homepage rss

48
Homepage RSS Search: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA HOME ALL ARTICLE ( DAFTAR ISI ) PRIVACY AND POLICY ABOUT ME MOTTO Thursday, January 23, 2014 LAPORAN PENDAHULUAN ASMA Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN ASMA LAPORAN PENDAHULUAN ASMA A. PENGERTIAN ASMA Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena

Upload: muchlis-biki

Post on 04-Dec-2015

286 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ydiuyrt

TRANSCRIPT

Homepage RSS Search:

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA HOME ALL ARTICLE ( DAFTAR ISI ) PRIVACY AND POLICY ABOUT ME MOTTO

Thursday, January 23, 2014

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A.   PENGERTIAN ASMA

   Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang

mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh

factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena

konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini,

2012)

   Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena

hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,

penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat

timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di

bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)

   Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran

napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada

terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut

berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali

bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)

   Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan

nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008)

mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau

batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,

cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus

diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,

sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan

   Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)

(2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak

sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang

rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan

batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan

penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel

baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan

dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

   Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat

peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari

kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh

(Abidin, 2002).

       B.   KLASIFIKASI ASMA

1.  Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :

a.      Asma bronkhiale

Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon

yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang

mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan

derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan

b.      Status asmatikus

Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer,

2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung

memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing,

ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut

menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher,

hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir

dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing

dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner &

Suddarth, 2001).

c.      Asthmatic Emergency

Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

2.  Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)

a.      Asma ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi

alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap

orang yang sehat.

b.      Asma intrinsik

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari

allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk

seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.

3.  Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan

beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:

1)     Asma Intermiten (asma jarang)

   gejala kurang dari seminggu

   serangan singkat

   gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan

   FEV 1 atau PEV > 80%

   PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%

2)     Asma mild persistent (asma persisten ringan)

   gejala lebih dari sekali seminggu

   serangan mengganggu aktivitas dan tidur

   gejala pada malam hari > 2 kali sebulan

   FEV 1 atau PEV > 80%

   PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%

3)     Asma moderate persistent (asma persisten sedang)

   gejala setiap hari

   serangan mengganggu aktivitas dan tidur

   gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu

   FEV 1 tau PEV 60% – 80%

   PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

4)     Asma severe persistent (asma persisten berat)

   gejala setiap hari

   serangan terus menerus

   gejala pada malam hari setiap hari

   terjadi pembatasan aktivitas fisik

   FEV 1 atau PEF = 60%

   PEF atau FEV variabilitas > 30%

4.  Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan

derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)

a.      Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa

berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,

b.      Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat,

lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -

kadang terdengar pada saat inspirasi,

c.      Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang

lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar

tanpa stetoskop,

d.      Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak

terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.

Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma

ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan

serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan

kematian

C.   ETIOLOGI ASMA

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang

yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus

penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.

1.      Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:

(Smeltzer & Bare, 2002).

a.     Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen

yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.

b.     Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold,

infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan

serangan.

c.      Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik

dan non-alergik     

2.      Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus

asma :

a.     Pemicu Asma (Trigger) 

Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan

(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap

menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa

menjurus menjadi asma jenis intrinsik.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul

seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu

singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,

apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang

mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,

asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang

berlebihan.

b.     Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus

hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap

sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab

asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama

(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil

dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen

yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui

kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

3.      Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut

mereka, secara umum pemicu asma adalah:

a.     Faktor predisposisi

Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana

cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai

keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita

sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.

Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

b.     Faktor presipitasi

1)     Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a)     Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk

bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b)     Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur

yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,

ACE- inhibitor, kromolin).

c)      Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam

tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan

alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini

menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor

pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast

seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

2)     Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas

jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi

segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik

atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya

terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,

ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan  oleh adanya bronkospasme, nafas pendek,

batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3

menit sebelum latihan.

3)     Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada

asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan

mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif

pada sistem bronkial.

4)     Stres

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk

mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala

asmanya belum bisa diobati.

5)     Gangguan pada sinus

Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis

alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran

mukus.

6)     Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.

Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim

kemarau.

D.   ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA

1.      ANATOMI

LAPORAN PENDAHULUAN ASMAGambar 1. Anatomi sistem pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMAGambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

Organ Pernapasan

a.     Hidung

Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama, mempunyai

dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya

terdapat bulu-bulu yang berguna untuk  menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran  yang 

masuk  ke  dalam lubang hidung.

b.     Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan

makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut

sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke

atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama

koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama

istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang

lubang esofagus).

c.      Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai

pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal

dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh

sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-

tulang  rawan  yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan  makanan menutupi laring.

d.     Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16

sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda

(huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh  selaput  lendir  yang  berbulu  getar    yang 

disebut  sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan

di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.

e.     Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang

terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa

dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan

ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari

pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih

panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2

cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus

(bronkioli). Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada   ujung   bronkioli  

terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

f.       Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung

(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan

endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini

terjadi pertukaran udara, O2  masuk ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah.

Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan

kanan)

Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus

pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh

lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-

tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai

10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada

inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus

superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.

Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama

lobulus.

Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi

pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.

Di dalam lobulus, bronkiolus ini   bercabang-cabang   banyak   sekali,   cabang   ini  

disebut   duktus alveolus.   Tiap   duktus   alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang

diameternya antara 0,2-0,3 mm.

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau

kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada

mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru  dibungkus  oleh  selaput  yang 

bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput

dada  pembungkus)  yaitu  selaput  paru  yang  langsung  membungkus paru-paru.

Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara

keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat

berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk

meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan

dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2.      FISIOLOGI ASMA

Proses terjadi pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMAGambar 3 Proses pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini

disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi

pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 

dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus

respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena

pulmonalis  kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung  (atrium  sinistra) menuju ke

aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi

(pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui 

peredaran  darah  vena  masuk  ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju

ke bilik kanan (ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar  melalui  arteri  pulmonalis  ke

jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses

pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari

metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.

Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan 

panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring terdapat epiglotis yang

berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke

trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan

masuk ke dalam laring, maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk 

mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.

Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi

(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara

bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks

yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat

pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh

karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini

berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat

pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2  dalam darah dan kekurangan

dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari

nervus frenikus lalu mengerut datar.

Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan

kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara

sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada

membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara

di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.

Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi

cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian  rongga  dan  dengan 

demikian  rongga  dada  menjadi  kecil

kembali,   maka   udara   didorong   keluar.   Jadi   proses   respirasi   atau

pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya  perbedaan  tekanan  antara  rongga pleura

dan paru-paru.

Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar

bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada 

yang lunak,  yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.

Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka  ini 

dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua, Karena tulang

rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur

yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3.      PATOFISIOLOGI ASMA

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah

spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi

mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan

pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan

kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya

kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan

udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian

lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan

kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen

menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.

Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin

berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang

pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi

kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif

berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami

degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil

akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran

udara.

         

Pathway Asma

E.   MANIFESTASI KLINIS ASMA

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi

(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis

dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat

didada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

1.      Asma tingkat I

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau

keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul

bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di

laboratorium.

2.      Asma tingkat II

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,

tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya

terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

3.      Asma tingkat III

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes

fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi

bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

4.      Asma tingkat IV

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan

keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.

Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin

banyak antara lain :

a.     Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

b.     Sianosis

c.      Silent Chest

d.     Gangguan kesadaran

e.     Tampak lelah

f.       Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

5.      Asma tingkat V

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa

serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang

lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi

apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

F.     KOMPLIKASI ASMA

1.         Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas

2.         Chronic persisten bronhitis

3.         Bronchitis

4.         Pneumonia

5.         Emphysema

6.         Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang

lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer &

Bare, 2002).

Asma

G.   PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA

1.      Pemeriksaan sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

   Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

   Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-

cabang bronkus

   Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

   Terdapatnya neutrofil eosinofil

2.      Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit

dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma

   Gas analisa darah

Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2

maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk

   Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi

   Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

   Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan

menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

   Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

3.      Foto rontgen

Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan asma,

gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan

pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat

komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

   Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah

   Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.

   Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.

4.      Pemeriksaan faal paru

   Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya

dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan

sistolik.

   Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,

FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.

5.      Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga

bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :

   Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah

jarum jam

   Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB

   Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya

relatif ST depresi.

H.    PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non

farmakologik dan pengobatan farmakologik.

1.      Penobatan non farmakologik

a.     Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma

sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan

obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b.     Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada

lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,

termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c.      Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat

dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2.      Pengobatan farmakologik

a)     Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara

semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah

metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b)     Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan

beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan

125-200 mg empatkali sehari.

c)     Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan

kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis

800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai

efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d)     Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar

1-2 kapsul empat kali sehari.

e)     Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat

diberikan secara oral.

f)      Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat

bronkodilator.

3.      Pengobatan selama serangan status asthmatikus    

a.     Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam

b.     Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c.      Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip

Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

d.     Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e.     Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f.       Antibiotik spektrum luas.

PROSES KEPERAWATAN ASMA

A.     PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA

1.      Pengkajian Primer Asma

a.     Airway

   Peningkatan sekresi pernafasan

   Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing

b.     Breathing

   Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.

   Menggunakan otot aksesoris pernafasan

   Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis

c.      Circulation

   Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi

   Sakit kepala

   Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah

   Papiledema

   Urin output meurun

d.     Dissability

Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi

dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2.      Pengkajian Sekunder Asma

a.     Anamnesis

Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan

berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma

sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat

berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang

disertai gangguan kesadaran.

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan

asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada

yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang

timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan

pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.

b.     Pemeriksaan Fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma

dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui

penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :

1)     Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,

tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot

pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.

2)     Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,

kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya

bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,

kelembaban dan kusam.

3)     Thorak

a)     Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan

diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan

serta frekwensi peranfasan.

b)     Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.

c)      Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma

menjadi datar dan rendah.

d)     Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau

lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.

c.      Sistem pernafasan

1)     Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi

produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau

putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi

sekunder.

2)     Frekuensi pernapasan meningkat

3)     Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.

4)     Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi

kering dan wheezing.

5)     Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan

mungkin lebih.

6)     Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

   Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada

yang pada perkusi terdengar hipersonor.

   Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas

(antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal,

supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.

7)     Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan

bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.

d.     Sistem kardiovaskuler

1)     Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat

2)     Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

   takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.

   Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10

mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang

berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.

3)     Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

Asma

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN  ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar

3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan7.  Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.8.  Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh9.  Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.10.   Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

C. RENCANA KEPERAWATAN  ASMA 

RENCANA KEPERAWATAN

NODIAGNOSA

KEPERAWATANTUJUAN DAN KRITERIA HASIL 

(NOC)INTERVENSI  (NIC)

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Respiratory status : Ventilation  Respiratory status : Airway patency  Aspiration Control,

Dengan kriteria hasil :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan

suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

NIC :Airway Management

       Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

       Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi       Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat

jalan nafas buatan       Pasang mayo bila perlu       Lakukan fisioterapi dada jika perlu       Keluarkan sekret dengan batuk atau suction       Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan       Lakukan suction pada mayo       Berikan bronkodilator bila perlu       Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl

Lembab       Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.       Monitor respirasi dan status O2

2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Respiratory Status : Gas exchange  Respiratory Status : ventilation  Vital Sign Status

Dengan kriteria hasil :  Mendemonstrasikan peningkatan

ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

NIC :

Airway Management

       Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

       Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi       Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat

jalan nafas buatan

  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

  Tanda tanda vital dalam rentang normal

       Pasang mayo bila perlu       Lakukan fisioterapi dada jika perlu       Keluarkan sekret dengan batuk atau suction       Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan       Lakukan suction pada mayo       Berika bronkodilator bial perlu       Barikan pelembab udara       Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.       Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

       Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi

       Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal

       Monitor suara nafas, seperti dengkur       Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,

kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot       Catat lokasi trakea       Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan

paradoksis)       Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /

tidak adanya ventilasi dan suara tambahan       Tentukan kebutuhan suction dengan

mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama

       Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

Respiratory status : Ventilation  Respiratory status : Airway patency

NIC :

Airway Management

       Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau

  Vital sign StatusDengan Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

jaw thrust bila perlu       Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi       Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat

jalan nafas buatan       Pasang mayo bila perlu       Lakukan fisioterapi dada jika perlu       Keluarkan sekret dengan batuk atau suction       Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan       Lakukan suction pada mayo       Berikan bronkodilator bila perlu       Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl

Lembab       Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.       Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea  Pertahankan jalan nafas yang paten  Atur peralatan oksigenasi  Monitor aliran oksigen  Pertahankan posisi pasien  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap

oksigenasi

Vital sign Monitoring  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR  Catat adanya fluktuasi tekanan darah  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau

berdiri  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan

setelah aktivitas  Monitor kualitas dari nadi  Monitor frekuensi dan irama pernapasan  Monitor suara paru  Monitor pola pernapasan abnormal  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

  Monitor sianosis perifer  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang

melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4 Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Pain Level,  Pain control,  Comfort level

Dengan Kriteria Hasil :  Mampu mengontrol nyeri (tahu

penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

  Tanda vital dalam rentang normal

NIC :

Pain Management

  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk

mengetahui pengalaman nyeri pasien  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain

tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

  Kurangi faktor presipitasi nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,

non farmakologi dan inter personal)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

intervensi  Ajarkan tentang teknik non farmakologi  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri  Tingkatkan istirahat  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak berhasil  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen

nyeri

Analgesic Administration  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat

nyeri sebelum pemberian obat  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan

frekuensi  Cek riwayat alergi  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari

analgesik ketika pemberian lebih dari satu  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan

beratnya nyeri  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan

dosis optimal  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri secara teratur  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian

analgesik pertama kali  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri

hebat  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

(efek samping)

5 Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Anxiety control  Coping  Impulse control

Dengan Kriteria Hasil :  Klien mampu mengidentifikasi dan

mengungkapkan gejala cemas  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan

menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

  Vital sign dalam batas normal  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa

tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

       Gunakan pendekatan yang menenangkan       Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku

pasien       Jelaskan semua prosedur dan apa yang

dirasakan selama prosedur       Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres       Temani pasien untuk memberikan keamanan dan

mengurangi takut       Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,

tindakan prognosis       Dorong keluarga untuk menemani anak       Lakukan back / neck rub       Dengarkan dengan penuh perhatian       Identifikasi tingkat kecemasan       Bantu pasien mengenal situasi yang

menimbulkan kecemasan       Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi       Instruksikan pasien menggunakan teknik

relaksasi       Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Nutritional Status : food and Fluid Intake

  Nutritional Status : nutrient Intake  Weight control

Dengan Kriteria Hasil :  Adanya peningkatan berat badan

sesuai dengan tujuan  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi

badan  Mampu mengidentifikasi kebutuhan

nutrisi  Tidk ada tanda tanda malnutrisi  Menunjukkan peningkatan fungsi

pengecapan dari menelan  Tidak terjadi penurunan berat badan

yang berarti

NIC :Nutrition Management

  Kaji adanya alergi makanan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan

vitamin C  Berikan substansi gula  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi

serat untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah

dikonsultasikan dengan ahli gizi)  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan

makanan harian.  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi

yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring  BB pasien dalam batas normal  Monitor adanya penurunan berat badan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa

dilakukan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama

makan  Monitor lingkungan selama makan  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama

jam makan  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi  Monitor turgor kulit  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah

patah  Monitor mual dan muntah

  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

  Monitor makanan kesukaan  Monitor pertumbuhan dan perkembangan  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan

konjungtiva  Monitor kalori dan intake nuntrisi  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila

lidah dan cavitas oral.  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Kowlwdge : disease process  Kowledge : health Behavior

Dengan Kriteria Hasil :  Pasien dan keluarga menyatakan

pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

NIC :Teaching : disease Process

  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

  Hindari harapan yang kosong  Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi

tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin

diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau

mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas

lokal, dengan cara yang tepat  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala

untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

8 Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Energy conservation  Activity tolerance  Self Care : ADLs

Dengan Kriteria Hasil :  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik

tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC :Activity Therapy

  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.

  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social

  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

  Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu

luang  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam beraktivitas  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif

beraktivitas  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri

dan penguatan  Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

9 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Self care : Activity of Daily Living (ADLs)Dengan Kriteria Hasil :

  Klien terbebas dari bau badan  Menyatakan kenyamanan terhadap

kemampuan untuk melakukan ADLs  Dapat melakukan ADLS dengan

NIC :Self Care assistane : ADLs

  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.

  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.

  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.

  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari

bantuan yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri

bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong

kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.

  Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.

  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

10 Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

  Immune Status  Risk control

Dengan Kriteria Hasil :  Klien bebas dari tanda dan gejala

infeksi  Menunjukkan kemampuan untuk

mencegah timbulnya infeksi  Jumlah leukosit dalam batas normal  Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :Infection Control (Kontrol infeksi)

       Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain       Pertahankan teknik isolasi       Batasi pengunjung bila perlu       Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci

tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

       Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan       Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah

tindakan kperawtan       Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat

pelindung       Pertahankan lingkungan aseptik selama

pemasangan alat       Ganti letak IV perifer dan line central dan

dressing sesuai dengan petunjuk umum       Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan

infeksi kandung kencing       Tingkatkan intake nutrisi       Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)       Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan

lokal       Monitor hitung granulosit, WBC       Monitor kerentanan terhadap infeksi       Batasi pengunjung       Saring pengunjung terhadap penyakit menular       Partahankan teknik aseptic pada pasien yang

beresiko       Pertahankan teknik isolasi k/p       Berikan perawatan kulit pada area epidema       Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap

kemerahan, panas, drainase       Inspeksi kondisi luka / insisi bedah       Dorong masukkan nutrisi yang cukup       Dorong masukan cairan       Dorong istirahat       Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai

resep       Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala

infeksi       Ajarkan cara menghindari infeksi       Laporkan kecurigaan infeksi       Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

 

Share this article :

Artikel Terkait : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap