hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

22
www.futurumcorfinan.com Page 1 Hutang Dagang dengan Fasilitas Anjak Piutang (Factoring): Hutang Dagang (Trade Accounts Payable) atau Pinjaman (Debt)? Pendahuluan Dalam perputaran bisnis perusahaan, perusahaan mesti mencari sumber pendanaan, atau umum disebut sebagai Struktur Keuangan (Financial Structure) sebagaimana ditunjukkan di gambar di bawah ini, yang merupakan sisi kanan dari neraca (atau laporan posisi keuangan) perusahaan 1 . 1 Keown, Arthur J.; John D. Martin; and J. William Petty. Foundations of Finance : The Logic and Practice of Financial Management. Edisi kedelapan. New Jersey (USA): Pearson Education, Inc. 2014. Bab 12 : Determining the Financing Mix. Halaman 394. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Upload: futurum2

Post on 16-Apr-2017

329 views

Category:

Economy & Finance


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 1

Hutang Dagang dengan Fasilitas Anjak Piutang

(Factoring): Hutang Dagang (Trade Accounts

Payable) atau Pinjaman (Debt)?

Pendahuluan

Dalam perputaran bisnis perusahaan, perusahaan mesti mencari sumber pendanaan, atau

umum disebut sebagai Struktur Keuangan (Financial Structure) sebagaimana ditunjukkan di

gambar di bawah ini, yang merupakan sisi kanan dari neraca (atau laporan posisi keuangan)

perusahaan1.

1 Keown, Arthur J.; John D. Martin; and J. William Petty. Foundations of Finance : The Logic and Practice of

Financial Management. Edisi kedelapan. New Jersey (USA): Pearson Education, Inc. 2014. Bab 12 : Determining the Financing Mix. Halaman 394.

Sukarnen

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN

INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS

DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

Page 2: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 2

Komponen dalam struktur keuangan perusahaan di atas ada yang bersifat:

Spontan, yaitu yang timbul secara otomatis atau alami sebagai akibat dari kegiatan atau

perputaran bisnis perusahaan. Dalam hal ini, terdapat dua sumber pendanaan spontan

yang secara umum atau banyak disajikan dalam neraca perusahaan, yaitu hutang

dagang (trade accounts payable)2 dan akrual.

Tidak spontan (atau bersifat diskresioner), yaitu yang timbul akibat keputusan

manajemen perusahaan misalnya dengan memperoleh fasilitas pinjaman dari bank,

atau adanya suntikan modal melalui penerbitan efek saham kepada pihak pemegang

saham.

Menilik komponen struktur keuangan perusahaan di atas, terdapat liabilitas/kewajiban

(liabilities) dan ekuitas (equity).

Munculnya akun liabilitas atau kewajiban adalah langsung berdasarkan “ciptaan” manusia, yaitu

sistem pembelian (atau perolehan jasa) yang dilakukan secara kredit, yang artinya ada

penundaan pembayaran atas suatu kewajiban. Sistem kredit ini akan otomatis menimbulkan

pencatatan akun liabilitas pada neraca perusahaan pada tanggal pelaporan keuangan.

2 Penting ditekankan bahwa di sini accounts payable, ada yang bersifat trade (dagang) dan non-trade (non-dagang).

Bersifat dagang karena terkait langsung dengan kegiatan perdagangan dan aktivitas bisnis perusahaan, sedangkan non-dagang, misalnya terkait dengan pembelian unit perumahan untuk karyawan di daerah-daerah tertentu. Sama seperti akun hutang dagang yang bisa trade dan non-trade, hutang wesel jangka pendek (short-term notes

payable) juga ada yang bersifat trade dan non-trade, yaitu:

Short-term notes payable include trade notes payable that arise from the same source as accounts payable,

nontrade notes payable that arise from other sources, and the current payment due on long-term notes.

Dyckman, Thomas R.; Charles J. Davis; and Roland E. Dukes. Intermediate Accounting. Edisi kelima. New York (USA): The McGraw-Hill Companies, Inc. 2001. Bab 15: Short-Term Liabilities. Halaman 717.

Page 3: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 3

Secara umum, akun liabilitas bisa tercipta dan dicatat akibat3:

Kegiatan operasional normal perusahaan. Ini adalah transaksi alami yang dijalankan

oleh suatu perusahaan dalam kegiatan usahanya sehari-hari. Transaksi ini yang

melibatkan perolehan atau pembelian sumber daya dan modal atau kegiatan-kegiatan

yang memanfaatkan atau menghabiskan sumber daya guna memproduksi suatu produk

atau jasa, dengan sendirinya akan melahirkan suatu kewajiban/liabilitas. Contoh

liabilitas dalam kategori ini adalah hutang dagang, hutang gaji dan upah, dan beban

bunga yang masih harus dibayar.

Keputusan pengadilan dan keputusan/peraturan pemerintah. Masuk dalam kategori

ini keputusan pengadilan yang mewajibkan perusahaan untuk memberikan uang ganti

rugi/kompensasi kepada masyarakat sekitar, pemulihan lingkungan sekitar akibat

kegiatan pertambangan dan eksploitasi sumber daya alam misalnya hutan, beban pajak

penghasilan dan pajak daerah lainnya.

Etika dan kewajiban moral. Kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat sekitar,

atau sumbangan kepada masyarakat sekitar yang selama ini tergantung pada kegiatan

pabrik perusahaan yang akan ditutup.

Sementara itu, dilihat dari jenis liabilitas atau kewajiban tersebut, dapat timbul berdasarkan:

Kontrak, baik secara eksplisit maupun implisit, tertulis atau tidak tertulis/lisan.

Kewajiban secara ketentuan hukum/legal dapat masuk dalam kategori ini.

Konstruktif. Dalam beberapa situasi, perusahaan akan tetap memiliki kewajiban

berdasarkan tindakan di masa lalu, walaupun tidak ada kontrak yang tertulis atau lisan.

Tindakan perusahaan di masa lalu atau praktik bisnis normal (custom) yang secara

konsisten menunjukkan adanya pola, dapat mengakibatkan adanya preseden, yang

akan berlaku seperti kontrak implisit. Kewajaran warranty termasuk dalam kategori ini.

Etika. Munculnya kewajiban berdasarkan praktek-praktek yang dianggap lebih “etis”,

misalnya perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki kegiatan pabrikasi di

negara-negara berkembang, cenderung didorong untuk memperhatikan tingkat upah

layak (yang bahkan bisa melebih tingkat upah minimum di daerah tersebut, memberikan

tingkat upah yang melebihi tingkat upah minimum yang masih dianggap kurang

3 Evans, Thomas G. Accounting Theory: Contemporary Accounting Issues. Ohio (USA): South-Western, a

division of Thomson Learning. 2003. Bab 12: The Nature of Liabilities. Halaman 257-258.

Page 4: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 4

memberikan kewajaran bagi penghidupan pekerja di sana) dan mengusahakan kondisi

tempat kerja yang aman dan memenuhi ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja

tingkat internasional.

Ruang Lingkup Pembahasan

Tulisan ini khusus membicarakan sumber pendanaan perusahaan berupa hutang dagang (trade

accounts payable).

Permasalahan

Apakah hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang merupakan akun hutang dagang atau

pinjaman?

Pembahasan: Hutang Dagang

Hutang dagang dikatakan sumber pendanaan/pembiayaan bisnis yang bersifat spontan, karena

hampir dalam semua kegiatan usaha pada umumnya, pihak perusahaan tidak memiliki barang

yang diperdagangkan atau diproduksi guna dijual kepada pihak konsumen, dan dalam proses

pembelian itulah, pihak perusahaan pembeli akan menerima pengiriman barang (atau

perolehan jasa) terlebih dahulu.

Dalam mata rantai pembelian, misalkan, barang dagangan, bahan mentah atau barang

pendukung, penyerahan barang akan disertai dengan bukti penerimaan barang dari pihak

penerimaan (pada umumnya orang gudang) suatu perusahaan. Bukti penerimaan barang ini

kemudian akan disertakan dengan tagihan (invoice) guna dikirimkan oleh pihak perusahaan

pemasok (supplier/vendor) kepada perusahaan pembeli tersebut. Pembayaran atas tagihan

tersebut (atau sejak tukar tagihan dilakukan) akan disepakati dalam dokumen Pesanan

Pembelian (Purchase Order) antara pihak perusahaan dengan pihak pemasok. Kesepakatan

ini, yang umum disebut terms of payment (TOP), bisa 2 minggu hingga 2-3 bulan, tergantung

tipe barang atau jasa yang dibeli, serta praktek bisnis yang lazim dalam industri tersebut.

Karena adanya interval waktu antara tanggal penerimaan barang, tanggal tagihan dan tanggal

diterimanya tagihan oleh pihak perusahaan pembeli, kalau dilihat dari sejak tanggal penerimaan

barang, secara efektif, akan lebih dari TOP, karena TOP dihitung dari tanggal penerimaan

tagihan oleh pihak perusahaan, dan bukan tanggal tagihan atau tanggal penerimaan barang.

Namun dalam dinamika bisnis, TOP bisa saja dihitung sejak tanggal tagihan.

Page 5: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 5

Rangkaian hubungan komersial antara pihak perusahaan pembeli dan pihak pemasok dapat

diilustrasikan sebagai berikut:4

Kehadiran pembelian secara kredit yang memunculkan akun hutang dagang jelas

menguntungkan perusahaan pembeli, karena perusahaan, sejak menerima barang (atau jasa)

tersebut telah dapat mempergunakan dengan segera dan langsung barang (atau jasa) tersebut

dalam kegiatan produksi dan penjualan kepada konsumen. Mengingat pada umumnya juga ada

jeda waktu (dikenal sebagai terms of credit) yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada

pelanggan atau konsumennya5, pihak perusahaan dapat mengusahakan “gap” antara tanggal

penerimaan uang dari pihak konsumen dengan tanggal jatuh tempo pembayaran tagihan

pemasok sedekat mungkin. “Gap” ini dalam manajemen keuangan disebut sebagai “cash

conversion cycle (C2C)” sebagaimana ditunjukkan di bawah ini, yaitu jumlah waktu (rata-rata)

antara tanggal pihak perusahaan membayar pembelian barang dagangan (atau bahan mentah

dan bahan pendukung), dengan tanggal penerimaan uang dari kegiatan penjualan produk

kepada pihak konsumen6.

4 PwC Global Working Capital Annual Review 2013. Working Capital: Opportunities Knock. How Companies Can

Tap the Cheapest Source of Cash in the “New Normal”. Halaman 28. 5 Kecuali dalam industri tertentu, misalnya, penjualan makanan dan minuman, dan pasar ritel modern dimana

transaksi penjualan dilakukan secara tunai (COD = Cash on Delivery), atau bahkan dalam industry e-commerce, berlaku CBD (Cash Before Delivery). 6 Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ketiga. Boston (USA): Pearson Education, Inc.

2014. Bab 26: Working Capital Management. Halaman 887.

Page 6: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 6

Di sini kita melihat bahwa hutang dagang (trade credit) merupakan sumber pembiayaan

spontan karena akun ini timbul dari kegiatan usaha normal sehari-hari perusahaan. Artinya

kegiatan penjualan perusahaan akan mendorong perusahaan secara otomatis untuk melakukan

kegiatan produksi dan bagian yang secara langsung terkait dengan kegiatan produksi, yaitu

kegiatan pengadaan (procurement) yang umum dikenal sebagai mata rantai pasokan (supply

chain), dan untuk itu, akan melakukan pemesanan dan pembelian dari pihak pemasok.

Perusahaan akan sebisa mungkin mengusahakan bahwa pembelian tersebut dilakukan secara

kredit, mengingat perusahaan belum melakukan proses dan kegiatan penjualan kepada pihak

konsumen7. Pembelian secara kredit akan “otomatis/spontan” memunculkan pencatatan akun

Hutang Dagang8.

Jadi dari sudut pandang perusahaan, pembelian secara kredit secara tidak langsung, pihak

pemasok “mendanai” kegiatan produksi perusahaan, mengingat perusahaan sebagai pihak

pembeli, dapat mempergunakan terlebih dahulu barang (atau jasa) tersebut guna dijual dan

memperoleh keuntungan, tanpa terlebih dahulu mesti membayar barang (atau jasa) tersebut

pada saat diterima dari pihak pemasok.

Interval waktu dari tanggal diterimanya barang (atau jasa) dari pihak pemasok hingga tanggal

pembayaran dilakukan umum disebut sebagai “positive float”. Ia tentunya dianggap “positif”

bagi kegiatan perusahaan pembeli, karena semakin lama interval waktu terkait pembayaran

tersebut dilakukan, akan semakin baik.9 Filosofi secara umum adalah bahwa “pembayaran

hutang dagang diusahakan baru dilakukan hingga tanggal jatuh tempo tagihan”, dengan kata

lain, hutang dagang tidak boleh dibayar lebih awal dari tanggal jatuh tempo tagihan. Dengan

demikian, pihak perusahaan didorong untuk melakukan negosiasi dengan pihak pemasok

sedemikian rupa hingga diperoleh TOP yang terlama yang bisa diusahakan.

Terdengar logis, bukan?

Namun, tanpa disadari, menarik TOP terlalu lama bisa jadi pada akhirnya malah membawa

konsekuensi yang kurang baik karena ada kemungkinan berakibat pihak pemasok mengalami

7 Dalam beberapa situasi, perusahaan dapat saja telah menerima uang muka atau uang cicilan dari pihak konsumen,

misalnya dalam industri real estat atau properti. 8 Atau didahului akun GRIC (Goods Received not yet Invoiced) pada beberapa sistem pembukuan perusahaan.

9 Namun mesti diwaspadai penggunaan yang berlebihan atas hutang dagang, yang dalam manajemen keuangan

umum disebut sebagai “overtrading”. “Overtrading” umum ditemukan pada perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan yang tinggi, yang meningkatkan kebutuhan investasi modal kerja yang tinggi pula, namun tidak diiringi dengan kenaikan sumber pembiayaan yang permanen dari pihak kreditor atau pemegang saham perusahaan, sehingga menimbulkan ketergantungan yang tinggi pada penggunaan pembelian secara kredit dari pihak pemasok dan saldo hutang dagang yang lewat jatuh tempo yang naik signifikan. Silahkan membaca http://hubpages.com/business/What-is-Overtrading-and-how-to-prevent-it, yang diakses pada tanggal 25 November 2015.

Page 7: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 7

krisis arus kas atau krisis likuiditas. Pihak pemasok akan mengalami kesulitan untuk membeli

bahan baku, mendanai kegiatan operasionalnya, menggaji tenaga kerja, dan lain-lain, yang bisa

berimplikasi bahwa pihak pemasok tidak dapat lagi memasok barang (atau jasa) kepada

perusahaan tersebut.

Dalam perkembangannya, pihak perusahaan sebagai pihak pembeli, mulai menyadari arti

pentingnya hal ini, dan melihat bahwa kesehatan keuangan perusahaan pemasok juga

merupakan kepentingan perusahaan. Meningkatkan TOP yang terlalu lama dapat secara

potensial mengakibatkan pihak pemasok tidak mampu bekerjasama dengan perusahaan lebih

lanjut guna menjadi bagian dari manajemen persediaan atau mata rantai pengadaan

perusahaan baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang.

Survei Modal Kerja Global yang dilakukan oleh PwC menunjukan bahwa ada kecenderungan

DPO (Days’ Purchase Outstanding) baik secara global di berbagai teritori dan antar industri

meningkat secara bertahap dari tahun 2008-2012, yang berarti secara rata-rata TOP menjadi

lebih panjang, namun tidak secara tajam meningkat10.

10

PwC Global Working Capital Annual Review 2013. Working Capital: Opportunities Knock. How Companies Can Tap the Cheapest Source of Cash in the “New Normal”. Halaman 20 dan 21.

Page 8: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 8

Pembahasan: Dari Sisi Pihak Perusahaan Pemasok

Bagi manajemen keuangan perusahaan pemasok, apabila piutang usaha tersebut didasari

kontrak atau perjanjian pembelian yang berkelanjutan, dan pihak perusahaan pembeli adalah

perusahaan yang kredibel, maka perusahaan pemasok dapat mempertimbangkan pembiayaan

berbasis piutang usaha sebagai berikut:

Pledging of receivable

Di sini pihak pemasok memperoleh fasilitas pinjaman modal kerja dari pihak bank

komersial dengan jaminan utama berupa piutang usaha. Pihak pemasok sebagai debitur

bank akan menerbitkan warkat wesel bayar dengan bunga (interest-bearing notes

Page 9: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 9

payable) yang umumnya berjangka pendek disesuaikan dengan jatuh tempo tagihan

yang umumnya berkisar antara 30 – 90 hari.

Kekurangan fasilitas pinjaman ini antara lain:

a) Loan-value-to-collateral-value, bisa jadi akan variatif tergantung kualitas tagihan

yang dijadikan pinjaman. Kalau dipersepsikan portofolio tagihan beresiko tinggi

atau data historis penerimaan tagihan yang tidak teratur, maka loan-value-to-

collateral-value bisa di bawah 70%.

b) Rincian piutang usaha yang dijadikan jaminan akan mengalami perubahan

secara rutin, sehingga pihak pemasok wajib mempunyai dokumentasi yang baik

dan teratur untuk dikomunikasikan kepada pihak bank.

c) Resiko penagihan tetap ada pada pihak pemasok, dimana kalau ada tagihan

yang tidak dibayar, pihak pemasok tetap mesti melunasi pinjaman kepada pihak

bank.

Variasi dari pledging of receivable dapat juga dimana pihak pemasok menerbitkan non-

interest bearing note, dimana jumlah kas yang akan diterima oleh pihak pemasok akan

dipotong diskonto bank (bank discount), sehingga dikenal sebagai discounting a note

payable.

Factoring of receivable

Lembaga keuangan yang masuk dalam skema pembiayaan ini adalah perusahaan anjak

piutang (factor), dimana bisa juga terlibat dalam pengambilan keputusan penjualan

barang (atau jasa) kepada pihak pembeli tertentu. Secara tidak langsung, kalau pihak

perusahaan anjak piutang terlibat sejak awal transaksi, maka ia akan mencakup juga

fungsi mereview apakah suatu calon pembeli dapat diberikan penjualan barang (atau

jasa) secara kredit dan berapa jangka waktu kredit tersebut.

Skema pembiayaan anjak piutang dapat bersifat with recourse atau without recourse.

Perjanjian with recourse akan mensyaratkan pihak pemasok untuk memberikan

penggantian kepada pihak perusahaan anjak piutang apabila pihak konsumen tidak

melakukan pembayaran atau wanprestasi. Sedangkan perjanjian without recourse (bisa

diartikan sebagai “beli putus”), dalam hal terdapat pihak konsumen yang wanprestasi

dalam pembayaran tagihan, maka resiko tersebut ditanggung oleh pihak perusahaan

anjak piutang. Dalam hal ini, potongan diskon yang dikenakan atas nilai tagihan oleh

Page 10: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 10

pihak perusahaan anjak piutang akan lebih besar. Dengan kata lain, pihak anjak piutang

akan “membeli” tagihan tersebut dengan harga pembelian dibawah nilai nominal (face

value) tagihan.

Pembahasan: Hutang Dagang dengan Fasilitas Anjak Piutang bagi Pihak Perusahaan

Pemasok

Kalau kita perhatikan di atas, pembiayaan berbasis piutang usaha di atas sepenuhnya atas

inisiatif pihak pemasok tanpa keterlibatan sama sekali dari pihak perusahaan yang membeli

barang (atau jasa) dari perusahaan tersebut, kecuali keperluan administratif yang bersifat

pemberitahuan saja.

Dari pembahasan di atas, ada 2 (dua) poin penting:

Pertama, pihak perusahaan pembeli barang (atau jasa) dengan tujuan C2C (gap) yang makin

kecil, berkehendak dapat memperoleh TOP atas tagihan pihak pemasok selama mungkin.

Perusahaan dengan jumlah nilai pembelian yang besar, atau memiliki posisi daya tawar

(bargaining power) yang lebih tinggi, akan mencoba mengusahakan TOP yang lama dengan

pihak pemasok.

Kedua, pihak perusahaan pembeli barang (atau jasa), pada saat yang sama, menyadari

bahwa, TOP yang terlalu lama dapat mengganggu dan bahkan potensial dapat mengakibatkan

pihak pemasok mengalami krisis likuiditas, yang dapat mengganggu kemampuan pemenuhan

barang (atau jasa) kepada pihak perusahaan pembeli baik dalam jangka menengah ataupun

jangka panjang.

Bagaimana cara mencapai titik temu diantara 2 (dua) poin di atas?

Dalam perkembangannya, sebagaimana telah diutarakan di atas, kesehatan keuangan pihak

pemasok adalah juga kepentingan pihak perusahaan pembeli, apabila ingin mempertahankan

kerjasama mata rantai yang berkesinambungan dalam jangka menengah atau jangka panjang.

Untuk itu, pihak perusahaan pembeli barang (atau jasa) juga berkepentingan untuk memastikan

bahwa pihak pemasok mempunyai fasilitas untuk meng-anjak-piutang-kan (baca: men-tunai-

kan) tagihan tersebut guna dapat memperoleh uang kas dalam taksiran waktu yang

memungkinkan mereka mempertahankan likuiditas perusahaan pada level yang sehat.

Di lain pihak, pihak bank komersial juga saat ini mendorong penyaluran kredit yang lebih besar,

terutama dengan pihak-pihak debitur dengan kredibilitas yang tinggi. Penyaluran kredit ini tidak

hanya untuk debitur terkait, tetapi ke pihak pemasok debitur itu juga. Suatu praktik yang

Page 11: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 11

tentunya tidak terlalu baru bagi banyak kalangan pelaku usaha industri tertentu, misalnya dalam

industri real estat/properti, konstruksi, manufaktur kendaraan bermotor (otomotif), infrastruktur,

pertambangan, dan lain-lain.

Pihak perusahaan pembeli secara aktif terlibat dalam menjembatani pemberian fasilitas anjak

piutang kepada pihak pemasok, dimana yang menjadi pihak anjak piutang adalah pada

umumnya, juga bank yang membiayai (banker) kegiatan bisnis perusahaan pembeli tersebut.

Artinya pihak bank dari perusahaan pembeli yang sudah memberikan fasilitas pinjaman kepada

pihak perusahaan pembeli, akan memperoleh akses terkait informasi atau data nilai peredaran

usaha dan uang dari bisnis yang dijalankan oleh pihak perusahaan pembeli. Artinya, banker

dari pihak perusahaan pembeli adalah juga pihak yang menyediakan fasilitas anjak piutang

tagihan kepada pihak pemasok.

Walaupun dapat dikatakan bahwa ini adalah skema anjak piutang dari sisi pihak pemasok,

namun skema ini yang difasilitasi oleh pihak perusahaan pembeli dan pada umumnya

menggunakan banker perusahaan tersebut, namun secara spesifik, skema ini berbeda dari

transaksi anjak piutang tradisional yang umum dikenal, karena mengingat bahwa persyaratan

dan kondisi dari skema ini bisa sangat variatif dan fleksibel terkait jumlah dan kapan piutang

usaha dapat di-tunai-uang-kan.

Yang menarik, hutang dagang yang dilengkapi dengan fasilitas anjak piutang ini bagi pihak

pemasok dapat disebut sebagai “structured payables”11.

Pada saat ini tidak ada aturan yang jelas, baik dalam International Financial Reporting

Standards (IFRS) maupun US GAAP, terkait bagaimana perlakuan akuntansi untuk pencatatan

dan penyajian hutang dagang demikian.

Pembahasan: Apakah Tetap Disajikan sebagai Akun Hutang Dagang, atau Masuk

Kategori Pinjaman (Debt)?

Yang menarik dari hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang ini adalah bahwa pihak

perusahaan pembeli dapat turut membayar beban bunga atas hutang dagang tersebut. Artinya,

pada saat pihak bank membayarkan kepada pihak pemasok, ada kemungkinan sebagai bagian

dari skema tersebut, pihak bank akan membayar sesuai dengan nilai nominal (face value)

tagihan, tanpa dipotong dengan diskon bank. Pihak perusahaan pembeli-lah yang lalu akan

menanggung beban bunga atau beban diskon tersebut, yang wajib dibayarkan kepada pihak

11

PricewaterhouseCoopers LLP. 2015. Structured Payables – Could They be Debt?. In the Loop. November 2015

Page 12: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 12

bank berikut dengan jumlah tagihan pada tanggal jatuh tempo tagihan, atau beberapa hari yang

disepakati sesudah tanggal jatuh tempo tagihan.

Kalau kita menilik isi International Accounting Standar (IAS) 1: Presentation of Financial

Statements, tidak terdapat definisi yang jelas apa yang membedakan Hutang Dagang dan

Pinjaman.

Di sini penulis kutip beberapa bagian dari IAS 1:

Information to be presented in the statement of financial position

[Paragraph 54] As a minimum, the statement of financial position shall include line items that

present the following amounts:

….

(k) trade and other payables;

(l) provisions;

(m) financial liabilities (excluding amounts shown under (k) and (l));

[Paragraph 62] When an entity supplies goods or services within a clearly identifiable operating

cycle, separate classification of current and non-current assets and liabilities in the statement of

financial position provides useful information by distinguishing the net assets that are

continuously circulating as working capital from those used in the entity’s long-term operations.

It also highlights assets that are expected to be realized within the current operating cycle, and

liabilities that are due for settlement within the same period.

[Paragraph 68] The operating cycle of an entity is the time between the acquisition of

assets for processing and their realization in cash or cash equivalents. When the entity’s

normal operating cycle is not clearly identifiable, it is assumed to be twelve months.

[Paragraph 69]

An entity shall classify a liability as current when:

a) It expects to settle the liability in its normal operating cycle;

b) It holds the liability primarily for the purpose of trading;

c) The liability is due to be settled within twelve months after the reporting period; or

d) It does not have an unconditional right to defer settlement of the liability for at least

twelve months after the reporting period. Terms of a liability that could, at the option of

Page 13: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 13

the counterparty, result in its settlement by the issue of equity instruments do not affect

its classification.

An entity shall classify all other liabilities as non-current.

[Paragraph 70]

Some current liabilities, such as trade payables and some accruals for employee and other

operating costs, are part of the working capital used in the entity’s normal operating cycle.

An entity classifies such operating items as current liabilities even if they are due to be settled

more than twelve months after the reporting period. The same normal operating cycle applied to

the classification of an entity’s assets and liabilities. When the entity’s normal operating cycle is

not clearly identifiable, it is assumed to be twelve months.

IAS 1 sendiri lebih banyak membahas masalah klasifikasi item-item atau akun-akun yang

masuk kategori lancar (current) dan tidak lancar (non-current)12, dan apa yang dimaksud

dengan siklus operasional yang normal. Namun demikian, tidak ditemukan definisi “modal

kerja”, meskipun kriteria liabilitas lancar (current liabilities) diuraikan dalam paragraf 69 dari IAS

1.

Dalam buku-buku teks akuntansi, akun hutang dagang umumnya selalu masuk dalam kelompok

modal kerja (working capital)13 dan siklus operasional (operating cycle)14, walaupun saat ini

pihak akuntan lebih cenderung mempergunakan kata-kata kewajiban atau liabilitas jangka

pendek atau lancar (current/short-term liabilities). Tidak ditemukan definisi terkait hutang

dagang (trade accounts payable), walaupun diuraikan bahwa15:

Hutang dagang sebagai “obligations arising from the firm’s ongoing operations, including the

acquisition of merchandise, materials, supplies, and services used in the production and sale of

goods or services.” Current payables that are not trade accounts (such as income taxes and the

current portion of long-term debt) should be reported separately from accounts payable”.

12

Fokus International Accounting Standards Board (IASB) lebih banyak kepada karakteristik yang membedakan akun Liabilitas dengan Ekuitas, yang mungkin dilihat lebih urgen untuk dibahas pada saat ini. 13

Untuk dokumentasi lengkap terkait sejarah konsep modal kerja (working capital), lihat tulisan William Huizingh berjudul “Working Capital Classification”. Ann Arbor: Bureau of Business Research, Graduate School of Business Administration, University of Michigan. 1967. 14

Penggunaan siklus operasional (operating cycle) diusulkan pertama kali oleh Anson Herrick dalam artikelnya berjudul “Current Assets and Curent Liabilities” yang dimuat dalam Journal of Accountancy. Januari 1944. Halaman 48-55. 15

Dyckman, Thomas R.; Charles J. Davis; and Roland E. Dukes. Intermediate Accounting. Edisi kelima. New York (USA): The McGraw-Hill Companies, Inc. 2001. Bab 15: Short-Term Liabilities. Halaman 717.

Page 14: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 14

The normal operating cycle of a business is the average period of time between the expenditure

of cash for goods and services and the time that those goods and services are converted back

to cash. For a manufacturing company, this cash-to-cash cycle is the following sequence: cash

expenditure to buy inventory, inventory converted into finished product, product sold on account,

account collected in cash. [footnote number 5]

Menilik US GAAP untuk aset lancar dan liabilitas lancar “cuma” memberikan contoh terkait

masing-masing klasifikasi (pendekatan yang sama yang diikuti oleh IAS 1), sebagai berikut16:

Current Liabilities:

a. Obligations for items which have entered into the opening cycle, such as

payables incurred in the acquisition of materials and supplies to be used in the

production of goods or in providing services to be offered for sale.

b. Collections received in advance of the delivery of goods or performance of services.

c. Debts which arise from operations directly related to the operating cycle, such as

accruals for wages, salaries and commission, rentals, royalties, and income and other

taxes.

d. Other liabilities whose regular and ordinary liquidation is expected to occur within a

relatively short period of time, usually twelve months, are also intended for inclusion,

such as short-term debts arising from the acquisition of capital assets, serial maturities

of long-term obligations, amounts required to be expended within one year under

sinking fund provisions and agency obligations arising from the collection or acceptance

of cash or other assets for the account of third persons.

Operating cycle is “the average time intervening between the acquisition of materials or

services…and the final cash realization”, dan Accounting Research Bulletin No. 30 menentukan

bahwa satu tahun sebagai dasar klasifikasi ketika siklus operasional adalah lebih singkat dari

satu tahun17.

Di sini kita lihat bahwa dalam pembahasan terkait hutang dagang yang difasilitasi di atas

dengan fasilitas anjak piutang, klasifikasi lancar dan tidak lancar, serta apakah ia masuk dalam

siklus operasional normal perusahaan pembeli, menjadi tidak relevan karena akun hutang

dagang tersebut dengan atau tanpa fasilitas anjak piutang bagi pihak pemasok, keduanya

16

Accounting Research Bulletin No. 43. Restatement and Revision of Accounting Research Bulletins. New York (USA): American Institute of Certified Public Accountants. 1953. Paragraf 6010-6011. 17

The Committee on Accounting Procedure. Accounting Research Bulletin No. 30: Current Assets and Current Liabilities; Working Capital. New York (USA): American Institute of Accountants. Agustus 1947. Halaman 248-249.

Page 15: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 15

masuk dalam klasifikasi lancar, karena pada umumnya pembayaran yang dilakukan oleh pihak

perusahaan pembeli, baik kepada pihak pemasok (dalam hal hutang dagang

“normal”/”tradisional”, tanpa fasilitas anjak piutang) maupun kepada pihak bank (dalam hal

hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang), keduanya dilakukan dalam siklus operasional

normal perusahaan, yaitu kurang dari 12 bulan, atau keduanya memiliki tingkat likuiditas yang

juga akan sama, karena jatuh tempo pembayaran, akan sama. Perbedaan yang ada adalah

yang pertama dibayarkan kepada pihak pemasok (sebesar nilai nominal tagihan) dan terakhir,

dibayarkan kepada pihak bank, sejumlah nilai nominal tagihan plus beban bunga anjak piutang.

Dapat disimpulkan bahwa hutang dagang normal/tradisional dan hutang dagang dengan

fasilitas anjak piutang, kedua-dua-nya masuk dalam siklus operasional normal perusahaan

(sehingga merupakan bagian dari perputaran modal kerja, dan terkait dengan tujuan

perdagangan (trade), dan kedua-duanya merupakan liabilitas atau kewajiban yang bersifat legal

dan kontraktual.

Namun klasifikasi sebagai hutang dagang atau pinjaman akan menjadi isu yang penting untuk

menghitung rasio-rasio keuangan, terkait analisa atas likuiditas dan solvensi perusahaan. Akun

hutang dagang pada umumnya akan masuk dalam analisa modal kerja, seperti rasio lancar

(current ratio dan quick ratio atau acid-test ratio), namun pinjaman akan dikeluarkan dari analisa

modal kerja. Kalau kita melihat “nature” dari akun hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

tersebut, dapat dikatakan dia tidak jauh berbeda dengan hutang dagang normal/tradisional,

walaupun dalam hal ini timbul beban bunga eksplisit.

Di samping, klasifikasi ini menjadi sangat relevan dalam hal adanya perjanjian kredit dengan

klausul yang mewajibkan perusahaan untuk menjaga rasio tertentu pada tingkat tertentu, yang

lazim dikenal sebagai “negative pledge/covenant”. Kalau hutang dagang tersebut dikeluarkan

dari rasio lancar, maka akan tampak angka rasio lancar lebih tinggi, namun rasio pinjaman-ke-

ekuitas (debt-to-equity ratio) akan tinggi pula. Apabila saldo hutang dagang cukup besar, maka

rasio-rasio keuangan tertentu kemungkinan sulit untuk dijaga perusahaan, dan secara teknis,

dapat dikatakan perusahaan telah melanggar salah satu klausul dalam perjanjian tersebut dan

kemungkinan timbul kewajiban pelunasan.

Page 16: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 16

Pembahasan: Dari Sudut Pandang Manajemen Keuangan (Corporate Finance)

Buku teks manajemen keuangan tampak lebih melihat bahwa akun hutang dagang adalah akun

tanpa tingkat bunga eksplisit sedangkan akun pinjaman adalah akun dengan tingkat bunga

eksplisit. Kelompok akun dengan tingkat bunga eksplisit umum disebut sebagai struktur capital

atau struktur modal (capital structure) yang merupakan bagian dari struktur keuangan (financial

structure).

Hubungan antara struktur keuangan dan struktur kapital suatu perusahaan dapat ditunjukkan di

bawah ini:

Menarik yang dibahas oleh Keown, Martin and Petty terkait akun dengan tingkat bunga yang

implisit dan eksplisit18:

Note that we refer to accounts payable and accrued expenses as non-interest-bearing liabilities.

The reason for this is that there is no explicit interest expense associated with these liabilities.

An explicit interest expense would be something like the interest you pay on a bank loan. When

a firm purchases items of inventory on credit, the credit terms simply say that the amount of the

purchase must be paid within a specific time interval, such as 30 days. Consequently, the

supplier is providing 30 days of credit to the firm without specifying a rate of interest. The

supplier is aware of the fact that it is supplying credit and surely will incorporate some interest

cost in the price terms for the items. The important point, however, is that this interest is

18

Keown, Arthur J.; John D. Martin; dan J. William Petty. Foundations of Finance : The Logic and Practice of Financial Management. Edisi kedelapan. New Jersey (USA): Pearson Education, Inc. 2014. Bab 12 : Determining the Financing Mix. Halaman 394.

Page 17: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 17

hidden and not explicitly stated, so accounts payable and accrued expenses do not give

rise to interest expense to the firm.

Dari paragraf di atas, walaupun ada kemungkinan nilai tagihan dari pihak pemasok sudah

memasukkan unsur bunga, namun karena dalam tagihan tersebut tidak tertera tingkat bunga

secara eksplisit, dan pihak perusahaan pembeli tidak memiliki kewajiban untuk membayar

beban bunga kepada pihak pemasok, maka akun hutang dagang yang timbul dari tagihan pihak

pemasok, dikategorikan sebagai akun tanpa bunga dan tidak masuk dalam kategori struktur

kapital, berupa pinjaman.

Masih terkait dengan hal di atas, jumlah kewajiban atau liabilitas biasanya sudah tetap (fixed)

berdasarkan transaksi yang disepakati kedua belah pihak, dan melibatkan jumlah yang

diperjanjikan dibayar di kemudian hari. Secara teori, dasar pengukuran liabilitas atau kewajiban

adalah nilai tunai (cash cost, atau implicit cash cost). Namun pada umumnya, atas dasar

kepraktisan, pihak perusahaan tidak berusaha menentukan nilai tunai atau nilai tunai implisit,

baik dengan cara menanyakan langsung kepada pihak pemasok ataupun dengan cara

menentukan nilai tagihan diskonto dengan tingkat bunga pasar yang berlaku. Pertimbangannya

kalau jatuh tempo tagihan adalah relatif pendek, maka jumlah kelebihan nilai pencatatan (antara

nilai pembelian tunai dengan nilai pembelian secara kredit) adalah kecil dan dapat diabaikan

atas dasar konsep materialitas19.

Dengan mempertimbangkan bahwa perusahaan pembeli juga membayar beban bunga atas

hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang kepada pihak bank, maka akun dengan beban

bunga eksplisit, dengan sendirinya, akun tersebut akan masuk dalam struktur kapital, dan

disajikan sebagai pinjaman (debt).

PWC dalam artikel “Structured Payables—Could They Be Debt?”20 menguraikan beberapa

pertimbangan apakah hutang dagang dengan opsi anjak piutang, lebih merupakan hutang

dagang atau sebaliknya, merupakan pinjaman, sebagai berikut:

19

Dalam US GAAP, dimana tingkat bunga tidak disebutkan secara spesifik atas wesel bayar (notes payable), Accounting Principles Board Opinion No. 21: Interest on Receivables and Payables (New York (USA): American Institute of Certified Public Accountants, 1971), mewajibkan bunga untuk dihitung bagi tipe-tipe tertentu wesel tersebut. 20

PricewaterhouseCoopers LLP. 2015. In the Loop. November 2015.

Page 18: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 18

Lebih lanjut, PWC menegaskan bahwa hadirnya persyaratan tertentu dapat memberikan

petunjuk bahwa kewajiban tersebut pada prinsipnya lebih merupakan pinjaman – dan bukan

hutang dagang normal/tradisional. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

An incremental increase in the price of the goods to compensate vendors who provide

extended payment terms.

The original liability being extinguished, such as when a company charges the payable

balance to a credit card.

Interest accruing on the balance prior to the due date (although penalties for non-

payment may be imposed after that).

The bank having the right to draw on the company’s other accounts without its

permission if the designated payment account has insufficient funds, if not part of the

company’s normal banking arrangement.

Page 19: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 19

Altering the trade payable’s seniority in the company’s capital structure.

Requiring the company to post collateral on the trade payable.

Default on invoice payment under the arrangement triggering a cross-default (other than

a general debt obligation cross-default).

Implikasi terhadap Valuasi

Dalam perhitungan valuasi suatu bisnis menggunakan pendekatan Discounted Cash Flow, kita

perlu menentukan Free Cash Flow dan Cost of Capital (sebagai tingkat diskonto).

Apabila hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang tersebut masuk dalam kategori pinjaman

(debt), maka:

perhitungan Free Cash Flow terkait perubahan tingkat investasi modal kerja akan

mengeluarkan akun hutang dagang tersebut; dan

biaya dana (cost of fund) hutang dagang tersebut pada umumnya akan diperhitungkan

baik bobot dan tingkat biaya dana (dalam %) ke dalam Weighted Average Cost of

Capital (biaya kapital rata-rata tertimbang), dan

Pembaca bisa membaca juga artikel penulis mengenai “Apa yang termasuk sebagai komponen

pinjaman dalam perhitungan weighted average cost of capital (WACC)?”

Penutup

Penulis akan menutup tulisan ini dengan komunikasi via email dengan Ignacio Velez-Pareja

(IVP) pada bulan November 2015.

Karnen:

One article from PWC about structured payables (AP) raises a question as to whether

structured AP is AP or Debt indeed.

In your mind, what is the "real" or "substantial" difference between AP and Debt? Many

textbooks will say, one is part of working capital cycle and one is not...Is this correct?

This is interesting since Debt to Equity ratio will be impacted and also the WACC.

Page 20: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 20

IVP:

The issue of defining what is debt and what is not is based in two ideas:

Interest on debt

Becoming part or not of CFs

I explain: if they have to pay interest on AP, probably it is right to include them as debt and

affect the WACC. Even if they don't charge interest, I would include the AP as debt and

affecting WACC with Kd=0. For me, that wouldn't be a problem; I would consider them as short-

term debt. However, the second item is what has to be defined VERY clearly.

I mean that if you consider AP with or without interest as debt, they shouldn't be included as

working capital, if you use the traditional textbook recipe for estimating FCF. And what is more

important, you should not include AP payments when forecasting cash flows.

The case of PWC is just what is known as factoring. I, as a vendor, go to the bank and

"negotiate" my invoices and you as my customer, usually you have to pay according to the

terms agreed on the supply contract. To me, it is a mechanism of collecting the AP by the

supplier. However, I would consider that as AP and include the payments agreed with the bank,

as part of FCF (negative).

Again, I will not die for considering AP as debt as long as taking care of the recipe to define

FCF. THAT is the most relevant issue. Just to avoid double counting.

That is all, regarding my opinion.

Karnen:

What that PWC questions it, is, the fact that it is the company, and not the company's

supplier/vendor (who has Accounts Receivable (AR)), that arranges or negotiates "the factoring

of that AR" to the company's banker. The supplier or vendor will accept it since the banker is

credible, and he/she receives the collection faster, yet this is the interesting part, the factoring

interest is to be paid by the company.

I have seen this before, especially big companies with strong creditworthiness and the bankers

are mostly international banks. So the practice is getting common when that MNC having

business in developing countries.

Page 21: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 21

IVP:

Yes, it is the same analysis. My comments apply as before. The critical issue is to avoid the

double counting: one when including AP in the working capital that becomes part of the FCF

and the other as debt that defines WACC.

Interesting that factoring is designed with the AP from suppliers.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

Page 22: Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang

www.futurumcorfinan.com

Page 22

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of

writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been

compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any

representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from

the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not

intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors

for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the

authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved