hak masyarakat hukum adat dalam penguasaan hutan...

72
HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

Upload: others

Post on 15-Oct-2019

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM

PENGUASAANHUTAN ADAT

DI LAMPUNG BARAT

Hadri Abunawar, S.H., MH.Samsul Arifin, S.H., M.H.

Page 2: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

Hak cipta pada penulisHak penerbitan pada penerbit

Tidak boleh diproduksi sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapunTanpa izin tertulis dari pengarang dan/atau penerbit

Kutipan Pasal 72 :Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012)

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal (49) ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1. 000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5. 000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau hasil barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait seb-agaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Page 3: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM

PENGUASAANHUTAN ADAT

DI LAMPUNG BARAT

Hadri Abunawar, S.H., MH.Samsul Arifin, S.H., M.H.

Page 4: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

Penulis: Hadri Abunawar, S.H., MH.

Samsul Arifin, S.H., M.H.

Editor : Rahmatul Ummah

Desain Cover & LayoutTeam Aura Creative

PenerbitSai Wawai Publishing

Jl. Ashoka Blok Q7, Perumnas JSP [email protected]

xii+ 135hal : 15.5x23 cmCetakan, Maret 2019

ISBN: 978-602-53391-6-5

Page 5: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

v

uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, sehingga buku ini dapat tersusun hingga selesai, tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari

pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku, setiap suku memiliki hukum adatnya masing masing. Setiap hukum adat atau masyarakat hukum adat diakui oleh hukum agama dan hukum negara. Dalam praktiknya sebagian masyarakat masih mengunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban dalam lingkungannya. Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam perakteknya.

Buku Hak Masyarakat Hukum Adat dalam Penguasaan Hutan Adat di Lampung Barat yang ada di tangan pembaca ini berusaha untuk mengungkap praktik hukum adat serta hak masyarakat hukum adat dalam penguasaan atau pengelolaan hukum adat di Lampung Barat. Sebuah analisis pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/PUU-X/2012.

Harapan penulis, semoga buku ini dapat menambah khazanah pengetahuan, terutama di bidang hukum adat atau ilmu hukum.

P

Page 6: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

vi

Dan, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis meyakini masih terdapat banyak kekurangan dalam buku ini, oleh karna itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kebaikan makalah ini.

Metro, Maret 2019

Penulis

Page 7: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

vii

Dan, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis meyakini masih terdapat banyak kekurangan dalam buku ini, oleh karna itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kebaikan makalah ini.

Metro, Maret 2019

Penulis

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

GLOSARIUM .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat ............................ 5

B. Masyarakat Adat di Indonesia ................................................. 7

C. Metode dan Urgensi Penelitian .............................................. 10

BAB 2. MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM INDONESIA .................................................................................. 13

A. Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Dalam Tata Hukum Indonesia Sebelum Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 ...... 13

B. Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Pasca Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 ........................................................................ 18

Page 8: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

viii

BAB 3. MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA ................ 25

A. Pemetaan Masyarakat Hukum Adat di Lampung Barat ..... 25

B. Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat di Lampung Barat ....... 30

C. Konsep Perlindungan Hak Penguasaan Hutan Adat Menurut Peraturan Perundang-Undangan ........................................... 41

BAB 4. HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT ................................... 45

A. Kondisi Geografis Lampung Barat .......................................... 45

B. Sebaran Dan Kehidupan Masyarakat Adat di Lampung

Barat ............................................................................................... 49

C. Regulasi Tentang Masyarakat Hukum Adat di Lampung

Barat ............................................................................................ 50

D. Peran pemerintah Lampung Barat dalam Melindungi Hak-

Hak Masyarakat Hukum Adat .................................................. 50

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 52

A. Kesimpulan ................................................................................... 52

B. Saran .............................................................................................. 53

Daftar Pustaka .......................................................................................... 54

Indeks ........................................................................................................... 58

Tentang Penulis ........................................................................................ 60

Page 9: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

ix

BAB 3. MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA ................ 25

A. Pemetaan Masyarakat Hukum Adat di Lampung Barat ..... 25

B. Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat di Lampung Barat ....... 30

C. Konsep Perlindungan Hak Penguasaan Hutan Adat Menurut Peraturan Perundang-Undangan ........................................... 41

BAB 4. HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT ................................... 45

A. Kondisi Geografis Lampung Barat .......................................... 45

B. Sebaran Dan Kehidupan Masyarakat Adat di Lampung

Barat ............................................................................................... 49

C. Regulasi Tentang Masyarakat Hukum Adat di Lampung

Barat ............................................................................................ 50

D. Peran pemerintah Lampung Barat dalam Melindungi Hak-

Hak Masyarakat Hukum Adat .................................................. 50

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 52

A. Kesimpulan ................................................................................... 52

B. Saran .............................................................................................. 53

Daftar Pustaka .......................................................................................... 54

Indeks ........................................................................................................... 58

Tentang Penulis ........................................................................................ 60

Buay kurang lebih sama dengan Clan. Buay merupakan istilah yang digunakan Suku Lampung dalam mengasosiasikan dirinya ke dalam sebuah ikatan baik sebagai individu yang memiliki ikatan pertalian darah atau sebagai mewari, yaitu pertalian adat menurut garis keturunan laki-laki (patrilinial).

Buay Nyerupa sebuah pekon yang terletak di kecamatan Sukau, kabupaten Lampung Barat, Lampung

Hukum adat hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

Page 10: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

x

Hutan adat bagi sebagian masyarakat hukum adat Indonesia merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam Undang–undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 telah memberikan pengertian mengenai Hutan Adat yaitu "hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat

Hutan larangan Hutan terlarang adalah suatu hutan atau sebagian hutan yang tidak bisa sembarangan orang memasukinya. Hutan larangan adalah suatu jenis hutan yang diklasifikasikan bukan berdasarkan vegetasi atau bentang alam atau hal-hal geografisnya, tetapi hutan ini diklasifikasikan berdasar nilai sakral yang diyakini oleh masyarakat sekitarnya terhadap hutan tersebut.

Tata hukum suatu susunan hukum yang asal muasalnya berasal dari istilah recht orde (Belanda). Susunan hukum itu terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang mudah menemukannya bila suatu saat jika ia membutuhkannya untuk menyelesaikan suatu peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat.

Page 11: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

xi

Hutan adat bagi sebagian masyarakat hukum adat Indonesia merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam Undang–undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 telah memberikan pengertian mengenai Hutan Adat yaitu "hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat

Hutan larangan Hutan terlarang adalah suatu hutan atau sebagian hutan yang tidak bisa sembarangan orang memasukinya. Hutan larangan adalah suatu jenis hutan yang diklasifikasikan bukan berdasarkan vegetasi atau bentang alam atau hal-hal geografisnya, tetapi hutan ini diklasifikasikan berdasar nilai sakral yang diyakini oleh masyarakat sekitarnya terhadap hutan tersebut.

Tata hukum suatu susunan hukum yang asal muasalnya berasal dari istilah recht orde (Belanda). Susunan hukum itu terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang mudah menemukannya bila suatu saat jika ia membutuhkannya untuk menyelesaikan suatu peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat.

Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah Pekon/Desa, Kecamatan dan Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat .............

Page 12: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

xii

Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Lampung Barat Setelah Pemekaran ...........................................................................

Page 13: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

1

Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Lampung Barat Setelah Pemekaran ...........................................................................

uas kawasan hutan di Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 124.023.000 hektar. Terbagi atas hutan lindung sekitar 29.917.000 hektar, suaka alam dan pelestarian alam

sekitar 27.399.000 hektar, hutan produksi terbatas sekitar 27.687.000 hektar, hutan produksi tetap sekitar 28.897.000 hektar, hutan produksi yang dapat dikonversikan sekitar 15. 525 hektar (Sumber BPS Tahun 2016).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kehutanan dan Badan Pusat Statistik (BPS), desa yang berinteraksi dengan hutan di Indonesia ada sekitar 31.957 dan 71,06 % dari desa-desa tersebut menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan di Indonesia menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat pedesaan. Hutan menjadi soko guru mata pencaharian masyarakat pedesaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Mayoritas masyarakat menggantungkan kehidupan pada hutan adalah masyarakat yang tergabung dalam entitas masyarakat adat setempat. Masyarakat hukum adat secara legal formil diakui keberabadaanya melalui Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18B ayat (2) yang berbunyi negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

L

Page 14: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

2

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang- undang.Konstitusi Indonesia secara tegas mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat hukum adat termasuk mengenai hak-hak mereka.

Indriyanto (2010:117) menyatakan bahwa hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan rapat mulai dari tumbuhan kecil hingga berukuran besar. Kompleksitas keragaman tumbuhan hutan menjadi penunjang kehidupan masyarakat utamanya dalam menjaga kondisi ekosistem alam. Menjaga daya dukung alam sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Kerusakan daya dukung alam berupa hutan memerlukan proses panjang untuk memulihkan, bahkan membutuhkan proses mencapai puluhan sampai ratusan tahun (Wardhana, 2004:15). Karena hutan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat hukum adat, menjaga hutan merupakan upaya melindungi kehidupan masyarakat hukum adat.

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 35/PUU-X/2012 mengenai pengujian undang-undang kehutanan yang mengubah status hutan adat bukan hutan negara. Implementasi dari putusan MK Nomor: 35/PUU-X/2012 jauh dari apa yang diharapkan penegakannya oleh masyarakat hukum adat. Pemerintah masih memandang kawasan hutan harus steril dari masyarakat dan tidak boleh ada didalam kawasan hutan khususnya masyarakat adat. Sehingga menimbulkan konflik hutan antara masyarakat adat dengan pemerintah.

Beberapa konflik perselisihan antara masyarakat adat dengan pihak Perhutani telah menimbulkan korban. Bachtiar yang merupakan warga adat Turungan di desa Turungan Baji, Sinjai Barat menjadi terdakwa setelah dituduh merusak hutan yang di klaim Dinas Kehutanan Sinjai sebagai hutan produksi terbatas awal 2014. Majelelis Hakim di Pengadilan Negeri Sinjai, Sulawesi Selatan menghukum Bachtiar satu tahun satu bulan denda 500 juta rupiah subsider tiga bulan penjara. Dalam pengakuannya Bachtiar merasa tak bersalah karena lokasi itu merupakan kebun milik sendiri dan

Page 15: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

3

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang- undang.Konstitusi Indonesia secara tegas mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat hukum adat termasuk mengenai hak-hak mereka.

Indriyanto (2010:117) menyatakan bahwa hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan rapat mulai dari tumbuhan kecil hingga berukuran besar. Kompleksitas keragaman tumbuhan hutan menjadi penunjang kehidupan masyarakat utamanya dalam menjaga kondisi ekosistem alam. Menjaga daya dukung alam sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Kerusakan daya dukung alam berupa hutan memerlukan proses panjang untuk memulihkan, bahkan membutuhkan proses mencapai puluhan sampai ratusan tahun (Wardhana, 2004:15). Karena hutan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat hukum adat, menjaga hutan merupakan upaya melindungi kehidupan masyarakat hukum adat.

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 35/PUU-X/2012 mengenai pengujian undang-undang kehutanan yang mengubah status hutan adat bukan hutan negara. Implementasi dari putusan MK Nomor: 35/PUU-X/2012 jauh dari apa yang diharapkan penegakannya oleh masyarakat hukum adat. Pemerintah masih memandang kawasan hutan harus steril dari masyarakat dan tidak boleh ada didalam kawasan hutan khususnya masyarakat adat. Sehingga menimbulkan konflik hutan antara masyarakat adat dengan pemerintah.

Beberapa konflik perselisihan antara masyarakat adat dengan pihak Perhutani telah menimbulkan korban. Bachtiar yang merupakan warga adat Turungan di desa Turungan Baji, Sinjai Barat menjadi terdakwa setelah dituduh merusak hutan yang di klaim Dinas Kehutanan Sinjai sebagai hutan produksi terbatas awal 2014. Majelelis Hakim di Pengadilan Negeri Sinjai, Sulawesi Selatan menghukum Bachtiar satu tahun satu bulan denda 500 juta rupiah subsider tiga bulan penjara. Dalam pengakuannya Bachtiar merasa tak bersalah karena lokasi itu merupakan kebun milik sendiri dan

termasuk hutan adat Bonto Baru wilayah adat Turungan yang dikelola secara turun temurun sejak nenek moyang.

Munadi Kilkoda yang merupakan Ketua BPH AMAN Maluku Utara menerangkan Pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan putusan MK No. 35. Terbukti dari era presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai Joko Widodo, hak-hak adat terabaikan. Karena RUU Pengakuan dan Perlindungan hak Masyarakat Adat (PPHMA) tak masuk prolegnas 2015. Bahkan Gubernur Maluku Utara membuat pernyataan melarang masyarakat adat masuk hutan karena dianggap hutan negara dan masyarakat adat terusir dari hutan, bahkan ditangkap gara-gara mengelola hutan mereka sendiri.

Jasardi Gunawan yang merupakan Ketua BPH Sumbawa, NTB, mengatakan putusan MK Nomor : 35/PUU-X/2012 sudah dua tahun, namun pemerintah belum bisa menempatkan dan mengakomodir posisi masyarakat hukum adat. Dia mencontohkan pada masyarakat hukum adat Cek Bocek dengan PT. Newmont, Komunitas Perkasa melawan Dinas Kehutanan, dan masyarakat adat Talonang dengan PT. Perkebunan Sisal, mereka berhadapan dengan hukum atas tuduhan, memanfaatkan hutan yang dalam status pemerintah dikatakan hutan lindung.

Sekrtaris Jendral AMAN, Abdon Nababan menilai situasi masyarakat sangat memprihatinkan dan konflik tanah adat terjadi di mana-mana. Seharusnya pemerintah dapat memfasilitasi pemetaan tata batas hutan adat dan hutan negara. Sejak putusan MK Nomor : 35/PUU-X/2012, beberapa tahun lalu yang sejatinya merupakan tonggak pengembalian hak-hak masyarakat adat untuk mengelola wilayah sendiri. MK sudah tepat dalam menempatkan konteks hutan adat sabagai satu kesatuan wilayah dengan wilayah adat. Sayangnya, belum semua aparat pemerintah memahami hak-hak masyarakat adat dengan benar sesuai putusan MK-35. AMAN mencatat ada 25 kriminalisasi masyarakat adat dan menjerat 33 orang menggunakan UUPencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan (P3H) yang pasca putusan MK Nomor : 35/PUU-X/2012.

Page 16: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

4

Kabupaten Lampung Barat merupakan bagian dari Provinsi Lampung di mana terdapat masyarakat adat yang menetap dan mempertahankan kelestarian adat sampai saat ini. Masyarakat adat di daerah tersebut mengelola hutan adat yang dijadikan sebagai sumber kehidupan, terutama dalam untuk menjaga kelestarian sumber air. luas wliayah hutan adat tersebut diperkirakan mencapai 315 hektar. Hutan adat tersebutlah yang dijadikan sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitar untuk menjaga persedian air. Dengan terjaganya persedian air, masyarakat sekitar memanfaatkannya untuk mengairi persawahan dan memelihara ikan. Masyarakat adat mensakralkan hutan sebagai upaya pencegahan pemanfaatan hutan tanpa memperhitungkan dampaknya.

Hutan Larangan Marga Way Tenong merupakan hutan yang dikelola masyarakat adat. Meski pernah mengalami perambahan, hutan adat tersebut tetap dijaga sebagai warisan adat. Dengan status sebagai hutan adat larangan, ekosistem hutan tetap terjaga. peran masyarakat adat sangat penting dalam menjada kelestarian hutan. Adanya konsensus masyarakat adat untuk menjaga kelestarian hutan merupakan modal utama melindungi hutan di Lampung Barat.

Peran masyarakat adat sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan adat. Masyarakat adatlah yang terjun langsung dan bersentuhan dengan pengelolaan hutan adat. Peran penting masyarakat adat atas penguasaan hutan adat perlu dilegitimasi melalui regulasi. Dengan adanya legitimasi masyarakat adat akan mendapatkan kepastian hukum dalam menjalankan fungsi pengelolaan. Hal tersebut dapat menghindarkan terjadinya konflik perebutan hutan adat yang banyak di daerah-daerah lain di Indonesia.

Dengan bersandar pada putusan MKNomor : 35/PUU-X/2012, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan legitimasi atas eksistensi masyarakat adat yang berada di Lampung Barat demi melindungi hak-hak masyarakat adat.

Page 17: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

5

Kabupaten Lampung Barat merupakan bagian dari Provinsi Lampung di mana terdapat masyarakat adat yang menetap dan mempertahankan kelestarian adat sampai saat ini. Masyarakat adat di daerah tersebut mengelola hutan adat yang dijadikan sebagai sumber kehidupan, terutama dalam untuk menjaga kelestarian sumber air. luas wliayah hutan adat tersebut diperkirakan mencapai 315 hektar. Hutan adat tersebutlah yang dijadikan sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitar untuk menjaga persedian air. Dengan terjaganya persedian air, masyarakat sekitar memanfaatkannya untuk mengairi persawahan dan memelihara ikan. Masyarakat adat mensakralkan hutan sebagai upaya pencegahan pemanfaatan hutan tanpa memperhitungkan dampaknya.

Hutan Larangan Marga Way Tenong merupakan hutan yang dikelola masyarakat adat. Meski pernah mengalami perambahan, hutan adat tersebut tetap dijaga sebagai warisan adat. Dengan status sebagai hutan adat larangan, ekosistem hutan tetap terjaga. peran masyarakat adat sangat penting dalam menjada kelestarian hutan. Adanya konsensus masyarakat adat untuk menjaga kelestarian hutan merupakan modal utama melindungi hutan di Lampung Barat.

Peran masyarakat adat sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan adat. Masyarakat adatlah yang terjun langsung dan bersentuhan dengan pengelolaan hutan adat. Peran penting masyarakat adat atas penguasaan hutan adat perlu dilegitimasi melalui regulasi. Dengan adanya legitimasi masyarakat adat akan mendapatkan kepastian hukum dalam menjalankan fungsi pengelolaan. Hal tersebut dapat menghindarkan terjadinya konflik perebutan hutan adat yang banyak di daerah-daerah lain di Indonesia.

Dengan bersandar pada putusan MKNomor : 35/PUU-X/2012, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan legitimasi atas eksistensi masyarakat adat yang berada di Lampung Barat demi melindungi hak-hak masyarakat adat.

A. Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 18B ayat (2) telah menjamin keberadaan masyarakat hukum adat dengan memberikan pengakuan bersyarat. Istilah masyarakat hukum adat mengutip pendapat Hazairin yang mengatakan bahwa masyarakat hukum adat adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan- kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya (Simarmata, 2006: 23).

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh pendapat Ade Saptomo yang menyatakan bahwa masyarakat adat merupakan suatu kesatuan masyarakat yang bersifat otonom, yaitu mereka mengatur sistem kehidupannya (hukum, politik, ekonomi, dsb). la lahir dari dan berkembang bersama, dan dijaga oleh masyarakat itu sendiri (Saptomo, 2010: 13). Pendapat para ahli tersebut menunjukan hubungan yuridis normatif dengan Pasal 18B UUD 1945 yang secara tegas menunjukkan keberadaan masyarakat hukum adat diakui dengan diberlakukan pengakuan bersyarat.

Pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat berdasarkan Pasal 18B UUD 1945 menjadi pedoman pengakuan sekaligus bentuk perlindungan hukum atas keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia. Pengakuan yang dimaksud adalah bahwa masyarakat hukum adat diakui dan dilindungi sebagai subjek hukum dan hak-hak tradisionilnya. Secara faktual, wujud pengakuan tersebut ditemukan dalam berbagai kegiatan pemerintahan terutama aktivitas yang berkaitan dengan keberadaan masyarakat hukum adat, termasuk hak masyarakat hukum adat dalam pemanfaatan sumber daya alam dalam hal pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat.

Page 18: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

6

Dalam konteks pengeloaan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat hukum adat tidak terlepas dari peran Negara yang mengatur pengelolaan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan kedudukan Negara sebagai Badan Hukum yang mengatur peruntukan dan pengelolaan hutan oleh warga Negara termasuk masyarakat hukum adat. Melalui kewenangan Hak Menguasai Negara ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dalam hal yang lebih kecil yaitu masyarakat hukum adat.

Keberadaan Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 18B UUD 1945 menegaskan masyarakat hukum adat memiliki kekuasaan wilayah ulayat termasuk hutan adat sebagai bagian dari keberadaan masyarakat hukum adat. Oleh karena itu melalui Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan selanjutnya disebut UU Kehutanan diatur tentang hutan adat.

Pasal 1 Ayat (5) mengatur bahwa hutan adat adalah hutan Negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pengertian hutan adat merujuk pada status kawasan hutan. Hal ini pernah menjadi polemik berkepanjangan karena dalam kerangka hukum di Indonesia hutan adat dianggap sebagai hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada masyarakat adat. Kemudian terjadi perubahan definisi yang memberikan status tersendiri

Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan status hutan di Indonesia terbagi dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (tidak dimiliki seseorang atau badan hukum). Sedangkan hutan hak mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah. Dalam ketentuan ini, otomatis hutan adat dikategorikan sebagai hutan negara.

Dari definisi ini maka hutan adat adalah hutan Negara di mana hutan adat merupakan hutan yang tidak dibebani hak. Permasalahan hukum pun timbul dari pengaturan tersebut di mana keberadaan

Page 19: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

7

Dalam konteks pengeloaan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat hukum adat tidak terlepas dari peran Negara yang mengatur pengelolaan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan kedudukan Negara sebagai Badan Hukum yang mengatur peruntukan dan pengelolaan hutan oleh warga Negara termasuk masyarakat hukum adat. Melalui kewenangan Hak Menguasai Negara ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dalam hal yang lebih kecil yaitu masyarakat hukum adat.

Keberadaan Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 18B UUD 1945 menegaskan masyarakat hukum adat memiliki kekuasaan wilayah ulayat termasuk hutan adat sebagai bagian dari keberadaan masyarakat hukum adat. Oleh karena itu melalui Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan selanjutnya disebut UU Kehutanan diatur tentang hutan adat.

Pasal 1 Ayat (5) mengatur bahwa hutan adat adalah hutan Negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pengertian hutan adat merujuk pada status kawasan hutan. Hal ini pernah menjadi polemik berkepanjangan karena dalam kerangka hukum di Indonesia hutan adat dianggap sebagai hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada masyarakat adat. Kemudian terjadi perubahan definisi yang memberikan status tersendiri

Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan status hutan di Indonesia terbagi dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (tidak dimiliki seseorang atau badan hukum). Sedangkan hutan hak mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah. Dalam ketentuan ini, otomatis hutan adat dikategorikan sebagai hutan negara.

Dari definisi ini maka hutan adat adalah hutan Negara di mana hutan adat merupakan hutan yang tidak dibebani hak. Permasalahan hukum pun timbul dari pengaturan tersebut di mana keberadaan

hutan adat sebagai kekayaan materiil yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat tidak dapat serta merta dialihkan melalui proses pengkategorian hutan adat sebagai hutan Negara. Pengakuan hak masyarakat hukum adat atas wilayah adatnya telah dijamin melalui Pasal 18B UUD 1945. Mengkategorikan hutan adat sebagai hutan Negara secara hukum akan membuat hutan adat yang telah dikuasai secara turun temurun menjadi hilang bahkan penguasaannya bukan lagi oleh masyarakat hukum adat tetapi telah secara serta merta dimiliki oleh Negara.

Akibat hal ini muncul berbagai konflik hutan baik secara vertikal yang melibatkan masyarakat hukum adat dengan perorangan (masyarakat pada umumnya), masyarakat hukum adat dengan perusahaan, dan bahkan antar masyarakat hukum adat itu sendiri.Pada sisi lain, konflik hutan juga terjadi secara horizontal yang melibatkan masyarakat hukum adat dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah).

B. Masyarakat Adat di Indonesia

Masyarakat hukum adat merupakan entitas kebudayaan yang mendiami wilayah tertentu. Umumnya masyarakat hukum adat hidup dalam satu wilayah secara turun temurun. Kehidupan masyarakat hukum adat tunduk pada norma-norma adat yang mereka sepakati sebagai norma kesepakatan bersama untuk mengatur pola kehidupan kelompok masyarakat adat.

Istilah masyarakat hukum adat terdapat dalam berbagai peraturanp erundang-undangan, seperti halnya pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria (UUPA), Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang- undangan lainnya sebagai padanan dari rechtgemeenschapt, atau oleh sedikit literatur menyebutnya adatrechtgemenschap. Istilah masyarakat hukum adat dilahirkan dan digunakan oleh pakar hukum adat yang lebih banyak difungsikan untuk keperluan teoritik- akademis. Sedangkan istilah masyarakat

Page 20: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

8

adat adalah istilah yang lazim diungkapkan dalam bahasa sehari-hari oleh kalangan non-hukum yang mengacu pada sejumlah kesepakatan internasional (Taqwaddin, 2010:36).

Urip Santoso (2010:65) mengemukakan bahwa masyarakat hukum adat hidup dengan norma-norma adat sebagai norma yang mereka patuhi karna lahir dari dinamika perkembangan masyarakat hukum adat itu sendiri. Untuk mengakomodir norma adat tersebut, dalam penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria hukum adat dijadikan dasar utama dan sebagai pelengkap.

Pemahaman tentang masyarakat adat dan masyarakat hukum adat berbeda. Konsepsi tentang masyarakat adat adalah pemaknaan umum untuk menjelaskan masyarakat tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Sedangkan konsepsi tentang masyarakat hukum adat adalah pengertianteknisyuridisyang menunjukkan sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan lingkungan kehidupan tertentu, memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga kepentingan kelompok dan memiliki tata hukum dan pemerintahan (Taqwaddin, 2010:36).

Konsep tentang masyarakat hukum adat pertama kalidikenalkan oleh Cornelius Va Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius Van Vollenhoven mengeksplor lebih mendalam tentang masyarakat hukum adat. Ter Haar menjelaskan mengenai masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya (Husen Alting, 2010: 30).

Secara faktual hampir di setiap provinsi di Indonesia ada kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan karakteristiknya masing-

Page 21: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

9

adat adalah istilah yang lazim diungkapkan dalam bahasa sehari-hari oleh kalangan non-hukum yang mengacu pada sejumlah kesepakatan internasional (Taqwaddin, 2010:36).

Urip Santoso (2010:65) mengemukakan bahwa masyarakat hukum adat hidup dengan norma-norma adat sebagai norma yang mereka patuhi karna lahir dari dinamika perkembangan masyarakat hukum adat itu sendiri. Untuk mengakomodir norma adat tersebut, dalam penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria hukum adat dijadikan dasar utama dan sebagai pelengkap.

Pemahaman tentang masyarakat adat dan masyarakat hukum adat berbeda. Konsepsi tentang masyarakat adat adalah pemaknaan umum untuk menjelaskan masyarakat tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Sedangkan konsepsi tentang masyarakat hukum adat adalah pengertianteknisyuridisyang menunjukkan sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan lingkungan kehidupan tertentu, memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga kepentingan kelompok dan memiliki tata hukum dan pemerintahan (Taqwaddin, 2010:36).

Konsep tentang masyarakat hukum adat pertama kalidikenalkan oleh Cornelius Va Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius Van Vollenhoven mengeksplor lebih mendalam tentang masyarakat hukum adat. Ter Haar menjelaskan mengenai masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya (Husen Alting, 2010: 30).

Secara faktual hampir di setiap provinsi di Indonesia ada kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan karakteristiknya masing-

masing. Kelompok masyarakat hukum adat ini sudah ada sejak ratusan tahunyanglalu.Masyarakat hukum adatadalah kelompok masyarakat yang teratur, yang bertingkah laku sebagai kesatuan, menetap disuatu daerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, memiliki hukum adat masing-masing dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang berwujud ataupun tidak berwujud serta menguasai sumberdaya alam dalam jangkauannya.

Hazairin menjelaskan mengenai masyarakat adat adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang memiliki kelengkapan-kelengkapan untuk dapat berdiri sendiri dan mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa serta kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.

Limei Pasaribu (2011) mengatakan bahwa masyarakat hukum adat mempunyai sistem kebudayaan yang bersifat kompleks dalam tatanan kemasyarakatannya dan memiliki hubunganyang kuatdengantanahdansumberdayaalamnya. Masyarakat hukum adat juga diartikan sebagai sekelompok orang yangterikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Susunan masyarakat hukum adat terbentuk dan terikat oleh dua hal yaitu karena faktor teritorial dan faktor geneologis. Faktor territorial adalah persekutuan masyarakat yang terbentuk dan terikat karena menempati suatu daerah tertentu baik dalam kaitan duniawi sebagai tempat kehidupan maupun dalam kaitan rohani sebagai tempat pemujaan terhadap roh-roh leluhur. Sedangkan, faktor geneologis adalah persekutuan masyarakat yang di mana para anggotanya terikat pada suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur, baik secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat (Hadikusuma, 2003: 108-109).

Page 22: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

10

C. Metode dan Urgensi Penelitian

Buku yang ditulis berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui eksistensi masyarakat adat di Lampung Barat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012, sekaligus untuk mengetahui pengakuan hak atas penguasaan hutan adat oleh masyarakat adat di Lampung Barat pascaPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012. Dampak positifnya, untuk memberikan solusi atas belum terlaksananya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 dalam rangka menegakkan keadilan bagi masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia.

Buku ini diharapkan dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan dalam sosialisasi mengenai peraturan-peraturan hukum pertanahan khususnya berkaitan dengan status kedudukan hukum tanah ulayat pada masyarakat hukum adat, atau bisa juga sebagai salah satu bahan acuan dalam penerapan peraturan perundang-undangan terkait hukum pertanahan di Indonesia khususnya terhadap kedudukan status hukum hak ulayat pada masyarakat hukum adat.

Buku ini ditulis berdasarkan penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya (Mardalis, 2009: 28). Penelitian yang digolongkan dalam penelitian deskriptif kualitatif, menurut Saebani (2009:57) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang, mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan dan dianalisis. Penelitian deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam, metode ini bertujuan melukiskan dan memahami kebudayaan masyarakat secara fenomenologis dan apa adanya dalam konteks satu kesatuan yang integral, mencoba menempatkan realitas sosial yang diteliti kedalam berbagai konsep yang telah oleh ilmuan sosial dan ilmu budaya. Penelitian deskriptif secara lebih fokus memanfaatkan konsep- konsep baru secara logika dan ilmiah yang berfungsi klarifikatif terhadap fenomena sosial yang dipermasalahkan.

Page 23: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

11

C. Metode dan Urgensi Penelitian

Buku yang ditulis berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui eksistensi masyarakat adat di Lampung Barat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012, sekaligus untuk mengetahui pengakuan hak atas penguasaan hutan adat oleh masyarakat adat di Lampung Barat pascaPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012. Dampak positifnya, untuk memberikan solusi atas belum terlaksananya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 dalam rangka menegakkan keadilan bagi masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia.

Buku ini diharapkan dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan dalam sosialisasi mengenai peraturan-peraturan hukum pertanahan khususnya berkaitan dengan status kedudukan hukum tanah ulayat pada masyarakat hukum adat, atau bisa juga sebagai salah satu bahan acuan dalam penerapan peraturan perundang-undangan terkait hukum pertanahan di Indonesia khususnya terhadap kedudukan status hukum hak ulayat pada masyarakat hukum adat.

Buku ini ditulis berdasarkan penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya (Mardalis, 2009: 28). Penelitian yang digolongkan dalam penelitian deskriptif kualitatif, menurut Saebani (2009:57) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang, mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan dan dianalisis. Penelitian deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam, metode ini bertujuan melukiskan dan memahami kebudayaan masyarakat secara fenomenologis dan apa adanya dalam konteks satu kesatuan yang integral, mencoba menempatkan realitas sosial yang diteliti kedalam berbagai konsep yang telah oleh ilmuan sosial dan ilmu budaya. Penelitian deskriptif secara lebih fokus memanfaatkan konsep- konsep baru secara logika dan ilmiah yang berfungsi klarifikatif terhadap fenomena sosial yang dipermasalahkan.

Ada pun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosio-Legal yaitu pendekatan dengan melakukan studi tekstual terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan secara kritis untuk menjelaskan problematika filosofis, sosiologis, dan yuridis dari hukum tertulis(Irianto dan Shidarta, 2009: 177).

Sumber data dalam penelitian dapat diperoleh melalui data primer maupun data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan data berupa interview dan observasi yang akan dilakukan di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi, dan arsip-arsip resmi (Azwar, 2010:36).

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, Interview (Wawancara). Hariwijaya dan Djaelani (2011:45) menyatakan bahwa interview atau wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara dengan narasumber atau responden. Teknik wawancara mempunyai kelebihan yakni penanya dapat menerangkan secara detail pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Wawancara dapat dilakukan langsung berhadapan dengan yang diwawancarai atau dengan tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain. Dengan demikian interview atau wawancara adalah suatu cara atau metode yang bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi yang diperlukan dalam melakukan sebuah penelitian, dengan melakukan dialog atau tanya jawab secara langsung (interview) dengan responden. Wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara terstruktur, yaitu pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber (Moleong, 2011:190).

Page 24: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

12

Kedua, Dokumentasi. Arikunto (1998:236) menyatakan bahwa metode dokumentasi adalah cara untuk mencari data mengenai hal-hal yang bersifat variable yang berupa catatan, transkip, buku-buku, agenda dan sebagainya. Dengan demikian metode dokumentasi ini merupakan suatu cara untuk mencari arsip-arsip, catatan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

Dokumentasi ini dapat berupa bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang punya otoritas seperti peraturan perundang-undangandan bahan hukum sekunder yaitu publikasi hukum yang tidak resmi seperti buku dan jurnal (Ali, 2009:47).

Sedangkan analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisr data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011:248). Semua data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi dipelajari, direduksi, dan diklasifikasikan, diinterpretasikan dan disajikan. Direduksi merupakan proses memilah data yang relevan untuk dijadikan bahan kajian. Klasifikasi merupakan proses mengelompokkan data sesuai kategori. Interpretasi merupakan analisis data, sintesa data, dan menetapkan pola.

Page 25: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

13

Kedua, Dokumentasi. Arikunto (1998:236) menyatakan bahwa metode dokumentasi adalah cara untuk mencari data mengenai hal-hal yang bersifat variable yang berupa catatan, transkip, buku-buku, agenda dan sebagainya. Dengan demikian metode dokumentasi ini merupakan suatu cara untuk mencari arsip-arsip, catatan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

Dokumentasi ini dapat berupa bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang punya otoritas seperti peraturan perundang-undangandan bahan hukum sekunder yaitu publikasi hukum yang tidak resmi seperti buku dan jurnal (Ali, 2009:47).

Sedangkan analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisr data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011:248). Semua data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi dipelajari, direduksi, dan diklasifikasikan, diinterpretasikan dan disajikan. Direduksi merupakan proses memilah data yang relevan untuk dijadikan bahan kajian. Klasifikasi merupakan proses mengelompokkan data sesuai kategori. Interpretasi merupakan analisis data, sintesa data, dan menetapkan pola.

A. Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Dalam Tata Hukum Indonesia Sebelum Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

ebagai bagian dari bangsa Indonesia, tentulah pengaturan tentang masyarakat hukum adat merupakan suatu keniscayaan. Mengingat bahwa negara Indonesia merupakan

negara hukum yang sudah semestinya eksistensi suatu masyarakat hukum adat dapat dikatakan legal jika di atur secara eksplisit dalam perundang-undangan.

UUD 1945 merupakan konstitusi negara Indonesia, di mana konstitusi memuat hukum dasar penyelenggaran negara Indonesia yang kemudian menjadi payung bagi lahirnya peraturan perundang-undangan di bawahnya. Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat di Indonesia diatur dalam pasal 18B ayat (2), bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

S

Page 26: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

14

Selanjutnya pada pasal 28I ayat (3) diterangkan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Pada pasal 32 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budaya. Selanjutnya pada ayat (2) negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Pasal 18 B ayat (2), 28I ayat (3) dan pasal 32 merupakan dasar legitimasi yang kuat terhadap adanya masyarakat hukum adat di Indonesia. Soepomo pernah mengatakan Jika hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasarkan atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa harus diperingati juga. Daerah-daerah yang bersifat istimewa itu ialah; Pertama, daerah kerajaan (kooti), baik di Jawa maupun di luar Jawa, yang dalam bahasa Belanda dinamakan zelfbesturendelanschapen. Kedua, daerah-daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli, ialah dorfgemeinschaften, daerah-daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, huta dan kuria di Tapanuli, gampong di Aceh (Taqwaddin, 2010: 71), atau pekon di Lampung.

Apa yang disampaikan oleh Soepomo merupakan suatu konsepsi tentang negara Indonesia yang sejatinya adalah kumpulan dari berbagai entitas-entitas masyarakat hukum adat yang tersebar dari sabang sampai merauke. Artinya bangsa Indonesia dari awal terbentuknya adalah bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai latar belakang kebudayaan. Maka sudah seharusnya pengaturan terhadap masyarakat hukum adat menjadi penting karena merupakan tonggak utama berdirinya bangsa Indonesia.

Page 27: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

15

Selanjutnya pada pasal 28I ayat (3) diterangkan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Pada pasal 32 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budaya. Selanjutnya pada ayat (2) negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Pasal 18 B ayat (2), 28I ayat (3) dan pasal 32 merupakan dasar legitimasi yang kuat terhadap adanya masyarakat hukum adat di Indonesia. Soepomo pernah mengatakan Jika hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasarkan atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa harus diperingati juga. Daerah-daerah yang bersifat istimewa itu ialah; Pertama, daerah kerajaan (kooti), baik di Jawa maupun di luar Jawa, yang dalam bahasa Belanda dinamakan zelfbesturendelanschapen. Kedua, daerah-daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli, ialah dorfgemeinschaften, daerah-daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, huta dan kuria di Tapanuli, gampong di Aceh (Taqwaddin, 2010: 71), atau pekon di Lampung.

Apa yang disampaikan oleh Soepomo merupakan suatu konsepsi tentang negara Indonesia yang sejatinya adalah kumpulan dari berbagai entitas-entitas masyarakat hukum adat yang tersebar dari sabang sampai merauke. Artinya bangsa Indonesia dari awal terbentuknya adalah bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai latar belakang kebudayaan. Maka sudah seharusnya pengaturan terhadap masyarakat hukum adat menjadi penting karena merupakan tonggak utama berdirinya bangsa Indonesia.

Selain diatur di dalam UUD 1945, pengaturan mengenai masyarakat hukum adat juga diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960. Pada pasal 2 dijelaskan bahwa pelaksanaan hak menguasai dari negara dalam pelaksanaannya bisa dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah. Pada pasal 3 dijelaskan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada dan sesuai dengan kepentigan nasional dan negara dan tidak boleh bertentangan dengan undang- undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Eksistensi masyarakat hukum adat di Indonesia juga diatur dalam UU 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pada pasal 6 ayat (1), dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah. Pada ayat (2) identitas masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

Di bidang pengelolaan hutan, rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 4 yang menyebutkan bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya “dikuasai” oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Penguasaan hutan oleh negara, menurut UU No. 41/1999, harus tetap memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Walaupun terdapat pengawasan terhadap pengelolaan hutan, masyarakat hukum adat tetap diperbolehkan mengelola sesuai aturan lokalitas adat yang terbentuk. Sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Hal ini berarti bahwa undang-undang kehutanan kita,

Page 28: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

16

dalam batas-batas tertentu secara formal, masih mengakui hak-hak masyarakat hukum adat untuk mengelola hutan dan menikmati hasil hutan berdasarkan hukum adat kehutanan mereka yang umumnya dilakukan secara turun temurun (Rokhim dan Mustofa, 2001: 26).

Adapun dalam pengakuan hak-hak masyarakat harus memenuhi aspek-aspek tertentu, dan ditekankan dalam Pasal 67 ayat (1) menyatakan bahwa sebagai masyarakat hukum adat, diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: (1) Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap). (2) Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya. (3) Ada wilayah hukum adat yang jelas. (4) Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati. (5) Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, Pasal 6b pula menegaskan pentingnya pertimbangan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat dalam pengelolaanya. Ini menjelaskan bahwa peran serta masyarakat hukum adat di hadapan hukum sangatlah penting.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Undang-undang yang meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ini antara lain mengakui secara umum hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat, yaitu hak untuk tidak didiskriminasi. sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3. Hak atas kebudayaan dan hak untuk berpartisipasi diatur dalam Pasal 15, hak atas lingkungan yang sehat diatur dalam Pasal 12. Begitupun pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik. Undang-undang yang meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik ini secara tegas mengakui hak untuk tidak didiskriminasi bagi setiap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan

Page 29: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

17

dalam batas-batas tertentu secara formal, masih mengakui hak-hak masyarakat hukum adat untuk mengelola hutan dan menikmati hasil hutan berdasarkan hukum adat kehutanan mereka yang umumnya dilakukan secara turun temurun (Rokhim dan Mustofa, 2001: 26).

Adapun dalam pengakuan hak-hak masyarakat harus memenuhi aspek-aspek tertentu, dan ditekankan dalam Pasal 67 ayat (1) menyatakan bahwa sebagai masyarakat hukum adat, diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: (1) Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap). (2) Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya. (3) Ada wilayah hukum adat yang jelas. (4) Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati. (5) Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, Pasal 6b pula menegaskan pentingnya pertimbangan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat dalam pengelolaanya. Ini menjelaskan bahwa peran serta masyarakat hukum adat di hadapan hukum sangatlah penting.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Undang-undang yang meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ini antara lain mengakui secara umum hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat, yaitu hak untuk tidak didiskriminasi. sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3. Hak atas kebudayaan dan hak untuk berpartisipasi diatur dalam Pasal 15, hak atas lingkungan yang sehat diatur dalam Pasal 12. Begitupun pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik. Undang-undang yang meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik ini secara tegas mengakui hak untuk tidak didiskriminasi bagi setiap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan

Pasal 3. Hak untuk menikmati seluruh hak, termasuk hak atas tanah dan sumberdaya alam diatur dalam Pasal 26, hak untuk menikmati cara hidup yang khas yang berhubungan dengan penggunaan tanah dan sumberdaya alam diatur dalam Pasal 27, serta hak untuk berpartisipasi yang diatur dalam Pasal 25.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pada undang-undang ini sebenarnya tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur mengenai masyarakat hukum adat. Namun dapat ditemukan beberapa pasal yang secara potensial bisa ditafsirkan memberikan ruang bagi masyarakat, termasuk masyarakat hukum adat.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 63 ayat (1) huruf t, Pasal 63 ayat (2) huruf n, dan Pasal 63 ayat (3) huruf k undang-undang ini menentukan bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, bahwa salah satu asa PPLH adalah kearifan lokal.

Pada Undang-undang No. 18 Tahun 2004 tentang PerkebunanPasal 9 ayat (1) berbunyi bahwa Dalam rangka penyelenggaraan usaha perkebunan, kepada pelaku usaha sesuai dengan kepentingannya dapat diberikan hak atas tanah yang diperlukan untuk usaha perkebunan berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak pakai sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat yang menurut kenyataanya masih ada, mendahului pemberian hak sebagaimanadimaksud pada ayat (1), pemohon hak wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat dan warga pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya.

Page 30: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

18

Pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2015 tentang Desa, pengaturan tentang eksistensi masyarakat hukum adat setidaknya dapat ditemukan Pasal 96 sampai 110. Pada pasal 96 dijelaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat. Pada pasal 97 ayat (4) Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu keberadaan Negara KesatuanRepublik lndonesia sebagai sebuah kesatuan politik dan kesatuanhukum yang: a. tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik lndonesia, b. substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setidaknya dari beberapa undang-undang yang disebutkan di atas, eksistensi masyarakat hukum adat terlegitimasi secara resmi dalam perundang-undangan Indonesia. Untuk itu sudah sepatutnya semua stake holder bangsa ini berkomitmen menjalankan amanah perundang- undangan indonesia untuk melindungi dan memberikan hak-hak masyarakat hukum adat.

B. Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Pasca Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 24 ayat 1 menerangkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman diselenggarakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 24 ayat(2) UUD 1945. Dengan demikian kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dalam hal ini sebagai lembaga peradilan yang dibentuk

Page 31: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

19

Pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2015 tentang Desa, pengaturan tentang eksistensi masyarakat hukum adat setidaknya dapat ditemukan Pasal 96 sampai 110. Pada pasal 96 dijelaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat. Pada pasal 97 ayat (4) Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu keberadaan Negara KesatuanRepublik lndonesia sebagai sebuah kesatuan politik dan kesatuanhukum yang: a. tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik lndonesia, b. substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setidaknya dari beberapa undang-undang yang disebutkan di atas, eksistensi masyarakat hukum adat terlegitimasi secara resmi dalam perundang-undangan Indonesia. Untuk itu sudah sepatutnya semua stake holder bangsa ini berkomitmen menjalankan amanah perundang- undangan indonesia untuk melindungi dan memberikan hak-hak masyarakat hukum adat.

B. Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Pasca Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 24 ayat 1 menerangkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman diselenggarakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 24 ayat(2) UUD 1945. Dengan demikian kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dalam hal ini sebagai lembaga peradilan yang dibentuk

untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam lingkup wewenang yang dimiliki (Desiana, 2014: 45).

Mahkamah Konstitusi sebagaimana pemegang kekuasaan kehakiman memiliki tugas mengawal konstitusi, menegakkan konstitusi agar sejalan dengan falsafah bangsa dan sejalur dengan UUD 1945.Nurtjahjo dan Fuad(2010: 75) menyatakan bahwa fungsi konstitusi pada essensinya adalah untuk membatasi kekuasaan yang ada dalam skema ketatanegaraan suatu bangsa dan memformulasikan perlindungan hak- hak dasar warga negara atau hak-hakasasi manusia secara menyeluruh, maka peran Mahkamah Konstitusi berkorelasi langsung sebagai aparatur penegak hak asasi manusia secara menyeluruh.Selain itu juga sebagai sebagai koreksi terhadap pengalaman ketatanegaraan yang ditimbulkan oleh tafsir ganda atas konstitusi ( Mukhtie Fadjar, 2006:119).

Setidaknya terdapat lima fungsi yang melekat pada keberadaan Mahkamah Konstitusi dan dilaksanakan melalui kewenangannya yaitu sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitutio), penafsir final konstitusi (the final interpreter of the constitution), pelindung hak asasi manusia (the protector of human right), pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the citizen’s constitutional right), dan pelindung demokrasi (the protector of democracy).

Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 32/PUU-X/2012 mengabulkan permohonan yang diajukan oleh aliansi masyarakat adat nusantara (AMAN), Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu. Para pemohon menggugat undang-undang kehutanan nomor 41 tahun 1999. Para pemohon menggugat ketentuan pasal 1 angka 6 yaitu hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah hukum adat. Dalam petitumnya pemohon menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

Page 32: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

20

Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Kehutanan yang menyatakan penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Dalam petitumnya pemohon menyatakan bahwa pasal 4 ayat (3) seharusnya menyatakan bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat. Selain itu, para pemohon juga menggugat ketentuan Pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), pasal 67 ayat (1), (2), (3) yang pada intinya menyatakan ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Berdasarkan pemeriksaan hakim Mahkamah Konstitusi, dari beberapa gugatan pemohon sebagian dikabulkan sebagian tidak. Gugatan yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu pasal 1 angka 6 yang semula menyatakan hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat menjadi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pasal 4 ayat (3) bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Melalui putusan MK menyatakan bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat. Selain itu, permohonan yang dikabulkan oleh MK adalah pasal 5 ayat (1), (2), dan (3).

Adanya putusan MK tersebut merupakan angin segar untuk mengembalikan hak-hak masyarakat hukum adat yang telah tercerabut akibat pengabaikan oleh pemangku kebijakan. Untuk menindaklanjuti putusan MK, Pada bulan Juli 2014 Kemendagri mengeluarkan Pemendagri No.52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat hukum Adat. Dalam Permendagri tersebut mengatur bahwa Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat.

Page 33: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

21

Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Kehutanan yang menyatakan penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Dalam petitumnya pemohon menyatakan bahwa pasal 4 ayat (3) seharusnya menyatakan bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat. Selain itu, para pemohon juga menggugat ketentuan Pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), pasal 67 ayat (1), (2), (3) yang pada intinya menyatakan ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Berdasarkan pemeriksaan hakim Mahkamah Konstitusi, dari beberapa gugatan pemohon sebagian dikabulkan sebagian tidak. Gugatan yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu pasal 1 angka 6 yang semula menyatakan hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat menjadi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pasal 4 ayat (3) bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Melalui putusan MK menyatakan bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat. Selain itu, permohonan yang dikabulkan oleh MK adalah pasal 5 ayat (1), (2), dan (3).

Adanya putusan MK tersebut merupakan angin segar untuk mengembalikan hak-hak masyarakat hukum adat yang telah tercerabut akibat pengabaikan oleh pemangku kebijakan. Untuk menindaklanjuti putusan MK, Pada bulan Juli 2014 Kemendagri mengeluarkan Pemendagri No.52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat hukum Adat. Dalam Permendagri tersebut mengatur bahwa Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat.

Tahapan yang dilakukan adalah membentuk panitia masyarakat hukum adat yang terdiri dari perwakilan instansi pemerintah daerah terkait dan masyarakat hukum adat untuk melakukan identifikasi, verifikasi dan validitasi masyarakat hukum adat yang kemudian ditetapkan oleh Bupati/Walikota melalui rekomendasi panitia masyarakat hukum adat dengan keputusan kepala daerah. Dalam hal ini, masyakarakat hukum adat di dua atau lebih kabupaten kota, maka pengakuan dan perlindungan adat ditetapkan dengan keputusan bersama kepala daerah. Gubernur dan Dirjen pemberdayaan masyarakat dan desa (Kemendagri) akan menerima laporan penetapan dari bupati/walikota yang menetapkan (Berton Nababa: 2012).

Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat pasal 2 menerangkan bahwa gubernur dan bupati/walikota melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Pada Pasal 4 diatur bahwa Pengakuan dan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan melalui tahapan: a. identifikasi Masyarakat Hukum Adat, b. verifikasi dan validasi Masyarakat Hukum Adat, dan c. penetapan Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 5 mengatur bahwa Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain melakukan identifikasi dengan melibatkan masyarakat hukum adat atau kelompok masyarakat.Identifikasi sebagaimana dimaksuddilakukan dengan mencermati : a. sejarah Masyarakat Hukum Adat, b. wilayah Adat, c. hukum Adat, d. harta kekayaan dan/atau benda- benda adat dan e. kelembagaan/sistem pemerintahan adat. Hasil identifikasi dilakukan verifikasi dan validasi oleh Panitia Masyarakat Hukum Adat kabupaten/kota.Hasil verifikasi dan validasi diumumkan kepada Masyarakat Hukum Adat setempat dalam waktu 1 (satu) bulan.

Pasal 6 mengatur bahwa Panitia Masyarakat Hukum Adat kabupaten/kota menyampaikan rekomendasi kepada Bupati/Walikota berdasarkan hasil verifikasi dan validasi. Bupati/walikota melakukan penetapan pengakuan dan perlindungan

Page 34: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

22

masyarakat hukum adat berdasarkan rekomendasi Panitia Masyarakat Hukum Adat dengan Keputusan Kepala Daerah. Dalam hal masyarakat hukum adat berada di 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Keputusan Bersama Kepala Daerah.

Pada Pasal 7 diatur bahwa jika Masyarakat Hukum Adat keberatan terhadap hasil verifikasi dan validasi dapat mengajukan keberatan kepada Panitia. Pada Pasal 8 dijelaskan bahwa jika Masyarakat Hukum Adat keberatan terhadap Keputusan Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada Pasal 9 diatur bahwa Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kabupaten/kota di wilayahnya. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat di wilayahnya.

Pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.62/MENHUT- II/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.44/MENHUT- II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24A (1) keberadaan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota.(2)Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat letak dan batas wilayah masyarakat hukum adat yang dinyatakan secara jelasdalam peta wilayah masyarakat hukum adat. (3) Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah masyarakat hukum adat berada dalam kawasan hutan, dikeluarkan dari kawasan hutan.

Surat Edaran Menteri kehutanan nomor : SE. 1/Menhut-II/2013 tentang Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tanggal 06 mei 2013 bersifat mempertegas putusan MK. Nomenklatur pada SE tersebut hanya memuat isi putusan MK mengenai penegasan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat adat.

Page 35: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

23

masyarakat hukum adat berdasarkan rekomendasi Panitia Masyarakat Hukum Adat dengan Keputusan Kepala Daerah. Dalam hal masyarakat hukum adat berada di 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Keputusan Bersama Kepala Daerah.

Pada Pasal 7 diatur bahwa jika Masyarakat Hukum Adat keberatan terhadap hasil verifikasi dan validasi dapat mengajukan keberatan kepada Panitia. Pada Pasal 8 dijelaskan bahwa jika Masyarakat Hukum Adat keberatan terhadap Keputusan Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada Pasal 9 diatur bahwa Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kabupaten/kota di wilayahnya. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat di wilayahnya.

Pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.62/MENHUT- II/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.44/MENHUT- II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24A (1) keberadaan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota.(2)Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat letak dan batas wilayah masyarakat hukum adat yang dinyatakan secara jelasdalam peta wilayah masyarakat hukum adat. (3) Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah masyarakat hukum adat berada dalam kawasan hutan, dikeluarkan dari kawasan hutan.

Surat Edaran Menteri kehutanan nomor : SE. 1/Menhut-II/2013 tentang Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tanggal 06 mei 2013 bersifat mempertegas putusan MK. Nomenklatur pada SE tersebut hanya memuat isi putusan MK mengenai penegasan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat adat.

Termasuk di dalamnya juga mempertegas bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik indonesia yang diatur dalam undang-undang. Penegasan pembagian hutan menjadi hutan negara, hutan adat dan hutan hak dan penghapusan pasal 5 ayat (2) dan penjelasan pasal 5 ayat (1). Penetapan status hutan adat melalui penetapan oleh kementerian kehutanan sepanjang masyakat hukum adat telah ditetapkan melalui pemerintah daerah. Apabila masyarakat adat tidak tidak ada lagi maka status hutan kembali kepada negara.

Pada pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu, dijelaskan bahwa masyarakat hukum adat yang memenuhi persyaratan dapat dikukuhkan hak atas tanahnya. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa kelompok masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu dan memenuhi persyaratan dapat diberikan hak atas tanah. Pada pasal 3 diterangkan bahwa persyaratan masyarakat hukum adat meliputi : a. Masyarakat masih dalam bentuk paguyuban, b. Ada kelembagaan dalam perangkat penguasa adat, c. Ada wilayah hukum adat yang jelas, d. Ada pranata dan perangkat hukum yang masih ditaati. Pada pasal 3 ayat (2) persyaratan kelompok masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu meliputi : a. Menguasai secara fisik kurang sepuluh tahun atau lebih secara berturut-turut, b. Masih mengadakan pemungutan hasil bumi diwilayah tertentu dan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, c. Menjadi sumber utama kehidupan dan mata pencarian masyarakat, d. Terdapat kegiatan sosial dan ekonomi yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakat.

Pasal 5 menjelaskan bahwa masyarakat hukum adat atau masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu mengajukan permohonan kepada bupati/walikota atau gubernur dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri tersebut. Setelah

Page 36: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

24

menerima permohonan, pihak bupati/walikota/gubernur membentuk tim IP4T untuk menentukan keberadaan masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu serta tanahnya.

Atas dasar laporan hasil tim IP4T bupati/walikota/gubernur menetapkan hak komunal atas tanah masyarakat hukum adat atau masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu. Penetapan tersebut disampaikan dan didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat. Sertifikat hak atas tanah yang didaftarkan dapat diberikan kepada anggota masyarakat hukum adat atau masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu, pengurus koperasi atau unit bagian dari desa atau kepala adat/ketua/pimpinan kelompok lainnya.

Page 37: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

25

menerima permohonan, pihak bupati/walikota/gubernur membentuk tim IP4T untuk menentukan keberadaan masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu serta tanahnya.

Atas dasar laporan hasil tim IP4T bupati/walikota/gubernur menetapkan hak komunal atas tanah masyarakat hukum adat atau masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu. Penetapan tersebut disampaikan dan didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat. Sertifikat hak atas tanah yang didaftarkan dapat diberikan kepada anggota masyarakat hukum adat atau masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu, pengurus koperasi atau unit bagian dari desa atau kepala adat/ketua/pimpinan kelompok lainnya.

A. Pemetaan Masyarakat Hukum Adat di Indonesia

emetaan masyarakat hukum adat merupakan langkah untuk mengetahui penyebaran dan eksistensi masyarakat adat yang ada seluruh wilayah indonesia. Sebagaimana yang ditertuang

dalam UUD 1945 pasal 18 ayat 3 bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dansesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

Eksistensi masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Konsekuensi dari pengakuan terhadap masyarakat hukum adat adalah dengan memberikan hak-hak masyarakat hukum adat, termasuk pengakuan terhadap hak-hak ulayat masyarakat adat. Pemetaan merupakan langkah awal mengidentifikasi keberadaan dan usaha dalam melindungi hak-hak masyarakat hukum adat. Dengan data penyebaran dan eksistensi masyarakat adat dimasing-masing wilayah mempertegas bahwa negara harus mengambil kebijakan yang sejalan dengan amanah UUD 1945.

P

Page 38: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

26

Menurut Yohanes Ga’a pemetaan merupakan upaya untuk mendata kearifan komunitas yang berada di masing-masing daerah dan untuk bisa menunjukan kepada pemerintah di tingkatan lokal bahwa sesungguhnya kita bisa mengelola dan menjaga apa yang ada di komunitas.

Menurut philpus peta adalah salah satu jalan untuk meminimalisir konflik agraria yang terjadi yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat adat dan masyarakat adat dengan masyarakat adat. Sejak jaman penjajahan sampai zaman reformasi konflik agraria antara negara dan masyarakat adat masih sering terjadi. Konflik sesama komunitas adat akibat dari pemanfaatan wilayah tanah adat yang tidak memiliki kepasatian dan kejelesan. Saling klaim wilayah dapat berujung pada konflik horizontal.

Alisansi (2015: 9) menyatakan bahwa pemetaan masyarakat adat semesti harus melibatkan masyarakat itu sendiri. Dengan pelibatan masyarakat adat yang notabene merupakan masyarakat yang berada wilayah tersebut makan data yang diperoleh akan lebih akurat. Model pemetaan tersebut dinamankan sebagai Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat (PPWA). PPWA adalah proses pembuatan peta yang dilakukan oleh anggota masyarakat adat mengenai tempat/wilayah adat dimana mereka hidup (ruang hidup). Metode ini menempatkan masyarakat adat sebagai pelaku utama dalam setiap tahapan proses pembuatan peta, karena masyarakat adat yang hidup di tempat itulah yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayah adatnya. Jadi, hanya mereka yang bisa membuat peta secara lengkap dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, tata ruang wilayah, pandangan hidup serta harapan masa depan.

PPWA merupakan langkah dalam mendokumentasikan pengetahuan lokal dan hubungan masyarakat adat dengan wilayah baik dalam kontek hubungan politik, social, ekonomi, dan budaya. Dalam proses PPWA masyarakat adat akan terbentur dengan pola budaya tutur. Pola budaya tutur menjadi tantangan sebagai suatu sistem warisan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat adat di Nusantara. Pengetahuan masyarakat adat diwariskan oleh leluhur

Page 39: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

27

Menurut Yohanes Ga’a pemetaan merupakan upaya untuk mendata kearifan komunitas yang berada di masing-masing daerah dan untuk bisa menunjukan kepada pemerintah di tingkatan lokal bahwa sesungguhnya kita bisa mengelola dan menjaga apa yang ada di komunitas.

Menurut philpus peta adalah salah satu jalan untuk meminimalisir konflik agraria yang terjadi yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat adat dan masyarakat adat dengan masyarakat adat. Sejak jaman penjajahan sampai zaman reformasi konflik agraria antara negara dan masyarakat adat masih sering terjadi. Konflik sesama komunitas adat akibat dari pemanfaatan wilayah tanah adat yang tidak memiliki kepasatian dan kejelesan. Saling klaim wilayah dapat berujung pada konflik horizontal.

Alisansi (2015: 9) menyatakan bahwa pemetaan masyarakat adat semesti harus melibatkan masyarakat itu sendiri. Dengan pelibatan masyarakat adat yang notabene merupakan masyarakat yang berada wilayah tersebut makan data yang diperoleh akan lebih akurat. Model pemetaan tersebut dinamankan sebagai Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat (PPWA). PPWA adalah proses pembuatan peta yang dilakukan oleh anggota masyarakat adat mengenai tempat/wilayah adat dimana mereka hidup (ruang hidup). Metode ini menempatkan masyarakat adat sebagai pelaku utama dalam setiap tahapan proses pembuatan peta, karena masyarakat adat yang hidup di tempat itulah yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayah adatnya. Jadi, hanya mereka yang bisa membuat peta secara lengkap dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, tata ruang wilayah, pandangan hidup serta harapan masa depan.

PPWA merupakan langkah dalam mendokumentasikan pengetahuan lokal dan hubungan masyarakat adat dengan wilayah baik dalam kontek hubungan politik, social, ekonomi, dan budaya. Dalam proses PPWA masyarakat adat akan terbentur dengan pola budaya tutur. Pola budaya tutur menjadi tantangan sebagai suatu sistem warisan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat adat di Nusantara. Pengetahuan masyarakat adat diwariskan oleh leluhur

mereka melalui cerita-cerita, syair, tembang, pantun, ritual adat dan budaya tutur lainnya. Budaya mereka sebenarnya tertulis pada bentang alam, yang menunjukkan hubungan antara masyarakat adat dengan wilayah adatnya. Namun, orang luar tidak dapat atau sulit untuk memahami hanya dengan melihat bentangan alam yang ada di wilayah adat, sehingga kurang menghargai pengetahuan masyarakat adat atas wilayahnya. Diperlukan alat untuk mengkomunikasi pengetahuan masyarakat adat tersebut kepada pihak luar, salah satunya adalah peta.

Masyarakat adat sebenarnya telah memiliki peta asli atau sering disebut dengan peta mental (Mental Map), yaitu peta dari persepsi masyarakat adat yang dihasilkan dari consensus atau kesepakatan umum dalam tata cara kehidupan di antara sesamanya. Anggota masyarakat yang tinggal dan hidupnya tergantung pada wilayah adat, sangat mengenal dengan baik bentuk-bentuk dan penggunaan lahan di wilayah adat mereka, seperti; hutan adat, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, laut, pola aliran sungai, tempat berburu, tempat pembalaan, tempat mencari ikan, perladangan, persawahan dan lainnya.

Dengan mengacu kepada obyektifitas, Masyarakat adat semestinya harus pemetaan wilayah adat mereka sendiri. Pada saat pemetaan, masyarakat adat harus menjadi aktor utama dalam setiap proses pemetaan, karena hanya mereka yang punya pengetahuan mendalam mengenai ruang hidupnya. Masyarakat adat yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayah adatnya, sehingga hanya mereka yang mampu membuat peta secara detail dan akurat mengenai sejarah, tataguna lahan, pandangan hidup atau harapan untuk masa depan. Sekali lagi, fasilitator hanya membantu secara teknis pembuatan peta dan melatih para pemuda/i adat (anggota masyarakat) untuk dapat menguasai alat dan metode pemetaan.

Membuat peta wilayah adat tidaklah sama dengan membuat peta untuk kepentingan pemerintah, kepentingan perusahaan ataupun kepentingan ilmiah. Diperlukan partisipasi penuh dan kerja sama seluruh lapisan masyarakat adat untuk dapat membuat peta yang

Page 40: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

28

secara tepat merefleksikan ruang hidup/wilayah adat yang dimiliki. Pemuda/i adat yang mempunyai kemampuan lebih untuk mempelajari ketrampilan baru, harus berperan aktif dalam pemetaan partisipatif wilayah adat ini. Selain itu, harus melibatkan perempuan adat dan para tetua adat yang mempunyai pengetahuan tentang sejarah dan wilayah adat secara mendalam. Pada intinya proses pemetaan harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat adat.

Proses pemetaan ini memiliki arti penting bagi keberlanjutan eksistensi masyarakat hukum adat. Tanpa ada akurasi data yang pasti mengenai wilayah masyarakat hukum, maka pengabaian hak-hak masyarakat adat mudah terjadi. Alisansi (2015: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa hal mengenai arti penting pemetaan tersebut adalah:

1. Membantu pemerintah dalam melakukan identifikasi komunitas adat beserta wilayahnya dalam rangka menuju pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat.

2. Salah satu syarat dalam peraturan perundangan agar masyarakat adat bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari Negara adalah adanya wilayah adat yang jelas. Keberadaan wilayah adat salah satu alat pendukng yang dapat dibuktikan adalah dengan peta wilayah adat yang disusun bersama oleh masyarakat adat secara partisipatif.

3. Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat adat mengenai pentingnya memahami wilayah adat serta memahami hak-hak mereka atas sumber daya alam (tanah, hutan, sungai, pesisir dan laut).

4. Menumbuhkan sifat gotong royong/partisipasi masyarakat adat baik dalam bentuk tenaga, waktu, pendanaan, maupun material lainnya.

5. Menumbuhkan semangat untuk menggali dan mentransfer pengetahuan lokal, sejarah asal-usul, sistem kelembagaan setempat, pranata hukum setempat, identifikasi sumber daya

Page 41: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

29

secara tepat merefleksikan ruang hidup/wilayah adat yang dimiliki. Pemuda/i adat yang mempunyai kemampuan lebih untuk mempelajari ketrampilan baru, harus berperan aktif dalam pemetaan partisipatif wilayah adat ini. Selain itu, harus melibatkan perempuan adat dan para tetua adat yang mempunyai pengetahuan tentang sejarah dan wilayah adat secara mendalam. Pada intinya proses pemetaan harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat adat.

Proses pemetaan ini memiliki arti penting bagi keberlanjutan eksistensi masyarakat hukum adat. Tanpa ada akurasi data yang pasti mengenai wilayah masyarakat hukum, maka pengabaian hak-hak masyarakat adat mudah terjadi. Alisansi (2015: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa hal mengenai arti penting pemetaan tersebut adalah:

1. Membantu pemerintah dalam melakukan identifikasi komunitas adat beserta wilayahnya dalam rangka menuju pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat.

2. Salah satu syarat dalam peraturan perundangan agar masyarakat adat bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari Negara adalah adanya wilayah adat yang jelas. Keberadaan wilayah adat salah satu alat pendukng yang dapat dibuktikan adalah dengan peta wilayah adat yang disusun bersama oleh masyarakat adat secara partisipatif.

3. Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat adat mengenai pentingnya memahami wilayah adat serta memahami hak-hak mereka atas sumber daya alam (tanah, hutan, sungai, pesisir dan laut).

4. Menumbuhkan sifat gotong royong/partisipasi masyarakat adat baik dalam bentuk tenaga, waktu, pendanaan, maupun material lainnya.

5. Menumbuhkan semangat untuk menggali dan mentransfer pengetahuan lokal, sejarah asal-usul, sistem kelembagaan setempat, pranata hukum setempat, identifikasi sumber daya

alam yang dimiliki, dan sebagainya kepada pemuda dan pemudi adat sebagai penerus adat agar terjadi regenerasi adat.

6. Menumbuhkan semangat untuk mempertahankan dan memperkuat kelembagaan adat beserta hukum adatnya, baik yang dulu sudah ada (direvitalisasi) maupun bentuk baru (direkontruksi) yang disesuaikan dengan konteks kekinian.

7. Memperjelas batas antar wilayah adat daratan dan pesisir pulau-pulau kecil untuk menghindari terjadinya konflik horizontal ataupun konflik vertikal karena adanya perubahan bentang alam dan alih fungsi kawasan.

8. Peta merupakan alat bukti dan dokumentasi ruang hidup masyarakat adat, baik tata kuasa, tata kelola dan tata produksinya yang bisa dijadikan acuan untuk melakukan perencanaan pembangunan, pemberdayaan ekonomi dan tata ruang.

9. Menegaskan kepemilikan/pengelolaan wilayah adat. Peta adalah alat dokumentasi sejarah dan budaya (sejarah, legenda, tempat keramat, tempat suci, wilayah kelola, dll). Dalam konteks ini peta berfungsi sebagai alat tawar masyarakat adat (bergaining position) dengan 12 pihak luar yang mudah dipahami untuk mendapatkan pengakuan dan perlidungan terhadap wilayah adat baik daratan juga pesisir dan pulau-pulau kecil.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Aliansi Masyarakat Adat (Aman) ada sekitar 7.4 juta hektar wilayah adat yang telah dipetakan secara partisipatif oleh komunitas-komunitas adat yang peroleh sampai dengan tahun 2015. Jumlah komunitas adat yang didata oleh AMAN berjumlah sekitar 2.304 komunitas adat. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan independen dengan visi untuk mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera bagi semua Masyarakat Adat di Indonesia.

Page 42: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

30

B. Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat di Indonesia

Hak-hak masyarakat adat merupakan hak yang melekat pada masyarakat adat. Hak tersebut merupakan bagian dari eksistensi masyarakat adat. Dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-hak masyarakat adat yang disahkan majelis umum PBB dalam sesi ke-61 di Markas PBB New York pada 13 September 2007 menyebutkan bahwa pada pasal 1 dijelaskan bahwa Masyarakat Adat mempunyai hak terhadap penikmatan penuh, untuk secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri, semua hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar yang diakui dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan hukum internasional tentang hak asasi manusia.

Pada pasal 2 dijelaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warganya bebas dan sederajat dengan semua kelompok-kelompok masyarakat dan warga-warga lainnya, dan mempunyai hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam menjalankan hak-hak mereka, khususnya yang didasarkan atas asal-usul atau identitas mereka.

Pada pasal 3 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut, mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengembangkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka.

Pasal 4 dijelaskan bahwa Masyarakat adat, dalam melaksanakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, memiliki hak otonomi atau pemerintahan sendiri dalam masalahmasalah yang berkaitan dengan urusan-urusan internal dan lokal mereka, sebagaimana cara-cara dan sarana-sarana untuk mendanai fungsi-fungsi otonomi mereka.

Pasal 5 dijelaskan Masyarakat Adat mempunyai hak untuk menjaga dan memperkuat ciri-ciri mereka yang berbeda di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan institusi-institusi budaya, seraya tetap mempertahankan hak mereka untuk berpartisipasi secara penuh, jika mereka menghendaki, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial

Page 43: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

31

B. Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat di Indonesia

Hak-hak masyarakat adat merupakan hak yang melekat pada masyarakat adat. Hak tersebut merupakan bagian dari eksistensi masyarakat adat. Dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-hak masyarakat adat yang disahkan majelis umum PBB dalam sesi ke-61 di Markas PBB New York pada 13 September 2007 menyebutkan bahwa pada pasal 1 dijelaskan bahwa Masyarakat Adat mempunyai hak terhadap penikmatan penuh, untuk secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri, semua hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar yang diakui dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan hukum internasional tentang hak asasi manusia.

Pada pasal 2 dijelaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warganya bebas dan sederajat dengan semua kelompok-kelompok masyarakat dan warga-warga lainnya, dan mempunyai hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam menjalankan hak-hak mereka, khususnya yang didasarkan atas asal-usul atau identitas mereka.

Pada pasal 3 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut, mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengembangkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka.

Pasal 4 dijelaskan bahwa Masyarakat adat, dalam melaksanakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, memiliki hak otonomi atau pemerintahan sendiri dalam masalahmasalah yang berkaitan dengan urusan-urusan internal dan lokal mereka, sebagaimana cara-cara dan sarana-sarana untuk mendanai fungsi-fungsi otonomi mereka.

Pasal 5 dijelaskan Masyarakat Adat mempunyai hak untuk menjaga dan memperkuat ciri-ciri mereka yang berbeda di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan institusi-institusi budaya, seraya tetap mempertahankan hak mereka untuk berpartisipasi secara penuh, jika mereka menghendaki, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial

dan budaya Negara. Pada Pasal 6 Setiap warga masyarakat adat mempunyai hak atas suatu kebangsaan.

Pasal 7 ayat (1) dijelaskan Warga-warga masyarakat adat memiliki hak utuh atas kehidupan, keutuhan fisik dan mental, kemerdekaan dan keamanan sebagai seseorang. Pada ayat (2) dijelaskan Masyarakat adat memiliki hak kolektif untuk hidup bebas, damai dan aman sebagai kelompok masyarakat yang berbeda dan tidak boleh menjadi target dari tindakan genosida apapun atau tindakantindakan pelanggaran lainnya, termasuk pemindahan anak-anak secara paksa dari sebuah kelompok ke kelompok lainnya.

Pasal 8 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warganya memiliki hak untuk tidak menjadi target dari pemaksaan percampuran budaya atau pengrusakan budaya mereka. pada ayat (2) dijelaskan bahwa Negara akan menyediakan mekanisme yang efektif untuk mencegah, dan mengganti kerugian atas :

Setiap tindakan yang mempunyai tujuan atau berakibat pada hilangnya keutuhan mereka sebagai kelompok masyarakat yang berbeda, atau dari nilai-nilai kultural atau identitas etnik mereka.

Setiap tindakan yang mempunyai tujuan atau berakibat pada tercerabutnya mereka dari tanah, wilayah atau sumber daya mereka.

Setiap bentuk pemindahan penduduk yang mempunyai tujuan atau berakibat melanggar atau mengurangi hak apa pun kepunyaan mereka.

Setiap bentuk pemaksaan pencampuran budaya atau penggabungan dengan budaya lain.

Setiap bentuk propaganda yang mendukung atau menghasut diskriminasi rasial atau diskriminasi etnis yang ditujukan langsung untuk terhadap mereka.

Page 44: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

32

Pasal 9 dijelaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warga adat mempunyai hak untuk menjadi bagian dari suatu komunitas atau bangsa, sesuai dengan tradisi-tradisi dan kebiasaankebiasaan dari komunitas atau bangsa tersebut. Tidak ada diskriminasi apa pun yang boleh timbul akibat dari penikmatan hak tersebut.

Pasal 10 dijelaskan bahwa Masyarakat adat tidak boleh dipindahkan secara paksa dari tanah atau wilayah mereka. Tidak boleh ada relokasi yang terjadi tanpa persetujuan bebas dan sadar, tanpa paksaan dari masyarakat adat yang bersangkutan, dan hanya boleh setelah ada kesepakatan perihal ganti kerugian yang adil dan memuaskan, dan jika memungkinkan, dengan pilihan untuk kembali lagi.

Pasal 11 ayat (1) dijelaskan Masyarakat adat mempunyai hak untuk mempraktikkan dan memperbarui tradisi-tradisi dan adat budaya mereka. Hal ini meliputi hak untuk mempertahankan, melindungi dan mengembangkan wujud kebudayaan mereka di masa lalu, sekarang dan yang akan datang, seperti situs-situs arkeologi dan sejarah, artefak, disain, upacara-uparaca, teknologi, seni visual dan seni pertunjukan dan kesusasteraan. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan melakukan pemulihan melalui mekanisme yang efektif termasuk restitusi, yang dibangun dalam hubungannya dengan masyarakat adat, dengan rasa hormat pada kekayaan budaya, intelektual, religi dan spiritual mereka, yang telah diambil tanpa persetujuan bebas dan sadar dari mereka, atau yang melanggar hukum-hukum, tradisi dan adat mereka.

Pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk mewujudkan, mempraktikkan, mengembangkan dan mengajarkan tradisi, kebiasaan dan upacara spiritual dan religi mereka; hak untuk mempertahankan, melindungi, dan mempunyai akses dengan keleluasaan pribadi terhadap situs-situs religi dan kultural mereka; hak akan penggunaan dan kontrol terhadap objek-objek seremonial mereka; dan hak akan repatriasi jasad manusia mereka. pada ayat (2) dijelaskan Negara-negara akan mencari akses yang memungkinkan dan/atau mengembalikan objek-objek upacara dan tempat-tempat pemakaman kepada mereka melalui

Page 45: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

33

Pasal 9 dijelaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warga adat mempunyai hak untuk menjadi bagian dari suatu komunitas atau bangsa, sesuai dengan tradisi-tradisi dan kebiasaankebiasaan dari komunitas atau bangsa tersebut. Tidak ada diskriminasi apa pun yang boleh timbul akibat dari penikmatan hak tersebut.

Pasal 10 dijelaskan bahwa Masyarakat adat tidak boleh dipindahkan secara paksa dari tanah atau wilayah mereka. Tidak boleh ada relokasi yang terjadi tanpa persetujuan bebas dan sadar, tanpa paksaan dari masyarakat adat yang bersangkutan, dan hanya boleh setelah ada kesepakatan perihal ganti kerugian yang adil dan memuaskan, dan jika memungkinkan, dengan pilihan untuk kembali lagi.

Pasal 11 ayat (1) dijelaskan Masyarakat adat mempunyai hak untuk mempraktikkan dan memperbarui tradisi-tradisi dan adat budaya mereka. Hal ini meliputi hak untuk mempertahankan, melindungi dan mengembangkan wujud kebudayaan mereka di masa lalu, sekarang dan yang akan datang, seperti situs-situs arkeologi dan sejarah, artefak, disain, upacara-uparaca, teknologi, seni visual dan seni pertunjukan dan kesusasteraan. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan melakukan pemulihan melalui mekanisme yang efektif termasuk restitusi, yang dibangun dalam hubungannya dengan masyarakat adat, dengan rasa hormat pada kekayaan budaya, intelektual, religi dan spiritual mereka, yang telah diambil tanpa persetujuan bebas dan sadar dari mereka, atau yang melanggar hukum-hukum, tradisi dan adat mereka.

Pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk mewujudkan, mempraktikkan, mengembangkan dan mengajarkan tradisi, kebiasaan dan upacara spiritual dan religi mereka; hak untuk mempertahankan, melindungi, dan mempunyai akses dengan keleluasaan pribadi terhadap situs-situs religi dan kultural mereka; hak akan penggunaan dan kontrol terhadap objek-objek seremonial mereka; dan hak akan repatriasi jasad manusia mereka. pada ayat (2) dijelaskan Negara-negara akan mencari akses yang memungkinkan dan/atau mengembalikan objek-objek upacara dan tempat-tempat pemakaman kepada mereka melalui

mekanisme yang transparan dan efektif, yang dibangun dalam hubungannya dengan apa yang menjadi perhatian masyarakat adat yang bersangkutan.

Pasal 13 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk memperbaharui, menggunakan, mengembangkan dan mewariskan kepada generasi-genarasi yang akan datang sejarah, bahasa, tradisi lisan, filsafat, sistem tulisan dan kesusasteraan, dan untuk menandakan dan menggunakan nama mereka sendiri untuk komunitaskomunitas, tempat-tempat dan orang-orang. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan mengambil upaya-upaya efektif untuk memastikan bahwa hak ini terlindungi dan juga untuk memastikan bahwa mereka dapat mengerti dan dimengerti dalam proses politik, hukum dan administratif, di mana diperlukan melalui ketentuan penafsiran atau cara lain yang sesuai.

Pasal 14 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk membentuk dan mengontrol system pendidikan mereka dan institusi-institusi yang menyediakan pendidikan dalam bahasa mereka sendiri, dalam suatu cara yang cocok dengan budaya mereka tentang pengajaran dan pembelajaran. Dalam ayat 2 dijelaskan bahwa Warga-warga masyarakat adat termasuk anak-anak memiliki hak atas pendidikan yang diselenggarakan oleh Negara dalam semua tingkatan dan bentuk, tanpa diskriminasi. Dalam ayat (3) dijelaskan bahwa. Negara- negara, bersama dengan masyarakat adat akan mengambil langkah-langkah yang efektif, agar warga-warga adat terutama anak-anak, termasuk warga-warga yang tinggal di luar komunitas mereka, untuk memiliki akses, jika mungkin, atas pendidikan dalam budaya mereka sendiri dan disediakan dalam bahasa mereka sendiri.

Pasal 15 ayat (1) dijelaskan bahwa masyarakat adat mempunyai hak atas martabat dan keragaman budaya, tradisi, sejarah, dan aspirasiaspirasi mereka yang secara jelas tercermin dalam semua bentuk pendidikan dan informasi publik. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif, dalam konsultasi dengan masyarakat adat yang bersangkutan, untuk melawan prasangka dan menghapus

Page 46: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

34

diskriminasi dan untuk memajukan toleransi, saling pengertian dan hubungan yang baik antara masyarakat adat dengan semua unsur masyarakat yang lain.

Pasal 16 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk membentuk media mereka sendiri dalam bahasa bahasa mereka sendiri, dan memiliki akses terhadap semua bentuk media umum tanpa diskriminasi. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan mengambil tindakan-tindakan yang efektif untuk memastikan bahwa media yang dimiliki oleh negara sepatutnya mencerminkan keragaman budaya masyarakat adat. Negara, tanpa prasangka memastikan kebebasan penuh atas ekspresi, dan mendorong media yang dimiliki perseorangan untuk mencerminkan secara cukup keanekaragaman budaya masyarakat adat.

Pasal 17 dijelaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warga masyarakat adat memiliki hak untuk menikmati secara penuh semua hak yang ditetapkan di dalam hukum perburuhan internasional dan perundang-undangan perburuhan nasional. Ayat (2) dijelaskan Negara-negara, dalam konsultasi dan kerja sama dengan masyarakat adat, akan mengambil upayaupaya khusus untuk melindungi anak-anak masyarakat adat dari eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan yang melecehkan atau mengganggu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan anak secara fisik, mental, spiritual, moral atau perkembangan sosial, dengan mengingat akan kerentanan mereka dan pentingnya pendidikan untuk lebih menguatkan mereka. Ayat (3) dijelaskan bahwa Warga-warga masyarakat adat mempunyai hak untuk tidak diperlakukan dalam kondisi-kondisi yang diskriminatif dalam bidang perburuhan, termasuk di dalamnya pekerjaan atau pengupahan.

Pasal 18 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan berkenaan dengan hal-hal yang akan membawa dampak pada hak-hak mereka, melalui perwakilan-perwakilan yang mereka pilih sesuai dengan prosedur mereka sendiri, dan juga untuk mempertahankan dan

Page 47: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

35

diskriminasi dan untuk memajukan toleransi, saling pengertian dan hubungan yang baik antara masyarakat adat dengan semua unsur masyarakat yang lain.

Pasal 16 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk membentuk media mereka sendiri dalam bahasa bahasa mereka sendiri, dan memiliki akses terhadap semua bentuk media umum tanpa diskriminasi. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan mengambil tindakan-tindakan yang efektif untuk memastikan bahwa media yang dimiliki oleh negara sepatutnya mencerminkan keragaman budaya masyarakat adat. Negara, tanpa prasangka memastikan kebebasan penuh atas ekspresi, dan mendorong media yang dimiliki perseorangan untuk mencerminkan secara cukup keanekaragaman budaya masyarakat adat.

Pasal 17 dijelaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warga masyarakat adat memiliki hak untuk menikmati secara penuh semua hak yang ditetapkan di dalam hukum perburuhan internasional dan perundang-undangan perburuhan nasional. Ayat (2) dijelaskan Negara-negara, dalam konsultasi dan kerja sama dengan masyarakat adat, akan mengambil upayaupaya khusus untuk melindungi anak-anak masyarakat adat dari eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan yang melecehkan atau mengganggu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan anak secara fisik, mental, spiritual, moral atau perkembangan sosial, dengan mengingat akan kerentanan mereka dan pentingnya pendidikan untuk lebih menguatkan mereka. Ayat (3) dijelaskan bahwa Warga-warga masyarakat adat mempunyai hak untuk tidak diperlakukan dalam kondisi-kondisi yang diskriminatif dalam bidang perburuhan, termasuk di dalamnya pekerjaan atau pengupahan.

Pasal 18 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan berkenaan dengan hal-hal yang akan membawa dampak pada hak-hak mereka, melalui perwakilan-perwakilan yang mereka pilih sesuai dengan prosedur mereka sendiri, dan juga untuk mempertahankan dan

mengembangkan pranata pembuatan keputusan yang mereka miliki secara tradisional.

Pasal 19 dijelaskan bahwa Negara-negara akan mengkonsultasikan dan bekerjasama secara tulus dengan masyarakat adat melalui institusi-institusi perwakilan mereka sendiri agar mereka bisa secara bebas menentukan persetujuan mereka sebelum menerima dan melaksanakan undang-undang atau tindakan administratif yang mungkin mempengaruhi mereka.

Pasal 20 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk memelihara dan mengembangkan sistem-sistem atau institusi-institusi politik, ekonomi dan sosial mereka, supaya menjamin penikmatan atas penghidupan yang berkecukupan untuk mereka sendiri dan atas pembangunan, serta untuk secara bebas menggunakan semua tradisi dan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya. Ayat (2) dijelaskan bahwa Pencerabutan atas penghidupan dan pembangunan masyarakat adat harus mendapatkan ganti rugi yang layak dan adil.

Pasal 21 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak, tanpa diskriminasi untuk perbaikan kondisi-kondisi ekonomi dan sosial mereka, termasuk juga diantaranya di bidang pendidikan, pekerjaan, pelatihan-pelatihan pendidikan kejuruan, perumahan, kebersihan, kesehatan dan keamanan social. Ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan mengambil upaya-upaya yang efektif, dan jika perlu mengambil langkah-langkah khusus untuk memastikan kemajuan yang berkelanjutan atas kondisi-kondisi ekonomi dan social mereka. Perhatian utama akan diberikan pada hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan khusus dari para manula, perempuan, kaum muda, anak-anak dan orang-orang cacat.

Pasal 23 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas-prioritas dan strategistrategi untuk melaksanakan hak-hak mereka atas pembangunan. Terutama, masyarakat adat memiliki hak untuk terlibat secara aktif dalam pengembangan dan menentukan program-program kesehatan, perumahan dan program-program

Page 48: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

36

ekonomi dan kemasyarakatan yang mempengaruhi mereka, dan sejauh mungkin mengelola program-program tersebut melalui lembaga-lembaga mereka sendiri.

Pasal 24 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak atas pengobatan tradisional mereka dan untuk memelihara praktekpraktek pengobatan mereka termasuk perlindungan terhadap tanaman-tanaman obat mereka yang penting, binatang, dan mineral. Warga-warga masyarakat adat juga memiliki hak tanpa diskriminasi atas akses pada semua pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan. Ayat (2) bahwa Warga-warga masyarakat adat memiliki hak yang sama atas penikmatan terhadap standar tertinggi yang dapat dicapai terhadap kesehatan fisik dan mental. Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara progresif mencapai realisasi yang penuh atas hak ini.

Pasal 25 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk memelihara dan memperkuat hubungan spiritual yang khas dengan tanah, wilayah, air dan pesisir pantai dan sumber daya yang lainnya, yang digunakan atau dikuasai secara tradisional, dan untuk menjunjung tinggi tanggung jawab mereka terhadap generasi-generasi mendatang.

Pasal 26 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak atas tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya- sumber daya yang mereka miliki atau duduki secara tradisional atau sebaliknya tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya-sumber daya yang telah digunakan atau yang telah didapatkan. Pada ayat (2) Masyarakat adat memiliki hak untuk memiliki, menggunakan, mengembangkan dan mengontrol tanah-tanah, wilayah- wilayah dan sumber daya sumber daya yang mereka miliki atas dasar kepemilikan tradisional atau penempatan dan pemanfaatan secara tradisional lainnya, juga tanahtanah, wilayah- wilayah dan sumber daya-sumber daya yang dimiliki dengan cara lain. Ayat (3) dijelaskan bahwa Negara-negara akan memberikan pengakuan hukum dan pelindungan atas tanah-tanah, wilayahwilayah dan sumber daya-sumber daya tersebut. Pengakuan itu harus dilakukan sejalan

Page 49: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

37

ekonomi dan kemasyarakatan yang mempengaruhi mereka, dan sejauh mungkin mengelola program-program tersebut melalui lembaga-lembaga mereka sendiri.

Pasal 24 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak atas pengobatan tradisional mereka dan untuk memelihara praktekpraktek pengobatan mereka termasuk perlindungan terhadap tanaman-tanaman obat mereka yang penting, binatang, dan mineral. Warga-warga masyarakat adat juga memiliki hak tanpa diskriminasi atas akses pada semua pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan. Ayat (2) bahwa Warga-warga masyarakat adat memiliki hak yang sama atas penikmatan terhadap standar tertinggi yang dapat dicapai terhadap kesehatan fisik dan mental. Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara progresif mencapai realisasi yang penuh atas hak ini.

Pasal 25 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk memelihara dan memperkuat hubungan spiritual yang khas dengan tanah, wilayah, air dan pesisir pantai dan sumber daya yang lainnya, yang digunakan atau dikuasai secara tradisional, dan untuk menjunjung tinggi tanggung jawab mereka terhadap generasi-generasi mendatang.

Pasal 26 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak atas tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya- sumber daya yang mereka miliki atau duduki secara tradisional atau sebaliknya tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya-sumber daya yang telah digunakan atau yang telah didapatkan. Pada ayat (2) Masyarakat adat memiliki hak untuk memiliki, menggunakan, mengembangkan dan mengontrol tanah-tanah, wilayah- wilayah dan sumber daya sumber daya yang mereka miliki atas dasar kepemilikan tradisional atau penempatan dan pemanfaatan secara tradisional lainnya, juga tanahtanah, wilayah- wilayah dan sumber daya-sumber daya yang dimiliki dengan cara lain. Ayat (3) dijelaskan bahwa Negara-negara akan memberikan pengakuan hukum dan pelindungan atas tanah-tanah, wilayahwilayah dan sumber daya-sumber daya tersebut. Pengakuan itu harus dilakukan sejalan

dengan penghormatan atas kebiasaan-kebiasaan, tradisitradisi dan sistem penguasaan tanah pada masyarakat adat yang bersangkutan.

Pasal 27 dijelaskan bahwa Negara-negara akan membentuk dan mengimplementasikan, dalam hubungannya dengan masyarakat adat yang bersangkutan, sebuah proses yang adil, independen, tidak memihak, terbuka dan transparan, dalam memberikan pengakuan yang benar atas hukum-hukum masyarakat adat, tradisitradisi, kebiasaan-kebiasaan dan sistem-sistem penguasaan tanah, untuk mengakui dan memutuskan hak-hak masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumber daya mereka yang lainnya, termasuk yang dimiliki secara tradisional atau sebaliknya dikuasai atau digunakan. Masyarakat adat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses-proses ini.

Pasal 28 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian, dengan cara-cara termasuk restitusi atau, jika ini tidak memungkinkan, kompensasi yang layak dan adil, atas tanah, wilayah dan sumber daya yang mereka miliki secara tradisional atau sebaliknya tanah, wilayah dan sumber daya yang dikuasai atau digunakan, dan yang telah disita, diambil alih, dikuasai, digunakan atau dirusak tanpa persetujuan bebas tanpa paksaan dari mereka terlebih dahulu. Ayat (2) dijelaskan bahwa Kecuali melalui persetujuan yang dilakukan secara bebas oleh kelompok masyarakat yang bersangkutan, kompensasi atas tanah, wilayah dan sumber daya akan dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap kualitas, ukuran dan status hukum atau berdasarkan kompensasi moneter atau ganti rugi yang layak lainnya.

Pasal 29 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak atas pemulihan dan perlindungan lingkungan hidup dan kapasitas produktif tanah, wilayah dan sumber daya- sumber daya alam mereka. Negara-negara akan membentuk dan menjalankan program- program bantuan untuk masyarakat adat seperti konservasi dan perlindungan, tanpa diskriminasi. Ayat (2) Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk memastikan bahwa tidak ada penyimpangan atau pembuangan bahan-bahan berbahaya di atas tanah-tanah dan wilayah-wilayah

Page 50: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

38

masyarakat adat tanpa persetujuan bebas dan sadar tanpa paksaan dari mereka. 3. Negara-negara juga akan mengambil langkahlangkah efektif untuk memastikan, manakala diperlukan, bahwa program-program pemantauan, mempertahankan dan pemulihan kesehatan masyarakat adat, sebagaimana telah dikembangkan dan dilaksanakan oleh masyarakat adat yang terkena dampak dari bahan-bahan seperti itu, benar- benar dilaksanakan.

Pasal 30 ayat (1) dijelaskan bahwa. Aktivitas-aktivitas militer tidak boleh dilakukan di tanah atau wilayah masyarakat adat, kecuali dibenarkan oleh sebuah keadaan yang mengancam kepentingan umum atau dapat juga dilakukan berdasarkan persetujuan secara bebas dengan atau karena diminta oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan melakukan konsultasi-konsultasi yang efektif dengan masyarakat adat, mengenai prosedur-prosedur yang cocok terutama dengan lembaga-lembaga perwakilan mereka, sebelum menggunakan tanah-tanah atau wilayah mereka untuk aktivitas- aktivitas militer.

Pasal 31 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk menjaga, mengontrol, melindungi dan mengembangkan warisan budaya mereka, pengetahuan tradisional dan ekspresi-ekspresi budaya tradisional, seperti juga manifestasi ilmu pengetahuan mereka, teknologiteknologi dan budaya-budaya, termasuk sumber daya manusia dan sumber daya genetic lainnya, benihbenih, obat-obatan, permainan-permainan tradisional dan seni pentas. Mereka juga memiliki hak untuk menjaga, mengontrol, melindungi dan mengembangkan kekayaan intelektual, warisan budaya, pengetahuan tradisional, dan ekspresiekspresi budaya mereka. Ayat (2) Bersama dengan masyarakat adat, negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mengakui dan melindungi pelaksanaan hak-hak tersebut.

Pasal 32 ayat (1) dijelaskan bahwa. Masyarakat adat memiliki hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas-prioritas dan strategistrategi untuk pembangunan atau penggunaan tanahtanah atau wilayah mereka dan sumber daya lainnya. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan berunding dan bekerjasama

Page 51: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

39

masyarakat adat tanpa persetujuan bebas dan sadar tanpa paksaan dari mereka. 3. Negara-negara juga akan mengambil langkahlangkah efektif untuk memastikan, manakala diperlukan, bahwa program-program pemantauan, mempertahankan dan pemulihan kesehatan masyarakat adat, sebagaimana telah dikembangkan dan dilaksanakan oleh masyarakat adat yang terkena dampak dari bahan-bahan seperti itu, benar- benar dilaksanakan.

Pasal 30 ayat (1) dijelaskan bahwa. Aktivitas-aktivitas militer tidak boleh dilakukan di tanah atau wilayah masyarakat adat, kecuali dibenarkan oleh sebuah keadaan yang mengancam kepentingan umum atau dapat juga dilakukan berdasarkan persetujuan secara bebas dengan atau karena diminta oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan melakukan konsultasi-konsultasi yang efektif dengan masyarakat adat, mengenai prosedur-prosedur yang cocok terutama dengan lembaga-lembaga perwakilan mereka, sebelum menggunakan tanah-tanah atau wilayah mereka untuk aktivitas- aktivitas militer.

Pasal 31 ayat (1) dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk menjaga, mengontrol, melindungi dan mengembangkan warisan budaya mereka, pengetahuan tradisional dan ekspresi-ekspresi budaya tradisional, seperti juga manifestasi ilmu pengetahuan mereka, teknologiteknologi dan budaya-budaya, termasuk sumber daya manusia dan sumber daya genetic lainnya, benihbenih, obat-obatan, permainan-permainan tradisional dan seni pentas. Mereka juga memiliki hak untuk menjaga, mengontrol, melindungi dan mengembangkan kekayaan intelektual, warisan budaya, pengetahuan tradisional, dan ekspresiekspresi budaya mereka. Ayat (2) Bersama dengan masyarakat adat, negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mengakui dan melindungi pelaksanaan hak-hak tersebut.

Pasal 32 ayat (1) dijelaskan bahwa. Masyarakat adat memiliki hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas-prioritas dan strategistrategi untuk pembangunan atau penggunaan tanahtanah atau wilayah mereka dan sumber daya lainnya. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara akan berunding dan bekerjasama

dalam cara-cara yang tulus dengan masyarakat adat melalui institusi-institusi perwakilan mereka sendiri supaya mereka dapat mencapai persetujuan yang bebas tanpa paksaan sebelum menyetujui proyek apapun yang berpengaruh atas tanah-tanah atau wilayah mereka dan sumber daya yang lainnya, terutama yang berhubungan dengan pembangunan, pemanfaatan atau eksploitasi atas mineral, air, dan sumber daya mereka yang lainnya. Pada ayat (3) dijelaskan bahwa Negara-negara akan menyediakan mekanisme yang efektif untuk ganti rugi yang adil dan pantas untuk aktifitas apapun, dan langkah-langkah yang tepat akan diambil untuk mengurangi pengaruh.

Pasal 33 ayat (1) dijelaskan bahwa. Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan identitas mereka sendiri atau keanggotaan menurut kebiasaan-kebiasaan dan tradisi mereka. Ini tidak akan menghambat hak-hak wargawarga dari masyarakat adat untuk memperoleh kewarganegaraan Negara di mana mereka hidup. Ayat (2) dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan susunan, dan untuk pemilih keanggotaan dari, kelembagaan-kelembagaan mereka sesuai dengan prosedur mereka sendiri.

Pasal 34 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk memajukan, membangun dan mempertahankan stuktur-struktur kelembagaan mereka dan kebiasaan- kebiasaan mereka yang khas, spiritualitas, tradisi-tradisi, prosedur dan praktik-praktik dimana mereka berada, system-sistem peradilan atau kebiasaan-kebiasaan, sesuai dengan standar- standar hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Pasal 35 dijelaskan bahwa Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan tanggung jawab tiap individu terhadap komunitaskomunitas mereka.

Pasal 36 ayat (1) dijelaskan bahwa. Masyarakat adat, khususnya yang terbagi oleh batas-batas internasional, mempunyai hak untuk mempertahankan dan membangun kontak, hubungan, dan kerja sama, termasuk kegiatan-kegiatan untuk tujuan-tujuan spiritual, kultural, politik, ekonomi dan sosial, dengan anggota-anggotanya sendiri sebagaimana juga dengan kelompok-kelompok masyarakat

Page 52: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

40

lain di sepanjang perbatasan. Ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara, dalam konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat adat akan mengambil langkahlangkah yang efektif untuk memfasilitasi pememnuhan dan memastikan pelaksanaan hak ini.

Pasal 37 ayat (1) dijelaskan bahwa. Masyarakat adat memiliki hak atas diakuinya, dipatuhinya dan ditegakkannya tratktat-traktat, persetujuan-persetujuan dan penetapan- penetapan lain yang konstruktif yang dibuat dengan Negara-Negara atau yang menggantikannya, dan supaya Negara-Negara menghormati dan mentaati traktattraktat, persetujuan-persetujuan dan penetapanpenetapan lain yang konstruktif tersebut. Ayat (2) dijelaskan bahwa Tak satupun dalam Deklarasi ini yang dapat diterjemahkan sebagai mengurangi atau menghapuskan hak-hak masyarakat adat yang terdapat dalam perjanjian- perjanjian, persetujuanpersetujuan dan perjanjian-perjanjian yang konstruktif lainnya .

Pasal 38 dijelaskan bahwa Negara-negara dalam konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat adat, akan mengambil langkahlangkah yang tepat, termasuk pengakuan hukum, untuk mencapai tujuan akhir dari Deklarasi ini. Pasal 39 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk memiliki akses terhadap bantuan keuangan dan bantuan teknis dari Negara dan melalui kerja sama internasional, untuk dapat menikmati hak-hak yang diakui dalam Deklarasi ini.

Pasal 40 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak atas akses ke, dan untuk memperoleh keputusan secara cepat melalui prosedur-prosedur yang adil dan disetujui secara bersama bagi, penyelesaian konflik dan sengketa dengan Negara dan pihak-pihak yang lain, dan juga bagi pemulihan yang efektif untuk semua pelanggaran hak-hak individual dan kolektif mereka. Keputusan seperti itu harus mempertimbangkan adat, tradisi, peraturan- peraturan dan sistem hukum dari masyarakat adat yang bersangkutan dan hak asasi manusia internasional.

Page 53: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

41

lain di sepanjang perbatasan. Ayat (2) dijelaskan bahwa Negara-negara, dalam konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat adat akan mengambil langkahlangkah yang efektif untuk memfasilitasi pememnuhan dan memastikan pelaksanaan hak ini.

Pasal 37 ayat (1) dijelaskan bahwa. Masyarakat adat memiliki hak atas diakuinya, dipatuhinya dan ditegakkannya tratktat-traktat, persetujuan-persetujuan dan penetapan- penetapan lain yang konstruktif yang dibuat dengan Negara-Negara atau yang menggantikannya, dan supaya Negara-Negara menghormati dan mentaati traktattraktat, persetujuan-persetujuan dan penetapanpenetapan lain yang konstruktif tersebut. Ayat (2) dijelaskan bahwa Tak satupun dalam Deklarasi ini yang dapat diterjemahkan sebagai mengurangi atau menghapuskan hak-hak masyarakat adat yang terdapat dalam perjanjian- perjanjian, persetujuanpersetujuan dan perjanjian-perjanjian yang konstruktif lainnya .

Pasal 38 dijelaskan bahwa Negara-negara dalam konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat adat, akan mengambil langkahlangkah yang tepat, termasuk pengakuan hukum, untuk mencapai tujuan akhir dari Deklarasi ini. Pasal 39 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak untuk memiliki akses terhadap bantuan keuangan dan bantuan teknis dari Negara dan melalui kerja sama internasional, untuk dapat menikmati hak-hak yang diakui dalam Deklarasi ini.

Pasal 40 dijelaskan bahwa Masyarakat adat memiliki hak atas akses ke, dan untuk memperoleh keputusan secara cepat melalui prosedur-prosedur yang adil dan disetujui secara bersama bagi, penyelesaian konflik dan sengketa dengan Negara dan pihak-pihak yang lain, dan juga bagi pemulihan yang efektif untuk semua pelanggaran hak-hak individual dan kolektif mereka. Keputusan seperti itu harus mempertimbangkan adat, tradisi, peraturan- peraturan dan sistem hukum dari masyarakat adat yang bersangkutan dan hak asasi manusia internasional.

C. Konsep Perlindungan Hak Penguasaan Hutan Adat Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Penguasaan hak atas tanah oleh masyarakat adat merupakan bagian dari hak asasi masyarakat adat. Hal ini diakui tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga secara internasional, seperti yang diatur di dalam pasal 17 ayat (1) The Universal Declaration of Human Rights yang berbunyi sebagai berikut: “Everyone has the right to own property alone as well as in association with others.”

Di dalam paparan pasal tersebut dikatakan bahwa semua orang berhak untuk memiliki harta benda baik secara sendiri maupun bersama pihak lain. Hal ini sangat penting dalam kaitannya dengan hak-hak masyarakat adat, karena hak memiliki secara bersama erat kaitannya dengan masyarakat adat yang memiliki ciri khas hak komunal. Ketentuan internasional ini di Indonesia kemudian diadopsi ke dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Perwujudan mengenai pengakuan hak masyarakat adat atas tanahnya merupakan bagian dari hak asasi manusia terdapat di dalam pasal 6 ayat (1) bahwa dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah. dalam ayat (2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

Ketentuan di dalam pasal 6 ini secara jelas telah menyebutkan mengenai hak ulayat, yang mengamanahkan agar hak ulayat yang menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat hukum adat harus dilindungi. Apabila menilik dari ketentuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keberadaan hak masyarakat hukum adat yang berkaitan dengan penguasaan atas tanah tidak hanya sekedar diakui, tetapi juga harus dilindungi, dan ini merupakan wujud tanggung jawab negara, dalam hal ini pemerintah, kepada warga negaranya. Perlindungan terhadap hak ulayat ini juga termasuk hak ulayat yang ada di wilayah hutan (Widowati dkk., 2014:41).

Page 54: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

42

Pengakuan mengenai keberadaan masyarakat adat dalam kaitannya dengan wilayah hutan baru jelas diatur melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebelum adanya undang-undang ini, konsep hak penguasaan atas tanah di bidang kehutanan masih memberlakukan domain verklaring. Asas domain verklaring memang sudah dihapuskan oleh UUPA, tetapi asas domain verklaring yang dicabut oleh UUPA sebagaimana tercantum pada angka 2 bagian “memutuskan” adalah sebagai berikut:

a. “Domeinverklaring” tersebut dalam pasal 1 “Agrarisch Besluit” (Staatsblad 1870 No. 118);

b. “Algemene Domeinverklaring” tersebut dalam Staatsblad 1875 No. 119A;

c. “Domeinverklaring untuk Sumatera” tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874 No. 94f;

d. “Domeinverklaring untuk keresidenan Menado” tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1877 No. 55;

e. “Domeinverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo” tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No. 58

Pengaturan mengenai kehutanan pada zaman kolonial menggunakan Boschordonnantie voor Java en Madoera 1927 atau Ordonansi tentang Kehutanan untuk Jawa dan Madura tahun 1927 yang berlaku untuk wilayah jawa dan Madura, sedangkan di luar kedua wilayah itu belum diatur ke dalam peraturan perundang-undangan. Ordonansi tentang Kehutanan untuk Jawa dan Madura tahun 1927 merupakan satu produk hukum yang berada setingkat dibawah UU, yang menetapkan bahwa hutan negara adalah: tanah yang termasuk tanah negara yang bebas dari hak-hak ulayat (beschikking recht, termasuk tanah-tanah milik desa), pihak ketiga dan ditumbuhi tumbuh-tumbuhan kayu-kayuan dan bambu yang timbul dari alam.

Page 55: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

43

Pengakuan mengenai keberadaan masyarakat adat dalam kaitannya dengan wilayah hutan baru jelas diatur melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebelum adanya undang-undang ini, konsep hak penguasaan atas tanah di bidang kehutanan masih memberlakukan domain verklaring. Asas domain verklaring memang sudah dihapuskan oleh UUPA, tetapi asas domain verklaring yang dicabut oleh UUPA sebagaimana tercantum pada angka 2 bagian “memutuskan” adalah sebagai berikut:

a. “Domeinverklaring” tersebut dalam pasal 1 “Agrarisch Besluit” (Staatsblad 1870 No. 118);

b. “Algemene Domeinverklaring” tersebut dalam Staatsblad 1875 No. 119A;

c. “Domeinverklaring untuk Sumatera” tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874 No. 94f;

d. “Domeinverklaring untuk keresidenan Menado” tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1877 No. 55;

e. “Domeinverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo” tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No. 58

Pengaturan mengenai kehutanan pada zaman kolonial menggunakan Boschordonnantie voor Java en Madoera 1927 atau Ordonansi tentang Kehutanan untuk Jawa dan Madura tahun 1927 yang berlaku untuk wilayah jawa dan Madura, sedangkan di luar kedua wilayah itu belum diatur ke dalam peraturan perundang-undangan. Ordonansi tentang Kehutanan untuk Jawa dan Madura tahun 1927 merupakan satu produk hukum yang berada setingkat dibawah UU, yang menetapkan bahwa hutan negara adalah: tanah yang termasuk tanah negara yang bebas dari hak-hak ulayat (beschikking recht, termasuk tanah-tanah milik desa), pihak ketiga dan ditumbuhi tumbuh-tumbuhan kayu-kayuan dan bambu yang timbul dari alam.

Kedudukan Boschordonnantie 1927 yang lebih rendah daripada Agrarische Wet 1870 dalam hirarki perundangan berakibat pada taatnya ordonnantie pada wet. Asas domein verklaring yang dianut oleh Agrarische Wet 1870 juga diikuti oleh Boschordonnantie 1927. Di dalam hukum terdapat asas lex specialis derogate legi generalis, yang artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum, sehingga meskipun keberadaan domein verklaring berasal dari Staatsblad 1870, tetapi ketika sudah diaplikasikan ke dalam aturan yang khusus, maka bentuknya menjadi spesifik. Artinya, apabila berkaitan dengan urusan khusus, seperti hutan, maka yang berlaku adalah aturan yang ada ketika itu mengenai hutan, yaitu Boschordonantie. Hal ini dapat diartikan meskipun Staatsblad 1870 sudah dicabut melalui UUPA tetapi karena UUPA tidak mencabut keberadaan Boschordonantie, maka peraturan yang ada di dalamnya masih berlaku, termasuk asas domein verklaring (Widowati dkk., 2014:43).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kehutanan tidak mencabut Boschordonantie. Di dalam pasal 21 undang-undang kehutanan ini berbunyi sebagai berikut: “Sambil menunggu keluarnya peraturan peraturan pelaksanaan daripada Undangundang ini, segala peraturan dan perundang-undangan di bidang Kehutanan yang telah ada sebelumnya, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa Undang- undang ini serta diberi tafsiran sesuai dengan itu.”

Di dalam paparan pasal tersebut, maka secara eksplisit dikatakan bahwa peraturan yang ada sebelumnya mengenai kehutanan masih berlaku, yang artinya ini juga berlaku untuk Boschordonantie. Memang di dalam pasal tersebut terdapat frasa sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa undang-undang ini, tetapi pada kenyataannya domein verklaring tetap berlaku, meskipun dengan konsep yang berbeda, karena pada zaman kolonial, negara sebagai dominum (pemilik tanah), sedangkan setelah adanya UUPA, negara memiliki hak menguasai. Dalam hal ini yang berbeda hanya konsep kewenangan dari negara, tetapi substansi dari domein verklaring dimana seseorang yang tidak dapat membuktikan kepemilikan

Page 56: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

44

tanahnya, maka tanah tersebut akan dimiliki negara, yang kemudian frasa dimiliki menjadi dikuasai.

Praktek ini dapat terlihat sejak pada zaman pemerintahan Orde Baru yang secara sengaja membiarkan tumbuh dan berkembangnya sektor kehutanan meskipun harus melanggar hak-hak masyarakat yang tanah-tanahnya ditetapkan secara sepihak sebagai kawasan hutan negara, termasuk melanggar peraturan perundangan yang sah masih berlaku seperti UUPA Pada zaman orde baru, UUPA dikesampingkan dalam praktek kehutanan, dengan alasan hal-hal yang berkaitan dengan hutan menggunakan undang-undang kehutanan. Padahal di dalam undangundang kehutanan, tidak ada satu pasal pun yang menetapkan bahwa UUPA tidak berlaku dalam kawasan hutan, dan kondisi semacam ini masih berlaku hingga zaman setelah reformasi. Hal inilah yang kemudian memicu banyak konflik di sektor kehutanan.

Boschordonantie baru dihapus oleh Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yang tertera di dalam pasal 83, yang berbunyi bahwa pada saat mulai berlakunya undang-undang ini maka dinyatakan tidak berlaku:

a. Boschordonnantie Java en Madoera 1927, Staatsblad Tahun 1927 Nomor 221, sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 168, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63.

b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan PokokKehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823).

Page 57: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

45

tanahnya, maka tanah tersebut akan dimiliki negara, yang kemudian frasa dimiliki menjadi dikuasai.

Praktek ini dapat terlihat sejak pada zaman pemerintahan Orde Baru yang secara sengaja membiarkan tumbuh dan berkembangnya sektor kehutanan meskipun harus melanggar hak-hak masyarakat yang tanah-tanahnya ditetapkan secara sepihak sebagai kawasan hutan negara, termasuk melanggar peraturan perundangan yang sah masih berlaku seperti UUPA Pada zaman orde baru, UUPA dikesampingkan dalam praktek kehutanan, dengan alasan hal-hal yang berkaitan dengan hutan menggunakan undang-undang kehutanan. Padahal di dalam undangundang kehutanan, tidak ada satu pasal pun yang menetapkan bahwa UUPA tidak berlaku dalam kawasan hutan, dan kondisi semacam ini masih berlaku hingga zaman setelah reformasi. Hal inilah yang kemudian memicu banyak konflik di sektor kehutanan.

Boschordonantie baru dihapus oleh Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yang tertera di dalam pasal 83, yang berbunyi bahwa pada saat mulai berlakunya undang-undang ini maka dinyatakan tidak berlaku:

a. Boschordonnantie Java en Madoera 1927, Staatsblad Tahun 1927 Nomor 221, sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 168, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63.

b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan PokokKehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823).

A. Kondisi Geografis Lampung Barat

abupaten Lampung Barat adalah salah satu kabupaten di provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Liwa. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1991 tanggal 16 Agustus 1991yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara. Kabupaten ini dominan dengan perbukitan dengan pantai di sepanjang pesisir barat Lampung.

Daerah pegunungan yang merupakan punggung Bukit Barisan, ditempati oleh vulkanik quarter dari beberapa formasi. Daerah ini berada pada ketinggian 50 - > 1000mdpl. Daerah ini dilalui oleh sesar Semangka, dengan lebar zona sebesar ±20Km. Pada beberapa tempat dijumpai beberapa aktivitas vulkanik dan pemunculan panas

bumi. Dengan luas wilayah lebih kurang 2.064 km2(61.5% merupakan kawasan hutan, terdiri dari 39231,27 hektar Hutan Lindung dan 87.725 hektar TNBBS). Wilyah lampung barat secara administratif meliputi 15 kecamatan, 131 pekon (desa) dan 5 kelurahan. Terdiri dari :

K

Page 58: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

46

Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah Pekon/Desa, Kecamatan dan Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat

No Kecamatan Luas wilayah

Km2

Jumlah Ibu kota

Pekon Kelurahan

1 Balik Bukit 175.63 10 2 Pasar Liwa

2 Sukau 223.10 10 - Buay Nyerupa

3 Belalau 217.93 10 - Kenali

4 Sekincau 118.26 4 1 Pampangan

5 Souh 170.77 7 - Sumber agung

6 Batu brak 261.55 11 - Pekon balak

7 Sumber jaya 195.38 5 1 Tugu sari

8 Way tenong 116.76 8 1 Mutaralam

9 Gedung surian 87.14 5 - Gedung surian

10 Kebu1n tebu 14.58 10 - Putra jaya

11 Air hitam 76.23 10 - Semarang jaya

12 Pagar dewa 110.19 10 - Basungan

13 Batu ketulis 103.70 10 - Bakhu

14 Bandar negeri suoh 170.85 10 - Sri mulyo

15 Lumbok seminung 22.40 11 - Lumbok

Jumlah 2.064.40 131 5

Dari seluruh kecamatan tersebut yang dijadikan wilayah penelitian adalah Kecamatan Belalau, Kecamatan Batu Ketulis, Kecamatan Balik Bukit, Kecamatan Sukau. Dan yang jadikan sebagai sampel adalah Kecamatan Belalau dan Kecamatan Batu Bekhak Kabupaten Lampung Barat, dengan pertimbangan dikedua kecamatan tersebut yang masih memiliki hutan adat, yang terdiri dari Pekon Bumi Agung, Pekon Turgak, Pekon Serungkuk, yang berada diKecamatan Belalau, dan Pekon Suka Raja yang berada Kecamatan batu bekhak. Keberadaan pekon-pekon yang dijadikan sampel dipenelitian tersebut terletak di lereng bukit Gunung Pesagi dan lereng Hutan Gugusan Bukit Barisan. Dari hasil penelitian berdasarkan dokumen yang ada di pekon-pekon/desa-desa yang dijadikan sampel tersebut, maisng-masing pekon/desa masih memiliki hutan adat yang berfungsi untuk pemanfaatan lahan pertanian/perkebunan bagi masyarakat hukum adat setempat yang

Page 59: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

47

Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah Pekon/Desa, Kecamatan dan Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat

No Kecamatan Luas wilayah

Km2

Jumlah Ibu kota

Pekon Kelurahan

1 Balik Bukit 175.63 10 2 Pasar Liwa

2 Sukau 223.10 10 - Buay Nyerupa

3 Belalau 217.93 10 - Kenali

4 Sekincau 118.26 4 1 Pampangan

5 Souh 170.77 7 - Sumber agung

6 Batu brak 261.55 11 - Pekon balak

7 Sumber jaya 195.38 5 1 Tugu sari

8 Way tenong 116.76 8 1 Mutaralam

9 Gedung surian 87.14 5 - Gedung surian

10 Kebu1n tebu 14.58 10 - Putra jaya

11 Air hitam 76.23 10 - Semarang jaya

12 Pagar dewa 110.19 10 - Basungan

13 Batu ketulis 103.70 10 - Bakhu

14 Bandar negeri suoh 170.85 10 - Sri mulyo

15 Lumbok seminung 22.40 11 - Lumbok

Jumlah 2.064.40 131 5

Dari seluruh kecamatan tersebut yang dijadikan wilayah penelitian adalah Kecamatan Belalau, Kecamatan Batu Ketulis, Kecamatan Balik Bukit, Kecamatan Sukau. Dan yang jadikan sebagai sampel adalah Kecamatan Belalau dan Kecamatan Batu Bekhak Kabupaten Lampung Barat, dengan pertimbangan dikedua kecamatan tersebut yang masih memiliki hutan adat, yang terdiri dari Pekon Bumi Agung, Pekon Turgak, Pekon Serungkuk, yang berada diKecamatan Belalau, dan Pekon Suka Raja yang berada Kecamatan batu bekhak. Keberadaan pekon-pekon yang dijadikan sampel dipenelitian tersebut terletak di lereng bukit Gunung Pesagi dan lereng Hutan Gugusan Bukit Barisan. Dari hasil penelitian berdasarkan dokumen yang ada di pekon-pekon/desa-desa yang dijadikan sampel tersebut, maisng-masing pekon/desa masih memiliki hutan adat yang berfungsi untuk pemanfaatan lahan pertanian/perkebunan bagi masyarakat hukum adat setempat yang

kepemilikannya masih mengikuti aturan adat secara turun-temurun/mewaris adat. Sedangkan dimasing-masing pekon tersebut juga masih memiliki hutan adat yang berfungsi dan pemanfaatannya khusus untuk tempat pengambilan kayu guna kepentingan dan kebutuhan papan/perumahan bagi anggota masyarakat adat setempat.

Berdasarkan hasil wawancara kepada masing-masing Peratin/Kepala Desa dan anggota masyarakat adat masing-masing pekon tersebut sebelum dilakukan judical review terhadap undang-undang kehutanan No. 41/1999, melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 35/PUU-X/2012 yang membatalkan ketentuan pasal 1 angka 6 yang semula menyatakan hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat menjadi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pasal 4 ayat (3) bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, pernah dilakukan upaya oleh pemerintah untuk mengubah status dan fungsi tanah adat berstatus menjadi hutan industri.

Bahwa pasca dikeluarkannya Mahkamah Konstitusi Nomor : 35/PUU-X/2012, maka status dan fungsi hutan adat dikembalikan pada status dan fungsi semula untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat setempat.

Page 60: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

48

Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Lampung Barat Setelah Pemekaran

Kondisi Kabupaten Lampung Barat setelah pemekaran Kabupaten Pesisir Barat atau 10,6 % dari luas wilayah Provinsi Lampung dan mempunyai garis pantai sepanjang 260 km. Lampung Barat terletak pada koordinat 4o,47',16" -5o,56',42" lintang selatan dan 103o,35',08" - 104o,33',51" Bujur Timur. Wilayah Lampung Barat berbatasan dengan:

Sebelah Utara: Kab. Ogan Komering Ulu Selatan (Provinsi Sumatera Selatan)

Sebelah Selatan: Kab. Pesisir Barat dan Kab. Tanggamus

Sebelah Barat: Kab. Pesisir Barat

Page 61: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

49

Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Lampung Barat Setelah Pemekaran

Kondisi Kabupaten Lampung Barat setelah pemekaran Kabupaten Pesisir Barat atau 10,6 % dari luas wilayah Provinsi Lampung dan mempunyai garis pantai sepanjang 260 km. Lampung Barat terletak pada koordinat 4o,47',16" -5o,56',42" lintang selatan dan 103o,35',08" - 104o,33',51" Bujur Timur. Wilayah Lampung Barat berbatasan dengan:

Sebelah Utara: Kab. Ogan Komering Ulu Selatan (Provinsi Sumatera Selatan)

Sebelah Selatan: Kab. Pesisir Barat dan Kab. Tanggamus

Sebelah Barat: Kab. Pesisir Barat

Sebelah Timur: Kab. Lampung Utara, Kab. Way Kanan, dan Kab. Tanggamus

B. Sebaran Dan Kehidupan Masyarakat Adat di Lampung Barat

Secara tradisi yang diwariskan masyarakat adat lampung terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu masyarakat adat pepadun dan masyarakat adat sebatin.

Adapun masyarakat adat sebatin khususnya di Lampung Barat terdiri dari masyarakat hukum adat yang dikenal dengan Kepksian Pak Sekala Bekhak terdiri dari 6 Kebuayan yaitu :

Buay Belunguh (Kenali)

Buay Kanyangan/Buay Pernong (Batu Brak)

Buay Bejalan Di Way (Kembahang)

Buay Nyerupa (Sukau)

Buay Bulan/Nerima (Cenggikhing)

Buay Menyata/Anak Mentuha (Luas)

Lampung Barat dikenal dengan sebutan Tanah Sai Betik atau tanah yang indah dengan tata kehidupan masyarakat dengan sistem Patrilinial, dimana harta pusaka, Gelar dan nama Suku diturunkan menurut garis Ayah/Bapak. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa Suku bangsa asli yang mendiami wilayah Kabupaten Lampung Barat adalah anak turunan dari Paksi Pak Skala Brak, yang banyak mendapat pengaruh Sumatera Barat.

Dari enam kebuayan tersebut di atas, hanya empat yang menjadi Raja (Paksi Pak) yang secara bersama-sama memerintah kerajaan Skala Brak, dan dua Buay yang tidak memerintah yaitu Buay Menyata/Anak Mentuha dan Buay Bulan/Nerima. Buay Menyata merupakan penghuni terdahulu Kerajaan Skala Brak. Oleh karena itu, keempat Paksi mengangkatnya sebagai Anak Mentuha atau yang dihormati, sedangkan Buay Nerima merupakan Nakbar/Mirul (anak perempuan yang diambil orang). Karena

Page 62: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

50

beberapa faktor, sebagian penduduk Skala Brak berpindah mencari daerah baru yang terbagi dalam dua arah yaitu melalui danau dan melalui pantai Pesisir. Penduduk yang mengambil jalan melalui Danau kebanyakan keturunan Paksi Pak, sedangkan penduduk yang melalui pesisir merupakan keturunan Buay Bulan/Nerima yang menyebar sepanjang pantai pesisir mulai dari Krui, Kota Agung, Teluk Betung, Kalianda sampai Labuhan Maringgai.

C. Regulasi Tentang Masyarakat Hukum Adat di Lampung Barat

Berkaitan dengan regulasi tentang masyarakat adat, sangat minim sekali sumber data yang bisa dijadikan rujukan, namun yang paling bisa dipertanggung jawabkan adalah SK Gubernur Lampung No. G/362/B.II/HK/1996. Aturan yang mengatur tentang keberadaan masyarakat hukum adat berkaitan dengan pengelolaan hak-hak adat termasuk didalamnya hak tentang pengelolaan laut dan tanah ulayat maka pasca dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/PUU-X/2012 yang membatalkan ketentuan pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor: 41/1999, Tentang Kehutanan yang semula menyatakan hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat menjadi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pasal 4 ayat (3) bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

D. Peran pemerintah Lampung Barat dalam Melindungi Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat

Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menyatakan bahwa : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

Page 63: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

51

beberapa faktor, sebagian penduduk Skala Brak berpindah mencari daerah baru yang terbagi dalam dua arah yaitu melalui danau dan melalui pantai Pesisir. Penduduk yang mengambil jalan melalui Danau kebanyakan keturunan Paksi Pak, sedangkan penduduk yang melalui pesisir merupakan keturunan Buay Bulan/Nerima yang menyebar sepanjang pantai pesisir mulai dari Krui, Kota Agung, Teluk Betung, Kalianda sampai Labuhan Maringgai.

C. Regulasi Tentang Masyarakat Hukum Adat di Lampung Barat

Berkaitan dengan regulasi tentang masyarakat adat, sangat minim sekali sumber data yang bisa dijadikan rujukan, namun yang paling bisa dipertanggung jawabkan adalah SK Gubernur Lampung No. G/362/B.II/HK/1996. Aturan yang mengatur tentang keberadaan masyarakat hukum adat berkaitan dengan pengelolaan hak-hak adat termasuk didalamnya hak tentang pengelolaan laut dan tanah ulayat maka pasca dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/PUU-X/2012 yang membatalkan ketentuan pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor: 41/1999, Tentang Kehutanan yang semula menyatakan hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat menjadi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pasal 4 ayat (3) bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

D. Peran pemerintah Lampung Barat dalam Melindungi Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat

Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menyatakan bahwa : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Dengan demikian, kesatuan masyarakat hukum adat di wilayah-wilayah pesisir, diakui hak-haknya dalam pengelolaan potensi kelautan, hak ulayat atas tanah. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat pasca keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/PUU-X/2012 yang membatalkan ketentuan pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor: 41/1999, Tentang Kehutanan yang semula menyatakan hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat menjadi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

Terkait dengan adanya regulasi aturan mengenai hak masyarakat adat tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tetap mengakui dan menghormati dalam hal penguasaan dan pengelolaan atas tanah ulayat masyarakat hukum adat di Pekon-Pekon /

Desa yang masih memiliki tanah ulayat tersebut seperti keberadaan tanah ulayat adat Pekon Hujung. Pekon Serungkuk. Pekon Bumi Agung. Pekon Turgak di Kecamatan Belalau dan Pekon Sukaraja di Kecamatan Batu Bekhak, untuk dimanfaatkan bagi kepentingan perkebunan/pertanian dan untuk kepentingan pemanfaatan kayu hasil hutan adat masing-masing Pekon yang sering disebut dengan Pullan Pelutihan.

Berkaitan dengan peran pemerintah lampung barat dalam memberdayakan eksistensi peran masyarakat adat lampung barat adalah dengang mengeluarkan Peraturan Daerah lampung Barat Nomor 18 tahun 2004 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Masyarakat.

Page 64: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

52

A. Kesimpulan

ari Hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan uji materil (yudisial review) terhadap Undang-undang Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 4 yang menyebutkan bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya “dikuasai” oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Melalui keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 ada upaya pemerintah untuk meniadakan hak ulayat tanah adat yang ada dalam masyarakat hukum adat untuk sepenuhnya dikuasai oleh Negara/Pemerintah. Pasca keputusan mahkamah konstitusi Nomor: 35/PUU-X/2012 yang membatalkan kekuasaan negara atas tanah ulayat adat tersebut maka status kedudukan tanah ulayat dimaksud dikembalikan hak pengelolaan dan pemanfaatan kepada masyarakat hukum adat.

D

Page 65: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

53

A. Kesimpulan

ari Hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan uji materil (yudisial review) terhadap Undang-undang Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 4 yang menyebutkan bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya “dikuasai” oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Melalui keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 ada upaya pemerintah untuk meniadakan hak ulayat tanah adat yang ada dalam masyarakat hukum adat untuk sepenuhnya dikuasai oleh Negara/Pemerintah. Pasca keputusan mahkamah konstitusi Nomor: 35/PUU-X/2012 yang membatalkan kekuasaan negara atas tanah ulayat adat tersebut maka status kedudukan tanah ulayat dimaksud dikembalikan hak pengelolaan dan pemanfaatan kepada masyarakat hukum adat.

D

B. Saran

Dengan adanya keputusan mahkaman konstitusi nomor 35/PUU-X/2012 yang membatalkan kekuasaan pemerintah/negara terhadap penguasaan tanah ulayat adat, maka status hukum kedudukan hak, pengelolaan, pemanfaatan hasil atas tanah ulayat adat tersebut dikembalikan pada hak masyarakat hukum adat setempat. Agar masyarakat hukum adat dapat memahami dan kewajiban masyarakat hukum adat atas tanah ulayat adat tersebut harus dilakukan sosialisasi mengenai Peraturan-peratuan hukum yang berlaku agar masyarakat hukum adat yang masih memiliki tanah ulayat adat mendapat perlindungan hukum dalam hak, pengelolaan dan pemanfaatan hasil tanah ulayat tersebut, serta adanya perlindungan hukum dari pemerintah agar hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah ulayat mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan hukum yang berlaku

Page 66: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

54

Buku, Jurnal dan Makalah

Beni Ahmad Saebani. 2009. Metode Penelitian Hukum. Pustaka Setia : Bandung.

Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad. 2010. Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Ada Dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi.Salemba Humanika : Jakarta.

Husen Alting, 2010. Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah. Laks Bang PRESSindo : Yogyakarta.

Hilman Hadikusuma. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. CV Mandar Maju: Bandung.

Indriyanto, 2010. Ekologi Hutan. Bumi Aksara : Jakarta.

Lexy J. Moleong, 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakarya : Bandung.

Limei Pasaribu, 2011. Keberadaan Hak Ulayat dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Kecamatan Nassau Kabupaten Toba Samosir. Tesis Ilmu Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan, USU. Medan.

Mardalis, 2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara:Jakarta.

Page 67: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

55

Buku, Jurnal dan Makalah

Beni Ahmad Saebani. 2009. Metode Penelitian Hukum. Pustaka Setia : Bandung.

Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad. 2010. Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Ada Dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi.Salemba Humanika : Jakarta.

Husen Alting, 2010. Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah. Laks Bang PRESSindo : Yogyakarta.

Hilman Hadikusuma. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. CV Mandar Maju: Bandung.

Indriyanto, 2010. Ekologi Hutan. Bumi Aksara : Jakarta.

Lexy J. Moleong, 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakarya : Bandung.

Limei Pasaribu, 2011. Keberadaan Hak Ulayat dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Kecamatan Nassau Kabupaten Toba Samosir. Tesis Ilmu Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan, USU. Medan.

Mardalis, 2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara:Jakarta.

M. Hariwijaya dan Bisri M. Djaelani, 2011. Panduan Menyusun Skripsi Dan Tesis. Siklus: Yogyakarta.

Rikardo Simarmata. 2006. Pengakuan Hukum Terhadap Masyarakat Adat di Indonesia. UNDP Regional Centre in Bangkok : Jakarta.

Saifudin Azwar. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Rineka Cipta: Jakarta.

Sulistyowati Irianto dan Shidarta (Editor). 2009. Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi. Penerbit Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

Taqwaddin. 2010. Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat oleh Masyarakat Hukum Adat (Mukim) di Provinsi Aceh. Disertasi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Urip Santoso. 2010. Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah. Kencana : Jakarta.

Wisnu Arya Wardhana. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset: Yogyakarta.

Zainuddin Ali. 2009. Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafik : Jakarta.

Berton Nababa. Pengakuan Konstitusional Keberadaan Wilayah Hutan Masyarakat Adat Yang Masih Terabaikan Hampir 2 Tahun Perjalanan Putusan MK No.35/PUU-X/2012

Page 68: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

56

Undang-Undang dan Peraturan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 35/PUU-X/2012

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Permendagri ini merupakan payungkan hukum yang diperuntukkan sebagai pedoman dan pengakuan Masyarakat Hukum Adat pasca putusan MK.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.62/MENHUT-II/2013 Tentang

Perubahan Atas peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang

Pengukuhan Kawasan Hutan. Pasal 24A. Pengukuan masyarakat hukum adat masih terkendala karena untuk menerbitkan Perda diperlukan biaya dan prosedur hukum yang cukup panjang

Surat Edaran Menteri kehutanan nomor : SE. 1/Menhut-II/2013 tentang Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tanggal 06 mei 2013

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.

Page 69: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

57

Undang-Undang dan Peraturan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 35/PUU-X/2012

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Permendagri ini merupakan payungkan hukum yang diperuntukkan sebagai pedoman dan pengakuan Masyarakat Hukum Adat pasca putusan MK.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.62/MENHUT-II/2013 Tentang

Perubahan Atas peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang

Pengukuhan Kawasan Hutan. Pasal 24A. Pengukuan masyarakat hukum adat masih terkendala karena untuk menerbitkan Perda diperlukan biaya dan prosedur hukum yang cukup panjang

Surat Edaran Menteri kehutanan nomor : SE. 1/Menhut-II/2013 tentang Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tanggal 06 mei 2013

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.

Website

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id

=10879#.V0SQwxLy3IV.

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1716.

Page 70: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

58

A A, 52 adat, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14,

15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 46, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 56

agraria, 26 air, 4, 5, 9, 36, 39 akademis, 7

B B, 14, 50, 53, 54 bahasa, 8, 14, 33, 34 batas, 3, 16, 22, 29, 39 budaya, 10, 14, 26, 29, 30, 31, 32, 33,

34, 38, 41

C ciri, 8, 30, 41 constitutio, 19

D D, 11, 55 daerah, 4, 8, 9, 14, 15, 21, 23, 26, 50 deskriptif, 10 dinamika, 8

F fenomena, 10 fokus, 10

G G, 50 geneologis, 9 gubernur, 21, 23, 24

H H, 60 hak, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 13, 14, 15, 16,

17, 18, 19, 20, 23, 24, 25, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 47, 50, 51, 52, 53

horizontal, 7, 26, 29 hukum, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37, 40, 41, 42, 43, 46, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 56

hutan, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 15, 16, 19, 20, 22, 27, 28, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 52

I identitas, 14, 15, 30, 31, 39, 41 ikan, 4, 27 ikatan, 8

Page 71: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

59

A A, 52 adat, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14,

15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 46, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 56

agraria, 26 air, 4, 5, 9, 36, 39 akademis, 7

B B, 14, 50, 53, 54 bahasa, 8, 14, 33, 34 batas, 3, 16, 22, 29, 39 budaya, 10, 14, 26, 29, 30, 31, 32, 33,

34, 38, 41

C ciri, 8, 30, 41 constitutio, 19

D D, 11, 55 daerah, 4, 8, 9, 14, 15, 21, 23, 26, 50 deskriptif, 10 dinamika, 8

F fenomena, 10 fokus, 10

G G, 50 geneologis, 9 gubernur, 21, 23, 24

H H, 60 hak, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 13, 14, 15, 16,

17, 18, 19, 20, 23, 24, 25, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 47, 50, 51, 52, 53

horizontal, 7, 26, 29 hukum, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37, 40, 41, 42, 43, 46, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 56

hutan, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 15, 16, 19, 20, 22, 27, 28, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 52

I identitas, 14, 15, 30, 31, 39, 41 ikan, 4, 27 ikatan, 8

ilmiah, 10, 27 internasional, 8, 30, 34, 39, 40, 41

J J, 54 jasad, 32

K kawasan, 1, 2, 5, 6, 22, 23, 24, 29, 44,

45 kebun, 2 kodrat, 8 komunitas, 26, 28, 29, 32, 33 konflik, 2, 3, 4, 7, 26, 29, 40, 44 konstitusional, 19 korban, 2

L logika, 10

M M, 55 metode, 10, 11, 12, 27 modal, 4

N norma, 7, 8, 18

O objek, 32 orde baru, 44

P P, 4, 11, 18, 22, 48, 55, 56 pelindung, 19 pikiran, 8, 14

R rakyat, 6, 14, 15, 52 reformasi, 26, 44 regulasi, 4, 50, 51

S S, 10, 54 sebatin, 49

T tanah, 3, 5, 6, 9, 10, 15, 17, 23, 24, 26,

28, 31, 32, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 47, 49, 50, 51, 52, 53

teritorial, 9 tradisi, 32, 33, 35, 39, 40, 49

U ulayat, 6, 8, 10, 15, 17, 25, 41, 42, 50,

51, 52, 53

V validasi, 21, 22 verifikasi, 21, 22 vertikal, 7, 29

W W, 57 walikota, 21, 23, 24 wilayah, 3, 6, 7, 8, 15, 16, 19, 20, 21,

22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 36, 37, 38, 41, 42, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52

Y yudisial, 52 yuridis, 5, 11

Z zaman, 14, 15, 26, 41, 42, 43, 44

Page 72: HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADATrepository.ummetro.ac.id/files/dosen/c554ab976114001f0574497d5a8d0981.…Hukum adat diakui keberadaannya tetapi, di batasi dalam

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGUASAAN HUTAN ADAT DI LAMPUNG BARAT

60