generasi penerus petani kakao

20
Cerita Sukses swisscontact Generasi Penerus Petani Kakao

Upload: hoangtuyen

Post on 13-Jan-2017

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Generasi Penerus Petani Kakao

CeritaCeritaCerita

Sukses

swisscontact

Generasi Penerus Petani Kakao

Page 2: Generasi Penerus Petani Kakao

Keberlangsungan produksi kakao telah menjadi perhatian dunia saat ini. Dengan banyaknya tantangan yang memperburuk produktivitas kakao seperti hama, penyakit, pohon yang berumur tua, dan pengalihan lahan kakao menjadi komoditas lain serta urbanisasi, banyak petani yang berpikir ulang untuk melanjutkan memproduksi kakao. Di satu sisi, tantangan tersebut mengakibatkan produktivitas dan pendapatan yang rendah bagi para petani. Dan di lain sisi, petani yang berumur faktanya juga menghambat keberlanjutan sektor kakao. Di sebagian besar negara penghasil kakao, termasuk Indonesia, rata-rata umur petani kakao adalah 50 tahun. Ditambah lagi dengan pengaturan pedesaan yang kurang menarik, dimana sebagian besar lahan kakao berada, telah menciptakan kesan bahwa sektor kakao kurang menarik bagi para generasi muda saat ini.

Swisscontact bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri), Sekretariat Negara Urusan Ekonomi Swiss (SECO), dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda (EKN) dan the Sustainable Trade Initiative (IDH) dalam menjalankan Program Produksi Kakao Berkelanjutan (SCPP). Program juga dijalankan dalam bentuk kemitraan dengan ADM Cocoa, Armajaro, Barry Callebaut, Cargill, Ecom, MARS and Nestlé.

SCPP menyediakan peningkatan kapasitas petani melalui berbagai macam modul yang berasal dari manual pelatihan terbaik yang dikembangkan oleh organisasi. Petani ditingkatkan kapasitasnya dalam

praktek budidaya pertanian terbaik, manajemen kebun, memperoleh sertikasi kebun, asupan gizi baik, pengetahuan keuangan, akses ke Insitusi Keuangan dan jaringan ke harga pasar yang sesuai. Diantara ribuan penerima manfaat program SCPP, petani kakao muda telah mendapat perhatian tersendiri. Hasilnya, mereka telah membuat perubahan di kebun mereka dan juga di masyarakat sekitarnya. Buklet kali ini mengangkat kesuksesan para petani muda SCPP melalui testimoni mereka yang sebenarnya. Petani muda sekarang mampu meningkatkan produktivitas kakao mereka dengan mengaplikasi metode SCPP yang yang sudah teruji yang diperoleh selama Sekolah Lapang. Selain itu, pelatihan nutrisi telah memberikan manfaat yang berlipat bagi keluarga mereka. Tidak hanya mereka sekarang bisa meningkatkan status gizi keluarga mereka, namun juga mulai bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan melalui penjualan sayur-sayuran. Semua cerita dikumpulkan dari lapangan dan ditampilkan di “Coklat Kakao Cocoa Edisi Kedua” dengan harapan bahwa cerita tersebut bisa memotivasi petani lain untuk mengikuti jejak sukses para petani SCPP yang sudah berhasil. Dan juga untuk menginspirasi generasi muda agar mulai menanam kakao. SCPP berusaha untuk menjadi bagian dari solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan membantu untuk menjaga keberlanjutan kakao nasional dan masa depan sektor kakao secara keseluruhan.

Prakata

H. Harianto (31),halaman#1

Halmi (32),halaman#3

M. Takdir (30),halaman#5

Nuhariani (31),halaman#7

Sri Wahyuni (33),halaman#9

Musto (38),halaman#11

Nuridah (20),halaman#13

Asman (27),halaman#15

Page 3: Generasi Penerus Petani Kakao

Keberlangsungan produksi kakao telah menjadi perhatian dunia saat ini. Dengan banyaknya tantangan yang memperburuk produktivitas kakao seperti hama, penyakit, pohon yang berumur tua, dan pengalihan lahan kakao menjadi komoditas lain serta urbanisasi, banyak petani yang berpikir ulang untuk melanjutkan memproduksi kakao. Di satu sisi, tantangan tersebut mengakibatkan produktivitas dan pendapatan yang rendah bagi para petani. Dan di lain sisi, petani yang berumur faktanya juga menghambat keberlanjutan sektor kakao. Di sebagian besar negara penghasil kakao, termasuk Indonesia, rata-rata umur petani kakao adalah 50 tahun. Ditambah lagi dengan pengaturan pedesaan yang kurang menarik, dimana sebagian besar lahan kakao berada, telah menciptakan kesan bahwa sektor kakao kurang menarik bagi para generasi muda saat ini.

Swisscontact bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri), Sekretariat Negara Urusan Ekonomi Swiss (SECO), dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda (EKN) dan the Sustainable Trade Initiative (IDH) dalam menjalankan Program Produksi Kakao Berkelanjutan (SCPP). Program juga dijalankan dalam bentuk kemitraan dengan ADM Cocoa, Armajaro, Barry Callebaut, Cargill, Ecom, MARS and Nestlé.

SCPP menyediakan peningkatan kapasitas petani melalui berbagai macam modul yang berasal dari manual pelatihan terbaik yang dikembangkan oleh organisasi. Petani ditingkatkan kapasitasnya dalam

praktek budidaya pertanian terbaik, manajemen kebun, memperoleh sertikasi kebun, asupan gizi baik, pengetahuan keuangan, akses ke Insitusi Keuangan dan jaringan ke harga pasar yang sesuai. Diantara ribuan penerima manfaat program SCPP, petani kakao muda telah mendapat perhatian tersendiri. Hasilnya, mereka telah membuat perubahan di kebun mereka dan juga di masyarakat sekitarnya. Buklet kali ini mengangkat kesuksesan para petani muda SCPP melalui testimoni mereka yang sebenarnya. Petani muda sekarang mampu meningkatkan produktivitas kakao mereka dengan mengaplikasi metode SCPP yang yang sudah teruji yang diperoleh selama Sekolah Lapang. Selain itu, pelatihan nutrisi telah memberikan manfaat yang berlipat bagi keluarga mereka. Tidak hanya mereka sekarang bisa meningkatkan status gizi keluarga mereka, namun juga mulai bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan melalui penjualan sayur-sayuran. Semua cerita dikumpulkan dari lapangan dan ditampilkan di “Coklat Kakao Cocoa Edisi Kedua” dengan harapan bahwa cerita tersebut bisa memotivasi petani lain untuk mengikuti jejak sukses para petani SCPP yang sudah berhasil. Dan juga untuk menginspirasi generasi muda agar mulai menanam kakao. SCPP berusaha untuk menjadi bagian dari solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan membantu untuk menjaga keberlanjutan kakao nasional dan masa depan sektor kakao secara keseluruhan.

Prakata

H. Harianto (31),halaman#1

Halmi (32),halaman#3

M. Takdir (30),halaman#5

Nuhariani (31),halaman#7

Sri Wahyuni (33),halaman#9

Musto (38),halaman#11

Nuridah (20),halaman#13

Asman (27),halaman#15

Page 4: Generasi Penerus Petani Kakao

Soppeng, Sulawesi SelatanSoppeng, Sulawesi SelatanHaji Harianto

HAJI HARIANTO (31) adalah pengusaha kakao muda yang sukses dari desa Ujung di kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Diantara sesama teman petani kakao, Harianto terkenal sebagai pelaku kakao muda yang gigih dan memiliki motivasi tinggi didaerahnya. Tidak hanya memiliki usaha jual beli kakao, tetapi ia juga merawat kebun kakaonya sendiri. Didorong keinginan untuk meningkatkan produktivitas kebunnya, Harianto pun mendaftar untuk ikut sekolah lapang yang difasilitasi oleh Swisscontact dan Cargill di desanya pada bulan Juni 2014.

“Saya baru berumur tiga belas tahun saat orang tua saya mengajari saya bagaimana menanam kakao secara tradisional . Saya diajari untuk merawat pohon kakao seperti pohon-pohon lainnya, yakni dibiarkan tumbuh setinggi-tingginya. Pada saat itu, hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga saya. Bahkan di tahun 1998, saat harga kakao mencapai puncaknya, orang tua saya bahkan mampu mengirim saya ke Mekah untuk beribadah haji. Beberapa tahun kemudian, orang tua saya kemudian mewariskan kebun kakao seluas 3 hektar yang per hektarnya ditanami 900 pohon untuk saya rawat.

Tetapi saya belum merasa puas dengan produksi tahunan di kebun saya yang hanya mencapai 600 kilogram per

hektarnya. Mata saya pun terbuka, saya sadar bahwa saya masih kurang pengetahuan dan keahlian dalam budidaya kakao untuk membantu saya mengatasi masalah dan meningkatkan produktivitas di kebun.

Saat Swisscontact dan Cargill datang ke desa saya dengan program intervensinya, saya pun segera bergabung ke satu kelompok tani. Sekelompok petani termasuk saya menerima pelatihan intensif didalam dan diluar kebun untuk meningkatkan produktivitas kakao kami demi perekonomian yang lebih baik.

Segera setelah pelatihan, saya sadar apa yang salah di kebun saya. Pohon kakao saya tidak memiliki suplai nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan yang maksimal. Saya membuat pupuk organik dari kulit buah kakao dan sisa-sisa dedaunan yang ditumpuk dan ditutup dengan tutup plastik didalam lubang yang digali disekitar pohon kakao. Setelah diberikan pupuk organik, saya melihat bahwa kebun saya kelihatan lebih terawat. Saya juga memilih untuk menggunakan pestisida nabati dibandingkan dengan pestisida kimia dan ternyata efektif untuk mengurangi serangan hama dan penyakit di kebun saya”

“Sekarang kebun kakao saya kelihatan lebih baik, daun dan buah kakaonya tumbuh lebih sehat dari sebelumnya. Bahkan, saya bisa mengurangi biaya untuk pembelian bahan produksi pertanian yang artinya menambah penghasilan saya. Saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Cargill dan Swisscontact untuk pelatihannya yang sangat bermanfaat. Saya optimis produktivitas kakao saya bisa mencapai 800 kg per hektar per tahun. Saya juga berharap agar harga kakao tetap naik dan bisa mencapai 50 ribu rupiah per kilogram. Sehingga para petani bisa menikmati lagi manisnya menanam komoditas dunia. Dan tentunya, bisa menginspirasi pemuda lokal untuk bersama-sama memajukan perkebunan kakao demi kehidupan yang lebih baik”

Perawatan Baik menghasilkan Kakao Baik

01 02

Page 5: Generasi Penerus Petani Kakao

Soppeng, Sulawesi SelatanHaji Harianto

HAJI HARIANTO (31) adalah pengusaha kakao muda yang sukses dari desa Ujung di kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Diantara sesama teman petani kakao, Harianto terkenal sebagai pelaku kakao muda yang gigih dan memiliki motivasi tinggi didaerahnya. Tidak hanya memiliki usaha jual beli kakao, tetapi ia juga merawat kebun kakaonya sendiri. Didorong keinginan untuk meningkatkan produktivitas kebunnya, Harianto pun mendaftar untuk ikut sekolah lapang yang difasilitasi oleh Swisscontact dan Cargill di desanya pada bulan Juni 2014.

“Saya baru berumur tiga belas tahun saat orang tua saya mengajari saya bagaimana menanam kakao secara tradisional . Saya diajari untuk merawat pohon kakao seperti pohon-pohon lainnya, yakni dibiarkan tumbuh setinggi-tingginya. Pada saat itu, hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga saya. Bahkan di tahun 1998, saat harga kakao mencapai puncaknya, orang tua saya bahkan mampu mengirim saya ke Mekah untuk beribadah haji. Beberapa tahun kemudian, orang tua saya kemudian mewariskan kebun kakao seluas 3 hektar yang per hektarnya ditanami 900 pohon untuk saya rawat.

Tetapi saya belum merasa puas dengan produksi tahunan di kebun saya yang hanya mencapai 600 kilogram per

hektarnya. Mata saya pun terbuka, saya sadar bahwa saya masih kurang pengetahuan dan keahlian dalam budidaya kakao untuk membantu saya mengatasi masalah dan meningkatkan produktivitas di kebun.

Saat Swisscontact dan Cargill datang ke desa saya dengan program intervensinya, saya pun segera bergabung ke satu kelompok tani. Sekelompok petani termasuk saya menerima pelatihan intensif didalam dan diluar kebun untuk meningkatkan produktivitas kakao kami demi perekonomian yang lebih baik.

Segera setelah pelatihan, saya sadar apa yang salah di kebun saya. Pohon kakao saya tidak memiliki suplai nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan yang maksimal. Saya membuat pupuk organik dari kulit buah kakao dan sisa-sisa dedaunan yang ditumpuk dan ditutup dengan tutup plastik didalam lubang yang digali disekitar pohon kakao. Setelah diberikan pupuk organik, saya melihat bahwa kebun saya kelihatan lebih terawat. Saya juga memilih untuk menggunakan pestisida nabati dibandingkan dengan pestisida kimia dan ternyata efektif untuk mengurangi serangan hama dan penyakit di kebun saya”

“Sekarang kebun kakao saya kelihatan lebih baik, daun dan buah kakaonya tumbuh lebih sehat dari sebelumnya. Bahkan, saya bisa mengurangi biaya untuk pembelian bahan produksi pertanian yang artinya menambah penghasilan saya. Saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Cargill dan Swisscontact untuk pelatihannya yang sangat bermanfaat. Saya optimis produktivitas kakao saya bisa mencapai 800 kg per hektar per tahun. Saya juga berharap agar harga kakao tetap naik dan bisa mencapai 50 ribu rupiah per kilogram. Sehingga para petani bisa menikmati lagi manisnya menanam komoditas dunia. Dan tentunya, bisa menginspirasi pemuda lokal untuk bersama-sama memajukan perkebunan kakao demi kehidupan yang lebih baik”

Perawatan Baik menghasilkan Kakao Baik

01 02

Page 6: Generasi Penerus Petani Kakao

Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

Halmi

Manfaat Berlipat melalui SCPP dan SERAP“Saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada ADM Cocoa dan Swisscontact untuk semua program yang dijalankan di desa saya. Banya petani kecil yang telah merasakan manfaat dari mempraktekan teknik-teknik yang dipelajari dari sekolah lapang. Sekarang, kebun kakao saya adalah salah satu dari 2.033 kebun yang sudah disertifikasi UTZ di Kolaka Timur. Saya berharap dalam waktu dekat saya bisa menikmati manfaat premium sebagai pemilik kebun bersertifikasi sehingga impian memiliki kehidupan yang lebih bahagia, sehat dan sejahtera dengan menanam kakao bisa tercapai segera”

HALMI (32), pemuda gagah dari Dangia di kabupaten Kolaka Timur di Sulawesi Tenggara adalah seorang petani kakao yang sukses. Halmi adalah lulusan sekolah Lapang ADM Cocoa dan Swisscontact pada tahun 2012. Selama masa pelatihan, Halmi menerima berbagai ilmu dan kahlian manajemen kebun untuk peningkatan produktivitas kakao. Dimulai dengan menanam kakao di lahan seluas satu hektar, saat ini ia memiliki 4,5 hektar lahan yang dibeli dari hasil menanam kakao.

“Saya sebenarnya baru dalam menanam kakao. Dimulai tahun 2009 dimana saya membantu merawat kebun keluarga saya yang seluas satu hektar. Saat itu, kebun kami adalah salah satu yang menerima bantuan dari program pemerintah. Orang tua saya meminta saya untuk merehabilitasi sekitar 900 pohon kakao yang sudah berumur dengan teknik sambung samping. Sayangnya, produksi kakao masih saja rendah dikarenakan kurangnya pengetahuan dan keahlian merawat kebun dengan pohon yang sudah di sambung samping. Dari satu hektar lahan kami hanya memproduksi 500 kilogram per tahun. Bahkan dengan harga jual 20 ribu rupiah per kilogram saat itu, penghasilan tersebut masih kurang.

Saya terus berkata pada diri saya sendiri bahwa saya harus meningkatkan produksi kakao saya. Saya sangat gembira mendengar bahwa ADM Cocoa dan Swisscontact memfasilitasi sekolah lapang bagi petani di desa saya. Saya pun segera mendaftar.

Saya bahkan terpilih sebagai ketua kelompok untuk mengawasi 30 petani yang tergabung dalam kelompok tani 'Tani Makmur III'. Setelah pelatihan, saya dengan rutin mengaplikasi teknik yang direkomendasikan di kebun saya.

Menurut saya, menanam kakao itu gampang-gampang susah. Khususnya setelah rehabilitasi, perawatan rutin sangat dibutuhkan karena pohon yang tumbuh cepat. Saya pergi ke kebun setiap hari untuk mengawasi, memangkas, membersihkan, memanen dan kegiatan lainnya untuk menjaga agar kebun saya tetap terawat. Hasilnya, saya bisa memproduksi 1 -1,3 ton per hektar per tahun. Sekarang, saya lebih termotivasi lagi untuk menanam kakao dan telah memperluas lahan kakao saya hingga seluas 4,5 hektar.

Selain itu, program kerjasama dengan ADM Cocoa yang telah membantu untuk memberikan jaminan harga premium untuk biji kakao fermentasi sekitar 10% lebih tinggi dari biji kakao asalan. Ini memotivasi petani untuk menjual biji fermentasi. Saya kira ini adalah impian setiap petani yakni kerja kerasnya dibayar dengan harga kakao yang lebih tinggi.

Saya juga menanam pohon kelapa diantara pohon kakao saya. Teknik ini diperkenalkan saat sekolah lapang untuk menghindari pohon kakao dari sinar matahari yang berlebihan. Hal ini mendatangkan manfaat ganda bagi kami. Disamping sebagai tanaman peneduh, kelapa juga menjadi sumber penghasilan tambahan bagi keluarga saya, khususnya saat kakao mengalami musim trek.

Program juga memberikan pelatihan nutrisi bagi keluarga petani kakao. Pelatihan tersebut merangsang kami untuk membudidayakan sayur-sayuran dilahan disekitar rumah untuk pengadaan bahan makanan yang terpercaya. Sekarang, kami bisa meningkatkan status gizi kami dengan pemahaman yang meningkat tentang penyediaan makanan yang proporsional dan sebagai sumber pendapatan ekstra dengan penjualan sayur-sayuran”

03 04

Page 7: Generasi Penerus Petani Kakao

Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

Halmi

Manfaat Berlipat melalui SCPP dan SERAP“Saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada ADM Cocoa dan Swisscontact untuk semua program yang dijalankan di desa saya. Banya petani kecil yang telah merasakan manfaat dari mempraktekan teknik-teknik yang dipelajari dari sekolah lapang. Sekarang, kebun kakao saya adalah salah satu dari 2.033 kebun yang sudah disertifikasi UTZ di Kolaka Timur. Saya berharap dalam waktu dekat saya bisa menikmati manfaat premium sebagai pemilik kebun bersertifikasi sehingga impian memiliki kehidupan yang lebih bahagia, sehat dan sejahtera dengan menanam kakao bisa tercapai segera”

HALMI (32), pemuda gagah dari Dangia di kabupaten Kolaka Timur di Sulawesi Tenggara adalah seorang petani kakao yang sukses. Halmi adalah lulusan sekolah Lapang ADM Cocoa dan Swisscontact pada tahun 2012. Selama masa pelatihan, Halmi menerima berbagai ilmu dan kahlian manajemen kebun untuk peningkatan produktivitas kakao. Dimulai dengan menanam kakao di lahan seluas satu hektar, saat ini ia memiliki 4,5 hektar lahan yang dibeli dari hasil menanam kakao.

“Saya sebenarnya baru dalam menanam kakao. Dimulai tahun 2009 dimana saya membantu merawat kebun keluarga saya yang seluas satu hektar. Saat itu, kebun kami adalah salah satu yang menerima bantuan dari program pemerintah. Orang tua saya meminta saya untuk merehabilitasi sekitar 900 pohon kakao yang sudah berumur dengan teknik sambung samping. Sayangnya, produksi kakao masih saja rendah dikarenakan kurangnya pengetahuan dan keahlian merawat kebun dengan pohon yang sudah di sambung samping. Dari satu hektar lahan kami hanya memproduksi 500 kilogram per tahun. Bahkan dengan harga jual 20 ribu rupiah per kilogram saat itu, penghasilan tersebut masih kurang.

Saya terus berkata pada diri saya sendiri bahwa saya harus meningkatkan produksi kakao saya. Saya sangat gembira mendengar bahwa ADM Cocoa dan Swisscontact memfasilitasi sekolah lapang bagi petani di desa saya. Saya pun segera mendaftar.

Saya bahkan terpilih sebagai ketua kelompok untuk mengawasi 30 petani yang tergabung dalam kelompok tani 'Tani Makmur III'. Setelah pelatihan, saya dengan rutin mengaplikasi teknik yang direkomendasikan di kebun saya.

Menurut saya, menanam kakao itu gampang-gampang susah. Khususnya setelah rehabilitasi, perawatan rutin sangat dibutuhkan karena pohon yang tumbuh cepat. Saya pergi ke kebun setiap hari untuk mengawasi, memangkas, membersihkan, memanen dan kegiatan lainnya untuk menjaga agar kebun saya tetap terawat. Hasilnya, saya bisa memproduksi 1 -1,3 ton per hektar per tahun. Sekarang, saya lebih termotivasi lagi untuk menanam kakao dan telah memperluas lahan kakao saya hingga seluas 4,5 hektar.

Selain itu, program kerjasama dengan ADM Cocoa yang telah membantu untuk memberikan jaminan harga premium untuk biji kakao fermentasi sekitar 10% lebih tinggi dari biji kakao asalan. Ini memotivasi petani untuk menjual biji fermentasi. Saya kira ini adalah impian setiap petani yakni kerja kerasnya dibayar dengan harga kakao yang lebih tinggi.

Saya juga menanam pohon kelapa diantara pohon kakao saya. Teknik ini diperkenalkan saat sekolah lapang untuk menghindari pohon kakao dari sinar matahari yang berlebihan. Hal ini mendatangkan manfaat ganda bagi kami. Disamping sebagai tanaman peneduh, kelapa juga menjadi sumber penghasilan tambahan bagi keluarga saya, khususnya saat kakao mengalami musim trek.

Program juga memberikan pelatihan nutrisi bagi keluarga petani kakao. Pelatihan tersebut merangsang kami untuk membudidayakan sayur-sayuran dilahan disekitar rumah untuk pengadaan bahan makanan yang terpercaya. Sekarang, kami bisa meningkatkan status gizi kami dengan pemahaman yang meningkat tentang penyediaan makanan yang proporsional dan sebagai sumber pendapatan ekstra dengan penjualan sayur-sayuran”

03 04

Page 8: Generasi Penerus Petani Kakao

Majene, Sulawesi Barat

Muhammad Takdir

Setia Menanam Kakao

MUHAMMAD TAKDIR (30), adalah petani kakao muda dari desa Ulidang kabupaten Majene di provinsi Sulawesi Barat. Seperti kebanyakan anak didaerahnya, Takdir belajar secara tradisional keahlian menanam kakao dari orang tuanya dan para tetangganya. Di tahun 2013, bersama dengan anggota lain dari kelompok tani “Sinar Lemo-lemo”, ia menerima pelatihan intensif melalui sekolah lapang yang diadakan oleh Swisscontact dan Nestlé.

Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas di tahun 2001, Takdir diwariskan oleh orang tuanya lahan kakao seluas 0,5 hektar. Kebunnya hanya ditanami sebanyak 300 pohon dikarenakan lokasinya yang berbatu dan berbukit-bukit. Sebelum ikut sekolah lapang, Takdir tidak tahu bagaimana merawat kebunnya. Dengan pengetahuan yang terbatas, pohon kakao dikebunnya tumbuh hingga 4 meter. Takdir juga menggunakan sarana produksi dengan tidak semestinya dengan menggunakan pestisida dalam jumlah berlebihan untuk mengurangi hama dan penyakit. Perlakuan tersebut berdampak terhadap kondisi kebun yang menjadi buruk dan mengakibatkan penurunan hasil panen.

“Syukurnya, Nestlé dan Swisscontact hadir di desa kami dengan program sekolah lapangnya. Pelatihan tersebut mengajarkan kami tentang berbagai teknik budidaya kakao yang benar seperti teknik perawatan, rehabilitasi, pengembangan pembibitan serta mengatasi hama dan penyakit dan penanganan pasca panen. Tidak lama setelah pelatihan, saya sadar bahwa apa yang saya lakukan di kebun saya salah. Segera saja saya memotong cabang-cabang yang tinggi untuk perawatan yang lebih mudah dan agar pohon kakao mendapat cahaya matahari yang cukup. Saya menggunakan pestisida organik buatan saya sendiri untuk mengurangi pemakaian bahan kimia di kebun. Saya juga melakukan sambung samping pada pohon-pohon kakao tua saya untuk diremajakan kembali dengan klon unggulan S1 dan S2. Pelatihan juga menyarankan kami untuk mengintegrasikan kakao dengan tanaman cabai untuk penghasilan tambahan. Tanaman cabai adalah tanaman yang mudah dirawat dan tidak membahayakan tanaman kakao. Hasil tambahan tersebut bahkan cukup untuk membeli beberapa bahan makanan walaupun nilai ekonomisnya tidak setinggi kakao”

“Saya sangat bersyukur atas program dari Nestlé dan Swisscontact di desa kami. Sekarang kebun saya kelihatan lebih terawat dan bisa memproduksi 500 kilogram per tahun dari lahan seluas 0,5 hektar. Kemajuan seperti ini membuat kami para petani muda merasa lebih termotivasi untuk membudidayakan kakao dan berkeinginan untuk menjadikan kakao sebagai usaha keluarga untuk menjamin keberlangsungan kakao lokal dan sektor kakao Indonesia secara keseluruhan”

05 06

Page 9: Generasi Penerus Petani Kakao

Majene, Sulawesi Barat

Muhammad Takdir

Setia Menanam Kakao

MUHAMMAD TAKDIR (30), adalah petani kakao muda dari desa Ulidang kabupaten Majene di provinsi Sulawesi Barat. Seperti kebanyakan anak didaerahnya, Takdir belajar secara tradisional keahlian menanam kakao dari orang tuanya dan para tetangganya. Di tahun 2013, bersama dengan anggota lain dari kelompok tani “Sinar Lemo-lemo”, ia menerima pelatihan intensif melalui sekolah lapang yang diadakan oleh Swisscontact dan Nestlé.

Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas di tahun 2001, Takdir diwariskan oleh orang tuanya lahan kakao seluas 0,5 hektar. Kebunnya hanya ditanami sebanyak 300 pohon dikarenakan lokasinya yang berbatu dan berbukit-bukit. Sebelum ikut sekolah lapang, Takdir tidak tahu bagaimana merawat kebunnya. Dengan pengetahuan yang terbatas, pohon kakao dikebunnya tumbuh hingga 4 meter. Takdir juga menggunakan sarana produksi dengan tidak semestinya dengan menggunakan pestisida dalam jumlah berlebihan untuk mengurangi hama dan penyakit. Perlakuan tersebut berdampak terhadap kondisi kebun yang menjadi buruk dan mengakibatkan penurunan hasil panen.

“Syukurnya, Nestlé dan Swisscontact hadir di desa kami dengan program sekolah lapangnya. Pelatihan tersebut mengajarkan kami tentang berbagai teknik budidaya kakao yang benar seperti teknik perawatan, rehabilitasi, pengembangan pembibitan serta mengatasi hama dan penyakit dan penanganan pasca panen. Tidak lama setelah pelatihan, saya sadar bahwa apa yang saya lakukan di kebun saya salah. Segera saja saya memotong cabang-cabang yang tinggi untuk perawatan yang lebih mudah dan agar pohon kakao mendapat cahaya matahari yang cukup. Saya menggunakan pestisida organik buatan saya sendiri untuk mengurangi pemakaian bahan kimia di kebun. Saya juga melakukan sambung samping pada pohon-pohon kakao tua saya untuk diremajakan kembali dengan klon unggulan S1 dan S2. Pelatihan juga menyarankan kami untuk mengintegrasikan kakao dengan tanaman cabai untuk penghasilan tambahan. Tanaman cabai adalah tanaman yang mudah dirawat dan tidak membahayakan tanaman kakao. Hasil tambahan tersebut bahkan cukup untuk membeli beberapa bahan makanan walaupun nilai ekonomisnya tidak setinggi kakao”

“Saya sangat bersyukur atas program dari Nestlé dan Swisscontact di desa kami. Sekarang kebun saya kelihatan lebih terawat dan bisa memproduksi 500 kilogram per tahun dari lahan seluas 0,5 hektar. Kemajuan seperti ini membuat kami para petani muda merasa lebih termotivasi untuk membudidayakan kakao dan berkeinginan untuk menjadikan kakao sebagai usaha keluarga untuk menjamin keberlangsungan kakao lokal dan sektor kakao Indonesia secara keseluruhan”

05 06

Page 10: Generasi Penerus Petani Kakao

Mamuju, Sulawesi Barat

Nurhariani

Sumber Penghasilan Tambahan Terbaik

NURHARIANI (31), adalah istri dari lulusan program sekolah lapang SCPP dari desa Sinyonyoi di kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Nurhariani ikut berpartisipasi di sekolah lapang nutrisi yang diadalan bagi keluarga petani kakao. Program ini dilaksanakan oleh Kerajaan Belanda dan Swisscontact pada bulan November 2013 yang lalu. Selama sekolah lapang, ia terpilih sebagai ketua dari kelompok nutrisi 'Belantara Maju' untuk membantu 36 anggotanya.

“Saya sangat senang saat suami saya memberitahukan saya tentang sekolah lapang nutrisi yang diadakan bagi para istri atau keluarga lulusan sekolah lapang kakao SCPP. Saya segera meminta suami saya untuk mendaftarkan saya sebagai salah satu pesertanya. Tanpa diduga, saya terpilih sebagai ketua kelompok untuk membantu anggota kelompok saya yang seluruhnya wanita. Selama sekolah lapang kami menerima pelatihan bagaimana menyediakan makanan yang proporsional

dan bergizi bagi keluarga kami. Kami juga diajari tentang gizi bagi kelompok rentan dan bagaimana membentuk kebun di rumah untuk suplai bahan makanan yang terpercaya.

Setelah pelatihan, saya menanam berbagai macam sayuran seperti kangkung, sawi, bayam, kacang panjang dilahan seluas 300 m2 disekitar rumah saya. Sejak Desember 2013, saya sudah panen bayam dan kangkung lebih dari 10 kali, sawi sebanyak 6 kali dan kacang panjang 3 kali. Selain untuk dikonsumsi keluarga, saya juga menjual sayur-sayuran tersebut ke pedagang sayuran lokal secara teratur. Pedagang sayuran lebih suka membeli sayur-sayuran dari peserta program SCPP karena sayurannya yang organik. Sampai saat ini, pendapatan saya dari penjualan sayur-sayuran hampir mencapai 5 juta rupiah. Uangnya saya gunakan untuk membeli keperluan rumah tungga, membayar biaya sekolah ke-enam anak saya, membeli bibit dan sedikit menabung”

“Setelah melihat keberhasilan saya menanam dan menjual sayur-sayuran, para ibu lainnya juga mulai membangun kebun mereka. Sekarang hampir 80% keluarga di desa saya sudah menanam sayur-sayuran disekitar rumah mereka. Saya berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Kerajaan Belanda dan Swisscontact untuk program nutrisinya yang memungkinkan saya untuk mendapatkan suplai sayur-sayuran yang sehat dan bervariasi dari sekitar rumah kami. Saya bahkan bisa menghasilkan pemasukan tambahan dari penjualan sayur-sayuran tersebut. Ini merupakan bantuan yang sangat bermanfaat bagi peningkatkan perekonomian keluarga saya. Saya berharap keluarga lain juga bisa merasakan manfaat yang sama”

07 08

Page 11: Generasi Penerus Petani Kakao

Mamuju, Sulawesi Barat

Nurhariani

Sumber Penghasilan Tambahan Terbaik

NURHARIANI (31), adalah istri dari lulusan program sekolah lapang SCPP dari desa Sinyonyoi di kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Nurhariani ikut berpartisipasi di sekolah lapang nutrisi yang diadalan bagi keluarga petani kakao. Program ini dilaksanakan oleh Kerajaan Belanda dan Swisscontact pada bulan November 2013 yang lalu. Selama sekolah lapang, ia terpilih sebagai ketua dari kelompok nutrisi 'Belantara Maju' untuk membantu 36 anggotanya.

“Saya sangat senang saat suami saya memberitahukan saya tentang sekolah lapang nutrisi yang diadakan bagi para istri atau keluarga lulusan sekolah lapang kakao SCPP. Saya segera meminta suami saya untuk mendaftarkan saya sebagai salah satu pesertanya. Tanpa diduga, saya terpilih sebagai ketua kelompok untuk membantu anggota kelompok saya yang seluruhnya wanita. Selama sekolah lapang kami menerima pelatihan bagaimana menyediakan makanan yang proporsional

dan bergizi bagi keluarga kami. Kami juga diajari tentang gizi bagi kelompok rentan dan bagaimana membentuk kebun di rumah untuk suplai bahan makanan yang terpercaya.

Setelah pelatihan, saya menanam berbagai macam sayuran seperti kangkung, sawi, bayam, kacang panjang dilahan seluas 300 m2 disekitar rumah saya. Sejak Desember 2013, saya sudah panen bayam dan kangkung lebih dari 10 kali, sawi sebanyak 6 kali dan kacang panjang 3 kali. Selain untuk dikonsumsi keluarga, saya juga menjual sayur-sayuran tersebut ke pedagang sayuran lokal secara teratur. Pedagang sayuran lebih suka membeli sayur-sayuran dari peserta program SCPP karena sayurannya yang organik. Sampai saat ini, pendapatan saya dari penjualan sayur-sayuran hampir mencapai 5 juta rupiah. Uangnya saya gunakan untuk membeli keperluan rumah tungga, membayar biaya sekolah ke-enam anak saya, membeli bibit dan sedikit menabung”

“Setelah melihat keberhasilan saya menanam dan menjual sayur-sayuran, para ibu lainnya juga mulai membangun kebun mereka. Sekarang hampir 80% keluarga di desa saya sudah menanam sayur-sayuran disekitar rumah mereka. Saya berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Kerajaan Belanda dan Swisscontact untuk program nutrisinya yang memungkinkan saya untuk mendapatkan suplai sayur-sayuran yang sehat dan bervariasi dari sekitar rumah kami. Saya bahkan bisa menghasilkan pemasukan tambahan dari penjualan sayur-sayuran tersebut. Ini merupakan bantuan yang sangat bermanfaat bagi peningkatkan perekonomian keluarga saya. Saya berharap keluarga lain juga bisa merasakan manfaat yang sama”

07 08

Page 12: Generasi Penerus Petani Kakao

Parigi Moutong, Sulawesi Tengah

Dari Pedagang Lokal Menjadi Petani Andalan

SRI WAHYUNI (33), adalah pribadi yang komunikatif dan memiliki jaringan luas di sektor kakao di desa Mubang kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Terlahir dari keluarga yang berkecimpung disektor kakao, Sri mengikuti jejak ibunya menjadi seorang pedagang pengumpul sejak dua belas tahun yang lalu. Dalam jangka waktu tersebut, jaringan yang luas dan hubungan baik telah terbangun antara Sri dan para petani kakao. Sayangnya, menjadi pedagang tidak membuat Sri lantas menjadi seorang petani yang baik. Meskipun keluarganya memiliki lahan kakao seluas 6 hektar, Sri sering tidak mampu menjawab saat ditanya oleh pelanggannya bagaimana cara meningkatkan hasil panen. Sampai dengan Armajaro dan Swisscontact pelatihan sekolah lapang di desa Mubang pada bulan Mei 2013.

“Saya segera mendaftarkan diri dalam program SCPP dan terpilih untuk mengikuti Pelatihan menjadi Pelatih (ToT). Kemudian, saya ditugaskan sebagai petani andalan untuk mendampingi kelompok tani 'Jaya Kakao'. Saya membantu memfasilitasi sekolah lapang bagi 20 anggota kelompok. Selama pelatihan, saya selalu termotivasi dan selalu ingin belajar. Saya kira itu adalah saat yang tepat untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang saya terima dari pelanggan saya, para petani kecil.

Menurut saya mempraktekan teori adalah cara terbaik untuk mempelajari keahlian

baru, karena itu saya segera saya mengimplementasi semua teknik yang saya pelajari di sekolah lapang di kebun keluarga saya untuk mendapatkan hasil yang baik. Belajar dari pengalaman, saya juga mengajak anggota lainnya untuk mengaplikasi perlakuan yang sama di kebun mereka. Saya bahkan rela melewati daerah pegunungan dimana kebanyakan anggota kelompok saya tinggal dan menanam kakao agar mereka bisa mendapatkan bantuan yang diperlukan. Keluarga saya memiliki lahan kakao seluas 6 hektar yang ditanami sekitar 900 pohon per hektarnya. Sekarang saya turut serta membantu perawatannya, dan hal ini membuat saya lebih menghargai kebun kakao. Saya mengaplikasikan teknik terbaik untuk mencapai hasil yang maksimum, hasilnya lebih banyak buah sehat yang tumbuh. Dari satu hektar saya bisa menghasilkan 21 karung, per karungnya diisi dengan 25 kg biji basah.

Sebenarnya tergantung kita apa yang kita inginkan dari kebun kita. Kita telah mendapat pengetahuan dan keahlian yang bisa diterapkan dari Armajaro dan Swisscontact. Benar, bahwa dibutuhkan kerja keras dan usaha untuk memproduksi kakao dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Tetapi kakao adalah komoditas yang sangat menjanjikan yang menurut pengalaman saya adalah komoditas yang bernilai tinggi dan sangat layak untuk tetap dibudidayakan”

“Terima kasih banyak Armajaro dan Swisscontact untuk sekolah lapangnya yang sangat bermanfaat. Sekarang saya adalah benar seorang pelaku kakao yang bisa menyarankan bagaimana cara budidaya kakao yang benar. Sebagai pedagang, saya menawarkan pelanggan saya harga yang sesuai. Dengan cara ini, saya berharap saya bisa memotivasi mereka untuk tetap menanam kakao. Saya percaya program ini membawa kebaikan bagi kami, para petani kakao kecil. Saya berharap program serupa bisa dijalankan di daerah lainnya juga yang sedang membutuhkan motivasi untuk menanam kakao dan meningkatkan perekonomian mereka”

09 10

Sri Wahyuni

Page 13: Generasi Penerus Petani Kakao

Parigi Moutong, Sulawesi Tengah

Dari Pedagang Lokal Menjadi Petani Andalan

SRI WAHYUNI (33), adalah pribadi yang komunikatif dan memiliki jaringan luas di sektor kakao di desa Mubang kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Terlahir dari keluarga yang berkecimpung disektor kakao, Sri mengikuti jejak ibunya menjadi seorang pedagang pengumpul sejak dua belas tahun yang lalu. Dalam jangka waktu tersebut, jaringan yang luas dan hubungan baik telah terbangun antara Sri dan para petani kakao. Sayangnya, menjadi pedagang tidak membuat Sri lantas menjadi seorang petani yang baik. Meskipun keluarganya memiliki lahan kakao seluas 6 hektar, Sri sering tidak mampu menjawab saat ditanya oleh pelanggannya bagaimana cara meningkatkan hasil panen. Sampai dengan Armajaro dan Swisscontact pelatihan sekolah lapang di desa Mubang pada bulan Mei 2013.

“Saya segera mendaftarkan diri dalam program SCPP dan terpilih untuk mengikuti Pelatihan menjadi Pelatih (ToT). Kemudian, saya ditugaskan sebagai petani andalan untuk mendampingi kelompok tani 'Jaya Kakao'. Saya membantu memfasilitasi sekolah lapang bagi 20 anggota kelompok. Selama pelatihan, saya selalu termotivasi dan selalu ingin belajar. Saya kira itu adalah saat yang tepat untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang saya terima dari pelanggan saya, para petani kecil.

Menurut saya mempraktekan teori adalah cara terbaik untuk mempelajari keahlian

baru, karena itu saya segera saya mengimplementasi semua teknik yang saya pelajari di sekolah lapang di kebun keluarga saya untuk mendapatkan hasil yang baik. Belajar dari pengalaman, saya juga mengajak anggota lainnya untuk mengaplikasi perlakuan yang sama di kebun mereka. Saya bahkan rela melewati daerah pegunungan dimana kebanyakan anggota kelompok saya tinggal dan menanam kakao agar mereka bisa mendapatkan bantuan yang diperlukan. Keluarga saya memiliki lahan kakao seluas 6 hektar yang ditanami sekitar 900 pohon per hektarnya. Sekarang saya turut serta membantu perawatannya, dan hal ini membuat saya lebih menghargai kebun kakao. Saya mengaplikasikan teknik terbaik untuk mencapai hasil yang maksimum, hasilnya lebih banyak buah sehat yang tumbuh. Dari satu hektar saya bisa menghasilkan 21 karung, per karungnya diisi dengan 25 kg biji basah.

Sebenarnya tergantung kita apa yang kita inginkan dari kebun kita. Kita telah mendapat pengetahuan dan keahlian yang bisa diterapkan dari Armajaro dan Swisscontact. Benar, bahwa dibutuhkan kerja keras dan usaha untuk memproduksi kakao dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Tetapi kakao adalah komoditas yang sangat menjanjikan yang menurut pengalaman saya adalah komoditas yang bernilai tinggi dan sangat layak untuk tetap dibudidayakan”

“Terima kasih banyak Armajaro dan Swisscontact untuk sekolah lapangnya yang sangat bermanfaat. Sekarang saya adalah benar seorang pelaku kakao yang bisa menyarankan bagaimana cara budidaya kakao yang benar. Sebagai pedagang, saya menawarkan pelanggan saya harga yang sesuai. Dengan cara ini, saya berharap saya bisa memotivasi mereka untuk tetap menanam kakao. Saya percaya program ini membawa kebaikan bagi kami, para petani kakao kecil. Saya berharap program serupa bisa dijalankan di daerah lainnya juga yang sedang membutuhkan motivasi untuk menanam kakao dan meningkatkan perekonomian mereka”

09 10

Sri Wahyuni

Page 14: Generasi Penerus Petani Kakao

Aceh Tamiang, Aceh

Musto

Berani Bereksperimen

11 12

MUSTO (38), adalah petani andalan proyek Swisscontact –PEKA dari desa Rantau Bintang di Aceh Tamiang yang terkenal memiliki antusiasme tinggi untuk mengadopsi teknik-teknik baru demi mendapatkan manfaat yang lebih dari sektor kakao. Musto memulai usaha kakaonya 17 tahun yang lalu di Lhokseumawe. Saat itu ia gagal karena kurangnya kapasitas mengenai teknik yang tepat dalam budidaya kakao. Pada tahun 2004, tanpa berputus asa, ia pindah ke Aceh Tamiang dan mencoba lagi menanam lahan barunya yang seluas 0,5 hektar dengan 250 pohon kakao.

Swisscontact memulai proyek PEKA di Aceh tamiang pada tahun 2012 dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani kakao kecil melalui pelatihan praktek pertanian kakao terbaik. Musto segera mendaftarkan diri untuk ikut pelatihan. Dia akhirnya terpilih sebagai petani andalan karena pengalamannya dalam menanam kakao.

“Saya bertanggung jawab untuk membantu anggota kelompok 'Bandar Pusaka' untuk meningkatkan manajemen kebun mereka. Sebagai seseorang yang membantu petani lainnya, saya pertama kali mengaplikasikan perlakuan yang direkomendasikan di kebun saya. Saya selalu berkir bahwa lebih baik jika saya melakukan eksperimen di kebun saya dan mengamati hasilnya sebelum menyebarkan pengetahuan tersebut kepada kelompok. Bagi saya, ilmu yang sangat bermanfaat adalah ilmu dan pelatihan penggunaan klon unggul untuk meningkatkan produksi kakao. Sebelumnya saya hanya menanam klon lokal yang tidak menghasilkan. Selama pelatihan saya diperkenalkan dengan klon unggul baru yang bisa menghasilkan lebih banyak dan lebih

sehat buah kakao. Saya juga belajar cara sambung samping dengan klon S1, S2 dan M01. Untuk perbandingan, saya meninggalkan beberapa pohon dengan klon lokal. Setelah delapan bulan, saya mendapati bahwa pohon yang disambung samping dengan klon S1 menghasilkan lebih banyak dan lebih sehat buah kakao. Ini membenarkan apa yang saya pelajari pada saat sekolah lapang.

Selama pelatihan, saya juga belajar tentang karakter berbeda yang dimiliki klon-klon tersebut. Buah kakao dari klon S1 lebih rentan terhadap hama dan penyakit, sementara M01 bisa menghasilkan lebih banyak buah di sepanjang tahun. Berdasarkan pengalaman pribadi ini, saya memutuskan untuk membudidayakan klom M01 karena produksinya yang berkelanjutan.

Sebagaimana didorong oleh Swisscontact, saya juga membuat catatan sederhana produktivitas kakao saya, tahun lalu saya memproduksi sekitar 1 ton dari 0,5 hektar. Jika diuangkan, sama hasilnya dengan 4 juta rupiah per bulan, artinya saya menikmati kenaikan penghasilan sebanyak 20-40%.

Pengalaman ini telah mendorong saya untuk menbuat pembibitan untuk menjamin keberlangsungan pengadaan bibit klon unggulan. Saya ingin membagikan bibit-bibit tersebut ke teman petani kakao lainnya sehingga setiap orang bisa meraih keberhasilan juga. Terima kasih kepada teknologi dan teknik baru, sekarang kebun saya menjadi referensi bagi petani lainnya di desa saya. Saya akhirnya belajar bahwa berkebun kakao adalah usaha yang menguntungkan”

“Saya berterima kasih kepada Swisscontact dan Pemerintah Swiss melalui SECO yang telah mengajarkan saya teknologi baru dan memberikan informasi bagi peningkatan produktivitas kakao saya. Saya sekarang menghasilkan pendapatan yang lebih besar walaupun dengan luas lahan yang sama hasil dari mempraktekan teknik terbaru dan menanam klon kakao yang lebih baik. Mudah-mudahan, rekan-rekan petani kakao lainnya bisa meraih kesuksesan yang sama sehingga impian kami akan peningkatan ekonomi melalui kakao bisa tercapai. Kami beruntung telah dibantu oleh Swisscontact dan SECO, terima kasih banyak”

Page 15: Generasi Penerus Petani Kakao

Aceh Tamiang, Aceh

Musto

Berani BereksperimenBereksperimen

11 12

MUSTO (38), adalah petani andalan proyek Swisscontact –PEKA dari desa Rantau Bintang di Aceh Tamiang yang terkenal memiliki antusiasme tinggi untuk mengadopsi teknik-teknik baru demi mendapatkan manfaat yang lebih dari sektor kakao. Musto memulai usaha kakaonya 17 tahun yang lalu di Lhokseumawe. Saat itu ia gagal karena kurangnya kapasitas mengenai teknik yang tepat dalam budidaya kakao. Pada tahun 2004, tanpa berputus asa, ia pindah ke Aceh Tamiang dan mencoba lagi menanam lahan barunya yang seluas 0,5 hektar dengan 250 pohon kakao.

Swisscontact memulai proyek PEKA di Aceh tamiang pada tahun 2012 dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani kakao kecil melalui pelatihan praktek pertanian kakao terbaik. Musto segera mendaftarkan diri untuk ikut pelatihan. Dia akhirnya terpilih sebagai petani andalan karena pengalamannya dalam menanam kakao.

“Saya bertanggung jawab untuk membantu anggota kelompok 'Bandar Pusaka' untuk meningkatkan manajemen kebun mereka. Sebagai seseorang yang membantu petani lainnya, saya pertama kali mengaplikasikan perlakuan yang direkomendasikan di kebun saya. Saya selalu berkir bahwa lebih baik jika saya melakukan eksperimen di kebun saya dan mengamati hasilnya sebelum menyebarkan pengetahuan tersebut kepada kelompok. Bagi saya, ilmu yang sangat bermanfaat adalah ilmu dan pelatihan penggunaan klon unggul untuk meningkatkan produksi kakao. Sebelumnya saya hanya menanam klon lokal yang tidak menghasilkan. Selama pelatihan saya diperkenalkan dengan klon unggul baru yang bisa menghasilkan lebih banyak dan lebih

sehat buah kakao. Saya juga belajar cara sambung samping dengan klon S1, S2 dan M01. Untuk perbandingan, saya meninggalkan beberapa pohon dengan klon lokal. Setelah delapan bulan, saya mendapati bahwa pohon yang disambung samping dengan klon S1 menghasilkan lebih banyak dan lebih sehat buah kakao. Ini membenarkan apa yang saya pelajari pada saat sekolah lapang.

Selama pelatihan, saya juga belajar tentang karakter berbeda yang dimiliki klon-klon tersebut. Buah kakao dari klon S1 lebih rentan terhadap hama dan penyakit, sementara M01 bisa menghasilkan lebih banyak buah di sepanjang tahun. Berdasarkan pengalaman pribadi ini, saya memutuskan untuk membudidayakan klom M01 karena produksinya yang berkelanjutan.

Sebagaimana didorong oleh Swisscontact, saya juga membuat catatan sederhana produktivitas kakao saya, tahun lalu saya memproduksi sekitar 1 ton dari 0,5 hektar. Jika diuangkan, sama hasilnya dengan 4 juta rupiah per bulan, artinya saya menikmati kenaikan penghasilan sebanyak 20-40%.

Pengalaman ini telah mendorong saya untuk menbuat pembibitan untuk menjamin keberlangsungan pengadaan bibit klon unggulan. Saya ingin membagikan bibit-bibit tersebut ke teman petani kakao lainnya sehingga setiap orang bisa meraih keberhasilan juga. Terima kasih kepada teknologi dan teknik baru, sekarang kebun saya menjadi referensi bagi petani lainnya di desa saya. Saya akhirnya belajar bahwa berkebun kakao adalah usaha yang menguntungkan”

“Saya berterima kasih kepada Swisscontact dan Pemerintah Swiss melalui SECO yang telah mengajarkan saya teknologi baru dan memberikan informasi bagi peningkatan produktivitas kakao saya. Saya sekarang menghasilkan pendapatan yang lebih besar walaupun dengan luas lahan yang sama hasil dari mempraktekan teknik terbaru dan menanam klon kakao yang lebih baik. Mudah-mudahan, rekan-rekan petani kakao lainnya bisa meraih kesuksesan yang sama sehingga impian kami akan peningkatan ekonomi melalui kakao bisa tercapai. Kami beruntung telah dibantu oleh Swisscontact dan SECO, terima kasih banyak”

Page 16: Generasi Penerus Petani Kakao

Aceh Barat Daya, Aceh

Nuridah

Sehat dan Bahagia dengan Kebun Nutrisi

NURIDAH (20), adalah ketua kelompok dan salah satu petani andalan program SCPP. Ia memfasilitasi pelatihan untuk kelompoknya yang terdiri dari 31 orang dengan berbagai topik seperti makanan yang seimbang dan bergizi tinggi, membuat kebun hortikultura dan pengetahuan tentang pentingnya nutrisi bagi kelompok rentan. Pelatihan yang dilaksanakan pada bulan April 2014 itu bertujuan untuk menjamin pengadaan nutrisi yang lebih baik bagi keluarga petani kakao. Peserta menerima ilmu praktis bagaimana menanam sayur-sayuran dan bagaiman menyiapkan sayur-sayuran tersebut untuk dikonsumsi melalui sekolah lapang nutrisi. Setelah sekolah lapang, kelompok membuat kebun sayur-sayuran yang berukuran 100 m2 yang ditanami dengan bayam, kangkung, kacang panjang, sawi dan tomat.

“Saya tertarik untuk mengikuti program karena saya memiliki latar belakang pendidikan di bidang peternakan. Saya kira, ini akan menjadi pengalaman menarik buat saya. Saya terpilih menjadi ketua kelompok dan mengikuti Pelatihan untuk Pelatih (ToT). Setelah pelatihan saya membagikan ilmu saya kepada seluruh anggota kelompok, 10 diantaranya kebetulan adalah para perempuan muda seperti saya. Mereka menunjukan ketertarikan yang sama untuk belajar modul

praktek nutrisi yang baik. Semangat ini pun tersebar ke anggota kelompok lainnya.

Saat ini, kebun kami baru berumur beberapa minggu, sayuran hijaunya terlihat sangat rimbun. Kami akan membagikan hasil panen pertama kami ke seluruh anggota. Karena kami ingin merasakan sayuran organik, setahu kami sayuran organik itu mahal di pasar.

Setelah menerima pelatihan, kami didorong untuk membuat kebun nutrisi setidaknya 9 m2 disekitar kebun kakao atau rumah kami. Pelatihan juga mengajarkan kami bahwa selain untuk konsumsi keluarga, kami juga bisa menjual hasil panen kami yang berlebih untuk penghasilan tambahan. Kami ingin yang lainnya juga menerima manfaat dari program nutrisi ini. Uang dari hasil penjualannya akan kami gunakan untuk membeli lebih banyak bibit.

Saya berharap akan lebih banyak orang yang terinspirasi untuk membuat kebun nutrisi demi meningkatkan status nutrisi keluarga mereka. Sehingga, mereka tidak hanya bisa mencapai peningkatan ekonomi tetapi juga bisa menjadi keluarga yang sehat dan lebih bahagia. Tanpa program nutrisi ini, kemungkinan saya tidak akan pernah tahu bahwan kebun sayuran yang sekecil ini bisa memberikan manfaat yang sebegitu besarnya bagi keluarga saya”

“Saya sangat berterima kasih kepada Kerajaan Belanda dan Swisscontact atas program nutrisinya di desa kami. Anggota kelompok saya dan saya sendiri telah mendapatkan ilmu pengetahuan tentang makanan bergizi bagi kami dan keluarga kami. Program nutrisi ini juga mengajarkan kami untuk mendapatkan sumber bahan makanan yang segar dan terpercaya dari kebun sayuran kecil dan mudah dirawat disekitar kebun kakao kami.”

13 14

Page 17: Generasi Penerus Petani Kakao

Aceh Barat Daya, Aceh

Nuridah

Sehat dan Bahagia dengan Kebun Nutrisi

NURIDAH (20), adalah ketua kelompok dan salah satu petani andalan program SCPP. Ia memfasilitasi pelatihan untuk kelompoknya yang terdiri dari 31 orang dengan berbagai topik seperti makanan yang seimbang dan bergizi tinggi, membuat kebun hortikultura dan pengetahuan tentang pentingnya nutrisi bagi kelompok rentan. Pelatihan yang dilaksanakan pada bulan April 2014 itu bertujuan untuk menjamin pengadaan nutrisi yang lebih baik bagi keluarga petani kakao. Peserta menerima ilmu praktis bagaimana menanam sayur-sayuran dan bagaiman menyiapkan sayur-sayuran tersebut untuk dikonsumsi melalui sekolah lapang nutrisi. Setelah sekolah lapang, kelompok membuat kebun sayur-sayuran yang berukuran 100 m2 yang ditanami dengan bayam, kangkung, kacang panjang, sawi dan tomat.

“Saya tertarik untuk mengikuti program karena saya memiliki latar belakang pendidikan di bidang peternakan. Saya kira, ini akan menjadi pengalaman menarik buat saya. Saya terpilih menjadi ketua kelompok dan mengikuti Pelatihan untuk Pelatih (ToT). Setelah pelatihan saya membagikan ilmu saya kepada seluruh anggota kelompok, 10 diantaranya kebetulan adalah para perempuan muda seperti saya. Mereka menunjukan ketertarikan yang sama untuk belajar modul

praktek nutrisi yang baik. Semangat ini pun tersebar ke anggota kelompok lainnya.

Saat ini, kebun kami baru berumur beberapa minggu, sayuran hijaunya terlihat sangat rimbun. Kami akan membagikan hasil panen pertama kami ke seluruh anggota. Karena kami ingin merasakan sayuran organik, setahu kami sayuran organik itu mahal di pasar.

Setelah menerima pelatihan, kami didorong untuk membuat kebun nutrisi setidaknya 9 m2 disekitar kebun kakao atau rumah kami. Pelatihan juga mengajarkan kami bahwa selain untuk konsumsi keluarga, kami juga bisa menjual hasil panen kami yang berlebih untuk penghasilan tambahan. Kami ingin yang lainnya juga menerima manfaat dari program nutrisi ini. Uang dari hasil penjualannya akan kami gunakan untuk membeli lebih banyak bibit.

Saya berharap akan lebih banyak orang yang terinspirasi untuk membuat kebun nutrisi demi meningkatkan status nutrisi keluarga mereka. Sehingga, mereka tidak hanya bisa mencapai peningkatan ekonomi tetapi juga bisa menjadi keluarga yang sehat dan lebih bahagia. Tanpa program nutrisi ini, kemungkinan saya tidak akan pernah tahu bahwan kebun sayuran yang sekecil ini bisa memberikan manfaat yang sebegitu besarnya bagi keluarga saya”

“Saya sangat berterima kasih kepada Kerajaan Belanda dan Swisscontact atas program nutrisinya di desa kami. Anggota kelompok saya dan saya sendiri telah mendapatkan ilmu pengetahuan tentang makanan bergizi bagi kami dan keluarga kami. Program nutrisi ini juga mengajarkan kami untuk mendapatkan sumber bahan makanan yang segar dan terpercaya dari kebun sayuran kecil dan mudah dirawat disekitar kebun kakao kami.”

13 14

Page 18: Generasi Penerus Petani Kakao

Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Asman

Muda dan Berhasil

ASMAN (27), petani kakao muda dari desa Bumi Harapan, Luwu Utara di Sulawesi Selatan, bergabung dengan Sekolah Lapang Kakao yang difasilitasi oleh MARS dan Swisscontact pada bulan September 2012. Sebelum mengikuti sekolah lapang, kebun kakao Arman dikenal sebagai salah satu kebun kakao yang paling buruk diantara petani lokal. Tetapi sekarang, dia adalah salah satu lulusan sekolah lapang yang sukses didaerahnya.

“Saya mulai menanam kakao sejak saya berumur dua belas tahun. Saat itu, saya hanya membantu orang tua saya merawat 800 pohon kakao di lahan seluas satu hektar. Setelah tamat Sekolah Menengah Atas, orang tua saya menyerahkan lahan tersebut agar saya melakukan perawatan rutin seterusnya. Saya akhirnya setuju untuk melanjutkan merawat kebun kakao kami ketimbang mencari pekerjaan karena harga kakao memang bagus saat itu. Meskipun pengetahuan saya yang terbatas dalam budidaya kakao, saya mampu menghasilkan sampai dengan 500 kg per tahun per hektar. Tetapi setelah beberapa waktu, produksi kakao saya semakin berkurang disebabkan hama dan penyakit. Hama Penggerek Buah Kakao (PBK), penyakit pembuluh kayu (VSD) dan busuk buah menyerang kebun saya. Kebun saya menjadi rusak dan mengakibatkan produksi kakao saya berkurang secara drastis Saya pun putus asa.

Namun kemudian saya mendengar bahwa MARS dan Swisscontact datang ke desa kami. Saya tertarik untuk ikut serta dan segera mendaftarkan diri sebagai peserta

sekolah lapang. Selama sekolah lapang, saya belajar tentang teknik panen sering, pemangkasan, sanitasi serta pemupukan. Saya juga belajar tentang pembuatan pupuk organik dan pengendalian hama. Saya pun segera mengaplikasi teknik-teknik baru tersebut di kebun saya. Tidak lama setelahnya, saya bisa melihat bahwa masalah busuk buah berkurang, serangan hama PBK dan penyakit VSD juga mengalami penurunan. Ternyata, pelatihan menekankan bahwa manajemen kebun yang baik adalah salah satu solusi untuk mengatasi hambatan di kebun.

Setelah sekolah lapang, saya tetap melanjutkan mengaplikasi ilmu yang saya punya. Sekarang kebun saya terawat dengan baik dan dijadikan sebagai referensi bagi petani lain di desa saya. Saya juga membagikan ilmu saya ke petani lainnya. Saat ini produksi kakao saya semakin meningkat dan saya mampu menghasilkan sampai dengan 1 ton per tahun per hektar. Harga kakao sekarang juga menguntungkan bagi petani, dengan harga 35 ribu rupiah per kilogram, saya mampu menghasilkan sekitar 35 juta rupiah tahun ini. Hasil yang memuaskan ini memotivasi saya untuk tetap menjalankan usaha kakao saya dan memperluas kebun kakao saya. Selain itu, karena terinspirasi oleh keberhasilan saya, sekarang banyas para pemuda di daerah saya yang tertarik untuk menanam kakao”

“Atas keberhasilan yang saya raih, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada MARS dan Swisscontact untuk pelaksanaan sekolah lapang di desa saya. Sekolah lapang tersebut merupakan kontribusi yang sangat berarti bagi kami, para petani kecil. Saya yakin bahwa pohon kakao saya akan tetap produktif dan memungkinkan saya untuk memiliki perekonomian yang lebih baik dengan menanam kakao. Mudah-mudahan banyak orang lain yang terinspirasi dan mengalami kesuksesan yang sama seperti yang saya”

15 16

Page 19: Generasi Penerus Petani Kakao

Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Asman

Muda dan Berhasil

ASMAN (27), petani kakao muda dari desa Bumi Harapan, Luwu Utara di Sulawesi Selatan, bergabung dengan Sekolah Lapang Kakao yang difasilitasi oleh MARS dan Swisscontact pada bulan September 2012. Sebelum mengikuti sekolah lapang, kebun kakao Arman dikenal sebagai salah satu kebun kakao yang paling buruk diantara petani lokal. Tetapi sekarang, dia adalah salah satu lulusan sekolah lapang yang sukses didaerahnya.

“Saya mulai menanam kakao sejak saya berumur dua belas tahun. Saat itu, saya hanya membantu orang tua saya merawat 800 pohon kakao di lahan seluas satu hektar. Setelah tamat Sekolah Menengah Atas, orang tua saya menyerahkan lahan tersebut agar saya melakukan perawatan rutin seterusnya. Saya akhirnya setuju untuk melanjutkan merawat kebun kakao kami ketimbang mencari pekerjaan karena harga kakao memang bagus saat itu. Meskipun pengetahuan saya yang terbatas dalam budidaya kakao, saya mampu menghasilkan sampai dengan 500 kg per tahun per hektar. Tetapi setelah beberapa waktu, produksi kakao saya semakin berkurang disebabkan hama dan penyakit. Hama Penggerek Buah Kakao (PBK), penyakit pembuluh kayu (VSD) dan busuk buah menyerang kebun saya. Kebun saya menjadi rusak dan mengakibatkan produksi kakao saya berkurang secara drastis Saya pun putus asa.

Namun kemudian saya mendengar bahwa MARS dan Swisscontact datang ke desa kami. Saya tertarik untuk ikut serta dan segera mendaftarkan diri sebagai peserta

sekolah lapang. Selama sekolah lapang, saya belajar tentang teknik panen sering, pemangkasan, sanitasi serta pemupukan. Saya juga belajar tentang pembuatan pupuk organik dan pengendalian hama. Saya pun segera mengaplikasi teknik-teknik baru tersebut di kebun saya. Tidak lama setelahnya, saya bisa melihat bahwa masalah busuk buah berkurang, serangan hama PBK dan penyakit VSD juga mengalami penurunan. Ternyata, pelatihan menekankan bahwa manajemen kebun yang baik adalah salah satu solusi untuk mengatasi hambatan di kebun.

Setelah sekolah lapang, saya tetap melanjutkan mengaplikasi ilmu yang saya punya. Sekarang kebun saya terawat dengan baik dan dijadikan sebagai referensi bagi petani lain di desa saya. Saya juga membagikan ilmu saya ke petani lainnya. Saat ini produksi kakao saya semakin meningkat dan saya mampu menghasilkan sampai dengan 1 ton per tahun per hektar. Harga kakao sekarang juga menguntungkan bagi petani, dengan harga 35 ribu rupiah per kilogram, saya mampu menghasilkan sekitar 35 juta rupiah tahun ini. Hasil yang memuaskan ini memotivasi saya untuk tetap menjalankan usaha kakao saya dan memperluas kebun kakao saya. Selain itu, karena terinspirasi oleh keberhasilan saya, sekarang banyas para pemuda di daerah saya yang tertarik untuk menanam kakao”

“Atas keberhasilan yang saya raih, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada MARS dan Swisscontact untuk pelaksanaan sekolah lapang di desa saya. Sekolah lapang tersebut merupakan kontribusi yang sangat berarti bagi kami, para petani kecil. Saya yakin bahwa pohon kakao saya akan tetap produktif dan memungkinkan saya untuk memiliki perekonomian yang lebih baik dengan menanam kakao. Mudah-mudahan banyak orang lain yang terinspirasi dan mengalami kesuksesan yang sama seperti yang saya”

15 16

Page 20: Generasi Penerus Petani Kakao