geomorfologi kota banjarmasin

Upload: sondang-simamora

Post on 15-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

pengelolaan tata guna lahan berbasis geomorfologi

TRANSCRIPT

  • IV. KONDISI UMUM

    4.1. Kota Banjarmasin (Propinsi Kalimantan Selatan) 4.1.1 Sejarah Perkembangan Kota Banjarmasin

    Sejak dahulu Kota Banjarmasin memegang peran strategis dalam lalu lintas

    perdagangan antar pulau, karena terletak di pertemuan antara Sungai Barito dan

    Sungai Martapura yang luas dan dalam sehingga dapat dilayari kapal-kapal besar

    dan dapat merapat hingga kota Banjarmasin. Pada zaman Belanda, Banjarmasin

    menjadi pelabuhan masuk dan keluar bagi seluruh daerah aliran Sungai Barito dan

    merupakan pelabuhan transit untuk kapal-kapal yang datang dari Pulau Jawa dan

    Singapura ke pantai timur Kalimantan. Sedangkan industri yang berkembang

    milik warga Eropa yang berdiri di Banjarmasin pada waktu itu terdiri dari pabrik

    es, galangan kapal kecil milik Borneo Industri Mij dan perdagangan yang dikelola

    oleh Borneo Soematra Handel Mij, Heinneman & Co, dan Kantor cabang dari

    Javasche Bank en Factorij. Pada masa itu, Banjarmasin mempunyai pelayaran

    yang teratur dan langsung dengan Sampit, Kotabaru, Samarinda, Martapura,

    Marabahan, Negara, Amuntai, Buntok, Muara Teweh dan Kuala Kapuas serta di

    luar Kalimantan dengan Surabaya dan Singapura.

    Asal mula nama Kota Banjarmasin berasal dari sejarah panjang Kerajaan

    Banjar. Pada saat Kerajaan Banjar masih berdiri, Kota Banjarmasin ini bernama

    Banjarmasih. Nama ini diambil dari dari nama patih yang sangat berjasa dalam

    pendirian Kerajaan Banjar, yaitu Patih Masih yang berasal dari Desa Oloh Masih.

    Nama Desa Oloh Masih ini dalam bahasa Ngaju berarti orang melayu atau

    kampung orang melayu. Patih Masih dan beberapa patih lainnya kemudian

    sepakat mengangkat Pangeran Samudera, yang merupakan putra Kerajaan Daha

    yang mengasingkan diri di Desa Oloh Masih. Dibawah kekuasaan Pangeran

    Samudera, Kerajaan Banjar mulai menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil dan

    menguasai jalur-jalur sungai sebagai pusat perdagangan pada waktu itu.

    Kini Kota Banjarmasin yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan

    Selatan mulai berkembang pesat seiring dengan berjalannya waktu. Banjarmasin

    terus berkembang sebagai pusat perdagangan dan hal tersebut mendorong

    pertambahan penduduk yang sangat cepat sehingga menadikan kota Banjarmasin

  • 28

    memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan tergolong ke dalam kategori

    kota besar dengan jumlah penduduk diatas 500.000 jiwa. Perkembangan kota

    yang terjadi akhir-akhir ini telah menjauhkan Banjarmasin dari substansinya

    sebagai kota sungai dengan memusatkan pembangunan pada infrastruktur darat

    dan membiarkan pembangunan permukiman pada bantaran dan di dalam badan

    sungai, terutama di pusat kota, sehingga fungsi ekologis bantaran sungai menjadi

    menjadi hilang dan menyebabkan banjir.

    4.1.2 Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Banjarmasin secara geografis terletak pada koordinat 3'1632 -

    3'2243 Lintang Selatan dan 1143202 - 1143824 Bujur Timur. Kota ini terhampar di dataran rendah dan berawa-rawa dengan ketinggian 0,16 meter di

    bawah permukaan laut. Kota Banjarmasin kini berkedudukan sebagai ibukota

    Provinsi Kalimantan Selatan yang meliputi 5 wilayah kecamatan dan 50 kelurahan

    seluas 7200 Ha (72 km2) atau 0,22 % dari luas wilayah provinsi, dengan batas

    administrasi sebagai berikut :

    Sebelah Barat : Kabupaten Barito Kuala (Sungai Barito) Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar Sebelah Timur : Kabupaten Banjar Sebelah Utara : Kabupaten Barito Kuala (Sungai Alalak)

    Wilayah Kota Banjarmasin dibagi dalam 5 wilayah kecamatan dan 60 kelurahan,

    dengan pembagian wilayah adminstratif Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Luas, Nama Ibukota Kecamatan, dan Jumlah desa / Kelurahan di

    Kota Banjarmasin Tahun 2008

    Sumber : Banjarmasin Dalam Angka Tahun 2008

    No. Kecamatan Luas (Km2)Presentase

    (%) Nama Ibukota

    1 2 3 4 5

    Banjarmsin Selatan Banjarmasin Timur Banjarmasin barat BanjarmasinTengah Banjarmasin Utara

    20,18 11,54 11,66 13,37 15,25

    28,03 16,03 18,57 16,19 21,18

    KelayanSelatan Kuripan Pelambuan Teluk Dalam Alalak Utara

    72,00 100

  • 29

    Dari gambaran kondisi geografis dan batas administrasi Kota Banjarmasin

    berada di tepi Sungai Barito dan dikenal sebagai kota seribu sungai karena dilalui

    berbagai sungai besar dan kecil. Disamping itu Banjarmasin merupakan pintu

    masuk untuk 2 propinsi yang ada di Pulau Kalimantan yaitu Propinsi Kalimantan

    Selatan dan Propinsi Kalimantan Tengah, sehingga sangat potensial oleh pusat

    perdagangan baik untuk lingkup lokal maupun lingkup regional. Secara spasial

    batas wilayah administrasi Kota Banjarmasin dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Peta Administratif Kota Banjarmasin

    (Sumber: Pemerintah Kota Banjarmasin)

    4.1.3 Topografi Kota Banjarmasin terletak sekitar 50 km dari muara Sungai Barito dan

    dibelah Sungai Martapura. Secara topografis, Kota Banjarmasin didominasi oleh

    daerah yang relatif datar dan berawa-rawa dengan kemiringan tanah 0% - 2%

    serta berada pada ketinggian 0,16 mdpl. Satuan morfologi ini merupakan daerah

    dominan yang terdapat di wilayah Kota Banjarmasin. Kondisi ini sangat

    menunjang bagi perkembangan perkotaan sebagai area fisik terbangun. Namun,

    ketinggian di bawah permukaan laut menyebabkan sebagian besar wilayah Kota

    Banjarmasin merupakan rawa tergenang yang sangat dipengaruhi kondisi pasang

    surut air laut.

  • 30

    4.1.4 Hidrologi Kota Banjarmasin, ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan, terletak di tepi

    Sungai Barito dan terbagi dua oleh Sungai Martapura sebagai sungai utama yang

    secara dominan keduanya mempengaruhi kondisi hidrologi Kota Banjarmasin.

    Dengan jarak dari laut 23 km, maka muka air sungai sangat dipengaruhi oleh

    pasang surut air laut. Sungai Martapura mengalir dari Timur Laut ke arah Barat

    Daya yang membelah Kota Banjarmasin menjadi 5 (lima) wilayah kecamatan

    yang bermuara di Sungai Barito. Anak-anak Sungai Martapura diantaranya adalah

    Sungai Kuin (Sungai Pangeran), Sungai Awang yang menyatu dengan Sungai

    Alalak yang merupakan anak Sungai Barito di sebelah utara, sedangkan anak

    sungai yang mengalir di selatan adalah Sungai Basirih, Sungai Bagau, Sungai

    Kelayan, Sungai Pekapuran dan Sungai Gardu. Semua sungai dan anak sungai

    merupakan urat nadi kehidupan dan perekonomian masyarakat Kota Banjarmasin

    karena berfungsi sebagai pembuangan air (outlet) drainase secara keseluruhan dan

    prasarana transportasi air disamping prasarana transportasi darat yang

    berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

    Variasi tinggi permukaan air pasang surut, berkisar antara 2,0 meter pada

    pasang pumama sampai 0,6 meter pasang surut biasa (P3KT Kalimantan, 1990),

    sedangkan permukaan air Sungai Barito pada saat pasang maksimum mempunyai

    level + 0,82 dpal, dan pada saat surut - 0,100 dpal (Laporan Hasil Pengukuran

    Muka Air dan Analisa Kualitas Air di Banjarmasin, DHV/MLD, 1997).

    Pada daerah permukiman ketinggian muka air pasang surut tergantung

    dari jarak ke sungai terdekat. Kecuali daerah pasar Kota Banjarmasin dan tanggul

    sungai, seluruh daratan dan di sekitar kota berada di bawah permukaan air rata-

    rata dan dipengaruhi oleh adanya genangan hujan maupun genangan pasang surut.

    Dilihat dari kondisi tersebut dapat digambarkan bahwa budaya sungai sangat

    mendominasi kehidupan Kota Banjarmasin. Tapi kondisi riil di lapangan,

    pemerintah dan masyarakat sudah mulai kurang menaruh perhatian pada kualitas

    dan kelestarian sungai-sungai tersebut, sehingga banyak sungai yang tidak

    berfungsi bahkan hilang.

  • 31

    4.1.5 Geologi dan Tanah Keadaan geologi menggambarkan kondisi jenis batuan utama pembentuk

    lahan. Secara umum, Kota Banjarmasin dibentuk oleh formasi batuan antara lain:

    formasi berai (tomb) dibentuk oleh batu gamping putih berlapis dengan ketebalan

    20 200 cm, formasi Dahor (tqd) dibentuk oleh batu pasir kwarsa (tidak padu),

    konglomerat dan batu lempung lunak, formasi keramaian (kak) dibentuk oleh

    perselingan batu lanau dan batu lempung, formasi pudak (Kap) yang dibentuk

    oleh lava ditambah perselingan antara breksi/konglomerat dan batu pasir dengan

    olistolit (massa batuan asing) berupa batu gamping, basal, batuan malihan, dan

    ultramafik, formasi tanjung (Tet) dibentuk oleh batu pasir kwarsa berlapis dengan

    sisipan batu lempung kelabu yang memiliki ketebalan 30 150 cm, alluvium (Qa)

    yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung, dan lumpur. Disamping itu

    banyak juga dijumpai sisa-sisa tumbuhan serta gambut pada kedalaman tertentu,

    formasi Pitanak (Kvpc) yang disusun dan dibentuk oleh lava yang terdiri atas

    struktur bantal, berasosiasi dengan breksi-konglomerat, dan Kelompok batuan

    ultramafik (Mub) disusun oleh harzborgit, piroksenit, dan serpentinit.

    Jenis tanah di Kota Banjarmasin didominasi oleh jenis tanah alluvial yang

    berasal dari endapan sungai dengan struktur lempung dan sebagian berupa jenis

    tanah orgonosol glei humus. Jenis tanah ini mempunyai ciri tanah dengan tingkat

    kesuburan yang baik sehingga berpotensi untuk pengembangan budidaya tanaman

    pangan (padi sawah dan hortikultura), akan tetapi pada beberapa kawasan

    kebanyakan dilapisi oleh gambut dengan ketebalan yang kalau dikembangkan

    untuk budidaya akan memerlukan teknologi khusus dan biaya cukup mahal.

    4.1.6 Iklim Ditinjau dari letak geografisnya Kota Banjarmasin merupakan daerah

    beriklim tropis dengan 2 musim yang mempengaruhi yaitu musim hujan dan

    musim kemarau. Tipe iklim Kota Banjarmasin, yaitu tipe iklim A dengan nilai

    Q=14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan bulan basah). Kondisi

    tersebut mempengaruhi suhu udara di Kota Banjarmasin rata-rata antara 25 C

    38 C, dengan suhu udara maksimum 33 C dan suhu udara minimum 22 C. Kota

    Banjarmasin dipengaruhi oleh musin hujan yang terjadi pada bulan November

  • 32

    sampai bulan April dan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai bulan

    Oktober. Berdasarkan data pengukuran curah hujan dari stasiun pengamat

    Bandara Syamsudin Noor, curah hujan rata-rata mencapai 2400 mm/tahun dan

    bervariasi antara 1600 - 3500 mm/tahun. Penyinaran matahari tahunan rata-rata

    pada saat musim hujan 2,8 jam/hari dan di musim kemarau 6,5 jam/hari dengan

    kelembaban udara 40% - 100%.

    4.1.7 Kependudukan Jumlah penduduk Kota Banjarmasin sekitar 615.570 jiwa (BPS tahun 2007)

    dengan pertumbuhan rata-rata 1,02%-2,03% yang menyebar di lima kecamatan.

    Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2000-2007

    Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)

    Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

    2000 532.556 7.396 2001 535.949 7.443 2002 539.060 7.487 2003 566.008 7.861 2004 572.300 7.949 2005 574.325 7.976 2006 602.725 8.371 2007 615.570 8.549

    Sumber : BPS Kota Banjarmasin

    Tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Banjarmasin Barat dengan

    12.735 jiwa/Km2 dan yang terendah di Kecamatan Banjarmasin Utara dengan

    6.075 jiwa/Km2.

    4.1.8 Sosial Ekonomi

    Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan

    pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi. Perkembangan sektor ekonomi

    yang terbentuk dari laju pertumbuhan akan memberikan gambaran tentang tingkat

    perubahan ekonomi yang terjadi, dimana pergerakan laju pertumbuhan ini

    merupakan indikator penting untuk mengetahui hasil pembangunan yang telah

    dicapai dan berguna untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan yang telah

    dicapai dan berguna untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan di masa

    yang akan datang.

  • 33

    Kondisi perekonomian kota Banjarmasin dapat dilihat dari Pendapatan

    Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2006, PDRB Kota Banjarmasin

    mencapai 2,6 triliun rupiah. Kontribusi terbesar PDRB selama tahun 2006

    disumbangkan dari sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 26,10%,

    sektor industri pengolahan memberikan kontribusi kedua terbesar yaitu 22,32%,

    sedangkan sektor pertanian adalah sektor terkecil dalam pembentukan PDRB kota

    Banjarmasin dan cenderung menurun setiap tahunnya.

    Gambar 5. Lanskap Sungai Kota Banjarmasin: Kawasan Tepian Sungai

    Martapura (kiri), Permukiman di sepanjang S. Barito (kanan)

    (sumber: google image)

    Gambar 6. Ruang Terbangun: Kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Banjarmasin

    (kiri); Kawasan Komersial Kota Banjarmasin (kanan)

    (sumber: google image)

  • 34

    4.2. Kota Yogyakarta (Propinsi D.I. Yogyakarta) 4.2.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta

    Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI

    Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia. Secara historis, Kota Yogyakarta

    berawal dari sebuah Kota Istana atau Kota Keraton yang bernama Ngayogyakarta

    Hadiningrat yang terletak di daerah agraris pedalaman Jawa yang dibangun pada

    tahun 1756 oleh Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi). Pendirian

    kota ini dilakukan setelah terjadi peristiwa Palihan Nagari atau Pembagian Dua

    Kerajaan (Surakarta-Yogyakarta) pada tahun 1755 sebagai hasil perjanjian

    Giyanti.

    Pada awal perkembangannya, permukiman di Kota Yogyakarta cenderung

    memusat pada poros besar selatan-utara. Permukiman berupa kampung tempat

    tinggal penduduk lambat laun tumbuh di sekitar poros yang melintasi istana dari

    alun-alun utara, Jalan Malioboro, dan hingga ke Tugu. Tempat-tempat

    permukiman itu lazim disebut sebagai kampung dan namanya diberikan sesuai

    dengan tugas dan pekerjaan dari penduduk yang menempatinya. Pada awal abad

    ke-20 pola permukiman penduduk dan struktur kota tampak semakin memusat

    dan padat. Kota Yogyakarta dikenal memiliki karakter khas yang mewarnai

    kehidupan masyarakatnya.

    Negara Indonesia merdeka pada tahun 1945, tetapi pada tahun 1946-1949

    Negara Indonesia masih berjuang mengusir para tentara sekutu. Pada saat itu,

    Yogyakarta memegang peranan penting dalam kemerdekaan dan dikenal sebagai

    Kota Revolusi. Selama tahun 1946-1949, Kota Yogyakarta menjadi ibukota

    Negara Republik Indonesia dan istana Sultan Hamengkubuwono IX menjadi

    markas besar tentara Republik Indonesia. Setelah masa kemerdekaan hingga

    sekarang, Kota Yogyakarta tumbuh besar dan bertambah luas karena terjadi

    aglomerasi wilayah.

    Dengan karakter masyarakatnya yang ramah, serta terdapat salah satu pusat

    pemerintahan tradisional Jawa dengan keunikan budayanya, menjadikan kota ini

    menjadi kota yang didominasi kegiatan pendidikan dan pariwisata. Setiap tahun

    aktivitas pendidikan dan pariwisata terus meningkat dan mendorong

    pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung pendidikan dan pariwisata.

  • 35

    Berkembangnya pendidikan dan pariwisata di Kota Yogyakarta menyebabkan

    pertumbuhan penduduk juga semakin meningkat. Hal ini berdampak pada

    semakin tingginya jumlah permukiman dan ruang terbuka pun semakin menyusut.

    Hingga sekarang, Kota Yogyakarta mengalami perubahan demografis, sosial,

    ekonomi, dan politik. Perubahan demografis dan sosial-ekonomi telah menjadi

    faktor penting dalam membawa dinamika perubahan tata ruang Kota Yogyakarta

    dari masa ke masa.

    4.2.2 Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi Daerah Istimewa

    Yogyakarta dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus kota

    disamping empat daerah tingkat II lainnya yang berstatus kabupaten. Kota

    Yogyakarta terletak pada 7 49 26 - 7 15 24 Lintang Selatan dan 110 24

    19 - 110 28 53 Bujur Timur pada ketinggian rata-rata 114 m dpl. Sebagai

    ibukota Provinsi DIY, Kota Yogyakarta menjadi sentra kegiatan ekonomi, sosial,

    dan budaya. Kota Yogyakarta berbatasan dengan wilayah kabupaten lain yang ada

    di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu:

    Utara : Kabupaten Dati II Sleman Timur : Kabupaten Dati II Bantul dan Kabupaten Sleman Selatan : Kabupaten Dati II Bantul Barat : Kabupaten Dati II Bantul dan Kabupaten Sleman Secara spasial, wilayah administrasi Kota Yogyakarta dapat dilihat pada

    Gambar 7.

  • 36

    Gambar 7. Peta Admistrasi Kota Yogyakarta

    (sumber: P4W, Bogor)

    Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah paling kecil dibanding daerah

    tingkat II lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu 3250 Ha (32,5

    km2) atau 1,02% luas wilayah propinsi. Secara administratif pemerintahan,

    wilayah kota Yogyakarta terdiri dari 14 wilayah kecamatan dan 45 kelurahan.

    Kecamatan yang terluas adalah kecamatan Umbulharjo kemudian diikuti oleh

    Kecamatan Gondokusuman dan Kota Gede.

    Wilayah Kota Yogyakarta terbagi dalam lima bagian kota dengan

    pembagian sebagai berikut:

    1. Wilayah I, terletak pada ketinggian 91 m 117 m diatas permukaan laut

    (dpl) rata-rata. Yang termasuk dalam wilayah ini adalah adalah sebagian

    Kecamatan Jetis, Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Ngampilan,

    Kecamatan Keraton, dan Kecamatan Gondomanan.

    2. Wilayah II, terletak pada ketinggian 97 m 114 m dpl. Kecamatan yang

    termasuk ke dalam wilayah ini adalah Kecamatan Tegalrejo dan sebagian

    Kecamatan Wirobrajan.

    3. Wilayah III, terletak pada ketinggian 102 m 130 m dpl. Yang termasuk

    ke dalam wilayah ini adalah Kecamatan Gondokusuman, Kecamatan

  • 37

    Danurejan, Kecamatan Pakualaman, dan sebagian kecil Kecamatan

    Umbulharjo.

    4. Wilayah IV, terletak pada ketinggian 75 m 102 m dpl. Yang termasuk ke

    dalam wilayah ini adalah sebagian Kecamatan Mergangsan, Kecamatan

    Umbulharjo, Kecamatan Kota Gede.

    5. Wilayah V, terletak pada ketinggian 83 m 102 m dpl. Yang termasuk ke

    dalam wilayah ini adalah Kecamatan Wirobrajan, Kecamatan Mantrijeron,

    sebagian Kecamatan Gondomanan, dan sebagian Kecamatan Kecamatan

    Mergangsan.

    4.2.3 Topografi Secara umum, kota yogyakarta merupakan dataran rendah dengan

    kemiringan relatif sama yaitu sekitar 0,5% - 2%, kecuali di beberapa tempat

    terutama di daerah pinggiran sungai. Ketinggian wilayah dari permukaan laut

    hingga 199 m di atas permukaan laut dimana sebagian wilayahnya (luas kurang

    lebih 1657 ha) terletak pada ketinggian kurang dari 100 m dan sisanya 1593 ha

    berada pada ketinggian antara 100-199 m.

    4.2.4 Hidrologi Terdapat 3 sungai yang melintasi kota Yogyakarta, yaitu Sungai Gajah

    Wong yang mengalir di bagian timur kota, Sungai Code di bagian tengah dan

    Sungai Winongo di bagian barat kota. Ketiga sungai ini merupakan drainase

    utama Kota Yogyakarta

    Wilayah kota Yogyakarta merupakan bagian dari daratan kaki fluvio

    vulkanik merapi yang mempunyai air tanah dan permukaan cukup melimpah

    dengan kedalaman air tanah antara 0,5 m 20 m. Semakin ke hilir permukaan air

    tanah semakin dangkal dan tercemar. Pencemaran air kebanyakan disebabkan oleh

    praktek-praktek sanitasi yang buruk baik pada lingkungan permukiman maupun

    non permukiman. Potensi sumber daya air yang menonjol berasal dari curah hujan

    dan air tanah.

  • 38

    4.2.5 Geologi dan Tanah Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami

    berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang

    berada di dataran lereng Gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis

    besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda. Sejalan dengan

    perkembangan perkotaan dan permukiman yang pesat, lahan pertanian di Kota

    Yogyakarta setiap tahun mengalami penyusutan.

    4.2.6 Iklim Tipe iklim AM dan AW, curah hujan rata-rata 2,012 mm/tahun dengan

    119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2 C dan kelembaban rata-rata 74,7%. Angin

    pada umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat

    daya dengan arah 220 bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim

    kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah 90 - 140

    dengan rata-rata kecepatan 9,5 29,7 km/jam.

    4.2.7 Kependudukan Pertambahan penduduk Kota Yogyakarta dari tahun ke tahun cukup tinggi.

    Menurut BPS Kota Yogyakarta pada akhir tahun 2007 tercatat bahwa jumlah

    penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 543.917 dengan tingkat kepadatan rata-rata

    16735 jiwa/km2. Untuk data pertumbuhan penduduk selengkapnya dapat dilihat

    pada Tabel 5.

    Tabel 5. Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2000-2007

    Sumber: Yogyakarta Dalam Angka 2006-2007, *)SUPAS International Population Survey

    Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)

    Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)

    2000 497.699 15.313 2001 503.954 15.506 2002 510.404 15.704 2003 516.937 15.905 2004 523.554 16.109 2005*) 530.256 16.315 2006*) 537.043 16.524 2007*) 543.917 16.735

  • 39

    4.2.8 Sosial Ekonomi Bagi masyarakat Kota Yogyakarta, sektor pariwisata merupakan sebuah

    industri. Oleh karena itu, perkembangan sektor pariwisata di Kota Yogyakarta

    telah melibatkan sektor-sektor ekonomi lainnya, seperti sektor perdagangan, hotel

    dan restoran, pengangkutan, komunikasi, sektor keuangan, sewa dan jasa

    perusahaan, serta sektor-sektor jasa lainnya. Kontribusi sektor-sektor itu dalam

    PDRB mencapai 78,6% dari seluruh kegiatan perekonomian Kota Yogyakarta.

    Dalam transformasi struktural, Kota Yogyakarta menunjukkan mekanisme

    transformasi dari agrikultural ke sektor jasa, dimana jasa menjadi leading sector

    yang dominan.

    Gambar 8. RTH Kota Yogyakarta: RTH di sekitar Gedung Agung Yogyakarta

    (kiri); (b) Lahan Pertanian di Kota Yogyakarta (kanan)

    4.3. Kota Medan (Propinsi Sumatera Utara) 4.3.1 Sejarah Kota Medan

    Kota Medan berawal dari sebuah kampung kecil bernama Medan Putri yang

    dibangun pada tahun 1590 oleh Guru Patimpus, keturunan Raja Singa Mahraja

    yang memerintah Negeri Bakerah di Dataran Tinggi Karo. Lokasi Medan Putri

    yang strategis sebagai lalu lintas perdagangan di bagian barat Hindia mendorong

    kampung tersebut berkembang menjadi sebuah kota.

    Perkembangan kota Medan semakin melesat setelah dunia mengenal

    tembakau Deli. Jacobus Nienhuys, saudagar tembakau dari Belanda, yang pada

    tahun 1863 mendapat konsesi lahan lebih dari 3.000 hektar dari Sultan Deli.

    Lembar-lembar daun tembakau yang dihasilkan pada panen pertamanya langsung

    diakui oleh para pengusaha cerutu di Rotterdam sebagai pembungkus cerutu

    terbaik di antara jenis tembakau lainnya di seluruh dunia.

  • 40

    Sejak saat itu, Nienhuys melakukan ekspansi lahan perkebunan secara

    besar-besaran dengan membuka lahan di daerah Martubung, Sunggal, Sungai

    Beras, dan Klumpang. Kantor perusahaan pun dipindahkan ke Kampung Medan

    Putri, kampung yang awalnya hanya dihuni ratusan orang. Usaha perkebunan itu

    menyerap banyak kuli kontrak dari Jawa, buruh-buruh Cina, sampai ke pengusaha

    perkebunan asing dari Inggris dan Belanda.

    Letak Medan memang strategis. Kota ini dilalui Sungai Deli dan Sungai

    Babura. Keduanya merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai.

    Keberadaan Pelabuhan Belawan di jalur Selat Malaka yang ramai menjadikan

    Medan pintu gerbang Indonesia bagian barat.

    Kota Medan berkembang menjadi kota besar, kota metropolitan. Sebagai

    sebuah kota, ia mewadahi berbagai fungsi, yaitu, sebagai pusat administrasi

    pemerintahan, pusat industri, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi,

    pusat akomodasi kepariwisataan, serta berbagai pusat perdagangan regional dan

    internasional.

    4.3.2 Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha (265,10 km2) atau 3,6 % dari

    keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Kota Medan merupakan ibukota Propinsi

    Sumatera Utara yang terletak pada 330 - 343 Lintang Utara dan 9835-

    9844 Bujur Timur. Kota Medan berada 2,5 37,5 m dpl. Secara administratif

    terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Secara administratif, wilayah Kota

    Medan berbatasan dengan:

    Utara : Selat Malaka Timur : Kabupaten Deli Serdang Selatan : Kabupaten Deli Serdang Barat : Kabupaten Deli Serdang Karena di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, maka Kota Medan

    memiliki posisi strategis sebagai gerbang perdagangan barang dan jasa, baik

    domestik maupun international (ekspor-impor) dan menjadi salah satu jalur lalu

    lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah

    yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan

  • 41

    kehutanan. Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya

    sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli

    Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Oleh

    karena itu, Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai

    kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, dan saling

    memperkuat daerah-daerah sekitarnya. Posisi geografis Kota Medan telah

    mendorong perkembangan kota ini dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik,

    yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini. Secara spasial, wilayah

    Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 9.

    Gambar 9. Peta Admistratif Kota Medan

    (Sumber: P4W, Bogor)

    4.3.3 Topografi Kota Medan memiliki geografi yang unik, yaitu ramping di tengah dan

    membesar di sisi utara dan selatan. Sebagian besar wilayah Kota Medan

    merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2,5 37,5 m dpl dan topografinya

    cenderung miring ke utara serta menjadi tempat pertemuan dua sungai penting,

    yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

    4.3.4 Iklim Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut

    Stasiun Klimatologi Polonia pada tahun 2006 berkisar antara 23,0 C 24,1 C

  • 42

    dan memiliki suhu maksimum yang berkisar antara 30,6 C 33,1 C. Kelembaban

    udara di wilayah Kota Medan rata-rata 78% 82% dan kecepatan angin rata-rata

    sebesar 0,42 m/detik, sedangkan total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm.

    Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2006 rata-rata 19 hari/bulan dengan curah

    hujan 211,67 mm/bulan.

    4.3.5 Sosial Kependudukan Populasi Kota Medan didominasi oleh beberapa suku, antara lain Melayu,

    Jawa, Batak, dan Tionghoa. Pada tahun 2008, penduduknya berjumlah 2.102.105

    jiwa. Pada siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa

    dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Dibandingkan pada sensus

    penduduk tahun 2000, maka pada tahun 2006 terjadi pertambahan penduduk

    sebesar 163.015 jiwa (0,92%). Pada tahun 2007, penduduk Kota Medan

    meningkat menjadi 2.083.156 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar

    0,77% dan meningkat kembali pada tahun 2008 dengan jumlah 2.102.105 jiwa

    dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,91%. Jumlah penduduk Kota

    Medan dari tahun 1996 2008 dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6. Jumlah Penduduk Kota Medan 2000 - 2008

    Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk

    (Jiwa/Km2) 2000 1.904.273 7435 2001 1.926.520 7522 2002 1.963.882 7668 2003 1.993.602 7784 2004 2.006.142 7833 2005 2.038.185 7958 2006 2.067.288 8072 2007 2.083.156 8134 2008 2.102.105 8208

    Sumber: Medan Dalam Angka (BPS Kota Medan)

    4.3.6 Sosial Ekonomi Perekonomian Kota Medan didominasi oleh kegiatan perdagangan, hotel,

    dan restoran dengan porsi sebesar 35,02% yang disusul oleh sektor industri

    pengolahan sebesar 19,07%. Dari besaran nilai kedua sektor tersebut maka

  • 43

    dikatakan bahwa potensi unggulan yang paling berkembang di Kota Medan

    adalah sektor perdagangan dan industri.

    Gambar 10. RTH Kota Medan: Taman Universitas Sumatera Utara (USU,

    Medan) (kiri); Ruang Terbangun: Kawasan Komersial Jalan A. Yani, Medan

    (kanan)