gangren diabetikum

42
Laporan Kasus GANGREN DIABETIKUM Oleh: Amelia Istiqomah S.Ked Wike Nidya S.Ked Pembimbing: dr. Faisal Saleh, Sp.PD

Upload: ana-di-jaya

Post on 31-Dec-2015

129 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Gangren Diabetikum

TRANSCRIPT

Page 1: Gangren Diabetikum

Laporan Kasus

GANGREN DIABETIKUM

Oleh:

Amelia Istiqomah S.KedWike Nidya S.Ked

Pembimbing:dr. Faisal Saleh, Sp.PD

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAMRUMAH SAKIT MOH. HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2011

Page 2: Gangren Diabetikum

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul

Gangren Diabetikum

Oleh:

Amelia Istiqomah S.KedWike Nidya S.Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan

Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas

Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 17 Januari – 14 Maret

2011

Palembang, Februari 2011

dr. Faisal Saleh, SpPD

Page 3: Gangren Diabetikum

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul

Gangren Diabetikum.

Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dr. Faisal Saleh, SpPD selaku pembimbing yang telah membantu

penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada residen-residen, teman-teman,

dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini

masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, Februari 2011

Penulis

Page 4: Gangren Diabetikum

BAB I

PENDAHULUAN

Insiden diabetes mellitus (DM) di dunia, terutama di negara-negara yang

sedang berkembang meningkat dengan pesat. Penyebabnya antara lain karena

perubahan gaya hidup masyarakat, dari gaya hidup yang tinggi aktivitas ke pola hidup

yang rendah aktivitas.dan sudah mulai terjadinya perubahan pola makan masyarakat,

dari pola makan tradisional ke pola makan ala barat dengan kadar protein, lemak,

gula, dan garam yang tinggi serta mengandung sedikit serat. Pada tahun 1990, jumlah

penderita DM di dunia sekitar 80 juta jiwa (Zimmet’ 91), 110,4 juta jiwa pada tahun

1994 (Zimmet’94), diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 2010 meningkat

menjadi 239,3 juta jiwa dan pada tahun 2025 menjadi 300 juta jiwa. Indonesia

termasuk kategori 10 besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia. Tahun

1995, negara kita ini menempati peringkat ke 7, dengan jumlah penderita DM sebesar

4,5 juta jiwa. Urutan ini diperkirakan akan naik pada posisi ke 5 pada tahun 2025,

dengan perkiraan jumlah penderita sebesar 12,4 juta jiwa. Lebih dari 15 juta

penduduk Amerika menderita diabetes mellitus tipe 2, dan lebih dari sepertiganya

tidak waspada. Saat ini, lebih dari 187.000 orang akan meninggal karena diabetes

mellitus tipe 2, yang juga dikenal dengan non-insulin-dependent diabetes mellitus

(NIDDM), yang membuatnya menjadi penyebab lematian tertinggi keenam. Setiap

harinya, lebih dari 2.200 orang didiagnosis dengan penyakit ini.

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja

insulin ataupun kedua-duanya. Ada berbagai patogenesis yang melandasi terjadinya

diabetes melitus, mulai dari destruksi sel beta pankreas oleh karena proses autoimun,

sampai adanya berbagai macam kelainan yang menyebabkan perifer resisten terhadap

kerja insulin.

American Diabetes Association (ADA) pada tahun 1997 telah membagi

DM berdasarkan etiologinya menjadi empat bagian, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM

Page 5: Gangren Diabetikum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Fisiologis Kelenjar Pankreas

Pankreas terdiri dari dua jenis jaringan utama, yaitu;

1. Acini, yang mensekresikan getah pankreas ke dalam duodenum yang

berguna di dalam proses pencernaan.

2. Pulau Langerhans, yang mensekresikan insulin dan glukagon langsung ke

dalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, setiap

pulau Langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi

pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat penampungan hormon yang

disekresikan oleh sel-sel tersebut.6 Pulau Langerhans mengandung tiga jenis sel

utama, yaitu sel alfa (α), beta (β), dan delta (δ). Sel beta berjumlah ± 60 %,

terletak di tengah dari setiap pulau Langerhans dan mensekresikan insulin. Sel

alfa berjumlah ± 25%, berfungsi mensekresikan glukagon dan sel delta dengan

jumlah ± 10% yang berfungsi mensekresikan somatostatin. Selain itu, paling

sedikit terdapat satu jenis sel lain, yaitu sel yang disebut sel PP, yang terdapat

dalam jumlah yang sedikit dalam pulau Langerhans dan mensekresikan hormon

polipeptida pankreas yang fungsinya masih belum diketahui secara pasti.6

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel yang terdapat di dalam pulau

Langerhans dapat dilihat dari adanya interaksi antara satu hormon dengan

hormon yang lainnya. Contohnya, insulin menghambat sekresi glukagon, dan

somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan glukagon.6

II.2 Insulin

Insulin dihasilkan oleh sel beta pulau Langerhans pankreas. Pembentukan

insulin diawali oleh terbentuknya sebuah rantai tunggal 86 asam amino yang

disebut sebagai pre-proinsulin. Kemudian terjadi pelepasan rantai amino

Page 6: Gangren Diabetikum

terminal dari rangkaian pre-proinsulin yang mengakibatkan terbentuknya

proinsulin. Proinsulin berhubungan dengan insuline-like growth factors I and II,

yang terikat lemah dengan reseptor insulin. Pemecahan dari sebuah 31-internal

residu fragmen proinsulin menyebabkan terbentuknya C-peptid dan kedua rantai

insulin (rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B yang terdiri dari

30 asam amino) yang saling dihubungkan oleh rantai disulfida. Insulin dan C-

peptid disimpan dan disekresikan bersama-sama.2 C-peptide sedikit lebih

mudah mengalami degradasi di hati dibandingkan dengan insulin, oleh karena

itu, dapat dijadikan sebagai petanda (marker) terhadap sekresi insulin. Sekarang

ini, insulin manusia diproduksi dengan menggunakan DNA recombinan.2

Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi insulin oleh sel-sel

beta pankreas, walaupun asam amino, keton, peptida gastrointestinal dan

neurotransmitter juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang

> 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sekresi insulin.1,2

Setiap kali insulin disekresikan, ± 50 % nya dipindahkan dan didegradasi oleh

hati. Insulin yang tidak diekskresi masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan

Gambar 2. Diabetes and abnormalitas in glucose-stimulated insulin secretion (Adapted from Lowe, 1998.)

Page 7: Gangren Diabetikum

berikatan dengan reseptornya pada organ target. Hemostasis glukosa

menggambarkan keseimbangan antara produksi glukosa oleh hepar dan

penggunaan glukosa oleh jaringan perifer. 1

Pada waktu berpuasa, kadar insulin yang rendah menyebabkan

terjadinya glukoneogenesis dan glikogenolisis pada hati untuk mencegah

terjadinya hipoglikemik. Kadar insulin yang rendah juga menurunkan sintesis

glikogen, mengurangi ambilan glukosa pada jaringan yang sesitif terhadap

insulin. Selain itu, kadar insulin yang rendah memberikan umpan balik kepada

hormon glukagon untuk merangsang terjadinya glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Ini merupakan mekanisme yang sangat penting untuk

menjamin tersedianya suplai glukosa yang cukup bagi otak.1

Pada waktu sehabis makan, kadar glukosa yang tinggi menyebabkan

peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar glukagon.1

II.3 Patofisiologi DM Tipe 2

Gambar 3. Pengaturan metabolisme glukosa pada keadaan puasa dan hipoglikemik

Page 8: Gangren Diabetikum

Diabetes melitus tipe 2 atau Non-insuline Dependent Diabetic Mellitus

(NIDDM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama

hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik

dikatakan memiliki peranan yang penting dalam munculnya DM tipe 2 ini.

Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti

gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam

lemak bebas.1,2,4

Patofisiologi DM tipe 2 terdiri atas 3 mekanisme, yaitu;1,2,4

1. Resistensi insulin pada jaringan perifer.

2. Defek sekresi insulin.

3. Gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar.

II.3.1 Resistensi terhadap insulin

Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan kemampuan

hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target

perifer (terutama pada otot dan hati), ini sangat menyolok pada DM tipe 2.

Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai

kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih

tinggi. Pada orang dengan DM tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan

maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30 – 60 % daripada orang normal.

Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan

penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan

pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya

hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran glukosa hati

digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose) atau kadar

gula puasa (BSN). Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan glukosa

secara non oksidatif (pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa

secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang

independen terhadap insulin tidak menurun pada DM tipe 2.1,4

Page 9: Gangren Diabetikum

Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level

kadar reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun,

hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer.

Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai peranan yang

dominan terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin

Receptor Substrat) mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa.

Polimorfik dari bermacam-macam molekul post reseptor diduga berkombinasi

dalam menyebabkan keadaan resistensi insulin.1,4

Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek

PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan terjadinya reduktasi

translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke membran plasma untuk

mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak dapat diangkut masuk

ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme sel, sehingga

kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan

terjadinya hiperglikemi.1,4

Gambar 4. Insulin signal transduction pathway. (Adapted from Lowe, 1998; Virkamaki et al, 1999)

Page 10: Gangren Diabetikum

Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita DM

tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya

resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam lemak bebas

yg mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan otot, merangsang produksi

dan gangguan fungsi sel β pankreas.1,5

II.3.2 Defek sekresi insulin

Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM tipe 2. Pada

hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak

akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan

meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi

sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi

insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada

transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor

glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi

glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik

untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa

pada DM tipe II sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser

dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh

sulfonilurea. 4

Kelainan yang khas pada DM tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta

meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian

glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan

dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada DM tipe 2

terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun telah

terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi

hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan

keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi

pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya

glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga

Page 11: Gangren Diabetikum

terjadi pada DM tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya

sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu dengan kecepatan 0,5

U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120

menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa

darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola

ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya

sifat sekresi insulin yang berdenyut.4

Gambar 5. Metabolic changes during the development of type 2 diabetes. A. The mean plasma insulin and insulin-mediated glucose uptake during an oral glucose tolerance test (OGTT). B. The mean plasma glucose during an OGTT. On the x-axis are groups of: control individuals, obese individuals, obese and glucose intolerant individuals, obese individuals with diabetes and high insulin, and obese individuals with diabetes and low insulin.(From RA DeFronzo: Lilly lecture. The triumvirate: Beta-cell, muscle, liver: A collusion responsible for NIDDM. Diabetes 37:667, 1998, with permission.)

Page 12: Gangren Diabetikum

II.3.3 Produksi Glukosa Hati

Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada

keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen

dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita DM tipe 2 terjadi

peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa

darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum

sepenuhnya jelas.1,4

Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan

kadar insulin portal sebesar 5 μU/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan

lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang

demikian, penderita DM tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang

lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati.

Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya

glukoneogenesis (lihat gambar 3) akibat peningkatan asam lemak bebas dan

hormon anti insulin seperti glukagon. 1,4

II.4 Diagnosis DM Tipe 2

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, berupa gejala rasa haus yang

meningkat (polidipsi), frekuensi BAK meningkta (poliuria), dan nafsu makan

yang meningkat (polifagia). Dan gejala sekunder seperti gangguan penglihatan,

rasa lemas pada tubuh. Diabetes sering terdeteksi pada pasien yang telah terkena

komplikasi dari diabetes seperti serangan jantung, stroke, neuropathy,

penyembuhan luka yang lambat atau ulkus, melahirkan bayi makrosomia.

Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia persisten, dan secara laboratorik:

BNPP (gula darah puasa) > 126 mg/dL (7.0 mmol/l), gula darah sewaktu >

200 mg/dL (11.1 mmol/l), glukosa plasma diatas 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dua

jam setelah loading 75 g glukosa oral pada tes toleransi glukosa.

Page 13: Gangren Diabetikum

II.5 Komplikasi DM Tipe 2

Secara garis besar, komplikasi DM tipe 2 dapat dibedakan menjadi

komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terdiri dari DKA (Diabetis Keto

Acidosis), NKHS (Non Ketotik Hiperosmolar State), dan hipoglikemia.

Sedangkan komplikasi kronik bermanifestasi pada multipel organ. Komplikasi

kronik terbagi atas dua bagian, yaitu vaskular dan non vaskular. Gangguan

vaskular terdiri dari mikro vaskular (retinopati, neuropati, nefropati) dan

makro vaskular (coronary artery disease, penyakit pembuluh darah tepi,

stroke), komplikasi non vaskular terdiri dari gangguan ereksi, gastroparesis,

dan kelainan kulit.1

BAB III

Ketoasidosis Diabetik (KAD)

KAD merupakan suatu sindroma yang terdiri dari trias: hiperglikemia,

ketosis, dan acidemia.

Komplikasi DM

Akut Keto Asidosis Diabetic Hiper Osmolar Non Ketotik Hipoglikemia

Kronik

Vaskular

Makro

Mikro

PJK Stoke Penyakit

pmbuluh darah tepi

Retinopati Nefropati Neuropati

Non vaskular Gang. Ereksi Gastroparesis Kelainan kulit

Bagan 1. Pembagian komplikasi DM 1

Page 14: Gangren Diabetikum

Ada beberapa faktor pencetus terjadinya KAD, antara lain:1,7

1. DM tipe 1 yang tak terdiagnosa

2. Pemakaian insulin yang tidak adekuat, karena anoreksia, muntah, atau

ketakutan akan hipoglikemia.

3. Infeksi

4. Penyakit akut, seperti; trauma, pankreatitis, CVA, miokard infark.

5. Pengobatan, seperti; steroid, peritamidin, dan peritonial dialisis.

6. Gangguan endokrin, seperti; hipertiroid, feocromositoma.

Patofisiologi KAD

Pada dasarnya patofisiologi KAD adalah gangguan keseimbangan

hormonal. KAD biasanya terjadi pada DM tipe I.

Ada 3 faktor yang berperan sehingga timbul KAD, yaitu;1,7

1. Defisiensi insulin.

Pemakaian insulin dalam jumlah yang kurang adekuat atau

defisiensi insulin menimbulkan diuresis osmotik, yang selanjutnya akan

terjadi dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Defisiensi

insulin menimbulkan glukoneogenesis dan glikogeolisis, disamping itu

juga terjadi lipolisis dan pembentuka asam lemak bebas (FFA).

Defisiensi insulin menyebabkan penurunan pemakaian glukosa

perifer, sehingga menambah hiperglikemia, dehidrasi serta penurunan

aliran darah. Asam lemak bebas akan menyebabkan ketogenesis

ketonemia, selanjutnya ketouria dan gangguan elektrolit. Dekompensasi

metabolik ini akan menyebabkan asidosis.7

2. Peningkatan hormon kontra insulin.

Telah terbukti bahwa pada KAD didapatkan peningkatan jumlah

hormon kontra insulin (counter regulatory hormones) seperti,

glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Pemakaian

steroid pada kasus-kasus tertentu, termasuk pada perawatan DM gestasi

dapat memicu terjadinya KAD.

Page 15: Gangren Diabetikum

Efek hormon-hormon ini adalah menambah produksi gula, serta

menambah katabolisme tubuh (keseimbangan nitrogen negatif). Selain

menghambat pengambilan glukosa oleh otot, juga merangsang

glukoneogenesis, glikogenolisis dan lipolisis.

3. Dehidrasi.

Diuresis osmotik akibat hiperglikemia akan menimbulkan

dehidrasi, kadang-kadang oleh karena gangguan gastrointestinal.

Rehidrasi yang adekuat sangat penting pada KAD, selain mengurangi

hiperglikemi, juga memperbaiki ketosis.

HONK (Hiperosmolar Non Ketotik)

HONK biasanya terjadi pada DM tipe 2. Faktor-faktor pencetus

terjadinya HONK, antara lain; infeksi, miokard infark, CVA. Gejala klinis

yang ditemukan yaitu; hipotensi, takikardi, dan penurunan kesadaran.

Patofisiologi HONK.

Ada dua faktor yang melatarbelakangi terjadinya HONK, yaitu:1

1. Defisiensi insulin

2. Konsumsi cairan yang kurang

Defisiensi insulin menyebabkan terjadinya peningkatan produksi

glukosa oleh hati (melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis) dan

gangguan pemakaian glukosa di jaringan otot. Hiperglikemi merangsang

terjadinya diuresis osmotik yang memicu terjadinya pengosongan cairan

intravaskular. Hal ini terjadi karena penggantian cairan tubuh yang inadekuat.

Ketidakadaan ketosis pada HONK belum jelas. Mungkin pada HONK,

defisiensi insulin hanya bersifat relatif dan sedikit lebih berat daripada KAD.

Selain itu, dari beberapa penelitian, pada HONK juga ditemukan juga kadar

hormon kontra insulin dan kadar asam lemak bebas (FFA) yang lebih rendah

daripada KAD. Kemungkinan yang lain adalah karena hati mampu untuk

membentuk sedikit keton atau juga mungkin rasio insulin glukagon yang

masih belum cukup untuk memicu ketogenesis.

Page 16: Gangren Diabetikum

Komplikasi kronik

Hiperglikemia yang kronik merupakan faktor penyebab yang penting

dalam terjadinya berbagai komplikasi pada multipel organ pada penderita DM.

Akan tetapi, sampai sekarang mekanisme terjadinya kerusakan sel dan

disfungsi dari multipel organ tersebut belum diketahui secara pasti.1

Ada 3 hipotesis yang menjelaskan terjadinya komplikasi kronik pada

multipel organ akibat hiperglikemik. Teori teori tersebut, yaitu;1

Hipotesis pertama menerangkan bahwa peningkatan kadar glukosa

intravaskuler memicu terbentuknya AGEs (Advanced Glicosylation End

Products) melalui reaksi non enzimatik glikosilasi protein sel. Non

enzimatik glikosilasi protein sel dihasilkan dari interaksi antara glukosa

dan rantai amino pada protein. AGEs memicu terjadinya atherosclerosis,

disfungsi glomerular, mengurangi sintesis nitrit oksid, disfungsi

endotelial, merubah komposisi dan struktur matrik ektraseluler. Kadar

AGEs serum mempunyai korelasi dengan kadar gula darah. AGEs akan

semakin terakumulasi seiring dengan penurunan kemampuan rata-rata

filtrasi glomerular (GFR).

Hipotesis kedua dibuat berdasarkan observasi bahwa hiperglikemia

meningkatkan metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Glukosa

intraseluler dimetabolisme dengan cara fosforilasi dan glikolisis

subsekuen. Akan tetapi ketika terjadi peningkatan kadar glukosa

intrasel, sebagian glukosa diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose

reduktase. Peningkatan kadar sorbitol mengakibatkan menurunnya

kadar mioinositol dan penurunan reaksi redoks. Hal ini dapat memicu

terjadinya disfungsi seluler. Walaupun demikian, pegujian teori ini

pada manusia dengan menggunakan enzim aldose reduktase belum

pernah dicoba untuk memperbaiki retinopati, neuropati dan nefropati

diabetes.

Page 17: Gangren Diabetikum

Hipotesis yang ketiga menerangkan bahwa hiperglikemia menyebabkan

meningkatnya pembentukan diacylgliserol yang mengaktivasi isoform

protein kinase C (PKC) yang menyebabkan terjadinya berbagai

komplikasi pada penderita DM. Contohnya; aktivasi PKC akibat

hiperglikemi merubah transkripsi gen untuk fibronektin, kolagen tipe 4,

protein kontraktil, dan protein matrik ektraseluler pada sel endotelial

dan sel-sel neuron secara invitro. Faktor pertumbuhan (GF) mempunyai

peranan yang penting dalam menyenbabkan berbagai komplikasi.

Faktor pertumbuhan vaskuler endotelian (VEGF) meningkat secara

lokal pada retinopati proliferatif dan menurun setelah terapi laser

fotokoagulasi. Transforming Growth Faktor- β (TGF-β) meningkat

pada nefropati diabetik dan merangsang pembentukan membran basal

kolagen dan fibronektin oleh sel mesangial. Faktor pertumbuhan

lainnya, seperti faktor pertumbuhan epidermal, faktor pertumbuhan

insulin I, hormon pertumbuhan (GH), faktor pertumbuhan fibroblas,

dan bahkan insulin mempunyai peranan dalam mengakibatkan berbagai

komplikasi pada penderita DM.

Walaupun telah diketahui bahwa hiperglikemik memicu terjadinya

berbagai komplikasi pada penderita DM, tapi masih belum diketahui apakah

semuanya mempunyai patofisiologi yang sama ataukah ada proses tertentu

yang melatarbelakangi semua komplikasi pada masing-masing organ. Selain

teori-teori di atas, stress oksidatif dan radikal bebas yang merupakan

konsekuensi dari hiperglikemik mungkin juga dapat menyebabkan berbagai

komplikasi pada penderita DM.

BAB III

LAPORAN KASUS

Page 18: Gangren Diabetikum

IDENTIFIKASI

• Nama : Ny. Ha

• Umur : 60 tahun

• Jenis kelamin : Perempuan

• Alamat : Luar Kota

• Status : Menikah

• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

• Agama : Islam

• MRS : 31 Januari 2011

ANAMNESIS

Keluhan utama

Os mengeluh luka yang semakin melebar di kaki kanan sejak ± 1 minggu yang lalu,

yg disertai nanah dan rasa nyeri.

Riwayat perjalanan penyakit

± 1 bulan SMRS pasien mengeluh timbul benjolan berisi cairan ukuran ± 2x5 cm

setelah terkena uap panas knalpot motor, 4 hari kemudian benjolan tersebut pecah dan

bernanah. Demam (-), nafsu makan menurun, mudah merasa haus, BAB biasa, BAK

sering warna biasa.

± 1 minggu SMRS, luka semakin melebar, nyeri (+), nanah (+), Demam (-), nafsu

makan menurun(+), BAK malam hari sering.(+)

Riwayat penyakit dahulu:

Sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-6 kali/ semalam, sejak ± 1

tahun yang lalu

Riwayat sakit kencing manis, sejak 4 tahun yang lalu, Kontrol saat ada

keluhan (seminggu sekali disuntik).

Page 19: Gangren Diabetikum

Riwayat penyakit keluarga

Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Gizi : Cukup

Dehidrasi : (-)

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 86x/menit, reguler, isi cukup

Pernafasan : 20x/menit, thoracoabdominal, reguler

Suhu : 36,6 o C

Keadaan spesifik

Kulit

Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-),

keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki(-),

pertumbuhan rambut normal.

KGB

Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula

serta tidak ada nyeri penekanan.

Kepala

Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-).

Mata

Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat

(-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala

arah baik.

Hidung

Page 20: Gangren Diabetikum

Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak

ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung(-).

Telinga

Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-),pendengaran baik.

Mulut

Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-),

stomatitis (-), rhageden (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak ada kelainan.

Leher

Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH 0, kaku kuduk (-).

Dada

Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)

Paru-paru

I : Statis,dinamis simetris kanan = kiri,

P : Stemfremitus kanan = kiri

P : Sonor pada kedua lapangan paru

A: Vesikuler (+) Normal kanan = kiri, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

I : ictus cordis tidak terlihat

P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)

P : batas jantung dalam batas normal

A: HR = 86x/menit, murmur (-) , gallop (-)

Perut

I : Datar dan tidak ada pembesaran, venektasi(-)

P : Lemas ,nyeri tekan (-), hepar-lien tidak teraba, turgor kulit normal.

P : timpani

A: BU(+) normal

Alat kelamin : tidak diperiksa

Page 21: Gangren Diabetikum

Extremitas atas :

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan

parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat,

clubbing finger (-).

Extremitas bawah

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial (-/-),

jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), turgor kembali

cepat. Tampak gangren pada digiti I pedis dextra, dan ulkus pada lateralis digiti I

pedis dextra ukuran ± 3 x 7 cm, nyeri(+), pus(+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Klinik (31/1/2011)

Hb : 9,8 g/dl (12-14 g/dl)

Hemtokrit : 29 vol% (37-43%)

Leukosit : 11200/mm (5000-10000/ul)

Trombosit : 381.000/mm (150000-40000/ul)

Hitung jenis

Basofil : 0% (0-1 %)

Eosinofil : 0% (1-3 %)

Batang : 3% (2-6 %)

Segmen : 79% (50-70%)

Limposit : 15% (20-40%)

Monosit : 3% (2-8%)

Kimia klinik (31/1/2011)

BSS : 527 mg/dl

I. Diagnosis kerja

Gangren Diabetikum digiti I pedis Dextra ec Diabetes Mellitus type II

Page 22: Gangren Diabetikum

II. Penatalaksanaan

IVFD : RL : Dextrosa 10% = 1:1

Diet rendah gula

Injeksi insulin 3x 12 iu

Aspilet 1x1

Ciprofloxasim

Neurodex 1x1

III. Rencana Pemeriksaan

Urinalisa

Rontgen Pedis Dextra

EKG

IV. Prognosis

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Dubia et Bonam

ANALISIS KASUS

Diabetes adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja

Page 23: Gangren Diabetikum

insulin ataupun kedua-duanya. ADA pada tahun 1997 telah membagi DM

berdasarkan etiologinya menjadi empat bagian, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM

tipe lain-lain (misalnya; MODY,DM yang disebabkan karena obat, infeksi, dll),

dan DM gestasional. DM tipe 2 merupakan DM yang disebabkan karena adanya

defek pada sekresi insulin, resistensi insulin di jaringan perifer, dan gangguan

regulasi produksi glukosa oleh hepar. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,

berupa gejala rasa haus yang meningkat (polidipsi), frekuensi BAK meningkta

(poliuria), dan nafsu makan yang meningkat (polifagia). Dan gejala sekunder

seperti gangguan penglihatan, rasa lemas pada tubuh. Diabetes sering terdeteksi

pada pasien yang telah terkena komplikasi dari diabetes seperti serangan jantung,

stroke, neuropathy, penyembuhan luka yang lambat atau ulkus, melahirkan bayi

makrosomia. Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia persisten, dan

secara laboratorik: BNPP (gula darah puasa) > 126 mg/dL (7.0 mmol/l), gula

darah sewaktu > 200 mg/dL (11.1 mmol/l), glukosa plasma diatas 200 mg/dL

(11.1 mmol/l) dua jam setelah loading 75 g glukosa oral pada tes toleransi

glukosa.

Seorang wanita 60 tahun datang dengan keluhan utama luka yang semakin

melebar di kaki kanan sejak ± 1 minggu yang lalu, yg disertai nanah dan rasa

nyeri. ± 1 bulan SMRS pasien mengeluh timbul benjolan berisi cairan ukuran ±

2x5 cm setelah terkena uap panas knalpot motor, 4 hari kemudian benjolan

tersebut pecah dan bernanah. Demam (-), nafsu makan menurun, mudah merasa

haus, BAB biasa, BAK sering warna biasa. ± 1 minggu SMRS, luka semakin

melebar, nyeri (+), nanah (+), Demam (-), nafsu makan menurun(+), BAK malam

hari sering (+) 5-6 kali/ semalam, sejak ± 1 tahun yang lalu. Riwayat sakit

kencing manis, sejak 4 tahun yang lalu, Kontrol saat ada keluhan (seminggu

sekali disuntik).

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Page 24: Gangren Diabetikum

Kesadaran : compos mentis

Gizi : Cukup

Dehidrasi : (-)

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 86x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 20x/menit, thoracoabdominal, reguler

Suhu : 36,6 o C

Keadaan spesifik:

Tidak terdapat kelainan yang signifikan pada pemeriksaan khusus. JVP (5-2) cm

H2O, pembesaran KGB (-). Pemeriksaan cor dan pulmo dalam batas normal.

Pemeriksaan abdomen, hepar dan lien tidak teraba. Pada digiti I pedis dextra

didapatkan gangren ukuran ± 3 x 7 cm, pus (+), nyeri(+).

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 31/1/2011, didapatkan hemoglobin 9,8 g/dl,

hematokrit 29 vol%, dan leukosit 11.200/mm3,

Diagnosa: Gangren Diabetikum digiti I pedis Dextra ec Diabetes Mellitus type II

Penatalaksanaan :

IVFD : RL : Dextrosa 10% = 1:1

Diet rendah gula

Injeksi insulin 3x 12 iu

Aspilet 1x1

Ciprofloxasin 1x1 250 mg

Neurodex 1x1

Rencana Pemeriksaan

Urinalisa

Rontgen Pedis Dextra

EKG

Page 25: Gangren Diabetikum

Prognosa:

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Dubia et Bonam

Follow Up:

Tanggal 1 Februari 2011

S Tidak Ada

O: Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Compos mentis

110/60 mmHg

Page 26: Gangren Diabetikum

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax:

Paru

Jantung

Abdomen

Genitalia

Ekstremitas

84 x/menit

22 x/ menit

36,6 0C

Conjungtiva palpebra pucat (-)

Sclera ikterik (-)

JVP (5-2) cm H2O

Pembesaran KGB (-)

I : statis-dinamis simetris kanan = kiri

P : stemfremitus kanan = kiri

P : sonor dikedua lapangan paru

A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-)

I : ictus cordis tidak terlihat

P : ictus cordis tidak teraba

P : batas atas ICS 2, batas kanan LSD dextra,

batas kiri LMC sinistra

A : HR 84 x/ menit murmur (-), gallop (-)

I : datar

P : lemas, hepar-lien tidak teraba

P : thympani

A : bising usus (+) normal

Tak ada kelainan

Tampak gangren ukuran 4x8 cm pada digiti I

Page 27: Gangren Diabetikum

pedis dextra, pus (+), nyeri (+)

Page 28: Gangren Diabetikum
Page 29: Gangren Diabetikum

DAFTAR PUSTAKA

1. Power AC. Diabetes Mellitus. Harrison’s Prinsiples of Internal Medicine, 15 th.

New York: Mc. Graw Hill Companies Inc.; 2001

2. American Diabetes Association: Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care; 2004

3. Price,A. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.Patofisiologi:

Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC; 1995.

4. Wiyono P, dkk. Glimepiride; Generasi Baru Sulsonilurea. Dexa Medica. Vol

17, Sub bagian Endokrenologi dan Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

FK UGM; 2004.

5. Arisman. Penyakit Akibat Gangguan Metabolisme. Palembang. Bagian Ilmu

Gizi FK Unsri; 2004.

6. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC;

1997.

7. Zemmer, J. Diabetes Mellitus Type 2. Drugs use review newsletter. Division

of Medical Services. Jefferson city; 2002.

8. Abrahamson, M. Best Practise of Medicine: DM in Adults. New York city.

December; 2003