hhs presus.docx

48
1 HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON-KETOTIK Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Araafi Hariza Mahandaru 20080310212 Diajukan kepada : Dr. Waisul Choroni Trenggono, Sp.PD SMF BAGIAN ILMU DALAM PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2013

Upload: rafi-mahandaru

Post on 12-Aug-2015

127 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: HHS Presus.docx

1

HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON-KETOTIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Dalam

Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :Araafi Hariza Mahandaru

20080310212

Diajukan kepada :Dr. Waisul Choroni Trenggono, Sp.PD

SMF BAGIAN ILMU DALAMPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL2013

Page 2: HHS Presus.docx

2

LEMBAR PENGESAHAN

HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON-KETOTIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Dalam

Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:Araafi Hariza Mahandaru

20080310212

Telah dipresentasikan dan disetujui pada:08 Maret 2013

Mengetahui,Dosen Pembimbing & Penguji Klinik

Dr. Waisul Choroni Trenggono, Sp.PD

Page 3: HHS Presus.docx

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom

yang ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa

ditandai adanya ketosis, disertai menurunnya kesadaran. Gejala klinis

utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai

gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis (Sudoyo, 2006).

Bertambahnya penyakit yang terkait pada pasien lansia adalah

ketidakmampuan sistem kardiovaskuler mengatasi perpindahan volume

cepat trombosis intraseluler serta kejang setempat (diduga karena

hiperkonsentrasi darah yang berlebihan dan kurangnya aliran darah

setempat). Diabetes Mellitus adalah kondisi hiperglikemi kronis yang

disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan

pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dengan mikroskop

elektron (Mansjoer, 2001). Diabetes mellitus tipe 2 / non-insulin

dependent merupakan 90% jenis diabetes yang terjadi di dunia pada saat

ini. Di Indonesia sendiri diabetes tipe 2 menyumbang 80% dari seluruh

dibetes. (WHO,2013)

Diabetes yang tidak disadari dan tidak diobati dengan tepat atau

diputus akan memicu timbulnya penyakit berbahaya dan memicu

terjadinya komplikasi. Komplikasi yang di akibatkan kadar gula yang

terus menerus tinggi dan merupakan penyulit dalam perjalanan penyakit

diabetes mellitus salah satunya adalah hiperglikemia. Angka kematian

HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena

pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali memiliki penyakit

lain (Mansjoer, 2001). 

Ditemukan 85% pasien KHNK mengidap penyakit ginjal atau

kardiovaskuler, pernah juga ditemukan pada penyakit akromegali,

Page 4: HHS Presus.docx

4

tirotoksikosis, dan penyakit Chusing. Pasien KHNK kebanyakan usianya

tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma hiperglikemik

hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya

dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetik berat dan merupakan diagnosa

banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan (Hudak dan Gallo). Pasien yang

mengalami sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami

prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian

mencapai 25- 50% (Mansjoer, 2001). 

B. TUJUAN

Untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit koma hiperosmolar

hiperglikemik non ketotik yang meliputi :

1. Mengetahui pengertian koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik

2. Mengetahui etiologi dari koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik

3. Mengetahui patofisiologi koma hiperosmolar hiperglikemik non

ketotik

4. Mengetahui penetapan diagnosis dini serta penatalaksanaan koma

hiperosmolar hiperglikemik non ketotik

Page 5: HHS Presus.docx

5

BAB II

ISI

A. DEFINISI

Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah

komplikasi metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes

mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia

berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa disertai ketosis.

Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan

dehidrasi berat. Psien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak

segera ditanganin (Price, 2006).

B. EPIDEMIOLOGI

1. Statistik Amerika Serikat

Tidak ada studi berbasis populasi dari HHS yang telah dilakukan.

Menurut National Hospital Discharge Survey AS yang didanai oleh

Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika serikat, ada 10.800

kejadian tahunan untuk HNS di Amerika Serikat 1989-1991. HHS

mempengaruhi sekitar 1 dari 500 pasien dengan DM. Insiden

keseluruhan HHS kurang dari 1 kasus per 1000 orang-tahun, sehingga

secara signifikan kurang umum daripada DKA (Diabetes

Ketoasidosis). Seperti prevalensi DM tipe 2 yang meningkat, kejadian

HHS kemungkinan akan meningkat juga (Hemphill, 2012).

2. Demografi Sehubungan dengan Usia

HHS memiliki usia rata-rata onset awal dekade ketujuh kehidupan.

Rata-rata usia pasien dengan HHS adalah 60 tahun. Laporan kejadian

kasus yang paling sering dipublikasikan adalah usia 57-69 tahun.

Sebaliknya, usia rata-rata onset untuk Diabetes Ketoasidosis adalah

Page 6: HHS Presus.docx

6

awal dekade keempat kehidupan.. HHS juga dapat terjadi pada orang

yang lebih muda. Secara khusus, karena laju peningkatan obesitas pada

anak-anak, prevalensi DM tipe 2 juga meningkat pada kelompok usia

ini dan dapat menyebabkan peningkatan insiden HHS pada populasi

ini (Hemphill, 2012).

Masyarakat yang hidup di panti jompo beresiko untuk HHS. Hal

hal yang mendasari adanya pencegahan hidrasi yang memadai,

termasuk imobilitas, usia lanjut, kelemahan, demensia, agitasi, dan

aktivitas yang menurun, menempatkan pasien pada risiko. Gangguan

indera, seperti tuli dan kebutaan, dapat menyebabkan isolasi sosial dan

juga meningkatkan risiko HHS (Hemphill, 2012).

3. Demografi Sehubungan dengan Jenis Kelamin

Tidak ada predileksi seks dicatat dalam seri yang paling sering

dipublikasikan HHS. Namun, beberapa data menunjukkan bahwa

prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada laki-

laki. Dalam Survei Discharge US National Hospital (lihat di atas),

3700 orang adalah laki-laki dan 7100 adalah perempuan (Hemphill,

2012).

4. Demografi Sehubungan dengan Ras

Afrika Amerika, Hispanik, dan penduduk asli Amerika yang

terpengaruh oleh HHS sebagai konsekuensi dari peningkatan

prevalensi DM tipe 2 .Dalam Survey National Hospital Discharge AS

dari 10.800 buangan rumah sakit daftar HHS di Amerika Serikat antara

tahun 1989 dan 1991, ada 6300 pasien putih dan 2.900 pasien

Amerika-Afrika, sisa pembuangan orang-orang dari ras lain atau ras

tidak diketahui (Hemphill, 2012).

C. ETIOLOGI

Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan

oleh hal-hal sebagai berikut (Soewondo, 2009) :

1. Infeksi

Page 7: HHS Presus.docx

7

a. Selulitis

b. Infeksi gigi

c. Pneumonia

d. Sepsis

e. Infeksi saluran kemih

2. Pengobatan

a. Obat kemoterapi

b. Glukokortikoid

c. Fenitoin

d. Diuretik tiazid

e. Propanolol

3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes

Melitus terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal

mengkonsumsi makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan

jadwal penyuntikan, dan lain-lain.

4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.

5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.

6. Penyakit penyerta

a. Infark miokard akut

b. Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin

c. Kejadian serebrovaskular

d. Sindrom cushing

e. Hipertermia

f. Hipotermia

g. Trombosis mesenterika

h. Pankreatitis

i. Emboli paru

j. Gagal ginjal

k. Luka bakar berat

l. Tirotoksitosis

Page 8: HHS Presus.docx

8

D. PATOMEKANISME

Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa

glukosa kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang

dikeluarkan oleh sel beta di  p u l a u - p u l a u l a n g e r h a n s d i

p a n k r e a s . I n s u l i n y a n g d i k e l u a r k a n o l e h s e l b e t a di

ibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya

glukosa kedalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme

menjadi energi atau t e n a g a . B i l a i n s u l i n t i d a k a d a , m a k a

g l u k o s a t i d a k d a p a t m a s u k s e l s e h i n g g a glukosa akan

tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya

dalam darah meningkat (hiperglikemik) (Soegondo dkk, 2007; WHO,

2007).

Mekanisme timbulnya penyakit kencing manis atau diabetes

mellitus adalah sebagai berikut. Pada kondisi normal, glukosa dalam tubuh

yang berasal dari makanan, diserap ke dalam aliran darah dan bergerak ke

sel-sel di dalam tubuh. Glukosa tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai

sumber energi. Pengubahan glukosa dalam darah menjadi energi dilakukan

oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon

insulin juga berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam darah. Secara

normal, glukosa akan masuk ke sel-sel dan kelebihannya dibersihkan dari

darah dalam waktu 2 jam . Namun apabila insulin yang tersedia jumlahnya

terbatas dan atau tidak bekerja dengan normal,maka sel-sel di dalam tubuh

tidak terbuka dan glukosa akan terkumpul dalam darah. Kadar glukosa

darah di atas 10 mmol per liter merupakan kondisi di atas ambang serap

ginjal. Apabila kadar glukosa dalam darah berlebihan, maka sebagian

glukosa kemudian dibuang bersama urin. Peristiwa terbuangnya glukosa

bersama-sama urin tersebut dikenal dengan istilah kencing manis (Kurnia,

2010).

Page 9: HHS Presus.docx

9

Mekanisme hampir serupa dengan KAD. Pada mulanya sel β

pankreas gagal atau terhambat oleh beberapa keadaan stres yang

menyebabkan sekresi insulin mejadi tidak adekuat. Pada keadaan stres

terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan glukosa

meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer, akhirnya akan

timbul hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang

menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal

menurun, dan sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan

timbul hiperosmolar hiperglikemik (Mansjoer, 2001).

Sampai saat ini para ahli belum dapat menetapkan, mengapa pada

pasien hiperosmolar tidak terjadi ketossis atau ketoasidosis. Beberapa

hipotesis diajukan tetapi rupanya patogenesis yang diajukan Gerich

mendapat perhatian dan pandangan lebih tepat (Mansjoer, 2001).

Beberapa hipotesis mengenai KHNK sebagai berikut :

1. Pada pasien KHNK diduga kadar insulin masih cukup untuk mencegah

ketosis tetapi tak dapat mempertahankan homeostasis glukosa.

Hipotesis ini ternyata tidak benar, karena diketahui bahwa kadar

insulin pada keadaan hiperosmolar dan ketoasidosis diabetik sama.

William menduga kadar insulin vena porta cukup banyak atau sel-sel

lemak yang sensitif terhadap insulin (Mansjoer, 2001).

2. Peran hiperosmolar dan dehidrasi. Pada biatang percobaan, dengan

mengurangi cairan ternyata intoleransi glukosa akan diikuti

pengurangan pelepasan asam lemak bebas, sehigga diduga dehidrasi

mempunyai sifat antiketogenik (Mmencegah lipolisis) (Mansjoer,

2001).

Peran penurunan hormon lipolitik, seperti hormon pertumbuhan,

kortison, glukagon, katekolamin (hormon stres) kadar hormon lipolitik

yang berkurang ini memang telah dibuktikan pada koma hiperosmolar,

sehingga kadar asam lemak bebas lebih sedikit atau mempunyai kadar

sama dengan pada ketoasisdosis diabetik. Shunt mengajukan hipotesis

bahwa prostalglandin E2 (PGE2) mempunyai sifat anti lipolisis yang lebih

Page 10: HHS Presus.docx

10

kuat dibandingkan insulin sehingga bila PGE2 meninggi tentu dapat

mencegah ketosis, tetapi hal ini belum terbukti (Mansjoer, 2001).

E. PATOFISIOLOGI

(Smeltzer, 2002).

Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik

mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon

glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa

ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan

hormon glukagon menyebabkan glikogenolisis yang dapat meningkatkan

kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan

hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan

Page 11: HHS Presus.docx

11

intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume

cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan

menyebabkan kekurangan cairan (Sudoyo, 2006).

Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal,

sehingga timbul glikosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik

secara berlebihan (poliuria). Dampak dari poliuria akan menyebabkan

kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,sodium dan

phospat (Sudoyo, 2006).

Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah

menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi

hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang

batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi

hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah

glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air

maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut glukosuria.

(Sudoyo, 2006).

Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik

non ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria

mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam

mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat

kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi

glukosa diatas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan

volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan

menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan konsentrasi glukosa

meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan natrium

menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk

menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi

insulin (Soewondo, 2009).

Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam

urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler,

hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus

Page 12: HHS Presus.docx

12

terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat

lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik (Sudoyo, 2006).

Kemudian produksi insulin yang kurang pun akan menyebabkan

menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan

makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis.

Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien

akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut

poliphagia. Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan

mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan

dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport

oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma. Hemokonsentrasi akan

meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan

bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung (Sudoyo, 2006).

Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika

kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka

akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan

mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada

perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan stadium terakhir dari proses

hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam

kaitannya dengan hipotensi (Soewondo, 2009).

F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui

mempunyai DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet

dan atau obat hipoglikemi oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang

semakin memperberat masalah, misalnya diuretic (Soewondo, 2009).

Keluhan pasien HHNK ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan,

atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun

lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien dating

Page 13: HHS Presus.docx

13

dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,

kejang atau koma (Sewondo, 2009).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tamda dehidrasi berat

seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung,

perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah.

Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi.

Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik

setelah rehidrasi adekuat (Soewondo, 2009).

Perubahan pada status mental dapat bekisar dari disorientasi

sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan

secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat

osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per

kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum,

local, maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat

reversible dengan koreksi deficit cairan (Soewondo, 2009).

Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK adalah

konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg per dL) dan

osmolaritas serum yang tinggi (> 320 mOsm per kg air [normal = 290 ±

5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan atau

tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan anion

gap yang ringan (10 – 12). Jika anion gap nya berat (>12), harus

dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah

dan penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik

yang dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat

meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen

(BUN), dan hematokrit hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan

tubuh banyak kehilangan berbagai macam elektrolit (Soewondo, 2009).

Kehilangan Elektrolit pada HHNK

Elektrolit Hilang

Natrium 7 – 13 mEq per kg

Page 14: HHS Presus.docx

14

Klorida 3 – 7 mEq per kg

Kalium 5 – 15 mEq per kg

Fosfat 70 – 140 mEq per kg

Kalsium 50 – 100 mEq per kg

Magnesium 50 – 100 mEq per kg

Air 100 – 200 mEq per kg

G. PENATALAKSANAAN

1. Prinsip Penatalaksanaan

Angka kematian pada koma hiperosmolar tinggi (>50%).

Akibatnya terapi segera sangat mendesak. Tindakan yang paling

penting adalah pemberian cairan intravena dalam jumlah besar untuk

memulihkan sirkulasi dan aliran urin. Deficit cairan rata-rata adalah 10

sampai 11 liter. Sementara air tawar akan sangat diperlukan, terapi

awal harus berupa larutan garam isotonik, 2 sampai 3 liter harus

diberikan dalam 1 sampai 2 jam pertama. Kemudian salin separuh

kekuatan dapat digunakan. Begitu kadar glukosa mencapai normal,

dapat diberikan dekstrose 5 persen sebagai pembawa air tawar. Jika

komahiperosmolar dapat dipulihkan dengan cairan saja, insulin harus

diberikan untuk mengendalikan hiperglikemia lebih cepat. Banyak

penulis menganjurkan dosis kecil insulin tetapi mungkin diperlukan

jumlah yang lebih besar terutama pada pasien obes. Garam kalium

biasanya diperlukan lebih awal dalam terapi koma hiperosmolar

disbanding pada ketoasidosis karena pergeseran K+ plasma intraseluler

selama peningkatan terapi tanpa asidosis. Jika terdapat asidosis laktat,

natrium bikarbonat harus diberikan sampai perfusi jaringan dapat

dipulihkan. Antibiotika diperlukan jika infeksi merupakan penyakit

(Foster, 2000).

Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik

(HHNK) meliputi lima pendekatan (Soewondo, 2009) :

Page 15: HHS Presus.docx

15

a. Rehidrasi intravena agresif

b. Penggantian elektrolit

c. Pemberian insulin intravena

d. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta

e. Pencegahan

2. Penatalaksanaan Medikamentosa

a. Cairan

Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan

HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya

dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan defisit cairan

(biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau total rata-rata 9 L).

Penggunaan larutan isotonik akan dapat menyebabkan overload

cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit

cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis

mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L

normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok

hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien

dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan monitor

hemodinamik (Soewondo, 2009).

Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun,

bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi

indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan.

Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-

100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian

cairan yang kurang atau gangguan ginjal (Soewondo, 2009).

b. Elektrolit

Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui

pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau

tinggi. Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika

diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum

masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-

Page 16: HHS Presus.docx

16

menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor

(Soewondo, 2009).

Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol

per L), pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium

klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium

setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari

5,0 mEq per L (5,0 mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan

sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya konsentrasi kalium

ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi awal kalium

antara 3,3-5,0 mEq per L , maka 20-30 mEq kalium harus

diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3

kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan

konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0

mEq per L (Soewondo, 2009).

c. Insulin

Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya

pamberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin

diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah

ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi,

kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan

bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip

0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara

250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika

konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam,

dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi

glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya

diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi

secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan

hiperosmolar (Soewondo, 2009).

3. Penatalaksanaan Non Medikamentosa

Page 17: HHS Presus.docx

17

Pasien Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)

biasanya datang dengan keadaan penurunan kesadaran dan dalam

keadaan gawat darurat, oleh karena itu pemberian obat secara non

farmakologi akan kurang tepat karena memberikan efek yang cukup

lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien (KHHNK) yaitu secara

medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan pencegahan

penyakit Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab awal

KHHNK, meliputi (Yunir, 2009) :

a. Terapi gizi

Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang

didasarkan pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi

diet berdasarkan kebutuhan individual.

b. Latihan jasmani

Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan

perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat

latihan, dan tingkat kebugaran, juga oleh kada insulin plasma,

kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh

4. Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab

Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik

kepada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi

antibiotik dianjurkan sambil menunggu kultur pada pasien usia lanjut

dan pada pasien hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan

konsentrasi C-reactive protein dan interleukin-6 merupakan indikator

awal sepsis pada pasien dengan HHNK (Soewondo, 2009).

5. Pencegahan

Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya

penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa

darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap

persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga

terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan

Page 18: HHS Presus.docx

18

adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter

jika hal tersebut ditemui (Soewondo, 2009).

Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan

harus diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala

HHNK dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang

memadai dan pemantauan yang ketat (Soewondo, 2009).

Kemudian diet yang baik merupakan salah satu pencegahan dari

HHNK. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan

kecukupan gizi baik sebagai berikut :

a. Karbohidrat : 60-70%

b. Protein : 10-15%

c. Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,

stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk

mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat

badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensim insulin dan

memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah

satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat

mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu

parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan

dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain

jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya

diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan

melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal

dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak

jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein

sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan

tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat

penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari.

Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan

Page 19: HHS Presus.docx

19

berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu

mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko

masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat

seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan

mineral (American Diabetes Association, 2004).

Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan

dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah

raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi

olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu

olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan

sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (American Diabetes

Association, 2004).

Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE

(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).

Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi

maksimal (220-umur),disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi

penderita. Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan

atau lari pagi, bersepeda, berenang,dan lain sebagainya. Olahraga

aerobik ini paling tidak dilakukan selama total30-40 menit per hari

didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan

antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan

meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga

meningkatkan penggunaan glukosa (American Diabetes Association,

2004).

H. PROGNOSIS

Keadaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)

merupakan salah satu komplikasi akut atau emergensi Diabetes Melitus

(DM). Kedaruratan ini pun masih merupakan penyebab tingginya

morbiditas dan mortalitas dari pasien penderita Diabetes Melitus (DM).

Angka kejadian Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik masih sulit

Page 20: HHS Presus.docx

20

diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun

diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di

Rumah Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis

dari kasus ini biasanya buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien

bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh

karena penyakit yang mendasarinya atau menyertainya. Angka

kematiannya berkisar antara 30 – 50 % yang merupakan angka kematian

yang tinggi hal ini disebabkan karena serinya terjadi kegawatan ini pada

usia lanjut dan berhubungan dengan penyakit penyakit kardiovaskular

atau penyakit yang mendasari lainnya, infeksi, dehidrasi, dan osmoralitas

darah yang sangat tinggi. Namun demikian angka kematian pada negara

maju dapat ditekan menjadi sekitar 12 % (Soewondo, 2009).

Page 21: HHS Presus.docx

21

BAB III

KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Bp. A

Umur : 40 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Cangkringan RT 03 Bantul

Tanggal masuk : 21/02/2013

No. RM : 49.32.55

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Pasien dating dengan keluhan gula darah dikatakan tinggisejak +- 3 minggu

SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dating dari IGD dengan keluhan gula darah dikaakan tinggi dari

pemeriksaan di peuskesmas. Gula darah tinggi sejak -+3 minggu. Pasien

diantare oleh istri dengan kondisi penurunan kesadaran. Nyeri perut (-),

mual (-), muntah (+), Nyeri kepala (+), sesak nafas (+), BAB dan BAK

dalam batas normal. Riwayat gula darah tinggi. Pasien diberi obat penurun

gula darah tetapi tidak mau diminum.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

- riwayat hipertensi (+)

- riwayat diabetes mellitus (+) 7 tahun

- riwayat asma disangkal

- riwayat penyakit jantung disangkal

- riwayat alergi obat disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- riwayat hipertensi (+)

- riwayat diabetes mellitus disangkal

Page 22: HHS Presus.docx

22

- riwayat asma disangkal

- riwayat penyakit jantung disangkal

- riwayat alergi obat disangkal

C. Pemeriksaan Fisik

Kesan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign :

Tekanan darah: 200/120 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu badan : 36,4oC

Pernafasan : 24 x/menit

Pemeriksaan kulit : Turgor dan elastisitas dalam batas normal,

kelainan kulit (-), sianosis (-)

Pemeriksaan kepala

- Bentuk kepala : Mesosefal

- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi

merata

Pemeriksaan mata

- Palpebra : Edema (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor

Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)

Pemeriksaan Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-)

Pemeriksaan Leher

- Kelenjar tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)

- Retraksi suprasternal: (-)

- JVP : Tidak meningkat

Pemeriksaan Dada :

Page 23: HHS Presus.docx

23

Depan Kanan Kiri

Inspeksi : retraksi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-).

Perkusi : sonor pada seluruh

lapang paru

Auskultasi :

- Suara dasar : vesikuler

- Suara tambahan : Ronkhi kering

(-), wheezing (-),

krepitasi (-)

Inspeksi : retraksi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-).

Perkusi : sonor pada seluruh

lapang paru

Auskultasi :

- Suara dasar : vesikuler

- Suara tambahan : Ronkhi kering

(-), wheezing (-)

krepitasi (-)

Belakan

g

Kanan Kiri

Palpasi : ketinggalan gerak (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi :

- Suara dasar : vesikuler

- Suara tambahan : Ronkhi kering

(-), wheezing (-),

krepitasi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi :

- Suara dasar : vesikuler

- Suara tambahan : Ronkhi kering

(-), wheezing (-),

krepitasi(-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5

linea midclavicula kiri,

Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-)

Page 24: HHS Presus.docx

24

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-),

venektasi (-), sikatrik (-)

Auskultas

i

: Peristaltik usus (+)

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (-),

nyeri tekan hepar (-), lien tak teraba

membesar, nyeri lepas tekan (-), massa (-),

Nyeri tekan suprapubik (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketok kostovertebra (-),

pekak beralih (-), undulasi (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium Darah

Hb 10,0 gr%

AL 6,00

AE 4,00

AT 272

Hmt 29,6

Eosinofil 5

Basofil 1

Batang 3

Segmen 66

Limfosit 22

Monosit 3

GDS *969

Ureum darah 50

Kreatinin darah 1,61

SGOT 11

SGPT 9

Page 25: HHS Presus.docx

25

Natrium 123,1

Kalium 2,49

Klorida 88,0

-Ro Thorax : Cord an Pulmo dalam batas normal.

E. Diagnosis Kerja

Diagnosis Kerja : Hyperglikemia dengan penurnan kesadaran susp. HONK

F. Terapi

1. O2 3-5 l/m

2. IVFD NaCl loading 2l 60 tpm, lanjutkan 20 tpm (monitoring RBB dan

VS)

3. Pasang DC

4. Pasang NGT

5. RI 5 unit/jam dengan syringe pump, s/d GDS 250 mg/dl (cek GDS tiap

jam), lanjutkan dengan RI 2 unit (cek GDS tiap 4 jam)

6. Inj. Ceftriaxon 1g/12 jam

7. Inj. Ranitidin 1A/12 jam

8. Nifedipin 3x1

9. KCL 3 x 1

10. Masuk ICU

G. Follow up

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi21/02/2013 S : pasien mengalami penurunan

kesadaan E1V1M5O : KU sedang, GCS 7, pupil isokor, kesa lateralisasi kiriTD 170/110 R 24N 88 t 36,4A : Hiperglikemia dengan penurunan kesadaran suspek HONK

GDS = 784 (siang)GDS = 496 (sore)GDS = 360 (malam)GDS = 95 (21.00)

Inj. Ceftriaxon 1g/12 jamInj. Ranitidin 1A/12 jamNifedipin 3x1Phenitoin 2x1KCL 3 x 1RI 5 unit/jam dengan syringe pump, s/d GDS 250 mg/dl (cek GDS tiap jam), lanjutkan dengan RI 2 unit (cek GDS tiap 4 jam)Inj. MeconeuroInj. BralinCaptopril 3 x 12,5 mgRI tergantung GDS Sliding ScaleCek GDS tiap 6 jam target 200

22/02/2013 S : OS sudah membaik, tampak lemah, pusng (-),mual (-), Muntah (-), sesak

Inj. Ceftriaxon 1g/12 jamInj. Ranitidin 1A/12 jam

Page 26: HHS Presus.docx

26

nafas (-), pandangan kabur (-)O : KU sedang, CMTD 180/110 R 20N 80 t 36,1A : Hiperglikemia dengan penurunan kesadaran suspek HONK

GDS = 285GDS = 101

Nifedipin 3x1Phenitoin 2x1KCL 3 x 1RI 5 unit/jam dengan syringe pump, s/d GDS 250 mg/dl (cek GDS tiap jam), lanjutkan dengan RI 2 unit (cek GDS tiap 4 jam)Inj. MeconeuroInj. BralinNovogard 10 – 10 – 0Novomix 0 – 0 - 10Captopril 3 x 12,5 mgRI tergantung GDS Sliding ScaleCek DL, GDS pagi dan sore

23/02/213 S : Sudah merasa baikan, pusng (-),mual (-), Muntah (-), sesak nafas (-), pandangan kabur (-)O : KU sedang, CMTD 170/90 R 24N 88 t 36,1A : Hiperglikemia dengan penurunan kesadaran suspek HONK

GDS = 204

Novogard 10 – 10 – 0Novomix 0 – 0 - 10Captopril 3 x 12,5 mgCek DL, GDS pagi dan sore

Cek K, jika baik stop KCLInj. Ceftriaxon 1g/12 jamInj. Ranitidin 1A/12 jamNifedipin 3x1Phenitoin 2x1KCL 3 x 1

24/02/2013 S : Sudah merasa baikan, pusng (-),mual (-), Muntah (-), sesak nafas (-), pandangan kabur (-)O : KU sedang, CMTD 170/90 R 24N 88 t 36,1A : Hiperglikemia dengan penurunan kesadaran suspek HONK

GDS = 165

Novogard 10 – 10 – 0Novomix 12 – 0 - 8Captopril 3 x 12,5 mgCek DL, GDS pagi dan sore

Cek K, jika baik stop KCLInj. Ceftriaxon 1g/12 jamInj. Ranitidin 1A/12 jamNifedipin 3x1Phenitoin 2x1KCL 3 x 1

Page 27: HHS Presus.docx

27

Page 28: HHS Presus.docx

28

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis

Pasien laki – laki 40 th dengan keluhan gula darah dikatakan tinggisejak +-

3 minggu SMRS. Pasien dating dari IGD dengan keluhan gula darah dikaakan

tinggi dari pemeriksaan di peuskesmas. Gula darah tinggi sejak -+3 minggu.

Pasien diantare oleh istri dengan kondisi penurunan kesadaran. Nyeri perut (-),

mual (-), muntah (+), Nyeri kepala (+), sesak nafas (+), BAB dan BAK dalam

batas normal. Riwayat gula darah tinggi. Pasien diberi obat penurun gula darah

tetapi tidak mau diminum.

Riwayat Penyakit Dahulu

riwayat hipertensi (+)

riwayat diabetes mellitus (+) 7 tahun

riwayat asma disangkal

riwayat penyakit jantung disangkal

riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- riwayat hipertensi (+)

- riwayat diabetes mellitus disangkal

- riwayat asma disangkal

- riwayat penyakit jantung disangkal

- riwayat alergi obat disangkal

Pembahsan :

Dari data tersebut, dapat diperoleh bahwa pasien memiliki factor resiko untuk

terkena HONK yaitu riwayat penyakit diabetes mellitus yang sudah lam diderita

nya. Berdasaran onsetnya penyakit tersebut merupakan diabetes mellitus tipe II

yang mana lebih sering menyebabkan HONK. Dari sumber American Diabetic

Association, menyebutkan bahwa kebanyakan komplikasi HHS/HONK terjadi

pada penderita diabetes tipe II / non-insulin dependent.

Page 29: HHS Presus.docx

29

Pada pasien tersebut tidak memiliki riwayat penyakit infeksi kronis

maupun infeksi akut yang sedang dialami, sehingga kemungkinan untuk terjadi

infeksi sedikit kecil. Namun pada data di atas disebutkan bahwa pasien tidak mau

meminum obat antidiabetes yang diberikan untuk menjaga agar glukosa darahnya

tetap terkontrol. Hal ini membuktikan bahwa un-compliance menjadi factor

presipitasi untuk timbulnya kopmplikasi HONK pada pasien ini. Sebagai mana

dari penelitian yang dilakukan oleh Guillermo, 2012 dan Abbas et al., 2006

disebutkan bahwa un-compliance menjadi penyebab terbanyak dalam timbulnya

komplikasi HHS/HONK. Un-compliance sendiri menyumbang 50% pada kasus

studi yang dilakukan oleh Guillermo, 2006 – 2012, yang mana infeksi

menyumbang data yang variatif (SD luas) antara 30 – 50%, yang mana infeksi

terbanyak adalah pneumonia.

Keluhan nyeri perut, sesak nafas, nyeri kepala dan penurunan kesadaran

yang terjadi pada pasien serupa dengan manifestasi klinis yang terjadi pada

HHS/HONK. Akibat adanya peningkatan kadar glukosa darah, terjadilah kopndisi

hiperosmolaritas serum hingga mencapai 320 mOsm. Pada penderita kali ini

dijumpai kadar glukosa darah saat tiba di IGD naik tinggi 969 mg/dl yang

menyebabkan kenaikan osmolaritas cukup tinggi sehingga dijumpai penurunan

kesadaran walaupun tidak sampai pada tahap koma.

Pada pasien tidak dijumpai kondisi syok karena tekanan darahnya justru tinggi.

Terapi

Pada pasien ini telah diberikan ke lima poin penting untuk terapi yaitu,

rehidrasi intravena agresif, koreksi elektrolit, pemberian insulin intravena,

pelacakan penyebab presipitasi dan pencegahan.

Pasien diberikan terapi saat tiba di IGD sbb.,

O2 3-5 l/m

IVFD NaCl loading 2l 60 tpm, lanjutkan 20 tpm (monitoring RBB dan VS)

Pasang DC

Pasang NGT

Page 30: HHS Presus.docx

30

RI 5 unit/jam dengan syringe pump, s/d GDS 250 mg/dl (cek GDS tiap jam),

lanjutkan dengan RI 2 unit (cek GDS tiap 4 jam)

Inj. Ceftriaxon 1g/12 jam

Inj. Ranitidin 1A/12 jam

Nifedipin 3x1

KCL 3 x 1

Masuk ICU

Pemberian KCL pada pasien ini adalah untuk mengkoreksi kdar kalium pasien

yang rendah. Karena jika tidak, kadar kalium akan semakin turun karena insulin

berefek memasukan kalium ke intrasel. Pada pasien ini diberikan terapi anibiotik

karena dengan alasan tertentu dicurigai adanya infeksi sebagai penyebab/

presipitasi timbulnya HONK, meskipun penyebab yang sebenarnya sudah

dikoreksi dan dilakukanedukasi untuk penceghan.

Pemberian antihipertensi disini bertujuan untuk menurunkan tekanan

darah pasien yang justru menngkat hingga HT gr II. Pasien diransfer di ICU untuk

mendapatkan perawatan lebih intensif sehubungan dengan penurunan kesadaran

dan resiko syok hipovolemik yang mana perlu pemantauan ketat dan pemeriksaan

darah secara rutin.

Pemberian insulin pada pasien dilakukan persis seperti pada teori

penatalaksanaan HHS/HONK yaitu diberikan bolus insulin sampai dengan GDS

250. Kemudian GDS dan elektrolit diperiksa rutin untuk mengetahui ap[akah

terjadi hipokalemiapada pasien atau tidak. Pemberian insulin kemudian dilakukan

dengan insulin sliding scale dengan dosis sesuai dengan GDS pasien.

Page 31: HHS Presus.docx

31

BAB V

KESIMPULAN

A. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang

ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ditandai

adanya ketosis, disertai menurunnya kesadaran.

B. Faktor yang mempengaruhi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik

diantara adalah infeksi, diabetes mellitus yang tidak terdiagnosis dan

penyalahgunaan obat

C. Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non

ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan

kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang

akan semakin memperberat derajat kehilangan air

D. Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga

dengan hasil laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah

yang sangat tinggi, osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar

dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.

E. Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif,

penggantian elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan

penatalaksanaan non medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini

disebabkan karena pasien tidak koperatif

Page 32: HHS Presus.docx

32

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes.

Diabetes Care. 2004;27(Suppl 1):S15-S35.

Foster, Daniel W. 2000. Diabetes Mellitus. Dalam : Harrison prinsip-prinsip ilmu

penyakit dalam edisi 13/ editor edisi bahasa inggris, Kurt J. Isselbacher et

al; editor bahasa Indonesia, Ahmad H. Asdie. Jakarta: EGC.

Hemphill, Robert R. 2012. Hyperosmolar Hyperglicemic State. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1914705-overview#a0156

Kurnia. 2010. Mekanisme Terjadinya Diabetes. Available at :

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/

2094446-mekanisme-terjadinya-diabetes/#ixzz1PmiprcMK

Mansjoer, Arif, Triyanti, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3. Jakarta :

Media Aesculapuis.

Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry

Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.

Soegondo S. Obesitas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Eds). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FKUI; 2007; 4;3:1919-25.

Soewondo, Pradana. 2009. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.

Dalam : Aru W. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.

Jakarta : Interna Publishing.

Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state, American Academy of Family

Physician, http://www.aafo.org/afp/20050501/1723.html

Page 33: HHS Presus.docx

33

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : FKUI

WHO. Diabetes Mellitus, WHO Geneva, Available at :

Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html

Yunir, Em, Soebardi, dan Suharko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3.

Jakarta : Interna Publishing.