geologi dan evolusi magma granitoid tantan di desa …

98
i GEOLOGI DAN EVOLUSI MAGMA GRANITOID TANTAN DI DESA SUNGAI PINANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUNGAI MANAU, KABUPATEN MERANGIN, JAMBI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam rangka penulisan Skripsi pada Program Studi Teknik Geologi RIZKY PUTRI ARIANI F1D216016 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI 2021

Upload: others

Post on 26-Jan-2022

44 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

i

GEOLOGI DAN EVOLUSI MAGMA GRANITOID TANTAN

DI DESA SUNGAI PINANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUNGAI

MANAU, KABUPATEN MERANGIN, JAMBI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam rangka

penulisan Skripsi pada Program Studi Teknik Geologi

RIZKY PUTRI ARIANI

F1D216016

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2021

ii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri.

Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau

diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata

penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak

asli, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jambi, September 2021

Yang menyatakan

Rizky Putri Ariani

F1D216016

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “GEOLOGI DAN EVOLUSI MAGMA GRAITOID

TANTAN DI DESA SUNGAI PINANG KECAMATAN SUNGAI MANAU

KABUPATEN MERANGIN, JAMBI.” yang disusun oleh RIZKY PUTRI

ARIANI, NIM F1D216016, telah dipertahankan di depan tim penguji pada hari

Kamis, 09 September, 2021 dan dinyatakan LULUS.

Susunan Tim Penguji

Ketua : Ir. Arsyad Ar., M.S.

Sekretaris : Hari Wiki Utama, S.T., M.Eng.

Anggota : 1. Ir Yulia Morsa Said, M.T.

2. DM. Magdalena Ritonga, S.T., M.T.

3. Anggi Deliana S, S.T., M.T.

Disetujui :

Pembimbing Utama Pembimbng Pendamping

Ir. Arsyad Ar., M.S Hari Wiki Utama, S.T., M.Eng.

NIP. 195809161987031002 NIP. 199103162019031019

Diketahui :

Dekan, Ketua Jurusan Teknik Kebumian

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi

Universitas Jambi

Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.D. Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T

NIP. 196605191991121001 NIP 197907062008122002

iv

RIWAYAT HIDUP

Rizky Putri Ariani dilahirkan di Kampung Tengah pada 23

Agustus 1998, saat ini tinggal di Jln Baru Kampung Tengah

Kelurahan Teratai, kecamatan Muara Bulian Kabu[aten Batang

Hari provinsi Jambi. Menempuh pendidikan formal sekolah dasar

di SD 187/1 Teratai dan selesai pada tahun 2010, Pendidikan

lanjutan tingkat pertama ditempuh di MtsN 1 Muara Bulian dan

selesai pada tahun 2013. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA N 10 Batang

Hari dan selesai pada tahun 2016. Penulis melanjutkan pendidikan perguruan tinggi

pada tahun yang sama di Universitas Jambi, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan

Teknik Kebumian, Program Studi Teknik Geologi melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama di kampus penulis aktif di

beberapa organisasi kemhasiswaan, diantaranya, Angota pengurus Himpunana

Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) Mengkarang, Ketua salah satu divisi HMTG

Mengkarang, sebagai anggota pengurus Persatuan Himpunan Mahasiswa Geologi

Indonesia (PERHIMAGI) pada bagian hubungan Masyarakat. Penulis mengikuti

kegiatan Magang atau Kerja Praktek (KP) pada tahun 2019 di PT Antam Tbk pada

anak perusahaan Geomin di Sulawesi Tenggara dengan mengambil kajian mengenai

Tahap-Tahap dalam melakukan Eksplorasi Nikel Laterit. Bergabung dalam Asisten

Laboratorium Geologi Struktur Teknik Kebumian.

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul: Geologi Dan Evolusi Magma Granitoid Tantan Di Desa

Sungai Pinang Dan Sekitarnya, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten

Merangin, Jambi. Shalawat dan salam kepada junjungan umat Nabi Muhammad SAW

selaku uswatun hasanah bagi umatnya yang senantiasa diharapkan syafa’atnya di dunia

dan di akhirat kelak.

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar

Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Jambi. Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali mendapat bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Mama dan Abang tercinta yang telah memberikan semangat yang luar biasa

serta dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan Kuliah dan

skripsi ini.

2. Bapak Prof. Drs. H. M. Damris, M.Sc.,P.hD selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi.

3. Bapak Ir. Yulia Morsa Said, S.P., M.P selaku Wakil Dekan Kemahasiswaan

Fakultas Sains dan Teknologi

4. Ibu Dr. Lenny Marlinda, S.T.,M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Kebumian

5. Ibu Anggi Deliana Siregar S.T., M.T selaku Ketua Prodi Teknik Geologi

Universitas Jambi.

6. Bapak Ir. Arsyad Ar, M.S dan Hari Wiki Utama, S.T., M.Eng. selaku

pembimbing skripsi di kampus.

7. Kepada Nurul Izzah Asral, Sri Novie, Dewi Sri Hayati, sebagai sahabat yang

saling membantu, Luhut Fredianto Parapat, Sayyidil Mursalin, Welly

Artharesa, Aviv Ramadya Akbar, Tobi Prayoga dan Ari Tuahta Pinem yang

telah membantu selama pengambilan data dan bertukar fikiran selama

dilapangan serta semangat yang telah diberikan.

8. Kepada teman-teman asisten geologi struktur Tobi Prayoga dan Ardo Parajo

yang senantiasa mabantu dalam berdiskusi dan memberi semangat.

vi

9. Kepada bang Arif Nur Hidayat S.T yang telah menjadi tempat berdiskusi dan

kak Nurhakiki S.T yang menjadi tempat berdiskusi dalam pembuatan peta

dasar.

10. Teman-teman seperjuangan TA angkatan 2016 yang saling menyemangati

11. Teman - teman mahasiswa Program Studi Teknik Geologi dan HMTG

Mengkarang Universitas Jambi yang telah membantu dalam informasi,

semangat dan teman berdiskusi serta pihak lain yang tidak dapat di sebutkan

satu persatu.

Penulis mennyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Maka

dari itu sangat diharapkan krtitik dan saran yang membangun dari seluruh pihak demi

kesempurnaan Laporan Usulan Penelitiann ini agar dapat bermanfaat kedepannya.

Jambi , September 2021

Rizky Putri Ariani

vii

RINGKASAN

Lokasi penelitian terletak di desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Manau,

Kabupaten Merangin, Jambi yang secara fisiografi terletak pada Zona Perbukitan

Barisan serta merupakan jalur busur magmatik di Sumatra. Granitoid Tantan

merupakan batuan terobosan yang berumur Trias Akhir-Jura Awal yang merupakan

hasil dari proses magmatisme aktivitas pergerakan lempeng subduksi antara lempeng

Samudra Hindia terhadap Lempeng Sumatra Barat dan Sibumasu. Granitoid Tantan

daerah penelitian tersusun dari batuan Granit, dan Monzodiorit Kuarsa. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui evolusi dari magma pembentukan batuan Granitoid

Tantan pada daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

survey lapangan dimana data yang di dapat akan di korelasikan dengan data-data

hasil pengolahan sampel di laboratorium berupa analisis petrografi serta hasil uji

XRF yang nantinya akan menghasilkan kondisi geologi dan kandungan unsur mayor

dan minor pada batuan granit dan monzodiorit kuarsa untuk mengetahui evolusi

magma dalam pembentukan batuan tersebut. Granit dan Monzodiorit Kuarsa

menunjukkan adanya differensiasi magma. Berdasarkan kandungan SiO2 merupakan

tipe magma Riolitik/Granit karena mengandung SiO2 65-75%. Pada Diagram AFM

menunjukkan tidak adanya pengkayaan unsur Fe, Hal ini tentunya telah

menunjukkan differensiasi magma pada Granitoid Tantan dari magma induk yang

bersifat basaltik atau berkomposisi ultrabasa menjadi magma yang bersifat asam.

Proses evolusi magma yang terjadi pada batuan Granitoid tantan merupakan

anateksis. Sedangkan berdasarkan diagram Harker antara Granit dan Monzodiorit

Kuarsa memiliki nilai differensiasi yang tidak terlalu signifikan yaitu rata-rata nilai

(0,993%).

Kata Kunci: Merangin, Jambi, Evolusi Magma, Granitoid Tantan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................ v

RINGKASAN ............................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

1.3 Maksud Dan Tujuan ........................................................................................... 2

1.4 Lokasi Kesampaian............................................................................................. 2

1.5 Batasan Masalah ................................................................................................. 4

1.6 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 4

1.7 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4

1.8 Penelitian Terdahulu ........................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 7

2.1 Geologi Regional ................................................................................................ 7

2.1.1 Fisiografi ...................................................................................................... 7

2.1.2 Tektonik Sumatra ....................................................................................... 8

2.1.3 Sratigrafi .................................................................................................... 12

2.1.4 Struktur Geologi ........................................................................................ 15

2.2 Dasar Teori ....................................................................................................... 16

2.2.1 Granitoid ................................................................................................. 16

2.2.3 Klasifikasi Batuan ................................................................................... 17

2.2.4 Evolusi Magma ....................................................................................... 18

2.2.4 Hubungan Tektonik dan Magmatisme .................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 27

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ........................................................................ 27

3.2 Alat Dan Bahan .............................................................................................. 27

ix

3.3 Metode Penelitian ........................................................................................... 28

3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 28

3.4.1 Tahap Pendahuluan ............................................................................... 28

3.4.2 Tahap Prasurvei ..................................................................................... 29

3.4.3 Tahap Survei Utama .............................................................................. 30

3.4.4 Tahap Preparasi Sampel ........................................................................ 31

BAB IV GEOLOGI DAERAH SUGAI PINANG DAN SEKITARNYA ............ 38

4.1 Geomorfologi.................................................................................................. 38

4.1.1 Pola Pengaliran...................................................................................... 38

4.1.2 Morfologi .............................................................................................. 40

4.2 Stratigrafi ........................................................................................................ 44

4.3 Struktur Geologi ............................................................................................. 57

4.4 Geokimia Batuan ............................................................................................ 60

4.5 Geologi Sejarah .............................................................................................. 63

BAB V EVOLUSI MAGMA GRANITOID TANTAN ......................................... 66

5.1 Petrologi Ganitoid Tantan ................................................................................ 66

5.2 Evolusi Magma Granitoid Tantan .................................................................... 69

5.3 Hubungan Magma dengan Tatanan Tektonik Berdasarkan Geokimia ............. 73

BAB VI KESIMPULAN ........................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 78

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1.1 Peta Lokasi Kesampaian Daerah & Topografi Daerah

Penelitian………………………………………………………….. 3

2.1 Pembagian Zona Fisiografis Pulau Sumatra mengacu dari Van

Bemmelen (1949)………………………………………………………. 7

2.2 Struktur Sumatra dan Pergerakan Lempeng Tektonik dalam

Barber A J dan Crow. 2005…………………………………….… 9

2.3 Model ellipsoid pada Pulau Sumatera dari Jura Akhir – Resen

(Pulonggono dkk. 1992)………………………………………….. 10

2.4

Peta Geologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian dipotong dari Peta

Lembar Sungaipenuh dan Ketaun dalam Skala 1:250.000

modifikasi, dari Kusnama dkk (1992)…………………………… 12

2.5

Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Sistem IUGS (International

Union of Geological Sciences) Diagram QAPF untuk Batuan

Plutonik dalam Winter,2014………………………. 18

2.6 Reaksi Seris Bowen (Bowen, 1928) dalam Winter (2014) dengan

modifikasi………………………………………………………… 20

2.7

Klasifikasi batuan berdasarkan unsur kimia, (a) Diagram Total

Alkali dan Silika (TAS),(b)Diagram Alkali-Subalkali (c)Diagram

AFM, (d) Diagram Harker dalam Winter, (2014)………………... 22

2.8 Hubungan tektonik dengan tipe intrusi yang dihasilkan…………. 25

2.9

Klasifikasi Batuan Granitoid Berdasarkan Aktivitas Tektonik

Dimodifikasi dari Pitcher (1983, 1993) dan Barbarin (1990)

dalam Winter (2014)……………………………………………... 26

2.10 Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984

dalam Winter, 2014) ………………………………………..…… 26

3.1 Diagram Alir Tahapan Tugas Akhir……………………………... 37

4.1 Pola pengaliran daerah Sungai Pinang dan sekitarnya…………… 38

4.2 Contoh sungai pada pola pengaliran rectangular dilokasi penelitian…… 39

4.3 Contoh sungai pada pola pengaliran local meandering…………… 39

4.4 Contoh sungai pada pola aliran Subdendritik……………………… 40

4.5 Bentuklahan Perbukitan Struktural……………………………….. 41

4.6 Bentuklahan Lembah Struktural………………………………….. 42

4.7 Bentuklahan Perbukitan Intrusi…………………………………… 43

4.8 Bentuklahan Perbukitan Karst……………………………………. 44

4.9 Sratigrafi Daerah Penelitian………………………………………. 45

4.10

A) singkapan lava andesit, azimuth foto N 3100

E, B) Foto

singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan lava

andesit…………………………………………………………….. 46

4.11 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) batuan lava andesit 46

xi

formasi Palepat…………………………………………………….

4.12

A) singkapan Batupasir Palepat, azimuth foto N 120

E, B) Foto

singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Batupasir

Palepat…………………………………………………………….. 48

4.13 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Batupasir formasi

Palepat…………………………………………………………….. 48

4.14

A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 1860

E, B) Foto

singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit

Tantan……………………………………………………………... 49

4.15

Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan.

Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological

Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……………………. 50

4.16

A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860

E,

B) Foto singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan

Monzodiorit Kuarsa Tantan………………………………………. 51

4.17

Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit

Kuarsa Tantan. Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of

Geological Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……….. 52

4.18 A) singkapan Slate Asai, azimuth foto N 18

0 E, B) Sampel

setangan Slate Asai……………………………………………….. 53

4.19 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Slate Peneta.

Klasifikasi O’Dunn dan Sill, 1986………………………………... 53

4.20

A) singkapan Marmer Peneta Anggota Mersip pada dinding goa,

azimuth foto N 2680

E, B) Foto singkapan dekat saat dilapangan,

C) Sampel setangan Marmer Peneta Anggota Mersip……………. 54

4.21 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Marmer Peneta

Anggota Mersip. Klasifikasi Gillen, 1982………………………... 55

4.22

A) singkapan Intrusi Andesit Pra-Tersier, azimuth foto N 1820

E,

B) Foto singkapan dekat yang memperlihatkan karakteristik

warna abu-abu dengan bintik-bintik putih, C) Sampel setangan

Intrusi Andesit Pra-Tersier………………………………………... 56

4.23 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Intrusi Andesit

Pra-Tersier. Klasifikasi Streckeisen,1976………………………… 57

4.24 Sesar Batang Tantan……………………………………………… 58

4.25 Sesar Sungai Tiangko……………………………………………... 59

4.26 Sesar Serik………………………………………………………… 60

4.27 Sesar Sungai Betung……………………………………………… 61

4.28 Rekontruksi Proses pembentukan Formasi Palepat………………. 63

4.29 proses intrusi Granitoid Tantan dan Formasi Peneta……………... 64

4.30 Proses Penerobosan Pra-Tersier Andesit-Basalt………………….. 65

5.1 A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 186

0 E, B) Foto

singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit 66

xii

Tantan ……………………………………………………………

5.2

Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan.

Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological

Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……………………. 67

5.3

A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860

E, B) Foto singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan

Monzodiorit Kuarsa Tantan………………………………………. 68

5.4

Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit

Kuarsa Tantan. Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of

Geological Sciences) Diagram QAPF Streckeisen (1976)……… 69

5.5 Diagram TAS (Total Alkali Silika) dengan perbandingan SiO2

terhadap Na2O+K2O…………………………………………….. 70

5.6 Variasi diagram Harker 1990 dalam Winter 2001……………….. 71

5.7

Hasil Plotting pada Diagram Analisis Jenis Magma. (a) Diagram

Na2O+K2O vs SiO2 Menurut Miyashiro, 1974, (b) Diagram K2O

vs SiO2 Menurut Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam Winter 2001,

(c) Diagram AFM Irvine dan Baragar, 1971 dalam Rollinson,

1993………………………………………………………………..

73

5.8 Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984

dalam Winter, 2014)……………………………………………… 74

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1.1 Peneliti terdahulu………………………………………………… 6

2.1 Tabel seri magma………………………………………………… 23

3.1 Kegiatan Tugas Akhir……………………………………………. 27

4.1 Pemerian Geomorfologi Daerah Sungai Pinang dan Sekitarnya… 41

4.2 Data XRF (X-Ray Fluorescence) Geokimia Batuan Granit dan

Monzodiorit Tantan……………………………………………… 61

5.1 Klasifikasi batuan Granitoid Tantan menurut Pitcher (1983,1993)

dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014)………………………. 75

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Tabulasi

Lampiran 2. Hasil Analisis Petrografi batuan

Lampiran 3. Peta Lintasan

Lampiran 4. Peta Pola Pengaliran

Lampiran 5. Peta Geomorfologi

Lampiran 6. Peta Geologi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terbentuknya Pulau Sumatra tidak lepas dari proses tumbukan antara kerak

Benua Sundaland dengan kerak Samudra Hindia. Hasil dari tumbukan yang

berlangsung mengakibatkan Pulau Sumatra terbagi menjadi tiga fase tektonik yaitu

Koalisi antara blok Sibumasu dan Indo-China, Transcurren System (sesar

mendatar) antara blok Sibumasu dan blok Sumatra Barat dan Pengangkatan antar

blok Sumatra Barat dan Woyla, Barber dkk (2005). Hasil dari tumbukan yang

terjadi antara Kerak Benua dan Kerak samudra selain menghasilkan pergerakan-

pergerakan antar lempeng juga mengakibatkan terbentuknya Cekungan Sunda di

sebelah Barat Pulau Sumatra dan cekungan-cekungan sedimentasi di daratan

Sumatra. Selain itu juga tumbukan atau subduksi ini memicu terjadinya aktivitas

magmatisme dan vulkanisme di Sumatra sejak Tersier hingga saat kini.

Granitoid Tantan merupakan batuan terobosan yang berumur Trias Akhir-

Jura Awal yang merupakan hasil dari proses magmatisme aktivitas pergerakan

lempeng subduksi di Sumatra antara lempeng Samudra Hindia terhadap Lempeng

Sumatra Barat dan Sibumasu, Kusnama dkk (1992). Batuan Terobosan ini tersusun

dari batuan Granit, Diorit, dan Granodiorit. Dengan hadirnya batuan beku di daerah

penelitian ini, menunjukkan adanya suatu aktivitas magmatik, yang mana selain

sebagai kunci untuk mempelajari evolusi magmatik pada zaman Trias Akhir- Jura

Awal, juga mempunyai keterkaitan erat dengan keterdapatan potensi bahan galian.

Studi geokimia mengenai batuan beku akhir-akhir ini berkembang sangat

pesat berkat penemuan baru mengenai ketepatan analisis kimia dengan menggunakan

instrumen yang mengalami penyempurnaan terus menerus. Unsur utama dan unsur

jejak serta unsur tanah jarang dan sebagainya. digunakan untuk mengetahui lebih

mendalam tentang sifat-sifat larutan magma yang menghasilkan berbagai tipe batuan

beku. Selain itu studi geokimia dari batuan beku dapat dipakai untuk mempelajari

suatu cekungan dan evolusi tatanan tektonik, juga dapat memecahkan suatu sejarah

mengenai alih tempat dan petrogenesis dari suatu kelompok batuan. Dengan

berkembangnya teori tektonik lempeng dapat diketahui pula masing-masing

lingkungan tektoniknya yang dicirikan oleh magmatisme yang spesifik, Hutabarat

(2007). Dalam hal ini penulis mengangkat kajian tentang Evolusi magma pada

2

batuan Granitoid Tantan dengan tujuan dapat memberikan informasi tentang proses

evolusi magma yang terjadi berdasarkan data analisis geokimia batuan.

Lokasi penelitian terletak di desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai

Manau, Kabupaten Merangin, Jambi yang secara fisiografi terletak pada Zona

Perbukitan Barisan (Bammelen, 1949). Kabupaten Merangin sendiri merupakan

lokasi yang cukup kompleks dalam mencatat sejarah geologi meliputi proses

tektonik khususnya pensesaran dan jenis batuan. Selain itu keterdapatan batuan

Granitoid Tantan yang masih bisa dijumpai dengan baik disekitar desa Sungai

Pinang, Kecamatan Sungai Manau serta belum ada penelitian yang dilakukan di

daerah ini, menjadikan lokasi ini adalah tujuan penulis untuk meneliti.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi geologi yang ada di daerah penelitian?

2. Bagaimana evolusi magma yang terjadi pada batuan Granitoid Tantan di lokasi

penelitian?

1.3 Maksud Dan Tujuan

Maksud dari kegiatan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimana

evolusi magma yang terjadi pada batuan terobosan Granitoid Tantan

Adapaun tujuan dari penelitian ini ialah :

1. Mengetahui tatanan geologi daerah penelitian yang meliputi Geomorfologi, pola

aliran, stratigrafi, dan struktur yang terdapat pada daerah penelitian..

2. Mengetahui proses evolusi magma yang terjadi pada batuan terobosan Granitoid

Tantan berdasarkan analisis geokimia batuan.

1.4 Lokasi Kesampaian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Sungai Pinang dan sekitarnya,

Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Lokasi

penelitian dapat di tempuh dengan menggunakan transportasi darat dari kota Jambi

dengan waktu tempuh 8 jam perjalanan.

3

Gambar 1.1 Peta Lokasi Kesampaian Daerah & Topografi Daerah Penelitian.

4

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah membahas tentang keadaan

geologi daerah penelitian yang meliputi, kondisi geomorfologi, pengamatan

struktur, dan bagaimana evolusi magma yang terjadi pada batuan Granitoid

Tantan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup pada keadaan geologi daerah

penelitian dan fokus terhadap batuan Granitoid Tantan. Dimana secara geografis

terletak pada 2°01’53.6” S Lintang Selatan 101°57’07.5” E Bujur Timur

Merangin Kecamatan Sungai Manau dengan luas kavling 6x7 km2, secara

administrasi berbatasan dengan:

a. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Renah Pembarap,

b. Bagian Selatan dan Barat berbatasan dengan Kecamatan Pangkalan Jambu,

dan

c. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Tabir Barat.

1.7 Manfaat Penelitian

Bagi Bidang Keilmuan dan pihak yang berkepentingan terhadap penelitian

ini, tersedianya peta geologi daerah penelitian secara detail, terdapatnya infromasi

lebih lanjut terhadap informasi geologi seperti geomorfologi, pesebaran formasi,

dan struktur geologi yang dapat menunjang data yang dibutuhkan seperti terkait

dalam eksplorasi mineral.

Bagi Penulis diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan geologi

yang diperoleh selama dibangku perkuliahan, menambah pengetahuan dan

wawasan dalam bidang kajian evolusi magma pada batuan terobosan khususnya

pada Granitoid Tantan dengan menggunakan analisis dari petrografi dan geokimia

batuan.

Bagi Institusi dengan adanya penelitian ini maka dapat digunakan sebagai

bahan referensi di perpustakan mengenai data geologi daerah penelitian dan

bidang kajian evolusi magma pada batuan terobosan granitoid daerah penelitian.

1.8 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan ini peneliti mengacu pada Peneliti terdahulu

penelitian (Tabel 1) yang dimaksud adalah sebagai berikut :

5

Van Bemmelen (1949)

Dalam buku The geology of Indonesia, menjelaskan tentang pembagian Zona

fisiografi dan struktur Pulau Sumatra, yang terdiri atas Zona Perbukitan Barisan,

Zona Sesar Sumatra, Pegunungan Tiga puluh, Dataran Bergelombang dan

Perbukitan Rendah, Zona Paparan Sunda dan Zona Kepulauan Busur Luar.

Dimana lokasi penelitian termasuk dalam Zona Perbukitan Barisan.

Kusnama dkk (1992)

Dalam buku Peta Geologi regionl Lembar Sungaipenuh dan Ketaun, menjelaskan

mengenai stratigrafi daerah penelitian yaitu terdiri dari beberapa formasi satuan

batuan yakni batuan Pra-Tersier dan batuan terobosan, batuan Pra-Tersier terbagi

dari Formasi Palepat berumur Perem yang terdiri dari Batuan gunungapi

termetakan, lava dan tuf bersusunan andesit hingga basal. satuan batuan

metasedimen dari Formasi Asai yang berumur Jura yang terdiri dari perselingan

batu sabak, batulempung batulanau sabakan, batupasir, tuff hornblenda. Anggota

Mersip Formasi Peneta yang tersusun atas batugamping dengan sisipan serpih

gampingan setebal 250 m. Formasi Peneta yang terdiri dari dari serpih tuffan

dengan sisipan batugamping setebal 400 m. Batuan terobosan dari Formasi

Granitoid Tantan yang tersusun atas litologi berupa Granodiorit biotit hornblende,

dimana formasi ini Menerobos Formasi Palepat yang berumur Perem dan

menyentuh sesar dengan Formasi Peneta yang berumur Jura Akhir - Kapur Awal .

Said dkk (2019)

Dalam Jurnal Busur Magmatik Granit Tantan-Nagan Sebagai Potensi REE di

Jambi. Penelitian ini menjelaskan tentang bususr magmatik dengan keterdapatan

unsur REE pada batuan Granodiorit Tantan yang berada di Kecamatan Sungai

Manau, Jambi. Serta menjelaskan keadaan geologi pada Kecamatan Sungai

Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

Setiawan dkk (2015)

Dalam Proceeding dengan judul Petrologi, Geokimia dan Umur Batuan Granitoid

di Komplek Lukulo, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian ini

menjelaskan tentang petrografi batuan granitoid berdasarkan komposisi mineral,

pengelompokan batuan granitoid, geokimia batuan granitoid serta keterkaitannya

dengan tatanan tektonik berdasarkan data petrografi, dan geokimia yang meliputi

analisis afinitas magma, kristalisasi fraksinasi, tatanan tektonik dan umur batuan.

Sehingga dapat memberikan informasi bahwa batuan beku yang terbentuk pada

6

masing-masing periode magmatik memiliki tipe dan karakteristik komposisi

batuan yang berbeda-beda.

Tabel 1.1 Peneliti Terdahulu

Peneliti

Geologi Regional Geologi Daerah Penelitian

Fisiografi Struktur

Geologi

Stratigrafi Geologi

Regional

Evolusi Magma

Granitoid

Tantan

Van Bemmelen, R.W.

(1494). The geologi of

Indonesia

Kusnama R, dkk

(1992). Peta Geologi

regionl Lembar

Sungaipenuh dan

Ketaun

Said, dkk, (2019).

Busur Magmatik

Granit Tantan-Nagan

Sebagai Potensi Ree

Di Jambi

Setiawan,dkk (2015).

Petrologi, Geokimia

Dan Umur Batuan

Granitoid Di

Komplek Lukulo,

Karangsambung,

Kebumen, Jawa

Tengah

Ariani (2020),

Geologi dan Evolusi

Magma Granitoid

Tantan

Keterangan : : Akan diteliti

: Sudah diteliti

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

2.1.1 Fisiografi

Secara fisiografis Pulau Sumatra dalam klasifikasi Van Bummelen (1949) dibagi

atas beberapa fisiografi (Gambar 2) di antaranya yaitu: 1) Pegunungan Barisan, 2)

Zona Sesar Sumatra, 3) Pegunungan Tigapuluh, 4) Dataran bergelombang dan

perbukitan bergelombang, 5) Zona Paparan Sunda Zona, dan 6) Kepulauan Busur

Luar. Zona Bukit Tiga Puluh merupakan suatu zona yang terisolasi dengan bentuk

morfologi yang telah mengalami rendahan kearah timur.Zona Perbukitan Barisan

merupakan suatu zona perbukitan yang memanjang dengan arah orientasi

Tenggara – Barat Laut, dan umumnya zona ini berasosiasi dengan Gunung Api

aktif yang berada di jalur Bukit Barisan.

Gambar 2.1 Pembagian Zona Fisiografis Pulau Sumatra mengacu dari Van Bemmelen

(1949)

Menurut Kusnama dkk (1992) daerah penelitian dalam Peta Geologi

termasuk dalam lembar Sungaipenuh dan Ketaun yang merupakan bagian dari

8

Pegunungan Barisan, secara morfologi dibedakan menjadi lima satuan:

pegunungan kasar, kerucut gunung api, kuesta, dataran tinggi dan dataran rendah.

Pegunungan kasar tedapat dibagian timur dan tengah Lembar, dengan ketinggian

antara 431-1692 m diatas muka laut. Lembah-lembah sungai berbentuk V dan

terbentuk diatas batuan metasedimen Formasi Asai (Ja), Formasi Peneta (KJp),

dan Granit Tantan (TJgdt).

2.1.2 Tektonik Sumatra

Terbentuknya pulau Sumatra tidak lepas dari proses tumbukan antara

kerak benua Sundaland dengan kerak Samudra Hindia. Hasil dari tumbukan yang

berlangsung mengakibatkan pulau Sumatra terbagi menjadi tiga fase tektonik.

Fase pertama merupakan fase kolisi antara blok Sibumasu dan Indochina pada

zaman Devon hingga Permian yang menghasilkan pergerakan sesar naik. Fase

kedua merupakan trancrrent system antara blok Sumatra Barat dan Sibumasu

pada zaman Trias hingga Jura yang menghasilkan pergerakan sesar mendatar.

Fase ketiga kembali mengalami proses pengangkatan antara Blok Sumatra Barat

dengan Blok Woyla pada zaman Kapur akhir yang membentuk sesar naik, Barber

dkk (2005).

Lokasi Penelitian

9

Gambar 2.2. Struktur Sumatra dan Pergerakan Lempeng Tektonik dalam Barber A J dan

Crow. 2005

Kondisi tektonik Sumatra saati ini merupakan rangkaian dari evolusi Pulau

Sumatra sebagai hasil subduksi dari batas lempeng Samudera Hindia yang

menunjam di bawah lempeng Benua Eurasia pada Masa Kenozoikum yang

diperkirakan telah menyebakan terjadinya rotasi dari Pulau Sumatra dengan

orientasi arah perputaran searah jarum jam (Metcalfe, 2013).

Menurut Pulunggono dkk. (1992) perkembangan tektonik di Cekungan

Sumatera Selatan dibagi menjadi tiga kali perubahan arah subduksi yang

menyebabkan terbentuknya tiga pola sesar utama yaitu sesar dengan arah

Baratlaut-Tenggara pada Jura Akhir-Kapur Akhir, arah Utara-Selatan pada Kapur

Akhir-Tersier Awal, dan Arah Timur Laut- Baratdaya pada Miosen Tengah-Resen

(Gambar 2.3).

10

Gambar 2.3. Model ellipsoid pada Pulau Sumatera dari Jura Akhir – Resen (Pulonggono

dkk. 1992)

Fase tektonik yang berkembang di Cekungan Sumatra Selatan menurut

Pulunggono dkk (1992) terjadi melalui tiga fase :

1. Tahap kompresional (Jura Akhir – Kapur Awal)

Tahap kompresional pada masa Jura Akhir sampai Kapur Awal

diakibatkan subduksi lempeng Samudra Hindia ke bawah lempeng Benua Eurasia

yang mengakibatkan pola tegasan simple shear di Cekungan Sumatra Selatan ini.

Sistem pola tegasan ini kemudian berkembang menjadi sesar geser. Pembentukan

sesar geser ini menjadi zona lemah sehingga diintrusi batuan granitoid. Batuan

granitoid yang mengisi zona lemah ini menjadi tinggian purba.

2. Tahap ekstensional (Kapur Akhir – Tersier Awal)

Tahap ekstensional yang terjadi di Cekungan Sumatra Selatan ini

diakibatkan oleh penurunan kecepatan subduksi. Tahap ini merupakan awal

terbentuknya tinggian (horst) dan rendahan (graben) akibat perubahan sistem

tegasan utama yang berarah vertikal. Sesar mendatar berubah menjadi sesar

normal karena tegasan utama vertikal dikontrol oleh gravitasi dan pembebanan.

3. Tahap kompresional (Miosen Tengah – Resen)

Kecepatan subduksi pada tahap ini meningkat kembali dan menyebabkan

peremejaan sesar - sesar normal yang telah ada sebelumnya menjadi sesar naik.

Selain itu terbentuk juga sesar geser dan perlipatan dengan arah sumbu yang

masih mengikuti arah lama (pola Sumatra dan pola Sunda). Fase kompresi ini

mencapai puncaknya pada PlioPleistosen dengan pembentukan pola struktur sesar

dan perlipatan baru dengan arah U3300 T yang dikenal dengan pola Barisan.

11

Aktivitas tektonik pada fase ini mempunyai peran yang sangat besar dalam

pembentukan zona rekahan baru atau meremajakan zona rekahan yang telah

terjadi di daerah tinggian purba.

Pulau Sumatra dan Jawa merupakan bagian tepi Sunda arc dari lempeng

Eurasia bagian selatan yang dimulai dari laut Andaman utara Aceh-Sumatra-Jawa

sampai ke pulau Sumbawa di selatan. Rangkaian tersebut termasuk kedalam

island arc systems dengan mekanisme subduksi antara lempeng Indo-Australian

terhadap lempeng Eurasia dibagian utaranya. Perubahan arah dan kecepatan

subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia dimulai dengan

normal di bagian selatan pulau Jawa –Trench Jawa- menjadi oblique subduction

pada Trench Sumatra. Perubahan pola tersebut berakibat terbentuknya Sistem

Sesar Sumatra ( Sesar Semangko dan Sesar mentawai) pada sumbu pulau

Sumatra, garis volkanik didaerah selat Sunda mulai dari yang tertua Sukadana,

Komplek Krakatau sampai ke pulau Panaitan yang termuda (Mulyana, 2006).

Menurut Pulunggono dan Cameron (1984), kerangka tektonik pra-Tersier

dari Sumatra berupa mosaik dari mikroplate kontinen dan samudera yang

terakrasi pada Trias Akhir ketika mikroplate Mergui, Malaka dan Malaya Timur

bersatu membentuk Sundaland. Akrasi selanjutnya melibatkan pantai barat

Terrain Woyla pada Mesozoikum Akhir. Magmatisme dan pensesaran banyak

terjadi di Sundaland ini.

Plutonik di bagian barat Sumatra juga mengindikasikan periode aktivitas

plutonik pada Perm (287–256 juta tahun yang lalu). Selain itu terdapat indikasi

bahwa aktivitas Mesozoikum Awal telah dimulai sejak Trias Akhir, atau dikenal

adanya dua siklus magmatik, yaitu : 1) Trias Akhir sampai Jura Awal (220–190

juta tahun yang lalu), 2) Jura Pertengahan sampai Kapur Awal (170–130 juta

tahun yang lalu), (Yuningsih, 2006).

12

2.1.3 Sratigrafi

Gambar 2.4. Peta Geologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian dipotong dari Peta Lembar

Sungaipenuh dan Ketaun dalam Skala 1:250.000 modifikasi, dari Kusnama dkk (1992)

Berdasarkan peta geologi regional lembar Sungai Penuh dan Ketaun,

urutan statigraf dapat dibagi menjadi tiga urutan berdasarkan umur yaitu

Pratersier, Tersier dan Kuarter. Geologi lembar ini terutama meliputi satuan

13

batuan Zona Busur Depan dan Zona Busur Magmatik Sumatra; serempat

mencerminkan sebagai Cekungan Bengkulu dan Zona Barisan. Satuan – satuan

Cekungan Bengkulu terdapat dibagian barat dan barat daya Lembar, dan Zona

Barisan terdapat dibagian tengah dan timur laut Lembar. Satuan ketiga yang

disebut Cekungan Antara gunung hanya terdapat setempat disekitar Danau

Kerinci dibagian Utara Lembar. (Kusnama dkk,1992)

Lokasi penelitian terdiri dari satuan formasi batuan berumur Pratersier,

yakni Formasi Palepat, Formasi Asai, Anggota Mersip Formasi Peneta, Formasi

Peneta dan Intrusi Granitoid Tantan.

Urutan Pra- Tersier di lembar Sungaipenuh dan Ketaun Meliputi batuan

malihan derajat rendah berumur Perem dan Jura–Kapur yang telah mengalami

deformasi sedang. Batuan malihan derajat rendah terdiri dari batuan Gunungapi–

Meta Formasi Palepat yang berumur Perem, batuan meta sedimen Formasi Asai

yang berumur Jura Tengah, dan batuan termalih lemah Formasi Peneta yang

berumur Jura Akhir – Kapur Awal. Hubungan stratigrafi antara kedua satuan

batuan meta sedimentersebut tidak jelas, setempat sentuhannya berupa tektonik

tetapi singkapannya tidak bagus. Keduanya dicirikan oleh adanya batuan malihan

berderajat lebih tinggi dari Formasi Asai yang lebih tua.

Formasi Palepat

Batuan tertua yang tersingkap Formasi Palepat dalam Lembar Sungai

Penuh dan Ketaun yang berumur Paleozoikum, Formasi Palepat terdiri dari batuan

Gunungapi – Meta bersusunan Andesit sampai Basal dengan sisipan batuan

Sedimen. Satuan ini pertama kali dipelajari oleh Zwierzycki (1935) dan diberi

nama Lapisan Airkuning, yang bersama dengan lapisan – lapisan Karing dan

Salamuku membentuk “Seri Jambi Karbon” . nama yang dipakai sekarang

diajukan oleh Rosidi drr (1976). Berdasarkan melimpahnya flora dan fauna yang

dikandungnya, seri ini diusulkan berumur Karbon sampai Perem (Zwierzycki,

1935, Jongmans, 1937;Marks, 1956). Penelitian ulang bukti – bukti planologi

yang ada oleh Asma drr. (1975), Beauvais drr. (1984) dan Fontaine & Gafoer

(1989) menyimpulkan bahwa satuan tersebut berumur Perem Awal. Namun

suwarna & Suharsono (1984) mengusulkan bahwa Formasi Palepat berlanjut

sampai Perem Tengah, seperti yang diamati oleh Simanjundjuntakdrr.(1991)

14

didaerah Muarabungo. Oleh karena itu umur Formasi Palepat adalah awal Perem

Tengah.

Formasi Palepat tersusun dari batuan gunungapi dasit sampai andesit

dengan sisipan batugamping dan sedimen klastik. Keduanya di terobos oleh

Granitoid Tantan berumur Trias Akhir-Jura. (Suwarna dkk, 1994)

Formasi Asai

Formasi Asai terdiri dari sedimen – meta marin yang menyerupai flysch,

dan berdasarkan bukti fosil yang ditemukan Fontaine & Beauvais (1984)

disimpulkan berumur Jura Tengah. Formasi ini rupanya bersentuhan secara

tektonik dengan Formasi Peneta dan diterobos oleh Granitoid Nagan. Umur

pemalihan formasi ini ditafsirkan sebagai pertengahan Jura Akhir. (Suwarna dkk,

1994)

Formasi Peneta

Formasi Peneta berdasarkan bukti paleontology menunjukkan umur Jura

Akhir - Kapur Awal (Tobler 1922, Baumbarger 1925, dan Beauvais 1984).

Formasi Peneta terdiri dari batuan sedimen laut paparan termasuk batugamping

terumbu. Fosil-fosil yang ditemukan dalam serpih, batusabak, dan batupasir

malihan menunjukan umur Kapur Awal, fosil-fosil termasuk terumbu dari

batugamping diduga berumur Jura Akhir, sementara fosil Amonit diperkirakan

berumur Jura Akhir - Kapur Awal. Dengan demikian, satuan tersebut semuru

dengan “batuan samudra” Pegunungan Gumai dan Garba. Jadi satuan tersebut

diperkirakan terletak pada posisi tepi benua Jura Akhir yang merupakan tempat

akrasi Terrane Woyla pada akhir dari Kapur Awal (Suwarna dkk, 1994).

Batuan Terobosan

Batuan terobosan umurnya berkisar antara akhir Trias Jura Awal - Tersier

Akhir. Hanya tersingkap di Pegunungan Barisan pada suatu daerah yang luas,

cenderung berarah Baratlaut-Tenggara. Kebanyakan jenis batuan terobosan ini

merupakan batuan Plutonik kecil atau jenis korok (Suwarna dkk, 1994).

Granitoid Tantan

Formasi ini berumur Trias Akhir-Jura Awal, formasi ini tersusun atas

litologi berupa granit biotit berubah menjadi Granodiorit, putih-kelabu, setempat

porfiritan dangan fenokris felspar -Na dan Felspar-K . Ciri khasnya sangat lapuk,

biasanya terkloritkan dan terkaolinisasi secara menyeluruh. Formasi ini

15

menerobos Formasi Palepat yang berumur Perem dan menyentuh sesar dengan

Formasi Peneta yang berumur Jura Akhir-Kapur Awal (Kusnama dkk,1992).

Dimana ada suatu peristiwa besar vulkanisme dan magmatisme pada zaman Trias,

Jatuhnya meteor pada zaman Jura, dan pembentukan batuan-batuan metamorf

pada akhir zaman kapur yang disebabkan aktifitas tektonik berupa kompresi dari

kurun Mesozoikum sampai Kenozoikum. Lalu pada awal Kenozoikum kala

Paleosen tidak terjadi pengendapan sehingga terjadi ketidakselaraasan terhadap

batuan sedimen yang ada diatasnya Formasi Bandan. ( Said, dkk. 2019).

2.1.4 Struktur Geologi

Struktur Lembar Sungaipenuh & Ketaun dikuasai oleh peristiwa tektonika

Jura sampai Resen. Unsur – unsur struktur utama dalam batuan dilembar ini ialah

persesaran.

Persesaran di Lembar Sungaipenuh & Ketaun terdapat di semua batuan

yang berumur Pra – Holosen, dan umumnya arah sesar yang sama dapat dilihat di

dalam kedua batuan berumur Pra – Tersier dan batuan yang lebih muda.

Persesaran ini dapat dibagi menjadi dua arah utama , Barat Laut – Tenggara dan

Utara – Selatan, dan tiga jalur geografi, Jalur Sesar Bukit Barisan, Jalur Sesar

Bukit Barisan Timur dan Jalur Sesar Bukit Barisan Barat. Jalur Sesar Bukit

Barisan meliputi tiga bagian yang berarah Barat Laut – Tenggara : Sesar sesar

Seblat, Dikit dan Siulak (Tjia,1977). Sesar Seblat tersusun oleh enam buah sesar

sejajar yang terletak di hulu S. Seblat. Sesar Dikit terdiri dari paling kurang dua

sesar yang hampir sejajar yang membentang dari G. Pandan disepanjang S.

Langkup sampai G.Kunyit. Umur kedua Sesar tersebut diduga Plio – Plistosen,

tetapi keduanya masih giat, bukti – bukti neotektonika di S. Nyabu dan S.

Langkup memastikan adanya gerakan menganan di daerah ini.

Jalur Sesar Bukit Barisan Timur terdapat dibagian Timur Laut lembar dan

terdiri dari tujuh buah sesar kecil yang berarah Barat Laut-Tenggara dengan jejak-

jejak sesar melengkung lemah. Sesar- sesar tersebut terutama terddapat dalam

Formasi Asai dan dipotong oleh Granodiorit Nagan. Umur pensesaran tersebut

diperkirakan Eosen dan ungkin Plio-Plistosen. Namun ada yang berpendapat

bahwa umur sesar tersebut sangat tua, yang aktif kembali selama Plio-Plistosen

sebagai akibat gerakan menganan Sistem Sesar Sumatra. Sesar Sungkup setempat

disepanjang Timur Formasi Peneta juga diperkirakan sebagai sesar Tersier yang

berarah Barat Laut- Tenggara yang lebih awal (Kusnama dkk, 1993).

16

Jalur Sesar Bukit Barisan Barat terletak sejajar dengan jalur Bukit Barisan

utama dan memperlihatkan sejarah yang sama, yaitu sesar menganan yang

berumur Plio-Plistosen. Secara regional struktur geologi pada daerah penelitian

mununjukkan beberapa struktur yaitu sesar-sesar kecil yang berarah BaratLaut-

Tenggara dengan jejak-jejak melengkung lemah dan sesar-sesar yang relative

berarah Barat-Timur. Sesar ini terbentuk pada Formasi Asai yang dipotong oleh

Granodiorit Nagan. Umur pensesaran tersebut Plio-Plistosen sebagai akibat

gerakan menganan Sistem Sesar Sumatra (Kusnama dkk, 1993).

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Granitoid

Granitoid merupakan istilah untuk kelompok batuan beku plutonik dengan

tekstur faneritik dan komposisi asam sehingga intermediate, memiliki ukuran butir

kasar yang secara mineralogis sebagian besar terdiri dari feldspar, kuarsa dan

mika. Granitoid umumnya hanya tersusun oleh kristal mineral dikarenakan proses

pendinginan magma yang cukup lama sehingga menghasilkan tekstur feneritik

dengan derajat kristalinya holokristalin.

Batuan granitoid merupakan batuan yang keberadaannya melimpah di

kerak benua. Bantuan ini dapat ditemukan di berbagai tatanan tektonik, mulai dari

zona orogenik dan zona tumbukan antar lempeng benua, hingga tatanan

anorogenik.Umumnya granitoid terbentuk akibat proses anateksis dari kerak,

tetapi kontribusi dari mantel juga dapat berpengaruh dalam terbentuknya granitoid

Selain itu bantuan ini juga dapat ditemukan di bagian punggungan tengah samudra

(Mid Oceanic Ridge) dan kompleks ofiolit dalam volum kecil. Contoh dari

kelompok batuan granitoid adalah granit, granodiont,monzonit, tonalit, alkali

granit, syenit, dan diorite, Winter (2001).

Winter (2014), mengklasifikasikan batuan granitoid dalam beberapa tipe

yaitu S-I-A-M. Granitoid tipe S umumnya batuannya kaya biotit, dan biasanya

mengandung kordierit juga mengandung muskovit, andalusite, sillimanite atau

garnet, oksida yang umum adalah dijumpai adalah ilmenit dan komposisi

kimianya menunjukkan bahwa tipe ini diproduksi oleh peleburan parsial batuan

sumber sedimen peraluminus dari zona subduksi. Granitoid tipe I batuan kaya

hornblende, oksida yang umum adalah magnetit, komposisi kimianya

menunjukkan bahwa tipe ini diprodksi dari hasil lelehan sebagian bahan sumber

beku yang berasal dari mantel mafik zona subduksi. Granitoid tipe A beragam,

17

baik secara kimiawi maupun dalam hal asal-usulnya, granitoid tipe ini dapat di

temukan umumnya pada zona anorogenik pada zona pemekaran. Granitoid tipe M

merupakan granitoid yang terbentuk pada zona Anorogenik pada penujaman

lempeng samudra atau punggungan tengah samudra yang secara geokimia batuan

bersifat thoelitik.

2.2.3 Klasifikasi Batuan

Dalam menentukan jenis batuan beku Winter(2014) membaginya dalam

tiga kategoris yaitu, Feneritik yang mayoritas Kristal mineral yang menyusun

batuan dapat terlihat dengan mata telanjang (> 0,1 mm), jika sebuah batuan

menunjukkan tekstur faneritik biasanya mengkristal secara perlahan di bawah

permukaan bumi dan disebut sebagi batuan beku intrusi atau plutonik. Aphanitik

sebagian besar memiliki kristal yang kecil dan sulit dilihat secara mata telanjang

(< 0,1 mm) hal ini dikarenakan proses pengkristalan yang cepat di permukaan

bumi dan disebut sebagai batuan ekstrusif atau vulkanik. Fragmental terdiri dari

komposisi batuan beku yang terpilah kemudian diendapkan kembali, dimana

fragmen tersebut berasal dari batuan yang sudah ada sebelumnya (sebagian besar

beku) dengan fragmen Kristal atau masa gelas, biasanya hasil dari ledakan atau

runtuhan vulkanik dan disebut sebagai piroklastik.

Klasifikasi batuan beku plutonik berdasarkan komposisi mineral

menggunakan diagram QAPF batuan beku plutonik berdasarkan sistem IUGS

(Gambar 2.5). Diagram ini menggambarkan segitiga di bagian atas berlaku untuk

batuan beku yang didominasi kuarsa (SiO2 jenuh). Semua batuan beku dengan

silika tak jenuh yang mengandung plot feldspathoids berada di segitiga bagian

bawah (SiO2 tak jenuh) ,diagram QAPF ini tidak digunakan pada batuan dengan

kandungan mineral mafik lebih dari 90% (M<90%). Klasifikasi batuan beku

faneritik ini diklasifikasikan dengan batuan harus mengandung paling sedikit 10%

mineral Q (kuarsa), A (alkali-feldspar), P (plagioklas), dan F (feldspathoid), yang

kemudian dinormalisasi menjadi 100%.

18

Gambar 2.5. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Sistem IUGS (International Union of

Geological Sciences) Diagram QAPF untuk Batuan Plutonik, Streckeisen (1976) dalam

Winter,2014

2.2.4 Evolusi Magma

Menurut Nelson (2015), Magma adalah campuran batuan cair, kristal, dan

gas. Ditandai dengan berbagai macam komposisi kimia, dengan suhu tinggi, dan

sifat cairan. Massa magma lebih ringan dari bebatuan di sekitarnya, karena itu

magma akan terus bergerak ke atas. Jika magma sampai ke permukaan hasil dari

letusan kemudian mengkristal akan menjadi batuan ekstrusif atau vulkanik.

Apabila magma mengkristal sebelum mencapai kepermukaan maka akan

menghasilkan batuan beku dalam atau plutonik atau intrusive.

Dalam Winter (2014), membagi dua jenis tipe magma yakni magma

basaltik dan magma granitik. Magma basaltik merupakan magma yang terbentuk

oleh lelehan atau peleburan parsial (partial melting) selubung yang mendesak ke

atas sepanjang pusat pemekaran,di mana lempeng-lempeng bergerak saling

menjauh. Oleh sebab itu jenis magma ini mendominasi kerak samudra. Magma

19

granitik merupakan magma yang terjadi di daerah penunjaman akibat lelehan

parsial dari kerak samudra dan kerak benua bagian bawah di bagian lebih dalam

daridasar jalur pegunungan aktif (pada daerah-daerah tumbukan lempeng dan di

manasuhu dan tekanan sangat tinggi). Oleh sebab itu magma granitis

mendominasi kerak benua.

Menurut Nelson (2015), Magma dapat dibedakan berdasarkan kandungan

SiO2. Dikenal ada tiga tipe magma, yaitu:

a. Magma Basaltik :SiO2 45-55 %berat; kandungan Fe dan Mg tinggi;

kandungan K dan Na rendah.

b. Magma Andesiti: SiO2 55-65 %berat, kandungan Fe, Mg, Ca, Na dan K

menengah (intermediate).

c. Magma Riolitik : SiO2 65-75 %berat, kandungan Fe, Mg dan Ca rendah;

kandungan K dan Na tinggi.

Hipotesis asal usul dan evolusi batuan beku dinyatakan pertama kali oleh

Bowen dan disimpulkan dalam diagram Seri Reaksi Bowen. Magma induk yang

berkomposisi ultrabasa berevolusi atau terfraksinasi menjadi batuan berkomposisi

basal dan sisa leburannya menjadi lebih asam seperti andesit basal, andesit, dasit

dan riolit. Batuan gunung api tergantung pada komposisi magma maupun lava.

Hal ini berhubungan dengan jenis batuan gunung api yang terbentuk sebagai

intrusi (sub volcanic intrusion) dan terbentuk sebagai ekstrusi (extrusive) yang

berupa batuan lelehan (effusive) dan berupa batuan letusan (explosive). Batuan

intrusi dangkal akibat dari pembekuan magma di dalam tubuh gunung api,

sedangkan batuan ekstrusi akibat pembekuan lava di permukaan bumi, atau

bahkan pembekuan material piroklastika di atmosfera. Oleh sebab itu, magma

maupun lava mengalami proses diferensiasi dan fraksinasi. Proses-proses inilah

yang menjadikan perubahan komposisi magma maupun lava hingga terjadinya

batuan gunung api dengan komposisi beragam (basa – intermediet – asam), atau

dengan kata lain terjadi perubahan atau evolusi.

20

Gambar 2.6. Reaksi Seris Bowen (Bowen, 1928) dalam Winter (2014) dengan

modifikasi

Proses perubahan ini menyebabkan magma berubah menjadi magma yang

bersifat lain oleh proses-proses seperti. Hibridasi, proses pembentukan magma

baru karena pencampuran 2 magma yang berlainan jenis. Sintetis,Pembentukan

magma baru karena adanya proses asimmilasi dengan batuan samping. Anateksis,

proses pembentukan magma dari peleburan batu-batuan pada kedalaman yang

sangat besar.

Winter (2014) menyatakan bahwa Diferensiasi magma merupakan proses

di mana magma mampu mendiversifikasi dan menghasilkan magma atau batuan

dengan komposisi berbeda. Proses ini dipengaruhi banyak hal. Tekanan, suhu,

kandungan gas serta komposisi kimia magma itu sendiri dan kehadiran

pencampuran magma lain atau batuan lain juga mempengaruhi proses diferensiasi

magma. Menurut Nelson (2015) differensiasi magma meliputi asimilasi,

pencampuran (mixing), dan kristalisasi fraksional. Asimilasi adalah suatu keadaan

saat magma melewati batuan yang lebih dingin dalam perjalanan ke permukaanny

dan melelehkan sebagian batuan di sekitarnya dan memasukkan lelehan ini ke

dalam magma. Karena sejumlah kecil hasil leleh parsial dalam cairan mengandung

silika komposisi, penambahan lelehan ini ke magma akan membuatnya lebih

mengandung silika. Pencampuran (mixing) terjadi saat dua jenis magma yang

berbeda bertemu dan kemudian bercampur menjadi satu menghasilkan satu jenis

21

magma lain yang homogen yang disebut dengan magma turunan. Magma turunan

ini biasanya bersifat pertengahan dari kedua jenis magma yang bercampur.

Fraksinasi Kristal, sebuah kondisi dimana kristal-kristal yang telah terbentuk,

mengalami proses pemisahan dari magma asalnya. Kondisi ini akan tercapai jika

magma telah mencapai keseimbangan. Fraksinasi kristal terjadi ketika kristal yang

telah terbentuk akibat gaya gravitasi mengalami pemisahan dengan cairan magma,

proses ini disebut gravity settling. Proses ini mengakibatkan terjadinya perubahan

komposisi pada magma asal.

Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk

mineral penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi batuan beku dari kimia

adalah dari senyawa oksidanya, seperti Senyawa-senyawa yang bersifat non

volatil dan merupakan unsur-unsur oksida dalam magma. Jumlahnya yang

mencapai 99 % isi, sehingga merupaka mayor element, terdiri dari oksida-oksida

SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2 dan P2O5. Unsur

lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element ,

seperti Rubidium (Rb), Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nikel (Ni), Cobalt (Co),

Vanadium (V), Croom (Cr), Lithium (Li), Sulphur (S) dan Plumbum (Pb). Unsur-

unsur jejak ini terdapat tidak sebagai oksida dan tidak dapat digunakan sebagai

dasar penggolongan magma. Unsur-unsur ini sangat membantu dalam

menentukan genesa magma.

Komposisi magma atau lava dapat berkembang dari waktu ke waktu,

karena magma atau lava mulai mengkristal, mineral gelap akan mengendap ke

dasar ruang magma atau lava (karena lebih padat daripada magma atau lava).

Mineral ringan kadang-kadang bisa mengapung ke atas untuk alasan yang sama,

sehingga komposisi magma yang meletus dapat bergantung pada dari mana ia

berasal dari ruang magma dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

mendingin, dan apakah telah melelehkan batuan dan bercampur atau tidak. Hal ini

menunjukkan adanya banyak gunung api yang meletus menghasilkan berbagai

batuan yang berbeda komposisinya. (Hartono, 2017).

Winter (2014) dan Hutabarat(2007), Untuk mempelajari gambaran evolusi

magma dan diskriminasi geokimia dan batuannya dapat ditelusuri dengan bantuan

diagram variasi dengan memakai SiO2 sebagai parameter diferensiasinya seperti

diagram Harker, TAS (Total Alkali dan Silika) SiO2 + K2O vs SiO2, diagram

22

alkali-silika, dan triangular plots seperti diagram AFM. Menurut winter (2014)

magma primer merupakan magma yang diturunkan secara langsung melalui

peleburan sebagian dari beberapa sumber, dan tidak memiliki karakteristik yang

mencerminkan efek dari diferensiasi selanjutnya. Magma yang telah mengalami

beberapa bentuk diferensiasi kimia sepanjang tren disebut sebagai magma

berevolusi. Harker (1909) dalam Winter (2014) menyatakan bahwa kandungan

SiO2 terus meningkat dalam evolusi magma yang terjadi, dengan demikian dapat

diketahui sejauh mana magma itu berevolusi.

Gambar 2.7. Klasifikasi batuan berdasarkan unsur kimia, (a) Diagram Total Alkali dan

Silika (TAS),(b)Diagram Alkali-Subalkali (c)Diagram AFM, (d) Diagram Harker dalam

Winter, (2014)

2.2.4 Hubungan Tektonik dan Magmatisme

Wilson (2007) dalam Maliku (2015), membagi lingkungan tektonik dan

magmatisme yang terjadi pada batuan beku menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu 1)

Magmatisme pada Constructive Plate, 2) Magmatisme pada Destructive Plate, dan

3) Magmatisme pada Within Plate. Selain itu, tatanan tektonik pada proses

dc

a b

23

pembentukan batuan beku juga berhubungan dengan jenis seri magma

pembentukan batuan beku tersebut (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Tabel seri magma

Constructive Plate Margin. Constructive plate margin merupakan tatanan

tektonik yang terletak pada zona divergen yaitu zona antara dua lempeng atau

lebih yang saling menjauh, sehingga magma dapat terbentuk yaitu pada pematang

tengah samudera (Mid Oceanic Ridge) dan Cekungan Belakang Busur (Back Arc

Basin).

1) Pematang Tengah samudera (Mid Oceanic Ridge) merupakan daerah

dengan dua lempeng samudera yang saling menjauhi. Magma pada tektonik

ini berasal dari pelelehan sebagian mantel bagian atas karena adanya

pelepasan tekanan oleh batuan induk akibat proses divergen. Batuan yang

terbentuk pada tatanan tektonik ini bersifat mafik-ultramafik seperti

peridotit, basal, gabro, batuan beku bertekstur lava bantal, dan kekar tiang

(columnar joint).

2) Cekungan Belakang Busur (Back Arc Basin) merupakan tatanan tektonik

yang terbentuk di belakang busur kepulauan. Hal ini dapat terjadi akibat

adanya pengangkatan (rifting) di belakang zona penunjaman selama proses

subduksi berlangsung, sehingga terbentuklah cekungan. Magma yang

dihasilkan pada zona ini bersifat basa, seperti batuan beku basal.

Destructive Plate Margin. Destructive plate margin merupakan tatanan tektonik

yang terletak pada zona konvergen dengan dua lempeng atau lebih saling

bertumbukan satu sama lain. Magma yang dapat terbentuk yaitu pada busur

kepulauan (Island Arc) dan tepi benua aktif (Active Continental Margin).

1) Busur Kepulauan (Island Arc) merupakan daerah dengan lempeng samudera

dan lempeng samudera atau lempeng benua yang tipis bertumbukan. Zona

ini disebut zona subduksi atau zona penunjaman. Magma akan terbentuk

24

akibat dari pelelehan sebagian mantel atas atau tepi mantel atau kerak

samudera yang menunjam. Daerah Island Arc ditandai dengan munculnya

busur kepulauan dengan deretan gunung api yang masih aktif. Batuan beku

yang terbentuk umumnya bersifat intermediet sampai basaltik, seperti

andesit atau basal. Diferensiasi magma tidak terjadi secara dominan di

daerah ini, sehingga batuan tersebut memiliki tekstur yang sedikit akan

fenokris. Batuan vulkanik juga banyak terbentuk akibat aktivitas vulkanisme

yang intensif.

2) Tepi Benua Aktif (Active Continental Margin) merupakan daerah terjadinya

tumbukan antara lempeng benua yang tebal. Magma dapat berasal dari

pelelehan sebagian mantel atas atau kerak benua bagian bawah. Pada daerah

ini gunung api jarang ditemukan. Batuan beku yang terbentuk pada zona ini

pada umumnya intermediet sampai felsik, seperti granit atau diorit.

Diferensiasi magma terjadi secara dominan dan lanjut, sehingga butiran

kristal yang terbentuk berukuran besar.

Within plate. Within plate adalah lingkungan tektonik pada daerah pertengahan

yaitu bagian tengah benua (intra-continental) dan bagian tengah samudera (intra–

oceanic).

1) Bagian Tepi Tengah Benua (Continental Intra-plate Margin) merupakan

tatanan tektonik yang terbentuk di tengah lempeng benua. Magmatisme

dapat terbentuk di dua tempat, yaitu Continental Flood Basalt Province

yaitu hasil dari erupsi besar-besaran gunung api yang menyebabkan

terjadinya pelamparan lava basal di lantai samudera atau daratan, dan

Continental Rift Zone yaitu zona dimana dua kerak saling menjauh, magma

berasal dari pelelehan sebagian kerak benua bagian atas atau tengah

sehingga magma bersifat asam-intermedit.

2) Bagian Tepi Tengah Samudera (Oceanic Intra-plate Margin) merupakan

tatanan tektonik yang terbentuk di tengah-tengah lempeng samudera dan

biasanya akan membentuk kepulauan gunung api. Sumber magma berasal

dari pelelehan sebagian mantel atas. Magma akan berkumpul di suatu

tempat (hostspot), magma dapat keluar ke permukaan bumi dan membentuk

gunung api. Pada zona ini terbentuk batuan beku vulkanik bersifat mafik-

25

ultramafik, karena magma berasal dari diferensiasi lempeng samudera yang

bersifat basa.

Dalam Tibaldi (2015), menjelaskan bahwa aktivitas pergerakan lempeng

tektonik mempengaruhi zona lemahnya magma yang naik kepermukaan, pada

sesar geser merupakan zona lemah secara vertikal yang memungkinkan magma

dapat naik hingga kepermukaan, sedangkan pada sesar normal dan sesar naik

tergantung oleh sudut kemiringanya, pada sesar naik biasanya magma akan naik

secara dike kemudian membentuk sill pada kemiringan yang relative datar

sedangkan pada sesar normal dengan kemiringan yang relative terjal magma akan

membentuk sill baru kemudian dike dengan kedalaman zona lemah tertentu, bisa

jadi magma akan naik sampai ke permukaan atau hanya terakumulasi di bawah

permukaan pada titik zona lemah tertentu seperti pada (gambar 2.8) di bawah ini.

Gambar 2.8. Hubungan tektonik dengan tipe intrusi yang dihasilkan

Berdasar pada aktivitas tektonik, Barbarin (1990) dalam Winter (2014)

(gambar 2.10) Mengklasifikan terbentuknya batuan granitoid berdasarkan

lempeng tektonik pembentukanya. Secara luas dapat dikelompokkan pada zona

orogenik dan anorogenik. Orogenik dapat di definisikan sebagai zona yang

berasosiasi dengan subduksi, sedangkan anorogenik mengacu pada aktifitas

magmatisme di dalam lempeng.

26

Gambar 2.9. Klasifikasi Batuan Granitoid Berdasarkan Aktivitas Tektonik Dimodifikasi

dari Pitcher (1983, 1993) dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014)

Dalam kelompok batuan granitoid klasifikasi berdasarkan aktivitas tektonikny

juga dapat dilihat dari parameter kimianya untuk menentukan asal tektonik

terbentuknya kelompok granitoid tersebut (gambar 2.10).

Gambar 2.10. Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984 dalam

Winter, (2014)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal, pengambilan data,

analisis sampel, serta pengolahan data hingga menjadi draft tugas akhir dapat

dilihat pada tabel kegiatan di bawah ini:

Tabel 3. Kegiatan Tugas Akhir

Tahapan Penelitian

Kegiatan Tugas Akhir

2020-2021

Nove-

mber

Desemb

-er

Janu

ari

Februari Maret April Mei Juni Juli Agu-

stus

Septe-

mber

Identivikasi masalah

dan Perizinan

Penelitian

Orientasi lapangan

Studi Literatur dan

Pengumpulan data

sekunder

Penyusunan Proposal

Pemetaan dan

Pengambilan Data

Kegiatan Analisis

Laboratorium dan

pengolahan data

Konsultasi dan

Bimbingan

Penyusunan Laporan

akhir

3.2 Alat Dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan tugas akhir ini antara

lain :

3.2.1 Alat

1. Software ArcGIS dan Globbal Mapper, digunakan dalam pembuatan peta

kontur, peta geologi, dan peta geomorfologi daerah penelitian

2. Palu geologi beku dan sedimen, digunakan untuk mengambil sampel batuan

dilapangan

3. Kompas geologi, digunakan untuk pengukuran strike/dip, penentuan arah

azimuth dan mengukur struktur pada batuan di lapangan

4. Plastik sampel, digunakan sebagai wadah sampel yang di ambil

28

5. Global Position System (GPS), dengan jenis Garmin eTrex-10. Berfungsi

untuk menentukan koordinat, plotting area, dan merekam jalur tracking.

6. Meteran, digunakan dalam pengukuran profil singkapan batuan.

7. Alat tulis, digunakan untuk mencatat semua data dilapangan

8. Microsoft Office, dugunakan untuk mengolah data laporan hasil lapangan

maupun analisis

9. Mikroskop polarisasi, Digunakan untuk melihat kandungan mineral pada

batuan yang telah di sayat tipis

10. Aalisis Geokimia XRF (X-Ray Fluorescence), digunakan untuk menganalisis

kandungan unsur kimia mayor dan minor pada batuan

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada saat melakukan tugas akhir ini antara lain :

1. Hcl, digunakan untuk untuk mengetahui singkapan batuan yang bersifat

karbonatan

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan secara umum berupa metode survei dan

analisis. Metode survei yang dilakukan berupa survei pemetaan geologi

permukaan melalui observasi lapangan menggunakan jalur lintasan tertentu.

Observasi di lapangan yang dilakukan meliputi orientasi medan, pengamatan

morfologi, pengamatan singkapan, pengukuran struktur geologi, dan pengambilan

sampel batuan. Metode analisis dilakukan untuk mengamati hasil yang di dapat di

lapangan meliputi analisis petrografi batuan dan geokimia batuan XRF (X-Ray

Fluorescence) untuk mengetahui komposisi mineral dan unsur kimia mayor dan

minor batuan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Tahap Pendahuluan

Tahap pendahuluan ini ialah mengurus segala hal yang berkaitan dengan

perizinan kampus ke daerah lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran

umum mengenai daerah penelitian yang akan diangkat dalam judul penelitian.

Tahap pendahuluan ini diantaranya :

Tahapan ini merupakan tahapan awal yang sangat berkaitan erat dengan

proses pengambilan data yang terdiri dari perumusan masalah, penentuan lokasi

daerah penelitian dan survey daerah penelitian, tinjaun pustaka, pengindraan jauh

serta perizinan pengambilan data di lokasi penelitian.

29

1. Penenetuan lokasi daerah penelitian dan survey lokasi daerah penelitian,

tahapan penentuan daerah penelitian berdasarkan diskusi dengan dosen

pembimbing dengan melihat keadaan geologi yang berkenaan dengan proses

pembelajaran geologi, pemetaan geologi serta potensi sumber daya alam yang

dapat dikembangkan. Survey daerah penelitian bertujuan untuk melihat secara

langsung kondisi geologi daerah penelitian untuk mempersiapkan apa yang

perlu di siapkan sebelum dilakukanya pemetaan mendetil.

2. Perizinan. Perizinan dalam tahap ini adalah melengkapi segala sesuatu yang

menjadi syarat untuk melakukan penelitian di Desa Sungai Pinang kecamatan

Sungai Manau Provinsi Jambi seperti surat izin penelitian ke kantor camat dan

kepala desa setempat serta kelengkapan lainnya yang dibutuhkan.

3.4.2 Tahap Prasurvei

1. Studi pustaka, tahapan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan

memperlajari kondisi geologi regional daerah penelitian dengan mencari buku-

buku literatur, jurnal, paper, prosiding dan laporan akhir kegiatan yang

berkaitan erat dengan informasi geologi daerah penelitian. Tujuan dari

kegiantan ini adalah untuk meningkatan efisiensi dan efektivitas sebelum

melakukan pengambilan data dilapangan dengan membuat rencana lintasan,

dan penentuan data yang akan diambil di lapangan.

2. Pengindraan jauh, tahapan ini dilakukan untuk mengamati daerah penelitian

dan membantu mengidentifikasikan kondisi geologi daerah penelitian meliputi

kondisi geografis, relief dan kelurusan struktur, dan pesebaran geologi

berdasarkan persamaan ciri dari geologi regional dengan menggunak aplikasi

berbasis sistem informasi geografi (SIG). Aplikasi yang digunakan yaitu

ArcGis 10.5 dan Globalmapper. Data yang digunakan dalam proses

interpretasi disini adalah data kontur dengan skala 50k yang di download dari

peta RBI format shp, kemudian kontur diproses menjadi topo to raster terlebih

dahulu dan mendigitasi kembali untuk menjadikan kontur dengan skala 25k,

baru membuat kenampakan 2D (hilshade), kemudian barulah dilakukan

digitasi dari data hilshade dengan membagi bentuk geomorfologi daerah

penelitian, batas formasi yang di sesuaikan dengan peta geologi dan juga

penarikan kelurusan struktur daerah penelitian.

30

3. Persiapan Alat, bahan Dan Perlengkapan Lapangan. Adalah tahap

persiapan perlengkapan dan peralatan yang akan digunakan selama penelitian

berlangsung. Alat yang digunakan dalam penelitian akan disesuaikan dengan

kondisi daerah penelitian. Dalam hal ini persiapan alat yang dibutuhkan adalah

palu beku dan sedimen, meteran, GPS, HCl, kamera, plastik sampel dan peta

tentatif.

3.4.3 Tahap Survei Utama

Dalam melakukan pengambilan data di lapangan, metode yang digunakan

adalah pemetaan geologi dengan mengamati kondisi geologi daerah penelitian

meliputi pengamatan geomorfologi, pengambiloan data struktur, pengamatan

singkapan batuan, dan pengamatan pola sungai, berikut merupakan tahapan yang

dilakukan dalam pengambilan data.

1. Pengamatan Geomorfologi

yang dilakukan adalah mengamati morfologi, bentang alam, tipe genetik

sungai, stadia sungai, penggunaan lahan pada daerah penelitian dan dokumentasi

berupa foto, sketsa dan koordinat daerah pengamatan.

2. Pengamatan sratigrafi dan Litologi

Pengamatan stratigrafi terdiri dari pengamatan singkapan batuan, pengukuran

profil singkapan. Pengamatan singkapan batuan dengan mengamati litologi dan

kontak litologi batuan, melakukan pemerian deskripsi batuan secara megaskopis,

pengukuran kedudukan perlapisan batuan, pengambilan contoh batuan dan

dokumentasi berupa foto, sketsa dan koordinat singkapan batuan. Pengukuran

profil dilakukan pengukuran secara vertikal pada singkapan batuan.

3. Pengambilan sampel batuan

Pengambilan sampel batuan diutamakan sampel batuan yang segar dan tidak

lapuk agar dapat diamati dengan baik dengan ukuran handspacement. Sampel

yang di ambil adalah sampel batuan dari setiap satuan batuan yang ditemukan dari

setiap formasi yang terdapat pada daerah penelitian.

4. Pengukuran data struktur geologi

Berupa kedudukan perlapisan batuan dan bidang sesar yang meliputi

strike, dip, gores-garis dan zona breksiasi. Pengukuran strike dilakukan dengan

menempelkan sisi “E” (east) kompas pada bidang yang diukur dalam posisi

horizontal, tekan pengunci saat gelembung berada pada pusat lingkaran nivo mata

31

sapi. Angka azimuth yang ditunjuk oleh jarum “N” merupakan arah strike yang

diukur. Kemudian, membuat garis horinzontal pada posisi kompas yang akan

dipakai untuk pengukuran dip. Pengukuran dip dilakukan dengan menempelkan

sisi “W” (west) kompas pada bidang yang diukur dalam posisi kompas tegak lurus

garis strike. Putar klinometer sampai gelembung berada pada pusat nivo tabung,

bagian yang dibaca adalah menunjuk skala klinometer. Pengukuran gores-garis

dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengukuran trend (arah

penunjaman), dengan menempelkan alat bantu (buku lapangan atau clipboard)

pada posisi tegak dan sejajar dengan arah struktur garis yang dihukum. Lalu,

menempelkan sisi “W” atau “E” kompas pada posisi kanan atau kiri alat bantu

dengan visir kompas (sigthing arm) mengarah pada penunjangan struktur garis

tersebut. Kemudian, kompas diletakan secara horizontal dengan gelembung

berada pada pusat nivo mata sapi, lalu arah yang ditunjukkan jarum “N” kompas

merupakan arah penunjaman. Selanjutnya pengukuran plunge (sudut penunjaman)

dilakukan dengan menempelkan sisi “W” kompas pada sisi atas alat bantu yang

dalam keadaan vertikal. Putar klinometer hingga gelembung berada pada pusat

nivo tabung. Besar sudut penunjaman merupakan besaran sudut vertikal yang

ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer.

Pengukuran rake/pitch dilakukan dengan membuat garis horizontal pada

bidang struktur garis. Garis horizontal sama dengan jurus dari bidang yang

memotong struktur garis, diukur besar sudut lancip (sudut terkecil) yang dibentuk

oleh garis horinzontal (gores-garis dan strike dip) dengan busur derajat.

Kemudian, pengukuran bearing (arah kelurusan) yaitu arah visir kompas sejajar

dengan dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis yang akan diukur, seperti

pengukuran zona breaksiasi yang dilakukan dengan mengukur strike dip dari

sumbu terpanjang pada setiap sisi zona hancuran. Kompas diletakkan secara

horizontal dengan gelembung berada pada pusat nivo mata sapi dan posisi kompas

harus masih seperti sebelumnya. Maka, nilai arah kelurusan adalah yang

ditunjukkan jarum “N” (Hendrayono, 2004).

3.4.4 Tahap Preparasi Sampel

Ada dua tahap yang dilakukan dalam preparasi sampel yaitu preparasi

untuk kegunaan analisis sayatan tipis petrografi dan preparasi untuk XRF (X-Ray

Fluorescence) analisis geokimia batuan.

32

1. Preparasi sayatan tipis petrografi

Batuan yang akan di analisis petrografi adalah batuan dari setiap satuan batuan

yang ditemukan dari setiap formasi batuan daerah penelitian pada saat

melakukan pemetaan detail. Dalam preparasi sampel sayatan tipis digunakan

sampel batuan segar. Terlebih dahulu sampel segar yang akan di preparasi di

beri tanda sesuai koordinat lapangan kemudian di foto terlebih dahulu,

selanjutnya dilakukan proses pemotongan bagian sampel batuan yang akan di

ambil dan digunakan sebagai bahan analisis, bagian sisi batuan yang akan di

ambil dihaluskan dengan cara di poles lalu di tempelkan ke kaca preparasi,

dan di poles lagi hingga sangat tipis sampai mineral-mineral penyusun batuan

dapat terlihat di mikroskop. Pada preparasi sayatan tipis ini sampel akan

dikirim ke Georila Petrolab yang berada di Yogyakarta

2. Preparasi XRF (X-Ray Fluorescence)

Sampel yang digunakan adalah sampel batuan segar segar dan tidak lapuk agar

dapat diamati dengan baik dengan ukuran handspacement, untuk analisis XRF

(X-Ray Fluorescence) sampel yang di analisis terkhusus pada sampel batuan

beku pada batuan Granitoid Tantan, kemudian dipilah dan dihaluskan dengan

menggunakan alat penghancur dan penghalus batuan, disini dilakukan secara

manual, kemudian sampel yang telah halus ditimbang seberat 200gr, dan siap

digunakan untuk uji analisis geokimia batuan. Dalam analisis XRF (X-Ray

Fluorescence) sampel yang telah di haluskan akan dikirim ke Pusat Teknologi

Bahan Galian Nuklir BATAN yang berada di Jakarta Selatan untuk di analisis.

3.4.5 Tahap Analisis data

Pengolahan data dan analisis data yang dilakukan di studio dan di

laboratorium serta klasifikasi geokimia batuan. Adapun pengolahan data yang

dilakukan antara lain:

1. Analisis data studio

(a) Analisis Gemorfologi, dengan cara menganalisa pengamatan dari bentuk

topografi yang diamati di lapangan maupun yang tercermin dari penampakan

peta topografi, dalam pengamatan morfologi terdapat analisis sungai yang

meliputi analisa pola pengaliran dan penentuan genetik aliran sungai yang

disesuaikan dengan struktur geologi daerah tersebut. Penentuan satuan

morfologi mengikuti pada referensi Versteppan (1985) yang telah di

modifikasi, berdasarkan atas bentuk asal. Sedangkan pola aliran mengacu

33

pada referensi Howard (1969). Adapun aspek yang diamati yaitu (1)

Morfometri yang meliputi morfografi, relief, elevasi, pola pengaliran dan

bentuk lembah. (2) Morfometri yang meliputi morfostruktur aktif dan pasif.

(3) Morfodinamik

(b) Analisis Struktur, melakukan rekontruksi data struktur yang di dapat

dilapangan selama pemetaan baik dari haasil pengukuran kekar, gores garis,

breksiasi, struktur bidang atau lipatan, kemudian akan di dapat arah umum

dan nama dari struktur yang terdapat di lokasi pengamatan.

2. Analisis Laboratorium

meliputi analisis petrografi sayatan tipis batuan dan analisis XRF (X-Ray

Fluorescence) Geokimia batuan.

(a) Analisis petrografi sayatan tipis batuan, dilakukan untuk mengetahui

komposisi mineral penyusun batuan guna menentukan jenis dan nama batuan,

(b) analisis XRF (X-Ray Fluorescence) geokimia batuan, untuk mengetahui

unsur mayor (SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2

dan P2O5) dan minor (Rb, Ba, Sr, Ni, Co, V, Cr, Li, S, Pb dll) batuan dari

jenis batuan yang berbeda pada Granitoid Tantan. Analisis XRF dilakukan

untuk mengetahui komposisi kimia batuan yang kemudian dari data yang di

peroleh melalui hasil analisis di lakukan plotting ke beberapa diagram yang

digunakan untuk mengetahui evolusi magma yang terjadi dari batuan

Granitoid Tantan, diantaranya variasi diagram Harker, TAS (Total Alkali

Silika), AFM, dan alkali-subalkali (gambar 2.7,- 2.10) sehingga dapat

menentukan kondisi geologi seperti magmatisme dan tektonik yang terjadi.

3. Klasifikasi Geokimia Batuan

Untuk membantu dalam mengetahui evolusi dan genesa magma pada batuan

yang terdapat pada Granitoid Tantan, maka digunakan digram klasifikasi

kimia batuan dari penelitian terdahulu. Diantara diagram yang digunakan

adalah:

(a) Diagram QAPF untuk Batuan Plutonik (Winter,2014)

Klasifikasi batuan beku plutonik berdasarkan komposisi mineral

menggunakan diagram QAPF batuan beku plutonik berdasarkan sistem

IUGS (gambar 2.5). diagram QAPF ini tidak digunakan pada batuan

dengan kandungan mineral mafik lebih dari 90% (M<90%). Klasifikasi

34

batuan beku faneritik ini diklasifikasikan dengan batuan harus

mengandung paling sedikit 10% mineral Q (kuarsa), A (alkali-feldspar), P

(plagioklas), dan F (feldspathoid), yang kemudian dinormalisasi menjadi

100%.

(b) Diagram Harker (Winter, 2014)

Diagram ini digunakan agar dapat diketahui sejauh mana magma itu

berevolusi (gambar 2.7) berdasarkan kandungan SiO2 terhadap unsur

mayor batuan seperti , Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O,

K2O, TiO2 dan P2O5.

(c) Diagram TAS (Total Alkali dan Silika) (Winter, 2014)

merupakan klasifikasi penentuan nama untuk batuan beku plutonik

berdasarkan kandungan total persen berat unsur kimia Na2O + K2O +

SiO2 (gambar 2.7), kedua nilai tersebut nantinya akan di plotkan pada

diagram yang di maksud, titik potong pertemuan antara kedua garis hasil

pengeplotan dari nilai kandungan total persen antara keduanya merupakan

nama dari batuan beku tersebut.

(d) Diagram Alkali dan Subalkali (Winter, 2014)

Digunakan untuk menentukan afinitas magma berdasarkan kandungan

K2O terhadap Na2O (gambar 2.7), yang nantinya dapat diketahui

lingkungan asal magma.

(e) Diagram AFM (Winter, 2014)

Digunakan untuk menentukan jenis seri magma apakah bersifat kal-

alkalin atau thoelitic (gambar 2.7) berdasarkan kandungan FeO,

Na2O+K2O, dan MgO, yang nantinya dapat diketahui lingkungan asal

magma.

(f) Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984 dalam

Winter, 2014)

Bertujuan untuk menentukan lingkungan tektonik asal batuan granitoid

(gambar 2.10).

3.4.5 Tahap Penyusunan Laporan

Tahap ini adalah tahap akhir dari penelitian, yang merupakan kegiatan

menuangkan hasil dari penelitian yang dilakukan ke dalam sebuah tulisan ilmiah

dimana pembahasannya meliputi, pendahuluan, geomorfologi, stratigrafi, struktur

35

geologi, lingkungan pengendapan, lampiran data petrografi, peta lintasan, peta

geomorfologi, peta pola pengaliran dan peta geologi.

Melakukan analisis struktur geologi yang didapat dari lapangan berupa

data arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan dan struktur kekar batuan untuk

mengetahui arah umum dari kekar dan mengetahui jenis struktur. Melakukan

analisis stratigrafi dengan menggunakan prinsip-prinsip stratigrafi untuk

mengetahui umur dan mengelompokkan satuan batuan serta kesebandingan

dengan formasi yang ada pada literatur, yang mana akan diperoleh hubungan

kontak antar satuan batuan sehingga dapat diketahui nama formasi batuan dengan

cara kesebandingan terhadap hasil penellitian peneliti terdahulu. Dan analisis data

yang dilakukan di laboratorium yaitu analisis petrografi untuk mengetahui

komposisi mineral dan jenis litologi batuan, analisis XRF (X-Ray Fluorescence)

untuk mengetahui komposisi kimia batuan yaitu unsur mayor dan unsur minor.

Berdasarkan hasil analisis petrografi dan analisis XRF (X-Ray Fluorescence) dan

adanya struktur geologi dan tektonik dapat memberikan gambaran proses

pembentukkan batuan di daerah penelitian dan sejauh mana magma berevolusi

pada Granitoid Tantan.

Peta lintasan diperoleh dari data-data pengamatan singkapan batuan yang

ada di lapangan yang kemudian disajikan dalam bentuk peta. Data-data yang

terdapat dalam peta lintasan ini adalah data litologi setiap lokasi pengamatan, data

struktur geologi, dan data aspek geologi lainnya.

Peta geomorfologi daerah telitian diperoleh dari data – data pengamatan

geomorfologi di lapangan dan kemudian dilakukan penentuan satuan bentuk lahan

berdasarkan referensi Verstappen (1985) yang di modifikasi. Data yang terdapat

pada peta ini berupa aspek-aspek geomorfologi seperti morfografi, morfometri

yang terdiri dari relief, elevasi, kemiringan, pola pengaliran dan bentuk lembah,

morfogenesa yang terdiri dari morfostruktur aktif dan morfostruktur pasif dan

morfokonservasi.

Peta geologi daerah telitian merupakan peta yang menyajikan informasi

geologi pada daerah penelitian. Informasi geologi tersebut berupa satuan batuan,

stratigrafi dan struktur. Data- data tersebut diperoleh dari survei deskriptif yang

dilakukan di lapangan.

36

3.5 Alur Kerja Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan - tahapan untuk

menunjang kelancaran dari penelitian seperti yang ditunjukkan pada bagan di

bawah ini (Gambar 3.1).

37

Tahap Pendahuluan

DATA SEKUNDER

-Studi Pustaka

-Peta Geologi Lembar Sungai Penuh dan Ketaun

(Kusnama, dkk 1993)

-Umur batuan berdasarkan peta Geologi

-Data kontur RBI skala 50k

DATA PRIMER

-Kontur skala 25k, kontur topo ke raster,

Hilshade

-Tahap pengolahan data peta geologi tentatif,

pola aliran, Geomorfo tentatif dan kelurusan

Peta rencana lintasan

Tahap Pengambilan Data

PENGAMATA

GEOMORFOLOGI

-Bentang alam

-Tipe sungai

-Dokumentasi

DATA STRUKTUR

-Pengukuran kedudukan

sesar, kekar

-Dokumentasi

PENGAMATAN SINGKAPAN

-Deskripsi batuan

-Pengambilan sampel

handspaceman

-Dokumentasi

Tahap Preparasi Sampel

Sampel batuan segar

Tahap Pengolahan data dan

analisis

Analisis Studio Analisis Laboratorium

Analisis

Struktur

-Nama struktur

-Jenis struktur

Analisis Petrografi

- Komposisi mineral

- Nama batuan

Analisis XRF

- Unsur kimia batuan

(mayor-minor)

-Nama batuan

-Jenis magma

-Sumber magma asal

-Tatanan tektonik

-Peta lintasan

pengamatan

-Peta Geologi

-Peta Geomorfologi

-Peta Pola Pengaliran

Evolusi magma

batuan

Draft Skripsi

Analisis

Geomorfologi

-Satuan bentang

alam

-Pola aliran

Analisis

Litologi

-Deskripsi

variasi batuan

Tahap Penyusunan Laporan

Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan Tugas Akhir

Keterangan

: Proses Awal dan Akhir Penelitian

: Hasil Proses Pengolahan Penelitian

: Proses Pengolahan Penelitian

-Penentuan daerah lokasi penelitian

- Perizinan

Tahap Persiapan

38

BAB IV

GEOLOGI DAERAH SUGAI PINANG DAN SEKITARNYA

4.1 Geomorfologi

Geomofologi merupakan hal-hal yang berhubungan dengan bentuk relief yang

terdapat dipermukaan bumi baik yang terbentuk secara endogen ataupun eksogen.

Dalam proses penelitian aspek-aspek yang di perhatikan seperti pola airan, dan

morfologi yang meliputi pengamatan bentuk asal dan bentuk lahan yang terdapat

pada lokasi penelitian.

4.1.1 Pola Pengaliran

Berdasarkan pengamatan dan analisis yang dilakukan pola pengaliran pada

daerah penelitian di Desa Sungai Pinang dan sekitarnya mengacu pada Howard

(1967), memiliki pola pengaliran rectangular dan local meandering pada sungai

utama (Gambar 4.1) yang memiliki karakteristik seperti berikut:

Gambar 4.1. Pola pengaliran daerah Sungai Pinang dan sekitarnya

39

Pola Pengaliran Rectangular

Pada daerah bentuk pola aliran rectangular memiliki persentase luas sekitar

85%, dicirikan dengan pola sungai yang patah dengan cabang-cabang sungai yang

hampir tegak lurus terhadap sungai utama. Pola aliran ini umumnya mencirikan suatu

keadaan pada daerah yang dikontrol oleh struktur berupa sesar dan kekar dengan

lembah sungai berbentuk “V” yang merupakan sungai stadia muda hingga dewasa,

dan tempat mengalirnya adalah bedrock stream yaitu dasar sungai masih

menunjukkan kenampakan batuan dasar dengan resitensi batuan kuat hingga sedang.

Gambar 4.2. Contoh sungai pada pola pengaliran rectangular dilokasi penelitian

Pola Pengaliran Local Meandering

Pola aliran local meandering pada daerah penelitian terdapat pada sungai

utama, yang berada di sebelah Baratdaya pada peta dengan persentase luas sekitar

5%. Faktor pengontrol umumnya berupa sesar, arus sungai dan proses sedimentasi

sehingga mengakibatkan sungai berkelok.

Gambar 4.3. Contoh sungai pada pola pengaliran local meandering dilokasi penelitian

T B

U S

40

Pada sungai local meandering daerah pengamatan dicirikan dengan sungai

stadia muda hingga dewasa dengan dasar sungai berupa material lepas bebatuan dan

bentuk lembah “V-U”. serta resisten batuan sedang hingga lemah.

Pola Pengaliran Subdendritik

Pola aliran subdendritik pada daerah penelitian dengan persentase luas 15%

dapat dijumpai pada sisi Tenggara peta ( gambar 4.1). Pola aliran ini merupakan pola

ubahan dari pola aliran dendritik, hal ini dikarenakan telah adanya kontrol struktur

yang mengakibatkan pola aliran ini berubah. Pada daerah penelitian dicirikan dengan

bentuk lembah U-V dengan kelerengan sedang hingga curam, mengalir pada bedrock

stream, dengan resistensi batuan sekitar kuat hingga sedang.

Gambar 4.4. Contoh sungai pada pola aliran Subdendritik dilokasi penelitian

4.1.2 Morfologi

Morfologi daerah penelitian berdasarkan hasil interpretasi data sekunder dari

peta kontur dan Digital Elevation Model (DEM) serta hasil data primer selama

pengamatan dilapangan, maka daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan

geomorfologi dengan empat satuan bentuk lahan geomorfologi. Satuan geomorfologi

tersebut terdiri dari satuan geomorfologi asal struktural dengan satuan bentuk lahanya

perbukitan struktural (S1) dan lembah struktural (S2), satuan geomorfologi asal

vulkanik dengan satuan bentuk lahan perbukitan vulkanik (V1), dan satuan

geomorfologi asal karst dengan satuan bentuk lahan perbukitan karst (K1), Dapat

dilihat pada tebel pemeriaan geomorfologi daerah Sungai Pinang dan sekitarnya

seperti di bawah ini:

BD TL

41

Tabel 4.1. Pemerian Geomorfologi Daerah Sungai Pinang dan Sekitarnya.

Bentuklahan Perbukitan Struktural (S1), bentuk lahan ini memiliki

persentase luasan 30% yang dapat dijumpai pada sisi Timur Laut dan Barat daya pada

daerah penelitian. Bentuk lahan ini ditandai dengan warna ungu yang menunjukkan

aspek geomorfologi struktural yang disesuaikan dengan warna klasifikasi dari

Verstappen (1985).

Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan ini berupa perbukitan yang

dipengaruhi oleh kontrol struktur dengan litologi yang telah terubah. Secara aspek

morfometri memiliki relief yang curam dengan elevasi 375-187,5 m dengan pola

pengaliran yang berkembang adalah rectangular dengan bentuk lahan V.

Gambar 4.5 . Bentuklahan Perbukitan Struktural pada daerah penelitian

TG BL

42

Berdasarkan aspek morfogenesanya di kontrol oleh struktur berupa sesar dan

kekar, dengan resistensi batuan yang tinggi hingga sedang seperti batuan Andesit,

batupasir, serta batuan ubahan seperti slate. Proses pembentukan dari bentuklahan ini

merupakan proses endogen berupa tektonik seperti sesar, kekar dan juga di pengaruhi

oleh proses eksogen berupa erosi.

Bentuklahan Lembah Struktural (S2), bentuk lahan ini memiliki presentasi

luas kurang lebih 10% pada daerah penelitian yang dapat dilihat di bagian Barat Daya

peta. Bentuk lahan ini ditandai dalam peta dengan warna ungu muda yang

menunjukkan aspek geomorfologi struktural yang disesuaikan dengan warna

klasifikasi dari Verstappen (1985).

Gambar 4.6. Bentuklahan Lembah Struktural pada lokasi penelitian

Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan ini berupa lembah yang

dipengaruhi oleh kontrol struktur dengan litologi yang telah terubah. Secra aspek

morfometri memiliki relief agak curam dengan elevasi 187,5-100 m dengan pola

pengaliran yang berkembang adalah rectangular dengan bentuk lahan V.

Berdasarkan aspek morfogenesa dikontrol oleh struktur berupa sesar dan kekar,

dengan resisten batuan yang ditemukan adalah sedang hal ini dikarenakan telah

dipengaruhi oleh proses pelapukan selain itu juga dikarenakan pada bentuklahan ini

merupakan daeraah yang telah dilakukan tambang illegal, membuat batuan-batuan

disekitar telah hancur. Litologi yang ditemukan berupa batuan ubahan seperti slate-

filit. Proses pembentukan dari bentuklahan ini merupakan proses endogen berupa

sesar, kekar dan juga pengaruh proses eksogen berupa pelapukan.

BD TL

43

Bentuklahan Perbukitan Intrusi (V1), bentuk lahan ini memiliki presentasi

luas kurang lebih 40% pada daerah penelitian yang dapat dilihat di bagian Tengah

Peta. Bentuk lahan ini ditandai dalam peta dengan warna merah yang menunjukkan

aspek geomorfologi intrusi yang disesuaikan dengan warna klasifikasi dari

Verstappen (1985).

Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan ini berupa perbukitan yang

terbentuk dari prosen intrusi terlihat dari batuan penyusun berupa batuan beku

plutonik seperti diorite, granodiorit, dan granit yang kemudian telah dipengaruhi oleh

kontrol struktur hal ini dapat terlihat dari pola kelurusan yang terlihat. Secara aspek

morfometri memiliki relief curam dengan elevasi 562,5-187,5 m dengan pola

pengaliran yang berkembang adalah rectangular dengan bentuk lahan V.

Gambar 4.7. Bentuklahan Perbukitan Intrusi pada lokasi penelitian

Berdasarkan aspek morfogenesa dikontrol oleh intrusi dari aktivitas subduksi yang

terjadi di Sumatra kemudian dikontrol oleh struktur berupa sesar dan kekar, dengan

resisten batuan yang ditemukan kuat hingga lemah karena sebagian tempat telah

mengalami proses pelapukan.

Bentuklahan Perbukitan Karst (K1), satuan geomorfik ini menempati sekitar

15% pada peta daerah penelitian. Bentuk lahan ini ditandai dalam peta dengan warna

kuning yang menunjukkan aspek geomorfologi karst yang disesuaikan dengan warna

klasifikasi dari Verstappen (1985).

Berdasarkan aspek morfologinya bentuk lahan perbukitan karst ini memiliki

topografi yang sangat curam berupa terbing terjal yang berada pada elevasi 250-312,5

m dengan pola pengaliran yang berkembang adalah rectangular berupa lembah V.

TL BD

44

Gambar 4.8. Bentuklahan Perbukitan Karst pada lokasi penelitian

Berdasarkan aspek morfogenesanya bentukan lahan ini tersusun oleh batuan

dengan resisten yang tinggi berupa gamping kristalin yang terubah setempat dan

batuan metamorf berupa marmer hingga batuan beku yang teralterasi. Pada

pembentukan bentuk lahan ini di dominasi oleh proses endogen berupa tektonik

seperti sesar dan pengangkatan, sedangkan proses eksogen yang bekerja yaitu

pelapukan dan erosi.

4.2 Stratigrafi

Urutan stratigrafi daerah penelitian dibagi berdasarkan umur formasi batuan

denngan penentuan pemeriaan dilihat karakteristik fisik, komposisi dari setiap satuan

batuan yang ditemukan dilapangan kemudian disesuaikan dengan genesa

terbentuknya batuan tersebut. Berdasarkan peta Lembar Sungai Penuh dan Ketaun

daerah penelitian memiliki urutan sratigrafi formasi batuan dari tua ke muda yaitu,

Formasi Palepat (Pp), Batuan terobosan Granitoid Tantan (TRJgdt), Formasi Peneta

(KJp) dan Anggota Mersip (KJpm). Setiap formasi memiliki hubungan yang tidak

selaras.

Melalui data yang diperoleh di lapangan dalam peta topografi skala 1:25.000

dengan luasan daerah penelitian 6x7 km2 dan hasil analisis petrografi daerah

penelitian dapat dibagi atas satuan batuan dari berumur tua ke muda yaitu satuan

Lava Andesit Palepat, Batupasir Palepat, Monzodiorit Tantan, Granit Tantan, Slate

Asai, Slate Peneta, Marmer Peneta Mersip, Intrusi Andesit praTersier dan endapan

Alluvial. Dapat dilihat pada gambar 4.9.

TG BL

45

Gambar 4.9. Sratigrafi Daerah Penelitian

Penentuan nama pada litologi setiap satuan berdasarkan pada kesamaan ciri-ciri

litologi, kehadirannya di lapangan dan hasil analisis petrografi,

Lava Andesit Palepat

Lava Andesit Palepat terdapat pada formasi Palepat. Dalam geologi regional

umur satuan batuan ini berdasarkan umur formasi diperkirakan berumur Perem awal-

pertengahan yang diusulkan Suparka & Sukendar (1981) sebagai batuan gunungapi

tepian benua yang mungkin merupakan erupsi celah.

Satuan Lava Andesit Palepat memiliki karakteristik batuan berwarna abu-abu

gelap dengan warna lapuk coklat, struktur massif pada singkapan dilapangan dengan

tekstur derajat kristalin adalah hipokristalin, dan derajat granularitas afanitik.

Komposisi mineral pada batuan dilihat secara megaskopis tersusun atas masa dasar

gelas, kuarsa, plagioklas dan juga hadirnya mineral klorit (Gambar 4.10).

46

Gambar 4.10. A) singkapan lava andesit, azimuth foto N 3100 E, B) Foto singkapan dekat

saat dilapangan, C) Sampel setangan lava andesit.

Secara pengamatan mikroskopis (Gambar 4.11) pada perbesaran okuler 10x

dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran

objektif 4x pada pengamatan struktur massif, derajat kristalisasi hipokristalin,

granularitas afanitik (<0,03 mm-glas), bentuk mineral subhedral-euhedral, relasi

inequigranular porfiritik merupakan batuan alterasi ditandai dengan munculnya

mineral indeks batuan alterasi hidrotermal.

Gambar 4.11 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) batuan lava andesit formasi

Palepat. Klasifikasi Streckeisen,1976

47

Komposisi mineral terdiri atas kuarsa (Qz) kelimpahan 5%, Dalam pengamatan

PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa belahan,

pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan.

Plagioklas (Pl) Kelimpahan 40% Dalam pengamatan terlihat tanpa warna, berukuran

(0,06-0,15mm), belahan 2 arah, relief sedang, anhedral, warna interferensi putih abu-

abu, Klinopiroksen (Cpx) kelimpahan 10% Warna biru ke coklat, relief tinggi,

subhedral, biasrangkap 0,011-0,015, ukuran 0,05-0,15mm finokris, n>nKB,

pemadaman parallel, orientasi moderate – high. Hornblende (Hbl) Kelimpahan 13%

Warna coklat kekuningan, relief sedang-tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,18mm,

n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang

orde 2 sebagai finokris. Masa Dasar Gelas kelimpahan 30% dalam keadaan PPL

putih kecoklatan, pada XPL warna abu-abu kehitaman, keabuan, tersususn oleh gelas

vulkanik. Dan hadirnya mineral asesori berupak Opak (Opq) 2% Berwarna hitam

pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang, isotrop, relief tinggi,

berukuran 0,08mm dan terlihat mengkorosi mineral lain di bagian tepinya

Berdasarkan klasifikasi O’dunn dan Sill (1986) nama batuan ini adalah Andesit.

Satuan Batupasir Palepat

Satuan Batupasir Palepat merupakan satuan batuan pada daerah penelitian yang

terdapat pada formasi Palepat. Dalam geologi regional umur satuan batuan ini

berdasarkan umur formasi diperkirakan berumur Perem awal-pertengahan yang

diusulkan Suparka & Sukendar (1981) batupasir ini merupakan perselingan sedimen

pada formasi Palepat.

Batupasir Palepat memiliki karakteristik megaskopis (Gambar 4.12) warna

coklat terang dengan lapuk warna cklat-oren, struktur massif, memiliki tekstur berupa

ukuran butir pasir sedang, derajat pembundaran membundar, terpilah baik, kemas

tertutup, porositas terbuka, dengan komposisi mineral kuarsa, biotit sebagai fragmen

dan semen silika.

48

Gambar 4.12. A) singkapan Batupasir Palepat, azimuth foto N 120 E, B) Foto singkapan

dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Batupasir Palepat

Secara pengamatan mikroskopis (Gambar 4.14) pada perbesaran okuler 10x dengan

perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 4x

pada pengamatan diketahui stuktur masif, tekstur meliputi ukuran butir <1/256 – 1/8

mm, sortasi baik, kemas terbuka.

Komposisi mineral terdiri atas kuarsa (Qz) kelimpahan 5% Dalam pengamatan

PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa belahan,

pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan.

Gambar 4.13 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Batupasir formasi Palepat.

Klasifikasi Pettijohn, 1987

49

K-Feldspar (K-Fsp) kelimpahan 10% Dalam pengamatan PPL warna cerah,

XPL merah muda-abu abu, subhedral-euhedral, kembaran albit, pleokroisme sedang,

belahan 1 arah, hadir menyebar dalam sayatan. Plagioklas (Pl) kelimpahan 8%

Dalam pengamatan terlihat tanpa warna, relief rendah, tanpa pleokrosime, berukuran

(0,04-0,10mm) subhedral-euhedral, warna interferensi putih abu-abu, mineral tidak

resisten sebagai terubah menjadi mineral lempung, hadir merata pada sayatan. Opak

(Opq) kehadiran 3% Berwarna hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun

nikol silang, isotrop, relief tinggi, berukuran 0,04mm. Rongga merupakan porositas

pada batuan berwarna putih pada pengamatan PPL dan berwarna hitam pada

pengamatan XPL.

Granit Tantan

Granit Tantan ini dilapangan menunjukkan intrusi yang cukup luas

penyebaranya, memiliki karakteristik berwarna abu-abu, struktur massif, tekstur

holokristalin dengan fanerik sedang. Komposisi mineral yang terlihat k-feldspar,

plagioklas, dan kuarsa.

Gambar 4.14. A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto singkapan dekat

saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit Tantan

Secara mikroskopis Granit Tantan (Gambar 4.15) pada perbesaran okuler 10x dengan

perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 4x

50

pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran mineral kasar – sedang,

bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,06-0,38mm).

Gambar 4.15 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan. Klasifikasi

Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences) Diagram QAPF Streckeisen

(1976)

Komposisi mineral tersusun atas kuarsa (Qz) kelimpahan 30% Dalam

pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa

belahan, pleokroisme rendah, berukuran 0,05-18mm finokris, n<nKB, bias rangkap

lemah orde 1 bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan. Plagioklas (Pl)

Kelimpahan 30% Berwarna abu-abu keputihan, relief rendah, bentuk subhedral

prismatik berukuran 0,05-0,22mm, bias rangkap lemah orde 1. Ortoklas (Or)

Kelimpahan 30% Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah muda-abu abu,

anhedral, kembaran polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1 arah. Hornblande

(Hb) kelimpahan 8% Warna coklat kekuningan -hitam, relief sedang-tinggi, euhedral

prismatik, ukuran 0,10-0,25mm, n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel, orientasi

length-slow, bias rangkap sedang orde 2. Opak (Opq) Kelimpahan 2% Berwarna

hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang,sistem kristal trigonal,

isotrop, relief tinggi, berukuran 0,05mm.

51

Monzodiorit Kuarsa Tantan

Monzodiorit Kuarsa dari intrusi Tantan memiliki karakteristik secara

megaskopis berwarna Hitam kehijauan, struktur massif, tekstur holokristalin, fenerik

kasar, dengan komposisi mineral Kuarsa, plagioklas, biotit, klorit.

Gambar 4.16. A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto

singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Monzodiorit Kuarsa Tantan

Secara mikroskopis Monzodiorit Kuarsa Tantan (Gambar 4.17) pada perbesaran

okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan

perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran

mineral kasar – sedang, bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,03-0,35mm).

Komposisi mineral tersusun atas plagioklas (Pl) kelimpahan 35% Berwarna

abu-abu keputihan pada pengamatan PPL, relief rendah, bentuk subhedral prismatik

berukuran 0,08-0,18mm finokris, bias rangkap lemah orde 1. Kuarsa (Qz)

kelimpahan 20% Dalam pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam,

relief rendah tanpa belahan, pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir

menyebar dalam sayatan. Hornblande (Hb) kelimpahan 30% Warna coklat

kekuningan, relief sedang-tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,35mm, n>nKB,BF

0.0019, pemadaman parallel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang orde 2.

Ortoklas (Or) Kelimpahan 10% Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah

muda-abu abu, anhedral, kembaran polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1

52

arah. Opak (Opq) kelimpahan 3 % Berwarna hitam pada saat pengamatan nikol

sejajar maupun nikol silang,sistem kristal trigonal, isotrop, relief tinggi, berukuran

0,15mm. Klorit (Chl) kelimpahan 2% Dalam pengamatan PPL warna coklat

kehijauan, XPL kehijauan, belahan 1 arah – tidak ada, relief sedang, pleokroisme

sedang-lemah, hadir menyebar dalam sayatan.

Gambar 4.17 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit Kuarsa Tantan.

Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences) Diagram QAPF

Streckeisen (1976)

Slate Peneta

Slate peneta pada daerah penelitian dapat di jumpai dengan jelas pada

sekitaran perumahan desa setempat dan juga pada dinding-dinding tebing pinggir

jalan.

Pada lokasi penelitian Slate Peneta secara megaskopis (Gambar 4.18)

memiliki karakteristik warna abu-abu gelap, struktur struktur foliasi slatycleavage,

tekstur kristaloblastik lepidoblastik terdapatnya urat kuarsa dengan komposisi

mineral lempung dan kuarsa.

53

Gambar 4.18. A) singkapan Slate Peneta, azimuth foto N 180 E, B) Sampel setangan Slate

Asai

Secara mikroskopis Slate Peneta (Gambar 4.19) pada perbesaran okuler 10x

dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran

objektif 4x pada pengamatan Sayatan batuan metamorf dengan struktur slaty

cleavage , ukuran butir very fine grained (<0,001mm), derajat metamorfisme rendah,

berwarna abu-abu hingga putih.

Gambar 4.19 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Slate Peneta. Klasifikasi

O’Dunn dan Sill, 1986

Komposisi mineral tersusun atas Plagioklas (Pl) kelimpahan 5% Dalam

pengamatan terlihat berwarna kecoklatan, tidak terlihat belahan, relief rendah, tanpa

pleokrosime, berukuran mineral 0,08mm subhedral-euhedral, warna interferensi putih

54

abu-abu. Kuarsa (Qz) kelimpahan 5% Putih-tidak berwarna relief rendah, bentuk

anhedral berukuran 0,04-0,08mm, n<nKB, bias rangkap lemah orde 1. Lempung

(Cm) kelimpahan 80% Warna putih kekuningan pada massa dasar (<0,001mm), relief

rendah, bias rangkap kuat, hadir merata pada sayatan.

Marmer Peneta Anggota Mersip

Secara megaskopis memiliki karakteristik warna putih dan abu-abu, struktur

massif, tekstur kristalin dengan mineral penyusun adalah kalsit, serta bereaksi ketika

diberikan larutan Hcl (Gambar 4.20).

Gambar 4.20. A) singkapan Marmer Peneta Anggota Mersip pada dinding goa, azimuth foto

N 2680 E, B) Foto singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Marmer Peneta

Anggota Mersip

Secara mikroskopis Marmer Peneta Anggota Mersip (Gambar 4.21) pada

perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x

dengan perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur nonfoliasi (granulose),

tekstur palimset (blastopsefit) meliputi ukuran butir <1/256 – 1 mm, sortasi sedang.

Kalsit (Ca). Dalam pengamatan PPL warna putih cerah, XPL merah muda -

kehijauan, belahan 1-2 arah, memiliki relief yang sangat tinggi-rendah (double

reflaksi), pleokroisme kuat, hadir menyebar dalam sayatan. Kelimpahan 100%.

Berdasarkan klasifikasi Gillen (1982) nama batuan adalah marmer.

55

Gambar 4.21 Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Marmer Peneta Anggota

Mersip. Klasifikasi Gillen, 1982

Intrusi Andesit pra-Tersier

Intrusi Andesit pra-Tersier pada lokasi penelitian merupakan, penarikan

formasi batuan terobosan yang di sesuaikan dengan keterdapatanya pada peta geologi

Lembar Muaro Bungo, dan disesuaikan dengan karakteristik yang sesuai dengan apa

yang di dapat di lokasi penelitian. Karakteristik Intrusi Andesit pra-Tersier pada

Lembar Muaro Bungo , Simandjuntak (1978) yang di pemeriakan oleh Iyep Saefudin,

memiliki Karakteristik warna kelabu, dengan bintik-bintik putih dan hitam, tekstur

porfiri dengan komposisi mineral plagioklas, klorit, kuarsa, serisit, gelas, dan

magnetit. Pemerian tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan Andesit yang

di dapat di lapangan (Gambar 4.22).

Secara megaskopis batuan Intrusi Andesit Pra-Tersier (Gambar 4.22),

memiliki karakteristik warna abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik putih, struktur

massif tekstur hipokristalin, afanitik-fenerik sedang. Dengan komposisi mineral

kuarsa, klorit, plagioklas, dan gelas.

56

Gambar 4.22. A) singkapan Intrusi Andesit Pra-Tersier, azimuth foto N 1820 E, B) Foto

singkapan dekat yang memperlihatkan karakteristik warna abu-abu dengan bintik-bintik

putih, C) Sampel setangan Intrusi Andesit Pra-Tersier

Secara mikroskopis Intrusi Andesit Pra-Tersier (Gambar 4.23) pada

perbesaran okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x

dengan perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur

porfiroafanitik ukuran mineral sedang – halus, merupakan batuan alterasi, ditandai

dengan munculnya mineral indeks batuan alterasi hidrothermal.

Komposisi mineral tersusun dari kuarsa (Qz) kelimpahan 15% Dalam

pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa

belahan, pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral. Plagioklas (Pl) kelimpahan

30% sebagian telah terubah menjadi serisit, dalam pengamatan PPL warna putih

kecoklatan, XPL coklat-abu abu, relief rendah, pleokroisme sedang, belahan tidak

ada, bentuk kristal anhedral. Hornblande (Hb) kelimpahan 30% warna coklat

kekuningan -hitam, relief sedang-tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,10-0,25mm,

n>nKB,BF 0.0019, bias rangkap sedang orde 2. Klorit (Chl) kelimpahan 5% Dalam

pengamatan PPL warna coklat kehijauan, XPL kehijauan, belahan 1 arah – tidak ada,

relief sedang, pleokroisme sedang-lemah, hadir menyebar dalam sayatan. Opak (Opq)

kelimpahan 5% Dalam pengamatan PPL dan XPL terlihat gelap. Massa dasar gelas

kelimpahan 15% .

57

Gambar 4.23. Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Intrusi Andesit Pra-Tersier.

Klasifikasi Streckeisen,1976

Intrusi Andesit pra-Tersier ini berumur Kapur Akhir yang merupakan proses

magmatisme lanjutan pada periode orogenesis penujaman lempeng Samudra

Indonesia yang terjadi di bawah lempeng Sunda pada Jura Awal anatara Blok Woyla

terhadap Blok Sumatra Barat.

4.3 Struktur Geologi

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, struktur yang dijumpai berupa

sesar, dimana data yang diambil adalah data gores garis yang terdapat pada bidang

sesar yang ditemukan, dari pengolahan data sesar diketahui bahwa sesar yang

terdapat pada daerah penelitian, berupa sesar mendatar dan juga sesar turun. Dalam

peta Lembar Sungai Penuh dan Ketaun menjelaskan bahwa arah utama sesar yang

terdapat di daerah penelitian adalah Barat Laut-Tenggara dan Timur Laut- Barat

Daya.

Sesar Barat Laut – Tenggara

Sesar ini sangat mendominasi pada daerah penelitian, terlebih lagi dengan

penarikan kelurusan dari data DEM. Sesar berarah Barat Laut – Tenggara

diperkirakan berumur Plio-Plistosen yang disesuaikan dengan bersamaan

terbentuknya Sesar Sumatra atau Sesar Semangko. Sesar ini ditemukan dengan

kelurusan yang menerus dan cukup panjang. Pada daerah penelitian sesar ini

merupakan sesar-sesar mendatar kiri dan kanan. Dapat dilihat pada Sesar Batang

58

Tantan, Sesar Sungai Serik, Sesar Sungai Tiangko dan Sesar Sei Tengko pada daerah

penelitian.

Sesar Batang Tantan, sesar ini merupakan jenis sesar mendatar kiri yang

menjadi batas pemisah antara Formasi Palepat dengan Intrusi Granitoid Tantan.

Berarah Barat Laut Tenggara. Sesar ini ditemukan pada batuan andesit dengan

pengamatan berupa gores garis LP 8. Dengan data arah Bidang sesar N 119° E/ 67°,

dengan nilai plunge 18°, bearing N 290° E dan besar rake 9°. Dapat dilihat pada hasil

analisis steronet (Gambar 4.24 ) memperlihatkan bahwa pergerakan sesar ini adalah

mendatar kiri.

Gambar 4.24 Sesar Batang Tantan

Sesar Sungai Tiangko, merupakan sesar mendatar kanan naik yang menjadi

batas antar Formasi Peneta dengan Intrusi Granitoid Tantan. Sesar ini ditemukan

pada batuan serpih yang telah termetakan menjadi slate pada Formasi Peneta. Dengan

data arah Bidang sesar N 330° E/ 58°, dengan nilai plunge 55°, bearing N 7° E dan

besar rake 18°. Dapat dilihat pada hasil analisis steronet (Gambar.4.25)

memperlihatkan bahwa pergerakan sesar ini adalah mendatar kanan naik.

Gambar 4. 25. Sesar Sungai Tiangko

59

Sesar Sei Tengko, sesar ini merupakan sesar regional dalam peta Lembar

Sungai Penuh dan Ketaun yang meiliki arah umum Barat Laut- Tenggara. Sayangnya

pada lokasi penelitian cukup sulit untuk menemukan jejak sesar ini, dikarenakan

sepanjang jalur sesar merupakan sungai yang telah di tambang illegal oleh warga

setempat, sehingga disekitar dinding sungai telah hancur dan juga tidak

diperbolehkan mengambil gambar di sepanjang lokasi jalur sesar ini.

Sesar Sungai Serik, pada lokasi ini LP 59 menunjukkan adanya dua kali fase

pensesaran yang terjadi disana. Dimana fase pertama yang merupakan fase Barat

Laut- Tenggara, di potong oleh fase arah umum Timur Laut- Barat Daya. Seperti

pada (Gambar 4.26), sesar Barat Laut Tenggara dengan arah Bidang sesar N 289° E/

82°, dengan nilai plunge 55°, bearing N 100° E dan besar rake 24°. Dapat dilihat

pada hasil analisis steronet memperlihatkan bahwa pergerakan sesar ini adalah sesar

kiri turun yang kemudian dipotong oleh sesar Timur Laut- Barat daya dengan arah

Bidang sesar N 200° E/ 68°, dengan nilai plunge 15°, bearing N 271° E dan besar

rake 47° yang merupakan sesar turun kanan.

Gambar 4.26 Sesar Serik

60

Sesar Timur Laut -Barat Daya

Sesar ini berdasarkan peta regional menjelaskan memiliki pergerakan yang

tidak menerus dan memperlihatkan pergerakan ke kiri atau juga menganan yang

memberikan dugaan bahwa fase sesar ini terjadi lebih dari satu kali. Menurut Holder

(1990) dalam Suwarna (1994) menyatakan bahwa sistem sesar Timur Laut- Barat

Daya ini terbentuk sebagai susunan sesar yang memotong sesar-sesar Baratlaut-

Tenggara pada Kapur Akhir-Tersier Awal dan sesar ini aktif kembali pada Plio-

Plistosen. Pada daerah penelitian sesar berarah Timurlaut-Baratdaya ini memotong

sesar Baratlaut-Tenggara terlihat pada Sesar Serik (gambar 4.26), kemudian sesar

berarah Timurlaut-Baratdaya juga ditemukan pada Sesar Betung.

Sesar Betung, terdapat pada Intrusi Granitoid Tantan LP 25 berarah

Timurlaut-Baratdaya dengan data Bidang sesar N 56° E/ 66°, dengan nilai plunge

70°, bearing N 132° E dan besar rake 72°. Yang menunjukkan pergerakan sesar turun

murni pergerakkan ini terlihat jelas dengan terbentuknya air terjun pada lokasi ini

(gambar 4.27).

Gambar 4.27. Sesar Sungai Betung

4.4 Geokimia Batuan

Analisis geokimia hanya dilakukan pada batuan dari kelompok Granitoid

Tantan. Berikut merupakan data geokimia batuan yang dilakukan dengan

menggunakan metode analisis XRF (X-Ray Fluorescence) terhadap dua jenis batuan

Granitoid Tantan, yaitu Granit dan Monzodiorit Kuarsa pada.

61

Tabel 4.2 Data XRF (X-Ray Fluorescence) Geokimia Batuan Granit dan

Monzodiorit Tantan

No Parameter Uji/Unsur Konsentrasi

Unsur Mayor Granit Monzodiorit Kuarsa

1 SiO2 69,62 % 66,58 %

2 Al2O3 17,07 % 18,94 %

3 Fe2O3 3,447 % 4,081 %

4 Na2O 4,35 % 5,79 %

5 CaO 3,076 % 1,348 %

6 MgO 0,747 % 3,741 %

7 K2O 1,493 % 1,391 %

8 TiO2 0,37 % 0,3032 %

9 P2O5 0,2111 % 0,1061 %

10 MnO 688,7 µg/g (0,06887) % 897,9 µg/g (0,08979)

No Unsur Jejak Granit Monzodiorit Kuarsa

1 S 318,7 µg/g 237 µg/g

2 Cl 211,2 µg/g 99,1 µg/g

3 V 106,7 µg/g 119 µg/g

4 Cr 40,9 µg/g 522,3 µg/g

5 Co < 3,8 µg/g 10,6 µg/g

6 Ni 8,5 µg/g 16,1 µg/g

7 Cu 8,6 µg/g 42 µg/g

8 Zn 44,6 µg/g 77,9 µg/g

9 Ga 13,8 µg/g 7,8 µg/g

10 Ge < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g

11 As 11,1 µg/g 16,7 µg/g

12 Se < 0,4 µg/g 0,3 µg/g

13 Br < 0,5 µg/g 1,2 µg/g

14 Rb 37,9 µg/g (0,00379 %) 69,2 µg/g (0,00692 %)

15 Sr 574,4 µg/g 345,6 µg/g

16 Zr 442,5 µg/g 1673 µg/g

17 Nb 51,1 µg/g (0,00511 %) 238,1 µg/g (0,02381 %)

18 Mo < 1,3 µg/g < 0,6 µg/g

19 Ru < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g

20 Rh < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g

21 Pd < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g

22 Ag < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g

62

23 Cd 4,7 µg/g 1 µg/g

24 In < 0,5 µg/g < 0,5 µg/g

25 Sn 43,1 µg/g 129,6 µg/g

26 Sb < 0,7 µg/g < 0,7 µg/g µg/g

27 Te < 1,8 µg/g < 0,5 µg/g

28 I < 3,1 µg/g < 0,7 µg/g

29 Cs 14,5 µg/g < 7,6 µg/g

30 Ba 1136 µg/g 1984 µg/g

31 Hf < 2,0 µg/g 2,9 µg/g

32 Ta < 2,0 µg/g < 3,5 µg/g

33 W < 1,5 µg/g 3,9 µg/g

34 Au < 0,9 µg/g < 0,9 µg/g

35 Hg < 0,7 µg/g < 0,7 µg/g

36 Tl < 0,7 µg/g < 0,7 µg/g

37 Pb 9,1 µg/g 12,5 µg/g

38 Bi <0,5 µg/g < 0,5 µg/g

39 Th 5,4 µg/g 9,9 µg/g

40 U 2,7 µg/g 2,7 µg/g

No Unsur Tanah Jarang Granit Monzodiorit Kuarsa

1 Sc 15,3 µg/g 10,3 µg/g

2 Y 18,3 µg/g (0,00183 %) 21,5 µg/g (0,00215 %)

3 La2O3 65,3 µg/g 65,3 µg/g

4 Ce2O3 120,7 µg/g 171 µg/g

5 Pr 24,4 µg/g 21,7 µg/g

6 Nd 79,6 µg/g 105 µg/g

7 Sm 2,4 µg/g 7,1 µg/g

Secara umum dapat dilihat pada table 4.2 komposisi kimia pada kedua

sampel batuan menunjukkan terjadinya kenaikan SiO2 pada batu Granit dan

Monzodiorit Kuarsa sejalan dengan penurunannya kandungan unsur utama yang lain

seperti Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa

telah terjadinya evolusi atau differensiasi magma dalam proses pendinginan

pembentukan batuan.

Mengenai penjelasan lebih lanjut dari hasil data analisi XRF akan dibahas

pada bab 5 evolusi magma.

63

4.5 Geologi Sejarah

Sejarah geologi daerah penelitian meliputi rangkaian dari proses hubungan

antara lempeng-lempeng benua dan samudra pembentukan pulau Sumatra di zaman

Pra-Tersier. Di lokasi penelitian ini cukup kompleks untuk dapat menjelaskan

rangkaian dari pembentukan pulau Sumatra yang terjadi pada Pra-Tersier berdasarkan

kelompok satuan batuan yang berasal dari formasi batuan yang terdapat pada lokasi

penelitian.

Formasi tertua yang terdapat pada daerah penelitian adalah Formasi Palepat

yang diperkirakan berumur awal-pertengahan Perem. Proses tektonik yang terjadi

pada masa ini adalah lepasnya blok Sibumasu dari Gondwana menyusul mendekati

Lempeng Indocina. Pergerakan Blok Sibumasu menuju Indocina munutup Samudra

Paleotetis antara Gondwana dan Indocina kemudian membentuk kerak Samudra luas

yang dikenal dengan Mesotetis yang mendorong pergerakan Blok Sibumasu

mendekati Indocina. Menurut Suwarna (1980), Formasi Palepat sendiri tersusun atas

Lava andesit-dasit, tuf dan breksi gunungapi, berselingan dengan batulanau,batupasir,

batulempung dan batugamping. Satuan gunungapi ini hasil daerah penunjaman

Paleozoikum Akhir (antara Blok Sibumasi terhadap Lempeng Indocina) di bawah

Sumatra yang membentuk bagian dari sistem parit busur ganda yang saling

berlawanan, yang berlangsung pada saat itu atau lelehan setempat di lingkungan tepi

benua. Pada saat Permian ini juga telah terbentuknya Blok Sumatra Barat dari

aktifitas subduksi pada Lempeng Indocina dibagian Chathaysialand yang

menghasilkan gunug api yang menjadi karakter dari blok Sumatra Barat. Kemudian

disusul dengan pengendapan sedimen seperti batupasir.

Gambar 4.27. Rekonstruksi Proses pembentukan Formasi Palepat

64

Pada Trias aktivitas vulkanik terus berlangsung baik di Blok Sibumasu dan

juga Sumatra Barat. Pertemuan antara Blok Sibumasu dan Blok Sumatra Barat

menurut Barber (2005) karena adanya pergeseran yang sangat luar biasa membentuk

Sesar geser yang disebut dengan Median Sumatra Faul Zone (bukan sesar Sumatra)

yang saat ini sudah tidak aktif lagi. Munculnya Blok Sumatra Barat sendiri masih

menjadi teka teki yang belum bisa dipastikan oleh para ilmuan. Aktivitas Vulkanik

yang terjadi pada Trias akhir ini berlangsung hingga Jura awal. Batuan terobosan

yang terjadi adalah Intrusi Granitoid Tantan yang berumur Trias Akhir-Jura Awal

yang menerobos Formasi Palepat. Intrusi Granitoid Tantan merupakan hasil dari

aktifitas Subduksi Lempeng Samudra Hindia terhadap Sundaland yang menerobos

Formasi Palepat diatasnya. Intrusi ini memiliki pola memanjang dan luas yang

berarah Tenggara- Barat Laut. Dilihat dari perkiraan luas sebarannya Intrusi ini

adalah tipe batolit.

Gambar 4.28. proses intrusi Granitoid Tantan dan Formasi Peneta

Setelah aktivitas Intrusi pada Trias akhir-Jura Awal kemudian terjadi

penurunan dan genangan laut yang mengendapkan Formasi Asai pada Jura Tengah.

Penujaman yang terus berulang pada Jura Akhir mengakibatkan terjadinya peristiwa

pluton yang lebih lanjut dibagian Barat Sumatra, dengan menarik kesimpulan bahwa

terjadinya proses pemalihan atau ubahan pada batuan sedimen Formasi Asai,

pemalihan ini berderajat rendah yang berkaitan dengan siklus magma granitik.

Siklus Jura Akhir hingga Kapur Awal Pluton ini berkaitan dengan penujaman

kerak Samudra Woyla. Blok Woyla bergerak mendekati Blok Sibumasu yang

mendorong Mesotetis yang kemudian membentuk Kenotetis. Pada waktu yang

bersamaan diendapkan sedimen laut dangkal paparan disepanjang tepian Benua

Samudra Woyla kea rah Timur dari lajur penujaman yaitu Formasi Peneta Anggota

65

Mersip dan juga Formasi Peneta. Pada akhir Kapur Awal penujaman terhenti dan

batuan Samudra dari Blok Woyla terangkat (obduksi) ke pinggiran daratan Sumatra.

Dalam proses tersebut juga batuan dari Formasi Peneta ini mengalami proses

Pemalihan.

Bersamaan dengan peristiwa yang terjadi pada Kapur Tengah, busur

magmatik yang berkaitan dengan proses penujaman ini berkembang di seluruh bagian

tengah dan Barat Sumatra diakhiri dengan aktivitas magmatisme pada Kapur Akhir

yakni Intrusi Pra-Tersier Andesit-Basal yang dapat ditarik kesamaan pada peta

Geologi Lembar Muaro Bungo. Pengangkatan dan Deformasi berakhir pada Kapur

Akhir. Terakhir merupakan endapan Aluvial yang masih terus berlangsung hingga

saat ini.

Gambar 4.29 . Proses Penerobosan Pra-Tersier Andesit-Basalt

66

BAB V

EVOLUSI MAGMA GRANITOID TANTAN

5.1 Petrologi Ganitoid Tantan

Granitoid Tantan merupakan batuan terobosaan yang terjadi pada Trias Akhir-

Jura Awal. Batuan ini menerobos Formasi Palepat. Dilihat dari luasnya tubuh intrusi

dari Granitoid Tantan berupa batholith. Tubuh intrusi ini memiliki pola memanjang

berarah Tenggara-Barat Laut. Aktivitas intrusi Granitoid Tantan merupakan hasil dari

aktivitas Subduksi antara Lempeng Samudra yang menujam kearah Sundaland pada

Trias. Di lokasi penelitian terobosan Granitoid Tantan ditemukan kelompok granitoid

yaitu Intrusi Granit Tantan dan Intrusi Monzodiorit Tantan.

Granit Tantan

Granit Tantan ini dilapangan menunjukkan intrusi yang cukup luas

penyebaranya, memiliki karakteristik berwarna abu-abu, struktur massif, tekstur

holokristalin dengan fanerik sedang. Komposisi mineral yang terlihat k-feldspar,

plagioklas, dan kuarsa.

Gambar 5.1. A) singkapan Granit Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto singkapan dekat

saat dilapangan, C) Sampel setangan Granit Tantan

Secara mikroskopis Granit Tantan (Gambar 5.2) pada perbesaran okuler 10x

dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan perbesaran

67

objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran mineral kasar –

sedang, bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,06-0,38mm).

Gambar 5.2. Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Granit Tantan. Klasifikasi

Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences) Diagram

QAPF Streckeisen (1976)

Komposisi mineral tersusun atas kuarsa (Qz) kelimpahan 30% Dalam

pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah tanpa

belahan, pleokroisme rendah, berukuran 0,05-18mm finokris, n<nKB, bias rangkap

lemah orde 1 bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam sayatan. Plagioklas (Pl)

Kelimpahan 30% Berwarna abu-abu keputihan, relief rendah, bentuk subhedral

prismatik berukuran 0,05-0,22mm, bias rangkap lemah orde 1. Ortoklas (Or)

Kelimpahan 30% Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah muda-abu abu,

anhedral, kembaran polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1 arah. Hornblande

(Hb) kelimpahan 8% Warna coklat kekuningan -hitam, relief sedang-tinggi, euhedral

prismatik, ukuran 0,10-0,25mm, n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel, orientasi

length-slow, bias rangkap sedang orde 2. Opak (Opq) Kelimpahan 2% Berwarna

hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang,sistem kristal trigonal,

isotrop, relief tinggi, berukuran 0,05mm. Berdasarkan Klasifikasi Batuan BekuSistem

IUGS (International Union of Geological Sciences) nama batuan adalah Granit.

68

Monzodiorit Kuarsa Tantan

Monzodiorit Kuarsa dari intrusi Tantan memiliki karakteristik secara

megaskopis berwarna Hitam kehijauan, struktur massif, tekstur holokristalin, fenerik

kasar, dengan komposisi mineral Kuarsa, plagioklas, biotit, klorit.

Gambar 5.3. A) singkapan Monzodiorit Kuarsa Tantan, azimuth foto N 1860 E, B) Foto

singkapan dekat saat dilapangan, C) Sampel setangan Monzodiorit Kuarsa Tantan

Secara mikroskopis Monzodiorit Kuarsa Tantan (Gambar 5.4) pada perbesaran

okuler 10x dengan perbesaran objektif 5x serta perbesaran okuler 10x dengan

perbesaran objektif 4x pada pengamatan struktur masif, tekstur fanerik ukuran

mineral kasar – sedang, bentuk mineral subhedral-euhedral, finokris (0,03-0,35mm)

Komposisi mineral tersusun atas plagioklas (Pl) kelimpahan 35% Berwarna abu-abu

keputihan pada pengamatan PPL, relief rendah, bentuk subhedral prismatik berukuran

0,08-0,18mm finokris, bias rangkap lemah orde 1. Kuarsa (Qz) kelimpahan 20%

Dalam pengamatan PPL warna putih, XPL putih - abu abu - hitam, relief rendah

tanpa belahan, pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral, hadir menyebar dalam

sayatan. Hornblande (Hb) kelimpahan 30% Warna coklat kekuningan, relief sedang-

tinggi, euhedral prismatik, ukuran 0,35mm, n>nKB,BF 0.0019, pemadaman parallel,

orientasi length-slow, bias rangkap sedang orde 2. Ortoklas (Or) Kelimpahan 10%

Dalam pengamatan PPL warna cerah, XPL merah muda-abu abu, anhedral, kembaran

polysyntethic, pleokroisme sedang, belahan 1 arah. Opak (Opq) kelimpahan 3 %

69

Berwarna hitam pada saat pengamatan nikol sejajar maupun nikol silang,sistem

kristal trigonal, isotrop, relief tinggi, berukuran 0,15mm. Klorit (Chl) kelimpahan

2% Dalam pengamatan PPL warna coklat kehijauan, XPL kehijauan, belahan 1 arah

– tidak ada, relief sedang, pleokroisme sedang-lemah, hadir menyebar dalam sayatan.

Berdasarkan Klasifikasi Batuan Beku Sistem IUGS (International Union of

Geological Sciences) nama batuan adalah Monzodiorit Kuarsa.

Gambar 5.4. Sayatan tipis nikol //(PPL) dan nikol X (XPL) Monzodiorit Kuarsa Tantan.

Klasifikasi Sistem IUGS (International Union of Geological Sciences)

Diagram QAPF Streckeisen (1976)

Adanya dua jenis batuan intrusi pada Granitoid Tantan membuktikan bahwa

intrusi yang terjadi di daerah penelitian pada Trias Akhir- Jura Awal lebih dari satu

kali fase intrusi.

Berdasarkan komposisi mineral dari batuan ganitoid daerah pengamatan,

kehadiran mineral hornblende pada batuan granit dan monzodiorit kuarsa mencirikan

bahwa granitoid daerah pengamatan adalah tipe-I yang terbentuk dari hasil orogenik

berupa Continental Arc dari aktifitas subduksi yang terjadi di Sumatra pada Trias

Akhir-Jura Awal.

5.2 Evolusi Magma Granitoid Tantan

Untuk memastikan informasi yang lebih akurat, dilakukan analisis geokimia

untuk mengetahui unsur mayor dan minor yang terkandung pada batuan granitoid

70

tantan, dalam hal ini digunakan analisis XRF terhadap sampel intrusi Granit Tantan

pada LP 16 dan Intrusi Monzodiorit Kuarsa Tantan pada LP 20. Digunakan sampel

yang fresh untuk diuji lab agar dapat memaksimalkan data yang didapat. Dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Penamaan batuan berdasarkan data kimia menggunakan diagram TAS (Total

Alkali Silika) (gambar 5.5) dengan perbandingan nilai SiO2 terhadap nilai

Na2O+K2O batuan Granitoid Tantan menunjukkan bahwa jenis batuan merupakan

Diorit Kuarsa/Granodiorit sedangkan satunya lebih menunjukkan ke arah Granit

karena posisinya berada pada garis perbatasan.

Gambar 5.5 Diagram TAS (Total Alkali Silika) dengan perbandingan SiO2 terhadap

Na2O+K2O

Secara umum dapat dilihat pada table 4.2 komposisi kimia pada kedua

sampel batuan menunjukkan terjadinya kenaikan SiO2 pada batu Granit dan

Monzodiorit Kuarsa sejalan dengan penurunannya kandungan unsur utama yang lain

seperti Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa

telah terjadinya evolusi magma dalam proses pendinginan pembentukan batuan.

Untuk melihat perbandingan seberapa besar differensiasi magma yang terjadi

pada kedua jenis intrusi Granit Tantan dan Monzodiorit kuarsa dapat dilihat dari nilai

71

unsur utama pada batuan. Disini digunakan diagram harker (Gambar 5.6) untuk

mengetahui perbandingan unsur utama dari batuan Granit Tantan dan Monzodiorit

Tantan dengan nilai SiO2 sebagai parameter perbandingan.

Gambar 5.6. Variasi diagram Harker 1990 dalam Winter 2001

Dari plotingan variasi unsur utama batuan dengan perbandingan nilai SiO2

dapat dilihat bahwa antara Granit dan Monzodiorit Kuarsa memiliki nilai

differensiasi yang tidak terlalu signifikan. Dengan range nilai sejalan dengan naiknya

unsur SiO2 dan menurunya unsur utama lainya, yakni TiO2 (0,06%), Al2O3 (1,87%),

72

Fe2O3 (0,63%), MnO (0,021%), MgO (2,99%), CaO (1,72%), Na2O (1,44%), K2O

(0,102%), P2O5 (0,104%).

Secara Geokimia batuan dapat dilihat dari diagram harker (gambar 5.6)

dengan range nilai antara granit dan monzodiorit kuarsa yang tidak begitu jauh

dengan rata-rata selisih (0,993%) menjelaskan bahwa magma pembentukan batuan

antara granit dan monzodiorit kuarsa berasal dari dapur magma yang sama. Hanya

saja terjadi penggkayaan mineral bersifat asam seperti kuarsa, ortoklas, plagioklas

pada Granit dan monzodiorit kuarsa hal menunjukkan adanya proses differensiasi

fraksinasi Kristal atau keadaan dimana kristal yang telah terbentuk sebelumnya

mengalami proses pemisahan dari magma asalnya.

Magma pada Granit dan Monzodiorit Kuarsa berdasarkan kandungan SiO2

merupakan tipe magma Riolitik/Granit karena mengandung SiO2 65-75% dengan

kandungan Fe,Mg dan Ca yang rendah sedangkan kandungan nilai K dan Na lebih

tinggi. Magma Granitik biasanya berasosiasi dengan daerah penujaman akibat lelehan

sebagian kerak samudra dan kerak benua dimana suhu dan tekanan sangat tinggi.

Magma yang terjebak di bawah kerak akan menyebabkan batuan kerak benua

(Sundaland), yang berisi batuan sedimen kontinen tidak termetamorfisme, mengalami

asimilasi sehingga magma menunjukkan karakteristik K2O, Na2O, dan CaO tinggi.

Hal ini tentunya telah menunjukkan differensiasi magma pada Granitoid Tantan dari

magma induk yang bersifat basaltik atau berkomposisi ultrabasa menjadi magma

yang bersifat asam. Proses diffrensiasi magma yang terjadi pada batuan Granitoid

tantan merupakan anateksis yaitu pembentukan magma dari peleburan batu-batuan

pada kedalam yang sangat dalam.

Berdasarkan plotting pada diagram (gambar 5.7), jenis magma pada Granit

Tantan maupun Monzodiorit Kuarsa Tantan memiliki jenis magma yang sama.

Berdasarkan (diagram a) Diagram Na2O+K2O vs SiO2 Menurut Miyashiro, 1974,

menunjukkan bahwa jenis magma subalkaline yang kemudian di jelaskan bahwa jenis

subalkalin disini merupakan tipe seri kal-alkalin (diagram b) Diagram K2O vs SiO2

Menurut Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam Winter 2001. Dalam ini menjelaskan

bahwa magma pembentukan dari batuan Granit dan MOnzodiorit Kuarsa Tantan

73

berasal dari hasil konvergen. Sedangkan pada (diagram c) diagram AFM menjelaskan

terjadinya evolusi seri reaksi Bowen, yaitu evolusi magmatik yang dicirikan dengan

tidak adanya pengkayaan unsur Fe pada awal proses diferensiasi magma. Proses ini

terlihat dari kandungan FeO total yang cukup rendah. Hal ini sesuai dengan Harjanto

(2011), yang menyatakan bahwa kecenderungan ini biasanya terjadi pada batuan jenis

magma seri kal-alkalin. Sehingga dapat ditentukan tipe granit dan Monzodiorit

Kuarsa Tantan berdasarkan tabel klasifikasi batuan granitoid menurut Pitcher

(1983,1993) dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014) (gambar 2.9) adalah tipe I.

Gambar 5.7 Hasil Plotting pada Diagram Analisis Jenis Magma. (a) Diagram Na2O+K2O vs

SiO2 Menurut Miyashiro, 1974, (b) Diagram K2O vs SiO2 Menurut Pecerrillo dan Taylor,

1976 dalam Winter 2001, (c) Diagram AFM Irvine dan Baragar, 1971 dalam Rollinson, 1993.

5.3 Hubungan Magma dengan Tatanan Tektonik Berdasarkan Geokimia

Berdasarkan tabel klasifikasi batuan granitoid menurut Pitcher (1983,1993)

dan Barbarin (1990) dalam Winter (2014) (gambar 2.9) yang di sesuaikan dengan

data petrografi dan hasil pengeplotan pada diagram Na2O+K2O vs SiO2 Menurut

74

Miyashiro, 1974, diagram K2O vs SiO2 Menurut Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam

Winter 2001, diagram AFM Irvine dan Baragar, 1971 dalam Rollinson, 1993 (gambar

5.7), Granitoid Tantan dari batuan Granit dan Monzodiorit kuarsa Tantan memiliki

tipe magma kal-alkalin, dengan tipe granitoid adalah tipe I metaluminus, yang

memiliki asosiasi mineral hornbland yang dapat dilihat pada hasil sayatan petrografi.

Dari pendekatan data ini menunjukkan bahwa tektonik pembentukan magma

Granitoid Tantan pada daerah penelitian berasal dari aktivitas lempeng orogenik

berupa subduksi dimana magma berasal dari lelehan parsial kerak samudra dan kerak

benua. Data ini di dukung dengan diagram plotting tatanan tektoni batuan granitoid

menurut (Pearce dkk., 1984 dalam Winter, 2014) (gambar 5.8) dibawah ini:

Gambar 5.8 Diagram tatanan tektonik batuan granitoid (Pearce dkk., 1984 dalam Winter,

(2014)

Hasil dari diagram tektonik diatas menunjukkan bahwa batuan granit dan

monzodiorit kuarsa tantan terbentuk paada tektonik yang berbeda. Namun,

berdasarkan pendekatan kimia pada diagram yang lain menjelaskan bahwa baik

granit dan monzodiorit kuarsa Tantan terbentuk pada tatanan tektonik volcanic arc

granitoid atau busur vulkanik dari hasil subduksi. Dalam hal ini subduksi yang terjadi

pada Trias Akhir – Jura Awal merupakan hasil subduksi yang terjadi antara Lempeng

Hindia yang menujam ke daratan Sundaland sehingga membentuk busur vulkanik.

75

Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat kesimpulan pada tabel dibawah ini

mengacu pada tabel klasifikasi batuan granitoid menurut Pitcher (1983,1993) dan

Barbarin (1990) dalam Winter (2014) (gambar 2.9) :

Magma

Granitoid

Orogenik

Lokasi

keterdapatan

Trias Akhir-Jura

Awal, Batolit

Granitoid Tantan,

Kabupaten

Merangin, Jambi

Geokimia

Kal-Alkalin

I-Tipe

Metalumi

Tipe Batuan

Granit dan

Monzodiorit

Kuarsa

Granit

Monzodiorit Kuarsa

76

Mineral

Asosiasi Honblen (Hbl)

a) Granit

b) Monzodiorit Kuarsa

Vulkanik

Asosiasi

Lava Andesit

Palepat (Permian)

Klasifikasi Pearce dkk., 1984 VAG (Volcanic Arc Granitoid)

Mekanisme

pembentukan

Berasal dari

aktifitas subduksi

lempeng samudra

(Hindia) terhadap

Lempeng Benua

(Sundaland),

lelehan sebagian

kerak samudra dan

kerak benua

dimana suhu dan

tekanan sangat

tinggi.

77

BAB VI

KESIMPULAN

1. Kondisi Geologi daerah penelitian cukup komplek, terdapat satuan morfologi

bentuk lahan perbukitan struktural (S1), lembah struktural (S2), perbukitan

vulkanik (V1), perbukitan karst (K1). Pola pengaliran yang berkembang adalah

rectangular, subdendritik dan local meandering. Terdiri atas satuan batuan dari

tua ke muda yaitu Lava Andesit Palepat, Satuan Batupasir Palepat, Granit

Tantan, Monzodiorit Kuarsa Tantan, Slet Peneta, Marmer Peneta Anggota

Mersip, Intrusi Andesit pra-Tersier. Dengan terdapatnya struktur yang di

dominan oleh sesar mendatar berarah Barat Laut-Tenggara seperti Sesar

mendatar kiri Batang Tantan, Sesar mendatar kanan Tiangko, Sesar Sei Tengko,

dan sesar mendatar kiri Serik, kemudian sesar berarah Timurlaut - Baratdaya

yang bergerak relatif turun yaitu Sesar turun Serik dan Sesar turun Betung.

2. Berdasarkan analisis geokimia Granitoid Tantan dari batuan Granit dan

Monzodiorit Kuarsa menunjukkan bahwa telah terjadinya evolusi magma pada

batuan dengan adanya differensiasi magma. Magma pada Granit dan

Monzodiorit Kuarsa berdasarkan kandungan SiO2 merupakan tipe magma

Riolitik/Granit karena mengandung SiO2 65-75%. Pada Diagram AFM

menunjukkan tidak adanya pengkayaan unsur Fe, Hal ini menunjukkan

differensiasi magma pada Granitoid Tantan dari magma induk yang bersifat

basaltik atau berkomposisi ultrabasa menjadi magma yang bersifat asam. Proses

diffrensiasi magma yang terjadi pada batuan Granitoid tantan merupakan

anateksis. Sedangkan berdasarkan diagram Harker Dari plotingan variasi unsur

utama batuan dengan perbandingan nilai SiO2 dapat dilihat bahwa antara Granit

dan Monzodiorit Kuarsa memiliki nilai differensiasi yang tidak terlalu signifikan.

Dengan range nilai sejalan dengan naiknya unsur SiO2 dan menurunya unsur

utama lainya, yakni TiO2 (0,06%), Al2O3 (1,87%), Fe2O3 (0,63%), MnO

(0,021%), MgO (2,99%), CaO (1,72%), Na2O (1,44%), K2O (0,102%), P2O5

(0,104%).

78

DAFTAR PUSTAKA

Barber, A. J., Crow M. J., & Milsom J. S. (2005). Sumatra: Geology, Resources

and Tectonic Evolution. Geological Society Memoir No. 31, London: The

Geological Society.

Erzagian E., Setijadji, Lucas D., Warmada, I Wayan. (2016). Studi Karakteristik dan

Petrogenesis Batuan Beku di Daerah Singkawang dan Sekitarnya, Provinsi

Kalimantan Barat. Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Proceeding Seminar Nasional Kebumian Ke-9 6-7 Oktober 2016; Graha Sabha

Pramana: hal 421-424.

Harjanto, Agus. 2011. Petrologi dan Geokimia Batuan Volkanik di Daerah

Kulonprogo dan Sekitarnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Program Studi Teknik

Geologi, FTM-UPN “Veteran” Yogyakarta. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1,

Januari 2011: hal 15-20.

Hartono, H.G. (2017). Evolusi Batuan Gunung Api Kompleks G. Ijo, Kulonprogo,

Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta. Prosiding

Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah

Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.

Hutabarat, J. (2007). Studi Geokimia Batuan Vulkanik Primer Kompleks Gunung

Singa-Gunung Hulu Lisung, Bogor-Jawa Barat. Bulletin of Scientiffic

Contribution. Vol 5.No 3.

Howard, A.D. (1967). Drainage Analysis in Geologic Interpretation A Summation.

The American Association of Petroleum Geologists Bulletin. Vol. 51. NO.11. pp.

2246-2259.

Kusnama R., Pardede., S Andi Mangga. (1993). Geologi Lembar Sungai Penuh dan

Ketaun, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung

Metcalfe, I. (2013). Gondwana dispersion and Asian accretion: Tectonic and

palaeogeographic evolution of eastern Tethys. Journal of Asian Earth Sciences.

66. 1-33.

Miyashiro, A. 1974. Volcanic rock series in island arcs and active continental margins.

American Journal of Science 274: 21-355.

79

Mulyana. B. (2006). Extention Tektonik Selat Sunda. Bulletin of Scientiffic

Contribution. Vol 4.No 2 : 137-145.

Nelson. S.A. (2015). Magma and Igneous Rocks. EENS 1110. Tulane University.

Nelson. S.A (2012). Magmatic Differentiation. EENS 2120.Tulane University.

Pulunggono, A., Haryo, A. Kosuma, C.G. (1992). Pre-Tertiary and Tertiary fault

systems as a framework of the South Sumatra Basin: A Study of SAR Maps.

Proceeding of the Twenty First Annual Convention and Exhibition Indonesian

Petroleum Association, hal.339-360.

Rollinson, H. 1993. Using Geochemical Data: Evaluation, Presentation,

Interpretation. Longman Group. Inggris.

Said Y.M., Bagus A., Anggi D., Hari W.U., Magdalena R., Eko K. (2019). Busur

Magmatik Granit Tantan-Nagan Sebagai Potensi REE Di Jambi. KURVATEK Vol.

4, No. 2, November 2019, pp.79-85 ISSN: 2477-7870.

Setiawan N. I., M Indra , M Irman Khalif. (2015). Petrologi, Geokimia Dan Umur

Batuan Granitoid Di Komplek Lukulo, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah.

Proceeding, Seminar Nasional Kebumian Ke-8 Academia-Industry Linkage 15-16

Oktober 2015; Grha Sabha Pramana.

Suwarna, N., Suharsono, S., Gafoer, Amin, T.C., Kusnama dan Hermanto H. (1994).

Geologi Lembar Sarolangun, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi, Bandung.

Van Bemmelen, R.W.. (1949). The Geology of Indonesia, , Government Printing

Office, The Hauge. Vol. 1 A

Widiatama A.J, Lauti D.S, Happy C.N, dkk. 2021. Karakteristik Geokimia Basal

Alkali Formasi Manamas di Sungai Bihati, Baun, Pulau Timor. Eksplorium.

Volume 42 No. 1 :1–12

Winter, J.D. (2001). Principles Igneous and Metamorphic Petrology. Pearson Education.

United States of America

Winter, J.D. (2014). Principles Igneous and Metamorphic Petrology. Second Edition.

Pearson Education. United States of America

Yuningsih E.T.(2016). Analisis Kimia Batuan Basemen Granitoid di Sub Cekungan

Jambi, Sumatra Selatan Berdasarkan Data dari Sumur Jsb-3, Jsb-4 dan Jsb-6.

80

Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Jurusan Geologi, FMIPA, Universitas

Padjadjaran. Bulletin of Scientific Contribution, Vol. 4 (2): hal 105-109.

81

Peta Geomorfologi

82

Peta Lintasan

83

Peta Pola Pengaliran

84

Peta Geologi