hubungan body image dengan perilaku diet, konsumsi pangan dan status gizi pada remaja putri di...

46
HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTRI DI PERKOTAAN DAN DI PERDESAAN HETI SONDARI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: zuzuoon

Post on 11-Apr-2016

132 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Gizi Citra tubuh

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET,

KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA REMAJA

PUTRI DI PERKOTAAN DAN DI PERDESAAN

HETI SONDARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Body Image

dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan dan Status Gizi pada Remaja Putri di

Perkotaan dan di Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Heti Sondari

NIM I14090059

Page 3: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

ABSTRAK

HETI SONDARI. Hubungan Body Image dengan Perilaku Diet, Konsumsi

Pangan dan Status Gizi pada Remaja Putri di Perkotaan dan di Perdesaan.

Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan NAUFAL MUHARAM NURDIN.

Body image adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan

perasaan yang menyertainya, baik terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun

mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Banyak remaja putri

yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Tujuan penelitian ini adalah

untuk untuk mengetahui hubungan body image dengan perilaku diet, konsumsi

pangan dan status gizi pada remaja putri. Desain dalam penelitian ini adalah cross

sesctional. Contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri siswa kelas X di 2

SMA di kota dan 2 SMA di desa. Metode yang digunakan dalam penarikan

remaja putri adalah dengan Cluster Random Sampling. Jumlah remaja putri yang

digunakan sebanyak 104 siswi. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan

terdapat hubungan yang signifikan antara status anemia dengan status gizi

(p<0.05). Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi body

image dengan perilaku diet, konsumsi pangan, status gizi, pengetahuan gizi dan

status anemia dengan tingkat kecukupan zat besi (p>0.05).

Kata kunci: body image, perilaku diet, konsumsi pangan, status gizi, status anemia

ABSTRACT

HETI SONDARI. Association between Body Image with Diet Behaviour, Food

Consumption and Nutritional Status on Girl Adolescents in Urban and Rural

Areas. Supervised by ALI KHOMSAN dan NAUFAL MUHARAM NURDIN

Body image is the picture of individual physical appearances and the

following feelings, to a part or their whole body based on their own perception.

Many girls do not feel satisfied with their own appearance. The objective of this

study was to understand the association of body image and diet behavior, food

consumption, and nutritional status in girl adolescents. The design of this study

was cross sectional. The subjects in this study was girl adolescents on 10th

grade in

each 2 high schools in rural and urban areas. The sampling method used was

Cluster Random Sampling and the number of subjects was 104 students. The

Spearman correlation analysis showed there was a significant correlation between

anemic status and nutritional status (p<0.05). However, there was no significant

correlation between body image with diet behavior, food consumption, nutritional

status, nutritional knowledge, and anemic status with the level of iron adequacy

(p>0.05).

Keywords: anemic status, body image, diet behaviour, food consumption,

nutritional status

Page 4: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

pada Program Studi Ilmu Gizi

Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET,

KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA REMAJA

PUTRI DI PERKOTAAN DAN DI PERDESAAN

HETI SONDARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 5: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

Judul Skripsi : Hubungan Body Image dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan,

dan Status Gizi pada Remaja Putri di Perkotaan dan di Perdesaan

Nama : Heti Sondari

NIM : I14090059

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Pembimbing I

dr Naufal Muharam Nurdin, SKed

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Rimbawan

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 6: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala nikmat dan karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini berhasil

diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam serta keluarganya, para sahabatnya, dan

para pengikutnya hingga akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan adalah Hubungan Body Image dengan Perilaku Diet, Konsumsi

Pangan dan Status Gizi pada Remaja Putri di Perkotaan dan di Perdesaan.

Penelitian ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksanakan

penelitian tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi

Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa

penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Naufal Muharam Nurdin, S.Ked

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan

bimbingan dalam penyusunan.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji

yang telah memberikan koreksi demi perbaikan skripsi.

3. Keluarga tercinta : ayah tercinta (Alm. Oban), ibunda tersayang (Ibu

Nunung) dan Suci Silfiani (Kakak) serta seluruh keluarga atas segala doa,

dukungan moril dan kasih sayangnya.

4. Teman–teman penelitian payung : Weny Anggraeny, Fithriani Batubara

dan Mega Seasty Handayani yang banyak membantu dalam memberikan

semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Teman–teman dekat : Ratia Yulizawaty, Ika Rohmah Sekarayu, Nurayu

Annisa, Nabilah Nabiha Zulfa, Tania Primarta, Noer Herlina Hanum,

Rammona Jayana dan Fathan Jamilah atas semangat dan kerjasamanya.

6. Teman–teman Gizi Masyarakat 46, 47 dan 48 serta kakak kelas 45 dan

teman–teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala

perhatian, dukungan, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada

penulis.

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya

ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013

Heti Sondari

Page 7: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu 5

Jumlah dan Cara Penarikan Remaja 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Karakteristik Remaja 9

Karakteristik Keluarga Remaja 12

Status Gizi Remaja 15

Body Image 16

Perilaku Diet 19

Konsumsi Pangan 21

Status Anemia Remaja 29

Hubungan antara Body Image dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan,

Status Gizi dan Pengetahuan Gizi 29

Hubungan antara Tingkat Kecukupan Zat Besi dan Status Gizi dengan

Status Anemia 31

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

RIWAYAT HIDUP 38

Page 8: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

DAFTAR TABEL

1 Sebaran remaja putri berdasarkan usia 9

2 Sebaran remaja putri berdasarkan pengetahuan gizi 10 3 Sebaran remaja putri berdasarkan jawaban yang benar dari

pertanyaan tentang pengetahuan gizi 10 4 Sebaran remaja putri berdasarkan besar keluarga 12 5 Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pendidikan ayah 13

6 Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pendidikan ibu 13 7 Sebaran remaja putri berdasarkan pekerjaan ayah 14 8 Sebaran remaja putri berdasarkan pekerjaan ibu 14 9 Sebaran remaja putri berdasarkan pendapatan keluarga 15

10 Sebaran remaja putri berdasarkan status gizi IMT/U 16 11 Sebaran remaja putri berdasarkan persepsi terhadap tubuh aktual dan

ideal 17

12 Sebaran persepsi tentang bentuk tubuh aktual remaja putri SMA Kota

terhadap status gizi 18 13 Sebaran persepsi tentang bentuk tubuh aktual remaja putri SMA Desa

terhadap status gizi 18

14 Sebaran remaja putri berdasarkan klasifikasi persepsi body image 19 15 Sebaran remaja putri yang melakukan diet 20

16 Perilaku remaja putri dalam menurunkan berat badan 20 17 Jenis makanan yang dihindari remaja putri 21 18 Rata-rata konsumsi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain remaja

putri 21

19 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan energi 23

20 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan protein 24 21 Sumbangan protein yang berasal dari hewani 24

22 Sebaran rata-rata konsumsi pangan hewani 25 23 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan lemak 25 24 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat 26 25 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan zat besi 27

26 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan vitamin A 27 27 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan vitamin C 28 28 Sebaran remaja putri berdasarkan status anemia 29 29 Hasil uji korelasi Spearman body image dengan konsumsi pangan 30

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Skala body image 17

Page 9: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu sumberdaya manusia yang harus

diperhatikan karena remaja sebagai generasi penerus bangsa yang berperanan

penting dalam pembangunan nasional di masa yang akan datang. Masa remaja

berawal pada usia 9 sampai 10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pada masa ini,

remaja mengalami pubertas dan perkembangan tubuh atau perubahan fisik yang

drastis. Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah

remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh (body image) mereka dan

membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya dan

hal ini dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar mereka (Arisman 2004). Body

image atau sering disebut dengan citra tubuh adalah “gambar mental” yang

dimiliki oleh seorang remaja terhadap tubuhnya, seperti: perasaan dan pikiran

subjektif tentang tubuh dan anggota tubuh; pengalaman tubuh termasuk persepsi

terhadap ukuran tubuh; serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku yang

dilakukan dan tidak dilakukan oleh remaja karena tidak nyaman dengan tubuhnya

(Abramson 2007).

Remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki

lebih banyak citra tubuh (body image) yang negatif dibandingkan dengan remaja

putra selama masa pubertas. Juga sejalan dengan berlangsungnya perubahan

pubertas, remaja putri seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan

tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra

menjadi lebih puas dengan memasuki masa pubertas, mungkin karena masa otot

mereka meningkat. Penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat

berpengaruh pada rasa percaya diri remaja (Santrock 2003). Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Marasabessy (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar

remaja tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Sebanyak 87.5% remaja putri merasa

tidak puas terhadap bentuk tubuhnya saat ini. Hasil penelitian Marasabessy juga

menyatakan bahwa hanya terdapat 12.5% remaja putri yang memiliki persepsi

tubuh negatif. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Siswanti (2007) dan Isnani

(2011), yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memiliki persepsi

tubuh negatif atau memiliki persepsi bahwa tubuhnya belum ideal masing-masing

sebesar 60%.

Banyak remaja putri yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya.

Usaha yang dilakukannya untuk bentuk tubuh yang diinginkannya seperti

melakukan diet dengan mengurangi konsumsi makanannya. Berbagai penelitian

mengenai perilaku diet sudah banyak dilakukan dan hasil penelitian pada remaja

putri menunjukkan perilaku diet tersebut akan berdampak pada gangguan

pertumbuhan fisik kekurangan gizi, dan perkembangan psikososial pada masa

remaja (Sztainer et al. 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Wharton et al.

(2008) terhadap mahasiswa di Amerika Serikat menyebutkan bahwa 5.6% dari

remaja putri yang melakukan diet dan penelitian di Asia yang dilakukan di Jepang

juga menunjukkan dampak dari perilaku diet penurunan berat badan yaitu 72.9%

remaja putri melakukan diet (Suka et al. 2002).

Page 10: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

2

Kejadian anemia juga sering terjadi pada remaja. Penelitian yang

dilakukan oleh Nirmala (2005) pada remaja putri di pondok pesantren di Surabaya

didapatkan bahwa ada pengaruh pola makan remaja putri terhadap kejadian

anemia. Menurut Riskesdas (2007) angka anemia perempuan di DKI yaitu 13.6%.

Penyebab utama anemia gizi besi di Indonesia adalah rendahnya asupan besi.

Pada remaja putri, terutama remaja putri yang sekolah atau kuliah, anemia dapat

menyebabkan penurunan prestasi belajar dan aktivitas fisik (Dillon 2005).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perhatian terhadap

persepsi body image sangat kuat terjadi pada masa remaja. Para remaja melakukan

berbagai usaha agar mendapatkan tubuh yang ideal sehingga terlihat menarik.

Salah satu usaha tersebut adalah dengan melakukan diet. Pembatasan konsumsi

jenis makanan tertentu atau mempunyai kebiasaan diet tidak terkontrol dengan

tujuan untuk mendapatkan tubuh yang ideal (langsing) sering terjadi pada remaja

putri. Diet yang berlebihan dengan membatasi konsumsi makanannya akan

mempengaruhi status gizi pada remaja. Permasalahan yang ingin dikaji dalam

penelitian ini adalah bahwa peneliti ingin melihat hubungan body image dengan

perilaku diet, konsumsi pangan dan status gizi pada remaja putri di perkotaan dan

di perdesaan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan body

image dengan perilaku diet, konsumsi pangan dan status gizi pada remaja putri di

perkotaan dan di perdesaan.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1. Mengindentifikasi karakteristik remaja putri meliputi: umur dan

pengetahuan gizi

2. Mengidentifikasi karakteristik keluarga meliputi: besar keluarga,

pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan pendapatan orangtua

3. Mengidentifikasi persepsi body image pada remaja putri

4. Mengidentifikasi perilaku diet pada remaja putri

5. Mengidentifikasi konsumsi pangan pada remaja putri

6. Mengidentifikasi status gizi pada remaja putri

7. Mengidentifikasi status anemia pada remaja putri

8. Menganalisis hubungan body image dengan perilaku diet, konsumsi

pangan, status gizi dan pengetahuan gizi pada remaja putri

9. Menganalis hubungan tingkat kecukupan zat besi dengan anemia dan

status gizi dengan status anemia

Hipotesis Penelitian

1. Adanya hubungan antara body image dengan konsumsi pangan, perilaku

diet, status gizi dan pengetahuan gizi pada remaja putri

Page 11: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

3

2. Adanya hubungan antara status anemia dengan tingkat kecukupan zat besi

dan status gizi pada remaja putri

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau peningkatan

pengetahuan gizi bagi remaja. Selain itu, memberikan informasi mengenai

berbagai hal yang terkait dengan body image, sehingga remaja pada umumnya

tidak melakukan hal yang menyimpang apabila mereka ingin memiliki ukuran

tubuh yang mereka idamkan dan dapat mengetahui cara menjaga tubuh.

KERANGKA PEMIKIRAN

Remaja seringkali mengalami gangguan makan yang ditandai dengan

perubahan perilaku makan menjadi kurang baik, persepsi tentang bentuk tubuh

(body image) dan pengaturan berat badan yang kurang tepat (Ando et al. 2007).

Body image didefinisikan sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya

secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum (Cash 2002).

Konsep body image yang sudah melekat pada diri seorang remaja putri diduga

akan berhubungan dengan perilaku makan dan perilaku sehatnya. Remaja

menginginkan agar tubuhnya tetap menarik dan indah dipandang mata (berat

badan dan tinggi badan yang ideal) seringkali mengubah perilaku makannya.

Konsep body image negatif pada remaja umumnya menjadikan remaja cenderung

menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh penampilan fisik yang menarik.

Salah satu cara yaitu remaja melakukan diet agar tubuhnya sesuai dengan yang

diinginkannya. Dalam studi yang dilakukan pada remaja putri di Turki

menunjukkan bahwa remaja tidak memiliki pola makan yang sehat (Akman et al.

2010).

Pada remaja putri kerap kali melakukan perilaku diet untuk menurunkan

berat badannya, hal ini dikarenakan remaja putri lebih memperhatikan bentuk

tubuhnya sehingga takut akan kenaikan berat badan. Diet ketat selama remaja

biasanya disebabkan perilaku makan yang tidak sehat seperti makan berlebihan,

memuntahkan makanan, menggunakan obat pencahar dan sebagainya. Diet ketat

yang dilakukan tanpa pengawasan dokter atau pengetahuan yang tidak cukup akan

membahayakan kesehatan remaja.

Diet yang berlebihan dengan membatasi konsumsi makanannya akan

mengakibatkan berat badan tubuh menjadi menurun dan pertumbuhan pun

terhambat. Perilaku diet ini akan berpengaruh terhadap perubahan status gizi

remaja itu sendiri. Hal ini karena dengan perubahan perilaku makan akan

mengakibatkan pertumbuhan yang terhambat dan menurunnya status gizi dan

menyebabkan terjadi anemia pada remaja.

Pola konsumsi pangan dalam hal frekuensi, jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi berhubungan dengan tingkat konsumsi pangan. Tingkat

kecukupan adalah konsumsi zat gizi aktual dibandingkan dengan konsumsi zat

gizi standar yang sesuai dengan kebutuhan individu per hari menurut WNPG

(2004) yang dipresentasikan dalam persen.

Page 12: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

4

Keadaan sosial ekonomi keluarga remaja yang diteliti dalam penelitian ini

meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan

orangtua. Semakin tinggi pendidikan orangtua remaja maka akan memungkinkan

orangtua memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap suatu hal termasuk

konsumsi pangan keluarga yang bergizi. Pendidikan yang tinggi akan memberikan

peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang baik yang akhirnya

akan menentukan tingkat pendapatan orangtua. Pendapatan termasuk penentu baik

atau buruknya keadaan gizi seseorang atau sekelompok orang karena merupakan

faktor langsung yang menentukan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi.

Besar keluarga juga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan individu karena

berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga. Uraian di atas dapat disajikan

dalam suatu bagan yang menyajikan hubungan pengetahuan gizi dan body image

dengan perilaku diet, konsumsi pangan dan status gizi pada remaja putri.

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Keterangan:

= Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak diteliti

Karakteristik remaja putri:

Usia

Pengetahuan gizi

Karakteristik keluarga:

Besaran keluarga

Pendidikan orangtua

Pekerjaan orangtua

Pendapatan orangtua

Konsumsi

Pangan

Status gizi:

IMT/U

Body Image:

Penilaian terhadap bentuk tubuh

Penilaian terhadap bentuk tubuh ideal

Jenis penilaian persepsi body image :

positif dan negatif

Media

Teman

sebaya

Status anemia

Perilaku

Diet

Page 13: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

5

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan sebagian data dari penelitian yang berjudul

“Lifestyle and Nutrition Aspect of Rural and Urban Adolescents” (Gaya Hidup

dan Status Gizi pada Remaja di Perdesaan dan Perkotaan) yang disponsori oleh

Neys-van Hoogstraten Foundation (NHF) The Netherlands (Dwiriani et al. 2013).

Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati

pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian dilakukan

dengan pengisian kuesioner. Penelitian ini dilakukan di 2 SMA kota dan desa

yang terdiri atas SMAN 38 Jakarta, SMAN 109 Jakarta, SMAN 01 Jasinga dan

SMK Giri Taruna Jasinga. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai

Mei 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Remaja

Contoh pada penelitian ini adalah remaja putri siswi kelas X di 2 SMA kota

dan desa. Dua SMA di kota yaitu SMAN 38 Jakarta dan SMAN 109 Jakarta

sedangkan dua di SMA Desa yaitu SMAN 01 Jasinga dan SMK Giri Taruna

Jasinga. Hal ini dengan pertimbangan bahwa siswi kelas X merupakan siswi-siswi

yang baru masuk dan mulai beradaptasi dengan sekolah dan teman-temannya.

Metode yang digunakan dalam penarikan remaja adalah dengan metode Cluster

Random Sampling. Alasan menggunakan metode ini karena yang menjadi

populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas X yang terdiri atas 4 SMA,

maka sampel diambil dari masing-masing SMA dengan proporsi sama. Jumlah

remaja yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 104 yang terdiri 26

remaja putri dari masing-masing sekolah.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Data sekunder meliputi

karakteristik remaja (umur, berat badan dan tinggi badan), karakteristik sosial

ekonomi (besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan

pendapatan orangtua), pengetahuan gizi, persepsi body image, perilaku diet,

konsumsi pangan, status gizi dan status anemia. Informasi ini diperoleh melalui

wawancara menggunakan kuesioner yang ditujukan pada remaja putri.

Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah:

a. Data karakteristik remaja (umur) diperoleh dengan wawancara langsung

dengan alat bantu kuesioner.

b. Data karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan

orangtua dan pendapatan orangtua) diperoleh dengan wawancara langsung

dengan alat bantu kuesioner.

c. Data pengetahuan gizi diperoleh dengan wawancara langsung dengan alat

bantu kuesioner.

d. Data persepsi body image diperoleh dengan wawancara langsung dengan alat

bantu kuesioner.

Page 14: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

6

e. Data perilaku diet diperoleh dengan wawancara langsung dengan alat bantu

kuesioner.

f. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan cara recall 2x24 jam.

g. Data status gizi meliputi berat badan dan tinggi badan yang diperoleh melalui

pengukuran secara langsung. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur berat

badan yaitu timbangan injak dan alat ukur tinggi badan yaitu microtoise.

h. Data status anemia diperoleh melalui pengukuran secara langsung dengan

menggunakan alat hemocue.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang dilakukan meliputi editing, coding, entry, cleaning

dan analisis. Coding dilakukan dengan cara menyusun code book sebagai panduan

entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data berdasarkan kode

yang telah dibuat, dan kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak

ada kesalahan dalam memasukkan data. Data diolah serta dianalisis secara

deskriptif dan inferesia dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell

2007 dan program SPSS 16.0 for Windows. Hubungan uji beda dianalisis

menggunakan Independent Sample t–test dan Mann Whitney dan hubungan antar

variabel dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman.

Karakteristik remaja dan keluarga remaja dianalisis secara deskriptif.

Umur remaja dilihat berdasarkan tanggal lahir remaja. Besar keluarga menurut

BKKBN (2009) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang),

keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Pendidikan orangtua

dikategorikan menjadi lima kategori yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA dan

Perguruan Tinggi. Pekerjaan orangtua dikategorikan menjadi tujuh macam yaitu:

tidak bekerja (ibu rumah tangga), PNS/Polisi/ABRI, karyawan swasta, buruh,

wiraswasta/pedagang, jasa (penjahit, salon) dan lainnya. Pendapatan orangtua

dikategorikan menjadi empat yaitu ≤ Rp 1 500 000, Rp 1 500 000 - Rp 3 000 000,

Rp 3 000 000 – Rp 5 000 000 dan > Rp 5 000 000.

Pengetahuan gizi diukur dengan 20 pertanyaan tentang remaja pangan

sumber zat gizi tertentu. Penilaian pengetahuan gizi dilakukan dengan memberi

skor. Bila menjawab benar diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban salah diberi

skor 0 sehingga skor total minimum 0 dan maksimum adalah 20. Kategori

pengetahuan gizi tingkat rendah bila skor <60%, kategori pengetahuan gizi tingkat

sedang bila skor 60-80% dan kategori pengetahuan gizi tingkat tinggi bila skor >

80% (Khomsan 2000).

Persepsi tentang body image menggunakan kuesioner yang berisi 14

pertanyaan mengenai penilaian tubuh aktual, ideal dan jenis persepsi body image

remaja putri terhadap tubuhnya. Penilaian aktual terhadap tubuhnya dibagi dalam

tiga kategori yaitu kurus, normal dan gemuk. Alat ukur yang digunakan adalah

gambar siluet tubuh yang dikembangkan oleh Stunkard (1983) yang digunakan

pada penelitian Bulik et al. (2001). Siluet ini memuat sembilan gambar wanita.

Berdasarkan gambar tersebut, remaja diminta untuk memilih gambar yang

menunjukkan gambar tubuh aktual remaja dan gambar tubuh ideal. Data perilaku

diet diukur dengan 10 pertanyaan tentang pernah atau tidak melakukan diet

sebelumnya, cara untuk mengurangi berat badan dan makanan yang dihindari bila

sedang berdiet.

Page 15: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

7

Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam

gram/URT diolah dengan menggunakan Aplikasi Analisis Konsumsi Pangan.

Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan

menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Kemudian dilakukan

perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi, protein, lemak, karbohidrat,

vitamin A, vitamin C dan zat besi. Angka kecukupan zat gizi yang digunakan

mengacu pada angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004. Adapun rumus umum yang digunakan

untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan :

Kgij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang

dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j

BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Tingkat kecukupan zat gizi dalam penelitian ini diperoleh dari perbandingan

asupan zat gizi contoh dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Perhitungan untuk

AKG contoh yang menggunakan konversi terhadap berat badan, dengan rumus:

AKG Contoh = Berat badan aktual (kg) x AKG

Berat badan dalam daftar AKG

Pengukuran tingkat kecukupan energi, protein dan lemak merupakan tahap

lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi

merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Secara umum tingkat

kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:

TKGi = (Ki/ AKGi) x 100%

Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i

Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Pengkategorian tingkat kecukupan zat gizi makro untuk energi dan protein

menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah defisit tingkat berat (<70%), defisit

tingkat sedang (70–79%), defisit tingkat ringan (80–89%), normal (90–119%) dan

lebih (≥120%). Pada penelitian ini pengkategorian tingkat kecukupan lemak dan

karbohidrat menggunakan WNPG VIII (2004) yaitu lemak 20-30% dan

karbohidrat 55-60%. TKFe, TKVit A dan TKVit C dihitung tanpa menggunakan

koreksi berat badan melainkan dengan membandingkan konsumsi zat gizi dengan

angka kecukupan gizi (AKG) berdasarkan WNPG VIII (2004) sesuai dengan usia

dan jenis kelamin. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral <77% AKG tergolong

kurang dan ≥ 77% tergolong cukup (Gibson 2005).

Data konsumsi pangan hewani selama 2 hari yang dikonsumsi dihitung zat

gizinya menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) lalu dirata-

Page 16: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

8

ratakan. Konsumsi protein hewani dibedakan menjadi cukup dan tidak cukup.

Kategori cukup yaitu apabila konsumsi protein hewani telah mencapai sepertiga

bagian atau 33.33% dari total protein yang dibutuhkan dalam sehari, sedangkan

kategori tidak cukup yaitu apabila konsumsi protein hewani kurang dari sepertiga

bagian atau 33.33% dari total protein yang dibutuhkan dalam sehari.

Kriteria anemia menurut WHO (2001) untuk batas normal yaitu wanita

dewasa 12 g/dl. Status gizi remaja diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh

menurut umur (IMT/U) yang dihitung berdasarkan data antropometri berat badan

dan tinggi badan siswi. Menurut WHO (2007) klasifikasi status gizi dengan

menggunakan IMT/U terdiri atas sangat kurus (Z <-3 SD), kurus (-3 SD ≤ Z < -2

SD), normal (-2 SD < Z ≤+1 SD), gemuk (+1 SD < Z < +2 SD), obesitas (Z >+2

SD).

DEFINISI OPERASIONAL

Remaja putri adalah siswi kelas X SMA yang bersedia mengisi kuesioner.

Pengetahuan gizi adalah pemahaman remaja tentang ilmu gizi, zat gizi dan

interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

Besar keluarga dikategorikan sebagai keluarga besar, sedang, dan kecil.

Pekerjaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan

mengharapkan upah atau imbalan.

Pendapatan adalah jumlah pendapatan per bulan yang dihasilkan dari pendapatan

kepala keluarga dibagi dengan besar keluarga dinilai dalam satuan rupiah.

Body Image adalah gambaran seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya.

Penilaian tubuh aktual adalah mengenai bagaimana contoh menilai bentuk

tubuhnya saat ini dan dikategorikan menjadi kurus, ideal, gemuk.

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner body image.

Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap

bentuk tubuh aktual tidak sesuai dengan status gizinya.

Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap

bentuk tubuh aktual sesuai dengan status gizinya.

Diet adalah program mengurangi konsumsi makanan sampai mencapai berat

badan yang diinginkan.

Perilaku diet adalah usaha sadar seseorang dalam membatasi dan mengontrol

makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk mengurangi dan

mempertahankan berat badan

Konsumsi Pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi remaja

dalam satu hari yang diukur dengan metode Recall 2x24 jam serta dihitung

jumlahnya zat gizinya (energi, protein, vitamin C, dan zat besi).

Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang

diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan.

Penentuan status gizi menggunakan data Indeks Massa Tubuh (IMT)

berdasarkan berat badan dan tinggi badan.

Status anemia remaja adalah keadaan kadar Hb remaja yang menunjukkan

kondisi remaja anemia dan non anemia. Remaja dikatakan anemia jika

kadar Hb < 12 g/dL darah.

Page 17: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Remaja Putri

Contoh dalam penelitian ini adalah siswa remaja putri kelas X SMAN 38,

SMAN 109 Jakarta, SMAN 01 Jasinga dan SMK Giri Taruna Jasinga.

Karakteristik remaja putri yang diamati meliputi usia dan pengetahuan gizi.

Remaja putri dalam penelitian ini berjumlah 104 remaja dengan masing-masing

sekolah 26 orang.

Usia

Usia remaja merupakan masa transisi dari usia anak-anak menjadi dewasa.

Menurut Hurlock (2004), remaja dibagi menjadi dua yaitu remaja awal (13 sampai

17 tahun) dan remaja akhir (18 sampai 21 tahun). Remaja putri dalam penelitian

ini termasuk dalam kategori usia remaja awal yaitu 15 sampai 16 tahun. Tabel 1

memperlihatkan bahwa remaja di SMA kota sebagian besar berusia 15 tahun dan

di SMA desa sebagian besar berusia 16 tahun. Secara keseluruhan rata-rata usia di

keempat sekolah yaitu remaja putri berada pada usia 15 tahun. Hal ini karena

remaja putri yang diambil pada penelitian ini termasuk dalam remaja yang sedang

duduk di kelas X SMA. Usia remaja di perkotaan lebih muda dibandingkan

dengan usia remaja di perdesaan. Hal tersebut mungkin disebabkan karena adanya

kecenderungan untuk menyekolahkan anak di perkotaan lebih cepat. Hasil uji

beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata

antara usia remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Tabel 1 Sebaran remaja putri berdasarkan usia

Usia SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % N % n %

(p=0.002) 15 tahun 37 71.2 21 40.4 58 55.8

16 tahun 15 28.8 31 59.6 46 44.2

Total 52 100 52 100 104 100

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire &

Dougherty 2005). Pengetahuan gizi sangat erat kaitannya dengan baik buruknya

kualitas gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Hal ini jika dengan pengetahuan

yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya mengatur pola

makannya dengan seimbang, beragam, tidak kekurangan dan tidak berlebihan.

Pengetahuan gizi remaja putri diukur dari kemampuan remaja dalam

menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum yang disiapkan

dalam kuesioner. Terdapat 20 buah pertanyaan pilihan berganda. Pertanyaan-

pertanyaan tersebut masing-masing diberi skor kemudian dikelompokkan menjadi

tiga kategori yaitu kurang, sedang dan besar. Khomsan (2000) mengkategorikan

tingkat pengetahuan gizi menjadi 3 bagian, yaitu tingkat pengetahuan rendah

Page 18: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

10

(<60%), sedang (60-80%) dan tinggi (80%). Berikut Tabel 2 menunjukkan hasil

sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pengetahuan gizi.

Tabel 2 Sebaran remaja putri berdasarkan pengetahuan gizi

Tingkat pengetahuan gizi SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.000)

Kurang (< 60%) 1 1.9 26 50 27 26

Sedang (60-80%) 38 73.1 24 46.2 62 59.6

Baik (>80%) 13 25 2 3.8 15 14.4

Total 52 100 52 100 104 100

Min-Max 55-95 30-85

X±SD 75.67±9.08 61.06±12.73

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian remaja putri di SMA

kota memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang dan di SMA desa memiliki tingkat

pengetahuan gizi kurang. Secara keseluruhan rata-rata tingkat pengetahuan gizi

remaja putri adalah sedang. Nilai skor rata-rata tingkat pengetahuan gizi remaja

putri di SMA kota lebih besar dibandingkan dengan remaja putri di SMA desa.

Nilai minimal, maksimal dan rata-rata lebih tinggi pada remaja putri di SMA kota

dibandingkan remaja putri di SMA desa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat

pengetahuan gizi remaja putri di SMA kota lebih baik dibandingkan dengan

remaja putri di SMA desa. Hasil uji beda menggunakan Independent Sample t-test

menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pengetahuan gizi

remaja putri di SMA kota dan SMA desa. Tabel 3 menjelaskan mengenai

persentase jawaban dari setiap pertanyaan yang dapat dijawab benar oleh remaja

putri.

Tabel 3 Sebaran remaja putri berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan

tentang pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi SMA kota SMA desa Uji beda

n % n % p

1. Berapa banyak sebaiknya air diminum setiap

hari (8 gelas)

35 67.3 45 86.5 0.020

2. Yang tidak termasuk zat gizi adalah (boraks) 50 96.2 49 94.2 0.651

3. Akibat tidak sarapan (kurang konsentrasi) 51 98.1 42 80.8 0.004

4. Dampak kelebihan gizi adalah (badan

semakin gemuk)

42 80.8 20 38.5 0.000

5. Konsumsi energi yang berlebih akan di

simpan dalam bentuk (lemak)

46 88.5 48 92.3 0.511

6. Kebiasaan makan yang dapat membuat

seseorang menjadi gemuk (ngemil gorengan)

52 100 28 53.8 0.000

7. Obesitas atau kegemukan dapat terjadi pada

(semua umur)

48 92.3 27 51.9 0.000

8. Pertumbuhan tinggi badan paling cepat terjadi

pada usia (10-13 tahun)

24 46.2 47 90.4 0.000

9. Pada remaja yang kegemukan, pembatasan

konsumsi makanan sebaiknya dilakukan

dengan cara (mengurangi konsumsi

lemak)

52 100 39 75 0.000

Page 19: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

11

Tabel 3 Sebaran remaja putri berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan

tentang pengetahuan gizi (lanjutan)

Pengetahuan gizi SMA kota SMA desa Uji beda

n % n % p

10. Remaja putri lebih mudah mengalami kurang

darah/anemia dibanding remaja putra, karena

(remaja putri mengalami haid setiap bulan)

39 75 42 80.8 0.260

11. Kelompok protein nabati (tahu, tempe,

kacang, susu kedelai)

43 82.7 7 13.5 0.000

12. Kandungan vitamin C yang paling tinggi

terdapat dalam (jambu biji)

7 13.5 19 36.5 0.006

13. Pangan sumber karbohidrat (ubi jalar) 43 82.7 40 33.3 0.469

14. Berdasarkan sumbernya lemak ada dua

macam, yaitu (lemak nabati dan lemak

hewani)

51 98.1 47 90.4 0.094

15. Vitamin A banyak terdapat pada (bayam) 40 76.9 11 21.2 0.000

16. Vitamin A bermanfaat untuk (kekebalan

tubuh)

12 23.1 35 67.3 0.000

17. Tahu, tempe, ikan, dan telur adalah sumber

(protein)

51 98.1 12 23.1 0.000

18. Zat gizi yang tidak berfungsi sebagai sumber

tenaga (vitamin)

47 90.4 31 59.6 0.003

19. Iodium berfungsi untuk mencegah penyakit

(gondok)

48 92,3 23 44.2 0.000

20. Karbohidrat dan lemak disebut juga sebagai

zat (zat tenaga)

25 48.1 23 44.2 0.697

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara keseluruhan persentase remaja yang

menjawab benar lebih banyak pada remaja putri di SMA kota dibandingkan

remaja putri di SMA desa. Secara keseluruhan remaja putri dapat menjawab

dengan benar yaitu pertanyaan tentang apa saja yang tidak termasuk zat gizi dan

hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan remaja dalam menjawab

pertanyaan tersebut. Pertanyaan tentang konsumsi air minum dalam sehari lebih,

pertumbuhan tinggi badan paling cepat terjadi pada usia berapa, makanan yang

terdapat kandungan vitamin C yang paling tinggi dan manfaat vitamin A lebih

banyak menjawab benar pada remaja putri di SMA desa dibandingkan di SMA

kota dan hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan remaja yang menjawab

benar pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pertanyaan tentang akibat tidak sarapan, dampak kelebihan gizi, kebiasaan

makan yang dapat membuat seseorang menjadi gemuk, obesitas atau kegemukan

dapat terjadi pada usia berapa, cara remaja yang mengalami kegemukan dalam

membatasi konsumsi makannya, kelompok protein nabati, makanan yang

mengandung vitamin A, sumber protein dan fungsi iodium lebih banyak

menjawab benar pada remaja putri di SMA kota dibandingkan di SMA desa dan

hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan remaja yang menjawab benar

pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada

keadaan gizi seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang

diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007). Individu

Page 20: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

12

dengan pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk

menerapkan pegetahuan gizinya dalam pemiihan maupun pengetahuan pangan.

Hal ini dapat dikatakan semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka

semakin baik pula tingkat kesehatan dan gizi seseorang. Akan tetapi, masih

banyak individu yang tidak menerapkan pengetahuan gizinya tersebut dalam

kehidupan sehari-hari sehingga masih adanya kecenderungan individu tersebut

mengalami kurang gizi bahkan gizi lebih.

Karakteristik Keluarga Remaja

Besar Keluarga

Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan fisik, sosial, dan

emosi yang paling rapat dengan individu sejak dia dilahirkan (Luddin A 2010).

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu,

anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang

sama. Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dikategorikan menjadi tiga, yaitu

keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7

orang). Sebaran remaja putri berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel

4.

Tabel 4 Sebaran remaja putri berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga SMA kota SMA desa Total Uji beda

N % n % n %

(p=0.000) Kecil (≤4 orang) 24 46.2 11 21.2 35 33.7

Sedang (5-7 orang) 26 50 30 57.7 56 53.8

Besar (>7 orang) 2 3.8 11 21.2 13 12.5

Total 52 100 52 100 104 100

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan baik

remaja putri di SMA kota maupun di SMA desa sebagian besar memiliki keluarga

sedang yang terdiri atas 5-7 orang. Remaja putri di SMA kota yang memiliki

keluarga kecil lebih banyak dibandingkan dengan remaja putri di SMA desa.

Sementara itu untuk kategori keluarga besar (>7 orang) lebih banyak pada remaja

putri SMA desa dibandingkan remaja putri SMA kota. Hasil uji beda

menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara

besar keluarga remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Menurut Sanjur (1982), besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran

rumah tangga. Semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya

kebutuhan individu. Hal ini dapat disebabkan karena besarnya anggota keluarga

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan individu. Besarnya keluarga dapat

mempengaruhi belanja pangan. Pendapatan perkapita dan belanja pangan akan

menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga.

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua

dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya

Page 21: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

13

akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi

kebutuhan gizinya (Isnani 2011). Pendidikan orangtua remaja meliputi pendidikan

ayah dan pendidikan ibu. Pendidikan orangtua dikategorikan menjadi lima

kategori yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Berikut

sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pendidikan orangtua.

Tabel 5 Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pendidikan ayah

Pendidikan ayah SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.000)

Tidak sekolah 0 0 2 3.8 2 1.9

SD 2 3.8 19 36.5 21 20.2

SMP 1 1.9 9 17.3 10 9.6

SMA 18 34.6 20 38.5 38 36.5

Perguruan Tinggi 31 59.6 2 3.8 33 31.7

Total 52 100 52 100 104 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa remaja putri di SMA kota sebagian besar

memiliki ayah yang berpendidikan sampai perguruan tinggi sedangkan di SMA

desa lebih banyak memiliki ayah yang berpendidikan sampai SMA. Secara

keseluruhan rata-rata pendidikan ayah remaja putri sampai SMA. Remaja putri

SMA kota tidak memiliki ayah yang tidak sekolah, sedangkan di SMA desa

memiliki ayah yang tidak sekolah. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney

menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan ayah remaja putri

di SMA kota dan SMA desa.

Tabel 6 Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pendidikan ibu

Pendidikan ibu SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p= 0.000)

Tidak sekolah 0 0 3 5.8 3 2.9

SD 3 5.8 33 63.5 36 34.6

SMP 3 5.8 9 17.3 12 11.5

SMA 21 40.4 6 11.5 27 26

Perguruan Tinggi 25 48.1 1 1.9 26 25

Total 52 100 52 100 104 100

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui remaja putri di SMA kota lebih banyak

memiliki ibu yang berpendidikan sampai perguruan tinggi sedangkan di SMA

desa lebih banyak memiliki ibu yang berpendidikan sampai SD. Secara

keseluruhan rata-rata tingkat pendidikan ibu remaja putri sampai SD. Hal ini

menujukkan bahwa pendidikan ibu remaja putri di SMA kota lebih tinggi

dibandingkan pendidikan ibu remaja di SMA desa. Hasil uji beda menggunakan

Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan ibu

remaja putri di SMA kota dan SMA desa. Campbell (2002) dalam Marzuki (2006)

menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi cenderung akan memberikan

makanan yang sehat kepada anaknya, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah

akan cenderung memberikan makanan yang enak tetapi kurang sehat.

Menurut Rahmawati (2006), tingkat pendidikan terakhir ibu contoh

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk

status gizi. Hal ini karena pendidikan ibu sangat penting dalam mendidik anak-

anak dalam keluarganya. Menurut Hardinsyah (2000), orang yang memiliki

Page 22: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

14

pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik

daripada mereka yang berpendidikan rendah. Pengetahuan gizi menjadi landasan

yang menentukan konsumsi pangan.

Pekerjaan Orangtua

Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling

menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki

hubungan dengan pendapatan yang diterima (Soehardjo 1989). Pekerjaan orangtua

dikategorikan menjadi tujuh macam yaitu: tidak bekerja (ibu rumah tangga),

PNS/Polisi/ABRI, karyawan swasta, buruh, wiraswasta/pedagang, jasa (penjahit,

salon) dan lainnya. Berikut sebaran remaja putri berdasarkan pekerjaan orangtua.

Tabel 7 Sebaran remaja berdasarkan pekerjaan ayah

Pekerjaan ayah SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.031)

Tidak bekerja 1 1.9 2 3.8 3 2.9

PNS/Polisi/ABRI 10 19.2 5 9.6 15 14.4

Karyawan swasta 22 42.3 5 9.6 27 26

Buruh 1 1.9 18 34.6 19 18.3

Wirasawasta/pedagang 12 23.1 16 30.8 28 26.9

Jasa (penjahit, supir, ojeg, reparasi) 1 1.9 2 3.8 3 2.9

Lainnya 5 9.6 4 7.7 9 8.7

Total 52 100 52 100 104 100

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui remaja putri di SMA kota lebih

banyak memiliki ayah yang bekerja sebagai karyawan swasta sedangkan di SMA

desa lebih banyak memiliki ayah yang bekerja sebagai buruh. Secara keseluruhan

rata-rata ayah remaja putri bekerja sebagai wiraswasta/pedagang. Hasil uji beda

menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara

pekerjaan ayah remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Tabel 8 Sebaran remaja putri berdasarkan pekerjaan ibu

Pekerjaan ibu SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.359)

Tidak bekerja (ibu rumah tangga) 29 55.8 37 71.2 66 63.5

PNS/Polisi/ABRI 8 15.4 1 1.9 9 8.7

Karyawan swasta 8 15.4 0 0 8 7.7

Buruh 0 0 0 0 0 0

Wirasawasta/pedagang 3 5.8 10 19.2 13 12.5

Jasa (penjahit,salon) 2 3.8 4 7.7 6 5.8

Lainnya 2 3.8 0 0 2 1.9

Total 52 100 52 100 104 100

Tabel 8 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan baik remaja putri di

SMA kota maupun di SMA desa sebagian besar memiliki ibu yang berperan

sebagai ibu rumah tangga (IRT). Tidak terdapat ibu yang bekerja sebagai buruh

baik remaja di SMA kota maupun di SMA desa. Hasil uji beda menggunakan

Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pekerjaan

ibu remaja putri di SMA kota dan SMA desa. Menurut Soehardjo (1989), semakin

Page 23: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

15

tinggi pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pendapatannya, hal

tersebut juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi keluarga

demi tercapainya taraf hidup yang lebih baik.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas

makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar

peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan

(Suhardjo 1989). Pendapatan orangtua dikategorikan menjadi empat yaitu

≤ Rp 1 500 000, Rp 1 500 000 - Rp 3 000 000, Rp 3 000 000 – Rp 5 000 000 dan

> Rp 5 000 000.

Tabel 9 Sebaran remaja putri berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.000)

≤ Rp 1 500 000 3 5.8 38 73.1 41 39.4

Rp 1 500 000 - Rp 3 000 000 16 30.8 14 26.9 30 28.8

Rp 3 000 000 - Rp 5 000 000 17 32.7 0 0 17 16.3

> Rp 5 000 000 16 30.8 0 0 16 15.4

Total 52 100 52 100 104 100

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 9, remaja di SMA kota lebih

banyak memiliki pendapatan keluarga yang berkisar Rp 3 000 000 – Rp 5 000 000

sedangkan di SMA desa lebih banyak memiliki pendapatan keluarga kurang dari

Rp 1 500 000. secara keseluruhan rata-rata tingkat pendapatan keluarga remaja

putri yaitu kurang dari Rp 1 500 000. Rata-rata pendapatan keluarga remaja SMA

kota Rp 5 315 385 ± 4 497 903 dan SMA desa Rp 1 352 692 ± 841 493. Hal ini

menunjukkan bahwa pendapatan keluarga remaja putri lebih tinggi di SMA kota

dibandingkan remaja putri di SMA desa. Hasil uji beda menggunakan Mann

Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan keluarga

remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Pendapatan keluarga berhubungan dengan penyediaan pangan di dalam

keluarga. Apabila penghasilan di dalam keluarga meningkat, maka biasanya

pengadaan lauk pauk pun akan meningkat mutunya. Akan tetapi, pengeluaran

uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya

konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan

makan ialah pangan yang dikonsumsi itu lebih mahal. Akan tetapi, karena bukti

menunjukkan bahwa kebiasaan makan cenderung berubah bersama dengan

naiknya pendapatan (Soehardjo 1989).

Status Gizi Remaja

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan

penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al.

2001). Penilaian status gizi dapat ditentukan dengan berbagai cara, di antaranya

secara antropometri, biologi, klinis, konsumsi pangan, dan faktor ekologi (Gibson

2005). Indeks antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi

Page 24: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

16

pada usia 5 sampai 19 tahun adalah Indeks Massa Tubuh berdasarkan Umur

(IMT/U) mengacu kepada referensi WHO 2007. Status gizi tersebut dikategorikan

menjadi lima kelompok, yaitu sangat kurus (≤ -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z-score < -2

SD), normal (-2 SD < z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD ≤ z-score < +2 SD),

obesitas (z-score < +2 SD) (WHO 2007). Berikut sebaran remaja putri

berdasarkan klasifikasi status gizi.

Tabel 10 Sebaran remaja putri berdasarkan status gizi (IMT/U)

Status gizi (IMT/U) SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.053)

sangat kurus (Z<-3 SD) 0 0 1 1.9 1 1

kurus (-3 SD ≤ Z< -2 SD) 3 5.8 1 1.9 4 3.8

normal (-2 SD < Z ≤ +1 SD) 34 65.4 45 86.5 79 76

gemuk (+1 SD < Z ≤ +2 SD) 11 21.2 4 7.7 15 14.4

obesitas (Z > +2 SD) 4 7.7 1 1.9 5 4.8

Total 52 100 100 100 104 100

Tabel 10 menunjukkan secara keseluruhan status gizi berdasarkan IMT/U

baik remaja putri di SMA kota maupun di SMA desa termasuk dalam kategori

normal. Hanya satu remaja putri yang memiliki status gizi sangat kurus yaitu

terdapat di SMA desa. Secara umum dapat disimpulkan bahwa SMA desa lebih

banyak remaja putri yang memiliki status gizi normal dibandingkan remaja putri

di SMA kota. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Santika (2004) yang

membuktikan bahwa status gizi remaja pada umumnya adalah normal. Hasil uji

beda menggunakan Independent Sample t-test menunjukkan tidak terdapat

perbedaan yang nyata antara status gizi remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko

untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada seseorang

akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam

proses pemulihan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010). Status gizi

secara langsung dipengaruhi oleh faktor konsumsi pangan dan status kesehatan.

Konsumsi pangan, salah satunya dipengaruhi oleh akses terhadap pangan

ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang (Riyadi 2003). Pada masa remaja

terjadi perubahan bentuk tubuh dan terjadi perkembangan secara psikologinya.

Pada usia remaja tersebut cenderung memperhatikan bentuk tubuhnya.

Body Image

Body image menurut Suryanie (2005) adalah gambaran individu mengenai

penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik terhadap bagian-bagian

tubuhnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri.

Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa

penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama

terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan

langsing adalah yang ideal bagi wanita (Germov & Williams 2004).

Penelitian ini, persepsi body image remaja dimilai melalui metode Figure

Rating Scale (FRS) yang dikembangkan oleh Stunkard (1983). Body image yang

dinilai adalah persepsi tubuh saat ini, persepsi tubuh ideal, persepsi body image

positif dan negatif. Persepsi tubuh adalah suatu perasaan atau pemikiran seseorang

Page 25: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

17

mengenai tubuhnya serta pandangan orang lain (Khor et al. 2009 dalam Dewi

2010). Persepsi tubuh terdiri atas tiga bagian, yaitu perasaan dan pikiran subjektif

tentang tubuh, serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku atas

ketidaknyamanan terhadap tubuh (Abramson 2007). Remaja mempersepsikan

bentuk tubuhnya melalui gambar 1 sampai 9 (Gambar 2). Berikut data hasil

persepsi bentuk tubuh saat ini/aktual dan ideal remaja putri pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran remaja putri berdasarkan persepsi tubuh aktual dan ideal

Persepsi tubuh SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.146)

Aktual Gambar 1 4 7.7 3 5.8 7 6.7

Gambar 2 19 36.5 29 55.8 48 46.2

Gambar 3 14 26.9 9 17.3 23 22.1

Gambar 4 8 15.4 7 13.5 15 14.4

Gambar 5 2 3.8 3 5.8 5 4.8

Gambar 6 4 7.7 1 1.9 5 4.8

Gambar 7 1 1.9 0 0 1 1

52 100 52 100 104 100

Ideal Gambar 1 3 5.8 1 1.9 4 3.8

(p=0.009)

Gambar 2 28 53.8 19 36.5 47 45.2

Gambar 3 18 34.6 21 40.4 39 37.5

Gambar 4 3 5.8 9 17.3 12 11.5

Gambar 5 0 0 1 1.9 1 1

Gambar 9 0 0 1 1.9 1 1

Total 52 100 52 100 104 100

Di bawah ini adalah gambar dari body image yang disajikan dalam

kuesioner.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Gambar 2 Skala body image

Berdasarkan Tabel 11, seluruh remaja putri memilih gambar 1, 2, 3, 4, 5, 6

dan 7 sebagai persepsi tubuh aktual mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ada

sebagian yang menggangap dirinya sangat kurus dan ada pula yang menganggap

dirinya sangat gemuk. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri di SMA

kota dan SMA desa sebagai persepsi tubuh aktual adalah gambar 2. Hal ini sesuai

dengan penelitian Chairunita (2003) bahwa sebesar 31.7% gambar yang paling

banyak dipilih oleh remaja sebagai persepsi tubuh aktual/saat ini adalah gambar 2.

Remaja putri yang memilih gambar 7 hanya satu orang yaitu terdapat di SMA

kota. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan antara persepsi tubuh aktual remaja putri di SMA kota dan

SMA desa.

Page 26: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

18

Berbeda pada persepsi tubuh ideal mereka, seluruh remaja putri memilih

gambar 1, 2, 3, 4, 5 dan 9. Gambar yang banyak di pilih remaja putri di SMA kota

sebagai persepsi tubuh idealnya adalah gambar 2, sedangkan di SMA desa lebih

banyak memilih gambar 3 sebagai persepsi tubuh idealnya. Secara keseluruhan

rata-rata gambar yang paling banyak dipilih remaja putri sebagai persepsi tubuh

ideal adalah gambar nomor 2. Hal ini menunjukkan bahwa wanita cenderung

menginginkan tubuh yang kurus dan langsing (Germov & Williams 2004). Hal ini

sesuai dengan penelitian Chairunita (2003) bahwa sebesar 50% gambar yang

paling banyak dipilih sebagai persepsi yang diinginkan remaja adalah gambar 3.

Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney terdapat perbedaan persepsi tubuh

ideal remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Selain itu bentuk tubuh aktual remaja putri dibandingkan dengan status

gizi remaja saat ini. Berikut Tabel 12 dan 13 sebaran persepsi tentang bentuk

tubuh aktual remaja putri terhadap status gizi.

Tabel 12 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual remaja putri SMA kota terhadap

status gizi

Persepsi bentuk tubuhnya Status gizi kurus Status gizi normal Status gizi gemuk

n % n % n %

Kurus 3 100 10 28.6 0 0

Normal 0 0 18 51.4 0 0

Gemuk 0 0 7 20 14 100

Total 3 100 35 100 14 100

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa sebesar 28.6% remaja putri

SMA kota yang persepsi tubuh aktualnya kurus tetapi berstatus gizi normal dan

sebesar 20% persepsi tubuh aktualnya gemuk tetapi berstatus gizi normal.

Selebihnya remaja mempersepsikan bentuk tubuhnya sesuai dengan status gizinya.

Berikut sebaran persepsi bentuk tubuh aktual remaja putri SMA desa terhadap

status gizi.

Tabel 13 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual remaja putri SMA desa terhadap

status gizi

Persepsi bentuk tubuhnya Status gizi kurus Status gizi normal Status gizi gemuk

n % n % n %

Kurus 1 50 9 20 0 0

Normal 1 50 33 73.3 0 0

Gemuk 0 0 3 6.7 5 100

Total 2 100 45 100 5 100

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa sebagian remaja putri SMA

desa mempersepsi bentuk tubuh aktualnya kurus tetapi berstatus gizi normal,

mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya normal tetapi berstatus gizi kurus dan

mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya gemuk tetapi status gizinya normal.

Selebihnya remaja mempersepsikan bentuk tubuhnya sesuai dengan status gizinya.

Secara keseluruhan baik remaja putri di SMA kota maupun di SMA desa

mempersepsikan tubuh aktualnya sesuai dengan status gizi.

Persepsi body image dinyatakan dengan dua kategori yaitu persepsi negatif

dan persepsi positif. Persepsi body image positif merupakan persepsi dimana

penilaian terhadap tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya, sedangkan

Page 27: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

19

persepsi body image negatif merupakan persepsi dimana penilaian terhadap tubuh

aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.

Berdasarkan Tabel 12 dan 13 remaja putri yang mempersepsikan bentuk

tubuh aktualnya kurus tetapi status gizinya normal, maka remaja putri dikatakan

memiliki persepsi body image negatif. Sementara itu remaja yang

mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus dan status gizinya kurus dapat

dikatakan memiliki persepsi body image positif. Remaja putri yang

mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus tetapi berstatus normal dapat

dikatakan bahwa remaja putri tersebut merasa kurang percaya diri terhadap bentuk

tubunya. Hal tersebut dapat mempengaruhi hubungan sosial dengan teman

sebayanya, karena remaja putri akan merasa bentuk tubuhnya tidak indah dan

tidak ideal sehingga dapat mempengaruhi pola makannya. Remaja putri akan

membatasi asupan makannya sehingga status gizi awal yang ideal akan berubah

menjadi status gizi kurang. Berikut klasifikasi persepsi body image remaja putri.

Tabel 14 Sebaran remaja putri berdasarkan klasifikasi persepsi body image

Persepsi SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.522) Positif 35 67.3 38 73.1 73 70.2

Negatif 17 32.7 14 26,9 31 29.8

Total 52 100 52 100 104 100

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui baik remaja putri di SMA kota

maupun di SMA desa sebagian besar memiliki persepsi body image yang positif.

Remaja SMA kota yang memiliki persepsi body image negatif lebih banyak

dibandingkan remaja SMA desa. Hal ini sejalan dengan penelitian Lingga (2011)

bahwa sebagian besar remaja putri memiliki persepsi body image yang positif.

Menurut Hurlock (2004), pada masa remaja hanya sedikit yang merasa puas

dengan tubuhnya terutama pada remaja putri, sehingga hal ini menyebabkan

adanya persepsi negatif terhadap bentuk tubuhnya. Hasil uji menggunakan Mann

Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi

body image remaja putri di SMA kota dan SMA desa. Menurut Mandleco (2004)

remaja putri cenderung lebih tidak puas dengan penampilan tubuhnya dan lebih

memperhatikan bagian-bagian dari tubuhnya dibandingkan dengan

memperhatikan bentuk tubuh lawan jenisnya.

Perilaku diet

Banyak remaja putri yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya.

Usaha yang dilakukannya untuk bentuk tubuh yang diinginkannya seperti

melakukan diet dengan mengurangi konsumsi makanannya. Hal ini sesuai dengan

penelitian marasabessy (2006), yang menyatakan bahwa contoh yang mempunyai

persepsi body image negatif dapat menimbulkan masalah-masalah atau gangguan

seperti stres, depresi, dan diet yang berlebihan. Menurut Kim dan Lennon dalam

Andea (2010), diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangi berat badan.

Perilaku diet adalah usaha sadar seseorang dalam membatasi dan mengontrol

makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk mengurangi dan

mempertahankan berat badan (Hawks 2008). Berikut sebaran remaja putri yang

melakukan diet.

Page 28: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

20

Tabel 15 Sebaran remaja putri yang melakukan diet

Diet SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.688) Tidak melakukan diet 31 59.6 33 63.5 64 61.5

Melakukan diet 21 40.4 19 36.5 40 38.5

Total 52 100 52 100 104 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 104 hanya 40 remaja putri yang

melakukan diet yaitu 21 remaja putri di SMA kota dan 19 remaja putri di SMA

desa. Remaja putri yang melakukan diet lebih banyak dilakukan di SMA kota

dibandingkan di SMA desa. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara remaja putri yang

melakukan diet di SMA kota dan SMA desa.

Pada umumnya remaja melakukan diet, berolahraga, melakukan perawatan

tubuh, mengonsumsi obat pelangsing dan lain-lain untuk mendapatkan berat

badan ideal (Andea 2010). Cara yang dilakukan remaja putri di SMA kota dan

desa di antaranya yaitu mengurangi jumlah makan (mengurangi porsi), membatasi

jenis makanan tertentu, melakukan olahraga, mengurangi frekuensi makan,

menggunakan obat pelangsing, menggunakan obat pencahar dan memuntahkan

kembali makanan yang dimakan. Berikut Tabel 16 perilaku remaja dalam

menurunkan berat badan.

Tabel 16 Perilaku remaja dalam menurunkan berat badan

Perilaku remaja dalam menurunkan berat badan SMA kota SMA desa

n % n %

Mengurangi jumlah makan (mengurangi porsi) 19 90.5 19 100

Membatasi jenis makanan tertentu 15 71.4 18 94.7

Olahraga 16 76.2 16 84.2

Mengurangi frekuensi makan 15 71.4 13 68.4

Puasa 11 52.4 9 47.4

Menggunakan obat pelangsing atau jamu 21 100 5 26.3

Menggunakan obat pencahar 0 0 1 5.3

Memuntahkan kembali makanan yang dimakan 1 4.8 1 5.3

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa 40 remaja putri yang

melakukan diet lebih banyak berdiet dengan cara mengurangi jumlah makan

(mengurangi porsi). Remaja putri di SMA kota lebih banyak melakukan diet

dengan cara menggunakan obat pelangsing atau jamu dan tidak ada yang berdiet

dengan menggunakan obat pencahar. Remaja putri di SMA desa lebih banyak

melakukan diet dengan cara mengurangi jumlah makan (mengurangi porsi).

Hanya sedikit remaja putri di SMA desa yang menggunakan obat pencahar dan

memuntahkan kembali makanan yang dimakan.

Adapun cara yang dilakukan remaja putri melakukan diet di antaranya

dengan cara membatasi makanan tertentu. Makanan yang dihindari remaja putri

seperti nasi, susu, makanan gorengan, fast food, pangan hewani dan snack.

Berikut jenis makanan yang dihindari remaja putri.

Page 29: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

21

Tabel 17 Jenis makanan yang dihindari remaja putri

Jenis makanan SMA kota SMA desa

n % n %

Nasi 13 61.9 7 36.8

Susu 3 14.3 5 26.3

Makanan gorengan (jajanan) 15 71.4 16 84.2

Fast food 16 76.2 6 31.6

Pangan hewani (daging) 10 47.6 3 15.8

Snack 12 57.1 8 42.1

Jenis makanan yang paling banyak dihindari remaja putri di SMA kota

untuk berdiet yaitu fast food dan remaja putri di SMA desa banyak menghindari

makanan makanan gorengan (jajanan). Hanya sedikit yang menghindari minum

susu baik remaja putri di SMA kota maupun di SMA desa. Hal ini sesuai dengan

penelitian Andea (2010), diet yang dilakukan untuk menurunkan berat badan

adalah olahraga, mengurangi asupan lemak, mengurangi permen atau makanan

manis, mengurangi porsi makan yang dikonsumsi, mengonsumsi makanan-

makanan rendah kalori, puasa, sengaja melewatkan waktu makan, menggunakan

penahan nafsu makan, menggunakan pil diet, memuntahkan makanan dengan

sengaja, tidak makan daging sama sekali dan tidak makan makanan yang

mengandung karbohidrat sama sekali.

Konsumsi pangan

Konsumsi pangan merupakan hal penting dalam memenuhi kebutuhan zat

gizi pada remaja. Konsumsi pangan yang bergizi akan membantu remaja dalam

proses pertumbuhan tubuh dan perkembangan mental. Konsumsi pangan

merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan

(dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi

pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang

dikonsumsi (Kusharto dan Sa’diyyah 2006). Konsumsi pangan remaja diperoleh

melalui wawancara dengan metode food recall 2x24 jam, yaitu pada saat hari

sekolah dan hari libur. Tingkat kecukupan zat gizi individu dapat diketahui

dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi oleh

individu dengan angka kecukupannya.

Tabel 18 Rata-rata konsumsi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain remaja

putri

Zat gizi SMA kota SMA desa

Energi

Konsumsi (kkal) 1686 1396

AKG 2123 1907

TK (%) 79 73.7

Protein

Konsumsi (g) 48 43.7

AKG 63 52

TK (%) 76.1 85.3

Lemak

Konsumsi (g) 51.2 44.5

Energi dari lemak (%) 26.8 28.3

Page 30: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

22

Tabel 18 Rata-rata konsumsi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain remaja

putri (lanjutan)

Zat gizi SMA kota SMA desa

Karbohidrat

Konsumsi (g) 239.4 206.2

Energi dari karbohidrat (%) 59.3 59.2

Zat besi

Konsumsi (mg) 9.9 12.9

AKG 21 23

TK (%) 49.5 59.7

Vitamin A

Konsumsi (RE) 487.3 279.2

AKG 500 500

TK (%) 104.7 55.8

Vitamin C

Konsumsi (mg) 27 21.4

AKG 60 60

TK (%) 45.1 35.6

Rendahnya tingkat konsumsi yang menyebabkan rendahnya pula tingkat

kecukupan gizi disebabkan oleh adanya persepsi contoh mengenai body image

yang umumnya terjadi pada masa remaja awal (Widyastuti et al. 2009). Remaja

yang mempunyai body image negatif merasa kelebihan berat badan, sehingga

akan mengurangi konsumsi pangannya.

Energi

Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan aktivitas. Untuk

melakukan aktivitas itu kita memerlukan energi. Energi yang diperlukan ini kita

peroleh dari bahan makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan makanan itu

mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan

lemak (Poedjiadi A 2006).

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2004, diketahui angka

kecukupan energi untuk wanita usia 13 sampai 15 tahun dan 16 sampai 19 tahun

adalah 2100 kkal dan 2000 kkal. Angka Kecukupan Gizi untuk energi terlebih

dahulu dikonversi sesuai berat badan keseluruhan remaja putri. Rata-rata

konsumsi energi remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan dengan di

SMA desa. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 18. Tingkat kecukupan energi

didapat dari konsumsi pangan yang dikonversi menjadi satuan kkal dan dibagi

dengan angka kecukupan energi harian remaja putri sesuai umur dan berat badan.

Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan energi dibagi kedalam lima kategori,

yaitu defisit berat (<70% AKE), defisit sedang (70-79% AKE), defisit ringan (80-

89% AKE), normal (90-119% AKE), dan lebih (≥120% AKE).

Page 31: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

23

Tabel 19 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan energi

Tingkat kecukupan energi SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.843)

Defisit tingkat berat 25 48.1 24 46.2 49 47.1

Defisit tingkat sedang 10 19.2 12 23.1 22 21.2

Defisit tingkat ringan 6 11.5 4 7.7 10 9.6

Normal 11 21.2 10 19.2 21 20.2

Lebih 0 0 2 3.8 2 1.9

Total 52 100 52 100 104 100

Tabel 19 menunjukkan bahwa pada umumnya remaja putri di SMA kota

maupun SMA desa mengalami defisit tingkat berat. Remaja putri di SMA kota

tidak ada yang mengalami kelebihan energi. Remaja putri di SMA desa yang

mengalami tingkat kecukupan energi lebih hanya ada dua orang. Hasil uji beda

menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata

antara tingkat kecukupan energi remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Pemenuhan kecukupan energi pada remaja putri kurang baik. Keadaan

tersebut disebabkan oleh konsumsi pangan remaja putri pada saat dilakukan recall

dalam jumlah yang sedikit. Berdasarkan hasil recall, jenis pangan sumber energi

yang dikonsumsi remaja putri yaitu nasi, bihun, singkong, ubi dan roti. Asupan

energi yang berlebihan dan tertimbun di dalam tubuh, terutama dalam jaringan

adiposa dalam bentuk lemak dapat menimbulkan obesitas yang pada akhirnya

akan menyebabkan resistensi insulin dan sindrom metabolik (Gross et al. 2004).

Protein

Protein merupakan komponen penting dalam tubuh kita untuk pembentukan

tubuh kita, maka protein yang berada dalam makanan berfungsi sebagai zat utama

dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Selain digunakan untuk

pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi

apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Kita memperoleh protein

dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan (Poedjiadi 2006).

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2004, diketahui angka

kecukupan protein untuk wanita usia 13 sampai 15 tahun dan 16 sampai 19 tahun

adalah 62 gram dan 51 gram. Angka Kecukupan Gizi untuk energi terlebih dahulu

dikonversi sesuai berat badan keseluruhan remaja putri. Rata-rata konsumsi

protein remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan di SMA desa. Hal ini

seperti terlihat pada Tabel 18.

Tingkat kecukupan protein didapat dari konsumsi pangan yang dikonversi

menjadi satuan gram dan dibagi dengan angka kecukupan protein harian remaja

sesuai umur dan berat badan. Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan protein

dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit berat (<70% AKE), defisit sedang (70-

79% AKE), defisit ringan (80-89% AKE), normal (90-119% AKE), dan lebih

(≥120% AKE). Berikut adalah sebaran rata-rata tingkat kecukupan protein.

Page 32: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

24

Tabel 20 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan protein

Tingkat kecukupan protein SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.195)

Defisit tingkat berat 30 57.7 32 61.5 62 59.6

Defisit tingkat sedang 6 11.5 6 11.5 12 11.5

Defisit tingkat ringan 5 9.6 4 7.7 9 8.7

Normal 7 13.5 7 13.5 14 13.5

Lebih 4 7.7 3 5.8 7 6.7

Total 52 100 52 100 104 100

Tabel 20 menunjukkan bahwa pada umumnya remaja putri di SMA kota

maupun SMA desa mengalami defisit tingkat berat. Hal ini menunjukkan bahwa

pemenuhan kecukupan protein kurang baik. Keadaan tersebut disebabkan oleh

konsumsi pangan remaja putri pada saat dilakukan recall dalam jumlah yang

sedikit. Berdasarkan hasil recall, jenis pangan sumber protein yang dikonsumsi

remaja putri adalah daging ayam, telur, ikan, dan daging sapi. Hasil uji beda

menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata

antara tingkat kecukupan protein remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Protein Hewani

Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang

paling sesuai dengan kebutuhan manusia. Untuk menjamin mutu protein dalam

makanan sehari-hari, dianjurkan sepertiga bagian protein yang dibutuhkan berasal

dari protein hewani (Almatsier 2002). Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel

21, rata-rata konsumsi protein hewani remaja putri SMA kota lebih besar daripada

remaja putri SMA desa. Rata-rata sumbangan protein hewani terhadap kecukupan

protein remaja putri SMA Kota telah mencukupi anjuran konsumsi protein hewani

yaitu telah mencapai sepertiga dari protein yang dibutuhkan yaitu sebesar 36.86%.

Hal ini berbeda dengan remaja putri SMA desa, sumbangan protein hewani

terhadap kecukupan protein kurang dari sepertiga (33.33%) dari total protein yang

dibutuhkan.

Tabel 21 Sumbangan protein yang berasal dari pangan hewani

Indikator SMA kota SMA desa

Protein hewani (g)

Min 3.6 0.79

Max 50.61 63.88

Mean 26.45 16.12

SD 12.31 10.87

Sumbangan protein hewani terhadap tingkat

kecukupan protein (%)

Min 15.52 0.52

Max 81.36 54.42

Mean 36.86 24.65

SD 16.33 11.98

Konsumsi protein hewani dibedakan menjadi cukup dan tidak cukup.

Kategori cukup yaitu apabila konsumsi protein hewani telah mencapai sepertiga

bagian atau 33.33% dari total protein yang dibutuhkan remaja putri dalam sehari,

Page 33: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

25

sedangkan kategori tidak cukup apabila konsumsi protein kurang dari 33.33% atau

sepertiga dari total protein yang dibutuhkan remaja dalam sehari. Hal ini sesuai

dengan Almatsier (2002), untuk menjamin mutu protein dalam makanan sehari-

hari, dianjurkan sepertiga bagian protein yang dibutuhkan berasal dari protein

hewani. Data pada Tabel 22 memperlihatkan bahwa persentase remaja putri yang

berada dalam kategori cukup dan tidak cukup konsumsi pangan hewani.

Tabel 22 Sebaran remaja putri berdasarkan konsumsi protein hewani

Konsumsi pangan hewani (%) SMA kota SMA desa Total

n % n % n %

Cukup 13 25 3 5.8 16 15.4

Tidak cukup 39 75 49 94.2 88 84.6

Total 52 100 52 100 104 100

Konsumsi protein hewani dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam

tubuh. Protein merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan untuk penyerapan

zat besi. Rendahnya konsumsi protein hewani akan menyebabkan rendahnya

penyerapan zat besi oleh tubuh. Keadaan ini dapat mengakibatkan tubuh

kekurangan zat besi dan dapat menyebabkan anemia atau penurunan kadar Hb.

Lemak

Lemak merupakan zat gizi kedua yang digunakan tubuh sebagai bahan

bakar untuk menghasilkan energi. Selain sumber energi, lemak juga berperan

dalam membentuk komponen struktural membran sel. Kelompok lemak tubuh

mencakup pula hormon steroid dan vitamin larut lemak. Sebagai organ endokrin,

jaringan lemak menghasilkan lebih dari 10 jenis hormon, seperti leptin, resistin,

dan adiponektin (Almatsier 2002).

Konsumsi lemak remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan

remaja putri di SMA desa. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 18. Kecukupan

lemak total menggunakan perhitungan asupan lemak total berkisar antara 20-30%

dari konsumsi energi subyek sesuai dengan anjuran WNPG (2004). Tingkat

kecukupan lemak dibedakan menjadi tiga, yaitu kurang (<20% asupan energi),

cukup (20-30% asupan energi), lebih (>30% asupan energi). Berikut adalah

sebaran rata-rata tingkat kecukupan lemak.

Tabel 23 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan lemak

Tingkat kecukupan lemak SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.585) Kurang (<20%) 11 21.2 10 19.2 21 20.2

Cukup (20-30%) 24 46.2 21 40.4 45 43.3

Lebih (>30%) 17 32.7 21 40.4 38 36.5

Total 52 100 52 100 104 100

Tabel 23 menunjukkan bahwa pada umumnya tingkat kecukupan lemak

remaja putri di SMA kota dan SMA desa adalah cukup. Remaja putri di SMA

kota yang mengalami kelebihan energi lebih banyak dibandingkan dengan remaja

putri di SMA desa. Hasil uji beda menggunakan Independent Sample t-test

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan

lemak remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Page 34: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

26

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat ada yang

dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula

karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungsi

utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan

energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai

karbohidrat berupa glukosa (Mahan & Stump 2008).

Konsumsi karbohidrat remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan

remaja putri di SMA desa. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 18. Kecukupan

karbohidrat total menggunakan perhitungan asupan karbohidrat total berkisar

antara 50-65% dari konsumsi energi subyek sesuai dengan anjuran WNPG (2004).

Tingkat kecukupan karbohidrat dibedakan menjadi tiga, yaitu kurang (<50%

asupan energi), cukup (50-65% asupan energi), lebih (>65% asupan energi).

Berikut adalah sebaran rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat.

Tabel 24 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat

Tingkat kecukupan karbohidrat SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.718) Kurang (< 50%) 8 15.4 12 23.1 20 19.2

Cukup (50-65%) 32 61.5 23 44.2 55 52.9

Lebih (> 65%) 12 23.1 17 32.7 29 27.9

Total 52 100 52 100 104 100

Min-Max 38 – 82.9 33.2 – 86.2

X±SD 59.3±9.7 59.2±12

Tabel 24 menunjukkan bahwa pada umumnya tingkat kecukupan

karbohidrat remaja putri di SMA kota maupun SMA desa mengalami adalah

cukup. Remaja putri di SMA desa yang mengalami tingkat kecukupan karbohidrat

kurang lebih banyak di banding remaja putri di SMA kota. Hasil uji beda

menggunakan Independent Sample t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan

yang nyata antara tingkat kecukupan karbohidrat remaja putri di SMA kota dan

SMA desa.

Zat besi

Zat besi merupakan salah satu mineral mikro yang banyak terdapat di dalam

tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia

dewasa. Zat besi merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan sel

darah merah. Fungsi utama dari zat besi adalah mengangkut oksigen dari paru-

paru ke seluruh tubuh (Almatsier 2006). Defisiensi besi akan menimbulkan

penurunan kadar hemoglobin darah atau anemia gizi besi (Poedjiadi 2006).

Konsumsi zat besi remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan

remaja putri di SMA desa. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 18. Berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi tahun 2004, wanita yang berusia 13 sampai 15tahun dan

16 sampai 19 tahun membutuhkan 19 mg dan 25 mg besi. Menurut Gibson (2005),

bahwa tingkat kecukupan zat besi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang

(<77%) dan cukup (≥77%). Berikut rata-rata tingkat kecukupan zat besi remaja

putri.

Page 35: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

27

Tabel 25 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan besi

Tingkat kecukupan besi SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.718) Kurang (<77%) 45 86.5 47 90.4 92 88.5

Cukup (≥77%) 7 13.5 5 9.6 12 11.5

Total 52 100 52 100 104 100

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat kecukupan zat besi

baik remaja putri di SMA kota maupun di SMA desa adalah kurang. Tingkat

kecukupan zat besi kurang lebih banyak remaja putri di SMA desa dibandingkan

dengan di SMA kota. Hal ini disebabkan oleh konsumsi pangan sumber zat besi

dalam jumlah yang sedikit. Sumber zat besi berdasarkan hasil recall di antaranya

ayam, telur, kentang, pisang, sawi, roti, beras, biskuit, bayam, kacang-kacangan

dan tempe. Selain itu hal ini disebabkan karena remaja banyak yang mengonsumsi

minuman teh. Menurut WHO (2001), faktor penghambat penyerapan zat besi di

antaranya adalah teh. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan

tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan zat besi remaja

putri di SMA kota dan SMA desa.

Vitamin A

Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin larut lemak. Vitamin A

esensial berfungsi sebagai pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup.

Fungsi vitamin A di antaranya dalam penglihatan normal pada cahaya terang,

diferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi,

pencegahan kanker dan jantung (Almatsier 2006). Defisiensi vitamin A dapat

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, dan

rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Selain itu, defisiensi

vitamin A juga dapat menghambat mobilisasi zat besi dan menurunkan respon

imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi selanjutnya meningkatkan

morbiditas (Gibson 2005).

Konsumsi vitamin A remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan

remaja putri di SMA desa. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 18. Berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi tahun 2004, wanita yang berusia 13 sampai 15 tahun dan

16 sampai 19 tahun membutuhkan 500 RE vitamin A. Menurut Gibson (2005),

bahwa tingkat kecukupan vitamin A dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang

(<77%) dan cukup (≥77%). Berikut rata-rata tingkat kecukupan vitamin A remaja.

Tabel 26 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan vitamin A

Tingkat kecukupan vitamin A SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.000) Kurang (<77%) 26 50 40 76.9 66 63.5

Cukup (≥77%) 26 50 12 23.1 38 36.5

Total 52 100 52 100 104 100

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat kecukupan vitamin

A baik remaja putri di SMA kota maupun di SMA desa adalah kurang. Tingkat

kecukupan vitamin A kurang lebih banyak remaja putri di SMA desa

dibandingkan dengan di SMA kota. Hal ini disebabkan oleh konsumsi pangan

Page 36: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

28

sumber vitamin A dalam jumlah yang sedikit. Berdasarkan hasi recall, jenis

pangan yang berkontribusi dalam pemenuhan tingkat kecukupan vitamin A adalah

telur, wortel, paru, hati, sawi, bayam, dan kangkung. Hasil uji beda menggunakan

Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat

kecukupan vitamin A remaja putri di SMA kota dan SMA desa.

Vitamin C

Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin yang larut dalam air. Dalam

keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C

mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena

panas. Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu turunan heksosa dan

diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida.

Fungsi dari vitamin C di antaranya sebagai koenzin dan kofaktor, sintesis kolgen,

sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, absorpsi dan metabolisme besi, absorpsi

kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier

2006).

Konsumsi vitamin C remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan

remaja putri di SMA desa. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 18. Berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi tahun 2004, wanita yang berusia13 sampai 15 tahun dan

16 sampai 19 tahun membutuhkan 60 mg vitamin C. Menurut Gibson (2005)

bahwa tingkat kecukupan vitamin A dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang

(<77%) dan cukup (≥77%). Berikut rata-rata tingkat kecukupan vitamin C remaja.

Tabel 27 Sebaran rata-rata tingkat kecukupan vitamin C

Tingkat kecukupan vitamin C SMA kota SMA desa Total Uji beda

n % n % n % (p=0.242)

Kurang (<77%) 42 80.8 47 90.4 89 85.6

Cukup (≥77%) 10 19.2 5 9.6 15 14.4

Total 52 100 52 100 104 100

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat kecukupan vitamin C

baik remaja putri di SMA kota maupun di SMA desa adalah kurang. Tingkat

kecukupan vitamin C kurang lebih banyak remaja putri di SMA desa

dibandingkan dengan di SMA kota. Hal ini disebabkan oleh konsumsi pangan

sumber vitamin C dalam jumlah yang sedikit. Kekurangan vitamin C dapat

menyebabkan penyakit skorbut, kerusakan pada jaringan rongga mulut, pembuluh

darah kapiler dan jaringan tulang. Berdasarkan hasi recall, jenis pangan yang

berkontribusi dalam pemenuhan tingkat kecukupan vitamin C adalah jeruk,

pepaya, jambu biji, tomat, kol, sawi, bayam, kangkung dan daun singkong. Hasil

uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan

yang nyata antara tingkat kecukupan vitamin A remaja putri di SMA kota dan

SMA desa.

Bila konsumsi vitamin C melebihi kecukupan, sisa vitamin C akan

dikeluarkan dari tubuh tanpa perubahan. Pada tingkat yang lebih tinggi (500 mg

atau lebih) akan dimetabolisme menjadi asam oksalat. Dalam jumlah banyak asam

oksalat di dalam ginjal dapat diubah menjadi batu ginjal. Jadi menggunakan

vitamin C dosis tinggi secara rutin tidak dianjurkan.

Page 37: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

29

Status Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin, hematokrit dan sel

darah merah kurang dari kadar normal sebagai akibat defisiensi salah satu atau

beberapa unsur makanan yang esensial (Arisman 2004). Anemia merupakan

kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal

(Depkes 2008). Status anemia remaja dinilai dari hasil pengukuran hemoglobin

(Hb) dalam darah. Berdasarkan WHO, batas normal kadar Hb untuk wanita ≥ 15

tahun adalah 12 g/dl. Kadar Hb remaja putri secara keseluruhan berkisar antara

8.4 sampai 14.9 g/dl dengan rata-rata kadar Hb adalah 12.3 ± 1.51 g/dl. Berikut

adalah hasil pengukuran Hb pada remaja putri.

Tabel 28 Sebaran remaja berdasarkan status anemia

Status anemia SMA Kota SMA Desa Total Uji beda

n % n % n %

(p=0.002) Anemia (<12 g/dl) 19 36.5 30 57.7 49 47.1

Tidak anemia (12 g/dl) 33 63.5 22 42.3 55 52.9

Total 52 100 52 100 104 100

Secara keseluruhan remaja putri tidak mengalami anemia. Remaja putri di

SMA Desa lebih banyak yang mengalami anemia dibandingkan remaja putri di

SMA Kota. Hasil uji beda Independent Sample t-test menunjukkan terdapat

perbedaan yang nyata antara status anemia remaja putri di SMA Kota dan SMA

Desa. Rendahnya kadar hemoglobin diduga karena kurangnya konsumsi terhadap

zat besi, khususnya pangan hewani dan metabolisme zat besi di dalam tubuh

belum sempurna. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri atas proses absorbsi,

pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran (Zarianis 2006).

Menurut Wulansari (2006), anemia merupakan suatu keadaan dimana

terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah

menurun dibawah normal. Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan semakin

parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai

cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah

yang baru. Berdasarkan hasil recall 2x24 jam menunjukkan bahwa tingkat

kecukupan zat besi remaja putri tergolong kurang. Hal ini diduga karena konsumsi

zat besi bersamaan dengan beberapa bahan pangan yang bersifat menghambat

penyerapan zat besi seperti teh. Kebiasaan konsumsi makanan yang dapat

mengganggu penyerapan zat besi seperti kopi dan teh secara bersamaan pada

waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah (Arisman 2004).

Menurut Soekirman (2000), anemia pada kelompok remaja dapat

menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunkan daya tahan tubuh

sehingga mudah terkena penyakit dan menurunkan aktivitas yang berkaitan

dengan kemampuan kerja fisik dan prestasi belajar. Selain itu remaja yang

menderita anemia mengalami penurunan kebugaran sehingga akan menghambat

prestasi olahraga dan produktivitasnya.

Hubungan Body Image dengan Perilaku Diet

Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara persepsi body image dengan perilaku diet pada

remaja putri (p=0.973). Hal ini menunjukkan semakin negatif atau positif persepsi

Page 38: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

30

body image remaja maka remaja belum tentu melakukan diet. Hasil penelitian

tidak sesuai dengan penelitian Andea (2010) yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara body image dengan perilaku diet. Tidak terdapat

hubungan diduga ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet pada remaja

putri di antaranya media, teman, dan lingkungan sosial.

Menurut penelitian Bayyari (2010) menunjukkan bahwa media dapat

memberikan pengaruh kepada remaja putri untuk melakukan diet dan teman ikut

memberikan pengaruh kepada remaja putri untuk melakukan diet. Media memiliki

pengaruh yang kuat karena hampir setiap saat mahasiswi melihat iklan yang

disebar melalui media cetak dan elektronik. Pengaruh media terhadap perilaku

diet remaja putri terletak pada pesan tersebut. Semakin kuat pesan yang

disampaikan maka remaja putri akan dengan mudah terpengaruh. Faktor yang

paling berpengaruh kepada remaja putri dalam diet untuk menurunkan berat badan

adalah lingkungan sosialnya. remaja putri yang memiliki persepsi bahwa bentuk

tubuh mempengaruhi interaksi sosial cenderung akan melakukan diet penurunan

berat badan. Hal tersebut tergantung pada diri remaja masing-masing, jika faktor-

faktor tersebut sangat kuat dalam mempengaruhi remaja putri dalam perilaku diet

maka semakin kuat diet yang dilakukan dan sebaliknya jika faktor-faktor tersebut

tidak mempengaruhi remaja putri dalam perilaku diet maka semakin rendah diet

yang dilakukannya.

Hubungan Antara Body Image dengan Konsumsi Pangan

Hasil analisis korelasi Spearman pada Tabel 29 menunjukkan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara persepsi body image dengan konsumsi pangan.

Hal ini menunjukkan semakin negatif persepsi body image remaja maka belum

tentu remaja mengurangi konsumsi makannya. Tidak adanya hubungan diduga

terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan pada remaja putri di

antaranya seperti umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi dan kesehatan

(Soehardjo 1989). Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan gizi pada remaja

putri mengenai pangan masih tergolong rendah. Masih ada remaja putri yang tidak

mengetahui tentang kelompok protein nabati, protein hewani, vitamin A dan

vitamin C. Hasil penelitian menunjukkan pada remaja putri di SMA desa hanya

13.5% yang menjawab benar pertanyaan mengenai kelompok protein nabati, 11%

menjawab benar mengenai pangan vitamin A dan 23.1% menjawab benar

mengenai kelompok pangan protein hewani. Pada remaja putri di SMA kota

hanya 13.5% yang menjawab benar mengenai pangan vitamin C.

Tabel 29 Hasil uji korelasi Spearman body image dengan konsumsi pangan

Tingkat kecukupan zat gizi Persepsi body image

Tingkat kecukupan energi p=0.621

Tingkat kecukupan protein p=0.949

Tingkat kecukupan lemak p=0.727

Tingkat kecukupan karbohidrat p=0.387

Tingkat kecukupan zat besi p=0.548

Tingkat kecukupan vitamin A p=0.104

Tingkat kecukupan vitamin C p=0.662

Page 39: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

31

Hubungan Antara Body Image dengan Status Gizi

Sebagian besar remaja putri mempunyai status gizi normal cenderung

memiliki persepsi body image positif. Namun, sebagian remaja putri memiliki

persepsi body image negatif cenderung status gizinya normal. Hal ini

membuktikan bahwa masih terdapat remaja putri yang merasa bentuk tubuhnya

tidak normal, padahal status gizinya normal. Hasil analisis korelasi Spearman

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi body

image dengan status gizi pada remaja putri (p=0.410). Hal ini menunjukkan

bahwa semakin positif persepsi body image remaja maka belum tentu status

gizinya akan semakin baik atau sebaliknya. Hasil penelitian sesuai dengan

penelitian marasabessy (2006) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara IMT dengan persepsi body image pada putri.

Hubungan Body Image dengan Pengetahuan Gizi

Hasil analisis korelasi Spearman menujukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara jenis persepsi body image dengan pengetahuan

gizi pada remaja putri (p=0.234). Hal ini berarti semakin negatif atau positif

persepsi body image remaja maka belum tentu remaja memiliki pengetahuan gizi

yang baik. Hasil sesuai dengan penelitian Anindita (2011) yang menyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara body image dengan

pengetahuan gizi.

Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Status Anemia

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan (p=0.874) antara tingkat kecukupan zat besi dengan status anemia. Hal

ini disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan zat besi dalam tubuh (adanya

kebiasaan minum teh setelah makan, rendahnya konsumsi protein hewani) remaja.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Gunatmaningsih (2007) yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan tingkat kecukupan zat besi dengan status anemia. Hal

ini disebabkan rendahnya konsumsi protein hewani yang dapat menyebabkan

rendahnya penyerapan zat besi oleh tubuh. Keadaan ini dapat mengakibatkan

tubuh kekurangan zat besi dan dapat menyebabkan anemia atau penurunan kadar

Hb. Selain itu kebiasaan responden minum air teh setelah makan merupakan

beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya konsumsi dan penyerapan zat besi

dalam tubuh responden.

Menurut Wulansari (2006), anemia merupakan suatu keadaan dimana

terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah

menurun dibawah normal. Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan semakin

parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai

cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah

yang baru. Kebiasaan konsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat

besi seperti kopi dan teh secara bersamaan pada waktu makan menyebabkan

serapan zat besi semakin rendah (Arisman 2004).

Page 40: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

32

Hubungan Status Gizi dengan Status Anemia

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang

signifikan (p=0.002 ; r=0.304) antara status gizi dengan status anemia. Hal ini

menunjukkan semakin kurus status gizi remaja putri maka remaja beresiko

mengalami anemia. Thompson (2007) menyatakan bahwa IMT mempunyai

korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin yang artinya jika seseorang

memiliki IMT kurang maka akan berisiko menderita anemia.

Status gizi merupakan gambaran secara makro akan zat gizi tubuh, termasuk

salah satunya adalah zat besi. Dimana bila status gizi tidak normal dikhawatirkan

status zat besi dalam tubuh juga tidak baik. Hal ini dapat dikatakan bahwa status

gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya anemia. Menurut WHO (2001),

kebutuhan zat besi yang diperlukan remaja putri untuk pertumbuhan. Keadaan

status gizi atau IMT yang kurang dapat berpotensi menimbulkan kejadian anemia

(Permaesih dan Herman 2005).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas X SMAN 38,

SMAN 109 Jakarta, SMAN 01 Jasinga dan SMK Giri Taruna Jasinga dengan

jumlah 104 remaja masing-masing sekolah 26 orang. Remaja putri dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori usia remaja awal yaitu 15-16 tahun.

Tingkat pengetahuan gizi remaja putri di SMA kota lebih tinggi dibandingkan

dengan di SMA desa. Sebagian besar remaja putri baik di SMA kota maupun di

SMA desa memiliki besar keluarga dalam kategori sedang yaitu terdiri atas 5-7

orang. Proporsi terbesar pendidikan ayah remaja putri di SMA kota yaitu sampai

perguruan tinggi dan remaja putri di SMA desa yaitu sampai SMA. Pendidikan

ibu proporsi terbesar di SMA kota sampai perguruan tinggi dan di SMA desa

sampai SD. Pekerjaan ayah remaja putri di SMA kota rata-rata bekerja sebagai

karyawan swasta dan di SMA desa rata-rata bekerja sebagai buruh. Pekerjaan ibu

lebih banyak berperan sebagai ibu rumah tangga (IRT). Tingkat pendapatan

keluarga remaja putri di SMA kota yaitu berkisar Rp 3 000 000 – Rp 5 000 000

dan di SMA desa berkisar kurang dari Rp 1 500 000.

Sebagian besar status gizi remaja putri di SMA kota dan desa berdasarkan

IMT/U adalah normal. Remaja putri lebih banyak memilih gambar sebagai

persepsi tubuh aktual dan ideal adalah gambar 2. Secara keseluruhan remaja putri

mempersepsikan tubuh aktualnya sesuai dengan status gizi. Sebagian besar remaja

putri di SMA kota dan SMA desa memiliki persepsi body image positif atau

memiliki penilaian terhadap bentuk tubuh yang sesuai dengan status gizinya.

Hanya 40 dari 104 remaja putri yang melakukan diet yaitu 21 remaja putri dari

SMA kota dan 19 remaja putri dari SMA desa. Remaja putri yang melakukan diet

lebih banyak dilakukan di SMA kota dibandingkan di SMA desa. Remaja putri

lebih banyak membatasi makannya dengan cara mengurangi jumlah makan

(mengurangi porsi) dan menghindari makanan fast food. Sebagian besar remaja

putri tidak mengalami anemia

Page 41: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

33

Pada umumnya remaja putri baik di SMA kota maupun SMA desa,

memiliki tingkat kecukupan energi dan protein adalah defisit berat dan memiliki

tingkat kecukupan zat besi, vitamin A, vitamin C kurang. Namun remaja putri

baik di SMA kota maupun di desa memiliki tingkat kecukupan lemak dan

karbohidrat yaitu cukup. Berdasarkan sebaran tingkat kecukupan energi dan zat

gizi, remaja putri SMA kota lebih baik dibandingkan dengan SMA desa. Dengan

demikian, sebaran tingkat kecukupan remaja putri SMA kota lebih baik

diibandingkan dengan remaja putri di SMA desa.

Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang

signifikan antara status anemia dengan status gizi. Namun tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara persepsi body image dengan perilaku diet,

konsumsi pangan dan status gizi, pengetahuan gizi dan tingkat kecukupan zat besi

dengan status anemia.

Saran

Remaja putri sebaiknya memiliki persepsi body image yang positif sehingga

tidak melakukan diet-diet ketat yang menyebabkan defisiensi energi dan zat-zat

gizi. Diet menurunkan berat badan hendaknya dikonsultasikan kepada ahli gizi

atau Badan Konsultasi Gizi serta membaca literatur-literatur gizi terkait dengan

diet menurunkan berat badan yang aman agar tidak membahayakan kesehatan

remaja putri. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti tentang persepsi

body image yang dimiliki oleh remaja laki-laki dan hal-hal yang

mempengaruhinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abramson E. 2007. Body Intelligence: Menurunkan dan Menjaga Berat Badan

Tanpa Diet. Dwi Prabantini, penerjemah. Yogyakarta (ID): Andi.

Akman M, Akan H, Izbirak G, Tanriover O, Tilev SM, Yildiz A, Tektas S,

Vitrinel A, Hayran O. 2010. Eating patterns of turkish adolescents: a

cross-sectional survey. Nutrition Journal. 9:67-71

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka

Utama.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, edisi ke-6. Jakarta (ID) : Gramedia

Pustaka utama.

Andea R. 2010. Hubungan antara body image dan perilaku diet pada remaja

[skripsi]. Medan (ID): Fakultas Psikologi, Perguruan Tinggi Sumatera

Utara

Ando T, Ichimaru Y, Konjiki F, Shoji M, Komaki G. 2007. Variations in the

preproghrelin gene correlate with higher body mass index, fat mass, and

body dissatisfaction in young japanese women. Am J Clin Nutr. 86:25–32.

Page 42: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

34

Anindita TD. 2011. Hubungan persepsi body image dan kebiasaan makan dengan

status gizi pada atlet senam dan renang di sekolah atlet ragunan

jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Palupi

Widyastuti, editor. Jakarta (ID): EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Bayyari WD. 2010. Predictors of dieting among female college students at

Palestinian Universitas: an exploratory study. Proquest Dissertation and

Theses: The Sciences and Engineering Collection

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2009. Modul

keluarga berencana. [terhubung berkala] http://www.bkkbn.go.id . [10

Agustus 2013].

Bulik CM, Wade TD, Heath AC, Martin NG, Stunkard AJ and Eaves LJ.

2001. Relating body mass index to figural stimuli: population-based

normative data for caucasians. International Journal Obesity Relating

Metabolisme Disorders. 25(10):1517-1524.

Camire ME, Dougherty MP. 2005. Internet survey of nutrition claim knowledge.

Journal of Food Science Education. 4:18-21.

Cash, Thomas F, Pruzinsky T. 2002. Body Images: Development, Deviance and

Change. New York (US): Guilford.

Chairunita. 2003. Studi tentang gaya hidup, pola konsumsi pangan dan status gizi

siswa SLTP Negeri 1 Bogor. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2010. Gizi dan Kesehatan

Masyarakat. Jakarta (ID) : Rajawali Pers.

Dewi SD. 2010. Perbandingan penggunaan metode body shape questionnaire

(BSQ) dan figure rating scale (FRS) untuk pengukuran persepsi tubuh

pada siswi SMA [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang

Dewasa. Jakarta: Depkes.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Departemen Kesehatan RI.

Dillon DHS. 2005. Nutritional health of Indonesian adolescent girls: the role of

riboflavin and vitamin a on iron status. [tesis]. Belanda (NL): Wagenigen

University.

Dwiriani CM, Riyadi H, Khomsan A, Anwar F, Dewi M. 2013. Lifestyle and

nutrition aspect of rural and urban adolescents. Neys van Hoogstraten

Foundation (NHF): The Netherland

Germov J, William L. 2004. A Sociology of food & Nutrition: The Social

Appetite. New York: Oxford University Press.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment Second Editioni. Oxford

(GB): University Press

Page 43: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

35

Gross LS, Li L, Ford ES, Liu S. 2004. Increased consumption of refined

carbohydrates and the epidemic of type 2 diabetes in the United States : an

ecologic assessment. Am J Clin Nutr. 79:774–9.

Gunatmaningsih D. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

anemia pada remaja putri di sma negeri 1 kecamatan jatibarang

kabupaten brebes tahun 2007 [skripsi]. Semarang (ID): Perguruan Tinggi

Negeri Semarang.

Hardinsyah & Martianto D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.

[diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor.

Hawks SR, Madanat H, Smith T, Cruz DL. 2008. Classroom approach for

managing dietary restraint, negative eating styles, and body image

concerns among college women. Journal of American College

Health. 56(4): 359-366.

Hurlock B. 2004. Psikologi Perkembangan. Erlangga (ID): Jakarta

Isnani F. 2011. Praktik hidup sehat dan persepsi tubuh ideal remaja putri SMA

Negeri 1 Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES. 2007. Studi

Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan, Keefektifan, dan

Dampak terhadap Status Gizi. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat,

Institut Pertanian Bogor.

Kusharto C, Sa’diyyah NY. 2006. Diklat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor

(ID): IPB Press

Lingga M. 2011. Studi tentang pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik,

status gizi dan body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan

gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor

Luddin A. 2010. Dasar-Dasar Konseling. Bandung (ID): Citapustaka Media

Perintis.

Mahan K, Escoot S. 2004. Krause’s Food Nutrition & Diet Therapy 11th Edition.

USA: Elsevies

Mandleco BL. 2004. Growth and Development Handbook: newborn trough

adolescent. Utah: Thomson.

Marasabessy N. 2006. Hubungan ukuran tubuh aktual dan ekspos media massa

terhadap body image mahasiswa putra dan putri IPB [Skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Marzuki. 2006. Analisis hubungan social ekonomi dengan tingkat kecukupan

protein mahasiswa di asrama TPB IPB 2005-2006 [skripsi]. Bogor:

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 44: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

36

Sztainer DN, Story M, Hannan PJ, Perry CL, Irving LM. 2002. Weight-related

concerns and behaviors among overweight and nonoverweight

adolescents. Arch Pediatr Adolesc Med. 156:171-178.

Nirmala Y. 2005. Hubungan antara konsumsi zat-zat gizi dari makanan dan

infeksi cacing dengan prevalensi anemia. Jurnal Media Gizi Indonesia.

Vol.2 No.2

Permaesih D, Herman S. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada

remaja. Buletin Penelitian Kesehatan. 33(4):162-171

Poedjiadi A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.

Rahmawati. 2006. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di Taman

Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri [Skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Riyadi H. 2003. Diktat Penilaian Gizi Secara Antropometri. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Sanjur D. 1982. Social Cultural Perspective in Nutrition. New Jersey:

Prentice- Hall, Englewood Cliffs.

Santika O. 2004. Hubungan faktor sosial ekonomi, status gizi dan penyakit

dengan keluhan kesehatan pada mahasiswa putra Tingkat Persiapan

Bersama (TPB) IPB tahun 2002/2003 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor

Santrock JW. 2003. Adolecense (perkembangan remaja). Terjemahan oleh

Soedjarwo. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.

Siswanti. 2007. Hubungan body image dan perilaku makan, perilaku sehat, status

gizi dan kesehatan mahasiswa [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Perguruan Tinggi Pangan dan

Gizi, IPB, Bogor.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta (ID): DirJen PTDPN

Suka M, Sugimori H, Yoshida K, Kanayama H, Sekine M, Yamagami T,

Kagamimori S. 2006. Body image, body satisfaction and dieting behavior

in Japanese preadolescents: The Toyama Birth Cohort Study.

Environmental Health and Preventive Medicine. 11:24-30.

Supariasa IDN, Bakri B dan Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID):

Buku Kedokteran EGC.

Suryanie K. 2005. Hubungan antara citra raga dengan narsisme pada para model

[Skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Psikologi Perguruan Tinggi.

Page 45: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

37

Thompson B. 2007. Food-based approaches for combating iron deficiency. Di

dalam Nutritional Anemia, Edited by Klaus Kraemer & Michael B.

Zimmermann. Switzerland : Sight and Life Press

Wharton CM, Adams T, Hampl JS. 2008. Weight loss practices and body weight

perceptions among US college student. Journal of American College

Health. 56:579-585.

Widyastuti Y et al. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.

[WHO] World Health Organization. 2001. Iron Deficiency Anaemia,

Assessment,Prevention, and Control : A guide for programme managers.

Geneva : World Health Organization

[WHO] World Health Organization. 2007. Growth reference 5-19 years.

http://www.who.int/growthref/who2007/bmi for age/en/index.html. [26

Mei 2013].

[WNPG] Widya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Angka Kecukupan Gizi

dan Acuan Label Gizi. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi

Daerah dan Globalisasi. 17-19 Desember 2004. Hal 21.

Wulansari Y. 2006. Estimasi kerugian ekonomi akibat anemia gizi besi di

berbagai provinsi di Indonesia dan biaya penanggulangan melalui

suplementasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zarianis. 2006. Efek suplementasi besi-vitamin C dan vitamin C terhadap kadar

hemoglobin anak sekolah dasar yang anemia di Kecamatan Sayung

Kabupaten Demak [Tesis]. Semarang (ID): Perguruan Tinggi Diponegoro.

Page 46: Hubungan Body Image Dengan Perilaku Diet, Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Perkotaan Dan Pedesaan

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 1990. Penulis

merupakan putri bungsu dari dua bersaudara pasangan Alm. Oban dan Nunung.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1997-2003 di Sekolah Dasar Negeri 19

Jakarta Pusat dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 76 Jakarta

Pusat tahun 2003-2006 serta SMA Negeri 27 Jakarta Pusat tahun 2006-2009.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Masuk IPB). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan

Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan

kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan

internal maupun eksternal didepartemen, fakultas. Penulis aktif sebagai staf

kulinari gizi IPB tahu 2011-2012. Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Harjosari, Kecamatan Doro

Kabupaten Pekalongan dan pada Maret 2013 penulis mengikuti Internship

Dietetik (ID) di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi.