hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

26
HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT KEJADIAN HIPERTENSI ESSENSIAL PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEYEGAN SLEMAN NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan Oleh : HARYATI NPM. 3206013 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL AHMAD YANI YOGYAKARTA 2010

Upload: haryati

Post on 05-Jul-2015

883 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT

KEJADIAN HIPERTENSI ESSENSIAL PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS SEYEGAN SLEMAN

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan

Oleh : HARYATI

NPM. 3206013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL AHMAD YANI

YOGYAKARTA 2010

Page 2: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping
Page 3: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

THE RELATIONSHIP BETWEEN COPING MECHANISMS AND LEVEL

EVENT OF ESSENTIAL HYPERTENSION IN THE WORKING AREA OF SEYEGAN SLEMAN COMMUNITY HEALTH CENTERS

Haryati 1, Tri Prabowo 2, Tetra Saktika Adinugraha 3

Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Hypertension is one of the degenerative disease that causes 7.2 million or 13% of all deaths in the world in the year 2007. Report of 10 major disease outpatients in Provincial Health Office Yogyakarta in 2007 at the hospital showed essential hypertension or primary ranked sixth. One cause of the occurrence of essential hypertension is due to stress. Individuals who experience stress requires personal skills and environments support in dealing with stressful situation. Ways that are performed by

dividuals in overcoming the stressor is called coping. in

Objective: This study aimed to determine the relationship between coping mechanisms and level event of essential hypertension in the working area of Seyegan Sleman Community Health Centers.

Method: The study was descriptive and analytical case control approach. Populations for cases groups are people with hypertension essential in the working area of Seyegan Community Health Centers. And, populations for controls groups are people without hypertension in Seyegan distric. The analysis technique used in this study were the chi square to see the variables relationship and kontingensi coefficient test to find out the streght of relation. This research was conducted in the working area of Seyegan Community Health Centers on July 2 to 14, 2010.

Results: The result study in 46 respondents with essential hypertension and 46 respondents without hypertension showed eight respondents (17.4% of case group) who use maladaptive coping mechanisms. Results of analysis found relationship between coping mechanisms with essential hypertension regardless of the control variables (p=0.003 and C=0.295). Analysis found a link between essential hypertension status and coping mechanisms, both at the group of women (p=0.045 and C=0.263) or male (p=0.026 and C=0.340). Analysis found a relationship between coping mechanisms and essential hypertension in the group of respondents with only a medium stress level (p=0.045 and C=0.236). Analysis found a relationship between coping mechanisms with essential hypertension in the middle adult group (p=0.008 and C=0.300).

Conclusion: There is a relationship between coping mechanisms with essential hypertension.

Key words: Essential Hypertension, coping mechanisms, adaptive, maladaptive -------------------------------------------------- --------------------------------------------------------- 1. Student of STIKES A. Yani Yogyakarta 2. POLTEKES Yogyakarta 3. STIKES A. Yani Yogyakarta  

Page 4: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

1

PENDAHULUAN Hipertensi sering disebut sebagai “the silent killer” karena penyakit ini

biasanya tanpa gejala dan pada sebagian besar kasus, hipertensi baru diketahui

jika telah menyebabkan penyakit lain yang berbahaya(1). Pada tahun 2007,

hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menyebabkan 7,2 juta

kematian di dunia atau 13% dari total kematian setiap tahunnya(2).

Hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta sarana

pelayanan kesehatan se-Indonesia menunjukkan bahwa angka kematian akibat

penyakit hipertensi essensial dari tahun 2005 sampai tahun 2006 mengalami

peningkatan. Angka kematian akibat hipertensi pada tahun 2005 menunjukkan

angka 1,62% dan meningkat menjadi 2,1% dari seluruh kematian di rumah sakit.

Selain itu, pada pasien rawat jalan di rumah sakit hipertensi essensial mengalami

peningkatan dari tahun 2005 ke tahun 2006. Angka pasien rawat jalan di rumah

sakit pada tahun 2005 menunjukkan angka 2,93% dan meningkat menjadi

4,67%(3,4).

Menurut Menteri Kesehatan, 90% dari angka kejadian hipertensi merupakan

angka kejadian hipertensi essensial(2). Laporan 10 besar penyakit pasien rawat

jalan Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2007 di rumah sakit

menunjukkan hipertensi essensial/primer menduduki peringkat keenam yaitu

sebesar 3.754 kunjungan atau sebesar 2,07% dari seluruh total kunjungan(5).

Hasil studi dari laporan Puskesmas Seyegan tahun 2007, 2008 dan bulan

Januari-September 2009, menunjukkan 100% dari seluruh kejadian hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Seyegan merupakan kasus hipertensi essensial. Rata-rata

total angka kejadian hipertensi essensial pada tahun 2007 menunjukkan angka

60,3 kasus baru dan 96,9 kasus lama setiap bulannya. Rata-rata total angka

kejadian hipertensi essensial dari Januari 2009 sampai bulan September 2009

menunjukkan angka 96 kasus baru dan 191 kasus lama setiap bulannya. Data

tersebut menunjukkan bahwa kasus kejadian hipertensi essensial di wilayah kerja

Puskesmas Seyegan mengalami peningkatan, baik untuk kasus lama maupun

kasus baru.

Page 5: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

2

Salah satu penyebab dari timbulnya hipertensi essensial yaitu karena adanya

stres(6). Stres memang dibutuhkan oleh tubuh sampai derajat tertentu agar kita

tetap sehat. Akan tetapi, apabila stres melewati batas optimal penerimaan tubuh,

stres dapat menyebabkan dampak buruk bahkan penyakit pada individu(7). Stres

dapat mengakibatkan dampak yang berbeda-beda pada setiap orang. Dampak

tersebut tergantung dari cara pandang setiap individu dalam menghadapi dan

mentoleransi masalah. Setiap individu memiliki cara masing-masing dalam

menghadapi stresor(8).

Individu yang mengalami stres membutuhkan kemampuan pribadi dan

dukungan lingkungan dalam menghadapi stres. Cara-cara yang dilakukan oleh

individu dalam mengatasi stresor inilah yang disebut dengan koping(8). Koping

yang digunakan oleh setiap individu berbeda-beda tergantung penerimaan

individu tersebut terhadap stresor yang dihadapinya(9). Mekanisme koping yang

digunakan setiap individu dalam mengatasi stresor dapat berupa mekanisme

koping adaptif atau mekanisme koping maladaptif(10).

Penggunaan mekanisme koping yang adaptif atau yang efektif merupakan

langkah pertama untuk mencegah distres psikologikal dan berkembangnya

penyakit yang serius(11). Ketika individu melakukan koping yang tidak efektif

atau maladaptif, individu tersebut akan menambah buruk stres yang terjadi(8).

Stres baru terjadi ketika masalah-masalah yang dihadapi individu

terakumulasi dan individu tersebut tidak dapat mengatasi masalahnya sampai

batas optimal(8). Ketika seseorang mengalami stres, kelenjar anak ginjal akan

dirangsang sehingga mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon adrenalin tersebut

dapat memacu jantung berdenyut lebih kuat dan cepat hingga akhirnya

menyebabkan tekanan darah meningkat. Apabila tekanan darah meningkat sampai

melewati batas normal maka terjadilah hipertensi(6).

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka besar ketertarikan

peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara mekanisme

koping dengan tingkat kejadian hipertensi essensial pada masyarakat di wilayah

kerja Puskesmas Seyegan Sleman.

Page 6: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

3

BAHAN DAN CARA PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif

analitik yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran tentang

suatu keadaan secara obyektif kemudian menganalisis hubungan antara faktor

risiko dan efek. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

case control. Penelitian case control adalah penelitian yang dilakukan

pengamatan atau pengukuran faktor risiko di masa lalu dan pengukuran efek di

masa sekarang(12). Dalam penelitian ini yang berfungsi sebagai efek yaitu tekanan

darah dan yang menjadi faktor risiko yaitu mekanisme koping.

Populasi pada penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok

kasus dan kelompok kontrol. Populasi kelompok kasus pada penelitian ini adalah

warga di wilayah kerja Puskesmas Seyegan dengan hipertensi. Total warga di

wilayah kerja Puskesmas Seyegan dengan hipertensi essensial yang berkunjung

dari 1 Mei 2010 sampai 12 Juni 2010 yaitu sebesar 84 warga. Populasi kelompok

kontrol pada penelitian ini adalah warga kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta

tidak dengan hipertensi. Total warga kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta

sampai bulan Desember 2009 yaitu sebesar 45.035 warga.

Jumlah sampel pada penelitian ini, ditentukan dengan membagi kelompok

yang diteliti menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol.

Kelompok kasus merupakan kelompok dengan penyakit hipertensi essensial

sesuai kriteria penelitian, sedangkan kelompok kontrol merupakan kelompok

tidak dengan hipertensi essensial sesuai kriteria penelitian. Jumlah sampel

kelompok kasus dalam penelitian ini adalah sebesar 46 responden. Besar

kelompok kontrol ditentukan dengan menyesuaikan besar kelompok kasus,

sehingga didapatkan jumlah kelompok kasus sebesar 46 warga. Jadi, berdasarkan

penentuan di atas maka jumlah besar sampel dalam penelitian ini adalah sebesar

92 responden.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu(13). Pertimbangan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya

variabel kontrol yaitu jenis kelamin, usia dan tingkat stres.

Page 7: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

4

Variabel independen dalam penelitian ini adalah mekanisme koping.

Mekanisme koping adalah cara-cara yang dilakukan individu untuk

mempertahankan diri dalam menghadapi stresor yang dianggap menjadi ancaman

dalam hidupnya. Hasil ukur mekanisme koping diklasifikasikan menjadi dua yaitu

mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Hasil dikatakan

“mekanisme koping adaptif” apabila total skor jawaban responden pada indikator

mekanisme koping menunjukkan > mean T. Hasil dikatakan “mekanisme koping

maladaptif” apabila total skor jawaban responden pada indikator mekanisme

koping menunjukkan < mean T(14). Skala pengukuran mekanisme koping adalah

bentuk nominal.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tekanan darah. Tekanan

darah adalah angka yang ditunjukkan dari pengukuran tekanan arterial dengan

menggunakan tensimeter. Hasil indikator tekanan darah diklasifikasikan menjadi

dua yaitu hipertensi essensial dan tidak hipertensi. Hasil dikatakan tidak hipertensi

apabila nilai sistolik < 140 mmHg dan nilai diastolik < 90 mmHg dimana

responden tersebut tidak sedang mengonsumsi obat penurun tekanan darah serta

tidak dalam kondisi menderita penyakit ginjal, dan DM. Hasil dikatakan

hipertensi essensial apabila nilai sistolik > 140 mmHg dan/atau nilai diastolik > 90

mmHg atau apabila nilai sistolik < 140 mmHg dan nilai diastolik < 90 mmHg

akan tetapi responden tersebut sedang mengonsumsi obat penurun tekanan darah

serta responden tersebut tidak dalam kondisi menderita penyakit ginjal, dan DM.

Skala pengukuran tekanan darah adalah bentuk nominal.

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin dan stres.

Usia adalah umur individu pada saat dilakukan penelitian sesuai dengan yang

tertera pada kartu tanda penduduk. Hasil ukur usia diklasifikasikan menjadi dua

yaitu disebut dewasa muda dan dewasa pertengahan. Hasil dikatakan dewasa

muda apabila responden masuk dalam kelompok umur 18-40 tahun. Hasil

dikatakan dewasa pertengahan apabila responden masuk dalam kelompok umur

41-60 tahun(15). Skala pengukuran usia adalah bentuk nominal. Jenis kelamin

adalah perbedaan jenis kelamin individu sesuai dengan kartu tanda penduduk.

Hasil ukur tekanan darah diklasifikasikan menjadi dua yaitu perempuan dan laki-

Page 8: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

5

laki. Skala pengukuran jenis kelamin adalah bentuk nominal. Stres adalah respon

tubuh terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu sehingga dapat

mengancam keseimbangan fisiologis. Hasil ukur diklasifikasikan menjadi tiga

yaitu stres rendah, stres sedang dan stres tinggi. Hasil dikatakan stres rendah

apabila total skor jawaban responden pada indikator stres menunjukkan (x) <

mean – 1 SD. Hasil dikatakan stres sedang apabila total skor jawaban responden

pada indikator stres menunjukkan mean – 1 SD < (x) < mean + 1 SD. Hasil

dikatakan stres tinggi apabila total skor jawaban responden pada indikator stres

menunjukkan (x) > mean + 1 SD(14). Skala pengukuran stres adalah bentuk

ordinal.

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner, tensimeter dan stetoskop.

Kuesioner adalah daftar pertanyaan atau pernyataan yang telah disusun untuk

memperoleh data yang sesuai dengan keinginan peneliti(16). Kuesioner terdiri dari

lima bagian yaitu identitas responden, riwayat penyakit, indikator tekanan darah,

indikator stres dan indikator mekanisme koping. Kuesioner stres merupakan

kuesioner dari Devision of Mental Health World Health Organization yaitu SRQ-

20 (Self-Reporting Questionnaire 20). Kuesioner mekanisme koping yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner Brief COPE Scale dari

Carver(17) yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti.

Kuesioner panduan wawancara pada penelitian ini telah dilakukan uji

validitas dan reliabilitas pada 15 responden dengan hipertensi essensial dan 15

responden yang tidak menderita hipertensi essensial di wilayah kerja Puskesmas

Seyegan, di luar sampel penelitian. Uji validitas telah dilakukan pada tanggal 14

Juni 2010 sampai dengan 19 Juni 2010. Hasil uji validitas pada indikator stres

menunjukkan bahwa terdapat 4 butir pertanyaan dari 20 butir pertanyaan yang

tidak valid. Hasil uji validitas pada indikator mekanisme koping menunjukkan

bahwa terdapat 7 butir pertanyaan dari 28 butir pertanyaan yang tidak valid. Dua

pertanyaan pada indikator mekanisme koping dilakukan revisi agar dapat

mewakili komponen mekanisme koping.

Page 9: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

6

Tabel 1 Klasifikasi Butir Pertanyaan Indikator Mekanisme Koping Setelah Dilakukan Uji Validitas dan Revisi

Mekanisme Koping Adaptif Mekanisme Koping Maladaptif

Jenis Mekanisme Nomor butir pertanyaan

Jenis Mekanisme

Nomor butir pertanyaan

Active coping 2 dan 7 Self-distraction 1 dan 18 Positive reframing 11 dan 16 Denial 3 dan 8

Planning 13 dan 23 Substance use 4 Use of instrumental

support 10 dan 22 Use of emotional support 5 dan 14

Humor 17 Behavioral disengagement 6 dan 15

Acceptance 19 Venting 9 dan 20 Religion 21 Self-blame 12

(Sumber: Data Primer, 2010)

Pengumpulan data diawali dengan mendatangi Puskesmas Seyegan untuk

mendapatkan data mengenai pasien yang memeriksakan diri dengan diagnosis

hipertensi essensial. Data tersebut meliputi nama, alamat, usia dan jenis kelamin.

Kemudian, peneliti mendatangi rumah responden satu persatu berdasarkan data

yang diperoleh dari Puskesmas Seyegan. Sebelum dilakukan proses penelitian

lebih lanjut, peneliti menjelaskan alur penelitian secara sederhana dan manfaat

atau kerugian pasien yang dapat diterima selama mengikuti proses penelitian.

Apabila pasien bersedia menjadi responden dan telah menandatangani informed

consent, maka proses pengambilan data dapat dilanjutkan. Kemudian, peneliti

melakukan pengukuran tekanan darah, setelah responden beristirahat (duduk

santai) selama 10 menit. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan posisi

responden saat dilakukan tekanan darah yaitu duduk bersandar dengan kaki tidak

digantung serta posisi tensimeter terletak sejajar dengan jantung klien.

Selanjutnya, peneliti melakukan interview sesuai dengan panduan wawancara.

Peneliti melakukan wawancara sesuai dengan kuesioner panduan wawancara,

responden menjawab pertanyaan dan peneliti mengisi kuesioner sesuai dengan

jawaban responden. Proses tersebut diulang kembali sampai didapatkan jumlah

sampel sesuai dengan penghitungan besar sampel.

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak komputer yaitu dengan menggunakan program SPSS seri 12.00 dan

Microsoft Office Excel 2007. Sebelum dilakukan analisa data, seluruh data yang

Page 10: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

7

sudah terkumpul dilakukan pengolahan data. Analisa univariat yang dilakukan

oleh peneliti yaitu dengan analisa deskriptif variabel dan uji normalitas pada data.

Analisis yang digunakan yaitu koefisien kontingensi. Teknik analisis dengan

menggunakan koefisien kontingensi sangat erat dengan chi kuadrat karena rumus

koefisien kontingensi mengandung nilai chi kuadrat. Hubungan antar variabel

diketahui dengan menggunakan analisis chi kuadrat, sedangkan keeratan

hubungan dianalisis dengan menggunakan analisis koefisien kontingensi(13).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik responden

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 Juli

2010 sampai dengan 14 Juli 2010 di wilayah kerja Puskesmas Seyegan.

Karakteristik responden pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan

umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada kurun waktu 2-14 Juli 2010

Karakteristik

Kasus (Hipertensi Essensial)

Kontrol (Tidak Hipertensi)

Frekuensi Presen-tase (%)

Freku-ensi

Presen-tase (%)

Perem-puan

Dewasa muda 4 14,3 7 26,9 Dewasa pertengahan 24 85,7 19 73,1

Jumlah 28 100,0 26 100,0

Laki-laki

Dewasa muda 5 27,8 6 30,0 Dewasa pertengahan 13 72,2 14 70,0

Jumlah 18 100,0 20 100,0

Status perni-kahan

Sudah menikah 35 76,1 41 89,1

Belum menikah 9 19,6 5 10,9

Janda/duda 2 4,3 0 0,0 Jumlah 46 100,0 46 100,0

(Sumber: Data Primer, 2010)

Page 11: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

8

Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada kurun waktu 2-14 Juli 2010 (lanjutan)

Karakteristik

Kasus (Hipertensi Essensial)

Kontrol (Tidak Hipertensi)

Frekuensi Presen-tase (%)

Freku-ensi

Presen-tase (%)

Pendi-dikan

SD 22 47,8 21 45,7 SMP 12 26,1 10 21,7 SMA 12 26,1 14 30,4 Sarjana 0 0,0 1 2,2 Jumlah 46 100,0 46 100,0

Peker-jaan

Petani 12 26,1 12 26,1 Ibu rumah tangga 18 39,1 16 34,8 Karyawan harian lepas 9 19,6 8 17,4

Karyawan swasta 6 13,0 6 13,0 Lain-lain 1 2,2 4 8,7 Jumlah 46 100,0 46 100,0

Stres rendah

Perempuan 0 0,0 4 33,3 Laki-laki 1 100,0 8 66,7 Jumlah 1 100,0 12 100,0

Stres sedang

Perempuan 23 65,7 21 64,7 Laki-laki 12 34,3 12 35,3 Jumlah 35 100,0 33 100,0

Stres tinggi

Perempuan 5 50,0 1 100,0 Laki-laki 5 50,0 0 0,0 Jumlah 10 100,0 1 100,0

(Sumber: Data Primer, 2010)

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan status tidak hipertensi

menurut usia, baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki yang paling

banyak terdapat pada kelompok dewasa pertengahan. Karakteristik tingkat stres

responden yang paling banyak, baik pada kelompok kasus maupun kelompok

kontrol yaitu kelompok dengan tingkat stres sedang. Karakteristik tingkat stres

sedang responden yang paling banyak, baik pada kelompok kasus maupun kontrol

terdapat pada kelompok perempuan.

Page 12: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

9

Tabel 3 Distribusi frekuensi karakteristik mekanisme koping dan status hipertensi essensial terhadap usia responden di wilayah kerja Puskesmas

Seyegan pada kurun waktu 2-14 Juli 2010

Karakteristik Usia Hipertensi Essensial Tidak Hipertensi

Frekuensi presentase (%) frekuensi presentase

(%)

Dewasa Muda

Koping adaptif 8 88,9 13 100,0 Koping maladaptif 1 11,1 0 0,0

Jumlah 9 100,0 13 100,0 Dewasa Perte-

ngahan

Koping adaptif 30 81,1 33 100,0 Koping maladaptif 7 18,9 0 0,0

Jumlah 37 100,0 33 100,0

Perem-puan

Koping adaptif 24 85,71 26 100,0 Koping maladaptif 4 14,29 0 0,0

Jumlah 28 100,0 26 100,0

Laki-laki

Koping adaptif 14 77,78 20 100,0 Koping maladaptif 4 22,22 0 0,0

Jumlah 18 100,0 20 100,0

Stres rendah

Koping adaptif 3 75,00 10 100,0 Koping maladaptif 1 25,00 0 0,0

Jumlah 4 100,0 10 100,0

Stres sedang

Koping adaptif 29 87,88 35 100,0 Koping maladaptif 4 12,12 0 0,0

Jumlah 33 100,0 35 100,0

Stres tinggi

Koping adaptif 6 60,00 1 100,0 Koping maladaptif 4 40,00 0 0,0

Jumlah 10 100,0 1 100,0 (Sumber: Data Primer, 2010)

Tabel di atas menunjukkan presentase penggunaan mekanisme koping

adaptif menunjukkan kelompok dewasa muda lebih besar daripada dewasa

pertengahan. Presentase penggunaan mekanisme koping maladaptif menunjukkan

kelompok dewasa muda lebih kecil daripada dewasa pertengahan. Kelompok

responden dengan status hipertensi essensial menunjukkan bahwa presentase

kelompok perempuan yang menggunakan mekanisme koping maladaptif lebih

sedikit daripada pada kelompok laki-laki. Responden dengan mekanisme koping

adaptif pada kelompok stres rendah dengan paling banyak ditemukan pada

kelompok tidak dengan hipertensi. Responden dengan mekanisme koping

maladaptif paling banyak ditemukan pada kelompok hipertensi dengan status stres

tinggi sebesar 40,00%.

Page 13: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

10

2. Hubungan antara variabel hipertensi essensial dengan mekanisme

koping

Penilaian hubungan antara mekanisme koping dengan status hipertensi

essensial pada penelitian ini akan dibedakan sesuai dengan kelompok kasus,

kelompok kontrol dan variabel kontrol. Berikut ini merupakan uraian

hubungan antara mekanisme koping dan status hipertensi essensial dengan

variabel kontrol usia, jenis kelamin dan tingkat stres.

Tabel 4 Hubungan mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial

Variabel x2 hitung OR p

value Kemakna-

an C

hitung Status tekanan

darah dan mekanisme

koping

8,762 - 0,003 Bermakna 0,295

Status tekanan sistolik dan mekanisme

koping

5,221 0,118 0,022 Bermakna 0,232

Status tekanan diastolik dan mekanisme

koping

1,624 0,388 0,203 Tidak bermakna

0,132

(Sumber: Data Primer, 2010)

Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme

koping menunjukkan nilai chi square sebesar 8,762, dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,003. Hal ini menunjukkan H1 diterima, artinya terdapat

hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial

karena nilai signifikansi < 0,05 dan nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Hasil

analisa chi square (x2) antara status tekanan sistolik dan mekanisme koping

menunjukkan nilai chi square sebesar 5,221, dengan tingkat signifikansi

sebesar 0,022. Hal ini menunjukkan penerimaan H2 karena nilai signifikansi <

0,05 dan nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya, terdapat hubungan antara

mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial pada tekanan sistolik.

Hubungan antara mekanisme koping dan hipertensi essensial dapat

diketahui arahnya dengan menggunakan rumus r. Angka 1 pada axis status

tekanan darah menunjukkan hipertensi essensial dan angka 2 menunjukkan

Page 14: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

11

tidak hipertensi. Angka 1 pada axis mekanisme koping menunjukkan adaptif

dan angka 2 menunjukkan maladaptif.

Gambar 1 Arah korelasi hubungan mekanisme koping dengan tingkat

kejadian hipertensi essensial

Hasil analisis dengan menggunakan korelasi product moment

didapatkan nilai r sebesar -0,309. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan

mekanisme koping dan hipertensi essensial menunjukkan korelasi negatif.

Korelasi negatif ini mengindikasikan bahwa ketika responden menggunakan

mekanisme koping maladaptif maka responden tersebut menunjukkan

hipertensi essensial, dan sebaliknya, ketika responden menggunakan

mekanisme koping adaptif maka responden menunjukkan tidak hipertensi.

3. Hubungan antara variabel hipertensi essensial, variabel mekanisme

koping dan variabel kontrol

Tabel 5 Hubungan mekanisme koping, kejadian hipertensi essensial dengan variabel kontrol usia responden

Variabel x2 hitung OR p

value Kemak-

naan C

hitung Status tekanan

darah dan mekanisme

koping

Dewasa muda

1,513 - 0,219 Tidak bermakna

0,254

Dewasa pertengahan

6,937 - 0,008 Bermakna

0,300

Status tekanan sistolik dan mekanisme

koping

Dewasa muda

1,513 - 0,219 Tidak bermakna

0,254

Dewasa pertengahan

3,660 0,152 0,056 Tidak bermakna

0,223

Status tekanan diastolik dan mekanisme

koping

Dewasa muda

1,833 - 0,176 Tidak bermakna

0,277

Dewasa pertengahan

0,648 0,527 0,421 Tidak bermakna

0,96

(Sumber: Data Primer, 2010)

Page 15: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

12

Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme

koping dengan variabel kontrol usia pada kelompok dewasa pertengahan

menunjukkan nilai chi square sebesar 6,937, dengan tingkat signifikansi sebesar

0,008. Hal ini menunjukkan penerimaan H3 karena nilai signifikansi < 0,05 dan

nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya, terdapat hubungan antara status tekanan

darah dan mekanisme koping pada kelompok dewasa pertengahan. Ketika seorang

dewasa pertengahan menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu

tersebut akan berisiko mengalami hipertensi essensial.

Tabel 6 Hubungan mekanisme koping, kejadian hipertensi essensial dengan variabel kontrol jenis kelamin responden

Variabel x2 hitung OR p

value Kemak-

naan C

hitung Status tekanan

darah dan mekanisme

koping

Perem-puan 4,011 - 0,045 Bermakna 0,263

Laki-laki 4,967 - 0,026 Bermakna 0,340

Status tekanan sistolik dan mekanisme

koping

Perem-puan 1,080 0,308 0,299 Tidak

bermakna 0,140

Laki-laki 4,967 - 0,026 Bermakna 0,340

Status tekanan diastolik dan mekanisme

koping

Perem-puan 0,153 0,667 0,695 Tidak

bermakna 0,053

Laki-laki 1,984 0,206 0,159 Tidak

bermakna 0,223

(Sumber: Data Primer, 2010)

Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme

koping dengan variabel kontrol jenis kelamin, pada kelompok perempuan

menunjukkan nilai chi square sebesar 4,011, dengan tingkat signifikansi sebesar

0,045. Hal ini menunjukkan penerimaan H4 karena nilai signifikansi < 0,05 dan

nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Kemudian, pada kelompok laki-laki

menunjukkan nilai chi square sebesar 4,967, dengan tingkat signifikansi sebesar

0,026. Hal ini menunjukkan penerimaan H5 karena nilai signifikansi < 0,05 dan

nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Penerimaan H4 dan H5 menunjukkan adanya

hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme koping dengan variabel

kontrol jenis kelamin, baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki. Ketika

Page 16: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

13

seorang perempuan maupun laki-laki menggunakan mekanisme koping

maladaptif maka individu tersebut akan mengalami hipertensi essensial.

Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan sistolik dan mekanisme

koping dengan variabel kontrol jenis kelamin pada kelompok laki-laki,

menunjukkan penerimaan H6, artinya adanya hubungan antara status tekanan

sistolik dan mekanisme koping. Nilai koefisien kontingansi pada kelompok laki-

laki sebesar 0,340, artinya keeratan hubungannya rendah. Ketika seorang laki-laki

menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu tersebut akan

menunjukkan hipertensi essensial pada tekanan sistolik.

Tabel 7 Hubungan mekanisme koping, kejadian hipertensi essensial dengan variabel kontrol tingkat stres responden

Variabel x2 hitung OR p

value Kemaknaan C hitung

Status tekanan

darah dan mekanisme

koping

Stres rendah

.* .* - - .*

Stres sedang

4,007 - 0,045 Bermakna 0,236

Stres tinggi

0,629 - 0,428 Tidak bermakna

0,232

Status tekanan

sistolik dan mekanisme

koping

Stres rendah

.* .* - - .*

Stres sedang

1,063 0,313 0,303 Tidak bermakna

0,124

Stres tinggi

0,629 - 0,428 Tidak bermakna

0,232

Status tekanan diastolik

dan mekanisme

koping

Stres rendah

.* .* - - .*

Stres sedang

0,384 2,053 0,536 Tidak bermakna

0,075

Stres tinggi

0,629 - 0,428 Tidak bermakna

0,232

Catatan : * koping constant (Sumber: Data Primer, 2010)

Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme

koping pada kelompok stres sedang, menunjukkan nilai chi square sebesar 4,007,

dengan tingkat signifikansi sebesar 0,045. Hal ini menunjukkan penerimaan H7

karena nilai signifikansi < 0,05 dan nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya,

terdapat hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme koping pada

Page 17: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

14

kelompok stres sedang. Ketika seseorang dengan tingkat stres sedang

menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu tersebut akan

mengalami hipertensi essensial.

B. Pembahasan

Hasil penelitian terhadap karakteristik responden berdasarkan umur

yang diperlihatkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa kebanyakan responden

dengan hipertensi essensial lebih banyak ditemukan pada kelompok dewasa

pertengahan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penemuan kasus hipertensi

essensial di Puskesmas Seyegan. Pasien dengan hipertensi essensial yang

memeriksakan diri di Puskesmas merupakan kelompok umur dewasa

pertengahan. Biasanya, kelompok umur dewasa muda dengan status

hipertensi essensial datang ke Puskesmas bukan karena penyakit hipertensi

essensial melainkan datang karena ingin memeriksakan penyakit lain yang

dideritanya.

Hipertensi essensial terjadi karena tekanan darah akan meningkat sesuai

dengan penambahan umur. Semakin bertambahnya umur seseorang maka

orang tersebut akan semakin berisiko untuk mengalami hipertensi, terutama

orang dengan usia > 40 tahun(18). Pembuluh darah besar akan mengalami

perubahan struktur sejalan dengan penambahan usia. Lumen akan menjadi

lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku dan pada akhirnya

dapat meningkatkan tekanan darah(6).

Faktor gender diketahui mempengaruhi terjadinya hipertensi essensial,

dimana laki-laki lebih berisiko untuk mengalami hipertensi essenisal, dengan

rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan sistolik. Seorang laki-laki

diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan

darah dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi, setelah memasuki masa

menopause, prevalensi hipertensi essensial pada perempuan akan meningkat.

Bahkan setelah usia lebih dari 65 tahun, prevalensi hipertensi essensial pada

perempuan lebih tinggi daripada laki-laki yang diakibatkan oleh faktor

hormonal(6).

Page 18: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

15

Ketika memasuki masa menopause, perempuan diketahui memiliki faktor

risiko lebih besar mengalami hipertensi essensial daripada laki-laki(18). Hal

tersebut terbukti pada penelitian ini. Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok

terbanyak dengan hipertensi essensial didapatkan pada kelompok perempuan

yaitu sebesar 28 responden atau 60,9% responden dari kelompok kasus. Selain

itu, perempuan yang masuk dalam kelompok dewasa pertengahan (41-60 tahun)

memiliki jumlah yang lebih besar daripada kelompok dewasa muda. Kelompok

perempuan dengan usia 41-60 tahun menunjukkan sebanyak 24 (85,7%)

responden dari total responden perempuan dengan hipertensi essensial yang

mengikuti penelitian ini. Wanita yang telah memasuki masa menopause akan

kehilangan hormon estrogen yang dapat berfungsi meningkatkan kadar High

Density Lipoprotein (HDL). HDL itu sendiri merupakan faktor pelindung dalam

mencegah terjadinya proses aterosklerosis(19).

Selain telah memasuki masa menopause, seorang perempuan lebih berisiko

untuk mengalami hipertensi essensial dapat juga dihubungkan dengan

penggunaan pil KB(6). Seorang perempuan memiliki faktor risiko 5 kali lebih

besar apabila mengonsumsi pil KB selama 1 tahun(18).

Penyebab seseorang mengalami hipertensi essensial dapat juga disebabkan

faktor risiko terjadinya stres. Ketika seseorang mengalami stres, kelenjar anak

ginjal akan dirangsang sehingga mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon

adrenalin tersebut dapat memacu jantung berdenyut lebih kuat dan cepat hingga

akhirnya menyebabkan tekanan darah meningkat(6).

Uraian di atas terbukti pada temuan penelitian ini seperti yang terlihat pada

tabel 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang dengan stres tinggi lebih banyak

ditemukan pada kelompok orang dengan hipertensi essensial. Hal ini sesuai

dengan penelitian Linden et al.(20) dan Bener et al.(21). Penelitian Linden et al.(20)

menunjukkan korelasi positif antara perubahan tekanan darah sistolik dengan

penurunan tingkat stres. Demikian juga halnya dengan penelitian Bener et al.(21)

yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan stres.

Orang dengan stres diketahui akan memiliki risiko yang lebih besar untuk

mengalami hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan, baik pada kondisi stres

Page 19: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

16

sedang maupun stres tinggi, didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Beberapa

penelitian menyebutkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya stres.

Penelitian tersebut mengatakan bahwa perempuan mengalami stres, baik stres

kronis maupun stres harian, lebih besar daripada laki-laki(11).

Tidak semua stres berdampak buruk pada tubuh. Individu memang

membutuhkan stres sampai derajat tertentu agar kita tetap sehat. Apabila melebihi

poin optimal yang menguntungkan, maka stres baru dapat membawa keburukan

terhadap kesehatan(7). Stres rendah biasanya tidak merusak aspek fisiologis.

Sebaliknya, stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit. Stres

rendah tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

Stres sedang dapat berpengaruh bagi individu yang mepunyai faktor prediposisi

suatu penyakit(8). Hal ini mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

kondisi stres rendah, lebih banyak ditemukan pada kelompok tidak hipertensi. Ini

berarti bahwa kondisi stres rendah kebanyakan tidak akan menyebabkan seorang

individu mengalami hipertensi essensial.

Distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa

kelompok perempuan jauh lebih banyak menggunakan mekanisme koping adaptif

daripada kelompok laki-laki. Penemuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan

oleh Gentry et al.(22) bahwa perempuan akan cenderung menggunakan mekanisme

koping adaptif, sedang laki-laki akan cenderung menggunakan mekanisme koping

maladaptif. Perempuan diketahui memiliki stres 23% lebih tinggi daripada laki-

laki. Akan tetapi, perempuan lebih dapat mengontrol masalah yang mereka

hadapi. Perempuan lebih banyak menggunakan social support and help-seeking

behaviors dalam melakukan koping terhadap stresor yang terjadi. Laki-laki

diketahui lebih banyak menggunakan mekanisme koping maladaptif. Kasus pada

penelitian ini menunjukkan bahwa responden banyak yang menggunakan rokok

untuk mengatasi masalah yang terjadi.

Distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa

penggunaan mekanisme koping maladaptif paling banyak ditunjukkan pada

kelompok dengan tingkat stres tinggi. Penggunaan mekanisme koping maladaptif

ini hanya ditemukan pada kelompok kasus. Hal ini sesuai dengan teori dari

Page 20: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

17

Bartram dan Gardner(23), yang mengemukakan bahwa perilaku koping maladaptif

dapat mempengaruhi kesehatan fisik, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah

adanya kenaikan tekanan darah atau hipertensi essensial.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian yang pada tabel 4,

menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian

hipertensi essensial tanpa memperdulikan variabel kontrol. Hasil tersebut

menunjukkan keeratan hubungan yang rendah. Hubungan yang diperoleh antara

mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial menandakan bahwa

apabila individu menggunakan mekanisme koping adaptif maka individu tersebut

tidak akan mengalami hipertensi essensial. Ketika seseorang menggunakan

mekanisme koping maladaptif, maka individu tersebut akan mengalami hipertensi

essensial.

Mekanisme koping maladaptif yang banyak digunakan pada masyarakat di

wilayah Puskesmas Seyegan adalah denial dan substance use. Denial merupakan

strategi untuk menghindar dari masalah yang paling dasar. Denial digunakan

dengan menekan rasa cemas agar individu tersebut merasakan emosi terhadap

masalah yang terjadi(24). Substance use yang dimaksudkan pada penelitian ini

yaitu penggunaan rokok(23). Saat dilakukan wawancara berdasarkan kuesioner

panduan wawancara, tidak sedikit dari responden yang mengungkapkan bahwa

mereka akan mengonsumsi rokok semakin banyak apabila mereka menghadapi

suatu masalah. Banyak diantara responden yang mengungkapkan bahwa mereka

akan merasa santai dan lebih tenang menghadapi masalah dengan merokok.

Mayoritas, perokok memiliki ikatan psikologis dengan rokok. Rokok dapat

memberikan ketenangan, mengurangi ketegangan, mengatasi kegelisahan,

mengalihkan pikiran dan dibutuhkan teman di saat krisis. Bagi bukan perokok,

pemenuhan kebutuhan psikologis dapat diperoleh dari mana saja, akan tetapi bagi

perokok, merokok adalah pilihan utama untuk mengatasi masalah(25). Rokok

mengandung zat kimia beracun, misalnya nikotin dan karbon monoksida. Apabila

zat kimia beracun tersebut masuk dalam aliran darah maka dapat merusak endotel

pembuluh darah arteri hingga akhirnya dapat mengakibatkan proses aterosklerosis

dan tekanan darah tinggi. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung

Page 21: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

18

karena berkurangnya suplai oksigen ke otot-otot jantung(6). Akan tetapi seorang

perokok dapat berisiko menderita hipertensi essensial paling tidak setelah 1-3

tahun pemakaian(1).

Tekanan sistolik akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur,

sedangkan tekanan diastolik akan meningkat sebelum umur 50 tahun kemudian

cenderung turun pada usia lebih dari 50 tahun(1). Tabel 4 menunjukkan hubungan

antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial pada tekanan

sistolik. Temuan ini didukung oleh hasil penelitian oleh Linden(20). Linden

menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara tekanan darah sistolik dengan

penurunan stres psikologis dan pemilihan mekanisme koping. Penelitian Linden

menyebutkan bahwa penurunan tekanan sistolik terjadi apabila individu memilih

penggunaan problem-focused coping. Kemudian, problem-focused coping (PFC)

merupakan bentuk mekanisme koping yang adaptif(26, 23, 9).

Zeidner dan Saklofke yang disadur dari Prieto(27) mengemukakan apabila

individu dengan stressor menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif,

maka individu tersebut dapat mengalami stres hingga akhirnya dapat

menyebabkan hipertensi. Teori oleh Zeidner dan Saklofke tersebut masih

menghubungkan antara mekanisme koping dan hipertensi essensial melalui stres.

Guna mengetahui hubungan mekanisme koping dengan hipertensi essensial tanpa

melalui stres, maka peneliti melakukan analisis dengan variabel kontrol stres.

Berdasarkan analisis hubungan antara mekanisme koping dan kejadian

hipertensi essensial dengan variabel stres sebagai kontrol, tabel 7 menunjukkan

adanya hubungan antara mekanisme koping dan kejadian hipertensi essensial

hanya pada kelompok responden dengan tingkat stres sedang. Orang dengan

tingkat stres sedang yang menggunakan mekanisme koping adaptif memiliki

risiko untuk tidak mengalami hipertensi essensial pada tekanan diastolik sebesar

4,508 daripada orang yang menggunakan mekanisme koping maladaptif. Apabila

seseorang dalam kondisi stres dan menggunakan mekanisme koping maladaptif

untuk mengatasi masalah tersebut maka individu tersebut memiliki kemungkinan

yang lebih besar untuk mengalami hipertensi. Mekanisme koping maladaptif

dapat efektif untuk mengatasi masalah dalam jangka pendek. Namun, jika

Page 22: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

19

individu menggunakan mekanisme koping dalam jangka panjang dapat

menyebabkan gangguan fisiologis dan psikologis(23).

Hasil penelitian pada tabel 7 menunjukkan tidak ditemukannya hubungan

antara mekanisme koping dengan status hipertensi essensial pada kelompok stres

tinggi. Hal ini memang tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Zeidner

dan Saklofke, akan tetapi hasil ini dapat didukung dengan teori yang

dikemukakan oleh Potter dan Perry(28). Ketika seseorang mendapatkan stressor

secara terus menerus dalam jangka waktu panjang, maka individu tersebut dapat

memasuki resistance stage. Jika seseorang memasuki resistance stage maka

respon dan kestabilitasan tubuh akan kembali seperti semula. Tubuh akan

memperbaiki seluruh kerusakan tubuh serta detak jantung, nadi dan tekanan darah

kembali normal. Akan tetapi jika stresor masih ada dan tubuh tidak mampu

beradaptasi, maka individu tersebut akan memasuki exhaustion stage. Apabila

saat exhaustion stage, stres terus berlanjut maka dapat menyebabkan gangguan

fisiologis hingga berakhir dengan kematian(28).

Berdasarkan analisis hubungan antara mekanisme koping dan kejadian

hipertensi essensial dengan variabel usia sebagai kontrol, tabel 5 menunjukkan

hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial pada

kelompok dewasa pertengahan. Apabila individu pada tahap perkembangan

dewasa pertengahan menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu

tersebut akan mengalami hipertensi. Usia diketahui mempengaruhi risiko

seseorang untuk mengalami hipertensi essensial. Orang dengan usia > 40 tahun

memiliki risiko lebih besar(18). Usia juga mempengaruhi pemilihan jenis

mekanisme koping yang digunakan individu.

Setiap tahapan perkembangan tertentu, terdapat jumlah dan intensitas

stressor yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tiap tingkat

perkembangan juga akan berbeda. Penggunaan mekanisme koping antara dewasa

muda dengan dewasa pertengahan akan ditemukan berbeda karena berada pada

tahap perkembangan yang berbeda(8). Sebagian besar kelompok dewasa

pertengahan akan lebih mudah merubah penggunaan mekanisme koping secara

Page 23: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

20

dinamis untuk mengatasi masalah dan pemecahan yang sesuai dengan situasi yang

terjadi(29).

Berdasarkan analisis hubungan antara mekanisme koping dan kejadian

hipertensi essensial dengan variabel jenis kelamin sebagai kontrol, tabel 6

menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian

hipertensi essensial baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki. Jenis

kelamin perempuan memang terbukti lebih berisiko untuk mengalami hipertensi

essensial dan lebih banyak menggunakan mekanisme koping adaptif. Akan tetapi,

analisis ini menunjukkan jenis kelamin tidak menunjukkan adanya pengaruh

dalam hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial.

Hal tersebut terjadi karena baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki

menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian

hipertensi essensial. Namun, jika dilihat dari segi kenaikan tekanan sistolik,

kelompok perempuan menandakan tidak adanya hubungan antara mekanisme

koping dengan kejadian hipertensi essensial pada tekanan sistolik.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Semakin bertambah usia seseorang, maka akan menambah risiko seseorang

untuk terkena hipertensi essensial. Responden dengan hipertensi essensial

lebih banyak ditemukan pada kelompok dewasa pertengahan (41-60 tahun)

dibandingkan dengan kelompok dewasa muda (18-40 tahun).

2. Perempuan diketahui memiliki faktor risiko lebih besar terkena hipertensi

essensial dibandingkan dengan laki-laki.

3. Responden dengan tingkat stres tinggi diketahui lebih banyak menggunakan

mekanisme koping maladaptif dibandingkan dengan kelompok dengan

tingkat stres rendah dan sedang.

4. Responden dengan tingkat stres rendah diketahui lebih banyak menggunakan

mekanisme koping adaptif dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat

stres sedang dan tinggi.

Page 24: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

21

5. Responden dengan tingkat stres tinggi diketahui paling banyak dialami oleh

kelompok perempuan dibandingkan dengan kelompok laki-laki.

6. Tingkat stres tinggi lebih berisiko untuk mengalami hipertensi essensial

dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat stres rendah dan sedang.

Individu dengan tingkat stres tinggi diketahui paling banyak terdapat pada

kelompok kasus yaitu kelompok dengan hipertensi essensial.

7. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian

hipertensi essensial tanpa memperdulikan variabel kontrol.

8. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian

hipertensi essensial pada kelompok dewasa pertengahan.

9. Ditemukan adanya hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme

koping, baik pada kelompok perempuan ataupun laki-laki.

10. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dan kejadian

hipertensi essensial hanya pada kelompok responden dengan tingkat stres

sedang.

DAFTAR PUSTAKA 1. Mackenzie, Isla S., Wilkinson, Ian B., dan Cockcroft, John R . (2005) .

Hypertension . Inggris : Elsevier Churchill Livingstone . 2. Wawolumaya, Corrie . (2008) . A Study On Hypertension Among Population

Living Underneath Suteti And Its Related Factors di dalam Sutaryo (Eds.) . Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 24 No. 4. Yogyakarta : FK UGM . Halaman 212-217.

3. Departemen Kesehatan Indonesia . (2007) . Profil Kesehatan Indonesia 2005. [Internet] . Tersedia dalam: <http://www.depkes.go.id/.../Profil%20Kesehatan %20Indonesia% 202005.pdf> [Diakses 22 November 2009]

4. Departemen Kesehatan Indonesia . (2008) . Profil Kesehatan Indonesia 2006. [Internet] . Tersedia dalam:<http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/ Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202006.pdf>[Diakses 22 November 2009]

5. Dinas Kesehatan Propinsi D. I. Yogyakarta . (2008) . Profil Kesehatan Propinsi D. I. Yogyakarta tahun 2008 . [Internet] . Tersedia dalam: http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20diy%202008.pdf [Diakses 22 November 2009]

Page 25: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

22

6. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal PP & PL Departemen Kesehatan RI . (2006) . Pedoman Teknik Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi . [Internet] . Tersedia dalam: <http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/.../pdmnpnmuantthipertnsi. pdf> [Diakses 22 November 2009]

7. National Safety Council . (2003) . Manajemen Stres (Stress Manajemen) . Terjemahan oleh Palupi Widyastuti . Jakarta : EGC .

8. Rasmun . (2004) . Stres, Koping dan Adaptasi : Teori dan Pohon Masalah Keperawatan . Jakarta : Sagung Seto .

9. Dimiceli, Erin E., Steinhardt, Mary A. dan Smith, Shanna E. . (2009) . Sressful Experiences, Coping Strategies, and Predictors of Health-related Outcomes among Wivws of Deploved Military Servicemen . [Internet] . Available from: <http://afs.sagepub.com/cgi/content/abstract/0095327X0 8324765v1> [Accessed 22 Januari 2010]

10. Stuart, Gail W dan Sundeen, Sandra J . (2006) . Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Terjemahan oleh Ramona P. Kapoh dan Egi Komara Yudha . Jakarta : EGC.

11. Gentry, Lauren A., Chung, Jane J., Aung, N., Keller S., Heinrich, Katie M., Maddock, Jay E . (2007) . Gender Differences in Stress and Coping among Adults Living in Hawai`i . [Internet] . Californian Journal of Health Promotion 2007, Volume 5, Issue 2, 89-102 . Available from: <http://www.csuchico.edu/cjhp/5/2/089-102-gentry.pdf - Amerika Serikat> [Accessed 22 Januari 2010]

12. Notoatmodjo, Soekidjo . (2002) . Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta .

13. Sugiyono . (2007) . Statistika untuk Penelitian . Bandung : CV. ALFABETA. 14. Riwidikdo, Handoko . (2009) . Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan

Aplikasi Program R dan SPSS . Yogyakarta : Pustaka Rihama . 15. Mansur, Herawati . (2009) . Psikologi Ibu dan Anak . Jakarta : Penerbit

Salemba Medika . 16. Hidayat, Aziz Alimul . (2007) . Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik

Analisa Data . Jakarta : Salemba Medika . 17. Carver, C. S. (2007). Brief COPE . [Internet] . Available from: <http://www.

psy. miami.edu/faculty/ccarver/sclBrCOPE.html> [Accessed 11 Maret 2010] 18. Bustan . (2000) . Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Jakarta : PT. Rineka

Cipta . 19. Anggraini, Ade D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., Siahaan, Sylvia S

. (2009) . Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008 . [Internet] . Tersedia dalam:<http://yayanakhyar. files.wordpress.com/2009/02/files-of-drsmed-faktor-yang-berhubungan-dengan -kejadian-hipertensi.pdf> [Diakses 22 November 2009]

20. Linden, Wolfgang, Lenz, Joseph W., Con, Andrea H . (2001) . Individualized Stress Management for Primary Hypertension . [Internet] . Archives of Internal Medicine . Available from: <http://archinte.ama-assn.org/ cgi/reprint/ 161/8/1071> [Accessed 22 November 2009]

Page 26: hubungan hipertensi essensial dengan mekanisme koping

23

21. Bener, Abdulbari, Kamal, Abdulaziz, Al-Banna, Mohammed, Al-Mulla, Ahmed A. K., dan Elbagi, Asam-Eldin A . (2006) . Are Symptoms of Anxiety, Depression and Stress Risk Factors for Hypertension? . Abacus [Internet], The Cardiol., 2 (2) : 45-51 . Available from: <http://www. medwelljournals.abstract/?doi=tcard.2006.45.51> [Accessed 22 November 2009]

22. Gentry, Lauren A., Chung, Jane J., Aung, N., Keller S., Heinrich, Katie M., Maddock, Jay E . (2007) . Gender Differences in Stress and Coping among Adults Living in Hawai`i . [Internet] . Californian Journal of Health Promotion 2007, Volume 5, Issue 2, 89-102 . Available from: <http:// www. csuchico.edu/cjhp/5/2/089-102-gentry.pdf - Amerika Serikat> > [Accessed 22 Januari 2010]

23. Bartram, David dan Gardner, Dianne. (2008) . Coping with Stress . [Internet] . In Practice (2008) 30 : 228 - 231 . Available from: <http://www.vetlife. org.uk/stress_depression/stress_anxiety/Stress_-_In_ Practice_ Article.pdf> [Accessed 23 Januari 2010]

24. Hamilton, Clive dan Kasser, Tim . (2009) . Psychological Adaptation to the Threats and Stresses of a Four Degree World . [Internet] . A Paper for “Four Degrees and Beyond” Conference, Oxford University 28-30 September 2009 . Available from: <http://www.clivehamilton.net.au/cms/.../oxford_four_ degrees_paper_final.pdf> [Accessed 22 Januari 2010]

25. Agoes, Dina . (2007) . Memahami Diri Sendiri (Alasan Kenapa Merokok) . [Internet] . Tersedia dalam: <http://www.promosikesehatan.com/?act=tips&id =502&pg> [Diakses 2 Agustus 2010]

26. Chung, Man Cheung, Berger, Zoë dan Rudd, Hannah . (2008) . Coping with Posttraumatic Stress Disorder and Comorbidity after Myocardial Infarction . [Internet] . Comprehensive Psychiatry 49 (2008) 55-64 Available from: http://www.sciencedirect.com/science?ob=ArticleURL &udi=B6WCV-4PYYGCX3&user=10&coverDate=02%2F29%2F2008&rdoc=1&fmt=high&orig=search&sort=docanchor=&view=c&searchStrId=1274290337&_rerunOrigin=google&acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10md5=dd363e6f950a0f13626b80fabc564ba9 [Accessed 22 Januari 2010]

27. Prieto, Maria Victoria Avévalo. (2007) . Stress and Extreme Poverty in Peruvian Women . [Internet] . Available from: <http://dare.ubn.kun.nl/ bitstream/2066/56097/1/56097.pdf> [Accessed 3 Februari 2010]

28. Potter, Patricia A. Dan Perry, Anne Griffin . (2009) . Fundamentals of Nursing 7th Edition . Missouri : Mosby Inc.

29. Kilburn, Ericka, dan Whitlock, Janis . (2009) . Coping Literature Review . [Internet] . Available from:<http://www.crpsib.com/userfiles/File/Coping% 2520Lit%2520Review.pdf&wsi=68d1b80175762366&ei=bGxTTkrWD52G6APoyWDAg&wsc=tc&ct=pg1&whp=30 > [Accessed 28 July 2010]