ii tinjauan pustaka 2.1 beras (gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/ii_tinjauan_pustaka.pdf · beras...

20
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah) Beras berasal dari tanaman padi. Padi adalah salah satu tanaman penting dalam kehidupan manusia. Padi yang menguning dan siap untuk dipanen akan menghasilkan gabah. Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3% lembaga. Secara umum biji-bijian serealia terdiri dari tiga bagian besar yaitu kulit biji, butir biji (endosperm) dan lembaga (embrio). Kulit biji padi disebut sekam, sedangkan butir biji dan embrio dinamakan butir beras (Muchtadi, 1992). Pada Gambar 1 berikut ini ditunjukkan bagian penyusun struktur gabah. Sumber : wikipedia.org Gambar 2.1 Struktur Biji Gabah Menurut Haryadi (2008), sekam terdiri dari dua bentuk daun yaituu sekam kelopak, sekam mahkota (palea, lemma steril, rokila, dan bulu). Sekam tersusun terutama dari jaringan serat-serat selulosa dan mengandung banyak silika. Antosianin merupakan pigmen merah yang terkandung pada perikarp dan tegmen (lapisan kulit) beras, atau dijumpai pula pada setiap bagian gabah (Chang and Bardenas, 1965). Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar besar didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati pada beras tersusun atas amilosa (struktur tidak bercabang) dan amilopektin (struktur bercabang). Perbandingan komposisi kedua golongan pati tersebut akan berpengaruh pada sifat fisik beras seperti warna dan tekstur (sifat lengket). Beras memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi yaitu kisaran 20%. Hal tersebutlah yang menjadikan beras tidak terlalu lengket dan dapat terpisah antar bulirnya ketika telah menjadi nasi. Berbeda

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras (Gabah)

Beras berasal dari tanaman padi. Padi adalah salah satu tanaman

penting dalam kehidupan manusia. Padi yang menguning dan siap untuk

dipanen akan menghasilkan gabah. Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar

(sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3% lembaga.

Secara umum biji-bijian serealia terdiri dari tiga bagian besar yaitu kulit biji, butir

biji (endosperm) dan lembaga (embrio). Kulit biji padi disebut sekam, sedangkan

butir biji dan embrio dinamakan butir beras (Muchtadi, 1992). Pada Gambar 1

berikut ini ditunjukkan bagian penyusun struktur gabah.

Sumber : wikipedia.org

Gambar 2.1 Struktur Biji Gabah

Menurut Haryadi (2008), sekam terdiri dari dua bentuk daun yaituu sekam

kelopak, sekam mahkota (palea, lemma steril, rokila, dan bulu). Sekam tersusun

terutama dari jaringan serat-serat selulosa dan mengandung banyak silika.

Antosianin merupakan pigmen merah yang terkandung pada perikarp dan

tegmen (lapisan kulit) beras, atau dijumpai pula pada setiap bagian gabah

(Chang and Bardenas, 1965).

Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar besar didominasi oleh

pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada

bagian aleuron), mineral, dan air. Pati pada beras tersusun atas amilosa (struktur

tidak bercabang) dan amilopektin (struktur bercabang). Perbandingan komposisi

kedua golongan pati tersebut akan berpengaruh pada sifat fisik beras seperti

warna dan tekstur (sifat lengket). Beras memiliki kandungan amilosa yang cukup

tinggi yaitu kisaran 20%. Hal tersebutlah yang menjadikan beras tidak terlalu

lengket dan dapat terpisah antar bulirnya ketika telah menjadi nasi. Berbeda

Page 2: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

dengan ketan yang tinggi amilopektin, teksturnya akan sangat lengket dan sukar

berpencar satu sama lain.

2.1.1 Beras Giling (Milled Rice)

Beras giling (Milled Rice) adalah proses pengelupasan lapisan kulit ari

sehingga didapat biji beras yang putih bersih. Biji beras yang putih bersih ini

sebagian besar terdiri dari pati. Proses penyosohan beras pecah kulit

menghasilkan beras giling, dedak dan bekatul. Sebagian protein, lemak, vitamin,

dan mineral akan terbawa dedak, sehingga kadar komponen-komponen tersebut

dalam beras giling menurun (Anonimous, 2008).

Beras giling berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki

sedikit aleuron dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%. Beras ini

mendominasi pasar beras. Beras putih diperoleh dari hasil penggilingan karena

telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak padi

sekitar 5-7% dari berat beras pecah kulit. Makin tinggi derajat penyosohan

dilakukan makin putih warna beras giling yang dihasilkan, namun makin miskin

zat-zat gizi (Anonimous, 2008)

2.1.2 Beras Pecah Kulit (Brown Rice)

Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun

tidak dipoles menjadi beras putih. Beras pecah kulit dan beras putih memiliki

kandungan kalori, karbohidrat, protein, dan lemak yang hampir sama. Yang

membedakan dari keduanya adalah lapisan aleuron beras akan hilang pada saat

pemolesan beras giling. Bersamaan dengan hilangnya lapisan terluar beras,

beberapa vitamin B1, B3, dan zat besi juga ikut hilang. Beras pecah kulit (Brown

Rice) hanya membuang lapisan terluar (gabah), sehingga kandungan zat gizi

yang kayak pada kulit ari-nya (kulit terluar beras) masih utuh. Namun, lapisan

dedak atau aleuron yang tinggi akan menurunkan daya simpan beras (Tarigan

dan Kusbiantoro, 2011).

2.1.3 Beras Pratanak (Parboiled Rice)

Beras adalah butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang

menjadi dedak kasar (Sediotama, 1989). Sementara beras pratanak adalah

beras yang dihasilkan dari gabah yang telah mengalami penanakan parsial

(Widowati et al., 2009). Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari

kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen

yang dihasilkan. Kelebihan lain dari proses pratanak menurut Hasbullah (2011)

Page 3: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

berarti juga melakukan proses sterilisasi gabah setelah dipanen, yang

mungkin mengandung kotoran dan telur serangga yang adai di dalamnya.

Proses pratanak akan melekatkan komponen nutrisi yang terdapat pada

lapisan aleuron atau lapisan bekatul maupun sekam, oleh karena itu komponen

nutrisi yang biasanya terbuang saat proses penggilingan masih dapat

dipertahankan sehingga nilai gizinya meningkat (Garibaldi, 1974). Melekatnya

komponen aleuron inilah yang menyebabkan beras pratanak berwarna coklat.

Gambar 2.2 Beras Pratanak

Beras pratanak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes

melitus, usia 40 tahun ke atas, atau bagi mereka yang ingin melakukan diet agar

terhindar dari kelebihan berat badan (obesitas). Indeks glikemik yang rendah

dapat mengendalikan kadar glukosa darah, sedangkan serat pangan yang tinggi

akan memperlambat laju pengosongan lambung (Widowati et al., 2009).

Sebelumnya, proses pratanak dilakukan untuk mendapatkan kondisi

gabah yang lebih mudah dikupas sekamnya. Sedangkan perubahan sifat lainnya

pada hasil akhir seperti kandungan nutrisi dan rendemen beras belum begitu

diperhatikan. Setelah penggilingan secara mekanis dikembangkan, maka proses

pratanak ini mulai berkembang pesat dalam aspek ekonomi, nutrisi dan

efisiensinya dalam memodifikasi hasil akhir beras (Tjiptadi dan Nasution 1985).

Studi pratanak dimulai ketika adanya isu-isu dari dunia kesehatan, bahwa

orang yang mengkonsumsi nasi dari beras pratanak terhindar dari penyakit beri-

beri. Penyakit tersebut disebabkan oleh kekurangan vitamin B1 atau thiamine

(Tjiptadi dan Nasution 1985). Selain itu, para penderita diabetes melitus (DM)

sering kali menahan diri untuk tidak mengkonsumsi nasi karena beras dianggap

mempunyai kandungan IG yang tinggi. Namun dengan adanya beras pratanak

ini penderita DM dapat mengkonsumsi nasi sebab beras pratanak juga disinyalir

memiliki nilai indeks glikemik (IG) yang rendah.

Kandungan gizi beras pratanak mencapai 80% mirip dengan beras tanpa

sosoh (brown rice). Menurut Widowati et al.,( 2008) keunggulan dari proses

pratanak pada beras adalah sebagai berikut :

Sumber : wikipedia.org

Page 4: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

1. Meningkatnya mutu giling

Proses pratanak dapat meningkatkan rendemen giling sebanyak 2-7%. Hal

ini disebabkan oleh proses pratanak yang menggunakan panas

mengakibatkan mengerasnya aleuron dan menempel pada beras sehinggan

bekatul dan nutrisi yang terbuang lebih sedikit jika dibandingkan beras giling

biasa.

2. Peningkatan nilai gizi

Peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi

dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrisi lainnya dalam

endosperma. Beras pratanak memiliki kandungan vitamin B dan mineral

(terutama Na, K, Ca, Mg) yang lebih tinggi dibandingkan beras giling biasa.

3. Sifat fungsional

Sifat fungsional beras terutama dapat dilihat dari kandungan serat pangan,

daya cerna pati, dan indeks glikemiknya. Proses pratanak dapat

meningkatkan kandungan serat pangan total antara 50–80%, sedangkan

daya cerna pati in vitromenurun 35–50% dan indeks glikemik menurun 16-

32%.

Salah satu keunggulan lain dari beras pratanak adalah adanya Pati

Resisten (Resistant Starch). Pati Resisten (RS) adalah pati yang tidak dapat

dicerna oleh sistem pencernaan (Englyst et.al,1982). Pati resisten memiliki sifat

seperti halnya serat makanan, sebagian serat bersifat tidak larut dan sebagian

lagi merupakan serat yang larut (Asp 1983).

Beberapa jenis pati resisten diklasifikasikan berdasarkan modifikasi pati

yang dilakukan. Jenis-jenis RS adalah RS1, RS2, RS3, dan RS4. RS1

merupakan pati secara fisik dapat diperoleh secara langsung, seperti pada biji-

bijian atau leguminosa dan biji yang tidak diproses. RS2 secara alami didapatkan

pada granula seperti kentang yang belum dimasak dan tepung pisang yang

mengandung amilosa tinggi. RS3 terbentuk karena proses pengolahan kemudian

dilanjutkan proses pendinginan seperti pada emping jagung, kentang rbus

didinginkan dan retrogradasi amilosa. Sementara RS4 dihasilkan dari hasil

modifikasi kimia pati (Englyst et.al,1982).

Pada beras pratanak, pati resisten yang ada merupakan golang RS3

dikarenakan selain amilosa yang tinggi pada varietas beras IR64, pada beras ini

juga dilakukan proses pengolahan yang dilanjutkan dengan proses pendinginan.

Pati pada beras pratanak akan tergelatinisasi selama proses pemanasan,

Page 5: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

kemudian mengalami retrogradasi pada saat pendinginan. Ketika proses

gelatinisasi berlangsung, molekul alpha-amilosa akan keluar dari granula pati

dan berdifusi kedalam cairan yang berada disekitar pati (Hermansson, A.M. dan

Svegmark K, 1996). Ketika pati terhidrasi penuh maka viskositas pati akan

berada pada tingkat maksimum. Beras pratanak akan berwarna bening atau

tembus cahaya ketika seluruh patinya tergelatinisasi sempurna (Eliasson, 1986).

Proses pendinginan akan mengakibatkan pati teretrogradasi dimana

molekul amilosa akan kembali bergabung dengan satu sama lain dan

membentuk striktur padat. Hal tersebutlah yang meningkatkan peningkatan pati

resisten tipe RS3 dan dapat bertindak sebagai prebiotik yang dapat

menguntungkan kesehatan usus pada manusia (Helbig et.al, 2008)

Walaupun beras pratanak memiliki kandungan gizi lebih baik

dibandingkan dengan beras giling biasa, beras pratanak juga memiliki

kelemahan diantaranya penampakan fisik yang kurang disukai. Selain itu, beras

pratanak memiliki kekurangan yakni rasanya yang kurang enak dan tekstur nasi

yang keras sehingga diperlukan pemanfaatan agar beras pratanak tetap diterima

konsumen (Araullo, 1976).

2.2 Beras varietas IR 64

Pada penelitian ini digunakan beras varietas IR 64 dimana beras ini

memiliki kadar amilosa sedang yakni 24,59 (Widowati et al., 2009). Beras giling

dari varietas beramilosa rendah cenderung memiliki IG tinggi, dan sebaliknya

beras dari varietas beramilosa tinggi pada umumnya mempunyai IG rendah.

Namun, mayoritas masyarakat indonesia lebih menyukai nasi yang pulen

(amilosa rendah).

Mayoritas masyarakat Indonesia menyukai nasi yang pulen (beras

beramilosa rendah). Nasi pulen dengan IG tinggi tidak dianjurkan dalam

manajemen diet bagi diabetesi karena bersifat hiperglikemik. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut diperlukan teknologi pengolahan beras yang dapat

menghasilkan beras pulen ber-IG rendah. Menurut Foster-Powell et al., (2002),

beras pratanak (pratanak rice) mempunyai IG yang lebih rendah

dibandingkan dengan beras giling biasa. Kandungan kimia dari beras IR 64

dapat dilihat pada Tabe 2.1

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Beras IR 64

No Kandungan Satuan Jumlah

Page 6: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

1 Kadar air % 11,66

2 Kadar abu % 0,69

3 Kadar lemak % 0,58

4 Kadar protein % 10,85

5 Amilosa % 24,59

6 Karbohidrat % 88,81

7 Serat larut % 2,18

8 Serat tidak larut % 4,64

Sumber : Widowati et.al 2008

2.3 Biskuit

Biskuit adalah kue manis kecil-kecil, berukuran tipis dan berkadar air

relatif rendah. Menurut Standar Industri Indonesia (SII) biskuit adalah sejenis

makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan

lain melalui proses pemanasan dan pencetakan (Astuty, 1991 dalam Susanto,

1997).

Biskuit merupakan jenis produk dengan ciri spesifik yang dipanggang

dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai tekstur atau konsistensi yang

kering, renyah atau struktur pori yang lebih rapat. Karakteristik yang penting dari

biskuit adalah mempunyai umur simpan yang lebih lama daripada produk

panggang lain seperti cake atau roti.

Biskuit dibuat dalam bermacam-macam jenis, terutama dibedakan atas

keseimbangan yang ada antara bahan utama tepung, gula, lemak dan telur.

Kemudian juga bahan tambahan seperti coklat, buah-buahan dan rempah yang

memiliki pengaruh terhadap cita rasa (Desrosier, 1988).

Menurut Wallington (1993), sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh

jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan

tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran (misal ukuran kristal), metode

pencampuran (batch, kontinyu, kriming, pencampuran satu tahap), penanganan

adonan dan metode pemanggangan.

Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari

warna, aroma, cita rasa dan kerenyahannya. Kenyerahan merupakan

karakteristik mutu yang sangat penting untuk diterimanya produk kering.

Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk

gluten tepung yang digunakan (Matz, 1992).

Page 7: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

Tabel 2.2. Syarat Mutu Biskuit

Kandungan Jumlah

Kalori (kkal) Min 400

Air (%) 5

Karbohidrat (%) Min 70

Protein (%) 9

Lemak (%) 9,5

Serat Kasar (%) Maks 0.5

Abu (%) Maks 1.5

Bau, warna, dan rasa Normal, Tidak Tengik

Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (1994)

Biskuit memiliki kadar air yag rendah dengan tingkat kekerasan,

kerapuhan, dan kerenyahan yang bervariasi. Perbedaan kadar air yang terdapat

pada biskuit akan memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Tekstur pada

biskuit dikatakan rapuh bila dapat dipatahkan dengan mudah tanpa didahului

adanya perubahan bentuk saat diberikan tekanan (Faridi, 1994).

Mutu biskuit ditentukan oleh nilai gizi, rasa, warna, dan kerenyahan.

Kerenyahan memegang faktor dominan yang dipengaruhi oleh mikrostruktur,

disperse lemak yang merata sehingga dapat meratakan komponen-komponen

dari adonan serta kadar gluten yang digunakan (Matz, 1992).

Menurut Robinson (1993), kerenyahan merupakan salah satu karakteristik

yang penting pada produk makanan ringan. Konsumen akan menolak produk

makanan ringan yang tidak renyah. Tingkat kerenyahan produk makanan ringan

ditentukan oleh kandungan air pada produk tersebut, dalam hal ini air akan

mempengaruhi pembentukan tekstur dari produk dengan cara melapisi dan

melembutkan matrik antara pati dan protein yang terbentuk sehingga produk

tidak keras.

2.4 Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit

2.4.1 Tapioka

Tapioka terbuat dari ubi kayu segar (Manihot esculenta CRANTZ) setelah

melalui cara pengolahan yang meliputi pengupasan, penghancuran, ekstraksi,

penyaringan dan pengeringan. Tapioka adalah granula-granula pati yang

terdapat didalam sel murni ketela pohon yang telah dipisahkan dari komponen-

komponen lain. Tapioka mengandung 85-87% pati dengan sifat mudah

mengambang dalam air panas. Penggunaannya dalam industri pangan cukup

Page 8: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

luas, baik sebagai sumber karbohidrat maupun sumber pengental (Winarno,

1992).

Menurut Pomeranz (1980) pati digunakan pada makanan untuk 6 tujuan,

yaitu: sebagai bahan pengental, untuk menahan air atau kelembapan, sebagai

bahan pengikat, sebagai bahan pembentuk pasta, sebagai bahan penyelubung

atau lapisan, dan untuk menstabilkan koloid. Komposisi tepung tapioka terdapat

pada Tabel 2.

Tabel 2.3 Kandungan Unsur Gizi Pada Pati Tapioka / 100 g Bahan

Kandungan Unsur Gizi Kadar

Energi (kal) 362,00

Protein (g) 0,50

Lemak (g) 0,30

Karbohidrat (g) 86,90

Air (g) 12,00

Sumber: Suprapti (2009)

Pemanfaatan tapioka dalam pembuatan biskuit didasarkan atas

kemampuan daya kembangnya yang tinggi dibandingkan dengan tepung lainnya.

Tapioka mengandung amilosa 17% dan amilopektin 83% (Williams, 1997). Kadar

amilosa dan amilopektin yang cukup tinggi menyebabkan proses penyerapan air

selama pemasakan juga semakin tinggi. Berdasarkan besar kecilnya air yang

diserap dalam granula pati akan menentukan daya kembang saat pemasakan.

Semakin tinggi air yang terikat dalam granula pati, semakin besar pula daya

kembang yang dihasilkan (Jones and Amos, 1983).

Spesifikasi tapioka menurut Considene (1982) meliputi warna putih

berkilau, bebas pengotor, mengandung mikroba rendah, menghasilkan pasta

yang bening setelah dimasak, membentuk gel yang tidak terasa dan viskositas

tinggi. Menurut Tjokrodikoesoemo (1986), tapioka memiliki sifat-sifat yang mirip

dengan golongan ketan (waxy rice).

Menurut Tjokroadikoesomo (1986), ada beberapa hal yang sangat disukai

oleh para ahli pengolahan pangan mengenai tepung tapioka, yaitu:

Pada suhu normal pasta dari amilopektin tidak mudah menggumpal dan

menjadi keras

Pada suhu yang lebih rendah pasta tidak mudah menjadi kental dan menjadi

pecah (retak) dibandingkan dengan tepung biasa.

Memiliki daya pemekat yang tinggi karena kemampuannya untuk mudah

pekat maka pemakaian pati dapat dihemat.

Page 9: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

Suhu gelatinisasi lebih rendah, sehingga menghemat pemakaian energi.

Pemakaian tepung tapioka dalam industri cukup luas, baik sebagai

sumber karbohidrat maupun sebagai penstabil, hal tersebut didasarkan atas

kemampuan daya kembangnya yang tinggi dibanding jenis tepung lainya (Jones

and Amos, 1983). Persyaratan mutu tepung tapioka menurut SNI dapat dilihat di

Tabel 3.

Tabel 2.4. Persyaratan Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 01-3451-1994

No Jenis Uji Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III

1.

2.

3.

4.

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Serat dan benda asing (%)

Kekentalan

15

0,60

0,60

3 – 4

15

0,60

0,60

2,5 – 3

15

0,60

0,60

< 2,5

Sumber : SNI (1994)

2.4.2 Kuning Telur

Telur mengandung beberapa protein dan menghasilkan karakter

fungsional pada cookies dan crackers. Seperti kandungan globulin pada telur,

menghasilkan aerasi yang cukup bagus. Juga ovomucin sebagai foaming agen.

Lemak pada kuning telur terdiri dari fosfolipid yang berfungsi sebagai agen

pengemulsi dan pengaerasi. Kuning telur juga terdiri dari dua lipoprotein yang

dibutuhkan untuk memperbaiki kenampakan (Faridi, 1994). Kuning telur terdiri

dari 30% dari berat telur dengan kandungan lemak 33% dari keseluruhan kuning

telur dan terdiri dari 41% trigliserida, 18,5% fosfolipids dan 3,5% kolesterol (Idris,

1992). Kandungan zat gizi telur per 100 gram dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 2.5. Kandungan Zat Gizi Telur per 100 g Bahan yang Dapat Dimakan

Page 10: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

Jenis Zat Kuning Telur Putih Telur Telur

Bahan yang dapat dimakan 100,0 100,0 90,0

Energi (kal) 355,0 46,0 158,0

Energi (KJ) 1501,0 197,0 667,0

Air (g) 49,4 87,8 74,0

Protein (g) 16,3 10,8 12,8

Lemak (g) 31,9 0 11,5

Karbohidrat (g) 0,7 0,8 0,7

Mineral (g) 1,7 0,6 1,0

Kalsium (mg) 147,0 6,0 54,0

Fosfor (mg) 586,0 17,0 180,0

Besi (mg) 7,2 0,2 2,7

Vitamin A (retinol) (mcg) 600,0 0 270,0

Vitamin B (tiamin) (mcg) 0,27 0,01 0,10

Vitamin C (asam askorbat) (mg) 0 0 0

sumber : Nio (1992)

Penambahan kuning telur dalam pembuatan biskuit berfungsi untuk

memperbesar volume, memperbaiki tekstur, menambah protein yang dapat

memperbaiki kualitas pada biskuit (Sultan, 1992). Menurut Hui (1992), telur

berfungsi sebagai pembentuk struktur, pengembang, pengemulsi dan pelumas.

Putih telur merupakan pembentuk struktur dan berfungsi sebagai pengembang

sedangkan kuning telur lebih efektif sebagai pengemulsi dan pelumas. Bennion

(1980) menambahkan bahwa putih telur membuat adonan menjadi lebih kompak

bila ditambahkan secukupnya, sedangkan penggunaan kuning telur akan

menghasilkan biskuit yang lebih empuk daripada memakai seluruh telur. Hal ini

disebabkan lesitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi. Adanya zat

pengemulsi ini, penambahan telur dapat memperbaiki struktur, memperbesar

volume serta menambah kandungan protein.

Kuning telur mempunyai fungsi khusus yaitu sebagai koagulan,

pembentuk buih, pengemulsi dan sebagai nutrisi serta pemberi warna dan rasa

pada produk pangan. Kuning telur sebagai pengemulsi akan menurunkan

tegangan permukaan dan bahan aktif permukaan pada kuning telur akan

membentuk lapisan tipis (misel) yang mengelilingi partikel lemak dan partikel-

partikel tersebut bersatu kembali. Komponen-komponen pengemulsi kuning telur

adalah lesitin, kolesterol, dan protein (Stadellmen and Cotteril, 1977). Sedangkan

Winarno (1995) menyatakan bahwa kuning telur merupakan pengemulsi yang

lebih baik daripada putih telur karena kandungan lesitin pada kuning telur

terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein. Lesitin memiliki bagian

Page 11: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

yang mengandung polar dalam air, karena itu lesitin dapat digunakan sebagai

emulsifier.

Lesitin memiliki struktur yang hamper sama dengan struktur lemak tetapi

mengandung fosfat dan memiliki gugus polar dan non polar (Winarno, 1980).

Gugus polar pada ester fosfatnya bersifat hidrofilik cenderung larut dalam air,

gugus non polar dalam ester asam-asam lemaknya atau bersifat lipofilik

cenderung larut dalam lemak. Kedua gugus pada lesitin ini akan menyebabkan

terbentuknya lapisan baru antara lemak (minyak) dan air sehingga tegangan

permukaan kedua cairan menurun (Bennion, 1980).

Menurut Paul dan Palmer (1972), kuning telur sebagai emulsifier alami

dengan disperse fase lemak merupakan bahan pengemulsi yang efisien.

Lesitoprotein dan lipoprotein yang mengandung lemak-fosfor-lesitin, merupakan

bahan yang mempengaruhi daya pengemulsi dari kuning telur. Kuning telur

sebagai emulsifier akan membentuk 3 bagian utama yaitu

a. bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri

dari lemak,

b. media pendispersi

c. emulsifier yang berfungsi menjaga agar butiran minyak tetap trdispersi

didalam air (Winarno, 1995).

2.4.3 Gula

Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan,

karena gula didalam tubuh sebagai sumber kalori. Disamping sebagai bahan

makanan gula digunakan pula sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku

alkohol dan pencampur obat-obatan. Gula merupakan senyawa kimia termasuk

karbohidrat yang memiliki rasa manis dan larut dalam air. Gula dalam pembuatan

biskuit memiliki pengaruh yang sangat nyata pada pembentukan tekstur dan

kenampakan produk akhir serta rasa. Gula juga berfungsi mengendalikan tingkat

pengembangan produk selama proses pemanggangan (baking) (Hui, 1992)

Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah gula halus agar

mudah larut dan hancur dalam adonan. Gula harus benar-benar kering dan tidak

menggumpal. Gula yang tidak kering akan mempengaruhi adonan karena

adonan akan menggumpal, sedangkan adonan yang menggumpal tidak bisa

bercampur rata dengan bahan lainnya sehingga rasanya tidak merata dan

kemungkinan besar hasil pembakaran tidak merata. Pemakaian kadar gula yang

Page 12: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

tinggi apabila tidak diimbangi dengan kadar lemak yang dengan komposisi tepat

akan menghasilkan biskuit keras (Aliem, 1995).

2.4.4 Margarin

Margarin merupakan komponen yang penting dalam pembuatan biskuit.

Tidak seperti tepung dan telur yang bersifat membentuk dan memperkuat

struktur, margarin berfungsi sebagai shortening atau pengempuk. Ketika adonan

dipanggang dalam oven, shortening akan meleleh dan melepaskan CO2 yang

telah berkontribusi dengan baking powder. Shortening yang meleleh kemudian

tersimpan disekeliling dinding sel struktur untuk berkontribusi dalam

pengempukan dan tekstur berminyak. Struktur sel dan volume kue dipengaruhi

oleh jumlah dan ukuran gelembung udara dan tetesan air yang terjebak dalam

shortening. Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau,

konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hamper sama. Margarin merupakan emulsi

air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak.

Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau nabati (Winarno,

1997).

Lemak dalam margarin pada pembuatan biskuit berfungsi memperbaiki

tekstur, cita rasa serta keremahan biskuit (Desrosier, 1977). Di dalam pembuatan

biskuit, lemak tidak terlarut, tapi terabsorbsi pada permukaan partikel dan

permukaan gluten. Pada permukaan tersebut lemak membentuk lapisan film

yang membungkus dan memisahkan partikel gluten, sehingga membuat tekstur

biskuit menjadi renyah (Bennion, 1980).

2.4.5 Garam

Garam yang umum dipakai dalam susunan makanan sehari-hari atau

dalam pengolahan makanan ringan adalah garam dapur dengan nama kimia

Natrium Klorida (NaCl) (Winarno, 2004). Fungsi garam atau natrium klorida pada

bahan pangan secara umum adalah sebagai pembentuk rasa asin dan penguat

rasa disamping menekan respon rasa manis, asam, dan pahit. Larutan garam

pada konsentrasi rendah dapat memberikan sensasi manis. Hal ini kemungkinan

karena susunan molekul air yang mengelilingi ion natrium memicu respon manis

pada sel reseptor. Ukuran dan bentuk garam juga berpengaruh pada flavor.

Semakin cepat garam larut semakin cepat pula flavour asin dapat terdeteksi

(Wellington, 1993).

Page 13: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

Garam ditambahkan dengan kadar 1-2,5% dari berat tepung dan pada

umumnya lebih mendekati 1% daripada 2,5%. Beberapa tujuan penambahan

garam dalam pembuatan produk biskuit antara lain memberikan cita rasa produk,

memperkuat cita rasa bahan dan menghilangkan cita rasa hambar atau cita rasa

yang kurang dari bahan lain (Wellington, 1993).

2.4.6 Maizena

Maizena terbuat dari jagung yang telah mengalami tahap-tahap proses

pembersihan, perendaman dalam air 50ºC selama 30-36 jam, pemisahan

lembaga, pengembangan, penggilingan halus, penyaringan, sentrifugasi,

pencucian, dan pengeringan pati. Maizena mempunyai granula-granula yang

berbentuk polygon dan bulat. Diameter maizena berkisar antara 5025 mikron

(Winarno, 1980).

Maizena merupakan sumber kabohidrat yang biasa digunakan sebagai

bahan pembuat roti, kue kering, biskuit, makanan bayi, dan lain-lain. Tepung ini

jarang digunakan sebagai bahan utama pembuatan cake, namun seringkali

menjadi bahan pelengkap untuk mendapatkan tekstur sempurna. Dalam

pembuatan biskuit, maizena biasanya dipakai sebagai bahan pembantu untuk

merenyahkan biskuit. Sedangkan untuk pembuatan cake, maizena berfungsi

untuk membantu melembutkan cake. Pati jagung juga dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku untuk produksi High Fructose Corn Syrup (sirup jagung)

(Rambitan, 1988). Kandungan gizi maizena dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.6. Kandungan Zat Gizi Tepung Maizena per 100gr

Komposisi Kadar

Protein (%) 0.3

Lemak (%) 0

Karbohidrat (%) 85

Kalsium (%) 0.02

Fosfor (%) 0.03

Zat besi (%) 0.002

Sumber : Hapsari (2008)

2.5 Proses Pembuatan Biskuit

Umumnya pembuatan biskuit dimulai dengan pembentukan krim dari

gula, lemak dan telur. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan food

processor berkecepatan tinggi sampai mengambang. Setelah mengembang

ditambahkan secara perlahan-lahan bahan-bahan lain, dan tepung sehingga

Page 14: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

terbentuk adonan biskuit. Selama pembentukan adonan, waktu pencampuran

harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan dengan

pengembangan gluten yang diinginkan. Pengadukan yang berlebihan akan

menyebabkan kerusakan gluten sehingga biskuit retak saat dipanggang. Namun

sebaliknya, jika pengadukan kurang lama maka adonan akan sedikit menyerap

air sehingga membuat adonan kurang elastis dan mudah patah (Sunaryo, 1985).

Ada dua metode dasar pencampuran biskuit, yaitu metode krim (creaming

method) dan metode all in. Pada metode krim bahan-bahan tidak dicampur

secara langsung melainkan dicampur secara bertahap. Urutan pencampuran,

yaitu lemak, telur, dan gula, kemudian ditambah pewarna dan essens,

dimasukkan susu, diikuti penambahan bahan kimia aerasi berikut garam.

Sedangkan metode all in, semua bahan dicampur secara langsung bersama

tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup mengembang.

Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar

agar semua bahan tercampur merata (homogen). Pengadonan merupakan faktor

yang sangat penting (kritis) dalam pembuatan biskuit. Pengadonan akan

menentukan tekstur biskuit yang dihasilkan. Mutu adonan antara lain dipengaruhi

oleh jumlah air yang ditambahkan, lama pengadukan dan temperatur

pengadukan. Jika jumlah air yang ditambhakan terlalu banyak, maka adonan

akan menjadi basah dan lengket, sehingga menyulitkan dalam proses

selanjutnya. Lama pengadukan biasanya 15-25 menit. Jika waktunya kurang dari

15 menit atau lebih dari 15 menit, kondisi adonan akan menjadi rapuh, keras dan

kering. Suhu yang baik selama pengadukan antara 25-40ºC (Manley, 1998). Alat

yang digunakan dalam pengadukan (pengadonan) sangat bervariasi.

Alat pengaduk (mixers) sangat berperan terhadap sifat reologi dari

adonan dan biskuit yang dihasilkan. Alat pengaduk yang dapat digunakan antara

lain Vertical spindle mixers, High speed mixers, Weigh mixers, Continuous

mixers, Small batch mixers dan lain-lain. Spesifikasi masing-masing alat

disesuaikan dengan jenis biskuit yang dibuat (Manley, 1998). Adonan kemudian

digiling menjadi lembaran (tebal ± 0,3 cm), dicetak sesuai keinginan dan disusun

pada loyang, kemudian dipanggang dalam oven. Penggilingan (pelempengan)

dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan segera mungkin setelah adonan

terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang agar dihasilkan adonan yang halus

dan kompak (Sunaryo, 1985).

Page 15: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

Menurut Sultan (1992), ukuran biskuit yang telah dicetak haruslah sama,

agar ketika dioven biskuit matang secara merata dan tidak hangus. Untuk

mencegah lengketnya biskuit pada loyang, biasanya pada Loyang dioleskan

sedikit lemak atau dilapisi dengan kertas roti. Tahap pemanggangan merupakan

proses yang kritis dalam produksi biskuit. Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi pemanggangan, diantaranya adalah tipe oven, metode

pemanasan dan tipe-tipe bahan yang digunakan. Kondisi pemanggangan yang

benar akan menghasilkan biskuit dengan penampakan dan tekstur yang

diinginkan serta kandungan airnya minimal 1%.

Pemanggangan biskuit dapat dilakukan pada selang antara 2,5 menit

sampai 30 menit tergantung suhu, jenis oven dan jenis biskuitnya. Makin sedikit

kandungan gula dan lemak, biskuit dapat dipanggang pada suhu yang lebih

tinggi (177-204ºC). Pemanggangan biskuit dapat juga dilakukan pada suhu

220ºC dalam waktu sekitar 12-15 menit (Sultan, 1992). Biskuit yang dihasilkan

segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan biskuit akibat

memadatnya gula dan lemak (Sunaryo, 1985).

Selama pemanggangan berlangsung terjadi perubahan-perubahan,

seperti pengurangan densitas produk biskuit karena pengembangan tekstur

berpori (perubahan tekstur), pengurangan kadar air menjadi 1-4% dan

perubahan warna permukaan biskuit. Perubahan yang terjadi pada awal

pemanggangan adalah peningkatan volume biskuit yang disebabkan oleh

gelatinisasi akibat air terbatas, pengembangan komplek pati-protein-air

membentuk struktur biskuit, terlepasnya CO2 dari dalam ke permukaan dan

menguapnya air, maka struktur biskuit menjadi keras. Selama pemanggangan

juga terjadi proses gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati terjadi ketika pemanggangan

antara suhu 52-99ºC. Sedangkan denaturasi dan koagulasi protein terjadi pada

suhu diatas 70ºC dan gas CO2 terlepas jika suhu mencapai 65ºC. Lemak mencair

pada suhu kurang dari 50ºC dan kemudian akan segera membentuk komplek

dengan bahan lainnya, serta selama pemanggangan terjadi distribusi (dispersi)

lemak ke seluruh struktur biskuit. Peningkatan suhu dan uap air pada biskuit

selama pemanggangan menyebabkan gelembung udara pecah meninggalkan

bekas pori-pori. Keadaan ini diikuti oleh menguapnya uap air, struktur komplek

pati-protein menjadi keras, sehingga struktur biskuit menjadi keras dan berpori.

Meningkatnya suhu menyebabkan perpindahan uap air dari adonan keluar

melalui proses kapiler dan disfusi. Setelah proses pemanggangan selesai

Page 16: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

dilakukan, maka proses selanjutnya adalah pendinginan. Pendinginan ini

bertujuan untuk menurunkan suhu biskuit dengan cepat. Selain itu, pendinginann

dilakukan agar segera terjadi pengerasan biskuit karena sesaat setelah

pemanggangan biskuit, lemak dan gula masih berbentuk cair sehingga tekstur

biskuit agak lunak dan elastis. Jika sudah dingin lemak dan gula kembali menjadi

padat dan tekstur mengeras (Manley, 1998).

2.6 Glukosa Darah

Glukosa darah merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa,

dan laktosa pada hewan dan manusia. Pada keadaan setelah penyerapan

makanan, kadar glukosa darah manusia dan mamalia berkisar 4,5-5,5 mmol/L.

Kadar glukosa tersebut naik menjadi 6,5-7,2 mmol/L setelah mengkonsumsi

makanan yang mengandung karbohidrat. Saat puasa kadar glukosa akan turun

menjadi 3,3-3,9mmol/L. Penurunan mendadak kadar glukosa darah akan

menyebabkan konvulsi, seperti terlihat pada overdosis insulin, karena

pengaturan otak langsung pada pasokan glukosa. Pada kadar yang lebih rendah

akan ditoleransi asal dilakukan adaptasi yang progresif (Stryer, 2000 dalam

Yuriska, 2009).

Glukosa dalam darah umumnya disebut dengan kadar glukosa dalam

darah (KGD). Konsentrasi glukosa darah yang normal berkisar pada nilai 100

mg/dl. KGD sering digunakan sebagai parameter keberhasilan metabolisme

didalam tubuh dengan konsentrasi glukosa di darah tubuh dapat mengalami

keadaan yang disebut hipoglikemia yakni kondisi penurunan kadar glukosa

darah. Kelebihan insulin akan menyebabkan kenaikan konsentrasi glukosa darah

(Sari, 2007).

Langerhans dari pankreas akan memproduksi hormon glukagon, insulin

dan somatostatin. Hormon glukagon disekresikan sebagai respon terhadap

hipoglikemi dan mengaktifkan glikogenolisis dengan mengaktifkan enzim

fosforilase serta glikogenesis dari asam amino dan laktat. Untuk

mempertahankan KGD, didalam tubuh dapat berlangsung beberapa proses yakni

pencernaan dan absorpsi makanan mengandung karbohidrat, proses

glukonogenesis, dan glikogenolisis di hepar dan parenkim ginjal (Sari, 2007).

2.7 Indeks Glikemik

Seiring dengan berkembangnya jenis dan kejadian penyakit degeneratif

maka segala upaya telah dilakukan untuk mencegah dan menanggulanginya.

Page 17: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

Pada dua dekade terakhir ini telah berkembang pemahaman baru mengenai

peranan karbohidrat bagi kesehatan. Hasil-hasil Penelitian menunjukkan bahwa

kecepatan pencernaan karbohidrat di dalam saluran pencernaan, tidak sama

untuk setiap jenis pangan. Dalam kaitannya dengan efek faali makanan dengan

peningkatan kadar glukosa darah dan respon insulin, maka dikembangkan

konsep IG (Truswell,1992;Jenkins et al.,2002).

Pengenalan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap kadar glukosa

darah dan insulin bermanfaat sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis

pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan dan menjaga

kesehatan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Diet yang ketat sering kali dilakukan

oleh diabetesi untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetesi sering

menahan diri untuk tidak mengonsumsi nasi karena beras dianggap sebagai

pangan yang bersifat hiperglikemik.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa makanan IG tinggi

menyebabkan sekresi insulin dalam jumlah besar sebagai akibat dari kenaikkan

kadar glukosa darah yang tinggi dan cepat. Hal tersebut akan menyebabkan

peningkatan rasa lapar setelah makan dan penumpukkan lemak pada jaringan

adiposa dalam tubuh. Kadar glukosa darah normal berkisar antara 55-140 mg/dl,

dan untuk penyediaan energi bagi susunan syaraf pusat diperlukan kadar

glukosa darah minimal 40-60 mg/dl. Nilai IG dapat dihitung setelah mengetahui

luas kurva sampel (pangan uji) dan glukosa (pangan acuan).

Rimbawan dan Siagian (2004) menyatakan bahwa IG pangan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: cara pengolahan, daya osmotik pangan,

kadar serat, amilosa, protein, lemak dan keberadaan zat antigizi. Sebagian besar

ilmuwan berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan dengan

amilopektin (Miller et al., 1992; Foster-Powell et al. 2002; Behall dan Hallfrisch,

2002), karena amilosa merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai

lurus, tidak bercabang. Rantai yang lurus ini menyusun ikatan amilosa yang solid

sehingga tidak mudah tergelatinasi. Oleh karena itu amilosa lebih sulit dicerna

dibandingkan dengan amilopektin yang merupakan polimer gula sederhana,

bercabang dan mempunyai struktur terbuka. Berdasarkan karakteristik tersebut

maka pangan yang mengandung amilosa tinggi cenderung memiliki aktivitas

hipoglikemik lebih tinggi dibandingkan dengan pangan yang mengandung

amilopektin tinggi (Miller et al., 1992; Foster-Powell et al., 2002; Behall dan

Hallfrisch, 2002).

Page 18: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

Jenkins et al., (2002) menyebutkan bahwa konsep IG sebenarnya

merupakan pengembangan dari hipotesis serat pangan, yang menyatakan

bahwa konsumsi serat pangan akan menurunkan laju masukan nutrien dari usus.

Serat pangan memegang peranan penting dalam memelihara kesehatan

individu. Oleh karena itu, serat pangan merupakan salah satu komponen pangan

fungsional yang dewasa ini mendapat perhatian masyarakat luas. Serat pangan

mempengaruhi asimilasi glukosa dan mereduksi kolesterol darah. Berbagai hasil

penelitian menunjukkan bahwa serat tanaman tertentu menghambat penyerapan

karbohidrat dan menghasilkan postprandial glikemik yang rendah. Penambahan

serat pangan yang berasal dari serealia, kacang-kacangan dan sayuran sangat

bermanfaat bagi penderita diabetes. Berdasarkan penghambatan penyerapan

karbohidrat tersebut, pangan yang memiliki nilai IG rendah juga membantu dalam

mengendalikan kelebihan berat badan (Ludwig, 2000)

Beras memiliki kisaran IG sangat luas, dari IG rendah (<55) sampai IG

tinggi (>70). Bahkan beras Yasmin dari Thailand yang dimasak dengan rice

cooker mempunyai IG >100, atau lebih tinggi daripada glukosa. Faktor lain yang

berpengaruh yaitu rasio amilosa dan amilopektin, gula dan daya osmotik,

kandungan serat pangan, pati resisten, lemak, protein, dan zat anti gizi

(Widyowati, 2007).

2.8 Pengujian Secara In Vivo

Pengujian in vivo merupakan pengujian biologis yang menggunakan

hewan coba untuk membantu penelitian yang tidak bisa dilakukan secara

langsung dilakukan dalam tubuh manusia dengan asumsi semua jaringan, sel,

dan enzim dalam tubuh hewan coba memiliki kesamaan dengan manusia. Tikus

putih (Ratties norvegicus) merupakan hewan yang paling sering digunakan. Zat

gizi yang diperlukan oleh tikus untuk tumbuh sama dengan manusia yaitu

karbohidrat, lemak atau minyak, protein, vitamin dan mineral (Kusumawati,

2004).

Hewan coba adalah hewan yang dapat digunakan untuk tujuan suatu

penelitian. Hewan ersebut meliputi hewan yang khusus dipelihara di laboratorium

(hewan laboratorium) hingga hewan ternak (Kusumawati, 2004). Triaksono

(2003) menyebutkan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan

hewan coba antara lain:

1. Kesehatan hewan (bebas dari penyakit) sehingga tidak mengacaukan

hasil penelitian

Page 19: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

2. Pemilihan hewan coba yang dipakai dalam suatu penelitian harus

disesuaikan dengan tujuan penelitian.

3. Kebutuhan terhadap bahan makanan hewan coba sangat bervariasi hal

ini tergantung pada perbedaan anatomi, fisiologi, serta behavior.

Kusumawati (2004) menjelaskan bahwa pada dasarnya hampir semua

hewan dapat digunakan untuk penelitian. Pemilihan hewan coba terklarifikasi

menjadi 5 kelompok yakni rodensia dan kelinci, karnivora, primata, unggulata,

dan unggas. Penelitian ini menggunakan tikus jantan putih galur wistar strain

Rattus norvegicus. Pemilihan ini berdasarkan struktur anatomi tikus lebih

sederhana, tidak memiliki kelenjar empedu, tidak pernah muntah, dan pada umur

dua bulan telah mencapai berat 200-300 gram. Tikus lebih mudah dipegang,

namun kurang photophobic jika dibandingkan dengan mencit (Farris, 1971 dalam

Kusumawati, 2004). Ukuran tikus yang lebih besar dari mencit membuat tikus

lebih disukai untuk berbagai penelitian. Lambung tikus terdiri dari dua bagian,

yaitu non-granular dan granular small intestine yang terdiri dari duodeman,

jejunum, dan ileum. Adapun data biologis tikus dan gambaran hematologi tikus

secara lengkap terdapat pada tabel 2.7

Tabel 2.7. Data Biologis tikus dan Gambaran Hematologi Tikus

Kuantitatif

Berat badan : Jantan (g) 300-400

Betina (g) 250-300

Lama hidup (tahun) 2,5-3

Temperatur tubuh (°C) 37,5

Kebutuhan air (ml/100 g BB) 8,0-11

Kebutuhan makanan (g/100 g BB) 5

Pubertas (hari) 50-60

Lama kebuntingan (hari) 21-23

Mata membuka (hari) 10-Des

Tekanan Darah : Sistole (mmHg) 84-184

Diastole (mmHg) 58-184

Frekuensi Jantung (per menit) 330-480

Frekuensi Respirasi (per menit) 66-114

tidal volume (ml) 0,6-1,25

Rincian

Sumber : Fox, 1984 dalam Kusumawati, 2004

Ukuran panjang dan lebar tikus sebaiknya lebih panjang tubuh hewan

termasuk ekornya. Agar tidak berdesakan, pengisian kandang hendaknya tidak

lebih dari 20 ekor hewan coba berukuran kecil. Suasana didalam kandang

Page 20: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Gabah)repository.ub.ac.id/150024/3/II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf · Beras yang dihilangkan sekamnya disebut beras pecah kulit (BPK) namun tidak dipoles menjadi

diharapkan juga sesuai lingkungan alam dan sesuai dengan karakter binatang.

Ukuran luas kandang minimal pada tikus adalah 500 cm3 untuk setiap hewan

untuk kandang individual dan 200 cm3 untuk setiap hewan untuk kandang

kelompok (Kusumawati, 2004).

2.9 Meal Tolerant Test

Meal Tolerant Test (MTT) dapat disebut juga glucose tolerance test (GTT)

merupakan suatu metode untuk membuktikan dan menegakkan diagnosa bila

terjadi gejala yang tidak spesifik (Palardy et al., 1989 dalam Alvina, 2009). Pada

penelitian ini MTT digunakan untuk melihat pola penyerapan karbohidrat dalam

bentuk glukosa darah dalam tubuh tikus pada produk biskuit.

Pemeriksaan glukosa darah postprandial adalah pemeriksaan yang

dilakukan 2 jam setelah makan. Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan

biasanya lebih tinggi daripada kadar glukosa puasa dalam kondisi normal. Kadar

glukosa postprandial yang lebih rendah juga terkadang dijumpai walaupun tanpa

kendala. Hiperglikemia postprandial merupakan hipoglikemia yang terjadi 2-5 jam

setelah mengkonsumsi makanan, dapat terjadi akibat sekresi insulin yang

berlebihan akibat peningkatan kadar glukosa setelah makan (Palardy et al., 1989

dan Widmann, 1989 dalam Alvina, 2009). Hipoglikemia postprandial merupakan

salah satu petunjuk gejala dini adanya diabetes melitus tipe II dan menunjukkan

gangguan fungsi pankreas yang tidak seimbang. Pemeriksaan untuk

hipoglikemia postprandial jika penyebabnya permulaan diabetes adalah

pemeriksaan glukosa plasma, dimana glukosa meningkat selama 2 jam pertama

lalu glukosa plasma rendah pada jam ketiga sampai jam keempat (Alvina, 2009).