faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

152
TESIS FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN SITI ZAKIAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: vuongkhuong

Post on 31-Dec-2016

240 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

TESIS

FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR

STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM

KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI

PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN

SITI ZAKIAH

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

TESIS

FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR

STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM

KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI

PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN

SITI ZAKIAH

NIM 1392161038

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR

STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM

KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI

PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

SITI ZAKIAH

NIM 1392161038

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

Page 4: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 7 JULI 2015

Pembimbing I,

Dr. dr Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi

NIP 195807041987032001

Pembimbing II,

Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH

NIP. 197703312005012001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mayarakat

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof.dr. D.N Wirawan, MPH

NIP 194810101977021001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi,Sp.S (K)

NIP 195902151985102001

Page 5: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Tesis Ini Telah Di Uji Pada

Tanggal 7 Juli 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Nomor: 2024/UN14.4/HK/2015 Tanggal 7 Juli 2015

Ketua : Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi.

Anggota :

1. Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH

2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA (K)

3. Dr. I Putu Ganda Wijaya, S.Sos, M.M

4. dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH

Page 6: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Surat Pernyataan Bebas Plagiat

Nama : Siti Zakiah

NIM : 1392161038

Program Studi : Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Judul Tesis : Faktor Individual dan Faktor Struktural Yang Berperan Dalam

Keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan

Kesehatan Nasional Di Kabupaten Tabanan.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka

saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor : 17 Tahun

2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 7 Juli 2015

Siti Zakiah

NIM: 1392161038

Page 7: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puja dan puji syukur

kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan

anugerah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Dr.dr Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi, selaku

pembimbing I dan pembimbing akademik penulis yang dengan penuh perhatian

dan kesabaran telah memberikan semangat, bimbingan dan saran selama penulis

menempuh pendidikan magister khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima

kasih sebesar-besarnya kepada Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH, Pembimbing II

yang selalu sabar dan penuh perhatian memberikan semangat, bimbingan dan

saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan yang sama ditujukan juga kepada Prof.dr. Dewa Nyoman

Wirawan, MPH, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat yang

telah memberikan dorongan dan semangat selama penulis menempuh pendidikan

di Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan

kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I Ketut Suastika, SP.PD-KEMD

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan program magister di Universitas Udayana. Ucapan

terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana yang dijabat oleh Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, SPS(K) atas kesempatan

Page 8: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister

Universitas Udayana.

Pada Kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada

para penguji tesis yaitu Prof.Dr.dr.Mangku Karmaya, M. Repro, PA(K), Dr.I Putu

Ganda Wijaya, S.Sos, M.M dan dr Pande Putu Januraga, M.Kes yang telah

memberikan saran, masukan, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat

terselesaikan. Terima kasih banyak kepada dr Pande Putu Januraga, M.Kes selain

sebagai penguji juga sebagai pembimbing yang dengan sabar membimbing dalam

penulisan penelitian kualitatif ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepala Dinas kesehatan

Kabupaten Tabanan, Ketua Pengurus Cabang Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten

Tabanan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan

penelitian ini serta petugas BPJS Kabupaten Tabanan yang telah memberikan

bantuan dalam pencarian data. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para

bidan praktek mandiri dan para dokter keluarga yang telah bersedia menjadi

partisipan dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus kepada semua dosen yang telah mengajar dan membimbing penulis saat

duduk di bangku kuliah, serta teman-teman seangkatan yang selalu memberikan

dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada mamak dan bapak yang selalu memberikan motivasi, do’a restu dan

memberikan kasih sayangnya hingga saat ini.

Page 9: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Akhirnya penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Suami tercinta

Bapak Suharsono, yang selalu menemani dalam perjalanan kuliah, memberikan

dukungan moral dan materiil untuk menyelesaikan studi ini, serta anak-anakku

tersayang Kausar Afif Fatwa, Kausar Sadit Nugraha dan Puspa Elok Mutmainnah

yang selalu menjadi penyemangat dalam setiap langkah hidup penulis.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat

serta hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan

penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Penulis

Page 10: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

ABSTRAK

FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR STRUKTURAL YANG

BERPERAN DALAM KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI

PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI

KABUPATEN TABANAN

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme

asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi

dengan sistem asuransi kesehatan sosial. Pelayanan kebidanan dan neonatal pada

program JKN melibatkan dokter keluarga dan bidan praktek mandiri (BPM)

sebagai jejaringnya. Keikutsertaan BPM pada program JKN di Kabupaten

Tabanan masih sangat rendah (11,46%). Penelitian ini bertujuan untuk memahami

lebih dalam tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional.

Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth

interview). Wawancara mendalam dilakukan pada 18 orang Bidan Praktek

Mandiri (BPM) sebagai partisipan, 2 orang dokter keluarga dan 3 orang patisipan

kunci yaitu Kepala dinas kesehatan, ketua pengurus cabang IBI dan petugas BPJS

sebagai Triangulasi Data.

Hasil penelitian dilihat dari faktor individual,didapatkan kurangnya

pengetahuan BPM tentang program JKN pada pelayanan kebidanan dan neonatal.

Motivasi BPM mengikuti program JKN adalah untuk menyukseskan program

pemerintah, sebagai media promosi dan sebagai tempat mengabdi pada

profesinya, sedangkan harapannya adalah sebagian besar partisipan

mengharapkan adanya perbaikan sistem administrasi , peningkatan jumlah klaim

yang telah ditentukan dan BPM dapat bekerjasama dengan BPJS tanpa melalui

sistem jejaring dengan dokter keluarga. Dari faktor struktural seperti dukungan

dan kebijakan sebagian besar partisipan menyatakan kurangnya peran aktif dari

pemerintah dan organisasi IBI terhadap BPM, menyebabkan enggannya BPM

ikut program JKN.

Penelitian ini,dari faktor individual rendahnya pengetahuan BPM tentang

pelayanan kebidanan dan neonatal pada program JKN, sebagian besar motivasi

ikut JKN karena ingin mempromosikan tempat praktek, menyukseskan program

pemerintah dan pengabdian terhadap profesinya. Dari faktor struktural

didapatkan rendahnya dukungan dan tidak adanya kebijakan dari pemerintah dan

Organisasi IBI pada program JKN.Saran kepada dinas kesehatan Kabupaten

Tabanan, petugas BPJS dan organisasi IBI agar lebih menyosialisasikan program

JKN pada bidan-bidan serta memberikan dukungan dan kebijakan yang

mendukung pelaksanaan JKN untuk BPM.Pemerintah diharapkan untuk meninjau

kembali klaim yang telah ditetapkan dan meninjau kembali sistem jejaring untuk

lebih meningkatkan partisipasi BPM pada program JKN.

Kata Kunci: Keikutsertaan, Bidan Praktek Mandiri, Jaminan Kesehatan Nasional.

Page 11: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

ABSTRACT

INDIVIDUAL FACTORS AND STRUCTURAL FACTOR THAT PLAY A

ROLE IN THE PARTICICIPATIOAN OF INDEPENDENT PRACTICE

MIDWIVES ON NATIONAL HEALTH ASSURANCE PROGRAM

National Health Assurance (JKN) is part of the National Social Security

System (SJSN) which was made through the mechanism of social insurance that

aims to let all the people of Indonesia are protected with a social health insurance

system implemented. Obstetrics and neonatal service at JKN programs involving

family doctor and independent practices midwives (BPM) as networking. The

participant of BPM on JKN in Tabanan is still very low (11,5%). The research

aims to understand more deeply about the individual factors and structural factors

that play a role in the participation of BPM on JKN.

This study used a qualitative approach to the design of phenomenology,

the collection of data with in depth interviews. In-depth interviews on 18 persoan

BPM as a participant, 2 doctors family and 3 person key participant, head of

Departement of health, chairman of the executive board branch of IBI and officers

of the BPJS as a triangulation of the data. Data analysis using the thematic

analysis.

The results showed individual factors include : knowledge, motivation and

expectations of BPM to JKN, obtained a lack of knowledge of BPM of JKN. The

motivation of BPM program JKN is as media promotion and as a place to serve

on his profession, whereas the expectation is largely participant expects

improvement administration system and increasing the number of claims of that

have been determined. From the structural factors that play a role in the

participation of BPM on the program support and policies such as JKN most

participants expressed less thus causing BPM was reluctant to join the program

JKN.

The study of the individual factors of the low knowledge of BPM of

obstetrics and neonatal services at JKN program, most of the motivation for

wanting to join JKN promote places of practice, supporting government programs

and serve on the profession. Structural factors obtained from the low level of

support and the lack of policy from governments and organizations program IBI

on JKN. Advice to health services offices BPJS Tabanan regency, and the

organization to make it more socialize IBI program JKN on midwives as well as

provide support and policy that supports the implementation of JKN to BPM. The

government is expected to review the claims assigned and reviewing system

network to further enhance the participation of BPM on JKN.

Keyword : Participation, Independent Practice Midwives, National Health

Assurance.

Page 12: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN SAMPUL DALAM JUDUL ................................................. i

PRASYARAT GELAR .............................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................. ix

ABSTRACT .................................................................................................. x

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7

1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

Page 13: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 7

1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI

DAN MODEL PENELITIAN ................................................................... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................... 9

2.1.1 Jaminan Kesehatan Nasional……………………………….. 9

2.1.2 Bidan Praktek Mandiri……………………………………… 20

2.1.3 Faktor Individual yang berperan dalam keikutsertaan BPM

pada Program JKN ................................................................. 21

2.1.4 Faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan BPM

pada Program JKN ................................................................. 26

2.2 Konsep dan Kerangka Berpikir ....................................................... 29

2.2.1 Jaminan Kesehatan Nasional ................................................. 29

2.2.2 Konsep Bidan Praktek Mandiri .............................................. 30

2.2.3 Konsep Faktor Individual ...................................................... 31

2.2.4 Konsep Faktor Struktural ....................................................... 31

2.3 Landasan Teori ................................................................................ 31

2.4 Model Penelitian .............................................................................. 34

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 35

3.1 Rancangan Penelitian ...................................................................... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 36

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ...................................................... 36

3.3.1 Populasi ................................................................................. 36

Page 14: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................. 36

3.4 Jenis Dan Sumber Data ................................................................... 38

3.5 Instrumen Penelitian ........................................................................ 38

3.6 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data ......................................... 38

3.7 Metode Dan Teknik Analisis Data .................................................. 39

3.8 Metode Dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ........................ 40

3.9 Etika Penelitian ................................................................................ 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………….. ...................... 43

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………………… 43

4.1.1 Data Perekonomian ................................................................ 44

4.1.2 Data Praktek Dokter ............................................................... 44

4.1.3 Data Umum Bidan ............................................................... 44

4.1.3.1 Jumlah Bidan yang ada di masing-masing kecamatan.. 44

4.1.3.2 Data Bidan Berdasarkan Pendidikan……………..…… 46

4.1.3.3 Data Bidan Praktek Mandiri Yang mengikuti program

Jampersal, JKBM dan JKN………………………….. 46

4.2 Karakteristik Partisipan .................................................................... 47

4.3 Hasil penelitian dan pembahasan ..................................................... 49

4.3.1 Faktor individual yang berperan dalam keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional……. 49

4.3.2 Faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional ……. . 70

4.4 Refleksi ................................................................................................. 89

Page 15: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

4.5 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 99

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 100

5.1 Simpulan ............................................................................................... 100

5.1.1 Faktor individual yang berperan dalam keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional ...... 100

5.1.2 Faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional ...... 103

5.2 Saran ..................................................................................................... 105

5.2.1 Untuk Dinas Kesehatan Tabanan ................................................ 105

5.2.2 Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ................ 106

5.2.3 Untuk Organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ........................ 107

5.2.4 Untuk peneliti selanjutnya ......................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 16: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 2.1 Skema Teori Kurt Lewin ....................................................... 32

Gambar 2.2 Faktor Individual dan Struktural yang berperan

dalam keikutsertaan BPM pada Program JKN ................... 34

Gambar 4.1 Data Praktek Dokter .............................................................. 44

Gambar 4.2 Data Bidan per Kecamatan di Kabupaten Tabanan .............. 45

Gambar 4.3 Data Bidan berdasarkan tingkat pendidikan di

Kabupaten Tabanan ............................................................. 46

Gambar 4.4 Data BPM yang mengikuti Program Jampersal,

JKBM dan JKN di Kabupaten Tabanan .............................. 47

Page 17: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan berdasarkan Umur,

Pendidikan, Alamat dan StatusPartisipan............................... 48

Page 18: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

DAFTAR SINGKATAN

AKI : Angka Kematian Ibu

AKB : Angka Kematian Bayi

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

KH : Kelahiran Hidup

ASEAN : Association of South East Asia Nations.

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

UU : Undang-undang

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional

JAMPERSAL : Jaminan Persalinan

BPM : Bidan Praktek Mandiri

BPS : Bidan Praktek Swasta

PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan

IBI : Ikatan Bidan Indonesia

JKBM : Jaminan Kesehatan Bali mandara

KTP : Kartu Tanda Penduduk

SIPB : Surat Ijin Praktek Bidan

AKDR : Alat Kontrasepsi dalam Rahim

Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat

MDGs : Millineum Devlopment Gools

SK : Surat Keputusan

IUD : Intra Uterine Device

KB : Keluarga Berencana

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KF : Kunjungan Nifas

Page 19: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

KN : Kunjungan Neonatus

SIPB : Surat Ijin Praktek Bidan

FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rawat inap Tingkat Lanjutan

Faskes : Fasilitas Kesehatan

PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar.

Page 20: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat-surat Ijin Penelitian

Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam (Indept Interview)

Lampiran 3 Pemetaan Tema berdasarkan koding.

Page 21: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan

tolak ukur dalam menilai kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu pemerintah

berupaya keras menurunkan AKI dan AKB melalui program Gerakan Sayang Ibu

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bidan berperan sangat penting dalam

menurunkan AKI dan AKB. Karena bidan sebagai ujung tombak atau tenaga

kesehatan yang berada di garis terdepan dan berhubungan langsung dengan

masyarakat, dalam memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan paripurna

berfokus pada aspek pencegahan melalui pendidikan kesehatan dan konseling,

promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal dengan berlandaskan

kemitraan dan pemberdayaan perempuan serta melakukan deteksi dini pada kasus-

kasus rujukan kebidanan (Depkes RI,2013).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di dunia melalui World Health

Organization (WHO) telah membuat kesepakatan untuk mencapai Universal

Health coverage (UHC) di tahun 2014, mengenai kepastian sistem kesehatan

untuk setiap warga di suatu negara agar memiliki akses yang adil terhadap

pelayanan kesehatan berupa upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

bermutu dengan biaya terjangkau. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) telah menjawab prinsip dasar dari

1

Page 22: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

program UHC yaitu dengan mewajibkan setiap penduduk memiliki akses terhadap

pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau komprehensif (Aulia, 2011).

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 5 ayat 1

menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh

akses atas sumber daya di bidang kesehatan (Depkes, 2009). Kesehatan

merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap manusia dan pembangunan

kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik maupun kesehatan mental.

Keadaan kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonominya

pada suatu bangsa dan negara, baik di negara yang sudah maju maupun di negara

yang sedang berkembang seperti Indonesia. Tujuan pembangunan kesehatan

adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya agar

terwujud manusia Indonesia yang bermutu, sehat dan produktif (Notoatmodjo,

2005).

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menurunkan

AKI dan AKB adalah membuat berbagai kebijakan untuk perbaikan akses dan

kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada ibu bersalin dan perawatan bayi

baru lahir. Kebijakan untuk menurunkan AKI dan AKB tidak dapat dilakukan

dengan intervensi biasa, diperlukan suatu upaya terobosan serta peningkatan

kerjasama lintas sektoral untuk mengejar ketertinggalan penurunan AKI dan AKB

dalam rangka mempercepat pencapaian Millenium Development goals (MDGs)

tahun 2015.

Faktor terpenting yang dapat menurunkan kematian ibu dan bayi baru lahir

adalah meningkatkan akses ibu hamil terhadap persalinan yang sehat dengan cara

Page 23: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

memberikan kemudahan pembiayaan untuk menghilangkan hambatan finansial

pada ibu hamil dan keluarga, maka pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang Jampersal. Tujuan dari

Jampersal yaitu untuk meningkatkan akses ibu hamil terhadap pelayanan

pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan bayi baru lahir,

perawatan nifas dan pelayanan keluarga berencana (Kemenkes RI, 2011).

Hasil studi evaluasi Jampersal tahun 2012, menghasilkan evidence yang

meyakinkan bahwa Jampersal berhasil mengajak ibu hamil untuk melahirkan di

fasilitas kesehatan. Peran aktif dari bidan sebagai ujung tombak pemberi

pelayanan kebidanan dan neonatal, ketersediaan obat dan peralatan serta fasilitas

yang telah disediakan oleh pemerintah semakin meningkatkan jumlah kunjungan

ibu hamil ke fasilitas kesehatan. Masyarakat berpendapat dan mempunyai harapan

terhadap program Jampersal agar dapat dilanjutkan hingga saat program JKN

diberlakukan. Fakta tersebut menjadi alasan yang kuat program Jampersal

dipertahankan keberlangsungannya dalam program JKN dengan berbagai

perbaikan dalam proses pelaksanaannya (Rahmawaty, 2013).

Keberhasilan program Jampersal tergantung pada kondisi supply dan

demand dari pemberi pelayanan kesehatan di masing-masing daerah. Penelitian

tentang “Evaluasi pelaksanaan program Jampersal ditinjau dari persepsi pengguna

dan penyedia layanan di Puskesmas Mengwi I” menyatakan bahwa pelayanan

Jampersal mendapatkan respon yang baik dari pasien maupun petugas kesehatan,

dukungan tenaga kesehatan terutama bidan dalam bentuk komitmen dengan cara

Page 24: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

memberikan pelayanan yang profesional pada masing-masing pelayanan

kebidanan (Adiputra dan Aryati, 2012).

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

menyatakan bahwa program Jampersal secara nasional telah berakhir tahun 2013

dan sejak awal tahun 2014 pemerintah Indonesia secara resmi melaksanakan

program JKN. Berlakunya program JKN diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan,

maka secara otomatis jaminan kesehatan yang pernah ada seperti Jamkesmas,

Jamkesda dan Jampersal masuk ke dalam program JKN. Propinsi Bali memiliki

Jamkesda yang bernama Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Pembiayaan

pelayanan kebidanan dan neonatal di Propinsi Bali sampai dengan tahun 2017

akan di tanggung oleh JKMB dan besaran klaimnya disesuaikan dengan standar

tarif pada JKN dan Propinsi Bali di harapkan sudah masuk ke dalam Program

JKN paling lambat pada tahun 2019 (Dinkes Propinsi Bali, 2014).

Desain asuransi kesehatan yang berbasis masyarakat seperti JKN,

membuat kontribusi masyarakat untuk berpartisipasi menjadi lebih tinggi.

Menurut Dror, dkk (2006) negara India melakukan penekanan biaya persalinan

dengan cara memberikan voucher yang bisa digunakan untuk membayar

transportasi saat akan bersalin. Hasil penelitian di Banglades menjelaskan bahwa

meskipun biaya persalinan gratis namun dari total pengeluaran langsung hampir

50 % untuk biaya rujukan (Dong dkk, 2004).

Implementasi JKN masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan,

karena Bidan Praktek Mandiri (BPM) tidak dapat bekerjasama langsung dengan

BPJS Kesehatan dan harus bergabung menjadi jejaring dulu pada fasilitas

Page 25: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

kesehatan tingkat I (Puskesmas) atau dokter praktek perseorangan. Sosialisasi

tentang JKN pada BPM tentang bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur,

sistem pembayaran klaim dan cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang

ditanggung JKN masih kurang, sehingga Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS seperti saat

program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila BPM tidak dilibatkan

dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah menekan AKI dan upaya

menggalakkan Program Keluarga Berencana (IBI, 2014).

Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan (2014) mencatat bahwa: bidan

yang ada di Kabupaten Tabanan sebanyak 457 orang bidan, yang menjalankan

praktek mandiri dan telah mempunyai SIPB sebanyak 96 orang (20,07%)

sedangkan BPM yang mengikuti program JKN hanya 11 orang (11,46%).

Pelaksanaan program Jampersal/JKBM di Kabupaten Tabanan belum berjalan

optimal, walaupun sosialisasi tentang program Jampersal telah dilakukan pada

para bidan termasuk BPM. Saat ini program JKN sudah mulai dilaksanakan secara

nasional, maka bidan juga diharapkan untuk ikut berpartisipasi dalam program

JKN. Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa BPM dikatakan bahwa:

“Program JKN belum disosialisasikan secara khusus kepada kami

(BPM) sehingga kami malas untuk kerjasama dengan JKN, apalagi kami

dengar akan ada potongan administrasi dari dinas dengan prosedur

kerjasama yang tidak jelas ”

Pengetahuan, motivasi dan harapan BPM terhadap pelayanan kebidanan

dan neonatal pada program JKN di Kabupaten Tabanan umumnya masih belum

diketahui secara benar. Sehingga perlu diketahui bagaimana faktor individual dan

Page 26: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan BPM pada program JKN,

agar bidan dapat berpartisipasi ikut menyukseskan program tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Mayora,dkk (2012) di Kota Binjai

menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan bidan tentang Jampersal serta paket

manfaat yang diberikan menyebabkan bidan enggan untuk berpartisipasi dalam

program tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Rahmah tahun 2013, diketahui

bahwa motivasi BPM dalam penandatangan perjanjian kerjasama Jampersal,

adalah adanya faktor kebutuhan aktualisasi diri sebagai bentuk pengabdian BPM

kepada masyarakat dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah, sementara

kecenderungan BPM tidak mengikuti Jampersal karena biaya pengganti yang

terlalu sedikit dan perasaan tidak nyaman harus mematuhi aturan Jampersal.

Pelaksanaan Jampersal di Kota Semarang dalam aspek pelaksanaan klaim terdapat

beberapa kendala pada aspek komunikasi dan sumber daya. Pelaksanaan

pelayanan Jampersal masih terkendala pada aspek sikap atau disposisi dan

struktur birokrasi (Mandasari, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada Program Jaminan Kesehatan Nasional

di Kabupaten Tabanan?

Page 27: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum:

Untuk memahami lebih dalam tentang faktor individual dan faktor struktural yang

berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan

Kesehatan Nasional di Kabupaten Tabanan tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini untuk memahami lebih mendalam tentang :

1. Faktor individual yang meliputi : pengetahuan, motivasi dan harapan yang

berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program

Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Tabanan.

2. Faktor struktural yang meliputi : dukungan dan kebijakan yang berperan

dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan

Kesehatan Nasional di Kabupaten Tabanan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam

memperkuat hasil-hasil studi yang berkaitan dengan faktor individual dan faktor

struktural yang berperan dalam keikutsertaan BPM pada program JKN serta

pengembangan penelitian kuantitatif selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Bidan

Dapat menjalankan profesionalisme sebagai tenaga kesehatan yang bekerja

memberikan pelayanan kebidanan dan neonatal, sesuai dengan kewenangan dan

Page 28: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

standar profesi bidan serta dapat menjadi lebih termotivasi untuk berpartisipasi

menyukseskan program JKN.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui tentang pelayanan

kebidanan dan neonatal pada program JKN sehingga masyarakat dapat menerima

dan mendukung program tersebut.

3. Bagi Pemerintah

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi

kepada pemerintah agar lebih memperhatikan dan lebih meningkatkan

program JKN terutama tentang pelayanan kebidanan dan neonatal.

b. Pemerintah dapat mempertimbangkan pelayanan kebidanan dan

neonatal yang telah dilakukan oleh bidan sehingga dapat meningkatkan

kinerja dan kesejahteraan bidan.

Page 29: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia

merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang

diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh

penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Negara Indonesia menuju

Universal health Coverage (UHC) berdasarkan Undang-Undang Kesehatan

Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban

ikut serta dalam program Jaminan kesehatan sosial. Jaminan Kesehatan Nasional

adalah bagian dari SJSN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi

berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Tujuan asuransi kesehatan

agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan

kebutuhan dasar masyarakat akan dapat terpenuhi (BPJS Kesehatan, 2014).

Implementasi JKN dalam SJSN tahun 2014 adalah untuk menurunkan

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) karena Millenium

Development Goals (MDGs) tahun 2015 harus segera dapat dicapai sehingga

identifikasi perlindungan akses melalui jaminan pembiayaan persalinan dengan

kepesertaan dalam JKN menjadi penting. Sejalan dengan peningkatan cakupan

SJSN maka peserta Jampersal secara bertahap akan menjadi peserta JKN. Lingkup

9

Page 30: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

paket manfaat jampersal menjadi bagian dari paket manfaat JKN yang

komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis, kecuali ha-hal yang bersifat

nonmedis seperti biaya transportasi (Mukti, 2012).

Prinsip-prinsip Penyelenggaraan JKN berdasarkan Undang-Undang

Nomor 24 tahun 2011, mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut: kegotong

royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan

efektifitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanah dan hasil

pengelolaan dana jaminan sosial. Manfaat jaminan kesehatan yang bisa diperoleh

dalam program JKN bersifat pelayanan perseorangan yang mencakup pelayanan

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan kebidanan dan

neonatal. Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang termasuk di dalam

program JKN meliputi: pelayanan pemeriksaan kehamilan (antenatal care),

pertolongan persalinan (intranatal care), pemeriksaan bayi baru lahir (neonatus),

pemeriksaan pascasalin (postnatal care) dan pelayanan Keluarga Berencana

setelah melahirkan (BPJS Kesehatan, 2013).

Program JKN memberikan jaminan pembiayaan pada pelayanan

kebidanan dan neonatal berdasarkan pembayaran non kapitasi. Peserta JKN

mendapatkan pelayanan kebidanan pada puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan

fasilitas pelayanan swasta yang bekerjasama dengan BPJS. Manfaat pelayanan

kebidanan dan neonatal yang diberikan oleh JKN berupa : Pemeriksaan ANC,

pelayanan persalinan, Pemeriksaan PNC dan bayi baru lahir (neonatus) dan

pelayanan keluarga berencana.

Page 31: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Indonesia menuju UHC berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor

36 tahun 2009 pasal 13 yang menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut

serta dalam program Jaminan Kesehatan Sosial. Program JKN juga memberikan

jaminan pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan neonatal berdasarkan

pembayaran non kapitasi untuk mendapatkan pelayanan kebidanan pada

puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta yang

bekerjasama dengan BPJS (BPJS Kesehatan, 2014).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59

tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan

Program Jaminan Kesehatan pasal 11 ayat 1 (a) menyatakan bahwa: jasa

pelayanan kebidanan, neonatal dan keluarga berencana yang dilakukan oleh bidan

atau dokter bersifat non kapitasi yaitu besaran pembayaran klaim oleh BPJS

Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan

jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) sesuai standar yang diberikan dalam

bentuk paket paling sedikit 4 kali pemeriksaan, sebesar Rp 200.000,00

(dua ratus ribu rupiah)

2) Persalinan pervaginam normal sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu

rupiah)

3) Persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar sebesar di

puskesmas PONED Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)

4) Pemeriksaan PNC dan neonatus sesuai standar dilaksanakan dengan dua

kali kunjungan ibu nifas dan neonatus pertama (KF1-KN1) dan kunjungan

Page 32: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

ibu nifas dan neonatus kedua (KF2-KN2) serta satu kali kunjungan

neonatus ketiga (KN3) dan satu kali kunjungan ibu nifas ketiga (KF3),

sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) untuk tiap kunjungan

dan diberikan kepada pemberi pelayanan yang pertama dalam kurun waktu

kunjungan.

5) Pelayanan tindakan pasca persalinan di puskesmas PONED, sebesar Rp

175.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah)

6) Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal Rp

125.000,00 (seratus dua puluh lima ribu rupiah), dan

7) Pelayanan Keluarga Berencana:

a) Pemasangan atau pencabutan IUD/Implan sebesar Rp 100.000,00

(seratus ribu rupiah)

b) Pelayanan suntik KB sebesar Rp 15.000,00 (lima belas ribu rupiah)

setiap kali suntik

c) Penanganan komplikasi KB sebesar Rp 125.000,00 (seratus dua puluh

lima ribu rupiah), dan

d) Pelayanan KB MOP/vasektomi sebesar Rp 350.000,00 (tiga ratus lima

puluh ribu rupiah).

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Nomor 143

Tahun 2014 tentang Implementasi Permenkes Nomor 59 tahun 2014 menjelaskan

bahwa :

1) Pemeriksaan ANC dan PNC/neonatus dapat diberikan dan ditagihkan

oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama (FKTP)

Page 33: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

2) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk.

Pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk

maksimal 10 % dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)

3) Tarif pemeriksaan ANC merupakan tarif paket untuk pelayanan ANC

paling sedikit 4 (empat) kali pemeriksaan dalam masa kehamilannya

yaitu 1 (satu) kali pada trimester pertama, 1 (satu) kali pada trimester

kedua, dan 2 (dua) kali pada trimester ketiga kehamilan dan tidak dapat

dipecah menjadi 4 (empat) misalnya per kali pemeriksaan masing-masing

Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)

4) Apabila pemeriksaan ANC dilakukan kurang dari jumlah minimal (< 4

kali) pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan maka biaya pemeriksaan

ANC tidak dapat ditagihkan.

5) Penagihan biaya pemeriksaan ANC dapat ditagihkan apabila telah

dilakukan minimal 4 kali pemeriksaan ANC sesuai waktu yang

ditetapkan (dapat bersamaan dengan klaim persalinan yang diajukan atau

terpisah jika persalinan dilakukan di faskes lain) disertai dengan bukti

pelayanan kepada peserta.

6) Untuk menjaga kontinuitas pelayanan pemeriksaan ANC maka perlu

adanya informed consent bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan

ANC dan PNC di satu tempat yang sama (baik oleh FKTP maupun

jejaring bidan sesuai dengan prosedur). Pemeriksaan ANC dan PNC pada

tempat yang sama dimaksudkan untuk : keteraturan pencatatan partograf,

Page 34: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

monitoring terhadap perkembangan kehamilan, memudahkan dalam

administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan.

7) Yang dimaksud dengan perkali kunjungan pemeriksaan PNC adalah

paket kunjungan ibu nifas dan neonatus (kedatangan keduanya dihitung

untuk 1 kali kunjungan)

8) Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Rawat inap Tingkat

Lanjutan (FKRTL) dilakukan berdasarkan indikasi medis

9) Kartu ibu dan buku kesehatan ibu dan anak (Buku KIA) disediakan oleh

faskes sebagai pencatatan dan pemantauan status kesehatan peserta

kebidanan.

10) Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat menagihkan tarif

pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar

sebesar Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan pelayanan

tindakan pasca persalinan sebesar Rp 175.000,00 (seratus tujuh puluh

lima ribu rupiah) hanyalah Puskesmas yang ditetapkan sebagai

Puskesmas PONED (Pelayanan Obstretrik Neonatal Emergensi Dasar).

11) Apabila pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi

dasar ditagihkan oleh FKTP lain selain Puskesmas PONED, maka

disetarakan sesuai tarif persalinan pervaginam normal sebesar Rp

600.000,00 (enam ratus ribu rupiah )

12) Pelayanan KB dapat diberikan dan ditagihkan oleh FKTP

13) Kantor cabang agar berkoordinasi dengan BKKBN di masing-masing

daerah terkait ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alkon)

Page 35: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

14) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk,

pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk

maksimal 10% dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)

15) Khusus pelayanan KB MOP/vasektomi dapat diberikan pada FKTP yang

ditunjuk berdasarkan rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dengan mempertimbangkan kompetensi dan kelengkapan sarana dan

prasarana faskes.

Tarif pelayanan kebidanan yang berlaku di Kabupaten Tabanan berdasarkan

kesepakatan organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) cabang Tabanan tahun 2013

menetapkan tarif minimal yang dapat dijadikan acuan oleh BPM, sudah termasuk

jasa pelayanan, obat yang digunakan dan kelengkapan sarana prasarana yaitu:

1) Pemeriksaan kehamilan : Rp 30.000 – Rp 50.000,-

2) Persalinan normal dan bayi baru lahir : Rp 900.000 – Rp 1.200.000,-

3) Perawatan nifas dan ibu menyusui : Rp 30.000 – Rp 50.000,-

4) Pemasangan IUD : Rp 150.000 – Rp 300.000,-

5) Suntik KB: Rp 25.000 – Rp 40.000,-

6) Konseling : Rp 10.000,-

7) Imunisasi : masing-masing Rp 20.000 – Rp 40.000,-

8) Rujukan : berdasarkan Unit Cost

Bila dilihat dari tarif tersebut maka terdapat kesenjangan antara kesepakatan yang

dibuat oleh organisasi dibandingkan dengan penetapan tarif pelayanan kebidanan

yang ditetapkan oleh pemerintah (BPJS Kesehatan).

Page 36: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Hasil penelitian Januraga, dkk (2009) di Kabupaten Jembrana

menunjukkan bahwa: Terdapat pemahaman yang keliru pada sebagian besar

policy makers program Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) terhadap konsep

kebutuhan dasar kesehatan dan konsep keadilan egaliter dalam bidang kesehatan

sehingga menimbulkan resistensi atau penolakan terhadap kebijakan pembayaran

premi, khususnya premi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) I JKJ. Sebagian

besar policy makers dan PPK program JKJ memiliki persepsi yang buruk terhadap

sistem pembayaran kapitasi karena dipandang memiliki kelemahan dalam

pemerataan, keadilan, kepuasan pasien dan mutu pelayanan kesehatan. Untuk

mengatasi hal itu sebaiknya besaran biaya per kapita dihitung berdasarkan unit

cost atau biaya klaim yang selama ini berlaku serta dikomunikasikan secara baik

antara Badan pelayanan dan PPK . Selain itu, beberapa hal yang dapat dilakukan

untuk mengurangi resiko kerugian finansial PPK adalah dengan melakukan risk

adjusment capitation, curve out, dan reinsurance.

Risk adjustment capitation, besaran kapitasi dihitung dengan penyesuaian

terhadap faktor demografi, riwayat kesehatan peserta, riwayat kunjungan peserta,

dan beberapa indikator klinik. Curve out, dilakukan dengan mengeluarkan

pelayanan tertentu dari perhitungan kapitasi untuk dibayar dengan cara lain. Peran

Badan pelayanan bersama-sama dengan PPK dibutuhkan untuk membahas jenis

pelayanan yang harus dikeluarkan, tetapi dengan tetap memperhatikan hak-hak

peserta untuk memperoleh pelayanan yang optimal. Cara terakhir adalah dengan

melakukan reinsurance. Reasuransi pada perusahaan reasuransi dilakukan oleh

Page 37: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Badan pelayanan untuk menghindari terjadinya kerugian pada PPK akibat

pengeluaran yang tidak terduga.

Hampir sama seperti pendapat policy makers, sebagian besar PPK melihat

Program Kesehatan Jembrana khususnya kapitasi sebagai sistem yang merugikan

dari sisi kebebasan konsumen dalam memilih pelayanan, di samping pandangan

negatif akan adanya risiko finansial berupa kerugian pada pihak PPK. Ketakutan

akan kegagalan secara finansial bahkan juga dirasakan oleh PPK yang justru

menganggap kapitasi sebagai suatu cara pembayaran yang baik. Senada dengan

pendapat sebelumnya pangkal semua ketakutan terjadi karena kebebasan

masyarakat memperoleh pelayanan yang menurut anggapan PPK sulit untuk

diubah.

Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung oleh BPJS

Kesehatan meliputi:

1) Pemeriksaan ANC sekurang-kurangnya dilakukan 4 kali dengan distribusi

waktu satu kali trimester satu, satu kali trimester dua dan dua kali pada

trimester ketiga kehamilan yang disesuaikan dengan usia kehamilan.

2) Pemeriksaan ANC berupa pengukuran tinggi badan dan berat badan,

pemeriksaan tekanan darah, pengukuran lingkar lengan atas, pemeriksaan

tinggi fundus uteri, pemeriksaan denyut jantung janin dan posisi janin,

skrining status dan pemberian imunisasi tetanus toksoid, pemberian tablet

tambah darah dan asam folat, serta temu wicara.

3) Pemeriksaan ANC berupa pemeriksaan laboraturium rutin meliputi

pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemeriksaan golongan darah pada ibu

Page 38: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

hamil wajib dilakukan oleh pemberi pelayanan antenatal yang memiliki

alat pemeriksaan laboraturium tersebut. Sedangkan untuk pemeriksaan

laboraturium lainnya dilakukan atas indikasi.

4) Persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar di puskesmas

PONED meliputi penatalaksanaan untuk mengatasi kegawatdaruratan

medis, perdarahan pada kehamilan muda (abortus), preeklamsia, eklamsia

dan persalinan macet (distosia)

5) Pelayanan pada ibu nifas meliputi : pemeriksaan tekanan darah, nadi,

respirasi dan suhu, pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemeriksaan lochea

dan pengeluaran pervaginam lainnya, pemeriksaan payudara dan

dukungan pemberian ASI Ekslusif, pemberian vitamin A, pemberian

pelayanan Keluarga Berencana pascasalin, konseling dan edukasi

perawatan kesehatan, serta penanganan resiko tinggi dan komplikasi pada

ibu nifas.

6) Pelayanan pada ibu nifas diberikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali

dengan distribusi waktu pada 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan

(KF1), pada hari ke 4 sampai dengan hari ke 28 pascapersalinan (KF2),

dan pada hari ke 29 sampai dengan hari ke 42 pasca bersalin (KF3).

7) Pelayanan neonatal meliputi: pelayanan neonatal dengan menggunakan

formulir Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), memastikan

pemberian vitamin K1, pemberian salep mata antibiotika, pemberian

imunisasi Hepatitis B 0, perawatan tali pusat serta konseling terkait

Page 39: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pemberian ASI ekslusif, perawatan tali pusat, deteksi dini tanda bahaya

dan pencegahan infeksi.

8) Pelayanan neonatus diberikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai

standar dengan distribusi waktu pada 6 jam sampai dengan 48 jam pasca

salin (KN1), pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir (KN2)

dan pada hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah melahirkan (KN3).

9) Hasil pelayanan kebidanan, neonatal dan KB dicatat pada kartu ibu dan

buku KIA.

10) Buku KIA wajib dibawa oleh peserta Jaminan Kesehatan pada tiap

kunjungan untuk mendapatkan pelayanan kebidanan, neonatal dan KB.

Beberapa manfaat JKN untuk masyarakat adalah: memberikan keuntungan

dengan premi yang terjangkau, asuransi JKN yang menerapkan prinsip kendali

mutu dan biaya, asuransi kesehatan sosial yang menjamin kepastian pembiayaan

pelayanan kesehatan yang berkelanjutan serta asuransi kesehatan sosial yang

dapat digunakan diseluruh Indonesia (Kemenkes RI,2013).

Berdasarkan hasil analisis koordinasi pelaksanaan pembiayaan kesehatan

ibu dan anak (KIA) di Kabupaten Lombok Tengah, program Jampersal juga

belum berjalan optimal. Walaupun tidak ditemukan terjadinya tumpang tindih

pembiayaan dan tidak ada pelayanan KIA yang tidak terbiayai, namun masih

ditemukan adanya iuran biaya untuk obat maupun biaya rujukan serta tidak

dilibatkannya pihak swasta dalam program Jampersal. Pelaksanaan program

Jampersal dinas kesehatan kabupaten seharusnya dapat bekerjasama dengan klinik

atau bidan praktek swasta (Erpan,dkk.2011).

Page 40: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

2.1.2 Bidan Praktek Mandiri

Bidan Praktek Mandiri ( BPM ) adalah suatu institusi pelayanan kesehatan

secara mandiri yang memberikan asuhan pelayanan dalam lingkup kebidanan.

Praktek bidan mandiri merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kebidanan

yang diberikan kepada pasien baik individu, keluarga dan masyarakat sesuai

dengan kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan yang menjalankan

praktek mandiri harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) untuk

menjalankan prakteknya pada sarana kesehatan yang dimilikinya. Praktek

pelayanan bidan mandiri merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki

kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,

khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Masyarakat sebagai

pengguna jasa layanan bidan dapat memperoleh akses pelayanan yang bermutu,

perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas persiapan sebelum

bidan melaksanakan pelayanan praktek seperti perizinan, tempat, ruangan,

peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan

standar seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 (Kemenkes, 2010).

Hasil penelitian Tambun, dkk (2013) menyatakan bahwa kebijakan

persalinan masyarakat miskin di Kota Tanjung Pinang belum mendapat dukungan

secara optimal dari pemerintah daerah. Plafon biaya yang kecil membuat tidak

semua bidan bersedia mengikuti program Jampersal dengan klaim biaya kecil.

Tidak ada perbedaan jenis pertolongan yang diberikan bidan praktek swasta antara

pasien asuransi kesehatan masyarakat miskin dan masyarakat umum. Pelaksanaan

Page 41: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

program Jampersal di Tanjung Pinang banyak ditemukan pemungutan iuran biaya

persalinan di luar tanggungan Jampersal yang dilakukan oleh bidan dalam bentuk

biaya transport rujukan dan obat - obatan tambahan.

Implementasi JKN masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan,

karena BPM tidak dapat bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan dan harus

bergabung menjadi jejaring dulu pada fasilitas kesehatan tingkat I (Puskesmas)

atau dokter praktek perseorangan. Sosialisasi tentang JKN pada BPM tentang

bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur, sistem pembayaran klaim dan

cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung JKN masih kurang,

sehingga IBI mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS

Kesehatan seperti saat program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila

BPM tidak dilibatkan dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah

menekan AKI dan upaya menggalakkan program KB (IBI,2013).

2.1.3 Faktor Individual Yang Berperan Dalam Keikutsertaan BPM Pada

Program JKN

Faktor individual merupakan hubungan sikap seseorang terhadap

pekerjaannya. Penelitian ini yang dimaksud dengan faktor individual adalah

pengetahuan, motivasi dan harapan BPM terhadap program JKN dalam

memberikan asuhan kebidanan dan neonatal.

Menurut Achterbergh & Vriens (2002) pengetahuan memiliki dua fungsi

utama, pertama sebagai latar belakang dalam menganalisa sesuatu hal,

mempersepsikan dan menginterpretasikannya, yang kemudian dilanjutkan dengan

Page 42: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

keputusan tindakan yang dianggap perlu. Kedua, peran pengetahuan dalam

mengambil tindakan yang perlu adalah menjadi latar belakang dalam

mengartikulasikan beberapa pilihan tindakan yang mungkin dapat dilakukan,

memilih salah satu dari beberapa kemungkinan tersebut dan

mengimplementasikan pilihan tersebut. Adapun faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan adalah: pendidikan, pekerjaan, umur, keinginan,

pengalaman lingkungan dan sumber informasi (Notoatmojo,2010).

Pengetahuan masyarakat tentang JKN yang sangat minim terutama di

daerah-daerah perlu diselesaikan secara bertahap. Dalam mengatasi masalah ini,

kebijakan kesehatan pemerintah harus hati-hati, cermat dan teliti sehingga

investasi yang dilakukan selama ini tidak sia-sia (Kebijakan Kesehatan

Indonesia,2013). Komunikasi juga sangat berperan dalam menyosialisasikan

program JKN, karena komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang dapat

berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-

unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis.

Kegiatan sosialisasi merupakan kegiatan komunikasi, ini ditandai dengan

adanya proses penyebaran pengetahuan dari seorang komunikator kepada komunikan

dengan tujuan meningkatkan pengetahuan. Sosialisasi suatu program, merupakan

pengetahuan yang disampaikan dalam suatu kegiatan sosialisasi yang berkaitan

dengan konteks permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sosialisasi akan

memegang peranan penting di dalam menyebarluaskan informasi yang berkaitan

dengan inovasi atau pengetahuan - pengetahuan yang berhubungan dengan inovasi,

baik pengetahuan teknis maupun pengetahuan prinsip (Cangara, 2009).

Page 43: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Motivasi merupakan satu penggerak / pendorong dari dalam hati seseorang

untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan

sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari

kegagalan dalam mencapai tujuan hidup. Seseorang yang mempunyai motivasi

berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam

kehidupan. Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang

bersifat intrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat

seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan

pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau

bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbinya, sedangkan motivasi ekstrinsik

adalah manakala elemen-elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan

tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status

ataupun kompensasi (Leidecker dkk, 2009).

Menurut teori Mc Clelland tentang teori kebutuhan untuk mencapai

prestasi (Need for achivenment) dalam Sudrajat (2008) menyatakan bahwa

motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.

Karakteristik orang yang berprestasi tinggi memiliki tiga ciri umum yaitu: sebuah

preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat,

menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya

mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, dan menginginkan umpan

balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka.

Hasil penelitian terkait motivasi keterlibatan Bidan Praktek Swasta (BPS)

pada program Jampersal di Kota Banjarmasin menyatakan bahwa Pelaksanaan

Page 44: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

program Jampersal di Kota Banjarmasin belum berjalan optimal. Pertolongan

persalinan oleh non nakes (dukun) meningkat dari 56 pada tahun 2010 menjadi

122 pada tahun 2011. Sosialisasi program Jampersal telah dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Kota Banjarmasin kepada seluruh bidan. Kepala Dinas Kesehatan telah

mengeluarkan instruksi kepada seluruh BPS untuk menjalin kerjasama Jampersal,

namun demikian dari 346 BPS yang ada hanya 45 BPS (13%) yang bersedia

melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal. Rendahnya motivasi BPS

untuk melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal dipengaruhi oleh faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik (Noorhidayah,2012).

Hasil penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2012) membuktikan bahwa

motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

karyawan, artinya bahwa motivasi kerja memang sangat diperlukan oleh seorang

karyawan untuk dapat mencapai suatu kepuasan kerja yang tinggi meskipun

menurut sifatnya kepuasan kerja itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda

antara satu orang dengan orang lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian Rahmah (2013), diketahui bahwa motivasi

BPM dalam penandatangan perjanjian kerjasama Jampersal, adalah adanya faktor

kebutuhan aktualisasi diri sebagai bentuk pengabdian BPM kepada masyarakat

dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah, sementara kecenderungan BPM tidak

mengikuti Jampersal karena biaya pengganti yang terlalu sedikit dan perasaan

tidak nyaman harus mematuhi aturan Jampersal.

Harapan merupakan salah satu penggerak yang mendasari seseorang untuk

melakukan suatu tindakan. Karena dengan adanya usaha yang keras, maka hasil

Page 45: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

yang didapat akan sesuai dengan tujuan. Harapan merupakan usaha seseorang

untuk memaksimalkan sesuatu yang menguntungkan dan meminimalkan sesuatu

yang merugikan bagi pencapaian tujuan akhirnya. Menurut V.Room dalam Freddy

(2012) harapan adalah tingkat kepentingan pelanggan, yaitu keyakinan pelanggan

setelah mencoba atau menggunakan suatu produk atau jasa yang akan dijadikan

standar acuan untuk menilai produk atau jasa tersebut. Harapan dari tenaga

kesehatan adalah kunci pokok bagi setiap penyelenggaraan pelayanan kesehatan

seperti kesehatan ibu dan anak yang melibatkan bidan sebagai pelanggan internal

dan pasien atau klien sebagai pelanggan eksternal.

Menurut teori Maslow, pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan

pokok, yang ditunjukkan dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang

memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal

dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar

sampai motif psikologis yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah

kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat, paling tidak harus

terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi

penentu tindakan yang penting. Pengetahuan, motivasi dan harapan bidan untuk

mengikuti suatu program termasuk ke dalam kebutuhan penghargaan dan

aktualisasi diri. Bidan akan mempunyai motivasi dan harapan yang besar

terhadap suatu program seperti JKN apabila mendapatkan suatu penghargaan yang

layak bagi dirinya.

Hasil penelitian Dewi (2013) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan tengah

menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang searah dan signifikan antara faktor

Page 46: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

harapan dengan pekerjaan bidan. Jika harapannya terpenuhi maka akan

menghasilkan kepuasan. Harapan bidan dalam bekerja berhubungan kinerja

provider dalam pelayanan antenatal berlaku pada lokasi tertentu dan situasi

tertentu saja sesuai dengan kondisi daerah, jika ingin meningkatkan kinerja maka

faktor harapan dalam bekerja yaitu memiliki uraian tugas yang jelas, prosedur

kerja yang tetap serta standar pelayanan antenatal harus tersedia agar dalam

menjalankan pekerjaan bidan tidak ragu-ragu dalam melaksanakan pekerjaan

sesuai dengan kompetensi dan kewenangan terhadap pelaksanaan pelayanan

sesuai dengan tanggung jawab yang akan memberikan dukungan bagi bidan untuk

berinisiatif dan berinovasi dalam memberikan pelayanan sehingga dapat

meningkatkan kinerja.

2.1.4 Faktor Struktural Yang Berperan Dalam Keikutsertaan BPM Pada

Program JKN

Faktor struktural adalah suatu keadaan relatif yang dapat membantu untuk

memperoleh suatu hasil seperti kebijakan dari pemerintah dan dukungan sosial.

Penelitian ini yang dimaksud dengan faktor struktur adalah kebijakan – kebijakan

JKN yaitu: prosedur kerjasama, prosedur klaim dan prosedur administrasi.

Propinsi Bali mempunyai suatu program kesehatan yang bernama Jaminan

Kesehatan Bali Mandara (JKBM) juga memberikan jaminan pembiayaan pada ibu

hamil hingga melahirkan. Bagi penduduk Bali yang berdomisili dan mempunyai

KTP Bali bila tidak mempunyai jaminan kesehatan lain berhak untuk

mendapatkan pelayanan JKBM. Untuk pelayanan kebidanan dan neonatal belum

semua penduduk Bali masuk ke dalam program JKN, sehingga pemerintah Bali

Page 47: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

mengintegrasikan program Jampersal ke dalam program JKBM dan akan berakhir

pada tahun 2017.

Menurut Taylor, dkk (2000) dukungan sosial adalah pertukaran

interpersonal dimana seorang individu memberikan bantuan pada individu lain.

Dukungan sosial merupakan suatu bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan,

maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterimanya individu dari orang lain

ataupun dari kelompok. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang

membutuhkan dukungan sosial. Ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu:

dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan

informasi dan dukungan kelompok (Sarafino, 2002).

Menurut Ealau dan Pewitt (1973) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah

sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan

berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.

Menurut Yandrizal, dkk (2013) menyatakan bahwa kebijakan jaminan kesehatan

Kota Bengkulu dilaksanakan belum menerapkan prinsip asuransi, dimana

penyelenggara berfungsi mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan

yang diberikan baik di pelayanan dasar/primer maupun di pelayanan rujukan.

Menurut Titmuss (1974) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah prinsip-

prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan

adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara

bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan

tertentu yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu

Page 48: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

lingkungan tertentu. Mekanisme kerjasama BPM dengan program JKN diatur

dalam sistem jejaring, dimana seorang bidan dapat bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan selaku penyelenggara JKN melalui dokter keluarga. Dokter keluarga

akan bekerjasama dengan BPM dalam hal pelayanan kebidanan dan neonatal,

namun pada kenyataannya dokter sering mengambil alih tugas tersebut.

Mekanisme kerjasama antara BPM dengan program JKN yang

diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan adalah melalui dokter keluarga. Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 tahun 2014, menyatakan bahwa dokter

harus memiliki jejaring bidan, khusus untuk memberikan pelayanan kebidanan

dan neonatal. Dokter keluarga dapat bekerjasama dengan 1 sampai 3 orang bidan,

sedangkan bidan hanya boleh bekerjasama dengan satu dokter keluarga saja.

Sistem jejaring ini baru mulai diterapkan sejak 1 Januari 2015, karena diharapkan

adanya kolaborasi antara dokter keluarga dengan bidan.

Menurut Notoatmodjo (2005), kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama yang

formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan

tentang komitmen dan harapan masing-masing anggota tentang peninjauan kembali

terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dan saling berbagi (sharing) baik

dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh. Terdapat tiga kata kunci dalam

kemitraan, yaitu: (1) Kerja sama antara kelompok, organisasi dan individu, (2)

Bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang disepakati bersama, (3) Saling

menanggung resiko dan keuntungan.

Page 49: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta, dkk (2013) tentang peran

dokter dalam pelayanan maternal di Puskesmas Kota Yogyakarta menunjukkan

bahwa berdasarkan analisis univariat ditemukan peran dokter dalam pelayanan

maternal di puskesmas ada 61,1% responden yang tidak setuju bila ibu hamil

tanpa komplikasi untuk partus di bidan, dan 77,8% responden tidak setuju bila

bidan melakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi kelainan pada infant.

Terdapat 66,7% dokter tidak setuju bila ibu hamil bebas memilih tempat

melahirkan di rumah atau fasilitas kesehatan dan 94,4% responden setuju pada

kebijakan pemerintah yang mengharuskan ibu hamil partus di fasilitas kesehatan.

Di dapati pula ada 83,3% responden mengatakan bahwa beban kerjanya ringan

dan 50% berpendapat tidak ada potensi sengketa antara profesi bila berperan

dalam pelayanan maternal.

2.2 Konsep Dan Kerangka Berpikir

2.2.1 Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari SJSN yang

diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang

bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar

iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang sudah terlaksana mulai 1

Januari 2014 untuk masyarakat umum. JKN yang ditawarkan berupa: jaminan

kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan

jaminan kematian. Negara Indonesia menuju Universal Health Coverage (UHC)

Page 50: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13

menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut serta dalam program jaminan

kesehatan sosial.

2.2.2 Konsep Bidan Praktek Mandiri

Bidan Praktek Mandiri (BPM) merupakan bentuk pelayanan kesehatan

secara mandiri yang dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan

kepada masyarakat. Kegiatan pelayanan yang diberikan haruslah sesuai dengan

standar, kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan dalam menjalankan

kegiatan praktek kebidanan pada sarana kesehatan pribadinya diwajibkan untuk

mempunyai Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) yang di keluarkan oleh dinas

kesehatan kabupaten. Regulasi pelayanan praktek bidan meliputi perijinan,

tempat, ruangan, peralatan praktek dan kelengkapan administrasi.

Bidan sebagai tenaga yang professional harus mampu bertanggung jawab

secara akuntabel, bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan

asuhan kebidanan selama kehamilan, saat menolong persalinan dan perawatan

bayi baru lahir, saat masa nifas hingga perawatan bayi, balita dan anak prasekolah.

Asuhan yang diberikan berupa preventif , promotif serta kuratif untuk mendeteksi

komplikasi resiko tinggi pada ibu dan anak terhadap akses bantuan medis dan

bantuan lain yang sesuai serta kemampuan melaksanakan tindakan dan rujukan

terhadap kasus kegawat daruratan kebidanan.

Tugas bidan juga diharapkan mampu memberikan konseling termasuk

pendidikan kesehatan pada individu dan keluarga tentang asuhan kehamilan,

peran sebagai orang tua, kesehatan reproduksi serta persiapan biaya melahirkan

Page 51: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

dan pengasuhan anak. Bidan diharapkan mampu menjadi fasilitator dan motivator

pada perempuan dan keluarga dalam mempersiapkan keuangan atau biaya untuk

melahirkan sehingga pada saat melahirkan ibu merasa aman dan nyaman karena

sudah ada persiapan untuk melahirkan.

2.2.3 Konsep Faktor Individual

Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang berhubungan dengan

sikap orang tersebut terhadap pengambilan keputusan dalam pekerjaannya. Faktor

individual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tentang pengetahuan

seorang BPM tentang program JKN yang berhubungan dengan motivasi dan

harapan bidan untuk ikutserta berpartisipasi pada program JKN.

2.2.4 Konsep Faktor Struktural

Faktor struktural sangat berperan dalam mensukseskan keberhasilan suatu

program. Dukungan dari organisasi dan pemerintah berupa dorongan,

penghargaan serta kenyamanan akan sangat membantu bidan untuk ikut

berpartisipasi dalam program JKN. Kebijakan-kebijakan yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan JKN dari pemerintah haruslah dapat memberikan

kepastian terhadap pelaksanaan program dan sesuai dengan apa yang telah

ditetapkan.

2.3 Landasan Teori

Menurut Kurt Lewin (1970) mengemukakan bahwa suatu keseimbangan

antara berbagai kekuatan pendorong (driving forces) dan berbagai kekuatan

penahan (restraining forces) membentuk perilaku seseorang. Model teori Kurt

Lewin dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini.

Page 52: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Gambar 2.1 Skema Teori Kurt Lewin

Sumber : Teori Kurt Lewin dalam Notoatmodjo, 2003.

Adanya ketidakseimbangan antara kekuatan pendorong dan kekuatan

penahan tersebut di dalam diri seseorang menyebabkan perubahan perilaku,

sehingga kemungkinan tiga perubahan perilaku pada diri seseorang adalah sebagai

berikut:

a. Meningkatnya kekuatan-kekuatan pendorong.

Keadaan ini dapat terjadi karena adanya rangsangan-rangsangan yang

mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. Rangsangan ini berupa

sosialisasi, konseling, penyuluhan, pemberian informasi tentang hal yang

berkaitan dengan perilaku tersebut.

b. Menurunnya kekuatan penahan.

Keadaan ini disebabkan oleh melemahnya stimulus yang menyebabkan

menurunnya kekuatan penahan.

c. Meningkatnya kekuatan pendorong dan menurunnya kekuatan penahan

sehingga menyebabkan perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2012).

Page 53: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Bentuk-bentuk perubahan pada seseorang antara lain :

1) Perubahan alamiah (natural change) : perubahan seseorang karena

alamiah yang disebabkan oleh lingkungan disekitarnya.

2) Perubahan terencana (planned change) : perubahan yang memang telah

direncanakan oleh yang bersangutan.

3) Kesiapan untuk berubah (readiness): perubahan melalui proses internal

pada seseorang, dimana proses internal ini berbeda pada masing-masing

individu.

Page 54: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini menggunakan teori Kurt Lewin untuk mengetahui

tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan

BPM pada program JKN:

Gambar 2.2

Faktor Individual dan Struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek

Mandiri

pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri

pada Program Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

Faktor Penghambat BPM ikut berperan dalam

Program JKN :

1. Faktor Individual

(sosialisasi JKN, jumlah klaim pembayaran,

prosedur klaim)

2. Faktor Struktural

(kebijakan dan dukungan program)

Faktor pendorong BPM ikut berperan dalam

Program JKN :

1. Faktor Individual

(pengetahuan, motivasi dan harapan)

2. Faktor Struktural

(prosedur kerja sama, proses klaim, dan

proses administrasi)

Page 55: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan atau desain penelitian yang digunakan adalah rancangan

penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Menurut Denzin dan

Lincon (1994) dalam Ahmadi (2014), penelitian kualitatif adalah metode

penelitian yang dapat menggambarkan suatu masalah secara alamiah dan

menginterpretasikan prilaku seseorang sehingga dapat memberikan pemahaman

terhadap suatu permasalahan yang sedang terjadi. Penelitian kualitatif juga

merupakan penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-

masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas dan natural setting

yang holistis, kompleks dan terinci. Penelitian kualitatif dapat menggunakan

pendekatan induktif yang mempunyai tujuan penyusunan teori atau hipotesis

melalui pengungkapan fakta (Umar, 2013).

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah fenomenologi

karena adanya fenomena atau permasalahan diantara para BPM yang masih

rendah dalam berpartisipasi dalam program jaminan kesehatan yang sudah ada

sebelumnya seperti Jampersal dan JKBM. Metode kualitatif digunakan untuk

dapat menggali lebih dalam mengenai faktor individual dan faktor struktural yang

berperan dalam keikutsertaan BPM pada program JKN di Kabupaten Tabanan.

35

Page 56: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tabanan Propinsi Bali

dengan alasan pemilihan tempat karena cakupan partisipasi dan keterlibatan BPM

untuk bekerjasama dengan program jaminan kesehatan seperti Jampersal dan

JKBM sebelum adanya JKN sangat rendah (20,83%) dan untuk saat ini BPM

yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam program JKN hanya 11 Orang

(11,46%), sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang

keikutsertaan BPM dalam program JKN.

Waktu penelitian ini dialokasikan dari bulan November 2014 sampai

dengan bulan Mei 2015. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal yang

dilakukan mulai awal bulan November 2014 sampai penyelesaian administrasi

penelitian, bulan April 2015. Pengumpulan data telah dilakukan pada bulan April

sampai Mei 2015 di Kabupaten Tabanan.

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi situasi

sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat, pelaku dan aktivitas. Oleh

karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi

sosial tertentu (Sugiyono, 2013).

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian kualitatif disebut sebagai partisipan (nara

sumber), peneliti melakukan observasi atau wawancara kepada orang-orang yang

dianggap tahu tentang situasi sosial tersebut (Sugiyono, 2008). Cara pemilihan

Page 57: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

informan dalam penelitian kualitatif dilakukan secara purposive sampling yaitu

menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan sampel dan untuk jumlah

sampel ditentukan berdasarkan pada azas kesesuaian dan kecukupan sampai

mencapai saturasi data. Apabila dalam proses analisis data peneliti telah

menemukan pola yang sama berulang kali, maka analisis sudah dapat dihentikan

karena saat itu terjadi kejenuhan data (Poerwandari, 2005).

Penelitian ini, memilih informan secara purposive yaitu dipilih

berdasarkan pertimbangan dan tujuan dari penelitian, dianggap mampu serta

bersedia dalam memberikan informasi yang diperlukan untuk menggali faktor

individual dan faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan BPM pada

program JKN di Kabupaten Tabanan. Partisipan dalam penelitian ini adalah bidan

yang melaksanakan praktek mandiri dan berada di Wilayah Kabupaten Tabanan.

Bidan yang dipilih adalah BPM yang saat ini telah mengikuti program JKN dan

BPM yang tidak mengikuti program JKN dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Sudah mempunyai pengalaman praktek mandiri lebih dari 5 (lima)

tahun

b. Melayani persalinan

c. Jumlah kunjungan pasien rata-rata 15 orang perhari.

Jumlah BPM sebagai partisipan sebanyak 18 orang, sedangkan sebagai triangulasi

data dipilih tiga orang partisipan pemegang kebijakan yaitu Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten Tabanan, Ketua Ikatan Bidan Indonesia cabang Tabanan,

Petugas BPJS Kabupaten Tabanan dan dua orang Dokter Keluarga yang ikut

Page 58: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

program JKN yang mempunyai jejaring dengan BPM dan yang belum mempunyai

jejaring BPM. Sehingga jumlah partisipan seluruhnya sekitar 23 orang.

3.4 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif berupa data primer dan

data sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara secara mendalam

(indepth interview) dengan partisipan yang telah dipilih dan bersedia memberikan

informasi penelitian (Moleong, 2007), sedangkan data sekunder didapatkan dari

penelusuran dokumen yang ada di pemegang program Jamkesmas, data yang ada

di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan dan data yang ada di kantor BPJS

Kesehatan Kabupaten Tabanan.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian pada penelitian ini adalah peneliti sendiri yang

berperan sebagai instrumen dan dibantu oleh seorang pendamping peneliti yang

bertugas membantu mencatat dan merekam hasil wawancara mendalam serta

pendokumentasian. Peneliti juga menggunakan pedoman wawancara mendalam

untuk menggali lebih dalam tentang faktor individual dan faktor struktural yang

berperan dalam keikutsertaan BPM pada program JKN, dan instrumen lain yang

digunakan berupa alat perekam, buku catatan serta kamera.

3.6 Metode Dan Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara

mendalam (indepth interview) yang dilakukan pada BPM dengan dipandu secara

langsung oleh peneliti dengan menggunakan panduan wawancara mendalam,

Page 59: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

kemudian dilakukan perekaman dan dibuat transkripnya untuk kemudian

dianalisis.

Sebelum melakukan wawancara mendalam (indepth interview) terlebih

dahulu diberikan penjelasan terhadap maksud dan tujuan penelitian ini. Apabila

peserta indepth interview setuju, maka diberikan surat persetujuan (informed

consent) untuk ditandatangani, kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dan

proses pengumpulan data serta wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti

sendiri. Informasi yang diperoleh pada saat wawancara mendalam direkam

dengan menggunakan alat perekam, catatan lapangan, dan foto sebagai

dokumentasi.

Apabila ada data yang perlu ditambahkan atau dikonfirmasi selama

wawancara, maka dapat dilakukan member checking. Pembuatan transkrip hasil

wawancara mendalam diusahakan dibuat segera mungkin setelah selesai

melakukan kegiatan tersebut.

3.7 Metode Dan Teknik Analisis Data

Metode dan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

thematic analisis, yaitu mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,

kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema tertentu. Menurut

Sastroasmoro dan Ismael (2011) langkah-langkah dalam melakukan analisis data

kualitatif, meliputi:

Page 60: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

1) Familiarisation: menggabungkan data dasar dengan mendengarkan rekaman,

membaca transkrip, mempelajari catatan kemudian membuat daftar ide dan

tema dari data yang diperoleh.

2) Identifying a thematic framework: mengidentifikasi semua masalah penting,

konsep dan tema dari data yang diperoleh. Hasil akhir dari tahapan ini adalah

indeks data secara detail, data-data sudah dilabel sesuai dengan sub-kelompok.

3) Indexing: mengaplikasikan kerangka tematik atau indeks secara sistematik

terhadap seluruh data dalam bentuk tekstular menjadi kode-kode.

4) Charting: mengatur kembali data sesuai dengan kerangka tematik dan

membuat diagram.

5) Mapping and interpretation: menggunakan diagram (chart) untuk

mendefinisikan konsep, memetakan fenomena alamiah, dan menemukan

asosiasi antara tema dengan pandangan yang dapat menjelaskan hasil temuan.

3.8 Metode Dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data primer pada penelitian ini, disajikan dengan cara

mengutip kata-kata dari partisipan tanpa mengurangi maknanya. Penyajian hasil

analisis data juga dipaparkan dengan menampilkan data hasil penelitian terlebih

dahulu kemudian dikaitkan dengan teori yang digunakan atau dengan

memaparkan teori terlebih dahulu kemudian dikaitkan dengan hasil penelitian

yang ada sebelumnya.Sedangkan hasil analisis data skunder pada penelitian ini,

disajikan dengan cara menampilkan tabel, gambar dan grafik.

Kehandalan dan kredibilitas data penelitian ini didapatkan dengan

triangulasi data. Menurut Sutopo (2006), mengatakan bahwa untuk meningkatkan

Page 61: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

validitas data dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan triangulasi. Terdapat

empat macam triangulasi yaitu: triangulasi sumber/data, triangulasi peneliti,

triangulasi metodologis dan triangulasi teoritis. Dalam menarik kesimpulan yang

mantap, diperlukan tidak hanya dari satu sudut pandang saja, oleh karena itu

triangulasi merupakan tehnik yang didasari oleh pola pikir fenomenologi yang

bersifat multiperspektif.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi data/sumber yaitu

dengan menggunakan informan atau partisipan yaitu Dokter Keluarga yang ikut

program JKN sudah mempunyai jejaring BPM dan Dokter Keluarga yang ikut

program JKN tetapi belum mempunyai jejaring BPM , serta dikonfirmasi dengan

melakukan wawancara mendalam kepada partisipan kunci yaitu Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten Tabanan, Ketua Ikatan Bidan Indonesia Cabang Tabanan

dan Petugas BPJS Kesehatan Kabupaten Tabanan.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan rekomendasi/ijin penelitian dari Badan

Penanaman Modal dan Perijinan Provinsi Bali, ijin dari Badan Kesatuan Bangsa

dan Politik Kabupaten Tabanan, surat ijin penelitian dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Tabanan dan surat ijin penelitian dari Ikatan Bidan Indonesia Cabang

Tabanan serta surat keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) dari Komisi

Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Sebelum melakukan wawancara mendalam, partisipan menandatangani

pernyataan kesediaan menjadi partisipan penelitian setelah membaca pernyataan

penelitian. Setelah selesai wawancara mendalam partisipan diberikan kompensasi

Page 62: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

berupa bingkisan sebagai ucapan terima kasih dan penghargaan karena telah

berpartisipasi dalam penelitian ini.

Page 63: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pemaparan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil

penelitian. Sebelum masuk ke dalam inti pembahasan, peneliti akan memaparkan

tentang gambaran umum lokasi penelitian, data praktek dokter dan data umum

bidan lalu diikuti dengan karakteristik partisipan.

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung di Kabupaten Tabanan, dimana Kabupaten

Tabanan terletak di bagian selatan pulau Bali. Wilayah ini cukup strategis karena

berdekatan dengan Ibukota Propinsi Bali yang hanya berjarak sekitar 25 Km

dengan waktu tempuh ± 45 menit dan dilalui oleh jalur arteri yaitu jalur antar

propinsi.

Secara administratif Kabupaten Tabanan terbagi atas 10 kecamatan dan

133 desa. Batas-batas wilayah Kabupaten Tabanan secara lengkap adalah sebelah

utara berbatasan dengan Kabupaten Buleleng, sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Badung, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jembrana, dan

sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Luas Kabupaten Tabanan

adalah 839,33 km2 atau sekitar 14,90 % dari luas Propinsi Bali (5.632,86 km

2).

Berdasarkan besarnya wilayah, maka Kabupaten Tabanan termasuk kabupaten

terbesar kedua di Propinsi Bali setelah Kabupaten Buleleng.

43

Page 64: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

4.1.1 Data Perekonomian

Berdasarkan kriteria dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) maka jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013

sebanyak 103.964 jiwa atau 23,50 % dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk

miskin terbanyak terdapat di Kecamatan Kediri yaitu sebesar 16.019 jiwa dan

yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Selemadeg Barat dengan jumlah

penduduk miskin sebanyak 6.416 jiwa.

4.1.2 Data Praktek Dokter

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten

Tabanan data dokter umum yang praktek di Kabupaten Tabanan sebanyak 305

orang dan yang ikut program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebanyak 33

orang (11%).

Gambar 4.1

Data Dokter Umum yang terdapat di Kabupaten Tabanan

4.1.3 Data Umum Bidan

4.1.3.1 Jumlah Bidan Yang Ada Di Masing-Masing Kecamatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

Kabupaten Tabanan tahun 2013, jumlah bidan di masing-masing kecamatan di

89%

11%

Dokter Umum

Dokter JKN

Page 65: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Kabupaten Tabanan antara lain Kecamatan Tabanan sebanyak 118 orang dengan

jumlah BPM sebanyak 22 orang, jumlah bidan di Kecamatan Kediri sebanyak 46

orang dengan jumlah BPM sebanyak 22 orang, Kecamatan Pupuan jumlah bidan

sebanyak 41 orang dengan jumlah BPM sebanyak 7 orang, Kecamatan

Kerambitan jumlah bidan sebanyak 30 orang dengan jumlah BPM sebanyak 5

orang, Kecamatan Selemadeg jumlah bidan sebanyak 24 orang dengan jumlah

BPM sebanyak 4 orang, Kecamatan Selemadeg Barat jumlah bidan sebanyak 18

orang dengan jumlah BPM sebanyak 9 orang, Kecamatan Selemadeg Timur

jumlah bidan sebanyak 24 orang dengan jumlah BPM sebanyak 6 orang,

Kecamatan Baturiti jumlah bidan sebanyak 35 orang dengan jumlah BPM

sebanyak 4 orang, Kecamatan Penebel jumlah bidan sebanyak 31 orang dengan

jumlah BPM sebanyak 6 orang, Kecamatan Marga jumlah bidan sebanyak 35

orang dengan jumlah BPM sebanyak 11 orang, jumlah bidan di BRSUD Tabanan

sebanyak 55 orang. Jadi jumlah bidan yang ada di Kabupaten Tabanan sebanyak

457 orang, dengan bidan praktek mandiri sebanyak 96 orang.

Gambar 4.2

Data Bidan per Kecamatan di Kabupaten Tabanan

118

46 41 30 24 18 24 35 31 35 55

457

22 22 7 5 4 9 6 4 6 11

96

0

100

200

300

400

500

Jumlah Bidan Ranting Cabang Tabanan BPM

Page 66: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

4.1.3.2 Data Bidan Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil IBI Kabupaten Tabanan tahun

2013, data bidan berdasarkan tingkat pendidikan antara lain jumlah bidan dengan

pendidikan sekolah bidan sebanyak 1 orang (0,21%), pendidikan DI Kebidanan

sebanyak 62 orang (13,57%), DIII Kebidanan sebanyak 367 orang (80,31%), DIV

Kebidanan Klinik sebanyak 19 orang (4,16%), dan dengan DIV Kebidanan

Pendidik sebanyak 8 orang (1,75%).

Gambar 4.3

Data Bidan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tabanan

4.1.3.3 Data Bidan Praktek Mandiri Yang Mengikuti Program Jampersal,

JKBM Dan JKN

Berdasarkan data yang diperoleh dari pemegang program Jamkesmas di

Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan dan data dari petugas BPJS Kesehatan

Tabanan, dari seluruh jumlah BPM yang terdapat di Kabupaten Tabanan sebanyak

96 orang pada tahun 2012 sampai dengan 2015, BPM yang ikut program

Jampersal tahun 2012 sejumlah 14 orang (14,58%) dan tahun 2013 sebanyak 22

orang (22,92%), BPM yang ikut program JKBM tahun 2014 sebanyak 20 orang

0,21%

13,57%

80,31%

1,75% 4,16%

Sekolah Bidan

D1 Keb.

D3 Keb.

D4 Keb. Pendidik

D4 Keb. Klinik

Page 67: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

(20,91%), dan BPM yang ikut program JKN hingga bulan maret tahun 2015

sebanyak 11 orang (11,46%).

Gambar 4.4

Data BPM Yang Mengikuti Program Jampersal, JKBM, Dan JKN

Di Kabupaten Tabanan

4.2 Karakteristik Partisipan

Pada penelitian ini, partisipan terdiri dari dua yaitu partisipan dan

partisipan kunci. Proses pengumpulan data pada kedua partisipan ini dilakukan

dengan wawancara mendalam. Jumlah partisipan sebanyak 23 orang terdiri dari 9

(sembilan) orang BPM yang ikut program JKN, 9 (sembilan) orang BPM yang

tidak ikut program JKN, 2 orang dokter keluarga, seorang Kepala Dinas

Kesehatan, seorang ketua IBI dan seorang petugas BPJS Kesehatan. Karakteristik

partisipan dapat dilihat dari umur, tingkat pendidikan, alamat dan status

keikutsertaan partisipan dalam program JKN.

14,58% 22,92% 20,91% 11,46%

0

5

10

15

20

25

Bidan jampersal 2012

Bidan jampersal 2013

Bidan JKBM 2014

Bidan JKN 2015

Page 68: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Tabel 4.1

Karakteristik Partisipan Berdasarkan Umur, Pendidikan, Alamat dan

Status Partisipan

No Kode

Partisipan Umur

Pendi

Dikan Alamat Status Partisipan

1. 1 39 tahun D III Tabanan BPM JKN

2. 2 35 tahun D III Kediri. BPM JKN

3. 3 44 tahun D III Pupuan. BPM JKN

4. 4 39 tahun D III Pupuan. BPM JKN

5. 5 40 tahun D IV Selemadeg Timur BPM JKN

6. 6 65 tahun D III Kediri BPM JKN

7. 7 50 tahun D III Baturiti BPM JKN

8. 8 48 tahun D IV Kerambitan BPM JKN

9. 9 33 tahun D III Selemadeg Timur BPM JKN

10. 10 49 tahun D IV Selemadeg Barat BPM NON JKN

11. 11 60 tahun D III Tabanan BPM NON JKN

12. 12 52 tahun D IV Kerambitan BPM NON JKN

13. 13 43 tahun D III Kediri BPM NON JKN

14. 14 47 tahun D IV Tabanan BPM NON JKN

15. 15 61 tahun D III Tabanan. BPM NON JKN

16. 16 35 tahun D III Selemadeg Timur BPM NON JKN

17. 17 43 tahun D III Baturiti BPM NON JKN

18. 18 42 tahun D IV Tabanan BPM NON JKN

19. 19 53 tahun S II Tabanan Pemegang kebijakan

20. 20 47 tahun S I Tabanan Pemegang kebijakan

21. 21 52 tahun S II Tabanan Pemegang kebijakan

22. 22 46 tahun S I Penebel Dokter keluarga

23. 23 40 tahun S I Tabanan Dokter Keluarga

Sumber: Hasil Wawancara Mendalam dengan Partisipan pada Bulan April sampai Mei 2015.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam pada BPM di Kabupaten

Tabanan , didapatkan data bahwa sebagian besar informan berusia antara 33 – 58

tahun, sebagian kecil lainnya berusia lebih dari 60 tahun. Dilihat dari segi

pendidikan sebagian besar partisipan berpendidikan DIII Kebidanan dan sebagian

Page 69: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

kecil partisipan yang berpendidikan DIV Kebidanan dan semua partisipan tinggal

di wilayah Kabupaten Tabanan dan tersebar di masing - masing kecamatan.

4.3 Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Hasil penelitian disajikan dengan menggunakan narasi atau uraian sesuai

dengan fenomena-fenomena yang ditemukan saat wawancara mendalam dan

untuk pembahasan hasil penelitian juga menggunakan narasi atau uraian-uraian

berdasarkan hasil yang ditemukan dari proses thematic analisis dengan model

strategi analisis data kualitatif-verifikatif dimana setelah data dikumpulkan

kemudian diklasifikasikan untuk membuat suatu kesimpulan yang merujuk

kepada teori dan sumber pustaka (Bungin,2012).

4.3.1 Faktor Individual Yang Berperan Dalam Keikutsertaan Bidan Praktek

Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional

Hasil penelitian terkait dengan faktor individual yang berperan dalam

keikutsertaan BPM pada program JKN terdiri dari pengetahuan, motivasi dan

harapan dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

a. Pengetahuan Bidan Praktek Mandiri Tentang Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

Hasil penelitian mengenai pengetahuan BPM tentang Program JKN

menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan menyatakan sudah mengetahui

program JKN secara umum.

“ Saya tahu tentang JKN… karena mencakup Jamkesmas, Askes sama

JKN mandiri.” (T1P2,Bidan JKN)

“Menurut saya JKN ini adalah suatu program pemerintah dimana adanya

kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat terutama dalam hal

kesehatan, melalui pembayaran premi.” (T1P9,Bidan JKN)

Page 70: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Menurut partisipan program JKN merupakan sebuah asuransi kesehatan

untuk melindungi masyarakat dari masalah kesehatan dengan cara membayar

iuran sebagai bentuk pengumpulan dana, pengumpulan dana tersebut

dimaksudkan untuk saling membantu antara masyarakat yang kaya dengan

masyarakat yang miskin, antara masyarakat yang sehat membantu yang sakit.

“JKN adalah asuransi kesehatan, tapi kalau sepengetahuan saya yang

dimaksud asuransi adalah sejenis mengumpulkan uang…, kalau di

masyarakat Bali itu namanya meselisi misalnya sehat membantu yang

sakit, kalau yang sakit dibantu oleh yang sehat itu…”

(T2P4, Bidan JKN)

Partisipan lebih berpendapat bahwa pelayanan pada JKN itu bersifat gratis

dan dapat dilakukan di fasilitas pemerintah serta melanjutkan program

sebelumnya yang pernah ada seperti program Jampersal, Jaminan Sosial Tenaga

Kerja (Jamsostek), JKBM dan Jamkesmas.

“….tidak ada bedanya dengan Jamsostek, cuman bedanya kalau

jamsostek para karyawan, sedangkan kalau JKN tidak hanya karyawan

saja, tetapi masyarakat umum bisa ikut asuransi kesehatan”

(T2P6,Bidan JKN)

Para pemegang kebijakan menyatakan bahwa program JKN ini merupakan

suatu program dari pemerintah yang menjamin kesehatan seluruh masyarakat

mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabititatif. Derajat kesehatan suatu

negara dapat dilihat dari jumlah AKI dan AKB, dengan adanya JKN diharapkan

dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan.

“…dengan JKN akan menjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia

mulai dari tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk ke

depannya JKN akan lebih menekankan promotif dan preventif untuk

mencegah jangan sampai ada masyarakat yang sakit terutama penyakit

degenerative dan sebagainya” (T2P19,Pemegang Kebijakan)

Page 71: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

“…derajat kesehatan suatu negara itu diukur dari jumlah AKI dan AKB,

beberapa tahun yang lalu Tabanan pernah menduduki AKI dan AKB

tertinggi di bali, tapi tahun ini sudah turun. Jadi dengan adanya JKN

dapat membantu masyarakat meningkatkan derajat kesehatannya

sehingga jumlah AKI dan AKB dapat ditekan seminimal mungkin..”

(T2P21,Pemegang Kebijakan)

Namun hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipan kurang

memahami program JKN yang terkait dengan pelayanan kebidanan dan neonatal.

“….ya, program JKN untuk pelayanan kebidanan hanya di puskesmas

atau rumah sakit, kan gratis, kalau bidan ikut JKN rugi…karena tidak

dibayar” (T2P11,Bidan Non JKN)

Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi tentang program JKN

secara khusus untuk BPM. Sebagian kecil partisipan menyatakan bahwa belum

pernah diundang rapat untuk mendengarkan himbauan atau pengarahan tentang

program JKN apalagi yang menyangkut keikutsertaan BPM.

“Selama ini sih, terus terang saja belum pernah ada sosialisasi tentang

program JKN khusus untuk bidan praktek mandiri” (T1P1, Bidan JKN)

Informasi tentang Program JKN untuk BPM lebih banyak didengar saat rapat

rutin atau saat rapat program puskesmas lainnya baik dari dinas kesehatan maupun

petugas BPJS Kesehatan. Partisipan mengetahui program JKN secara global

melalui media elektronik dan media cetak seperti TV, radio, internet dan koran.

Sebagian besar partisipan menyatakan tidak pernah ada pengarahan dan

pembinaan mengenai JKN secara langsung untuk BPM.

“ Walaupun saya praktek berdekatan dengan dinas kesehatan, saya tidak

pernah mendapatkan sosialisasi tentang program JKN. Apalagi khusus

untuk bidannya…saya tahu tentang JKN hanya dari TV dan baca koran

saja “ (T1P11,Bidan non JKN)

Pada saat sosialisasi tentang JKN, pemegang kebijakan hanya

mengundang IBI serta beberapa orang bidan koordinator. Menurut sebagian

Page 72: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

partisipan pelayanan JKN itu dilaksanakan di rumah sakit pemerintah atau

puskesmas, sedangkan untuk pelayanan JKN di BPM hanya sekedar informasi

saja.

“…penyampaian program JKN selalu di informasikan bersamaan dengan

program yang lain. Secara menyeluruh program JKN ini dilayani di

puskesmas, tapi untuk pelayanan kebidanan di bidan swasta pernah saya

dengar hanya sepintas lalu saja “ ( T1P10,Bidan non JKN)

Menurut para pemegang kebijakan, sudah dilakukan sosialisasi tentang

program JKN untuk BPM, tetapi yang diundang pada saat itu Ketua Pengurus

Cabang Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan beberapa bidan koordinator pemegang

program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Pada pertemuan tersebut disampaikan

tentang keikutsertaan BPM pada program JKN. Proses kerjasama bidan dengan

JKN baru dimulai sejak awal tahun 2015 karena sebelumnya BPJS hanya

bekerjasama dengan dokter keluarga saja.

“..sosialisasi kepada bidan mandiri sudah kita lakukan, kami mengundang

ketua IBI, di ruang pertemuan dinas kesehatan, khusus keikutsertaan

bidan-bidan di dalam pelayanan JKN, untuk waktu pelaksanaannya itu di

awal tahun 2015” (T1P19,Pemegang kebijakan)

Sosialisasi tentang pelayanan kebidanan dan neonatal pada program JKN

ini digabungkan dengan rapat program lainnya, tidak ada waktu khusus antara

BPM dan BPJS Kesehatan serta Dinas Kesehatan duduk bersama untuk

menyosialisasikan program JKN yang berhubungan dengan pelayanan kebidanan

dan neonatal.

Pemegang kebijakan menyatakan bahwa dari organisasi belum pernah

menyampaikan sosialisasi tentang JKN pada anggota bidan, karena sampai saat ini

(bulan Mei 2015) belum pernah dilakukan rapat rutin. Rapat rutin organisasi IBI

Page 73: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Kabupaten Tabanan dilaksanakan setiap tiga bulan, namun hingga saat ini belum

terlaksana karena kesibukan dari masing-masing anggota dan pengurus.

“ Secara formal kita belum melakukan sosialisasi JKN pada bidan. Untuk

sosialisasi dari BPJS yang diundang cuma ketua saja, dan kebetulan kita

di organisasi belum mengadakan rapat rutin, jadi memang kami belum

mengadakan sosialisasi khusus untuk kepesertaan BPJS..”

( T1P21, Pemegang kebijakan)

Kurangnya sosialisasi tentang program JKN yang diberikan kepada BPM

akan sangat mempengaruhi pengetahuan bidan tentang program JKN. Program

JKN di tujukan untuk mencapai kesehatan untuk semua dan salah satunya juga

untuk memberikan pelayanan kebidanan dan neonatal, dalam hal ini bidan

membantu pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB. Sosialisasi yang telah

dilakukan oleh pemegang kebijakan kepada IBI dan beberapa bidan koordinator

seharusnya disampaikan kepada bidan-bidan yang lain agar BPM dapat

mengetahui tentang program JKN khususnya untuk pelayanan kebidanan dan

neonatal. Bidan sebagai ujung tombak merupakan tenaga kesehatan yang paling

terdepan melayani masyarakat terutama untuk meningkatkan kesehatan ibu dan

anak di Indonesia.

Menurut Mayona, dkk (2012) responden memiliki persepsi buruk tentang

paket Jampersal tetapi memiliki kemauan untuk menjadi provider program

Jampersal. Hal ini disebabkan karena responden memiliki persepsi yang baik

tentang prosedur dan tarif program Jampersal. Secara umum bidan sudah

mengetahui tentang adanya program Jampersal, namun pengetahuan bidan tentang

program ini masih rendah. Bidan belum mengetahui prosedur maupun paket-paket

manfaat Jampersal secara rinci. Tarif Jampersal juga menurut bidan cukup rendah

Page 74: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

karena di bawah tarif yang biasa mereka berlakukan pada umumnya. Selain itu,

pandangan bidan tentang prosedur yang harus dilakukan, baik untuk perjanjian

kerjasama maupun klaim juga menjadi hambatan bagi mereka untuk mau menjadi

provider Jampersal. Menurut bidan, rumitnya prosedur yang harus dilakukan sering

kali menjadi kendala dalam program-program yang diadakan pemerintah, termasuk

program Jampersal. Untuk itu, perlu adanya usaha dari pemerintah untuk

meningkatkan kerjasama dengan bidan untuk menjadi provider program Jampersal.

Negara Indonesia menuju UHC berdasarkan Undang-Undang Kesehatan

Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban

ikutserta dalam program jaminan kesehatan sosial. JKN di laksanakan

berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 40 tahun 2004. Implementasi JKN dalam

SJSN tahun 2014 adalah untuk menurunkan AKB dan AKI karena MDG’s tahun

2015 harus segera dapat dicapai sehingga identifikasi perlindungan akses melalui

jaminan pembiayaan persalinan dengan kepesertaan dalam JKN menjadi penting.

(BPJS Kesehatan, 2014).

Hasil penelitian yang terkait dengan tujuan dari program JKN didapatkan

bahwa sebagian besar partisipan sudah mengetahui tujuan dari program JKN

secara umum, menurut partisipan tujuan JKN adalah untuk memberikan kepastian

pelayanan kesehatan terutama untuk masyarakat miskin atau kurang mampu.

“ Tujuannya kedepan supaya masyarakat bisa berobat kemana - mana di

seluruh Indonesia,tanpa takut tidak punya biaya.” (T2P2,Bidan JKN )

“…ekonomi sekarang semakin sulit, dan biaya kesehatan juga semakin

mahal, terutama untuk operasi, masyarakat sangat terbantu karena biaya

menjadi gratis dengan adanya JKN…” (T2P6,Bidan JKN)

Page 75: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Sebagian kecil partisipan menyatakan bahwa program JKN ini hanya

bertujuan untuk meningkatkan citra pemerintah di mata masyarakat karena lebih

cenderung untuk memenuhi kebutuhan politik saja.

“ setiap program yang dikeluarkan oleh pemerintah pasti bertujuan untuk

meningkatkan citra pemerintah di depan masyarakat, seperti JKN ini

kelihatannya seperti malaikat penyelamat untuk warga yang mengalami

kesulitan biaya kesehatan..” (T2P11, bidan non JKN)

Hasil wawancara mendalam dengan partisipan kunci menunjukkan bahwa

tujuan dari program JKN untuk pelayanan kebidanan adalah sama dengan

program sebelumnya seperti Jampersal dan JKBM.

“ Untuk kebidanan, tujuan dari JKN adalah sebagai pengganti Jampersal

dan Jamkesmas atau Jamkesda seperti JKBM dimana ibu hamil dapat di

berikan asuhan sesuai standar kebidanan untuk menuju persalinan yang

sehat dan aman” (T2P21,pemegang kebijakan)

Tujuan khusus dari program JKN dalam pelayanan kebidanan dan neonatal

merupakan tindakan antisipasi dari pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB.

Pada program JKN pelayanan yang diharapkan sesuai dengan standar kebidanan

yang telah disepakati. Dengan demikian seorang ibu hamil akan terpantau

kehamilannya hingga melahirkan dan tanpa takut tidak punya atau kurangnya

biaya dalam persalinannya. Ibu hamil diharapkan dapat melahirkan secara aman

dan sehat di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga yang profesional.Tujuan

asuransi kesehatan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah

pembiayaan kesehatan, kebutuhan dasar masyarakat akan hidup sehat dan

sejahtera dapat terpenuhi (BPJS Kesehatan, 2014).

Dari hasil penelitian terdahulu terhadap program Jampersal bertujuan

untuk meningkatkan akses ibu hamil terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan,

Page 76: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pertolongan persalinan, perawatan bayi baru lahir, perawatan nifas dan pelayanan

keluarga berencana (Kemenkes RI, 2011). Tujuan dari program JKN khususnya

pada pelayanan kebidanan dan neonatal adalah untuk memudahkan ibu hamil

memperoleh pelayanan secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB.

Hasil penelitian terkait manfaat dari program JKN menunjukkan bahwa

sebagian besar partisipan menyatakan program JKN sangat bermanfaat untuk

membantu masyarakat mendapatkan pelayanan yang lebih baik tetapi sebagian

kecil menyatakan bahwa program JKN ini dapat mengancam keberlangsungan

praktek bidan mandiri. Partisipan menyatakan bahwa program JKN ini mematikan

usaha praktek mandiri karena pasien lebih cenderung memilih mendapatkan

pelayanan gratis di puskesmas, sehingga dapat mengurangi pemasukan bidan.

“…kalau jujur memang manfaatnya kurang dirasakan oleh bidan, seperti

teman bidan yang lain merasa dirugikan dengan adanya JKN, pasien

lebih memilih melahirkan di puskesmas karena gratis, sehingga pasien

yang datang ke tempat praktek berkurang dan rejeki bidan berkurang “

(T2P6,Bidan JKN)

Sebagian kecil juga dari partisipan menyatakan bahwa program JKN ini

dapat bermanfaat sebagai media promosi bagi bidan yang baru buka praktek dan

sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat untuk yang sudah lama buka

praktek.

“Kalau saya rasakan.. setelah ada JKN ini ada juga manfaatnya, kita kan

dapat klaim pelayanan dengan cara non kapitasi, jadi kita tetap mendapat

uang jasa dari BPJS dan bisa membantu masyarakat tidak

mampu…sebagai wujud pengabdian dengan masyarakat”

(T2P8,Bidan JKN)

Page 77: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Menurut pemegang kebijakan, program JKN ini sangat bermanfaat dalam

mengatur pendokumentasian asuhan kebidanan yang telah diberikan. Dengan

Program JKN, bidan yang ikut kerjasama dengan BPJS Kesehatan dituntut untuk

melengkapi administrasi dan standar prosedur pelayanan kebidanan, sehingga

pelayanan yang diberikan pada program JKN ini menjadi lebih optimal.

“ Manfaatnya agar setiap bidan mau melaksanakan pelayanan kebidanan

sesuai standar, pendokumentasian sesuai standar jadi akan lebih tertib

dalam administrasi, sebab kalau tidak gitu.. tidak bisa klaim”

(T2P21,Pemegang Kebijakan)

Manfaat JKN untuk pelayanan kebidanan dan neonatal bila dilihat dari pandangan

partisipan dianggap tidak bermanfaat dan merugikan, tetapi bila dilihat dari segi

manfaat JKN yang lain seperti: prosedur administrasi, pendokumentasian asuhan

kebidanan ini sangat bermanfaat. Bidan tidak hanya dituntut untuk dapat melayani

pasien saja tetapi harus mampu melakukan pencatatan yang benar dan teratur

untuk menunjang kinerja bidan selanjutnya dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

Program JKN ini hampir sama manfaatnya dengan program Jampersal,

hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang evaluasi pelaksanaan program

Jampersal ditinjau dari persepsi pengguna dan penyedia layanan di Puskesmas

Mengwi I menyatakan bahwa pelayanan Jampersal mendapatkan respon yang baik

dari pasien maupun petugas kesehatan, dukungan tenaga kesehatan terutama bidan

dalam bentuk komitmen dengan cara memberikan pelayanan yang profesional

pada masing-masing pelayanan kebidanan (Adiputra dan Aryati, 2012).

Page 78: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Indonesia menuju UHC berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor

36 tahun 2009 pasal 13 yang menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut

serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Program JKN juga memberikan

jaminan pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan neonatal berdasarkan

pembayaran non kapitasi untuk mendapatkan pelayanan kebidanan pada

puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014).

Menurut IBI (2013) tentang cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal

sesuai dengan standar pelayanan kebidanan antara lain: pemeriksaan kehamilan

(Antenatal Care atau ANC) sebanyak empat kali sesuai dengan usia kehamilan,

pertolongan persalinan (Intranatal Care atau INC), perawatan masa nifas

(Postnatal Care atau PNC) sebanyak tiga kali dan perawatan bayi baru lahir

(neonatus) sebanyak tiga kali serta pelayanan KB. Program JKN untuk pelayanan

kebidanan dan neonatal juga sudah sesuai dengan standar pelayanan kebidanan

yang ditetapkan.

Hasil penelitian terkait cakupan pelayanan kebidanan menunjukkan bahwa

sebagian besar partisipan belum mengetahui tentang cakupan pelayanan

kebidanan dan neonatal serta mana saja yang masuk kedalam cakupan JKN.

“…mungkin hampir sama dengan Jampersal dan JKBM, ANC 4 kali,

partus, PNC dengan neonatusnya 4 kali juga, dengan KB, kalau imunisasi

tidak tahu apakah ditanggung atau tidak….” (T2P1,Bidan JKN)

Rendahnya pengetahuan BPM tentang cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal

serta apa saja yang ditanggung pada program JKN, akan mempengaruhi persepsi

Page 79: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

bidan terhadap klaim yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Cakupan pelayanan

yang diberikan oleh bidan sebagai pemberi pelayanan harus sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan oleh IBI.

Menurut partisipan kunci, selain cakupan pelayanan kebidanan bidan juga

diperbolehkan untuk mengambil pasien umum bila tidak ada dokter di daerahnya.

“Cakupan pelayanan kebidanan yang ditanggung JKN adalah ANC,

persalinan, nifas, bayi dan KB tapi bila ada pasien sakit kalau tidak ada

dokter ya.. bidan boleh memberikan pengobatan ringan ”

(T2P19, Pemegang Kebijakan)

“Sesuai standar pelayanan kebidanan kami (bidan) melakukan

pemeriksaan kehamilan (ANC), pertolongan persalinan, perawatan nifas,

perawatan bayi baru lahir dan pelayanan KB harus sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan oleh organisasi, baik ikut JKN maupun tidak semua

harus sesuai standar…” (T2P21,Pemegang Kebijakan)

Hasil studi evaluasi Jampersal tahun 2012, menghasilkan evidence yang

meyakinkan bahwa Jampersal berhasil mengajak ibu hamil untuk melahirkan di

fasilitas kesehatan. Peran aktif dari bidan sebagai ujung tombak pemberi

pelayanan kebidanan dan neonatal, ketersediaan obat dan peralatan serta fasilitas

yang telah disediakan oleh pemerintah semakin meningkatkan jumlah kunjungan

ibu hamil ke fasilitas kesehatan. Masyarakat berpendapat dan mempunyai harapan

terhadap program Jampersal agar dapat dilanjutkan hingga saat program JKN

diberlakukan. Fakta tersebut menjadi alasan yang kuat program Jampersal

dipertahankan keberlangsungannya dalam program JKN dengan berbagai

perbaikan dalam proses pelaksanaannya (Rahmawaty, 2013).

Sejalan dengan peningkatan cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal

maka peserta Jampersal secara bertahap akan menjadi peserta JKN. Lingkup paket

Page 80: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

manfaat Jampersal menjadi bagian dari paket manfaat JKN yang komprehensif

sesuai dengan kebutuhan medis, kecuali hal-hal yang bersifat nonmedis seperti

biaya transportasi (Mukti, 2012).

Desain asuransi kesehatan yang berbasis masyarakat seperti JKN,

membuat kontribusi masyarakat untuk berpartisipasi menjadi lebih tinggi.

Menurut Dror, dkk (2006) negara India melakukan penekanan biaya persalinan

dengan cara memberikan voucher yang bisa digunakan untuk membayar

transportasi saat akan bersalin. Hasil penelitian di Banglades menjelaskan bahwa

meskipun biaya persalinan gratis namun dari total pengeluaran langsung hampir

50 % untuk biaya rujukan (Dong dkk, 2004).

Menurut Achterbergh & Vriens (2002) pengetahuan memiliki dua fungsi

utama, pertama sebagai latar belakang dalam menganalisa sesuatu hal,

mempersepsikan dan menginterpretasikannya, yang kemudian dilanjutkan dengan

keputusan tindakan yang dianggap perlu. Kedua, peran pengetahuan dalam

mengambil tindakan yang perlu adalah menjadi latar belakang dalam

mengartikulasikan beberapa pilihan tindakan yang mungkin dapat dilakukan,

memilih salah satu dari beberapa kemungkinan tersebut dan

mengimplementasikan pilihan tersebut. Adapun faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan adalah: pendidikan, pekerjaan, umur, keinginan,

pengalaman lingkungan dan sumber informasi (Notoatmojo,2010). Pengetahuan

masyarakat tentang JKN yang sangat minim terutama di daerah-daerah perlu

diselesaikan secara bertahap. Dalam mengatasi masalah ini, kebijakan kesehatan

Page 81: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pemerintah harus hati-hati, cermat dan teliti sehingga investasi yang dilakukan

selama ini tidak sia-sia (Kebijakan Kesehatan Indonesia,2013).

Komunikasi juga sangat berperan dalam menyosialisasikan program JKN,

karena komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang dapat berlangsung secara

dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur – unsur yang ada di

dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis. Kegiatan sosialisasi merupakan

kegiatan komunikasi, ini ditandai dengan adanya proses penyebaran pengetahuan dari

seorang komunikator kepada komunikan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan.

Sosialisasi suatu program, merupakan pengetahuan yang disampaikan dalam suatu

kegiatan sosialisasi yang berkaitan dengan konteks permasalahan yang dihadapi oleh

masyarakat. Sosialisasi akan memegang peranan penting di dalam menyebarluaskan

informasi yang berkaitan dengan inovasi atau pengetahuan-pengetahuan yang

berhubungan dengan inovasi, baik pengetahuan teknis maupun pengetahuan prinsip

(Cangara, 2009).

b. Motivasi Bidan Praktek Mandiri Terhadap Program Jaminan Kesehatan

Nasional

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar partisipan mengungkapkan

bahwa dorongan BPM ikut program JKN adalah untuk melanjutkan dan

menyukseskan program pemerintah sebelumnya seperti Jampersal, JKBM dan

Jamkesmas.

“…awalnya ikut kerjasama alasan finansial, yaitu banyak pasien yang

ngebon, itu jadi kendala…karena merupakan lanjut dari program

sebelumnya, jadi saya ingin mensukseskan program pemerintah ”

(T5P1, Bidan JKN)

Page 82: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Menurut partisipan kunci mengatakan bahwa sejak ada program JKN dari

bidan sendiri secara tidak langsung banyak yang mengajukan Surat Ijin Praktek

Bidan (SIPB) karena salah satu syarat untuk dapat bekerjasama dengan JKN

adalah mempunyai SIPB.

“…tanpa mendorong pun bidan-bidan sudah berlomba-lomba untuk ikut.

Mereka akan berebut, sehingga sesuai persyaratan seperti kelengkapan

ijin praktek, untuk mereka yang lalai, saya lihat sudah ada peningkatan

dalam pengurusan surat ijin praktek, agar dapat bergabung dengan

JKN…” (T8P19,Pemegang Kebijakan)

Bidan Praktek Mandiri ( BPM ) adalah suatu institusi pelayanan kesehatan secara

mandiri yang memberikan asuhan pelayanan dalam lingkup kebidanan. Praktek

bidan mandiri merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kebidanan yang

diberikan kepada pasien baik individu, keluarga dan masyarakat sesuai dengan

kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan yang menjalankan praktek

mandiri harus memiliki SIPB untuk menjalankan prakteknya pada sarana

kesehatan yang dimilikinya. Praktek pelayanan bidan mandiri merupakan

penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam meningkatkan

kesejahteraan ibu dan anak.

Masyarakat sebagai pengguna jasa layanan bidan dapat memperoleh akses

pelayanan yang bermutu, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara

jelas persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek seperti perizinan,

tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus

sesuai dengan standar seperti yang diatur dalam PERMENKES RI Nomor

1464/MENKES/PER/X/2010 (Kemenkes, 2010).

Page 83: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Sebagian kecil partisipan menyatakan bahwa mengikuti program JKN

merupakan dorongan dari hati nurani sebagai seorang bidan ingin membantu

masyarakat yang tidak mampu.

“….hati nurani sebagai seorang bidan, untuk membantu masyarakat, saya

ingin membantu masyarakat..seandainya saya tidak ikut JKN, saya tidak

dapat membantu masyarakat… yang paling tidak biayanya setengah sudah

di bayar pemerintah ” (T5P6,Bidan JKN)

Sesuai dengan surat Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan dokter keluarga

disebutkan bahwa: bidan yang ikut bekerjasama dengan BPJS melalui dokter

keluarga tidak dibolehkan untuk menarik iuran tambahan kepada pasien dengan

alasan apapun. Namun untuk Kabupaten Tabanan bila dilihat dari jumlah klaim

yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dirasakan sangat kurang oleh bidan,

sehingga dari beberapa partisipan menarik iuran tambahan kepada pasien dengan

alasan penggunaan bahan habis pakai serta fasilitas sarana dan prasarana yang

disediakan.

“ pasien melahirkan agar tetap merasakan JKN saya sarankan untuk naik

kelas saja…jadi bayarnya setengah dari BPJS dan setengahnya lagi dari

pasien” (T5P6,Bidan JKN)

Adapula BPM yang menyatakan mengikuti program JKN sebagai media

promosi kepada masyarakat agar dapat mempertahankan kunjungan pasiennya,

sehingga pendapatan bidan tidak berkurang.

“…dengan JKN saya dapat mempromosikan layanan lain yang bisa

diberikan seperti SPA bayi, pemeriksaan IVA dan kelas ibu hamil. Kalau

tidak boleh narik lebih,saya menarik biaya dari layanan tambahan

tersebut.. jadi pasien tidak merasa keberatan ” (T5P5,Bidan JKN)

Hasil wawancara mendalam pada partisipan kunci menyatakan bahwa

pemerintah selalu mendorong BPM untuk ikut menyukseskan program

Page 84: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pemerintah dan sebagai media promosi untuk mengajak pasien terutama ibu dan

anak untuk berkunjung ke BPM.

“…..motivasi bidan ikut JKN adalah agar dapat berlomba memberikan

pelayanan terbaik kepada masyarakat, karena masyarakat bebas memilih

mana yang baik…dan selanjutnya semakin banyak pasien semakin banyak

insentif yang didapat oleh bidan..” (T5P19,Pemegang Kebijakan)

Pemegang kebijakan juga menyatakan bahwa tidak bisa memaksakan bidan untuk

ikut program JKN. Hal ini disebabkan karena jumlah klaim yang ditetapkan tidak

sesuai dengan kondisi geografi dan perekonomian masyarakat Kabupaten

Tabanan.

“ kami belum bisa memotivasi seluruh bidan praktek untuk ikut program

JKN, kalau pendapat saya pribadi sih… jasa pelayanannya tidak sesuai

dengan kondisi di Bali. Tapi kami dari BPJS hanya bisa menyampaikan

sesuai dengan undang- undang no 59..ya hanya itu saja..”

(T5P20,Pemegang Kebijakan)

“…untuk sementara belum ada motivasi atau dukungan dari organisasi,

kami dari organisasi mendukung saja program nasional sebatas kita sama-

sama diuntungkan dan tujuan utama kita adalah menurunkan angka

kematian ibu dan anak.” (T5P21,Pemegang Kebijakan)

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat

menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmennya dalam melaksanakan suatu

kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi

instrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi

yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang

ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan

lainnya. Menurut teori Mc Clelland tentang teori kebutuhan untuk mencapai

prestasi (need for achievement) dalam Sudrajat (2008) menyatakan bahwa

motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.

Page 85: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Karakteristik orang yang berprestasi tinggi memiliki tiga ciri umum yaitu: sebuah

preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat,

menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya

mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, dan menginginkan umpan

balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka.

Motivasi merupakan satu penggerak / pendorong dari dalam hati seseorang

untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan

sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari

kegagalan dalam mencapai tujuan hidup. Seseorang yang mempunyai motivasi

berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam

kehidupan. Motivasi yang bersifat intrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu

sendiri yang membuat seseorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan

dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status

ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobinya, termasuk

diantaranya: persepsi seseorang terhadap diri sendiri, harga diri, harapan pribadi,

kebutuhan, keinginan, kepuasan kerja, dan prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen diluar

pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat

seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi, antara lain: jenis dan sifat

pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung, organisasi tempat

bekerja, situasi lingkungan pada umumnya, sistem imbalan yang berlaku dan cara

penerapannya (Leidecker dkk, 2009).

Page 86: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Berdasarkan hasil penelitian Rahmah (2013), diketahui bahwa motivasi

BPM dalam penandatangan perjanjian kerjasama Jampersal, adalah adanya faktor

kebutuhan aktualisasi diri sebagai bentuk pengabdian BPM kepada masyarakat

dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah, sementara kecenderungan BPM tidak

mengikuti Jampersal karena biaya pengganti yang terlalu sedikit dan perasaan

tidak nyaman harus mematuhi aturan Jampersal.

Hasil penelitian terkait motivasi keterlibatan BPM pada program

Jampersal di Kota Banjarmasin menunjukkan bahwa pelaksanaan program

Jampersal di Kota Banjarmasin belum berjalan optimal. Pertolongan persalinan

oleh non nakes (dukun) meningkat dari 56 pada tahun 2010 menjadi 122 pada

tahun 2011. Sosialisasi program Jampersal telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Kota Banjarmasin kepada seluruh bidan. Kepala Dinas Kesehatan telah

mengeluarkan instruksi kepada seluruh BPS untuk menjalin kerjasama Jampersal,

namun demikian dari 346 BPS yang ada hanya 45 BPS (13%) yang bersedia

melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal. Rendahnya motivasi BPS

untuk melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal dipengaruhi oleh faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik (Noorhidayah,2012).

Hasil penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2012) tentang pengaruh

motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja

karyawan serta dampaknya pada kinerja perusahaan, membuktikan bahwa

motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

karyawan, artinya bahwa motivasi kerja memang sangat diperlukan oleh seorang

karyawan untuk dapat mencapai suatu kepuasan kerja yang tinggi meskipun

Page 87: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

menurut sifatnya kepuasan kerja itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda

antara satu orang dengan orang lainnya.

c. Harapan Bidan Praktek Mandiri Terhadap Program Jaminan Kesehatan

Nasional

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan

mempunyai harapan yang besar terhadap program JKN. Partisipan menyatakan

agar mekanisme kerjasama BPM dengan program JKN dapat berkoordinasi

langsung dengan BPJS Kesehatan tanpa melalui dokter keluarga dan adanya

peningkatan tarif pelayanan yang telah ditetapkan.

“ Yang pertama pasti perhatikan tarif persalinannya, dimana melihat

resiko pekerjaan yang menolong 2 nyawa ibu dan bayi, Kedua, usahakan

bidan praktek mandiri dan apalagi yang sudah memiliki sertifikat PONED,

bisa PKS langsung dengan JKN/BPJS.” (T6P3,Bidan JKN)

Pemegang kebijakan juga menyatakan harapan kedepannya BPM dapat

bekerjasama dengan BPJS tanpa menjadi jejaring dokter keluarga lagi.

“…kalau bisa kami bekerja sama dengan JKN tidak di bawah dokter

keluarga, karena kami (bidan) juga sebuah profesi yang diakui secara

sah …akan lebih gampang prosedurnya, langsung bisa diklaim, langsung

masuk rekening kami tidak bertele-tele. ….”

(T6P21,Pemegang Kebijakan)

Bidan juga mengharapkan agar pemerintah harus lebih siap dalam

mempersiapkan sarana dan prasarana serta fasilitas yang dapat menunjang

kegiatan program tersebut, bidan juga mengharapkan agar yang ditanggung oleh

JKN bukan semua penyakit tetapi penyakit-penyakit tertentu saja.

“ Harapan saya agar rumah sakit atau ruangan-ruangan disiapkan lebih

banyak, tenaga yang lebih banyak, agar petugasnya tidak kewalahan

dengan pasien yang membludak. Terus yang kedua.., agar tidak semua

masalah kesehatan di tanggung JKN, seperti batuk pilek, agar masyarakat

bisa mandiri “ (T6P11,Bidan non JKN)

Page 88: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Hasil wawancara mendalam dengan partisipan kunci menyatakan bahwa harapan

JKN kedepannya akan memberikan pelayanan secara merata keseluruh lapisan

masyarakat sehingga bidan dapat memberikan pertolongan dengan segera.

“diharapkan semakin banyak bidan yang mau bekerja sama dengan BPJS

karena saya yakin sampai saat ini baru sedikit….harapan ke depan

semakin merata, diharapkan masing-masing desa di wilayah kerja

puskesmas ada bidannya yang sudah bekerja sama sehingga tidak perlu

jauh meminta pertolongan..” (T6P19,Pemegang Kebijakan)

Bidan Praktek Mandiri sangat mengharapkan adanya peningkatkan jumlah

klaim terhadap jasa pelayanan yang telah ditetapkan. Menurut partisipan

kehamilan bukanlah suatu penyakit tetapi suatu anugrah dari Tuhan yang patut

disyukuri.

“ Persalinan juga sebaiknya jangan ditanggung agar bidannya dapat

uang juga, karena persalinan itukan bukan musibah tapi anugrah tuhan…

juga persalinan dibayar segitu menurut saya itu sangat tidak sesuai ”

(T6P6,Bidan JKN)

Harapan merupakan usaha seseorang untuk memaksimalkan sesuatu yang

menguntungkan dan meminimalkan sesuatu yang merugikan bagi pencapaian

tujuan akhirnya. Menurut V.Room dalam Freddy (2012) harapan adalah tingkat

kepentingan pelanggan, yaitu keyakinan pelanggan setelah mencoba atau

menggunakan suatu produk atau jasa yang akan dijadikan standar acuan untuk

menilai produk atau jasa tersebut. Harapan dari tenaga kesehatan adalah kunci

pokok bagi setiap penyelenggaraan pelayanan kesehatan seperti kesehatan ibu dan

anak yang melibatkan bidan sebagai pelanggan internal dan pasien atau klien

sebagai pelanggan eksternal.

Page 89: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Menurut teori Maslow, pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan

pokok, yang ditunjukkan dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang

memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal

dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar

sampai motif psikologis yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah

kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat, paling tidak harus

terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi

penentu tindakan yang penting. Pengetahuan, motivasi dan harapan bidan untuk

mengikuti suatu program termasuk kedalam kebutuhan penghargaan dan

aktualisasi diri. Bidan akan mempunyai motivasi dan harapan yang besar

terhadap suatu program seperti JKN apabila mendapatkan suatu penghargaan yang

layak bagi dirinya.

Besarnya harapan BPM untuk ikutserta berperan dalam program JKN

diharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan JKN, pemerintah

menyiapkan sarana dan prasarana yang lengkap serta peningkatan jumlah klaim

yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian di Kabupaten Tabanan akan

menambah ketertarikan BPM mengikuti program JKN. Bidan sebagai ujung

tombak pelayanan kebidanan dan neonatal di masyarakat dapat membantu

pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB. Harapan yang jelas terhadap

program JKN dapat lebih meningkatkan kualitas kinerja dari BPM.

Hasil penelitian Dewi (2013) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan tengah

menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang searah dan signifikan antara faktor

harapan dengan pekerjaan bidan. Jika harapannya terpenuhi maka akan

Page 90: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

menghasilkan kepuasan. Harapan bidan dalam bekerja berhubungan kinerja

provider dalam pelayanan antenatal berlaku pada lokasi tertentu dan situasi

tertentu saja sesuai dengan kondisi daerah, jika ingin meningkatkan kinerja maka

faktor harapan dalam bekerja yaitu memiliki uraian tugas yang jelas, prosedur

kerja yang tetap serta standar pelayanan antenatal harus tersedia agar dalam

menjalankan pekerjaan bidan tidak ragu-ragu dalam melaksanakan pekerjaan

sesuai dengan kompetensi dan kewenangan terhadap pelaksanaan pelayanan

sesuai dengan tanggung jawab yang akan memberikan dukungan bagi bidan untuk

berinisiatif dan berinovasi dalam memberikan pelayanan sehingga dapat

meningkatkan kinerja.

4.3.2 Faktor Struktural Yang Berperan Dalam Keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Hasil penelitian terkait dengan faktor struktural yang berperan dalam

keikutsertaan BPM pada program JKN diantaranya berupa dukungan dan

kebijakan dari Dinas Kesehatan dan organisasi IBI, dapat dilihat pada uraian di

bawah ini:

a. Dukungan Pemerintah Dan Organisasi Terhadap Keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan

menyatakan belum mendapat dukungan langsung dari pemerintah (dinas

kesehatan Kabupaten Tabanan).

Page 91: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

“…tidak ada dukungan atau kebijakan tentang keikutsertaan bidan dengan JKN.

Himbauan juga tidak ada, bagaimana bidannya aja.. mau ikut atau tidak, juga

tidak ada sangsi atau penghargaan yang diberikan..”

(T8P2,Bidan JKN)

“….tidak pernah ada dukungan atau kebijakan dari dinkes….karena semua kan

diatur oleh pemerintah pusat bukan pemerintah daerah”

(T8P11,Bidan Non JKN)

Sebagian kecil menyatakan mendapatkan dukungan dari pemerintah melalui

kepala puskesmas.

“..dukungan berupa himbauan sudah disampaikan lewat kepala

puskesmas, karena kepala puskesmas juga perpanjangan tangan dinas

kesehatan, kalau bidan bisa ikut JKN melalui dokter keluarga dan

kebijakan tentang JKN tentunya sudah mengacu pada undang-undang

yang berlaku.” (T8P9,Bidan JKN)

Hasil wawancara mendalam dengan partisipan kunci menyatakan bahwa

sudah ada dukungan untuk BPM yang ikutserta dalam program JKN. Pemerintah

mengharapkan semakin banyak bidan yang ikut program JKN.

“…Saya sangat mendukung program JKN ini, karena di tahun mendatang

diharapkan semua masyarakat sudah ikut JKN dan bidan sebagai petugas

kesehatan di harapkan untuk ikut berpartisipasi dalam program JKN..”

(T8P19,Pemegang Kebijakan)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan

menyatakan belum ada dukungan dari IBI, hanya berupa himbauan serta

pembinaan bagaimana cara ikut berpartisipasi pada program JKN.

“Sementara belum ada dukungan dari organisasi, himbauan saja dulu

hanya sebatas himbauan tidak ditekankan...untuk melakukan kerjasama

dengan JKN….diharapkan juga ke depannya ada kebijakan dari IBI untuk

menyejahterakan kami (bidan)“ (T8P10,Bidan non JKN)

Hasil wawancara mendalam dengan pemegang kebijakan menunjukkan

bahwa memang belum ada suatu keharusan BPM ikutserta dalam program JKN,

Page 92: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

menurut pemegang kebijakan program keterlibatan bidan dalam program JKN

baru di mulai awal tahun ini, jadi cukup hanya dilakukan sosialisasi dulu. Untuk

kesediaan menjadi jejaring dalam program ini, organisasi hanya bisa memberikan

himbauan saja serta dukungan yang bersifat moril.

“Sementara ini karena baru tahap sosialisasi dari Kemenkes, belum

mengharuskan bidan praktek mandiri untuk ikut JKN, kontribusi ke bidan

hanya dalam bentuk pembinaan saja, jadi seiring berjalannya waktu nanti

kami (IBI) pikirkan, hanya dukungan moril aja dulu…”

(T8P2,Pemegang Kebijakan)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter keluarga mendukung

keikutsertaan BPM pada program JKN. Partisipan menyatakan bahwa semua

dokter keluarga melakukan pendekatan secara langsung dengan BPM. Dokter

keluarga mencari dan memilih bidannya sendiri, karena dengan memilih partner

sendiri akan merasa lebih nyaman dan lebih mudah berkomunikasi.

“ kami (dokter keluarga) lebih senang mencari jejaring yang dekat dan

kenal jadi dengan memilih partner kerja akan memudahkan untuk bisa

berkomunikasi” (T4P23,Dokkel)

Sebagian kecil juga partisipan menyatakan ingin mendukung dokter

keluarga karena merasa kasihan dengan dokter keluarga yang baru buka praktek.

Sebagian partisipan juga sudah mendapatkan tawaran untuk kerjasama dengan

dokter keluarga tapi belum ditindak lanjuti.

“karena dia dokter baru… belum punya pasien makanya beliau ingin ikut

JKN untuk promosilah, dia minta tolong supaya bisa dia bisa kerja sama

dengan BPJS harus punya bidan jejaring. Saya merasa kasihan makanya

saya ikut JKN” (T4P2,Bidan JKN)

“Pernah ditawarkan sekitar 2 bulan yang lalu kebetulan bertemu, tapi

tidak lagi ditindak lanjuti, ….dan kita juga belum bekerja sama dengan

dokternya.” (T4P11,Bidan Non JKN)

Page 93: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Rendahnya dukungan dari pemegang kebijakan terhadap keikutsertaan

BPM pada program JKN mengakibatkan kurangnya kemauan dari BPM

mengikuti program JKN. Dukungan dari lingkungan dan orang sekitar akan

meningkatkan kepercayaan diri bidan terhadap suatu program. Menurut Taylor,

dkk (2000) dalam Sarafino (2002), menyatakan bahwa dukungan sosial adalah

pertukaran interpersonal dimana seorang individu memberikan bantuan pada

individu lain. Dukungan sosial merupakan suatu bentuk kenyamanan, perhatian,

penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterima oleh individu

dari orang lain ataupun dari kelompok. Dalam menghadapi situasi yang penuh

tekanan, seseorang membutuhkan dukungan sosial yang berasal dari orang lain

seperti: teman, keluarga, pimpinan, rekan kerja atau orang lain.

Ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu: dukungan emosional terdiri dari

ekspresi seperti : perhatian, empati, dan turut prihatin kepada seseorang, dukungan

penghargaan yaitu ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada

orang yang sedang stress dengan cara memberikan dorongan atau persetujuan

terhadap ide ataupun perasaan individu, dukungan instrumental yaitu dukungan

berupa bantuan secara langsung dan nyata, dukungan informasi berupa informasi

atau berita dari orang-orang sekitarnya dengan cara memberikan nasehat, arahan

dan saran untuk beberapa pilihan tindakan yang dapat dilakukan, dan dukungan

kelompok merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa

dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya.

Keikutsertaan BPM pada program JKN tidak terlepas dari peran dokter

keluarga untuk mengajak bidan untuk bekerjasama. Sebagian kecil bidan juga

Page 94: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

menyatakan keinginannya untuk ikut dalam program JKN tetapi belum ada dokter

yang mengajak untuk bekerjasama.

“… belum ada dokter keluarga yang ikut program JKN disini, jadi ..sama

siapa saya bisa jadi jejaring klo persyaratan kerjasama dengan JKN

harus dibawah dokter.. ” (T4P17, Bidan non JKN)

Peran BPM dalam keikutsertaan pada program JKN juga dipengaruhi oleh

keinginan dari BPM secara individual berdasarkan kesadaran pribadi tapi

sayangnya dokter keluarga yang ikut program JKN belum tersebar secara merata

pada seluruh daerah di Kabupaten Tabanan. Pemerintah Kabupaten Tabanan dan

BPJS Kesehatan di harapkan lebih memeratakan dokter keluarga yang ikut JKN

diseluruh wilayah Kabupaten Tabanan sehingga bidan juga dapat berpartisipasi

pada program JKN.

b. Kebijakan Pemerintah Dan Organisasi Terhadap Keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional

Implementasi JKN masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan,

karena BPM tidak dapat bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan dan harus

bergabung menjadi jejaring dulu pada fasilitas kesehatan tingkat I (Puskesmas)

atau dokter praktek perseorangan. Sosialisasi tentang JKN pada BPM tentang

bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur, sistem pembayaran klaim dan

cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung JKN masih kurang,

sehingga IBI mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS

Kesehatan seperti saat program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila

BPM tidak dilibatkan dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah

menekan AKI dan upaya menggalakkan program KB (IBI, 2014).

Page 95: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Prosedur kerjasama antara BPM dengan BPJS Kesehatan haruslah melalui

dokter keluarga. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

partisipan mengetahui mekanisme kerjasama melalui dokter keluarga secara

langsung di fasilitasi oleh dokter keluarga dari pengurusan administrasi hingga

pengklaiman di BPJS Kesehatan.

“...kita kerjasama dengan BPJS melalui dokkel, laporannya juga di

gabung oleh dokkelnya… untuk klaimnya masuk ke rekening dokkel baru

kemudian diberikan kita” (T2P4,Bidan JKN)

Partisipan berpendapat bahwa semua tergantung pada dokter keluarga, dan

sebagian partisipan menyatakan bidan hanya melaksanakan saja.

“…kalau sekarang kan hanya dokter yang bisa kerjasama dengan BPJS,

sedangkan bidannya hanya melaksanan saja “ (T2P3,Bidan JKN)

Menurut partisipan kunci, BPM bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

melalui dokter keluarga bukan melalui dinas kesehatan, kalau bidan bekerja di

klinik berarti sudah masuk program JKN. Bila BPM ingin ikut JKN dapat datang

langsung ke kantor BPJS Kesehatan.

“ Bidan praktek kalau mau bekerjasama dengan JKN…harus jadi jejaring

dulu dengan Dokter keluarga, bila tidak ada dokter yang mengajak untuk

jadi jejaring datang saja langsung ke BPJS, Jadi kerjasamanya dengan

BPJS bukan dengan dinas kesehatan”

(T2P19,Pemegang Kebijakan)

“Dari BPJS…kami bekerja sama dengan dokter keluarga bukan dengan

bidan. Kalau klinik berbeda lagi, karena dalam klinik sudah ada dokter,

bidan, perawat dan juga petugas administrasi. Jadi untuk dokter

perorangan, dia wajib bekerja sama dengan bidan.”

(T2P20,Pemegang Kebijakan)

Hasil wawancara mendalam dengan pemegang kebijakan menyatakan bahwa

secara nasional menginginkan agar bidan dapat mandiri bekerjasama langsung

dengan BPJS Kesehatan tanpa melalui dokter keluarga.

Page 96: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

“…Organisasi IBI pada saat rapat sampai kongres selalu mengajukan

agar kami dapat mandiri tanpa harus menjadi jejaring dokter keluarga.

Dalam hal kolaborasi yang paling dekat adalah dokter,…kami bidan

dapat mengkonsulkan atau merujuk ke dokter, mungkin itu yang

menjadikan BPJS menerapkan sistem jejaring ”

(T2P21,Pemegang Kebijakan)

Menurut Notoatmodjo (2005), kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama

yang formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-

organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada

kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing anggota tentang

peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dan

saling berbagi (sharing) baik dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh.

Terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yaitu: (1) Kerja sama antara kelompok,

organisasi dan individu, (2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang

disepakati bersama, (3) Saling menanggung risiko dan keuntungan.

Menurut Ealau dan Pewitt (1973) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah

sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan

berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.

Menurut Titmuss (1974) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah prinsip-prinsip

yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah

suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak

yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu.

Menurut Yandrizal,dkk (2013) terkait analisis kebijakan jaminan

kesehatan kota Bengkulu dalam upaya efisiensi dan efektifitas pelayanan di

Page 97: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

puskesmas menyatakan bahwa kebijakan Jamkeskot Bengkulu dilaksanakan

belum menerapkan prinsip asuransi, dimana penyelenggara berfungsi

mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan baik di

pelayanan dasar/primer maupun di pelayanan rujukan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar partisipan menyatakan tidak

setuju dengan sistem jejaring antara dokter keluarga dengan BPM. Menurut

partisipan, bidan adalah profesi mandiri sehingga tidak perlu berada dibawah

profesi lain.

“Kalau dari hati nurani saya sendiri memang tidak setuju, lebih baik

bidan praktek mandiri harus bisa mandiri PKS dengan BPJS tapi karena

situasi sekarang memaksa saya ikut dengan peraturan yang sekarang.”

(T3P3,Bidan JKN)

Sebagian kecil partisipan menyatakan setuju untuk menjadi jejaring dokter

keluarga karena menggangap pekerjaan bidan sangat beresiko sehingga perlu

dokter pendamping.

“…sistem jejaring, ya setuju saja…kita ini pekerjaan beresiko ya.. dengan

dokter bisa konsultasi bukan tentang kebidanan saja tapi penyakit yang

lain..” (T3P12,Bidan Non JKN)

Hasil wawancara mendalam dengan pemegang kebijakan menunjukkan bahwa

dari segi kerjasama memang sebaiknya bidan berada dibawah pengawasan dokter

seperti dahulu, hal ini sebagai bentuk kerjasama (kolaborasi) antara dokter dengan

bidan. BPM saat ini tidak hanya melayani pasien kebidanan saja tetapi termasuk

pasien umum. Sehingga bila terjadi suatu masalah terhadap pelayanan terhadap

masyarakat, maka bidan dapat mengkonsultasikannya dengan dokter.

“ Dulu juga pernah diberlakukan untuk setiap bidan praktek harus punya

dokter pengawas, berjalan dengan baik tidak ada masalah”

(T3P19,Pemegang Kebijakan)

Page 98: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

“Sistem jejaring merupakan implementasi nyata bentuk kolaborasi antara

dokter swasta dengan bidan mandiri, karena pada JKN tidak hanya

bersifat pertolongan bersalin dan kebidanan saja,tapi lebih mengarahkan

kesehatan untuk semua..”

(T3P20,Pemegang Kebijakan)

Menurut partisipan kunci, BPM sebaiknya dapat bekerja langsung dengan

program JKN. Dilihat dari kewenangan bidan, BPM berwenang dalam

memberikan pelayanan secara mandiri dan kolaborasi dengan profesi lain dalam

memberikan pelayanan kebidanan. Tetapi karena mekanisme kerjasama dengan

JKN harus melalui dokter keluarga, akhirnya bidanpun di hadapkan pada proses

administrasi yang sempurna sesuai dengan pendokumentasian asuhan kebidanan

yang harus diterapkan.

“ kami selalu memperjuangkan agar bidan dapat bekerja secara mandiri

bukan dibawah profesi lain. Terutama dalam pelayanan pasien JKN kami

dihadapkan pada sistem administrasi yang sempurna sesuai dengan

pendokumentasian asuhan kebidanan,…”

(T3P21,Pemegang Kebijakan)

Pada mekanisme pengajuan klaim pelayanan kebidanan dan neonatal ke

BPJS Kesehatan, praktek bidan di wajibkan untuk melengkapi data-data

pelayanan dengan berbagai administrasi yang telah disepakati pada surat PKS.

Administrasi tersebut antara lain: surat keterangan dari dokter keluarga, surat

pernyataan menerima layanan, dokumentasi asuhan kebidanan berupa buku KIA

yang mencatat sejak kehamilan, partograf serta surat pernyataan ikut program KB

setelah melahirkan. Dokumentasi asuhan kebidanan ini seringkali diabaikan oleh

bidan, karena bidan lebih fokus memberikan pelayanan saja ke pasien dan

bayinya. Sehingga dengan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan bidan-bidan akan

Page 99: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

lebih giat dalam memberikan pelayanan serta mencatat semua kegiatan yang telah

diberikannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter keluarga kurang setuju

dengan sistem jejaring yang diberlakukan oleh BPJS Kesehatan. Dokter keluarga

berpendapat mereka pasti bisa melakukan pemeriksaan kehamilan, pertolongan

persalinan, perawatan nifas dan bayi baru lahir serta pelayanan KB. Dokter

keluarga menyatakan bahwa pasien-pasien peserta JKN sudah cukup pintar dan

kritis sehingga disaat bersalin, pasien lebih memilih ke dokter spesialis kandungan

(SpOG) atau Rumah sakit di bandingkan ke bidan.

“ walaupun kami dokter umum, sebenarnya bisa saja mengambil

pelayanan kebidanan dan untuk melahirkannya kita serahkan ke

pasiennya mau ke dokter SPOG, rumah sakit atau ke bidan. Pasien BPJS

biasanya memilih SPOG atau rumah sakit daripada kebidan, itu ya

terserah pasiennya…” (T2P22,Dokkel)

Sebagian kecil partisipan menyatakan bahwa ada dokter keluarga yang sudah

mempunyai jejaring bidan tetapi masih melayani pelayanan kebidanan seperti:

pasien hamil dan KB hanya persalinannya saja yang dikirim ke BPM.

“ Kalau dokter saya itu.. hanya mengirim pasien partus saja ke sini

(praktek Bidan) untuk periksa hamil dan KB beliau ambil sendiri, katanya

tidak perlu dikirim ke bidan karena beliau bisa koq.. memeriksa hamil dan

pasang KB. Terus terang saya merasa hanya di perlukan saat partusnya

saja apalagi resikonya besar..” (T2P5,Bidan JKN)

Sistem jejaring yang diberlakukan oleh BPJS Kesehatan dimaksudkan

untuk meningkatkan kolaborasi diantara tenaga kesehatan seperti dokter, bidan,

perawat dan dokter gigi untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan paripurna

kepada masyarakat. Kenyataannya semua profesi tersebut sudah mempunyai

asosiasi organisasi profesi sehingga masing-masing organisasi profesi tersebut

Page 100: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

merasa mandiri tidak berada di bawah profesi lainnya. Sifat egoisme dari masing-

masing profesi karena semua ingin menunjukkan kewenangan dari profesi masing

-masing. Menurut Sigmund Freud dalam Kurniawan (2011), ego bekerja

berdasarkan prinsip realitas yang berusaha untuk memuaskan keinginan dengan

cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Tenaga kesehatan merupakan

tenaga profesional yang memiliki tingkat keahlian dan pelayanan yang luas dalam

mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang berfokus

pada kesehatan pasien. Tenaga kesehatan memiliki tuntutan untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang bermutu di era global seperti saat ini. Pelayanan

bermutu dapat diperoleh melalui praktik kolaborasi antar tenaga kesehatan.

Pelayanan kesehatan sering sekali ditemukan kejadian tumpang tindih pada

tindakan pelayanan antar profesi yang diakibatkan karena kurangnya komunikasi

antar tenaga kesehatan dalam kerjasama tim (Sedyowinarso dkk., 2011). Untuk

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, kemampuan kolaborasi antar tenaga

kesehatan perlu ditingkatkan. Professional kesehatan, yang berfokus pada belajar

dengan, dari, dan tentang sesama tenaga kesehatan untuk meningkatkan kerja

sama dan meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta, dkk (2013) tentang peran

dokter dalam pelayanan maternal di puskesmas Kota Yogyakarta menunjukkan

bahwa berdasarkan analisis univariat ditemukan peran dokter dalam pelayanan

maternal di puskesmas ada 61,1% responden yang tidak setuju bila ibu hamil

tanpa komplikasi untuk partus di bidan, dan 77,8% responden tidak setuju bila

bidan melakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi kelainan pada infant.

Page 101: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Terdapat 66,7% dokter tidak setuju bila ibu hamil bebas memilih tempat

melahirkan di rumah atau fasilitas kesehatan dan 94,4% responden setuju pada

kebijakan pemerintah yang mengharuskan ibu hamil partus di fasilitas kesehatan.

Didapati pula ada 83,3% responden mengatakan bahwa beban kerjanya ringan dan

50% berpendapat tidak ada potensi sengketa antara profesi bila berperan dalam

pelayanan maternal.

Hasil penelitian terkait dengan prosedur pengklaiman jasa pelayanan

kebidanan dan neonatal pada program JKN, sebagian besar partisipan menyatakan

tidak mengerti cara pengklaiman ke BPJS Kesehatan.

“Saya kurang tahu berapa-berapa, tapi saya dengar informasi dari teman-

teman sepertinya agak murah untuk harga diri seorang bidan yang

menolong 2 nyawa ” (T2P12, bidan Non JKN)

“Saya dengar waktu rapat, periksa hamil dibayarkan harus lengkap dari

K1 sampai K4 kalau tidak, hangus klaim sebelumnya. Persalinan 600.000,

KB 15.000, IUD dan implant 100.000… dan itu diajukan ke dokternya

bukan ke dinkes” (T2P13,Bidan Non JKN)

Sebagian besar partisipan menyatakan untuk laporan pelayanan kebidanan

diserahkan ke dokter keluarga untuk selanjutnya dokter yang mengurus ke BPJS

Kesehatan dan klaim dari BPJS Kesehatan dan masuk ke rekening tabungan

dokter setelah itu dokter menyerahkan ke bidan sesuai dengan laporan yang

dibuat.

“Sistem pembayarannya, menurut dokternya saya hanya diberikan berkas

untuk dilengkapi oleh pasiennya, lalu disetor ke dokter, kemudian dokter

sendiri yang mengamprah ke JKN.” (T2P2,Bidan JKN)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan partisipan kunci didapatkan

bahwa: prosedur pengklaiman jasa pelayanan kebidanan dan neonatal pada

program JKN termasuk pada sistem non kapitasi. Pembayaran dilakukan

Page 102: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

berdasarkan jumlah pelayanan yang telah diberikan berdasarkan Permenkes No 59

tahun 2014 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan

program JKN.

“ Untuk tarif pengklaimannya kami tetap mengacu pada peraturan

terakhir yaitu Permenkes 59. Sedangkan untuk syarat-syarat pengajuan

klaimnya memang ada pemotongan mungkin untuk administrasi antara

dokter dengan bidan, …” (T2P20,Pemegang Kebijakan)

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 59 tahun 2014 tentang Standar Tarif

Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan pasal

11 ayat 1 (a) menyatakan bahwa: jasa pelayanan kebidanan, neonatal dan KB

yang dilakukan oleh bidan atau dokter bersifat non kapitasi yaitu besaran

pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang

diberikan sesuai dengan ketentuan.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Nomor 143

Tahun 2014 tentang Implementasi Permenkes Nomor 59 tahun 2014 menjelaskan

bahwa: Pemeriksaan ANC dan PNC/neonatus dapat diberikan dan ditagihkan oleh

FKTP, Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk.

Pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk maksimal 10 %

dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014), Tarif pemeriksaan ANC

merupakan tarif paket untuk pelayanan ANC paling sedikit 4 (empat) kali

pemeriksaan dalam masa kehamilannya yaitu 1 (satu) kali pada trimester pertama,

1 (satu) kali pada trimester kedua, dan 2 (dua) kali pada trimester ketiga

kehamilan dan tidak dapat dipecah menjadi 4 (empat) misalnya per kali

pemeriksaan masing-masing Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah).

Page 103: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Apabila pemeriksaan ANC dilakukan kurang dari jumlah minimal (<4

kali) pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan maka biaya pemeriksaan ANC

tidak dapat ditagihkan, Penagihan biaya pemeriksaan ANC dapat ditagihkan

apabila telah dilakukan minimal 4 kali pemeriksaan ANC sesuai waktu yang

ditetapkan (dapat bersamaan dengan klaim persalinan yang diajukan atau terpisah

jika persalinan dilakukan di faskes lain) disertai dengan bukti pelayanan kepada

peserta, untuk menjaga kontinuitas pelayanan pemeriksaan ANC maka perlu

adanya informed consent bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan ANC dan

PNC di satu tempat yang sama (baik oleh FKTP maupun jejaring bidan sesuai

dengan prosedur).

Pemeriksaan ANC dan PNC pada tempat yang sama dimaksudkan untuk:

keteraturan pencatatan partograf, monitoring terhadap perkembangan kehamilan,

memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan, yang

dimaksud dengan per kali kunjungan pemeriksaan PNC adalah paket kunjungan

ibu nifas dan neonatus (kedatangan keduanya dihitung untuk 1 kali kunjungan).

Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Rawat Tingkat Lanjut

(FKRTL) dilakukan berdasarkan indikasi medis, Kartu ibu dan buku kesehatan

ibu dan anak (Buku KIA) disediakan oleh faskes sebagai pencatatan dan

pemantauan status kesehatan peserta kebidanan, FKTP yang dapat menagihkan

tarif pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar sebesar

Rp 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan pelayanan tindakan pasca

persalinan sebesar Rp 175.000 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah) hanyalah

Puskesmas yang ditetapkan sebagai Puskesmas PONED (Pelayanan Obstretrik

Page 104: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Neonatal Emergensi Dasar), apabila pelayanan persalinan pervaginam dengan

tindakan emergensi dasar ditagihkan oleh FKTP lain selain Puskesmas PONED,

maka disetarakan sesuai tarif persalinan pervaginam normal sebesar Rp 600.000

(enam ratus ribu rupiah).

Pelayanan KB dapat diberikan dan ditagihkan oleh FKTP, Kantor cabang

agar berkoordinasi dengan BKKBN di masing-masing daerah terkait ketersediaan

alat dan obat kontrasepsi (alkon), Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui

faskes induk, pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk

maksimal 10% dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014), Khusus

pelayanan KB MOP/vasektomi dapat diberikan pada FKTP yang ditunjuk

berdasarkan rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan

mempertimbangkan kompetensi dan kelengkapan sarana dan prasarana faskes.

Hasil wawancara mendalam dengan pemegang kebijakan terkait prosedur

klaim jasa pelayanan kebidanan dan neonatal, menurut partisipan kunci

menyatakan bahwa bila dilihat dari jumlah klaim yang ditetapkan Permenkes

Nomor 59 Tahun 2014 tidak sesuai dengan kondisi di Kabupaten Tabanan, BPM

diperbolehkan menarik biaya tambahan sesuai dengan kesepakatan yang telah

dibuat oleh IBI Tabanan sebelum adanya JKN, asalkan ada perjanjian antara bidan

dengan pasiennya.

“..Jadi kebijakan untuk menarik biaya tambahan untuk bidan JKN dan

JKBM, kami memaklumi saja, yang penting ada tanda tangan pasien

bahwa dia menyetujui membayar kekurangannya, karena obat kan tidak

ditanggung, menurut saya sah-sah saja menarik tambahan sebatas masih

batas minimal ” (T2P21,Pemegang Kebijakan)

Page 105: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Tarif pelayanan kebidanan yang berlaku di Kabupaten Tabanan berdasarkan

kesepakatan organisasi IBI cabang Tabanan tahun 2013 menetapkan tarif minimal

yang dapat dijadikan acuan oleh BPM, sudah termasuk jasa pelayanan, obat yang

digunakan dan kelengkapan sarana prasarana yaitu: Pemeriksaan kehamilan: Rp

30.000 – Rp 50.000, Persalinan normal dan bayi baru lahir: Rp 900.000 – Rp

1.200.000, Perawatan nifas dan ibu menyusui: Rp 30.000 – Rp 50.000,

Pemasangan IUD: Rp 150.000 – Rp 300.000, Suntik KB: Rp 25.000 – Rp 40.000,

Konseling: Rp 10.000, Imunisasi masing-masing Rp 20.000 – Rp 40.000,

Rujukan: berdasarkan Unit Cost. Bila dilihat dari tarif tersebut maka terdapat

kesenjangan antara kesepakatan yang dibuat oleh organisasi dibandingkan dengan

penetapan tarif pelayanan kebidanan yang ditetapkan oleh pemerintah (BPJS

Kesehatan).

Hasil penelitian Januraga, dkk (2009) di Kabupaten Jembrana

menunjukkan bahwa: terdapat pemahaman yang keliru pada sebagian besar policy

makers program Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) terhadap konsep kebutuhan

dasar kesehatan dan konsep keadilan egaliter dalam bidang kesehatan sehingga

menimbulkan resistensi atau penolakan terhadap kebijakan pembayaran premi,

khususnya premi PPK I JKJ. Sebagian besar policy makers dan PPK program JKJ

memiliki persepsi yang buruk terhadap sistem pembayaran kapitasi karena

dipandang memiliki kelemahan dalam pemerataan, keadilan, kepuasan pasien dan

mutu pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi hal itu sebaiknya besaran biaya per

kapita dihitung berdasarkan unit cost atau biaya klaim yang selama ini berlaku

serta dikomunikasikan secara baik antara badan pelayanan dan PPK. Selain itu,

Page 106: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian finansial

PPK adalah dengan melakukan risk adjusment capitation, curve out, dan

reinsurance. Risk adjustment capitation, besaran kapitasi dihitung dengan

penyesuaian terhadap faktor demografi, riwayat kesehatan peserta, riwayat

kunjungan peserta, dan beberapa indikator klinik. Curve out, dilakukan dengan

mengeluarkan pelayanan tertentu dari perhitungan kapitasi untuk dibayar dengan

cara lain. Peran badan pelayanan bersama-sama dengan PPK dibutuhkan untuk

membahas jenis pelayanan yang harus dikeluarkan, tetapi dengan tetap

memperhatikan hak-hak peserta untuk memperoleh pelayanan yang optimal. Cara

terakhir adalah dengan melakukan reinsurance. Reasuransi pada perusahaan

reasuransi dilakukan oleh badan pelayanan untuk menghindari terjadinya

kerugian pada PPK akibat pengeluaran yang tidak terduga.

Hampir sama seperti pendapat policy makers, sebagian besar PPK melihat

program JKJ khususnya kapitasi sebagai sistem yang merugikan dari sisi

kebebasan konsumen dalam memilih pelayanan, di samping pandangan negatif

akan adanya risiko finansial berupa kerugian pada pihak PPK. Ketakutan akan

kegagalan secara finansial bahkan juga dirasakan oleh PPK yang justru

menganggap kapitasi sebagai suatu cara pembayaran yang baik. Senada dengan

pendapat sebelumnya pangkal semua ketakutan terjadi karena kebebasan

masyarakat memperoleh pelayanan yang menurut anggapan PPK sulit untuk

diubah.

Pelaksanaan Jampersal di Kota Semarang dalam aspek pelaksanaan klaim

terdapat beberapa kendala pada aspek komunikasi dan sumber daya. Pelaksanaan

Page 107: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pelayanan Jampersal masih terkendala pada aspek sikap atau disposisi dan

struktur birokrasi (Mandasari, 2012). Program JKN memberikan jaminan

pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan neonatal berdasarkan pembayaran non

kapitasi. Peserta JKN mendapatkan pelayanan kebidanan pada puskesmas-

puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta yang bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan.

Hasil penelitian terkait prosedur administrasi yang ditetapkan oleh

Permenkes Nomor 59 tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan

Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan mengenai pemotongan

biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk maksimal 10 % dari total

klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014) sebagian besar partisipan termasuk

partisipan kunci tidak setuju. Menurut partisipan klaim yang ditetapkan sudah

sangat kurang dibandingkan dengan harga penggunaan bahan habis pakai yang

digunakan oleh pasien. Saat menolong persalinan bidan juga diharuskan

bekerjasama dengan bidan lain untuk memberikan pelayanan dan mengurangi

resiko dalam pekerjaannya.

“….saya mengharapkan dari JKN agar bisa meneliti lagi, dengan biaya

pelayanan yang semakin meningkat, biaya bahan habis pakai sekarang

sudah naik, agar seimbang.. jadi lebih ditingkatkan jumlah klaimnya juga

tidak ada pemotongan-pemotongan lagi untuk bidan baik untuk

administrasi atau pembinaan” (T6P1,Bidan JKN)

“Janganlah ada potongan lagi..kasian bidannya sudah klaimnya sedikit

tidak ditanggung obatnya…” (T6P19, Pemegang Kebijakan)

Tetapi ada sebagian kecil dokter keluarga yang memotong administrasi sebagai

jasa pembinaan dan pemotongan biaya meterai saat mengajukan klaim ke BPJS

Kesehatan.

Page 108: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

“Ada pemotongan sebesar 10% untuk dokter keluarga…pihak BPJS

mengirim uang jasa ke rekening dokter keluarga tersebut, selanjutnya

dokter yang memberikan ke saya” (T2P5,Bidan JKN)

“klaim yang masuk ke rekening kami itu kena pajak meterai dan kami juga

bertanggung jawab terhadap bidannya…jadi wajar lah kami potong

sesuai aturan” (T2P22,Dokter keluarga)

Berdasarkan hasil analisis koordinasi pelaksanaan pembiayaan KIA di

Kabupaten Lombok Tengah, program Jampersal juga belum berjalan optimal.

Walaupun tidak ditemukan terjadinya tumpang tindih pembiayaan dan tidak ada

pelayanan KIA yang tidak terbiayai, namun masih ditemukan adanya iuran biaya

untuk obat maupun biaya rujukan serta tidak dilibatkannya pihak swasta dalam

program Jampersal. Pelaksanaan program Jampersal dinas kesehatan kabupaten

seharusnya dapat bekerjasama dengan klinik atau bidan praktek swasta

(Erpan,dkk.2011).

Hasil penelitian yang dilakukan di Tanjung Pinang, Sumatera utara,

Sulawesi selatan dan Sumbawa tentang Jampersal dan Jamkesda menyatakan

ketidak puasan bidan terhadap klaim jasa pelayanan kebidanan yang diberikan

oleh pemerintah. Plafon biaya yang kecil membuat tidak semua bidan bersedia

mengikuti program Jampersal. Di Kabupaten Buol Sulawesi Selatan untuk klaim

Jampersal sering mengalami keterlambatan dalam pencairan dana dan adanya

pemotongan dana hingga 25% berdasarkan Surat Keputusan Bupati. Di

Kabupaten Binjai menyatakan bahwa kurangnya sosialisasi tentang Jampersal

menyebabkan kurangnya pengetahuan bidan tentang program tersebut sehingga

bidan tidak mau bekerjasama dengan pemerintah. Bidan yang ikut kerjasama

Page 109: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

dengan Jampersal sering mengambil iuran di luar tanggungan karena dana yang

diberikan oleh pemerintah tidak sesuai dengan standar organisasi.

4.4 Refleksi

Program JKN yang secara efektif diberlakukan sejak 1 Januari 2014

merupakan amanat konstitusi, yaitu UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 3, disebutkan

bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial. Sebagai sebuah kebijakan

pemerintah, program JKN ini akan menggantikan secara bertahap jaminan sosial

yang telah ada sebelumnya seperti Askes, Jamsostek, Taspen dan Asabri. Dengan

adanya program JKN ini, maka seluruh masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan

dasar hidupnya untuk hidup sehat tanpa menderita suatu penyakit, termasuk juga

masalah kehamilan dan persalinan yang memerlukan biaya besar.

Sejak diberlakukan Januari 2014 yang lalu, implementasi kebijakan JKN

pada pelayanan kebidanan dan neonatal sarat dengan berbagai permasalahan,

diantaranya pertama, masih belum meratanya sosialisasi tentang JKN pada bidan-

bidan. Kedua, komitmen antara BPM dan BPJS Kesehatan dalam hal pelayanan

kebidanan dan neonatal dengan masyarakat masih kurang jelas sehingga

memunculkan perbedaan pendapat terkait mekanisme prosedur kerjasama dan

klaim pada program JKN. Ketiga, masih banyak BPM yang belum bergabung

pada BPJS Kesehatan terutama di Kabupaten Tabanan. Keempat, kurangnya BPM

yang bergabung mengakibatkan banyak peserta yang mengantri dan menumpuk di

Puskesmas sehingga mengakibatkan kurang optimalnya sistem pelayanan dan

rujukan. Kelima, masih adanya kesenjangan antar fasilitas kesehatan seperti:

kesiapan infrastruktur, database, anggaran dan sumber daya manusia.

Page 110: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Dilihat dari lokasi penelitian Kabupaten Tabanan merupakan kabupaten

agraris dan dekat dengan ibukota Propinsi Bali. Berdasarkan kriteria dari BKKBN

jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tabanan tahun 2013 sebanyak 23,50 %

dari jumlah penduduk, sehingga program JKN ini akan sangat membantu

masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Bidan merupakan tenaga

kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat pedesaan sehingga diharapkan

mampu menjadi ujung tombak dalam memberikan pelayanan kebidanan dan

neonatal. Usaha pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB sudah dimulai

sejak tahun 2011 dengan program Jampersal dan program JKBM, tetapi pada saat

itu bidan dapat bekerjasama secara langsung dengan pemerintah (Dinas Kesehatan

Kabupaten).

Kerjasama antara BPM dengan program JKN dimulai sejak awal Januari

2015, dimana sebelumnya BPJS Kesehatan hanya bekerjasama dengan dokter

keluarga. Saat ini dokter keluarga diwajibkan untuk mengajak BPM sebagai

jejaring agar dapat melayani pasien dengan kasus kebidanan seperti pemeriksaan

hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas dan bayi baru lahir serta pelayanan

KB. Rendahnya partisipasi BPM di Kabupaten Tabanan pada program JKN ini

berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa hal, antara lain disebabkan

karena kurangnya pengetahuan BPM tentang program JKN terkait pelayanan

kebidanan dan neonatal.

Banyaknya partisipan yang tidak memahami tentang program JKN terkait

pelayanan kebidanan dan neonatal walaupun bidan tersebut sudah mengikuti

program JKN. Pemahaman BPM tentang program JKN itu termasuk pengertian,

Page 111: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

tujuan, manfaat, cakupan pelayanan pada program JKN, mekanisme kerjasama,

jumlah klaim dan prosedur klaim sangat kurang. BPM mengikuti program JKN

hanya untuk mengikuti program yang sudah ada sebelumnya seperti Jampersal,

Jamkesmas dan JKBM. Bidan ikut program JKN bersifat ikut-ikutan saja karena

ajakan dari dokter keluarga atau kepala puskesmas tempat bidan bekerja dan

merasa kasihan pada dokter yang mengajak karena dokter keluarga juga ingin

mempromosikan tempat prakteknya.

Sebagai pemberi layanan kesehatan, bidan seharusnya sudah siap dengan

informasi tentang pelayanan kesehatan dalam program JKN. Namun

kenyataannya, informasi yang diterima oleh bidan tidak seragam. Bidan

memperoleh informasi dari berbagai sumber yang berbeda seperti informasi

langsung dari dokter yang mengajaknya kerjasama, mendengar langsung dari

teman – teman bidan dengan JKN serta informasi dari dokter puskesmas saat rapat

yang di gabung dengan rapat-rapat yang lain, sehingga terjadi persepsi yang

berbeda-beda antara sesama BPM. Tidak ada pertemuan khusus yang dilakukan di

puskesmas atau di rumah sakit untuk menyosialisasikan program JKN terkait

pelayanan kebidanan dan neonatal. Proses penyampaian informasi tidak semua

BPM mengetahui tentang pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung

oleh JKN seperti: ANC, pertolongan persalinan, PNC dan pelayanan KB termasuk

jumlah klaim yang akan diberikan.

Seorang partisipan menyatakan bahwa tujuan dari program JKN adalah

meningkatkan citra pemerintah di mata masyarakat terutama secara politik.

Seperti kita ketahui bersama bahwa setiap program yang diluncurkan oleh

Page 112: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pemerintah secara tidak langsung bersamaan dengan pergantian kepala negara

(Presiden) sehingga kemungkinan program tersebut diluncurkan memang untuk

mengambil hati rakyat, dalam hal ini secara tidak langsung tenaga kesehatan

secara finansial akan merasa dirugikan karena pemerintah telah mengeluarkan

sistem pelayanan gratis untuk masyarakat.

Manfaat JKN mungkin sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat tapi

tidak untuk tenaga kesehatan termasuk bidan. Sebagian bidan yang melaksanakan

praktek mandiri akan merasa kehilangan atau berkurang pasiennya, karena pasien

lebih memilih pengobatan yang gratis ketimbang membayar ke BPM. Tapi bila

masyarakat jeli melihat, maka lebih banyak masyarakat yang ingin mendapatkan

pelayanan yang lebih privasi terutama pelayanan kebidanan dan neonatal.

Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal diharapkan sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan oleh IBI yaitu: ANC sebanyak 4 kali, persalinan,

PNC sebanyak 3 kali, kunjungan neonatus sebanyak 3 kali dan pelayanan KB.

Pada Permenkes Nomor 59 tahun 2015 dinyatakan bahwa klaim dapat dibayarkan

apabila pasien hamil memenuhi standar yang telah ditentukan, apabila tidak maka

klaim tidak dapat ditagihkan. Peraturan ini dibuat dengan harapan pasien akan

menjaga kehamilannya dengan memeriksa kehamilannya secara teratur pada satu

tempat sehingga secara administrasi akan berkesinambungan.

Hal tersebut tentunya sangat merugikan BPM yang bekerjasama dengan

JKN karena tidak semua pelayanan dapat di klaim apabila pasien periksa

berpindah-pindah tempat. Pada kenyataannya pasien lebih sering periksa sesuai

dengan keinginannya seperti periksa USG atau saat pulang kampung, sedangkan

Page 113: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

saat program Jampersal atau JKBM pasien kemanapun periksa tetap ditanggung

walaupun tidak pada satu tempat. Pemerintah diharapkan untuk lebih

memperhatikan sistem paket klaim pada pasien ANC untuk mempertahankan

kesejahteraan bidan.

Motivasi BPM untuk mengikuti program JKN untuk ikut menyukseskan

program pemerintah, sebagai media promosi tempat praktek dan sebagai tempat

mengabdi pada profesi perlu mendapat dukungan dari pemerintah dan organisasi

IBI. Beberapa BPM menyatakan mengikuti program JKN adalah untuk

mempertahankan jumlah kunjungan pasiennya, karena dengan adanya JKN

masyarakat lebih banyak mengunjungi puskesmas daripada datang ke BPM.

Bidan-bidan yang sebelumnya telah mengikuti program Jamkesmas, Jampersal

dan JKBM masih tetap ingin melanjutkan kerjasama dengan pemerintah melalui

program JKN, namun ada juga bidan yang mengikuti JKN karena di minta oleh

dokter keluarga/dokter puskesmas. Adanya sistem jejaring dokter keluarga secara

langsung mencari dan mendatangi BPM untuk mengajak menjadi jejaring, tapi

ada juga BPM yang memiliki keinginan untuk bergabung dengan JKN sedangkan

di daerahnya tidak ada dokter keluarga yang ikut program JKN sehingga BPM

tersebut tidak bisa menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Program JKN ini juga dijadikan sebagai media promosi untuk praktek

BPM, selain melayani pasien-pasien kebidanan juga mengembangkan suatu usaha

untuk menunjang pelayanan seperti: pijat bayi, senam hamil, perawatan

kewanitaan seperti Spa vagina dan ratus vagina. Mengikuti program JKN menurut

bidan menjadi pelayanan pokok sedangkan usaha-usaha lain yang diberikan

Page 114: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

merupakan pelayanan pengembangan. Jadi dengan bekerjasama dengan JKN

bidan berharap selain ikut membantu menyukseskan program pemerintah juga

dapat meningkatkan program pelayanan pengembangan yang sedang digalakkan.

Dengan demikian menurut BPM walaupun klaim yang diberikan oleh BPJS

Kesehatan sangat kecil maka akan terbantu dengan program pengembangan yang

diberikan. Bidanpun dapat menarik biaya perawatan sesuai dengan pelayanan

yang telah diberikan sehingga jumlah pasien dan pendapatan akan tetap bisa

dipertahankan.

Bidan yang sudah membuka praktek lebih dari 20 tahun mengatakan ikut

JKN adalah untuk mengabdikan diri kepada profesi, karena selama ini untuk

kebutuhan finansialnya sudah lebih dari cukup. Apabila ada pasien dengan

keadaan yang kurang mampu maka bidan tersebut akan membebaskan biaya

perawatannya karena sudah mendapatkan klaim dari BPJS Kesehatan, tapi kalau

ada pasien yang mampu dan menggunakan JKN maka akan disarankan untuk naik

kelas perawatan sehingga akan terjadi subsidi silang antara yang mampu dengan

yang tidak mampu.

Harapan BPM pada program JKN adalah adanya perbaikan sistem dan

infrastruktur termasuk peningkatan jumlah klaim, sehingga tidak menyulitkan

pekerjaan bidan. Selama ini pemerintah menuntut agar BPM dapat memberikan

pelayanan yang terbaik dan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan namun

tidak ditunjang oleh sarana dan prasarana serta biaya yang mencukupi. Kejadian

di lapangan pada akhirnya akan terjadi ketimpangan, dimana bidan memberikan

pelayanan seadanya tidak memperhatikan standar pelayanan yang telah ditetapkan

Page 115: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

oleh organisasi. Kalau saja sarana dan prasarana, obat-obatan serta bahan habis

pakai di lengkapi oleh pemerintah maka dengan klaim yang sedikit tidak akan

menjadi penghalang bagi BPM untuk melakukan asuhan yang sesuai dengan

standar. Jumlah klaim yang sedikit sudah termasuk obat, alat dan bahan habis

pakai, belum lagi BPM setiap menolong persalinan diwajibkan untuk berpartner

dengan teman sejawatnya, sudah tentu BPM tersebut akan membayar jasa bidan

yang lain sehingga klaim yang diberikan oleh BPJS Kesehatan untuk saat ini

tidaklah sesuai dengan kondisi di Kabupaten Tabanan. Apalagi di Kabupaten

Tabanan sudah mempunyai suatu kesepakatan organisasi IBI tentang tarif

pelayanan kebidanan di BPM yang sudah berjalan sejak 2013 sebelum adanya

program JKN.

Mekanisme kerjasama antara BPM dengan program JKN sesuai

Permenkes 59 tahun 2014 menyatakan bahwa BPM yang akan bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan haruslah melalui sistem jejaring dengan dokter keluarga.

Bidan-bidan merasa sangat keberatan dengan hal tersebut karena secara

Internasional bidan telah diakui sebagai suatu profesi yang mandiri, jadi tidak

perlu berada di bawah profesi lain termasuk dokter. Pada saat program Jampersal

dan JKBM berlangsung bidan dapat bekerjasama langsung dengan dinas

kesehatan. Secara administrasi bidan melakukan asuhan dan pendokumentasian

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan langsung melaporkan ke dinas

kesehatan, tetapi dengan adanya sistem jejaring BPM diharuskan untuk

melaporkan semua pelayanan kebidanan dan KB kepada dokter keluarganya

setelah itu dokter keluarga yang melanjutkan ke BPJS Kesehatan.

Page 116: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Sistem jejaring menjadi lebih rumit dari program sebelumnya karena

pengklaiman dilakukan pada rekening dokter keluarga dan adanya sistem

pemotongan administrasi sebesar 10% dari total klaim yang diajukan sebagai

administrasi atau pembinaan. Dokter keluarga sebenarnya juga merasa sangat

keberatan dengan adanya sistem jejaring ini. Menurut dokter keluarga sebenarnya

beliau juga dapat melakukan pemeriksaan hamil dan pelayanan KB secara

mandiri, termasuk juga persalinan. Hanya saja pasien-pasien kebidanan sudah

lebih mandiri mengambil keputusan untuk melahirkan, walaupun pasien telah

diarahkan ke BPM tetapi pasien lebih banyak yang minta dirujuk ke rumah sakit

atau ke dokter spesialis saja. Sistem jejaring sebenarnya dimaksudkan agar ada

kolaborasi antara dokter dengan bidan sehingga tidak terjadi persaingan dalam

memberikan pelayanan kebidanan dan KB pada masyarakat dalam memberikan

asuhan yang akan diberikan.

Keikutsertaan BPM pada program JKN sangat memerlukan dukungan dari

pemerintah seperti dinas kesehatan dan juga organisasi IBI. Program JKN baru

diluncurkan pada tahun 2014, menurut pemegang kebijakan program ini masih

baru dan hanya perlu himbauan saja pada bidan-bidan. Tujuan dari program JKN

salah satunya adalah untuk membantu pemerintah dalam menurunkan AKI dan

AKB dimana tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak pelayanan kepada

masyarakat adalah bidan termasuk BPM. Pemerintah daerah seharusnya benar-

benar mendukung program JKN karena merupakan program pemerintah pusat

dengan cara memberikan informasi melalui sosialisasi yang lebih intensif kepada

para bidan sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan dari BPM untuk ikut

Page 117: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

berpartisipasi pada program JKN. Dukungan yang diharapkan oleh bidan berupa

bantuan perlengkapan sarana dan prasarana serta obat-obatan untuk menunjang

pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Sistem administrasi yang ribet

dan berbelit-belit juga mengakibatkan bidan enggan untuk ikutserta dalam

program JKN, pemerintah hendaknya menyiapkan suatu sistem administrasi yang

sudah sistematis dan sederhana sehingga bidan tidak merasa terbebani oleh

masalah tersebut.

Kebijakan dari dinas kesehatan dan organisasi IBI pada program JKN

berupa kebijakan daerah sangat diperlukan oleh bidan. Mekanisme kerjasama

antara BPM dengan JKN sebenarnya tidaklah sulit seperti yang dibayangkan oleh

bidan. Hendaknya dinas kesehatan dan BPJS mengatur dokter keluarga yang ikut

program JKN untuk mengajak jejaring BPM. Selama ini dokter memilih sendiri

BPM yang hendak dijadikan jejaring dengan alasan mencari BPM yang dekat dan

mudah untuk berkomunikasi. Hal ini mengakibatkan ada beberapa bidan yang

ingin bekerjasama dengan BPJS terhalang karena tidak ada dokter keluarga yang

mengajak untuk bekerjasama. Bila sudah diatur kerjasama antara dokter dengan

bidan akan lebih mudah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kebijakan tentang tambahan penarikan iuran sesuai dengan perjanjian

kerjasama dengan BPJS tidak dibenarkan. Karena sesuai Undang-Undang Nomor

40 tahun 2004, fasilitas kesehatan termasuk bidan tidak boleh menarik biaya

diluar dari yang telah ditetapkan. Pemegang kebijakan di Kabupaten Tabanan

melalui organisasi IBI memberikan pernyataan memperbolehkan kalau BPM

menarik biaya tambahan sesuai dengan kesepakatan IBI yang sudah disepakati,

Page 118: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

asalkan ada surat perjanjian antara pasien dengan bidan. Secara hukum tetap tidak

dibenarkan, sebaiknya pemerintah daerah mengajukan kepada pemerintah pusat

tentang penyesuaian klaim antar daerah atau pemerintah daerah ikut

menanggulangi atau menambah jumlah klaim pelayanan dari APBD masing-

masing sehingga tenaga kesehatan (bidan) tidak akan merasa dirugikan.

Kebijakan pemotongan administrasi untuk BPM yang bekerjasama dengan

JKN diharapkan pemerintah daerah meniadakan pemotongan tersebut. BPM

dipacu untuk bekerjasama dengan JKN agar dapat memberikan pelayanan yang

merata kepada semua lapisan masyarakat dan jangan sampai memotong honor

bidan tersebut. Dibuatkan suatu acuan berapa jumlah total klaim yang dapat

dipotong sebagai biaya administrasi tidak semuanya harus dipotong 10%. Jumlah

klaimnya saja sudah sedikit apalagi tambah potongan maka dapat mengurangi

kinerja dari bidan. Kurangnya klaim yang diterima oleh bidan akan sangat

mempengaruhi kinerja bidan selanjutnya.

Pada situasi dan kondisi yang telah dipaparkan diatas peneliti menyadari

dan merasakan bahwa kurangnya informasi tentang kerjasama BPM dengan

program JKN secara tidak langsung akan menghambat keinginan untuk

berpartisipasi dengan program JKN. Untuk sistem jejaring dari pandangan peneliti

sebenarnya tepat karena bidan juga perlu melakukan kolaborasi dengan dokter

bila berhadapan dengan pencegahan dan pengobatan suatu penyakit, namun bila

dihadapkan dengan permasalahan kebidanan seharusnya bidan memang bisa

mandiri melakukan tindakan. Jumlah klaim yang ditetapkan oleh pusat tidaklah

sesuai dengan situasi dan kondisi di Kabupaten Tabanan, sehingga perlu

Page 119: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

dilakukan pengkajian ulang mengenai hal tersebut. Kebijakan dari dinas kesehatan

dan IBI semua tergantung dari peraturan yang berlaku dari pusat kecuali kebijakan

itu mendapatkan persetujuan otonomi dari pemerintah daerah.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Wawancara mendalam yang dilakukan pada partisipan kunci kurang

mendetail dan terarah karena partisipan lebih menutup-nutupi informasi yang

ingin digali karena faktor jabatan struktural yang harus mengikuti aturan dari

pemerintah.

Page 120: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik simpulan sebagai

berikut:

5.1.1 Faktor Individual Yang Berperan Dalam Keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional.

a. Pengetahuan BPM Tentang Program JKN

1) Pengetahuan partisipan tentang program JKN secara umum tergolong

cukup, karena partisipan sebagian besar bekerja di puskesmas atau

rumah sakit sehingga mendengar langsung saat ada rapat. Partisipan

juga mengetahui program JKN ini melalui TV, baca koran dan melalui

sosial media.

2) Pengetahuan partisipan tentang program khusus JKN yang terkait

dengan pelayanan kebidanan dan neonatal tergolong kurang. Hal

tersebut disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh oleh

partisipan baik melalui petugas BPJS Kesehatan, dinas kesehatan dan

organisasi IBI. Sosialisasi hanya dilakukan pada ketua IBI dan

beberapa bidan koordinator KIA saja, dan hingga saat ini belum ada

penyampaian langsung ke BPM . Informasi tentang JKN didapatkan

hanya melalui media, teman dan dokter keluarga yang mengajak untuk

bekerjasama.

100

Page 121: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

3) Menurut partisipan terkait pengetahuan tentang tujuan JKN: ada yang

menyatakan bahwa tujuan dari JKN adalah untuk meningkatkan citra

pemerintah di mata masyarakat. Peran pemegang kebijakan haruslah

lebih dapat menjelaskan kepada BPM tentang tujuan dari JKN dalam

pelayanan kebidanan dan neonatal merupakan tindakan antisipasi dari

pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB.

4) Pengetahuan partisipan terkait manfaat JKN: partisipan lebih

berasumsi tidak ada manfaatnya bagi praktek bidan, bahkan merugikan

bidan. Manfaat dari JKN adalah untuk lebih dapat mengatur

administrasi seperti: prosedur administrasi, pendokumentasian asuhan

kebidanan. Karena untuk dapat mengklaim ke BPJS Kesehatan

diperlukan administrasi yang lengkap dan sesuai standar yang telah

ditetapkan.

5) Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal pada program JKN

sebagian besar partisipan sudah mengetahuinya karena sama dengan

yang telah ditetapkan oleh organisasi IBI.

b. Motivasi BPM Terhadap Program JKN:

1) Motivasi partisipan untuk ikut berpartisipasi pada program JKN adalah

untuk melanjutkan program sebelumnya, karena sejak diluncurkannya

Jampersal, Jamkesda dan JKBM ada beberapa partisipan sudah ikut

bekerjasama sehingga ingin tetap melanjutkannya hingga program

JKN.

Page 122: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

2) Keikutsertaan BPM pada program JKN karena adanya dorongan dari

bidan untuk tetap mempertahankan kunjungan pasiennya dan

memperkenalkan program layanan pengembangan yang dimiliki oleh

bidan, seperti: pijat bayi, senam hamil, perawatan kewanitaan dan

sebagainya.

3) Untuk partisipan yang telah buka praktek lebih dari 20 tahun

menyatakan mengikuti program JKN selain untuk melanjutkan

program pemerintah yang sebelumnya juga ingin mengabdikan diri

pada profesinya serta agar dapat membantu masyarakat dengan sistem

subsidi silang antara pasien yang kurang mampu dengan pasien yang

mampu.

c. Harapan BPM Terhadap Program JKN

1) Bila dilihat dari jumlah klaim yang diterima sebagian besar partisipan

menyatakan tidak pantaslah untuk jasa bidan yang menanggung resiko

dua nyawa sekaligus. Partisipan berharap adanya peningkatan jumlah

klaim disesuaikan dengan kondisi geografi dan perekonomian di

Kabupaten Tabanan.

2) Partisipan mengharapkan agar pemerintah sebelum meluncurkan suatu

program untuk masyarakat agar mempersiapkan dulu sarana dan

prasarana, infrastruktur dan sumber daya manusia sehingga tidak

terjadi keterlambatan dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

Page 123: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

3) Bidan mengharapkan agar dapat bekerjasama langsung dengan BPJS

Kesehatan secara mandiri tanpa harus melalui sistem jejaring, karena

bidan adalah sebuah profesi yang sudah diakui internasional sehingga

tidak perlu berada di bawah naungan profesi lain (dokter keluarga).

5.1.2 Faktor Struktural Yang Berperan Dalam Keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional.

a. Dukungan Dari Dinas Kesehatan Dan Organisasi IBI

1) Rendahnya dukungan langsung yang diberikan oleh pemerintah (dinas

Kesehatan) dan organisasi IBI disebabkan karena program JKN

merupakan program baru, apalagi kerjasama antara BPJS Kesehatan

dengan BPM baru dimulai sejak awal tahun 2015 sehingga dinas

kesehatan dan organisasi IBI hanya bisa memberikan himbauan saja

dan belum ada peraturan dari pusat yang mengharuskan BPM untuk

ikut dalam program JKN.

2) Dokter keluarga mendukung keterlibatan BPM pada pada program

JKN untuk bersama-sama menyukseskan program pemerintah dalam

menurunkan AKI dan AKB.

3) BPM juga ingin membantu dokter keluarga yang bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan karena BPJS Kesehatan mengharuskan setiap dokter

keluarga harus bidan jejaring.

4) Belum meratanya dokter keluarga di seluruh kecamatan Tabanan

menjadi penghambat BPM yang ingin ikutserta pada program JKN.

Page 124: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

b. Kebijakan Dari Dinas Kesehatan Dan Organisasi IBI

1) Dokter keluarga yang ikut program JKN diwajibkan untuk mempunyai

jejaring BPM, padahal dokter keluarga berpendapat mereka (dokter

keluarga) mampu melakukan pelayanan kebidanan seperti ANC,

pelayanan KB dan pemberian imunisasi.

2) Sehingga mekanisme kerjasama antara BPM dengan BPJS Kesehatan

lebih banyak di fasilitasi oleh dokter keluarga, dalam hal ini dokter

keluarga mencari sendiri BPM yang diajak untuk berpartner dalam

program JKN dengan alasan agar lebih dekat dan memudahkan untuk

berkomunikasi.

3) Dokter keluarga mengurus prosedur kerjasama antara BPM dengan

BPJS Kesehatan mulai dari proses kerjasama hingga sistem

pengklaiman dari pelayanan kebidanan dan neonatal sedangkan

bidannya hanya melaksanakan saja.

4) Sistem klaim pada pelayanan kebidanan dan neonatal akan masuk ke

rekening dokter kemudian baru di distribusikan kepada BPM sesuai

dengan pelayanan yang telah diberikan. Oleh sebab itu jasa klaim yang

akan diterima oleh BPM akan dipotong maksimal 10% dari seluruh

total pengklaiman oleh dokter keluarga sebagai jasa pembinaan dan

pengurusan administrasi.

5) Pemegang kebijakan semuanya tidak setuju dengan adanya

pemotongan tersebut karena jasa yang diterima oleh bidan sudah

Page 125: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

sangat kecil bila dibandingkan dengan situasi dan kondisi Kabupaten

Tabanan.

6) Sehingga ada kebijakan yang tidak tertulis dari organisasi IBI untuk

BPM menarik biaya tambahan di luar tarif yang telah ditetapkan BPJS

Kesehatan. IBI mengharapkan dengan iuran tambahan tersebut para

bidan dapat memberikan asuhan kebidanan sesuai dengan standar

asuhan kebidanan yang telah ditetapkan sepanjang ada komunikasi

antara BPM dengan pasiennya.

5.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti menyarankan:

5.2.1 Untuk Dinas Kesehatan Tabanan

a) Dinas Kesehatan seharusnya menyosialisasikan tentang program JKN

pada semua bidan termasuk BPM yang tidak bekerja di puskesmas,

agar informasi tentang JKN dapat dipahami oleh semua bidan.

b) Agar dinas kesehatan memetakan kembali dokter keluarga yang ada di

semua kecamatan Tabanan, sehingga lebih merata dan BPM di

masing-masing daerah dapat menjadi jejaring dokter keluarga.

c) Agar dinas kesehatan dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah

tentang kebijakan biaya tambahan dari APBD untuk menambah jumlah

klaim pelayanan kebidanan dan neonatal.

d) Dinas kesehatan memberikan fasilitas sarana dan prasarana serta obat

dan bahan habis pakai untuk BPM yang ikut JKN.

Page 126: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

e) Dinas kesehatan memberikan penghargaan bagi BPM yang telah ikut

berpartisipasi pada program JKN.

5.2.2 Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

a) Petugas BPJS Kesehatan agar melakukan sosialisasi langsung kepada

semua BPM tentang proses kerjasama dengan dokter keluarga.

b) Untuk tarif pelayanan kebidanan dan neonatal sebaiknya BPJS

Kesehatan melakukan risk adjustment capitation dengan menghitung

besaran kapitasi berdasarkan penyesuaian terhadap faktor geografi,

riwayat kesehatan peserta JKN, riwayat kunjungan peserta JKN dan

beberapa indikator klinik sehingga akan mengurangi resiko finansial

pada BPM sebagai pemberi pelayanan.

c) Mengatur Dokter keluarga yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

agar tidak memilih BPM sesuai dengan keinginan dokter saja tetapi

berdasarkan wilayah dan jumlah kapitasi pasien yang dimilikinya.

d) Memudahkan proses kerjasama antara dokter dengan bidan dengan

sistem administrasi yang sederhana dan mencakup semua pelayanan

kebidanan.

e) Menghindari keterlambatan dalam memberikan klaim tagihan yang

telah dilaporkan oleh BPM.

f) Mengusulkan kepada BPJS Kesehatan pusat agar tidak melakukan

potongan administrasi untuk BPM yang ikut program JKN, bila tetap

dilakukan pemotongan administrasi sebesar maksimal 10% maka BPJS

Page 127: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Kesehatan diharapkan agar membuat acuan yang jelas mengenai hal

tersebut.

5.2.3 Untuk Organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

a) Bagi Organisasi IBI agar selalu memberikan dukungan kepada

anggotanya untuk bekerjasama dengan JKN, sehingga dapat membantu

pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB.

b) Setiap informasi yang ada tentang program JKN hendaknya segera

diinformasikan pada anggotanya, sehingga tidak menimbulkan

persepsi yang berbeda-beda antara BPM.

c) Mengundang petugas BPJS Kesehatan untuk memberikan sosialisasi

secara langsung tentang program JKN, khususnya pelayanan

kebidanan dan neonatal.

d) Dengan kebijakan tidak tertulis yang disampaikan organisasi,

diharapkan agar IBI mampu melindungi anggotanya yang melakukan

penarikan iuran tambahan diluar tarif yang telah ditentukan BPJS

Kesehatan.

e) Agar IBI selalu mengadakan rapat pertemuan secara rutin yang

berkaitan dengan program JKN.

5.2.4 Untuk Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian

tentang analisis persepsi masyarakat sebagai pengguna jasa BPM pada

program JKN sehingga akan memberikan gambaran secara komprehensif

mengenai peran BPM dalam menyukseskan program JKN.

Page 128: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, W. & Saptiaryati. 2012. “ Evaluasi Pelaksanaan Program Jaminan

Persalinan Ditinjau dari Persepsi pengguna dan penyedia layanan di

Puskesmas Mengwi I”. Denpasar : Universitas Udayana.

Aulia,2011. “Analisis faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

Ante Natal Care oleh ibu peserta Jampersal di wilayah kerja Puskesmas

Pocol”. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro.

Badan Litbang Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2012, Jakarta.

Bungin, B.2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Rajagrafindo Persada:

Jakarta.

BPJS Kesehatan, 2014. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Brahmasari,I.A dan Suprayetno,A. 2012. “Pengaruh Motivasi Kerja,

Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja

Karyawan Serta Dampaknya Pada Kinerja Perusahaan “ Surabaya :

universitas 17 Agustus.

Dinas Kesehatan Propinsi Bali, 2013. Profil Kesehatan Propinsi Bali.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, 2013.Profil Kesehatan Kabupaten

Tabanan.

Dewi,AP (2013). “ Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja

Bidan Desa Pada Pelayanan Antenatal Dalam Program Jaminan Kesehatan

Daerah Di Kabupaten Kapuas” Kalimantan tengah: Unpar

Dong,H. dkk. 2004 The Feasibility Of Community-Based Health Insurance In

Burkina Faso. Health policy, 69 (1). 45-53.

Dror, D.M.dkk.2006 Health insurance benefit packages prioritized by low-income

client in india: the tree criteria to estimate effectiveness of choice. Journal

of social science & Medicine 64. 884-896

Erpan,LN.2011.” Koordinasi Pelaksanaan pembiayaan program kesehatan ibu

dan anak di Kabupaten Lombok Tengah, Propinsi Nusa Tenggara Barat”.

Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Freddy, R. Motivasi dan Harapan untuk yang berprestasi. Jakarta

Hatta,dkk (2013) “ Peran Dokter dalam Pelayanan Maternal di Puskesmas Kota

Yogyakarta “ Surabaya : Universitas Brawijaya.

Page 129: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Handayani, dkk. 2012.”Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan masyarakat

membayar iuran jaminan kesehatan di kabupaten hulu sungai selatan “.

Bandung : Universitas Padjadjaran.

Cangara, H. Pegantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 51,

megutip David K. Berlo, The Process of Communication: An Introduction to

Theory and Practice (NewYork: Holt, Rinehart and Winston, 1960).

Ikatan Bidan Indonesia. 2004. Bidan Menyongsong Masa Depan: 50 Tahun

Ikatan Bidan Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat IBI.

Ikatan Bidan Indonesia. 2014. Surat Edaran Nomor 117/SE/PPIBI/II/2014

tentang pelayanan Kebidanan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Januraga, dkk (2009) “Persepsi stakeholders terhadap latar belakang subsidi

premi, sistem kapitasi dan pembayaran premi program jaminan kesehatan

Jembrana”. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, hal 33 – 40.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor. 2562/MENKES/PER/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis

Jaminan Persalinan,Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2010. Permenkes RI Nomor 1464/MENKES/PER/X/

2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, Jakarta.

Kementerian Keuangan RI, 2011.Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 244/PMK.07/2011 tentang Peta Kapasitas Fikal Daerah,

Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 40

tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat.

Kebijakan Kesehatan Indonesia. 2013. Tantangan Kebijakan Kesehatan di

Indonesia dalam Menghadapi Stagnasi Pencapaian MDG4 dan MDG5, dan

Semakin Meningkatnya Penyakit Tidak Menular dan

AIDS.http://kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/189

3.html. Diakses tanggal 17 Juli 2014 jam 4.27WIB.

Kemenkes RI. 2013. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta. Kemenkes RI. 2013.

Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)dalam Sistem Jaminan

Sosial Nasional. Jakarta.

Kemenhumkam, 2004. Undang-undang RI Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional.

Kemenhumkam, 2011. Undang-undang RI Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara jaminan sosial (BPJS)

Page 130: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Larasati, dkk. 2012.” Analisis faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan Antenatal Care oleh ibu Peserta Jampersal di wilayah kerja

Puskesmas poncol”. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro.

Leidecker. Joel K dan Hall. James J. (2009) Motivasi: Teori baik – tapi

penerapan buruk. Dalam: Timple. A dale, ed. Seri Manajemen Sumber

Daya Manusia: Memotivasi Pegawai. Elex Media Komputindo Kelompok

Gramedia, Jakarta.

Mayona,H., dkk. 2012. “ Pengaruh Persepsi Bidan Praktek Swasta Tentang

Program Jampersal Terhadap Kemauan Bidan Menjadi Provider Program

Jampersal Di Kota Binjai”. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Moleong,LJ., 2007. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Mukti, AG, 2012. “ Evaluasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Daerah Di

Kabupaten Magelang” Yogyakarta : Universitas gajah Mada.

Noorhidayah, 2012. “ Motivasi Keterlibatan Bidan Praktik Swasta terhadap

Program Jampersal di Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan”.

Semarang: Universitas Diponogoro.

Notoatmojo, Soekidjo., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.

Jakarta : Rineka Cipta.

Peraturan Gubernur Bali Nomor: 6 tahun 2010 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM).

Peraturan Guberbnur Bali Nomor 22 tahun 2012 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

Poerwandari,E.K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Prilaku Manusia.

(ed-3), Jakarta : Perfecta LPSP3. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Ratama,S.A. 2013. “Analisia Faktor Yang Mempengaruhi Keikutertaan Bidan

Praktek Mandiri Dalam Program Jaminan Persalinan Di Surabaya”.

Semarang : Universitas Diponogoro.

Rahmawaty,T. 2012. Riset Evaluatif Implementasi Jaminan Persalinan. Laporan

Penelitian, Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan pemberdayaan

masyarakat. Surabaya.

Rukmini, 2013. “ Analisis Implementasi Kebijakan Jampersal di dinas Kesehatan

Kabupaten Sampang” Jakarta: Kemenkes RI.

Sudrajat, A. 2008 “Teori-Teori Motivasi Untuk Pendidikan”http:

akhmadsudrajad.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/

Suharto.2008. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan, Jakarta.

Page 131: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Sastroasmoro,Prof.Dr.dr. S & Ismael, Prof.Dr.S 2011. Dasar-dasar Metodelogi

penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Agung Seto.

Sugiyono, 2008. Memahami penelitian kualitatif, Bandung : PT alfabeta.

Sutrisno, E. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia

Tambun, dkk 2012. “Evaluasi Implementasi Kebijakan Persalinan Bagi

Masyarakat Miskin oeh Bidan Praktek Swasta di Kota Tanjung Pinang”

Tanjung Pinang: Universitas Hasanudin.

Umar,H, 2003. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis. Jakarta: Rajawali

Press.

Yandrizal, dkk (2013). “ Analisis Kebijakan Jaminan Keshatan Kota Bengkulu

Dalam Upaya Efisiensi Dan Efektifitas Pelayanan Di Puskesmas” Sumatera:

Universitas sumatera utara

Page 132: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Lampiran 2

Panduan Wawancara Mendalam ( Indept Interview )

“Faktor Individual dan Faktor Struktural yang Berperan dalam

Keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada Program Jaminan Kesehatan

Nasional di Kabupaten Tabanan “

SITI ZAKIAH

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 133: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Lembaran Informasi

PENJELASAN KEPADA CALON PARTISIPAN SEBELUM

WAWANCARA MENDALAM BERLANGSUNG TENTANG FAKTOR

INDIVIDUAL DAN FAKTOR STRUKTURAL YANG BERPERAN

DALAM KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI PADA

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat JKN adalah suatu

program pemerintah dan masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian

jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk

Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Tujuan penyelenggaraan

adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan

pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan. Manfaat diberikan dalam bentuk

pelayanan kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan

(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk pelayanan kebidanan dan

neonatal.

Wawancara mendalam ini bertujuan untuk mengetahui faktor individual

dan faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri

pada program Jaminan Kesehatan Nasional. Penelitian ini di dalamnya akan ada

sejumlah pertanyaan dan pernyataan, mengenai program JKN yang menyangkut

“Faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan

Praktek Mandiri pada Program Jaminan Kesehatan Nasional”.

Page 134: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Kita mempunyai waktu selama kurang lebih 60 – 90 menit untuk

membahas beberapa topik diskusi yang berkaitan dengan faktor individual dan

faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada

program JKN dengan dibantu alat perekam serta dilakukan dokumentasi berupa

foto. Selama wawancara berlangsung, peneliti akan melakukan segala upaya

untuk merahasiakan semua informasi yang menyangkut hal-hal pribadi. Informasi

yang diperoleh akan dikumpulkan dan disimpan dalam bentuk kode-kode. Oleh

sebab itu, nama ibu/bapak sama sekali tidak akan ada di data penelitian ini.

Penelitian ini juga telah mendapatkan persetujuan dari Kesbangpolinmas, Dinas

Kesehatan Kabupaten Tabanan dan dari Komite Etik Universitas Udayana

Denpasar.

Besar harapan saya, kepada ibu/bapak untuk menjawab yang sejujur-

jujurnya terhadap pertanyaan yang saya ajukan tanpa unsur paksaan karena hal ini

penting sekali sebagai masukan untuk penyempurnaan program Jaminan

Kesehatan Nasional yang sedang di selenggarakan. Ibu/Bapak juga dapat menolak

atau mengundurkan diri apabila ada hal-hal yang kurang berkenan selama

wawancara mendalam dilakukan. Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi

saya sebagai peneliti utama (Siti Zakiah) Nomor HP yang bisa dihubungi:

08164728642.

Page 135: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Pernyataan Kesediaan Menjadi Partisipan

Persetujuan partisipasi sebagai partisipan pada penelitian “Faktor individual dan

faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada

Program Jaminan Kesehatan Nasional Di Kabupaten Tabanan ”

Saya menyadari bahwa :

1. Sebagai informan saya akan memberikan informasi sepanjang pengetahuan

saya.

2. Saya akan diwawancarai oleh petugas/pemandu diskusi selama kurang lebih

60-90 menit.

3. Identitas saya akan dilindungi dengan tidak mencantumkan hal-hal yang

bersifat pribadi.

4. Keikutsertaan dalam studi ini bersifat sukarela dan saya bisa mengundurkan

diri, sebelum maupun saat wawancara sedang berlangsung.

5. Saya boleh tidak menjawab suatu pertanyaan, oleh karena alasan apapun.

6. Saya memahami tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor

individual dan faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan bidan

praktek mandiri pada program jaminan kesehatan nasional, oleh karena itu

informasi yang saya berikan sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Tabanan ,…..………………2015

Partisipan

(………………….……)

Page 136: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM

UNTUK BIDAN PRAKTEK MANDIRI

1. Tanggal wawancara mendalam :

2. Nama Partisipan :

3. Umur Partisipan :

4. Pendidikan terakhir :

5. Lama Buka Praktek Mandiri :

6. Alamat Partisipan :

7. Nomor Telp Partisipan :

8. Akses Informasi :

A. Pendahuluan

1. Memperkenalkan diri: Saya Siti Zakiah mahasiswa Program Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.

2. Memberitahukan maksud dan tujuan dari penelitian: Tujuan dari

wawancara mendalam yang akan dilakukan adalah untuk mendapatkan

informasi tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan

dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan: Identitas partisipan yang

diberikan pada hari ini akan dirahasiakan dan hanya untuk kepentingan

Page 137: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pendidikan. Mohon kiranya memberikan informasi secara terbuka sesuai

dengan situasi dan kondisi yang dialami.

4. Mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi: meminta ijin

mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi yang dibantu oleh

pendamping peneliti dan akan dilakukan perekaman dan dokumentasi

berupa foto oleh pendamping.

5. Setelah tercipta suasana yang nyaman dan kondusif, wawancara mendalam

dimulai.

B. Pertanyaan Wawancara Mendalam :

No Topik Probing Taksir Waktu

1 Apakah pernah dilakukan

sosialisasi Jaminan Kesehatan

Nasional pada Bidan Praktek

Mandiri?

- Kapan, Dimana, Siapa

pesertanya,

- disosialisasikan oleh siapa,

- apa saja yang dibahas,

- informasinya sudah cukup.

15 menit

2. Apakah yang ibu bidan

ketahui tentang Program

Jaminan Kesehatan Nasional ?

- Pengertian, tujuan dan

manfaat, kepesertaan,

- Mekanisme kerjasama

- cakupan layanan JKN pada

pelayanan kebidanan

- sistem pembayaran klaim

15 menit

Page 138: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

yang diajukan oleh Bidan.

3. Bagaimanakah pendapat bidan

tentang sistem jejaring pada

program JKN?

- Setuju/tidak

- Mekanisme/prosedur

kerjasama dengan dokter

perorangan

10 menit

4. Apakah ibu pernah diajak

untuk bekerjasama JKN oleh

dokter praktek mandiri?

- Kapan, siapa, dimana ?

- Bagaimana kelanjutannya?

10 menit

5. Bagaimanakah motivasi ibu

terhadap program JKN?

- Apa saja usaha yang akan

dan telah dilakukan.

- Apa yang mendorong

untuk mengikuti program

JKN.

5 menit

6. Bagaimanakah harapan ibu

terhadap program JKN?

- Apakah pengakuan dan

penghargaan yang

diinginkan di masa yang

akan datang.

5 menit

7 Apakah ada dukungan dari

Organisasi (IBI) untuk

mengikuti program JKN ?

- Himbauan

- Sosialisasi

- Kebijakan

10 menit

8. Apakah ada dukungan dari

Dinas Kesehatan Kabupaten

Tabanan

- Kebijakan

- Himbauan

- Sanksi atau penghargaan

10 menit

Page 139: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK KEPALA DINAS

KESEHATAN SEBAGAI TRIANGULASI DATA

1. Tanggal wawancara mendalam :

2. Nama Partisipan :

3. Pendidikan terakhir :

4. Alamat Partisipan :

5. Nomor Telp Partisipan :

A. Pendahuluan

1. Memperkenalkan diri: Saya Siti Zakiah mahasiswa Program Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.

2. Memberitahukan maksud dan tujuan dari penelitian: Tujuan dari

wawancara mendalam yang akan dilakukan adalah untuk mendapatkan

informasi tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan

dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan: Identitas partisipan yang

diberikan pada hari ini akan dirahasiakan dan hanya untuk kepentingan

pendidikan. Mohon kiranya memberikan informasi secara terbuka sesuai

dengan situasi dan kondisi yang dialami.

4. Mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi: meminta ijin

mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi yang dibantu oleh

Page 140: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pendamping peneliti dan akan dilakukan perekaman dan dokumentasi

berupa foto oleh pendamping.

5. Setelah tercipta suasana yang nyaman dan kondusif, wawancara mendalam

dimulai.

B. Pertanyaan Wawancara Mendalam :

No Topik Probing Taksir Waktu

1. Apakah sudah pernah

dilakukan sosialisasi

program Jaminan

Kesehatan Nasional

pada Bidan Praktek

Mandiri?

- Kapan, dimana, jumlah

peserta yang hadir

- Materi yang telah

disampaikan.

15 menit

2. Apakah ada kebijakan

yang telah dibuat untuk

mendorong Bidan

Praktek Mandiri agar

mau ikutserta dalam

program Jaminan

kesehatan Nasional?

- Undang- undang yang

mengatur kerjasama

BPM dengan Program

JKN

- Surat keputusan atau

peraturan daerah.

15 menit

3. Apakah ada himbauan

dari pemerintah agar

- Ajakan langsung dari

dinas kesehatan

15 menit

Page 141: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pihak swasta seperti

Bidan Praktek mandiri

ikut berpartisipasi

dalam program JKN?

- Kemudahan bila

mengikuti program

- Prosedur kerjasama

dengan BPJS

4. Menurut pandangan

bapak, Apakah ada

kontribusi Bidan

Praktek Mandiri untuk

ikut mensukseskan

program JKN?

- Apasaja yang dapat

dibantu dengan

keikutsertaan bidan pada

program JKN?

- Kemudahan akses

pelayanan kebidanan

15 menit

5. Menurut pandangan

bapak apakah ada

potongan administrasi

pada klaim pelayanan

kebidanan yang

diberikan oleh Bidan

Praktek mandiri?

- Mengapa ada

Pemotongan

administrasi

- Berapa jumlahnya

- Kegunaannya

15 menit

6. Menurut pendapat

Bapak, penghargaan

apa yang dapat

diberikan pada Bidan

Praktek Mandiri yang

ikut program JKN?

- Fasilitas-fasilitas yang

dapat dimanfaatkan

untuk menunjang

program JKN

- Tambahan klaim

pelayanan ?

10 Menit

Page 142: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

6. Menurut pendapat

Bapak, sangsi apakah

yang dapat diberikan

pada bidan praktek

mandiri yang tidak

mau berpartisipasi pada

program JKN?

- Proses pengurusan ijin

praktek

- Proses administrasi ke

dinas kesehatan

10 menit

Page 143: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

UNTUK KETUA IKATAN BIDAN (IBI) CABANG TABANAN SEBAGAI

TRIANGULASI DATA

1. Tanggal wawancara mendalam :

2. Nama Partisipan :

3. Pendidikan terakhir :

4. Alamat Partisipan :

5. Nomor Telp Partisipan :

A. Pendahuluan

1. Memperkenalkan diri: Saya Siti Zakiah mahasiswa Program Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.

2. Memberitahukan maksud dan tujuan dari penelitian: Tujuan dari

wawancara mendalam yang akan dilakukan adalah untuk mendapatkan

informasi tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan

dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan: Identitas partisipan yang

diberikan pada hari ini akan dirahasiakan dan hanya untuk kepentingan

pendidikan. Mohon kiranya memberikan informasi secara terbuka sesuai

dengan situasi dan kondisi yang dialami.

Page 144: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

4. Mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi: meminta ijin

mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi yang dibantu oleh

pendamping peneliti dan akan dilakukan perekaman dan dokumentasi

berupa foto oleh pendamping.

5. Setelah tercipta suasana yang nyaman dan kondusif, wawancara mendalam

dimulai.

B. Pertanyaan Wawancara Mendalam :

No Topik Probing Taksir Waktu

1. Apakah sudah pernah

dilakukan sosialisasi program

Jaminan Kesehatan Nasional

pada Bidan Praktek Mandiri?

- Kapan, dimana, jumlah

peserta yang hadir

- Materi yang telah

disampaikan.

15 menit

2. Apakah ada kebijakan dari

organisasi Ikatan Bidan

Indonesia (IBI) cabang

Tabanan untuk keikutsertaan

BPM pada program JKN?

- Surat keputusan IBI

- Kesepakatan bersama

dengan anggota IBI

10 menit

3. Menurut pendapat ibu, apakah

BPM dapat memberikan

kontribusi terhadap pelayanan

kebidanan dan neonatal pada

- Cakupan pelayanan

kebidanan dan

neonatal.

15 menit

Page 145: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Program JKN?

4. Menurut pendapat ibu,

dukungan apakah yang dapat

diberikan pada bidan praktek

mandiri yang ikut

bekerjasama dengan JKN?

- Kemudahan dalam

pengurusan ijin praktek

- Kemudahan proses

administrasi

15 menit

Page 146: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PETUGAS BPJS

KESEHATAN CABANG TABANAN SEBAGAI TRIANGULASI DATA

1. Tanggal wawancara mendalam :

2. Nama Partisipan :

3. Pendidikan terakhir :

4. Alamat Partisipan :

5. Nomor Telp Partisipan :

A. Pendahuluan

1. Memperkenalkan diri: Saya Siti Zakiah mahasiswa Program Magister

Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.

2. Memberitahukan maksud dan tujuan dari penelitian: Tujuan dari

wawancara mendalam yang akan dilakukan adalah untuk mendapatkan

informasi tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan

dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan: Identitas partisipan yang

diberikan pada hari ini akan dirahasiakan dan hanya untuk kepentingan

pendidikan. Mohon kiranya memberikan informasi secara terbuka

sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami.

4. Mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi: meminta ijin

mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi yang dibantu oleh

Page 147: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pendamping peneliti dan akan dilakukan perekaman dan dokumentasi

berupa foto oleh pendamping.

5. Setelah tercipta suasana yang nyaman dan kondusif, wawancara

mendalam dimulai.

B. Pertanyaan Wawancara Mendalam :

No Topik Probing Taksir Waktu

1. Apakah sudah pernah dilakukan

sosialisasi program Jaminan

Kesehatan Nasional pada Bidan

Praktek Mandiri?

- Kapan, dimana,

jumlah peserta yang

hadir

- Materi yang telah

disampaikan.

15 menit

2. Bagaimanakah prosedur /

mekanisme kerjasama BPM

dengan Program JKN?

- Kelengkapan

administrasi

- Cara melakukan

kerjasama.

- Bagaimana dengan

sistem jejaring

15 menit

3. Bagaimanakah prosedur klaim

dari BPM pada Program JKN?

- Tarif pelayanan

kebidanan yang

diberikan.

- Syarat-syarat

15 menit

Page 148: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

pengajuan klaim

4. Bagaimanakah prosedur

administrasi pelayanan

kebidanan dan neonatal

- Adakah

pemotongan

administrasi

- Mengapa ada

pemotongan

administrasi

- Iuran biaya

tambahan

15 menit

Page 149: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK DOKTER

PRAKTEK PERORANGAN/MANDIRI SEBAGAI TRIANGULASI DATA

1. Tanggal wawancara mendalam :

2. Nama Partisipan :

3. Umur Partisipan :

4. Pendidikan terakhir :

5. Lama Buka Praktek Mandiri :

6. Alamat Partisipan :

7. Nomor Telp Partisipan :

A. Pendahuluan

1. Memperkenalkan diri: Saya Siti Zakiah mahasiswa Program Magister

Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.

2. Memberitahukan maksud dan tujuan dari penelitian: Tujuan dari

wawancara mendalam yang akan dilakukan adalah untuk mendapatkan

informasi tentang faktor individual dan faktor cxlixtructural yang

berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program

Jaminan Kesehatan Nasional.

3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan: Identitas partisipan yang

diberikan pada hari ini akan dirahasiakan dan hanya untuk kepentingan

pendidikan. Mohon kiranya memberikan informasi secara terbuka

sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami.

Page 150: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

4. Mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi: meminta ijin

mempersiapkan alat perekam dan dokumentasi yang dibantu oleh

pendamping peneliti dan akan dilakukan perekaman dan dokumentasi

berupa foto oleh pendamping.

5. Setelah tercipta suasana yang nyaman dan kondusif, wawancara

mendalam dimulai.

B. Pertanyaan Wawancara Mendalam :

No Topik Probing Taksir Waktu

1. Bagaimanakah pendapat /

pandangan dokter tentang

jaminan kesehatan nasional?

- Pengertian

- Manfaat

- tujuan

15 menit

2. Bagaimanakah pandangan

dokter tentang sistem jejaring

pada program JKN?

- Mekanisme

kerjasama

- Cakupan pelayanan

kebidanan.

- Sistem klaim

pelayanan

kebidanan

20 menit

3. Menurut pandangan dokter,

apakah dokter setuju

bekerjasama dengan bidan

- Sistem pembagian

tugas

- Sistem pembagian

20 menit

Page 151: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

praktek mandiri sebagai

jejaring?

pembayaran jaminan

kesehatan nasional?

4. Bagaimanakah harapan dokter

dari kerjasama dengan Bidan

Praktek Mandiri

- Keinginan di masa

depan

- Kelanjutan

kerjasama dokter

dan bidan

15 menit

Page 152: faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam

Lampiran 3

Pemetaan Tema Berdasarkan Koding

No TEMA Sub-Tema Kode

1

Faktor Individual

1. Pengetahuan

a. Sosialisasi JKN

b. Pengetahuan umum

tetnang JKN

c. Kurangnya

pengetahuan tentang

pelayanan kebidanan

dan neonatal pada

program JKN

d. Tujuan JKN

e. Manfaat JKN

f. Cakupan pelayanan

sesuai standar

2. Motivasi a. Menyukseskan

program

b. Membantu

masyarakat kurang

mampu

c. Promosi tempat

Praktek

3. Harapan a. Penolakan Sistem

jejaring

b. Peningkatan jumlah

klaim persalinan

c. Persiapan sarana dan

prasarana

2

Faktor struktural

1. Dukungan

a. Kurangnya informasi

ke BPM

b. Mekanisme

kerjasama

c. Penambahan jumlah

klaim

2. Kebijakan a. Prosedur

administrasi

b. Prosedur klaim