hasil penelitian putusan hakim tahun 2009

201
MENEMUKAN SUBSTANSI DALAM KEADILAN PROSEDURAL Laporan Penelitian Putusan Kasus Pidana Pengadilan Negeri 2009 Komisi Yudisial

Upload: vominh

Post on 12-Jan-2017

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

i

MENEMUKAN SUBSTANSIDALAM

KEADILAN PROSEDURAL

Laporan PenelitianPutusan Kasus Pidana Pengadilan Negeri

2009Komisi Yudisial

Page 2: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

ii

Menemukan Substansi dalam Keadilan ProseduralISBN 978-979-18401-3-2

Penulis:Prof. Dr. Paulus Hadi Suprapto, S.H.

Dr. Surastini Fitriasih, S.H.,M.H.Dr. Shidarta, S.H., M.H.

Asisten:Dr. F.X. Joko Priyono, S.H., M.H.Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H.

Eddy Mulyadi, S.H., M.H.

Editor: Irma HidayanaDisain sampul & tata letak: Haris Nurfadhilah &

Dimensi Multi Karsa

Diterbitkan oleh:Komisi Yudisial Republik Indonesia

Jl. Kramat Raya No. 57, Jakarta PusatTelp. 021-3905876, Fax. 021-3906215, PO BOX 2685

email: [email protected]: www.komisiyudisial.go.id

2010atas dukungan National Legal Reform Program (NLRP)

Publikasi ini dapat digunakan, dikutip, dicetakulang/fotokopi,diterjemahkan atau disebarluaskan baik sebagian atau keseluruhan

secara penuh oleh organisasi nirlaba manapun dengan mengakui hakcipta dan tidak untuk diperjualbelikan

Page 3: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

iii

KATA PENGANTAR

Law in abstracto acap kali difahami sebagai hukumyang abstrak dan ideal. Yang abstrak dan ideal adalahdua hal yang memiliki sifat berbeda. Yang idealumumnya bersifat abstrak, namun tidak setiap yangabstrak adalah bersifat ideal. Undang-undang,bahkan hukum dalam bentuk the living law adalahhimpunan aturan dan jalinan nilai-nilai patokanmoral perilaku yang selalu mencerminkan sifat,kondisi dan mungkin kecenderungan sosial yangberpengaruh terhadap pembuat undang-undang.Kondisi, sifat dan tingkat peradaban warga suatubangsa, sangat mungkin tercermin di dalam suatuundang-undang. Bisa dikatakan, undang-undangadalah refleksi socio-cultural suatu masyarakat.Semakin proses pembentukan dan penguatanperadaban masyarakat mengalami kemajuan, sertadiikuti oleh kematangan pembuat undang-undang,maka sangat bisa jadi suatu undang-undang memikilikualitas substansi keadabannya.

Undang-undang dan hukum yang berkeadaban akanberhenti pada teks yang dan tidak memiliki wibawayuridis lagi ketika ia teralienasi dari aktivitasintelektualisme, antara lain penafsiran. Namun, ketika

Page 4: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

iv

ia ditafsirkan sekalipun, juga tetap saja akan berhentipada rangkaian teks yang ideal dan tekstual , tidakmemiliki roh dan pengaruh bagi agenda perubahan-perubahan sosial dan politik. Mengapa? Karenapenafsir, bukan semata pembaca apalagi penghambateks (skriptualis).Bukan pula mereka, sekalipunsarjana, hakim, lawyer, akademisi, namunberparadigma bahwa ilmu pengetahuan, dandemikian pula hukum dilihat sebagai pranata yangtidak disenyawakan (tidak dialogis) dengan problemkonteks sosial politik, ketidak-adilan dan problem-problem praxis kemanusiaan.

Ketika undang-undang dalam tataran teksnya,apalagi dalam implementasinya belum mampuberfungsi sebagai instrumen untuk melakukantransformasi politik dan hukum, maka sesungguhnyakita masih bisa berharap pada hakim. Hakim, bukansaja pemeriksa dan pemutus perkara, namun jugapenafsir atas fakta sosial, fakta hukum dalam suatukerangka nalar hukum dan ideologi hukum yangberpijak pada nilai-nilai kebajikan tertinggi (summumbonum=al khair).

Tafsir atas fakta sosial memerlukan ketajaman dan

Page 5: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

v

kedalaman pengetahuan terhadap berbagai dimensikonteks nilai-nilai yang mengitari fakta itu. Jugapandangan hidup masyarakat dan kondisi sosialbudayanya. Apa yang sesungguhnya menjadi faktorpenyebab munculnya suatu sengketa atau kasushukum sebagai fakta sosial. Bagaimana memaknaifakta sosial itu dan kemudian menariknya pada ranahpilihan undang-undang dan hukum, yurisprudensidan doktrin-doktrin hukum yang relevan untukmenilai fakta sosial. Seterusnya, bagaimanamengkonstruksikan semua langkah itu denganbantuan nalar hukum, intuisi dan kepekaan atas nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta membingkainyadengan konsep-konsep hukum menjadi suatuputusan yang bermartabat, putusan yangmerefleksikan marwah sang wakil Tuhan itu?

Sebagai ilustrasi, suatu penafsiran atas fakta kasuskorupsi, di antara kasus penting lainnya, terdapatbeberapa putusan yang mampu mengintegrasikantafsir hukum dengan unsur kepekaan sosial dan visisosial hakim, sehingga hukuman berat yangdiputuskannya kaya dengan argumentasi bersifatetis-yuridis-akademis. Namun sebaliknya untukkasus korupsi yang lain, misalnya mengenai salahsatu kasus korupsi BLBI dengan kerugian negara

Page 6: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

vi

sebesar Rp. 2 Trilliun, terdakwa dihukumberdasarkan putusan kasasi dengan hukuman: 1,6tahun dan putusan kasasi yang mengurangi jumlahhukuman 6 bulan untuk terdakwa Arthalita. Untukkedua kasus ini, adakah aktivitas intelektualismehakim untuk mensenyawakan antara tafsir (maknatersurat=eksoteris) dengan ta’wil (maknatersirat=esoteris).

Urgensi tentang upaya untuk menyisir danmenelusuri jejak konstruksi nalar hukum denganunsur penting pada hakim yakni kepekaan dan visisosial kemasyakatan menjadi agenda penting kedepan. Bukan saja dilihat dari kepentingan parajustitiabellen namun juga kepentingan masyarakatyang selama ini makin termarginalisasi hak-hak dasarsosial ekonomi budayanya akibat dampak luastindakan korupsi, illegal logging, pelanggaran HAMdan pelanggaran hukum lainnya.

Permasalahan dalam penelitian ini diangkat karenarasa keprihatinan kita mengingat masih terdapatsejumlah putusan yang layak untuk ditelaah dari sisi-sisi filsafati dan yuridisnya. Tujuannya, agar ke depanperadilan kita semakin tercerahkan melalui perilaku

Page 7: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

vii

hakim juga melalui putusan-putusannya yang didalamnya terdapat mahkota hakim. Secara simultan,dengan penelitian ini, masyarakat perguruan tinggi,terutama staf pengajar dapat memperoleh manfaatdari hasil penelitian ini sebagai amunisi akademisuntuk melakukan kritik ideologi hukum berikutperpustakaan dan metodologi transformasipengetahuan kepada mahasiswa untuk lebihmendinamisasi sivitas akademika lebih dialogdengan wajah praktik penerapan dan penegakanhukum di negeri berdasar prinsip the Rule of Law ini.

Telaah atas sejumlah putusan hakim denganpendekatan tematik ini, setelah dikerjakan dengantekun dan sinergi yang penuh antara Komisi Yudisialdengan jejaring kampus sebagai elemen jejaringKomisi Yudisial ini kemudian direspons denganpenuh antusiasme oleh National Legal ReformProgram (NLRP). Melalui diskusi yang menyehatkannalar dan intuisi hukum dengan Sebastiaan Pompetentang maksud, tujuan dan hasil riset putusan ini,dan kegunaannya bagi terwujudnya dialog akademisantara komunitas hakim dengan perguruan tinggi,maka Pak Bas bersedia membantu penerbitan bukuhasil riset ini. Beliau tahu persis keterbatasan

Page 8: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

viii

anggaran Komisi Yudisial. Kepada Pak Bas denganseluruh jajaran NLRP diucapkan terima kasih yangtak terperi.

Semoga bermanfaat

Jakarta, Oktober 2010Ketua Komisi Yudisial

Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum.

Page 9: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

ix

KATA PENGANTAR

Sydney Smith pernah menyatakan:"Nation Fall When Judges are Injust"

Alhamdulilah kita panjatkan puji syukur ke hadiratAllah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya,sehingga penelitian "Menemukan Substansi dalamKeadilan Prosedural" yang merupakan programKomisi Yudisial tahun 2009 ini dapat diselesaikan.Penelitian ini merupakan hasil kerjasama antaraKomisi Yudisial dengan jejaring peneliti KomisiYudisial yang terdiri dari berbagai Perguruan Tinggi.Pernyataan Sidney Smith mempunyai makna yangsangat penting bahwa hakim pada semua tingkatanmempunyai posisi sentral dalam proses peradilan.Dalam posisi sentral tersebut hakim diharapkandapat menegakkan hukum dan keadilan.

Penegakan hukum selalu dipahami dan diyakinisebagai aktivitas menerapkan norma-norma ataukaidah-kaidah hukum positif (ius constitutum)terhadap suatu peristiwa konkrit. Penegakan hukumbekerja seperti model mesin otomatis, di manapekerjaan menegakkan hukum menjadi aktivitas

Page 10: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

x

subsumsi otomat. Fenomena penegakan hukumdalam kerangka perspektif normatif itu telah dikritiksebagai penegakan hukum yang buta atas realitas dimana hukum itu dibuat, hidup dan bekerja.1

Kebalikan dari pendekatan normatif adalahpendekatan sosiologis. Pendekatan ini memandanghukum dan penegakan hukum dari luar hukum,karena hukum berada dan menjadi bagian dari sistemsosial, dan sistem sosial itulah yang memberi arti danpengaruh terhadap hukum dan penegakan hukum.2

Penegakan hukum di ruang pengadilan dalamperspektif sosiologis hukum harus dilihat dalamkonteks sosial yang luas, tidak saja faktor hukumnya,faktor aparatur penegak hukumnya, faktor kulturalatau budaya masyarakat, sarana prasaranapendukung penegakan hukum itu, tetapi jugakonteks politik (hukum) di mana dan kapan aturanhukum positif itu dibuat dan dilaksanakan. Denganmemadukan analisis dari perspektif normatif dan

1 Amzulian Rifai, dkk, Wajah Hakim dalam putusan, PusatStudi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam In-donesia, Yogyakarta, hal 14.

2 Ibid, hal 17

Page 11: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xi

sosiologis hukum akan diperoleh gambaran yangkomprehensif mengenai kompleksitas masalahseputar proses dan putusan hakim di ruangpengadilan, yang notabene adalah ruang "social"3

(Amzulian Rifai dkk; 2010).

Komisi Yudisial lahir pada era reformasi yang diberiamanat oleh konstitusi untuk menjaga danmenegakkan kehormatan, keluhuran martabat sertaperilaku hakim. Reformasi yang bergulir sejak tahun1998 memberi harapan besar bagi seluruh rakyatIndonesia untuk melakukan perubahan danperbaikan di segala bidang termasuk bidang hukumdan peradilan.

Untuk mendukung tugas pokok Komisi Yudisialsebagaimana yang dikemukakan di atas, maka sejakberdirinya, Komisi Yudisial terus menerusmelakukan penelitian putusan hakim untukmengetahui karakteristik profesionalisme hakimdalam memeriksa dan memutus dalam perkarapidana dan perkara perdata. Penelitian ini dilakukanoleh Komisi Yudisial bekerjasama dengan 18 jejaringpeneliti Komisi Yudisial yang ada di daerah.

3 Ibid, hal 16

Page 12: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xii

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu parahakim dalam menemukan hukum (rechtsvinding),menafsirkan hukum (rechts interpretatie) dan akhirnyamembuat putusan (vonnis).

Hasil penelitian ini diharapkan pula bermanfaat bagiFakultas Hukum dan stakeholders lainnya berupa:penguatan tradisi riset di Perguruan Tinggi; memberikontribusi para hakim dalam membuat putusan;adanya dialektika antara Perguruan Tinggi danhakim; adanya kritik akademis terhadap putusanhakim; serta adanya simbiosis dunia peradilan dankampus.

Seiring dengan selesainya penelitian putusan hakimini perkenankan saya sebagai penanggungjawabpenelitian menyampaikan ucapan terima kasihkepada jejaring peneliti dan tim penulis.

Ucapan terimakasih yang sama juga saya sampaikankepada Rival Ahmad dan Rifqi Assegaf sebagaiindependent reader serta National Legal ReformProgram (NLRP) yang membantu penerbitan laporanini.

Page 13: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xiii

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagikomunitas dunia fakultas hukum dan stakeholders/mitra Komisi Yudisial dan para hakim di seluruhIndonesia.

Jakarta, Oktober 2010Penangungjawab Penelitian

Prof. Dr. H. Mustafa Abdullah, S.H.

Page 14: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xiv

Page 15: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xv

INTRODUCTIONSebastiaan Pompe

In Spring 2010 the Chairman of the JudicialCommission Dr. Busyro Muqoddas proposed that theJudicial Commission support an analysis of courtdecisions. This proposition eventually became thisbook. This book is a very good thing in itself, forwhich the authors and the Judicial Commission mustbe complimented. Also, the independent review teammust be commended for its very useful input on theoriginal manuscript. Yet the true significance of thisbook is not solely what it is, but what it aims toachieve. It is this aspect on which I would like tobriefly comment here.

One of the major struggles in past decades has beento make legal institutions in Indonesia moreaccountable to the general public. This strugglehistorically is largely driven by legal arguments, inthat the principal focus was to strengthen legalcertainty. Publication of court decisions was meantto serve the dual purpose of informing the legalcommunity on how the courts apply the law, andinstilling discipline in the way the courts apply thelaw. The struggle over past decades therefore was

Page 16: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xvi

principally focused on the courts, and principally onthe publication of court decisions.1

The publication of court decisions has come a longway. In the 1950s, the journal Hukum published whatwithout a doubt is the most remarkable set of courtdecisions series.2 The journal died withParliamentary Democracy in 1959, and publication ofcourt decisions did not resume until the brittle seriesYurisprudensi Indonesia in the 1970s, an obscurantistaffair which never amounted to anything much.3 Theprincipal reason why court decisions (as well as otherinstitutional data) were published in the 1950s andnot thereafter is political: Demokrasi Terpimpin (1959-1965) and Orde Baru (1967-1998) governments set outto weaken legal institutions, and killed data

1 Institutional accountability reaches further than just courtdecisions. It may be noted that in the 1950s legal institutionsin Indonesia issued annual reports with standard perfor-mance data (basic data on infrastructure, personnel andworkload), which stopped in the 1960s and never really re-covered. There are initiatives to address that, cf. StatistikLembaga Penegak Hukum Tahun 2007 (Jakarta: Pusat DataPeradilan 2010) and www.pusatdataperadilan.org

2 Hukum (1950-1959).3 Yurisprudensi Indonesia (1974-). The Varia Peradilan series

(1985 -) was marginally better. The qualitative difference be-tween Hukum and Yurisprudensi Indonesia could not bemore marked: Hukum aimed to shape the law, and includedstrong and well-argued decisions, often covering problemareas of the law. Yurisprudensi Indonesia was obscurantist,including cases of marginal import, often poorly argued.

Page 17: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xvii

publication with it since after all, paternalisticgovernment prefers loyalty over hard data (unless ofcourse those confirm its authority). The oneroushistory of non-publication of court decisions haspolitical roots.

For nearly forty years and until Reformasi thereforethere has been no meaningful publication of courtdecisions. As Guided Democracy and New Ordergovernments made legal institutions turned inward,courts themselves began to resist meaningfulpublication of court decisions. Courts developed adogma of sorts that publication of decisions (or publicaccess to decisions) was disallowed by law. Thisperverse argument was based on a deliberatemisreading of the old code of procedure (HIR), andhowever devoid of any deeper logic was maintainedby the Supreme Court for many decades to resistpublic access to all its decisions.

It must be recognized that even from within theSupreme Court there were attempts to change thissituation. Initial programs driving at a moresystematic publication of court decisions go backalmost thirty years.4 Yet these initial programs failed4 There was a first rate journal From the 1970s The dowdy

Yurisprudensi Indonesia series (which started in the 1970s)carried no authority whatsoever. The One of the first cred-ible programs for the publication of authoritative decisionswas in 1985 under Prof. Asikin Kusumaatmadja (and laterPurwoto Gandasubrata), supported by the Raad voorJuridische Samenwerking (1985-1992).

Page 18: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xviii

in the face of institutional ambivalence andmeaningful change came only with Reformasi. Animportant early breakthrough was the 1998 statutoryrequirement that public access to all decisions of thecommercial court had to be secured.5 Some years later,the Constitutional Court set a model of transparencyby real-time publication of its decisions (i.e. at themoment the decision is issued), often in bothIndonesian and English, on its website. It is a modelstill to be emulated by any of the regular courts. In2007, the Supreme Court issued the so-called SK 144,which mandated publication of court decisions.6 Andshortly thereafter, prompted in part by the large MCCdonor program, the Supreme Court put 10,000 of itsdecisions on the web, which now progressively hasgrown to about 16,000 decisions. The 1998 Law andSK 144 are critical in that they debunked the myththat Indonesian law prohibited publication ofdecisions, as the Supreme Court argued for so long.

Reformasi therefore brought progress, both in the waycourt was thinking about court decisions, and in actualimplementation. Even so, significant challengesremain of which I would like to mention two: the firstchallenge is largely practical, the other challenge runs

5 Government Regulation in lieu of Law nr.1/1998 art.284 Sec-tion (1)(d).

6 SK Ketua MA No. 144/SK/KMA/VII/2007.

Page 19: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xix

much deeper. The practical challenge is that despitethe good intentions of SK 144 and related instruments,and despite progress in certain areas, the publicationof court decisions is far from being guaranteed. Thecommercial court is a good example: it only givesaccess to decisions with the greatest of difficulties.Its voluntary web-based publication system, whichwas installed at great expense, is not used at all.7 Andhard copy publication works only because thepublisher is willing to chase the decisions at great

7 The Commercial Court system launched in 2008 effectivelydoes not work. The Supreme Court is aware of this. In Septem-ber 2009, the Chief Justice specifically instructed internet pub-lication of court decisions (of the Commercial Court) as thesewere issued. The court failed to comply, and the website onlycarries the three mock-up decision that were put up (by thedonor) when the program went on-line, plus one more deci-sion. See also Inter System Consulting, Laporan Hasil TinjauanKritis Perkembangan Sistem Informasi di MA dan JajaranPengadilan di Bawahnya (Jakarta 2010). Also PSHK, PemetaanImplementasi Teknologi Informasi di Mahkamah Agung RepublikIndonesia (Jakarta: PSHK 2010).

Page 20: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xx

effort.8 Also, SK 144 is resisted by the lower courtswhich refuse access to even the most basic data,including court decisions.9

8 Yurisprudensi Kepailitan. Himpunan Lengkap PutusanPengadilan Niaga Tingkat I, Putusan Mahkamah Agungdalam Kasasi dan Peninjauan Kembali (1998-) (Jakarta:Tatanusa 1998)

9 Recognizing the implementation issue of SK 144 on 29 April2010, the Chief Justice of the Supreme Court issued a CircularLetter Nr. 6/2010 addressed to all court chairmen in the coun-try which emphasized the need to proper apply the PublicInformation Law (KIP Law) and SK 144. This Letter has hadno practical impact that we can tell. In May-July 2010 Indone-sian researchers tried to access data from the judiciary andAGO in various areas in Indonesia but failed consistently,even if the data which they requested fell squarely within theKIP law or SK 144 Regulation. The courts and AGO officesconsistently failed to comply with the law in all its respects.None of the agencies provided mandatory standard forms(SK 144 Article 23 (a)(b)), no agency complied with statutorydeadlines in answering requests for information (SK 144 Ar-ticle 25), no document that by law must be made publicallyavailable was in fact available in any of the agencies thatwere visited, all agencies met requests for information withreluctance, unfriendly attitudes or quite simply a refusal toassist, phone calls were disconnected or not put through cor-rectly and so forth and so on. Regarding specific data or docu-ments, agencies refused to give access to data even thoughsuch fell clearly within the ambit of the KIP law and SK 144,some said such required approval of the Head of Agency/Chief Judge (which was incorrect), one agency even issued ablunt letter denying the request, exposing it to criminal sanc-tion according to the KIP Law and so forth and so on. It isextremely hard to access data, even if Indonesian law specifi-cally so mandates. Quarterly Fact Sheet 3 (June 2010) p.25-27:The courts and public access to information: how is the law imple-mented?

Page 21: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xxi

The statutory rules (and underlying dogma) may havechanged, but with certain exceptions10 there really isno working system in place of a steady, systematicpublication of court decisions.

The second challenge runs deeper. Even for courts orareas of the law on which decisions have beensystemically published since 1998, this has nottriggered the legal certainty that was hoped for.Decision-making in most Indonesian courts remainsessentially as unpredictable as it was under the NewOrder.11 The commercial court is a pregnant example:this is the one court in the country all of whosedecisions have been published, yet far fromgenerating any greater legal certainty the commercialcourt remains one of the most problematic courts in

10 The Constitutional Court continues to be a happy exceptionas it continues to publish its decisions promptly as these areissued. Also, the religious courts are said to perform relativelybetter than the other jurisdictions. A summary check of reli-gious court websites showed however that of 344 religiouscourts in Indonesia, 191 courts were non-performing in termsof publishing no data at all (35 courts) or hardly any data(156 courts). Quarterly Fact Sheet 3 (June 2010) p.30-36: Thereligious court website assessment.

11 Other than the Constitutional Court, a possible exception inthe general court structure is the Anti Corruption Court, whichhas a 100% conviction rate– at first sight a very constant ifalso somewhat worrisome statistic. Even here however, ob-servers have raised concerns about sentencing inconsisten-cies by the Anti Corruption Court.

Page 22: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xxii

12 This is not to say that these critical discussions are altogetherabsent. See for instance for the Commercial Court cf. AriaSuyudi et al., Kepailitan di Negeri Pailit (Jakarta: PSHK 2003)or Valeri S. Sinaga, Analisa putusan kepailitan pada pengadilanniaga Jakarta (Jakarta: Atma Jaya 2005). Also, on the Constitu-tional Court Hendrianto, From humble beginnings to a func-tioning court: the Indonesian Constitution Court 2003-2008(PhD Washington 2008). However, there are real challengeson legal research. Thus, the NLRP 2008-2010 Restatementproject contracted six research teams to do targeted researchon court decisions for certain topics. With some exceptions,the initial results were poor, in terms of sources accessed, thenumber of court decisions generated and in the analysis ofthese decisions. This suggests that researchers were strug-gling with the basic legal research techniques.

the system. Yet for nearly all courts in Indonesia,including the Supreme Court, legal certainty remainsthe principal concern.

The most direct problem is that Indonesia does nothave a mechanism by which a critical debate on courtdecisions is integrated in institutional accountability.We may have a situation in which more courtdecisions are published, but it is not clear whathappens thereafter. Some of the problems sit in thefirst step of critical debate: there are few clear forums,such as professional journals or magazinescommanding respect and authority, where courtdecisions are discussed and debated.12 The processor mechanism by which a debate that at first may bewide-ranging progressively gells into a communisopinio in the academic or legal professions also is

Page 23: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xxiii

missing, which testifies to the weakness of suchprofessions. And then, even if court decisions arediscussed, the Supreme Court patently ignored thesediscussions that anyone can tell. Put in somewhatmechanical terms, there are cogs missing between thepublication of decisions and institutionalaccountability and greater consistency in decision-making.

There is a patent need to put in these cogs to makethe machine of accountability work. The realimportance of this book, and its broader contributionto the Indonesian legal system, is that it is not solelya discussion of court decisions, but actually aims tocreate a disciplined forum for critical debate. TheJudicial Commission aims to achieve traction with thecourts by developing an academic infrastructure thathosts a critical and professional debate. In this broaderperspective this book is not about substantive analysisat all, but about restoring the legal method. It is anambitious and absolutely necessary contribution tothe Indonesian legal system.

Page 24: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xxiv

Page 25: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xxv

Daftar IsiKata Pengantar Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. iiiKata Pengantar Prof. Dr. H. Mustafa Abdullah, S.H. ixIntroduction Sebastiaan Pompe xv

DAFTAR ISI xxv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 11.2 Tujuan Penelitian 6

BAB II

KERANGKA BERPIKIR

2.1 Landasan Teoritis 92.2 Kerangka Konseptual 16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Permasalahan 263.2 Spesifikasi Penelitian 273.3 Jenis Data 283.4 Metode Pengumpulan Data 293.5 Metode Analisis Data 32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 364.2 Pembahasan 38

Page 26: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xxvi

4.2.1 Analisis Kuantitatif 39a. Putusan Hakim dan Aspek HukumAcara Pidana 56b. Unsur Kelengkapan PembuktianTindak Pidana dan Kesalahan 58c. Unsur Penalaran Logis (Runtut dan Sistematis)Putusan Hakim 60d. Unsur Pertimbangan Keadilan danKemanfaatan Putusan Hakim 614.2.1.1 Rangkuman Analisis Kuantitatif 624.2.1.2 Rekomendasi 654.2.2 Analisis Kualitatif 664.2.2.1 Aspek Formalitas Putusan 674.2.2.2 Aspek Material Putusan 814.2.2.3 Aspek Penalaran Hakim 1104.2.2.4 Aspek Nilai Aksiologis dalam Putusan 122

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan 1405.2 Saran 151

DAFTAR PUSTAKA 155

Lampiran 1 Panduan Pertanyaan 163Lampiran 2 Daftar Putusan 170Jejaring Peneliti 173Tim Kerja 174

Page 27: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

xxvii

BAB 1

PENDAHULUAN

Page 28: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

1

Kehadiran Komisi Yudisial dalam sistemketatanegaraan Indonesia didasarkan padaketentuan Pasal 24A dan 24B Undang-

Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang selanjutnyadiimplementasikan menjadi Undang-Undang No. 22Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Pasal 24A UUD1945 dan Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2004 menentukanbahwa Komisi Yudisial mempunyai wewenangmengusulkan pengangkatan hakim agung danmenjaga serta menegakkan kehormatan dankeluhuran martabat serta perilaku hakim.

Dalam rangka mewujudkan amanat UUD 1945 danUU No.22 Tahun 2004 tersebut, dirumuskanlah visidan misi Komisi Yudisial. Visi Komisi Yudisialadalah terwujudnya penyelenggaraan kekuasaankehakiman yang jujur, bersih, transparan danprofesional. Sementara misi Komisi Yudisial adalah:1. Menyiapkan calon hakim agung yang berakhlak

mulia, jujur, berani dan kompeten;2. Mendorong pengembangan sumber daya hakim

menjadi insan yang mengabdi dan menegakkanhukum dan keadilan;

1.1 LATAR BELAKANGMASALAH

PENDAHULUAN

Page 29: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

2

3. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraankekuasaan kehakiman yang efektif, terbuka, dandapat dipercaya.

Kondisi yang menjadi latar belakang pembentukanKomisi Yudisial adalah fakta mengenai buruknyacitra dunia peradilan akibat merajalelanya korupsi,kolusi dan nepotisme (tampak dari putusan-putusanpara hakim yang tidak mencerminkan rasa keadilanmasyarakat), yang pada akhirnya menggerogoti pilardan makna negara hukum (rechtstaat) yang dicita-citakan oleh para founding fathers negeri ini. Dalamperubahan ketiga UUD 1945 (tahun 2001) disepakatiperlunya dibentuk Komisi Yudisial dengan tekad dantujuan mewujudkan kekuasaan peradilan yangreformis, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,berwibawa, dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangKomisi Yudisial, berupa rekrutmen calon hakimagung serta pengawasan terhadap hakim, makapenelitian terhadap putusan-putusan hakim padahakikatnya merupakan salah satu langkah awal kearah pelaksanaan fungsi tersebut. Berbekal kajianputusan-putusan hakim ini, diharapkan KY akanmemperoleh masukan bagi penyusunan basis data

PENDAHULUAN

Page 30: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

3

(database) berupa pemetaan kondisi umum kualitasputusan-putusan hakim, yang pada gilirannya jugaakan menjadi indikator untuk menilai profesionalitashakim.

Basis data ini, ditambah dengan masukan dari kajianbidang-bidang lainnya di lingkungan KomisiYudisial, akan dapat dipakai sebagai bahanpertimbangan bagi Komisi Yudisial dalam:1. Melakukan seleksi calon hakim agung;2. Menjadi dasar pemberian sanksi (punishment)

hakim yang membuat putusan-putusan yangsecara substantif dan prosedural menyimpangirasa keadilan.

3. Menjadi dasar pemberian penghargaan (reward)hakim yang mampu membuat putusan-putusanyang memenuhi rasa keadilan secara substantif danprosedural serta menciptakan yurisprudensi.

Dengan mengacu pada satu sisi, pendapat GustavRadbruch tentang nilai-nilai dasar hukum yangberupa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian, sertapada sisi lain, tuntutan ke arah terwujudnyapemikiran civil society, yang berupa “penguatandemokrasi”, “pemosisian pengadilan sebagai saranapenguatan demokrasi” (tercermin dalam putusannya

PENDAHULUAN

Page 31: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

4

yang mencerminkan rasa keadilan masyarakatnyabaik secara substantif maupun prosedural), makakajian-kajian terhadap putusan-putusan hakimdilakukan berlandaskan kerangka acuan nilai-nilaidasar hukum dengan penguatan demokrasi itu.

Pembangunan basis data seperti yang dikemukakandi atas membutuhkan upaya berkelanjutan. Untukitulah maka seperti pada tahun-tahun sebelumnya,pada 2009 inipun diadakan penelitian terhadapkualitas putusan-putusan hakim dari lingkunganperadilan umum. Hasil penelitian kali ini diharapkandapat melengkapi informasi yang telah dimiliki darihasil kegiatan serupa pada periode penelitian tahun-tahun sebelumnya. Informasi tersebut apabila perluakan digunakan untuk mendukung pelaksanaan visi,misi, dan tugas-tugas keseharian Komisi Yudisial.

Putusan-putusan yang terjaring dalam penelitian iniberasal dari pengadilan-pengadilan negeri yangdikumpulkan oleh para jejaring perguruan tinggi diberbagai daerah di Indonesia. Jumlah dankarakteristik kasus yang diselesaikan ditentukanmelalui kerangka acuan yang disusun bersama olehtim analisis pusat di Jakarta dan para calon peneliti.Demikian juga dengan indikator-indikator yang akan

PENDAHULUAN

Page 32: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

5

ditelaah dari tiap-tiap putusan juga diformulasikanbersama dalam focus group discussion (FGD) yangdifasilitasi oleh Komisi Yudisial sebelum pihak-pihak ini terikat dalam perjanjian pelaksanaanpenelitian.

Berangkat dari latar belakang ini, rumusanpermasalahan yang telah disusun untuk penelitianini mencakup empat kelompok pertanyaan:1. Apakah putusan-putusan hakim tersebut telah

mengikuti prosedur hukum acara pidana(khususnya sebagaimana diatur dalam Pasal 197jo Pasal 199 KUHAP)?

2. Terkait dengan hukum pidana material, apakahputusan hakim telah dapat membuktikan unsurtindak pidana dan kesalahan secara lengkap?

3. Apakah putusan-putusan hakim tersebut telahmencerminkan penalaran hukum yang logis(runtut dan sistematis)?

4. Apakah putusan-putusan hakim tersebut telahmengakomodasi nilai-nilai keadilan dankemanfaatan?

Untuk membantu peneliti menjawab rumusan nomor1, telah disiapkan instrumen daftar kontrol (Lampiran1) dengan menderivasi rumusan tersebut menjadi 7

PENDAHULUAN

Page 33: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

6

butir pertanyaan. Rumusan nomor 2 dikembangkanmenjadi 19 butir pertanyaan. Rumusan nomor 3menjadi 9 butir pertanyaan, lalu rumusan nomor 4menjadi 12 pertanyaan. Pada bagian akhir daftarkontrol ditambahkan lagi 3 butir pertanyaanpelengkap, yang menanyakan apakah peneliti(jejaring) ingin merekomendasikan sesuatu terkaitdengan putusan-putusan hakim yang diteliti.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Atas dasar latar belakang permasalahan di atas,tujuan penelitian putusan hakim ini adalah untukmenganalisis:1. Penerapan aturan hukum formal dan material

yang terkandung di dalam putusan hakim;2. Penerapan penalaran hukum yang terkandung di

dalam putusan hakim; dan3. Seberapa jauh putusan hakim mengakomodasikan

nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan.

PENDAHULUAN

Page 34: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

7

BAB 2

KERANGKABERPIKIR

Page 35: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

8

Page 36: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

9

2.1 LANDASAN TEORITIS

Kajian hukum terkait putusan hakim padadasarnya tidak dapat dilepaskan daripembicaraan tentang nilai-nilai yang harus

menjadi landasan ilmu hukum pada umumnya danilmu penerapan hukum pada khususnya.

Nilai-nilai filsafat hukum dalam penelitian inimengacu pada pendapat Gustav Radbruch yangmenyatakan bahwa nilai-nilai dasar dari hukumadalah nilai-nilai keadilan, kegunaan, dan kepastianhukum.1 Sekalipun ketiganya merupakan nilai-nilaidasar dari hukum, namun antara mereka terdapatsuatu spannungsverhalthis (ketegangan satu sama lain).Ketiganya berisi tuntutan yang berlainan dan yangsatu sama lain mengandung potensi yangbertentangan sifatnya.2

Konsep filsafat keadilan, kepastian dan kemanfaatanitu dengan sendirinya dapat dijadikan indikatormutu (kualitas) putusan hukum, termasuk didalamnya adalah putusan hakim.1 Gustav Radbruch, Einführung in die Rechtswissenschaft

(Stuttgart: K.F. Koehler Verlag, 1961), hlm. 36.2 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2000), hlm. 19.

KERANGKA BERPIKIR

Page 37: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

10

3. Ibid

Pengadilan sendiri sebagai institusi yang melahirkanputusan-putusan hakim, pada hakikatnyadihadapkan pada tugas pengintegrasian fungsi”adaptasi”, ”pengejaran tujuan” dan”mempertahankan pola”. Secara faktual kadangpengadilan dalam tugasnya yang demikian itu tidakmampu sepenuhnya melakukan pengintegrasianketiga fungsi itu.3

Pada sisi lain, pengadilan mempunyai fungsiinterpretatif yang penting, yaitu bahwa pengadilanlewat para hakimnya wajib untuk menyingkap danmendasarkan tindakannya pada maksud yangsesungguhnya dari badan pembuat undang-undangyaitu ”mens” atau ”sententia legis”-nya atau maksuddari aturan hukum. Prinsip interpretatif yangpertama, adalah ”ita scriptum est” atau demikianlahhukum yang telah tertulis, para hakim hendaknyapercaya bahwa ”sententia legis” itu lengkap dan jelas.Hukum harus digali di balik ketentuan tertulis—asashukum. Di sini lalu tampak perpaduan antara ”literalegis” dan ”sententia legis”—het recht si er, doch het moetworden gevonden, in de vondst zit het nieuwe (hukum ituada, tetapi ia harus ditemukan dalam penemuan

KERANGKA BERPIKIR

Page 38: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

11

4 Paul Scholten, Handleiding tot de Beoefening van hetNederlandsch Burgerlijk Recht: Algemeen Deel (Zwolle”Tjeenk Willink, 1954), hlm. 15.

5 P.J. Salmond Fitzgerald, On Jurisprudence (London: Sweet &Mazwell, 1966), hlm. 202.

itulah terdapat yang baru). 4 Dengan demikianpenafsiran hukum pada hakikatnya adalahperpaduan antara ”litera legis” dan ”sententia legis”.

Dalam kerangka penafsiran hukum yang demikianitu, menjadi penting kiranya pembicaraan tentangsumber hukum. Penafsiran hukum yang dilakukanoleh hakim di pengadilan dalam menghadapi kasus-kasus pada dasarnya memerlukan sumber hukumsebagai sarana penajaman putusan agar dapatmencerminkan keadilan, kepastian dan kemanfaatanserta dapat memainkan fungsinya sebagai lembagayang mengintegrasikan adaptasi, pengejaran tujuandan mempertahankan pola. Sumber-sumber hukumitu adalah kebiasaan dan yurisprudensi.

Kebiasaan menjadi sumber hukum karena di dalamkebiasaan terkandung adanya kelayakan ataukepantasan—malus usus abolendus est. Kebiasaan yangtidak pantas harus ditinggalkan, demikian menurutFitzgerald.5 Itu berarti bahwa kebiasaan tidak mutlaksifatnya melainkan kondisional, tergantung dari

KERANGKA BERPIKIR

Page 39: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

12

kesesuaiannya pada ukuran keadilan dankemanfaatan umum. Kebiasaan harus pula diikutisecara terbuka dalam masyarakat. Ia mempunyailatar belakang sejarah. Ia tidak baru saja tumbuh. Iatelah menjadi mapan karena dibentuk dalam waktuyang panjang. Kebiasaan yang dapat menjadi sumberhukum adalah kebiasaan yang tidak bertentangandengan perundang-undangan.

Yurisprudensi di dalam sistem common lawdiistilahkan dengan preseden. Esensi dari presedendalam sistem common law adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum itu dikembangkan dalam prosespenerapannya. Ini berarti bahwa ia merupakan hasilkarya dari para hakim yang dihasilkan dalam suatuproses persidangan. Di sini lalu menjadi pentinguntuk memahami bahwa di dalam keputusan hakimterkandung adanya ratio decidendi dan obiter dicta. Ratiodecidendi adalah ketentuan hukum atau proposisiyang diciptakan oleh pengadilan, atau ketentuanhukum yang harus diterapkan untuk kasus-kasusyang dihadapi. Di samping itu hakim juga dapatmengemukakan penalaran hukum pada umumnyayang menyangkut situasi yang bersifat hipotetis (obiterdicta). Hal terakhir ini mempunyai nilainya sendiridalam rangka keseluruhan proses penerapan hukum

KERANGKA BERPIKIR

Page 40: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

13

6 Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hlm. 114.

dalam kasus-kasus konkret yang dihadapi olehhakim.6

Oleh karena itu tidak mengherankan bila dalamrangka memainkan fungsinya sebagaipengejawantahan nilai-nilai keadilan, kepastianhukum dan kemanfaatan, lewat pengintegrasianadaptasi, pencapaian tujuan dan mempertahankanpola, yang bersumber pada kebiasaan danyurisprudensi ini memperoleh legitimasinya didalam Undang-Undang. Undang-Undang No. 48Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman utamanyaPasal 5 ayat (1) menyatakan: “Hakim dan hakimkonstitusi wajib menggali, mengikuti, danmemahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yanghidup dalam masyarakat.” Maksud yang terkandungdari pasal itu adalah agar putusan hakim sesuaidengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Atas dasar pasal tersebut di atas, menjadi wajib bagihakim dalam menangani kasus-kasus yangdimintakan penyelesaiannya, termasuk penjatuhansanksinya, menggali nilai-nilai hukum yang hidupdalam masyarakat. Termasuk pengertian menggali

KERANGKA BERPIKIR

Page 41: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

14

dan mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dalammasyarakat ini adalah nilai-nilai hukum dalamkebiasaan masyarakat yang lazimnya tertuang didalam hukum yang tidak tertulis (hukum adat). Disamping itu juga terkandung maksud, bahwa untukmewujudkan rasa keadilan masyarakat, seoranghakim wajib mempertimbangkan pula putusan-putusan hakim yang telah memperoleh kekuatanhukum yang pasti dan diwujudkan dalamyurisprudensi. Makna pemanfaatan yurisprudensisebagai sumber hukum adalah bahwa di dalamyurisprudensi itu, sedikit banyak telah terkandungpemikiran-pemikiran analitis para hakimmenyangkut kasus-kasus hukum tertentu, termasukhukum pidana. Pemikiran analitis hakim yangmengandung nilai-nilai pembaruan (penafsiran)hukum sesuai dengan situasi dan konteksmasalahnya di dalam masyarakat.

Kajian akademik yang secara khusus menyangkutprosedur atau mekanisme lahirnya keputusan hakimtidak dapat dilepaskan dari metode penelitianhukum yang disebut silogisme, suatu kajianpenelitian yang berangkat dari premis mayor,dibenturkan pada premis minor, untuk menghasilkankonklusi. Proses dan mekanisme yang dilalui dalam

KERANGKA BERPIKIR

Page 42: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

15

melahirkan putusan hakim pada dasarnya tidak dapatdilepaskan dari proses berpikir silogisme itu.

Di samping itu, kajian-kajian hukum dalam kaitandengan putusan hukum pada umumnya dan kajianputusan hakim pada khususnya, tak dapat puladilepaskan dari kerangka konseptual yangterkandung di dalam ketentuan-ketentuan normahukum. Tentunya dalam hal ini menyangkutketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamhukum material dan hukum formal. Karena fokusstudi ini terarah pada putusan hakim di ranah hukumpidana, maka kerangka acuan (reference focused)adalah ketentuan-ketentuan norma hukum yangterkandung di dalam hukum pidana material (KUHPdan undang-undang di luar KUHP) dan hukum acarapidana (KUHAP dan ketentuan hukum acara di luarKUHAP).

Selain itu hal yang tak dapat pula dikesampingkandalam pembicaraan tentang kajian konseptualpenelitian ini adalah masalah menyangkut peristiwahukum, asas hukum, serta penafsiran hukum. Tigahal ini tampaknya perlu dikedepankan dalam rangkapenajaman analisis peneliti dalammengintepretasikan apa yang terkandung di dalam

KERANGKA BERPIKIR

Page 43: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

16

7 Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum dalam KonteksKeindonesiaan (Bandung: Utomo, 2006), hlm. 198. Bandingkanjuga dengan ragaan yang ditampilkan oleh SudiknoMertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar (Yogyakarta:Liberty, 1991), hlm. 159.

putusan hukum pada umumnya dan putusan hakimpada khususnya.

2.2 KERANGKA KONSEPTUAL

Secara konseptual ada beberapa hal yang perludipahami dalam konteks penelitian ini. Kerangkayang dimaksud dapat diilustrasikan dalam ragaandi bawah. Dalam ragaan itu terlihat bagaimana suatuputusan hakim dapat ditelaah.7 Ragaan tersebut dapat

KERANGKA BERPIKIR

Page 44: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

17

KERANGKA BERPIKIR

dibaca sebagai berikut:1. Putusan hakim, khususnya yang ingin dikaji

dalam penelitian ini, adalah dokumen hukumyang berawal dari kasus-kasus konkret. Di matapara hakim, kasus demikian diawali dari materiyang dituntut melalui jaksa penuntut umum (JPU).Oleh karena hakim harus mendengar kasus ini darikedua belah pihak, maka di samping kasus posisiyang disampaikan oleh jaksa penuntut umum,hakim juga harus mendengar kasus posisi versiterdakwa/penasihat hukumnya. Atas dasar itulahlalu hakim berusaha mengkonstatasi fakta (dalamragaan ditandai dengan huruf a). Tentu saja faktahasil konstatasi ini —yakni suatu struktur kasus—masih dapat berkembang selama prosespersidangan bergantung pada hasil pembuktiandan keyakinan hakim.

2. Dalam perkara pidana, setiap surat dakwaan dariJPU wajib mencantumkan dasar hukum yangdigunakan untuk menuntut pertanggung-jawabanterdakwa. JPU akan berusaha membuktikan unsur-unsur dakwaan ini, sebaliknya terdakwa/penasihat hukumnya biasanya akan b e r u s a h amenolak argumentasi dari JPU. Dalam putusanhakim, kedua argumentasi ini wajib diberi tempat

Page 45: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

18

8 Mengenai hal ini perlu diperhatikan pendapat AleksanderPeczenik yang mengatakan, “A ‘hard’ case, on the other hand,‘presents a moral dilemma, or at least a difficult moral determina-tion’ . . . . However, it follows from an expanded set of premisescontaining inter alia, a value statement, a norm or another state-ment the decision- maker assumes but cannot easily prove.”Aleksander Peczenik, On Law and Reason (Dordrecht: KluwerAcademic Publishers, 1989), hlm. 19.

dan pertimbangan yang proporsional (audi etalteram partem).

3. Dasar hukum (lazimnya berupa undang-undang)tersebut kerap perlu dicari makna objektifnyamelalui langkah-langkah penemuan hukumtersendiri. Pencarian tersebut dapat digambarkandengan arah panah bolak-balik, yakni prosesinduktif-deduktif, atau bahkan abduktif (dalamragaan ditandai dengan huruf b). Kerumitanproses ini sangat bergantung pada kompleksitasperkara8 dan kejelasan dasar hukum yangmengaturnya. Hakim misalnya, dapat sajamenggunakan penafsiran yang paling sederhanaberupa interpretasi gramatikal dan otentik, ataumencari melalui penafsiran lebih jauh, sepertikomparatif dan futuristis. Dasar-dasar hukum yangtelah diberi makna objektif inilah yang kemudianditetapkan struktur aturannya (huruf c). Pada tahapselanjutnya hakim mencocokkan struktur aturan

KERANGKA BERPIKIR

Page 46: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

19

dengan struktur kasusnya (huruf d). Mekanismepencocokan ini lazimnya dikenal denganmenggunakan pola silogisme. Premis mayordiderivasi dari struktur aturan, sedangkan premisminor diangkat dari struktur kasus. Sintesis darikedua premis ini adalah konklusi (conclussio).Dalam kasus pidana, silogisme ini biasanyadilakukan dengan mereduksi suatu rumusanpasal sehingga menjadi unsur-unsur tindakpidana. Unsur-unsur ini diasumsikan sebagaisyarat-syarat yang mencukupi (sufficient conditions)untuk terpenuhinya suatu kualifikasi tindakpidana. Dengan demikian, silogisme dapat terdiridari beberapa buah sekaligus, bergantung daribanyaknya unsur-unsur yang harus dicarikonklusinya.

4. Mengingat pola silogisme sangat bergantung padarumusan premis mayor, maka “keberanian” hakimuntuk menemukan hukum dapat berbuah padahasil-hasil konklusi yang berbeda dengan“kesimpulan” dari JPU atau terdakwa/penasihathukumnya. Bahkan, di antara para hakim sendiripun dapat terjadi perbedaan. Jika ada anggotamajelis berbeda pendapat saat musyawarahdilakukan, maka dapat saja anggota ini lalu

KERANGKA BERPIKIR

Page 47: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

20

membuat pendapat yang berbeda. Di sinilahterlihat kemungkinan-kemungkinan alternatif yangdapat dimunculkan (huruf e). Peragaan penalaranhakim justru terjadi pada tahap ini, yakni padasaat mereka membuat pertimbangan-pertimbangan. Kualitas kognitif suatu putusanterutama terletak pada aspek pertimbangan-pertimbangan ini.

5. Pada akhirnya, sebanyak apapun alternatifkonklusi yang dapat dihasilkan, majelis hakimharus mengambil sikap. Pada tahap ini hakimharus memperhatikan secara komprehensif semuahal yang melingkupi perkara yang tengahditanganinya. Ada nilai-nilai keadilan dankemanfaatan yang juga wajib diakomodasi, tidaksemata-mata nilai kepastian hukum. Di luar itu,hakim juga harus melihat kondisi terdakwa,sehingga terlihat faktor-faktor apa saja yang dapatmemperberat dan meringankan hukuman. Semuaini merupakan bekal bagi majelis hakim untukmenentukan falsafah pemidanaan seperti apa yangpaling tepat untuk kasus tersebut.

6. Setelah sikap diambil, maka putusan punkemudian diformulasikan ke dalam putusan akhir(huruf f) dengan mengikuti format yang telahditentukan di dalam KUHAP. Jika diamati secara

KERANGKA BERPIKIR

Page 48: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

21

9 Kenneth J. Vandevelde, Thinking Like A Lawyer: An Introductionto Legal Reasoning (Colorado: Westview Press, 1996), hlm. 2.

kronologis, formulasi demikian sesungguhnyaadalah tahap terakhir yang dilakukan oleh majelishakim. Tetapi bagi peneliti, aspek yang palingkasat mata untuk ditelaah terlebih dulu justruadalah segi-segi formalitas tersebut, mengingatpengabaian terhadap formalitas ini dapat berbuahpada putusan yang batal demi hukum.

Kenneth J. Vandevelde mengurutkan langkah-langkah penalaran hukum di atas menjadi limalangkah. Kelima langkah dimaksud adalah: (1) identifythe applicable sources of law, (2) analyze the sources of law,(3) synthesize the applicable rules of law into a coherencestructure, (4) research the available facts, dan (5) apply thestructure of rules to the facts.9 Dalam skema di atas,nomor 4 sengaja dipindahkan menjadi langkahpertama (huruf a) karena sebenarnya setiap peristiwahukum hanya mungkin terjadi apabila didahuluioleh peristiwa konkret. Artinya, hakim pertama-tamaperlu mendengarkan paparan fakta-fakta ini di dalamsurat dakwaan JPU untuk kemudian dapat menilaidasar hukum dan kualifikasi tindak pidana yangsesuai terhadap fakta-fakta tersebut.

KERANGKA BERPIKIR

Page 49: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

22

Melalui penjelasan jalinan kerangka konseptual diatas dapat ditarik paling tidak empat konsep besaryang memang saling terkait dalam penelitian ini.Keempat konsep itu adalah tentang: (1) formalitasputusan (tercermin dari ketaatan majelismemformulasikan secara tertulis putusan akhirnyadengan mengikuti ketentuan KUHAP); (2) materialputusan (tercermin dari kelengkapan unsur-unsurpembuktian tindak pidana dan kesalahan yangdijadikan pertimbangan); (3) penalaran hukum yanglogis (runtut dan sistematis); dan (4) pertimbanganunsur keadilan dan kemanfaatan dalam putusanhakim (dimensi aksiologis, termasuk falsafahpemidanaan di dalamnya). Keempat konsep besar initidak lain adalah rumusan-rumusan permasalahanyang ingin dijawab dalam penelitian ini.

KERANGKA BERPIKIR

Page 50: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

23

BAB 3

METODEPENELITIAN

Page 51: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

24

Page 52: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

25

Penelitian putusan hakim bila ditinjau dariranah kajian ilmu hukum PurnadiPurbacaraka dan Soerjono Soekanto,

merupakan kajian-kajian yang terarah pada studihukum dalam ranah ideal di mana kajian-kajiannyaakan terarah pada inventarisasi hukum positif,penelitian asas-asas hukum dan penelitian hukum in-concreto.

Penelitian putusan hakim pada dasarnya tidak dapatdilepaskan dari kajian-kajian ranah hukum ideal itu.Secara khusus kajian-kajian putusan hakimmerupakan cermin dari penelitian hukum in-concreto,penelitian yang dilakukan atas keputusan-keputusanhukum yang secara konkret diterapkan pada kasus-kasus tertentu yang dihadapkan pada lembagaajudikasi, dalam hal ini lembaga peradilan.

Penelitian ini tidak dapat dilepaskan dari prosespenelitian yang disebut silogisme—proses penelitianhukum yang bersaranakan “premis mayor” dan“premis minor”, yang berakhir pada “conclussio”.

Dari paparan di atas menjadi jelas kiranya metodepenelitian apa yang diterapkan dalam studi putusan

METODE PENELITIAN

Page 53: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

26

hakim ini. Paparan metode penelitian tersebutselanjutnya dapat dijabarkan berikut ini.

3.1 PENDEKATANPERMASALAHAN

Memperhatikan permasalahan dan tujuan penelitianyang terkandung di dalam penelitian putusan hakimini, maka dalam mendekati permasalahan digunakanpendekatan yang bersifat yuridis normatif atau lazimpula disebut pendekatan doktrinal. Ini adalah modelpendekatan masalah hukum yang dimulai dariinventarisasi hukum positif, penelitian asas-asashukum dan penelitian hukum in-concreto yangdidasarkan pada logika berpikir silogisme.

Sebagaimana telah dirumuskan dalam Bab I, terdapatempat pertanyaan utama yang diformulasikansebagai permasalahan dalam penelitian ini. Keempatrumusan itu merupakan hal-hal pokok yang selamaini menjadi titik perhatian setiap kali orangmemperbincangkan kualitas putusan hakim.

METODE PENELITIAN

Page 54: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

27

3.2 SPESIFIKASIPERMASALAHAN

Penelitian yang berupaya mencandra putusan hakimsekaligus melakukan kajian-kajian berdasarkankonsep dan teori hukum tertentu dalam bahasanpenelitian disebut penelitian yang bersifat deskriptifanalitis. Dikatakan sebagai penelitian deskriptifkarena peneliti pertama-tama melakukan identifikasiatas butir-butir pertanyaan yang telah ditetapkandalam setiap rumusan permasalahan. Dalam rangkaidentifiksi inilah suatu daftar kontrol (check list)disiapkan sebagai panduan. Hasil identifikasi inikemudian dipaparkan oleh peneliti di dalamlaporannya dengan menyebutkan alasan yangmelatarbelakangi setiap hasil identifikasi tersebut.Penelitian ini juga bersifat analitis karena paparanyang disampaikan oleh peneliti selanjutnya wajibuntuk dianalisis dengan menggunakan kerangkakonseptual yang disepakati. Hasil analisis inilah lalubermuara pada kesimpulan-kesimpulan sebagaijawaban atas permasalahan tersebut.

METODE PENELITIAN

Page 55: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

28

3.3 JENIS DATA

Penelitian ini bersifat doktriner atau yuridis normatif,sehingga cenderung menggunakan data sekunder,yakni data yang sudah jadi dan berasal dari instansihukum dalam masyarakat, dalam hal ini penelitiandiarahkan pada putusan-putusan hakim yangdisusun atas nama lembaga peradilan. Sekilas dapatpula dikatakan jenis data sekunder yang berupabahan-bahan hukum (dokumen-dokumen hukum)yang dimiliki oleh lembaga penegak hukum padaumumnya dan lembaga peradilan pada khususnya.

Oleh karena objek penelitian ini adalah dokumenhukum berupa putusan pengadilan yang diformatsecara tertulis, objek penelitian hanya mengandalkanputusan yang berhasil diperoleh jejaring peneliti dilapangan dan sama sekali tidak mencakup dokumen-dokumen lain pendukung putusan, seperti beritaacara pemeriksaan, surat dakwaan, atau pembelaan.Dengan menyadari keterbatasan sumber analisis ini,maka permasalahan-permasalahan yang diajukandalam penelitian ini pun didekati dari perspektifkajian dokumenter. Informasi tentang dipenuhitidaknya syarat-syarat formal suatu putusanmengikuti prosedur hukum acara pidana (rumusan

METODE PENELITIAN

Page 56: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

29

masalah pertama); apakah putusan hakim telah dapatmembuktikan unsur tindak pidana dan kesalahansecara lengkap (rumusan masalah kedua); apakahputusan-putusan hakim tersebut telah mencerminkanpenalaran hukum yang logis (rumusan masalahketiga); apakah putusan-putusan hakim tersebut telahmengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan(rumusan masalah keempat)—seluruhnya diperolehsejauh yang dapat diidentifikasi melalui dokumenputusan hakim tersebut. Para peneliti sama sekalitidak diminta untuk melakukan konfirmasi kelapangan terkait data/informasi yang didapatinya.

3.4 METODE PENGUMPULANDATA

Data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum,dalam hal ini putusan-putusan hakim termasukanalisisnya, dilakukan dengan cara studi pustaka(satu penelusuran asas-asas hukum, teori-teorihukum yang bersumber dari bahan-bahan pustaka),dan studi dokumenter. Pengumpulan data dilakukandengan cara inventarisasi putusan-putusan hakimterhadap perkara pidana tertentu.

METODE PENELITIAN

Page 57: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

30

Putusan perkara pidana dipilih sebagai objekpenelitian karena beberapa pertimbangan. Pertama,karena relatif lebih mudah diakses, mengingatputusan demikian biasanya lebih mudah diperoleholeh para jejaring di daerah. Apalagi kasus-kasuspidana kerapkali juga menarik perhatian publik.Selain itu putusan kasus-kasus perdata sudah pernahditeliti pada periode-periode sebelumnya. Kedua,alasannya adalah untuk keseragaman penggunaaninstrumen penelitian (berupa daftar kontrol yang telahdisusun). Jika karakter kasusnya sama, maka koding,tabulasi, dan analisis data juga menjadi lebih mudah.

Putusan dikumpulkan dari perkara-perkara pidanayang berkisar pada kasus kekerasan dalam rumahtangga (KDRT), korupsi, lingkungan hidup,kehutanan (khususnya illegal logging), dan narkotika/psikotropika. Kendati demikian, sejak awal disadaribahwa tidak semua lokasi pengadilan negerimemiliki karakteristik kasus-kasus pidana seperti diatas. Untuk itu peneliti diberi keleluasaan untuk jugamengambil sampel objek-objek penelitian berupaputusan kasus-kasus lain yang menarik perhatianpublik. Objek yang menjadi sampel penelitian iniditetapkan secara purposif dalam kurun waktu 2005hingga 2009.

METODE PENELITIAN

Page 58: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

31

Peneliti semula yang terdiri dari para akademisi dari20 perguruan tinggi jejaring ditargetkan dapatmengumpulkan masing-masing 6 putusan, sehinggatotal menjadi 120 putusan. Namun, sampai denganbatas waktu terakhir, tidak semua perguruan tinggijejaring dapat memenuhi kuota putusan yangditetapkan. Pada akhirnya berhasil terkumpul 105putusan yang disampaikan oleh 18 perguruan tinggijejaring. Kedelapan belas perguruan tinggi tersebut(diurut secara alfabetis) adalah Universitas Airlangga,Universitas Andalas, Universitas Diponegoro,Universitas Haluoleo, Universitas Islam Indonesia,Universitas Jenderal Soedirman, UniversitasLambung Mangkurat, Universitas MuhammadiyahMalang, Universitas Padjadjaran, UniversitasPancasila, Universitas Pattimura, Universitas PelitaHarapan, Universitas Riau, Universitas Sriwijaya,Universitas Sumatera Utara, Universitas Syiah Kuala,Universitas Tanjungpura, dan Universitas Udayana.

Pada tahap berikutnya, hasil penelitian di tingkatjejaring ini dikompilasi dan ditelaah oleh tiga analis(dibantu tiga asisten) di Komisi Yudisial. Merekamasing-masing diberi tugas untuk menangani antara24 hingga 42 putusan dengan kewajiban untukmemberikan laporan secara reguler hasil kompilasi

METODE PENELITIAN

Page 59: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

32

dan telaah yang mereka lakukan di hadapan parakomisioner Komisi Yudisial. Para komisionerkemudian memberikan tanggapan atas laporan-laporan ini. Laporan-laporan yang telah diberikantanggapan inilah yang kemudian diintegrasikanmenjadi suatu laporan utuh sebagai hasil final daripenelitian ini.

3.5 METODE ANALISIS DATA

Data atau bahan-bahan hukum yang telah terkumpul(dalam hal ini adalah putusan-putusan hakim)selanjutnya dianalisis dengan menggunakan konsepdan teori-teori hukum yang menyangkut hukummaterial dan hukum formal, serta asas-asas hukumdan teori-teori hukum yang dituntut dalam kajian-kajian hukum pidana material dan hukum acarapidana. Kajian diarahkan pada upaya pengungkapansampai seberapa jauh asas-asas yang terkandung didalam hukum pidana material dan hukum acarapidana terejawantahkan dalam putusan hakim yangmenjadi objek kajian penelitian ini.

Analisis data terutama ditujukan dalam rangkamelihat segi hukum pidana formal, pidana material,penalaran hukum, dan nilai-nilai yang ingin dikejar.

METODE PENELITIAN

Page 60: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

33

Semua analisis di atas mewakili empat rumusanpermasalahan yang ingin dicari jawabannya.Mengingat visi dan misi Komisi Yudisial serta tujuanpenelitian ini, maka secara khusus analisis diarahkanpada “titik-titik lemah” dari setiap putusan ini.Analisis terhadap “kelemahan-kelemahan” inilahyang justru diharapkan dapat menjadi bahanmasukan bagi perbaikan kualitas putusan hakim dikemudian hari (sebagaimana diamanatkan antara laindalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang KekuasaanKehakiman).

Apabila perlu, analisis data dilakukan denganmelakukan interpretasi tabel. Tabulasi dibuat antaralain untuk mengetahui secara kuantitatif persentasekecenderungan-kecenderungan butir-butirpertanyaan yang ada di dalam daftar kontrol.Kuantifikasi atas hasil identifikasi para jejaringsebagaimana terdapat dalam daftar kontrol inilahyang kemudian dipakai sebagai bahan analisiskuantitatif. Selain itu, terdapat pula analisis yangberangkat dari catatan-catatan penting para penelitidi tingkat jejaring di dalam laporan yang merekasusun. Catatan-catatan ini, ditambah dengan telaahandari tim analis di Jakarta, merupakan bagian darianalisis kualitatif.

METODE PENELITIAN

Page 61: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

34

Page 62: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

35

BAB 4

HASIL DANPEMBAHASAN

Page 63: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

36

Page 64: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

37

4.1 HASIL PENELITIAN

Laporan ini mengkaji sebanyak 105 putusan dari hasillaporan 18 perguruan tinggi di wilayah Sumatera,Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.Perguruan tinggi di wilayah Sumatera yang ikutterlibat dalam penelitian ini meliputi UniversitasSyiahkuala (Unsyiah), Universitas Sumatera Utara(USU), Universitas Andalas (Unand), Universitas Riau(Unri), dan Universitas Sriwijaya (Unsri). Dari Jakartaterdapat Universitas Pancasila (UP) dan dari Bantenadalah Universitas Pelita Harapan (UPH). Di pulauJawa (di luar Jakarta dan Banten) terdapat perguruantinggi: Universitas Padjadjaran (Unpad), UniversitasJenderal Soedirman (Unsoed), Universitas IslamIndonesia (UII), Universitas Muhammadiyah Malang(UMM), Universitas Diponegoro (Undip), danUniversitas Airlangga (Unair). Sementara Balidiwakili oleh Universitas Udayana (Unud). Untukwilayah Kalimantan terdapat Universitas LambungMangkurat (Unlamb) dan Universitas Tanjungpura(Untan). Dari Sulawesi terdapat Universitas Haluoleo(Unhalu), dan dari Maluku terdapat UniversitasPattimura (Unpatti). Tiap-tiap perguruan tinggi diatas diwajibkan mengumpulkan dan meneliti 6putusan pengadilan negeri di wilayah mereka

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 65: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

38

masing-masing (dalam perkara pidana), namundalam kenyataannya ada perguruan tinggi yanghanya memberikan laporan 2 putusan (Unpad), tetapiada pula yang sampai dengan 7 putusan (Unud).Daftar lengkap nomor-nomor perkara (selanjutnyadinyatakan sebagai nomor putusan) dapat dilihatdalam Daftar Putusan (Lampiran 2).

Dari 105 putusan perkara pidana tersebut, dapatditemukan adanya 13 area perkara. Beberapa jenistindak pidana, yaitu pembunuhan berencana,penggelapan, penodaan agama, dan pencabulananak, diancam dengan ketentuan-ketentuan di dalamKUHP, sedangkan tindak pidana yang lain mengacupada undang-undang tersendiri di luar KUHP.Selanjutnya, jika diurutkan (mulai dari yangterbanyak), akan terlihat susunannya sebagai berikut:

1. Tindak Pidana Korupsi : 36 putusan;2. Kekerasan dalam Rumah Tangga : 23 putusan;3. Narkotika : 16 putusan;4. Psikotropika : 14 putusan;5. Kehutanan : 8 putusan;6. Pembunuhan Berencana : 1 putusan;7. Tindak Pidana Penggelapan : 1 putusan;8. Penodaan Agama : 1 putusan;

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 66: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

39

9. Pencabulan Anak : 1 putusan;10. Perlindungan Anak : 1 putusan;11. Tindak Pidana Pemilu : 1 putusan;12. Tindak Pidana Lingkungan : 1 putusan;13. Tindak Pidana Teorisme : 1 putusan.

Pembahasan penelitian ini akan dilakukan dalam duakelompok analisis, yaitu kelompok analisiskuantitatif dan kelompok analisis kualitatif.

4.2 PEMBAHASAN

Instrumen yang dimaksud adalah daftar kontrol yangjuga diposisikan sebagai panduan pertanyaan.Kelompok kedua adalah analisis kualitatif berupapembahasan atas catatan-catatan kritis yangdisampaikan oleh peneliti di dalam laporanpenelitian mereka per putusan yang dikaji. Padadasarnya, baik analisis kuantitatif dan kualitatifberangkat dari titik perhatian yang sama, yakni dalamrangka menjawab keempat rumusan permasalahanyang telah dirumuskan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 67: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

40

4.2.1 ANALISIS KUANTITATIF

Putusan hakim yang menjadi objek penelitiandianalisis dengan memperhatikan parameter yangada dalam panduan pertanyaan secara kuantitatifdalam rangka mengungkap kecenderungan yangterkandung di dalamnya. Hasil analisis kuantitatifselanjutnya akan dilengkapi dengan kajian-kajiankualitatif yang bersifat naratif atas kajian-kajianpenelitian yang dilakukan oleh tim penelitiperguruan tinggi jejaring.

Tabulasi dilakukan terhadap parameter pengukuran“kualitas” putusan hakim yang mencakup: (1)prosedur hukum acara pidana (tujuh parameter); (2)kelengkapan pembuktian unsur tindak pidana dankesalahan (19 parameter); (3) pencerminan penalaranhukum runtut dan sistematis (sembilan parameter);dan (4) pengakomodasian nilai keadilan dankemanfaatan (12 parameter). Empat parameter di atassejalan dengan empat rumusan permasalahan dalampenelitian ini. Namun demikian, peneliti diperguruan tinggi jejaring juga diberi kesempatanmemberi rekomendasi yang ditampung padaparameter kelima (5) berupa rekomendasi putusanhakim (3 parameter).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 68: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

41

Muatan sesuai Ps 197jo 199 KUHAP

Dukungan alat buktisah sesuai Ps 183 jo185 KUHAP

Perolehan bukti sahsecara hukum darijaksa dan terdakwa

Kesesuaian pembuk-tian dengan UU &Doktrin serta yuris-pudensi

Proporsionalitasanalisis argumen jaskadengan penasihathukum

Terdakwa didampingipenasihat hukum

Ada perbedaan hari/tanggal musyawarahmajelis danpengucapan putusan

1

2

3

4

5

6

7

91 12,38 14 1,90 - -

96 13,06 9 1,22 - -

76 10,34 8 1,08 21 2,86

72 9,80 30 4,08 3 0,41

55 7,48 37 5,03 13 1,77

72 9,90 22 3,00 11 1,50

45 6,12 55 7,48 5 0,68

TOTAL 507 68,98 175 23,81 53 7,21

No. ParameterYa Tidak TT

n % n % n %

PUTUSAN HAKIM DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA(Aspek Formalitas Putusan)

(N = 735)

N = Jumlah item yang dinilai TT = Tidak terindentifikasi

TABEL I

Hasil tabulasi parameter tersebut dalam kaitandengan seluruh putusan hakim yang diteliti 18perguruan tinggi jejaring dapat dikemukakan dalamtabel-tabel berikut ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 69: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

42

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 105 putusanhakim yang dinilai berdasarkan 7 parameter bentuk“das Sollen” prosedural hukum acara pidana, yangterakomodasikan menjadi 735 jawaban atasparameter prosedural putusan hakim. Tabel Imemperlihatkan kecenderungan: (a) ditinjau dariaspek prosedural hukum acara pidana secara garisbesar (68,98%) mencerminkan putusan hakim yangcukup berkualitas, utamanya diukur dari aspekkesesuaian dengan amanat Ps 197 jo 199 KUHAP,dukungan alat bukti sesuai amanat Ps 183 jo 185KUHAP, perolehan bukti sah secara hukum,proporsionalitas analisis putusan dengan argumenjaksa dan penasihat hukum, pendampinganpenasihat hukum; (b) dikatakan secara garis besarkarena pada kenyataannya masih terdapat gejala“penyimpangan” penerapan hukum acara pidanasecara prosedural (23,81%). “Penyimpangan”utamanya berupa persamaan hari/tanggalmusyawarah majelis hakim dengan pengucapanputusan (7,21%); proporsionalitas pertimbanganputusan dengan argumen jaksa dan penasihathukum (5,03%), serta kurang diperhatikannya doktrindan yurisprudensi dalam pembuktian kasus (4,08%).Kecenderungan ini diperkuat atas jawaban-jawaban

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 70: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

43

tabel yang secara khusus menyoroti hal ini (lihatTabel II dan III). Ketidaksesuaian putusan denganmuatan pasal 197 jo 199 KUHAP (1,90%), dukunganalat bukti sesuai Pasal 183 jo 185 KUHAP (1,22%).

Gejala “penyimpangan” prosedural hukum acarapidana sebesar 23,81% dari 7 parameter atas 105putusan hakim ini rasanya pantas diperhatikan, olehkarena kemungkinan putusan-putusan hakim ditingkat nasional gejala itu menjadi cukup seriusdalam praktik penanganan kasus-kasus pidana dinegeri ini.

Jika fenomena tersebut dicermati, ada sejumlah halyang perlu dipertanyakan, misalnya berkaitandengan pemahaman dan sikap para hakim terhadapdoktrin-doktrin hukum standar dan yurisprudensi.Gejala ini dapat saja terjadi karena memang di matapara hakim doktrin-doktrin standar mungkin sudahtidak perlu lagi dijadikan referensi dalam pembuatanputusan atas kasus-kasus yang dihadapkankepadanya. Hal ini menjadi menarik karena secaraakademik spekulatif sumber-sumber hukum adalahperkembangan ilmu pengetahuan hukum, dan didalam kajian-kajian akademik itulah terdapatpembicaraan menyangkut doktrin-doktrin hukum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 71: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

44

10 Sebastiaan Pompe, The Indonesian Supreme Court: A Study ofInstitutional Collapse (Ithaca: Southeast Asia Program Publi-cations at Cornell University, 2009)

standar serta ajaran-ajaran hukum umum yang sangatberguna dalam penerapan proses silogismepembuatan putusan hakim.

Pada sisi lain, tampaknya di mata para hakim,yurisprudensi tak lagi dipandang sebagai sumberhukum, utamanya dalam kaitannya denganpenelusuran pola-pola pembuatan putusannya sertasebagai pendukung kearifannya dalam menjatuhkanputusan atas kasus-kasus tertentu. Hal demikian bisasaja terjadi karena pada satu pihak perkembanganperan Mahkamah Agung RI dalam melahirkanyurisprudensi akhir-akhir ini dipandang sangatmerosot, terlepas apapun alasannya. Salah seorangpeneliti dari Belanda menyatakan bahwa MahkamahAgung RI akhir-akhir ini kurang berperan dalamfungsinya mengembangkan hukum lewatyurisprudensi-yurisprudensinya.10 Hal lain yang jugaperlu ditelaah lebih jeli adalah musyawarah majelishakim dan pengucapan putusan yang jatuh padahari/tanggal bersamaan. Ada kemungkinanpenyebabnya adalah karena rutinitas pekerjaan dikalangan para hakim atau asumsi bahwa perkara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 72: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

45

tersebut sedemikian sederhananya, sehingga dapatlangsung dijatuhkan putusan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsistensi dasarhukum putusanhakim requistor*

1 66 3,31 36 1,80 3 0,15

No. ParameterYa Tidak TT

n % n % n %

KELENGKAPAN UNSUR PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA & KESALAHAN(Aspek MaterialPutusan)

(N = 1995)

Ketetapan dasarhukum dengan perkara

2 86 4,31 19 0,95 - -

Peneranganyurisprudensi sebagaidasar hukum selainUU

3 13 0,65 91 4,65 1 0,05

Penerapan doktrinhukum standarsebagai dasar hukum

4 37 1,85 65 3,26 3 0,15

Disparitas sanksipidana putusan hakimdengan requisitor*

5 43 2,16 57 2,86 5 0,25

Pembuktian unsurtindak pidanadidukung faktahukum yang kuat

6 75 3,76 25 1,25 5 0,25

Pembuktian unsurkesalahan didukungfakta hukum yangkuat

7 68 3,42 33 1,65 4 0,20

Penerapan hukum taktertulis

8 7 0,35 96 4,81 2 0,10

Penggunaan TeoriMonisme dalampembuktian kesalahan

9 39 1,95 31 1,55 35 1,76

Uraian faktormeringankan terdakwaterkait dengan sakasi

10 38 1,90 62 3,10 5 0,26

TABEL II

Page 73: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

46

Penerapan doktrinstandar dalammemahami unsurtindak pidana

12 47 2,36 53 2,66 5 0,24

No. ParameterYa Tidak TT

n % n % n %

KELENGKAPAN UNSUR PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA & KESALAHAN(Aspek MaterialPutusan)

(N = 1995)

Analisis doktrin untukmembuktikan unsurtindak pidana memadai

13 25 1,26 70 3,50 10 0,50

Penggunaanyurisprudensi dalampemahaman unsurtindak pidana

14 11 0,55 93 4,67 1 0,05

Analisis kaitan unsurtindak pidana denganyurisprudensimemadai

15 6 0,30 86 4,32 13 0,65

Pemahaman unsurkesalahan dasardoktrin standar

16 48 2,41 53 2,66 4 0,20

Analisis kaitankesalahan dengandoktrin memadai

17 30 1,50 64 3,21 11 0,55

Penggunaanyurisprudensi dalammemahami unsurkesalahan

18 11 0,55 92 4,61 2 0,10

Analisis kaitan antaraunsur kesalahandengan yurisprudensimemadai

19 4 0,20 85 4,26 16 0,80

TOTAL 694 31,79 1172 58,75 129 6,46

Uraian faktormemberatkanterdakwa terkaitdengan sakasi

11 40 2,00 61 3,06 4 0,20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 74: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

47

Dari tabel di atas tampak bahwa aspek ”kelengkapanunsur pembuktian tindak pidana dan kesalahan”yang diterjemahkan menjadi 19 parameter dan 1995jawaban terkandung dari 105 putusan hakim yangmenjadi objek penelitian secara umum kurangberkualitas. Fenomena umum yang tampak dari 19parameter yang diterapkan sebagai kriteria kualitasaspek tersebut, didominasi oleh jawaban tidak ataunegatif (58,75%). Kurang berkualitasnya putusan-putusan hakim itu muncul disebabkan oleh: (a) tidakdipertimbangkannya yurisprudensi sebagai sumberhukum selain UU (4,56%); (b) tidakdipertimbangkannya doktrin-doktrin standar sebagaisumber hukum (3,26%); (c) tidakdipertimbangkannya doktrin standar dalammenentukan tindak pidana dan kesalahan tedakwa(5,32%); (d) tidak dipertimbangkannya yurisprudensisebagai sumber hukum dalam menentukan tindakpidana dan kesalahan terdakwa (9,28%); (e) tidakdipertimbangkannya hukum tak tertulis sebagaisumber hukum (4,81%); dan (f) terjadinya disparitasyang cukup tajam antara sanksi pidana putusandengan requisitor (2,86%).

Hal yang menarik, putusan-putusan hakim yangmenjadi objek penelitian secara prosedural

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 75: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

48

merupakan putusan yang berkualitas. Artinya bahwaketentuan-ketentuan prosedural hukum acara pidanatelah tercermin secara memadai (Tabel I). Namunketika diperhatikan unsur-unsur yang lebihsubstantif masih terdapat adanya penyimpanganprosedural hukum acara utamanya berkaitan denganpengabaian doktrin-doktrin standar danyurisprudensi dalam pembuktian kasus dandukungan alat bukti yang cukup. Fenomena yangmuncul dalam Tabel I ternyata memperolehpenguatan dalam Tabel II. Unsur-unsur substantifkelengkapan pembuktian tindak pidana dankesalahan terdakwa pada umumnya memperlihatkanfakta yang negatif, seperti disinggung di muka.

Dengan memperhatikan keterkaitan antara Tabel Idan Tabel II, paling tidak dapat diindikasikan bahwaseluruh (105) putusan hakim tersebut lebihmengedepankan keadilan prosedural daripadakeadilan substantif. Fenomena lebih dipilihnyakeadilan prosedural daripada keadilan substantif inidapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu yangdapat dicermati dalam penelitian ini adalah adanyakemungkinan bahwa hal itu disebabkan olehrendahnya pemahaman pembuat putusan-putusanitu terhadap doktrin-doktrin standar pada satu pihak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 76: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

49

dan kurang berperannya yurisprudensi sebagaisumber hukum dalam pembuatan putusan-putusanhakim di pengadilan.

”Rendahnya pemahaman pembuat putusan-putusanpengadilan” itu boleh jadi muncul sebagai akibat darikurang dipahaminya asas-asas dasar hukum yanglazimnya menjadi pokok bahasan ilmu hukum padaumumnya dan ilmu hukum pidana pada khususnyabeserta perkembangan yang terjadi di ranah ilmuhukum pidana itu. Tidak berlebihan bila dikatakanperlu adanya pemahaman akan pentingnya ilmupengetahuan hukum (pidana) besertaperkembangannya sebagai sumber hukum.Konstatasi ini tampak sudah banyak dikemukakanoleh para pakar hukum pidana negeri ini dalamsetiap kesempatan kegiatan ilmiah (seminar,lokakarya, dan sebagainya).

Evaluasi terhadap kualitas putusan hakim padatahap berikutnya terfokus pada kandungan penalaranhukum yang tercermin dalam putusan-putusanhakim itu. Penalaran hukum yang baik adalahpenalaran hukum yang mencerminkan urutan yanglogis dan sistematis. Berkaitan dengan kandunganpenalaran logis, dalam arti runtut dan sistematis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 77: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

50

Analisa makna dasarhukum yangditerapkan

159 7,02 44 5,24 2 0,24

No. ParameterYa Tidak TT

n % n % n %

PENALARAN YANG LOGIS, RUNTUT DAN SISTEMATIS(Aspek Penalaran Hukum)

(N = 840)

Penafsiran baru hakimatas dasar hukum

2 5 0,60 93 11,07 7 0,83

TOTAL 364 43,33 428 50,94 48 5,71

Pengkonstruksianhukum hakim

3 36 4,28 67 7,98 2 0.24

Dasar hukum hakimdi luar UU

4 4 0,48 97 11,54 4 0,48

Alasan penggunaandasar hukum di luarUU

5 - - - - - -

Susunan logis faktahukum sehinggamudah dipahami

6 75 8,92 27 3,22 3 0,36

Proses silogistis hakimruntut sehingga yangdituduhkan terhubungdengan fakta

7 68 7,38 30 3,57 13 1,55

Kesimpulan penalaranurut dan sistematis(tak terkesan adajumping conclusion)

8 62 7,38 30 3,57 13 1,55

Teridentifikasikonklusi wajar (tidakdipaksakan)

9 55 6,55 36 4,28 14 1,65

TABEL III

dalam putusan hakim, dapat dikemukakan dalamtabel berikut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 78: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

51

Dari tabel di atas tampak bahwa dari 105 putusanhakim yang menjadi objek penelitian secara umummemperlihatkan tata penalaran hukum yang dinilaioleh peneliti di tingkat jejaring sebagai “kurangberkualitas” (50,94% dari 840 jawaban bersifatnegatif).11 Besarnya kecenderungan kurangberkualitasnya putusan-putusan hakim ini terletakpada: (a) lemahnya pemaknaan dasar hukum putusan(5,24%); (b) absennya penafsiran baru oleh hakim atasdasar hukum putusan (11,07%); (c) pengkonstruksianhukum lemah (7,98%); dan (d) tidakdipertimbangkannya dasar hukum di luar undang-undang (11,54%).

Apa yang dapat diungkap dari fenomena di atas ialahbahwa walaupun didukung oleh pola pemikiranlogika fakta hukum jelas dan mudah dipahami,proses penerapan hukum menggunakan cara berpikirdeduktif silogistik, namun secara umum dapatdikatakan bahwa aliran pemikiran para hakim dalampenanganan kasus-kasus hukum (pidana) dapatdikategorikan sangat ”kaku” dan bersifat sangat”legistik”. Hal ini tampak dari ”keringnya” analisis

11 Dari 9 parameter, items 05 hampir tak terjawab, maka dipakai8 items sebagai indikator pokok bahasan ini, sehingga 8 itemsuntuk 10 putusan hakim, menjadikan N jawaban adalah 80)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 79: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

52

makna dasar hukum yang diterapkan, tak adapenafsiran baru atas hukum yang diterapkan,konstruksi hukumnya pun kering dan sama sekalitidak menggunakan dasar hukum di luar undang-undang.

Dengan memperhatikan gejala putusan-putusanhakim tersebut di atas, dapat kiranya diberikancatatan bahwa para hakim dalam penyelesaian kasus-kasus yang ditanganinya cenderung sangat legistik.Hal ini dapat saja diterima mengingat bahwaputusan-putusan hakim itu secara ”sistemik” (sistemperadilan pidana) tak dapat dilepaskan dari ”karya”penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dalammerekonstruksikan hukum atas kasus-kasus pidanayang dihadapkannya. Namun demikian bila diingatbahwa pengadilan adalah benteng terakhir pencarikeadilan, maka sudah seharusnya pandangan-pandangan legistik itu dipertimbangkan denganmengingat penalaran kritis hakim terhadap ketentuanundang-undang yang ada dengan memperhatikanperkembangan ”budaya hukum” yang ada dimasyarakat. Juga perlu diperhatikan terjadinyaperkembangan dunia ilmu pengetahuan hukum(pidana) yang begitu pesat pada satu pihak dantumbuh-kembangnya instrumen-instrumen

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 80: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

53

internasional di bidang hukum pidana. Antara lainmenekankan perlunya diperhatikan kearifan-kearifanmasyarakat lokal dalam penanggulangan kejahatan.Maka pandangan yang mengabaikan hukum yanghidup dalam masyarakat dan kebiasaan-kebiasaanmasyarakat dalam menyikapi tindak pidana tertentupun pantas dipertimbangkan agar putusan-putusanhakim di negeri ini tidak ketinggalan dariperkembangan dunia hukum masyarakatinternasional.

Aspek yang selanjutnya pantas dikedepankan dalamupaya pengidentifikasian evaluatif kualitas putusan-putusan hakim ini adalah ada tidaknya”pertimbangan unsur keadilan dan kemanfaatandalam putusan hakim”. Terkait dengan pertimbanganunsur keadilan dan kemanfaatan ini dapatdikemukakan dalam tabel berikut ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 81: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

54

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cermin keadilandalam putusan

1 50 5,30 47 4,97 8 0,84

No. ParameterYa Tidak TT

n % n % n %

PERTIMBANGAN UNSUR KEADILAN DAN KEMANFAATAN DALAMPUTUSAN HAKIM

(Aspek Nilai Aksiologi dalam Putusan)(N = 945)

Penafsiran baru hakimatas dasar hukum

2 40 4,24 62 6,56 3 0,32

TOTAL 393 43,33 4,59 460 92 9,73

Pengkonstruksianhukum hakim

3 45 4,76 56 5,93 4 0,42

Dasar hukum hakimdi luar UU

4 34 3,60 63 6,67 8 0,84

Falsafah pemidanaanretributis tampakdalam putusan

5 45 4,76 40 4,23 20 2,12

Pemidanaanberefalsafahkanpenjeraan tampakdalam putusan

6 32 3,39 61 6,45 12 1,27

Pemidanaanberefalsafahkanpembinaan tampakdalam putusan

7 39 4,13 48 5,03 18 1,90

Putusan telahcerminkan nilai-nilaiyang hidup dalammasyarakat dan sesauikebutuhan riilmasyarakat dewasa ini

8 35 3,70 56 5,93 14 1,48

Ada perintahpenahanan terhadapterdakwa dalamputusan

9 73 7,72 27 2,85 5 0,54

TABEL IV

Page 82: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

55

Dari tabel di atas secara umum dapat dikatakanbahwa dari 105 putusan hakim yang menjadi objekpenelitian, tampak bahwa konstatasi”pengedepanan” pemikiran legistik proseduralmakin jelas dari tak tampaknya unsur keadilan dankemanfaatan dalam putusan dikaitkan denganhakikat tindak pidananya. Hal ini terlihat dari poinjawaban atas pertanyaan 1, 2, 3, 4, (hampir mencapai24,13%). Hal yang sedikit menggembirakan adalahmulai terlihatnya pergeseran dari penjatuhan sanksipidana yang berfalsafah retributif (just desert model)dan pencegahan (deterrent), bergerak ke arah falsafahpembinaan (4,13%). Gejala ini muncul tampaknyaberkaitan dengan kasus-kasus putusan hakim yangkebanyakan adalah kasus-kasus psikotropika(golongan I dan II) serta kasus kekerasan dalamrumah tangga. Tujuan pemidanaan yang bersifatpembinaan memang paling tepat sebagai reaksiterhadap kasus-kasus itu.

Jika diperhatikan kecenderungan dalam tabel di atas,maka tampak ada gejala ketidaktaatan-asas (olehpeneliti di tingkat jejaring) terhadap indikator 03 dan08. Pada satu pihak, indikator 03 menyatakan nilaikemanfaatan tak teridentifikasi dalam putusan,namun dalam kaitan dengan indikator 08 putusan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 83: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

56

dinilai mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalammasyarakat dan sesuai kebutuhan riil masyarakat.Atas inkonsistensi jawaban tersebut, tim analisis ditingkat pusat kemudian mengambil sikap bahwajawaban indikator 08 diragukan validitasnya.Sementara itu, indikator 03 sangat mungkin benarkarena dalam putusan hakim sulit dilakukanpengidentifikasian nilai-nilai kemanfaatan, dan nilaiyang lebih tampak dalam putusan putusan hakim ituadalah nilai kepastian hukum.

Kecenderungan lain tampak dari upayapengungkapan nilai keadilan dan nilai-nilai yanghidup dalam masyarakat (dalam indikator 01 dan 02).Indikator-indikator ini memiliki makna bahwa upayapengungkapan nilai-nilai keadilan substantif dannilai-nilai kemanfaatan yang berlandaskan pada nilai-nilai yang hidup di masyarakat ”tak mampu”diungkap hanya lewat penelitian putusan-putusanhakim saja, melainkan perlu dilengkapi denganmodel-model pendekatan lain, misalnya surveidengan para pihak yang terlibat dalam kasus-kasustersebut.

Unsur-unsur yang telah disinggung di muka secararinci dapat dikemukakan dalam paparan berikut ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 84: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

57

a. Putusan Hakim dari Aspek Hukum Acara Pidana

Dari Tabel I tentang Putusan Hakim dari AspekHukum Acara Pidana dengan jumlah jawaban 735menunjukkan bahwa sebagian besar putusan hakim(68,98%) telah memenuhi ketentuan-ketentuan yangdiatur dalam KUHAP. Namun demikian masihterdapat pula putusan-putusan yang tidak memenuhiprosedur hukum acara pidana yaitu sebesar 23,80%.Angka ini tidak begitu besar namun sangatmencerminkan kekurangprofesionalan hakimmengingat bahwa 23,80% dari putusan ini ternyatatidak menyebabkan batal demi hukum. Faktor-faktorpenyebabnya antara lain: (1) hakim merasa yakinbahwa terdakwa benar-benar terbukti secara sah danmeyakinkan telah melakukan tindak pidana,walaupun harus ditempuh dengan melakukanpenyimpangan terhadap KUHAP khususnya Pasal197 jo 199; (2) ada kesengajaan atau bisa juga kealpaanhakim menyederhanakan masalah mengingat kasusyang ditanganinya tergolong ringan seperti kasusKDRT. Unsur-unsur yang dilanggar dalam putusanhakim yang tidak sesuai dengan KUHAP yaitu: (1)perbedaan hari/tanggal musyawarah majelis hakimdengan pengucapan putusan (7,35%); (2)proporsionalitas analisis argumen jaksa dan penasihat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 85: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

58

hukum (5,03%); (3) kesesuaian pembuktian denganundang-undang, doktrin serta yurisprudensi (4,08%);(4) terdakwa tidak didampingi penasihat hukum(3,00%); (5) muatan sesuai Pasal 197 jo 199 KUHAPsebesar 1,90%; (6) dukungan alat bukti sesuai Pasal183 jo 185 KUHAP sebesar 1,36%; dan (7) perolehanbukti sah secara hukum dari jaksa dan/ataupenasihat hukum sebesar 1,08%.

Persentase penyimpangan putusan hakim denganKUHAP ini walaupun kecil (23,80%) namun cukupmendasar karena ternyata (das sollen) tidak berdampakpada putusan batal demi hukum dan hal tersebuttidak pernah menjadi perhatian atau sudah diketahuitetapi memang dibiarkan. Kondisi ini patutmendapat perhatian khusus Mahkamah Agung agarhakim dalam putusannya benar-benarmemperhatikan hukum acara pidana.

Di samping adanya penyimpangan putusan hakimterhadap KUHAP, terlihat pula dalam Tabel I tidakteridentifikasinya putusan hakim yang sesuai denganhukum acara pidana sebesar 7,22%. Angka tersebutterdiri dari: (1) perolehan bukti sah secara hukum darijaksa dan/atau penasihat hukum (2,86%); (2)proporsionalitas analisis argumen jaksa dan penasihat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 86: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

59

hukum (1,77%); (3) terdakwa didampingi penasihathukum (1,50%); (4) ketidaksesuaian hari/tanggalmusyawarah dengan hari/tanggal putusan (0,68%);dan (5) kesesuaian pembuktian dengan undang-undang, doktrin serta yurisprudensi (0,41%). Tidakteridentifikasi putusan hakim ini dikarenakankemungkinan peneliti tidak melakukan analisisdengan cermat atau memang isi putusan tidak cukupinformatif. Ini artinya, bahwa 7,22% ini tidakseluruhnya merupakan keterwakilan dari kesalahanhakim dalam memenuhi prosedur KUHAP tetapibisa jadi disebabkan oleh kekurangcermatan jejaringpeneliti dalam menganalisis putusan hakim.

b. Unsur Kelengkapan Pembuktian Tindak Pidanadan Kesalahan

Terkait dengan hukum pidana material, data TabelII menunjukkan bahwa 58,75% putusan hakim tidakmampu membuktikan unsur tindak pidana dankesalahan secara lengkap. Ini mencerminkan bahwaputusan hakim secara substantif kurang berkualitas.Hal tersebut dapat dilihat misalnya pada putusanhakim yang sebagian besar tidak pernah menerapkanhukum tidak tertulis sebagai dasar hukum, tidakmenggunakan yurisprudensi sebagai dasar hukum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 87: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

60

selain undang-undang, serta tidak diterapkannyadoktrin standar dalam memahami dan membuktikanunsur tindak pidana. Sementara itu, putusan hakimyang mampu membuktikan unsur tindak pidana dankesalahan secara lengkap sebesar 34,79% yangsebagian besar tercermin dari ketepatan dasar hukumdengan perkara, konsitensi dasar hukum putusanhakim dengan tuntutan JPU, serta pembuktian unsurtindak pidana dan unsur kesalahan didukung faktahukum yang kuat. Sedangkan sisanya yaitu 6,46%menunjukkan tidak teridentifikasinya putusanmajelis hakim berkaitan dengan kelengkapan unsurtindak pidana dengan kesalahan yang bisadisebabkan peneliti kurang teliti atau tidak adainformasi mengenai itu dalam putusan tersebut.

Dibandingkan dengan pemenuhan putusan majelishakim berkaitan dengan penerapan KUHAP yaitusebesar 68,98% (Tabel I), maka terlihat adanyaparadoksal dengan kualitas putusan hakim yangtidak mampu membuktikan unsur tindak pidana dankesalahan secara lengkap yaitu 58,75% (Tabel II). Inicukup disayangkan karena dari sisi hukum pidanamaterial, menunjukan bahwa kualitas putusan hakimjustru rendah padahal sisi ini memiliki korelasidengan keadilan. Menjadi pertanyaan selanjutnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 88: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

61

kenapa hal itu terjadi? Ada beberapa faktor yangkemungkinan bisa dijadikan alasan antara lain: (1)Semakin langkanya yurisprudensi yang dikeluarkanoleh Mahkamah Agung, dan (2) rendahnyapengetahuan hukum oleh hakim khususnya tentangdoktrin standar.

c. Unsur Penalaran Logis (Runtut dan Sistematis)Putusan Hakim

Data Tabel III menunjukan rendahnya penalaranhukum logis dalam putusan majelis hakim. Sebagianbesar jawaban menyatakan negatif yaitu sebesar50,94% yang tercermin pada penggunaan dasarhukum hakim di luar undang-undang, penafsiranbaru hakim atas dasar hukum dan pengkonstruksianhukum serta analisis makna dasar hukum yangditerapkan. Sebaliknya, sebesar 43,33% putusanmajelis hakim dalam menggunakan penalaranhukum yang logis menunjukkan hasil positif. Daripersentase tersebut penggunaan cara berpikirsilogisme justru cukup kuat digunakan oleh hakimdalam memutus perkara. Ini berarti memang hakimdalam memutus perkara sangat ketat denganpenggunaan pendekatan premis mayor dan premisminor yang belum tentu mencerminkan nilai keadilan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 89: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

62

substansial. Di sisi lain, hakim hampir tidak pernahmempertimbangkan nilai-nilai yang hidup dalammasyarakat.

Rendahnya kualitas putusan seperti pada Tabel IIyang dilengkapi dengan rendahnya pula penalaranhukum logis oleh para hakim dalam tabel III semakinmemperburuk harapan pencari keadilan. Olehkarena itu, cara berpikir yang progresif yang bukansekedar pemenuhan unsur-unsur yang tersuratdalam ketentuan undang-undang sangat dibutuhkandan memerlukan keberanian dari para hakim agarputusan mereka benar-benar mencerminkankeadilan. Cara berpikir yang terlalu legalistik sudahsepantasnya mulai ditinggalkan.

d. Unsur Pertimbangan Keadilan dan KemanfaatanPutusan Hakim

Tabel IV menunjukkan bahwa 48,68% putusan majelishakim tidak mencerminkan nilai keadilan dankemanfaatan. 41,59% berkorelasi positif artinyamencerminkan nilai keadilan dan kemanfaatan,sedangkan sisanya 9,73% tidak teridentifikasi.Jawaban-jawaban dalam Tabel IV ini sangatberkorelasi dengan Tabel I, II dan III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 90: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

63

Kekurangpahaman majelis hakim terhadap hukumpidana material (Tabel II) yang diikuti denganrendahnya kelengkapan unsur pembuktian tindakpidana dengan kesalahan serta rendahnyapenggunaan penalaran hukum logis (runtut dansistematik) (Tabel III) atau yang lebih mengutamakancara berpikir silogisme berdampak pada kualitasputusan yang kurang mencerminkan nilai keadilandan kemanfaatan bagi masyarakat. Pertimbanganfaktor nonyuridis kurang mendapat perhatian,sedangkan falsafah pemidanaannya lebih cenderungpada “retributif”. Sangat jarang putusan hakim padaera sekarang ini menggunakan falsafah pemidanaanyang bersifat penjeraan (deterrence). Perbedaan-perbedaan tersebut dapat saja kemudian mengarahkepada disparitas sanksi pidana antara tuntutan JPUdan putusan hakim.

4.2.1.1 Rangkuman Analisis Kuantitatif

Dari seluruh paparan tabel dan komentarnya yangdibuat berdasarkan 105 putusan hakim dari 18jejaring, secara singkat dapat dinyatakan sebagaiberikut:

1. Seluruh putusan hakim hasil penelitian sedikit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 91: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

64

banyak telah dapat mengungkap bagaimanapraktek para hakim dalam menangani kasus-kasuspidana;

2. Hasil penelitian putusan hakim dapat menjadiindikator atau parameter kualitas penafsiran hakimterhadap ketentuan UU dalam kasus-kasus konkrityang dimintakan penyelesaiannya lewat putusan-putusannya;

3. Hakim dalam putusan-putusannya menunjukkankecenderungan sangat “legistik”.

4. Hakim dalam putusan-putusannya menunjukkankecenderungan tidak mempertimbangkan hukumtak tertulis, berupa hukum-hukum yang hidupdalam masyarakat. Hal ini merupakan hal yangpenting diperhatikan, mengingat bahwa tugashakim selain menerapkan hukum juga perlumenemukan hukum (rechtsvinding), mengingatpenanganan kasus-kasus pidana lebihmengedepankan kebenaran material.

5. Hakim dalam putusan-putusannya menunjukkankecenderungan tidak memperhatikan doktrin-doktrin standar dalam penanganan kasus-kasusyang ditanganinya. Kecenderungan ini mungkinsaja karena kurangnya pemahaman akan doktrin-doktirn standar dalam hukum pidana.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 92: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

65

6. Hakim dalam putusan-putusannya menunjukkankecenderungan tidak memperhatikanyurisprudensi sebagai salah satu sumber hukumdalam penanganan kasus-kasus pidana yangditanganinya. Kecenderungan ini terjadi sebagaidampak dari kurang produktifnya MahkamahAgung RI melahirkan yurisprudensi ataumeredupnya peran Mahkamah Agung RI sebagaiagen pembaruan kehidupan hukum di negeri ini.

7. Kecenderungan-kecenderungan di atas, palingtidak memberikan kesan bahwa para hakim dalampraktek penanganan kasus-kasus pidana lebihmengedepankan ”keadilan prosedural” daripada”keadilan substantif”.

8. Dari proses pengolahan data yang berupa putusan-putusan hakim disertai beberapa panduanevaluasi kualitas putusan hakim (indikator danparameternya), instrumen yang disusun oleh timpeneliti dalam hal tertentu tidak mampumengungkap hal-hal yang fundamental, utamanyayang berkaitan dengan upaya pengungkapankandungan nilai-nilai keadilan, dan kemanfaatanputusan-putusan hakim itu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 93: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

66

4.2.1.2 Rekomendasi

Rekomendasi adalah bagian terakhir dari daftarkontrol yang dijawab oleh jejaring peneliti. Darijawaban-jawaban yang disampaikan dalam daftarkontrol tersebut dapat ditarik beberapa pandangansebagai berikut:

1. Secara umum perlu adanya peningkatanpemahaman di kalangan para hakim dalam rangkamemperkaya pengetahuannya yang terkait denganmasalah-masalah dasar dalam hukum pidana,beserta perkembangan kajian-kajiannya. Saran inidiperkuat dari pengalaman para pakar yangmelakukan seleksi terhadap para calon hakimagung, terungkap bahwa banyak calon hakimagung ”lupa” asas-asas hukum pidana.

2. Perlu pula rasanya para hakim diberikan”pencerahan” akan perkembangan ilmu hukumpidana yang terjadi di masyarakat (nasional dantrend internasional).

3. Perlu adanya kesadaran para hakim bahwa disamping sumber-sumber hukum yang telahdikenal dalam khasanah hukum, di kalanganpakar berkembang pula pemikiran barumenyangkut ilmu pengetahuan hukum (pidana)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 94: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

67

dan perkembangan pemikiran pakar itu pantasdipertimbangkan sebagai sumber hukum.

4.2.2 Analisis Kualitatif

Ada perbedaan sumber acuan antara analisiskuantitatif dan analisis kualitatif yang dimuat dalamlaporan penelitian ini. Analisis kuantitatif berangkatdari sumber daftar kontrol yang diidentifikasi olehsetiap jejaring peneliti sebelum mereka membuatlaporan penelitian. Sementara, analisis kualitatif tidaklagi memperhatikan daftar kontrol tersebut,melainkan langsung membaca laporan-laporanpenelitian itu secara detail. Dengan demikian catatan,komentar, atau kritik para jejaring peneliti di tingkatjejaring terhadap putusan tersebut akan menjadiacuan untuk ditampilkan dalam analisis kualitatif ini.

Mengingat setiap laporan penelitian pada hakikatnyadibuat dengan berpedoman pada daftar kontrol hasilidentifikasi, maka seyogyanya tidak akan adaperbedaan mendasar antara analisis kuantitatif dananalisis kualitatif ini. Posisi analisis kualitatif inidiharapkan akan dapat memperkaya penjelasan yangsudah disampaikan dalam bagian analisis kuantitatifsebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 95: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

68

Sistematika analisis kualitatif berikut ini dibuatdengan mengikuti empat pertanyaan yang tersajidalam rumusan permasalahan.

4.2.2.1 Aspek Formalitas Putusan

Dari analisis yang diperoleh melalui para jejaring,sebagian besar putusan pengadilan negeri yangditeliti telah memperhatikan benar hal-hal yangseharusnya dicantumkan secara formal menurutketentuan Pasal 197 jo Pasal 199 KUHAP. Jikamengacu kepada Pasal 197 ayat (1) KUHAP, setiapsurat putusan pemidanaan wajib memuat:

a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMIKEADILAN BERDASARKAN KETUHANANYANG MAHA ESA”;

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggallahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,agama dan pekerjaan terdakwa;

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam suratdakwaan;

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkasmengenai fakta dan keadaan beserta alatpembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan disidang yang menjadi dasar penentuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 96: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

69

kesalahan terdakwa;e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam

surat tuntutan;f. Pasal peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar pemidanaan atau tindakan danpasal peraturan perundang-undangan yangmenjadi dasar hukum dari putusan, disertaikeadaan yang memberatkan dan yangmeringankan terdakwa;

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarahmajelis hakim kecuali perkara diperiksa olehhakim tunggal;

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telahterpenuhinya semua unsur dalam rumusan tindakpidana disertai dengan kualifikasinya danpemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankandengan menyebutkan jumlah pasti dan ketentuanmengenai barang bukti;

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsuatau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu,jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetapdalam tahanan atau dibebaskan;

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 97: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

70

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum,nama hakim yang memutus dan nama panitera.

Jika putusannya bukan pemidanaan, maka ketentuanPasal 197 ayat (1) itu tetap berlaku, kecuali huruf e, f,dan h. Demikian ditegaskan dalam Pasal 199 KUHAP.Khusus untuk ketentuan ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f,h, j, k, dan l di atas apabila tidak dipenuhi, makaputusannya berakibat batal demi hukum.

Kendati sebagian besar putusan pengadilan telahmemenuhi formalitas menurut ketentuan di atas,dalam kenyataannya masih ditemukan sejumlahindikasi yang oleh peneliti dipandang belummemenuhi syarat-syarat formal ini, misalnya dalamPutusan No. 737/Pid.B/2006/PN.PBR, Putusan No.35/Pid.B/2009/PN.PDG, Putusan No. 309/Pid.B/2008/PN.ME, Putusan No. 393/Pid.B/2006/PN.PBR,Putusan No. 390/Pid.B/2006/PN.KPJ, Putusan No.724/Pid.B.2007/PN.MGL, Putusan No. 982/Pid.B/2008/PN.DPS, dan Putusan No. 177/Pid.B/2008/PN.DPS. Ada banyak faktor yang ditelaah sebagaiindikasi ke arah pelanggaran formalitas itu, sepertipeneliti menilai majelis hakim dalam perkara yangdimaksud mengabaikan poin pemuatan dakwaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 98: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

71

jaksa dalam putusannya, atau kesalahan dalampencantuman dasar hukum, atau hal-hal yangmeringankan/memberatkan yang lalai dimuat dalamputusan. Indikasi lain adalah mengenai tidak jelasnyaperintah penahanan terhadap terdakwa (apakah tetapditahan atau dibebaskan).12

Tentu saja, seberapa jauh kesimpulan “batal demihukum” ini dapat disepakati sebagai sanksi yangpantas dari “kelalaian”, masih perlu diuji dalamtataran paktik. Pertama-tama tentu pihak terdakwadan/atau jaksa penuntut umum harus menjadi figuryang mempersoalkannya, misalnya denganmengajukan upaya hukum. Kedua, instansipengadilan di atasnya (khususnya MahkamahAgung) di kemudian hari harus juga setuju denganpermintaan pembatalan ini.

12 Untuk butir tentang perintah penahanan ini masih menjadipermasalahan apakah merupakan “harga mati” yang harusada. Sebagai contoh (sebagaimana terjadi dalam beberapaputusan), bila terdakwa tidak ditahan dan vonis yangdijatuhkan adalah pidana bersyarat, maka menjadipertanyaan apakah tidak adanya pernyataan hakim tentangperintah penahanan terhadap terdakwa (tetap ditahan ataudibebaskan) layak untuk menjadikan putusan itu disebuttidak memenuhi persyaratan Pasal 197 jo 199 KUHAP danberimplikasi pada batalnya putusan demi hukum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 99: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

72

Dari putusan-putusan yang dianalisis juga dapatditemukan kehati-hatian para hakim dalam kontekshukum pembuktian. Keharusan adanya dukungandua alat bukti yang sah misalnya, sungguh-sungguhdiperhatikan. Penerapan hukum pembuktian olehsebagian besar peneliti telah dipersepsikan sudahsesuai dengan undang-undang, doktrin, danyurisprudensi. Para peneliti umumnya menjawabtidak ada alat bukti yang diperoleh secara melawanhukum, atau kalaupun mungkin ada, tampaknyaputusan-putusan ini tidak cukup gamblang memuatinformasi demikian sehingga juga tidak mudah untukmengidentifikasikannya. Kesimpulan ini tampaknyadiperoleh sepanjang tidak ada keberatan dari pihakterdakwa atau penasihat hukum terhadap alat buktiyang diajukan oleh jaksa penuntut umum kepersidangan atau tidak adanya saksi yang menarikketerangannya dalam berita acara pemeriksaan.Padahal di sisi lain, kualitas saksi yang dihadapkandi persidangan pun layak pula untuk dipertanyakan.Dalam kasus-kasus narkotika/psikotropika,misalnya, banyak putusan yang menghadirkan saksi-saksi yang merupakan para polisi dari dinas resersedan kriminal yang melakukan penyamaran,penjebakan, dan penangkapan tanpa diimbangidengan saksi yang berada dalam posisi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 100: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

73

berseberangan seperti kawan pelaku (dalam kasusdi mana pelaku lebih dari satu orang). Hal ini dapatditemui dalam Putusan No. 177/Pid.B/2008/PN.DPS atau dalam Putusan No.10/Pid B/2007/PN.YK. Bukan hanya dalam tindak pidana narkotikasaja, dalam tindak pidana perlindungan anak,misalnya dalam Putusan No. 79/Pid.B/2007/PN.MLG ternyata saksi yang dihadirkan kedua-duanya adalah orang tua korban yang objektivitasnyapatut dipertanyakan. Begitu pula dalam Putusan No.2391/Pid B.2008/PN.SBY tentang KDRT, yangmenjadi saksi hanya dua orang, yaitu korban danorang tua korban.

Proporsionalitas dalam pemuatan argumentasi pihakterdakwa dan jaksa penuntut umum rupanya masihmenjadi persoalan dalam mendorong peningkatankualitas putusan. Para hakim biasanya memandangcukup apabila sudah mengutip bagian-bagianpenting dari berkas surat dakwaan dan surat tuntutan(requisitor) jaksa penuntut umum dan bagian-bagianpembelaan (pleidoi) pihak terdakwa, tanpamemperhatikan aspek keseimbangannya (misalnyapada Putusan No. 52/Pid.B/2008/PN.PBG dan No.990/Pid.B/2007/PN.BDG). Padahal aspek ini justruyang akan menunjukkan kualitas majelis hakim

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 101: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

74

sebagai aparat yang bertugas memberikan keadilankepada para pihak. Analisis secara proporsionalterhadap argumentasi yang disampaikan keduapihak setidaknya akan membuat para pihak merasadiperlakukan adil. Para peneliti dalam penelitianinipun, yang notabene adalah para akademisi,tampaknya menginginkan majelis hakim membuatpertimbangan-pertimbangan yang mendalam terkaitdengan argumen kedua belah pihak yangberseberangan dalam kasus tersebut. Artinya, majelishakim dinilai tidak cukup hanya menyatakan“Setelah mendengar dan membaca tuntutan jaksapenuntut umum tertanggal... yang memohon majelisagar memutuskan...” (lihat juga contoh mengenai halini dalam Putusan No. 35/Pid.B/2009/PN.PDG,Putusan No. 2398/Pid.B/2008/PN.TNG. Demikianjuga dengan Putusan No. 931/Pid/2006/PN. BJM,Putusan No. 39/Pid.B/PN.BJM, Putusan No. 138/Pid.B/2009/PN.BJM, Putusan No. 1456/Pid.B/2009/PN.BJM, Putusan No. 187/Pid.B/2009/PN.BJM, danPutusan No. 910/Pid.B/2008/PN.BJM, yang jikadicermati ternyata juga melanggar huruf d dan/atauk dari ketentuan Pasal 197 KUHAP. Pelanggaran-pelanggaran demikian membuat putusan-putusantersebut “berpotensi” untuk dinyatakan batal demihukum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 102: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

75

Terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukummerupakan faktor yang juga cukup menonjol sebagaipelanggaran ketentuan prosedural pidana (lihatPutusan No. 726/Pid.B/2006/PN.PBR, Putusan No.737/Pid.B/2006/PN.PBR, Putusan No. 802/Pid.B/2006/PN.PBR, Putusan No. 545/Pid.B/2005/PN.PDG, Putusan No. 2777/Pid.B/2007/PN.TNG,Putusan No. 1309/Pid.B/2008/PN.TNG, PutusanNo. 2903/Pid.B/2008/PN.TNG, Putusan No. 454/Pid.B/2007/PN.Stb, Putusan No. 19/Pid.B/2005/PN.TTN, Putusan No. 37/Pid.B/2007/PN.AB).Dalam putusan terkadang hanya dicantumkankalimat pendek seperti, “Terdakwa tidak didampingipenasihat hukum” tanpa penjelasan tentang latarbelakang mengapa sampai tidak disediakan penasihathukum untuk kasus tersebut, sekalipun mengenaihal ini sudah ada pedomannya dalam Pasal 55 dan56 KUHAP.13 Peneliti sendiri tidak banyakmemberikan ulasan mengapa hal ini dapat terjadi.

13 Ada sinyalemen bahwa aparat penegak hukum mulai daritingkat penyidikan, kadang-kadang justru berusahamenghindarkan tersangka/terdakwa untuk mendapatbantuan hukum dari advokat dengan alasan supayakasusnya menjadi cepat selesai. Semangat untuk memberibantuan hukum probono juga mengemuka akhir-akhir inidalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan PP No.83 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan HukumCuma-Cuma.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 103: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

76

Untuk itu, Komisi Yudisial diharapkan dapatmenggali fenomena pengabaian hak-hak terdakwa inidengan melakukan penelitian khusus tentangkeadaan ini. Tujuan penelitiannya adalah untukmengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi olehhakim di lapangan dan sikap mereka tatkalamenemukan ada terdakwa yang belum didampingipenasihat hukum. Latar belakang yang mungkinterjadi antara lain adalah: (1) hakim memang sengajatidak memberi kesempatan kepada terdakwa untukdidampingi penasihat hukum, atau (2) terdakwamemang sengaja menolak atau tidak maumenggunakan haknya untuk didampingi penasihathukum. 14

Konsekuensi dari ketiadaan penasihat hukum dalamsuatu proses peradilan memiliki arti penting dalamupaya menghadirkan peradilan yang berimbang (fair

14 Ada kemungkinan hakim memang sudah menawarkanpenasihat hukum kepada terdakwa tetapi terdakwamenolak, dan hal tersebut sudah dicatat dalam berita acarapersidangan, namun tidak tercatat dalam putusan hakim.Agar masyarakat dapat menilai bahwa pengadilan sudahmenghormati hak terdakwa untuk didampingi penasihathukum, ada baiknya di kemudian hari hakim jugamencantumkan keadaan itu di dalam putusannya (contohPutusan No. 312/Pid.B/2006/PN.BDG).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 104: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

77

trial). Peneliti pada putusan No. 2903/Pid.B/2008/PN.TNG (narkotika), misalnya, menduga bahwadengan tidak adanya penasihat hukum berakibatpada tidak adanya saksi yang meringankan (a-decharge) yang dapat dihadirkan dalam persidangan.Di sisi lain, JPU memiliki kesempatan luas untukmendatangkan saksi-saksi yang memberatkan, yangnotabene para saksi semuanya berasal dari aparatkepolisian. Contoh lain, juga masih dalam kasusnarkotika, adalah Putusan No. 312/Pid.B/2006/PN.BDG. Dalam putusan ini disebutkan bahwaterdakwa mengemukakan tidak akan didampingipenasihat hukum, dan ia akan maju sendiri dipersidangan. Dalam hal ini berarti terdakwa telahmengetahui atau telah diberitahu akan haknyauntuk memperoleh penasihat hukum, tetapi tidakingin menggunakan haknya tersebut. Fakta yangcukup memprihatinkan terlihat dalam putusantentang tindak pidana psikotropika (Putusan No.143/Pid.B/2009/PN.DPS dan Putusan No. 1109/Pid.B/2008/PN.DPS di mana terdakwa tidakdidampingi penasihat hukum padahal sanksi pidanayang diancamkan kepadanya adalah 15 tahunpenjara. Dari putusan ini terlihat bahwa aparatpenegak hukum belum melaksanakan kewajiban

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 105: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

78

yang dibebankan oleh Pasal 56 KUHAP. Memangperlu diteliti lebih lanjut, apa yang menjadi penyebabtidak disediakannya penasihat hukum bagi terdakwa.Seandainya permasalahan terletak pada kesulitanuntuk memperoleh penasihat hukum secara cuma-cuma, maka dengan adanya PP Bantuan Hukum (PPNo. 83 tahun 2008) seharusnya hal ini bukan lagimerupakan kendala utama.

Menurut Pasal 182 ayat (8) KUHAP, putusanpengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkanpada hari/tanggal yang sama dengan musyawarahmajelis. Namun, ada tendensi bahwa MahkamahAgung selama ini berkeinginan agar terdapatperbedaan antara hari/tanggal musyawarah danhari/tanggal pengucapan putusan.15 Kesamaanwaktu tersebut (lihat Putusan No. 737/Pid.B/2006/PN.PBR, Putusan No. 35/Pid.B/2009/PN.PDG,Putusan No. 454/Pid.B/2007/PN.Stb, Putusan No.2738/Pid.B/2008/PN.TNG, Putusan No. 17/Pid.B/2009/PN-Lsm, dan Putusan No. 110/Pid.B/2008/PN.Kdi) memang membuka peluang bahwa kasus-kasus tersebut bakal diputuskan secara tergesa-gesa

15 Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana: Teori,Praktik, Teknik Penyusunan, dan Permasalahannya (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 203.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 106: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

79

sehingga berdampak pada kualitas putusan.Penelitian ini memang menunjukkan kecenderunganbahwa putusan-putusan yang tingkatkompleksitasnya tinggi, seperti kasus-kasus korupsi,tidak pernah diumumkan pada hari yang samadengan saat musyawarah hakim; sementara untukkasus-kasus yang relatif sederhana dan mudahpembuktiannya (seperti kasus KDRT, psikotropika,dan narkotika) justru berkecenderungankebalikannya. Meskipun demikian ada pula putusanyang tidak secara eksplisit menyebutkan apakahdiumumkan pada saat yang sama dengan harimusyawarah, seperti putusan kasus narkotika No.124/Pid.B/2008/PN.BI. Ketidakcermatan seperti initentu akan berpengaruh dalam menilai masalahtenggang waktu untuk mengajukan upaya hukumbanding.16

16 Dalam konteks ini, di masa yang akan datang perludilakukan penelitian lebih lanjut tentang alasan-alasan daripara hakim untuk melakukan musyawarah pada hari/tanggal yang sama dengan pengucapan putusan di luarsinyalemen soal kompleksitas perkaranya. Misalnya, apakahada tendensi bahwa hal ini terjadi karena alasanbertumpuknya kasus-kasus yang masuk ke pengadilan?Patut dicatat bahwa persoalan sama/berbeda hari inimemang tidak serta merta dapat dikaitkan dengan kualitassuatu putusan, bahkan boleh jadi dapat juga diklaimsebaliknya karena selaras dengan asas speedy trial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 107: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

80

Kualitas formal putusan juga sesungguhnya dapatdilihat dari soal-soal “kecil” namun justrumenunjukkan keseriusan majelis hakim dalammemformulasikan “karya” mereka di matajustitiabelen. Kesalahan-kesalahan ketik yang cukupmengganggu dalam putusan memang masih kerapdijumpai. Dalam Putusan No. 2398/Pid.B/2008/PN.TNG, misalnya, ditemukan ada kekeliruanhakim dalam menuliskan waktu masa penahanan(bulan Juli tertulis Juni). Kesalahan demikian bisaditemukan juga pada Putusan No. 2200/Pid.B/2005/PN.Mdn (hlm. 2). Kata “mengekspor” di sanaterketik menjadi “menQeks’od”, juga kata “menjual”menjadi “menival”, dan sebagainya. Belum lagi takterhitung banyaknya kerancuan penggunaan katadepan “di” dengan awalan “di-” yang dilakukanpada perangkaian kalimat. Walaupun dapat didugabahwa kesalahan-kesalahan itu tidak dilakukandengan sengaja, tidak berarti bahwa ketidaktelitiandemikian dapat ditolerir terus-menerus.Peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia(dalam ranah hukum), khususnya bagi petugas dipengadilan, selayaknya perlu mulai diberikanperhatian tersendiri dalam upaya peningkatankualitas putusan hakim kita.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 108: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

81

Catatan lain yang sekilas terkesan sederhana namuncukup menarik untuk diperbandingkan, adalahfenomena keberagaman dalam tata cara penulisankode pengadilan negeri pada penggalan terakhirnomor-nomor perkara. Umumnya penulisan kodepengadilan negeri adalah dengan menggunakanhuruf kapital dan tanda titik, misalnya PN.JKT.PST(untuk Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) atauPN.BNA (untuk Pengadilan Negeri Banda Aceh).Namun ada juga yang menggunakan cara penulisanberbeda dengan tidak menggunakan huruf kapitalseluruhnya, misalnya PN.Mdn (untuk PengadilanNegeri Medan) atau PN.Kdi (untuk PengadilanNegeri Kendari). Selain itu ada yang tidakmenggunakan tanda baca titik, melainkan tandasambung (n-dash) seperti sejumlah pengadilan negeridi Nangroe Aceh Darussalam, yakni di PNLhokseumawe (ditulis dengan kode PN-Lsm), PNBireuen (ditulis dengan kode PN-BIR), dan PN Jantho(PN-JTH). Penyebutan nama pengadilan negeri diStabat (Sumatera Utara) juga menarik untuk dicermati,karena dalam dokumen putusannya selalu disebutdengan “Pengadilan Negeri Langkat di Stabat”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 109: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

82

4.2.2.2 Aspek Material Putusan

Aspek material putusan yang dimaksudkan di siniterutama terfokus pada perhatian peneliti seputarkelengkapan pembuktian unsur tindak pidana dankesalahan.

Kecuali untuk beberapa kasus, umumnya parapeneliti di tingkat jejaring berpendapat bahwa dasarhukum yang digunakan jaksa penuntut umum sudahtepat. Mereka juga tidak memberi rekomendasi agarseyogianya pada kasus-kasus itu digunakan dasarhukum lain. Padahal, dalam konteks “dasar hukumlain” ini, peneliti umumnya menyarankan agaryurisprudensi dapat lebih banyak dikutip dandianalisis oleh para hakim. Sumber lain adalah “nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat” (living law).

Ketaatan majelis hakim terhadap sisi-sisi formaldalam perumusan putusan memang merupakansesuatu yang penting untuk diperhatikan. Namun,ketaatan formalitas ini tentu tidak selalu berarti harussejalan dengan pilihan-pilihan formalisme dalampenggunaan sumber hukum. Kesan formalismeterkait dengan pilihan sumber formal hukum berupaundang-undang memang sedemikian mendominasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 110: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

83

dalam penelitian ini. Hal ini memang tidak dapatsepenuhnya ditimpakan kepada majelis hakim saja,melainkan juga sudah berawal dari prosesvooroenderzoek, yakni tatkala kasus masih bergulirpada tahap penyidikan dan penuntutan. Namun,kemampuan hakim menggali sumber-sumber hukumdi luar undang-undang juga menjadi kebutuhantersendiri, khususnya untuk kasus-kasus yangterbilang kompleks dan menjadi sorotan publik,seperti korupsi dan kejahatan di bidang lingkungan.

Penggunaan dasar hukum di luar yang didakwakanJPU, tampaknya menjadi sorotan juga dalambeberapa kasus. Ada kecenderungan hakimmemandang dasar hukum yang digunakan JPUadalah satu-satunya dasar yang akan dipakai untukdapat/tidaknya membuktikan kesalahan terdakwa.Dalam putusan No. 460/Pid.B/2008/PN.BKS,misalnya, peneliti menyayangkan kekakuan sikaphakim ini. Hakim disarankannya untuk menggalidasar hukum lain yang lebih sesuai dengan fakta-fakta hukum yang telah terungkap di persidangan.

Dari banyak kasus yang terpilih dalam penelitian ini,ada beberapa di antaranya yang dipandang tidaktepat dalam pemilihan dasar hukum penuntutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 111: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

84

Dalam kasus korupsi di Batu Sangkar (Putusan No.120/Pid.B/2007/PN.BS), JPU mengajukan dasarhukum berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri,sementara peneliti menilai jenis “keputusan” tidakberada dalam kategori peraturan perundang-undangan (regeling).

Selain itu ada pula satu putusan yang tampaknyaperlu diberi perhatian khusus terkait dengan hukumpidana material. Dalam Putusan No. 737/Pid.B/2006/PN.PBR, dasar hukum yang dipakai oleh JPUternyata berbeda dengan dasar hukum yang dianalisisoleh hakim. JPU menggunakan dua dasar hukum:pertama, Pasal 60 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1997 tentangPsikotropika; dan kedua, Pasal 69 jo. Pasal 60 ayat (3)UU Psikotropika. Pada saat persidangan, hakimmempertimbangkan Pasal 62 UU Psikotropika itusaja. Peneliti menilai kesalahan ini seharusnyadiganjar dengan “batal demi hukum” danputusannya adalah bebas. Kejadian serupa terjadiuntuk kasus penggelapan uang (Putusan No. 274/Pid.B/2007/PN.PBR). JPU menggunakan dasarhukum Pasal 347 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, namunmajelis hakim hanya memberi pertimbangan untuksatu pasal saja yaitu Pasal 347 KUHP. Dua kasus ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 112: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

85

kebetulan sama-sama terjadi di PN Pekanbaru, tetapitidak diputus oleh hakim-hakim yang sama.

Pada Putusan No. 44/Pid.B/2008/PN-BIR(kehutanan) terlihat pula ada perbedaan antara dasarhukum yang digunakan JPU dalam surat dakwaandengan dasar hukum yang kemudian disoroti hakimdi dalam persidangan. Menurut peneliti, dasarhukum yang digunakan oleh JPU adalah Pasal 78 ayat(5) UU No. 19 Tahun 2004, namun dari fakta-fakta dipersidangan, seharusnya yang lebih tepat digunakanadalah Pasal 50 ayat (3) huruf e dan f jo. Pasal 78ayat (5).

Dalam kasus-kasus tindak pidana narkotika danpsikotropika, terkadang perbuatan terdakwa dapatmasuk ke dalam rumusan beberapa pasal sekaligus.Misalnya, dalam Putusan No. 312/Pid/B/2006/PN.BDG, terdakwa secara alternatif didakwa denganPasal 59 ayat (1) huruf e atau Pasal 62 atau Pasal 60ayat (5) UU No. 5 Tahun 1997. Jaksa menuntut denganpertama (Pasal 59 ayat (1) huruf e) karena dinilaiterdakwa telah terbukti secara tanpa hak memiliki,menyimpan dan/atau membawa psikotropikagolongan I yang ancaman pidananya adalah palingsingkat 4 tahun penjara, paling lama 15 tahun dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 113: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

86

denda minimal Rp. 150 juta, maksimal Rp. 750 juta.Sementara itu, hakim memutuskan berdasarkandakwaan ketiga yang mengancam pidana orang yangmenerima penyerahan psikotropika golongan Idengan ancaman pidana maksimal 3 tahun penjaradan denda Rp. 60 juta. Dasar hakim memutuskandemikian adalah terdakwa menerima psikotropikadari seseorang. Meskipun barang tersebut adalahmilik terdakwa yang diminta kembali setelahdititipkan, hakim tidak menilai perbuatan terdakwasebagai perbuatan memiliki. Hal ini diperkuat lagidengan pertimbangan bahwa barang tersebut hanyaakan sementara berada di tangan terdakwa karenaakan dipakai, sehingga tidak dapat dikualifikasisebagai perbuatan memiliki atau menyimpan ataumembawa psikotropika. Cara berpikir seperti initentu sangat memprihatinkan; karena berarti hakimtidak mencari kebenaran material yang menjadiesensi dari pemeriksaan perkara pidana.

Persoalan tentang ketepatan penggunaan dasarhukum ini mencuat pula pada contoh Putusan No.931/Pid.B/2006/PN.BJM dan Putusan No. 187/Pid.B/2009 PN. BJM. Menurut peneliti, Pasal 2Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 114: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

87

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi17 seharusnyalebih tepat digunakan oleh majelis hakim daripadaPasal 3 undang-undang yang sama. Pasal 2 ini jugabisa diterapkan dalam perkara korupsi yangdilakukan oleh seorang pegawai negeri karena unsur“orang” adalah termasuk mereka yang berstatuspegawai negeri.

Frekuensi penggunaan yurisprudensi untukmemahami unsur-unsur tindak pidana dan unsur

17 Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 menyatakan: “Setiaporang yang secara melawan hukum melakukan perbuatanmemperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasiyang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomiannegara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup ataupidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikitRp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyakRp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” Ayat (2) dari pasalini berbunyi: “Dalam hal tindak pidana sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu,pidana mati dapat dijatuhkan.”Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 menyatakan: “Setiap orangdengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lainatau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatanatau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atauperekonomian negara, dipidana dengan pidana penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau dendapaling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) danpaling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 115: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

88

kesalahan juga tidak terlalu menggembirakan. Dalamkasus korupsi dengan Putusan No. 116/Pid/2008/PN.BI, hakim menggunakan yurisprudensi MA RI,yakni Putusan No. 838K/Sip/1970 tanggal 30 Maret1970, dalam rangka menganalisis dan menguraikanunsur secara melawan hukum. Sementara itu dalamPutusan No. 52/Pid.B/2008/PN.PBG juga tentangkasus korupsi, dalam menguraikan sifat melawanhukum materil hakim lebih banyak lagi merujukpada putusan-putusan MA, yakni Putusan No. 42K/Kr/1965 (tanggal 8 Januari 1966), Putusan No. 1K/Kr/1973 (tanggal 30 Maret 1977), Putusan No. 275K/Pid/1984 (tanggal 15 Desember 1985), dan PutusanNo. 24K/Pid/1984 (tanggal 6 Juni 1985), yangsemuanya pada dasarnya menyatakan bahwamelawan hukum diartikan secara luas, baik melawanhukum formal maupun material. Hakim dalamperkara ini juga merujuk Putusan MK No. 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006 yang pada intinyamenentukan bahwa penjelasan UU No. 31 tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidakmempunyai kekuatan mengikat. Artinya untuktindak pidana korupsi yang berlaku adalah ajaranmelawan hukum formal. Menghadapi adanya duapendapat yang berbeda tersebut, hakim

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 116: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

89

menempatkan posisi mereka dengan mengikutipendapat MA disertai argumentasi yang didukungdengan pendapat para sarjana. Namun sayangnya,ketika menjelaskan hal ini, tampak bahwapengetahuan hakim tentang konsep-konsep hukumdan sistem hukum masih belum memadai, misalnyatentang pengertian sistem stare decisis. Oleh karena itubukan mustahil terjadi pemahaman keliru tatkalamereka mencoba membandingkannya dengankonsep-konsep common law.

Satu hal lagi yang perlu diberikan perhatian adalahyurisprudensi yang sangat jarang dijadikan rujukan,dan kalaupun ada biasanya usia yurisprudensi itusudah cukup lama. Kasus-kasus korupsi telah begituberkembang dengan berbagai permasalahannya,khususnya masalah unsur melawan hukum. Ini dapatmenimbulkan pertanyaan apakah memang MAjarang menghasilkan putusan yang merupakanlandmark decisions dan dapat menjadi rujukan bagihakim-hakim di bawahnya dalam memutus perkara,atau putusan-putusan MA yang demikian tidaksampai kepada hakim di bawahnya?

Penggunaan yurisprudensi untuk menjelaskanunsur-unsur tindak pidana, umumnya hanya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 117: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

90

dijumpai pada perkara tindak pidana korupsi. Itupunkebanyakan ketika menjelaskan unsur melawanhukum. Untuk unsur lain (seperti unsurmenyalahgunakan kewenangan, kesempatan dansarana yang sudah ada padanya karena jabatan ataukedudukannya serta unsur memperkaya diri sendiriatau orang lain atau korporasi) biasanya hakimmendefinisikannya tanpa memberikan sumberrujukan, baik berupa yurisprudensi maupun doktrin.Akibatnya, dalam putusan-putusan tentang korupsi(Putusan No. 2446/Pid.B.2007/PN.SBY, Putusan No.116/Pid/2008/PN.BI, Putusan No. 199/Pid.B/2008/PN.PWT, dan Putusan No. 76/Pid.B/2008/PN.PWT)unsur ini dimaknai secara berbeda-beda sesuaidengan “selera” majelis hakim. Hanya dalam PutusanNo. 52/Pid.B/2008/PN.PBG hakim mengutippendapat Prof. Indriyanto Seno Aji tentangpenyalahgunaan kewenangan dari makalahnya“Menyalahgunaan Kewenangan sebagai StrafbareHandeling” dan pendapat Martiman Prodjohamidjojodalam bukunya tentang “Pembuktian Terbalik dalamDelik Korupsi” ketika menguraikan unsur“memperkaya diri sendiri atau orang lain ataukorporasi”. Hal yang dilakukan oleh hakim dalamputusan yang terakhir ini layak mendapat apresiasi,karena setidaknya telah berusaha untuk mencari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 118: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

91

rujukan dari kalangan akademis yang tentupendapatnya disertai dengan argumentasi yangdapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan,meski belum dapat dikategorikan sebagai doktrin.

Peran doktrin dan yurisprudensi sebagai sumberhukum lain dalam mengelaborasi pertimbangan-pertimbangan hukum dapat menjadi sangatsignifikan dalam putusan-putusan tertentu. Dalamkasus korupsi di PN Medan (Putusan No. 3.290/Pid.B/2008/PN.Mdn) misalnya, ada unsur“dilakukan bersama-sama” dalam Pasal 3 UU No. 31Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, yangternyata sama sekali tidak diuraikan oleh majelishakim mengikuti doktrin-doktrin yang ada. Dalambeberapa putusan, sesekali majelis hakim memangmembuat kutipan pendapat. Misalnya, dalamPutusan No. 223/Pid.B/2008/PN.Stb (kasus KDRTPN Langkat di Stabat),18 hakim mengutip pendapatProf. Muljatno, Mr. Tresna, dan Prof. SatochidKartanegara untuk menjelaskan apa yang dimaksud

18 Penulisan “PENGADILAN NEGERI LANGKAT DISTABAT” adalah terminologi yang resmi digunakan dalamputusan-putusan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 119: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

92

dengan unsur “barangsiapa” dalam Pasal 44 ayat (1)UU No. 23 Tahun 2004. Hanya saja, kutipan ataspendapat-pendapat para sarjana itu tidak cukupsignifikan untuk mengelaborasi fakta hukum yangditemukan di persidangan. Dalam salah satu kasus,misalnya, dikatakan bahwa “barangsiapa” itu adalahbukan unsur tindak pidana tetapi ia mempunyaikedudukan penting untuk menentukan siapa pelakupidana itu. Jika hanya untuk maksud itu, tentudoktrin ini belum sepenuhnya berperan sebagaisumber hukum. Cukup menarik juga bahwa gayapengutipan majelis PN Langkat di Stabat ataspendapat Prof. Muljatno dan lain-lain di atas muncullagi pada Putusan No. 811/Pid.B/2008/PN.Stb(kasus korupsi) sekalipun susunan majelis hakimnyasama sekali berbeda.

Untuk yurisprudensi, dapat dikatakan masih kurangdilirik oleh para hakim di dalam putusan-putusanmereka. Bisa saja ini disebabkan karena “keraguan”mereka untuk memastikan mana yang merupakanyurisprudensi atau bukan mengingat tidak dianutnyaasas preseden mengikat (the binding force of precedent)dalam sistem hukum Indonesia. Sebagai contoh,dalam kasus korupsi (Putusan No. 402/Pid.B/2008/PN.PDG dan Putusan No. 120/Pid.B/2007/PN.BS),

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 120: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

93

unsur “tujuan menguntungkan/memperkaya dirisendiri/orang lain/korporasi” di sini dikaitkandengan penafsiran mereka sendiri atas unsurmenggunakan kewenangan/jabatan, tanpamenyebut-nyebut yurisprudensi yang sebenarnyasudah ada dalam putusan MA No. 813.K/Pid/1987yang menyatakan bahwa menguntungkan dirisendiri/orang lain/korporasi cukup dinilai darikenyataan yang terjadi atau dihubungkan denganperilaku terdakwa sesuai dengan kewenangan yangdimilikinya karena jabatan atau kedudukannya itu.Pengutipan yurisprudensi ini tertuang dalamPutusan No. 309/Pid.B/2008/PN.ME (korupsi).

Unsur “barangsiapa” pada kasus narkotika (PutusanNo. 2903/Pid.B/2008/PN.TNG) yang pelakunyamasih anak-anak berusia 17 tahun juga luput dariperhatian tatkala hakim memberi uraian unsur-unsurPasal 78 ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika.Majelis hakim tidak membuat penjelasan apapunterkait dengan pelaku yang masih berstatus anak.Dalam putusannya, hakim hanya menyatakan,“Menimbang, bahwa yang dimaksud denganbarangsiapa adalah orang yang mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya.”

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 121: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

94

Peneliti juga menilai hakim tidak cermat tatkalamengutip putusan hakim lain. Dalam Putusan No.3.290/Pid.B/2008/PN.Mdn (korupsi), majelismengambil dasar yurisprudensi dengan mengacupada putusan Mahkamah Konstitusi tentangperbuatan melawan hukum terkait bunyi PenjelasanPasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999). Sayangnya,majelis hakim lalai untuk memasukkan nomorputusan dari yurisprudensi yang dikutipnya. Tentusaja “kelalaian” hakim seperti ini bisa disebabkanoleh banyak variabel. Salah satunya adalahkemudahan akses data/informasi yang dapatdimanfaatkan oleh para hakim ketika mereka harusmengutip sebuah referensi. Variabel ini termasukdalam kategori sarana/prasarana pendukung yangterkadang luput dari pengamatan para penelitihukum normatif.

“Kemalasan” majelis hakim untuk mengelaborasipertimbangan-pertimbangan hukum mereka -khususnya jika fakta hukumnya sendiri dianggaphakim sudah sangat jelas (“terang benderang”), atauterdakwanya sudah mengaku bersalah, ataukasusnya tidak menarik perhatian publik -merupakan tantangan tersendiri dalam meningkatkankualitas putusan hakim. Dalam Putusan No. 35/

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 122: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

95

Pid.B/2009/PN.PDG (kasus psikotropika) danPutusan No. 19/Pid.B/2005/PN.TTN (KDRT),misalnya, putusannya hanya terdiri dari 5,5 halamankuarto dan 10,5 halaman kuarto, dengan spasirenggang. Wajar jika peneliti memandang majelishakim tidak cukup serius untuk menyajikan ulasanmemadai atas argumentasi jaksa dan penasihathukum serta dasar-dasar hukum yang digunakan.

Terlepas dari berbagai kelemahan yang berhasildisorot oleh peneliti, ada sejumlah putusan yangsebaiknya mendapat apresiasi dari peneliti. Sebagaicontoh kasus korupsi di bidang kehutanan yangdiadili di PN Jakarta Pusat (lihat Putusan No. 19/Pid.B/TPK/2008/PN.JKT.PST). Peneliti menilaimajelis hakim dalam menerapkan hukum pidanamateriil (membuktikan unsur kesalahan dan unsurtindak pidana) tidak hanya terpaku pada ketentuandalam undang-undang, tetapi juga sudahmengadopsi doktrin serta yurisprudensi.

Unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsiadalah suatu celah yang berpotensi untuk “ditarik-ulur”. Besaran kerugian negara ini dapat hanyamencakup nilai riil yang diajukan oleh JPU, namunbisa juga meliputi besaran yang jauh lebih tinggi. Para

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 123: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

96

peneliti menilai hakim-hakim biasanya lebih senanguntuk memotret nilai riil itu saja (Putusan No. 504/Pid.B/2005/PN.PDG, Putusan No. 402/Pid.B/2008/PN.PDG, dan Putusan No. 545/Pid.B/2005/PN.PDG), padahal kata “dapat merugikan” itu bisamengacu ke potential lost. Tidak jelas apakahidentifikasi para peneliti ini bisa dikaitkan denganpersonalia majelis hakim PN Padang pada ketigakasus di atas, yang kebetulan cukup banyak terdiridari orang-orang yang sama.

Jika kata-kata “dapat merugikan keuangan negara”ini kerap ditafsirkan secara restriktif untuk kasus-kasus korupsi, maka tidak demikian halnya dengankata-kata “meresahkan masyarakat danmenimbulkan rasa kuatir masyarakat di tempatumum” untuk kasus-kasus terorisme. Dalam PutusanNo. 2189/Pid.B/2008/PN.JKT.SEL, misalnya, majelishakim dapat menggunakan terminologi di atas tanpamerasa perlu memberikan indikator-indikatornya.Lebih jauh lagi, majelis hakim juga setuju untukkasus-kasus demikian, terdakwa tidak hanya berupaorang perorangan (natuurlijke persoon), melainkan jugakorporasi/organisasi. Putusan No. 2189/Pid.B/2008/PN.JKT.SEL ini setuju mengabulkan tuntutanJPU dan menghukum tidak hanya terdakwa Abu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 124: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

97

Dudjana, melainkan juga organisasi Al Jamaah AlIslamiah (JI). Sejak putusan ini dikeluarkan, organisasibernama JI dinyatakan sebagai organisasi terlarangdi Indonesia.

Dengan demikian, secara umum dapat dicatat bahwauntuk pembuktian unsur yang secara teoretis cukupsulit dan mengundang perdebatan, ternyata tidakmenjadi masalah bagi hakim untuk diselesaikansecara sederhana dan singkat tanpa perlu merujukpada doktrin dan/atau yurisprudensi. Untukputusan dalam kasus tindak pidana lain, sepertiKDRT, psikotropika, narkotika, kehutanan,umumnya hakim hanya menyebutkan unsur-unsur,lalu dikaitkan dengan fakta sehingga tampak bahwapola pembuktiannya menjadi sangat sederhana.

Dalam kaitannya dengan unsur kesalahan, satu halyang selalu ada dalam setiap putusan yangmenjatuhkan pidana adalah bagian pertimbanganyang menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah,sementara selama persidangan tidak ditemukanadanya alasan pemaaf maupun alasan pembenarsebagai alasan penghapus pidana. Untuk itu, kepadaterdakwa dapat dimintai pertanggungjawabanpidana. Pertimbangan semacam itu rasanya tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 125: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

98

cukup memadai untuk menjadi dasar menjatuhkanpidana pada seseorang. Pada tindak pidana yangdiatur dalam undang-undang di luar KUHP danrelatif baru seperti KDRT, psikotropika, dannarkotika, unsur kesalahan memang tidak secaraeksplisit tampak dalam rumusan delik. Namun, dariperbuatan-perbuatan yang dilakukan tersirat adanyaunsur kesalahan dari pelaku, utamanya yang berupakesengajaan. Hal ini selayaknya juga turut diuraikandalam putusan, agar tidak timbul kesan bahwapemidanaan telah dijatuhkan hakim tanpamembuktikan (setidaknya mempertimbangkan)adanya unsur kesalahan.

Doktrin yang seharusnya digunakan ketika unsur-unsur kurang jelas (karena tidak ada penjelasan dariundang-undang dan juga tidak ada yurisprudensiterkait unsur tersebut), ternyata masih belum banyakdigunakan dalam putusan-putusan yang diteliti.Dalam putusan kasus korupsi, yakni Putusan No.191/Pid.B/2008/PN.BJN, hakim memaknaikesengajaan sebagai adanya pertautan antara niat dankehendak guna mewujudkan suatu keinginan. Tentusaja pengertian ini berbeda dengan pengertiankesengajaan dalam doktrin standar. Pada tindakpidana narkotika, psikotropika, KDRT, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 126: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

99

kehutanan, penguraian unsur-unsur tidak pernahmerujuk pada doktrin maupun yurisprudensi.Hakim hanya mengaitkan unsur dan faktanya. Itusebabnya pembuktian untuk tindak-tindak pidana initampak amat sederhana dan mudah. Padahal dalamtindak pidana KDRT yang banyak terjadi, yaitupenelantaran; makna dari menelantarkan ini sendiribelum jelas termasuk luas lingkupnya. Dalamputusan No. 255/Pid.B/2006/PN.SLMN tentangKDRT terdakwa dinyatakan terbukti bersalah telahmenelantarkan, namun dalam pandangan peneliti ditingkat jejaring, unsur “menelantarkan”, harusnyatidak terbukti karena terdakwa dalam keadaan nusyuzyang dikaitkan dengan ketentuan mengenai maknakewajiban suami dalam Pasal 30 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang tidak tergalisecara mendalam. Dinyatakan bahwa pemenuhankewajiban suami tidak semata-mata ditafsirkansebagai pemenuhan nafkah tanpa melihatkemampuannya. Fakta bahwa suami tidak bekerjasejak awal pernikahan dan disadari oleh saksi korbandan korban meninggalkan suaminya tanpa izin sertamenolak untuk kembali meski sudah dijemput, dapatditafsirkan adanya persetujuan membebaskankewajiban terdakwa sebagai suami yang bukanmerupakan pemenuhan unsur penelantaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 127: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

100

Tidak digunakannya doktrin bukan hanya untukpenguraian unsur-unsur tindak pidana, namun jugadalam penggunaan ketentuan tentang asas-asas yangtercantum dalam Buku I KUHP, seperti penyertaandan gabungan tindak pidana. Dalam beberapaputusan yang diteliti, tampak bahwa ketentuan-ketentuan ini tidak dipahami secara tepat atau bahkankeliru. Misalnya dalam Putusan No. 2446/PidB.2007/PN.SBY; ketika menguraikan turut sertamelakukan, hanya diartikan sebagai bersama-samamelakukan perbuatan pidana, tanpa dikaitkandengan unsur kesengajaan dari para pelaku yangbersama-sama melakukan. Dalam Putusan 191/PidB/2008/PN.BJN, hakim menyatakan bahwapembantuan harus dilakukan secara aktif karenaharus dengan sengaja dan tidak mungkin dilakukankarena kelalaian; selain itu dikatakan untukpembantuan harus ada persekongkolan danpersesuaian kehendak. Dari sini tampak bahwa hakimbelum memahami dengan baik konsep-konsep dasarhukum pidana, tentang kesengajaan, kelalaian,maupun tentang penyertaan. Majelis hakim dalamperkara korupsi terkadang tidak menggali lebih jauhperan terdakwa dalam rangkaian perbuatan pidanakorupsi yang terjadi (contoh Putusan No. 534/Pid.B/2006/PN.Slmn). Dalam putusan Pengadilan Negeri

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 128: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

101

Sleman ini majelis hakim memposisikan terdakwasebagai bagian dari perbuatan korupsi yangdilakukan sekumpulan para pejabat. Hal inimereduksi peran terdakwa yang berpengaruh padajumlah hukuman yang dijatuhkan, sehingga menjadisangat ringan dan jauh dari rasa keadilan dalammasyarakat.

Begitu juga ketika dalam kasus terjadi gabungantindak pidana; khususnya Pasal 64 KUHP tentangperbuatan berlanjut (voortgezette handeling), tidakdigunakan makna dan persyaratan, yang selama inilazim digunakan dalam hukum pidana Indonesia.Ketiadaan rujukan dan berbeda-bedanya pemaknaandari konsep-konsep ini mengindikasikan bahwa halini bukan merupakan doktrin baru, tapi merupakanpendapat pribadi hakim atau pemahaman hakimyang minim tentang konsep-konsep tersebut.

Lebih jauh lagi, juga masih tampak jelas kelemahanmendasar dalam pemahaman para hakim terhadapunsur-unsur dan cara perumusan tindak pidana.Dalam Putusan No. 76/Pid.B/2008/PN.PWT, setiapkali akan membuktikan unsur yang dirumuskansecara alternatif, dikatakan sebagai “unsur bersifatelemen atau alternatif” tanpa kejelasan tentang apa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 129: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

102

makna dari kalimat ini. Perkembangan dalam caramerumuskan tindak pidana, khususnya dalamundang-undang tindak pidana yang relatif baru,misalnya dengan rumusan “setiap orang”, ternyatajuga menimbulkan kegamangan. Dalam putusan No.172/Pid.B/2008/PN PBG tentang KDRT, tampakmasih belum terbiasanya hakim dengan unsur “setiaporang”, sehingga harus memberikan penjelasanbahwa setiap orang ‘disamakan’ dengan barangsiapa.Padahal justru penjelasan seperti ini menimbulkankerancuan karena berarti ‘setiap orang’ tidak sama(berbeda) maknanya dengan ‘barangsiapa’, melainkanhanya dipersamakan. Catatan-catatan kelemahandemikian juga berdampak pada aspek penalaranhukum (legal reasoning) para hakim sebagaimana akandisorot lebih lanjut dalam analisis kualitatif ini.

Setelah membuktikan unsur-unsur tindak pidana,seorang hakim dalam mempertimbangkan beratringannya pidana wajib memperhatikan pula sifatyang baik dan jahat dari terdakwa. Hal ini yang harusdicantumkan dalam setiap putusan, sebagai bagiandari hal-hal yang meringankan dan yangmemberatkan. Pada kenyataannya dalam setiapputusan memang telah terdapat hal-hal tersebut,namun umumnya tidak diuraikan dan hanya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 130: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

103

disebutkan. Biasanya bagian ini hanya memuat poin-poin yang masing-masing ditulis dalam satu kalimatpendek. Seharusnya hal ini diuraikan secara jelas,sehingga dapat memberikan penjelasan mengapaterdakwa dalam suatu putusan dijatuhi pidana sekianatau mengapa hakim sampai pada suatu angkatertentu, yang dapat berbeda dengan putusan lainyang sejenis.

Sebagai contoh dalam kasus yang diputus olehPengadilan Negeri Surabaya tentang seorang ibuyang setelah melahirkan meninggalkan anaknya dirumah sakit (Putusan No. 3504/Pid B.2008/PN SBY),disebutkan bahwa hal yang memberatkan adalahterdakwa tidak mengakui perbuatannya; namundemikian ternyata terdakwa hanya dijatuhi pidanapenjara 1 bulan dengan masa percobaan 2 bulan.Begitu pula dalam kasus KDRT (penelantaran olehsuami) yang juga diputus oleh Pengadilan NegeriSurabaya (Putusan No. 2391/Pid.B.2008/PN.SBY).Kedudukan terdakwa sebagai seorang polisi yangseharusnya menjadi contoh atau teladan masyarakatdinyatakan sebagai dasar pemberat pidana yangmenyebabkan terdakwa dipidana penjara 6 bulandengan masa percobaan 1 tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 131: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

104

Ambiguitas sikap majelis hakim dalammemposisikan status terdakwa sebagai pejabat“polisi” juga terjadi pada putusan kasus narkotika(Putusan No. 2200/Pid.B/2005/PN.Mdn). Dalamputusan ini, majelis hakim tidak menyinggung samasekali status terdakwa sebagai polisi yang selayaknyamerupakan faktor yang memberatkannya mengingatdirinya wajib menjadi contoh dalam penegakanhukum. Status “polisi” ini secara tersirat justrudicantumkan sebagai hal yang meringankan, karenamenurut majelis hakim, terdakwa menjalankanperbuatannya itu demi menuruti perintah atasannya.Menarik bahwa dimasukkannya keterangan itusebagai “hal yang meringankan” ternyata justrubertolak belakang dengan pertimbangan sebelumnyadi dalam putusan tersebut. Dalam pertimbangandikatakan, “Majelis memandang terdakwa sebagai anggotapolisi seharusnya bisa membedakan mana perintah yangmasih dalam koridor ruang lingkup tugas dan jabatannya,dan mana yang sudah di luar koridor tugas dan jabatannya,terlebih lagi perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang (membawa atau menjual ganja)”. Inkonsistensisikap demikian pada akhirnya berbuah pada berat-ringannya suatu putusan. Sementara itu, yangterbukti di dalam kasus ini adalah terdakwa dipidana

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 132: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

105

cukup ringan (7 tahun dan denda Rp. 1 juta; lebihrendah daripada tuntutan JPU 10 tahun denda Rp. 10juta), yang menurut peneliti, hal tersebut tidakmencerminkan rasa keadilan dan kemanfaatan.

Tidak adanya hubungan linear antara faktor yangmemberatkan dengan lamanya pidana yangdijatuhkan atau hal yang oleh hakim dinyatakansebagai dasar pemberat ternyata seperti dasarperingan saja, merupakan fenomena yang dapatditemukan secara kasat mata dalam putusan-putusanyang diteliti. Contoh menarik dapat dilihat dalamputusan kasus korupsi No. 116/Pid.B/2008/PN.BI.Manakala hakim mempertimbangkan hal lain di luarapa yang telah disebutkan sebagai hal yangmemberatkan dan meringankan. Di sini hakim tidakmengelaborasi hal yang memperberat danmemperingan, tetapi mempertimbangkankedudukan terdakwa sebagai kepala desa sekaligusguru honorer di SMP yang telah banyak mengabdiharus diapresiasi yang wajar di samping memangtelah terbukti terdakwa menggelapkan danapembangunan. Sebetulnya apa yang diuraikan hakimdalam pertimbangannya ini merupakan hal yangmeringankan pidana.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 133: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

106

Pertimbangan serupa juga tercermin dari kasusKDRT (Putusan No. 224/Pid.B/2008/PN.PLG).Status terdakwa sebagai pegawai negeri sipil justrudipertimbangkan oleh hakim sebagai hal yangmeringankannya. Amar putusan atas kasus KDRTtersebut adalah masa percobaan selama enam bulanpenjara. Analisis yang kurang lebih sama jugadiperlihatkan dalam Putusan No. 339/Pid.B/2008/PN.BNA (korupsi). Peneliti menilai majelis hakimtidak peka untuk mengaitkan perilaku korupterdakwa dengan konteks masyarakat Aceh yang saatitu tengah mengalami proses pemulihan akibatbencana gempa dan tsunami. Penyelewengan dananegara pada saat-saat prihatin seperti ini tentu lebihmencederai perasaan keadilan masyarakat. Contohyang lain lagi adalah pada Putusan No. 2903/Pid.B/2008/PN.TNG (narkotika), yakni status terdakwayang masih anak-anak (17 tahun) tidak ikutdimasukkan hakim sebagai faktor yang meringankanhukuman.

Dalam Putusan No. 19/Pid.B/2005/PN.TTN(KDRT), pada bagian hal-hal yang memberatkantercantum kalimat bahwa terdakwa sudah pernahdihukum. Ulasan atas pernyataan ini sama sekalitidak ada dalam pertimbangan hakim, sehingga sama

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 134: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

107

sekali tidak diketahui apakah hukuman yang duludiberikan kepada terdakwa masih terkait denganKDRT atau untuk jenis kasus lain. Apabila kasusnyaadalah sama-sama KDRT, tentu layak apabilaterdakwa untuk dihukum lebih berat.

Jika ditelaah lebih cermat, juga ada pertimbangan-pertimbangan atas hal-hal yang meringankan danmemberatkan itu yang tidak konsisten. Sebagaicontoh, dalam Putusan No. 803/Pid.B/2008/PN.PLGdinyatakan terdakwa mangkir di persidangan(sehingga memberatkan) namun bersikap sopan dipersidangan (sehingga meringankan).19

Kondisi yang paling memprihatinkan justru terjadijika ada putusan yang sama sekali tidakmemperhatikan aspek meringankan ataupunmemberatkan ini. Kondisi demikian ternyata terjadipada putusan korupsi (Putusan No. 309/Pid.B/2008/PN.ME). Padahal kelalaian hakim tentangaspek formal ini menurut ketentuan Pasal 197 ayat(2) KUHAP layak untuk diganjar putusannya telahbatal demi hukum.

19 Sayangnya hal ini tidak disinggung atau menjadi perhatianpeneliti di tingkat jejaring di dalam laporan penelitiannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 135: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

108

Pertimbangan serupa juga tercermin dari kasusKDRT (Putusan No. 224/Pid.B/2008/PN.PLG).Status terdakwa sebagai pegawai negeri sipil justrudipertimbangkan oleh hakim sebagai hal yangmeringankannya. Amar putusan atas kasus KDRTtersebut adalah masa percobaan selama enam bulanpenjara. Analisis yang kurang lebih sama jugadiperlihatkan dalam Putusan No. 339/Pid.B/2008/PN.BNA (korupsi). Peneliti menilai majelis hakimtidak peka untuk mengaitkan perilaku korupterdakwa dengan konteks masyarakat Aceh yang saatitu tengah mengalami proses pemulihan akibatbencana gempa dan tsunami. Penyelewengan dananegara pada saat-saat prihatin seperti ini tentu lebihmencederai perasaan keadilan masyarakat. Contohyang lain lagi adalah pada Putusan No. 2903/Pid.B/2008/PN.TNG (narkotika), yakni status terdakwayang masih anak-anak (17 tahun) tidak ikutdimasukkan hakim sebagai faktor yang meringankanhukuman.

Di samping hal-hal yang memperberat danmemperingan pidana seperti yang disebutkan diatas—yang dapat dikategorikan sebagai faktor-faktornon yuridis—ada kalanya dalam suatu tindak pidanaterdapat dasar pemberat menurut hukum pidana

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 136: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

109

materil yang membuat ancaman pidana padaterdakwa menjadi lebih berat. Dalam dua kasusditemukan fakta tidak diperhatikannya dasarpemberat yang dirumuskan dalam Undang-Undang,yaitu Pasal 52 KUHP tentang pemberatan karenajabatan dan ketentuan UU No. 5 Tahun 1997 dalamPasal 71 ayat (2) tentang penyertaan dan Pasal 72tentang recidive. Untuk kasus pertama dapat ditemuidalam putusan No. 116/Pid.B/2006/PN.PBG, hakimmencoba membandingkan Pasal 52 KUHP sebagaibagian dari dasar pemberat yang ada dalam KUHPkarena unsur jabatan dipadankan dengan unsurpenyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999. Hakim berkesimpulan bahwa unsuryang terdapat dalam Pasal 3 dianggap sebagai bentukkhusus sehingga dipandang tidak perlu dikaitkandengan Pasal 52 KUHP. Padahal konstruksi yangseharusnya adalah ketentuan Pasal 52 KUHP dapatmembantu hakim dalam melakukan interpretasiterhadap unsur penyalahgunaan kewenangan yangterumuskan dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999.Sementara dalam Putusan No. 374/Pid.B/2006/PN.SBY, Pasal 72 UU No. 5 Tahun 1997 sebagai dasarhukum pemberatan pidana, yaitu recidive, tidakdicantumkan sebagai dasar hukum penjatuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 137: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

110

pidana. Padahal dalam bagian pertimbangan putusanini disebutkan bahwa salah satu hal yangmemberatkan adalah terdakwa pernah dihukumdalam kasus yang sama. Sayangnya, ternyata hal inipun tidak tercermin dalam jumlah pidana yangdijatuhkan.

Hal lain yang juga perlu dicatat dalam penelitian iniadalah tentang nilai keterangan dari saksi ahli.Mereka yang disebut saksi ahli sebenarnya adalahorang-orang yang memahami secara teknis terkaitkasus yang tengah diperiksa oleh majelis hakim.Oleh karena hakim dianggap sebagai orang yang tahuhukum (ius curia novit), maka keterangan yangdiperlukan oleh majelis hakim seharusnya bukan lagiketerangan dari seorang ahli hukum. Pada penelitianini belum dilakukan analisis mengenai latar belakangpara saksi ahli tersebut.

Sekalipun saksi ahli yang memberi keterangan itubukan datang dari kalangan hukum, majelis hakimjuga tetap diberi kebebasan untuk menilai artipenting keterangan tersebut. Namun, peneliti dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 138: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

111

Putusan No. 309/Pid.B/2008/PN.ME (korupsi)melihat ada keterangan-keterangan tertentu yangsangat layak untuk dipertimbangkan, justru gagaldielaborasi oleh hakim. Kesaksian ahli seorangakuntan yang memeriksa berkas administrasiperkara tersebut, yang notabene menemukan adanyapelanggaran, tidak ikut dipertimbangkan di dalamputusan.

4.2.2.3 Aspek Penalaran Hakim

Dapat dikatakan bahwa keseluruhan putusan yangdianalisis dalam penelitian ini memang sangatmengandalkan metode penafsiran gramatikal danotentik (lihat misalya Putusan No. 2777/Pid.B/2007/PN.TNG, Putusan No. 1309/Pid.B/2008/PN. TNG,Putusan No. 367/Pid.B/2007/PN.Stb, Putusan No.454/Pid.B/2007/PN.Stb). Contoh konkretnya sepertipengertian “kekerasan seksual” (Putusan No. 172/Pid.B/2008/PN.PBG), yang diambil pengertiannyapersis sebagaimana terdapat dalam undang-undang,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 139: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

112

tanpa diberi pemaknaan baru.20 Ada kalanya hakimtidak melakukan analisis unsur-unsur itu secaracermat (kecuali semata-mata hanya melakukanpenafsiran gramatikal). Artinya, hakim tidak mauberusaha menggali dan mencermati serta melihatkonteks fakta hukum yang ada, sehingga tidak heranapabila hakim pada gilirannya akan sampai padakesimpulan yang tidak tepat.

Untuk itu silogisme yang dibangun oleh hakimadalah dengan menderivasi premis mayornya darinorma positif dari dasar hukum yang didakwakan.Hakim biasanya dinilai sudah sangat berhati-hatiuntuk menyebutkan satu demi satu unsur-unsur ini,dan kemudian menghubungkan setiap unsur itudengan premis minornya berupa fakta-fakta yang

20 Hal yang paling mencolok adalah hampir tidak ada putusandi mana hakim mengambil dasar hukum dari luar ketentuanundang-undang. Sesungguhnya hal ini bukan harusdimaknai menghukum seseorang tanpa ada dasar hukumtertulisnya; tetapi harus diartikan menafsirkan ketentuanundang-undang atau unsur dari tindak pidana denganmenggunakan metode penafsiran sosiologis (sesuai dengankondisi masyarakat). Dengan cara ini setidaknya sudahberarti hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilaihukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;atau menggunakan dasar nilai-nilai yang ada dalammasyarakat untuk menentukan melawan hukum atautidaknya perbuatan atau bersalah atau tidaknya seseorang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 140: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

113

terungkap di dalam persidangan. Hal seperti iniutamanya dijumpai dalam kasus-kasus KDRT,psikotropika, dan narkotika (lihat Putusan No. 990/Pid.B/2007/PN.BDG dan Putusan No. 312/Pid.B/2006/PN.BDG). Dari situ kemudian hakim sampaipada konklusi mengenai terpenuhi atau tidakterpenuhinya setiap unsur yang didakwakan.Terdakwa akan dinyatakan melakukan tindak pidanayang dituduhkan sepanjang semua unsur itu telahterpenuhi.

Kendati demikian tidak dapat dihindari bahwa adasejumlah putusan yang dinilai oleh peneliti hanyamenggunakan proses silogistis sumir, tidak runtut,dan tidak sistematis. Akibatnya, ada kesimpulanmajelis hakim yang melompat dan terkesandipaksakan. Beberapa putusan yang dapat ditunjuksebagai contoh adalah Putusan No. 237/Pid.B/2008/PN.AB, Putusan No. 37/Pid.B/2007/PN.AB, PutusanNo. 39/Pid.B/2008/PN.BJM, Putusan No. 1456/Pid.B/2009/PN.BJM, Putusan No. 187/Pid.B/2009/PN.BJM, dan Putusan No. 910/Pid.B/2008/PN.BJM.Contoh lain adalah pada Putusan No. 76/Pid.B/2008/PN.PWT di mana sejak awal sudah terbangunkonstruksi terpenuhinya semua unsur tindak pidanayang juga seharusnya diikuti dengan pernyataan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 141: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

114

bersalah pelaku; tetapi tiba-tiba dinyatakan paraterdakwa tidak dapat dihukum meski perbuatan yangdidakwakan JPU terbukti, karena mereka bukansebagai pengambil keputusan ditetapkannya Perda.Oleh karena itu, para terdakwa harus dilepas darituntutan hukum. Apabila kesimpulannya demikian,seharusnya sudah sejak awal (yaitu ketikamembuktikan) perbuatan dakwaan sudahdinyatakan tidak terbukti dan putusannya bukanlepas, melainkan bebas (vrijspraak).

Dalam mengkonstruksikan dasar hukum, ada pulaputusan hakim yang persis sama dengan requisitoirjaksa ataupun BAP yang dibuat oleh penyidik. Halseperti ini ditemui dalam Putusan No. 724/Pid.B/2006/PN.MLG dan Putusan No. 2446/Pid.B.2007/PN.SBY. Bahkan dalam putusan yang terakhirdisebutkan di atas secara jelas dikatakan, “… demisingkatnya putusan, maka terhadap hal –hal yang adarelevansinya untuk dijadikan dasar pertimbangkan dalammenyusun putusan ini akan tetapi belum dimuat, maka isidari segenap BAP dalam perkara ini harus dianggap telahdimuat di sini.” Kondisi ini sekali lagi menunjukkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 142: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

115

rendahnya kinerja hakim dalam melakukanpekerjaannya.21

Hal serupa terjadi pada putusan kasus korupsi(Putusan No. 199/Pid.B/2008/PN.PWT), yangmemperlihatkan konklusi yang dipaksakan olehhakim. Majelis hakim menyimpulkan bahwaperbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi bukanmerupakan pelanggaran hukum pidana melainkanpelanggaran di lapangan hukum administrasi danmasuk ke dalam ranah perdata. Dengan demikian adadasar penghapus (baik berupa alasan pembenar ataupemaaf) bagi terdakwa dalam penyelenggaraanpemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.Kesimpulan ini menunjukkan kerancuan berpikirhakim, sekaligus memperlihatkan kelemahan hakimdalam hal asas-asas hukum. Kesimpulan bahwamasuk pelanggaran di lapangan hukum administrasidan masuk ranah perdata; sudah merupakankesimpulan yang salah. Ditambah lagi seharusnyahakim menjelaskan mengapa hal tersebut masuk

21 Tentu disadari bahwa tuntutan kepada para hakim untukmenghasilkan putusan yang berkualitas ini tidak terlepasdari ketersediaan sarana dan prasarana bagi mereka,misalnya ketersediaan literatur dan akses pada perpustakaanyang memadai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 143: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

116

dalam lingkup hukum administrasi dan tidak masukdalam hukum pidana. Menggunakan dasarpenghapus (pidana), sebagai alasan untukmemasukkan perbuatan itu ke dalam pelanggaranhukum administrasi adalah suatu hal yang keliru.

Konstruksi dasar hukum yang sudah dibangun olehhakim juga harus disertai dengan kecermatan hakimdalam membuat putusan, khususnya dalam halpencantuman dasar hukum putusan.Ketidakcermatan tentang dasar hukum pemidanaanterlihat dalam satu putusan kasus korupsi (PutusanNo. 52/Pid.B/2008/PN.PBG). Pada amar putusanhanya dinyatakan bahwa terdakwa telah terbuktisecara sah dan meyakinkan bersalah melakukantindak pidana korupsi secara berlanjut; tanpa disertaipasal-pasal terkait yang menjadi dasar hukum dariputusan ini. Keteledoran semacam ini seharusnyamengakibatkan putusan batal demi hukum, sesuaiketentuan 197 KUHAP.

Ada beberapa catatan lain terkait penalaran hukumini. Dalam Putusan No. 545/Pid.B/2005/PN.PDG,misalnya, hakim dinilai tidak memberikan penalaranyang logis, terutama tatkala menganalisispembuktian dan unsur-unsur kesalahan terdakwa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 144: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

117

Namun, sayangnya peneliti tidak mengelaborasilebih jauh penilaian ini. Dalam Putusan No. 726/Pid.B/2006/PN.PBR, bahkan majelis hakim kelirumengutip bunyi pasal kendati kesalahan itu tidakmengubah makna substantif dari unsur pasal itu(kata-kata “setiap orang” yang ada dalam pasal ditulisdengan kata “barangsiapa” di dalam putusan).Kejadian serupa muncul lagi dalam Putusan No. 393/Pid.B/2006/PN.PBR (oleh hakim ketua yang samadari PN Pekanbaru). Terlepas dari ada tidaknyaperubahan makna akibat kesalahan pengutipan itu,kesalahan ini jelas menunjukkan ketidakcermatanmajelis hakim terhadap hal paling penting dalamputusannya, yakni unsur-unsur dakwaan.

Dalam Putusan No. 737/Pid.B/2006/PN.PBR bahkanditemukan banyak kelemahan oleh peneliti, sehinggapenalaran logis dari majelis hakim tidaktergambarkan. Peneliti mensinyalir fakta-faktapersidangan kurang sempurna diuraikan dalamputusan, sehingga sulit memahami dasar-dasarpertimbangan hakim dalam menyimpulkan semuafakta di persidangan sebagai dasar putusannya.Misalnya saja, ada unsur-unsur delik yang tidakdiuraikan oleh majelis hakim dalam putusannya,kendati Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP itu digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 145: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

118

sebagai dasar hukum putusan perkara korupsi(Putusan No. 309/Pid.B/2008/PN.ME).

Hasil identifikasi peneliti juga menunjukkan dasarhukum (pasal) yang dipakai oleh hakim pun ternyataada perbedaan dengan pasal yang didakwakan jaksapenuntut umum, kendati masih dalam satu undang-undang (UU Psikotropika). Hal ini sebenarnya masihdapat dimaklumi sepanjang hakim memberikanargumentasi yang memadai terkait alasan dariperbedaan penggunaan dasar hukum tersebut.Nama-nama para saksi yang disebutkan oleh hakimdalam awal putusan juga tidak konsisten dengannama-nama yang muncul dalam pertimbangan. Darisemua putusan, memang putusan yang diteliti inimenunjukkan kualitas yang paling rendah. Sangatmenarik bahwa ternyata analisis peneliti terhadaprendahnya kualitas putusan demikian muncul lagipada saat peneliti menyoroti kasus berbeda, yaknidalam Putusan No. 393/Pid.B/2006/PN.PBR (kasusKDRT). Setelah diamati, hakim ketua dari majelishakim PN Pekanbaru untuk kedua putusan itu adalahorang yang sama. Para peneliti juga mengidentifikasibahwa para hakim umumnya menganut teorimonisme dalam pembuktian unsur kesalahan (adabeberapa pengecualian, seperti Putusan No. 2200/

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 146: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

119

Pid.B/2005/PN.MDN). Hal ini terbukti dari analisisyang tersaji dalam laporan Putusan No. 514/Pid.B/2006/PN.PBR dan Putusan No. 274/Pid.B/2007/PN.PBR yang mengaitkan monisme dengan teori-teori umum filsafat (monisme versus pluralisme) danteori monisme dalam arti penyatuan hukum nasionaldan internasional.

Metode penemuan hukum (rechtsvinding) biasanyadibedakan ke dalam dua kelompok besar, yaknipenafsiran dan konstruksi. Penafsiran terhadap suatuundang-undang dilakukan apabila ada pasal-pasaltertentu yang dapat digunakan sebagai dasar hukum,tetapi ketentuan itu tidak tepat benar untuk langsungditerapkan pada fakta hukumnya. Sementara itu,konstruksi dilakukan apabila pasal-pasal untukdigunakan sebagai dasar hukum belum tersedia,sehingga hakim (di mana perlu) mengabduksi dariketentuan lain yang sebenarnya mengatur halberbeda. Jika mengikuti paham tradisional tentangasas legalitas, metode konstruksi (seperti analogi)tidak diperkenankan dalam penyelesaian perkarapidana.

Jika ditelaah hasil identifikasi yang diberikan olehpara peneliti, cukup banyak putusan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 147: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

120

dinyatakan memuat metode penemuan hukumdengan konstruksi. Peneliti tampaknya tidak terlalucermat tatkala harus menjelaskan tentang metodepenemuan hukum berupa konstruksi ini (contohPutusan No. 726/Pid.B/2006/PN.PBR, Putusan No.545/Pid.B/2005/PN.PDG, Putusan No. 2777/Pid.B/2007/PN.TNG).

Penggunaan metode konstruksi dalam putusan-putusan perkara pidana, seandainya memang dapatdiidentifikasi dengan cemat dalam penelitian ini,sesungguhnya akan sangat penting untuk mengukurkeberanian para hakim membuat terobosan-terobosandi tengah kevakuman norma-norma positif dalamsistem perundang-undangan. Hal ini sejalan denganmencairnya makna asas legalitas dalam hukumpidana, yang ternyata derivasi asasnya tidak lagidiartikan nullum delictum nulla poena sine LEGE (suatuperbuatan bisa dihukum jika ada undang-undangyang melarangnya) melainkan sebagai nullum delictumnulla poena sine IUS (suatu perbuatan bisa dihukumjika ada hukum yang melarangnya). Kata “ius”(hukum) mengandung konotasi lebih luas daripada“lege” (undang-undang) karena dapat mencakuphukum pidana tertulis dan tidak tertulis (hukumyang hidup). Hukum pidana yang hidup ini dijadikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 148: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

121

sebagai sumber hukum material. Pandangan initampaknya memang belum banyak dianut oleh paraahli hukum di Indonesia kendati polemik antaraajaran melawan hukum material versus ajaranmelawan hukum formal sudah lama terdengar.Perbedaan pendapat tentang hal di atas muncul dalamPutusan No. 120/Pid.B/2007/PN.BS. Penelitimenyatakan doktrin “melawan hukum formal” masihsangat kuat dianut dalam putusan ini, padahalperbuatan terdakwa sudah tidak sesuai dengan“nilai-nilai yang hidup di masyarakat” karenabertentangan dengan rasa keadilan dan semangatpemberantasan korupsi di Indonesia dewasa ini.

Kemampuan intelektual dan kepekaan intuitif hakimuntuk membedakan antara “lege” dan “ius” tentubukan pekara mudah untuk ditumbuhkan. Untukkeperluan ini hakim perlu banyak waktu untukmembaca buku dan merefleksikan fenomena sosialdi sekitarnya. Kesempatan demikian boleh jadimerupakan “barang mewah” yang dihadapi oleh parahakim-hakim di tingkat bawah (khususnya di kota-kota besar dan menengah) yang rutinitas keseharianmereka telah dipenuhi dengan jadwal persidanganyang padat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 149: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

122

Khusus tentang penafsiran yang dilakukan olehhakim, ditemukan ada beberapa hal menarik. Adaputusan-putusan yang secara sadar maupun tidaktelah memperlebar atau mempersempit maknaterminologi tertentu atau konsep hukum. Kata-kata“bertentangan dengan kewajibannya”, misalnya,diinterpretasikan secara lebih sempit sehinggaperbuatan seorang pejabat (terdakwa) menerimauang dari seorang kontraktor lokal yang (katanya)berniat membantu biaya mengurus bantuan bencanake pemerintahan pusat adalah tindakan yang masihsejalan dengan kewajiban pejabat itu dalam rangkamenyejahterahkan masyarakatnya (Putusan No. 402/Pid.B/2008/PN.PDG). Hal lain yang juga munculdalam putusan dan berpotensi menjadi presedenadalah pandangan majelis hakim bahwa tindakanpejabat (terdakwa) membungakan dana APBD adalahtindakan yang sah (Putusan No. 120/Pid.B/2007/PN.BS).

Tentu saja di antara sekian banyak putusan yangdiangkat dalam penelitian ini, tetap ada sejumlahputusan yang dipandang memenuhi kualitas yangdiharapkan. Salah satu di antaranya adalah putusankasus terdakwa Artalyta Suryani di PN Jakarta Pusat(lihat Putusan No. 07/Pid.B/TPK/2008/

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 150: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

123

PN.JKT.PST). Pada kasus ini pembuktian unsurtindak pidana dan kesalahan telah dilakukan secararinci dengan menggunakan dasar hukum dalamperaturan perundang-undangan, menyitir doktrin,dan yurisprudensi. Penalaran hakim yang digunakanuntuk menguraikan setiap makna dalam ketentuandasar hukum yang digunakan dalam dakwaan jugatelah dilakukan secara sistematis, rinci, dan logis.

4.2.2.4 Aspek Nilai Aksiologis dalam Putusan

Pada bagian ini, kajian diarahkan ke aspek askiologisyang berhasil diindentifikasi dari putusan. Penelitidiminta untuk memberi penilaian tentang putusantersebut dikaitkan dengan muatan nilai keadilan dankemanfaatan. Khusus untuk nilai kepastian hukum,tidak dielaborasi dalam bagian ini dengan asumsipenilaian atas nilai ini sudah terwakili pada jawabanatas tiga rumusan permasalahan sebelumnya.Mengingat tingkat abstraksi dari butir-butirpertanyaan ini cukup tinggi, maka jejaring penelitidiminta mendeskripsikan terlebih dulu alasan-alasandari penilaiannya.

Ada beberapa indikator menarik yang digunakanoleh para jejaring peneliti dalam penilaian aspek

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 151: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

124

aksiologis ini. Nilai keadilan dapat dicermati antaralain dari bagaimana hakim mendistribusikan peranyang dijalankan oleh masing-masing terdakwa.Dalam kasus penodaan agama (misalnya Putusan No.64/Pid.B/2008/PN.PDG), hakim dinilai tidak adilkarena tidak memperhatikan adanya peran yangberbeda dari kedua terdakwa, sehingga sepatutnyahukuman untuk kedua orang itu tidak boleh samaberatnya.

Kedua, indikator aksiologis ini dikaitkan dengantujuan pemidanaan. Dalam konteks ini, butir-butirpertanyaan tentang falsafah pemidanaan sangatmenarik untuk dianalisis lebih jauh. Cukup denganputusan yang diidentifikasi menggunakan falsafahini secara kontradiktif atau menggunakan semuafalsafah secara bersamaan (lihat Putusan No. 726/Pid.B/2006/PN.PBR). Putusan-putusan dalamperkara KDRT pada umumnya cenderungmenekankan pada efek jera dalam penjatuhanhukuman. Dalam Putusan No. 514/Pid.B/2006/PN.PBR, misalnya, putusan hakim dinilai tidak adildan tidak memberi kemanfaatan jika perilakuterdakwa yang meninju dada, mencekik leher,menyeret dan mendorong isterinya ke tempat tidur,hanya dituntut JPU selama delapan bulan (potong

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 152: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

125

masa tahanan) serta kemudian bahkan dihukum lebihringan oleh hakim yakni enam bulan saja (potongmasa tahanan). Putusan serupa juga terjadi di PNLangkat di Stabat (lihat Putusan No. 223/Pid.B/2008/PN.Stb) yang juga terkait kasus KDRT.Perlakuan kasar suami yang melempar keramik kebadan isterinya, menendang perut, menjambakrambut, dan membenturkan kepala isterinya kelantai, dihukum penjara lima bulan tiga hari (lebihringan dari tuntutan JPU selama satu setengah tahunpenjara). Hukuman demikian dijadikan indikatorkurang adil dan/atau bermanfaat karena tidakberdampak menjerakan.

Hal yang menarik adalah bahwa persepsi tentang“kekerasan fisik” dalam kasus-kasus KDRT memangberbeda antara satu putusan dengan putusanlainnya. Dalam Putusan No. 803/Pid.B/2008/PN.PLG, misalnya, hakim berpendapat perbuatanterdakwa yang mencekik leher isteri sehingga adaluka memar, tidak termasuk kategori akibat yangmenimbulkan penyakit atau halangan menjalankanpekerjaan jabatan atau mata pencaharian ataukegiatan sehari-hari. Selain itu, korban (isteriterdakwa) hanya berobat jalan bukan rawat inap dirumah sakit. Untuk itu, perbuatan terdakwa hanya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 153: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

126

diganjar dengan hukuman percobaan. Sementarapada putusan-putusan lain perbuatan serupa sudahlayak dihukum dengan pidana penjara. Dilihat dariasas similia similibus (treat the similar cases alike anddifferent cases differently), disparitas antarputusanseperti ini tentu sangat mengganggu rasa keadilanmasyarakat.

Kondisi serupa juga terjadi pada kasus-kasuskorupsi. Dalam beberapa putusan, hakim dinilaitidak memiliki kepekaan untuk memperlakukantindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime.Dalam kasus illegal logging yang bernuansa korupsipada Putusan No. 545/Pid.B/2005/PN.PDG,misalnya, hakim membebaskan terdakwa dari semuadakwaan. Padahal, kalau saja hakim dapatmengelaborasi lebih jauh perbuatan yang dilakukanterdakwa (antara lain terdakwa diketahuimengeksploitasi kayu di luar areal izin pemanfaatankayu yang diberikan), maka seharusnya putusannyaakan lain. Demikian juga dengan keterlibatan oknum-oknum pejabat yang terkait dengan perkara ini.Hakim rupanya memilih cukup mengutip apa-apayang sudah tersaji dalam surat dakwaan tanpa inginmenunjukkan pertimbangannya yang mengarahkepada kepentingan masyarakat luas. Dalam konteks

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 154: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

127

ini, putusan-putusan kasus korupsi dinilai oleh parapeneliti memang belum memperlihatkan sisi nurani,melainkan sekadar rasio berdasarkan padapendekatan legal-yuridis formal.

Aspek penilaian lain yang digunakan untukmengidentifikasi dimensi keadilan dan kemanfaatanadalah bobot sanksi yang dijatuhkan terkait kasus-kasus yang tengah mendapat perhatian publik sepertikorupsi. Secara umum terkesan ada keprihatinanpeneliti dalam mencermati diktum putusan-putusankasus korupsi tersebut. Putusan tindak pidanakorupsi yang disoroti antara lain: (1) pidana penjara1 tahun dalam Putusan No. 52/Pid.B/2008/PN.PBG;(2) pidana penjara 1 tahun 2 bulan dalam PutusanNo. 116/Pid/2008/PN.BI, (3) melepaskan terdakwadari tuntutan dalam Putusan No. 76/Pid.B/2008/PN.PWT dan Putusan No. 199/Pid.B/2008/PN.PWT;(4) atau bahkan membebaskan terdakwa, misalnyaPutusan No. 191/Pid B/2008/PN.BJN. Putusan-putusan yang disebutkan di atas, berdasarkantinjauan peneliti selayaknya justru dijatuhi sanksiyang lebih berat.

Sementara itu untuk tindak pidana KDRT, putusanhakim untuk penelantaran pada umumnya adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 155: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

128

pidana percobaan (Putusan No. 2391/Pid.B/2008/PN.SBY dan Putusan No. 3504/Pid.B/2008/PN.SBY).Hanya pada kekerasan seksual dalam Putusan No.172/Pid.B/2008/PN.PBG, terdakwa dijatuhi pidanapenjara 8 tahun.

Dalam proses memutuskan suatu perkara,seharusnya faktor nonyuridis ikut dipertimbangkan;misalnya ketika mempertimbangkan hal yangmemperberat dan memperingan. Akan tetapi, dapatdiindentifikasi dalam penelitian ini bahwa ternyatabelum semua hakim memperhatikan hal tersebut.Salah satu putusan yang sudah mempertimbangkanfaktor nonyuridis adalah Putusan No. 116/Pid.B/2008/PN.BI, di mana hakim secara khususmempertimbangkan pengabdian terdakwa kepadanegara selama puluhan tahun.

Dalam memutus perkara, kebanyakan hakimmenjatuhkan hukuman yang tidak terlalu banyakberbeda dengan tuntutan jaksa. Dari putusan-putusan yang diteliti, dapat disebutkan satu contohputusan yang memiliki perbedaan cukup besarantara tuntutan jaksa dengan putusan hakim, yaitupada Putusan No. 01/Pid. B/2009/PN.YK. Tuntutan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 156: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

129

jaksa adalah 4 tahun pidana penjara sementaraputusan hakim hanya 2 bulan.

Namun, perbedaan tidak semata-mata terjadi antaratuntutan JPU dan amar putusan hakim. Perbedaanjuga dapat dilihat di antara ancaman sanksi maksimalmenurut undang-undang dengan tuntutan JPU danamar putusan hakim. Hal ini misalnya terjadi padaPutusan No. 390/Pid.B/2006/PN.KPJ, di manaancaman maksimal dalam undang-undang adalah 10tahun tapi jaksa hanya menuntut 2 tahun 6 bulanpenjara dan hakim akhirnya menjatuhkan sanksipidana penjara 1 tahun 6 bulan dikurangi masatahanan (padahal peneliti tidak melihat ada faktorperingan yang signifikan untuk dipertimbangkan).Demikian pula dalam putusan No. 124/Pid.B/2008/PN.BI, jaksa hanya menuntut 15 bulan penjara dandenda sebesar Rp. 1 juta untuk ancaman pidanapenjara 10 tahun dan denda Rp. 500 juta, dan akhirnyahakim menjatuhkan pidana penjara 8 bulan dan dendaRp. 750.000. Hal seperti ini sering terjadi pada kasustindak pidana narkotika dan tindak pidanapsikotropika. Indikasi lain yang menurut penelitiperlu diperhatikan untuk mencermati aspekaksiologis ini, dalam hal perkara narkotika/

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 157: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

130

psikotropika adalah kaitan bobot sanksi denganjumlah narkotika/psikotropika yang dikuasai olehterdakwa.

Dalam hal menimbang nilai konversi pidana dendamenjadi pidana kurungan, terlihat bahwa belum adastandar baku yang dipakai sebagai parameter dalammelakukan konversi tersebut. Hal ini dapat dilihatdari beberapa contoh konversi pidana yang terdapatdalam beberapa putusan sebagai berikut:

Nomor Putusan Kasus Nilai DendaJumlah KurunganPengganti Denda

374/Pid.B/2006/PN.SBY

10/Pid.B/2007/PN.YK

146/Pid.B/2008/PN.BWT

191/Pid.B/2006/PN.BJN

79/Pid.B/2007/PN.MLG

Psikotropika Rp. 10 Juta 3 bulan

Norkotika Rp. 3 Juta 3 bulan

Korupsi Rp. 200 Juta 3 bulan

Korupsi Rp. 200 Juta 4 bulan

PerlindunganAnak

Rp. 60 Juta 5 bulan

79/Pid.B/2006/PN.MLG Narkotika Rp. 5 Juta 6 bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari tabel tersebut terlihat bahwa denda Rp. 200 jutapada tindak pidana korupsi dan denda Rp. 3 jutapada tindak pidana narkotika, sama-sama dikonversidengan kurungan 3 bulan. Sementara dalam putusan

Page 158: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

131

korupsi lainnya, nilai konversi untuk denda Rp. 200juta adalah 4 bulan kurungan. Untuk tindak pidanayang nilai dendanya relatif tidak terlalu tinggi, yaituRp. 60 juta memperoleh nilai konversi yang lebihtinggi yaitu 5 bulan kurungan. Bahkan denda yangnilainya Rp. 5 juta dalam putusan tentang narkotika,memperoleh nilai konversi tertinggi yaitu 6 bulankurungan.

Dalam aspek nilai aksiologis putusan ini, hal yangjuga tidak mudah diketahui adalah falsafahpemidanaan dari putusan yang dijatuhkan.Penggunaan kata setimpal ketika hakimmempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan,tidak begitu saja dapat dimaknai sebagai dianutnyafalsafah retibutif dalam putusan. Namun dariputusan-putusan yang diteliti, tersirat bahwa hakimmenjatuhkan pidana untuk tujuan pembinaanterdakwa. Ada beberapa putusan yang secaraeksplisit mempertimbangkan tujuan pemidanaan.Misalnya dalam putusan No. 2391/Pid B.2008/PNSBY, secara tegas hakim pada intinya mengatakanbahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk balasdendam atau menderitakan, tetapi harus bersifatpreventif, korektif, dan edukatif serta mempunyaiefek jera. Hakim menilai tuntutan jaksa berupa 11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 159: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

132

bulan penjara terlalu berat bila dilihat dari kesalahanterdakwa. Oleh karena itu akhirnya hakimmenjatuhkan pidana penjara 6 bulan dengan masapercobaan 1 tahun. Dalam putusan 172/Pid.B/2008/PN Pbg tentang KDRT, hakim menjatuhkan pidanapenjara 8 tahun. Hal yang menarik dari putusan iniadalah hakim menyatakan dalam pertimbanganputusan bahwa tujuan pemidanaan telah mengalamiperkembangan dari pembalasan menuju ke arahpembinaan agar terdakwa kembali menjadi manusiadan baik dan berguna bagi masyarakat. Secara tersiratdapat disimpulkan bahwa falsafah yang dianutadalah pembinaan dan bukan pembalasan, meskiputusannya menghukum selama 8 tahun. Jadi beratringannya hukuman tidak identik dengan falsafahpemidanaan yang dianut. Sesungguhnya falsafahpemidanaan ada dalam pikiran hakim ketikamenjatuhkan pidana tersebut, yang harus dituangkandalam putusan. Ini merupakan hal penting agarpembinaan yang dilakukan di lembagapemasyarakatan sejalan dengan tujuan pemidanaanyang ingin dicapai.

Falsafah pemidanaan ini sekalipun tidak secaraeksplisit dikemukakan dalam putusan, untuk kasus-kasus yang mendapat perhatian publik, seperti

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 160: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

133

korupsi di lembaga negara, ternyata dapatberdampak signifikan. Hal ini dinyatakan olehpeneliti ketika menganalisis putusan kasus korupsidi bidang kehutanan yang dikenal dengan kasusTanjung Api-Api (Putusan No. 19/Pid.B/TPK/2008/PN.JKT.PST). Dakwaan yang diajukan JPU bersifatkumulatif yang mengandung subsidiaritas. Majelishakim diharuskan membuktikan dakwaan kesatuprimer dahulu, dan apabila tidak terbukti,dilanjutkan dengan pembuktian dakwaan kesatusubsider, dan seterusnya. Di sinilah terjadi, pada saatmajelis hakim berusaha membuktikan unsur“menerima hadiah yang berhubung dengan jabatan”sebagai salah satu unsur dalam dakwaan kesatuprimer, majelis menilai unsur tersebut tidakterpenuhi. Majelis berpendapat uang yangdiserahkan ke para anggota DPR itu tidak hanyadinikmati oleh terdakwa karena dibagikan juga keanggota lain dari Komisi IV DPR. Padahal, menurutpeneliti, uang itu harus dilihat sebagai usaha melobbysuara dari anggota lain untuk memberikanpersetujuan, sehingga dapat dipandang sebagaiusaha mempengaruhi 49 anggota Komisi IV lainnya.Peneliti menilai ketidaksediaan majelis menyatakanunsur ini terpenuhi adalah karena tendensi majelismenerapkan falsafah pemidanaan rehabilitatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 161: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

134

(memperbaiki diri). Disinyalir bahwa penerapanfalsafah ini tidak tepat karena membuat majelismenjatuhkan sanksi hukuman yang jauh lebih ringandaripada yang dituntut JPU. Sementara di sisi lain,peneliti menilai majelis luput untukmempertimbangkan faktor yang memberatkan, yakniposisi terdakwa sebagai wakil rakyat (anggota DPR)yang telah mencoreng kewibawaan lembaga tingginegara itu. Alhasil putusan demikian dipandangtidak mengedepankan asas keadilan dankemanfaatan bagi masyarakat. Penelitimenyimpulkan bahwa untuk kasus-kasus korupsiyang mencederai kepercayaan masyarakat, sebaiknyadigunakan falsafah retributif (lihat juga putusan No.07/Pid.B/TPK/2008/PN.JKT.PST; dan bandingkanpula dengan Putusan No. 2398/Pid.B/2008/PN.TNG, Putusan No. 237/Pid.B/2008/PN.AB,Putusan No. 543/Pid.B/2006/PN.PTK, Putusan No.931/Pid.B/2006/PN.BJM, dan Putusan No. 910/Pid.B/2008/PN.BJM).

Namun, peneliti lain tidak sepenuhnya sepakatdengan pandangan falsafah ini. Untuk kasus-kasuskorupsi, justru disarankan agar hakim menggunakanfalsafah pemidanaan penjeraan (detterent), dan janganretributif. Dengan perkataan lain, putusan bebas atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 162: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

135

sanksi hukuman yang terlalu ringan dipandangbertentangan dengan ekspektasi masyarakat luas.Selain korupsi, kasus-kasus tindak pidanapsikotropika juga dinilai perlu diberi sanksi yangmenjerakan dan bukan justru sebaliknyasebagaimana tampak pada Putusan No. 1456/Pid.B/2009/PN.BJM, dan Putusan No. 187/Pid.B/2009/PN.BJM. Bahkan, dalam satu putusan, yakni PutusanNo. 237/Pid.B/2008/PN.AB, peneliti menemukanada terdakwa yang diputus bebas akibat hakim salahmenerapkan salah satu unsur tindak pidana, padahaltampak jelas di sana bahwa terdakwa tersebut telahmelakukan tindak pidana korupsi.

Penelitian terhadap putusan korupsi di PN Depok(Putusan No. 1036/Pid.B/2008/PN.DPK)menunjukkan penerapan falsafah retributif jugamengandung kelemahan. Dalam konteks penjatuhansanksi, majelis hakim rupanya terfokus untukmenghukum terdakwa secara fisik sedangkan nilaidendanya sangat kecil. Dalam putusan No. 1649/Pid.B/2008/PN.JKT.UT, misalnya, digambarkanterdakwa hanya dijatuhi sanksi setahun 4 bulanpenjara dan denda Rp. 50 juta, padahal kerugiannegara mencapai milyaran rupiah. Pandangan yangmemposisikan falsafah retributif berseberangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 163: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

136

dengan tujuan kemanfaatan sebenarnya juga tidaksepenuhnya benar. Artinya, penerapan denda yangtinggi pun dapat juga berfungsi retributif asalkanbesaran denda yang dibebankan oleh majelis hakimbenar-benar berpatokan pada kerugian negara yangriil diakibatkan kesalahan terdakwa. Namun, penelitiyang sama dalam putusan No. 1036/Pid.B/2008/PN.DPK (pembunuhan berencana disertai mutilasi)menilai kecenderungan hakim menerapkan falsafahretributif dengan pidana mati telah mengakomodasinilai-nilai keadilan dan kemanfaatan.

Ada pula putusan yang penetapan dendanya samasekali tidak berpegang kepada dasar hukum yangdipakai dalam mengadili kasus tersebut. DalamPutusan No. 811/Pid.B/2008/PN.Stb di PN Langkat(Stabat), majelis hakim ternyata menjatuhkan sanksiyang sangat minimal untuk pidana penjara,sedangkan sanksi dendanya adalah Rp. 25 juta, atausetengah dari ancaman sanksi minimal menurut Pasal3 UU No. 31 Tahun 1999. Tidak mengherankanapabila peneliti atas putusan ini berkesimpulanbahwa falsafah pemidanaan yang diacu oleh majelishakim ini sangat tidak jelas. Sekalipun dinyatakansebagai hal yang memberatkan adalah bahwaperbuatan terdakwa tidak mendukung usaha

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 164: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

137

Pemerintah dalam pemberantasan korupsi, ternyatafaktor ini tidak tercermin dari amar putusan dansanksi yang dijatuhkan.

Pilihan atas penerapan falsafah pemidanaan ini jugapenting dicermati dalam kasus pencemaran/perusakan lingkungan. Pada Putusan No. 460/Pid.B/2008/PN.BKS, misalnya, majelis hakim dinilai tidaktepat menjatuhkan pidana untuk tujuanpembelajaran bagi pelaku tindak pidana. Adaindikasi kuat bahwa untuk kasus-kasus pencemaran/perusakan lingkungan, ada preferensi di masyarakatagar sanksi yang dijatuhkan dapat lebih keras.Akibatnya, jika ada putusan yang bertolak belakangdengan “semangat” itu, akan cenderung dinilaisebagai kurang adil dan/atau kurang bermanfaat.

Hal serupa juga terjadi pada kasus terorisme. PadaPutusan No. 2189/Pid.B/2008/PN.JKT.SEL yangmengadili terdakwa Abu Dudjana, majelis hakimtidak menjatuhkan hukuman sesuai yang dimintaJPU (seumur hidup) tetapi “hanya” selama 15 tahunpenjara. Di sini peneliti menyimpulkan bahwa majelishakim telah menggunakan falsafah pemidanaanrehabilitasi, dengan berangkat dari kenyataan bahwaterdakwa yang sudah menyesali perbuatannya itudipandang perlu menjalani proses deradikalisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 165: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

138

agar dapat kembali ke jalan yang benar. Tentu saja,penggunaan falsafah pemidanaan ini dapat sajadipersepsikan sebagai bentuk ketidakadilan dilihatdari perspektif korban-korban tindak kejahatanterorisme yang dilakukan terdakwa.Di luar itu jugaperlu dicatat adanya keterkaitan antara lamanya masapenahanan yang sudah dijalankan terdakwa danhukuman yang bakal diterima. Pada Putusan No.2398/Pid.B/2008/PN.TNG, misalnya, terdakwasudah ditahan selama delapan bulan. Masapenahanan yang cukup lama ini menunjukkan prosespenegakan hukum yang berlarut-larut, yangmenyebabkan hakim sering dihadapkan padakondisi dilematis jika akan menjatuhkan sanksipidana penjara. Karena masa tahanan itu umumnyadikurangkan dengan sanksi pidana penjara yangdijatuhkan, maka sangat janggal apabila pidanapenjaranya lebih singkat daripada masa penahanan.Artinya, hakim akan cenderung untuk menjatuhkansanksi pidana penjara yang lebih berat (lama) atauminimal sama dengan masa tahanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 166: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

139

BAB 5

PENUTUP

Page 167: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

140

Page 168: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

141

5.1 KESIMPULAN

Sebelum sampai pada butir-butir kesimpulansebagai jawaban terhadap rumusan permasalahandalam penelitian ini, kiranya patut disampaikansejumlah catatan sebagai berikut.

Secara akademik sudah merupakan hal yang bersifatumum (dalam arti hampir semua akademisimenyepakati) bahwa tujuan hukum acara pidanasecara substantif berbeda dengan tujuan hukum acaraperdata. Tujuan utama penyelenggaraan hukumacara pidana adalah kebenaran material. Pencariankebenaran material ini selanjutnya dijabarkan didalam ketentuan perundang-undangan hukum acarapidana (KUHAP beserta segala peraturan perundang-undangan di luar KUHAP) dalam bentuk norma-norma hukum yang baik secara langsung maupuntidak langsung terkandung maksud untuk mencapaitujuan hukum acara pidana termaksud.

Ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang proses beracaradalam perkara pidana, menegaskan bahwa hakimsebagai pembuat putusan-putusan pengadilanadalah seorang “pejabat peradilan negara yang diberi

PENUTUP

Page 169: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

142

wewenang untuk mengadili.... “. Dinyatakan pulabahwa, “Mengadili adalah serangkaian tindakanhakim untuk menerima, memeriksa dan memutusperkara pidana berdasarkan bebas, jujur, dan tidakmemihak di sidang pengadilan menurut aturanperaturan perundang-undangan” (Pasal 1 butir 9KUHAP).

Di sini menjadi penting untuk dikemukakan fatwamulia yang terkandung di dalam ketentuan KUHAP,utamanya yang berkaitan dengan “persyaratan formalsuatu putusan pemidanaan dan pembebasanterdakwa dalam proses persidangan” (Pasal 197 jo199 KUHAP) dan “persyaratan dukungan alat bukti(yang diperoleh tanpa paksaan) yang kuat sebagaidasar penjatuhan pidana oleh hakim” (Pasal 183 jo185 KUHAP). Demikian juga dengan pendampinganterdakwa oleh penasihat hukum untuk menerimabantuan hukum (Pasal 69 – 74 KUHAP) dan ketentuantentang musyawarah majelis hakim menyangkuthari/tanggal pelaksanaan musyawarah danpengucapan putusan hakim (Pasal 182 ayat (2) s.d.(8) KUHAP). Hasil pantuan terhadap ketentuan inisedikit banyak dapat ditafsirkan bahwa masalah-masalah ini telah memperoleh legitimasinya, artinyapersyaratan-persyaratan formal prosedural telah

PENUTUP

Page 170: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

143

banyak diakomodasikan oleh hakim dalam putusan-putusannya yang menjadi objek penelitian kali ini(periode 2009).

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kaitan denganputusan-putusan hakim ini adalah hal yangmenyangkut substansi pencapaian tujuanpenyelenggaraan peradilan pidana ---kebenaranmaterial, katakanlah bahwa dengan telahdipenuhinya ketentuan format prosedural itu, belumberarti telah terpenuhi pula tuntutan pencapaikebenaran material dalam proses penangananperkara-perkara pidana oleh hakim. Untuk itu dapatkiranya dikemukakan beberapa fenomena yangditemukan dalam putusan-putusan hakim yangmenjadi objek penelitian. Kebenaran material yangmenjadi tujuan utama proses peradilan pidana,dapat dilihat jabarannya dalam berbagai “fatwamulia” baik yang sifatnya teoretik spekulatif maupundi dalam ketentuan perundang-undangan.

Gustav Radbruch, misalnya selalu mengingatkanbahwa nilai-nilai dasar hukum (pidana) adalah“keadilan”, “kemanfaatan” dan “kepastian hukum”.Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai dasar hukum(pidana) tersebut di atas, unsur “penafsiran hukum”

PENUTUP

Page 171: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

144

sebagai bagian dari “penemuan hukum” menjadipenting untuk diperhatikan, dalam arti sampaiseberapa jauh hakim dalam putusan-putusannyamempertimbangkan dengan saksama penafsiran-penafsiran hukum (baru, kontekstual, dan adil)sehingga putusan-putusannya tidak kering oleh nilai-nilai luhur dari hukum tersebut. Upaya penemuanhukum lewat penafsiran hukum yang berdasarkanatas asas-asas hukum (lazimnya tersembunyi dibelakang kaidah-kaidah hukum tertulis) harusterwujud di dalam putusan-putusan hakim. Het rechtis er, doch het moet worden gevonden, in de vondst zit hetnieuwe (hukum itu ada namun harus ditemukan,dalam upaya penggalian itulah ditemukanpembaharuan hukum yang berkeadilan). Di dalamkonteks penafsiran hukum yang berbasis keadilandan kemanfaatan inilah menjadi pentingdiperhatikannya unsur kebiasaan---malus ususabolendus est (kebiasaan-kebiasaan yang layak danpantas dikedepankan, kebiasaan yang tak pantasharus ditinggalkan, menurut Fitzgerald) danyurisprudensi--- diakui ia merupakan sumber hukumyang harus dipertimbangkan dalam hal hakimmemutuskan perkara pidana. Dalam kajian hukumsecara empiris telah berkembang pula pemikiran-

PENUTUP

Page 172: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

145

pemikiran yang disebut sebagai berhukum secara“progresif”, cara berhukum yang berorientasi padapenggalian nilai-nilai keadilan baik secara normatifmaupun kontekstual yang ujung-ujungnya mengarahpada nilai metateoretik hukum. Berhukum padadasarnya adalah memanusiakan manusia, berbasispada etika dan estetika yang bersumber dari SangKhalik.

“Fatwa mulia” para pakar filsafat hukum tersebuttampaknya sudah memperoleh legitimasinya didalam ketentuan perundang-undangan negeri ini.Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang KekuasaanKehakiman mengamanatkan agar hakim menggali,mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasakeadilan yang hidup dalam masyarakat. Inimempunyai arti bahwa dalam hal tertentu hakimdiharapkan juga mempertimbangkan nilai-nilaihukum dan rasa keadilan dalam masyarakat baikyang tertuang di dalam hukum tertulis maupun tidaktertulis.

Temuan-temuan penelitian atas putusan-putusanhakim (105 putusan) yang sangat menonjol adalahpenekanan nilai-nilai dasar hukum yang berupa“kepastian hukum” sementara nilai-nilai yang lain

PENUTUP

Page 173: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

146

(keadilan dan kemanfaatan) belum tampakmengemuka dalam putusan-putusan hakim.Setidaknya tampak dari berbagai ungkapan jawabanyang terekam di dalam hasil tabulasi beberapaindikator penggalian nilai keadilan dan kemanfaatantersebut. Temuan ini mempunyai arti bahwa secaraumum putusan-putusan hakim tersebut masihcenderung kurang maksimal dalam melahirkanputusan-putusan hakim yang adil dan bermanfaat.Bahkan dapat dikatakan bahwa apa yang tampakdalam putusan-putusan hakim (objek penelitian)adalah kecenderungan pencerminan sikap hakimyang sangat “kaku” dan “legistik”. Kurangterpenuhinya secara maksimal nilai-nilai dasarhukum yang berupa keadilan dan kemanfaatanterjadi karena adanya fenomena para hakim kurangmempertimbangkan nilai-nilai keadilan dankemanfaatan yang terkandung di dalam ketentuanhukum tak tertulis, kebiasaan-kebiasaan yang layakdi dalam masyarakat, doktrin-doktrin standar danyurisprudensi di dalam putusan-putusannya.

Dampak yang terjadi dari fenomena yang demikianitu, pada akhirnya berujung pada kebenaran satupernyataan bahwa secara keseluruhan putusan-putusan hakim obyek penelitian ini mengindikasikan

PENUTUP

Page 174: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

147

pengedepanan “Keadilan Prosedural” daripada“Keadilan Substantif”.

Berdasarkan analisis baik kuantitatif maupunkualitatif di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulanumum terkait penelitian ini.

1. Dari aspek formalitas putusan:a. Ketentuan formalitas putusan sebagaimana

tercantum dalam Pasal 197 jo Pasal 199 KUHAPmemang mengikat untuk diikuti oleh parahakim dalam putusan mereka, namun ancaman“batal demi hukum” atas kelalaian mengikutiformalitas ini masih belum teruji, sehinggacukup banyak catatan “batal demi hukum”dalam penelitian ini yang hanya bernuansaakademis semata.

b. Kecukupan jumlah alat bukti dan caramemperoleh alat bukti secara sah tampaknyasudah cukup dipahami oleh para hakim.Namun, ketika harus menganalisis informasiyang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut(khususnya kesaksian), majelis hakim dinilaibelum sepenuhnya dapat mengelaborasi danmengakomodasikannya secara memadai kedalam pertimbangan putusan.

PENUTUP

Page 175: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

148

c. Penghormatan para hakim terhadap hak-hakterdakwa untuk didampingi penasihat hukummasih sangat lemah. Penelitian inimenunjukkan ada keterkaitan antaraketidaktersediaan penasihat hukum denganketidakmampuan terdakwa dalammenghadirkan saksi-saksi a-decharge dalamkasus yang menimpanya.

d. Memang menurut Pasal 182 ayat (8) KUHAPputusan pengadilan negeri dapat dijatuhkandan diumumkan pada hari/tanggal yang samadengan musyawarah majelis, namun patutdiduga bahwa pembacaan putusan yang jatuhpada hari yang sama dengan saat musyawarahmajelis sangat mungkin menunjukkan adanyaketergesa-gesaan atau keterdesakan. Penelitianini menunjukkan masih banyak putusan yangmemiliki kecenderungan demikian. Putusanyang tergesa-gesa atau dibuat dalam waktuterdesak akan berpengaruh pada kualitasputusan tersebut.

e. Ada banyak variabel yang berperan menentukankualitas suatu putusan pengadilan. Faktorkapasitas kelembagaan pengadilan ternyatajuga memegang peranan penting. Kesalahanpengetikan yang kerap ditemukan dalam

PENUTUP

Page 176: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

149

putusan-putusan, atau penggunaan gayabahasa yang berulang dan cenderung samaantara satu putusan dengan putusan lain (copy-paste) misalnya, kuat diduga karenaketidakcermatan para petugas teknis yangmembantu para hakim dalam memformulasikanputusan.

2. Dari aspek materi hukum pidana:a. Sumber hukum dalam putusan-putusan kasus

pidana seluruhnya masih sangat mengandalkanundang-undang, sehingga ajaran perbuatanmelawan hukum formal menjadi peganganutama. Ada kecenderungan kuat dari parapeneliti untuk memberi apresiasi apabila parahakim menggali nilai-nilai yang hidup dalammasyarakat, atau berani menggunakan sumberhukum lain di luar undang-undang (khususnyayurisprudensi dan doktrin), agar dasar-dasarpemidanaan yang digunakan mereka menjadilebih kaya dan komprehensif.

b. Penggunaan doktrin-doktrin standar terkaittentang tindak pidana dan kesalahan sudahcukup diterapkan di dalam putusan-putusan,tetapi di sisi lain, ilmu hukum sendiri terus-menerus berkembang dalam rangka

PENUTUP

Page 177: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

150

menghadapi makin kompleksnya kriminalitasyang terjadi di tengah masyarakat. Oleh sebabitu penggunaan doktrin-doktrin standar itu sajakemungkinan tidak lagi cukup menjawabkebutuhan dan ekspektasi masyarakat yangterus meningkat. Termasuk dalam konteks iniadalah penggunaan teori monisme yang cukupmenonjol dalam putusan-putusan yang diteliti.

3. Dari aspek penalaran hukum:a. Dalam penalaran hukum, rumusan premis

mayor memegang peranan kunci untuk padaakhirnya mengarahkan pola silogisme kepadasuatu kesimpulan (konklusi) tertentu. Olehkarena premis mayor ini masih sangatdidominasi oleh hasil derivasi undang-undang,maka kualitas putusan hakim pun sangatbergantung pada kualitas perumusan peraturanperundang-undangan.

b. Penafsiran gramatikal dan otentik sedemikianmendominasi putusan-putusan pengadilanyang diteliti. Penafsiran ini membuat spektrumpemaknaan suatu unsur tindak pidana menjadisempit. Makna “kerugian”, misalnya, hanyadiartikan sebagai kerugian riil bukan kerugianpotensial. Demikian juga dengan pengertian

PENUTUP

Page 178: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

151

akibat dari “kekerasan fisik” dalam kasus-kasusKDRT yang diartikan sebagai keharusandirawat inap di rumah sakit.

4. Dari aspek nilai aksiologis yang harus ditampungdalam putusan:a. Dalam memberikan putusan, hakim memang

harus independen, tetapi independensi tersebuttidak harus dimaknai sebagai ketiadaan sikapatas kondisi atau kontekstualitas yang tengahdihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negara.Kesimpulan ini terutama dapat dicermati dariputusan-putusan kasus korupsi, kehutanan(illegal logging), dan perusakan lingkungan.Hukuman yang terlalu ringan untuk kasus-kasus tersebut dipandang oleh para penelitisebagai bentuk ketidakpekaan para hakimterhadap kondisi dan kontekstualitas yangtengah dihadapi Indonesia saat ini.

b. Hal-hal yang memberatkan dan meringankanmasih dipahami oleh para hakim sebagaisekadar formalitas dalam putusan mereka.Hampir seluruh putusan tidak benar-benarmemperhatikan keterkaitan faktor ini denganberat-ringan pidana yang akan dijatuhkan.Bahkan, ada hal sama yang tercatat

PENUTUP

Page 179: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

152

memberatkan pada satu putusan, ditafsirkansebagai hal yang meringankan pada kasus yanglain (misalnya status seorang terdakwa yangmemegang jabatan/kewenangan tertentu).

c. Tujuan pemidanaan dalam putusan-putusanpengadilan masih belum dipahami secaramemadai. Ada kecenderungan untukmenerapkan efek penjeraan pada kasus-kasuskorupsi, lingkungan, dan KDRT, dan bukandalam rangka rehabilitatif.

5.2 SARAN

Sebagian saran-saran di bawah ini dikutip darirekomendasi yang tertuang dalam laporan penelitiandi tingkat perguruan tinggi jejaring atau dari daftarkontrol, terutama pada butir-butir kelompokpertanyaan kelima. Atas dasar itu, ada sejumlah saranyang dapat ditarik dari rekomendasi dan butir-butirkesimpulan di atas:

1. Perlu ada kejelasan sikap tentang sanksi “bataldemi hukum” akibat pelanggaran formalitasputusan menurut KUHAP. Untuk itu KomisiYudisial dan Mahkamah Agung perlu terus-menerus memantau putusan-putusan yang tidak

PENUTUP

Page 180: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

153

memenuhi formalitas demikian sekaligusmenjadikannya salah satu indikator penilaiankinerja hakim.

2. Upaya pemberian bantuan hukum terhadapterdakwa harus diartikan sebagian bagian yangtidak terpisahkan dari proses menghasilkanputusan yang berkualitas. Untuk itu, harus adakonsekuensi yang tegas bagi para hakim yangmelalaikan hak-hak demikian, khusus terhadappelaku tindak pidana yang memenuhi kualifikasiPasal 56 KUHAP. Apabila hakim sudahmenawarkan kepada terdakwa namun terdakwatetap menolak untuk didampingi penasihathukum, maka sikap ini wajib untuk dicantumkansecara eksplisit di dalam putusan.

3. Kemampuan hakim untuk mengakses sumber-sumber hukum di luar undang-undang,khususnya bagi mereka yang berada dipengadilan-pengadilan yang jauh dari kota besar,perlu menjadi titik perhatian dalam pembangunankapasitas (capacity building) lembaga peradilan diIndonesia. Sudah saatnya pengadilan-pengadilandi Indonesia memiliki staf khusus yang bekerjasecara profesional untuk menyediakan bahan-bahan kajian literatur guna mendukung kualitas

PENUTUP

Page 181: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

154

argumentasi para hakim. Di tengah kesibukan danjadwal persidangan para hakim yang sedemikianpadat, tidak mungkin lagi memberi bebantambahan bagi mereka untuk menekuni literatur-literatur mutakhir dalam bidang hukum.Pemahaman yang terus-menerus dimutakhirkanseperti inilah yang diharapkan pada gilirannyaakan menerobos kebekuan pemaknaan hukummaterial sebagaimana disimpulkan dalampenelitian ini.

4. Petugas pendukung yang lain, yang tidak kalahpentingnya adalah mereka yang bertugasmengetik naskah putusan. Kesalahan pengetikandan kekeliruan penggunaan ragam bahasaIndonesia baku, akan dapat diminimalisasi apabilapara petugas tersebut diberikan pelatihan-pelatihan.

5. Hal-hal yang memperberat dan memperingandalam putusan pidana harus mendapat elaborasimendalam pada putusan-putusan pengadilan agartidak sekadar dicantumkan tanpa memperhatikankorelasinya dengan amar putusan. Arahan dari MAsangat diharapkan dalam konteks ini.

6. Pelatihan-pelatihan rutin dapat diarahkan, baikuntuk hal-hal yang teknis maupun konseptual.

PENUTUP

Page 182: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

155

Hal-hal teknis yang masih perlu terus dilatihantara lain adalah tentang penguasaan penalaranhukum dengan berbagai polanya, termasuk teknikmenyusun argumentasi. Dengan pelatihan ini, parahakim dapat mewaspadai terjadinya kesesatan-kesesatan penalaran (fallacies), seperti penarikankesimpulan yang dipaksakan atau melompat(jumping conclusion). Pelatihan untuk hal-hal yangkonseptual, bercorak kontemplatif (tidak sekadarteknis), juga harus menjadi agenda yang perludigiatkan. Hal ini penting dipertimbangkan agarpara hakim sempat merefleksikan kaitan antarafalsafah fungsi pemidanaan dalam penyelesaiankasus-kasus yang mereka tangani serta ekspektasimasyarakat terhadap nilai-nilai keadilan,kemanfaatan, dan kepastian hukum yang hidupdan terus berkembang. Penelitian yang lebihkomprehensif terhadap putusan-putusan hakimharus diadakan secara lebih terfokus, dan tidakharus terbatas pada bentuk desk-research. Sebagaicontoh, ketiadaan penasihat hukum dan hari/tanggal pengucapan putusan bersamaan denganmusyawarah majelis hakim, mungkin akan lebihdiketahui sebab-sebabnya apabila penelitian inijuga dilakukan secara field-research.

PENUTUP

Page 183: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

156

Page 184: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

157

DAFTAR

PUSTAKA

Page 185: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

158

Page 186: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

159

Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika, 2004.

Andi Hamzah & RM Surachman. Kejahatan Narkotika danPsikotropika. Jakarta: Sinar Grafika, 1994.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003.

Berman, Harold J. “Legal Reasoning” Dalam David L. Sills.Ed. International Encyclopedia of the SocialSciences. Vol. 9. David L. Sills. Ed. NewYork: Crowell Collier & Macmillan, 1972:197–204.

Bocheñski, J.M. The Methods of Contemporary Thought.Terjemahan Peter Caws. New York: HarperTorchbooks, 1965.

Bruggink, J.J.H. Refleksi tentang Hukum. Terjemahan B.Arief Sidharta. Bandung: Citra Adity Bakti,1996.

Fitzgerald, P,J. Salmond. On Jurisprudence. London: Sweet &Mazwell, 1966.

DAFTAR PUSTAKA

Page 187: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

160

Gandasubrata, Purwoto S. “Tugas Hakim Indonesia” DalamSelo Soemardjan et al. Eds. Guru Pinandita:Sumbangsih untuk Prof. Djokosoetono, S.H.Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 1984:512–528.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan danPenerapan KUHAP, Bagian PemeriksaanSidang Pengadilan, Banding, Kasasi danPeninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika,2008.

Henket, M. Teori Argumentasi dan Hukum. Terjemahan B.Arief Sidharta. Bandung: Penerbitan tidakberkala No. 6 Laboratorium Hukum FHUnpar, 2003.

Irianto, Sulistyowati & Shidarta. Metode Penelitian Hukum:Konstelasi dan Refleksi. Jakarta: YayasanObor Indonesia, 2009.

Kelsen, Hans. Hukum dan Logika. Terjemahan B. AriefSidharta. Cet. 2. Bandung: Alumni, 2002.

Levi, Edward H. An Introduction to Legal Reasoning. Chicago:University of Chicago Press, 1949.

DAFTAR PUSTAKA

Page 188: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

161

Mac Cormick, Neil. Legal Reasoning and Legal Theory.Oxford: Oxford University Press, 1994.

Peczenik, Aleksander. On Law and Reason. Dordrecht:Kluwer Academic Publishers, 1989.

Pompe, Sebastiaan. The Indonesian Supreme Court: A Studyof Institutional Collaps. Ithaca: SoutheastAsia Program Publications at CornellUniversity, 2009.

Radbruch, Gustav. Einführung in die Rechtswissenschaft.Stuttgart: K.F. Koehler Verlag, 1961.

Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. Bandung: Citra AdityaBakti, 2000.

Scholten, Paul. Handleiding tot de Beoefening van hetNederlandsch Burgerlijk Recht: Algemeen Deel.Zwolle” Tjeenk Willink, 1954

Shidarta. Karakteristik Penalaran Hukum dalam KonteksKeindonesiaan. Bandung: Utomo, 2006.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. Metode PenelitianHukum Normatif. Jakarta: Rajawali, 1986.

DAFTAR PUSTAKA

Page 189: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

162

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar.Yogyakarta: Liberty, 1991.

Sudikno Mertokusumo & A. Pitlo. Bab-bab tentangPenemuan Hukum. Bandung: Citra AdityaBakti, 1993.

Suhadibroto. “Catatan terhadap Hasil Evaluasi atas PenelitianPutusan-Putusan Hakim” Makalahdisampaikan dalam Pelatihan Investigatordan Penelitian Komisi Yudisial di Jakarta,2008.

Vandevelde, Kenneth J. Thinking Like A Lawyer: AnIntroduction to Legal Reasoning. Colorado:Westview, 1996.

DAFTAR PUSTAKA

Page 190: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

163

PANDUAN PERTANYAAN

PENELITIAN PUTUSAN HAKIM

KOMISI YUDISIAL DAN JEJARING

PERGURUAN TINGGI

Pengantar:

Panduan pertanyaan di bawah ini dimaksudkanuntuk membantu peneliti dalam menentukan fokuspenelitian dan membuat alur pikir yang nanti akandituangkan dalam laporan penelitian. Check list dalampanduan ini selanjutnya perlu dielaborasi secaramendalam pada bagian analisis dan rekomendasipenelitian ini.

Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus:

1. No. Perkara : ..................................2. Pengadilan tempat putusan

ditetapkan : ..................................3. Tanggal putusan ditetapkan : ..................................4. Susunan majelis hakim : a. .................(ketua)

b. .............(anggota)c. .............(anggota)

5. Nama terdakwa : a. .............................

b. ..............................

Lampiran 1

Page 191: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

164

No Panduan Pertanyaan Ya Tdk TT

Apakah putusan sudah memuat hal-hal yangharus ada dalam suatu putusan pengadilansebagaimana ditetapkan dalam Pasal 197 joPasal 199 KUHAP?

Apakah putusan pengadilan sudah didukungoleh dua alat bukti yang sah sebagaimanaditetapkan dalam Pasal 183 jo Pasal 185KUHAP?

Apakah ada alat bukti yang Anda nilai telahdiperoleh secara melawan hukum oleh jaksadan/atau penasihat hukum?

Apakah penerapan hukum pembuktian sesuaidengan undang-undang, doktrin danyurisprudensi?

Apakah dalam putusan ini hakim sudahmenganalisis secara proporsional argumenjaksa dan penasihat hukum?

Apakah terdakwa telah diberi hak untukdidampingi penasihat hukum?

Apakah hari/tanggal dilakukannyamusyawarah majelis hakim berbeda denganhari/tanggal putusan diucapkan?

1.1

1.7

1.2

1.3

1.4

1.5

1.6

1. Apakah putusan hakim tersebut telah mengikuti prosedurhukum acara pidana?

Keterangan :TT : Tidak Terindentifikasi

Page 192: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

165

2. Terkait dengan hukum pidana materiil, apakah putusan hakimtelah dapat membuktikan unsur tindak pidana dan kesalahansecara lengkap?

No Panduan Pertanyaan Ya Tdk TT

Terkait dengan dasar hukum dakwaan,requisitoir dan putusan pengadilan, apakah adainkonsistensi yang digunakan hakim (hubunganantara dasar hukum dalam dakwaan danputusan)?

Apakah pemilihan dasar hukum yang dipakaioleh hakim sudah tepat dan memadai untukperkara ini?

Selain undang-undang, apakah hakim jugamenggunakan dasar hukum yurisprudensi?

Apakah doktrin hukum (yang standar) jugadipakai sebagai dasar hukum?

Apakah ada disparitas sanksi pidana antarayang tercantum dalam requisitoir dan putusan?

Apakah pembuktian unsur tindak pidanatersebut didukung oleh fakta hukum (judex facti)yang kuat?

Apakah pembuktian unsur kesalahan didukungoleh fakta hukum yang kuat?

Apakah putusan hakim juga menggunakansumber hukum lain berupa “hukum” tidaktertulis, seperti hukum adat dan kebiasaan?

Apakah pembuktian unsur kesalahan dalamputusan ini menggunakan teori monisme?

Apakah ada uraian tentang faktor yangmeringankan terdakwa terkait dengan sanksiyang akan dijatuhkan? (catatan: pengertianuraian di sini, tidak sekadar menyebutkan)

Adakah uraian tentang faktor yang memberatkanterdakwa terkait dengan sanksi yang akandijatuhkan? (catatan: pengertian uraian di sini,tidak sekadar menyebutkan)

2.1

2.2

2.3

2.4

2.5

2.6

2.7

2.8

2.9

2.10

2.11

Page 193: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

166

No Panduan Pertanyaan Ya Tdk TT

Apakah dalam memahami unsur tindakpidana menggunakan doktrin yang standar?

Apakah keterkaitan unsur tindak pidanadengan doktrin dianalisis secara memadai?

Apakah dalam memahami unsur tindakpidana menggunakan yurisprudensi?

Apakah keterkaitan unsur tindak pidanadengan yurisprudensi dianalisis secaramemadai?

Apakah dalam memahami unsur kesalahanmenggunakan doktrin yang standar?

Apakah keterkaitan unsur kesalahan dengandoktrin dianalisis secara memadai?

Apakah dalam memahami unsur kesalahanmenggunakan yurisprudensi?

Apa keterkaitan unsur kesalahan denganyurisprudensi dianalisis secara memadai?

2.12

2.13

2.14

2.15

2.16

Keterangan :TT : Tidak Terindentifikasi

2.17

2.18

2.19

Page 194: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

167

No Panduan Pertanyaan Ya Tdk TT

Apakah hakim memberikan analisis terhadapmakna setiap ketentuan dasar hukum yangdigunakan (semua unsur dianalisis tuntas)?

Dari analisis tersebut (poin 3.1), apakah hakimmemberikan penafsiran baru terhadapketentuan dasar hukum yang digunakan (diluar penafsiran gramatikal dan otentik)? *

Dari analisis terhadap (poin 3.2) apakah hakimmelakukan konstruksi dengan berangkat daridasar hukum yang digunakan?*

Apakah ada “dasar hukum” yang dimaksuddalam poin 3.1 yang diambil oleh hakim dariluar ketentuan peraturan perundang-undangan?

Jika hakim melakukan apa yang dimaksuddalam poin 3.4, apakah ada disebutkan secarajelas latar belakang/alasan-alasannya?

Apakah fakta hukum (judex facti) yangdiungkapkan dalam putusan ini disusunsecara sistematis/runtut sehingga mudahdipahami?

Apakah hakim telah melakukan proses berpikirsilogistis yang runtut sehingga semua unsur-unsur yang dituduhkan terhubung denganfakta dan konklusinya?

Apakah ada penalaran yang mengarah kepadakesimpulan yang melompat (jumpingconclusion)?

Apakah Anda mengidentifikasi ada konklusiyang “terlalu dipaksakan” oleh hakim?

3.1

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

3. Apakah putusan hakim telah mencerminkan penalaran hukumyang logis (runtut dan sistematis)?

*) Dalam analisis pada laporan penelitian, mohon disebutkan jenispenafsiran/konstruksi yang menurut Anda telah dilakukan oleh hakimdalam putusan ini

Keterangan :TT : Tidak Terindentifikasi

Page 195: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

168

4. Apakah putusan hakim telah mengakomodasi nilai keadilan dankemanfaatan?

No Panduan Pertanyaan Ya Tdk TT

Menurut Anda, apakah putusan hakim telahmencerminkan nilai keadilan?Apakah putusan hakim tersebut telah menampungnilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat?Adakah nilai kemanfaatan yang dapat diidentifikasidari putusan tersebut?Untuk mendukung penetapan lamanya pidana(sentencing/ straftoemeting), apakah ada faktornonyuridis yang diuraikan hakim (psikologis,ekonomis, sosial, kultural, edukatif, lingkungan,religius, dll.)?Apakah dapat diidentifikasi bahwa falsafahpemidanaan yang digunakan hakim adalahretribusi? (kata kunci “setimpal/sebanding”)Apakah menurut anda, falsafah pemidanaanretributif itu memadai diterapkan pada kasus tindakpidananya?Apakah dapat diidentifikasi bahwa falsafahpemidanaan yang digunakan hakim adalah untuktujuan penjeraan (deterrence)? (kata kunci: “sanksilebih berat daripada perbuatan dan kesalahan”)Apakah menurut anda, falsafah pemidanaan“detterence” itu memadai diterapkan pada kasustindak pidananya?Apakah dapat diidentifikasi bahwa falsafahpemidanaan yang digunakan hakim adalah untuktujuan rehabilitasi? (kata kunci: “sanksi lebih ringandaripada perbuatan dan kesalahan”)Apakah menurut anda falsafah pemidanaanrehabilitasi itu me madai diterapkan pada kasustindak pidananya?Apakah Anda menilai secara umum putusan hakimini secara jelas telah mencerminkan nilai-nilai yanghidup dalam masya rakat atau kebutuhan riilmasyarakat dewasa ini?Apakah ada perintah penahanan terahdap terdakwadalam putusan hakim?

4.1

Keterangan :TT : Tidak Terindentifikasi

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

4.8

4.9

4.10

4.11

4.12

Page 196: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

169

No Panduan Pertanyaan Ya Tdk

Menurut Anda, apakah sumber hukum/dasarhukum lain di luar yang telah digunakan JPU/hakimyang seyogianya digunakan untuk mengadili kasusini?

Menurut Anda, jika ada sumber hukum/dasarhukum lain sebagaimana dimaksud poin 5.1digunakan, hasil putusan ini akan lebih memenuhiharapan para pencari keadilan pada umumnya?

Adakah hal-hal lain terkait dengan empat pokokpermasalahan di atas yang dapat direkomendasikan?

5.1

5. Apakah Anda ingin merekomendasikan sesuatu terkait denganputusan hakim ini?

5.2

5.3

................................................., 2009

(.......................................................)NIP...........................................

Page 197: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

170

DAFTAR PUTUSAN

No. Univ.Peneliti

PengadilanNegeri Nomor Perkara Kasus

Tindak Pidana

Padang 504/Pid.B/2005/PN.PDG KorupsiPadang 402/Pid.B/2008/PN.PDG KorupsiBatu Sangkar 120/Pid.B/2007/PN.BS KorupsiPadang 64/Pid.B/2008/PN.PDG Noda agamaPadang 545/Pid.B/2005/PN.PDG KehutananPadang 35/Pid.B/2009/PN.PDG PsikotropikaJakarta Pusat 19/Pid.B/TPK/2008/PN.JKT.PST KorupsiBekasi 460/Pid.B/2008/PN.BKS LingkunganJakarta Sel. 2189/Pid.B/2007/PN.JKT.SEL TerorismeJakarta Pusat 07/Pid.B/TPK/2008/PN.JKT.PST KorupsiJakarta Utara 1649/Pid.B/2008/PN.JKT.UT KorupsiDepok 1036/Pid/B/2008/PN.DPK Bunuh

berencanaTangerang 2777/Pid.B/2007/PN.TNG NarkotikaTangerang 1309/Pid.B/2008/PN.TNG KDRTTangerang 1436/Pid.B/2008/PN.TNG KDRTTangerang 2398/Pid.B/2008/PN.TNG KorupsiTangerang 2738/Pid.B/2008/PN.TNG KorupsiTangerang 2903/Pid.B/2008/PN.TNG NarkotikaPekanbaru 726/Pid.B/2006/PN.PBR KDRTPekanbaru 737/Pid.B/2006/PN.PBR PsikotropikaPekanbaru 393/Pid.B/2006/PN.PBR KDRTPekanbaru 514/Pid.B/2006/PN.PBR KDRTPekanbaru 802/Pid.B/2006/PN.PBR NarkotikaPekanbaru 274/Pid.B/2007/PN.PBR PenggelapanMedan 2200/Pid.B/2005/PN.Mdn NarkotikaMedan 3.290/Pid.B/2008/PN.Mdn KorupsiStabat 367/Pid.B/2007/PN.Stb NarkotikaStabat 454/Pid.B/2007/PN.Stb KehutananStabat 223/Pid.B/2008/PN.Stb KDRTStabat 811/Pid.B/2008/PN.Stb KorupsiPalembang 803/Pid.B/2008/PN.PLG KDRTLubuk Linggau 514/Pid.B/2008/PN.LLG KehutananBaturaja 353/Pid.B/2008/PN.BTA KehutananKayu Agung 378/Pid.B/2008/PN.KAG Korupsi

12345678

Univ.Andalas

9101112

Univ.Pancasila

Univ.Pelita

Harapan

13141516171819202122232425262728293031323334

Univ.Riau

USU

Univ.Sriwijaya

Lampiran 2

Page 198: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

171

No. Univ.Peneliti

PengadilanNegeri Nomor Perkara Kasus

Tindak PidanaMuaraenim 309/Pid.B/2006/PN.ME KorupsiPalembang 224/Pid.B/2008/PN.PLG KDRTJantho 87/Pid.B/2008/PN-JTH KorupsiBireuen 44/Pid.B/2008/PN-BIR KehutananLhokseumawe 17/Pid.B/2008/PN-Lsm KDRTBanda Aceh 339/Pid.B/2008/PN.BNA KorupsiLhokseumawe 17/Pin.Pid/2009/PN-Lsm PsikotropikaTapaktuan 19/Pid.B/2005/PN.TTN KDRTBanjarmasin 1456/Pid.B/2008/PN.BJM PsikotropikaBanjarmasin 187/Pid.B/2009/PN.BJM PsikotropikaBanjarmasin 39/Pid.B/2008/PN.BJM KDRTBanjarmasin 138/Pid.B/2007/PN.BJM KehutananBanjarmasin 910/Pid.B/2008/PN.BJM KorupsiBanjarmasin 931/Pid.B/2005/PN.BJM KorupsiPontianak 629/Pid.B/2007/PN.PTK PsikotropikaPontianak 341/Pid.B/2007/PN.PTK KDRTPontianak 543/Pid.B/2006/PN.PTK KorupsiPontianak 267/Pid.B/2008/PN.PTK Pencabulan anakPontianak 228/Pid.B/2008/PN.PTK PsikotropikaPontianak 51/Pid.B/2008/PN.PTK NarkotikaAmbon 254/Pid.B/2008/PN.AB KorupsiAmbon 109/Pid.B/2008/PN.AB PsikotropikaAmbon 237/Pid.B/2008/PN.AB KorupsiAmbon 56/Pid.B/2008/PN.AB KDRTAmbon 107/Pid.B/2009/PN.AB PsikotropikaAmbon 37/Pid.B/2007/PN.AB KehutananKendari 238/Pid.B/2008/PN.Kdi KorupsiKendari 433/Pid.B/2008/PN.Kdi KorupsiKendari 110/Pid.B/2008/PN.Kdi KorupsiKendari 231/Pid.B/2007/PN.Kdi KDRTKendari 446/Pid.B/2008/PN.Kdi PsikotropikaKendari 54/Pid.B/2008/PN.Kdi TP PemiluSurabaya 2391/Pid B.2008/PN SBY KDRTSurabaya 4305/Pid.B/2008/PN.SBY KehutananSurabaya 3504/Pid.B.2008/PN.SBY KDRTSurabaya 2446/Pid B.2007/PN SBY KorupsiSurabaya 374/Pid.B/2008/PN.SBY PsikotropikaBojonegoro 191/Pid.B/2008/PN.BJN KorupsiPurwokerto 76/Pid.B/2008/PN.PWT KorupsiBoyolali 116/Pid/2008/PN.BI KorupsiPurbalingga 172/Pid.B/2008/PN PBG KDRTPurwokerto 199/Pid.B/2008/PN PWT KorupsiBoyolali 124/Pid.B/2008/PN.BI Narkotika

353637383940414243444546

Univ.Syiah-Kuala

Univ.Lambung

Mangkurat

4748495051

5354

52

55

5756

585961

Univ.Tanjung-

Pura

Univ.Pattimura

6263646566676869707172737475767778

Univ.Airlangga

Univ.JenderalSoedir

man

Page 199: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

172

No. Univ.Peneliti

PengadilanNegeri Nomor Perkara Kasus

Tindak PidanaBandung 990/Pid/B/2007/PN.BDG KDRTBandung 312/Pid/B/2006/PN BDG PsikotropikaSleman 534/Pid.B/2006/PN.Slmn KorupsiSleman 255/Pid.B/2006/PN.Slmn KDRTSleman 76/Pid B/2009/PN Slmn NarkotikaYogyakarta 01/Pid B/2009/PN.YK KDRTYogyakarta 10/Pid B/2007/PN YK NarkotikaWates 146/Pid.B/2008/PN.WT KorupsiMalang 724/Pid.B/2006/PN.MLG NarkotikaMalang 79/Pid.B/2007/PN.MLG Perlind. AnakBlitar 124/Pid.B/2009/PN.BLT KorupsiKab.Pasuruan 366/Pid.B/2009/PN.Kab. Korupsidi Bangil Pas.BgKepanjen 390/Pid.B/2006/PN.KPJ NarkotikaKepanjen 764/Pid.B/2008/PN.KPJ PsikotropikaSemarang 530/Pid.B/2006/PN.SMG KorupsiSemarang 196/Pid.B/2009/PN.SMG NarkotikaSemarang 16/Pid/B/2009/PN.SMG NarkotikaSemarang 653/Pid /B/2007/PN.SMG KDRTPurwodadi 124/Pid B/2008/PN.PWI KDRTPurwodadi 174/Pid B/2005/PN.PWI KorupsiDenpasar 177/Pid.B/2008/PN.DPS NarkotikaDenpasar 982/Pid.B/2008/PN.DPS KDRTDenpasar 1109/Pid.B/2008/PN.DPS NarkotikaDenpasar 143/Pid.B/2009/PN.DPS PsikotropikaDenpasar 1010/Pid.B/2007/PN.DPS KorupsiDenpasar 788/Pid.B/2006/PN.DPS NarkotikaDenpasar 485/Pid B/208/PN.DPS Korupsi

7980

Univ.Padjadjaran

81828384858687888990

919293949596979899

100101102103104105

Univ.Islam

Indonesia

Univ.Muham

madiyahMalang

Univ.Dipone

goro

Univ.Udayana

Page 200: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

173

JEJARING PENELITI

1. PUSAKO Fakultas Hukum Universitas Andalas2. PKIH Fakultas Hukum Universitas Pancasila3. Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan4. Fakultas Hukum Universitas Riau5. Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara6. Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya7. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala8. Fakultas Hukum Universitas Lambung

Mangkurat9. BKBH Fakultas Hukum Universitas Tanjung

Pura10. PKBH Fakultas Hukum Universitas Pattimura11. LKBH Fakultas Hukum Universitas Haluoleo12. Fakultas Hukum Universitas Airlangga13. Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman14. Fakultas Hukum Universitas Padjajaran15. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia16. Satu HAM Fakultas Hukum Universitas

Muhamadiyah Malang17. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro18. Fakultas Hukum Universitas Udayana

Page 201: Hasil Penelitian Putusan Hakim Tahun 2009

Laporan Penelitian Putusan Kasus PidanaPengadilan Negeri 2009

174

TIM KERJA

PengarahM. Busyro MuqoddasPenanggung JawabMustafa Abdullah

KoordinatorSoekotjo Soeparto

KetuaMuzayyin Mahbub

Wakil KetuaHermansyah

Amir SyarifudinAsep Rachmat Fajar

SekretarisAndi Djalal Latief

SukantionoAnggota

Rachmawati OktavianiFitria IrfanilaRay Leonard

Niniek Ariyani

Tim Ahli/NarasumberPaulus Hadi Suprapto

ShidartaSurastini Fitriasih