filkom habermas

30
FILSAFAT KOMUNIKASI Fenomenologi – Jürgen Habermas Vella Yolanda 210110110208 Rifki Yudia P. 210110110249 Tria Andini 210110110255 M. Hanif Izzatullah 210110110260 Vinny Adityas P. 210110110272 Vinny Rahmi 210110110273 Radovan Raynes 210110110277 Efrin Umma N.R. 210110110287 Moh. Faizal M. 210110110313 Humas C FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

Upload: rifki-yudia-pratama

Post on 28-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filkom Habermas

FILSAFAT KOMUNIKASI

Fenomenologi – Jürgen Habermas

Vella Yolanda 210110110208

Rifki Yudia P. 210110110249

Tria Andini 210110110255

M. Hanif Izzatullah 210110110260

Vinny Adityas P. 210110110272

Vinny Rahmi 210110110273

Radovan Raynes 210110110277

Efrin Umma N.R. 210110110287

Moh. Faizal M. 210110110313

Humas C

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PADJAJARAN

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN MASYARAKAT2014

Page 2: Filkom Habermas

Fenomenologi Habermas Dunia-Kehidupan Sebagai Konsep Tindakan Komunikatif

Diantara sekian banyak jasa Habermas bagi filsuf sosial termasuk

didalamnya filsafat komunikasi dan komunikasi sosial jasa paling menonjol

adalah perjuangannya yang tak kenal lelah menggali potensi komunikasi manusia.

Bagi Habermas komunikasi bagaikan harta karun yang tak pernah habis digali.

Selama 60 tahun Habermas tak habis – habisnya merangsang dan menantang

pemikiran kontemporer.

Edmund Arens ( dalam Shindunata, 2004 ) seorang teolog Universitas

Munster yang menekuni Habermas untuk mengembangkan teologinya

memberikan kesaksian seperti ini : dalam setiap pertemuan, seminar, atau

konfrensi, ketika ia harus meyakinkan para pendengar tentang pendapatnya, atau

harus berdebat dengan lawan – lawannya, atau ketika menarik kesimpulan dari

beberapa pendapat yang berbeda, Habermas selalu menunjukan diri sebagai

manusia yang amat kompeten dalam hal berkomunikasi. Dalam semua upayanya

itu, ia selalu menunjukan mutunya sebagai pribadi yang soverain dan amat

berpengetahuan dalam hal komunikasi.

Dalam mengembangkan konsep tentang tingkah laku dan rasionalitas

komunikatif, Habermas sanggup terus – menerus berdialog dengan bidang ilmu

apapun, sosiologi, psikologi, hukum, antropologi, bahkan teologi. Karena

kegigihan dan keterbukaannya itu pantas jika filsuf hermeneutic Hans-Georg

Gadamer pernah menjuluki Habermas sebagai “master komunikasi”. (Arens,2004,

dalam Sindhunata, 2004).

Page 3: Filkom Habermas

Wiggerhaus (1987, dalam Shindunata, 2004) komunikasi boleh dibilang

merupakan tema hidup Habermas, dan menjadi benang merah karya – karyanya.

Bagi Habermas, komunikasi bukanlah teknik atau komunikasi seperti yang biasa

terjadi dalam media. Baginya komunikasi adalah sesuatu yang demikian khas dan

dasariah melekat pada diri masyarakat hingga tanpanya, masyarakat takkan

pernah ada.

Dimata Alex Callinicos, penulis buku, Agains Postmodernism ([1990]

2008), Habermas ialah filsuf besar aliran kiri barat kontemporer. Penilaian ini

dapat dibenarkan dengan tiga dasar alasan, pertama, skala, jangkauan, dan

kualitas tulisan – tulisannya; kedua, usaha Habermas untuk merekonstruksi

materialism historis sebagai sebuah teori evolusi sosial, dan terutama untuk

menyajikan sebuah analisis yang bisa dipertahankan mengenai proses kontradiktif

dan modernisasi kapitalis; ketiga kegigihan untuk membela proyek pencerahan,

yakni ‘organisasi rasional dan kehidupan sosial sehari-hari’

A. Sekilas Tentang Habermas

Jürgen Habermas atau yang sering di kenal dengan Habermas merupakan

seorang pria berkebangsaan Jerman yang lahir di Gummersbach 18 Juni 1929. Di

universitas Gottigen ia belajar kesusasteraan Jerman, sejarah dan filsafat dan juga

mengikuti kuliah di bidang psikologi dan ekonomi. Lalu ia melanjutkan studi

filsafat di Universitas Bonn dan meraih gelar Ph.D setelah berhasil

mempertahankan disertasinya tentang Das Absolute und die Geschicte ( Yang

Absolut dan Sejarah ) yang kemudian di terbitkan menjadi buku pada tahun 1954.

Pada waktu itu ia juga berkecimpung sangat intens di dunia politik terutama

Page 4: Filkom Habermas

sehubungan dengan diskusi yang sangat hangat tentang persenjataan kembali (

rearmament ) di Jerman.

Pada tahun 1956 Habermas berkenalan dengan lembaga penelitian sosial di

Frankfurt dan menjadi asister Theodor Ardono. Bersama sebuah tim (von

Friedburg, Oehler, Weltz ) ia melakukan riset mengenai sikap politik mahasiswa

di Universitas Frankfurt. Ia mengerjakan dari sisi teoritis. Hasil penelitian itu

terdapat dalam buku student und politik ( mahasiswa dan politik ) 1964.

Pada tahun 1961 ia di undang untuk menjadi profesor filsafat di Heidelberg.

Namun pada tahun 1964 Habermas kembali ke Frankfurt sebagai profesor

sosiologi dan filsafat menggantikan Horkheimer. Seperti tradisi mahzab ia juga

tidak asing di Amerika Serikat karena ia juga mengajar di New School For Social

Reserch di New York.

Pada tahun 60-an Habermas sangat populer dalam kalangan mahasiswa

Jerman dan oleh beberapa golongan di anggap sebagai ideolog mereka, khususnya

beberapa golongan SDS ( Sozialistische Deutsche Studenttenbund ). Tetapi ketika

aksi mahasiswa mulai tidak wajar dan melakukan banyak kekerasan, Habermas

mengeluarkan kritikannya. Lama kelamaan nasibnya sama dengan anggota

mahzab frankfurt lainnya ( Horkheimer dan Ardono ) yang mengalami konflik

dengan mahasiswa.

B. Pemikiran-pemikiran Habermas

Filsafat Habermas masih di dalam perkembangan. Dari apa yang di tulisnya

sampai sekarang sudah dapat di tarik kesimpulan bahwa ia bergiat di suatu

wilayah ilmiah yang amat luas. Seperti pendahulunya di Mazhab Frankfurt ia pun

Page 5: Filkom Habermas

mempraktekan filsafat dan sosiologi tanpa membedakan secara tajam dua disiplin

ilmu tersebut.

Jauh sebelum bergabung di institut, Habermas telah membaca karya karya

Horkheimer dan Ardono pada tahun 1930-an, antara lain Traditionalle und

kritische Theorie, maupun karya mereka yang di terbitkan setelah perang, Dialetik

der Aufklarung. Karya karya ini sangat di pengaruhi pemikiran pemikiran

Habermas.

Ciri khas Habermas dalam tahun 60-an adalah sikap anti positivisme. Secara

khusus ia menolak positivisme Marx dalam karyanya dan berusaha merubah karya

Marx menjadi sebuah batu loncatan efektif untuk sebuah batu loncatan imanen. Di

sini seperti para pendahulunya, ia mengecam positivisme sebagai “ideologis” dan

saintisme karena positivisme mengkalim diri sebagai pengetahuan sejati yang

meliputi segala bidang, termasuk kehidupan social manusia. Klaim teori

positivisme menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti

halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam. Para pendukung positivisme

menganggap bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat kontemplatif dan affirmatif, oleh

karena itu metode yang dipakai ilmu-ilmu alam tidak berbeda dan dapat

diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial. Bagi positivisme sebuah riset sosial harus

menghasilkan deskripsi dan penjelasan-penjelasan ilmiah yang tidak memihak dan

tidak memberikan penilaian apapun. Seorang ilmuwan dan peneliti harus mampu

meninggalkan rasa perasaannya, harapan-harapannya, keinginan-keinginannya

dan penilaian-penilaian moralnya atau singkatnya segala kepentingannya itu untuk

Page 6: Filkom Habermas

mendekati objek penelitian sosialnya sehingga diperoleh “pengetahuan Objektif”

tentang kenyataan sosial atau fakta sosial.

Pada awal 1970-an tampaknya Habermas mencoba merumuskan unsur

unsur pertama teori tentang bahasa, komunikasi dan evolusi masyarakat yang

dimaksudkan untuk memberikan landasan suatu kerangka normatif demi

direalisasikannya minat emansipatoris. Karya ini berpuncak dalam karya besar,

TheTheory Of Communicative Action, yang terbit pertama kali di Jerman pada

tahun 1981.

Secara khusus Habermas mulai membahas tentang dunia kehidupan pada

awal tahun 1980-an dengan kembali ke Durkheim dan sosiologi fenologis dari

Mead dan Schuzt. Bagi Habermas dunia kehidupan adalah sebuah cakrawala

kesadaran yang di dalamnya terdapat lingkungan publik maupun pribadi. Ini

adalah lingkungan pembentukan identitas dan aksi komunikatif. Bagi Habermas

komunikasi adalah aspek terpenting dari semua kegiatan dunia kehidupan karena

disini, secara ideal, para indivu bisa mendapatkan pengakuan atas keabsahan

semua ajaran mereka, dan struktur dunia kehidupan secara umum bisa di ubah.

Perubahan ini di anggap bereaksi balik ke sistem sosial yang lebih besar, dan dari

sini memupuk pertumbuhan rasionalitas instrumental.

Berikut adalah beberapa pemikiran Habermas :

1. Hanya dalam pertentangannya dengan teori yang mengklaim memusatkan

diri pada hakikat benda benda, positivisme menyatakan tidak berminat

terhadap bidang hakekat hakekat yang telah disingkapkan sebagai ilusi

atau khayal.

Page 7: Filkom Habermas

2. Komunikasi dari para peneliti menuntut penggunaan bahasa yang tidak

terbatas pada batas batas penguasaan teknis atas proses alam yang

diobyektifikasikan.

3. Bahasa adalah dasar intersubyektivitas dan setiap orang harus sudah mulai

dari bahasa sebelumnya ia dapat mengobyektivitaskan dirinya sendiri

dalam ungkapan hidupnya yang pertama, apakah itu lewat kata kata, sikap

atau tindakan.

4. Apa yang betul bagi komunikasi linguistis juga betul bagi tindakan

komunikatif.

C. Realitas Tindakan Komunikasi yang Terputus

Dalam majalah Basis edisi ’75, Jürgen Habermas (November – Desember

2004), Sindhunata menulis esai filsafatnya yang berjudul “Berfilsafat di Tengah

Zaman Merebak Teror”. Sebuah esai perenungan yang menyentuh tentang realitas

tindakan komunikasi yang terputus.

Pada 11 September 2001, ketika dunia dikejutkan dengan pemberitaan aksi

terorr di New York. Yaitu penabrakan 2 (dua) pesawat ke Menara Kembar World

Trade Center (WTC) New York. Beberapa hari setelah kejadian, Habermas pergi

ke New York untuk mengetahui suasana emosional warga yang baru saja

mengalami malapetaka besar tersebut. Namun, ia merasakan adanya jurang

pemisah yang memisahkan dia dengan warga setempat yang mengalami

malapetaka. Habermas yakin akan kemampuan bahasa dalam pengungkapan suatu

pengalaman. Namun kali ini ia merasa ada semacam kekuatan dari sesuatu yang

Page 8: Filkom Habermas

tidak bisa diungkapkan, bahkan oleh bahasa. Kekerasan yang mahadahsyat itu

ternyata telah membuat komunikasi yang amat biasa menjadi terputus.

Habermas sebagai orang ketiga yang tidak mengalami langsung malapetaka

tersebut merasa tidak mampu mengkomunikasikan dirinya dengan pengalaman

itu, demikian juga dengan mereka sebagai orang pertama yang mengalami

langsung malapetaka tersebut, merasa tidak ada kata-kata yang dapat

menyampaikan pengalaman mereka kepada orang lain.

Kendati kebisuan tersebut, tetapi peristiwa 11 September 2001 memberi

suasana komunikasi yang baru. Dimana sebelumnya orang ‘luar’ tidak pernah

memperoleh informasi ataupun berita mengenai peristiwa yang terjadi di suatu

negara seperti halnya peristiwa 11 September 2001 tersebut. Hal ini berkat kerja

media yang secara gencar memberitakan kejadian itu di berbagai media.

Menurut Habermas, peristiwa 11 September 2001 adalah peristiwa yang

secara historis menjadi peristiwa global untuk pertama kalinya. Habermas berkata

‘Benturan, ledakan, mereka yang jauh menukik perlahan-lahan—semua itu,

sungguh bukan lagi Hollywood di depan mata public dunia’ (Barradori, 2005).

Ironis bahwa justru melalui realitas kekerasan dahsyat tersebut, kita merasakan

komunikasi sebagai penduduk global”.

Menurut Habermas, jika kekerasan mulai dengan suatu distorsi komunikasi,

setelah ia meledak, mungkinlah untuk mengetahui apa yang salah dan apa yang

perlu diperbaiki.

Page 9: Filkom Habermas

D. Konsep Sistem dan Dunia Kehidupan

Habermas mengembangkan konsep lebenswelt (dunia kehidupan –

solodaritas) sebagai pelengkap untuk konsep tindakan komunikatif. Dunia

kehidupan (lebenswelt) yang diciptakan dengan model ini, akan menciptakan

harmoni sosial yang menghindari konflik, sebab pengetahuan bersama yang

terbentuk bersifat pra-reflektif (hanya terarah pada sesuatu yang difokuskan pada

saat itu), tidak dipersoalkan dan implisit. Menurut Habermas, hubungan yang baik

antara lebenswelt dan tindakan komunikatif akan berujung pada pencapaian

konsensus karena berlaku sebagai basis bersama para pelaku tindakan

komunikatif.

Bagi Habermas, dunia kehidupan menggambarkan suatu perspektif internal.

“masyarakat dipahami dari perspektif subjek yang bertindak.” Oleh karena itu

hanya ada satu masyarakat, dunia kehidupan dan sistem hanyalah cara-cara yang

berbeda untuk melihatnya.

Habemas melihat dunia kehidupan dan tindakan komunikatif sebagai konsep-

konsep komplementer. Secara lebih spesifik, tindakan komunikatif bisa dilihat

sebagai hal yang terjadi di dalam dunia kehidupan. Sebagaimana dikatakan

Habermas:

Dunia kehidupan, katakanlah, tempat transendental, tempat pembicara dan

pendengar bertemu, ketika mereka secara berbalasan mengajukan klaim-klaim

bahwa ucapan-ucapan mereka cocok dengan dunia ... dan di sana mereka dapat

mengkritik dan mengukuhkan klaim-klaim validitas, menyelesaikan

Page 10: Filkom Habermas

ketidaksepakatan-ketidaksepakatan mereka, dan tiba-tiba pada persetujuan-

persetujuan. (Habermas, 1987: 126)

Disini Labenswelt kita maksud adalah sebagai konsep teori komunikasi.

Habermas memakai istilah tersebut juga sebagai konsep dasar sosiologis.

Penggunaan konsep untuk “Labenswelt “ di sini adalah sistem. Penggunaan

konsep Labenswelt dalam sosiologi berarti bahwa Labenswelt sekarang berfungsi

sebagai kategori dasar teori sosial. Dalam teori sosial, Habermas memakai kedua

konsep itu bersama-sama dan menyebutnya “konsep dua tingkat” atau

“zwaistufiges konzept”. Pasangan konsep ini nantinya akan menjelaskan dua

aspek integrasi sosial. Kita dapat memahami hal tersebut sebagai cara pandang.

Namun kita juga harus memperhatikan secara cermat bahwa kedua konsep itu

juga bersangkutan dengan dua tipe tindakan yang berbeda. Jika dilihat dari

perspektif para peserta, masyarakat tampak sebagai :jaringan kerjasama-kerjasama

yang dimungkinkan lewat komunikasi”. Kerjasama-kerjasama inilah yang

memungkinkan integritas dan stabilitas masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi

sosial – dilihat dari perspektif dalam ini – dihasilkan bersama-sama oleh para

aktor sosial. Sedangkan jika dilihat dari perspektif para pengamat, masyarakat

memperlihatkan dirinya sebagai jaringan fungsional dari rentetan tindakan”.

Tindakan-tindakan terakhir ini seolah-olah terjadi secara mekanis, yakni di luar

intensi para aktor. Disinilah masyarakat muncul sebagai sistem. Habermas

menyebutkan bahwa solidaritas (Lebenswelt), uang, dan kuasa (System) sebagai

tiga komponen integritas masyarakat.

Page 11: Filkom Habermas

Hubungannya dengan proses pencapaian konsensus mulai berkurang dan

justru membatasi terjadinya proses tersebut di dalam lebenswelt. Kaitannya

dengan mel dan ren di desa Ohoiwait (Maluku Tenggara) cukup jelas, dimana

ketika konsensus awal yang dilakukan atas dasar solidaritas kini berubah menjadi

dominasi mel terhadap ren. Hal ini bisa terjadi karena ‘uang dan kuasa’ (yang

dalam bahasa Bourdieu disebut modal) akan selalu dipakai oleh aktor untuk

memertahankan tatanan sosial (sistem) yang menguntungkan mereka sehingga

hubungan antara sistem dan lebenswelt dalam realitasnya seakan hilang.

E. Dunia-Kehidupan dan Dunia Mikro

Pada dasarnya, dunia yang dikonstruksikan oleh manusia bisa dibagi menjadi

dua kategori, yakni dunia-kehidupan (life world) dan dunia mikro (micro world)

(Hwang, 2010:137). Dunia kehidupan adalah konstruksi-konstruksi kultural yang

mendukung sarana guna menghadapi apa yang disebut given world. Perbedaan

antara dunia-kehidupan dan dunia mikro adalah: dunia-kehidupan itu bermakna,

sedangkan dunia mikro tidak bermakna. Dunia mikro adalah keseluruhan yang

berfungsi, untuk menguasai data. Jadi, dunia-kehidupan mendukung pengetahuan,

sedangkan dunia mikro tidak. Namun, ide tentang ilmu menghasilkan

pengetahuan, bukan berarti bahwa ilmu hanya menguasai data dengan benar.

Realisme konstruktif memostulasikan bahwa pengetahuanhanya dapat dicapai

dengan memahami dunia mikro bukan dengan mengonstruksikannya.

Kedua dunia, dunia-kehidupan dan dunia mikro, terdiri atas lapisan-lapisan

tingkat realitas yang dikonstruksikan bagi manusia (Hwang, 2010: 137-138).

Dalam dunia-kehidupan, sebelum manusia mengembangkan pengetahuan ilmiah,

Page 12: Filkom Habermas

mereka mencoba memahami pengalaman di dalam kehidupan mereka sehari-hari,

dan membuat berbagai macam penjelasan, struktur, dan respons terhadap dunia-

kehidupan mereka.

Semua konstruksi ilmu bisa dianggap sebagai sebuah dunia mikro. Sebuah

dunia mikro dapat menjadi sebuah model teoretik yang dibangun berdasarkan

realisme, atau sebuah interpretasi teoretik terhadap sebuah fenomena sosial yang

disodorkan oleh seorang ilmuwan sosial dari perspektif tertentu. Dalam dunia

mikro apapun, realitas given world digantikan oleh second-order constructed

reality yang dapat diperkuat.

Dalam buku kedua The Theory of Communicative Action, Habermas (1987)

mengatakan bahwa dunia-kehidupan seorang individu terdiri atas tiga tingkat,

yakni :

1. Budaya. Untuk orang yang memiliki warisan budaya tertentu yang sama,

komunikasi intersubjektif dapat menentukan interpretasi tentang tradisi

kultural sehingga mereka memiliki kekuatan yang sama untuk

menginterpretasikannya.

2. Masyarakat. Komunikasi dapat membantu masyarakat untuk menetapkan

standar-standar perilaku yang bisa diterima, mengidentifikasikan diri

dengan masyarakatnya, dan memperkuat integrasi masyarakatnya

3. Individu. Pertumbuhan dan pembelajaran yang dihasilkan dari komunikasi

konstan dapat memberi kemungkinan pada individu-individu untuk

memperkuat kapasitas mereka dalam bertindak dan membantu mereka

untuk menentukan bentuk integritas kepribadian mereka.

Page 13: Filkom Habermas

F. Dunia-Kehidupan sebagai Konsep Tindakan Komunikatif

Ilmu sosial dalam fenomenologi Husserl selalu terkait dengan konsep

“Lebenswelt” (Dunia-Kehidupan). Dengan fenomenologinya Husserl berusaha

untuk membangun suatu metode baru dalam ilmu sosial. Sehingga Ilmu tidaklah

merupakan tujuan yang melekat pada dirinya sendiri, melaikan harus dipandang

secara fungsional sebagai bagian dari kebijaksanaan manusia yang ditujukan

untuk memperoleh pengetahuan serta untuk menguasai alam. Jadi Ilmu tidak lagi

dipandang sebagai deskripsi mengenai kenyataan yang lebih dalam, yang dapat

dipandang sebagai pembatasan terhadap dunia tempat manusia hidup sehari-hari.

Karena apabila ilmu dijadikan sebagai batas pandang dari realitas, maka

kehidupan manusia adalah tidak ubahnya sebuah kehidupan mekanik yang

dikontrol oleh ilmu-ilmu tersebut.

Habermas mengembangkan konsep dunia-kehidupan (Lebenswelt) sebagai

pelengkap untuk konsep tindakan komunikatif (Hardiman 2013: 38). Dalam

karyanya, The Theory of Communicative Action, ia membagi tindakan menjadi 4

jenis yaitu tindakan teleologis, tindakan normative, tindakan dramaturgic, dan

tindakan komunikatif.

Dari kata Yunani, telos = tujuan, dalam tindakan teleologis, aktor akan

mempertahanakan sebuah tujuan dan untuk mencapainya dibutuhkan sarana yang

tepat dan sesuai, yaitu keputusan. Selain itu untuk membina tindakan ini,

dibutuhkan juga model strategi untuk memperhitungkan keberhasilan tindakan

aktor tersebut juga untuk mengantisipasi keputusan pada tujuan yang hendak

dicapai. Dengan demikian, konsep dasar dalam tindakan ini adalah keputusan.

Page 14: Filkom Habermas

Dalam tindakan normative, pertama-tama tindakan ini tidak diarahkan pada

tingkah laku actor soliter (sendirian), tetapi lebih diarahkan kepada kelompok-

kelompok sosial. Anggota kelompok sosial (termasuk kita semua) pada umumnya

mempunyai kecenderungan kepada nilai-nilai yang berlaku umum sehingga

mengukur tindakan kita atas dasar norma kelompok. Dengan demikian, konsep

dasar dalam tindakan ini adalah pemenuhan terhadap norma.

Dalam tindakan dramaturgic, yang penting bukan perseorangan ataupun

anggota kelompok-kelompok, melainkan “peserta” yang bertindak (dalam hal ini

ditujukan kepada masyarakat umum atau “pendengar”). Aktor mencoba untuk

menampilkan diri dalam image atau gambaran penampilan dirinya tersebut.

Dengan demikian, yang menjadi konsep dasar dalam tindakan ini adalah

penampilan diri di hadapan umum atau masyarakat.

Dalam tindakan komunikatif, tindakan ini pada dasarnya menunjuk kepada

interaksi, sekurang-kurangnya dari dua orang yang mempunyai kemampuan

berbicara dan bertindak, serta membentuk hubungan antarpersona, baik secara

verbal maupun non-verbal. Disini, aktor mencapai pemahaman terhadap situasi

tindakan serta rencana tindakan-tindakannya sendiri, juga tindakan terbaik atas

dasar persetujuan . Konsep dasar dalam tindakan ini adalah interpretasi. Di dalam

interpretasi, bahasa mendapat tempat utama.

Dalam praksis komunikasi sehari-hari, klaim-klaim kesahihan diandaikan

begitu saja secara naif. Artinya, seperti dijelaskan Hardiman, kita tidak membuat

klaim-klaim tersebut sebagai tema dan tidak mempermasalahkannya karena

klaim-klaim tersebut merupakan bagian dari hal-hal yang secara kultural

Page 15: Filkom Habermas

kebenarannya tidak dipersoalkan. Pengetahuan itu beroperasi dibelakang

panggung (pengetahuan latar belakang), pengetahuan latar belakang yang

membentuk konteks komunikasi verbal disebut juga dengan istilah Lebenswelt

(dunia-kehidupan).

Dalam tradisi fenomenologi, yang merentang dari fenomenologi

transcendental Husserl ke fenomenologi dunia-sosial Schutz sampai dengan

sosiologi dan etnometodologi fenomenologi kontemporer, landasan sosiologi

verstehenden ini telah dikembangkan dalam bentuk teori dunia-kehidupan

(Lebenswelet). Habermas telah mengulas titik-titik keberhasilan tradisi ini dalam

sejumlah tulisan.

Kita bisa bayangkan Lebenswelt tersebut sebagai sebuah horizon yang

memiliki batas-batas dan dapat bergeser sesuai dengan tempat berdiri pengamat.

Untuk menjelaskan apa yang dimaksud Habermas, Hardiman memberi contoh

yang tepat kepada kita berikut ini.

“jika kita sedang merencanakan liburan, tema’liburan’ bagaikan sebuah

cakrawala membatasi semesta pembicaraan kita dan sekaligus mengartikulasikan

situasi komunikasi kita di mana proses pemahaman berlangsung. Namun, tema

liburan hanya membentuk sepotong Lebenswelt yang relevan dalam komunikasi

itu. Bersamaan dengan tematisasinya, ‘liburan’ kehilangan dirinya sebagai

pengetahuan-latar belakang. Segera setelah kita mengubah tema dan situasi

komunikasi, horizon lebenswelt itu bergeser lagi. Kita tidak berpijak pada

kekosongan , melainkan berada dalam bidang lain darinya” (Hardiman, 2003:

39)

Page 16: Filkom Habermas

Dengan demikian, jelas bahwa Lebenswelt sosial dan kultural kita sebagai

keseluruhan tidak bisa ditematisasikan dan Lebenswelt itu tetap kebal terhadap

problematisasi. Dalam pengertian inilah para pelaku tindak komunikatif

senantiasa bergerak di dalamnya.

Lalu apakah hubungan antara Lebenswelt dan tindakan komunikatif? Menurut

Habermas Lebenswelt dari satu pihak memungkinkan tindakan komunikatif.

Lebenswelt membantu pencapaian konsensus karena berlaku sebagai basis

bersama bagi para pelaku tindakan komunikatif. Misalnya, partai-partai yang

bersaing di dalam MPR/ DPR kita dapat mencapai konsensus hanya jika mereka

berpijak pada basis yang lebih luas daripada tradisi partai itu masing-masing,

yakni pada basis tradisi dan budaya pengambilan keputusan di dalam MPR/ DPR.

Dengan terbentuknya budaya politis demokratis di dalam proses pengambilan

keputusan parlementer itu, konsesnsus akan makin mudah dicapai, dalam hal ini

habermas bicara tentang Lebenswelt sosial dan kultural sebagai gudang. Dari

gudang itu para peserta komunikasi mengambil dan memakai interpretasi-

interpretasi tertentu yang diyakini bersama. Proses pemakaian Lebenswelt sebagai

gudang interpretasi macam ini, misalnya, tidak hanya terdapat dalam tradisi

partai-partai politik. Di lain pihak menurut Habermas, Lebenswelt itu dipelihara,

diteruskan dan direproduksi lewat tindakan komunikatif :

“Orang dapat membayangkan komponen-komponen Lebenswelt, yaitu pola-

pola budaya, tatanan-tatanan legitim dan struktur-struktur kepribadian sebagai

pemadatan dan endapan proses-proses pemahaman, koordinasi tindakan dan

sosialisasi yang berlangsung melalui tindakan komunikatif.”

Page 17: Filkom Habermas

G. Kesadaran Hermaneustik dan Komunikasi yang Terdistorsi

Sugiharto (1996: 62-63), Habermas juga tidak melihat ketidak-terikuran

permainan bahasa sebagai akhir dari pluralisme. Baginya, inti perkaranya

hanyalah bagaimana mendapatkan rasionalitas komunikatif, yaitu syarat-syarat

yang memungkinkan komunikasi sosial antar budaya berbeda. suatu rasionalitas

yang sama bagi para peserta dialog dan memang disyaratkan bagi tiap bentuk

komunikasi,

Habermas melihat linguistik tampaknya tidak peduli terhadap kemampuan

berkomunikasi. Yakni kemampuanpenutur asli untuk berpartisipasi dalam

komunikasi sehari-hari melalui pemahaman dan pembicaraan. Sedangkan

linguistik membatasi diri pada pengertian linguistik yang sempit.

Dalam pemahaman Habermas (dalam Gibsons, 2002), kita masih mungkin

untuk mengutip empat aspek dimana hermeneutik filosofis relevan dengan sains

dan interpretasi hasil-hasilnya.

a. Kesadaran hermeneutik menghancurkan pemahaman diri secara objektif

mengenai sastra tradisional. Objektivitas pemahan hanya bias

dipertahankan dengan bercermin pada konteks sejarah-efektif yang

menghubungkan subjek-subjek pemahaman dengan objeknya.

b. Kesadaran hermeneutik lebih lanjut memperingatkan ilmu sosial mengenai

masalah yang muncul dari pra-strukturisasi objek secara simbolik. Jika

akses ke data tidak lagi diperantai oleh observasi yang terkontrol tetapi

melalui bahasa sehari-hari.

Page 18: Filkom Habermas

c. Kesadaran hermeneutik juga mempengaruhi pemahaman diri secara ilmiah

dari ilmu alam, tapi tentu bukan dari metodelogisnya.

d. Kesadaran hermeneutik juga pada akhirnya lebih dituntut oleh suatu area

terpretasi yang memiliki perhatian sosial lebih besar, yang dengannya

penerjemahan informasi ilmiah yang penting ke dalam bahasa dunia

kehidupan sosial.

Bagi Habermas, ‘tindakan’ kerja yang notabane dikendalikan kepentingan

teknis, bukanlah segalanya. Baginya masih terdapat ‘komunikasi’ yang juga

merupakan tindakan dasar manusia. Kebutuhan akan berinteraksi, berkomunikasi,

serta saling pengertian antarsubjek ini berkaitan dengan kebutuhan praktis

manusia.

Pemahaman hermeneutik senantiasa merupakan pemahaman berdasarkan

pra-pengertian. Bahwa pemahaan situasi orang lain hanya dapat dipahami setelah

pemahaman terhadap diri sendiri terlebih dahulu. Pemahaman berarti menciptakan

komunikasi antara dua situasi tersebut dan makin intensif komunikasi tersebut jika

situasi yang hendak dipahami, diaplikasikan kepada dirinya sendiri.

Namun bagaimana pun, penerapan metode ilmu-ilmu alam pada kenyataan

sosial memang mengundang persoalan. Secara filosofis bisa diketahui bahwa

kenyataan sosial terdiri atas berbagai tindakan manusia yang tidak bisa diprediksi

atau ditempatkan dalam ‘bingkai’ hukum tetap seperti pada fakta alam. Oleh

karena itu, sejak masa kesadaran positivis, beberapa pemikir Jerman mulai

berupaya membebaskan metodelogi ilmu sosial dan metodelogi ilmu alam, dan

membeuat metodelogi baru.

Page 19: Filkom Habermas

SUMBER DAN REFERENSI

Hardiman, Fransisco Budi. Demokrasi Deliberatif : menimbang ‘Negara Hukum’

dan ‘Ruang Publik’ Dalam Teori Diskursus Jürgen Habermas. 2009.

Yogyakarta : Kanisius

Langeveld, M.J. Menuju ke pemikiran Filsafat. Jakarta: Pustaka Sarjana

Beerling [et.al.]. 1990. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Tiara wacana Yogya

Djam’annuri. 2003. Studi Agama-agama: sejarah dan pemikiran. Yogyakarta:

Pustaka Rihlah

Lecthe, Jhon. 2001. 50 Filsuf Kontemporer dari Strukturalisme sampai

Posmoderisme. Yogyakarta: Pustaka Filsafat (Terjemahan)

Hardiman, Francisco Budi. 1993. Kritik Ideolugi. Yogyakarta : Kanisius

Habermas, Jürgen. 2004. Krisis Legitimasi. Yogyakarta : Qalam (Terjemahan)

Bertens, K.1981. Filsafat barat Abad XX Inggris-Jerman. Jakarta : PT. Gramedia

(Terjemahan)

http://en.wikipedia.org/wiki/Edmund_Husserl/13-02-2009. Diakses 04/27/2014

pukul 22:58 WIB