gagal ginjal kronik

38
Penyakit Ginjal Kronik dengan DM dan Hipertensi Erzamtya O.M.Z 10.2009.253 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat [email protected] PENDAHULUAN Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi disebelah lateral vertebra torakalis bawah. Ginjal dengan efisien dapat membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar 25 % dari curah jantung. Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah). Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini 1

Upload: johanes-davy

Post on 26-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hanya membantu saja

TRANSCRIPT

Penyakit Ginjal Kronik dengan DM dan Hipertensi

Erzamtya O.M.Z

10.2009.253

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat

[email protected]

PENDAHULUAN

Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g,

terletak pada posisi disebelah lateral vertebra torakalis bawah. Ginjal dengan efisien dapat

membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran

darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar 25 % dari curah jantung. Ginjal adalah organ

vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh.

Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa dengan cara menyaring

darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi

kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea,

kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga

mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting

untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah). Kegagalan ginjal

dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau

penyakit ginjal stadium terminal. Perkembangan yang terus berlanjut sejak tahun 1960 dari

teknik dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan penyakit ginjal stadium terminal

merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti.Jadi, fungsi primer ginjal adalah

mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Tentu saja

ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan solut dimana kecepatan filtrasi yang

tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Komposisi dan

volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.

Fungsi ginjal yang lainnya antara lain mengekskresikan bahan-bahan kimia tertentu (obat-obatan

dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolit lain.

1

PEMBAHASAN

1. Anamnesis

Apakah pasien mengalami gejala gagal ginjal (misalnya mual, muntah, sesak napas [akibat

asidosis atau edema paru], atau edeme perifer) ? Adakah rasa gatal, cegukan, neuropati

perifer, lelah, malaise, keluaran urin berkurang, poliuria, atau hematuria nokturia ?

Adakah gejala penyerta : hemoptisis, ruam, nyeri punggung, demam dan penurunan berat

badan akibat neuropati ?

Apakah pasien sedang menjalani pengobatan untuk gagal ginjal (misalnya hemodialisis,

dialisi peritoneal, transplantasi ginjal) ?

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pernah didiagnosis penyakit ginjal sebelumnya?

Pernah ada hipertensi atau protenuria?

Adakah penyakit komplikasi ginjal : hipertensi, penyakit tulang ginjal, atau penyakit jantung?

Adakah prosedur untuk memungkinkan dialisis (misalnya terbentuk fistel arteriovena, kateter

dialisis peritoneal [Tenckhoff]) ?

Obat-obatan

Tanyakan mengenai :

Obat apapun yang bisa menyebabkan gagal ginjal (misalnya OAINS, inhibitor angiotensin

converting enzyme atau antibiotic) ?

Setiap terapi tertentu untuk gagal ginjal (misalnya eritropoietin) ?

Setiap obat yang bisa terakumulasi dan menyebabkan toksisitas pada gagal ginjal (misalnya

digoksin) ?

Riwayat Keluarga

Adakah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (misalnya penyakit ginjal polikistik, nefropati

refluks) ?

Riwayat Sosial

Adakah gejala atau terapi seperti dialisis yang mengganggu kehidupan ?1

2

2. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi

Keadaan umum 

Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat kelemahan (keadaan

penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan. Tanda vital dapat meningkat

menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah

dapat turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock. 

Massa di abdominal atas, massa keras dan padat (keganasan/infeksi perinefritis).

b) Palpasi

Sukar dipalpasi

Pria lebih terfiksir drpd wanita (otot perut pria lebih keras)

Pada yg kurus lebih mudah

Metode: supinasi, satu tangan mengangkat CVA dan tangan yg lain

menekan/mempalpasi.

Temuan: nyeri tekan, teraba massa à hipertropi kompensasi,tumor, dll

c) Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya pembesaran

ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok. Pada buli-buli

diketahui adanya distensi karena retensi urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas

atas buli-buli serta adanya tumor/massa. 

d) · Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri renal

untuk memeriksa adanya ‘bruit’. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan oleh

gangguan aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri renal. 

Pemeriksaan vesica urinaria

Sukar diraba, kecuali distensi

Distensi akut bisa diatas umbilikus dan nyeri,Kronis lebih lunak, sukar dipalpasi

Palpasi abdominorektal à vesikal tumor, sebaiknya dalam anestesi.1,2

3

b. pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),

Hematologi (Hb,trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan

immunoglobulin) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,

protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT

2.Pemeriksaan EKG

Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan

gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)

3. USG

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,

anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate

4. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi

gagal ginjal kronik

5. Foto polos abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen ini sebaiknya dilakukan tanpa puasa, karena

dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah

ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai tomogram memberikan keterangan

yang lebih baik.

6. Pielografi intra vena (PIV)

Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, menilai sistem

pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada

keadan tertentu, misalnya pada: usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.2-4

3.Working diagnosis

Gagal ginjal kronik/ CKD derajat 5

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umunya berakhir dengan gagal

ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan 4

irreversible, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit yang menyebabkan uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik

yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal paa penyakit ginjal kronik.

Kriteria penyakit ginjal kronik

1)  Kerusakan ginjal selama 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :

-  Kelainan patologik

- terdapat tanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urine atau kelainan

pada pemeriksaan pencitraan

2) Laju filtrasi glomerulus < 60 mL/min/1,73 m² selama > 3 bulan , dengan atau tanpa kerusakan

ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau labih dari

60ml/menit/1,73m2 , tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)

penyakit dan atas dasar etiologi.

Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft – Gault.

* Dikalikan dengan 0.85 untuk wanita

Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft – Gault

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

5

1 Kerusakan ginjal dgn LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan 60 – 89

3 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ sedang 30 – 59

4 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ berat 15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 1. Klasifikasi CKD atas dasar derajat penyakit2

2)      Berdasarkan diagnosa kausa/etiologi

Penyakit Tipe mayor

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non  diabetes Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi sistemik,

obat, neoplasia), Penyakit vascular (penyakit pembuluh

darah besar, hipertensi, mikroangiopati), Penyakit

tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat), Penyakt kistik (ginjal polikstik)

Penyakit pada  transplantasi Rejeksi kronik, Keracunan obat (siklosporin/takrolimus),

Penyakit recurrent (glomerular), Transplant glomerulopathy

Tabel 2. Klasifikasi CKD berdasarkan diagnosa kausa/etiologi

Pembahasan kasus :

Berikut ini tabel yang menyajikan tentang pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien :

Variabel Nilai Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi

Tekanan darah Normal < 120/80

mmHg, prehipertensi

120-139/80-89

mmHg,

hipertensi >139/89

150/90 mmHg Hipertensi

6

mmHg

Frekuensi nadi 60-100 /menit 90x/menit Normal

Frekuensi napas 16-20 /menit 24 /menit Takipneu

Suhu 36,5-37,5 C 37,2 C Normal

Hemoglobin Laki-laki 13-18 g/dl 8 g/dl Anemia

Leukosit 4500-11000 /uL 7900/uL Normal

Trombosit 150.000-350.000/uL 334.000/uL Normal

Ureum Laki-laki 10-38 mg/dl 150 mg/dl Uremia

Kreatinin Laki-laki

0,6-1,3

mg/dl

4,6 mg/dl Meningkat

GDS <140 mg/dl >200 mg/dl Tinggi

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami uremia, peningkatan kreatinin

plasma, , takipneu, hipertensi, dan anemia. Hasil ini menunjukan telah terjadi kelainan fungsi

ginjal atau gagal ginjal stadium uremia (akhir).

Perhitungan LFG : (140-umur) x BB (kg)

72 x kreatinin palsma (mg/dl)

: (140-60)x 60kg

7

72 x 4,6 mg/dl

: 14,49 ml/mn/1.73m2 à< 15 ml (gagal ginjal kronik )

Pada gagal ginjal, gangguan kemampuan ginjal mengekskresi ion H dan mereabsorbsi

bikarbonat, mengakibatkan peningkatan jumlah ion H dalam tubuh dan penurunan bikarbonat.

Keadaan ini menyebabkan asidosis metabolik. Agaknya gejala anoreksia, mual, dan lemas yang

ditemukan pada pasien uremia, sebagian disebabkan oleh asidosis. Salah satu gejala yang sudah

jelas akibat asidosis adalah takipneu atau pernapasan kussmaul. Pernapasan kussmaul adalah

pernapasan yang dalam dan berat dalam rangka kompensasi tubuh terhadap asidosis dengan

membuang CO2. 2,5,7

Anemia

Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom uremik. Hal ini

diakibatkan defisiensi produksi eritropoietin pada nefron yang mengalami kerusakan. Sedangkan

anoreksia dan mual bisa pula disebabkan oleh keracunan ureum yang tingi dalam tubuh.

Hipokalemia akan muncul pada gagal ginjal kronik dini yang menyertai poliuria, sedangkan pada

gagal ginjal kronik tahap akhir, oligouria menyebabkan hiperkalemia.3,5

Diabetes Melitus

Definisi : suatu penyakit atau gangguan kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya kadar

gula dalam darah. Tingginya kadar gula karena kurang maksimalnya pemanfaatan gula oleh

tubuh sebagai sumber energi karena kurangnya hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas

atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula secara maksimal oleh sebab itu

penyakit ini juga biasa disebut atau didefinisikan sebagai penyakit gula darah.

Klasifikasi

Pada diabetes tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) terdapat defisiensi insulin

absolut yang disebabkan oleh autoimun atau idiopatik.  Sedangkan diabetes tipe II atau Non

Insulin Dependent Diabetes melitus (NIDDM), defisiensi insulin bersifat relatif dengan kadar

insulin serum kadang biasanya normal atau mungkin bahkan meningkat, yang disebabkan

8

kelainan dalam pengikatan insulin pada reseptor.  Kelainan ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah reseptor atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik.  Selain tipe

I dan tipe II, masih ada lagi jenis lain dari diabetes seperti MODY, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat, infeksi, antibodi insulin, gestasional

Dm.

Mekanisme DM menjadi penyebab gagal ginjal

Telah diperkirakan bahwa 35-40% pasien DM tipe 1 akan berkembang menjadi gagal ginjal

kronik dalam waktu 15-25 tahun setelah awitan diabetes. Sedang DM tipe 2 lebih sedikit. DM

menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk dan dapat dibagi menjadi 5 stadium.

Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat

ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi.

Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis

fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai penebalan

membran basalin kapiler. Bila penebalan semaklin meningkat dan GFR juga semakin meningkat,

maka masuk ke stadium 2.

Pada stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas

stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi. Stadium 4, ditandai

dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi hampir selalu ditemui.

Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin plasma

disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.3,4

Hipertensi

Definisi :Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di

atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi

batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari

resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output .

9

Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan

oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui

penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999).

b. Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi

esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus

hipertensi.

Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik.

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti

peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.Hipertensi

campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan

diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik

tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.

Mekanisme hipertensi menjadi penyebab gagal ginjal

Hipertensi dan gagal ginjal membentuk suatu lingkaran setan. Hipertensi dapat menyebabkan

gagal ginjal, sebaliknya gagal ginjal kronik dapat menimbulkan hipertensi. Karena alasan inilah,

terkadang seorang ahli nefrologi kadang mengalami kesulitan dalam menentukan mana yang

primer.

Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol di

seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran

utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama

menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena

penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan

menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.

Terjadilah gagal ginjal kronik.

10

Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung

pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara < 10% bergantung pada

renin.

Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal

ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini

meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan

mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.3-6

4. Differential diagnose

Gagal ginjal akut

Adalah suatu keadaan kegagalan fungsi ginjal secara tiba-tiba atau mendadak sehingga ginjal

kehilangan kemampuannya untuk membuang hasil metabolisme tubuh melalui urin tanpa

kehilangan elektrolit.

Etiologi

Penyebab gagal ginjal dapat dikelompokkan kedalam:

1. Faktor prarenal, seperti hipovolemi, hipotensi, dan hipoksia.

2. Faktor renal, seperti glomeruloneritis akut, koagulasi intravaskular terlokalisasi, nekrosis

tubulus akut, nefritis interstitial akut, tumor, kelainan perkembangan, dan nefritis herediter.

3. Faktor postrenal, seperti obstruktif saluran kemih akibat nefrolitiasis, tumor, keracunan

jengkol, dll.

Manifestasi utama :

- GRF turun mendadak

- urin kurang dari 400cc/24 jam

- hiperkalemia

-asidosis metabolic

Gejala klinis akan meliputi produksi urin yang berkurang, edema kaki dan pergelangan kaki,

akumulasi cairan di dalam tubuh, berkurangnya kepekaan sensorik di tangan dan kaki, gangguan

mental, mual, muntah, dan tekanan darah tinggi.

11

Seperti namanya, ARF terjadi secara tiba-tiba sementara CRF terjadi dalam durasi atau jangka

waktu lama. Selain itu yang membedakan keduanya adalah pada gagal ginjal kronik terjadi

anemia dan ukuran ginjal yang mengecil.2,6,7

5. Etiologi

a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,

stenosis arteria renalis

c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,

sklerosis sistemik progresif

d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal

e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis

f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal

g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis

netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, abnormali

kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis 46,39 %

Diabetes mellitus 18,65 %

Obstruksi dan infeksi 12,85 %

Hipertensi 8,46 %

Sebab lain 13,65 %

Tabel 4. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa4

12

6. Faktor resiko

Faktor risiko CKD meliputi hipertensi, diabetes mellitus, penyakit autoimun, infeksi sistemik,

neoplasma, usia lanjut, keturunan afrika, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, riwayat gagal

ginjal akut, penggunaan obat-obatan jangka panjang, berat badan lahir rendah, dan adanya

proteinuria, kelainan sedimen urin, infeksi saluran kemih, batu ginjal, batu saluran kemih atau

kelainan struktural saluran kemih. Keadaan status sosioekonomi dan tingkat pendidikan yang

rendah juga merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD.3,8

7. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap

tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal

ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60

kasus perjuta penduduk pertahun.2

8. Patofisiologi

Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,

tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi

penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan: (1) merupakan mekanisme pencetus

yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan

mediator inflamasi pada glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal

dan interstitium; (2) merupakan mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi

dan hipertrofi nephron yang tersisa.3

Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional

sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang

diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun

penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-

13

aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan

progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian

diperantarai oleh  growth factor seperti  transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,

hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.3-5

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya

cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau bahkan

meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang

progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi

keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia

yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti

infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi

gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit

antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang

lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)

antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal.2

Patofisiologi dan biokimia uremia

Uremia adalah salah satu sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ yang

diakibatkan oleh hilangnya fungsi ginjal yang sangat besar karena adanya gangguan pada ginjal

yang kronik. Gangguan ini meliputi fungsi metabolik dan endokrin, gagal jantung, dan

malnutrisi.

14

Patofisiologi sindrom uremia dapat dibagi menjadi 2 mekanisme: (1) akibat akumulasi produk

metabolism protein; hasil metabolism protein dan asam amino sebagian besar bergantung pada

ginjal untuk diekskresi. Urea mewakili kira-kira 80 % nitrogen atau lebih dari seluruh nitrogen

yang diekskresikan ke dalam urin. Gejala uremik itu ditandai dengan peningkatan urea di dalam

darah yang menyebabkan manifestasi klinis seperti anoreksia, malaise, mula, muntah, sakit

kepala, dll; (2) akibat kehilangan fungsi ginjal yang lain, seperti gangguan hemostasis cairan dan

elektrolit dan abnormalitas hormonal. Pada gagal ginjal, kadar hormone di dalam plasma seperti

hormone paratiroid (PTH), insulin, glucagon, LTH, dan prolaktin meningkat. Hal ini selain

disebabkan kegagalan katabolisme ginjal tetapi juga karena sekresi hormone tersebut meningkat,

yang merupakan konsekuensi sekunder dari disfungsi renal. Ginjal juga memproduksi

erythropoietin (EPO) dan 1,23-dihidroxychlorocalsiferol yang pada penyakit ginjal kronik

kadarnya menurun.2,3

9. Manifestasi klinis

1. Gangguan pada system gastrointestinal

a. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat

metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya

mukosa

b.   Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh

bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia. Akibat yang

lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis

c. Gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik

2. Sistem hematologi

a.     Anemia, dapat disebabkan berbagai faktor antara lain :

15

i. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis

pada sumsum tulang menurun

ii. Hemolisis, akibat berkurangnya massa hidup eritrosit dalam suasana

uremia toksik

iii. Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang

berkurang

iv. Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit

v. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder

vi. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, mengakibatkan

perdarahan

b. Gangguan fungsi leukosit

Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun

3. Sistem integument

a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan

urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan

kalsium dipori-pori kulit

b. Ekimosis akibat gangguan hematologis

c. Bekas-bekas garukan karena gatal-gatal

4. System saraf dan otot

a. Restless leg syndrome : Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu

digerakkan

b. Burning feet syndrome : Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak

kaki

16

c. Ensefalopati metabolic : Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, bingung,

tremor, mioklonusm, kejang

d. Miopati : Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas

proximal

5.  Sistem kardiovaskular

a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system

rennin-angiotensin-aldosteron

b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung

koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat

penimbunan cairan

c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan

klasifikasi metastatic

d. Edema akibat penimbunan cairan

6. Sistem endokrin

a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin

b. Gangguan metabolism lemak

c. Gangguan metabolism vitamin D

d. Gangguan seksual

7. Gangguan sistem lainnya

a. Tulang : osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteoskelrosis, dan

klasifikasi metastatic

b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolism

c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia4,8

17

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari

terapi konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal

progresif, kemudian tahap kedua dimulai saat tindakan konservatif tidak lagi efektif. Pada

keadaan ini terjadi gagal ginjal terminal dan satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dyalisis

dan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan konservatif terdiri dari

a) Mengoptimalisasikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan garam

Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat

edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1.000 mg/hari)

atau diuretic loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan

cairan,sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau

natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan

keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml)

b) Diet tinggi kalori dan rendah protein,

Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan

nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari

masukan berlebihan dari kalium dan garam.

c) Kontrol hipertensi

Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada pasien

hipertensi dengan penyakir ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa

tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretic loop, selain obat antihipertensi.

d) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit

Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah

hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari),

18

diuretic hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium(misalnya,

pengahmbat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan

garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dari sel dan ikut dalam kaliuresis.

Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Biasa terjadi pada pasien yang sangat

kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun

perbaikan yang cepat dapat berbahaya.

e) Mencegah penyakit tulang

Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium

hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.

Namun hati-hati dengan toksisitas obat tersebut. Diberikan suplemen vitamin D dan

dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.

f) Deteksi dini dan terapi infeksi

Pasien uremia harus diterapi sebagai paien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.

g) Deteksi terapi komplikasi.

Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,

hiperkalemia yang meningkat, kelabihan cairan yangh meningkat, infeksi yang

mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.

h) Persiapkan dialysis dan program tranplantasi

Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis

biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi

konservatif atau telah terjadi komplikasi.5

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

1) Hemodialisis

19

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan

malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap

akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.Beberapa yang

termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan

paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah

persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi

elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di

banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).Kualitas hidup yang diperoleh

cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Kendala yang ada adalah

biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat

ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang

tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem

kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal

terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity

dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan

program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,

sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

20

b)Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif

untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi6,7

11. Komplikasi

Stadium Laju filtrasi glomerulus

(ml/menit/1,73m2 )

Komplikasi

Stadium 1 > 90 (ada kerusakan ginjal,

proteinuria menetap, kelainan

sedimen urin, kelainan kimia

darah dan urin, kelainan pada

pemeriksaan radiologi)

-

Stadium 2 60-89 Tekanan darah mulai ↑

Stadium 3 30-59 - Hiperfosfatemia

- Hipokalsemia

- Anemia

- Hiperparatiroid

- Hipertensi

Stadium 4 15-29 - Malnutrisi

- Asidosis metabolic

- Hiperkalemia

21

- Dislipidemia

Stadium 5 < 15 - Gagal jantung

- uremia

Tabel 5. Komplikasi penyakit ginjal kronik2

1.Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukan diet

berlebih.

2.Perikarditis

Perikarditis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGK, terutama timbul pada

pasien dengan uremia berat yang tidak dilakukan dialisis. Eksudat pada perikarditis uremik

biasanya sedikit dan bersifat fibrinosa atau serofibrinosa. Kadang pada pasien yang mendapat

dialisis yang adekuat juga timbul perikarditis dan efusi yang hemoragis. Pasien yang

mendapat terapi dialisis peritoneal dilaporkan lebih jarang menderita perikarditis. Patogenesis

perikarditis ini masih belum diketahui dengan pasti. Walaupun toksin uremik yang tinggi pada

keadaan dialisis sering dijadikan kambing hitam, tetapi ada dugaan bahwa kelebihan cairan

berperan dalam menimbulkan perikarditis. Walaupun pasien perikarditis uremik sering

mengalami infeksi terutama oleh virus, tetapi pada cairan perikardial sulit ditemukan

penyebab infeksi, sedangkan cairan perikardial yang hemoragis sering dihubungkan dengan

pemakaian antikoagulan pada dialisis.

Manifestasi klinis perikarditis uremik dapat berupa nyeri dada, demam, dan efusi perikardial.

Setelah penumpukan cairan perikardial cukup banyak, pericardial rub akan menghilang, dan

bunyi jantung menjadi redup. Juga dapat terjadi tamponade jantung, terutama pada efusi

perikardial yang hemoragis. Perikarditis dan efusi perikardial uremik yang lama.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-

aldosteron.

4.Anemia

22

Anemia normositer, normokromik merupakan komplikasi GGK yang biasa ditemukan dan

berhubungan dengan derajat GGK. Penyebab utama anemia pada GGK adalah berkurangnya

produksi eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi ginjal (90%) dan sisanya

diproduksi di luar ginjal (hati dan sebagainya). Kadar eritropoietin serum nyata menurun

pada pasien GGK berat, tetapi korelasi ini tidak jelas pada LFG >20ml/menit/1,73m2. Anemia

pada pasien dapat dikoreksi dengan pemberian eritropoietin rekombinan dan responsnya

tergantung dari dosis yang diberikan. Dengan terapi ini terlihat perbaikan pada toleransi

latihan, fungsi kognitif dan kualitas hidup keseluruhan. Mekanisme lain terjadinya anemia

pada GGK adalah pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal, toksisitas aluminium

karena pemakaian obat-obat pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena

kehilangan darah sewaktu dialisis dan pengambilan contoh darah, serta terjadinya defisiensi

asam folat pada pasien yang sedang menjalani dialisis. Anemia yang terjadi karena toksisitas

aluminium mempunyai gambaran mikrositik, hipokromik yang mirip dengan defisiensi zat

besi, tetapi kemampuan mengikat besi dan kadar feritin serumnya normal.

5.Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang

rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar alumunium.

12. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan

yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan

kardiovaskular adalah:

a. pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil

risiko penurunan fungsi ginjal

b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia

c. penghentian merokok

d. peningkatan aktivitas fisik

e. pengendalian berat badan

f. obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE

(angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin

23

telah terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan

penurunan fungsi ginjal.7,9

13. Prognosis

Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.10

PENUTUP

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umunya berakhir dengan gagal

ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversible, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit yang menyebabkan uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik

yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal paa penyakit ginjal kronik. Gagal

ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan

ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius.

Dengan memberatnya kelainan ginjal, disertai dengan penurunan fungsi ginjal, prognosis

terbukti semakin buruk, menuju gagal ginjal yang memerlukan dialisis, komplikasi organ target

yang mengurangi kualitas hidup dan meningkatkan angka kematian. Penatalaksanaan gagal

ginjal kronis Pada tahapan gagal ginjal kronik gangguannya tergantung dari kerusakannya, antara

lain dengan memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang masih tersisa

sudah sangat sedikit, usaha- usaha pengobatan biasa yang berupa diet, pembatasan minum, dan

obat-obatan tidak berhasil maka akan memerlukan terapi khusus yaitu hemodialisis.

24

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a Glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit

Erlangga. 2005. h. 146-7.

2. Sudowo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II.

Edisi V. Jakarta: Penerbit interna publishing; 2009.h. 1035-40.

3. Mitchel, et al. Buku saku dasar patologis penyakit Robbins & Cotrans. Ahli

bahasa, Andry Hartono. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2008. h. 553-4.

4. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson textbook of pediatrics. Ahli bahasa, A. Samik

Wahab. Ed. 15. Volume III.Jakarta : EGC. p.1851-56.

5. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta:

FKUI;2001.h.437-41.

6. Skorecki K, Green J, Brenner B M. Chronic kidney disease in Harrison’s

principles of internal medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. p. 1858-69.

7. Corwin EZ. Buku saku patofisiologi. Dalam system pernafasan. Editor: Brahm U.

Pendit, Endah Pakaryaningsih. Jakarta: EGC. 2004.h. 729-30

8. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi

13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.

9. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed:

Ke-6. Jakarta: EGC.

10. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,

Classification, and Stratification. Individuals at increased risk of chronic kidney disease.

Diunduh dari

http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g3.htm.

25

26