hubungan pengetahuan dan sikap terhadap …repository.helvetia.ac.id/2365/6/robinson... · skripsi...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI APOTEK LESTARI 3 SUNGGAL
TAHUN 2019
SKRIPSI
OELH :
ROBINSON NAINGGOLAN 1701012153
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
2019
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI APOTEK LESTARI 3 SUNGGAL
TAHUN 2019
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Pada Program S1 Farmasi Fakultas Farmasi dan Ksehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan
OELH :
ROBINSON NAINGGOLAN 1701012153
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
2019
Telah diuji pada tanggal 26 Agustus 2019
PANITIA PENGUJI SKRIPSI Ketua : Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt Anggota : 1. Yulis Kartika, S.Farm., M.Si., Apt 2. Dini Permata Sari, S.Farm., M.Si., Apt
ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI APOTEK LESTARI 3 SUNGGAL
TAHUN 2019
ROBINSON NAINGGOLAN 1701012153
Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah kesehatan pada saat
ini adalah Diabetes Mellitus (DM). Di dunia kejadian Diabetes Mellitus diperkirakan 8,3 % orang dewasa (382 juta orang) memiliki diabetes dan diperkirakan jumlah orang yang menderita penyakit ini akan bertambah melampaui 592 juta jiwa (meningkat 55 %) dalam waktu kurang dari 25 tahun. Indonesia sendiri menempati urutan ke-7 sebagai negara dengan junlah penderita diabetes (20-70 tahun) terbanyak di dunia setelah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kapatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada pasien DM tipe 2 di Apotek Lestari 3 Sunggal Medan tahun 2019. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2019 di Apotek Lestari 3 Medan dengan populasi sebanyak 100 orang serta sampel sebanyak 50 orang. Data dianalisis dengan menggunakan Uji analisis Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan variabel pengetahuan memliki hubungan yang ignifikan dengan variabel kepatuhan mengkonsumi obat hipoglikemik oral pada taraf signifikan 0,000<0,05 demikian juga dengan variabel sikap memliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada taraf signifika 0,037<0,05. Hasil ini menyimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kepatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada pasien diabetes mellitus di Apotek Lestari 3 Sunggal tahun 2019.
Disarankan kepada penderita diabetes mellitus agar lebih meningkankan pengetahuan dan informasi tentang OHO ataupun diabetes mellitus baik dari media massa, internet atau mengikuti penyuluhan. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Obat Hipoglikemik Oral
i
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kapatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada pasien DM tipe 2 di Apotek Lestari 3 Sunggal Medan tahun 2019” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program S1 Farmasi di Institut Kesehatan Helvetia Medan.
Selama proses penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M. Kes., selaku Ketua Pembina
Yayasan Helvetia Medan. 2. Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Institut
Kesehatan Helvetia 3. Dr. H. Ismail Efendi, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan. 4. H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Kehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan. 5. Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Ketua Prodi S1 Farmasi Institut
Kesehatan Helvetia Medan dan juga selaku Dosen Pembimbing I yang memberikan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini.
6. Drs. Indra Ginting, M.M, Apt, selaku Dosen Pembimbing II yang memberikan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini.
7. Seluruh Staf Dosen Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah memberikan Ilmu dan pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama pendidikan.
8. Teristimewa buat istri tercinta yang telah memberikan dukungan baik dari segi moril dan doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Bagi teman-teman seperjuangan Program Studi S1 Farmasi yang telah membantu dan mendukung penyelesain skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2019 Penulis
Robinson Nainggolan
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS Nama Mahasiswa : Robinson Nainggolan TTL : Medan 26 Juni 1986 Agama : Kriten Protestan Anak ke : 2 dari 5 bersaudara Alamat : Jl. Cempaka Gg. Cempaka No. 1 Medan Status : Menikah II. DATA ORANG TUA Nama Ayah : M. P. Nainggolan Nama Ibu : H. Situmorang III. PENDIDIKAN Tahun 1991-1997 : SD Katolik Mariana Medan Tahun 1997-2000 : SMP EKA Prasetya Medan Tahun 2000-2003 : SMA Nila Harahapan Medan Tahun 2014-2017 : D3 Farmasi Universitas Sari Mutiara Tahun 2018-2019 : S1 FFarmasi Institut Kesehatan Helvetia
iv
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL HALAMAN PENGESAHAN LEMBAR PANITIA PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................... v DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 4 1.3 Hipotesis Penelitian .................................................................. 4 1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1 Tinjaun Peneliti Terdahulu ....................................................... 6 2.2 Telaah Teori .............................................................................. 8
2.2.1 Pengetahuan .................................................................... 8 2.2.2 Sikap................................................................................ 16
2.2.2. Kepatuhan ....................................................................... 18 2.2.3. Diabetes Mellitus ............................................................ 23
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 38
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 38 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 38 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................. 38
3.3.1 Populasi ........................................................................... 38 3.3.2 Sampel ............................................................................. 38
3.5 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran .......................... 39 3.5.1 Defenisi Operasional ....................................................... 39
3.5.2. Aspek Pengukuran .......................................................... 40 3.6 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 41
3.6.1 Jenis Data ......................................................................... 41 3.6.2 Teknik Pengumpulan Data .............................................. 41 3.7 Metode Pengolahan Data .......................................................... 42
3.8 Analisis data ............................................................................. 43 3.8.1 Analisis univariat ............................................................ 43 3.8.2 Analisis bivariat .............................................................. 43
v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 45 4.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 45
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................... 45 4.1.2. Analisa Univariat ............................................................ 45 4.1.3. Analisa Bivariat............................................................... 48
4.2. Pembahasan .............................................................................. 50 4.2.1. Pengetahuan .................................................................... 50 4.2.2. Sikap................................................................................ 51 4.2.3. Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipoglikemik Oral...... 52 4.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan
Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019 ................................................................................. 52
4.2.5. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019 .............. 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 57
5.2. Kesimpulan ............................................................................... 57 5.2. Saran ......................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian Masing-masing Metode
Pengukuran Kepatuhan Pengobatan ......................................... 21 Tabel 2.2 Pertanyaan pada Morisky Scale Medication Adherence
Scales-8 ..................................................................................... 23 Tabel 2.3 Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2. ..................................... 27 Tabel 2.4 Kriteria Penegakan Diagnosis .................................................. 28 Tabel 3.1 Aspek Pengukuran .................................................................... 40 Tabel 4.1 Kerasteristik Reponden .......................................................... 45 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari III Tahun 2019 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari III Tahun 2019 .................. 46 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Responden Mengkonsumsi
Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari III Tahun 2019 ........................................ 47
Tabel 4.5. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan
Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019 ......... 48
Tabel 4.5. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Kepatuhan
Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019 ......... 49
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman Gambar 1.1 Kerangka Konsep .................................................................... 5
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman 1. Lampiran 1 Kuesioner Penelitian .......................................................... 61 2. Lampiran 2 Master Tabel Penelitian ...................................................... 64 3. Lempiran 3 Hasil Output SPSS .............................................................. 67 4. Lampiran 4 Lembar Pengajuan Judul .................................................... 74 5. Lampiran 5 Survei Awal ........................................................................ 75 6. Lampiran 6 Balasan Survei Awal .......................................................... 76 7. Lampiran 7 Izin Penelitian ..................................................................... 77 8. Lampiran 8 Balasan Izin Penelitian ....................................................... 78 9. Lampiran 9 Lembar Bimbingan Proposal Pembimbing I ...................... 79 10. Lampiran 10 Lembar Bimbingan Proposal Pembimbing II .................. 80 11. Lampiran 11 Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing II ..................... 81 12. Lampiran 12 Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing II ..................... 82 13. Lampiran 13 Lembar Revisi Proposal ................................................... 83 14. Lampiran 14 Lembar Revisi Skripsi ...................................................... 84 15. Lampiran 15 Dokumentasi Penelitian ................................................... 85
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah kesehatan pada saat
ini adalah Diabetes Mellitus (DM). Diabetes Mellitus merupakan penyakit
gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup
insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah.
Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (1).
Di dunia kejadian Diabetes Mellitus diperkirakan 8,3 % orang dewasa
(382 juta orang) memiliki diabetes dan diperkirakan jumlah orang yang menderita
penyakit ini akan bertambah melampaui 592 juta jiwa (meningkat 55 %) dalam
waktu kurang dari 25 tahun. Indonesia sendiri menempati urutan ke-7 sebagai
negara dengan jumlah penderita diabetes (20-70 tahun) terbanyak di dunia setelah
China sebagai urutan pertama, India uratan kedua, USA urutan ketiga, Brazil
urutan keempat, Rusia urutan kelima dan Mexico uratan keenam 2013 (2).
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang ditandai dengan
adanya resistensi pada insulin dan berkurangnya sekresi insulin relatif. Sebagian
besar pada individu dengan resistensi insulin menunjukkan adanya obesitas
abdominal yang dengan sendirinya menyebabkan resistensi insulin (3).
Pola hidup merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berperan
sebagai penyebab penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Perbaikan pola hidup yang
kurang baik seperti pola makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol, merokok
1
2
dan jarang beraktivitas (olahraga) sebenarnya dapat dijadikan sebagai upaya untuk
pencegahan timbulnya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 (4).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Rahati (5) dapat
disimpulkan bahwa tingkat kejadian penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 meningkat
pada negara-negara berkembang akibat pola makan yang tidak sehat. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Setyorogo pada kejadian Diabetes
Mellitus tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng pada tahun 2012 ditemukan
adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes
Mellitus tipe 2. Orang yang aktivitas fisik sehari-harinya berat memiliki resiko
yang rendah untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang aktivitas fisik sehari-harinya ringan.
Pola konsumsi makanan beragam, bergizi seimbang dan aman melalui
menu makanan tradisional yang diolah dari bahan baku yang segar, tinggi serat
dan menggunakan bumbu herbal ternyata telah bergeser menjadi pola konsumsi
makanan cepat saji yang tinggi kadar lemak jenuh, tinggi garam dan gula serta
miskin serat makanan. Selain itu, peningkatan pendapatan keluarga membawa
perubahan gaya hidup (6).
Pengetahuan tentang penyakit Diabetes Mellitus, sangat penting karena
tidak hanya untuk memahami penyakit tersebut tetapi pasien dapat menentukan
langkah-langkah yang perlu diambil dalam rangka mengurangi beratnya penyakit.
Menurut Karyoso (7), bahwa dengan pengetahuan manusia dapat
mengembangkan apa yang diketahui dan dapat mengatasi kebutuhan
kelangsungan hidup, sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.
3
Terbentuk suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada domain
kognitif dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa
materi atau obyek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru dan akan
terbentuk dalam sikap maupun tindakan. Bila seorang pasien mempunyai
pengetahuan, maka pasien akan dapat memilih alternatif yang terbaik bagi dirinya
dan cenderung memperhatikan hal-hal yang penting tentang perawatan Diabetes
Mellitus seperti: pasien akan melakukan pengaturan pola makan yang benar,
berolah raga secara teratur, mengontrol kadar gula darah.
Pengetahuan yang minim terhadap penyakit kronis dan pengobatannya
dapat menimbulkan komplikasi penyakit (8). Persepsi pasien tentang sakit, dalam
hal ini dapat memengaruhi sikap dan perilaku pasien dalam mengunakan obat (9).
Faktor prilaku dapat mempengaruhi ketaatan, yang mana digolongkan sebagai
gangguan perilaku. Oleh karena itu, teori perilaku (behavioral learning theories)
diusulkan untuk membantu menemukan cara untuk menjelaskan dan mengubah
kepatuhan (10). Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan
terutama pada terapi penyakit tidak menular misalnya diabetes, adanya
ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit dapat memberikan efek negatif (11).
Berdasarkan uraian diatas bahwa pengetahuan mempengaruhi sikap dan
perilaku dalam menggunakan obat, maka peneliti tertarik meneliti hubungan
pengetahuan dan sikap terhadap kapatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral
pada pasien DM tipe 2 di Apotek Lestari 3 Sunggal Medan tahun 2019.
4
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan
pengetahuan dan sikap terhadap kapatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral
pada pasien DM tipe 2 di Apotek Lestari 3 Sunggal Medan tahun 2019.
1.3 Hipotesis Penelitian
Ada hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kapatuhan mengkonsumsi
obat hipoglikemik oral pada pasien DM tipe 2 di Apotek Lestari 3 Sunggal Medan
tahun 2019 memiliki hubungan yang signifikan.
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap terhadap
kapatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada pasien DM tipe 2 di
Apotek Lestari 3 Sunggal Medan tahun 2019.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik sebagai referensi adanya hubungan pengetahuan dan
sikap terhadap kapatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada
pasien DM tipe 2 di Apotek Lestari 3 Sunggal Medan tahun 2019
2. Bagi Peneliti selanjutnya sebagai landasan untuk pengembangan
hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kepatuhan kapatuhan
mengkonsumsi obat DM tipe 2 di Apotek Lestari 3 Sunggal Medan.
1.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan deskripsi landasan teori yang telah dibuat pada bab
sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
5
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Pengetahuan (X1)
Sikap (X2)
Kepatuhan Mengkonsumsi OHO (Y)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjaun Peneliti Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Octaviani Bella tahun 2018
dengan judul “faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita diabetes
mellitus dalam menjalani pengobatan di puskesmas pudak payung kota
semarang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan pasien Diabetes Mellitus dalam berobat di
Puskesmas Pudak Payung Kota Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian
analitik deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Mellitus di wilayah kerja
Puskesmas Puskesmas yaitu 76 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan
antara pengetahuan (p = 0,001), dan tradisi (p = 0,001) dengan kepatuhan pasien
Diabetes Mellitus dalam pengobatan di Puskesmas Pudak Payung Kota Semarang
dan variabel tidak terkait yaitu sikap (p = 0,539) (p = 1,004), fasilitas infrastruktur
(p = 0,115), dukungan tenaga kesehatan (p = 0,072), dan dukungan keluarga (p =
0,578). Dapat disimpulkan faktor pengetahuan dan tradisi terkait kepatuhan pasien
Diabetes Mellitus dalam menjalani perawatan di Puskesmas Pudak Payung Kota
Semarang.
Penelitian yang dilakukan oleh Vera Tombokan tahun 2015 dengan judul
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien diabetes
melitus pada praktek dokter keluarga di kota tomohon” Tujuan yang akan dicapai
dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap,
6
7
pendidikan dan motivasi dengan kepatuhan berobat pasien diabetes melitus yang
berobat di Klinik Dokter Keluarga Kota Tomohon. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan motivasi dengan kepatuhan
berobat pasien diabetes melitus di klinik dokter keluarga di Kota Tomohon.
Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
berobat pasien diabetes melitus di klinik dokter keluarga di Kota Tomohon dan
pengetahuan merupakan variabel yang paling berpengaruh.
Penelitian yang dilakukan oleh Ghannissa Putri Nakamireto dengan judul
“hubungan pengetahuan diet diabetes mellitus dengan kepatuhan diet pada pasien
diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta”
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan tingkat kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah
kerja Puskesmas Gamping II Sleman Tahun 2016. Metode penelitian ini adalah
deskriptif analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional dan
menggunakan teknik purposive sampling. Responden pada penelitian ini
berjumlah 57 responden yaitu pasien diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja
Puskesmas Gamping II. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang
kemudian dianalisis menggunakan uji statistik bivariat Kendall Tau.
Hasil analisa statistik diketahui bahwa tingkat pengetahuan pasien berada
pada kategori cukup sebanyak 32 orang (56,1%), kepatuhan diet pada pasien
berada pada kategori patuh sebanyak 42 orang (73,7%) dengan p value=0,000
(p<0,050) dan r= 0,766. Kesimpulan Ada hubungan yang kuat antara pengetahuan
8
diet diabetes mellitus dengan kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus tipe II
di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Yeni Umi Qoni’ah tahun 2017 dengan judul
hubungan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan pada pasien diabetes melitus
tipe 2 di RSUD Sukoharjo. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD. Sukoharjo. Metode yang digunakan adalah penelitian analitik korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah semua
penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi di RSUD
Sukoharjo yang berjumlah 72 responden. Teknik pengambilan sampel dengan cara
consecutive sampling. Analisis statistik yang digunakan adalah Spearman Rho
dengan nilai kepercayaan α = 0,05 dengan alat ukur yang digunakan yaitu
kuesioner pengetahuan DKQ-24 dan kepatuhan MMS-6. Berdasarkan hasil
penelitian ini, diketahui bahwa nilai korelasi antara tingkat pengetahuan terhadap
kepatuhan sebesar nilai p-value 0,000. P value lebih kecil dibandingkan dengan
0,05 dan nilai korelasi Spearman’s Rho sebesar 0, 715 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan pada
pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD. Sukoharjo.
2.2 Telaah Teori
2.2.1 Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
9
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (12).
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung 2 aspek, yaitu
aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang
semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan
sikap semakin positif terhadap objek tertentu (12).
2. Klasifikasi
Budiman (13) menjelaskan bahwa jenis pengetahuan diantaranya sebagai
berikut :
a. Pengetahuan implisit
Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman
seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan
pribadi, perspektif dan prinsip.
b. Pengetahuan eksplisit
Merupakan pengetahuan yang telah disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam
wujud perilaku kesehatan.
3. Proses Perilaku “Tahu”
Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmojo (14), perilaku adalah
semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati labgsung dari
maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (15). Sedangkan sebelum mengadopsi
perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :
10
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik
pada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-ni
d. mbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap
stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi
e. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru
f. Adoption, subjek terlah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus
Pada penelitian selanjutnya yang dikutip oleh Notoatmojo menyimpulkan
bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan disadari
oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan
berlangsung langgeng (lost lasting). Namun sebakikntya, jika perilaku tersebut
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat
sementara. Perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis
dan sosial yang secara terinci merupakan gejolak dari kejiwaan seperti
pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan
dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya.
4. Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (16) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu :
1. Baik : Hasil persentase 76-100 %
11
2. Cukup : Hasil persentase 56-75 %
3. Kurang : Hasil persentase < 56 %
Pengetahuan yang cukup dalam dogmain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami ( Comprehention )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestastikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau kapatuhan mengkonsumsi hukum-
12
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari kapatuhan mengkonsumsi kata kerja seperti dapat
menggambarkan (membuatkan bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria
yang telah ada.
5. Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi 2
menurut Notoatmojo (15) yakni :
13
6. Cara memperoleh kebenaran non ilmiah
1. Cara coba salah (trial and error)
Cara memperoleh kebenaran non ilmiah yang pernah digunakan oleh
manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba
atau yang dikenal dengan “trial and error”. Metode ini telah digunakan oleh
orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah.
Bahkan sampai sekarang pun nmetode ini masih sering digunakan terutama
oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya
terutama dalam meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori dalam
berbagai cabang ilmu pengetahuan.
2. Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh
orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urase
oleh Summers pada tahun 1926.
3. Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan tersebut baik atau tidak kebiasaan seperti ini tidak hanya
terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada
masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah,
tokoh agama maupun ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai
mekanisme yang sama dalam penemuan pengetahuan.
14
4. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadi
pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
5. Cara akal sehat
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori
atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orangtua
jaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya, atau agar
anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat
salah misalnya dijewer telinganya atau dicubit.
7. Cara ilmiah dalam memperoleh ilmu pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis
Bachon (1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh
kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan
membuat pencatatan terhadap fakta sehubungan dengan objek yang
diamati.
8. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1) Faktor Internal
a. Pendidikan
15
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya
hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmojo (14)
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang (17). Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi.
b. Pekerjaan
Menurut Tohams yang dikutip dalam Nursalam (17), pekerjaan
adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan berkeluarga.
c. Umur
Menurut Hurlock yang dikutip dalam Nursalam (17), semakin
cukup umur tingkat kematangan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja.
2) Faktor Eksternal
a. Faktor lingkungan
Menurut Nursalam (17), lingkungan merupakan kondisi disekitar
manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan
dan perilaku orang atau kelompok.
b. Faktor sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.
16
2.2.2 Sikap
1. Defenisi
Sikap merupakan reaksi atau respon terhadap suatu stimulus atau objek.
Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap
objek (14).
Sikap seseorang terhadap sesuatu dibentuk oleh pengetahuan. Untuk dapat
mempengaruhi seseorang, informasi perlu disampaikan secara pelan dan berulang
dengan memperlihatkan keuntungan dan kerugiannya bila mengadopsi informasi
tersebut (18).
2. Komponen Pokok Sikap
Alport dalam Notoatmojo (19), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok :
a. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek
c. Kecendrungan untuk bertindak
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting.
Breckler dalam Budiman (13) menjelaskan bahwa komponen utama sikap
adalah :
a. Kesadaran
17
b. Perasaan
c. Perilaku
3. Tingkatan Sikap
Notoatmojo (14) membagi sikap dalam berbagai tingkatan :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek)
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap.
d. Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggung jawab atasa segala sesuatu yang dipilihnya adalah
merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan
secara langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana
pendapat/pernyataan responden terhadap suatu objek.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Azwar (20) menjelaskan faktor yang mempengaruhi sikap adalah :
a. Pengalaman pribadi
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
c. Pengaruh kebudayaan
18
d. Media massa
e. Lembaga pendidikan
f. Pengaruh faktor emosional
2.2.2. Kepatuhan
1 Kepatuhan dalam Mengkonsumsi Obat Hipoglikemik Oral
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, patuh adalah suka menurut
perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai
aturan dan disiplin. Pranoto mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai
tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokter atau orang lain dalam mencapai tujuan terapi.
Secara umum, istilah kepatuhan (compliance atau adherence)
dideskripsikan dengan sejauh mana pasien mengikuti instruksi-instruksi
atau saran medis terkait dengan terapi obat. Kepatuhan pasien
didefinisikan sebagai derajat kesesuaian antara dosis yang sebenarnya
dengan regimen dosis obat yang diresepkan. Oleh karena itu, pengukuran
kepatuhan pada dasarnya mempresentasikan perbandingan antara dua
rangkaian kejadian, yaitu bagaimana nyatanya obat diminum dengan
bagaimana obat diminum sesuai resep (13)
Sedangkan menurut Notoadmodjo kepatuhan (compliance atau
adherence) adalah tingkat pasien dalam melaksanakan cara pengobatan dan
perilaku yang direkomendasikan oleh dokternya atau yang lainnya.
Pendapat lain dikemukan oleh Kozier kepatuhan adalah perilaku individu
(misalnya: minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya
19
hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kepatuhan terhadap pengobatan adalah sejauh mana upaya dan perilaku
seorang individu menunjukkan kesesuaian dengan peraturan atau
anjuran yang diberikan oleh professional kesehatan untuk menunjang
kesembuhannya.
2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut BPOM RI yang dikutip dari WHO banyak faktor
berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi diabetes mellitus, yaitu:
1) Faktor struktural dan ekonomi
Tidak adanya dukungan sosial dan kehidupan yang tidak mapan
menciptakan lingkungan yang tidak mendukung dalam program
tercapainya kepatuhan pasien.
2) Faktor pasien
Umur, jenis kelamin dan pendidikan yang berhubungan dengan
kepatuhan pasien di beberapa tempat. Pengetahuan mengenai
penyakit diabetes melitus dan keyakinan terhadap efikasi obatnya
akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan
terapinya atau tidak.
3) Kompleksitas regimen
Banyaknya obat yang harus diminum dan toksisitas serta efek
samping obat merupakan faktor penghambat dalam penyelesaian
terapi pasien.
20
4) Komunikasi antara pasien dengan dokter
Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter
mempengaruhi tingkat ketidakpatuhan, misalnya kurangnya
informasi dengan pengawasan, ketidakpuasan terhadap pengobatan
yang diberikan, frekuensi pengawasan yang minim.
5) Dukungan dari petugas pelayanan kesehatan
Empati dari petugas pelayanan kesehatan memberikan kepuasan
yang signifikan pada pasien. Untuk itu, petugas harus memberikan
waktu yang cukup untuk memberikan pelayanan kepada setiap
pasien.
6) Cara pemberian pelayanan kesehatan
Sistem yang terpadu dari pelayanan kesehatan harus dapat
memberikan pelayanan yang mendukung kemauan pasien untuk
mematuhi terapinya. Dalam sistem tersebut, harus tersedia petugas
kesehatan yang berkompeten melibatkan berbagai multidisiplin,
dengan waktu pelayanan yang fleksibel.
3. Cara Mengukur Kepatuhan
Cara untuk mengukur kepatuhan kapatuhan mengkonsumsi obat
terdiri dari 2 metode yaitu metode langsung dan tidak langsung dapat
dilihat pada tabel 3. Masing- masing metode memiliki keuntungan dan
kekurangan, dan tidak ada metode yang menjadi standart baku.
21
Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian Masing-masing Metode Pengukuran Kepatuhan Pengobatan
Pengukuran Kuntungan Kerugian
Langsung Observasi terapi secara langsung
Paling akurat Pasien dapat menyembunyikan pil dalam mulut dan kemudian membuangnya.
Pengukuran kadar obat atau metabolit dalam darah
Obyektif Variasi metabolisme dapat memberikan penafsiran yang salah terhadap kepatuhan, mahal.
Pengukuran penanda biologis dalam darah
Obyektif: dalam uji klinik dapat juga digunakan untuk mengukur plasebo
Memerlukan pengujian kuantitatif yang mahal dan pengumpulan cairan tubuh.
Tidak Langsung Kuesioner Sederhana, tidak
mahal, metode yang paling berguna dalam penentuan klinis
Rentan terhadap kesalahan dengan kenaikan waktu antara kunjungan; hasilnya mudah terdistorsi oleh pasien.
Menghitung pil Obyektif, mudah melakukan
Data mudah diubah oleh pasien.
Monitor obat secara elektronik
Tepat, hasilnya mudah diukur
Mahal, memerlukan kunjungan kembali dan pengambilan data.
Pengukuran penanda fisiologis (contoh: denyut jantung pada kapatuhan mengkonsumsi beta bloker)
Biasanya mudah untuk melakukan
Penanda dapat tidak mengenali penyebab lain (misalnya:peningkatan metabolisme, turunnya absorbsi).
Buku harian pasien Membantu memperbaiki ingatan yang lemah
Mudah diubah oleh pasien.
Jika pasien anak-anak, kuesioner untuk orang tua atau yang merawatnya
Sederhana, obyektif Rentan terhadap distorsi.
Kecepatan menebus resep kembali
Obyektif, mudah untuk memperoleh data
Resep yang diambil tidak sama dengan obat yang dikonsumsi
Penilaian respon klinis pasien
Sederhana, umumnya mudah melakukannya
Faktor lain dari kepatuhan pengobatan dapat berefek pada respon klinik.
22
4. MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scales-8)
Kuesioner merupakan salah satu cara mengukur kepatuhan.
Kuesioner MMAS-8 terdiri dari 8 pertanyaan yang terkandung didalamnya
untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien. Kuesioner MMAS-8
(Modifed Morisky Adherence Scale-8) yang telah tervalidasi dapat
digunakan untuk mengukur kepatuhan pengobatan pada penyakit-penyakit
dengan terapi jangka panjang diantaranya diabetes melitus. Keunggulan
kuesioner MMAS-8 adalah mudah, murah, dan efektif digunakan untuk
mengetahui kepatuhan pasien dengan penyakit kronis (Plakas et al., 2016).
Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan
dalam mengkonsumsi obat dengan delapan item yang berisi pernyataan-
pernyataan yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum obat,
kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan
untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat. MMAS-8
dikategorikan menjadi 3 tingkat kepatuhan obat : kepatuhan tinggi (nilai 8),
kepatuhan sedang (nilai 6-7) dan kepatuhan rendah (nilai < 6) (Morisky et
al, 2008).
MMAS-8 merupakan kuesioner modifikasi dari Modified
Morisky Scale (MMS). Kuesioner MMS merupakan kuesioner kepatuhan
kapatuhan mengkonsumsi obat yang terdiri dari sejumlah 6 item
pertanyaan tertutup berupa jawaban “Ya” dan “Tidak”, kemudian
dikembangkan menjadi kuesioner MMAS-8 dengan 2 item pertanyaan
tambahan. Kuesioner MMAS-8 mempunyai nilai reliabilitas lebih tinggi
23
dibanding MMS yaitu 0,83. Pertanyaan pada Modified Morisky Adherence
Scales-8 dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Pertanyaan pada Morisky Scale Medication Adherence Scales-8
No Pertanyaan Jawaban 1 Apakah Anda kadang-kadang lupa minum obat
untuk penyakit Diabetes Melitus Anda? Ya (0) Tidak (1)
2 Orang kadang-kadang tidak sempat minum obat bukan karena lupa. Selama 2 pekan terakhir ini, pernahkah Anda dengan sengaja tidak meminum obat Anda?
Ya (0) Tidak (1)
3 Pernahkah Anda mengurangi atau berhenti minum obat tanpa memberitahu dokter Anda karena Anda merasa kondisi Anda tambah parah ketika minum obat tersebut?
Ya (0) Tidak (1)
4 Ketika Anda bepergian atau meninggalkan rumah, apakah Anda kadang-kadang lupa membawa obat Anda?
Ya (0) Tidak (1)
5 Apakah Anda kemarin minum obat? Ya (1) Tidak (0) 6 Ketika Anda merasa agak sehat, apakah Anda juga
kadang berhenti minum obat? Ya (0) Tidak (1)
7 Meminum obat setiap hari merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Apakah Anda pernah merasa terganggu dan meninggalkan kewajiban Anda terhadap pengobatan yang harus Anda jalani?
Ya (0) Tidak (1)
8 Seberapa sering anda mengalami kesulitan minum semua obat anda ?
a. Tidak pernah/jarang b. Beberapa kali c. Kadang kala d. Sering e. Selalu
Tulis : Ya (bila memilih: b/c/d/e; Tidak (bila memilih:a)
2.2.3. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
24
karbohidrat, lemak, dan protein. Ini disebabkan karena penurunan sekresi insulin
atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (21).
Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa
dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel.
Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah
dan menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan
glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (22).
2. Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia
pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada
tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada
tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan
angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (23).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan
prevalensi DM sebesar 8,2 juta penyandang diabetes pada daerah urban dan 5,5
juta penyandang diabetes pada daerah rural dan diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun, maka
25
diperkirakan prevalensi DM pada daerah urban terdapat 12 juta penyandang
diabetes dan 8,1 juta di daerah rural dan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RisKesda) 2013, Prevalensi DM di Indonesia yang terdiagnosis dokter atau gejala
adalah 2,1%, dan yang paling tinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),
Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur
(3,3%) dan untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebesar 2,6%.
3. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association (ADA)
2010 dibagi dalam 4 jenis yaitu (24):
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).
Diabetes Melitus Tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas
karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali
sekresi insulin. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM)
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh
karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena
dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi
relatif insulin. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya
asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan
26
sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis
setelah terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik
lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan
ketiga. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM
yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan
4. Faktor Risiko
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes
selayaknya waspada akan kemungkinan dirinya mengidap DM. Para petugas
kesehatan, dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya sepatutnya memberi
perhatian kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk melakukan
beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak
terlambat memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi DM
diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah
dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi. Beberapa factor
risiko untuk DM, terutama untuk DM Tipe 2 dapat dilihat pada tabel dibawah ini
(25).
27
Tabel 2.3 Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2. Riwayat
Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome) IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired glucose tolerance)
Obesitas >120% berat badan ideal Umur 20-59 tahun : 8,7%
> 65 tahun : 18% Etnik/Ras Hipertensi >140/90mmHg Faktor-faktor Lain Kurang olah raga
Pola makan rendah serat
Menurut Suyono, (26) Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia akan terus
meningkat dikarenakan beberapa faktor antara lain :
1. Faktor keturunan (genetik)
2. Faktor kegemukan atau obesitas (IMT > 25 kg/m2)
a. Pola gaya hidup dan pola makan yang salah
b. Makan berlebihan
c. Kurang olah raga
3. Faktor demografi
a. Jumlah penduduk meningkat
b. Urbanisasi
4. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
5. Diagnosa
Diagnosis klinis DM umumnya ditegakkan bila ada gejala khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita
28
antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. Apabila ada keluhan
khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥
126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM (25).
Tabel 2.4 Kriteria Penegakan Diagnosis.
Glukosa Plasma Puasa
Glukosa Plasma 2 jam setelah makan
Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL Pra-diabetes IFG atau IGT
100 – 125 mg/dL –
– 140 – 199 mg/dL
Diabetes ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM adalah (27):
1. Didahului dengan adanya keluhan keluhan khas yang dirasakan dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah.
2. Pemeriksaan glukosa darah menunjukkan hasil: pemeriksaan glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl (sudah cukup menegakkan diagnosis), pemeriksaan
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (patokan diagnosis DM).
2) Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih
lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah
sewaktu yang abnormal tinggi (≥ 200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa
darah puasa yang abnormal tinggi (≥ 126 mg/dL), atau dari hasil uji
29
toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan ≥
200 mg/dL (25).
6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Penatalaksanaan DM didasarkan pada rencana diet, latihan fisik dan
pengaturan aktivitas fisik, agen-agen hipoglikemik oral, terapi insulin,
pengawasan glukosa dirumah, dan pengetahuan tentang diabetes dan perawatan
diri. Diabetes adalah penyakit kronik, dan pasien perlu menguasai pengobatan dan
belajar bagaimana menyesuaikannya agar tercapai kontrol metabolik yang
optimal. Pasien-pasien dengan gejala diabetes melitus tipe 2 dini, dapat
mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana
diet dan latihan fisik saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral
hipoglikemik juga dianjurkan (28).
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan DM, yang
pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat.
Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan
langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya (25).
Dalam penatalaksanaan DM menurut Perkeni, (27) ada 4 pilar utama
penatalaksanaan diabetes melitus yaitu:
30
1) Edukasi.
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi
aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi
secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku
hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian,
perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi. Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemika serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,
setelah mendapat pelatihan khusus.
2) Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Prinsip
pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
31
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal kabohidrat, protein, lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu: Kabohidrat 60-70%, Protein 10-15%,
Lemak 20-25 %.
3) Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur. (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
4) Terapi Farmakologis
Terapi dan pengelolaan farmakologis diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis DM dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan
terapi Insulin.
32
7. Terapi Farmakologis Diabetes Melitus
1) Obat Hipoglikemik Oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
a. Pemicu Sekresi Insulin
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemika berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan kapatuhan mengkonsumsi
sulfonilurea kerja panjang. Glinid merupakan obat yang cara
kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin
a) Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ),
suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
33
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara
berkala.
c. Penghambat glukoneogenesis
a) Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-
pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
d. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemika.
34
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulens.
e. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan suatu hormon peptida
yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh
sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. GLP1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun
demikian, secara cepat GLP1 diubah oleh enzim dipeptidyl
peptidase4 (DPP4), menjadi metabolit GLP1(9,36) amide yang tidak
aktif. Sekresi GLP1 menurun pada DM tipe 2, peningkatan
konsentrasi GLP1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang
menghambat kinerja enzim DPP4 (penghambat DPP4). Berbagai
obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor, mampu menghambat
kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin
serta menghambat penglepasan glucagon.
2) Terapi Insulin
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel ß
pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena
porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah
35
membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan
insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat
masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan
sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga
tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya (25).
Insulin berperan penting dalam pengendalian metabolisme dalam
tubuh. Pada DM Tipe I, sel-sel ß langerhans kelenjar pankreas
penderita rusak, sehingga terapi insulin merupakan satu keharusan
bagi penderita DM Tipe 1. Penderita DM yang hamil membutuhkan
terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar
glukosa darah. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau
yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi
kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan
insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika
terjadi peningkatan kebutuhan insulin (25).
8. Komplikasi
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali
adalah (29):
1) Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan
terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan
menyebabkan kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan
36
berespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel
vaskular yang selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh
darah yang menyebabkan glaukoma (kebutaan).
2) Nefropati
Peningkatan tekanan glomerular dan disertai meningkatnya matriks
ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal
yang akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian
terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya
glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan
mikroalbuminuria dan kemudian berkembang menjadi proteinuria
secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi
glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.
3) Neuropati
Gejala yang timbul berupa hilangnya sensasi distal atau seperti kaki
terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam
hari.
4) Penyakit jantung koroner
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan
kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).
Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM.
Akibat aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian
menjadi penyakit jantung koroner.
37
5) Penyakit pembuluh darah perifer.
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki
diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada
penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai
darah ke kaki.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif.
Desain penelitian ini digunakan untuk menganalisis dan menyajikan fakta secara
sistematik sehingga dapat lebih mudah disimpulkan (30). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan sikap pasien terhadap
pengobatan diabetes mellitus. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kapatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pasien Diabetes Mellitus.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2019 di Apotek Lestari 3 Medan.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Pasien DM tipe 2 membeli obat di Apotek Lestari 3 ± 5-10 orang dalam
sehari, maka sampel yang digunakan sebanyak 100 orang, dapat menjadi
perwakilan dalam pengambilan data.
3.3.2 Sampel
n = 𝑁𝑁1+𝑁𝑁 (𝑒𝑒)2
= 1001+100 (0,1)2
= 50 orang
N = populasi
e = tingkat kesalahan
n = sampel yang diambil
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini :
38
39
- Pasien berusia 20-65 tahun
- Sudah mengkonsumsi obat DM minimal sebulan
- Bersedia mengisi kuesioner
Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini :
- Pasien berusia dibawah 20 tahun dan diatas 65 tahun
- Pasien tidak bersedia mengisi kuesioner
- Pasien penderita diabetes melitus tipe 1
Teknik yang dipergunakan adalah untuk mengambil sampel dari populasi.
Teknik sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan teknik Cluster
Sampling. Cluster Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada individu (30).
3.4 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran
3.4.1 Defenisi Operasional
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon terhadap suatu stimulus atau objek.
Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
40
3. Kepatuhan Mengkonsumsi OHO
Perilaku kepatuhan terhadap mengkonsumsi OHO dan perilaku penderita
diabetes melitus menunjukkan kesesuaian dengan peraturan atau
anjuran yang diberikan oleh professional kesehatan untuk menunjang
kesembuhannya.
3.4.2. Aspek Pengukuran
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran
No Variabel Jumlah Pertanyaan
Cara Ukur
Alat Ukur Skala pengukuran
Value Jenis Skala Ukur
Variabel Independen 1. Pengetahuan 15
pernyataan Menghitung Skor Jika Ya=1 Jika tidak=0
Kuesioner Kategori:
1. Baik
(Skor 11-15)
2. Cukup
(Skor 6-10)
3. Kurang (Skor 0-5)
3
2
1
Ordinal
2. Sikap 10 Pertanyaan
Menghitung Skor Jika Setuju=1 Jika tidak Setuju=0
Kuesioner Kategori: 1. Positif Skor (6-10) 2. Negatif Skor (0-5)
2
1
Ordinal
Variabel Dependen 1. Kepatuhan
mengkonsumsi obat Hipoglikemik Oral
8 Perntayaan
Menghitung Skor Jika Ya=1
Jika tidak=0
KuesionerMMAS-8
1. Skor 3-8 Kepatuhan Rendah
2. Skor 1-2
Kepatuhan Sedang
3. Skor 0 =
Kepatuhan Tinggi
3
2
1
Ordinal
41
3.5 Metode Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu
wawancara dan penyebaran kuesioner.
3.5.1 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data karakteristik responden, melalui wawancara
dan kueseioner untuk mendapatkan informasi penting tentang pengetahuan
responden, sikap dan kepatuhan mengkonsumsi OHO. Kuesioner
disebarkan kepada responden
2. Data Sekunder meliputi deskriptif di lokasi penelitian, data yang diperoleh
tidak secara langsung dari objek penelitian.
3. Data tersier adalah data riset yang dipublikasikan secara resmi seperti
jurnal dan laporan penelitian.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan umur pendidikan pekerjaan dari jawaban subjek
atas pertanyaan yang diberikan peneliti yang diperoleh dari variabel yang
akan diteliti yaitu dengan metode wawancara dan kuesioner. Kuesioner
disebarkan kepada responden untuk mengumpulkan data tentang
pengetahuan dan sikap, serta kepatuhan megnkonsumsi OHO.
2. Data tersier adalah data riset yang dipublikasikan secara resmi seperti
jurnal dan laporan penelitian.
42
3.6 Metode Pengolahan Data
Langkah-langkah yang ditempuh yaitu :
1. Editing
Proses editing dilakukan untuk memeriksa data kuesioner yang sudah
terkumpul dan jika ada kekurangan langsung dilengkapi tanpa dilakukan
penggantian data.
2. Coding
Pada tahap ini dilakukan dengan pemberian kode pada semua variabel agar
mempermudah dalam pengolahan data, mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Tabulating
Tabulating yaitu membuat tabulasi untuk pengorganisasian data yang
sudah terkumpul agar mudah dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan serta
dianalisis.
4. Entry
Kegiatan memasukkan data dari kuesioner yang telah di beri kode kedalam
program atau software computer.
5. Cleaning
Apabila semua data setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-
kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian di lakukan
pembetulan atau koreksi.
43
3.7 Analisis data
3.7.1 Analisis univariat
Menganalisis secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi tiap
variabel penelitian. Variabel yang dianalisis secara univariat pada penelitian ini
adalah karakteristik responden.
3.7.2 Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diteliti yaitu
pengetahun, sikap dan kepatuhan mengkonsumsi OHO. Tujuan analisis bivariat
adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel
terikat dengan variabel bebas. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji chi-square. Uji chi-square merupakan uji komparatif yang digunakan
dalam data di penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan
data yang diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan.
Analisa bivariat adalah analisa untuk melihat adanya hubungan
pengetahun, sikap dan kepatuhan mengkonsumsi OHO pada pesien diabetes
melitus tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019. Analisa bivariat dilakukan dengan
uji statistic Chi Square, dengan tingkat kemaknaan 0,05.
Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi yaitu dengan
menggunakan SPSS, dengan rumus :
x2 =∑(0−𝐸𝐸)2
𝐸𝐸
Keterangan :
x2 = Chi Square
O = Nilai Observasi
44
E = Nilai yang diharapkan
∑ = Jumlah kolom dan baris
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Apotek Lestari 3 berlokasi di jalan Setia Makmur no 1 Dusun II Desa
Sunggal Kanan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, dengan daerah
padat pemukiman penduduk. Pemilik apotek lestari 3 adalah R Nainggolan.
Apotek tersebut ditanggungjawabi oleh seorang Apoteker Theodora Tambun
dengan dibantu oleh 2 asisten apoteker, memulai jam pelayanan ke masyarakat
dari pkl 07.00 pagi sampai 24.00 malam dengan melayani resep dokter kecuali
psikotropika.
4.1.2. Analisa Univariat
1. Kerateristik Responden
Berdasarakan Penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari III Sunggal
tahun 2019 didapatkan bahwa distribusi frekuensi karakteristik responden adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kerasteristik Reponden
Kerakteristik Umur F (%)
20-50 Tahun 32 64,0 >50 Tahun 18 36,0
Jenis Kelamin Laki-laki 33 34,0
Perempuan 17 66,0 Pendidikan
SD 9 18,0 SMP 22 44,0 SMA 13 26,0
PT (Perguruan Tinggi) 6 12,0
45
46
Pekerjaan PNS 4 8,0
Peg.Swasta 13 26,0 Wiraswasta 16 32,0 Pensiunan 1 2,0 Lain-lain 16 32,0
Berdaarkan Tabel 4.1 diatas dapat diketahui kerteristik reponden
berdasarkan umur dari 50 responden yang berumur 20-50 tahun sebanyak 32
orang (64,0%) dan yang berumur >50 tahun sebanyak 18 orang (36,0%).
Kerateristik reponden berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 33 orang
(34,0%), dan perempuan sebanyak 17 orang (66,0%). Kerateristik responden
berdasarkan pendidikan, yang berpendidikan SD sebanyak 9 orang (18,0%),
berpendidikan SMP sebanyak 22 orang (44,0%), berpendidikan SMA sebanyak
13 orang (26,0%) dan yang berpendidikan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 6
orang (12,0%).
2. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari III tahun
2019 distribusi frekuensi pengetahuan responden adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari III Tahun 2019
No Pengetahuan F (%) 1 Baik 5 10,0 2 Cukup 32 64,0 3 Kurang 13 26,0
Total 50 100 Berdasarkan tabel 4.1 diatas distrubusi frekuensi pengetahuan pasien
Diabetes Melitus Tipe II di Apotek Lestari 2 tahun 2019 dapat diketahui bahwa
dari 50 responden yang berpengetahuan baik sebanyak 5 orang (10,0%), yang
47
berpengetahuan cukup sebanyak 32 orang (64,0%) sedangkan yang
berpengetahuan kurang sebanyak 13 orang (26,0%).
2. Sikap
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari III tahun
2019 distribusi frekuensi sikap responden adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari III Tahun 2019
No Sikap F (%) 1 Negatif 15 30,0 2 Positif 35 70,0
Total 50 100 Berdasarkan tabel 4.3 diatas distrubusi frekuensi sikap pasien Diabetes
Melitus Tipe II di Apotek Lestari 2 tahun 2019 dapat diketahui bahwa dari 50
responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 15 orang (30,0%) sedangkan
yang memiliki sikap positif sebanyak 35 orang (70,0%).
3. Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipoglikemik Oral
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari III tahun
2019 distribusi frekuensi kepatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada
pasien Diabetes Melitus Tipe 2 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Responden Mengkonsumsi Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari III Tahun 2019
No Kepatuhan F (%) 1 Kepatuhan Rendah 39 78,0 2 Kepatuhan Sedang 11 22,0 3 Kepatuhan Tinggi 0 0,0
Total 50 100
48
Berdasarkan tabel 4.4 diatas distrubusi frekuensi kepatuhan responden
dalam mengkonsumsi obat hipoglikemik oral pada pasien Diabetes Melitus Tipe
II di Apotek Lestari 2 tahun 2019 dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang
kapatuhannya rendah sebanyak 39 orang (78,0%), kepatuhannya sedang sebanyak
11 orang (22,0%).
4.1.3. Analisa Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari 2 tahun
2019 dengan menggunakan tabulasi silang dan uji chi-square didapatkan analisis
bivariat sebagai berikut:
1. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari 3 tahun
2019 didapatkan hubungan pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsmsi obat
hipoglekemi oral adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019
No Pengetahuan Kepatuhan Jumlah P-
Value Sedang Rendah f % f % F %
0,000 1. Baik 8 16,0 5 10,0 13 26,0 2. Cukup 3 6,0 29 58,0 32 64,0 3 Kurang 0 0,0 5 10,0 5 10,0
Jumlah 11 22,0 39 78,0 50 100
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas menunjukkan hasil tabulasi silang
pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsumi obat hipoglikemik oral pada pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019 didapatkan dari 50
49
responden yang berpengetahuan baik dengan kapatuhan sedang sebanyak 8 orang
(16,0%), yang berpengetahuan baik dengan kepatuhan rendah sebanyak 5 orang
(10,0%), yang berpengetahuan cukup dengan kepatuhan sedang sebanyak 3 orang
(6,0%), yang berpengetahuan cukup dengan kepatuhan rendah sebanyak 29 orang
(58,0%) dan yang berpengetahuan kurang dengan kepatuhan rendah sebanyak 5
orang (10,0%).
Hasi uji statistik menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa nilai p
value sebesar 0,000<0,05, sehinga ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan
mengkonsumsi obat hipoglekimik oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
Apotek Lestari 3 tahun 2019.
2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari 3 tahun
2019 didapatkan hubungan sikap dengan kepatuhan mengkonsmsi obat
hipoglekemi oral adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019
No Sikap Kepatuhan Jumlah P-
Value Sedang Rendah f % f % F %
0,037 1. Negatif 0 0,0 15 10,0 15 30,0 2. Positif 11 22,0 24 48,0 35 70,0
Jumlah 11 22,0 39 78,0 50 100
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas menunjukkan hasil tabulasi silang
pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsumi obat hipoglikemik oral pada pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019 didapatkan dari 50
50
responden yang memiliki sikap negatif dengan kepatuhan rendah sebanyak 5
orang (10,0%), yang memiliki sikap positif dengan kapatuhan sedang sebanyak 11
orang (22,0%), sedangkan yang memiliki sikap positif dengan kaputahan rendah
sebanyak 24 orang (48,0%).
Hasi uji statistik menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa nilai p
value sebesar 0,037<0,05, sehinga ada hubungan sikap dengan kepatuhan
mengkonsumsi obat hipoglekimik oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
Apotek Lestari 3 tahun 2019.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengetahuan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari 3 didapatkan
hasil distrubusi frekuensi pengetahuan pasien Diabetes Melitus Tipe II di Apotek
Lestari 3 tahun 2019 bahwa dari 50 responden yang berpengetahuan baik
sebanyak 5 orang (10,0%), yang berpengetahuan cukup sebanyak 32 orang
(64,0%) sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 13 orang (26,0%).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (12).
Menurut asumsi peneliti sesuai penelitian yang di lakukan di Apotek
Lestari 3 tahun 2019 pengetahuan responden tentang obat hipoglikemik oral
51
masih tergolong sedang ataupun cukup hal ini terlihat dari mayoritas reponden
memiliki pengetahuan cukup yaitu 32 orang (64,0%), hal ini juga dipengaruhi
kerateristik responden dimana mayoritas responden berpendidikan SMP sebanyak
22 orang (44,0%).
4.2.2. Sikap
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Apotek Letari 3 diperoleh
distrubusi frekuensi sikap pasien Diabetes Melitus Tipe II bahwa dari 50
responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 15 orang (30,0%) sedangkan
yang memiliki sikap positif sebanyak 35 orang (70,0%).
Sikap merupakan reaksi atau respon terhadap suatu stimulus atau objek.
Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap
objek (14).
Penelitian ini menujukkan mayoritas responden memiliki sikap negatif
tentang obat hipoglikemik oral hal ini terlihat dari dimana dari 50 responden 35
orang diantaranya memeliki sikap negatif (70,0%), hal ini terjadi karena
minimnya pengetahuan responden tentang obat hipoglikemik oral. Menurut
Sunaryo (2013), sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dapat dipelajari dan dibentuk
berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya.
Pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor eksternal (pengalaman, situasi, norma,
hambatan dan pendorong) dan internal (fisiologis, psikologis dan motif).
52
4.2.3. Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipoglikemik Oral
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Apotek Letari 3 tahun 2019
diperoleh hasil distrubusi frekuensi kepatuhan responden dalam mengkonsumsi
obat hipoglikemik oral pada pasien Diabetes Melitus Tipe II di Apotek Lestari 2
tahun 2019 dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang kapatuhannya rendah
sebanyak 39 orang (78,0%), kepatuhannya sedang sebanyak 11 orang (22,0%).
Secara umum dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002: 837) yang
dimaksud dengan kepatuhan adalah sifat patuh atau ketaatan dalam menjalankan
perintah atau sebuah aturan.
Penelitian ini menunjukkan mayoritas kepatuhannya dalam mengkonsumsi
obat hipoglikemik oral dari 50 responden 39 diantaranya kepatuhannya rendah
dalam mengkonsumsi obat hipoglikemik oral (78,0%). beberapa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan pasien atau penderita DM dalam menjalani pengobatan
didasarkan pada hasil riset tentang kepatuhan pasien yang dilandasi atas
pendangan tradisional mengenai pasien sebagai penerima nasehat dokter yang
pasif dan patuh.
4.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari 3 tahun 2019
didapatkan hasil tabulasi silang pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsumi
obat hipoglikemik oral pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3
tahun 2019 didapatkan dari 50 responden yang berpengetahuan baik dengan
kapatuhan sedang sebanyak 8 orang (16,0%), yang berpengetahuan baik dengan
53
kepatuhan rendah sebanyak 5 orang (10,0%), yang berpengetahuan cukup dengan
kepatuhan sedang sebanyak 3 orang (6,0%), yang berpengetahuan cukup dengan
kepatuhan rendah sebanyak 29 orang (58,0%) dan yang berpengetahuan kurang
dengan kepatuhan rendah sebanyak 5 orang (10,0%).
Hasi uji statistik menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa nilai p
value sebesar 0,000<0,05, sehinga ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan
mengkonsumsi obat hipoglekimik oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
Apotek Lestari 3 tahun 2019.
Penelitian ini sejalan dengan penelitia yang dilkukan oleh Ghannissa Putri
Nakamireto dengan judul “hubungan pengetahuan diet diabetes mellitus dengan
kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Gamping
II Sleman Yogyakarta”. Hasil analisa statistik diketahui bahwa tingkat
pengetahuan pasien berada pada kategori cukup sebanyak 32 orang (56,1%),
kepatuhan diet pada pasien berada pada kategori patuh sebanyak 42 orang (73,7%)
dengan p value=0,000 (p<0,050) dan r= 0,766. Kesimpulan Ada hubungan yang
kuat antara pengetahuan diet diabetes mellitus dengan kepatuhan diet pada pasien
diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Sleman
Yogyakarta.
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi
54
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (12).
Menurut asumsi peneliti sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan di
Apotek Lestari 3 tahun 2019 pengetahuan sangat erat hubungannya dengan
kepatuhan mengkonsumsi obat hipoglikemik oral dimana semakin tinggi
pengetahuan seseorang maka kasadaran akan penyakit yang dideritanya semakin
meningkat. Minimnya pengetahuan responden akan obat hipoglikemik oral akan
memicu ketidapatuhan pasien tersebut untuk mengkonsumsinya secara teratur.
Sebagian dari mereka mengaku tidak paham tentang obat hipoglikemik oral
mereka hanya mengkonsumsinya ketika gula darah mereka meningkat disamping
faktor pengetahuan yang minim faktor pekerjaan mereka yang kurang mendukung
untuk mengkonsumsi obat hipoglikemik oral secara teratur hal ini terlihat dari
mayoritas responden bekerja sehingga terkadang mereka lupa membawanya
ketempat kerja dan sebagian dari mereka juga beralasan terkadang sesampai
dirumah sudah lelah dan langsung istirahat ketika tiba dirumah sehingga
terkadang lupa meminumnya. Akibat dari ketidakpahaman akan penyakit DM,
banyak penderita DM yang tidak patuh serta mengalami komplikasi dan
mengakibatkan penyakitnya bertambah parah. Awal mula pemicu timbulnya
masalah-masalah kesehatan yang kronis dan fatal cukup sederhana,
ketidakpatuhan penderita DM dalam menjaga serta menjalani berbagai macam
pengobatan tidak teratur, yang akhirnya menyebabkan terjadinya komplikasi yang
fatal dan berujung pada amputasi dan kematian.
55
4.2.5. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Mengkonumsi Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Apotek lestari 3 tahun 2019
menunjukkan hasil tabulasi silang pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsumi
obat hipoglikemik oral pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan dari 50
responden yang memiliki sikap negatif dengan kepatuhan rendah sebanyak 5
orang (10,0%), yang memiliki sikap positif dengan kapatuhan sedang sebanyak 11
orang (22,0%), sedangkan yang memiliki sikap positif dengan kaputahan rendah
sebanyak 24 orang (48,0%).
Hasi uji statistik menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa nilai p
value sebesar 0,037<0,05, sehinga ada hubungan sikap dengan kepatuhan
mengkonsumsi obat hipoglekimik oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
Apotek Lestari 3 tahun 2019.
Sikap seseorang terhadap sesuatu dibentuk oleh pengetahuan. Untuk dapat
mempengaruhi seseorang, informasi perlu disampaikan secara pelan dan berulang
dengan memperlihatkan keuntungan dan kerugiannya bila mengadopsi informasi
tersebut (18).
Penelitian ini sejalan denngan penelitian yang dilakukan oleh Vera
Tombokan tahun 2015 dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan berobat pasien diabetes melitus pada praktek dokter keluarga di kota
tomohon” Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan, sikap dan motivasi dengan kepatuhan berobat pasien diabetes
melitus di klinik dokter keluarga di Kota Tomohon. Pengetahuan, Sikap, dan
56
Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan berobat pasien diabetes
melitus di klinik dokter keluarga di Kota Tomohon dan pengetahuan merupakan
variabel yang paling berpengaruh.
Menurut asumsi peneliti sikap sangat erat hubungannya dengan kepatuhan
mengkonsumsi obat hipoglikemik oral sikap merupakan salah satu faktor
pembentuk perilaku. sikap kepatuhan didasarkan atas berbagai macam faktor.
Faktor tersebut bisa dipengaruhi faktor internal maupun eksternal, faktor internal
meliputi kepribadian, kesadaran, pemahaman, serta kontrol diri. Kepatuhan
merupakan suatu perilaku yang ditunjukan seseorang untuk memenuhi perintah
orang lain. Kepatuhan adalah perilaku yang sesuai dengan perintah agar sesuai
dengan peraturan. Kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan
adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
profesional kesehatan. Di dalam penelitian ini, ketidakpatuhan yang dimaksud
adalah pasien yang tidak melaksanakan sebuah program pengobatan yang
disarankan dari pihak luar, yakni otoritas individu yang kuat yang menyebabkan
individu enggan untuk melaksanakan kepatuhan yang disarankan. Dalam hal ini
sosial preasure atau tekanan sosial baik dari petugas dan dokter. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kepatuhan pasien atau penderita DM dalam menjalani
pengobatan didasarkan pada hasil tentang kepatuhan pasien yang dilandasi atas
pendangan tradisional mengenai pasien sebagai penerima nasehat dokter yang
pasif dan patuh.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.2. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Apotek Lestari 3 Tahun 2019
maka disimpulkan sebagai berikut :
1. Berpengetahuan baik sebanyak 5 orang (10,0%), yang berpengetahuan cukup
sebanyak 32 orang (64,0%) dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 13
orang (26,0%).
2. Responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 15 orang (30,0%)
sedangkan yang memiliki sikap positif sebanyak 35 orang (70,0%).
3. Kapatuhannya rendah sebanyak 39 orang (78,0%), kepatuhannya sedang
sebanyak 11 orang (22,0%).
4. Ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsumsi obat
hipoglekimik oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Apotek Lestari 3
tahun 2019 dengan hasil uji statistik chi-square nilai p value sebesar
0,000<0,05.
5. Ada hubungan sikap dengan kepatuhan mengkonsumsi obat hipoglekimik
oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Apotek Lestari 3 tahun 2019 Hasil
uji statistik chi-square nilai p value sebesar 0,037<0,05.
57
58
5.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pengetahuan dan sikap sangat erat hubungannya dengan kepatuhan
mengkonsumsi obat hipoglikemik oral oleh sebab itu disarankan kepada
penderita diabetes mellitus agar lebih meningkankan pengetahuan dan
informasi tentang OHO ataupun diabetes mellitus baik dari media massa,
internet atau mengikuti penyuluhan.
2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar melanjutkan penelitian dengan
metode pengukuran yang lain ataupun menambah variabelnya.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Diabetes Mellitus. Jakarta 2. International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas 6th Edition 3. Dipiro, et all. 2011. Pharmacoteraphy : A Patofisiologi Approach 8th
Edition. The mac Grow-Hill Companies. 4. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi : Situasi dan
Analisis Diabetes. Kementrian Kesehatan. Jakarta 5. Rahati. 2014. Food Pattern. Lifestyle and Diabetes Mellitus. Int J High Risk
Behave Addict. 6. Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan
dan Aktivitas Fisik Untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular. Kementrian Kesehatan RI : Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta
7. Karyoso. 1999. Pengantar Komunikasi. Jakarta : Kedokteran RGC 8. Dewi, P.N. 2014. Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Dm Tipe
2 Dan Obat Antidiabetes Oral Di Rs Dan Klinik Gotong Royong Surabaya Periode Juni-Juli 2014. Surabaya: Skripsi. Prodi Pendidikan Dokter Universitas Katolik Widya Mandala.
9. Phitri, E.H., Widiyaningsih. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Penderita Diabetes Mellitus Dengan Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus Di Rsud AM. Parikesit Kalimantan Timur. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah. 1(1):58-74.
10. Mark H. Beers, MD, 2003. Diabetes Mellitus. The Merck Manual of Medical Information. 2nd ed. Chapter 165: 873-881.
11. WHO and International Diabetes Federation, 2009. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia. Atlas Diabetes. Available from: http://www.who.int/diabetes/publications/Definition%20and diagnosis%20of%20 diabetes new.pdf. Notoatmojo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
12. Dewi dan Wayan. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Jakarta : Nuha Medika
13. Budiman. 2013. Kapita Seleksi Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan.Jakarta : Salemba Medika
14. Notoatmojo. 2003. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka 15. Notoatmojo. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta 16. Arikunto. 2006. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rhineka Cipta 17. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
18. Hurlock. 1998.
19. Kurniasari, 2008. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita TBC dengan Keteraturan dalam Pengobatan TBC di UPTD Puskesmas Cibogo Kabupaten Subang.
60
20. Notoatmojo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta
21. Azwar. 2013. Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya). Yogyakarta : Pustaka Pelajar
22. Sukandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI. Hal. 26 23. Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: Trans Info Media. Hal. 151. 24. Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2011. Semarang: PB PERKENI. Hal. 1-21 25. Ndraha, S. (2014). Leading Article: Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Tatalaksana Terkini. Medicinus. 27(2):9. 26. DepKes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus.
Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Hal. 19-29
27. Suyono, S., 2009. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes. Dalam : Soegondo, S., Soewondo,P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 4-7
28. Perkeni. (2006). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Semarang: PB PERKENI. Hal. 5-6
29. Price, A.S dan Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Alih bahasa : Brahm U, Pendi. Editor edisi Bahasa Indonesia : Huriawati Hartanto. Ed. 6 . Jakarta: EGC. Hal. 1264-1265
30. Waspadji, S. 2006. Komplikasi kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya, Diagnosa dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Sudoyo, A.W., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1906-1908Notoatmojo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
31. Dahlan. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
32. Hidayat. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
33. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
61
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI APOTEK LESTARI 3 SUNGGAL
TAHUN 2019
Kerateristik Responden
1. No : 2. Umur : tahun 3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 4. Pendidikan : SD SMP
SMA Perguruan Tinggi 5. Pekerjaan : Peg. Negri Wiraswasta
Peg. Swasta Pensiunan Lain-lain
1. Pengetahuan tentang Obat Hipoglikemik Oral
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah obat Hipoglikemik itu untuk obat Dibaetes Melitus?
2 Menurut anda mengkonsumsi obat Hipoglikemik harus sesuai dengan anjuran (resep) Doter?
3 Obat Hipoglikemik Oral (OHO) merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesei.
4 Apakah Obat hihipoglikemik memiliki efek samping meningkatkan berat badan?
5 Ketika mengkonsumsi obat hipoglikemik oral harus dimulai dari dosis yang rendah kemudian dinaikkan secara bertahap?
6 Sebelum mengkonsumsi obat hipoglikemik haruskah pasien cek gula darah dulu?
7 Jika mengkonsumsi obat Hipglekemik oral kemudian diberikan bersamanan dengan obat lain akankah
62
menimbulkan interaksi obat?
8 Hipoglikemika harus dihindari terutama pada penderita lanjut usia, oleh sebab itu sebaiknya obat hipoglikemik oral yang bekerja jangka panjang tidak diberikan pada penderita lanjut usia.
9 Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya?
10 Biasanya obat Hipoglikemik memiliki efek samping seperti sakit kepala?
11 Apakah OHO tetap diperlukan walaupun kadar glukosa darah sudah normal?
12 Obat-obatan seperti metformin, glitazone, dan akarbose apakah termasuk OHO?
13 Apakah Faktor risiko hipoglikemika pada diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) adalah riwayat hipoglikemika dan terapi insulin.?
14 Apakah Obat hipoglikemik oral hanya digunakan minimal 3 bulan setelah gagal respon dari diet rendah karbohidrat & energi serta anjuran aktivitas fisik?
15 Jika diet, aktivitas fisik dan obat hipoglikemik oral gagal mengontrol diabetes melitus maka dapat ditambahkan terapi insulin atau obat hipoglikemik oral haruskah digantikan terapi insulin?
63
2 Sikap tentang Obat Hipoglikemik Oral
No Pertanyaan Setuju Tidak Setuju
1 Setelah mengetahui apa itu DM Tipe 2 apakah tetap mengontrol nya secara rutin
2 Perlukah rutin berolaharaga guna menjaga penyakit DM Tipe 2 tidak naik
3 Setelah penyakit DM Tipe 2 anda normal, apakah anda sudah bebas mengkonsumsi makanan
4 Mengontrol pola makan dapat membantu proses penurunan kadar DM Tipe 2
5 Jenis makanan yang diajurkan untuk penderita DM adalah mengkonsumsi maknanan kaya serat seperti buah-buahan dan sayuran
6 Makan dan minum teratur merupakan langkah mencegah DM Tipe 2
7 Kelelahan saat bekerja dan kurang minum, ada pengaruhnya terhadap DM Tipe 2
8 Mengurangi makanan makanan cepat saji merupakan salah satu cara mencegah penyakit DM tipe 2
9 Apakah anda tetap mengkonsumsi makanan dan minuman instant
10 Saat anda terlambat makan,akankah DM Tipe 2 anda tetap normal
64
3. Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Hipoglikemik Oral
KUESIONER MMAS-8 Petunjuk : tandai (centang) pada kolom yang sesuai dengan jawaban
No Pertanyaan Ya Tidak 1. Apakah anda kadang-kadang lupa minum obat untuk
penyakit diabetes Anda ?
2. Orang kadang-kadang tidak sempat minum obat bukan karena lupa. Selama 2 pekan terakhir ini, pernahkah Anda dengan sengaja tidak meminum obat?
3. Pernakah anda mengurangi atau berhenti minum obat tanpa memberitahu dokter Anda karena Anda merasa kondisi Anda bertambah parah ketika meminum obat tersebut ?
4. Ketika anda pergi berpergian atau meninggalkan rumah, apakah Anda kadang-kadang lupa membawa obat Anda ?
5. Apakah kemarin Anda minum obat ? 6. Ketika Anda merasa sehat, apakah Anda juga kadang
berhenti meminum obat ?
7. Minum obat setiap hari merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Apakah anda pernah merasa terganggu dengan kewajiban anda terhadap pengobatan yang harus anda jalani ?
8. Seberapa sering anda mengalami kesulitan minum semua obat anda ?
f. Tidak pernah/jarang g. Beberapa kali h. Kadang kala i. Sering j. Selalu
Tulis : Ya (bila memilih: b/c/d/e; Tidak (bila memilih:a)
67
Lampiran 3
Output SPSS
Frequencies
Notes Output Created 07-SEP-2019 10:32:28 Comments
Input
Data F:\NEW 2019 FILE\ROBIN\master spss.sav
Active Dataset DataSet1 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in Working Data File 50
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid data.
Syntax
FREQUENCIES VARIABLES=Umur Jenkel Pendidikan Pekerjaan Kat_P Kat_S Kat_H /ORDER=ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.00 Elapsed Time 00:00:00.00
Statistics Umur Jenis Kelamin Pendidika
n Pekerjaan Kategori
Pengetahuan Kategori
Sikap Kategori
Kepatuhan
N Valid 50 50 50 50 50 50 50 Missing 0 0 0 0 0 0 0
68
Frequency Table
Umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 20-50 Tahun 32 64.0 64.0 64.0 >50 Tahun 18 36.0 36.0 100.0 Total 50 100.0 100.0
Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 33 66.0 66.0 66.0 Perempuan 17 34.0 34.0 100.0 Total 50 100.0 100.0
Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
SD 9 18.0 18.0 18.0 SMP 22 44.0 44.0 62.0 SMA 13 26.0 26.0 88.0 Perguaruan Tinggi (PT) 6 12.0 12.0 100.0 Total 50 100.0 100.0
Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
PNS 4 8.0 8.0 8.0 Pegawai Swasta 13 26.0 26.0 34.0 Wiraswasta 16 32.0 32.0 66.0 Pensiunan 1 2.0 2.0 68.0 Lain-lain 16 32.0 32.0 100.0 Total 50 100.0 100.0
Kategori Pengetahuan Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kurang 5 10.0 10.0 10.0 Cukup 32 64.0 64.0 74.0 Baik 13 26.0 26.0 100.0 Total 50 100.0 100.0
69
Kategori Sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Negatif 15 30.0 30.0 30.0 Positif 35 70.0 70.0 100.0 Total 50 100.0 100.0
Kategori Kepatuhan Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Kepatuhan Sedang 11 22.0 22.0 22.0 Kapatuhan Rendah 39 78.0 78.0 100.0 Total 50 100.0 100.0
70
Crosstabs
Notes
Output Created 05-SEP-2019 23:27:32
Comments
Input
Data F:\NEW 2019
FILE\ROBIN\master spss.sav
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 50
Missing Value Handling
Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used
Statistics for each table are
based on all the cases with valid
data in the specified range(s) for
all variables in each table.
Syntax
CROSSTABS
/TABLES=Kat_P Kat_S BY
Kat_H
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ CORR
/CELLS=COUNT EXPECTED
TOTAL
/COUNT ROUND CELL.
Resources
Processor Time 00:00:00.02
Elapsed Time 00:00:00.02
Dimensions Requested 2
Cells Available 174762
71
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori Pengetahuan *
Kategori Kepatuhan 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
Kategori Sikap * Kategori
Kepatuhan 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
Kategori Pengetahuan * Kategori Kepatuhan
Crosstab
Kategori Kepatuhan Total
Kepatuhan
Sedang
Kapatuhan
Rendah
Kategori Pengetahuan
Kurang
Count 0 5 5
Expected Count 1.1 3.9 5.0
% of Total 0.0% 10.0% 10.0%
Cukup
Count 3 29 32
Expected Count 7.0 25.0 32.0
% of Total 6.0% 58.0% 64.0%
Baik
Count 8 5 13
Expected Count 2.9 10.1 13.0
% of Total 16.0% 10.0% 26.0%
Total
Count 11 39 50
Expected Count 11.0 39.0 50.0
% of Total 22.0% 78.0% 100.0%
72
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 16.226a 2 .000
Likelihood Ratio 15.455 2 .000
Linear-by-Linear Association 13.300 1 .000
N of Valid Cases 50
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1.10.
Symmetric Measures
Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R -.521 .108 -4.229 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.536 .114 -4.403 .000c
N of Valid Cases 50
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Kategori Sikap * Kategori Kepatuhan
Crosstab
Kategori Kepatuhan Total
Kepatuhan
Sedang
Kapatuhan
Rendah
Kategori Sikap
Negatif
Count 0 15 15
Expected Count 3.3 11.7 15.0
% of Total 0.0% 30.0% 30.0%
Positif
Count 11 24 35
Expected Count 7.7 27.3 35.0
% of Total 22.0% 48.0% 70.0%
Total
Count 11 39 50
Expected Count 11.0 39.0 50.0
% of Total 22.0% 78.0% 100.0%
73
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.044a 1 .014 Continuity Correctionb 4.351 1 .037 Likelihood Ratio 9.117 1 .003 Fisher's Exact Test .021 .011
Linear-by-Linear Association 5.923 1 .015 N of Valid Cases 50
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.30.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R -.348 .065 -2.569 .013c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.348 .065 -2.569 .013c
N of Valid Cases 50
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
74
Lampiran 4 Lembar Pengajuan Judul
75
Lampiran 5 Survei Awal
76
Lampiran 6 Balasan Survei Awal
77
Lampiran 7 Izin Penelitian
78
Lampiran 8 Balasan Izin Penelitian
79
Lampiran 9 Lembar Bimbingan Proposal Pembimbing I
80
Lampiran 10 Lembar Bimbingan Proposal Pembimbing II
81
Lampiran 11 Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing II
82
Lampiran 12 Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing II
83
Lampiran 13 Lembar Revisi Proposal
84
Lampiran 14 Lembar Revisi Skripsi
85
Lampiran 15 Dokumentasi Penelitian
86
87
88