implementasi reformasi birokrasi bidang sumber daya

155
IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) DI KOTA TANGERANG SELATAN (TANGSEL) Oleh: Haniah Hanafie FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: trinhkhuong

Post on 12-Jan-2017

235 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

DI KOTA TANGERANG SELATAN (TANGSEL)

Oleh:

Haniah Hanafie

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Page 2: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA
Page 3: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA
Page 4: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

DAFTAR ISI

Hal

Judul

Surat Tugas (Surat Keterangan)

Daftar Isi…………………………………………………………………………………i

Daftar Tabel……………………………………………………………………………..iv

Daftar Gambar………………………………………………………………………….vi

Abstrak..................................................................................................................vii

BAB I : PENDAHULUAN………..……………………………………………….…1

A. Latar Belakang Masalah……….………………………………………..........1

B. Perumusan Masalah ………….. ….…………………………………………..8

C. Tujuan Penelitian.………………………………………………………...........8

D. Manfaat Penelitian ………………….……….………………………………...8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA…..………………………………………..…….….10

A. Penelitian Terdahulu…………………………………………..……..……….10

B. Reformasi Administrasi …………………………..i………………..……….14

C. Reformasi Birokrasi …………………………..…………………………….28

D. Kontrol Politik Atas Birokrasi………………………………………….…….42

E. Politik Birokrasi………………………………………………………………...43

F. Reformasi SDM ……… …..…………………….……………..…………......47

G. Kerangka Pemikiran ………………………………………………………….58

I

Page 5: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN……………………………………………59

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian……………………………….59

B. Fokus Penelitian………………….……………………………………..…….60

C. Lokasi Penelitian………………………………………………………………60

D. Sumber Data………………………...………………………………………...61

E. Prosedur Pengumpulan Data………………………………………………..61

F. Analisis Data ………………………………………………………………….62

BAB IV : GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN……………63

A. Sejarah Kota Tangerang Selatan……………….………………………......63

B. Keadaan Geografis……………………………………………………..…….64

C. Pemerintah Daerah……………………………………………………………66

D. Peremkonomian……………………………………………………………….69

E. Politik……………………………………………………………………………70

BAB V : REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM KOTA TANGSEL……….72

A. Pengangkatan dan Penempatan ……………………….…………………..73

B. Pelatihan ………………………. ……………………………………………..97

C. Penggajian …………………………………………………………………..102

D. Kondisi Kerja ……………………………………………………………….. 108

E. Kinerja ……………………………………………………………………….111

ii

Page 6: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

BAB VI : ANALISIS…………………………………………………………………117

A. Pengangkatan dan Penempatan ……………………….…………………117

B. Pelatihan ………………………. ……………………………………………124

C. Penggajian …………………………………………………………………..126

D. Kondisi Kerja ……………………………………………………………….. 129

E. Kinerja ……………………………………………………………………….130

F. Kunci Reformasi……………………………………………………………..131

G. Langkah-Langkah Implementasi Reformasi Birokrasi Bidang SDM….132

H. Model Rekomendasi……………………………………………………….133

BAB VII : PENUTUP…………………………………………………………….…..134

A. Kesimpulan…………………………………………………………………...134

B. Rekomendasi……………...…………………………………………………135

Daftar Pustaka……………………………………………………………….……….136

Page 7: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. : Penempatan Pegawai Yang Tidak Sesuai …………………….6 Kompetensi Lulusan

Tabel 1.2. : Jumlah PNS di Kelurahan-Kelurahan …………………………..7

Kecamatan Ciputat.

Tabel 2.1. : Tingkat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi……………………26

Tabel 2.3 : Karakteristik Weberian, NPM, Neo Weberianism …………….33 dan Pemerintah Umum

Tabel 2.4. : Area Perubahan dan Hasil yang Diharapkan ………………………..42

Tabel 4.1. : Jumlah Kecamatan dan Kelurahan ……………………………65 Kota Tangerang Selatan

Tabel 4.2. : Jumlah Organisasi Perangkat Daerah Pemda ………………..67 Kota Tangerang Selatan

Tabel 4.3. : Jumlah Kecamatan dan Kelurahan Pemda Kota……………..68 Kota Tangsel

Tabel 4.4. : Jumlah Kontribusi Bidang Usaha Di Kota Tangsel……….…..69

Tabel 4.5. : Jumlah Anggota DPRD Dari Setiap Fraksi Kota ……………..71 Tangsel

Tabel 4.6. : Jumlah Komisi DPRD Kota Tangsel……………………………71

Tabel 5.1. : Asal Daerah Pegawai Pindahan ke Pemda Kota Tangsel …..77

Tabel 5. 2. : Jumlah Kekurangan PNS di Beberapa SKPD………………..81

Tabel 5.3. : Jumlah PNS Pemda Kota Tangsel……………………………..82 yang Tidak Sesuai Kompetensi

Tabel 5.4. : Kompetensi Pegawai DPPKAD ……………. ………….………85

Tabel 5.5. : Jumlah PNS di Kelurahan………………………………...……..89

Page 8: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

iv

Tabel 5.6. : Jumlah TKS di Beberapa SKPD…………………………………93 Tabel 5.7. : Jumlah PNS dan TKS di Beberapa SKPD …………………….94

Pemda Kota Tangsel

Tabel 5.8. : Jumlah dan Jenis Pelatihan yang Dilaksanakan BKPP……….99 Tabel 5.9. : Daftar Gaji Pokok PNS…………………………………………..103

Tabel 5.10. : Daftar TP PNS Diterima Aparatur Pemda Kota Tangsel……..103

Tabel 5.11. : Daftar Honor Kegiatan Aparatur Birokrasi Pemda……..……..104 Kota Tangsel

Tabel 5.12. : Struktur Penggajian Aparatur Pemerintah……………………..105 Pemerintah Dearah Kota Tangerang Selatan

Tabel 5.13. : Honor yang Diterima Tenaga Honor……………………………106

Di Kelurahan Rawa Buntu Per Bulan

Tabel 5.14. : Struktur Penggajian yang diterima TKS ……………………….107 Pemda Kota Tangsel

-oo00oo-

v

Page 9: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 : Peta Geografis Kota Tangerang Selatan………………………66

-o0o-

vi

Page 10: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis masalah pelaksanaan reformasi birokrasi bidang SDM yang telah dilakukan di Kota Tangsel. Teori yang digunakan adalah reformasi birokrasi, kontrol politik atas birokrasi, politik birokrasi dan reformasi SDM. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Wawancara, dokumentasi dan observasi dilakukan dalam teknik pengumpulan data. Teknik analisa data secara deskriptif dengan menggunakan tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh MC Nabb. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengangkatan dan penempatan pegawai, baik pindahan maupun tetap, baik PNS maupun non PNS, tidak berdasarkan kompetensi dan sarat dengan KKN. Merit system belum digunakan sebagai dasar rekrutmen. Pelatihan dilaksanakan tidak didasarkan pada kompetensi untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja pegawai. Sedangkan penggajian telah mengikuti sistem yang diatur oleh pemerintah, demikian pula penambahan insentifnya yang relatif besar, tetapi belum diikuti dengan perubahan kinerja. Kondisi kerja sangat tidak kondusif dan tidak efektif, karena berpencar ke beberapa lokasi dan ukuran ruangannya sangat kecil, sehingga pemberian pelayanan tidak efektif. Kata Kunci: Reformasi birokrasi, Sumber daya manusia

vii

Page 11: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Refomasi Birokrasi telah dicanangkan pemerintah pada tahun 2010

dalam Grand Desain Reformasi Birokrasi Indonesia (GDRB, 2010) dengan

mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2010. Tujuannya

agar seluruh Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah memiliki

komitmen dan kekuatan untuk memulai proses pelaksanaan reformasi

birokrasi, sehingga tahun 2025, birokrasi pemerintahan yang profesional

dan berintegritas tinggi dapat diwujudkan (GDRB, 2010).

Reformasi birokrasi merupakan suatu perubahan besar (GDRB,

2010) atau perubahan radikal dalam tata cara pelaksanaan urusan

masyarakat sebagai tuntutan pada saat reformasi administrasi ditiupkan

tahun 1980 an (Caiden, 1991: 1).

Perubahan besar/radikal (Reformasi Birokrasi) harus dilakukan oleh

seluruh Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah, karena reformasi

politik tahun 1998 yang dikenal sebagai reformasi gelombang pertama

(GDRB, 2010: 1), belum membawa perubahan di bidang birokrasi. Dan

pada tahun 2004, pemerintah menegaskan kembali pentingnya prinsip-

prinsip clean government dan good governance dalam rangka pemberian

pelayanan prima kepada masyarakat. Untuk itu, program utama yang

dilakukan pemerintah adalah membangun aparatur negara melalui

penerapan reformasi birokrasi (GDRB, 2010: 1).

Page 12: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

2

UU No 22 tahun 1999 yang direvisi menjadi No 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, telah mewujudkan otonomi daerah sebagai

wujud desentralisasi untuk mendekatkan pelayanan pemerintah daerah ke

tengah masyarakat, tetapi ternyata pelayanan dan kinerja pemerintah

daerah belum menunjukkan hasil optimal. Penyimpangan-penyimpangan di

daerah masih terlihat, sehingga terdapat 138 Bupati/Walikota dan 17

Gubernur terjerat korupsi dan menjadi tersangka (Kompas.com, 2011).

Korupsi adalah salah satu penyakit birokrasi yang dikenal dengan

istilah bureaupathology yang menjangkiti birokrasi di Indonesia seperti

bersifat kaku, hierarkis, berbelit-belit, korupsi kolusi nepotisme (KKN), tidak

efisien & efektif dan biaya mahal (high cost) (Istianto, 2011: 143).

Penyakit birokrasi tersebut diperkuat dengan adanya hasil survei

tahun 2010, yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara

paling korup dari 16 negara Asia Pasifik

(http://nusantaranews.wordpress.com). Demikian pula tahun 2011, PERC

masih menempatkan Indonesia di peringkat pertama sebagai negara

terkorup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi, dengan

skor korupsi Indonesia 9,27. Sedangkan berdasarkan laporan Lembaga

Transparansi International (Kompas.Com, 28 Juni 2012 ), Indeks Persepsi

Korupsi/IPK (Corruption Perception Index/CPI) Indonesia masih rendah

(3.0), karena Indonesia masih berada di peringkat ke-100 bersama 11

negara lainnya dan pada tahun 2011, IPK Indonesia masih tetap di

peringkat ke 100 (Kompas, Com, 10 Desember 2012).

Selain itu, pemerintah daerah, khususnya tiga provinsi terjerat

korupsi dan telah memasuki tahap penyidikan, yaitu Provinsi Jawa

Page 13: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

3

Timur (119 kasus), Papua (114 kasus) dan Jawa Tengah (79 kasus).

Sedangkan tahapan penuntutan banyak terjadi di Kajati Jawa Timur (91

kasus), Sumut (51 kasus) dan Sulut (50 kasus). Dengan demikian, Budaya

korupsi belum dapat dihilangkan, karena politik di Indonesia telah terjadi

politik kartel (Ulumul Qur’an, Vol. 1, April, 2012), sebagaimana yang terlihat

pada kasus Nazarudin (kompas.com 13 September 2011), mantan

bendahara partai politik Golkar yang melibatkan kantor Kemenpora,

Kemenkeu, anggota legislator serta elit partai politik.

Lembaga-lembaga politik seperti Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) dan lembaga-lembaga politik lainnya telah dibentuk, tetapi sistem

administrasi pemerintahan Indonesia belum mampu menciptakan clean

government dan good governance. Akuntabilitas pengelolaan keuangan

negara, kualitasnya masih perlu pembenahan termasuk dalam penyajian

laporan keuangan yang belum sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintah (SAP). Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan

keuangan K/L dan Pemda masih banyak yang perlu ditingkatkan menuju ke

opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) (GDRB 2010-2025, 2010).

Kondisi sistem administrasi Indonesia yang masih belum membaik,

merupakan andil birokrasi pemerintahan yang korup, tidak efisien dan tidak

efektif.

Pada awalnya, Birokrasi dipandang sebagai suatu organisasi yang

berskala besar dan memiliki cakupan yang luas, sangat dibutuhkan negara

untuk menjalankan tugas-tugas yang begitu komplek, sebagaimana

dikatakan Dwiyanto (2011: 22) bahwa Birokrasi publik dikembangkan untuk

menanggapi perluasan dan kompleksitas tugas-tugas administratif.

Page 14: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

4

Kemampuan Birokrasi untuk menangani tugas-tugas tersebut dikarenakan

birokrasi memiliki karakter yang diperlukan sebagaimana yang

dikemukakan Weber dalam Harmon dan Mayer (1986) (drtomoconnor.com)

yaitu antara lain :

a) Division of labor -- the principle of fixed delegation of authority and responsibility inside the organization.

b) Structure based on hierarchy -- a pyramid of control like in the military where higher-level officials supervise lower-level officials inside the organization.

c) Administration based upon information -- about employees, processes, records, reports, data, etc.

d) Employment which presupposes expert training -- all employees hired by the organization must demonstrate their Qualifications for the job through education, training, or experience.

e) Employees are full-time career workers -- this fosters increased organizational control over employees.

f) Operation of the organization is based upon rigid and impersonal

rules of behavior.

Karakter-karakter birokrasi Weber di atas, sangat diperlukan dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini untuk memperlancar

pelayanan di sektor publik, meskipun di satu sisi birokrasi dianggap sebagai

penghambat, karena hierarkis, tidak efisien, tidak fleksibel dan tidak efektif

serta tidak otonom. Untuk itulah pada abad 19 birokratisasi dalam

pelayanan publik menjadi tujuan reformasi administrasi (Kyarimpa, 2009:

39).

Kini Indonesia telah memasuki Era Globalisasi. Oleh karena itu,

sistem administrasi Indonesia, dituntut untuk mempersiapkan diri,

membenahi sistem administrasi pemerintahan, baik di pusat maupun di

daerah. Kesiapan sistem administrasi ini, agar Indonesia dapat bersaing

Page 15: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

5

dengan negara-negara lain. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebagai

ujung tombak harus mampu “membentengi diri” di berbagai bidang dan

salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kapasitas

aparatur pemerintahnya (Sumber Daya Manusia) dengan cara melakukan

reformasi birokrasi.

Salah satu area perubahan reformasi birokrasi adalah sumber daya

manusia aparatur. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah sumber daya

organisasi yang paling berharga sebagaimana dikatakan Turner dan Hulme

(1997: 116): organization’s most valuable resources are its staff. Staf di sini

adalah sumber daya manusia yang sangat diperlukan dalam suatu

organisasi. Sebuah organisasi tanpa staf, maka organisasi tidak akan

berjalan, karena staflah yang melakukan tugas, koordinasi dan mengatur

input menjadi ouput. Untuk itu, pengembangan dan manajemen SDM

mendapat perhatian besar dalam reformasi dalam rangka mencapai tujuan

efisiensi dan efektivitas birokrasi pemerintahan.

Selain itu, pengembangan SDM dipersiapkan organisasi

menghadapi tantangan ke depan (Malthis dan Jackson, 2001:13), karena

Malaysia dan Singapore telah sukses, menjadikan SDM sebagai pilar kunci

reformasi.

Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dipilih sebagai lokasi penelitian,

karena merupakan salah satu kota yang baru dibentuk dari hasil

pemekaran pada tahun 2008.

Selain itu, masalah aparatur pemerintah (SDM) Kota Tangsel

mengindikasikan beberapa permasalahan antara lain : Pertama, jumlah

Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang melebihi kebutuhan. Hal ini terlihat di

Page 16: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

6

Kantor Sekretariat Negara terdapat 265 orang TKS, sedangkan PNS hanya

berjumlah 116 orang, berarti terdapat kelebihan 149 orang. Selain itu,

belum didayagunakan secara optimal, karena banyak TKS yang

menganggur tidak ada pekerjaan/tugas dengan alasan TKS belum menjadi

PNS (hasil wawancara, tanggal 28 Juni 2012).

Kedua, Pendayagunaan pegawai belum optimal, tampak pada

penempatan PNS yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Di kantor

Sekretariat Daerah, yaitu seorang PNS dengan kompetensi lulusan S1

Pertanian ditempatkan sebagai Kasub Organisasi, lulusan S2 Otonomi

Daerah didudukkan sebagai Kasub Humas dan lulusan S1 Hubungan

Internasional ditempatkan di bagian pembuatan KTP di Kecamatan. Tabel

berikut ini memuat beberapa contoh penempatan pegawai yang tidak

sesuai dengan kompetensinya:

Tabel 1.1.

Penempatan Pegawai Yang Tidak Sesuai Kompetensi Lulusan

No Kompetensi Lulusan

Strata Penempatan Sebagai

1 Pertanian S1 Kasub. Organisasi di Sekda

2 Otonomi Daerah

S2 Kasub. Humas di Sekda

3 Ilmu Politik S1 Kasi Pengolahan dan Pengembangan Bahan di Kantor Perpustakaan Daerah

4 Ilmu Pemerintahan

S1 Kasi Pelayanan dan Informasi di Kantor Perpustakaan

5 Ilmu Pendidikan S2 Kabid Pengkajian dan Bina Hukum di Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)

6 Ilmu Menejemen

S2 Kasubid Informasi Lingkungan di BLHD

7 Ilmu Hubungan Internasional

S1 Staf Bagian Pembuatan KTP di Kecamatan Pamulang

Sumber : Data dikelola dari hasil wawancara. Belum ditemukan dokumen kearsipan Pegawai yang disusun berdasarkan jenis pendidikan.

Page 17: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

7

Ketiga, Ketidakdisiplinan terlihat pada TKS, dengan adanya

kehadiran yang tidak tepat waktu dan perangkapan kerja di luar kantor

Pemerintahan Kota Tangsel TKS (hasil wawancara, tanggal 28 Juni 2012).

Keempat, Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) sangat kental

terlihat pada rekruitmen PNS dan TKS di Pemerintahan Kota Tangsel,

karena banyak dipengaruhi atau ditentukan oleh para politisi dari partai-

partai politik (anggota DPRD Kota Tengerang Selatan) dan Tim Sukses

Pemilihan Kepala Daerah.

Persoalan SDM di Pemda Kota Tangsel lainnya, berada di tingkat

Kelurahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangsel No. 06 Tahun

2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan,

Kelurahan merupakan salah satu organisasi perangkat daerah, tetapi

jumlah PNS di setiap Kelurahan belum mendapat porsi yang semestinya.

Di setiap Kelurahan hanya memiliki satu orang PNS dan paling banyak dua

orang. Di Kelurahan Pondok Benda Kecamatan Pamulang, justru semua

pegawainya tidak berstatus PNS dari 24 orang pegawai. Tabel berikut ini

memberikan data jumlah PNS di Kelurahan-kelurahan yang berada dalam

Kecamatan Ciputat.

Tabel 1.2.

Jumlah PNS di Kelurahan-Kelurahan Kecamatan Ciputat

NO Kelurahan Jumlah PNS Yang Menjadi PNS

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Ciputat Cipayung Serua Serua Indah Sawah Sawah Baru Jombang

2 1 2 1 1 2 1

Lurah dan Seklur Sekretaris Lurah

Lurah dan Seklur Sekretaris Lurah Sekretaris Lurah

Lurah dan Seklur Sekretaris Lurah

Sumber : Hasil wawancara dengan Camat Ciputat, 18 Oktober 2012.

Page 18: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

8

Data di atas menggambarkan bahwa status kepegawaian di tingkat

Kelurahan Pemerintahan Daerah Kota Tangsel perlu mendapat perhatian

serius, karena hal ini menyangkut tingkat kesejahteraan pegawai yang

berdampak pada pelayanan dan efektifitas pemerintahan daerah.

Selain masalah SDM, kondisi kerja Pemerintahan Kota Tangsel

belum efisien, karena lokasi kantor-kantor dinas dan badan-badan masih

terpisah-pisah tidak menyatu dalam satu lokasi, sehingga menyulitkan

masyarakat dan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas pelayanan

pemerintah.

Dari uraian di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih mendalam

tentang implementasi reformasi birokrasi bidang SDM di Kota Tangsel.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini

adalah: Bagaimanakah implementasi reformasi birokrasi bidang SDM di

Kota Tangsel ?

C. Tujuan Penelitian

Dengan melihat rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan

penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis masalah pelaksanaan

reformasi birokrasi bidang SDM yang telah dilakukan di Kota Tangsel.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran (deskripsi) secara jelas tentang pelaksanaan reformasi birokrasi

bidang SDM di Kota Tangsel, sehingga dapat memberikan sebuah model

yang tepat bagi reformasi birokrasi pemerintahan di Kota Tangsel dan

diharapkan dapat memberikan kotribusi bagi pemerintah untuk

Page 19: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

9

pengembangan kebijakan strategi reformasi birokrasi pemerintahan di

daerah.

Sedangkan manfaat akademis dalam penelitian ini, diharapkan

dapat mengembangkan teori Ilmu Administrasi, khususnya kajian tentang

reformasi birokrasi di pemerintahan daerah.

-o00o-

Page 20: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Untuk memahami penelitian tentang Implementasi Reformasi

Birokrasi Bidang SDM di Kota Tangsel, kajian pustaka dalam penelitian ini

meliputi: a). Teori Reformasi Administrasi dan Birokrasi yang meliputi Teori

Reformasi Administrasi dan Reformasi Birokrasi. Di dalam Reformasi

Administrasi akan dijelaskan tentang Perkembangan Administrasi dan

Konsep Refomasi Administrasi. Sedangkan Reformasi Birokrasi akan

dibahas tentang Konsep Birokrasi, Reformasi Birokrasi, Teori Kontrol Politik

atas Birokrasi dan Teori Politik Birokrasi serta konseptualisasi tentang SDM.

Namun sebelum penjelasan tentang teori, akan dijelaskan tentang penelitian

terdahulu dan di bagian akhir digambarkan alur pikir.

A. Penelitian Terdahulu

Berikut ini terdapat sepuluh hasil penelitian terdahulu yang dapat

dikemukakan secara ringkas sebagai berikut :

1. Myung-Jae Moon and Patricia Ingraham dalam Shaping Administrative

Reform and Governance An Examination of the Political Nexus Triads

(PNT) in Three Asian Countries, tahun 1998. Jae Moon dan Ingraham

Penelitain melihat model PNT di beberapa negara Asia seperti Cina,

Korea dan Jepang, yaitu struktur yang dibentuk oleh proses politisasi di

mana politikus, birokrat, dan warga negara berkomunikasi satu sama lain,

berusaha untuk melindungi dan meningkatkan daya politik dan

administrasi. Hasilnya, di Negara Cina ditemui Model PNT nya adalah

penurunan pengaruh partai dan peningkatan otonomi birokrasi yang

profesional dan perluasan sektor swasta. Penelitian ini memberikan

Page 21: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

11

wawasan bahwa dalam membangun suatu struktur, tidak dapat

diserahkan kepada pihak pemerintah, tetapi perlu mendapat dukungan,

baik dari masyarakat maupun birokrasi itu sendiri. Dengan demikian,

menunjukkan bahwa peran birokrasi amatlah diperlukan.

2. Martin Painter secara kualitatif mendeskripsikan dalam The Politics of

Administrative Reform in East and Southeast Asia: From Gridlock to

Continuous Self-Improvement ? pada tahun 2004. Painter ingin

membandingkan pola dan hasil dari reformasi administrasi di empat

negara: Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Thailand dengan

menggolongkan kepada dua kategori (konsep), yaitu: (a) sistem birokrasi

otonom dan (b) sistem birokrasi instrumental. Sistem birokrasi otonom

menunjukkan birokrasi berperan, jika dibandingkan dengan eksekutif,

baik dalam perumusan kebijakan maupun implementasinya. Sedangkan

sistem birokrasi instrumental menunjukkan bahwa birokrasi tetap sebagai

jabatan karir untuk melayani masyarakat dan setia kepada

penguasa/eksekutif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sistem

birokrasi terkait dengan reformasi administrasi di Malaysia dan

Singapura, termasuk sebagai birokrasi instrumental, karena ditunjukkan

oleh kemampuan pihak politik eksekutifnya menguasai proses

administrasi, termasuk di dalamnya birokrasi. Selain itu, kedua negara

menunjukkan perbaikan di bidang administrasi secara terus menerus

yang dilakukan oleh birokrasi. Sedangkan status birokrasi di Thailand dan

Taiwan berada dalam masa transisi, karena di Taiwan eksekutif dengan

birokrasi masih belum menyatu sebagaimana di Singapura dengan

Malaysia. Demikian pula Thailand yang silih berganti penguasa antara

Page 22: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

12

sipil dengan militer, sehingga kekuatan kontrol terhadap birokrasi lemah.

Metode yang digunakan adalah membandingkan studi kasus dengan

menerapkan pengujian model.

Penelitian Martin Painter memberikan informasi, bahwa dalam

melaksanakan reformasi administrasi, termasuk reformasi birokrasi tidak

selalu mencapai hasil yang memuaskan dan membutuhkan proses.

Selain itu, kontrol politik eksekutif terhadap birokrasi harus kuat,

sehingga birokrasi tidak dominan.

3. Public Administration Reforms in Transition Countries: Albania and

Romania Between the Weberian Model and the New Public Management

yang ditulis oleh Cepiku dan Mititelu dalam Transylvanian Review of

Administrative Sciences, No. 30 E tahun 2010. Menurut Cepiku dan

Mititelu, reformasi juga telah dilakukan oleh Negara-negara Transisi

seperti Albania dan Rumania, untuk menghadang strategi desentralisasi,

karena di kedua negara tersebut masih terdapat beberapa hal di

antaranya: (a) lemahnya kapasitas administrasi baik di tingkat lokal

maupun pusat, (b) fragmentasi tinggi, masih tidak dapat mendefinisikan

peran daerah-daerah, (c) koordinasi lemah dalam pelaksanaan

desentralisasi, (d) tidak adanya standar layanan yang jelas dan (e) kriteria

pengukuran kinerja dalam pelayanan daerah.

Penelitian ini justru sangat mendukung penelitian yang akan

peneliti lakukan di Pemda Tangsel, agar kapasitas pemerintahan daerah

dapat ditingkatkan dengan menunjukkan kinerja yang baik.

4. Selain Albania dan Rumania, Perancis juga telah melakukan reformasi

administrasi di bidang SDM, pelayanan dan akuntabilitas. Faktor

Page 23: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

13

pendukung reformasi administrasi di Perancis adalah efek Eropanisasi

dan desentralisasi. Seiring dengan itu, tumbuhnya pengaruh prinsip-

prinsip dan praktek NPM juga memberi pengaruh yang besar bagi

reformasi administrasi di Perancis. Hal ini terdapat dalam tulisan Alistair

Cole dan Glyn Jones yang berjudul Reshaping the State: Administrative

Reform and New Public Management in France dalam Governance: An

International Journal of Publicy, Administration and Institutions, Vol. 18

No. 4, Oktober Tahun 2005.

Informasi Cole dan Jones sangat inspiratif bahwa reformasi

administrasi juga diikuti oleh perubahan manajemen yang dikenal dengan

istilah New Public Management (NPM).

5. Peter J May dan Soran C. Winter melakukan penelitian yang berjudul

Politician, Managers and Street-Level Bureaucrats: Influences on Policy

Implementation pada tahun 2007. Penelitian ini dilakukan di Denmark

untuk melihat pelaksanaan reformasi kebijakan di bidang

ketenagakerjaan dan ternyata ditemukan bahwa Birokrasi Tingkat Bawah

(Street Level Bureaucrat) bervariatif dalam menentukan kebijakan,

Birokrasi Tingkat bawah ikut mempengaruhi pengambilan keputusan

politik, Sebagian besar birokrat tingkat bawah pada umumnya

melaksanakan tujuan reformasi dan yang terakhir menunjukkan bahwa

Para pekerja Denmark mendukung reformasi kebijakan pemerintah

pusat.

Suatu masukan yang baik bahwa birokrasi di tingkat bawah

memiliki andil besar dalam kesuksesan penyelenggaraan suatu

pemerintahan. Untuk itu, keberhasilan reformasi birokrasi di Pemda,

Page 24: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

14

harus didukung sepenuhnya oleh birokrasi, termasuk birokrasi di tingkat

bawah.

B. Reformasi Administrasi

Dalam kajian tentang Reformasi Administrasi dan Birokrasi berikut ini

diuraikan tentang Konsep Reformasi Administrasi yang meliputi: konsep

reformasi administrasi, tujuan, fokus, bentuk dan strategi reformasi

administrasi.

Konsepsi Reformasi Administrasi

Di dalam konsepsi reformasi administrasi akan dijelaskan tentang

konsep reformasi administrasi, tujuan, fokus, bentuk dan strategi reformasi

administrasi.

1. Konsep Reformasi Administrasi

Reformasi administrasi adalah sebagai proses perubahan dalam

prosedur dan hubungannya di dalam administrasi pemerintahan (Peter, 1994

dalam Farazmand, 2002: 126). Definisi yang dikemukakan Farazmand tidak

detail, bersifat universal. Sedangkan Zauhar dan Pollit dan Bouckaert

menggunakan kata perubahan dalam reformasi administrasi, tetapi Zauhar

lebih detail dengan menambahkan perubahan ke arah struktur, lembaga dan

perilaku, sebagaimana yang dikutip berikut ini: reformasi administrasi

sebagai suatu perubahan yang dilakukan dengan sadar dan terencana untuk

mengubah struktur, prosedur (aspek kelembagaan), sikap serta perilaku

birokrasi (Zauhar, 1996: 11). Sedangkan Pollit dan Bouckaert (2000: 8)

hanya ditujukan untuk struktur dan proses untuk mencapai tujuan yang lebih

baik (administrative reform as “deliberate changes to the structures and

processes of public sector organizations with the objective of getting them (in

Page 25: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

15

some sense) to run better). Tampaknya Farazman, Zauhar dan Pollit –

Bouckaert yang mendefinisikan reformasi administrasi sebagai suatu

perubahan terencana, diamini oleh Turner dan Hulme (1997: 106), karena

Turner dan Hulme juga menyebut tiga hal yang menjadi unsur reformasi

administrasi, yaitu Pertama, perubahan yang disengaja dan terencana untuk

birokrasi publik. Kedua, identik dengan inovasi. Ketiga, peningkatan efisiensi

dan efektifitas pelayanan publik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi

adalah perubahan struktur, prosedur dan perilaku birokrasi pemerintahan

yang direncanakan, untuk peningkatan efisiensi, efektifitas dan inovasi

dalam pelayanan publik.

2. Tujuan Reformasi Administrasi

Sejak reformasi awal abad 19, reformasi administrasi dianggap tidak

menggunakan biaya mahal (hight cost), lebih efisien, memfasilitasi program

dan menghasilkan pelayanan yang berkualitas, lebih efektif, meningkatkan

etika, akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan (Caiden, 1991).

Meskipun demikian, upaya-upaya tersebut tidak selalu mencapai tujuan dan

sasaran, karena di beberapa tempat reformasi administratif khas bagi setiap

negara tergantung pada konteks lokal, prioritas politisi, elit administratif dan

masyarakat sipil (Kyarimpa, 2009: 19-20).

Senada dengan Caiden, Pollit dan Bouckaert (2000: 6) juga

mengatakan tujuan reformasi untuk mendapatkan tujuan yang lebih baik,

yaitu efisiensi, efektifitas dan peningkatan pelayanan publik. Untuk mencapai

hal ini harus didukung oleh struktur organisasi yang ramping, prosedur (tata

Page 26: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

16

laksana ) pelayanan yang jelas dan tidak hierarkis serta kapasitas sumber

daya manusia (SDM) yang memadai.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara, birokrasi

sangat diperlukan untuk memperlancar pelayanan di sektor publik, meskipun

di satu sisi dianggap sebagai penghambat, karena hierakhis, inefisiensi, kaku

(taat) pada aturan dan tidak efektif serta tidak otonom. Untuk itulah pada

abad 19 birokrasi sebagai ujung tombak dalam pelayanan publik menjadi

tujuan reformasi administrasi (Kyarimpa, 2009: 39). Pada dasarnya, reformasi

administrasi ditujukan untuk menilai kinerja pemerintah, agar harapan

masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan di sektor publik mengalami

perubahan yang sigfikan. Demikian pula penelitian ini untuk melihat bahwa

reformasi birokrasi yang dijalankan oleh pemerintah Kota Tangerang Selatan

sebagai unjuk prestasi kinerja Pemerintahan Kota Tangerang Selatan.

Selain tujuan reformasi administrasi yang dikemukakan di atas,

berikut ini tujuan reformasi administrasi yang dikemukakan Mosher yang

disitir Caiden dalam Zauhar (1996: 13) meliputi :

(1) Melakukan perubahan inovatif terhadap kebijaksanaan dan program pelaksanaan.

(2). Meningkatkan efektivitas administrasi.

(3). Meningkatkan kualitas personal.

(4).Melakukan antisipasi terhadap kemungkinan kritik dan keluhan pihak luar.

Selain Mosher, Dror masih dalam Zauhar (1996:14)

mengklasifikasikan tujuan reformasi menjadi 6 kelompok. Tiga bersifat intra

administrasi dan tiga lainnya berhubungan dengan peran masyarakat. Tiga

tujuan internal administrasi meliputi :

Page 27: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

17

(1) Efisiensi administrasi (dalam arti penghematan uang) seperti, penyederhanaan formulir.

(2). Penghapusan penyakit administrasi seperti korupsi.

(3). Pengenalan dan penggalangan sistem merit.

Sedangkan Tiga tujuan yang berkaitan dengan masyarakat:

(1). Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.

(2). Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan

sistem politik, seperti misalnya meningkatkan otonomi professional dari sistem administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan.

(3). Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk,

misalnya melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan.

3. Fokus Reformasi Administrasi

Yehezkel Dror dalam Zauhar (1996: 6) mengatakan bahwa reformasi

administrasi adalah perubahan yang terencana terhadap aspek utama

administrasi. Sedangkan hasil seminar internasional (1968) oleh EROPA

(Eastern Regional Organization for Public Administration) Kuala Lumpur

(Zauhar: 1996: 10) menyatakan pengertian reformasi administrasi tidak

hanya perbaikan struktur organisasi, akan tetapi meliputi pula perbaikan

perilaku orang yang terlibat di dalamnya. Meskipun definisi reformasi

administrasi semacam ini juga dikemukakan oleh Jose Veloso Abueva dalam

Zauhar (1996: 10): “ essentially a deliberate attempt to use power, authority

and influence to change the goals, structure or procedures of the bureaucracy

and therefore, to alter the behavior of its personnel”.

Selanjutnya Zauhar (1996:9) mengungkapkan lima alat ukur reformasi

administrasi yang diambil dari seminar internasional yang diselenggarakan

EROPA, yaitu :

Page 28: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

18

1) Penekanan baru terhadap program.

2) Perubahan sikap dan perilaku masyarakat dan anggota birokrasi.

3) Perubahan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada

komunikasi terbuka dan menajemen partisipatif.

4) Penggunaan sumber daya yang lebih efisien.

5) Pengurangan penggunaan aturan yang ketat (kaku)

(pendekatan legalistik). Berarti di sini dibutuhkan diskresi.

Di beberapa negara seperti Albania dan Rumania (Denita Cepiku

dan Cristina Mititelu dalam Jurnal Transylvanian Review of Administrative

Sciences No. 3E, 2010: 56) reformasi administrasi yang dilakukan

dikarenakan permasalahan kapasitas administrasi yang masih lemah dan

korupsi yang terjadi. Hal ini juga terjadi di Negeria, (korupsi di pemerintah

daerah), sehingga diperlukan peningkatan kapasitas pemerintah yang lebih

baik (Lawal dan Oladunjoye dalam Jurnal Journal of Suistanable

Development in Africa. Volume 12. No. 5, 2010: 232). Sedangkan di Negara

Berkembang umumnya reformasi administrasi dipusatkan pada birokrasi

pemerintahan. Kegiatan dalam setiap pemerintahan diperlukan reformasi

dengan maksud agar dapat menyesuaikan dengan berbagai kebutuhan dan

tuntutan masyarakat yang cenderung berubah-ubah (Caiden, 1991), namun

tidak semua negara berhasil memenuhi tuntutan tersebut.

4. Bentuk Reformasi Administrasi.

Berikut ini terdapat bentuk-bentuk reformasi administrasi yang masuk

ke Negara Berkembang pada tahun 1980 an, yaitu privatisasi, marketisasi,

manajerialisme, desentralisasi, debirokratisasi dan efisiensi (Farazmand,

2002: 7). Sejalan dengan itu, reformasi administrasi di Negara Barat yang

Page 29: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

19

menekankan efisiensi efektifitas dan produktifitas organisasi dilakukan

dengan lima langkah (Caiden, 1991) :1. Perampingan birokrasi, 2. Privatisasi,

3.Pembaharuan pelayanan publik, 4.Restrukturisasi pemerintahan, 5.Budaya

birokrasi administrasi.

Perampingan birokrasi terkait dengan jumlah struktur organisasi

birokrasi, baik secara horizontal maupun vertical. Privatisasi dalam hal ini

diartikan sebagai upaya pemerintah untuk memberikan akses kepada pihak

swasta berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan

kepada masyarakat. Sedangkan pembaharuan pelayanan publik

dimaksudkan adanya inovasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam

pemberian pelayanan kepada masyarakat, sehingga tidak monoton dan

terpaku pada aturan yang rigid. Hal ini sejalan dengan reformasi administrasi

yang diartikan sebagai transformasi aspek-aspek fundamental dari sistem

administrasi dengan menekankan perlunya inovasi yang tinggi (Caiden, 1991:

42). Restrukturisasi pemerintahan diharapkan ada penyegaran/perombakan

terhadap struktur organisasi yang dianggap tidak berfungsi dan mubazir,

sehingga menjadi pemborosan (inefisiency). Dan yang terakhir, budaya

birokrasi administrasi diharapkan bebas dari KKN, lambat (hierarkhis) dan

boros (inefisiency).

Untuk Negara Berkembang, bentuk reformasi yang sudah diwujudkan

adalah penghematan (efisiensi), liberalisasi, desentralisasi yang diberi label

revamping, revitalisasi dan restrukturisasi (Kyarimpa, 2009: 23). Indonesia

sendiri sedang menuju kearah yang disebut Kyarimpa. Hal ini terlihat dalam

goal yang ingin dicapai dalam rangka reformasi birokrasi pada tahun 2014,

antara lain efficient and effective government, competitive and competence

Page 30: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

20

civil servant, open and IT based government, participative government

(Prasojo, 2012: 6). Keempat tujuan ini sekaligus dijadikan sebagai pilar

reformasi birokrasi di Indonesia sampai dengan tahun 2014.

Reformasi administrasi yang ditawarkan di bidang pelayanan sipil

yaitu :membatasi pengeluaran (efisiensi), meringankan beban birokrasi,

membentuk kembali kebijakan sosial yang tidak bisa diberikan, interaksi

dengan kekuatan global, perubahan sosial ekonomi dan pasokan ide-ide

manajemen baru. Dan jenis perubahan antara lain Sistemic: Inggris,

Australia, Selandia Baru, dan Swedia; increamental: AS, Jerman dan

berkelanjutan (continuum) : Perancis , Kanada dan Belanda. Sedangkan di

negara Dunia Ketiga belum jelas posisinya (Kyarimpa, 2011).

5. Strategi Reformasi Administrasi

Strategi adalah variabel yang digunakan untuk mengubah reformasi

administrasi, yang mencakup jenis, cakupan dan kecepatan reformasi. Selain

itu, strategi juga termasuk dalam pilihan para agen reformasi dan waktu

reformasi, sebagaimana yang dikatakan Hahn Been Lee (1970: 13): “Strategy

is the manipulative variable of administrative reform. The main object of

manipulation is the type, scope and speed of reform, although strategy is

also involved in the choice of the reform agents and reform agency as well

as the timing of reform”.

Strategi diperlukan, karena lemahnya agen perubahan, struktur

internal lembaga tidak ditujukan untuk perubahan besar serta ruang lingkup

dan laju reformasi harus dikompromikan, sebagaiman dikemukakan Lee

(1970: 14) di bawah ini:

Page 31: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

21

“Strategy is conditioned by the change agents on one side and the environment on the other. When the change agents are weak and the internal structure of the agency is not geared to a major change, the scope and pace of reform would have to be compromised”.

Untuk melangkah ke pelaksanaan reformasi administrasi, ditawarkan

dua strategi, yaitu Comprehensive Strategy dan Incremental Strategy (Lee,

1970: 14-16). Comprehensive Strategy adalah suatu cara atau pola yang

digunakan oleh suatu lembaga manajerial pusat dalam mengendalikan

beberapa bidang cakupan seperti personil, anggaran dan organisasi. Dalam

penerapan strategi ini, diperlukan dukungan politik dari penguasa, sedangkan

Legislatif dan partai Politik jarang memberikan dukungan yang memadai

(Samonte dan Khosla dalam Lee, 1970: 14). Komitmen politik penguasa

diperlukan, mengingat seluruh perencanaan reformasi administrasi yang

akan dilakukan dibuat dan harus diketahui penguasa, sehingga goal yang

diinginkan akan tercapai. Sebagaimana hasil penelitian di beberapa daerah,

ditemukan bahwa salah satu faktor pendukung keberhasilan reformasi

birokrasi di daerah adalah komitmen dan political will kepala daerah

(Prasojo, Maksum dan Kurniawan, 2006: 175-176).

Incremental Strategy adalah suatu pendekatan yang melihat

reformasi administrasi secara bertahap dan sebagai rantai yang berurutan,

karena reformasi dianggap sebagai suatu proses. Pendekatan ini

mengutamakan pelatihan yang tidak hanya melibatkan staf dari badan

reformasi, tetapi juga orang-orang dari instansi terkait lainnya.

Setiap strategi memiliki kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan

Incremental Strategy dapat membangun kepercayaan di antara agen

reformasi. Sedangkan keterbatasannya pendekatannya bersifat gradual

Page 32: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

22

(bertahap), sehingga akan membutuhkan proses yang lebih panjang.

Kelebihan Comprehensive Strategy, perubahannya akan menyeluruh dan

membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat daripada incremental.

Keterbatasannya membutuhkan perhatian lebih banyak dari baik dari

pemerintah maupun lembaga/instansi yang terkait .

Strategi yang dikemukakan Lee lebih bersifat makro yang difokuskan

pada reformasi administrasi. Sedangkan strategi reformasi administrasi

berikut ini dikemukakan Caiden (1991:75-86) dalam bentuk yang lebih

konkrit, yang meliputi:

1) Privatisasi dan koproduksi; menyerahkan kewenangan penyediaan barang dan jasa publik kepada swasta.

2) Debirokratisasi; memangkas struktur dan prosedur birokrasi yang

berbelit-belit untuk efisiensi dan efektivitas kepemerintahan.

3) Reorganisasi; menata ulang organisasi publik sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) agar lebih fleksibel.

4) Manajemen publik yang efektif; memperbaiki proses manajerial pada organisasi publik agar lebih efektif dalam menjalankan fungsinya.

5) Value for money; menghapus kegiatan-kegiatan yang tidak penting, yang

menghabiskan anggaran. Debirokratisasi dan Reorganisasi yang dikemukakan Caiden senada

dengan konsep Restrukturisasi dari Turner dan Hulme (1997:107-126).

Ketiga konsep tersebut difokuskan pada penataan struktur birokrasi.

Sedangkan konsep privatisasi Caiden sejalan dengan konsep kerjasama

pemerintah swasta Turner dan Hulme yang menitikberatkan pada

keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan. Untuk lebih jelasnya, berikut

ini lima agenda reformasi administrasi yang dikemukakan Turner dan Hulme

(1997:107-126), yaitu:

Page 33: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

23

1) Restrukturisasi; merekayasa ulang struktur organisasi publik baik di tingkat pusat maupun lokal.

2) Partisipasi; memperkuat partisipasi publik di dalam proses pemerintahan.

3) Peningkatan sumber daya manusia; meningkatkan kualitas dan kuantitas aparatur negara sehingga memiliki dedikasi yang tinggi dalam melayani masyarakat.

4) Akuntabilitas; memperjelas mekanisme pertanggung-jawaban aparat pemerintah. Pertanggung-jawaban di sini tidak hanya kepada atasan, tetapi juga kepada publik.

5) Kerjasama pemerintah-swasta; memberdayakan sektor privat dengan membangun kemitraan yang saling menguntungkan.

Selain konsep-konsep strategi reformasi administrasi yang

dikemukakan di atas, ditambahkan juga konsep debirokratisasi,

perampingan, desentralisasi wewenang dan memperbaiki daya respon

organisasi birokrasi terhadap klien/masyarakat ( Turner dan Hulme, 1997:

107). Sedangkan Restrukturisasi sebagaimana telah dijelaskan di atas,

dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi, karena

struktur tidak hanya dilihat dalam bentuk kotak dan garis hierarki pada bagan

organisasi, tetapi harus dilihat secara keseluruhan organisasi, di mana

terdapat pembagian kerja dalam tugas yang berbeda dan koordinasi di antara

mereka (Mintzberg (1979 : 2) dalam Turner dan Hulme (1997: 107).

Dror dalam Leemans juga melengkapi Caiden , Turner dan Hulme

dengan mengemukakan enam kluster strategi reformasi administrasi yang

lebih menukik (konkrit) pada persoalan reformasi administrasi. Secara garis

besar, sumbangan pemikiran Dror dalam strategi reformasi administrasi

menyangkut kebutuhan SDM yang berkualitas, pemisahan pengaruh

kekuasaan politik terhadap birokrasi dan perubahan sistem yang mendasar,

Page 34: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

24

yaitu dengan melakukan desentralisasi. Di bawah ini enam pemikiran Dror

dalam Leemans ( 1976: 129-130) yang menyangkut strategi reformasi

administrasi, yaitu antara lain:

Pertama, menghasilkan efisiensi administrasi, dapat diukur dari aspek

penghematan nilai uang, misalnya melalui penyederhanaan prosedur,

perubahan prosedur, pengurangan duplikasi proses dan pendekatan yang

sama dalam organisasi dan metodenya. Kedua, mengurangi praktik yang

memperlemah reformasi administrasi (seperti : korupsi, kolusi, favouritism

dan lain-lain). Ketiga, merubah komponen utama sistem administrasi untuk

menghasilkan kondisi ideal, misalnya menerapkan merit system dalam

kepegawaian, menerapkan system anggaran berbasis program, membangun

bank data dan sebagainya. Keempat, menyesuaikan sistem administrasi

untuk mengantisipasi efek perubahan sosial akibat modernisasi atau

peperangan. Kelima, membagi secara jelas antara pegawai pada sistem

administrasi dengam sistem politik, misalnya mengurai kekuasaan birokrat

atau aparat pemerintah pada level senior, sehingga lebih patuh pada proses

politik. Keenam, merubah hubungan antara sistem administrasi dengan

seluruh atau sebagian dari komponen masyarakat, misalnya melalui strategi

desentralisasi, demokratisasi dan partisipasi.

Pilihan strategi reformasi administrasi di atas membutuhkan sebuah

sistem pembuatan kebijakan yang berkualitas tinggi (Dror dalam Leemans:

1976: 128). Argumentasi yang dikemukakan Dror adalah: Pertama, reformasi

administrasi membutuhkan pegawai berkualitas tinggi, sehingga potensi

melakukan kesalahan dapat dikurangi. Kedua, reformasi administrasi

memerlukan kemampuan untuk memilih strategi yang tepat di antara

Page 35: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

25

banyaknya alternative strategi yang ada yang masing-masing dilandasi

dengan perbedaan nilai (value), kepentingan (interest) organisasi dan

kepribadian (personalities). Pilihan tersebut erat kaitannya dengan

perhitungan biaya politik, mencakup bagaimana mempertahankan koalisi,

bagaimana mendapatkan dukungan proses rekrutmen, partisipasi dan

sebagainya. Ketiga, reformasi administrasi cenderung mendorong terjadinya

kekakuan sistem yang lebih besar (over rigidity) kecuali jika strategi yang

dipilih tersebut benar-benar flexible, antara lain dengan kemampuan

membangun rencana kontigensi secara jelas.

Salah satu konsep yang ditawarkan Dror tentang perubahan sistem

yang mendasar, yaitu Desentralisasi, sangat tepat dengan pilihan lokasi

penelitian di Pemerintahan Daerah Kota Tangsel. Ketepatan ini, mengingat

Pemerintahan Daerah Kota Tengsel telah menerapkan Desentralisasi.

Dari perspektif pelayanan dan peningkatan kinerja birokrasi

pemerintahan, strategi reformasi diartikan sebagai upaya-upaya peningkatan

kualitas pelayanan publik, percepatan pemberantasan korupsi, peningkatan

kinerja SDM aparatur, manajemen kepegawaian berbasis kinerja, remunerasi

dan meritokrasi, diklat berbasis kompetensi, penyelesaian status tenaga

honorer, pegawai harian lepas dan pegawai tidak tetap serta deregulasi dan

debirokratisasi (Sarundajang, 2012 :181).

Seluruh penjelasan strategi reformasi administrasi telah di jelaskan di

atas, berikut ini lebih fokus pada strategi reformasi birokrasi. Pelaksanaan

strategi reformasi birokrasi yang dicanangkan dalam GDRB tampaknya tidak

bersifat comprehensif, melainkan incremental, karena melalui tahapan-

tahapan, yang meliputi empat tahap , yaitu 1). pelaksanaan, 2). pelaksana,

Page 36: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

26

3). program dan 4). metode pelaksanaan. Pada tahap, pelaksanaan

reformasi dilakukan melalui tiga tingkat pelaksanaan sebagaimana dalam

tabel 2.4 berikut ini (GDRB, 2010: 21):

Tabel: 2.1. Tingkat Pelaksanaan Reformasi Birokasi

Tingkat Pelaksanaan Keterangan

Nasional Makro

Meso

Menyangkut penyempurnaan regulasi nasional yang terkait dengan upaya pelaksanaan RB. Menjalankan fungsi manajerial, yakni menerjemahkan kebijakan makro dan mengkoordinir (mendorong dan mengawal) pelaksanaan RB di tingkat K/L dan pemda.

Kementrian/ Lembaga/Pemda

Mikro Menyangkut implementasi kebijakan/program RB sebagaimana digariskan secara nasional yang menjadi bagian dari upaya percepatan RB pada masing-masing K/L dan pemda.

Sumber: GDRB, 2010: 21.

Terakhir dari strategi reformasi birokrasi yang dikemukakan dalam

GDRB adalah metode pelaksanaan yang dilakukan dengan empat cara

(GDRB, 2010:23) yaitu:

1). Preemtif Memprediksi kemungkinan terjadinya praktek birokrasi yang dipandang inefisien, inefektif, menimbulkan proses panjang, membuka peluang KKN dan lainnya serta melakukan langkah-langkah antisipatif.

2). Persuasif

Melakukan berbagai upaya reformasi birokrasi seperti melalui sosialisasi, public campaign, internalisasi membangun keasdaran dan komitmen individual.

3). Preventif.

Mencegah kemungkinan terjadinya praktek birokrasi yang dipandang inefisien, inefektif, menimbulkan proses panjang, membuka peluang KKN, dan lainnya. Melalui perubahan mind set, culture set.

4). Tindakan/sanksi

Menerapkan sanksi atau punishment bagi mereka yang tidak perform dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.

Page 37: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

27

Di dalam GDRB, strategi yang ditawarkan sudah sampai ke tingkat

/tahap program, sehingga sasarannya jelas, sehingga dapat dijadikan

pedoman bagi organisasi pemerintahan K/L dan Pemda. Selain itu juga

terdapat Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 yang mengatur tentang

Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Hal ini wajar mengingat akan

dijadikan pedoman bagi aparatur birokrasi pemerintahan. Rewansyah (2009:

140-141) mengemukakan enam strategi reformasi birokrasi yang lebih

menitikberatkan pada kelembagaan, kualitas SDM, kapasitas, teknologi,

sistem reward dan etika. Berikut ini rinciannya yaitu:

1) Panataan kembali kelembagaan/organisasi, SDM dan tatalaksana dengan ukuran yang pas (rightsizing).

2) Peningkatan kapasitas dan kapabilitas birokrat.

Kapasitas dalam perumusan kebijakan, pelayanan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Kapabilitas dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur birokrasi.

3) Perbaikan sistem tatakelola urusan pemerintahan dengan

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 4) Perbaikan sistem reward dan punishment yang adil.

Pemberian gaji yang layak dan hukuman bagi yang melanggar aturan. 5) Perbaikan etika dan moralitas aparatur.

Menegakkan etika dan pengawasan baik internal maupun eksternal.

6) Penetapan proyek-proyek percontohan untuk dijadikan contoh.

Sebenarnya aparatur birokrasi pemerintahan telah bekerja

menjalankan tugas, tetapi belum mampu menunjukkan kinerja secara

optimal, sehingga dianggap belum effektif. Untuk itu, reformasi birokrasi

dipandang sebagai suatu upaya pembentukan kembali birokrasi yang

dianggap “gagal” menuju perbaikan. Berikut ini beberapa upaya yang perlu

dilakukan birokrasi (Istianto, 2010: 155-165), yaitu:

Page 38: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

28

1) Disiplin. Baik waktu, komitmen dan konsistensi pelaksanaan pekerjaan, sehingga dengan disiplin, birokrasi diharapkan dapat meningkatkan produktifitas organisasi pemerintahan.

2) Inovasi. Birokrasi diharapkan menemukan ide-ide baru yang dapat

dikembangkan dan berdayaguna.

3) Harus Memiliki Kompetensi. SDM yang direkruit harus memiliki “keahlian” di bidangnya. Untuk itu merit sistem harus dilaksanakan dalam perekruitan pegawai, sehingga dalam menghadapi persoalan, birokrasi mampu menyelesaikannya.

4) Kreatifitas. Birokrasi dituntut tidak harus mengikuti aturan-aturan yang rigid, tapi harus mampu berkreasi, dengan ide-ide baru dalam melayani masyarakat.

5) Profesionalisme. Sebaiknya dimiliki oleh birokrasi, baik melalui pendidikan atau pelatihan. Profesionalisme ini sangat penting, agar birokrasi dalam bekerja akan lebih profesional (ahli) di bidangnya.

6) Responsivenes. Persoalan-persoalan di masyarakat yang semakin berkembang dibutuhkan birokrasi yang tidak lamban. Untuk itu, birokrasi harus cepat tanggap menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat. Cepat tanggap (Responsif) terhadap persoalan dalam hal pencegahan (musibah) maupun untuk pengembangan ke depan (Responsif untuk antisipatif).

7) Akutabilitas. Birokrasi dituntut memiliki rasa tanggungjawab (moral obligation), baik kepada diri sendiri, masyarakat dan Tuhan. Dengan demikian, maka tugas yang diembannya akan dijaga sedemikian rupa, agar tidak menimbulkan “kecacatan”/kerugian baik bagi diri sendiri atau orang lain.

C. Reformasi Birokrasi

Kajian Birokrasi.

Istilah Birokrasi dengan cepat menjadi bagian dari perbendaharaan

istilah politik internasional. Dalam bahasa Perancis disebut Bureaucratie,

dalam bahasa Jerman disebut sebagai Bureaukratie dan akhirnya menjadi

Burokratie. Di Italia sendiri dikatakan Burocrazia dan dalam bahasa Inggris

disebut Bureaucracy, yang akhirnya diturunkan menjadi Bureaucrat

Page 39: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

29

Bureaucratic, Bureaucratism, Bureaucratist dan Bureaucratization (Albrow,

1989: 3).

Secara etimologis dalam perbendaharaan bahasa abad ke 18

(Albrow, 1989: 2-3), Birokrasi berasal dari kata “biro” (“bureau”) yang berarti

meja tulis, yang selalu diartikan sebagai suatu tempat yang di sana para

pejabat bekerja dan cracy atau cratos yang berarti pemerintahan (Riyadi,

2008: 102) dan secara harfiah diartikan sebagai pemerintahan yang

dilakukan dari atas meja. Jadi kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui

meja-meja yang berada di kantor-kantor pemerintahan itulah disebut sebagai

birokrasi. Dengan demikian, konotasi birokrasi dalam konteks ini hanya

terbatas pada organisasi pemerintahan.

Istilah Birokrasi di populerkan Balzac di Perancis melalui novel-

novelnya pada Tahun 1836. Namun ada juga yang mengatakan istilah,

tersebut berasal dari Jerman yang dimunculkan oleh Christian Kraus, tapi

yang paling berjasa memasyarakatkan di Jerman pada abad 19 adalah

Johan Gorres seorang wartawan dan penulis roman dalam karyanya dan

salah satu karyanya berjudul Germany and the Revolution Tahun 1819

(Albrow, 1989: 3-6).

Menurut Albrow (1989: 6), pada gagasan awal, Birokrasi dipandang

sebagai suatu bentuk pemerintahan yang di dalamnya kekuasaan berada di

tangan para pejabat, tetapi juga merupakan suatu pertanda bagi pejabat-

pejabat tersebut. Selain mengacu pada suatu bentuk pemerintahan, Birokrasi

juga menunjukkan prosedur-prosedur administrasi.

Dalam Ilmu Administrasi Publik menurut Albrow, (1989:116-117)

birokrasi dapat diartikan beberapa makna antara lain sebagai pemerintahan

Page 40: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

30

yang dijalankan oleh suatu biro (offcialism); badan eksekutif pemerintah; dan

keseluruhan pejabat publik, baik tingkat tinggi, maupun rendah. Senada

dengan Albrow, Yahya Muhaimin dalam Jurnal Prima No. 10 (1980)

mengatakan bahwa Birokrasi adalah aparat pemerintah, baik sipil, maupun

militer yang mendapat tugas dari pemerintah dan digaji. Dengan demikian,

maka yang dimaksud Birokrasi oleh Albrow dan Yahya Muhaimin adalah

pegawai pemerintahan.

Berbeda dengan Albrow dan Yahya Muhaimin, Louis C Gawtrop

(1969) dalam Miftah Thoha (1991: 101-102) mengartikan bahwa Birokrasi

itu merupakan karakteristik dari semua hal yang berskala besar, organisasi

yang kompleks baik di kalangan pemerintahan atau non pemerintahan. Jadi

adanya organisasi Birokrasi tidak hanya di kantor pemerintah, tetapi juga di

kantor-kantor swasta.

Blau dan Meyer (1987: 4) mengartikan Birokrasi adalah “jenis

organisasi yang dirancang untuk menangani tugas-tugas administratif dalam

skala besar serta mengkoordinasikan pekerjaan banyak orang secara

sistematis”. Selanjutnya masih menurut Blau dan Meyer (1987: 5) yang juga

dikutip Riyadi (2008: 102) dan Kausar As (2009: 33-34), Birokrasi adalah

lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan

kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal yang baik maupun buruk karena

birokrasi merupakan instrument administrasi nasional yang netral pada skala

besar. Mengingat masalah-masalah administrasi yang kompleks dapat

ditemui pada hampir semua organisasi besar, maka birokrasi menurut Blau

dan Meyer (1987) tidak hanya ditemui dalam departemen-departemen militer

sipil atau sipil sebagaimana yang dikemukakan oleh Yahya Muhaimin (1980),

Page 41: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

31

tetapi dalam bidang-bidang bisnis, perserikatan, organisasi gereja,

universitas dan bahkan perkumpulan baseball. Apa yang dikatakan Louis C

Gawtrop dan Blau & Meyer, memiliki kesamaan dalam memandang Birokrasi,

yaitu Birokrasi dilihat sebagai suatu organisasi yang tidak hanya dalam

lembaga pemerintahan, tetapi juga lembaga-lembaga swasta.

Almond dan Powel dalam Bambang Istianto (2011: 55) mengartikan

birokrasi pemerintahan sebagai suatu bentuk perkumpulan secara formal

mengorganisir kantor dan tugas dalam mata rantai subordinat untuk

melakukan perannya secara formal dalam pembuatan keputusan. Sedangkan

pengertian dari Lance Catles masih dalam Bambang Istianto (2011: 55)

hampir sama dengan yang dikemukakan Yahya Muhaimin dan Albrow.

Karakteristik Birokrasi

Max Weber dianggap sebagai orang pertama yang mengemukakan

tentang Birokrasi dalam bukunya Economy and Society tahun 1922.

Berikut ini, Denita Cepiku dan Cristina Mitilelu (2010: 57), mengutip

beberapa karakteristik Birokrasi yang dikemukakan Weber (1922 : 956-963)

dalam Transylvanian Review of Administrative Sciences No. 30 E, yaitu:

(1). “A rational-functional organization”. Artinya Birokrasi dilihat sebagai sebuah organisasi yang memiliki fungsi dan menjalankan fungsi tersebut secara rasional, sehingga kurang fleksibel.

(2). “A rule-based organization”. Birokrasi bekerja didasarkan pada

aturan yang ketat. Dalam hal ini, Birokrasi dianggap terlalu kaku, karena bekerjanya dibatasi oleh aturan-aturan, sehingga seringkali Birokrasi dipandang bersifat impersonal, tanpa pandang bulu dalam melayani atau menjalankan fungsinya.

(3). “A hierarchical organization”. Birokrasi yang berjenjang, sehingga

kalau menjalankan fungsinya, birokrasi tergantung kepada pimpinannya. Dengan demikian, akan sulit mengambil keputusan yang cepat, karena harus berkonsultasi atau dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pimpinannya. Dengan demikian, kemandirian bagi birokrasi sulit didapat dan hal ini menyulitkan

Page 42: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

32

Birokrasi untuk melakukan diskresi dan secara tidak langsung mempengaruhi pada kreatifitas dan inovasi.

Mohtar Mas‟oed dan Collin MacAndrew (1989: 17) juga merujuk pada

Weber, ketika menjelaskan karakteristik Birokrasi, tetapi ditambahkan lebih

banyak jika dibandingkan dengan Denita Cepiku dan Cristina Mitilelu. Mohtar

Mas‟oed mengatakan Birokrasi memiliki enam tipe ideal seperti pembagian

kerja (spcialization), hierarki wewenang (authority hierarchy, pengaturan

perilaku jabatan (seperangkat aturan/rule based), impersonalitas

(impersonality), kemampuan teknis (skill) dan karier (career). Tipe rational-

fungtion tidak disinggung Mochtar Mas‟oed, sedangkan impersonalitas, skill

dan karir tidak disinggung oleh Denita dan Cristina.

Tipe ideal Birokrasi yang dikemukakan Mohtar Mas‟oed memiliki

kesamaan dengan yang dikemukakan oleh Blau dan Meyer (1987: 27-31),

tanpa ada penambahan atau pengurangan, karena Blau dan Meyer juga

merujuk pada Weber. Adapun rinciannya sebagai berikut :Pertama,

spesialisasi; Kedua, prinsip khierarkis; Ketiga, pelaksanaan tugas diatur oleh

suatu sistem peraturan-peraturan abstrak yang konsisten; Keempat,

melaksanakan tugas secara formal dan tidak bersifat pribadi (impersonality);

Kelima, pekerjaan organisasi birokrasi mencakup suatu jenjang karier serta

terdapat suatu sistem kenaikan pangkat yang didasarkan pada senioritas

atau prestasi atau keduanya dan Keenam, tipe organisasi administratif yang

murni berciri birokratis, dilihat dari sudut pandangan yang semata-mata

bersifat teknis.

Menurut Miftah Thoha (1991: 102), Birokrasi ala Weber ini lebih tepat

diterapkan pada instansi pemerintah atau dapat disebut sebagai

“bureaucratic authority“, kalau di bidang swasta disebut “bureaucratic

Page 43: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

33

management”. Namun dalam paradigma baru administrasi, birokrasi ala

Weber ini dianggap sebagai birokrasi klasik yang harus dirubah, karena tidak

sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Meskipun demikian, justru

fenomena yang masih tampak dalam realita kehidupan birokrasi saat ini

adalah Birokrasi ala Weber, terutama pada kantor-kantor pemerintah atau

yang disebut birokrasi model “neo Weberian”. Berikut ini dapat dilihat dalam

tabel 2.2 tentang karakteristik Weberian, NPM, Neo weberianism dan

Pemerintahan Umum.

Tabel 2.3.

Karakteristik Weberian, NPM, Neo Weberianism dan Pemerintah Umum

Weberian characteristics

NPM characteristics Neo-Weberian characteristics

Public Governance characteris-tics

Dominance of rule of law, focus on rules and policy systems

Inward focus on (private sector) management techniques

External orientation towards citizens needs

Outwards focus and a systematic approach

Central role for the bureaucracy in the policy making and implementation

Input and output control

Central role of professional managers

Process and outcome control

Unitary state Fragmented state Unitary state and collaboration

Plural and pluralist state (networks)

Public service ethos Competition and market place Public service ethos Neo-corporatist

Representative democracy as the legitimating element

Client empowerment through redress and market mechanisms

Supplementation of democracy with consultation and participation

Participative decision making

Sumber : Denita Cepiku dan Cristina Mitelu. 2010. “ Public Administration Reforms in Transition Countries: Albania and Romania Between The Weberian Model and The New Public Management” dalam jurnal Transylvanian Review of Administrative Sciences No. 3E, hal. 61.

Selain karakteristik yang dijelaskan di atas, birokrasi, juga memiliki

penyakit yang melekat pada diri birokrasi atau disebut sebagai bureaucracy

pathology (patologi birokrasi). Pengkajian patologi dalam Ilmu Administrasi

Publik untuk memahami berbagai penyakit yang melekat dalam suatu

birokrasi sehingga menyebabkan birokrasi mengalami disfungsi (Dwiyanto,

2011: 59). Jay M Shafritz (2000: 132) menggunakan istilah

Page 44: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

34

bureaupathologies. Caiden sendiri untuk menjelaskan berbagai bentuk

penyakit birokrasi, sedangkan Dehoog dalam Shafritz (2000: 133)

menggunakan istilah bureaupathologies sebagai pola perilaku yang membuat

masyarakat tidak aman (gelisah), dikarenakan dominasi kewenangan dan

kontrol mereka (birokrasi).

Patologi yang diderita birokrasi bermacam ragam, namun secara garis

besar dapat disimpulkan menjadi tiga yaitu, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) dan penyebabnya adalah: Diskresi yang terlalu besar, Budaya

Paternalistik dan Patron Client Realtioanship. Birokrasi sebagai ujung

tombak dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

masih bersifat kaku, berbelit-belit, KKN, tidak efisien & efektif dan biaya

mahal (high cost) inilah yang disebut Istianto sebagai “patologi birokrasi”

(Istianto, 2011: 143).

Persoalan korupsi, menurut Dutt (2009: 181), seringkali menjadikan

birokrasi mudah melakukan penyimpangan seperti korupsi. Salah satu

temuan Dutt, penyebab korupsi adalah diskresi yang terlalu besar yang

dilakukan Birokrasi dalam pengambilan keputusan (kebijakan) dan korupsi

menurut Lawal dan Oladunjoye (2010: 233), dapat menghancurkan nilai-nilai

demokrasi (seperti:respon, akuntabilitas, partisipasi dan pembangunan

manusia diabaikan), pembangunan terhambat, aturan hukum ditumbangkan

diganti dengan kekuatan otot, pengembangan SDM & peningkatan kapasitas

menjadi lesu. Lawal dan Olandunjoye melihat penyebab korupsi di Nigeria

adalah: tidak ada demokrasi, pemerintah lemah, pemerintah perilakunya tidak

baik, tidak ada kontrol, gaji rendah, ketamakan, pejabat takut miskin, tidak

akuntabel dan tidak taat pada aturan.

Page 45: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

35

Sedangkan Dwiyanto (2011: 59-107) mengatakan bahwa yang dapat

dikategorikan patologi Birokrasi adalah birokrasi paternalistik, pembengkakan

anggaran, prosedur yang berlebihan, pembengkakan birokrasi dan

fragmentasi birokrasi. Khusus Birokrasi paternalistic ini disebabkan struktur

birokrasi yang hierarkis yang membuat bawahan memperlakukan atasan

secara berlebihan.

Konsep patron client relationship dan budaya feodalisme juga masih

melekat dalam tubuh birokrasi, karena mempengaruhi pola hubungan yang

terjadi dalam perilaku birokrasi. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya

kinerja birokrasi pemerintahan daerah (Kausar, 2009: 12), karena patron

client relationship ini dapat mengarah ke hal-hal negatif, seperti korupsi,

kolaborasi dan nepotisme yang merugikan rakyat.

Hubungan Patron Client Relationship diartikan sebagai hubungan

tidak setara antara seorang bangsawan dengan sejumlah rakyat biasa

sebagai pengikutnya berdasarkan pertukaran barang dan jasa termasuk

kekuasaan, yang di dalamnya kebergantungan klien kepada patron diimbali

dengan perlindungan patron terhadap klien (Kauzar, 2009: 12).

Di sini menunjukkan bahwa hubungan keduanya saling

ketergantungan, karena ada pertukaran, meskipun posisi klien tetap berada

di bawah Patron. Hubungan Patron Client ini sering diilustrasikan hubungan

antara bawahan dengan atasan di kantor pemerintahan. Hubungan mereka

sangat dekat (patron client), sehingga setiap perilaku atasan yang notabene

negatif, akan dilindungi oleh bawahan, karena bawahan balas jasa kepada

atasannya yang telah merekruitnya . Dalam konteks hubungan semacam ini,

maka patron client relationship dapat menjurus ke arah perilaku birokrasi

Page 46: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

36

yang menyimpang dan merugikan masyarakat seperti KKN (Korupsi,

Kolaborasi dan Nepotisme).

Kedekatan Klien dan Patron dapat dikarenakan faktor kekerabatan,

ikatan kedaerahan, persahabatan dan asal sekolah atau disebut Diffuse

flexibility (Scott: 1972: 92). Berikut ini beberapa ciri ikatan patron client

relationship Scott (1972: 92) dalam Kausar (2009: 17) yaitu:

(a) Diffuse flexibility adalah Ikatan yang bersifat luwes dan meluas. Ikatan ini tidak hanya didasarkan pada kekerabatan, tetapi bisa karena beragam status sosial seseorang . Tidak terbatas pada uang dan jasa, tetapi bisa juga tenaga dan dukungan kekuatan.

(b) Inequality of exchange yaitu ketidaksamaan dalam

pertukaran.Dalam hal ini, posisi Client tetap berada di bawah Patron, sehingga di sini ada kesungkanan (segan) client terhadap Patron. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh perbedaan status social antara client dan patron, sehingga patron memiliki “hutang budi” kepada client.

(c) face to face character. Adanya sifat tatap muka. Kedua

belah pihak memahami bahwa hubungan tersebut ada untung ruginya bagi kedua pihak. Namun kedekatan hubungan lebih dirasakan.

Selain itu, Dwiyanto (2011: 118) mengatakan bahwa munculnya

berbagai penyakit birokrasi khusus di Indonesia tidak hanya pada persoalan

struktur pemerintahan dan birokrasi publik, tetapi juga pada system nilai,

system insentif yang berlaku di birokrasi publik serta lingkungan birokrasi,

baik lingkungan politik, ekonomi dan budaya serta kurangnya kontrol dari

masyarakat madani.

Dengan melihat patologi birokrasi yang ada, maka sangat sulit untuk

mendapatkan kinerja birokrasi pemerintah yang baik, apabila tidak dilakukan

reformasi birokrasi atau dan transformasi birokrasi. Selain itu, kuatnya

budaya dan nilai yang dianut birokrasi dalam suatu sistem kerja yang sudah

Page 47: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

37

terbangun lama, membuat birokrasi sulit melakukan perubahan-perubahan

dan lambat laun patologi tersebut semakin kuat dan berakar sehingga sulit

dihilangkan. Apalagi kurangnya kemampuan masyarakat untuk melakukan

kontrol terhadap perilaku birokrasi.

Patologi birokrasi diharapkan dapat dijadikan kacamata untuk melihat

kelemahan atau kekurangan birokrasi pemerintahan Kota Tangerang

Selatan. Apakah indikator-indikator patologi terdapat juga dalam organisasi

birokrasi Kota Tangerang Selatan atau justru tidak ada sama sekali,

mengingat Kota Tangerang Selatan sebagai kota yang baru muncul dengan

birokrasi yang “serba baru”, karena baru dibentuk tahun 2008.

Rancang bangun (grand design) Reformasi birokrasi di Indonesia

yang dilakukan, belum ada yang menyeluruh, padahal negara kita adalah

negara kesatuan. Jadi masih bersifat parsial, untuk itu, perlu dilakukan

reformasi birokrasi yang mengarah kepada kesatuan strategis pembaharuan

(Thoha, 2009: 52). Berkaitan dengan hal tersebut, reformasi birokrasi

dimaknai sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola

pemerintahan Indonesia. Perubahan besar di sini dimaksudkan adalah

mengubah atau membentuk organisasi pemerintahan menjadi lebih efektif

dan efisien dalam mengemban tugas dan fungsinya dari yang sudah ada

(Rewansyah, 2009: 119). Hal ini senada dengan reformasi birokrasi yang

dikemukakan Harry Mulya Zein (2011: 7), yaitu mengubah manajemen

pemerintahan dari berorientasi pada aspek pemerintahan (Government)

kepada kepemerintahan (Governance). Perbedaan orientasi ini menunjukkan

bahwa konotasi government adanya dominasi peran pemerintah dalam

birokrasi, sedangkan governance, telah memberi akses kepada masyarakat,

Page 48: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

38

sehingga peran birokrasi mulai beralih ke pelibatan partisipasi masyarakat

atau dengan kata lain tidak lagi berdasarkan birokrasi Weber yang kaku,

hierarkhis dan tidak efisien.

Selain itu dalam GDRB (2010), reformasi birokrasi juga diartikan

sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam

menyongsong tantangan. Khusus untuk pemerintahan daerah, karena

pelayanan prima harus diwujudkan pemerintahan daerah sebagai

implementasi otonomi daerah. Untuk itu, reformasi pemerintahan daerah

dipandang perlu, karena tiga alasan (Sarundajang, 2002: 111), yaitu :

Pertama, struktur organisasi dan administrasi pemerintahan daerah

dipandang tidak efektif lagi. Hal ini diperlihatkan dengan gemuknya struktur

aparat birokrasi pemerintah daerah, banyaknya jumlah belanja pegawai,

tetapi lemah kapasitas yang ditunjukkan. Dengan demikian terjadi

pemborosan uang negara dengan sia-sia, tanpa menghasilkan kinerja yang

berarti. Untuk itu, menurut Lawal dan Oladunjoye dalam Journal of

Sustainaible development in Africa Volume 12, No. 5 (2010: 227) yang

melihat kasus korupsi di Nigeria, bahwa reformasi birokrasi diperlukan di

tingkat pemerintah daerah dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas

pemerintah yang baik dan melayani masyarakat.

Kedua, lemahnya sensivitas dan kinerja aparatur pemerintahan

daerah. Rekruitmen pegawai yang didasarkan KKN akan menghasilkan

rendahnya kompetensi aparatur birokrasi pemerintah daerah.

Ketiga, citra (image) masyarakat tentang organisasi pemerintah

daerah sudah semakin jelek. Karakter aparat birokrasi pemerintah daerah

seperti KKN, berbelit-belit, boros-tidak efisien dan efektif menjadikan

Page 49: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

39

masyarakat tidak respek dan percaya kepada aparat birokrasi, sebagaimana

ditemukan di Denmark, bahwa sebagian besar birokrasi akar rumput

(street-level bureaucrats) pada umumnya melaksanakan tujuan reformasi

(May dan Winter, 2007: 470), tetapi juga melakukan korupsi (Dwiyanto, 2011:

216).

Berikut ini terdapat beberapa prinsip-prinsip reformasi birokrasi dalam

GDRB antara lain :

1. Outcomes oriented. Seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitan dengan reformasi birokrasi harus dapat mencapai hasil (outcomes) yang mengarah pada peningkatan kualitas kelembagaan, tatalaksana, peraturan perundang-undangan, manajemen SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) aparatur.

2. Terukur

Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan outcomes oriented harus dilakukan secara terukur dan jelas target serta waktu pencapaiannya.

3. Efisien

Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan outcomes oriented harus memperhatikan pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien dan profesional.

4. Efektif

Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara efektif sesuai dengan target pencapaian sasaran reformasi birokrasi.

5. Realistik

Outputs dan outcomes dari pelaksanaan kegiatan dan program ditentukan secara realistik dan dapat dicapai secara optimal.

6. Konsisten

Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, dan mencakup seluruh tingkatan pemerintahan, termasuk individu pegawai.

7. Sinergi

Pelaksanaan program dan kegiatan dilakukan secara sinergi. Satu tahapan kegiatan harus memberikan dampak positif bagi tahapan

Page 50: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

40

kegiatan lainnya, satu program harus memberikan dampak positif bagi program lainnya.

8. Inovatif

Reformasi birokrasi memberikan ruang gerak yang luas bagi K/L dan Pemda untuk melakukan inovasi-inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pertukaran pengetahuan, dan best practices untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik.

9. Kepatuhan

Reformasi birokrasi harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang undangan.

10. Dimonitor

Pelaksanaan reformasi birokrasi harus dimonitor secara melembaga untuk memastikan semua tahapan dilalui dengan baik, target dicapai sesuai dengan rencana, dan penyimpangan segera dapat diketahui dan dapat dilakukan perbaikan.

Tujuan dan Arah Reformasi Birokrasi

Dalam GDRB (2010: 3), apabila reformasi birokrasi berhasil

dilaksanakan dengan baik, maka akan mencapai tujuan yang diharapkan, di

antaranya:

1. Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan.

2. Menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy.

3. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.

4. Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan /program instansi.

5. Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan

semua segi tugas organisasi.

6. Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.

Untuk itu, reformasi birokrasi di bidang kelembagaan (struktur

organisasi) birokrasi pemerintahan, system (proses dan prosedur) dan SDM

Page 51: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

41

(sumber daya manusia) yang akan dijadikan fokus dalam penelitian ini

sangat diharapkan untuk menuju pelayanan prima. Hal ini didukung

Sarundajang (2012 :181) dengan mengatakan:

“bahwa tujuan reformasi birokrasi dilakukan untuk membangun aparatur negara yang efektif dan efisien serta membebaskan aparatur negara dari praktik KKN dan perbuatan tercela lainnya, agar birokrasi pemerintah mampu menghasilkan dan memberikan pelayanan publik yang prima. Salah satu penopang reformasi birokrasi adalah terciptanya sistem manajemen yang baik, meliputi sistem pelembagaan dan pengorganisasian, manajemen kepegawaian berbasis kinerja, ketatalaksanaan, pengelolaan aset dan barang milik negara, pengelolaan keuangan, perencanaan dan penganggaran, pengawasan dan akuntabilitas”.

Selaras dengan yang dikemukakan Sarundajang di atas, di dalam

GDRB juga dikatakan bawa reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan

birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif,

berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani

publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar

dan kode etik aparatur negara (GDRB: 16)

Selain itu menurut Lawal dan Oladunjoye (2010: 227), reformasi

birokrasi masih diperlukan, khususnya di tingkat pemerintahan daerah

dengan tujuan untuk: Pertama, meningkatkan kapasitas pemerintah yang

baik. Kedua, untuk melayani masyarakat pedesaan. Ketiga, diharap untuk

memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya lokal dan memastikan

pemanfaatan efektif dengan dukungan negara bagian dan pusat (federal),

sehingga efisiensi dapat dicapai (Richard Mulgan, 2008: 6).

Adapun arah kebijakan reformasi birokrasi yang dituang dalam

GDRB tahun 2010-2025, didasarkan pula pada UU No. 17 Tahun 2007

tentang RPJPN 2005-2025 dan Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN

Page 52: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

42

2010-2014 yang meliputi : Pertama, pembangunan aparatur negara

dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme

aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik di

pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan

pembangunan di bidang lainnya. Kedua, kebijakan pembangunan di bidang

hukum dan aparatur diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan

yang baik melalui pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Secara rinci area perubahan yang diharapkan dari reformasi birokrasi

terlihat sebagai berikut :

Tabel 2.3.

Area Perubahan dan Hasil yang Diharapkan

NO Area Hasil yang diharapkan

1 Organisasi Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing).

2 Tatalaksana Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

3 Peraturan Perundangundangan

Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif.

4 Sumber daya manusia Aparatur

SDM apatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera.

5 Pengawasan Meningkatnya penyelenggaraan peme-rintahan yang bersih dan bebas KKN.

6 Akuntabilitas Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

7 Pelayanan public Pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.

8 Pola pikir (mind set) dan Budaya Kerja (culture set) Aparatur

Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi

Sumber: GDRB 2010-2025, hal 16

D. Kontrol Politik atas Birokrasi.

Teori Kontrol politik atas birokrasi beranjak dari perspektif dikotomi

antara politik dengan administrasi yang dikemukakan Wilson. Dalam teori ini,

terdapat beberapa dua model dalam teori kontrol politik atas birokrasi.

Pertama, bahwa terdapat perbedaan antara kebijakan dan

administrasi (Wilson, 1987/1941 dan Goodnow,1900 dalam Frederickson

dan Smith, 2003: 18). Berikut ini gambarnya :

Page 53: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

43

Gambar 2.1

Tujuan Sarana

Politik/ Kebijakan Administrasi

Sumber: Frederickson dan Smith, 2003:18

Kedua, model dalam gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan bahwa

birokrat sering ikut dalam pembuatan agenda kebijakan dan pembuatan

kebijakan (Kingdon, 1995; Bardach, 1977 dalam Frederickson, 2003: 18) dan

sebaliknya pejabat terpilih (eksekutif/politisi) sering terlibat dalam persoalan-

persoalan administrasi (Gilmour dan Halley, 1994).

Gambar 2.2

Tujuan Sarana

Politik/Kebijakan

Administrasi

Sumber: Frederickson dan Smith, 2003:5

E. Politik Birokrasi.

Teori politik birokratik ini berupaya menjelaskan bahwa antara

administrasi dengan politik tidak dapat dipisahkan, karena secara praktek,

administrasi bukan aktivitas teknis dan netral nilai yang dipisahkan dari

politik. Waldo beranggapan bahwa administrasi adalah politik (Frederickson

and Smith, 2003: 41).

Apabila politik diartikan sebagai alokasi secara otoritatif nilai, atau

proses yang memutuskan “siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana

(Easton, 1965; Lasswell, 1936 dalam Frederickson and Smith, 2003: 41),

maka birokrasi dan Birokrat yang dianggap secara rutin mengalokasikan nilai

dan memutuskan siapa mendapat apa, atau yang disebut Meier, (1993)

Page 54: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

44

bahwa birokrasi secara logis terlibat dalam “politik tingkat satu” (Frederickson

and Smith, 2003: 41).

Dalam mengalokasikan nilai-nilai secara otoritatif tersebut, birokrasi

tidak dipandang sebagai pelaksana yang netral, tetapi sebagai partisipan

aktif dalam menentukan kemauan negara. Dan keputusan yang dibuat adalah

produk dari penawaran dan negosiasi antara aktor politik yang

berkepentingan (Frederickson dan Smith, 2003: 48). Namun dalam hal ini

eksekutiflah sebagai pemain sentralnya. Berikut ini model-model

pengambilan keputusan yang dikemukakan Alisson dalam bukunya :

Essence of Decision (1971) sebagai dasar untuk melihat bagaimana sebuah

kebijakan dibuat dan siapa yang menentukan/mempengaruhinya

(Frederickson dan Smith, 2003: 49-50)

1. Model I (Model Klasik/Model Aktor Rasional): Model ini menyatakan bahwa keputusan pemerintah dapat dipahami sebagai produk aktor tunggal untuk memenuhi kepentingan sendiri. Dalam hal ini pemerintah akan mempertimbangkan untung ruginya. Model ini tidak melibatkan elemen masyarakat yang lain.

2. Model II (Paradigma proses organisasi): Model ini menyatakan

bahwa sejumlah orang terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan melalui proses SOP (Standart Operational Procedure). Artinya bahwa prosedur yang dilalui secara formal yang telah ditetapkan, sehingga tidak keluar dari jalur atau ketentuan yang ada.

3. Model III (Paradigma Politik Birokratik): Model ini menjelaskan aksi pemerintah sebagai produk penawaran dan melakukan kompromi-kompromi dengan berbagai elemen organisasi di cabang eksekutif. Model ini dibuat dengan empat proposisi (dalil) dasar yaitu:

a. Cabang Eksekutif berisi sejumlah organisasi dan individu yang

memiliki tujuan dan agenda berbeda yang nantinya akan memasukkan kepentingan dan motivasinya yang beragam ke setiap persoalan. Dengan demikian, kompromi-kompromi harus dilakukan dengan berbagai organisasi dan individu yang beragam kepentingan.

Page 55: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

45

b. Tidak ada individu atau organisasi yang lebih kuat daripada lainnya. Dengan kata lain tidak ada satu actor di cabang eksekutif yang bertindak unilateral (menyeluruh). Presiden dapat menjadi aktor paling kuat untuk persoalan tertentu, tapi dia bukan satu-satunya aktor dan pengaruhnya masih terbatas. Artinya di antara elemen masyarakat yang memiliki kepentingan, presidenlah yang paling menentukan, meskipun pada dasarnya tidaklah demikian.

c. Keputusan akhirnya adalah sebuah „Resultan politik” dengan

kata lain apa yang perlu dilakukan pemerintah adalah hasil penawaran dan kompromi yang merupakan produk dari sebuah proses politik. Siapa yang memiliki sumber daya yang kuat dan mumpuni, maka akan muncul sebagai pemenangnya. Biasanya faktor ekonomi (uang) menjadi faktor penentu.

d. Ada perbedaan antara pembuatan kebijakan /keputusan dan

pelaksanaan. Dalam pengambilan keputusan sering terpengaruh oleh prosedur dan kepentingan pelaksana (Rosati, 1981). Dalam hal ini, prosedur bisa ditentukan oleh pelaksana, dalam hal ini birokrasi (street level bureaucrat). Meskipun posisinya pelaksana, tetapi sangat menentukan, karena basis kekuasaan birokratik diasumsikan berasal dari otoritas pembuatan keputusan diskresioner yang dimilikinya, karena tidak semua scenario implementasi dan penegakan bisa sesuai dengan Undang-Undang/aturan yang ada (Frederickson dan Smith, 2003: 62). Demikian pula apa yang ditemukan Gaus bahwa Birokrasi menjadi kekuatan politik tersendiri, karena mampu membuat kebijakan-kebijakan yang diskresioner dan independen yang membuat dirinya menjadi spesifik (Frederickson dan Smith, 2003: 42).

Selain tiga model yang dikemukakan di atas, Allison juga

mengemukakan bahwa penguasa yang memiliki otoritas yang paling tinggilah

yang menentukan atau mempengaruhi birokrasi dalam pengambilan

keputusan. Dan dalam keputusan tersebut terdapat permainan penawaran

(Frederickson dan Smith, 2003: 50) dan ditambahkan oleh Seidman bahwa

birokrasi sering menfokuskan pada permainan politik yang lebih luas dan

intens (Frederickson dan Smith, 2003: 57).

Untuk memahami teori politik birokratik, terdapat dua dimensi

organisasi, yaitu : Pertama, perilaku. Kedua struktur institusi dan distribusi

Page 56: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

46

kekuasaan (Frederickson dan Smith, 2003: 53). Dimensi perilaku bertujuan

menjelaskan mengapa birokrat melakukan hal tertentu. Presumsinya

umumnya adalah birokrasi menindaklanjuti misi penting masyarakat dan

membuat sejumlah keputusan kebijakan, dengan panduan tidak jelas dari

UU. Sedangkan Dimensi struktur institusi dan distribusi kekuasaan bertujuan

memahami bagaimana lini otoritas formal dari birokrasi, hubungan dengan

institusi lain dan program serta kebijakan yang ada dalam jurisdiksi yang

semua digabungkan untuk menentukan pengaruh politik relatif dari sejumlah

aktor politik.

Struktur organisasi membentuk perilaku institusi dan individu di

dalamnya, ini berimplikasi besar bagi pihak yang ingin menjelaskan peran

pembuatan kebijakan dari birokrasi. Alasan mengapa birokrasi berperan

dalam pembuatan kebijakan karena (Wilson lihat Frederickson dan Smith,

2003: 54):

a. Birokrat mempunyai wewenang/diskresi dalam pembuatan keputusan.

b. Birokrat bebas memilih wacana aksi.

c. Didorong oleh sejumlah insentif seperti : Memenuhi kebutuhan kerja, Harapan rekan kerja, Kolega professional di tempat lain.

d. Kebutuhan klien.

Menurut Wilson (Frederickson dan Smith, 2003: 54), perilaku birokrasi

cenderung purposive, tepatnya dimotivasi oleh tujuan atau target, tetapi

bukan oleh legislatur. Misi birokrat tidak jelas, karena tidak memberikan

panduan misi yang jelas. Dalam istilah Wilson, tujuan ini tidak

mendefinisikan “tugas operator” atau tepat nya tidak memberitahu tugas yang

Page 57: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

47

harus dijalankan pekerja garis depan birokrasi (street level bureaucrat), maka

yang terjadi adalah mengikuti prosedur yang ada dan going by the book

memberikan panduan bagi operator tentang resiko rendah.

Dengan mengacu pada teori ini, diharapkan keputusan-keputusan

politik yang dibuat Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam kerangka

reformasi birokrasi adalah suatu keputusan yang rasional untuk memenuhi

pelayanan bagi masyarakat, bukan dipengaruhi oleh kepentingan-

kepentingan politik atau kekuasaan politisi terpilih (pejabat terpilih dan para

anggota DPRD). Dengan demikian, struktur organisasi yang dibentuk,

kapasitas SDM yang ada dan prosedur pengambilan keputusan yang dilalui

sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku. Reformasi sebagai

proses menulis kembali kontrak antara politisi terpilih dengan pejabat

birokrasi sebagaimana dikatakan Haggard (1997) dikutip Kyarimpa (2009: 21)

semoga tidak ditemukan di Kota Tangerang Selatan.

F. Reformasi SDM

Untuk menunjang suatu organisasi agar survive, diperlukan

SDM/tenaga kerja/karyawan yang cakap dan memiliki motivasi. Untuk itu,

diperlukan perencanaan yang matang atau terintegrasi yang disesuaikan

dengan kebutuhan organisasi. Beberapa unsur berikut ini yang merupakan

bagian dari sistem tenaga kerja, yaitu antara lain: proyeksi kebutuhan,

analisa pekerjaan, perekruitan tenaga kerja, seleksi, pelatihan &

pengembangan, tangga karier, perpindahan, pemberhentian sementara dan

pengunduran diri (Strauss dan Sayles, 1980:3). Jadi sebagai sebuah

organisasi, unsur-unsur tersebut harus direncanakan terlebih dahulu, karena

perencanaan SDM pada hakekatnya merupakan langkah strategis guna

Page 58: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

48

menjamin suatu organisasi tersedia SDM yang tepat untuk mengisi berbagai

posisi dalam organisasi, sehingga akan mendapatkan tenaga kerja/SDM

yang berkualitas dan tujuan organisasi tercapai, karena salah satu aspek

pengukuran kinerja pemerintah daerah adalah SDM yang berkualitas (Satibi,

2011: 74) .

Menciptakan SDM yang berkualitas, bukan berarti tanpa persoalan.

Berikut ini beberapa persoalan internal yang dihadapi dalam system

kepegawaian negara yaitu meliputi : rekruitmen, penggajian dan

penghargaan (reward), pengukuran kinerja, promosi jabatan dan

pengawasan (Prasojo, 2009: 83).

Untuk itu, penataan sumber daya manusia atau aparatur pemerintah

dilaksanakan dengan memperhatikan : sistem merit, sistem diklat, standar

dan peningkatan kinerja, pola karier, standar kompetensi jabatan, klasifikasi

jabatan, beban tugas yang proporsional, rekruitmen sesuai prosedur,

penempatan sesuai keahlian, remunerasi dan sistem informasi manajemen

kepegawaian (Sedarmayanti, 2009: 94).

Apa yang diuraikan di atas, senada dengan amanah UU No. 43 tahun

1999 tentang Manajemen PNS dalam pasal 1 dikatakan bahwa Menajemen

Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan

efesiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas,

fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang meliputi: perencanaan, pengadaan,

pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kepegawaian,

dan pemberhentian.

Dengan demikian, terdapat empat hal kesamaan antara Strauss,

Prasojo, Sedarmayanti dan UU No. 43/1999 terhadap masalah SDM, yaitu :

Page 59: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

49

rekruitmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan karier. Sedangkan

masalah penggajian tidak disinggung strauss.

Berikut ini akan dijelaskan tentang rekruitmen, seleksi, pelatihan,

pengembangan karier dan penggajian.

Rekruitmen

Salah satu faktor yang menyebabkan bertambahnya jumlah SDM di

daerah adalah adanya kebijakan otonomi daerah yang mendorong terjadi

pemekaran wilayah yang berdampak pada penambahan pembentukan

satuan kerja pemerintah daerah, tanpa melihat kebutuhan riil daerah tersebut

(layanan Publik, Edisi XXXVII, 2011: 21). Untuk mendapatkan kesesuaian

antara hasil rekruitmen dengan kebutuhan riil, maka diperlukan analisis

terhadap pekerjaan secara sistematis atau disebut juga analisis beban kerja

(ABK).

Salah satu cara melakukan rekruitmen adalah dengan merit system

yaitu suatu proses yang teratur dan fair, pemekerjaan, pembayaran,

pengembangan, pempromosian dan rotasi, pendisiplinan serta pensiun atas

dasar kemampuan dan kinerja (Woodrod, 2000: 14). Selain itu, prinsip sistem

merit bahwa pengangkatan, promosi dan tindakan personil lainnya secara

eksklusif yang dilakukan atas dasar kemampuan pegawai dan kinerjanya

Negro dan Negro dalam Woodrod, 2000: 15). Di negara modern, sistem merit

di pemerintahan modern adalah sistem kepegawaian di mana perbandingan

prestasi dan kecakapan menentukan penseleksian individu dan karier dalam

pekerjaan. Untuk memudahkan sistem merit maka perlu dicari elemen-

elemen yang terdapat dalam sistem merit.

Page 60: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

50

Persoalan dalam melakukan rekruitmen dengan fair menggunakan

sistem merit adalah kekuatan eksternal yang mendorong terjadinya

intervensi politik. Hal ini disebabkan birokrasi di Indonesia yang belum

terpisah secara total dengan politik (Prasojo, 2009: 85 ) atau terdapat kontrol

politis atas birokrasi (Frederickson dan Smith, 2003).

Penelitian reformasi birokrasi akan melihat bagaimana proses

penyelenggaraan rekruitmen Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan.

Mulai dari perencanaan, analisas jabatan yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan riil pemerintah daerah, penggunaan sistem merit sampai dengan

pengaruh/intervensi politik terhadap birokrasi dalam pengambilan keputusan

terhadap rekruitmen tersebut.

Seleksi

Seleksi diperlukan terhadap pegawai guna mendapatkan sesuai

dengan kebutuhan. Dan salah satu tujuan seleksi agar memperoleh SDM

yang memiliki kompetensi sesuai dengan posisi yang dibutuhkan. Untuk itu

dibutuhkan mekanisme/prosedur yang standar, objektif yang biasa

dilakukan dalam penyeleksian pegawai. Berikut ini proses seleksi yang biasa

dilakukan antara lain (Rivai, 2004: 172): Terdapat dokumen tertulis seperti

surat lamaran, TPA, Tes Kepribadian, Tes psikologi, drug test, honesty test,

handwriting test dan assessment center serta wawancara.

Pelatihan

Beberapa mekanisme pengembangan sumber daya birokrasi, di

antaranya melalui (Sulistiyani, 2004 : 39):

1. Learning process approach Pembelajaran tidak hanya dalam pengertian sempit melainkan juga dalam dimensi yang lebih luas dalam rangka terciptanya aparatur pemerintah yang profesional.

Page 61: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

51

2. Learning to be effective

Pendekatan ini memberi toleransi bagi kesalahan yang dilakukan birokrasi.

3. Learning to be efficient

Dari kesalahan untuk belajar efektif, maka birokrat akan melangkah menjadi efisien.

4. Learning to be expand

Setelah efisien, birokrat akan belajar berkembang.

Karier (Promosi Jabatan)

Karier atau promosi jabatan yaitu penempatan seseorang pada

jabatan tertentu sebagai promosi jabatan harus berdasarkan kompetensi,

profesionalisme, kualitas dan kinerja. Bukan berdasarkan pada like and

dislike, kepentingan kelompok, KKN atau tekanan politik dan balas budi.

Untuk itu, pengembangan sistem informasi manajemen sangat

diperlukan dalam menentukan penempatan posisi seseorang. Selain itu,

optimalisasi analisis jabatan dan beban kerja (ABK) harus dilaksanakan,

sehingga dapat diketahui posisi-posisi apa saja yang diperlukan dan tepat

diberikan pada siapa.

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, maka akan dijelaskan

mengapa seseorang ditempatkan pada posisi tertentu sebagai promosi

jabatan oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan dan landasan

apakah yang digunakan pemerintah daerah dalam penempatan tersebut.

Penggajian

Tingkat kesejahteraan PNS sangat mempengaruhi kinerja dan

perilaku PNS. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan

dengan gaji yang diterima (Prasojo, 2009: 85). Struktur sistem penggajian

membuat pendapatan seorang PNS dapat jauh lebih besar daripada gaji

Page 62: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

52

yang sebenarnya. Gaji sebenarnya hanya berkisar 20-30 %, tetapi tunjangan-

tunjangan dan honor-honor proyek yang seringkali memperbesar pendapatan

seseorang. Selain itu, pendapatan PNS tidak transparan, sehingga gaji

sesungguhnya tidak diketahui. Dengan demikian, praktek gratifikasi dan suap

cenderung marak mewarnai penyelenggaraan pemerintahan.

Selain itu, sistem penggajian tidak didasarkan pada sistem kinerja,

sehingga antara pegawai yang rajin dengan yang tidak, gajinya sama

besarnya (Prasojo, 2009: 86). Dengan demikian, system penggajian sebagai

salah satu yang terkait dengan reformasi SDM harus dirubah. Sistem

penggajian harus dibayar sesuai dengan pengukuran kinerja, kemudian

memangkas honor-honor yang selama ini diterima. Untuk itu, penilaian

pengukuran kinerja juga harus benar-benar adil dan transparan.

Penataan SDM

Dengan adanya kebijakan desentralisasi, bukan berarti pemerintah

daerah tidak memiliki masalah, justru banyak persoalan yang harus

diselesaikan. Untuk itu, pemerintah daerah dituntut untuk menunjukkan

kinerjanya. Untuk memenuhi kinerja yang dituntut, maka pemerintahan

daerah membutuhkan peningkatan kualitas sumber daya aparatur yang

terdiri dari ( Satibi, 2011: 76-81):

1. Menata ulang perencanaan Sumber Daya Aparatur Perencanaan SDM pada hakekatnya merupakan langkah strategis

yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa organisasi tersedia sumber manusia yang tepat untuk mengisi berbagai posisi sesuai dengan tuntutan kebutuhan organisasi.

2. Optimalisasi analisis terhadap pekerjaan secara sistematis,

komprehensif dan konsisten. Merupakan suatu usaha yang sistematis dalam mengumpulkan, menilai dan mengorganisasikan semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam organisasi.

Page 63: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

53

3. Optimalisasi pengembangan Sumber Daya Aparatur. Hal ini menjadi investasi yang penting dalam suatu organisasi. Untuk itu harus mendapat perhatian yang serus. Namun dapat juga menjadi kendala manakala keberadaan mereka tidak memberi kontribusi yang nyata. Untuk itu, PNS harus memberi nilai tambah (Majalah Layanan Publik , Edisi XXIV, 2008: 32).

4. Rasionalisasi Aparatur

Hal ini dilakukan karena beban kerja tidak seimbang dengan jumlah pegawai, anggaran untuk pegawai terlalu besar, perkembangan teknologi, sehingga jumlah pegawai yang banyak tidak diperlukan dan sebagai pemicu kinerja bagi pegawai yang lain.

Selain peningkatan kualitas SDM, untuk mengatasi berbagai

persoalan yang menyangkut SDM (kepegawaian), maka perlu dilakukan

berbagai pengungkit (leverage) perubahan sistem untuk menuju arah

perubahan yang dikehendaki (Prasojo, 2009: 89-90), yaitu: 1). Penerapan

sistem merit, 2). Penguatan kode etik dan pengawasan perilaku, 3).

Reformulasi dan demiliterisasi pendidikan aparatur, 4). Pembangunan

paradigma, mentalitas dan budaya public entrepreneur, 5). Penertiban

partisipasi aktif PNS dalam pemilihan.

Penerapan sistem merit terkait dengan reformasi rekruitmen PNS,

reformasi sistem remunerasi PNS dan Reformasi pengukuran kinerja

aparatur. Sedangkan penguatan kode etik dan pengawasan dalam rangka

pengawasan moral terhadap setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan

oleh aparatur negara yang terkait dengan mandat kedaulatan rakyat.

Demiliterisasi dalam pendidikan untuk menghindari tindak kekerasan yang

dilakukan aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Bukan

“kekuasaan” yang berbicara, tetapi performance dalam kinerja yang harus

ditunjukkan sebagai abdi masyarakat. Mentalitas entrepreneur dimaksudkan

agar budaya efisiensi diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan

Page 64: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

54

daerah dan budaya untuk memuaskan “pelanggan” harus ditunjukkan.

Penertiban PNS dalam pemilihan-pemilihan kepala daerah dalam rangka

menjaga kenetralan birokrasi sebagai abdi masyarakat yang bersifat apolitis.

Tidak diharapkan birokrasi sebagai aparatur pemerintahan yang jumlahnya

cukup banyak terkooptasi dan dipolitisasi, sehingga akan mempengaruhi

keberpihakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Salah satu program yang dicanangkan dalam pelaksanaan reformasi

birokrasi di Indonesia di tingkat mikro baik bagi K/L dan Pemda dalam road

map reformasi birokrasi (RMRB) adalah penataan sistem manajemen SDM

aparatur. Adapun tujuan program ini untuk meningkatkan profesionalisme

SDM aparatur pada masing-masing K/L dan Pemda yang didukung oleh

sistem rekruitmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan

serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan.

Sedangkan target yang ingin dicapai dalam program ini adalah (Himpunan

Peraturan Perundang-Undangan Bidang Pendayaan Aparatur Negara Jilid II,

2011: 109-110):

a) Meningkatnya ketaatan terhadap pengelola SDM aparatur.

b) Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas.

c) Meningkatnya disiplin SDM aparatur.

d) Meningkatnya efektivitas SDM aparatur.

e) Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur.

Pada poin ini ingin memperlihatkan bahwa aparatur pemerintahan

daerah Kota Tangerang Selatan menjadi SDM yang profesional, berkinerja,

efisien, bebas KKN dan bersifat netral.

Page 65: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

55

Faktor-Faktor Yang Mendukung Reformasi Birokrasi.

Faktor-Faktor yang mendukung keberhasilan Reformasi Birokrasi di

daerah menurut Prasojo, Maksum dan Kurniawan (2006: 175-176) sebagai

berikut:

a) Komitmen dan political will kepala daerah.

b) Kemampuan Kepala Daerah beserta aparatnya untuk melibatkan organisasi lokal seperti LSM, tokoh masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya dalam penyusunan prioritas program, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program.

c) Adanya program efisiensi pembangunan di semua sektor serta adanya upaya mengubah paradigma dan budaya birokrasi.

d) Pemilihan prioritas program. Keberhasilan program juga ditentukan oleh keberpihakan program-program tersebut terhadap kepentingan masyarakat. Selain itu, dalam implementasi suatu program hendaknya selalu menerapkan KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi). Kemampuan Kepala Daerah beserta aparatnya untuk melibatkan organisasi lokal seperti LSM, tokoh masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya dalam penyusunan prioritas program, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program.

Selain factor pendukung reformasi birokrasi yang dikemukakan

Prasojo di atas, keberhasilan reformasi birokrasi juga harus didukung oleh

kemitraan (Silaban (ed), 2012: 57-62). Kemitraan ini dibutuhkan, karena

reformasi birokrasi adalah everybody’s business, semua stakeholder

berkepentingan akan peningkatan pelayanan publik yang dicapai melalui

pelaksanaan reformasi birokrasi. Kemitraan di sini termasuk akademisi,

profesional, media dan masyarakat itu sendiri.

Pelibatan institusi akademisi dan profesional sebagai perwujudan

kemitraan yang diharapkan dapat melakukan pencarian, pemilihan dan

pengembangan anak-anak bangsa yang terbaik sebagai pelayanan publik.

Page 66: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

56

Selain itu, ikut mengevaluasi, memperbaiki sistem rekruitmen dan jabatan

dalam rangka menciptakan pejabat publik profesional. Media juga dapat

menjadi patner dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Penyebaran informasi

dan membantu menciptakan masyarakat madani yang respon positif

terhadap perkembangan dan pembangunan bangsa merupakan peran yang

diharapkan terhadap media. Dan yang tak kalah penting adalah kemitraan

dengan masyarakat itu sendiri. Peran masyarakat sangat diharap dalam

mengawal reformasi birokrasi dengan melakukan pemantauan dan

pengawasan proses reformasi birokrasi tersebut (Silaban (Ed), 2012).

Kemitraan politis juga sangat diperlukan selain kemitraan yang

disebukan di atas. Yang dimaksud kemitraan politis di sini adalah Partai

politik dan organisasi masyarakat (Silaban (ed), 2012: 61). Tujuannya untuk

mencapai resonansi yang lebih besar, agar reformasi birokrasi bergema ke

seluruh komponen bangsa dengan membawa prinsip dan etika dalam

pelayanan publik. Dan yang lebih utama lagi dukungan kemitraan politis ini

diharapkan dalam perumusan kebijakan, penyusunan perundang-undangan

dan anggaran, agar pelaksanaan reformasi birokrasi berjalan lancar.

Di dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, tidak hanya terdapat faktor

pendukung, tetapi juga faktor penghambat, sebagaimana yang ditemui di

Afrika. Faktor penghambatnya yaitu pelayanan publik yang buruk, yang

diakibatkan korupsi merajalela, moral dan motivasi pekerja rendah dan

sumber daya serta peralatan kurang (Kyarimpa, 2009:26). Dengan kata lain,

yang menjadi penghambat kegagalan reformasi birokrasi secara tidak

langsung karena rendahnya moralitas dan motivasi SDM.

Page 67: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

57

Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) juga didukung EE

Mangindaan (Mantan KemenPAN dan RB) mengatakan bahwa kenyataan

yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa hambatan untuk melakukan

reformasi birokrasi seringkali justru datang dari dalam birokrasi itu sendiri,

baik karena lemahnya kemampuan atau rendahnya kemauan. (Majalah

Layanan Publik, Edisi XXXVII, 2011: 9). Sebagai analog (perbandingan), hal

ini dialami Jepang, ketika desentralisasi diberlakukan, para birokrat Jepang

merasa kepentingan-kepentingannya terancam dengan adanya

desentralisasi tersebut (Nakamura, 1996: 5).

Selain itu, dari perspektif bisnis, rendahnya kinerja birokrasi

disebabkan ketidaktahuan birokrasi siapa “pelanggannya”, karena dana yang

diperoleh birokrat tidak berasal dari para pelanggannya secara langsung.

Berbeda dengan sektor bisnis yang memberi pelayanan kepada pelanggan

dengan memuaskan, karena pelayanan yang baik berkaitan dengan dana

yang masuk dari para pelanggannya (Osborne dan Gaebler dalam Herman

Sismono, 2011: 66).

Kajian reformasi birokrasi pemerintahan Kota Tangsel akan berupaya

melihat sampai sejauhmana faktor-faktor seperti komitmen dan good will

kepala daerah, partai politik dan stakeholder seperti akademisi, profesional,

media dan masyarakat serta birokrasi aparatur mendukung pelaksanaan

reformasi birokrasi yang dilaksanakan di Pemerintahan daerah Kota

Tangerang Selatan.

Page 68: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

58

G. Kerangka Pemikiran

Kondisi Riil: 1. Adanya GDRB 2. Kebijakan

Desentralisasi (Otda) 3. Kondisi Birokrasi Ind.

(Penyakit Birokrasi) 4. Era Globalisasi

Kondisi Birokrasi Pemda Tangsel : 1. Jumlah SDM Melebihi

Kebutuhan 2. Pendayagunaan SDM

belum optimal 3. Tingkat kedisiplinan

Rendah 4. Korupsi

SDM APARATUR BIROKRASI PEMERINTAH KOTA TANGSEL

Pengangkatan Berbasisi Analisa Jabatan (ANJAB) dan Analisa Beban Kerja (ABK) serta Merit System

Jabatan Sesuai Kompetensi

Pelatihan Mendukung Kapasitas

Sistem Penggajian Berbasis Kinerja

Kondisi Kerja Kondusif (Sistem Pelayanan Terpasu)

PERLUNYA REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM

TARGET REFORMASI BIROKRASI TERCAPAI

Clean Government Peningkatan Kualitas pelayanan

publik k Peningkatan Kapasitas dan

akuntabilitas kinerja birokrasi

Page 69: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

59

Page 70: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah salah satu kesatuan rangkaian metode yang

digunakan dalam melakukan penelitian Implementasi Reformasi Birokrasi

Bidang SDM di Kota Tangsel. Di dalam metodologi dijelaskan tentang

pendekatan penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitian, sumber data,

prosedur pengumpulan data dan terakhir analisis data.

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti Implementasi

Reformasi Birokrasi Bidang SDM Di Kota tangsel adalah Deskriptif.

Pemilihan jenis penelitian ini, karena untuk pemaparan secara terperinci

fenomena sosial tertentu dan biasanya dilakukan tanpa perumusan hipotesa

(Andi Prastowo, 2011: 203; Singarimbun, 1983: 4) dan hanya

menggambarkan gejala atau keadaan “apa adanya” (Suharsimi Arikunto,

2003: 310 dalam Andi Prastowo, 2011: 203).

Selain itu penelitian deskriptif berusaha untuk memecahkan masalah

yang ada berdasarkan penyajian data-data, menganalisis dan

menginterpretasikannya atau dengan kata lain sebagai pencarian fakta

dengan interpretasi yang tepat (Whitney dalam Andi Prastowo, 2011: 201 )

dan ditujukan untuk pemecahan masalah pada masa sekarang (Donaldy

Ary, 2007: 447).

Page 71: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

60

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan untuk memotret penelitian Implementasi

Reformasi Bidang SDM di Kota Tangsel adalah pendekatan dengan

menggunakan Paradigma Kualitatif

Paradigma kualititatif dalam penelitian ini karena dalam analisa

datanya, tidak menggunakan dasar perhitungan-perhitungan dengan rumus

statistic. Penelitian ini untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik

fenomena Reformasi Birokarsi Bidang SDM di Kota Tangsel yang belum

diketahui atau untuk mendapatkan wawasan tentang pelaksanaan reformasi

birokrasi bidang SDM di Kota Tangsel yang baru diketahui oleh peneliti,

sebagaimana dikatakan bahwa Pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk

mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikitpun

belum diketahui atau juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang

sesuatu yang baru diketahui (Anselm Strauss & Juliet Corbin, 2009: 5).

Penggunaan pendekatan kualitatif juga membantu peneliti untuk

mengungkap fenomena yang sulit diungkap oleh pendekatan kuantitatif

(Anselm Strauss & Juliet Corbin, 2009: 5).

B. Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian Implementasi Refomasi Birokrasi Bidang

SDM di Kota Tangsel meliputi : 1). Pengangkatan, 2). Pelatihan, 3).

Penggajian, 4). Kondisi Kerja dan Kinerja.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Kota Tangerang Selatan,

Provinsi Banten. Pemilihan Kota Tangsel, karena merupakan kota yang baru

dibentuk sebagai hasil pemekaran pada 26 Nopember 2008 dari Kota

Page 72: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

61

Tangerang, Banten. Kota Tangsel salah satu penyangga bagi DKI Jakarta

dan salah satu kota yang belum masuk kategori kota yang berkinerja dalam

evaluasi pemerintahan daerah oleh Pemerintah tahun 2011. Diharapkan

Kota Tangsel yang baru dapat mengimplementasikan reformasi birokrasi

termasuk dalam bidang SDM.

D. Sumber Data

Data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder.

Data Primer berasal dari wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan

dengan beberapa key informan yang dijadikan sebagai narasumber. Key

informan tersebut berasal dari Kantor Pemerintahan Daerah Kota Tangsel.

Key Inforan ini terdiri dari :

1. Kantor Sekda yang terdiri dari :

2. Dinas-Dinas dan Badan badan

3. Kecamatan dan Kelurahan

Data Sekunder terdiri dari dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang

relevan dengan penelitian ini, misalnya Peraturan Pemerintah, Perda-perda,

Buku-buku, Hasil laporan, dan sebagainya. Dengan demikian, sumber data

dalam penelitian ini adalah key informan, dokumen-dokumen dan arsip-

arsip.

E. Prosedur Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Observasi, melakukan pengamatan terhadap aktifitas-aktifitas yang

dilakukan di Kantor Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, terutama

difokuskan pada kantor-kantor pelayanan pada masyarakat, misalnya

Rumah Sakit, Kantor Catatan Sipil, Kantor Perizinan, Kantor Sekretariat

Daerah dan BLHD (Badan Lingkungan Hidup Daerah). Teknik ini

Page 73: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

62

digunakan apabila data-data yang diperlukan belum terungkap secara

lengkap dari key informan yang ada.

2. Wawancara dengan menggunakan key informan yang memahami

permasalahan penelitian yang terkait dengan reformasi birokrasi bidang

SDM di Kota Tangsel.

3. Data sekunder, baik hasil dokumentasi, laporan-laporan, maupun hasil

statistic, dan lain-lain.

Key informan ini dipilih secara purposive sampling, yaitu sampel di

pilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Masri Singarimbun,

1983: 110). Apabila data yang diterima belum mencukupi, maka akan

digunakan teknik snow ball sampling.

Untuk mendapatkan keabsahan data, maka prosedur yang dapat

dilakukan adalah

a) Peer Debriefing (diskusi dengan teman) dilakukan dengan orang-

orang/teman-teman yang peneliti anggap ahli, mengetahui dan

memahami tentang reformasi birokras bidang SDM di Kota Tangsel.

b) Triangulasi dilakukan sebagai cross check dengan sesama aparatur

birokrasi, kepala dinas atau badan serta anggota legislatif.

F. Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskripstif (Deskriptif analisis), mengingat Kota Tangsel relative

masih baru berdiri, sehingga banyak fenomena (fenomenon) dapat di gali

secara mendalam dan dijelaskan secara rinci (detal). Untuk itu, metode yang

tepat digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis.

-oo00oo-

Page 74: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

63

BAB IV

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

Pada bab IV dijelaskan gambaran umum Pemerintahan Kota Tangsel,

baik dari sejarah terbentuknya, geografis, pemerintah daerah, keadaan ekonomi

dan politik. Deskripsi ini didukung dengan data-data yang berasal dari data

sekunder, seperti data statistik, dokumen-dokumen berbentuk peraturan dan

laporan-laporan tertulis yang telah didokumentasikan dalam bentuk buku,

maupun pengamatan peneliti. Selain itu dukungan dalam bentuk wawancara.

A. Sejarah Kota Tangerang Selatan

Kota Tangsel dibentuk pada tahun 2008 sebagai hasil pemekaran dari

Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dan dianggap kota termuda dibandingkan

dengan kota-kota lain di Indonesia. Nama Tangerang Selatan dikarenakan

pemekaran tersebut terletak di daerah selatan Kabupaten Tangerang, maka

dinamakan Kota Tangerang Selatan (Profile Kota Tangsel, Bappeda, 2012: 4).

Kota Tangsel disahkan pada Sidang Paripurna DPR RI Hari Rabu,

tanggal 29 Oktober 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008,

setelah melalui perjuangan panjang diawali dengan wacana pembentukan Kota

Cipasera sejak tahun 2000. Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Kepala

BLHD:

“Kota Tangsel dulu sebelum dibentuk, diawali wacana penggabungan oleh kelompok (konsorsium) antar wilayah Kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong dan Pondok Aren (Cipasera) yang dimotori tokoh-tokoh masyarakat. Prof Bhenyamin pernah diminta pendapatnya dan berdiskusi dengan kelompok Cipasera. Kebetulan saya juga pernah ikut” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013). Berdasarkan Undang-Undang No. 51 tahun 2008 tentang Pembentukan

Kota Tangsel, maka kedudukan pusat kota, seharusnya berada di Kelurahan

Page 75: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

64

Sarua, Kecamatan Ciputat yang berdampingan dengan Kelurahan Pondok

Benda, Kecamatan Pamulang. Kedekatan posisi inilah, sehingga masyarakat

menyebut wilayah tersebut sebagai wilayah Pamulang. Selain itu, karena berada

di samping atau bahkan dianggap berada di area Perumahan Pamulang II.

Undang-Undang No. 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangsel

yang juga di dalamnya berisi ketentuan lokasi pusat perkantoran walikota,

ternyata belum dipenuhi, karena masih dalam tahap pembangunan. Saat

penelitian inidilakukan, Kantor Walikota dan Sekretariat Daerah berada di area

wilayah Kecamatan Setu, tetapi sebelumnya menumpang di Kantor Kecamatan

Pamulang. Lokasi pusat perkantoran walikota yang ditentukan Undang-Undang

No. 51 Tahun 2008, sedang diproses pembangunannya dengan melakukan

pembebasan lahan untuk memperluas pembangunan perkantoran pemerintah

Kota Tangerang Selatan. Berikut gambar Kantor Walikota Tangerang Selatan

yang menumpang pada Kecamatan Pamulang.

B. Kadaan Geografis

Kota Tangsel terletak di bagian timur Provinsi Banten yaitu pada titik

koordinat 106’38’-106’47’ Bujur Timur dan 06’13’30-06’22’30 Lintang Selatan.

Kota Tangerang Selatan diapit 4 kota, yaitu sebelah utara berbatasan dengan

Provinsi DKI Jakarta Kota Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan

Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Bogor dan Kota Depok serta sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Tangerang.

Secara administrasi, Kota Tangsel terdiri dari 7 kecamatan, 49

kelurahan dan 5 desa dengan luas wilayah 147,19 Km2 atau 14.719 Ha atau

sebesar 1,63 % dari luas wilayah Provinsi Banten. Di antara 7 kecamatan

Page 76: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

65

tersebut, hanya kecamatan Setu yang memiliki desa berjumlah 5 dan 1

kelurahan. Adapun jumlah kecamatan dan kelurahan serat luasnya secara rinci

dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel: 4.1. Jumlah Kecamatan dan Kelurahan Kota Tangerang Selatan

No Nama Kecamatan

Luas Wilayah (KM2)

(%) Kelurahan (%)

1 Serpong 24,04 16,33 9 18,37

2 Serpong Utara 17,84 12,12 7 14,28

3 Ciputat 18,38 12,49 7 14,28

4 Ciputat Timur 15,43 10,48 6 12,24

5 Pamulang 26,82 18,22 8 16,33

6 Pondok Aren 29,88 20,30 11 22,45

7 Setu 14,80 10,06 1 2,05

Jumlah 147,19 100 49 100

Sumber: Tangsel Dalam Angka, 2012: 22.

Di antara tujuh kecamatan, Kecamatan Pondok Aren merupakan

kecamatan terluas di Kota Tangsel dengan luas 29,88 kilometer persegi,

Sedangkan Setu merupakan kecamatan terkecil dengan luas 14,80 kilometer

persegi.

Wilayah Kota Tangsel dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pesanggrahan dan

Sungai Cisadane sebagai batas administrasi kota di sebelah barat. Letak

geografis Kota Tangsel yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta

memberikan peluang pada Kota Tangsel sebagai salah satu daerah penyangga

provinsi DKI Jakarta dan penghubung antara Provinsi Banten dengan Provinsi

DKI Jakarta. Selain itu, Kota Tangsel juga menjadi salah satu daerah yang

Page 77: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

66

menghubungkan Provinsi Banten dengan Provinsi Jawa Barat. Peta berikut

memperlihatkan geografis Kota Tangsel.

Gambar 4.1. Peta Kota Tangerang Selatan

C. Pemerintahan Daerah

Di dalam penyelenggaraan pemerintahan, Kota Tangsel mempunyai

organisasi perangkat daerah yang diatur dalam Peraturan Walikota (Perwal) No.

6 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangsel yang merujuk

pada Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Daerah. Organisasi perangkat daerah dinamakan Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD). Jumlah SKPD Kota Tangsel berjumlah 33 buah termasuk

kecamatan dan kelurahan. Tabel berikut memperlihatkan jumlah SKPD Kota

Tangsel.

Page 78: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

67

Tabel 4.2. Jumlah Organisasi Perangkat Daerah

Pemda Kota Tangerang Selatan

NO Nama SKPD

1 Sekretariat Daerah

2 Sekretariat DPRD

3

DINAS-DINAS: Dinas Pendidikan

4 Dinas Kesehatan

5 Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air

6 Dinas Tata Kota, Bangunan dan

No Nama SKPD

Pemukiman

7 Dinas Pemuda dan Olahraga

8 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

9 Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi

10 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

11 Dinas Perindustrian dan Perdagangan

12 Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

13 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

14 Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman

15 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

16

LEMBAGA TEKNIS DAERAH : Badan: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

17 Badan Lingkungan Hidup daerah

18 Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan perempuan dan KB

19 Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat

20 Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan

21 Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

22

Kantor: Kantor Arsip Daerah

23 Kantor Pemadam Kebakaran

24 Kantor Kebudayaan dan Pariwisata

25 Kantor Pananaman Modal

26 Kantor Perpustakaan Daerah

27 Inspektorat Kota

28 Satuan Polisi Pamong Praja

29 Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

30 Kecamatan ( 7 Kecamatan)

31 Kelurahan (49 Kelurahan)

32

Lembaga Lain: Badan Penanggulangan Bencana Daerah

33 Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI

Sumber: Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan No. 06 Tahun 2010 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan.

SKPD yang terdapat dalam tabel di atas, termasuk kecamatan dan

kelurahan sebagai organsiasi perangkat daerah yang terendah di Kota Tangsel.

Selain itu, masih terdapat desa, RW dan RT, tetapi ketiga unsur tersebut tidak

Page 79: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

68

termasuk dalam perangkat daerah yang dimaksud dalam Perwal No. 6 tahun

2010.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa jumlah kecamatan terdapat

7 dan kelurahan sebanyak 49. Selain itu terdapat 5 desa, 686 Rukun Warga

(RW) dan 3.535 Rukun Tetangga (RT). Pondok Aren adalah kecamatan yang

memiliki kelurahan terbanyak , yaitu 11 kelurahan. Adapun jumlah dan nama-

nama kecamatan dan kelurahan terdapat dalam tabel berikut:

Tabel 4.3. Jumlah Kecamatan dan Kelurahan Pemda Kota Tangsel

No Nama Kecamatan Nama Kelurahan

1. Serpong 1. Buaran 2. Ciater 3. Rawa Mekar Jaya 4. Rawa Buntu 5. Serpong 6. Cilenggang 7. Lengkong Gudang 8. Lengkong Gudang Timur 9. Lengkong Wetan

2. Serpong Utara 1. Lengkong Karya 2. Jalupang 3. Pondok Jagung 4. Pondok Jagung Timur 5. Pakulonan 6. Paku Alam 7. Paku Jaya

3. Ciputat 1. Sarua 2. Jombang 3. Sawah Baru 4. Sarua Indah 5. Sawah 6. Ciputat 7. Cipayung

4. Ciputat Timur 1. Pisangan 2. Cirendeu 3. Cempaka Putih 4. Rempoa 5. Rengas 6. Pondok Ranji

5. Pamulang 1. Pondok Benda 2. Pamulang Barat 3. Pamulang Timur 4. Pondok Cabe Udik 5. Pondok Cabe Ilir 6. Kedaung 7. Bambu Apus 8. Benda Baru

6. Pondok Aren 1. Perigi Baru 2. Pondok Kcg Barat 3. Pondok Kcg Timur 4. Perigi 5. Pondok Pucun 6. Pondok Jaya 7. Pondok Aren 8. Jurang Mangu Barat 9. Jurang Mangu Timur

Page 80: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

69

10. Pondok Karya 11. Pondok Betung.

7. Setu 1. Kranggan 2. Muncul 3. Kademangan 4. Setu (Desa) 5. Babakan 6. Bakti Jaya

Sumber: Kota Tangsel Dalam Angka, BPS Kota Tangsel, 2012: 23.

D. Perekonomian

Berdasarkan data sementara PDRB tahun 2011, struktur ekonomi Kota

Tangsel didominasi oleh sektor tersier, yaitu perdagangan, hotel dan restoran;

pengangkutan dan komunikasi; perbankan dan lembaga keuangan serta jasa-

jasa yang memberikan kontribusi hingga 72,75%. Sektor sekunder (industri

pengolahan; listrik, gas dan air bersih; dan bangunan) memberikan kontribusi

26,37%, dan sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) hanya

memberikan kontribusi 0,88% (Profil Kota Tangsel, Bappeda, 2012: 59). Secara

rinci tabel berikut ini dapat menjelaskan kontribusi di atas:

Tabel 4.4. Jumlah Kontribusi Bidang Usaha di Kota Tangerang Selatan

No Sektor Usaha Jumlah (Rp)

1 Jasa Konstruksi Rp. 217.358.100.000

2 Jasa Kesehatan Rp. 207.972.258.000

3 Industri Pengolahan Rp. 104.127.482.000

4 Transportasi Rp. 7.850.599.813.000

5 Jasa Hotel Restoran Rp. 9.638.000.000

6 Pertanian Rp. 687.573.500.000

7 Keuangan Rp. 71.066.345.764.000

8 Pendidikan Rp. 8.325.000.000

9 Real Estate Rp. 250.867.725.000

10 Listrik Gas Rp. 163.788.375.000

11 Perdagangan Rp. 2.909.645.541.790

12 Jasa Lainnya Rp. 41.986.916.000

Total Rp. 83.528.327.474.790

Sumber: Profil Kota Tangerang Selatan, Bappeda, 2012: 54.

Page 81: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

70

Melihat tabel di atas, ternyata sektor usaha yang paling dominan di Kota

Tangsel adalah sektor perdagangan, keuangan dan transportasi. Ketiga sektor

ini termasuk sektor tersier, tetapi menjadi leading sektor usaha dalam

memberikan kontribusi kepada perekonomian Kota Tangsel dan pemasukan bagi

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada tahun 2012, PAD Kota Tangsel berjumlah

Rp. 443.737.453.353,00 (Profil Kota Tangerang Selatan, 2012: 66).

Selain Perdagangan dan Jasa, sektor Pertanian juga memberikan

kontribusi sebanyak Rp. 687.573.500.000. Salah satu hasil pertanian yang

menjadi kompetensi hasil industri Kota Tangsel adalah Bunga Anggrek dan akan

dijadikan identitas Kota Tangsel (sedang dalam proses penelitian), selain

makanan dan industri konfeksi.

Kota Tangsel tidak memiliki perusahaan industri berat, karena

perusahaan-perusahaan yang diberi izin adalah perusahaan yang non polutan.

Terdapat beberapa industri menengah dan kecil di Kota Tangsel, seperti PT.

Indah Kiat yang berkiprah di bidang kertas, PT Pratama, yang bergerak di bidang

keramik dengan merk Toto serta perusahaan home industy seperti konfeksi-

konfeksi pakaian jadi (Wawancara dengan Kasubdit Perekonomidan dan

Perdagangan Kantor Bappeda Kota Tangsel, 9 April 2013).

E. Politik

Persoalan politik, tidak terlepas dari eksistensi partai politik. Seiring

dengan penerapan demokratisasi di Indonesia, maka partai politik menjadi pilar

sekaligus pemegang peran penting dalam perpilitikan tingkat nasional, maupun

lokal. Terdapat 5 Partai politik yang memiliki kursi secara independen di DPRD

Kota Tangsel, yaitu Partai Demokrat, PKS, Partai Golkar, PAN dan PDIP,

sedangkan 7 partai lainnya, yaitu PPP, Hanura, PKB, Partai Keadilan &

Page 82: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

71

Persatuan Indonesia, PBB, Partai Penegak Demokrasi Indonesia dan PDS

bergabung dengan nama MADANI menduduki kursi di DPRD Kota Tangsel.

Tabel berikut memperlihatkan jumlah anggota sesuai dengan fraksi yang

dibentuk:

Tabel 4.5. Jumlah Anggota DPRD Dari Setiap Fraksi Kota Tangsel

No Partai Politik Jumlah Kursi (%)

1. Demokrat 12 27

2. Keadilan Sejahtera 7 16

3. Golongan Karya 6 13

4. PDIP 4 9

5. Amanah Indonesia Raya (AIR) 5 11

6. MADANI 11 24

Jumlah 45 100

Sumber: Kota Tangerang Selatan dalam Angka, 2012, hal. 21.

Fraksi yang paling banyak menduduki kursi di DPRD Kota Tangsel

berasal dari Partai Demokrat 12 orang (27 %) dan PKS menduduki posisi kedua

7 orang (16 %). Fraksi AIR dan MADANI adalah fraksi gabungan dari beberapa

partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk fraksi tersendiri.

Selain fraksi, tabel berikut ini memperlihatkan jumlah komisi di DPRD

Kota Tangsel:

Tabel 4.6. Jumlah Komisi DPRD Kota Tangsel

No Nama Komisi Bidang Yang Ditangani Jumlah (%)

1 Komisi A Pemerintahan 11 24,44

2 Komisi B Perekonomian dan Kesejahteraan 11 24,44

3 Komisi C Keuangan 10 22,23

4 Komisi D Pembangunan 13 28,89

Jumlah 45 100

Sumber: Tangsel Dalam Angka, 2012: 35

-OO-

Page 83: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

72

Page 84: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

72

BAB V

REFORMASI BIROKRASI SDM DI KOTA TANGERANG SELATAN

Di Dalam roadmap reformasi birokrasi 2010-2014, terdapat delapan area

perubahan yang diharapkan oleh pemerintah. Salah satu area perubahan yang

diinginkan tersebut adalah sumber daya manusia (aparatur birokrasi

pemerintahan) yang menjadi pusat dari perubahan itu sendiri. Oleh karena itu,

tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Sumber Daya Manusia (untuk

selanjutnya disebut SDM) sejak awal harus menjadi pelaku utama dalam

reformasi birokrasi.

Untuk itu, dalam membangun SDM khususnya di daerah, harus dilakukan

penataan aparatur birokrasi pemerintah, baik dari segi perencanaan,

pengangkatan, penempatan dan promosi yang lebih transparan, akuntabel dan

profesional, sebagaimana dikemukakan dalam pasal 1 Undang-Undang No. 43

tahun 1999 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (untuk selanjutnya disebut

PNS) bahwa:

“Menajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang meliputi: perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kepegawaian, dan pemberhentian”.

Oleh karena itu, dalam melihat reformasi birokrasi bidang SDM diuraikan

tentang pengangkatan dan penempatan, pelatihan, penggajian, kondisi kerja,

dan kinerja. Unsur-unsur yang dijelaskan tersebut, juga terkait dengan SDM

sebagai salah satu dimensi capacity building yang dikemukakan oleh Grindlle

(1997: 9).

Page 85: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

73

A. Pengangkatan dan Penempatan

Untuk melihat reformasi birokrasi bidang SDM aparatur birokrasi

Pemerintahan Daerah Kota Tangsel, maka terlebih dahulu dipetakan menjadi

dua, yaitu: dari segi asal SDM dan status SDM.

Dari Segi Asal SDM

Asal SDM aparatur birokrasi Pemda Kota Tangsel dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu: 1). SDM yang berasal dari pelimpahan provinsi/kabupaten induk, 2).

Perpindahan SDM dari daerah/provinsi lain. 3) SDM yang berasal dari seleksi

murni.

1). SDM Yang Berasal dari Pelimpahan Provinsi atau Kabupaten Induk.

Kota Tangsel adalah kota yang dimekarkan dari Kabupaten Tangerang

sebagai kabupaten induknya pada tahun 2008, sehingga konsekuensi hasil

pemekaran tersebut berdampak pula pada pelimpahan pegawai dari provinsi dan

kabupaten induk. Tampak telah diantisipasi oleh Pemda Kota Tangsel dengan

membuat Peraturan Walikota (Perwal) No. 39 tahun 2011 tentang Perpindahan

PNS di Kota Tangerang Selatan dan prosedur tetap (Protap) dikeluarkan oleh

Kepala BKPP Kota Tangsel No. 824/343-BKPP/2011 tentang Prosedur tetap

(Protap) Perpindahan PNS dari dan ke Instansi di Luar Pemerintah Kota Tangsel,

sehingga status kepegawaian akibat pelimpahan tersebut diakui secara hukum

dan implikasi selanjutnya akan menjadi tanggungjawab Pemda Kota Tangsel.

Konsekuensi pelimpahan pegawai ke Kota Tangsel tersebut, membuat

Pemda Kota Tangsel tidak berdaya untuk melakukan penyaringan terlebih

dahulu, sehingga kualitas pegawai atau kualifikasi kompetensi tidak menjadi

pertimbangan. Prioritas penerimaan pelimpahan pegawai pada waktu itu, untuk

memenuhi kebutuhan pegawai bagi Kota baru seperti Tangsel. Sedangkan

Page 86: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

74

pegawai Pemda Kota Tangsel berasal dari kabupaten dan provinsi induk, serta

beberapa kabupaten sekitar Provinsi Jawa Barat, jumlahnya cukup banyak,

sebagaimana dikatakan oleh Kabid Kepegawaian, BKPP bahwa:

“Jumlah pegawai yang dilimpahkan dari kabupaten dan provinsi induk sekitar 3000 an orang, ketika Pemda Kota Tangsel baru didirikan. Sedangkan yang berasal dari kabupaten di sekitar provinsi Banten tidak dapat dirinci, karena pola pendataan yang kami lakukan secara menyeluruh, tidak memperhatikan perincian berdasarkan daerah asal” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Jawaban dari Kabid Kepegawaian, BKPP tersebut di atas, senada

dengan pernyataan Kasubid Informasi dan Pengelolaan Data Pegawai

(Wawancara tanggal 8 Mei 2013) ketika ditanya tentang rincian pelimpahan.

Pernyataan tersebut terkesan untuk menghindari anggapan bahwa SDM

aparatur pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan lebih didominasi dari

wilayah di luar Tangsel daripada Kota Tangsel sendiri. Namun dari jumlah

sebanyak itu (3000 orang), telah menunjukkan bahwa aparatur birokrasi

pemerintah Kota Tangsel didominasi 57 % dari luar wilayah Kota Tangsel.

Dominasi sekitar 50 % juga dinyatakan oleh Kasub Regulasi, BP2T sebagaimana

diungkapkan berikut:

“Saya awalnya dari Kabupaten Tangerang (Kabupaten induk) yang dipindahkan ke Kota Tangerang Selatan, sebagai perintis. Ada 9 orang yang pertama menangani BP2T. Jumlah pegawai pindahan dari Provinsi Banten dan Kabupaten Tangerang banyak, ada sekitar 50 % dari Tangsel. Sedangkan sisanya campuran (dari berbagai daerah dan instansi lain)” (Wawancara dengan kasub Regulasi BP2T, tanggal 8 Juli 2013).

Dominasi dari luar Kota Tangsel didukung pernyataan dari anggota

DPRD bahwa pegawai Kota Tangsel didominasi oleh kelompok yang berasal dari

wilayah CIPASERA (Cilegon, Pandeglang, Serang dan Rangkas), sebagaimana

yang dikatakan oleh anggota DPRD Komisi I dari Fraksi PKS bahwa:

Page 87: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

75

“Saat ini santer terdengar istilah pegawai Pemda Kota Tangsel lebih dikuasai oleh kelompok CIPASERA (Cilegon, Pandeglang, Serang dan Rangkas), sehingga pada saat penerimaan dan penempatan pegawai, 90 % berasal dari CIPASERA dan 10 % berasal dari Tangerang Selatan. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa mutasi pegawai seringkali terjadi hampir 8 atau 9 kali dalam sebulan dalam rangka memperkuat kelompok CIPASERA tersebut” (Wawancara tanggal 10 Juni 2013).

Kelompok CIPASERA yang disebutkan oleh Komisi I DPRD mendominasi

kepegawaian di Kota Tangsel, memperlihatkan budaya patrimonialisme di dalam

tubuh aparat birokrasi pemerintah daerah Kota Tangsel masih kental atau

konsep patron clien relationship (Kauzar, 2009: 12) terdapat di dalam aparatur

birokrasi pemerintah daerah Kota Tangsel, yaitu hubungan antara atasan

bawahan yang sangat dekat karena ikatan kedaerahan, kedekatan dan

kekerabatan.

Pengabaian terhadap kualitas atau kompetensi pegawai tidak hanya

dikarenakan pelimpahan dari provinsi atau kabupaten induk (Provinsi Banten

atau Kabupaten Tangerang), tetapi juga dikarenakan pengaruh para politisi dan

tim sukses pemilihan kepala daerah untuk memasukkan sanak saudara dan

teman. Beberapa contoh berikut menunjukkan bahwa di sebagian SKPD,

terdapat praktek nepotisme.

Hal ini diakui oleh salah satu anggota Satpol PP bahwa terdapat sejumlah

pegawai Satpol PP dikarenakan kedekatan dengan pejabat, sebagaimana

dikatakan bahwa:

“Jumlah TKS memang banyak di sini, untuk mengejar status PNS, ada juga mantan pengacara dan banyak anggota Satpol PP yang dibawa oleh para pejabat, bahkan terdapat ayah dan anak menjadi anggota Satpol PP” (Wawancara tanggal 31 Mei 2013).

Pada saat politisi PKS (anggota DPRD Komisi 1) ditanya, apakah

memang terdapat andil anggota DPRD (politisi) dalam pengangkatan pegawai di

Page 88: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

76

Pemda Kota Tangsel, ternyata diakui memang itu ada, sebagaimana

disampaikan bahwa:

“Dalam pengangkatan pegawai di Tangsel, memang terdapat politisi ikut mempengaruhi dengan memasukkan sanak famili dan teman dekat, tetapi itu hanya sedikit sekitar 20 %, sedangkan sisanya lagi 80 % justru karena dipengaruhi oleh pihak eksekutif. Jadi yang paling banyak pengaruhnya ya eksekutif” (Wawancara tanggal 10 Juni 2013).

Seorang pegawai Kelurahan Rawa Buntu bekerja sejak tahun 1993,

beberapa waktu lalu diturunkan jabatannya dari Kepala Seksi Ekonomi dan

Pembangunan menjadi staf pelaksana ekonomi pembangunan, karena Lurah

baru membawa “anak buah”. Hal ini diungkap sebagai berikut:

“Sejak Lurah lama di ganti pada tahun 2011 dengan Kepala Lurah baru, jabatan saya dicopot, karena Kepala Lurah baru bawa rombongannya (maksudnya orang-orang dekat) ada empat orang. Semua berpendidikan SMA dan sekarang saya hanya sebagai staf pelaksana ekonomi pembangunan” (Wawancara dengan staf Kelurahan Rawa Buntu, tanggal 2 Juli 2013).

Nepotisme sangat kental dalam pengangkatan dan penempatan pegawai

di Pemda Kota Tangsel, sehingga Humas Dinas Pendidikan mengatakan bahwa:

“Untuk melihat seseorang dapat jabatan dalam pemerintahan Kota Tangsel, ditentukan tiga hal, yaitu: 1). Tim Sukses, 2). Kedekatan, karena saudara dan kedaerahan, 3). Duit. Pernah seorang pegawai baru tes menjadi guru, lulus dan disuruh mengajar tidak mau, akhirnya lari ke struktural. Mau ditolak/digagalkan tidak bisa, karena itu adiknya kepala dinas” (Wawancara Humas Dinas Pendidikan, tanggal 2 Juli 2013).

2). SDM Yang Berasal dari Perpindahan Daerah atau Provinsi Lain.

Kota Tangsel tidak hanya memiliki walikota yang tercantik di seluruh

Indonesia, tetapi juga bagaikan bunga yang diburu oleh kumbang, karena

terdapat beberapa pegawai pindahan dari luar Kota Tangsel seperti dari

Sumatra Barat dan Kabupaten-kabupaten wilayah provinsi Banten, ikut mewarnai

jumlah SDM aparatur birokrasi di Kota Tangsel. Perpindahan tersebut dengan

alasan mengikuti suami, dan lokasi tempat tinggal lebih dekat. Untuk

Page 89: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

77

mengantisipasi persoalan perpindahah pegawai dari luar ke Kota Tangsel, telah

dibuat Peraturan Walikota (Perwal) No. 39 tahun 2011 yang isinya tentang

Perpindahan PNS di Kota Tangsel dan Keputusan Kepala BKPP No. 824/343-

BKPP/2011 tentang Protap Perpindahan PNS dari dan ke Instansi di Luar

Pemkot Tangsel. Tabel berikut ini menunjukkan asal daerah pegawai pindahan.

Tabel 5.1. Asal Daerah Pegawai Pindahan ke Pemda Kota Tangsel

No Asal Pegawai

1 Provinsi Banten

2 Kabupaten Tangerang

3 Kabupaten Cilegon

4 Kabupaten Pandeglang

5 Kabupaten Serang

6 Kabupaten Rangkas

7 Provinsi Sumatera Barat

8 Instansi lain: Depag

9 Metro Lampung

Sumber : Data Sekunder BP2T dan Diolah dari Wawancara.

3). SDM Yang Berasal dari Seleksi Murni.

Selain pelimpahan dari provinsi/kabupaten induk dan pindahan dari

daerah/provinsi lain, keberadaan SDM aparatur birokrasi Pemda Kota Tangsel

juga ditentukan oleh seleksi murni melalui tes PNS. Selama Kota Tangsel

didirikan pada tahun 2008, telah dilakukan rekrutmen sebanyak 2 kali yaitu pada

tahun 2009 dan 2010 masa pemerintahan Pejabat Sementara Walikota HM.

Shaleh dan Pejabat Sementara Walikota H. Eutik Suarta. Sedangkan tahun 2013

masa Walikota Airin Rachmy Diany akan direncanakan membuka penerimaan

pegawai baru. Namun sebelum penerimaan pegawai baru berjalan, pada bulan

Mei 2013 telah diproses Tenaga Honor yang telah lama bekerja (sebelum tahun

2005) untuk dites sebagai Calon PNS dengan kategori 2 (Kategori 2 berarti

Page 90: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

78

Tenaga Honor yang memenuhi persyaratan PP No. 48 tahun 2005 tentang

Pengangkatan Tenaga Honor dan tidak dibiayai dari APBN/APBD) yang

berjumlah 1466 orang. Adapun prinsip-prinsip dasar penerimaan CPNS adalah

sebagai berikut: 1). Objektif, 2). Transparan, 3). Kompetitif, 4). Akuntabel dan 5).

Bebas KKN (Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan SPNS, Deputi Bidang

Informasi Kepegawaian Tangerang Selatan, 17 Oktober 2012).

Nepotisme dalam rekrutmen pegawai belum dapat dihilangkan dari

Pemerintahan Daerah Kota Tangsel. Pengangkatan pegawai baru (rekrutmen)

dari orang-orang dekat walikota terpilih sebagai ucapan terima kasih terhadap

tim sukses, tampaknya merupakan fenomena umum di setiap daerah yang baru

dimenangkan oleh kepala daerah terpilih. Padahal amanah UU No. 43 tahun

1999 tentang Manajemen PNS dalam pasal 1 dikatakan bahwa Menajemen

Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efesiensi,

efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan

kewajiban kepegawaian. Tujuan efisiensi dan efektifitas tidak akan tercapai, jika

dalam rekrutmen pegawai tidak berjalan secara profesional, transparan dan

objektif.

Dalam pengangkatan pegawai baru tahun 2010, aroma KKN sangat

kental, sehingga salah satu anggota DPRD Komisi I mengatakan bahwa:

“Pengangkatan pegawai sengaja diprioritaskan (90 %) yang berasal dari daerah CIPASERA (Cilegon, Pandeglang, Serang dan Rangkas). Sedangkan sisanya 10 % berasal dari Daerah Tangerang Selatan. Rotasi pegawai sering terjadi sampai 8-9 kali. Dalam rotasi tersebut baik di level bawah atau atas menggunakan “energi” yang besar dalam hal ini uang” (Wawancara Tanggal 10 Juni 2013).

Istilah Cipasera tidak hanya dikemukakan oleh anggota DPRD Komisi I,

tetapi juga oleh Humas Dinas Pendidikan, sebagaimana dikatakan bahwa:

Page 91: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

79

“Di Kota Tangsel banyak posisi “Kopral”, tapi pemikiran “Jenderal” dan sebaliknya yang menjabat “Jenderal”, tapi pemikiran “Kopral”. Hal ini dikarena masalah politik dan ada rezim CIPASERA (Cilegon, Pandeglang, Serang dan Rangkas) yang menguasai, dari Rangkas sampai Serang. Mestinya orang sini (Tangsel) yang diangkat duduk” (Wawancara tanggal 2 Juli 2013) Maksud ucapan tersebut di atas bahwa terdapat orang-orang pintar,

tetapi posisi rendah dan sebaliknya, banyak pejabat, tetapi pemikiran rendah.

Jabatan diberikan kepada orang-orang terdekat penguasa dan biasanya

diutamakan dari daerah Cipasera. Seharusnya orang-orang berasal dari

Tangerang Selatan juga diutamakan. Dilanjutkan oleh Humas Dinas Pendidikan

bahwa:

“Pengangkatan pegawai di Kota Tangerang Selatan bersifat politis, karena pengangkatan dan penempatan pegawai tidak didasarkan pada kebutuhan, melainkan sasaran atau tujuan yang penting” (Wawancara tanggal 2 Juli 2013). Sistem kekerabatan ini sengaja diciptakan untuk memperkuat

pemerintahan Walikota Tangerang Selatan, dibantu oleh Sekretaris Daerahnya

yang kebetulan keduanya berasal dari daerah CIPASERA tersebut (Wawancara

dengan anggota DPRD, tanggal 10 Juni 2013) .

Penerimaan (Rekrutmen) pegawai baru masa jabatan Walikota Airin,

pertama kali akan dibuka pada tahun 2013 (pelamar umum), apabila disetujui

oleh KemenPAN dan Reformasi Birokrasi, tetapi dengan ketentuan,

sebagaimana dikemukakan oleh Kabid Kepegawaian BKPP :

“ Setelah proses pegawai kategori II, pasti ada yang ditolak. Nah mereka yang ditolak ini, apakah mau dibehentikan atau menjadi pelamar baru, belum diketahui, nanti tunggu keputusan dari KemenPAN dan RB. Tahun ini (2013) rencana ada penerimaan pegawai baru, tetapi ada syaratnya dari KemenPAN dan RB, yaitu 1). Tidak memiliki pegawai dengan kategori 1, 2). Harus menyampaikan Analisa Beban Kerja (ABK), Anjab dan redistribusi pegawai sesuai kualifikasi pendidikan dan jabatan. 3). Jumlah anggaran belanja pegawai tidak boleh >50 % dari APBD, sedangkan Kota Tangsel hanya 38 %. 4). Memiliki Analisis kebutuhan

Page 92: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

80

pegawai 5 tahun ke depan” (Wawancara Kabid Kepegawaian BKPP tanggal 17 Juni 2013).

Untuk kebutuhan penerimaan pegawai baru sebagaimana diungkap di

atas, telah dipersiapkan oleh Bidang Kepegawaian BKPP dengan membuat

persyaratan yang diwajibkan oleh KemenPAN dan RB, yaitu analisis kebutuhan

pegawai 5 tahun ke depan. Namun yang terpenting di sini, bahwa analisis

kebutuhan tersebut didasarkan pada sistem pendataan yang permanen, tidak

bersifat insidental. Artinya Sistem Informasi Management (SIM) Kepegawaian

Kota Tangsel dilembagakan secara formal, sehingga basis data kepegawaian

dapat digunakan, tidak hanya untuk seleksi penerimaan pegawai baru, tetapi

juga untuk promosi dan rotasi pegawai.

Dari Segi Status SDM.

Dari segi status SDM, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu 1). PNS, 2).

Tenaga Honor dan 3). Tenaga Kerja Sukarela. Ketiga status tersebut dapat

dibedakan dari segi status kepegawaian dan gaji yang diterima (hak dan

kewajibannya).

1). Pegawai Negeri Sipil (PNS)

PNS yang dimaksud di sini adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah, yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja

pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota atau dipekerjakan di luar instansi

induknya (Peraturan Pemerintah RI No. 9 tahun 2003 tentang Wewenang

Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, pasal 1,

ayat 2).

Jumlah PNS Pemda Kota Tangsel pada tahun 2012 sebanyak 5335

orang. Setiap rekrutmen dilakukan pemerintah daerah, harus disesuaikan

dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 26

Page 93: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

81

Tahun 2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan PNS Untuk

Daerah. Dari jumlah tersebut, dapat dikatakan bahwa Pemda Kota Tangsel

masih kurang jumlah PNSnya. Kekurangan tersebut dapat dilihat pada beberapa

SKPD Kota Tangsel dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5. 2. Jumlah Kekurangan PNS di Beberapa SKPD

No Nama SKPD Jumlah Ideal PNS

Jumlah Riil PNS

Kekurangan PNS

1. Kantor Sekda 132 120 12

2. Disperindag 48 39 21

3. DKPPKAD 144 76 68

4. DKUKM 48 28 20

5. KPD 24 7 17

6. BLHD 44 32 12

7. Satpol PP 54 29 25

8. Disdik * 56 53 3

9. Kesbangpolinmas 54 20 34

10. Bappeda 52 53 +1

Jumlah 656 457 211

Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan data sekunder. *Jumlah tersebut belum termasuk tenaga fungsional (guru-guru).

Jumlah ideal PNS pada tabel di atas, dihitung berdasarkan Peraturan

MenPAN dan RB No. 26 Tahun 2011 tentang Pedoman Perhitungan Jumlah

Kebutuhan PNS di Daerah. Kekurangan PNS, hanya dihitung pada 10 SKPD dari

33 SKPD. Dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata SKPD di Kota Tangsel

kekurangan jumlah PNS.

Kekurangan PNS juga diakui oleh Kabid Kepegawaian. Namun

kekurangan tersebut dapat ditutupi dengan pengangkatan TKS, sebagaimana

dinyatakan di bawah ini:

“ jika disesuaikan dengan Peraturan MenPAN dan RB No. 26 tahun 2011. maka jumlah pegawai Pemda Kota Tangsel seharusnya 5600 an, sekarang (tahun 2013) jumlahnya 5186 .Untuk menutupi kekurangan itu dan demi kepentingan masyarakat, kita mengangkat TKS. Untuk 5 tahun ke depan kita butuh 10.973 orang.Jadi Kota Tangsel masih kurang 5787 orang pegawai” (Wawancara dengan Kabid Kepegawaian BKPP, tanggal 17 Juni 2013).

Kekurangan pegawai yang dikemukakan Kabid Kepegawaian, BKPP di

atas, apabila dikurangi dengan kelebihan 11 buah struktur yang dimiliki Kota

Page 94: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

82

Tangsel, tetap Kota Tangsel masih kekurangan pegawai. Pengangkatan TKS

untuk menutupi kekurangan PNS, tidak optimal, karena TKS yang diangkat tidak

sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak optimal pendayagunaannya.

Sekiranya TKS yang direkrut tersebut dipersiapkan sebagai calon yang akan

diangkat sebagai PNS, maka sebaiknya pengangkatannya sesuai kebutuhan,

baik dari segi jumlah maupun kualifikasi, bukan berdasarkan politis (nepotisme),

sehingga kelak ketika pengangkatan calon PNS, Pemda Kota Tangsel tidak

mengalami kesulitan, karena kriteria /kompetensi yang diperlukan telah dimiliki

sesuai kebutuhan, terlatih dan pengalaman.

Selain jumlah PNS yang masih kurang di Pemerintah Daerah Kota

Tangsel, dari segi kompetensi tidak atau belum sesuai dengan kebutuhan,

meskipun rata-rata tingkat pendidikan tinggi, yaitu S1, S2 dan S3 = 3413 (63,

98%) dan golongan PNS juga dapat dikategorikan tinggi, yaitu rata-rata golongan

II dan III sebanyak 3575 (67,01). Berikut terlihat ketidakkompetensian PNS Kota

Tangsel dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.3. Jumlah PNS Pemda Kota Tangsel yang Tidak Sesuai Kompetensi

No Nama Instansi

Jabatan Latar Belakang Pendidikan Jumlah

1 BKPP Kabid Pembinaan Kabid Mutasi

STPDN S.Pd (Sarj. Penddik)*

2

2 DKUKM Kabid Koperasi Kabid FPP dan Evls. Kasie Monev Evaluasi. Kasie Analisa Data Kasie Pemberd. UMKM Kasie Promosi

S2 (Magister Pendk) S1 (Sarj I. Politik) S.Pd. (Sarj.Pendk) S.Pd. (Sarj. Pendik) S1 (Sarj. Teknik) S1 (Sarj. Statistik)

6

3 BP2 T Kabid Pelay. & Pemb Kabid Eko. dan Kesra Kabid Pen. & Pengend. Kabid Pelayn. E. Kesra Kasub Umum Staf Pelayanan Staf Pelayanan

S2 (Magister Teknik) S.Pd. (Sarj. Pendik) S1 (Sarj. I. Pol) S.Pd. (Sarj. Pendik) S1 (Sarj. Perpust.) ST (Sarj. Teknik)** S1 (Sarj. KesMas)**

7

4 Satpol PP Kabag. TU Kasi Ketertiban Usaha

S.Pd.(Sarj. Pendik) S.Pd (Sarj. Pendik)

2

5 Bappeda Kabid Pem. Umum Kabid Sos Kesmas Kasubid Perenc. Pendik Kasubid PPA Polhum. Kasub

S2 (Magister Manaj.) S2 (Magister Teknik) S2 (Magister Teknik) S1 (Sarj. Teknik) S.Pd. (Sarj.Pendk)

5

Page 95: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

83

6 KPD Kasie Pelayanan S.Pd.(Sarjana Pendidikan) 1

7 Kelurahan Rawa Buntu

Lurah S.Pd.(Sarjana Pendidikan) 1

8 Kecamatan Serpong

Camat Sekretaris Camat

S.Pd. (Sarjana Pendidikan) S.Pd. (Sarjana Pendidikan)

2

Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan data sekunder. *Selain S1 (S.Pd), juga memiliki gelas M.Si. **Masih berstatus TKS.

Tabel di atas, menunjukkan masalah kompetensi belum mendapat

perhatian, sehingga seseorang berpendidikan guru (M.Pd) dapat menduduki

jabatan sebagai Kabid Koperasi di Dinas Koperasi dan UKM, Kabid Ekonomi dan

Kesra di BP2T, Kasub Umum di BP2T, Kabag TU dan Kasi Ketertiban Usaha di

Satpol PP serta lulusan STPDN menduduki posisi Kabid Pembinaan di BKPP,

Lurah, Camat dan Sekretaris Camatpun berpendidikan guru. Penempatan guru-

guru (tenaga edukatif) ke dalam struktur-struktur yang ada seperti pada tabel di

atas, seharusnya tidak perlu terjadi, karena guru (tenaga edukatif) tugasnya

adalah mengajar di sekolah-sekolah.

Selain itu, penempatan pegawai di Dinas Perpustakaan yang

berkualifikasi sebagai pustakawan, hanya berjumlah 2 orang (Wawancara

dengan staf umum Dinas Perpustakaan , tanggal 8 Mei 2013 dan Data

Sekunder). Padahal dari sisi fungsi, Dinas Perpustakaan seharus memiliki lebih

dari dua orang pustakawan, karena melayani masyarakat di sekolah-sekolah di

tingkat kelurahan dan kecamatan. Artinya persoalan kompetensi kepegawaian

belum mendapat perhatikan dengan baik dari Pemda Kota Tangsel.

Penempatan pegawai yang tidak berdasarkan kompetensi, dianggap

sebagai KKN dan mengganggu promosi yang didasarkan pada karier (merit

sistem), sebagaimana dikemukakan Sekban Kesbangpolinmas berikut:

“Mutasi seringkali dilakukan oleh pemerintah dan aroma berbau KKN sangat kuat, pertemanan, kerabat dekat. Ada guru yang naik menjadi pejabat di posisi struktural. Hal ini justru mengganggu promosi berdasarkan karier” (Wawancara dengan Sekban Kesbangpolinmas, tanggal 23 April 2013).

Page 96: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

84

Masalah KKN dan intensitas mutasi sebagaimana dikemukakan di atas,

juga dikemukakan oleh salah satu anggota DPRD Komisi I Fraksi PKS tentang

intensitas rotasi pegawai di lingkungan Pemda Kota Tangsel. Rotasi tersebut

disinyalir menggunakan uang. Pernyataan tersebut sebagaimana tertulis di bawah

ini:

“Rotasi yang dilakukan sampai 8-9 kali. Selain itu, di level bawah maupun atas, berupaya untuk menduduki posisi tertentu dengan menggunakan “energi” yang besar (uang) untuk mencapai tujuan. Untuk itu, tempat-tempat “basah”, sengaja dipelihara untuk mendukung kepentingannya” (Wawancara tanggal 10 Juni 2013).

Kompetensi sangat diperlukan, karena kompetensi adalah kemampuan

dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian

dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Bab I

dalam Ketentuan Umum, Pasal 1 Perwal No. 39 tahun 2011 tentang

Perpindahan PNS di Kota Tangsel). Dengan demikian, penempatan pegawai

tidak sesuai dengan kompetensinya, bertentangan dengan peraturan yang dibuat

oleh walikota sendiri, yaitu Peraturan Walikota (Perwal) No. 39 Tahun 2011

tentang Perpindahan PNS di Kota Tangsel, pasal 3, butir c) yang berbunyi:

“Pegawai pindahan dari luar Kota Tangsel yang pindah tugas ke Kota Tangsel, harus memenuhi persyaratan antara lain: memenuhi kualifikasi jenis pendidikan, kepangkatan, usia, keahlian dan pengalaman sesuai kebutuhan pemerintah daerah”.

Salah satu SKPD yang dapat memenuhi ketentuan Perwal di atas adalah

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), karena

rata-rata pegawainya berpendidikan akuntansi, ekonomi, manajemen dan teknik

informatika (hanya 2 orang berpendidikan administrasi negara). Kriteria

pendidikan tersebut sesuai dengan kebutuhan DPPKAD, mengingat bidang

yang ditangani berhubungan dengan masalah keuangan, pajak dan aset-aset

Page 97: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

85

daerah, sehingga membutuhkan kualifikasi pendidikan tersebut. Tabel berikut

menunjukkan kekompetensian pegawai dimiliki DPPKAD:

Tabel 5.4. Kompetensi Pegawai DPPKAD

No Jabatan Jenis Pendidikan

Seksi PAD

1. Pemungut pajak daerah S1 Akuntansi STM Listrik

2. Pengelola Data PAD D3 Perpajakan D3 Ilmu Komputer

3. Pengelola Administrasi PAD S1 Ilmu Komputer

Seksi Dana Perimbangan dan lain-lain Pendapatan

4. Pengelola Dau dan DAK S1 Akuntansi

5. Pengelola Lain-lain Pendapatan S1 Ilmu ekonomi

6. Pengelola Adm. Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan

S1 Ilmu Ekonomi D3 Ilmu Komputer

Seksi Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan

7. Pemungut PBB dan BPHTB S1 Perpajakan

8. Pengelola Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan

S1 Ilmu Komputer S1 Ilmu Ekonomi

Seksi Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran

9. Penatausahaan Akuntansi S1 Akuntansi

10. Program Komputer S1 Ilmu Komputer

11. Manajemen Ekonomi S1 Ilmu Ekonomi

Seksi Akuntansi Pelaporan

12. Penatausahaan Akuntansi S1 Akuntansi D3 Akuntansi

13. Program Komputer S1 Tek. Informatika

14. Penatausahaan Manajemen Akuntansi

S1 Akuntansi D3 Perpajakan

Akuntasi Analisis dan Evaluasi Pelaporan

15. Program Komputer S1 Tek. Informatika D3 Ilmu Komputer

16. Manajemen Ekonomi S1 Akuntansi

Page 98: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

86

17. Administrasi Niaga S1 Manajemen Keuangan

No Jabatan Jenis Pendidikan

Seksi Penyusunan Anggaran

18. Pengolah Data Perencanaan Anggaran

S1 Adm. Negara S1 Akuntansi S1 Ilmu Ekonomi S1 Tek. Informatika D3 Ilmu Komputer

Seksi Pelaksanaan Anggaran

19. Pengolah Data Pelaksanaan Anggaran

S1 Adm. Negara S1 Akuntansi S1 Ilmu Ekonomi D3 Ilmu Komputer

Seksi Evaluasi Pengendalian Anggaran

20. Pengolah Data Pengendalian Anggaran

S1 Adm. Negara S1 Akuntansi S1 Ilmu Ekonomi S1 Tek. Informatika D3 Ilmu Komputer

Seksi Administrasi Aset

21. Operator Komputer D3 Ilmu Komputer

22. Programmer S1 Tek. Informatika

23. Administrasi Akuntansi Aset D3 Akuntansi

Seksi Mutasi Aset

24. Pengolah Data D3 Ilmu Komputer

25. Legal Drafter S1 Ilmu Hukum

Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset

26. Pranata Komputer D3 Ilmu Komputer

27. Legal Drafter S1 Ilmu Hukum

28. Planning Advisor S1 Planologi

29. Surveyor S1 Sosial STM Bangunan

Sumber: Struktur Organisasi DPPKAD

Page 99: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

87

Mencermati tabel di atas, menunjukkan bahwa khusus SDM di DPPKAD

telah memenuhi kualifikasi berbasis kompetensi, karena jenis pendidikan dengan

tugas, sebagian besar telah sesuai. SDM-SDM berbasis kompetensi tersebut

memang dibutuhkan dan keharusan dipenuhi atau dimiliki oleh suatu instansi

(SKPD), sehingga keterpaduan antara kompetensi dengan kinerja terealisir.

Status WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) diraih oleh Pemda Kota Tangsel, tidak

mengherankan, karena didukung oleh SDM-SDM berbasis kompetensi.

2). Tenaga Honor.

Tenaga Honor, yaitu seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas

tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (Pasal 1 PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga

Honor Menjadi PNS. PP ini kini telah dirubah menjadi PP No. 43 Tahun 2007 dan

Perubahan kedua menjadi PP No. 56 Tahun 2012).

Para aparatur birokrasi pemerintahan daerah Kota Tangsel yang belum

ditetapkan sebagai PNS dan masih berstatus Tenaga Honor, dialami oleh para

pejabat di tingkat kelurahan. Sungguh ironis, karena selama ini status

kepegawaian para Lurah belum di proses, sedangkan kelurahan sebagai ujung

tombak pelayanan kepada masyarakat dan Lurah merupakan jabatan struktural

dalam suatu SKPD. Lurah seharusnya dijabat oleh pegawai yang telah memiliki

status sebagai PNS, karena hal ini merupakan amanah dari peraturan,

sebagaimana dikatakan oleh salah satu anggota DPRD Komisi I Fraksi PKS

Pemda Kota Tangsel bahwa:

“Sesuai aturan, seharusnya jabatan Lurah berstatus PNS, karena Lurah adalah jabatan struktural dalam suatu SKPD dan sebagai ujung

Page 100: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

88

tombak pelayanan kepada masyarakat”. Mestinya diperhatikan oleh pemerintah, karena jumlahnya cukup banyak 44 orang, sehingga dalam hal ini komisi kami harus menyampaikan dalam rapat paripurna, agar status lurah segera ditetapkan” (Wawancara tanggal 10 Juni 2013).

Aturan dimaksud oleh anggota DPRD Komisi I tersebut adalah

Permendagri No. 28 Tahun 2006 tentang Pembentukkan, Penghapusan,

Penggabungan dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan dalam pasal

Pasal 10, ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Desa yang berubah status menjadi

Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang tersedia

di Kabupaten/Kota bersangkutan”.

Jabatan Lurah yang masih berstatus Tenaga Honor di pemda Kota

Tangsel, menunjukkan bahwa Peraturan Mendagri (Permendagri) No. 28 Tahun

2006 tidak diperhatikan oleh Pemda Kota Tangsel, sehingga terdapat 44 orang

Lurah belum diproses menjadi PNS.

Terdapat Lurah yang telah dipilih selama dua kali (2 periode), tetapi tetap

diangkat sebagai Lurah. Penetapan tersebut berarti penyimpangan terhadap UU

No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 204, mengatur masa

jabatan kepala Desa (Kelurahan) 6 tahun dan boleh dipilih kembali 1 periode lagi,

berarti dapat memegang jabatan selama 12 tahun. Penyimpangan pasal 204,

dilihat sebagai unsur kesengajaan Pemerintah Daerah Kota Tangsel, agar

mendapatkan loyalitas langgeng dari para Lurah, sebagaimana dikatakan oleh

salah satu anggota DPRD Kota Tangsel, bahwa:

“Terdapat jabatan Lurah telah diperpanjang 2 X, seharusnya sudah diganti, tetapi masih diangkat terus. Pemerintah butuh loyalitas dari pejabat Kelurahan, sehingga Lurah-lurah masih dipertahankan. Bagaikan orang yang terdesak, kemudian dibantu, maka dia akan memberikan loyalitas sebagai ucapan terima kasih. Persoalan semacam ini seharusnya diketahui oleh Pemda, dan harus segera ditangani, sehingga tidak berlarut-larut” (Wawancara tanggal 10 Juni 2013).

Page 101: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

89

Status Lurah masih menjadi Pelaksana Tugas (Plt), juga menjadi

perhatian pihak DPRD Pemda Kota Tangsel, sehingga pada rapat paripurna

DPRD Kota Tangsel tanggal 25 April 2013, Komisi I (satu) merekomendasikan

agar Pelaksana Tugas (Plt) di tingkat kelurahan, status segera ditetapkan

(Peneliti mengikuti Rapat Paripurna tanggal 25 April 2013 dan tertulis dalam

Dokumen Usulan Komisi II DPRD Pemda Kota Tangsel). Tabel berikut, dapat

dilihat status kepegawaian pejabat di tingkat kelurahan:

Tabel 5.5. Jumlah PNS di Kelurahan

No Kecamatan Kelurahan

Jumlah PNS Status Kepegawaian

1 Kec. Serpong Lurah Sek. Lurah

1. Rawa Buntu 2. Serpong 3. Cilenggang 4. Lengkong Gudang

Barat 5. Lengkong Wetan 6. Lengkong Gudang

Timur 7. Buaran 8. Ciater 9. Rawa Mekar Jaya

2 1 2 1

2

2

2 1 2

PNS Tenaga Honor

PNS Tenaga Honor

PNS

PNS

PNS

Tenaga Honor PNS

PNS PNS PNS PNS

PNS

PNS

PNS PNS PNS

2 Kec. Setu

1. Setu 2. Kademangan 3. Kranggan 4. Muncul 5. Babakan 6. Bakti Jaya

0 0 0 1

Tenaga Honor Tenaga Honor Tenaga Honor

PNS

Tenaga Honor Tenaga Honor Tenaga Honor

Tenaga Honor

3 Kec. Serpong Utara

1. Lengkong Karya 2. Pandok Jagung 3. Pondok Jagung

Timur 4. Pakulonan 5. Paku Alam 6. Paku Jaya 7. Jalupang

Tenaga Honor

Tenaga Honor

Tenaga Honor

PNS Tenaga Honor

PLt PNS

PNS

PNS

PNS

PNS PNS PNS PNS

4 Kec. Ciputat

1. Ciputat 2. Cipayung 3. Serua 4. Serua Indah

2 1 2 1

PNS Tenaga Honor PNS

Tenaga Honor Tenaga Honor

PNS PNS PNS PNS

Page 102: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

90

5. Sawah 6. Sawah Baru 7. Jombang

1 2 1

PNS Tenaga Honor

PNS PNS PNS

Sumber : Di olah dari Hasil Wawancara dan data sekunder.

Penegasan larangan pengangkatan Tenaga Honor telah ditetapkan

dalam PP No. 48 Tahun 2005, pasal 8 yang menyatakan bahwa sejak

ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005, semua Pejabat

Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang

mengangkat tenaga honorer atau sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah dan telah diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Surat

Edaran No. 814.1/169/SJ, tanggal 10 Januari 2013. Namun peraturan

pemerintah dan surat edaran tersebut tidak diperhatikan, sebagaimana

dikatakan bahwa:

“Memang Surat Edaran itu ada dari Kemendagri, tetapi tidak mendapat perhatian pemerintah daerah, karena berapapun jumlah tenaga honor yang direkrut, akhirnya diserahkan tanggungjawabnya kepada pemerintah daerah”, sehingga rerutmen Tenaga Honor terus berjalan, terutama yang berstatus TKS”. (Wawancara, dengan Kasubid Perencanaan BKPP tanggal 8 Mei 2013).

Kini seluruh Tenaga Honor Pemda Kota Tangsel telah masuk dalam

kategori 1 dan kategori 2 yang sedang diproses untuk pengangkatan CPNS.

Jumlah Tenaga Honor untuk kategori 1 sebanyak 20 orang dan honor bagi yang

bersangkutan harus berasal dari APBN/APBD. Sedangkan Tenaga Honor untuk

kategori 2 sebanyak 1466 orang terdiri dari Dinas Kesehatan 67 orang, 969

Dinas Pendidikan (Guru) dan sisa 430 berasal dari SKPD-SKPD. Honor untuk

kategori 2 diperbolehkan tidak berasal dari APBN/APBD (PP No. 48 Tahun 2005

kini telah dirubah menjadi PP No. 43 Tahun 2007 dan yang terakhir PP No. 56

tahun 2012). Pengaturan pengangkatan Tenaga Honor sebagai CPNS dalam PP

tersebut di atas, diperkuat oleh pendapat Kabid Kepegawaian, BKPP bahwa:

Page 103: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

91

“Tenaga Honor untuk kategori 1 yang dikirim Pemda Kota Tangsel diproses pengangkatan menjadi CPNS berjumlah 20 orang dan honornya harus berasal dari APBN/APBD, karena amanah dari pemerintah. Sedangkan Tenaga Honor untuk kategori 2 yang diajukan Pemda Kota Tangsel untuk CPNS pada bulan Mei 2013, berjumlah 1466 orang dan honornya bukan berasal dari APBN/APBD, karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Selain diatur dalam peraturan pemerintah dan pernyataan Kabid

Kepegawaian , BKPP tersebut di atas, di dalam Kompas (Rabu, 21 September

2011: 5) juga dinyatakan bahwa:

“Tenaga honorer direkrut sampai tahun 2005 dibagi dua, yakni mereka yang digaji dari APBN/APBD (kategori I) dan yang digaji bukan dari APBN/APBD (kategori II). Tenaga honorer kategori I akan diangkat tahun 2011 segera setelah penetapan rancangan peraturan pemerintah (PP) tentang perubahan kedua atas PP No. 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honor”.

Dengan demikian, terdapat kesamaan antara peraturan pemerintah,

data/informasi dari BKPP Kota Tangsel dan Media Massa bahwa Tenaga Honor

kategori II diusulkan sebagai CPNS, honor bukan berasal dari APBN/APBD.

Meskipun Tenaga Honor kategori 2 sedang diproses sesuai dengan

ketentuan peraturan pemerintah, objektifitas pelaksanaan, terutama dari

pemerintah daerah, khusus Pemda Kota Tangsel harus dipantau/dikontrol

masyarakat. Kekhawatiran intervensi politisi dan penguasa (tim sukses)

terhadap rekrutmen dapat terjadi, mengingat Kota Tangsel baru berdiri dan

rentan nepotisme, meskipun Kabid Kepegawaian BKPP telah mengatakan

bahwa:

“Pengangkatan Tenaga Honor kategori 2, pemerintah daerah tidak dapat melakukan intervensi, karena semuanya diatur oleh Tim Penerimaan dalam bentuk Konsorsium kerjasama antara KemenPAN dan RB beserta 10 Perguruan Tinggi”. Untuk jumlahnya yang akan diterima, akan dihitung berapa quota untuk Pemda Kota Tangsel. Sedangkan sisanya akan diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi umum CPNS yang direncanakan tahun 2013, tetapi hal ini menunggu keputusan dari pemerintah pusat” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Page 104: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

92

Respon masyarakat Kota Tangsel ternyata lebih cepat dari dugaan,

organisasi HIMATA (Himpunan Mahasiswa Tangerang) telah datang ke Kantor

BKPP Pemda Kota Tangsel pada tanggal 8 Juni 2013, menanyakan tentang

pengajuan Tenaga Honor kategori 2 sebagai CPNS. Intinya HIMATA mencoba

melakukan kontrol terhadap Pemda Kota Tangsel, khususnya Kantor BKPP, agar

pengajuan atau pengangkatan Tenaga Honor tersebut tidak terdapat indikasi

KKN (Wawancara dengan Kasubid Perencanaan BKPP melalui telpon, tanggal

11 Juni 2013).

Setelah proses pengangkatan Tenaga Honor untuk kategori 2

berdasarkan quota dan terdapat sisa tidak lulus, maka akan diproses sesuai

ketentuan pemerintah, sebagaimana diungkapkan Kabid Kepegawaian BKPP di

bawah ini:

“setelah proses pengangkatan Tenaga Honor Kategori 2 dan jika ada yang tidak lulus, maka akan diputuskan, apakah diberhentikan, diangkat kembali, atau ikut sebagai pelamar baru. Hal tersebut tergantung kepada keputusan pemerintah pusat. Sampai saat ini belum turun aturannya, tetapi hal itu sudah direncanakan. Jadi kami menunggu keputusan dari pemerintah. Kemungkinan tahun 2013 dibuka untuk pelamar umum sebagai CPNS” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Pemberian izin dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk

membuka penerimaan pegawai dari pelamar baru, tentu tidak mudah, karena

harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah

pusat. Adapun ketentuan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Kabid

Kepegawaian BKPP bahwa:

“Untuk seleksi bagi pelamar umum CPNS akan diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui KemenPAN dan RB dengan ketentuan, apabila: 1). Tidak memiliki pegawai dengan kategori satu dan dua, 2). Harus menyampaikan Analisa Beban Kerja (ABK), Analisa Jabatan (Anjab) dan Redistribusi sesuai kualifikasi pendidikan dan jabatan, 3). Perkiraan kebutuhan pegawai daerah 5 tahun ke depan” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Page 105: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

93

Dengan persyaratan sedemikian ketat tersebut di atas, diharapkan

memperoleh pegawai tepat, sesuai kualifikasi pendidikan dan kompetensi serta

kebutuhan pemda, sehingga dapat dihindari nepotisme atau rekrutmen yang

tidak didasarkan merit sistem.

3). Tenaga Kerja Sukarela (TKS).

Tenaga Kerja Sukarela (TKS), yaitu tenaga kerja diangkat oleh

pemerintah daerah melalui SKPD masing-masing. Jumlah TKS Pemda Kota

Tangsel secara keseluruhan sekitar 2700 orang tersebar di beberapa SKPD

(Wawancara dengan Kabid Kepegawaian BKPP, tanggal 17 Juni 2013). Untuk

lebih jelas, berikut terlihat jumlah TKS di beberapa SKPD Pemda Kota Tangsel:

Tabel 5. 6. Jumlah TKS di Beberapa SKPD

No NAMA SKPD Jumlah TKS (%)

1 DKPPKAD 73 8,27

2 Kantor Perpustakaan 68 7,70

3 Kantor Sekda 265 30,01

4 BLHD 27 3,06

5 Satpol PP 268 30,34

8 Disperindag 42 4,76

9 Kesbangpolinmas 40 4,53

10 DKUKM 30 3,40

11 Dinas Pendidikan 70 7,93

Jumlah 883 100

Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan data sekunder.

Mekanisme pengangkatan TKS tidak dikelola oleh Badan Kepegawaian,

Pendidikan dan Pelatihan Pemda Kota Tangsel, tetapi diserahkan kepada setiap

Page 106: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

94

SKPD, sehingga rekrutmen tidak transparan. Kebebasan penentuan

pengangkatan TKS dan ketidaktransparanan menyebabkan jumlah TKS

membengkak dan seleksi menjadi longgar, tanpa memperhatikan kualifikasi

pendidikan dan kompetensi, karena rata-rata berpendidikan SLTA, sehingga

kualitas SDM TKS tidak terkontrol.

Pengangkatan TKS juga dipengaruhi para politisi, sehingga aroma KKN

sangat kental, sebagaimana dikatakan Ketua BLHD bahwa:

“Rekrutmen TKS sering dipengaruhi para politisi dan tim sukses kepala daerah, sehingga SKPD harus menerima apa adanya, tidak dapat memilih sesuai kebutuhan. Meskipun begitu, TKS yang berada di BLHD, jika melanggar aturan, akan ditegur, tidak perduli TKS tersebut masih kerabat pejabat. Pernah salah satu TKS di BLHD sering tidak masuk kantor, kemudian saya panggil, dan ditanya kamu masih kerabat siapa ? di jawab ketua DPRD, kemudian saya bilang, kamu mau saya laporkan ke ketua DPRD atau kamu yang laporkan ke ketua DPRD ?.Akhirnya TKS tersebut diam dan saya bilang, kalau masih mau kerja di di sini, harus rubah perlaku” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Ketiadaan seleksi secara ketat terhadap pengangkatan TKS, juga

membawa dampak kapada perilaku yang kurang disiplin. Untuk itu, harus ada

ketegasan dari setiap pimpinan SKPD dalam memperlakukan TKS tersebut.

Prosentase jumlah TKS, seringkali melebihi jumlah PNS, hal ini

mengingat keterbatasan pengangkatan jumlah pegawai tetap (PNS) yang

ditentukan oleh pemerintah pusat. Berikut ini data yang menunjukkan bahwa

perbandingan jumlah PNS dengan TKS di beberapa SKPD.

Tabel 5.7. Jumlah PNS dan TKS di Beberapa SKPD Pemda Kota Tangsel

No SKPD TKS PNS

1 DKPPKAD 73 76

2 KPD 68 7

3 Kantor Sekda 265 120

4 BLHD 27 32

5 Satpol PP 268 29

6 DKUKM 30 28

7 Dinas Pendidikan 70 53

8 Disperindag 42 27

9 Kesbangpolinmas 40 20

Jumlah 883 392

Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan data sekunder.

Page 107: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

95

Dari tabel di atas, terlihat jumlah TKS melebihi PNS pada Kantor

Perpustakaan Daerah (KPD), Kantor Sekda, Satpol PP, Dinas Pendidikan,

Disperindag dan Kesbangpolinmas. Dan yang terbanyak pada Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) sebanyak 268 TKS dan Kantor Sekretariat Daerah

(Sekda) sebanyak 265 TKS.

Penempatan pegawai di Kota Tangsel seharusnya didasarkan pada

analisa jabatan, sebagaimana telah diamanahkan dalam Peraturan Menteri PAN

dan RB No. 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan, pasal 4 yang

mengatakan bahwa “Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah

wajib melaksanakan analisis jabatan sebagai alat untuk menyusun peta jabatan

dan uraian jabatan”. Namun ternyata analisa jabatan Pemda Kota Tangsel belum

tersusun dengan sempurna meskipun telah dipersiapkan sejak 2012

(Wawancara dengan Bagian Kelembagaan Kantor Sekda, tanggal 1 Mei 2013),

karena analisa jabatan yang telah dibuat, hanya untuk jabatan-jabatan struktural,

itupun belum selesai semua. Sedangkan untuk tenaga non struktural belum

dibuat, karena anggaran masih terbatas (Wawancara dengan Kasub Anjab,

Bagian Organisasi Kantor Sekda Kota Tangsel, tanggal 17 Mei 2013). Menurut

PermenPAN No. 33 Tahun 2011 tentang pedoman Anjab, hasil analisa jabatan

harus berbentuk sebagai berikut: 1). Rumusan jabatan struktural dan

fungsional.2). Uraian jabatan struktural dan fungsional. 3). Peta jabatan berupa

bentangan seluruh jabatan struktural dan fungsional sebagai gambaran

menyeluruh jabatan yang ada dalam unit organisasi.

Ketiadaan analisa jabatan (anjab), tentu akan mempengaruhi

penempatan seseorang pada posisi tertentu, sehingga menimbulkan

ketidaksesuaian antara kompetensi dengan jabatan. Dengan demikian, kinerja

Page 108: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

96

aparatur pemerintahan daerah sulit diwujudkan. Selain itu, ketiadaan anjab

menyebabkan sering terjadi pergantian dan penyempurnaan posisi pegawai,

tanpa memperhitungkan jenjang karier, sebagaimana dikatakan Sekretaris

Badan Kebangpolinmas di bawah ini:

“Sering terjadi pergantian posisi (mutasi) dalam waktu singkat (dua bulan-dua bulan) dan banyak dari tenaga fungsional seperti guru menduduki posisi-posisi struktural. Ketidaksesuaian kompetensi dengan posisi mengakibatkan sistem kenaikan pegawai karir menjadi tidak teratur” (Wawancara, Tanggal 23 April 2013).

Selain intensitas penempatan pegawai tidak sesuai komptensi, juga

nuansa KKN sangat kuat, sebagaimana dikatakan oleh Kabid Koperasi, DKUKM:

“ Saya dulu guru, karena aktivitas saya sampai ke Kabupaten dan Provinsi, jadi dikenal, sehingga diminta masuk ke pemerintahan. Mula-mula ditempatkan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan sekarang menduduki posisi di sini (Kabid Koperasi di Dinas Koperasi dan UKM)” (Wawancara dengan Kabid Koperasi, Dinas Koperasi dan UKM, tanggal 1 Mei 2013).

Budaya KKN dikarenakan pertemanan, kedekatan, kekeluargaan dan

balas budi, juga diamini oleh pihak legislatif dengan menyebut sebagai budaya

transaksional, sebagaimana dikutip berikut:

“ ya memang sebagian pengangkatan pegawai dipengaruhi oleh anggota DPRD, tapi sebagian lagi diisi oleh pihak eksekutif (pemkot Tangsel) dengan istilah budaya transaksional”(Wawancara dengan Ketua dan Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PKS dan Demokrat DPRD Pemda Kota Tangsel, Tanggal 25 April 2013). Status SDM yang dikemukakan di atas, memperlihatkan bahwa jumlah

PNS masih kurang, tidak sesuai dengan kebutuhan, meskipun tingkat

pendidikannya tinggi. Penempatannya tidak sesuai dengan kompetensi, masih

kental aroma KKN nya, sehingga dalam pelaksanaan promosi tidak transparan.

Jumlah Tenaga Honor masih banyak, terutama di Kelurahan-kelurahan dan

masa kerjanya lama dan belum diangkat-angkat (saat ini telah diusulkan

pengangkatannya), sehingga diindikasikan terdapat unsur kesengajaan (bersifat

Page 109: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

97

politis) terhadap perpanjangan jabatan beberapa lurah yang seharusnya tidak

boleh diperpanjang. Sedangkan TKS adalah salah satu bentuk status SDM di

Pemerintah Kota Tangsel, aroma KKN (pengaruh polisi dan eksekutif) sangat

kental dalam pengangkatannya, sehingga tanpa seleksi ketat, mengabaikan

kualifikasi, karena rata-rata yang diangkat berpendidikan SMA, tidak transparan

dan jumlahnya bahkan melebihi jumlah PNS dalam SKPD bersangkutan.

B. Pelatihan

Pelatihan diartikan berbagai usaha pengenalan untuk mengembangkan

kinerja tenaga kerja pada pekerjaan yang dipikulnya (Bernardin dan Russell

(1998:172) dalam http://id.wikipedia.org/wiki/pelatihan).

Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pemda Kota Tangsel berada di bawah

Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) yang dulu dikenal

dengan nama Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Bidang Pendidikan dan

Pelatihan mempunyai dua sub bidang, yaitu Bidang Diklat Penjenjangan dan

Bidang Teknis dan Fungsional.

Pendidikan dan Pelatihan-pelatihan banyak diikuti oleh pegawai

Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan, baik yang dilaksanakan secara

internal, maupun eksternal (pengiriman ke luar Kota Tangsel). Internal dilakukan

dan dikoordinasi oleh Bidang Diklat, Badan Kepegawaian, Pelatihan dan

Pendidikan (BKPP). Sedangkan secara eksternal, mengikuti kegiatan pelatihan

yang diiaksanakan oleh daerah-daerah di seluruh Indonesia. Contohnya di

Provinsi Sumatra Selatan, salah seorang staf subbag kelembagaan pernah

mengikuti Diklat penyusunan SOP dan Analisa Jabatan (Wawancara dengan

bagian Kelembagaan, Kantor Sekda, tanggal 1 Mei 2013). Demikian pula di

BLHD, sering mengirim secara stafnya untuk ikut kursus atau pelatihan tentang

Page 110: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

98

Amdal, Audit Lingkungan dan SPPL di tingkat Nasional (Wawancara dengan

Kepala BLHD, tanggal 17 Juni 2013).

Adapun tujuan diklat penjenjangan dilaksanakan untuk kenaikan pangkat

seorang PNS, baik untuk golongan II, III dan IV. Sedangkan diklat teknis dan

fungsional ditujukan agar seorang PNS memiliki wawasan, ketrampilan dan

kapasitas dalam melaksanakan tugas di bidang masing-masing. Pelaksanaan

diklat ini juga sering bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang sudah

terakreditas seperti LAN (Wawancara dengan Kabid Diklat BKPP, tanggal 8 Mei

2013).

Pelatihan Teknis dan Fungsional inilah yang harus dilakukan,

sebagaimana dikatakan Bernardin dan Russell (1998:172) dalam

(http://id.wikipedia.org/wiki/pelatihan, diunduh tanggal 18 Juni 2013) bahwa:

“Pelatihan untuk mewujudkan perubahan perilaku, sikap, keahlian, dan pengetahuan yang khusus atau spesifik. Dan agar pelatihan menjadi efektif maka di dalam pelatihan harus mencakup suatu pembelajaraan atas pengalaman-pengalaman, pelatihan harus menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang di dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang teridentifikasi”.

Data berikut ini memperlihatkan jumlah dan jenis pendidikan dan

pelatihan yang telah dilaksanakan oleh BKPP, baik Bidang Penjenjangan

maupun Teknis dan Fungsional.

Page 111: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

99

Tabel 5.8. Jumlah dan Jenis Pelatihan yang Dilaksanakan BKPP

Sumber: BKPP Bagian Pendidikan dan Pelatihan, 2013. Catatan: * Ketika Peneliti ke Lapangan, bulan Mei 2013 kegiatan ini masih direncanakan,

tetapi telah diagendakan. * *Rencana akan dikirimkan (telah diagendakan) sebanyak 34 orang.

Diklat Penjenjangan meliputi pendidikan dan latihan tentang

kepemimpinan II sampai dengan kepemimpinan IV, dapat dilaksanakan sendiri

maupun pengiriman (mengikuti instansi di luar Pemda Kota Tangsel). Selama

Tahun 2010-2013, telah dilakukan sendiri (internal) sebanyak 6 kali dan 13 kali

melalui pengiriman. Jadi lebih banyak mengikuti daerah di luar Kota Tangsel.

Total seluruhnya 19 kali.

Sedangkan pada Tahun 2012, Diklat di bidang penjenjangan dilakukan

selama enam kali melalui peneyelenggaraan sendiri 3 kali dan pengiriman 3 kali.

Bidang Teknis dan Fungsional dselenggarakan sendiri sebanyak 8 kali dan 2 kali

No Nama Pelatihan Thn. 2010

(jumlah)

Thn. 2011

(jumlah)

Thn. 2012

(jumlah)

Thn. 2013

(jumlah)

Diklat Penjenjangan:

1 Diselenggarakan sendiri

- 2 3 1

2 Pengiriman

4 3 3 3

3 Akan diselenggarakan - - - -

4 Sedang direncanakan/ telah di Agendakan

- - - -

Diklat Teknis dan Fungsional

1 Diselenggarakan sendiri

8 8 8 -

2 Pengiriman

- - 2 -

3 Akan diselenggarakan - - - 6*

4 Sedang direncanakan/Telah diagendakan

- - - 1**

Page 112: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

100

melalui pengiriman, berarti total terdapat 10 kali kegiatan. Adapun bentuk

kegiatannya meliputi :

1) Bimtek Pengadaan Barang dan Jasa Angkatan 1-6

2) Diklat untuk Kepala Sekolah Dasar

3) Diklat Penyidik PNS

4) Bimtek Pengadaan Barang dan Jasa Angkatan 7

5) Diklat Akuntansi lanjutan

6) Diklat PBB

7) Diklat Manajemen Tingkat Lurah

8) Bimtek Public Speaking

9) Bimtem MC

10) Perancangan Peraturan Perundang-undangan

Dari tabel di atas, menunjukkan masih sedikit sekali Diklat yang

dilaksanakan oleh Pemda dalam rangka peningkatan kapasitas para pegawai,

terutama Diklat di bidang Teknis dan Fungsional atau Diklat Berbasis

Kompetensi, karena diklat bidang ini justru yang penting untuk memperkaya dan

membekali aparatur birokrasi pemerintah daerah Kota Tangsel dengan

pengetahuan, ketrampilan dan wawasan yang berhubungan langsung dengan

bidang/tugas/keahlian masing-masing.

Namun pelatihan-pelatihan yang dilakukan belum ditujukan untuk

mengisi/mendukung kompetensi pegawai, sehingga dapat meningkatkan

kapasitas SDM aparatur birokrasi pemerintahan daerah Kota Tangsel. Hal

tersebut diakui oleh Kabid Kepegawaian BKPP dengan menyatakan bahwa;

“Diklat-diklat yang diselenggarakan oleh BKPP bukan diklat berbasis kompetensi, tetapi diklat yang diselenggarakan hanya berbasis kebutuhan. Misalnya untuk mendukung bagaimana membuat

Page 113: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

101

pelaporan keuangan yang baik, maka dibuatlah diklat tentang pelaporan keuangan” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Selain pernyataan Kabid Kepegawaian BKPP di atas, Kepala BLHD juga

menyatakan demikian, sebagaimana terlihat dalam pernyataan di bawah ini:

“Diklat yang diselenggarakan BKPP kurang berkualitas, karena secara internal belum memiliki instruktur atau pengajar yang ahli. Seharusnya mengundang instruktur/pengajar dari luar. Mungkin dananya tidak dianggarkan dalam program mereka. Untuk itu, pelatihan-pelatihan staf BLHD, kita ikutkan keluar yang berskala nasional, justruk BLHD yang paling sering, karena di BKPP belum ada pengajarnya tentang masalah lingkungan hidup ” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013).

Meskipun demikian, BKPP masih mempunyai program kegiatan pelatihan

di Bidang Teknis dan Fungsional yang telah diagendakan, tetapi belum

dilaksanakan untuk tahun 2013 sampai dengan bulan Mei (saat wawancara

belum diselenggarakan), meliputi: 1). Penyusunan dan Pelaporan Anggaran

Belanja Daerah. 2). Manajemen Pengelolaan Barang dan Aset Daerah. 3).

Pengelolaan dan pelaporan Keuangan daerah Bagi Bendahara dan Pembantu

Bendahara.

Adapun alasan pelatihan bidang keuangan dan aset daerah yang

direncanakan tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Kabid Diklat BKPP:

“Pelatihan tentang pelaporan keuangan dan aset daerah sengaja dirancang dalam rangka mendukung gelar WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) yang diterima oleh Pemda Tangsel dalam bidang keuangan pada tahun 2012, sehingga pelatihan-pelatihan di bidang lainnya masih belum dilaksanakan” (Wawancara tanggal 8 Juni 2013).

Pendidikan dan Pelatihan Bidang Teknis dan Fungsional dalam bentuk

Bimtek yang belum dilaksanakan untuk tahun 2013 meliputi:

1). Bimtek Peningkatan Kapasitas SDM Satpol PP.

2). Bimtek Pengendalian Lalu Lintas dan Angkutan jalan.

3). Bimtek Perumusan Standar Minimal Pelayanan Kesehatan.

Page 114: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

102

C. Pengggajian

Dalam penggajian, akan dijelaskan tentang struktur penggajian yang

diterima oleh: 1). PNS, 2). Tenaga Honor dan 3). Tenaga Kerja Sukarela (TKS).

Adapun yang dimaksud struktur penggajian di sini adalah seluruh hasil

pendapatan yang diterima baik oleh PNS, Tenaga Honor dan TKS dalam bentuk:

1). Gaji atau Honor Tetap, 2). Tambahan Penghasilan PNS (TP PNS) atau Honor

Daerah (Honda), 3). Honor Kegiatan, 4). Insentif Pungutan (IP) dan 5).

Tambahan Pelayanan Sukarela (TPS).

1). Struktur Penggajian PNS.

Sistem Penggajian PNS secara umum telah distandarkan oleh

pemerintah pusat dalam Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 2013 tentang

Perubahan Kelimabelas atas peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 tentang

Peraturan Gaji PNS dengan kategori masa kerja dan golongan yang dimiliki

setiap pegawai tetap (PNS). Tabel di bawah memaparkan jumlah gaji pokok

PNS, baik golongan I – IV (sebagai contoh dipilih masa kerja 3 tahun untuk

golongan I b dan II b , masa kerja 8 tahun untuk golongan III b dan masa kerja

10 tahun untuk golongan IV b.

Daftar gaji PNS tersebut digunakan sebagai data pendukung untuk

memperlihatkan jumlah total pendapatan yang diterima seorang aparatur

birokrasi pemerintah Kota Tangsel. Untuk itu, tidak semua daftar gaji per

golongan ditampilkan dalam tabel. Daftar gaji PNS berlaku bagi aparatur

birokrasi pemerintah daerah Kota Tangsel berstatus PNS dan jumlah gaji dalam

tabel tersebut, belum termasuk tunjangan-tunjangan. Dengan demikian,

nominalnya masih dapat bertambah besar.

Page 115: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

103

Tabel 5.9 Daftar Gaji Pokok PNS

No Golongan Masa Kerja Jumlah Gaji

1 Golongan I b 3 tahun Rp. 1.444.800

2 Golongan II b 3 tahun Rp. 1.871.900

3 Golongan III b 8 tahun Rp. 2.579.800

4 Golongan IV b 10 tahun Rp. 3.140.700

Sumber:Lampiran PP RI No. 22 Tahun 2013 tentang Perubahan Kelima belas atas PP RI No. 7 tahun 1977 tentang Peraturan gaji PNS.

Selain gaji tetap (Gaji PNS) diterima aparatur birokrasi pemerintah

daerah Kota Tangsel, terdapat insentif atau Tambahan Penghasilan Pegawai

Negeri Sipil atau disingkat TP PNS (Peraturan Walikota Pemda Kota Tangsel

No. 4 Tahun 2012 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan PNS atau

disingkat TP PNS atau disebut TPP).

Jumlah nominal TP PNS berbeda-berbeda tergantung golongan/eselon

dan jabatan. Tabel berikut sebagai contoh jumlah TP PNS diterima aparatur

birokrasi pemerintah daerah Kota Tangsel.

Tabel 5. 10. Daftar TP PNS Yang diterima Aparatur

Pemerintah Daerah Kota Tangsel

NO Eselon Jumlah

1 Eselon II Rp. 10.000.000 - Rp.15.000.000

2 Eselon III Rp. 6.500.000 - Rp. 7.500.000

3 Eselon IV Rp. 4.000.000 - Rp. 4.500.000

Sumber: Diolah dari hasil wawancara dengan Kasub Keuangan dan Kepegawaian Kantor Sekda, tanggal 8 Mei 2013.

Jumlah tersebut di atas, dapat berkurang, karena belum dipotong pajak

dan jumlah kehadiran. Meskipun demikian, jumlah tersebut dianggap cukup

Page 116: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

104

besar oleh sebagian aparatur birokrasi pemerintah daerah Kota Tangsel,

sebagaimana dikatakan sebagai berikut:

“Jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain, TP PNS yang diterima pegawai Tangsel sudah cukup besar, karena daerah-daerah lain, TP PNSnya sangat kecil, kecuali DKI Jakarta. Jadi dapat dikatakan kesejahteraan pegawai Tangsel lumayan tinggi” (Wawancara dengan Kabid Pembinaan, BKPP tanggal 8 Mei 2013).

Selain mendapat gaji PNS dan insentif (TP PNS), aparatur birokrasi

pemerintah daerah Pemda Kota Tangsel juga mendapat Honor Kegiatan.

Honor Kegiatan diberikan apabila terdapat kegiatan dalam Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA). Berikut contoh Honor Kegiatan aparatur

pemerintah daerah Kota Tangsel:

Tabel 5.11. Daftar Honor Kegiatan Aparatur

Pemerintah Daerah Kota Tangsel

No Uraian Jumlah

1 Ketua Rp. 1.000.000

2 Sekretaris Rp. 750.000

3 Anggota Rp. 600.000

4 Non PNS (TKS) Rp. 300.000

Sumber: Diolah dari hasil wawancara

Jadi struktur penggajian diterima seorang aparatur pemerintah daerah

(PNS) Kota Tangsel antara lain : 1). Gaji Tetap Standar PNS, 2). Insentif (TP

PNS) sesuai golongan dan kehadiran, 3). Honor Kegiatan sesuai dengan DPA.

Tabel berikut memperlihat struktur penghasilan diterima seorang aparatur

pemerintah daerah Kota Tangsel:

Page 117: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

105

Tabel 5.12. Struktur Penggajian Aparatur Pemerintah Pemerintah Dearah Kota Tangerang Selatan

NO GOL. GAJI PNS Rp.

INSENTIF (TP PNS)

RP.

HONOR KEGIATAN

Rp.

TOTAL Rp.

1 Gol. III 2.579.800 4.500.000 750.000 7.829.800

2 Gol. IV 3.140.700 6.500.000 1.000.000 10.640.700

Sumber : Diolah dari Peraturan Pemerintah dan Hasil Wawancara.

Total tersebut di atas belum ditambahkan dengan tunjangan-tunjangan,

seperti tunjangan anak, tunjangan istri, beras dan lain-lain. Sebagai contoh,

Golongan IV a, gaji PNS diterima sebesar Rp. 3.140.000 (belum ditambah

dengan tunjangan-tunjangan) dan jika ditambah dengan insentif dan honor

kegiatan, maka total berjumlah Rp. 10.640.700.000. (Sepuluh Juta, Enam ratus

Empat Puluh Ribu Tujuh Ratus Ribu Rupiah). Jumlah ini dapat bertambah

dengan tunjangan-tunjangan dan honor kegiatan.

Khusus bagi aparatur birokrasi Pemda Kota Tangsel yang berada di

BP2T, selain gaji tetap, TP PNS, Honor Kegiatan, ditambah pula dengan Insentif

Pungutan (IP) yang besarannya sesuai dengan jabatan dan golongan yang

diterimanya setahun empat kali (triwulan).

2). Struktur Penggajian Tenaga Honor.

Tanaga Honor seperti pegawai kelurahan, menerima dua sumber

penghasilan, yaitu Honor Tetap yang diterima dari anggaran dari APBN/APBD

dan Tambahan Pelayanan Sukarela (TPS) yang berasal dari masyarakat. Honor

Tetap Tenaga Honor (Pegawai Kelurahan), dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Page 118: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

106

Tabel 5.13. Honor yang Diterima Tenaga Honor

Di Kelurahan Rawa Buntu Per Bulan

No Jabatan Jumlah

1. Kepala Seksi Rp. 800.000

2. Staf Pelaksana Rp. 500.000

Sumber: Wawancara dengan Staf Pelaksana Kelurahan Tanggal 2 Juli 2013.

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa honor yang diterima Tenaga

Honor sangat kecil. Honor tersebut di atas, dibayarkan sejak Era Reformasi.

Sedangkan pada masa Pemerintahan Orba, Tenaga Honor (pegawai

kelurahan/desa), tidak mendapatkannya. Saat ini, selain Honor Tetap tersebut,

juga mendapat penghasilan Tambahan Pelayanan Sukarela (TPS) rata-rata

berjumlah di atas Rp. 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) per bulan. Tambahan

Penghasilan Sukarela tersebut berasal dari masyarakat atas pelayanan yang

diberikan oleh pegawai kelurahan seperti: 1). Bagian Umum: Pengurusan KTP,

KK, Akte Kelahiran; 2). Bagian Pemerintah: Akte jual beli tanah dan surat

keterangan warisan; 3). Bagian Ekonomi Pembangunan: Pengurusan surat izin

usaha; 4). Bagian Kesos: Pengurusan surat keterangan menikah. Semua

pengurusan, biasanya mendapat imbalan secara sukarela, tanpa ditentukan

nominalnya, kemudian jumlah yang diterima akan diberikan 50 % kepada

pemberi pengesahan/tanda tangan (Lurah atau Sekretaris Lurah).

3). Struktur Penggajian TKS.

Tenaga Kerja Sukarela atau disingkat TKS, selain menerima Honor

Tetap, juga menerima Honor Kegiatan. Tabel berikut sebagai contoh honor yang

diterima TKS:

Page 119: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

107

Tabel 5.14 Struktur Penggajian yang diterima TKS Pemda Kota Tangsel

No Tingkat Pendidikan

Honor Tetap Honor Kegiatan

Total

1 Sarjana Rp. 1.300.000 Rp. 300.000 Rp. 1.600.000

2 D3 Rp. 950.000 Rp. 300.000 Rp. 1.250.000

3 SLTA Rp. 900.000 Rp. 300.000 Rp. 1.200.000

Sumber: Wawancara dengan Kasub Keuangan dan Kepegawaian Kantor Sekda Pemda Kota Tangsel, tanggal 8 Mei 2013.

Total honor (gaji) yang diterima sebagaimana di jelaskan pada tabel di

atas, tidak diterima setiap bulan, karena Honor Kegiatan bersifat tentatif (tidak

tetap). Jumlah besaran honor TKS bervariatif, tergantung pada SKPD masing-

masing, misalnya di Satpol PP, honor lulusan SMA dengan masa kerja 3 tahun

mendapatkan sebesar Rp. 1.200.000 (Satu Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) dan

paling tinggi sebesar Rp. 1.400.000 (Satu Juta Empat Ratus Ribu Rupiah).

Sedangkan di Sekretariat DPRD, Lulusan Sarjana (S1) mendapat honor sebesar

Rp 1.500.000, D3 sebesar Rp. 950.000 dan SMA sebesar Rp. 900.000.

(Wawancara dengan staf Fraksi PKS, DPRD Pemda Kota Tangsel, tanggal 10

Juni 2013).

Sebenarnya Jumlah honor TKS setiap SKPD tidak berbeda,

sebagaimana dikemukakan Kabid Kepegawaian BKPP, bahwa:

“Honor TKS sama semua di setiap SKPD, karena harus berdasarkan SSH (Standar Satuan Harga). SSH telah ditentukan oleh Perwal (Peraturan Walikota). Jadi ketika SKPD mengajukan anggaran untuk honor TKS, harus disesuaikan dengan SSH tersebut” (Wawancara tanggal 17 Juni 2013),

. Honor tetap TKS jika dikalkulasi dengan kehadiran sebulan, tidak

mencukupi, sehingga membuat mereka kurang bergairah/termotivasi,

sebagaimana dikemukakan oleh Kabid Koperasi, DKUKM.

Page 120: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

108

“TKS di bagian koperasi pernah tidak dapat menyelesaikan masalah, kemudian saya panggil dan bertanya apa masalahnya, ternyata salah satu kendala adalah honor transport untuk tugas luar tidak ada, sehingga malas. Akhirnya saya arahkan, kemudian dapat diterima. Saya paham kalau honor TKS kecil, jadi tidak mencukupi untuk kebutuhan” (Wawancara tanggal 1 Mei 2013).

Meskipun demikian, status sebagai TKS masih dipertahankan, mengingat

tujuan utama adalah mengejar status PNS, karena menjadi TKS dianggap

sebagai jalan menuju PNS, sebagaimana diungkap di bawah:

“Teman-teman bertahan menjadi TKS dan ada juga mantan pengacara jadi TKS di Satpol PP. Tujuannya supaya bisa menjadi PNS, karena TKS dianggap sebagai pintu masuk” (Wawancara dengan Anggota Satpol PP, tanggal 31 Mei 2013).

D. Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang dimaksud di sini adalah sarana dan prasarana yang

mempengaruhi suasana kerja pegawai. Indikator kondisi kerja antara lain: 1).

Berpencarnya lokasi perkantoran, 2). Bentuk Perkantoran dan 3). Luas ruangan.

1). Berpencarnya Lokasi Perkantoran

Dari sisi tempat atau gedung, menunjukkan bahwa kondisi kerja dalam

Pemda Kota Tangsel belum dapat dikatakan baik, karena belum terdapat pola

pelayanan dalam satu atap/pintu. (gedung-gedung setiap SKPD belum

terintegrasi dalam satu lokasi), sebagaimana yang terdapat di Kabupaten

Jembrana. Letak gedung setiap SKPD di Kota Tangsel masih berpencar-pencar.

Terdapat 11 titik lokasi yang berpencar, antara lain : di Kecamatan Setu,

Serpong (6 Kantor SKPD); Witana Hardja (3 Kantor SKPD); Kompleks Pamulang

II (semula 2 Kantor SKPD, tapi saat ini tinggal 1 Kantor SKPD); Daerah Viktor (1

Kantor SKPD); Jalan Raya Siliwangi (2 Kantor SKPD); Jl. Bukit Pelayangan,

Cilenggang (1 Kantor SKPD); Jl. Raya Serpong (1 Kantor SKPD); Jl. Pahlawan

Page 121: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

109

Seribu ( 4 Kantor SKPD); BSD (4 Kantor SKPD); Daerah Cilenggang (1 Kantor

SKPD); Daerah Rawa Buntu (1 Kantor SKPD).

Berpencarnya gedung-gedung di sebelas (11) titik lokasi, menjadi

hambatan dalam mewujudkan efektifitas pemerintahan. Baik dari segi

komunikasi, waktu, anggaran maupun tenaga. Efektifitas dapat dilihat dari

perspektif pemerintahan daerah maupun bagi masyarakat yang membutuhkan

pelayanan dari pemerintah daerah.

Selain itu, letaknya kurang strategis, menyulitkan masyarakat

mengakses, sehingga harus bertanya beberapa kali baru menemukan lokasi

yang dituju. Hal ini dialami oleh peneliti sendiri, ketika akan mendatangi Kantor

Badan Kesbangpolinmas. Letaknya berada di dalam gang pemukiman, sehingga

bentuknya seperti rumah tinggal.

Papan nama sebagai petunjuk informasi letak gedung tidak terlihat jelas,

sehingga masyarakat sering keliru mendatangi lokasi yang dituju, seperti dialami

seorang warga yang akan berkunjung ke Dinas Pencacatan Sipil dan

Kependudukan, tetapi mendatangi kantor Sekretariat Daerah. Sedangkan lokasi

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil cukup jauh, demikian pula terdapat

kekeliruan lokasi. Tujuan ke Dinas Pencatatan Sipil dan Kependudukan, tetapi

keliru ke Kantor Badan Kesbangpolinmas.

BP2T sebagai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu banyak diminati oleh

masyarakat untuk membuka usaha. Lokasi tidak strategis, karena tidak tampak

dari jalan raya, meskipun terdapat papan nama, tetapi tidak terlihat. Selain itu

posisinya agak menjorok ke dalam.

Page 122: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

110

2). Bentuk Perkantoran

Mengingat Pemda Kota Tangsel masih baru berdiri, maka terdapat

prasarana yang belum memadai. Salah satunya adalah bentuk perkantoran.

Bentuk perkantoran seperti Ruko terdapat pada Dinas Pemuda dan Olah Raga,

Kantor Perpustakaan Daerah dan Kantor Arsip Daerah serta statusnya sewa.

Bentuk rumah tinggal terlihat pada SKPD Kesbangpolinmas dan status

perkantorannya masih sewa.

Posisi Dinas Pemuda dan Olah Raga bersebelahan dengan ruko-ruko

lainnya. Sedangkan Kesbangpolinmas berada di dalam perkampungan

pemukiman penduduk.

3). Luas Ruangan

Luas ruangan juga merupakan salah satu indikator kondisi kerja yang

dapat menjadi penghambat/pendukung dalam melaksanakan tugas. Luas

ruangan rata-rata setiap SKPD sangat kecil, sehingga tidak leluasa untuk

bergerak dan sirkulasi udaranya juga kurang. Ruangan sempit tersebut ditemui

pada Kantor Sekretariat Daerah yang letaknya di wilayah Serpong, Dinas

Pemuda dan Olah Raga, Cilenggang, Kantor Perpustakaan Daerah, Kantor Arsip

Daerah di Pamulang, BLHD di Serpong dan Kesbangpolinmas, Cilenggang.

Luas ruangan setiap Sub Bagian pada Kantor Sekda hanya berukuran

2,5 Meter x 3 Meter seperti kamar petakan yang disewakan. Ruangan seluas ini

hanya memuat dua buah meja, dua kursi dengan dua buah filing cabinet. Untuk

meletakkan kursi bagi tamu agak sulit, karena sangat sempit. Sementara itu,

pegawai lainnya (seperti TKS) tidak mendapat jatah meja dan kursi.

Page 123: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

111

E. Kinerja

Kinerja lnstansi Pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat

pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran

dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat

keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan

program dan kebijakan yang ditetapkan (PermenPAN No. Per/09/M.Pan/5/2007

tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Pemerintah , pasal 1 Bab

1).

Pengukuran Kinerja adalah kegiatan manajemen khususnya

membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau

target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan.

Sedangkan alat untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

adalah dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah/LAKIP

(Lampiran Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah).

LAKIP dimaksudkan untuk memotivasi melalui pelaksanaan manajemen

pemerintah berbasis kinerja, diharapkan seluruh program dan kegiatan seluruh

instansi pemerintah dapat terukur secara benar, dapat dipertanggungjawabkan,

dan dirasakan oleh masyarakat (http://menpan.go.id/ diunduh tanggal 18 Juni

2013).

Berikut ini, beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran

kinerja meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan,

kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan

kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana

terdapat tiga kriteria untuk mengukur kinerja: 1). Kuantitas kerja, yaitu jumlah

Page 124: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

112

yang harus dikerjakan, 2). Kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan 3).

Ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan.

Dalam perspektif Reformasi Birokrasi, salah satu wujud kinerja yang

harus ditampilkan dalam bentuk LAKIP (Laporan Kinerja Pemerintah). LAKIP

Pemda Kota Tangsel sulit diakses, baik secara fisik maupun elektronik, sehingga

pada sub bagian ini belum dapat ditampilkan. Namun secara kualitas dan

ketepatan waktu, dapat dijelaskan. Kualitas yang dimaksud adalah hasil/prestasi

yang dicapai oleh suatu SKPD, yaitu antara lain Adipura diraih oleh Kota Tangsel

berkat prestasi yang ditunjukkan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)

pada tahun 2013,

Predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dalam bidang keuangan yang

dihasilkan oleh Pemda Kota Tangsel pada tahun 2011. Kini predikat tersebut

telah tiga kali berturut-turut diterima Pemda Kota Tangsel. WTP diberikan BPK

RI meliputi laporan keuangan yang disajikan dan telah sesuai dengan prinsip

akuntansi yang lazim di Indonesia (SAP). Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP) Daerah atas pengelolaan keuangan daerah telah

dilaksanakan dengan baik, dan Kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Disamping ketiga kriteria utama tersebut, Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang disajikan juga harus didukung

dengan bukti-bukti audit yang mencukupi. Tidak terdapat ketidakpastian dan

kesalahan yang cukup berarti (no material uncertainties), pengelolaan atas Cash

flow dikontrol dengan baik, dan pengelolaan atas Aset daerah dilengkapi dengan

bukti-bukti administrasi yang lengkap. Artinya, laporan keuangan yang disajikan

oleh Pemda Kota Tangsel telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan

yang material(www.kabar6.com.tangerangselatan).

Page 125: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

113

Sementara itu, tiga sektor yang menjadi prioritas pembangunan di Kota

Tangsel, yaitu (www.humasprotokol.bantenprov.go.id). Pertama, bidang

pendidikan, telah dilakukan pembengunan rehab ruang sekolah yang dimulai

dari tingkat SD, SMP dan SMA/SMK untuk sekolah negeri dan swasta serta

pemberian beasiswa bagi siswa yang berprestasi.

Kedua, di sektor kesehatan Pemkot Tangsel juga telah membangun

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangsel yang mempunyai 25 ruang rawat

inap, membangun 25 unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan

pelayanan gratis untuk pasien rawat inap dan rawat jalan dengan berbagai

pelayanan di antaranya bagi jaminan pelayanan persalinan ibu hamil.

Puskesmas gratis yang dibangun Pemkot Tangsel ini boleh digunakan pasien

mana saja dengn syarat memiliki KTP Tangsel.

Ketiga, pembangunan infrastruktur, perbaikan sarana dan prasarana

berupa jalan umum berikut drainase, serta memperbaiki jalan lingkungan. Jalan

lingkungan yang dibangun ditargetkan pada 2013 akan selesai dikerjakan

dengan jumlah mencapai 75,4 persen.

Dari segi ketepatan waktu, Pemda Kota Tangsel belum mampu

menunjukkan kinerjanya dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan antara lain :

Pertama, belum semua SKPD memiliki SOP, Kedua, analisa jabatan (anjab)

belum semua pegawai dibuatkan, Ketiga, Analisa Beban Kerja (ABK) belum

tersedia. Padahal telah direncanakan sejak tahun 2012, seperti dikemukakan di

bawah ini:

“Anjab sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2012, tapi belum selesai dan 2013 ini ditargetkan selesai. Hambatannya antara lain SDM yang tidak memadai SDM dan komitmen pimpinan. Para pegawai keberatan kalau memberikan informasi tentang uraian tugas yang sebenarnya, khawatir kedudukan atau posisinya berubah” (Wawancara dengan Subag Kelembagaan, Sekda, tanggal 1 Mei 2013).

Page 126: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

114

Berbeda dengan Subbag Kelembagaan, Kasub Anjab justru menunjukkan

buku Anjab yang telah dibuat, namun belum semua pegawai dibuatkan, hanya

terbatas pada pegawai struktural, itupun belum semua.

“Analisa Jabatan telah dibuat, tetapi baru sebagian, itupun baru pejabat struktural. Sedangkan yang tenaga fungsional belum, karena banyak sekali. Satu orang uraiannya panjang, bisa lima halaman lebih. hambatannya di anggaran” (Wawancara dengan Kasub Anjab, Sekda tanggal 17 Mei 2013).

Pelayanan administratif sangat lamban, hal ini ditunjukkan oleh Kantor

Sekretariat Daerah Kota Tangsel, karena surat permohonan audensi dengan

Sekretaris Daerah tidak ditindaklanjuti sejak bulan April-hingga penelitian ini

dtulis (Hasil pengamatan 2012-2013). Prosedur untuk memperoleh surat

pengantar berbeli-belit di DAKPP, karena melalui beberapa tahap (Hasil

Pengamatan bulan April – Juni 2013).

Ketidaktepatan waktu dalam realisasi program sesuai dengan

perencanaan dikemukakan oleh Kabid Fasilitasi DKUKM di bawah ini :

“ Program-program yang sudah kita rencanakan seringkali mundur dari jadwal semula, karena mengalami hambatan teknis, seperti pengesahan, cari tempat, negosiasi dan lain-lain, tapi akhirnya terlasana juga” (Wawancara dengan Kabid Fasilitasi, DKUKM, 15 Kuli 2013). Kemunduran yang dikemukakan oleh Kabid Fasilitasi DKUKM di atas,

juga dialami oleh Kasub Umum dan Kepegawaian. Baik dari segi jadwal,

penyerapan anggaran dan kemampuan SOTK, sebagaimana dikemukakan

berikut:

“ Dalam melaksanakan program kerja, SOTKnya belum optimal. Kalau dari segi penyerapan anggaran, boleh dikatakan kalau kinerja 15 %, maka kita hanya mencapai 14 %. Hambatanya SDM perlu ditingkatkan dan kedisiplinan dalam schedule perlu diperbaiki” (Wawancara dengan Kasub Umum dan Kepegawaian, BP2T, tanggal 8 Juli 2013).

Page 127: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

115

Kedisiplinan dalam menempati jadwal dapat direalisasikan, apabila

terdapat kemauan keras (komitmen) dari setiap penanggungjawab

jabatan/program. Oleh karena itu, skill, kompetensi dan motivasi serta komitmen

sangat dibutuhkan dari SDM-SDM yang handal.

Kinerja yang masih rendah ditunjukkan pula dalam pelaksanaan

reformasi birokrasi di kota tangsel. Pencanangan reformasi birokrasi dalam

Grand Desain dan road map untuk pemerintah daerah, belum mampu

dilaksanakan oleh Kota Tangsel. Step yang baru dilaksanakan adalah sosialisasi

kepada para pejabat-pejabat. Hal tersebut dikemukakan oleh Kasub Tatalaksana

Kantor Sekda Sebagai berikut:

“Kota Tangsel kan masih baru berdiri, jadi masih berbenah. Reformasi Birokrasi yang diinginkan belum dilaksanakan seluruhnya, kita baru melaksanakan sosialisasi ke pejabat-pejabat eselon II. Dalam waktu dekat ini kita akan mengadakan studi banding ke Yogyakarta untuk melihat reformasi birokrasi di sana” (Wawancara dengan Kasub Tatalaksana tanggal 17 Mei 2013).

Kota baru, sebenarnya bukan alasan untuk tidak melaksanakan reformasi

birokrasi, karena banyak daerah yang dapat melaksanakan dengan baik, karena

mau mempelajari dan menerapkannya. Justru kota baru akan lebih mudah

memulai reformasi birokrasi.

Lambannya pelaksanaan reformasi birokrasi juga terlihat pada

ketidakmampuan SDM aparatur birokrasi Pemda Kota Tangsel dalam

menterjemahkan program-program kegiatan yang telah dipersiapkan dalam road

map oleh pemerintah. Hal tersebut dikemukakan oleh Kabid Kepegawaian,

BKPP:

“memang kita belum melaksanakan reformasi birokrasi sebagamana diinginkan pemerintah pusat, karena SDM kita belum memahami benar apa yang diinginkan oleh reformasi birokrasi. Untuk itu, kita akan mengundang dari pihak KemenPAN dan RB untuk menjelaskan

Page 128: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

116

kembali tentang Reformasi birokrasi” (Wawancara dengan Kabid Kepegawaian, BKPP tanggal 17 Juni 2013).

Ketidakjelasan tentang reformasi birokrasi dapat dipelajari. Namun

komitmen pimpinan sebagai motivator bawahan itu sangat diperlukan.

Tampaknya komitmen pimpinan dalam melaksanakan reformasi birokrasi masih

rendah.

-00-

Page 129: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

117

Page 130: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

117

BAB VI

A N A L I S I S

SDM merupakan bagian penting, sehingga dalam reformasi administrasi,

tidak hanya struktur organisasi yang menjadi sasaran reformasi administrasi,

tetapi juga masalah kelembagaan dan SDM (Dao, 1997: 311). Selain itu, di

dalam GDRB 2010-2025, SDM aparatur merupakan salah satu area perubahan

dan diagendakan pula dalam program di tingkat mikro yang harus dilaksanakan

oleh pemerintah daerah, termasuk Kota Tangsel.

Pembahasan SDM terkait dengan penyajian data yang telah dipaparkan

pada Bab V, yaitu tentang pengangkatan dan penempatan, pelatihan,

penggajian, kondisi kerja, dan kinerja. Pembahasan ini beranjak dari salah satu

dimensi capacity building yang dikemukakan oleh Grindlle (1997: 9).

A. Pengangkatan dan Penempatan

Di dalam data hasil penelitian, Sumber Daya Manusi (SDM) Kota Tangsel

dibagi menjadi dua yaitu dari segi Asal dan Status. Dari segi Asal, SDM Kota

Tangsel dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: Pelimpahan provinsi/kabupaten

induk, Perpindahan dari daerah/provinsi lain dan Seleksi murni. Sedangkan Dari

segi Statuspun menjadi tiga, antara lain: PNS, Tenaga Honor dan TKS.

Asal SDM Kota Tangsel berasal dari pelimpahan dari Provinsi Banten,

Kabupaten Tangerang (Provinsi dan Kabupaten Induk), kota-kabupaten sekitar

Provinsi Banten dan luar Provinsi Banten serta seleksi murni.

Jumlah SDM yang berstatus PNS seluruhnya 5335 orang. Sebanyak 57

% SDM Kota Tangsel berasal dari luar Kota Tangsel, termasuk dari Provinsi

Banten, Kabupaten Tangerang (Provinsi dan Kabupaten Induk), Kota-Kabupaten

sekitar Provinsi Banten dan luar Tangsel. Awal mula SDM Kota Tangsel,

Page 131: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

118

sebagian dari pelimpahan dari Provinsi dan Kabupaten Induk. Perpindahan

pegawai telah diatur dalam Peraturan Walikota (Perwal) No. 39 tahun 2011

tentang Perpindahan PNS di Kota Tangerang Selatan dan prosedur tetap

(Protap) dikeluarkan oleh Kepala BKPP Kota Tangsel No. 824/343-BKPP/2011

tentang Prosedur tetap (Protap) Perpindahan PNS dari dan ke Instansi di Luar

Pemerintah Kota Tangsel. Pelimpahan tersebut tidak melalui tes, karena untuk

memenuhi kebutuhan.

Untuk menjalankan roda Pemerintahan Daerah Kota Tangsel yang baru

berdiri (2008), maka pada tahun 2009 dan 2010, pemda Kota Tangsel melakukan

rekrutmen PNS.

Sedangkan status SDM Kota Tangsel terdiri dari PNS, Tenaga Honor dan

TKS. Jumlah PNS sebanyak 5335 orang tersebar di 33 SKPD. Tenaga Honor

kategori I sejumlah 20, kategori Iisebanyak 1466 terdiri dari guru 969 orang,

tenaga kesehatan 67 orang dan dari SKPD lainnya 430 orang. Kedua kategori ini

telah diajukan sebagai CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Fenomena yang

menarik dari Tenaga Honor adalah Lurah-lurah dibeberapa Kecamatan yang

sudah lama mengabdi, tetapi belum diangkat-angkat, sehingga menjadi perhatian

DPRD Kota Tangsel. Sebanyak 44 Lurah dari 49 Lurah yang belum diangkat. Dai

data yang ditampilkan yaitu 4 Kecamatan, 13 PNS, sedangkan 15 masih

berstatus Tenaga Honor. Demikian pula staf-stafnya sebagian besar masih

berstatus honor. Masa kerja Tenaga Honor-Tenaga Honor tersebut cukup lama

dan merupakan peninggalan masa pemerintahan Orba, sebelum Kota Tangsel

berdiri.

Jumlah PNS sebanyak 5335, ternyata dianggap Pemerintah Daerah Kota

Tangsel belum cukup, sehingga harus mengangkat TKS (Tenaga Kerja

Page 132: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

119

Sukarela). Rata-rata tingkat pendidikannya SLTA dan pengangkatannya tidak

melalui seleksi terstruktur, karena tidak diatur oleh BKPP, karena diserahkan

kewenangannya kepada masing-masing SKPD. Terdapat TKS sebagai titipan

DPRD, Eksekutif dan pejabat birokrat sebagai balas jasa telah membantu

mendukung keberhasilan Pilkada tahun 2011.

Pelimpahan SDM untuk memenuhi kebutuhan dan pengangkatan TKS

yang melebihi PNS, menyebabkan kualitas SDM yang dimiliki Pemda Kota

Tangsel tidak sesuai dengan kebutuhan dan akhirnya berdampak pada

penempatan yang tidak berdasarkan kompetensi. Sementara untuk mendapat

manajemen aparatur profesional, maka harus memperhatikan Kompetensi

sebagai dasar penempatan SDM (Silaban, 2012: 37-39).

Pelimpahan SDM bagaikan Buah Simalakama bagi Pemda Kota Tangsel,

tidak diterima, sebagai Kota baru, membutuhkan pegawai yang menjalankan

roda pemerintahan, diterima, tetapi yang didapatkan tidak sesuai dengan

kebutuhan, sehingga terpaksa harus menerimanya, meskipun kualifikasinya

belum tentu dibutuhkan. Demikian pula penerimaan TKS, tidak diterima, TKS-

TKS tersebut adalah titipan para pejabat, jika diterima, kualitas tidak sesuai

dengan kebutuhan riil SKPD-SKPD. Rata-rata tingkat pendidikan TKS SLTA,

sehingga untuk mendapat kapasitasnya sangat terbatas.

Akibatnya, penempatan pegawai tidak sesuai dengan kompetensi.

Sementara SDM aparatur birokrasi sebagai ujung tombak pelayanan publik

untuk mencapai tujuan reformasi administrasi (Kyarimpa, 2009: 39). Sebagai

ujung tombak pelayanan, maka harus ada upaya yang dapat dilakukan dan salah

satunya adalah birokrasi harus memiliki kompetensi. Kompetensi sangat

dibutuhkan agar tugas dan fungsi yang diemban dapat dilaksanakan dengan

Page 133: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

120

baik. Artinya bahwa birokrasi pemerintah harus memiliki kompetensi, apabila

terdapat kekurangan atau ketidaksesuaian antara jabatan dengan kompetensi,

maka dapat dilakukan dengan pemberian pelatihan-pelatihan atau dengan kata

lain, Dao (1997: 312-313) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kapasitas

demi mencapai produktifitas dan efisiensi, perlu dilakukan penggalakan

pelatihan-pelatihan.

Ketidakkompetensian tidak hanya akibat pelimpahan pegawai dari

Provinsi dan Kabupaten Induk, tetapi diakibatkan juga oleh

pengangkatan/rekrutmen yang didasarkan titipan dari para politisi dan

eksekutif serta pejabat-pejabat birokrasi. Pengangkatan pegawai-pegawai

yang berasal dari titipan inipun tanpa seleksi ketat, sehingga persyaratan

kualifikasinya tidak menjadi pertimbangan utama. Pengangkatan tersebut juga

sebagai balas budi bagi yang telah mendukung keberhasilan Pilkada bagi

pemerintah yang berkuasa.

Fenomena pengangkatan SDM berdasarkan titipan politisi menunjukkan

bahwa terdapat kontrol politik atas birokrasi, sebagaimana di katakan Peter dan

Piere (2001: 3) bahwa meskipun kepatuhan birokrasi pemerintah yang ditemui di

Norwegia, tidak diragukan lagi, selain memiliki nilai-nilai profesional, tetapi juga

mengikuti petunjuk dari para pemimpin politik. Selain itu, dari Teori Kontrol Politik

atas Birokrasi, maka fenomena Pemda Kota Tangsel, dapat dikategorikan model

kedua, yaitu pejabat terpilih (eksekutif/politisi) sering terlibat dalam persoalan

administrasi dan sebaliknya birokrasi sering ikut dalam pembuatan agenda

kebijakan dan pembuatan kebijakan (Frederickson, 2003: 18).

Faktor lain yang ikut mendukung ketidakkompetesian tersebut adalah

kesengajaan untuk membangun dinasti CIPASERA (Cilegon, Pendeglang,

Page 134: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

121

Serang dan Rangkas) sehingga pegawai-pegawai yang berasal dari Cipasera di

tempatkan dibeberapa posisi strategis. Fenomena ini terlihat pada mutasi-mutasi

yang dilakukan Baperjakat secara intens. Hampir dua bulan sekali, terjadi

pemutasian/rotasi/penempatan. Tenaga-tenaga edukatif (guru-guru) menduduki

jabatan-jabatan tertentu yang tidak sesuai dengan kompetensinya sebagai guru.

Dalam hal ini, anjab (analisa jabatan) tidak lagi menjadi dasar dalam penempatan

pegawai di Kota Tangsel. Selain itu, Baperjakat sangat berperan dalam

penempatan pegawai-pegawai dan kerap sekali terjadi pemutasian, sehingga

Baperjakat dianggap sebagai siluman. Artinya tidak terjadi/terdengar apa-apa,

tiba-tiba seseorang dimutasi, baik sebagai sebuah peningkatan jabatan atau

sebaliknya. Intinya agar pegawai-pegawai dari Cipasera dapat menduduki posisi

jabatan (berkuasa) di Pemda Kota Tangsel.

Sistem kekerabatan semacam ini adalah sistem yang disebut patron

client relationship (Kauzar, 2009: 12), yaitu hubungan tidak setara antara

seorang bangsawan dengan sejumlah rakyat biasa sebagai pengikutnya

berdasarkan pertukaran barang dan jasa termasuk kekuasaan, yang di dalamnya

kebergantungan klien kepada patron diimbali dengan perlindungan patron

terhadap klien. Dan terdapat 3 ciri patron client relationship yang dikemukakan

oleh Scott (1972: 92) dalam Kausar (2009: 17) yaitu:

(a) Diffuse flexibility adalah Ikatan yang bersifat luwes dan meluas. Ikatan ini tidak hanya didasarkan pada kekerabatan, tetapi bisa karena beragam status sosial seseorang . Tidak terbatas pada uang dan jasa, tetapi bisa juga tenaga dan dukungan kekuatan.

(b) Inequality of exchange yaitu ketidaksamaan dalam

pertukaran.Dalam hal ini, posisi Client tetap berada di bawah Patron, sehingga di sini ada kesungkanan (segan) client terhadap Patron. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh perbedaan status social antara client dan patron, sehingga patron memiliki “hutang budi” kepada client.

Page 135: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

122

(c) face to face character. Adanya sifat tatap muka. Kedua belah pihak memahami bahwa hubungan tersebut ada untung ruginya bagi kedua pihak. Namun kedekatan hubungan lebih dirasakan.

Tiga ciri tersebut di atas, maka pola hubungan kekerabatan yang

dibangun di pemda Kota Tangsel dengan adanya dinasti Cipasera adalah ciri

Diffuse flexibility.

Konsep budaya yang dijelaskan di atas, menjadikan birokrasi menjadi

tidak netral, sedangkan untuk mendapatkan sistem manajemen aparatur

profesional, aparatur birokrasi harus bersifat apolitis atau netral (Silaban (ed),

2012: 37-39). Selain menjadikan aparatus tidak netral, konsep budaya tersebut

akan mempengaruhi pola hubungan yang terjadi dalam perilaku birokrasi,

sehingga mengakibatkan menurunnya kinerja birokrasi pemerintahan daerah

(Kausar, 2009: 12). Sementara itu, membangun budaya kinerja adalah salah satu

upaya mendudukkan kembali peran birokrasi pemerintah pada posisi yang kuat

dalam penyelenggaraan negara (Effendi (2010: 101-105).

Rekruitmen yang tidak didasarkan pada merit system juga memiliki andil

dalam penempatan pegawai yang tidak berbasis kompetensi di Pemda Kota

Tangsel. Merit system adalah suatu proses yang teratur dan fair, pemekerjaan,

pembayaran, pengembangan, pempromosian dan rotasi, pendisiplinan serta

pensiun atas dasar kemampuan dan kinerja (Woodrod, 2000: 14). Selain itu,

prinsip merit system bahwa pengangkatan, promosi dan tindakan personil lainnya

secara eksklusif yang dilakukan atas dasar kemampuan pegawai dan kinerjanya

(Negro dan Negro dalam Woodrod, 2000: 15).

Jika saat pengangkatan tidak berdasarkan Merit system dan anjab, maka

penempatannyapun akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan dengan

kemampuan (kompetensi). Akhirnya posisi-posisi yang strategis diduduki/dijabat

Page 136: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

123

oleh SDM-SDM yang tidak kapabel. Hal tersebut akan mempengaruhi baik

kapasitas individu, maupun institusi/lembaga. Menyinggung kapasitas individu,

Grindle (1997) mengatakan bahwa pengembangan SDM secara umum,

berusaha untuk meningkatkan kapasitas individu dalam menjalankan

tanggungjawabnya secara profesional dan meningkatkan kemampuan teknisnya.

Selain itu, pengembangan SDM

Sedangkan dalam reformasi birokrasi diperlukan peningkatan kapasitas

pemerintah yang baik, khususnya di tingkat pemerintahan daerah (Lawal dan

Oladunjoye, 2010: 227). Kapasitas pemerintah yang baik dikatakan Lawal dan

Olandunjoye tersebut, tidak mungkin tercapai apabila kapasitas individu tidak

diperhatikan, karena menurut Gridle (1997), pengembangan kapasitas SDM

sangat bermanfaat bagi oranisasi, para pegawai, maupun bagi pertumbuhan dan

pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok dalam suatu

organisasi.

Salah satu fenomena yang muncul dari status SDM di Kota Tangsel

adalah penerimaan jumlah TKS yang melebihi kebutuhan. Hal tersebut

menunjukkan pengangkatan tersebut tidak didasarkan pada analisa beban kerja

(ABK), karena TKS dianggap sebagai tenaga kerja sukareral sementara yang

sewaktu-waktu dapat diputus hubungan kerjanya dan jika ingin menjadi CPNS

harus mengikuti tes CPNS. Perpektif semacam ini menjadikan inefisiensi (boros)

dalam penyelenggaraan pemerintah dan belum tentu efektif, karena optimalisasi

TKS rendah.

Meskipun demikian, dalam menghadapi persoalan SDM, Pemda Kota

Tangsel perlu mempunyai Sistem Informasi Management Sumber Daya manusi

(SIM SDM), sebagai data base agar persoalan SDM, khususnya dalam

Page 137: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

124

pengangkatan dan penempatan SDM tidak menimbulkan masalah di kemudian

hari. Pengembangan SIM SDM merupakan langkah strategis yang ditawarkan

dalam penataan SDM dan salah satu bagian dari reformasi birokrasi. Oleh

karena itu, reformasi SDM diharapkan ikut menentukan keberhasilan reformasi

birokrasi dan salah satu satu cara dengan pengurangan jumlah pegawai,

peningkatan kapasitas dengan berbagai pelatihan-pelatihan. Kesemua ini dalam

rangka untuk mendapatkan kinerja yang baik (Dao, 1997: 314).

B. Pelatihan

Dari data hasil penelitian, ternyata Bidang Pendidikan dan Pelatihan,

BKPP Pemda Kota Tangsel belum optimal dalam menyelenggarakan program-

program kegiatan untuk menunjang kapasitas SDM yang ada di Kota Tangsel.

Pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan hanya sebagai pelengkap dan

bersifat formal untuk kenaikan pangkat. Namun secara substansi peningkatan

kapasitas SDM belum terlaksana dengan baik. Meskipun peningkatan kapasitas

SDM dalam arti sempit yaitu melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) dan dalam

arti luas yaitu setiap upaya organisasi untuk mewujudkan PNS menjadi lebih

kompeten dalam setiap menyelesaikan pekerjaan.

Berdasarkan penjelasan di awal tentang penempatan SDM di Kota

Tangsel yang tidak sesuai dengan kompetensi, seharusnya Bidang Pendidikan

dan Pelatihan BKPP bersinergi untuk mengisi kekurangkompentensian tersebut,

sebagaimana dikatakan bahwa pemda diharapkan mendorong pelaksanaan

pendidikan dan pelatihan yang dapat mengisi kekosongan kompetensi (Naibaho,

2011: 65). Harapan Naibaho tersebut harus mendapat perhatian serius, karena

salah satu kendala dalam penataan SDM adalah pendidikan dan pelatihan

Page 138: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

125

(diklat) bagi SDM aparatur yang belum berbasis kompetensi (Majalah Layanan

Publik, Edisi XXXVII, 2011: 26).

Pendidikan dan pelatihan bagi para pegawai tidak perlu dipandang

sebelah mata, karena salah satu mekanisme pengembangan sumber daya

birokrasi, di antaranya melalui Learning process approach, yaitu pembelajaran

tidak hanya dalam pengertian sempit melainkan juga dalam dimensi yang lebih

luas dalam rangka terciptanya aparatur pemerintah yang profesional.

Pembentukan profesionalisme yang efektif dilakukan melalui pendekatan belajar

(Sulistiyani, 2004 : 39).

Selain Naibaho yang mengatakan bahwa pendidikan dan pelatihan

(diklat) dalam arti sempit untuk meningkatkan kapasitas, Dao justru melihat

bahwa penggalakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kapasitas demi

mencapai produktifitas dan efisiensi (Dao, 1997: 312-313). Artinya bahwa

pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan bagi pegawai untuk meningkatkan

kapasitasnya. Dengan kapasitas yang dimiliki, maka akan meningkatkan pula

kapasitas pemerintah.

Ibarat cermin, Bidang Pendidikan dan Pelatihan BKPP sebagai cermin

untuk melihat bagaimana kapasitas aparatur birokrasi dan Pemda Kota Tangsel.

Apabila BPP-BKPP tidak berfungsi maksimal, maka menunjukkan bahwa

kapasitas aparatur dan pemerintah daerah rendah/lemah. Lemahnya kapasitas

aparatur birokrasi, berarti lemahnya administrasi, oleh karena itu, diperlukan

reformasi administrasi (Denita Cepiku dan Cristina Mititelu 2010: 56).

Lemahnya kapasitas pemerintah membuat KKN di Kota Tangsel, sulit

dihilangkan, oleh karena itu, menurut Lawal dan Oladunjoye (2010: 232);

Page 139: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

126

Rewansyah (2009: 140-141), peningkatan kapasitas pemerintah diperlukan,

disebabkan korupsi di pemerintah daerah.

Kinerja BPP BKPP yang rendah tersebut, tidak menyurutkan langkah

beberapa SKPD untuk meningkatkan kapasitas SDMnya. Salah satu SKPD yaitu

BLHD sering mengikutsertakan pelatihan-pelatihan di luar Kota Tangsel untuk

meningkatkan kapasitas, karena BPP-BKPP tidak menyelenggarakan pelatihan-

pelatihan substantif yang dibutuhkan oleh SKPD. Selain itu, tenaga-tenaga

pengajarnya juga kurang berkualitas, sebagaimana yang diinginkan.

C. Pengggajian

Sistem penggajian di Kota Tangsel telah terstruktur baik gaji PNS,

Tenaga Honor maupun TKS. Adapun struktur gaji PNS terdiri: gaji tetap, Insentif

TPP dan Honor Kegiatan (apabila terdapat dalam DPA) . Khusus bagi pegawai

BP2T dan DPPKAD, struktur tersebut ditambakan dengan Insentif Pungutan

yang diterima per triwulan.

Struktur gaji atau honor untuk Tenaga Honor terdiri dari: Honor tetap dan

penghasilan Tambahan Pelayanan Sukarela (TPS). Sedangkan TKS mendapat

Honor Tetap dan Honor Kegiatan (jika kegiatan tersebut terdapat dalam DPA).

Jumlah /nominal gaji yang diterima PNS berbeda-beda, tergantung

golongan, masa kerja dan jabatan. Sedangkan jumlah Honor Tetap bagi Tenaga

Honor telah ditentukan oleh Perwal. Sedangkan TKS telah ditentukan, namun

kenyataannya di tataran empirik, setiap SKPD terdapat sedikit perbedaan,

namun pada umum telah distandarkan.

Insentif TPP hanya bagi PNS, Honor Kegiatan untuk PNS dan TKS,

Insentif Pungutan hanya untuk dua SKPD, yaitu BP2T dan DPPKAD, karena

kedua SKPD tersebut bertugas mengelola pajak dan retribusi. TPS hanya untuk

Page 140: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

127

Tenaga Honor di tingkat kelurahan, sedangkan guru mendapat Honda (Honor

Daerah).

Melihat struktur penggajian aparatur birokrasi Pemda Kota Tangsel, dapat

dikatakan tingkat kesejahteraannya cukup bagus, kecuali pegawai yang masih

berstatus TKS, karena pendapatannya masih rendah. Selain itu, sistem

penggajian ditambah dengan insentif dianggap telah mencukupi, karena

pemerintah telah menaikkan gaji pokok rata-rata 15 % pada tahun 2004-2011,

pemberian gaji ke 13 dan perbaikan penghasilan bagi PNS golongan terendah

telah ditingkatkan 2,5 kali dari Rp. 674.000 pada tahun 2004 menjadi

Rp.2.500.000 pada tahun 2011. Sedangkan Guru golongan terendah dinaikkan

menjadi >Rp.2.000.000 (Naibaho, 2011: 63).

Apabila tingkat kesejahteraan telah membaik berarti dapat mempengaruhi

peningkatan kinerja, karena pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan publik

akan meningkat kinerjanya, apabila SDMnya dibayar dengan baik (Griendle,

1997).

Pernyataan Grindle di atas dengan melihat struktur gaji Pemda Kota

Tangsel, maka dapat mengeliminir pernyataan Dao (1997: 313) bahwa

pengalaman negara-negara Asia Timur pegawai negeri tidak termotivasi

terutama karena gaji rendah. Artinya aparatur pemerintah daerah Kota Tangsel

idealnya akan termotivasi dalam melaksanakan tugasnya dan dapat

menunjukkan kinerjanya lebih baik lagi, karena gaji yang diterima besar.

Ternyata pernyataan Griendle dan Dao belum terbukti, karena masih

terdapat perilaku aparatur birokrasi pemerintah daerah Kota Tangsel yang tidak

disiplin, telat masuk kantor, sering keluar kantor sebelum jam istirahat dan

melakukan penyimpangan terhadap jabatan. Perilaku semacam ini justru

Page 141: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

128

mendukung pernyataan bahwa kendala dalam penataan SDM, karena struktur

penggajian belum berfungsi sebagai pemacu peningkatan kinerja ( Layanan

Publik, Edisi XXXVII, 2011: 26).

Mengacu pernyataan di atas, dikhawatirkan justru perilaku TKS, karena

struktur gajinya masih relatif kecil. Hal tersebut didukung dari penjelasan kepala

BLHD bahwa salah satu pegawainya yang berstatus TKS kedisiplinannya sangat

kurang, di Santpol PP pun demikian, jika tidak diberi tugas, maka pegawainya

yang masih berstatus TKS keluar mencari tambahan pendapatan di luar kantor,

Di Kantor Sekretariat Daerah TKSnya sering keluar kantor, bahkan bekerja di

tempat lain selain menjadi TKS. Fenomena semacam ini, maka sulit untuk

mencapai kinerja yang baik.

Namun ketidakdisiplinan tidak hanya dilakukan oleh TKS, karena aparatur

birokrasi yang berstatus PNS juga melakukan hal yang sama, masuk kantor

siang, sebagaimana diakui oleh Kasub Umum DPPKAD dan Humas Disdik Kota

Tangsel. Perilaku penyimpangan tersebut dilakukan oleh aparatur birokrasi yang

berstatus staf yang masih merasa jumlah insentif TPP yang diterima dianggap

masih sedikit, jika dibandingkan dengan pejabat struktural. Perbedaan insentif

yang mencolok dapat menjadi pemicu ketidakdisiplinan.

Perilaku yang tidak disiplin memang perlu pembinaan dan memerlukan

proses yang panjang. Oleh karena itu, etika pegawai perlu mendapat perhatian

dan antisipasi dapat dilakukan pada saat rekrutmen awal atau seleksi masuk,

sehingga integritas, kapabilitas dan profesionalisme tercapai.

Meskipun gaji yang diterima aparatur birokrasi Pemda Kota Tangsel

cukup tinggi, tetapi belum seimbang dengan kinerjanya. Oleh karena itu, dalam

rangka strategi reformasi, diperlukan perbaikan sistem reward dan punishment

Page 142: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

129

yang adil, yaitu pemberian gaji yang layak dan hukuman bagi yang melanggar

aturan (Rewansyah, 2009: 140-141).

Perhatian terhadap tingkat kesejahteraan aparatur birokrasi juga harus

mendapat perhatian, karena sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kesejahteraan pegawai berpengaruh langsung pada tugas, tanggungjawab,

kewenangan dan resiko serta prestasi kerja pegawai yang bersangkutan

(Naibaho, 2011: 63)

Penjelasan Naibaho di atas, tidak menjelaskan bentuk konkrit

kesejahteraan, karena kesejahteraan, kenyamanan dan kepatuhan, tidak hanya

diukur dari materi, immateri juga dapat mempengaruhi. Suasana kerja,

komunikasi internal yang dibangun, memberikan akses pengembangan karier,

suri taulada pemimpin serta atensi terhadap bawahan di kala susah maupun

senang dapat membuat pegawai merasa “sejahtera bathin”.

D. Kondisi Kerja

Berpencarnya gedung-gedung SKPD di beberapa lokasi dan sempitnya

ruang kerja mempengaruhi tidak hanya bagi orang dalam sendiri (pegawai),

tetapi juga orang luar. Bagi orang dalam, mempengaruhi suasana kerja,

kenyamanan dan motivasi untuk bekerja. Bagi orang luar, sulit menemukan

lokasi dan merasa tidak nyaman, karena ruang terlalu sempit, terutama di Kantor

administrasi Sekretariat Daerah. Walikota sendiri tidak memprioritaskan

pembangunan gedung perkantoran untuk Walikota, karena yang diutamakan

adalah pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.

Penjelasan tentang kondisi kerja Pemerintah Daerah Kota Tangsel pada

penyajian hasil penelitian di Bab V, mencerminkan bahwa pola pelayanan

terpadu satu pintu belum dijalankan, sehingga efektifitas belum berjalan dengan

Page 143: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

130

baik. Komarudin (2011: 76) justru mengatakan bahwa reformasi birokrasi

aparatur negara seharusnya berujung pada pelayanan publik yang prima,

efektivitas dan efesiensi penyelenggaraaan pemerintahan. Dalam konteks

reformasi birokrasi seharusnya mengutamakan pelayanan yang berkualitas,

efektif dan efisien.

Berpencarnya lokasi, membuat tidak efektif dan inefisensi, karena akan

membutuhkan waktu lama untuk menemukan lokasi dan menambah biaya.

Sementara itu, standar pelayanan membutuhkan prosedur yang tidak terlalu

panjang, waktu tidak lama dan biaya tidak banyak (Komarudin, 2011: 89).

Sempitnya ruangan, secara psikologis, membuat para aparatur birokrasi

Pemda Kota Tangsel juga tidak nyaman bekerja, kurang motivasi, sehingga

dapat mengurangi kinerja.

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota

Tangsel mengabaikan sarana dan prasarana sebagai salah satu standar

pelayanan publik, karena Tangible (bukti fisik, seperti fasilitas sisik,

perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi merupakan ukuran dari kualitas

pelayanan (Parasuraman, Zethimel dan Barry, 1994: 111).

E. Kinerja

Setiap pejabat dan PNS yang dilantik, harus menandatangani Pakta

Integritas. Meskipun telah menandatangani Pakta Integritas tersebut, aparatur

birokrasi Pemda Kota Tangsel belum menunjukkan kinerja yang optimal.

Gebrakan sementara yang dilakukan Walikota dalam memberantasan korupsi,

juga tidak berpengaruh sampai ke bawah. Justru praktek KKN semakin terbuka

lebar di Kota Tangsel dengan adanya penangkapan terhadap Akil Muhtar Ketua

Mahkamah Konstitusi yang merembet ke penangkapan kerabat dekat Walikota

Page 144: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

131

Tangsel dan Pemanggilan Gubernur Provinsi Banten sebagai saksi serta

penggeledahan di Kantor Dinas Kesehatan Kota Tangsel.

Dari uraian tentang kinerja di atas, dapat dikatakan bahwa kinerja

aparatur birokrasi pemerintah Kota Tangsel masih rendah, karena masih

terdapat kelambanan dan ketidaktepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

Meslipun gaji telah diberikan dengan baik (tinggi), tetapi belum mampu

menghasilkan kinerja yang baik (Grindle, 1997).

Dalam penelitian terdahulu, dikemukakan bahwa kinerja birokrasi menjadi

rendah, karena birokrasi yang ada tidak mampu mengambil inisiatif dalam

melayani masyarakat (Dwiyanto, dkk, 2012). Sementara itu, kinerja birokrasi

yang selama ini berorientasi pada aturan dan bersifat hierarkis, akan direform

menjadi orientasi pada pasar, sehingga akan terjadi kompetisi. Untuk itu,

pimpinan dituntut kreatif dan inovatif dalam mewujudkan kinerjanya (Thoha,

2010: 74).

Berbeda dengan Thoha, Grindle justru melihat bahwa peningkatan kinerja

akan terjadi, kalau dibayar dengan baik (Griendle, 1997). Dalam konteks ini,

masalah psikologis SDM juga harus diperhatikan terutama masalah

kesejahteraan yang berkaitan dengan besarnya gaji, dengan asumsi apabila gaji

dinaikkan, maka kinerja akan meningkat.

F. Kunci Reformasi

Untuk melaksanakan reformasi birokrasi, khususnya di bidang SDM,

perlu mendapatkan motivasi dari pimpinan, sehingga para aparatur dapat

melaksanakan dengan baik. Motivasi itu dapat diperoleh, apabila terdapat

komitmen yang kuat dari setiap pimpinan langsung (Kepala Dinas atau ketua

lembaga), terutama Walikota dan didukung oleh pihak legilatif.

Page 145: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

132

Selain penegakkan komitmen, standar aturan yang jelas, tegas dan

transparan juga diperlukan dalam menegakkan reformasi birokrasi khususnya

dalam bidang SDM.

SDM yang didayagunakan benar-benar berdasarkan kompetensi,

tidak berdasarkan KKN, sehingga kinerja yang diharapkan dapat diwujudkan,

terutama pemberian pelayanan kepada masyarakat.

G. Langkah-Langkah Implementasi Reformasi Birokrasi Bidang SDM

Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh agar implementasi

reformasi birokrasi bidang SDM berjalan dengan baik adalah sebagai berikut:

1) Menyiapkan suatu sistem aturan yang adil, transparan dan

tegas, sehingga penyimpangan-penyimpangan (KKN) dapat

dihindari dalam pelaksanaan rekrutmen, penempatan dan

mutasi pegawai di lingkungan pemerintahan Kota Tangse.

2) Dalam pelaksanaan pengangkatan diharapkan dapat

menggunakan Merit System.

3) Penggunaan analisa beban kerja dalam pengangkatan

pegawai, sehingga dapat memperhitungkan ketepatan jumlah

pegawai yang dibutuhkan.

4) Pendidikan dan Pelatihan diarahkan untuk peningkatan

kapasitas dan kompetensi.

5) Pemberian gaji yang layak dan penerapan sanksi hukuman

bagi yang melanggar aturan

Page 146: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

133

H. Model Rekomendasi

Sumber Daya Manusia Kota Tangsel

1. Pengangkatan dan Penempatan:

Pengangkatan tidak berdasarkan keterbukaan dan merit system.

Penempatan tidak didasarkan kompetensi 2. Pendidikan dan Pelatihan:

Tidak mendukung kapasitas

Tidak didasarkan kompetensi. 3. Penggajian:

Belum mampu mendorong kinerja 4. Kondisi kerja:

Belum kondusif 5. Kinerja rendah.

Pelatihan Penggajian Kondisi Kerja

Diklat mendukung kapasitas dan kompetensi pegawai

Struktur Penggajian untuk memacu peningkatan kinerja

Seluruh aparat diberikan ruang yang lebih terbuka/transparan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga berdampak pada sikap/pelayanan yang diberikan aparat kepada masyarakat.

Kunci Sukses Reformasi Birokrasi yang Efefktif di Kota Tangsel

Komitmen Pemimpin

Standar Aturan Yang Operasional, Jelas dan Tegas.

Pendayagunaan SDM yang sesuai kompetensi

-oo-

Menyiapkan Sistem Aturan yang Adil dan

Transparan mengenai Pendayagunaan dan Peningkatan Kapasitas SDM.

Penggunaan Merit System Pengurangan jumlah pegawai Pendidikan dan Pelatihan untuk peningkatan

kapasitas dan kompetensi. Pemberian gaji yang layak dan hukuman bagi

yang melanggar aturan Merumuskan hak dan kewajiban pegawai

yang jelas..

PENERAPAN REFORMASI BIROKRASI

TARGET REFORMASI BIROKRASI TERCAPAI

Clean Government Peningkatan Kualitas pelayanan publik k Peningkatan Kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi

LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS

Page 147: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

134

BAB VII

P E N U T U P

Pada bab penutup, dijelaskan tentang kesimpulan dan rekomendasi hasil

penelitian tentang Implikasi Reformasi Birokrasi Bidang SDM di Kota Tangsel.

Kesimpulan diuraikan sesuai dengan perumusan masalah demikian pula

rekomendasi.

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang Implikasi Reformasi Birokrasi Bidang SDM di

Kota Tangsel dapat disimpulkan beberapa hal di bawah ini:

a) Pengangkatan dan Penempatan pegawai, baik pindahan maupun

tetap, baik PNS maupun non PNS, tidak berdasarkan kompetensi

dan sarat dengan KKN. Merit system belum digunakan sebagai

dasar rekrutmen.

b) Pelatihan dilaksanakan tidak didasarkan pada kompetensi untuk

meningkatkan kapasitas dan kinerja pegawai.

c) Penggajian telah mengikuti sistem yang diatur oleh pemerintah,

demikian pula penambahan insentifnya yang relatif besar, tetapi

belum diikuti dengan perubahan kinerja.

d) Kondisi Kerja sangat tidak kondusif dan tidak efektif, karena

berpencar ke beberapa lokasi dan ukuran ruangannya sangat

kecil, sehingga pemberian pelayanan tidak efektif.

Page 148: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

135

B. Rekomendasi

Reformasi Birokrasi Bidang SDM di Kota Tangsel perlu memperhatikan

bebrapa hal berikut ini:

a. Perlu menegakkan komitmen, terutama komitmen pimpinan

kepala daerah atau kepala dinas dan sejumlah kecil orang.

b. Melakukan penataan SDM: menganalisis kembali kebutuhan SDM

yang didasarkan pada analisa jabatan, melakukan rekrutmen untuk mengisi kekosongan jabatan dengan menggunakan sistem terbuka, transparan dan berbasis merit system.

c. Melakukan penempatan SDM atau rotasi didasarkan analisa beban kerja, kompetensi dan berdasarkan merit system.

d. Melakukan mutasi , jika perlu dinonjobkan terhadap pegawai yang masih melakukan penyimpangan atau tidak mendukung agenda reformasi birokrasi.

e. Membangun sistem pelayanan berbasis teknologi.

f. Penggunaan tenaga ahli (espert) atau konsultan

-00-

Page 149: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

136

Daftar Pustaka

Blau, Peter M dan Marshall W Meyer. 1987.Birokrasi dalam Masyarakat Modern. Terjemahan. Jakarta: UI Press. Cetakan Pertama.

Budiman, Arif. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama. Caiden, Gerald E. 1991. Administrative Reform Comes of Age. Berlin, New

York: Walter de Gryter.

Chilcote, Ronald H. 2007. Teori Perbandingan Politik. Jakarta :

Dwiyanto, Agus. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui

Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

------------------------.2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Pustaka

Studi Kependudukan dan Kebijakan. Yogyakarta: UGM.

Effendi, Taufiq. 2010. ABC Reformasi Birokrasi. Editor: Ismail Mohamad. Biro

Hukum dan Humas KemenPAN dan RB.

Farazmand, Ali. 2002. Administrative Reform. United States Of America :

PRAEGER

Frederickson, H. George. 2010. Social Equity and Public Administration: Origins, Developments and Applications, Chapter 2: Social Equity in Context. Printed in United State of America.

----------------- dan Kevin B. Smith. 2003. The Public Administration Theory

Primer. Colorado: Westview Press. French, Bell dan Zawachi. 2000. Organization Development and

Transformation, Managing Effective Change. McGraw International Edition. Singapura.

Gandolfi, Franco., 2005. “How Do Organizations Implement Downsizing? An

Australian and New Zealand Study”. Contemporary Management Research Vol. 01, No. 01, September, 2005 Page 57-68.

Griendle. Merilee S. 1997. Getting Good Government: Capacity Building in

The Public Sectors of Developing Countries. USA: Harvard University Press.

Hari. Lubis dan Martani Huseini. 1987. Teori Organisasi: Suatu pendekatan

Makro. Jakarta: PAU Ilmu-Ilmu Sosial-UI)

Page 150: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

137

Henry, Nicholas. 2004. Public administration and Public Affairs. Ninth Edition. New Jersey; Pearson Education, Upper Sadlde River.

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Pendayaan Aparatur

Negara Jilid II. 2011. Biro Hukum dan Humas KemenPAN dan RB. Islamy, M. Irfan. 2003. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen Publik.

Malang: Prodi Ilmu Administrasi,Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya.

Istianto, Bambang. 2010. Demokratisasi Birokrasi. Jakarta: Mitra Wacana

Media. Keban, Jeremias T., 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Teori

Konsep dan Isu. Yogyakarta: Geva Media. Kyarimpa, Genevieve Enid. 2009. “Comparative Administrative Reform: the

Rhetoric and Reality of the Civil Service Reform Programs in Uganda and Tanzania” dalam Dissertation. Miami: Florida International University.

Maksum, Irfan Ridwan. 2010. Organisasi Negara Amuba. Departemen Ilmu

Administrasi FISIP-UI. Malthis. Robert L dan J.H. Jackson. 2001. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Mas’oed, Mochtar dan Collin MacAdrew. 1989. Perbandingan Sistem

Politik.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Narbuko, Cholid dan H. Abu Achmadi. 2008. Metode Penelitian. Cetakan

Kesembilan. Jakarta: Bumi Aksara. Owusu, Francis. 2005. “Organizational Culture, Performance and Public

Sector Reforms in Africa: The Ghanaian Case”. Melalui http://www.isser.org/publications/older/22%20Owusu.pdf.

Peter, B. Guy dan Jon Piere. 2001. “ Civil Servant and Politician: the

Changing Balance” dalam B Guy and Jon Piere (Edited), Politician, Bureaucrats and Administrative Reform. London and New York: Routledge 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon.

Pollit C. and Geert Bouckaert. 2000. Public Management Reform: A

Comparative Analysis. Oxford: Oxford Univesity Press. Prasojo. Eko. 2009. Reformasi Kedua:Melanjutkan Estafet Reformasi.

Jakarta. Salemba Humanika.

Page 151: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

138

------------------, Irfan R Maksum dan Teguh Kurniawan. 2008. Desentralisasi

dan Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi

Struktural. Departemen Ilmu Administrasi FISIP-UI.

---------------------, dan Teguh Kurniawan., 2008. “Reformasi Birokrasi dan Good

Governance: Kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia”.

Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Indonesia. Dalam

http://staff.ui.ac.id/internal/0900300014/publikasi/ReformasiBirokrasi_

dan_GoodGovernance_EP_TK_reviseed.pdf

Prastowo, Andi. 2011. Memahami Metode-Metode Penelitian. Jogyakarta:

AR-Ruzz Media.

Rais, M.Amin. 2008. Selamatkan Indonesia. Yogyakarta: PPSK.

Rewansyah, Asmawi. 2009. Reformasi Birokrasi dalam Rangka Good

Governance. Tanpa Nama Penerbit.

Rivai, Veizhal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Jakarta: Murai kencana.

Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi : Struktur, Desain dan Aplikasi.

Terjemahan. Jakarta: Arcan.

Sarundajang, SH. 2012. Birokrasi dalam Otonomi Daerah Upaya Mengatasi

Kegagalan. Cetakan ketiga. Edisi Revisi. Jakarta: Kata.

Scot.W.Richard.2003. Organization, Rational, Natural and Open System.

Fifth Edition. United States of America : Prentice Hall. Pearson

Education International.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi.1983. Metode Penelitian Survai.

Jakarta: LP3ES.

Shafritz, Jay M. 2000. Defining Public Administration. Colorado: Westview Press

Sulistiyani, Teguh A. 2004. Memahami Good Governance Dalam Perspektif

SDM. Yogyakarta: Gava Media).

Sumodihardjo, Soebagijo. 2004. “Pengembangan Kapabilitas Organisasional yang Dinamik pada Perusahaan Telepon Bergerak Seluler di Indonesia” dalam Desertasi. FISIP-UI.

Strauss, Anselm & Juliet Corbin. 2009. Dasar-dasar Penelitian

Kualitatif.Terjemahan. Cetakan III .Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 152: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

139

Strauss, George dan Leonard Sayles. 1991. Manajemen Personalia. Pustaka Binaman Pressindo.

Supriyono, Bambang. 2007. Pembangunan Institusi Pemerintah Daerah

Dalam Penyediaan Prasarana Perkotaan. Pasca Sarjana FIA-Universitas Indonesia.

Thoha, Miftah. 1991. Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi. Yogyakarta:

Media Widya Mandala. Togar, Silaban (Ed). 2012. Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia.

Sekretarian Wakil Presiden RI. Turner, Mark dan David Hulme. 1997. Governance, Administration &

Development: Making the State Work. USA: Kumarian Press Inc. Wilson, James Q. 1989. Bureaucracy: What Government Agencies Do and

Why They Do it. New York: Basic Book

Zauhar, Susilo. 1996. Reformasi Administrasi Konsep, Dimenasi dan Strategi. Jakarta: Bumi Aksara.

Zein, Harry Mulya. 2011. Reformasi Birokrasi Belajar Dari Daerah. Tangsel :

Perum Citra Prima Sepong.

Undang-Undang :

KemenPAN dan RB No. 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan PNS di Daerah.

Lampiran PP No. 81 Tahun 2010. Grand Desain Reformasi Birokrasi

Indonesia 2010-2025. 2010. KemenPAN dan RB Republik Indonesia. Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

Peraturan KemenPAN dan RB No. 11 Tahun 2009 Tentang Penetapan Standard Operating Procedures (SOP) di Lingkungan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Undang-Undang Otonomi Daerah. 2008. FM Fokusmedia.

Undang-Undang No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025

UU No. 43 Tahun 1999 tentang Manajemen PNS.

Page 153: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

140

Sumber dari Jurnal dan atau Makalah :

Cepiku, Denita dan Cristina Mitelu. 2010. “ Public Administration Reforms in

Transition Countries: Albania and Romania Between The Weberian Model and The New Public Management” dalam Transylvanian Review of Administrative Sciences No. 3E.

Cole, Alistair dan Glyn Jones. 2005. ”Reshaping the State Administrative

Reform and New Public Management in France” dalam Governance: An International Journal of Policy, Administration and Intitutions, Vol. 18, No.4 , October.

Dutt, Pushan. 2009. “Trade Protection and Buraucratic Corruption: an

Empirical investigation” dalam Canadian Journal of Economic, Vol. 42.

No.1.

Hubert L, Kolthoff, E. and Heuvel, H.V.D. 2007. “The Ethics of New Public

Management : Is Integraty at Stake ? Amsterdam Vrije Uniuversiteit”

Imhanlahimi, J.E. dan M.O. Ikeanyibe. 2009. ”Local Government Aitonomy and Development of Localities in Nigeria: Issues, Problems and Suggestions” dalam Journal Local Government authonomy and Development of Localities in Nigeria: Issues, Problems and Suggestions. Vol. 8. No. 2.

Jreisat, Jamil E. 1988. “Administrative Reform in Developing Countries a

Comparative Perspective” dalam Public Administration and Development, Vol. 8, 85-97.

Lawal, Tolu dan Abegunde Oladunjoye . 2010. “Local Government,

Corruption and Democracy in Nigeria” dalam Journal of Suistanable Development in Africa. Volume 12. No. 5.

May Peter J dan Soran C. Winter.2007. “Politician, Managers and Street-Level

Bureaucrats: Influences on Policy Implementation” dalam Journal of Public Administration Research.

Muhaimin, Yahya. 1980. “Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia” dalam Jurnal

PRISMA No. 10, Mulgan, Richard. 2008. “Public Sector Reform in New Zealand: Issues of

Public Acountability”. Makalah. PAQ Spring. Moon, Myung-Jae and Patricia Ingraham. 1998. “Shaping Administrative

Reform and Governance An Examination of the Political Nexus Triads in Three Asian Countries” dalam Governance : An International Journal of Policy and Administration. Vol 11. No.1. Januari.

Page 154: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

141

Nakamura, Akira. 1996. “Administrative Reform and Decentralization of Central Power:A Cross-National Comparison with Japan” dalam Asian Review of Public Administration, Vol. VIII, No. 2 (July-December).

Painter. Martin. 2004. “The Politics of Administrative Reform in East and

Southeast Asia: From Gridlock to Continuous Self-Improvement” dalam Governance: An International Journal of Policy, Administration, and Institutions”. Vol. 17, No. 3, July .

Paudel, Laxmi Kant. 2009. “The Privatization Policy Transfer: a Nepalese”

dalam Experience Nepalese Journal of Public Policy and Governance, Vol. xxiv, No.1, July.

Riyadi. 2008. “Reformasi Birokrasi Dalam Perspektif Perilaku Administrasi”

dalam Jurnal Ilmu Administrasi. Vol. V. No. 1. Roy, lndrajit, “Good G overnance and The Dilemma off Development: What

Lies Beneath? “ dalam Jurnal Socia- Economic Review. Satibi, Iwan. 2011. Optimalisasi Peningkatan Kinerja Perangkat Daerah

dalam Perspektif Kualitas Sumber Daya Aparatur dalam Jurnal Ilmu Administrasi Negara PUBLICA, Vol. 1, No. 1.

Sismono. Herman. 2011. Faktor-faktor Penghambat Kinerja Birokrasi Publik

di Era Otonomi Daerah dalam Jurnal Ilmu Administrasi Negara PUBLICA, Vol. 1, No. 1.

Majalah dan Makalah : Jurnal Ulumul Qur,an, Vol 1, April 2012. Prasojo, Eko. 2012. “ Indonesian Way to Administrative Reform”. Makalah

dalam Seminar Internasional ASPA, IAPA di Malang, 12-13 Juni. Majalah Layanan Publik, Edisi : XXIV, 2008.

Majalah Layanan Publik, Edisi : XXXVII, 2011. Internet:

Website Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri: www.depdagri.go.id.

Website www.kompas.com, 13/9 2011, diunduh 3 Juli 2012.

Website www.kompas.com, 28 Juni 2012

Website www.kompas.com, 2011.

Website nusantaranew.wordpress.com

Page 155: IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA

142

Website www.kantorhukum-lhs.com, 2010

Website www.drtomoconnor.com diunduh 3 Oktober 2012.

Wawancara:

Kasub Keuangan dan kepegawaian Sekda Pemerintahan Kota Tangsel

Kasub Bagian Organisasi Sekda Pemerintahan Kota Tangsel

Kasub Bagian Pemerintahan Sekda Pemerintahan Kota Tangsel

Kasub Bidang Perencanaan Pemerintahan Kota Tangsel

--oo00oo--