gangguan imunologi

Upload: canggih-meong

Post on 07-Jan-2016

84 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

imuno

TRANSCRIPT

GANGGUAN IMUNOLOGI

GANGGUAN IMUNOLOGIBAB 1PENDAHULUANA.LATAR BELAKANGDewasa ini, semakim banyak penyakit yang bermunculan. Penyakit system imun adalah penyakit yang sedang ramai dibahas. Defisiensi system imun yang paling melekat di masyarakat adalah HIV/AIDS. Padahal masih banyak penyakit gangguan system imun atau gangguan imunologiyang terdapat disekitar kita.Tubuh kita secara terus-menerus terpapar oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Namun kita belum tentu sakit, hal ini dikarenakan adanya peran dari sistem imun.Mikroorganisme yang menyerang tubuh kita dapat berupa :-Bakteri- mycoplasma-Virus- jamur-Riketsial- bahan kimiaRespon tubuh terhadap imun pada dasarnya berupa proses pengenalan dan eliminasi. Jika salah satu atau kedua proses ini terganggu maka akan terjadi gangguan seperti : autoimun, hipersensistif, dan imunodefisiency.BAB IITINJAUAN PUSTAKAB.DASAR IMUNOLOGITubuh kita secara terus-menerus terpapar oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Namun kita belum tentu sakit, hal ini dikarenakan adanya peran dari sistem imun.Mikroorganisme yang menyerang tubuh kita dapat berupa :-Bakteri- mycoplasma-Virus- jamur-Riketsial- bahan kimiaRespon tubuh terhadap imun pada dasarnya berupa proses pengenalan dan eliminasi. Jika salah satu atau kedua proses ini terganggu maka akan terjadi gangguan seperti : autoimun, hipersensistif, dan imunodefisiency.Ketika ada antigen masuk sistem imun (spesifik dan non-spesifik) merespon mengeliminasi benda asing.Kegagalan eliminiasi menyebabkan patologisFase respon imun1. Fase pengenalanTerjadi ikatan antara antigen asing dengan reseptor yang ada di leukosit mature (makrofag)2. Fase aktivasiTerjadi proliferasi dan diferensiasi sel imunokompeten3. Fase efektorTerjadi eliminasi dari antigen yang masuk. Fase ini berbeda-beda tiap sel imunokompeten. Misalopada makrofag : tjd kematian selosel T : membentuk sitokin/interleukinoSel B : produksi antibodyoSel NK : terjadi lisis sel tumor atau sel yang terinfeksi virusReaksi imunitas dalam tubuh dapat dibedakan menjadi 2 :1.Humoral : melibatkan molekul yang ada di sirkulasi (antibody, komplemen)2.Seluler : diperankan oleh sel T (sel T sitotoksik/CD8, sel NK)Sistem imun dibedakan jadi spesifik dan non-spesific :-Sistem imun spesifik :oHumoral:Sel B: IgG,IgA.IgM.IgD,dan IgEoSelularSel T: Th1, Th2, Ts/Tr/Th3, Tdth, dan CTL/Tc-Sistem imun non-spesifik:oFisik: kulit, selapu lender, silia, batuk, dan bersin.oLarut:a.Biokimia: lisozim, sebaseous, asam lambung, laktoferin, asam neuraminik.b.Humoral: komplemen, interferon, CRP.oSelular: fagosit(PM, PMN), sel NK, sel Mast, dan basofilPerbedaan sistem imun nonspesifik dan spesifikNonspesifik-Bekerja segera (sbg pertahanan pertama)-Respon non-spesifik-Sifat resistensi tetap, tidak meningkat oleh infeksi ulang-Molekul pengenal di permukaan semua ada secara alamiah. Punya banyak reseptor pengenal.-Mengenal komplek karbohidrat yg menjadi bagian dari sel kuman.-Molekulnya complement-Selnya fagosit (makrofag, dendritik, neutrofil, monosit)Spesifik-Perlu waktu untuk aktivasi-Hanya merespon antigen yang sudah pernah masuk-Resistensi meningkat oleh infeksi ulang (sbg dasar untuk vaksinasi)-Ada seleksi klonal. Reseptor yg berkembang adalah reseptor yang sudah tersensitasi.-Hanya mengenal peptide kecil yang dipresentasikan oleh sel aksesori-Molekul sirkulasi berupa antibody-Sel limfositIstilah dalam Imunologi-Antigen : benda asing yang masuk yg dapat merangsang antibody-Antobodi : protein globulin yg terbentuk akibat adanya antigen yang masuk-Imunogen : sama dg antigen = zat asing yang masuk yg merangsang sistem imun.-Imunogenitas : derajat keimunogenan suatu zat.-Komplemen : protein yang ada di tubuh normal-Epitop : determinan antigen; bagian dari antibody yg bereaksi dengan antigen.-Valence : jumlah epitop dlm 1 molekul antigen-Adjuvans : zat yg bukan antigen tapi jika diberikan bersama antigen bisa meningkatkan respon imun.Biasanya diberikan pada saat vaksinasi biar antigen tadi bisa memberikan rangsangan imunologis yang kuat.Ada beberapa mekanisme:oMempresentasikan antigen sedikit demi sedikitoMerangsang molekul Co stimulator (ada yg di sel aksesori, ada yg di sel T)Yang di sel aksesori ; CD 40, punya ligan (ikatan) CD 40L, B71 ligannya C28, B32 ligannya CTLA4.Signal : antigen HLA dan molekul co-stimulator.Tanpa molekul co-stimulator bisa presentasi, tapi tidak ada respon sel T. Terjadi imunologi toleran.Imunologi toleran : tidak ada respon sel T.Antigen dalam tubuh kita sendiri bersifat toleran. Jika ada gangguan toleran maka terjadi penyakit autoimun. Atau molekul yang sifatnya tersembunyi (korne mata, protein histon), jika ada infeksi molekul tersembunyi ini akan keluar dan terjad kontak shg terjadi proses autoimun.Antigen dibedakan jadi1.T dependent antigen-Melibatkan sel T helper. Terutama antigen protein-Antigen masuk ditangkap makrofag presentasi sel T Sel T aktif _ jadi Th1 dan 2 menghasilkan sitokin merangsang sel B jadi sel plasma2.T independent-Non protein-Tdk melibatkan sel T helper, tanpa presenteasi dari HLA. Akibatnya didapatkan titer antibody yang rendah.-Tidak merangsang timbulnya sel memori-Jika ada antigen bob protein masuk tidak melibatkan sel T langsung direspon sel B karena di permukaan sel B ada Ig permukaan sel B aktif jadi sel plasma.3.Auto antigen-Dari tubuh kita sendiri shg tidak ada respon imunologis karena HLA cocok.4.AlloantigenIndividu beda tapi sama spesies. Ada reaksi imunitas karena molekul HLA beda. KAraen HLA bersifat polimorfik5.Iso antigen-dari individu beda tapi genetic sama , misal pada kembar siam.-Belum tentu ada kecocokan HLA tapi setidaknya perbedaannya sangat kecil.Imunogenitas dan antigenitas tergantung pada1.Zat antigen itu sendiri-Makin asing makin bereaksi imunologi-Makin besar, makin antigenic-Makin komplek, makin antigenic-Makin mudah larut, makin antigenic-Makin kaku, makin antigenic2.Faktor host-Poten atau ga-Ada ga clone spesifik-Kemampuan sel aksesori utk respon-Umur (dibawah 3 tahun dan di atas 40th makin bereaksi)-Status nutrisi-Ada ga locus HLA.3.Cara masuknya-Dosis-Jalan masuk. Kalo lewat oral dan parenteral lebih kuat. Karena antigen langsung kontak dengan sel imunokompeten-Bentuknya, apa dikasih sama adjuvans-Jadwalnya apakah diberikan sekali atau booster.Bakterial Antigen1.Flagellar-Bisa protektif : kolera2.Phili-Semacam papilla kecil.-Phili adalah faktor invasi kuman utk masuk ke jaringan.-Ada 2 bentuk. Phili tambahan dan sex-phili utk perputaran bahan genetic.-Yang punya phili, lebih virulen. Misal pada gonorhea. Punya phili tapi karena kasase berulang-ulang phili jadi mudah hilang akibatnya jadi ga virulen.-Virulen itu keganasan. Biasanya ditandai dengan derajat patogenitas yang bisa diukur.-Contoh lain yaitu ETEC (entero toksigenik e.choli)3.Bakteri somatic-Bisa berasal dari kapsula atau dari dinding sel kuman (polisakarida membaran luar).-Bakteri punya kapsul. Yang punya kapsul digunakan utk melekatkan kuman pada jaringan dan akibatnya kuman susah difagositosis. Karena kapsul punya komponen yang susah dicerna.4.Bakteri Toksin-Dibedakan jadi endotoksin dan eksotoksin. Endo di dalam tubuh kuman.Eksotoksin-Hemolisin : merusak darah-Leucocidine : merusak leukosit-Hyaluronidase : menyebabkan bakteri menyebar ke seluruh tubuh-Colagenasae : merusak kolagen-Coagulase : menyebabkan deposit fibrin di permukaan sel.Komponen utama imunSel B-Di permukaan ada kompenen IgGSel T-Berasal sel yang sama dengan sel B tapi berkembang di tempat yang beda. Berasal dari sumsum tulang tapi, maturasinya di timus.-Membentuk interleukin/sitokin-Tidak bisa mengenal antigen langsungSel fagosit-Yang utama yaitu makrofag-Professional : di setiap tahap perkembangan-Paraprofessional : hanya pada imatur saja. Kalo maturl lalu ke perifer dan mengalami apoptosis.-Nonprofesional :Makrofag1.Mendeteksi mikroba karena di permukaan ada resptor (opsonik dan non-opsonik)2.Mencegah kuman masuk (karena dimakan)oYang mudah difagosit yang di ekstraseluleroMembentuk formasi granulasi3.Menarik sel imunokoompeten yang lain utk aktif dan mau datang ke tempat infeksi dengan cara mengeluarkan sitokin dan mediator inflamasi.4.Sbg sel aksesori pada aktivasi limfosit. Karena makrofag mampu menpresentasi dan membentuk co-stimulaor.oAda banyak, tapi yang unik di CTLA4. Jika CTLA4 terbentuk maka respon sel T akan diblok.5.Sbg sel efektor Karena dapat membunuh kuman dan menghancurkan dinding sel dalam sirkulasi(Over View Imunologi Dasar: Drs.Hudiono, Msi.2010)C.KLASIFIKASI GANGGUAN IMUNOLOGIImunitas atau kekebalan adalah system mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh pathogen serta sel tumor. System ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus samaoi cacing parasit. Serta menghansurkan zat-zat asinglain dan memusnahkan mereka dari organisme yang sehat dari jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.Gangguan system imun atau gangguan imunologi dapat di klasifikasikan:1.Defisien imunDefisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen system imun tidak aktif, kemampuan system imun untuk merespon pathogen berkurang baik pada golongan muda dan golongan tua, respon imun berkurang pda usia 50 tahun, respon juga dapat terjadi karena penggunaan alokohol dan narkoba adalah akibat paling umum yang menyebabkan defisiensi imun di Negara berkembang. Diest kekurangan cukup protein berhubung dengan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, kensentrasi antibody, IgA dan produksi sitokin, defisiensi inutrisi seperti zinc, selenium, zat besi, tembaga, vitamin A,C,E, B6, dan asam folik(vit B9) juga mengurangi respon imun.Defisiensi imun juga dapat didapat dari choronic, granulomatus disease(penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit berkurang), contohnya: Aids, dan beberapa kanker.2.AutoimunitasRespon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. System imun gagal untuk memusnahkan tepat antara diri sendiri dan orang lain yang mneyerang dari bagian tubuh.3.HipersensitifitasAdalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Mereka terbagi menajdi 4 kelas (tipe I-IV) yaitu:a.Reaksi anafilaksis(I)b.Reaksi toksis (II)c.Reaksi imun kompleks(III)d.Reaksi toep lambat (IV)(Imunologi dasar: K.G. Bratawidjaya. 2004. Fakultas Kedokteran UI)BAB IIIPEMBAHASAND.DEFISIENSI IMUN1.DefinisiPenyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang mengganggu sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka kejadiannya tidak tinggi. Karena itu selalu pertimbangkan kondisi lain yang membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi, splenektomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganansan.2.Penyebab Defisiensi ImunPenyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait padaX-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal (Tabel 28-1).Penyebab defisiensi imunDefek genetikDefek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin)Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase padaX-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T)Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misalcommon variable immunodeficiency)

Obat atau toksinImunosupresan (kortikosteroid, siklosporin)Antikonvulsan (fenitoin)

Penyakit nutrisi dan metabolikMalnutrisi ( misal kwashiorkor)Protein losing enteropathy(misal limfangiektasia intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II)Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)

Kelainan kromosomAnomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)

InfeksiImunodefisiensi transien (pada campak dan varicella )Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)

(Dikutip dengan modifikasi dari Stiehm dkk, 2005)3.Penyakit defisiensi imunPenyakit defisiensi imun muncul ketika system imun kurang aktif dari pada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti severecombined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh oleh retrovirus HIVDefisiensi imun non-spesifika.Defisiensi komplemen1)Congenital2)Fisiologik3)Didapatb.Diferensiasi interferon dan losozim1)Defisiensi interferon congenital2)Defisiensi interferon dan lisozim didapatc.Defisiensi sel NK1)Defisiensi congenital2)Defisiensi didapatd.Defisiensi system fagosit1)Defisiensi kuantitatif2)Defisiensi kualitatifDefisiensi imun spesifika.Defisiensi kongiental atau primerDefisiensi sel B: infeksi rekuren oleh bakteri berupa gangguan perkembangan sel BDefisiensi sel T: kerentanan meningkat terhadap virus, jamur dan protozoab.Defisiensi imun fisiologik1)Kehamilan2)Usia tahun pertama3)Usia lanjutc.Defisiensi didapat atau sekunder1)Malnutrisi2)Infeksi3)Obat, trauma, tindakan kateterisasi dan bedah4)Penyinaran5)Penyakit berat6)Kehilangan Ig/leukosit7)Stressd.AIDS4.Manifestasi KlinisDalam penegakan diagnosis defisiensi imun, penting ditanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya, sejak masa kehamilan, persalinan dan morbiditas yang ditemukan sejak lahir secara detail. Riwayat pengobatan yang pernah didapat juga harus dicatat, disertai keterangan efek pengobatannya, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila pernah dirawat, operasi atau transfusi juga dicatat. Riwayat imunisasi dan kejadian efek simpangnya juga dicari.Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan dengan yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk defisiensi antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4 bulan sampai 2 tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif selama 3-4 bulan pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat diturunkan melalui autosom resesif atauX-linked. Defisiensi imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi dibandingkan dengan defek primer.Pemeriksaan fisik defisiensi antibodi jarang menunjukkan tanda fisik diagnostik, meskipun dapat menunjukkan infeksi berat sebelumnya, seperti ruptur membran timpani dan bronkiektasis. Tampilan klinis yang umum adalah gagal tumbuh.Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran imunoglobulin serum dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar. Imunoglobulin yang sama sekali tidak ada (agamaglobulinemia) jarang terjadi, bahkan pasien yang sakit berat pun masih mempunyai IgM dan IgG yang dapat dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu isotop imunoglobulin, seperti IgA atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa individu gagal memproduksi antibodi spesifik setelah imunisasi meskipun kadar imunoglobulin serum normal. Sel B yang bersirkulasi diidentifikasi dengan antibodi monoklonal terhadap antigen sel B. Pada darah normal, sel-sel tersebut sebanyak 5-15% dari populasi limfosit total. Sel B matur yang tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi membedakaninfantile X-linked agammaglobulinaemiadari penyebab lain defisiensi antibodi primer dengan kadar sel B normal atau rendah.5.Gejala KlinisGejala klinis penyakit defisiensi imunGejala yang biasanya dijumpaiInfeksi saluran napas atas berulangInfeksi bakteri yang beratPenyembuhan inkomplit antar episode infeksi, atau respons pengobatan inkomplit

Gejala yang sering dijumpaiGagal tumbuh atau retardasi tumbuhJarang ditemukan kelenjar atau tonsil yang membesarInfeksi oleh mikroorganisma yang tidak lazimLesi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses nekrotik/noma, alopesia, eksim, teleangiektasi, warts yang hebat)Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatanJari tabuhDiare dan malabsorpsiMastoiditis dan otitis persistenPneumonia atau bronkitis berulangPenyakit autoimunKelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia)

Gejala yang jarang dijumpaiBerat badan turunDemamPeriodontitisLimfadenopatiHepatosplenomegaliPenyakit virus yang beratArtritis atau artralgiaEnsefalitis kronikMeningitis berulangPioderma gangrenosaKolangitis sklerosisHepatitis kronik (virus atau autoimun)Reaksi simpang terhadap vaksinasiBronkiektasisInfeksi saluran kemihLepas/puput tali pusat terlambat (> 30 hari)Stomatitis kronikGranulomaKeganasan limfoid

(Dikutip dari Stiehm, 2005)6.DiagnosaInfeksi yang menetap atau berulang, atau infeksi berat oleh mikroorganisme yang biasanya tidak menyebabkan infeksi berat, bisa merupakan petunjuk adanya penyakit immunodefisiensi.Petunjuk lainnya adalah: Respon yang buruk terhadap pengobatan Pemulihan yang tertunda atau pemulihan tidak sempurna Adanya jenis kanker tertentu Infeksi oportunistik (misalnya infeksi Pneumocystis carinii yang tersebar luas atau infeksi jamur berulang).Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui: - jumlah sel darah putih - kadar antibodi/immunoglobulin - jumlah limfosit T - kadar komplemen.7.Pemerikasaan LanjutanPemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk mengetahui penyakit defisiensi imun. Karena banyaknya pemeriksaan yang harus dilakukan (sesuai dengan kelainan klinis dan mekanisme dasarnya) maka pada tahap pertama dapat dilakukan pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:1.Pemeriksaan darah tepi1.Hemoglobin2.Leukosit total3.Hitung jenis leukosit (persentasi)4.Morfologi limfosit5.Hitung trombosit2.Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)3.Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)1.Titer antibodi Tetatus, Difteri2.Titer antibodi H.influenzae4.Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)5.Evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang sesuai)Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan lanjutan berdasarkan apa yang kita cari (Tabel 28-9).Pemeriksaan lanjutan pada penyakit defisiensi imunDefisiensi Sel B Uji Tapis:Kadar IgG, IgM dan IgATiter isoaglutininRespon antibodi pada vaksin (Tetanus, difteri, H.influenzae) Uji lanjutan:Enumerasi sel-B (CD19 atau CD20)Kadar subklas IgGKadar IgE dan IgDTiter antibodi natural (Anti Streptolisin-O/ASTO, E.coliRespons antibodi terhadap vaksin tifoid dan pneumokokusFoto faring lateral untuk mencari kelenjar adenoid Riset:Fenotiping sel B lanjutBiopsi kelenjarRespons antibodi terhadap antigen khusus misal phage antigenIg-survivalin vivoKadar Ig sekretorisSintesis Ig in vitroAnalisis aktivasi selAnalisis mutasi

Defisiensi sel T Uji tapis:Hitung limfosit total dan morfologinyaHitung sel T dan sub populasi sel T : hitung sel T total, Th dan TsUji kulit tipe lambat (CMI) : mumps, kandida, toksoid tetanus, tuberkulinFoto sinar X dada : ukuran timus Uji lanjutan:Enumerasi subset sel T (CD3, CD4, CD8)Respons proliferatif terhadap mitogen, antigen dan sel alogeneikHLA typingAnalisis kromosom Riset:Advance flow cytometryAnalisis sitokin dan sitokin reseptorCytotoxic assay(sel NK dan CTL)Enzyme assay (adenosin deaminase, fosforilase nukleoside purin/PNP)Pencitraan timus dab fungsinyaAnalisis reseptor sel TRiset aktivasi sel TRiset apoptosisBiopsiAnalisis mutasi

Defisiensi fagosit Uji tapis:Hitung leukosit total dan hitung jenisUji NBT (Nitro blue tetrazolium), kemiluminesensi : fungsi metabolik neutrofilTiter IgE Uji lanjutan:Reduksi dihidrorhodaminWhite cell turn overMorfologi spesialKemotaksis dan mobilitas randomPhagocytosis assayBactericidal assays Riset:Adhesion molecule assays(CD11b/CD18, ligan selektin)Oxidative metabolismEnzyme assays(mieloperoksidase, G6PD, NADPH)Analisis mutasi

Defisensi komplemen Uji tapis:Titer C3 dan C4Aktivitas CH50 Uji lanjutan:Opsonin assaysComponent assaysActivation assays(C3a, C4a, C4d, C5a) Riset:Aktivitas jalur alternatifPenilaian fungsi(faktor kemotaktik,immune adherence)

8.PengobatanSesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya maka pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa, kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan terhadap defisiensi komponen imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit, plasma beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin spesifik. Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya, sesuai dengan kondisi klinis.Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa memang bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara lain adalah faktor tertentu (interferon), antibodi monoklonal, produk mikroba (BCG), produk biologik (timosin), komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik seperti inosipleks dan levamisol.Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi imun, terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi, pengobatan keganasan, dan lain-lain). Defisiensi imun primer hanya dapat diobati dengan transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau rekayasa genetik.Tatalaksana defisiensi antibodiTerapi pengganti imunoglobulin(immunoglobulin replacement therapy)merupakan keharusan pada anak dengan defek produksi antibodi. Preparat dapat berupa intravena atau subkutan. Terapi tergantung pada keparahan hipogamaglobulinemia dan komplikasi. Sebagian besar pasien dengan hipogamaglobulinemia memerlukan 400-600 mg/kg/bulan imunoglobulin untuk mencegah infeksi atau mengurangi komplikasi, khususnya penyakit kronik pada paru dan usus. Imunoglobulin intravena (IVIG) merupakan pilihan terapi, diberikan dengan interval 2-3 minggu. Pemantauan dilakukan terhadap imunoglobulin serum, setelah mencapai kadar yang stabil (setelah 6 bulan), dosis infus dipertahankan di atas batas normal.Tatalaksana defek imunitas selulerTatalaksana pasien dengan defek berat imunitas seluler, termasuk SCID tidak hanya melibatkan terapi antimikrobial namun juga penggunaan profilaksis. Untuk mencegah infeksi maka bayi dirawat di area dengan tekanan udara positif. Pada pasien yang terbukti atau dicurigai defek sel T harus dihindari imunisasi dengan vaksin hidup atau tranfusi darah. Vaksin hidup dapat mengakibatkan infeksi diseminata, sedangkan tranfusi darah dapat menyebabkan penyakitgraft-versus-host.Tandur(graft)sel imunokompeten yang masih hidup merupakan sarana satu-satunya untuk perbaikan respons imun. Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan terapi pada semua bentuk SCID. Terapi gen sedang dikembangkan dan diharapkan dapat mengatasi defek gen.B.AUTOIMUN1.DefinisiGangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri.Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan. Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di mereka sendiri.2.Penyakit Gangguan AutoimunSel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen. Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendirii. Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.Beberapa ganguan autoimun yang sering terjadi seperti radang sendi rheumatoid, lupus erythematosus sistemik (lupus), dan vasculitis, diantaranya. Penyakit tambahan yang diyakini berhubungan dengan autoimun seperti glomerulonephritis, penyakit Addison, penyakit campuran jaringan ikat, sindroma Sjogren, sclerosis sistemik progresif, dan beberapa kasus infertilitas.Beberapa Gangguan Autoimun

GangguanJaringan yang terkenaKonsekwensi

Anemia hemolitik autoimunSel darah merahAnemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan.Limpa mungkin membesar.Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.

Bullous pemphigoidKulitLepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit.Gatal biasa.Dengan pengobatan, prognosis baik.

Sindrom GoodpastureParu-paru dan ginjalGejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang.Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.

Penyakit GravesKelenjar tiroidKelenjar gondok dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid (hyperthyroidism).Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasa.Dengan pengobatan, prognosis baik.

Tiroiditis HashimotoKelenjar tiroidKelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon thyroid rendah (hypothyroidism).Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk.Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.

Multiple sclerosisOtak dan spinal cordSeluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya.Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan sukar menahan hajat.Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin datang dan pergi.Prognosis berubah-ubah.

Myasthenia gravisKoneksi antara saraf dan otot (neuromuscular junction)Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara luas.Obat biasanya bisa mengontrol gejala.

PemphigusKulitLepuh besar terbentuk di kulit.Gangguan bisa mengancam hidup.

Pernicious anemiaSel tertentu di sepanjang perutKerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf).Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan.Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan sensasi.Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat.Risiko kanker perut bertambah.Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.

Rheumatoid arthritisSendi atau jaringan lain seperti jaringan paru-paru, saraf, kulit dan jantungBanyak gejala mungkin terjadi.termasuk demam, kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di bawah kulit.Progonosis bervariasi

Systemic lupus erythematosus (lupus)sendi, ginjal, kulit, paru-paru, jantung, otak dan sel darahSendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat.Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-headedness, dan yang dipunyai ginjal, paru-paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan, pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada, mungkin terjadi.Bercak mungkin timbul.Ramalan berubah-ubah secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan.

Diabetes mellitus tipe 1Sel beta dari pankreas (yang memproduksi insulin)Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air kecil, dan selera makan, seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang.Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup.Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama.

VasculitisPembuluh darahVasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal, kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian badan mana yang dipengaruhi.Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak.Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan.

3.PenyebabReaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah.Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari deman rumatik).Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan.Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.4.GejalaGangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan, atau kulit. Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun, termasuk ginjal, paru-paru, jantung, dan otak, bisa dipengaruhi. Hasil dari peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.5.DiagnosisPemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (erythrocytes) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi, radang mempunyai banyak sebab, banyak diantaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Tetapi antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.6.PengobatanPengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.

Ganggua autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien.Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.C.HIPERSENSITIFHipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara (Baratawidjaja, 2009).Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktif, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). selain itu ada satu tipe lagi yaitu tipe V atau stimulatory hypersensitivity (Arwin dkk, 2008).1.Reaksi Hipersensitif Tipe I(Hipersensitivitas Tipe Cepat Atau Anafilataksis)Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi alergi yang terjadi karena terpapar antigen spesifik yang dikenal sebagai alergen. Terpapar dengan cara ditelan, dihirup, disuntik, ataupun kontak langsung. Perbedaan antara respon imun normal dan hipersensitivitas tipe I adalah adanya sekresi IgE yang dihasilkan oleh sel plasma. Antibodi ini akan berikatan dengan respetor IgE pada permukaan jaringan sel mast dan basofil. Selmast dan basofil yang dilapisi oleh IgE akan tersensitisasi (fase sensitisasi), karena sel B memerlukan waktu untuk menghasilkan IgE, maka pada kontak pertama, tidak terjadi apa-apa. Waktu yang diperlukan bervariasi dari 15-30 menit hingga 10-20 jam. Adanya alergen pada kontak pertama menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi, yaitu IgE. IgE kemudian masuk ke aliran darah dan berikatan dengan reseptor disel mastosit dan basofil sehingga sel mastosit atau basofil menjadi tersensitisasi. Pada saat kontak ulang dengan alergen, maka alergen akan berikatan dengan IgE yang berikatan dengan antibodi di sel mastosit atau basofil dan menyebabkan terjadinya granulasi (Abbas, 2004).Degranulasi menyebakan pelepasan mediator inflamasi primer dan sekunder.Mediator inflamasi primer yaitu Histamin, yang merupakan mediator primer terpenting, menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskular, vasodilatasi, bronkokontriksi, dan meningkatnya sekresi mukus. Mediator lain yang segera dilepaskan meliputi adenosin (menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi trombosit) serta faktor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan dalam matriks granula dan meliputi heparin serta protease netral (misalnya, triptase). Protease menghasilkan kinin dan memecah komponen komplemen untuk menghasilkan faktor kemotaksis dan inflamasi tambahan (misalnya, C3a).Mediator Sekunder yaitu Leukotrien C4 dan D4 merupakan agen vasoaktif dan spasmogenik yang dikenal paling poten; pada dasra molar, agenini beberapa ribu kali lebih aktif daripada histamin dalam meningkatkan permeabilitas vaskular dan alam menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Leukotrien B4 sangat kemotaktik untuk neutrofil, eosinofil, dan monosit.Prostaglandin D2 adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenasi dalam sel mast. Mediator ini menyebabkan bronkospasme hebat serta meningkatkan sekresi mukus.Faktor pengaktivasi trombosit merupakan mediator sekunder lain, mengakibatkan agregasi trombosit, pelepasan histamin dan bronkospasme. Mediator ini juga bersifat kemotaltik untuk neutrofil dan eosinofil.Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5 dan IL-6) dan kemokin berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe I melalui kemampuannya merekrut dan mengaktivasi berbagai macam sel radang. TNF merupakan mediator yang sangat poten dalam adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor pertumbuhan sel mast dan diperlukan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B.Eosinofil berperan secara tidak langsung pada reaksi hipersensitivitas tipe I melalui faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A= eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis). Zat ini merupakan salah satu dari preformed mediators yaitu mediator yang sudah ada dalam granula sel mast selain histamin dan faktor kemotaktik neutrofil (NCF = neotrophil chemotactic factor). Mediator yang terbentuk kemudian merupakan metabolit asam arakidonat akibat degranulasi sel mast yang berperan pada reaksi tipe I (Arwin dkk, 2008).Menurut jarak waktu timbulnya, reaksi tipe I dibagi menjadi 2, yaitu fase cepat dan fase lambat.Reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase cepat, yaitu reaksi hipersensitivitas yang terjadi beberapa menit setelah pajanan antigen yang sesuai. Reaksi ini dapat bertahan dalam beberapa jam walaupun tanpa kontak dengan alergen lagi.Reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat Mekanisme terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat ini belum jelas benar diketahui. Ternyata sel mast masih merupakan sel yang menentukan terjadinya reaksi ini seperti terbukti bahwa reaksi alergi tipe lambat jarang terjadi tanpa didahului reaksi alergi fase cepat. Sel mast dapat membebaskan mediator kemotaktik dan sitokin yang menarik sel radang ke tempat terjadinya reaksi alergi. Mediator fase aktif dari sel mast tersebut akan meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan sel radang.Tes diagnosticSkin test (prick dan intradermal)Kadar total IgE dan IgE spesifik terhadap alergen yang dicurigai (ELISA)IgE tinggi pada kondisi atopikTerapi:Antihistamin, adrenalin, bronkodilator, kortikosteroid, menghindari paparan alergen dan immunoterapi2.REAKSI HIPERSENSITIF TIPE IIReaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan. Istilah lebih tepat mengingat reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R dan juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai manifestasi klinik (Baratawidjaja, 2009).Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherenceReaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk FcLisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemenReaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai manifestasi klinik yaitu:Reaksi TransfusiMenurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin.Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas.Reaksi Antigen RhesusAda sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi.Anemia Hemolitik autoimunAkibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi.Antibiotik tertentu seperti penicilin, sefalosporin dan streptomisin dapat diabsorbsi nonspesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif (Baratawidjaja, 2009).Reaksi ObatObat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah.Sindrom GoodpasturePada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen.Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi.3.REAKSI HIPERSENSITIF TIPE IIIHipersensitivitas tipe III diperantarai oleh pengendapan kompleks antigencantibodi c (imun), diikuti dengan aktivitas komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear.Kompleks imun dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus, atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks imun patogen terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat antigen tersebut tertanam (kompleks imun in situ).Jejas akibat kompleks imun dapat bersifat sistemik jika kompleks tersebut terbentuk dalam sirkulasi mengendap dalam berbagai organ, atau terlokalisasi pada organ tertentu (misalnya, ginjal, sendi, atau kulit) jika kompleks tersebut terbentuk dan mengendap pada tempat khusus. Tanpa memperhatikan pola distribusi, mekanisme terjadinya jejas jarungan adalah sama; namun, urutan kejadian dan kondisi yang menyebabkan terbentuknya kompleks imun berbeda. Pada keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit ke hati, limpa dan di sana dimusnahkanoleh sel fagosit mononuklear, terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Pada umumnya kompleks yang besar dapat dengan mudah dan cepat dimusnahkan oleh makrofag dalam hati. Kompleks kecil dan larut sulit untuk dimusnahkan, karena itu dapat lebih lama berada dalam sirkulasi. Diduga bahwa ganggua fungsi fagosit merupakan salah satu penyebab mengapa kompleks tersebut sulit dimusnahkan. Meskipun kompleks imun berada dalam sirkulasi untuk jangka waktu yang lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun tersebut mengendap di jaringan (Baratawidjaja, 2009).Penyakit oleh kompleks imunPenyakitSpesifitas antibodiMekanismeManifestasi klinopatologi

Lupus eritematosusDNA, nukleoproteinInflamasi diperantarai komlplemen dan reseptor FcNefritis, vaskulitis, artritis

Poliarteritis nodosaAntigen permukaan virus hepatitis BInflamasi diperantarai komplemen dan reseptor FcVaskulitis

Glomreulonefritis post-streptokokusAntigen dinding sel streptokokusInflamasi diperantarai komplemen dan reseptor Fcnefritis

(Dikutip dari Abbas,2004)Diagnosis:Biopsi jaringan (endapan Ig dan komplemen)Kompleks imun pada darah dan penurunan jumlah komplemenTerapi:Anti-inflamasi4.REAKSI HIPERSENSITIF TIPE IVReaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan asing (seperti reaksi allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll). Protein atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier. Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target).Kerusakan sel atau jaringan yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis, histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis, schitosomiasis).Diagnosis:Mantoux test danpatch testTerapi:Kortikosteroid dan agen imunosupresifBAB IVKESIMPULANDefisiensi sistem imun merupakan penyebab utama menurunnya pertahanan tubuh terhadap antigen. Defisiensi sitem imun dapatdisebabkan karena infeksi virus, hipersensitif, mulai genetik pada sistem imun, faktor psikologi dan usia. Gangguan sistem imun meliputi gangguan limfosit B dan T, gangguan makrofag (inflamasi), gangguan sistem komplemen maupun gangguan imunitas sistemik. Dan salah satu penyakit yang umum diserita terkait dengan infeksi gastrogenital adalah HIV/AIDS.Agar sistem kekebalan tubuh untuk melindungi tubuh terhadap serangan oleh organisme asing, itu harus mampu membedakan antara protein tubuh sendiri (autoantigens) dan protein dari sel-sel asing (antigen asing). Ketika sistem kekebalan tubuh berbalik melawan autoantigens, sehingga menyerang jaringannya sendiri, kondisi yang dihasilkan adalah penyakit autoimun.Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. , reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktif, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). selain itu ada satu tipe lagi yaitu tipe V atau stimulatory hypersensitivity, namun tipe V tidak dibahas dalam makalah ini.DAFTAR PUSTAKAAbdul K Abbas, MBBS. 2004.Basic Immunology 2nd edition. Hypersensitivity Disease.. SAUNDERS: ChinaArwin dkk, 2008.Buku Ajar Alergi Imunologi Anak Edisi Kedua. Penerbit: Balai Penerbit IDAI. JakartaBaratawidjaja, K.G.dan Rengganis, A.2009.Imunologi Dasar Ed.8.Balai Penerbit FKUI:JakartaJudarwanto. 2010. Penyakit DefisiensiImun.http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/19/penyakit-defisiensi-imun[diakses16 november 2011]Medicastore.com.2010. Gangguan AutoimunGangguan auto imun.http://medicastore.com[diakses 18 November 2011]