geologi dan evolusi magma granitoid tantan di desa …
TRANSCRIPT
i
GEOLOGI DAN EVOLUSI MAGMA GRANITOID TANTAN
DI DESA SUNGAI PINANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUNGAI
MANAU, KABUPATEN MERANGIN, JAMBI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam rangka
penulisan Skripsi pada Program Studi Teknik Geologi
RIZKY PUTRI ARIANI
F1D216016
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata
penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak
asli, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jambi, September 2021
Yang menyatakan
Rizky Putri Ariani
F1D216016
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “GEOLOGI DAN EVOLUSI MAGMA GRAITOID
TANTAN DI DESA SUNGAI PINANG KECAMATAN SUNGAI MANAU
KABUPATEN MERANGIN, JAMBI.” yang disusun oleh RIZKY PUTRI
ARIANI, NIM F1D216016, telah dipertahankan di depan tim penguji pada hari
Kamis, 09 September, 2021 dan dinyatakan LULUS.
Susunan Tim Penguji
Ketua : Ir. Arsyad Ar., M.S.
Sekretaris : Hari Wiki Utama, S.T., M.Eng.
Anggota : 1. Ir Yulia Morsa Said, M.T.
2. DM. Magdalena Ritonga, S.T., M.T.
3. Anggi Deliana S, S.T., M.T.
Disetujui :
Pembimbing Utama Pembimbng Pendamping
Ir. Arsyad Ar., M.S Hari Wiki Utama, S.T., M.Eng.
NIP. 195809161987031002 NIP. 199103162019031019
Diketahui :
Dekan, Ketua Jurusan Teknik Kebumian
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi
Universitas Jambi
Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.D. Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T
NIP. 196605191991121001 NIP 197907062008122002
iv
RIWAYAT HIDUP
Rizky Putri Ariani dilahirkan di Kampung Tengah pada 23
Agustus 1998, saat ini tinggal di Jln Baru Kampung Tengah
Kelurahan Teratai, kecamatan Muara Bulian Kabu[aten Batang
Hari provinsi Jambi. Menempuh pendidikan formal sekolah dasar
di SD 187/1 Teratai dan selesai pada tahun 2010, Pendidikan
lanjutan tingkat pertama ditempuh di MtsN 1 Muara Bulian dan
selesai pada tahun 2013. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA N 10 Batang
Hari dan selesai pada tahun 2016. Penulis melanjutkan pendidikan perguruan tinggi
pada tahun yang sama di Universitas Jambi, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan
Teknik Kebumian, Program Studi Teknik Geologi melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama di kampus penulis aktif di
beberapa organisasi kemhasiswaan, diantaranya, Angota pengurus Himpunana
Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) Mengkarang, Ketua salah satu divisi HMTG
Mengkarang, sebagai anggota pengurus Persatuan Himpunan Mahasiswa Geologi
Indonesia (PERHIMAGI) pada bagian hubungan Masyarakat. Penulis mengikuti
kegiatan Magang atau Kerja Praktek (KP) pada tahun 2019 di PT Antam Tbk pada
anak perusahaan Geomin di Sulawesi Tenggara dengan mengambil kajian mengenai
Tahap-Tahap dalam melakukan Eksplorasi Nikel Laterit. Bergabung dalam Asisten
Laboratorium Geologi Struktur Teknik Kebumian.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul: Geologi Dan Evolusi Magma Granitoid Tantan Di Desa
Sungai Pinang Dan Sekitarnya, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten
Merangin, Jambi. Shalawat dan salam kepada junjungan umat Nabi Muhammad SAW
selaku uswatun hasanah bagi umatnya yang senantiasa diharapkan syafa’atnya di dunia
dan di akhirat kelak.
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi. Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Mama dan Abang tercinta yang telah memberikan semangat yang luar biasa
serta dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan Kuliah dan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Drs. H. M. Damris, M.Sc.,P.hD selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
3. Bapak Ir. Yulia Morsa Said, S.P., M.P selaku Wakil Dekan Kemahasiswaan
Fakultas Sains dan Teknologi
4. Ibu Dr. Lenny Marlinda, S.T.,M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Kebumian
5. Ibu Anggi Deliana Siregar S.T., M.T selaku Ketua Prodi Teknik Geologi
Universitas Jambi.
6. Bapak Ir. Arsyad Ar, M.S dan Hari Wiki Utama, S.T., M.Eng. selaku
pembimbing skripsi di kampus.
7. Kepada Nurul Izzah Asral, Sri Novie, Dewi Sri Hayati, sebagai sahabat yang
saling membantu, Luhut Fredianto Parapat, Sayyidil Mursalin, Welly
Artharesa, Aviv Ramadya Akbar, Tobi Prayoga dan Ari Tuahta Pinem yang
telah membantu selama pengambilan data dan bertukar fikiran selama
dilapangan serta semangat yang telah diberikan.
8. Kepada teman-teman asisten geologi struktur Tobi Prayoga dan Ardo Parajo
yang senantiasa mabantu dalam berdiskusi dan memberi semangat.
vi
9. Kepada bang Arif Nur Hidayat S.T yang telah menjadi tempat berdiskusi dan
kak Nurhakiki S.T yang menjadi tempat berdiskusi dalam pembuatan peta
dasar.
10. Teman-teman seperjuangan TA angkatan 2016 yang saling menyemangati
11. Teman - teman mahasiswa Program Studi Teknik Geologi dan HMTG
Mengkarang Universitas Jambi yang telah membantu dalam informasi,
semangat dan teman berdiskusi serta pihak lain yang tidak dapat di sebutkan
satu persatu.
Penulis mennyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Maka
dari itu sangat diharapkan krtitik dan saran yang membangun dari seluruh pihak demi
kesempurnaan Laporan Usulan Penelitiann ini agar dapat bermanfaat kedepannya.
Jambi , September 2021
Rizky Putri Ariani
vii
RINGKASAN
Lokasi penelitian terletak di desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Manau,
Kabupaten Merangin, Jambi yang secara fisiografi terletak pada Zona Perbukitan
Barisan serta merupakan jalur busur magmatik di Sumatra. Granitoid Tantan
merupakan batuan terobosan yang berumur Trias Akhir-Jura Awal yang merupakan
hasil dari proses magmatisme aktivitas pergerakan lempeng subduksi antara lempeng
Samudra Hindia terhadap Lempeng Sumatra Barat dan Sibumasu. Granitoid Tantan
daerah penelitian tersusun dari batuan Granit, dan Monzodiorit Kuarsa. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui evolusi dari magma pembentukan batuan Granitoid
Tantan pada daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
survey lapangan dimana data yang di dapat akan di korelasikan dengan data-data
hasil pengolahan sampel di laboratorium berupa analisis petrografi serta hasil uji
XRF yang nantinya akan menghasilkan kondisi geologi dan kandungan unsur mayor
dan minor pada batuan granit dan monzodiorit kuarsa untuk mengetahui evolusi
magma dalam pembentukan batuan tersebut. Granit dan Monzodiorit Kuarsa
menunjukkan adanya differensiasi magma. Berdasarkan kandungan SiO2 merupakan
tipe magma Riolitik/Granit karena mengandung SiO2 65-75%. Pada Diagram AFM
menunjukkan tidak adanya pengkayaan unsur Fe, Hal ini tentunya telah
menunjukkan differensiasi magma pada Granitoid Tantan dari magma induk yang
bersifat basaltik atau berkomposisi ultrabasa menjadi magma yang bersifat asam.
Proses evolusi magma yang terjadi pada batuan Granitoid tantan merupakan
anateksis. Sedangkan berdasarkan diagram Harker antara Granit dan Monzodiorit
Kuarsa memiliki nilai differensiasi yang tidak terlalu signifikan yaitu rata-rata nilai
(0,993%).
Kata Kunci: Merangin, Jambi, Evolusi Magma, Granitoid Tantan
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
RINGKASAN ............................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Maksud Dan Tujuan ........................................................................................... 2
1.4 Lokasi Kesampaian............................................................................................. 2
1.5 Batasan Masalah ................................................................................................. 4
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 4
1.7 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
1.8 Penelitian Terdahulu ........................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 7
2.1 Geologi Regional ................................................................................................ 7
2.1.1 Fisiografi ...................................................................................................... 7
2.1.2 Tektonik Sumatra ....................................................................................... 8
2.1.3 Sratigrafi .................................................................................................... 12
2.1.4 Struktur Geologi ........................................................................................ 15
2.2 Dasar Teori ....................................................................................................... 16
2.2.1 Granitoid ................................................................................................. 16
2.2.3 Klasifikasi Batuan ................................................................................... 17
2.2.4 Evolusi Magma ....................................................................................... 18
2.2.4 Hubungan Tektonik dan Magmatisme .................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 27
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ........................................................................ 27
3.2 Alat Dan Bahan .............................................................................................. 27
ix
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................... 28
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 28
3.4.1 Tahap Pendahuluan ............................................................................... 28
3.4.2 Tahap Prasurvei ..................................................................................... 29
3.4.3 Tahap Survei Utama .............................................................................. 30
3.4.4 Tahap Preparasi Sampel ........................................................................ 31
BAB IV GEOLOGI DAERAH SUGAI PINANG DAN SEKITARNYA ............ 38
4.1 Geomorfologi.................................................................................................. 38
4.1.1 Pola Pengaliran...................................................................................... 38
4.1.2 Morfologi .............................................................................................. 40
4.2 Stratigrafi ........................................................................................................ 44
4.3 Struktur Geologi ............................................................................................. 57
4.4 Geokimia Batuan ............................................................................................ 60
4.5 Geologi Sejarah .............................................................................................. 63
BAB V EVOLUSI MAGMA GRANITOID TANTAN ......................................... 66
5.1 Petrologi Ganitoid Tantan ................................................................................ 66
5.2 Evolusi Magma Granitoid Tantan .................................................................... 69
5.3 Hubungan Magma dengan Tatanan Tektonik Berdasarkan Geokimia ............. 73
BAB VI KESIMPULAN ........................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 78
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1.1 Peta Lokasi Kesampaian Daerah & Topografi Daerah
Penelitian………………………………………………………….. 3
2.1 Pembagian Zona Fisiografis Pulau Sumatra mengacu dari Van
Bemmelen (1949)………………………………………………………. 7
2.2 Struktur Sumatra dan Pergerakan Lempeng Tektonik dalam
Barber A J dan Crow. 2005…………………………………….… 9
2.3 Model ellipsoid pada Pulau Sumatera dari Jura Akhir – Resen
(Pulonggono dkk. 1992)………………………………………….. 10
2.4
Peta Geologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian dipotong dari Peta
Lembar Sungaipenuh dan Ketaun dalam Skala 1:250.000
modifikasi, dari Kusnama dkk (1992)…………………………… 12
2.5
Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Sistem IUGS (International
Union of Geological Sciences) Diagram QAPF untuk Batuan
Plutonik dalam Winter,2014………………………. 18
2.6 Reaksi Seris Bowen (Bowen, 1928) dalam Winter (2014) dengan
modifikasi………………………………………………………… 20
2.7
Klasifikasi batuan berdasarkan unsur kimia, (a) Diagram Total
Alkali dan Silika (TAS),(b)Diagram Alkali-Subalkali (c)Diagram
AFM, (d) Diagram Harker dalam Winter, (2014)………………... 22
2.8 Hubungan tektonik dengan tipe intrusi yang dihasilkan…………. 25
2.9
Klasifikasi Batuan Granitoid Berdasarkan Aktivitas Tektonik
Dimodifikasi dari Pitcher (1983, 1993) dan Barbarin (1990)
dalam Winter (2014)……………………………………………... 26
2.10 Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984
dalam Winter, 2014) ………………………………………..…… 26
3.1 Diagram Alir Tahapan Tugas Akhir……………………………... 37
4.1 Pola pengaliran daerah Sungai Pinang dan sekitarnya…………… 38
4.2 Contoh sungai pada pola pengaliran rectangular dilokasi penelitian…… 39
4.3 Contoh sungai pada pola pengaliran local meandering…………… 39
4.4 Contoh sungai pada pola aliran Subdendritik……………………… 40
4.5 Bentuklahan Perbukitan Struktural……………………………….. 41
4.6 Bentuklahan Lembah Struktural………………………………….. 42
4.7 Bentuklahan Perbukitan Intrusi…………………………………… 43
4.8 Bentuklahan Perbukitan Karst……………………………………. 44
4.9 Sratigrafi Daerah Penelitian………………………………………. 45
4.10
A) singkapan lava andesit, azimuth foto N 3100
E, B) Foto
singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan lava
andesit…………………………………………………………….. 46
4.11 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) batuan lava andesit 46
xi
formasi Palepat…………………………………………………….
4.12
A) singkapan Batupasir Palepat, azimuth foto N 120
E, B) Foto
singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Batupasir
Palepat…………………………………………………………….. 48
4.13 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Batupasir formasi
Palepat…………………………………………………………….. 48
4.14
A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 1860
E, B) Foto
singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit
Tantan……………………………………………………………... 49
4.15
Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan.
Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological
Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……………………. 50
4.16
A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860
E,
B) Foto singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan
Monzodiorit Kuarsa Tantan………………………………………. 51
4.17
Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit
Kuarsa Tantan. Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of
Geological Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……….. 52
4.18 A) singkapan Slate Asai, azimuth foto N 18
0 E, B) Sampel
setangan Slate Asai……………………………………………….. 53
4.19 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Slate Peneta.
Klasifikasi O’Dunn dan Sill, 1986………………………………... 53
4.20
A) singkapan Marmer Peneta Anggota Mersip pada dinding goa,
azimuth foto N 2680
E, B) Foto singkapan dekat saat dilapangan,
C) Sampel setangan Marmer Peneta Anggota Mersip……………. 54
4.21 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Marmer Peneta
Anggota Mersip. Klasifikasi Gillen, 1982………………………... 55
4.22
A) singkapan Intrusi Andesit Pra-Tersier, azimuth foto N 1820
E,
B) Foto singkapan dekat yang memperlihatkan karakteristik
warna abu-abu dengan bintik-bintik putih, C) Sampel setangan
Intrusi Andesit Pra-Tersier………………………………………... 56
4.23 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Intrusi Andesit
Pra-Tersier. Klasifikasi Streckeisen,1976………………………… 57
4.24 Sesar Batang Tantan……………………………………………… 58
4.25 Sesar Sungai Tiangko……………………………………………... 59
4.26 Sesar Serik………………………………………………………… 60
4.27 Sesar Sungai Betung……………………………………………… 61
4.28 Rekontruksi Proses pembentukan Formasi Palepat………………. 63
4.29 proses intrusi Granitoid Tantan dan Formasi Peneta……………... 64
4.30 Proses Penerobosan Pra-Tersier Andesit-Basalt………………….. 65
5.1 A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 186
0 E, B) Foto
singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit 66
xii
Tantan ……………………………………………………………
5.2
Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan.
Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological
Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……………………. 67
5.3
A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860
E, B) Foto singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan
Monzodiorit Kuarsa Tantan………………………………………. 68
5.4
Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit
Kuarsa Tantan. Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of
Geological Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……… 69
5.5 Diagram TAS (Total Alkali Silika) dengan perbandingan SiO2
terhadap Na2O+K2O…………………………………………….. 70
5.6 Variasi diagram Harker 1990 dalam Winter 2001……………….. 71
5.7
Hasil Plotting pada Diagram Analisis Jenis Magma. (a) Diagram
Na2O+K2O vs SiO2 Menurut Miyashiro, 1974, (b) Diagram K2O
vs SiO2 Menurut Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam Winter 2001,
(c) Diagram AFM Irvine dan Baragar, 1971 dalam Rollinson,
1993………………………………………………………………..
73
5.8 Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984
dalam Winter, 2014)……………………………………………… 74
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1.1 Peneliti terdahulu………………………………………………… 6
2.1 Tabel seri magma………………………………………………… 23
3.1 Kegiatan Tugas Akhir……………………………………………. 27
4.1 Pemerian Geomorfologi Daerah Sungai Pinang dan Sekitarnya… 41
4.2 Data XRF (X-Ray Fluorescence) Geokimia Batuan Granit dan
Monzodiorit Tantan……………………………………………… 61
5.1 Klasifikasi batuan Granitoid Tantan menurut Pitcher (1983,1993)
dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014)………………………. 75
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Tabulasi
Lampiran 2. Hasil Analisis Petrografi batuan
Lampiran 3. Peta Lintasan
Lampiran 4. Peta Pola Pengaliran
Lampiran 5. Peta Geomorfologi
Lampiran 6. Peta Geologi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terbentuknya Pulau Sumatra tidak lepas dari proses tumbukan antara kerak
Benua Sundaland dengan kerak Samudra Hindia. Hasil dari tumbukan yang
berlangsung mengakibatkan Pulau Sumatra terbagi menjadi tiga fase tektonik yaitu
Koalisi antara blok Sibumasu dan Indo-China, Transcurren System (sesar
mendatar) antara blok Sibumasu dan blok Sumatra Barat dan Pengangkatan antar
blok Sumatra Barat dan Woyla, Barber dkk (2005). Hasil dari tumbukan yang
terjadi antara Kerak Benua dan Kerak samudra selain menghasilkan pergerakan-
pergerakan antar lempeng juga mengakibatkan terbentuknya Cekungan Sunda di
sebelah Barat Pulau Sumatra dan cekungan-cekungan sedimentasi di daratan
Sumatra. Selain itu juga tumbukan atau subduksi ini memicu terjadinya aktivitas
magmatisme dan vulkanisme di Sumatra sejak Tersier hingga saat kini.
Granitoid Tantan merupakan batuan terobosan yang berumur Trias Akhir-
Jura Awal yang merupakan hasil dari proses magmatisme aktivitas pergerakan
lempeng subduksi di Sumatra antara lempeng Samudra Hindia terhadap Lempeng
Sumatra Barat dan Sibumasu, Kusnama dkk (1992). Batuan Terobosan ini tersusun
dari batuan Granit, Diorit, dan Granodiorit. Dengan hadirnya batuan beku di daerah
penelitian ini, menunjukkan adanya suatu aktivitas magmatik, yang mana selain
sebagai kunci untuk mempelajari evolusi magmatik pada zaman Trias Akhir- Jura
Awal, juga mempunyai keterkaitan erat dengan keterdapatan potensi bahan galian.
Studi geokimia mengenai batuan beku akhir-akhir ini berkembang sangat
pesat berkat penemuan baru mengenai ketepatan analisis kimia dengan menggunakan
instrumen yang mengalami penyempurnaan terus menerus. Unsur utama dan unsur
jejak serta unsur tanah jarang dan sebagainya. digunakan untuk mengetahui lebih
mendalam tentang sifat-sifat larutan magma yang menghasilkan berbagai tipe batuan
beku. Selain itu studi geokimia dari batuan beku dapat dipakai untuk mempelajari
suatu cekungan dan evolusi tatanan tektonik, juga dapat memecahkan suatu sejarah
mengenai alih tempat dan petrogenesis dari suatu kelompok batuan. Dengan
berkembangnya teori tektonik lempeng dapat diketahui pula masing-masing
lingkungan tektoniknya yang dicirikan oleh magmatisme yang spesifik, Hutabarat
(2007). Dalam hal ini penulis mengangkat kajian tentang Evolusi magma pada
2
batuan Granitoid Tantan dengan tujuan dapat memberikan informasi tentang proses
evolusi magma yang terjadi berdasarkan data analisis geokimia batuan.
Lokasi penelitian terletak di desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai
Manau, Kabupaten Merangin, Jambi yang secara fisiografi terletak pada Zona
Perbukitan Barisan (Bammelen, 1949). Kabupaten Merangin sendiri merupakan
lokasi yang cukup kompleks dalam mencatat sejarah geologi meliputi proses
tektonik khususnya pensesaran dan jenis batuan. Selain itu keterdapatan batuan
Granitoid Tantan yang masih bisa dijumpai dengan baik disekitar desa Sungai
Pinang, Kecamatan Sungai Manau serta belum ada penelitian yang dilakukan di
daerah ini, menjadikan lokasi ini adalah tujuan penulis untuk meneliti.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kondisi geologi yang ada di daerah penelitian?
2. Bagaimana evolusi magma yang terjadi pada batuan Granitoid Tantan di lokasi
penelitian?
1.3 Maksud Dan Tujuan
Maksud dari kegiatan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimana
evolusi magma yang terjadi pada batuan terobosan Granitoid Tantan
Adapaun tujuan dari penelitian ini ialah :
1. Mengetahui tatanan geologi daerah penelitian yang meliputi Geomorfologi, pola
aliran, stratigrafi, dan struktur yang terdapat pada daerah penelitian..
2. Mengetahui proses evolusi magma yang terjadi pada batuan terobosan Granitoid
Tantan berdasarkan analisis geokimia batuan.
1.4 Lokasi Kesampaian
Penelitian ini dilaksanakan di desa Sungai Pinang dan sekitarnya,
Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Lokasi
penelitian dapat di tempuh dengan menggunakan transportasi darat dari kota Jambi
dengan waktu tempuh 8 jam perjalanan.
4
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah membahas tentang keadaan
geologi daerah penelitian yang meliputi, kondisi geomorfologi, pengamatan
struktur, dan bagaimana evolusi magma yang terjadi pada batuan Granitoid
Tantan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup pada keadaan geologi daerah
penelitian dan fokus terhadap batuan Granitoid Tantan. Dimana secara geografis
terletak pada 2°01’53.6” S Lintang Selatan 101°57’07.5” E Bujur Timur
Merangin Kecamatan Sungai Manau dengan luas kavling 6x7 km2, secara
administrasi berbatasan dengan:
a. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Renah Pembarap,
b. Bagian Selatan dan Barat berbatasan dengan Kecamatan Pangkalan Jambu,
dan
c. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Tabir Barat.
1.7 Manfaat Penelitian
Bagi Bidang Keilmuan dan pihak yang berkepentingan terhadap penelitian
ini, tersedianya peta geologi daerah penelitian secara detail, terdapatnya infromasi
lebih lanjut terhadap informasi geologi seperti geomorfologi, pesebaran formasi,
dan struktur geologi yang dapat menunjang data yang dibutuhkan seperti terkait
dalam eksplorasi mineral.
Bagi Penulis diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan geologi
yang diperoleh selama dibangku perkuliahan, menambah pengetahuan dan
wawasan dalam bidang kajian evolusi magma pada batuan terobosan khususnya
pada Granitoid Tantan dengan menggunakan analisis dari petrografi dan geokimia
batuan.
Bagi Institusi dengan adanya penelitian ini maka dapat digunakan sebagai
bahan referensi di perpustakan mengenai data geologi daerah penelitian dan
bidang kajian evolusi magma pada batuan terobosan granitoid daerah penelitian.
1.8 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian yang dilakukan ini peneliti mengacu pada Peneliti terdahulu
penelitian (Tabel 1) yang dimaksud adalah sebagai berikut :
5
Van Bemmelen (1949)
Dalam buku The geology of Indonesia, menjelaskan tentang pembagian Zona
fisiografi dan struktur Pulau Sumatra, yang terdiri atas Zona Perbukitan Barisan,
Zona Sesar Sumatra, Pegunungan Tiga puluh, Dataran Bergelombang dan
Perbukitan Rendah, Zona Paparan Sunda dan Zona Kepulauan Busur Luar.
Dimana lokasi penelitian termasuk dalam Zona Perbukitan Barisan.
Kusnama dkk (1992)
Dalam buku Peta Geologi regionl Lembar Sungaipenuh dan Ketaun, menjelaskan
mengenai stratigrafi daerah penelitian yaitu terdiri dari beberapa formasi satuan
batuan yakni batuan Pra-Tersier dan batuan terobosan, batuan Pra-Tersier terbagi
dari Formasi Palepat berumur Perem yang terdiri dari Batuan gunungapi
termetakan, lava dan tuf bersusunan andesit hingga basal. satuan batuan
metasedimen dari Formasi Asai yang berumur Jura yang terdiri dari perselingan
batu sabak, batulempung batulanau sabakan, batupasir, tuff hornblenda. Anggota
Mersip Formasi Peneta yang tersusun atas batugamping dengan sisipan serpih
gampingan setebal 250 m. Formasi Peneta yang terdiri dari dari serpih tuffan
dengan sisipan batugamping setebal 400 m. Batuan terobosan dari Formasi
Granitoid Tantan yang tersusun atas litologi berupa Granodiorit biotit hornblende,
dimana formasi ini Menerobos Formasi Palepat yang berumur Perem dan
menyentuh sesar dengan Formasi Peneta yang berumur Jura Akhir - Kapur Awal .
Said dkk (2019)
Dalam Jurnal Busur Magmatik Granit Tantan-Nagan Sebagai Potensi REE di
Jambi. Penelitian ini menjelaskan tentang bususr magmatik dengan keterdapatan
unsur REE pada batuan Granodiorit Tantan yang berada di Kecamatan Sungai
Manau, Jambi. Serta menjelaskan keadaan geologi pada Kecamatan Sungai
Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Setiawan dkk (2015)
Dalam Proceeding dengan judul Petrologi, Geokimia dan Umur Batuan Granitoid
di Komplek Lukulo, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian ini
menjelaskan tentang petrografi batuan granitoid berdasarkan komposisi mineral,
pengelompokan batuan granitoid, geokimia batuan granitoid serta keterkaitannya
dengan tatanan tektonik berdasarkan data petrografi, dan geokimia yang meliputi
analisis afinitas magma, kristalisasi fraksinasi, tatanan tektonik dan umur batuan.
Sehingga dapat memberikan informasi bahwa batuan beku yang terbentuk pada
6
masing-masing periode magmatik memiliki tipe dan karakteristik komposisi
batuan yang berbeda-beda.
Tabel 1.1 Peneliti Terdahulu
Peneliti
Geologi Regional Geologi Daerah Penelitian
Fisiografi Struktur
Geologi
Stratigrafi Geologi
Regional
Evolusi Magma
Granitoid
Tantan
Van Bemmelen, R.W.
(1494). The geologi of
Indonesia
Kusnama R, dkk
(1992). Peta Geologi
regionl Lembar
Sungaipenuh dan
Ketaun
Said, dkk, (2019).
Busur Magmatik
Granit Tantan-Nagan
Sebagai Potensi Ree
Di Jambi
Setiawan,dkk (2015).
Petrologi, Geokimia
Dan Umur Batuan
Granitoid Di
Komplek Lukulo,
Karangsambung,
Kebumen, Jawa
Tengah
Ariani (2020),
Geologi dan Evolusi
Magma Granitoid
Tantan
Keterangan : : Akan diteliti
: Sudah diteliti
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Fisiografi
Secara fisiografis Pulau Sumatra dalam klasifikasi Van Bummelen (1949) dibagi
atas beberapa fisiografi (Gambar 2) di antaranya yaitu: 1) Pegunungan Barisan, 2)
Zona Sesar Sumatra, 3) Pegunungan Tigapuluh, 4) Dataran bergelombang dan
perbukitan bergelombang, 5) Zona Paparan Sunda Zona, dan 6) Kepulauan Busur
Luar. Zona Bukit Tiga Puluh merupakan suatu zona yang terisolasi dengan bentuk
morfologi yang telah mengalami rendahan kearah timur.Zona Perbukitan Barisan
merupakan suatu zona perbukitan yang memanjang dengan arah orientasi
Tenggara – Barat Laut, dan umumnya zona ini berasosiasi dengan Gunung Api
aktif yang berada di jalur Bukit Barisan.
Gambar 2.1 Pembagian Zona Fisiografis Pulau Sumatra mengacu dari Van Bemmelen
(1949)
Menurut Kusnama dkk (1992) daerah penelitian dalam Peta Geologi
termasuk dalam lembar Sungaipenuh dan Ketaun yang merupakan bagian dari
8
Pegunungan Barisan, secara morfologi dibedakan menjadi lima satuan:
pegunungan kasar, kerucut gunung api, kuesta, dataran tinggi dan dataran rendah.
Pegunungan kasar tedapat dibagian timur dan tengah Lembar, dengan ketinggian
antara 431-1692 m diatas muka laut. Lembah-lembah sungai berbentuk V dan
terbentuk diatas batuan metasedimen Formasi Asai (Ja), Formasi Peneta (KJp),
dan Granit Tantan (TJgdt).
2.1.2 Tektonik Sumatra
Terbentuknya pulau Sumatra tidak lepas dari proses tumbukan antara
kerak benua Sundaland dengan kerak Samudra Hindia. Hasil dari tumbukan yang
berlangsung mengakibatkan pulau Sumatra terbagi menjadi tiga fase tektonik.
Fase pertama merupakan fase kolisi antara blok Sibumasu dan Indochina pada
zaman Devon hingga Permian yang menghasilkan pergerakan sesar naik. Fase
kedua merupakan trancrrent system antara blok Sumatra Barat dan Sibumasu
pada zaman Trias hingga Jura yang menghasilkan pergerakan sesar mendatar.
Fase ketiga kembali mengalami proses pengangkatan antara Blok Sumatra Barat
dengan Blok Woyla pada zaman Kapur akhir yang membentuk sesar naik, Barber
dkk (2005).
Lokasi Penelitian
9
Gambar 2.2. Struktur Sumatra dan Pergerakan Lempeng Tektonik dalam Barber A J dan
Crow. 2005
Kondisi tektonik Sumatra saati ini merupakan rangkaian dari evolusi Pulau
Sumatra sebagai hasil subduksi dari batas lempeng Samudera Hindia yang
menunjam di bawah lempeng Benua Eurasia pada Masa Kenozoikum yang
diperkirakan telah menyebakan terjadinya rotasi dari Pulau Sumatra dengan
orientasi arah perputaran searah jarum jam (Metcalfe, 2013).
Menurut Pulunggono dkk. (1992) perkembangan tektonik di Cekungan
Sumatera Selatan dibagi menjadi tiga kali perubahan arah subduksi yang
menyebabkan terbentuknya tiga pola sesar utama yaitu sesar dengan arah
Baratlaut-Tenggara pada Jura Akhir-Kapur Akhir, arah Utara-Selatan pada Kapur
Akhir-Tersier Awal, dan Arah Timur Laut- Baratdaya pada Miosen Tengah-Resen
(Gambar 2.3).
10
Gambar 2.3. Model ellipsoid pada Pulau Sumatera dari Jura Akhir – Resen (Pulonggono
dkk. 1992)
Fase tektonik yang berkembang di Cekungan Sumatra Selatan menurut
Pulunggono dkk (1992) terjadi melalui tiga fase :
1. Tahap kompresional (Jura Akhir – Kapur Awal)
Tahap kompresional pada masa Jura Akhir sampai Kapur Awal
diakibatkan subduksi lempeng Samudra Hindia ke bawah lempeng Benua Eurasia
yang mengakibatkan pola tegasan simple shear di Cekungan Sumatra Selatan ini.
Sistem pola tegasan ini kemudian berkembang menjadi sesar geser. Pembentukan
sesar geser ini menjadi zona lemah sehingga diintrusi batuan granitoid. Batuan
granitoid yang mengisi zona lemah ini menjadi tinggian purba.
2. Tahap ekstensional (Kapur Akhir – Tersier Awal)
Tahap ekstensional yang terjadi di Cekungan Sumatra Selatan ini
diakibatkan oleh penurunan kecepatan subduksi. Tahap ini merupakan awal
terbentuknya tinggian (horst) dan rendahan (graben) akibat perubahan sistem
tegasan utama yang berarah vertikal. Sesar mendatar berubah menjadi sesar
normal karena tegasan utama vertikal dikontrol oleh gravitasi dan pembebanan.
3. Tahap kompresional (Miosen Tengah – Resen)
Kecepatan subduksi pada tahap ini meningkat kembali dan menyebabkan
peremejaan sesar - sesar normal yang telah ada sebelumnya menjadi sesar naik.
Selain itu terbentuk juga sesar geser dan perlipatan dengan arah sumbu yang
masih mengikuti arah lama (pola Sumatra dan pola Sunda). Fase kompresi ini
mencapai puncaknya pada PlioPleistosen dengan pembentukan pola struktur sesar
dan perlipatan baru dengan arah U3300 T yang dikenal dengan pola Barisan.
11
Aktivitas tektonik pada fase ini mempunyai peran yang sangat besar dalam
pembentukan zona rekahan baru atau meremajakan zona rekahan yang telah
terjadi di daerah tinggian purba.
Pulau Sumatra dan Jawa merupakan bagian tepi Sunda arc dari lempeng
Eurasia bagian selatan yang dimulai dari laut Andaman utara Aceh-Sumatra-Jawa
sampai ke pulau Sumbawa di selatan. Rangkaian tersebut termasuk kedalam
island arc systems dengan mekanisme subduksi antara lempeng Indo-Australian
terhadap lempeng Eurasia dibagian utaranya. Perubahan arah dan kecepatan
subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia dimulai dengan
normal di bagian selatan pulau Jawa –Trench Jawa- menjadi oblique subduction
pada Trench Sumatra. Perubahan pola tersebut berakibat terbentuknya Sistem
Sesar Sumatra ( Sesar Semangko dan Sesar mentawai) pada sumbu pulau
Sumatra, garis volkanik didaerah selat Sunda mulai dari yang tertua Sukadana,
Komplek Krakatau sampai ke pulau Panaitan yang termuda (Mulyana, 2006).
Menurut Pulunggono dan Cameron (1984), kerangka tektonik pra-Tersier
dari Sumatra berupa mosaik dari mikroplate kontinen dan samudera yang
terakrasi pada Trias Akhir ketika mikroplate Mergui, Malaka dan Malaya Timur
bersatu membentuk Sundaland. Akrasi selanjutnya melibatkan pantai barat
Terrain Woyla pada Mesozoikum Akhir. Magmatisme dan pensesaran banyak
terjadi di Sundaland ini.
Plutonik di bagian barat Sumatra juga mengindikasikan periode aktivitas
plutonik pada Perm (287–256 juta tahun yang lalu). Selain itu terdapat indikasi
bahwa aktivitas Mesozoikum Awal telah dimulai sejak Trias Akhir, atau dikenal
adanya dua siklus magmatik, yaitu : 1) Trias Akhir sampai Jura Awal (220–190
juta tahun yang lalu), 2) Jura Pertengahan sampai Kapur Awal (170–130 juta
tahun yang lalu), (Yuningsih, 2006).
12
2.1.3 Sratigrafi
Gambar 2.4. Peta Geologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian dipotong dari Peta Lembar
Sungaipenuh dan Ketaun dalam Skala 1:250.000 modifikasi, dari Kusnama dkk (1992)
Berdasarkan peta geologi regional lembar Sungai Penuh dan Ketaun,
urutan statigraf dapat dibagi menjadi tiga urutan berdasarkan umur yaitu
Pratersier, Tersier dan Kuarter. Geologi lembar ini terutama meliputi satuan
13
batuan Zona Busur Depan dan Zona Busur Magmatik Sumatra; serempat
mencerminkan sebagai Cekungan Bengkulu dan Zona Barisan. Satuan – satuan
Cekungan Bengkulu terdapat dibagian barat dan barat daya Lembar, dan Zona
Barisan terdapat dibagian tengah dan timur laut Lembar. Satuan ketiga yang
disebut Cekungan Antara gunung hanya terdapat setempat disekitar Danau
Kerinci dibagian Utara Lembar. (Kusnama dkk,1992)
Lokasi penelitian terdiri dari satuan formasi batuan berumur Pratersier,
yakni Formasi Palepat, Formasi Asai, Anggota Mersip Formasi Peneta, Formasi
Peneta dan Intrusi Granitoid Tantan.
Urutan Pra- Tersier di lembar Sungaipenuh dan Ketaun Meliputi batuan
malihan derajat rendah berumur Perem dan Jura–Kapur yang telah mengalami
deformasi sedang. Batuan malihan derajat rendah terdiri dari batuan Gunungapi–
Meta Formasi Palepat yang berumur Perem, batuan meta sedimen Formasi Asai
yang berumur Jura Tengah, dan batuan termalih lemah Formasi Peneta yang
berumur Jura Akhir – Kapur Awal. Hubungan stratigrafi antara kedua satuan
batuan meta sedimentersebut tidak jelas, setempat sentuhannya berupa tektonik
tetapi singkapannya tidak bagus. Keduanya dicirikan oleh adanya batuan malihan
berderajat lebih tinggi dari Formasi Asai yang lebih tua.
Formasi Palepat
Batuan tertua yang tersingkap Formasi Palepat dalam Lembar Sungai
Penuh dan Ketaun yang berumur Paleozoikum, Formasi Palepat terdiri dari batuan
Gunungapi – Meta bersusunan Andesit sampai Basal dengan sisipan batuan
Sedimen. Satuan ini pertama kali dipelajari oleh Zwierzycki (1935) dan diberi
nama Lapisan Airkuning, yang bersama dengan lapisan – lapisan Karing dan
Salamuku membentuk “Seri Jambi Karbon” . nama yang dipakai sekarang
diajukan oleh Rosidi drr (1976). Berdasarkan melimpahnya flora dan fauna yang
dikandungnya, seri ini diusulkan berumur Karbon sampai Perem (Zwierzycki,
1935, Jongmans, 1937;Marks, 1956). Penelitian ulang bukti – bukti planologi
yang ada oleh Asma drr. (1975), Beauvais drr. (1984) dan Fontaine & Gafoer
(1989) menyimpulkan bahwa satuan tersebut berumur Perem Awal. Namun
suwarna & Suharsono (1984) mengusulkan bahwa Formasi Palepat berlanjut
sampai Perem Tengah, seperti yang diamati oleh Simanjundjuntakdrr.(1991)
14
didaerah Muarabungo. Oleh karena itu umur Formasi Palepat adalah awal Perem
Tengah.
Formasi Palepat tersusun dari batuan gunungapi dasit sampai andesit
dengan sisipan batugamping dan sedimen klastik. Keduanya di terobos oleh
Granitoid Tantan berumur Trias Akhir-Jura. (Suwarna dkk, 1994)
Formasi Asai
Formasi Asai terdiri dari sedimen – meta marin yang menyerupai flysch,
dan berdasarkan bukti fosil yang ditemukan Fontaine & Beauvais (1984)
disimpulkan berumur Jura Tengah. Formasi ini rupanya bersentuhan secara
tektonik dengan Formasi Peneta dan diterobos oleh Granitoid Nagan. Umur
pemalihan formasi ini ditafsirkan sebagai pertengahan Jura Akhir. (Suwarna dkk,
1994)
Formasi Peneta
Formasi Peneta berdasarkan bukti paleontology menunjukkan umur Jura
Akhir - Kapur Awal (Tobler 1922, Baumbarger 1925, dan Beauvais 1984).
Formasi Peneta terdiri dari batuan sedimen laut paparan termasuk batugamping
terumbu. Fosil-fosil yang ditemukan dalam serpih, batusabak, dan batupasir
malihan menunjukan umur Kapur Awal, fosil-fosil termasuk terumbu dari
batugamping diduga berumur Jura Akhir, sementara fosil Amonit diperkirakan
berumur Jura Akhir - Kapur Awal. Dengan demikian, satuan tersebut semuru
dengan “batuan samudra” Pegunungan Gumai dan Garba. Jadi satuan tersebut
diperkirakan terletak pada posisi tepi benua Jura Akhir yang merupakan tempat
akrasi Terrane Woyla pada akhir dari Kapur Awal (Suwarna dkk, 1994).
Batuan Terobosan
Batuan terobosan umurnya berkisar antara akhir Trias Jura Awal - Tersier
Akhir. Hanya tersingkap di Pegunungan Barisan pada suatu daerah yang luas,
cenderung berarah Baratlaut-Tenggara. Kebanyakan jenis batuan terobosan ini
merupakan batuan Plutonik kecil atau jenis korok (Suwarna dkk, 1994).
Granitoid Tantan
Formasi ini berumur Trias Akhir-Jura Awal, formasi ini tersusun atas
litologi berupa granit biotit berubah menjadi Granodiorit, putih-kelabu, setempat
porfiritan dangan fenokris felspar -Na dan Felspar-K . Ciri khasnya sangat lapuk,
biasanya terkloritkan dan terkaolinisasi secara menyeluruh. Formasi ini
15
menerobos Formasi Palepat yang berumur Perem dan menyentuh sesar dengan
Formasi Peneta yang berumur Jura Akhir-Kapur Awal (Kusnama dkk,1992).
Dimana ada suatu peristiwa besar vulkanisme dan magmatisme pada zaman Trias,
Jatuhnya meteor pada zaman Jura, dan pembentukan batuan-batuan metamorf
pada akhir zaman kapur yang disebabkan aktifitas tektonik berupa kompresi dari
kurun Mesozoikum sampai Kenozoikum. Lalu pada awal Kenozoikum kala
Paleosen tidak terjadi pengendapan sehingga terjadi ketidakselaraasan terhadap
batuan sedimen yang ada diatasnya Formasi Bandan. ( Said, dkk. 2019).
2.1.4 Struktur Geologi
Struktur Lembar Sungaipenuh & Ketaun dikuasai oleh peristiwa tektonika
Jura sampai Resen. Unsur – unsur struktur utama dalam batuan dilembar ini ialah
persesaran.
Persesaran di Lembar Sungaipenuh & Ketaun terdapat di semua batuan
yang berumur Pra – Holosen, dan umumnya arah sesar yang sama dapat dilihat di
dalam kedua batuan berumur Pra – Tersier dan batuan yang lebih muda.
Persesaran ini dapat dibagi menjadi dua arah utama , Barat Laut – Tenggara dan
Utara – Selatan, dan tiga jalur geografi, Jalur Sesar Bukit Barisan, Jalur Sesar
Bukit Barisan Timur dan Jalur Sesar Bukit Barisan Barat. Jalur Sesar Bukit
Barisan meliputi tiga bagian yang berarah Barat Laut – Tenggara : Sesar sesar
Seblat, Dikit dan Siulak (Tjia,1977). Sesar Seblat tersusun oleh enam buah sesar
sejajar yang terletak di hulu S. Seblat. Sesar Dikit terdiri dari paling kurang dua
sesar yang hampir sejajar yang membentang dari G. Pandan disepanjang S.
Langkup sampai G.Kunyit. Umur kedua Sesar tersebut diduga Plio – Plistosen,
tetapi keduanya masih giat, bukti – bukti neotektonika di S. Nyabu dan S.
Langkup memastikan adanya gerakan menganan di daerah ini.
Jalur Sesar Bukit Barisan Timur terdapat dibagian Timur Laut lembar dan
terdiri dari tujuh buah sesar kecil yang berarah Barat Laut-Tenggara dengan jejak-
jejak sesar melengkung lemah. Sesar- sesar tersebut terutama terddapat dalam
Formasi Asai dan dipotong oleh Granodiorit Nagan. Umur pensesaran tersebut
diperkirakan Eosen dan ungkin Plio-Plistosen. Namun ada yang berpendapat
bahwa umur sesar tersebut sangat tua, yang aktif kembali selama Plio-Plistosen
sebagai akibat gerakan menganan Sistem Sesar Sumatra. Sesar Sungkup setempat
disepanjang Timur Formasi Peneta juga diperkirakan sebagai sesar Tersier yang
berarah Barat Laut- Tenggara yang lebih awal (Kusnama dkk, 1993).
16
Jalur Sesar Bukit Barisan Barat terletak sejajar dengan jalur Bukit Barisan
utama dan memperlihatkan sejarah yang sama, yaitu sesar menganan yang
berumur Plio-Plistosen. Secara regional struktur geologi pada daerah penelitian
mununjukkan beberapa struktur yaitu sesar-sesar kecil yang berarah BaratLaut-
Tenggara dengan jejak-jejak melengkung lemah dan sesar-sesar yang relative
berarah Barat-Timur. Sesar ini terbentuk pada Formasi Asai yang dipotong oleh
Granodiorit Nagan. Umur pensesaran tersebut Plio-Plistosen sebagai akibat
gerakan menganan Sistem Sesar Sumatra (Kusnama dkk, 1993).
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Granitoid
Granitoid merupakan istilah untuk kelompok batuan beku plutonik dengan
tekstur faneritik dan komposisi asam sehingga intermediate, memiliki ukuran butir
kasar yang secara mineralogis sebagian besar terdiri dari feldspar, kuarsa dan
mika. Granitoid umumnya hanya tersusun oleh kristal mineral dikarenakan proses
pendinginan magma yang cukup lama sehingga menghasilkan tekstur feneritik
dengan derajat kristalinya holokristalin.
Batuan granitoid merupakan batuan yang keberadaannya melimpah di
kerak benua. Bantuan ini dapat ditemukan di berbagai tatanan tektonik, mulai dari
zona orogenik dan zona tumbukan antar lempeng benua, hingga tatanan
anorogenik.Umumnya granitoid terbentuk akibat proses anateksis dari kerak,
tetapi kontribusi dari mantel juga dapat berpengaruh dalam terbentuknya granitoid
Selain itu bantuan ini juga dapat ditemukan di bagian punggungan tengah samudra
(Mid Oceanic Ridge) dan kompleks ofiolit dalam volum kecil. Contoh dari
kelompok batuan granitoid adalah granit, granodiont,monzonit, tonalit, alkali
granit, syenit, dan diorite, Winter (2001).
Winter (2014), mengklasifikasikan batuan granitoid dalam beberapa tipe
yaitu S-I-A-M. Granitoid tipe S umumnya batuannya kaya biotit, dan biasanya
mengandung kordierit juga mengandung muskovit, andalusite, sillimanite atau
garnet, oksida yang umum adalah dijumpai adalah ilmenit dan komposisi
kimianya menunjukkan bahwa tipe ini diproduksi oleh peleburan parsial batuan
sumber sedimen peraluminus dari zona subduksi. Granitoid tipe I batuan kaya
hornblende, oksida yang umum adalah magnetit, komposisi kimianya
menunjukkan bahwa tipe ini diprodksi dari hasil lelehan sebagian bahan sumber
beku yang berasal dari mantel mafik zona subduksi. Granitoid tipe A beragam,
17
baik secara kimiawi maupun dalam hal asal-usulnya, granitoid tipe ini dapat di
temukan umumnya pada zona anorogenik pada zona pemekaran. Granitoid tipe M
merupakan granitoid yang terbentuk pada zona Anorogenik pada penujaman
lempeng samudra atau punggungan tengah samudra yang secara geokimia batuan
bersifat thoelitik.
2.2.3 Klasifikasi Batuan
Dalam menentukan jenis batuan beku Winter(2014) membaginya dalam
tiga kategoris yaitu, Feneritik yang mayoritas Kristal mineral yang menyusun
batuan dapat terlihat dengan mata telanjang (> 0,1 mm), jika sebuah batuan
menunjukkan tekstur faneritik biasanya mengkristal secara perlahan di bawah
permukaan bumi dan disebut sebagi batuan beku intrusi atau plutonik. Aphanitik
sebagian besar memiliki kristal yang kecil dan sulit dilihat secara mata telanjang
(< 0,1 mm) hal ini dikarenakan proses pengkristalan yang cepat di permukaan
bumi dan disebut sebagai batuan ekstrusif atau vulkanik. Fragmental terdiri dari
komposisi batuan beku yang terpilah kemudian diendapkan kembali, dimana
fragmen tersebut berasal dari batuan yang sudah ada sebelumnya (sebagian besar
beku) dengan fragmen Kristal atau masa gelas, biasanya hasil dari ledakan atau
runtuhan vulkanik dan disebut sebagai piroklastik.
Klasifikasi batuan beku plutonik berdasarkan komposisi mineral
menggunakan diagram QAPF batuan beku plutonik berdasarkan sistem IUGS
(Gambar 2.5). Diagram ini menggambarkan segitiga di bagian atas berlaku untuk
batuan beku yang didominasi kuarsa (SiO2 jenuh). Semua batuan beku dengan
silika tak jenuh yang mengandung plot feldspathoids berada di segitiga bagian
bawah (SiO2 tak jenuh) ,diagram QAPF ini tidak digunakan pada batuan dengan
kandungan mineral mafik lebih dari 90% (M<90%). Klasifikasi batuan beku
faneritik ini diklasifikasikan dengan batuan harus mengandung paling sedikit 10%
mineral Q (kuarsa), A (alkali-feldspar), P (plagioklas), dan F (feldspathoid), yang
kemudian dinormalisasi menjadi 100%.
18
Gambar 2.5. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Sistem IUGS (International Union of
Geological Sciences) Diagram QAPF untuk Batuan Plutonik, Streckeisen (1976) dalam
Winter,2014
2.2.4 Evolusi Magma
Menurut Nelson (2015), Magma adalah campuran batuan cair, kristal, dan
gas. Ditandai dengan berbagai macam komposisi kimia, dengan suhu tinggi, dan
sifat cairan. Massa magma lebih ringan dari bebatuan di sekitarnya, karena itu
magma akan terus bergerak ke atas. Jika magma sampai ke permukaan hasil dari
letusan kemudian mengkristal akan menjadi batuan ekstrusif atau vulkanik.
Apabila magma mengkristal sebelum mencapai kepermukaan maka akan
menghasilkan batuan beku dalam atau plutonik atau intrusive.
Dalam Winter (2014), membagi dua jenis tipe magma yakni magma
basaltik dan magma granitik. Magma basaltik merupakan magma yang terbentuk
oleh lelehan atau peleburan parsial (partial melting) selubung yang mendesak ke
atas sepanjang pusat pemekaran,di mana lempeng-lempeng bergerak saling
menjauh. Oleh sebab itu jenis magma ini mendominasi kerak samudra. Magma
19
granitik merupakan magma yang terjadi di daerah penunjaman akibat lelehan
parsial dari kerak samudra dan kerak benua bagian bawah di bagian lebih dalam
daridasar jalur pegunungan aktif (pada daerah-daerah tumbukan lempeng dan di
manasuhu dan tekanan sangat tinggi). Oleh sebab itu magma granitis
mendominasi kerak benua.
Menurut Nelson (2015), Magma dapat dibedakan berdasarkan kandungan
SiO2. Dikenal ada tiga tipe magma, yaitu:
a. Magma Basaltik :SiO2 45-55 %berat; kandungan Fe dan Mg tinggi;
kandungan K dan Na rendah.
b. Magma Andesiti: SiO2 55-65 %berat, kandungan Fe, Mg, Ca, Na dan K
menengah (intermediate).
c. Magma Riolitik : SiO2 65-75 %berat, kandungan Fe, Mg dan Ca rendah;
kandungan K dan Na tinggi.
Hipotesis asal usul dan evolusi batuan beku dinyatakan pertama kali oleh
Bowen dan disimpulkan dalam diagram Seri Reaksi Bowen. Magma induk yang
berkomposisi ultrabasa berevolusi atau terfraksinasi menjadi batuan berkomposisi
basal dan sisa leburannya menjadi lebih asam seperti andesit basal, andesit, dasit
dan riolit. Batuan gunung api tergantung pada komposisi magma maupun lava.
Hal ini berhubungan dengan jenis batuan gunung api yang terbentuk sebagai
intrusi (sub volcanic intrusion) dan terbentuk sebagai ekstrusi (extrusive) yang
berupa batuan lelehan (effusive) dan berupa batuan letusan (explosive). Batuan
intrusi dangkal akibat dari pembekuan magma di dalam tubuh gunung api,
sedangkan batuan ekstrusi akibat pembekuan lava di permukaan bumi, atau
bahkan pembekuan material piroklastika di atmosfera. Oleh sebab itu, magma
maupun lava mengalami proses diferensiasi dan fraksinasi. Proses-proses inilah
yang menjadikan perubahan komposisi magma maupun lava hingga terjadinya
batuan gunung api dengan komposisi beragam (basa – intermediet – asam), atau
dengan kata lain terjadi perubahan atau evolusi.
20
Gambar 2.6. Reaksi Seris Bowen (Bowen, 1928) dalam Winter (2014) dengan
modifikasi
Proses perubahan ini menyebabkan magma berubah menjadi magma yang
bersifat lain oleh proses-proses seperti. Hibridasi, proses pembentukan magma
baru karena pencampuran 2 magma yang berlainan jenis. Sintetis,Pembentukan
magma baru karena adanya proses asimmilasi dengan batuan samping. Anateksis,
proses pembentukan magma dari peleburan batu-batuan pada kedalaman yang
sangat besar.
Winter (2014) menyatakan bahwa Diferensiasi magma merupakan proses
di mana magma mampu mendiversifikasi dan menghasilkan magma atau batuan
dengan komposisi berbeda. Proses ini dipengaruhi banyak hal. Tekanan, suhu,
kandungan gas serta komposisi kimia magma itu sendiri dan kehadiran
pencampuran magma lain atau batuan lain juga mempengaruhi proses diferensiasi
magma. Menurut Nelson (2015) differensiasi magma meliputi asimilasi,
pencampuran (mixing), dan kristalisasi fraksional. Asimilasi adalah suatu keadaan
saat magma melewati batuan yang lebih dingin dalam perjalanan ke permukaanny
dan melelehkan sebagian batuan di sekitarnya dan memasukkan lelehan ini ke
dalam magma. Karena sejumlah kecil hasil leleh parsial dalam cairan mengandung
silika komposisi, penambahan lelehan ini ke magma akan membuatnya lebih
mengandung silika. Pencampuran (mixing) terjadi saat dua jenis magma yang
berbeda bertemu dan kemudian bercampur menjadi satu menghasilkan satu jenis
21
magma lain yang homogen yang disebut dengan magma turunan. Magma turunan
ini biasanya bersifat pertengahan dari kedua jenis magma yang bercampur.
Fraksinasi Kristal, sebuah kondisi dimana kristal-kristal yang telah terbentuk,
mengalami proses pemisahan dari magma asalnya. Kondisi ini akan tercapai jika
magma telah mencapai keseimbangan. Fraksinasi kristal terjadi ketika kristal yang
telah terbentuk akibat gaya gravitasi mengalami pemisahan dengan cairan magma,
proses ini disebut gravity settling. Proses ini mengakibatkan terjadinya perubahan
komposisi pada magma asal.
Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk
mineral penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi batuan beku dari kimia
adalah dari senyawa oksidanya, seperti Senyawa-senyawa yang bersifat non
volatil dan merupakan unsur-unsur oksida dalam magma. Jumlahnya yang
mencapai 99 % isi, sehingga merupaka mayor element, terdiri dari oksida-oksida
SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2 dan P2O5. Unsur
lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element ,
seperti Rubidium (Rb), Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nikel (Ni), Cobalt (Co),
Vanadium (V), Croom (Cr), Lithium (Li), Sulphur (S) dan Plumbum (Pb). Unsur-
unsur jejak ini terdapat tidak sebagai oksida dan tidak dapat digunakan sebagai
dasar penggolongan magma. Unsur-unsur ini sangat membantu dalam
menentukan genesa magma.
Komposisi magma atau lava dapat berkembang dari waktu ke waktu,
karena magma atau lava mulai mengkristal, mineral gelap akan mengendap ke
dasar ruang magma atau lava (karena lebih padat daripada magma atau lava).
Mineral ringan kadang-kadang bisa mengapung ke atas untuk alasan yang sama,
sehingga komposisi magma yang meletus dapat bergantung pada dari mana ia
berasal dari ruang magma dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mendingin, dan apakah telah melelehkan batuan dan bercampur atau tidak. Hal ini
menunjukkan adanya banyak gunung api yang meletus menghasilkan berbagai
batuan yang berbeda komposisinya. (Hartono, 2017).
Winter (2014) dan Hutabarat(2007), Untuk mempelajari gambaran evolusi
magma dan diskriminasi geokimia dan batuannya dapat ditelusuri dengan bantuan
diagram variasi dengan memakai SiO2 sebagai parameter diferensiasinya seperti
diagram Harker, TAS (Total Alkali dan Silika) SiO2 + K2O vs SiO2, diagram
22
alkali-silika, dan triangular plots seperti diagram AFM. Menurut winter (2014)
magma primer merupakan magma yang diturunkan secara langsung melalui
peleburan sebagian dari beberapa sumber, dan tidak memiliki karakteristik yang
mencerminkan efek dari diferensiasi selanjutnya. Magma yang telah mengalami
beberapa bentuk diferensiasi kimia sepanjang tren disebut sebagai magma
berevolusi. Harker (1909) dalam Winter (2014) menyatakan bahwa kandungan
SiO2 terus meningkat dalam evolusi magma yang terjadi, dengan demikian dapat
diketahui sejauh mana magma itu berevolusi.
Gambar 2.7. Klasifikasi batuan berdasarkan unsur kimia, (a) Diagram Total Alkali dan
Silika (TAS),(b)Diagram Alkali-Subalkali (c)Diagram AFM, (d) Diagram Harker dalam
Winter, (2014)
2.2.4 Hubungan Tektonik dan Magmatisme
Wilson (2007) dalam Maliku (2015), membagi lingkungan tektonik dan
magmatisme yang terjadi pada batuan beku menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu 1)
Magmatisme pada Constructive Plate, 2) Magmatisme pada Destructive Plate, dan
3) Magmatisme pada Within Plate. Selain itu, tatanan tektonik pada proses
dc
a b
23
pembentukan batuan beku juga berhubungan dengan jenis seri magma
pembentukan batuan beku tersebut (Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Tabel seri magma
Constructive Plate Margin. Constructive plate margin merupakan tatanan
tektonik yang terletak pada zona divergen yaitu zona antara dua lempeng atau
lebih yang saling menjauh, sehingga magma dapat terbentuk yaitu pada pematang
tengah samudera (Mid Oceanic Ridge) dan Cekungan Belakang Busur (Back Arc
Basin).
1) Pematang Tengah samudera (Mid Oceanic Ridge) merupakan daerah
dengan dua lempeng samudera yang saling menjauhi. Magma pada tektonik
ini berasal dari pelelehan sebagian mantel bagian atas karena adanya
pelepasan tekanan oleh batuan induk akibat proses divergen. Batuan yang
terbentuk pada tatanan tektonik ini bersifat mafik-ultramafik seperti
peridotit, basal, gabro, batuan beku bertekstur lava bantal, dan kekar tiang
(columnar joint).
2) Cekungan Belakang Busur (Back Arc Basin) merupakan tatanan tektonik
yang terbentuk di belakang busur kepulauan. Hal ini dapat terjadi akibat
adanya pengangkatan (rifting) di belakang zona penunjaman selama proses
subduksi berlangsung, sehingga terbentuklah cekungan. Magma yang
dihasilkan pada zona ini bersifat basa, seperti batuan beku basal.
Destructive Plate Margin. Destructive plate margin merupakan tatanan tektonik
yang terletak pada zona konvergen dengan dua lempeng atau lebih saling
bertumbukan satu sama lain. Magma yang dapat terbentuk yaitu pada busur
kepulauan (Island Arc) dan tepi benua aktif (Active Continental Margin).
1) Busur Kepulauan (Island Arc) merupakan daerah dengan lempeng samudera
dan lempeng samudera atau lempeng benua yang tipis bertumbukan. Zona
ini disebut zona subduksi atau zona penunjaman. Magma akan terbentuk
24
akibat dari pelelehan sebagian mantel atas atau tepi mantel atau kerak
samudera yang menunjam. Daerah Island Arc ditandai dengan munculnya
busur kepulauan dengan deretan gunung api yang masih aktif. Batuan beku
yang terbentuk umumnya bersifat intermediet sampai basaltik, seperti
andesit atau basal. Diferensiasi magma tidak terjadi secara dominan di
daerah ini, sehingga batuan tersebut memiliki tekstur yang sedikit akan
fenokris. Batuan vulkanik juga banyak terbentuk akibat aktivitas vulkanisme
yang intensif.
2) Tepi Benua Aktif (Active Continental Margin) merupakan daerah terjadinya
tumbukan antara lempeng benua yang tebal. Magma dapat berasal dari
pelelehan sebagian mantel atas atau kerak benua bagian bawah. Pada daerah
ini gunung api jarang ditemukan. Batuan beku yang terbentuk pada zona ini
pada umumnya intermediet sampai felsik, seperti granit atau diorit.
Diferensiasi magma terjadi secara dominan dan lanjut, sehingga butiran
kristal yang terbentuk berukuran besar.
Within plate. Within plate adalah lingkungan tektonik pada daerah pertengahan
yaitu bagian tengah benua (intra-continental) dan bagian tengah samudera (intra–
oceanic).
1) Bagian Tepi Tengah Benua (Continental Intra-plate Margin) merupakan
tatanan tektonik yang terbentuk di tengah lempeng benua. Magmatisme
dapat terbentuk di dua tempat, yaitu Continental Flood Basalt Province
yaitu hasil dari erupsi besar-besaran gunung api yang menyebabkan
terjadinya pelamparan lava basal di lantai samudera atau daratan, dan
Continental Rift Zone yaitu zona dimana dua kerak saling menjauh, magma
berasal dari pelelehan sebagian kerak benua bagian atas atau tengah
sehingga magma bersifat asam-intermedit.
2) Bagian Tepi Tengah Samudera (Oceanic Intra-plate Margin) merupakan
tatanan tektonik yang terbentuk di tengah-tengah lempeng samudera dan
biasanya akan membentuk kepulauan gunung api. Sumber magma berasal
dari pelelehan sebagian mantel atas. Magma akan berkumpul di suatu
tempat (hostspot), magma dapat keluar ke permukaan bumi dan membentuk
gunung api. Pada zona ini terbentuk batuan beku vulkanik bersifat mafik-
25
ultramafik, karena magma berasal dari diferensiasi lempeng samudera yang
bersifat basa.
Dalam Tibaldi (2015), menjelaskan bahwa aktivitas pergerakan lempeng
tektonik mempengaruhi zona lemahnya magma yang naik kepermukaan, pada
sesar geser merupakan zona lemah secara vertikal yang memungkinkan magma
dapat naik hingga kepermukaan, sedangkan pada sesar normal dan sesar naik
tergantung oleh sudut kemiringanya, pada sesar naik biasanya magma akan naik
secara dike kemudian membentuk sill pada kemiringan yang relative datar
sedangkan pada sesar normal dengan kemiringan yang relative terjal magma akan
membentuk sill baru kemudian dike dengan kedalaman zona lemah tertentu, bisa
jadi magma akan naik sampai ke permukaan atau hanya terakumulasi di bawah
permukaan pada titik zona lemah tertentu seperti pada (gambar 2.8) di bawah ini.
Gambar 2.8. Hubungan tektonik dengan tipe intrusi yang dihasilkan
Berdasar pada aktivitas tektonik, Barbarin (1990) dalam Winter (2014)
(gambar 2.10) Mengklasifikan terbentuknya batuan granitoid berdasarkan
lempeng tektonik pembentukanya. Secara luas dapat dikelompokkan pada zona
orogenik dan anorogenik. Orogenik dapat di definisikan sebagai zona yang
berasosiasi dengan subduksi, sedangkan anorogenik mengacu pada aktifitas
magmatisme di dalam lempeng.
26
Gambar 2.9. Klasifikasi Batuan Granitoid Berdasarkan Aktivitas Tektonik Dimodifikasi
dari Pitcher (1983, 1993) dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014)
Dalam kelompok batuan granitoid klasifikasi berdasarkan aktivitas tektonikny
juga dapat dilihat dari parameter kimianya untuk menentukan asal tektonik
terbentuknya kelompok granitoid tersebut (gambar 2.10).
Gambar 2.10. Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984 dalam
Winter, (2014)
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal, pengambilan data,
analisis sampel, serta pengolahan data hingga menjadi draft tugas akhir dapat
dilihat pada tabel kegiatan di bawah ini:
Tabel 3. Kegiatan Tugas Akhir
Tahapan Penelitian
Kegiatan Tugas Akhir
2020-2021
Nove-
mber
Desemb
-er
Janu
ari
Februari Maret April Mei Juni Juli Agu-
stus
Septe-
mber
Identivikasi masalah
dan Perizinan
Penelitian
Orientasi lapangan
Studi Literatur dan
Pengumpulan data
sekunder
Penyusunan Proposal
Pemetaan dan
Pengambilan Data
Kegiatan Analisis
Laboratorium dan
pengolahan data
Konsultasi dan
Bimbingan
Penyusunan Laporan
akhir
3.2 Alat Dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan tugas akhir ini antara
lain :
3.2.1 Alat
1. Software ArcGIS dan Globbal Mapper, digunakan dalam pembuatan peta
kontur, peta geologi, dan peta geomorfologi daerah penelitian
2. Palu geologi beku dan sedimen, digunakan untuk mengambil sampel batuan
dilapangan
3. Kompas geologi, digunakan untuk pengukuran strike/dip, penentuan arah
azimuth dan mengukur struktur pada batuan di lapangan
4. Plastik sampel, digunakan sebagai wadah sampel yang di ambil
28
5. Global Position System (GPS), dengan jenis Garmin eTrex-10. Berfungsi
untuk menentukan koordinat, plotting area, dan merekam jalur tracking.
6. Meteran, digunakan dalam pengukuran profil singkapan batuan.
7. Alat tulis, digunakan untuk mencatat semua data dilapangan
8. Microsoft Office, dugunakan untuk mengolah data laporan hasil lapangan
maupun analisis
9. Mikroskop polarisasi, Digunakan untuk melihat kandungan mineral pada
batuan yang telah di sayat tipis
10. Aalisis Geokimia XRF (X-Ray Fluorescence), digunakan untuk menganalisis
kandungan unsur kimia mayor dan minor pada batuan
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada saat melakukan tugas akhir ini antara lain :
1. Hcl, digunakan untuk untuk mengetahui singkapan batuan yang bersifat
karbonatan
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan secara umum berupa metode survei dan
analisis. Metode survei yang dilakukan berupa survei pemetaan geologi
permukaan melalui observasi lapangan menggunakan jalur lintasan tertentu.
Observasi di lapangan yang dilakukan meliputi orientasi medan, pengamatan
morfologi, pengamatan singkapan, pengukuran struktur geologi, dan pengambilan
sampel batuan. Metode analisis dilakukan untuk mengamati hasil yang di dapat di
lapangan meliputi analisis petrografi batuan dan geokimia batuan XRF (X-Ray
Fluorescence) untuk mengetahui komposisi mineral dan unsur kimia mayor dan
minor batuan.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan ini ialah mengurus segala hal yang berkaitan dengan
perizinan kampus ke daerah lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran
umum mengenai daerah penelitian yang akan diangkat dalam judul penelitian.
Tahap pendahuluan ini diantaranya :
Tahapan ini merupakan tahapan awal yang sangat berkaitan erat dengan
proses pengambilan data yang terdiri dari perumusan masalah, penentuan lokasi
daerah penelitian dan survey daerah penelitian, tinjaun pustaka, pengindraan jauh
serta perizinan pengambilan data di lokasi penelitian.
29
1. Penenetuan lokasi daerah penelitian dan survey lokasi daerah penelitian,
tahapan penentuan daerah penelitian berdasarkan diskusi dengan dosen
pembimbing dengan melihat keadaan geologi yang berkenaan dengan proses
pembelajaran geologi, pemetaan geologi serta potensi sumber daya alam yang
dapat dikembangkan. Survey daerah penelitian bertujuan untuk melihat secara
langsung kondisi geologi daerah penelitian untuk mempersiapkan apa yang
perlu di siapkan sebelum dilakukanya pemetaan mendetil.
2. Perizinan. Perizinan dalam tahap ini adalah melengkapi segala sesuatu yang
menjadi syarat untuk melakukan penelitian di Desa Sungai Pinang kecamatan
Sungai Manau Provinsi Jambi seperti surat izin penelitian ke kantor camat dan
kepala desa setempat serta kelengkapan lainnya yang dibutuhkan.
3.4.2 Tahap Prasurvei
1. Studi pustaka, tahapan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan
memperlajari kondisi geologi regional daerah penelitian dengan mencari buku-
buku literatur, jurnal, paper, prosiding dan laporan akhir kegiatan yang
berkaitan erat dengan informasi geologi daerah penelitian. Tujuan dari
kegiantan ini adalah untuk meningkatan efisiensi dan efektivitas sebelum
melakukan pengambilan data dilapangan dengan membuat rencana lintasan,
dan penentuan data yang akan diambil di lapangan.
2. Pengindraan jauh, tahapan ini dilakukan untuk mengamati daerah penelitian
dan membantu mengidentifikasikan kondisi geologi daerah penelitian meliputi
kondisi geografis, relief dan kelurusan struktur, dan pesebaran geologi
berdasarkan persamaan ciri dari geologi regional dengan menggunak aplikasi
berbasis sistem informasi geografi (SIG). Aplikasi yang digunakan yaitu
ArcGis 10.5 dan Globalmapper. Data yang digunakan dalam proses
interpretasi disini adalah data kontur dengan skala 50k yang di download dari
peta RBI format shp, kemudian kontur diproses menjadi topo to raster terlebih
dahulu dan mendigitasi kembali untuk menjadikan kontur dengan skala 25k,
baru membuat kenampakan 2D (hilshade), kemudian barulah dilakukan
digitasi dari data hilshade dengan membagi bentuk geomorfologi daerah
penelitian, batas formasi yang di sesuaikan dengan peta geologi dan juga
penarikan kelurusan struktur daerah penelitian.
30
3. Persiapan Alat, bahan Dan Perlengkapan Lapangan. Adalah tahap
persiapan perlengkapan dan peralatan yang akan digunakan selama penelitian
berlangsung. Alat yang digunakan dalam penelitian akan disesuaikan dengan
kondisi daerah penelitian. Dalam hal ini persiapan alat yang dibutuhkan adalah
palu beku dan sedimen, meteran, GPS, HCl, kamera, plastik sampel dan peta
tentatif.
3.4.3 Tahap Survei Utama
Dalam melakukan pengambilan data di lapangan, metode yang digunakan
adalah pemetaan geologi dengan mengamati kondisi geologi daerah penelitian
meliputi pengamatan geomorfologi, pengambiloan data struktur, pengamatan
singkapan batuan, dan pengamatan pola sungai, berikut merupakan tahapan yang
dilakukan dalam pengambilan data.
1. Pengamatan Geomorfologi
yang dilakukan adalah mengamati morfologi, bentang alam, tipe genetik
sungai, stadia sungai, penggunaan lahan pada daerah penelitian dan dokumentasi
berupa foto, sketsa dan koordinat daerah pengamatan.
2. Pengamatan sratigrafi dan Litologi
Pengamatan stratigrafi terdiri dari pengamatan singkapan batuan, pengukuran
profil singkapan. Pengamatan singkapan batuan dengan mengamati litologi dan
kontak litologi batuan, melakukan pemerian deskripsi batuan secara megaskopis,
pengukuran kedudukan perlapisan batuan, pengambilan contoh batuan dan
dokumentasi berupa foto, sketsa dan koordinat singkapan batuan. Pengukuran
profil dilakukan pengukuran secara vertikal pada singkapan batuan.
3. Pengambilan sampel batuan
Pengambilan sampel batuan diutamakan sampel batuan yang segar dan tidak
lapuk agar dapat diamati dengan baik dengan ukuran handspacement. Sampel
yang di ambil adalah sampel batuan dari setiap satuan batuan yang ditemukan dari
setiap formasi yang terdapat pada daerah penelitian.
4. Pengukuran data struktur geologi
Berupa kedudukan perlapisan batuan dan bidang sesar yang meliputi
strike, dip, gores-garis dan zona breksiasi. Pengukuran strike dilakukan dengan
menempelkan sisi “E” (east) kompas pada bidang yang diukur dalam posisi
horizontal, tekan pengunci saat gelembung berada pada pusat lingkaran nivo mata
31
sapi. Angka azimuth yang ditunjuk oleh jarum “N” merupakan arah strike yang
diukur. Kemudian, membuat garis horinzontal pada posisi kompas yang akan
dipakai untuk pengukuran dip. Pengukuran dip dilakukan dengan menempelkan
sisi “W” (west) kompas pada bidang yang diukur dalam posisi kompas tegak lurus
garis strike. Putar klinometer sampai gelembung berada pada pusat nivo tabung,
bagian yang dibaca adalah menunjuk skala klinometer. Pengukuran gores-garis
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengukuran trend (arah
penunjaman), dengan menempelkan alat bantu (buku lapangan atau clipboard)
pada posisi tegak dan sejajar dengan arah struktur garis yang dihukum. Lalu,
menempelkan sisi “W” atau “E” kompas pada posisi kanan atau kiri alat bantu
dengan visir kompas (sigthing arm) mengarah pada penunjangan struktur garis
tersebut. Kemudian, kompas diletakan secara horizontal dengan gelembung
berada pada pusat nivo mata sapi, lalu arah yang ditunjukkan jarum “N” kompas
merupakan arah penunjaman. Selanjutnya pengukuran plunge (sudut penunjaman)
dilakukan dengan menempelkan sisi “W” kompas pada sisi atas alat bantu yang
dalam keadaan vertikal. Putar klinometer hingga gelembung berada pada pusat
nivo tabung. Besar sudut penunjaman merupakan besaran sudut vertikal yang
ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer.
Pengukuran rake/pitch dilakukan dengan membuat garis horizontal pada
bidang struktur garis. Garis horizontal sama dengan jurus dari bidang yang
memotong struktur garis, diukur besar sudut lancip (sudut terkecil) yang dibentuk
oleh garis horinzontal (gores-garis dan strike dip) dengan busur derajat.
Kemudian, pengukuran bearing (arah kelurusan) yaitu arah visir kompas sejajar
dengan dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis yang akan diukur, seperti
pengukuran zona breaksiasi yang dilakukan dengan mengukur strike dip dari
sumbu terpanjang pada setiap sisi zona hancuran. Kompas diletakkan secara
horizontal dengan gelembung berada pada pusat nivo mata sapi dan posisi kompas
harus masih seperti sebelumnya. Maka, nilai arah kelurusan adalah yang
ditunjukkan jarum “N” (Hendrayono, 2004).
3.4.4 Tahap Preparasi Sampel
Ada dua tahap yang dilakukan dalam preparasi sampel yaitu preparasi
untuk kegunaan analisis sayatan tipis petrografi dan preparasi untuk XRF (X-Ray
Fluorescence) analisis geokimia batuan.
32
1. Preparasi sayatan tipis petrografi
Batuan yang akan di analisis petrografi adalah batuan dari setiap satuan batuan
yang ditemukan dari setiap formasi batuan daerah penelitian pada saat
melakukan pemetaan detail. Dalam preparasi sampel sayatan tipis digunakan
sampel batuan segar. Terlebih dahulu sampel segar yang akan di preparasi di
beri tanda sesuai koordinat lapangan kemudian di foto terlebih dahulu,
selanjutnya dilakukan proses pemotongan bagian sampel batuan yang akan di
ambil dan digunakan sebagai bahan analisis, bagian sisi batuan yang akan di
ambil dihaluskan dengan cara di poles lalu di tempelkan ke kaca preparasi,
dan di poles lagi hingga sangat tipis sampai mineral-mineral penyusun batuan
dapat terlihat di mikroskop. Pada preparasi sayatan tipis ini sampel akan
dikirim ke Georila Petrolab yang berada di Yogyakarta
2. Preparasi XRF (X-Ray Fluorescence)
Sampel yang digunakan adalah sampel batuan segar segar dan tidak lapuk agar
dapat diamati dengan baik dengan ukuran handspacement, untuk analisis XRF
(X-Ray Fluorescence) sampel yang di analisis terkhusus pada sampel batuan
beku pada batuan Granitoid Tantan, kemudian dipilah dan dihaluskan dengan
menggunakan alat penghancur dan penghalus batuan, disini dilakukan secara
manual, kemudian sampel yang telah halus ditimbang seberat 200gr, dan siap
digunakan untuk uji analisis geokimia batuan. Dalam analisis XRF (X-Ray
Fluorescence) sampel yang telah di haluskan akan dikirim ke Pusat Teknologi
Bahan Galian Nuklir BATAN yang berada di Jakarta Selatan untuk di analisis.
3.4.5 Tahap Analisis data
Pengolahan data dan analisis data yang dilakukan di studio dan di
laboratorium serta klasifikasi geokimia batuan. Adapun pengolahan data yang
dilakukan antara lain:
1. Analisis data studio
(a) Analisis Gemorfologi, dengan cara menganalisa pengamatan dari bentuk
topografi yang diamati di lapangan maupun yang tercermin dari penampakan
peta topografi, dalam pengamatan morfologi terdapat analisis sungai yang
meliputi analisa pola pengaliran dan penentuan genetik aliran sungai yang
disesuaikan dengan struktur geologi daerah tersebut. Penentuan satuan
morfologi mengikuti pada referensi Versteppan (1985) yang telah di
modifikasi, berdasarkan atas bentuk asal. Sedangkan pola aliran mengacu
33
pada referensi Howard (1969). Adapun aspek yang diamati yaitu (1)
Morfometri yang meliputi morfografi, relief, elevasi, pola pengaliran dan
bentuk lembah. (2) Morfometri yang meliputi morfostruktur aktif dan pasif.
(3) Morfodinamik
(b) Analisis Struktur, melakukan rekontruksi data struktur yang di dapat
dilapangan selama pemetaan baik dari haasil pengukuran kekar, gores garis,
breksiasi, struktur bidang atau lipatan, kemudian akan di dapat arah umum
dan nama dari struktur yang terdapat di lokasi pengamatan.
2. Analisis Laboratorium
meliputi analisis petrografi sayatan tipis batuan dan analisis XRF (X-Ray
Fluorescence) Geokimia batuan.
(a) Analisis petrografi sayatan tipis batuan, dilakukan untuk mengetahui
komposisi mineral penyusun batuan guna menentukan jenis dan nama batuan,
(b) analisis XRF (X-Ray Fluorescence) geokimia batuan, untuk mengetahui
unsur mayor (SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2
dan P2O5) dan minor (Rb, Ba, Sr, Ni, Co, V, Cr, Li, S, Pb dll) batuan dari
jenis batuan yang berbeda pada Granitoid Tantan. Analisis XRF dilakukan
untuk mengetahui komposisi kimia batuan yang kemudian dari data yang di
peroleh melalui hasil analisis di lakukan plotting ke beberapa diagram yang
digunakan untuk mengetahui evolusi magma yang terjadi dari batuan
Granitoid Tantan, diantaranya variasi diagram Harker, TAS (Total Alkali
Silika), AFM, dan alkali-subalkali (gambar 2.7,- 2.10) sehingga dapat
menentukan kondisi geologi seperti magmatisme dan tektonik yang terjadi.
3. Klasifikasi Geokimia Batuan
Untuk membantu dalam mengetahui evolusi dan genesa magma pada batuan
yang terdapat pada Granitoid Tantan, maka digunakan digram klasifikasi
kimia batuan dari penelitian terdahulu. Diantara diagram yang digunakan
adalah:
(a) Diagram QAPF untuk Batuan Plutonik (Winter,2014)
Klasifikasi batuan beku plutonik berdasarkan komposisi mineral
menggunakan diagram QAPF batuan beku plutonik berdasarkan sistem
IUGS (gambar 2.5). diagram QAPF ini tidak digunakan pada batuan
dengan kandungan mineral mafik lebih dari 90% (M<90%). Klasifikasi
34
batuan beku faneritik ini diklasifikasikan dengan batuan harus
mengandung paling sedikit 10% mineral Q (kuarsa), A (alkali-feldspar), P
(plagioklas), dan F (feldspathoid), yang kemudian dinormalisasi menjadi
100%.
(b) Diagram Harker (Winter, 2014)
Diagram ini digunakan agar dapat diketahui sejauh mana magma itu
berevolusi (gambar 2.7) berdasarkan kandungan SiO2 terhadap unsur
mayor batuan seperti , Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, TiO2 dan P2O5.
(c) Diagram TAS (Total Alkali dan Silika) (Winter, 2014)
merupakan klasifikasi penentuan nama untuk batuan beku plutonik
berdasarkan kandungan total persen berat unsur kimia Na2O + K2O +
SiO2 (gambar 2.7), kedua nilai tersebut nantinya akan di plotkan pada
diagram yang di maksud, titik potong pertemuan antara kedua garis hasil
pengeplotan dari nilai kandungan total persen antara keduanya merupakan
nama dari batuan beku tersebut.
(d) Diagram Alkali dan Subalkali (Winter, 2014)
Digunakan untuk menentukan afinitas magma berdasarkan kandungan
K2O terhadap Na2O (gambar 2.7), yang nantinya dapat diketahui
lingkungan asal magma.
(e) Diagram AFM (Winter, 2014)
Digunakan untuk menentukan jenis seri magma apakah bersifat kal-
alkalin atau thoelitic (gambar 2.7) berdasarkan kandungan FeO,
Na2O+K2O, dan MgO, yang nantinya dapat diketahui lingkungan asal
magma.
(f) Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984 dalam
Winter, 2014)
Bertujuan untuk menentukan lingkungan tektonik asal batuan granitoid
(gambar 2.10).
3.4.5 Tahap Penyusunan Laporan
Tahap ini adalah tahap akhir dari penelitian, yang merupakan kegiatan
menuangkan hasil dari penelitian yang dilakukan ke dalam sebuah tulisan ilmiah
dimana pembahasannya meliputi, pendahuluan, geomorfologi, stratigrafi, struktur
35
geologi, lingkungan pengendapan, lampiran data petrografi, peta lintasan, peta
geomorfologi, peta pola pengaliran dan peta geologi.
Melakukan analisis struktur geologi yang didapat dari lapangan berupa
data arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan dan struktur kekar batuan untuk
mengetahui arah umum dari kekar dan mengetahui jenis struktur. Melakukan
analisis stratigrafi dengan menggunakan prinsip-prinsip stratigrafi untuk
mengetahui umur dan mengelompokkan satuan batuan serta kesebandingan
dengan formasi yang ada pada literatur, yang mana akan diperoleh hubungan
kontak antar satuan batuan sehingga dapat diketahui nama formasi batuan dengan
cara kesebandingan terhadap hasil penellitian peneliti terdahulu. Dan analisis data
yang dilakukan di laboratorium yaitu analisis petrografi untuk mengetahui
komposisi mineral dan jenis litologi batuan, analisis XRF (X-Ray Fluorescence)
untuk mengetahui komposisi kimia batuan yaitu unsur mayor dan unsur minor.
Berdasarkan hasil analisis petrografi dan analisis XRF (X-Ray Fluorescence) dan
adanya struktur geologi dan tektonik dapat memberikan gambaran proses
pembentukkan batuan di daerah penelitian dan sejauh mana magma berevolusi
pada Granitoid Tantan.
Peta lintasan diperoleh dari data-data pengamatan singkapan batuan yang
ada di lapangan yang kemudian disajikan dalam bentuk peta. Data-data yang
terdapat dalam peta lintasan ini adalah data litologi setiap lokasi pengamatan, data
struktur geologi, dan data aspek geologi lainnya.
Peta geomorfologi daerah telitian diperoleh dari data – data pengamatan
geomorfologi di lapangan dan kemudian dilakukan penentuan satuan bentuk lahan
berdasarkan referensi Verstappen (1985) yang di modifikasi. Data yang terdapat
pada peta ini berupa aspek-aspek geomorfologi seperti morfografi, morfometri
yang terdiri dari relief, elevasi, kemiringan, pola pengaliran dan bentuk lembah,
morfogenesa yang terdiri dari morfostruktur aktif dan morfostruktur pasif dan
morfokonservasi.
Peta geologi daerah telitian merupakan peta yang menyajikan informasi
geologi pada daerah penelitian. Informasi geologi tersebut berupa satuan batuan,
stratigrafi dan struktur. Data- data tersebut diperoleh dari survei deskriptif yang
dilakukan di lapangan.
36
3.5 Alur Kerja Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan - tahapan untuk
menunjang kelancaran dari penelitian seperti yang ditunjukkan pada bagan di
bawah ini (Gambar 3.1).
37
Tahap Pendahuluan
DATA SEKUNDER
-Studi Pustaka
-Peta Geologi Lembar Sungai Penuh dan Ketaun
(Kusnama, dkk 1993)
-Umur batuan berdasarkan peta Geologi
-Data kontur RBI skala 50k
DATA PRIMER
-Kontur skala 25k, kontur topo ke raster,
Hilshade
-Tahap pengolahan data peta geologi tentatif,
pola aliran, Geomorfo tentatif dan kelurusan
Peta rencana lintasan
Tahap Pengambilan Data
PENGAMATA
GEOMORFOLOGI
-Bentang alam
-Tipe sungai
-Dokumentasi
DATA STRUKTUR
-Pengukuran kedudukan
sesar, kekar
-Dokumentasi
PENGAMATAN SINGKAPAN
-Deskripsi batuan
-Pengambilan sampel
handspaceman
-Dokumentasi
Tahap Preparasi Sampel
Sampel batuan segar
Tahap Pengolahan data dan
analisis
Analisis Studio Analisis Laboratorium
Analisis
Struktur
-Nama struktur
-Jenis struktur
Analisis Petrografi
- Komposisi mineral
- Nama batuan
Analisis XRF
- Unsur kimia batuan
(mayor-minor)
-Nama batuan
-Jenis magma
-Sumber magma asal
-Tatanan tektonik
-Peta lintasan
pengamatan
-Peta Geologi
-Peta Geomorfologi
-Peta Pola Pengaliran
Evolusi magma
batuan
Draft Skripsi
Analisis
Geomorfologi
-Satuan bentang
alam
-Pola aliran
Analisis
Litologi
-Deskripsi
variasi batuan
Tahap Penyusunan Laporan
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan Tugas Akhir
Keterangan
: Proses Awal dan Akhir Penelitian
: Hasil Proses Pengolahan Penelitian
: Proses Pengolahan Penelitian
-Penentuan daerah lokasi penelitian
- Perizinan
Tahap Persiapan
38
BAB IV
GEOLOGI DAERAH SUGAI PINANG DAN SEKITARNYA
4.1 Geomorfologi
Geomofologi merupakan hal-hal yang berhubungan dengan bentuk relief yang
terdapat dipermukaan bumi baik yang terbentuk secara endogen ataupun eksogen.
Dalam proses penelitian aspek-aspek yang di perhatikan seperti pola airan, dan
morfologi yang meliputi pengamatan bentuk asal dan bentuk lahan yang terdapat
pada lokasi penelitian.
4.1.1 Pola Pengaliran
Berdasarkan pengamatan dan analisis yang dilakukan pola pengaliran pada
daerah penelitian di Desa Sungai Pinang dan sekitarnya mengacu pada Howard
(1967), memiliki pola pengaliran rectangular dan local meandering pada sungai
utama (Gambar 4.1) yang memiliki karakteristik seperti berikut:
Gambar 4.1. Pola pengaliran daerah Sungai Pinang dan sekitarnya
39
Pola Pengaliran Rectangular
Pada daerah bentuk pola aliran rectangular memiliki persentase luas sekitar
85%, dicirikan dengan pola sungai yang patah dengan cabang-cabang sungai yang
hampir tegak lurus terhadap sungai utama. Pola aliran ini umumnya mencirikan suatu
keadaan pada daerah yang dikontrol oleh struktur berupa sesar dan kekar dengan
lembah sungai berbentuk “V” yang merupakan sungai stadia muda hingga dewasa,
dan tempat mengalirnya adalah bedrock stream yaitu dasar sungai masih
menunjukkan kenampakan batuan dasar dengan resitensi batuan kuat hingga sedang.
Gambar 4.2. Contoh sungai pada pola pengaliran rectangular dilokasi penelitian
Pola Pengaliran Local Meandering
Pola aliran local meandering pada daerah penelitian terdapat pada sungai
utama, yang berada di sebelah Baratdaya pada peta dengan persentase luas sekitar
5%. Faktor pengontrol umumnya berupa sesar, arus sungai dan proses sedimentasi
sehingga mengakibatkan sungai berkelok.
Gambar 4.3. Contoh sungai pada pola pengaliran local meandering dilokasi penelitian
T B
U S
40
Pada sungai local meandering daerah pengamatan dicirikan dengan sungai
stadia muda hingga dewasa dengan dasar sungai berupa material lepas bebatuan dan
bentuk lembah “V-U”. serta resisten batuan sedang hingga lemah.
Pola Pengaliran Subdendritik
Pola aliran subdendritik pada daerah penelitian dengan persentase luas 15%
dapat dijumpai pada sisi Tenggara peta ( gambar 4.1). Pola aliran ini merupakan pola
ubahan dari pola aliran dendritik, hal ini dikarenakan telah adanya kontrol struktur
yang mengakibatkan pola aliran ini berubah. Pada daerah penelitian dicirikan dengan
bentuk lembah U-V dengan kelerengan sedang hingga curam, mengalir pada bedrock
stream, dengan resistensi batuan sekitar kuat hingga sedang.
Gambar 4.4. Contoh sungai pada pola aliran Subdendritik dilokasi penelitian
4.1.2 Morfologi
Morfologi daerah penelitian berdasarkan hasil interpretasi data sekunder dari
peta kontur dan Digital Elevation Model (DEM) serta hasil data primer selama
pengamatan dilapangan, maka daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan
geomorfologi dengan empat satuan bentuk lahan geomorfologi. Satuan geomorfologi
tersebut terdiri dari satuan geomorfologi asal struktural dengan satuan bentuk lahanya
perbukitan struktural (S1) dan lembah struktural (S2), satuan geomorfologi asal
vulkanik dengan satuan bentuk lahan perbukitan vulkanik (V1), dan satuan
geomorfologi asal karst dengan satuan bentuk lahan perbukitan karst (K1), Dapat
dilihat pada tebel pemeriaan geomorfologi daerah Sungai Pinang dan sekitarnya
seperti di bawah ini:
BD TL
41
Tabel 4.1. Pemerian Geomorfologi Daerah Sungai Pinang dan Sekitarnya.
Bentuklahan Perbukitan Struktural (S1), bentuk lahan ini memiliki
persentase luasan 30% yang dapat dijumpai pada sisi Timur Laut dan Barat daya pada
daerah penelitian. Bentuk lahan ini ditandai dengan warna ungu yang menunjukkan
aspek geomorfologi struktural yang disesuaikan dengan warna klasifikasi dari
Verstappen (1985).
Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan ini berupa perbukitan yang
dipengaruhi oleh kontrol struktur dengan litologi yang telah terubah. Secara aspek
morfometri memiliki relief yang curam dengan elevasi 375-187,5 m dengan pola
pengaliran yang berkembang adalah rectangular dengan bentuk lahan V.
Gambar 4.5 . Bentuklahan Perbukitan Struktural pada daerah penelitian
TG BL
42
Berdasarkan aspek morfogenesanya di kontrol oleh struktur berupa sesar dan
kekar, dengan resistensi batuan yang tinggi hingga sedang seperti batuan Andesit,
batupasir, serta batuan ubahan seperti slate. Proses pembentukan dari bentuklahan ini
merupakan proses endogen berupa tektonik seperti sesar, kekar dan juga di pengaruhi
oleh proses eksogen berupa erosi.
Bentuklahan Lembah Struktural (S2), bentuk lahan ini memiliki presentasi
luas kurang lebih 10% pada daerah penelitian yang dapat dilihat di bagian Barat Daya
peta. Bentuk lahan ini ditandai dalam peta dengan warna ungu muda yang
menunjukkan aspek geomorfologi struktural yang disesuaikan dengan warna
klasifikasi dari Verstappen (1985).
Gambar 4.6. Bentuklahan Lembah Struktural pada lokasi penelitian
Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan ini berupa lembah yang
dipengaruhi oleh kontrol struktur dengan litologi yang telah terubah. Secra aspek
morfometri memiliki relief agak curam dengan elevasi 187,5-100 m dengan pola
pengaliran yang berkembang adalah rectangular dengan bentuk lahan V.
Berdasarkan aspek morfogenesa dikontrol oleh struktur berupa sesar dan kekar,
dengan resisten batuan yang ditemukan adalah sedang hal ini dikarenakan telah
dipengaruhi oleh proses pelapukan selain itu juga dikarenakan pada bentuklahan ini
merupakan daeraah yang telah dilakukan tambang illegal, membuat batuan-batuan
disekitar telah hancur. Litologi yang ditemukan berupa batuan ubahan seperti slate-
filit. Proses pembentukan dari bentuklahan ini merupakan proses endogen berupa
sesar, kekar dan juga pengaruh proses eksogen berupa pelapukan.
BD TL
43
Bentuklahan Perbukitan Intrusi (V1), bentuk lahan ini memiliki presentasi
luas kurang lebih 40% pada daerah penelitian yang dapat dilihat di bagian Tengah
Peta. Bentuk lahan ini ditandai dalam peta dengan warna merah yang menunjukkan
aspek geomorfologi intrusi yang disesuaikan dengan warna klasifikasi dari
Verstappen (1985).
Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan ini berupa perbukitan yang
terbentuk dari prosen intrusi terlihat dari batuan penyusun berupa batuan beku
plutonik seperti diorite, granodiorit, dan granit yang kemudian telah dipengaruhi oleh
kontrol struktur hal ini dapat terlihat dari pola kelurusan yang terlihat. Secara aspek
morfometri memiliki relief curam dengan elevasi 562,5-187,5 m dengan pola
pengaliran yang berkembang adalah rectangular dengan bentuk lahan V.
Gambar 4.7. Bentuklahan Perbukitan Intrusi pada lokasi penelitian
Berdasarkan aspek morfogenesa dikontrol oleh intrusi dari aktivitas subduksi yang
terjadi di Sumatra kemudian dikontrol oleh struktur berupa sesar dan kekar, dengan
resisten batuan yang ditemukan kuat hingga lemah karena sebagian tempat telah
mengalami proses pelapukan.
Bentuklahan Perbukitan Karst (K1), satuan geomorfik ini menempati sekitar
15% pada peta daerah penelitian. Bentuk lahan ini ditandai dalam peta dengan warna
kuning yang menunjukkan aspek geomorfologi karst yang disesuaikan dengan warna
klasifikasi dari Verstappen (1985).
Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan perbukitan karst ini memiliki
topografi yang sangat curam berupa terbing terjal yang berada pada elevasi 250-312,5
m dengan pola pengaliran yang berkembang adalah rectangular berupa lembah V.
TL BD
44
Gambar 4.8. Bentuklahan Perbukitan Karst pada lokasi penelitian
Berdasarkan aspek morfogenesanya bentukan lahan ini tersusun oleh batuan
dengan resisten yang tinggi berupa gamping kristalin yang terubah setempat dan
batuan metamorf berupa marmer hingga batuan beku yang teralterasi. Pada
pembentukan bentuk lahan ini di dominasi oleh proses endogen berupa tektonik
seperti sesar dan pengangkatan, sedangkan proses eksogen yang bekerja yaitu
pelapukan dan erosi.
4.2 Stratigrafi
Urutan stratigrafi daerah penelitian dibagi berdasarkan umur formasi batuan
denngan penentuan pemeriaan dilihat karakteristik fisik, komposisi dari setiap satuan
batuan yang ditemukan dilapangan kemudian disesuaikan dengan genesa
terbentuknya batuan tersebut. Berdasarkan peta Lembar Sungai Penuh dan Ketaun
daerah penelitian memiliki urutan sratigrafi formasi batuan dari tua ke muda yaitu,
Formasi Palepat (Pp), Batuan terobosan Granitoid Tantan (TRJgdt), Formasi Peneta
(KJp) dan Anggota Mersip (KJpm). Setiap formasi memiliki hubungan yang tidak
selaras.
Melalui data yang diperoleh di lapangan dalam peta topografi skala 1:25.000
dengan luasan daerah penelitian 6x7 km2 dan hasil analisis petrografi daerah
penelitian dapat dibagi atas satuan batuan dari berumur tua ke muda yaitu satuan
Lava Andesit Palepat, Batupasir Palepat, Monzodiorit Tantan, Granit Tantan, Slate
Asai, Slate Peneta, Marmer Peneta Mersip, Intrusi Andesit praTersier dan endapan
Alluvial. Dapat dilihat pada gambar 4.9.
TG BL
45
Gambar 4.9. Sratigrafi Daerah Penelitian
Penentuan nama pada litologi setiap satuan berdasarkan pada kesamaan ciri-ciri
litologi, kehadirannya di lapangan dan hasil analisis petrografi,
Lava Andesit Palepat
Lava Andesit Palepat terdapat pada formasi Palepat. Dalam geologi regional
umur satuan batuan ini berdasarkan umur formasi diperkirakan berumur Perem awal-
pertengahan yang diusulkan Suparka & Sukendar (1981) sebagai batuan gunungapi
tepian benua yang mungkin merupakan erupsi celah.
Satuan Lava Andesit Palepat memiliki karakteristik batuan berwarna abu-abu
gelap dengan warna lapuk coklat, struktur massif pada singkapan dilapangan dengan
tekstur derajat kristalin adalah hipokristalin, dan derajat granularitas afanitik.
Komposisi mineral pada batuan dilihat secara megaskopis tersusun atas masa dasar
gelas, kuarsa, plagioklas dan juga hadirnya mineral klorit (Gambar 4.10).
46
Gambar 4.10. A) singkapan lava andesit, azimuth foto N 3100 E, B) Foto singkapan dekat
saat dilapangan, C) Sampel setangan lava andesit.
Secara pengamatan mikroskopis (Gambar 4.11) pada perbesaran okuler 10x
dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran
objektif 4x pada pengamatan struktur massif, derajat kristalisasi hipokristalin,
granularitas afanitik (<0,03 mm-glas), bentuk mineral subhedral-euhedral, relasi
inequigranular porfiritik merupakan batuan alterasi ditandai dengan munculnya
mineral indeks batuan alterasi hidrotermal.
Gambar 4.11 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) batuan lava andesit formasi
Palepat. Klasifikasi Streckeisen,1976
47
Komposisi mineral terdiri atas kuarsa (Qz) kelimpahan 5%, Dalam pengamatan
PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa belahan,
pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan.
Plagioklas (Pl) Kelimpahan 40% Dalam pengamatan terlihat tanpa warna, berukuran
(0,06-0,15mm), belahan 2 arah, relief sedang, anhedral, warna interferensi putih abu-
abu, Klinopiroksen (Cpx) kelimpahan 10% Warna biru ke coklat, relief tinggi,
subhedral, biasrangkap 0,011-0,015, ukuran 0,05-0,15mm finokris, n>nKB,
pemadaman parallel, orientasi moderate – high. Hornblende (Hbl) Kelimpahan 13%
Warna coklat kekuningan, relief sedang-tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,18mm,
n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang
orde 2 sebagai finokris. Masa Dasar Gelas kelimpahan 30% dalam keadaan PPL
putih kecoklatan, pada XPL warna abu-abu kehitaman, keabuan, tersususn oleh gelas
vulkanik. Dan hadirnya mineral asesori berupak Opak (Opq) 2% Berwarna hitam
pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang, isotrop, relief tinggi,
berukuran 0,08mm dan terlihat mengkorosi mineral lain di bagian tepinya
Berdasarkan klasifikasi O’dunn dan Sill (1986) nama batuan ini adalah Andesit.
Satuan Batupasir Palepat
Satuan Batupasir Palepat merupakan satuan batuan pada daerah penelitian yang
terdapat pada formasi Palepat. Dalam geologi regional umur satuan batuan ini
berdasarkan umur formasi diperkirakan berumur Perem awal-pertengahan yang
diusulkan Suparka & Sukendar (1981) batupasir ini merupakan perselingan sedimen
pada formasi Palepat.
Batupasir Palepat memiliki karakteristik megaskopis (Gambar 4.12) warna
coklat terang dengan lapuk warna cklat-oren, struktur massif, memiliki tekstur berupa
ukuran butir pasir sedang, derajat pembundaran membundar, terpilah baik, kemas
tertutup, porositas terbuka, dengan komposisi mineral kuarsa, biotit sebagai fragmen
dan semen silika.
48
Gambar 4.12. A) singkapan Batupasir Palepat, azimuth foto N 120 E, B) Foto singkapan
dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Batupasir Palepat
Secara pengamatan mikroskopis (Gambar 4.14) pada perbesaran okuler 10x dengan
perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 4x
pada pengamatan diketahui stuktur masif, tekstur meliputi ukuran butir <1/256 – 1/8
mm, sortasi baik, kemas terbuka.
Komposisi mineral terdiri atas kuarsa (Qz) kelimpahan 5% Dalam pengamatan
PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa belahan,
pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan.
Gambar 4.13 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Batupasir formasi Palepat.
Klasifikasi Pettijohn, 1987
49
K-Feldspar (K-Fsp) kelimpahan 10% Dalam pengamatan PPL warna cerah,
XPL merah muda-abu abu, subhedral-euhedral, kembaran albit, pleokroisme sedang,
belahan 1 arah, hadir menyebar dalam sayatan. Plagioklas (Pl) kelimpahan 8%
Dalam pengamatan terlihat tanpa warna, relief rendah, tanpa pleokrosime, berukuran
(0,04-0,10mm) subhedral-euhedral, warna interferensi putih abu-abu, mineral tidak
resisten sebagai terubah menjadi mineral lempung, hadir merata pada sayatan. Opak
(Opq) kehadiran 3% Berwarna hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun
nikol silang, isotrop, relief tinggi, berukuran 0,04mm. Rongga merupakan porositas
pada batuan berwarna putih pada pengamatan PPL dan berwarna hitam pada
pengamatan XPL.
Granit Tantan
Granit Tantan ini dilapangan menunjukkan intrusi yang cukup luas
penyebaranya, memiliki karakteristik berwarna abu-abu, struktur massif, tekstur
holokristalin dengan fanerik sedang. Komposisi mineral yang terlihat k-feldspar,
plagioklas, dan kuarsa.
Gambar 4.14. A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto singkapan dekat
saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit Tantan
Secara mikroskopis Granit Tantan (Gambar 4.15) pada perbesaran okuler 10x dengan
perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 4x
50
pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran mineral kasar – sedang,
bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,06-0,38mm).
Gambar 4.15 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan. Klasifikasi
Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences) Diagram QAPF Streckeisen
(1976)
Komposisi mineral tersusun atas kuarsa (Qz) kelimpahan 30% Dalam
pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa
belahan, pleokroisme rendah, berukuran 0,05-18mm finokris, n<nKB, bias rangkap
lemah orde 1 bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan. Plagioklas (Pl)
Kelimpahan 30% Berwarna abu-abu keputihan, relief rendah, bentuk subhedral
prismatik berukuran 0,05-0,22mm, bias rangkap lemah orde 1. Ortoklas (Or)
Kelimpahan 30% Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah muda-abu abu,
anhedral, kembaran polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1 arah. Hornblande
(Hb) kelimpahan 8% Warna coklat kekuningan -hitam, relief sedang-tinggi, euhedral
prismatik, ukuran 0,10-0,25mm, n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel, orientasi
length-slow, bias rangkap sedang orde 2. Opak (Opq) Kelimpahan 2% Berwarna
hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang,sistem kristal trigonal,
isotrop, relief tinggi, berukuran 0,05mm.
51
Monzodiorit Kuarsa Tantan
Monzodiorit Kuarsa dari intrusi Tantan memiliki karakteristik secara
megaskopis berwarna Hitam kehijauan, struktur massif, tekstur holokristalin, fenerik
kasar, dengan komposisi mineral Kuarsa, plagioklas, biotit, klorit.
Gambar 4.16. A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto
singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Monzodiorit Kuarsa Tantan
Secara mikroskopis Monzodiorit Kuarsa Tantan (Gambar 4.17) pada perbesaran
okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan
perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran
mineral kasar – sedang, bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,03-0,35mm).
Komposisi mineral tersusun atas plagioklas (Pl) kelimpahan 35% Berwarna
abu-abu keputihan pada pengamatan PPL, relief rendah, bentuk subhedral prismatik
berukuran 0,08-0,18mm finokris, bias rangkap lemah orde 1. Kuarsa (Qz)
kelimpahan 20% Dalam pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam,
relief rendah tanpa belahan, pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir
menyebar dalam sayatan. Hornblande (Hb) kelimpahan 30% Warna coklat
kekuningan, relief sedang-tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,35mm, n>nKB,BF
0.0019, pemadaman parallel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang orde 2.
Ortoklas (Or) Kelimpahan 10% Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah
muda-abu abu, anhedral, kembaran polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1
52
arah. Opak (Opq) kelimpahan 3 % Berwarna hitam pada saat pengamatan nikol
sejajar maupun nikol silang,sistem kristal trigonal, isotrop, relief tinggi, berukuran
0,15mm. Klorit (Chl) kelimpahan 2% Dalam pengamatan PPL warna coklat
kehijauan, XPL kehijauan, belahan 1 arah – tidak ada, relief sedang, pleokroisme
sedang-lemah, hadir menyebar dalam sayatan.
Gambar 4.17 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit Kuarsa Tantan.
Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences) Diagram QAPF
Streckeisen (1976)
Slate Peneta
Slate peneta pada daerah penelitian dapat di jumpai dengan jelas pada
sekitaran perumahan desa setempat dan juga pada dinding-dinding tebing pinggir
jalan.
Pada lokasi penelitian Slate Peneta secara megaskopis (Gambar 4.18)
memiliki karakteristik warna abu-abu gelap, struktur struktur foliasi slatycleavage,
tekstur kristaloblastik lepidoblastik terdapatnya urat kuarsa dengan komposisi
mineral lempung dan kuarsa.
53
Gambar 4.18. A) singkapan Slate Peneta, azimuth foto N 180 E, B) Sampel setangan Slate
Asai
Secara mikroskopis Slate Peneta (Gambar 4.19) pada perbesaran okuler 10x
dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran
objektif 4x pada pengamatan Sayatan batuan metamorf dengan struktur slaty
cleavage , ukuran butir very fine grained (<0,001mm), derajat metamorfisme rendah,
berwarna abu-abu hingga putih.
Gambar 4.19 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Slate Peneta. Klasifikasi
O’Dunn dan Sill, 1986
Komposisi mineral tersusun atas Plagioklas (Pl) kelimpahan 5% Dalam
pengamatan terlihat berwarna kecoklatan, tidak terlihat belahan, relief rendah, tanpa
pleokrosime, berukuran mineral 0,08mm subhedral-euhedral, warna interferensi putih
54
abu-abu. Kuarsa (Qz) kelimpahan 5% Putih-tidak berwarna relief rendah, bentuk
anhedral berukuran 0,04-0,08mm, n<nKB, bias rangkap lemah orde 1. Lempung
(Cm) kelimpahan 80% Warna putih kekuningan pada massa dasar (<0,001mm), relief
rendah, bias rangkap kuat, hadir merata pada sayatan.
Marmer Peneta Anggota Mersip
Secara megaskopis memiliki karakteristik warna putih dan abu-abu, struktur
massif, tekstur kristalin dengan mineral penyusun adalah kalsit, serta bereaksi ketika
diberikan larutan Hcl (Gambar 4.20).
Gambar 4.20. A) singkapan Marmer Peneta Anggota Mersip pada dinding goa, azimuth foto
N 2680 E, B) Foto singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Marmer Peneta
Anggota Mersip
Secara mikroskopis Marmer Peneta Anggota Mersip (Gambar 4.21) pada
perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x
dengan perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur nonfoliasi (granulose),
tekstur palimset (blastopsefit) meliputi ukuran butir <1/256 – 1 mm, sortasi sedang.
Kalsit (Ca). Dalam pengamatan PPL warna putih cerah, XPL merah muda -
kehijauan, belahan 1-2 arah, memiliki relief yang sangat tinggi-rendah (double
reflaksi), pleokroisme kuat, hadir menyebar dalam sayatan. Kelimpahan 100%.
Berdasarkan klasifikasi Gillen (1982) nama batuan adalah marmer.
55
Gambar 4.21 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Marmer Peneta Anggota
Mersip. Klasifikasi Gillen, 1982
Intrusi Andesit pra-Tersier
Intrusi Andesit pra-Tersier pada lokasi penelitian merupakan, penarikan
formasi batuan terobosan yang di sesuaikan dengan keterdapatanya pada peta geologi
Lembar Muaro Bungo, dan disesuaikan dengan karakteristik yang sesuai dengan apa
yang di dapat di lokasi penelitian. Karakteristik Intrusi Andesit pra-Tersier pada
Lembar Muaro Bungo , Simandjuntak (1978) yang di pemeriakan oleh Iyep Saefudin,
memiliki Karakteristik warna kelabu, dengan bintik-bintik putih dan hitam, tekstur
porfiri dengan komposisi mineral plagioklas, klorit, kuarsa, serisit, gelas, dan
magnetit. Pemerian tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan Andesit yang
di dapat di lapangan (Gambar 4.22).
Secara megaskopis batuan Intrusi Andesit Pra-Tersier (Gambar 4.22),
memiliki karakteristik warna abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik putih, struktur
massif tekstur hipokristalin, afanitik-fenerik sedang. Dengan komposisi mineral
kuarsa, klorit, plagioklas, dan gelas.
56
Gambar 4.22. A) singkapan Intrusi Andesit Pra-Tersier, azimuth foto N 1820 E, B) Foto
singkapan dekat yang memperlihatkan karakteristik warna abu-abu dengan bintik-bintik
putih, C) Sampel setangan Intrusi Andesit Pra-Tersier
Secara mikroskopis Intrusi Andesit Pra-Tersier (Gambar 4.23) pada
perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x
dengan perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur
porfiroafanitik ukuran mineral sedang – halus, merupakan batuan alterasi, ditandai
dengan munculnya mineral indeks batuan alterasi hidrothermal.
Komposisi mineral tersusun dari kuarsa (Qz) kelimpahan 15% Dalam
pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa
belahan, pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral. Plagioklas (Pl) kelimpahan
30% sebagian telah terubah menjadi serisit, dalam pengamatan PPL warna putih
kecoklatan, XPL coklat-abu abu, relief rendah, pleokroisme sedang, belahan tidak
ada, bentuk kristal anhedral. Hornblande (Hb) kelimpahan 30% warna coklat
kekuningan -hitam, relief sedang-tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,10-0,25mm,
n>nKB,BF 0.0019, bias rangkap sedang orde 2. Klorit (Chl) kelimpahan 5% Dalam
pengamatan PPL warna coklat kehijauan, XPL kehijauan, belahan 1 arah – tidak ada,
relief sedang, pleokroisme sedang-lemah, hadir menyebar dalam sayatan. Opak (Opq)
kelimpahan 5% Dalam pengamatan PPL dan XPL terlihat gelap. Massa dasar gelas
kelimpahan 15% .
57
Gambar 4.23. Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Intrusi Andesit Pra-Tersier.
Klasifikasi Streckeisen,1976
Intrusi Andesit pra-Tersier ini berumur Kapur Akhir yang merupakan proses
magmatisme lanjutan pada periode orogenesis penujaman lempeng Samudra
Indonesia yang terjadi di bawah lempeng Sunda pada Jura Awal anatara Blok Woyla
terhadap Blok Sumatra Barat.
4.3 Struktur Geologi
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, struktur yang dijumpai berupa
sesar, dimana data yang diambil adalah data gores garis yang terdapat pada bidang
sesar yang ditemukan, dari pengolahan data sesar diketahui bahwa sesar yang
terdapat pada daerah penelitian, berupa sesar mendatar dan juga sesar turun. Dalam
peta Lembar Sungai Penuh dan Ketaun menjelaskan bahwa arah utama sesar yang
terdapat di daerah penelitian adalah Barat Laut-Tenggara dan Timur Laut- Barat
Daya.
Sesar Barat Laut – Tenggara
Sesar ini sangat mendominasi pada daerah penelitian, terlebih lagi dengan
penarikan kelurusan dari data DEM. Sesar berarah Barat Laut – Tenggara
diperkirakan berumur Plio-Plistosen yang disesuaikan dengan bersamaan
terbentuknya Sesar Sumatra atau Sesar Semangko. Sesar ini ditemukan dengan
kelurusan yang menerus dan cukup panjang. Pada daerah penelitian sesar ini
merupakan sesar-sesar mendatar kiri dan kanan. Dapat dilihat pada Sesar Batang
58
Tantan, Sesar Sungai Serik, Sesar Sungai Tiangko dan Sesar Sei Tengko pada daerah
penelitian.
Sesar Batang Tantan, sesar ini merupakan jenis sesar mendatar kiri yang
menjadi batas pemisah antara Formasi Palepat dengan Intrusi Granitoid Tantan.
Berarah Barat Laut Tenggara. Sesar ini ditemukan pada batuan andesit dengan
pengamatan berupa gores garis LP 8. Dengan data arah Bidang sesar N 119° E/ 67°,
dengan nilai plunge 18°, bearing N 290° E dan besar rake 9°. Dapat dilihat pada hasil
analisis steronet (Gambar 4.24 ) memperlihatkan bahwa pergerakan sesar ini adalah
mendatar kiri.
Gambar 4.24 Sesar Batang Tantan
Sesar Sungai Tiangko, merupakan sesar mendatar kanan naik yang menjadi
batas antar Formasi Peneta dengan Intrusi Granitoid Tantan. Sesar ini ditemukan
pada batuan serpih yang telah termetakan menjadi slate pada Formasi Peneta. Dengan
data arah Bidang sesar N 330° E/ 58°, dengan nilai plunge 55°, bearing N 7° E dan
besar rake 18°. Dapat dilihat pada hasil analisis steronet (Gambar.4.25)
memperlihatkan bahwa pergerakan sesar ini adalah mendatar kanan naik.
Gambar 4. 25. Sesar Sungai Tiangko
59
Sesar Sei Tengko, sesar ini merupakan sesar regional dalam peta Lembar
Sungai Penuh dan Ketaun yang meiliki arah umum Barat Laut- Tenggara. Sayangnya
pada lokasi penelitian cukup sulit untuk menemukan jejak sesar ini, dikarenakan
sepanjang jalur sesar merupakan sungai yang telah di tambang illegal oleh warga
setempat, sehingga disekitar dinding sungai telah hancur dan juga tidak
diperbolehkan mengambil gambar di sepanjang lokasi jalur sesar ini.
Sesar Sungai Serik, pada lokasi ini LP 59 menunjukkan adanya dua kali fase
pensesaran yang terjadi disana. Dimana fase pertama yang merupakan fase Barat
Laut- Tenggara, di potong oleh fase arah umum Timur Laut- Barat Daya. Seperti
pada (Gambar 4.26), sesar Barat Laut Tenggara dengan arah Bidang sesar N 289° E/
82°, dengan nilai plunge 55°, bearing N 100° E dan besar rake 24°. Dapat dilihat
pada hasil analisis steronet memperlihatkan bahwa pergerakan sesar ini adalah sesar
kiri turun yang kemudian dipotong oleh sesar Timur Laut- Barat daya dengan arah
Bidang sesar N 200° E/ 68°, dengan nilai plunge 15°, bearing N 271° E dan besar
rake 47° yang merupakan sesar turun kanan.
Gambar 4.26 Sesar Serik
60
Sesar Timur Laut -Barat Daya
Sesar ini berdasarkan peta regional menjelaskan memiliki pergerakan yang
tidak menerus dan memperlihatkan pergerakan ke kiri atau juga menganan yang
memberikan dugaan bahwa fase sesar ini terjadi lebih dari satu kali. Menurut Holder
(1990) dalam Suwarna (1994) menyatakan bahwa sistem sesar Timur Laut- Barat
Daya ini terbentuk sebagai susunan sesar yang memotong sesar-sesar Baratlaut-
Tenggara pada Kapur Akhir-Tersier Awal dan sesar ini aktif kembali pada Plio-
Plistosen. Pada daerah penelitian sesar berarah Timurlaut-Baratdaya ini memotong
sesar Baratlaut-Tenggara terlihat pada Sesar Serik (gambar 4.26), kemudian sesar
berarah Timurlaut-Baratdaya juga ditemukan pada Sesar Betung.
Sesar Betung, terdapat pada Intrusi Granitoid Tantan LP 25 berarah
Timurlaut-Baratdaya dengan data Bidang sesar N 56° E/ 66°, dengan nilai plunge
70°, bearing N 132° E dan besar rake 72°. Yang menunjukkan pergerakan sesar turun
murni pergerakkan ini terlihat jelas dengan terbentuknya air terjun pada lokasi ini
(gambar 4.27).
Gambar 4.27. Sesar Sungai Betung
4.4 Geokimia Batuan
Analisis geokimia hanya dilakukan pada batuan dari kelompok Granitoid
Tantan. Berikut merupakan data geokimia batuan yang dilakukan dengan
menggunakan metode analisis XRF (X-Ray Fluorescence) terhadap dua jenis batuan
Granitoid Tantan, yaitu Granit dan Monzodiorit Kuarsa pada.
61
Tabel 4.2 Data XRF (X-Ray Fluorescence) Geokimia Batuan Granit dan
Monzodiorit Tantan
No Parameter Uji/Unsur Konsentrasi
Unsur Mayor Granit Monzodiorit Kuarsa
1 SiO2 69,62 % 66,58 %
2 Al2O3 17,07 % 18,94 %
3 Fe2O3 3,447 % 4,081 %
4 Na2O 4,35 % 5,79 %
5 CaO 3,076 % 1,348 %
6 MgO 0,747 % 3,741 %
7 K2O 1,493 % 1,391 %
8 TiO2 0,37 % 0,3032 %
9 P2O5 0,2111 % 0,1061 %
10 MnO 688,7 µg/g (0,06887) % 897,9 µg/g (0,08979)
No Unsur Jejak Granit Monzodiorit Kuarsa
1 S 318,7 µg/g 237 µg/g
2 Cl 211,2 µg/g 99,1 µg/g
3 V 106,7 µg/g 119 µg/g
4 Cr 40,9 µg/g 522,3 µg/g
5 Co < 3,8 µg/g 10,6 µg/g
6 Ni 8,5 µg/g 16,1 µg/g
7 Cu 8,6 µg/g 42 µg/g
8 Zn 44,6 µg/g 77,9 µg/g
9 Ga 13,8 µg/g 7,8 µg/g
10 Ge < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g
11 As 11,1 µg/g 16,7 µg/g
12 Se < 0,4 µg/g 0,3 µg/g
13 Br < 0,5 µg/g 1,2 µg/g
14 Rb 37,9 µg/g (0,00379 %) 69,2 µg/g (0,00692 %)
15 Sr 574,4 µg/g 345,6 µg/g
16 Zr 442,5 µg/g 1673 µg/g
17 Nb 51,1 µg/g (0,00511 %) 238,1 µg/g (0,02381 %)
18 Mo < 1,3 µg/g < 0,6 µg/g
19 Ru < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g
20 Rh < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g
21 Pd < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g
22 Ag < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g
62
23 Cd 4,7 µg/g 1 µg/g
24 In < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g
25 Sn 43,1 µg/g 129,6 µg/g
26 Sb < 0,7 µg/g < 0,7 µg/g µg/g
27 Te < 1,8 µg/g < 0,5 µg/g
28 I < 3,1 µg/g < 0,7 µg/g
29 Cs 14,5 µg/g < 7,6 µg/g
30 Ba 1136 µg/g 1984 µg/g
31 Hf < 2,0 µg/g 2,9 µg/g
32 Ta < 2,0 µg/g < 3,5 µg/g
33 W < 1,5 µg/g 3,9 µg/g
34 Au < 0,9 µg/g < 0,9 µg/g
35 Hg < 0,7 µg/g < 0,7 µg/g
36 Tl < 0,7 µg/g < 0,7 µg/g
37 Pb 9,1 µg/g 12,5 µg/g
38 Bi <0,5 µg/g < 0,5 µg/g
39 Th 5,4 µg/g 9,9 µg/g
40 U 2,7 µg/g 2,7 µg/g
No Unsur Tanah Jarang Granit Monzodiorit Kuarsa
1 Sc 15,3 µg/g 10,3 µg/g
2 Y 18,3 µg/g (0,00183 %) 21,5 µg/g (0,00215 %)
3 La2O3 65,3 µg/g 65,3 µg/g
4 Ce2O3 120,7 µg/g 171 µg/g
5 Pr 24,4 µg/g 21,7 µg/g
6 Nd 79,6 µg/g 105 µg/g
7 Sm 2,4 µg/g 7,1 µg/g
Secara umum dapat dilihat pada table 4.2 komposisi kimia pada kedua
sampel batuan menunjukkan terjadinya kenaikan SiO2 pada batu Granit dan
Monzodiorit Kuarsa sejalan dengan penurunannya kandungan unsur utama yang lain
seperti Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadinya evolusi atau differensiasi magma dalam proses pendinginan
pembentukan batuan.
Mengenai penjelasan lebih lanjut dari hasil data analisi XRF akan dibahas
pada bab 5 evolusi magma.
63
4.5 Geologi Sejarah
Sejarah geologi daerah penelitian meliputi rangkaian dari proses hubungan
antara lempeng-lempeng benua dan samudra pembentukan pulau Sumatra di zaman
Pra-Tersier. Di lokasi penelitian ini cukup kompleks untuk dapat menjelaskan
rangkaian dari pembentukan pulau Sumatra yang terjadi pada Pra-Tersier berdasarkan
kelompok satuan batuan yang berasal dari formasi batuan yang terdapat pada lokasi
penelitian.
Formasi tertua yang terdapat pada daerah penelitian adalah Formasi Palepat
yang diperkirakan berumur awal-pertengahan Perem. Proses tektonik yang terjadi
pada masa ini adalah lepasnya blok Sibumasu dari Gondwana menyusul mendekati
Lempeng Indocina. Pergerakan Blok Sibumasu menuju Indocina munutup Samudra
Paleotetis antara Gondwana dan Indocina kemudian membentuk kerak Samudra luas
yang dikenal dengan Mesotetis yang mendorong pergerakan Blok Sibumasu
mendekati Indocina. Menurut Suwarna (1980), Formasi Palepat sendiri tersusun atas
Lava andesit-dasit, tuf dan breksi gunungapi, berselingan dengan batulanau,batupasir,
batulempung dan batugamping. Satuan gunungapi ini hasil daerah penunjaman
Paleozoikum Akhir (antara Blok Sibumasi terhadap Lempeng Indocina) di bawah
Sumatra yang membentuk bagian dari sistem parit busur ganda yang saling
berlawanan, yang berlangsung pada saat itu atau lelehan setempat di lingkungan tepi
benua. Pada saat Permian ini juga telah terbentuknya Blok Sumatra Barat dari
aktifitas subduksi pada Lempeng Indocina dibagian Chathaysialand yang
menghasilkan gunug api yang menjadi karakter dari blok Sumatra Barat. Kemudian
disusul dengan pengendapan sedimen seperti batupasir.
Gambar 4.27. Rekonstruksi Proses pembentukan Formasi Palepat
64
Pada Trias aktivitas vulkanik terus berlangsung baik di Blok Sibumasu dan
juga Sumatra Barat. Pertemuan antara Blok Sibumasu dan Blok Sumatra Barat
menurut Barber (2005) karena adanya pergeseran yang sangat luar biasa membentuk
Sesar geser yang disebut dengan Median Sumatra Faul Zone (bukan sesar Sumatra)
yang saat ini sudah tidak aktif lagi. Munculnya Blok Sumatra Barat sendiri masih
menjadi teka teki yang belum bisa dipastikan oleh para ilmuan. Aktivitas Vulkanik
yang terjadi pada Trias akhir ini berlangsung hingga Jura awal. Batuan terobosan
yang terjadi adalah Intrusi Granitoid Tantan yang berumur Trias Akhir-Jura Awal
yang menerobos Formasi Palepat. Intrusi Granitoid Tantan merupakan hasil dari
aktifitas Subduksi Lempeng Samudra Hindia terhadap Sundaland yang menerobos
Formasi Palepat diatasnya. Intrusi ini memiliki pola memanjang dan luas yang
berarah Tenggara- Barat Laut. Dilihat dari perkiraan luas sebarannya Intrusi ini
adalah tipe batolit.
Gambar 4.28. proses intrusi Granitoid Tantan dan Formasi Peneta
Setelah aktivitas Intrusi pada Trias akhir-Jura Awal kemudian terjadi
penurunan dan genangan laut yang mengendapkan Formasi Asai pada Jura Tengah.
Penujaman yang terus berulang pada Jura Akhir mengakibatkan terjadinya peristiwa
pluton yang lebih lanjut dibagian Barat Sumatra, dengan menarik kesimpulan bahwa
terjadinya proses pemalihan atau ubahan pada batuan sedimen Formasi Asai,
pemalihan ini berderajat rendah yang berkaitan dengan siklus magma granitik.
Siklus Jura Akhir hingga Kapur Awal Pluton ini berkaitan dengan penujaman
kerak Samudra Woyla. Blok Woyla bergerak mendekati Blok Sibumasu yang
mendorong Mesotetis yang kemudian membentuk Kenotetis. Pada waktu yang
bersamaan diendapkan sedimen laut dangkal paparan disepanjang tepian Benua
Samudra Woyla kea rah Timur dari lajur penujaman yaitu Formasi Peneta Anggota
65
Mersip dan juga Formasi Peneta. Pada akhir Kapur Awal penujaman terhenti dan
batuan Samudra dari Blok Woyla terangkat (obduksi) ke pinggiran daratan Sumatra.
Dalam proses tersebut juga batuan dari Formasi Peneta ini mengalami proses
Pemalihan.
Bersamaan dengan peristiwa yang terjadi pada Kapur Tengah, busur
magmatik yang berkaitan dengan proses penujaman ini berkembang di seluruh bagian
tengah dan Barat Sumatra diakhiri dengan aktivitas magmatisme pada Kapur Akhir
yakni Intrusi Pra-Tersier Andesit-Basal yang dapat ditarik kesamaan pada peta
Geologi Lembar Muaro Bungo. Pengangkatan dan Deformasi berakhir pada Kapur
Akhir. Terakhir merupakan endapan Aluvial yang masih terus berlangsung hingga
saat ini.
Gambar 4.29 . Proses Penerobosan Pra-Tersier Andesit-Basalt
66
BAB V
EVOLUSI MAGMA GRANITOID TANTAN
5.1 Petrologi Ganitoid Tantan
Granitoid Tantan merupakan batuan terobosaan yang terjadi pada Trias Akhir-
Jura Awal. Batuan ini menerobos Formasi Palepat. Dilihat dari luasnya tubuh intrusi
dari Granitoid Tantan berupa batholith. Tubuh intrusi ini memiliki pola memanjang
berarah Tenggara-Barat Laut. Aktivitas intrusi Granitoid Tantan merupakan hasil dari
aktivitas Subduksi antara Lempeng Samudra yang menujam kearah Sundaland pada
Trias. Di lokasi penelitian terobosan Granitoid Tantan ditemukan kelompok granitoid
yaitu Intrusi Granit Tantan dan Intrusi Monzodiorit Tantan.
Granit Tantan
Granit Tantan ini dilapangan menunjukkan intrusi yang cukup luas
penyebaranya, memiliki karakteristik berwarna abu-abu, struktur massif, tekstur
holokristalin dengan fanerik sedang. Komposisi mineral yang terlihat k-feldspar,
plagioklas, dan kuarsa.
Gambar 5.1. A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto singkapan dekat
saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit Tantan
Secara mikroskopis Granit Tantan (Gambar 5.2) pada perbesaran okuler 10x
dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran
67
objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran mineral kasar –
sedang, bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,06-0,38mm).
Gambar 5.2. Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan. Klasifikasi
Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences) Diagram
QAPF Streckeisen (1976)
Komposisi mineral tersusun atas kuarsa (Qz) kelimpahan 30% Dalam
pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa
belahan, pleokroisme rendah, berukuran 0,05-18mm finokris, n<nKB, bias rangkap
lemah orde 1 bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan. Plagioklas (Pl)
Kelimpahan 30% Berwarna abu-abu keputihan, relief rendah, bentuk subhedral
prismatik berukuran 0,05-0,22mm, bias rangkap lemah orde 1. Ortoklas (Or)
Kelimpahan 30% Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah muda-abu abu,
anhedral, kembaran polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1 arah. Hornblande
(Hb) kelimpahan 8% Warna coklat kekuningan -hitam, relief sedang-tinggi, euhedral
prismatik, ukuran 0,10-0,25mm, n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel, orientasi
length-slow, bias rangkap sedang orde 2. Opak (Opq) Kelimpahan 2% Berwarna
hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang,sistem kristal trigonal,
isotrop, relief tinggi, berukuran 0,05mm. Berdasarkan Klasifikasi Batuan BekuSistem
IUGS (International Union of Geological Sciences) nama batuan adalah Granit.
68
Monzodiorit Kuarsa Tantan
Monzodiorit Kuarsa dari intrusi Tantan memiliki karakteristik secara
megaskopis berwarna Hitam kehijauan, struktur massif, tekstur holokristalin, fenerik
kasar, dengan komposisi mineral Kuarsa, plagioklas, biotit, klorit.
Gambar 5.3. A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto
singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Monzodiorit Kuarsa Tantan
Secara mikroskopis Monzodiorit Kuarsa Tantan (Gambar 5.4) pada perbesaran
okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan
perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran
mineral kasar – sedang, bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,03-0,35mm)
Komposisi mineral tersusun atas plagioklas (Pl) kelimpahan 35% Berwarna abu-abu
keputihan pada pengamatan PPL, relief rendah, bentuk subhedral prismatik berukuran
0,08-0,18mm finokris, bias rangkap lemah orde 1. Kuarsa (Qz) kelimpahan 20%
Dalam pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah
tanpa belahan, pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam
sayatan. Hornblande (Hb) kelimpahan 30% Warna coklat kekuningan, relief sedang-
tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,35mm, n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel,
orientasi length-slow, bias rangkap sedang orde 2. Ortoklas (Or) Kelimpahan 10%
Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah muda-abu abu, anhedral, kembaran
polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1 arah. Opak (Opq) kelimpahan 3 %
69
Berwarna hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang,sistem
kristal trigonal, isotrop, relief tinggi, berukuran 0,15mm. Klorit (Chl) kelimpahan
2% Dalam pengamatan PPL warna coklat kehijauan, XPL kehijauan, belahan 1 arah
– tidak ada, relief sedang, pleokroisme sedang-lemah, hadir menyebar dalam sayatan.
Berdasarkan Klasifikasi Batuan Beku Sistem IUGS (International Union of
Geological Sciences) nama batuan adalah Monzodiorit Kuarsa.
Gambar 5.4. Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit Kuarsa Tantan.
Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences)
Diagram QAPF Streckeisen (1976)
Adanya dua jenis batuan intrusi pada Granitoid Tantan membuktikan bahwa
intrusi yang terjadi di daerah penelitian pada Trias Akhir- Jura Awal lebih dari satu
kali fase intrusi.
Berdasarkan komposisi mineral dari batuan ganitoid daerah pengamatan,
kehadiran mineral hornblende pada batuan granit dan monzodiorit kuarsa mencirikan
bahwa granitoid daerah pengamatan adalah tipe-I yang terbentuk dari hasil orogenik
berupa Continental Arc dari aktifitas subduksi yang terjadi di Sumatra pada Trias
Akhir-Jura Awal.
5.2 Evolusi Magma Granitoid Tantan
Untuk memastikan informasi yang lebih akurat, dilakukan analisis geokimia
untuk mengetahui unsur mayor dan minor yang terkandung pada batuan granitoid
70
tantan, dalam hal ini digunakan analisis XRF terhadap sampel intrusi Granit Tantan
pada LP 16 dan Intrusi Monzodiorit Kuarsa Tantan pada LP 20. Digunakan sampel
yang fresh untuk diuji lab agar dapat memaksimalkan data yang didapat. Dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Penamaan batuan berdasarkan data kimia menggunakan diagram TAS (Total
Alkali Silika) (gambar 5.5) dengan perbandingan nilai SiO2 terhadap nilai
Na2O+K2O batuan Granitoid Tantan menunjukkan bahwa jenis batuan merupakan
Diorit Kuarsa/Granodiorit sedangkan satunya lebih menunjukkan ke arah Granit
karena posisinya berada pada garis perbatasan.
Gambar 5.5 Diagram TAS (Total Alkali Silika) dengan perbandingan SiO2 terhadap
Na2O+K2O
Secara umum dapat dilihat pada table 4.2 komposisi kimia pada kedua
sampel batuan menunjukkan terjadinya kenaikan SiO2 pada batu Granit dan
Monzodiorit Kuarsa sejalan dengan penurunannya kandungan unsur utama yang lain
seperti Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadinya evolusi magma dalam proses pendinginan pembentukan batuan.
Untuk melihat perbandingan seberapa besar differensiasi magma yang terjadi
pada kedua jenis intrusi Granit Tantan dan Monzodiorit kuarsa dapat dilihat dari nilai
71
unsur utama pada batuan. Disini digunakan diagram harker (Gambar 5.6) untuk
mengetahui perbandingan unsur utama dari batuan Granit Tantan dan Monzodiorit
Tantan dengan nilai SiO2 sebagai parameter perbandingan.
Gambar 5.6. Variasi diagram Harker 1990 dalam Winter 2001
Dari plotingan variasi unsur utama batuan dengan perbandingan nilai SiO2
dapat dilihat bahwa antara Granit dan Monzodiorit Kuarsa memiliki nilai
differensiasi yang tidak terlalu signifikan. Dengan range nilai sejalan dengan naiknya
unsur SiO2 dan menurunya unsur utama lainya, yakni TiO2 (0,06%), Al2O3 (1,87%),
72
Fe2O3 (0,63%), MnO (0,021%), MgO (2,99%), CaO (1,72%), Na2O (1,44%), K2O
(0,102%), P2O5 (0,104%).
Secara Geokimia batuan dapat dilihat dari diagram harker (gambar 5.6)
dengan range nilai antara granit dan monzodiorit kuarsa yang tidak begitu jauh
dengan rata-rata selisih (0,993%) menjelaskan bahwa magma pembentukan batuan
antara granit dan monzodiorit kuarsa berasal dari dapur magma yang sama. Hanya
saja terjadi penggkayaan mineral bersifat asam seperti kuarsa, ortoklas, plagioklas
pada Granit dan monzodiorit kuarsa hal menunjukkan adanya proses differensiasi
fraksinasi Kristal atau keadaan dimana kristal yang telah terbentuk sebelumnya
mengalami proses pemisahan dari magma asalnya.
Magma pada Granit dan Monzodiorit Kuarsa berdasarkan kandungan SiO2
merupakan tipe magma Riolitik/Granit karena mengandung SiO2 65-75% dengan
kandungan Fe,Mg dan Ca yang rendah sedangkan kandungan nilai K dan Na lebih
tinggi. Magma Granitik biasanya berasosiasi dengan daerah penujaman akibat lelehan
sebagian kerak samudra dan kerak benua dimana suhu dan tekanan sangat tinggi.
Magma yang terjebak di bawah kerak akan menyebabkan batuan kerak benua
(Sundaland), yang berisi batuan sedimen kontinen tidak termetamorfisme, mengalami
asimilasi sehingga magma menunjukkan karakteristik K2O, Na2O, dan CaO tinggi.
Hal ini tentunya telah menunjukkan differensiasi magma pada Granitoid Tantan dari
magma induk yang bersifat basaltik atau berkomposisi ultrabasa menjadi magma
yang bersifat asam. Proses diffrensiasi magma yang terjadi pada batuan Granitoid
tantan merupakan anateksis yaitu pembentukan magma dari peleburan batu-batuan
pada kedalam yang sangat dalam.
Berdasarkan plotting pada diagram (gambar 5.7), jenis magma pada Granit
Tantan maupun Monzodiorit Kuarsa Tantan memiliki jenis magma yang sama.
Berdasarkan (diagram a) Diagram Na2O+K2O vs SiO2 Menurut Miyashiro, 1974,
menunjukkan bahwa jenis magma subalkaline yang kemudian di jelaskan bahwa jenis
subalkalin disini merupakan tipe seri kal-alkalin (diagram b) Diagram K2O vs SiO2
Menurut Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam Winter 2001. Dalam ini menjelaskan
bahwa magma pembentukan dari batuan Granit dan MOnzodiorit Kuarsa Tantan
73
berasal dari hasil konvergen. Sedangkan pada (diagram c) diagram AFM menjelaskan
terjadinya evolusi seri reaksi Bowen, yaitu evolusi magmatik yang dicirikan dengan
tidak adanya pengkayaan unsur Fe pada awal proses diferensiasi magma. Proses ini
terlihat dari kandungan FeO total yang cukup rendah. Hal ini sesuai dengan Harjanto
(2011), yang menyatakan bahwa kecenderungan ini biasanya terjadi pada batuan jenis
magma seri kal-alkalin. Sehingga dapat ditentukan tipe granit dan Monzodiorit
Kuarsa Tantan berdasarkan tabel klasifikasi batuan granitoid menurut Pitcher
(1983,1993) dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014) (gambar 2.9) adalah tipe I.
Gambar 5.7 Hasil Plotting pada Diagram Analisis Jenis Magma. (a) Diagram Na2O+K2O vs
SiO2 Menurut Miyashiro, 1974, (b) Diagram K2O vs SiO2 Menurut Pecerrillo dan Taylor,
1976 dalam Winter 2001, (c) Diagram AFM Irvine dan Baragar, 1971 dalam Rollinson, 1993.
5.3 Hubungan Magma dengan Tatanan Tektonik Berdasarkan Geokimia
Berdasarkan tabel klasifikasi batuan granitoid menurut Pitcher (1983,1993)
dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014) (gambar 2.9) yang di sesuaikan dengan
data petrografi dan hasil pengeplotan pada diagram Na2O+K2O vs SiO2 Menurut
74
Miyashiro, 1974, diagram K2O vs SiO2 Menurut Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam
Winter 2001, diagram AFM Irvine dan Baragar, 1971 dalam Rollinson, 1993 (gambar
5.7), Granitoid Tantan dari batuan Granit dan Monzodiorit kuarsa Tantan memiliki
tipe magma kal-alkalin, dengan tipe granitoid adalah tipe I metaluminus, yang
memiliki asosiasi mineral hornbland yang dapat dilihat pada hasil sayatan petrografi.
Dari pendekatan data ini menunjukkan bahwa tektonik pembentukan magma
Granitoid Tantan pada daerah penelitian berasal dari aktivitas lempeng orogenik
berupa subduksi dimana magma berasal dari lelehan parsial kerak samudra dan kerak
benua. Data ini di dukung dengan diagram plotting tatanan tektoni batuan granitoid
menurut (Pearce dkk., 1984 dalam Winter, 2014) (gambar 5.8) dibawah ini:
Gambar 5.8 Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984 dalam Winter,
(2014)
Hasil dari diagram tektonik diatas menunjukkan bahwa batuan granit dan
monzodiorit kuarsa tantan terbentuk paada tektonik yang berbeda. Namun,
berdasarkan pendekatan kimia pada diagram yang lain menjelaskan bahwa baik
granit dan monzodiorit kuarsa Tantan terbentuk pada tatanan tektonik volcanic arc
granitoid atau busur vulkanik dari hasil subduksi. Dalam hal ini subduksi yang terjadi
pada Trias Akhir – Jura Awal merupakan hasil subduksi yang terjadi antara Lempeng
Hindia yang menujam ke daratan Sundaland sehingga membentuk busur vulkanik.
75
Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat kesimpulan pada tabel dibawah ini
mengacu pada tabel klasifikasi batuan granitoid menurut Pitcher (1983,1993) dan
Barbarin (1990) dalam Winter (2014) (gambar 2.9) :
Magma
Granitoid
Orogenik
Lokasi
keterdapatan
Trias Akhir-Jura
Awal, Batolit
Granitoid Tantan,
Kabupaten
Merangin, Jambi
Geokimia
Kal-Alkalin
I-Tipe
Metalumi
Tipe Batuan
Granit dan
Monzodiorit
Kuarsa
Granit
Monzodiorit Kuarsa
76
Mineral
Asosiasi Honblen (Hbl)
a) Granit
b) Monzodiorit Kuarsa
Vulkanik
Asosiasi
Lava Andesit
Palepat (Permian)
Klasifikasi Pearce dkk., 1984 VAG (Volcanic Arc Granitoid)
Mekanisme
pembentukan
Berasal dari
aktifitas subduksi
lempeng samudra
(Hindia) terhadap
Lempeng Benua
(Sundaland),
lelehan sebagian
kerak samudra dan
kerak benua
dimana suhu dan
tekanan sangat
tinggi.
77
BAB VI
KESIMPULAN
1. Kondisi Geologi daerah penelitian cukup komplek, terdapat satuan morfologi
bentuk lahan perbukitan struktural (S1), lembah struktural (S2), perbukitan
vulkanik (V1), perbukitan karst (K1). Pola pengaliran yang berkembang adalah
rectangular, subdendritik dan local meandering. Terdiri atas satuan batuan dari
tua ke muda yaitu Lava Andesit Palepat, Satuan Batupasir Palepat, Granit
Tantan, Monzodiorit Kuarsa Tantan, Slet Peneta, Marmer Peneta Anggota
Mersip, Intrusi Andesit pra-Tersier. Dengan terdapatnya struktur yang di
dominan oleh sesar mendatar berarah Barat Laut-Tenggara seperti Sesar
mendatar kiri Batang Tantan, Sesar mendatar kanan Tiangko, Sesar Sei Tengko,
dan sesar mendatar kiri Serik, kemudian sesar berarah Timurlaut - Baratdaya
yang bergerak relatif turun yaitu Sesar turun Serik dan Sesar turun Betung.
2. Berdasarkan analisis geokimia Granitoid Tantan dari batuan Granit dan
Monzodiorit Kuarsa menunjukkan bahwa telah terjadinya evolusi magma pada
batuan dengan adanya differensiasi magma. Magma pada Granit dan
Monzodiorit Kuarsa berdasarkan kandungan SiO2 merupakan tipe magma
Riolitik/Granit karena mengandung SiO2 65-75%. Pada Diagram AFM
menunjukkan tidak adanya pengkayaan unsur Fe, Hal ini menunjukkan
differensiasi magma pada Granitoid Tantan dari magma induk yang bersifat
basaltik atau berkomposisi ultrabasa menjadi magma yang bersifat asam. Proses
diffrensiasi magma yang terjadi pada batuan Granitoid tantan merupakan
anateksis. Sedangkan berdasarkan diagram Harker Dari plotingan variasi unsur
utama batuan dengan perbandingan nilai SiO2 dapat dilihat bahwa antara Granit
dan Monzodiorit Kuarsa memiliki nilai differensiasi yang tidak terlalu signifikan.
Dengan range nilai sejalan dengan naiknya unsur SiO2 dan menurunya unsur
utama lainya, yakni TiO2 (0,06%), Al2O3 (1,87%), Fe2O3 (0,63%), MnO
(0,021%), MgO (2,99%), CaO (1,72%), Na2O (1,44%), K2O (0,102%), P2O5
(0,104%).
78
DAFTAR PUSTAKA
Barber, A. J., Crow M. J., & Milsom J. S. (2005). Sumatra: Geology, Resources
and Tectonic Evolution. Geological Society Memoir No. 31, London: The
Geological Society.
Erzagian E., Setijadji, Lucas D., Warmada, I Wayan. (2016). Studi Karakteristik dan
Petrogenesis Batuan Beku di Daerah Singkawang dan Sekitarnya, Provinsi
Kalimantan Barat. Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Proceeding Seminar Nasional Kebumian Ke-9 6-7 Oktober 2016; Graha Sabha
Pramana: hal 421-424.
Harjanto, Agus. 2011. Petrologi dan Geokimia Batuan Volkanik di Daerah
Kulonprogo dan Sekitarnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Program Studi Teknik
Geologi, FTM-UPN “Veteran” Yogyakarta. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1,
Januari 2011: hal 15-20.
Hartono, H.G. (2017). Evolusi Batuan Gunung Api Kompleks G. Ijo, Kulonprogo,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta. Prosiding
Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah
Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
Hutabarat, J. (2007). Studi Geokimia Batuan Vulkanik Primer Kompleks Gunung
Singa-Gunung Hulu Lisung, Bogor-Jawa Barat. Bulletin of Scientiffic
Contribution. Vol 5.No 3.
Howard, A.D. (1967). Drainage Analysis in Geologic Interpretation A Summation.
The American Association of Petroleum Geologists Bulletin. Vol. 51. NO.11. pp.
2246-2259.
Kusnama R., Pardede., S Andi Mangga. (1993). Geologi Lembar Sungai Penuh dan
Ketaun, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung
Metcalfe, I. (2013). Gondwana dispersion and Asian accretion: Tectonic and
palaeogeographic evolution of eastern Tethys. Journal of Asian Earth Sciences.
66. 1-33.
Miyashiro, A. 1974. Volcanic rock series in island arcs and active continental margins.
American Journal of Science 274: 21-355.
79
Mulyana. B. (2006). Extention Tektonik Selat Sunda. Bulletin of Scientiffic
Contribution. Vol 4.No 2 : 137-145.
Nelson. S.A. (2015). Magma and Igneous Rocks. EENS 1110. Tulane University.
Nelson. S.A (2012). Magmatic Differentiation. EENS 2120.Tulane University.
Pulunggono, A., Haryo, A. Kosuma, C.G. (1992). Pre-Tertiary and Tertiary fault
systems as a framework of the South Sumatra Basin: A Study of SAR Maps.
Proceeding of the Twenty First Annual Convention and Exhibition Indonesian
Petroleum Association, hal.339-360.
Rollinson, H. 1993. Using Geochemical Data: Evaluation, Presentation,
Interpretation. Longman Group. Inggris.
Said Y.M., Bagus A., Anggi D., Hari W.U., Magdalena R., Eko K. (2019). Busur
Magmatik Granit Tantan-Nagan Sebagai Potensi REE Di Jambi. KURVATEK Vol.
4, No. 2, November 2019, pp.79-85 ISSN: 2477-7870.
Setiawan N. I., M Indra , M Irman Khalif. (2015). Petrologi, Geokimia Dan Umur
Batuan Granitoid Di Komplek Lukulo, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah.
Proceeding, Seminar Nasional Kebumian Ke-8 Academia-Industry Linkage 15-16
Oktober 2015; Grha Sabha Pramana.
Suwarna, N., Suharsono, S., Gafoer, Amin, T.C., Kusnama dan Hermanto H. (1994).
Geologi Lembar Sarolangun, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Van Bemmelen, R.W.. (1949). The Geology of Indonesia, , Government Printing
Office, The Hauge. Vol. 1 A
Widiatama A.J, Lauti D.S, Happy C.N, dkk. 2021. Karakteristik Geokimia Basal
Alkali Formasi Manamas di Sungai Bihati, Baun, Pulau Timor. Eksplorium.
Volume 42 No. 1 :1–12
Winter, J.D. (2001). Principles Igneous and Metamorphic Petrology. Pearson Education.
United States of America
Winter, J.D. (2014). Principles Igneous and Metamorphic Petrology. Second Edition.
Pearson Education. United States of America
Yuningsih E.T.(2016). Analisis Kimia Batuan Basemen Granitoid di Sub Cekungan
Jambi, Sumatra Selatan Berdasarkan Data dari Sumur Jsb-3, Jsb-4 dan Jsb-6.
80
Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Jurusan Geologi, FMIPA, Universitas
Padjadjaran. Bulletin of Scientific Contribution, Vol. 4 (2): hal 105-109.