gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

22
1 GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS ARTIKEL KARYA TULIS PENELITIAN Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Disusun Oleh : MUTIA FARINA G2A 003 124 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Upload: vuonghanh

Post on 24-Jan-2017

241 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

1

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS WISTAR

SETELAH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS

ARTIKEL KARYA TULIS PENELITIAN

Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat

dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana

Fakultas Kedokteran

Disusun Oleh :MUTIA FARINA

G2A 003 124

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2007

Page 2: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

2

LEMBAR PENGESAHAN

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS WISTAR

SETELAH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS

Telah diseminarkan dan diuji di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 30 Juli 2007 dan telah diperbaiki sesuai

dengan saran-saran yang diberikan

Tim Penguji

Ketua Penguji

dr.Udadi Sadhana, Sp.PA,M.Kes

NIP. 131 967 650

Penguji Pembimbing

dr.Bambang Prameng Nugrohadi, Sp.F dr.Arif Rahman Sadad, Sp.F, Msi Med

NIP. 130 701 408 NIP. 140 370 013

Page 3: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

3

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS WISTAR

SETELAH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS

Mutia farina* Arif Rahman Sadad**

Latar Belakang: Asetaminofen banyak digunakan di masyarakat sebagai penghilang rasa sakit, namun banyak kasus menunjukkan penggunaan obat ini sudah melebihi dosis yang ditentukan. Banyak data menunjukkan meningkatnya kematian akibat pemakaian asetaminofen berlebihan karena kegagalan hepar . Di hepar terjadi biotransformasi asetaminofen menjadi zat yang tidak toksik terhadap tubuh, namun pada pemakaian melebihi dosis yang dianjurkan hepar tidak mampu untuk mendetoksikasinya sehingga meracuni hepar itu sendiri dan menyebabkan cedera sel hepatosit.

Tujuan: Mengetahui pengaruh asetaminofen berbagai dosis terhadap gambaran histopatologis hepar tikus wistar.

Metode: Penelitian eksperimental dengan rancangan Post Test Only Control Group dengan jumlah sampel sebanyak 24 ekor tikus wistar jantan dewasa dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok Kontrol: tidak diberi perlakuan, kelompok P1: diberi asetaminofen 1200mg/kgBB, kelompok P2:diberi asetaminofen 2400mg/kgBB, P3: diberi asetaminofen 4800mg/kgBB.

Hasil: Uji Kruskall Wallis antar kelompok menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000). Dilanjutkan uji Mann Whitney antara Kontrol-P1 (p=0,006), antara Kontrol-P2 (p=0,008), antara Kontrol-P3 (p=0,008), antara P1-P2 (p=0,006), antara P1-P3 (p=0,006), antara P2-P3 (P=0,009), semuanya menunjukkan perbedaan bermakna.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan histopatologis sel hepatosit yang diberi asetaminofen dengan yang tidak diberi asetaminofen. Perbedaan juga terdapat antara masing-masing kelompok yang diberi asetaminofen, dan cedera sel hepatosit semakin bertambah berat pada peningkatan dosis asetaminofen.

Kata kunci: Asetaminofen, gambaran histopatologi hepar

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

**Staf Pengajar Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Diponegoro

Page 4: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

4

HISTOPATHOLOGY APPEARANCE

ON WISTAR RAT LIVER AFTER ADMINISTRATION

VARIANCE DOSES OF ASETAMINOPHEN

Mutia farina* Arif Rahman Sadad**

Background: Acetaminophen is used commonly by population as analgesic, yet many cases showed the use of this drug has over allowable dose. Lots of data showed rising of death because of liver failure, because overdoses. Biotransformation of acetaminophen happen in liver, it turns acetaminophen into substance which is not toxic. On overdose, liver cannot detoxify, and cause injury to hepatosit cell.

Objective: Identify the effect of acetaminophen variance doses toward the histopathology appearance of wistar rat liver.

Method: Experimental study with post test only control group design used 24 wistar male adult rats which were divided into 4 groups. Group Kontrol received no acetaminophen, group P1 treated with 1200mg/kg weight acetaminophen, group P2

treated with 2400mg/kg weight acetaminophen, group P3 treated with 4800mg/kg weight acetaminophen.

Result: Outcome of Kruskall Wallis test showed significant differences between all groups (p=0,000). Outcome of Mann Whitney test showed significant differences between all groups. The outcome was: Kontrol-P1 (p=0,006), Kontrol-P2 (p=0,008), Kontrol-P3 (p=0,008), P1-P2 (p=0,006), P1-P3 (p=0,006), P2-P3 (p=0,009).

Conclusion: There were differences of histopathology appearance of wistar rat liver between untreated group and acetaminophen treated group. There were also differences histopathology appearance of wistar rat liver between variance dosage treated group, and hepatosit cell injury was rising along with the rise of acetaminophen dosage.

Key Words: Acetaminophen, liver histopathology appearance

*Medical student of Diponegoro University

**Tutor of Forensic of Medical Faculty of Diponegoro University

Page 5: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

5

PENDAHULUAN

Asetaminofen banyak digunakan di masyarakat sebagai penghilang rasa

sakit, namun banyak kasus menunjukkan penggunaan obat ini sudah melebihi dosis

yang ditentukan. Menurut data dari Regional Medicines And Poisons Information

Unit terjadi 70.000 kasus kegagalan hepar akut pada tahun 1998 di Inggris yang

disebabkan oleh takar lajak asetaminofen. Di Indonesia sendiri merk obat yang

mengandung asetaminofen dari tahun ke tahun semakin bertambah, tercatat dalam

ISO 2004 terdapat 313 merk obat yang mengandung asetaminofen sedangkan pada

tahun 2006 terdapat 432 merk, hal ini menunjukkan tingginya konsumsi masyarakat

Indonesia terhadap asetaminofen.

Asetaminofen yang dipakai oleh masyarakat umumnya digunakan peroral,

dan absorbsinya melalui mucosa saluran pencernaan. Metabolismenya sendiri terjadi

di hepar, yang dilakukan oleh enzim mikrosomal dan dimetabolisme secara parsial(1).

Hasil metabolismenya berupa asetaminofen sulfat dan glukoronat, namun kurang dari

5% di ekskresikan berupa metabolit aktif yaitu N-acetyl-p-benzoquinone yang

hepatotoksik(1). Penimbunan N-acetyl-p-benzoquinone di hepar menyebabkan dose

related liver cell necrosis.(2).

Pada pemakaian dosis yang tepat hepar dapat merubah N-acetyl-p-

benzoquinone menjadi zat yang tidak toksik terhadap tubuh maupun sel hepatosit itu

sendiri, namun kemampuan hepar itupun terbatas jika pemakaiannya berlebihan maka

Page 6: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

6

N-acetyl-p-benzoquinone akan tertimbun didalam hepar dan merusak sel-sel

hepatosit, selain itu N-acetyl-p-benzoquinone juga akan terlepas ke dalam darah

sehingga dapat merusak sel-sel lain dalam tubuh(3). Pada penelitian Pierce RH dan

Franklin CC disebutkan pemakaian asetaminofen berlebihan menyebabkan cedera sel

hepatosit yang fatal pada daerah sentrilobular(4).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 maret sampai 20 april 2007. Jenis

penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan Post Test

Only Control Group. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi UNNES,

Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang.

Populasi adalah tikus wistar jantan, umur 4 ½ - 6 bulan, berat badan 200 - 300

gram, sehat, tidak ada kelainan anatomis, yang diperoleh dari Fakultas MIPA

UNNES, Semarang. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan kriteria WHO yaitu

minimal menggunakan 5 ekor hewan coba pada tiap perlakuan.

Jumlah tikus wistar yang digunakan sebanyak 24 ekor. Sebelum penelitian

tikus wistar sudah dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing 6 ekor tikus

wistar untuk kelompok kontrol, 6 ekor tikus untuk kelompok perlakuan 1, 6 ekor

Page 7: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

7

tikus untuk kelompok perlakuan 2, dan 6 ekor tikus untuk kelompok perlakuan 3,

kemudian tikus diadaptasi selama 1 minggu. Masing-masing kelompok tikus wistar

dikandangkan dan mendapatkan pakan standar dan minum yang sama ad libitum.

Pada penelitian ini hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok dengan rincian sebagai

berikut :

1. Kontrol : pemberian asetaminofen 0mg/kg BB

2. Perlakuan 1 : pemberian asetaminofen 1200mg/kg BB

3. Perlakuan 2 : pemberian asetaminofen 2400mg/kg BB

4. Perlakuan 3 : Pemberian asetaminofen 4800mg/kg BB

Tikus wistar diberikan asetaminofen secara peroral dengan menggunakan

sonde, 4 hari setelah perlakuan kemudian dilakukan terminasi di laboratorium

Fakultas MIPA UNNES. Pembedahan dilakukan segera setelah terminasi untuk

mengambil hepar, lalu dibuat preparat yang diproses sesuai dengan metode baku

histologi, kemudian dilakukan pembacaan mikroskopis dengan menggunakan

pembesaran 400x.

Dari setiap tikus dibuat 2 preparat jaringan hepar. Tiap preparat diamati

degenerasi hepatoselular yang berupa degenerasi parenkimatosa dan degenerasi

hidropik serta nekrosis hepatoselular, serta dibaca pada 5 lapangan pandang di zona

sentrilobular. Tiap lapangan pandang dihitung persentase rusaknya sel hepatosit,

Page 8: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

8

kemudian dihitung rata-rata dari 10 lapangan pandang pada dua preparat untuk

masing-masing tikus. Cara perhitungan cedera sel hepatosit ini berdasarkan penelitian

MA Aleksunes(5) .

Data yang diperoleh berupa data primer, kemudian data yang diperoleh diolah

dengan program komputer SPSS for windows. Data tersebut dilakukan uji normalitas

data jika data yang didapat normal dilanjutkan dengan menggunakan Analysis of

Variance, lalu dilanjutkan dengan post hoc analysis. Jika data yang diuji

menunjukkan abnormalitas data maka data diuji menggunakan Kruskall Wallis, dan

jika dari uji statistik tersebut ditemukan ada perbedaan yang bermakna, dilanjutkan

dengan uji statistik Mann Whitney(6). Dengan ketentuan:

a. Jika p ≤ 0,05 ; maka ada perbedaan yang bermakna

b. Jika p > 0,05 ; maka tidak ada perbedaan yang bermakna(7)

HASIL PENELITIAN

Dari 24 tikus wistar yang digunakan hanya 23 tikus wistar yang memenuhi

kriteria, karena 1 tikus wistar mati pada hari ke tiga setelah perlakuan. Dari ke-23

tikus wistar tersebut dibuat preparat jaringan hepar, namun hanya 21 preparat tikus

wistar yang dapat dilakukan pembacaan. Hal ini dikarenakan oleh kurang baiknya

hasil dari dua preparat yang tidak dapat dilakukan pembacaan secara mikroskopis.

Page 9: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

9

Dari penelitian ini dapat ditemukan perubahan dari sel hepatosit yang berupa

degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis sel hepar baik

karioreksis dan kariolisis. Pada uji normalitas menggunakan Saphiro Wilk didapatkan

distribusi data tidak normal, sehingga dilanjutkan dengan uji non parametrik. Pada uji

non parametrik dengan Kruskal-Wallis ditemukan perbedaan yang bermakna pada

perubahan struktur histopatologis sel hepatosit antar kelompok yang diuji (p=0,000).

Hasil uji Mann-Whitney untuk menilai perbedaan antar kelompok dapat dilihat pada

tabel 2.

Tabel 2. Nilai p pada uji Mann-Whitney antar kelompok

KELOMPOK K P1 P2

P1 0,006*

P2 0,008* 0,006*

P3 0,008* 0,006* 0,009*

*ada perbedaan yang bermakna (p<0,05)

Tabel 2 menunjukkan uji beda antara kelompok kontrol dengan dengan P1

didapatkan p=0,006, dan pada uji beda antara kontrol dengan P2 didapatkan p=0,008.

Sedangkan pada uji beda antara kontrol dengan P3 didapatkan p=0,008. Pada hasil uji

beda diatas terlihat ada perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan.

Tabel 2 juga menunjukkan hasil dari uji beda antara P1 dengan P2 yaitu

p=0,006, dan hasil uji beda antara P1 dengan P3 yaitu p= 0,006. Kedua hasil tersebut

Page 10: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

10

menunjukkan perbedaan yang bermakna pada perubahan sel hepatosit. Pada uji beda

antara P2 dengan P3 menunjukkan hasil p= 0,009, hasil ini juga menunjukkan

perbedaan yang bermakna pada perubahan sel hepatosit.

KelompokPerlakuan3Perlakuan2Perlakuan1Kontrol

Pers

enta

se s

el h

epat

osit

100

80

60

40

20

0

Gambar 1. Grafik Boxplot Persentase Cedera Sel Hepar

Page 11: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

11

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian asetaminofen per oral

secara berlebihan menyebabkan cedera sel hepar tikus wistar. Cedera sel hepar

semakin bertambah berat seiring dengan ditingkatkannya dosis yang diberikan. Jika

dilihat pada kelompok perlakuan, kelompok P1 mengalami cedera sel hepar teringan,

dan cedera sel hepar semakin bertambah berat dengan ditambahkannya dosis seperti

yang ditunjukkan kelompok P2.

Kelompok P3 mengalami cedera sel hepar terberat, jika dibandingkan dengan

kelompok P2 dan P1. Hasil uji beda antara P2 dengan P3 menunjukkan perbedaan yang

bermakna. Hal yang sama juga ditunjukkan pada hasil uji beda antara P1 dengan P3.

Hasil penelitian diatas membuktikan bahwa pemberian asetaminofen dosis

bertingkat yaitu 1200mg/kg BB, 2400mg/kg BB, dan 4800mg/kg BB peroral

menyebabkan perbedaan cedera sel hepar tikus wistar.

Cedera sel hepar disebabkan menumpuknya NAPQI di hepar sehingga

menyebabkan kerusakan pada mitokondria dan menghambat pembentukan energi (8, 9,

10). Disamping hal-hal diatas kerusakan sel hepar juga bisa disebabkan oleh sistem

imun(11, 12). Perubahan histologis sel hepar yang ditunjukkan pada penelitian ini

mendukung penelitian-penelitian sebelumnya tentang efek toksik asetaminofen

terhadap sel hepatosit.

Page 12: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

12

KESIMPULAN

Terdapat perbedaan histopatologis sel hepatosit yang diberi asetaminofen

dengan yang tidak diberi asetaminofen. Perbedaan juga terdapat antara masing-

masing kelompok yang diberi asetaminofen, dan cedera sel hepatosit semakin

bertambah berat pada peningkatan dosis asetaminofen.

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian dosis asetaminofen

yang ditingkatkan harian (efek kronis pemberian asetaminofen bertingkat)

2. Perlu dilakukan penelitian tentang pemberian asetaminofen bersama

dengan zat lain yang memacu enzim-enzim hepar dan yang menghambat

enzim-enzim hepar.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan rasa syukur pada ALLAH SWT atas rahmah yang telah

diberikan, dan rasa terimakasih ditujukan penulis kepada kedua orang tua dan seluruh

keluarga atas segala doa dan dukungannya. Ucapan terimakasih ditujukan kepada

yang terhormat dr. Arif Rahman Sadad Sp.F selaku dosen pembimbing, dr. Kasno

Page 13: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

13

Sp.PA selaku konsultan pembacaan preparat, dan dr. Ahmad Zulfa selaku konsultan

dalam metodologi penelitian, serta kepada dr. Hidayat yang telah membantu dalam

pembuatan foto preparat, dr. Nur Wijayahadi, Sp.FK dan Drs. Suhardjono,Apt,M.Si

selaku konsultan farmakologi, dr. M.Zaenuri, Sp.F selaku dosen pembimbing

pembantu dalam pembuatan proposal, staf dan karyawan: Laboratorium Biologi

UNNES, Laboratorium Farmasi FK UNDIP, Laboratorium PA RSDK, serta kepada

PT.Phapros Semarang atas bantuan bahan penelitian ‘Asetaminofen’ yang telah

diberikan.

Rasa terima kasih juga ditujukan pada dr. Udadi Sadhana, Sp.PA dan dr.

Bambang Prameng Nugrohadi, Sp.F selaku dosen penguji artikel dan kepada seluruh

teman-teman yang telah membantu atas terlaksananya penelitian ini.

Page 14: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung BG, Furst DE. Nonsteroidal Anti-Inflamatory Drugs. In Basic & clinical pharmacology ed. 7. Appleton & Lange.United States Of America.1998.p.594-5

2. Chandrasoma P, Taylor CR. The Liver: II. Toxic & Metabolic Disease; Neoplasms. In Concise Pathology ed. 3. Appleton & Lange.United States Of America.1995.p.651-2

3. Katzung BG, Correia MA. Drug Biotransformation. In Basic & clinical pharmacology ed. 7. Appleton & Lange.United States Of America.1998.p.51-5

4. Pierce RH, Franklin CC, Campbel JS, Tonge RP, Chen W, Fausto N, et al. Cell Culture model for acetaminophen-induced hepatocyte death in vivo. August 1, 2002. Available at: http://www.pubmed.gov

5. Aleksunes MA, Slitt AM, Cherrington NJ, Thibodeau MS, Klaasen CD, Manautou JE. Differential Expression of Mouse Hepatic Transporter Genes in Response to Acetaminophen and Carbon Tetrachloride. October 20, 2004. Available at: http://www.oxfordjournals.com

6. Sopiyudin M. Statiska Untuk Kedokteran dan Kesehatan Cetakan 1. Bina Mitra Press.Depok.2004

7. Sastroasmoro S, Ismael S. Pemilihan Uji Hipotesis. Di Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke 2. CV.Sagung Seto.2002.p.245-7

8. Copcock RW. Hepatotoxicity Unit PHS 22. Available at: http://www.elsevier.com

9. Anonymous. Acetaminophen Biography. Available at: http://www.wikipedia.com/acetaminophen

Page 15: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

15

10. Jaeschke H, Bajt ML. Intracellural Signalling Mechanism of Acetaminophen-Induced Liver Cell Death. September 16, 2005. Available at: http://www.oxfordjournals.com/acetaminophen

11. Zhang-Xu L, Govindarajan S, Kaplowitz N. Acetaminophen Toxicity Revisited: Is Drug-Induced Hepatotoxicity Immune Mediated?.2004. Available at: Journal Of Pediatric Gastroenterology and Nutrition

12. Barker JD Jr, Anuras S. Role of CCR2 in macrophage migration into the liver during acetaminophen-induced hepatotoxicity in the mouse. Januari 1, 2002. Available at: http://www.pubmed.com

Page 16: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

16

Lampiran

Tabel 1. Persentase rata-rata cedera sel hepar dari masing-masing mencit

tikus

kelompok

Polos Kepala Punggung Kaki depan

Kaki belakang

Ekor

Kontrol 0 0 0 11 7Perlakuan 1 34 39 27 20 37 34Perlakuan 2 65 64 70 71 71Perlakuan 3 90 84 80 87 90

Hasil Pengolahan data

Tests of Normality

.359 5 .034 .770 5 .045

.287 6 .134 .900 6 .373

.301 5 .158 .795 5 .074

.213 5 .200* .900 5 .410

KelompokKontrolPerlakuan1Perlakuan2Perlakuan3

Persentase sel hepatositStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Kruskal-Wallis Test

Ranks

5 3.006 8.505 14.005 19.00

21

KelompokKontrolPerlakuan1Perlakuan2Perlakuan3Total

Persentase sel hepatositN Mean Rank

Test Statisticsa,b

18.8523

.000

Chi-SquaredfAsymp. Sig.

Persentasesel hepatosit

Kruskal Wallis Testa.

Grouping Variable: Kelompokb.

Page 17: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

17

Mann-Whitney Test

Ranks

5 3.00 15.006 8.50 51.00

11

KelompokKontrolPerlakuan1Total

Persentase sel hepatositN Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.00015.000-2.770

.006

.004a

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]

Persentasesel hepatosit

Not corrected for ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

Mann-Whitney Test

Page 18: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

18

Ranks

5 3.00 15.005 8.00 40.00

10

KelompokKontrolPerlakuan2Total

Persentase sel hepatositN Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.00015.000-2.652

.008

.008a

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]

Persentasesel hepatosit

Not corrected for ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

Mann-Whitney Test

Ranks

5 3.00 15.005 8.00 40.00

10

KelompokKontrolPerlakuan3Total

Persentase sel hepatositN Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.00015.000-2.652

.008

.008a

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]

Persentasesel hepatosit

Not corrected for ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

Mann-Whitney Test

Page 19: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

19

Ranks

6 3.50 21.005 9.00 45.00

11

KelompokPerlakuan1Perlakuan2Total

Persentase sel hepatositN Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.00021.000-2.751

.006

.004a

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]

Persentasesel hepatosit

Not corrected for ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

Mann-Whitney Test

Ranks

6 3.50 21.005 9.00 45.00

11

KelompokPerlakuan1Perlakuan3Total

Persentase sel hepatositN Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.00021.000-2.751

.006

.004a

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]

Persentasesel hepatosit

Not corrected for ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

Mann-Whitney Test

Page 20: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

20

Ranks

5 3.00 15.005 8.00 40.00

10

KelompokPerlakuan2Perlakuan3Total

Persentase sel hepatositN Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.00015.000-2.627

.009

.008a

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]

Persentasesel hepatosit

Not corrected for ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

Page 21: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

21

Foto preparat

Gambar 1

Degenerasi hidropik

Degenerasi parenkimatosa

Nekrosis (kariolisis)

Nekrosis (kariolisis)

Nekrosis (piknotik)

Normal

Page 22: gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah pemberian

22

Hasil pengolahan data:

Descriptives

3.60 2.293-2.77

9.97

3.39.00

26.3005.128

011119

.941 .913-1.429 2.00031.83 2.89224.40

39.27

32.0934.00

50.1677.083

20391912

-1.050 .845.300 1.741

68.20 1.53063.95

72.45

68.2870.00

11.7003.421

647177

-.595 .913-2.983 2.00086.20 1.90880.90

91.50

86.3387.00

18.2004.266

8090108

-.744 .913-.760 2.000

MeanLower BoundUpper Bound

95% ConfidenceInterval for Mean

5% Trimmed MeanMedianVarianceStd. DeviationMinimumMaximumRangeInterquartile RangeSkewnessKurtosisMean

Lower BoundUpper Bound

95% ConfidenceInterval for Mean

5% Trimmed MeanMedianVarianceStd. DeviationMinimumMaximumRangeInterquartile RangeSkewnessKurtosisMean

Lower BoundUpper Bound

95% ConfidenceInterval for Mean

5% Trimmed MeanMedianVarianceStd. DeviationMinimumMaximumRangeInterquartile RangeSkewnessKurtosisMean

Lower BoundUpper Bound

95% ConfidenceInterval for Mean

5% Trimmed MeanMedianVarianceStd. DeviationMinimumMaximumRangeInterquartile RangeSkewnessKurtosis

KelompokKontrol

Perlakuan1

Perlakuan2

Perlakuan3

Persentase sel hepatositStatistic Std. Error