ii. tinjauan pustaka - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/bab ii.pdf · 11 ii....

35
11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi baik yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun dari luar bumi (eksogen) dapat berdampak negatif bagi mahluk hidup yang berada di sekitarnya. Dampak negatif ini akibat timbulnya bahaya dan bahkan bencana geologi (geological hazards), seperti tanah longsor, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, erosi, salinasi, dan banjir. Bencana geologi berdampak buruk bagi aktivitas manusia yaitu dapat menyebabkan korban jiwa dan kerugian material (harta benda) (Noor, 2006). Selanjutnya menurut Noor (2006), pergerakan tanah berupa longsoran dari massa batuan/tanah adalah proses perpindahan suatu massa batuan/tanah akibat gaya gravitasi. Adanya gerakan tanah pada wilayah pemukiman yang dibangun di daerah perbukitan yang kurang memperhatikan kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses geologi yang mungkin terjadi sering menimbulkan kerusakan bangunan, rumah, dan fasilitas umum. Menurut Harjadi (2013), proses terjadinya longsor apabila suatu wilayah dengan kelerengan yang curam (>45%),pada bagian bawah permukaan tanah tersebut bersifat kedap air yang dapat berperan sebagai bidang luncur. Sebelum terjadinya longsor biasanya didahului dengan curah hujan yang tinggi (>300 mm)

Upload: vohuong

Post on 23-May-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor

Proses-proses geologi baik yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun dari

luar bumi (eksogen) dapat berdampak negatif bagi mahluk hidup yang berada di

sekitarnya. Dampak negatif ini akibat timbulnya bahaya dan bahkan bencana

geologi (geological hazards), seperti tanah longsor, letusan gunung berapi, gempa

bumi, tsunami, erosi, salinasi, dan banjir. Bencana geologi berdampak buruk bagi

aktivitas manusia yaitu dapat menyebabkan korban jiwa dan kerugian material

(harta benda) (Noor, 2006).

Selanjutnya menurut Noor (2006), pergerakan tanah berupa longsoran dari massa

batuan/tanah adalah proses perpindahan suatu massa batuan/tanah akibat gaya

gravitasi. Adanya gerakan tanah pada wilayah pemukiman yang dibangun di

daerah perbukitan yang kurang memperhatikan kestabilan lereng, struktur batuan,

dan proses geologi yang mungkin terjadi sering menimbulkan kerusakan

bangunan, rumah, dan fasilitas umum.

Menurut Harjadi (2013), proses terjadinya longsor apabila suatu wilayah dengan

kelerengan yang curam (>45%),pada bagian bawah permukaan tanah tersebut

bersifat kedap air yang dapat berperan sebagai bidang luncur. Sebelum

terjadinya longsor biasanya didahului dengan curah hujan yang tinggi (>300 mm)

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

12

selama tiga hari berturut-turut, air hujan yang jatuh masuk ke dalam pori-pori

tanah di atas lapisan batuan kedap sehingga tekanan tanah terhadap lereng

meningkat (Paimin, dkk., 2009). Selanjutnya longsor terjadi jika tahanan geser

massa tanah atau batuan lebih kecil dari tekanan geser pada sepanjang bidang

longsoran yang disebabkan oleh adanya peningkatan kejenuhan air tanah (Pakasi,

dkk., 2015).

Menurut Harjadi, dkk. (2007), longsoran merupakan salah satu jenis gerakan

massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar

lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng

tersebut. Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: (1) longsoran translasi, (2) longsoran

rotasi, (3) pergerakan blok, (4) runtuhan batu, (5) rayapan tanah, dan (6) aliran

bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di

Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa

manusia adalah aliran bahan rombakan.

B. Tipe-tipe Gerakan Tanah/Longsor

Menurut Noor (2006), gerakan tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage), yang terdiri dari:

a. Rayapan (creep), yaitu perpindahan material batuan dan tanah ke arah

lereng dengan pergerakan yang sangat lambat.

b. Rayapan tanah (soil creep), merupakan perpindahan material tanah ke

arah kaki lereng.

c. Rayapan talus (Talus creep), merupakan perpindahan ke arah kaki

lereng dari material talus/scree.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

13

d. Rayapan batuan (Rock creep), merupakan perpindahan ke arah kaki

lereng dari blok-blok batuan.

e. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep), merupakan perpindahan

ke arah kaki lereng dari limbah batuan.

f. Solifluction/Liquefaction, merupakan aliran yang sangat perlahan ke

arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air.

2. Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage), terdiri dari:

a. Aliran lumpur (mudflow), merupakan perpindahan dari material

lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai.

b. Aliran tanah dan batuan (earthflow), merupakan perpindahan secara

cepat material debris batuan yang jenuh air.

c. Aliran cepat massa tanah dan batuan (Debris avalance), merupakan

suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit

dan berlereng terjal.

3. Gerakan tanah tipe longsor (landslides), terdiri dari:

a. Nendatan (slump), merupakan longsoran ke bawah dari satu atau

beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.

b. Longsoran dari campuran massa tanah dan batuan (debris slide),

merupakan longsoran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material

tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai

oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya.

c. Gerakan jatuh bebas dari campuran massa tanah dan batuan (debris

fall), merupakan longsoran material debris tanah secara vertikal akibat

gravitasi.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

14

d. Longsoran masa batuan (rock slide), merupakan luncuran dari massa

batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan

patahan/sesar.

e. Gerakan jatuh bebas massa batuan (rock fall), merupakan luncuran

jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang terjal.

f. Amblesan (subsidence), merupakan penurunan tanah yang disebabkan

oleh pemadatan dan isostasi/gravitasi.

Menurut Arsyad (2010) dan Asdak (2002, dalam Banuwa, 2013), longsor

merupakan suatu bentuk erosi dengan proses pengangkutan atau pemindahan

tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar. Longsor terjadi sebagai

akibat meluncurnya suatu volume tanah yang jenuh air di atas lapisan kedap air.

Lapisan tersebut mengandung liat yang tinggi yang setelah jenuh air berperan

sebagai bidang luncur.

Selanjutnya menurut Banuwa (2013), penyebab longsor adalah: (1) lereng yang

cukup curam, (2) terdapat lapisan di bawah permukaan tanah yang agak kedap air

dan lunak yang akan berperan sebagai bidang luncur; dan (3) terdapat cukup air

dalam tanah sehingga lapisan tanah tepat di atas lapisan kedap air menjadi jenuh.

Bentuk kejadian yang mirip longsor adalah tanah merayap (soil creep),

perbedaannya adalah massa tanah pindah ke bagian bawah pada bidang yang

sama.

C. Faktor-faktor Penyebab Gerakan Tanah

Menurut Noor (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

15

1. Faktor yang bersifat pasif pada gerakan tanah adalah:

a. Litologi, yaitu material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah

meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah.

b. Stratigrafi, merupakan lapisan batuan dan perselingan batuan antara

batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang

permeabel dan batuan yang impermeabel.

Gambar 2. Tipe-tipe gerakan tanah

Sumber: Noor (2006)

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

16

c. Stratigrafi, merupakan lapisan batuan dan perselingan batuan antara

batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang

permeabel dan batuan yang impermeabel.

d. Struktur Geologi, yaitu jarak antara rekahan/joint pada batuan patahan,

zona hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batu yang besar.

e. Topografi, terjadi pada lereng yang terjal atau vertikal.

f. Iklim yaitu perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi

hujan yang intensif.

g. Material organik, yaitu kondisi lebat atau jarangnya vegetasi penutup

lahan.

h. Faktor yang bersifat aktif pada gerakan tanah, antara lain:

a. Gangguan yang tejadi secara alamiah ataupun buatan.

b. Lereng yang terjal akan semakin terjal karena terjadinya erosi air.

c. Proses infilitrasi air hujan yang meresap ke dalam tanah, yang melebihi

kapasitasnya sehingga tanah menjadi jenuh air.

d. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaraan

berat.

Selanjutnya Noor (2006) menyebutkan adanya faktor internal yang dapat

menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan

yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan mudah terlepas dari ikatannya

dan meluncur ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada di sekitarnya

serta membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah ini

disebabkan sifat porositas dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun

rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan tersebut. Selain itu, adanya faktor

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

17

eksternal yang dapat mempercepat dan memicu terjadinya gerakan tanah antara

lain: (1) sudut kemiringan lereng, (2) perubahan kelembaban tanah/batuan karena

masuknya air hujan, (3) tutupan dan pola pengolahan lahan, (4) pengikisan oleh

air tanah, (5) aktivitas manusia seperti penggalian dan sebagainya (Noor, 2006)

D. Faktor-faktor Alami Penyebab Longsor

Menurut Paimin, dkk. (2009), faktor utama penyebab longsor adalah, yaitu faktor

alami dan faktor manajemen. Faktor alami merupakan faktor-faktor yang berasal

dari kondisi alam, yaitu: (1) curah hujan, (2) kondisi geologi, (3) keberadaan

patahan/sesar/gawir, (4) kedalaman tanah (regolit). Faktor manajemen terdiri

dari: (1) penggunaan lahan, (2) infrastruktur jalan, dan (3) kepadatan pemukiman.

1. Curah Hujan

Terdapat dua tipe hujan pemicu terjadinya longsoran, yaitu hujan deras yang

mencapai 70 – 100 mm per hari (Heath dan Sarosa,1988, dalam Subhan, 2008)

dan hujan kurang deras namun berlangsung terus-menerus selama beberapa jam

hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan hujan deras sesaat. Menurut

Karnawati, dkk. (2011), seluruh kejadian bencana alam gerakan tanah di tahun

2001 umumnya terjadi setelah hujan turun selama beberapa jam hingga beberapa

hari yang kemudian disusul hujan deras sesaat (1 – 2 jam). Selanjutnya

Karnawati, dkk. (2011), menyatakan bahwa faktor curah hujan yang mempenga-

ruhi terjadinya tanah longsor mencakup terjadinya peningkatan curah hujan yang

menyebabkan tekanan air pori bertambah besar, kandungan air dalam tanah naik

dan terjadi pengembangan liat dan mengurangi tegangan geser, lapisan tanah

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

18

jenuh air. Selain itu, curah hujan yang tinggi menyebabkan rembesan air masuk

dalam retakan tanah serta menyebabkan terjadinya genangan air. Wilayah

Indonesia mengalami curah hujan maksimum pada bulan Oktober – Januari,

sehingga apabila dihubungkan dengan kejadian gerakan tanah yang selalu terjadi

pada musim hujan, maka sebagai pemicu penyebab terjadinya gerakan tanah

adalah adanya curah hujan yang tinggi. Hujan deras yang terjadi merupakan salah

satu pemicu terjadinya tanah longsor yang terjadi di Banjarnegara, Jawa Tengah

(Kompas.com, 2014). Peristiwa longsor di Kelurahan Bumi Raya, Kecamatan

Bumi Waras, Kota Bandar Lampung juga dipicu oleh hujan deras (Merdeka.com,

2013).

Peristiwa tanah longsor di suatu wilayah dengan kelerengan terjal (kemiringan

>45%), pada umumnya didahului oleh kejadian hujan dengan intensitas hujan

tinggi (Muntohar, 2009). Berbagai hasil penelitian menentukan batas curah hujan

dalam hal intensitas curah hujan, durasi dengan rasio intensitas curah hujan, curah

hujan kumulatif pada waktu tertentu, rasio curah hujan dengan curah hujan harian,

curah hujan sebelumnya dengan curah hujan rata-rata tahunan, dan curah hujan

harian dengan maksimum rasio curah hujan sebelumnya. Hasil penelitian

Wieczorek (1987) di La Honda California Amerika Serikat, longsor belum terjadi

bila curah hujan kurang dari 28 cm (280 mm), karena kondisi ini belum cukup

menyebabkan kejenuhan air tanah yang memicu longsor. Faktor yang penting

selain intensitas hujan adalah lamanya hujan yang berpengaruh nyata terhadap

longsor.

Hasil penelitian Sarya dkk. (2014), menunjukkan bahwa curah hujan di atas 50

mm per jam menyebabkan tanah longsor dangkal di Desa Wonodadi Kulon,

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

19

Kabupaten Pacitan. Curah hujan rata- rata pada Bulan Mei menunjukkan curah

hujan sebesar 314 mm dan total curah hujan mencapai 184 mm atau mencapai

61% dari curah hujan rata-rata. Selanjutnya Sarya dkk. (2014), menetapkan kurva

ambang batas intensitas (I)-durasi (D) curah hujan untuk tanah longsor di Desa

Wonodadi Kulon tersebut dengan persamaan yaitu I = 52D-0,79. Penelitian

Hasnawir (2012), curah hujan antara 101 sampai 298 mm terjadi hanya dalam 2

hari dengan intensitas curah hujan maksimum berkisar antara 41 mm/jam hingga

79 mm/jam, menunjukkan bahwa curah hujan di atas 50 mm per jam

menyebabkan tanah longsor di Sulawesi Selatan.

2. Kondisi Geologi

Menurut Ahmad, dkk. (2014), faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya

gerakan tanah adalah struktur geologi, sifat bawaan batuan, hilangnya perekat

tanah karena proses alami (pelarutan), dan gempa. Struktur geologi yang

mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan

pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan

merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga

menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap. Gempa bumi

adalah getaran pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi akibat

aktivitas lempeng-lempeng kerak bumi atau pun kegiatan patahan di darat atau

dasar laut. Dampak dari gempa bumi dapat berupa goncangan permukaan tanah

(ground shaking), pergeseran permukaan tanah (ground faulting) dan tsunami.

Goncangan permukaan tanah dapat mengakibatkan tanah longsor/gerakan tanah

dan penurunan permukaan tanah.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

20

Gerakan tanah disebabkan oleh faktor penahan lateral yang hilang, kelebihan

beban, getaran, tahanan bagian bawah hilang. Menurut Direktorat Geologi Tata

Lingkungan (2000, dalam Subhan, 2008), faktor-faktor utama penyebab gerakan

tanah terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Faktor-faktor utama penyebab gerakan tanah

No. Faktor Penyebab Mekanisme Utama

1 Hilangnya penahan lateral a. Aktivitas erosi

b. Pelapukan

c. Kemiringan bertambah akibat gerakan

d. Pemotongan bagian bawah

2 Kelebihan beban tanah a. Air hujan yang meresap pada tanah

b. Penimbunan bangunan

c. Adanya genangan air di lereng bagian

atas

3. Getaran a. Gempa bumi

b. Getaran karena ulah manusia

4 Hilangnya tahanan bagian

bawah

a. Pengikisan oleh air bawah

b. Pemotongan lereng bagian bawah

c. Erosi

d. Penambangan/pembuatan terowongan.

5 Tekanan lateral a. Pengisian air di pori-pori antar butir

tanah

b. Pengembangan tanah

Sumber: Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung, 2000 (dalam Subhan,

2008).

Hasil Penelitian Ahmad, dkk. (2014) yang dilaksanakan di Sub DAS Salo Lebbo,

DAS Budong-budong, Kabupaten Mamuju Tengah, menunjukkan proses aktif

geomorfologi banyak dipengaruhi oleh proses struktur geologi dan sebagian oleh

proses denudasi yang dihasilkan dari aktivitas iklim yang banyak memberikan

pengaruh terhadap hasil akhir bentuk morfologi.

Bergeraknya massa batuan pada lereng tergantung juga kondisi resistensi/ke-

kompakan/kekuatan batuan. Batu lempung jenis smektit dan monmorilonit, napal,

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

21

serpih, batuan malihan (metamorfik) akibat alterasi hidrotermal (kaolinisasi, argi-

litisasi, dan sebagainya) merupakan batuan yang tidak stabil dan mudah bergerak

jika bercampur air, yang sangat berperan sebagai massa/bidang luncur. Secara

umum batuan-batuan tersebut mengeras dan retak-retak pada kondisi kering,

sedangkan pada kondisi basah akan mengembang karena menyerap air sangat

tinggi. Endapan koluvial merupakan campuran material berukuran lempung,

bongkah yang bersifat lepas (loose), sebagai hasil transportasi secara gravitasi dan

diendapan pada lereng purba (dahulu). Endapan koluvial dapat menyimpan air

dan jika menumpang di atas lapisan tanah dan/atau batuan yang plastis sebagai

bidang gelincir, maka massa tersebut akan bergerak (Sukresno, 2006).

i. Keberadaan Patahan/Sesar/Gawir

Sesar adalah kekar (joint) yang dinding sebelah menyebelahnya sudah saling

bergeser satu sama lain disebabkan oleh gaya kompresi. Kekar (joint) adalah

bagian permukaan atau bidang yang memisahkan batuan, dan sepanjang bidang

tersebut belum terjadi pergeseran. Di samping merupakan bidang datar, kekar

dapat pula merupakan bidang lengkung. Berdasarkan atas arah gerakan relatif

bagian-bagian yang bergerak, sesar dapat diklasifikasikan menjadi sesar normal

atau sesar turun (normal fault), sesar naik (reverse fault), sesar geser mendatar

(strike-slip fault), sesar diagonal (diagonal fault, obligue-slip fault), Splintery fault

(hinge fault) (Billings, 1953 dalam Sutoto, 2013) (Gambar 3).

Menurut Harjadi, dkk. (2007), Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/-

kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo‐Australia di bagian selatan, Lempeng Euro‐

Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempeng

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

22

tektonik tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo‐

Australia menujam ke bawah lempeng Euro‐Asia dan menimbulkan gempa bumi,

jalur gunung api, dan sesar atau patahan. Penujaman (subduction) lempeng

Indo‐Australia yang bergerak relatif ke utara dengan lempeng Euro‐Asia yang

bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api

aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar

a. Sebelum Terjadinya Sesar

b. Setelah terjadinya sesar 1. Sesar Normal: α = dip = kemiringan bidang sesar; β = 90˚; t=throw = AB;

h=heave=BC

2. Reverse Fault = sesar terbalik

3. Sesar Strike-slip dengan gerakan

horisontal

4. Sesar Oblique-slip, sesar dengan

gerakan vertikal dan horisontal

5. Sesar Hinge: Sebuah sesar dengan

perpindahan menerobos keluar

sepanjang bidang patahan dan

berakhir pada titik tertentu

Gambar 3. Jenis-jenis sesar

(Sumber: Billings, 1953 dalam Sutoto, 2013)

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

23

dengan jalur penujaman kedua lempeng. Di samping itu jalur gempa bumi juga

terjadi sejajar dengan jalur penujaman, maupun pada jalur sesar regional seperti

Sesar Sumatera/Semangko (Harjadi, dkk, 2007).

Pegunungan yang terbentuk akibat proses penujaman lempeng ini merupakan

morfologi muda dengan batuan penyusun berupa material gunung api muda

yang mengalami pelapukan kuat akibat kondisi iklim tropis. Keadaan ini sangat

rawan terjadinya bencana tanah longsor serta banjir khususnya banjir bandang.

Perubahan lingkungan yang drastis terutama perubahan dalam pemanfaatan

lahan khususnya dari areal hutan alam menjadi daerah budidaya (perkebunan,

pertanian, ladang) dan pemukiman yang berpengaruh besar terhadap terjadinya

bencana pada waktu belakangan ini.

Hasil penelitian Ahmad, dkk. (2014) tentang pola longsoran Di Sub DAS Salo

Lebbo, DAS Budong-Budong, Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi

Barat, yang menunjukkan adanya struktur geologi di daerah penelitian adalah

sesar mendatar (strike slip fault) yang berpasangan berarah NE-SW (Timur Laut-

Barat Daya) dan NW-SE (Barat Laut-Tenggara) dengan arah tegasan utama

adalah N-S (Utara-Selatan). Sebagian besar litologi telah mengalami pengkekaran

dan satuan tufa adalah litologi yang paling kuat mengalami penurunan shear

strength; Longsor yang terjadi di lapangan umumnya dipicu oleh pergerakan

satuan tufa pada lereng >40%; Litologi yang paling besar mengalami penurunan

shear strength di lokasi penelitian adalah satuan tufa dan menjadi pemicu

pergerakan massa dengan tipe pergerakan rock slide dan debris slide. Pergerakan

massa membentuk bidang cekung pada litologi yang sejenis yang telah mengalami

perbedaan kestabilan. Sedangkan pergerakan massa membentuk bidang cembung

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

24

pada litologi yang berbeda jenis dengan tingkat kestabilan litologi lebih massif

pada bagian bawah. Pergerakan massa tanah akibat kerentanan batuan dapat

dihambat dengan penerapan metode vegetatif.

j. Kedalaman Tanah (Regolit)

Menurut Hardjowigeno (2007), tanah (soil) adalah kumpulan dari benda alam di

permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran

bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dan merupakan media tumbuhnya

tanaman.

Proses pembentukan tanah berasal pelapukan batuan induk, dari batuan keras

(batuan beku, batuan sedimen tua, batuan metamorf) yang melapuk, atau dari

bahan-bahan yang lebih lunak dan lepas seperti abu vulkan, bahan endapan baru

dan lain-lain, menjadi bahan induk. Proses pelapukan terhadap permukaan batuan

yang keras menjadi hancur dan berubah menjadi bahan yang lunak yang disebut

regolit. Dalam definisi regolit adalah bahan-bahan lepas (termasuk tanah) di atas

batuan yang keras.

Menurut Sutanto (2005), regolit merupakan bahan tak padu (unconsolidated

material) yang berada di atas batuan induk (parent rock), yang terdiri dari lapisan-

lapisan (solum) A (akumulasi), lapisan E (eluviasi) dan lapisan B (iluviasi).

Lapisan akumulasi dan eluviasi disebut sebagai epipedon. Lapisan epipedon

sering disebut sebagai lapisan permukaan atau lapisan bajak (lapisan olah).

Sedangkan lapisan eluviasi disebut sebagai lapisan bawah permukaan atau lapisan

bawah (sub soil). Kedalaman regolit dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah.

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

25

Semakin dalam regolit yang mengandung liat (clay) maka semakin berpeluang

sebagai penyebab terjadinya longsor tanah (Noor, 2006).

Menurut Sukresno (2006) tanah sebagai material yang bergerak dalam kejadian

gerakan massa, memiliki sifat yang beragam. Secara umum, sifat tanah utama

yang berperan pada gerakan tanah adalah ketebalan solum, batas cair, dan

kekuatan geser. Tanah yang solumnya tebal, batas cair dan kekuatan geser yang

kecil berpotensi untuk mengalami gerakan tanah. Kejadian gerakan massa tanah

memerlukan adanya pemicu dari faktor lain yaitu curah hujan, kemiringan lereng,

dan penggunaan lahan. Lereng dengan tumpukan tanah yang lebih tebal relatif

lebih rentan terhadap gerakan tanah. Air hujan/air permukaan yang meresap ke

dalam tanah dapat meningkatkan penjenuhan sehingga terjadi tekanan air yang

merenggangkan ikatan butir-butir tanah. Apabila didukung oleh interaksi dengan

kemiringan lereng dan parameter lainnya mengakibatkan massa tanah terangkut

oleh aliran air dalam lereng.

E. Faktor-Faktor Manajemen Penyebab Longsor

Menurut Paimin, dkk., (2009), faktor manajemen yang menyebabkan terjadinya

longsor terdiri dari: (1) penggunaan lahan, (2) infrastruktur, dan (3) kepadatan

pemukiman. Penggunan lahan yang tidak kondusif terhadap pencegahan longsor

merupakan faktor penyebab terjadinya bencana longsor. Bencana longsor yang

terjadi di lahan pertanian penduduk berada pada ketinggian lebih rendah (kurang

dari 1.000 m dpl) dan dengan kemiringan lereng yang juga lebih landai dibanding-

kan dengan tanah longsor di kawasan hutan lindung. Secara prinsip tanah longsor

di lahan pertanian terjadi karena kelembaban tanah sangat tinggi pada tanah

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

26

latosol (kedalaman tanah sekitar 3 m) dengan kemiringan lereng relatif besar.

Dua kondisi rentan longsor ini diperparah dengan kenyataan bahwa pada lahan

pertanian ini tidak disertai tanaman keras (pohon) sehingga tidak ada mekanisme

pengikatan agregat tanah oleh sistem perakaran pohon (Asdak, 2003 dalam

Subhan, 2008).

Menurut Sukresno (2006), sawah dan kolam-kolam berpotensi untuk meresapkan

air ke dalam lereng, sehingga tingkat kejenuhan dan tekanan hidrostatis dalam

lereng meningkat. Pohon yang berakar serabut dan tanaman pertanian yang

dibudidayakan dapat menggemburkan tanah, sehingga air dapat mudah meresap

ke dalam dan meningkatkan tekanan hidrostatis air dalam tanah. Pohon berakar

tunggang dapat sebagai penambah beban pada lereng miring yang memicu

terjadinya gerakan massa lereng, apabila lapisan tanahnya tebal, akar tidak

mengikat batuan dasar atau minimal pada horison C (regolit) tanah.

Vegetasi merupakan faktor yang penting dalam menjaga kemantapan lahan.

Hilangnya tumbuhan atau pohon-pohon di daerah pegunungan akan

mempengaruhi proses longsor. Akar tumbuhan berfungsi mengikat butir-butir

tanah sekaligus menjaga pori-pori tanah, sehingga infiltrasi air hujan berjalan

lancar (Naryanto, 2001 dalam Subhan, 2008). Menurut Hirnawan (1997 dalam

Subhan, 2008), vegetasi berpengaruh positif terhadap ketahanan massa tanah

melalui penstabilan agregat tanah, sehingga pada musim hujan penurunan kohesi

maupun sudut geser dalam diperkecil (penurunannya berkurang).

Menurut Sitorus (2006), vegetasai berpengaruh terhadap aliran permukaan, erosi,

dan longsor melalui (1) intersepsi hujan oleh tajuk vegetasi/tanaman, (2) Batang

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

27

mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kanopi mengurangi kekuatan

merusak butir hujan, (3) akar meningkatkan stabilitas struktur tanah dan

pergerakan tanah, (4) transpirasi mengakibatkan kandungan air tanah berkurang.

Keseluruhan hal ini dapat mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan longsor.

Menurut Paimin, dkk. (2009), adanya infrastruktur seperti jalan yang memotong

lereng atau lereng yang terpotong jalan dapat menyebabkan longsor tanah.

Sedangkan suatu wilayah berlereng yang dihuni penduduk, semakin padat

penduduk wilayah tersebut maka akan semakin tinggi kerawanan wilayah tersebut

terhadap longsor.

F. Identifikasi Kerawanan Tanah Longsor

Paimin, dkk. (2009) menerangkan proses identifikasi daerah rawan tanah longsor

melalui peta dan data yang tersedia, secara skematis seperti Diagram yang tertera

pada Gambar 4. Selanjutnya Paimin, dkk., (2009) menyatakan bahwa untuk

mengidentifikasi daerah yang rentan tanah longsor dapat menggunakan Formula

Kerentanan Tanah Longsor (KTL), sebagai berikut:

KTL =0,25(HHK)+0,15(LH)+0,1(G)+0,05(PS)+0,05(KTR)+0,20PL+0,15(I)+0,05(KP)

Keterangan: HHK = 3 hari hujan kumulatif; LH = lereng lahan; G = Geologi (batuan); PS

= keberadaan patahan/sesar/gawir; KTR = Kedalaman tanah regolit PL =

penggunaan lahan; I = Infrastruktur Jalan; KP = kepadatan penduduk

G. Wilayah Kota Bandar Lampung

1. Batas Administratif dan Jumlah Penduduk

Badan Pusat Statistika Kota Bandar Lampung (2014) dan Laman Kota Bandar

Lampung (2015), menyatakan secara geografis Kota Bandar Lampung terletak

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

28

Gambar 4. Diagram alir identifikasi kerawanan tanah longsor

Sumber: Paimin, dkk. (2009)

pada koordinat 5º20’– 5º30’ Lintang Selatan dan 105º28’– 105º37’ Bujur Timur

(Gambar 5), dengan batas wilayah sebagai berikut:

(1) di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Selatan;

(2) di sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung;

(3) di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten

Pesawaran;

(4) di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjungbintang, Kabupaten

Lampung Selatan.

Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri dari 20

kecamatan. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk tiap km2 secara rinci

disajikan pada Tabel 3.

Infrastruktur (Peta rupa bumi)

Daerah Rawan

Longsor

Kelas Lereng

Kepadatan Pemukiman, Data Penduduk

Regolit (Peta Tanah)

Hujan 3-Harian(maksimum)

Geologi dan Sesar

(Peta Geologi)

Penggunaan dan Penutupan

Lahan (Citra/Foto Satelit)

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

29

Wilayah Kota Bandar Lampung secara administrasi terbagi dalam 20 kecamatan,

dengan jumlah kelurahan sebanyak 126 kelurahan, total luas wilayah 197,2 km2,

jumlah penduduk 942.039 jiwa, serta kepadatan penduduk sebesar 4.777 jiwa per

km2. Letak Ibukota Kecamatan di Kota Bandar Lampung ketinggian antara 50 –

250 meter di atas pemukaan laut (dpl).

Gambar 5. Peta administratif wilayah kota Bandar Lampung

Sumber: Bappeda Kota Bandar Lampung (2013).

Tabel 3. Kecamatan, ibukota kecamatan, ketinggian dan luas wilayah, jumlah

penduduk, dan kepadatan penduduk di wilayah Kota Bandar Lampung.

No. Kecamatan Ibukota

Ketinggi-

an

(m dpl)

Jumlah

Kelura-

han

Luas

Wilayah

(km2)

Jumlah

Penduduk

(jiwa)

Kepadatan

Penduduk

(jiwa/km2)

1. Teluk Betung

Barat

Bakung 100 5 11,02 28.671 2.602

2. Teluk Betung

Timur

Sukamaju 50 6 14,83 40.070 2.702

3. Teluk Betung

Selatan

Gedong

Pakuon

50 6 3,79 37.864 9.991

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

30

Tabel 3 (Lanjutan).

No. Kecamatan Ibukota Ketinggi-

an

(m dpl)

Jumlah

Kelura-

han

Luas

Wilayah

(km2)

Jumlah

Penduduk

(jiwa)

Kepadatan

Penduduk

(jiwa/km2)

4. Bumi Waras Sukaraja 50 5 3,75 54.595 14.559

5. Panjang Karang

Maritim

50 8 15,75 71.495 4.539

6. Tanjungkarang

Timur

Kota Baru 100 5 2,03 35.703 17.588

7. Kedamaian Kedamaian 100 7 8,21 50.601 6.163

8. Teluk Betung

Utara

Kupang Kota 50 6 4,33 48.679 11.242

9. Tanjungkarang

Pusat

Palapa 100 7 4,05 49.189 12.145

10. Enggal Enggal 100 6 3,49 27.019 7.742

11. Tanjungkarang

Barat

Gedong Air 200 7 14,99 52.640 3.512

12. Kemiling Beringin Jaya 250 9 24,24 63.153 2.605

13. Langkapura Langkapura 200 5 6,12 32.657 5.336

14. Kedaton Kedaton 100 7 4,79 47.197 9.853

15. Rajabasa Rajabasa

Nunyai

100 7 13,53 46.210 3.415

16. Tanjung Senang Tanjung

Senang

100 5 10,63 44.042 4.143

17. Labuhan Ratu Kampung

Baru Raya

150 6 7,97 43.145 5.413

18. Sukarame Sukarame 100 6 14,75 54.765 3.713

19. Sukabumi Sukabumi 100 7 23,6 55.182 2.338

20. Way Halim Wah Halim

Permai

100 6 5,35 59.162 11.058

Jumlah

Rata-rata

- 126

-

197,22

-

942.039

-

4.777

Sumber: BPS Kota Bandar Lampung (2014).

2. Iklim

Menurut BPS Kota Bandar Lampung (2014), berdasarkan klasifikasi Schmidt dan

Fergusson (1951), iklim di Kota Bandar Lampung termasuk tipe A; sedangkan

menurut Zone Agroklimat Oldemann (1978), tergolong Zone D3, yang berarti

lembab sepanjang tahun. Curah hujan berkisar antara 2.257 – 2.454 mm/tahun.

Jumlah hari hujan 76 – 166 hari/tahun. Kelembaban udara berkisar 60 – 85%, dan

suhu udara 23 – 37°C. Kecepatan angin berkisar 2,78 – 3,80 knot dengan arah

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

31

dominan dari Barat (Nopember-Januari), Utara (Maret-Mei), Timur (Juni-

Agustus), dan Selatan (September-Oktober) (BPS Kota Bandar Lampung, 2014).

Parameter iklim yang sangat relevan untuk perencanaan wilayah perkotaan adalah

curah hujan maksimum, karena terkait langsung dengan kejadian banjir dan

desain sistem drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang tercatat di stasiun

klimatologi Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan Teluk Betung Utara), dan

Sukamaju Kubang (Kecamatan Panjang), curah hujan maksimum terjadi antara

bulan Desember sampai dengan April, dan dapat mencapai 185 mm/hari (Tabel 4)

(id.wikipedia.org, 2015).

Tabel 4. Data suhu dan presipitasi (curah hujan) di Kota Bandar Lampung

Bulan

Rataan

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Ju

n

Ju

l

Agt

Sep

Ok

t

Nov

Des

Tah

u-

nan

Tertinggi

°C

29 30 31 31 31 31 30 30 30 31 31 30 30

Terendah

°C

22 21 22 22 21 21 21 21 21 21 22 22 21

Presipitasi

mm

285 319 301 171 128 122 89 64 82 144 111 304 2119

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandar_Lampung (2015)

3. Topografi

Menurut Wikipedia.org (2015), topografi Kota Bandar Lampung sangat beragam,

mulai dari dataran pantai sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan

ketinggian permukaan antara 0 sampai 500 m daerah dengan topografi perbukitan

hinggga bergunung membentang dari arah Barat ke Timur dengan puncak

tertinggi pada Gunung Betung sebelah Barat dan Gunung Dibalau serta perbukitan

Batu Serampok disebelah Timur. Topografi tiap-tiap wilayah di Kota Bandar

Lampung adalah sebagai berikut:

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

32

• Wilayah pantai terdapat disekitar Teluk Betung dan Panjang dan pulau di

bagian Selatan.

• Wilayah landai/dataran terdapat disekitar Kedaton dan Sukarame di bagian

Utara.

• Wilayah perbukitan terdapat di sekitar Teluk Betung bagian Utara.

• Wilayah dataran tinggi dan sedikit bergunung terdapat disekitar Tanjung

Karang bagian Barat yaitu wilayah Gunung Betung, Sukadana Ham, dan

Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok di bagian Timur.

Berdasarkan data ketinggian tempat yang ada, Kecamatan Kedaton dan Rajabasa

merupakan wilayah yang tertinggi yaitu 700 m dpl dibandingkan dengan

kecamatan-kecamatan lainnya. Kecamatan Teluk Betung Selatan dan Kecamatan

Panjang terletak pada ketinggian 50 mdpl atau kecamatan dengan ketinggian

paling rendah/minimum (http://id.wikipedia.org, 2015).

Berdasarkan Peta Kemiringan Lahan yang diterbitkan oleh Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung (2013), luasan wilayah daratan

dengan kondisi kemiringan lereng, yaitu: (1) wilayah dengan kondisi datar

(kemiringan 0 – 5%) 7.137,00 ha (36,19%); (2) wilayah perbukitan (5 – 15%)

6.301,39 ha (31,95%), (3) perbukitan sedang (kemiringan 15 – 40%) 4.558,74 ha

(23,27%); dan (4) perbukitan terjal (kemiringan>40%) 1,694,77 ha (8,59%).

Wilayah-wilayah yang memiliki kemiringan lereng>40% (perbukitan terjal)

yaitu: (1) Kecamatan Bumi Waras 25 ha; Kecamatan Kemiling 757,50 ha; (3)

Kecamatan Panjang 98,44 ha; (4) Kecamatan Sukabumi 168,57 ha; (5) Kecamatan

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

33

Tanjung Karang Barat 107,07 ha; (6) Kecamatan Teluk Betung Barat 220,40 ha;

dan (7) Kecamatan Teluk Betung Timur 317,79 ha.

4. Geologi Wilayah Kota Bandar Lampung

Menurut Mangga dkk. (1994), peta geologi wilayah Kotamadya Bandar Lampung

masuk dalam Lembar Tanjungkarang. Secara fisiografi, Wilayah Kota Bandar

Lampung dengan satuan morfologi dataran rendah dan perbukitan bergelombang,

wilayah ini termasuk wilayah yang terletak dalam jalur iklim Indo-Australia,

bercirikan suhu yang umumnya tinggi, kelembaban dan curah hujan yang

berubah-ubah. Musim hujan berlangsung dari Oktober /November sampai

Maret/April dan musim kemarau dari Juni sampai September. Berdasarkan Peta

Geologi (Mangga,dkk., 1994), uraian geologi wilayah Kota Bandar Lampung

tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Uraian kode geologi wilayah Kota Bandar Lampung

No. Kode Umur Satuan Litologi

1. Pzgk Paleozoikum Kompleks

Gunung

Kasih

Runtunan sedimen malih dan batuan beku-malih

terdiri dari batuan kuarsit, pualam, dan gneis

sedikit migmatit. Jenis batuan kuarsit berwarna

putih kecoklatan sampai kemerahan, berbutir

sedang sampai kasar, tektur granoblastik jelas,

sedimen malih tak murni, kuarsa, feldspr, mika

serisit, mineral gelap umumnya terubah oksida

besi.

2. Pzgs Paleozoikum Kompleks

Gunung

Kasih

Runtunan sedimen malih dan batuan beku-malih

terdiri dari batuan sekis, pualam, dan gneis sedikit

migmatit. Jenis batuan sekis terdiri dari dua jenis

sekis, yaitu sekis kuarsa- mika grafit dan sekis

amfibol. Semula ditafsirkan sebagai sedimen

malih, kemudian sebagai batuan gunung api

malih. Warna tergantung minerologinya, sekis

mika didominasi biotit serisit dengan pengubah

grafit. Sekis basa hijau sampai hijau kehitaman,

didominasi oleh amfibol dan klorit.

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

34

Tabel 5. (Lanjutan).

No. Kode Umur Satuan Litologi

3. QTl Plio-

plistosen

Formasi

Lampung

Tufa riolit-dasit dan vulkanoklastika tufan.

Tufa berbatu apung, kelabu kekuningan sampai

putih kelabu, berbutir sedang sampai kasar,

terpilah buruk (poorly sorted), terutama terdiri

dari batu apung dan keratan batu apung. Tufa

putih sampai putih kecoklatan, riolitan,

setempat gunung api, relatif keras terkekarkan

(relatively hard and well joined). Batupasir

tufan, putih kusam kekuningan, berbutir halus-

sedang, terpilah buruk, membundar tanggung,

sebagian berbatu apung, agak lunak, sering

memperlihatkan struktur silang siur, umumnya

bersusun dasit.

4. Qhvp Plistosen

dan Holosen

Satuan

Gunung

Api Muda

Lava andesit-basal, breksi dan tufa. Lava,

kelabu kehitaman, afantik dan porfirtik dengan

fenokris plagioklas dan augit dalam massa dasar

kaca gunungapi dan/atau felspar mikrolit.

Terdapat sedikit olivin di dalam basal.

Breksi, kelabu kehitaman, terpilah buruk,

kepingan menyudut batuan gunung api

berukuran kerakal (volcanic pebble) sampai

bongkah.

Tufa, tufa batuan dan tufa kacuk. Tufa batuan,

kelabu kekuningan-kecoklatan, terutama terdiri

dari lava, kaca gunung api dan bahan karbonan

dalam massa dasar tufan. Tufa kacuk: putih

kusam sampai kelabu, terpilah buruk, kepingan

lava menyudut membundar tanggung, oksida

besi dan bahan karbonan dalam massa dasar tufa

pasiran.

5. Qa Holosen Aluvium Bongkahan, kerikil, pasir, lempung (lanau),

lumpur, dan liat.

6. Tmgr Miosen

Tengah

Batuan

Granit tak

Terpisahkan

Granit, merah dengan bintik hijau, abu-abu

kehijauan, porfirtik, retak-retak, terdiri dari

kuarsa, ortoklas, biotit dan hornblende.

7. Tpoc Paleosen-

Oligosen

awal

Formasi

Campang

Perselingan batuan liat, serpih, kalkarenit, tufa

dan breksi. Batuan liat, kelabu kehitaman, padat,

dan berlapis baik, tebal 5 – 10 cm, perlapisan

sejajar dan menggelombang.

Serpih, hitam-kelabu kecoklatan, padat dan

berlapis baik 5 – 10 cm, perlapisan internal.

Kalkarenit, kelabu kecoklatan, berlapis baik dan

terkekarkan, memperlihatkan struktur perlapisan

menggelombang internal dan perlapisan sejajar.

Kalsilutit, kelabu kehitaman berlapis baik tebal 2

– 15 cm, perlapisan sejajar.

Tufa, kehijauan-putih kemerahan, berbutir halus,

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

35

Tabel 5. (Lanjutan).

No. Kode Umur Satuan Litologi

padat dan stempat terkersikan. Batuan lempung, kelabu kehijauan, padat.

8. Tpot Paleosen – Oligosen Awal

Formasi Tarahan

Tufa dan breksi dikuasai oleh sisipan tufit. Tufa, ungu dan hijau muda, relatif pejal tetapi terkekarkan, dan khas terabak mengandung struktur mata ikan. Breksi, kelabu kekuningan kecoklatan, keras terpilah buruk, terdiri dari kepingan lava andesit menyudut, batuliat dan batu lempung (lanau). Setempat terkersikkan. Tufit, putih, berbutir sangat halus, padat dan berlapis baik tebal 5 – 10 cm.

Sumber: Mangga, dkk. (1994).

Peta Geologi Wilayah Kota Bandar Lampung tertera pada Gambar 6. Peta

tersebut berasal dari Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Bandung (Mangga,

dkk.,1994).

5. Hidrologi

Menurut http://id.Wikipedia.org (2015), dilihat secara hidrologi maka Kota

Bandar Lampung mempunyai 2 sungai besar yaitu Way Kuripan dan Way Kuala,

dan 23 sungai-sungai kecil. Semua sungai tersebut berada dalam wilayah Kota

Bandar Lampung dan bermuara di Teluk Lampung.

Dilihat dari akuifer yang dimilikinya, air tanah di Kota Bandar Lampung dapat

dibagi dalam beberapa bagian berdasarkan pourusitas dan permaebilitas yaitu:

• Akuifer dengan produktivitas sedang, berada di kawasan pesisir Kota Bandar

Lampung, yaitu di Kecamatan Panjang, Teluk Betung Selatan, dan Teluk

Betung Barat.

• Air tanah dengan akuifer produktif, berada di Kecamatan Kedaton dan

Tanjung Senang, bagian selatan Kecamatan Kemiling, bagian selatan Tanjung

Karang Barat, dan sebagian kecil wilayah Kecamatan Sukabumi.

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

36

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

37

• Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas, berada di bagian

utara Kecamatan Kemiling, bagian utara Tanjung Karang Barat, Tanjung

Karang Pusat, Teluk Betung Utara, dan sebagian kecil Kecamatan Tanjung

Karang Timur.

• Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas, berada di sebagian

besar Kecamatan Rajabasa dan Tanjung Karang Timur.

• Akuifer dengan produktivitas rendah, berada di bagian utara Kecamatan

Panjang, Tanjung Karang Timur, dan bagian barat Kecamatan Teluk Betung

Selatan.

• Air tanah langka, berada di Kecamatan Panjang.

Kondisi resapan air di Wilayah Kota Bandar Lampung tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi resapan air di wilayah Kota Bandar Lampung

Zona Kategori Serapan Wilayah

I Recharge Area Kemiling dan Teluk Betung Barat

II Area Penyangga Kecamatan Tanjung Karang Barat, Tanjung

Karang Timur, Panjang, Tanjung Karang

Pusat, Teluk Betung Utara, dan Teluk Betung

Selatan.

III Resapan Rendah Kedaton, Sukarame, Tanjung Karang Barat

IV Resapan Sedang Tanjung Karang Pusat, Sukabumi, Tanjung Karang Timur

V Resapan Tinggi Sukabumi dan Sukarame

VI Kawasan Dipengaruhi

Air Laut

Pesisir Teluk Lampung, Teluk Betung

Selatan, Panjang, Teluk Betung Barat

Sumber: Bappeda Kota Bandar Lampung (2013)

H. Mitigasi Longsor

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,

manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia,

kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana dan

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

38

fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan

penghidupan masyarakat (Ristanto, 2006, dalam Sukresno, 2006).

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007

menyatakan, bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan

gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan

karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa,

dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa (Menteri Hukum dan Hak Azasi

Manusia, 2007.)

Mitigasi bencana adalah tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mereduksi,

mengurangi, dan meredakan dampak bencana; yang dilakukan sebelum, saat dan

pascabencana; bersifat sangat komplek; dan dapat berupa kegiatan non fisik dan

kegiatan fisik (Ashari, 2006). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2007 (Menteri Hukum dan HAM, 2007) tentang

Penanggulangan Bencana, pada Pasal 47, Ayat (1) menyebutkan: mitigasi

dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada

kawasan rawan bencana. Pada Ayat (2), Kegiatan mitigasi dilakukan melalui:

a. pelaksanaan penataan ruang;

b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan

c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara

konvensional maupun moderen.

Menurut Harjadi, dkk., (2007), mitigasi adalah serangkaian upaya untuk

mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran

dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

39

Selanjutnya menurut Somantri (2008), mitigasi bencana longsor adalah suatu

usaha memperkecil jatuhnya korban manusia dan atau kerugian harta benda akibat

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan oleh

keduanya yang mengakibatkan korban, penderitaan manusia, kerugian harta

benda, kerusakan sarana dan prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan

gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Menurut Somantri (2008), beberapa tindakan manusia yang dapat menyebabkan

longsor antara lain:

(1) Menebang pohon di lereng pegunungan;

(2) Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat

pemukiman;

(3) Mendirikan pemukiman di tebing yang terjal;

(4) Melakukan penggalian di bawah tebing yang terjal.

Menurut Somantri (2008), mitigasi bencana longsor bertujuan untuk

meminimumkan dampak bencana tersebut, salah satunya dengan kegiatan

peringatan dini (early warning). Mitigasi bencana meliputi sebelum, saat terjadi,

dan setelah bencana, sebagai berikut:

1. Sebelum bencana antara lain dengan peringatan dini (early warning system)

secara optimal dan terus menerus pada masyarakat secara:

a. Mendata daerah rawan longsor berdasarkan tingkat kerentanannya;

b. Memberi tanda khusus pada daerah rawan longsor;

c. Memanfaatkan peta-peta kajian tanah longsor;

d. Pemukiman sebaiknya menjauhi tebing;

e. Melakukan reboisasi pada hutan yang pada saat ini dalam keadaan

gundul, menanam pohon-pohon penyangga, melakukan penghijauan pada

lahan terbuka;

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

40

f. Membuat terasering atau sengkedan pada lahan yang memiliki

kemiringan yang relatif curam;

g. Membatasi lahan untuk pertanian;

h. Membuat saluran pembuangan air menurut kontur tanah;

i. Menggunakan teknik penanaman dengan sistem kontur tanah;

j. Waspada gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama di

musim hujan.

2. Saat bencana, berupaya menyelamatkan diri dan ke arah mana jalur evakuasi

yang harus diketahui oleh masyarakat.

3. Sesudah bencana antara lain, kegiatan pemulihan (recovery) dan masyarakat

harus dilibatkan, yaitu:

a. Penyelamatan korban secepatnya ke daerah yang lebih aman.

b. Penyelamatan harta benda yang mungkin masih bisa diselamatkan.

c. Menyiapkan tempat-tempat penampungan sementara atau tenda-tenda

darurat bagi para pengungsi.

d. Menyediakan dapur-dapur umum.

e. Menyediakan air bersih dan sarana kesehatan.

f. Memberikan dorongan semangat bagi para korban bencana agar korban

tersebut tidak frustrasi dan lain-lain.

g. Koordinasi secepatnya dengan aparat pengendali bencana.

Menurut Paimin, dkk. (2009) teknik peringatan dini dalam memitigasi longsor secara

umum dapat diketahui sebagai berikut (disesuaikan dengan jenis potensi tanah

longsor yang ada):

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

41

a. Adanya retakan-retakan tanah pada lahan (pertanian, hutan, kebun, pemukiman)

dan atau jalan yang cenderung semakin besar, dengan mudah bisa dilihat secara

visual.

b. Adanya penggelembungan/amblesan pada jalan aspal - terlihat secara visual.

c. Pemasangan penakar hujan di sekitar daerah rawan tanah longsor. Apabila curah

hujan kumulatif secara berurutan selama 2 hari melebihi 200 mm sedangkan hari

ke-3 masih nampak terlihat akan terjadi hujan maka masyarakat harus waspada.

d. Adanya rembesan air pada kaki lereng, tebing jalan, tebing halaman rumah

(sebelumnya belum pernah terjadi rembesan) atau aliran rembesannya (debit)

lebih besar dari sebelumnya.

e. Adanya pohon yang posisinya condong kearah bawah bukit.

f. Adanya perubahan penutupan lahan (dari hutan ke non-hutan) pada lahan

berlereng curam dan kedalaman lapisan tanah sedang.

g. Adanya pemotongan tebing untuk jalan dan atau perumahan pada lahan

berlereng curam dan lapisan tanah dalam.

Menurut Harjadi, dkk. (2007), upaya mitigasi dan pengurangan bencana dengan

cara:

1. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan

fasilitas utama lainnya.

2. Mengurangi tingkat keterjalan lereng.

3. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan

maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,

menghindari air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam lereng ke

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

42

luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau

meresapkan air ke dalam tanah).

4. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.

5. Terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras‐teras dijaga

jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam tanah), karena air yang

meresap ke dalam tanah dapat menjenuhi regolit dan dapat memicu longsor.

6. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak

tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari

40 derajat atau sekitar 80 % sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta

diselingi dengan tanaman-tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian

dasar ditanam rumput).

7. Sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman

tersebut harus secara teratur dipangkas ranting‐rantingnya/ cabang-cabangnya

atau dipanen.

8. Khusus untuk aliran butir dapat diarahkan dengan pembuatan saluran.

9. Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa

bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.

10. Pengenalan daerah yang rawan longsor.

11. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya

rekahan- rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).

12. Hindarkan pembangunan di daerah yang rawan longsor.

13. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat.

14. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.

15. Stabilisasi lereng dengan pembuatan terase dan penghijauan.

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

43

16. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).

17. Penutupan rekahan-rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk secara

cepat kedalam tanah.

18. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya

liquifaction.

19. Pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak seragam

(differential settlement).

20. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel.

21. Dalam beberapa kasus relokasi penduduk sangat disarankan.

I. Pengambilan Keputusan dalam Upaya Mitigasi Bahaya Longsor

Berdasarkan informasi faktor-faktor penyebab tanah longsor, maka diperlukan

upaya-upaya mitigasi sebagaimana diuraikan di atas (Paimin, dkk., 2009; Harjadi,

dkk., 2007). Kegiatan mitigasi ini merupakan upaya pengendalian faktor-faktor

penyebab dan penanganan bahaya longsor yang mungkin terjadi di wilayah rawan

longsor di Kota Bandar Lampung. Prosedur yang dapat dilakukan adalah dengan

merumuskan strategi dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan

dengan menggunakan metode analisis hierarki proses (AHP) dengan bantuan

perangkat lunak Expert Choice. Analisis ini digunakan untuk menentukan

prioritas strategi pengendalian tanah longsor di Wilayah Kota Bandar Lampung.

Analisis AHP dilakukan dengan cara memberikan nilai kemenarikan relatif

(Attractive Score) pada masing-masing faktor.

Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat digunakan untuk pengambilan keputusan

melalui pendekatan sistem, yang diharapkan dapat memahami kondisi sistem yang

Page 34: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

44

diprediksi, sehingga hasil keputusannya bisa menyelesaikan permasalahan yang

ada. Menurut Marimin (2004), prinsip kerja AHP dalam menyelesaikan

permasalahan dilakukan dengan beberapa tahapan, sebagai berikut:

1. Penyusunan hierarki permasalahan yang akan diselesaikan, diuraikan

menjadi unsur-unsur yaitu kriteria alternatif, kemudian disusun menjadi

struktur hierarki. Gambar diagram di bawah ini mempresentasikan keputusan

untuk mencari solusi.

Gambar 7. Contoh struktur hierarki dalam AHP

Sumber: Marimin (2004)

2. Penilaian kriteria dan alternatif. Kriteria dan alternatif dinilai melalui

perbandingan berpasangan. Nilai dan definisi kualitatif dari Skala

Perbandingan Saaty, tertera padaTabel 7.

3. Penentuan prioritas. Setiap kriteria dan alternatif perlu dilakukan

perbandingan berpasangan (pairwise comparative). Nilai-nilai perbandingan

relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh

alternatif.

4. Konsistensi logis dengan mengelompokkan dan diberikan peringkat secara

konsisten sesuai dengan kriteria logis.

Memilih

suatu solusi Tujuan (goal)

Kriteria 1 Kriteria ke-n Kriteria

Alternatif 1 Alternatif ke-n Alternatif

Kriteria 2

Alternatif 2

Page 35: II. TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16171/15/BAB II.pdf · 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana Geologi, Pergerakan Tanah, dan Longsor Proses-proses geologi

45

di mana : gX = rata-rata geometrik

n = jumlah responen

i

X = penilaian responden ke-i

fi = Jumlah responden yang memilih skor Xi

n

n

i

f

igiXX ∏

=

=

1

Tabel 7. Skala perbandingan Saaty

Nilai Skala Keterangan

1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria B

3 Kriteria/alternatif A sedikit lebih penting daripada B

5 Kriteria/alternatif A jelas lebih penting daripada B

7 Kriteria/alternatif A sangat lebih penting daripada B

9 Kriteria/alternatif A mutlak lebih penting daripada B

2, 4, 6, 8 Nilai di antara dua nilai

Sumber: Saaty, 1993 (dalam Marimin, 2004).

Selanjutnya menurut Marimin (2004), pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk

mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam penerapannya

penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner.

Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu

per satu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan

rata-rata geometrik, sebagai berikut: