hellp synd

50
SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Tutorial Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Kehamilan Imature denganPreeklamsia berat danHELLP syndrome Disusun Oleh : Izhary Nur Yahman 05.48847.00248.09 Kristanti Andarini 0808015042 Gina Magda Riana 0808015021 Dessy Vinoricka Andriyana 0808015022 Konsulen :

Upload: hurriya-nur-aldilla

Post on 21-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

obsgyn

TRANSCRIPT

Page 1: Hellp Synd

SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Tutorial Kasus

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

Kehamilan Imature denganPreeklamsia berat danHELLP syndrome

Disusun Oleh :

Izhary Nur Yahman 05.48847.00248.09

Kristanti Andarini 0808015042

Gina Magda Riana 0808015021

Dessy Vinoricka Andriyana 0808015022

Konsulen :

dr. Erwin Ginting, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

SMF/lab Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

Page 2: Hellp Synd

2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. 1

Daftar Isi ..................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1...........................................................................................................Latar Belakang

..........................................................................................................4

1.2...........................................................................................................Tujuan 5

BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................... 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1.Preeklamsia

A. Definisi.................................................................................................... 17

B. Epidemiologi........................................................................................... 17

C. Faktor Resiko ......................................................................................... 18

D. Etiologi.................................................................................................... 18

E. Patofisiologi ............................................................................................ 20

F. Diagnosis ................................................................................................ 21

G. Pencegahan.............................................................................................. 22

H. Diagnosis banding................................................................................... 22

I. Penatalaksanaan ....................................................................................... 22

J. Komplikasi............................................................................................... 26

K. Prognosis................................................................................................. 27

3.2. Sindroma HELLP

A. Definisi.................................................................................................... 27

B. Insiden .................................................................................................... 28

C. Patogenesis.............................................................................................. 28

Page 3: Hellp Synd

D. Klasifikasi .............................................................................................. 28

E. Gambaran klinis....................................................................................... 28

F.Pemeriksaan penunjang............................................................................ 29

G. Diagnosis................................................................................................. 30

H. Penatalaksanaan...................................................................................... 30

I. Prognosis................................................................................................... 31

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Diagnosis .............................................................................................. 32

4.2. Penatalaksanaan ................................................................................... 34

4.3. Prognosis .............................................................................................. 35

4.3. Kontrasepsi ........................................................................................... 35

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 36

5.2. Saran ..................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37

Page 4: Hellp Synd

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah hal yang sering ditemukan selama kehamilan.

Sekitar 10% perempuan pernah mengalami peningkatan tekanan darah pada satu waktu

sebelum persalinan. Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu di samping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan

angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi.Kelainan tekanan darah tinggi dalam

kehamilan terdiri dari beberapa spektrum, salah satunya adalah preeklampsia dan eklampsia.1

Di Indonesia, pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian

perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan

sebagai penyebab kematian maternal utama.1 Insidens preeklampsia bervariasi menurut

berbagai sumber, ada yang menyebut sekitar 6-8% dari seluruh kehamilan, 10% sampai 14%

pada primigravida dan 5,7% sampai 7,3% pada multigravida.2 Data eklampsia dan

preeklampsia di Indonesia belum terekam baik dan laporan berbagai pusat kesehatan masih

bervariasi. Data Denpasar pada tahun 1996 sampai 2000 ditemukan 35,42% dari 48 kematian

ibu disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia.3

Mortalitas maternal pada preeklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari

preeklampsia dan eklampsianya seperti: syndrom Hellp, solusio plasenta,

hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan

oedema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia

disebabkan asfiksia intra uterin, prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin.4

Penelitian di Indonesia menyatakan bahwa eklampsia, disamping perdarahan dan infeksi,

masih merupakan sebab kematian ibu, dan merupakan sebab kematian perinatal yang tinggi.

Oleh karena itu, diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan dari

eklampsia beserta penanganannya perlu untuk diketahui oleh tenaga kesehatan yang

berhubungan dengan ibu hamil termasuk dokter umum agar terjadi penurunan angka

kematian ibu dan anak.4

B. Tujuan

Tujuan pembuatan dari case report ini adalah sebagai berikut :

Page 5: Hellp Synd

1. Untuk mengetahuitentang preeklampsi dan Hellp syndrom termasuk definisi,

patofisiologi, diagnosis,penatalaksanaan, dan prognosis.

2. Mendapatkan keterampilan dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan mengerti

tentang pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penegakan diagnosis preeklampsi

dan Hellp syndrom

3. Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan teori berdasarkan

literatur mengenai Preeklamsia dan Hellp syndrom.

Page 6: Hellp Synd

BAB 2

LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 April 2013 pukul 12.15

WITA di ruang Nifas Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

ANAMNESIS

Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 32tahun

Alamat : Jln. P.M. Noor Samarinda

Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT)

Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)

Suku : Jawa

Agama : Islam

Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada 28

Maret 2013 pukul 00.15 WITA dengan diagnosis G4P2A0 gravid 27-28 minggu+ tunggal hidup+

presentasi kepala + belum inpartu + PEB

Identitas Suami

Nama : Tn. AM

Usia : 37tahun

Alamat : Jln. P.M Noor Samarinda

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)

Suku : Jawa

Agama : Islam

Keluhan Utama

Perdarahan pada gusi dan perdarahan keluar melalui jalan lahir.

Page 7: Hellp Synd

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh gusi sebelah kanan berdarah sejak + 20 jam SMRS. 1 hari sebelumnya,

pasien mengaku telah datang kerumah sakit dengan keluhan yang sama, kemudian pasien pulang

paksa. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan sakit kepala. Sakit kepala dialami sejak

1 minggu SMRS. Sakit kepala terutama dirasakan secara hilang timbul dan tidak berhubungan

dengan aktivitas.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelum masa kehamilan. Tepatnya sejak berumur 20

tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus maupun asma. Namun ada yang

memiliki riwayat hipertensi, yaitu ibu pasien.

Riwayat Menstruasi

Menarche : 12 tahun

Siklus haid : 30 hari / teratur

Lama haid : 7 hari

Jumlah darah haid : lebih dari 3 kali ganti pembalut

Hari pertama haid terakhir : 22- 08-2012

Taksiran persalinan : 29- 05-2013

Riwayat Pernikahan

Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 16 tahun dengan lama pernikahan selama

15 tahun.

Riwayat Obstetrik

No Tahun

partus

Tempat

Partus

Umur

kehamilan

Jenis

Persalinan

Penolong

Persalinan

Penyulit JK/

BB

Keadaan

anak

Page 8: Hellp Synd

Sekarang

1. 1999 Rumah Prematur Normal Dukun -

Laki-

laki/

BB??

Meninggal

2. 2000 Klinik Aterm Nomal Dokter -

Laki-

laki/

3000gr

Sehat

3. 2008Rumah

sakitPrematur Normal Bidan

IUFD,

HT- -

4.Hamil

ini

Antenatal Care (ANC)

Puskesmas setiap bulan.

Kontrasepsi

Tidak ada.

Pemeriksaan Fisik

Antropometri : Berat badan (BB) : 55 kg, Tinggi badan (TB) : 159 cm.

Keadaan umum : sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 210/150 mmHg

Frekuensi nadi : 88 kali/menit

Frekuensi nafas : 26 kali/menit

Suhu : 36,9 ºC

Status Generalisata

Kepala : normocephal

Page 9: Hellp Synd

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks :

Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen :

Inspeksi : cembung, linea (+), striae (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas :

Superior : edema (-/-), akral hangat

Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi

Inspeksi : membesar arah memanjang, linea (+).

Palpasi : Tinggi fundus uteri : 20 cm.

Leopold I : teraba bokong.

Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu.

Leopold III : teraba kepala.

Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul.

TBJ (Johnson) : (20-12) x 155 gram : 1240gram.

His : -

Auskultasi : Denyut jantung janin : 125 kali / menit

Vaginal toucher : tidak dilakukan

Diagnosis Kerja Sementara

G4P2A0 gravid 27-28 minggu+ tunggal hidup+ presentasi kepala + belum inpartu+ PEB Susp.

HELLP Syndrome

Page 10: Hellp Synd

Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (27 Maret 2013)

Leukosit : 12.300 / mm3

Hemoglobin : 14,3 gr %

Hematokrit : 41,7 %

Trombosit : 212.000 / mm3

Bleeding Time : 3 menit

Clotting Time : 10 menit

Kimia Darah

GDS : 126 mg/dl

HbsAg : -

112 : Non reaktif

Urin Lengkap

Berat Jenis : 1,015

Warna : Kuning

Kejernihan : Jernih

pH : 6,0

Protein : +3

Leukosit : 2 - 3

Eritrosit : 0 - 1

Laporan Operasi

Laporan Operasi Ny. S Mawar

31 tahun

Nama Ahli Bedah : dr. Sp.OG Nama Ahli Anastesi : dr. Sp.An Diagnosa Pre Operasi:

G4P2A0 gravid 27-28 minggu + Tunggal hidup + presentasi kepala + belum inpartu +

Page 11: Hellp Synd

Preeklamsia berat + HELLP syndrome + HAP ec. Plasenta previa totalis

Diagnosa Post Operasi: P3A0 + IUGR + PEB + Plasenta previa totalis

Tgl 28-03-2013, pukul 01.20-02.00 WITA Macam Operasi : SC

Laporan Operasi Anastesi general, A dan Antiseptik pada lapangan operasi dan sekitarnya. Dilakukan incisi mediana pada dinding abdomen, dilakukan prosedur SCTP air ketuban jernih. Lahir bayi perempuan A/S 4/6, plasenta previa totalis (PPT), injeksi 2 ampul oksitosin Intra muskular, SBU dijahit jelujur 1 lapis, rongga abdomen ditutup lapis demi lapis, perdarahan selama operasi + 400cc.

Instruksi post op :

1. Observasi TTV, TFU, kontraksi uterus 15 menit sekali selama 2 jam pertama, setelahnya 4-6 jam.

2. Cek DL post op, transfuse PRC bila Hb < 7 gr/dl

3. Imobilisasi s/d 2 jam post op

4. Realimentasi dini, diet TKTP (diet putih telur)

Terapi Post Operasi:

1. Injeksi Cefotaxime 3x1 gram i.v

2. Injeksi Ketopain 3x1 ampul i.v

3. Injeksi Ranitidin 2x1 ampul i.v

4. Injeksi Dexamethasone 2x2 ampul selama 2 hari,

Selanjutnya dexamethasone 2x1 ampul selama 2 hari

5. IVFD MgSO4 drip 1 gr/jam

6. Gastrul 3 tablet per rectal

7. Nifedipin 4x10 mg tablet p.o

Follow Up

Tanggal/Jam Follow Up

28 Maret 201300.15

Menerima pasien dari IGD dan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik.Diagnosis: G4P2A0 gravid 27-28 minggu+ tunggal hidup+

presentasi kepala + belum inpartu+ PEB Susp. HELLP

Page 12: Hellp Synd

Syndrome

00.20 Lapor dr. SpOG, advice: Drip MgSO4 sesuai protap Inj. Dexamethason 2 amp/iv. Siap darah PRC 1 unit Inj. Kalnex 500mg i.v. Nifedipin tab 10mg Persiapan SC

02.30 Post Op.Memasukan gastrula 3 tablet per rektalObs. TTV :TD= 180/60 mmHg; N = 82x/mnt; RR = 22x/mnt; T=36,5oC

02.45 TD= 210/100 mmHg; N = 80x/mnt; RR = 24x/mnt; T=36,8oCDiberikan nifedipin tab 10 mg p.o

03.00 TD= 190/100 mmHg; N = 82x/mnt; RR = 18x/mnt; T=36,8oC

03.15 TD= 180/100 mmHg; N = 84x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,3oC03.30 TD= 180/90 mmHg; N = 88x/mnt; RR = 22x/mnt; T=36,5oC03.45 TD= 190/80 mmHg; N = 84x/mnt; RR = 22x/mnt; T=36,5oC04.00 TD= 190/100 mmHg; N = 80x/mnt; RR = 24x/mnt; T=36,5oC04.15 TD= 180/90 mmHg; N = 86x/mnt; RR = 18x/mnt; T=36,8oC04.30 TD= 180/90 mmHg; N = 92x/mnt; RR = 20x/mnt; T=37,1oC08.30 TD= 180/100 mmHg; N = 84x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,5oC12.30 TD= 190/120 mmHg; N = 92x/mnt; RR = 24x/mnt; T=36,8oC16.30 TD= 190/120 mmHg; N = 88x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,5oC

Memberi Nifedipin 10 mg p.o. dan Amlodipin 10 mg p.o.

Page 13: Hellp Synd

Follow Up di Ruang Nifas

Tanggal S O A P

28/3/2013 Nyeri pada luka post operasi (+)Flatus (-)ASI (-)

CM, TD = 200/130 mmHgN = 82 x/iRR = 18 x/iEdema - - - -

P4A0 post SC a/i PEB + HELLP syndrome + hari ke-0

- Inj. Cefotaxime 3x1 gr i.v- Inj. Ketopain 3x1 amp i.v- Inj.Ranitidin 2x1 amp i.v- Inj Dexamethasone 2x1 amp - Drip MgSO4 15 cc dalam

500 cc D5% 28 tpm s/d 24 jam post partum

- Gastrul 3 tab per rectal- Bisoprolol 5 mg tablet 0-0-1

(jika TD lebih dari 160/100)- Amlodipin 10 mg 1-0-0- Captopril 5 mg 3x1

30/3/2013 Nyeri pada luka post operasi (+)Pandangan kabur (+)

CM, TD = 210/100 mmHgN = 81 x/iRR = 18 x/iEdema - - - -

P4A0 post SC a/i PEB + HELLP syndrome + hari ke-1

- Inj. Cefotaxime 3x1 gr i.v- Inj. Ketopain 3x1 amp i.v- Inj.Ranitidin 2x1 amp i.v- Inj Dexamethasone 2x1 amp - Gastrul 3 tab per rectal- Bisoprolol 5 mg tablet 0-0-1

(jika TD lebih dari 160/100)- Amlodipin 10 mg 1-0-0- Captopril 5 mg 3x1- Cek Hb- Co/ ke bagian mata

01/3/2013 Nyeri pada luka post operasi (+) berkurang,Pandangan kabur (+), BAB (-) 5 hari, BAK (+), ASI sedikit

CM, TD = 140/90 mmHgN = 96 x/iRR = 20 x/iEdema - - - -

P4A0 post SC a/i PEB + HELLP syndrome + hari ke-IV

- Cefadroxil tab 2x1- SF tab 1x1- PCT 3x500mg- Bisoprolol 5 mg tablet 0-0-1

(jika TD lebih dari 160/100)- Amlodipin 10 mg 1-0-0- Captopril 5 mg 3x1- Cek DL

13

Page 14: Hellp Synd

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Preeklampsia

A. Definisi

Preeklamsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi

organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan

darah dan proteinuria.1

Preeklamsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat

pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul ante, intra, dan postpartum. Dari

gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia

berat.2

Eklamsia didiagnosa bila pada wanita dengan kriteria klinispreeklamsia, timbul

kejang-kejang yang bukan disebabkan oleh penyakitneurologis lain seperti epilepsy.3

Eklamsiaadalah gejala preeklamsia berat disertai dengan kejang dan diikuti dengankoma.4

Menurut Wibowo dan Rachimhadi (2006)eklamsia timbul pada wanita hamil atau dalam

masa nifas dengan tanda-tandapreeklamsia. Pada wanita yang menderita eklamsia

timbulserangan kejang yang diikuti oleh koma.4

Preeklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yangtimbul pada ibu hamil,

bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri daritrias : hipertensi, proteinuria dan edema;

yang kadang-kadang disertaikonvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan

tanda-tandakelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya.4

B. Epidemiologi Preeklampsia

Survei pada dua rumah sakit pendidikan di Makassar, insiden preeklampsia –

eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil dengan rincian insiden

preeklampsia berat sebesar 2,61%, eklampsia 0,84%, dan angka kematian akibat keduanya

adalah 22,2%.6

14

Page 15: Hellp Synd

C. Faktor Resiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya

preeklamsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang

mempengaruhi terjadinya preeklamsia. Faktor resiko tersebut antara lain:1,2,7

Riwayat preeklamsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklamsia atau riwayat

keluarga dengan preeklamsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia.

Primigravida. Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking

antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia.

Umur yang ekstrim. Perkembangan preeklamsia semakin meningkat pada umur

kehamilan pertama dankehamilan dengan umur yang ekstrim, seperti terlalu muda atau

terlalu tua.

Kegemukan atau obesitas.

Hiperplasentosis. Misalnya pada mola hidatidosa, kehamilan multipel, hidrops fetalis,

bayi besar.

Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu

sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklamsia. Penyakit tersebut meliputi

hipertensi kronik, diabetes melitus, penyakit ginjal, atau penyakit degeneratif seperti

reumatik arthritis atau lupus.

Jumlah Paritas. Surjadi, et al. (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel

pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada

ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada

usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.

D. Etiologi Preeklampsia

Mekanisme terjadinya preeklampsia sekarang mulai dapat diketahui. Kerusakan utama

terjadi berhubungan dengan kegagalan invasi trofoblas fase kedua ke dalam desidua.

Biasanya trofoblas menginvasi seluruh kedalaman dari arteri spiralis pada minggu ke 22

gestasi. Hal ini menyebabkan penurunan resistensi perifer dan menurunkan tekanan darah.

Sebagai tambahan, trofoblas juga menghilangkan semua otot penutup dari arteri spiralis

sehingga aliran darah semakin banyak ke dalam ruang intervilli. Hal ini menjamin

tersedianya waktu yang cukup untuk terjadinya pertukaran nutrisi, oksigen, dan sisa

metabolisme bagi janin.7

15

Page 16: Hellp Synd

Gambar 1. Invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis mengubahnya menjadi delta

sehingga meningkatkan aliran darah.7

Kegagalan invasi trofoblas fase keduamenyebabkan resistensi vaskuler tidak menurun.

Efek lainnya adalah penutup otot arteri spiralis tetap ada dimana otot ini sensitif terhadap

zat vasokonstriktor sirkulasi seperti angiotensin II. Sebagian besar perubahan hipertensif

berhubungan dengan hormonal dibandingkan sistem saraf simpatis. Pada arteri spiralis,

penurunan volume trofoblas menyebabkan ketidakseimbangan sistem prostasiklin

tromboksan. Produksi berlebih dari tromboksan menyebabkan vasospasme arteri spiralis

dan agregasi platelet. Rendahnya kadar prostasiklin menurunkan efek proteksi terhadap

angiotensin II.7

Gambar 2. Jalur terjadinya preeklampsia dan manifestasi klinisnya.1

E. Patofisiologi Preeklampsia

1) Kardiovaskuler

Terjadinya hipertensi pada preeklampsia berhubungan dengan vasospasme akibat

peningkatan reaktivitas vaskuler. Terjadinya hal ini diduga akibat gangguan dari

interaksi normal vasodilator (prostasiklin, oksida nitrit) dan vasokonstriktor

(tromboksan A2, endotelin).1,2

2) Hematologi

16

Page 17: Hellp Synd

Abnormalitas hematologi paling umum adalah trombositopeni (trombosit <

100.000/mm3). Penyebab terjadinya trombositopeni masih belum jelas. Kelainan

hematologi lain yaitu sindrom HELLP.1

3) Renal

Vasospasme pada preeklampsia menyebabkan penurunan dari GFR (Glomerular

Filtration Rate). Pada kehamilan normal, GFR meningkat 50% dari nilai sebelum

hamil. Oleh karena itu, kadar kreatinin serum pada preeklampsia meningkat di atas

kadar normal ibu hamil (0,8 mg/dL). Pengawasan ketat produksi urin diperlukan pada

preeklampsia karena dapat timbul oliguria (produksi urin <500 cc/24 jam) akibat

insufisiensi renal. Efek dari insufisiensi renal dapat terjadi nekrosis tubular akut. Efek

lain preeklampsia pada ginjal adalah endoteliosis kapiler glomerolus dimana terjadi

pembangkakan sel endotel kapiler glomerolus dan sel mesangial.1

4) Hepatik

Kerusakan hepar pada eklampsia bervariasi dari peningkatan ringan dari kadar enzim

hepar sampai hematom subkapsular dan ruptur hepar. Lesi patologis hepar yang terjadi

berupa perdarahan periportal, lesi iskemik, dan deposisi fibrin.1,2

5) Sistem saraf pusat

Kejang eklampsia adalah masalah utama dan menjadi penyebab utama kematian ibu.

Penyebab eklampsia diduga akibat koagulopati, deposisi fibrin, dan vasospasme.

Gambaran radiologik menunjukkan edema cerebri dan lesi hemoragik terutama pada

hemisfer posterior, yang dikaitkan dengan gangguan penglihatan pada preeklampsia

(skotomata, pandangan kabur, kebutaan).7

6) Janin dan plasenta

Lesi utama pada plasenta berupa aterosis pada arteri desidua. Hal ini berhubungan

dengan adaptasi abnormal dari hubungan arteri spiralis dan sitotropoblast dan

mengakibatkan buruknya perfusi. Efek terhadap janin akibat buruknya perfusi berupa

oligohidramnion, intrauterine growth restriction, abrupsi plasenta, gawat janin, dan

kematian janin. 2

F. Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklamsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Preeklamsia dapat diklasifikasikan menjadi golongan ringan dan berat

yaitu:1,2

17

Page 18: Hellp Synd

1. Preeklamsia ringan (PER), bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah ≥140/90 mmHg, setelah 20 minggu kehamilan

Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr/24 jam atau kualitatif ≥ +1 dipstik

Edema generalisata, atau edema lokal pada lengan, muka, atau perut

2. Preeklamsia berat (PEB), bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:

a. Tekanan darah ≥160/110 mmHg

b. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +2 atau lebih

c. Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam

d. Kenaikan kadar kreatinin plasma

e. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, nyeri kepala, skotoma

f. Rasa nyeri di epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen

g. Hemolisis mikroangiopatik

h. Terdapat edema paru dan sianosis

i. Trombositopenia berat <100.000/mm3 atau penurunan trombosit yang cepat

j. Gangguan fungsi hati: peningkatan SGOT dan SGPT

k. Pertumbuhan janin terhambat

l. Sindroma HELLP

3. Jika terjadi tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya

kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia.

Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:1,2

a. PEB tanpa impending eclampsia

b. PEB dengan impending eclampsia

Impending eklampsia merupakan kumpulan gejala yang terjadi sebelum serangan

eklampsia. Disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan

seperti:1

-Nyeri epigastrium

- Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat)

- Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase

- Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik

- Trombositopenia < 100.000/mm3

- Munculnya komplikasi sindroma HELLP18

Page 19: Hellp Synd

G. Pencegahan

Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya pre eklampsia

pada wanita hamil yang mempunyai resiko terjadinya pre eklampsia.1,2

Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat

tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi

dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak,

karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.

Mengenal secara dini preeklamsi dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik

dan obat antihipertensi. Memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang

baik.1,2

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding preeklampsia berat yaitu :1,2,7

1. Hipertensi kronik

2. Hipertensi kronik dengan superimpose preeklamsi

3. Hipertensi gestasional

4. Eklamsi

5. Epilepsi

I. Penatalaksanaan Preeklampsia

Penanganan pada preeklampsia berat dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:7,9

1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.

2. Sikap terhadap kehamilannya.

1) Sikap Terhadap Penyakit7,8,9

a) Penderita preeklampsia berat harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan

tirah baring miring ke satu sisi.

b) Monitoring input dan output cairan:

dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin, oligouria terjadi jika

produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500cc dalam 24 jam.

c) Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak

kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung.

19

Page 20: Hellp Synd

d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

e) Pemberian obat anti kejang, yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah

magnesium sulfat (MgSO4)

Cara pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:

1. Loading dose: 4 gram MgSO4 intravena,(40% dalam 10cc) selama 15

menit.

2. Maintenance dose: diberikan infus dalam larutan Ringer/6 jam; atau

diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4

gram i.m. tiap 4-6 jam.

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4:9

- Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjdai intoksikasi yaitu kalsium

glukonas 10%=1 g (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit

- Refleks patella (+) kuat

- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit.

4. Magnesium sulfat dihentikan bila:

- Ada tanda-tanda intoksikasi

- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

5. Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:9

- Dosis terapeutik: 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl

- Hilangnya refleks tendon: 10 mEq/liter 12 mg/dl

- Terhentinya pernapasan: 15 mEq/liter 18mg/dl

- Terhentinya jantung: > 30 mEq/liter > 36 mg/dl

6. Diuretikum (furosemid) diberikan bila ada edema paru-paru

7. Pemberian antihipertensi, menurut Belfort, obat antihipertensi diberikan

bila tekanan darah ≥ 160/110 mmHg. Pilihan obat hipertensi terbaik berupa

methyldopa karena aman dalam jangka waktu lama pemberian bagi janin.

ACE inhibitor tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Beta bloker secara

umum aman diberikan meskipun dapat mengganggu pertumbuhan janin

ketika digunakan pada awal kehamilan terutama atenolol. Diuretik tiazid

dapat diberikan sepanjang penurunan volum darah dapat dihindari.7,8

Di indonesia, jenis obat antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine

dengan dosis awal : 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis

20

Page 21: Hellp Synd

maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual

karena efek vasodilatasi sangat cepat, jadi hanya boleh diberkan per oral.7,8

8. Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan

ibu. Diberikan pada kehamilan kurang dari 34 minggu pada ibu dengan

resiko tinggi terjadi persalinan dalam 7 hari ke depan. Pemberian

betamethasone (1x12mg selama 2 hari intramuskuler) atau dexamethasone

(2x6mg selama 2 hari intramuskuler) dapat dilakuakan.7,8

2) Sikap Terhadap Kehamilannya

Penanganan terhadap kehamilan pada PEB ditinjau dari umur kehamilan dan

perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan dibagi menjadi:7

a) Aktif: berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian

pengobatan medikamentosa.

b) Konservatif: berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian

pengobatan medikamentosa.

a) Perawatan aktif (sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri)

Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan ssatu/lebih keadaan di bawah ini:7

Ibu

Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan

umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklampsia ringan dan batasan umur

kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklampsia berat.

Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia.

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan

laboratorik memburuk.

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.

Janin

Adanya tanda-tanda fetal distress

Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)

NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal21

Page 22: Hellp Synd

Terjadinya oligohidramnion.

Laboratorium

Adanya tanda-tanda ”Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit

dengan cepat.

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasarkan

keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.11 Jika

servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin, jika servik belum matang

dapat dimatangkan dengan prostaglandin atau lakukan SC jika terdapat

indikasi SC.7

Penilaian vital score untuk menentukan saat yang optimal dilakukan

terminasi kehamilan dengan perhitungan sistem scoring, yaitu : 7

Vital Score Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4Tekanan darah Berat Sedang Ringan

Sistole ≥ 200 / < 100 140-200 100-140Diastole ≥ 110 / < 50 90-110 50-90

Nadi ≥ 120 100-120 80-100Temperatur ≥ 40 38,5-40 ≤ 38,5Pernafasan ≥ 40 / < 16 Irregular atau pola

pernafasan abnormal

29-40 16-28

Tingkat kesadaran GCS 3-4 GCS 5-7 GCS ≥ 8

Keterangan : 6

a. Total skor ≥ 10 : saat yang optimal untuk terminasi kehamilan.

b. Total skor < 10 : persalinan ditunda, bila selama 4 jam tidak ada

perbaikan maka persalinan perabdominam lebih diutamakan.

Cara terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan induksi persalinan

bila hasil kardiotokografi normal dan pelvic score ≥ 5, dan dengan seksio

sesarea bila syarat drip oksitosin tidak terpenuhi / ada kontraindikasi drip,

pasien belum inpartu dengan pelvic score < 5, 12 jam setelah dimulainya drip

oksitocin belum masuk fase aktif, dan hasil kardiotokografi abnormal.8

b) Perawatan konservatif

22

Page 23: Hellp Synd

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilann preterm ≤ 37 minggu

tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.

Diberikan pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada

pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif; sikap terhadap

kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sema seperti perawatan aktif,

kehamilan tidak diakhiri.7

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda

preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam

tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan

medikamentosa dan harus dideterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila

penderita kembali kegejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.8

J. Komplikasi Preeklampsia,

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang tersebut di

bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.5,7

1. Solusio Plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada preeklampsia. Di rumah sait Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5%

solusio plasenta disertai preeklampsia.

2. Hipofibrinogenemia

Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23 % hipofibrinogenemia.

3. Hemolisis

Penderita dengan preeklampsia berat kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis

yang dikenal karena ikterus.

4. Perdarahan Otak

komplikasi ini merupakann penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

5. Kelainan Mata

kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat

terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat

akan terjadinya apopleksia serebri.

6. Edema Paru-paru

Zuspan(1978) menemukan hanya satu penderitadari 69 kasus eklampsia, hal ini

disebabkan karena payah jantung.23

Page 24: Hellp Synd

7. Nekrosis Hati

8. Kelainan ginjal (anuria sampai gagal ginjal)

9. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin

10. Komplikasi lain (lidah tergigit dan trauma akibat kejang, DIC (disseminated

intravascular coagulation).8

K. Prognosis

Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu antara 9,8 – 20,5%,

sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2 – 48,9%. Kematian ini disebabkan

karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia

biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena

perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan

lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.2,6,7

3.2 Sindrom HELLP

A. Definisi

Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver enzymes

and Low Platelet counts, pertama kali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada

penderita PEB. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita

PEB dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar

enzim hepar dan trombositopeni. 10

B. Insiden

Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Hal ini

disebabkan karena onset sindroma ini sulit di duga, gambaran klinisnya sangat bervariasi

dan perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar antara 2 – 12%

dari pasien dengan PEB, dan berkisar 0,2 – 0, 6% dari seluruh kehamilan.8,10

C. Patogenesis

Karena sindroma HELLP adalah merupakan bagian dari pre eklampsia, maka

etiopatogenesisnya sama dengan pre eklampsia. Sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti patogenesis pre eklampsia atau sindroma HELLP.10

24

Page 25: Hellp Synd

Ada perbedaan yang nyata antara kehamilan normal dan pre eklampsia, yaitu pada

tekanan darah pada trimester II (kehamilan normal) menurun, sedangkan kadar plasma

renin, angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Lain halnya pada pre

eklampsia, tekanan darah pada trimester II meningkat, sedangkan kadar plasma renin,

angiotensin II dan prostasiklin menurun. Beberapa ahli menitikberatkan pada gangguan

fungsi endotel atau trofoblast dan teori ini dikenal dengan teori kerusakan endotel.10

D. Klasifikasi

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, Martin mengelompokkan penderita

sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu : 8,10

- Kelas I : jumlah platelet ≤ 50.000/mm3

- Kelas II : jumlah platelet 50.000 – 100.000/mm3

- Kelas III : jumlah platelet 100.000 – 150.000/mm3

Menurut Audibert dkk. (1996), dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya dijumpai

satu atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H), elevate liver

enzymes (EL) dan low platelets (LP); dan dikatakan sindroma HELLP murni jika dijumpai

perubahan pada ketiga parameter tersebut.10

E. Gambaran Klinis

Gejala klinis sindroma HELLP merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem

vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala sindroma HELLP

memberi gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadang-

kadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di epigastrium kanan atas.8,10

Karena gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis, sehingga

ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu

dari gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan

enzim hepar serta tekanan darah ibu.10

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan karena diagnosis

ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium, walaupun sampai saat ini belum ada batasan

yang tegas tentang nilai batas untuk masing-masing parameter.8,10

1. Hemolisis

25

Page 26: Hellp Synd

Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan gambaran yang

spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas dalam sistem retikulo endothelial

akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya

hemolisis. Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan

mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya eritrosit imatur.

2. Peningkatan kadar enzim hepar

Serum aminotransferase yaitu aspartat aminotransferase (SGOT) dan glutamat piruvat

transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar. Pada pre eklampsia, SGOT

dan SGPT meningkat 1/5 kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT.

Pada sindroma HELLP peningkatan SGOT lebih tinggi dari SGPT terutama pada fase

akut dan progresivitas sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPT dapat juga

merupakan tanda terjadinya ruptur hepar.

Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggungjawab terhadap

proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH yang meningkat menggambarkan

terjadinya kerusakan sel hepar. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan

kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.

3. Jumlah platelet yang rendah

Kadar platelet dapat bervariasi dan nilainya menjadi acuan untuk dikelompokkan

dalam kelas yang berbeda.

G. Diagnosis

Kriteria diagnosis sindroma HELLP menurut Sibai adalah sebagai berikut: 10

1. Hemolisis

- Schistiosit pada apusan darah

- Bilirubin ≥ 1,2 mg/dl

- Haptoglobin plasma tidak ada

2. Peningkatan enzim hepar

- SGOT > 72 IU/L

- LDH > 600 IU/L

3. Jumlah trombosit rendah

26

Page 27: Hellp Synd

- Trombosit < 100.000/mm3

H. Penatalaksanaan

Mengingat kejadian sindroma HELLP pada kehamilan muda, maka terdapat

kontroversi pada penanganan sindroma HELLP. Prioritas utama adalah menstabilkan

kondisi ibu terutama jika terjadi gangguan pembekuan darah. Tahap berikutnya adalah

melihat kesejahteraan janin, kemudian keputusan segera apakah ada indikasi untuk

dilahirkan atau tidak.10

Sebagian setuju untuk melakukan perawatan secara konservatif sampai kematangan

paru janin tercapai dalam upaya meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan. Sebagian

lainnya melakukan tindakan agresif untuk melakukan terminasi secepatnya apabila

gangguan fungsi hati dan koagulasi diketahui. Beberapa peneliti menganjurkan terminasi

kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya

risiko maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Namun

semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi yang

definitif.10

Penanganan pertama sesuai dengan penanganan PEB. Kemudian dilakukan evaluasi

dan koreksi kelainan faktor-faktor pembekuan.10

Untuk perawatan konservatif dianjurkan tirah baring total dengan infus plasma albumin

5–25%. Tujuannya untuk menurunkan hemokonsentrasi, peningkatan jumlah trombosit

dan pengurangan beberapa gejala toksemia. Jika cervix memadai dapat dilakukan induksi

oksitosin drip pada usia kehamilan ≥ 32 minggu. Apabila keadaan cervix kurang memadai,

dilakukan elektif seksio Caesar. Apabila jumlah trombosit < 50.000/mm3 dilakukan

tranfusi trombosit.10

I. Prognosis

Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19-27% untuk mendapat risiko

sindrom ini pada kehamilan berikutnya dan mempunyai risiko sampai 43% untuk

mendapat pre eklampsia pada kehamilan berikutnya. Angka morbiditas dan mortalitas

pada bayi tergantung dari keparahan penyakit ibu. Anak yang menderita sindroma HELLP

mengalami perkembangan yang terhambat (IUGR) dan sindroma kegagalan napas.10

27

Page 28: Hellp Synd

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

A. Anamnesis

Teori Kasus

Keluhan subyektif:

- Perdarahan

- Nyeri kepala

- Pandangan kabur

Keluhan perdarahan pada gusi bagian kanan dirasakan sejak 2 hr SMRS. Sakit kepala dialami sejak 1 minggu sebelum MRS. Sakit kepala terutama dirasakan secara hilang timbul dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Pasien

28

Page 29: Hellp Synd

juga mengeluh pandangan kabur.

B. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Teori Kasus

a. Tekanan darah ≥160/110 mmHg

b. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau

kualitatif +2 atau lebih

c. Oligouria, yaitu jumlah urin kurang

dari 500 cc per 24 jam

d. Kenaikan kadar kreatinin plasma

e. Hemolisis mikroangiopatik

f. Terdapat edema paru dan sianosis

g. Trombositopeniaberat

<100.000/mm3 atau penurunan

trombosit yang cepat

h. Gangguan fungsi hati: peningkatan

SGOT dan SGPT

i. Pertumbuhan janin terhambat

j. Sindroma HELLP

Tekanan darah : 210/150 mmHg

Darah Lengkap

Leukosit:12.300 / mm3

Hemoglobin:14,3 gr %

Hematokrit:41,7 %

Trombosit:212.000 / mm3

Kimia Darah Lengkap (tdk diperiksa)

SGOT : i.u

SGPT : i.u

Bilirubin Total : mg/dl

Bilirubin Direct : mg/dl

Bilirubin Indirect : mg/dl

Albumin : mg/dl

Protein Total : mg/dl

Urine Lengkap

Protein : +3

Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dilakukan untuk

menentukan diagnosis dari penyakit pasien. Pasien ini memiliki beberapa macam

diagnosis. Yang pertama, pasien ini di diagnosis Preeklamsia beratini didapatkan

berdasarkan anamnesis bahwa pasien mengalami nyeri kepala, pandangan kabur, dan nyeri

epigastrium, selain itu pasien juga tidak memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah saat MRS yakni 210/150 mmHg

dan edema pada kedua ekstremitas inferior tidak ada. Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan proteinuria +3,Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang lagi ditemukan

kadar SGOT dan SGPT yang meningkat dan trombositopenia. Hal ini mengarahkan pada

diagnosis HELLP syndrome, sehingga pasien ini kemudian didiagnosis Pre eklamsia berat

+ HELLP syndrome. Diagnosis ini sesuai dengan literature, pada preeklamsia berat

29

Page 30: Hellp Synd

didapatkan Tekanan darah ≥160/110 mmHg, Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +2

atau lebih, Trombositopenia berat <100.000/mm3 atau penurunan trombosit yang cepat,

Gangguan fungsi hati: peningkatan SGOT dan SGPT dan Sindroma HELLP.

Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar

oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklamsia

permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena

penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial dan penurunan tekanan

onkotik plasma akibat hipoalbuminemia. Pada preeklamsia dijumpai kadar aldosteron

yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron

penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.

Pada preeklamsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran darah

kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau

mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal

menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi

garam dan juga retensi air.

30

Page 31: Hellp Synd

1.2 Penatalaksanaan

Teori Kasus

- Rawat inap di rumah sakit

- Monitoring input dan output cairan

- Diberikan antasida untuk

menetralisir asam lambung

- Diet cukup protein, rendah

karbohidrat, lemak, dan garam.

- Pemberian obat anti kejang yaitu

magnesium sulfat (MgSO4)

- Diuretikum (furosemid) diberikan

bila ada edema paru-paru

- Anti hipertensi: nifedipine dengan

dosis 10-20 mg per oral, diulangi 30

menit bila perlu. Dosis maksimum

120 mg per 24 jam.

- Pemberian betamethasone pada

kehamilan kurang dari 34 minggu

- Perawatan Aktif dengan terminasi

kehamilan jika ada indikasi

Terapi dari IGD:

- Bolus MgSO4 40% 10cc i.v

- Drip MgSO4 40% 15 cc dalam

D5% 20 tetes/menit

- monitoring urine output

Terapi dr.Sp.OG:

- MgSO4 konservatif 24 jam

- Nifedipin 5mg tablet s.l

- Nifedipin 4x10 mg tablet p.o

- Injeksi Dexamethasone 3x2 amp i.v

- Injeksi Cefotaxime 3x1 ampul i.v

Terapi dr.Sp.JP:

- Catapres 0,15 mg dalam RL 500 cc

(16 tpm)

- Amlodipine 10 mg 1-0-0 tablet p.o

- Bisoprolol 5 mg 0-0-1 tablet p.o

Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat dimana pasien diberikan terapi

antikonvulsan untuk mencegah terjadinya eklamsia. Terapi antikonvulsan menggunakan

MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dan MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan D5% (drip 20

tetes/menit) dalam kasus ini terbukti efektif dalam mencegah terjadinya kejang pada

penderita. Pemberian nifedipin 4 x 10 mg per oral sebagai antihipertensi lini pertama juga

efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah pasien segera turun

secara bertahap dan berada dalam keadaan normotensi (tekanan darah normal) setelah 4

hari post partum. Pemberian MgSO4 bertujuan untuk mencegah kejang dan menurunkan

tekanan darah. Pencegahan terhadap kejang melalui interaksi dengan reseptor N-methyl-

D-Aspartate pada sistem saraf pusat dan vasodilatasi arteriol sistem saraf pusat sehingga

berperan sebagai neuroprotektif. Efek penurunan tekanan darah berhubungan

31

Page 32: Hellp Synd

dengankemampuan magnesium dalam mempengaruhi Na/K ATPase, kanal natrium, kanal

kalium, dan kanal kalsium. Magnesium juga memiliki efek sebagai relaksan uterus.

Nifedipin termasuk jenis penghambat kanal kalsium bekerja menurunkan tekanan darah

dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos arteri sehingga

menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Sedangkan bisoprolol

merupakan golongan beta blocker yang dapat mengurangi frekuensi denyut jantung,

meningkatkan waktu pemulihan sinus node, memperpanjang periode refrakter AV node

dan dengan stimulasi atrial yang cepat, memperpanjang konduksi AV nodal.

Pasien ini pada akhirnya dilakukan Sectio Caesarea karena dalam 24 jam tidak ada

perbaikan yang berarti pada pasien ini dan timbul komplikasi dari PEB yang berupa

Sindrom HELLP dan Impending Eklampsia, maka sesuai dengan alur penatalaksanaan

kehamilan pasien harus segera diterminasi. Setelah kehamilan diterminasi keadaan pasien

ini membaik, dan tekanan darah juga mulai sedikit menurun, dan gejala klinis PEB sendiri

sudah berkurang sehingga prognosa bagi pasien ini adalah dubia ad bonam. Pemilihan

manajemen aktif berupa terminasi kehamilan pada pasien ini juga sudah tepat dan sesuai

indikasi.

1.3 Prognosis

Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan

yang telah didapatkan adalah :

1. Vitam : bonam

2. Fungsionam : bonam

3. Xanansionam : bonam

32

Page 33: Hellp Synd

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pasien Ny.N, 33 tahun, datang dengan keluhan sakit kepala, pandangan kabur,

dan nyeri epigastrium. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang ditegakkan diagnosis pasien ini yaitu G4P3A0 gravid 27 minggu + Tunggal

hidup +letak kepala + belum inpartu + Preeklamsia berat + HELLP syndrome +

Impending Eklampsia.Diputuskan untuk dilakukan terminasi kehamilan dengan

seksio sesar.

Secara umum, alur penatalaksanaansudah tepat dan sesuai dengan literatur yang

ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan

yang telah didapatkan adalah bonam.

5.2 Saran

Agar diagnosis pada pasien ditegakkan secara baik lewat anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang cermat maupun lewat pemeriksaan penunjang. Sehingga

keputusan untuk penatalaksanaan yang tepat kedepannya sesuai dengan diagnosis

yang tepat pula. Sebaiknya pasien yang ingin hamil, harus benar-benar melakukan

konseling pra konsepsi yang baik menyangkut kehamilannya. Konsultasi yang baik

kepada dokter berguna untuk mendeteksi adanya penyakit pada ibu hamil. Pasien ini

juga disarankan untuk mengikuti program KB, mengingat pasien berusia 33 tahun,

memiliki 3 anak, dan adanya riwayat hipertensi kehamilan maka KB yang cocok

adalah Metode Operasi Wanita (MOW).

33

Page 34: Hellp Synd

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K. J. Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan, Dalam : profitasari, Hartanto H, Suyono YJ, Editors. Obstetri Williams volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC.2006:624-24

2. Saifuddin AB. Kematian ibu dan perinatal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Editor.Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: 53-54.

3. Mochtar R. Toxemia Gravidarum Dalam Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi – Obstetri Patologi. Jilid 1. Jakarta : EGC.1998: 198- 204

4. Surjadi, M.L. Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam UrinAntara Penderita Preeklamsia dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri DanGinekologi Indonesia,volume. 23, Jakarta: 1999: 23-26.

5. Rambulangi, J. penanganan Pendahuluan prarujukan penderita Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Majalah Cermin Dunia Kedokteran , 2003 : 139

6. Angsar, D. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Editor. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009: 530-59.

7. Wibowo B, Wiknojosasto GH. PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Editor.Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: 278.

8. Rijanto Agung. Tinjauan Kepustakaan : Sindroma HELLP. Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya. 1995.

9. SMF kebidanan dan penyakit kandungan. Eklampsia, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD AW Sjahranie Samarinda, edisi VI. 2006 : 40-44.

10. Haryono Roeshadi. Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya. 2004.

34