ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · media kultur artemia adalah air laut dengan...

12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Artemia sp. Artemia merupakan organisme sejenis udang-udangan berukuran kecil (renik) dikenal dengan nama brine shrimp. Klasifikasi Artemia menurut Barnes (1963), adalah sebagai berikut. Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Branchiopoda Ordo : Anostraca Famili : Artemidae Genus : Artemia Spesies : Artemia sp. Gambar 1. Morforlogi Artemia sp. (White and Kazlev, 2008) Artemia merupakan salah satu pakan hidup yang banyak digunakan dalam pemeliharaan ikan dan udang. Artemia memiliki kandungan nutrisi yang tinggi; protein 52,50%, karbohidrat 14,80%, dan lemak 23,40% (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Individu Artemia dewasa mencapai panjang antara 1-2 cm dan berat 10 mg. Telur Artemia beratnya 3,6 mikrogram, diameternya sekitar 300 mikron (Djarijah, 1996). Artemia bersifat pemakan segala atau omnivora. Makanan Artemia berupa plankton, detritus, dan partikel-partikel halus yang dapat masuk

Upload: dangcong

Post on 13-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

3  

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Artemia sp.

Artemia merupakan organisme sejenis udang-udangan berukuran kecil

(renik) dikenal dengan nama brine shrimp. Klasifikasi Artemia menurut Barnes

(1963), adalah sebagai berikut.

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia sp.

Gambar 1. Morforlogi Artemia sp.

(White and Kazlev, 2008)

Artemia merupakan salah satu pakan hidup yang banyak digunakan dalam

pemeliharaan ikan dan udang. Artemia memiliki kandungan nutrisi yang tinggi;

protein 52,50%, karbohidrat 14,80%, dan lemak 23,40% (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995).

Individu Artemia dewasa mencapai panjang antara 1-2 cm dan berat 10

mg. Telur Artemia beratnya 3,6 mikrogram, diameternya sekitar 300 mikron

(Djarijah, 1996). Artemia bersifat pemakan segala atau omnivora. Makanan

Artemia berupa plankton, detritus, dan partikel-partikel halus yang dapat masuk

 

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

4  

ke mulut. Artemia dalam mengambil makanan bersifat penyaring tidak selektif

(nonselective filter feeder), sehingga apa saja yang dapat masuk mulut akan

menjadi makanannya. Kandungan gizi Artemia sangat dipengaruhi oleh kualitas

pakan yang tersedia pada perairan tersebut. Artemia dapat memakan partikel yang

berukuran sampai 50 µm (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Makanan disaring

dengan apendik tanpa diseleksi, dikumpulkan dan digumpalkan dalam alur tengah

ventral hampir sepanjang badan, kemudian dialirkan ke anterior terutama

menggunakan bagian dari pangkal kaki (Suwignyo et al., 1998). Pada Artemia

dewasa pengambilan makanan dibantu oleh torakopoda, sedangkan pada fase

nauplius dibantu oleh sungut atau antena II (Gambar 1). Artemia memiliki

keistimewaan yaitu tidak berhenti makan jika persediaan makanan terus ada

(Mudjiman, 1989).

Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt

atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia bersifat

euryhaline yang dapat bertahan pada salinitas 3-300 ppt. Artemia dapat juga

bertahan dalam waktu yang singkat dalam air tawar (Treece, 2000). Sebelum

ditetaskan, terkadang siste dicuci dengan merendamnya dalam air tawar. Proses

penetasan siste, suhu air media penetasan dipertahankan antara 25-30ºC. Air

media diareasi menggunakan aerator atau kompressor. Aerasi ini selain untuk

mengaduk agar siste tidak mengumpul (mengendap di dasar wadah) juga untuk

menambah kadar oksigen. Siste akan menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam

(Mudjiman, 1989).

Mulanya cangkang siste seolah-olah terbelah menjadi 2 bagian. Bagian

bawah merupakan nauplius berwarna kemerah-merahan dan bagian atasnya

adalah cangkang perlindungannya. Untuk memisahkan kedua bagian ini dilakukan

dengan menutup bagian atas wadah menggunakan kain hitam dan bagian bawah

wadah disinari dengan lampu. Dalam proses pemisahan ini, aerasi dihentikan

sementara. Dalam waktu 5-10 menit kemudian nauplius tersebut akan terlepas dari

cangkangnya. Individu-individu nauplius tersebut akan mengumpul di bagian

dasar wadah, sedangkan cangkangnya akan mengapung di permukaan.

Nauplius yang mengumpul di dasar wadah tersebut disedot dengan selang

plastik dan ditampung dalam saringan 125 mikron (plankton net). Di dalam

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

5  

saringan penampung tersebut, nauplius dibersihkan dari kotorannya dengan

menyemprotkan air bersih sampai kotorannya hilang dan siap dijadikan pakan

alami ikan (Djarijah, 1996).

2.2 Kutu Air

Spesies yang biasa ditemukan dalam kultur kutu air adalah Daphnia sp.

dan Moina sp. yang termasuk ke dalam kelompok udang-udangan renik, phyllum

Arthropoda, dan kelas Crustacea. Ciri khas kedua organisme ini adalah bentuk

tubuhnya pipih dan beruas-ruas. Dinding tubuh bagian punggung membentuk

lipatan yang menutupi anggota tubuh lain pada kedua sisi tubuhnya sehingga

tampak seperti cangkang kerang. Pada sisi atas bagian belakang tubuh, ‘cangkang’

tersebut membentuk sebuah kantong yang berguna sebagai tempat penampungan

dan perkembangan telur. Menurut Djarijah (1996), ukuran Daphnia sp. sekitar

1000-5000 mikron, sedangkan ukuran Moina sp. sekitar 500-1000 mikron.

Gambar 2. Beberapa jenis Daphnia sp. dan Moina sp.

Daphnia sp. dan Moina sp. hidup planktonik di air tawar. Kutu air baik Daphnia

sp. maupun Moina sp. memiliki banyak jenis diantaranya Daphnia longispina,

Daphnia pulex, Daphnia rosea, Moina macrocopa, Moina brachiata, dan Moina

restirostris (Gambar 2). Kutu air bergerak aktif dengan alat gerak khusus berupa

kaki renang.

Dinges (1973), menyebutkan bahwa kutu air bersifat non-selective feeder.

Kutu air menyeleksi pakannya berdasarkan ukurannya saja, bukan berdasarkan

Daphnia longispina 

Daphnia rosea

Daphnia pulex

Moina macrocopa

Moina restirostris 

Moina brachiata 

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

6  

rasanya. Hewan ini hidup di perairan yang banyak mengandung bahan organik

tersuspensi. Makanan utamanya terdiri dari tumbuh-tumbuhan renik

(fitoplankton), sisa-sisa (hancuran) bahan organik (detritus) dan hewan-hewan

renik (zooplankton) maupun bakteri. Bakteri memungkinkan untuk dimangsa kutu

air apabila menempel pada detritus. Nutrien dalam sel bakteri selalu seimbang

karena dalam perkembangannya, bakteri tidak mengalami diferensiasi sel seperti

halnya mahluk hidup tingkat tinggi. Tingkat konsumsi kutu air dipengaruhi oleh

suhu perairan . Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat konsumsi kutu air

adalah konsentrasi pakan, intensitas dan kualitas cahaya, serta derajat keasaman

(Dinges, 1973 ; Delbare & Dhert, 1996).

Menurut Djarijah (1996), kutu air umumnya berkembangbiak secara

partenogenesis, meskipun pada kondisi tertentu berkembang secara seksual. Telur

yang dihasilkan induk betina ditampung dalam kantong telur yang terletak di

punggung. Di dalam kantong ini telur akan menetas tanpa harus dibuahi oleh

induk jantan.

Proses kultur kutu air diawali dengan penyiapan wadah budidaya yang

telah dibersihkan dan berisi air dengan kedalaman minimal 60 cm dan sudah

diberi potongan-potongan jerami sebanyak 0.2 gram/liter dan kotoran ayam

sebanyak 0.2 gram/liter yang telah dihaluskan terlebih dahulu. Kemudian media

ini diaerasi selama 2 minggu. Menurut Djarijah (1996), warna air akan berubah

jika ditumbuhi oleh fitoplankton yang merupakan pakan utama kutu air. Kualitas

air meliputi oksigen terlarut yang harus cukup tinggi, kadar amonia rendah, pH

antara 7-8 dan mengandung mineral atau kesadahan tinggi. Kemudian air dalam

wadah ini di saring dan dipindahkan ke wadah lain dalam keadaan tetap diaerasi.

Selanjutnya bibit kutu air dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air tersebut.

Wadah harus ditempatkan di ruang terbuka yang mendapat sinar matahari yang

cukup dan sangat dibutuhkan untuk proses fotosintesis fitoplankton. Dalam

penangkaran kutu air, air media diberikan pupuk susulan berupa sari pupuk

kandang berupa sari pupuk kandang ynag dibuat dari pelumatan 0,2 kg pupuk

kandang dalam 1 liter air. Pemupukan susulan ini sekaligus sebagai upaya

penambahan volume air media. Dalam wadah penangkaran ini dapat pula

ditambahkan pakan alami fitoplankton dari hasil produksi massal yang telah

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

7  

dilakukan sebelumnya. Penambahan fitoplankton tidak boleh berlebihan karena

akan mengakibatkan tingginya kadar amonia dan rendahnya oksigen terlarut yang

selanjutnya akan meningkatkan persentase kematian dari kutu air.

2.3 Konstruksi DNA Keratin-Green Fluorescent Protein (Krt-GFP)

Gen GFP (Green Fluorescent Protein) adalah gen berpendar hijau yang

diisolasi dari Aequorea victoria (Felts et al., 2001). Gen ini mengontrol protein

yang dapat berpendar dan divisualisasikan ekspresinya menggunakan bantuan

sinar UV atau mikroskop fluoresen (Chalfie, 1994 dalam Iyengar et al., 1996).

Gen ini dapat dijadikan gen target dalam pembuatan ikan berpendar yang

berwarna-warni (Gong et al., 2002). Dalam konstruksi ini, ekspresi GFP

dikendalikan oleh promoter keratin. Keratin merupakan suatu promoter yang

diisolasi dari ikan flounder Jepang Paralichthys olivaceus (Hirono et al., 2003).

Pada awalnya promoter ini digunakan pada teknologi transgenesis yang terkait

dengan sistem imun, karena efektivitasnya yang tinggi pada jaringan kulit (Gong

et al., 2002). Promoter ini tidak hanya aktif pada jaringan kulit dan epitel,

melainkan juga pada sel yang sedang berkembang dan sel saraf tertentu (Giordano

et al., 1990). Yazawa et al. (2005) menjelaskan bahwa promoter keratin yang

telah diujikan pada ikan zebra mampu bersifat aktif dimana-mana atau tidak

spesifik pada jaringan tertentu (ubiquitous) dan dapat aktif kapan saja diperlukan

(house keeping).

Sekuen promoter keratin yang telah dilaporkan oleh Yazawa et al. (2005)

memiliki panjang 1288 base pairs (Gambar 3). Ekson pertama ditunjukkan oleh

huruf kapital, coding region dan asam amino ditunjukkan oleh huruf dalam kotak.

Bagian awal transkripsi ditunjukkan oleh tanda bintang (*) dan bagian predictive

transcriptional factor binding ditunjukkan dengan garis bawah.

Konstruksi DNA keratin-GFP (Lampiran 3) disebut juga DNA vektor.

DNA vektor merupakan molekul DNA yang secara khusus dirancang untuk

membawa molekul DNA asing yang akan dimasukkan ke dalam jasad target.

DNA vektor yang sekarang umum digunakan dalam kloning DNA merupakan

vektor buatan yang struktur dasarnya berasal dari komponen genetik alami

(Yuwono, 2008).

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

8  

Gambar 3. Sekuen promoter keratin (Yazawa et al., 2005)

Struktur dasar suatu vektor dapat berupa plasmid alami yang berasal dari

suatu bakteri atau berupa DNA virus tertentu. Pada penelitian ini, struktur dasar

yang digunakan berupa plasmid yang telah ditransformasi ke dalam sel bakteri

strain DH5α. Transformasi merupakan proses memasukkan molekul DNA dari

luar ke dalam sel inang (bakteri). Beberapa strain lain dari E. coli yang sering

digunakan sebagai sel inang dalam menyusun konstruksi atau kloning DNA yaitu

strain JM105, JM109, HB101, LB21, NM522, dan C600 (Yuwono, 2008).

2.4 Isolasi DNA Genom

Isolasi DNA dilakukan untuk mendapatkan DNA genom terpisah dari

komponen-komponen lain yang berada di dalam jaringan. Terdapat dua tahap

yang dilakukan dalam ekstraksi DNA. Tahap pertama adalah menghancurkan sel

dan mengisolasi DNA (asam nukleat). Penghancuran sel dilakukan dengan

gctcggtacccggggatcctctagagtcgacctgcagctgtggccactcatgtgggagcagagtgactcatgatgtgctg

actgagacacatgcgagcccacaacaccttgatactcaaatatcaacctctacccaacatgcacccacgactgcacataa

caggcacctcaagatcaaagattaactcaacactcaatttgttctttaaaatatatatatatatatattttaaagaacaa

attgatatatatatatatatatatatatatatatatatatatatctttttgaatttctctttttttttatcgatggcaca

agttgttatgcagcagaaattcctgcgaaaacagaaatcgtcttcatgggaaaagtacagaaacattgagatataggcgt

tgttgctaatgcaatgtattgaattcactagtgatttgatgccagtggaggtgttgcatcaacaaccgtgtaaagtgatg

AP-1

atgaagcaggtagtttctgagaaattggccagaaacaacaatactgtaatactgcaaagaatcaaatctaaagacttcaa

aacctcagtaattgccaccaaagcactgagctctttgtctgcctcatttattgatccacttagataagggaaattctatt

atgatgaaagtggaaccatatcacgactttaagcatagaataacagaagtgtctggcctggtcccaatgatgagtgttgt

actcaggtgaaatacaaaaaaatgtgcatgacaacttctcccataaattgagagataatatcgacaatccacactgagca

tatgtgctatgctctgtaggttattctctgatctatttttattgcagttgtatgatgtaagttcctaaaaaaacagaact

ttaaaaaccctccccaagtaaatttgtcttttagtgaataatttctgtaggattttcaggcatgcgttaacttaataata

aataataaataataaataatttgccatcattggtcttatcaaccaccacagctgtttacccagcaccacaccgtttgagc

oct-1

tggaaataactccaaaaaagaatgattagttaaccactcattacctgtttggtagagctaaatgtggacattttggaaat

tccccaagtcaatgtaacaagacagtttgtcaagatgtaagtgggaggtttgactttggtagtaggcggagacaaggtta

agtgactaagaagttaccctgcataaatacaaggtccacagccaagggcacacagcagagacaacagcaggagccaccag

tcaaaacaaagaggaaagccaacaacactgatcttcaaggggcttttcatttcgttttggctgactgagcacttgttccc

tgcaaggctctttttgtttgttttctcACATTTTTTCAGCGATCCAAAGTAACTCTCATCATGAGATCTGGCGCTTTAGC

* M R S G A L A

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

9  

menambahkan larutan deterjen pekat seperti sodium dodecyl sulphate (SDS).

Deterjen ini bertindak sebagai penghancur inti sel sehingga DNA akan terlepas

dan meningkatkan viskositas larutan, sehingga molekul DNA terlihat lebih nyata.

Menurut Karp (1984) dan Brown (1995), deterjen juga bertindak sebagai

penghambat aktivitas semua enzim nuklease yang ada selama proses isolasi.

Tahap kedua adalah pemisahan DNA dari bahan-bahan kontaminan seperti RNA

dan protein. Untuk menghilangkan kontaminasi RNA digunakan enzim

ribonuklease (RNase), sedangkan untuk menghilangkan kontaminasi dari protein

digunakan enzim proteolitik (Proteinase K) pada larutan DNA (Saunders &

Parkes, 1999).

Dalam proses isolasi, proses sentrifugasi sangat berperan penting dimana

sentrifugasi akan menyebabkan cairan DNA terletak di lapisan atas larutan.

Prinsip sentrifugasi didasarkan atas fenomena bahwa partikel yang tersuspensi di

dalam suatu wadah akan mengendap ke dasar wadah karena pengaruh gravitasi

(Yuwono, 2005). DNA yang sudah terpisah dari kontaminasi RNA dan protein

dipindahkan dari microtube. Dengan proses sentrifugasi juga asam nukleat

diendapkan dari larutan supernatan dengan penambahan etanol dingin. Setelah

proses sentrifugasi, pelet DNA yang terbentuk dilarutkan kembali dengan buffer

yang mengandung Ethylenediaminetetraacetic (EDTA) (Saunders & Parkes,

1999) atau Steril Destillation Water (SDW).

Penghitungan jumlah DNA hasil ekstraksi dilakukan dengan melihat

hubungan DNA dengan absorbansi optikalnya pada panjang gelombang 260 nm

dimana 1 mg DNA mempunyai daya absorbansi sebesar 20 unit (Saunders &

Parkes, 1999). Brown (1995) menyebutkan bahwa rasio absorbansi 260 nm/280

nm yang kurang dari 1,8 menunjukkan bahwa DNA hasil isolasi terkontaminasi

oleh protein atau fenol.

2.6 Polymerase Chain Reaction

Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase

merupakan suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial

sekuen nukleotida tertentu secara in vitro dalam waktu yang relatif singkat

(Dunham, 2004). Dengan menggunakan metode PCR, dapat diperoleh

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

10  

pelipatgandaan suatu fragmen DNA dalam waktu yang relatif singkat. Bagian

spesifik molekul DNA yang dapat dihasilkan paling sedikit satu juta copy dan

produk PCR dapat dideteksi dalam gel agarosa menggunakan etidium bromida.

Daerah yang diamplifikasi biasanya mencapai panjang antara 150-3000 pasang

basa (bp).

Proses PCR memerlukan (1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan

dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida

pendek (18-30 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis DNA,

(3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP,

(4) enzim DNA polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis

DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer.

Optimalisasi suatu amplifikasi dipengaruhi oleh tiga kondisi penting yaitu

DNA cetakan, suhu annealing bagi primer, dan suhu dan waktu yang cukup untuk

ekstensi. Suhu annealing dan konsentrasi garam akan mempengaruhi kestabilan

DNA duplex. Komponen-komponen yang mendukung reaksi amplifikasi selain

keempat komponen di atas adalah volume reaksi, waktu siklus dan suhu

(Rasmussen, 1992). Proses thermocycling dalam proses amplifikasi adalah DNA

templet didenaturasi, primer menempel pada daerah komplemennya dan enzim

polimerase mengkatalis penambahan nukleotida pada masing-masing primer,

kemudian membuat copy baru dari daerah targetnya (Dale & Schantz, 2002).

Sebagaimana yang disebutkan di atas, salah satu komponen PCR adalah

primer. Primer merupakan hal yang penting untuk mencapai sensitivitas dan

spesivitasnya yang lebih tinggi. Disain primer sangat mempengaruhi keberhasilan

amplifikasi. Primer yang memiliki fleksibilitas saat seleksi primer, adalah primer

terbaik yang dapat mengoptimalisasi dan memaksimalkan hasil dan spesivisitas

produk amplifikasi. Agar primer dapat bekerja secara optimal, maka primer yang

didisain sebaiknya memiliki panjang 18-30 basa nukleotida dengan kandungan

GC sekitar 30-70%. Pembentukan primer dimer terjadi apabila ujung basa 3’

merupakan komplemen (Rasmussen, 1992). Primer akan mengikat pada untai

DNA yang berlawanan, dengan ujung titik 3’ pada ujung 5’. Penambahan enzim

polimerase pada primer, dan proses polimerisasi bolak-balik dari belakang ke

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

11  

depan, membentuk suatu jumlah pertambahan DNA secara eksponensial dari

molekul untai ganda DNA (Griffith et al., 2005).

Proses PCR memerlukan sejumlah siklus untuk mengamplifikasi suatu

sekuen DNA spesifik. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi,

annealing (hibridisasi), dan ekstensi (polimerasi). Denaturasi dilakukan pada suhu

90-96°C, sehingga terjadi pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal

DNA yang menjadi cetakan (template) tempat penempelan primer dan tempat

kerja DNA polimerase. Selanjutnya, suhu diturunkan untuk penempelan primer

oligonukleotida pada sekuen yang komplementer pada molekul DNA cetakan.

Tahap ini disebut annealing. Suhu diturunkan sampai mencapai ~55°C atau sesuai

melting temperature (Tm) dari primer oligonukleotida (Glick & Pasternak, 2003).

Selama tahap ini, primer berpasangan dengan sekuen komplementernya di dalam

DNA cetakan. Primer oligonukleotida melekat pada masing-masing utas tunggal

DNA dengan arah yang berlawanan; satu primer melekat pada ujung utas DNA

sense, sedangkan primer yang lain melekat pada ujung utas DNA antisense.

Tahap selanjutnya adalah tahap ekstensi yang dilakukan pada suhu 72°C.

Suhu ini merupakan suhu optimum untuk kerja enzim Taq DNA polimerase. Pada

tahap ini enzim Taq DNA polimerase mengkatalis reaksi penambahan

mononukleotida pada primer yang sesuai dengan utas DNA komplemen yang

berada di sebelahnya. Hasil amplifikasi DNA yang dihasilkan tergantung dari

berapa siklus yang pakai. Contohnya jika siklusnya 20, maka amplifikasi PCR

yang dihasilkan adalah 220 (Erlich, 1989). Tahapan kerja PCR secara singkat

diilustrasikan pada Gambar 4.

Pada penelitian ini primer β-aktin Artemia dan kutu air dirancang

berdasarkan database pada Bank Gen (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Komponen

primer pada pereaksi PCR sangat menentukan keberhasilan suatu reaksi

amplifikasi, yang pada dasarnya merupakan DNA atau RNA untai tunggal pendek

yang berfungsi sebagai titik inisiasi proses amplifikasi DNA target.

Menurut Erlich (1989), bahwa primer dapat didisain dengan

mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:

a. Distribusi basa acak dan kandungan GC yang mirip dengan fragmen-

fragmen yang akan diamplifikasi. Primer dengan sekuen polipurin,

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

12  

polipirimidin, atau sekuen lain yang unusual seperti palindrome, harus

dihindari.

b. Sekuen dengan struktur kedua (secondary structure) dalam bentuk loop,

khususnya pada ujung 3’ primer juga dihindari.

c. Sekuen primer tidak saling komplemen.

Gambar 4. Tahapan kerja PCR; 1. Tahap denaturasi; 2. Tahap annealing; 3. Tahap

ekstensi (P: Polimerase); 4. Perkembangan pada siklus selanjutnya (Erlich, 1989)

2.6 Elektroforesis

Metode yang umumnya digunakan dalam analisis produk reaksi PCR

adalah elektroforesis. Elektroforesis adalah suatu metode pemisahan molekul

selular berdasrkan atas ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang

PP

+

2

1

3

4

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

3’ 5’ 3’ 5’

3’ 5’

3’ 5’ 3’

5’

3’ 5’ 3’

5’

5’

5’

5’ 5’

3’

3’ 3’

3’ 5’

5’ 3’

5’

5’ 3’

3’

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

13  

dialirkan pada suatu medium (gel agarosa) yang mengandung sampel yang akan

dipisahkan. Teknik ini digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada

pada makromolekul, misalnya pada DNA yang bermuatan negatif (Yuwono,

2005). Molekul asam nukleat yang bermuatan negatif tersebut, akan bergerak ke

arah kutub positif (anoda).

Elektroforesis gel agarosa dapat digunakan untuk menganalisis komposisi

dan kualitas dari sampel asam nukleat. Secara khusus, hal ini sangat membantu

untuk menentukan ukuran fragmen DNA hasil restriksi (restriction digest) atau

produk reaksi PCR. Untuk tujuan ini diperlukan kalibrasi terhadap gel

menggunakan penanda (marker) standar yang mengandung fragmen dari ukuran

DNA yang diketahui (Dale & Schantz, 2002).

Dalam prosesnya, elektroforesis membutuhkan pewarna yaitu etidium

bromida. Pewarna ini umumnya digunakan baik untuk mendeteksi maupun

mengkuantifikasi asam nukleat. Etidium bromida memiliki struktur cincin datar

yang mampu menumpuk (stack) di antara basa-basa dalam asam nukleat; hal ini

dikenal dengan istilah intercalation. Selanjutnya, pewarna dapat dideteksi melalui

pendarannya, pada daerah spektrum merah-oranye, ketika dipaparkan dengan

sinar UV. Hal ini merupakan metode yang paling luas digunakan untuk

pewarnaan gel elektroforesis, dan juga dapat digunakan untuk menduga jumlah

DNA (atau RNA) dalam sampel. Hal ini dilakukan dengan membandingkan

intensitas dari pendaran sampel yang telah diketahui konsentrasinya dan

dimuatkan pada gel yang sama (Dale & Schantz, 2002).

Menurut Muladno (2002) kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh

beberapa faktor, misalnya ukuran molekul DNA dimana molekul DNA yang

berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil.

Konsentrasi gel agarosa yang rendah memudahkan percepatan migrasi molekul

DNA dibandingkan dengan konsentrasi DNA yang berkonsentrasi tinggi (molekul

DNA yang sama). Kecepatan migrasi yang tinggi terjadi pada rangkaian molekul

DNA yang memiliki ukuran yang sama. Voltase rendah mengakibatkan kecepatan

migrasi DNA sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan, tetapi apabila

voltase dinaikkan, maka mobilitas molekul DNA meningkat secara tajam. Adanya

etidium bromida di dalam gel mengakibatkan pengurangan tingkat kecepatan

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Media kultur Artemia adalah air laut dengan salinitas sekitar 10-30 ppt atau media buatan berupa air garam (Mudjiman, 1989). Artemia

14  

migrasi molekul DNA linear sebesar 15%. Komposisi larutan buffer juga

mempengaruhi migrasi DNA, dimana apabila tidak ada kekuatan ion di dalam

larutan, maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat,

sedangkan larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas

sehingga aliran listrik menjadi sangat maksimal.