immuno def is iens i
DESCRIPTION
immunodeffiseiensiTRANSCRIPT
IMMUNODEFISIENSI
Kelainan immunodefisiensi bisa diklassifikasi berdasar apakah kelainan ini bawaan (primer) atau didapat (sekunder), dan apakah kelainan tersebut mempengaruhi sistem kekebalan bawaan atau sistem kekebalan adaptif. Immunodefisiensi primer adalah kelainan immunologis bawaan, termasuk kelainan sellular, antibodi atau komplemen dari sistem kekebalan.Sebaliknya, Immnunodefisiensi sekunder merupakan akibat dari penyebab eksternal, misalnya pengaruh obat, infeksi, usia tua, dan lain-lain penyebab yang belum diketahui.
(Problem Base Immunology, page 2)
KELAINAN IMMUNODEFISIENSI PRIMER.
Sebagian besar penderita defisiensi immun primer mempunyai defek genetik pada sel T, sel B, NK cells, fagosit, atau sistem komplemen. Apakah penderita meningkat susseptibilitasnya terhadap infeksi bakteri, virus, fungi, dan parasitus, ditentukan oleh sifat defek dan perannya sel atau komponen tersebut dalam sistem kekebalan. Bila defek genetik tersebut mempengaruhi sel-sel stem yang merupakan asal dari sejumlah sel, misalnya seperti yang terjadi pd hematopoiesis, maka dengan mengetahui alur hematopoietik maka bisa dilihat sel-sel apa saja yang bisa terpengaruh.
Kelainan Stem CellsDefek yang terjadi pada pluripotent stem cells, lymphoid dan myeloid stem cells, bisa
menyebabkan effek yang luas, karena setiap sel-sel ini merupakan asal dari befrmacam-macam jenis sel seperti nampak pada Fig. 1-4.
Satu penyakit yang disebabkan oleh kelainan pluripotent stem cells adalah reticular dysgenesis, satu kelainan autosomal recessive yang menyebabkan kelainan pada baik pada myeloid maupun pada lymphoid stem cells, dan sel-sel lain yang dihasilkan oleh stem cells tersebut.
Sebaliknya, defek pada lymphoid stem cells akan menyebabkan kelainan pada sel limfosit T, lifosit B dan NK Cells. Karena limfosit T, limfosit B dan NK cells terganggu, maka penderiita akan susseptibel terhadap semua penyebab infeksi.
(Problem Base Immunology, page 2)
(Problem Base Immunology, page 3)
(Problem Base Immunology, page 3)
Kelainan Sel-sel TKejadian kelainan Sel-sel T lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan kelainan sel-sel B. T
cell ID yang klassik adalah sindroma DiGeorge dimana terjadi gangguan maturasi thymus yang menyebabkan defisiensi Sel T yang matangebagai tambahan peningkatan suseptibilitas terhadap infeksi virus,semua fungsi kekebalan pada pasien ini jg menurun karena dibutuhkan sitokin yang dihasilkan oleh CD4+ T cells pada semua aspek kekebalan.
Penyakit lain yang bisa terjadi bila ada Ag-spesifik T cell defect (terutama CD4+ cells), misalnya chronic mucocutaneus candidiasis, dimana individu tidak memiliki sspesifik T cells untuk Ag Candida. Sensitivitas individu-individu ini terhadap infeksi ragi (misalnya Candida albicans) meningkat.
Kelainan Sel-sel B
Diantara semua ID terdapat 45-50% B cell defects, yang biasanya muncul pada kira-kira uusia 6 bulan saat Immunoglobulin G (IgG) antibodies meliwati placenta.
1. X-linked AgammaglobulinemiaB cell ID yang paling berat adalah X-linked agammaglobulinemia, satu kelainan dimana B cell gagal matang. Penyakit ini sebagai akibat dari defek pada Btk, satu protein tyrosine kinase (yang dikose pada khromosom X) yang fungsinya sangat pentingn dalam mentransfer sinal yang berperan pada differensiasi limfosit.
2. Transient Hypogammaglobinemia of InfancySatu kelainan sel limfosit B yang terjadi akibat keterlambatan maturasi sel, karena itu disebut Transient Hypogammaglobinemia of infancy .
3. Hyper IgM SyndromeHyper IgM syndrome (jg dimasukkan dalam ID dengan peningkatan IgM) disebabkan oleh defisiensi molekul yang dibutuhkan untuk isotype switching, satu proses yang dibutuhkan untuk sekresi IgG, IgE, atau IgA, tetapi tidak untuk sekresi IgM. Jd penderita kekurangan semua isotipe antibodi tetapi IgM meningkat.
4. Selective IgA Deficiency. Selective IgA Deficiency sering ditemukan pada orang kulit putih. Individu menunjukkan peningkatan insiden recurrent sinopulmonal infections.
Kelainan NK CellsChediack-Higashi syndrom aadalah satu kelainan yang mempengaruhi sejumlah enis sel, termasuk NK Cells. Ditandai dengan adanya granulasit besar, platelet-deense antibodies, dan defek pada lysosomal traffacking gene regulator LYST). Akibatnya eksositosis dari garanula (yang mengandung perforin) tidak terjadi. Eksositosis granula sangat dibutuhkan pada proses mematikan yang dilakukan oleh NK cells.
Kelainan sel-sel fagositTerdapar kira-kira 20% kelaianan sel faagosit dari seluuruh ID. Ada dua hal penting yang bisa menyebabkan kelaianan sel-sl fagosit: faktor eksternal (misalnya: tidak ada activating cytokines) dan faktor intrinsik yaitu pada ”killing” paathways (misalnya pada chronic granulomatous desiase).
(Problem Base Immunology, page 5)
(Problem Base Immunology, page 6)
Kelainan leukosit lainKelainan leukosit lain lebih jarang terjadi. Diantaranya yang disebut leukocyte adhesion deficiency (LAD) desiase, ddimanaa terjadi terjadi gangguan pada trafficking ke lokasi infeksi yang menyebabkan meningkatnnya infeksi nekrotik. Treatment of choice: transplantasi sumsum tulang.
Kelainan Sistem KomplemenTerdapat kira-kira 2-3% kelaian Sistem Kompelemen dari seluruh ID, yang biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri dan penyakit autoimmun. Akaan dijelaskan beberapa kategori, tergantung pada komponen komplemen yang kurang.
1. Defect in Components of ComplementDefek pada komponen awal dari classical pathway ada hubungannya dengan penyakit otoimmun (misalnya systemic lupus erythromatous), namun pada individu dengan defek pada bagian komponen terminal dari pathway biasaya menderita infeksi neisseria yang reccurent.
Defisiensi protein komplemen C3, yang merupkan molkul sentral baik untuk alternative maupun pada classical pathways,ada hubungannya dengan chronic nephritis, satu kelainan immune complex-type, dimana terjadi deposti dari C3 nephritic factor (satu autoantibody yang menstabilkan kompleks enzimatis pada alternative pathway) Defisiensi C3 adalah defisiensi komponen C’ yang paling banyak ditemukan
dari semua kelainan C’.Hal ini disebabkan karena C3 mempengaruhi semua C’ pathways. Hal tersebut mengakibatkan tidak dihasilkannya Proteolytic fragments dari C’ yang berfungsi sebagai opsonin.
(Problem Base Immunology, page 47)
2. Defect in Regulatory Protein, C1 (Esterase) Protein
Juga bisa diwarisi defek regulatory protein. Mutasi yang paling sering terjadi pada regulator protein adalah inhibitor C1 (esterase). Molekul ini meregulasi aktivasi classical pathway dengan penggabungan C1 dengan protein yang melekat pada immunecomplexe untuk menginisiasi aktivasi C’. Mutasi pada inhibitor C1 (esterase) mwnyebabkan aktivasi C1, C2 dan C4 tidak terkontrol. Inhibitor C1 (esterase) juga menghambat kallikrein dan satu enzim yang bekerja pada kinonogen yang menyebabkan dilepaskannya bradykinin, satumolekul yang bekerja untuk meningkatkan permiabilitas vasculer.
3. Defect in Glycosyl Phosphatidylinositol Anschors.Mutasi jenis lain yang bisa terjadi pada sistem C’ ada hubungannya dengan perubahan molekul regulator untuk melekat pada membran sel. Banyak protein regulator dari C’ , misalnya decay accelerating factor (DAF) dan CD59, yang tidak terintegrasi pada membran melalui transmembrane domain tetapi melekat pada permukan eritrosit dengan satu molekul penghubung, seperti glycosyl phosphatidyl-inositol (GPI). Penderitaa yang tak bisa tidak mampu mensintese penghubung ini tentu tidak mempunyai DAF dan CD59 pada permukaan selnya, sehingga tidak mampu mendeaktivasi proteolytic C’ complexes
yang akan menyebabkan susceptability spontan dari sel darah merah utuk lisis.
IMMUNODEFISIENSI SEKUNDEREtiologi dari immunodefisiensi sekunder banyak dan bervariasi. Penyakit acquired
immunodeficiecy disebqabkan oleh banyak, antara lain bakterial, misalnya Mycobacterium tbc; virus, misalny humn deficiency virus (HIV); obat-obatan (misalnya post-transplantation immunosuppression,
pengobatan penyakit neoplasma); gaya hidup (misalnya alkohol); dan kelainan-kelainan lain, misalnya ketuaan, diabetes.
Kelainan secondary ID sering dihubungkan dengan kelainan pada produksi komponen kekebalan. Dalam hal ini termasuk apa yang disebut monoclonal gammopathies, dimana terjadi produksi yang berlebihan dari clonal immunoglobuline.
ACQUIRED IMMUNEDEFICIENCY SYNDROME (AIDS)
AIDS disebabkan oleh human deficiency virus (HIV). HIV-1 pertaa kali diisolasi tahun 1983 oleh kelompok Montagnier di Lembaga Pateur, Paris dari seorang penderita dengan lymphadenopathy syndrom, dan waktu itu disebut lymphadenopathy-associated virus (LAV). Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Gallo yang menyebutnya Human T-lymphotrophic virus type III, dan kemudian Levy et al di San Fransisco menyebutnya AIDS-Associated retrovirus (ARV) Virus tipe kedua, HIV-2, diisolasi oleh kelompok Montagnier dari seorang pasien Afrika .Barat.
Strutur dan Fungsi HIV
1. HIV adalah satu envloped virus, karena itu relatif lebih susseptibel terhadap inaktivasi. 2. HIV mempunyai enzim, antara lain the unique viral reverse transscriptase, yang merupkan target
obat-obat antiviral.3. HIV juga mempunyai satu unique small ”accessory” proteins, yang berperan pada replikasi virus
dan terjadinya AIDS.4. HIV menginfeksi bisa menginfeksi banyak jenis sel.5. Jumlah HIV dalam darah bervarisi selama perjalanan penyakit, dan viral turnover selalu tejadi dengan
cepat.6. Perubahan-perubahan klinis yang penting pada virus bisa dideteksi di laboratorium.7. HIV bervariasi sehubungan dengan perbedaan individual dan strain.
’
8. HIV mempunyai membran protein yang membantu virus memasuki sel host, berinteraksi dengan Abs dan merupakan kandidat vaksin.
HIV adalah satu lentivirus, satu subfamili dari retrovirus, yang menyebakan infeksi khronis pada binatang, tetapi tidak menyebabkan neoplasia.
Karena itu virus ini bisa menetap bertahun-tahun di dalam sel host, dan tak bisa dieradikasi dari sel host dengan obat antiviral yang ada sekarang (1997).
Struktur HIV-1 seperti nampak disini: Virus ini mempunyai satu lipid envelope. Karena itu virus bisa diinaktivasi oleh pengeringan, physical agents dan disinfectant. Namun demikian virus hidup bisa dalam larutan anestetik dan jahitan.
Struktur HIV-2 sangat mirip dengan HIV-1.
Outer membrane (envelope) protein dari envelope HIV-1 (gp120) melekat pada virus dengan trans-membrane protein (gp41). Glykoprotein 120 melekat pada protein CD4, yang ada pada c3ell surface receptor untuk virus.
(Managing HIV, page 18)
Setelah melekat, gp120 berinteraksi dengan ”coreceptor” kedua yang ada pada membran sel (CXCR4 atau CKR5), mengekspos fusion pepide, yang menyebabkan fusi virus ke membran sel host.
Baik gp120 maupun gp41 adalah target untuk neutralizing Abs yang bisa menghentikan penetrasi virus ke dalam sel host dan berreplikasi di dalamnya, sebagian dengan mencegah melekatnya ke protein CD4.
Beberapaa bagian dari kedua protein HIV ini dikenal oleh Ab atau cytotoxic T-lymphocytes, daan merupakan komponen terbanyak pada vaksin HIV
(Problem Base Immunology, p.57)
PATOMEKANISME TERJADINYA IMMUNODEFICIENCY
(Managing HIV, page 22)
(Managing HIV, page24)
(Managing HIV, page 25)
PATOMEKANISME INFEKSI OPPORTUNISTIK
Pada AIDS terjadi:
Abnormalitas pada Cell-mesiated system:
1. T cells: Biasanya pada AIDS infeksi opportunistickbaru
terjadi saat jumlah sel CD4 <200/µl (kebanyakan pada
<100/µl). Disamping jumlah T cell kurang, jugab terjadi
penuurunan fungsi sel tersebut;
2. Cytotoxic T lymphocytes: kemampuan CTL untuk
mematikan sel yang terinfeksi virus menurun, terutama pada
stadium ahir infeksi. Hal ini akan mengakibatkat reactivasi
infeksi dan menyebabkan malignansi.
3. Macrophages: berperan sangat penting dala system immune,
bermigrasi ke lokasi infeksi (reaksi khemotaksis), menelan
mikeroba tertentu (fagositosis), membunuh mereka dan
ahirnya membawa Ag ke T cells. Semua fungsim ini
nampaknya semua fungsi ini terganggu pada infeksi HIV,
termasuk intracellular killing.
4. NeutralKiller Cells: Berkurangnya fungsi NK cellserupakan
kelainan yang biasa pada penyakit HIV-AIDS stadium lanjut,
kemungkinan akibat dari tak adanya interleukin-2 atau
merupakan efek langsung dari HIV.
Managing HIV, page 28
Abnormalitas pada Humoral immunity: Ab diproduksioleh sel plasma, yang terbentuk dari proliferasi
dan differensiasi dari limfosit B dibawah control dari cytokine yang dihasilkan oleh T cells. Ab akan
mengeradikasi organism sebagian besar dengan meningkatkan fagositose oleh neutrofil dan
macrophage (opsoniisasi).
HIV menyebabakan stimulasi non-spesifik polyclonal sel B, yang menyebabkan aktivasi dan
selanjutnya hypergammaglobulinemia (terutama IgG dan IgA).
Autoantibodies mungkin dihasilkan yang langsung diarahkan pada sejumlah protein host, termasuk
platelets, lymphocytes, neutrophils, dan myelin. Beberapa reaksi alergi, terutama terhadap obat, lebih
sering terjadi pada penderita dengan HIV, yang nampaknya dimediasi oleh Ab.
Walaupun menghasilkan banyak Ig, namun sel B pada orang dengan infeksi HIV tidak bisa
bereaksi dengan sempurna. Infeksi dengan bakteri intraselluler adalah masalah yang banyak ditemukan
pada fase ahir dari penyakit, dan adanya reaktivasi infeksi dengan pathogen misalnya cytomegalovirus
dan Toxoplasma gondii tidak menyebabkan terjadinya response IgM.
Mengapa Hanya Patogen Opportunistik tertentu?
Patogen opportunistic yang biasa pada HIV (lihat 3.3.1.) adalah yang biasa ditemukan pada tanah
atau air, atau laten terdapat pada tubuh manusia setelah infeksi pada usia muda, seperti Nampak pada
3.3.4.). Waloaupun demikian, beberapa infeksi yang biasa terjadi pada orang-orang dengan
immunosuppressi, jarangditemukan pada penderita HIV, misalnyaminfeksi Listeria monocytogenes,
Nocardia asteroids, Legionellaa pneumophila)
Sebaliknya, beberapa pathogen baiasa menginfeksi orang-orang dengan HIV (ODHA), tapi jarang
menginfeksi immunocompromised patients. Pada beberapa pathogen, terutama yang dengan virulensi
rendah, seperti Mycobacterium avium complex dan cytomegalovirus) disebabkan karena sifat infeksi
lanjut dari HIV yang severe, broad dan unrelenting. Latent infeksi beberapa pathogen bias juga sering
ditemukan pada ODHA.
3.3.4. Source of opportunistic pathogens)
Organism Source Route of InfectionHuman to human
Transmission
Pneumocystis carinii Endogenous reactivation,
infected humans
Inhalation Probably
Toxoplasma gondii Uncooked meat,
endogenous reactivation
Ingestion No
Cryptosporiidia Water, infected animals
and humans.
Ingestion Yes
Microsporodia Water, infected humans
and animals
Ingestion? Inhalation
Yes
Creptococcus neoformans Soil. Bird droppings,
animals
Inhalation No
Aspergillus species Soil Inhalation No
Cytomegaloviris Endogenous reactivation,
infected humans
Sexual or close
contact, blood
Yes (rare in HIV)
Hepres simplex Endogenous reactivation,
infected humans
Sexual contact Yes
Varicella zoster Endogenous reactivation,
infected humans
Uncertain Uncertain
Mycobacterium avium Soil, water Inhalation,
Ingestion
No
AUTOIMMUNE PADA HIV
Autoimmune Syndromes pada Infeksi HIV
1. Antibody-mediated Syndromes:
1.1. Autoimmune thrombocytopenic purpura
1.2. Antiphospholipid antibodies
1.3. Autoimmune gastropathy with hypochlorhydria
1.4. Autoimmune hemolytic anemia
1.5. Autoimmune neutropenia
1.6. Pruritic papulovesicular eruption (PPVE)
1.7. Other autoantibodies
2. CD8+ T cell Mediated Autoimmune Syndromes:
2.1. Sjögren’s-like syndrome
2.2. Lymphocytic interstitial pneumonitis
2.3. Autoimmune polymyositis
2.4. Cardiac myositis
2.5. Autoimmune chronic active hepatitis
2.6. Other syndromes
3. Demyelinating Syndromes:
3.1. Guilain-Barré syndrome & Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy
3.2. Multiple sclerosis-like illness
4. Immune Complex-mediated Syndromes:
4.1. Polyarteritis nodosa-like artereiitis
4.2. Hypersennsitivity vasculiitis
4.3. Primary angiitis of the central nervous system & lymphomatoid garanulomatosis (jarang)
KEGANASAN PADA AIDS
Keganasan pada HIV disebabkan oleh sebab yang kompleks, campurah antara infeksi, cytokines,
perubahann kekebalan dan genetic.
1. Non-Hodgkin’s Lymphoma, disebabkan oleh:
1.1. Infeksi EBV:: EBV ditemukan pada hamper semua penderita lymphoma SSP dan penyakit
Hodgkin. Juga ditemukan pada 50-70% penderita HIV dengan non-Hodgkin’s lymphoma.
1.2. Produksi Cytokine: IL-5, IL-6 dan IL-10 meningkat pada penderita HIV dengan pembesaran
kelenjar lympha.
2. Kaposi’s Sarcoma
2.1. Satu transmissible co-factor: Berdasar hasil penelitan epidemiologis, dulu diduga mikroba
penyebab STD merupakan penyebab Kaposi’s sarcoma. Tetapi bukti tbaru menunjukkan
Kaposi’s sarcoma-related herpesvirus (human herpesvirus type 8) ditemukan pada HIV-
associated dan Kaposi’s sarcoma. Kemungkinan herpoesvirus menyebar secara vertical dan
secara seksual.
Terahir dari hasil sekuensing DNA nampaknya itu herpesvirus, yang disebut human herpesvirus
8.
2.2. Growth factors: Diduga protein HIV, kemungkinan beerperan penting pada promosi tumor
dengan cara meniru kerja extracellular matrix protein pada pertumbuhan sel endotel dan type
IV collagen expression. Extracellular HIV protein mempromosi terjadinya Kaposi’s sarcoma
cells dan sel endotel untuk berproliferasi, bermigrasi dan menginvasi jaringan sekitarnya.
2.3. Cytokines: terutama basic fibroblast growth (bFGF), oncostatin M, tuour necrosis factor, IL-6,
dan IL-1b, juga berperan penting pada Kapaosi’s sarcoma.
3. Cervical cancer: Infeksi HPV
MEKANISME KELAINAN AUTOIMMUNE PADA HIV
(Managing HIV, page 31)
DIAREA PADA HIV
(Managing HIV, page 71)
(Managing HIV, page 72)
(Managing HIV, page 72)
PENYAKIT SALURAN RESPIRASI PADA HIV
(Managing HIV, page 87)
(Managing HIV, page 88)