fikosianin lusia dewinta 13.70.0133 d1 unikasoegijapranata
DESCRIPTION
fikosianin sebagai pewarna alamiTRANSCRIPT
ISOLASI DAN PEMBUATAN POWDER FIKOSIANIN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN LAUT
Disusun oleh:
Nama : Lusia Dewinta
NIM : 13.70.0133
Kelompok : D1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
0
1. METODE FIKOSIANIN
1.1. Materi
1.1.1.Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi sentrifuge, pengaduk/stirer, alat
pengering (oven), plate stirer.
1.1.2.Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi Biomassa Spirulina basah atau
kering, akuades, dekstrin.
1.2. Metode
1
Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan
Dimasukkan dalam Elenmenyer.
1
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya pada
panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
2
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :
dekstrin = 1 : 1 (kelompok D1-D3), sedangkan kelompok D4-D5 menggunakan
perbandingan 8 : 9
3
A
Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%
Didapat adonan kering yang gempal
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
4
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
Konsentrasi Fikosianin /KF (mg /ml)=OD615−0,474(OD 652)5,34
× 110−2
Yield (mg /g)=KF × Vol( total filtrat )
g (berat biomasa)
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan praktikum Fikosianin dapat dilihat paa tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin
Kelompo
k
Berat
Bio Massa
Kering(g)
Jumlah Aquades
yang
ditambahkan(ml)
Total Filtrat
yang diperoleh
OD
615
OD
652
KF
(mg/g)
Yield
(mg/ml)
Warna
Sebelum
dioven
Sesudah
dioven
D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +
D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +
D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +
D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +
D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +
Keterangan Warna:+ Biru Muda++ Biru+++ Biru Tua
Dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan diatas bahwa dengan perlakuan yang sama menghasilkan nilai yang berbeda – beda.
Untuk perbandingan nilai OD 615 dan nilai OD 652, kelompok D1 hingga D4 memiliki nilai OD 615 yang lebih tinggi
dibandingkan nilai OD 652 dan kelompok D5 memiliki nilai OD 615 yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai OD 652.
Kemudian dapat dilihat untuk nilai kosentrasi Fikosianin terbesar didapat oleh kelompok D4 yaitu 0,211 mg/g dan nilai
5
6
konsentrasi fikosianin terkecil didapat oleh kelompok D5 yaitu 0,136 mg/g. Sedangkan untuk nilai Yield, kelompok yang
menghasilkan nilai yield tertinggi adalah kelompok D4 dengan nilai 1,451 mg/g dan untuk kelompok yang mendapatkan nilai
yield terendah adalah kelompok D5 yaitu dengan nilai 0,935 mg/g. Sedangkan untuk perubahan warna, semua kelompok
memiliki perubahan warna yang sama yaitu sebelum dioven berwarna biru dan setelah dioven warna berubah menjadi biru muda.
3. PEMBAHASAN
Dalam industri pangan, serngkali untuk meningkatkan kualitas produk pangan ditambahkan
zat aditif salah satunya adalah pewarna. Pewarna yang ditambahkan dalam makanan dapat
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pewarna alami dan sintesis. Pewarna alami dapat berasal
dari daun, buah, batang dan umbi-umbian. Pewarna alami lebih menyehatkan bila
digunakan dalam makanan dibanding pewarna sintesis karena dalam pewarna alami
terdapat zat-zat yang bermanfaat sebagai antioksidan, anti kanker, anti diabetes, anti
obesitas dan lain lain. Pewarna alami memiliki kelemahan, selain jumlahnya yang terbatas
juga hasil warna tidak homogen dan tidak stabil sangat mudah berubah (Syah et al, 2005).
Sedangkan menurut Stein Kraus (1983), dalam produk pangan, warna menjadi salah satu
faktor penting untuk menarik konsumen membeli produk atau tidak. Sekarang ini
konsumen sangat pandai dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi. Salah satu
wawasan yang muncul adalah penggunaan pewarna alami pada produk pangan akan lebih
sehat. Pewarna alami juga memberikan warna yang lebih menarik. Pewarna alami yang
mulai banyak digunakan ialah pigmen fikosianin yang diperoleh dari isolasi spirulina sp.
Warna yang dihasilkan biru alami yang dapat diaplikasikan dalam berbagai produk pangan.
Salah satu sumber pigmen alami yang sering digunakan adalah mikroalga. Mikroalga dalah
kelompok organisme yang luas terdiri dari prokariot dan eukariot. Mikroalga dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan banyak komponen dengan manipulasi secara fisik dan
kimia dengan medium kultur. Mikroalga adalag mikroorganisme yang dapat berfotosintesis
yaitu mampu mengubah air dan CO2 dengan bantuan cahaya menghasilkan biomassa.
Mikroalga kaya akan protein, karbohidrat dan juga pigmen (Muthulashmi M., et al, 2012).
Banyaknya biomassa kering spirulina yang dapat dihasilkan jika kondisi optimal mencapai
60 hingga 70 ton/hektar kolam (Tri Panji et al., 1996). Salah satu jenis mikroalga yang
digunakan dalam praktikum untuk diambil pigmennya adalah Spirulina. Spirulina adalah
organisme multiseluler yang masuk dalam kelompok blue-green algae, memiliki filamen
yang berwarna hijau-biru berbentuk silinder dan tidak bercabang (Richmond, 1988).
Spirulina kaya akan protein, vitamin, mineral, asam amino esensial dan juga asam lemak
7
8
sehingga dapat digunakan sebagai suplemen dalam pola makan (Ungsethaphand T., et al,
2010). Spirulina berwarna hijau tua yang menunjukan kandungan klorofil yang tinggi.
Spirulina tumbuh diperairan dengan pH 8-11, dan suhu hangat (Tietze, 2004). Pigmen dari
spirulina yang dapat diambil adalah fikosianin. Fikosianin memiliki warna biru serta dapat
larut dalam air. Fikosianin inilah yang sering digunakan sebagai pewarna alami. Berikut
adalah klasifikasi spirulina:
Kingdom : Protista
Filum : Cyanobacteria
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina sp.
(Bold & Wyne, 1978)
Spirulina kaya akan pigmen. Pigmen utama dari spirulina adalah fikosianin dan klorofil.
Kadar fikosianin dalam spirulina bergantung pada jenis dan kondisi tumbuhnya.
Banyaknya fikosianin sebagai pewarna biru alami ini adalah 15% dari berat basah dan lebih
dari 20% berat keringnya ( Ngakou et al, 2012). Dalam hal ini Zhang et al., (2015) juga
menjelaskan pada jurnalnya yang berjudul “Extraction and Separation of Phycocyanin from
Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt” bahwa budidaya
Spirulina mikroalga cukup efektif karena dapat memperoleh beberapa biokimia yang
berharga, seperti polisakarida, γ-linolenicacid, β-karoten, Chlorophylla, dan
phycobiliproteins. Phycobiliproteins merupkan pigmen berwarna cerah yang fungsi sebagai
penerima cahaya membantu proses fotosintesis pada Spirulina mikroalga. Fikobiliprotein
mikroalga diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama yaitu phycoerythrin,
allophycocyanin, dan phycocyanin. Pigmen yang dominan dalam famili fikobiliprotein
adalah fikosianin. Phycocyanin umumnya digunakan sebagai pewarna alami pada makanan
dan industri kosmetik.
9
Sedangkan Gelagutashvili et al., (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Effect of Hg(II)
and Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina platensis)” menjelaskan bahwa salah satu
protein dasar Spirulina platensis adalah C-phycocyanin (C-PC), yang digunakan sebagai
probe protein fluorescent dalam sel hidup. Phycocyanin, pigmen biru alam yang pigmen
utama dari biliprotein mengurangi fotosensitifitas jaringan normal karena metabolisme
yang cepat. Ekstraksi fikosianin dari Spirulina digunakan sebagai zat pewarna industri dan
makanan. Warna biru memberikan phycocyanin sifat fluoresensi dan fluoresensi intens
dimanfaatkan dalam tes immunoassay.
Fikosianin merupakan pigmen protein (biliprotein) berwarna biru yang terdapat pada
membran tilakoid (sistem fotosintesis) pada membran sitoplasma Spirulina. Struktur dasar
fikosianin sendiri terdiri atas 2 subunit helix yaitu subunit α dan β (Duangsee et,al,2009).
Fikosianin termasuk dalam fikobiliprotein. Dalam kelompok fikobiliprotein terdapat 2
pigmen lain yaitu Allofikosianin dan fikoeretrin yang keduanya memiliki sifat yang sama
dengan fikosianin yaitu larut dalam air, mempunyai protein berwarna yang tinggi, dan
sangat stabil terhadap pH fisiologinya (Sharma et,al,2014). Fikosianin dapat diukur dengan
cara spektrofotometri dengan nilai maksimum penyerapan adalah pada panjang gelombang
610-620 nm dan biasanya pigmen ini berwarna biru gelap (Song et, al,2013).
Fikosianin tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan bernutrisi dan pewarna alami
dalam makanan dan kosmetik saja tetapi juga dapat digunakan sebagai antioksidan,
penghilang radikal, anti-rematik, anti-inflamasi, anti-tumor dan digunakan sebagai penanda
dalam penelitian biomedis (Gur et, al,2013). Pigmen fikosianin yang dihasilkan oleh
Spirulina sp mampu larut dalam pelarut polar, sebagai contoh adalah air. Namun, fikosianin
ini sangat mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh suhu tinggi seperti dengan
jenis pewarna alami lainnya (Spolaore et al., 2006). Menurut jurnal “Maximising
phycocyanin extraction from a newly identified Egyptian cyanobacteria strain: Anabaena
oryzae SOS13” yang disusun oleh Salama et al., (2014) Fikosianin terdiri dari kromofor
yang disebut bilins melekat pada residu sistein dari apoprotein, fikosianin memiliki massa
molekul jelas 140- 210 kD dan dua sub unit , α dan β. Fikosianin juga merupakan pigmen
10
biru alam yang paling penting bagi industri makanan, misalnya dalam proses pembuatan
permen karet, produk susu dan jelly. Baru-baru ini, fikosianin telah diamati dan memiliki
sifat terapeutik tertentu, seperti antioksidan memberikan antioksidan 20 kali lebih banyak.
Pigmen fikosianin cenderung tidak stabil terhadap adanya panas, cahaya, dan keberadaan
asam. Suhu diatas 45oC dapat menyebabkan fikosianin akan memudar warnanya akibat
terdenaturasi. Sedangkan fikosianin akan stabil pada pH dengan kisaran 4 hingga 9.
Walaupun pigmen fikosianin ini rentan terhadap adanya panas maupun cahaya, tetapi
pigmen ini dapat menghasilkan warna biru yang cerah dan cemerlang (Sarada et al., 1999;
Jespersen et al., 2005; Yan et al., 2011)). menurut Vijaya et al., (2009) dalam jurnalnya
yang berjudul “Blue Light Enhance The Pigment Synthesis in Cyanobacterium Anabaena
ambigua rao (Nostacales)” menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi keberadaan
pigmen di Cyanobacteria adalah intensitas cahaya dan kualitas. Faktor ini menjadi faktor
lingkungan yang paling spesifik. Pernyataan ini juga dilengkapi dari jurnal yang disusun
oleh Walter et al., (2011) yang berjudul “Study of Phycocyanin Production from Spirulina
platensis Under Different Light Spectra” disini menjelaskan bahwa pigmen fikosianin ini
dapat diproduksi dengan memanipulasi kualitas cahaya yang digunakan yaitu dengan
menggunakan filter transmisi lampu merah. Metode ini dapat memberikan pigmen
fikosianin dengan kemurnian tinggi.
Kemurnian fikosianin umumnya dievaluasi dengan menggunakan rasio absorbansi pada
A620 dengan A280 (A620/A280) (Song et, al,2013). Sedangkan untuk konsentrasinya,
menurut penelitian Marrez et,al (2013) dan Sharma et,al (2014) konsentrasi fikosianin
dapat dihitung dengan rumus:
Fikosianin (PC) = OD615 – 0,474 (OD652) / 5,34
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memisahkan dan memurnikan fikosianin
yaitu dengan sentrifugasi, pengendapan dengan amonium sulfat, metode kromatografi dan
ekstraksi menggunakan 2 fase larutan (Song et,al,2013).
Cara kerja praktikum ini pertama – tama, bahan biomassa dari Spirulina yang sudah
berupa bubuk ditimbang sebanyak 8 gram dan masukkan ke dalam erlenmeyer. Larutkan
11
bubuk dengan aquades sebanyak 80 ml (1:10). Proses pelarutan ini dilakukan untuk
melarutkan pigmen fikosianin dalam air seperti yang telah dikatakan oleh Sharma et, al
(2014) bahwa fikosianin adalah pigmen kelompok fikobiliprotein yang larut dalam air.
Ditambahkan pula oleh Angka dan Suhartono (2000) yang mengatakan bahwa biomassa sel
Spirulina lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air dan buffer fosfat dibandingkan
dengan pelarut non-polar.
Kemudian pada tahap selanjutnya adalah pengadukan larutan menggunakan stirrer selama
kurang lebih 2 jam lalu sentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit dimana setiap tabung diisi
sebanyak 10ml dan terdapat 8 tabung yang akan disentrifuge. Tujuan dari proses
pengadukan ini menurut Hadioetomo (1993) adalah untuk menghomogenkan larutan.
Dalam hal ini, tujuan dari pengadukan selama 2 jam menggunakan stirrer dilakukan agar
larutan homogen sehingga fikosianin dapat larut dengan sempurna dalam aquades dan
dapat terekstraksi secara maksimal. Sedangkan tujuan dari sentrifugasi sendiri adalah untuk
memisahkan dan memurnikan fikosianin. Ditambahkan pula oleh Silveira et,al (2007)
proses sentrifugasi akan menyebabkan debris sel mengendap karena memiliki berat
molekul lebih besar sehingga kita dapat mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam
pelarut polar (air).
Kemudian diambil supernatan hasil dari sentrifuge (cairan berisi fikosianin) dan buang
endapan dan supernatan yang diperoleh diambil dan diencerkan dengan akuades. Sebanyak
1 ml supernatan diambil lalu dimasukan dalam 9 ml akuades, didapatkan pengenceran (10 -
1) kemudian diukur kadar fikosianinnya dengan menggunakan spektofotometer dengan
absorbansi cairan pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Pengenceran supernatan
perlu dilakukan karena jika terlalu pekat maka spektrofotometer tidak dapat mendeteksi zat
warna sehingga perlu diencerkan (Ewing, 1976). Penggunaan panjang gelombang 615 nm
dan 652 nm ini sudah sesuai dengan teori yang menyebutkan panjang gelombang yang
digunakan untuk mengukur warna komplementer biru-hijau adalah berkisar antara 610-710
nm (Hadi, 1986). Panjang gelombang yang digunakan dalam praktikum ini berkisar dalam
range 610-710 nm maka sudah sesuai dengan teori. Didukung juga dari metode penelitian
Antelo F.S et al, (2010), panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi konsentrasi
12
dari fikosianin adalah 615 nm dan 652 nm sedangkan untuk melihat tingkat kemurniannya
dengan membandingkan nilai OD620 dengan OD280 dimana OD280 adalah densitas optik dari
protein. Hasil dari pengukuran nilai absorbansi ini dapat digunakan untuk mengitung nilai
KF (Konsentrasi Fikosianin) dan juga Yieldnya. Menurut Antelo F.S et al, (2010),
pengukuran absorbansi dilakukan untuk mengukur besarnya kelarutan fikosianin dalam
larutan dimana besarnya konsentrasi fikosianin dan yield dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ¿¿
Yield (mg/g) = KF x Volume( total filtrat )
g(berat biomasa)
Kemudian tambahkan dekstrin dengan perbandingan 1:1,25 (8 ml: 10 gram) dan campur
secara merata kemudian tuangkan ke dalam loyang dan siap melalukan proses pengeringan,
kemudian keringkan dalam oven dengan suhu 450C selama 1 malam (sampai kadar airnya
kurang lebih 7%). Setelah kering, hancurkan adonan sampai terbentuk powder. Dekstrin
adalah polisakarida yang berasal dari hidrolisis asam atau dari hidrolisis pati yang diatur
menggunakan enzim tertentu. Dekstrin sangat mudah larut dalam air, encer, lebih stabil bila
dibandingkan dengan pati, mudah terdispersi dengan warna dari putih hingga kekuningan
(Suparti (2000). Menurut pendapat dari Murtala (1999) fungsi dari penambahan dekstrin
adalah untuk mempercepat proses pengeringan. Selain itu, dekstrin berguna untuk melapisi
berbagai komponen flavor yang dihasilkan, mencegah kerusakan pigmen saat dikeringkan
dengan menggunakan oven, memaksimalkan volume fikosianin dalam tahap akhir sebab
meningkatkan total padatan fikosianin terutama pada produk dengan bentuk bubuk. Fungsi
lainnya dapat meminimalkan penguapan komponen lain saat proses pengeringan.
Pada tabel hasil pengamatan diatas dapat dilihat bahwa dengan perlakuan yang sama
menghasilkan nilai yang berbeda – beda setiap kelompoknya. Untuk perbandingan nilai OD
615 dan nilai OD 652, kelompok D1 hingga D4 memiliki nilai OD 615 yang lebih tinggi
dibandingkan nilai OD 652 dan kelompok D5 memiliki nilai OD 615 yang lebih rendah
dibandingkan dengan nilai OD 652. Menurut Day & Underwood (1992), semakin tinggi
13
panjang gelombang yang digunakan maka akan menghasilkan nilai absorbansi yang lebih
rendah. Hal ini disebabkan karena sinar putih pada panjang gelombang dapat terseleksi
lebih detail dengan adanya prisma. Besarnya nilai OD dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti konsentrasi dan kejernihan dari larutan. Semakin keruh suatu larutan maka
nilai OD semakin tinggi dan nilai Yiled juga semakin meningkat. (Fox, 1991). Dalam hal
ini kelompok D1 hingga D4 sudah sesuai dengan teori, namun utuk kelompok D5 belum
sesuai dengan teori. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya ketelitian saat melakukan
pengenceran, karena warna setelah pengenceran sangat berpengaruh terhadap nilai
absorbansi.
Kemudian dapat dilihat untuk nilai kosentrasi Fikosianin terbesar didapat oleh kelompok
D4 yaitu 0,211 mg/g dan nilai konsentrasi fikosianin terkecil didapat oleh kelompok D5
yaitu 0,136 mg/g. Sedangkan untuk nilai Yield, kelompok yang menghasilkan nilai yield
tertinggi adalah kelompok D4 dengan nilai 1,451 mg/g dan untuk kelompok yang
mendapatkan nilai yield terendah adalah kelompok D5 yaitu dengan nilai 0,935 mg/g. Dari
sini dapat dilihat bahwa nilai KF memiliki hubungan berbanding lurus terhadap Yield, yaitu
jika nilai KF tinggi maka nilai Yield akan tinggi pula, begitupun sebaliknya. Sedangkan
untuk perubahan warna, semua kelompok memiliki perubahan warna yang sama yaitu
sebelum dioven berwarna biru dan setelah dioven warna berubah menjadi biru muda. Hasil
bubuk fikosianin yang dihasilkan adalah berwarna biru sangat muda yang disebabkan
karena penambahan dekstrin yang berwarna putih sehingga memudarkan warna biru
sebelum dioven. Warna biru ini juga mendukung teori yang menyebutkan bahwa fikosianin
adalah pigmen yang memberi warna biru serta larut dalam pelarut polar seperti air selain itu
juga membuktikan bahwa Spirulina merupakan mikroalga yang dapat menjadi sumber
pigmen alami.
Dari hasil penelitian oleh Moraes et al,(2011) ada 6 metode yang dapat digunakan untuk
mengekstrak fikosianin yaitu homogenisasi dalam mortar, freezing & thawing, ektraksi
dengan asam anorganik, ekstraksi dengan asam organik, perlakuan dengan lysozyme dan
perlakuan dengan gelombang ultrasonik. Dari ke enam metode tersebut, metode yang
14
paling baik untuk mengekstrak fikosianin adalah dengan metode freezing dan thawing
sedangkan metode yang dilakukan dipraktikum masih menggunakan panas untuk
mengeringkan dan mengekstrak fikosianin padahal fikosianin dapat rusak jika terkena
panas maka hasil yang didapat selama praktikum bisa kurang efektif untuk menentukan
konsentrasi total dan kemurnian dari fikosianin yang dihasilkan.
4. KESIMPULAN
Spirulina adalah salah satu contoh mikroalga penghasil pigmen alami
Pigmen Spirulina yang dapat diekstrak adalah fikosianin.
Fikosianin memberikan warna biru serta dapat larut dalam pelarut polar seperti air.
Spirulina hidup pada lingkungan basa dengan pH 8 hingga 11 dan bersuhu hangat.
Fikosianin dapat mengalami kerusakan pada suhu yang tinggi.
Tujuan pengadukan adalah untuk homogenisasi spirulina dengan akuades sehingga
ekstraksi maksimal.
Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan fikosianin dari spirulina.
Dekstrin dapat berperan sebagai bahan pengisi karena dapat meningkatkan berat
produk dalam bentuk bubuk.
Dekstrin mengurangi kerusakan fikosianin karena oksidasi
Tahapan pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bebas sehingga dapat
dibubukan.
Nilai absorbansi OD652 lebih rendah dibandingkan dengan nilai absorbansi OD615.
Nilai OD atau absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan.
Warna fikosianin sebelum dioven lebih tua dibandingkan setelah dioven.
Semarang, 29 Oktober 2015Praktikan Asisten Dosen
Lusia Dewinta MP - Deanna Suntoro(13.70.0133) - Ferdyanto Juwono
15
5. DAFTAR PUSTAKA
Angka SL, Suhartono TS. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. hlm 49-56
Antelo F.S et al, (2010). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926, 2010
Bold,H.C, dan Wynne,M.J. (1978), Introduction To The Algae, Second Edition, Pretice-Hall Mc. Engelwood Cliffs, New York.
Carra P, Ó hEocha C 1976. Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW,editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-371.1980).
Day, R. A. Jr. & A. L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi 4. Erlangga. Jakarta.
Duangsee, R. et al. (2009). Phycocyanin Extraction from Spirulina platensis and Extract Stability Under Various pH and Temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry. 2(04), 819-826. ISSN 1906-3040.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Gelagutashvili, E., Ketevan Tsakadze. (2013). Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photonics Journal, 2013 (3): 122-127.
Hadi, S. (1986). Analisa Kuantitatif. Gramedia. Jakarta
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.
Jespersen, L., L.D. Stremdahl, K. Olsen, & L.H.Skibsted. 2005. Heat and light stability of three natural blue colorant for use in confectionery and beverages. Europ. Food Res. Technol. 220 (3-4): 261-266.
Marrez, D. et al. (2013). Impact of Culturing Media on Biomass Production and Pigments Content of Spirulina platensis. International Journal of Advanced Research (2013), Vil 1, Issue 10, 951-961. ISSN 2320-5407
Moraes et al,(2011). C-PHYCOCYANIN EXTRACTION FROM Spirulina platensis WET BIOMASS. Vol. 28, No. 01, pp. 45 - 49, January - March, 2011
Muthulashmi M., et al, 2012. Extraction, partial purification, and antibacterial activity of phycocyanin from Spirulina isolated from fresh water body against various human pathogens.
Ngakou et al .( 2012). Changes in the physico-chemical properties of Spirulina platensis from three production sites in Chad. Journal of Animal & Plant Sciences, 2012. Vol. 13, Issue 3: 1811-1822
16
17
Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Salama, A., Abdel Ghany, A., Osman, A., Sitohy, M. (2015). Maximising phycocyanin extraction from a newly identified Egyptian cyanobacteria strain: Anabaena oryzae SOS13. International Food Research Journal 22(2): 517-525.
Sarada, R., M.G. Pillai, & G.A. Ravishankar. 1999. Phycocyanin from Spirulina sp. : influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficiency of extraction methods and stability studies on phycocyanin. J. Proc. Biochem. 34:795-801.
Sevimli Gur et al. (2013). In Vitro and In Vivo Investigastions of the Wound Healing Effect of Crude Spirulina Extract and C-phycocyanin. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 7(8), pp. 425-433. ISSN 1996-0875.
Sharma G. et al. (2014). Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina platensis for Phycocyanin, Allophycocyanin and Phycoerythrin Accumulation. Microbial & Biochemical Technology 6: 202-206.
Silveira, S. T.; Burkert, J. F.M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C.A.V.; Kalil, S. J. (2007). Bioresour. Technol., 98, 1629.
Song, W. et al. (2013). A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4, July 2013.
Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. (2006). Comercial Application of Microalgae Review J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.
Steinkraus, H, (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.
Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: Pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsnetrasi Dekstrin. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang.
Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Tietze HW. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Harald W. Tietze Publishing. Hal 8-10.
Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi asam gammalinolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.
Ungsethaphand T., et al, 2010. Effect of feeding Spirulina platensis on growth and carcass composition of hybrid red tilapia (Oreochromis mossambicus × O. niloticus). Maejo Int. J. Sci. Technol. 2010, 4(02), 331-336
18
Vijaya, V., Anand, N. (2009). Blue Light Enhance The Pigment Synthesis in Cyanobacterium Anabaena ambigua rao (Nostacales). Journal of Agricultural and Biological Science Vol 4. No. 3.
Walter, A., Julio Cezar de Carvalho., Venete, T. A., Ana, B., Vanessa, G., Carlor, R.S., (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. Brazilian Archives of Biology and Technology. International Journal Vol 54, n.4: pp. 675-682.
Yan, S., Zhu LP, Su HN, Zhang XY, Chen XL, Zhou BC, Zhang YZ. 2011. Single-step chromatography for simultaneous purification of C-phycocyanin and allophycocyanin with high purity and recovery from Spirulina (Arthrospira) platensis. J. Appl. Phycol. 23: 1-6.
Zhang, X., Zhang, F., Guanghong Lou, Shenghui, Y., Danxia, W. (2015). Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research, 2015, Vol. 3, No. 1, 15-19.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 (OD652)
5,34 x
110−2
Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)
Kelompok D1
KF = 0,1854 – 0,474 (0,1733)
5,34× 1
10−1 = 0,193 mg/ml
Yield = 0,193×55
8 = 1,327 mg/g
Kelompok D2
KF = 0,1914 – 0,474 (0,1797)
5,34× 1
10−1 = 0,199 mg/ml
Yield = 0,199×55
8 = 1,368 mg/g
Kelompok D3
KF = 0,1863 – 0,474 (0,1843)
5,34× 1
10−1 = 0,185 mg/ml
Yield = 0,185×55
8 = 1,272 mg/g
Kelompok D4
19