februari 2014 - bi.go.id · pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus...

192
Laporan Nusantara | 1 FEBRUARI 2014 VOLUME 9 NOMOR 1

Upload: hahanh

Post on 04-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 1

FEBRUARI 2014

VOLUME 9 NOMOR 1

Page 2: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 2

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Bank Indonesia Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Grup Asesmen Ekonomi Divisi Asesmen Ekonomi Regional Ph. 021-29818161, 29818868 Fax. 021-3452489, 2310553

Daftar Isi

Kata Pengantar

Bagian I Ringkasan Perkembangan dan Prospek Ekonomi Daerah

Boks 1: Gambaran Terkini Kesejahteraan Daerah

Boks 2: Pengaruh Upah terhadap Inflasi di Indonesia dari

Perspektif Regional

Bagian II Perekonomian Kawasan Timur Indonesia

II.1. Perekonomian Sulawesi, Maluku, dan Papua

II.2. Perekonomian Kalimantan

II.3. Perekonomian Bali-Nusa Tenggara

Boks 3: Kebijakan Pengaturan Ekspor Mineral

Bagian III Perekonomian Jawa

III.1. Perekonomian Jawa Bagian Barat

III.2. Perekonomian Jawa Bagian Tengah

III.3. Perekonomian Jawa Bagian Timur

III.4. Perekonomian Jakarta

Boks 4: Dampak Banjir di Jawa

Bagian IV Perekonomian Sumatera

IV.1. Perekonomian Sumatera Bagian Utara

IV.2. Perekonomian Sumatera Bagian Tengah

IV.3. Perekonomian Sumatera Bagian Selatan

Boks 5: Prospek Pengembangan Industri Biodiesel di Sumatera:

Peluang, Tantangan, dan Hambatan

Bagian V Pemetaan Daya Saing Daerah

Lampiran

Page 3: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 3

Dalam proses perumusan kebijakan moneter, Bank Indonesia mempertimbangkan seluruh aspek

perekonomian termasuk berbagai dinamika ekonomi dalam perspektif kewilayahan. Pembahasan

menyeluruh tentang perkembangan perekonomian terkini dan berbagai isu strategis yang mengemuka di

daerah dilakukan secara periodik antara Dewan Gubernur dengan para Kepala Kantor Perwakilan Bank

Indonesia di seluruh Indonesia. Hasil dari pembahasan dimaksud menjadi bagian penting yang

melengkapi pemahaman Bank Indonesia terhadap kondisi makroekonomi dengan berbagai aspek risiko

yang berkembang.

Setelah mengalami pertumbuhan yang melambat dalam beberapa triwulan sebelunya, pada triwulan IV

2013, perekonomian nasional mampu kembali tumbuh meningkat didorong terutama oleh membaiknya

ekspor pertambangan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan ekspor perkebunan Sumatera. Di sisi lain, pada

triwulan IV 2013, permintaan domestik masih tumbuh melambat, terutama di Jakarta dan Jawa. Dengan

demikian, meskipun untuk keseluruhan tahun 2013 ekonomi Indonesia tumbuh lebih lambat daripada

tahun 2012, kombinasi antara kinerja ekspor yang membaik dan permintaan domestik yang mengalami

moderasi menunjukkan bahwa upaya Bank Indonesia bersama pemerintah dalam mengatasi masalah

ketidakseimbangan eksternal (defisit transaksi berjalan) pada triwulan IV 2013 sudah mulai menunjukkan

hasil yang diharapkan.

Dari sisi perkembangan harga, laju inflasi pada tahun 2013 meningkat tajam dibandingkan dengan tahun

2012, terutama akibat implementasi kebijakan kenaikan harga BBM pada pertengahan tahun. Namun,

besaran realisasi inflasi ini relatif terkendali dibandingkan dengan periode kenaikan harga BBM pada

tahun 2005 dan 2008. Hal ini merupakan hasil dari koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan

pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam upaya mengendalikan dampak lanjutan (second

round effect) dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan penguatan pasokan pangan.

Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan

menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global disertai harga komoditas di pasar global yang

cenderung membaik. Di sisi lain, moderasi permintaan domestik diperkirakan berlanjut di berbagai

daerah walau dalam jangka pendek ada kenaikan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan pemilu. Meski

demikian, tantangan dari penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral dalam jangka pendek

diperkirakan akan memengaruhi kinerja ekonomi daerah-daerah basis produksi tambang mineral.

Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan akan menurun, didukung terutama oleh moderasi permintaan

domestik dan prospek produksi pangan yang meningkat. Namun, Bank Indonesia akan terus mewaspadai

sejumlah risiko inflasi ke depan, termasuk gangguan pasokan pangan akibat banjir dan bencana alam

lainnya, kenaikan tarif tenaga listrik (TTL), dan dampak depresiasi rupiah. Oleh karena itu, upaya untuk

membawa inflasi kembali ke arah sasarannya akan terus ditingkatkan melalui penguatan koordinasi

antara Bank Indonesia dan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Demikian sekelumit asesmen Bank Indonesia mengenai kondisi terkini tahun 2013 dan prospek

perekonomian daerah tahun 2014. Asesmen yang lebih lengkap dapat dibaca dalam buku Laporan

Nusantara ini. Penyusunan buku Laporan Nusantara dilakukan melalui sebuah proses kolaborasi antara

Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) di kantor pusat Bank Indonesia dan para peneliti

Page 4: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 4

ekonomi dari seluruh Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia. Dalam Laporan Nusantara edisi kali ini

juga diangkat hasil sebuah kajian mengenai gambaran terkini daya saing daerah yang disusun oleh Pusat

Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia. Isu mengenai daya saing ini merupakan hal yang

sangat penting untuk dicermati mengingat sebentar lagi kita akan menghadapi era pasar bebas melalui

Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.

Akhir kata, kami berharap buku Laporan Nusantara ini dapat menjadi referensi para pemangku

kepentingan dan pemerhati ekonomi daerah, serta menjadi salah satu kontribusi Bank Indonesia di dalam

pembangunan ekonomi daerah.

Jakarta, 17 Februari 2014

Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Juda Agung Direktur Eksekutif

Page 5: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 5

Bagian I

Ringkasan Perkembangan dan Prospek Ekonomi Daerah

PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH

Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi pertumbuhan ekonomi di

berbagai daerah pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan perbaikan seiring dengan menguatnya tanda-

tanda pemulihan ekonomi global. Perbaikan pertumbuhan ekonomi dialami oleh berbagai daerah di

Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera. Secara agregat, kedua kawasan masing-masing tumbuh

6,6% dan 5,5% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh 6,1% dan 5,0%

(Gambar I.1.). Perbaikan di kedua kawasan ini terutama didorong oleh kinerja ekspor, khususnya untuk

komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) seperti pertambangan dan perkebunan. Perbaikan kinerja

ekonomi di kedua kawasan tersebut mendorong kenaikan laju pertumbuhan ekonomi nasional dari

5,63% pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% pada triwulan IV 2013. Sebaliknya, laju pertumbuhan

ekonomi berbagai daerah di Jawa secara agregat tumbuh melambat dari 6,1% menjadi 6,0% karena

melemahnya permintaan domestik. Melemahnya permintaan domestik ini bahkan menyebabkan

pertumbuhan ekonomi Jakarta melambat cukup signifikan hingga berada di bawah 6%, yakni sebesar

5,6%, terendah sejak tahun 2009.

Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan ekonomi di sebagian besar daerah mencatat angka

yang lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada tahun 2012. Melambatnya kinerja ekonomi ini

dipengaruhi oleh berbagai tantangan yang mengemuka di sepanjang 2013, baik yang bersumber dari

eksternal maupun domestik. Perkembangan dinamika global, yang diwarnai pelemahan ekonomi di

negara maju disertai berlanjutnya penurunan harga komoditas di pasar global, berdampak pada

tertahannya laju pertumbuhan ekonomi berbagai daerah, yang merupakan basis ekspor sumber daya

alam (SDA) seperti di Sumatera dan KTI. Sementara itu, berbagai tantangan domestik, seperti kenaikan

harga BBM, depresiasi nilai tukar rupiah, dan kenaikan suku bunga terlihat berpengaruh lebih besar pada

kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga di daerah-daerah Jawa dan Jakarta.

Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2013, year-on-year (yoy)

Sumber: BPS, diolah

Page 6: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 6

Sementara itu, tekanan inflasi cenderung mereda pada triwulan IV 2013 setelah sempat meningkat tinggi

dan mencapai puncaknya pada Agustus 2013 pasca kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013.

Inflasi pada Desember 2013 secara agregat tercatat mencapai 8,4% (yoy), relatif stabil dibandingkan

dengan periode akhir triwulan sebelumnya. Meredanya tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh

perkembangan harga-harga yang relatif lebih stabil di Jakarta, serta sebagian besar daerah di Jawa dan

KTI seiring terjaganya pasokan pangan dan minimalnya gangguan distribusi.

Di sisi lain, kenaikan inflasi yang lebih tinggi masih dialami beberapa daerah di Sumatera akibat lonjakan

harga bahan pangan, biaya transportasi, serta dampak erupsi Gunung Sinabung. Beberapa daerah di

Sumatera seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat bahkan mencatat kenaikan inflasi hingga

mencapai lebih dari 10% (yoy) (Gambar I.2.). Demikian halnya dengan inflasi di sebagian wilayah KTI

seperti Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Barat yang mencatat inflasi cukup signifikan

hingga mendekati 10% (yoy). Meskipun demikian, secara keseluruhan besaran realisasi inflasi pada tahun

2013 relatif terkendali dan lebih rendah dibandingkan dengan episode kenaikan harga BBM pada tahun

2005 dan 2008 yang memicu kenaikan inflasi hingga mencapai double digit yaitu masing-masing sebesar

17,11% dan 11,06% (yoy). Kondisi ini tidak terlepas dari keberhasilan berbagai langkah yang ditempuh

Bank Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam upaya

mengendalikan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan

penguatan pasokan pangan.

Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Desember 2013 (yoy)

Prospek ekonomi daerah pada triwulan I 2014 diperkirakan akan didukung oleh menguatnya tanda-tanda

pemulihan ekonomi global yang dimotori oleh negara maju. Kondisi ini akan berdampak positif bagi

perkembangan kinerja ekspor daerah, baik untuk komoditas manufaktur yang didominasi oleh daerah-

daerah di Jawa maupun komoditas berbasis SDA di Sumatera dan KTI. Implementasi kebijakan di bidang

manufaktur, antara lain kebijakan low cost green car (LCGC), dan berlanjutnya upaya mendorong

diversifikasi pasar ekspor akan mendorong perbaikan kinerja ekspor manufaktur lebih lanjut, terutama

dari Jawa dan Jakarta. Namun, laju pertumbuhan ekonomi di sebagian wilayah Kalimantan dan Sulampua

diperkirakan akan sedikit tertahan oleh implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral yang mulai

berlaku pada Januari 2014. Pelaku usaha di sektor mineral akan melakukan penyesuaian terhadap

Inf ≤ 7,7%8,4% < inf ≤ 9,0%Inf > 9,0% 7,7% < inf ≤ 8,4%

Sumber: BPS, diolah

Page 7: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 7

aktivitas ekspor mereka sehubungan dengan pemberlakuan bea keluar ekspor secara progresif yang

dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter. Penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha

di sektor pertambangan tersebut berdampak pada aktivitas di sektor pertambangan terutama di daerah-

daerah yang merupakan basis produksi tambang, seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, dan sebagian

daerah di Sulawesi.

Selain ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor di luar komoditas mineral, pertumbuhan ekonomi di

berbagai daerah pada triwulan I 2014 juga didukung oleh meningkatnya permintaan domestik khususnya

konsumsi. Indikasi menguatnya permintaan konsumsi mulai terlihat terutama di sebagian besar daerah di

Jawa dan Jakarta, serta Sumatera. Hal ini didorong antara lain oleh meningkatnya intensitas kegiatan

terkait persiapan Pemilu 2014, perbaikan pendapatan terkait UMP, pemulihan kinerja ekspor

manufaktur, serta membaiknya harga komoditas ekspor di pasar global. Intensitas kegiatan terkait

Pemilu diperkirakan berdampak pada kenaikan belanja barang dan jasa. Dampak dari belanja jasa,

terutama untuk belanja iklan terkait Pemilu 2014, diperkirakan terkonsentrasi di Jakarta dan sebagian

daerah di Jawa mengingat cakupan media komunikasi yang digunakan peserta Pemilu akan lebih berskala

nasional. Di sisi lain, perbaikan investasi di berbagai daerah diperkirakan masih relatif terbatas. Sikap

pelaku usaha yang terindikasi lebih bersikap hati-hati dalam melakukan realisasi investasi di tahun politik

menyebabkan akselerasi kegiatan investasi diperkirakan baru akan terjadi setelah ada kejelasan hasil

Pemilu 2014. Kinerja investasi di berbagai daerah diperkirakan bertumpu pada belanja infrastruktur

pemerintah, terutama terkait MP3EI, dan percepatan pembangunan smelter sebagai respons terhadap

implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral.

Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan I 2014

Bag. UtaraBag.

Tengah

Bag.

SelatanAsesmen Tendensi Asesmen

Bag.

Barat

Bag.

Tengah

Bag.

TimurAsesmen

Kaliman-

tanBali-Nustra

Sulam-

puaAsesmen

PDB/PDRB

Konsumsi RT

Dampak persiapan

Pemilu, perbaikan

pendapatan, dan

keyakinan konsumen

Dampak persiapan

Pemilu dan

membaiknya

keyakinan konsumen

Dampak banjir

menghambat

transaksi dagang

kenaikan inflasi dan

menurunnya

keyakinan konsumen

Konsumsi

Pemerintah

Realisasi pengeluaran

untuk proyek terkait

MP3EI dan persiapan

Pemilu

Pengesahan APBD

terlambat

Siklus awal tahun yg

cenderung terbatas

Siklus awal tahun

anggaran yang

cenderung terbatas

Investasi

(PMTB)

Ekspansi usaha pd

industri sawit dan

realisasi proyek

pemerintah

Industri cenderung

menahan investasi

krn UMP dan nilai

tukar, serta Pemilu

Industri cenderung

menahan investasi

krn UMP dan nilai

tukar, serta Pemilu

Investasi smelter dan

proyek infrastruktur

terkait MP3EI

Ekspor LNPerbaikan ekspor

perkebunan

Perbaikan ekspor

barang manufaktur

Perbaikan ekspor

barang manufaktur

Pemberlakuan UU

Minerba dan bea

keluar ekspor

komoditas

Impor LN

Peningkatan

kebutuhan bahan

baku dan barang

modal

Peningkatan impor

bahan baku industri

Peningkatan impor

bahan baku untuk

kebutuhan industri

depresiasi nilai tukar

dan terbatasnya

perbaikan kinerja

tambang

JakartaSumatera Jawa KTI

*) Prakiraan arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year)

Dari sisi perkembangan harga, tekanan kenaikan inflasi pada triwulan I 2014 diperkirakan mereda di

sebagian besar daerah. Inflasi triwulan I 2014 secara agregat diperkirakan lebih rendah daripada triwulan

IV 2013. Prakiraan realisasi inflasi yang lebih rendah terjadi di sebagian besar daerah dan terutama

dikontribusi oleh beberapa daerah di KTI. Hal ini didukung oleh prospek capaian produksi pangan yang

cenderung membaik di daerah sentra produksi di KTI seperti Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat,

didukung kondisi cuaca yang lebih kondusif pada Februari-Maret 2014. Meski demikian, beberapa daerah

di Sumatera dan Sulampua diperkirakan masih menghadapi risiko kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada

akhir triwulan I 2014.

Page 8: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 8

Dampak banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa dan bencana erupsi Gunung Sinabung di Sumatera

Utara terhadap inflasi diperkirakan relatif terkendali. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan di Jakarta,

sebagian daerah di Sumatera dan Jawa pada Januari 2014 akibat distribusi barang yang terganggu oleh

dampak banjir dan bencana alam lainnya diperkirakan berangsur kembali pulih pada pertengahan

triwulan I 2014 seiring membaiknya kondisi cuaca. Langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah

untuk melakukan perbaikan darurat terhadap infrastruktur jalan, khususnya di jalur distribusi utama,

diperkirakan dapat memitigasi kendala distribusi pangan yang terjadi di beberapa daerah terdampak.

Meski demikian, beberapa daerah sentra produksi yang terdampak banjir di Jawa mengindikasikan

terjadinya pergeseran masa panen.

Beberapa faktor risiko yang mengemuka seperti kenaikan biaya produksi barang akibat berlanjutnya

pelemahan rupiah dan kenaikan administered prices diperkirakan turut memengaruhi inflasi berbagai

daerah pada triwulan I 2014. Survei Bank Indonesia terakhir menunjukkan tendensi pelaku usaha untuk

mulai mentransmisikan kenaikan biaya produksi pada harga jual pada awal tahun. Kenaikan harga jual

barang diperkirakan terutama pada harga pada komoditas dengan kandungan impor tinggi seperti

otomotif, elektronik dan obat-obatan.

Gambar I.3. Peta Prakiraan Inflasi Daerah Triwulan I 2014

Proses penyesuaian ekonomi selama tahun 2013 yang berjalan dengan baik ditopang oleh stabilitas

sistem keuangan yang terjaga, khususnya ketahanan perbankan yang tetap kuat. Kondisi ini tercermin

dari risiko kredit yang masih relatif rendah. Meskipun aktivitas ekonomi melambat, rasio nonperforming

loan (NPL) di berbagai daerah selama triwulan IV 2013 masih berada dalam level aman. NPL perbankan di

Jakarta dan Jawa masing-masing tercatat sebesar 1,4% dan 2,0%. Sementara di Sumatera dan Kawasan

Timur Indonesia masing-masing tercatat 2,4% dan 2,1%. Ketahanan sektor rumah tangga juga terlihat

masih cukup kuat sebagaiman tercermin pada NPL dari sisi kredit kepada sektor bukan lapangan usaha

(kredit konsumsi) yang masih terjaga pada level yang aman. NPL kredit konsumsi di seluruh kawasan

secara agregat berada dibawah kisaran 2%. Kebijakan penyempurnaan ketentuan loan to value (LTV)

atau pun financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti

telah memperlambat laju kredit pada sektor ini. Dampak perlambatan penyaluran kredit konsumsi juga

terjadi pada kredit kendaraan bermotor, terutama sepeda motor terkait dengan kebijakan yang

Sumber: BPS, diolah

Page 9: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 9

mengatur pembayaran uang muka minimum (down payment/DP). Implementasi kebijakan tersebut

diharapkan memperkuat ketahanan sistem keuangan dengan lebih mengedepankan kehati-hatian

sehingga berdampak positif bagi terjaganya stabilitas sistem keuangan.

Perkembangan aktivitas perekonomian yang melambat juga tercermin pada kinerja sistem pembayaran

nontunai dan pengelolaan uang. Secara keseluruhan tahun 2013, nominal dan volume transaksi yang

dilakukan melalui sistem BI-RTGS cenderung menurun dibandingkan dengan transaksi yang terjadi pada

tahun 2012. Sementara itu, pengelolaan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan

perbedaan karakteristik pola aliran uang di masing-masing wilayah. Pulau Jawa (di luar Jakarta) selama

2013 memiliki karakteristik net inflow. Sementara di tiga kawasan lainnya yakni Sumatera, Jakarta, dan

KTI menunjukkan pola net outflow.

Bank Indonesia secara konsisten selalu berupaya memastikan seluruh masyarakat memperoleh uang

layak edar sesuai kebutuhan. Selama tahun 2013, Bank Indonesia memprioritaskan distribusi uang layak

edar – melalui kegiatan kas keliling – ke daerah perbatasan seperti di Atambua (NTT), Nunukan

(Kaltara), dan di Papua. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan transaksi, Bank Indonesia pada awal

tahun 2014 menandatangani nota kesepahaman dengan Bank Papua New Guinea (PNG) dalam

memberdayakan kegiatan ekonomi di daerah perbatasan. Melalui nota kesepahaman ini, kedua Bank

Sentral bersepakat untuk meningkatkan peran lembaga keuangan Bank dan Pedagang Valuta Asing

(PVA) di masing-masing negara dalam meningkatkan aktivitas ekonomi di wilayah perbatasan dengan

mendorong terciptanya kelancaran dan keandalan sistem pembayaran.

PROSPEK EKONOMI DAERAH DAN TANTANGAN KE DEPAN

Prospek Ekonomi Daerah

Prospek perekonomian daerah secara agregat mengindikasikan perekonomian nasional pada tahun 2014

diperkirakan akan tumbuh mendekati batas bawah kisaran 5,8% – 6,2%. Perbaikan ekonomi di berbagai

daerah diperkirakan terus berlanjut seiring dengan menguatnya pemulihan ekonomi global disertai harga

komoditas ekspor yang terus membaik. Ekonomi Jawa dan Jakarta diperkirakan tumbuh lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera dan KTI. Prakiraan ini didukung oleh terus berlanjutnya

perbaikan ekspor manufaktur terutama untuk tekstil, elektronik dan kendaraan bermotor.

Di samping itu, berlanjutnya aktivitas kegiatan Pemilu dengan intensitas yang lebih kuat menjelang

pemilihan presiden diperkirakan memperbaiki kinerja permintaan domestik di berbagai daerah di Jawa

dan Jakarta. Faktor lain yang diperkirakan turut mendorong perbaikan ekonomi Jawa terkait dengan

mulai masuknya masa panen raya pada triwulan II 2014 hingga mencapai puncaknya pada awal triwulan

III 2014. Namun, dampak banjir yang melanda sejumlah daerah sentra produksi di Jawa pada awal tahun

2014 diperkirakan akan membayangi capaian produksi pangan pada masa panen raya tersebut. Selain

itu, beberapa daerah di Jawa mengindikasikan perkembangan investasi yang masih cenderung

melambat.

Membaiknya harga komoditas di pasar global diperkirakan turut mendorong peningkatan kinerja

perekonomian berbagai daerah di Sumatera dan KTI. Di Sumatera, tanda-tanda perbaikan kinerja ekspor

komoditas berbasis SDA, terutama hasil-hasil perkebunan yang mulai terlihat pada awal tahun 2014,

diperkirakan terus berlanjut disertai harga jual ekspor yang lebih baik. Hal ini diperkirakan berimbas pada

membaiknya pendapatan masyarakat sehingga mendorong kembali konsumsi rumah tangga. Beberapa

Page 10: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 10

daerah di Sumatera juga mengindikasikan adanya peningkatan ekspansi pengolahan sawit yang akan

dilakukan oleh pelaku usaha pada tahun 2014, merespons prakiraan membaiknya permintaan CPO di

pasar internasional.

Sementara itu, prospek perekonomian berbagai daerah di KTI juga membaik seiring dengan berbagai

penyesuaian yang ditempuh oleh pelaku usaha dalam merespons pelaksanaan kebijakan pengaturan

ekspor mineral disertai upaya untuk mempercepat pembangunan smelter. Laju perbaikan ekonomi KTI

diperkirakan akan sangat tergantung pada seberapa cepat penyesuaian dapat dilakukan oleh para pelaku

usaha di sektor pertambangan dan kemajuan pembangunan smelter dapat dilakukan, termasuk orientasi

lokasi dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan smelter.

Di sisi inflasi, perkembangan harga-harga di berbagai daerah diperkirakan terkendali dengan tingkat

inflasi yang cenderung menurun. Inflasi di sebagian besar daerah di KTI secara agregat diperkirakan

dapat kembali berada di bawah nasional, seiring dengan meningkatnya pasokan pada masa panen raya

mendatang disertai terjaganya kelancaran distribusi. Di samping itu, prakiraan prospek capaian produksi

pangan pada masa panen raya mendatang, di beberapa daerah sentra produksi KTI, diperkirakan lebih

tinggi dibandingkan dengan panen raya tahun sebelumnya. Hal serupa juga diperkirakan terjadi di

berbagai daerah sentra produksi di Jawa, walaupun banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa

membayangi capaian produksi. Pada beberapa daerah di Jawa, dampak banjir terhadap keseluruhan

produksi pangan diperkirakan terbatas, dengan besaran luas lahan puso yang relatif kecil. Di samping itu,

respons pemerintah dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan berkontribusi positif pada stabilitas

harga pangan di daerah. Meski demikian, beberapa risiko yang perlu diwaspadai dampaknya terhadap

inflasi di daerah antara lain terkait kenaikan harga tarif tenaga listrik (TTL) yang akan diberlakukan

kepada industri mulai triwulan II 2014, dampak pass-through dari depresiasi nilai tukar terhadap harga

jual produk, serta rencana kenaikan LPG 12 kg dalam waktu dekat.

Tantangan Ke Depan

Prospek perekonomian daerah menghadapi beberapa tantangan utama yang diperkirakan turut

menentukan kinerja ekonomi dan inflasi ke depan. Pertama, tantangan yang bersumber dari dinamika

global yang dapat menyebabkan rentannya pemulihan ekonomi global, terutama dengan adanya potensi

kembali melambatnya kinerja ekonomi China dan ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter di

Amerika Serikat. Hal ini secara tidak langsung dapat berdampak pada tertahannya kinerja ekspor dari

berbagai daerah dan mengganggu kegiatan investasi daerah.

Kedua, tantangan dari penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral. Dalam jangka pendek, beberapa

penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pertambangan berpotensi berdampak

pada kinerja ekspor di beberapa daerah di wilayah Sulampua. Namun, dalam jangka menengah panjang,

penyesuaian yang telah dilakukan pelaku usaha dan konsistensi dari penerapan kebijakan ini akan

berdampak positif bagi peningkatan nilai tambah dari ekspor tambang, sehingga mendorong kinerja

ekonomi secara keseluruhan, terutama bagi daerah-daerah yang didominasi oleh kegiatan

pertambangan.

Ketiga, kemungkinan penerapan kebijakan administered prices terutama harga-harga energi (BBM

bersubsidi, tarif tenaga listrik, dan LPG) dan kebijakan tarif yang ditetapkan oleh daerah. Secara historis,

laju inflasi di daerah memiliki sensitivitas yang cukup tinggi terhadap adanya perubahan administered

prices. Kondisi ini memerlukan respons koordinasi yang lebih baik di daerah untuk meminimalkan

Page 11: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 11

dampak lanjutan dari kemungkinan diterapkannya kebijakan ini, terutama terkait dengan pengendalian

tarif angkutan dan jasa kemasyarakatan lainnya.

Keempat, dampak banjir dan bencana alam yang terjadi pada awal tahun 2014 terhadap prospek

produksi pangan dan inflasi daerah. Dalam kaitan ini maka langkah-langkah yang lebih intensif dan

terkoordinasi diperlukan untuk memastikan prioritas penanganan lahan terdampak banjir. Koordinasi di

tingkat pemerintah pusat dan daerah baik melalui TPI maupun TPID diperlukan untuk memastikan

ketersediaan dan akses petani – khususnya yang terdampak banjir dan bencana alam lainnya – terhadap

benih dan pupuk. Di samping itu, upaya untuk mengarahkan ekspektasi masyarakat perlu dilakukan

secara intensif dengan memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat tentang kondisi pasokan

pangan agar tidak terjadi panic buying di masyarakat.

Kelima, masih terkonsentrasinya daya saing daerah pada daerah-daerah di Jawa. Kemampuan daya saing

yang lebih baik di Jawa didukung oleh faktor stabilitas ekonomi makro, institusi pemerintah, tenaga kerja,

menjadi penunjang. Sementara itu, masih lebih rendahnya daya saing daerah-daerah di Sulampua,

Sumatera dan sebagian Kalimantan terutama disebabkan stabilitas ekonomi dan infrastruktur. Mengatasi

hal ini, upaya untuk mendorong kenaikan daya saing daerah perlu ditempuh bersama-sama oleh para

penentu kebijakan di daerah dan di tingkat pusat. Peningkatan kapasitas infrastruktur, khususnya terkait

konektivitas dan energi, dalam program MP3EI menjadi tumpuan bagi peningkatan kemampuan daya

saing berbagai daerah di luar Jawa. Selain itu, penerapan kebijakan pengupahan – khususnya UMP –

perlu dilakukan secara berimbang untuk mendorong perbaikan kesejahteraan tenaga kerja sekaligus

tidak merugikan daya saing ekonomi daerah.

Laporan Nusantara ini disarikan dari hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan para Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah di seluruh Indonesia pada 10 Februari 2014 di Jakarta. Pertemuan

dilakukan secara periodik untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi perhatian di daerah sebagai bahan pertimbangan penting dalam perumusan kebijakan di Bank Indonesia

Page 12: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 12

BOKS 1. Gambaran Terkini Kesejahteraan Daerah

Keberhasilan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir

disertai pula dengan menurunnya angka kemiskinan di berbagai daerah (Grafik A.1). Secara nasional,

angka kemiskinan mengalami penurunan dari 11,7% pada tahun 2012 menjadi 11,5% pada tahun 2013.

Menurunnya angka kemiskinan merupakan hal yang sangat menggembirakan. Hal ini memberikan arti

bahwa tujuan pembangunan ekonomi telah memberikan imbas positif dalam mengatasi tantangan dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, melihat lebih jauh beberapa indikator kesejahteraan lainnya menunjukkan masih besarnya

tantangan yang perlu diatasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Terkait kemsikinan yang menurun,

jika dilihat secara spasial penurunan tersebut tidak terjadi secara merata. Beberapa daerah seperti

Jabagteng, Sulampua, dan Bali-Nustra justru cenderung persisten berada di atas nasional (Grafik A.1.).

Selain itu, pada indikator rasio gini, dalam beberapa tahun justru menunjukkan adanya kecenderungan

yang meningkat. Secara nasional, rasio gini meningkat dari 0,410 menjadi 0,413 pada tahun 2013. Hal ini

memberikan arti adanya kenaikan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Memburuknya kondisi

ketimpangan juga tercermin pada meningkatnya jumlah provinsi yang masuk ke dalam kategori

ketimpangan sedang (0,4 < rasio gini < 0,5) (Grafik A.2.). Gambaran ketimpangan antar daerah

menunjukkan hal yang tidak berbeda, dari 11 provinsi yang termasuk kategori “ketimpangan sedang”, 8

provinsi di antaranya merupakan provinsi yang berada di KTI.

Meningkatnya ketimpangan pendapatan di tengah angka kemiskinan yang menurun mengindikasikan

adanya perbedaan laju peningkatan kesejahteraan di antara berbagai kelompok masyarakat. Pencapaian

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak berdampak

positif pada meningkatnya laju pendapatan masyarakat kelas menengah atas yang lebih cepat.

Sementara itu, akselerasi laju pendapatan kelompok masyarakat menengah bawah relatif lebih lambat

karena mereka lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan industri yang pertumbuhannya relatif lebih

lambat daripada sektor lainnya (Grafik A.3.).

Hal lain yang perlu dicermati adalah meningkatnya pengangguran di berbagai daerah pada tahun 2013.

Peningkatan tersebut antara lain terkait dengan menurunnya kinerja perekonomian daerah sepanjang

tahun 2013. Secara agregat, kawasan Sumatera mencatat kenaikan angka pengangguran yang cukup

tinggi pada tahun 2013. Sementara kondisi pengangguran di Kawasan Jawa relatif tidak berubah dari

tahun lalu. Kawasan Jakarta, meskipun mencatat penurunan tingkat pengangguran, namun masih

mencatat angka pengangguran tertinggi di antara kawasan lainnya, yaitu 9,02% (Grafik A.4).

Pada waktu mendatang, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu lebih menyeluruh

melalui capaian pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pembangunan ekonomi tidak semata melihat pada

angka realisasi kemiskinan yang cenderung menurun, namun bagaimana menciptakan perbaikan

ketimpangan pendapatan di antara masyarakat itu sendiri. Hal ini menjadi sangat kritikal dan perlu dilihat

sebagai bagian dari keberhasilan dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi di daerah.

Page 13: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 13

0

5

10

15

20

25

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

% Sumbagut

Sumbagteng

Sumbagsel

Jakarta

Jabagbar

Jabagteng

Jabagtim

Kalimantan

Sulampua

Bali-Nustra

Indonesia

Sumber: BPS, diolah

Grafik A.1. Persentase Penduduk Miskin Wilayah

0.25

0.27

0.29

0.31

0.33

0.35

0.37

0.39

0.41

0.43

0.45

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

KetimpanganSedang

KetimpanganRendah

Sumber: BPS, diolah

Grafik A.2. Rasio Gini per Provinsi

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

2009 2010 2011* 2012** 2013**

% yoy

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI

LGA BANGUNAN PHR

PENGANGKUTAN KEUANGAN JASA-JASA Sumber: BPS, diolah

Grafik A.3. Perkembangan PDB Sektoral

0

2

4

6

8

10

12

5

5.5

6

6.5

7

7.5

2010 2011 2012 2013

%%

Sumatera Jawa KTI

NASIONAL Jakarta (rhs)

Sumber: BPS, diolah

Grafik A.4. Tingkat Pengangguran Terbuka berdasarkan Kawasan

Page 14: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 14

BOKS 2. Pengaruh Upah terhadap Inflasi di Indonesia dari

Perspektif Regional1

Sebagai komponen pembentuk biaya, upah di pasar kerja dapat berpengaruh pada pembentukan harga

di pasar barang. Studi ini mencoba untuk menangkap kemungkinan tersebut dari sudut pandang

kenaikan upah minimum provinsi (UMP) terhadap inflasi provinsi di Indonesia untuk periode 2002 - 2012.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa kenaikan upah di provinsi turut berpengaruh positif terhadap

pembentukan inflasi di provinsi tersebut, setelah mempertimbangkan sejumlah faktor-faktor lain.

Perkembangan upah (Upah Minimum Provinsi/UMP) di sejumlah provinsi dalam beberapa tahun terakhir

menunjukkan tren peningkatan dan juga terlihat bervariasi antarprovinsi (Gambar B.1.). Kenaikan upah

tersebut berpotensi mendorong kenaikan inflasi. Ilustrasi sederhana di Grafik B.1. misalnya menunjukkan

adanya korelasi positif tersebut2.

Gambar B.1. Variasi Upah Minimum Provinsi

1 Disarikan dari “Dinamika dan Heterogenitas Inflasi Regional di Indonesia (Ridhwan, dkk, 2013).

2 Dapat pula dicatat bahwa hubungan di Grafik B.1. bisa saja bersifat dua arah yang kerap disebut sebagai spiral upah-

inflasi.

Page 15: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 15

Aceh

Jambi

Sumsel

Lampung

DKI

Jabar

Jateng JatimBali

NTT

Kalbar

Kalteng

Kaltim

Sultra

GorontaloMaluku

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0

9.5

8 10 12 14 16 18

Inflasi (%,yoy)

Upah (%, yoy)

Sumber: CEIC dan BPS, Rata-Rata 2002 – 2012, diolah

Grafik B.1. Korelasi Upah dan Inflasi

Dari studi literatur, efek kenaikan upah pada laju inflasi dapat ditinjau baik dari sisi penawaran maupun

permintaan. Dari sisi penawaran, upah sebagai salah satu biaya input produksi dapat berpotensi

menyebabkan peningkatan inflasi, terutama jika peningkatan upah tidak dibarengi oleh peningkatan

produktivitas tenaga kerja. Sementara dari sisi permintaan, peningkatan upah berpotensi mendorong

peningkatan daya beli. Menggunakan data UMP (proksi dari upah) pada 30 provinsi di Indonesia (data

triwulanan 2002 sampai dengan 2012), hasil studi terbaru yang dilakukan oleh beberapa peneliti ekonomi

Bank Indonesia menunjukkan bahwa UMP berpengaruh signifikan terhadap inflasi daerah3.

Variasi pengaruh untuk setiap provinsi sangat tergantung pada rata–rata kenaikan upah di provinsi

tersebut, seperti yang dapat diilustrasikan dengan tingkat gradasi warna pada Gambar B.2. Warna hijau

gelap menunjukkan daerah dengan efek yang terbesar, sementara warna hijau muda menunjukkan efek

upah yang terendah.

Berangkat dari hasil di atas, untuk mengurangi dampak kenaikan UMP terhadap inflasi, maka kenaikan

upah perlu diimbangi dengan peningkatan produktivitas. Terkait dengan itu, Bank Indonesia terutama

melalui Kantor-Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) dapat berperan aktif dalam mendorong

kebijakan di daerah yang dapat mendukung peningkatan produktivitas, terutama melalui peningkatan

keahlian (skills) pekerja, dan kesesuaian antara pasokan dan permintaan keahlian (skills’ link and match)

di tingkat provinsi. Di sisi lain, pengelolaan ekspektasi inflasi melalui kebijakan moneter dapat terus

diperkuat, terutama mengingat kemungkinan hubungan dua arah antara kenaikan upah dan laju inflasi.

3 Dalam studi ini, determinan inflasi dimodelkan dalam bentuk reduced-form dan estimasi dilakukan dengan metode Panel

Data Dinamis Arellano-Bond Generalized Method of Moments (AB-GMM) first difference3. Bentuk reduced form adalah

sebagai berikut: , inflasi merupakan fungsi dari inersia (lag

inflasi), upah ( ) dan variabel lain yang terkait upah ( ) sebagai variabel-variabel kontrol, antara lain produktivitas

(output/tenaga kerja), output gap, harga minyak, nilai tukar, dan jarak ekonomi. Setelah dilakukan estimasi, diperoleh

hasil bahwa setelah mempertimbangkan faktor-faktor lain, variabel upah berpengaruh positif terhadap pembentukan

inflasi di provinsi. Hasil estimasi tersebut adalah sebagai berikut:

Dlog(IHK)= + 0,039 Dlog*(UMP)** + 0,579 Dlog*(lag Inflasi)*** + 0,248 Dlog*(lead Inflasi)***+ (Variabel Kontrol)

**, *** signifikan pada level 5% dan 1% , sampel: 1080 observasi

Page 16: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 16

Gambar B.2. Peta Efek Upah terhadap Inflasi

Page 17: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 17

Bagian II

Perekonomian Kawasan Timur Indonesia

Pertumbuhan ekonomi KTI secara agregat pada triwulan IV 2013 mencapai 6,6% (yoy), lebih tinggi

dibanding periode triwulan sebelumnya yang sebesar 6,1% (yoy). Akselerasi pertumbuhan ekonomi KTI

terutama didorong oleh perkembangan berbagai daerah di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua).

Beberapa daerah di wilayah ini bahkan mencatat angka pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi seperti

Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang mencapai lebih dari 15% (yoy). Sementara itu,

pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan dan Wilayah Bali-Nusa Tenggara relatif stabil pada periode

ini. Untuk keseluruhan tahun 2013, realisasi pertumbuhan ekonomi KTI tercatat lebih rendah dari

capaian pada tahun 2012. Hal ini terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja ekspor barang

tambang, disertai perkembangan harga komoditas di pasar global yang masih cenderung lemah di

sepanjang 2013.

Sementara itu, tekanan inflasi berbagai daerah di KTI pada akhir tahun 2013 cenderung mereda seiring

dengan berlanjutnya koreksi harga pada beberapa bahan pangan serta terkendalinya dampak lanjutan

kenaikan harga BBM bersubsidi. Penurunan harga komoditas bahan makanan yang sejalan dengan

peningkatan pasokan, khususnya komoditas bumbu-bumbuan, mengurangi tekanan harga. Hal ini antara

lain dipengaruhi oleh adanya pergeseran puncak panen di beberapa daerah sentra produksi pangan KTI

yang mendorong melimpahnya pasokan pangan di paruh kedua 2013, kondisi cuaca yang kondusif bagi

produksi pangan – terutama produksi aneka ikan tangkap, dan minimalnya gangguan distribusi barang. Di

samping itu, berbagai langkah koordinasi yang ditempuh oleh Kantor-kantor Perwakilan Bank Indonesia

dan Pemerintah Daerah, khususnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), di berbagai daerah

KTI turut berdampak positif dalam menjaga ekspektasi inflasi masyarakat.

Memasuki awal tahun 2014, berbagai indikator ekonomi di sejumlah daerah di KTI mengindikasikan

mengemukanya tantangan yang dapat memengaruhi kinerja ekonomi KTI. Di sisi pertumbuhan ekonomi,

kinerja sektor pertambangan yang memiliki peran besar dalam perekonomian kawasan diperkirakan

tumbuh melambat sehingga berdampak pada kinerja pertumbuhan ekonomi keseluruhan KTI.

Pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan I 2014 diperkirakan melambat. Prakiraan ini terutama

dipengaruhi oleh penyesuaian yang akan dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pertambangan terkait

dengan implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral yang mulai berlaku sejak Januari 2014.

Beberapa daerah di KTI seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara diprakirakan tumbuh

melambat pada triwulan I 2014. Meski demikian, perkembangan kinerja sektor pertambangan di

Kalimantan yang didominasi oleh batubara diperkirakan dapat menahan perlambatan ekonomi KTI lebih

lanjut. Permintaan eksternal yang membaik seiring dengan menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi

global dan beroperasinya beberapa pembangkit tenaga listrik baru diperkirakan berdampak positif bagi

perkembangan kinerja pertambangan batubara di Kalimantan.

Di sisi inflasi, perkembangan harga-harga umum di berbagai daerah di KTI diperkirakan cukup terkendali

didukung prakiraan produksi pangan yang lebih baik pada tahun 2014. Beberapa daerah di KTI yang

merupakan sentra produksi pangan seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan

Gorontalo diperkirakan mengalami kenaikan produksi pangan dibandingkan dengan realisasi pada

tahun 2013. Di samping itu, prakiraan kondisi cuaca yang mulai membaik pada Februari dan Maret 2014

Page 18: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 18

diperkirakan berdampak positif bagi meredanya tekanan harga yang terjadi di awal tahun 2014 akibat

faktor cuaca yang menghambat distribusi dan bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah.

Seiring dengan peningkatan aktivitas kegiatan ekonomi, pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor

utama daerah di KTI tumbuh meningkat. Pembiayaan kredit di KTI didominasi oleh sektor perdagangan

dan sektor pertanian yang masing-masing memiliki pangsa besar yang cukup besar yakni 24,1% dan

10,3%. Sebagian besar pembiayaan kredit ke dua sektor tersebut disalurkan dalam bentuk kredit modal

kerja yang secara rata-rata berada pada kisaran 33% dari keseluruhan kredit yang disalurkan dan sekitar

29% kredit yang dimanfaatkan sebagai kredit investasi. Secara keseluruhan, penyaluran pembiayaan

perbankan masih tumbuh di atas 20% selama tahun 2013, walaupun melambat dibandingkan

pertumbuhan tahun sebelumnya karena dipengaruhi oleh tekanan yang dialami pelaku usaha terkait

perkembangan harga komoditas di pasar ekspor yang melemah. Di wilayah Sulampua, penyaluran kredit

perbankan kepada sektor pertambangan bahkan tercatat tumbuh negatif pada akhir tahun 2013 disertai

adanya tren kenaikan nonperforming loans.

Sementara itu, alokasi pembiayaan produktif untuk UMKM mencapai kisaran 26% dari total pembiayaan

dengan tingkat pertumbuhan mencapai di atas 26% (yoy) pada akhir tahun 2013. Sebagian besar kredit

UMKM disalurkan kepada sektor perdagangan dengan porsi di atas 60% sejak pertengahan tahun 2013.

Upaya untuk mendorong akses pembiayaan perbankan kepada UMKM terus ditempuh oleh Bank

Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah Daerah, antara lain melalui pemberian bantuan teknis dan

pengembangan klaster. Beberapa klaster yang dikembangkan antara lain klaster kopi di Provinsi Bali pada

tahun 2013 dan klaster sapi di Provinsi Bali, NTB dan NTT pada tahun 2014. Di Sulampua, berbagai klaster

sektor pertanian dikembangkan di berbagai daerah mulai dari kakao, cabe, padi, sapi, ayam pedaging,

serta ikan bandeng. Dalam upaya pengembangan klaster tersebut, Bank Indonesia memberikan

dukungan dalam berbagai aspek mulai dari penguatan kelembagaan, peningkatan kompetensi

petani/peternak, hingga bantuan infrastruktur pendukung, serta hubungan dengan bank.

Perkembangan aktivitas transaksi nontunai di sistem pembayaran maupun transaksi tunai di KTI

menunjukkan kecenderungan yang juga meningkat. Transaksi melalui kliring mencatat kenaikan dari sisi

nominal transaksi dengan pertumbuhan hingga 3,1%, sementara jumlah warkatnya menurun sebesar

2,8%. Sementara itu, transaksi RTGS di semua wilayah di KTI mengalami kenaikan. Di Sulampua,

peningkatan transaksi nontunai melalui RTGS terjadi seiring meningkatnya berbagai kebutuhan transaksi

masyarakat dan pelaku usaha khususnya pada akhir tahun. Dalam rangka meningkatkan kualitas

pelayanan transaksi, Bank Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman dengan Bank Sentral

Papua New Guinea (PNG) untuk meningkatkan peran lembaga keuangan Bank dan Pedagang Valuta

Asing (PVA) di masing-masing negara. Tujuannya untuk meningkatkan aktivitas ekonomi di wilayah

perbatasan dengan mendorong terciptanya kelancaran dan keandalan sistem pembayaran.

Prospek pertumbuhan ekonomi KTI diperkirakan masih menghadapi tantangan sebagai dampak dari

penyesuaian yang masih dilakukan oleh pelaku usaha terhadap kebijakan pengaturan ekspor mineral.

Setelah diperkirakan melambat pada triwulan I 2014, pertumbuhan ekonomi di KTI secara agregat pada

triwulan II 2014 diperkirakan membaik dan untuk keseluruhan tahun 2014 diperkirakan tumbuh di

kisaran 4,5% – 5,0%. Masuknya masa panen di triwulan mendatang dengan prakiraan capaian produksi

yang lebih baik disertai meningkatnya aktivitas konsumsi terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2014

diperkirakan berkontribusi besar pada capaian pertumbuhan ekonomi KTI tahun 2014. Sementara itu,

pelaku usaha pertambangan diperkirakan secara bertahap mampu melakukan perubahan strategi

usaha dalam merespons pelaksanaan kebijakan pengaturan ekspor mineral disertai upaya untuk

Page 19: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 19

mempercepat pembangunan smelter. Oleh karena itu, prospek pertumbuhan ekonomi KTI akan

tergantung antara lain pada kecepatan penyesuaian yang dilakukan oleh para pelaku usaha di sektor

pertambangan.

Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan sedikit mereda dengan membaiknya kembali pasokan pangan

dan distribusi. Inflasi diperkirakan berada di kisaran 6,5% – 6,9% (yoy) pada triwulan II 2014. Tekanan

kenaikan inflasi di berbagai daerah di Sulampua dan Bali-Nustra diperkirakan mereda, sedangkan

tekanan inflasi di wilayah Kalimantan justru masih berpotensi mengalami peningkatan. Meredanya

tekanan inflasi di wilayah Sulampua dan Bali-Nustra antara lain terkait dengan capaian produksi pangan

pada masa panen raya mendatang disertai faktor cuaca yang kondusif. Di samping itu, arus distribusi

barang antar daerah di dua wilayah ini diperkirakan terjaga. Sementara itu, perkembangan harga di

Kalimantan diperkirakan kembali mengalami tekanan karena masih besarnya potensi hambatan distribusi

akibat tingginya gelombang laut dan permasalahan kuotasi LPG 3 kg. Menghadapi potensi risiko yang

ada, TPID juga perlu mencermati adanya pergeseran pola panen yang akan terjadi dan implikasinya

terhadap kesinambungan pasokan pangan. Mencermati perkembangan terakhir dan berbagai faktor

risiko tersebut, maka untuk keseluruhan tahun 2014, inflasi KTI diperkirakan berada pada kisaran 4,9% –

5,4% (yoy).

Page 20: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 20

Bagian II.1 Perekonomian Sulawesi, Maluku, dan Papua

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian berbagai daerah di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) secara agregat

tumbuh menguat pada triwulan IV 2013. Beberapa provinsi seperti Papua, Papua Barat, dan Sulawesi

Tenggara dapat mencatat angka pertumbuhan yang cukup signifikan sehingga berkontribusi besar pada

kenaikan pertumbuhan ekonomi Wilayah Sulampua hingga mencapai 10,4% (yoy), lebih tinggi dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 9,1% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah

di wilayah Sulampua didorong oleh kinerja sektor pertambangan. Meningkatnya kinerja sektor

pertambangan di periode triwulan terakhir tahun 2013 ini menyebabkan wilayah Sulampua dapat

mencatat angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi selama tahun 2013 (8,7%, yoy) dibanding

capaian di tahun 2012 (8,1%, yoy).

Memasuki periode triwulan I 2014, perkembangan beberapa indikator ekonomi terkini mengindikasikan

potensi kembali melambatnya kinerja pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah di wilayah Sulampua.

Hal ini terutama dipengaruhi oleh penyesuaian yang perlu dilakukan oleh pelaku usaha di sektor

pertambangan terkait penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral yang mulai berlaku pada Januari

2014. Indikasi melambatnya kinerja ekonomi terutama terlihat di beberapa provinsi di wilayah Sulampua

yang memiliki pangsa sektor petambangan cukup besar dalam ekonominya, seperti Papua dan Sulawesi

Tenggara. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi wilayah Sulampua diprakirakan

berada di kisaran 5,4% – 5,9% (yoy).

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga tumbuh relatif stabil pada triwulan IV 2013. Pada triwulan sebelumnya,

konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 6,8% (yoy) dan kembali tumbuh dengan angka yang sama di

triwulan IV 2013. Hal tersebut didukung oleh cukup banyaknya penyelenggaraan event berskala nasional

maupun internasional di Manado (Sulawesi Utara), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Palu (Sulawesi

Tengah). Untuk keseluruhan tahun 2013, konsumsi rumah tangga tumbuh melambat pada angka 6,8%

(yoy) setelah pada tahun 2012 tercatat tumbuh sebesar 7,0% (yoy). Melambatnya kinerja konsumsi

rumah tangga antara lain terkait dengan melemahnya pendapatan di sektor pertambangan seiring

berlanjutnya penurunan harga komoditas ekspor sepanjang tahun 2013.

Perkembangan beberapa indikator terkini menunjukkan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih

cenderung melambat pada triwulan I 2014. Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) mengindikasikan tendensi

arah penjualan eceran yang melemah di Makassar maupun Manado (Grafik II.1.1). Demikian halnya

dengan dengan Indeks Keyakinan Konsumen dari hasil Survei Konsumen (SK) yang juga menunjukkan

kecenderungan melemah (Grafik II.1.2). Pelemahan tersebut dinilai terkait dengan kenaikan harga

komoditas strategis (LPG, ikan-ikanan, pangan lainnya) pada awal tahun dan kondisi cuaca yang tidak

kondusif, hingga bencana alam yang terjadi di beberapa daerah seperti banjir bandang di Manado.

Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi di Sulampua juga masih berada pada tren yang melambat

(Grafik II.1.3).

Page 21: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 21

Konsumsi Pemerintah

Pada triwulan IV 2013, konsumsi pemerintah mengalami akselerasi pertumbuhan seiring dengan siklus

akhir tahun yang cenderung mendorong kenaikan realisasi anggaran. Penyelenggaraan Pemilihan Kepala

Daerah (Pilkada) di beberapa daerah seperti Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Tengah, Papua, dan Maluku turut berkontribusi pada kenaikan penyerapan anggaran pemerintah

tersebut. Konsumsi pemerintah di berbagai daerah di wilayah Sulampua secara agregat tumbuh hingga

8,9% (yoy) pada triwulan IV 2013, dibanding 6,3% (yoy) di triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan

tahun 2013, konsumsi pemerintah tumbuh melambat dari 7,9% (yoy) menjadi 6,6% (yoy). Hal ini turut

dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan komponen belanja APBD agregat Sulampua dari 39% (yoy)

di 2012 menjadi 12% (yoy) di 2013.

Pada triwulan I 2014, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan kembali tumbuh melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut lebih dipengaruhi oleh pola siklikal realisasi

anggaran yang cenderung rendah di awal tahun dan efek dari tingginya pertumbuhan konsumsi

pemerintah pada akhir 2013. Indikasi penyerapan realisasi anggaran yang rendah pada awal tahun

terlihat pada giro milik pemerintah daerah di perbankan yang cenderung meningkat pada awal tahun

(Grafik II.1.4). Meski demikian, pengeluaran pemerintah terkait persiapan penyelenggaran Pemilihan

Umum (Pemilu) pada April 2014 diperkirakan menopang kinerja konsumsi pemerintah.

150

190

230

270

310

350

390

85

90

95

100

105

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

IndeksIndeks

Makassar Manado - Skala Kanan

Grafik II.1.1. Indeks Penjualan Eceran Riil, Survei Penjualan Eceran Bank indonesia

100

110

120

130

140

150

160

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

Indeks

Makassar Ambon Manokwari Palu

Grafik II.1.2. Indeks Keyakinan Konsumen, Survei Konsumen Bank indonesia

0

10

20

30

40

50

60

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyRp Triliun

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan

Grafik II.1.3. Penyaluran Kredit Konsumsi

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyRp Triliun

Giro BPD gGiro BPD - Skala Kanan

Grafik II.1.4. Giro Milik Bank Pemerintah Daerah

Investasi

Kinerja investasi di berbagai daerah di wilayah Sulampua tumbuh melambat pada triwulan IV 2013.

Pertumbuhan investasi secara agregat tercatat sebesar 10,3% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan

Page 22: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 22

triwulan sebelumnya (11,3%, yoy). Melemahnya pertumbuhan investasi, terutama terjadi di Sulawesi

Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua. Beberap hal yang diperkirakan memengaruhi melambatnya kinerj

investasi di wilayah Sulampua antara lain depresiasi nilai tukar dan meningkatnya suku bunga, serta

masih terbatasnya perbaikan harga komoditas ekspor utama di pasar global. Namun, berlanjutnya

realisasi pembangunan beberapa proyek infrastruktur seperti di Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku,

Maluku Utara, serta Papua, untuk pembangunan pembangkit listrik, jalan raya, jalan tol, perbaikan

fasilitas bandara maupun pelabuhan, hingga pembangunan jembatan dapat menopang pertumbuhan

investasi tetap berada pada level yang cukup tinggi pada akhir tahun 2013. Untuk keseluruhan tahun,

kecenderungan harga komoditas ekspor yang melemah sepanjang tahun 2013 dan masih terbatasnya

perkembangan investasi di sektor pertambangan berpengaruh pada capaian realisasi investasi di tahun

2013 yang tercatat lebih rendah dibanding tahun 2012.

Perkembangan terakhir mengindikasikan masih belum kuatnya kinerja investasi pada triwulan I 2014. Hal

ini terlihat dari indikator impor barang modal serta realisasi penanaman modal asing (PMA) Sulampua

yang cenderung tumbuh terbatas (Grafik II.1.5 dan Grafik II.1.6). Di sisi lain, penyaluran kredit investasi

terpantau memiliki tren yang stabil pada tingkat yang tinggi sehingga berpotensi menjadi faktor positif

yang menopang kinerja investasi (Grafik II.1.7). Kapasitas produksi terpakai Sulampua juga masih

bergerak stabil pada kisaran 68% sehingga masih sangat mungkin untuk mengalami peningkatan (Grafik

II.1.8). Implementasi kebijakan penerapan pengaturan ekspor mineral diperkirakan menjadi insentif bagi

pelaku usaha di sektor pertambangan untuk mempercepat realisasi pembangunan smelter.

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV

2012 2013

%, yoyJuta Ton

Impor Barang Modal gImpor Barang Modal - Skala Kanan

Sumber : Bea Cukai, diolah

Grafik II.1.5. Impor Barang Modal

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyUSD Juta

Sektor Primer Sektor Sekunder

Sektor Tersier gTotal PMA - Skala Kanan

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik II.1.6. Realisasi Penanaman Modal Asing

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyRp Triliun

Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan

Grafik II.1.7. Penyaluran Kredit Investasi

66

67

68

69

70

71

72

50

55

60

65

70

75

80

I II III IV I II III IV

2012 2013

%%

Total - Skala Kanan Pertanian

Pertambangan Industri Pengolahan

Grafik II.1.8. Kapasitas Produksi Terpakai,

Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Page 23: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 23

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Pada triwulan IV 2013, ekspor luar negeri beberapa daerah di wilayah Sulampua mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Penguatan ekspor didorong oleh meningkatnya kinerja ekspor di beberapa

provinsi, terutama dari Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Selatan terutama untuk komoditas tambang.

Hal ini antara lain dipengaruhi oleh membaiknya permintaan barang tambang oleh beberapa negara

mitra dagang utama dan juga diiduga sebagai antisipasi sebelum diberlakukannnya larangan ekspor

mineral pada awal tahun 2014. Secara keseluruhan tahun 2013, kinerja ekspor luar negeri dari Sulampua

ditopang kinerja produksi tambang utama di Provinsi Papua yang dapat beroperasi secara normal pada

2013 meskipun sempat terjadi terganggu selama beberapa waktu pada triwulan II 2013. Selain itu, Papua

Barat juga memberikan kontribusi melalui ekspor liquefied natural gas (LNG) yang cukup signifikan

sepanjang 2013.

Pada triwulan I 2014, ekspor Sulampua yang didominasi oleh produk tambang diperkirakan tumbuh

melambat (Grafik II.1.9). Faktor utama penyebab perlambatan adalah diterapkannya pengaturan ekspor

produk mineral. Penerapan aturan tersebut akan memengaruhi kinerja ekspor tembaga (Papua) serta

nikel (Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Sulawesi Tengah). Berdasarkan liaison yang dilakukan di

Sulawesi Tenggara dan beberapa daerah lainnya, penerapan kebijakan tersebut akan memengaruhi

aktivitas kegiatan ekspor perusahaan karena peran ekspor raw material selama ini masih cukup besar. Di

samping itu, cenderung melemahnya Purchasing Managers Index (PMI) negara tujuan ekspor berbagai

daerah di Sulampua, khususnya ke China dan Amerika Serikat (Grafik II.1.10) dan masih terbatasnya

perbaikan harga komoditas tambang di pasar global (Grafik II.1.11) berpotensi menahan laju perbaikan

kinerja ekspor lebih lanjut.

Impor

Pada triwulan IV 2013, impor mengalami akselerasi pertumbuhan. Impor ke berbagai daerah di wilayah

Sulampua secara agregat kembali mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,5% (yoy) setelah sempat

mengalami kontraksi sebesar -0,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Menguatnya pertumbuhan impor

terjadir di hampir semua provinsi seiring kegiatan industri pengolahan yang juga menguat sehingga

mendorong kenaikan kebutuhan impor bahan baku industri. Untuk keseluruhan 2013, impor Sulampua

tumbuh melambat dari 5,7% (yoy) pada 2012 menjadi 3,6% (yoy). Melemahnya kinerja impor disebabkan

oleh tertahannya pertumbuhan kegiatan konsumsi dan investasi secara tahunan.

Memasuki triwulan I 2014, kinerja impor diperkirakan masih tumbuh meningkat dibandingkan triwulan IV

2013. Penguatan ini diindikasikan dari kinerja sektor sekunder, khususnya sektor bangunan di Papua,

Sulawesi Utara, dan Maluku Utara, yang diperkirakan cenderung meningkat. Secara historis, impor

barang modal dan barang konsumsi dari luar negeri berpotensi mengalami akselerasi pada awal tahun

untuk mendukung kegiatan di sektor sekunder (Grafik II.1.12).

Page 24: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 24

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV

2012 2013

%, yoy

Pertanian Industri Pertambangan

Sumber : Bea Cukai, diolah

Grafik II.1.9. Pertumbuhan Volume Ekspor Menurut Komoditas

44

46

48

50

52

54

56

58

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

2013 2014

Indeks

Jepang Cina Amerika Serikat Eropa Series5

Sumber : Bloomberg

Grafik II.1.10. Purchasing Managers Index Negara Tujuan Ekspor

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

22,000

24,000

26,000

28,000

30,000

6,000

6,500

7,000

7,500

8,000

8,500

9,000

9,500

10,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2011 2012 2013

USD/ton metrikUSD/ton metrik

Harga Internasional Biji Tembaga

Harga Internasional Biji Nikel - Skala Kanan

Sumber : World Bank

Grafik II.1.11. Harga Internasional Komoditas Ekspor Pertambangan

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

I II III IV I II III IV

2012 2013

%, yoy

Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku

Sumber : Bea Cukai, diolah

Grafik II.1.12. Pertumbuhan Volume Impor Menurut Kategori Barang

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian secara agregat tumbuh melambat di wilayah Sulampua dari 24,8%

(yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 22,6% (yoy) pada triwulan IV 2013. Hal ini dipengaruhi oleh

perbaikan harga komoditas ekspor yang masih cenderung terbatas dan terhentinya produksi beberapa

perusahaan tambang lokal di Sulawesi Tengah. Meskipun demikian, langkah pelaku usaha dalam

mengantisipasi berlakunya larangan ekspor mineral pada awal Januari 2014 dan minimalnya kendala

operasional perusahaan tambang besar di wilayah Sulampua diperkirakan dapat menopang

pertumbuhan kinerja sektor pertambangan pada kisaran level yang masih tinggi. Indikasi ini terlihat dari

produksi tembaga dan emas di Papua yang meningkat cukup tinggi pada akhir tahun 2013 (Grafik II.1.13.

dan Grafik II.1.14.). Secara keseluruhan tahun 2013, relatif minimalnya gangguan operasional produksi

tambang di berbagai daerah di wilayah Sulampua mendorong pertumbuhan sektor pertambangan pada

tahun 2013 tumbuh 18,3% (yoy) dibandingkan capaian pada tahun 2012 (0,1%, yoy).

Pada awal triwulan I 2014, kinerja produksi sektor pertambangan diperkirakan tumbuh melambat. Mulai

berlakunya kebijakan pengaturan ekspor mineral diperkirakan mendorong pelaku usaha di sektor

Page 25: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 25

tambang untuk melakukan beberapa penyesuaian sehingga diperkirakan berdampak pada aktivitas di

sektor tambang. Hasil liaison kepada beberapa perusahaan tambang di wilayah Sulampua

mengindikasikan hambatan utama yang dihadapi terutama terkait belum tersedianya fasilitas smelter

dengan kapasitas yang sebanding dengan hasil produksi. Kondisi ini selanjutnya akan memengaruhi

aktivitas produksi beberapa produk mineral. Beberapa pengusaha tambang kelas menengah di Maluku

Utara maupun Sulawesi Tengah mengindikasikan akan mulai berhenti beroperasi karena belum adanya

fasilitas smelter. Sementara itu, kinerja produksi dan ekspor bijih nikel di beberapa daerah di wilayah

Sulampua diperkirakan masih dalam tren yang melambat sedangkan ekspor bijih tembaga mengalami

akselerasi di akhir 2013 (Grafik II.1.15. dan Grafik II.1.16.).

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyJuta Pounds

Produksi Tembaga gProduksi Tembaga - Skala Kanan

Sumber : Produsen, diolah

Grafik II.1.13. Produksi Konsentrat Tembaga Papua

(100)

(50)

0

50

100

150

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyRibu Ons

Produksi Emas gProduksi Emas - Skala Kanan

Sumber : Produsen, diolah

Grafik II.1.14. Produksi Konsentrat Emas Papua

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyWet Metric

Tons

Produksi Biji Nikel gProduksi Biji Nikel - Skala Kanan

Sumber : Produsen, diolah

Grafik II.1.15. Produksi Bijih Nikel Sulawesi Tenggara

(100)

(50)

0

50

100

150

I II III IV I II III IV

2011 2012

%, yoy

Biji Nikel Biji Tembaga

Sumber : Bea Cukai, diolah

Grafik II.1.16. Pertumbuhan Vol. Ekspor Tambang

Sektor Industri Pengolahan

Pada triwulan IV 2013, sektor industri pengolahan tumbuh meningkat hingga mencapai 11,4% (yoy)

setelah sebelumnya tumbuh 7,2% (yoy). Provinsi pendorong pertumbuhan sektor ini adalah Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan terutama Papua Barat. Di Papua

Barat, meningkatnya kinerja industri dipengaruhi terutama oleh produksi LNG yang meningkat cukup

tinggi seiring membaiknya harga internasional LNG pada triwulan IV 2013. Meski demikian, secara

keseluruhan tahun 2013, sektor industri pengolahan tercatat tumbuh melambat dari 12,7% (yoy) pada

2012 menjadi 8,4% (yoy). Hal ini terutama dipengaruhi oleh kinerja industri LNG di Papua Barat. Di

daerah ini, penghentian operasi dua kilang milik produsen pada November 2012 berdampak pada

Page 26: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 26

capaian produksi secara keseluruhan tahun. Meski salah satu kilang telah beroperasi kembali di

Desember 2012, kilang yang lain belum bisa beroperasi hingga awal 2013 karena masih dalam tahap

pemeliharaan.

Memasuki triwulan I 2014, sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh melambat. Produksi LNG di

Papua Barat diperkirakan tumbuh cenderung stabil pada triwulan I 2014 (Grafik II.1.17). Produksi terigu

dan realisasi pengadaan semen diperkirakan akan melambat sebagai dampak dari melemahnya

permintaan pasca masa akhir tahun dan selesainya target proyek-proyek pembangunan pada 2013

(Grafik II.1.18 dan Grafik II.1.19). Sementara itu, kinerja produksi nikel di Sulawesi Selatan dan Sulawesi

Tenggara diperkirakan cukup baik pada triwulan I 2014 seiring kegiatan operasional yang berjalan

normal tanpa isu negatif yang berpotensi mengganggu produksi (Grafik II.1.20).

(30)(20)(10)010203040506070

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013*

%, yoyRibu Metrik Kubik

*) Angka sementara

Produksi LNG gProduksi LNG - Skala Kanan

Sumber : Produsen, diolah

Grafik II.1.17. Produksi LNG Papua Barat

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

020406080

100120140160180200

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyRibu Ton Metrik

Produksi Terigu gProduksi Terigu - Skala Kanan

Sumber : Produsen, diolah

Grafik II.1.18. Produksi Terigu Sulawesi Selatan

(15)(10)(5)0510152025303540

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyRibu Ton

Pengadaan Semen gPengadaan Semen - Skala Kanan

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Grafik II.1.19. Realisasi Pengadaan Semen

(40)(30)(20)(10)

010203040506070

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%; yoy

Ferronikel Nikel Matte

Sumber : Produsen, diolah

Grafik II.1.20. Pertumbuhan Produksi Nikel Olahan

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)

Sektor PHR tumbuh menguat di akhir 2013. Pada triwulan IV 2013, sektor PHR bertumbuh 10,2% (yoy),

lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (9,1%, yoy). Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara menjadi pendorong akselerasi sektor ini. Peningkatan

tersebut terutama didukung oleh kegiatan perdagangan besar maupun eceran yang meningkat seiring

masa akhir tahun. Kehadiran pusat perbelanjaan besar di Sulawesi Tenggara menjadi faktor yang

menguatkan pertumbuhan. Di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, penyelenggaraan event berskala

besar menjadi pemicu akselerasi. Akumulasi selama satu tahun menunjukkan adanya perlambatan

pertumbuhan sektor PHR dari 10,2% (yoy) pada 2012 menjadi 9,9% (yoy) pada 2013. Perlambatan ini

Page 27: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 27

dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan konsumsi maupun impor di 2013 sehingga kegiatan

perdagangan pun ikut melambat.

Melihat pada beberapa perkembangan indikator terkini, pertumbuhan sektor PHR diperkirakan akan

sedikit melambat pada triwulan I 2014. Tingkat penghunian kamar hotel di beberapa daerah di wilayah

Sulampua cenderung menurun pada awal tahun (Grafik II.1.21). Pola yang sama juga teramati pada

jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Makassar dan Manado (Grafik II.1.22). Kemudian,

aktivitas bongkar dan muat di Pelabuhan Makassar selaku hub dari wilayah Sulampua cenderung

menurun di awal tahun, khususnya barang yang dimuat. Hal ini dikarenakan panen komoditas pangan

yang masih terbatas sehingga belum dapat dipasarkan ke daerah lain secara optimal apalagi dengan

kondisi cuaca yang tidak mendukung. Meski demikian, adanya hari raya keagamaan, hari raya

kebudayaan, serta persiapan Pemilu Legislatif pada periode triwulan berjalan dinilai dapat menopang

kegiatan perdagangan.

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik II.1.21. Tingkat Penghunian Kamar Hotel

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyOrang

Manado Makassar gJumlah Wisman - Skala Kanan

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik II.1.22. Jumlah Wisatawan Mancanegara

Sektor Pertanian

Sektor pertanian tumbuh meningkat dari 4,4% pada triwulan III 2013 (yoy) menjadi 8,3% (yoy) pada

triwulan IV 2013. Penguatan ini didorong oleh perbaikan kinerja sektor pertanian di sebagian besar

provinsi. Pergeseran puncak panen menyebabkan masih terdapatnya panen di beberapa daerah sentra

produksi di Sulawesi Selatan pada triwulan IV 2013. Produksi ikan yang meningkat signifikan di daerah

sentra seperti Maluku dan Maluku Utara ikut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Di Sulawesi

Tenggara, penguatan infrastruktur irigasi serta penambahan kapal untuk penangkapan ikan yang

ditempuh pemerintah menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Untuk keseluruhan 2013, sektor

pertanian mengalami perlambatan dari 5,2% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Hal ini dinilai merupakan dampak

melemahnya pertumbuhan produksi padi di Sulampua (Grafik II.1.23). Berdasarkan angka sementara dari

Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi padi Sulampua melambat dari 7,4% (yoy) pada 2012

menjadi 1,4% (yoy) pada 2013.

Pada triwulan I 2014, sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat. Belum tibanya musim panen

puncak serta curah hujan yang tinggi dinilai menghambat kinerja produksi tanaman bahan makanan

(Tabama). Demikian halnya dengan produksi ikan tangkap yang diperkirakan terbatas karena faktor cuaca

yang tidak kondusif pada Januari-Februari 2014 (Grafik II.1.24). Produksi komoditas perkebunan di

Page 28: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 28

beberapa daerah di wilayah Sulampua terindikasi juga cenderung tumbuh melambat karena belum

tibanya masa panen dan insentif perbaikan harga komoditas di pasar global yang belum cukup tinggi.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

6.4

6.6

6.8

7.0

7.2

7.4

7.6

7.8

8.0

8.2

8.4

2009 2010 2011 2012 2013*

%, yoyJuta Ton

*) Angka sementara

Produksi Padi gProduksi Padi - Skala Kanan

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik II.1.23. Produksi Beras

(150)

(100)

(50)

0

50

100

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1*

I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014

%, yoyRibu Ton

*) Angka sementara

PPN Ambon PPS Kendari

PPS Bitung gTotal Produksi Ikan - Skala Kanan

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan

Grafik II.1.24. Produksi Ikan Tangkap

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Rilis data terakhir menunjukkan tingkat pengangguran di wilayah Sulampua menunjukkan peningkatan

menjadi sebesar 4,8% pada Agustus 2013 dibandingkan Februari 2013 (4,7%). Secara umum, tingkat

pengangguran pada provinsi-provinsi di wilayah Sulampua mengalami kenaikan, kecuali Sulawesi Selatan,

Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat

pengangguran terbuka (TPT) periode Agustus 2012 (5,0%), TPT di wilayah Sulampua mengalami

penurunan pada Agustus 2013.

Dari indikator kemiskinan, rasio penduduk miskin Sulampua meningkat pada September 2013 (15,2%)

dibandingkan Maret 2013 (14,7%). Secara umum, provinsi-provinsi di wilayah Sulampua turut mengalami

kenaikan rasio penduduk miskin kecuali Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku (Grafik II.1.25). Jika

dibandingkan dengan tahun yang lalu, rasio penduduk miskin mengalami peningkatan karena pada

periode September 2012 rasio tersebut tercatat sebesar 14,9%. Naiknya rasio penduduk miskin juga

diikuti oleh menurunnya nilai tukar petani (NTP) di dua daerah sentra produksi komoditas pertanian di

Sulampua yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (Grafik II.1.26) yang dinilai merupakan dampak dari

tekanan inflasi yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

ProvinsiTingkat Pengangguran Terbuka

(Ags'2013 terhadap Feb'13)

Rasio Penduduk Miskin

(Sep'13 terhadap Mar'13)

Sulawesi Utara ↓ ↑Sulawesi Tengah ↑ ↓Sulawesi Selatan ↓ ↑Sulawesi Tenggara ↑ ↑Gorontalo ↓ ↑Sulawesi Barat ↑ ↓Maluku ↑ ↓Maluku Utara ↓ ↑Papua Barat ↑ ↑Papua ↑ ↑Sulampua ↑ ↑

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik II.1.25. Kondisi Ketenagakerjaan dan

Kemiskinan

95

100

105

110

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

I II III IV I II III IV

2012 2013

Indeks

Sulawesi Selatan Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah Papua

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik II.1.26. Nilai Tukar Petani

Page 29: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 29

PERKEMBANGAN INFLASI

Pada triwulan IV 2013, tekanan inflasi di wilayah Sulampua melemah dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari 7,59% (yoy) menjadi 7,02% (yoy). Melambatnya laju inflasi di Sulampua

dipengaruhi oleh laju inflasi di beberapa provinsi, antara lain Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Maluku, Papua Barat, dan Papua. Meredanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)

bersubsidi serta kondisi pasokan bahan pangan yang melimpah pada Oktober dan November 2013

menjadi faktor pendukung melemahnya tekanan kenaikan inflasi berbagai komoditas yang masuk

dalam kelompok volatile food. Meski demikian, tekanan inflasi masih terlihat cukup besar pada

kelompok komoditas core seperti emas dan bahan bangunan, serta administered prices sebagai

dampak dari kenaikan harga LPG dan penyesuaian tarif listrik tahap akhir.

(50)050100150200250300350400450

(15)(10)

(5)05

101520253035

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

2013 2014

%, yoy%, yoy

Bahan Bakar Rumah Tangga Bandeng

Bawang Merah - Skala Kanan Cabe Merah - Skala Kanan

Grafik II.1.27. Perubahan Harga Beberapa Komoditas,

Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia

(2)

(1)

0

1

2

3

4

5

6

150155160165170175180185190195200205

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4

2013 2014

%Indeks

Indeks Ekspektasi Harga (Konsumen)

Inflasi (mtm) Sulawesi Selatan Kumulatif 3 Bulan - Skala Kanan

Grafik II.1.28. Ekspektasi Harga Jangka Pendek

Konsumen, Survei Konsumen Bank Indonesia

Pada triwulan I 2014, perkembangan inflasi di berbagai daerah di KTI diperkirakan cenderung

melambat dibandingkan triwulan IV 2013. Perlambatan tersebut didukung oleh prakiraan produksi

pangan yang membaik seiring cuaca yang lebih kondusif pada periode Februari hingga Maret 2014.

Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Sulampua diperkirakan memberi dampak yang

minimal pada lahan areal pertanian. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) terakhir di Makassar yang

memiliki bobot kota terbesar di Sulampua (Grafik II.1.27), laju pertumbuhan tahunan harga

komoditas pangan cenderung melambat kecuali beberapa jenis ikan. Adapun dampak kenaikan

harga LPG yang terlihat dari kenaikan harga bahan bakar rumah tangga menjadi salah satu faktor

risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi. Di samping itu, terjaganya ekspektasi konsumen

terhadap harga barang dan jasa periode tiga bulan ke depan turut berdampak positif bagi terjaganya

perkembangan inflasi ke depan (Grafik II.1.28).

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Dalam upaya pemantauan serta pengendalian inflasi di daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

se-Sulampua telah ikut berperan aktif sebagai anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID),

khususnya dalam merumuskan opsi kebijakan stabilisasi harga. Terkait upaya langsung pengendalian

harga, TPID se-Sulampua melakukan kegiatan pasar murah dan inspeksi mendadak (sidak), terutama

pada saat mendekati hari raya keagamaan. Terkait kenaikan harga LPG, TPID Sulawesi Selatan

Page 30: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 30

merekomendasikan penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk LPG komersial, sementara TPID

Sulawesi Utara melakukan sidak secara khusus terkait kenaikan harga LPG. Terkait ketahanan

pangan, beberapa TPID melakukan beberapa upaya khusus untuk meningkatkan pasokan komoditas

pangan. Di Sulawesi Utara, TPID bekerjasama dengan TNI dalam hal pemanfaatan lahan TNI sebagai

kebun komoditas pangan. Di Maluku, upaya peningkatan pasokan ikan segar dilakukan dengan

teknologi cold storage.

Di samping itu, TPID pada tingkat provinsi se-Sulampua juga melakukan upaya penguatan

kelembagaan serta peningkatan kesadaran maupun pengetahuan akan pengendalian inflasi. Di

Sulawesi Selatan, telah dilakukan workshop inflasi untuk mengakomodasi kebutuhan para anggota

TPID dalam penguatan pemahaman akan pentingnya pengendalian inflasi. Selain itu, untuk

mengatasi kondisi geografis dengan adanya instruksi pembentukan TPID di semua kabupaten/kota,

TPID Sulawesi Selatan membagi 24 kabupaten/kota menjadi lima zona. Kemudian, penyempurnaan

dan pembangunan sistem harga pangan juga menjadi fokus dan perhatian TPID di semua provinsi

dalam wilayah Sulampua. Ke depan, selain penguatan kelembagaan melalui pembentukan serta

koordinasi TPID di tingkat kabupaten dan kota, kegiatan pengendalian inflasi juga dihadapkan pada

beberapa tantangan terkait risiko inflasi pangan, peningkatan ekspektasi inflasi pada saat Pemilu,

serta beberapa kebijakan pemerintah yang secara langsung mempengaruhi harga (pajak daerah

tembakau, harga LPG, penyesuaian tarif listrik).

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Kredit yang disalurkan kepada sektor utama di wilayah Sulampua berada pada tren yang melambat

(Grafik II.1.29). Pada triwulan IV 2013, hanya kredit untuk sektor pertanian yang mengalami akselerasi.

Kredit ke sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan bahkan mengalami kontraksi. Dari total

kredit yang disalurkan sebesar Rp194,3 triliun hingga Desember 2013, sektor pertanian mengambil

pangsa sebesar 3,0%. Selanjutnya sektor pertambangan dan penggalian memiliki pangsa sebesar 1,4%,

sektor industri pengolahan sebesar 3,6%, dan sektor perdagangan sebesar 27,9%. Adapun dilihat dari

kualitas penyaluran kredit yang diberikan kepada sektor utama di Sulampua, dapat dikatakan bahwa

seluruh sektor utama daerah masih memiliki nonperforming loan (NPL) di bawah 5% (Grafik II.1.30).

Dengan demikian, ketahanan sektor utama di Sulampua masih cukup baik meski dibayangi risiko

pengaturan ekspor komoditas tambang dalam bentuk mentah yang akan memengaruhi kinerja sektor

pertambangan dan penggalian.

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga di Sulampua masih masih berada pada tendensi yang

melambat di triwulan IV 2013 (Grafik II.1.31), terutama kredit pemilikian rumah (KPR). Pertumbuhan KPR

serta kredit rumah tangga yang lainnya mengalami perlambatan pada triwulan IV 2013. Di sisi lain, kredit

kendaraan bermotor (KKB) mengalami akselerasi sedangkan kontraksi kredit multiguna menipis pada

triwulan IV 2013. Dari total kredit konsumsi yang tercatat telah disalurkan sebanyak Rp94,1 triliun hingga

Desember 2013, pangsa kredit multiguna adalah sebesar 36,5% sedangkan KPR dan KKB masing-masing

mengambil pangsa sebesar 23,5% dan 8,0%. Sisanya merupakan kredit rumah tangga maupun lapangan

Page 31: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 31

usaha jenis lainnya. Selanjutnya, pembiayaan kepada rumah tangga di Sulampua dinilai masih memiliki

ketahanan yang cukup baik. Hal ini diindikasikan dari NPL kredit rumah tangga yang cenderung menurun

hingga akhir 2013 (Grafik II.1.32). Selain itu, seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPL di bawah 5%.

(50)

0

50

100

150

200

250

300

(30)(20)(10)

01020304050607080

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoy%, yoy

Pertanian Industri Pengolahan

Perdagangan Pertambangan - Skala Kanan

Grafik II.1.29. Pertumbuhan Kredit Sektor Utama

0

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%

Pertanian Pertambangan

Industri Pengolahan Perdagangan

4.7

2.8

3.5

3.9

Grafik II.1.30. Perkembangan NPL Kredit Sektor Utama

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoy%, yoy

KPR KKB Lainnya Multiguna - Skala Kanan

Grafik II.1.31. Pertumbuhan Kredit RT

0

1

1

2

2

3

3

4

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%

KPR KKB Multiguna Lainnya

0.6

2.5

1.1

0.8

Grafik II.1.32. Perkembangan NPL Kredit RT

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Laju pertumbuhan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Sulampua mengalami

perlambatan pada triwulan IV 2013 (Grafik II.1.33.). Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 21,0% (yoy)

setelah sebelumnya tumbuh sebesar 21,6% (yoy). Kredit produktif kepada UMKM di Sulampua

mengambil pangsa sebesar 30,9% dari total kredit yang disalurkan di Sulampua. Total nilai yang

disalurkan adalah sebesar Rp59,9 triliun. Kredit UMKM jenis investasi tercatat memiliki porsi sebesar

28,2% sedangkan kredit modal kerja memiliki pangsa sebesar 71,8%. Pembiayaan kepada UMKM di

Sulampua dinilai masih memiliki prospek yang baik seiring dengan angka NPL yang masih di bawah 5%

(Grafik II.1.34). Pada triwulan IV-2013, NPL kredit UMKM Sulampua tercatat sebesar 4,0%.

Page 32: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 32

0

10

20

30

40

50

60

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%, yoyRp Triliun

Kredit Produktif UMKM gKredit Produktif UMKM - Skala Kanan

Grafik II.1.33. Pertumbuhan Kredit UMKM

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%

NPL Kredit Produktif UMKM

4.0

Grafik II.1.34. Perkembangan NPL Kredit UMKM

0

20

40

60

80

100

120

140

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

I II III IV I II III IV

2012 2013

%, yoyRp Triliun

Total Transaksi RTGS gTotal Transaksi RTGS - Skala Kanan

Grafik II.1.35. Perkembangan Transaksi RTGS

(35)(30)(25)(20)(15)(10)(5)05101520

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

I II III IV I II III IV

2012 2013

%, yoyRp Triliun

Total Transaksi Kliring gTotal Transaksi Kliring - Skala Kanan

Grafik II.1.36. Perkembangan Transaksi SKNBI

Kinerja Sistem Pembayaran

Kinerja sistem pembayaran wilayah Sulampua mengalami penguatan pada triwulan IV 2013, khususnya

indikator transaksi melalui sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Sementara

itu, kegiatan dengan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami perlambatan yang

cukup tajam (Grafik II.1.35 dan Grafik II.1.36). Meningkatnya transaksi melalui BI-RTGS di Sulampua

didukung oleh kegiatan transaksi yang meningkat pesat seiring masa akhir tahun untuk berbagai

keperluan masyarakat maupun pelaku usaha. Transaksi RTGS di Sulampua terutama masih didominasi

oleh aliran dana yang masuk (to) ke perbankan di Sulampua yang pangsanya mencapai 49%.

Untuk transaksi melalui SKNBI, terjadi kontraksi yang cukup dalam pada triwulan IV 2013. Pertumbuhan

transaksi melalui SKNBI tercatat sebesar -27,8% (yoy) setelah tumbuh sebesar 10,3% (yoy) pada

triwulan sebelumnya (Grafik II.1.36). Untuk keseluruhan satu tahun, transaksi nontunai melalui SKNBI di

Sulampua juga mengalami kontraksi pada 2013 sebesar -1,9% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 12,2%

(yoy) pada 2012. Perlambatan pertumbuhan transaksi kliring tersebut terutama terjadi di Sulawesi

Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara.

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Pengedaran uang tunai di Sulampua terpantau mengalami pertumbuhan yang melambat baik dari sisi

inflow maupun outflow (Grafik II.1.37). Aliran uang kartal yang keluar (outflow) tercatat mengalami

perlambatan pada triwulan IV 2013 dan tumbuh sebesar 1,9% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh hingga

29,8% (yoy). Sementara itu, kinerja uang kartal yang masuk (inflow) juga melambat yaitu dari 25,6%

Page 33: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 33

(yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 18,5% (yoy) pada triwulan IV 2013. Hampir semua provinsi di

Wilayah Sulampua mengalami perlambatan pertumbuhan pengedaran uang. Sesuai dengan pola

historisnya, aliran keluar atau outflow meningkat signifikan pada akhir tahun seiring kebutuhan

masyarakat yang meningkat pada masa liburan tahun baru. Sementara itu, jumlah temuan uang palsu

mengalami peningkatan pada akhir tahun 2013 (Grafik II.1.38). Dilihat dari pangsanya, temuan uang

palsu terutama pada nominal pecahan besar. Mengatasi hal ini, Bank Indonesia terus melakukan upaya

koordinasi dengan pihak kepolisian dan secara konsisten memberikan edukasi kepada masyarakat

mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah.

12

10

8

6

4

2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Rp TriliunOutflow Inflow

Grafik II.1.37. Perkembangan Pengedaran Uang

(1,000)

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

%, yoyLembar

Temuan Uang Palsu gTemuan Uang Palsu

Grafik II.1.38. Perkembangan Temuan Uang Palsu

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Ke depan, perekonomian wilayah Sulampua memasuki babak baru dengan tantangan yang semakin

tidak mudah. Pengaturan ekspor mineral dalam bentuk mentah merupakan tantangan utama yang

berpotensi memengaruhi kinerja perekonomian Sulampua. Perkembangan terakhir mengindikasikan

tertahannya produksi bijih tembaga di Papua. Di Sulawesi Tenggara, produsen bijih nikel berisiko

mengalami penurunan ekspor. Selain itu, terdapat indikasi kegiatan operasional pengusaha tambang

kelas menengah tidak berlanjut di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

Mempertimbangkan risiko tersebut, pertumbuhan ekonomi wilayah Sulampua diperkirakan tumbuh

pada kisaran 5,4% – 5,9% (yoy) untuk keseluruhan tahun 2014. Dilihat dari komponen permintaannya,

perlambatan pertumbuhan yang cukup drastis dialami oleh ekspor karena komoditas tambang

merupakan komoditas ekspor utama di wilayah Sulampua. Sementara itu, komponen PMTB

diperkirakan akan tetap tumbuh pada level yang cukup tinggi didukung oleh realisasi proyek

pembangunan infrastruktur, hotel, dan smelter di wilayah Sulampua. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) mengindikasikan bahwa perlambatan pertumbuhan kegiatan usaha sudah mulai terjadi sejak

triwulan I 2014. Hasil liaison kepada pelaku usaha di Sulampua juga mengindikasikan hal yang sejalan

bahwa prospek perekonomian pada tahun 2014, akan sangat dipengaruhi oleh seberapa cepat

penyesuaian pelaku usaha dalam merespons implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral.

Prospek Inflasi

Page 34: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 34

Tekanan harga yang sedikit meningkat pada awal tahun 2014 akibat kondisi cuaca buruk serta naiknya

harga LPG diperkirakan akan terus mereda seiring dengan mulai masuknya masa panen pada Maret

2014. Hal ini didukung panen komoditas pertanian terutama akan mencapai puncaknya pada triwulan II

dan triwulan III 2014 dan ikut menurunkan tekanan inflasi. Selain itu, kondisi cuaca membaik pada

periode September hingga November 2014 sehingga pasokan pangan akan melimpah. Adapun

ekspektasi harga konsumen periode enam enam bulan yang akan datang di Kota Makassar

menunjukkan tendensi yang terus menurun. Hal tersebut memberi indikasi bahwa ekspektasi

konsumen akan terkendali dan pada gilirannya menjaga pergerakan inflasi ke tingkat yang relatif lebih

rendah dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik II.1.40.)

Inflasi Sulampua di akhir tahun 2014 diperkirakan berada pada kisaran 4,6% – 5,1% (yoy). Laju inflasi

tersebut melambat dibandingkan inflasi yang tercatat pada akhir tahun 2013 sebesar 7,0% (yoy).

Namun, beberapa faktor risiko yang dapat membuat tekanan inflasi terakselerasi lebih tinggi dari

perkiraan adalah apabila terdapat anomali cuaca ekstrim yang berlanjut hingga awal triwulan II 2014. Di

samping itu, dinamika pemulihan ekonomi global di satu sisi dapat berimbas pada kenaikan harga

komoditas sehingga berpotensi turut memengaruhi kenaikan inflasi. Dari sisi kebijakan pemerintah,

penyesuaian tarif listrik yang rencananya dilakukan pada Mei 2014 berpotensi memberikan tekanan

terhadap inflasi.

TabeI II.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

I II III IV Total Totalp

PDRB (%,yoy) 7.2 8.1 9.4 5.9 9.1 10.4 8.7 5.4 - 5.9

Sisi Permintaan

Konsumsi 6.6 7.2 6.7 6.4 6.7 7.3 6.8 7.0 - 7.5

Konsumsi swasta 6.9 7.0 6.9 6.8 6.8 6.8 6.8 6.7 - 7.2

Konsumsi Pemerintah 5.7 7.9 6.0 5.2 6.3 8.9 6.6 7.8 - 8.3

Pembentukan Modal Tetap Bruto 9.8 13.5 11.1 11.6 11.3 10.3 11.0 9.6 - 10.1

Ekspor (2.5) 1.9 11.2 2.7 15.7 22.7 13.3 1.2 - 1.7

Impor 2.1 5.7 4.9 4.3 (0.1) 5.5 3.6 6.7 - 7.2

Sisi Produksi

Sektor pertanian 5.0 5.2 3.3 2.2 4.4 8.3 4.5 4.6 - 5.1

Sektor pertambangan & penggalian (11.7) 0.1 27.7 (1.5) 24.8 22.6 18.3 (19.3) - (18.8)

Industri pengolahan 18.5 12.7 9.6 5.5 7.2 11.4 8.4 9.0 - 9.5

Listrik, gas & air bersih 8.1 11.6 8.1 10.9 10.4 10.3 9.9 9.3 - 9.8

Bangunan 13.1 12.7 8.6 9.3 8.9 7.4 8.5 11.4 - 11.9

Perdagangan, hotel & restoran 10.7 10.2 10.2 10.0 9.1 10.2 9.9 9.4 - 9.9

Pengangkutan & komunikasi 9.6 10.8 8.0 8.8 8.6 7.5 8.2 8.9 - 9.4

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 11.9 11.9 15.1 13.1 13.9 13.0 13.7 10.9 - 11.4

Jasa-jasa 8.8 7.1 7.5 6.1 7.6 7.4 7.2 7.7 - 8.2

Inflasi IHK (%,yoy) 2.9 5.0 5.1 4.3 7.6 7.0 7.0 4.7 - 5.2

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Wilayah2011 2012

2013 2014

Page 35: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 35

Bagian II.2 Perekonomian Kalimantan

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian wilayah Kalimantan pada triwulan IV 2013 tumbuh cukup stabil seiring mulai membaiknya

ekspor dan permintaan domestik. Kinerja pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan

Tengah yang cenderung meningkat menopang stabilnya perekonomian Kalimantan sehingga dapat

tumbuh 3,8% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2013, melemahnya harga komoditas di pasar ekspor –

khususnya untuk batubara, CPO, dan karet - memengaruhi capaian pertumbuhan ekonomi yang lebih

rendah dibanding realisasi tahun sebelumnya.

Memasuki triwulan I 2014, berbagai indikator ekonomi di wilayah Kalimantan mengindikasikan

membaiknya pertumbuhan ekonomi yang akan terus berlanjut. Hal ini didukung oleh prakiraan

membaiknya permintaan batu bara, baik untuk pasar ekspor maupun domestik. Di pasar ekspor, indikasi

pemulihan ekonomi global yang menguat diperkirakan berdampak positif bagi kinerja ekspor batubara

dari Kalimantan disertai harga yang beranjak kembali meningkat. Sementara itu, meningkatnya

permintaan domestik didukung oleh mulai beroperasinya beberapa pembangkit listrik baru di beberapa

daerah. Secara keseluruhan, prospek perekonomian Kalimantan pada tahun 2014 diperkirakan terus

membaik dan berpotensi untuk dapat tumbuh di kisaran 4,4% – 4,8% (yoy).

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat di triwulan IV 2013 seiring dengan membaiknya

pendapatan masyarakat. Komponen ini tercatat tumbuh sebesar 6,0% (yoy), atau lebih tinggi

dibandingkan triwulan III 2013 (5,7%, yoy). Perkembangan rata-rata batubara dan CPO di pasar

ekspor yang cenderung meningkat selama triwulan IV 2014 menjadi salah satu faktor peningkatan

pendapatan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan Indeks Keyakinan Konsumen yang meningkat,

terutama di Kaltim (Grafik II.2.1.). Untuk keseluruhan tahun 2013, konsumsi rumah tangga di

wilayah Kalimantan tumbuh melambat terutama karena harga komoditas di pasar ekspor yang

cenderung menurun sepanjang tahun 2013.

Pada triwulan I 2014, membaiknya konsumsi rumah tangga diperkirakan terus berlanjut. Beberapa

faktor yang diperkirakan mempengaruhi peningkatan konsumsi adalah prospek berlanjutnya

perbaikan harga komoditas ekspor dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Kenaikan UMP

pada tahun 2014 secara rata-rata tertimbang mencapai 19,0% dengan kenaikan tertinggi terjadi di

Kalimantan Barat (Tabel II.2.1.). Indikasi meningkatnya konsumsi terlihat pada beberapa hasil liaison

yang dilakukan kepada peritel utama di wilayah Kalimantan yang menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan penjualan pada triwulan I 2014. Selain itu, perluasan bandara

Sepinggan Balikpapan diperkirakan akan meningkatan jumlah wisatawan dan pertemuan-pertemuan

MICE di Balikpapan.

Page 36: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 36

100

110

120

130

140

150

160

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 F2 F3 F

2012 2013 2014

Banjarmasin Pontianak Samarinda

Palangkaraya Kalimantan

indeks

Grafik II.2.1. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Tabel II.2.1. Perkembangan UMP di Kalimantan

Provinsi UMP 2014 %Peningkatan

2013 %Peningkatan

2014

Kaltim Rp1.886.315 48,86% 7,66%

Kalsel Rp1.620.000 9,18% 21,12%

Kalteng Rp1.723.970 17,00% 11,00%

Kalbar Rp1.380.000 17,78% 30,19%

Konsumsi Pemerintah

Sementara itu, konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2013 masih tumbuh cukup tinggi (8,8%, yoy),

walaupun lebih lambat daripada triwulan sebelumnya. Tingginya pertumbuhan konsumsi pemerintah ini

karena pihak pemerintah meningkatkan realisasi belanja daerah untuk mengejar target realisasi APBD,

baik melalui belanja operasional maupun belanja modal untuk pembangunan infrastuktur, terutama

realisasi proyek-proyek yang telah dilaksanakan ground breaking. Untuk tahun 2013, konsumsi

pemerintah tumbuh meningkat sebesar 7,8% (yoy) dari 6,5% (yoy) di tahun sebelumnya. Kondisi tersebut

turut dipengaruhi oleh meningkatnya belanja pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten di

Kalimantan dari Rp52,8 triliun (2012) menjadi Rp62,7 triliun (2013), serta pengeluaran untuk

penyelenggaraan Pilkada di beberapa daerah di Kalimantan.

Sementara itu memasuki triwulan I 2014, konsumsi pemerintah diperkirakan kembali tumbuh melambat.

Minimnya kegiatan skala besar yang diadakan oleh pemerintah daerah pada triwulan I 2014 berdampak

pada rendahnya realisasi konsumsi pemerintah. Adapun untuk kegiatan Pemilu, anggaran menjadi

wewenang pemerintah pusat, sehingga dampak dari kegiatan Pemilu pada konsumsi pemerintah menjadi

relatif minimal.

Investasi

Perkembangan investasi pada triwulan IV 2013 tumbuh meningkat 5,9% (yoy) dibanding realisasi pada

triwulan sebelumnya. Membaiknya capaian kinerja investasi terutama dipengaruhi oleh berlanjutnya

realisasi beberapa proyek infrastruktur pemerintah di beberapa daerah di Kalimantan antara lain

penyelesaian bandara Samarinda Baru, pembangunan terminal penumpang bandara Supadio (Kalbar),

dan pelabuhan peti kemas Kariangau (Kaltim). Di samping itu, membaiknya harga komoditas di pasar

ekspor diperkirakan turut memberikan insentif bagi peningkatan realisasi investasi. Rilis data terakhir

dari BKPM menunjukkan kenaikan realisasi investasi di Kalimantan terutama berasal dari PMA (Grafik

II.2.2.).

Untuk keseluruhan tahun 2013, dinamika perkembangan harga komoditas ekspor yang cenderung

melemah berdampak pada cenderung rendahnya kinerja investasi Kalimantan. Pertumbuhan investasi

pada 2013 tercatat sebesar 6,5% (yoy), lebih lambat dari realisasi di tahun 2012 yang sebesar 9,8% (yoy).

Dari hasil liaison kepada perusahaan batubara dan CPO, harga komoditas yang menurun menyebabkan

penurunan kinerja keuangan perusahaan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan mengurangi dan

Page 37: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 37

bahkan menunda kegiatan investasinya di tahun 2013. Perlambatan investasi juga terjadi karena

terdapat kendala penyelesaian proyek-proyek infrastruktur seperti masalah pembebasan lahan dan

perizinan.

(100)

0

100

200

300

400

500

600

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV

I II III IV IF

2011

2012

2013

2014

F

2012 2013 2014 .

gInvestasi PMA gInvestasi PMDN (skala kanan)

%, yoy %, yoy

Sumber:Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik II.2.2. Realisasi investasi PMA dan PMDN

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

(10)

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV IF

2011 2012 2013 2014

Pengadaan semen Kredit investasi

Impor Barang Modal (skala kanan)

%,yoy %,yoy

Sumber:Asosiasi Semen Indonesia, Bea Cukai (diolah)

Grafik II.2.3. Pertumbuhan Pengadaan Semen, Impor Barang Modal dan Kredit Investasi

Memasuki triwulan I 2014, membaiknya kinerja investasi diperkirakan terus berlanjut didukung oleh

beberapa proyek infrastruktur berskala besar di wilayah Kalimantan. Beberapa proyek pembangunan

infrastruktur yang masih berlangsung pada triwulan berjalan antara lain bandara Sepinggan di

Balikpapan, penyelesaian bandara Samarinda Baru, pembangunan terminal penumpang bandara

Supadio, pembangunan jalan tol Samarinda-Balikpapan, pembangunan bandara Kalimarau Berau,

pembangunan jalan layang Banjarmasin dan pembangunan jalan penghubung bandara Tjilik Riwut di

Kalimantan Tengah. Perkembagan investasi oleh pelaku usaha juga menunjukkan adanya indikasi

peningkatan seiring prospek harga komoditas yang terus membaik. Kondisi ini terindikasi juga pada

beberapa indikator investasi seperti pengadaan semen, impor barang modal, dan pertumbuhan kredit

investasi yang cenderung meningkat (Grafik II.2.3.). Namun, beberapa permasalahan terkait

pembangunan infrastruktur pemerintah yang menghadapi kendala dalam realisasinya dan indikasi pelaku

usaha untuk menunda realisasi investasi terkait tingginya suku bunga dan depresiasi nilai tukar

diperkirakan menahan laju kenaikan investasi lebih lanjut.

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Ekspor luar negeri dari Kalimantan pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan adanya perbaikan.

Meningkatnya kinerja ekspor terutama didorong oleh komoditas batubara seiring dengan berlanjutnya

indikasi pemulihan ekonomi global (Grafik II.2.4.). Di samping itu, harga komoditas batubara di pasar

ekspor cenderung membaik. Namun, perbaikan kinerja ekspor lebih lanjut tertahan oleh masih

terbatasnya ekspor migas, terutama dari Kalimantan Timur.

Membaiknya kinerja ekspor luar negeri dari Kalimantan diperkirakan terus berlanjut pada triwulan I 2014

(Grafik II.2.5). Hal ini juga disertai prospek terus berlanjutnya perbaikan harga komoditas utama seperti

batubara, CPO dan karet. Sementara itu dari ekspor migas, mulai beroperasinya proyek yang mulai

berproduksi pada kuartal pertama tahun 2014 akan meningkatan produksi gas sebesar 365 juta kaki

Page 38: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 38

kubik gas per hari (mmscfd) dan 250 barel minyak per hari. Kondisi ini diperkirakan akan menopang

ekspor migas di triwulan berjalan.

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

120

0

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV I F

2011 2012 2013 2014

Ekspor Migas Ekspor non migas

gEkspor Migas (skala kanan) gEkspor Non Migas (skala kanan)

miliar USD %, yoy

Sumber: Bea Cukai, BPS Kaltim

Grafik II.2.4. Perkembangan Ekspor (Nilai)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2011 2012 2013 2014

Ekspor non migas (volume) gEkspor Non Migas (skala kanan)

Jutaton %, yoy

Sumber: Bea Cukai

Grafik II.2.5. Ekspor Non Migas (Volume)

Impor

Impor luar negeri pada triwulan IV 2013 cenderung tumbuh melambat terkait masih terbatasnya

perbaikan kinerja sektor industri pengolahan. Pada periode ini impor non migas mencapai US$564,7 juta

(-40,5%, yoy) dan impor migas mencapai US$1.560,2 juta (-1,9%, yoy). Melambatnya impor diperkirakan

terkait dengan masih terbatasnya kinerja sektor industri pengolahan. Di samping itu, depresiasi nilai

tukar rupiah turut memengaruhi kinerja ekspor (Grafik II.2.5.).

Untuk triwulan I 2014, impor Kalimantan diperkirakan masih cenderung melambat (Grafik II.2.6.). Hasil

liasion dengan importir alat berat dan alat angkut pertambangan terjadi pengurangan penjualan sampai

30%. Penurunan tersebut selain karena depresiasi nilai tukar juga karena kinerja sektor pertambangan

yang belum terlalu membaik. Selain itu, kegiatan investasi yang dilakukan sebagian besar untuk

pembangunan infrastruktur dan investasi swasta yang membutuhkan barang modal relatif terbatas juga

akan menurunkan kinerja impor Kalimatan.

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

120

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

I II III IV I II III IV I II III IV I F

2011 2012 2013 2014

Impor Migas Impor non migas

gEkspor Migas (skala kanan) gEkspor Non Migas (skala kanan)

miliar USD %, yoy

Sumber: Bea Cukai, BPS Kaltim

(120)

(100)

(80)

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

(200)

(100)

0

100

200

300

400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2012 2013 2014

Impor Barang Konsumsi Impor Barang Modal

Impor Bahan Baku (skala kanan)

%, yoy %, yoy

Sumber: Bea Cukai, BPS Kaltim

Grafik II.2.6. Perkembangan Impor Migas Grafik II.2.7. Perkembangan Impor Penggunaan

Page 39: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 39

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Pertambangan

Produksi batubara di Kalimantan pada triwulan IV 2013 diperkirakan mulai membaik seiring dengan

harga di pasar global yang cenderung meningkat. Mulai meningkatnya harga di pasar global juga ditandai

dengan naiknya harga batubara acuan (HBA) pada Desember 2013 yang naik menjadi US$80,31 per ton

dari US$76,89 per ton pada bulan September 2013. Meskipun demikian, produksi batubara secara

bulanan mulai menunjukkan perbaikan karena permintaan negara mitra dagang yang mulai meningkat.

Selain itu, masuknya musim dingin di China turut mendorong perbaikan permintaan ekspor batubara dari

Kalimantan. Meski demikian, secara keseluruhan produksi batubara masih belum mengalami kenaikan

yang lebih tinggi karena perbaikan harga ekspor belum dapat direspons sepenuhnya oleh seluruh

perusahaan batubara yang selama tahun 2013 menghentikan penjualan dan menutup sementara

tambangnya (Grafik II.2.8). Hal ini terindikasi dari liaison kepada asosiasi batubara yang menunjukkan

cukup banyaknya perusahaan eksplorasi batubara skala kecil-menengah yang mengalami kerugian dan

menutup usahanya akibat rendahnya harga batubara sepanjang tahun 2013.

(20)

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

30

35

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

Produksi Batubara gProduksi Batubara (skala kanan)

jutaton%, yoy

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi *Data produksi perusahaan besar/PK2B

40

45

50

55

60

65

70

75

80

85

(20)

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV I F

2011 2012 2013 2014

gEkspor Batubara Harga batubara (skala kanan)

%, yoy US$/mt

Sumber:Bea cukai, Bloomberg

Grafik II.2.8. Produksi Batubara Grafik II.2.9. Ekspor Batubara dan Harga

Internasional

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kinerja sektor pertambangan batubara akan terus membaik

di triwulan I 2014. Kondisi ini terutama didorong adanya peningkatan batubara untuk konsumsi domestik

dan luar negeri. Penambahan pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara seperti di Asam-Asam

(Kalimantan Selatan) dan pembangkit listrik mulut tambang di Tabalong (Kalimantan Selatan)

meningkatkan kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan pasar domestik yang ditetapkan pemerintah untuk

tahun 2014 mencapai 95,6 juta ton (7,4%, yoy). Selain itu, dengan implementasi UU Minerba terkait

penggunaan smelter akan meningkatkan konsumsi batubara dalam negeri. Permintaan luar negeri

diperkirakan masih stabil dan cenderung meningkat (Grafik II.2.9). Di awal tahun 2014, impor batubara

China dari berbagai negara masih tumbuh 17,5% (yoy). Meskipun demikian masih terdapat beberapa

faktor risiko yang dapat menekan peningkatan kinerja sektor ini seperti rencana China untuk membatasi

impor batubara kualitas rendah, terhambatnya pengiriman batubara karena faktor cuaca buruk dan

gelombang tinggi, rencana implementasi kebijakan pengenaan bea keluar ekspor batubara.

Page 40: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 40

Sektor Industri Pengolahan

Selama triwulan IV 2013 kinerja sektor industri pengolahan wilayah Kalimantan yang ditopang oleh

industri migas cenderung menunjukkan penurunan. Produksi kilang minyak pada triwulan laporan hanya

mencapai 15,36 juta barrel (angka sementara), atau mengalami penurunan volume dibandingkan

produksi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 17,39 juta barel (Grafik II.2.10.). Natural declining

yang terjadi di sumur-sumur minyak dan belum diimbangi dengan penemuan sumur yang baru

menyebabkan supply minyak ke pengolahan BBM menjadi berkurang. Selain itu, depresiasi nilai rupiah

juga menyebabkan korporasi mengurangi impor migasnya.

Sementara itu, produksi gas (LNG) yang pangsanya mencapai 73% dari industri pengolahan migas Kaltim

secara umum masih mengalami kontraksi pertumbuhan di triwulan IV 2013 (Grafik II.2.11.). Kondisi ini

dipengaruhi oleh tingginya natural declining yang mencapai 11%. Kontribusi hasil produksi sumur gas

baru di South Mahakam masih sangat minimal dalam mengurangi besarnya angka penurunan dari sumur

gas tua di Blok Mahakam. Berdasarkan hasil liaison terhadap perusahaan pengolahan gas terbesar di

Kaltim, total pengapalan sepanjang tahun 2013 hanya sebesar 185 kargo, atau turun 10% (yoy)

dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 206 kargo.

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

-

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I F

2011 2012 2013 2014

Produksi BBM Kaltim gProduksi BBM (skala kanan)

juta barel %, yoy

Sumber: Pertamina

(30)

(25)

(20)

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%, yoyCargo

Pengiriman LNG gPengiriman LNG (skala kanan)

Sumber:PT LNG Badak

Grafik II.2.10. Produksi BBM Kalimantan Timur Grafik II.2.11. Pengapalan LNG Kalimantan Timur

Perkembangan terkini mengindikasikan kinerja industri pengolahan berpotensi tumbuh lebih baik pada

triwulan I 2014. Natural declining industri migas Kaltim sedikit terkompensasi oleh hasil produksi tiga

sumur migas baru di South Mahakam yang menjadi bagian dari Blok Mahakam. Selain itu, tingginya

level penurunan produksi gas Kaltim diperkirakan sedikit tertutupi oleh hasil produksi gas dari 3 sumur

baru South Mahakam yang mulai memasuki tahap eksplorasi pada triwulan I 2014. Diperkirakan

produksi gas akan meningkat sebesar 365 juta kaki kubik gas per hari (mmscfd) dan 250 barel minyak

per hari. Kondisi ini diperkirakan akan menopang sektor industri pengolahan di triwulan berjalan.

Sektor Pertanian

Pada triwulan IV 2013, sektor pertanian mengalami peningkatan karena peningkatan produksi tanaman

bahan makanan (tabama) dan mulai membaiknya produksi kelapa sawit. Kondisi iklim dan cuaca pada

semester I 2013 yang merupakan kemarau basah menyebabkan bergesernya masa tanam dan masa

panen padi terutama di Kalimantan Selatan. Hal ini menyebabkan panen juga terjadi pada awal triwulan

IV 2013 sehingga produksi padi tumbuh 8,7% (yoy), meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya

Page 41: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 41

(Grafik II.2.12). Dari sisi sub sektor perkebunan, produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di wilayah

Kalimantan pada triwulan IV 2013 mengalami perbaikan (Grafik II.2.13). Kondisi cuaca enam bulan yang

lalu (curah hujan 151 - 300 mm) mendukung pembentukan bunga sehingga produksi sawit membaik.

Namun demikian, karena masih berada pada fase pemulihan, maka hasil produksi TBS belum mampu

melebihi produksi pada tahun sebelumnya.

Untuk triwulan I 2014, perkembangan sektor pertanian diperkirakan kembali tumbuh melambat

dibandingkan sebelumnya terutama karena kinerja produksi padi yang tengah memasuki masa tanam.

Sesuai dengan kalender tanam terpadu yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian, pada musim

tanam (MT) I - 2013/2014 yaitu bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014, potensi tanam di

Kalimantan mencapai 1,03 juta hektar. Dengan luas baku sawah 1,20 juta hektar maka lahan sawah di

Kalimantan yang akan ditanami mencapai 85,83%. Pada MT I 2013/2014, sebagian besar lahan sawah

diperkirakan akan ditanami padi pada bulan Januari 2014 (34%). Selain itu, meskipun memasuki periode

panen, panen diperkirakan terhambat seiring dengan banjir yang melanda sejumlah kabupaten di Kalbar

dengan luas areal mencapai 2,59 ribu ha dan curah hujan yang masing cenderung tinggi (301-400 mm).

Meskipun demikian, sektor pertanian ditopang oleh membaiknya produksi kelapa sawit karena tanaman

kelapa sawit banyak memasuki usia produktif. Kondisi ini terlihat dari naiknya harga pembelian TBS di

Kalimantan sebesar 2% sampai dengan 7%.

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

I II III IV I II III IV I II III IV I F

2011 2012 2013 2014

Luas Panen Padi gLuas Panen Padi (skala kanan)

ribu Ha %, yoy

Sumber: Dinas Pertanian Kalsel, Dinas Pertanian Kalbar

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

I II III IV I II III IV I II III IV I F

2011 2012 2013 2014

Produksi TBS Sawit gProduksi TBS Sawit (skala kanan)

ribu ton %,yoy

Sumber: Dinas Perkebunan

Grafik II.2.12 Luas Panen Padi Grafik II.2.13 Produksi Sawit (TBS)

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Penyerapan tenaga kerja di wilayah Kalimantan menunjukkan perbaikan karena penurunan jumlah

penduduk yang bekerja lebih rendah dibandingkan penurunan angkatan kerja. Jumlah penduduk

angkatan kerja di wilayah Kalimantan pada Agustus 2013 sebesar 6,9 Juta (-1,4%, yoy). Sedangkan

untuk jumlah penduduk bekerja mengalami penurunan sebesar 0,97% menjadi 6,6 Juta pada Agustus

2013. Penurunan tersebut juga diikuti oleh terjadinya penurunan tingkat pengangguran di Wilayah

Kalimantan dari 5,6% pada Agustus 2012 menjadi 5,1% pada Agustus 2013 (Grafik II.2.12). Jika dilihat

data per provinsi pada Agustus 2012 dan 2013, hanya Kalbar yang mengalami penurunan rasio

penyerapan tenaga kerja yang menyebabkan peningkatan pengangguran dari 3,6% pada Agustus 2012

menjadi 4,2% pada Agustus 2013. Sedangkan untuk ke empat provinsi lainnya dan agregat Kalimantan

mengalami peningkatan rasio penyerapan tenaga kerja dan penurunan tingkat pengangguran. Kondisi

di Kalimantan Barat tersebut di sebabkan oleh lebih besarnya penurunan penduduk bekerja

dibandingkan penurunan tenaga kerja, seperti halnya data rasio penyerapan tenaga kerja yang

Page 42: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 42

mengalami penurunan. Kondisi tersebut juga terlihat dari realisasi penggunaan tenaga kerja yang

meningkat pada tahun 2013 sesuai hasil Survei Kondisi Dunia Usaha (Grafik II.2.13).

Sedangkan berdasarkan data kemiskinan Maret 2013 dan Agustus 2013, kemiskinan di Wilayah

Kalimantan mengalami peningkatan sebesar 5,7% atau sebesar 53,06 ribu orang. Peningkatan

kemiskinan yang terbanyak terjadi di daerah perkotaan dengan peningkatan sebesar 14,5%

dibandingkan peningkatan kemiskinan di perdesaan sebesar 2,5%. Peningkatan inflasi yang cukup

signifikan pada pertengahan tahun 2013 akibat kenaikan harga BBM bersubsidi dan permasalahan

pasokan komoditas strategis, serta perlambatan perekonomian wilayah Kalimantan mengakibatkan

adanya peningkatan penduduk miskin. Jika dilihat data per provinsi, Kalimantan Timur mengalami

peningkatan penduduk miskin terbesar (7,5%) diikuti oleh Kalimantan Barat (6,8%) dan Kalimantan

Tengah (6,1%). Sedangkan untuk Kalimantan Selatan jumlah penduduk miskin relatif stabil dengan

peningkatan yang sebesar 0,8%. Keberhasilan pengendalian inflasi dan perlambatan ekonomi yang

tidak sedalam provinsi lainnya mendorong pertumbuhan penduduk miskin di Kalimantan Selatan relatif

kecil.

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim KALIMANTAN

Penyerapan TK 2012 Penyerapan TK 2013

%, rasio

Sumber: BPS, diolah

(5)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

(10)

(5)

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I F

2010 2011 2012 2013 2014

Realisasi Penggunaan TK Perkiraan Penggunaan TK (skala kanan)

SBT SBT

Grafik II.2.14 Rasio Penyerapan Tenaga Kerja Grafik II.2.15 Perkembangan Penggunaan TK, SKDU

PERKEMBANGAN INFLASI

Pada triwulan IV 2013, tekanan kenaikan inflasi masih cenderung meningkat (Grafik II.2.16). Hal ini

dipengaruhi oleh kenaikan inflasi kelompok administered prices yang disebabkan oleh peningkatan TTL

tahap ke-4, permasalahan distribusi LPG 3Kg yang mendorong kelangkaan dan kenaikan harga LPG 3Kg,

serta realisasi peningkatan cukai rokok tahun 2013 yang mendorong kenaikan harga rokok kretek. Seiring

dengan tekanan inflasi kelompok administered prices, kelompok inti juga sedikit mengalami tekanan

akibat penyesuaian biaya produksi berbagai komoditas akibat peningkatan harga BBM bersubdisi dan

peningkatan harga angkutan udara.

Sementara itu, tekanan inflasi pada kelompok volatile food cenderung mereda terutama karena kembali

melemahnya permintaan masyarakat selepas periode musiman pada triwulan III 2013 (bulan Ramadhan

dan hari raya Idul Fitri), seiring meningkatnya pasokan beberapa komoditas dari sentra produksi (Grafik

II.2.17). Disisi lain, mulai meningkatnya curah hujan pada November dan Desember 2013 yang

berdampak pada meningkatnya ketinggian air sungai/rawa dan tingginya ombak laut jawa dan selat

Makassar, mengakibatkan adanya peningkatan potensi tekanan inflasi terutama dari kelompok ikan-

Page 43: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 43

ikanan (ikan gabus, ikan kembung dan ikan saluang) serta potensi terhambatnya pasokan dari pulau Jawa

dan Sulawesi.

3

4

5

6

7

8

9

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I F

2010 2011 2012 2013 2014

Inflasi Kalimantan Inflasi Nasional

%, yoy

Sumber: BPS, diolah

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 2 3 4 5 6 7 8 9*101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

% , yoy

Inflasi IHK Inflasi Core Volatile Food Adm Price

Sumber: BPS, diolah

Grafik II.2.16 Perkembangan Inflasi Grafik II.2.17 Disagregasi Inflasi Wilayah Kalimantan

Melihat perkembangan harga-harga terkini, tekanan kenaikan inflasi di Kalimantan diperkirakan masih

cukup besar. Tingginya curah hujan yang masih berlanjut pada bulan Januari dan diperkirakan sampai

dengan akhir Februari 2014, yang mengakibatkan hambatan terhadap pasokan (risiko kegagalan panen)

dan distribusi (hambatan akibat tingginya ombak) komoditas strategis seperti beras, bawang merah,

cabe, sayur-sayuran dan aneka ikan, serta seiring masuknya masa tanam beberapa komoditas strategis.

Selain itu, perlu di waspadai kenaikan harga sejumlah komoditas dan jasa yang oleh produsen belum

dilakukan sepenuhnya pada tahun 2013. Khusus untuk Kalimantan Barat, pada triwulan I 2014 juga

adanya risiko tekanan inflasi dari pelaksanaan Imlek, Cap Go Meh dan Sembayang Kubur, yang

berdasarkan data dalam sepuluh tahun terakhir (tahun 2003-2013) inflasi bulanan pada pelaksanaan hari

besar tersebut rata-rata mencapai 0,95%. Salah satu komoditas yang perlu diwaspadai memberikan

sumbangan inflasi yang cukup tinggi adalah harga tiket udara.

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Upaya pengendalian inflasi di wilayah Kalimantan telah dilakukan oleh TPID Kabupaten/kota, terdapat

berbagai bentuk upaya yang dilakukan oleh TPID di Wilayah Kalimantan seperti penguatan kelembagaan

melalui sosialisasi dan pembentukan TPID baru sebagai bentuk tindak lanjut Instruksi Mendagri No.

027/1696/SJ tanggal 2 April 2013 dan Surat Edaran Mendagri No. 500/6414/SJ tanggal 19 September

2013 dalam upaya pengendalian inflasi daerah. Sampai dengan Akhir tahun 2013 telah dilakukan

sosialisasi di seluruh KPw di Wilayah Kalimantan dan telah berhasil dibentuk tujuh TPID baru dan yang

semuanya di wilayah Kalimantan Selatan (Kab. Banjar, Kab. Tanah Laut, Kab. Hulu Sungai Utara, Kota

Banjarbaru, Kab. Tabalong, Kab. Hulu Sungai Selatan dan Kab. Balangan). Terkait pengendalian inflasi dari

sisi ekspektasi, seluruh provinsi telah mengembangkan Pilot Project Pusat Informasi Harga Pangan

Strategis (PIHPS) seperti papan harga di beberapa pasar di Pontianak, pengembangan sistem PIHPS

terintegrasi (web, sms dan papan harga di dua pasar) di Banjarmasin, peluncuran PIHPS di tiga kota di

Kaltim yang dihitung inflasi (Samarinda, Balikpapan dan Tarakan) dan pengembangan pilot project PIHPS

di Kota Palangkaraya.

Page 44: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 44

Untuk permasalahan pasokan, TPID diberbagai wilayah di Kalimantan telah memulai untuk meningkatkan

koordinasi dengan beberapa sentra produksi untuk memperlancar pasokan komoditas strategis, seperti

studi banding yang dilakukan oleh TPID Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan dalam rangka untuk

memperoleh informasi terkait upaya yang dapat diterapkan di wilayah masing-masing dalam

memperkecil potensi kendala supply dan permasalahan distribusi. Adanya MoU kerjasama daerah untuk

pemenuhan daging sapi oleh TPID Tarakan dengan provinsi NTB, Pare-pare dan Gorontalo, serta rencana

kerjasama antara berbagai daerah dengan inisiator TPID Balikpapan yang merupakan pintu masuk

Kalimantan Timur. Selain itu, koordinasi antar-anggota TPID juga perlu ditingkatkan sebagai upaya

monitoring dan pelaksanaan aksi pengendalian inflasi seperti operasi pasar terbuka, meningkatkan

pengawasan distribusi LPG di daerah untuk mencegah kelangkaan pasokan LPG 3Kg, serta berbagai

upaya lainnya dalam updaya pengendalian inflasi di daerah.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Sejalan dengan kinerja perekonomian yang mengalami perbaikan, berbagai indikator perbankan

wilayah Kalimantan mengindikasikan kegiatan intermediasi perbankan yang meningkat pada triwulan IV

2013. Kredit/pembiayaan berdasarkan lokasi proyek mengalami pertumbuhan sebesar 20,02% (yoy),

sedikit melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 25,07% (yoy). Namun, jika

dilihat dari volume kredit/pembiayaan mengalami sedikit peningkatan dari Rp211 triliun pada triwulan

III 2013 menjadi Rp213 triliun pada triwulan IV 2013 (Grafik II.2.18). Peningkatan volume

kredit/pembiayaan tersebut disumbang oleh peningkatan kredit di Kalimantan Barat dan Kalimantan

Timur yang berasal dari sektor pertanian, PHR dan pertambangan (Grafik II.2.19). Sedangkan untuk

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah mengalami penurunan signifikan terhadap kredit di sektor

pertambangan, khususnya untuk wilayah Kalimantan Tengah. Secara umum, berdasarkan hasil liaison

menurunya penyaluran kredit lebih dipengaruhi oleh kondisi wait and see dari pelaku usaha di sektor

utama, terkait dengan pengetatan kondisi suku bunga secara nasional.

Kinerja sektor Industri di wilayah Kalimantan diperkirakan melambat seiring realisasi beberapa

kebijakan yang mempengaruhi ekspor, seperti Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan

Implementasi Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara. Selain itu juga harga komoditas ekspor yang masih berada di level yang rendah juga

mempengaruhi kinerja industri. Kondisi tersebut selanjutnya diperkirakan berpotensi mempengaruhi

kinerja ekspor sehingga kemampuan bayar dan likuiditas perusahaan menjadi terbatas. Menurut

informasi KADIN Prov. Kalimantan Barat, selain berdampak pada penurunan ekspor, implementasi

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juga berdampak

pada tingginya angka pemutusan hubungan kerja terhadap ±35.000 orang di seluruh wilayah

Kalimantan Barat. Angka tenaga kerja tersebut tidak hanya mencakup pegawai perusahaan tambang

yang ada di Kalimantan Barat, tetapi juga sektor pendukung tambang, seperti perusahaan kontraktor,

jasa bongkar muat, dan lain-lain. Hal tersebut juga akan berdampak pada probability of default dari

sektor utama di wilayah Kalimantan pada umumnya.

Page 45: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 45

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

-

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

% yoyRp triliun

Kredit Perbankan gKredit Perbankan (skala kanan)

(20)

0

20

40

60

80

100

Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan

PHR

%, yoy

gKredit twIV-12 gKredit twI-13 gKredit twII-13

gKredit twIII-13 gKredit twIV-13

Grafik II.2.18. Penyaluran Kredit Kalimantan Grafik II.2.19. Kredit Bank berdasarkan Sektor

Ekonomi

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit/pembiayaan kepada rumah tangga di wilayah Kalimantan pada triwulan IV 2013 tumbuh sebesar

17% (yoy), sedikit melambat dari pertumbuhan periode yang sama pada tahun 2012 (Grafik II.2.20).

Perlambatan terbesar terjadi di pembiayaan multiguna yang menurun dari 82% pada triwulan IV 2012

menjadi 3% pada triwulan IV 2013 (Grafik II.2.21). Hal ini terjadi seiring dengan profil resiko yang

meningkat akibat peningkatan tingkat suku bunga pembiayaan secara umum. Namun disisi lain, terjadi

peningkatan pertumbuhan kredit kendaraan bermotor yang cukup signifikan dari 131% (yoy) pada

triwulan IV 2012 menjadi 638% (yoy) di kuartal terakhir 2013. Hal tersebut memperlihatkan kebijakan

LTV yang dikeluarkan oleh BI belum sepenuhnya efektif, terutama pada kredit kepemilikan roda empat.

Sedangkan untuk pembiayaan/kredit KPR mengalami penurunan sejalan diterapkannya kebijakan LTV

oleh Bank Indonesia.

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Kredit Kepada RT gKredit RT (skala kanan)

Triliun Rp %, yoy

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1.000

(100)

(50)

-

50

100

150

I II III IV I II III IV

2012 2013

%, yoy

Pembiayaan KPR Pembiayaan Multiguna

Pembiayaan lainnya Pembiayaan KKB (skala kanan)

%,yoy

Grafik II.2.20 Penyaluran Kredit untuk Rumah Tangga Grafik II.2.21 Kredit/Pembiayaan berdasarkan

Klasifikasi

Secara umum untuk resiko kredit yang diperlihatkan NPL pada kredit kepada rumah tangga masih dalam

batas aman di bawah 5%. Berdasarkan hasil liaison, seperti halnya kredit secara umum, dapat berpotensi

untuk meningkatkan probability of default pembayaran. Sehingga hal tersebut direspons dengan

meningkatkan kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan pembiayaan/kredit kepada rumah tangga.

Page 46: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 46

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Ditengah penyaluran kredit perbankan secara keseluruhan yang tumbuh melambat, kredit untuk Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada triwulan IV 2013 juga mengalami sedikit penurunan (Grafik

II.2.22). Secara sektoral, perlambatan kinerja penyaluran kredit UMKM ini terutama disebabkan oleh

penurunan realisasi kredit di sektor pertambangan yang tumbuh 11,8% (yoy), lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh 15,6% (yoy). Menurunya kredit disektor pertambangan di sebabkan

menurunnya perekonomian di sektor pertambangan, khususnya batubara yang disebabkan oleh

menurunya permintaan dan harga komoditas. Meskipun demikian, kemampuan UMKM untuk

mengembalikan kreditnya masih dalam batas yang aman sehingga tidak member risiko kepada sistem

keuangan.

Terkait pengembangan akses keuangan, berdasarkan hasil FGD dengan perbankan, hampir semua bank

telah melaksanakan edukasi perbankan bagi masyarakat, baik siswa, mahasiswa maupun masyarakat

umum. Hal ini tentu saja hal menggembirakan yang mendukung peningkatan akses keuangan masyarakat

pada perbankan. Walaupun demikian, Kalteng masih harus memecahkan beberapa isu strategis dalam

hal pengembangan UMKM, antara lain: (1) Masih sedikitnya outlet bank di kabupaten, terutama yang

berada cukup jauh dari ibu kota Provinsi ataupun kota Kabupaten. (2) BPD setempat sebagai salah satu

bank selain BRI yang telah membuka cabang di seluruh kabupaten di Kalimantan, lebih cenderung kredit

konsumtif dan kredit kepada PNS, serta kurang mengembangkan kredit produktif dan kredit kepada

UMKM. Selain itu, upaya penguatan kelembagaan untuk penyaluran pembiayaan/kredit bagi UMKM juga

dilakukan dengan mendorong terbentuknya PPKD, yang sampai dengan saat ini telah memasuki tahap

akhir pembentukan di provinsi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.

Sedangkan dari sisi Bank Indonesia, telah disusun berbagai pengembangan UMKM dan edukasi kepada

masyarakat umum terkait lembaga keuangan guna memperluas akses masyarakat kepada lembaga

keuangan. Pengembangan UMKM yang dilaksanakan dalam bentuk Klaster seperti Klaster Kerajinan Bidai

dan Anyaman Rotan di Kalimantan Barat, Klaster Padi, Cabe Merah dan Bawang Merah di Kalimantan

Timur, Klaster Cabe, Padi Unggul, Sapi Pedaging di Kalimantan Selatan, dan Klaster Rumput Laut dan

Sarung Tenun Samarinda di Kalimantan Timur. Selain itu, dengan berkerjasama dengan instansi terkait

terutama perbankan, telah dilakukan dan direncanakan edukasi kepada masyarakat dengan target

peningkatan jumlah masyarakat yang terhubung dengan perbankan.

-

10

20

30

40

50

60

70

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Kredit UMKM gKredit UMKM (skala kanan)

miliarRp %, yoy

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

NPL Pertanian NPL Pertambangani NPL PHR NPL UMKM

%, NPL

Grafik II.2.22 Penyaluran Kredit/Pembiayaan UMKM Grafik II.2.23 NPL Kredit UMKM Berdasarkan

Sektor Ekonomi

Page 47: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 47

Kinerja Sistem Pembayaran

Perkembangan kliring di wilayah Kalimantan pada triwulan IV 2013 mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan sebelumnya sebesar 260.096

lembar dan pada triwulan IV 2013 meningkat menjadi 276.225 lembar. Sedangkan volume transaksi

kliring pada triwulan IV 2014 sebesar Rp18,49 triliun, naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

Rp17,13 triliun. Hal tersebut seiring dengan stabilnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2013 di

wilayah Kalimantan. Sementara itu, jumlah penolakan cek dan bilyet giro kosong yang ditemukan dalam

transaksi kliring mengalami penurunan dari jumlah lembar wakat, namun mengalami peningkatan pada

jumlah nominal sebesar Rp701 miliar pada triwulan IV 2013 dari Rp515 miliar pada triwulan III 2013.

Peningkatan yang cukup signifikan dari nominal cek dan bilyet giro kosong tersebut berasal dari wilayah

Kalimantan Selatan yang mengalami tren peningkatan semenjak triwulan I 2013 dan pada triwulan IV

2013 sebesar Rp386 miliar.

Transaksi nontunai yang melalui Real Time Gros Settlement (RTGS) di wilayah Kalimantan pada triwulan

IV 2013 mengalami kecenderungan meningkat dibandingkan triwulan III 2013. Peningkatan transaksi non

tunai tersebut seiring dengan peningkatan ekonomi dari triwulan sebelumnya. Pada November 2013

total transaksi RTGS wilayah Kalimantan sebesar Rp64,68 triliun dengan komposisi RTGS yang dari

Kalimantan ke luar wilayah Kalimantan sebesar Rp32,05 miliar, ke wilayah Kalimantan sebesar Rp8,31

miliar dan transaksi RTGS yang masuk dari luar wilayah Kalimantan sebesar Rp32,86 miliar.

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

-

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Volume transaksi kliring Jumlah transaksi kliring (skala kanan)

Rp triliun ribu lembar

-

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

RTGS From-To RTGS To RTGS From

Rp triliun

Grafik II.2.24 Aktivitas Kliring Kalimantan Grafik II.2.25 Perkembangan aktivitas RTGS

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Net Outflow di wilayah Kalimantan meningkat pada triwulan IV 2013. Sejalan dengan meningkatnya

kebutuhan uang masyarakat menjelang perayaan natal dan tahun baru dan juga masuknya masa libur

sekolah, menyebabkan terjadinya peningkatan outflow uang tunai. Kegiatan pengelolaan uang tunai

Bank Indonesia di wilayah Kalimantan pada triwulan IV 2013 mencatat inflow sebesar Rp3,65 triliun,

turun sebesar 50,8% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan, outflow tercatat sebesar Rp14,44

triliun, mengalami peningkatan sebesar 19,33% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sehingga dengan

adanya peningkatan outflow dan penurunan inflow di wilayah Kalimantan, menyebabkan terjadinya

netflow negatif sebesar Rp10,79% pada triwulan IV 2013. Selain itu, selama triwulan IV 2013 rata-rata

temuan uang kertas palsu di wilayah Kalimantan mengalami penurunan dari 250 lembar per bulan pada

triwulan III 2013 menjadi 167 lembar per bulan.

Page 48: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 48

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Triliun Rp

Net Inflow Inflow Outflow

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2012 2013

lembar Temuan Uang Tidak Asli

Grafik II.2.26 Perkembangan Inflow/Outflow Uang Tunai

Grafik II.2.27 Temuan Uang Tidak Asli

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, kinerja perekonomian wilayah Kalimantan pada tahun 2014 diperkirakan masih terjaga

dengan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tahun 2013, yaitu dalam kisaran 4,4%-4,8% (yoy).

Dengan capaian tersebut, perekonomian tahun 2014 diperkirakan lebih baik daripada tahun 2013 (3,5%,

yoy). Dari sisi penggunaan, perekonomian diperkirakan akan didorong oleh konsumsi yang antara lain

didorong oleh pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Legislatif.

Kegiatan investasi juga masih tumbuh karena ada proyek-proyek MP3EI dan pertambangan migas yang

masih berlanjut. Sementara itu, dari sisi sektoral, perekonomian wilayah Kalimantan masih didorong oleh

tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan serta sektor industri pengolahan, yang

diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2013. Peningkatan

pertumbuhan ekonomi terjadi hampir di seluruh provinsi, kecuali di Kalimantan Barat yang diperkirakan

mengalami perlambatan. Kondisi pertambangan bauksit di Kalimantan Barat yang terkena dampak UU

Minerba diperkirakan menahan laju pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut.

Prospek Inflasi

Tingkat inflasi tahunan di wilayah Kalimantan pada tahun 2014 akan lebih rendah dibandingkan inflasi

tahun 2013. Inflasi Kalimantan tahun 2014 diperkirakan sebesar 5,15% – 5,64 % (yoy), menurun dari

Inflasi tahun 2013 sebesar 8,56% (yoy). Terdapat beberapa faktor yang mendorong penurunan tekanan

inflasi di wilayah Kalimantan seperti: 1)base effect indek tahun 2013 yang lebih tinggi dikarenakan

adanya kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi, 2) relatif stabilnya harga pangan didukung

berlanjutnya kebijakan relaksasi tata niaga impor, 3) minimalnya rencana kebijakan energi strategis,

sesuai rencana dalam APBN dan APBD 2014, walaupun pada awal Januari 2014 telah terjadi kenaikan

harga LPG 12Kg, 4) lebih rendahnya dampak kenaikan UMP 2014 lebih kecil dibandingkan dengan tahun

2013, serta 5) Berbagai kebijakan Pemerintah Daerah dan TPID untuk meperlancar pasokan dan distribusi

seperti pengembangan klaster komoditas penyumbang inflasi, koordinasi dan pemantauan harga secara

periodik, serta meningkatkan komunikasi pengendalian inflasi ke masyarakat untuk memengaruhi

ekspektasi Inflasi.

Page 49: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 49

Meskipun demikian, terjadi faktor risiko yang dapat mendorong tingkat inflasi 2014 lebih tinggi dari

perkiraan seperti: 1) Tekanan terhadap harga juga diperkirakan didorong oleh adanya kecenderungan

perbedaan/disparitas harga yang cukup lebar antarharga komoditas di level produsen dengan konsumen,

2) Dari sisi komoditas pangan, berdasarkan studi McKinsey, pada tahun 2030, sebagian besar daerah di

Indonesia, termasuk Kalimantan, hanya akan memiliki hasil panen pangan yang berkisar 20% dari rata-

rata tahun 2010-2012, jika tidak terdapat perbaikan sistem pengairan dan minimnya inovasi teknologi

pangan. Hal tersebut dapat berdampak pada tingginya harga komoditas pangan pada periode

mendatang. Solusi terhadap permasalahan tersebut tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi kita

bagaimana mengembangkan ketahanan pangan yang berkesinambungan ke depan, 3) gangguan cuaca

yang mempengaruhi pasokan pangan; dan iii) rencana kenaikan sejumlah komoditas dan jasa yang oleh

produsen belum dilakukan sepenuhnya pada tahun 2013 termasuk rencana penyesuaian tarif

transportasi udara yang akan banyak memengaruhi wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.

Tabel II.2.2. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

I II III IV Total Totalp

PDRB (%,yoy) 5,0 4,8 2,9 3,5 3,8 3,8 3,5 4,4-4,8

Sisi Permintaan

Konsumsi 5,8 6,2 7,1 6,7 6,5 6,7 6,7 8,1-8,5

Konsumsi swasta 5,6 5,7 7,3 6,7 5,7 6,0 6,4 8,3-8,7

Konsumsi Pemerintah 6,3 7,6 6,6 6,5 9,2 8,8 7,8 7,5-7,9

Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,9 9,8 7,9 6,4 5,7 5,9 6,5 6,8-7,2

Ekspor 5,5 2,9 4,7 3,9 7,1 4,3 5,0 3,4-3,8

Impor 8,4 7,9 8,7 7,4 13,0 8,7 9,4 5,5-5,9

Sisi Produksi

Sektor pertanian 4,5 4,1 2,6 5,7 3,9 6,4 4,6 3,8-4,2

Sektor pertambangan & penggalian 6,8 5,3 0,7 1,4 0,2 0,1 0,6 2,1-2,5

Industri pengolahan (3,7) (3,67) (3,1) (3,5) 0,9 (1,0) (1,7) 0,5-0,9

Listrik, gas & air bersih 8,7 7,3 5,9 5,4 4,7 4,8 5,2 5,5-5,9

Bangunan 9,8 10,9 10,6 8,2 6,7 7,4 8,1 8,4-8,8

Perdagangan, hotel & restoran 8,3 8,2 5,2 6,6 7,2 6,8 6,5 6,9-7,3

Pengangkutan & komunikasi 8,9 9,2 7,4 7,4 8,2 8,2 7,8 7,5-7,9

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 10,1 12,6 13,1 12,1 10,0 9,2 11,0 10,0-10,4

Jasa-jasa 8,5 8,4 7,6 6,6 8,9 8,4 7,9 7,9-8,3

Inflasi IHK (%,yoy) 5,3 5,8 6,0 6,3 8,4 8,6 8,6 5,2-5,6

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Wilayah2011 2012

2013 2014

Page 50: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 50

Bagian II.3 Perekonomian Bali dan Nusa Tenggara

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian wilayah Bali-Nustra tumbuh sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan IV 2013, melambat dari

5,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi terjadi di hampir seluruh

provinsi dalam wilayah Bali-Nustra, kecuali Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Provinsi Bali yang

memiliki pangsa besar dalam perekonomian wilayah mengalami perlambatan ekonomi dari 5,97% (yoy)

pada triwulan sebelumnya menjadi 5,49% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh

kontraksi pada sektor bangunan yang tumbuh negatif sebesar -0,11% (yoy) pada triwulan IV 2013. Selain

itu juga terjadi perlambatan pada sektor pertanian dan jasa-jasa. Dari sisi permintaan, perlambatan

pertumbuhan investasi dan perlambatan ekspor berperan dalam menekan tingkat pertumbuhan.

Untuk keseluruhan tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Wilayah Bali-Nustra lebih tinggi dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yaitu dari 4,16% menjadi 5,84%. Capaian pertumbuhan ekonomi yang lebh

baik di wilayah ini terutama dikontribusi oleh provinsi NTB setelah sempat mengalami kontraksi

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012. Pertumbuhan di sepanjang tahun 2013 didorong oleh

pertumbuhan seluruh komponen di sisi permintaan, termasukkonsumsi dan investasi. Sedangkan dari sisi

produksi, pertumbuhan didorong oleh pertumbuhan sektor pertambangan yang menunjukkan

pertumbuhan positif di tahun 2013.

Perkembangan pada awal triwulan I 2014 mengindikasikan perekonomian Bali-Nustra dapat tumbuh

lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Membaiknya indikator ekonomi terlihat baik di Provinsi Bali,

Provinsi NTB, maupun Provinsi NTT. Prospek meningkatnya pertumbuhan ekonomi Bali-Nustra pada

kuarta pertama tahun 2014 didukung oleh perkembangan di sektor perdagangan, hotel, dan restoran;

dan sektor pertanian.

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Pada triwulan IV 2013 konsumsi rumah tangga di wilayah Bali-Nustra tumbuh mencapai 6,4% lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga

terutama didorong oleh Provinsi Bali. Beberapa penyelenggaraan event berskala besar baik di tingkat

nasional maupun internasional seperti Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2013 berkontribusi besar pada

kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Di samping itu, tingginya pertumbuhan konsumsi rumah

tangga sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang masih menunjukkan optimisme masyarakat terhadap

kondisi perekonomian di Bali(Grafik II.3.2.).Namun, untuk keseluruhan tahun 2013, pertumbuhan

konsumsi rumah tangga di wilayah Bali-Nustra cenderung tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan

capaian di tahun 2012 terkait perkembangan di Provinsi NTB dan Provinsi NTT sejalan dengan indikasi

melemahnya daya beli masyarakat akibat tekanan harga komoditas pangan. Pertumbuhan konsumsi

rumah tangga selama tahun 2013 untuk Wilayah Bali-Nustra sebesar 4,56% (yoy) lebih rendah

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 5,0% (yoy).

Page 51: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 51

Memasuki triwulan I 2014, konsumsi rumah tangga diperkirakan cenderung kembali tumbuh melambat.

Indikasi melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga antara lain terlihat pada melemahnya

aktivitas kegiatan pertambangan yang dapat berimbas pada pendapatan dan penggunaan tenaga kerja

serta aktivitas pertanian yang terkendala jumlah pupuk bersubsidi. Hal lain yang diperkirakan turut

memengaruhi perkembangan konsumsi rumah tangga di wilayah ini terlihat pada tren penurunan kredit

konsumsi yang diperkirakan masih berlanjut.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%(yoy)

Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi

Sumber: BPS, diolah

Grafik II.3.1. Pertumbuhan Konsumsi

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

% (yoy)IKK gIKK

Grafik II.3.2.Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Triliun Rp % (yoy)

kredit konsumsi gkredit konsumsi (RHS)

Grafik II.3.3. Penyaluran Kredit Konsumsi

96

98

100

102

104

106

108

110

112

114

116

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

ITK BaliNustra

Sumber : BPS, diolah

Grafik II.3.4. Indeks Tendensi Konsumen

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi pemerintah untuk wilayah Bali-Nustra pada triwulan IV 2013 tumbuh sebesar 13,5% (yoy),

melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 16,4% (yoy). Perlambatan tersebut dipicu oleh

perlambatan pertumbuhan konsumsi pemerintah di Provinsi Bali yang melambat dari 37,5% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi 33,7% (yoy) dan konsumsi pemerintah di Provinsi

NTT dari 12,2% pada triwulan sebelumnya menjadi 4,1%, sementara konsumsi pemerintah di NTB

menunjukkan peningkatan. Untuk keseluruhan tahun 2013, membaiknya realisasi pengeluaran

pemerintah seiring dengan realisasi beberapa proyek infrastruktur berskala besar di Provinsi Bali

berdampak pada kenaikan pertumbuhan konsumsi pemerintah hingga mencapai 11,9%, jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,8%. Di samping itu, penyelenggaraan

Pilkada di beberapa daerah di Bali-Nustra turut mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah.

Page 52: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 52

Pada triwulan I 2014, pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rendahnya pertumbuhan konsumsi pemerintah disebabkan

oleh pengeluaran pemerintah yang mulai turun setelah pelaksanaan pilkada di seluruh provinsi di

Wilayah Bali-Nustra. Peningkatan realisasi belanja Pemerintah diperkirakan baru akan mencapai

puncaknya menjelang pelaksanaan Pemilu.

Investasi

Investasi pada triwulan IV 2013 tumbuh sebesar 1,6% lebih rendah dibanding pertumbuhan investasi

triwulansebelumnya yang sebesar 2,8% (yoy). Perlambatan investasi di Provinsi Bali dan Provinsi NTB

mendorong terjadinya perlambatan investasi Bali-Nustra tersebut. Di Bali sendiri,

kecenderunganmelambatnya terjadi seiring dengan mulai berakhirnya penyelesaian proyek infrastruktur

berskala besarterkait MP3EI. Proyek tersebut antara lain renovasi Bandara Internasional Ngurah Rai,

pembangunan jalan tol di atas air,serta pembangunan underpass Dewa Ruci. Di samping itu, harga tanah

yang melambung tinggi diduga turut memicu lebih lambatnya kinerja investasi di wilayah Bali-Nustra.

Kondisi ini juga sejalan dengan pertumbuhan penjualan semen pada akhir tahun 2013 yang

terkontraksihingga sebesar 30% (Grafik II.3.5.). Demikian halnya dengan penyaluran kredit investasi dan

impor barang modal yang tumbuh cenderung melambat pada triwulan IV 2013 (Grafik II.3.6. dan II.3.7.).

Kinerja investasi untuk keseluruhan tahun 2013 menunjukkan adanya perlambatan yang cukup besar,

yakni dari 16,0% (yoy) pada tahun 2012 menjadi 6,61% (yoy) pada tahun 2013.

Pada triwulan I 2014, investasi diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Berlanjutnya beberapa pembangunan hotel-hotel di Bali serta pembangunan jalan lingkar

barat Mataram-Gerung dan pembangunan bendungan di Provinsi NTB turut mendorong perbaikan

kinerja investasi. Selain itu, investasi di NTT diperkirakan juga meningkat terkait dengan prioritas

pengembangan sektor transportasi laut dan penyeberangan dalam rangka percepatan pertumbuhan

ekonomi dan membangun konektivitas antar wilayah serta mendukung kepariwisataan di Provinsi NTT.

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

50

100

150

200

250

300

350

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013

% (yoy)Penjualan semen gPenjualan semen (RHS)ribu ton

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

Grafik II.3.5. Penjualan Semen di Wilayah Bali-Nustra

0

10

20

30

40

50

60

0

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

%(yoy)triliun RpKredit investasi gkredit investasi (RHS)

GrafikII.3.6. PenyaluranKredit Investasi

Page 53: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 53

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

0

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013

Nilai Impor Barang Modal Volume Impor Barang Modal (RHS)

Juta USD Ton

Grafik II.3.7.Nilai Impor Barang Modal Bali-Nustra

(200)

(100)

0

100

200

300

400

500

600

700

800

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2011 2012 2013

%(yoy)g consumption g raw material g capital goods

Grafik II.3.8.Pertumbuhan Impor Bali-Nustra menurut Penggunaan

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Kinerja ekspor luar negeri Bali-Nustra pada mengalami kontraksi yang cukup dalam pada triwulan IV

2013. Hal ini terutama dipengaruhi oleh perkembangan ekspor barang tambang di Nusa Tenggara Barat

yang cenderung masih terbatas karena terkendalnya kegiatan produksi. Untuk wilayah Bali-Nustra,

pangsa ekspor tembaga mencapai 36,5% dari total ekspor keseluruhan (Grafik II.3.11.). Di samping itu,

ekspor komoditas beberapa produk utama di wilayah Bali-Nustra seperti perikanan dan perhiasan

cenderung tumbuh melambat (Grafik II.3.10.). Untuk komoditas perikanan, kontraksi ekspor dipengaruhi

oleh oleh produksi ikan yang relatif terkendala di sepanjang triwulan IV2013. Upaya meningkatkan

tangkapan ikan terkendala oleh kondusi cuaca yang kurang kondusif, beberapa daerah penghasil ikan

juga mengindikasikan adanya kesulitan kapal-kapal penangakap ikan dalam memperoleh BBM bersubsidi

sehingga berdampak pada jumlah pasokan ikan yang berkurang. Sementara itu, terbatasnya ekspor

komoditas perhiasan disebabkan oleh menurunnya permintaan terutama dari pembeli dinegara-negara

Eropa.

Memasuki triwulan I 2014, kinerja ekspor diperkirakan dapat tumbuh membaik. Peningkatan ekspor

terjadi pada komoditas perikanan dan bahan makanan. Rencana Pemda NTT dalam menjalin kerjasama

dengan Timor Leste terkait ekspor bahan makanan seperti daging ayam dan telur diharapkan dapat

meningkatkan ekspor di awal tahun 2014. Dari sisi perikanan, kondisi cuaca yang mulai membaik di

pertengahan triwulan I 2014 diharapkan dapat meningkatkan ekspor komoditas tersebut. Namun masih

terdapat resiko penurunan ekspor di awal tahun terkait dengan kendala ekspor tembaga sejalan dengan

pengaturan ekspor mineral yang mulai berlaku pada awal tahun 2014. Hal ini menyebabkan kenaikan

ekspor Wilayah Bali-Nustra diperkirakan tidak terlalu tinggi.

Page 54: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 54

-100

-50

0

50

100

150

200

250

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013

Nilai Ekspor

growth Ekspor (RHS)

Ribu Ton % (yoy)

Grafik II.3.9. Perkembangan Ekspor Bali-Nustra

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Juta USDBarang dari Logam Mulia Ikan Tongkol/Tuna Biji Tembaga (RHS)

Grafik II.3.10. Perkembangan Ekspor Komoditas Utama Bali-Nustra

Biji Tembaga37%

Pakaian Jadi10%

Ikan Tongkol/Tuna

7%

Kayu Olahan Lain6%

Barang dari Logam Mulia

5%

Industri Lainnya

5%

Ikan Olahan5%

Lainnya25%

Grafik II.3.11. Share Ekspor Bali-Nustra 2013

0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013

WMT Juta USD

Volume Ekspor Nilai Ekspor (RHS)

Grafik II.3.12. Perkembangan Ekspor Tembaga Bali-Nustra

Impor

Setelah mengalami kontraksi selama beberapa waktu terakhir, impor kembali menunjukkan

pertumbuhan positif pada akhir tahun 2013 sehingga sepanjang tahun 2013 impor luar negeri masih

tumbuh positif (Grafik II.3.14.).Berdasarkan kelompoknya, pertumbuhan impor yang cukup tinggi terjadi

pada impor barang modal (capital goods) (Grafik II.3.8.). Jika dilihat dari pangsanya, pangsa impor

terbesar BalI-Nustra adalah untuk kelompok raw material dan auxiliary goods. Pangsa pasar kelompok

tersebut mencapai 57%, disusul oleh impor capital goods sebesar 37%, serta impor consumption goods

dengan pangsa sebesar 6% dari total impor Bali-Nustra.

Untuk triwulan I 2014, impor diperkirakan tumbuh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya.

Perlambatan partumbuhan impor tersebut sejalan dengan investasi yang diperkirakan juga tumbuh

melambat diawal tahun 2014. Selain itu, dampak pelemahan rupiah diperkirakan masih akan dirasakan

pada awal tahun 2014 sehingga akan berdampak pada perlambatan impor Bali-Nustra.

Page 55: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 55

Barang Konsumsi

6%

Barang Modal37%Bahan baku dan

antara57%

Grafik II.3.13. Porsi Impor Bali-Nustra Tahun 2013

-100

100

300

500

700

900

1,100

1,300

1,500

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Volume Impor g volume impor (RHS)

Ribu Ton %(yoy)

Grafik II.3.14. Perkembangan Volume Impor Bali-Nustra

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Kinerja sektor PHR di Wilayah Bali-Nustra dipengaruhi oleh dinamika pariwisata yang sebagian besar

berada di Provinsi Bali. Pertumbuhan Sektor PHR di triwulan IV 2013 lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya 6,6% menjadi sebesar 6,1% (yoy). Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor

PHR, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) triwulan IV 2013 juga lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (Grafik II.3.15.). Sebagian besar wisman masih didominasi oleh wisman asal

Australia, China, dan Jepang (Grafik II.3.16.).

Untuk sepanjang tahun 2013, pertumbuhan Sektor PHR juga lebih rendah dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yaitu dari 6,62% (yoy) pada tahun 2012 menjadi sebesar 6,55% (yoy). Inflasi yang relatif

tinggi di tahun 2013 yang didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi menyebabkan kegiatan

perdagangan relatif tertahan. Depresiasi nilai Rupiah yang menyebabkan harga barang impor relatif lebih

tinggi juga memberikan dampak terhadap perlambatan pertumbuhan sektor PHR meskipun dampaknya

tidak signifikan.

Memasuki periode triwulan I 2014, kinerja sektor PHR diperkirakan dapat kembali tumbuh meningkat.

Hal ini diepngaruhi oleh prakiraan tingginya aktivitas pariwisata di awal tahun, sejalan dengan pesta

pergantian tahun dan hari raya keagaman sehingga banyak terdapat hari libur yang relatif panjang. Meski

demikian, indikasi penyaluran kredit perdagangan Bali-Nustra yang cenderung melambat disertai

ekspektasi pelaku usaha yang cenderung menurun berdasarkan hasil survei terakhir berpotensi menahan

kenaikan kinerja sektor PHR lebih lanjut (Grafik II.3.17. dan II.3.18.).

Page 56: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 56

(5)

0

5

10

15

20

25

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

% (yoy)Ribu orang

Jumlah wisman g Jumlah Wisman (RHS)

Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah

Grafik II.3.15. Kunjungan WIsatawan Mancanegara ke Bali

Australia29%

PRC11%

Malaysia

6%Japan

7%South of Korea

4%

UK4%

Singapore

4%

Taiwan3%

USA3%

France

4%

Others

25%

Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah.

Grafik II.3.16. Asal Wisatawan Mancanegara ke Bali Tahun 2013

051015202530354045

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Triliun Rp%(yoy)Kredit Perdagangan

gKredit Perdagangan (RHS)

Grafik II.3.17. Kredit Sektor Perdagangan

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Angka Indeks

Keg Ush PHR Balinustra

Keg Ush PHR Kalimantan

Keg Ush PHR Sulampua

Keg Ush PHR KTI

Grafik II.3.18. SKDU Sektor PHR

Sektor Pertanian

Pada triwulan IV 2013, sektor petanian tumbuh sebesar 1,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7% (yoy). Pertumbuhan yang lebih rendah tersebut dipengaruhi

oleh kondisicuaca yang kurang kondusif di sepanjang akhir tahun 2013, yang disertai angin kencang

dangelombang tinggi sehingga diperkirakan akan memengaruhi produktivitas di sektor pertanian

khususnya perikanan. Sejalan dengan hal ini, kredit sektor pertanian Bali-Nustra menunjukkan

pertumbuhan yang terus menurun pada akhir tahun 2013 (Grafik II.3.19.). Begitu pula dengan hasil survei

tendensi pelaku usaha di sektor pertanian yang menunjukkan arah yang sejalan denganperlambatan

pertumbuhan PDRB di Sektor Pertanian (Grafik II.3.20.).

Meski demikian, beberapa daerah di wilayah Bali-Nustra mengindikasikan risiko yang dapat menahan

kinerj sektor pertanian lebih lanjut. Ketersediaan pupuk bersubsidi pada masa tanam awal kali ini

terindikasi terbatas di beberapa daerah sehingga menjadi kendala pada masa tanam awal tahun ini. Di

samping itu, kondisi cuaca yang kurang kondusif diperkirakan mengganggu kegiatan produksi ikan

tangkap.

Page 57: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 57

-100102030405060708090

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Miliar Rp %(yoy)

Kredit Pertanian

gKredit Pertanian (RHS)

Grafik II.3.19. Kredit Sektor Pertanian

-60

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Angka IndeksBali-Nustra

Kalimantan

Sulampua

Grafik II.3.20. SKDU Sektor Pertanian

Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan Wilayah Bali-Nustra pada triwulan IV 2013 tumbuh lebih tinggi dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yakni dari 5,4% menjadi 16,8%. Tingginya pertumbuhan sektor

pertambangan didorong oleh kinerja produksi tembaga yang cenderung meningkat mengantisipasi

berlakunnya larangan ekspor mineral pada awal tahun 2014. Untuk keseluruhan tahun 2013, sektor

pertambangan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring membaiknya

operasional kegiatan penambangan di Provinsi NTB.

Sektor pertambangan Wilayah Bali-Nustra pada triwulan I 2014 diperkirakan tumbuh melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Masih berlangsungnya proses pelebaran dinding tambang

diperkirakan menjadi penyebab belum maksimalnya output sektor pertambangan. Selain itu penyesuaian

pelaku usaha dalam merespons implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral pada awal tahun

2014 diperkirakan berdampak pada aktivitas kegiatan penambangan mineral.

(80)

(60)

(40)

(20)

-

20

-

100

200

300

400

500

I II III IV I II III IV

2012 2013

%(yoy)Produksi (wmt)

Nilai (USD .000)

g-prod (%,yoy)-RHS

wmt/ribu USD

Grafik II.3.21.Perkembangan Pertambangan Tembaga

0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013

Juta USD %(yoy)

Volume Ekspor Nilai Ekspor

Grafik II.3.22. Ekspor Tembaga Wilayah Bali-Nustra

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Jumlah penyerapan tenaga kerja di Wilayah Bali-Nustra pada Agustus 2013 tercatat menurun dari 6,34

juta pada Agustus 2012 menjadi sebesar 6,33 juta. Seiring dengan turunnya penyerapan ini, tingkat

pengangguran di wilayah Bali-Nustra juga tercatat meningkat dari 3,35% pada Agustus 2012 dan 3,05%

pada Maret 2013 menjadi 3,39% pada Agustus 2013. Peningkatan rasio pengangguran terutama terjadi

Page 58: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 58

pada Provinsi NTT, dari 2,89% padaAgustus 2012 menjadi 3,16% pada Agustus 2013. Peningkatan

pengangguran pada periode Agustus sejalan dengan berakhirnya beberapa kegiatan pembangunan

infrastruktur yang bersifat padat karya di Provinsi NTT. Selain itu, mundurnya musim tanam untuk

komoditas palawija diperkirakan turut mempengaruhi tingkat pengangguran di provinsi ini. Sementara

itu, Provinsi Bali yang tercatat memiliki tingkat pengangguran terendah, pada bulan Agustus 2013

tercatatmengalami penurunan yang cukup tajam dari 2,11% menjadi 1,79%. Penurunan ini dipengaruhi

olehmeningkatnya aktivitas industri pariwisata danpeningkatan pembangunan infrastruktur untuk

mempersiapkan MICE berskala internasional di Provinsi Bali seperti penyelenggaraan KTT APEC.

Seiring dengan penyerapan tenaga kerja dan penguatan pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan di

wilayan Bali-Nustra turut mengalami perbaikan. Rasio jumlah penduduk miskin wilayah Bali-Nustra

tercatat mengalami penurunan dari 14,66% pada September 2012 menjadi 14,49% pada September

2013. Penurunan rasio penduduk miskin terbesar terjadi di Provinsi NTB yang sejalan dengan

keberhasilan program pemerintah seperti penumbuhan wirausahawan. Sementara itu, walaupun

memiliki rasio penduduk miskin terkecil, rasio penduduk miskin Bali tercatat mengalami peningkatan

dari 3,95% pada Sepetember 2012 dan Maret 2013 menjadi 4,49% pada September 2013. Peningkatan

rasio penduduk miskin yang cukup tajam ini, diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan garis

kemiskinan baik untuk daerah pedesaan maupun perkotaan. Hal ini diperkirakan terjadi karena tekanan

inflasi yang cukup tinggi, terutama yang terjadi di daerah pedesaan.

Tabel II.3.1. Tingkat Pengangguran Bali-Nustra (%)

2011 2012 2013

Feb Ags Feb Ags Feb Ags

NTB 5.35 5.33 5.21 5.26 5.37 5.38

NTT 2.67 2.69 2.39 2.89 2.01 3.16

Bali 2.86 2.32 2.11 2.04 1.89 1.79

Bali-Nustra 3.60 3.41 3.20 3.35 3.05 3.39 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Bali-Nustra di triwulan IV 2013 sebesar 8,29% (yoy) terutama didorong terutama oleh

meningkatnya inflasi di provinsi NTB. Kenaikan inflasi di Provinsi NTB ini dipengaruhi oleh tingginya

permintaan pangan, khususnya pada masa perayaan Idul Adha, ditengah kondisi distrbusi pasokan yang

mulai terbatas karena faktor cuaca. Sementara itu, perkembangan inflasi di Provinsi Bali dan NTT justru

cenderung menurun pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, disertai dan harga beberapa komoditas

pangan strategis seperti gula pasir yang turun dan relatif stabilnya harga komoditas pangan lainnya

seperti cabe merah dan minyak goreng. Tren penurunan harga emas internasional turut berperan dalam

mengurangi tekanan inflasi di wilayah Bali-Nustra. Di samping itu, mulai adanya penambahan rute baru

penerbangan di wilayah Bali-Nustra berkontribusi positif bagi penurunan harga kelompok angkutan

sehingga turut meredam tekanan kenaikan inflasi.

Untuk triwulan I 2014, inflasi diperkirakan lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya karena dampak

kenaikan harga BBM bersubsidi yang mulai berakhir di awal tahun 2014. Selain itu, adanya panen di

beberapa daerah di Wilayah Bali-Nustra diperkirakan dapat menahan tekanan inflasi yang terlalu dalam

Page 59: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 59

di awal tahun. Dampak kenaikan harga LPG pun diharapkan tidak memberikan dampak yang signifikan

terhadap tekanan inflasi di Bali-Nustra.

Tabel II.3.2. Inflasi Bali-Nustra (yoy)

2011 2012 2013

I II III IV I II III IV I II III IV

Bali 7.93 7.45 4.4 3.75 4.52 4.32 4.37 4.71 6.47 5.47 7.9 7.44

NTB 7.81 5.85 6.38 6.55 8.84 8.51 6.36 4.00 5.18 5.46 8.13 9.38

NTT 8.68 6.55 4.37 4.68 3.6 5.02 5.21 5.33 7.11 5.26 8.57 8.57

Bali-Nustra 8.03 6.75 5.04 4.85 5.75 5.82 5.19 4.59 6.16 5.43 8.06 8.29 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah.

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Sebagai wadah dan sarana untuk mengendalikan inflasi, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di

wilayah Bali-Nustra secara konsisten terus melakukan peningkatan koordinasi antara anggotanya. Upaya

peningkatan koordinasi demi meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengendalian inflasi dilakukan

melalui beberapa langkah, antara lain pelaksanaan rapat secara rutin baik bulanan maupun semesteran,

diskusi mendalam dengan anggota TPID untuk mengevaluasi fenomena inflasi, serta meningkatkan

kerjasama dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan pemerintah daerah yang dikoordinasikan

oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Penyaluran kredit di wilayah Bali-Nustra mengalami penurunan pertumbuhan pada triwulan IV 2013.

Penurunan pertumbuhan ini sudah terjadi sejak pertengahan triwulan sebelumnya. Pada akhir tahun

2013, pertumbuhan tahunan penyaluran kredit menurun hingga 21,04%, jauh lebih rendah dibandingkan

dengan pertumbuhan awal tahun 2013 yang mencapai 27,58%. Penurunan pertumbuhan ini berkaitan

dengan peningkatan suku bunga acuan sehingga mendorong naiknya suku bunga kredit sekaligus

mengurangi insentif bagi para pengusaha untuk menambah porsi kredit. Sejalan dengan penurunan

pertumbuhan kredit, penyaluran kredit pada sektor usaha juga menurun. Bahkan untuk sektor

pertambangan, terjadi kontraksi pertumbuhan penyaluran kredit sejak dari triwulan III 2012 hingga akhir

tahun 2013. Kontraksi ini berhubungan dengan tahapan perluasan dinding tambang tembaga yang

mengakibatkan output produksinya terbatas. Kredit sektor pertanian juga mengalami perlambatan

pertumbuhan yang cukup dalam pada akhir tahun 2013. Salah satu faktor penyebabnya adalah masalah

menurunnya luas panen akibat alih fungsi lahan pertanian. Alih fungsi ini menyebabkan lahan pertanian

menyusut sehingga ruang bagi penyaluran kredit pertanian menjadi semakin sempit.

Page 60: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 60

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun Rp % (yoy)Kredit perbankan gKredit perbankan

Grafik II.1.23. Penyaluran Kredit Perbankan

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

BALNUSRA BALI NTB NTT

REAL ESTATE DAN PERSEWAAN

TRANSPORTASI

HOTEL DAN RESTORAN

PERDAGANGAN

KONSTRUKSI

INDUSTRI

PERTANIAN

Grafik II.1.24. Kredit Bank Berdasarkan Sektor Ekonomi 2013

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit konsumsi sebagian besar dilakukan oleh rumah tangga dengan pertumbuhan yang terus melambat

sejak triwulan II 2013. Pada akhir tahun 2013 pertumbuhan kreditnya hanya sebesar 15,98% sedangkan

triwulan sebelumnya mencapai 19,12%. Perlambatan pertumbuhan ini selain sejalan dengan peningkatan

suku bunga acuan, juga disebabkan oleh kebijakan LTV yang membatasi penyaluran kredit perumahan

dan kendaraan bermotor. Hal ini juga terindikasi oleh pertumbuhan kredit perumahaan dan kendaraan

bermotor yang tidak se-agresif periode sebelumnya. Sejak pertengahan triwulan III 2013 pertumbuhan

kredit perumahan cenderung stabil sementara pertumbuhan kredit kendaraan bermotor cenderung

menurun.

Penurunan pertumbuhan kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor juga diikuti oleh

membaiknya kualitas kredit. NPL kredit perumahaan untuk tipe di atas 70 menurun dari 0,49% pada

triwulan III 2013 menjadi 0,35% pada akhir tahun 2013. Demikian pula dengan kredit perumahan tipe 22

hingga 70 yang menurun dari 1,1% menjadi 0,91%. Untuk kredit kendaraan bermotor jenis mobil roda

empat, NPL-nya menurun dari 0,41% menjadi 0,32%. Hanya kredit kendaraan jenis sepeda motor saja

yang mengalami kenaikan NPL yaitu dari 1,14% pada triwulan III 2013 menjadi 1,16% pada akhir periode.

Penyaluran kredit kepemilikan sepeda motor kepada pelanggan dengan pendapatan yang lebih rendah

diperkirakan menjadi penyebab nilai NPL yang lebih besar dibandingkan dengan kredit kepemilikan

rumah maupun kendaraan roda empat.

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Proporsi kredit UMKM di Wilayah Bali-Nustra selalu berada di atas 35% dari total kredit yang disalurkan

pada kurun waktutahun 2011 hingga akhir 2013. Proporsi kredit UMKM pada akhir 2013 mencapai

36,65% sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan III2013 sebesar 36,27%. Kualitas kredit UMKM

juga terus membaik dengan nonperforming loan (NPL) sebesar 1,31% pada akhir 2013 lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan III 2013 sebesar 1,49%. Nilai NPL akhir tahun 2013 juga merupakan yang

terendah sejak tahun 2010.

Akses UMKM kepada perbankan relatif baik yang ditunjukkan oleh hasil quick survey Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Wilayah III pada masyarakat umum dan UMKM yang menunjukkan bahwa kepada

masyarakat umum dan UMKM di Bali, NTB,NTT; sebanyak 90% responden mengenal layanan/produk

Page 61: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 61

perbankan. Layanan perbankan yang paling banyak dimanfaatkan adalah setoran tunai (54%) dan

penarikan tunai (32%). Untuk memperluas akses UMKM kepada layanan perbankan ditempuh antara lain

dengan dilakukan dengan meminimalkan gap informasi antarpihak perbankan dan UMKM.

Kinerja Sistem Pembayaran

Meningkatnya aktivitas perekonomian sepanjang tahun 2013 turut memengaruhi peningkatan

kebutuhan transaksi nontunai menggunakan RTGS. Baik transaksi dari Bali-Nustra (RTGS) maupun

transaksi menuju Bali-Nustra (RTGS to) mengalami peningkatan transaksi dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Hingga akhir tahun 2013, total transaksi dari Bali-Nustra (RTGS) mencapai lebih dari Rp350

triliun. Sedangkan total transaksi ke Bali-Nustra (RTGS to) melampaui Rp210 triliun. Nilai transaksi

menggunakan RTGS sepanjang tahun 2013 cenderung meningkat, hal ini mengindikasikan adanya

peningkatan kebutuhan transaksi nontunai bernilai besar.

Transaksi nontunai menggunakan kliring mengalami peningkatan dari sisi nominal. Nominal transaksi

sepanjang 2013 mencapai Rp61,49 triliun, atau meningkat 10,51% dibanding tahun lalu. Meningkatnya

nominal transaksi menggunakan kliring menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat akan alat

pembayaran nontunai relatif mengalami peningkatan seiring dengan dibudayakannya less cash society.

Jumlah tolakan cek atau bilyet giro kosong pada tahun 2013 berkurang 63,16% dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Sementara itu nominal penolakan juga mengalami penurunan sebesar 50,19%.

Penurunan jumlah lembar maupun nominal tolakan cek atau bilyet giro kosong serta jumlah tolakan yang

terbilang rendah mengindikasikan bahwa sistempembayaran yang diselenggarakan di Wilayah Bali-

Nustra dapat dikatakan andal. Aliran uang kartal Bank Indonesia dengan perbankan di wilayah Bali-

Nustra berada pada posisi net outflow. Peningkatan transaksi outflow dipengaruhi oleh tingginya

aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Seiring dengan optimisme pertumbuhan ekonomi nasional, perekonomian Bali-Nustra diperkirakan turut

mengalami pertumbuhan sebesar 5,9%-6,3% (yoy) pada tahun 2014. Pertumbuhan ini diperkirakan

didorong oleh pertumbuhan konsumsi baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah.

Peningkatan kinerja ekonomi mendorong peningkatan pendapatan faktor produksi diperkirakan menjadi

alasan meningkatnya konsumsi rumah tangga di seluruh provinsi.Sementara itu, peningkatan belanja

pemerintah diperkirakan sangat dipengaruhi oleh belanja politik terkait dengan penyelenggaraan pemilu

legislatif dan pemilu presiden. Lebih lanjut, seiring dengan dengan perlambatan investasi yang terjadi

pada tahun 2014, kebutuhan barang modal, khususnya melalui jalur impor turut mengalami penurunan,

khususnya terjadi di Provinsi Bali. Hal ini menekan impor secara umum dan posisi impor neto mengalami

perlambatan.

Pada sisi penawaran, pertumbuhan diperkirakan didorong oleh perkembangan sektor-sektor utama

seperti pertanian danpertambangan. Sifat cuaca yang diperkirakan memasuki pola normalnya turut

mendorong kinerja sektor pertanian, selainitu, kecenderungan peningkatan harga pangan produk

pertanian juga turut menjadi insentif bagi pelaku sektor pertanian. Pada sektor pertambangan,

pertumbuhan dipicu oleh meningkatnya produksi konsentrat tembaga terkait dengan lokasi penggalian

yang telah mencapai lapisan dengan kandungan tembaga tinggi.

Page 62: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 62

Namun, optimisme pertumbuhan tahun 2014 ini masih dibayangi oleh beberapa risiko. Tantangan

terbesar muncul pada sektor pertambangan, peningkatan produksi sektor pertambangan sangat

tergantung pada implementasi aturan pemerintah mengenai pertambangan mineral dan batubara.

Kemungkinan terburuknya adalah adanya penutupan tambang tembaga sehingga dapat menekan

pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB dan Wilayah Bali-Nustra jauh di bawah level pesimisnya.

Prospek Inflasi

Ke depan, tekanan inflasi pada tahun 2104 diperkirakan akan lebih terkendali dan berangsur kembali ke

pola normalnya. Secara umum, inflasi 2014 diperkirakan mencapai 5,4-5,9% (yoy). Sumber tekanan inflasi

pada 2014 terutama berasal dari komoditas bahan pangan khususnya untuk komoditas volatile food,

sementara kelompok inflasi inti diperkirakan akan mengalami peningkatan yang terbatas. Demikian pula

dengan pergerakan harga kelompok administered prices yang diperkirakan akan stabil.

Faktor risiko yang berpotensi mempengaruhi tekanan inflasi pada 2014 selain berasal dari kondisi cuaca

juga dari ekspektasi masyarakat sehubungan dengan pemilu sehingga masyarakat beranggapan akan

terjadi peningkatan permintaan. Selain peningkatan konsumsi, kelancaran dan keamanan pelaksanaan

pemilu juga menjadi sangat penting untuk diperhatikan sehingga tidak memicu adanya pembelian yang

tidak perlu. Selain itu, rencana peningkatan tarif dasar listrik (TDL) industri diperkirakan juga akan

mempengaruhi harga khususnya komoditas industri olahan. Hal ini disebabkan oleh relatif tingginya

kenaikan TDL tersebut yaitu sebesar 38,9% untuk industri golongan 3 dan 64,7% untuk industri golongan

4. Sebagai langkah antisipasi perlu dilakukan edukasi yang lebih komprehensif dan tepat kepada

masyarakat, baik oleh pemda maupun TPID. Hal ini penting mengingat masyarakat membutuhkan adanya

kepastian, terutama dalam hal keamanan.

Tabel II.1.4. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Bali-Nustra (yoy)

I II III IV Total

PDRB (%,yoy) 4.2 6.0 5.6 5.9 5.8 5.8 5.4 - 5.9

Konsumsi 4.7 4.1 4.9 6.5 7.7 5.8 5.6 - 6.1

Konsumsi swasta 5.0 3.2 4.3 4.2 6.4 4.6 5.2 - 5.7

Konsumsi Pemerintah 3.8 7.9 9.1 16.4 13.5 11.9 7.5 - 8.0

Pembentukan Modal Tetap Bruto 16.0 12.5 10.3 2.8 1.6 6.6 6.6 - 7.1

Ekspor 1.6 4.0 7.2 13.4 10.0 8.7 9.0 - 9.5

Impor 6.2 9.5 11.9 14.8 13.4 12.5 8.9 - 9.4

Sektor pertanian 4.2 2.3 2.7 2.7 1.6 2.3 2.4 - 2.9

Sektor pertambangan & penggalian (23.7) 6.3 (1.3) 5.4 16.8 6.8 0.7 - 1.3

Industri pengolahan 5.7 6.7 6.0 4.9 6.2 5.9 4.0 - 4.5

Listrik, gas & air bersih 8.5 9.5 9.3 8.2 7.6 8.6 7.2 - 7.7

Bangunan 10.3 12.7 8.5 2.2 (0.1) 5.5 9.2 - 9.7

Perdagangan, hotel & restoran 6.6 6.6 7.0 6.6 6.1 6.5 6.8 - 7.3

Pengangkutan & komunikasi 6.9 5.3 5.6 6.3 6.9 6.0 5.8 - 6.3

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 8.8 8.6 8.2 7.0 7.8 7.9 5.8 - 6.3

Jasa-jasa 6.1 7.1 7.8 10.2 9.0 8.7 8.2 - 8.7

Sisi Permintaan

Sisi Produksi

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Wilayah 20122013

2014

Page 63: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 63

BOKS 3. Penerapan Kebijakan Pengaturan Ekspor Mineral

Dalam rangka meningkatkan peran sektor pertambangan bagi perekonomian nasional dan

pembangunan ekonomi daerah yang berkelanjutan, pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) No. 4

Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Di dalam UU tersebut ditegaskan mengenai

kewajiban pelaku usaha di sektor pertambangan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian untuk

hasil kegiatan tambang yang diekspor.

Diterbitkannya UU tersebut menjadi tonggak yang sangat penting bagi upaya untuk meningkatkan nilai

tambah ekspor. Pada gilirannya gilirannya hal ini akan mendorong kemajuan ekonomi dan pendapatan

masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang menjadi basis sektor pertambangan seperti di wilayah

Sulampua, Kalimantan, dan sebagian Sumatera. Sebagai ilustrasi, proses pemurnian komoditas mineral

dapat menghasilkan kenaikan nilai tambah produk olahan hingga mencapai 300x lipat (Gambar C.1.).

Gambar C.1. Peningkatan Nilai Tambang Barang Mineral

Sumber: Kajian Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia Wilayah I

Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya UU tersebut, pada awal tahun 2014 diterbitkan beberapa

petunjuk teknis dan aturan pelaksanaannya. Aturan pelaksanaan tersebut pada intinya mengatur bahwa

ekspor mineral dalam kadar tertentu masih dapat untuk dilakukan ekspor dengan disertai bea keluar

(Tabel C.1.), serta memberikan waktu kepada para pelaku usaha di sektor pertambangan untuk

membangun fasilitas smelter sampai dengan tahun 20174. Pengaturan bea keluar ini ditetapkan secara

progresif yakni dari kisaran 20%-25% pada semester I 2014 hingga mencapai 60% pada semester II 2016

(Tabel C.2.)5. Di samping itu, pemerintah juga menerbitkan aturan yang mewajibkan ekspor mineral

hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar disertai adanya proses verifikasi.

4 Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2010

tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.

5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.011/2014 Tanggal 11 Januari 2014 yang merupakan Perubahan Kedua

atas PMK No. 75/PMK.011/2012 Tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Page 64: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 64

Tabel C.1. Kadar Min. Konsentrat Mineral untuk Ekspor

Tabel C.2. Tarif Bea Keluar Konsentrat Mineral

Meski dalam jangka panjang berdampak positif, penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral ini

dalam jangka pendek akan memperlambat laju pertumbuhan sektor pertambangan, khususnya daerah-

daerah di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini mengingat peran sektor pertambangan,

terutama ekspor tambang, yang besar dalam perekonomian wilayah Sulampua (Gambar C.2.). Bagi

pelaku usaha berskala besar yang pada umumnya telah memiliki fasilitas pemurnian (smelter) dan atau

merupakan penghasil batubara, implementasi aturan ini berdampak minimal. Namun, bagi pelaku usaha

pertambangan yang tidak memiliki smelter maka perlu segera melakukan upaya penyesuaian. Proses

penyesuaian ini dalam jangka pendek berpotensi menurunkan output dan penggunaan tenaga kerja di

sektor pertambangan di kawasan tersebut. Untuk itu, upaya untuk memitigasi dampak dari proses

penyeusaian yang terjadi perlu dilakukan melalui strategi kebijakan yang menyeluruh dengan melibatkan

Pemerintah Pusat dan Daerah.

Gambar C.2. Peran Sektor Pertambangan dan Ekspor Tambang dalam Perekonomian wilayah Sulampua

Page 65: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 65

Survei terhadap beberapa pelaku usaha di provinsi yang menjadi sentra kegiatan pertambangan

menunjukkan respon yang berbeda-beda terkait pemberlakuan UU minerba. Selain disebabkan oleh jenis

bahan tambang yang dihasilkan, perbedaan juga disebabkan oleh kemampuan pelaku usaha di masing-

masing provinsi. Hasil survei ini dapat menjadi langkah awal bagi upaya mitigasi risiko penurunan

kegiatan pertambangan di KTI.

Kinerja komoditas tambang batubara di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) relatif tidak terpengaruh oleh

aturan minerba sehingga produksinya dapat ditingkatkan. Demikian pula dengan pertambangan di

Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) juga tidak terpengaruh signifikan oleh aturan minerba karena

perusahaan tambang di Provinsi Sulsel telah memiliki smelter.

Tabel C.3. Hasil Survei Dampak UU Minerba Terhadap Pelaku Usaha Pertambangan

Keterangan Sultra Malut Sulsel Papua Sulteng Kaltim NTB Kalbar

Produk Nikel Nikel Nikel Tembaga Nikel Batubara Tembaga Bauksit

Dampak Penerapan UU

Minerba terhadap

kinerja perusahaan di

tahun 2014

Penurunan

Kegiatan Usaha

Penurunan

Kegiatan Usaha

Tidak

signifikan

Risiko

Pengurangan

Kegiatan Usaha

Signifikan Tidak

Berdampak

Risiko Penutupan

Kegiatan Usaha

Risiko Penutupan

Kegiatan Usaha

Produksi Menurun Menurun Meningkat Berpotensi

MenurunMenurun Meningkat

Berpotensi

Menurun

Berpotensi

Menurun

Penjualan Menurun Menurun MeningkatBerpotensi

MenurunMenurun Meningkat

Berpotensi

Menurun

Berpotensi

Menurun

Penggunaan Tenaga

KerjaStabil Stabil Stabil

Belum terdapat

pengurangan

tenaga kerja

Terjadi

Pengurangan

Tenaga Kerja

Stabil

Belum terdapat

pengurangan

tenaga kerja

Belum terdapat

pengurangan

tenaga kerja

Sumber: Quick Survei Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia Wilayah I

Sementara itu, untuk pertambangan di Provinsi Papua, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dan Provinsi

Nusa Tenggara Barat (NTB) terdapat risiko kelangsungan kegiatan usaha. Meskipun konsentrat yang

dihasilkan sudah melebihi 15%, adanya bea keluar dianggap membebani kegiatan usaha pertambangan.

Hingga saat ini belum terdapat pengurangan tenaga kerja sebagai dampak dari aturan mengenai

minerba. Pengambil kebijakan perlu mendorong upaya mendirikan smelter secara mandiri bagi pelaku

usaha dengan skala besar sehingga adaptasi terhadap aturan ini dapat berjalan lebih cepat.

Hasil survei di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Provinsi Maluku Utara (Malut) menunjukkan

penerapan aturan minerba tersebut sudah memberikan dampak pada kinerja usaha pertambangan.

Kegiatan usaha, produksi dan penjualan relatif menurun. Meskipun demikian, belum terjadi pengurangan

tenaga kerja pada sektor pertambangan di kedua provinsi tersebut. Berbeda dengan kedua provinsi

tersebut, untuk provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) terdapat indikasi adanya penutupan usaha dan

pengurangan tenaga kerja. Hal ini disebabkan oleh skala usaha kegiatan pertambangan di Provinsi

Sulteng yang relatif tidak terlalu besar sehingga pendirian smelter menjadi tantangan. Berbagai hasil

survei di atas yang menunjukkan respons berbeda di masing-masing provinsi dapat menjadi dasar bagi

pengambil kebijakan dalam mengantisipasi dampak penerapan aturan minerba.

Page 66: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 66

Bagian III

Perekonomian Jawa

Pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa pada triwulan IV 2013 melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perlambatan tersebut terjadi hampir di seluruh wilayah, terutama di Jakarta yang hanya

tumbuh sebesar 5,6% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya yang mencapai 6,2% (yoy). Selain itu, perlambatan ekonomi juga terjadi di wilayah

Jabagteng dan Jabagtim. Realisasi pertumbuhan ekonomi wilayah Jabagteng tercatat sebesar 5,4% (yoy)

dan wilayah Jabagtim sebesar 6,2% (yoy). Sementara itu, perekonomian wilayah Jabagbar mampu

tumbuh meningkat sebesar 6,2% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2013, pertumbuhan ekonomi kawasan

Jawa lebih rendah dari pertumbuhan pada 2012. Perlambatan di wilayah ini terutama disebabkan oleh

melemahnya konsumsi dan investasi. Konsumsi dan investasi yang melambat, khususnya di wilayah

Jakarta, disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi, suku bunga, dan depresiasi nilai tukar. Sementara

itu, kinerja investasi juga cenderung terbatas sebagai pengaruh faktor eksternal, yaitu pemulihan

ekonomi dunia yang masih berjalan lambat dan ketidakpastian mengenai kelanjutan program stimulus

moneter di Amerika Serikat. Sentimen negatif terhadap perekonomian negara emerging market,

termasuk Indonesia turut menurunkan minat investor ke kawasan Jawa.

Pada triwulan IV 2013, inflasi kawasan Jawa relatif mereda namun masih pada level yang cukup tinggi.

Kelompok administered prices dan komponen inti lebih dominan mendorong inflasi dibanding volatile

food. Inflasi pada kelompok administered prices meningkat karena kenaikan tarif listrik tahap keempat

(Oktober 2013), angkutan udara dan kereta api. Inflasi inti relatif stabil di tengah masih kuatnya

permintaan dan berlanjutnya tekanan nilai tukar. Namun, koreksi pada harga emas internasional turut

mempengaruhi realisasi inflasi inti. Melimpahnya pasokan dari sentra produksi dan kelancaran distribusi

turut menjaga inflasi kelompok volatile food. Hal ini juga tidak terlepas dari peran koordinasi TPID di

kawasan Jawa yang difokuskan pada kelancaran distribusi barang dan peningkatan strategi komunikasi

dalam rangka menjaga ekspektasi inflasi.

Memasuki awal triwulan I 2014, kinerja perekonomian Jawa dan Jakarta diperkirakan relatif stabil.

Pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa didukung oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan

membaiknya ekspor. Potensi peningkatan ekspor mulai terlihat seiring dengan semakin pulihnya

perekonomian negara maju. Adapun konsumsi pemerintah dan rumah tangga diperkirakan meningkat

sebagai pengaruh dari adanya realisasi belanja Pemilu 2014.

Di sisi inflasi, tekanan diperkirakan relatif rendah pada triwulan I 2014. Meskipun banjir melanda

sebagian Kawasan Jawa pada Januari 2014, inflasi pada triwulan ini melambat kea rah kisaran proyeksi

7,3% - 7,7% (yoy) didukung oleh terjaganya pasokan pangan (lihat Boks: Dampak Bencana Banjir di

Kawasan Jawa). Terputusnya jalur Pantura akibat banjir menyebabkan tertundanya distribusi barang

antar wilayah di Jawa. Namun, kesiagaan daerah dalam penanggulangan banjir yang meliputi upaya

perbaikan infrastruktur secara bertahap diperkirakan mampu meminimalkan dampak banjir terhadap

inflasi. Pada episode banjir tahun 2014 ini terdapat fenomena peningkatan pasokan pangan di daerah

sentra mengingat adanya hambatan distribusi ke daerah konsumen. Hal ini menyebabkan adanya

beberapa daerah sentra yang mengalami deflasi di tengah peningkatan harga pangan di daerah

konsumen. Sementara itu, kenaikan gas elpiji 12 kg mendorong inflasi melalui peningkatan harga

makanan jadi dan barang produksi industri rumah tangga. Terdapat pula potensi kenaikan harga pada

Page 67: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 67

kelompok barang industri akibat dari pass through depresiasi nilai tukar secara bertahap. Langkah TPID

untuk meminimalkan tekanan inflasi adalah memastikan proses produksi berjalan sesuai siklus melalui

fasilitasi petani untuk melakukan penanaman kembali lahan yang terendam banjir (proses re-planting),

menjaga ketersediaan pasokan pangan, salah satunya melalui operasi pasar serta meningkatkan

komunikasi ke masyarakat terkait dengan ketersediaan pasokan pangan.

Ekonomi wilayah Jawa dan Jakarta didukung oleh peningkatan pembiayaan perbankan pada triwulan IV

2013. Tercatat pertumbuhan kredit perbankan di wilayah Jawa berdasarkan lokasi proyek mencapai

23,23% (yoy), sementara Jakarta mencapai 24% sampai dengan bulan Desember 2013. Penyaluran kredit

perbankan di Jawa sebagian besar dialokasikan untuk 3 (tiga) sektor utama, yaitu industri pengolahan

(porsi 28%), perdagangan (porsi 20%), dan pertanian (porsi 2%). Sementara itu, kredit di Jakarta sebagian

besar dialokasikan untuk sektor produksi perdagangan besar (porsi 17,81%), industri pengolahan (porsi

14,15%), dan perantara keuangan (porsi 12,10%). Berdasarkan penggunaan, kredit di Jawa dan Jakarta

disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja (53,1%), kredit konsumsi (24,3%) dan kredit investasi

(22,6%).

Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi saat ini diimbangi dengan terjaganya risiko kredit pada level yang

rendah. Secara sektoral, risiko penyaluran kredit yang tercermin pada rasio nonperforming loans pada

sektor utama di Jawa menunjukkan tren penurunan, yakni pada sektor industri pengolahan sebesar

1,34% dan sektor perdagangan sebesar 2,93%. Hal yang sama juga terlihat di Jakarta, khususnya di sektor

transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan.

Pembiayaan kredit kepada UMKM di kawasan Jawa kecuali Jakarta menunjukkan peningkatan,

sementara di Jakarta cenderung melambat. Kredit UMKM di Jawa mampu tumbuh 18,53% (yoy), dengan

nominal mencapai Rp259,58 triliun. Pertumbuhan kredit UMKM Jawa didukung oleh stabilnya risiko

kredit (nonperforming loans) di level 3,40%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar 3,63%. Tren penurunan risiko kredit UMKM juga terlihat di wilayah

Jakarta. Sementara itu, perlambatan laju pertumbuhan penyaluran kredit UMKM di Jakarta ditengarai

terkait dengan pengetatan persyaratan pengajuan kredit serta penurunan target penyaluran kredit oleh

perbankan.

Sejalan dengan tren perkembangan ekonomi Jawa yang semakin meningkat, transaksi sistem

pembayaran baik tunai maupun nontunai di kawasan Jawa juga menunjukkan peningkatan. Pada

transaksi nontunai, seiring dengan semakin tingginya kebutuhan penyelesaian transaksi dalam jumlah

besar dan realtime, persentase nominal transaksi RTGS terhadap kliring menunjukkan peningkatan dari

sebesar 82,79% pada akhir tahun 2012 menjadi sebesar 85,28% pada akhir tahun 2013. Berbagai langkah

untuk meningkatkan penyediaan uang tunai di daerah terus dilakukan, salah satunya melalui penyediaan

kas keliling dan sosialisasi pengenalan keaslian Rupiah di beberapa wilayah di Jawa dan Jakarta.

Pada triwulan II 2014 pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa diperkirakan meningkat signifikan seiring

dengan dampak positif dari penyelenggaraan Pemilu. Potensi peningkatan konsumsi rumah tangga dan

Pemerintah di kawasan Jawa diperkirakan berasal dari realisasi belanja Pemilu 2014. Investasi juga

diyakini akan mengalami peningkatan didorong oleh proyek infrastruktur di kawasan ini. Pendorong

pertumbuhan investasi tersebut terutama berasal dari wilayah Jawa Bagian Timur (Jabagtim) dengan

adanya pembangunan empat buah smelter yang direncanakan beroperasi pada tahun 2017. Di sisi

ekspor, diperkirakan terjadi perbaikan sebagai pengaruh faktor global yang akan berdampak positif pada

kinerja sektor industri di kawasan Jawa. Namun demikian, perlu diantisipasi risiko terkait tekanan biaya

Page 68: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 68

produksi pasca kenaikan tarif listrik industri. Selain itu, ketergantungan impor dari sektor industri di

kawasan Jawa juga perlu mendapat perhatian. Mencermati perkembangan terakhir dan berbagai faktor

risiko tersebut, maka untuk keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa pada 2014

diperkirakan mampu tumbuh 6,0% - 6,4%.

Seiring tibanya panen raya komoditas beras dan hortikultura di beberapa sentra produksi, diperkirakan

tekanan inflasi di Kawasan Jawa kembali mereda pada triwulan II 2014. Inflasi pada triwulan ini

diperkirakan berada di kisaran 6,8% - 7,3% (yoy). Selain itu, terjaganya kelancaran distribusi serta

kecukupan stok bahan pangan berpotensi mendorong deflasi kelompok volatile food. Namun, masih

terdapat potensi tekanan inflasi akibat kenaikan tarif tenaga listrik, pelaksanaan Pemilu dan dimulainya

bulan Ramadhan. Ke depan, TPID di kawasan Jawa akan terus mengupayakan penguatan koordinasi antar

provinsi dan strategi komunikasi efektif pada stakeholders daerah. Mencermati perkembangan terakhir

dan berbagai faktor risiko, diyakini inflasi di kawasan Jawa akan kembali ke pola normalnya dan pada

akhir tahun diprakirakan berada di kisaran 4,9% - 5,3% (yoy).

Page 69: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 69

Bagian III.1. Perekonomian Jawa Bagian Barat

PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi wilayah Jawa Bagian Barat (Jabagbar) yang meliputi Provinsi Jawa Barat dan

Banten meningkat tinggi pada triwulan IV 2013 menjadi 6,2% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 5,7% (yoy). Pertumbuhan tersebut disumbang oleh kinerja ekspor dan total konsumsi yang

meningkat sejalan dengan membaiknya permintaan eksternal dan pola belanja pemerintah yang

ekspansif pada akhir tahun. Dari sisi sektoral, kinerja sektor sektor pertanian; sektor listrik, gas, dan air

bersih; dan sektor PHR tumbuh meningkat, sedangkan kinerja sektor industri pengolahan tumbuh stabil

pada triwulan IV 2013. Secara keseluruhan tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jabagbar sebesar 6,0%

(yoy), melambat dibandingkan 2012. Perlambatan tersebut diakibatkan oleh melambatnya pertumbuhan

konsumsi rumah tangga dan investasi terkait dengan shock kenaikan harga BBM pada awal triwulan III

2013 dan adanya tekanan pada ekonomi makro. Meskipun demikian, perlambatan yang lebih dalam

dapat ditahan dengan kinerja ekspor dan konsumsi pemerintah yang tumbuh tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya. Secara sektoral, perlambatan kinerja sektor PHR; sektor pengangkutan dan komunikasi;

serta sektor konstruksi turut berkontribusi terhadap melambatnya pertumbuhan Jabagbar tersebut.

Namun, kinerja sektor industri pengolahan secara keseluruhan tahun cukup baik.

Perkembangan berbagai indikator ekonomi makro terkini mengindikasikan pertumbuhan Jabagbar pada

triwulan I 2014 sedikit tertahan dibandingkan triwulan IV 2013 yang tumbuh tinggi. Tertahannya laju

pertumbuhan ekonomi tersebut terkait dengan melambatnya investasi sebagai pengaruh perkembangan

kondisi politik menjelang Pemilu. Sementara konsumsi rumah tangga diperkirakan cenderung tumbuh

stabil. Kinerja ekspor diperkirakan terus meningkat sejalan dengan indikasi membaiknya perekonomian

global dan perkembangan konsumsi domestik. Secara sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan

cenderung melambat seiring dengan kondisi musim dan pergeseran musim panen. Di sisi lain, sektor

pengangkutan dan komunikasi bersama dengan sektor industri pengolahan dan sektor PHR menjadi

penyokong kinerja pertumbuhan di triwulan I 2014. Hal ini didukung oleh masih meningkatnya kinerja

ekspor. Prospek keseluruhan tahun 2014 diprakirakan akan semakin membaik. Laju pertumbuhan

ekonomi untuk keseluruhan tahun 2014 diprakirakan masing-masing mencapai 6,1% – 6,5% (yoy).

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga Jabagbar pada triwulan IV 2013 tumbuh stabil dibandingkan triwulan III 2013

sebesar 4,1% (yoy). Relatif stabilnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan

semakin membaiknya daya beli rumah tangga pasca shock kenaikan harga BBM bersubsidi pada triwulan

III 2013. Hal ini terindikasi oleh berbagai indikator konsumsi yang menunjukkan kecenderungan membaik

hingga akhir triwulan IV 2013. Hasil Survei Keyakinan Konsumen (Grafik III.1.1) menunjukkan tren

peningkatan sejalan dengan Indeks Penjualan Eceran (Grafik III.1.2) yang masih meningkat. Lebih lanjut,

impor barang konsumsi Jawa Barat juga menunjukkan tren meningkat (Grafik III.1.3). Berdasarkan hasil

liason terhadap sejumlah responden utama di bidang ritel diketahui bahwa sekitar 50% peritel besar di

daerah Bandung dan Serang menyatakan peningkatan penjualan. Data penjualan kendaraan bermotor

Page 70: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 70

juga menunjukkan pertumbuhan. Menurut GAIKINDO, total penjualan mobil nasional sepanjang tahun

2013 mencapai 1,23 juta unit, lebih besar daripada total tahun 2012 sebesar 1,12 juta unit. Di Provinsi

Jawa Barat, antusiasme permintaan LCGC Kota Bandung hingga awal semester II 2013 telah melampaui

kuota hingga akhir tahun. Dari kuota sebesar 1.350 unit hingga Desember 2013, jumlah pemesan sudah

mencapai 2.000 orang. Aktivitas konsumsi tersebut didukung pula dengan pembiayaan perbankan yang

tumbuh stabil sebagaimana tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi Jawa Barat yang mencapai

21,43% (yoy) (Grafik III.1.4).

Pada triwulan I 2014, konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap kuat namun dengan potensi sedikit

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator Indeks Keyakinan Konsumen pada Januari 2014

mengindikasikan peningkatan keyakinan masyarakat yang terjadi khususnya di Provinsi Banten.

Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Desember 2013, penjualan di Jawa Barat terindikasi

masih menunjukkan pertumbuhan. Meskipun demikian, berdasarkan rapat koordinasi TPID Provinsi Jawa

Barat pada Januari 2014, diketahui bahwa dampak hujan dan banjir cukup berpengaruh terhadap

berkurangnya penjualan di pasar tradisional dan modern pada awal triwulan I 2014 ini. Di samping itu,

Indeks Ekspektasi Konsumen maupun perkiraan pengeluaran rumah tangga dari hasil Survei Konsumen

mengindikasikan potensi penurunan tingkat pengeluaran rumah tangga dalam level yang moderat. Di sisi

kebijakan moneter, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan moneter ke arah stabilisasi ekonomi makro

yang diperkirakan akan sedikit menahan laju konsumsi rumah tangga. Namun, realisasi belanja Pemilu

2014 berpotensi untuk menahan penurunan konsumsi rumah tangga lebih lanjut.

Konsumsi Pemerintah

Pada triwulan IV 2013, realisasi belanja pemerintah meningkat secara nominal, meskipun tumbuh sedikit

melambat dibandingkan dengan triwulan III 2013. Hal ini terkait dengan akselerasi penyerapan anggaran

di akhir tahun sebagaimana historisnya. Realisasi belanja Pemerintah Daerah Jawa Barat secara nominal

tumbuh cukup tinggi mencapai 13,4%, sehingga mendukung kinerja perekonomian pada triwulan IV

2013. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari dinas terkait, realisasi belanja pemerintah Provinsi Jawa

Barat hingga akhir tahun 2013 mencapai 92% dari total anggaran. Di sisi kabupaten/kota, realisasi belanja

pemerintah kota/kabupaten pun cenderung meningkat.

Sementara itu pada triwulan I 2014, konsumsi pemerintah diperkirakan melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya karena pelaksanaan program/kegiatan pemerintah daerah yang belum mengalami akselerasi

di awal tahun. Meskipun demikian, pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan akan lebih tinggi

seiring masuknya periode Pemilu yang akan dilaksanakan pada April 2014 untuk Pemilu Legislatif (Pileg)

dan Juli 2014 untuk Pemilu Presiden (Pilpres). Selain itu, dipercepatnya pengesahan APBD di Jawa Barat

sebelum tahun 2014 untuk Provinsi Jawa Barat dan di sejumlah daerah antara lain seperti Kota Bandung,

Bogor, Karawang, dan Bekasi akan menjaga tingkat konsumsi pemerintah.

Page 71: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 71

-0.15

-0.10

-0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

95

100

105

110

115

120

125

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2012 2013 2014

Indeks %, yoy

Indeks Keyakinan Konsumen Pertumbuhan (skala kanan)

Grafik III.1.1. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

-0.50

-0.30

-0.10

0.10

0.30

0.50

0.70

0.90

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2012 2013 2014

Indeks %, yoy

IPE Pertumbuhan (Axis Kanan)

Grafik III.1.2. Indeks Penjualan Eceran (IPE)

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

-

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV

2012 2013

USD Juta yoyImpor Barang Konsumsi Jabagbar Pertumbuhan (RHS)

Grafik III.1.3. Impor Barang Konsumsi

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Rp Triliun %, yoy

Kredit Konsumsi Pertumbuhan (skala kanan)

Grafik III.1.4. Kredit Konsumsi

Investasi

Di triwulan IV 2013, realisasi pertumbuhan investasi Jabagbar cenderung melambat menjadi 5,9% (yoy)

dari triwulan III 2013 sebesar 6,9% (yoy). Melambatnya pertumbuhan investasi ini sejalan dengan data

Badan Koordinasi Promosi Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat yang menunjukkan

penurunan minat perusahaan untuk melakukan investasi ke depan. Investasi pada triwulan IV 2013 lebih

rendah dari realisasi investasi pada triwulan III 2013 menjadi Rp25,3 triliun dari Rp27,9 triliun (Tabel

III.1.1). Tingginya realisasi investasi sampai dengan akhir triwulan III 2013 yang lalu ditengarai pula

sebagai faktor penyebab melambatnya investasi pada triwulan IV 2013. Melambatnya investasi pada

triwulan IV 2013 juga tercermin dari perlambatan pertumbuhan impor barang modal (Grafik III.1.5).

Sementara itu, pertumbuhan kredit investasi cenderung stabil (Grafik III.1.6).

Perkembangan kinerja investasi pada Triwulan I 2014 diperkirakan sedikit melambat. Hal ini terutama

dipengaruhi oleh faktor Pemilu dimana pelaku usaha cenderung wait and see terhadap kondisi politik

dan sosial ekonomi. Investasi diprediksi masih akan tertahan hingga berakhirnya masa Pemilu 2014.

Selain itu, belum pulihnya harga komoditas global juga berpotensi mendorong perlambatan ekspansi

bisnis perusahaan.

Tabel III.1.1. Realisasi Investasi PMA/PMDN di Jawa Barat (Rp Miliar)

Page 72: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 72

Sumber: BKPPMD Provinsi Jawa Barat

-50%-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV

2012 2013

USD Juta yoyImpor Barang Modal Jabagbar Pertumbuhan (RHS)

Grafik III.1.5. Impor Barang Modal Jabagbar

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

160,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Rp triliun yoy

Kredit Investasi Pertumbuhan (Axis Kanan)

Grafik III.1.6. Kredit Investasi Jabagbar

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Kinerja ekspor luar negeri Jabagbar meningkat cukup tinggi. Membaiknya kinerja ekspor luar negeri

didorong oleh perbaikan ekonomi negara maju yang menjadi tujuan ekspor Jabagbar, khususnya Amerika

dan kawasan Eropa (Grafik III.1.7.) Berdasarkan Consensus Forecast Global Outlook 2013-2023,

pertumbuhan perekonomian global diperkirakan sebesar 2,3% di 2013 dan pada 2014 sebesar 3,0%.

Perbaikan ekonomi global tersebut turut mendorong ekspor komoditas manufaktur utama Jabagbar,

yakni komoditas TPT, elektronik, kimia dan makanan/minuman (Grafik III.1.8.).

Perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia yang meningkat tahun 2014 juga akan mendorong peningkatan

ekspor Jabagbar pada triwulan I 2014, terutama pada komoditas pakaian jadi (tekstil dan produk

tekstil/TPT). Informasi dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan bahwa pelaku usaha cukup

optimis terkait dengan masih tingginya preferensi konsumen negara maju khususnya Amerika Serikat dan

Eropa terhadap produk TPT Indonesia.

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

8,000

8,200

8,400

8,600

8,800

9,000

9,200

9,400

I II III IV I II III IV

2012 2013

Perdagangan Luar Negeri

Pertumbuhan (skala kanan)

Juta USD (fob) % yoy

Grafik III.1.7. Perkembangan Ekspor Jabagbar

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

8,000

8,200

8,400

8,600

8,800

9,000

9,200

9,400

I II III IV I II III IV

2012 2013

Ekspor LN Sektor Industri

Pertumbuhan (skala kanan)

Juta USD (fob) % yoy

Grafik III.1.8. Perkembangan Ekspor Manufaktur Jabagbar

Page 73: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 73

Impor

Impor tumbuh melambat sebesar 14,6% (yoy) pada triwulan IV 2013 dibandingkan dengan capaian

pertumbuhan pada triwulan sebelumnya (15,7%, yoy). Sejalan dengan meningkatnya konsumsi dan

ekspor, impor barang konsumsi dan bahan baku Jabagbar masih cukup kuat. Impor barang konsumsi

pada triwulan IV 2013 terutama untuk memenuhi peningkatan permintaan akhir tahun. Data impor

bahan baku menunjukkan adanya peningkatan untuk mendukung produksi barang ekspor (Grafik III.1.9).

Adapun pangsa impor bahan baku Jabagbar adalah lebih dari 90% total impor. Sementara itu, impor

barang modal cenderung melambat sejalan dengan perlambatan investasi di Jabagbar. Untuk triwulan I

2014, diperkirakan adanya peningkatan impor seiring dengan masih berlanjutnya peningkatan kinerja

ekspor dan masih kuatnya konsumsi rumah tangga.

-8%-6%-4%-2%0%2%4%6%8%10%12%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

I II III IV I II III IV

2012 2013

USD Juta yoyImpor Bahan Baku Jabagbar Pertumbuhan (RHS)

Grafik III.1.9. Impor Bahan Baku Jabagbar

59,00

41,43

56,8756,44

42,7543,46

56,47

49,47

56,15

40,5538,40

51,86

35,29

47,47

34,41

50,56

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Kandungan Impor

Grafik III.1.10. Persentase Kandungan Impor

Perdagangan Antar Daerah

Kinerja perdagangan antar daerah pada triwulan IV 2013 juga meningkat sejalan dengan meningkatnya

perdagangan luar negeri dan konsumsi rumah tangga yang masih cenderung stabil. Meskipun

pertumbuhan konsumsi rumah tangga nasional pada Triwulan IV 2013 sedikit melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya namun masih pada level yang cukup tinggi. Hal ini mendorong meningkatnya

perdagangan Jabagbar dengan daerah lain. Survei Indeks Penjualan Eceran menunjukkan indikasi

peningkatan penjualan eceran yang akan mendorong kinerja perdagangan antar daerah. Meningkatnya

kinerja perdagangan antar daerah Jabagbar juga dikonfirmasi oleh realisasi penjualan mobil nasional

yang mencapai 1,2 juta unit atau naik sekitar 10% dari tahun sebelumnya.

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Industri Pengolahan

Pada triwulan IV 2013, industri pengolahan di Jabagbar tumbuh stabil dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yakni sebesar 4,7% (yoy). Secara umum, meningkatnya kinerja sektor pengolahan ditopang

oleh kinerja industri otomotif (Grafik III.1.11), TPT serta makanan dan minuman olahan. Kinerja subsektor

otomotif Jabagbar didukung oleh produksi mobil berjenis LCGC yang memberikan kontribusi cukup

signifikan pada triwulan IV 2013, yakni sebesar 9% dari keseluruhan produksi mobil nasional. Meskipun

Page 74: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 74

demikian, kenaikan harga BBM dan pelemahan nilai tukar ditengarai menahan pertumbuhan subsektor

otomotif pada triwulan IV 2013.

Pertumbuhan sektor TPT Jabagbar pada triwulan IV 2013 diindikasikan sedikit tertahan dengan merujuk

pada data pertumbuhan ekspor (Grafik III.1.12). Hingga periode November 2013, ekspor produk TPT

cenderun menurun, meskipun tumbuh sedikit lebih baik dibandingkan dengan triwulan III 2103. Adapun

target ekspor produk TPT pada 2013 sebesar USD13 miliar diperkirakan masih dapat tercapai.

878

1,000

1,250

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

2010 2011 2012 2013* 2014

Ribu Unit

Realisasi Produksi Target Produksi

* s.d. triwulan III 2013

Sumber : Gaikindo

Grafik III.1.11. Produksi Mobil

-12.0

-10.0

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

1,750

1,800

1,850

1,900

1,950

2,000

2,050

I II III IV I II III IV

2012 2013

Ekspor Tekstil Pertumbuhan (skala kanan)

Juta USD (fob) % yoy

Grafik III.1.12. Perkembangan Ekspor Tekstil

Berdasarkan liaison ke industri elektronik, permintaan ekspor luar negeri maupun dalam negeri terhadap

produk elektronik cenderung meningkat meskipun terjadi kenaikan harga (Grafik III.1.13.). Electronic

Marketers Club (EMC) mengatakan bahwa sepanjang tahun 2013, produsen barang elektronik telah

menaikkan harga rata-rata 5-15% sebagai dampak pelemahan nilai tukar. Hal ini mengingat sekitar 50%

komponen barang elektronik berasal dari impor. Selain itu, produsen barang elektronik juga menghadapi

tekanan biaya produksi. Kinerja ekspor perusahaan elektronik cenderung membaik sejalan dengan

membaiknya perekonomian global. Berdasarkan informasi dari Gabungan Perusahaan Elektronik (Gabel),

pada keseluruhan tahun 2013, penjualan elektronik mencapai Rp38,5 triliun. Pertumbuhan penjualan

produk elektronik pada 2013 tersebut sebesar 11%, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan di

2012 yang mencapai 18%. Pada 2014, pertumbuhan penjualan industri elektronik diprediksi mampu

mencapai 10%, meskipun diwarnai risiko berlanjutnya tekanan ekonomi makro, kenaikan Tarif Tenaga

Listrik (TTL) dan masalah upah tenaga kerja.

-20.0

-15.0

-10.0

-5.0

0.0

5.0

10.0

15.0

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV

2012 2013

Ekspor Produk Elektronik

Pertumbuhan (skala kanan)

Juta USD (fob) % yoy

Grafik III.1.13. Perkembangan Ekspor Elektronik

-30.0

-20.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV

2012 2013

Ekspor Bahan Kima

Pertumbuhan (skala kanan)

Juta USD (fob) % yoy

Grafik III.1.14. Perkembangan Ekspor Bahan Kimia

Page 75: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 75

Kinerja sub industri kimia Jabagbar terus membaik sebagaimana tercermin dari pertumbuhan ekspor

bahan kimia yang tumbuh 18,2% pada triwulan IV 2013 (Grafik III.1.14.). Berdasarkan hasil diskusi dengan

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik (Inaplas), potensi perkembangan industri kimia di Banten

pada umumnya memperhatikan perkembangan kinerja industri makanan minuman yang sebagian bahan

bakunya dipasok oleh industri kimia. Di sisi lain, permintaan negara-negara tujuan ekspor kimia

diperkirakan meningkat sehubungan dengan membaiknya perekonomian global.

Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan I 2014 diperkirakan meningkat yang didorong oleh

meningkatnya proyeksi kinerja subsektor utama seperti industri alat angkut, industri mesin dan

peralatannya, industri TPT dan industri makanan/minuman dan tembakau. Meningkatnya kinerja sektor

industri pengolahan juga terkait dengan peningkatan aktivitas kegiatan ekonomi terkait pelaksanaan

pemilu dan permintaan masyarakat terhadap mobil LCGC.

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)

Kinerja sektor PHR tumbuh sebesar 7,6% (yoy) pada triwulan IV 2013, meningkat dibandingkan

pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 7,0% (yoy). Hal ini terkait dengan tingginya kedatangan

wisatawan domestik maupun asing (terutama Malaysia/Singapura) (Grafik III.1.15.) dan pemesanan

kamar hotel di wilayah Jabagbar (Grafik III.1.16). Adanya perayaan hari besar keagamaan dan event

tahun baru turut mendukung kinerja sektor PHR. Berdasarkan informasi dari PHRI Jabar, pertumbuhan

hotel dan restoran tersebut juga didorong oleh penggunaan fasilitas Meeting, Insentive, Conferences and

Exhibitions (MICE) oleh kalangan pemerintah dan swasta.

Untuk triwulan I 2014 diperkirakan pertumbuhan akan kembali meningkat dibandingkan dengan triwulan

IV 2013. Peningkatan tersebut sejalan dengan kegiatan terkait pemilu yang akan diselenggarakan di

Jabagbar mengingat jumlah penduduknya terbesar di Indonesia mencapai angka 55 juta jiwa. Hal ini akan

menyebabkan caleg banyak melakukan kampanye dan kegiatan di Jabagbar dalam rangka meraih simpati

masyarakat. Kegiatan ini diperkirakan akan meningkatkan kinerja sektor PHR Jabagbar.

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

-

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV

2012 2013

yoyRibu OrangHusein Sastranegara (LHS) Muarajati (RHS)

Total Pertumbuhan (kanan)

Sumber: BPS Jawa Barat

Grafik III.1.16. Kunjungan Wisatawan Ke Jawa Barat

50,50

40,38

46,05

30

35

40

45

50

55

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

% Hotel Bintang Hotel Non Bintang Total

Sumber: BPS Jawa Barat

Grafik III.1.17. Tingkat Hunian Hotel

Sektor Pertanian

Sektor pertanian tumbuh sebesar 8,6% (yoy) di triwulan IV 2013, meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya sebesar dari 4,8% (yoy). Bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun

sebelumnya, kinerja sektor pertanian pada triwulan IV 2013 juga tumbuh lebih baik. Hal ini seiring

Page 76: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 76

dengan masih adanya panen padi (Grafik III.1.17.) dan mundurnya musim tanam pada triwulan laporan.

Dengan berlangsungnya masa tanam musim rendeng di wilayah III Cirebon, luas tanam pada bulan

Desember 2013 tercatat mencapai 120.269 Ha. Sementara itu, produksi beras tercatat sebesar 64.507

ton dan produktivitas tercatat sekitar 6,9 ton/Ha. Selain itu, kinerja produk hortikultura juga terindikasi

meningkat sebagaimana terlihat dari produksi cabe merah yang tumbuh cukup tinggi (Grafik III.1.18).

3.481,53.170,5

3.517,9

2.118,4

5,2%3,2% 2,4%

32,4%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

I II III IV I II III IV

2012 2013

YoYRibuan Produksi Padi Pertumbuhan yoy (kanan)

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov. Jabar

Grafik III.1.17. Produksi Padi Jawa Barat

71,0

96,691,5

59,6

8,3%

59,1%

86,4%

114,3%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

-

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV

2012 2013

Ribuan Ton

Produksi Cabe Merah

Pertumbuhan yoy (kanan)

Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia

Grafik III.1.18. Produksi Cabe Jawa Barat

Produksi sektor pertanian pada triwulan I 2014 diperkirakan akan melambat dibandingkan triwulan IV

2013 terutama didorong oleh hasil produksi tanaman pangan yang memasuki masa panen pada

triwulan I 2013. Namun pertumbuhan pada sektor pertanian tertahan oleh bencana banjir yang

melanda beberapa sentra produksi padi di Jawa Barat terutama Indramayu dan Karawang. Selain itu,

semakin luasnya fenomena alih fungsi lahan di daerah sentra produksi berpotensi akan menahan

kinerja sektor pertanian apabila tidak diimbangi dengan penggantian dengan lahan baru yang sesuai.

Meskipun demikian, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan provinsi dan kabupaten/kota telah

menerapkan program percepatan tanam, pengadaan traktor kepada kelompok-kelompok tani, serta

bantuan mesin pengering ke sentra produksi beras.

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Di sektor tenaga kerja, jumlah penduduk bekerja di wilayah Jabagbar tercatat mengalami peningkatan

sebesar 124 ribu orang menjadi 23 juta pada Agustus 2013 dari tahun sebelumnya sebesar 22,9 juta

(Grafik III.1.19). Kenaikan jumlah penduduk bekerja di Jabagbar tersebut sejalan dengan laju

pertumbuhan ekonomi 2013 yang cukup tinggi mencapai 6,0%. Dengan perkiraan laju pertumbuhan

ekonomi pada tahun 2014 yang semakin tinggi, diprakirakan jumlah penduduk bekerja juga akan semakin

meningkat sejalan dengan pembukaan jumlah lapangan kerja baru serta wirausaha baru. Berdasarkan

sektornya, sektor perdagangan dan industri mampu menyerap jumlah tenaga kerja terbesar

dibandingkan sektor lainnya (Grafik III.1.20.). Di sisi lain, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan

ekonomi serta jumlah penduduk bekerja, persentase jumlah penduduk miskin menunjukkan tren

penurunan. Persentase jumlah penduduk miskin sekitar 9,6% atau sekitar 4,3 juta orang. Kondisi ini

sedikit meningkat dibandingkan periode Maret 2013 terkait dengan shock kenaikan harga yang terjadi di

2013.

Page 77: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 77

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.1.19. Pekerja dan Pengangguran

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.1.20. Jumlah Pekerja Menurut Sektor

PERKEMBANGAN INFLASI

Laju tekanan inflasi wilayah Jabagbar pada triwulan IV 2013 melambat dibandingkan triwulan III 2013

menjadi 9,2% (yoy). Meredanya tekanan inflasi tersebut tidak terlepas dari respon kebijakan BI serta

koordinasi kebijakan yang erat dengan pemerintah, terutama melalui peran TPID dalam merespon

kenaikan beberapa harga komoditas pangan dan harga BBM bersubsidi. Tekanan inflasi pada triwulan IV

2013 dipengaruhi oleh kenaikan harga gas elpiji dan kenaikan berbagai komoditas pangan seiring dengan

meningkatnya permintaan akhir tahun. Dari sisi lokasi, kota Depok mengalami tingkat inflasi tertinggi di

Jawa Barat mencapai 10,97% (yoy) (Grafik III.1.21).

Secara komponen, inflasi kelompok volatile food mengalami tren penurunan, sedangkan inflasi kelompok

administered prices dan inflasi inti terindikasi masih belum mereda (Grafik III.I.22). Penurunan inflasi

kelompok volatile food dipengaruhi oleh melimpahnya pasokan dari sentra produksi seperti cabai merah,

bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras. Kenaikan tarif listrik tahap keempat, kenaikan harga

gas elpiji 12 kg mendorong inflasi kelompok administered prices meningkat. Sementara itu, tekanan

eksternal yang menyebabkan peningkatan biaya produksi pada beberapa barang yang bahan bakunya

dari impor mulai terlihat dampak inflasinya. Kenaikan tarif udara pada akhir tahun juga mendorong

peningkatan inflasi inti.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.1.21. Perkembangan Inflasi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.1.22. Disagregasi Inflasi

Page 78: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 78

Inflasi triwulan I 2014 diperkirakan cenderung melambat. Tekanan inflasi bersumber dari komoditas

bahan bakar rumah tangga seiring dengan kenaikan harga elpiji 12 kg yang telah ditetapkan. Kenaikan

gas elpiji 12 kg akan mendorong kenaikan berbagai kelompok makanan jadi dan barang produksi industri

rumah tangga. Kenaikan gas elpiji 12 kg juga mendorong masyarakat dan usaha mikro beralih

menggunakan gas elpiji ukuran 3 kg. Akibatnya, permintaan gas elpiji 3 kg meningkat dan menyebabkan

terjadinya kelangkaan gas elpiji 3 kg di beberapa daerah. Selain karena tingginya permintaan, kelangkaan

gas elpiji disebabkan juga karena terhambatnya distribusi gas elpiji akibat bencana banjir dan distribusi

ke agen yang terlambat. Bencana banjir di berbagai daerah di Jawa Barat dan Banten berpotensi

mendorong inflasi Januari 2014. Banjir menghambat pasokan distribusi barang dari sentra produksi

menuju Jakarta, sebagai akibatnya terdapat potensi peningkatan inflasi di daerah penyangga Jakarta

mengingat pasokan pangan untuk daerah tersebut diperoleh dari Jakarta. Namun secara umum,

cadangan beras Bulog masih mencukupi untuk mengatasi dampak bencana banjir di Jabagbar.

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Berbagai upaya dilakukan untuk meredakan tekanan inflasi yang terjadi di wilayah Jabagbar baik secara

jangka pendek maupun jangka panjang, salah satunya melalui penyediaan sistem informasi harga

pangan strategis. Pada November 2013, Forum Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat meluncurkan

portal informasi harga pangan strategis (www.priangan.org). Informasi yang tersedia dalam portal

tersebut dapat diakses melalu pesan SMS Gateway dengan sebaran data pangan di tingkat

kabupaten/kota di Jawa Barat. Selain Priangan, FKPI Jawa Barat juga sedang memberdayakan running

text papan informasi harga yang tersebar di 9 (sembilan) lokasi di Jawa Barat. TPID Banten juga sedang

mengupayakan papan informasi harga di Kota Tangerang. Guna mendukung Instruksi Mendagri

No.027/1696/SJ tanggal 2 April 2013 tentang Keterjangkauan Harga Barang dan Jasa di Daerah, FKPI

Jawa Barat berinisiatif memberikan konsultansi kepada Kabupaten/kota yang akan membentuk TPID

baik dalam bentuk sosialisasi, kunjungan kerja, maupun forum diskusi. Selain itu, dalam upaya

mendorong akselerasi terbentuknya TPID di Kabupaten/kota, telah disusun buku panduan

pembentukan TPID yang dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pembentukan dan operasional

TPID di Jawa Barat dan Banten.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Kinerja sektor keuangan dari sisi perbankan di Jabagbar pada triwulan IV 2013 masih cukup kondusif. Hal

ini tercermin dari pertumbuhan kredit sebesar 13,4% (yoy) (Grafik III.I.23). Sementara itu secara

keseluruhan NPL masih berada dalam level rendah mencapai 2,3%. Secara sektoral, penyaluran kredit

terutama ke sektor PHR yang mencapai Rp 71,2 triliun atau tumbuh 37,9% (yoy) (Grafik III.1.24).

Meskipun demikian, NPL di sektor PHR mengalami penurunan dari 4,0% pada triwulan III 2013 menjadi

3,6% (yoy) di triwulan IV 2013. Sebaliknya pada periode yang sama, NPL di sektor pertanian justru

meningkat dari 4,9% menjadi 5,7%.

Meningkatnya kredit di sektor PHR didorong oleh perbaikan bisnis perdagangan, hotel dan restoran pada

akhir tahun. Peningkatan tingkat hunian hotel dan tingkat penjualan ritel yang melampaui target

mendorong perbaikan kredit di sektor ini. Sementara itu, kredit di sektor pertanian justru cenderung

Page 79: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 79

mengalami penurunan pada periode tanam di akhir tahun. Petani lebih memilih untuk menggunakan

dana sendiri untuk kebutuhan masa tanam.

Pada awal triwulan I 2014, petani di sebagian wilayah pantai utara Provinsi Jawa Barat yang meliputi

daerah Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon menghadapi bencana banjir. Banjir tersebut

merendam area persawahan dan pemukiman. Dalam kaitan itu, terdapat potensi peningkatan kredit

bermasalah di sektor pertanian pada tahun 2014.

Grafik III.1.23. Penyaluran Kredit

Grafik III.1.24. Kredit Bank berdasarkan Sektor Ekonomi

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Sampai dengan triwulan IV 2013, kredit konsumsi di wilayah Jabagbar meningkat dibandingkan dengan

triwulan III 2013 dari Rp137,6 triliun menjadi Rp140,4 triliun (Grafik III.1.25). Kualitas kredit konsumsi

juga semakin membaik yang tercermin dari penurunan NPL dari 1,7% pada triwulan III 2013 menjadi 1,5%

pada triwulan IV 2013. Dari sisi penggunaannya, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mengalami peningkatan

dari Rp40,5 triliun di triwulan III 2013 menjadi Rp41,9 triliun di triwulan IV 2013. Kualitas KPR juga

membaik pada periode yang sama dari 3,3% menjadi 2,8%.

Grafik III.1.25. Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Grafik III.1.26. Ketahanan Keuangan Konsumen

Berdasarkan hasil Survei Konsumen pada triwulan I 2014, diperoleh informasi bahwa perkiraan posisi

pinjaman untuk durasi 6 bulan mendatang diperkirakan akan membaik yang diperlihatkan oleh nilai

indeks yang masih berada pada kisaran di atas 150 (Grafik III.1.26). Hal ini sejalan dengan perbaikan

kualitas kredit konsumsi rumah tangga, khususnya dari KPR dan Multiguna. Sementara itu, rata-rata

pendapatan rumah tangga per bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan

untuk membayar cicilan mengindikasikan arah yang meningkat. Hal ini diperkirakan karena konsumen

Page 80: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 80

memiliki ekspektasi membaiknya pendapatan mereka pada tahun 2014 dan adanya kenaikan gaji baik

pegawai negeri sipil maupun kenaikan gaji buruh yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di wilayah Jabagbar pada triwulan IV 2013

meningkat dibandingkan triwulan III 2013 dari Rp77,2 triliun menjadi Rp81,4 triliun (Grafik III.1.27).

Namun secara tahunan melambat dari 21,6% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 15,5% (yoy) pada

triwulan IV 2013. Pangsa kredit UMKM di Jabagbar mencapai 25,6% terhadap total kredit yang disalurkan

di Jabagbar, atau mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya sebesar 25,2%. Sementara itu,

kualitas kredit UMKM juga mengalami penurunan dari triwulan III 2013 sebesar 4,0% menjadi 3,9% pada

triwulan IV 2013 (Grafik III.1.28).

Grafik III.1.27. Penyaluran Kredit UMKM

Grafik III.1.28. Kualitas Kredit UMKM

Pada triwulan 2014, di wilayah Jabagbar akan diupayakan peningkatan kredit di sektor pertanian dan

industri pengolahan. Di sektor pertanian, pemerintah akan mendorong peningkatan produksi bawang

merah dan cabai merah serta produk pangan hortikulturan lainnya. Program tersebut disamping

mendapat bantuan dari pemerintah juga membutuhkan pendampingan perbankan baik dalam bentuk

kredit maupun pelatihan. Sementara itu, Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri TPT yang

telah diluncurkan oleh Kementerian Perindustrian sejak tahun 2007 dan Program Restrukturisasi

Mesin/Peralatan Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit sejak tahun 2009 akan terus dijalankan pada

tahun 2014. Pemerintah menetapkan pagu anggaran sebesar Rp106,5 milyar pada tahun 2014 dan

diharapkan dapat memberikan dampak positif antara lain berupa:

1. Pembiayaan investasi dari pihak Perbankan dan industri Tekstil dan Produk Tekstil serta Industri Alas

Kaki dan Industri Penyamakan Kulit sebesar Rp1,065 Triliun (US$ 90,25 juta), dan

2. Penciptaan kesempatan kerja sebesar 8.000 orang untuk industri Tekstil dan Produk Tekstil serta

industri Alas Kaki dan Industri Penyamakan Kulit.

Kinerja Sistem Pembayaran

Kinerja sistem pembayaran non tunai pada triwulan IV 2013 cukup kondusif dalam mendukung transaksi

perekonomian. Penggunaan RTGS menunjukkan tren meningkat baik dari sisi nominal maupun volume

transaksi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik III.1.29). Kondisi sebaliknya terjadi pada

Page 81: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 81

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang cenderung mengalami tren penurunan (Grafik

III.1.30).

Transaksi RTGS dari Jawa Barat lebih besar dibandingkan transaksi RTGS yang menuju ke Jawa Barat. Hal

ini mengindikasikan banyaknya aliran dana yang keluar dari Jawa Barat menuju ke daerah lain. Kondisi ini

dipengaruhi antara lain oleh semakin banyaknya penduduk Jawa Barat yang hanya tinggal untuk bekerja,

sementara keluarganya berada di daerah lain. Pada triwulan IV 2013, kliring tolakan cenderung

mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun lembar.

Ket: * Angka Sementara

Grafik III.1.29. Perkembangan Transaksi RTGS

Ket: * Angka Sementara

Grafik III.1.30. Perkembangan Transaksi Kliring

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Berdasarkan pola historisnya, peredaran uang kartal di Jabagbar pada triwulan IV 2013 ditandai dengan

aliran masuk (inflow) uang kartal yang lebih besar dibandingkan aliran keluar (outflow) dari Bank

Indonesia. Tercatat pada triwulan ini, inflow mencapai Rp16,29 triliun sementara outflow sebesar Rp9,32

triliun (Grafik III.1.31). Realisasi inflow dan outflow pada triwulan IV 2013 tersebut lebih besar

dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sehingga cukup memadai dalam mendukung

transaksi perekonomian sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Pada triwulan IV 2013

perkembangan uang palsu yang ditemukan oleh Bank Indonesia Wilayah VI cenderung menurun

mencapai 5.858 lembar (Grafik III.1.32).

Grafik III.1.31. Perkembangan Inflow-Outflow

Grafik III.1.32. Perkembangan UPAL

Page 82: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 82

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Jabagbar pada tahun 2014 diperkirakan meningkat secara moderat di kisaran

6,1% - 6,5% (yoy) dengan perkiraan hampir seluruh komponen permintaan meningkat kecuali investasi

(Tabel III.1.2). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang dipengaruhi

oleh peningkatan pendapatan serta prospek melemahnya tekanan inflasi yang dapat meningkatkan daya

beli masyarakat. Perkiraan kinerja permintaan domestik pada tahun 2014 berdasarkan hasil quick survey

menunjukkan bahwa sekitar 58% responden berekspektasi permintaan domestik akan meningkat. Di sisi

lain, investasi diperkirakan cenderung tertahan terkait dengan Pemilu 2014. Berdasarkan hasil diskusi

dengan BKPPMD Jawa Barat, pelaku usaha diperkirakan akan sedikit menahan investasinya hingga

pemerintahan yang baru telah terpilih. Hasil liaison menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha

cenderung menahan investasi di tahun 2014 dan memilih bersikap wait and see untuk investasi yang

bersifat ekspansif.

Ekspor diprediksi tumbuh stabil pada 2014 seiring dengan pemulihan ekonomi global (Grafik III.1.33),

meskipun masih terdapat risiko dari tekanan nilai tukar yang dapat berimbas pada kinerja eksportir

dengan kandungan impor tinggi. Dari hasil quick survey, sekitar 70% responden memperkirakan kondisi

ekspor stabil namun dengan kecenderungan meningkat. Di sisi lain, perkembangan impor tergantung

pada level pertumbuhan kinerja industri pengolahan serta perkembangan konsumsi. Mempertimbangkan

poin-poin sebelumnya, impor diperkirakan cenderung meningkat terutama untuk kebutuhan bahan baku

(90% impor Jabar merupakan bahan baku).

10%

70%

20%

Ekspor

Naik Stabil Turun

Sumber: Quick Survey Prospek Sektor Ekonomi Utama Jawa Bagian Barat

Grafik III.1.33. Perkiraan Permintaan Ekspor Tahun 2014

Prospek Inflasi

Inflasi Jabagbar pada tahun 2014 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2013.

Risiko inflasi pada 2014 dipengaruhi oleh faktor bencana banjir, kenaikan harga gas elpiji, kenaikan tarif

listrik untuk industri, dan tekanan dari sisi eksternal. Periode musiman inflasi seperti hari raya

keagamaan, libur sekolah dan tahun ajaran juga masih akan menjadi faktor risiko inflasi pada tahun 2014.

Sementara itu, faktor penahan inflasi diperkirakan berasal dari membaiknya ekspektasi positif

masyarakat terhadap dinamika harga di 2014, ketersediaan stok komoditas pangan, kebijakan impor, dan

respons terhadap dampak bencana yang cukup efektif. Pada tahun 2014, Pemerintah Daerah juga fokus

pada upaya peningkatan produksi pangan yang pokok (beras dan kedelai) serta hortikultura (cabai merah

dan bawang merah). Sejumlah langkah strategis yang akan dilaksanakan adalah peningkatan luas areal

Page 83: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 83

tanam dengan pencetakan lahan sawah baru, bantuan benih pupuk, dan peralatan pertanian, serta

pendampingan melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Proyeksi inflasi Jabagbar untuk

keseluruhan tahun 2014 diprakirakan berada pada rentang 4,7-5,1% (yoy).

Tabel III.1.2. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

2014

I II III IV Total Totalp

PDRB (%,yoy) 6.5 6.2 6.0 6.1 5.7 6.2 6.0 6.1 - 6.5

Sisi Permintaan

Konsumsi 5.8 4.3 4.3 3.8 4.7 4.9 4.4 5.0 - 5.5

Konsumsi swasta 5.7 4.6 4.4 4.5 4.1 4.1 4.3 4.5 - 4.9

Konsumsi Pemerintah 6.8 0.7 2.9 (3.2) 11.2 13.4 6.5 12.1 - 12.5

Pembentukan Modal Tetap Bruto 9.5 10.1 10.4 9.7 7.6 5.9 8.4 6.1 - 6.5

Ekspor 9.0 6.0 9.1 8.7 10.6 12.4 10.2 13.0 - 13.4

Impor 12.8 8.8 13.9 10.8 15.7 14.6 13.8 14.7 - 15.2

Sisi Produksi

Sektor pertanian 0.3 0.0 2.7 1.3 4.6 8.6 4.1 3.0 - 3.4

Sektor pertambangan & penggalian (4.9) (7.0) 4.6 (7.2) (2.0) 2.8 (0.6) 2.6 - 3.0

Industri pengolahan 5.8 3.7 4.8 5.5 4.9 4.7 5.0 5.1 - 5.5

Listrik, gas & air bersih 2.4 7.4 5.4 5.7 6.1 7.2 6.1 5.3 - 5.7

Bangunan 13.3 12.9 9.9 10.2 7.2 7.3 8.6 6.9 - 7.3

Perdagangan, hotel & restoran 8.4 11.5 7.1 9.1 6.9 7.6 7.6 8.0 - 8.4

Pengangkutan & komunikasi 13.7 11.5 11.5 10.5 7.8 6.7 9.0 9.0 - 9.4

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 12.0 9.7 9.6 8.3 7.8 8.0 8.4 8.0 - 8.4

Jasa-jasa 7.9 8.2 7.7 4.0 6.0 5.9 5.9 6.7 - 7.2

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Wilayah2011 2012

2013

Page 84: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 84

Bagian III.2 Perekonomian Jawa Bagian Tengah

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian wilayah Jawa Bagian Tengah (Jabagteng) tumbuh melambat signifikan pada triwulan IV

2013 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jabagteng tumbuh melambat dari 6,0% (yoy) menjadi

5,4% (yoy). Baik Provinsi Jawa Tengah maupun DI Yogyakarta tumbuh melambat, dengan perlambatan

yang signifikan terjadi di DI Yogyakarta dari 6,5% (yoy) menjadi 4,3% (yoy). Faktor pendorong

perlambatan ekonomi Jabagteng pada triwulan IV 2013 adalah melemahnya konsumsi rumah tangga.

Untuk keseluruhan tahun 2013, perekonomian wilayah Jabagteng tumbuh melambat dibanding capaian

tahun sebelumnya. Jabagteng pada tahun 2013 tumbuh 5,8% (yoy), melambat dibanding tahun 2012

yang tumbuh 6,2% (yoy). Pertumbuhan ekspor yang cenderung melemah dan perlambatan investasi

sepanjang tahun 2013 menjadi sumber perlambatan ekonomi di wilayah ini. Di sisi lain, impor mengalami

kenaikan khususnya barang konsumsi dan bahan baku yang digunakan industri pengolahan. Naiknya

impor konsumsi sejalan dengan masih kuatnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi swasta nirlaba juga

naik bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pemilu 2014 meningkatkan konsumsi swasta nirlaba mulai

triwulan III 2013. Di sisi lain, investasi melambat meski masih tumbuh tinggi. Masih tingginya

pertumbuhan investasi didukung oleh swasta yang meningkatkan kapasitas produksinya. Dilihat dari

sektornya, melambatnya ekonomi Jabagteng utamanya didorong dari melemanya sektor perdagangan,

hotel, dan restoran serta sektor pertanian.

Perkembangan berbagai indikator ekonomi terakhir mengindikasikan ekonomi wilayah Jabagteng

tumbuh stabil pada triwulan I 2014. Tetap terjaganya pertumbuhan ekonomi didukung oleh optimisme

pelaku usaha dalam memandang kegiatan usaha. Optimisme pelaku usaha juga didasari menguatnya

kepercayaan konsumen dalam memandang perekonomian di tahun 2014. Investasi dan konsumsi

diperkirakan naik pada triwulan I 2014. Ekspor diperkirakan masih tumbuh tinggi namun dibarengi

dengan naiknya impor. Membaiknya perekonomian negara tujuan utama ekspor menjadi penopang

pertumbuhan ekspor. Secara sektoral perbaikan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran diperkirakan

menjadi pendorong perekonomian Jabagteng triwulan I 2014. Secara keseluruhan, pertumbuhan

ekonomi wilayah Jabagteng pada 2014 diperkirakan mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2013.

Adapun faktor pendukung pertumbuhan ekonomi diperkirakan bersumber dari peningkatan ekspor dan

kuatnya konsumsi.

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat pada triwulan IV 2013 dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2013 sebesar 5,0% (yoy) atau 0,3%

(yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2013. Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah

tangga Jabagteng pada triwulan IV 2013 tercermin oleh indeks penjualan eceran yang menurun (Grafik

III.2.2) dan penyaluran kredit konsumsi yang melambat signifikan (III.2.3). Peningkatan harga barang

pasca kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi faktor yang menahan laju konsumsi. Secara keseluruhan

konsumsi rumah tangga tahun 2013 tumbuh stabil dibanding tahun sebelumnya. Secara keseluruhan

Page 85: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 85

tahun 2013, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,1% (yoy) atau sama dengan capaian pertumbuhan pada

tahun 2012. Secara spasial, konsumsi rumah tangga di Provinsi Jawa tengah naik menjadi 5,1% (yoy),

namun konsumsi rumah tangga Provinsi DI Yogyakarta melambat secara signifikan, yakni dari 6,7% (yoy)

menjadi 5,8% (yoy). Hal ini sejalan dengan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian di

Provinsi DI Yogyakarta yang dalam tren menurun.

Perkembangan terakhir mengindikasikan konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh menguat pada

triwulan I 2014. Hal ini antara lain terindikasi dari beberapa hasil survei terakhir seperti Survei Penjualan

Eceran dan hasil liaison pada beberapa pelaku usaha perdagangan besar dan eceran (Grafik III.2.2). Hasil

SPE mengindikasikan penjualan eceran pada triwulan I 2014 diperkirakan tetap tinggi. Likert scale

ekspektasi penjualan pedagang besar dan eceran juga menunjukkan peningkatan. Survei Konsumen di

beberapa kota besar di Jabagteng memperlihatkan keyakinan konsumen cenderung menguat, baik

kondisi saat ini maupun ekspektasi ke depan (Grafik III.2.1). Hal-hal yang perlu menjadi perhatian adalah

bencana banjir yang terjadi di Jawa Tengah pada awal tahun 2014 yang berpotensi menahan konsumsi

rumah tangga.

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi pemerintah tumbuh 7,7% (yoy) pada triwulan IV 2013, melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya 8,0% (yoy). Pola realisasi belanja tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan

historisnya. Realisasi belanja terbesar terjadi pada triwulan akhir yang terkonfirmasi dari pola penarikan

giro pemerintah di bank (Grafik III.2.4). Secara keseluruhan tahun 2013, konsumsi pemerintah naik

dibanding tahun 2012. Konsumsi pemerintah tumbuh mencapai 5,5% (yoy) setelah sebelumnya di tahun

2012 tumbuh 4,8% (yoy). Realisasi belanja daerah berdasarkan estimasi realisasi belanja daerah secara

agregat (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) Desember 2013 di atas 90%, atau lebih tinggi dibanding realisasi

tahun 2012 87,6%.

Sesuai dengan pola musiman pada awal tahun, konsumsi pemerintah turun dibandingkan dengan

triwulan IV. Namun diperkirakan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2014 diperkirakan

lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan rencana

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang segera merealisasikan anggaran belanja daerah untuk

penanggulangan banjir yang terjadi di awal tahun.

Grafik III.2.1 Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik III.2.2 Indeks Penjualan Eceran serta Likert Scale Perdagangan Besar dan Eceran

Page 86: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 86

Grafik III.2.3 Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik III.2.4 Giro Pemerintah di Perbankan

Investasi

Investasi pada triwulan IV 2013 naik dan tumbuh pada level yang tinggi. Investasi naik dari 8,1% (yoy)

menjadi 8,5% (yoy). Kenaikan investasi tersebut dalam bentuk non bangunan dan bangunan. Pada

investasi non bangunan, terdapat sejumlah investasi untuk peningkatan kapasitas produksi pada industri

pengolahan. Adanya pembangunan pabrik serta kelanjutan proyek infrastruktur turut mendorong

investasi bangunan. Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Jabagteng baik secara jumlah proyek

maupun realisasi investasi naik. Sejalan dengan kenaikan impor barang modal pada triwulan IV 2013

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit investasi juga naik dibandingkan dengan

periode sebelumnya (dari 41,72% menjadi 57.15%). Sementara itu realisasi Penanaman Modal Dalam

Negeri turun secara realisasi nilai, meski secara jumlah proyek tetap mengalami kenaikan. Dari hasil

liaison yang dilakukan di wilayah Jabagteng, investasi pada triwulan IV 2013 secara umum masih

meningkat. Pada keseluruhan tahun 2013 investasi tetap dapat tumbuh tinggi meski sedikit melambat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kinerja sektor bangunan yang tumbuh

tinggi.

Survei pada pelaku usaha mengindikasikan investasi cenderung tumbuh menguat pada triwulan I 2014.

Industri pengolahan tekstil dan kimia berencana untuk membeli mesin dan melakukan pembangunan

pabrik baru di tahun 2014. Kredit investasi diperkirakan masih tumbuh setidaknya sama seperti periode

sebelumnya. Beberapa perusahaan besar di Jawa memiliki sumber pembiayaan lain dari yang diperoleh

dari pasar modal.

Grafik III.2.5 Impor Barang Modal Jabagteng

Grafik III.2.6 Penyaluran Kredit Investasi

Page 87: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 87

Sumber: Badan Penanaman Modal

Grafik III.2.7 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)

Sumber: Badan Penanaman Modal

Grafik III.2.8 Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Ekspor luar negeri Jabagteng pada triwulan IV 2013 tumbuh melambat. Ekspor ke USA melambat,

sementara ekspor ke Jepang dan Eropa masih meningkat. Dilihat dari komoditasnya, Tekstil dan Produk

Tekstil (TPT) serta barang dari kayu (furniture) tumbuh melambat. Pada produk TPT, komoditas pakaian

jadi tumbuh melambat. Namun di sisi lain, komoditas benang dan kain tetap mengalami kenaikan.

Meskipun demikian, pada keseluruhan tahun 2013 ekspor luar negeri tercatat mengalami peningkatan.

Hal ini didukung oleh masih kuatnya ekspor komoditas unggulan Jabagteng, yakni TPT dan barang dari

kayu. Produk TPT Jabagteng memiliki daya saing dari sisi kualitas, sehingga permintaan pasar terhadap

produk TPT tersebut masih cukup tinggi.

Pada triwulan I 2014 diperkirakan ekspor luar negeri mengalami kenaikan, seeiring dengan pemulihan

perekonomian dunia. Perkiraan IMF yang dirilid di World Economy Outlook edisi Oktober 2013

memperkirakan ekonomi negara maju membaik di tahun 2014. Demikian pula, Consensus Forecast di

bulan Desember memperkirakan hal yang sama. Hal ini akan mendukung ekspor produk TPT Jabagteng

ke negara maju. Berdasarkan survei yang dilakukan pada pelaku usaha di Jabagteng, lebih dari 50%

menjawab nilai ekspor luar negeri akan naik terutama dari produk TPT dan barang dari kayu. Daya saing

komoditas benang Jabagteng juga cukup kuat terkait kenaikan harga produk pesaing dari Cina sebagai

akibat meningkatnya biaya tenaga kerja. Diperkirakan negara lain yang biasa menggunakan produk

benang dari Cina akan beralih ke Indonesia.

Impor

Impor luar negeri tumbuh melambat, baik secara nilai maupun volume pada triwulan IV 2013.

Perlambatan impor terutama pada barang konsumsi dan bahan baku. Melambatnya impor barang

konsumsi terjadi pada kelompok bahan makanan yang dikonsumsi rumah tangga dan barang yang tidak

tahan lama. Namun, impor barang modal sebagai indikator investasi non bangunan masih menunjukkan

peningkatan. Secara keseluruhan tahun 2013, impor luar negeri mengalami kenaikan. Kenaikan impor

tersebut sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi dan aktivitas produksi di industri pengolahan.

Komoditas yang tercatat naik diantaranya produk serat tekstil, benang dan kain sebagai input industri

TPT. Selain itu, mesin industri juga tercatat mengalami kenaikan yang signifikan. Pada triwulan I 2014,

Page 88: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 88

diperkirakan impor masih naik sejalan dengan menguatnya investasi. Kenaikan impor diperkirakan tetap

pada bahan baku dan barang modal. Sementara impor barang konsumsi diperkirakan stabil.

Grafik III.2.9. Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik III.2.10. Pertumbuhan Tahunan Ekspor dan Impor

Grafik III.2.11. Pertumbuhan Tahunan Ekspor Komoditas Unggulan

Grafik III.2.12. Pertumbuhan Tahunan Impor berdasar BEC

Perdagangan Antar Daerah

Ekspor produk Jabagteng ke daerah lain pada triwulan IV 2013 mengalami kenaikan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari kenaikan produksi pada industri pengolahan di

tengah melambatnya ekspor luar negeri. Sementara untuk keseluruhan 2013, kinerja perdagangan antar

daerah cenderung melambat yang terindikasi dari penurunan produksi hasil pertanian dimana sebagian

besar dikonsumsi domestik selain itu kinerja produksi industri pengolahan juga menurun pada tahun

2013.

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Pertanian

Pertumbuhan sektor pertanian Jabagteng pada triwulan IV 2013 melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Sektor pertanian tumbuh sebesar 1,6% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh 3,4%

(yoy) pada triwulan III 2013. Likert scale penjualan sektor pertanian dan persepsi pelaku usaha pertanian

dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan tren penurunan khususnya pada subsektor tanaman

bahan makanan (tabama). Berdasarkan Dinas Pertanian, perkiraan luas panen dan produksi padi di

Page 89: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 89

triwulan IV lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya karena memasuki masa tanam. Produksi padi

triwulan IV diperkirakan sebesar 1,022 juta ton gabah kering giling (gkg) atau tumbuh 14,70% (yoy),

melambat dibanding triwulan III 23,76% (yoy). Hal ini menunjukkan produksi di triwulan IV 2013 lebih

rendah dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ketidakpastian cuaca menyebabkan

produktivitas menurun.

Secara keseluruhan tahun 2013, sektor pertanian Jabagteng melambat. Perlambatan terjadi pada

subsektor tabama dan perikanan, sementara subsektor lain masih menguat. Perlambatan subsektor

tabama tercermin pada perlambatan pertumbuhan tahunan produksi padi berdasar ARAM II, dari 9,10%

(yoy) di tahun 2012 menjadi 0,28% (yoy) di 2013. Sementara itu, subsektor perkebunan tumbuh stabil.

Hal yang menahan pertumbuhan subsektor perkebunan adalah pergeseran musim tanam yang

mempengaruhi produksi beberapa hasil perkebunan, diantaranya gula dan kopi.

Sementara itu pada triwulan I 2014, sektor pertanian diperkirakan juga sedikit melambat. Banjir yang

cukup parah sejak bulan Januari 2014, membuat panen akan bergeser di bulan April dan Mei, sehingga

diperkirakan kinerja sektor pertanian akan membaik pada triwulan II 2014. Lahan padi yang tergenang

banjir pada awal Februari tercatat 46.473 ha, dan 25.161 ha diantaranya puso. Pemerintah daerah telah

menyediakan bantuan benih bagi petani yang terkena puso.

Sumber: Dinas Pertanian, diolah

Grafik III.2.13 Luas Tanam dan Luas Panen Padi

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik III.2.14 Luas Panen dan Produksi Padi

Grafik III.2.15 Kegiatan Dunia Usaha dan Situasi Bisnis Perusahaan Sektor Pertanian

Grafik III.2.16. Pertumbuhan Tahunan Kredit yang Disalurkan pada Sektor Pertanian

Page 90: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 90

Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan naik signifikan pada triwulan IV 2013. Industri pengolahan tumbuh mencapai

7,2% (yoy) pada triwulan IV 2013, naik tajam dibandingkan dengan triwulan III 2013 yang tumbuh 5,1%

(yoy). Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan likert scale penjualan sektor industri pengolahan dan

kenaikan margin per unit. Pertumbuhan pada sektor industri pengolahan terutama ditopang oleh industri

pengolahan migas yang naik tajam untuk mengejar target produksi di tahun 2014. Impor minyak mentah

sebagai input pada industri migas mengalami kenaikan tajam di bulan Desember 2013. Meningkatnya

pertumbuhan sektor industri juga terindikasi pada produksi subsektor pengolahan makanan, minuman,

dan tembakau yang sebagian besar diarahkan ke pasar domestik. Di sisi lain, produksi industri

pengolahan Tekstil dan Hasil Pengolahan Tekstil (TPT) melambat, sejalan dengan perlambatan ekspor.

Kinerja industri pengolahan kayu juga sedikit melambat di triwulan IV 2013.

Industri pengolahan pada keseluruhan tahun 2013 mengalami kenaikan signifikan. Sektor industri

pengolahan tumbuh 6,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya sebesar 5,1% (yoy). Kenaikan terjadi pada industri pengolahan nonmigas. Industri

pengolahan tekstil, barang kulit, dan alas kaki serta industri barang kayu dan hasil hutan lainnya naik

tajam pada tahun 2013. Meskipun terdapat perlambatan ekspor pada industri kayu olahan ke negara

maju (Amerika Serikat), pengusaha furniture telah melakukan diversifikasi ke pasar Eropa dan Cina serta

ke beberapa pasar baru yang potensial seperti India, Korea Selatan maupun Taiwan dan China. Industri

pengolahan makanan, minuman, dan tembakau juga naik meski tidak setinggi industri tekstil.

Pada triwulan I 2014, industri pengolahan diperkirakan tetap tumbuh pada level tinggi meski melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya volume perdagangan dunia di tahun 2014

cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2013. Selain itu, faktor lain yang dapat meningkatkan

kinerja industri pengolahan pada periode berjalan adalah adanya penambahan kapasitas dari investasi

yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya yang naik cukup tajam, khsususnya pada industri TPT.

Sementara itu faktor yang dapat menurunkan kinerja industri pengolahan diantaranya kenaikan TTL.

Grafik III.2. 17 Likert Scale Margin Per Unit

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik III.2.18 Impor Migas

Page 91: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 91

Grafik III.2.19. Situasi Bisnis Perusahaan

Grafik III.2.20. Pertumbuhan Tahunan Ekspor Benang Tenun dan Kain Tekstil vs Impor Serat

Tekstil

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) pada triwulan IV 2013 melambat, sejalan dengan

melambatnya konsumsi rumah tangga. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) tercermin situasi

bisnis perusahaan pada triwulan IV 2013 yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Survei pedagang eceran dan likert scale sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran juga mengkonfirmasi

adanya perlambatan. Sejalan dengan ini, secara kumulatif pada tahun 2013 sektor ini tumbuh melambat

dibanding tahun 2012. Perlambatan sektor tersebut terjadi baik di Provinsi Jawa Tengah maupun DI

Yogyakarta.

Kinerja sektor PHR diperkirakan naik di triwulan I 2014. Beberapa prompt indicator yang mendukung

diantaranya (i) ekspektasi penjualan pedagang eceran, (ii) ekspektasi situasi bisnis perusahaan pelaku

usaha PHR, dan (iii) ekspektasi konsumen dalam memandang perekonomian ke depan. Berdasarkan

informasi dari pelaku usaha, terdapat indikasi konsumen menahan pembelian di triwulan IV 2013 dan

akan merealisasikan pembelian di triwulan I 2014. Penyelenggaraan Pemilu tahun 2014, diperkirakan

turut meningkatkan ekspektasi pelaku usaha dan konsumen di Jabagteng. Di sisi lain, banjir yang

melanda Provinsi Jawa Tengah khususnya di bagian utara yang sempat memutuskan jalur Pantura Jawa

berisiko menurunkan kinerja sektor PHR khususnya subsektor perdagangan besar dan eceran.

Grafik III.2.21. Situasi Bisnis Pelaku Usaha

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Grafik III.2.22. Perkembangan Hotel

Page 92: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 92

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Penyerapan tenaga kerja sedikit menurun di akhir Agustus 2013. Kondisi tersebut tercermin dari

kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yang sejalan dengan melambatnya perekonomian. Dari

sisi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor industri menyerap tenaga

kerja terbesar. Penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan di sektor industri, sektor konstruksi, dan

sektor perdagangan. Sementara dilihat dari status pekerjaan, penurunan terjadi pada status : (i) pekerja

bebas, (ii) berusaha dibantu buruh tetap, serta (iii) buruh atau karyawan.

Di sisi lain, data kemiskinan yang dirilis BPS menunjukkan adanya tren penurunan jumlah penduduk

miskin. Penduduk miskin Jabagteng menurun sebesar 0,59%. Penurunan ini terutama terjadi di daerah

perkotaan. Dibandingkan dengan total jumlah penduduk, persentase penduduk miskin juga dalam arah

menurun. Persentase penduduk miskin menurun dari 14,56% menjadi 14,44%. Penurunan ini hanya

terjadi di daerah perkotaan saja. Fenomena dimana penurunan penduduk miskin hanya terjadi di daerah

perkotaan tidak terlepas dari tingginya kenaikan garis kemiskinan di daerah pedesaan. Pada September

2013, garis kemiskinan meningkat dari Rp244.161/orang di Maret 2013 menjadi Rp261.881/orang.

Peningkatan garis kemiskinan daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Pertumbuhan garis kemiskinan daerah pedesaan sebesar 9%, sedangkan di daerah perkotaan tumbuh

5,34% pada periode yang sama.

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.2.23. Jumlah Penduduk Miskin

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.2.24. Garis Kemiskinan dan Persentase Penduduk Miskin

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi triwulan IV 2013 sebesar 7,88% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi pada triwulan

sebelumnya sebesar 7,71% (yoy). Secara spasial, peningkatan inflasi terutama terjadi di Provinsi Jawa

Tengah, yaitu dari 7,72% menjadi 7,99% (yoy). Sementara di Provinsi DI Yogyakarta, inflasi menurun dari

7,60% menjadi 7,32% (yoy), sejalan dengan melambatnya perekonomian di provinsi tersebut. Kenaikan

inflasi terutama terjadi pada inflasi administered prices dari level 11,49% pada triwulan III 2013 menjadi

12,63% (yoy). Inflasi inti relatif stabil pada triwulan IV 2013 sebesar 4,39% (yoy). Sementara inflasi

kelompok volatile food masih tetap tinggi meski tidak sebesar periode sebelumnya. Faktor-faktor yang

memengaruhi hal tersebut adalah terjaganya pasokan bahan pangan. Komoditas bawang merah

memasuki masa puncak panen di sentra produksi Brebes pada November 2013. Peningkatan pasokan

komoditas ini cukup signifikan dalam meredam kenaikan harga seiring dengan keterbatasan pasokan

komoditas hortikultura lain seperti cabe merah, cabe rawit dan beberapa komoditas sayuran. Sementara

Page 93: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 93

itu, stok beras Bulog yang mencukupi, berkontribusi terhadap kestabilan harga beras. Puso/gagal panen

di lahan pertanian padi sebagai pengaruh banjir pada periode akhir bulan Desember 2013 tidak

memberikan dampak yang signifikan. Dampak pelemahan nilai tukar secara umum tidak signifikan

sejalan dengan upaya dimana pengusaha tidak mem-pass trough pelemahan nilai tukar pada kenaikan

harga. Kondisi ini dikonfirmasi dari hasil liaison yang menyatakan kondisi tersebut.

Pada triwulan I 2014, inflasi diperkirakan sedikit turun namun masih berada di level yang cukup tinggi.

Inflasi pada triwulan I 2014 diperkirakan sebesar 7,01% (yoy) dengan mempertimbangkan capaian inflasi

pada Januari 2014 sebesar 1,01% (mtm) atau jauh lebih tinggi dari rata-rata lima tahun terakhir. Faktor

pendorong inflasi Januari 2014 diantaranya : (i) gangguan distribusi akibat banjir, (ii) penyesuaian upah,

(iii) kenaikan harga elpiji 12 kg. Komoditas penyumbang inflasi utama adalah upah tukang bukan mandor,

bahan bakar rumah tangga, beras, telur ayam ras, dan cabae merah. Upaya mengatasi hambatan

distribusi beras telah ditempuh Bulog dengan relokasi (pengalihan) stok beras bulog ke Depo/gudang

Bulog di wilayah Divre Jateng yang tidak terdampak banjir. Banjir berdampak minim pada produksi padi,

meskipun diperkirakan musim panen akan bergeser ke bulan April 2014. Elpiji tetap memberikan

sumbangan inflasi yang cukup besar meski sudah dilakukan penyesuaian harga kembali. Pada kelompok

inflasi inti, tekanan inflasi lebih didorong oleh naiknya ekspektasi masyarakat.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.2.25. Perkembangan Inflasi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.2.26. Disagregasi Inflasi Jawa Bagian Tengah

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Penguatan koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jabagteng dilakukan semakin intensif. Telah

terbentuk TPID Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. TPID kabupaten/kota juga telah tersebar di 25

kabupaten/kota di Jawa Tengah dan 5 kabupaten/kota di DI Yogyakarta. Direncanakan akan dibentuk

TPID di 10 kabupaten/kota Jawa Tengah. Ke depan koordinasi antar TPID kabupaten/kota Jabagteng

merupakan agenda utama di tahun 2014.

Koordinasi telah dilakukan pasca banjir, beberapa hal yang akan dilakukan dan telah dilakukan

menganggulangi dampak banjir khususnya terkait ketersediaan barang (i) Bulog dan Dinas Pertanian

Provinsi Jawa Tengah telah berkoordinasi untuk penyiapan bibit baru untuk pengganti bibit yang

hanyut/rusak akibat banjir (re-planting), (ii) Bulog melakukan relokasi (pengalihan) stok beras bulog ke

Depo/gudang Bulog di wilayah Divre Jateng yang tidak terdampak banjir, (iii) pendataan lahan yang

terkena dampak banjir, dan (iv) perbaikan jalan rusak. TPID Provinsi Jawa Tengah juga melakukan

kunjungan ke TPID Kab Kudus sebagai daerah yang terkena dampak banjir yang cukup parah. Kunjungan

Page 94: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 94

ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi secara langsung permasalahan yang dihadapi daerah tersebut

dan kemudian menindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi.

Dalam rangka stabilisasi harga, TPID Provinsi Jawa Tengah akan melakukan penyempurnaan website

(laman) Sistem Informasi Harga Panan Strategis (SIHATI). Selain itu, SIHATI akan dikoneksikan dengan

data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) kab/kota di Jawa Tengah. Dalam waktu dekat akan

dilakukan pula dengan laman PIHPS Solo. Kerjasama antar daerah juga akan menjadi prioritas utama di di

tahun 2014 melalui penguatan data neraca pangan daerah.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Penyaluran kredit perbankan pada triwulan IV 2013 masih tumbuh meski melambat dibanding triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan kredit yang melambat, sejalan dengan kenaikan suku bunga dan melemahnya

perekonomian domestik. Kredit di Jabagteng masih tumbuh cukup tinggi yaitu pada kisaran 17%. Kualitas

penyaluran kredit yang ditunjukkan oleh NPL gross tercatat masih baik dengan angka tetap di bawah 5%

dan berada pada tren menurun. Apabila dilihat berdasarkan jenisnya, pertumbuhan kredit investasi

masih tetap dalam tren meningkat. Sementara kredit modal kerja dan konsumsi cenderung melambat.

Kualitas penyaluran kredit berdasarkan penggunaan di bawah 5% dalam tren menurun. Pada triwulan

berjalan, pertumbuhan kredit diperkirakan masih relatif tinggi pada kisaran 15%. Adapun hal yang

mendasari adalah konsumsi yang masih cukup kuat dan peningkatan ekspor yang akan berpengaruh pada

kredit di sektor industri.

Grafik III.2.27. Kinerja Penyaluran Kredit Perbankan

Grafik III.2.28. Penyaluran Jenis Kredit Perbankan

Berdasarkan data kredit per sektor utama perekonomian Jabagteng, kredit di sektor industri dan

perdagangan hotel, dan restoran menurun. Penurunan kredit di sektor perdagangan ini ditengarai

sebagai pengaruh dari menurunnya kredit modal kerja. Hal ini juga sejalan dengan melemahnya sektor

perdagangan pada triwulan IV 2013. Di sisi lain, kredit sektor pertanian tumbuh meningkat. Risiko

penyaluran kredit pada tiga sektor utama ini masih berada di level aman (< 5%) dan tercatat lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2013.

Page 95: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 95

Grafik III.2.29. Kredit Bank berdasarkan Sektor Ekonomi

Grafik III.2.30. NPL Kredit Sektor Utama Perbankan

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit konsumsi dalam tren menurun pada triwulan IV 2013, sejalan dengan pertumbuhan konsumsi

rumah tangga yang melambat. Kenaikan suku bunga dan ekspektasi suku bunga ke depan yang

berpotensi meningkat, telah menahan perkembangan kredit sektor rumah tangga. Pangsa terbesar kredit

sektor rumah tangga digunakan untuk keperluan multiguna, diikuti kredit pemilikan rumah tinggal tipe

22 s.d 70. Sementara itu, pembiayaan kredit perumahan dan kendaraan roda empat relatif stabil.

Grafik III.2.31. Perkembangan Kredit Perbankan ke Rumah Tangga

Grafik III.2.32. Kinerja Penyaluran Kredit LK Non Perbankan

Grafik III.2.33. Rasio NPL Kredit Rumah Tangga

Grafik III.2.34. Rasio NPL Kredit Perumahan

Page 96: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 96

Secara umum, ketahanan sistem keuangan sektor rumah tangga masih terjaga, terkonfirmasi dari NPL

gross stabil di bawah 5%. NPL kredit kendaraan roda empat, sepeda motor, dan multiguna relatif stabil.

Sementara pada kredit perumahan, rasio NPL untuk KPA tipe di atas 70 dan ruko serta rukan dalam tren

meningkat. Hal ini terkait dengan meningkatnya suku bunga, pelemahan nilai tukar, serta melambatnya

permintaan di properti komersial.

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Pertumbuhan kredit UMKM Jabagteng cenderung melambat pada triwulan IV 2013. Hal ini sejalan

dengan melambatnya permintaan konsumen. Dengan berbagai tekanan yang dihadapi perekonomian

dalam dua triwulan terakhir, pengetatan persyaratan pembiayaan perbankan juga ditenggarai turut

berpengaruh pada pembiayaan sektor UMKM. Di sisi lain pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran

kredit perbankan Jabagteng masih tercatat lebih tinggi dibanding Nasional.

Grafik III.2.35. Perkembangan Kredit UMKM

Grafik III.2.36. Pangsa Kredit UMKM vs Nasional

Tabel III.2.1 Permasalahan Penyaluran KUR

Permasalahan

Kebanyakan calon debitur UMKM yang feasible telah menjadi debitur bank sehingga tidak bisa diberikan fasilitas KUR

Kemampuan debitur dalam mengembalikan kredit memerlukan jangka waktu lebih dari 3 tahun sementara penjamin hanya menjamin maksimal 3 tahun.

Usaha nasabah berubah-ubah, sehingga proses analisa kredit menyesuaikan usaha yang akan dibiayai.

Banyaknya calon debitur “baru akan berusaha”, sehingga masuk kategori tidak layak (feasible).

Persepsi masyarakat KUR hibah pemerintah sehingga tidak perlu dikembalikan.

Calon debitur KUR umumnya berlokasi usaha jauh dari kantor operasional Bank

Tabel III.2.2 Upaya yang Telah Dilakukan dalam Meningkatkan Penyaluran KUR

Upaya yang Telah Dilakukan

Koordinasi antar lembaga terkait dalam pemberian KUR (monitoring dan evaluasi KUR)

Pelatihan pada petugas kredit bank agar dapat menilai kelayakan usaha UMKM dengan lebih baik

Pelatihan kepada PJTKI agar dapat mengakses KUR TKI dengan lebih baik.

Pemberian modal kerja dan pelatihan kewirausahaan kepada beberapa UMKM.

Mendukung pengembangan UMKM melalui program klaster dan mendorong bank untuk membiayai unit usaha yang layak secara bisnis untuk dibiayai KUR.

Memfasilitasi pemeringkatan UMKM bekerjasama dengan PT. Pefindo dan Bank Jateng.

Penyediaan data dan informasi pada website BI mengenai komoditi unggulan wilayah

Memberikan peluang kepada bank untuk menyalurkan KUR melalui lembaga linkage

Page 97: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 97

Pertumbuhan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada triwulan IV 2013 melambat. Penyaluran KUR

Jabagteng tercatat sebesar Rp7,53 triliun, sebagian besar disalurkan di Jawa Tengah sebesar Rp6,56

triliun. Secara nasional, Provinsi Jawa Tengah di tahun 2013 merupakan provinsi terbesar kedua penyalur

KUR. Pangsa KUR Jawa Tengah 13,82% terhadap penyaluran KUR nasional. Jumlah debitur Jawa Tengah

merupakan yang terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 1,75 juta. Beberapa permasalahan penyaluran KUR

dan upaya yang telah dilakukan dalam meningkatkan penyaluran KUR dapat dilihat pada Tabel III.2.1 dan

Tabel III.2.2.

Kinerja Sistem Pembayaran

Sejalan dengan melambatnya perekonomian di triwulan IV 2013, pertumbuhan tahunan RTGS melambat

dibarengi dengan perkembangan kliring yang stabil. Pertumbuhan tahunan RTGS melambat baik secara

nilai maupun volume (Grafik III.2.38). Hal ini terjadi baik RTGS ke luar, masuk, maupun antar daerah di

Jabagteng. Di sisi lain, kliring baik nominal dan warkat tumbuh stabil. Jika dilihat keseluruhan tahun 2013,

kinerja sistem pembayaran melambat dibanding tahun 2012. RTGS tumbuh melambat baik nilai maupun

warkat, khususnya RTGS ke luar dan antar daerah di Jabagteng. Sementara RTGS dari Jabagteng masih

naik. Pertumbuhan kliring baik nominal maupun warkat juga mengalami perlambatan.

Grafik III.2.37. Pertumbuhan Tahunan Kliring

Grafik III.2.38. Pertumbuhan Tahunan RTGS

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Nilai inflow pada triwulan IV 2013 untuk wilayah Jabagteng tercatat lebih rendah dibanding triwulan

sebelumnya, sejalan dengan melambatnya perekonomian Jabagteng. Outflow juga turun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan tercatat net inflow pada triwulan IV 2013 meski tidak

sebesar triwulan sebelumnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar

dilakukan pula penarikan uang lusuh di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V. Uang lusuh yang

ditarik tercatat naik dibandingkan jumlah pada triwulan III 2013. Dilihat berdasarkan proporsinya

terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh mengalami peningkatan dibanding periode

sebelumnya. Di sisi lain, peredaran uang palsu pada tahun 2013 menurun dibanding tahun 2012.

Page 98: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 98

Grafik III. 2.39. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Bagian Tengah 2012-2013

Grafik III.2.40. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Jabagteng pada tahun 2014 diperkirakan tumbuh stabil dibanding tahun sebelumnya.

Jabagteng diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,7% – 6,2% (yoy) atau masih tergolong tinggi. Secara

spasial, perekonomian Provinsi Jawa Tengah maupun DI Yogyakarta pada tahun 2014 tumbuh stabil.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah ini sejalan dengan perkiraan6 di Provinsi Jawa

Tengah yaitu 5,6% - 6,1% (yoy).

Dari sisi penggunaan, konsumsi domestik diperkirakan mengalami peningkatan baik konsumsi swasta

(rumah tangga dan swasta nirlaba) maupun konsumsi pemerintah. Konsumen di wilayah Jabagteng

cukup optimis dalam memandang perekonomian ke depan, yang tercermin dari indeks penghasilan,

kegiatan usaha, dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Sementara itu, investasi diperkirakan tetap tinggi

didorong oleh investasi yang dilakukan industri pengolahan migas dan pembangunan pabrik tekstil yang

direncanakan dimulai tahun 2014. Sementara itu, ekspor diperkirakan mengalami kenaikan. Di tahun

2014, pelaku usaha pada sektor industri pengolahan masih akan melakukan investasi. Berdasarkan survei

kepada pelaku usaha, mayoritas responden menjawab investasi yang dilakukan akan lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Rencana investasi pada tahun 2014 berupa pengadaan mesin

baru, pembukaan kantor cabang serta pabrik baru.

Sektor Industri pengolahan, khususnya tekstil dan furnitur, diperkirakan tumbuh cukup baik sejalan

dengan masih kuatnya permintaan domestik dan membaiknya kinerja ekspor. Berdasarkan quick survey,

sebagian besar responden memperkirakan peningkatan volume penjualan. Faktor yang diperkirakan

dapat mendorong kinerja sektor industri pengolahan diantaranya penundaan penerapan Sistem

Verifikasi Legalitas Kayu (SLVK) dan peningkatan kapasitas pada industri pengolahan TPT terkait investasi

yang telah dilakukan di tahun 2013. Penundaan SLVK dalam jangka pendek akan menguntungkan,

mengingat baru sebagian kecil eksportir yang memiliki sertifikat tersebut. Ke depan dengan adanya

sosialisasi dan kemudahan pengurusan izin maka nantinya produk Jabagteng akan mudah masuk ke

negara yang menerapkan SLVK.

6 Setiap triwulanan KPw BI Wilayah V melakukan Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi dengan responden pelaku usaha, akademisi,

dan praktisi perbankan

Page 99: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 99

Prospek perekonomian Jabagteng masih dibayangi oleh kenaikan biaya produksi yang diantaranya

bersumber dari depresiasi rupiah dan kenaikan tarif listrik industri. Di sisi lain 44% responden

menyatakan biaya di tahun 2014 akan lebih tinggi dibanding normal, meski demikian tidak

mempengaruhi margin pelaku usaha (mayoritas sebanyak 91% menyatakan margin nya pada level

normal). Kenaikan upah minimun diperkirakan hanya memberi dampak yang minimal pada kinerja

industri pengolahan. Sebagian besar responden dari hasil quick survey menyatakan UMK yang telah

ditetapkan tidak memiliki pengaruh terhadap perusahaan. Kenaikan UMK hingga 10% masih dapat

diterima perusahaan, bahkan 38% responden menyatakan masih dapat menerima kenaikan UMK dalam

kisaran 20%-30%. Sementara itu, kenaikan tarif listrik untuk perusahaan terbuka dan industri besar di

bulan Mei 2014 diperkirakan akan meningkatkan biaya industri pengolahan. Di sisi lain, depresiasi rupiah

memberikan dampak pada industri pengolahan di Jabagteng khususnya di industri elektronik, farmasi,

dan makan-minuman (yang memilik kandungan impor tinggi seperti tepung terigu dan mie instan).

Sementara itu, industri pengolahan TPT relatif tidak mengalami dampak yang signifikan, walaupun input

industri ini kebanyakan berasal dari impor. Namun, terdapat juga industri yang diuntungkan dengan

adanya depresiasi nilai tukar yaitu industri pengolahan kayu. Hal ini mengingat input yang digunakan

mayoritas berasal dari pasar domestik sementara penjualan sebagian besar orientasi ekspor luar negeri.

Grafik III.2.41. Ekspektasi Konsumen dan Pelaku Usaha

Grafik III.2.42. Perkiraan Kondisi Pelaku Usaha 1 Tahun yang Akan Datang

Prospek Inflasi

Inflasi Jabagteng para tahun 2014 diperkirakan berada pada level 5.06 – 5,56 % (yoy), bias ke atas terkait

dampak banjir pada awal tahun. Secara lebih detail inflasi di Provinsi Jawa Tengah diperkirakan berada

pada kisaran 5.08 – 5,58 % (yoy) dan inflasi DIY diperkirakan pada kisaran 4.87 – 5,37% (yoy). Meskipun

banjir yang terjadi hingga akhir Januari 2014 berdampak pada rusaknya lahan persawahan sehingga

memundurkan panen hingga bulan Mei. Pergeseran masa panen diperkirakan dapat diredam dengan

kondisi stok beras Bulog yang saat ini relatif cukup besar. Berdasarkan informasi lapangan, Bulog Divre

Jateng telah mengeluarkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk penanganan bencana yang setara

dengan 473.586 kg beras, disamping tetap menyalurkan raskin bulan Januari sebesar 21.053 ton beras.

Sementara itu pasokan komoditas hortikultura untuk tahun 2014 khususnya komoditas cabe merah dan

cabe rawit diperkirakan cukup baik seiring dengan meningkatnya minat petani menanam komoditas

tersebut setelah harga komoditas yang cukup baik di pasaran selama kurun waktu 2 tahun terakhir.

Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian agar realisasi inflasi sesuai sasaran adalah perbaikan

sarana transportasi yang rusak pasca terjadinya banjir agar menjamin proses distribusi brang dan jasa

Page 100: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 100

dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Selain itu adanya program asuransi pertanian khusunya

untuk komoditas padi di Jawa Tengah diperkirakan akan berdampak positif bagi petani sehingga

mencegah meningkatnya harga beras pada saat panen.

Tabel III.2.3 Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Page 101: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 101

Bagian III.3 Perekonomian Jawa Bagian Timur

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian wilayah Jawa Bagian Timur (Jabagtim) menunjukkan perlambatan pada triwulan IV 2013.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini tercatat sebesar 6,2% (yoy), menurun 0,3% (yoy) dibandingkan

triwulan sebelumnya (6,5%, yoy). Secara keseluruhan, pada tahun 2013, perekonomian wilayah Jabagtim

tumbuh melambat dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya. Tekanan faktor eksternal yang

masih berlanjut, terutama perlambatan ekonomi negara mitra dagang memengaruhi penurunan kinerja

ekspor di triwulan ini. Selain itu, depresiasi nilai tukar juga memengaruhi kinerja ekspor sebagai akibat

dari masih tingginya kandungan impor atas komoditas ekspor di wilayah ini.

Pulihnya perekonomian negara maju serta tekanan nilai tukar yang mulai mereda diperkirakan mampu

meningkatkan kinerja perekonomian wilayah Jabagtim di triwulan I 2014. Faktor tersebut berpotensi

meningkatkan ekspor dan memperbaiki neraca perdagangan, sehingga perekonomian wilayah Jabagtim

diperkirakan mampu tumbuh positif pada triwulan I 2014. Adanya Pemilu 2014 diperkirakan turut

meningkatkan kinerja perekonomian wilayah Jabagtim, terutama dari saluran konsumsi rumah tangga

dan pemerintah. Secara khusus, kinerja industri pengolahan, yakni industri makanan-minuman, industri

tekstil dan industri percetakan diyakini mampu tumbuh signifikan. Kondisi ini secara keseluruhan akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada 2014 di kisaran 6,4% – 6,8% (yoy).

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat pada triwulan IV 2013. Hal ini didukung oleh stabilnya

pendapatan rumah tangga serta tingginya permintaan barang dan jasa pada perayaan Hari Besar

Keagamaan dan tahun baru. Peningkatan tersebut dikonfirmasi oleh meningkatnya omset riil penjualan,

terutama peralatan rumah tangga serta pakaian dan perlengkapannya (Grafik III.3.1.). Faktor tersebut

mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 8,2% (yoy), meningkat sebesar 0,7% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Untuk keseluruhan tahun 2013, konsumsi rumah tangga

tumbuh meningkat secara signifikan dan menjadi kontributor utama pertumbuhan di wilayah Jabagtim.

Pada triwulan I 2014, pertumbuhan konsumsi rumah tangga cenderung melambat. Hal ini terindikasi dari

Survei Konsumen di beberapa kota besar di wilayah Jabagtim yang menunjukkan rendahnya ekspektasi

masyarakat terhadap perekonomian dan pola konsumsi (Grafik III.3.2.). Meskipun demikian, perayaan

Imlek diperkirakan mampu meningkatkan konsumsi pada komoditas pangan dan buah-buahan. Ke

depan, beberapa faktor risiko perlu mendapat perhatian, terutama adanya pembatasan kredit yang

berpotensi semakin menurunkan pertumbuhan kredit konsumsi di wilayah Jabagtim. Selain itu, kenaikan

harga LPG 12 kg dan potensi banjir di beberapa wilayah, seperti Bojonegoro, Tuban dan Lamongan juga

diperkirakan turut memengaruhi perlambatan konsumsi di triwulan I 2014.

Page 102: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 102

-

100

200

300

400

500

600

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Indeks Omset Riil Peralatan Rumah Tangga

Pakaian & Perlengkapannya Makanan, Minuman, Tembakau

Alat Tulis Konstruksi

Barang Budaya dan Rekreasi

Indeks

Grafik III.3.1. Indeks Omset Riil Jabagtim

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Indeks

Grafik III.3.2. IKK, IKE dan IEK Jabagtim

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/kota di wilayah Jabagtim mengalami peningkatan di

triwulan IV 2013. Pertumbuhan konsumsi pemerintah mencapai 2,93% (yoy), meningkat 0,4% (yoy)

dibandingkankan triwulan sebelumnya. Tingginya realisasi belanja Pemerintah, terutama belanja modal

dan belanja program di akhir tahun mendorong peningkatan konsumsi Pemerintah di triwulan ini (Grafik

III.3.4.). Realisasi penyerapan belanja hingga bulan September 2013 mencapai 61,3% (Grafik III.3.3.).

Sementara itu, idle fund yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) maupun dana

yang belum dibelanjakan Pemerintah dan disimpan di perbankan relatif tinggi. Jumlah simpanan

Pemerintah Daerah Jabagtim di Bank Umum maupun BPR hingga Desember 2013 mencapai 40% dari

total belanja. Hal ini terutama disebabkan karena penundaan eksekusi proyek infrastruktur yang

terkendala oleh pembebasan lahan. Hingga akhir tahun 2013, diperkirakan total belanja dapat terealisasi

sebesar 98,41%. Pola realisasi belanja Pemerintah yang cenderung meningkat signifikan di pertengahan

hingga akhir tahun mendorong tingginya sumbangan belanja pemerintah daerah terhadap pertumbuhan

ekonomi Jabagtim pada triwulan IV 2013. Sementara itu, pada tahun 2014 diperkirakan terdapat potensi

peningkatan konsumsi Pemerintah seiring dengan meningkatnya belanja politik pra dan pasca

pelaksanaan Pemilu 2014.

Dari sisi pendapatan, Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat merupakan penyumbang utama

pendapatan wilayah Jabagtim di tahun 2013 dengan kontribusi sebesar 57,98%. Hingga Semester I 2013,

Dana Perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah wilayah Jabagtim telah terealisasi sebesar Rp 22,21

Triliun atau 56,46% dari yang dianggarkan dalam APBD Jatim 2013. Sebagian besar dana tersebut berupa

Dana Alokasi Umum yang bertujuan untuk menutup deficit budget yang dianggarkan Pemerintah Daerah.

Selain itu, sumber pendapatan Pemerintah Daerah juga berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Hingga semester I 2013, PAD telah terealisasi sebesar Rp 17,19 Triliun yang dominan disumbang oleh

pajak daerah. Untuk keseluruhan tahun 2013, diperkirakan pendapatan Pemerintah Daerah dapat

terealisasi sebesar 117,2%.

Page 103: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 103

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

%

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Grafik III.3.3. Realisasi Penyerapan Belanja Jabagtim Gambar II.5. Penyerapan Belanja Modal Jabagtim

105.74

85.9189.8 92.8

0

20

40

60

80

100

120

2010 2011 2012 2013

%

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Gambar III.3.4. Penyerapan Belanja Modal Jabagtim

Investasi

Kinerja investasi di triwulan IV-2013 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Investasi di triwulan ini tumbuh sebesar 7,7% (yoy), meningkat 1,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan

III 2013. Peningkatan investasi di triwulan ini terutama didorong oleh peningkatan Penanaman Modal

Asing (PMA). Investasi PMA di wilayah Jabagtim pada triwulan IV 2013 meningkat 57% menjadi 1.368,7

juta USD, sementara kinerja Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) cenderung turun sebesar 31%

menjadi Rp 6.529,1 Miliar (Grafik III.3.5). Tertariknya investor asing terhadap pasar investasi negara

emerging merupakan salah satu faktor pendorong relatif tingginya investasi asing di Jatim. Selain itu,

perekonomian yang relatif stabil dan tumbuh di atas level nasional serta adanya kemudahan izin investasi

turut mendukung peningkatan PMA. Apabila dilihat secara tahunan, investasi di tahun 2013 meningkat

signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, dengan dominasi pada Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN), Grafik III.3.6. Perbaikan kinerja investasi juga terindikasi dari volume penyaluran kredit investasi

yang memiliki tren peningkatan (Grafik III.3.7). Berdasarkan hasil liaison, investasi wilayah Jabagtim di

triwulan IV 2013 banyak dilakukan melalui peremajaan mesin produksi, sehingga impor barang modal

cenderung meningkat secara nominal, meskipun dengan dalam tren pertumbuhan yang melambat

(Grafik III.3.8).

-80

-30

20

70

120

170

220

270

50

2050

4050

6050

8050

10050

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Nilai ProyekPMA (USD Juta) Nilai Proyek PMDN (Rp Miliar)

g PMA (%)-Skala Kanan g PMDN (%)-Skala Kanan

USD (Juta)Rp Miliar

%, qtq

Sumber: BKPM Provinsi Jatim

Grafik III.3.5.Realisasi Investasi Jabagtim

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

35,000,000

40,000,000

45,000,000

2010 2011 2012 2013

PMA PMDN-Skala Kanan

Miliar Rp Miliar Rp

Sumber: BKPM Provinsi Jatim

Grafik III.3.6. Investasi PMA dan PMDN Jabagtim

Page 104: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 104

-5

0

5

10

15

20

020000000400000006000000080000000100000001200000014000000160000001800000020000000

I II III IV I II III IV

2012 2013

Modal Kerja Investasi Konsumsi gModal Kerja (Skala Kanan)gInvestasi (Skala Kanan) gKonsumsi (Skala Kanan)

Juta Rp %, qtq

Grafik III.3.7.Penyaluran Kredit Investasi

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

120

140

160

0

100

200

300

400

500

600

700

800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Capital Goods g_Capital Goods(FOB, juta usd)

Sumber: KPwBI Wil.IV (Jatim)

(%, yoy)

Grafik III.3.8. Perkembangan Impor Barang Modal

Pada triwulan I 2014, kinerja investasi diperkirakan sedikit melambat. Hasil quick survey dan liaison

menunjukkan bahwa pelaksanaan Pemilu 2014 membuat investor melakukan wait and see dan menunda

keputusan investasi 6-12 bulan ke depan. Tekanan di sektor industri berupa kenaikan UMK dan rencana

kenaikan tarif listrik industri diperkirakan berpotensi menahan realisasi investasi. Pelemahan tersebut

juga dikontribusikan dari masih rendahnya realisasi proyek MP3EI yang salah satunya adalah proyek jalan

tol Trans Jawa dengan realisasi baru mencapai 50,4%. Sementara itu, pembangunan Terminal Multi

Purpose Teluk Lamong senilai Rp4,1 triliun yang akan dioperasikan pada April 2014 juga baru terealisasi

sebesar 70% untuk tahap pemancangan, 20% pengerasan dan 58% untuk tahap pengecoran. Realisasi

proyek tersebut masih mengalami kendala teknis terkait pembebasan lahan, sehingga turut menahan

perlambatan kinerja investasi di triwulan I 2014.

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Kinerja ekspor luar negeri di wilayah Jabagtim pada triwulan IV 2013 menunjukkan perlambatan yang

relatif signifikan sebagai dampak pelemahan perekonomian negara mitra dagang, terutama China dan

India. Pada triwulan ini, ekspor menurun sebesar 19,7% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

(Grafik III.3.9.). Selain itu, perlambatan kinerja ekspor juga didorong atas tingginya kandungan impor atas

barang ekspor di wilayah Jabagtim yang diperparah dengan semakin terdepresiasinya nilai tukar. Ekspor

wilayah Jabagtim didominasi oleh empat komoditas unggulan, yaitu minyak goreng (animal, vegetable,

fats and oil) , kertas (paper and paperboard), bahan kimia organik (organic chemicals), serta mutiara dan

batu perhiasan (pearl, precious and semi prec. stone). Berkembangnya industri pengolahan di wilayah ini

berkontribusi terhadap peningkatan nilai tambah atas komoditas ekspor, seperti produk minyak goreng

yang menjadi komoditas dengan net ekspor terbesar. Minyak sawit mentah yang diperoleh dari Kawasan

Timur Indonesia (KTI) diolah menjadi minyak goreng dan diekspor dengan pangsa terbesar di Asia (India,

China, dan Pakistan). Seluruh komoditas tersebut mengalami net ekspor, kecuali bahan kimia organik

yang masih mengalami net impor (Grafik III.3.10.).

Kinerja ekspor di triwulan I 2014 diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan kondisi

perekonomian global yang mulai pulih. Pertumbuhan industri hilir di negara lain, seperti industri

makanan dan minuman akan turut mendorong ekspor minyak nabati dan hewani serta bahan kimia

organik dari wilayah Jabagtim. Potensi membaiknya harga minyak sawit internasional di triwulan awal

(%)

Page 105: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 105

2014 ini juga diperkirakan meningkatkan kinerja ekspor wilayah Jabagtim. Sementara itu, harga

internasional kertas yang relatif stabil juga menjadi pendorong stabilnya ekspor komoditas kertas (Grafik

III.3.12.). Namun demikian, perlu diperhatikan terkait terbatasnya hutan tanaman industri kertas di

Sumatera dan Jawa Timur merupakan kendala utama dalam perkembangan ekspor kertas.

Impor

Kinerja impor di triwulan IV 2013 menunjukkan peningkatan, sebagaimana ditunjukkan dengan net

ekspor yang semakin rendah (Grafik III.3.9.) . Impor Jatim yang sebagian besar didominasi oleh barang

modal menunjukkan tingginya sektor usaha di Jawa Timur dalam melakukan ekspansi skala usahanya.

Berdasarkan klasifikasi HS 2 Digit, impor Jatim di triwulan IV 2013 yang tertinggi adalah nuclear reactor,

boilers machine dan mechanic application serta iron and steel. Seiring dengan perkembangan industri

pengolahan, khususnya industri kendaraan bermotor dan peralatan mekanik rumah tangga, impor bahan

baku Jatim diprediksi juga akan meningkat. Pada triwulan I 2014, impor Jatim diperkirakan melambat

seiring dengan tekanan industri lokal akibat kebijakan pemerintah dan peningkatan harga baja

internasional yang membuat terbatasnya eksekusi ekspansi usaha.

-15

-10

-5

0

5

10

-5000000

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Ekspor LN Impor LN

Net Ekspor LN gEkspor Luar Negeri-Skala Kanan

gImpor Luar Negeri-Skala Kanan

Juta Rp %,qtq

Grafik III.3.9. Perkembangan Ekspor Luar Negeri

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Animal or vegt. fats and oilsOrganic chemicalsPaper and paperboard

Juta USD

Grafik III.3.10. Komoditas Ekspor Unggulan Jatim

-550

-50

450

950

1450

1950

2450

2950

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Animal or vegt. fats and oilsOrganic chemicalsPaper and paperboard

Juta USD

Grafik II.11. Perkembangan Net Ekspor Komoditas Unggulan

80

280

480

680

880

1080

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Ma

y

Jun

Jul

Au

g

Se

p

Oct

No

v

De

c

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Ma

y

Jun

Jul

Au

g

Se

p

Oct

No

v

De

c

Jan

2012 2013 2014

Palm Oil Price Paper PriceUSD /Ton

Grafik II.12. Harga Kertas dan Minyak Sawit Internasional

(Juta

USD)

Page 106: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 106

Perdagangan Antar Daerah

Net ekspor perdagangan antar daerah di wilayah Jabagtim pada triwulan IV 2013 mengalami

peningkatan. Hal ini terutama didukung oleh posisi Jawa Timur sebagai hub antara wilayah Indonesia

Bagian Barat dengan Indonesia Bagian Timur. Net ekspor perdagangan antar daerah pada triwulan ini

meningkat sebesar 26,2% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik III.3.13). Hal ini terindikasi

dari peningkatan volume barang yang dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Perak sejak bulan September

hingga akhir tahun 2013 (Grafik III.3.14.). Tingginya permintaan barang dari KTI, terutama untuk

komoditas pangan, seperti beras dan Jagung serta komoditas hasil industri makanan dan minuman pada

hari raya Natal dan menjelang tahun baru mengkonfirmasi kenaikan ini. Pembangunan beberapa

pelabuhan di Jawa Timur, seperti Teluk Lamong, Pelabuhan Socah dan Pelabuhan Tanjung Wangi di

Banyuwangi diperkirakan semakin meningkatkan konektivitas dan perdagangan antar daerah di wilayah

Jabagtim di masa mendatang.

-10

-5

0

5

10

15

-5000000

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Ekspor Antar Daerah Impor Antar Daerah

Net Ekspor Antar Daerah gEkspor Antar Daerah-Skala Kanan

gImpor Antar Daerah-Skala Kanan

Juta Rp %, qtq

Grafik II.13. Net Ekspor Perdagangan Antar Daerah

-80%

-30%

20%

70%

120%

170%

220%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9

2009 2010 2011 2012 2013

Vol Barang g Jml Barang (rhs)Ribu Ton %, yoy

Sumber : BPS (diolah)

Grafik II.14. Pengiriman Barang Angkutan Laut

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran di triwulan IV 2013 mengalami penurunan. Penurunan kinerja

terjadi di semua subsektor, terutama subsektor perdagangan. Tekanan di faktor eksternal akibat perlambatan

kinerja negara mitra dagang menyumbang pelemahan pada subsektor perdagangan. Sementara itu,

pelemahan subsektor hotel dan restoran didorong oleh pelemahan ekonomi domestik di wilayah Jabagtim.

Melemahnya konsumsi domestik akibat tekanan inflasi, suku bunga dan depresiasi nilai tukar di triwulan ini

turut mengonfirmasi perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Daya beli masyarakat mengalami

tekanan dan berdampak pada terbatasnya permintaan barang dan jasa. Pengeluaran masyarakat untuk

pemenuhan kebutuhan sekunder seperti rekreasi juga mengalami penurunan, yang berdampak pada

menurunnya tingkat okupansi hotel di wilayah Jabagtim pada triwulan ini (Grafik III.3.16.).

Menurunnya konsumsi listrik di triwulan ini juga mengindikasikan terbatasnya produktivitas sektor usaha

bisnis di wilayah Jabagtim (Grafik III.3.17.). Pada triwulan I 2014, kinerja sektor ini diperkirakan meningkat

seiring dengan semakin majunya kota tujuan wisata alam seperti Malang, Banyuwangi dan Jember yang

menarik wisatawan domestik maupun internasional. Pelaksanaan Pemilu 2014 serta relatif tingginya agenda

bisnis di awal tahun berpotensi meningkatkan kinerja subsektor perdagangan, hotel, dan restoran.

Page 107: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 107

-20-15-10-505101520253035

0

50

100

150

200

250

300

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2011 2012 2013

Konsumsi Listrik Bisnis gKonsumsi Listrik Bisnis-Skala Kanan

%,yoyKwh

Grafik III.3.16. Konsumsi Listrik Bisnis

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2011 2012 2013

TPK Hotel Berbintang(%) gJumlah Wisman Melalui Juanda (%,yoy)

%, yoy

Grafik III.3.17. Indikator Subsektor Hotel

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Industri Pengolahan

Kinerja sektor industri pengolahan relatif stabil di triwulan IV 2013 dengan indeks produksi industri

pengolahan yang relatif stabil (Grafik III.3.18.). Stabilnya sektor industri pengolahan terutama didorong

oleh kenaikan subsektor industri semen dan barang galian bukan logam. Tingginya pengembangan

proyek infrastruktur di Jawa Timur, seperti penambahan ruas jalur Dupak, Tol Trans Jawa, Teluk Lamong

turut berkontribusi pada peningkatan kinerja subsektor ini. Sementara itu, sektor usaha industri

makanan-minuman, logam dasar besi dan baja serta kertas dan barang cetakan cenderung melambat.

Melalui kegiatan liaison terinformasi bahwa pelaku usaha mengharapkan dukungan kebijakan terkait

upaya subtitusi impor. Beberapa produk yang mampu diproduksi di dalam negeri diantaranya pupuk,

logam besi dan baja serta pakaian jadi. Perlambatan kinerja industri pengolahan juga terkonfirmasi

dengan penurunan konsumsi listrik industri (Grafik III.3.19.).

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

60.00

65.00

70.00

75.00

80.00

85.00

90.00

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

PERTANIAN TOTAL SELURUH SEKTORPERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHANLISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH

Indeks Indeks

Grafik III.3.18. Indeks Produksi Industri pengolahan

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

80

280

480

680

880

1080

1280

1480

123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112

2009 2010 2011 2012 2013

Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan

Kwh

Sumber : PLN (diolah)

%

Grafik III.3.19. Konsumsi Listrik Industri

Kinerja sektor industri pengolahan di triwulan I 2014 diperkirakan mengalami peningkatan sebagai

dampak atas pelaksanaan Pemilu 2014 yang diperkirakan meningkatkan kinerja industri makanan dan

minuman, industri percetakan dan tekstil. Faktor risiko yang perlu dicermati terkait kinerja industri

pengolahan adalah beberapa kebijakan Pemerintah seperti kenaikan UMK dan kenaikan tarif listrik

industri. Berdasarkan hasil quick survey, sebanyak 54%-58% pelaku usaha merespon kenaikan UMK

dengan menaikkan harga jual. Sementara 15%-18% sektor usaha akan melakukan rasionalisasi tenaga

Page 108: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 108

kerja, terutama industri padat karya. Peningkatan harga komoditas bahan baku internasional juga

berpotensi menekan industri, terutama industri yang memiliki kandungan impor tinggi.

Di sisi lain, peningkatan Tarif Dasar Listrik (TDL) di 2014 untuk industri menengah dengan daya > 200 kVa

dan 30.000 kVa ke atas masing-masing sebesar 38,9% dan 64,7% menjadi faktor risiko. Beban tarif listrik

tersebut secara signifikan turut menambah biaya produksi industri menengah di wilayah Jabagtim hingga

48%-50% dari total biaya produksi. Selain itu, peningkatan iuran Jaminas Sosial Tenaga Kerja yang harus

ditanggung perusahaan juga semakin tinggi dan akan menekan kinerja sektor industri pengolahan. Di sisi

lain, naiknya harga baja internasional hingga mencapai 15-20% akan turut menekan kinerja sektor

industri pengolahan, terutama industri logam dan transportasi. Namun, dengan masih kuatnya

permintaan dan momen Pemilu 2014, diharapkan kinerja sektor industri pengolahan dapat terjaga.

Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian di triwulan IV 2013 menunjukkan perlambatan, terutama sub sektor tanaman

bahan makanan dan tanaman perkebunan (Grafik III.3.20.). Hal ini dikonfirmasi dari indikator luas lahan

panen padi yang menurun di triwulan IV 2013 (Grafik III.3.21.). Penurunan kinerja sektor ini disebabkan

karena pola siklikal tanaman padi yang sedang berada pada masa tanam, sehingga panen baru dapat

dilakukan pada tiga-empat bulan ke depan. Namun demikian, masih terdapat beberapa wilayah yang

mengalami panen gadu, khususnya padi dan palawijaya serta panen sub kelompok bumbu-bumbuan di

sentra produksi Malang dan Probolinggo.

Banjir yang terjadi di beberapa daerah di wilayah Jabagtim, khususnya di sepanjang sungai Bengawan

Solo dan Kali Lamong berpengaruh secara terbatas terhadap kinerja sub sektor tanaman bahan makanan.

Sebanyak kurang lebih 9000 ha sawah yang sebagian besar sedang ditanami padi yang memasuki masa

tanam. Walaupun luas lahan yang terendam banjir relatif besar, namun tingkat kerusakan dan puso yang

terjadi tidak terlalu besar. Hal ini karena mayoritas tanaman padi baru memasuki usia tanam kurang dari

40 hari. Oleh karena itu, dampak banjir tidak secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja sektor

pertanian. Kinerja pertanian di triwulan I 2014 diperkirakan meningkat terbatas seiring dengan adanya

pergeseran panen di beberapa daerah akibat terendamnya lahan sawah.

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

I II III IV I II III IV

2012 2013

Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan

Peternakan Perikanan

%, yoy

Grafik III.3.20. Perkembangan Kinerja Subsektor Pertanian

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Luas Panen Padi (Ha) Luas Tanam Padi (Ha)

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah)

Ha

Grafik III.3.21. Luas Lahan Tanam dan Panen Padi

Page 109: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 109

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Data ketenagakerjaan wilayah Jabagtim menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Timur per Agustus 2013 sebanyak 20,137 juta orang,

meningkat dibandingkan bulan Februari 2013 (20,095 juta). Namun, peningkatan angkatan kerja diikuti

dengan peningkatan jumlah penduduk yang menganggur dan penurunan jumlah penduduk yang bekerja.

Kondisi perekonomian nasional maupun regional yang melemah merupakan salah satu pendorong

meningkatnya pengangguran di Jawa Timur. Secara sektoral, tenaga kerja di wilayah Jabagtim sebagian

besar diserap oleh sektor pertanian (40,83%), sektor perdagangan (22,91%), dan sektor jasa

kemasyarakatan (17,04%). Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja di sektor primer masih cukup tinggi,

meskipun terdapat indikasi menurun dan bergeser ke sektor sekunder dan tersier (Grafik II.2.2).

Persentase penduduk miskin di wilayah Jabagtim pada September 2013 mengalami peningkatan dari

12,55% menjadi 12,73%. Meskipun persentase penduduk miskin tertinggi berada di daerah pedesaan,

namun peningkatan persentase penduduk miskin di September 2013 tertinggi berada di daerah

perkotaan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan naik dari 8,57% menjadi 8,90% di

September 2013, sementara di daerah pedesaan tercatat peningkatan persentase penduduk miskin dari

16,15% menjadi 16,23%. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga BBM di pertengahan tahun 2013 dan

peningkatan inflasi pada periode Lebaran. Peningkatan harga barang dan jasa mendorong kenaikan Garis

Kemiskinan (Rp273.758). Pola konsumsi, gaya hidup serta kenaikan harga barang dan jasa di daerah

perkotaan mendorong lebih tingginya peningkatan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan. Di

sisi lain, sekitar 75% penerima Bantuan Langsung Tunai sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM

merupakan masyarakat di daerah pedesaan, sehingga dampak inflasi dan kenaikan harga BBM di daerah

pedesaan relatif terbatas.

-

20

40

60

80

100

120

2 8 2 8 2 8

2011 2012 2013

Pertanian Pertambangan Listrik, Gas, dan AirKonstruksi Perdagangan KeuanganLainnya

%

Grafik II.3.22. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

8,000.00

2008.3 2009.3 2010.3 2011.3 2011.9 2012.3 2012.9 2013.3 2013.9

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin-Skala Kanan

%Orang

Grafik III.3.23. Penduduk Miskin

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi wilayah Jabagtim pada triwulan IV 2013 mencapai 7,59% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi

nasional yang mencapai 8,38% (Grafik III.3.24) yang didorong inflasi administered price dan volatile food.

Tingginya inflasi kelompok administered price merupakan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi

(triwulan II 2013) dan BBM non subsidi (triwulan IV 2013). Sedangkan untuk kelompok volatile food, sub

kelompok bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan buah-buahan mengalami inflasi terbesar sebagai dampak

dimulainya musim tanam pada triwulan IV 2013 untuk sejumlah komoditas (padi, bawang merah, cabe

Page 110: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 110

merah) serta gangguan cuaca yang menyebabkan rusaknya tanaman sayur-sayuran. Inflasi inti kembali

stabil setelah sebelumnya meningkat pada triwulan III 2013, sebagai dampak dari tekanan internal dan

eksternal. Tekanan domestik berasal dari dampak lanjutan gejolak harga pangan dan kebijakan harga

energi. Sedangkan dari eksternal, tekanan harga telah dimulai pada triwulan III 2013 seiring dengan

pelemahan nilai tukar yang dipengaruhi oleh derasnya capital outflow sejalan dengan menguatnya isu

pengurangan stimulus moneter Bank Sentral Amerika Serikat. Dari unsur pembentuknya, core inflation

tradable mengalami kenaikan yang lebih besar dikarenakan kenaikan harga kelompok core traded-

konstruksi dalam bentuk peningkatan harga batu bata/batu tela (19,98%-yoy), pasir (15,88%) dan cat

kayu (12,88%) yang menjadi komponen sektor properti.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Jatim Nasional

%, yoy

Grafik III.3.24. Perkembangan Inflasi s.d. Des 2013

Grafik III.3.25. Disagregasi Inflasi s.d. Des 2013

Masih sejalan dengan kondisi pada triwulan IV 2013, inflasi di triwulan awal 2014 juga diproyeksi

mengalami tekanan cukup tinggi dari kelompok bahan makanan akibat gangguan produktivitas bahan

pangan dan berlanjutnya permasalahan pasokan daging. Adanya gangguan produktivitas di sentra

produksi cabe di Kediri yang disebabkan mayoritas lahan di Kediri adalah tadah hujan, sehingga anomali

cuaca dan gangguan hama menyebabkan banyak petani mengalami gagal panen, petani beralih kepada

komoditas lainnya (cabe kecil dan tomat) dan luasan lahan tanam cabe merah semakin berkurang.

Demikian pula dengan permasalahan di sektor peternakan, khususnya daging sapi yang populasinya jauh

berkurang (Sensus Pertanian 2013).Hal ini mengingat tidak seimbangnya produksi daging sapi dengan

tingkat konsumsi masyarakat. Di sisi lain, rendahnya margin yang diperoleh peternak sapi (di kisaran

Rp500.000 per ekor sapi) menyebabkan kurangnya perhatian peternak untuk menggiatkan

pengembangbiakan sapi.

Selain faktor di atas, adanya banjir di beberapa daerah produksi di Jawa Timur diproyeksi akan

mengganggu stabilitas harga pangan. Tercatat 4.965 ha sawah di Bojonegoro, 1.985 ha di Gresik, 14,5 ha

di Ngawi terendam banjir sehingga petani harus menanam ulang padi atau segera memanen padi yang

masih dapat diselamatkan. Akibatnya masa panen padi menjadi mundur sehingga berpotensi mendorong

kenaikan harga karena keterbatasan pasokan. Selain itu, terhambatnya jalur transportasi karena

tingginya curah hujan juga diperkirakan memicu tidak lancarnya distribusi bahan pangan dari dan ke

Jawa Timur. Meskipun demikian, berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian dampak yang ditimbulkan

dari banjir di Jawa Timur masih dapat ditangani dengan baik melalui kecukupan stok beras Bulog hingga

13 bulan ke depan serta penanaman kembali lahan sehingga tidak mengekskalasi inflasi pada tingkat

yang lebih tinggi.

Page 111: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 111

Tekanan inflasi dari kelompok transportasi dan keuangan juga diproyeksikan meningkat karena

berlanjutnya kenaikan bensin non subsidi. Sementara itu, tekanan dari kelompok Perumahan, Air, Listrik,

Gas dan Bahan Bakar bersumber dari dampak kenaikan LPG 12 kg sebesar Rp3.959/kg di awal tahun 2014

yang kemudian dikoreksi menjadi Rp1.000/kg diproyeksi memberikan sumbangan inflasi Jawa Timur

sebesar 0,29% pada Januari 2014.

Dengan mengacu pada uraian di atas, potensi inflasi wilayah Jabagtim sampai dengan triwulan I 2013

diproyeksi lebih rendah dibandingkan tahun 2013, yaitu berada dalam rentang 6,24% - 6,76%. Walaupun

sumber tekanan inflasi masih relatif sama yaitu bahan makanan (volatile food) namun magnitude inflasi

lebih kecil sebagai dampak akan dimulainya masa panen di beberapa sentra produksi di Provinsi Jawa

Timur seperti tomat (Kediri) dan bawang merah (Nganjuk dan Probolinggo) yang saat ini telah memasuki

masa tanam 60 hari (masa panen dimulai pada hari ke-90). Sedangkan untuk komoditas beras, tekanan

inflasi diproyeksi mereda pada akhir triwulan I 2014 sejalan dengan dimulainya masa panen raya dan

berkurangnya curah hujan. Namun, prakiraan inflasi tersebut dapat bias ke atas apabila dampak banjir

lebih besar dari yang diperkirakan. Dengan skenario terburuk dimana seluruh komoditas hortikultura dan

beras mengalami gagal panen, inflasi diprakirakan akan berada di kisaran 7,03% - 7,53%.

Grafik III.3.26. Asesmen Inflasi s.d. Triwulan I 2014

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Luas Panen Padi (Ha) Luas Tanam Padi (Ha)gLuas Panen Padi (%) gLuas Tanam Padi (%)

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi (diolah)

%

Ha

Grafik III.3.27. Luas Tanam dan Panen Padi Jawa Timur

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Upaya pengendalian inflasi oleh TPID Jawa Timur dilakukan melalui 2 (dua) kegiatan besar, yaitu secara

regular dan insidentil. Kegiatan regular merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh anggota TPID Jawa

Timur sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing yang terkait dengan pengendalian harga. Sedangkan

kegiatan insidentil merupakan kegiatan mengendalikan tingkat inflasi yang berubah secara signifikan.

1. Kegiatan Insidentil

Di Jawa Timur koordinasi pengendalian inflasi untuk kegiatan yang bersifat insidentil dilakukan pada

waktu-waktu yang secara musiman mengalami peningkatan inflasi secara signifikan seperti

perayaan Hari Raya Idul Fitri (triwulan II) dan Hari Raya Natal (triwulan IV). Selain itu, koordinasi juga

dilakukan pada saat terdapat kebijakan pemerintah yang berdampak pada kenaikan harga. Kegiatan

TPID yang bersifat insidentil antara lain adalah :

a. Operasi Pasar (Subsidi Ongkos Angkut) oleh Biro Ekonomi dan Pembangunan serta Dinas

Perindustrian dan Perdagangan, melalui pemberian subsidi untuk biaya produksi (a.l.

Page 112: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 112

pengemasan, biaya angkut buruh, dll) bagi 4 (empat) komoditas utama yaitu beras, minyak

goreng, tepung terigu dan gula pasir. Operasi pasar ini dilakukan pada Hari Raya Idul Fitri 2013

dan mampu meredam kenaikan inflasi yang lebih tinggi. Sedangkan pada saat Natal karena

tidak terdapat indikasi gejolak harga yang tinggi, Operasi Pasar tidak dilakukan.

b. Kunjungan Pasar oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur dan anggota TPID yang ditujukan untuk

memastikan tingkat harga di pedagang dan memberikan efek jera pada pasar yang menjual di

atas harga wajar.

c. Rapat Koordinasi saat kenaikan harga BBM untuk meminimalkan dampak lanjutan dan

peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat (panic spending).

2. Kegiatan Regular

Kegiatan regular dilakukan oleh masing-masing anggota TPID sesuai kewenangan dan tupoksinya.

Beberapa contoh diantaranya yaitu :

a. Kerja sama antara Dinas Pertanian dengan ACI (Asosiasi Cabe Indonesia) untuk memastikan

ketersediaan cabe pada saat permintaan cabe meningkat.

b. Koordinasi Dinas Perdagangan dengan Pasar Induk Puspa Agro untuk melakukan lelang

komoditas unggulan daerah sehingga harga yang diterima konsumen dapat lebih rendah.

Hal-hal lain yang masih perlu menjadi perhatian TPID dalam mengendalikan inflasi, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. TPID Jawa Timur belum melakukan pemetaan surplus defisit produksi pertanian maupun

peternakan secara komprehensif. Jika hal ini dilakukan, permasalahan kenaikan harga akibat

kekurangan pasokan di daerah tertentu dapat dengan mudah dipenuhi oleh daerah lain yang

surplus (cross selling dengan prioritas pemenuhan antar daerah di Jawa Timur).

2. Kegiatan TPID yang bersifat insidentil hanya mampu meredam secara sementara kenaikan harga,

sehingga jika tidak dilakukan harga akan kembali naik. TPID belum secara komprehensif

menetapkan sumber permasalahan inflasi di Jawa Timur yaitu aspek produksi yang sangat

bergantung kepada cuaca, bersifat tradisional dan lahan yang semakin berkurang, serta aspek

distribusi yang terkendala oleh infrastruktur maupun tata niaga pasar.

3. Komunikasi TPID kepada masyarakat tentang tingkat harga belum optimal sehingga belum mampu

mengendalikan persepsi masyarakat.

Untuk meningkatkan peran TPID di seluruh wilayah Jabagtim, saat ini TPID Jawa Timur mendorong 38

Kabupaten/kota di Jawa Timur untuk membentuk TPID di tingkat Kabupaten/kota sehingga upaya

pengendalian harga dapat lebih menyentuh seluruh lapisan. Saat ini telah terbentuk 15 TPID

Kabupaten/kota, sementara 13 Kabupaten/kota lainnya masih dalam proses pembentukan.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Perkembangan kinerja bank umum di wilayah Jabagtim pada triwulan IV 2013 secara umum masih

menunjukkan peningkatan. Tercatat total aset bank umum sebesar Rp 420,52 triliun, meningkat 18,93%

(yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi

Page 113: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 113

apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III 2013 yang tercatat sebesar 18,74% (yoy). Kinerja

penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 14,74% (yoy) hingga mencapai Rp 335,31 triliun pada

triwulan IV 2013, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III 2013 yang tercatat

sebesar 14,33% (yoy). Berdasarkan proporsi penempatan dana bank umum, sebagian besar dana

(50,15%) disimpan di Bank Indonesia, dan sisanya di bank umum lain (49,85%).

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Kredit LB Kredit LP gKredit LB gKredit LP

%, yoyTriliun Rp

Grafik III.3.28. Penyaluran Kredit

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

NPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN NPL INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN g NPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN

g NPL INDUSTRI PENGOLAHAN g NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

Miliar Rp %, yoy

Grafik III.3.29. Risiko Kredit

Kinerja penyaluran kredit bank umum baik berdasarkan lokasi bank pelapor maupun lokasi kredit pada

periode laporan sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya. Jumlah kredit berdasarkan lokasi

bank pelapor di wilayah Jabagtim pada periode laporan sebesar Rp304,11 Triliun atau meningkat 26,41%

(yoy). Pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2013 lebih rendah bila dibandingkan dengan capaian di

triwulan III 2013 sebesar 27,27% (yoy). Kredit berdasarkan lokasi proyek yang disalurkan bank umum di

Jabagtim tercatat lebih tinggi yaitu mencapai Rp343,07Triliun dengan pertumbuhan sebesar 24,59%

(yoy), juga lebih rendah dibandingkan triwulan III 2013. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut

disebabkan oleh telah kembali normalnya pola konsumsi masyarakat pasca puasa dan lebaran yang jatuh

pada periode triwulan III 2013. Tingginya penyaluran kredit perbankan didukung oleh terjaganya risiko

kredit yang cukup rendah di kisaran 1,75%.

Ditinjau dari sisi sektoral, penyaluran kredit di wilayah Jabagtim sebagian besar disalurkan kepada 3 (tiga)

sektor ekonomi utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, serta

sektor pertanian. Sektor industri pengolahan memperoleh proporsi kredit terbesar yaitu sebesar 29,8%

dari total kredit dengan jumlah mencapai Rp 90,63 triliun. Sektor perdagangan besar dan eceran

memperoleh porsi kredit terbesar kedua yaitu mencapai Rp 77,69 triliun atau 25,55% dari total kredit.

Sementara itu sektor pertanian yang memiliki risiko cukup tinggi dengan NPL mencapai 5,01%)

memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu 2,58% dari total kredit atau setara dengan Rp 7,85 triliun (Grafik

III.3.29). Pembiayaan kepada ketiga sektor dimaksud masih memiliki prospek yang baik untuk

dikembangkan. Hal tersebut mempertimbangkan kinerja pertumbuhan kredit yang cukup tinggi dengan

rata-rata sebesar 32,13% (yoy), dan ditopang oleh NPL relatif rendah di kisaran 2,65%.

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi wilayah Jabagtim, permintaan kredit konsumsi

masyarakat khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) turut

menunjukkan peningkatan (Grafik III.3.30. dan III.3.31.). Namun, pasca diberlakukannya kebijakan LTV

dan ketentuan kredit untuk indent, jumlah KPR dan KKB di Jawa Timur berangsur menunjukkan

Page 114: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 114

penurunan. Kebijakan terkait manajemen risiko perbankan dalam pemberian KPR dan KKB yang tertuang

pada SE BI No. 15/40/DKMP (pengganti SE Eksternal No. 14/10/DPNP) diberlakukan pada 24 September

2013.

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

0.0

500.0

1000.0

1500.0

2000.0

2500.0

3000.0

3500.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Mobil Roda Empat Sepeda Bermotor

NPL Mobil Roda Empat NPL Sepeda Bermotor

Miliar Rp%

Grafik II.30. PenyaluranKredit Kendaraan Bermotor

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

12000.0

14000.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

KPR s.d. Tipe 21 KPR Tipe 22 s.d. 70KPR Tipe Diatas 70 NPL KPR s.d. Tipe 21NPL KPR Tipe 22 s.d. 70 NPL KPR Tipe Diatas 70

Miliar RpMiliar Rp %

Grafik II.31. Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah

Tercatat kredit KPR yang disalurkan Bank Umum di Jawa Timur pada triwulan IV 2013 adalah sebesar Rp

27,71 triliun atau tumbuh 32,06%, lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada

Triwulan III 2013 yang tercatat sebesar 33,61%. KPR terbesar adalah untuk pembelian rumah dengan tipe

22 s.d 70 dengan prosentase 43,37% dari total KPR yang disalurkan. KPR tipe dimaksud juga mencatat

pertumbuhan kredit tertinggi yaitu mencapai 39,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan KPR

secara keseluruhan sebesar 32,06% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan tingginya kebutuhan rumah

sederhana untuk masyarakat menengah.

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Perhatian perbankan di wilayah Jabagtim terhadap pengembangan UMKM tercermin dari peningkatan

penyaluran jumlah kredit UMKM. Sampai dengan triwulan IV 2013, jumlah kredit UMKM yang disalurkan

sebesar Rp 83,27 triliun, tumbuh 20,51% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya (Grafik III.3.32.).

Meskipun demikian, pangsa penyaluran kredit kepada sektor UMKM terhadap total kredit tetap

menunjukkan tren penurunan dari waktu ke waktu. Tercatat prosentase kredit UMKM terhadap total

kredit yang disalurkan pada bulan Desember 2013 adalah sebesar 27,38%, lebih rendah dibandingkan

bulan September yang tercatat sebesar 27,84%.

Di wilayah Jabagtim, penyaluran kredit UMKM sebagian besar ke 3 (tiga) sektor utama, yaitu sektor

perdagangan besar dan eceran (56%), sektor industri pengolahan (13%) dan sektor pertanian (7%). NPL

kredit UMKM tertinggi terdapat pada sektor pertanian yaitu di kisaran 6%. Secara spasial, penyaluran

kredit UMKM terbesar di Kota Surabaya sebesar Rp 15,31 Miliar (41,1%), Kota Malang Rp 14,63miliar

(9,34%), Kota Kediri Rp 12,72 miliar (5,77%) dan Kabupaten Jember Rp 16,73 miliar (5,25%).

Page 115: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 115

0

5

10

15

20

25

30

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV

2012 2013

Kredit UMKM LP Growth-Skala Kanan (%, yoy)

Grafik III.3.32. Penyaluran Kredit UMKM

0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.50

I II III IV I II III IV

2012 2013

(%)

Grafik III.3.33. NPL Kredit UMKM

Kinerja Sistem Pembayaran

Transaksi keuangan dengan menggunakan sistem RTGS dan kliring di Jawa Timur secara umum masih

terus menunjukkan tren peningkatan (Grafik III.3.34 dan III.3.35). Pada triwulan IV 2013, jumlah volume

transaksi RTGS di Jawa Timur diperkirakan berada di atas kisaran 170.000 transaksi dengan nilai sekitar

Rp 210 Triliun. Merujuk pada pola historis transaksi, jumlah transaksi kliring dan RTGS di Jawa Timur

cenderung meningkat di akhir tahun.

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Triliun Rp

Grafik III.3.34.Perkembangan RTGS

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Triliun Rp

Grafik III.3.35. Perkembangan Kliring

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang cukup tinggi semakin meningkatkan tuntutan akan penyelesaian

transaksi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Pada akhirnya kondisi tersebut

menyebabkan pergeseran nominal transaksi, dari kliring menuju RTGS. Tercatat pada awal tahun 2012,

share nominal kliring terhadap RTGS adalah sebesar 26%, namun pada akhir tahun 2013 (triwulan IV

2013), share transaksi kliring terhadap RTGS adalah sebesar20%.

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Pada triwulan IV 2013, jumlah aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia di wilayah Jabagtim yang

meliputi KPwBI Wilayah IV (Surabaya), Malang, Kediri, dan Jember secara kumulatif kembali

menunjukkan posisi net outflow setelah mencatat inflow pada periode sebelumnya. Hal tersebut dapat

diartikan bahwa jumlah aliran uang yang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow) lebih besar

dibandingkan dengan jumlah aliran uang dari perbankan ke bank Indonesia (inflow). Tercatat pada

Page 116: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 116

triwulan IV 2013, jumlah inflow Jatim adalah sebesar Rp 10,98 triliun, lebih rendah apabila dibandingkan

dengan jumlah outflow yang tercatat sebesar Rp 14,42 triliun (Grafik III.3.40). Net outflow tersebut terkait

dengan tingginya permintaan uang kartal masyarakat pada masa liburan akhir tahun 2013. Pergerakan

jumlah perputaran uang harian di Jawa Timur searah dengan tren pergerakan pertumbuhan ekonomi,

yaitu di kisaran Rp10,52 triliun per hari. Sementara itu, temuan uang palsu pada triwulan IV 2013

diperkirakan meningkat (8000 lembar) seiring dengan tingginya transaksi masyarakat. Ke depan, temuan

uang palsu diperkirakan akan semakin menurun, seiring dengan semakin intensifnya sosialisasi keaslian

uang Rupiah dan koordinasi yang erat antara Bank Indonesia dengan pihak yang berwenang.

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2010 2011 2012 2013

Triliun Rp

Grafik III.3.36. Perkembangan Netflow

0100020003000400050006000700080009000

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV*

2010 2011 2012 2013

(Lembar)

Grafik III.3.37. Temuan Uang Palsu

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Memasuki triwulan I 2014, perekonomian Jabagtim diperkirakan tumbuh meningkat. Secara keseluruhan

diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jabagtim tahun 2014 mencapai 6,4-6,8% (yoy), cenderung stabil

dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 6,55%. Faktor utama pendorong perbaikan perekonomian di

triwulan ini adalah peningkatan kinerja ekspor luar negeri. Hal ini dipengaruhi oleh semakin pulihnya

perekonomian negara yang dapat meningkatkan volume perdagangan internasional serta perbaikan

harga komoditas dunia. Konsumsi rumah tangga dan pemerintah di triwulan I 2014 diperkirakan

meningkat sebagai pengaruh dari pelaksanaan Pemilu 2014. Diperkirakan adanya belanja Pemilu

memberi tambahan 0,2-0,4% bagi pertumbuhan ekonomi Jabagtim di tahun 2014. Belanja pemerintah

pun diperkirakan mengalami peningkatan. Sementara itu, geliat investasi di sektor publik mulai

berpengaruh signifikan pada perekonomian Jabagtim dalam jangka panjang pasca terpilihnya Presiden

dan Dewan Legislatif.

Dari sisi penawaran, sektor utama ekonomi diperkirakan mengalami peningkatan. Sebagaimana

dikonfirmasi dari data dinas terkait, hasil survei dan liaison, diperkirakan sektor usaha mulai optimis

meskipun ketidakpastian global masih berpotensi berlanjut. Pada sektor industri pengolahan, jika nilai

tukar rupiah terhadap USD berada di atas Rp12.000,- maka dipastikan turut mempengaruhi biaya

produksi. Peningkatan kinerja konsumsi diperkirakan menggerakkan sektor perdagangan, hotel dan

restoran, serta industri pengolahan. Sementara itu, realisasi proyek MP3EI diperkirakan mendorong

kinerja sektor konstruksi, industri logam dan mesin serta industri semen. Dan selanjutnya diperkirakan

mampu menggerakkan sektor transportasi, subsektor perdagangan dan jasa-jasa.

Page 117: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 117

Prospek Inflasi

Pada tahun 2014, inflasi Jabagtim diproyeksikan berada di kisaran 4,84% - 5,34% atau kembali pola

normal untuk mendukung pada sasaran inflasi nasional. Di bawah ini adalah beberapa faktor risiko inflasi

di 2014 yang berpotensi memengaruhi realisasi inflasi Jabagtim pada 2014.

Downward Risk

- Hilangnya dampak base year IHK untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga inflasi kelompok

transportasi, keuangan dan jasa keuangan diperkirakan akan kembali pada pola normalnya yaitu di

kisaran 2% - 4% (yoy)

- Inflasi kelompok bahan makanan juga diperkirakan relatif stabil di kisaran 7% - 8% yang dipicu tidak

adanya kendala impor sehingga masih dapat menutupi pasokan domestik yang diperkirakan sedikit

terganggu sebagai dampak pergeseran masa tanam (faktor cuaca) dan keterbatasan sarana dan

prasarana pertanian (pupuk, benih, dll)

- Ketersediaan cadangan pangan (beras) oleh Bulog

- Sentra produksi di Jawa Timur telah memiliki kualitas yang baik dan produktivitas tinggi, namun masih

memerlukan dukungan pemerintah untuk pengembangannya (intensifikasi pertanian)

Upward Risk

- Masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar Rupiah sehingga berpotensi mendorong peningkatan harga

emas perhiasan domestik di kisaran 3% - 4%

- Adanya potensi kenaikan inflasi kelompok administered price melalui penyesuaian kembali TTL dan

gas

- Tata niaga pasar yang belum mendukung distribusi barang secara optimal ke semua daerah di Jawa

Timur (misal : premanisme dan kartel).

Tabel III.3.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Page 118: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 118

2014

I II III IV Total Totalp

PDRB (%,yoy) 7.2 7.3 6.7 6.9 6.5 6.2 6.5 6.4-6.8

Sisi Permintaan

Konsumsi 6.6 5.6 6.3 6.6 7.1 7.7 6.9 7.5-7.9

Konsumsi swasta 7.2 6.1 6.8 6.9 7.5 8.2 7.4 7.9-8.3

Konsumsi Pemerintah 1.3 0.2 0.3 2.8 2.5 2.9 2.3 3.8-4.2

Pembentukan Modal Tetap Bruto 9.7 5.4 6.1 6.3 6.5 7.7 6.7 6.6-7.0

Ekspor 11.1 11.6 8.5 6.9 5.5 5.2 6.5 5.3-5.7

Impor 7.6 9.8 5.6 5.0 4.9 6.0 5.4 5.2-5.6

Sisi Produksi

Sektor pertanian 2.5 3.5 2.0 1.5 1.8 1.7 1.6 1.8-2.2

Sektor pertambangan & penggalian 6.1 2.1 2.7 2.6 4.9 3.2 3.3 3.3-3.7

Industri pengolahan 6.1 6.3 5.2 6.6 5.4 5.3 5.6 5.7-6.1

Listrik, gas & air bersih 6.3 6.2 5.3 4.6 4.6 4.2 4.7 5.4-5.8

Bangunan 9.1 7.1 8.3 10.5 8.5 9.0 9.1 8.8-9.2

Perdagangan, hotel & restoran 9.8 10.1 9.4 8.9 8.5 7.7 8.6 8.4-8.8

Pengangkutan & komunikasi 11.4 9.7 11.0 10.0 10.7 10.1 10.4 9.7-10.1

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 8.2 8.0 8.5 7.8 7.4 6.7 7.7 7.3-7.7

Jasa-jasa 5.1 5.1 5.7 5.7 5.0 5.0 5.3 4.8-5.2

Inflasi IHK (%,yoy) 3.5 4.1 6.2 6.3 8.7 8.6 4.8-5.2

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Wilayah 2011 2012

2013

Page 119: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 119

Bagian III.4. Perekonomian Jakarta

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian wilayah Jakarta mengalami perlambatan yang signifikan pada Tw IV 2013 dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2013 ekonomi wilayah Jakarta tumbuh sebesar 5,6% (yoy)

atau 0,6% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2013. Sehingga untuk keseluruhan tahun 2013,

perekonomian wilayah Jakarta tumbuh sebesar 6,1% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan capaian

tahun sebelumnya sebesar 6,5% (yoy). Faktor utama yang memengaruhi perlambatan ekonomi wilayah

Jakarta ini yaitu turunnya konsumsi dan ekspor. Konsumsi yang melambat merupakan pengaruh dari

dinamika tekanan pada ekonomi makro domestik, utamanya tekanan inflasi, kenaikan suku bunga, dan

depresiasi nilai tukar. Belanja Pemilu tahun 2014 yang diperkirakan sebagian akan terealisasi pada akhir

2013 tidak terlihat dampaknya pada pertumbuhan PDRB triwulan IV 2014. Sementara itu, perlambatan

ekspor sangat terkait dengan faktor global, yakni kinerja perekonomian mitra dagang di Asia dan

penurunan permintaan dari daerah lain. Daya saing produk Jakarta juga diprediksi mengalami

penurunan, terutama karena adanya kenaikan biaya produksi yang cukup tinggi dari peningkatan upah

dan harga energi pada tahun 2013. Di sisi lain, kinerja investasi menunjukkan perbaikan di tengah

ketidakpastian perekonomian global dan tekanan pada perekonomian domestik semenjak awal semester

II 2013. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya investasi pemerintah yang berpengaruh pada kinerja

investasi bangunan di Jakarta.

Perkembangan berbagai indikator ekonomi terakhir mengindikasikan membaiknya pertumbuhan

ekonomi wilayah Jakarta setelah tumbuh di level terendah selama empat tahun terakhir. Potensi

membaiknya ekonomi Jakarta juga didukung oleh faktor Pemilu 2014, yakni realisasi belanja kampanye

Pemilu yang akan mendukung perbaikan konsumsi. Kinerja investasi juga diperkirakan akan terjaga pada

level yang stabil dengan kondusifnya situasi politik dan keamanan serta fundamental perekonomian

domestik yang membaik. Sementara itu, perbaikan ekspor ditopang terutama oleh membaiknya faktor

global. Secara sektoral, perbaikan kinerja pada triwulan I 2014 diperkirakan terjadi pada sektor industri;

sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor transportasi dan komunikasi; serta subsektor jasa

keuangan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta pada triwulan I 2014

diproyeksikan sebesar 6,1% (yoy). Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta pada tahun

2014 diprakirakan berada di kisaran 5,9% – 6,3% (yoy).

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga wilayah Jakarta pada triwulan IV 2013 tumbuh melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2013 konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,7% (yoy), jauh di

bawah capaian triwulan III 2013 sebesar 6,0% (yoy). Secara keseluruhan tahun, konsumsi rumah tangga

tumbuh sebesar 6,0% (yoy), melambat cukup signifikan dari capaian tahun 2012 yang tercatat sebesar

6,3% (yoy). Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2014 tercermin oleh

tren indeks penjualan eceran yang menurun (Grafik III.4.1.). Faktor yang memengaruhi perlambatan

Page 120: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 120

konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2013 ditengarai sebagai dampak dari tekanan terhadap kondisi

ekonomi makro domestik. Tingkat inflasi yang cukup tinggi pasca-kenaikan harga BBM bersubsidi serta

tekanan pada nilai tukar akibat dari defisit neraca perdagangan dan faktor global berimbas pada

kenaikan suku bunga. Hal ini menahan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Jakarta, meskipun

daya beli konsumen Jakarta relatif masih kuat dengan stabilnya tingkat penghasilan. Hasil survei

konsumen menunjukkan indeks penghasilan konsumen dan ketersediaan lapangan kerja yang sedikit

membaik dibandingkan dengan triwulan III 2013 (Grafik III.4.2.).

Tekanan pada nilai tukar rupiah secara khusus berdampak pada kenaikan harga barang konsumsi yang

memiliki kandungan impor seperti kendaraan bermotor, barang elektronik, dan alat komunikasi.

Sepanjang triwulan IV 2013, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 6,4%. Meskipun sebagian

pelaku usaha cenderung menunda passthrough dampak depresiasi nilai tukar ke harga jual produk,

mengingat kompetisi yang kuat dan melemahnya permintaan pasar, sejumlah produk barang impor telah

mengalami kenaikan secara bertahap pada triwulan IV 2013. Produsen kendaraan bermotor menaikkan

harga sekitar 1-2%, sedangkan produsen elektronik menaikkan harga di kisaran 2-3%. Hasil survei

penjualan eceran mengonfirmasi perlambatan penjualan barang elektronik dan alat komunikasi sebagai

dampak dari depresiasi nilai tukar (Grafik III.4.3.). Menyikapi kenaikan harga tersebut, sebagian

konsumen diperkirakan lebih menahan diri dalam membeli barang konsumsi impor.

Merujuk pada sejumlah indikator terkini, konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 diperkirakan

meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2013. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan

berjalan didukung oleh realisasi belanja terkait Pemilu legislatif (April 2014) dan Pemilu Presiden (Juli

2014). Perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga tersebut juga terindikasi dari beberapa hasil survei

terakhir seperti survei konsumen dan survei penjualan eceran yang menunjukkan peningkatan indeks.

Peningkatan indeks keyakinan konsumen didorong oleh peningkatan ekspektasi konsumen atas kondisi

ekonomi ke depan serta stabilitas ekonomi makro, yang didukung dengan kebijakan moneter (Grafik

III.4.4.).

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121

2010 2011 2012 2013 2014

%, yoy%, mtm

gIndeks Penjualan Eceran (mtm) gIndeks Penjualan Eceran (yoy)

Grafik III.4.1. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

2011 2012 2013 2014

Indeks

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu Ketersediaan lapangan kerja saat ini

Optimis

Pesimis

Grafik III.4.2. Indeks Penghasilan dan Ketersediaan Lapangan Kerja

Page 121: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 121

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2011 2012 2013 2014

gPenjualan Makanan Jadi gPenjualan Perlengkapan Rumah Tangga

gPenjualan Pakaian Jadi gPenjualan Elektronik & Alat Komunikasi

Grafik III.4.3. Indeks Penjualan Eceran Sejumlah Barang

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121

2010 2011 2012 2013 2014

IndeksIndeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Optimis

Pesimis

Grafik III.4.4. Indeks Keyakinan Konsumen

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2013 meningkat sebagaimana tercermin dari meningkatnya

realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah. Konsumsi pemerintah tumbuh

sebesar 5,2% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012 atau meningkat sebesar 18,2%

dari triwulan III 2013. Sesuai pola musimannya, akselerasi belanja pemerintah dilakukan pada triwulan

akhir setiap tahunnya. Kinerja penyerapan anggaran Pemerintah Pusat (K/L) juga lebih baik pada tahun

2013 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang memberikan kontribusi besar pada perekonomian

wilayah Jakarta. Dari 86 K/L, penyerapan anggaran di 44 K/L mencapai lebih dari 90%, sedangkan 28 K/L

lain memiliki serapan anggaran antara 80%-90%. Sementara itu, realisasi belanja APBD Jakarta tahun

2013 berkisar 85%, meningkat pesat dibandingkan dengan realisasi hingga akhir triwulan III 2013 sekitar

yang hanya 40%. Percepatan realisasi belanja terutama didorong oleh realisasi belanja modal, belanja

barang dan jasa. Pada triwulan IV 2013 juga mulai berjalan berbagai proyek fisik di wilayah Jakarta,

terutama yang terkait dengan program pencegahan banjir seperti pengerukan sungai, waduk, dan

saluran air.

Sesuai dengan pola musiman pada awal tahun anggaran, konsumsi pemerintah pada triwulan I 2014

diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun demikian,

realisasi anggaran pada triwulan I 2014 diperkirakan akan lebih besar dibandingkan dengan periode yang

sama pada tahun 2013. Hal ini terkait dengan rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang segera

merealisasikan anggarannya untuk pembiayaan proyek penanggulangan bencana banjir termasuk

perbaikan prasarana dan sarana publik yang terkena dampak banjir serta peningkatan fasilitas

transportasi publik untuk mengatasi kemacetan. APBD Provinsi DKI Jakarta 2014 yang disahkan lebih

cepat dibandingkan dengan pada tahun 2013, diperkirakan akan dapat menyokong realisasi belanja yang

lebih optimal pada triwulan berjalan.

Investasi

Realisasi investasi Jakarta pada triwulan IV 2013 mampu tumbuh meningkat di tengah tekanan ekonomi

makro domestik serta ketidakpastian perekonomian global terkait dengan pengurangan bertahap

stimulus moneter oleh Bank Sentral Amerika Serikat. Peningkatan investasi terefleksi pada data realisasi

investasi PMDN dan PMA triwulan IV 2013 yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

(Grafik III.4.5.). Meningkatnya realisasi investasi khususnya PMA tersebut tidak terlepas dari masih

Page 122: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 122

tingginya minat investor asing di sektor properti, industri pengolahan, jasa keuangan, dan subsektor

telekomunikasi. Faktor home market yang besar di Jakarta, serta posisi Jakarta sebagai hub perdagangan

menjadi pertimbangan utama dalam berinvestasi di Jakarta.

Indikator lain yang mengonfirmasi pertumbuhan investasi di Jakarta adalah tumbuhnya kredit investasi,

khususnya terkait dengan investasi PMDN yang juga meningkat (Grafik III.4.6.). Selain itu, impor barang

modal berupa mesin dan komponennya juga masih dalam tren meningkat (Grafik III.4.10.). Berdasarkan

hasil liaison, peningkatan kapasitas produksi dilakukan oleh sejumlah perusahaan yang bergerak di

produk bahan kimia dan plastik resin. Investasi pada industri pengolahan bahan kimia, karet dan plastik

akan mendukung pertumbuhan perekonomian Jakarta, mengingat industri tersebut merupakan industri

terbesar kedua setelah industri kendaraan bermotor.

Kinerja investasi Jakarta juga tidak terlepas dari investasi bangunan yang dominan. Meskipun terdapat

indikasi melambatnya permintaan properti komersial, sejalan dengan kenaikan suku bunga dan kebijakan

loan to value (LTV), serta faktor Pemilu 2014, sebagian besar pengembang di Jakarta tidak melakukan

penundaan investasi di bidang properti komersial. Selain itu, kontak liaison mengonfirmasi terus

dilakukannya ekspansi akuisisi lahan. Investasi pada proyek infrastruktur oleh pemerintah juga berada

dalam tren meningkat pada triwulan IV 2013.

Pada triwulan I 2013, kinerja investasi diprediksi stabil, sejalan dengan tekanan ekonomi makro yang

berkurang dan potensi perbaikan ekonomi domestik. Akselerasi investasi yang signifikan diperkirakan

belum akan terjadi pada triwulan berjalan, mengingat sebagian investor ditengarai akan menunggu

hingga berakhirnya Pemilu 2014 dan adanya kepastian arah kebijakan perekonomian dalam empat tahun

ke depan.

0

2

4

6

8

10

12

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

%

Investasi PMA (Juta USD) Investasi PMDN (Milyar Rp) gPDRB Investasi (axis kanan)

Sumber: BKPM, diolah

Grafik III.4.5. Realisasi Investasi PMDN dan PMA

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2011 2012 2013

%Rp Miliar

Kredit Investasi g.Kredit Investasi (asis kanan)

Grafik III.4.6. Kredit Investasi

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Kinerja ekspor produk Jakarta masih melanjutkan tren perlambatan pada triwulan IV 2013 dengan

pertumbuhan tercatat sebesar 0,6% (yoy). Selain faktor ketidakpastian perekonomian global, yang

memengaruhi permintaan terutama dari negara mitra dagang utama Jakarta di Asia, terdapat faktor daya

saing produk Jakarta yang mengalami penurunan sebagai akibat dari peningkatan biaya produksi yang

cukup signifikan semenjak semester II 2013. Kenaikan upah, biaya bahan baku impor, biaya logistik dan

distribusi serta energi merupakan faktor yang menurunkan daya saing produk ekspor Jakarta. Pelemahan

Page 123: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 123

nilai tukar ditengarai memberikan dukungan terhadap peningkatan volume ekspor, namun berdampak

pula pada penurunan nilai ekspor (Grafik III.4.7.), bila kandungan impor dari barang ekspor cukup besar.

Melambatnya pertumbuhan ekspor tercermin dari penurunan ekspor produk utama Jakarta, yaitu

kendaraan bermotor, mesin dan komponennya (Grafik III.4.7.).

Pada triwulan I 2014, kinerja ekspor Jakarta diperkirakan akan membaik. Hal ini terindikasi dari

pertumbuhan ekspor secara triwulanan yang kembali positif pada triwulan IV 2013 (0,54% qtq), setelah

mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Salah satu pendukung perbaikan ekspor tersebut adalah

membaiknya perekonomian negara mitra dagang ekspor, khususnya negara maju. Produk kendaraan

bermotor merupakan salah satu produk ekspor yang diperkirakan akan mengalami perbaikan ekspor. Hal

itu terkait dengan semakin meningkatnya kualitas dan beragamnya produk kendaraan bermotor yang

diproduksi termasuk low cost green car (LCGC). Potensi ekspor produk LCGC cukup besar dan tidak hanya

ke pasar negara ASEAN, tetapi juga ke pasar global lainnya seperti Amerika Selatan. Kendati demikian,

ekspor kendaraan bermotor juga menghadapi tantangan pada tahun 2014, khususnya dari sisi kompetisi

dan kenaikan biaya produksi dari upah tenaga kerja dan bahan baku impor. Perbaikan kinerja ekspor

juga diprediksi akan bersumber dari produk bahan kimia dan peralatan listrik. Kontak liaison perusahaan

di industri kimia memperlihatkan optimisme pada peningkatan penjualan pada tahun 2014.

-40

-20

0

20

40

60

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013

%, yoy

g.Nilai Ekspor g.Volume Ekspor

Grafik III.4.7.Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2012 2013

%, yoy%, yoy

gPakaian Jadi gMakanan Olahan

gAlat Listrik gKendaraan Bermotor

gIndustri (skala kanan)

Grafik III.4.8. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Utama

Impor

Perlambatan ekspor di Jakarta pada triwulan IV 2013 juga disertai dengan impor yang melambat. Impor

melalui Jakarta tercatat tumbuh sebesar 0,1% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan impor pada triwulan sebelumnya sebesar 2,2% (yoy). Perkembangan impor Jakarta ini

sejalan dengan perlambatan impor secara nasional. Perlambatan impor terindikasi baik secara volume

maupun nilai (Grafik III.4.9.). Berdasarkan jenisnya, perlambatan pertumbuhan impor terutama pada

impor barang konsumsi dan bahan baku (Grafik III.4.10.).

Penurunan impor barang konsumsi sejalan dengan fenomena pelemahan nilai tukar rupiah yang

menyebabkan preferensi konsumen untuk menggunakan barang impor berkurang. Penurunan impor

terjadi pada barang konsumsi tahan lama seperti barang elektronika maupun makanan jadi dan

minuman. Penurunan impor konsumsi barang tahan lama yang terdalam terutama berasal dari negara

Korea Selatan. Hal tersebut diduga terkait dengan penurunan permintaan hand phone (HP) asal negara

tersebut. Seiring dengan membaiknya ekspor, impor pada triwulan I diperkirakan akan meningkat.

Peningkatan impor terutama untuk bahan baku yang diperlukan oleh sektor industri berorientasi ekspor.

Page 124: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 124

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2011 2012 2013

%, yoy

g.Nilai Impor g.Volume Impor

Grafik III.4.9. Perkembangan Nilai dan Volume Impor

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2010 2011 2012 2013

%, yoy

Konsumsi Bahan Baku Barang Modal

Grafik III.4.10. Perkembangan Nilai Impor

Perdagangan Antar Daerah

Kinerja perdagangan wilayah Jakarta dengan daerah lain masih cukup kuat pada triwulan IV 2013. Hal ini

tercermin dari arus bongkar muat barang domestik dari Pelabuhan Tanjung Priok (Grafik III.4.16). Indikasi

tetap kuatnya perdagangan atau ekspor dari wilayah Jakarta ke daerah lain juga tercermin dari adanya

peningkatan produksi di industri pengolahan di tengah melambatnya ekspor luar negeri. Relatif kuatnya

permintaan dari daerah lain, khususnya dari KTI dipengaruhi oleh pola musiman akhir tahun.

Kinerja Sektor Utama

Sektor Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan

Sektor jasa keuangan, real estate, dan jasa perusahaan tumbuh melambat pada triwulan IV 2013. Sektor

ini mencatat pertumbuhan sebesar 4,6% (yoy), lebih rendah dari pencapaian pada triwulan III 2013

sebesar 5,0% (yoy). Sepanjang triwulan IV 2013, subsektor jasa keuangan Jakarta mengalami tekanan

cukup besar, yang terutama dipengaruhi oleh rencana berakhirnya stimulus moneter oleh Bank Sentral

Amerika. Selain itu, tekanan pada kondisi ekonomi makro, khususnya pada nilai tukar, menyebabkan

keluarnya dana dari pasar keuangan domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan volume

perdagangan saham menurun tajam, sejalan dengan memburuknya pasar keuangan pada akhir tahun

2013. Pada subsektor real estate, penurunan kinerja terkait dengan melemahnya penjualan properti

komersial sebagai dampak dari penerapan kebijakan LTV dan ketentuan KPR indent, serta kenaikan suku

bunga perbankan. Dalam kegiatan liaison, salah satu pengembang terbesar di Jakarta mengonfirmasi

tidak tercapainya target penjualan pada tahun 2013. Lebih lanjut, diinformasikan oleh kontak liaison

tersebut bahwa dampak buruk ketentuan LTV lebih memberatkan dibandingkan dengan kenaikan suku

bunga kredit. Kebijakan LTV mengakibatkan sejumlah bank belum dapat mencairkan KPR/KPA karena

beberapa persyaratan tidak dapat dipenuhi oleh calon peminjam. Demikian pula, bisnis penyewaan

diperkirakan juga melambat dengan adanya kenaikan biaya sewa/kontrak rumah di Jakarta.

Page 125: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 125

-20

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2010 2011 2012 2013

%, yoy

gIHSG gIndeks Emiten Keuangan

gIndeks Emiten Properti gIndeks Emiten Perdagangan

Sumber: CEIC diolah

Grafik III.4.11.Perkembangan Indeks Pasar Keuangan

-100

-50

0

50

100

150

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2010 2011 2012 2013

%, yoy gFrekuensi Saham DiperdagangkangNilai Saham Diperdagangkan

Sumber : CEIC diolah

Grafik III.4.12. Kinerja Perdagangan Pasar Keuangan

Pada triwulan I 2014, kinerja sektor jasa keuangan, real estate dan jasa perusahaan belum menunjukkan

perbaikan yang berarti, dan diprakirakan hanya mampu tumbuh pada level yang sama dengan triwulan IV

2013. Meskipun demikian, pada bulan Januari 2014 terlihat adanya perbaikan kinerja IHSG, seiring

dengan relatif stabilnya nilai tukar. Selain itu, adanya perbaikan bursa regional turut mendukung

membaiknya pasar keuangan domestik. Kinerja subsektor jasa perusahaan juga diprediksi meningkat

pada triwulan berjalan terkait dengan meningkatnya intensitas realisasi belanja Pemilu 2014 melalui

penyelenggaraan event dan promosi (iklan) melalui media, serta jasa survei (pooling). Sementara itu,

pelemahan kinerja subsektor real estate masih berlanjut, sebagai pengaruh dari melambatnya transaksi

penyewaan maupun penjualan properti komersial. Beberapa perusahaan diperkirakan masih akan

menunda ekspansi bisnisnya termasuk perluasan sewa kantor maupun pembukaan kantor cabang baru.

Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan Jakarta pada triwulan IV 2013 menunjukkan kinerja yang lebih baik. Perbaikan

kinerja ini sejalan dengan perkembangan ekspor Jakarta. Sektor industri Jakarta mencatat pertumbuhan

sebesar 3,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada triwulan sebelumnya sebesar 2,8%

(yoy). Berbagai indikator mengonfirmasi perbaikan kinerja sektor industri pengolahan Jakarta, antara lain

kembali positifnya pertumbuh ekspor produk Jakarta secara triwulanan, walaupun pertumbuhan

tersebut relatif masih terbatas. Selain itu, juga terdapat peningkatan produksi untuk memenuhi

kebutuhan akhir tahun di pasar domestik, walaupun dalam level yang terbatas. Terbatasnya permintaan

domestic, khususnya pada barang tahan lama yang merupakan produk manufaktur seperti kendaraan

bermotor dan barang elektronik, sebagai pengaruh dari kenaikan harga bahan baku impor. Berdasarkan

survei produksi industri pengolahan besar dan sedang di Jakarta (Tabel III.4.1), kenaikan produksi

terdapat pada industri bahan kimia, karet dan plastik, pakaian jadi, percetakan dan reproduksi rekaman.

Sedangkan pada industri mikro dan kecil, kenaikan produksi terdapat pada industri makanan dan

minuman, pakaian jadi dan barang dari kulit. Salah satu industri manufaktur di bidang tekstil secara

khusus menilai bahwa depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika cukup membantu perusahaan dan

berdampak positif dari sisi daya saing. Meski demikian, industri manufaktur saat ini juga dihadapkan

pada tekanan biaya produksi.

Page 126: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 126

Kinerja produksi kendaraan bermotor, yang merupakan sektor utama Jakarta, memperlihatkan adanya

peningkatan pertumbuhan produksi pada triwulan IV 2013. Selain untuk pemenuhan pasar ekspor,

penjualan mobil di pasar domestik masih cukup kuat didukung oleh produk LCGC, meskipun terjadi

kenaikan harga pada triwulan akhir 2013. Produk LCGC sendiri belum mengalami kenaikan harga terkait

dengan kandungan impor yang lebih rendah.

Peningkatan produksi di sektor industri pengolahan, di tengah ekspor yang masih terbatas,

mengindikasikan adanya penambahan stok. Hasil liaison ke sejumlah industri manufaktur di Jakarta

mengonfirmasi kinerja produksi yang lebih baik. Fenomena peningkatan kinerja produksi industri

pengolahan di tengah impor bahan baku yang melambat juga memberikan indikasi kecenderungan untuk

menggunakan stok bahan baku yang ada mengingat harga bahan baku impor yang semakin mahal.

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2010 2011 2012 2013

%, yoy

gEmiten Industri dasar gEmiten Industri Manufaktur

Sumber: CEIC, diolah

Grafik III.4.13. Kinerja Emiten Sektor Industri di Jakarta

90

95

100

105

110

115

120

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

%, yoy

gProduksi Kendaraan Bermotor Indeks Produksi Industri Sumber: CEIC, diolah

Grafik III.4.14. Kinerja Produksi Kendaraan Bermotor

Tabel III.4.1. Tabel Indeks Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang

qtq yoy

Industri Makanan -0.71 -1.22 0.37

Industri Tekstil -5.98 -6.13 2.02

Industri Pakaian Jadi 2.83 6.09 1.53

Industri Percetakan dan Reproduksi Media

Rekaman3.4 4.96 8.07

Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan

Kimia1.47 8.63 6.28

Industri Karet , Barang dari Karet dan Plastik 5.7 14.35 7.72

Industri Barang Galian Bukan Logam 4.61 0.31 -2.45

Industri Logam Dasar 2.57 -0.6 -1.54

Industri Barang dari Logam, bukan Mesin dan

Peralatannya1.28 7.03 4.96

Industri Peralatan Listrik 2.86 2.63 -3.47

Industri Mesin dan Perlengkapan ytdl 2.72 -4.77 3.45

Industri Kendaraan Bermotor, trailer, dan Semi

trailer3.36 2.38 -1.37

Industri Alat Angkut lainnya 7.59 12.04 1.66

Indeks IBS DKI Jakarta 4.01 5.58 5.05

Jenis IndustriTriwulan IV 13

2013

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

Page 127: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 127

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (Pariwisata)

Pada triwulan IV 2013 sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) tumbuh melambat cukup signifikan.

Pada periode ini sektor PHR hanya mampu tumbuh sebesar 4,8% (yoy). Sementara itu, pada triwulan

sebelumnya, sektor PHR tumbuh kuat mencapai 6,5% (yoy). Perlambatan sektor PHR terutama

bersumber dari melemahnya konsumsi masyarakat. Dengan margin keuntungan yang terbatas, kenaikan

harga barang dan jasa sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar maupun penyesuaian tarif listrik,

diperkirakan sebagian ditransmisikan ke konsumen. Data bongkar muat barang domestik melalui Tanjung

Priok mengonfirmasi terbatasnya kinerja perdagangan antardaerah (Grafik III.4.15.). Demikian pula,

indeks penjualan eceran dan konsumsi barang tahan lama (Grafik III.4.16.) menunjukkan terbatasnya

pertumbuhan subsektor perdagangan sebagai akibat melemahnya perekonomian domestik. Hal yang

sama juga terlihat pada kinerja penjualan kendaraan bermotor yang dalam tren menurun (Grafik

III.4.17.).

Dari sisi pariwisata di Jakarta, beberapa indikator mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan.

Pertumbuhan kegiatan pariwisata pada triwulan IV 2013 tercermin pada data pengunjung melalui

angkutan udara dan tingkat okupansi hotel di Jakarta. Adanya musim libur akhir tahun turut mendukung

kinerja subsektor pariwisata. Peningkatan kunjungan wisata ke Jakarta ditengarai juga sebagai dampak

dari melemahnya nilai tukar dan berbagai promosi yang gencar dilakukan untuk menarik wisatawan baik

asing maupun domestik. Meskipun demikian, belum terlihat indikasi peningkatan okupansi hotel sebagai

dampak dari faktor Pemilu 2014.

Di sisi lain, banjir yang melanda Jakarta dan beberapa daerah disekitarnya menjadi faktor yang

menghambat laju peningkatan sektor PHR pada triwulan I 2014. Meskipun sektor PHR diperkirakan

tumbuh lebih tinggi pada triwulan I 2014 dibandingkan dengan triwulan IV 2013, kinerjanya diperkirakan

akan lebih rendah dari periode yang sama tahun 2013. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak

kondusif dan banjir yang memutus jalur utama distribusi barang ke wilayah Jakarta. Beberapa akses

perdangan lumpuh akibat banjir, seperti di jalur pantai utara (pantura), Tol Cipularang, dan wilayah utara

Jakarta, yang menjadi lokasi pelabuhan Tanjung Priok. Banjir disertai kemacetan tersebut juga ditengarai

sebagai penyebab menurunnya konsumsi rumah tangga dan penjualan ritel. Menurut BMKG, kondisi

alam yang tidak menguntungkan ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga Maret 2014. Selain

berpengaruh pada kegiatan perdagangan, dampak negatif dari kondisi alam ini juga berpengaruh pada

kegiatan di subsektor pariwisata.

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011

2010 2011 2012 2013

%,yoy CMA

g.Bongkar g.Muat

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.4.15. Bongkar Muat Barang Domestik

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121

2010 2011 2012 2013 2014

Indeks Penjualan Eceran (CMA) Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama

Grafik III.4.16. Indeks Penjualan Eceran & Barang Tahan Lama

Page 128: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 128

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

%, yoyUnit

Penjualan Kendaraan Bermotor TAM di Jakarta (estimasi)

gPenjualan Kendaraan Roda 2 (skala kanan)

gPenjualan Kendaraan Roda 4 (skala kanan)

Sumber: CEIC, diolah

Grafik III.4.17. Penjualan Kendaraan Bermotor

46

48

50

52

54

56

58

60

62

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2010 2011 2012

%%, yoy

Tingkat Okupansi Hotel (skala kanan) gPengunjung Soekarno-Hatta

Sumber: CEIC, diolah

Grafik III.4.18. Kinerja Subsektor Pariwisata Jakarta

Sektor Konstruksi

Di tengah melambatnya permintaan properti komersial, sebagai dampak dari kenaikan suku bunga dan

depresiasi nilai tukar, sektor konstruksi masih mampu tumbuh tinggi. Pada triwulan IV 2013 sektor

konstruksi dapat tumbuh sebesar 6,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada

triwulan III 2013 sebesar 5,7% (yoy). Prediksi awal bahwa akan terjadi penundaan sejumlah proyek

konstruksi properti komersial tidak sepenuhnya terjadi. Sejumlah pengembang secara khusus menunda

pembangunan proyek properti baru, namun kegiatan pembangunan dalam rangka melanjutkan

konstruksi proyek yang sudah berjalan banyak dilakukan, selain kegiatan perluasan lahan baru (land

bank). Indikator konsumsi semen (Grafik III.4.19.) yang meningkat dan masih tingginya pertumbuhan

penjualan bahan bangunan di Jakarta (III.4.20.) mengonfirmasi masih terjadinya peningkatan aktivitas di

sektor konstruksi.

Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan IV 2014 ditopang oleh proyek pembangunan infrastruktur,

di antaranya yang cukup besar adalah proyek revitalisasi waduk Pluit dan Rio Rio serta proyek

pembangunan monorel dan MRT Jakarta. Selain itu, terdapat Proyek JEDI yang merupakan proyek

bertahap jangka panjang untuk menormalisasi sungai dan waduk di wilayah Jakarta dengan bantuan

pendanaan Bank Dunia. Dalam mengantisipasi banjir pada musim penghujan pada akhir tahun 2013,

Pemerintah Pusat (Kementerian PU) dan Pemerintah Daerah juga melakukan perbaikan saluran drainase,

bantaran sungai, dan kanal banjir.

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2014 diperkirakan sedikit melambat sebagai pengaruh dari

curah hujan yang tinggi dan banjir yang mengganggu proses pembangunan fisik. Selain itu, sejumlah

pengembang maupun investor cenderung masih akan menunda realisasi pembangunan proyek properti

komersial baru hingga setelah Pemilu 2014. Saat ini, pengembang cenderung menunggu hingga terlihat

adanya indikasi membaiknya permintaan serta terserapnya suplai properti komersial di pasar. Potensi

penundaan tersebut juga merupakan akibat dari berlanjutnya depresiasi rupiah yang mendorong

kenaikan harga bahan bangunan impor, sehingga perlu dilakukan penyesuaian estimasi biaya investasi.

Sedangkan dari sisi proyek investasi infrastruktur, baik yang dibiayai pemerintah maupun kerjasama

swasta-pemerintah, diprediksi masih akan mengalami peningkatan terutama dengan meningkatnya

anggaran APBD provinsi DKI Jakarta yang cukup signifikan. Selain proyek infrastruktur, Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta juga merencanakan pembangunan perumahan rakyat bersubsidi. Meskipun

Page 129: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 129

demikian, sesuai dengan skema pendanaan multi years maka realisasi anggaran pada awal berjalannya

proyek infrastruktur relatif terbatas.

-40

-20

0

20

40

60

80

100

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

%, yoy

Konsumsi Semen (ribu ton) g.Konsumsi Semen (skala kanan)

Sumber: CEIC, diolah

Grafik III.4.19. Konsumsi Semen di Jakarta

-100

-50

0

50

100

150

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2011 2012 2013 2014

%

gPenjualan Perlengkapan Konstruksi gPenjualan Bahan Konstruksi Logam

gPenjualan Bahan Konstruksi Kayu

Grafik III.4.20. Penjualan Bahan Bangunan di Jakarta

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Penyerapan tenaga kerja di Jakarta menunjukkan perbaikan. Kondisi tersebut tercermin dari penurunan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi di sektor perdagangan,

rumah makan, dan jasa akomodasi. Perbaikan penyerapan tenaga kerja juga didukung dengan perbaikan

kualitas tenaga kerja, yang tercermin dari peningkatan tenaga kerja dengan pendidikan terakhir SMA

Kejuruan dan Diploma-Universitas yang meningkat. Tenaga kerja dengan pendidikan terakhir SMA

Kejuruan dan Diploma/ Universitas masing-masing mengalami peningkatan sebesar 11,4% dan 3,5%

dibandingkan dengan tahun lalu.

Perlambatan perekonomian Jakarta dan kenaikan inflasi di 2013 berdampak pada peningkatan tingkat

kemiskinan. Pada semester II tahun 2013, tingkat kemiskinan Jakarta tercatat sebesar 3,7%, lebih tinggi

dibandingkan dengan semester sebelumnya sebesar 3,5%. Tingkat kemiskinan di Jakarta tersebut

merupakan yang terendah dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kendati demikian, pemerataan

kesejahteraan masih menjadi tantangan di Jakarta karena gini ratio di Jakarta, yang sebesar 0,43, masih

tergolong tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya. Gini ratio tersebut juga sedikit meningkat

dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 0,42.

Tabel III.4.2. Perkembangan Ketenagakerjaan

Agustus Februari Agustus

Penduduk Usia 15 Tahun ke atas 7,502.19 7,545.04 7,607.88

Angkatan Kerja 5,368.80 5,283.20 5,180.01

a. Bekerja 4,838.60 4,650.80 4,712.84

b. Pengangguran 530.00 513.20 467.18

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK, %) 71.60 68.40 68.09

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT, %) 9.90 9.90 9.02

20132012Kegiatan Utama

PERKEMBANGAN INFLASI

Tekanan inflasi Jakarta pada pengujung tahun 2013 mulai mereda, meski masih pada level yang cukup

tinggi. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan IV 2013 tercatat sebesar 8,00% (yoy), lebih rendah

Page 130: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 130

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun inflasi nasional sebesar 8,38% (Grafik III.4.21.).

Tingginya inflasi pada akhir tahun 2013 disebabkan oleh peningkatan inflasi administered prices yang

cukup signifikan pada triwulan IV 2013 terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar rumah

tangga dan tarif kereta api. Kenaikan harga elpiji 12 kg terkait dengan kebijakan pemerintah melakukan

pengalihan biaya transpor dan pengisian (filling fee), yang semula dari Pertamina, ke agen atau

distributor. Sementara itu, kenaikan tarif kereta api disebabkan oleh peningkatan biaya perawatan

khususnya komponen spare part yang masih diimpor.

Memasuki awal tahun 2014, tekanan inflasi masih cukup tinggi. Tekanan inflasi yang masih tinggi

tersebut berasal dari kelompok administered prices, terkait komoditas bahan bakar rumah tangga, dan

kelompok volatile food, terkait bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di sekitar Jakarta.

Kenaikan harga elpiji 12 kg, yang terjadi pada awal tahun, memberikan tekanan inflasi, khususnya pada

Januari 2014. Meningkatnya harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg ditetapkan berlaku mulai awal tahun

2014, yang didasarkan pada meningkatnya harga pokok LPG di pasar serta turunnya nilai tukar rupiah.

Pada saat itu harga LPG ditetapkan meningkat Rp 3.500 per kg. Meski pada akhirnya kenaikan harga

dikoreksi menjadi Rp 1.000 per kg pada 7 Januari 2014, harga di tingkat konsumen, yang sudah terlanjur

meningkat cukup tinggi, tidak mengalami penyesuaian ke bawah secara langsung.

Banjir yang terjadi di Jakarta dan beberapa daerah di jalur Pantai Utara (Pantura) memicu kenaikan inflasi

volatile food. Beberapa komoditas pangan mengalami kenaikan harga. Hal tersebut disebabkan oleh

berkurangnya pasokan dari daerah sentra produksi maupun terganggunya distribusi karena sejumlah

daerah di Pantura dan akses menuju Pasar Induk yang terendam banjir. Kendati Pasar Induk Beras

Cipinang dan Pasar Induk Kramat Jati memiliki stok yang mencukupi, potensi risiko menipisnya pasokan

tetap ada. Hal tersebut dapat terjadi mengingat BMKG memperkirakan intensitas curah hujan hingga

Maret 2014 masih relatif tinggi. Di sisi lain, tekanan inflasi inti pada triwulan I 2014 terutama bersumber

dari komoditas berbahan dasar impor seperti susu bubuk, obat-obatan, dan alat elektronik.

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Penguatan koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jakarta di antaranya melalui high level

meeting (HLM) pada tanggal 24 Desember 2013. Rapat Tim Kebijakan tersebut dihadiri oleh Asisten

Sekda Bidang Perekonomian dan instansi terkait yang mencakup SKPD Pemprov DKI Jakarta, BUMD, serta

pihak eksternal. Agenda utama HLM tersebut adalah evaluasi perkembangan dan pengendalian inflasi

tahun 2013 dan pembahasan rencana kerja TPID Provinsi DKI Jakarta tahun 2014.

Dalam rangka stabilisasi harga, TPID Provinsi DKI Jakarta juga melakukan finalisasi pembuatan website

(laman) Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang menjadi program prioritas pengendalian

inflasi tahun 2013. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta mengupayakan penguatan kerja sama antara daerah,

melalui Perjanjian Kerja Sama (MoU) dengan Pemerintah Lampung. MoU tersebut memuat rencana kerja

sama antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemprov Lampung terkait perdagangan komoditas dari Pulau

Sumatera yang masuk ke Jakarta dan sebaliknya.

Page 131: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 131

3

4

5

6

7

8

9

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

%, yoy

Jakarta Nasional

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.4.21. Perkembangan Inflasi

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

%,yoy

Inflasi IHK Core Adm Price Volatile Foods

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik III.4.22. Disagregasi Inflasi

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Penyaluran kredit perbankan pada triwulan IV 2013 secara nominal masih peningkatan, namun, tumbuh

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun pertumbuhan kredit melambat sebagai

pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya perekonomian domestik, penyaluran kredit di Jakarta

masih tumbuh tinggi. Rata-rata pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2013 berada pada kisaran 23%.

Apabila dilihat berdasarkan jenisnya, maka pertumbuhan kredit investasi masih tetap dalam tren

meningkat. Sementara kredit modal kerja dan kredit konsumsi tumbuh melambat. Pada triwulan

berjalan, pertumbuhan kredit di Jakarta diperkirakan masih relatif tinggi. Adapun hal yang mendasari

adalah aktivitas perdagangan yang masih cukup kuat dan peningkatan ekspor yang akan berpengaruh

pada kredit di sektor industri.

0

5

10

15

20

25

30

35

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2011 2012 2013

% yoyTriliun Rp

Kredit gKredit (axis kanan)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

% yoy

gKredit Modal Kerja gKredit Investasi gKredit Konsumsi

Grafik III.4.23. Kinerja Penyaluran Kredit Perbankan Grafik III.4.24. Penyaluran Jenis Kredit Perbankan

Berdasarkan data kredit per sektor utama perekonomian Jakarta yang terakhir (triwulan IV 2013), kredit

di subsektor industri dan real estate, dan jasa keuangan relatif stabil. Sedangkan kredit di subsektor

perantara keuangan menunjukkan kenaikan dan yang mengalami penurunan adalah kredit di sektor

perdagangan. Penurunan kredit di sektor perdagangan ini ditengarai sebagai pengaruh dari menurunnya

kredit modal kerja. Pada kredit real estate, penurunan terutama terjadi pada kredit rumah menengah

kecil (tipe sampai dengan 70) dan apartemen dengan tipe sampai dengan 21.

Page 132: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 132

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

% yoy

Industri Pengolahan

Perdagangan Besar & Eceran

Perantara Keuangan

Real Estate

Grafik III.4.25. Kredit Bank berdasarkan Sektor Ekonomi

0

1

2

3

4

5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

% Rasio NPL berdasarkan Lokasi Bank

Porsi NPL Konstruksi

Porsi NPL Perdagangan

Porsi NPL Real Estate & Jasa Perusahaan

Grafik III.4.26. Rasio NPL Kredit Sektor Utama Perbankan

Rasio Non performing loans (NPL) untuk sektor utama Jakarta khususnya di sektor konstruksi, sektor

perdagangan, dan sektor real estate dan jasa perusahaan meningkat pada triwulan IV 2013. Lonjakan

NPL tercatat pada November 2013 sebagai pengaruh dari kenaikan suku bunga dan tekanan nilai tukar.

Sementara itu, penurunan NPL terjadi di sektor industri pengolahan yang ditengarai sebagai dampak

meningkatnya kinerja produksi manufaktur seiring dengan perbaikan ekspor. Risiko kredit (NPL) di

Jakarta pada triwulan I 2014 diperkirakan terjaga dengan berkurangnya tekanan ekonomi makro. Rasio

NPL di Jakarta pada triwulan berjalan diprakirakan akan tetap berada di bawah 2% dengan stabilnya

kondisi ekonomi makro dan kebijakan moneter yang konstruktif. Dengan demikian, ketahanan sistem

keuangan korporasi di Jakarta diperkirakan masih terjaga pada level yang aman.

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit sektor rumah tangga yang utamanya kredit konsumsi dalam tren menurun pada triwulan IV 2013

sebagai pengaruh dari kenaikan suku bunga dan ekspektasi suku bunga ke depan yang masih berpotensi

meningkat. Rumah tangga cenderung untuk menyesuaikan pola belanja (rasionalisasi) apabila kenaikan

upah tidak sepadan dengan peningkatan harga barang dan jasa secara umum. Pembiayaan kredit

perumahan dan kendaraan roda empat relatif stabil. Di sisi lain, kredit multiguna mengalami penurunan

drastis semenjak triwulan III 2013. Sementara itu, pertumbuhan kredit yang diberikan lembaga keuangan

(LK) nonperbankan masih tergolong stabil dan bahkan untuk pembiayaan leasing yang terutama untuk

kendaraan bermotor dalam tren meningkat.

(80)

(30)

20

70

120

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2011 2012 2013

% yoy Multiguna KPR Tipe 22 s.d. 70

KPR Tipe > 70 Roda Empat

Grafik III.4.27. Perkembangan Kredit Perbankan ke Rumah Tangga

-1

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

%

NPL Rumah Tipe 22 - 70 NPL Rumah s.d. Tipe 21 NPL Ruko/Rukan

Grafik III.4.28. Rasio NPL Kredit Perumahan

Page 133: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 133

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

%

NPL Sepeda Motor NPL Multiguna

NPLKomputer & Alat Komunikasi

Grafik III.4.29. Rasio NPL Kredit Pembiayaan Rumah Tangga

Grafik III.4.30. Perkembangan Kredit UMKM

Meskipun secara umum ketahanan sistem keuangan rumah tangga masih terjaga, telah terlihat adanya

peningkatan risiko, khususnya pada kredit perumahan. Rasio NPL untuk KPA sampai dengan tipe 21

dalam tren meningkat, setelah di awal 2013 mengalami lonjakan yang signifikan. Tren peningkatan rasio

NPL juga terjadi pada KPR rumah toko (ruko) serta rumah kantor (rukan), sementara rasio NPL untuk KPR

tipe 22 – 70 relatif stabil (Grafik III.4.28). Hal ini terkait dengan meningkatnya harga-harga secara umum,

kenaikan suku bunga kredit, serta melambatnya permintaan dan investasi di pasar properti komersial. Di

sisi lain, rasio NPL untuk pembiayaan konsumsi rumah tangga seperti sepeda motor dan multiguna dalam

tren menurun dan berada di bawah level 2%. Namun untuk kredit barang elektronik (komputer dan alat

komunikasi) menunjukkan peningkatan rasio NPL yang signifikan pada triwulan III 2013 dan cenderung

stabil di level yang tinggi pada triwulan IV 2013 (Grafik III.4.29).

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Pertumbuhan kredit UMKM di Jakarta cenderung masih melambat pada triwulan IV 2013. Di samping

faktor persaingan yang meningkat, melambatnya permintaan konsumen turut memengaruhi kinerja

UMKM. Dengan berbagai tekanan yang dihadapi perekonomian dalam dua triwulan terakhir, pengetatan

persyaratan pembiayaan perbankan juga ditengarai turut berpengaruh pada pembiayaan sektor UMKM.

Hingga saat ini, tidak sedikit pula pelaku usaha UMKM di Jakarta yang belum memiliki akses pembiayaan

ke perbankan. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah mengusulkan

Perda pembentukan BUMD Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Jakarta pada Oktober 2013. BUMD ini

akan melakukan penjaminan terhadap pelaku UMKM dalam mendapatkan modal dari perbankan.

Jamkrida Jakarta telah mendapat dukungan dari Kemenko Perekonomian dan Bank Indonesia dan

diharapkan mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, mendorong tumbuhnya

kewirausahaan, serta meningkatkan daya saing DKI Jakarta.

Kinerja Sistem Pembayaran

Sejalan dengan perlambatan ekonomi yang terjadi di Jakarta pada triwulan IV 2013, nilai transaksi

melalui RTGS pada triwulan IV 2013 mengalami penurunan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu.

Nilai transaksi RTGS pada triwulan IV 2013 tercatat sebesar Rp91,1 triliun per hari atau sebanyak 24.324

transaksi per hari. Realisasi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun

lalu sebesar Rp95,6 triliun atau sebanyak 25.932 transaksi per hari. Dari volume, transaksi juga

mengalami peningkatan. Dilihat dari sisi rata-rata harian, transaksi melalui kliring pada triwulan IV 2013

Page 134: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 134

mengalami peningkatan baik secara nilai maupun volume, yaitu tercatat sekitar Rp6,2 triliun dengan

volume rata-rata 283.515 warkat. Hal ini diperkirakan terkait dengan adanya peningkatan aktivitas

perekonomian pada akhir tahun, khususnya di sektor perdagangan.

Tabel III.4.4. Transaksi RTGS

I II III IV I II III IV I II III IV*

RTGS (Rp Miliar) 87,962 84,200 92,211 84,435 64,369 90,311 89,864 95,589 82,003 101,507 91,000 91,116

Dari Jakarta 52,455 49,876 53,513 47,978 37,882 51,407 53,107 55,280 49,866 61,284 54,713 54,862

ke Jakarta(f-t) 16,412 16,158 16,759 14,567 11,097 15,412 15,405 16,768 13,840 16,924 14,540 15,208

ke Luar Jakarta(f) 36,043 33,718 36,753 33,411 26,785 35,995 37,702 38,512 36,025 44,360 40,172 39,654

Ke Jakarta 35,507 34,324 38,698 36,457 26,487 38,904 36,757 40,309 32,137 40,222 36,287 36,254

dari Luar Jakarta(t) 35,507 34,324 38,698 36,457 26,487 38,904 36,757 40,309 32,137 40,222 36,287 36,254

RTGS (Volume) 23,801 22,113 24,770 22,448 19,754 23,312 23,634 25,932 23,928 25,244 24,466 24,324

Dari Jakarta 14,764 13,721 15,488 13,780 12,196 14,815 15,258 16,799 15,516 16,505 16,123 16,002

ke Jakarta(f-t) 3,279 3,059 3,452 3,249 2,763 3,274 3,336 3,779 3,319 3,597 3,647 3,610

ke Luar Jakarta(f) 11,485 10,662 12,037 10,531 9,433 11,541 11,921 13,020 12,197 12,908 12,476 12,393

Ke Jakarta 9,037 8,393 9,281 8,668 7,558 8,497 8,377 9,134 8,412 8,740 8,343 8,322

dari Luar Jakarta(t) 9,037 8,393 9,281 8,668 7,558 8,497 8,377 9,134 8,412 8,740 8,343 8,322

201320122011

3,000

3,500

4,000

4,500

5,000

5,500

6,000

6,500

200,000

220,000

240,000

260,000

280,000

300,000

320,000

340,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Rp MiliarRibu lembar

Volume Nominal (skala kanan)

Grafik III.4.31. Transaksi Kliring

(30)

(25)

(20)

(15)

(10)

(5)

-

5

10

-

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Triliun RpTriliun Rp

Inflow Outflow Netflow (skala kanan)

Grafik III.4.32. Inflow - Outflow

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Meningkatnya kebutuhan uang masyarakat memasuki masa libur akhir tahun dari Hari Besar Keagamaan

menyebabkan terjadinya peningkatan outflow uang tunai yang lebih besar daripada inflow. Dengan

peningkatan outflow tersebut, terjadi netflow negatif sebesar Rp27,3 triliun. Adapun temuan uang palsu

di wilayah Jakarta tetap melanjutkan tren penurunan sejalan dengan semakin ketatnya pengawasan dan

edukasi publik.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Prospek pertumbuhan ekonomi Jakarta untuk keseluruhan tahun 2014 diprakirakan berada di kisaran

6,0%-6,4% (yoy) dengan kecenderungan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013. Hal yang

mendasari proyeksi tersebut adalah adanya indikasi kuat membaiknya kinerja ekspor dan masih

kuatnya konsumsi. Perbaikan kinerja ekspor sangat dipengaruhi oleh faktor global dan daya saing

industrial. Dalam hal ini, Jakarta memiliki keunggulan dalam hal kemampuan SDM dan infrastruktur

teknologi yang dapat dimanfaatkan. Dengan dinamika perekonomian global maupun regional saat ini,

peningkatan kapabilitas dan kapasitas industri di Jakarta merupakan kunci dalam mendukung

Page 135: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 135

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014, menjelang integrasi pasar ASEAN tahun 2015. Di sisi

konsumsi, belanja Pemilu 2014 diperkirakan akan mampu meningkatkan konsumsi. Selain itu, realisasi

pembangunan proyek infrastruktur fisik juga akan meningkatkan belanja atau konsumsi pemerintah

pada tahun 2014. Adapun faktor risiko dari sisi permintaan terdapat pada kinerja investasi yang

terpengaruh oleh kondisi tekanan makroekonomi dan faktor global. Komitmen Pemerintah Daerah

untuk meningkatkan fasilitasi investasi dan perdagangan merupakan faktor yang krusial pada 2014. Hal

ini terkait dengan implementasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di DKI Jakarta.

Dari sisi sektoral, kinerja sektor non-tradable masih akan memberikan kontribusi besar pada

pertumbuhan ekonomi Jakarta. Hal ini terkait dengan kuatnya konsumsi domestik dan semakin

berperannya sektor jasa di Jakarta. Tetap kuatnya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya kelas

menengah akan mendukung kinerja sektor perdagangan dan pariwisata serta sektor transportasi dan

komunikasi. Khusus terkait sektor properti yang melambat, terdapat risiko kredit apabila kenaikan suku

bunga berlanjut. Selain itu, tertundanya proyek konstruksi juga dapat berpengaruh pada tingkat

penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja di Jakarta. Sementara itu, subsektor jasa keuangan, real

estate dan jasa perusahaan juga memiliki risiko tumbuh melambat dengan terbatasnya investasi baik

bangunan maupun nonbangunan.

Prospek Inflasi

Inflasi Jakarta untuk keseluruhan tahun 2014 diprakirakan sebesar 4,9%-5,3% (yoy) atau kembali ke

lintasan normal inflasi, yang selaras dengan target inflasi nasional yaitu 4,5%±1% (yoy). Hal tersebut

didasari oleh asumsi tidak adanya kenaikan harga energi yang signifikan terutama harga BBM serta

kondisi cuaca yang kondusif pascamusim penghujan di awal tahun 2014. Meskipun demikian, tetap

terdapat risiko inflasi yang bersumber dari keterbatasan pasokan pangan dan gangguan distribusi yang

perlu direspons baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Adapun inflasi di kelompok inti juga

memiliki potensi untuk meningkat sejalan dengan peningkatan harga komoditas global di tengah nilai

tukar yang terdepresiasi.

Tabel III.4.5.Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

I II III IV Total Totalp

PDRB (%,yoy) 6.7 6.5 6.5 6.3 6.2 5.6 6.1 6.2-6.6

Sisi Permintaan

Konsumsi 6.2 5.8 5.3 5.6 6.2 5.6 5.7 5.9-6.3

Konsumsi swasta 6.2 6.3 5.7 5.9 6.0 5.7 5.8 6.0-6.4

Konsumsi Pemerintah 3.7 1.1 0.4 2.8 9.5 5.2 4.7 5.2-5.6

Pembentukan Modal Tetap Bruto 10.0 9.0 5.9 5.0 4.7 5.3 5.3 5.2-5.5

Ekspor 12.2 6.3 5.7 4.7 3.3 0.6 3.5 2.5-2.9

Impor 12.8 7.0 4.3 3.2 2.2 0.1 2.5 1.4-1.8

Sisi Produksi

Sektor pertanian 0.8 0.8 1.5 0.7 2.7 1.8 1.6 0.4-0.8

Sektor pertambangan & penggalian 8.6 -0.9 -0.4 -0.7 -1.0 -1.3 -0.8 -0.6 - -1

Industri pengolahan 2.4 2.4 1.9 1.5 2.8 3.3 2.4 3.8-4.2

Listrik, gas & air bersih 4.0 4.5 3.8 2.6 1.7 2.5 2.9 4.0-4.4

Bangunan 7.9 6.9 6.5 6.3 5.7 6.1 5.7 6.4-6.8

Perdagangan, hotel & restoran 7.4 7.2 7.2 7.2 6.6 4.8 6.4 5.7-6.1

Pengangkutan & komunikasi 13.9 11.8 11.4 11.4 10.9 9.8 10.8 11.2-11.6

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 5.0 5.4 5.7 5.4 5.0 4.6 5.2 4.7-5.1

Jasa-jasa 6.9 7.6 7.5 7.4 7.9 7.4 7.5 7.1-7.5

Inflasi IHK (%,yoy) 4.0 4.5 5.7 5.7 8.4 8.0 8.0 4.9-5.3

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolah

2011 20122013 2014Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Wilayah

Page 136: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 136

BOKS 4. Dampak Bencana Banjir di Jawa

Peta Bencana Banjir

Bencana banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa terhitung cukup besar luasannya (Gambar D.1.),

khususnya pada wilayah Jawa Bagian Barat Bagian Utara dan Jawa Bagian Tengah. Untuk wilayah Jawa

Bagian Barat, total wilayah terkena banjir mencapai 83.128 ha per tanggal 8 Februari 2014, dengan luas

perkiraan lahan puso sebesar 3.511 ha. Sedangkan wilayah Jawa Bagian Tengah mencapai 47.284 ha,

dengan perkiraan luas lahan puso sebesar 25.396,5 ha meliputi daerah Pemalang, Demak dan Kudus.

Berdasarkan peta potensi banjir LAPAN, luasan banjir tahun ini lebih besar dibandingkan 2013.

Diperkirakan potensi banjir akan berkurang pada bulan Maret sejalan dengan meredanya curah hujan.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, banjir kali ini lebih banyak merusak lahan non pertanian. Selain itu,

tanaman yang rusak pun masih berumur 1 – 40 hari sehingga dapat dilakukan penanaman kembali (re-

planting). Hal ini hanya memengaruhi pada pergeseran musim tanam, sedangkan jumlah produksi

masih relatif stabil.

Gambar D.1. Wilayah Terdampak Banjir Triwulan I 2014

JANUARI

MARET

2013

JANUARI

MARET

2014

Page 137: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 137

Dampak Bencana Banjir Terhadap Ekonomi

Bencana banjir tahun ini cukup banyak merusak sejumlah pemukiman dan memutuskan jalur

transportasi utama antar wilayah di Jawa. Hal tersebut berpengaruh pada terganggunya kelancaran

distribusi barang dan jasa, yang dapat berdampak pada kinerja perekonomian daerah. Khusus pada

sektor pertanian, dampak banjir berpotensi lebih dominan di wilayah Jawa Bagian Barat. Sedangkan,

gangguan pada kegiatan perdagangan, transportasi dan pengangkutan berpotensi memberikan dampak

pada kinerja perekonomian Jakarta dan sebagian wilayah Jawa Bagian Barat. Sedangkan di wilayah Jawa

Bagian Timur dampak banjir relatif moderat.

Dampak banjir pada kinerja konsumsi masyarakat diperkirakan tidak terlalu signifikan. Di sisi lain, belanja

pemerintah berpotensi meningkat seiring tingginya kebutuhan perbaikan infrastruktur dan fasilitas

publik. Bencana banjir yang terjadi berulang kali hendaknya mendorong terbentuknya system

management crisis untuk meminimalkan dampak banjir khususnya yang mengganggu kelancaran

distribusi barang dan jasa. Hal ini mengingat keterlambatan pasokan barang dan jasa dapat berdampak

pada peningkatan inflasi.

Dampak Bencana Banjir Terhadap Inflasi

Kerusakan beberapa jalur distribusi berdampak pada terhambatnya distribusi bahan pangan, terutama

menuju Jakarta dan sebagian Jawa Barat. Putusnya jalur Pantura memaksa pengalihan arus distribusi ke

lintas selatan yang memerlukan tambahan waktu dan mempengaruhi pembentukan harga akhir di

konsumen. Hal ini tercermin dari kecenderungan kenaikan harga bawang merah dan cabe merah di

wilayah Jawa Bagian Barat dan Jakarta, sedangkan harga komoditas yang sama di Jawa Bagian Timur

dan Jawa Bagian Tengah mengalami penurunan. Namun, kenaikan harga komoditas beras terjadi di

keseluruhan wilayah yang diyakini sebagai dampak dari gangguan distribusi. Selain itu, keterbatasan

pasokan terutama di Jakarta mendorong dilakukannya operasi pasar oleh Bulog guna menahan laju

kenaikan harga.

Inflasi di Kawasan Jawa pada bulan Januari 2014 tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata 5 tahun

terakhir. Namun, memperhatikan kondisi terkini terkait kecukupan pasokan komoditas hortikultura serta

program re-planting lahan banjir, maka inflasi kawasan Jawa masih akan berada di kisaran 7,1% - 7,6%

(yoy).

(0.2)

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agust Sep Okt Nop Des

(%,mtm)

Rata-rata 5 Tahun

2014

Jawa

Grafik D.1. Inflasi Kawasan Jawa

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agust Sep Okt Nop Des

(%,mtm)

Rata-rata 5 Tahun

2014

Jakarta

Grafik D.2. Inflasi Kawasan Jakarta

Page 138: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 138

0

3,000

6,000

9,000

12,000

15,000

18,000

21,000

24,000

6,000

6,500

7,000

7,500

8,000

8,500

9,000

9,500

10,000

1313135242424131313524242424241313135242424131352424241313135242424213135242424

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2011 2012 2013 2014

Pasokan Beras PIBC (skala kanan)

Harga Beras Grosir

Harga Beras Eceran

Ton/MguRp/Kg Ton/MguRp/Kg

Grafik D.3. Pasokan dan Harga Beras di Jakarta

(6.00)

(4.00)

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2012 2013 2014

Jabagtim Jabagbar Jabagteng Jakarta

(%, mtm)

Grafik D.4. Harga Beras Kawasan Jawa

Page 139: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 139

Bagian IV

Perekonomian Sumatera

Perekonomian Kawasan Sumatera pada triwulan IV 2013 tumbuh 5,5% (yoy), membaik dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,0% (yoy). Pertumbuhan ini ditopang oleh membaiknya aktivitas

ekspor luar negeri dan terjaganya pertumbuhan konsumsi domestik. Dari sisi sektoral, pertumbuhan

bersumber dari meningkatnya kinerja sektor pertanian baik subsektor perkebunan maupun tabama serta

sektor industri pengolahan. Pertumbuhan ekonomi di kawasan ini didukung oleh meningkatnya kinerja

ekonomi di wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dengan pertumbuhan 5,0% (yoy) dan

Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) sebesar 6,4% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini terutama

dipengaruhi peningkatan produksi sawit, karet, batubara, dan timah pada kedua wilayah ini, seiring

dengan kembali meningkatnya permintaan ekspor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di wilayah

Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) sedikit melambat terutama karena melambatnya kinerja sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta sektor jasa yang salah satunya disebabkan bencana Gunung

Sinabung. Untuk keseluruhan tahun 2013, perekonomian Sumatera tumbuh melambat dibandingkan

dengan tahun sebelumnya, terutama akibat melambatnya investasi. Berdasarkan hasil liaison, kondisi

ekonomi global yang penuh ketidakpastian menyebabkan perusahaan swasta lebih mengalokasikan

investasinya untuk perawatan mesin dan peralatan pendukung produksi. Dari sisi sektoral, perlambatan

disebabkan oleh semakin dalamnya penyusutan di sektor pertambangan seiring turunnya produksi migas.

Sektor pertanian juga menunjukkan perlambatan seiring dengan pertumbuhan produksi karet selama

2013 yang tidak setinggi tahun 2012 sebagai reaksi atas rendahnya harga karet pada tahun 2013.

Sementara itu, tekanan inflasi Sumatera pada akhir tahun 2013 tercatat sebesar 8,92% (yoy), meningkat

dari akhir triwulan III 2013 sebesar 8,27% (yoy). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan

inflasi di wilayah Sumbagut dan Sumbagteng. Keterbatasan pasokan bahan pangan, yang bersamaan

dengan meningkatnya permintaan terkait libur Natal dan Tahun Baru, membuat harga bahan pangan,

terutama beras, bawang merah, dan cabai merah, di wilayah Sumbagut dan Sumbagteng meningkat.

Berkurangnya pasokan di wilayah Sumbagut disebabkan oleh erupsi yang terjadi di Sinabung, sedangkan

berkurangnya pasokan di wilayah Sumbagteng terjadi akibat gangguan cuaca, yang menyebabkan

terganggunya produksi di Sumatera Barat dan pasokan dari luar pulau di Kepulauan Riau. Faktor

pendorong inflasi lainnya berasal dari tarif angkutan udara, yang meningkat signifikan di Sumbagut dan

Sumbagteng sebagai dampak meningkatnya mobilitas masyarakat pada liburan akhir tahun.

Memasuki awal triwulan I 2014, perkembangan berbagai indikator ekonomi di sejumlah daerah di

Sumatera mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang moderat. Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada

triwulan I 2014 diperkirakan stabil jika dibandingkan dengan triwulan IV 2013. Sumber pertumbuhan

berasal dari meningkatnya konsumsi domestik dan membaiknya kinerja ekspor luar negeri nonmigas.

Perbaikan ekspor luar negeri tersebut didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian negara mitra

dagang serta potensi kenaikan harga komoditas. Investasi juga diperkirakan meningkat seiring ekspansi

kegiatan usaha pada industri crude palm oil (CPO) antara lain peningkatan fasilitas pengolahan kelapa

sawit di kawasan Industri Sei Mangkei dan pembangunan pabrik pengembangan benih sawit. Aktivitas

kampanye untuk pemilu 2014 diperkirakan turut memberikan dorongan positif pada konsumsi rumah

tangga, khususnya pada akhir triwulan I 2014. Sementara itu, belum adanya penemuan sumur minyak

Page 140: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 140

baru di kawasan Sumatera, masuknya masa tanam kelapa sawit di beberapa wilayah Sumbagteng, serta

anomali cuaca di kawasan Sumatera diperkirakan dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera

pada triwulan I 2014.

Di sisi inflasi, peningkatan harga pangan mendorong tingginya inflasi bulan Januari 2014. Namun, pada

akhir triwulan I 2014 diperkirakan tekanan inflasi akan berkurang sehingga inflasi diperkirakan lebih

rendah dari triwulan IV 2013. Inflasi pada Januari 2014 meningkat akibat faktor cuaca dan bencana alam,

yang menyebabkan gangguan produksi seperti di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera

Selatan; serta gangguan distribusi seperti di Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung. Selain

cuaca, tekanan inflasi juga terjadi akibat naiknya harga gas elpiji. Tekanan harga diperkirakan mereda

seiring dengan masuknya masa panen raya di beberapa sentra produksi padi di Sumatera pada akhir

triwulan I 2014.

Membaiknya kinerja perekonomian direspons dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih tinggi

pada beberapa sektor utama Sumatera pada akhir tahun 2013. Usaha di sektor perkebunan karet,

industri pengolahan minyak sawit, industri pengolahan karet, serta pertambangan batubara tercatat

mengalami peningkatan penyaluran kredit. Masing-masing industri tersebut tercatat tumbuh 47,88%

(yoy), 61,14% (yoy), 6,52% (yoy), dan 21,36% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, kredit di kawasan

Sumatera pada akhir 2013 mencapai Rp500,71 triliun atau tumbuh 18,07% (yoy). Pertumbuhan kredit

pada triwulan berikutnya diperkirakan melambat seiring dengan meningkatnya suku bunga kredit untuk

debitur kategori menengah dan non-UMKM yang menguasai 81,76% dari keseluruhan kredit. Kondisi

perekonomian yang membaik berdampak pada turunnya risiko kredit sektor-sektor utama yakni

pertanian dan industri pengolahan. NPL kredit di kawasan Sumatera tercatat sebesar 2,26% lebih rendah

dari triwulan sebelumnya yang mencapai 2,52%. Namun, perlu diwaspadai peningkatan risiko kredit ke

depan untuk beberapa sektor. Sektor-sektor yang perlu dicermati antara lain sektor pertambangan, yang

mengalami peningkatan NPL dari 3,79% menjadi 3,81%, dan sektor usaha persewaan alat berat yang

mengalami peningkatan NPL dari 2,63% menjadi 2,71%.

Sementara itu, kredit UMKM hingga akhir 2013 tercatat juga menunjukkan peningkatan. Kredit yang

disalurkan kepada UMKM mencapai Rp130,58 triliun atau tumbuh 15,20% (yoy). Pertumbuhan tersebut

sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring dengan peningkatan suku bunga kredit untuk

debitur UMKM. Selaras dengan membaiknya kondisi perekonomian secara umum, risiko kredit

cenderung membaik yang diindikasikan dengan turunnya rasio NPL dari 4,58% menjadi 4,14%. Namun,

perlu diwaspadai potensi peningkatan risiko kredit UMKM di sektor konstruksi dan sektor transportasi,

sehubungan dengan tingginya nilai NPL di kedua sektor tersebut dan NPL tersebut sedang dalam tren

yang meningkat.

Sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi pada triwulan IV 2013, transaksi tunai dan nontunai

menunjukkan peningkatan. Transaksi nontunai melalui transaksi RTGS dan kliring menunjukkan

peningkatan khususnya di Sumbagteng dan Sumbagsel. Peningkatan pada akhir triwulan IV diperkirakan

bersumber dari kegiatan ekspor komoditas unggulan yang mulai meningkat. Sementara itu, langkah

untuk meningkatkan penyediaan uang tunai di daerah terpencil terus dilakukan. Beberapa kantor

perwakilan Bank Indonesia di Sumatera bahkan melakukan kegiatan kas keliling ke daerah-daerah di luar

pulau utama Sumatera.

Jumlah penduduk usia kerja di Sumbagteng yang berada di pasar tenaga kerja pada tahun 2013 turun di

tengah meningkatnya jumlah penduduk usia kerja. Dibandingkan dengan tahun 2012, penduduk usia

Page 141: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 141

kerja tahun 2013 meningkat 1,9%, namun diikuti dengan meningkatnya penduduk usia kerja yang tidak

berada di pasar tenaga kerja (bukan angkatan kerja) sebesar 9,5%. Hal ini berdampak pada turunnya

jumlah penduduk usia kerja yang berada di pasar tenaga kerja, sebagaimana tercermin dari menurunnya

angka partisipasi angkatan kerja (TPAK) dari 67,5% menjadi 65,6%. Di sisi lain jumlah penduduk yang

bekerja juga turun 1,76% dibandingkan dengan kondisi tahun 2012, sementara jumlah yang menganggur

meningkat 0,24%. Dengan kondisi ini, tingkat pengangguran terbuka meningkat, dari 5,14% pada tahun

2012 menjadi 5,24% pada tahun 2013.

Pada triwulan II 2014, ekonomi Sumatera diprakirakan tumbuh kuat seiring dengan dampak positif

penyelenggaraan pemilu dan membaiknya kinerja ekspor. Perekonomian Sumatera pada periode

tersebut didukung oleh meningkatnya perekonomian di seluruh wilayah di Sumatera. Dampak Pemilu

diperkirakan akan mendorong tumbuhnya konsumsi swasta dan pemerintah. Sementara itu,

meningkatnya harga komoditas utama serta membaiknya perekonomian negara maju diperkirakan

berdampak positif pada ekspor luar negeri.

Pada keseluruhan tahun 2014, ekonomi Sumatera diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, yang didukung oleh peningkatan di seluruh wilayah. Pertumbuhan ekonomi akan

berada pada kisaran 5,5% - 6,0% (yoy). Konsumsi domestik masih tumbuh tinggi seiring dengan lebih

rendahnya inflasi, meningkatnya penghasilan masyarakat karena adanya kenaikan UMP dan dampak

pemilu 2014. Ekonomi global yang membaik juga akan mendorong kinerja ekspor. Dari sisi sektoral,

perekonomian diperkirakan didorong oleh kinerja sektor industri pengolahan dan PHR.

Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan mereda pada triwulan II 2014. Pada periode tersebut, inflasi

Sumatera diprakirakan berada di kisaran 7,23% - 7,73% (yoy). Penurunan tekanan inflasi diperkirakan

terjadi di seluruh wilayah Sumatera sebagai efek dari panen raya padi pada awal triwulan II 2014 serta

terjaganya pasokan bahan pangan strategis. Meski demikian, aktivitas pemilu berisiko untuk

meningkatkan tekanan dari sisi permintaan pada periode tersebut. Secara keseluruhan tahun 2014, inflasi

Sumatera diperkirakan lebih rendah dari tahun 2013. Hal tersebut didukung oleh pasokan bahan pangan

yang diperkirakan sudah membaik di wilayah Sumbagut dan adanya penambahan ruas jalan di wilayah

Sumbagsel. Beberapa program PIHPS dari TPID Sumut, Sumsel, Kepri, dan Jambi, juga diperkirakan akan

memberikan dampak positif bagi pengendalian ekspektasi masyarakat. Namun, perlu diwaspadai

meningkatnya imported inflation akibat melemahnya nilai tukar rupiah, serta gangguan pasokan akibat

kebakaran hutan sebagai efek El Nino dan anomali cuaca di Sumatera. Memerhatikan risiko dan kondisi

terkini, secara keseluruhan pada tahun 2014 inflasi Sumatera diprakirakan mencapai 4,87% - 5,37% (yoy).

Page 142: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 142

Bagian IV.1. Perekonomian Sumatera Bagian Utara

PERTUMBUHAN EKONOMI

Kinerja perekonomian wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) pada triwulan IV 2013 menurun jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya pertumbuhan di

kedua provinsi di dalam wilayah Sumbagut, yaitu Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan disebabkan oleh beberapa sektor,

yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor angkutan dan komunikasi; dan sektor

perdagangan, hotel dan restauran. Dari sisi permintaan, rendahnya pertumbuhan konsumsi pada

triwulan IV 2013 menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Untuk keseluruhan tahun 2013, pertumbuhan ekonomi wilayah Sumbagut juga melambat dibandingkan

dengan capaian tahun sebelumnya. Perlambatan ini terutama terjadi pada sektor pertanian; industri

pengolahan; angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Tingginya

nilai Impor tahun 2013 dan rendahnya konsumsi pemerintah menjadi penyebab utama relatif rendahnya

pertumbuhan Sumbagut dari sisi permintaan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada triwulan I 2014 pertumbuhan ekonomi Sumbagut diprakirakan lebih tinggi dari triwulan IV 2013.

Hal ini terutama dipengaruhi oleh optimisme pada konsumsi, terkait dengan perayaan imlek yang terjadi

pada awal tahun dan mulai terasanya aktivitas persiapan pemilu. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha,

sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; dan sektor Angkutan dan Komunikasi diperkirakan menjadi

pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut. Optimisme yang terjadi pada triwulan I

2014 diperkirakan akan berlajut, sehingga pada akhir tahun 2014 kinerja perekonomian Sumbagut

membaik dan diprakirakan tumbuh di kisaran 5,7% - 6,2%.

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Pada triwulan IV 2013, konsumsi rumah tangga di wilayah Sumbagut tumbuh lebih rendah daripada

periode sebelumnya. Hal ini terjadi karena melambatnya konsumsi rumah tangga, baik di provinsi Aceh

maupun di provinsi Sumatra Utara. Tingginya inflasi dan bencana alam telah melemahkan daya beli

masyarakat, sehingga masyarakat menahan kegiatan konsumsi mereka. Salah satu indikator melemahnya

daya beli masyarakat yaitu dari nilai tukar petani (NTP) di wilayah Sumbagut yang menurun. NTP total

menunjukkan penurunan sebesar 4,3% (yoy), yang disebabkan oleh NTP Aceh yang turun sebesar 5,6%

(yoy) dan NTP Sumut yang turun sebesar 3,0% (yoy), dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Melemahnya konsumsi masyarakat juga tercermin dari menurunnya pembiayaan konsumsi masyarakat,

sebagaimana terlihat dari melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi oleh perbankan dari 12,9% pada

triwulan III 2013 menjadi hanya sebesar 9,2% pada riwulan IV 2013.

Perkembangan terakhir mengindikasikan konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh meningkat pada

triwulan I 2014. Hal ini antara lain terlihat dari beberapa hasil survei terakhir seperti Survei Konsumen

dan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX.

Page 143: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 143

Hasil Survei Konsumen menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) cenderung meningkat (Grafik

IV.1.1), yang diperkirakan terkait dengan peningkatan konsumsi masyarakat menjelang Imlek, yang

khususnya banyak dirayakan oleh masyarakat Sumatera Utara, serta mulai meningkatnya aktivitas terkait

Pemilu. Hasil liaison pada perusahaan ritel di Medan juga memperkirakan hal yang sama, sehingga

penjualan pada triwulan I 2014 diperkirakan meningkat. Namun, peritel melihat adanya risiko dari

kenaikan tarif listrik, biaya tenaga kerja dan pelemahan nilai tukar yang akan ditransmisikan ke konsumen

dengan manaikan harga jual. Kondisi ini dapat menahan peningkatan konsumsi masyarakat.

-15,00%

-10,00%

-5,00%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

Me

i

Jun

i

Juli

Agt

Sep

t

Okt

No

p

De

s

Jan

Feb

Ma

r

Ap

r

Me

i

Jun

i

Juli

Agt

Sep

t

Okt

No

v

De

s

Jan

2012 2013 2014Indeks Keyakinan Konsumen growth (mtm%)

Grafik IV.1.1. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

I II III IV I II III IV I II III IV* I*

2011 2012 2013 2014

Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Konsumsi

Grafik IV.1.2. Pertumbuhan Konnsumsi

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2013 tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

Meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah disebabkan oleh peningkatan realisasi belanja

pemerintah daerah, di luar belanja modal, pada akhir tahun. Realisasi belanja daerah yang hingga

triwulan III 2013 masih sangat rendah dan hanya mencapai 60%, pada triwulan IV 2013 dipacu hingga

mencapai 90% dari pagunya dalam APBD7. Cukup ekspansifnya realisasi belanja daerah Pemprov

Sumatera Utara dan Aceh pada triwulan laporan, juga tercermin dari saldo simpanan milik Pemda

Sumbagut (Pemda Sumut dan Aceh) yang turun hingga 67,9% (qtq) dari Rp17,1 triliun pada triwulan III

2013 menjadi hanya Rp5,5 triliun pada akhir triwulan laporan (Grafik IV.1.3).

75,0%

80,0%

85,0%

90,0%

95,0%

100,0%

105,0%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013**

APBD Realisasi % Realisasi Thdp APBD

Sumber: Dirjen. Perimbangan Keuangan, Kemenkeu

Grafik IV.1.3. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Sumut

-67,9%

-8,39%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

Tw I

Tw I

I

Tw I

II

Tw I

V

Tw I

Tw I

I

Tw I

II

Tw I

V

Tw I

Tw I

I

Tw I

II

Tw I

V

Tw I

Tw I

I

Tw I

II

Tw I

V

2010 2011 2012 2013

Rek.Pemda Sumbagut Growth qtq (%)

Grafik IV.1.4. Posisi Simpanan Pemda Sumbagut di Bank Umum

7 Perhitungan perkiraan menggunakan rata-rata pencapaian/realisasi APBD selama 5 tahun terakhir (tahun 2008 s.d 2012).

Page 144: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 144

Konsumsi pemerintah pada triwulan I 2014 diperkirakan masih akan mengalami kenaikan. Hal ini antara

lain terlihat dari nilai RAPBD Provinsi Sumatera Utara yang naik 0,8% menjadi Rp8,87 triliun dari

sebelumnya Rp8,49 triliun pada tahun 2013. Berdasarkan FGD dengan Dinas Peternakan Sumut, juga

terlihat peningkatan alokasi anggaran dari Kementerian terkait, di luar APBD, untuk program peningkatan

ketahanan pangan di Sumatera Utara pada tahun 2014 menjadi Rp15,9 miliar atau meningkat 10,3% dari

tahun 2013.

Investasi

Realiasasi kegiatan investasi di wilayah Sumbagut pada triwulan IV 2013 melambat signifikan jika

dibandingkan dengan triwulan III 2013. Rendahnya investasi ini terjadi baik di Provinsi Sumatera Utara

maupun provinsi Aceh. Rendahnya investasi juga terlihat dari sisi pembiayaannya, tercermin dari

pertumbuhan penyaluran kredit investasi wilayah Sumbagut yang lebih rendah dari pertumbuhan

triwulan sebelumnya (grafik IV.1.5). Dari sisi sektor swasta, melambatnya investasi juga terkonfirmasi

dari hasil liaison kepada beberapa perusahaan, yang menyatakan investasi perusahaan menurun

dibandingkan dengan investasi yang direalisasikan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, lebih

rendahnya realisasi belanja modal pemerintah menjelang akhir tahun 2013, baik Provinsi Sumatera Utara

maupun Aceh, turut berkontribusi pada rendahnya realisasi investasi pada periode tersebut.

Walaupun pada triwulan IV 2013 realisasi investasi relatif rendah, investasi keseluruhan tahun 2013

tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya aktivitas

investasi di Wilayah Sumbagut pada periode awal tahun 2013, terutama terkait proyek MP3EI, khususnya

investasi infrastruktur seperti pembangunan Bandara Kualanamu. Dari sisi belanja modal Pemerintah,

terjadi peningkatan secara nominal, meskipun proporsi realisasi belanja modal pemerintah lebih rendah

dari pagu yang disediakan dalam APBD, sehingga tetap menyumbang bagi meningkatnya laju

pertumbuhan investasi. Belanja modal Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 diperkirakan hanya

akan mencapai 83,2% dari pagu dalam APBD 2013, lebih rendah dari tahun sebelumnya mencapai 88,3%.

Namun, dari sisi nominal, realisasi belanja tersebut lebih besar, yaitu sekitar Rp913,4 miliar, 13,79% lebih

tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp803,6 miliar(Grafik IV.1.6).

Perkembangan indikator terakhir mengindikasikan kegiatan investasi pada triwulan I 2014 diperkirakan

cenderung meningkat. Indikasi tersebut dapat terlihat dari meningkatnya penyaluran semen di wilayah

Sumbagut (Grafik V.8). Realisasi penyaluran semen di wilayah Sumbagut ini meningkat 3,3%

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut antara lain terkait dengan

penyelesaian proyek infrastuktur yang menjadi bagian dalam program MP3EI, seperti penambahan

fasilitas di Sentra Industri Sei Mangkei dan pembangunan Kuala Tanjung, serta pembangunan pabrik-

pabrik industri pengolahan. Proyek-proyek infrastruktur lain yang akan dibangun pada awal tahun 2014

yaitu penambahan hotel dan bangunan untuk kegiatan pusat perdagangan.

Page 145: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 145

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

I II III IV I II III IV I II III Des

2011 2012 2013

milyar Rp

Aceh Sumut Growth (yoy)

Grafik IV.1.5. Penyaluran Kredit Investasi

75,4%

86,6%

80,5%

85,4%

88,3%

83,2%

65,0%

70,0%

75,0%

80,0%

85,0%

90,0%

-

200,0

400,0

600,0

800,0

1.000,0

1.200,0

1.400,0

2008 2009 2010 2011 2012 2013**

APBD Realisasi % Realisasi Thdp APBD

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu

Grafik IV.1.6. Perkembangan Belanja Modal

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Kegiatan ekspor luar negeri pada triwulan IV 2013 menunjukkan perbaikan kinerja dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekspor tercatat sebesar 2,2%, membaik dari triwulan sebelumnya.

Perbaikan tersebut terutama didukung oleh peningkatan ekspor di Provinsi Sumatera Utara, baik secara

nilai maupun secara volume, terutama untuk komoditas CPO dan karet (Grafik IV.1.7.). Pengusaha

mengakui bahwa pelemahan pelemahan nilai tukar sedikit menguntungkan, terutama bagi eksportir resin

karet alam. Di sisi lain, kegiatan eskpor Provinsi Aceh pada triwulan ini relatif menurun jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya.

Membaiknya kinerja ekspor pada triwulan IV 2013 mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor untuk

seluruh tahun 2013. Peningkatan pertumbuhan tersebut lebih banyak disumbang dari Provinsi Sumatera

Utara, sementara pertumbuhan Provinsi Aceh pada tahun 2013 lebih rendah dari tahun 2012. Pelemahan

ekspor yang terjadi di Aceh ini diperkirakan sebagai akibat dari turunnya ekspor komoditas pertambangan,

khususnya bijih besi, yang nilainya semakin menurun, terkait dengan larangan pemerintah dalam

mengekspor bahan dasar mineral. Namun, dari sisi nilai, perbaikan ekspor Sumbagut pada tahun 2013 tidak

terlalu tampak. Hal ini disebabkan oleh relatif lebih rendahnya harga komoditas ekspor utama seperti CPO

dan karet dibandingkan dengan tahun 2012.

Perbaikan kinerja ekspor diperkirakan masih berlanjut pada triwulan I 2014, seiring dengan membaiknya

harga komoditas ekspor utama seperti CPO dan Karet. Optimisme tersebut juga didorong oleh perbaikan

ekonomi negara maju, yang diperkirakan akan menguat pada tahun 2014. Pelemahan nilai tukar juga

menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya ekspor. Optimisme peningkatan penjualan ekspor ini

juga dikonfirmasi kontak liasion di sektor perkebunan, terutama terkait perbaikan harga komoditas pada

tahun 2014. Walaupun demikian, krisis energi, baik listrik maupun gas, serta rencana pengurangan subsidi

listrik menjadi faktor risiko yang berpotensi menahan laju ekspor Sumbagut.

Page 146: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 146

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Ag

ust

Se

p

Ok

t

No

p

De

s

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Ag

ust

Se

p

Ok

t

No

p

De

s

2012 2013

Juta USD

Ekspor CPO Ekspor Karet

Growth CPO (%,yoy) Growth karet (%,yoy)

Grafik IV.1.7. Ekspor Impor Komoditas Utama

-50%-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%

0

100

200

300

400

500

600

700

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Impor Value (ribu USD) Impor Volume (ton)

Growth Value % (yoy) Growth Volume % (yoy)

Grafik IV.1.8. Perkembangan Impor Sumbagut

Impor

Realiasasi impor luar negeri Sumbagut sampai dengan triwulan IV 2013 lebih rendah dari periode

sebelumnya. Rendahnya import Sumbagut ini lebih disebabkan oleh turunnya impor luar negeri di

provinsi Sumatera Utara, sebagai dampak dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah. Berdasarkan

informasi dari Gabungan Importir Nasional Indonesia (GINSI) Sumatera Utara, pelemahan nilai tukar yang

terjadi mengakibatkan beberapa importir melakukan pengurangan maupun pembatalan order akibat

naiknya harga pembelian yang cukup signifikan. Pertumbuhan impor di Sumbagut mengalami kontraksi

baik dari sisi nilai maupun volume, yang masing-masing tumbuh -4,2% (yoy) dan -3,0% (yoy) (Grafik

IV.1.8). Kondisi ini berdampak pada kinerja impor Sumbagut kesuluruhan tahun 2013 yang tumbuh relatif

rendah.

Pada triwulan I 2014 pertumbuhan impor diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan tersebut sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi, yang

akan mendorong meningkatnya permintaan domestik. Seiring membaiknya daya beli masyarakat,

permintaan masyarakat akan barang-barang impor diprakirakan akan meningkat, meski dibayangi oleh

risiko berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah.

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Melemahnya daya beli masyarakat, berdampak pada menurunnya kinerja sektor PHR pada triwulan IV

2013. Pertumbuhan sektor PHR hanya tumbuh sebesar 6,6% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya, yang mencapai 10,0% (yoy). Tingginya inflasi menyebabkan

masyarakat cenderung ragu dalam melakukan kegiatan konsumsinya. Keraguan tersebut terungkap dari

turunnya indeks pembelian barang tahan lama sebesar 7,4%, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Menurunnya pendapatan diperkirakan juga berdampak pada optimisme konsumsi masyarakat di wilayah

Sumbagut. Hal ini ditunjukkan oleh indeks penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu,

yang turun 12,7% dari indeks triwulan sebelumnya (Grafik IV.1.9). Turunnya penghasilan masyarakat di

wilayah Sumbagut ini searah dengan turunnya Nilai Tukar Petani, dan juga meningkatnya tingkat

kemiskinan (naik 3,9%, dibandingkan bulan Maret). Di sisi lain, bencana alam Gunung Sinabung dan tanah

longsor pada jalur Medan-Berastagi memberikan dampak pada menurunnya kegiatan pariwisata di

Page 147: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 147

sekitar Berastagi, yang merupakan daerah tujuan wisata utama di Sumbagut. Dari anekdotal yang

diperoleh menyatakan bahwa sejak bencana gunung Sinabung, lebih dari 50% tamu membatalkan

pesanan hotel di sekitar areal tersebut. Rendahnya realisasi pertumbuhan sektor PHR ini juga tercermin

dari rendahnya penyaluran kredit perbankan ke sektor ini (Grafik 1V.1.10). Pada triwulan IV 2013

pertumbuhan kredit sektor ini tercatat sebesar 24,2% (yoy), lebih rendah daripada pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang mencapai 30,3% (yoy).

Pada triwulan I 2014, dengan kondisi ekonomi yang lebih kondusif, PHR diperkirakan masih dapat

membukukan pertumbuhan yang positif. Aktivitas masyarakat, terutama terkait musim kampanye Pemilu

Legislatif dan Presiden diperkirakan akan mendongkrak kinerja sektor ini. Selain itu, perayaan Imlek pada

awal triwulan I 2014, yang banyak dirayakan oleh masyarakat Sumatera Utara, diperkirakan juga akan

berkontribusi pada peningkatan sektor PHR. Berdasarkan hasil Survei Konsumen, tingginya aktivitas

konsumsi dikonfirmasi oleh tren peningkatan indeks penghasilan saat ini serta konsumsi barang tahan

lama yang mengalami peningkatan pada triwulan laporan (Grafik IV.1.9). Sementara itu, nilai penjualan

berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran pada triwulan IV 2013 juga menunjukkan optimisme

walaupun tidak setinggi optimisme pada akhir tahun lalu dengan peningkatan sebesar 25,2% (yoy).

Optimisme sektor ini juga didukung oleh informasi dari hasil liaison yang umumnya menyatakan positif

akan dampak pemilu terhadap peningkatan permintaan sektor PHR pada triwulan I 2014.

80

90

100

110

120

130

140

150

Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan

2012 2013 2014

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yl Konsumsi terhadap barang tahan lama

Indeks Keyakinan Konsumen Net Balance

Grafik IV.1.9. Indeks Keyakinan Konsumen

0

5

10

15

20

25

30

35

40

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

milyar Rp

Sumut Aceh Growth % (yoy)

Grafik IV.1.10. Kredit Sektor PHR

Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV 2013 relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sektor pertanian tumbuh dari 3,1% pada triwulan III menjadi 3,2% pada triwulan IV 2013. Perkembangan

sektor ini juga mendapat dorongan dari sisi pembiayaan, tercermin dari kredit sektor pertanian yang

mengalami pertumbuhan sebesar 21,3% (yoy) atau 15,2% (qtq). Sementara itu, kredit untuk tanaman

perkebunan utama di wilayah Sumbagut juga menunjukkan peningkatan, yaitu sebesar 33,7% (yoy) untuk

perkebunan Sawit dan meningkat sebesar 39,8% (yoy) untuk perkebunan Karet. Dari sisi produksi,

komoditas perkebunan masih menunjukkan peningkatan pada triwulan IV 2013, ditopang oleh panen

puncak tanaman perkebunan yang secara siklus terjadi pada triwulan IV 2013. Walaupun demikian, pada

akhir tahun 2013 pertumbuhan sektor pertanian Sumbagut sebesar 3,8% (yoy) lebih rendah daripada

pertumbuhan sektor ini tahun sebelumnya yang mencapai 5,0%. Hal ini terkait dengan bencana alam

letusan Gunung Sinabung dan cuaca ekstrim dengan curah hujan yang tinggi, yang menyebabkan hasil

panen tidak setinggi tahun sebelumnya.

Page 148: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 148

Kondisi sektor pertanian pada triwulan I 2014 diperkirakan masih relatif stabil dengan kecenderungan

menurun jika dibandingkan triwulan IV 2013. Walaupun pada bulan Februari-Maret wilayah Sumbagut

mengalami panen raya padi, diperkirakan kondisi sektor ini tidak begitu berbeda dari triwulan

sebelumnya. Hal ini disebabkan karena perkiraan penurunan luas panen, terutama dari subsektor

tanaman bahan makanan (tabama) sebagai dampak dari erupsi letusan Gunung Sinabung pada areal

pertanian tabama, sayur-sayuran dan buah-buahan. Total area pertanian mencapai 26.657 Ha, dengan

rincian 16.148 Ha areal pertanian tabama, 6.357 areal pertanian sayur-sayuran, dan 2.143 areal

pertanian buah-buahan. Selain itu, berdasarkan informasi Balai Potensi Tanaman Pangan dan

Holtikultura (BPTPH) Sumatera Utara, diperkirakan beberapa areal pertanian mengalami puso karena

banjir dan ancaman hama tikus. Pada subsektor tanaman perkebunan, walaupun tren harga

internasional untuk komoditas CPO dan karet sudah menunjukkan pergerakan positif, berdasarkan

informasi dari hasil liaison, produksi kelapa sawit dan karet diperkirakan akan sedikit tertahan karena

faktor cuaca, pengaruh black campaign, serta rendahnya kualitas Bokar di Sumbagut. Di sisi lain,

dukungan pembiayaan untuk sektor perkebunan diperkirakan masih tetap kuat, sehingga masih

memberikan optimisme bagi subsektor perkebunan pada periode berikutnya.

0

10

20

30

40

50

60

70

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

milyar Rp

Sumut Aceh Growth % (yoy)

Grafik IV.1.11. Kredit Sektor Pertanian Umum

0

50

100

150

200

250

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

milyar Rp

Kredit Sawit Kredit Karet

Growth Sawit % (yoy) Growth Karet % (yoy)

Grafik IV.1.12. Kredit kepada Perkebunan Sawit dan Karet

Sektor Industri Pengolahan

Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan IV 2013 menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan.

Sektor ini tumbuh 4,3% (yoy), dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 2,8% (yoy).

Perbaikan kinerja sektor industri pengolahan juga mendapat dukungan dari sisi pembiayaan perbankan,

sebagaimana tercermin dari meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit perbankan ke sektor tersebut

menjadi 31,2% (yoy) (Grafik IV.1.13). Perbaikan kinerja ekspor wilayah Sumbagut, terutama didorong

oleh sektor industri di provinsi Sumatera Utara. Sementara itu, sektor industri di Aceh mengalami

kontraksi semakin dalam yaitu dari tumbuh -4,3% pada triwulan III 2014 menjadi -8,2%. Kontraksi sektor

industri di Aceh dipicu antara lain oleh terbatasnya pasokan LNG, terutama untuk industri pupuk, yang

menyebabkan industri tersebut tidak beroperasi sejak pertengahan tahun 2013. Kontraksi sektor industri

pengolahan provinsi Aceh tersebut, menahan laju pertumbuhan sektor industri keseluruhan wilayah

Sumbagut tahun 2013 yang tumbuh melambat menjadi 3,2% dari tahun sebelumnya sebesar 3,4%.

Permasalahan ketersediaan gas diperkirakan berlanjut hingga triwulan I 2014, menyebabkan pesismisme pada

sektor tersebut. Sektor industri pengolahan diprakirakan tumbuh terbatas. Indikasi terbatasnya kinerja sektor

industri pengolahan terlihat dari impor bahan baku yang belum menunjukkan peningkatan signifikan.

Page 149: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 149

Kebijakan pemerintah, yang merencanakan kenaikan tarif listrik industri, diperkirakan akan semakin menekan

kinerja sektor industri pengolahan karena meningkatnya biaya operasional.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

milyar Rp

Sumut Aceh Growth % (yoy)

Grafik IV.1.13. Kredit Sektor Industri Pengolahan

-120%

-100%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0

100

200

300

400

500

600

700

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Ribu USD

Impor Bahan Baku Value (USD) Impor Bahan Baku Volume (Ton)

Growth Value %(yoy) Growth Volume %(yoy)

Grafik IV.1.14. Impor Bahan Baku Sumbagut

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Perkembangan ketenagakerjaan di wilayah Sumbagut pada tahun 2013 relatif meningkat, dalam arti

masyarakat usia kerja yang berada di pasar tenaga kerja meningkat. Hal itu ditunjukkan oleh adanya

peningkatan angkatan kerja di wilayah Sumbagut sebesar 1,5% (yoy). Meningkatnya partisipasi angkatan

kerja di wilayah Sumbagut lebih banyak disumbangkan oleh meningkatnya tingkat partisipasi kerja (TPK)

Sumatera Utara yang mengalami pertumbuhan cukup besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sementara itu, TPK Provinsi Aceh walaupun mengalami peningkatan tetapi tidak setinggi peningkatan

yang terjadi di Sumatera Utara. Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka di wilayah Sumbagut juga

mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada akhir 2013 pengangguran

terbuka mencapai 7,5% lebih tinggi dari tahun 2012 lalu yang hanya mencapai 6,9%. Meningkatnya

pengangguran ini disebabkan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan terutama akibat dari

meningkatnya biaya operasional. Perusahaan di wilayah Sumbagut harus menanggung dampak dari

kenaikan BBM dan krisis energi yang melanda wilayah Sumbagut. Kondisi krisis energi ini masih

diperparah dengan kenaikan nilai tukar yang menambah beban operasional dari perusahaan yang

menggunakan bahan baku impor.

64%

65%

66%

67%

68%

69%

70%

71%

72%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

Feb Agt

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumut Aceh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Sumber: BPS, diolah

Grafik IV.1.15. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

Feb Agt

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumut Aceh Tingkat Pengangguran Terbuka

Sumber: BPS, diolah

Grafik IV.1.16. Tingkat Pengangguran Terbuka

Page 150: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 150

PERKEMBANGAN INFLASI

Tekanan inflasi wilayah Sumbagut pada triwulan IV 2013 relatif tinggi. Inflasi Sumbagut tercatat sebesar

9,92% (yoy), lebih tinggi dari inflasi tahun 2012 dan di atas inflasi Nasional yang sebesar 8,38% (yoy)

(grafik IV.1.17). Berdasarkan kota penyumbang inflasi di wilayah Sumbagut, inflasi tahunan terendah

terjadi di kota Banda Aceh sebesar 6,40% (yoy), sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Pematang Siantar

sebesar 12,02% (yoy) (grafik IV.1.18). Kota Medan, yang merupakan kota dengan bobot inflasi terbesar di

wilayah Sumbagut, pada akhir tahun mengalami inflasi sebesar 10,09% (yoy). Tekanan inflasi di Sumbagut

sudah dimulai sejak awal tahun 2013. Tingginya inflasi Sumbagut terutama berasal dari dampak kebijakan

pembatasan impor hortikultura pada semester I 2013, kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni

2013, kenaikan harga TTL/PAM/gas elpiji, serta kelangkaan pasokan bahan pangan pasca-erupsi Sinabung

September 2013. Komoditas penyumbang utama inflasi 2013 yaitu kelompok transportasi, komunikasi

dan jasa keuangan serta kelompok bahan makanan, terutama bawang merah, beras dan cabe merah

(Tabel IV.1.1).

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2010 2011 2012 2013persen (%)

Sumut Nasional

10,18

8,38

Sumber: BPS, diolah

Grafik IV.1.17. Inflasi Sumbagut vs Nasional

8,27

6,40

7,83

12,02

10,08 10,09

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

Lhok Aceh Padang Sidempuan

Pematang Siantar

Sibolga Medan

Sumber: BPS, diolah

Grafik IV.1.18. Inflasi Kota di Sumbagut vs Nasional

Tabel IV.1.1. Inflasi Wilayah Sumbagut berdasarkan Kelompok (yoy,%)

I II III IV I II III IV

Bahan Makanan 1,90 7,57 -0,12 1,36 9,01 9,73 11,95 13,35

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 3,79 5,77 4,59 4,70 5,41 5,14 5,84 3,35

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 3,29 3,12 3,15 3,15 3,96 5,07 7,43 7,76

Sandang 13,19 10,29 6,52 5,38 2,37 -1,13 3,40 2,21

Kesehatan 3,81 3,83 2,43 2,57 2,31 2,23 1,82 2,16

Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 4,11 4,52 4,23 3,26 4,64 6,21 7,49 7,63

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 3,56 3,25 3,18 6,32 4,38 8,36 15,33 18,40

Umum 3,84 5,43 2,83 3,52 5,49 6,33 8,99 9,92

Kelompok2012 2013

Sumber: BPS, diolah

Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi Sumbagut diprakirakan mulai mereda, namun masih pada level yang

tinggi. Sumber inflasi diperkirakan terutama masih dari administered prices dan volatile food, terkait

dengan kenaikan harga gas elpiji 12 kg dan permintaan bahan makanan seperti buah impor dalam

perayaan imlek, persiapan pemilu dan gangguan alam seperti curah hujan yang tinggi dan bencana

gunung Sinabung yang dapat mengganggu suplai dan distribusi.

Page 151: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 151

Berdasarkan disagregasi, inflasi inti diperkirakan mulai merangkak naik pada triwulan I 2014. Pemicu

utama inflasi inti diperkirakan berasal dari kelompok sandang di wilayah Sumbagut. Meningkatnya

aktivitas ekonomi dan politik terutama menjelang pelaksanaan Pemilu Legislatif diperkirakan mendorong

peningkatan permintaan pada kelompok ini. Komoditas lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah

komoditas emas perhiasan yang harganya diperkirakan mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil SPH

sejak minggu pertama bulan Januari, secara rata-rata terjadi peningkatan harga dibandingkan dengan

minggu yang sama bulan sebelumnya sebesar 4,23% untuk emas 22 karat dan 3,19% untuk emas 24

karat.

Kelompok volatile food pada triwulan I 2014 diperkirakan masih mengalami inflasi walaupun tidak

setinggi periode sebelumnya. Tersedianya stok beras yang cukup pada awal tahun 2014 diperkirakan

dapat menurunkan harga beras yang sempat meningkat pada akhir Desember yang lalu. Berdasarkan

data BULOG, stok beras untuk wilayah Sumut dan Aceh masih aman hingga akhir triwulan I 2014.

Persediaan beras diperkirakan meningkat karena adanya panen pada awal Februari di Aceh dan sebagian

areal pertanian padi di Sumatera Utara. Dari sisi komoditas aneka bumbu, harga cabe merah diperkirakan

masih tertahan oleh relatif melimpahnya pasokan, terutama dari panen cabe di Aceh dan masuknya

pasokan dari Jawa. Harga komoditas bawang di wilayah Sumbagut juga diperkirakan tidak setinggi

triwulan IV 2013, seiring dengan masuknya pasokan dari Jawa untuk wilayah Sumbagut8. Walaupun

demikian ancaman bencana alam di wilayah Sumbagut seperti dampak dari letusan Gunung Sinabung

yang masih dirasakan dan juga ancaman banjir di beberapa daerah pemukiman maupun pertanian

menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian.

Dari sisi administered prices, inflasi diperkirakan masih tinggi karena pengaruh dari beberapa kebijakan

pemerintah yang bersifat Nasional di antaranya rencana pengurangan subsidi pada listrik, pengurangan

subsidi gas, dan kebijakan pemerintah terkait impor. Selain kebijakan yang bersifat nasional, kebijakan

administered prices yang bersifat lokal seperti rencana peningkatan tarif parkir untuk Provinsi Sumatera

Utara menjadi faktor risiko yang dapat mendorong inflasi lebih tinggi.

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2010 2011 2012 2013

% (yoy)

Umum Core Volatile Foods Administered Price18.26

13.47

4.53

9.92

Sumber: BPS, diolah

Grafik IV.1.19. Inflasi Wilayah Sumbagut berdasarkan Kelompok (yoy,%)

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III

Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des Jan

Rp

Cabe Merah Besar - Segar Cabe Merah Keriting - Segar

Cabe Rawit Hijau Bawang Merah

Grafik IV.1.20. Harga Kelompok Bumbu-bumbuan (yoy,%)

8 Informasi anekdotal dari Pedagang Cabe di pasar kota Medan dari Survei Pemantauan Harga KPw Wilayah IX

Page 152: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 152

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Mengawali tahun 2014 TPID Provinsi Sumatera Utara meluncurkan PIHPS (Pusat Informasi Harga Pangan

Strategis) dengan nama “SiHarapanKu” (Sistem Informasi Harga Pangan dan Komoditas Utama), yang

dapat diakses tidak hanya melalui web site (www.hargasumut.org) tetapi juga menggunakan short

message service (SMS). Dalam waktu dekat PIHPS Sumut akan terintegrasi dengan PIHPS Kota Medan

(www.hargabahanpokok-medan.info), dan selanjutnya akan diintegrasikan dengan PIHPS Provinsi Aceh.

Peluncuran PIHPS ini merupakan upaya TPID untuk mempermudah akses masyarakat terhadap informasi

harga yang pada akhirnya akan bermuara pada pembentukan ekspektasi inflasi. Langkah lain yang telah

dilakukan tim TPID di wilayah Sumbagut dalam melakukan pengendalian harga di antaranya operasi

pasar di beberapa lokasi sebagai antisipasi peningkatan harga.

Dalam upaya memperkuat efektivitas pengendalian inflasi, TPID juga menggiatkan kegiatan komunikasi

ke media massa mengenai pasokan komoditas untuk membentuk ekspektasi masyarakat. Hal-hal yang

dikomunikasikan antara lain:

1. Memberikan penjelasan yang proporsional dampak letusan Gunung Sinabung terhadap pasokan

barang kebutuhan masyarakat dan upaya pemerintah dalam menangani bencana..

2. Melakukan kunjungan kepada importir ataupun distributor untuk melakukan pemantauan

pasokan dan harga di level produsen.

3. Melakukan klarifikasi inflasi angkutan udara dengan mengundang maskapai penerbangan dan

membahas metodologi survei dengan BPS mengingat angkutan udara sering menjadi komoditas

penyumbang inflasi.

4. Melakukan Capacity Building bagi TPID Kabupaten/kota yang baru terbentuk dan SKPD terkait.

5. Mengupayakan peningkatan kerjasama perdagangan antardaerah.

6. Melakukan upaya penegakan hukum terhadap penimbunan komoditas melaui kerjasama dengan

instansi yang berwenang.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Pembiayaan kegiatan pada sektor Korporasi, berupa kredit yang diterima dari Bank Umum terus

menunjukkan pertumbuhan yang relatif masih baik. Meskipun mengalami pertumbuhan yang melambat

pada akhir tahun seiring dengan kredit yang disalurkan oleh perbankan, proporsi kredit yang diterima

oleh sektor ekonomi lapangan usaha terhadap total kredit yand disalurkan terus mengalami peningkatan,

dari 63,0% pada awal tahun 2012 menjadi 67,7% pada akhir tahun 2013. Namun, kredit yang diberikan

oleh Bank Umum kepada tiga sektor utama di Sumbagut (Pertanian, Industri Pengolahan, dan

Perdagangan Hotel dan Restoran/PHR) pada akhir tahun 2013 relatif tidak mengalami perubahan

signifikan dibandingkan dengan posisi kredit pada akhir tahun 2012. Proporsi kredit kepada tiga sektor

utama tersebut hanya meningkat sedikit dari 53,2% dari total kredit di Desember 2012 menjadi 56,9% di

akhir tahun 2013. Seiring dengan perlambatan total kredit Perbankan, pertumbuhan kredit kredit kepada

ketiga sektor utama tersebut juga mengalami perlambatan dari 26,5% (yoy) di Desember 2012 menjadi

25,7% (yoy) pada 2013.

Sementara itu, di tengah tingginya risiko yang dihadapi dunia usaha, terkait cuaca dan bencana alam,

risiko kredit, sebagaimana tercermin pada nonperforming loans (NPL) di sektor lapangan usaha wilayah

Page 153: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 153

Sumbagut justru menunjukkan tren menurun (Grafik IV.1.22). Meski demikian, masih berlangsungnya

erupsi Gunung Sinabung, membuat risiko kelangsungan usaha pelaku usaha di daerah tersebut masih

tinggi. Hal ini berdampak negatif pada kemampuan bayar pelaku usaha tersebut, khususnya di sektor

pertanian dan THR.

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

2011 2012 2013

Triliun Rp.

Pertanian Industri Pengolahan

PHR NPL Kredit Sektor Lap. Usaha (%)

Grafik IV.1.21. Perkembangan Kredit kepada Tiga Sektor Utama dan NPL Kredit Sektor Lap.Usaha

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

0

5

10

15

20

25

30

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

No

v

De

s

2011 2012 2013

Triliun Rp.

Kredit KPR

Kredit KKB

Growth KPR yoy (%)

Growth KKB yoy (%)

%

Grafik IV.1.22. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Tahunan Kredit KPR dan KKB

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit konsumsi yang disalurkan kepada sektor ekonomi bukan lapangan usaha (rumah tangga) di

wilayah Sumbagut secara nominal terus mengalami peningkatan hingga akhir Desember 2013, meskipun

dengan pertumbuhan yang melambat. Berdasarkan daerahnya, kredit kepada rumahtangga terutama

disalurkan perbankan ke Sumatera Utara yaitu mencapai 77,5% dari total kredit konsumsi, sementara

sisanya (22,5%) ke Provinsi Aceh. Meskipun terus mengalami peningkatan, NPL kredit rumah tangga

masih relatif rendah yaitu dikisaran 1% sampai dengan 2%.

Berdasarkan kelompoknya, kredit yang diterima rumah tangga terutama digunakan untuk kredit

kepemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor. Seiring dengan implementasi berbagai kebijakan

yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu Loan to Value (LTV) yang diterapkan sejak Juni 2012, LTV Jilid

II pada September untuk kredit pemilikan properti, konsumsi beragun properti, dan kendaraan bermotor

(KKB), kredit yang diterima oleh rumah tangga di wilayah Sumbagut terus mengalami perlambatan

pertumbuhan (Grafik IV.1.22). Meskipun pertumbuhan KKB dan KPR terus mengalami perlambatan, NPL

untuk KPR justru terus merangkak naik, walau masih dalam kisaran yang cukup rendah (di bawah 5%).

Pada Desember 2013, NPL untuk KPR properti residensial berkisar antara 2,4% sampai dengan 4,7%,

sementara NPL untuk KPR kepemilikan apartemen/flat tipe 22 sampai dengan 70 justru berada pada

level cukup tinggi (di atas 10%). Sementara itu, untuk NPL kredit KKB relatif masih cukup rendah (di

bawah 2%). Untuk NPL kredit yang dalam tren meningkat, dan NPL yang sudah pada level di atas 5%,

perlu mendapat perhatian. Apabila kondisi ini dibiarkan, dikhawatirkan akan berdampak pada

ketidakstabilan sistem keuangan karana “gagal bayar” di sektor rumah tangga.

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Dari keseluruhan kredit yang disalurkan, kredit kepada sektor UMKM triwulan IV 2013 di wilayah

Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) masih relatif rendah yaitu di bawah 27% (Grafik V.31). Dengan kata

lain, potensi pembiayaan perbankan ke sektor usaha di wilayah Sumatera Bagian Utara masih sangat

Page 154: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 154

tinggi. Secara sektoral, terjadi perubahan skema penyaluran kredit UMKM, yaitu dari sektor industri

pengolahan ke sektor pertanian dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran. Hal ini tercermin dari

turunnya porsi kredit kepada sektor industri pengolahan, terhadap total kredit UMKM, sejak Juli 2012

sebesar 12,81% menjadi 6,93% pada Desember 2013. Sementara itu, kredit pada sektor Pertanian terus

meningkat menjadi 15,23%, sedangkan sektor perdagangan besar dan eceran meningkat dari menjadi

53,46% pada Desember 2013.

Terkait dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), posisi KUR relatif tidak mengalami perubahan berarti,

meskipun plafon KUR yang diberikan masih cukup tinggi. Hingga akhir Desember 2013, KUR wilayah

Sumbagut baru mencapai 35,9% dari plafon kredit atau sekitar Rp3,1 triliun. Sementara itu, akses

terhadap layanan jasa perbankan juga dirasakan masih terbatas meskipun mengalami peningkatan.

Masih relatif terbatasnya layanan jasa perbankan juga tercermin dari rasio terhadap jumlah rekening per

penduduk yang masih di bawah 50%. Terbatasnya persyaratan administratif yang dimiliki pengusaha

UMKM menjadi faktor penyebab kesulitan memperoleh akses kepada pembiayaan perbankan. Terkait

dengan ini, telah ditunjuk suatu lembaga yang menjamin kredit daerah, terutama UMKM. Dengan

hadirnya lembaga ini diharapkan dapat mempermudah akses UMKM kepada perbankan, meski belum

bankable.

Kinerja Sistem Pembayaran

Transaksi perbankan di wilayah Sumbagut melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

pada triwulan IV 2013, baik secara nominal maupun volume mengalami penurunan. Secara nominal,

transaksi RTGS turun 29,5% (qtq) menjadi Rp160,3 triliun, sedangkan untuk volume mengalami

penurunan 32,3% (qtq) menjadi sebesar 157.740 transaksi (Tabel IV.1.2). Penurunan nominal maupun

volume transaksi RTGS di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan IV 2013 tersebut diduga terkait dengan

preferensi masyarakat untuk memilih transaksi tunai dalam rangka perayaan hari raya Natal dan Tahun

Baru pada periode laporan.

Tabel IV.1.2. Perkembangan Transaksi dan Rata-rata Transaksi RTGS per Hari

*Data Sementara

Sementara itu, perputaran kliring perbankan di kawasan Sumatera Bagian Utara pada triwulan IV 2013

mengalami peningkatan secara nominal sebesar 0,4% (qtq) menjadi sebesar Rp34,4 triliun (Tabel V.3).

Namun, secara volume transaksi warkat kliring justru lebih rendah 5,6% (qtq) menjadi hanya 829.539

lembar warkat. Akibatnya, besaran rata-rata per hari nilai transaksi kliring di Sumatera Utara mencapai

Rp545 miliar, dengan rata-rata jumlah warkat yang diproses sebanyak 13.167 lembar warkat per-hari.

Page 155: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 155

Tabel IV.1.3. Perkembangan Perputaran Kliring Sumbagut

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Perkembangan aliran uang kartal di kawasan Sumatera Bagian Utara pada triwulan IV 2013 mengalami

net outflow Rp5,23 triliun. Nilai tersebut meningkat hingga 60,8% (qtq). Sektor PHR merupakan salah

satu sektor utama Sumbagut, sehingga sesuai dengan sektor utamanya, karakteristik aliran uang kartal

Sumbagut adalah aliran masuk neto (net inflow). Tingginya peningkatan arus masuk uang kartal di

Sumbagut pada triwulan IV 2013, ditengarai disebabkan meningkatnya transaksi perdagangan, terutama

Sumatera Utara, terkait dengan persiapan Natal dan Tahun Baru. Selain itu, Bank Indonesia juga

senantiasa berupaya untuk memadukan layanan pembayaran tunai dan nontunai dalam rangka

mewujudkan less-cash society. Salah satu pemaduan layanan pembayaran tunai dan nontunai yang

dilakukan Bank Indonesia adalah melalui pelayanan penukaran uang menggunakan Alat Pembayaran

Menggunakan Kartu (APMK) yang bertujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan

APMK sebagai alternatif uang kertas dan uang logam terutama pecahan kecil.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi wilayah Sumbagut pada tahun 2014 diprakirakan tetap berada

dalam lintasan yang meningkat. Perekonomian diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,5% – 6,0 %,

bersumber dari permintaan domestik yang tetap kuat. Kegiatan Pemilu 2014 diperkirakan sudah mulai

memberikan dampak pada meningkatnya konsumsi domestik. Ekspansi kelas menengah yang terus

menguat mendorong peran konsumsi rumah tangga serta tetap tingginya impor barang konsumsi.

Sementara itu, pertumbuhan investasi relatif masih optimis didorong oleh penyelesaian infrastuktur yang

menjadi bagian proyek dalam MP3EI, pembangunan pabrik-pabrik industri pengolahan dan meningkatnya

belanja modal APBD tahun 2014.

Sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan Sektor Pertanian pada tahun 2014 diperkirakan masih

cukup stabil. Harga komoditas yang diperkirakan membaik menjadi faktor pendorong optimisme,

terutama sektor industri pengolahan. Meningkatnya occupancy rate perhotelan dan transaksi

perdagangan sebagai efek dari Pemilu akan mendorong pertumbuhan dari sektor PHR pada tahun 2014.

Meski demikian kinerja ekonomi Sumbagut dari lapangan usaha tersebut dibayangi oleh beberapa faktor

berpotensi menurunkan kinerja, seperti risiko cuaca yang sulit diprediksi, dan berlanjutnya pelemahan

nilai tukar rupiah yang dapat meningkatkan biaya produksi.

Prospek Inflasi

Inflasi Sumbagut pada tahun 2014 diperkirakan menurun menuju kisaran target inflasi nasional sebesar

4,5%±1%. Terkendalinya inflasi pada sasaran nasional diperkirakan bersumber dari membaiknya pasokan

Page 156: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 156

bahan pangan. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk mendukung tersedianya pasokan antara lain

perubahan ketentuan impor bahan pangan; tersedianya informasi harga pangan yang semakin mudah

diakses masyarakat sejalan dengan diimplementasikannya PIHPS Sumut; ekstensifikasi dan intensifikasi di

sektor pertanian seperti program perluasan areal pertanian; serta pembangunan SLBTT (Sekolah

Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu). Pembangunan infrastruktur terkait konektivitas akan semakin

mendukung distribusi lebih lancar dan meningkatnya kerjasama perdagangan.

Di sisi lain beberapa faktor risiko yang dapat membawa inflasi ke atas antara lain komoditas bawang

putih, bawang merah, kedelai dan daging sapi karena banyak bersumber dari impor sehingga sangat

sensitif terhadap gejolak nilai tukar. Selain itu, rencana pembebanan biaya operasional angkutan udara

(cost surcharge); kenaikan PPh Pasal 22 atas impor barang tertentu dari 2,5% menjadi 7,5%; pengurangan

subsidi tenaga listrik untuk industri; pengurangan subsidi gas; periode musiman hari raya keagamaan

atau tahun ajaran baru; Pemilu 2014 yang berpotensi mendorong peningkatan konsumsi domestik; serta

gangguan alam yang dapat mengganggu produksi dan distribusi bahan makanan seperti curah hujan yang

tinggi pada awal tahun diperkirakan juga memberi tekanan terhadap inflasi Sumbagut.

Tabel IV.1.4. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

I II III IV Total Totalp

PDRB (%,yoy) 6.3 6.0 5.9 5.6 5.5 5.4 5.6 5.8 - 6.2

Sisi Permintaan

Konsumsi 6.2 5.6 7.0 6.7 6.7 5.7 6.5 7.4 - 7.8

Konsumsi swasta 6.4 5.9 7.5 6.7 6.6 5.5 6.6 7.8 - 8.2

Konsumsi Pemerintah 5.4 4.5 4.8 4.1 4.4 3.9 4.3 7.4 - 7.8

Pembentukan Modal Tetap Bruto* 6.8 6.8 8.6 8.2 7.0 5.0 7.2 8.0 - 8.4

Ekspor 12.7 2.8 1.2 3.6 4.0 5.7 3.6 3.1 - 3.5

Impor 16.3 4.9 6.7 7.3 7.9 6.4 7.1 7.0 - 7.4

Sisi Produksi

Sektor pertanian 5.0 4.9 5.5 3.5 3.1 3.2 3.8 3.3 - 3.7

Sektor pertambangan & penggalian 2.5 0.2 1.0 2.1 1.8 0.2 1.3 -0.7 - -0.3

Industri pengolahan 2.0 3.4 2.4 3.3 2.8 4.3 3.2 3.8 - 4.2

Listrik, gas & air bersih 8.2 3.9 5.5 4.7 3.5 3.0 4.1 3.9 - 4.3

Bangunan 8.1 6.8 7.1 7.9 6.8 6.4 7.0 7.2 - 7.6

Perdagangan, hotel & restoran 7.8 7.2 7.7 7.8 7.8 7.2 7.6 8.8 - 9.2

Pengangkutan & komunikasi 9.7 8.3 8.1 7.8 7.2 5.4 7.1 8.3 - 8.7

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 13.1 10.9 8.1 8.2 10.0 6.6 8.2 8.1 - 8.5

Jasa-jasa 7.3 6.7 6.4 6.1 7.2 8.2 7.0 5.8 - 6.2

Inflasi IHK (%,yoy) 3.6 3.5 5.5 6.3 9.0 9.9 9.9 5.6 - 6.0

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolah

p : angka proyeksi

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Wilayah2011 2012

2013 2014

Page 157: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 157

Bagian IV.2. Perekonomian Sumatera Bagian Tengah

PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada triwulan IV 2013 kinerja perekonomian wilayah Sumatera bagian tengah (Sumbagteng)

menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,5 %, meningkat cukup tinggi

dibandingkan dengan triwulan III 2014 yang hanya tumbuh 5,0% (yoy). Membaiknya pertumbuhan

ekonomi ditopang oleh meningkatnya perekonomian Riau dan Sumatera Barat. Realisasi konsumsi

pemerintah, yang meningkat signifikan dan perbaikan kinerja ekspor pada akhir tahun, mampu

mendorong perekonomian Sumbagteng mencapai pertumbuhan tertinggi sepanjang tahun 2013. Untuk

keseluruhan tahun, perekonomian wilayah Sumbagteng tumbuh melambat dibandingkan dengan capaian

tahun sebelumnya. Melemahnya aktivitas ekspor dan investasi menjadi sumber perlambatan ekonomi di

wilayah ini.

Pertumbuhan ekonomi wilayah Sumbagteng diprakirakan melambat pada triwulan I 2014. Ekonomi

Sumbagteng diprakirakan hanya dapat tumbuh 4,8% (yoy). Pelemahan tersebut terutama dipengaruhi

oleh menurunnya konsumsi pemerintah pada awal tahun, minimnya investasi, dan menurunnya ekspor

komoditas utama sejalan dengan siklus produksinya. Namun, secara keseluruhan tahun, perekonomian

wilayah Sumbagteng diprakirakan tumbuh menguat di kisaran 4,9% - 5,4% (yoy), dengan kecenderungan

bias ke atas. Meningkatnya konsumsi masyarakat, seiring dengan daya beli yang menguat, dan

membaiknya ekspor, sejalan dengan tren pergerakan harga komoditas yang menguat, menjadi sumber

utama penguatan ekonomi pada tahun 2014.

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat pada triwulan IV 2013 seiring masih tingginya tekanan inflasi

pada akhir tahun. Ketersediaan bahan makanan yang terbatas, akibat gangguan produksi dan distribusi

suplai bahan makanan, yang terkendala cuaca, menjadi faktor utama pendorong inflasi. Tingginya inflasi

melemahkan daya beli masyarakat. Kondisi ini menyebabkan rumah tangga harus mengurangi

konsumsinya (Grafik IV.2.1). Meski demikian, perlambatan tersebut tidak terjadi di Riau karena relatif

tingginya pendapatan per kapita mampu menjaga daya beli masyarakat. Untuk keseluruhan tahun 2013,

pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif stabil ditopang oleh membaiknya pendapatan masyarakat

Riau.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 diprakirakan menguat seiring dengan tekanan inflasi yang

mereda. Selain itu, peningkatan konsumsi juga didukung oleh peningkatan belanja terkait pemilihan

kepala daerah (Pilkada) oleh masing-masing kandidat, baik untuk legislatif tingkat kota/kabupaten,

provinsi dan pemerintah pusat. Indikasi penguatan konsumsi ini terlihat dari kenaikan Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK) dalam Survei Konsumen bulan Desember (Grafik IV.2.2). Penguatan IKK didorong oleh

membaiknya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE), sejalan dengan

ekspektasi peningkatan pendapatan, sebagai dampak dari kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan

nilai tukar petani (NTP) karena potensi kenaikan harga komoditas ekspor utama.

Page 158: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 158

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I* II*

2011 2012 2013 2014

Nominal Growth (RHS)

Triliun Rp %, yoy

*Proyeksi Bank Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.2.1. Pertumbuhan Konsumsi RT

-

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

Indeks

Indeks Keyakinan Konsumen

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Indeks Ekspektasi Konsumen

Baseline (Batas Positif)

Grafik VI.2.2. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

0

2

4

6

8

10

12

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I* II*

2011 2012 2013 2014

Nominal Growth (RHS)

Triliun Rp %, yoy

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.2.3. Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

-

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun Rp

Nominal growth (RHS)

%, yoy

Grafik IV.2.4. Perkembangan Simpanan Pemda

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi pemerintah meningkat signifikan pada akhir tahun sesuai dengan pola historisnya (Grafik

IV.2.3). Tingginya realisasi belanja pemerintah di Sumatera Barat dan Jambi bahkan berdampak pada

tumbuhnya konsumsi pemerintah di atas 10% (yoy). Dengan penyerapan anggaran yang meningkat

pesat, simpanan pemerintah daerah di bank umum menurun drastis, khususnya pada bulan Desember

(Grafik IV.2.4). Namun, secara keseluruhan tahun, konsumsi pemerintah melambat akibat minimnya

realisasi proyek pemerintah daerah berskala besar dan menurunnya persentase realisasi belanja

terhadap target APBD. Selama tahun 2013, hanya terdapat pelaksanaan dua proyek besar yaitu proyek

jembatan gantung di Jambi dan proyek jalan kelok sembilan di Sumatera Barat. Pada triwulan I 2014,

pertumbuhan konsumsi pemerintah diprakirakan kembali melambat sesuai dengan siklus belanja

pemerintah yang masih lambat pada awal tahun. Walaupun demikian, belanja pemerintah diyakini akan

lebih cepat terealisasi sejalan dengan tahun penyelenggaraan pemilu.

Investasi

Pertumbuhan investasi pada triwulan IV 2013 mengalami perlambatan (Grafik VI.2.5). Minimnya

investasi skala besar baik oleh swasta maupun pemerintah menjadi salah satu faktor penyebabnya

(Grafik IV.2.6). Berdasarkan hasil liaison, sebagian besar kegiatan investasi yang dilakukan oleh swasta

Page 159: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 159

diperuntukan untuk perawatan mesin dan peralatan pendukung produksi. Investasi swasta terbesar

terjadi di kegiatan pertambangan, yang digunakan untuk keperluan perbaikan sumur, pengeboran di

sumur sisipan, perawatan dan usaha eksplorasi sumur baru. Di sisi lain, investasi yang dilakukan oleh

pemerintah relatif kecil terkait dengan banyaknya proyek infrastruktur MP3EI yang terkendala

pembebasan lahan. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan investasi turut melambat sejalan dengan

tingginya laju inflasi dan melemahnya nilai tukar.

Perlambatan investasi diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan I 2014. Hal ini terindikasi dari

informasi hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengenai ketiadaan investasi besar baru hingga awal

tahun depan. Kondisi ini sejalan dengan pesimisme pelaku usaha dalam memandang iklim investasi

akibat kenaikan suku bunga pinjaman, nilai tukar rupiah yang masih rendah, dan ketidakpastian politik

terkait dengan adanya pemilu.

0

2

4

6

8

10

12

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I* II*

2011 2012 2013 2014

Nominal Growth (RHS)

Triliun Rp %, yoy

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.2.5. Perkembangan Pertumbuhan Investasi

-40

-20

0

20

40

60

80

100

I II III IV

2013

Pertumbuhan Realisasi Investasi

%, yoy

Sumber: Laporan Kegiatan Penanaman Modal

Grafik IV.2.6. Realisasi Investasi Proyek

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Transaksi ekspor mencatat perbaikan signifikan pada triwulan IV 2013. Keunggulan kompetitif akibat

pelemahan nilai tukar rupiah, didukung oleh membaiknya perekonomian global, berdampak pada

meningkatnya ekspor pada akhir tahun (Grafik IV.2.7.). Kondisi ini terutama terlihat dari kenaikan ekspor

pada komoditas CPO, seiring dengan masa panen kelapa sawit, terutama di Sumatera Barat dan Riau

(Grafik IV.2.8.). Namun, secara keseluruhan tahun, kinerja ekspor mengalami perlambatan, terutama

akibat melambatnya perekonomian global yang berdampak pada menurunnya permintaan ekspor.

Perkembangan harga komoditas kelapa sawit dan karet yang menurun turut memperburuk nilai ekspor

(Grafik IV.2.9.).

Kinerja ekspor diprakirakan masih cukup kuat pada triwulan I 2014, seiring dengan kenaikan permintaan

negara mitra dagang. Kenaikan permintaan tersebut didukung oleh membaiknya perekonomian global,

seperti Singapura, India, China, dan Amerika Serikat, sehingga membawa optimisme meningkatnya

kinerja ekspor. Kondisi tersebut juga didukung oleh nilai tukar rupiah yang masih kondusif dan tren

meningkatnya harga komoditas utama. Komoditas komponen elektronik dan CPO akan menjadi

komoditas ekspor utama Sumbagteng pada periode ini.

Page 160: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 160

Impor

Kegiatan impor sedikit melambat pada triwulan akhir tahun 2013 akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan

menurunnya daya beli masyarakat. Melambatnya pertumbuhan impor terutama berasal dari impor

bahan baku keperluan industri (Grafik IV.2.10.). Secara keseluruhan tahun, impor mengalami

perlambatan cukup signifikan diantaranya akibat melambatnya aktivitas industri di Kepulauan Riau.

Seiring dengan meningkatnya ekspor barang industri dan masa tanam kelapa sawit, kebutuhan impor

pada triwulan I 2014 diprakirakan akan meningkat. Dengan membaiknya kondisi ekonomi global,

terutama negara mitra dagang, permintaan barang ekspor diperkirakan membaik. Peningkatan ekspor,

terutama untuk produk industri, akan meningkatkan kebutuhan bahan baku, yang umumnya masih

bergantung dari impor. Selain itu masuknya masa tanam kelapa sawit di Riau dan Sumatera Barat

berdampak pada meningkatnya kebutuhan pupuk, yang umumnya masih dipenuhi melalui impor.

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012 2013

Miliar USDJuta Ton

Volume Ekspor Non-Migas (RHS) Nilai Ekspor Non-Migas (LHS)

Grafik IV.2.7. Perkembangan Ekspor Nonmigas

(100)

(80)

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

gCPO gKaret gElektronik

%, yoy %,yoy

Grafik IV.2.8. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Utama

0

100

200

300

400

500

600

700

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121*

2010 2011 2012 2013 2014

USD sen per kgUSD per Metrik Ton

CPO (LHS) Karet (RHS)

Sumber: Bloomberg

Grafik IV.2.9. Perkembangan Harga Karet dan CPO Dunia

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012 2013

Juta TonJuta Ton

Barang Setengah Jadi untuk Keperluan Industri

Bahan Baku Keperluan Industri

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.2.10. Perkembangan Volume Impor Komoditas Utama

Page 161: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 161

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Pertambangan

Pada triwulan IV 2013 pertumbuhan sektor pertambangan mencatat peningkatan namun masih berada

di level yang rendah (Grafik IV.2.12). Membaiknya pertumbuhan lifting minyak di Riau mampu

meningkatkan kinerja sektor pertambangan. Perbaikan ini juga ditopang oleh meningkatnya eksplorasi

penambangan batu kapur di Sumatera Barat seiring dengan naiknya kebutuhan semen untuk sektor

bangunan. Namun, secara keseluruhan tahun 2013, sektor pertambangan masih mencatat pertumbuhan

yang negatif. Kondisi ini diakibatkan oleh lifting minyak bumi di Riau yang secara umum masih dalam

tren yang menurun, karena sebagian besar sumur minyak sudah tua dan kurang produktif. Pada triwulan

I 2014, pertumbuhan sektor pertambangan diprakirakan konsisten di level yang rendah dan kembali

tumbuh melambat. Lifting produksi minyak bumi di Riau dipastikan terus menurun seiring dengan

minimnya penemuan sumur baru (Grafik IV.2.11).

(10,0)

(8,0)

(6,0)

(4,0)

(2,0)

-

2,0

4,0

-

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

%ribu barel/hari

Lifting (lhs) yoy (rhs)

Sumber : PT Chevron, diolah

Grafik IV.2.11. Lifting Minyak Riau

3,8 3,9

3,2

2,41,9

-0,4

-1,2

-2,1

-4,1

-1,6

0,4

1,2

0,6 0,7

I II III IV I II III IV I II III IV I* II*

2011 2012 2013

Sumber : BPS, diolah

Grafik IV.2.12. Pertumbuhan Sektor Pertambangan

Sektor Industri Pengolahan

Pertumbuhan sektor industri pengolahan sedikit melambat pada triwulan IV 2013 (Grafik IV.2.13).

Ekspansi sektor industri dalam rangka pemenuhan ekspor tertahan oleh melemahnya permintaan

konsumsi rumah tangga akibat tekanan inflasi yang meningkat. Secara keseluruhan tahun 2013, sektor

kinerja industri pengolahan membaik, dibandingkan dengan tahun 2012. Perbaikan tersebut bersumber

dari meningkatnya produksi olahan kelapa sawit.

Pada triwulan I 2014, sektor industri pengolahan diprakirakan kembali menguat. Kondisi ini ditopang oleh

mulai membaiknya permintaan baik dari domestik maupun luar negeri, seiring dengan perbaikan daya

beli masyarakat dan perekonomian global. Subsektor industri pengolahan yang diperkirakan meningkat

adalah industri makanan dan minuman, seiring membaiknya konsumsi masyarakat, dan industri logam

dasar besi dan baja, sejalan dengan perbaikan ekonomi negara-negara tujuan ekspor Kepulauan Riau

seperti Amerika Serikat, Eropa, China dan India. Geliat sektor industri pengolahan juga didukung dari sisi

pembiaaan, tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan yang dalam

tren meningkat (Grafik IV.2.14).

Page 162: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 162

5,5

8,1

6,7

5,1 5,0

4,1

5,2 5,2

7,4

6,0

5,3 5,2 5,3

5,9

I II III IV I II III IV I II III IV I* II*

2011 2012 2013

%, yoy

Sumber : BPS, diolah

Grafik IV.2.13. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan (%, yoy)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

-

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun Rp

Nominal Kredit g (%, YoY)

%, yoy

Grafik IV.2.14. Perkembangan Penyaluran Kredit Industri Pengolahan

Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV 2013 mencatat peningkatan pertumbuhan yang cukup

signifikan. Pertumbuhan sektor pertanian tersebut mencapai 6,3%, tertinggi sepanjang tahun 2013

(Grafik IV.2.15). Masuknya masa panen kelapa sawit di Riau dan Sumatera Barat pada periode tersebut

menjadi faktor utama pendorong kinerja sektor pertanian. Namun pada triwulan I 2014, pertumbuhan

sektor pertanian diperkirakan melambat. Meningkatnya curah hujan berpotensi mengganggu produksi

tanaman pangan dan hortikultura (Grafik IV.2.16). Selain itu, selesainya masa panen kelapa sawit dan

belum membaiknya harga karet dunia akan menurunkan produksi dari subsektor perkebunan.

5,4

4,44,8

3,4

4,4 4,5

3,0

3,84,1

3,4

4,5

6,3

4,5

5,3

I II III IV I II III IV I II III IV I* II*

2011 2012 2013

%, yoy

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.2.15. Pertumbuhan Sektor Pertanian

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika

Grafik IV.2.16. Prakiraan Curah Hujan Hingga Maret 2014

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Kondisi ketenagakerjaan di wilayah Sumbagteng mengalami pemburukan seiring dengan melemahnya

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013. Hal ini terlihat dari naiknya Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) di seluruh provinsi di Sumbagteng yaitu pada kisaran 0,5% - 1,6%. Kenaikan rasio tertinggi terjadi di

Jambi, sementara terendah terjadi di Sumatera Barat. Meskipun demikian Jambi tetap menjadi provinsi

yang memiliki TPT terkecil sebesar 4,8% dan Sumatera Barat memiliki TPT terbesar mencapai 7,0%.

Page 163: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 163

Dari sisi kesejahteraan, perkembangan penduduk miskin relatif bervariasi. Di tengah tingginya tingkat

inflasi, di atas 8%, dan melemahnya harga komoditas kelapa sawit dan karet berdampak pada

menurunnya daya beli dan meningkatkan persentase penduduk miskin di Riau dan Jambi. Sementara itu,

peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) mampu mendukung terjaganya daya beli masyarakat dan

memberi perbaikan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat dan Kepulauan Riau.

PERKEMBANGAN INFLASI

Laju inflasi pada triwulan IV 2013 mengalami kenaikan signifikan. Tingginya tekanan harga di seluruh

provinsi di wilayah Sumbagteng berdampak pada tingkat inflasi yang mencapai 9,11% (yoy), jauh

meningkat dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 8,18% (yoy) (Grafik IV.2.17). Laju

inflasi Sumatera Barat terus bertahan dan meningkat di level dua digit. Demikian pula halnya Riau,

Kepulauan Riau dan Jambi yang meningkat dari kisaran level 7% (yoy) menjadi di kisaran level 8% (yoy).

Secara umum, meningkatnya laju inflasi disebabkan oleh permasalahan pasokan bahan makanan, seiring

dengan cuaca yang kurang kondusif dan peningkatan permintaan pada periode libur natal dan tahun

baru.

Sumber utama kenaikan inflasi secara signifikan berasal dari kelompok barang administered prices dan

kelompok barang volatile food (Grafik IV.2.18). Pada kelompok barang administered prices, tekanan

inflasi meningkat disebabkan oleh naiknya tarif angkutan udara terkait adanya periode liburan panjang

antara 25 Desember 2013 hingga 1 Januari 2014. Selain itu, kenaikan inflasi administered prices juga

disebabkan oleh komoditas rokok, yang mengalami kenaikan di Jambi dan Riau sebagai dampak

perubahan tarif cukai tahun 2013. Sementara itu, laju inflasi kelompok barang volatile food meningkat

terutama akibat kenaikan harga cabe merah, bawang merah, dan beras. Harga beras di Sumatera Barat

dan Riau naik akibat meningkatnya curah hujan sehingga mengganggu kegiatan produksi di Sumatera

Barat. Sedangkan kenaikan harga cabe merah dan bawang merah terjadi di Kepulauan Riau akibat

gangguan cuaca sehingga suplai bahan makanan dari luar daerah tidak lancar.

Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi diperkirakan sedikit mereda, meski kondisi cuaca belum kondusif

mendukung produksi sektor pertanian pada awal tahun. Mulai membaiknya kondisi cuaca pada bulan

Februari dan kesigapan pemerintah dalam menjaga ketersediaan bahan makanan melalui impor

diperkirakan dapat menahan tekanan inflasi.

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Mencermati perkembangan harga selama tahun 2013, faktor penyebab meningkatnya tekanan

inflasi di wilayah Sumbagteng bervariasi di tiap daerah. Secara umum, kenaikan harga disebabkan

oleh gangguan pasokan, kenaikan harga barang yang diatur pemerintah (BBM dan tarif listrik),

informasi harga yang tidak sempurna, serta peningkatan permintaan menjelang perayaan hari

keagamaan dan hari libur. Bank Indonesia beserta jajaran anggota Tim Pengendali Inflasi Daerah

(TPID) provinsi melaksanakan beberapa program kerja guna mengendalikan tekanan inflasi daerah.

Di Sumatera Barat dan Jambi telah dibangun Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) guna

mengendalikan ekspektasi masyarakat mengenai harga dan mengurangi asimetri informasi. Selain

itu juga dilakukan program pengembangan klaster cabe merah di provinsi yang sama guna menjaga

ketersediaan cabe merah. Penyaluran beras raskin dan penyelenggaraan operasi pasar murah juga

dilakukan dalam upaya meredam kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.

Page 164: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 164

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013

inflasi sumbagteng

inflasi nasional

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.2.17. Perkembangan Inflasi

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Adm. Prices

Volatile Foods

Core

% yoy

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.2.18. Disagregasi Inflasi

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Pertumbuhan pembiayaan sektor utama daerah mulai menunjukkan peningkatan, meski belum

setinggi pertumbuhan triwulan sebelumnya (Grafik IV.2.19.). Jumlah kredit yang disalurkan pada

triwulan IV 2013 tumbuh sebesar 17% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 15% (yoy). Sumber peningkatan berasal dari penyaluran kredit

sektor industri pengolahan yang tumbuh signifikan, dari 27% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi

32% (yoy), didorong oleh penyaluran kredit industri pengolahan kelapa sawit (Grafik IV.2.22). Laju

pertumbuhan kredit tertahan oleh perlambatan kredit pada sektor pertanian, dari 12% (yoy) pada

triwulan III 2013 menjadi 11% (yoy) (Grafik IV.2.20.). Selain itu, banyak perusahaan yang

mendapatkan dana pembiayaan dari head-office/holding company atau pinjaman dari bank luar

negeri yang menawarkan tingkat suku bunga lebih rendah dibandingkan dengan tingkat suku bunga

bank dalam negeri. Akibatnya, pinjaman kredit dari bank dalam negeri tumbuh terbatas.

Non Performing Loan (NPL) sektor utama Sumbagteng masih dalam batas aman, jauh dibawah

toleransi NPL sebesar 5%. NPL kredit sektor pertanian pada triwulan IV 2013 mencatat perbaikan

seiring dengan meningkatnya produksi dan harga jual CPO. Sementara itu NPL kredit sektor industri

pengolahan konsisten di level yang sangat rendah, berada pada kisaran 1%.

-

5

10

15

20

25

30

35

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun Rp

Nominal Kredit Pertumbuhan Kredit

%, yoy

Grafik IV.2.19. Pertumbuhan Penyaluran Kredit

-

5

10

15

20

25

30

35

40

-

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun Rp

Nominal Kredit Pertumbuhan Kredit

%, yoy

Grafik IV.2.20. Penyaluran Kredit Pertanian dan Perkebunan

Page 165: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 165

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun RpNominal Kredit Pertumbuhan Kredit

%, yoy

Grafik IV.2.21. Penyaluran Kredit Industri Pengolahan CPO

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2014

NPL Sektor Industri Pengolahan NPL Pertanian

%

Grafik IV.2.22. Perkembangan NPL Kredit Industri Pengolahan Sawit

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Pada triwulan IV 2013, penyaluran kredit kepada rumah tangga tumbuh melambat. Kredit

konsumsi, sebagai indikator besaran penyaluran kredit kepada rumah tangga, memperlihatkan

kinerja yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit konsumsi pada

triwulan IV 2013 tumbuh sebesar 11,61% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,79% (yoy). Rendahnya pencapaian pertumbuhan

kredit konsumsi disebabkan oleh pertumbuhan penyaluran kredit properti yang melambat dan

penurunan penyaluran kredit kendaraan bermotor. Kredit properti tumbuh lebih rendah pada

triwulan IV 2013, yaitu dari 16,01% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 13,77% (yoy). Sementara

itu, penyaluran kredit kendaraan bermotor masih melanjutkan penurunan pada triwulan

sebelumnya. Kredit kendaraan bermotor tumbuh sebesar -10,92% (yoy) setelah pada triwulan

sebelumnya tumbuh sebesar -13,42% (yoy). Adanya kebijakan pengaturan LTV (Loan to Value)

pada pemberian kredit kepemilikan properti dan DP (Down Payment) kredit kendaraan bermotor

sejak pertengahan 2012, penyaluran kredit properti dan kendaraan bermotor tertahan karena

konsumen harus mengumpulkan dana yang cukup terlebih dahulu untuk memenuhi persyaratan

yang ditetapkan.

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

-

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun Rp

Nominal Kredit Pertumbuhan Kredit%, yoy

Grafik IV.2.23. Perkembangan Pertumbuhan Penyaluran Kredit Konsumsi

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2.012 2.013

gKredit Properti gKredit Kendaraan Bermotor%, yoy

Grafik IV.2.24. Penyaluran Kredit kendaraan Bermotor dan Kredit Properti

Page 166: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 166

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Penyaluran pembiayaan kepada UMKM menunjukkan penurunan. Pada triwulan IV 2013, kredit

UMKM yang disalurkan sebesar 15,31% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan

penyaluran kredit UMKM pada triwulan sebelumnya yang mencapai 19,22% (yoy). Menurunnya

pembiyaan kepada UMKM disebabkan oleh meningkatnya kehati-hatian perbankan dalam

menyalurkan kredit kepada UMKM. Hal ini merupakan dampak dari adanya kenaikan tingkat suku

bunga acuan yang berdampak pada kemampuan UMKM dalam membayar angsuran.

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

-

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun RpNominal Kredit

gKredit UMKM (%, YoY)

%

Grafik IV.2.25. Perkembangan Pertumbuhan Penyaluran Kredit UMKM

Kinerja Sistem Pembayaran

Perlambatan perekonomian berdampak pada penurunan transaksi di dalam sistem pembayaran.

Nilai transaksi BI-RTGS dari Sumbagteng ke luar Sumbagteng pada triwulan IV 2013 menurun dari

Rp31,6 triliun menjadi Rp28 triliun rupiah. Sejalan dengan kondisi tersebut, nilai transaksi BI-RTGS

dari luar Sumbagteng menuju Sumbagteng juga menurun dari Rp106,8 triliun menjadi Rp84,1 triliun.

Sebaliknya jumlah perputaran kliring mengalami peningkatan dari 409,6 ribu warkat menjadi 473,9

ribu warkat seiring dengan kebutuhan yang tinggi di akhir tahun.

-

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun

Ke Sumbagteng

Dari Sumbagteng

Grafik IV.2.26. Perkembangan Nilai Transaksi BI-RTGS

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

160.000

180.000

200.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Perputaran Kliring Penolakan CEK B/G

Lembar Lembar

Grafik IV.2.27. Perkembangan Jumlah Warkat Kliring dan Penolakan Cek B/G

Page 167: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 167

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Pada triwulan IV 2013, arus uang masuk mencatat penurunan, sejalan dengan meningkatnya

konsumsi masyarakat. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya kebutuhan uang kartal masyarakat

terkait libur keagamaan dan tahun baru. Nilai uang tunai yang masuk hanya sebesar Rp3,8 triliun

rupiah, jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp8,6 triliun. Namun

demikian, arus uang keluar relatif stabil dengan mencapai Rp10,5 triliun Kondisi ini tercermin juga

dari meningkatnya arus uang keluar. Demikian pula halnya nilai transaksi arus uang outflow yang

turun dari Rp10,7 triliun menjadi Rp10,5 triliun 2013. Sementara itu uang tidak layak edar (UTLE)

meningkat dimana nilai uang yang diberikan tanda Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB)

mengalami peningkatan dari Rp1,1 triliun rupiah menjadi Rp1,4 triliun.

-

1

2

3

4

5

6

7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Triliun Rp

Inflow

Outflow

Grafik IV.2.28. Perkembangan Inflow dan Outflow

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013

Pemusnahan UTLE

Miliar Rp

Grafik IV.2.29. Perkembangan Pemusnahan UTLE

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Sumbagteng diperkirakan tumbuh meningkat pada tahun 2014. Pertumbuhan diprakirakan

berada pada rentang 4,9% – 5,4% (yoy). Roda pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari

konsumsi masyarakat, seiring dengan meredanya inflasi sehingga daya beli menguat. Sementara itu,

ekspor diyakini membaik sejalan dengan tren pergerakan harga komoditas yang menguat dan

permintaan oleh negara tujuan ekspor yang meningkat. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan

pertumbuhan akan didorong oleh sejumlah sektor utama yaitu sektor industri pengolahan dan

sektor PHR berkontribusi dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Sektor industri pengolahan

diperkirakan tumbuh meningkat seiring dengan potensi peningkatan permintaan internasional akan

produk CPO dan elektronik. Di samping itu, kegiatan MICE serta kunjungan wisatawan ke wilayah

Sumbagteng diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor PHR.

Prospek Inflasi

Dari sisi harga, tekanan inflasi pada tahun 2014 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan

tahun 2013. Inflasi diprakirakan akan berada pada rentang 4,59% - 5,09% (yoy). Meredanya inflasi ke

depan juga disebabkan oleh ketiadaan kebijakan kenaikan harga energi strategis dan stabilnya

pertumbuhan ekonomi. Selain itu, potensi berlanjutnya pertumbuhan ekonomi Sumbagteng yang

Page 168: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 168

stabil di tahun 2014 juga mengurangi tekanan inflasi ke depan. Meski demikian, risiko inflasi ke

depan masih besar, di antaranya adalah gangguan cuaca yang akan memengaruhi pasokan pangan

dan rencana kenaikan harga sejumlah barang dan jasa oleh produsen yang belum dilakukan

sepenuhnya pada tahun 2013, terutama bila depresiasi nilai tukar masih berlanjut. Faktor risiko lain

yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan penerapan kebijakan subsidi tetap untuk bahan

bakar minyak (BBM).

Tabel IV.2.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

I II III IV Total Totalp

PDRB (%,yoy) 5.9 5.2 4.7 4.5 4.2 5.0 4.6 4,9 - 5,4

Sisi Permintaan

Konsumsi 5.7 6.2 6.8 6.1 5.3 6.3 6.1 6,9 - 7,4

Konsumsi swasta 5.5 6.3 7.4 6.8 5.9 6.4 6.4 7,5 - 8,0

Konsumsi Pemerintah 7.0 5.3 3.3 2.2 2.1 4.5 4.5 3,4 - 3,9

Pembentukan Modal Tetap Bruto 10.5 8.3 8.4 7.9 7.8 7.8 7.8 4,5 - 5,0

Ekspor 7.9 3.1 0.4 -0.2 0.1 1.8 1.8 3,2 - 3,7

Impor 8.8 5.5 3.2 1.4 1.6 1.9 1.9 4,3 - 4,8

Sisi Produksi

Sektor pertanian 4.5 3.9 3.2 3.4 4.5 6.3 4.6 3,9 - 4,4

Sektor pertambangan & penggalian 3.3 -0.4 -4.8 -1.6 0.4 1.2 -1.0 0,1 - 0,6

Industri pengolahan 6.3 4.9 7.7 6.0 5.3 5.2 5.9 6,0 - 6,5

Listrik, gas & air bersih 7.7 5.1 5.7 5.8 3.3 4.8 4.9 3,3 - 3,8

Bangunan 10.5 11.9 10.7 9.2 8.4 9.4 9.6 4,9 - 5,4

Perdagangan, hotel & restoran 8.2 11.3 11.1 8.5 4.9 5.9 7.5 8,4 - 8,9

Pengangkutan & komunikasi 8.6 9.0 9.2 8.5 6.2 7.1 7.7 7,8 - 8,3

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 7.1 8.5 9.3 7.1 5.7 4.9 6.7 6,3 - 6,8

Jasa-jasa 7.8 7.6 7.8 6.1 6.1 6.7 6.8 8,0 - 8,5

Inflasi IHK (%,yoy) 4.41 3.18 4.99 5.52 8.18 9.11 9.11 4,59 - 5,09

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Wilayah2011 2012

2013 2014

Page 169: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 169

Bagian IV.3. Perekonomian Sumatera Bagian Selatan

PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) pada triwulan IV 2013 tumbuh meningkat

seiring membaiknya kinerja sektor pertanian dan sektor pertambangan. Perbaikan kinerja sektor utama

tersebut berdampak pada meningkatnya konsumsi rumah tangga. Peningkatan pertumbuhan terjadi di

provinsi Sumatera Selatan, Lampung, dan Bengkulu. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan

ekonomi Sumbagsel tercatat meningkat dari 5,6% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 6,4% (yoy).

Bila dilihat secara keseluruhan tahun 2013, Sumbagsel mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sebagai dampak dari ketidakstabilan perekonomian global,

yang terefleksi dari rendahnya harga beberapa komoditas unggulan. Kondisi ini berdampak pada

melambatnya pertumbuhan sektor pertanian dan sektor perdagangan. Dari sisi permintaan, perlambatan

pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh lebih rendahnya pertumbuhan investasi dan konsumsi

pemerintah dari tahun sebelumnya. Perlambatan ini terjadi di seluruh provinsi di Sumbagsel.

Pertumbuhan ekonomi Sumbagsel pada tahun 2013 tercatat 5,9% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan

2012 yang mencapai 6,2% (yoy).

Pada triwulan I 2014 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sedikit melambat karena turunnya kinerja

sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan makanan (tabama) dan sektor pertambangan

migas. Dari sisi permintaan, faktor pendorong ekonomi pada triwulan I 2014 berasal ekspor luar negeri

untuk komoditas nonmigas, seiring dengan membaiknya perekonomian global dan harga komoditas

global. Meskipun demikian, meningkatnya impor luar negeri menjadi faktor pendorong perlambatan

ekonomi Sumbagsel pada triwulan ini.

Pada tahun 2014, perekonomian Sumbagsel diperkirakan tumbuh lebih tinggi, didorong terutama oleh

peningkatan konsumsi rumah tangga, seiring membaiknya ekspor komoditas perkebunan. Kondisi ekspor

perkebunan yang membaik akan mendorong kinerja dari sektor pendukung serta konsumsi domestik

seiring meningkatnya pendapatan masyarakat. Dengan terjaganya konsumsi masyarakat, pelaksanaan

pemilu 2014, dan pembangunan beberapa hotel berbintang, sektor PHR diperkirakan tumbuh meningkat

pada tahun 2014. Namun, belum ditemukannya sumber minyak baru di wilayah Sumbagsel, pengetatan

pemberian izin baru untuk tambang timah, serta penerapan aturan baru mengenai penjualan ekspor

timah membayangi capaian ekonomi Sumbagsel tahun 2014.

Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga tumbuh sedikit meningkat pada triwulan IV 2013 karena terjaganya pendapatan

masyarakat seiring membaiknya permintaan ekspor untuk komoditas pertanian dan pertambangan serta

pola konsumsi akhir tahun yang cenderung meningkat. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 7,7%

(yoy) meningkat tipis dari triwulan sebelumnya sebesar 7,6% (yoy) (Grafik IV.3.1.). Meningkatnya rata-

Page 170: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 170

rata indeks konsumsi barang tahan lama Sumbagsel dari 107,4 menjadi 110,12 mengonfirmasi

membaiknya konsumsi rumah tangga.

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Konsumsi Konsumsi RT

-15

-10

-5

0

5

10

15

105

110

115

120

125

130

135

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2012 2013 2014

Indeks Keyakinan Konsumen

Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik IV.3.1. Pertumbuhan Konsumsi Grafik IV.3.2. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Perkembangan indikator hingga Januari 2014 mengindikasikan adanya peningkatan optimisme

masyarakat terhadap perekonomian yang ditunjukkan dengan hasil Indeks Keyakinan Konsumen yang

meningkat (Grafik IV.3.2). Optimisme ini didorong oleh adanya potensi perbaikan harga komoditas

ekspor utama dalam periode mendatang.

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi Pemerintah mengalami perlambatan pada triwulan IV 2013. Realisasi belanja APBD provinsi

pada triwulan IV 2013 tercatat menyusut 14,05% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mencapai

0,76% (yoy) (Grafik IV.3.3). Turunnya realisasi APBD tersebut dipengaruhi oleh minimnya realisasi belanja

modal selama triwulan IV 2013 serta adanya kebijakan untuk mempercepat realisasi anggaran sehingga

terjadi pergeseran pola realisasi anggaran pemerintah provinsi. Dengan pola belanja ini, realisasi belanja

pemerintah daerah Sumbagsel tahun 2013 mencapai 90,65% lebih rendah dari tahun sebelumnya yang

mencapai 91,35% .

Pada triwulan I 2014 konsumsi pemerintah diprakirkan meningkat, seiring dengan kebijakan pemerintah

untuk mempercepat realisasi anggaran tahun 2014. Realisasi anggaran pemerintah ini di antaranya

berasal dari dimulainya pembangunan jalan layang dan sekolah di Lampung terkait MP3EI serta realisasi

belanja rutin pemerintah terkait pemilu 2014 pada akhir triwulan I 2014.

Investasi

Pada triwulan IV 2013 investasi meningkat, seiring dengan perluasan kapasitas produksi dan peremajaan

mesin produksi pada industri minyak sawit dan industri olahan karet. Pertumbuhan investasi tercatat

meningkat dari 6,8% (yoy) menjadi 7,2% (yoy). Secara keseluruhan, investasi pada tahun 2013 melambat

menjadi 7,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan data realisasi investasi yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) untuk wilayah Sumbagsel, yang menyebutkan terjadi perlambatan

pertumbuhan untuk pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) (Grafik IV.3.4).

Page 171: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 171

-50

0

50

100

150

200

250

0.0

1000.0

2000.0

3000.0

4000.0

5000.0

6000.0

2011 2012 2013

PMA (Juta US$) PMDN (Rp Miliar)

gPMA (%yoy, RHS) gPMDN (%yoy, RHS)

Sumber: BKPM

Grafik IV.3.4. Perkembangan Investasi Sumbagsel

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Tril

iun

Ru

pia

h

Kredit Investasi Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik IV.3.5. Penyaluran Kredit Investasi

Investasi pada triwulan I diperkirakan meningkat seiring dengan keyakinan para pelaku usaha terhadap

perekonomian triwulan mendatang. Ekspektasi yang membaik ini direfleksikan melalui peningkatan

pertumbuhan kredit investasi Sumbagsel dari 38,65% (yoy) menjadi 48,29% (yoy) (Grafik IV.3.5).

Perdagangan Luar Negeri

Ekspor

Pada triwulan IV 2014 kinerja ekspor luar negeri meningkat sebagai dampak depresiasi rupiah yang

menetralkan kondisi harga komoditas internasional yang belum pulih. Volume ekpor karet mentah

tumbuh meningkat dari 15,87% (yoy) menjadi 23,82% (yoy) (Grafik IV.3.6) begitu juga dengan minyak

sawit yang meningkat dari -16,56% (yoy) menjadi 9,51% (yoy) (Grafik IV.3.7). Dengan demikian ekspor

pada triwulan IV 2013 tumbuh 17,03% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 11,00% (yoy).

Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan, kinerja ekspor tahun 2013 tumbuh 12,80% (yoy)

meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 3,50% (yoy).

Pada triwulan I 2014, ekspor luar negeri untuk komoditas nonmigas diperkirakan meningkat, seiring

optimisme adanya potensi perbaikan harga komoditas ekspor utama. Potensi pelaku usaha untuk

meningkatkankan ekspor pada triwulan I 2014 terindikasi dari tingginya kredit ekspor pada akhir tahun

2013 yang mencapai Rp16,4 triliun atau tumbuh meningkat dari -4,4% (yoy) menjadi 33% (yoy) (Grafik

IV.3.8).

-5.0

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Juta

To

n Volume Ekspor Karet

Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik IV.3.6. Perkembangan Ekspor Crude Rubber

-40.00

-20.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

0

200

400

600

800

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Juta

To

n

Volume Ekspor CPO

Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik IV.3.7. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit

Page 172: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 172

Impor

Sementara itu, pertumbuhan impor pada triwulan IV 2013 meningkat signifikan terutama untuk barang

modal dan bahan baku, seperti peralatan industri dan pupuk. Peningkatan impor pupuk terkait dengan

masuknya musim tanam untuk tabama dan tanaman perkebunan (Grafik II.7.9). Walaupun terjadi

pelemahan rupiah, impor untuk bahan baku dan barang modal meningkat untuk keseluruhan tahun

2013. Pada triwulan I 2014, impor dari luar negeri diperkirakan akan meningkat, terutama untuk barang

konsumsi seiring dengan konsumsi rumah tangga yang cenderung lebih baik.

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2012 2013

Juta

To

n

Volume Impor Pupuk

Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik IV.3.9. Perkembangan Impor Pupuk

-150

-100

-50

0

50

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2012 2013

Pertumbuhan Volume Ekspor (%yoy)

Pertumbuhan Volume Impor (%yoy)

Grafik IV.3.10. Perkembangan Ekspor Impor Luar Negeri

Kinerja Sektor Utama Daerah

Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV 2013 meningkat signifikan, sejalan dengan meningkatnya

kinerja ekspor sektor pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian tercatat meningkat, dari 3,4% (yoy) pada

triwulan III 2013 menjadi 10,6% (yoy) pada triwulan IV 2013. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh

kinerja subsektor perkebunan yang diindikasikan dengan meningkatnya ekspor karet dan minyak sawit

dari subsektor perkebunan. Selain itu, kinerja tabama pada triwulan IV 2013 juga mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, didorong oleh peningkatan luasan panen di Provinsi

Lampung dan Bangka Belitung. Membaiknya produksi tabama tersebut terindikasi dari Angka Ramalan II

2013 yang menunjukkan peningkatan produksi padi di seluruh wilayah Sumbagsel (Tabel IV.3.1). Namun,

kinerja sektor pertanian secara keseluruhan tahun 2013 masih menurun dibandingkan tahun 2012, yang

terutama disebabkan oleh turunnya produksi karet akibat rendahnya level harga (Grafik IV.3.11).

Pada triwulan I 2014, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan karena subsektor

tabama masih berada dalam masa tanam pada 2 bulan pertama triwulan I 2014. Cuaca yang kurang

bersahabat, menyebabkan banjir terjadi di beberapa area produsen di Sumsel, Lampung, dan Bangka

Belitung pada Januari 2014, sehingga menggeser masa tanam tabama.

Page 173: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 173

Tabel IV.3.1. Angka Ramalan Produksi Padi

Provinsi ATAP 2011 ATAP 2012 ARAM II 2013 Growth

(%yoy) Sumsel 3,384,670 3,295,247 3,593,463 9.0

Babel 15,210 22,395 29,087 29.9

Lampung 2,940,795 3,101,455 3,218,232 3.8

Bengkulu 502,552 581,910 626,175 7.6

Sumbagsel 6,843,227 7,001,007 7,466,957 6.7 Sumber: Badan Pusat Statistik

-15-10-50510152025303540

-10 20 30 40 50 60 70 80 90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2011 2012

Rib

u T

on Sumbagsel (ton)

Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Sumber: Gapkindo Sumsel

Grafik IV.3.11. Produksi Karet

Sektor Pertambangan

Pertumbuhan sektor pertambangan pada triwulan IV 2013 juga mengalami peningkatan, seiring

meningkatnya produksi batubara dan timah (Grafik II.7.12). Berdasarkan liaison dengan salah satu

perusahaan batubara di Sumatera Selatan diketahui bahwa produksi batubara selama tahun 2013

meningkat hampir 25% (yoy), yang mayoritas ditujukan untuk permintaan domestik, di tengah harga

komoditas batubara yang fluktuatif (Grafik II.7.13). Sementara itu, produksi dari subsektor migas selama

triwulan IV cenderung stabil karena belum ada produksi dari sumber minyak baru. Dengan demikian,

pertambangan pada triwulan IV 2013 tumbuh 2% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang

mencapai 1% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2013 pertumbuhan sektor

pertambangan mengalami peningkatan dari 0,8% (yoy) menjadi 1,7% (yoy).

Pada triwulan I 2014, kinerja sektor pertambangan diperkirakan melambat. Musim hujan yang masih

terus berlangsung menghambat produksi tambang batu bara. Selain itu, kewajiban penjualan timah

melalui bursa timah dengan berbagai persyaratannya diperkirakan masih mengganggu produksi timah

untuk skala penambangan rakyat.

Grafik IV.3.12. Produksi Timah

30

40

50

60

70

80

90 Harga Batubara

Pertumbuhan (RHS)

USD/mt %yoy

Sumber: Bloomberg

Grafik IV.3.13. Harga Batubara Internasional

Page 174: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 174

Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan tumbuh moderat pada triwulan IV 2013. Sumber pendorong pertumbuhan

berasal dari peningkatan produksi industri minyak sawit dan olahan karet. Sementara itu, industri

pengolahan migas tumbuh melambat karena terimbas efek dihentikannya produksi pertamina sebagai

reaksi atas pencurian minyak pada pipa-pipa milik pertamina. Namun, secara keseluruhan tahun 2013

sektor industri pengolahan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2012, yaitu dari 5,1%

(yoy) menjadi 6,6% (yoy), seiring meningkatnya produksi CPO dan olahan karet. Keyakinan akan

membaiknya kondisi harga karet (Grafik IV.3.14) dan CPO (Grafik IV.3.15) di pasar internasional menjadi

pemicu peningkatan kinerja industri pengolahan pada triwulan I 2014, yang diperkirakan tumbuh

meningkat.

KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN

Total angkatan kerja penduduk Sumbagsel sebanyak 13,27 juta jiwa dengan lebih dari 80% penduduknya

berdomisili di Sumatera Selatan dan Lampung. Rilis data yang dikeluarkan BPS menunjukkan

pengangguran di Sumbagsel meningkat, sebagaiman tercermin dari lebih tingginya Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) yang menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel IV.3.2).

Hal ini disertai dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang mengalami penurunan

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang

melambat pada triwulan IV 2013. TPAK terendah berada di provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).

Menurunnya kinerja pertambangan di Babel, turut berdampak pada akitivitas perekonomian masyarakat

yang umumnya bekerja di sektor pertambangan dan penggalian.

Tabel IV.3.2. Kondisi Ketenagakerjaan Wilayah Sumbagsel

2012 2013 2012 2013 2012 2013

Sumsel 3,746,373 3,646,996 69.6 66.5 5.7 5.0

Babel 604,163 619,700 65.7 62.9 3.5 3.7

Lampung 3,638,000 3,595,500 66.3 64.7 5.2 5.9

Bengkulu 861,390 841,000 70.7 67.3 3.6 4.7

Sumbagsel 8,849,926 8,703,196 67.9 65.6 5.1 5.2

Provinsi/

Wilayah

Angkatan Kerja TPAK TPT

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tingkat kemiskinan penduduk Sumbagsel tahun 2013 menunjukkan perbaikan. Meningkatnya

pertumbuhan ekspor tahun 2013 yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2012, mendorong

membaiknya penghasilan masyarakat yang berasal dari hasil ekspor. Dengan demikian tejadi perbaikan

kondisi ekonomi masyarakat Sumbagsel pada tahun. Presentase penduduk miskin pada tahun 2013

tercatat sebesar 13,92%, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 14,20% (Tabel IV.3.3).

Page 175: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 175

Tabel IV.3.3. Tingkat Kemiskinan di Wilayah Sumbagsel

2010 2011 2012 2013

Sumatera Selatan 15.47 14.24 13.48 14.06

Bengkulu 18.30 17.50 17.51 17.75

Lampung 18.94 16.93 15.65 14.39

Bangka Belitung 6.51 5.75 5.37 5.25

Sumbagsel 16.74 15.10 14.20 13.92

Persentase Penduduk Miskin (%)Propinsi

Sumber: Badan Pusat Statistik

PERKEMBANGAN INFLASI

Dibandingkan dengan wilayah Sumatera lainya, capaian inflasi Sumbagsel tahun 2013 merupakan yang

terendah. Inflasi Sumbagsel tercatat sebesar 7,63% (Grafik IV.3.16). Secara umum, inflasi sepanjang

tahun 2013 dipengaruhi oleh kebijakan pembatasan impor hortikultura pada awal tahun, kenaikan harga

Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada pertengahan tahun, dan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL).

Hal tersebut membuat inflasi volatile food meningkat pada awal tahun, dilanjutkan dengan

meningkatnya tekanan inflasi administered prices pada pertengahan tahun. Namun menjelang akhir

tahun, laju inflasi terkendali, seiring dengan berbagai langkah yang diambil pemerintah sebagai hasil dari

koordinasi Bank Indonesia dan pemerintah yang mendorong stabilnya persediaan pasokan bahan pangan

(Grafik IV.3.17).

Inflasi pada triwulan I 2014 diperkirakan lebih rendah dari triwulan sebelumnya, sejalan dengan masa

panen raya, yang diperkirakan berlangsung pada bulan Maret 2014. Adapun potensi gangguan cuaca,

seperti gelombang tinggi di perairan Bangka Belitung dan Selat Sunda, serta banjir di beberapa area

Sumatera Selatan dan Lampung berisiko meningkatkan tekanan inflasi khususnya pada awal triwulan I

2014. Sementara itu, meningkatnya tekanan dari sisi permintaan akibat penyelenggaraan pemilu 2014

dan dimulainya bulan puasa pada akhir Juni, serta gangguan pasokan akibat dimulainya masa tanam padi

ke-2, khususnya di provinsi Lampung, menjadi faktor yang akan meningkatkan inflasi Sumbagsel pada

triwulan II 2014.

0

2

4

6

8

10

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2011 2012 2013

Nasional Sumbagsel

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.3.16. Perkembangan Inflasi

-5

0

5

10

15

20

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2011 2012 2013

Umum Core

Volatile Foods Adm. Prices

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik IV.3.17. Disagregasi Inflasi

Page 176: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 176

Koordinasi Pengendalian Inflasi

TPID sudah didirikan di setiap provinsi di wilayah Sumbagsel. TPID setiap kota/kabupaten juga sedang

tahap proses pendirian dan Bank Indonesia Wilayah VII akan memfokuskan pada TPID di kota/kabupaten

yang menjadi basis penghitung inflasi. Untuk mengendalikan ekspektasi harga, TPID Sumatera Selatan

sudah mendirikan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Provinsi Sumatera Selatan dengan

mendirikan website informasi harga, layanan sms, dan akan mendirikan papan harga di pasar utama di

kota Palembang. Dalam tahun 2014 hal serupa akan dikembangkan di TPID Provinsi Kep. Bangka Belitung

yang diharapkan dapat menekan laju inflasi di daerah tersebut, yang selama ini berada di atas nasional

dan merupakan salah satu yang tertinggi di wilayah Sumatera.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN

Ketahanan Sektor Korporasi

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumbagsel juga direspons oleh meningkatnya penyaluran kredit

oleh perbankan di wilayah ini (Grafik IV.3.18). Kredit pada triwulan IV 2013 tercatat tumbuh meningkat

dari 19,4% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 21,4% (yoy) pada triwulan IV 2013. Peningkatan

pertumbuhan kredit terjadi pada sektor dominan Sumbagsel yakni sektor pertanian, sektor

pertambangan, dan sektor perdagangan (Grafik IV.3.19.). Peningkatan pertumbuhan kredit pada sektor

pertanian terutama terjadi pada usaha perkebunan karet dan pertanian padi-palawija. Sementara itu,

peningkatan produksi batubara dan timah sejak awal triwulan IV 2013 berdampak pada peningkatan

penyaluran kredit pada usaha pertambangan batu bara dan bijih timah.

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Tri

liu

n R

up

iah Kredit Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik IV.3.18. Penyaluran Kredit

(50.0)

-

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Pertanian Pertambangan

Industri Pengolahan PHR

Grafik IV.3.19. Pertumbuhan Kredit Sektor Ekonomi Utama

Risiko kredit masih terjaga di level yang rendah bahkan terjadi penurunan NPL dari 2,33% menjadi 2,19%

seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian sektor utama. Namun, penyaluran kredit pada usaha

industri pengolahan makanan ke depan perlu mendapat perhatian khusus karena nominal NPLnya paling

besar dan berada pada tren yang meningkat.

Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit nonproduktif pada triwulan IV 2013 tercatat tumbuh melambat (Grafik IV.3.22) yang terutama

disebabkan dampak adanya kebijakan BI terkait Loan-to-Value (LTV). Pertumbuhan kredit KPR sejak

Page 177: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 177

bulan Agustus 2013 terus berada pada tren penurunan sejak Bulan Agustus 2013. Sementara itu, kredit

untuk kendaraan bermotor mengalami penyusutan (Grafik IV.3.20). Dengan diterapkannya LTV, risiko

kredit pada KPR, KPA, kredit untuk rukan, dan kredit kendaraan bermotor mengalami penurunan yang

dicerminkan oleh rasio NPL kredit-kredit tersebut yang terus menurun (Grafik IV.3.21). Seiring dengan

suku bunga kredit konsumtif yang mengalami peningkatan, serta efek kebijakan LTV, pertumbuhan kredit

konsumtif diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan I 2014.

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

I II III IV I II III IV I II III IV

Mil

iar

Ru

pia

h KPR KPA RukanKKBgKPR KPA Rukan (%yoy, RHS)gKKB (%yoy, RHS)

Grafik IV.3.20. Penyaluran Kredit Tempat Tinggal dan Kendaraan

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

KPR KPA RukanKKBMultiguna

Grafik IV.3.21. NPL Kredit Rumah Tangga

Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Kredit UMKM pada triwulan IV 2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

seiring meningkatnya suku bunga khususnya untuk segmen debitur menengah yang menguasai 41,19%

(Grafik IV.3.23.). Persepsi pelaku UMKM bahwa seluruh kredit UMKM mengalami peningkatan suku

bunga akibat kenaikan BI rate juga menyebabkan permintaan kredit ini turun yang terindikasi dari

melambatnya pertumbuhan debitur kredit UMKM. Penyaluran kredit UMKM di Sumbagsel terkonsentrasi

pada sektor perdagangan yakni mencapai 52%. Dari sisi risiko kredit, rasio NPL masih berada pada level

yang rendah yaitu 3% dan berada pada tren penurunan sejak April 2013.

0

10

20

30

40

50

60

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013

Tril

iun

Ru

pia

h

Kredit UMKM

Pertumbuhan (%yoy, RHS)

NPL

Grafik VI.3.23. Penyaluran Kredit UMKM

Pertanian20%

Industri Pengolahan4%

Konstruksi5%

PHR52%

Real Estat, Jasa Perusahaan

4%

Lainnya15%

Grafik IV.3.24. Pangsa Kredit UMKM

Kinerja Sistem Pembayaran

Membaiknya kinerja beberapa sektor utama pada triwulan IV 2013 juga tercermin dari meningkatnya

transaksi nontunai melalui fasilitas RTGS (Grafik IV.3.25.) dan kliring (Grafik IV.3.26.). Pada triwulan IV

Page 178: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 178

2013, transaksi RTGS mencapai Rp125,18 triliun atau tumbuh meningkat dari 0,27% (yoy) menjadi 5,90%

(yoy). Sementara itu, kliring mencapai Rp24,8 triliun atau tumbuh meningkat dari 10,20% (yoy) menjadi

31,64% (yoy).

-20

-10

0

10

20

30

40

50

-

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2012 2013

Rp

Tri

liu

n RTGS Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik II.7.25. Perkembangan RTGS Outgoing

-40

-20

0

20

40

60

80

100

-

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2012 2013

Rp

Tri

liu

n Kliring Pertumbuhan (%yoy, RHS)

Grafik II.7.26. Perkembangan Perputaran Kliring

Kinerja Pengelolaan Uang Tunai

Sektor ekonomi yang dominan di Sumatera Selatan yaitu pertanian, tambang dan industri pengolahan.

Dengan dominasi sektor-sektor tersebut, maka ciri khas aliran uang kartal di wilayah Sumbasel adalah

aliran neto keluar (net outflow) Pada triwulan IV 2013, aliran uang kartal menunjukkan peningkatan net

inflow sebesar 205,6% atau mencapai Rp 3,80 triliun (Grafik IV.3.27). Kondisi ini mencerminkan

meningkatnya kebutuhan uang kartal masyarakat, terkait aktivitas liburan akhir tahun. Selain itu, rasio

pemusnahan uang lusuh terhadap uang kartal yang masuk ke kantor Bank Indonesia juga meningkat

(Grafik IV.3.28).

-6

-4

-2

-

2

4

6

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2012 2013

Rp

Tri

liu

n

Net Flow Inflow Outflow

Grafik IV.3.27. Perkembangan Net Flow

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

-

100

200

300

400

500

600

700

800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2012 2013

Pemusnahan Uang Lusuh (Rp Miliar)

Rasio Pemusnahan Uang Lusuh terhadap Inflow

Grafik IV.3.28. Perkembangan Pemusnahan Uang Lusuh

Page 179: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 179

PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Berbagai perkembang indikator terkini yang memberikan gambaran yang positif, sehingga mendukung

optimisme membaiknya kondisi ekonomi Sumbagsel tahun 2014. Berdasarkan proyeksi perekonomian

dunia yang dipublikasikan oleh World Economic Outlook (WEO), Consensus Forecast, perekonomian

negara maju diperkirakan akan membaik, khususnya untuk Amerika Serikat dan Eropa, sedangkan negara

berkembang seperti China diprakirakan tumbuh stabil, sementara India diperkirakan membaik. Hal ini

mengindikasikan peluang ekspor yang membaik. Perbaikan kondisi ekonomi diprakirakan terjadi di

seluruh provinsi di wilayah Sumbagsel. Sumber pertumbuhan akan berasal dari membaiknya ekspor luar

negeri nonmigas, khususnya komoditas perkebunan, yaitu kelapa sawit dan karet, yang pasarnya

sebagian besar ditujukan ke negara-negara maju. Perbaikan kinerja di sektor perkebunan akan

berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan mendorong menguatnya daya beli

masyarakat. Membaiknya daya beli masyarakat berdampak positif bagi perkembangan kinerja sektor

PHR. Membaiknya daya beli masyarakat juga akan didukung oleh lebih rendahnya tekanan inflasi tahun

2014 dan peningkatan UMP tahun 2014.

Selain dari sisi permintaan, perbaikan kinerja ekonomi juga akan didorong dari sisi produksi, seiring

dengan kondisi usaha yang lebih kondusif. Berdasarkan informasi GAPKINDO dan GAPKI, hasil produksi

karet dan CPO diperkirakan meningkat, seiring mulai adanya produksi dari tanaman baru hasil

penanaman kembali (replanting). GAPKI Sumsel juga memperkirakan produksi pada tahun 2013 di atas

satu juta ton, dan masih akan meningkat hingga tahun 2014 (Tabel IV.3.5).

Tabel II.7.5. Proyeksi Produksi Industri Karet Sumatera Selatan

Tahun Lisensi Perkiraan Harapan N/N-1

Ton/Th Produksi Produksi

2012 1.383.200 927.000

2013 1.457.300 1.011.000 1.019.000 1.099

2014 1.531.500 1.096.900 1.141.000 1.119

2015 1.605.500 1.181.900 1.290.000 1.130

Sumber: GAPKI Sumatera Selatan

Prospek perekonomian Sumbagsel pada tahun 2014 masih dibayangi beberapa risiko. Di antaranya, dari

sektor tambang, risiko berasal dari keterbatasan sumber produksi serta industri pengolahan migas.

Berdasarkan liaison kepada pelaku usaha tambang migas, sumber minyak baru di Sumbagsel pada tahun

2014 masih dalam tahap eksplorasi. Tanpa adanya sumber minyak baru, produksi migas di wilayah

Sumbagsel akan cenderung turun. Hal ini dapat menjadi faktor yang mengurangi optimalitas kinerja

sektor pertambangan dan industri pengolahan Sumbagsel selama 2014. Sementara itu, pada sektor

pertanian ancaman muncul dari potensi anomali cuaca yakni tingginya curah hujan pada awal tahun yang

menyebabkan banjir pada beberapa sentra produksi Sumbagsel dan musim kemarau yang diyakini

datang lebih cepat. Kondisi ini akan sangat membayangi kinerja subsektor tabama pada tahun 2014.

Prospek Inflasi

Inflasi Sumbagsel pada tahun 2014 diperkirakan akan kembali ke pola normalnya yaitu pada kisaran 5,0-5,5%.

Hal ini didasarkan pada membaiknya kondisi distribusi antar daerah seiring beroperasinya beberapa ruas

Page 180: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 180

jalan dari proyek MP3EI, menghilangnya efek kenaikan harga BBM bersubsidi pada 2013, dan terjaganya

ekspektasi inflasi yang didukung kegiatan dan program TPID. Namun, hingga akhir tahun 2014 terdapat

beberapa potensi risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi Sumbagsel. Dari sisi permintaan,

peningkatan UMP 2014 serta pelaksanaan pemilu 2014 diperkirakan meningkatkan konsumsi

masyarakat. Dari sisi pasokan, adanya anomali cuaca di Sumbagsel seperti curah hujan tinggi atau musim

kemarau terjadi lebih awal, dapat mengganggu produksi tanaman pangan tahun 2014. Sementara itu dari

sisi kebijakan pemerintah, peningkatan tekanan inflasi dapat disumbang oleh kenaikan TDL untuk

pelanggan rumah tangga besar, industri menengah, dan industri besar, rencana kenaikan harga elpiji 12

kg secara bertahap mulai 1 Juli 2014, dan rencana kenaikan tarif PDAM pada beberapa kota di

Sumbagsel.

Tabel IV.3.6. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

I II III IV Total

PDRB (%,yoy) 6.5 6.2 6.0 5.8 5.6 6.4 5.9 5.8 - 6.3

Sisi Permintaan

Konsumsi 6.5 6.5 7.2 7.1 7.5 7.2 7.2 7.2 - 7.7

Konsumsi swasta 6.2 6.6 7.6 8.2 7.6 7.7 7.8 7.7 - 8.2

Konsumsi Pemerintah 7.9 5.5 3.9 0.4 6.4 4.1 3.7 5.0 - 5.5

Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.6 11.4 8.4 8.1 6.8 7.2 7.6 7.2 - 7.7

Ekspor 17.0 3.5 12.4 10.2 11.0 17.3 12.8 6.5 - 7.0

Impor 25.8 7.5 10.5 13.4 12.9 28.7 16.7 7.3 - 7.8

Sisi Produksi

Sektor pertanian 5.1 5.1 1.8 3.3 3.4 10.6 4.6 3.0 - 3.5

Sektor pertambangan & penggalian 3.1 0.8 1.4 2.6 1.0 2.0 1.7 0.9 - 1.4

Industri pengolahan 5.3 5.1 8.1 7.0 5.8 5.7 6.6 6.1 - 6.6

Listrik, gas & air bersih 8.7 8.7 7.1 8.8 9.5 7.3 8.2 7.4 - 7.9

Bangunan 11.6 8.4 10.2 8.7 7.2 4.3 7.5 7.8 - 8.3

Perdagangan, hotel & restoran 7.1 7.6 8.7 7.0 7.1 5.0 6.9 7.8 - 8.3

Pengangkutan & komunikasi 12.2 11.3 8.7 8.8 7.5 6.9 8.0 10.7 - 11.2

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 8.1 10.5 10.8 8.6 9.1 7.0 8.9 11.4 - 11.9

Jasa-jasa 7.9 8.4 8.7 7.1 10.2 6.4 8.1 7.1 - 7.6

Inflasi IHK (%,yoy) 4.0 3.7 6.2 4.9 7.6 7.6 7.6 5.0 - 5.5

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Wilayah2011 2012

20132014P

Page 181: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 181

BOKS 5. Prospek Pengembangan Industri Biodiesel di Sumatera:

Peluang, Tantangan, dan Hambatan

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk, konsumsi BBM di Indonesia

juga terus meningkat (Grafik E.1.). Kondisi produksi lokal yang ada saat ini tidak akan mampu

mengimbangi permintaan yang naik 4-5% per tahun. Semakin tingginya kesenjangan antara konsumsi dan

produksi menyebabkan kebutuhan impor Indonesia akan mencapai 1 juta barel/hari pada tahun 2020.

Tingginya impor ini membuat beban neraca pembayaran dan fiskal semakin tinggi.

949 942862

778

390

1344 1368 14181496

1600

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2009 2010 2012 2015 2020

Actual Projection

Th

ou

san

ds

Ba

rre

ls D

ail

y

Domestic Crude Oil Production

Product Consumption

Sumber: Pertamina

Ket.: Proyeksi berdasarkan proyeksi pertumbuhan produk 1,8% CAGR

Grafik E.1. Perbandingan Produksi dan Konsumsi BBM

Sumatera 71,5%

Jawa 25,2%

Kalimantan 2,7%

Sumber: Dit. Bioenergi KemenESDM

Gambar E.1. Kapasitas Produksi Biodiesel di Indonesia

39%

38%

8%15%

SUMATERA

MALAYSIA

Indonesia Lainnya

DUNIA Lainnya

36%

42%

12%10%

SUMATERA

MALAYSIA

Indonesia Lainnya

DUNIA Lainnya

PRODUKSI EKSPOR

Sumber: Statistik Sawit Indonesia

Grafik E.2. Perbandingan Produksi dan Ekspor Kelapa Sawit Sumatera dan Dunia

Tabel E.1. Perbandingan Produksi Kelapa Sawit Indonesia

PR PBN PBS

1 Sumatera 7,563,132 1,672,139 8,366,517 3.7

2 Jawa 9,643 33,033 9,629 2.55

3 Kalimantan 945,041 198,740 4,179,327 3.21

4 Sulawesi 178,486 25,420 310,691 3.06

5 Maluku dan Papua 86,884 32,656 22,075 2.86

Produktivitas

(ton/ha)

Produksi (ton)WilayahNo

Sumber: BPS dan Ditjen Bun, Kementan (2013)

Kondisi ini meningkatkan urgensi penggunaan sumber energi alternatif yang terbarukan dan ramah

lingkungan. Salah satu jenis sumber energi alternatif tersebut adalah biodiesel, yang dapat dibentuk dari

minyak nabati kelapa sawit. Ekspor Indonesia untuk komoditas sawit selama ini mayoritas dalam bentuk

CPO yang harganya sangat fluktuatif. Dengan mengolah minyak sawit (CPO) menjadi biodiesel, terutama

untuk memenuhi bahan bakar di dalam negeri, diharapkan harga menjadi lebih stabil. Melalui

pengolahan biodiesel, selain ketergantungan terhadap BBM dalam negeri dapat perlahan diturunkan,

pengolahan ini akan mengurangi beban neraca pembayaran dan fiskal terkait biaya subsidi BBM.

Page 182: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 182

Pemanfaatan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel memiliki banyak keunggulan

dibandingkan dengan penggunaan minyak nabati lainnya (minyak bunga matahari, minyak kedelai, dan

minyak rapa). Kebutuhan lahan untuk penanaman kelapa sawit relatif lebih rendah dengan produktivitas

minyak nabati yang lebih tinggi dari komoditas lainnya. Selain itu kelapa sawit tersedia secara melimpah

di Indonesia.

Dari total produksi biodiesel yang sudah terpasang, Sumatera memiliki pangsa tertinggi atau mencapai

71,5% dari produksi Indonesia. Produksi biodiesel di Sumatera berpusat di Sumatera Utara dan Riau. Hal

ini menambah keyakinan bahwa potensi biodiesel menjadi sangat besar di Sumatera, didukung

banyaknya perkebunan sawit serta pabrik biodiesel yang sudah beroperasi. Produksi biodiesel di

Sumatera terus menunjukkan peningkatan. Data sementara untuk tahun 2013 produksi mencapai 2,04

juta liter atau tumbuh 32% (yoy) dari tahun 2012 (Tabel E.2). Dari sisi orientasi pemasaran, sejak tahun

2011 biodiesel Sumatera mayoritas ditujukan untuk ekspor.

Tabel E.2. Perkembangan Produksi Biodiesel Sumatera (satuan dalam ribuan kiloliter)

Tahun Produksi Domestik Ekspor % Ekspor

2009 140 91 49 35

2010 170 156 14 8

2011 1268 254 1015 80

2012 1548 469 1079 69.7

2013* 2043 613 1430 70 *Data sementara

Sumber: Asosiasi Produsen Biodiesel

Untuk keperluan domestik, saat ini biodiesel telah sebagai campuran bahan bakar solar untuk produknya

yang dikenal dengan biosolar. 70% jatah solar untuk indonesia bagian barat sudah dicampur dengan

biodiesel. Untuk mengamankan suplai biodiesel beberapa perusahaan di Sumatera Utara sepakat untuk

bersinergi mengembangkan bisnis biofuel terintegrasi. Saat ini perusahaan di Sumatera Utara telah

produksi 2.500 ton/hari dan diperkirakan 10 tahun mendatang mampu berproduksi menjadi 3.500

ton/hari. Pada periode mendatang, PT PLN juga berencana menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar

tujuh pembangkit listrik di Sumbagut dan Kalimantan Barat. Pasokan biodiesel untuk keperluan PLN ini

akan dipasok oleh 3 perusahaan pengolah biodiesel.

Adapun tantangan dan hambatan yang selama ini terjadi dalam pengembangan biodiesel adalah sebagai

berikut:

a. Keberlanjutan suplai

Perlu disusunnya mekanisme jaminan suplai dari sisi bahan baku biodiesel. Perlunya penyediaan

lahan khusus untuk penanaman tanaman diversifikasi bahan baku Biodiesel, melalui kebun energi

yang mendukung penyediaan bahan baku secara berkelanjutan.

b. Kesiapan peralatan dan kendaraan yang bisa menggunakan biodiesel

Perlu segera didorong kebijakan industri peralatan mesin/kendaraan yang dapat menggunakan

biodiesel dengan persentase secara bertahap sesuai roadmap.

Page 183: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 183

c. Harga

Pengembangan pricing policy yang memberikan jaminan kepastian pengusahaan kepada produsen

dan mengurangi fluktuasi harga di tingkat konsumen (pengguna). Sedang diupayakan pula agar biaya

transportasi akan ada didalam struktur Harga Patokan biodiesel.

d. Kesiapan infrastruktur

Penyediaan insentif yang mendorong pengembangan infrastruktur pendukung yang masih kurang,

misalnya sarana distribusi dan pencampuran biodiesel.

e. Hambatan Perdagangan Internasional.

Uni Eropa menganggap biodiesel dari minyak sawit masih memiliki tingkat emisi yang tinggi serta

merusak kelestarian hutan sehingga tidak ramah lingkungan. Uni Eropa juga menerapkan bea ekspor

anti dumping pada produk biodiesel dari Indonesia

Page 184: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 184

Bagian V – Isu Strategis

Daya Saing Daerah di Indonesia9

Tren perekonomian dunia saat ini mengarah pada era globalisasi dengan semakin terbukanya informasi

dan perdagangan antar negara. Negara dalam satu region juga cenderung untuk bersatu sebagai

antisipasi terhadap globalisasi seperti World Trade Organization (WTO), ASEAN Free Trade Area (AFTA),

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan lain sebagainya. Kemampuan suatu negara untuk dapat bertahan

dan bersaing dalam era perekonomian global sangat erat kaitannya dengan kemampuan negara tersebut

dalam mengidentifikasi daya saing yang dimiliki. Daya saing sendiri tidak hanya mencakup produktivitas

atau efisiensi pada level makro, tetapi juga mencakup tataran mikro. Oleh karena itu, peningkatan daya

saing tidak cukup hanya dilakukan melalui peningkatan sektor swasta saja, tetapi harus menyeluruh

hingga ke rumah tangga dan bahkan individu. Dengan demikian, tujuan akhir dari peningkatan daya saing

perekonomian adalah peningkatan tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut.

Persaingan antar negara yang tinggi dalam era globalisasi tentunya tidak hanya akan berdampak pada

perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Terlebih setelah era otonomi daerah dan desentralisasi

fiskal, globalisasi akan berdampak langsung pada perekonomian daerah karena adanya contagion effect

dari pengaruh yang terjadi di pusat ke daerah. Meski demikian, suatu daerah akan memiliki reaksi yang

berbeda dalam menyikapi dampak dari adanya fenomena globalisasi ini. Hal inilah yang akan menentukan

posisi tawar masing-masing daerah dalam kancah persaingan global yang semakin ketat (Horvath, 2004).

Keadaan tersebut menjadi tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk dapat meningkatkan daya

saing. Daya saing negara merupakan agregat dari daya saing daerah sehingga daya saing antar daerah di

Indonesia merupakan “ujung tombak” bagi peningkatan daya saing nasional.

Daya saing daerah menurut The European Commision (Dijkstra, 2011) didefinisikan sebagai kemampuan

daerah untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar yang disertai dengan

kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan dan mampu menciptakan

kesempatan kerja yang relatif tinggi. Dikaitkan dengan faktor-faktor penentu daya saing, terdapat 3

tingkatan dalam program pembangunan daerah, yaitu kategori dasar, faktor pembangunan dan penentu

keberhasilan. Kategori dasar adalah faktor pengukur daya saing daerah, sementara faktor pembangunan

merupakan faktor yang mempertinggi daya saing daerah atau faktor yang memiliki dampak antara

terhadap faktor dasar. Adapun penentu keberhasilan seperti kondisi sosial dan lingkungan merupakan

variabel yang memiliki dampak tidak langsung terhadap faktor dasar dan faktor pembangunan serta lebih

bersifat jangka panjang.

Daya saing daerah di Indonesia dibentuk oleh faktor-faktor utama (input) baik yang bersifat endowment

maupun yang diakibatkan oleh adanya interaksi aktivitas seperti perbedaaan lingkungan produktif,

struktur dan kondisi perekonomian daerah, perbedaan SDM baik dari jumlah dan kualitasnya,

infrastruktur, SDA dan kondisi lembaga keuangan dan perbankan yang ada. Kinerja faktor utama

pembentuk daya saing akan menghasilkan perbedaan pada kinerja perekonomian (output) masing-

masing daerah. Hal ini dapat digambarkan dalam piramida daya saing daerah sebagaimana Gambar V.1.

9 Penelitian Daya Saing Daerah Dilakukan oleh Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia dilakukan tahun 2008

dan tahun 2011.

Page 185: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 185

Gambar V.1. Piramida Daya Saing Daerah

Giap et.al (2013) dari Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore juga

memetakan daya saing 33 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan dalam studi oleh Giap et al adalah

data tingkat provinsi tahun 2010 dan memasukan DKI Jakarta dalam perhitungannya (meski disadari

sebagai outlier). Metodologi yang digunakan adalah memetakan kemampuan daya saing menjadi 4

lingkup yaitu stabilitas ekonomi makro; perencanaan pemerintahan dan institusi; kondisi keuangan;

bisnis dan tenaga kerja; serta kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur yang diolah dengan

menggunakan analisis SWOT. Adapun hasil studi ini menyimpulkan bahwa 10 peringkat pertama dari

daya saing provinsi di Indonesia adalah DKI Jakarta, Jakarta Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Kepulauan Riau, Bali dan Riau

Daya Saing Kabupaten/kota

Bank Indonesia pada tahun 2008 melakukan pemetaan daya saing ekonomi daerah dengan level

kabupaten/kota di Indonesia. Pemetaan ini kemudian dikinikan pada tahun 2011 dengan menggunakan

data 2010. Daerah yang diteliti terdiri dari 458 kabupaten/kota di Indonesia secara keseluruhan pada

tahun 2010 (termasuk daerah-daerah pemekaran) diluar Provinsi DKI Jakarta. DKI Jakarta dikeluarkan dari

perhitungan ini karena merupakan outlier atau dikecualikan. Pengukuran indeks daya saing daerah

Kabupaten/kota di Indonesia dalam studi ini, menggunakan kerangka piramida yang terdiri dari interaksi

antara faktor input-output-outcome sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Hasil perhitungan akan memberikan “potret” profil daya saing daerah-daerah kabupaten/kota di

Indonesia secara keseluruhan. Hasil ini menunjukkan posisi relatif suatu daerah terhadap daerah lain

dengan memperhatikan semua faktor-faktor yang dimilikinya serta seberapa jauh daerah tersebut dapat

merealisasikan potensi dari faktor-faktor yang dimilikinya tersebut. Dari pengukuran indeks daya saing

yang dilakukan pada tahun 2011, dapat ditampilkan posisi daya saing per wilayah ekonomi (kecuali DKI

Jakarta) sebagai berikut (Grafik V.1.).

Grafik V.1. Skor Daya Saing Sisi Input Per Wilayah

Page 186: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 186

Berdasarkan grafik di atas, beberapa wilayah yang memiliki tingkat daya saing sisi input di atas rata-rata

nasional dari daya saing kabupaten/kota (0,82) adalah Jawa Barat dan Banten (1,28), Sumatera Bagian

Tengah (0,99), Kalimantan – Sulawesi – Papua (0,84), dan Jawa Bagian Timur (0,83). Untuk Jawa bagian

Tengah memiliki daya saing yang sama dengan rata-rata nasional (0,82). Adapun wilayah yang masih

memiliki daya saing sisi input di bawah rata-rata nasional daya saing kabupaten/kota adalah Sumatera

bagian Utara (0,69), Sumatera Bagian Selatan (0,71), dan Bali- Nusa Tenggara (0,67).

Masih dalam grafik yang sama, apabila dilihat dari input yang membentuk daya saing, secara rata-rata

nasional, daya saing Indonesia masih ditopang oleh perekonomian daerah (dengan variabel produktivitas

sektoral, keuangan daerah, dan keterbukaan, investasi dan kemahalan daerah). Pada indikator

perekonomian daerah, dengan adanya faktor PDRB dalam pengukuran daya saing daerah, wilayah yang

memiliki SDA yang kaya relatif akan lebih tinggi peringkat daya saingnya dibanding dengan daerah yang

tidak berbasis SDA. Hal ini terbukti dengan hasil wilayah yang ditopang oleh perekonomian daerah adalah

untuk wilayah Kalisulampua, Balinustra, Sumatera Bagian Utara. Wilayah-wilayah ini didominasi oleh

kabupaten yang berbasis pada sumber daya alam khususnya pertambangan. Wilayah Jawa (bagian

tengah, barat dan timur) lebih ditopang oleh SDM dan ketenagakerjaan (merah muda). Hal ini sejalan

dengan fasilitas pendidikan dan pelatihan yang lebih terkumpul di wilayah Jawa.

Selain ditopang oleh SDM dan ketenagakerjaan, wilayah Jawa juga banyak didorong oleh indikator

infrastruktur (warna coklat). Hal ini juga antara lain juga dipengaruhi oleh terpusatnya sentra ekonomi

dan perdagangan di Jawa yang mendorong penyediaan infrastruktur yang lebih lengkap. Untuk indikator

perbankan dan lembaga keuangan (warna kuning) juga lebih menonjol di wilayah Jawa. Indikator yang

cukup tersebar merata di seluruh wilayah adalah indikator lingkungan usaha produktif yang terdiri dari

kondisi pemerintah dan masyarakat (warna hijau).

Apabila daya saing dilihat untuk masing-masing kabupaten dan kota, dapat disajikan bahwa untuk daya

saing dari sisi input yang terdiri dari indikator perekonomian daerah; SDM dan ketenagakerjaan;

Lingkungan Usaha Produktif; Infrastruktur, SDA dan Lingkungan; serta perbankan dan lembaga keuangan;

kabupaten/kota yang masuk dalam 10 besar adalah Kabupaten Mimika - Papua, Kota Surabaya - Jawa

Timur, Kabupaten Sumbawa Barat - NTB, Kabupaten Siak - Riau, Kabupaten Kutai Kartanegara - Kaltim,

Kota Cilegon - Banten, Kota Bontang - Kaltim, Kota Bengkalis - Riau, Kota Medan - Sumut. Adapun apabila

dilihat secara rinci per indikator, dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Indikator Perekonomian Daerah

Indikator perekonomian di daerah dihitung dari variabel produktivitas sektoral, keuangan daerah dan

keterbukaan, investasi dan kemahalan daerah. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, wilayah yang

memiliki daya saing tinggi pada indikator perekonomian daerah merupakan daerah yang memiliki

ekonomi dengan basis sumber daya alam khususnya pertambangan. Hal ini juga terlihat, bahwa

kabupaten/kota yang memiliki daya saing tinggi pada perekonomian merupakan daerah yang

memiliki PDRB yang tinggi dan berbasis pada pertambangan seperti Kabupaten Mimika, Kabupaten

Sumbawa Barat, Kabupaten Siak, Kota Bontang, dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang menempati

peringkat 5 besar. Dengan basis pertambangan, PDRB daerah-daerah ini relatif lebih besar

dibandingkan dengan daerah lain yang berbasis non pertambangan dan hasil pengukuran

“keterbukaan” yang diukur dengan potensi ekspor daerah.

b. Indikator SDM dan Ketenagakerjaan

Daya saing untuk Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan dihitung dengan menggunakan data

demografi dan tenaga kerja. Peringkat daya saing pada kategori ini didominasi oleh kabupaten/kota

yang secara administratif maju dan sebagian besar merupakan kabupaten/kota yang berada di pulau

Page 187: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 187

Jawa. Hal ini antara lain disebabkan pendidikan dan pelatihan dari daerah-daerah ini. Dari sisi

kependudukan, sebagian besar penduduk Indonesia memang terkonsentrasi di pulau Jawa dengan

sarana dan prasarana pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Lima

kabupaten/kota yang masuk dalam kabupaten Tangerang - Banten, Kabupaten Bogor – Jawa Barat,

Kabupaten Bandung – Jawa Barat, Kota Surabaya – Jawa Timur dan Kota Bandung – Jawa Barat.

c. Indikator Lingkungan Usaha Produktif

Daya saing untuk indikator lingkungan usaha produktif merupakan gambaran dari kondisi pemerintah

dan masyarakat dalam mendukung terbentuknya iklim investasi di daerah. Lingkungan usaha

produktif merupakan ukuran seberapa besar daerah dapat menarik minat dunia usaha untuk

melakukan kegiatan usaha di daerah tersebut dengan cara menciptakan kondisi ideal bagi dunia

usaha dalam melakukan aktivitasnya. Sebagaimana dijelaskan pada gambaran daya saing per

wilayah, indikator ini relatif merata tersebar antar wilayah. Adapun lima besar peringkat daya saing

untuk lingkungan usaha produktif adalah Kabupaten Kutai Kartanegara - Kaltim, Kabupaten Mimika -

Papua, Kota Palangkaraya - Kalteng, Kabupaten Bengkulu - Bengkulu, dan Kabupaten Bengkalis –

Riau. Apabila dilihat hingga 10% peringkat teratas, masuk pula kabupaten/kota yang berbasis pada

industri – jasa seperti kota Surabaya, Medan, Padang dan Tangerang.

d. Indikator Infrastruktur, SDA, dan Lingkungan

Daya saing untuk indikator ini diukur dari kondisi transportasi dan komunikasi, ketersediaan energi,

dan dukungan sumber daya alam serta lingkungan. Hasil menunjukkan bahwa daerah dalam

kelompok ini didominasi oleh Kabupaten/kota yang kaya akan sumber daya alam dan atau daerah

Kabupaten/kota yang memiliki basis ekonomi sektor industri. Setengah dari Kabupaten/kota yang

termasuk ke dalam peringkat ini merupakan daerah Kabupaten/kota di Pulau Jawa yang memiliki

intensitas yang lebih tinggi dalam aktivitas ekonomi di sektor industri dan jasa dengan 5 peringkat

pertama adalah Kota Cilegon - Banten, Kota Surabaya - Jatim, Kota Medan - Sumut, Kota Mimika -

Papua dan Kota Bandung - Jabar.

e. Indikator Perbankan dan Lembaga Keuangan

Daya saing Kabupaten/kota untuk indikator perbankan dan lembaga keuangan dihitung dari

infrastruktur perbankan dan non-perbankan serta kinerja dari sektor keuangan di daerah. Sistem

keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian

daerah tersebut. Semakin baik kinerja lembaga perbankan dan non-perbankan akan mendorong

aktivitas ekonomi yang tinggi, yang pada akhirnya akan mendorong posisi daya saing suatu daerah.

Dari hasil pemeringkatan, peringkat daya saing kabupaten/kota pada indikator perbankan dan lembaga

keuangan didominasi oleh kabupaten/kota yang menjadi pusat pemerintahan daerah dan pusat aktivitas

ekonomi seperti industri dan jasa perdagangan. Hal ini dipengaruhi oleh masih terpusatnya layananan

jasa keuangan pada kabupaten/kota tersebut. Lima peringkat pertama pada indikator ini merupakan

kota-kota besar di Indonesia seperti Kota Surabaya - Jatim, Kota Bandung - Jabar, Kota Medan - Sumut,

Kota Semarang - Jateng dan Kota Denpasar - Bali.

Selain dari sisi input, daya saing juga dipetakan juga sisi output dari masing-masing daerah kabupaten

dengan variabel yang digunakan adalah produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita dan tingkat

kesempatan kerja. Adaun 10 besar peringkat daya saing untuk faktor output adalah Kab. Mimika – Papua,

Kota Bontang – Kaltim, Kab. Siak – Riau, Kab. Kutai Kartanegara – Kaltim, Kab. Kutai Timur – Kaltim, Kab.

Sumbawa Barat – NTB, Kab. Bengkalis – Riau, Kota Balikpapan – Kaltim, dan Kota Lhokseumawe – NAD.

Page 188: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 188

Selanjutnya, penjumlahan dari input dan output akan membentuk daya saing secara umum. Untuk 10

besar kabupaten/kota yang memiliki peringkat tertinggi adalah Kab. Mimika – Papua, Kota Bontang –

Kaltim, Kab. Siak – Riau, Kab. Kutai Kartanegara – Kaltim, Kota Kediri – Jatim, Kab. Sumbawa Barat – NTB,

Kab. Kutai Timur – Kaltim, Kab. Bengkalis – Riau, Kota Surabaya – Jatim, dan Kota Cilegon – Banten.

Adapun posisi per wilayah dapat digambarkan sebagai berikut (Grafik V.2.).

Grafik V.2. Porsi Total Daya Saing

Sama halnya dengan faktor perekonomian daerah pada indikator sisi input, dalam sisi output dihitung

dengan memasukkan PDRB per kapita. Dengan adanya variabel ini, daerah dengan PDRB yang tinggi dan

jumlah penduduk yang sedikit tentunya memiliki keunggulan. Hal ini tampak pada grafik di atas (bar

dengan warna biru) yang menggambarkan score daya saing sisi output, wilayah Kalisulampua dan

Sumatera bagian Tengah memiliki daya saing ouput yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya.

Untuk total daya saing, wilayah yang memiliki daya saing melebihi rata-rata nasional dari total daya saing

kabupaten/kota (1,94) adalah Sumatera Bagian Tengah (2,48), Jawa Bagian Barat (2,20), Kalisulampua

(1,98) dan Jawa Bagian Timur (1,95).

Dari studi ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa kabupaten/kota dengan PDRB yang tinggi cenderung

memiliki daya saing yang tinggi melalui indikator perekonomian daerah pada sisi input dan produktivitas

sektoral pada sisi output khususnya karena bonus alam dalam bentuk potensi pertambangan.

Kabupaten/kota yang memiliki daya saing tertinggi secara umum didominasi oleh kabupaten/kota yang

memiliki basis ekonomi yang bersumber pada kekayaan alam. Bagi kabupaten/kota yang memiliki sumber

daya alam yang tidak terbarukan perlu dicermati dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan jangka

panjang di daerah tersebut mengingat kesinambungan daya saing daerah sangat ditentukan oleh

kelangsungan usaha berbasis SDA yang tidak terbarukan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah

dengan mentransformasikan manfaat atas kepemilikan sumberdaya alam menjadi kegiatan-kegiatan yang

bisa meningkatkan input dan output daya saing daerah yang memiliki sifat keberlanjutan, misalnya

dengan meningkatkan pembangunan SDM, menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan

peningkatan infrastruktur.

Sementara itu daerah/kabupaten kota yang memiliki posisi daya saing rendah pada umumnya merupakan

daerah yang berbasis ekonomi pada sektor primer khususnya pertanian dan umumnya berada jauh dari

pusat pemerintahan di provinsi. Bagi kabupaten/kota ini hendaknya mampu berkembang bersama

kabupaten/kota yang lebih berkembang secara ekonomi dengan konsep komplementer. Kebijakan ini

tentunya harus didukung oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat mengingat konsep ini memiliki

keterbatasan karena adanya Otonomi Daerah. Kabupaten/kota yang memiliki daya saing rendah

umumnya memiliki infrastruktur yang kurang memadai, suplai tenaga kerja yang sedikit, akses rendah

terhadap pasar di kota besar dan dukungan perbankan dan lembaga keuangan yang terbatas dan menjadi

hambatan bagi kabupaten/kota tersebut untuk berkompetisi.

Page 189: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 189

Grafik V.3. Kekuatan Daya Saing per Wilayah

Dari grafik di atas, daya saing di wilayah Sumatera Bagian Tengah dan Kalimantan-Sulawesi-Papua relatif

kuat pada indikator perekonomian daerah dengan hasil keduanya di atas rata-rata nasional dari daya

saing kabupaten/kota. Sementara daya saing di wilayah Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Timur dan Jawa

Bagian Tengah kuat oleh indikator SDM dan tenaga kerja; dan infrastruktur, SDA dan lingkungan;

perbankan dan lembaga keuangan, dengan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional

untuk daya saing kabupaten/kota. Adapun peta yang lebih rinci dibandingkan dengan rata-rata nasional

adalah sebagai berikut (Tabel V.1.).

Tabel V.1. Posisi Daya Saing per Wilayah dan Per Indikator

Kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan daya saing daerah akan sangat bergantung pada

kemampuannya dalam mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing daerahnya, baik dari sisi

keunggulan maupun keterbatasan. Dengan melihat peta di atas, perlu adanya suatu terobosan dalam

upaya peningkatan daya saing dengan melihat potensi serta kelemahan dari masing-masing daerah.

Upaya peningkatan seharusnya fokus pada upaya-upaya perbaikan dari indikator yang menjadi

keterbatasan dari suatu daerah. Dari peta di atas, dapat dilihat bahwa penguatan daya saing harus mulai

fokus pada penguatan wilayah timur Indonesia yang relatif tertinggal di beberapa indikator meskipun

unggul dalam hal perekonomian daerah (faktor PDRB). Sementara untuk daerah Jawa, dengan adanya

kelemahan pada sisi perekonomian daerah (dalam hal ini banyak dipengaruhi oleh PDRB) dan lingkungan

usaha produktif (dalam hal ini terkait dengan tumpang tindih peraturan daerah dan belanja pelayanan

publik per kapita) perlu adanya penguatan seperti adopsi teknologi untuk mengatasi kejenuhan dalam

produksi. Sedangkan untuk wilayah timur Indonesia, harus mulai berbenah khususnya terkait dengan

SDM dan ketenagakerjaan; lingkungan usaha produktif; infrastruktur; serta layanan perbankan dan

lembaga keuangan.

Page 190: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 190

Implementasi MPE3EI untuk Peningkatan Daya Saing Daerah

MP3EI merupakan terobosan pembangunan ekonomi di Indonesia untuk menuju negara maju sehingga

Indonesia dapat meningkatkan daya saing dengan memperhatikan beragamnya potensi dan keunggulan

serta keterbatasan yang dimiliki daerah. Strategi MP3EI adalah mengintegrasikan 3 pilar utama yakni (i)

koridor ekonomi, (ii) menguatkan konektivitas nasional dan (iii) memperkuat SDM dari sisi sains dan

teknologi. Indikasi investasi untuk kegiatan utama pada 6 koridor ekonomi tahun 2011-2014 sebesar Rp

4.787.588 miliar yang berasal dari BUMN dengan komposisi alokasi investasi per koridor yakni Sumatera

30%, Jawa 36%, Kalimantan 11%, Sulawesi 5%, Bali-Nustra 8% dan Papua-Maluku 10% (Grafik V.3.).

Sumber: Sekretariat KP3EI

Grafik V.4. Indikasi Investasi Kegiatan Ekonomi Utama MP3EI

Pembedaan kebijakan berdasarkan kemampuan masing-masing daerah diharapkan dapat membantu

pemerintah daerah dalam menetapkan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan daya saing daerahnya

dengan sasaran akhir peningkatan kesejahteraan. Dengan kemampuan ini pula daerah diharapkan

mampu untuk mengolah potensi yang ada untuk mengoptimalkan pembangunan daerah dan pada

akhirnya mampu meningkatkan kemampuan berkompetisi dengan daerah lain dalam era otonomi daerah

dan yang sudah dekat adalah menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan diberlakukan tahun

2015.

Daftar Pustaka Dijkstra, Lewis. Annoni P. Kozovska, K. Regional Competitiveness Index: Theory, Methods and Findings.

WP 02/2011. European Union. 2011.

Saaty, Thomas L. Decision Making-The Analytic Hierarchy and Network Processes (AHP/ANP). Journal of Systems Science and Systems Engineering. Tsinghua University, Beijing. Vol.13. No.1, March 2004.

Giap, Tan Khee. Amri, Mulya. Low, Linda dan Yam, Tan Kong. Analisis Daya Saing dan Strategi Pembangunan untuk 33 Provinsi Indonesia. Asia Competitiveness Institute, Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore. World Scientific. 2013.

Umar, Juoro. Daya Saing Provinsi-Provinsi Indonesia: Memanfaatkan Untuk Pengembangan Ekonomi Regional dan Pembangunan Manusia. Ulasan pada Analisis Daya Saing dan Strategi Pembangunan untuk 33 Provinsi Indonesia. Asia Competitiveness Institute, Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore. World Scientific. 2013.

ag

Page 191: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 191

Editor

Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Kontributor

Andree Breithner (Kantor Perwakilan Wilayah I – Sulawesi, Maluku & Papua)

Daniel Agus Prasetyo (Kantor Perwakilan Wilayah II – Kalimantan)

Agni Alam Awirya (Kantor Perwakilan Wilayah III – Bali & Nusa Tenggara)

Wahyu Ari Wibowo (Kantor Perwakilan Wilayah VI – Jawa Bagian Barat)

Adela Putri Rizkia (Kantor Perwakilan Wilayah V – Jawa Bagian Tengah)

Komalia Rahmayani

Merlin Dwi Yunaniar (Kantor Perwakilan Wilayah IV – Jawa Bagian Timur)

Ciptoning Suryo Condro (Kantor Perwakilan Wilayah IX – Sumatera Bagian Utara)

Dythia Sendrata

Haris Prabowo (Kantor Perwakilan Wilayah VIII – Sumatera Bagian Tengah)

Miko Bayuaji

Septine Wulandini (Kantor Perwakilan Wilayah VII – Sumatera Bagian Selatan)

MHA Ridhwan

Hesti Werdaningtyas

(Grup Riset Ekonomi)

Nurhemi (Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral)

Page 192: FEBRUARI 2014 - bi.go.id · Pada tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah diperkirakan terus meningkat seiring dengan ... Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan

L a p o r a n N u s a n t a r a | 192