hellp synd
DESCRIPTION
obsgynTRANSCRIPT
SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Tutorial Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Kehamilan Imature denganPreeklamsia berat danHELLP syndrome
Disusun Oleh :
Izhary Nur Yahman 05.48847.00248.09
Kristanti Andarini 0808015042
Gina Magda Riana 0808015021
Dessy Vinoricka Andriyana 0808015022
Konsulen :
dr. Erwin Ginting, Sp.OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF/lab Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................. 1
Daftar Isi ..................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1...........................................................................................................Latar Belakang
..........................................................................................................4
1.2...........................................................................................................Tujuan 5
BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1.Preeklamsia
A. Definisi.................................................................................................... 17
B. Epidemiologi........................................................................................... 17
C. Faktor Resiko ......................................................................................... 18
D. Etiologi.................................................................................................... 18
E. Patofisiologi ............................................................................................ 20
F. Diagnosis ................................................................................................ 21
G. Pencegahan.............................................................................................. 22
H. Diagnosis banding................................................................................... 22
I. Penatalaksanaan ....................................................................................... 22
J. Komplikasi............................................................................................... 26
K. Prognosis................................................................................................. 27
3.2. Sindroma HELLP
A. Definisi.................................................................................................... 27
B. Insiden .................................................................................................... 28
C. Patogenesis.............................................................................................. 28
D. Klasifikasi .............................................................................................. 28
E. Gambaran klinis....................................................................................... 28
F.Pemeriksaan penunjang............................................................................ 29
G. Diagnosis................................................................................................. 30
H. Penatalaksanaan...................................................................................... 30
I. Prognosis................................................................................................... 31
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Diagnosis .............................................................................................. 32
4.2. Penatalaksanaan ................................................................................... 34
4.3. Prognosis .............................................................................................. 35
4.3. Kontrasepsi ........................................................................................... 35
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 36
5.2. Saran ..................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah hal yang sering ditemukan selama kehamilan.
Sekitar 10% perempuan pernah mengalami peningkatan tekanan darah pada satu waktu
sebelum persalinan. Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu di samping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan
angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi.Kelainan tekanan darah tinggi dalam
kehamilan terdiri dari beberapa spektrum, salah satunya adalah preeklampsia dan eklampsia.1
Di Indonesia, pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian
perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan
sebagai penyebab kematian maternal utama.1 Insidens preeklampsia bervariasi menurut
berbagai sumber, ada yang menyebut sekitar 6-8% dari seluruh kehamilan, 10% sampai 14%
pada primigravida dan 5,7% sampai 7,3% pada multigravida.2 Data eklampsia dan
preeklampsia di Indonesia belum terekam baik dan laporan berbagai pusat kesehatan masih
bervariasi. Data Denpasar pada tahun 1996 sampai 2000 ditemukan 35,42% dari 48 kematian
ibu disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia.3
Mortalitas maternal pada preeklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari
preeklampsia dan eklampsianya seperti: syndrom Hellp, solusio plasenta,
hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan
oedema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia
disebabkan asfiksia intra uterin, prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin.4
Penelitian di Indonesia menyatakan bahwa eklampsia, disamping perdarahan dan infeksi,
masih merupakan sebab kematian ibu, dan merupakan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Oleh karena itu, diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan dari
eklampsia beserta penanganannya perlu untuk diketahui oleh tenaga kesehatan yang
berhubungan dengan ibu hamil termasuk dokter umum agar terjadi penurunan angka
kematian ibu dan anak.4
B. Tujuan
Tujuan pembuatan dari case report ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahuitentang preeklampsi dan Hellp syndrom termasuk definisi,
patofisiologi, diagnosis,penatalaksanaan, dan prognosis.
2. Mendapatkan keterampilan dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan mengerti
tentang pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penegakan diagnosis preeklampsi
dan Hellp syndrom
3. Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan teori berdasarkan
literatur mengenai Preeklamsia dan Hellp syndrom.
BAB 2
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 April 2013 pukul 12.15
WITA di ruang Nifas Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 32tahun
Alamat : Jln. P.M. Noor Samarinda
Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT)
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Suku : Jawa
Agama : Islam
Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada 28
Maret 2013 pukul 00.15 WITA dengan diagnosis G4P2A0 gravid 27-28 minggu+ tunggal hidup+
presentasi kepala + belum inpartu + PEB
Identitas Suami
Nama : Tn. AM
Usia : 37tahun
Alamat : Jln. P.M Noor Samarinda
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Suku : Jawa
Agama : Islam
Keluhan Utama
Perdarahan pada gusi dan perdarahan keluar melalui jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh gusi sebelah kanan berdarah sejak + 20 jam SMRS. 1 hari sebelumnya,
pasien mengaku telah datang kerumah sakit dengan keluhan yang sama, kemudian pasien pulang
paksa. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan sakit kepala. Sakit kepala dialami sejak
1 minggu SMRS. Sakit kepala terutama dirasakan secara hilang timbul dan tidak berhubungan
dengan aktivitas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelum masa kehamilan. Tepatnya sejak berumur 20
tahun.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus maupun asma. Namun ada yang
memiliki riwayat hipertensi, yaitu ibu pasien.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 30 hari / teratur
Lama haid : 7 hari
Jumlah darah haid : lebih dari 3 kali ganti pembalut
Hari pertama haid terakhir : 22- 08-2012
Taksiran persalinan : 29- 05-2013
Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 16 tahun dengan lama pernikahan selama
15 tahun.
Riwayat Obstetrik
No Tahun
partus
Tempat
Partus
Umur
kehamilan
Jenis
Persalinan
Penolong
Persalinan
Penyulit JK/
BB
Keadaan
anak
Sekarang
1. 1999 Rumah Prematur Normal Dukun -
Laki-
laki/
BB??
Meninggal
2. 2000 Klinik Aterm Nomal Dokter -
Laki-
laki/
3000gr
Sehat
3. 2008Rumah
sakitPrematur Normal Bidan
IUFD,
HT- -
4.Hamil
ini
Antenatal Care (ANC)
Puskesmas setiap bulan.
Kontrasepsi
Tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
Antropometri : Berat badan (BB) : 55 kg, Tinggi badan (TB) : 159 cm.
Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 210/150 mmHg
Frekuensi nadi : 88 kali/menit
Frekuensi nafas : 26 kali/menit
Suhu : 36,9 ºC
Status Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks :
Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, linea (+), striae (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Superior : edema (-/-), akral hangat
Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)
Status Obstetrik dan Ginekologi
Inspeksi : membesar arah memanjang, linea (+).
Palpasi : Tinggi fundus uteri : 20 cm.
Leopold I : teraba bokong.
Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu.
Leopold III : teraba kepala.
Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul.
TBJ (Johnson) : (20-12) x 155 gram : 1240gram.
His : -
Auskultasi : Denyut jantung janin : 125 kali / menit
Vaginal toucher : tidak dilakukan
Diagnosis Kerja Sementara
G4P2A0 gravid 27-28 minggu+ tunggal hidup+ presentasi kepala + belum inpartu+ PEB Susp.
HELLP Syndrome
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (27 Maret 2013)
Leukosit : 12.300 / mm3
Hemoglobin : 14,3 gr %
Hematokrit : 41,7 %
Trombosit : 212.000 / mm3
Bleeding Time : 3 menit
Clotting Time : 10 menit
Kimia Darah
GDS : 126 mg/dl
HbsAg : -
112 : Non reaktif
Urin Lengkap
Berat Jenis : 1,015
Warna : Kuning
Kejernihan : Jernih
pH : 6,0
Protein : +3
Leukosit : 2 - 3
Eritrosit : 0 - 1
Laporan Operasi
Laporan Operasi Ny. S Mawar
31 tahun
Nama Ahli Bedah : dr. Sp.OG Nama Ahli Anastesi : dr. Sp.An Diagnosa Pre Operasi:
G4P2A0 gravid 27-28 minggu + Tunggal hidup + presentasi kepala + belum inpartu +
Preeklamsia berat + HELLP syndrome + HAP ec. Plasenta previa totalis
Diagnosa Post Operasi: P3A0 + IUGR + PEB + Plasenta previa totalis
Tgl 28-03-2013, pukul 01.20-02.00 WITA Macam Operasi : SC
Laporan Operasi Anastesi general, A dan Antiseptik pada lapangan operasi dan sekitarnya. Dilakukan incisi mediana pada dinding abdomen, dilakukan prosedur SCTP air ketuban jernih. Lahir bayi perempuan A/S 4/6, plasenta previa totalis (PPT), injeksi 2 ampul oksitosin Intra muskular, SBU dijahit jelujur 1 lapis, rongga abdomen ditutup lapis demi lapis, perdarahan selama operasi + 400cc.
Instruksi post op :
1. Observasi TTV, TFU, kontraksi uterus 15 menit sekali selama 2 jam pertama, setelahnya 4-6 jam.
2. Cek DL post op, transfuse PRC bila Hb < 7 gr/dl
3. Imobilisasi s/d 2 jam post op
4. Realimentasi dini, diet TKTP (diet putih telur)
Terapi Post Operasi:
1. Injeksi Cefotaxime 3x1 gram i.v
2. Injeksi Ketopain 3x1 ampul i.v
3. Injeksi Ranitidin 2x1 ampul i.v
4. Injeksi Dexamethasone 2x2 ampul selama 2 hari,
Selanjutnya dexamethasone 2x1 ampul selama 2 hari
5. IVFD MgSO4 drip 1 gr/jam
6. Gastrul 3 tablet per rectal
7. Nifedipin 4x10 mg tablet p.o
Follow Up
Tanggal/Jam Follow Up
28 Maret 201300.15
Menerima pasien dari IGD dan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik.Diagnosis: G4P2A0 gravid 27-28 minggu+ tunggal hidup+
presentasi kepala + belum inpartu+ PEB Susp. HELLP
Syndrome
00.20 Lapor dr. SpOG, advice: Drip MgSO4 sesuai protap Inj. Dexamethason 2 amp/iv. Siap darah PRC 1 unit Inj. Kalnex 500mg i.v. Nifedipin tab 10mg Persiapan SC
02.30 Post Op.Memasukan gastrula 3 tablet per rektalObs. TTV :TD= 180/60 mmHg; N = 82x/mnt; RR = 22x/mnt; T=36,5oC
02.45 TD= 210/100 mmHg; N = 80x/mnt; RR = 24x/mnt; T=36,8oCDiberikan nifedipin tab 10 mg p.o
03.00 TD= 190/100 mmHg; N = 82x/mnt; RR = 18x/mnt; T=36,8oC
03.15 TD= 180/100 mmHg; N = 84x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,3oC03.30 TD= 180/90 mmHg; N = 88x/mnt; RR = 22x/mnt; T=36,5oC03.45 TD= 190/80 mmHg; N = 84x/mnt; RR = 22x/mnt; T=36,5oC04.00 TD= 190/100 mmHg; N = 80x/mnt; RR = 24x/mnt; T=36,5oC04.15 TD= 180/90 mmHg; N = 86x/mnt; RR = 18x/mnt; T=36,8oC04.30 TD= 180/90 mmHg; N = 92x/mnt; RR = 20x/mnt; T=37,1oC08.30 TD= 180/100 mmHg; N = 84x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,5oC12.30 TD= 190/120 mmHg; N = 92x/mnt; RR = 24x/mnt; T=36,8oC16.30 TD= 190/120 mmHg; N = 88x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,5oC
Memberi Nifedipin 10 mg p.o. dan Amlodipin 10 mg p.o.
Follow Up di Ruang Nifas
Tanggal S O A P
28/3/2013 Nyeri pada luka post operasi (+)Flatus (-)ASI (-)
CM, TD = 200/130 mmHgN = 82 x/iRR = 18 x/iEdema - - - -
P4A0 post SC a/i PEB + HELLP syndrome + hari ke-0
- Inj. Cefotaxime 3x1 gr i.v- Inj. Ketopain 3x1 amp i.v- Inj.Ranitidin 2x1 amp i.v- Inj Dexamethasone 2x1 amp - Drip MgSO4 15 cc dalam
500 cc D5% 28 tpm s/d 24 jam post partum
- Gastrul 3 tab per rectal- Bisoprolol 5 mg tablet 0-0-1
(jika TD lebih dari 160/100)- Amlodipin 10 mg 1-0-0- Captopril 5 mg 3x1
30/3/2013 Nyeri pada luka post operasi (+)Pandangan kabur (+)
CM, TD = 210/100 mmHgN = 81 x/iRR = 18 x/iEdema - - - -
P4A0 post SC a/i PEB + HELLP syndrome + hari ke-1
- Inj. Cefotaxime 3x1 gr i.v- Inj. Ketopain 3x1 amp i.v- Inj.Ranitidin 2x1 amp i.v- Inj Dexamethasone 2x1 amp - Gastrul 3 tab per rectal- Bisoprolol 5 mg tablet 0-0-1
(jika TD lebih dari 160/100)- Amlodipin 10 mg 1-0-0- Captopril 5 mg 3x1- Cek Hb- Co/ ke bagian mata
01/3/2013 Nyeri pada luka post operasi (+) berkurang,Pandangan kabur (+), BAB (-) 5 hari, BAK (+), ASI sedikit
CM, TD = 140/90 mmHgN = 96 x/iRR = 20 x/iEdema - - - -
P4A0 post SC a/i PEB + HELLP syndrome + hari ke-IV
- Cefadroxil tab 2x1- SF tab 1x1- PCT 3x500mg- Bisoprolol 5 mg tablet 0-0-1
(jika TD lebih dari 160/100)- Amlodipin 10 mg 1-0-0- Captopril 5 mg 3x1- Cek DL
13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Preeklampsia
A. Definisi
Preeklamsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah dan proteinuria.1
Preeklamsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat
pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul ante, intra, dan postpartum. Dari
gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia
berat.2
Eklamsia didiagnosa bila pada wanita dengan kriteria klinispreeklamsia, timbul
kejang-kejang yang bukan disebabkan oleh penyakitneurologis lain seperti epilepsy.3
Eklamsiaadalah gejala preeklamsia berat disertai dengan kejang dan diikuti dengankoma.4
Menurut Wibowo dan Rachimhadi (2006)eklamsia timbul pada wanita hamil atau dalam
masa nifas dengan tanda-tandapreeklamsia. Pada wanita yang menderita eklamsia
timbulserangan kejang yang diikuti oleh koma.4
Preeklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yangtimbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri daritrias : hipertensi, proteinuria dan edema;
yang kadang-kadang disertaikonvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan
tanda-tandakelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya.4
B. Epidemiologi Preeklampsia
Survei pada dua rumah sakit pendidikan di Makassar, insiden preeklampsia –
eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil dengan rincian insiden
preeklampsia berat sebesar 2,61%, eklampsia 0,84%, dan angka kematian akibat keduanya
adalah 22,2%.6
14
C. Faktor Resiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklamsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklamsia. Faktor resiko tersebut antara lain:1,2,7
Riwayat preeklamsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklamsia atau riwayat
keluarga dengan preeklamsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia.
Primigravida. Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia.
Umur yang ekstrim. Perkembangan preeklamsia semakin meningkat pada umur
kehamilan pertama dankehamilan dengan umur yang ekstrim, seperti terlalu muda atau
terlalu tua.
Kegemukan atau obesitas.
Hiperplasentosis. Misalnya pada mola hidatidosa, kehamilan multipel, hidrops fetalis,
bayi besar.
Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklamsia. Penyakit tersebut meliputi
hipertensi kronik, diabetes melitus, penyakit ginjal, atau penyakit degeneratif seperti
reumatik arthritis atau lupus.
Jumlah Paritas. Surjadi, et al. (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel
pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada
ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada
usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
D. Etiologi Preeklampsia
Mekanisme terjadinya preeklampsia sekarang mulai dapat diketahui. Kerusakan utama
terjadi berhubungan dengan kegagalan invasi trofoblas fase kedua ke dalam desidua.
Biasanya trofoblas menginvasi seluruh kedalaman dari arteri spiralis pada minggu ke 22
gestasi. Hal ini menyebabkan penurunan resistensi perifer dan menurunkan tekanan darah.
Sebagai tambahan, trofoblas juga menghilangkan semua otot penutup dari arteri spiralis
sehingga aliran darah semakin banyak ke dalam ruang intervilli. Hal ini menjamin
tersedianya waktu yang cukup untuk terjadinya pertukaran nutrisi, oksigen, dan sisa
metabolisme bagi janin.7
15
Gambar 1. Invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis mengubahnya menjadi delta
sehingga meningkatkan aliran darah.7
Kegagalan invasi trofoblas fase keduamenyebabkan resistensi vaskuler tidak menurun.
Efek lainnya adalah penutup otot arteri spiralis tetap ada dimana otot ini sensitif terhadap
zat vasokonstriktor sirkulasi seperti angiotensin II. Sebagian besar perubahan hipertensif
berhubungan dengan hormonal dibandingkan sistem saraf simpatis. Pada arteri spiralis,
penurunan volume trofoblas menyebabkan ketidakseimbangan sistem prostasiklin
tromboksan. Produksi berlebih dari tromboksan menyebabkan vasospasme arteri spiralis
dan agregasi platelet. Rendahnya kadar prostasiklin menurunkan efek proteksi terhadap
angiotensin II.7
Gambar 2. Jalur terjadinya preeklampsia dan manifestasi klinisnya.1
E. Patofisiologi Preeklampsia
1) Kardiovaskuler
Terjadinya hipertensi pada preeklampsia berhubungan dengan vasospasme akibat
peningkatan reaktivitas vaskuler. Terjadinya hal ini diduga akibat gangguan dari
interaksi normal vasodilator (prostasiklin, oksida nitrit) dan vasokonstriktor
(tromboksan A2, endotelin).1,2
2) Hematologi
16
Abnormalitas hematologi paling umum adalah trombositopeni (trombosit <
100.000/mm3). Penyebab terjadinya trombositopeni masih belum jelas. Kelainan
hematologi lain yaitu sindrom HELLP.1
3) Renal
Vasospasme pada preeklampsia menyebabkan penurunan dari GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada kehamilan normal, GFR meningkat 50% dari nilai sebelum
hamil. Oleh karena itu, kadar kreatinin serum pada preeklampsia meningkat di atas
kadar normal ibu hamil (0,8 mg/dL). Pengawasan ketat produksi urin diperlukan pada
preeklampsia karena dapat timbul oliguria (produksi urin <500 cc/24 jam) akibat
insufisiensi renal. Efek dari insufisiensi renal dapat terjadi nekrosis tubular akut. Efek
lain preeklampsia pada ginjal adalah endoteliosis kapiler glomerolus dimana terjadi
pembangkakan sel endotel kapiler glomerolus dan sel mesangial.1
4) Hepatik
Kerusakan hepar pada eklampsia bervariasi dari peningkatan ringan dari kadar enzim
hepar sampai hematom subkapsular dan ruptur hepar. Lesi patologis hepar yang terjadi
berupa perdarahan periportal, lesi iskemik, dan deposisi fibrin.1,2
5) Sistem saraf pusat
Kejang eklampsia adalah masalah utama dan menjadi penyebab utama kematian ibu.
Penyebab eklampsia diduga akibat koagulopati, deposisi fibrin, dan vasospasme.
Gambaran radiologik menunjukkan edema cerebri dan lesi hemoragik terutama pada
hemisfer posterior, yang dikaitkan dengan gangguan penglihatan pada preeklampsia
(skotomata, pandangan kabur, kebutaan).7
6) Janin dan plasenta
Lesi utama pada plasenta berupa aterosis pada arteri desidua. Hal ini berhubungan
dengan adaptasi abnormal dari hubungan arteri spiralis dan sitotropoblast dan
mengakibatkan buruknya perfusi. Efek terhadap janin akibat buruknya perfusi berupa
oligohidramnion, intrauterine growth restriction, abrupsi plasenta, gawat janin, dan
kematian janin. 2
F. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklamsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Preeklamsia dapat diklasifikasikan menjadi golongan ringan dan berat
yaitu:1,2
17
1. Preeklamsia ringan (PER), bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah ≥140/90 mmHg, setelah 20 minggu kehamilan
Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr/24 jam atau kualitatif ≥ +1 dipstik
Edema generalisata, atau edema lokal pada lengan, muka, atau perut
2. Preeklamsia berat (PEB), bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a. Tekanan darah ≥160/110 mmHg
b. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +2 atau lebih
c. Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma
e. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, nyeri kepala, skotoma
f. Rasa nyeri di epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen
g. Hemolisis mikroangiopatik
h. Terdapat edema paru dan sianosis
i. Trombositopenia berat <100.000/mm3 atau penurunan trombosit yang cepat
j. Gangguan fungsi hati: peningkatan SGOT dan SGPT
k. Pertumbuhan janin terhambat
l. Sindroma HELLP
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya
kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia.
Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:1,2
a. PEB tanpa impending eclampsia
b. PEB dengan impending eclampsia
Impending eklampsia merupakan kumpulan gejala yang terjadi sebelum serangan
eklampsia. Disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan
seperti:1
-Nyeri epigastrium
- Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat)
- Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase
- Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik
- Trombositopenia < 100.000/mm3
- Munculnya komplikasi sindroma HELLP18
G. Pencegahan
Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya pre eklampsia
pada wanita hamil yang mempunyai resiko terjadinya pre eklampsia.1,2
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat
tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi
dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklamsi dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik
dan obat antihipertensi. Memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang
baik.1,2
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding preeklampsia berat yaitu :1,2,7
1. Hipertensi kronik
2. Hipertensi kronik dengan superimpose preeklamsi
3. Hipertensi gestasional
4. Eklamsi
5. Epilepsi
I. Penatalaksanaan Preeklampsia
Penanganan pada preeklampsia berat dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:7,9
1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.
2. Sikap terhadap kehamilannya.
1) Sikap Terhadap Penyakit7,8,9
a) Penderita preeklampsia berat harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan
tirah baring miring ke satu sisi.
b) Monitoring input dan output cairan:
dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin, oligouria terjadi jika
produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500cc dalam 24 jam.
c) Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung.
19
d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
e) Pemberian obat anti kejang, yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah
magnesium sulfat (MgSO4)
Cara pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:
1. Loading dose: 4 gram MgSO4 intravena,(40% dalam 10cc) selama 15
menit.
2. Maintenance dose: diberikan infus dalam larutan Ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram i.m. tiap 4-6 jam.
3. Syarat-syarat pemberian MgSO4:9
- Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjdai intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10%=1 g (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit.
4. Magnesium sulfat dihentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
5. Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:9
- Dosis terapeutik: 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya refleks tendon: 10 mEq/liter 12 mg/dl
- Terhentinya pernapasan: 15 mEq/liter 18mg/dl
- Terhentinya jantung: > 30 mEq/liter > 36 mg/dl
6. Diuretikum (furosemid) diberikan bila ada edema paru-paru
7. Pemberian antihipertensi, menurut Belfort, obat antihipertensi diberikan
bila tekanan darah ≥ 160/110 mmHg. Pilihan obat hipertensi terbaik berupa
methyldopa karena aman dalam jangka waktu lama pemberian bagi janin.
ACE inhibitor tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Beta bloker secara
umum aman diberikan meskipun dapat mengganggu pertumbuhan janin
ketika digunakan pada awal kehamilan terutama atenolol. Diuretik tiazid
dapat diberikan sepanjang penurunan volum darah dapat dihindari.7,8
Di indonesia, jenis obat antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine
dengan dosis awal : 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis
20
maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual
karena efek vasodilatasi sangat cepat, jadi hanya boleh diberkan per oral.7,8
8. Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan kurang dari 34 minggu pada ibu dengan
resiko tinggi terjadi persalinan dalam 7 hari ke depan. Pemberian
betamethasone (1x12mg selama 2 hari intramuskuler) atau dexamethasone
(2x6mg selama 2 hari intramuskuler) dapat dilakuakan.7,8
2) Sikap Terhadap Kehamilannya
Penanganan terhadap kehamilan pada PEB ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan dibagi menjadi:7
a) Aktif: berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
b) Konservatif: berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
a) Perawatan aktif (sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri)
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan ssatu/lebih keadaan di bawah ini:7
Ibu
Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan
umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklampsia ringan dan batasan umur
kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklampsia berat.
Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia.
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk.
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
Janin
Adanya tanda-tanda fetal distress
Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal21
Terjadinya oligohidramnion.
Laboratorium
Adanya tanda-tanda ”Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat.
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasarkan
keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.11 Jika
servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin, jika servik belum matang
dapat dimatangkan dengan prostaglandin atau lakukan SC jika terdapat
indikasi SC.7
Penilaian vital score untuk menentukan saat yang optimal dilakukan
terminasi kehamilan dengan perhitungan sistem scoring, yaitu : 7
Vital Score Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4Tekanan darah Berat Sedang Ringan
Sistole ≥ 200 / < 100 140-200 100-140Diastole ≥ 110 / < 50 90-110 50-90
Nadi ≥ 120 100-120 80-100Temperatur ≥ 40 38,5-40 ≤ 38,5Pernafasan ≥ 40 / < 16 Irregular atau pola
pernafasan abnormal
29-40 16-28
Tingkat kesadaran GCS 3-4 GCS 5-7 GCS ≥ 8
Keterangan : 6
a. Total skor ≥ 10 : saat yang optimal untuk terminasi kehamilan.
b. Total skor < 10 : persalinan ditunda, bila selama 4 jam tidak ada
perbaikan maka persalinan perabdominam lebih diutamakan.
Cara terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan induksi persalinan
bila hasil kardiotokografi normal dan pelvic score ≥ 5, dan dengan seksio
sesarea bila syarat drip oksitosin tidak terpenuhi / ada kontraindikasi drip,
pasien belum inpartu dengan pelvic score < 5, 12 jam setelah dimulainya drip
oksitocin belum masuk fase aktif, dan hasil kardiotokografi abnormal.8
b) Perawatan konservatif
22
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilann preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Diberikan pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif; sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sema seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri.7
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam
tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medikamentosa dan harus dideterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderita kembali kegejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.8
J. Komplikasi Preeklampsia,
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang tersebut di
bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.5,7
1. Solusio Plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada preeklampsia. Di rumah sait Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5%
solusio plasenta disertai preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23 % hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenal karena ikterus.
4. Perdarahan Otak
komplikasi ini merupakann penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan Mata
kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat
akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema Paru-paru
Zuspan(1978) menemukan hanya satu penderitadari 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.23
7. Nekrosis Hati
8. Kelainan ginjal (anuria sampai gagal ginjal)
9. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin
10. Komplikasi lain (lidah tergigit dan trauma akibat kejang, DIC (disseminated
intravascular coagulation).8
K. Prognosis
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu antara 9,8 – 20,5%,
sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2 – 48,9%. Kematian ini disebabkan
karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia
biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena
perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan
lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.2,6,7
3.2 Sindrom HELLP
A. Definisi
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver enzymes
and Low Platelet counts, pertama kali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada
penderita PEB. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita
PEB dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar
enzim hepar dan trombositopeni. 10
B. Insiden
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Hal ini
disebabkan karena onset sindroma ini sulit di duga, gambaran klinisnya sangat bervariasi
dan perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar antara 2 – 12%
dari pasien dengan PEB, dan berkisar 0,2 – 0, 6% dari seluruh kehamilan.8,10
C. Patogenesis
Karena sindroma HELLP adalah merupakan bagian dari pre eklampsia, maka
etiopatogenesisnya sama dengan pre eklampsia. Sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti patogenesis pre eklampsia atau sindroma HELLP.10
24
Ada perbedaan yang nyata antara kehamilan normal dan pre eklampsia, yaitu pada
tekanan darah pada trimester II (kehamilan normal) menurun, sedangkan kadar plasma
renin, angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Lain halnya pada pre
eklampsia, tekanan darah pada trimester II meningkat, sedangkan kadar plasma renin,
angiotensin II dan prostasiklin menurun. Beberapa ahli menitikberatkan pada gangguan
fungsi endotel atau trofoblast dan teori ini dikenal dengan teori kerusakan endotel.10
D. Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, Martin mengelompokkan penderita
sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu : 8,10
- Kelas I : jumlah platelet ≤ 50.000/mm3
- Kelas II : jumlah platelet 50.000 – 100.000/mm3
- Kelas III : jumlah platelet 100.000 – 150.000/mm3
Menurut Audibert dkk. (1996), dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya dijumpai
satu atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H), elevate liver
enzymes (EL) dan low platelets (LP); dan dikatakan sindroma HELLP murni jika dijumpai
perubahan pada ketiga parameter tersebut.10
E. Gambaran Klinis
Gejala klinis sindroma HELLP merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem
vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala sindroma HELLP
memberi gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadang-
kadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di epigastrium kanan atas.8,10
Karena gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis, sehingga
ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu
dari gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan
enzim hepar serta tekanan darah ibu.10
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan karena diagnosis
ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium, walaupun sampai saat ini belum ada batasan
yang tegas tentang nilai batas untuk masing-masing parameter.8,10
1. Hemolisis
25
Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan gambaran yang
spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas dalam sistem retikulo endothelial
akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya
hemolisis. Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan
mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya eritrosit imatur.
2. Peningkatan kadar enzim hepar
Serum aminotransferase yaitu aspartat aminotransferase (SGOT) dan glutamat piruvat
transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar. Pada pre eklampsia, SGOT
dan SGPT meningkat 1/5 kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT.
Pada sindroma HELLP peningkatan SGOT lebih tinggi dari SGPT terutama pada fase
akut dan progresivitas sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPT dapat juga
merupakan tanda terjadinya ruptur hepar.
Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggungjawab terhadap
proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH yang meningkat menggambarkan
terjadinya kerusakan sel hepar. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan
kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.
3. Jumlah platelet yang rendah
Kadar platelet dapat bervariasi dan nilainya menjadi acuan untuk dikelompokkan
dalam kelas yang berbeda.
G. Diagnosis
Kriteria diagnosis sindroma HELLP menurut Sibai adalah sebagai berikut: 10
1. Hemolisis
- Schistiosit pada apusan darah
- Bilirubin ≥ 1,2 mg/dl
- Haptoglobin plasma tidak ada
2. Peningkatan enzim hepar
- SGOT > 72 IU/L
- LDH > 600 IU/L
3. Jumlah trombosit rendah
26
- Trombosit < 100.000/mm3
H. Penatalaksanaan
Mengingat kejadian sindroma HELLP pada kehamilan muda, maka terdapat
kontroversi pada penanganan sindroma HELLP. Prioritas utama adalah menstabilkan
kondisi ibu terutama jika terjadi gangguan pembekuan darah. Tahap berikutnya adalah
melihat kesejahteraan janin, kemudian keputusan segera apakah ada indikasi untuk
dilahirkan atau tidak.10
Sebagian setuju untuk melakukan perawatan secara konservatif sampai kematangan
paru janin tercapai dalam upaya meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan. Sebagian
lainnya melakukan tindakan agresif untuk melakukan terminasi secepatnya apabila
gangguan fungsi hati dan koagulasi diketahui. Beberapa peneliti menganjurkan terminasi
kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya
risiko maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Namun
semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi yang
definitif.10
Penanganan pertama sesuai dengan penanganan PEB. Kemudian dilakukan evaluasi
dan koreksi kelainan faktor-faktor pembekuan.10
Untuk perawatan konservatif dianjurkan tirah baring total dengan infus plasma albumin
5–25%. Tujuannya untuk menurunkan hemokonsentrasi, peningkatan jumlah trombosit
dan pengurangan beberapa gejala toksemia. Jika cervix memadai dapat dilakukan induksi
oksitosin drip pada usia kehamilan ≥ 32 minggu. Apabila keadaan cervix kurang memadai,
dilakukan elektif seksio Caesar. Apabila jumlah trombosit < 50.000/mm3 dilakukan
tranfusi trombosit.10
I. Prognosis
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19-27% untuk mendapat risiko
sindrom ini pada kehamilan berikutnya dan mempunyai risiko sampai 43% untuk
mendapat pre eklampsia pada kehamilan berikutnya. Angka morbiditas dan mortalitas
pada bayi tergantung dari keparahan penyakit ibu. Anak yang menderita sindroma HELLP
mengalami perkembangan yang terhambat (IUGR) dan sindroma kegagalan napas.10
27
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
A. Anamnesis
Teori Kasus
Keluhan subyektif:
- Perdarahan
- Nyeri kepala
- Pandangan kabur
Keluhan perdarahan pada gusi bagian kanan dirasakan sejak 2 hr SMRS. Sakit kepala dialami sejak 1 minggu sebelum MRS. Sakit kepala terutama dirasakan secara hilang timbul dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Pasien
28
juga mengeluh pandangan kabur.
B. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Teori Kasus
a. Tekanan darah ≥160/110 mmHg
b. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau
kualitatif +2 atau lebih
c. Oligouria, yaitu jumlah urin kurang
dari 500 cc per 24 jam
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma
e. Hemolisis mikroangiopatik
f. Terdapat edema paru dan sianosis
g. Trombositopeniaberat
<100.000/mm3 atau penurunan
trombosit yang cepat
h. Gangguan fungsi hati: peningkatan
SGOT dan SGPT
i. Pertumbuhan janin terhambat
j. Sindroma HELLP
Tekanan darah : 210/150 mmHg
Darah Lengkap
Leukosit:12.300 / mm3
Hemoglobin:14,3 gr %
Hematokrit:41,7 %
Trombosit:212.000 / mm3
Kimia Darah Lengkap (tdk diperiksa)
SGOT : i.u
SGPT : i.u
Bilirubin Total : mg/dl
Bilirubin Direct : mg/dl
Bilirubin Indirect : mg/dl
Albumin : mg/dl
Protein Total : mg/dl
Urine Lengkap
Protein : +3
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
menentukan diagnosis dari penyakit pasien. Pasien ini memiliki beberapa macam
diagnosis. Yang pertama, pasien ini di diagnosis Preeklamsia beratini didapatkan
berdasarkan anamnesis bahwa pasien mengalami nyeri kepala, pandangan kabur, dan nyeri
epigastrium, selain itu pasien juga tidak memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah saat MRS yakni 210/150 mmHg
dan edema pada kedua ekstremitas inferior tidak ada. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan proteinuria +3,Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang lagi ditemukan
kadar SGOT dan SGPT yang meningkat dan trombositopenia. Hal ini mengarahkan pada
diagnosis HELLP syndrome, sehingga pasien ini kemudian didiagnosis Pre eklamsia berat
+ HELLP syndrome. Diagnosis ini sesuai dengan literature, pada preeklamsia berat
29
didapatkan Tekanan darah ≥160/110 mmHg, Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +2
atau lebih, Trombositopenia berat <100.000/mm3 atau penurunan trombosit yang cepat,
Gangguan fungsi hati: peningkatan SGOT dan SGPT dan Sindroma HELLP.
Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklamsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena
penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial dan penurunan tekanan
onkotik plasma akibat hipoalbuminemia. Pada preeklamsia dijumpai kadar aldosteron
yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron
penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.
Pada preeklamsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran darah
kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau
mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi
garam dan juga retensi air.
30
1.2 Penatalaksanaan
Teori Kasus
- Rawat inap di rumah sakit
- Monitoring input dan output cairan
- Diberikan antasida untuk
menetralisir asam lambung
- Diet cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, dan garam.
- Pemberian obat anti kejang yaitu
magnesium sulfat (MgSO4)
- Diuretikum (furosemid) diberikan
bila ada edema paru-paru
- Anti hipertensi: nifedipine dengan
dosis 10-20 mg per oral, diulangi 30
menit bila perlu. Dosis maksimum
120 mg per 24 jam.
- Pemberian betamethasone pada
kehamilan kurang dari 34 minggu
- Perawatan Aktif dengan terminasi
kehamilan jika ada indikasi
Terapi dari IGD:
- Bolus MgSO4 40% 10cc i.v
- Drip MgSO4 40% 15 cc dalam
D5% 20 tetes/menit
- monitoring urine output
Terapi dr.Sp.OG:
- MgSO4 konservatif 24 jam
- Nifedipin 5mg tablet s.l
- Nifedipin 4x10 mg tablet p.o
- Injeksi Dexamethasone 3x2 amp i.v
- Injeksi Cefotaxime 3x1 ampul i.v
Terapi dr.Sp.JP:
- Catapres 0,15 mg dalam RL 500 cc
(16 tpm)
- Amlodipine 10 mg 1-0-0 tablet p.o
- Bisoprolol 5 mg 0-0-1 tablet p.o
Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat dimana pasien diberikan terapi
antikonvulsan untuk mencegah terjadinya eklamsia. Terapi antikonvulsan menggunakan
MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dan MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan D5% (drip 20
tetes/menit) dalam kasus ini terbukti efektif dalam mencegah terjadinya kejang pada
penderita. Pemberian nifedipin 4 x 10 mg per oral sebagai antihipertensi lini pertama juga
efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah pasien segera turun
secara bertahap dan berada dalam keadaan normotensi (tekanan darah normal) setelah 4
hari post partum. Pemberian MgSO4 bertujuan untuk mencegah kejang dan menurunkan
tekanan darah. Pencegahan terhadap kejang melalui interaksi dengan reseptor N-methyl-
D-Aspartate pada sistem saraf pusat dan vasodilatasi arteriol sistem saraf pusat sehingga
berperan sebagai neuroprotektif. Efek penurunan tekanan darah berhubungan
31
dengankemampuan magnesium dalam mempengaruhi Na/K ATPase, kanal natrium, kanal
kalium, dan kanal kalsium. Magnesium juga memiliki efek sebagai relaksan uterus.
Nifedipin termasuk jenis penghambat kanal kalsium bekerja menurunkan tekanan darah
dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos arteri sehingga
menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Sedangkan bisoprolol
merupakan golongan beta blocker yang dapat mengurangi frekuensi denyut jantung,
meningkatkan waktu pemulihan sinus node, memperpanjang periode refrakter AV node
dan dengan stimulasi atrial yang cepat, memperpanjang konduksi AV nodal.
Pasien ini pada akhirnya dilakukan Sectio Caesarea karena dalam 24 jam tidak ada
perbaikan yang berarti pada pasien ini dan timbul komplikasi dari PEB yang berupa
Sindrom HELLP dan Impending Eklampsia, maka sesuai dengan alur penatalaksanaan
kehamilan pasien harus segera diterminasi. Setelah kehamilan diterminasi keadaan pasien
ini membaik, dan tekanan darah juga mulai sedikit menurun, dan gejala klinis PEB sendiri
sudah berkurang sehingga prognosa bagi pasien ini adalah dubia ad bonam. Pemilihan
manajemen aktif berupa terminasi kehamilan pada pasien ini juga sudah tepat dan sesuai
indikasi.
1.3 Prognosis
Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan
yang telah didapatkan adalah :
1. Vitam : bonam
2. Fungsionam : bonam
3. Xanansionam : bonam
32
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien Ny.N, 33 tahun, datang dengan keluhan sakit kepala, pandangan kabur,
dan nyeri epigastrium. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang ditegakkan diagnosis pasien ini yaitu G4P3A0 gravid 27 minggu + Tunggal
hidup +letak kepala + belum inpartu + Preeklamsia berat + HELLP syndrome +
Impending Eklampsia.Diputuskan untuk dilakukan terminasi kehamilan dengan
seksio sesar.
Secara umum, alur penatalaksanaansudah tepat dan sesuai dengan literatur yang
ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan
yang telah didapatkan adalah bonam.
5.2 Saran
Agar diagnosis pada pasien ditegakkan secara baik lewat anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat maupun lewat pemeriksaan penunjang. Sehingga
keputusan untuk penatalaksanaan yang tepat kedepannya sesuai dengan diagnosis
yang tepat pula. Sebaiknya pasien yang ingin hamil, harus benar-benar melakukan
konseling pra konsepsi yang baik menyangkut kehamilannya. Konsultasi yang baik
kepada dokter berguna untuk mendeteksi adanya penyakit pada ibu hamil. Pasien ini
juga disarankan untuk mengikuti program KB, mengingat pasien berusia 33 tahun,
memiliki 3 anak, dan adanya riwayat hipertensi kehamilan maka KB yang cocok
adalah Metode Operasi Wanita (MOW).
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K. J. Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan, Dalam : profitasari, Hartanto H, Suyono YJ, Editors. Obstetri Williams volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC.2006:624-24
2. Saifuddin AB. Kematian ibu dan perinatal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Editor.Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: 53-54.
3. Mochtar R. Toxemia Gravidarum Dalam Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi – Obstetri Patologi. Jilid 1. Jakarta : EGC.1998: 198- 204
4. Surjadi, M.L. Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam UrinAntara Penderita Preeklamsia dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri DanGinekologi Indonesia,volume. 23, Jakarta: 1999: 23-26.
5. Rambulangi, J. penanganan Pendahuluan prarujukan penderita Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Majalah Cermin Dunia Kedokteran , 2003 : 139
6. Angsar, D. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Editor. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009: 530-59.
7. Wibowo B, Wiknojosasto GH. PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Editor.Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: 278.
8. Rijanto Agung. Tinjauan Kepustakaan : Sindroma HELLP. Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya. 1995.
9. SMF kebidanan dan penyakit kandungan. Eklampsia, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD AW Sjahranie Samarinda, edisi VI. 2006 : 40-44.
10. Haryono Roeshadi. Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya. 2004.
34