iman islam ihasan

28
BAB I PENDAHULUAN Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya. Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Islam. Tidaklah ke-Islaman dianggap sah kecuali jika ada iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan batin. Pada saat Malaikat Jibril bertanya tentang konsep Iman, Islam dan Ihsan, Rasulullah Saw menjawab, ”Bahwa Iman ialah hendaklah Engkau mengimankan Allah, Malaikat Allah, Kitab kitab Allah, para Utusan Allah, Hari Qiyamat, dan mengimankan Taqdir, baik dan buruknya adalah ketentuan Allah. Islam ialah hendaklah engkau bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah, dan nabi Muhammad adalah UtusanNya, mendirikan Shalat, Menunaikan Zakat, berpuasa Ramadhan, dan berangkat Haji bila telah mampu. Sedangkan Ihsan yaitu hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau melihatNYA, apabila tidak bisa demikian , maka sesungguhnya Allah melihat engkau”. (HR. Bukhari) 1

Upload: ibrahim-lubis

Post on 12-Jun-2015

2.957 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Iman islam ihasan

BAB I

PENDAHULUAN

Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara

masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya. Ihsan memiliki

kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari

Islam. Tidaklah ke-Islaman dianggap sah kecuali jika ada iman, karena konsekuensi dari

syahadat mencakup lahir dan batin.

Pada saat Malaikat Jibril bertanya tentang konsep Iman, Islam dan Ihsan, Rasulullah

Saw menjawab, ”Bahwa Iman ialah hendaklah Engkau mengimankan Allah, Malaikat Allah,

Kitab kitab Allah, para Utusan Allah, Hari Qiyamat, dan mengimankan Taqdir, baik dan

buruknya adalah ketentuan Allah. Islam ialah hendaklah engkau bersaksi bahwasanya tidak

ada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah, dan nabi Muhammad adalah UtusanNya,

mendirikan Shalat, Menunaikan Zakat, berpuasa Ramadhan, dan berangkat Haji bila telah

mampu. Sedangkan Ihsan yaitu hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau

melihatNYA, apabila tidak bisa demikian , maka sesungguhnya Allah melihat engkau”. (HR.

Bukhari)

1

Page 2: Iman islam ihasan

B A B  II

PEMBAHASAN

A. HUBUNGAN IMAN, ISLAM , IHSAN DAN HARI KIAMAT

�م� : ل و�س� ه� �ي ع�ل الله� ص�ل�ى الله� ول� س� ر� د� ع�ن �وس� ل ج� �حن� ن �م�ا ن �ي ب ق�ال� ضا �ي أ ه� ع�ن الله� ض�ي� ر� ع�م�ر� ع�ن

ف�ر�، الس� �ر� ث� أ ه� �ي ع�ل ى �ر� ي � ال عر�، الش� و�اد� س� د� د�ي ش� �اب� 2ي الث �اض� �ي ب د� د�ي ش� ج�ل� ر� �ا ن �ي ع�ل �ع� ط�ل �ذ إ : �وم ي ذ�ات�

ه� �ي �ت ب ك ر� �ل�ى إ ه� �ي �ت ب ك ر� �د� ن س� ف�أ وسلم عليه الله صلى �ي2 �ب الن �ل�ى إ ج�ل�س� �ى ح�ت �ح�د�، أ �ا م�ن �عر�ف�ه� ي � و�ال

: عليه الله صلى الله� ول� س� ر� ف�ق�ال� ،� �م ال �س إل ا ع�ن� �ي ن �ر ب خ� أ م�ح�م�د �ا ي و�ق�ال� ه� ف�خ�ذ�ي ع�ل�ى ه� �ف�ي ك و�و�ض�ع�

�ة� : كا الز� �ي� �ؤت و�ت �ة� الص�ال م� �ق�ي و�ت الله� ول� س� ر� م�ح�م�د ا ن�� و�أ الله� � �ال إ �ه� �ل إ � ال �ن أ ه�د� �ش ت ن

� أ �م� ال �س� إل ا وسلم

م�ض�ان� ر� �ص�وم� :   و�ت �ه� ل� أ �س ي �ه� ل �ا ن ب ف�ع�ج� ، ص�د�قت� ق�ال� ال �ي ب س� ه� �ي �ل إ �ط�عت� ت اس �ن� إ ت� �ي ب ال �ح�ج� و�ت

: : ر� اآلخ� � �وم ي و�ال �ه� ل س� و�ر� �ه� �ب �ت و�ك �ه� �ت �ك �ئ و�م�ال �الله� ب �ؤم�ن� ت ن� أ ق�ال� م�ان� �ي إل ا ع�ن� �ي ن �ر ب خ

� ف�أ ق�ال� �ص�د2ق�ه�، و�ي

: . �ك� �ن �أ ك الله� �د� �عب ت ن� أ ق�ال� ، ان� �حس� إل ا ع�ن� �ي ن �ر ب خ

� ف�أ ق�ال� ، ص�د�قت� ق�ال� ه� ر2 و�ش� ر�ه� ي خ� ق�د�ر� �ال ب �ؤم�ن� و�ت

: : �م� . عل� �أ ب ه�ا ع�ن ؤ�ول� م�س ال م�ا ق�ال� اع�ة�، الس� ع�ن� �ي ن �ر ب خ

� ف�أ ق�ال� اك� �ر� ي �ه� �ن ف�إ اه� �ر� ت �ن �ك ت �م ل �ن ف�إ اه� �ر� ت

. �ة� ع�ال ال اة� ع�ر� ال ح�ف�اة� ال ى �ر� ت ن� و�أ �ه�ا �ت ب ر� م�ة�

� أل ا �د� �ل ت �ن أ ق�ال� �ه�ا، ات م�ار�� أ ع�ن �ي ن �ر ب خ

� ف�أ ق�ال� �ل� ائ الس� م�ن�

؟ : �ل� ائ الس� م�ن� �در�ي ت� أ ع�م�ر� �ا ي ق�ال� �م� ث aا، �ي م�ل ت� �ث �ب ف�ل ط�ل�ق� ان �م� ث ، �ان� ي �ن ب ال ف�ي �ون� �ط�او�ل �ت ي اء� الش� ر�ع�اء�

�م : . . �ك ن د�ي �م 2م�ك �ع�ل ي �م تـاك� أ ل� ر�ي ب ج� �ه� �ن ف�إ ق�ال� �م� عل

� أ �ه� ول س� و�ر� الله�   ق�لت�

] مسلم] رواه

Artinya

Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Isma’il ibn Ibrahim

telah menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy dari Abi Zur’ah telah

menyampaikan kepada kami dari Abu Hurairah r.a berkata: Pada suatu hari ketika Nabi saw.

sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan bertanya, “apakah iman

itu?”. Jawab Nabi saw.: “iman adalah percaya Allah swt., para malaikat-Nya, dan

pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya dan percaya pada hari berbangkit dari kubur.

‘Lalu laki-laki itu bertanya lagi, “apakah Islam itu? Jawab Nabi saw., “Islam ialah

menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan

shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Lalu laki-laki

itu bertanya lagi: “apakah Ihsan itu?” Jawab Nabi saw., “Ihsan ialah bahwa engkau

menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak mampu

melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. “Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah

hari kiamat itu? “Nabi saw. menjawab: “orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada

yang bertanya, tetapi saya memberitahukan kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan

tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika

penggembala onta dan ternak lainnya telah berlomba-lomba membangun gedung-gedung

2

Page 3: Iman islam ihasan

megah. Termasuk lima perkara yang tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah, selanjutnya

Nabi saw. membaca ayat: “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang

mengetahui hari kiamat… (ayat).

Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi saw. bersabda kepada para sahabat:

“antarkanlah orang itu. Akan tetapi para sahabat tidak melihat sedikitpun bekas orang itu.

Lalu Nabi saw.bersabda: “Itu adalah Malaikat Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan

agama kepada manusia.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu Majah dan

Ahmad bin Hambal).

Hadis di atas mengetengahkan 4 (empat) masalah pokok yang saling berkaitan satu

sama lain, yaitu iman, Islam, ihsan, dan hari kiamat. Pernyataan Nabi saw. di penghujung

hadis di atas bahwa “itu adalah Malaikat Jibril datang mengajarkan agama kepada manusia”

mengisyaratkan bahwa keempat masalah yang disampaikan oleh malaikat Jibril dalam hadis

di atas terangkum dalam istilah ad-din. Hal ini menunjukkan bahwa keberagamaan seseorang

baru dikatakan benar jika dibangun di atas pondasi Islam dengan segala kriterianya,

disemangati oleh iman, segala aktifitas dijalankan atas dasar ihsan, dan orientasi akhir segala

aktifitas adalah ukhrawi.

a. Iman

Pengertian dasar dari istilah “iman” ialah “memberi ketenangan hati;  pembenaran

hati”.1 Jadi makna iman secara umum mengandung pengertian pembenaran hati yang dapat

menggerakkan anggota badan memenuhi segala konsekuensi dari apa yang dibenarkan oleh

hati.2

Iman sering juga dikenal dengan istilah aqidah, yang berarti ikatan, yaitu ikatan hati.

Bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu

kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain. Aqidah tersebut akan

menjadi pegangan dan pedoman hidup, mendarah daging dalam diri yang tidak dapat

dipisahkan lagi dari diri seorang mukmin. Bahkan seorang mukmin sanggup berkorban

segalanya, harta dan bahkan jiwa demi mempertahankan aqidahnya.

Adapun pengertian iman secara khusus sebagaimana yang tertera dalam hadis di atas

ialah: keyakinan tentang adanya Allah swt., malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab yang

diturunkan-Nya, Rasul-rasul utusan-Nya, dan yakin tentang kebenaran adanya hari

kebangkitan dari alam kubur.

1 Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya al-Raziy, Mu’jam Maqayis al-Lugah, juz I, (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), h. 72.

2 Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhl al-‘Asqalaniy al-Syafi’i, Fath al-Bariy, juz I, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqiy dan Muhib al-Din al-Khathib, (Beirut: Dar al-Ma’rifat, 1379 H.), h. 48.

3

Page 4: Iman islam ihasan

Dalam hadis lain, yang senada dengan hadis di atas yang diriwayatkan oleh Kahmas

dan Sulaiman al-Tamimi, selain menyebutkan kelima hal di atas sebagai kriteria iman,

terdapat tambahan satu kriteria yaitu: beriman kepada qadha dan qadar Allah, yang baik

maupun yang buruk.3

Dengan demikian, keimanan dalam pengertian al-Qur’an adalah pembenaran tentang

keesaan Allah, kebenaran para rasul-Nya, kebenaran akan datangnya hari kemudian, serta

kebenaran segala yang disampaikan oleh para rasul-Nya disertai dengan ketaatan penuh tanpa

ada tawar menawar terhadap apa yang diyakini kebenarannya.

Adapun keimanan kepada qadha dan qadar secara tekstual tidak tercatat dalam ayat

di atas, tapi tersebar dalam berbagai ayat dalam surah yang berbeda, dan bahkan dengan arti

yang bermacam-macam. Tetapi adapula yang menafsirkan  perkataan “wa ilaika al-mashir”

dalam ayat di atas menunjukkan pula arti mengembalikan segala perkara kepada Allah,

termasuk masalah takdir.

Keenam pokok keimanan itu yakni: iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,

Kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan qadla-gadar-Nya – dikenal sebagai arkanul

iman (rukun iman) yang menapakan pokok-pokok keimanan. Karna keenam hal tersebut

sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai korelasi yang demikian besar, maka bila

menafikan salah satu unsur dari keenam itu akan menyebabkan kepincangan dalam iman, dan

bahkan pula akan menyebabkan keingkaran kepada Tuhan. Keingkaran kepada hari kiamat

umpamanya berarti pula keingkaran kepada Allah – yang sekaligus ingkar kepada rasul yang

menyampaikan berita tersebut, termasuk kepada malaikat yang menyampaikan wahyu kepada

para rasul, dan peccaya kepada kitab-kitab yang merupakan risalah para rasul itu.

Ketaatan dalam hubungannya dengan keyakinan mengandung pengertian

melaksanakan segala konsekuensi yang lahir dari keyakinan tersebut dalam bentuk nyata

(amal shaleh). Oleh sebab itu, konsep keimanan dalam aThaba’thaba’i menjelaskan bahwa

setiap al-Qur’an menyebutkan kaum mukminin dengan sifat yang indah, al-Qur’an dalam

banyak ayat selalu dihubungkan dengan karya nyata (amal shaleh). Sebagai contoh, Allah

berfirman dalam QS. An-Nahl (16): 97:

Terjemahnya:3 Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Qur’an, diterjemahkan oleh Agus Fahri Husain

dkk., dengan judul Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an, (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 226.

4

Page 5: Iman islam ihasan

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam

keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik

dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari

apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. al-Nahl: 97)

Keimanan dipandang sempurna apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran

dengan hati secara yakin dan tidak bercampur keraguan, dan dilaksanakan dalam bentuk

perbuatan sehari-hari, serta keimanan tersebut berpengaruh terhadap pandangan hidup dan

cita-cita seseorang.

Meskipun keimanan merupakan perbuatan hati, tetapi pantulan dari keimanan tersebut

melahirkan perbuatan-perbuatan nyata yang menjadi tuntutan keimanan tersebut. Oleh sebab

itu, al-Quran menjelaskan kewajiban-kewajiban, sikap-sikap, dan tingkah laku seorang yang

harus terwujud dalam diri setiap orang beriman dalam kehidupannya. Konsep seperti itu

misalnya ditemukan dalam firman Allah dalam QS. al-Mu’minun (23): 1-6 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang

khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan

perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang

yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka

miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Dalam QS. al-Anfal (8): 2-3 Allah berfirman:

Terjemahnya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah

gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka

(karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang

5

Page 6: Iman islam ihasan

mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada

mereka.

Dengan demikian, iman saja tidaklah cukup, tetapi harus disertai berbagai amal saleh

sebagai perwujudan dari keyakinan tersebut.

b. Islam

Islam berasal dari akar kata kerja aslama secara harfiyah berarti kepatuhan atau

tindakan penyerahan diri seseorang sepenuhnya kepada kehendak orang lain.4Islam adalah

kepatuhan menjalankan perintah Allah dengan segala keikhlasan dan kesungguhan hati. Hal

itu sesuai dengan arti kata Islam, yakni penyerahan. Seorang muslim harus menyerahkan

dirinya kepada Allah secara total karena memang manusia diciptakan Allah untuk mengabdi

kepada-Nya.

Islam menurut istilah adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan

disempurnakan oleh Rasulullah saw. yang memiliki sumber pokok al-Qur’an dan Sunnah

Rasulullah saw. sebagai petunjuk kepada umat manusia sepanjang masa.

Intisari Islam sebagai agama adalah keterikatan dan ketundukan pada Allah swt. yang

mempunyai kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari manusia dan bersifat gaib yang dapat

ditangkap oleh indera tetapi bisa dirasakan dan diyakini akan adanya. Tauhid (pengesaan

Allah) merupakan seruan pertama dan terakhir dari Islam. Ia adalah suatu kepercayaan

kepada Tuhan yang Maha Esa (faith in the unity of God). Suatu kepercayaan yang

menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang mencipta, memberi hukum, mengatur alam semesta

ini. Sebagai konsekuensinya maka hanya Allah pulalah yang satu-satunya yang wajib

disembah.

Atas dasar itulah sehingga Rasulullah saw. dalam hadis di atas menjadikan tauhid

(penyembahan hanya kepada Allah semata) sebagai pilar utama dalam keislaman seorang,

selanjutnya disusul dengan kewajiban-kewajiban yang lain, yaitu mendirikan shalat,

menunaikan zakat yang difardhukan, berpuasa di bulan Ramadhan. Dalam hadis lain

ditambahkan satu kewajiban lagi, yakni menunaikan ibadah haji bagi yang mampu,

sebagaimana dinyatakan dalam hadis berikut:

Artinya:

4 Ibid., h 120

6

Page 7: Iman islam ihasan

‘Abdullah ibn Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Hanzhalah ibn

Abi Sufyan telah memberitakan kepada kami, dari Ikrimah ibn Khalid, dari ibn Umar r.a

berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Islam didirikan atas lima perkara, yakni bersaksi

bahwa tiada Tuhan selain Allah swt, dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat,

menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji (ke Baitullah), dan berpuasa dibulan

Ramadhan”. (H.R. Al-Bukhari)

adapun agama, hanya Islam-lah yang mendapat pengakuan dan diterima di sisi Allah

swt. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 19:

Terjemahnya:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”.

Dan Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 85:

`

Terjemahnya:

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan

diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.

(Q.S. Ali Imran: 85)

Pernyataan al-Qur’an di atas mengisyaratkan bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw.

bukan untuk merombak seluruh ajaran yang dibawa oleh para nabi yang datang sebelumnya.

Kedatangan beliau hanya melanjutkan missi yang dibawa oleh Nabi-nabi sebelumnya dan

menyempurnakannya. Oleh sebab itu, inti ajaran, isi dan tujuan agama-agama samawi

sebelum Nabi Muhammad bersifat tidak berubah-ubah, namun teknis dan pelaksanaannya

dapat berubah dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang. Sehubungan

dengan hal ini Allah berfirman dalam QS. asy-Syura (42): 13:

Terjemahnya:

7

Page 8: Iman islam ihasan

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya

kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami

wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu

berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru

mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan

memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).

Berdasarkan ayat di atas, syariat Islam pada prinsipnya merupakan ajaran yang

dibawa oleh seluruh Rasul Allah, dan Rasulullah saw. diutuslah meletakkan batu terakhir

kesempurnaannya, yang diproklamirkan pada tanggal 9 Zulhijjah, saat Nabi saw.

melaksanakan haji wada’ tiga bulan sebelum wafat dengan turunnya firman Allah

dalam QS. al-Maidah (5): 3:

Terjemahannya :

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan

kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa

terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang.

Islam sebagai agama mengatur tata cara mengabdi kepada Allah swt. menurut cara

yang diridhai-Nya. Ibadah dalam Islam antara lain bertujuan untuk merekatkan dan

mendekatkan hubungan antara makhluk dengan al-Khalik, supaya manusia senantiasa

mendapat karunia dan ridha-Nya.

Dalam hubungan dengan sesama manusia, Islam pun mengatur sikap hidup dan

tingkah laku yang baik, dalam lingkungan yang kecil maupun dalam lingkungan masyarakat

yang lebih luas. Dalam Islam, telah diatur pula hubungan dengan anggota masyarakat yang

berbeda agama, bahkan yang tidak beragama sekalipun. Semuanya bertujuan agar tercipta

hubungan yang baik dan harmonis antar sesama manusia.

c. Ihsan

Ihsan secara bahasa berasal dari akar kata kerja ahsana-yuhsinu, yang artinya adalah

berbuat baik, sedangkan bentuk mashdarnya adalah ihsan yang artinya kebaikan. Mengenai

hal ini, Allah swt. berfirman dalam QS. an-Nahl (16): 90:

8

Page 9: Iman islam ihasan

Terjemahnya:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan ..........”

Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah

swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya,

seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang

sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah saw. pun

sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada

satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.

Adapun pengertian ihsan secara khusus yang disebutkan dalam hadis di atas, yaitu

"menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak mampu

melihatnya, ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat.í"

Menurut Ibnu Hajar, ihsan berarti berusaha menjaga tata krama dan sopan santun

dalam beramal, seakan-akan kamu melihat-Nya seperti Dia melihat kamu. Hal itu harus

dilakukan bukan karena kamu melihat-Nya, tetapi karena Dia selamanya melihat kamu. Maka

beribadahlah dengan baik meskipun kamu tidak dapat melihat-Nya.

Ihsan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan diterima atau tidaknya

suatu amal oleh Allah swt. karena orang yang berlaku ihsan dapat dipastikanj akan ikhlas

dalam beramal, sedangkan ikhlas merupakan inti diterimanya suatu amal ibadah.

Ihsan meliputi tiga aspek fundamental, yaitu ibadah, muamalah, dan akhlak.

1) Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis

ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu

menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin

dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah

tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan

kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia

sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa

Allah senantiasa memantaunya, karena dengan ini lah ia dapat menunaikan ibadah-

ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan

seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi,

“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau

tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

2) Muamalah

9

Page 10: Iman islam ihasan

Ihsan sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah beribadah kepada Allah 

dengan sikap seakan-akan melihat-Nya, dan jika tidak dapat melihat-Nya, maka Allah

melihat kita. Sedangkan ihsan dari segi muamalah, yang termasuk di dalamnya adalah:

Pertama, Ihsan kepada kedua orang tua

Allah swt. menjelaskan hal ini dalam QS. al-Isra (): 23-24:

Terjemahnya:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain

Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika

salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya

Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada

mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua

dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka

keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah

sejajar dengan ibadah kepada Allah. Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari

Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw. bersabda:5

Artinya:

Dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash r.a dari Nabi saw. bersabda: Keridhaan Allah

berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua.”

(H.R. at-Turmudzi)

Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima jika

tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak memiliki

kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keislaman.

Kedua, Ihsan kepada kerabat karib

5 Muhammad bin Ismailm al-Shan’aniy, Subul al-Salam, Juz IV, (Cet. IV; Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1379 H.), h. 164.

10

Page 11: Iman islam ihasan

Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan

mereka, bahkan Allah swt. menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi

dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman dalam QS. Muhammad (47): 22:

Terjemahnya:

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka

bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.?

Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan

sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena

terputusnya hubungan silaturahmi.

Ketiga, Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin

Diriwayatkan oleh Bukhari, Turmudzi, dan Ibnu Hibban bahwa Rasulullah saw

bersabda:

Artinya:

Dari Sahl, Rasulullah saw. bersabda: aku dan orang yang memelihara anak yatim di

surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya dan

merenggangkan keduanya).”6

Keempat, Ihsan kepada tetangga dekat,  tetangga jauh, serta teman sejawat.

Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang

berada di dekat rumah, serta  tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh

dari rumah.

Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar

pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had,  dan sebagainya.

Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak

sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan

sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai

tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam

sabdanya: 7

Artinya:

6 Ibid., 2707 Op.Cit., h. 2240

11

Page 12: Iman islam ihasan

Dari Abu Syuraih bahwa Nabi saw. bersabda: demi Allah, tidak beriman, demi Allah,

tidak beriman. Para sahabat bertanya, “siapakah yang tidak beriman, ya Rasulullah?” Beliau

menjawab, “seseorang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya.” (HR. Bukhari dan

Muslim)

Kelima, Ihsan kepada ibnu sabil dan pelayan

Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini:

Artinya:

Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda: Barangsiapa beriman kepada allah dan

hari akhiratnya maka janganlah menyakiti tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada

Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada

Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata benar atau diam.” (HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i)

Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar

gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak

sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pridainya. Jika ia

pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan

diberi pakaian dari apa yang kita pakai.

Keenam, Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia.

Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana disebutkan di atas bahwa: ”Barangsiapa

beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”

Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai

dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran,

menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak

mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta

melukai mereka.

Ketujuh, Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang

Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika  ia lapar,

mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya

jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih,

hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta

menggunakan pisau yang tajam.

3) Akhlak.

12

Page 13: Iman islam ihasan

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah.

Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan

ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di

awal tulisan ini, yaitu “menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak

dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita”. Jika hal ini telah

dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada

akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai

pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.

Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang—yang diperoleh dari hasil

maksimal ibadahnya, maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya.

Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya,  pekerjaannya,

keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.

d. Hari Kiamat

Percaya akan datangnya hari kiamat termasuk salah satu rukun iman yang harus

diyakini oleh semua orang yang beriman meskipun tidak ada yang tahu kapan saatnya tiba.

Bagi mereka yang beriman, misteri terjadinya hari kiamat tidak akan mengurangi kadar

keimanannya. Mereka justru lebih waspada dan senantiasa meningkatkan amal kebaikan

untuk bekal menghadapi-Nya.

Namun demikian, Rasulullah saw. memberikan dua tanda terjadinya kiamat, yakni

jika hamba sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak

lainnya berlomba-lomba membangun gedung-gedung yang megah dan tinggi.

Menurut sebagian ahli hadis, tanda-tanda kiamat itu lebih dari dua sebagaimana

terdapat dalam hadis lain. Dengan kata lain, kedua tanda kiamat tersebut merupakan tanda

jangka panjang. Adapun tanda-tanda seperti terbitnya matahari dari arah barat merupakan

tanda jangka pendek.

Akan tetapi, hanya Allah saja yang tahu mengenai datangnya hari kiamat,

sebagaimana tidak ada yang tahu, kecuali Allah saja tentang turunnya hujan; apa yang ada

dalam rahim seorang ibu; apa yang akan terjadi esok hari; dan di manakah seseorang akan

mati, sebagaimana dinyatakan dalam QS. Luqman (31): 34:

Terjemahnya:

13

Page 14: Iman islam ihasan

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat;

dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada

seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan

tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah

Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

B. BERKURANGNYA IMAN DAN DAN ISLAM KARENA MAKSIAT

Artinya

Ahmad ibn Shalih telah menceritakan kepada kami, Ibn Wahbi telah menceritakan

kepada kami, ia berkata bahwa Yunus telah menceritakan kepadaku dari Abi Syihab, ia

berkata bahwa aku telah mendengar Abu Salamah ibn ‘Abd al-Rahman dan ibn al-Musayyab

berkata bahwa Abu Hurairah r.a berkata bahwa Nabi saw.telah bersabda, “tidak akan berzina

seseorang jika ia sedang beriman, dan tidak akan meminum khamar seseorang jika ia sedang

beriman, dan tidak akan mencuri sesseorang jika ia sedang beriman”. Pada riwayat lain

ditambahkan, “Dan tidak akan merampas rampasan yang berharga sehingga orang-orang

membelalakkan mata kepadanya ketika merampas jika ia sedang beriman”.

Orang yang beriman akan merasa bahwa segala tingkah lakunya senantiasa diawasi

oleh Allah swt. Tidak ada suatu perbuatan yang ia lakukan luput dari pengawasan Allah swt.

Di samping itu, ia selalu sadar bahwa segala perbuatan yang dilakukannya harus

dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya, dan ia sendiri yang akan menerima akibat dari

perbuatannya, baik ataupun buruk, sekecil apapun perbuatan itu. Hal ini disinyalir Allah

dalam QS. az-Zalzalah (99): 7-8:

Terjemahnya:

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan

melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,

niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

14

Page 15: Iman islam ihasan

Atas dasar kesadaran tersebut, maka orang yang benar-benar beriman senantiasa

berusaha mengerjakan perbuatan yang baik dan menghindari perbuatan yang dilarang oleh

Allah swt. Seorang yang beriman tidak mungkin dengan sengaja melakukan maksiat kepada

Allah, karena ia merasa malu dan takut menghadapi azab-Nya serta takut tidak mendapatkan

ridha-Nya.

Keimanan seseorang adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang ( د�اد� �ز ي م�ان� �ي اإل

ق�ص� �ن .(و�ي Oleh sebab itu, seyogyanya setiap orang beriman berusaha untuk senantiasa

memperbaharui keimanan dan ke-Islamannya. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan

selalu mengingat Allah dan mengerjakan perbuatan baik yang dan diridhai-Nya. Dengan

demikian, keimanannya relatif akan stabil.

Selain itu, ia pun harus selalu ingat bahwa sekecil apapun perbuatan maksiat itu, maka

ia akan mendapatkan balasan-Nya. Meskipun di dunia dapat selamat dari akibat kemaksiatan

yang dilakukannya, tapi ia tidak dapat mengelak dari balasan di akhirat kelak. Allah

berfirman dalam QS. an-Nisa’ (4): 14:

Terjemahnya:

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-

ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di

dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.

Namun demikian, jika seorang hamba mau bertobat, selain ia kan mendapat ampunan Allah,

juga dipastikan imannya akan kembali utuh. Allah berfirman dalam QS. al-A’raf (7): 153:

Artinya:

Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, Kemudian bertaubat sesudah itu dan

beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu sesudah Taubat yang disertai dengan iman itu adalah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Tobat yang akan mendapat ampunan Allah swt. tentu saja tobat yang dilakukan dengan

sungguh-sungguh, yang dalam istilah al-Qur’an disebut tobat nasuha. (Q.S. 66: 8).

C. RASA MALU SEBAGIAN DARI IMAN

15

Page 16: Iman islam ihasan

‘Abdullah ibn Yusuf telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik ibn Anas telah

mengabarkan kepada kami dari ibn Syihab dari Salim ibn ‘Abdillah dari ayahnya bahwa Nabi

SAW melewati (melihat) seorang lelaki kaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya

karena malu, maka Nabi SAW telah bersabda: “Biarkanlah ia karena sesungguhnya malu itu

sebagian dari iman”.

Malu bukan hanya merupakan sifat dasar manusia, kan tetapi lebih dari itu termasuk

dalam salah satu ciri orang yang beriman dan simbol keberimanan seseorang. Oleh sebab

itulah sehingga Rasulullah dalam hadis di atas menjadikan rasa malu sebagai bagian dari

iman.

Namun demikian, malu yang dimaksud dalam hadis di atas bukan dalam arti bahasa,

tetapi arti malu di sini adalah malu dalam mengerjakan hal-hal yang jelek dan bertentangan

dengan syariat maupun norma-norma etika Islam. Hal itu dipertegas oleh hadis lain:

Artinya :

Adam telah menceritakan kepada kami, Syu’bah telah menceritakan kepada kami,

dari Qatadah dari Abi al-Sawwar al-‘Adawiy ia berkata bahwa ia telah mendengar Imran bin

Husain r.a berkata bahwa Rasulullah SAW telah telah bersabda: “Malu itu tidak aka

menimbulkan sesuatu kecuali kebaikan semata.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Sehubungan dengan makna malu sebagaimana yang disebutkan di atas, ulama merumuskan

definisi malu sebagai berikut:

.

Artinya:

“Hakikat malu adalah sifat atau perasaan yang mendorong untuk meninggalkan

perbuatan jelek dan menghalangi mengurangi hak orang lain”

Menurut Abu al-Qasim (Junaid), perasaan malu akan timbul bila memandang budi

kebaikan dan melihat kekurangan diri. Hampir senada dengan itu, al-Hulaimy berpendapat

bahwa hakikat malu adalah rasa takut untuk melaksanakan kejelekan. Di antara ulama, ada

pula yang berpendapat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathu

al-Bary bahwa merasa malu dalam mengerjakan perbuatan haram adalah wajib; dalam

16

Page 17: Iman islam ihasan

mengerjakan pekerjaan makruh adalah sunnah; dan dalam mengerjakan perbuatan yang

mubah adalah kebiasaan/adat. Perasaan malu seperti itulah yang merupakan salah satu cabang

iman.8

Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan ulama sebagaimana disebutkan

di atas, dapat dipahami bahwa malu dalam melakukan perbuatan baik tidak termasuk dalam

kategori malu pada hadis ini. Demikian pula, tidak termasuk dalam kategori ini jika malu

untuk melarang orang lain berbuat kejelekan, karena Allah swt. sendiri tidak malu

menerangkan kebenaran. Sehubungan dengan hal ini Allah swt. berfirman dalam QS. al-

Ahzab (33): 53:

Terjemahnya:

Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar…

Al-Faqih Abu Laits al-Samarqandi mengklasifikasin malu dalam syari’at Islam menjadi dua,

yaitu:9

1. Malu kepada Allah swt., maksudnya ialah malu melakukan maksiat kepada Allah

karena menyadari besarnya nikmat Allah swt. yang dianugerahkan kepadanya.

2. Malu kepada sesama manusia, maksudnya menutup mata dari hal-hal yang tidak

berguna.

Malu merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Oleh sebab itu, jika

manusia telah kehilangan rasa malunya, maka ia tidak ada lagi bedanya dengan binatang.

Kehilangan rasa malu akan menyebabkan orang menjadi permissif, sehingga membenarkan

segala cara demi untuk kepuasan naluri kemanusiaannya dan bahkan naluri dankebinatangan

yang ada pada dirinya.

Berbagai penyimpangan yang terjadi terhadap hak-hak Allah dan hak-hak sesama manusia

banyak dipengaruhi oleh hilangnya rasa malu pada manusia. Ketiadaan rasa malu kepada

Allah menyebabkan seseorang melakukan kemaksiatan kepada Allah, dan ketiadaan rasa

malu kepada Allah dan sesama manusia menyebabkan orang memperkosa hak-hak sesama

manusia.

BAB III

8 Op.Cit., h. 22739 Al-Faqih Abu Laits Samarqandi, Tanhibul Ghafilin (Pembangun Jiwa Moral Umat) penerjemah Abu

Imam Taqiyuddin (Malang: Dar al-Ihya, 1986) h.. 474.

17

Page 18: Iman islam ihasan

KESIMPULAN

1. Iman ialah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, pertemuan dengan Allah,

para Rasul-Nya, percaya kepada hari berbangkit dari kubur, dan percaya kepada

qadha dan qadar. Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya

dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan, berhaji,

dan berpuasa di bulan Ramadhan; dan Ihsan ialah menyembah kepada Allah seakan-

akan kita melihat-Nya, kalau tidak mampu melihat-Nya, harus diyakini bahwa Allah

melihat kita.

2. Ketiga hal di atas, ditambah mempercayai terjadinya hari kiamat, yang tidak

seorangpun mengetahuinya kecuali Allah swt. merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan dalam membentuk jiwa untuk mengabdi kepada Allah sehingga

mendapat keridhaan-Nya.

Orang yang betul-betul beriman tidak mungkin secara sengaja mengerjakan maksiat.

Dengan demikian, seorang mukmin yang melakukan perbuatan dosa seperti zina, mencuri,

membunuh dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya, berarti dia sedang tidak beriman atau

imannya berada dalam titik terendah. Oleh karena itu, seyogianya setiap orang yang beriman

selalu memperbaharui keimanannya dengan selalu mengingat Allah dan melakukan berbagai

perintah-Nya.

Malu dalam arti sebenarnya (menurut pandangan Islam) adalah malu dalam

melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. dan yang dipandang jelek oleh manusia.

Adapun orang yang merasa malu untuk melakukan perbuatan baik atau malu menegur orang

yang melakukan kejelekan tidak termasuk malu dalam kategori ini, tetapi justru termasuk

perbuatan tercela.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Iman islam ihasan

Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya al-Raziy, Mu’jam Maqayis al-Lugah, juz I,

(Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999)

Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhl al-‘Asqalaniy al-Syafi’i, Fath al-Bariy, juz I, ditahqiq

oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqiy dan Muhib al-Din al-Khathib, (Beirut: Dar al-Ma’rifat,

1379 H.)

Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Qur’an, diterjemahkan oleh Agus Fahri

Husain dkk., dengan judul Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an, (Cet. I; Yogyakarta:

Tiara Wacana, 1993)

Muhammad bin Ismailm al-Shan’aniy, Subul al-Salam, Juz IV, (Cet. IV; Beirut: Dar Ihya al-

Turats al-Arabiy, 1379 H.)

Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari

Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairiy an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz I, (Beirut:

Dar Ihya al-Turats al-‘Arabiy, t.th.)

Al-Faqih Abu Laits Samarqandi, Tanhibul Ghafilin (Pembangun Jiwa Moral Umat)

penerjemah Abu Imam Taqiyuddin (Malang: Dar al-Ihya, 1986)

19