fraktur humerus

39
PENANGANAN KONSERVATIF FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS Pending Written on Dec-14-08 12:09pm2008-12-13T21:09:07 - Not yet published to a wikizine From: bedahumum.wordpress.com Introduksi a. Definisi Fraktur suprakondiler humerus: fraktur sepertiga distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya fraktur transversal. Merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif, spiral disertai angulasi. b. Ruang lingkup Klasifikasi fraktur Suprakondiler humeri Mekanisme trauma Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi: 1. Tipe Ekstensi (sering terjadi à 99 % kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe ekstensi diklasifikasikan sebagai: fr transkondiler atau interkondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury (outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m.brachialis terdapat, ke arah a.brachialis

Upload: reza-akbar

Post on 21-May-2017

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fraktur Humerus

PENANGANAN KONSERVATIF FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS

PendingWritten on Dec-14-08 12:09pm2008-12-13T21:09:07 - Not yet published to a wikizineFrom:  bedahumum.wordpress.com

Introduksi

a. Definisi

Fraktur suprakondiler humerus: fraktur sepertiga distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya fraktur transversal. Merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif, spiral disertai angulasi.

b. Ruang lingkup

Klasifikasi fraktur Suprakondiler humeri

Mekanisme trauma

Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi:

1. Tipe Ekstensi (sering terjadi à 99 % kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe ekstensi diklasifikasikan sebagai: fr transkondiler atau interkondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury (outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m.brachialis terdapat, ke arah a.brachialis dan n.medianus . Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur terbuka.

Klasifikasi fr suprakondiler humeri tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement.

Tipe I undisplaced

Tipe II partially displaced

Tipe III completely displaced

Page 2: Fraktur Humerus

2. Tipe fleksi (jarang terjadi) .Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus m/tendon triceps dan kulit.

Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi juga dibuat atas dasar: derajat displacement.

Tipe I undisplaced

Tipe II partially displaced

Tipe III completely displaced

Patofisiologi fraktur Suprakondiler humeri

Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas atas. Di daerah ini

terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di bagian anterior. Maka mudah dimengerti daerah ini merupakan titik lemah bila ada trauma didaerah siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai fraktur di daerah ini.

Bila terjadi oklusi a. brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut dengan Volkmann ’s Ischemia. A brachialis terperangkap dan kingking pada daerah fraktur.

Selanjutnya a. brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan intima.

Gejala/tanda- tanda klinisnya adalah:

§ Sakit (pain)

§ Denyut nadi a. Radialis yang berkurang (pulsellessness)

§ Pucat (pallor)

§ Rassa semutan (paresthesia, baal)

§ Kelumpuhan (paralisis)

Pemeriksaan Klinis fraktur suprakondiler humeri

Pada tipe ekstensi sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak kadang bengkak hebat sekali akibat perdarahan yang luas. Bila pembengkakan tidak hebat dapat teraba tonjolan fragmen di bawah subkutis. Pada tipe fleksi posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak dengan sudut jinjing yang berubah.

Page 3: Fraktur Humerus

Pada pemeriksaan klinis sangat penting diperiksa ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf tepi. Adanya gangguan sirkulasi perifer memerlukan tindakan reduksi fraktur segera. Jika penderita mengeluh gejala setempat yaitu pain (nyeri) dan paresthesia (baal), disertai dengan adanya tanda passive strech pain, pucat (pale) dan paralisis (kelumpuhan) harus dicurigai adanya sindrom kompartemen akut (Volkmann Ischemia).

Pada lesi n. radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi jari lainnya pada sensi metakarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal sela metakarpal I-II . Pada lesi n. ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan aduksi jari jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar satu setengah jari sisi ulna. Pada lesi n- medianus didapati ketidakmampuan untuk melakukan oposisi ibu jari dengan jari lain. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar tiga setengah sisi radial. Sering didapati lesi pada sebagian n. Medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut n. Interosseus anterior, disini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi (pointing sign).

Fraktur Kondiler humeri

Fraktur kondiler yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondilus lateralis humerus dan fraktur epikondilus medialis humerus. Pada orang dewasa umumnya dijumpai fraktur kondiler komunitif berbentuk T atau Y.

Kondilus lateralis humerus merupakan tempat origo otot ekstensor tangan dan otot ini kuat sehingga pada fraktur kondilus lateralis humerus pada anak, kondilus tersebut tertarik ke distal. Bagian proksimal pecahan kondilus mungkin tertarik ke distal dan bagian distal pecahan kondilus tertahan di sendi atau masuk ke dalam sendi, sehingga pecahan kondilus ini posisinya terbalik. Sekalipun demikian dapat terjadi fraktur kondilus lateralis humerus yang pecahannya undisplaced/minimally displaced.

Fraktur kondilus lateralis humerus pada anak termasuk fraktur epifisis berat tipe 4 yang merupakan fraktur intraartikuler ini berarti bahwa reposisi yang dilakukan harus seanatomis mungkin. Itulah sebabnya fraktur kondilus yang fragmennya displace direposisi secara operatif.

Fraktur epikondilus medialis humerus merupakan fraktur avulsi dan terjadi akibat gaya abduksi atau valgus yang berlebihan. Bila anak dapat bergerak, siku dapat di ditangani konservatif.

Kadang pecahan ditarik ke distal, sehingga dapat masuk ke dalam sendi dan sendi terkunci. Reposisi perlu diadakan secara operasi.

Kadang stabilitas sendi siku hilang karena epikondilus medialis merupakan juga insersi ligamen kolateral. Bila terdapat instabilitas, perlu ditangani secara operatif untuk mengembalikan stabilitas siku.

Fraktur kondiler humerus pada orang dewasa umumnya berbentuk T atau Y, adalah fraktur intraartikuler. Ini berarti bahwa reposisi yang dilakukan harus seanatomis mungkin, lalu diikuti

Page 4: Fraktur Humerus

dengan mobilisasi dini. Untuk ini perlu dilakukan reposisi terbuka dan fiksasi interna yang rigid. Reposisi terbuka tanpa fiksasi yang rigid justru akan menyebabkan kekakuan sendi akibat perlengketan sendi pasca bedah.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT, jelas dapat dilihat tipe ekstensi atau fleksi.

d. Metode penanganan konservatif pada fraktur suprakondiler humerus.

Penanggulangan konservatif fraktur suprakondiler humerus diindikasikan pada anak undisplaced/ minimally dispaced fractures atau pada fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi yang terbatas. Pada prinsipnya adalah reposisi dan immobilisasi. Pada undisplaced fracture hanya dilakukan immobilisasi dengan elbow fleksi selama tiga minggu

Kalau pembengkakan tidak hebat dapat dicoba dilakukan reposisi dalam narkose umum. Penderita tidur terlentang, dalam posisi ekstensi, operator menekuk bagian distal, menarik lengan bawah dengan siku pada posisi ekstensi, sedang asisten menahan bagian proksimal, memegang lengan atas pada ketiak pasien. Setelah tereposisi, perlahan-lahan sambil tetap menarik lengan bawah siku difleksikan ambil diraba a. Radialis. Gerakan fleksi diteruskan sampai a. radialis mulai tidak teraba, kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a. radialis teraba lagi. Fleksi maksimal akan menyebabkan tegangnya otot triseps, dan ini akan mempertahankan reposisi lengan baik. Dalam posisi ini dilakukan immobilisasi dengan gips spalk (posterior splint).

Pemasangan gips dilakukan dengan lengan bawah dalam posisi pronasi bila fragmen distal displaced ke medial dan dalam posisi supinasi bila fragmen distal displaced ke arah lateral.

Bila reposisi berhasil biasanya dalam 1 minggu perlu dibuat foto rontgen kontrol, karena dalam 1 minggu bengkak akibat hematom dan oedem telah berkurang dan menyebabkan kendornya gips, yang selanjutnya dapat menyebabkan terlepasnya reposisi yang telah tercapai. Kalau dengan pengontrolan radiologi haslinya sangat baik, gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu. Setelah itu gips diganti dengan mitela dengan maksud agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela. Umumnya penyembuhan fraktur suprakondiler ini berlangsung cepat dan tanpa gangguan.

Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann Ischernia atau lesi saraf tepi, dapat dilakukan tindakan reposisi terbuka secara operatif dan dirujuk ke dokter spesialis orthopaedi.

e. Komplikasi didi pasca penanganan konservatif fraktur suprakondiler humerus dan penanganannya.

Volkmann’s ischemia terjepitnya a. brachialis yang akan menyebabkan iskemi otot-otot dan saraf tepi pada regio antebrachii. Komplikasi ini terjadi akibat kompartemen sindrom yang tidak

Page 5: Fraktur Humerus

terdeteksi. Nekrosis akan terjadi mulai 6 jam terjadinya ischemik. Maka penanggulangannya sangat penting sebelum 6 jam arteri harus sudah bebas. Bila dilakukan perubahan posisi ekstensi a. radialis masih belum teraba dan release bandage/cast, arteriografi dulu, untuk menentukan lokasi sumbatannya, kemudian dilakukan operasi eksplorasi a. brachialis, dicari penyebabnya.

Operasi dapat berupa repair/reseksi arteri yang robek, bila Volkmann’s ischemia tidak tertolong segera akan menyebabkan Volkmann’s kontraktur dimana otot-otot fleksor lengan bawah menjadi nekrosis dan akhirnya fibrosis, sehingga tak berfungsi lagi.

Mal union cubiti varus dimana siku berbentuk huruf 0, secara fungsi baik, namun secara kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.

d.Indikasi Operasi

· Displaced fracture

· Fraktur disertai cedera vaskular

· Fraktur terbuka

· Pada pendenta dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garis patahnya berbentuk T atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan fiksasi fragmen fraktur dengan fiksasi yang rigid.

Follow-Up

Evaluasi union sekitar 3-4 minggu untuk anak usia 4 tahun dan sekitar 4-5 minggu untuk anak-anak usia 8 tahun dengan pemeriksaan klinis dan radiologi. Dengan meletakan jari di atas tendon biceps kemudian dilakukan fleksi dan ekstensi elbow. Adanya spasme m biceps menunjukkan elboe belum siap mobilisasi. Setelah melepas splints, dilakukan latihan aktif dalam sling selama beberapa bulan sampai range of motion tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Rujukan ke dokter spesialis orthopaedi

Pada kasus-kasus fr suprakondiler humeri yang memerlukan tindakan operasi/ rekonstruksi, dirujuk ke dokter spesialis orthopaedi.

Page 6: Fraktur Humerus

Penanganan Konservatif dan Operatif Fraktur Humerus 1/3 Tengah

PendingWritten on Dec-2-09 10:52pm2009-12-02T07:52:04 - Not yet published to a wikizineFrom:  bedahumum.wordpress.com

a.  Definisi Fraktur Humerus

Diskontinuitas yang terjadi pada diafisis shaft tulang humerus karena rudapaksa / trauma

Klasifikasi fraktur humerus

1. Fraktur proksimal humerus

-          One part fractures (minimally displaced)

-          Two part fractures

Fraktur tuberositas minor Fraktur tuberositas mayor

Surgical neck fracture

-          Three part fractures ( caput humeri, shaft humeri dan salah satu dari tuberositas)

-          Four part fractures

-          Fraktur dislokasi

-          Head splitting and articular impression fractures

1. 2. Fraktur Shaft Humerus ( 1/3 tengah )

-      Tipe A ( simple/non cominuted )

-      Tipe B ( Butterfly fractures )

-      Tipe C ( comminuted fractures )

1. 3. Fraktur Distal Humerus ( Kondilus Humeri )

Page 7: Fraktur Humerus

-      T or Y fracture

-      Sideswipe fracture

-      Comminuted fracture of the articular surface

-      Anterior shearing fracture of capitulum

b.  Ruang lingkup

Penanganan Fraktur Humerus

Fraktur proksimal humerus

- Reduksi tertutup, jika fraktur stabil ( one part fractures )

- ORIF  atau pemakaian prostese jika fraktur tidak stabil

Fraktur shaft Humerus

- Reduksi tertutup

Hanging arm cast Shoulder spica cast

Velpeau dressing

Coaptatioin splint

Functional brace

- Operatif

Plate Osteosintesis Rigid Intramedullary Nail Fixation

Flexible Intramedullary Nail Fixation

Fiksasi eksternal

Fraktur distal humerus

Reduksi tertutup pada fraktur distal humerus tidak memberikan hasil yang memuaskan. Terapi operatif merupakan pilihan utama sebaiknya kasus ini dirujuk.

c.  Indikasi Operasi

Fraktur segmental

Page 8: Fraktur Humerus

Multipel trauma

Fraktur terbuka

Trauma vaskuler

Fraktur shaft humeri bilateral

Floating elbow injury

Fraktur patologis

Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan

Radial nerve palsy setelah reduksi tertutup

Pada penderita Parkinson

Lesi plexus brachial ipsilateral

d.  Kontra indikasi Operasi

Keadaan Umumnya jelek

e.  Diagnosis Banding  -

Tidak ada

f.  Pemeriksaan Penunjang

X-Ray, dengan 2 atau 3 proyeksi CT-Scan

Tehnik operasi

Eksposur dapat menggunakan cara anterolateral  atau midline posterior untuk fraktur 1/3 distal shaft humerus. Gunakan  insisi yang baik, hindari retraksi soft tissue yang berlebihan dengan cara diseksi soft tissue yang seksama dan teknik bone handling yang baik. Identifikasi dan lindungi nervus radialis. Plate dapat ditempatkan di permukaan  posterior atau anterolateral tulang.

Reduksi fraktur sebaik mungkin dan gunakan lag screw untuk kompresi interfragmental jika memungkinkan ( pada fraktur oblique atau spiral). Kemudian letakkan plate yang sesuai pada sisi kompresi jika memungkinkan. Minimal gunakan 6 screw pada fragmen utama, beberapa penulis merekomendasikan 8 sampai 10 screw.  Padan fraktur transversal dan oblique yang pendek compression plate sangat bermanfaat.

Komplikasi Operasi

Page 9: Fraktur Humerus

Nonunion Malunion

Avascular nekrosis ( fraktur pada caput humerus )

Arthrodesis

Osteomyelitis ( pada fraktur terbuka )

Trauma vaskuler

Lesi N.radialis

Mortalitas

Umumnya rendah

Perawatan Pasca Bedah

Perawatan luka operasi pada umumnya Pasien diinstruksikan untuk mulai latihan ROM ringan beberapa hari setelah operasi

dengan penekanan untuk menggerakkan jari-jari, pergelangan tangan dan siku untuk mencegah kekakuan sendi. Tambahkan latihan gerakan pendulum pada sendi bahu sesegera mungkin dimulai minggu-minggu awal post operatif.

Disarankan pasien untuk memakai sling sampai fungsi otot kembali secara penuh.

Latihan keras dihindari sampai 12 minggu atau sampai fraktur sembuh

Posted in Bedah Orthopedi Tagged: fraktur, Fraktur Shaft Humerus, terapi konservatif, terapi operatif

Page 10: Fraktur Humerus

Askep Fraktur Humerus Pengertian

a Fraktur

Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.

b Patah Tulang Tertutup

Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).

c Patah Tulang Humerus

Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :

1) Fraktur Suprakondilar Humerus

2) Fraktur Interkondiler Humerus

3) Fraktur Batang Humerus

4) Fraktur Kolum Humerus

Page 11: Fraktur Humerus

Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :

1) Tipe Ekstensi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.

2) Tipe Fleksi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.

(Mansjoer, Arif, et al, 2000)

d Platting

Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.

Keuntungan :

1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.

2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan tulang.

3) Klien tidak akan tirah baring lama.

4) Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera digerakkan.

Kerugian :

1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.

2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.

3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.

2. Anatomi Dan Fisiologi

a Struktur Tulang

Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang

Page 12: Fraktur Humerus

disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).

b Tulang Panjang

Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)

c Tulang Humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.

1) Kaput

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik

Page 13: Fraktur Humerus

terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.

2) Korpus

Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.

3) Ujung Bawah

Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)

d Fungsi Tulang

1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.

2) Tempat mlekatnya otot.

3) Melindungi organ penting.

4) Tempat pembuatan sel darah.

5) Tempat penyimpanan garam mineral.

(Ignatavicius, Donna D, 1993)

3. Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

2) Kekerasan tidak langsung

Page 14: Fraktur Humerus

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

(Oswari E, 1993)

4. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

( Ignatavicius, Donna D, 1995 )

b. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan

Page 15: Fraktur Humerus

tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

Page 16: Fraktur Humerus

(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

c. Komplikasi fraktur

1) Komplikasi Awal

a) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b) Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e) Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

a) Delayed Union

Page 17: Fraktur Humerus

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.

b) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c) Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

(Black, J.M, et al, 1993)

5. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur.

1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Page 18: Fraktur Humerus

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.

1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

Page 19: Fraktur Humerus

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

6. Dampak Masalah

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.

a Terhadap Klien

1) Bio

Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi

2) Psiko

Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.

3) Sosio

Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.

4) Spiritual

Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.

Page 20: Fraktur Humerus

b Terhadap Keluarga

Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.

Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

Page 21: Fraktur Humerus

(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Page 22: Fraktur Humerus

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

(5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Page 23: Fraktur Humerus

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.

Page 24: Fraktur Humerus

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

(g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

(j) Paru

Page 25: Fraktur Humerus

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

(4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

(2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

(3) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi

Page 26: Fraktur Humerus

Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).

(b) Cape au lait spot (birth mark).

(c) Fistulae.

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka

Page 27: Fraktur Humerus

sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

Page 28: Fraktur Humerus

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

b. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.

2. Diagnosa Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Perencanaan

Page 29: Fraktur Humerus

4. Pelaksanaan

5. Evaluasi

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.

Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.

Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.

Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.

Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.

Page 30: Fraktur Humerus