gizi buruk

108
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan upaya-upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 2004). Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sesuai dengan Kepmenkes No.128/Menkes/SK/II/2004. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang merupakan ujung tombak penyelenggara pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan puskesmas perlu dikelola melalui pencapaian manajemen puskesmas secara optimal. Namun prinsipnya manajemen tersebut merupakan siklus yang tidak 1

Upload: ahmad-arif-nur-yuwono

Post on 22-Dec-2015

182 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Gizi Buruk

TRANSCRIPT

Page 1: Gizi Buruk

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun

1992 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang, agar terwujud kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur

kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai

tujuan tersebut, diselenggarakan upaya-upaya yang bersifat menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 2004).

Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu

membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sesuai dengan

Kepmenkes No.128/Menkes/SK/II/2004. Puskesmas merupakan Unit

Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang merupakan ujung

tombak penyelenggara pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah

kerjanya. Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan puskesmas perlu

dikelola melalui pencapaian manajemen puskesmas secara optimal. Namun

prinsipnya manajemen tersebut merupakan siklus yang tidak terputus, artinya

evalusi hasil kegiatan yang dilaksanakan harus dapat digunakan untuk

menyusun perencanaan yang akan datang dan dapat dipantau dan dinilai

hasilnya (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2007

diperkirakan sekitar 5,4% anak menderita gizi buruk dan 13,0% menderita

gizi kurang (berat badan menurut umur), atau 18,4% menderita gizi buruk dan

kurang. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi

pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar

20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5% maka secara nasional

target-target tersebut sudah terlampaui. Sedangkan persentase anak dengan

gizi baik mencapai 77,2% dan gizi lebih mencapai 4,3%.

1

Page 2: Gizi Buruk

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak

negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia,

Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi

buruk adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat

825 juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000-2002, dan 815 juta

diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat

pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang

mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan

provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan

data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005

memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005

telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa provinsi dan

yang tertinggi terjadi di dua provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa

Tenggara Barat (Depkes RI, 2008).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan

gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya

disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA), tuberkulosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO

menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi

buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan

32% penyebab lainnya (Depkes RI, 2007).

Untuk wilayah NTB, mendapatkan gambaran sesungguhnya keadaan

gizi masyarakat; secara resmi digunakan data hasil PSG (Pemantauan Status

Gizi), yang dilaksanakan setiap tahun secara nasional. Data hasil PSG ini

digunakan sebagai acuan RPJMD. Data hasil PSG dalam 2 tahun terakhir

menunjukkan adanya perbaikan, dimana tahun 2009 prevalensi gizi buruk di

NTB sebesar 5,49% dan tahun 2010 turun menjadi 4,77%. Angka tahun 2011

belum dikeluarkan, karena pengolahan data sedang dilakukan di Kabupaten /

Kota, dan diperkirakan akan selesai bulan April 2012 (30.000 sampel lebih).

Target tahun 2013 (akhir RPJMD) adalah 2,5%. Dengan trend yang ada,

diperkirakan target tersebut dapat dicapai. Data prevalensi gizi buruk

berdasarkan indeks Berat Badan menurut Umur atau BB/U per Kabupaten /

2

Page 3: Gizi Buruk

Kota tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut : Kota Mataram 4,21%;

Lombok Barat 4,56%; Lombok Tengah 2,91%; Lombok Timur 4,88%;

Lombok Utara 6,19%; Sumbawa Barat 1,95%; Sumbawa 5,08%; Dompu

4,70%; Bima 6,17% dan Kota Bima 5,12% (Pemprov NTB, 2012).

Secara umum dalam 2 tahun terakhir (2009-2010) terjadi perbaikan

gizi pada balita, dimana dari 10 Kabupaten / Kota, 8 Kabupaten / Kota

mengalami penurunan prevalensi gizi buruk, dan ada 2 Kabupaten yang

meningkat yaitu Kabupaten Lombok Utara dan Dompu (Pemprov NTB,

2012).

Dari pernyataan-pernyataan di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai ”Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Ibu

Dengan Kejadian Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang

Kota Mataram Periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Sosial Ekonomi Dan

Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas

Tanjung Karang Kota Mataram Periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014 “.

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui sosial ekonomi dan pengetahuan ibu dengan

kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang kota

Mataram periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui faktor resiko kejadian gizi buruk di wilayah

kerja Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1

Januari 2013 – 31 Juli 2014.

3

Page 4: Gizi Buruk

1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi kasus gizi buruk di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1 Januari

2013 – 31 Juli 2014.

1.3.2.3 Untuk mengetahui penatalaksanaan gizi buruk di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1 Januari

2013 – 31 Juli 2014.

1.3.2.4 Untuk mengetahui tindakan pencegahan gizi buruk di wilayah

kerja Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1

Januari 2013 – 31 Juli 2014.

1.3.2.5 Untuk mengetahui program asuhan gizi di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1 Januari

2013 – 31 Juli 2014.

1.4 MANFAAT

1.4.1 Manfaat Teori

Pada penelitian ini aspek yang diteliti adalah faktor resiko,

distribusi, penatalaksanaan dan tindakan pencegahan gizi buruk serta

program asuhan gizi di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang kota

Mataram periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah Kota

Mataram dalam rangka penentuan arah kebijakan, perbaikan,

penatalaksanaan dan pencegahan gizi buruk serta program

asuhan gizi di Puskesmas Tanjung Karang Kota Mataram.

1.4.2.2 Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas di Kota Mataram,

khususnya Puskesmas Tanjung Karang dalam penatalaksanaan

dan penceghan gizi buruk serta peningkatan dalam program

asuhan gizi.

4

Page 5: Gizi Buruk

1.4.2.3 Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga dalam

memperluas wawasan dan pengetahuan penelitian tentang gizi

buruk di Puskesmas Tanjung Karang.

5

Page 6: Gizi Buruk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak

sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit

keriput. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema

seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut

buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan.

Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda

gabungan dari marasmus dan kwashiorkor (Depkes RI, 2008).

Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Departemen Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk

dengan gambaran klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala

klinik kwashiorkor dan marasmus dengan BB/U <60% baku median WHO-

NHCS disertai edema yang tidak mencolok (Depkes RI, 2006).

2.2 FAKTOR RESIKO

Menurut dr. Subagyo, Sp.P., gizi buruk disebabkan oleh beberapa

faktor. Pertama adalah faktor pengadaan makanan yang kurang mencukupi

suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi

alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan

sendiri, yakni adanya penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme

atau penyerapan makanan.

Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah

menyebutkan ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk,

yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah.

Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di

rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya

asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit.

6

Page 7: Gizi Buruk

UNICEF dalam Soekirman (2002) juga telah memperkenalkan dan

sudah digunakan secara internasional mengenai berbagai faktor penyebab

timbulnya gizi kurang pada balita, yaitu :

a. Penyebab langsung

Yaitu makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi

yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup

tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat

menderita gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik,

daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan

lingkungan, tersedianya air bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat

akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi.

b. Penyebab tidak langsung

Pertama, ketahanan pangan dalam keluarga adalah kemampuan

keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh anggota

keluarga baik dalam jumlah maupun dalam komposisi zat gizinya.

Kedua, pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh

lain dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih

sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu

(fisik dan mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat

kebiasaan dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya.

Ketiga, faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti; imunisasi,

penimbangan anak, pendidikan dan kesehatan gizi, serta pelayanan

posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit (Depkes RI,

2008).

c. Pokok masalah di masyarakat

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan

sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung

maupun tidak langsung.

7

Page 8: Gizi Buruk

d. Akar masalah

Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya

pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya

pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis

ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak

tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi

buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak

memadai.

Hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak

faktor resiko terjadinya KEP pada balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis

kelamin, umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi

tidak lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial

ekonomi yang rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah,

jumlah anggota keluarga yang besar dan lain-lain (Simanjuntak E, 2008).

Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah

sebagai berikut:

Penyakit infeksi

Tingkat pendapatan orang tua yang rendah

Konsumsi energi yang kurang

Perolehan imunisasi yang kurang

Konsumsi protein yang kurang

Kunjungan ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.

Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh

beberapa faktor penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu

lekatnya tradisi dan kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya

dibidang makanan, cara pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu

masyarakat kita dengan segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi

(kurang gizi) diantaranya karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah

dari para keluarga yang kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat

antara pendapatan keluarga dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu

8

Page 9: Gizi Buruk

juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi pada balita, karena

masih banyak orang yang beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang

berarti kebutuhan mereka terhadap gizi sudah terpenuhi (Marizza, 2008).

2.3 PATOGENESIS

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai

cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,

dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak

serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik

(infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat

menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada

saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD s/d -3SD), maka terjadilah

kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition). Pada kondisi ini

penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi

pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-

kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai

dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronik

/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi :

gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,

penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan

berbagai sintesa enzim (Boerhan, 2009).

Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan

berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin,

sehingga terjadi hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus

kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan

gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke

sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis

albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk

memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit

essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan

meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan

menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada

9

Page 10: Gizi Buruk

awalnya, kelainan ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan

hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan

yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh

sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi

kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan sebagai

akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema (Shetty, 2006).

2.4 MANIFESTASI KLINIS

a. Marasmus

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:

Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan

kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang

dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.

Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai

hubungan orang tua – anak terganggu.

Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.

Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis

pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas (Depkes RI,

2007).

b. Kwashiorkor

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake

protein yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan

kwashiorkor antara lain.

1. Pola makan

Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan

anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan

mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung

protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui

umumnya mendapatkan protein dariASI yang diberikan ibunya, namun

10

Page 11: Gizi Buruk

bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain

(susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya

pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan

penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan

ASI ke makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang

tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya

pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah

berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan

terjadinya kwashiorkor.

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak

terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan

proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara

KEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan

gizi. Dan sebaliknya KEP, walaupun dalam derajat ringan akan

menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi (Depkes RI, 2006).

c. Marasmic – kwashiorkor

Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua

penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi

primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein

maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi

yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi

dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh

(Pudjiadi, 2000).

2.5 DIAGNOSIS

11

Page 12: Gizi Buruk

Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan

manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik (Gulden,

2004).

a. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh

kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik.

Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di

samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan

kwashiorkor lainnya.

b. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb

memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal

hepar, kadar albumin serum sedikit menurun. Kadar elektrolit seperti

Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah,

sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun.

Kadar glukosa darah umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau

meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol

serum rendah. Kadar asam aminoesensial plasma menurun. Kadar hormon

insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapar normal,

rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang

ringan, jarang dijumpai kasus dengan perlemakan yang berat. Pada

pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat

dan terdapat osteoporosis ringan.

c. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang /

tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit.

Diagnosis ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk

perbandingan seperti BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi

badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur),

BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas

menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat

diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi menurut

Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan

Depkes RI.

12

Page 13: Gizi Buruk

2.6 PENATALAKSANAAN

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena

terdapat berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang

dilakukan berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting,

yang dikelompokkan menjadi 5, yaitu (Depkes RI, 2007):

Kondisi I

Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau

dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:

a. Pasang O2 1-2L/menit

b. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan

perbandingan 1:1 (RLG 5%)

c. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan

dengan ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

Kondisi II

Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.

Lakukan Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:

a. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB

b. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50 ml

c. 2 jam pertama

berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB

setiap pemberian

catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi III

Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan

Rencana III, dengan tindakan segera, yaitu:

a. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)

b. 2 Jam pertama

berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB

setiap pemberian

13

Page 14: Gizi Buruk

catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi IV

Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan

segera, yaitu:

a. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB

b. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50ml

c. 2 jam pertama

berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan

berat badan (NGT)

catat nadi, frekuensi nafas

Kondisi V

Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare

atau dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:

a. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral

b. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran

Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4

fase yangharus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8-

14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3-6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7-26).

Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:

14

Page 15: Gizi Buruk

2.7 KOMPLIKASI

Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :

Masalah pada mata

Anemia berat

Lesi kulit pada kwashiorkor

Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa,

diare osmotik)

2.8 PROGNOSIS

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi,

kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan

15

Page 16: Gizi Buruk

antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis

tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa

hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif

kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang

irreversibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition maupun overnutrition.

16

Page 17: Gizi Buruk

2.9 KERANGKA KONSEP

17

Page 18: Gizi Buruk

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif

Observasional, yaitu melakukan deskripsi mengenai fenomena yang

ditemukan. Dimana penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk (Sastroasmoro, 2005).

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tanjung Karang Kota

Mataram.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tanjung Karang

Kota Mataram pada bulan Agustus sampai dengan September

2014.

3.3 SUMBER DATA

Untuk menjamin validitas dan reliabilitas data maupun informasi yang

diperoleh maka diambil dari sumber :

1. Wawancara mendalam (indepth interview) adalah metode pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara melakukan dialog langsung dengan orang

tua asuh penderita gizi buruk.

2. Penelusuran dokumen merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukan berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu yakni berupa

catatan laporan tahunan program gizi.

3. Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data berupa gambar atau

foto.

18

Page 19: Gizi Buruk

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

3.4.1 Data Primer

Data mengenai gizi buruk diperoleh dari orang tua asuh yakni

orang tua/pengasuh penderita gizi buruk melalui wawancara mendalam

(indepth interview) dengan menggunakan Kuosioner (terlampir).

3.4.2 Data Sekunder

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder mengenai gizi

buruk di Puskesmas Tanjung Karang serta Profil Puskesmas Tanjung

Karang Tahun 2013-2014.

3.5 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Analisa data merupakan bagian penting dari suatu penelitian. Dimana

tujuan dari analisis ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang

diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan

menggunakan program komputer. Menurut Arikunto (2005), Adapun

langkah-langkah pengolahan data meliputi:

1) Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang masuk, seperti

memeriksa kelengkapan menjawab kuesioner dan kejelasan jawaban.

2) Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda atau kode tertentu

terhadap data yang telah diedit dengan tujuan mempermudah

pembuatan tabel.

3) Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke dalam

program komputer yang ditetapkan (SPSS 16).

Analisis data disajikan dalam bentuk naskah (content analysis), tabel

dan grafik. Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini guna

membahas permasalahan yang dirumuskan digunakan tehnik analisis

kualitatif. Dalam teknik analisis kualitatif, untuk menganalisis

permasalahannya dilakukan secara deskriptif (Cunselo, 1997).

19

Page 20: Gizi Buruk

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG

4.1.1 Gambaran Kependudukan Dan Keadaan Wilayah

Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2013

menggunakan 6 Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan

Ampenan Selatan, Taman Sari, Banjar, Tanjung Karang Permai,

Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan jumlah penduduk dan

kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2013 adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang

20

No Kelurahan PendudukKK Jumlah Gakin %

Laki Perempuan Total1 Ampenan

Selatan2.790 4.976 5.401 10.37

73.460 33

2 Taman Sari 1.332 2.633 2.770 5.403 1.027 19

3 Banjar 1.570 2.802 2.912 5.714 2.392 424 Tj. Karang

Permai1.560 3.191 2.865 6.056 751 12

5 Kekalek Jaya 803 1.435 1.471 2.906 2.529 876 Tanjung

Karang1.155 2.305 2.329 4.634 4.215 91

  Total 9.210 17.342

17.748 35.090

14.374 41

Page 21: Gizi Buruk

Sumber: Profil Puskesmas Tanjung Karang tahun 2013

Tanjung Karang berada di wilayah Kecamatan Sekarbela

dengan luas dengan wilayah kerjanya 746 km2, yang berbatasan dengan

:

- Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ampenan Tengah,

wilayah kerja Puskesmas Ampenan.

- Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Mataram, wilayah

kerja Puskesmas Pagesangan.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan karang Pule, wilayah

kerja Puskesmas Karang Pule.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok

4.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Tanjung Karang

4.1.2.1 Visi

Terwujudnya Puskesmas Tanjung Karang dengan

wilayah kerja yang sehat dan mandiri tahun 2015.

4.1.2.2 Misi

Untuk mewujudkan Visi di atas, maka misi Puskesmas

Tanjung Karang adalah :

1. Mewujudkan petugas yang sehat dan mandiri melalui upaya

peningkatan kompetensi dan pemberdayaan tenaga

berdasarkan pertanggungjawaban wilayah kerja

2. Mewujudkan pelayanan yang sehat dan mandiri pada

pelaksanaan upaya kesehatan wajib dan pilihan melalui

upaya bimbingan program, pengawasan, dan pengendalian

3. Mewujudkan masyarakat di wilayah kerja menjadi sehat

dan mandiri melalui upaya pemberdayaan optimal UKBM

21

Page 22: Gizi Buruk

4. Mewujudkan manajemen yang sehat dan mandiri melalui

mekanisme perencanaan, pencatatan dan pelaporan serta

evaluasi

4.1.3 Sumber Daya Kesehatan

4.1.3.1 Ketenagaan

Jumlah tenaga pada lingkup Puskesmas Tanjung

Karang tahun 2012 adalah 69 orang yang terdiri dari 42

(60,86%) tenaga PNS, 2 orang tenaga Non PNS honor daerah

yang masuk dalam Data Based Kepegawaian K2 (2,89%), 3

orang (4,34%) tenaga Honorer Daerah K1 data based, 3 orang

tenaga kontrak Dikes Kota Mataram (4,34%) dan 19 (27,53%)

tenaga Non PNS tanpa ikatan/mengabdi/Tenaga Sukarela.

Dari jumlah 42 orang tenaga PNS yang ada, sebagian

besar adalah tenaga paramedis perawatan (perawat, perawat

gigi dan bidan) dan paramedis non perawatan (sarjana

kesehatan, sanitarian, ahli gizi, laboran dan asisten apoteker).

Dari segi kuantitas tenaga relatif cukup, namun dari segi

kualitasnya masih perlu dianalisa karena masih banyaknya

terdapat petugas yang mempunyai tanggungjawab

program/kegiatan lebih dari satu, bahkan diluar latar belakang

disiplin ilmu yng dimiiki. Sehingga perlu perlahan-lahan ditata

lebih baik lagi.

Dan jika mengacu pada Kepmenkes No. 81/

MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan

Perencanaan SDM Kesehatan di tingkat Propinsi,

Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, maka Puskesmas Tanjung

Karang termasuk model Puskesmas Perawatan di Daerah

Strategis yang tenaganya baik secara jumlah maupun jenis

tenaga dapat dikatakan sudah cukup. Namun dari analisa

produktivitas Puskesmas berdasarkan kepmenkes yang sama,

tahun 2012 output Puskesmas induk belum sesuai (Total

22

Page 23: Gizi Buruk

kunjungan 42.169) dengan jumlah tenaga yang ada. Masih

harus ditingkatkan sampai 70.000 orang pertahun.

Adapun jumlah tenaga PNS menurut jenis dan unit

kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Jumlah Tenaga di Puskesmas Tanjung Karang

23

No Jenis Tenaga * Jumlah1. Medik

- Dokter Umum 2 (termasuk Ka Pusk)- Dokter Gigi 1

2. Sarjana Kesehatan- S. Kep -

-SKMSarjana Kes. Ling 1

3. Paramedik Perawatan- S. Kep. Ners -- Akper 11- SPK -- Akbid 7- Bidan 1- Akad. Perawat gigi 3

4..Paramedik Non Perawatan- AKL/APK 1

  - AAK 4  - AKZI 3  - DIII Farmasi 1  - SPAG -  - SPPH -  - SMF/SAA 1  - Pekarya Kesehatan -

- SMAK 15. Non Medik  - Sarjana (S1) 2  - Sarjana Muda (DIII) 2  - SMU 1  - SMP -  - SD -    Jumlah 42

Page 24: Gizi Buruk

Sumber: Profil Puskesmas Tanjung Karang tahun 2013

4.1.3.2 Sarana

Sarana pelayanan kesehatan lingkup Puskesmas

Tanjung Karang selain Puskesmas Induk, juga 2 Puskesmas

Pembantu yaitu PUSTU di Ampenan Selatan dan PUSTU

Tanjung Karang di PERUMNAS. Dengan 2 buah Poskesdes

dengan Bidan Desa yang menetap yaitu Ampenan Selatan dan

Kekalek Jaya.

Selain itu sebagai salah satu Puskesmas dalam lingkup

Kota Mataram, keberadaan alat dan bahan kesehatan relatif

lengkap dan sesuai dengan standar pelayanan saat ini dan

kemungkinan pengembangan fungsi Puskesmas kedepannya.

4.2 UPAYA PROGRAM PUSKESMAS TANJUNG KARANG

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas,

yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas

bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya

kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan

nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan

tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

4.2.1. UPAYA KESEHATAN WAJIB

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang

ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta

yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat

kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus

diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah

Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

4.2.1.1. Upaya Promosi Kesehatan

24

Page 25: Gizi Buruk

Promkes adalah salah satu dari program yang ada

pada intitusi kesehatan kususnya puskesmas Promkes

termasuk dalam Basix six ( 6 Program utama ) pada

Puskesmas. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan

dasar dan pembangunan bidang kesehatan yang paling

terdepan ,Serta pusat informasi kesehatan bagi masyarakat

di wilayah kerja.

a. Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan POA

Promkes dan jadwal Kegiatan Lintas Program di

Puskesmas. Kegiatan yang sudah dilaksanakan antara

lain :

1. Penyuluhan Kelompok, Penyuluhan Keliling dan

Pertemuan .

Pada tahun 2013 Penyuluhan kelompok

lebih banyak dilaksanakan pada saat kegiatan

Posyandu sesuai jadwal Posyandu di masing-

masing lingkungan dengan sasaran pengunjung

Posyandu. Metode yang digunakan adalah metode

ceramah dan untuk materi penyuluhan petugas

berkoordinasi dengan petugas lintas program

disesuaikan dengan permasalahan yang ada di

masing-masing lingkungan.

Penyuluhan kelompok juga dilakukan di

sekolah dengan tema PHBS, PSN dan Gizi

seimbang untuk penyuluhan di SD, dan Kespro

untuk penyuluhan di SMP dan SMA. Selain itu

penyuluhan tentang Kespro juga dilakukan di Kost-

kostan dengan mempertimbangkan banyaknya

kejadian karna permasalahan pergaulan bebas

dikalangan remaja. Beberapa hal yang dibahas

25

Page 26: Gizi Buruk

dalam penyuluhan tersebut antara lain tentang

Banyaknya Kasus Kehamilan Tidak Diinginkan

(KTD) yang terjadi di wilayah Puskesmas Tanjung

Karang serta tentang perkembangan organ

reproduksi, cara menjaga kesehatan organ

reproduksi dan beberapa jenis penyakit menular

seksual.

Penyuluhan Keliling dilakukan dengan

menggunakan Mobil Puskel dan materi penyuluhan

disampaikan melalui pengeras suara yang ada di

Puskel. Kegiatan ini dilaksanakan dengan memilih

lingkungan yang mengalami permasalahan

kesehatan seperti kejadian DBD, Diare, Flu burung

dan lain-lain. Penyuluhan keliling telah

dilaksanakan pada bulan Januari, Februari, Maret,

April, Mei, September dan Oktober 2013.

Pertemuan yang telah dilaksanakan yaitu

pertemuan lintas program dan lintas sektor antara

lain :

- Pembahasan MPBM di Kantor camat

Ampenan dan Sekarbela

- Saka Bakti Husada di Bapelkes Mataram

- Pengelolaan Desa Siaga di masing-masing

Kelurahan

- Musyawarah Masyarakat Desa di masing-

masing Kelurahan

- Pertemuan tentang 1000 hari pertama

kehidupan di Bapelkes Mataram

2. Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan

pembelajaran ,pendidikan tentang kesehatan

26

Page 27: Gizi Buruk

kepada masyarakat terutama masyarakat yang

mempunyai potensi, kemauan dan kemampuan

untuk diajak membangun wilayahnya terutama di

bidang kesehatan, dimana masyarakat yang telah

mendapatkan ilmu pengetahuan tetang kesehatan

bisa mengajak dan memberikan motivasi kepada

warga dilingkunganya untuk bisa hidup sehat

secara mandiri terutama yang berkaitan dengan

penyakit menular dan Kesehatan Ibu dan Anak.

Pemberdayaan masyarakat yang telah

dilaksanakan antara lain:

a. Pembinaan Posyandu

Pembinaan Posyandu dilakukan untuk

menilai dan meningkatkan kemandirian

Posyandu serta meningkatkan peran serta

masyarakat dalam kegiatan Posyandu. Pada

Posyandu yang dikunjungi telah dilakukan

pembinaan agar dapat meningkatkan strata

kemandirian Posyandu tersebut. Beberapa hal

yang dinilai antara lain :

- Jumlah Kade yang Bertugas

- Frekwensi Penimbangan dalam 1 tahun

- Cakupan KB (%)

- Cakupan KIA (%)

- Cakupan Imunisasi (%)

- D/ S (%)

- Program Tambahan

- Dana Sehat

Posyandu yang telah dilakukan

pembinaan antaralain Posyandu lingkungan

Gatep Indah, lingkungan Banjar, lingkungan

Tangsi, Lingkungan Gatep, Kr. Panas dan Kr

27

Page 28: Gizi Buruk

Buyuk. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan

Maret dan bulan Juli 2012.

Puskesmas Tanjung Karang memiliki 34

posyandu:

Posyandu pratama: tidak ada

Posyandu madya : 12

Posyandu purnama : 22

Posyandu mandiri : tidak ada

b. Pembinaan PHBS Institusi Rumah Tangga

Pembinaan PHBS ditujukan untuk

mengetahui keadaan pola hidup dimasyarakat

terutama Pola Hidup Bersih dan Sehat, di

tatanan rumah tangga,pengkajian ini sasaranya

adalah Kepala Keluarga dengan 10 (sepuluh)

indikator yang harus dipenuhi.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan

mendatangi beberapa rumah di setiap

lingkungan, kemudian memberikan penyuluhan

dan penilaian status PHBS di rumah tersebut. 10

Indikator yang di nilai yaitu :

1) Pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan

2) Bayi diberi asi eksklusif

3) Menimbang bayi dan balita setiap bulan

4) Menggunakan air bersih

5) Mencuci tangan dengan air bersih dan

sabun

6) Menggunakan jamban sehat

7) Memberantas jentik di rumah

8) Tidak merokok di dalam rumah

9) Melakukan aktifitas fisik setiap hari

10) Makan buah dan sayur setiap hari

28

Page 29: Gizi Buruk

Setelah dilakukan penyuluhan dan

penilaian status PHBS kemudian dilakukan

penempelan stiker yang menggambarkan Status

PHBS Rumah tersebut pada saat dikunjungi.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas

Puskesmas Tanjung Karang yaitu Petugas

Promkes, Petugas Pustu dan 2 orang petugas

pengobatan. Selain itu kegiatan ini juga

dilaksanakan oleh kader di masing-masing

lingkungan yang dikunjungi.

c. Pembinaan Desa Siaga

Pembinaan Desa Siaga ditujukan untuk

meningkatkan strata Desa Siaga yang ada

berdasarkan 8 indikator penilaian sesuai dengan

Kepmenkes No. 1529/ MENKES/ SK/ X/2010.

Kegiatan dilaksanakan dengan melakukan

pembinaan dan malaksanakan MMD di masing-

masing Kelurahan.

4.2.1.2. Upaya Kesehatan Lingkungan

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat secara optimal sangat dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.

Faktor penyebab penyakit yang sangat besar kontribusinya

adalah lingkungan, karena faktor ini berpengaruh baik

secara langsung maupun tidak langsung kepada kesehatan

manusia, dengan cara menjangkiti manusia secara akut

ataupun kronis.

Dengan demikian maka perlu adanya pengawasan

secara intensif terhadap faktor lingkungan tersebut sehingga

tidak akan menyebabkan pengaruh negatif terhadap

kesehatan manusia. Serta diharapkan dapat meningkatkan

29

Page 30: Gizi Buruk

derajat kesehatan manusia yang menghasilkan sumber daya

manusia yang berpotensi.baik bagi dirinya, keluarga dan

masyarakat sekitarnya.

Program kesehatan lingkungan berusaha

mengatasi permasalahan faktor lingkungan yang merupakan

kontribusi terbesar mempengaruhi derajat kesehatan,

melalui program :

1. Pengawasan Lingkungan Pemukiman (PLP)

Meliputi pengawasan Keadaan Rumah, Jamban

Keluarga (JAGA), Saluran Pembuangan Air Limbah

(SPAL), Pembuangan Sampah, Keadaan Pekarangan,

Kandang Ternak dan Binatang Penular Penyakit.

2. Pengawasan Sarana Air Bersih (SAB )

Meliputi Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih,

Pengambilan Sampel Air dan Kaporisasi. Kegiatan

Pengawasan Sarana Air Bersih difokuskan pada sarana

sumur gali, mengingat keadaannya yang cukup rawan

dari pencemaran septik tank karena jarak rumah yang

satu dengan lainnya berdekatan. Selain itu kualitas

lingkungan yang buruk juga mempengaruhi kualitas

Air sumur gali seperti daerah pantai, dekat dengan

kandang ternak, dekat dengan sungai dan dekat dengan

pembuangan sampah.

Sehingga pemanfaatan sumur gali oleh masyarakat

dengan terpaksa hanya digunakan untuk mencuci,

mandi dan menyiram tanaman. Sedangkan untuk

minum dan memasak digunakan sarana Sambungan

Rumah atau Kran Umum dari PDAM. Pada tabel di

bawah ini dapat dilihat hasil pengawasan Sarana Air

Bersih di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang

tahun 2013

30

Page 31: Gizi Buruk

3. Pengawasan Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan

(TPM)

Di wilayah kerja puskesmas Tanjung Karang

Tempat Pengelolaan makanan tidak begitu banyak,

karena tidak berada pada pusat perdagangan dan

industri.

4. Pengawasan Sanitasi Tempat Tempat Umum (TTU)

5. Pengawasan Sanitasi Tempat Tempat Usaha Industri

(TTUI)

6. Klinik Sanitasi

4.2.1.3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga

Berencana

Dari tahun ke tahun cakupan KIA-KB Tanjung

Karang tetap berhasil melampaui target yang ditentukan dan

tetap mengalami trend kenaikan. Hal ini sangat banyak

didukung oleh kinerja para bidan tentunya yang sangat baik.

Dimulai dari kelompok kegiatan-kegiatan :

a. Kesehatan Ibu hamil

b. Kesehatan Ibu Melahirlan

c. Kesehatan Neonatus

d. Kesehatan Bayi

e. Kesehatan Balita dan pra sekolah

f. Kesehatan Remaja

Di Puskesmas Tanjung Karang ditetapkan pilot

project yang berbeda untuk tiap kelurahan dan berusaha

melakukan inovasi yang berbeda di masing-masing

kelurahan

4.2.1.4. Upaya Perbaikan Gizi

31

Page 32: Gizi Buruk

Berdasarkan SK Menkes No.123 Tahun 2004

tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,

Pelayanan Gizi Puskesmas adalah salah satu pelayanan

kesehatan perorangan maupun masyarakat yang merupakan

salah satu upaya wajib puskesmas. Puskesmas sebagai

tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama bertanggung

jawab memberikan pelayanan kesehatan termasuk

pelayanan kesehatan gizi. Pelayanan kesehatan gizi meliputi

pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung.

Kebijakan Program Perbaikan Gizi :

a) Upaya perbaikan gizi diarahkan terutama untuk

menanggulangi empat masalah gizi kurang, yaitu :

Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat

Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, dan

Anemia Gizi Besi.

b) Upaya penanggulangan masalah gizi dilaksanakan

dalam bentuk pelayanan langsung terhadap kelompok

sasaran dan pelayanan tidak langsung dimasyarakat.

Pelayanan langsung terhadap kelompok sasaran

dilaksanakan di puskesmas dan posyandu. Sedangkan

pelayanan tidak langsun dimasyarakat dilaksanakan

dalam bentuk penyuluhan gizi masyarakat.

c) Penanggulangan kasus gizi buruk seperti kwarshiorkor,

marasmus, maupun kwarshiorkor-marasmus

dilaksanakan sesuai Pedoman Tata Laksana yang ada

secara tepat dan cepat dengan mengikut sertakan secara

aktif lintas program dan peran serta keluarga penderita.

d) Upaya penanggualngan GAKY dilaksanakan secara tidak

langsung dengan cara mengefektifkan pemanfaatan

garam melalui Kegiatan Pemantauan Garam Beryodium.

e) Upaya penanggulangan KVA dilakukan melalui

suplementasi dalam bentuk kapsul vitamin A. Sedangkan

32

Page 33: Gizi Buruk

upaya tidak langsung dilakukan dengan pemanfaatan

bahan makanan sumber vitamin A (suvital).

f) Upaya penanggulangan Anemia Gizi dilakukan melalui

suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD). Sedangkan

upaya tidak langsung dilakukan dengan pemanfaatan

bahan makanan alami sumber zat besi

g) Peningkatan status gizi keluarga dilakukan melalui

pemberdayaan keluarga dan masyarakat yang

dilaksanakan melalui revitalisasi posyandu. Agar

kemandirian melalui revitalisasi posyandu dapat dicapai

sesuai dengan yang diharapkan, maka diperlukan

pemberdayaan ditingkat keluarga, masyarakat dan

provider.

4.2.1.4.1. KEGIATAN DALAM GEDUNG

a) Penyuluhan / Konseling Gizi di Puskesmas

Kegiatan konseling perorangan dilakukan pada hari

Selasa dan Kamis setiap minggunya. Tujuan diadakan

konseling ini adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan

keterampilan masyarakat tentang gizi dan kesehatan,

membantu mengatasi masalah gizi dan kesehatan yang

tengah dihadapi pasien, memudahkan petugas memantau

perkembangan dan status pasien.

Sasaran konseling adalah : Ibu penderita gizi

buruk, gizi kurang, balita dengan masalah tumbuh

kembang, penderita penyakit- penyakit degeneratif seperti

hipertensi, Diabetes Melitus, Hyperkolesterol, jantung, dll

b) Penanganan Balita Gizi Buruk Rawat Inap

Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu

Puskesmas dengan TFC (Therapeutic Feeding Centre)

berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan

secara intensif, dengan melibatkan ibu atau keluarga

33

Page 34: Gizi Buruk

dalam perawatan anak. Kegiatan Pelaksanaan TFC anatara

lain :

1) Pelayanan medis, keperawatan dan konseling gizi

sesuai dengan penyakit penyerta/penyulit.

2) Pemberian formula dan makanan tambahan sesuai

dengan fase (fase stabilisasi, fase transisi, fase

rehabilitasi dan fase tindak lanjut)

c) Penyelenggaraan Makanan Untuk Pasien Rawat Inap

Puskesmas Tanjung Karang merupakan Puskesmas

Perawatan sehingga menyelenggarakan pemberian makan

bagi pasien rawat inap. Pelaksanaan pemberian makanan

bagi pasien rawat inap dilaksanakan oleh petugas gizi

Puskesmas dibantu oleh seorang pramusaji.Dalam

kegiatan penyelenggaraan makan pasien rawat inap di

Puskesmas Tanjung Karang menggunakan siklus menu 5

hari.

4.2.1.4.2. KEGIATAN LUAR GEDUNG

a. Penimbangan Balita Di Posyandu

Jumlah Posyandu yang ada di wilayah Puskesmas

Tanjung Karang ada 34 Posyandu, terdiri dari posyandu

pratama, madya dan mandiri.

1) Cakupan Program (K/S)

Cakupan program (K/S) merupakan suatu indikator

mengenai kemampuan program untuk menjangkau

balita yang ada di masing-masing wilayah.K adalah

jumlah balita yang memiliki KMS dan S adalah jumlah

seluruh balita yang ada di suatu wilayah/posyandu.

Data S yang digunakan merupakan angka proyeksi jika

dibandingkan dengan data S real terdapat perbedaan

yang signifikan sehingga cakupan K/S menjadi rendah

2) Partisipasi Masyarakat (D/S)

34

Page 35: Gizi Buruk

Partisipasi merupakan indikator yang menunjukkan

sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam

kegiatan penimbangan balita di posyandu.

3) Hasil Penimbangan (N/D)

Hasil Penimbangan merupakan indikator keadaan

gizi balita pada suatu waktu (bulan) di suatu wilayah

tertentu. Hasil penimbangan yang digunakan adalah

N/D-O-B

4) BGM/D (BALITA BAWAH GARIS MERAH)

BGM/D merupakan angka yang dapat memberikan

rambu-rambu adanya rawan gizi.

5) DO (Drop Out)

Drop Out merupakan angka yang dapat

memberikan gambaran jumlah balita yang drop out/

tidak datang ke posyandu di wilayah Puskesmas

b. Penyuluhan Gizi

Sasaran penyuluhan gizi adalah seluruh masyarakat

terutama ibu hamil, ibu menyusui, orang tua balita, wanita

usia subur, anak sekolah dan remaja.Kegiatan penyuluhan

gizi di puskesmas Tanjung Karang dilakukan secara

periodik di 34 posyandu setiap kegiatan posyandu. Khusus

untuk Kelurahan Banjar dan Tanjung Karang yang

merupakan lokasi proyek NICE melaksanakan kegiatan

penyuluhan kelompok dengan jadwal khusus yang

dilaksanakan pada sore hari, setiap bulan satu

lingkungan/posyandu mendapat penyuluhan gizi satu kali

sehingga selam tahun 2012 setiap lingkungan/posyandu

mendapat 12 kali kegiatan penyuluhan gizi.

Materi penyuluhan yang diberikan berupa :

1) Tiga Belas Pesan Dasar Gizi

35

Page 36: Gizi Buruk

2) ASI Ekslusif dan Makanan Pendamping ASI (MP-

ASI).

3) Makanan Ibu Hamil dan Menyusui

4) Pemasyarakatan Garam Beryodium

5) Pemasyarakatan Bahan Makanan Sumber Vitamin A

dan zat besi

6) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita

7) Penyebab dan tanda- tanda kelainan gizi

Tenaga penyuluh dilakukan oleh tenaga gizi

Puskesmas, Paramedis Puskesmas maupun oleh Kader.

Media penyuluhan yang digunakan antara lain : KMS,

Food Model, Leaflet. Penyuluhan dilakukan dengan cara

perorangan maupun kelompok.

Selain di Posyandu Penyuluhan juga dilaksanakan

di Sekolah Dasar yang ada di wilayah Puskesmas Tanjung

Karang (17 SD) dengan materi gizi seimbang, agar siswa-

siswa dapat mengetahui, mengerti dan melaksanakan gizi

seimbang dalam kehidupan sehari-hari.Kegiatan

Penyuluhan gizi seimbang di SD bersumber dana dari

APBD dan BOK Puskesmas Tanjung Karang.

c. Pemberian Tablet Besi Untuk Ibu Hamil

Pemberian tablet besi untuk ibu hamil dan ibu nifas

merupakan kegiatan penanggulangan anemia gizi besi

dengan tujuan menurunkan prevalensi Anemia Gizi Besi

melalui upaya peningkatan konsumsi zat besi (Tablet Fe)

dan konsumsi bahan makanan sumber zat besi.Sasaran

kegiatan tersebut adalah semua ibu hamil dan ibu nifas

yang ada di wilayah Puskesmas Tanjung Karang. Dosis

pemberian yaitu diberikan 1 tablet setiap hari minimal 90

tablet selama kehamilan sampai masa nifas. Hasil

pencapaiannya :

1) Fe 1 Ibu Hamil

36

Page 37: Gizi Buruk

Fe1 yaitu kegiatan pemberian tablet tambah darah

(Fe) pada ibu hamil pada kunjungan pertama selama

kehamilan.

2) Fe 3 Ibu Hamil

Fe 3 yaitu kegiatan pemberian tablet tambah

darah (Fe) pada ibu hamil pada kunjungan keempat

dan telah mendapatkan 90 tablet Fe selama

kehamilan.

3) Fe Ibu Nifas

Fe ibu nifas yaitu kegiatan pemberian tablet

tambah darah (Fe) pada ibu nifas selam masa nifas

d. Pemberian Kapsul Vitamin A Untuk Balita dan Ibu

Nifas

Penaggulangan kekurangan Vitamin A adalah

kegiatan menurunkan prevalensi kekurangan Vitamin A

melalui upaya meningkatkan konsumsi vitamin A melalui

makanan sumber vitamin A dan Suplemen kapsul

vitamin A.

Tujuannya adalah : Mencegah kekurangan Vitamin A

1) Menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A pada

balita

2) Meningkatkan status vitamin A ibu nifas

Sasaran pemberian kapsul vitamin A :

a) Bayi yaitu semua bayi berumur 6-11 bulan baik sehat

ataupun sakit dengan dosis 1 kapsul vitamin A

100.000 SI (Biru) dan diberikan secara serentak pada

bulan Februari dan Agustus.

b) Anak balita yaitu semua anak balita yang berumur 1 –

5 tahun baik sehat maupun sakit dengan dosis 1

kapsul vitamin A 200.000 SI (merah) tiap 6 bulan dan

37

Page 38: Gizi Buruk

diberikan secara serentak setiap bulan Februari dan

Agustus.

c) Ibu nifas yaitu semua ibu yang baru melahirkan (masa

nifas) sehingga bayinya mendapatkan vitamin A yang

cukup melalui ASI. Dengan dosis 1 kapsul vitamin A

200.000 SI yang diberikan segera setelah melahirkan

dan kapsul lagi paling lambat 1 x 24 jam.

d) Kejadian tertentu yaitu Bayi dan balita yang

menderita campak, pneumonia, diare dan gizi buruk

segera diberikan kembali kapsul vitamin A sebanyak

tambahan sesuai dosis yang dianjurkan.

Waktu pemberian serentak dilakukan pada bulan

Februari dan Agustus sebagai bulan utama pemberian

kapsul paling lambat 1 bulan berikutnya diupayakan untuk

menjaring kelompok sasaran yang belum mendapatkan

kapsul vitamin A yang dilaksanakan di sweeping.

e. ASI Ekslusif

ASI Ekslusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu

(ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan

tanpa diberikan makanan atau minuman lain, kecuali obat,

vitamin dan mineral. Bayi dikatakan ASI Eklsusif, jika

pada saat survey dilakukan masih diberi ASI secara

Ekslusif. Cakupan ASI Ekslusif disuatu wilayah dapat

diketahui dengan rumus berikut :

Cakupan ASI Ekslusif 0-6 bulan

= ∑ bayi umur 6 bulan yang diberi ASI Ekslusif x 100 %

∑ bayi umur 6 bulan disuatu wilayah

f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

38

Page 39: Gizi Buruk

Semua penderita gizi buruk yang terjaring dengan

BB/U kemudian di ferivikasi BB/TB. Penderita dengan

status sangat kurus dan atau tanda klinis (Marasmus,

Kwashiorkor, Marasmus- Kwashiorkor) dirujuk ke

Puskesmas Tanjung Karang untuk ditangani sesuai dengan

tatalaksana gizi buruk (rawat inap/rawat jalan).

Penanganan kasus gizi buruk dan gizi kurang bersumber

dari dana APBD dan BOK Puskesmas Tanjung Karang.

g. Pendistribusian MP-ASI

Selain pemberian makanan tambahan untuk pasien

gizi buruk, juga ada pendistribusian MP-ASI berupa bubur

dan biskuit dengan sasaran balita usia 6-24 bulan dengan

berat badan kurang dan prioritas balita Gakin.

h. Pemantauan Garam Beryodium

Masalah GAKY merupakan salah satu masalah gizi

yang cukup serius. Kekurangan zat yodium dalam jangka

waktu tertentu akan menimbulkan gangguan

perkembangan fisik dan keterbelakangan mental,

penurunan kecerdasan yang berpengaruh terhadap kualitas

sumber daya manusia (SDM). Dalam rangka

penanggulangan GAKY tersebut maka program yang

digalakkan adalah melalui program jangka panjang yaitu

distribusi garam beryodium dengan kadar 30 – 80 ppm

untuk mencapai target garam beryodium untuk semua,

maka pemasyarakatan konsumsi garam beryodium harus

dilakukan secara berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk

mencegah timbulnya kasus Kretin pada balita,

menurunkan prevalensi Total Goitert Rate (GTR) dan

Iodisasi garam secara nasional melalui iodisasi semua

garam. Kegiatan yang dilakukan adalah pemantauan

39

Page 40: Gizi Buruk

penggunaan garam beryodium untuk memperoleh

gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam

beryodium yang memenuhi syarat di masyarakat sehingga

mendapatkan gambaran :

a. Konsumsi garam beryodium ditingkat desa dengan

pengujian garam

b. Bentuk garam yang digunakan ditingkat masyarakat

c. Tempat pembelian garam yang digunakan di

masyarakat

d. Ada atau tidaknya merek dagang produsen garam yang

dikonsumsi masyarakat.

i. Pemantauan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga mandiri Sadar Gizi (KADARZI) adalah

keluarga yang mampu mengenali masalah gizi dan mampu

mencegah serta mengatasi masalah gizi setiap anggota

keluarga.

Tujuan dari pembinaan Kadarzi adalah agar setiap

keluarga :

1. Menimbang balita secara rutin ke Posyandu

2. Mampu mengenali tanda-tanda sederhana keadaan

kelainanm gizi (gizi kurang dan gizi lebih)

3. Mampu menerapkan susunan hidangan keluarga yang

baik dan benar sesuai PUGS.

4. Mampu mencegah dan mengatasi kejadian atau

mencari rujukan bila terjadi kelainan gizi

5. Menghasilkan makanan melalui pemanfaatan

pekarangan.

Indikator yang dipakai dalam kegiatan pendataan

keluarga sadar gizi adalah :

1. Menimbang berat badan secara teratur

2. Makan beraneka ragam

3. Menggunakan garam beryodium

40

Page 41: Gizi Buruk

4. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi

sejak lahir sampai enam bulan (ASI Ekslusif).

5. Mendapatkan dan memberikan suplemen gizi bagi

anggota keluarga.

Kader melakukan pendataan ke keluarga sampel

dengan menggunakan 5 indikator diatas, apabila indikator

tersebut tidak dilaksanakan, kader dan petugas memberi

penyuluhan agar keluarga tersebut sadar dan mau

melaksanakan kelima indikator kadarzi.

j. Pekan Penimbangan

Kegiatan pekan penimbangan dimaksudkan untuk

melakukan penjaringan (screening / deteksi dini ) kasus

balita gizi buruk yang ada di Puskesmas Tanjung Karang

sehingga kasus lebih cepat dan tepat mendapatkan

penanganan. Kegiatannya berupa penimbangam berat

badan terhadap seluruh balita yang ada di posyandu di

Wilayah Puskesmas Tanjung Karang. Selanjutnya dari

hasil tersebut diketahui jumlah balita gizi buruk

berdasarkan indikator BB/U, kemudian dilakukahn

verifikasi data balita gizi buruk dengan indikator BB/TB.

Sejak tahun 2012 Pekan penimbangan di Puskesmas

Tanjung Karang diakukan 4 kali setahun yaitu setiap bulan

Februari, Juni, Agustus dan Nopember. Berbeda dengan

Pekan penimbangan pada tahun 2011, dilaksanakan pada

bulan Februari dan Agustus.

k. Kegiatan Kelas Gizi

Kegiatan kelas gizi adalah sebagai bentuk kegiatan

intervensi secara langsung dan tidak langsung dalam

upaya penanggulangan kasus gizi buruk/gizi kurang di

Puskesmas Tanjung Karang.

Tujuan kegiatan ini adalah agar para ibu memiliki

keterampilan menyediakan makan yang bergizi bagi

41

Page 42: Gizi Buruk

balita, serta memiliki keterampilan pola asuh balita yang

baik, sehingga dapat meningkatkan status gizi balitanya.

Jenis luaran yang dihasilkan dalam kegiatan Kelas Gizi di

wilayah Puskesmas Tanjung Karang adalah :

1. Kelas Gizi sebagai model pembelajaran ibu balita

tentang gizi, pola makan, dan pola asuh untuk

mebentuk balita yang sehat, cerdas dan berkarakter.

2. Bertambahnya jumlah balita yang mengalami

peningkatan status gizi.

3. Bertambahnya pengetahuan para ibu balita tentang

gizi, Posyandu,pengolahan bahan makanan dan pola

asuh anak.

Sasaran kegiatan ini adalah ibu balita

berdasarkan kriteria:

1) Memiliki anak balita dengan kasus gizi kurang

(BGM)

2) Bersedia mengikuti kegiatan kelas gizi secara utuh

3) Bersedia dipantau dan dievaluasi hasil yang diperoleh

selama mengikuti kegiatan kelas gizi.

l. Kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG)

Pemantauan status gizi (PSG) sebagai salah satu

komponen system Kewaspadaan Pangan dan Gizi yang

bertujuan untuk memberikan informasi status gizi balita

secara berkala guna evaluasi perkembangan status gizi

penduduk, penetapan kebijakan dan perencanaan jangka

pendek. Hasil PSG ini diharapkan dapat memberikan

masukan yang berguna bagi pemerintah Kota Mataram

tentang situasi gizi, sehingga dapat dijadikan dasar

perencanaan program gizi dan prioritas pembinaan.

4.2.1.5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Menular

42

Page 43: Gizi Buruk

1) Program Imunisasi.

Pada Program imunisasi masing masing Kelurahan

mempunyai target sasaran bayi yang harus di capai.

Hasil kegiatan imunisasi akan di katakan berhasil

apabila presentasi cakupan mencapai program UCI

(Universal Child Immunization) > 80%.

2) Program P2 TB

Tujuan penanggulangan TB adalah menurunkan

angka kesakitan dan angka kematian penyakit TB.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan

cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.

Target dalam penanggulangan TB adalah:

1. Proporsi pasien TB BTA Positif diantara suspek 5-

15%

2. Proporspasien TB paru BTA positif diantara semua

pasien TB di obati > 65%

3. Angka penemuan kasus (case Detection Rate = CDR

) Minimal 70%.

4. Angka konversi (Conversion Raite) Minimal 80%.

5. Angka Kesembuhan (Cure Rate) Minimal 85%.

3) Program P2 Kusta.

Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang

menahun. Walaupun penyakit Kusta sejak th 2000 telah

berstatus eliminasi namun program ini tetap berjalan

untuk terus di pertahankan sehingga kusta tidak

merupakan persoalan kesehatan masyarakat di

kemudian hari.

4) Program diare

Kegiatan progam ini tidak beda dengan program

lain.

5) Program ISPA.

43

Page 44: Gizi Buruk

Program ispa bertujuan menurunkan angka

kesakitan dan angka kematian pada balita yang di

sebabkan karena kasus pneumonia

6) Program DBD

Program pemberantasan DBD mempunyai tujuan

mengeliminasi kasus DBD. Yang di lakukan pada

program ini yaitu :

1. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)

2. PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala)

PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala) di

laksanakan oleh petugas puskesmas serta di bantu

oleh kader dalam waktu 3 bulan sekali pada tempat-

tempat umum (SD, tempat ibadah, dll) serta

perumahan.

Target PJB adalah angka bebas jentik

sebesar 95% sehingga di harapkan dapat

memutuskan siklus hidup nyamuk yang beresiko

terjadinya kasus DBD.

7) Program P2 Malaria

Malaria merupakan penyakit menular yang masih

merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Kegiatan program malaria yang telah di lakukan:

1. Penemuan penderita

2. Penegakan diagnosa melalui mikroskopis dan RDT

(Rapid Dagnostic Test)

3. Pengobatan menggunakan Artemisinin

Combination Therapy (ACT)

4. Pembagian kelambu anti nyamuk.

8) Program Kecacingan.

44

Page 45: Gizi Buruk

Penyakit Kecacingan termasuk penyakit yang

berbasis lingkungan. Kegiatan yang dilakukan pada

program ini disamping pemeriksaan dan pengobatan

pada masyarakat umum juga melakukan kegiatan

pemeriksaan dan pengobatan pada anak sekolah (SD )

yang di lakukan dua kali dalam setahun.

Pencapaian yang di harapkan pada prgram ini dari

semua sampel yang di periksa :

Bila pemeriksaan prevalansi cacingan:

1. < 20% Maka di lakukan pengobatan selektif.

2. 20%_50% Pengobatan masal di lakukan satu kali

setahun.

3. > 50% Maka pengobatan masal di lakukan dua kali

setahun.

9) Program Survaeilans

Survaeilans adalah proses pengumpulan pengolahan

analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan

informasi ke penyelenggara program dan instansi

terkait secara sistimatis dan terus menerus tentang

situasi dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya

peningkatan dan penularan penyakit agar dapat di

lakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan

efesien.

Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah :

1. Laporan Mingguan (W2).

2. Survaeilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas

(Kasus Baru).

3. Survaeilans PTM Berbasis Puskesmas Sentinel

(Kasus Baru).

4.2.1.6. Upaya Pengobatan

1. Loket

45

Page 46: Gizi Buruk

2. Poliklinik Umum

3. IGD

4. Farmasi

5. Lansia

6. MTBS

7. Poliklinik Tumbuh Kembang

8. Poliklinik Gigi Mulut

9. Laboratorium

4.2.2. UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN

4.2.2.1. Upaya kesehatan gigi dan mulut

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya

yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang

ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan

kemampuan puskesmas. Salah satu program upaya kesehatan

pengembangan di puskesmas adalah program kesehatan gigi dan

mulut. Program upaya kesehatan gigi dan mulut di puskesmas

terdiri atas pelayanan kesehatan gigi di balai pengobatan gigi,

usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS), dan usaha kesehatan gigi

masyarakat (UKGM).

4.2.2.2. Upaya kesehatan sekolah

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya terpadu

lintas program dan lintas sektor dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan serta membentuk perilaku hidup sehat anak usia

sekolah yang berada di sekolah. Pelayanan kesehatan pada UKS

adalah pemeriksaan kesehatan umum dan kesehatan gigi dan

mulut. Tenaga Kesehatan adalah tenaga medis, keperawatan atau

petugas Puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga

pelaksana UKS/UKGS. Guru UKS adalah guru kelas atau guru

yang ditunjuk sebagai pembina UKS di sekolah dan telah dilatih

tentang UKS.

46

Page 47: Gizi Buruk

Pengertian program dan fingsi UKS kepanjangan dari

Usaha Kesehatan Sekolah adalah suatu wadah yang mengurus

berbagai hal terkait dengan kesehatan masyarakat sekolah yaitu

siswa, guru, kepala sekolah dan semua pegawai sekolah. UKS

juga merupakan wadah /sarana yang digunakan oleh program-

program kesehatan untuk mencapai pembangunan kesehatan.

4.2.2.3. Upaya kesehatan olah raga

Kesehatan olahraga diperlukan untuk tercapainya derajat

kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat yang optimal

dengan melakukan olahraga atau latihan fisik secara baik, benar,

terukur dan teratur serta berkesinambungan sebagai modal

penting dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja

sumber daya manusia.

4.2.2.4. Upaya kesehatan lanjut usia

Pelaksanaan pembinaan kesehatan usia lanjut di

puskesmas perlu dilakukan dengan manajemen yang baik, dengan

memperhatikan aspek perencanaan, pelaksanaan, pamantauan dan

evaluasi. Penilaian keberhasilan suatu program harus dimulai dari

awal kegiatan meliputi masukan proses dan luaran dengan melihat

aspek termasuk penyediaan sarana dan prasarana. Hasil

pemantauan yang dilakukan merupakan bahan dasar untuk

dilakukan pevaluasi keberhasilan kegiatan, telaah terhadap

kendala dan hambatan yang terjadi termasuk juga faktor

pendukung yang ada. Selanjutnya informasi yang diperoleh dapat

dipergunakan untuk perencanaan lebih lanjut ataupun melakukan

perbaikan-perbaikan.

Secara khusus upaya ini mempunyai tujuan :

1. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam

pembinaan kesehatan usia lanjut yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan

dan penilaian, termasuk pembinaan dan pengembangan

47

Page 48: Gizi Buruk

2. Meningkatkan kamampuan petugas puskesmas dalam

memberikan pelayanan kepada usia lanjut

3. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas untuk

menggalang peranseta masyarakat dalam pembinaan

kesehatan usia lanjut

4. Meningkatkan kerjasama dengan petugas lintas sector terkait

dalam pembinaan kesehatan usia lanjut

5. Meningkatkan peran serta usia lanjut, keluarga, tokoh

masyarakat, organisasi social dan lembaga swadaya

masyarakat dalam penyelenggaraan pembinaan kesehatan

usia lanjut

4.2.2.5. Upaya kesehatan penyakit tidak menular

Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular sebagai

bagian dari Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan pada Renstra Kemenkes 2010- 2014 adalah

Persentase provinsi yang melakukan pembinaan pencegahan dan

penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Penyakit Tidak

Menular merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses

infeksi (tidak infeksius). Faktor risiko PTM adalah suatu kondisi

yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya

PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang

dimaksud antara lain kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat

dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, obesitas,

Hyperglikemia, Hipertensi, Hiperkolesterol, dan perilaku yang

berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku

berlalu lintas yang tidak benar.

4.2.2.6. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) adalah

suatu bidang dalam keperawatan kesehatan yang merupakan

perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan

dukungan peran serta aktif masyarakat, serta mengutamakan

pelayanan promotif, preventif secara berkesinambungan tanpa

48

Page 49: Gizi Buruk

mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara

menyeluruh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh,

melalui proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi

kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya

kesehatannya.

Keperawatan kesehatan masyarakat, merupakan salah satu

kegiatan pokok Puskesmas yang sudah ada sejak konsep

Puskesmas di perkenalkan. Perawatan Kesehatan Masyarakat

sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun pada

akhir-akhir ini lebih tepat disebut CHN (Community Health

Nursing). Perubahan istilah public menjadi community, terjadi di

banyak negara karena istilah “public” sering kali di hubungkan

dengan bantuan dana pemerintah (government subsidy atau public

funding), sementara keperawatan kesehatan masyarakat dapat

dikembangkan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh

masyarakat atau swasta, khususnya pada sasaran individu (UKP),

contohnya perawatan kesehatan individu di rumah (home health

nursing).

Perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan

oleh Puskesmas khususnya pelayanan yang dilakukan perawat

kepada masyarakat. Perkesmas dilakukan dengan penekanan pada

upaya pelayanan kesehatan dasar. Pelaksanaan Perkesmas

bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam

mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, sehingga tercapai

derajat kesehatan yang optimal.

Menurut WHO Perkesmas merupakan lapangan perawatan

khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan,

ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian

dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna

meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial,

49

Page 50: Gizi Buruk

perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan

bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga,

yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi

masyrakat secara keseluruhan.

Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat

diberikan secara langsung pada semua tatanan pelayanan

kesehatan, yaitu:

1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas,

dll) yang mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap

2. Di rumah

Perawat “home care” memberikan pelayanan secara

langsung pada keluarga di rumah yang menderita penyakit akut

maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan fungsi

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai

resiko tinggi masalah kesehatan.

3. Di sekolah

Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day

care) diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan

Perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah

melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan

kesehatan, dan pendidikan kesehatan

4. Di tempat kerja/industri

Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung

dengan kasus kesakitan/kecelakaan minimal di tempat

kerja/kantor, home industri/ industri, pabrik dll. Melakukan

pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja,

nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga dan penanganan

perokok serta pengawasan makanan.

5. Di barak-barak penampungan

Perawat memberikan tindakan perawatan langsung

terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik

ganda, dan mental.

50

Page 51: Gizi Buruk

6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling

Pelayanan keperawatan dalam puskesmas keliling diberikan

kepada individu, kelompok masyarakat di pedesan, kelompok

terlantar. Pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah

pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus

penyakit akut dan kronis, pengelolaan dan rujukan kasus

penyakit.

7. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak,

panti wreda, dan panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan)

atau lembaga pemasyarakatan (Lapas).

8. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi:

a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak,

lansia mendapat perlakukan kekerasan

b. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa

c. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan

obat

d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok

lansia, gelandangan pemulung/pengemis, kelompok

penderita HIV (ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids), dan

WTS.

4.3 IDENTIFIKASI MASALAH

4.3.1. DAFTAR MASALAH KESEHATAN PKM TANJUNG KARANG

(UPAYA KESEHATAN WAJIB)

4.3.1.1. Promkes

1). RT yang dikunjungi 59.55% dengan cakupan rumah tangga

sehatnya adalah 28.68 %

4.3.1.2. Upaya Kesehatan Lingkungan

1) Cakupan jamban keluarga : 92,31 %

2) Cakupan saluran pembuangan air limbahg : 88,34 %

3) Cakupan sarana air bersih : 90,06 %

4) Cakupan pengawasan tempat pengelolaan makanan : 51,35 %

51

Page 52: Gizi Buruk

5) Cakupan pengawasan tempat umum : 68,55 %

4.3.1.3. KIA

1) KN1 : 98 %

2) KN2 : 98 %

3) Komplikasi neonatal tertangani : 84 %

4) Kunjungan bayi 1 : 94 %

5) Kunjungan bayi 4 : 94 %

6) Kunjungan balita 1 : 75 %

7) Kunjungan balita 4 : 75 %

4.3.1.4. Gizi

1) D/S : 83,21 %

2) N/S : 46,97%

3) N/DOB : 53,48 %

4) N/D : 58,03 %

5) K/S : 78,45 %

6) DO : 0,87 %

7) T2/D : 1,18 %

8) BGM/D : 1,24 %

9) Vit A ( biru ) : 100 %

10) Vit A ( merah ) : 100 %

11) Garam beryodium : 68,25 %

12) Fe 1 ( ibu hamil ) : 100,45 %

13) Fe 3 ( ibu hamil) 95,90 %

14) Vit A ( ibu nifas) : 87,59 %

15) Fe 3 ( ibu nifas ) : 87,59 %

16) Kadarzi : 62,50 %

17) Asi ekslusif : 45,33 %

18) Pekan penimbangan :

a) BB/U :

Gizi buruk : 1,48 %

Gizi kurang : 12,21 %

52

Page 53: Gizi Buruk

Gizi baik : 85,09 %

Gizi lebih : 1,22 %

b) PB/U atau TB/U:

Sangat pendek : 14,84 %

Pendek : 59,57 %

Normal : 25,52 %

c) BB/PB atau BB/TB:

Sangat kurus : 0 %

Kurus : 65,56 %

Normal ; 34,04 %

4.3.1.5. P2M

1) ISPA 96 %

2) Pnemonia 96 %

3) Diare 122,6 %

4) Imunisasi HB 1 : 100,2 % ( PKM : 97,2 %)

5) Imunisasi BCG 108,2 % ( PKM : 105 %)

6) Imunisasi polio 1 108,2 % ( PKM : 105 %)

7) Imunisasi DPT 97,8 % ( PKM 95,90 %)

8) Imunisasi DPT 101% ( PKM 95,90 %)

9) Imunisasi polio 3 101% ( PKM 98 %)

10) Imunisasi DPT / HB combo 3 106,5 % ( PKM 103,20%)

11) Imunisasi polio 4 106,5 % ( PKM 103,20%)

12) Imunisasi campak 105,7 % (PKM 104,90 %)

Tabel. 4.3. KRITERIA A : BESARNYA MASALAH

No Program Target Pencapaia

n

Besar

masalah

1. KIA

a. Kunjungan balita 1 90 % 75 % 15 %

b. Kunjungan balita 4 90 % 75 % 15 %

2. Gizi

53

Page 54: Gizi Buruk

a. N/S 90 % 46,97% 43,03 %

b. N/DOB 90 % 53,48 % 36,52 %

c. K/S 90 % 78,45 % 11,55 %

d. N/D 90 % 58,03 % 31,97 %

e. DO 0,87 %

f. BGM/D < 5 % 1,24 %

g. ASI ekslusif 80 % 45,33 % 34,67 %

h. Garam beryodium 90 % 68,25 % 21,75 %

i. KADARZI 62,50 %

j. Pekan penimbangan

BB/U :

Gizi buruk

Gizi kurang

Gizi baik

Gizi lebih

PB/U atau TB/U:

Sangat pendek

Pendek

Normal

BB/PB atau BB/TB:

Sangat kurus

Kurus

Normal

1,48 %

12,21 %

85,09 %

1,22 %

14,84 %

59,57 %

25,52 %

0 %

65,56 %

34,04 %

3. Kesehatan lingkungan

a. Cakupan pengawasan tempat

pengelolaan makanan

75 % 51,35 % 23,65 %

b. Cakupan pengawasan tempat umum 75 % 68,55 % 6,45 %

4. P2M

a. ISPA-Pnemonia umur 0 -5 tahun 100 % 96 % 4 %

54

Page 55: Gizi Buruk

Interval = nilai terbesar−nilai terkecil

k

= 43,03 – 4 / 5,09

= 39,03/4,67

= 8,36

K = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 13

= 4,67

= 5 kelas

Kelas (ada 5)

I = 4 – 12,36

II = 12,37 – 20,73

III = 20,74 – 29,1

IV = 29,11 – 37,47

V = 37,48 – 45,84

Tabel. 4.4. KRITERIA A: BESARNYA MASALAH (5 KELAS)

Masalah Kesehatan

Besarnya masalah terhadap presentase pencapaian Nilai

Interval

I

Interval

II

Interval

III

Interval

IV

Interval

V

1. KIA

a) Kunjungan balita 1 √ 2

b) Kunjungan balita 4 √ 2

2. Gizi

a) N/S √ 5

b) N/DOB √ 4

c) K/S √ 1

d) N/D √ 4

e) Asi ekslusif √ 4

f) Garam beryodium √ 3

55

Page 56: Gizi Buruk

g) Gizi buruk + gizi

kurang

√ 2

3. Kesehatan

lingkungan

a) Cakupan

pengawasan

tempat

pengelolaan

makanan

√ 3

b) Cakupan

pengelolaan

tempat umum

√ 1

4. P2M

a. ISPA-Pnemonia

umur 0 -5 tahun

√ 1

Tabel. 4.5. KRITERIA B: KEGAWATAN MASALAH

Masalah Kesehatan Kegawatan Tingkat

urgensi

Biaya yang

dikeluarkan Nilai

1. KIA

a) Kunjungan balita 1 4 4 4 12

b) Kunjungan balita 4 4 4 4 12

2. Gizi

a) N/S 5 4 1 10

b) N/DOB 3 2 3 8

c) K/S 3 3 3 9

d) N/D 3 2 2 7

e) Asi ekslusif 5 4 4 13

f) Garam beryodium 3 3 3 9

g) Gizi buruk + gizi

kurang

5 5 4 14

56

Page 57: Gizi Buruk

3. Kesehatan lingkungan

a) Cakupan pengawasan

tempat pengelolaan

makanan

3 2 3 8

b) Cakupan pengelolaan

tempat umum

3 2 3 8

4. P2M

b. ISPA-Pnemonia umur 0 -5

tahun

3 3 3 9

KETERANGAN :

Skor kegawatan :

Sangat gawat : 5

Gawat : 4

Cukup gawat : 3

Kurang gawat : 2

Tidak gawat : 1

Skor tingkat urgensi :

Sangat mendesak : 5

Mendesak : 4

Cukup mendesak : 3

Kurang mendesak : 2

Tidak mendesak : 1

Skor biaya yang dikeluarkan :

Sangat murah : 5

Murah : 4

Cukup murah : 3

Mahal : 2

Mahal sekali : 1

Tabel. 4.6. Kriteria C. kemudahan dalam penganggulangan

57

Page 58: Gizi Buruk

Masalah Kesehatan Nilai

1.KIA

a) Kunjungan balita 1 3

b) Kunjungan balita 4 3

2.Gizi

a) N/S 4

b) N/DOB 4

c) K/S 3

d) N/D 3

e) Asi ekslusif 3

f) Garam beryodium 3

g) Gizi buruk + gizi kurang 4

3.Kesehatan lingkungan

a) Cakupan pengawasan tempat

pengelolaan makanan

2

b) Cakupan pengelolaan tempat umum 2

1. P2M

a) ISPA-Pnemonia umur 0 -5 tahun 3

KETERANGAN :

Skor penanggulangan :

Sangat mudah : 5

Mudah : 4

Cukup mudah : 3

Sulit : 2

Sangat sulit : 1

Tabel. 4.7. Kriteria D. PEARL faktor

Masalah Kesehatan P E A R LHasil

Kali

1. KIA

58

Page 59: Gizi Buruk

a) Kunjungan balita 1 1 1 1 1 1 1

b) Kunjungan balita 4 1 1 1 1 1 1

1. Gizi

a) N/S 1 1 1 1 1 1

b) N/DOB

c) K/S 1 1 1 1 1 1

d) N/D 1 1 1 1 1 1

e) Asi ekslusif

f) Garam beryodium 1 1 1 1 1 1

g) Gizi buruk + gizi

kurang1 1 1 1 1 1

2. Kesehatan lingkungan

a) Cakupan pengawasan

tempat pengelolaan

makanan

1 1 1 1 1 1

b) Cakupan pengelolaan

tempat umum1 0 1 1 1 0

3. P2M

a) ISPA-Pnemonia umur

0 -5 tahun1 0 1 1 1 0

KETERANGAN :

PEARL faktor:

Propriety (Kesesuaian)

Economic (Ekonomi Murah)

Acceptability (Dapat Diterima)

Resources Availability (Tersedianya Sumber)

Legality (Legalitas Terjamin)

Skor PEARL :

1 = dapat dilaksanakan

59

Page 60: Gizi Buruk

0= tidak dapat dilaksanakan

3.3 Prioritas masalah

NPD = (A+B) x C

NPT = (A+B) x C x D

Tabel 4.8. URUTAN PRIORITAS BERDASARKAN PERHITUNGAN

HANLON KUANTITATIF

Masalah Kesehatan A B C D NPD NTPUrutan

Prioritas

1. KIA

a) Kunjungan balita 1 2 12 3 1 42 42 5a

b) Kunjungan balita 4 2 12 3 1 42 42 5b

2. Gizi

a) N/S 5 10 4 1 60 60 2

b) N/DOB 4 8 4 1 48 48 4

c) K/S 1 9 3 1 30 30 8

d) N/D 4 7 3 1 33 33 7

e) Asi ekslusif 4 13 3 1 51 51 3

f) Garam beryodium 3 9 3 1 36 36 6

g) Gizi buruk + gizi

kurang2 14 4 1 64 64 1

3. Kesehatan lingkungan

a) Cakupan pengawasan

tempat pengelolaan

makanan

3 8 2 1 22 22 9

b) Cakupan pengelolaan

tempat umum1 8 2 0 20 0 10 a

60

Page 61: Gizi Buruk

4. P2M

a) ISPA-Pnemonia

umur 0 -5 tahun1 9 3 0 30 0 10b

Urutan Prioritas

1. Gizi buruk + gizi kurang

2. N/S

3. Asi ekslusif

4. N/DOB

5. a) Kunjungan balita 1

b) Kunnjungan balita 4

6. Garam beryodium

7. N/D

8. K/S

9. Cakupan pengawasan tempat pengelolaan makanan

10. a) Cakupan pengelolaan tempat umum

b)ISPA-Pnemonia umur 0 -5 tahun

Tabel 4.9. JUMLAH ANAK RAWAT INAP GIZI BURUK

No Nama Kelurahan Jumlah gizi buruk yg dirawat tahun 2013 - 2014

1 Kekalik Jaya 1 orang

2 Tj. Kr Permai 1 orang

3 Tj. Karang 6 orang

4 Banjar 1 orang

5 Ampenan Selatan 5 orang

6 Taman Sari 0

JUMLAH 14 orang

61

Page 62: Gizi Buruk

4.4. HASIL PENELITIAN

tidak tamat SD SD SMP SMA Sarjana0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

0.00%

42.90%

0.00%

42.90%

14.30%

pendidikan ayah penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014

62

Page 63: Gizi Buruk

tidak tamat SD SD SMP SMA Sarjana0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

14.30%

64.30%

7.10% 7.30% 7.30%

pendidikan ibu penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014

< Rp 1.200.000,00 > Rp 1.200.000,000.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

64.30%

34.70%

penghasilan orang tua/bulan penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014

63

Page 64: Gizi Buruk

<2.500 gr > 2500 gr0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

21.40%

78.40%

Berat lahir penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014

kurang cukup0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

100%

0%

Sumber Informasi orang tua mengenai gizi buruk

64

Page 65: Gizi Buruk

kurang cukup0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

57.10%

42.90%

pengetahuan ibu mengenai gizi buruk

kurang cukup0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

21.40%

78.60%

Sikap Responden

65

Page 66: Gizi Buruk

kurang cukup0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

42.90%

57.10%

Tradisi setempat

kurang cukup0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0%

100%

fasilitas kesehatan

66

Page 67: Gizi Buruk

kurang cukup0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

7.10%

92.90%

Petugas Kesehatan

kurang cukup0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0%

100%

Tindakan orang tua

Keterangan :

Skoring :

Skala Gutman

a) skor terendah : skoring terendah x jumlah pertanyaanb) skor tertinggi : skoring tertinggi x jumlah pertanyaan

67

Page 68: Gizi Buruk

kriteria objektif : interval (I), range (R), katagori (K)I : R/KR : skor tertinggi-skor terendahK : banyak kriteria yang di susun

a. skor terendah : 0 x 39 : 0 %b. skor tertinggi : 1x39 : 39 %c. R :100% - 0 % : 100 %d. I : 100/2 : 50 %e. Kriteria penilaian : skor teringgi – interval

100 – 50 : 50 %

4.4.1. Analisis Penyebab Masalah

4.4.1.1. Input

Tabel 4.10. : Input Analisis Penyebab Masalah

INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN

Man Tersedianya petugas

gizi

Adanya kader di

masing-masing

posyandu

Ada beberapa kader

yang tidak bisa hadir

pada saat posyandu

Kurang pengetahuan

ibu

Ada beberapa kader

yang tidak aktif

Money Ada dana BOK Penghasilan keluarga

yang masih kurang

Methode Mengajak peran aktif

masyarakat

Penyuluhan

Tidak menarik

perhatian masyarakat

Kurang efektif

Kurang kooperatif

68

Page 69: Gizi Buruk

Material Tersedia poster Kurang informasi

Machine Ada timbangan/dacin

Ada alat ukur panjang

badan

Kurang banyak alat

Kalibrasi alat kurang

diperhatikan

LINGKUNGAN Adanya posyandu di

masing –masing

lingkungan

Kebiasaan masyarakat

yang masih buruk

Pola pikir masyarakat

yang susah di ubah

Kurangnya kesadaran

dan perhatian akan

pentingnya posyandu

masyarakat

Kurangnya kesadaran

masyarakat terhadap

kebersihan rumah

sendiri

Sanitasi lingkungan

kurang dan sarana air

bersih kurang

4.4.1.2. Proses

Tabel 4.11. : Proses Analisis Penyebab Masalah

PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN

P1 (Perencanaan

Tingkat Puskesmas

(PTP))

Ada basic program Kurang intensive

petugas di beberapa

tempat

Kurang edukasi dan

evaluasi terhadap

pemberian makanan

69

Page 70: Gizi Buruk

untuk gizi buruk

P2 (Langkah

Penggerakan Dan

Pelaksanaan)

Ada motivasi untuk

pelaksanaannya

Organisasi sudah jelas

P3 (Pengawasan,

Pengendalian Dan

Penilaian)

Tetap mengadakan

pengawasan

Kurang survelance

gizi buruk

70

Page 71: Gizi Buruk

Gizi buruk

Kurang survalance gizi buruk

Kurang pengawasan

petugas

P3

Method

Kurang kooperatif

Kurang efektif

Tidak menarik

perhatian masyarakat

Money

Penghasilan keluarga

masih kurang

Material

Kurang informasi

Man

Kurang pengetahuan

ibu

Kebiasaan masyarakat yang masih buruk

Sanitasi kurang

Lingkungan

Pola pikir msyarakat yang susah

di ubah

Kurangnya kesadaran dan perhatian pentingnya posyandu

P2

Kurang intensive

Kurang edukasi dan evaluasi

P1

Machine

4.4.1.3. FISH BONE ANALISIS

71

Kurang banyak alat

dan alat tidak di kalibrasi

Kader tidak aktif

Page 72: Gizi Buruk

Tabel 4.12. Alternatif Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan

Masalah Alternatif pemecahan masalah

1. Ada beberapa kader yang

tidak aktif

Mengganti kader yang tidak aktif

2.Kurang pengetahuan ibu Memberikan penyuluhan yang lebih

intensif

3. Penghasilan keluarga yang

masih kurang

Memberikan makanan pendamping ASI

gratis

4. Kurang banyak alat Memperbanyak alat

5.Kalibrasi alat kurang

diperhatikan

Menyediakan teknisi kalibrasi alat atau

bekerjasama dengan instansi

tersertifikasi dalam kalibrasi alat

6.Pola pikir masyarakat yang

susah di ubah

Melibatkan pemuka adat atau kepala

lingkungan untuk memberikan

penyuluhan

7.Kurangnya kesadaran dan

perhatian akan pentingnya

posyandu dalam masyarakat

Melakukan penyuluhan intensif ( door to

door)

8.Kurangnya kesadaran

masyarakat terhadap kebersihan

rumah sendiri

Penyuluhan intensif

9.Sanitasi lingkungan kurang

dan sarana air bersih kurang

Mengembangkan program lintas sektor

10.Petugas kurang intensif di

beberapa tempat

Evaluasi petugas lebih ditingkatkan

72

Page 73: Gizi Buruk

11.Kurang edukasi dan evaluasi

terhadap pemberian makanan

untuk gizi buruk

Pelatihan ibu – ibu anak gizi buruk agar

lebih paham terhadap pemberian

makanan untuk gizi buruk

12.Kurang surveilance gizi

buruk

Melakukan skrining yang lebih intensif

dari awal

73

Page 74: Gizi Buruk

BAB V

PENUTUP

5.1 SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung

Karang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Banyak faktor yang dapat menyebabkan gizi buruk diantaranya

pendidikan orang tua, penghasilan kekuarga, pengetahuan ibu, sumber

informasi, sikap ibu dan tradisi setempat.

2. Pendidikan ayah penderita gizi buruk paling banyak SD dan SMA sebesar

42,90 % dan pendidikan ibu penderita gizi buruk paling banyak SD

sebesar 64,30 %.

3. Penghasilan orang tua penderita gizi buruk banyak dibawah UMP

sebanyak 64,30 %.

4. Berat badan lahir penderita gizi buruk di atas BBLR sebanyak 78,40 %.

5. Sumber informasi mengenai gizi buruk masih sangat kurang sebesar

100%.

6. Pengetahuan ibu mengenai gizi buruk masih kurang sebesar 57,10 %.

7. Sikap responden dan tradisi setempat masih cukup baik sebesar 78,60 %

dan 57,10 %.

8. Fasilitas kesehatan dan tindakan orang tua dalam menanggulangi kasus

gizi buruk sangat baik sebesar 100 %.

9. Petugas kesehatan dalam menyikapi kasus gizi buruk juga sangat baik

sebesar 92,90 %.

5.2 SARAN

1. Masih ditemukan anak balita dengan status gizi buruk, oleh karena itu

dalam mempertahankan dan peningkatan status gizi, disarankan

kepada ibu untuk tetap memperhatikan asupan gizi anak, baik asupan

74

Page 75: Gizi Buruk

energi maupun protein, selain itu perlu juga peningkatan kesadaran

ibu dengan diberikan penyuluhan oleh petugas kesehatan agar dapat

memperbaiki status gizi anak yang buruk. Dalam hal ini menyangkut

tentang praktek pemberian makan dan praktek kesehatan.

2. Kepada ibu yang sudah menerapkan pola pengasuhan anak seperti

praktek pemberian makan dan praktek kesehatan yang sudah baik

diharapkan agar tetap mempertahankannya.

75