hemofili (referat)
TRANSCRIPT
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
H E M O F I L I A
OLEHKHAIRUNNISA
951090030511
PEMBIMBINGDr. H. RUSLAN MUHYI, Sp. A
BAGIAN/UPF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM – RSUD ULIN BANJARMASIN
BANJARMASINOKTOBER 2002
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
………………………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………………..
ii
PENDAHULUAN
…………………………………………………………………………………. 1
EPIDEMIOLOGI
………………………………………………………………………………….. 2
ETIOLOGI
………………………………………………………………………………………….
. 3
ii
PATOFISIOLOGI
…………………………………………………………………………………. 4
MANIFESTASI KLINIS
………………………………………………………………………….. 7
PEMERIKSAAN
……………………………………………………………………………………. 10
DIAGNOSIS
………………………………………………………………………………………….
14
DIAGNOSA BANDING
………………………………………………………………………….. 14
iii
KOMPLIKASI
………………………………………………………………………………………..
15
PENATALAKSANAAN
…………………………………………………………………………… 17
PROGNOSA
………………………………………………………………………………………….
24
PENCEGAHAN
…………………………………………………………………………………….. 24
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………………………. 26
iv
PENDAHULUAN
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah
bawaan yang pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak
tahun 1911. Pada waktu itu penyakit hemofilia sudah diketahui
sebagai akibat gangguan pembekuan darah bawaan laki-laki yang
diturunkan seorang wanita sehat. (1)
Faktor pembekuan sendiri diperlukan untuk menghentikan
perdarahan setelah terjadi trauma dan juga untuk mencegah
terjadinya perdarahan spontan. Seorang penderita hemofilia tidak
memiliki faktor pembekuan yang cukup banyak di dalam darahnya.
(2)
Istilah hemofilia hanya terbatas pada pengertian ada
perdarahan masif pada anak laki-laki dengan masa pembekuan
darah yang memanjang. Ternyata definisi dan batasan ini tidak
tepat sehingga mengalami perubahan, ternyata tidak semua
penderita hemofilia disertai masa pembekuan yang memanjang.
v
Hal ini disebabkan karena pemeriksaan masa pembekuan darah
tidak sensitif atau kurang peka. (1)
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, selain
hemofilia A yang disebabkan kekurangan FVIII atau faktor anti
hemofilia, pada tahun 1952 ditemukan hemofilia B yang
disebabkan FIX atau faktor Christmas dan pada tahun 1953
ditemukan hemofilia C disebabkan kekurangan faktor XI.(1)
EPIDEMIOLOGI
Laporan dari badan dunia menyebutkan insidensi hemofilia A
berkisar
antara 1 kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3 diantaranya
tidak didapatkan riwayat keluarga dengan hemofilia. Hemofilia B
berkisar antara 1 kasus/25.000 laki-laki, merupakan ¼ dari seluruh
kasus hemofilia.(3)
Insidensi hemofilia A di Eropa dan Amerika Utara berkisar
antara 1 kasus diantara 5000 bayi laki-laki yang lahir hidup.
Insidensi hemofilia B berkisar antara 1 kasus diantara 30.000 bayi
laki-laki yang lahir hidup. Di Amerika Serikat prevalensi hemofilia A
berkisar antara 20,6 kasus diantara 100.000 laki-laki dan 60%
vi
diantaranya berat. Sedangkan untuk hemofilia B berkisar antara 5,3
kasus/100.000 laki-laki, 44% diantaranya berat. (3)
Sementara itu menurut Rebecca Elstrom (2002) dari
University of Pennsylvania Medical Center Philadelphia, insidensi
hemofilia A pada pria adalah 1 : 5.000, dan insidensi hemofilia B
berkisar 1 : 32.000 pria. (4,5)
Sedangkan untuk hemofilia C prevalensi tertinggi diderita
orang-orang Ashkenazi Jews (di Israel, diperkirakan sekitar 8%). Di
Inggris, 383 pasien menderita hemofilia C dari sekitar 59 orang
penduduk. Di Perancis terdapat 39 penderita diantara 290.000
penduduk. (6)
Prevalensi hemofilia terendah pada orang Cina. Sedangkan
jika ditinjau dari jenis kelamin, karena hemofilia dikaitkan dengan
sex-linked koagulopati yang berkaitan dengan X-linked; maka
prialah yang terkena, wanita hanya menjadi karier yang berkaitan
dengan gennya dan biasanya tidak didapatkan adanya manifestasi
gangguan perdarahan. (3)
ETIOLOGI
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada
pasangan kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi
dan fungsi dari faktor pembekuan. Semakin sedikit faktor
vii
pembekuan tersebut maka semakin berat derajat hemofili yang
diderita. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor
VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan produksi dari
faktor IX. (7)
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia
dapat timbul secara spontan ketika kromosom yang normal
mengalami abnormalitas (mutasi) yang berpengaruh pada gen
untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi mutasi
tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya
sebagai carrier. (7)
Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi
kongenital faktor XI yang disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini
dapat terlihat dari 6 orang Ashkenazi Jewish, dimana pada pasien
hemofilia C tersebut terlihat adanya mutasi gen faktor XI. Akibat
dari mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein aktif yang
berkaitan dengan disfungsi molekul faktor pembekuan. (6)
PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur
yaitu : (1)
1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F X
aktif.
viii
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X
aktif.
3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F
X sampai terbentuknya fibrin yang stabil.
Faktor XII Tromboplastin Faktor XI jaringan Faktor IX Faktor VIIFaktor trombosit 3
Faktor XIntrinsik Faktor V Ekstrinsik
Faktor IV
Protrombin Trombin
Bagan. Sistem pembekuan intrinsik dan ekstrinsik. (11)
Semua faktor yang diperlukan dalam sistem pembekuan
intrinsik terdapat dalam darah dalam bentuk inaktif, sedangkan
sistem ekstrinsik bergantung kepada suatu lipoprotein,
tromboplastin, atau faktor III, yang dilepaskan dari dalam sel yang
rusak dan hanya memerlukan sebagian faktor pembekuan dari
sistem intrinsik. Tromboplastin jaringan mempunyai dua komponen
aktif, suatu enzim yang mengakibatkan faktor VII dan suatu
fosfolipid. Sistem pembekuan ekstrinsik dapat pula bekerja di dalam
pembuluh darah, karena endotelnya mengandung tromboplastin
jaringan. Sistem pembkuan intrinsik mula-mula dipicu melalui
ix
aktifasi faktor XII (Hageman) antara lain oleh sejumlah kecil
tromboplastin jaringan, faktor trombosit (PF3) atau serabut kolagen,
sedangkan dalam tabung reaksi sentuhan pada permukaan asing
(gelas). Faktor XIIa (aktif) kemudian mengubah faktor XI menjadi
bentuk aktifnya (XIa) dan selanjutnya mengubah faktor IX (PTC)
menjadi faktor Ixa. Faktor IXa ini bergabung dengan faktor VIIIa
(AHG yang diaktifkan oleh trombin) dan bersama-sama akan
mengaktifkan faktor X dengan adanya fosfolipid dan ion Ca+++.
Kemudian faktor Xa mengubah protrombin menjadi trombin dan ini
akan mengubah fibrinogen menjadi fibri monomer yang labil dan
akhirnya oleh faktor XIII dan trombin diubahj menjadi fibrin polimer
yang stabil.
x
Jalur intrinsik Jalur ekstrinsik
PKHMWK
XII XIIa
XI XIa Tissue factor
IX IXa VIIa VII VIII Ca PG Ca
X Xa V Pf Fibrinogen 3 Ca
Protrombin Trombin Fibrin
Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal
hati. Produksi FVIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X.
di dalam sirkulasi FVIII akan membentuk kompleks dengan faktor
von Willebrand. Faktor von Willibrand adalah protein berat molekul
besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya
sebagai protein pembawa FVIII dan melindunginya dari degradasi
proteolisis. Di samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada
xi
proses adhesi trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur intrinsik
sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk F IXa dalam proses
aktivasi F X (lihat skema koagulasi). Pada orang normal aktifitas
faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktifitas F VIII
rendah. faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang
kadarnya meningkat jika terdapat kerusakan jaringan, peradangan,
dan infeksi. Kadar F VIII yang tinggi merupakan faktor resiko
trombosis. Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati
dan memerlukan vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika tidak
tersedia cukup vitamin K atau ada antagonis vitamin K, maka yang
terbentuk adalah protein yang mirip F IX tetapi tidak dapat
berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak pada
kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem
koagulasi yaitu mengaktifkan faktor X menjadi Xa (lihat skema
koagulasi). Nilai rujukan aktifitas F IX berkisar 50-150%. Aktifitas F
IX rendah dijumpai pada hemofilia A, defisiensi vitamin K,
antikoagulan oral, penyakit hati. (8)
xii
MANIFESTASI KLINIS
Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia
ditentukan oleh kadar F VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar
FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4 golongan : (1,9,10)
a. Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2%
Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi
(hemarthrosis) sering terjadi. Perdarahan karena luka atau
trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5%
Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma.
Hemarthrosis dapat terjadi walaupun jarang dan akalu ada
biasanya tanpa cacat.
c. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara
6-25%
Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak
ditemukan. Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi
berat, atau trauma.
d. Sub hemofilia
Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia.
Kadar F VIII C 26-50%. Biasanya tidak disertai gejala perdarahan.
Gejala mungkin terjadi sesudah suatu operasi besar dan lama.
xiii
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis
yaitu perdarahan ke dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada
sendi lutut. Persendian besar lainnya seperti lengan dan bahu juga
dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka kecil atau
spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia,
mengalir dengan cepat mengisi ruangan sendi. Penderita dapat
merasakan permulaan timbulnya perdarahan pada sendi ini karena
ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat,
menetap disertai engan spasme otot, dan gerakan sendi yang
terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan
sendi terus meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan
pembuluh-pembuluh darah kondral. Keadaan ini merupakan
permulaan kerusakan sendi yang permanen. (3)
Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama,
sering terjadi peradangan dan penebalan jaringan sinovia,
kemudian terjadi atropi otot. Keadaan kontraksi sendi yang stabil ini
merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya. Akhirnya kartilago
dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang
permanen menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga terjadi
hipertrofi karena radang sinovia kronik dan menghasilkan
xiv
pembengkakan sendi yang persisten tanpa disertai nyeri yang
nyata. (3)
Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang
terlambat (delayed bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari
hemofilia A. Peristiwa ini biasanya ditemukan sesudah tindakan
ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan berhenti dan sesudah
beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, perdarahan timbul
kembali. Hal ini dapat diterangkan, pada permulaan trombosit dan
pembuluh darah dapat menghentikan perdarahan untuk sementara,
tetapi karena jaringan fibrin tidak ada atau kurang terbentuk untuk
menutup luka maka timbul perdarahan kembali. (1,9)
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan
manifestasi hemofilia yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai
sebagai akibat trauma dan menyebar mengenai satu daerah yang
luas dan sering tanpa ada perbedaan warna kulit diatasnya.
Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa
menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan napas bisa
tertekan; dan bahkan menyebabkan kematian. Perdarahan di
bawah leher ini dapat terjadi sesudah anestesi mandibular, punksi
vena jugular. (1,9)
xv
Pada penderita hemofili C, pada pemeriksaan fisik biasanya
normal kecuali jika terjadi manifestasi perdarahan. Pada beberapa
tempat dapat terjadi memar-memar. Pasien juga kadang
mengeluhkan demam, kelemahan, dan takikardia jika terjadi
perdarahan yang masif. (6)
PEMERIKSAAN
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
penderita hemofilia A, B dan C, diantaranya : (3,6)
1. Pemeriksaan laboratorium :
Derajat berat ringannya hemofilia didasarkan pada
konsentrasi FVIII atau FIX di dalam plasma.
o Kadar beberapa faktor tersebut berlawanan dengan kadar
dalam plasma dari orang normal yang diperkirakan
mencapai 100-150%
o Usia, kehamilan, kontrasepsi dan pemberian terapi
estrogen juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
faktor-faktor tersebut.
o Pada neonatus yang lahir prematur, kadar FIX lebih rendah
20-50% dari kadar normal, dan akan kembali normal
setelah jangka waktu 6 bulan. sedangkan FVIII normal
selama periode tersebut.
xvi
Defisiensi protein pada hemofilia A dan hemofilia B
menyebabkan terjadinya abnormalitas dari whole blood
clotting times, prothrombin time (PT), dan aktifitas partial
thromboplastin times (aPTT).
Konfirmasi laboratorium untuk penghambat FVIII atau FIX
secara klinis merupakan hal yang penting kalau perdarahan
tidak dapat dikontrol setelah diberikan infus faktor konsentrat
yang adekuat selama episode perdarahan.
o Untuk penghambat autoantibody dan alloantibody, akan
terjadi perpanjangan aPTT setelah pemberian plasma
dalam jangka aktu 1-2 jam.
o Kalau tidak terkoreksi perpanjangan aPTT, digunakan
metode Bethesda dengan cara titrasi untuk mengetahui
konsentrat bilogis faktor penghambat. Secara konvensional
didapatkan lebih dari 0,6 BU untuk menunjukkan faktor
penghambat yang positif, titer kurang dari 5 BU
menunjukkan titer inhibitor yang rendah, dan titer lebih
dari 10 BU menunjukkan titer yang tinggi.
xvii
Sedangkan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk
mengetahui adanya hemofilia C antara lain :
o CBC
o Kadar faktor XI
o Pengukuran faktor VIII, von Willebrand factor
o Prothrombin time (PT), aPTT, and thrombin time (TT) : aPTT
memanjang jika terjadi defisiensi faktor XI, dimana PT dan
TT normal. Pengukuran spesifik aktifitas faktor XI sangat
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis. Selain itu juga
diperlukan pengukuran faktor pembekuan lainnya serta
fungsi platelet untuk mengetahui adanya kombinasi
herediter dari defisiensi XI dan faktor-faktor lainnya.
2. Pemeriksaan pencitraan :
Hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan
kerusakan kartilago yang progresif dengan terbentuknya
bone kista dapat diperlihatkan dengan film konvensional,
terutama terdapat pada pasien yang tidak diobati atau diobati
dengan tidak adekuat atau jika sering terjadi perdarahan
sendi yang berulang.
Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi
yang berkaitan dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik
xviii
ini tidak didapat digunakan untuk evaluasi tulang atau
kartilago.
MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan
hubungan antara sendi.
Sedangkan untuk hemofilia C tidak satupun pemeriksaan
pencitraan (raadiologi) yang diperlukan dalam konfirmasi
diagnosis defisiensi faktor XI. Namun demikian, pemeriksaan
radiologis dapat dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan
saat dilakukan tindakan terapi terhadap perdarahan pada
tempat-tempat tertentu.
3. Pemeriksaan histologis
Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan
histologis akan memperlihatkan adanya hipertropi sinovial,
deposit hemosiderin, fibrosis dan kerusakan dari kartilago. Ada
beberapa tahapan yang terlihat dari pemeriksaan histologis
untuk menunjukkan adanya artropati hemofilia yang dimulai
dengan adanya edema intraartikular dan periartikular; terjadinya
erosi yang luas dari kartilago yang menyebabkan hubungan
antara sendi menghilang, terjadi fusi dari sendi, dan
pembentukan fibrosis dan kapsul sendi.
xix
Analisis genetik pada hemofilia C digunakan untuk
mengetahui adanya mutasi dari gen faktor XI yang
menyebabkan terjadinya defisiensi.
DIAGNOSIS
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan,
gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita
dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan
laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring
hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan,
masa perdarahan, PT (prothrombin time – masa protrombin
plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa
tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa
trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT
sedangkan pemeriksaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji
pembendungan, masa perdarahan, PT dan Ttdalam batas normal.
Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya
gangguan pada jalut intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor VIII
dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu
xx
faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu
tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah. (8)
DIAGNOSA BANDING
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau
menentukan mana yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT
(thromboplastin generation test) atau dengan diferensial APTT.
Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing-
masing faktor. Untuk mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu
dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktifitas F VIII rendah
sedang pada hemofilia B aktifitas F IX rendah. (8)
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga
perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand, karena pada penyakit
ini juga dapat ditemukan aktifitas F VIII yang rendah. Penyakit von
Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor
von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga
akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari
degradasi proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von Willebrand
juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena
proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa
perdarahan aPTT, aPTT bisa normal atau memanjang dan aktifitas F
xxi
VIII bisa normal atau rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar
serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada
hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan
fungsi von Willebrand juga normal. (8)
KOMPLIKASI
Sebelum penggunaan terapi pengganti diketahui, pasien
dengan hemofilia berat A dan B, memiliki kesempatan hidup yang
pendek dan kualitas hidup yang rendah berkaitan dengan
terjadinya artropati hemofilia. Beberapa komplikasi yang sering
terjadi antara lain : (1,3)
Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian
pertama kali dilaporkan tahun 1980 yang berkaitan dengan
hemofilia dan HIV. Rata-rata serokonversi lebih dari 75% untuk
penyakit yang berat, 46% untuk yang moderat, dan 25% untuk
penyakit yang ringan. Pada kasus hemofilia berat, serkonversi
yang diobservasi rata-rata 46%. Di Amerika Serikat kematian
akibat hemofilia meningkat dari 0,4 kematian per 1 juta
penduduk dari tahun 1979-1981 menjadi 1,2 kematian per 1 juta
penduduk pada tahun 1987-1989. penyebab kematian terutama
disebabkan perdarahan intrakranial dan perdarahan lainnya dari
AIDS serta serosis hepatis.
xxii
Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis.
Jika ini terjadi maka angka kematian akan meningkat menjadi
1,2 kali lebih banyak dibandingkan kematian hemofilia murni.
Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini
menyebabkan kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul
terutama pada jaringan lunak akibat obstruksi saluran napas
atau kerusakan organ dalam.
Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18
tahun akan terhambat pertumbuhan skil dan kemampuan
kognitifnya demikian pula halnya dalam emosi dan masalah
perilaku.
Kadar faktor XI tidak berkaitan dengan tendensi perdarahan
pada hemofilia C, khususnya pada orang-orang dengan defisiensi
parsial. Manifestasi perdarahan baru muncul kalau terdapat
defisiensi aktifitas faktor XIC kurang dari 20 U/dL. Sebagian besar
penderita mengalami perdarahan spontan setelah tindakan
pembedahan. Demikian juga dengan bertambahnya fibrinolisis
setelah aktifitas pencabutan gigi atau tonsilektomi atau operasi
traktus genitalis. Komplikasi lain yang sering timbul adalah
perdarahan yang berat dalam bentuk menoragia. (6)
xxiii
PENATALAKSANAAN
Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemofilia
disesuaikan dengan berat ringannya perdarahan. Pada perdarahan
ringan bila kadar F VIII mencapai 30% sudah cukup untuk
menghentikan perdarahan. (1)
Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada
perdarahan berat memerlukan F VIII 100%. Jumlah kriopresipitat
yang dibutuhkan dapat dihitung dengan ketentuan bahwa 1 u F
VIII/kgBB akan menaikkan kadar F VIII 2%. Sedangkan untuk F IX, 1
u/kgBB akan menaikkan kadar F IX 1%. Rata-rata standard orang
normal ialah 1 u/ml adalah sama dengan 100%. Tabel berikut akan
menjelaskan pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat. (1)
Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti
hemophylic globulin. Penggunaannya ialah untuk menghentikan
perdarahan karena berkurangnya AHG di dalam darah penderita
hemofili A. Faktor VIII atau AHG ini tidak bersifat “genetic marker
antigen” seperti granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi
pemberian yang berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukan
antibodi yang bersifat “inhibitor” terhadap faktor VIII karena itu
pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi
xxiv
diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis. Untuk
jelasnya terlihat dalam tabel kutipan ini. (15)
Tabel 1. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada
hemofili
Kadar faktor VIII (%) Simptom
< 1
1-5
5-25
25-30
Perdarahan spontan sendi dan otot
Perdarahan hebat setelah luka kecil
Perdarahan hebat setelah operasi
Cenderung perdarahan setelah luka atau operasi
Tabel 2. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada
hemofili
Lesi Kadar faktor VIII (% normal)
Dosis faktor VIII (unit/kg BB)
Hemarthrosis ringan, hematoma
Hemarthrosis berat dan hematoma otot di daerah-daerah penting
Operasi besar
15 – 20%
20-40%
80-100%
10-15
15-20
40-50
Setiap kantong krioprisipitat mengandung 150 U faktor VIII,
sedangkan krioprisipitat produksi LPTD-PMI ditaksir hanya
mengandung 100 U faktor VIII/kantong. Hal ini disebabkan karena
xxv
darah yang diambil dari donor lebih sedikit. Cara pemberian
krioprisipitat aialah dengan menyuntikkan intravena langsung tidak
melalui tetesan infus. Komponen tidak tahan pada suhu kamar, jadi
pemberiannya sesegera mungkin setelah komponen mencair. (11)
Tabel 3. Pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat. (1)
Jenis perdarahan
Kadar faktor yang diinginkan (%)
Dosis F VIII (u/kg/bb)
Dosis F IX (u/kg/bb)
Ringan 30% Dosis mula tidak diperlukan diberikan 15 u/kgBB tiap 12 jam selama 2-4 hari
Dosis mula 30 u/kgBB seterusnya 10 u/kgBB tiap 12 –24 jam selama 2-4 hari
Sedang 50% Dosis mula 30 u/kgBB dilanjutkan 10-15 u/kgBB tiap 8 jam selama 1-2, hari, seterusnya dosis yang sama tiap 12 jam
Dosis mula 60 u/kgBB seterusnya 10 u/kgBB tiap 12 jam
Berat 100% Dosis mula 40-50 u/kgBB diteruskan sesuai dosis sedang
Dosis mula 60 u/kgBB diteruskan sesuai dosis sedang
Obat-obat yang diperlukan pada penderita hemofilia : (1,12)
xxvi
1. DDAVP
Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-arginine
vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C. Pada
hemofilia ringan sampai sedang obat ini menaikkan kadar F VIII C
3-6 kali lipat. Diberikan pada hemofilia dan penyakit vol
Willebrand dengan dosis 0,2-0,5 ug/kgBB. Obat ini dilarutkan
dalam 30 cc garam fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit.
Dapat diulang dalam beberapa jam. Infus yang diberikan dengan
cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka menjadi merah.
Hasil pengobatan sangat bervariasi.
2. EACA dan Tranexamic Acid
Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asama traneksamik
(Tranexamic Acid), dapat mengurangi perdarahan pada
hemofilia. Hal ini dapat diterangkan karena sifat anti fibrinolisis
EACA dan asam traneksamik menyebabkan fibrin yang sudah
terbentuk tidak segera dilisiskan, oleh plasmin. Dengan dosis 50-
100 mg/kgBB intravena atau peroral, segerak sebelum tindakan
dimulai, kemudian diulang 3 jam berikutnya, dan seterusnya
setiap 6 jam selama 1 minggu berikutnya memberikan hasil yang
baik. Juga dapat diberikan dosis 4-5 g tiap 4 jam pada orang
dewasa dengan hasil yang baik.
xxvii
3. Kortikosteroid
Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut
hemarthrosis pemberian kortikosteroid sangat berguna.
Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti koagulan atau
reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.
4. Analgetik
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa
sakit sebab lainnya, obt analgetik dapat diberikan. Sebaiknya
aspirin harus dihindarkan, begitu pula obat analgetik lainnya
yang mengganggu agregasi trombosit.
Pengobatan utama pada penderita hemofilia C terutama
dengan pemberian produk plasma (FFP). Keuntungan pemberian
FFP ini adalah mudah dilakukan, sedangkan kerugiannya dalam
bentuk dapat terjadi over volume darah, potensial untuk transmisi
agen infektif, dan kemungkinan terjadi reaksi alergi. Fresh frozen
plasma ini juga dapat digunakan jika tidak didapatkan konsentrat
faktor XI. Dosis pemberian untuk loading dose adalah 15-20 mL/kg
IV, yang selanjutnya diberikan 3-6 mL/kg 4 kali 12 jam setelah
hemostasis terjadi. Selama pemberian harus selalu dimonitor
overload cairan terutama pada anak-anak kecil; adanya reaksi
xxviii
alergi; premedikasi yang diberikan adalah acetaminophen dan anti
histamin (seperti diphenhydramine) untuk mengurangi reaksi alergi.
(6)
Para ahli saat ini telah mengembangkan pengetahuan dalam
kerangka terapi hemofilia dengan spesifikasi khusus dari beberapa
jenis trauma perdarahan antara lain : (13)
1. Trauma kepala
Trauma ringan (kalau dari pemeriksaan neurologis nomal)
namun disini keluarga tetap diminta untuk berhati-hati dan
tetap diberikan koreksi terhadap perdarahan yang terjadi.
Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat
bermain dan lain-lain), walau tanpa ada gejala yang berat.
Maka koreksi harus tetap diberikan 100% dan dilakukan
pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi diberikan 30-50%
per 12 jam setelahnya dapat dilakukan 1 atau 2 kali lagi.
Anak dengan hemofilia berat dan ada riwayat perdarahan
intrakranial maka harus diberikan tindakan profilaksis.
2. Pembengkakan lidah atau leher
Anak dengan pembengkakan lidah atau leher harus dilakukna
evaluasi untuk mengatasi masalah obstruksi jalan pernapasan.
Disamping itu tindakan koreksi diberikan tetap 100%.
xxix
3. Nyeri dada atau nyeri abdomen
Beberapa gejala dari keadaan tersebut harus dilakukan evaluasi
dan penderita dapat dilakukan terapi rumah saja kecuali
didapatkan keadaan yang memberat setelahnya.
4. Compartment Syndrome
Kalau terjadi keadaan ini maka koreksi harus segera dilakukan
(70-100%), diulangnya lagi 12 jam kemudian sebanyak 30-50%.
5. Hemarthrosis
Jika terjadi hemarthrosis maka direkomendasikan untuk
dilakukan terapi intensif. Setiap ada hemarthrosis harus
dilakukan infus dari faktor pembekuan, kemudian dilakukan
follow up untuk menilai hasil terapi.
6. Perdarahan pada mulut
Dapat diberikan Amicar (epsilon aminocaproic acid) atau
thrombin topikal kalau perdarahan tersebut minimal atau hanya
untuk beberapa jam. Namun jika didapatkan perdarahan yang
agak berat maka di indikasikan untuk pemberian faktor
xxx
pengganti. Pemeriksaan hemoglobin harus dilakukan lebih dari 1
kali untuk menilai hasil terapi.
7. Hematuria
Hematuria yang dikaitkan dengan trauma abdomen atau tulang
belakang. Maka harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau
radiologis lainnya, dan dilakukan pemberian terapi pengganti.
8. Fraktur
Pada sebagian besar fraktur diperlukan faktor pengganti untuk
jangka waktu 5-7 hari. Terapi awal diberikan korekti 70%
selanjutnya kemudian diberikan kadar 30%, tergantung dari
berat ringannya fraktur.
PROGNOSA
Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih awal secara
dramatis dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita
hemofilia A dan B. Angka bertahan hidup penderita dapat mencapai
11 tahun atau kurang tergantung dari beratnya penyakit dan
pengobatan yang diberikan. Prognosis ini akan diperburuk oleh
komplikasi virus yang terjadi selama pemberian terapi pengganti.
Demikian juga halnya jika terjadi perdarahan intrakranial maupun
organ vital lainnya.(3)
xxxi
Prognosis penderita hemofilia C dengan defisiensi parsial
cukup baik apalagi jika tidak didapatkan manifestasi perdarahan.
Sedangkan pada pasien dengan tendensi perdarahan, perdarahan
organ harus diobati dengan optimal untuk mencegah terjadinya
pemburukan diagnosis. Jika terjadi perdarahan masif maka
diagnosisnya menjadi jelek. (6)
PENCEGAHAN
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal
sebagai tindakan preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan
akibat trauma disamping pencegahan terhadap terjadinya trauma
sendiri. (9)
Kalau seseorang mengidap hemofilia maka beberapa hal yang
harus diperhatikan :
- Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal
anti-inflammatory drugs (NSAIDs).
- Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada
bayi, terutama untuk vaksin hepatitis B.
- Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-
laki. (14,15)
Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam
keluarga maka selama masa kehamilan harus diperiksa
xxxii
kemungkinan adanya defek genetik pada ibu hamil untuk
mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang
dapat dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus
sampling (CVS), dengan pemeriksaan ini dapat diketahui adanya
defek genetik pada fetus yang menyebabkan terjadinya hemofilia.
Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih yang
dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau ini
masih kontroversial pada beberapa negara terutama untuk
kehamilan trimester II dan III. Jika ibu tetap menginginkan untuk
melanjutkan kehamilannya maka harus diberikan penjelasan
mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang
akan dilakukan. (9)
DAFTAR PUSTAKA
1. Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam : Ssoeparman dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 1990 : 452-9.
2. Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology. 2002. Http://www.Hemophilia.Html.
3. Agaliotis DP. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science Center at Jacksonville. Copyright 2002, eMedicine.com, Inc. Http://www. eMedicine.com.html
xxxiii
4. Elstrom R. Hemophilia A. University of Pennsylvaina Medical Center, Phiiladelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. Http://www.ADAM.Com.Inc.
5. Elstrom R. Hemophilia B. University of Pennsylvaina Medical Center, Phiiladelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. Http://www.ADAM.Com.Inc.
6. Mathew P . Hemophilia C. Montoya Hemophilia Center. Department of Pediatrics, University of New Mexico. Copyright 2002, eMedicine.com, Inc. Http://www. eMedicine.com.html
7. Healthwise, Incorporated. Hemophilia. Http://www.Healthwise.Inc.Html.
8. Setiabudy R. Diagnosis hemofilia secara laboratorik. Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM Jakarta. Dibacakan pada Simposium Diagnosis dan Penatalaksanaan Hemofilia. FKUI Jakarta, 2002.
9. WebMD Inc. Hemophilia. 2002. Http://www.WebMD.Inc
10. Cheng CJ. Hemophilia. 2002. Http://www.Body1, Inc.
11. Djajadiman G. Penanggulangan anemia pasca perdarahan. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Jakarta.
12. Shapiro, Ami D. An overview of hemophilia. 2002. Http://www.hemophilia.pdf.Html .
13. Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology. 2002. Http://www.Hemophilia.Html.
14. Welch J. Hemophilia treatment protocols. 2002. Http://www.NetScut.Inc.Html.
15. iVillage Inc. Hemophilia. 2002. Http://www. iVillage Inc.Hemophilia. Html
xxxiv