
b. Data Guru Tahun 2016/2017
TABEL II
DAFTAR TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA
Tahun Pelajaran 2016/2017
Nama Pegawai
NIP / NIY
Tempat,
Tanggal lahir
Alamat Tempat tinggal
Dra. SRI
WIDYASTUTI
19660406
2007012 008
Semarang
06 - 04 - 1966
Jl. KH. Daldiri RT.01/04, Tingkir Lor
Salatiga
Drs. AKHSIN 2401078901 Semarang
15 - 11 - 1962
Sanggrahan RT.02/01, Tingkir Lor
Salatiga
NUR HIDAYATI 2401078902 Semarang
26 - 07 - 1966
Sanggrahan RT.02/01, Tingkir Lor
Salatiga
SUWANTO, S.Pd 2421079703 Sragen
12 - 11 - 1972
Jl. Osamaliki 58 D/III, Salatiga
SUTORO, S.Pd 2315070204 Purworejo
21 - 04 - 1971
Sanggrahan RT.02/01, Tingkir Lor
Salatiga
MARYATI, S.Pd 2402070204 Semarang
23 - 02 - 1974
Banggirejo RT.05/03, Suruh, Kab.
Semarang
KURNIA TRI
HARTINI, S.Pd
2419070305 Semarang
18 - 04 - 1976
Randuacir RT.03/06, Argomulyo,
Salatiga
SITI MUHTARIYAH,
S.Ag
2417070406 Semarang
31 - 08 - 1964
Singojayan RT.03/02, Tingkir Tengah,
Salatiga
LINA MARDLIYAH,
S.PdI
2401071007 Semarang
19 - 05 - 1984
Jetis Ketanggi RT.09/03, Suruh
NOFI ALFIYAH,
M.Pd
2401071108 Semarang
29 - 11 - 1988
Barukan RT.05/01 Kec. Tengaran,
Semarang
TUDJI HARTONO 2414071409 Semarang
05 - 04 - 1957
Cabean RT. 25/5, Kec. Tengaran,
Semarang
M. ANDI
ARIFIANTO
2319070711 Semarang
18 - 02 - 1986
Tingkir Lor RT.02/02, Salatiga
AMINATUS
SAKDIYAH
2302011218 Temanggung
28-08-1980
Barukan RT.03/01 Kec. Tengaran,
Semarang
TITIN SURYANI,
S.Pd
2321070309 Semarang
13 - 11 - 1969
Tingkir Indah Blok E Tingkir, Salatiga
FAHMI NURUL
ULYA, S.Pd
2314071421 Semarang
31 - 01 - 1990
Tingkir Tengah RT.01/07, Tingkir,
Salatiga
Sumber: dokumentasi di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
62
8. Struktur Organisasi
Untuk memudahkan dalam melaksanakan tugas sehari-hari di SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga, maka dibentuk organisasi sebagai
berikut :
TABEL III
STRUKTUR ORGANISASI
SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
-------------- -------
Sumber: dokumentasi di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
BP – 3
(Komite)
Kepala Sekolah
Dra. Sri Widyastuti
MS
BP
Kurnia Tri H, S.Pd
OSIS
Sutoro, S.Pd
Perpustakaan
Novi Alfiyah, M.Pd
Waka. Kurikulum
Drs. Akhsin B.
Guru/ Instruktur
Siswa
P. Prakerin
Nur Hidayati
Wrg. Sekolah
Aminatus Sakdiyah
Ka. TU
Aminatus Sakdiyah
Keuangan
Titin Suryani S.Pd
Statistik/ Lap
M. Andi A
63
B. Temuan Penelitian
1. Kondisi Keluarga Broken Home Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017
Dari observasi yang dilakukan penulis terhadap ke empat siswa yang
keluarganya mengalami broken home di SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga menunjukan kondisi keluarganya sebagai berikut.
Kondisi keluarga dari siswa sebut saja FS yang dapat penulis peroleh
dari data pada hari kamis, 8 juni 2017 pukul 09:35 WIB di SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga hasilnya sebagai berikut.
Penulis menemukan bahwa keadaan keluarga FS termasuk keluarga
yang tidak harmonis. Ibunya meninggal pada saat FS berusia 2 tahun,
sedangkan ayahnya menikah kembali dengan wanita lain dan menyerahkan
hak asuh FS kepada kakek dan neneknya. selama kurang lebih 9 tahun
setelah FS lulus dari Sekolah Dasar, kakek dan neneknya meninggal
sehingga ia tinggal seorang diri selama kurang lebih 2 bulan. Kemudian FS
tinggal di yayasan sembari melanjutkan pendidikannya ke SMP Islam
Sudirman Tingkir Salatiga hingga saati ini dia SMK.
Sebagaimana yang dituturkan oleh FS sebagai berikut:
“Ibu sudah meninggal dan bapak menikah lagi, saat ini aku di panti,
tapi untuk masalah kangen saya pulang ketemu mbae di Ambarawa. Aku
pribadi sebenere ya pengen sih kayak orang lain tetapi, mungkin udah dari
Allah jalannya kayak gini, mau tidak mau tetap harus di jalani, bisa jadi
motivasi saya kedepannya supaya keluarga dan keturunan saya tidak
seperti itu”. (8-6-2017).
64
Kondisi keluarga responden ke-2 yaitu dari LS yang datanya penulis
dapatkan pada hari kamis, 8 juni 2017 pada pukul 12:30 WIB di yayasan
Sudirman Tingkir Salatiga dan hasilnya sebagai berikut.
Penulis menemukan bahwa keluarga dari LS adalah keluarga yang
mendua. Dimana saat LS berusia 11 tahun ayahnya secara diam-diam
menikah dengan wanita lain tanpa sepengetahuan ibu dari LS. Tak berselang
lama dari kejadian tersebut sang ayah tersandung pelaporan kasus pencurian
motor dan masuk penjara. Setelah mengetahui itu, ibu dari LS mengajukan
gugatan cerai kepada sang suami. LS merupakan anak ke-2 dari 4
bersaudara, adiknya yang bungsu di ambil alih pola asuhnya oleh sang ayah,
sehingga meskipun telah berpisah ayah dan ibu dari LS masih sering
bertemu, yaitu ketika sang ibu rindu kepada putrinya yang ikut dengan sang
ayah. Sebagaimana yang dituturkan oleh LS sebagai berikut:
“Kondisi keluarga saya sekarang lebih membaik bu, dulu kalok bapak
kan diam-diam menikah sama orang, trus ibuk kan gak tau. Kan waktu itu
bapak kan ada kasus ada orang menjual motor di bapak saya dan bapak
saya gak tau kalok motor itu curian terus dilaporin sama yang kehilangan
motor trus bapak saya di penjara waktu itu. Saya kelas 6 sudah tidah satu
rumah lagi sama bapak. Waktu itu ya gak adil bu, kecilan saya dekat sama
bapak, tapi kok bapak malah kayak gitu, saya ya sempat kecewa. Saya
pernah ketemu ibuk tiri, cuman ya saya diam aja to bu, cumak saliman terus
diem aja”. (8-06-2017).
Kondisi keluarga responden yang ke-3 yaitu RM yang datanya penulis
dapatkan pada hari sabtu, 10 juni 2017 pada pukul 9:00 WIB di SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga dan hasilnya sebagai berikut.
Penulis menemukan bahwa keluarga RM tergolong keluarga yang
kacau, dimana hubungan antara ayah dan anak terdapat kesenjangan kasih
65
sayang. RM merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibunya bekerja di
luar kota sebagai asisten rumah tangga (household assistant) dan sang ayah
bekerja sebagai wiraswasta di salah satu perusahaan yang ada di salatiga.
semenjak RM kecil dia diperlakukan kurang adil oleh ayahnya, kasih sayang
yang dia dapatkan tidak seperti yang ayahnya berikan kepada sang adik.
Sebagaimana yang di paparkan oleh RM sebagai berikut:
“Mak e teng Semarang pak e teng mriki, geh kadang-kadang pak e
mriko, kulo neng omah kaleh adek lan bapak. Hubungan bapak kaleh ibuk
baik, cuman nek hubungan bapak kaleh kulo rodok ra apek. Bapak pilih
kasih setiap hari niku enten paling tidak lima menitan mesti muni-muni
kaleh kulo, tapi kulo sampun biasa dadai saben muni-muni ya kulo tinggal,
bapak nek ngekon niku siji dereng rampung mpun ngekon ngerjak e liyane,
nek mboten di tandangi langsung muni-muni, kulo geh bingung nandangine
mbak. Teng grio kulo seng masak, biasane nek ajeng nyuwun duit gawe
belanja bapak mboten nate ngekei mbak, adek tumbaske iki iku nek kulo geh
mboten nate, ket kulo cilikan bapak ki kasar mbi kulo”. (Ibu saya di
Semarang, bapak di sini, terkadang bapak ke Semarang, saya dirumah
sama adik. Hubungan ibu dengan bapak baik-baik saja, namun hubungan
saya dengan bapak kurang baik. Bapak pilih kasih, setiap hari paling tidak
lima menit bapak pasti marah-marah sama saya, namun saya sudah biasa
jadi setiap bapak marah-marah saya tinggal pergi. Bapak saya kalau
menyuruh saya tidak pernah satu-satu jadi saya bingung menyelesaikannya,
yang satu belum selesai sudah di perintah lainnya. Dirumah saya yang
memasak untuk adik dan bapak, setiap saya minta uang untuk belanja tidak
pernah dikasih mbak, adek di belikan ini itu tetapi saya tidak pernah
dibelikan, dari kecil bapak selalu bersikap kasar pada saya). (10-06-2017).
Kondisi keluarga responden yang ke-4 yaitu EK yang datanya penulis
dapatkan pada hari sabtu, 10 juni 2017 pada pukul 10:15 WIB di SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga dan hasilnya sebagai berikut.
Penulis menemukan bahwa keluarga EK adalah keluarga yang
bercerai namun tetap rukun, terlihat saat EK menceritakan bagaimana
keluarganya sekarang. EK merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, dia
66
sedang duduk di kelas 2 SMK di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.
Saat dia berumur 10 tahun kedua orang tua dari EK memutuskan untuk
berpisah dan menjalani kehidupan baru dengan pasangan masing-masing,
sama seperti kasus dari FB setelah orang tuanya berpisah EK tinggal
bersama neneknya sedangkan adiknya ikut bersama ibunya. Meskipun
sudah berpisah dan mempunyai kehidupan masing-masing, EK masih sering
bertemu dengan ayah dan ibunya meskipun hanya beberapa kali dalam
setahun seperti saat momen lebaran, terkadang ibu dan ayahnya juga datang
menjenguk di rumah nenek. Sebagaimana yang EK tuturkan sebagai
berikut:
“bapak kaleh ibuk cerai pas kulo SD mbak, ibuk mpun gadah garwo
maleh bapak geh sami sakniki tinggal kaleh ibuk anyar. Bapak kaleh ibuk
sak ngertine kulo geh taseh apek-apek mawon, mboten nesu-nesunan. Kulo
sakniki tinggal teng yayasan SMK, nek kulo mantuk liburan geh teng gene
mbah e. Biasane ibuk kaleh bapak gantian nilik i kulo, kadang bapak nilik i
gek ibuk, kadang geh kulo dolan teng omah e bapak utowo ibuk. Nek
lebaran geh taseh ketemu mbak tapi geh mboten bareng, lebaran pertama
kulo kaleh bapak lebaran selanjute kaleh ibuk ngoten nak mboten geh
ibuk”. (Bapak dan ibu saya cerai saat saya bersekolah di bangku SD mbak,
ibuk sudah punya suami baru begitu juga bapak sudah punya istri baru.
Setahu saya hubungan bapak dan ibu baik-baik saja, tidak marahan. Saya
sekarang tinggal di yayasan SMK , jika saya liburan pulang ke rumah
nenek. Biasanya ibu sama bapak bergantian menjenguk saya terkadang
juga saya silaturahim ke rumah bapak dan ibu saya yang baru. Waktu
lebaran ya masih sering bertemu tetapi tidak sama-sama, lebaran pertama
saya saya sama bapak untuk lebaran yang selanjutnya saya bersama ibu).
(10-06-2017).
Dari ke empat responden penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ke
empat keluarga di atas mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Ada yang
kondisi keluarganya sudah bercerai antara sang istri dan suami dan sudah
tidak berhubungan atau berkomunikasi sama sekali sehingga anak menjadi
67
tidak terurus, ada juga keluarga yang utuh namun hubungan antara sesama
anggota tidak terjalin dengan baik, sehingga anak menjadi tidak hormat
kepada orang tuanya, namun ada pula keluarga yang meskipun sudah
berpisah mereka tetap menjalin komunikasi dengan baik antar sesama
anggota keluarga. Ada yang suaminya diam-diam menikah kembali dengana
wanita lain.
2. Budi Pekerti Siswa Broken Home SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017
Berdasarkan hasil wawancara lapangan yang berkaitan dengan budi
pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tigkir
Salatiga sebagai berikut:
Budi pekerti siswa sebut saja FS yang dapat penulis peroleh dari
wawancara pada hari sabtu, 10 juni 2017 pukul 10:15 WIB di SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga hasilnya sebagai berikut.
Penulis menemukan bahwa budi pekerti FS termasuk dalam budi
pekerti yang baik atau (akhlakul karimah.) Sebagaimana yang dituturkan
oleh beberapa guru di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga sebagai
berikut:
“kalok di sekolah, terutama di dalam kelas FS sama dengan siswa
lainya (yang tidak mengalami broken home), ya pas lagi di jelaskan dia
mendengarkan, tidak ribut sendiri, malah lebih rajin dari siswa lainnya, pas
lagi ketemu di jalan dia menyapa dan bersalaman begitu juga saat
berpaspasan dengan pegawai lainnya” (10-06-2017).
68
Responden ke-2 yaitu LS yang datanya penulis dapatkan pada hari
sabtu, 10 juni 2017 pukul 10:30 WIB di SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga hasilnya sebagai berikut.
Penulis menemukan bahwa budi pekerti LS termasuk dalam budi
pekerti yang baik atau (akhlakul mahmudah.) Sebagaimana yang dituturkan
oleh beberapa guru di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga sebagai
berikut:
“Tidak ada bedanya LS dengan siswa lainya, kalok LS itu malah baik,
anaknya tidak macem-macem, dia sopan, di kelas tidak ramai, pakaiannya
rapi, kalok bertemu sama guru atau karyawan dia menyapa dan senyum”
(10-06-2017).
Responden yang ke-3 yaitu RM, datanya penulis dapatkan dari hasil
wawancara pada hari sabtu, 10 juni pukul 10:45 WIB di SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga dan hasilnya sebagai berikut:
Dari wawancara serta pengamatan yang penulis lakukan, penulis
menemukan bahwa budi pekerti RM termasuk dalam budi pekerti yang
kurang baik (akhlakul madzmumah) dimana saat kegiatan belajar mengajar
RM sibuk dengan kegiatannya sendiri dan tidak mendengarkan apa yang
guru jelaskan, tidur di dalam kelas, tidak mengikuti kegiatan belajar
mengajar tanpa ada kejelasan (membolos), dalam bergaul RM hanya
berkumpul dengan siswa yang sudah dekat dengan dia, tidak dengan siswa
lain yang belum dia kenal. Sebagaimana yang dituturkan oleh beberapa guru
di SMK sebagai berikut:
“ya kalok si RM itu memang agak bandel mbak, saat sedang
berlangsung kegiatan belajar mengajar dia malah sibuk mengganggu siswa
69
yang lain, kalau tidak begitu ya tidur di dalam kelas, anaknya itu seperti
celelekan. Sering dia tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar tanpa surat
izin, terkadang melawan saat diperingatkan oleh guru-guru” (10-06-2017).
Responden ke-4 yaitu EK, datanya penulis dapatkan dari hasil
wawancara pada hari sabtu, 10 juni pukul 11:10 WIB di SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga dan hasilnya sebagai berikut:
Dari wawancara serta pengamatan yang penulis lakukan, penulis
menemukan bahwa budi pekerti EK termasuk dalam budi pekerti yang baik
dan siswa yang tergolong lebih suka menyendiri (introvert) terlihat saat di
sekolah EK lebih menyukai diam di kelas dari pada ke kantin dengan siswa
lainnya, dia tidak banyak bicara, saat bertemu dengan guru ataupun
karyawan dia tersenyum dan saat di mitai pertolongan selalu menyanggupi.
Sebagaimana yang di tuturkan oleh guru-guru sebagai berikut:
“EK itu anaknya ya gak macem-macem mbak, sama seperti si FS dan
LS. Di kelas ya dia anteng, gak ribut sendiri, mendengarkan apa yang saya
terangkan, tidak membolos, manut. Waktu bertemu dengan siswa lainnya
dia hanya senyum, begitupula saat bertemu dengan guru dan karyawan,
lebih kepada anak yang pendiam, suka menyendiri, namun sebenarnya dia
anak yang baik” (10-06-2017).
3. Implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan yang berkaitan dengan
sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap pendidikan budi
pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tigkir Salatiga sebagai berikut.
Ketika setelah terjadinya broken home, siswa yang di asuh FS
misalnya menjadi tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua oranag
70
tuanya. Karena sang ibu sudah meninggal sejak FS berada di sekolah dasar
dan sang ayah menikah lagi dan sudah tidak lagi merawat FS. Seperti yang
di ungkapkan FS sebagai berikut:
“saya ya pengen mbak kayak anak yang lainnya kumpul bersama
keluarga, kalok pagi ada yang nyiapin sarapan, ada yang ngingetin sholat
dll. Jujur semenjak bapak menikah lagi, bapak udah gak pernah
memperhatiin aku lagi, bahkan jenguk aku aja udah gak pernah, rasanya
bener-bener gak ngerasain kasih sayang dari orang tuaku sendiri, tapi itu
gak bikin aku nyerah sama keadaan, aku bergaul sama temen lainnya ya
biasa saja. Aku seneng banget kalok ada orang yang memberi perhatian
sama saya”. (8-06-2017).
Untuk keluarga dari FS memang dampaknya tidak menjadikan sang
anak berperilaku negatif, namun broken home di dalam keluarga tersebut
menjadikan FS merasa kurangnya kasih sayang dari orang tua. Bahkan
setelah terjadinya broken home FS menjadi lebih mandiri, tidak suka
merepotkan orang lain, dan dia ingin membuktikan kepada sang ayah bahwa
tanpa kasih sayang dari orang tuanyapun dia bisa menjadi anak yang
berprestasi.
Berbeda dengan FS, responden kedua yaitu LS mendapatkan dampak
dari broken home yang membuatnya menjadi anak yang pendiam dan lebih
senang dengan dunianya sendiri (introvert), kurang bersemangat dalam
belajar. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh LS sebagai berikut.
“semenjak tau kedua orang tua saya bercerai saya lebih suka
menyendiri bu ketimbang kumpul sama temen-teman yang lain, soalnya
waktu lagi sendiri saya merasa lebih tenang. Waktu bapak ibuk masih baru
bercerai saya jadi agak takut di keramaian, tapi alhamdulillah semakin
kesini saya sudah bisa kumpul kembali bersama teman-teman yang lainnya.
Biasanya saya selalu di ingetin buat sholat tapi setelah bapak ibu pisah
71
ibuk jadi jarang ngingetin aku sholat, jarang di kasih nasehat”. (8-06-
2017).
Broken home bisa berdampak positif dan negatif untuk seseorang.
Bagi FS dan LS broken home bukan alasan untuk menjadikan mereka
melakukan hal-hal yang buruk. Berbeda dengan RM, broken home yang
terjadi di dalam keluarganya menjadikan dia malas saat di kelas, suka
mencari perhatian, lebih sering berkumpul dengan anak-anak jalanan sampai
larut malam, tidak mendengarkan nasihat dari orang tua, berani melawan
dengan orang yang usianya lebih dewasa darinya, tidak menghormati
ayahnya. Sebagaimana yang RM ungkapkan sebagai berikut.
“pripun geh mbak, mboten penak rasane kadang ki koyo tertekan.
Males teng grio kulo seneng nak ngumpul kaleh rencang-rencang teng
pertelon nopo teng pundi gon seng penak gawe ngombe-ngombe kaleh
rokok, nek mpun ngoten kulo seneng mbak plong rasane ketimbang neng
omah. Nek neng sekolah kulo geh pancen males nek dengerin guru pas
pelajaran, mending gojek kaleh rencang-rencang. Nek kaleh guru utowo
karyawan seng omongane alus saget menghargai kulo geh saget alus juga
mbak. Kulo geh gampang emosi mbak, dadi jawab terus nek dikandani” .
(bagaimana ya mbak, rasanya itu tidak enak, terkadang merasa seperti
tertekan. Males dirumah lebih suka ngumpul sama temen-temen di
pertigaan atau dimanapun yang enak buat minum-minuman sama ngerokok,
kalau sudah seperti itu saya bahagia mbak lega rasanya dari pada di
rumah. Jika di sekolah saya memang malas mendengarkan guru pas
pelajaran, lebih baik bercanda sama temen-temen. Jika dengan guru atau
karyawan yang bicaranya halus bisa menghargai saya juga bisa halus.
Saya mudah emosi mbak, jadinya melawan saat di nasehati). (10-06-2017).
Dampak yang dialami oleh RM termasuk pada broken home dengan
dampak yang negatif. Dimana setelah hubungannya dengan sang ayah tidak
baik lagi RM terjerumus dalam lobang hitam pergaulan. Sehingga budi
pekertinya mengarah pada sesuatu yang buruk.
72
Untuk responden yang ke empat yaitu EK orangnya hampir sama
dengan LS dia itu pendiam. Tidak banyak berbicara, ketika ditanya juga
menjawabnya hanya singkat. Membuat anak menjadi antipati atau acuh tak
acuh terhadap sekitar. Untuk masalah bergaul dengan teman di sekolah
ataupun lingkungan dia lebih memilih diam di rumah begitupula saat di
sekolah dia memilih tinggal di yayasan ketika jam istirahat. Sebagaimana
yang EK ungkapkan sebagai berikut.
“saya kalok di sekolahan gak begitu suka kumpul sama temen-temen
mbak. Kayak pas jam istirahat saya kembali ke yayasan, entah itu tidur atau
main hp”.
Dari pernyataan siswa dan kroscek dari beberapa guru diketahui
bahwa broken home sangat berpengaruh terhadap anak, terutama pada
pendidikan budi pekerti mereka. Mulai dari ibadah yang setiap hari mereka
wajib laksanakan yaitu sholat, ada yang tidak melaksanakan karena orang
tua mereka tidak melaksanakan dan tidak ada yang memberi perhatian
tentang hal itu. Ada pula yang menjadi anak pendiam, tidak dapat
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar, menjadi pemalas, mabuk-
mabukan, merokok, dan tidak hormat kepada orang yang lebih tua.
73
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kondisi Keluarga Broken Home Broken Home Siswa SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017
Setelah data diolah dan disajikan baik dalam bentuk tabel maupun
penjelasan dan uraian, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data.
Penganalisisan dilakukan agar dapat diperoleh hasil yang sesuai dari setiap
data yang disajikan dalam penelitian ini. Untuk lebih terarahnya proses
analisis ini, penulis mengemukakan berdasarkan penyajian sebelumnya secara
sistematis dan berurutan.
1. Keluarga yang tidak harmonis
Keluarga memang membuat bahagia namun terkadang keluarga juga
membuat kepala menjadi lebih pusing. Keluarga yang harmonis akan
membuat seseorang yang ada dalam rumah tangga menjadi tenang dan
damai, namun jika dalam keluarga tidak harmonis maka bukan ketenangan
dan kedamaian yang didapatkan namun justru percekcokan bahkan bisa
menuju perceraian, terlebih jika pasangan tidak memiliki wawasan untuk
mengatasi ketidakharmonisan yang melanda rumah tangga. Sebagaimana
hasil observasi dan wawancara yang penulis dapatkan dengan FS pada 8-6-
2017 bahwa setelah sang ibu meninggal dunia ayahnya pergi
meninggalkan FS dan memberikan hak asuh kepada kakek dan neneknya.
Ayah FS pergi dan tidak menjenguk ataupun menafkahi sang buah hatinya.
74
Padahal memberikan nafkah merupakan kewajiban sang ayah bagi
keluarga termasuk anak.
Berkaitan dengan keluarga yang tidak harmonis dan kewajiban suami
atau ayah, Sekar (2016: 12) mengatakan bahwa seorang ayah harus
memenuhi semua kebutuhan yang bersifat fisik, mental, maupun psikologi.
Jika tidak bisa memenuhinya, maka berbagai macam permasalahan akan
muncul dan merusak kestabilan rumah tangga.
Berdasarkan perolehan data yang di jabarkan sebelumnya maka dapat
dianalisa bahwa keluarga yang tidak harmonis merusak tugas dan
tanggung jawab serta hak setiap anggota keluarga, dimana ayah yang
seharusnya memberikan nafkah, pendidikan moral, pendidikan akhlak,
pendidkan jasmani, menjadi tidak dapat melaksanakan hal tersebut
dikarenakan mempunyai keluarga baru. Namun menurut penulis
mempunyai keluarga baru sekalipun seharusnya tidak membuat kita lupa
akan keluarga lama, dimana keluarga yang sejak dahulu hidup
berdampingan bersama kita.
2. Keluarga yang mendua
Selingkuh adalah istilah yang umum di gunakan terkait perbuatan atau
aktifitas yang tidak jujur dan menyelewengkan terhadap pasangannya, baik
pacar atau suami istri. Istilah ini umumnya digunakan sebagai sesuatu
yang melanggar kesepakatan atas kesetiaan hubungan seseorang.
Perselingkuhan lama kelamaan bagi seseorang yang sudah menikah
akhirnya menjadi perbuatan zina. Sebagaimana yang di ungkapkan LS
75
pada 8-06-2017 bahwa ayahnya menikah lagi dengan wanita lain tanpa
sepengetahuan dari sang ibu dan membuat LS menjadi kecewa atas
keputusan dari sang ayah.
Berkaitan dengan selingkuh dan bergonta-ganti pasangan, Afandi
(2004: 126) mengatakan bahwa salah satu alasan putusnya perkawinan,
baik dengan cerai talak atau cerai gugat, dalam perundang-undangan
Indonesia adalah apabila salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabuk, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar di sembuhkan.
dapat dianalisa bahwa jika salah satu dari anggota keluarga yang tidak
dapat menjaga amanah, tidak setia maka hal tersebut akan membuat
keluarga menjadi retak bahkan dapat menuju perceraian.
3. Keluarga yang kacau
Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua.
Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah) dan kurang peka
memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan diperlakukan
secara kejam, karena kesenjangan hubungan antara mereka dengan orang
tua. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap anak. Hampir sepanjang
waktu mereka dimarahi atau ditekan.
Anak yang tumbuh dalam keluarga yang kacau maka akan membuat
anak tersebut menjadi kurang mendapatkan kasih sayang dan tidak hormat
kepada orang tua. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh RM pada (10-6-
2017) bahwa dia merasa ayahnya tidak menyayanginya, dia seperti orang
76
asing dalam keluarga tersebut sehingga dia lebih suka berada di luar rumah
dari pada bersama keluarga.
Dari data yang diperoleh menulis menganalisa bahwa keluarga yang
meskipun dengan anggota keluarga yang utuh namun tidak dapat
memperlakukan anggota keluarga lainnya sebagaimana mestinya maka
akan jauh dari kedamaian. Seperti orang tua yang tidak dapat memahami
dan memenuhi kebutuhan anaknya, tidak mengajarkan sopan santun serta
tidak memperlakukan adil antara sesama maka akan membentuk karakter
pada anak untuk tidak menghormati dan menghargai orang tua.
4. Keluarga yang bercerai
Perceraian menjadikan terputusnya keluarga karena salah satu atau
kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka
berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Kata cerai bukan
berarti hanya menyangkut kedua belah pihak pasangan saja.
Sayangnya tidak banyak pasangan yang memperhatikan bagaimana
dan apa yang sedang terjadi pada anak ketika proses perceraian akan
berlangsung dan sedang berlangsung. Kadangkala perceraian adalah satu-
satunya jalan bagi orang tua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai
yang mereka inginkan. Sebagaimana yang EK ungkapkan pada (10-06-
2017) bahwa ayah dan ibunya berpisah sejak EK duduk di bangku SD, di
usianya yang masih kecil itu dia merasakan kurangnya kasih sayang dan
menjadi kurang percaya diri dalam berkomunikasi dengan lingkungan
sekitar.
77
B. Budi Pekerti Siswa Broken Home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Tahun Pelajan 2016/2017
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis tentang data hasil
lapangan yang sudah di sampaikan pada bab sebelumnya kemudian
mensingkronkan dengan teori-teori yang ada. Untuk memudahkan analisis,
maka akan disusun sesuai dengan pokok masalah. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga, sebagai
berikut:
Budi pekerti seharusnya dimiliki setiap manusia, karena merupakan nilai-
nilai hidup yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh bukan dan
sekedar kebiasaan, tetapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran diri untuk
menjadi lebih baik.
Sebelum terjadi broken home, orang tua di dalam keluarga pasti
menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang mempunyai sikap dan
perilaku baik sesuai dengan ajaran agama dan tumbuh menjadi anak sholih
sholihah dan mampu menjadi insan kamil. Dengan pengajaran dan penerapan
pendidikan budi pekerti yang berbeda-beda maka akan muncul hasil yang
berbeda-beda pula. Sebagaimana budi pekerti tiap-tiap siswa yang mengalami
broken home sebagai berikut.
Budi pekerti dari FS, siswa broken home yang di sebabkan karena
keluarga yang tidak harmonis termasuk dalam budi pekerti yang baik, terlihat
saat berada dalam kegiatan belajar mengajar FS memperhatikan dengan
seksama apa yang sedang di sampaikan guru, sama halnya saat FS bergaul
78
dengan siswa lainnya ataupun bertemu dengan guru dan karyawan di luar jam
pembelajaran, FS berkomunikasi dengan bahasa yang baik juga bersikap
sebagaimana mestinya, ketika di beri amanah dia menyampaikan amanah
tersebut. FS tidak pernah absen dalam sholat dhuha bersama dan ibadah
lainnya, saat siswa lain membutuhkan pertolongan FS tidak ragu-ragu untuk
menolong. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh beberapa guru di SMK
Islam Sudirman pada (10-06-2017) bahwa FS merupakan siswa dengan
perilaku yang baik, sopan terhadap teman seusianya serta menghormati guru
dan karyawan.
Dari data yang diperoleh penulis menganalisa bahwa tidak semua anak
yang berlatar belakangkan keluarga broken home mempunyai budi pekerti
yang buruk. Terbukti pada si FS yang tanpa kasih sayang dan didikan dari
kedua orang tuanya dia mampu menjadi anak yang berbudi pekerti baik.
Sejalan dengan FS, LS yang merupakan siswa broken home yang
disebabkan karena perceraian juga memiliki budi pekerti yang baik. Dapat
dibuktikan dengan adanya pernyataan dari beberapa guru yang datanya di
dapatkan pada (10-06-2017) bahwa LS selalu mendengarkan dan
memperhatikan guru saat sedang menjelaskan pelajaran, dia juga bersikap
baik terhadap sesama siswa maupun guru dan karyawan, LS belum pernah
melakukan pelanggaran saat berada dalam sekolah.
Dari data yang diperoleh penulis menganalisa bahwa budi pekerti siswa
broken home karena perceraian masih dapat berprestasi dan berkepribaian
baik.
79
Jika FS dan LS mempunyai budi pekerti yang baik, berbeda dengan RM
yang merupakan siswa broken home karena tidak baiknya hubungan antara
orang tua dan anak. RM merupakan salah satu siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga, dia mempunyai budi pekerti yang kurang baik. Dapat
dibuktikan dengan adanya pernyataan dari beberapa guru pada (10-06-2017)
yang mengatakan bahwa RM kerap kali di panggil kepala sekolah di
karenakan berkelahi dengan siswa lainnya, dia berani menjawab jika sedang
di nasihati oleh gurunya, RM jarang mengikuti mata pelajaran agama. Dapat
penulis analisa bahwa budi pekerti RM berbeda dengan FS dan LS, RM
cenderung memiliki budi pekerti yang buruk.
Sejalan dengan FS dan LS, EK juga memiliki budi pekerti yang baik,
dimana saat kegiatan belajar mengajar EK memperhatikan apa yang sedang di
sampaikan oleh guru, ketika berada di lingkungan sekolah RM jarang bergaul
karena RM mempunyai sifat pemalu sehingga dia jarang berkomunikasi
dengan lingkungan sekitar.
C. Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017
Setelah broken home terjadi dalam suatu keluarga pasti perhatian,
keadaan serta kebiasaan lainnya berubah, yang awalnya mereka bekerja sama
membangun rumah tangga mulai dari merawat anak, mencari nafkah mereka
berdua. Sedangkan sekarang setelah terjadinya broken home jadi berubah
derastis. Mereka menjadi orang tua single parent (orang tua tunggal),kurang
80
hangatnya hubungan orang tua dengan anak. Dengan keadaan seperti itu,
maka berdampak negatif dan positif kepada anak-anaknya. Diantaranya:
1. Anak menjadi tidak menurut dengan orang tuanya
Orang tua adalah figur yang pertama bagi anak-anaknya. Namun
ketika anak sudah pernah melihat pertengkaran orang tua pasti anak akan
berfikiran bahwa orang tua tidak berhasil menjadi panutan/teladan bagi
anak-anaknya. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh RM sebagai berikut.
“enggeh bu, ben bapak ngekon kulo sholat utowo ngaji kulo geh
mboten mangkat, la pripun bu bapak ngekon kulo sholat tapi bapak malah
nonton tv kulo geh mboten mangkat. (iya bu, setiap bapak menyuruh saya
sholat atau ngaji saya ya tidak melaksanakan, la bagaimana bu bapak
menyuruh saya sholat tapi bapak malah melihat tv).‟‟ (RM, 10-6-2017)
Sesuai dengan pendapat Arifin dalam Ahid (2010: 123) mengatakan
bahwa perbuatan anak mencerminkan dari orang tuanya atau berpangkal dari
perbuatan sendiri.
2. Anak menjadi tidak percaya diri dan takut untuk keluar
Ketegangan orang tua menyebabkan ketidakpercayaan diri terhadap
kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut
untuk keluar dan bergaul dengan teman-teman. Anak sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh EK sebagai
berikut:
“saya itu jarang bergaul sama temen-temen mbak, saya lebih suka di
kamar main hp kalok gak gitu ya tidur” (RM, 10-06-2017)
81
3. Anak tidak mau lagi melaksanakan kebiasaan yang dilakukan sebelum
broken home
Biasanya semangat anak tumbuh ketika melakukan apapun yang ada
reward atau ada yang memotivasi, memperhatikan, mengawasi,
membimbing. Namun setelah terjadi broken home maka otomatis motivasi
berkurang, pengawasan berkurang, perhatianpun berkurang. Maka dari itu
anak yang awalnya aktif mengaji ataupun berorganisasi menjadi jarang
melakukan atau bahkan sampi berhenti. Awalnya rajin belajar namun
setelah broken home menjadi jarang belajar bahkan nyaris tidak pernah.
Sebagaimana yang di ungkapkan oleh RM sebagai berikut.
“sakderene pak e ngoten niku kulo taseh manut mbak nek di kon sinau
nopo ngaji, neng semenjak bapak pilih kasih lan kasar kaleh kulo, dadi
kulo ben di kon geh males nandangi” (sebelum bapak seperti itu saya
masih nurut mbak jika di suruh belajar atau ngaji, tapi semenjak bapak
pilih kasih dan kasar sama saya, jadinya saya setiap disuruh ya males
melaksanakan)”.
Sesuai yang dikemukakan Djamarah (2004: 25) bahwa kebiasaan yang
orang tua tampilkan dalam bersikap dan berperilaku tidak lepas dari
perhatiannya.
4. Anak menjadi kekurangan kasih sayang
Ketika sepasang suami istri tidak lagi memiliki hubungan yang
harmonis, maka sangat mungkin jika kemudian keegoisan dari masing-
masinglah yang diutamakan. Jika hal ini tidak segera dicarikan jalan
keluar, maka perhatian kepada anak yang akan di korbankan. Meski
sebagian orang tua yang mengalami broken home mengetahui apa yang
82
seharusnya ia berikan kepada anaknya, namun karena ego terhadap
pasangan ia menjadi enggan melakukan. Sebagaimana yang dituturkan
oleh FS sebagai berikut:
“semenjak bapak pergi dan tidak pernah menjenguk saya, saya tidak
pernah lagi dapet kasih sayang mbak, tidak ada lagi yang memperhatikan
kebutuhan saya”.
5. Anak mudah mendapatkan pengaruh buruk lingkungan
Saat rumah tidak lagi terasa nyaman, seorang anak akan berusaha
mencari tempat lain untuk saling berbagi maupun menghibur diri. Pada
kondisi seperti ini, biasanya lingkungan teman sepermainan sering
menjadi tujuan mereka. Dan jika lingkungan tersebut tidak baik, maka
akan sangat mudah bagi seorang anak untuk terpengaruh pada hal-hal yang
menyimpang. Misalnya mulai mencoba merokok, minum-minuman keras,
sebagai pelarian baginya untuk mencari kebahagiaan. Sebagaimana yang
di ungkapkan oleh RM sebagai berikut:
“ketimbang di rumah saya lebih suka keluar kumpul sama temen-
temen saya, disana bisa iuran beli rokok dan minum-minuman bareng
mbak, lebih bahagia dari pada di rumah ketemu bapak cuma di suruh dan
di marahi terus”.
6. Anak menjadi mandiri
Seseorang yang berasal dari keluarga broken home biasanya akan
lebih mengerti arti kehidupan di banding anak dari keluarga yang
harmonis. Hal ini disebabkan oleh keseharian remaja broken home yang
terbiasa menjalani kesehariannya tanpa bantuan atau kurangnya suport dari
83
orang tuanya sendiri. Kebanyakan orang menilai anak dari keluarga
broken home memiliki sifat dan sikap yang menyimpang. Namun
kenyataannya tidak demikian, karena kenyataannya banyak juga anak yang
berasal dari keluarga broken home yang mampu menjadi seseorang yang
berhasil yang didasari dengan sikap kemandiriannya. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh FS sebagai berikut:
“saya mau membuktikan kepada ayah saya jika tanpa kasih sayang
dan dukungan dari beliaupun saya mampu menjadi anak yang berprestasi
dan mandiri”
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pada bab sebelumnya, dan juga
darihasil analisis yang telah dilakukan. Maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Bahwa kondisi keluarga broken home dari siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga memiliki kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya
terdapat keluarga yang tidak harmonis, Keluarga yang mendua, keluarga
yang kacau, keluarga yang bercerai, Hal ini dibuktikan dari wawancara
dengan siswa broken home.
2. Budi pekerti siswa broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
dikategorikan dalam 2 bentuk, yaitu budi pekerti baik dan budi pekerti
tidak baik.
3. Bahwa implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga memberikan dampak negatif dan positif.
Diantaranya membuat anak menjadi tidak menurut dengan orang tuanya,
menjadi tidak percaya diri dan takut untuk keluar, membuat anak tidak
mau lagi melaksanakan kebiasaan yang dilakukan sebelum broken home,
membuat anakmenjadi kekurangan kasih sayang, membuat anak mudah
mendapatkan pengaruh buruk lingkungan, membuat anak menjadi mandiri.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keluarga yang broken home
dapat memberikan dampak negatif dan positif terhadap budi pekerti siswa
SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
85
B. Saran-Saran
Dengan beberapa kesimpulan yang diperoleh dari analisis data, maka dapat
diajukan beberapa harapan dan saran-saran sebagai berikut :
1. Kepada Orangtua
Dengan makin maraknya pelanggaran atau kemungkaran terhadap nilai
moral oleh manusia dewasa ini, hal tersebut dapat dipandang sebagai
perwujudan dan rendahnya disiplin diri serta retaknya moral manusia.
Pemain utamanya adalah situasi dan kondisi keluarga yang berantakan
(brokenhome). Disiplin diri dan moral merupakan aspek utama dan esensial
pada pendidikan dalam keluarga yang diemban oleh orang tua.
a. Karena segala tingkah laku perbuatan orang tua (keluarga) akan selalu ditiru
oleh anak, maka sebagai orang tua berbuatlah dengan dasar untuk mendidik
anak.
b. Sebagai orang tua harus memperhatikan kebutuhan anak dan kebutuhan
seluruh anggota keluarga baik kebutuhan lahir maupun kebutuhan batin.
2. Kepada Murid atau Siswa
Sebagai siswa harus selalu patuh dan taat, baaik kepada orang tua
maupun kepada gurunya serta selalu menghormati dan berbuat baik antar
sesama siswa.
86
C. Penutup
Akhirnya dengan mengucapkan syukur alhamdulillah, skripsi yang
sederhana ini dapat terselesaikan, meskipun masih jauh dari yang diharapkan.
Karena hanya sebatas inilah kemampuan penulis, sehingga hasilnya seperti
yang ada sekarang ini.
Dengan demikian apabila terdapat kekhilafan dan kekurangan disebabkan
keterbatasan penulis. Untuk itu saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan dan dihargai demi kebaikan dan langkah selanjutnya.
Dan kepada semua pihak penulis memohon maaf dan terima kasih serta
tak lupa mohon petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan
khususnya bagi penulis dan lebih-lebih bisa meningkatkan mutu pendidikan di
SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga. Aamiin
87
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Abu, 1985. Pengantar Sosiologi, Solo: Ramadhani
Al-Qur‟an, Surat An-Nisa‟ Ayat 59, 1989. Yayasan Penyelenggara Penerjemah
Penafsiran Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Departemen Agama
Al-Qur‟an, Surat Al-Baqarah Ayat 233, Yayasan Penyelenggara Penerjemah
Penafsiran Al-Qur‟an, 1989. Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Departemen
Agama
Ali, Mohammad, 1993. Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa
Arikunto, Suharsini, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan keluarga dalam perspektif islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Ayuningtyas, Sekar. 2016. Manajemen Permasalahan Rumah Tangga.
Yogyakarta: Laksana
Basri, Hasan, 2004. Remaja Berkualitas: Problematika Remaja dan Solusinya,
Yogyakarta: Mitra Pustaka
Daradjat, Zakiah, 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
Jakarta:Ruhama
Dzamarah, Syaiful Bahri, M.Ag. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak
Dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: PT Asdi
Mahastya
Dagun, Save M, 2013. Psikologi Keluarga: Peranan Ayah Dalam Keluarga.
Jakarta: Rineka Cipta
John M. Echols & Hasan Shadily, 1996. Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
J. Moleong, Lexy, 2009. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter:Membangun Karakter Anak Sejak
Dari Rumah. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani
Nawawi, Hadari. 1991. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas
Notosoedirjo, Moeljono, 2001. Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan,
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
88
Qodir Djaelani, Abdul, 1995. Keluarga Sakinah, Surabaya: Bina Ilmu
Shochib, M, 1998. Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri, Jakarta: Rineka Cipta
Sukardi, 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya,
Jakarta: Bumi Aksara
Shafiyarrahman, Abu Hadian, 2003. Hak-Hak Anak dalam Syari‟at Islam,
Yogyakarta: al-Manar
Takariawan, Cahyadi, 1997. Pernik-Pernik Rumah Tangga Islami Tatanan dan
Peranannya dalam Masyarakat, Solo: Intermedia
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka
WJS. Poerwadarminta, 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
89
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama Lengkap : Tamara Islami Diani Rakasiwi
NIM : 111-13-057
Tempat, Tanggal Lahir : Nanga pinoh, 30 April 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat sekarang : Desa Nogosari kel. Bugel Kec. Sidorejo
Kota Salatiga
B. Orang Tua
Ayah : Kasim R.
Ibu : Marliyah
Pekerjaan : Petani
C. Riwayat Pendidikan
No Instansi Pendidikan Masuk Lulus
1. MI Ma‟arif 01 Nanga Pinoh 2001 2007
2. MTS N 01 Nanga Pinoh 2007 2010
3. MA Darul Huda Ponorogo 2010 2013
4. SI IAIN Salatiga 2013 2017
90
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Siswa dari keluarga broken home
Judul Penelitian : Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi
Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Tahun Pelajaran 2016/2017
1. Apakah anda mengetahui bagaimana kondisi keluarga saat ini? Mohon
jelaskan
2. Apakah orang tua anda bercerita tentang segala kondisi dalam keluarga?
Mohon jelaskan
3. Bagaimana sikap anda dalam menanggapi segala kondisi yang terjadi
sekarang?
4. Seperti apakah keadaan keharmonisan dalam keluarga anda saat ini?
Antara ayah ibu dan anda. Jelaskan?
5. Benarkah keluarga anda tergolong keluarga broken home? Mohon
jelaskan?
6. Jika anda dalam kondisi keluarga broken home, pada siapakah hak asuh
yang anda tempati sekarang?
7. Bagaimanakah pola asuh yang diberikan pada anda di tempat anda
sekarang?
8. Apakah kedua orang tua tetap memberikan perhatian dan pendidikan budi
pekerti terhadap anda?
9. Bagaimana cara orang tua anda dalam memberikan curahan perhatian?
10. Dampak apa saja yang anda rasakan hidup di dalam keluarga broken
home?
11. Motivasi apa yang anda jadikan pegangan untuk tetap berprestasi walau
hidup dalam kondisi keluarga broken home?
12. Bagaimana sikap anda dalam bergaul dengan teman- teman di sekolah?
13. Bagaimana sikap anda terhadap guru dan karyawan di sekolah?
14. Bagaimana sikap anda dalam bergaul dilingkungan masyarakat tempat
anda tinggal?
15. Pengaruh apa saja yang anda rasakan pada sebelum dan ketika pada
sesudah terjadi broken home dalam keluarga?
91
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Guru dari siswa broken home
Judul Penelitian : Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi
Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Tahun Pelajaran 2016/2017
1. Bagaimanakah kondisi dan budi pekerti siswa anda yang mengalami broken
home dalam mengikuti pembelajaran di sekolah?
2. Pendidikan budi pekerti dan karakter bagaimanakah yang anda berikan dalam
mendiidk anak broken home?
3. Kendala apa saja yang anda hadapi dalam memberikan pendidikan budi
pekerti terhadap siswa broken home?
4. Strategi dan metode khusus apa saja yang anda terapkan dalam memberikan
pendidikan budi pekerti terhadap anak yang mengalami broken home?
92
FOTO-FOTO
1. Wawancara dengan FS
2. Wawancara dengan LS
93
3. Wawancara dengan RM
4. Wawancara dengan EK
94
5. Wawancara dengan guru PAI
6. Wawancara dengan kepala sekolah
7. Wawancara dengan kesiswaan
95
Judul Skripsi : IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP
BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN
TINGKIR SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Abstrak : Tamara Islami Diani Rakasiwi. 2017.Implikasi Keluarga
Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas
Arum M.Pd.
Kata Kunci : Budi pekerti, keluarga broken home.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui dampak broken home
terhadap budi pekerti siswa. Pertanyaan yang ingin di jawab melalui penelitian ini
adalah (1) Bagaimana kondisi keluarga siswa broken home SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017? (2) Bagaimana budi pekerti siswa
dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun
Pelajaran 2016/2017? (3) Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap
budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran
2016/2017?. Dengan demikian, tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswaSMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. mengetahui budi pekerti
siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun
pelajaran 2016/2017. mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi
pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dan penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi
sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1)kondisi keluarga broken home dari
siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga memiliki kondisi berbeda.
Diantaranya terdapat keluarga yang tidak harmonis, Keluarga yang mendua,
keluarga kacau, keluarga yang bercerai. (2)Sedang budi pekerti siswa broken
home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga dikategorikan dalam 2 bentuk, yaitu
budi pekerti baik dan budi pekerti tidak baik. (3) Dan implikasi keluarga broken
home terhadap budi pekerti siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
memberikan dampak negatif dan positif. Diantaranya membuat anak menjadi
tidak menurut dengan orang tuanya, menjadi tidak percaya diri dan takut untuk
keluar, membuat anak tidak mau lagi melaksanakan kebiasaan yang dilakukan
sebelum broken home, membuat anak menjadi kekurangan kasih sayang,
membuat anak mudah mendapatkan pengaruh buruk lingkungan, membuat anak
menjadi mandiri.
96
Pengarang : a. Nama : Tamara Islami Diani Rakasiwi
b. E-mail : [email protected]
Pembimbing : a. Nama : Imam Mas Arum M.Pd
b. E-mail : [email protected]
Fakultas : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jurusan : PAI
Jumlah hlm : 95