gempa 2010

Upload: yudidewa2008

Post on 15-Oct-2015

69 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penentuan beban Gempa 2010

TRANSCRIPT

Bagian I Gempa

Bagian I GempaTulisan ini merupakan bagian pertama dari total 2 tulisan. Bagian I adalah gempa, bagian II adalah Angin.Each earthquake tells us a story. Sometimes it confirms something we know, or sometimes it tells us something we didnt know. (I. M. Idriss).

I. PendahuluanSebagaimana tulisan saya sebelumnya, perancangan struktur tahan gempa (seismic design) merupakan suatu proses yang tidak sederhana, dibutuhkan pemahaman dan konsistensi mengenai konsep desain yang menyeluruh. Penulis sering mendengar, perancangan tahan gempa sudah selesai ketika beban gempa sudah dihitung (atau di-input). Pandangan seperti itu adalah salah besar, mengingat menghitung beban gempa adalah porsi kecil dalam suatu desain rumit yang berintegrasi, masih banyak proses yang harus dijalani, seperti mengaplikasikan desain kapasitas, memastikan elemen balok gagal dalam mekanisme lentur (tidak gagal geser), memastikan kolom lebih kuat dari balok, memastikan HBK / joint memiliki kuat geser yang cukup, memastikan pondasi mengalami penurunan yang masih dalam batas toleransi, detailing dan lain-lain.

Sebagaimana yang disebut oleh Frank E. Mcclure, mantan President Earthquake Engineering Research Institute, EERI (dalam McClure, 2006) bahwa peraturan bangunan sendiri tidak bisa menjamin konstruksi yang baik. Perancangan yang baik oleh Engineers dengan pengalaman dalam bangunan tahan gempa, berpasangan dengan inspeksi lapangan yang cukup dari orang yang kompeten, serta pelaksanaan pekerjaan yang baik oleh Kontraktor berpengalaman adalah maksud utama dalam mencapai bangunan tahan gempa.

Taranath (2010) menjelaskan, analisis yang mendetail dari suatu struktur pun tidak secara langsung menjamin struktur tersebut tahan gempa. Persyaratan tambahan diperlukan untuk menyediakan derajat konsistensi yang cukup untuk memastikan ketahanan gempa suatu struktur. Harus selalu diingat bahwa respon aktual suatu struktur terhadap gempa sering kali tidak merefleksikan konsep asli si engineer atau pemodelan struktur seperti diatas kertas. Apa yang menjadi refleksi asli suatu struktur adalah ketika struktur tersebut selesai dibangun.

Dengan demikian, tulisan berikut merupakan suatu proses untuk lebih memahami perancangan struktur tahan gempa (seismic design). Penulis memang sengaja memperbanyak tulisan, dikarenakan penulis percaya dengan istilah hitungan itu gampang, pemahaman konseplah yang jauh lebih penting.

Memahami perilaku struktur sangatlah penting, agar optimalisasi desain tercapai.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa analisis sangat erat kaitannya dengan asumsi yang digunakan. Dengan demikian, tulisan ini TIDAK dimaksudkan untuk membenarkan/menyalahkan metode analisis yang lain. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberi pilihan (opsi) beserta latar belakangnya.

***

Periode getar struktur (fundamental period), biasa disimbolkan dengan T atau Ta merupakan properti yang sangat penting untuk diketahui dalam proses perancangan struktur, khususnya dalam struktur bangunan tahan gempa yang menjadi perhatian dalam tulisan ini.

Kenapa periode getar struktur menjadi begitu penting? Karena periode getar strukturlah yang akan menentukan besarnya beban gempa (dan beban angin) yang akan diaplikasikan dalam perancangan struktur (selain faktor-faktor lain seperti nilai R, I, dan lain-lain).

Meskipun demikian, ternyata masih banyak teman-teman penulis yang sering lupa, oleh karena itu, tulisan ini bermaksud untuk mengingatkannya.

Tulisan berikut dimaksudkan untuk solusi praktis, sehingga pembaca yang tertarik lebih detail, dipersilahkan untuk membaca textbook, terutama tentang getaran.

II. TeoriGetaran Bebas (Free Vibration) Sebagaimana diketahui, umumnya segala benda dibumi ini mengalami peredaman, diantaranya adalan gesekan antara dua bidang permukaan, gesekan dengan zat cair atau zat gas yang mengelilingi, gesekan yang terjadi pada sambungan maupun gesekan antar molekul didalam benda itu sendiri. Namun dalam analisis dinamik terdapat suatu pendekatan, yaitu gerakan benda dianggap tidak teredam, artinya gerakan benda tersebut tidak mengalami peredaman. Gerakan tanpa redaman itu disebut gerakan bebas (undamped free vibration).

Getaran bebas terjadi ketika struktur berosilasi dibawah aksi dari suatu gaya yang melekat dalam struktur tanpa adanya gaya luar. Kekuatan-kekuatan yang melekat tersebut muncul dari kecepatan awal (initial velocity) dan perpindahan (displacement) yang dimiliki struktur pada awal fase getaran bebasnya (Anderson, 2001). Sebagaimana diketahui, periode getar struktur, yang selanjutnya akan disebut sebagai periode getar adalah properti dinamik dari suatu struktur.

Periode getar T adalah waktu yang diperlukan untuk menempuh satu putaran lengkap dari suatu getaran ketika terganggu dari posisi keseimbangan statis dan kembali ke posisi aslinya. Periode getar juga sering disebut secara lengkap dengan periode getar alami struktur (natural fundamental period), dimana istilah alami tersebut digunakan untuk menggambarkan setiap getaran untuk menekankan fakta bahwa hal tersebut merupakan properti alami dari struktur yang bergantung pada massa dan kekakuan yang bergetar secara bebas tanpa adanya gaya luar.

Untuk memahami, dapat dilihat gambar dari FEMA 451B (2007) berikut:

Gambar 1. Undamped Free Vibration (FEMA 451B, 2007)

Dari teori kuliah, telah kita ketahui, rumus periode getar adalah :

Namun, pada struktur nyata, perhitungan yang eksak mengenai periode getar struktur sangatlah sulit untuk dilakukan (jika tidak ingin dikatakan tidak mungkin), karena periode getar adalah fungsi dari massa dan kekakuan seperti pada rumus diatas.

Kekakuan dipengaruhi oleh elemen non struktural yang umumnya tidak dipertimbangkan dalam perancangan, sedangkan massa adalah sebuah kuantitas acak yang tergantung pada penggunaan struktur pada saat terjadi gempa.

Sesuai konsep dasar getaran dan Gambar 1, maka amplitudo getaran adalah konstan, sehingga getaran, secara teori, akan terus bergetar tanpa batas waktu (konsep tanpa redaman). Hal ini tidak sepenuhnya dapat diterima, karena getaran seharusnya berkurang seiring waktu, yang mengarah pada konsep redaman pada struktur (Anderson, 2001).

Pada analisis dinamik, periode getar diasosiasikan dengan pola goyangan (mode shape). Mode shape yang memiliki frekuensi terendah (periode terpanjang) disebut sebagai mode shape pertama (mode satu atau fundamental mode).

Pada analisis dinamik, mode shape pertama yang umumnya diadopsi, artinya struktur dianggap cukup fleksibel dengan lantai-lantai tingkat yang relatif kaku (Widodo, 2001). Setiap struktur memiliki banyak frekuensi natural yang berhubungan dengan mode shape sebagai degree of freedom (DoF).

Dewasa ini analisis untuk mencari mode shape (eigenvalue analysis) dilakukan dengan komputer.

Namun, dengan semakin berkembangnya komputer, tidak serta merta pemodelan yang dilakukan adalah benar, meskipun analisis dilakukan secara tiga dimensi (3D). Terdapat beberapa celah, dimana analisis dinamik (eigenvalue analysis) yang digunakan untuk menghitung mode shape dan periode getar menjadi kurang tepat, diantaranya adalah:

1. Penyederhanaan yang berlebihan pada model analisis (over-simplified).

2. Terlalu rumitnya pemodelan struktur (memiliki banyak DoF).

3. Model analitik pada eigenvalue analysis umumnya mengabaikan elemen non struktural yang mampu memberikan kekakuan (stiffening effect) seperti tembok yang ada pada struktur.

4. Model analitik pada eigenvalue analysis umumnya mengabaikan kolom yang hanya menahan beban gravitasi (gravity-only columns) yang mampu memberikan kekakuan (stiffening effect) .

Meskipun demikian, analisis dinamik (eigenvalue analysis) tetaplah diperlukan, dan wajib dilakukan, sebagai kontrol dalam perancangan.

III. Periode getar hasil eksperimenPemahaman akan teori getaran diatas tidak serta merta dapat diaplikasikan langsung, khususnya untuk bangunan bertingkat rendah (low rise buildings) dan bangunan bertingkat menengah (mid rise buildings), dimana Equivalent Lateral Force (ELF) Analysis atau Statik Ekivalen dapat diterapkan.

Seperti biasa, tetap diperlukan verifikasi lapangan, atau uji eksperimen, agar pola yang benar dominan terjadi dapat diketahui.

Ada sebuah quote yang menarik yang kiranya perlu kita renungkan dalam dunia Structural Engineering, oleh Werner von Braun, seorang Ilmuan Roket :

One test result is worth one thousand expert opinionsMaka, di Amerika Serikat, sejumlah besar instrumen perekam (strong motion instruments) telah diletakkan pada banyak bangunan konstruksi yang umum didaerah resiko gempa tinggi oleh U.S. Geological Survey (USGS) dan California Division of Mines and Geology(periods computed from accelerograph records). Setelah beberapa tahun, hal tersebut telah memberikan hasil/data periode getar struktur aktual dari berbagai gedung tersebut akibat gempa bumi (FEMA 450-2, 2003).

Setelah hasil/data periode getar struktur aktual didapat, periode getar selanjutnya ditentukan dari rumus empiris yang didapat dari data instrumen saat gempa San Fernando 1971 (FEMA 303, 1997; FEMA 369, 2001; FEMA 450-2, 2003) dan gempa Northridge1994 (Jacobs, 2008), yang merupakan data statistik dari gedung-gedung di California (FEMA P750, 2009).

Data tersebut digunakan untuk menentukan persamaan/rumus batas atas dan batas bawah menggunakan analisis regresi (regression analysis) (Jacobs, 2008).

Gambar 2. Variasi periode getar struktur terhadap tinggi bangunan (FEMA P-750, 2009).

IV. Periode getar di peraturan (code)Setelah kita mengetahui latar belakang hasil pengujian periode getar di California, US, maka selanjutnya kita akan membahas periode getar di peraturan (code).

Sekali lagi penulis mengingatkan, periode getar ini hanya dimaksudkan pada kondisi Equivalent Lateral Force (ELF) Analysis atau Statik Ekivalen.

Penentuan Periode Getar StrukturPada level praktek, umumnya lebih disukai bahwa penentuan periode getar menggunakan metode analisis modal dan prinsip mekanika struktur. Namun, metode mekanika struktur tidak bisa digunakan untuk menghitung mekanika struktur sebelum struktur selesai dirancang.

Well, my friend, we are running in circle.

Pada prinsipnya, periode getar struktur adalah produk dari massa dan kekakuan, yang mana tidak bisa didapat jika struktur belum selesai dirancang (karena massa dan kekakuan belum ada). Tetapi, pada dasarnya,seismic designjuga tidak bisa dimulai tanpa adanya periode getar struktur dan periode getar struktur tidak bisa dilakukan jikaseismic design belum dilakukan. Menghadapi situasi ini,codememberikan suatu formula pendekatan agar proses desain dapat dimulai. Formula pendekatan tersebut pada dasarnya akan menghasilkan periode getar yang lebih pendek dari pada periode getar real, dimana maksud dari hal tersebut adalah jika periode getar awal tersebut tidak direvisi, maka perancangan struktur akan tetap aman (konservatif), dimana periode getar struktur yang kecil akan menghasilkan base shearyang lebih besar yang digunakan dalam desain (Ghosh & Fanella, 2003).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa periode getar struktur sangat dipengaruhi oleh kekakuan (dan massa) yang diasumsikan, dimana perbedaan penggunaan gross section ataupun cracked section memberikan perbedaan yang besar (misalnya seberapa rendah penggunaan cracked section).

Oleh karena itu, persamaan yang diberikan dalam code (ASCE 7-10) tersebut merupakan suatu metode pendekatan yang bisa digunakan untuk memperkirakan periode getar, dimana hanya (sangat) sedikit informasi yang tersedia saat perancangan awal. Metode pendekatan tersebut didasarkan pada formula sederhana yang hanya menyediakan deskripsi umum dari tipe struktur (seperti portal baja, portal beton, sistem shear wall, braced frame, dan lain-lain) dan dimensi total (seperti ketinggian total dan panjang/lebar struktur) untuk memperkirakan periode getar struktur dalam rangka menghitung base shear untuk desain awal (preliminary design). Diharapkan, base shear yang didapat tersebut memberikan hasil yang konservatif. Bahkan untuk desain akhir (final design), penggunaan nilai periode getar yang terlalu besar (tidak realistis) dapat memberikan hasil yang tidak konservatif (terlalu berani) (FEMA 450-2, 2003). Lebih lanjut, FEMA 450-2 (2003) menyebutkan, dengan demikian, periode getar struktur yang digunakan harus lebih kecil dari periode getar struktur yang dihitung.

Hasil yang konservatif tersebut didapat dari diabaikannya efek kekakuan dari komponen non struktural dan ketahanan lateral dari kolom, balok dan pelat (Taranath, 2010).

FEMA 450-2 (2003) juga menyebutkan, umumnya telah diterima bahwa persamaan empiris diatas telah disesuaikan terhadap tipe konstruksi yang umum didaerah dengan persyaratan gaya lateral (gempa) yang tinggi. Selain itu, umumnya juga telah dipercaya bahwa sangat jarang gedung didaerah resiko gempa rendah akan dirancang untuk menghasilkan drift level sebagaimana yang diijinkan oleh peraturan, sebagai akibat dari masalah stabilitas (P-delta) dan persyaratan beban angin. Pada suatu kondisi dimana suatu struktur dikontrol oleh beban angin, penggunaan periode getar T yang lebih besar belum tentu menghasilkan base shear yang lebih kecil, namun demikian, penggunaan pendekatan ini didaerah beban angin yang tinggi tidak seharusnya menghasilkan desain yang tidak aman.

FEMA 450-2 (2003) juga menyebutkan, dengan pemahaman bahwa base shear beban gempa merupakan fungsi dari periode getar, serta asumsi bahwa gaya lateral terdistribusi linier disepanjang tinggi gedung dan bahwa simpangan dikontrol oleh batasan drift (oleh peraturan), perhitungan sederhana dari periode getar melalui metode Rayleigh memberikan kesimpulan bahwa periode getar struktur portal (moment resisting frame) bervariasi secara kasar menurut hn3/4, dimana hn adalah tinggi total gedung. Berdasarkan hal tersebut, maka didapat:

Ta = Ct . hn3/4Setelah didapat data hasil penelitian, ASCE 7-10 memberikan formula periode getar :

Gambar 3. Rumus pendekatan period getar struktur

Periode getar yang digunakan (oleh ASCE 7-10) merupakan batas bawah agar didapat hasil yang konservatif (pendek), dimana periode pendek akan menghasilkan base shear yang lebih besar atau lebih konservatif (FEMA P-750, 2009).

Gambar 4. Periode getar struktur vs tinggi bangunan

Sebagai alternatif, ASCE 7-10 mengijinkan penggunaan rumus periode getar yang melegenda, yaitu Ta = 0,1 N, dimana N adalah jumlah lantai, jika tinggi gedung maksimum adalah 12 lantai, tinggi lantai rata-rata minimum 3 m, yang sistem struktur sepenuhnya adalah frame beton bertulang atau frame baja. Persamaan alternatif Ta = 0,1 N tersebut, telah lama digunakan untuk bangunan portal bertingkat rendah dan sedang (FEMA 450-2, 2003).

Namun, sesungguhnya, rumus periode getar yang melegenda, yaitu Ta = 0,1 N tersebut merupakan hasil analisis dari data gedung di California, US, maka rumus itu dapat diaplikasi selama dimensi elemen frame dapat dibandingkan dengan gedung di California tersebut. Tidak beralasan untuk mengasumsikan persamaan (Ta = 0,1 N) tersebut akan memberikan pendekatan yang dapat diterima pada gedung ditempat lain, misalnya, Kentucky (Sozen, 2004).

Metode lain yang juga sangat terkenal adalah metode Rayleigh:

Namun permasalahannya adalah, metode Rayleigh membutuhkan static lateral displacement, yang artinya, struktur sudah selesai dirancang (karena massa dan kekakuan sudah ada). Sementara kita baru ditahap paling awal (struktur belum selesai dirancang, massa dan kekakuan belum ada). Metode Rayleigh lebih cocok digunakan untuk pengecekan.

Sekali lagi, my friend, we are running in circle.

Dengan demikian, metode Rayleigh tidak dilanjutkan untuk dibahas.

Setelah periode getar sesuai ASCE 7-10 didapat, tentunya hasil yang didapat adalah konservatif. Sehingga ASCE 7-10 membolehkan untuk membesarkan periode getar struktur dengan suatu faktor pengali Cu. Selain karena alasan periode getar yang konservatif, alasan lain penggunaan faktor pengali Cu adalah membatasi digunakannya periode getar yang terlalu tinggi, misalnya dari analisis komputer/dinamik (analisis yang pantas dan tepat/properly substantiated analysis) yang akan menghasilkan base shear yang kecil (tidak konservatif).

Juga, koefisien pengali Cu dimaksudkan untuk merefleksikan kemungkinan bahwa gedung-gedung didaerah dengan persyaratan gaya lateral yang kecil memiliki kemungkinan akan lebih fleksibel. Selanjutnya, penggunaan nilai tersebut menghasilkan perubahan yang tidak terlalu dramatis dari praktek saat ini didaerah dengan resiko gempa rendah (FEMA 450-2, 2003).

Setelah dilakukan berbagai penelitian, dari berbagai data didapatkan kesimpulan bahwa didaerah resiko gempa tingi, rasio batas atas ke batas bawah periode getar dapat diambil sekitar 1,4 (FEMA 450-2, 2003).

Gambar 5. Koefisien Pengali Cu dari ASCE 7-10

Periode Getar yang Digunakan Jika tidak memiliki periode getar dari metode yang lebih akurat, maka gunakan T = Ta.

Jika memiliki periode getar dari metode yang lebih akurat, misalnya analisis komputer (Tc), maka gunakan:

Jika Tc > Ta . Cu, gunakan T = Ta . Cu Jika Ta < Tc < Ta . Cu, gunakan T = Tc Jika Tc < Ta, gunakan T = Ta

Gambar 6. Ilustrasi periode getar yang digunakan

Periode getar yang didapat dari analisis rasional atau properly sustained analysis (misalnya metode getaran bebas/free vibration, metode Rayleigh dll) boleh digunakan jika nilainya lebih kecil dari nilai Ta.Cu. Periode getar tersebut membatasi penggunaan base shear yang terlalu kecil (FEMA P750, 2009).

Analisis yang Pantas dan Tepat (properly substantiated analysis)Jika structural engineer ingin, periode getar yang digunakan untuk menghitung gaya gempa statik ekivalen (equivalent lateral forces ELF) baik untuk kekuatan maupun drift bisa digunakan nilai yang sama dengan rumus pendekatan Ta tanpa perlu tindakan lebih lanjut. Namun perlu diingat bahwa melakukan hal tersebut akan memberikan hasil yang sangat konservatif, sebagaimana ASCE 7-10 mengijinkan penggunaan analisis yang pantas dan tepat (properly substantiated analysis) untuk menentukan periode getar sebagai pengganti dari rumus pendekatan dalam batas tertentu.

Suatu analisis yang pantas dan tepat (properly substantiated analysis) dapat berupa metode Rayleigh dan lain-lain. Program komputer dewasa ini juga dengan mudah dan cepat menghasilkan analisis eigenvalue untuk menentukan mode shape dan periode getar sehingga umumnya structural engineer lebih suka menggunakan komputer.

Sangat penting untuk diingat bahwa periode getar yang didapat dari analisis dinamik (eigenvalue analysis) bisa jauh lebih besar dari rumus pendekatan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh empat faktor yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pengaruh periode getar terhadap beban gempaDari gambar 3 dan 4 diatas terlihat, gedung didaerah resiko gempa yang lebih kecil, diijinkan untuk lebih fleksibel.

Meskipun demikian, structural engineer didaerah resiko gempa yang lebih kecil harus sadar bahwa periode getar yang lebih fleksibel tersebut dapat menjadi masalah, misalnya masalah kestabilan (P-delta) dan stabilitas terhadap beban angin (Garcia dan Sozen, 2004).

Sesungguhnya, pembatasan periode getar sudah diatur dalam SNI 1726-2002, A.5.6 yaitu:

untuk mencegah Pengaruh P-Delta yang berlebihan;

untuk mencegah simpangan antar-tingkat yang berlebihan pada taraf pembebanan gempa yang menyebabkan pelelehan pertama, yaitu untuk menjamin kenyamanan penghunian dan membatasi kemungkinan terjadinya kerusakan struktur akibat pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, maupun kerusakan non-struktur.

untuk mencegah simpangan antar-tingkat yang berlebihan pada taraf pembebanan gempa maksimum, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang menelan korban jiwa manusia.

untuk mencegah kekuatan (kapasitas) struktur terpasang yang terlalu rendah, mengingat struktur gedung dengan waktu getar fundamental yang panjang menyerap beban gempa yang rendah (terlihat dari spektrum respons C-T), sehingga gaya internal yang terjadi di dalam unsur-unsur struktur menghasilkan kekuatan terpasang yang rendah.

Untuk penentuan drift akibat beban gempa, ASCE 7-10 menghilangkan batas maksimum dan mengijinkan structural engineer untuk menggunakan periode getar yang didapat dari analisis tanpa batasan.

Semakin besar periode getar maka semakin kecil gaya gempa yang diterima, yang dapat dengan mudah kita pahami dari respon spektrum, seperti gambar dari FEMA 451B (2007) berikut ini.

Gambar 7. Equivalent Lateral Force, ELF (FEMA 45B, 2007)

Dari gambar terlihat, bahwa periode getar T yang membesar, misalnya TL (parameter TL tidak digunakan di Indonesia) akan menghasilkan beban gempa diarea warna hijau, sedangkan diarea Ts yang memiliki T lebih kecil dari TL akan menghasilkan beban gempa diarea warna biru yang memiliki Cs (Seismic Coefficient) yang lebih besar dari warna hijau.

Kesimpulan: warna biru pada gambar menghasilkan gaya gempa yang lebih besar dari warna hijau.Kebiasaan dalam PeraturanJacobs (2008) menyebutkan, penentuan periode getar struktur dapat memberikan dampak yang besar pada perancangan tahan gempa. Contohnya, tahukah anda bahwa perubahan dimensi yang kecil dapat menghasilkan perbedaan hingga 50 % base shear? Jika sistem penahan gaya lateral terdiri dari concentrically braced frames maka akan termasuk sebagai sistem struktur lain (other) dengan persamaan 0,02 hn0,75 dimana hn dalam ft atau 0,0488 hn0,75 dimana hn dalam m. Jika bracing dipindahkan dari joint sehingga sistem struktur tersebut dipertimbangkan sebagai eccentrically braced frame maka persamaannya adalah 0,03 hn0,75 dimana hn dalam ft atau 0,0731 hn0,75 dimana hn dalam m.

Lebih lanjut Jacobs (2008) juga menyebutkan perubahan dalam persamaan tersebut mencapai 50 % (0,03 vs 0,02 atau 0,0488 vs 0,0731). Jika sistem tersebut di-detail sebagai R=3 yaitu struktur baja yang tidak direncanakan untuk memikul beban gempa sesuai standar AISC, sebagaimana lazimnya didaerah Pantai Timur (East Coast) Amerika Serikat, perubahan tersebut dapat mengijinkan penggunaan tambahan detailing minimal dan reduksi base shear 50 %. Ini adalah contoh yang ekstrim, namun dapat dijadikan contoh yang sederhana bagaimana sedikit perubahan pada periode getar struktur mampu memberikan efek yang besar pada perancangan tahan gempa.

Dengan memahami latar belakang dari rumus pendekatan tersebut serta asumsi yang melekat padanya didalam code, structural engineer dapat maju dengan semakin percaya diri dengan rancangannya.

V. Aplikasi

Gambar 8. Struktur rencana

Tipe struktur : Sistem Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang (SRPM Beton Bertulang).

Tinggi struktur total, hn = 20 m.

Ss = 1,5 g dan S1 = 0,6 g, Tanah Sedang D, didapat :

SDS = 1,0 g

SD1 = 0,6 g

Respons Spektrum Rencana Periode 2500 tahun:

Gambar 9. Respons spectrum rencana

Faktor modifikasi respon gempa R = 8.

Faktor keutamaan bangunan I = 1,0.

Dari hasil analisis komputer (analisis dinamik / eigenvalue analysis), didapatkan periode getar struktur Tc = 1,05 detik.

Periode getar struktur (SRPM Beton Bertulang) dihitung dengan :

Ta = 0,0466 . hn0,9= 0,0466 . 200,9= 0,6907 detik (ASCE 7-10, 12.8-7)

Tc = 1,05 detik > Ta = 0,6907 detik, maka Ta boleh menggunakan koefisien pengali Cu.

Maka sesuai ASCE 7-10, pasal 12.8.2, dimana T = Ta . Cu Tc.

SD1 = 0,6 g, maka Cu = 1,4

Ta . Cu = 0,6907. 1,4 = 0,967 detik

Karena Tc = 1,05 detik > Ta . Cu = 0,967 detik.

Maka periode getar struktur yang digunakan, T = 0,967 detik.

Maka Cs = 0,07756 (7,75 %)

V = Cs . W = 0,07756. W

Base shear V tersebut akan didistribusikan pada setiap tingkat.

Untuk distribusi beban gempa, silahkan dilihat disini, tulisan Perencanaan Beban Gempa Sesuai ASCE 7-10.Perbandingan.Jika digunakan T = Ta . Cu = 0,967 detik. Cs = 7,75 % W.

Jika digunakan T = Ta = 0,6907 detik. Cs = 10,85 % W.

Jika digunakan T = Tc = 1,05 detik. Cs = 7,14 % W.

Gambar 10. Periode getar vs Base Shear

***

Demikian, tulisan dan contoh mengenai periode getar struktur, mengapa begitu penting, bagian I gempa

Dengan demikian, dapat dipahami, perancangan bangunan tahan gempa lebih kearah seni/art dibanding pada ilmu pasti/science. Kita harus mengharapkan yang tidak diharapkan (expect the unexpected).

Tidak peduli seberapa eksak analisis yang kita lakukan, hasilnya, pada kondisi yang terbaik, tetaplah merupakan suatu pendekatan (Sozen, 2004).

VI. Referensi1. Anderson, J. C. 2001. The Seismic Design Handbook, 2nd Edition, Edited By Farzad Naeim. Kluwer Academic Publishers. Norwell, Massachusetts.

2. ASCE Standard ASCE/SEI. 2005. Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures (ASCE 7-05). American Society of Civil Engineers. Virginia.

3. ASCE Standard ASCE/SEI. 2010. Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures (ASCE 7-10). American Society of Civil Engineers. Virginia.

4. FEMA 303. 1997. NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulations for New Buildings and Other Structures. Building Seismic Safety Council. Washington, D.C.

5. FEMA 369, 2001; NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulations for New Buildings and Other Structures. Building Seismic Safety Council. Washington, D.C.

6. FEMA 450-2. 2003. NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulations for New Buildings and Other Structures. Building Seismic Safety Council. Washington, D.C.

7. FEMA 451B. 2007. NEHRP Recommended Provisions for New Buildings & Other Structures Training & Instructional Materials. Washington.

8. FEMA P-750. 2009. NEHRP Recommended Seismic Provisions for New Buildings and Other Structures. Building Seismic Safety Council. Washington, D.C.

9. Garcia, L. E dan Sozen, M. A. 2004. Earthquake Engineering from Engineering Seismology to Performance-Based Engineering Edited by Yousef Bozorgnia and Vitelmo V.Bertero. CRC Press. New York.

10. Ghosh, S.K and Fanella, D.A. 2003. Seismic & Wind Design of Concrete Buildings. International Code Council, Inc. Illinois.

11. Jacobs, W. P. 2008. Building Periods: Moving Forward (and Backward). Structure Magazine, June 2008.

12. Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Peta Hazard Gempa Indonesia 2010. Jakarta.

13. McClure, F. E. 2006. Modern Earthquake Codes, History and Development. Computers and Structures Inc. Berkeley.

14. Mulia, R. 2011. Perbandingan Respons Struktur Frame dan Frame-Wall Bertingkat 30 Akibat Beban Gempa dan Beban Angin. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

15. Sozen, M. A. 2004. Earthquake Engineering from Engineering Seismology to Performance-Based Engineering Edited by Yousef Bozorgnia and Vitelmo V.Bertero. CRC Press. New York.

16. Taranath, B. S. 2010. Reinforced Concrete Design of Tall Buildings. CRC Press. New York.

17. Widodo. 2001. Respon Dinamik Struktur Elastik. Jurusan Teknik Sipil FTSP, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Perencanaan Beban Gempa Sesuai ASCE7-1022 Juli 2011 Setelah respons spektrum desain telah selesai dibuat, maka langkah selanjutnya adalah menentukan besarnya beban lateral akibat gempa, atau yang biasa disebut beban geser dasar (base shear) yang disimbolkan dengan V. Sebagaimana diketahui bersama, beban gempa sesungguhnya bersifat dinamik yang berubah menurut waktu. Akan tetapi, perencanaan beban dinamik lebih kompleks sehingga memerlukan lebih banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu, code mengijinkan untuk dilakukan penyederhanaan menjadi beban statik (statik ekivalen) dengan beberapa persyaratan.

Statik ekivalen adalah suatu representasi dari beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasi, yang mana gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan menjadi gaya horizontal (Widodo, 2001).

Sebagaimana dijelaskan oleh Widodo (2001), bahwa sejarah pemakaian beban gempa sudah diketahui sejak awal abad 20 tepatnya setelah gempa San Francisco USA 1906 dan gempa Messina-Reggio Italia 1908. Pada saat itu, perilaku dinamik belum sepenuhnya dikuasai, terutama secara analitik, sehingga dibentuk suatu komisi yang terdiri dari para ahli yang bertugas mempelajari perilaku gedung tahan gempa yang menghasilkan 2 (dua) rekomendasi, yaitu bangunan diisolasi terhadap tanah dengan dukungan roll dan bangunan disatukan rigid dengan pondasi. Rekomendasi kedua yang dipilih. Efek beban dinamik terhadap bangunan kemudian disederhanakan menjadi beban statik ekivalen yang bekerja pada pusat massa yang bersangkutan. Pada tahun 1909 disetujui bahwa suatu bangunan harus didesain dengan beban horizontal paling tidak 1/12 (8,33 %) dari berat total bangunan. Sejak saat itu, perencanaan beban statik ekivalen terus mengalami perkembangan.

Beban geser dasar (base shear) statik ekivalen tersebut, meskipun sifat nya statik, namun tidak diperoleh murni dari prinsip statik, tetapi sudah memperhitungkan prinsip-prinsip dinamik (Widodo, 2001). Dalam konsep statik ekivalen tersebut, hanya massa yang diperhitungkan, sedangkan konsep dinamik memperhitungkan massa, kekakuan dan redaman. Pada statik ekivalen, hanya mode 1 yang diperhatikan, yang mana koordinat mode shape dianggap linier dengan tinggi bangunan. Dekat tidaknya bentuk mode 1 dengan segitiga linier terbalik tersebut akan bergantung pada rasio antar kekakuan balok dan kekakuan kolom. Semakin kecil rasio antar kekakuan tersebut maka bentuk mode 1 akan semakin dekat dengan segitiga linier terbalik (Widodo, 2001).

Pada SNI 1726-2002, beban statik ekivalen hanya boleh digunakan pada gedung beraturan yang memenuhi syarat sesuai pasal 4.2. Jika pasal 4.2 tersebut tidak terpenuhi, maka harus dilakukan analisa dinamik.

Gedung beraturan tersebut umumnya dianggap mempunyai distribusi inelastik yang seragam pada keseluruhan elemen sistem penahan gaya lateral.

Gambar 1. Statik Ekivalen (Ghosh & Fanella, 2003)

ASCE 7-10 memberikan persamaan berikut.

V = Cs W (ASCE 7-10, 12.8-1)

Cs min 1 = 0,044 SDS . I (ASCE 7-10, 12.8-5)

Cs min 2 = 0,01

Gambar 2. Equivalent Lateral Force Procedure (FEMA 451B, 2007)

Dari persamaan diatas terlihat bahwa Cs dipengaruhi oleh spektra percepatan periode pendek 0,2 detik SDS, spektra percepatan periode 1,0 detik SD1, Koefisien Modifikasi Respon R,Importance factor I dan periode getar struktur T.

Importance factor I merupakan suatu faktor yang bertujuan untuk mereduksi kebutuhan daktilitas dan menghasilkan kerusakan yang lebih kecil (Taranath, 2010).

Akan tetapi, sebelum proses perhitungan base shear dilakukan, perlu dilakukan beberapa langkah perencanaan yang lain, yaitu mengklasifikasikan struktur.

Berikut adalah contoh perencanaan beban gempa sesuai ASCE 7-10.

Data (Peta Hazard Gempa Indonesia 2010) :

Lokasi : Meulaboh & Banda Aceh

Jenis Tanah : Tanah Sedang (Site class D)

Fungsi bangunan : Perkantoran

Tipe struktur : Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

Gambar 3. Contoh Rangka Pemikul Momen

Didapat respons spektrum rencana sebagai berikut :

HYPERLINK "http://rezkymulia.files.wordpress.com/2011/07/pages-from-3-perencanaan-respons-spektrum-sesuai-asce-7-10_page_2.jpg"

Gambar 4. Respons Spektrum Rencana

Didapat:

SDS = 1,0 g

SD1 = 0,6 g

Tinggi struktur total, hn = 20 m.

1. Penentuan Risk Category

Gambar 5. Risk Category (ASCE 7-10)

Dianggap struktur termasuk dalam risk caterory II.

2. Penentuan Seismic Design CategoryPenentuan Seismic Design Category (SDC) disesuaikan dengan ASCE 11.6-1 dan 11.6-2.

Gambar 6. Seismic Design Category (ASCE 7-10)

Didapat Seismic Design Category (SDC) D.

3. Penentuan tipe analisis beban lateral Penentuan tipe analisis beban lateral disesuaikan dengan ASCE 7-10, tabel 12.6.1, dimana karakteristik struktur terdapat pada poin 4, dimana struktur tanpa ketidakberaturan struktural dan memiliki ketinggian tidak lebih dari 160 ft (48 m), dimana ketinggian struktur utama adalah 20 m, sehinggga analisis beban lateral yang digunakan adalah Equivalent Lateral Force Analysis atau Analisis Beban Lateral Ekivalen (Statik Ekivalen).

HYPERLINK "http://rezkymulia.files.wordpress.com/2011/07/pages-from-asce-7-10-minimum-design-loads-for-buildings-and-other-structures-2.jpg"

HYPERLINK "http://rezkymulia.files.wordpress.com/2011/07/pages-from-asce-7-10-minimum-design-loads-for-buildings-and-other-structures.jpg"

Gambar 7. Prosedur analisis beban lateral (ASCE 7-10)

Kesimpulan : analisis statik ekivalen diijinkan untuk struktur ini.4. Penentuan sistem struktur sesuai ASCE 7-10 tabel 12.2-1.

HYPERLINK "http://rezkymulia.files.wordpress.com/2011/07/r.jpg"

Gambar 8. Sistem struktur yang diijinkan (ASCE 7-10)

Berdasarkan ASCE 7-10, tabel 12.2-1, didapat sistem struktur beton bertulang yang diijinkan untuk SDC D adalah :

Special reinforced concrete moment frames atau Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), dengan

- Nilai R (Koefisien Modifikasi Respon) = 8.

- Faktor kuat lebih sistem 0 = 3- Faktor pembesaran defleksi Cd = 5,55. Penentuan Faktor Keutamaan I (Importance Factors).Faktor keutamaan I didapat sesuai ASCE 7-10, tabel 1.5-2, dimana digunakan Seismic Importance Factors.

HYPERLINK "http://rezkymulia.files.wordpress.com/2011/07/importance-factor.jpg"

Gambar 9. Faktor Keutamaan (ASCE 7-10)

Dari tabel diatas, didapat untuk risk category II, Faktor Keutamaan I = 1,00.

6. Perencanaan Base Shear.Beban lateral rencana dihitung sesuai persamaan ASCE 7-10.

V = Cs . W (ASCE 7-10, 12.8-1)

Keterangan :

V = base shearCs = koefisien gempa

W = berat struktur efektif

Periode getar struktur dihitung dengan :

Ta = 0,0466 . hn0,9= 0,0466 . 200,9= 0,6907 detik (ASCE 7-10, 12.8-7)

Dari hasil analisis komputer, didapatkan periode getar struktur Tc = 1,05 detik.

Maka sesuai ASCE 7-10, pasal 12.8.2, dimana T = Ta . Cu Tc.

HYPERLINK "http://rezkymulia.files.wordpress.com/2011/07/cu.jpg"

Gambar 10. Koefisien batas atas periode getar struktur (ASCE 7-10)

SD1 = 0,6 g, maka Cu = 1,4

Ta . Cu = 0,6907. 1,4 = 0,967 detik

Karena Tc = 1,05 detik > Ta . Cu = 0,967 detik.

Maka periode getar struktur yang digunakan, T = 0,967 detik.

Keterangan: umumnya, rumus pendekatan yang terdapat pada codes akan menghasilkan periode getar yang lebih pendek dibandingkan dengan analisis dinamik, dimana akan menghasilkan base shear yang lebih konservatif. Hal ini disebabkan oleh diabaikannya efek kekakuan dari komponen non struktural dan ketahanan lateral dari kolom, balok, pelat, sehingga menghasilkan nilai yang konservatif (Taranath, 2010). Sehingga ASCE 7-10 membolehkan untuk membesarkan periode getar struktur dengan suatu faktor pengali Cu.

Selain itu, pada prinsipnya, periode getar struktur adalah produk dari massa dan kekakuan, yang mana tidak bisa didapat jika struktur belum selesai dirancang (karena massa dan kekakuan belum ada). Akan tetapi, pada dasarnya, seismic design tidak bisa dimulai tanpa adanya periode getar struktur dan periode getar struktur tidak bisa dilakukan jika seismic design belum dilakukan. Menghadapi situasi ini, code memberikan suatu formula pendekatan agar proses desain dapat dimulai. Formula pendekatan tersebut pada dasarnya akan menghasilkan periode getar yang lebih singkat dari pada periode getar real, dimana maksud dari hal tersebut adalah jika periode getar pertama tersebut tidak direvisi, maka perancangan struktur akan tetap aman, dimana periode getar struktur yang kecil akan menghasilkan base shear yang lebih besar yang digunakan dalam desain (Ghosh & Fanella, 2003).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa periode getar struktur sangat dipengaruhi oleh kekakuan (dan massa) yang diasumsikan, dimana perbedaan penggunaan gross section ataupun cracked section memberikan perbedaan yang besar (misalnya seberapa rendah penggunaan cracked section). Dengan maksud untuk membatasi digunakannya periode getar yang terlalu tinggi (misalnya dari analisis komputer) yang akan menghasilkan base shear yang kecil, maka periode getar dibatasi dengan suatu pengali Cu.

7. Perhitungan Base Shear.Suatu struktur sedemikian rupa bertingkat 5 (angka ditulis sedemikian rupa untuk memudahkan analisis).

SDS = 1,0 g

SD1 = 0,6 g

R = 8

I = 1,0

T = 0,967 detik

Cs min 1 = 0,044 SDS . I = 0,044 . 1,0 . 1 = 0,044 (ASCE 7-10, 12.8-5)

Cs min 2 = 0,01

Maka digunakan Cs = 0,07756

V = Cs . W = 0,07756 . W = (7,756 % dari berat struktur).

Base shear V tersebut akan didistribusikan pada setiap tingkat.

Setelah dilakukan perhitungan, didapat berat struktur sedemikian rupa (termasuk beban hidup tereduksi) sebagai berikut:

*Beberapa perhitungan dilakukan penyederhanaan agar praktis*

Wx = 8974 kN.

Wt = Wi . n tingkat = 8974 . 5 = 44 870 kN

V = Cs . W = 0,07756 . 44870 = 3480,11 kN

Distribusi beban lateral gempa:

Keterangan :

Cvx = faktor distribusi vertikal

V = base shearWidan Wx = berat struktur efektif pada tingkat i atau x

hidan hx = tinggi struktur dari dasarke tingkat i atau x

k = suatu eksponen yang berhubungan dengan periode getar struktur (yang mempertimbangkan higher mode effects), bernilai 1,0 jika periode getar 0,5 detik (yang berarti distribusinya berupa bentuk segitiga, umumnya pada bangunan rendah), dan bernilai 2,0 jika periode getar 2,5 detik (yang berarti distribusinya berupa bentuk parabolik, umumnya pada bangunan tinggi). Untuk periode getar diantaranya dapat dilakukan interpolasi.

Untuk T = 0,967 detik, didapat k = 1,2335.

Gambar 11. Nilai k (FEMA 451B, 2007)

Maka didapat :

Catatan: karena denah gedung adalah simetris, maka beban lateral adalah sama untuk kedua arah.

Demikian lah proses perencanaan beban lateral gempa sesuai ASCE 7-10. Sebagaimana telah dijelaskan oleh banyak literatur, bahwa proses seismic design tidak cukup hanya sampai menentukan base shear. Kehandalan struktur dalam menahan beban gempa (seismic design) sesungguhnya merupakan suatu proses rumit yang berintegrasi, dimulai dari mengklasifikasikan struktur, menghitung base shear, detailing dan lain-lain.

Referensi :

1. Kementrian Pekerjaan Umum. (2010). Peta Hazard Gempa Indonesia 2010. Jakarta.

2. ASCE Standard ASCE/SEI. (2010). Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures (ASCE 7-10). Virginia.

3. FEMA 451B. (2007). NEHRP Recommended Provisions for New Buildings & Other Structures Training & Instructional Materials. Washington.

4. Taranath, B.S. (2010). Reinforced Concrete Design of Tall Buildings. CRC Press. New York.

5. Ghosh, S.K and Fanella, D.A. (2003). Seismic & Wind Design of Concrete Buildings. International Code Council, Inc. Illinois.

6. Tumillar, S. 2009. Petunjuk Perancangan Struktur Berdasarkan Ketentuan ASCE 7-05, IBC 2009 dan ACI 318-08.HAKI. Jakarta.

7. Widodo. (2001). Respon Dinamik Struktur Elastik. Jurusan Teknik Sipil FTSP, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Perencanaan Respons Spektrum Sesuai ASCE7-1028 Maret 2011 Banyaknya gempa yang terjadi dewasa ini menyebabkan para peneliti berusaha keras untuk terus meng-update pengetahuan dibidang Earthquake Engineering dan Structural Engineering. Pengetahuan tersebut, yang tentu saja sangat luas, sangat berperan penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang pada akhirnya akan memajukan umat manusia. Pengetahuan-pengetahuan tersebut sedikit diantaranya adalah semakin dipahaminya perilaku gempa bumi (yang selanjutnya disebut gempa), misalnya dengan pemetaan gempa yang lebih baik, semakin berkembangnya Structural Engineering dan lain-lain. Pada tulisan ini, hal yang akan dibahas adalah salah satu bagian yang sangat penting dalam Earthquake Engineering (dan Structural Engineering juga tentunya) yaitu perencanaan respons spektrum.

Respons spektrum adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode getar struktur T, lawan respon-respon maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respon-respon maksimum dapat berupa simpangan maksimum (spectral displacement, SD) kecepatan maksimum (spectral velocity, SV) atau percepatan maksimum (spectral acceleration, SA) massa struktur single degree of freedom (SDOF), (Widodo, 2001). Spektrum percepatan akan berhubungan dengan gaya geser maksimum yang bekerja pada dasar struktur. Terdapat dua macam respons spektrum yang ada yaitu respons spektrum elastik dan respons spektrum inelastik. Spektrum elastik adalah suatu spektrum respons spektrum yang didasarkan atas respon elastik suatu struktur, sedangkan spektrum inelastik (juga disebut desain respons spektrum) adalah respon spektrum yang discale down dari spektrum elastik dengan nilai daktilitas tertentu.

Sebagaimana diketahui, SNI gempa Indonesia yang terakhir adalah SNI-1726-2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, yang mana pada saat tulisan ini dibuat (28 Maret 2011), RSNI-1726-2010 (atau RSNI-1726-2011 ???) sedang dalam proses pembahasan. Sebagaimana diketahui, SNI-1726-2002 mengacu pada UBC 1997 yang menggunakan gempa 500 tahun (10 % terlampaui dalam 50 tahun umur bangunan), sedangkan peraturan-peraturan gempa modern sudah menggunakan gempa 2500 tahun (2% terlampaui dalam 50 tahun umur bangunan) seperti pada NEHRP 1997 dst, ASCE 7-98 dst dan IBC 2000 dst, sedangkan RSNI-1726-2010 mengacu pada ASCE 7-10 (Imran, 2010).

Salah satu perbedaan lain yang mendasar adalah, penggunaan gempa 2500 tahun, yang didesain untuk menghindari keruntuhan pada Maximum Considered Earthquake (MCE) dibandingkan dengan gempa 500 tahun (pada UBC misalnya) yang menyediakan kondisi life safety (Ghosh, 2008) .

Peta gempa 2500 tahun tersebut dibuat dengan suatu estimasi faktor aman minimum terhadap keruntuhan, yang disepakati, berdasarkan pengalaman dan keputusan konservatif, sebesar 1,5 sehingga dalam analisis akan digunakan nilai 2/3 (1/1,5) yang artinya, jika suatu struktur terkena suatu gempa 1,5 kali lebih besar dari gempa rencana, maka kecil kemungkinan struktur tersebut untuk runtuh (Naeim, 2001). Akan tetapi, faktor aman sesungguh nya masih dipengaruhi oleh tipe struktur, detailing, dan lain-lain (Bozorgnia and Bertero, 2004).

Dengan pertimbangan bahwa pencegahan terhadap runtuhnya suatu bangunan yang dikenai gempa besar yang relatif jarang terjadi (gempa 2500 tahun) serta faktor aman 1,5 terhadap keruntuhan maka ASCE (dan IBC serta NEHRP) mendefinisikan desain gerakan tanah sebagai 1/1,5 (atau 2/3) kali gempa 2500 tahun (Naeim, 2001).

Penggunaan percepatan 0,2 detik dan 1,0 detik adalah karena pada interval 0,2 detik dan 1,0 detik mengandung energi gempa terbesar (AISC, 2005), selain itu, periode 0,2 detik umumnya mewakili periode getar struktur terpendek (bangunan 2 tingkat) yang direncanakan menurut ketentuan ASCE yang telah mempertimbangkan efek dari tanah, goyangan pada pondasi dan faktor lain yang biasanya diabaikan dalam analisis struktur (Taranath, 2010).

Respons spektrum pada ASCE mengacu pada respon spektrum elastic, yang direduksi dengan suatu nilai R dan redaman 5% (FEMA 451B, 2007). Penggunaan nilai R tersebut diperhitungkan terhadap:

Suplai daktilitas yang diantisipasikan

Overstrength (kuat lebih)

Redaman (jika berbeda dari 5 %)

Kinerja struktur yang sama yang telah lalu

Redundansi

Gambar 1. Desain respons spektrum (ASCE 7-10)

Gambar 2. Site coefficient Fa dan Fv (ASCE 7-10)

Gambar 3. Importance Factors (ASCE 7-10)

Gambar 4. Peta respon spektra percepatan 0,2 detik (Ss) terlampaui 2% dalam 50 tahun (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010).

Gambar 5. Peta respon spektra percepatan 1,0 detik (S1) terlampaui 2% dalam 50 tahun (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010)

Berikut adalah contoh perencanaan respons spektrum sesuai ASCE 7-10.Data (Peta Hazard Gempa Indonesia 2010) :

Lokasi : Meulaboh & Banda AcehJenis Tanah : Tanah Sedang (Site class D)

Fungsi bangunan : Perkantoran

Gambar 6. Peta respon spektra percepatan 0,2 detik (Ss) terlampaui 2% dalam 50 tahun wilayah Meulaboh & Banda Aceh (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010)

Gambar 7. Peta respon spektra percepatan 1,0 detik (S1) terlampaui 2% dalam 50 tahun wilayah Meulaboh & Banda Aceh (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010)

Dari peta diatas, didapat :

Ss = 1,5 g (batas atas) dan S1 = 0,6 g (batas atas)Menentukan site coefficient Fa (ASCE 7-10)

Didapat Fa = 1,0 dan Fv = 1,5.

Maka didapat respons spektrum rencana sebagai berikut :

Didapat Fa = 1,0 dan Fv = 1,5.g (ASCE 7-10, 11.4-1)

Menentukan Tipe Tanah Untuk PerencanaanGempa19 Maret 2011 Proses perencanaan ketahanan gempa sangat dipengaruhi oleh lokasi serta kondisi tanah. SNI 1726-2002, tabel 4 telah mengklasifikasikan 4 (empat) tipe tanah, yaitu tanah keras, tanah sedang, tanah lunak serta tanah khusus. RSNI 1726-2010, UBC 1997, ASCE 7-10 dan IBC 2009 mengklasifikasikan 6 (enam) tipe tanah, yaitu batuan keras, batuan, tanah sangat padat & batuan lunak, tanah sedang, tanah lunak serta tanah khusus. Berdasarkan pengalaman penulis pada kelas Perancangan Bangunan Gedung Tahan Gempa pada Jurusan Teknik Sipil UII, masih banyak teman-teman yang masih kurang mengerti akan proses penentuan klasifikasi tanah tersebut yang sangat penting dilakukan pada proses perancangan. Demikian lah maksud tulisan ini dibuat.

Sebagaimana diketahui bahwa getaran yang disebabkan oleh gempa cenderung membesar pada tanah lunak dibandingkan pada tanah keras atau batuan. Proses penentuan klasifikasi tanah tersebut berdasarkan atas data tanah pada kedalaman hingga 30 m, karena menurut penelitian hanya lapisan-lapisan tanah sampai kedalaman 30 m saja yang menentukan pembesaran gelombang gempa (Wangsadinata, 2006). Data tanah tersebut adalah shear wave velocity (kecepatan rambat gelombang geser), standard penetration resistance (Uji Penetrasi Standard SPT) dan undrained shear strength (kuat geser undrained). Dari 3 (tiga) parameter tersebut, minimal harus dipenuhi 2 (dua), dimana data yang terbaik adalah Vs (shear wave velocity) dan data yang digunakan harus dimulai dari permukaan tanah, bukan dari bawah basement (HATTI, 2006).

Pada klasifikasi tanah tipe A sesuai UBC 1997, ASCE 7-10 dan IBC 2009, pada umumnya batuan dapat mereduksi ground response coefficient sampai dengan 20 %. Sedangkan untuk tanah lunak (soft soil) yang termasuk dalam tipe E dapat meningkatkan long period ground response sampai dengan 350 % (Tumillar, 2009).

Tanah keras yang bergetar akibat gempa, getarannya cenderung mempunyai kandungan frekuensi tinggi. Getaran frekuensi tinggi tersebut akan mempunyai panjang gelombang yang relatif pendek. Menurut ilmu fisika bahwa kemampuan suatu material untuk menyerap energi akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Oleh karena itu gelombang frekuensi tinggi relatif lebih mudah diserap energinya oleh media yang dilalui oleh gelombang gempa. Dengan demikian pada tanah keras, intensitas gempa akan beratenuasi lebih cepat atau amplifikasi spektrum semakin besar pada tanah yang lunak (Widodo, 2002).

Penentuan tipe tanah didapat dari rumus berikut (SNI 1726-2002 & RSNI 1726-2010).

di mana ti adalah tebal lapisan tanah ke-i, vsi adalah kecepatan rambat gelombang geser melalui lapisan tanah ke-i, Ni nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i, Sui adalah kuat geser niralir lapisan tanah ke-i dan m adalah jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar.

Berikut merupakan klasifikasi jenis tanah menurut beberapa peraturan.

1. Klasifikasi jenis tanah sesuai SNI 1726-2002

2. Klasifikasi jenis tanah sesuai RSNI 1726-2010

Keterangan : Klasifikasi jenis tanah sesuai RSNI 1726-2010 adalah sama dengan UBC 1997, ASCE 7-10 dan IBC 2009.

Imran, I dan Boediono, B. 2010 menyebutkan bahwa tipe tanah A (Batuan keras) dan B (Batuan) sesuai RSNI 1726-2010 diasumsikan tidak ada di Indonesia.

Berikut adalah contoh penentuan tipe tanah menggunakan SPT.

Dari hasil tersebut didapat

, maka dari gambar 1 dan 2 didapat tipe tanah sedang.

Demikianlah proses penentuan tipe tanah untuk penentuan gempa. Untuk contoh lain nya dapat dilakukan dengan cara yang sama.