imkg report

15
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured Acrylic Resin) Kelompok : C11 Tgl. Praktikum: 17 April 2016 Pembimbing : Sri Yogyarti, drg., MS. Penyusun: No. Nama NIM 1. Dhansha A/P Kannayyah 021511133159 2. Ng Li Han 021511133160 3. Nurul Farhana 021511133161 4. Puteri Nazirah 021511133162

Upload: puteri-nazirah

Post on 13-Jul-2016

267 views

Category:

Documents


69 download

DESCRIPTION

imkg report

TRANSCRIPT

Page 1: imkg report

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured Acrylic Resin)

Kelompok : C11

Tgl. Praktikum: 17 April 2016

Pembimbing : Sri Yogyarti, drg., MS.

Penyusun:

No. Nama NIM

1. Dhansha A/P Kannayyah 021511133159

2. Ng Li Han 021511133160

3. Nurul Farhana 021511133161

4. Puteri Nazirah 021511133162

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 2: imkg report

1.TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah praktikum mahasiswa mampu::

a. Memanipulasi resin akrilik aktivitas panas dengan cara dan alat yang tepat.

b. Mengamati tahap yang terjadi pada pencampuran polimer dan monomer yaitu fase

sandy, stringy, dough, rubbery, dan stiff.

c. Menganalisa hasil polimerisasi heat cured acrylic resin pada setaip tahap yang

berbeda seperti pada tahap stringy, dough dan rubbery.

2.CARA KERJA

2.1 Bahan:

a) Bubuk polimer

b) Cairan monomer

c) Cairan cold mold seal (CMS)

Gambar 1.1

2.2 Alat :

a) Kuvet logam yang telah dibuat cetakan mold

b) Pot porselin

c) Stopwatch

d) Pisau model

e) Pisau malam

a)c)))

b)

Page 3: imkg report

f) Pipet ukur

g) Kuas kecil

h) Plastik

i) Timbangan digital

j) Press kuvet

Gambar 1.2

3.CARA KERJA

3.1 Pengisian cetakan (mold) dengan adonan resin akrilik

a) Menyiapkan bahan resin akrilik dan peralatan untuk packing

b) Mengolesi permukaan mold dan sekitarnya dengan Cold Mold Seal (CMS) memakai

kuas sampai merata dan menunggu sampai kering.

Gambar 1.3

c) Mengukur cairan monomer menggunakan gelas ukur sebanyak 2 ml, kemudian

menuangkan kedalam pot porselen.

A B

D

E

F

G

H

I J

Page 4: imkg report

Gambar 1.4

d) Menimbang bubuk polimer sebanyak 4 ml, kemudian memasukan ke dalam pot

porselen secara perlahan sampai polimer terbasahi oleh monomer selama 20 detik.

Gambar 1.5

e) Menghitung/mencatat awal waktu pengadukan dengan stopwatch, mengaduk

campuran polimer dan monomer dengan pisau malam pada bagian yang tumpul

sampai homogen, kemudian menutup pot porselin. Mengamati fase sandy, stringy,

dough dengan cara membuka tutup pot porselin setiap 30 detik sekali, bila fase dough

belum tercapai maka pot porselin ditutup lagi.

Page 5: imkg report

Gambar 1.6

f) Tanda-tanda fase dough adalah tidak lengket apabila disentuh dengan bagian tumpul

dari pisau malam.

g) Mencatat waktu tercapainya fase dough. Demikian selanjutnya mengamati fase

rubbery dan stiffy setelah fase dough selesai.

h) Setelah mencapai fase dough, memasukan adonan resin kedalam cetakan yang ada

pada kuvet bawah.

Gambar 1.7

i) Menutup permukaan adonan resin akrilik dengan plastik, kemudian memasang kuvet

atas dan melakukan pengepresan pada press hidrolik dengan kekuatan mencapai 2000.

Setelah pengepresan, membuka kuvet mengangkat plastik sebagian untuk memotong

kelebihan resin akrilik menggunakan pisau model tepat pada tepi cetakan. (Percobaan

pertama)

Page 6: imkg report

Gambar 1.8

j) Selesai memotong kelebihan akrilik, melakukan pengepresan lagi, masih

menggunakan plastik/kertas cellophan, kuvet dibuka dan kelebihan resin akrilik

dipotong lagi (press percobaan 2)

k) Pada pengepresan terakhir tidak menggunakan plastik, kuvet atas dan bawah disatukan

dan harus tepat dan rapat, kemudian di pres dengan pres hidrolik dan dipindahkan pada

handpress.

.

Gambar 1.9

3.2 Proses Polimerisasi/Kuring

Proses kuring resin akrilik dilakukan sesuai dengan aturan pabrik, untuk merk QC20:

a) Memasak air pada panci diatas kompor sampai mendidih (suhu 100 C)

b) Kuvet yang telah diisi akrilik dan dalam keadaan di pres direndam terlebih

dahulu pada air dingin (suhu ruang), kemudian dimasukkan pada air mendidih

selama 20 menit.

Page 7: imkg report

Gambar 2.0

c) Kemudian api kompor dimatikan, ditunggu sampai air tidak panas lagi (suhu

ruang).

3.3 Deflasking

Setelah proses kuring selesai, kuvet dibiarkan sampai dingin kemudian kuvet dibuka, akrilik

hasil kuring diambil secara hati-hati dengan menggunakan pisau malam.

4, HASIL PRAKTIKUM

Percobaan 1. Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan reparasi

A. Teknik salt and paper

Pada teknik ini, cairan langsung diberikan terlebih dahulu pada resin akrilik

kemudian bubuk dituangkan ke atasnya hingga cairan terserap seluruhnya pada

bubuk, kemudian diberi cairan lagi, diberi bubuk lagi, begitu seterusnya sampai

bagian yang patah telah tertutupi adonan resin akrilik.

B. Teknik wet packing

Pada teknik ini, cairan monomer dimasukkan dalam pot, lalu bubuk polimer

dituangkan dan kemudian diaduk. Setelah itu, di aplikasikan pada denture base resin

akrilik yang patah yang diletakkan pada mould.

Percobaan 2. Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan denture base

Percobaan ini dilakukan dengan menghasilkan 2 bahan denture base.

1. Aturan pabrik, fase dough selama 3-4 menit dan working time selama 2 menit.

Pada percobaan A dan B, fase dough dapat tercapaikurang dari 2 menit dan working

time sekitar 1 menit, kemudian dilakukan packing.

2. Polimerisasi : 30 menit

Page 8: imkg report

Pada percobaan A dan B,

Hasil akhir percobaan A dan B :

Setelah dilakukan pengepresan dengan alat handpress, terbentuk banyak wings

disekitar resin akrilik yang terlihat lebih tipis.

5.PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum ini, terdapat tiga cara kerja yang telah pun dilakukan yaitu,

pengisian cetakan (mould) dengan adonan resin akrilik, proses polimerisasi/curing, dan

deflasking. Secara umumnya, resin akrilik ini terdiri daripada bubuk polimer dan cairan

monomer. Bubuk tersebut mengandung polymethyl methacrylate dan sedikit benzoyl

peroxide yang berperan sebagai inisiator dalam permulaan proses polimerisasi. Manakala

cairannya pula didominasi oleh monomer nonpolymerized methyl methacrylate dengan

sedikit kandungan hydroquinone. Hydroquinone ini berperan sebagai inhibitor yang

mencegah polimerisasi atau “setting” dari cairan pada saat penyimpanan. Dengan adanya

Inhibitor ini juga akan dapat memperlambat proses curing sehingga memperpanjang working

time. (Anusavice 2003, hal. 722)

Pengolesan cold mould seal sebelum pengaplikasian resin akrilik adalah amat penting

untuk mencegah kontak langsung antara resin akrilik dengan mold. Kegagalan dalam

melaksanakan proses ini dengan banar akan menyebabkan dua permasalahan utama; (1) akan

menyebabkan air untuk berdifusi dari permukaan mold ke resin akrilik sehingga pada

akhirnya akan mempengaruhi proses polimerisasi serta bentuk fisik basis gigi tiruan yang

akan dihasilkan. Selain itu, dengan teknik pengolesan cold mould seal yang salah juga (2)

akan menyebabkan polimer terlarut atau monomer sisa merembes ke dalam mold sehingga

turut merubah bentuk fisik dan mempengaruhi estetik gigi tiruan yang dikerjakan. (Anusavice

2003, hal. 725)

Selain daripada memastikan pengolesan cold mould seal yang benar dalam

memastikan agar kita memperoleh hasil bentuk fisik gigi tiruan yang kita inginkan, rasio

pencampuran bahan akrilik ini juga harus sesuai dengan perbandingan massa antara bubuk

dengan cairan iaitu sebesar 2 : 1, atau perbandingan volume 3 : 1. Tempat pencampuran yang

digunakan pula ialah pot porselen yang mana terbuat dari bahan kaca yang tertutup. Hal ini

juga penting karena akrilik akan melalui proses polimerisasi yang mana sensisitif dengan

beberapa hal seperti sinar matahari, kelembaban udara dan faktor yang lain. Oleh sebab itu,

mengapa tempat pencampuran antara bubuk polimer dan cairan monomer yang digunakan

Page 9: imkg report

adalah tidak tembus cahaya karena dikhuatiri akan mempengaruhi proses polimerisasinya dan

menyebabkan hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Tempat yang tertutup

bertujuan untuk meminimalkan pengaruh-pengaruh dari luar yang dapat mengurangi tingkat

keberhasilan dalam pencetakan akrilik. (Anusavice 2003, hal. 726)

Ketika monomer dan polimer dicampurkan, akan terbentuk campuran yang dapat

dimanipulasi. Campuran ini akan melalui lima fase yaitu, fase sandy, stringy, dough,

rubbery dan fase stiff. Fase pertama adalah sandy stage. Dalam fase ini tidak ada interaksi

antara molekul dan campurannya masih kasar serta berpasir. Fase selanjutnya adalah stringy

stage. Dalam fase ini monomer mulai meresap pada molekul-molekul polimer. Beberapa

rantai polimer juga telah terurai dan mengakibatkan kelekatan campuran meningkat.

Campuran akan terasa lengket dan tampak berserabut jika dipegang. Fase ketiga adalah

dough stage. Pada fase ini peningkatan jumlah rantai polimer mulai terbentuk karena

kebanyakan polimer sudah mulai larut di dalam cairan monomer. Campuran akan membentuk

adonan lembut yang tidak lengket. Fase ini merupakan fase paling baik untuk

mengaplikasikan resin akrilik pada mold. Fase keempat adalah rubbery stage, di mana

monomer mulai menghilang karena penguapan dan menyerap ke dalam polimer. Campuran

memiliki sifat elastis sehingga akan memantul jika ditekan atau ditarik. Pada fase ini juga

sudah tidak ada berlakunya flow. Fase terakhir pula adalah stiff stage, di mana campuran

sudah menjadi keras dan kering, serta tidak dapat mengalami deformasi. (Anusavice 2003,

hal. 727)

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, heat-cured acrylic resin memerlukan

keadaan yang panas sebagai aktivator yang menyebabkan dekomposisi molekul benzoyl

peroxide. Dekomposisi molekul benzoyl peroxide inilah yang akan menghasilkan radikal

bebas yang bakal berikatan dengan molekul monomer dan menginisiasi perkembangan rantai

polimer. Pada pembuatan basis gigi tiruan, keadaan panas diaplikasikan dengan cara

merendam kuvet berserta handpress kuvet ke dalam water bath dengan temperature yang

sudah ditentukan oleh pabrik yaitu 100°C (kebiasaannya). (Anusavice 2003, hal. 730)

Seperti apa yang telah diperhatikan, polimerisasi adalah satu proses yang exothermic.

Jika suhu resin melebihi tahap didih monomer, komponen tersebut akan mendidih. Resin

merupakan konduktor panas yang sangat buruk. Sehingga, panas yang dihasilkan ke dalam

bagian resin yang tebal tidak dapat dikesan. Ketika pemanasan tidak terkontrol dengan baik,

temperatur tertinggi pada resin ini dapat meningkat melebihi titik didih monomer. Hal ini

Page 10: imkg report

dapat menyebabkan monomer mendidih dan menghasilkan porositas pada basis gigi tiruan.

(Anusavice 2003, hal. 732)

Pada saat deflasking atau membuka kuvet, harus dilakukan setelah akrilik kembali

pada suhu ruangan. Caranya adalah dengan mengangkat kuvet keluar dari water bath,

dibiarkan dan ditunggu hingga dingin, sesuai dengan suhu kamar. Itu adalah perkara yang

seharusnya dilakukan apabila hendak melakukan deflasking. Namun berbeda pada percobaan

yang telah dilakukan yaitu kuvet didinginkan dengan cara direndam di dalam air agar lebih

cepat dingin. Ini dilakukan karena terbatasnya waktu praktikum. Dalam pada itu, kuvet

sebenarnya tidak boleh mempunyai kontak yang secara tiba-tiba dengan air dingin. Hal ini

karena dapat menyebabkan terjadinya pengkerutan pada basis gigi tiruan yang mana

berpunca daripada adanya perubahan suhu yang mendadak. Tujuan mendinginkan kuvet

adalah untuk menghindari deformasi yang mungkin dapat terjadi pada akrilik.

Pada praktikum ini, dilakukan tiga macam percobaan. Pada percobaan pertama

dilakukan dengan mengaplikasikan resin pada mould ketika campuran resin dalam keadaan

stringy. Menurut hasil praktikum, apa yang didapati pada percobaan ini adalah akrilik setelah

curing memiliki tekstur kasar, sayap lebar, dan gipsum pada mold ada yang menempel pada

akrilik. Tekstur yang kasar dikarenakan manipulasi diletakkan pada mold adalah terlalu awal

atau sebelum waktunya. Adonan akrilik pada fase stringy lebih berserat sehingga

menyebabkan permukaan pada cetakan akrilik kasar. Sayap yang lebar pada adonan akrilik

fase stringy disebabkan dari tingginya flow yang dimiliki oleh adonan akrilik, semakin tinggi

flow, maka adonan mudah keluar dari mold saat dipres. Menempelnya gipsum pada akrilik

disebabkan oleh campuran masih memiliki flow yang cukup tinggi saat diaplikasikan pada

mold, sehingga merembes ke dalam gipsum. Ini juga dapat terjadi karena pengolesan cold

mould seal yang kurang benar.

Pada percobaan kedua, resin akrilik diaplikasikan pada mold pada tahap dough. Pada

percobaan ini akrilik memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Akrilik

memiliki tekstur yang halus dan hampir tidak memiliki sayap. Tidak ditemukan adanya

porositas karena campuran sudah dalam keadaan homogen dan pemanasan sudah baik.

Percobaan tiga dilakukan dengan mengaplikasikan resin akrilik ke dalam mold pada

tahap rubbery. Hasil yang didapatkan adalah tekstur yang cukup halus, sedikit menghasilkan

sayap. Sayap disebabkan karena pada pengepresan adonan akrilik tahap rubbery cenderung

Page 11: imkg report

kembali ke bentuk semula, sehingga sampai pengepresan akhir masih ada sayap tersisa

disebabkan adonan akrilik fase rubbery bersifat elastis.

6. KESIMPULAN

Resin akrilik aktivasi kimia dapat melakukan polimerisasi pada suhu ruangan dengan

bantuan dimethyl-p-toluidine yang terdapat pada cairan resin akrilik. Resin akrilik ini

dapat digunakan untuk denture base tetapi bersifat toksik karena melepaskan lebih

banyak monomer sisa yang dapat mengiritasi rongga mulut jika terlarut dalam saliva.

Namun, toksisitas tersebut dapat diminimalisir dengan proses polimerisasi yang

sempurna dan rendaman di dalam air hangat selama tujuh belas jam. Resin akrilik

aktivasi kimia dapat digunakan sebagai bahan restorasi dengan dua teknik, yaitu

teknik salt and pepper dan wet packing.

7. DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, K. J., Shen, C. & Rawls, H. R., 2013. Philips' Science of Dental Material. St. Louis: Elsevier Saunders.

McCabe, J. F. & Walls, A. W. G., 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. Oxford: Blackwell Munksgaard.

Sakaguchi, R. L. & Powers, J. M., 2012. Craig's Restorative Dental Material. Philadelphia: Elsevier Mosby.