fisiologi mata dan gangguannya
DESCRIPTION
tentang mata dan gangguannyaTRANSCRIPT
STEP 7
A. FISIOLOGI MATA
Mata, organ yang mengandung reseptor penglihatan, menyediakan visi, dengan bantuan dari
organ aksesori. Organ aksesori ini mengandung kelopak mata dan apparus lakrimal, yang mana
melindungi mata dan seperangkat otot ekstrinsik yang mana menggerakkan mata.
Lapisan pelindung luar bola mata yaitu sklera, dimodifikasi di bagian anterior untuk membentuk
kornea yang tembus pandang, dan akan dilalui berkas sinar yang akan masuk ke mata. Di bagian dalam
sklera terdapat koroid, lapisan yang mengandung banyak pembuluh darah yang memberi makan struktur-
struktur dalam bola mata.
Kornea adalah transparan, berbentuk kubah jendela yang menutupi bagian depan dari mata. Itu sangat
kuat membelokkan permukaan, menyediakan 2/3 kekuatan focus mata. Seperti kristal pada arloji yang
memberikan kita jendela yang jelas untuk melihat. Karena tidak ada aliran darah dalam kornea, itu jelas
normal dan mempunyai permukaan yang berkilau. Kornea sangat sensitif – terdapat banyak ujung saraf
dalam kornea dibandingkan dimanapun selain di badan. Kornea orang dewasa tebalnya hanya ½
millimeter dan terdiri atas lima lapisan : epithelium, selaput bowman, stroma, selaput descement dan
endothelium.
Epithelium adalah lapisan sel yang melindungi permukaan kornea. Hanya sekitar 5-6 lapisan sel
tebal dan terjadi regenerasi dengan cepat ketika kornea mengalami cedera. Selaput bowman berada
dibawah epithelium karena lapisan ini sangat liat dan susah untuk melakukan penetrasi, selaput bowman
melindungi kornea dari cedera. Stroma merupakan lapisan paling tebal dan berada dibawah selaput
bowman. Terdiri dari sedikit serat kolagen yang mengalir paralel satu sama lain. Bentuk khusus ini dari
serat kolagen memberikan kornea kejelasan. Selaput descement berada diantara stroma dan endothelium
hanya berada dibawah descement dan hanya satu lapisan sel yang tebal. Lapisan ini memompa air dari
kornea dan menjaganya tetap bersih. Jika terjadi kerusakan atau penyakit, sel ini tidak akan melakukan
regenerasi.
Lensa kristalina adalah suatu struktur tembus pandang yang difiksasi ligamentum sirkular lensa
(zonula zinii). Zonula melekat dibagian anterior koroid yang menebal yang disebut korpus siliaris. Korpus
siliaris mengandung serat-serat otot melingkar dan longitudinal yang melekat dekat dengan batas
korneosklera. Di depan lensa terdapat iris yang berpigmen dan tidak tembus pandang, yaitu bagian mata
yang berwarna. Iris mengandung serat-serat otot sirkular yang menciutkan dan serat-serat radial yang
melebarkan pupil. Perubahan garis tengah pupil dapat mengakibatkan perubahan sampai lima kali lipat
dari jumlah cahaya yang mencapai retina. Ruang antara lensa dan retina sebagian besar terisi oleh zat
gelatinosa jernih yang disebut korpus vitreous. Aqueous humor, suatu cairan jernih yang memberi makan
7
kornea dan lensa, dihasilkan dikorpus siliaris melalui proses difusi dan transport aktif dari plasma. Cairan
ini mengalir melalui pupil untuk mengisi kamera okuli anterior (ruang anterior mata). Dalam keadaan
normal, cairan ini diserap kembali melalui jaringan trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemm, suatu
saluran antara iris dan kornea.
Lapangan penglihatan, ketika kedua mata menatap sebuah objek, gambar difokuskan
bersersesuaian dengan bagian tiap retina. Lapangan kiri penglihatan , di sini adalah biru, difokuskan pada
sebelah kanan tiap retina; tetapi pesan yang berupa gambar difokuskan pada bagian yang berbeda dari tiap
retina relatif ke hidung. Lapangan penglihatan sebelah kiri difokuskan pada retina kiri pada sisi yang
paling dekat dengan hidung – bagian nasal, tetapi difokuskan pada retina kanan pada sisi terjauh dari
hidung – bagian temporal.
Menggabungkan “lapangan penglihatan” kedalam penuh dengan arti yang melibatkan proses
pindah silang pada optik chiasma.. serabut optik dari bagian nasal dari pindah silang tiap retina dan
mengikuti serabut dari bagian tiap retina pada sisi berlawanan. Gabungan serabut dari bidang optik.
Begitu bidang optik kiri mengandung impuls gambar dari lapangan penglihatan kanan dan bidang optik
kanan mengandung ini dari lapangan penglihatan. Sinaps pada kiri/kanan thalamus, serabut dilanjutkan
sebagai radiasi optik ke akhir dari korteks kanan dan kiri lobus occipitalis. Lokasi luka pada bagian
penglihatan menentukan hasil cacat penglihatan. Sebagai contoh, destruksi saraf penglihatan
menghasilkan kebutaan pada kedua mata. Kehilangan seluruh radiasi optik kanan, contohnya bisa terjadi
pada stroke, penglihatan terhalang dari lapangan penglihatan kiri dan vice versa.
Pergerakan mata, enam otot berdempet ke sklera mengendalikan pergerakan mata dalam orbit.
Enam otot ini diatur oleh saraf kranial III (okulomotor), IV (trochlear) dan VI (abducens).
Otot Menghasilkan gerakan Saraf kranial
1. Rektus superior
2. Rektus inferior
3. Rektus medialis
4. Rektus lateralis
5. Oblique superior
6. Oblique inferior
Ke atas
Ke bawah
Ke dalam arah hidung
Jauh dari hidung
Ke bawah dan masuk
Ke atas dan keluar
Okulomotor (III)
Okulomotor (III)
Okulomotor (III)
Abducens (VI)
Trochlear (IV)
Okulomotor (III)
Gangguan pergerakan mata dapat mnyebabkan gambar gagal difokuskan pada bagian bersesuaian
dari retina, ini menghasilkan penglihatan ganda (diplopia). Atau sama dalam kasus paralysis satu mata
tidak dapat menetapkan semua object, dihasilkan dalam monocular, dari pada binocular, penglihatan.
8
Ketika cahaya bersinar pada satu mata, kedua pupil berkontriksi , konstriksi ini adalah refleks
cahaya pupil. optik atau saraf kranial II terdiri dari 80% visual dan serabut pupil afferent. Cahaya impuls
ke dalam mata menyebabkan retina menyebarkan impuls ke saraf optik, bidang optik, otak tengah, dan
korteks visual dari lobus occipitalis. Ini adalah otot afferent dari refleks cahaya. Di otak tengah, serabut
pupil menyebarkan dan disebarkan dengan serabut silang ke depan nucleus Edinger –whestpaldari
okulomotor, atau saraf kranial III. Beberapa serabut tinggal pada sisi yang sama. Saraf kranial ketiga
adalah otot efferent, yang mana berangkat melalui badan ciliary ke otot sphincts dari iris yang
menyebabkannya berkontraksi. Efek langsungnya adalah konstriksi dari pupil mata bagian atas yang
mana cahaya bersinar. Refleks dekat terjadi ketika pelaku melihat jarak dekat. Ada tiga bagian dari
refleks dekat yakni akomodasi, menyebarkan, dan konstriksi pupil. akomodasi didefenisikan sebagai
fokus dekat dari mata yang mana diakibatkan oleh peningkatan kekuatan lensa oleh kontraksi dari otot
ciliary, di inerfasi oleh saraf kranial III.
Reseptor, setiap sel batang dan kerucut dibagi menjadi segmen luar, segmen dalam yang mengandung
inti-inti reseptor dan daerah sinaps. Segmen luar adalah modifikasi silia dan merupakan tumpukan teratur
sakulus atau lempeng dari membrane. Sakulus dan membrane ini mengandung senyawa-senyawa peka
cahaya yang bereaksi terhadap cahaya dan mampu membangkitkan potensial aksi di jaras penglihatan .
segmen luar sel batang selalu diperbaharui oleh pembentukan lempeng-lempeng baru ditepbagian dalam
segmen dsan proses fagositosis lempeng tua serta dari ujung luar oleh sel-sel eptel berpigmen.
Fotoreseptor terdiri atas dua jenis sel, yaitu koni (kerucut) dan basillli (batang). Sel basilli yang
lebih banyak, berfungsi untuk melihat dalam cahaya remang-remang, tidak untuk melihat warna. Koni
berfungsi untuk melihat cahaya terang dan warna. Lateral terhadap bintik buta terdapat daerah lonjong
disebut macula lutea, demgam cekungan kecil dipusatnya yang disebut fovea sentralis. Fovea sentralis
hanya mengandung koni; macula mengandung kebanyakan koni, yang makin berkurang kea rah perifer.
Retina perifer hanya mengandung basilli. Agar melihat jelas, berkas cahaya harus jatuh tepat pada fovea
sentralis, yang besarnya hanya seujubg jarum pentul.
Semua bangunan transparan yang harus dilalui berkas cahaya untuk mencapai retina disebut
media refraksi, yaitu kornea, lensa dan korpus vitreous. Mata normal akan membiaskan cahaya yang
memasuki mata sedemikian rupa sehingga bayangannya tepat jatuh tepat di retina, di fovea sentralis.
Mekanisme pembentukan bayangan. Mata mengubah energi dalam spekturm yang dapat dilihat
menjadi potensial aksi di nervus optikus. Panjang gelombang cahaya yang dapat dilihat berkisar dari 397
nm sampai 723 nm. Bayangan benda di sekitar difokuskan di retina. Berkas cahaya yang mencapai retina
akan mencetuskan potensial didalam sel kerucut dan batang. Impuls yang timbul di retina dihantarkan ke
korteks serebrum, untuk dapat menimbulkan kesan penglihatan.
9
Daya akomodasi , biula m. siliaris dalam keadaan istirahat, berkas sinar paralel yang jatuh dimata
yang optiknya normal (emetropia) akan difokuskan ke retina. Selama relaksasi ini dipertahankan, maka
berkas sinar dari benda yang kurang dari 6 m akan difokuskan di belakang retina dan akibatnya benda
tersebut akan nampak kabur. proses meningkatnya kelengkungan lensa disebut akomodasi. Pada keadaan
istirahat, ketegangan lensa dipertahankan oleh tarikan ligamentum lensa. Karena bahan lensa mudah
dibentuk dan kelenturan kapsul lensa cukup tinggi, lensa dapat ditarik menjadi gepeng. Bila pandangan
diarahkan ke benda yang dekat, otot siliaris akan berkontraksi. Hal ini mengurangi jarak antara tepi-tepi
korpus siliaris dan melemaskan ligamentum lensa, sehingga lensa membentuk mengerut membentuk
benda yang lebih cembung. Pada orang berusia muda bentuk ini dapat meningkatkan daya bias mata
hingga 12 dioptri.
Selain akomodasi, terjadi konvergensi sumbu penglihatan dan konstriksi pupil bila seseorang
melihat benda yang dekat. Respon 3 bagian ini : akomodasi, konvergensi, sumbu penglihatan, dan
kontriksi pupil disebut respon melihat dekat.
Gangguan umum pada mekanisme pembentukan bayangan, pada beberapa orang, bola mata
berukuran lebih pendek daripada normal dan sinar yang sejajar difokuskan dibelakang retina. Kelainan ini
disebut hiperopia atau penglihatan jauh. Akomodasi yang terus menerus, bahkan sewaktu melihat benda
jauh dapat sedikit mengkompensasi kelainan, tetapi kerja otot yang terus menerus akan melelahkan dan
dapat menimbulkan nyeri kepala dan penglihatan kabur. Konvergensi sumbu penglihatan yang terus
menerus yang disertai akomodasi akhirnya dapat menimbulkan juling (strabismus), kelainan ini dapat
diperbaiki dengan menggunakan kacamata dengan lensa konveks, yang membantu daya bias mata dalam
memperpendek jarak fokus. Pada miopia (penglihatan dekat), garis tengah antero posterior bola mata
terlalu panjang. Miopia bersifat genetik. Pada orang berusia muda aktivitas pekerjaan yang berkaitan
dengan benda-benda dekat, misalnya belajar dapat mempercepat timbulnya miopia. Kelainan ini dapat
diatasi dengan kacamata lensa bikonkaf, yang membuat berkas cahaya sejajar sedikit berdivergensi
sebelum masuk ke mata. Astigmatisme adalah keadaan yang sering dijumpai dengan kelengkungan
kornea tidak merata. Bila kelengkungan disatu meridian berbeda dengan kelengkungan dimeridian lain,
berkas cahaya di meridian tersebut akan dibiaskan ke fokus yang berbeda.yang kurang dari 6 meter akan
difokuskan di belakang retina dan akibatnya benda tersebut tampak kabur.
1. MEKANISME PEMBENTUKAN CITRA
Mata mengubah energi dalam spectrum tampak menjadi potensial aksi di saraf optic. Panjang
gelombang yang tampak berkisar dari sekitar 397 nm sampai 397 nm. Citra suatu benda dalam
lingkungan difokuskan pada retina yang nantinya akan mencetuskan potensial di dalam sel kerucut
10
dan batang yang kemudian impuls yang muncul akan dihantarkan di korteks serebrum dan
menimbulkan sensasi penglihatan.
Mata memiliki lensa, semakin besar lengkungan lensa semakin kuat daya biasnya.
Kelengkungan lensa dapat meningkat, proses ini disebut akomodasi. Pada keadaan istirahat,
kelengkungan lensa akan dipertahankan oleh tarikan ligamentum lensa. Perubahan kelengkungan
lensa selama akomodasi terutama mempengaruhi permukaan anterior lensa. Otot yang paling sering
digunakan untuk proses ini yaitu otot siliaris, sehingga dapat melelahkan.
Selain akomodasi, sumbu penglihatan berkonvergensi dan pupil berkonstriksi apabila
seseorang melihat benda terlalu dekat.
Pada mata cahaya sebenarnya mengalami refraksi (pembelokan) di permukaan anterior
kornea dan di anterior dan posterior lensa. Semua berkas cahaya lain yang masuk pupil dari setiap
titik di benda akan mengalami refraksi dan difokuskan ke retina.
Gangguan yang sering terjadi pada mekanisme pembentukan citra adalah contohnya pada
bentuk bola mata yang berukuran lebih pendek dari pada normal dan berkas cahaya yang sejajar di
fokuskan di belakang retina.
2. MEKANISME FOTORESEPTOR
Perubahan potensial yang mencetuskan aksi potensial di retina dihasilkan oleh kerja cahaya
pada senyawa-senyawa fotosintetif yang (opsin dan retinen, yang merupakan aldehide vitamin A)di
sel batang dan sel kerucut. Apabila cahaya diserap oleh senyawa-senyawa tersebut maka akan
mengubah struktur senyawa tersebut sehingga menimbulkan aktifitas saraf. Respon sel batang setara
dengan intensitas rangsangan pada tingkat penerangan yang lebih rendah dari pada sel kerucut
sehingga sel kerucut menghasilkan respon yang baik terhadap perubahan intensitas cahaya di atas
latar belakang.
Saluran Na+ akan terbuka pada keadaan gelap. Dalam keadaan gelap pelepasan transmiter
sinaps bersifat tetap. Apabila terkena cahaya maka sebagian saluran Na+ akan tertutup dan terjadi
hiperpolarisasi potensial reseptor. Hal ini akan mencetuskan pembukaan sinyal yang akhirnya
menimbulkan potensial aksi di sel ganglion yang akan disalurkan ke otak.
Pigemen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin yang memiliki sensitivitas puncak
terhadap cahaya dengan panjang gelombang 505 nm. Pengaktifan rodopsin ini mencetuskan
pembentukan serangkaian zat antara, salah satunya metarodopsin II yang memulai penutupan saluran
Na+ . Pengaktifan ini akan mengaktifkan transudin, yang merupakan suatu protein G yang akan
mengikat GTP dan akan mengaktifkan fosfodiesterase yang akan mengkatalisis perubahan cGMP
menjadi 5’-GMP. cGMP ini akan mempertahankan saluran Na+ tetap terbuka.
11
Berikut secara umum mekanisme penglihatan yang melibatkan fototransduksi di sel batang
dan kerucut yang merupakan reseptor pada retina:
Cahaya masuk Perubahan struktur retinen, dalam fotopigmen Metarodopsin II Pengaktifan
transuding Pengaktifan fotodiesterase Penurunan cGMP intrasel Penutupan saluran Na+
Hiperpolarisasi Penurunan pelepasan transmiter sinaps Respon sel bipolar dan unsur saraf
lainnya.
Terdapat bermacam-macam transmiter sinaps di retina antaralain asetilkolin, dopamin,
serotonin, GABA, glisin, substansi P, somatostatin, TRH, GnRH, enfekalin, beta-endorfin, CCK,
VIP, neurotensin, dan glukagon. Sel yang memproduksi asetilkolin adalah sel amakrin.
3. MEKANISME AKOMODASI
Daya bias lensa kristal dapat ditingkatkan dari 20 dioptri menjadi kira-kira 34 diopri pada
anak-anak; ini berarti terjadi “akomodasi” sebesar 14 dioptri. Untuk mencapai ini, bentuk lensa
diubah dari yang tadinya konveks-sedang menjadi lensa yang sangat konveks. Mekanismenya adalah
sebagai berikut:
Pada orang muda, lensa terdiri atas kapsul elastik yang kuat dan berisi cairan kental yang
mengandung banyak protein dan serabut-serabut transparan. Bila lensa berada dalam keadaan
relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsulnya, maka lensa dianggap berbentuk hampir sferis, akibat
elastisitas dari kapsul lensa. Namun, terdapat kira-kira 70 legamen yang sangat tidak elastis (disebut
zonula) yang melekat di sekeliling lensa, menarik tepi lensa ke arah lengkar bola mata. Ligamen ini
secara konstan diregangkan oleh perlekatannya ke badan siliar pada tepi anterior koroid dan retina.
Regangan pada ligamen ini menyebabkan lensa relatif datar dalam keadaan mata istirahat.
Tempat perlekatan ligamen lensa di badan siliar merupakan suatu otot yang disebut otot
siliaris. Otot ini mempunyai dua perangkat serabut otot polos, yaitu serabut meridional dan serabut
sirkular. Serabut meridional membentang sampai peralihan kornea-sklera. Kalau serabut otot ini
berkontraksi, bagian perifer dari ligamen lensa tadi akan tertarik ke depan dan bagian medialnya ke
arah kornea, sehingga regangan terhadap lensa akan berkurang sebagian. Serabut sirkular tersusun
melingkar mengelilingi bagian dalam mata, sehingga pada waktu berkontraksi terjadi gerak seperti
sfingter, jarak antar pangkal ligamen mendekat, dan sebagai akibatnya regangan ligamen terhadap
kapsul lensa berkurang.
Jadi, kontraksi seperangkat serabut otot polos dalam otot siliaris akan mengendurkan ligamen
kapsul lensa, dan lensa akan lebih cembung seperti balon akibat sifat elastisitas kapsulnya. Oleh
12
karena itu, bila otot siliaris melakukan relaksasi lengkap, kekuatan dioptri lensa akan berkurang
menjadi sekecil mungkin yang dapat dicapai oleh lensa. Sebaliknya, bila otot siliaris berkontraksi
sekuat-kuatnya, kekuatan lensa menjadi maksimal.
4. PENGATURAN AKOMODASI MELALUI SARAF PARASIMPATIS
Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang dijalarkan kemata
dari nukleus saraf kranial ketiga pada batang otak. Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan
kontraksi otot siliaris, yang selanjutnya akan mengendurkan ligamen lensa dan meningkatkan daya
bias. Dengan meningkatkan daya bias, mata mampu melihat objek lebih dekat dibanding sewaktu
daya biasnya rendah. Akibatnya, dengan mendekatnya objek ke arah mata, frekuensi impuls
parasimpatis ke otot siliaris secara progresif ditingkatkan agar objek tetap dapat dilihat dengan jelas.
(Perangsangan simpatis berefek kecil terhadap relaksasi otot siliaris, hampir tidak berperan dalam
mekanisme akomodasi)
PRESBOPIA. Dengan meningkatnya usia, lensa semakin besar dan menebal serta menjadi
kurang elastik, sebagian disebabkan oleh denaturasi protein yang progresif. Akibatnya, kemampuan
lensa untuk berubah bentuk akan berkurang secara progresif seiring dengan bertambahnya usia. Daya
akomodasi berkurang dari 14 dioptri pada usia anak-anak menjadi kurang dari 2 dioptri pada umur 40
sampai 50 tahun dan menjadi 0 pada umur 70 tahun. Sesudah itu dapat dikatakan lensa sama sekali
tidak dapat berakomodasi, dan keadaan itu disebut “presbiopia”.
Sekali orang mengalami presbiopia, matanya akan terpaku permanen pada suatu jarak yang
hampir tidak berubah-ubah. Jarak penglihatan ini bergantung pada keadaan fisik mata orang tersebut.
Matanya tidak dapat berakomodasi lagi dengan baik untuk melihat dekat maupun melihat jauh. Agar
dapat melihat dekat maupun jauh dengan jalas, orang tua harus memakai kacamata bifokus, bagian
atas untuk penglihatan jauh dan bagian bawah untuk penglihatan dekat.
DIAMETER PUPILARIS. Fungsi utama dari iris ialah untuk meningkatkan jumlah cahaya
yang masuk ke dalam mata pada waktu gelap, dan untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk pada
waktu terang.. jumlah cahaya yang memasuki mata melalui pupil sebanding dengan luas pupil atau
kuadrat diameter pupil. Diameter pupil manusia dapat mengecil sampai 1,5 mm dan membesar
sampai 8 mm. Dengan demikian, jumlah cahaya yang memasuki mata dapat berubah 30 kali lipat
sibagai akubat dari perubahan diameter pupil.
5. KEDALAMAN FOKUS SISTEM LENSA MATA MENINGKAT DENGAN
PENURUNAN DIAMETER PAPILARIS
13
Pada mata apertura pupilarisnya kecil dan pada apertura pupilarisnya besar. Di dipan setiap
mata terdapat dua titik sumber cahaya, dan cahayanya masuk melalui aperura pupilaris dan
difokuskan di retina. Kedua retina mata melihat dua titik cahaya dengan fokus baik. Terlihat dalam
diagram, bila retina dipindahkan ke posisi tidak-fokus yaitu ke depan atau ke belakang, maka pada
mata apertura pupilarisnya kecil, besar titik cahaya tidak akan berubah banyak, tetapi pada mata
apertura pupilarisnya besar ukuran titik cahaya akan sangat membesar karena terbentuk “lingkaran
kabur”. Dengan perkataan lain, susunan lensa atas mempunyai kedalaman fokus jauh lebih besar
dibanding susunan lensa yang di bawah. Pada susunan lensa yang mempunyai kedalaman fokus
besar, bila retinanya dipindahkan jauh dari bidang fokus atau lensanya berubah, bayangannya tetap
akan tegas; sebaliknya pada susunan lensa yang kedalaman fokusnya dangkal, perpindahan terina
sedikit saja dari bidang fokus akan sangat mengaburkan bayangan.
Kedalaman fokus terbesar bisa tercapai bila pupil sangat kecil. Alasannya ialah dengan
lubang yang sangat kecil seluruh berkas cahaya akan melalui bagian tengah lensa, dan diketahui
bahwa cahaya tengah selalu terfokus baik, seperti telah dijelaskan terdahulu.
6. PENGATURAN AKOMODASI (MEMFOKUSKAN MATA)
Mekanisme akomodasi-yaitu, mekanisme yang memfokuskan sistem lensa dari mata-penting
untuk meningkatkan derajat ketajaman penglihatan. Akomodasi terjadi akibat kontraksi atau relaksasi
muskulus siliaris, kontraksi menyebabkan peningkatan kekuatan sistem lensa, dan relaksasi
menyebabkan penurunan kekuatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik negatif
yang secara otomatis mengatur kekuatan fokal lensa untuk tingkat tajam penglihatan yang paling
tingg. Bila mata difiksasipada beberapa objek yang jauh dan kemudian tiba-tiba difiksasi pada objek
yang dekat, biasanya lensa akan berakomodasi untuk tajam penglihatan maksimum dalam waktu
kurang dari 1 detik. Walaupun mekanisme pengauran sebenarnya yang menimbulkan fokus mata
cepat dan akurat masih tidak jelas, beberapa gambaran mekanisme yang diketahui adalah sebagai
berikut.
Pertama, bila mata sekonyong-konyong mengubah jarak titik fiksasi, lensa selalu mengubah
kekuatannya dalam arah yang sesuai untuk mencapai fokus yang baru. Dengan kata lain, lensa tidak
membuat kesalahan dan mengubah kekuatannya pada arah yang salah dalam uasaha untuk
mendapatkan fokus.
Kedua, petunjuk lain yang dapat membantu lensa untuk mengubah kekuatan dalam arah yang
sesuai adalah hal-hal berikut ini: (1) Aberasi kromatik tampaknya penting. Dengan demikian, sinar
cahaya merah difokuskan sedikit di posterior sinar cahaya biru, karena lensa lebih membiaskan sinar
14
biru daripada sinar merah. Mata tampaknya dapat mendeteksi mana dari kedua tipe sinar ini yang
mempunyai fokus lebih baik, dan petunjuk ini memberi informasi kepada mekanisme akomodasi
untuk membuat lensa menjadi lebih kuat atau lebih lemah. (2) bila benda difiksasi pada objek yang
dekat, mata juga berkonvergensi saling maju satu sama lain. Mekanisme saraf untuk konvergensi
menimbulkan sinyal secara serentak untuk memperkuat lensa mata. (3) Karena fovea terletak pada
lekukan lubang yang lebih dalam daripada yang lainnya dari retina, maka kejelasan fokus di bagian
dalam fovea berbeda dengan kejelasan fokus pada tepi-tepinya. Telah diduga bahwa ini juga
memberi petunjuk seperti cara yang diperlukan untuk mengubah kekuatan lensa. (4) Telah dijumpai
bahwa tingkat akomodasi lensa bergetar sedikit sepanjang waktu, pada frekuensi sampai dua kali per
detik. Bayangan penglihatan menjadi lebih jelas bila getaran kekuatan lensa kuat diubah dalam arah
yang sesuai dan menjadi lebih lemah bila kekuatan lensa diubah dalam arah yang salah. Ini dapat
memberi petnujuk yng cepat sehingga kekuatan lensa perlu diubah ke fokus yang sesuai.
Disimpulkan bahwa area korteks otak yang mengatur akomodasi terletak paralel dengan area
yang mengatur pergerkan fiksasi mata, dengan integrasi akhir berupa sinyal penglihatan dalam area
18 dan 19 korteks Brodmann dan menjalarkan sinyal motorik ke muskulus siliaris melalui area
pretektal dalam batang otak dan kemudian masuk ke dalam inti Edinger-Westphal.
Pengaturan Diameter Pupil. Rangsangan saraf parasimpatis merangsang otot sfingter pupil,
sihingga memperkecil celah pupil; ini disebut miosis. Sebaliknya, rangsangan saraf simpatis
merangsang serabut radial iris dan menimbulkan di latasi pupil, yang disebut midriasis.
REFLEKS CAHAYA PUPIL. Jika cahaya disinari ke dalam mata, pupil akan mengecil,
reaksi ini disebut refleks cahaya pupil.. bila cahaya mengenai retina, terjadi impuls yang mula-mula
berjalan melalui nervus optikus dan kemudian ke nukleus pretekstalis. Dari sini, impuls berjalan ke
nukleus Edinger-Westphal dan akhirnya kembali melalui saraf parasimpatis untuk
mengkonstriksikan sfingter iris. Dalam keadaan gelap, ferleks ini dihambat sehingga
mengakibatkandilatasi pupil.
Fungsi refleks cahaya adalah membantu mata untuk beradptasi secara sangat cepat terhadap
keadaan perubahan cahaya, seperti yang dijelaskan pada bab 50. batas diameter pupil kira-kira 1,5
mm pada yang kecil dan 8 mm pada yang besar, Oleh karena itu, batas adaptasi terang dan gelap yang
dapat dipengaruhi oleh refleks pupil adalah sekitar 30 sampai 1.
7. REFLEKS ATAU REAKSI PUPIL DALAM SISTEM SARAF PUSAT.
Penyakit sistem saraf pusat tertentu menghambat penjalaran sinyal penglihatan dari rerina ke
nukleus Edinger-Westphal. Hambatan tersebut seingkali terjadi sebagai akibat dari sifilis sistem saraf
15
pusat, peminum alkohol, ensefalitis, dan sebagainya. Hambatan biasanya terjadi dalam regio pretektal
batang otak, ini dapat juga akibat dari kerusakan serabut saraf aferen yang kecil dalam saraf mata.
Serabut saraf akhir ke nukleus Edinger-Westphal dari area pertektal adalah tipe hambatan.
Karena itu, bila efek inhibisinya hilang, nukleus menjadi aktif secara kronis, menyebabkan pupil
sebagian tetap menyempit sebagai tambahan akibat kegagalan respons terhadap cahaya.
Ternyata pupil dapat berkonstriksi lebih lama jika nukleus Edinger-Westphal dirangsang
melalui beberapa jalan lain. Misalnya, bila mata difiksasi dekat objek, sinyal yang menyebabkan
akomodasi lensa dan juga yang menybabkan konvergensi kedua mata menimbulkan penyempitan
pupil dalam derajat yang sedang pada waktu yang sama. Ini disebut reaksi pupil untuk akomodasi.
Pupil yang gagal untuk memberikan respons terhadap cahaya tetapi dapat menimbulkan akomodasi
dan yang juga berukuran sangat kecil (pupil Argyll Robertson) merupakan tanda diagnostik yang
penting dari penyakit sistem saraf pusat-sangat sering karena sifilis.
SINDROM HORNER. Saraf simpatis ke mata seringkali terganggu, dan rintangan ini
seringkali terjadi dalam rantai simpatis servikal. Akibat sindroma Horner ini, terjadi efek-efek
berikut: Pertama, karena rintangan serabut-serabut ke muskulus dilator pupil, pupil tetap menempit
dengan diameter yang lebih kecil daripada pupil mata yang berlawanan. Kedua, kelopak mata atas
jatuh, sebab kelopak mata ini dalam keadaan normal dipertahankan dalam posisi terbuka selama
terbangun sebagian oleh kontraksi otot polos yang mengelilingi kelopak mata dan dipersarafi oleh
saraf simpatis. Oleh karena itu, kerusakan saraf simpatis membuat kelopak mata superior tidak bisa
dibuka sebesar mata normal. Yang ketiga, pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi muka dan
kepala menjadi tetap berdilatasi. Dan keempat, tidak dapat berkeringat pada sisi muka dan kepala
yang terkena sindrom Horner.
8. FOTOKIMIAWI PENGLIHATAN
Sel batang maupun sel kerucut memiliki bahan kimia yang akan terurai bila terpapar cahaya,
yang kemudian merangsang serabut-serabut saraf yang berasal dari mata. Bahan kimia yang terdapat
dalam sel batang disebut rodopsin; sedangkan bahan kimia yang terdapat dalam sel kerucut disebut
pigmen kerucut yang komposisinya sedikit berbeda dari rodopsin.
Rodopsin dan Dekomposisinya oleh Energi Cahaya
Bila rodopsin sudah mengabsorpsi energi cahaya, rodpsin akan segera terurai dalam waktu
sepertrilyun detik membentuk produk batorodopsin. Batorodopsin merupakan senyawa yang tak
stabil sehingga kemusian rusak menjadi lumirodopsin. Senyawa ini akan rusak pula menjadi
metarodopsin I, dan dalam satu milidetik menjadi metarodopsin II. Pada akhirnya akan terjadi produk
pecahan akhir: skotopsin dan all-trans retinal, yang juga disebut rodopsin teraktivasi. Rodopsin
16
teraktivasi merangsang perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian menjalankan bayangan
visual ke SSP.
Peran Vitamin A
Vitamin A dapat dijumpai dalam sitoplasma sel batang maupun di dalam lapisan pigmen
retina. Secara normal vitamin A diperlukan untuk pembentukan retinal yang baru. Bila di dalam
retina terdapat kelebihan retinal, maka kelebihan ini akan diubah menjadi vitamin A, sehingga
mengurangi jumlah pigmen peka cahaya di dalam retina.
Mulainya Perangsangan Sel Batang (Terjadinya Hiperpolarisasi)
Perangsangan sel batang menyebabkan peningkatan negativitas potensial membran
(hiperpolarisasi); berbeda dengan penurunan negativitas (depolarisasi) yang terjadi pada hampir
semua reseptor sensorik.
Dekomposisi rodopsin menyebabkan penurunan konduktansi membran ion-ion natrium di
segmen luar sel batang sehingga menyababkan hiperpolarisasi di seluruh membran sel batang.
Pada keadaan gelap (tidak dirangsang), membran sel batang mengalami kebocoran natrium
yang hebat, menyebabkan ion natrium terus menerus masuk ke dalam sel. Kebocoran ini
menyebabkan pengurangan muatan elektronegativitas di di sisi dalam yang nilainya -40 milivolt
(pada kebanyakan reseptor sensorik biasanya sekitar -70 milivolt).
Sewaktu rodopsin yang ada di segmen luar terpapar cahaya dan mulai terurai, terjadi
penurunan konduktansi natrium ke dalam sel batang sementara ion natrium terus dipompa keluar dari
segmen dalam. Jadi, sekarang lebih banyak ion natrium yang meniggalkan sel daripada yang masuk.
Pada intensitas cahaya yang maksimum, potensial membrane mendekati -70 milivolt, yang
merupakan potensial keseimbangan agar ion kalium dapat melewati membran.
Mekanisme Penurunan Konduktansi Membran Natrium Akibat Dekomposisi Rodopsin
Fotoreseptor memiliki serangkaian sifat kimia yang sangat sensitive yang memperkuat efek
perangsangan sekitar satu juta kali. Mekanisme tersebut adalah:
1. Foton mengaktivasi electron pada bagian 11-cis retinal dari rodopsin; hal ini
menyebabkan pembentukan metarodopsin II
2. Fungsi rodopsin teraktivasi adalah sebagai enzim yang berguna untuk aktivasi banyak
molekul transdusin
3. Transdusin teraktivasi akan mengaktivasi banyak sekali molekul fosfodiesterase
4. Fosfodiesterase teraktivasi adalah bentuk enzim yang dengan segera menghidrolisis
banyak sekali molekul cGMP. Sebelum dihidrolisis cGMP telah berikatan dengan protein saluran
natrium dari membrane luar sel batang untuk menyangganya agar tetap terbuka. Hidrolisis cGMP
17
menyebabkan saluran natrium menjadi tertutup. Penutupan aliran natrium inilah yang menyebabkan
eksitasi pada sel-sel batang
5. Dalam waktu sekitar satu detik, enzim rodopsin kinase meng-inaktivasi dan seluruh
rangkaian berbalik kembali ke keadaan normal dengan pembukaan saluran natrium.
Fotokimiawi Penglihatan Warna oleh Sel Kerucut
Jadi, sel-sel batang merupakan rangkaian kimiawi penting yang memperkuat efek foton
tunggal cahaya untuk menyebabkan pergerakan jutaan ion natrium. Hal ini dapat menjelaskan
mengenai kuatnya sensitivitas dari sel batang dalam keadaan gelap.
Sel kerucut kurang lebih 30 sampai 300 kali kurang sensitif daripada sel batang, tetapi sel-sel
ini memungkinkan penglihatan warna pada setiap keadaan cahaya yang lebih kuat daripada cahaya
yang remang-remang.
Perbedaan komposisi kimia antara pigmen kerucut pada sel kerucut dengan rodopsin pada sel
batang terletak pada bagian protein opsin. Protein dalam sel kerucut adalah fotopsin sedangkan dalam
sel batang adalah skotopsin. Bagian retinal semua pigmen visual sama persis pada sel batang maupun
sel keucut. Sehingga pigmen peka warna dari sel kerucut merupakan kombinasi antara fotopsin dan
retinal.
Adaptasi Terang
Bila seseorang berada di tempat yang sangat terang dalam waktu yang sangat lama, maka
banyak sekali fotokimiawi yang terdapat di dalam sel batang dan sel kerucut menjadi berkurang
karena diubah menjadi retinal dan opsin. Sebagian besar retinal dalam sel batang dan kerucut diubah
menjadi vitamin A. Oleh karena kedua efek ini, maka konsentrasi bahan kimiawi fotosensitif yang
menetap dalam sel batang dan kerucut banyak sekali berkurang, akibatnya sensitivitas mata terhadap
cahaya juga turut berkurang. Keadaan ini disebut adaptasi terang.
Adaptasi Gelap
Sebaliknya bila orang tersebut terus berada di tempat yang gelap dalam waktu yang lama,
maka retinal dan opsin yang ada akan diubah kembali menjadi pigmen peka cahaya. Selanjutnya
vitamin A diubah kembali menjadi retinal untuk terus menyediakan pigmen peka cahaya tambahan.
Keadaan ini disebut adaptasi gelap.
9. PENGLIHATAN WARNA
Mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya
monokromatik dari warna merah, hijau, dan biru dipersatukan dalam bermacam-macam kombinasi.
Cahaya monokromatik jingga yang panjang gelombangnya 580 nm akan merangsang sel
kerucut merah sebesar 99 persen, sel kerucut hijau 42 persen, dan sel kerucut biru tidak terangsang
18
(nol persen). Perbandingan rangsangan ketiga tipe sel kerucut tersebut adalah 99:42:0 yang akan
diinterpretasikan saraf sebagai suatu sensasi jingga. Rasio 0:0:97 diinterpretasikan sebagai warna
biru, 83:83:0 sebagai warna kuning, dan 37:67:37 sebagai warna hijau.
Rangsangan yang kurang lebih sama besar terhadap ketiga sel kerucut akan memberikan
sensasi warna putih. Warna putih sebenarnya merupakan kombinasi dari semua panjang gelombang
cahaya.
B. ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME DARI GEJALA KLONIS MATA MERAH DENGAN
PENURUNAN PENGLIHATAN
1. FOTOFOBIA
Fotofobia atau perasaan silau merupakan keadaan tidak tahan atau terlalu sensitifnya mata
terhadap cahaya, mudah silau disertai dengan rasa sakit.
Keluhan ini terdapat pada radang mata luar (konjungtiva dan keratitis), radang mata dalam atau
uveitis, dan kelainan mata lainnya seperti rangsangan pada kornea, migren, rangsangan saraf
trigeminus, edema kornea, katarak, psikogenik, neuritis retrobulbar, midriasis pupil, anridia, miopi,
albino, glaukoma kongenital, eksotropia, buta warna total dan kekeruhan kornea. Sering ditemukan
pada pasien campak dan meningitis.
Fotofobia pada penyakit kornea merupakan akibat kontraksi iris meradang yang nyeri. Dilatasi
pembuluh iris adalah fenomena refleks yang timbul akibat iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia,
yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, hanya minimal pada keratitis herpes karena terjadi
hipestesia pada penyakit ini, yang juga merupakan suatu tanda diagnostik penting.
2. INJEKSI SILIAR
Melebarnya pembuluh darah perikornea (a.siliar anterior) atau injeksi perikornea terjadi akibat
radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea, radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis
ataupun panoftalmitis.
Injeksi siliar ini mempunyai sifat :
- Berwarna lebih ungu dibanding dengan pelebaran pembuluh darah konjungtiva.
- Pembuluh darah tidak tampak.
19
- Tidak ikut seta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena menempel erat
dengan jaringan perikornea.
- Ukuran sangat halus terletak di sekitar kornea, paling padat sekitar kornea, dan berkurang ke
arah forniks.
- Pembuluh darah perikornea tidak menciut bila diberi epinefrin atau adrenalin 1 : 1000
- Hanya lakrimasi
- Fotofobia
- Sakit tekan yang dalam sekitar kornea
- Pupil irregular kecil (iritis) dan lebar (glaukoma)
3. PUPIL IRREGULAR
4. INFILTRAT PADA KORNEA
C. MATA MERAH DENGAN PENURUNAN PENGLIHATAN MENDADAK
1. KERATITIS
DEFINISI
Keratititis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang menyelimuti bagian
berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa.
Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan
kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan
kornea.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis antara lain:
a) Perawatan lensa kontak yang buruk; penggunaan lensa kontak yang berlebihan
b) Herpes genital atau infeksi virus lain
c) Kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain
d) Higienis yang tidak baik
e) Nutrisi yang kurang baik (terutama kekurangan vitamin A)
ETIOLOGI
20
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan keratitis.
Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex, tipe 1. Selain itu penyebab lain adalah,
kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau
bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.
GEJALA
Gejala keratitis antara lain:
1. Keluar air mata yang berlebihan
2. Nyeri
3. Penurunan tajam penglihatan
4. Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)
5. Mata merah
6. Sensitif terhadap cahaya
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan letaknya, yaitu :
a. Keratitis Pungtata
Keratitis jenis ini terdapat pada bagian kapsul bowman dengan infiltrate dan bercak halus.
Etiologinya berdasarkan penyakit yang berkaitan. Seperti moluskum kontangiosum, akne rosasea,
herpes simplek, herpes zoster, blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksin, trakoma dan trauma radiasi,
mata kering, lagoftalmus, keracunan neomisin, tobramisin, dan pengawet lain.
Keratitis pungtata terbagi menjadi 3 jenis :
1. Keratitis pungtata epitel
2. Keratitis pungtata pada konjungtivitis verna dan konjungtivitis atopic yang biasanya ditemukan
bersama giant papil
3. Keratitis pungtata pada trakoma, pemfigoid, sindrom steven Johnson, dan pasca pengobatan
radiasi
Keratitis pungtata biasanya bilateral dan kronis tanpa gejala konjungtiva, dan gejala akut pada
dewasa muda.
Keratitis pungtata superficial
Adalah keratitis dengan gambaran infiltrate halus dengan titik pada permukaan kornea superficial.
Bila diwarnai dengan fluoroesen akan terlihat berwarna hijau. Etiologinya adalah penyakit lain seperti
21
mata kering, blefaritis, keratopati, lagoftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia
ringan, dan pemakaian lensa kontak.
Keluhan pasien biasanya fotofobia, nyeri, mata merah dan rasa kelilipan. Tata laksananya dengan
pemberian airmata buatan, tobramisin tetes mata, dan sikloplegik.
Keratitis pungtata subepitel
Terdapat pada membrane bowman. Biasanya bilateral dan kronis tanpa gejala konjungtiva, dan
gejala akut pada dewasa muda.
b. Keratitis Marginal
Adalah infiltrate yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Dapat disebabkan
infeksi konjungtiva lokal. Sering terjadi pada usia 50 tahun dengan blefarokonjungtivitis. Bila tidak ditata
laksana dengan benar dapat menyebabkan ulkus kornea. Keratitis jenis ini bersifat rekuren dan adanya
bakteri Streptococus pneumonia, Haemophilus aegypty, Moraxella lacunata, dan Esrichia. Infiltrate dan
ulkus merupakan timbunan kompleks antigen-antibodi.
Penderita akan mengeluh sakit, seperti kelilipan, lakrimasi dan disertai fotofobia berat. Mata
terlihat blefarospasme unilateral, injeksi konjungtiva, infiltrate atau ulkus yang memanjang, dangkal
unilateral tunggal atau multiple, sering disertai neovaskularisasi kearah limbus. Bila tidak diobati dengan
baik mengakibatkan ulkus kornea. Tata laksana yang diberikan adalah antibiotic yang sesuai dengan
penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Selain itu juga bisa diberikan vitamin B dan C dosis
tinggi. Pada kelainan indolen dilakukan kauterisasi dengan listrik atau AgNO3 di pembuluh darah atau
dilakukan flep konjungtiva yang kecil.
Penyulit yang terjadi berupa jaringan parut pada kornea yang akan mengganggu penglihatan atau
ulkus yang meluas. Keratitis marginalis trakomatosa merupakan pembentukan membrane kornea atas.
Keadaan ini membentuk pannus berupa keratitis dengan neovaskularisasi.
c. Keratitis Interstisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Pada keratitis interstisial akibat
lues congenital didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5 – 20 tahun. Keratitis ini
dapat terjadi karena alergi atau infeksi Spirochaeta ke dalam stroma kornea dan akibat tuberculosis.
Merupakan keratitis non supuratif profunda dengan neovaskularisasi. Disebut juga keratitis
parenkimatosa. Keluhan yang timbul biasanya fotofobia, lakrimasi, dan penurunan visus. Pada keratitis
ini keluhan bisa bertahan seumur hidup. Seluruh korneanya keruh sehingga sukar melihat iris. Permukaan
kornea seperti kaca, terdapat injeksi siliar dengan sebukan pembuluh darah dengan warna merah kusam
yang disebut salmon patch dari Hutchinson. Kelainan ini biasanya bilateral terutama jika disebabkan oleh
22
tuberculosis. Jika disebabkan sifilis congenital biasanya disertai sadlenose dan trias Hutchinson, serta
pemeriksaan serologis yang positif. Pengobatan yang diberikan tergantung pada penyebabnya. Pada
keratitis diberikan sulfas atropine tetes untuk mencegah sinekia karena uveitis dan tetes mata
kortikosteroid.
PENGOBATAN
Antibiotik, anti jamur dan anti virus dapat digunakan tergantung organisme penyebab. Antibiotik
spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme
penyebab, pengobatan dapat diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi
bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat
membutuhkan transplantasi kornea.
Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk
menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter. Pengobatan yang
tidak baik atau salah dapat menyebabkan perburukan gejala. Obat kortikosteroid topikal dapat
menyebabkan perburukan kornea pada pasien dengan keratitis akibat virus herpes simplex.
Pasien dengan keratitis dapat menggunakan tutup mata untuk melindungi mata dari cahaya
terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya. Kontrol yang baik ke dokter mata dapat membantu
mengetahui perbaikan dari mata.
PENCEGAHAN
Pemakai lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril untk
membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa
kontak. Pemeriksaan mata rutin ke dokter mata disarankan karena kerusakan kecil di kornea dapat terjadi
tanpa sepengetahuan kita. Jangan terlalu sering memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata
menjadi merah atau iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya untuk diganti. Cuci tempat lensa
kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena organisme dapat terbentuk di
tempat kontak lensa itu.
Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau bermain di tempat
yang potensial berbahaya bagi mata dapat mengurangi resiko terjadinya keratitis. Kacamata dengan
lapisan anti ultraviolet dapat membantu menahan kerusakan mata dari sinar ultraviolet.
Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya :
a. KERATITIS VIRUS
23
Disebabkan oleh herpes simplek, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma.
Keratitis Herpetik
Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster. Yang disebabkan oleh herpes simplek
terbagi dalam dua kelompok epithelial dan stromal. Hal yang murni epithelial adalah dendritik
dan stromal adalah diskiformis. Biasanya berupa campuran epitel dan stroma. Perbedaan ini
karena mekanisme kerusakannya berbeda. Pada epitel kerusakannya akibat pembelahan virus di
dalam sel epitel, yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulkus kornea
superficial. Stroma diakibatkan reaksi imunologik pasien terhadap virus. Antigen dan antibody
bereaksi dalam stroma dan menarik leukosit dan sel radang. Sel ini juga mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen dan stroma sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan pengobatan
dimana epithelial karena replikasi virus sedangkan stromal pengobatan yang diberikan terhadap
virus.
Tatalaksana. IDU merupakan obat antiviral yang murah, bersifat tidak stabil. Bekerja dengan
menghambat sintesis DNA virus dan manusia, sehingga bersifat toksik untuk epitel normal dan
tidak boleh diperbolehkan dipergunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat dalam larutan 1 % dan
diberikan setiap jam. Salep 0,5 % diberikan setiap 4 jam. Vibrabin sama dengan IDU, akan tetapi
hanya terdapat dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama dengan IDU, diberikan 1 %
setiap 4 jam. Acyclovir bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus. Dalam bentuk salep 3 %
yang diberikan setiap 4 jam. Sama efektifnya dengan antivirus lain akan tetapi dengan efek
samping yang kurang.
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion Gaseri saraf trigeminus. Bila
yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata.
Gejala ini tidak akan melampaui garis median kepala. Biasanya herpes zoster akan mengenal
orang dengan usia lanjut. Keratitis vesicular dapat terjadi akibat herpes zoster.
Gejala yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan berasa
hangat. Penglihatan berkurang dan merah. Pada kelopak akan terlihat vesikel dan infiltrate pada
kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat
progresif dengan terbentuknya jaringan parut. Daerah yang terkena tidak melewati garis meridian.
Pengobatan biasanya tidak spesifik dan hanya simptomatik. Pengobatan dengan memberikan
acyclovir dan pada usia lanjut dapat diberikan steroid. Penyulit yang dapat terjadi pada herpes
zoster oftalmik adalah uveitis, paresis otot pergerakan mata, glaucoma, dan neuritis optic. Pada
mata dapat disertai dengan konjungtivitis, keratitis pungtata, neurotrofik keratitis, uveitis,
skleritis, glaucoma dan neuritis.
24
Keratitis Dendritik
Merupakan keratitis superficial yang membentuk garis infiltrate pada permukaan kornea
yang kemudian membentuk cabang. Disebabkan oleh virus herpes simpleks yang biasanya
bermanifestasi dalam bentuk keratitis dengan gejala ringan seperti fotofobia, kelilipan, tajam
penglihatan menurun, konjungtiva hyperemia disertai dengan sensibilitas kornea yang hipestesia.
Bentuk dendrite terjadi akibat pengrusakan aktif sel epitel kornea oleh virus herpes simpleks
disertai dengan terlepasnya sel sel di atas kelainan. Bentuk dendrite dapat berlanjut ke bentuk
geografik yang tidak mengenai stroma kornea. Pengobatan kadang tidak diperlukan atau dengan
debridement dan penggunaan antivirus dan sikloplegik, antibiotika dengan bebat tekan. Antivirus
seperti IDU 0,1 % diberikan setiap 1 jam atau asiklovir. Jika menjadi indolen akan terjadi ulkus
kornea.
Keratitis Disiformis
Keratitis membentuk kekeruhan infiltrate yang bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea.
Biasanya merupakan keratitis profunda superficial, yang terjadi akibat infeksi virus herpes
simpleks. Sering diduga keratitis disiformis merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap
infeksi virus herpes simpleks pada permukaan kornea.
Keratokonjugtivitis Epidemologi
Adalah keratitis dan konjungtivitis yang disebabkan reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8.
Biasanya unilateral dan timbul sebagai suatu epidemi. Umumnya pasien demam, merasa seperti
ada benda asing, kadang-kadang disertai nyeri preorbita. Akibat keratitis penglihatan akan
menurun. Ditemukan edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran pada konjungtiva
tarsal yang dapat membentuk jaringan parut. Pada kornea terdapat keratitis pungtata yang pada
minggu pertama terlihat difus di permukaan kornea. Pada hari ke 7 terdapat lesi epitel setempat
dan pada hari ke 11 dan 15 terdapat kekeruhan subepitel di bawah lesi epitel tersebut. Kelenjar
preaurikula membesar. Kekeruhan subepitel, baru menghilang sesudah 2 bulan sampai 3 tahun
atau lebih.
Pengobatan pada keadaan akut sebaiknya diberikan kompres dingin dan pengobatan
penunjang lainnya. Lebih baik diobati secara konservatif. Bila terdapat kekeruhan pada kornea
yang menyebabkan penurunan visus yang berat dapat diberikan steroid tetes mata 3 kali sehari.
IDU (Iodo 2 diksiuridine) tidak memberikan hasil yang memuaskan.
25
Keratitis Dimer atau Numularis
Pada keratitis jenis ini ditemukan infiltrate berbentuk koin dengan tepi berbatas tegas
sehingga memberi gambaran halo. Terjadi unilateral dan lambat serta sering terjadi pada petani.
Kelainan yang ditemukan pada keratitis Dimmer sama dengan pada keratitis nummular.
Keratitis Filamentosa
Adalah keratitis yang disertai adanya filament mukoid dan deskuamasi sel epitel pada
permukaan kornea. Penyebabnya idiopatik. Penyakit penyertanya keratokonjungtivitis sika,
sarkoidosis, trakoma, pemfigoid ocular, pemakaian lensa kontak, edema kornea,
keratokonjungtivitis limbic superior, diabetes mellitus, trauma dasar otak, keratitis neurotrofik,
dan pemakaian antihistamin. Kelainan ini ditemukan pada gejala sindrom mata kering, diabetes
mellitus, pascabedah katarak, dan keracunan kornea karena obat. Filament terdiri atas sel dan sisa
mukoid, dengan dasar bentuk segitiga yang menarik epitel, epitel yang terdapat dalam filament
terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filament terdapat defek epitel disertai
kekeruhan epitel berwarna abu-abu.
Gejalanya berupa rasa kelilipan, nyeri, fotofobia, blefarospasme, dan epifora. Dapat berjalan
menahun ataupun akut. Mata merah dan terdapat defek epitel kornea. Pengobatan dengan larutan
hipertonik NaCl 5 %, air mata hipertonik, mengangkat filament dan bila mungkin memasang
lensa kontak lembek.
b. KERATITIS BAKTERI
Keratitis bakteri adalah suatu proses yang mengancam penglihatan. Ciri khas keratitis
bakterial adalah perkembangannya yang cepat; kerusakan kornea dapat menjadi menyeluruh
dalam 24-48 jam dengan beberapa dari bakteri virulen.
Kelompok bakteri paling banyak yang bertanggung jawab terhadap keratitis bakteri sebagai
berikut: Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (termasuk Klebsiella, Enterobacter,
Serratia, dan Proteus), dan spesies Staphylococcus.
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 25.000 kasus keratitis bakterial tiap tahunnya,
sedangkan di dunia insidensinya sangat bermacam-macam. Walaupun suatu antibiotik spektrum
luas tersedia, keratitis infeksi masih merupakan salah satu yang menjadi penyebab kebutaan di
dunia .
Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan dan membatasi
kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis infeksi adalah salah satu faktor yang berperan
26
terhadap terapi awal yang tidak tepat. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah,
namun hanya bila di diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
Diagnosa banding :
1. Virus
2. Chlamydial
3. Acanthamoeba
4. Fungal
5. Non-infectif
Penatalaksanaan
Ciprofloxacin 3x500 mg
Cendotropin 0,5% 3x1 tetes
Gentamicin 0,3% 6x1 tetes
Asam mefenamat 3x 500 mg
c. KERATITIS JAMUR
Biasanya dimulai dengan terjadinya trauma pada kornea oleh ranting pohon, daun atau
bagian tumbuhan lain yang memiliki infeksi jamur. Jenis jamur yang mungkin menyebabkan
keratitis adalah Fusarium, Cephalocepharium, dan Curvularia. Pada masa sekarang infeksi jamur
bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai efek samping pemakaian antibiotic dan
kortikosteroid yang cukup lama.
Keluhan baru timbul setelah 5 hari dari terjadinya trauma hingga 3 minggu kemudian.
Pasien mengeluh sakit mata yang hebat, berair dan fotofobia. Pada mata akan terlihat infiltrate
berhifa dan satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan
plaque tampak bercabang-cabang, dengan endothelium plaque, gambaran satelit pada kornea, dan
lipatan Descement.
Sebaiknya diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 %
terhadap kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa. Sebaiknya pasien dengan infeksi jamur
dirawat dan diberi pengobatan natamisin 5 % setiap 1 – 2 jam saat bangun. Antijamur yang bisa
diberikan adalah miconazole, amfoterisin, nistatin. Diberikan sikloplegik disertai obat
27
Gram negative Gram positive
Tobramisin Cefazolin
Gentamisin Vankomisin
Polimiksin Basitrasin
antiglaukoma akibat timbul peningkatan tekanan intraokuler. Bila tidak berhasil dilakukan
keratoplasti. Komplikasi yang bisa terjadi adalah endoftalmitis.
d. KERATITIS ALERGI
Keratokonjungtivitis Flikten
Keratokonjungtivitis flikten merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan
reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Penyakit hipersensitivitas ini akibat reaksi hipersensitifitas tipe lambat terhadap produk bakteri,
misalnya bakteri tuberkel manusia. Flikten adalah akumulasi setempat limfosit, monosit,
makrofag, dan akhirnya neutrofil.
Dahulu diduga disebabkan adanya alergi terhadap tuberkuloprotein. Sekarang juga diduga
alergi terhadap jenis kuman lain. Sehingga untuk mengetahui penyebab sebaiknya dicari
penyebab alerginya. Namun kebanyakan kerotokonjungtivitis flikten di Amerika kini disebabkan
oleh adanya hipersensitivitas tipe lambat terhadap S. aureus. Antigen dibebaskan setempat eh
stafilokok yang berproliferasi ditepi kelopak mata pada blefaritis stafilokok.
Pada jenis tuberkulosa, serangan dapat dipicu oleh konjingtivitis bakteri akut, namun secara
khas terkait dengan peningkatan sementara aktivitas tuberkulosis masa anak. Lesi mula-mula
muncul di limbus namun pada serangan-serangan berikutnya akan mengenai konjungtiva bulbi
dan kornea.
Mata akan memberikan gejala lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Gambaran
karakteristiknya adalah terbentuknya papul atau pustula pada kornea atau konjungtiva. Pada mata
terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan dengan atau
tanpa neovaskularisasi yang menuju ke arah benjolan. Pada benjolan akan terjadi penimbunan sel
linfoid.
Pada gambaran klinis akan terlihat keadaan hiperemia konjungtiva, kurangnya air mata,
menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang.
Secara histopatoligik ditemukannya sel eosinofilik dan tidak pernah ditemukan basil tuberkulosis.
Terdapat daerah yang berwarna keputihan yang merupakan degenerasu hialin. Terjadi
pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea.
Keratokonjungtivitis flikten yang tidak diobati akan sembuh dalam 10-14 hari, namun terapi
topikal dengan kortikosteroid secara dramatis akan memperpendek proses ini menjadi satu atau
dua hari dan sering mengurangi timbulnya jaringan parut dan vaskularisasi. Meskipin demikian,
respon kortikosteroid pada jenis stafilokokus kurang dramatis dan terapi terutama ditujukan untuk
28
mengatasi infeksi bakteri penyebab. Jika pada anak-anak menderita penyakit ini dan disertai
dengan adanya gizi yang buruk maka kemungkinan penyakit ini berkembang menuju ke tukak
atau ulkus kornea dikarenakan adanya infeksi sekunder.
Tukak atau Ulkus Fliktenular
Tukak flikten sering ditemukan berbentuk benjolan abu-abu, yang pada kornea terlihat sebagai :
1. Ulkus fasikular yang berbentuk ulkus menjalar melintas kornea dengan pembuluh darah jelas
dibelakangnya.
2. Flikten multipel disekitar limbus
3. Ulkus cincin yang merupakan gabungan ulkus.
Jika flikten kornea tidak menghilang dan sudah menjadi ulkus akibat infeksi sekunder akan
terjadi jaringan parut pada kornea. Dalam keadaan berat dapat terjadi perforasi kornea.
Keratitis Fasikularis
Keratitis Fasikularis adalah suatu penampilan flikten yang berjalan (wander phylcten) yang
membawa jalur pembuluh darah baru sepanjang permukaan kornea. Pergerakan ini dimulai dari
limbus menuju ke arah kornea. Keratitis ini dapat berupa flikten multipel disekitar limbus
ataupun ulkus cincin yang merupakan gabungan ulkus cincin. Biasanya berupa tukak kornea
akibat flikten yang menjalar ke daerah sentral disertai dengan fasikulus pembuluh darah.
Keratokonjungtivitis Vernal
Merupakan penyakit rekuren dengan peradangan tarsus dan konjungtiva bilateral.
Penyebabnya tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi didapatkan terutama pada musim panas
dan sering mengenai anak sebelum berusia 14 tahun. Penyakit ini sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan.
Gejala yang ditimbulkan sering mengenai kelopak mata bagian atas sedangkan konjungtiva
yang terkena pada daerah limbus berupa hipertrofi papil yang kadang-kadang berbentuk Cobble
stone.
2. UVEITIS
Uveitis adalah suatu inflamasi pada traktus uvea. Uveitis dapat diklasifikasikan menurut:
a. Anatomi:
1. Uveitis anterior dibagi dalam dua kelompok:
29
Iritis: dimana inflamasi umumnya mengenai iris.
Iridocyclitis: dimana mengenai dari iris dan bagian anterior dari korpus ciliaris.
2. Uveitis Intermediet adalah inflamasi dari uvea yang mengenai korpus ciliaris bagian
posterior (Pars Plana), retina perifer dan sedikit koroid.
3. Uveitis Posterior adalah inflamasi yang mengenai koroid dan retina posterior sampai ke
dasar dari vitreus.
4. Panuveitis adalah inflamasi yang mengenai seluruh bagian dari badan uvea
b. Gambaran klinik:
1. Uveitis akut; gejala klinik yang terjadi secara mendadak dan menetap sampai tiga bulan .
2. Uveitis kronik; Uveitis yang menetap hingga lebih dari tiga bulan dan biasanya asimtomatik,
walaupun akut atau subakut dapat terjadi.
c. Etiologi:
1. Uveitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik seperti sarkoidosis.
2. Infeksi; bakteri, jamur, virus.
3. Parasit: protozoa dan nematoda.
4. Uveitis spesifik idiopatik; merupakan bagian dari penyakit yang tidak berhubungan dengan
kelainan sistemik.
5. Uveitis non spesifik non idiopatik.
d. Histopatologi
1. Granulomatosa.
2. Non-granuomatosa
e. Patofisiologi
30
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau
merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli,
walaupun kadang – kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh
mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal
antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi
lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop
(slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek
tyndall).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik
yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini
besar disebut mutton fat.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam
bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal
dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe
nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa
bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil,
atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut,
ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang
dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola
mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos humor yang
menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan siliar.
f. Gambaran Klinik
Uveitis Anterior
a) Gejala subyektif
1) Nyeri :
31
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf
siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola
mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas
nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada
penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri.
2) Fotofobia dan lakrimasi
Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif
terhadap cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi
berhubungan erat dengan fotofobia.
3) Kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul,
tergantung penyebab, seperti: pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan
badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin dan bisa juga disebabkan oleh
kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi kornea.
b) Gejala obyektif
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila
diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.
1) Hiperemi
Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar 360 sekitar limbus, berwarna ungu
merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas sampai
pembuluh darah konjungtiva.
Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis. Hiperemi
sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan refleks
aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.
2) Perubahan kornea
Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea
akibat aliran konveksi akuoshumor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea.
Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat
dibedakan jadi baru dan lama : baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen,
lebih jernih.
32
Jenis sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit
kemampuan aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag
kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok lebih
besar dikenal sebagai mutton fat.
Ukuran dan jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut,
retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.
3) Kelainan kornea :
Keratitis dapat bersamaan dengan keratouveitis dengan etiologi tuberkulosis, sifilis, lepra,
herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea.
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descemet dan
neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descemet dan vesikel pada
epitel kornea.
4) Kekeruhan dalam bilik depan mata
Dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel, dan fibrin.
5) Iris
1. Hiperemi iris
Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang tidak terlihat
karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus dibedakan dari rubeosis
iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal.
2. Pupil
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat
peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai
nyeri.
3. Nodul Koeppe :
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih, warna putih
keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmcntasi baik pada permukaan atau
lebih dalam merupakan hiasan dari iris.
4. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang tcrjadi pada stroma iris, terlihat scbagai benjolan putih
pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk kelompok dalam liang setelah
33
mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis anterior
granulomatosa.
5. Granuloma iris
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris merupakan
kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti tuberkulosis, lepra dan lain-lain.
Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal padat,
menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila granuloma hilang
akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan.
6. Sinekia iris (perlengketan iris)
7. Oklusi pupil
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusi dengan membran radang pada pinggir
pupil.
8. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris dapat
difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut disebabkan
olch virus, terutama hcrpetik.
9. Kista iris
Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan, bedah mata dan
insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel seperti pada epitel
kornea.
6). Perubahan pada lensa
1. Pengendapan sel radang
Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul
lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat,
menimbul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa.
2. Pengendapan pigmen
Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa
menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang
menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.
3. Perubahan kejernihan lensa
Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses
degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan tergantung
pada tingkat perlengketan lensa-iris, hebat dan lamanya penyakit.
34
7). Perubahan dalam badan kaca
Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa
kolagen, di depan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak.
Agregasi terutama oleh set limfosit, plasma dan makrofag.
8). Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis hipotoni, normal atau hiperton. Hipotoni timbul karena
sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi menunjukkan berkurangnya
peradangan dan perbaikan bilik depan mata. Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif
akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran
Schlemm dan trabekula.
Uveitis intermediet
a. Gejala subjektif
Keluhan yang dirasakan pasien pada uveitis media berupa penglihatan yang kabur dan
floaters. Tidak terdapat rasa sakit, kemerahan maupun fotofobia.
b. Gejala Objektif
Secara umum, segmen anterior tenang dan kadang-kadang terdapat flare di kamera okuli
anterior. Dapat ditemukan pula sel dan eksudat pada korpus vitreus.
Uveitis Posterior
a. Gejala subjektif
Dua keluhan utama uveitis posterior yaitu penglihatan kabur dan melihat “lalat
berterbangan” atau floaters. Penurunan visus dapat mulai dari ringan sampai berat yaitu apabila
koroiditis mengenai daerah macula. Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak
menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga sering kali proses uveitis posterior tidak disadari
oleh penderita.
b. Gejala obyektif
Lesi pada fundus biasanya dimuai dari retinitis atau koroiditis tanpa kompikasi. Apabila
proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinokoroiditis, hal yang sama terjadi pada
koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi
yang kabur, terlihat tiga dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler
atau sheathing pembuluh darah.
35
Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan
disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina dan atau koroid. Pada lesi yang lebih lama
didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu
terkena.
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan
komplikasi intraocula dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk ntraocula maupun
untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema intrao,
vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada
koroid.
2. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan
retina.
3. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya.
h. Diagnosis
Diagnosis uveitis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang menyokong.
i. Diagnosis Banding
1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan
umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier
2. Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.
3. Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/ keruh.
4. Neoplasma
Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa terdiagnosa
sebagai uveitis.
36
j. Pengobatan
Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obatan ntraoc. Seperti sikloplegik, OAINS
atau kortikosteroid. Pada OAINS dan kortikosteroid, dapat juga digunakan obat-obatan secara
sistemik. Selain itu, pada pengobatan yang tidak beresponsif terhadap kortikosteroid, dapat digunakan
imunomodulator.
a. Mydriatik dan Sikloplegik
Midriatik dan sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia posterior dan
menghilangkan efek fotofobia sekunder yang yang diakibatkan oleh spasme dari otot siliaris.
Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis sikloplegik yang dibutuhkan semakin tinggi
b. OAINS
Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS dalam
mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian OAINS yang lama
dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan traktus digestivus, nefrotoksik
dan hepatotoksik.
c. Kortikosteroid
Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat. Namun, karena efek
sampingnya yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang spesifik, seperti:
- Pengobatan inflamasi aktif di mata
- Mengurangi ntraocula inflamasi di retina, koroid dan N. Optik
d. Imunomodulator
Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam penglihatan yang
sudah tidak beresponsif terhadap kortikosteroid. Imunomodulator bekerja dengan cara membunuh sel
limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi. Indikasi digunakannya imunomodulator
adalah
1. Inflamasi intraocular yang mengancam penglihatan pasien
2. Gagal dengan terapi kortikosteroid
3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid
Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis pasien tidak
disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah. Dan, sebelum
dilakukan informed concent.
k. Komplikasi
37
Apabila uveitis tidak mendapatkan pengobatan maka dapat terjadi komplikasi berupa:
1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata.
2. Katarak.
3. Neovaskularisasi.
4. Ablatio retina.
5. Kerusakan nervus optikus.
6. Atropi bola mata.
l. Prognosis
Pada uveitis anterior gejala klinis dapat hilang selama beberapa hari hingga beberapa
minggudengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan. Pada uveitis posterior, reaksi
inflamasi dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga tahunan dan juga dapat menyebabkan
kelainan penglihatan walaupun telah diberikan pengobatan.
3. ULKUS KORNEA
a. DEFINISI
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi
(kerusakan) pada bagian epitel kornea.
b. ETIOLOGI
Faktor penyebabnya antara lain:
Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan
saluran lakrimal), dan sebagainya.
Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan
lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-
keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A,
keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom
defisiensi imun.
Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya: kortikosteroid, IUD,
anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
38
- Bakteri : kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok
pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor
pencetus diatas.
- Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
- Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.
- Reaksi hipersensifitas : reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal),
TBC(keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin).
c. GEJALA DAN TANDA
Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatrik kornea. Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis.
Gejala obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat.
Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion. Adanya Fotofobia dan rasa
sakit dan lakrimasi.
d. KLASIFIKASI
ULKUS KORNEA SENTRAL
Ulkus Kornea oleh Bakteri
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor
pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah:
Streptokokok pneumonia
Streptokokok alfa hemolitik
Pseudomonas aeroginosa
Klebaiella Pneumonia
SpesiesMoraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen
opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva,
atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan
infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah Stafilokukkus Epidermidis dan Streptokokok
Beta Hemolitikus.
Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokus
Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea
adalah :
Streptokok pneumonia(pneumokok)
39
Streptokok viridans(streptokok alfa hemolitik
Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)
Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)
Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada
keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan
pseudomonas.
Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan
karena pneumokok adalah penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat
semacam kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan bakteri
patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang menyebabkan infeksi kornea.
Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok. Ulkus berwarna kuning keabu-
abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea, Karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva
dan intra vena.
Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus
Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang
paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus marginal,
infeksi ulkus alergi (toksik).
Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor
penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak
yang telah lama digunakan.
Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat
berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi
kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
terhadap Stafilokokus Aureus.
Ulkus Kornea oleh Bakteri Pseudomonas
40
Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini
ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan
menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini menerangkan
mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan mengalami
kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein, cairan
lensa kontak.
Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat
berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat
melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan
discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal,
subkonjungtiva serta intra vena.
Ulkus Kornea oleh Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral.
Ulkus Kornea oleh Jamur
Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :
- Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang
- Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang
mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang
yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang berada
di lingkungan hidup.
- Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka
faktor ekologi ikut memberikan kontribusi. Fusarium dan sefalosporium terdapat
dimana-mana, ditanah, di udara dan sampah organik. Keduanya dapat
menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada manusia dapat diisolasi dari
infeksi kulit, kuku, saluran kencing.
41
- Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik ,
selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan
endogen, selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal.
- Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa
(filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure
keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes simpleks dengan
pemakaian kortikosteroid.
Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila
memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat
memilih obat anti jamur yang spesifik.
ULKUS MARGINAL
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat
atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah
kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan
sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-
sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan
Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap
makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun
disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme,
injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.
Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4
hari, tetapi dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman
lainnya. Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang
efektif.
ULKUS CINCIN
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea,
bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata. Penyebabnya adalah reaksi alergi dan
ditemukan bersama-sama penyakit disentri basile, influenza berat dan penyakit
imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren. Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah
steroid saja.
42
ULKUS KATARAL SIMPLEK
Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-au dengan subu terpanjag
tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus dtepiya
terlihat bagian yang bening. Terjadi ada pasien lanut usia. Pengobatan dengan
memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.
ULKUS MOOREN
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan
progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya
yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya kelainan dalam
waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan kornea terkenai.
Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.
Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
Pengobatan dengan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva,
keratektomi dan keratoplasti.
e. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang
sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli
opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan pada
setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga
kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan
tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan
midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata (patch)
dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena
justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan defek epitel.
f. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan)
- Lapang penglihatan
- Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 12 - 25 mmHg
- Pemeriksaan oftalmoskopi
43
- Pemeriksaan Darah lengkap, LED
- Pemeriksaan EKG
- Tes toleransi glukosa.
Pengkajian :
Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas
- Neurosensori : penglihatan kabur, silau
- Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/tekanan pada & sekitar
mata.
Keamanan : takut, ansietas.
4. GLAUKOMA AKUT
a. DEFINISI
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang
meningkat mendadak sangat tinggi.
b. ETIOLOGI
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut
bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit
mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40
tahun atau lebih.
c. FAKTOR PRESDIPOSISI
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obat midriatik,
berdiam lama di tempat yang gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering
disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur,
uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pascabedah intraokular.
d. GEJALA
Glaukoma Akut/Glaukoma Sudut Tertutup
Sakit mata yang teruk
Kabur penglihatan
44
Penglihatan tidak jelas dan terdapatnya kesan halo (bulatan cahaya pada sekeliling
cahaya lampu)
Mata menjadi merah, keras dan sensitif
Anak mata hitam (pupil) membesar
Loya dan muntah
Terasa sakit di dahi atau kepala
e. PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan dengan lampu senter terlihat injeksi konjungtiva, injeksi siliar,
kornea suram karena sembab, reaksi pupil hilang atau melambat, kadang pupil midriasis,
kedua bilik mata depan tampak dangkal pada bentuk primer, sedangkan pada bentuk
sekunder dijumpai penyakit penyebabnya
- Funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media refraksi.
- Pada perabaan, bola mata yang sakit teraba lebih keras dibanding sebelahnya.
Pemeriksaan Penunjang
- Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, gonioskopi, dan tonografi dilakukan setelah edema kornea
menghilang.
f. PENATALAKSANAAN
Tekanan intraokular harus diturunkan secepatnya dengan memberikan asetazolamid 500
mg dilanjutkan 4 x 250 mg, solusio gliserin 50% 4 x 100-150 ml dalam air jeruk, penghambat
beta adrenergik 0,25-0,5% 2 x 1 dan KCl 3 x 0,5 g. Diberikan tetes mata kortikosteroid dan
antiobiotik untuk mengurangi reaksi infiamasi.
Untuk bentuk yang primer, diberikan tetes mata pilokarpin 2% tiap 1/2-1 jam pada mata
yang mendapat serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya. Bila perlu diberikan analgesik
dan antiemetik.
45
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokular (TIO)
dan keadaan matanya. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya
diberikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Bila jelas menurun, operasi ditunda
sampai mata lebih tenang dengan tetap memantau TIO. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi,
ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan gonioskopi setelah pengobatan medikamentosa.
Sebagai pencegahan juga dilakukan iridektomi pada mata sebelahnya.
Harus dicari penyebabnya pada bentuk sekunder dan diobati yang sesuai. Dilakukan
operasi hanya bila perlu dan jenisnya tergantung penyebab. Misalnya pada hifema dilakukan
parasentesis, pada kelainan lensa dilakukan ekstraksi lensa, dan pada uveitis dilakukan
iridektomi atau operasi filtrasi.
46