hubungan lamanya menjalani hemodialisis dengan …eprints.ums.ac.id/71743/11/naskah...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN LAMANYA MENJALANI HEMODIALISIS
DENGAN STATUS ZAT BESI PADA PENDERITA
GAGAL GINJAL KRONIK
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
LUCIA FADILLA PERMATASARI
J210171069
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
iii
1
HUBUNGAN LAMANYA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN
STATUS ZAT BESI PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK
Abstrak
Penyakit Gagal Ginjal Kronik (PGK) merupakan penyakit tidak menular yang
mengenai organ ginjal, dimana organ ginjal tersebut mengalami kerusakan yang
cukup parah akibat laju filtrasi glomerolus mengalami penurunan, sehingga
penanganannya dilakukan dengan cara hemodialisis. Hemodialisis merupakan
terapi pengganti ginjal untuk membersihkan sisa metabolik yang ada didalam
darah dengan tujuan memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup penderita
gagal ginjal kronik. Penderita gagal ginjal kronik yang sedang melakukan
hemodialisis menderita anemia, dimana anemia ini merupakan salah satu
komplikasi dari penykit gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh defisiansi besi.
Untuk diagnosanya dapat dilakukan pemeriksaan laboratprium hemoglobin (Hb),
Hematokrit (Ht) dan Serum Ion (SI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan lamanya menjalani hemodialisis dengan status zat besi pada penderita
gagal ginjal kronik. Jenis penelitian ini adalah deskriptif-retrospektif dengan
menggunakan data sekunder dari catatan rekam medik periode April – Desember
2018 di unit hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo.
Didapatkan 65 responden yang menjadi subyek penelitian dengan tekhnik
purposive sampling. Mayoritas penderita PGK yang menjalani hemodialisis adalah
laki-laki (80%) dengan usia 39-59 tahun (72,3%) serta mayoritas lamanya
menjalani hemodialisis pada penderita PGK adalah 12-24 bulan (53,8%). Tidak
terdapat hubungan lamanya menjalani hemodialisis dengan hemoglobin,
hematokrit dan serum iron pada penderita PGK.
Kata kunci : gagal ginjal kronik, hemodialisis, status zat besi.
Abstract
Chronic Kidney Failure (CKD) is a non-communicable disease that affects the
kidneys, where as kidney organs require more severe damage due to increased
glomerular filtration rate, so that it can be done by hemodialysis. Hemodialysis is
a kidney replacement therapy to cleanse metabolic waste in the blood with the aim
of extending and improving the quality of life for patients with chronic kidney
failure. Patients with chronic kidney failure who are undergoing hemodialysis
suffer from anemia, where anemia is one of the complications of chronic kidney
failure caused by iron deficiency. For diagnosis, laboratory examination of sodium
hemoglobin (Hb), Hematocrit (Ht) and Serum Ion (SI) can be performed. This
study aims to determine the long association of undergoing hemodialysis with iron
2
status in patients with chronic renal failure.The type of this study was descriptive
retrospective using secondary data from medical records from April to December
2018 in the hemodialysis unit of the Sukoharjo Regency Regional General
Hospital. Obtained 65 respondents who were the subjects of the study with
purposive sampling technique. The majority of CKD patients who denied
hemodialysis were male (80%) with ages 39-59 years (72.3%) and the durations
of hemodialysis of CKD patients is 1-2 years (53.8%). There is no long association
with hemodialysis with hemoglobin, hematocrit and serum iron in patients CKD.
Keywords: chronic renal failure, hemodialysis, iron status.
1. PENDAHULUAN
Penyakit kronik adalah penyakit tidak menular yang berlangsung sangat lama dan
dapat menyebabkan perubahan fungsi biologis, psikologis, maupun psikokultural,
dimana penanganannya dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan fungsi
penderita baik itu secara fisik, sosial, spiritual maupun psikologis (Dewi, 2014).
Menurut Irwan (2016), salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori penyakit
tidak menular adalah gagal ginjal kronik.
Penyakit gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan penyakit
tidak menular yang mengenai organ ginjal, dimana organ ginjal tersebut
mengalami kerusakan yang cukup parah akibat laju filtrasi glomerolus mengalami
penurunan (KDIGO, 2012). Annual Data Report of the US Renal Data System
(USRDS). Pada tahun 2015 menemukan bahwa pada akhir Desember 2013 ada
661.648 kasus gagal ginjal kronik, dan sekitar 2.034 per juta penduduk di Amerika
Serikat menderita gagal ginjal kronik. Jumlah kasus gagal ginjal kronik ini terus
meningkat dari tahun 2010, hingga mencapai 21.000 kasus per tahun (USRDS,
2015). Pada tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia yang menderita penyakit
gagal ginjal kronik ditemukan sebanyak 499.800 jiwa dan sebanyak 1.499.400
penduduk Indonesia menderita batu ginjal (Riskesdas, 2013).
Penyakit gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh berbagai macam
penyakit seperti penyakit vascular, penyakit glomerulus kronis, infeksi kronis,
3
hipertensi, diabetes, proses obstruksi dan lain sebagainya. Untuk penanganannya
sendiri dapat dilakukan dengan cara transplantasi ginjal atau cuci
darah/hemodialisis (Bayhakki, 2013). Hemodialisis atau cuci darah merupakan
terapi pengganti ginjal untuk membersihkan sisa metabolik yang ada di dalam
darah, terapi ini paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronik dengan
tujuan untuk memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup penderita gagal
ginjal kronik. Efek samping dilakukannya hemodialisis yaitu, tekanan darah
rendah, gejala sepsis seperti demam tinggi dan pusing, kram pada otot, insomnia
serta sakit pada tulang dan persendian.
Terapi hemodialisis sendiri biasanya dilakukan seminggu 1-3 kali dengan
waktu 2-5 jam (Ramayulis, 2016). Menurut Indonesian Renal Registry (IRR),
jumlah lamanya menjalani hemodialisis pada penderita gagal ginjal kronik pada
tahun 2015 mencapai 20.000 di daerah Jawa Tengah. Dan sebanyak 374.751
penderita gagal ginjal kronik menjalani hemodialisis selama 3-4 jam. Hal ini masih
dibawah standar durasi tindakan dilakukannya terapi hemodialisis pada penderita
gagal ginjal kronik yang sebaiknya dilakukan selama 5 jam. Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2015, mendapatkan data bahwa penderita gagal ginjal
kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisis ditemukan sebanyak 98% dan
sisanya sedang menjalani terapi Peritoneal Dialisis (PD) yaitu sekitar 2%.
Sedangkan menurut Indonesian Renal Registry (IRR) jumlah pasien aktif maupun
pasien baru yang sedang menjalani hemodialisis pada penderita gagal ginjal kronik
dari tahun 2007- 2016 mengalami peningkatan, terutama pada tahun 2015.
Jumlah peningkatan penderita gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis paling tinggi terjadi pada kelompok usia 45-64 tahun, baik itu pasien
baru maupun pasien yang aktif menjalani hemodialisis. Penderita gagal ginjal
kronik yang sedang melakukan hemodialisis menderita anemia. Anemia
merupakan salah satu komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik. Anemia
muncul ketika klirens kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik mengalami
penurunan kira-kira sebanyak 40 ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia
4
pada penderita gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh defisiensi besi. Anemia
defisiensi besi ini disebabkan oleh adanya perdarahan tersembunyi (occult blood
loss), kehilangan darah selama proses dialisis, seringnya pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium dan lainnya yang juga ditandai dengan penurunan
saturasi transferin dan berkurangnya kadar feritin. Dan untuk mendiagnosa
terjadinya anemia defisiensi besi dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium status
besi konventional seperti serum iron (SI), Total Iron Binding Capacity (TIBC),
saturasi transferin dan serum feritin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya
anemia adalah kehilangan darah, defisiensi asam folat, proses inflamasi akut
maupun kronik (Suwitra, K, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, seorang
penderita dinyatakan terkena anemia apabila kadar hemoglobinnya (Hb) < 13 g/dl
pada laki-laki dan pada perempuan kadar hemoglobinnya (Hb) < 12 g/dl. Penderita
gagal ginjal kronik yang terkena anemia diperkirakan mencapai 80-90%. Serta
menurut Pernefri pada tahun 2011 penderita gagal ginjal kronik dikatakan
menderita anemia apabila hemoglobinnya < 10 gr/dl dan hematokritnya < 30%.
Apabila terjadi anemia dan mengalami penurunan hb serta serum iron dapat
mengakibatkan kelelahan, lemah, pucat pada kulit dan gusi, serta detak jantung
tidak teratur.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ombuh dkk pada tahun 2013,
menunjukkan bahwa semua pasien penyakit ginjal kronik mengalami penurunan
Hb dan Serum Iron yang menurun sebanyak 40%, yang normal sebanyak 60%, dan
Feritin yang meningkat sebanyak 46,7%, yang tidak ada data sebanyak 53,3% dan
TIBC yang menurun sebanyak 80%, yang normal sebanyak 20% dan Saturasi
Transferin yang menurun sebanyak 6,7% yang meningkat sebanyak 3,3% dan
yang normal sebanyak 90%. Pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis semuanya mengalami anemia. Anemia yang sering terjadi
disebabkan oleh karena adanya defisiensi eritropoetin. Namun ada juga yang
disebabkan oleh karena adanya defisiensi besi yang ditandai dari pemeriksaan
5
status besi dimana saturasi transferin < 20%. Ada juga didapatkan peningkatan
feritinin > 400 ng/ml yang disebabkan oleh karena seringnya melakukan transfusi
darah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, dkk pada
tahun 2014, menunjukkan bahwa dari 57 pasien yang memenuhi kriteria inklusi
berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki 41 (72%) dan perempuan 16 (28%),
berdasarkan kelompok usia terbanyak yaitu jatuh pada usia 41-64 tahun 38 (67%),
distribusi hasil laboratorium berdasarkan kadar hemoglobin, laki-l yang paling
banyak yaitu, 8-8,9 g/dL 15 (37%), sama halnya pada perempuan 5 (32%),
hematokrit pada laki-laki mencapai 24-26,9% 14 (34%), dan perempuan 21-23,9%
5 (32%), nilai serum ion terbanyak mencapai 59-158 ug/dL 33(58%), untuk TIBC
<250 ug/dL 52 (91%) dan nilai kadar saturasi transferinnya yang paling banyak
>50% 27 (48%). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo pada bulan Januari – Juli 2018 melalui hasil
catatan rekam medik, didapatkan sebanyak 189 penderita gagal ginjal kronik
sedang menjalani hemodialisis. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik
mengambil judul “Hubungan Lamanya Menjalani Hemodialisis dengan Status Zat
Besi Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik” di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Sukoharjo.
2. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif -retrospektif
berdasarkan dari data sekunder, dimana data sekunder itu berasal dari catatan
rekam medik yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo untuk
menentukan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan tekhnik purposive sampling, dimana
tekhnik purposive sampling ini nantinya akan digunakan untuk mengambil sampel
sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti (Swarjana, 2015).
Dalam penelitian ini, kriteria inklusinya adalah :
6
a. Penderita gagal ginjal kronik yang dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
: serum iron, Hb, hematocrit
b. Penderita yang memiliki hasil rekam medik lengkap
c. Penderita gagal ginjal kronik yang rutin menjalani hemodialisis
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lamanya menjalani
hemodialisis dengan status zat besi pada penderita gagal ginjal kronik. Penelitian
ini dilakukan terhadap 65 responden yang merupakan pasien gagal ginjal kronik
yang sedang menjalani hemodialisis dengan melihat hasil rekam
mediknya.aaPenelitian ini menggunakan analisis deskriptifadengan tabel
distribusi frekuensi dari karakteristik penderita gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis berupa usia, jenisakelamin, tingkatapendidikan, dan pekerjaan.
Proses pengumpulan data terhadap 65 responden dilakukan dalam waktu kurang
lebih setengah bulan.
3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 1. Distribusi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
berdasarkan usia
Berdasarkan Tabel 1 dapat memperlihatkan bahwa usia pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yang paling banyak adalah pada
kelompok 39-59 tahun yaitu sebanyak 47 responden (72,3%). Penyakit gagal
ginjal kronik merupakan penyakit tidak menular yang mengenai organ ginjal,
dimana organ ginjall tersebut mengalami kerusakan yang cukup parah akibat
laju filtrasi glomerolus yang mengalami penurunan.
Usia Frequency Percent
18-38 Tahun 7 10.8
39-59 Tahun 47 72.3
60-80 Tahun 11 16.9
Total 65 100.0
7
Sebanyak 65 responden yang menderita gagal ginjal kronik dan sedang
menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo
didapatkan hasil yang menunjukkan usia pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis paling banyak adalah usia kelompok 39-59 tahun
dengan jumlah 47 responden (72,3%). Berdasarkan penelitian Ana et al
(2013) di Brazil, usia rata-rata pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis adalah 51.90 tahun dengan rentang usia 28-76 tahun.
Sedangkan menurut penelitian dari Kurniawan, dkk pada tahun 2014,
penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis jatuh pada
kelompok usia 41-64 tahun sebanyak 38 responden (67%). Dari data yang
telah dikumpulkan oleh Pernefri, salah satu faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya penyakit PGK adalah penuaan, dikarenakan LFG menurun seiring
bertambahnya usia dan diperkirakan sebanyak 70.000 penderika PGK di
Indonesia mengalaminya. Penurun LFG menyebabkan semakin sedikit neuron
yang berfungsi, termasuk fungsi dalam produksi hormon eritropoietin yang
berakibat pada terjadinya anemia, walaupun penyebab anemia pada PGK
sendiri multifactorial
3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2. Distribusi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Frequency Percent
Laki-Laki 52 80.0
Perempuan 13 20.0
Total 65 100.0
Berdasarkan Tabel 2 dapat memperlihatkan jenis kelamin pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis paling banyak adalah jenis kelamin
laki – laki dengan jumlah 52 responden (80%) dan yang paling sedikit adalah
8
jenis kelamin perempuan dengan jumlah 13 responden (20%). Sebanyak 65
responden yang menderita gagal ginjal kronik dan sedang menjalani
hemodialisis di Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo didapatkan
hasil yang menunjukkan jenis kelamin pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis paling banyak adalah laki-laki 52 responden (80%),
sedangkan perempuan sebanyak 13 responden (20%).
Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh oleh Riskesdas (2013) yang
menunjukkan bahwa pasien PGK lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan. Hasil ini sama seperti penelitian dari Kurniawan, dkk pada tahun
2014 yang mengatakan bahwa jumlah pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis dari 57 responden, sebanyak 41 responden (72%)
terjadi pada laki-laki dan sebanyak 16 responden (28%) pada perempuan. Dan
saat ini penulis belum menemukan teori lebih lanjut mengenai kecendrungan
penyakit gagal ginjal kronik ini paling banyak terjadi pada laki-laki ataupun
perempuan.
3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 3. Distribusi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Frequency Percent
SD 15 23.1
SMP 14 21.5
SMA 17 26.2
Diploma 7 10.8
Sarjana 12 18.5
Total 65 100.0
9
Berdasarkan Tabel 3 dapat memperlihatkan tingkat pendidikan pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis paling banyak adalah tingkat
pendidikan SMA dengan jumlah 17 responden (26%), dan untuk tingkat
pendidikan yang paling sedikit diraih oleh Diploma dengan 7 responden
(11%).
3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Tabel 4. Distribusi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
berdasarkan status pekerjaan
Status Pekerjaan Frequency Percent
Tidak Bekerja 20 30.8
Buruh 16 24.6
Petani 14 21.5
Wiraswasta 10 15.4
Wirausaha 5 7.7
Total 65 100.0
Berdasarkan Tabel 4 status pekerjaan pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis yang paling banyak adalah tidak bekerja dengan 20
responden (30,8%), sedangkan status pekerjaan pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis yang paling sedikit adalah wirausaha dengan 5
responden (7,7%).
3.5 Lamanya Menjalani Hemodialisis
Tabel 5. Lamanya menjalani hemodialisis pada penderita gagal ginjal kronik
Lama Hemodialisis Frequency Percent
< 12 Bulan 21 32.3
12 – 24 Bulan 35 53.8
> 24 Bulan 9 13.8
Total 65 100.0
10
Berdasarkan Tabel 5 lamanya menjalani hemodialisis pada penderita
gagal ginjal kronik yang paling banyak adalah 1-2 tahun dengan jumlah
responden 35 (53,8%).
3.6 Status Zat Besi Hemoglobin
Tabel 6. Distribusi Status Zat Besi berdasarkan Hemoglobin
Hemoglobin Frequency Percent
Menurun 63 96,9
Normal 2 3,1
Meningkat 0 0,0
Total 65 100
Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan mayoritas status zat besi
hemoglobin pada penderita gagal ginjal kronik adalah menurun dengan 63
responden (96,9%).
Dari 65 responden yang menderita gagal ginjal kronik dan sedang
menjalani hemodialisis, sebanyak 63 responden memiliki hemoglobin < 13
g/dl (96,9%). Kadar hemoglobin merupakan salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit (anemia). World
Health Organization (WHO) merekomendasikan kadar Hb yang masuk
kriteria anemia adalah laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hamil
< 12 g/dl, wanita hamil < 11 g/dl. Menurut Runtung Y, terjadinya anemia
disebabkan karena tidak ada atau berkurangnya eritropoietin. Derajat anemia
juga berkaitan dengan derajat kerusakan ginjal, sehingga semakin rusak ginjal
dan semakin menurun fungsinya, maka hemoglobin (Hb) juga semakin
rendah.
3.7 Status Zat Besi Hematokrit
Tabel 7. Distribusi Status Zat besi berdasarkan Hematokrit
11
Hematokrit Frequency Percent
Menurun 63 96,9
Normal 2 3,1
Meningkat 0 0,0
Total 65 100
Berdasarkan Tabel 7 dapat disimpulkan mayoritas status zat besi
hematokrit pada penderita gagal ginjal kronik adalah menurun dengan 63
responden (96,9%).
3.8 Status Zat Besi Serum Iron (SI)
Tabel 8. Distribusi Status Zat Besi berdasarkan Serum Iron (SI)
Serum Iron Frequency Percent
Menurun 23 35,4
Normal 41 63,1
Meningkat 1 1,5
Total 65 100
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat disimpulkan mayoritas status zat besi
serum iron (SI) pada penderita gagal ginjal kronik adalah normal dengan 41
responden (63,1%).
Dari 65 responden yang menderita gagal ginjal kronik dan sedang
menjalani hemodialisis, sebanyak 23 responden (35,4%) memiliki serum ion
< 70ug/dL. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Devkota
(2014), Britthenham (2013), dan American Association for Clinical Chemistry
yang menunjukkan bahwa penurunan SI ditemukan pada anemia defisiensi
besi, sindrom nefrotik, PGK, infeksi, hipotiroidisme dan keganasan. Dalam
penelitian ini ditemukan kadar SI normal sebanyak 41 responden (63,1%) dan
sebanyak 1 responden (1,5%) memiliki kadar SI yang tinggi/meningkat. Hal
12
ini bisa terjadi apabila pasien menjalani transfusi darah secara berulang,
sehingga terjadi penimbunan besi atau hemosiderosis.
3.9 Hubungan Lamanya Menjalani Hemodialisis dengan Status Zat Besi
pada Penderita Gagal Ginjal Kronik
Tabel 9. Hubungan lamanya menjalani hemodialisis dengan status zat
besi pada penderita gagal ginjal kronik
Status Zat Besi P Value Penguatan Keterangan
Hb 0.152 0.180 Sangat Rendah
Ht 0.152 0.180 Sangat Rendah
Serum Iron 0.414 0,103 Sangat Rendah
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat disimpulkan hasil uji correlation
spearman dari hubungan lamanya menjalani hemodialisis dengan status zat
besi pada penderita gagal ginjal kronik didapatkan nilai Sig. pada hemoglobin
dan hematokrit sebesar 0,152 > 0,05 yang berarti H0 diterima oleh Ha. H0
diterima oleh Ha dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
lamanya menjalani hemodialisis dengan status zat besi yang meliputi
hemoglobin dan hematokrit pada penderita gagal ginjal kronik. Hubungannya
sebesar (r = 0,180) yang artinya hubungan lamanya menjalani hemodialisis
dengan status zat besi hemoglobin dan hematokrit pada penderita gagal ginjal
kronik sangatlah lemah. Dan nilai Sig. pada serum iron sebesar 0,414 > 0,05
yang berarti H0 diterima oleh Ha. H0 diterima oleh Ha dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara lamanya menjalani hemodialisis dengan
status zat besi yang meliputi serum iron pada penderita gagal ginjal kronik.
Hubungannya sebesar (r = 0,103) yang artinya hubungan lamanya menjalani
hemodialisis dengan status zat besi serum iron pada penderita gagal ginjal
kronik sangatlah lemah.
13
4. PENUTUP
4.1 Mayoritas penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis berusia 39-
59 tahun, berjenis kelamin laki-laki, berpendidikan SMA dan tidak bekerja.
4.2 Lamanya penderita PGK yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum
Kabupaten Sukoharjo paling banyak dalam waktu 1-2 tahun.
4.3 Penderita PGK yang menjalani hemodialisis sebagian besar Hbnya < 13 g/dl ada
sebanyak 63 responden dan hematokrit < 35% sebanyak 63 responden serta,
sebanyak 23 responden memiliki serum iron < 70ug/dL, dan yang memiliki
serum iron normal sebanyak 41 responden
4.4 Tidak ada hubungan lamanya menjalani hemodialisis dengan status zat besi
(hemoglobin, hematokrit dan serum iron) pada penderita gagal ginjal kronik.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, N., Suega, K & Widiana, G. (2010). Hubungan Antara Beberapa Parameter
Anemia Dan Laju Filtrasi Glomerulus Pada Penyakit Ginjal Kronik Pradialisis
Bayhakki. (2013). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : ECG
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika.
Clarkson, M. R, Magee, C. N., & Brenner, B.M. (2010). Pocket Companion to Brenner
& Rector’s the Kidney 8th Edition. United States : Saunders Elsevier.
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Penerbit
Deepublish
Donsu, J. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru
Press
Hartono, A. (2013). Buku Saku Harrison Nefrologi. Jakarta : Karisma Publishing
Group.
Hidayat, A.A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknis Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
14
Hoffbrand AV, Petit JE, Mos PAH,. (2001). Essential Hematology. Edisi ke-4. Oxford
: Blackwell science
Husna, H., & Maulina, N. (2015). Hubungan Antara Lamanya Hemodialisis Dengan
Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Umum Cut
Meutia Kabupaten Aceh Utara, 2015, 39–46.
Indonesian Renal Registry (IRR). (2015). 8th Report Of Indonesian Renal Registry.
Bandung: Sekretariat Registrasi Ginjal Indonesia
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : Budi Utama
Kidney disease informing global outcomes (KDIGO). (2012). KDIGO Clinical
Practice Guideline For Anemia In Chronic Kidney Disesae, Kidney International
Supplements, 2 (4):283-323
Ma, N., Bintanah, S., & Handarsari, E. (2014). Hubungan Asupan Protein Dengan
Kadar Ureum , Kreatinin , dan Kadar Hemoglobin Darah pada Penderita Gagal
Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang, 3(April),
22–32.
Moeljono, F.L., Ramatillah D.L., Eff, A.R. (2014). Treatment of the Chronic Kidney
Disease (CKD) Patient in the PGI Hospital Cikini Jakarta, International Journal
of Pharmacy Teaching & Practices, 5;1105-1111
Muttaqin, A., Kumalasari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, A., Kumalasari. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 - 2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Notoadmodjo. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nuari, N.A, & Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Budi Utama.
Ombuh, C., Rotty, L., Palllar, S. (2012). Status Besi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
Jurnal Universitas Samratulangi.
15
O’Callagan C. (2007). Gagal Ginjal Kronik dan Renal Bone Disease. At a Glance :
Sistem Ginjal (2nd ed). Jakarta : Erlangga.
Patambo, K. K., Rotty, L. W. A., Pallar, S. (2014). Gambaran Status Besi pada Pasien
Penyakit Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Jurnal Universitas
Samratulangi Manado. Manado
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). (2011). Program Indonesian Renal
Registry : 4th Annual Report of Indonesian Renal Registry.
Phadke, K., Goodyer, P., Bitza, B. (2014). Manual of pediatric Nephrology. New York
: Springer.
Pranoto, I. (2010). Hubungan Antara Lama Hemodialisa dengan Terjadinya
Perdarahan Intra Serebral. Skripsi. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
Prihanda, M. L., Maliya, A, Kartinah. (2014). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Hemodialisa Di RS PKU Muhammadiyah
Surakarta.. http://v3.eprints.ums.ac.id/30900/
Ramayulis , Rita. (2016). Diet Penyakit Komplikasi. Jakarta : Penebar Plus
Riduwan dan Akdon. (2010). Rumus dan Data dalam Analisis Data Statistika.
Bandung: Alfabeta
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan RI.
Roesli, R. M.A. (2006). Terapi Pengganti Ginjal Berkesinambungan (CRRT). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV. Jakarta : 'Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Runtung Y, Kadir A, dan Akuilina S. Pengaruh Hemodialisa Terhadap Kadar Ureum
Kreatinin Dan Hemoglobin Pada Pasien GGK Di Ruang Haemodialisa RSUP
DR Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2013;2(3):1-7.
Siagian, D., Sugiarto. (2006). Metode Statistika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,.
Sugiyono. (2016). Metodologi Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta
16
Sugiyono. (2018). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung
: Alfabeta
Suhardjono. (2014). Ilmu Penyakit Dalam:Hemodialisis; Prinsip Dasar dan
Pemakaian Kliniknya. Jakarta Pusat: Interna Publishing.
Supriyadi. (2014). SPSS + Amos Statistical Data Analysis. Bogor : In Media Suwitra,
K. (2006). Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi
IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Swarjana, I.K. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta :
ANDI
Swartzendruber, D, Smith, L; Peacock, E; McDillon, D. (2008). Hemodialysis
Procedures and Complication.
Tangian. (2015). Hubungan Lamanya Menjalani Hemodialisis Dengan Tingkat
Kecemasan Pada Pasangan Hidup Pasien Yang Menderita Penyakit Ginjal
Kronik Di Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.Jurnal E-Clinic, 3(1), 1–5.
USRDS. (2015). United States Renal Data System : Incidence, Prevalence, Patient
Characteristics, and Treatment Modalities. 2.
World Health Organization (WHO). (2011). Haemoglobin Concentrations For The
Diagnosis Of Anemia And Assessment Of Severity, Vitamin and Mineral
Nutrition Information System.
Zahrofi, D. N, Maliya, A, Listyorini, D.. (2014). Pengaruh Pemberian Terapi Murottal
Al Quran Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Hemodialisa Di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. http://v3.eprints.ums.ac.id/30904/