faktor-faktor yang mempengaruhi fraud pengadaan barang dan jasa pada sektor minyak dan...

83
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA SEKTOR MINYAK DAN GAS (SKRIPSI) Oleh Rina Aprilia FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Upload: vomien

Post on 06-Jul-2019

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PENGADAAN BARANG

DAN JASA PADA SEKTOR MINYAK DAN GAS

(SKRIPSI)

Oleh

Rina Aprilia

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PENGADAAN BARANG

DAN JASA PADA SEKTOR MINYAK DAN GAS

Oleh

Rina Aprilia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel seperti kesesuaian kompensasi,

tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi memiliki pengaruh terhadap kecurangan pengadaan

barang dan jasa.

Populasi dalam penelitian ini adalah bagian keuangan dan bagian pengadaan barang dan

jasa di PT Pertamina (Persero), sedangkan yang dijadikan objek penelitian (sampel) yaitu

sebanyak 32 orang. Teknik penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling.

Analisis data yang digunakan yaitu metode uji regresi linier berganda dengan

menggunakan aplikasi SPSS 22.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kesesuaian kompensasi berpengaruh

positif terhadap kecurangan, (2) tekanan berpengaruh positif terhadap kecurangan, (3)

kesempatan berpengaruh positif terhadap kecurangan, (4) rasionalisasi berpengaruh positif

terhadap kecurangan.

Kata kunci: Kesesuaian Kompensasi, Tekanan, Kesempatan, Rasionalisasi, Kecurangan

ABSTRACT

FACTORS AFFECTING THE FRAUD OF PROCUREMENT OF GOODS AND

SERVICES IN THE OIL AND GAS SECTOR

BY

Rina Aprilia

This study aims to determine whether the variable suitability of compensation, pressure,

opportunity, and rationalization has an influence on fraudulent procurement of goods and

service.

The population in this study is the financial section and the procurement of goods and

services at PT Pertamina (Persero), while those used as research objects (samples) are 32

people. The sampling technique uses a purposive sampling method. Analysis of the data

used is a multiple linear regression test method using the SPSS 22 application.

Based on the results of the study show that (1) compensation suitability has a positive

influence on fraud, (2) the pressure has a positive influence on fraud, (3) opportunities

have a positive influence on fraud, (4) rationalization has a positive influence on fraud.

Keywords: Conformity of Compensation, Pressure, Opportunity, Rationalization, Fraud

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PENGADAAN BARANG

DAN JASA PADA SEKTOR MINYAK DAN GAS

Oleh

Rina Aprilia

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 21 April 1996

dengan nama lengkap Rina Aprilia sebagai anak ketiga dari empat

bersaudara pasangan Bapak M. Nasir dan Ibu Karini. Penulis menempuh

pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Dasar Negeri 01 Panjang

Utara pada tahun 2002-2008, selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung pada

tahun 2011, dan kemudian menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di

Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2014.

Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswi penulis terdaftar menjadi

brigadir muda BEM FEB Unila (Badan Eksekutif Mahasiswa).

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(QS. Al-Insyirah [94]:6)

“Man jadda wa jada”

(Those who do it seriously will be successful)

Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mengubah nasib

mereka sendiri.

(Q.S Ar-Ra’dd: 11)

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)

kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengatahui, sedang kamu

tidak mengetahui.”

(QS. Al-Baqarah: 216)

“Berterima-kasihlah untuk yang telah kau terima dari sesama, dan lupakanlah yang telah kau

berikan kepada mereka”

(Rina Aprilia)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbilalamin

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia, berkah dan rahmat yang begitu besar

kepada penulis.

Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda M. Nasir dan Ibunda Karini. Terimakasih yang

tiada tara kepada mama dan ayah yang selalu memberikan doa yang tiada henti, nasihat yang

bermanfaat, kekuatan dalam segala kondisi, dan selalu memberikan dukungan untuk cita-

citaku. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan di dunia maupun di akhirat

untuk mama dan ayah.

Kakak dan adikku tercinta, Muhammad Ringgit Ardi S.Kom., Riki Budi Anto dan

Ratna Dila Ayu Apsari. Terimakasih atas segala keceriaan, canda tawa, kasih sayang,

pengertian dan dukungannya selama ini.

Seluruh keluarga, sahabat dan teman-temanku yang selalu memberikan semangat, doa,

dan dukungan tiada henti.

Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan semua ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Fraud Pengadaan Barang dan Jasa

Pada Sektor Minyak dan Gas” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua

pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses

penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Farichah S.E., M.Si., Akt. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

4. Ibu Dr. Agrianti Komalasari, S.E., M.Si., Akt selaku dosen Pembimbing Pertama, yang

telah memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat selama proses penyelesaian

skripsi.

5. Bapak Agus Zahron Idris, S.E., M.Si., Akt. selaku dosen Pembimbing Kedua, yang

telah memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan saran-sarannya selama proses

penyelesaian skripsi.

6. Ibu Dr. Ratna Septiyanti, S.E., M.Si., Akt. selaku dosen penguji, atas masukan, arahan,

dan nasihat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Susi Sarumpaet, S.E., M.B.A., Akt. sebagai dosen Pembimbing Akademik yang

telah memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat sehingga penulis dapat

menyelesaikan proses belajar.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang

telah memberikan ilmu dan pengetahuannya, serta pembelajaran selama proses

perkuliahan berlangsung.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang

telah memberikan ilmu dan pengetahuannya, serta pembelajaran selama proses

perkuliahan berlangsung.

10. Seluruh Staff Akademik, Tata Usaha, para pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lampung. Terima kasih telah memberikan bantuan dan pelayanan terbaik

selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Lampung.

11. Mama tersayang yang telah membesarkan ina dengan penuh kasih sayang, serta

kesabaran dalam membimbing selama ini. Terima kasih atas spirit, dukungan, doa,

motivasi, serta inspirasinya selama ini. Semoga mama selalu sehat, panjang umur dan

selalu bahagia. Amin.

12. Ayah tersayang yang telah membimbing selama ini. Terima kasih atas dukungan, doa,

dan motivasi selama ini. Semoga ayah selalu sehat, panjang umur dan selalu bahagia.

Amin.

13. Kakakku Muhammad Ringgit Ardi dan Riki Budi Anto serta adikku Ratna Dila Ayu

Apsari yang selalu memberikan semangat dan motivasi. Terimakasih sudah menjadi

kakak dan adik sekaligus teman terbaik yang selalu ada.

14. Rekan-rekan PT Pertamina (Persero) terimakasih atas bantuan dan kerjasama dalam

pengisian kuisioner.

15. Temanku Aditya, Ghea dan Nanda terima kasih atas kebersamaan yang telah terjalin

selama perkuliahan ini. Semoga pertemanan ini akan terus terjalin hingga akhir hayat.

16. Sahabat sedari kecil Pina dan Galuh terima kasih untuk selalu ada serta selalu

mendengarkan keluh kesahku.

17. Teman geng paralel 14 Murtika, Ribka, Katrin, Eva, Deka, Ghea, Tante terima kasih

untuk semua waktu dan momen yang telah dilalui serta untuk segala canda tawa dan

kebersamaan selama ini.

18. Temanku yang pance Nisfu terima kasih sudah menjadi teman yang selalu memberi

tawa dalam setiap moment serta selalu ada menemani.

19. Seluruh teman-teman angkatanku, S1 Akuntansi Paralel 2014 yang tidak dapat

disebutkan satu per satu. Terimakasih atas kebersamaan dan canda tawa selama masa

kuliah.

20. Keluarga KKN Desa Ketapang, Desta, Gabriela, Afif, dan Kiki. Terimakasih untuk

kerja sama dan pengalaman hidup selama 40 hari. Semoga kesuksesan telah menanti

kalian di kemudian hari.

21. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat

disebutkan satu per satu terima kasih.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah

SWT. Amin. Demikianlah, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan

pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.

Bandar Lampung, 15 Februari 2019

Penulis

Rina Aprilia

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................. i

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 9

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 9

1.4 Manfaat penelitian ........................................................................................ 10

1.4.1 Manfaat Praktis .................................................................................. 10

1.4.2 Manfaat Teoritis ................................................................................. 10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori .............................................................................................. 11

2.1.1 Fraud Triangle Theory ....................................................................... 11

2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory) ....................................................... 14

2.1.3 Fraud .................................................................................................. 15

2.1.4 Kesesuaian Kompensasi ..................................................................... 34

2.1.5 Tekanan .............................................................................................. 37

2.1.6 Kesempatan ........................................................................................ 38

2.1.7 Rasionalisasi ....................................................................................... 39

2.2 Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 40

2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 42

2.4 Pengembangan Hipotesis .............................................................................. 42

2.4.1 Pengaruh Kesesuaian Kompensasi terhadap Fraud ............................ 42

2.4.2 Pengaruh Tekanan terhadap Fraud ..................................................... 43

2.4.3 Pengaruh Kesempatan terhadap Fraud ............................................... 44

2.4.4 Pengaruh Rasionalisasi terhadap Fraud .............................................. 45

III. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 47

3.2 Data Penelitian .............................................................................................. 48

3.2.1 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 48

3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 48

3.4 Definisi Variabel ........................................................................................... 48

3.4.1 Variabel Dependen ............................................................................. 49

3.4.2 Variabel Independen ........................................................................... 49

3.5 Teknik Penentuan Skor ................................................................................. 50

3.6 Definisi Operasional Variabel ....................................................................... 50

3.7 Metode Analisis Data .................................................................................... 51

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ................................................................. 52

3.8 Uji Kualitas Data ........................................................................................... 52

3.8.1 Uji Validitas ........................................................................................ 52

3.8.2 Uji Reliabilitas .................................................................................... 53

3.9 Uji Asumsi Klasik ......................................................................................... 53

3.9.1 Uji Normalitas .................................................................................... 53

3.9.2 Uji Multikonieritas ............................................................................. 54

3.9.3 Uji Heteroskedastisitas ....................................................................... 55

3.10 Pengujian Hipotesis .................................................................................... 56

3.10.1 Uji Persamaan Regresi Linier Berganda ......................................... 56

3.11 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ................................................... 56

3.12 Uji Statistik F ............................................................................................. 56

3.13 Uji Statistik t .............................................................................................. 57

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................. 58

4.1.1 Data dan Sampel .............................................................................. 58

4.1.2 Karakteristik Responden .................................................................. 59

4.2 Deskriptif Statistik Tanggapan Responden ................................................... 61

4.3 Uji Kualitas Data ........................................................................................... 70

4.3.1 Uji Validitas Data ............................................................................ 70

4.3.2 Uji Reliabilitas ................................................................................. 78

4.4 Uji Asumsi Klasik ......................................................................................... 80

4.4.1 Uji Normalitas .................................................................................. 80

4.4.2 Uji Multikolonieritas ........................................................................ 81

4.4.3 Uji Heteroskedastisitas ..................................................................... 82

4.5 Pengujian Hipotesis ....................................................................................... 83

4.5.1 Uji Persamaan Regresi Linier Berganda ......................................... 83

4.6 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ...................................................... 85

4.7 Uji Statistik F ................................................................................................ 86

4.8 Uji Statistik t ................................................................................................. 87

4.9 Pembahasan Hipotesis .................................................................................. 89

4.9.1 Pengujian Hipotesis Pertama (H1) ................................................... 89

4.9.2 Pengujian Hipotesis Kedua (H2) ...................................................... 90

4.9.3 Pengujian Hipotesis Ketiga (H3) ...................................................... 90

4.9.4 Pengujian Hipotesis Keempat (H4) .................................................. 91

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 92

5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 93

5.3 Saran .............................................................................................................. 94

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Operasional Variabel .............................................................................. 51

Tabel 4.1 Persentase Penyebaran dan Pengembalian Kuisioner ............................ 58

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................. 59

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Usia ................................................................. 59

Tabel 4.4 Responden Berdarkan Pendidikan Terakhir ........................................... 60

Tabel 4.5 Hasil Deskriptif Statistik Variabel Kesesuaian Kompensasi .................. 61

Tabel 4.6 Hasil Deskriptif Statistik Variabel Tekanan ........................................... 63

Tabel 4.7 Hasil Deskriptif Statistik Variabel Kesempatan ..................................... 65

Tabel 4.8 Hasil Deskriptif Statistik Variabel Rasionalisasi .................................... 67

Tabel 4.9 Hasil Deskriptif Statistik Variabel Kecurangan ...................................... 68

Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Variabel Kesesuaian Kompensasi ............................ 70

Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Tekanan .................................................... 72

Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas Variabel Kesempatan ............................................... 74

Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Variabel Rasionalisasi ............................................. 75

Tabel 4.14 Hasil Uji Validitas Variabel Kecurangan ............................................... 77

Tabel 4.15 Uji Reliabilitas Variabel Kesesuaian Kompensasi ................................. 78

Tabel 4.16 Uji Reliabilitas Variabel Tekanan .......................................................... 79

Tabel 4.17 Uji Reliabilitas Variabel Kesempatan .................................................... 79

Tabel 4.18 Uji Reliabilitas Variabel Rasionalisasi ................................................... 80

Tabel 4.19 Uji Reliabilitas Variabel Kecurangan ..................................................... 80

Tabel 4.20 Hasil Uji Multikolinieritas ...................................................................... 82

Tabel 4.21 Hasil Uji Heteroskedatisitas ................................................................... 83

Tabel 4.22 Hasil Analisis Regresi Berganda ............................................................ 84

Tabel 4.23 Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................................................. 85

Tabel 4.24 Hasil Uji Statistik F ................................................................................. 86

Tabel 4.25 Hasil Uji Statistik t .................................................................................. 87

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 51

Gambar 8.1 Uji Normalitas ........................................................................................ 81

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dari tahun ke tahun, nampaknya kasus-kasus fraud atau biasa disebut dengan

kecurangan dalam bidang keuangan baik yang berasal dari instansi pemerintah

contohnya Dinas Pemerintahan Kota ataupun Dinas Pemerintahan Provinsi

maupun Instansi swasta contohnya Bank dan perusahaan-perusahaan swasta

lainnya selalu menjadi bahan pembicaraan hangat di kalangan masyarakat luas.

Namun, walau berbagai jenis kasus fraud terungkap dan telah diproses oleh

hukum, belum ada indikasi bahwa tindak kecurangan itu akan segera terhenti.

Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak tindak fraud yang

terungkap dan bahkan pelakunya semakin banyak dan kompleks. Mungkin

karena sistem di negara kita yang kurang atau para pelaku yang selalu

selangkah lebih maju. Jangankan sistem pengendalian eksternal yang telah

dirancang sedemikian rupa untuk mencegah adanya fraud, sistem pengendalian

internal dalam organisasi itu sendiri pun belum tentu mampu untuk mencegah

adanya fraud. Apalagi jika para pelaku adalah orang-orang yang melaksanakan

pengendalian dan merupakan orang-orang yang memiliki kuasa di dalam

organisasi tersebut.

Dengan adanya kemajuan pada dunia usaha, maka akan mendukung

pemerintah dalam menyukseskan pembangunan terutama pada sektor

2

pembangunan ekonomi. Para pengusaha dituntut untuk dapat lebih profesional

dalam mengelola perusahaannya terutama dalam hal pengadaan barang dan

jasa. Pembangunan perekonomian salah satu cara pemerintah dalam hal

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan perekonomian dapat

dilaksanakan oleh negara dengan salah satunya oleh BUMN (Badan Usaha

Milik Negara) tujuan Negara Indonesia mendirikan BUMN sebagaimana

tertuang dalam Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara yaitu memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, menjadi perintis kegiatan-

kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh sektor koperasi maupun swasta

dan menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa

yang bermutu tinggi dan memenuhi kebutuhan hidup orang banyak.

Besarnya jumlah dana yang disediakan oleh instansi pemerintah atau BUMN

dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa menjadi titik awal terjadinya fraud.

Kecurangan atau yang biasa disebut dengan fraud merupakan praktik yang

dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan, baik

untuk pribadi maupun kelompok yang dapat merugikan pihak lain. Untuk

mencegah terjadinya fraud dalam pengadaan barang dan jasa, perlu adanya

perbaikan mutu dalam proses pengadaan barang dan jasa. Salah satunya

dengan cara meningkatkan dan mengoptimalkan layanan publik terhadap

masyarakat melalui kebijakan atau peraturan yang efektif, efisien dan

mencerminkan keterbukaan atau transparasi, mengingat masyarakat berhak

untuk memperoleh jaminan terhadap akses informasi publik atau kebebasan

3

terhadap informasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebocoran keuangan

pada proses pengadaan barang dan jasa adalah aspek etika dari panitia

penyelenggara pengadaan.

Razzaque dan Hwee (2002) menjelaskan bahwa perilaku fraud dapat dievaluasi

dengan mengamati aspek etika seseorang yang dilihat dari sisi individual

differences, inter-personal level factors, organizational level factors, serta dari

persepsi dilema. Tang et al (2003) menyatakan bahwa perilaku yang

menyimpang atau tidak etis terdiri dari perilaku yang menyalahgunakan

kedudukan atau posisi (abuse position), kekuasaan (abuse power), sumber daya

organisasi (abuse resources), serta tidak berbuat apa-apa (no action).

Kegagalan suatu perusahaan dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan

barang dan jasa dapat diakibatkan oleh beberapa hal antara lain kesesuaian

kompensasi, tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi merupakan faktor-faktor

yang mengidentifikasi terjadinya kecurangan akuntansi terutama di suatu

perusahaan. Jika hal tersebut dapat dideteksi lebih awal dan diberikan tindak

pencegahan maka kecurangan akuntansi akan dapat diminimalisir sehingga

terwujudnya Good Governance yang benar-benar diharapkan oleh seluruh

lapisan masyarakat yakni terbentuknya kinerja yang baik sehingga Indonesia

khususnya Bandar Lampung dapat berkembang serta dapat berkontribusi pada

perekonomian Indonesia yang lebih baik lagi.

PT Pertamina selaku BUMN yang bergerak dibidang minyak dan gas bumi

dalam menjalankan kegiatan bisnis guna mencukupi kebutuhan minyak dan gas

4

dalam negeri maka dipastikan PT Pertamina mengadakan pengadaan barang

dan jasa. PT Pertamina dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa

mengeluarkan surat keputusan direksi PT Pertamina nomor Kpts-

51/C00000/2010-S0 tanggal 29 November 2010 tentang manajemen pengadaan

barang dan jasa SK- 051 tentang penunjukan langsung dengan anak

perusahaanya. Surat keputusan direksi dan Peraturan menteri Negara BUMN

No.PER- 05/MBU/2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan

barang dan jasa BUMN. Pada tahun 2012 kementerian BUMN menerbitkan

Peraturan menteri BUMN nomor 15 tahun 2012 tentang Perubahan Menteri

Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 5/MBU/2008 Pedoman Umum

Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara (Permen

Nomor 15 Tahun 2012). Permen nomor 15 tahun 2012 agar sinergi BUMN

beserta anak perusahaan BUMN inilah dasar hukum PT Pertamina untuk

melakukan penunjukan langsung kepada anak perusahaanya.Tentu regulasi

tentang pengadaan barang dan jasa dalam lingkungan PT Pertamina pada

umumnya menimbulkan polemik dikalangan dunia usaha terutama berkaitan

dengan prinsip persaingan usaha seperti tindakan yang menghambat pelaku

usaha non BUMN dalam bentuk regulasi serta ketidakefisienan dalam hal yang

tidak ditemukan pada barang dan jasa dengan harga yang wajar.

Penunjukan langsung oleh PT Pertamina terhadap anak perusahaanya

dikategorikan sebagai persekongkolan vertikal yaitu persekongkolan yang

difasilitasi oleh panitia atau pelaksana tender untuk memenangkan salah satu

peserta tender tanpa melalui prosedur standar yang harus dilakukan

5

berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat. PT Pertamina dalam

melakukan penunjukan langsung terhadap anak perusahaannya berdasarkan SK

051 dan Permen BUMN Nomor 15 tahun 2012. Peraturan yang melandasi

penunjukan langsung PT Pertamina tidak termasuk dalam kategori

pengecualian sebagaimana pasal 50 (a) dan pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999

karena SK 051 dan Permen BUMN Nomor 15 tahun 2012 bukanlah peraturan

yang diperintahkan oleh peraturan perundang–undangan yang lebih tinggi,

beberapa undang–undang maupun peraturan perundang–undangan yang

menjadi acuan tidak menyebutkan secara jelas tentang pemberian kewenangan

yang tidak didasarkan pada persaingan usaha yang tidak sehat. Sanksi hukum

yang dijatuhkan KPPU terkait erat dengan tanggung gugat pelaku usaha yang

melanggar hukum persaingan usaha.

PT Pertamina pernah juga melakukan penunjukan langsung pengadaan barang

dan jasa dan terbukti bersalah oleh KPPU seperti Putusan No 07/KPPU–

L/2005 perkara tender penjualan dua unit kapal tanker VLCC milik PT

Pertamina menyatakan bahwa pihak pertamina dan Goldman Sachs Pte telah

terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 19 (d) UU No 5 Tahun

1999 yaitu pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik

sendiri maupun bersama pelaku usaha lain dengan cara melakukan praktek

diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu. Putusan No – 7/KPPU–L/2005

menyatakan bahwa pihak PT Pertamina, Goldman Sachs, Frontline, Ltd serta

PT Pelayaran Equinox terbukti secara sah melanggar pasal 22 UU No 5 Tahun

1995 dan Putusan KPPU No 2/KPPU–L/2006 tentang penunjukan langsung

6

proyek perubahan logo PT Pertamina menghukum PT Pertamina secara sah

dan meyakinkan melanggar pasal 19 (d) UU No 5 Tahun 1999 karena

menunjuk langsung Landor untuk pembuatan logo baru PT Pertamina.

Penyelesaian sengketa penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa

dilingkungan BUMN khususnya PT Pertamina merupakan penyelesaian

sengketa persaingan usaha dari golongan sengketa yang bermuatan konflik

maupun kontroversi di bidang persaingan usaha. Subjek sengketa penunjukan

langsung pengadaan barang dan jasa yaitu pelaku usaha yang melakukan

penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa, pelaku usaha disini yaitu PT

Pertamina. Tanggung gugat PT Pertamina terhadap penunjukan langsung

pengadaan barang dan jasa di lingkungan PT Pertamina yaitu berupa

pembayaran ganti rugi kepada Negara sebagaimana pasal 47 (g) UU No 5

Tahun 1999 yaitu pengenaan denda serendah–rendahnya Rp 1.000.000.000,00

dan setinggi–tingginya Rp 25.000.000.00,00. Tanggung gugat PT pertamina

hanya sebatas kepada Negara berbeda dengan di Negara Jerman dimana dalam

KUH pidana Jerman menyatakan pelaku usaha dapat mengajukan gugatan

ganti rugi kepada pihak yang terlibat penawaran curang.

Menurut Henzani (2013) terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk

melakukan kecurangan yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu

keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (need),

pengungkapan (disclosure). Faktor keserakahan (greed) dan kebutuhan (need)

merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan

7

disebut juga faktor individual. Sedangkan faktor kesempatan (opportunity) dan

pengungkapan (disclosure) berhubungan dengan organisasi sebagai korban

perbuatan kecurangan disebut juga faktor generik atau umum.

Faktor lain yang menjadi dorongan penyebab terjadinya kecurangan adalah

tidak terpenuhinya keadilan didalam organisasi tempat karyawan bekerja

(Cropanzano et al, 2007) mendefinisikan keadilan organisasional sebagai

penilaian personal mengenai standar etika dan moral dari perilaku manajerial.

Dalam menilai keadilan organisasional setidaknya terdapat tiga bidang yang

harus dievaluasi yaitu imbalan, proses, dan hubungan interpersonal (Kristanto,

2013). Secara umum keadilan digambarkan sebagai situasi sosial ketika norma-

norma tentang hak dan kelayakan dipenuhi (Christofel, 2010).

Menurut Arens (2008) penyebab terjadinya kecurangan disebut dengan segitiga

kecurangan (fraud triangle) yaitu tekanan yaitu situasi dimana manajemen atau

pegawai memiliki tekanan untuk melakukan kecurangan, kesempatan yaitu

sebuah situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk

melakukan kecurangan, dan rasionalisasi atau sikap, karakter atau serangkaian

nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan

tindakan yang tidak jujur. Sikap tersebut selanjutnya menjadi menjadi

kecenderungan untuk bertindak curang. Motivasi berbuat kecurangan

disebabkan karena adanya tekanan dalam diri pelaku kecurangan, baik berupa

masalah keuangan, sifat buruk atau lingkungan kerja yang kurang kondusif,

seperti diperlakukan tidak adil dalam pekerjaan dan kondisi kerja yang buruk.

8

Faktor selanjutnya yang menjadi penyebab terjadinya kecurangan adalah

sistem pengendalian internal. Sistem pengendalian internal adalah suatu sistem

pengendalian yang terdiri dari kebijakan dan proses yang dirancang untuk

memberikan manajemen jaminan yang wajar bahwa perusahaan mencapai

tujuan dan sasarannya. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kecurangan

adalah sistem pengendalian internal.

Menurut Robbins dan Judge (2008), komitmen organisasi adalah suatu keadaan

dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan

keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Jika karyawan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi tentu saja

hal ini dapat memperkecil tindakan kecurangan yang dilakukan karyawan.

Karena karyawan akan berusaha bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku

didalam organisasi agar mereka dapat terus bertahan dalam organisasi tersebut.

Selain dua faktor diatas, komitmen didalam organisasi yang rendah juga dapat

menjadi penyebab terjadinya kecurangan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggali persepsi para pegawai di perusahaan

PT Pertamina (Persero) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya fraud di perusahaan tersebut. Faktor-faktor ini terdiri dari

kesesuaian kompensasi, tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi. Berdasarkan

latar belakang masalah, maka penulis memberi judul penelitian ini:

“ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fraud Pengadaan Barang dan Jasa

(Studi Kasus Pada PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung)”

9

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti dapat merumuskan

beberapa masalah yaitu sebagai berikut:

1. Apakah kesesuaian kompensasi berpengaruh terhadap fraud pengadaan

barang dan jasa di PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung?

2. Apakah tekanan berpengaruh terhadap fraud pengadaan barang dan jasa di

PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung?

3. Apakah kesempatan berpengaruh terhadap fraud pengadaan barang dan

jasa di PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung?

4. Apakah rasionalisasi berpengaruh terhadap fraud pengadaan barang dan

jasa di PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kesesuaian Kompensasi berpengaruh terhadap fraud

pengadaan barang dan jasa di PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui tekanan berpengaruh terhadap fraud pengadaan barang

dan jasa di PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung.

3. Untuk mengetahui kesempatan berpengaruh terhadap fraud pengadaan

barang dan jasa di PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung.

4. Untuk mengetahui rasionalisasi berpengaruh terhadap fraud pengadaan

barang dan jasa di PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung.

10

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Praktis

Bagi akademis adalah untuk menambah literatur mengenai fraud di PT

Pertamina (Persero) di Bandar Lampung dan memiliki kontribusi untuk

refrensi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh dalam

perkuliahan dalam memecahkan masalah. Sehingga memperoleh

gambaran yang jelas sejauh mana tercapai keselarasan antara pengetahuan

secara teoritis dan praktiknya.

2. Bagi Objek Penelitian

Bagi Objek penelitian yaitu PT Pertamina (Persero) di kota Bandar

Lampung adalah untuk memberikan kontribusi agar PT Pertamina

(Persero) di Bandar Lampung dapat mendeteksi dan melakukan tindak

pencegahan lebih dini untuk meminimalisir kasus fraud agar dapat

terwujudnya tujuan pemerintah yakni berkontribusi dalam pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Fraud Triangle Theory

Fraud triangle theory merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang

penyebab terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh

Donald R. Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2014) yang dinamakan fraud

triangle atau segitiga kehancuran. Fraud triangle menjelaskan tiga faktor yang

hadir dalam setiap situasi fraud, yaitu:

1. Pressure yaitu adanya inisiatif atau tekanan atau kebutuhan untuk

melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk

gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non

keuangan. Dalam hal keuangan sebagai contoh dorongan untuk memiliki

barang-barang yang bersifat materi. Tekanan dalam hal non keuangan juga

dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud, misalnya tindakan

Pressure

Opportunity Rationalization

Gambar 2.1 Skema Fraud Triangle Theory

12

untuk menutupi kinerja yang buruk karena tuntutan pekerjaan untuk

mendapatkan hasil yang baik. Menurut SAS No 99, terdapat empat jenis

kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan

kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure,

personal financial need, dan financial target.

2. Oppportunity yaitu situasi yang membuka kesempatan atau peluang untuk

memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Para pelaku fraud percaya bahwa

aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Kesempatan atau peluang dapat

terjadi karena pengendalian internal yang lemah, manajemen pengawasan

yang kurang baik, dan melalui penggunaan posisi. Kegagalan untuk

menetapkan prosedur yang memadai untuk mendeteksi aktivitas fraud juga

meningkatkan kesempatan terjadinya kecurangan. Dari tiga elemen dalam

fraud triangle, kesempatan memiliki kontrol yang paling atas. Organisasi

perlu untuk membangun sebuah proses, prosedur, dan kontrol agar membuat

karyawan dalam posisi tidak dapat melakukan fraud dan yang efektif dapat

mendeteksi aktivitas kecurangan jika hal itu terjadi.

Adanya peluang memungkinkan terjadinya kecurangan. Peluang tercipta

karena adanya kelemahan pengendalian internal, ketidakefektifan pengawasan

manajemen, penyalahgunaan posisi atau otorisasi. Kegagalan untuk

menetapkan prosedur yang memadai untuk mendeteksi aktivitas kecurangan

juga meningkatkan peluang terjadinya kecurangan. Dari tiga faktor risiko

kecurangan (pressure, opportunity, dan rationalization), peluang merupakan

13

hal dasar yang dapat terjadi kapan saja sehingga memerlukan pengawasan dari

struktur organisasi mulai dari atas.

Organisasi harus membangun adanya proses, prosedur, dan pengendalian yang

bermanfaat dan menempatkan karyawan dalam posisi tertentu agar mereka

tidak dapat melakukan kecurangan dan efektif dalam mendeteksi kecurangan

yang dinyatakan dalam SAS No 99. SAS No 99 menyebutkan bahwa peluang

pada financial statement fraud dapat terjadi pada tiga kategori. Kondisi

tersebut adalah nature of industry, ineffective monitoring, dan organization

structure.

3. Rationalization yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai etis

yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan

kecurangan atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup

menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud.

Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, di mana

pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi merupakan

bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur. Bagi mereka yang

umumnya tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi penipuan

begitu mudah.

Pelaku fraud selalu mencari pembenaran secara rasional untuk membenarkan

perbuatannya. Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa fraud

triangle theory merupakan suatu bentuk gagasan untuk mengetahui penyebab

14

terjadinya fraud dengan menggolongkannya menjadi 3 faktor yang berbeda,

yaitu: pressure, opportunity, dan razionalization, di mana ketiga faktor tersebut

membatu peneliti untuk mengukur atau menentukan ada atau tidak adanya

kecurangan.

2.1.2 Agency Theory

Definisi teori agency menurut (Jensen & Meckling, 1976), yaitu: “Agency

relationship is a contract under which one or more persons (the principal)

engage another person (the agent) to perform some service on their behalf

which involves delegating some decision making authority to the agent”.

Artinya bahwa teori agensi merupakan kontrak antara satu orang atau lebih

(principal) dengan melibatkan orang lain (agent) untuk melakukan beberapa

tugas atas nama principal yang melibatkan beberapa pendelegasian

wewenang kepada pihak agent untuk suatu pengambilan keputusan. Principal

yang dimaksud adalah investor atau pemegang saham, sedangkan agent yaitu

manajer sebagai pengelola perusahaan.

Agent maupun principal memiliki tujuan yang berbeda. Pemegang saham

(principal) menginginkan pengembalian yang tinggi atas investasi yang mereka

tanamkan pada perusahaan, sedangkan manajer menginginkan bonus maksimal

atas hasil pekerjaan mereka. Pertentangan tujuan tersebut menimbulkan

conflict of interest antara agent dan principal. Manajer sebagai agent mendapat

tekanan dari principal untuk menaikan kinerja perusahaan dan manajer

berusaha untuk menaikan kinerja perusahaan dengan harapan

mendapatkan apresiasi dari principal.

15

Manajer memiliki informasi dan akses yang luas di perusahaan oleh karena itu

manajer dapat mengetahui kondisi perusahaan yang sebenarnya apakah

perusahaan dalam kondisi sehat atau tidak, dengan kewenangan yang

dimilikinya manajer mempunyai kesempatan untuk menaikan laba agar kinerja

perusahaan terlihat baik. (Eisenhardt, 1989) mengungkapkan bahwa teori

agensi menggunakan tiga sumsi sifat manusia yaitu:

1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest)

2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang

(bounded rationality)

3. Manusia selalu menghindari risiko (risk adverse)

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manajer sebagai manusia

akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya

(Ujiyantho & Pramuka, 2007). Tanpa pengawasan dan kontrol yang efektif dari

principal, kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen bisa

saja terjadi. Hal tersebut dilakukan agar kinerja mereka terlihat bagus di mata

principal dan akhirnya akan mendatangkan keuntungan bagi manajer sendiri.

Manajemen laba tanpa diketahui oleh pemegang saham (principal) pada

akhirnya akan berkembang menjadi kecurangan.

2.1.3 Pengertian Fraud

Fraud merupakan istilah yang umum dikalangan para akuntan, auditor,

investor, dan masyarakat yang bergerak di bidang ekonomi akuntansi. Fraud

16

sendiri memiliki cakupan pengertian yang cukup luas. Istilah fraud diartikan

sebagai penipuan atau kecurangan di bidang keuangan. Association of Certified

Fraud Examiners (ACFE) menyebutkan fraud sebagai perbuatan-perbuatan

yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu

(manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) yang

dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan

keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan pihak lain. Hall (2007) mendefinisikan fraud sebagai

kebohongan yang disengaja, ketidakbenaran dalam melaporkan aktiva

perusahaan atau manipulasi data keuangan bagi keuntungan pihak yang

melakukan manipulasi tersebut. Fraud menurut Institute of Internal Auditors

(IIA) adalah suatu tindakan penipuan yang mencakup berbagai penyimpangan

dan tindakan ilegal yang ditandai dengan penipuan disengaja.

Dari beberapa definisi fraud Definisi fraud Menurut Ramadhani dan

Lukviarman (2009) adalah :

1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan

yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat menyebabkan

orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikan,

biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus khususnya

dilakukan secara disengaja memungkinkan merupakan suatu kejahatan.

2. Penyajian yang salah atau keliru adalah pernyataan yang secara tidak

langsung tanpa memperhitungkan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya

17

berakibat dapat menyebabkan orang lain berbuat atau bertindak kecurangan

secara langsung.

3. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau

penyajian yang salah pernyataan, penyembunyian fakta material, atau

penyajian yang ceroboh tanpa perhitungan yang menyebabkan orang lain

untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.

Fraud yang sering terjadi di Indonesia sebagian besar muncul dari keinginan

pimpinan untuk memanipulasi, mark up, maupun penggelapan angggaran.

Tuntutan tersebut muncul dari keserakahan (Bologne, 2006), kebutuhan

(Lister, 2007), dan pencitraan. Ungkapan yang umumnya dipakai

adalah “setoran ke bos” (KPK, 2008), hal ini dilakukan oleh bawahan kepada

pimpinan atau jabatan yang lebih rendah kepada jabatan diatasnya guna

memperoleh manfaat dari kewenangan yang dimiliki seorang pimpinan.

Banyak studi menunjukkan fraud lebih mungkin terjadi ketika seseorang

memiliki tekanan untuk melakukan penipuan (Wolf dan Hermanson, 2004).

2.2.1 Jenis-jenis Fraud

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), internal fraud

yaitu tindakan penyelewengan di dalam perusahaan atau institusi

dikelompokan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Fraud terhadap Aset (Aset Misappropriation)

Merupakan penyalahgunaan aset perusahaan, karena itu dicuri atau

digunakan untuk keperluan pribadi tanpa ijin dari perusahaan. Seperti kita

18

ketahui, aset perusahaan bisa berbentuk kas atau uang tunai dan non-kas.

Sehingga, aset misappropriation dikelompokkan menjadi dua macam:

a. Cash Misappropriation yaitu penyelewengan terhadap aset yang berupa kas

seperti penggelapan kas, mengambil cek dari pelanggan, menahan cek

pembayaran untuk vendor.

b. Non-cash Missapropriation yaitu penyelewengan terhadap aset yang berupa

non-kas misalnya menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan

pribadi.

2. Fraud terhadap Laporan Keuangan (Fraudullent Statements)

ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam yaitu financial dan non

financial. Segala tindakan yang membuat laporan keuangan menjadi tidak

seperti yang seharusnya atau tidak mewakili kenyataan, tergolong

kelompok fraud terhadap laporan keuangan. Menurut Person (1999)

kecurangan pada laporan keuangan merupakan kecurangan yang disengaja

dilakukan oleh manajemen kepada investor dan kreditor dengan

menyesatkan informasi material pada laporan keuangan. Misalnya:

1. Memalsukan bukti transaksi.

2. Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari yang

seharusnya.

3. Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten untuk

menaikan atau menurunkan laba.

4. Menerapkan metode pengakuan aset sedemikian rupa sehingga aset

menjadi nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya.

19

5. Menerapkan metode pengakuan liabilitas sedemikian rupa sehingga

liabilitas menjadi nampak lebih kecil dibandingkan yang seharusnya.

3. Korupsi (Corruption)

Jenis kecurangan ini banyak terjadi di sektor pemerintahan. Kecurangan

dalam bentuk korupsi ini sulit untuk dideteksi karena dilakukan oleh

beberapa orang yang berkerjasama dalam melakukan kecurangan tersebut.

Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan

(conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan

pemerasan (economic extortion).

2.2.2. Konsep Kecurangan (fraud)

Kata fraud masih terdengar asing, namun kasus atau praktik dari fraud tersebut

sudah banyak terjadi dikehidupan nyata. Hingga saat ini, banyak pihak-pihak

yang melakukan praktik atas dasar kesengajaan. Seseorang melakukan fraud

dikarenkan beberapa alasan yang terkadang rasional, sehingga tindakan

kecurangan (fraud) yang dilakukannya terkesan wajar atau rasional jika

dilakukan. Dalam bidang teknologi informasi, fraud merupakan sebuah

perbuatan kecurangan yang melanggar hukum, yang dilakukan secara sengaja

dan sifat nya merugikan orang lain (Panji, 2014).

Menurut Adams dkk (2017) mendefinisikan fraud sebagai penggunaan

kedudukan atau jabatan seseorang untuk memperkaya diri sendiri melalui

penyalahgunaan atau penyimpangan yang dilakukan secara sengaja terhadap

sumber daya atau aset perusahaan atau organisasi. Sedangkan menurut tiga

20

organisasi auditor terkemuka di dunia (IIA, AICPA dan ACFE) Purba (2015)

dengan menekankan bahwa korban fraud adalah orang perorangan, bukan

hanya korporasi atau organisasi, maka fraud merupakan setiap tindakan yang

disengaja atau penghilangan yang direncanakan untuk menipu orang lain

sehingga merugikan korban dan menguntungkan pelaku.

2.3 Pengadaan Barang dan Jasa

2.3.1 Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa

Menurut Bastian (2010) Pengadaan barang dan jasa publik yakni perolehan

barang, jasa dan pekerjaan publik dengan cara dan waktu tertentu, yang

menghasilkan nilai terbaik bagi publik (masyarakat). Menurut Peraturan

Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang pedoman pengadaan barang dan

jasa pemerintah (Nurachmad, 2011) pengertian pengadaan barang dan jasa

pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh

Kementerian/Lembaga/Satuan kerja perangkat daerah/Institusi lainnya yang

prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh

kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa.

Definisi lain mengenai pengadaan barang dan jasa (Isdiantika, 2013)

Pengadaan barang dan jasa adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang

diinginkan yang dilakukan atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis (the

system of thought), mengikuti norma dan etika yang berlaku, berdasarkan

metode dan proses pengadaan yang baku. Berdasarkan beberapa definisi yang

telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pengadaan

21

barang dan jasa merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan atau

mewujudkan barang dan jasa yang diinginkan berdasarkan peraturan yang

berlaku dengan cara dan waktu tertentu serta dilaksanakan oleh pihak-pihak

yang memiliki keahlian dalam melakukan proses pengadaan.

2.3.2 Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip

pengadaan yang dipraktikkan secara nasional dan internasional, yaitu prinsip

efisien, efektif, transparan, keterbukaan, bersaing, adil atau tidak diskriminatif

dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses

pengadaan barang dan jasa, karena hasilnya dapat dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis dan keuangan. Menurut Pasal

5 Perpres No. 54 Tahun 2010 dalam Sutedi (2012) prinsip pengadaan barang

dan jasa sebagai berikut:

1. Efisien berarti pengadaan barang dan jasa harus diusahakan dengan

menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan

sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah

ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang

maksimum.

2. Efektif berarti pengadaan barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan

dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya.

3. Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan

barang barang jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh

22

penyedia barang dan jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada

umumnya.

4. Terbuka berarti pengadaan barang dan jasa dapat diikuti oleh semua

penyedia barang dan jasa yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu

berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.

5. Bersaing berarti pengadaan barang dan jasa harus dilakukan melalui

persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin penyedia barang dan jasa

yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang

dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang

mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang dan

jasa.

6. Adil atau tidak diskriminatif berarti memberikan perlakuan yang sama

kepada semua calon penyedia barang dan jasa dan tidak mengarah untuk

memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan

kepentingan nasional.

7. Akuntabel berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait

dengan pengadaan barang dan jasa sehingga dapat dapat

dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip pengadaan barang dan jasa sangat

diperlukan untuk meningkatkan kualitas proses pengadaan barang dan jasa

karena hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

23

2.3.3 Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa

Aspek lain yang ikut menentukan jalannya sistem pengadaan barang dan jasa

adalah ketentuan dan prosedur pengadaan barang dan jasa itu sendiri.

Ketentuan dan prosedur pengadaan barang dan jasa juga berpengaruh terhadap

keberhasilan suatu sistem pengadaan barang dan jasa dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan (Thai, 2001). Menurut Jatiningtyas (2011) sistem dan

prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah yang baik memiliki beberapa

karakteristik antara lain :

1. Memiliki landasan hukum yang jelas dan transparan.

2. Dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

3. Dapat diterapkan.

4. Mendorong terciptanya kompetisi secara adil.

5. Menyediakan mekanisme feedback dan complaint apabila terjadi

ketidaktaatan pada ketentuan yang telah digariskan.

PT Pertamina adalah satu diantara perusahaan yang sudah menerapkan sistem

E-Procurement untuk lebih meningkatkan sistem yang sudah ada terlebih

dalam pengadaan barang dan jasa maupun tender proyek-proyeknya. E-

procurement merupakan sebuah istilah dari pengadaan (procurement) atau

pembelian secara elektronik. E-procurement merupakan bagian dari e-bisnis

dan digunakan untuk mendesain proses pengadaan berbasis internet yang

dioptimalkan dalam sebuah perusahaan. E-procurement tidak hanya terkait

dengan proses pembelian itu saja tetapi juga meliputi negosiasi-negosiasi

elektronik dan pengambilan keputusan atas kontrak-kontrak dengan pemasok.

24

Karena proses pembelian disederhanakan dengan penanganan elektronik untuk

tugas-tugas yang berhubungan dengan operasi, tugas-tugas yang berhubungan

dengan stategi dapat diberi peran yang lebih penting dalam proses tersebut.

Manfaat e-procurement adalah:

1. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dapat berjalan secara transparan

adil dan persaingan sehat.

2. Masyarakat luas dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pelelangan dan

mempermudah masyarakat dalam memperoleh informasi.

3. Tidak terjadi pengadaan barang dan jasa yang bernuansa KKN, karena

semua peserta pengadaan barang dan jasa dapat saling mengawasi.

4. Tercapainya mutu produk, waktu pelaksanaan, pemanfaatan dana, sumber

daya manusia, teknologi dalam pelaksanaannya.

5. Mereduksi tenaga sumber daya manusia, menghemat biaya penyelenggaraan

pelelangan dan mengoptimalkan waktu pelaksanaan.

Pelaksanaan e-procurement perlu dilakukan secara bertahap guna penerapan

yang semakin baik. Secara umum tahapan pelaksanaan e-procurement dibagi

dalam empat tahap, antara lain:

1. Penayangan informasi yang terdiri dari informasi umum dan paket

pekerjaan.

2. Pelaksanaan copy to internet (CTI) adalah penayangan informasi, proses,

dan hasil pengadaan barang dan jasa.

25

3. Pelaksanaan semi e-procurement yaitu kegiatan pengadaan barang dan jasa

yang sebagian prosesnya dilakukan melalui media internet secara interaktif

antara peserta lelang dan panitia lelang.

4. Pelaksanaan full e-procurement yaitu proses pengadaan barang dan jasa

yang dilakukan dengan transaksi secara penuh melalui media internet,

namun dalam pelaksanaanya full e-procurement belum dapat dilakukan di

Indonesia.

PT Pertamina juga menerapkan LPSE yaitu unit kerja yang dibentuk diseluruh

Kementrian, Lembaga, Satuan kerja perangkat daerah, Institusi Lainnya untuk

menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang dan jasa secara

elektronik serta memfasilitas ULP atau pejabat pengadaan dalam melaksanakan

pengadaan barang dan jasa secara elektronik. ULP atau pejabat pengadaan

pada Kementrian, Lembaga, Perguruan Tinggi, BUMN yang tidak membentuk

LPSE dapat menggunakan fasilitas LPSE yang terdekat dengan tempat

kedudukannya untuk melaksanakan pengadaan secara elektronik. Selain

memfasilitasi ULP atau Pejabat pengadaan akan melaksanakan pengadaan

barang dan jasa secara elektronik LPSE juga melayani registrasi penyedia

barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan.

Pengadaan barang dan jasa secara elektronik akan meningkatkan transparansi

dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat,

memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses

monitoring dan audit dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time

26

guna mewujudkan clean and good government dalam pengadaan barang dan

jasa pemerintah. Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Nomor 54

tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah yang ketentuan

teknis operasionalnya diatur oleh peraturan kepala LKPP Nomor 2 tahun 2010

tentang layanan pengadaan secara elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan

sistem pelayanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik juga wajib

memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang

nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Layanan yang tersedia dalam sistem pengadaan secara elektronik saat ini

adalah e-tendering yang ketentuan teknis operasionalnya diatur dengan

peraturan kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2011 tentang tata cara e-tendering.

Selain itu LKPP juga menyediakan fasilitas katalog elektronik (e-catalogue)

yang merupakan sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis,

spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang dan

jasa pemerintah, proses audit secara online (e-audit), dan tata cara Pembelian

barang dan jasa melalui katalog elektronik (e-purchasing).

2.3.4 Pengawasan dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa

Pengertian pengawasan barang dan jasa menurut Sutedi (2012) Pengawasan

pengadaan barang dan jasa adalah pengawasan yang dilakukan terhadap

pelaksanaannya sesuai dengan rencana, prinsip dasar pengadaan, prosedur dan

aturan yang berlaku. Sebagaimana diatur dengan ketentuan dalam Perpres No.

27

54 Tahun 2010, adanya pengawasan dan pemeriksaan dimaksudkan untuk

dapat:

1. Meningkatkan kinerja aparatur pemerintah serta mewujudkan aparatur yang

profesional, bersih, dan bertanggung jawab.

2. Memberantas penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi, kolusi dan

nepotisme.

3. Tegakkan peraturan yang berlaku dan mengamankan keuangan negara.

Terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi keefektifan pengawasan yang

akan dilakukan, antara lain sebagai berikut:

1. Kebijakan dan prosedur

2. Cara atau metode pengawasan yang digunakan

3. Alat pengawasan

4. Bentuk pengawasan

5. Pelaku pengawasan

Pengawasaan pengadaan barang dan jasa wajib dilakukan sebagai upaya untuk

mewujudkan keadilan, transparansi dan pertanggungjawaban serta dapat

mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan.

2.3.5 Etika Pengadaan Barang dan Jasa

Etika pengadaan berkaitan dengan kelaziman dalam praktek dunia usaha yang

dianggap akan menciptakan sistem persaingan usaha yang adil. Etika dalam

pengadaan barang dan jasa akan mencegah penyalahgunaan wewenang atau

28

kolusi untuk kepentingan pribadi atau golongan yang secara langsung atau

tidak langsung dapat merugikan negara.

Dalam Modul Pengantar Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia (2010)

dijelaskan bahwa pengadaan barang dan jasa harus dilakukan dengan

menjunjung tinggi etika pengadaan. Pengamalan terhadap etika pengadaan

diharapkan dapat membuat pengadaan barang dan jasa berlangsung dengan

baik. Semakin banyak etika yang dilanggar dapat semakin dipastikan bahwa

tujuan pengaturan proses pengadaan barang dan jasa melalui Perpres 54 Tahun

2010 ini menjadi tidak tercapai, yaitu :

1. Pengadaan barang dan jasa menjadi tidak efisien dan efektif.

2. Persaingan menjadi tidak terbuka dan tidak kompetitif.

3. Ketersediaan barang dan jasa yang terjangkau dan berkualitas menjadi tidak

tercapai.

4. Meningkatnya kapasitas dan kemampuan penyedia karena adanya

persaingan yang sehat menjadi sulit tercapai.

5. Pada gilirannya kualitas pelayanan publik akan sulit ditingkatkan.

Seluruh para pihak yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa

harus mematuhi etika pengadaan barang dan jasa, yaitu :

1. Melaksanakan tugas secara tertib, penuh rasa tanggung jawab, demi

kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pelaksanaan pengadaan barang

dan jasa.

29

2. Bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi kejujuran,

kemandirian dan menjaga informasi yang bersifat rahasia.

3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, yang

mengakibatkan persaingan yang tidak sehat, penurunan kualitas proses

pengadaan dan hasil pekerjaan.

4. Bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang ditetapkan sesuai

dengan kewenangannya.

5. Mencegah terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest) pihak-

pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses

pengadaan barang dan jasa.

6. Mencegah terjadinya kebocoran keuangan dan kerugian perusahaan.

7. Tidak menyalahgunakan wewenang dan melakukan kegiatan bersama

dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang

secara langsung atau tidak langsung merugikan perusahaan.

2.3.6 Kebijakan Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa pemerintah dilaksanakan dengan cara yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan khusus tentang

pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah peraturan presiden nomor 54

tahun 2010 yang telah dirubah terakhir dengan peraturan presiden nomor 172

tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas peraturan presiden nomor 54 Tahun

2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Petunjuk teknis

pelaksanaan peraturan presiden tersebut telah dituangkan dalam peraturan

30

kepala lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah (LKPP)

nomor 14 Tahun 2012.

Salah satu cara pengadaan barang dan jasa adalah pengadaan langsung. Perpres

mengamanatkan pelaksanaan pengadaan langsung untuk barang dan jasa

lainnya tidak perlu dilakukan proses prakualifikasi. Dengan demikian dalam

pengadaan langsung persyaratan kualifikasi penyedia tidak harus terpenuhi.

Dalam kenyataannya masih banyak pejabat pengadaan yang lebih

mementingkan terpenuhinya persyaratan kualifikasi ketimbang efisiensi harga.

Dengan mempertimbangan pemenuhan persyaratan kualifikasi, mereka lebih

suka menunjuk penyedia berbentuk badan usaha dari pada penyedia

perseorangan, walaupun harga penawaran dari badan usaha lebih mahal

dibandingkan penyedia perseorangan. Kegiatan pengadaan dapat dilaksanakan

apabila :

1. Program pengadaan barang dan jasa telah disetujui dan ditetapkan Direksi.

2. Tersedianya spesifikasi teknis atau rencana acuan kerja (Term of Reference)

3. Telah memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang disusun oleh panitia

penyusun harga perkiraan sendiri, kecuali untuk pembelian langsung.

4. Dikecualikan dari ketentuan di atas untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat

mendesak (urgent).

5. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan oleh pejabat pengadaan

atau panitia pengadaan barang dan jasa

6. Pengadaan sampai dengan nilai Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dapat

dilaksanakan oleh pejabat pengadaan.

31

7. Pengadaan di atas nilai Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) harus

dilaksanakan oleh panitia pengadaan barang dan jasa.

2.3.7 Pertanggungjawaban Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa dilaksanakan oleh beberapa pihak, yaitu :

1. Pengguna anggaran (PA) atau kuasa pengguna anggaran (KPA).

2. Pejabat pembuat komitmen (PPK).

3. Unit layanan pengadaan (ULP) atau pejabat pengadaan.

4. Panitia atau pejabat penerima hasil pekerjaan.

PA atau KPA bertanggung jawab pada proses perencanaan umum berupa

penetapan paket pekerjaan, jadwal pelaksanaan, penetapan PPK, pengawasan

pelaksanaan anggaran dan penetapan pemenang untuk kegiatan dengan nilai

diatas Rp 100.000.000.000, untuk selain jasa konsultansi dan diatas Rp

10.000.000.000, untuk jasa konsultansi. PPK bertanggung jawab untuk

menyusun rencana pelaksanaan pengadaan seperti penetapan spesifikasi teknis,

HPS dan menyusun rancangan kontrak, penerbitan surat penunjukan, dan

melaksanakan kontrak sampai dengan selesainya pelaksanaan pekerjaan (serah

terima hasil pekerjaan). ULP atau pejabat pengadaan mempunyai tugas

melaksanakan seluruh proses seleksi atau lelang mulai dari pengumuman

sampai penetapan pemenang. Sementara itu, panitia atau pejabat penerima

hasil pekerjaan bertugas menerima hasil pekerjaan dengan memeriksa kuantitas

dan kualitas hasil pekerjaan sesuai dengan kontrak. Pada pelaksanaan

pengadaan dengan pola swakelola, PA atau KPA, PPK, dan panitia atau pejabat

penerima hasil pekerjaan mempunyai tugas yang sama dengan tugas pada

32

pengadaan melalui penyedia barang dan jasa kecuali ULP yang tidak dibentuk

untuk pelaksanaan swakelola, namun apabila ada bagian pekerjaan dari

kegiatan swakelola yang memerlukan pengadaan barang dan jasayang tidak

bisa dikerjakan sendiri maka tetap dilakukan oleh ULP atau pejabat pengadaan.

2.3.8 Pencegahan Fraud Pengadaan Barang dan Jasa

Pencegahan kecurangan adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam

penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang meyakinkan bahwa tindakan

yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil

lain untuk memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan (Amrizal,

2004).

Menurut Tuanakotta (2007) Pencegahan fraud dapat dilakukan dengan

mengaktifkan pengendalian internal. Pengendalian internal yang aktif biasanya

merupakan bentuk pengendalian internal yang paling banyak diterapkan. Ia

seperti pagar-pagar yang menghalangi pencuri masuk kehalaman rumah orang.

Seperti pagar, bagaimanapun kokohnya tetap dapat ditembus oleh pelaku fraud

yang cerdik dan mempunyai nyali untuk melakukannya.

PT Pertamina mempunyai tujuan untuk meningkatkan pelayanan untuk

masyarakat dan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut yaitu

dengan mempergunakan anggaran dengan sebaik-baiknya, misalnya melalui

pengadaan barang dan jasa. Namun, tidak semua pihak yang terkait terutama

yang merupakan agent baik secara langsung maupun tidak langsung

33

mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama. Banyak terdapat muatan-

muatan kepentingan, terutama kepentingan dalam perusahaan yang

mengganggu yaitu tercapainya tujuan utama pengadaan barang dan jasa.

Skema kecurangan berbentuk skenario bagaimana kecurangan bisa terjadi

dalam organisasi dan penjabaran metode yang biasa digunakan untuk

menyembunyikan kecurangan. Pelaku kecurangan dalam organisasi bisa dalam

bentuk korupsi, penyalahgunaan aset, maupun pelaporan keuangan.

Kecurangan tersebut dilakukan dalam kaitannya dengan jabatan seseorang

yang dengan sengaja salah menggunakan maupun salah mengaplikasikan

sumber daya atau aset perusahaan (Wilopo, 2006).

2.3.9 Kecurangan dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa dapat menyangkut tindakan

manipulasi, pemalsuan atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber

data bagi penyajian pengadaan barang dan jasa, representasi yang salah dalam

penghilangan dari pengadaan barang dan jasa, peristiwa transaksi atau

informasi yang signifikan, salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi

yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

Perlakuan tidak semestinya terhadap aset dapat disertai dengan catatan atau

dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih

individu di antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga.

34

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi

Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional

bergerak di bidang pemeriksaan kecurangan yang berkedudukan di Amerika

Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan,

mengklasifikasikan fraud dalam tiga kelompok berdasarkan perbuatan yakni

penyimpangan asset (Asset Misappropriation) merupakan penyalahgunaan aset

atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling

mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur atau dihitung.

Yang kedua adalah pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent

Statement) tindakan yang dilakukan oleh atasan atau eksekutif suatu

perusahaan untuk menutupi kondisi yang sebenarnya dengan melakukan

rekayasa pengadaan barang dan jasa dalam penyajian untuk memperoleh

keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

Yang ketiga adalah korupsi (corruption) merupakan jenis fraud ini yang paling

sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap

dan korupsi. Fraud jenis ini yang terbanyak terjadi di negara-negara

berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran

akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.

2.1.4 Kesesuaian Kompensasi

Hasibuan (2002) mengatakan kompensasi merupakan istilah yang berkaitan

dengan imbalan-imbalan finansial (financial reward) yang diterima oleh orang-

orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi.

Thoyibatun (2009) mengatakan bahwa kompensasi merupakan komponen

35

biaya yang dibayarkan oleh organisasi pada karyawan. Bagi karyawan

kompensasi merupakan faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan, sedang

bagi organisasi kompensasi merupakan komponen biaya yang mempengaruhi

tingkat efisiensi dan profitabilitas. Oleh karena itu, organisasi perlu hati-hati

dalam mengontrol dan mendesain kompensasi supaya kedua kepentingan

tersebut dapat diakomodasi. Hal tersebut merupakan tantangan bagi organisasi

untuk membuat sistem kompensasi yang mampu mendorong karyawan

berprestasi secara optimal. Salah satu tujuan pemberian kompensasi yang

sesuai adalah menghargai prestasi kerja yang sudah dilakukan untuk

perkembangan organisasi sehingga akan memiliki istilah take and give artinya

ketika tanggung jawab sudah diselesaikan maka karyawan akan memperoleh

hak yang seharusnya.

Beberapa terminologi dalam kompensasi yang pertama adalah Upah/gaji. Upah

(wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji perjam (semakin lama

kerjanya, semakin besar bayarannya). Upah merupakan basis bayaran yang

kerap digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan. Sedangkan

gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif mingguan, bulanan atau tahunan.

Yang kedua adalah insentif, merupakan tambahan-tambahan gaji diatas atau

diluar gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi. Program-program insentif

disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas,

penjualan, keuntungan-keuntungan atau upaya-upaya pemangkasan biaya.

36

Upah Minimum Kota (UMK) di Bandar Lampung sudah ditetapkan sesuai

usulan dewan pengupahan kota sebesar Rp 2.263.390 pada tahun 2018. UMK

adalah upah minimum kota atau kabupaten yang biasanya diberikan kepada

pekerja. Persoalan upah atau gaji memang menjadi salah satu hal yang sangat

menarik untuk diperbincangkan. tentang bagaimana mengoptimalkan gaji yang

diterima, karena penghasilan yang didapatkan dirasa kurang, di sisi lain harga

kebutuhan pokok semakin meningkat tiap tahunnya.

Dalam pengelolaan keuangan bulanan, terkadang ditemukan beberapa

pengeluaran yang tidak bisa diperkirakan. Contohnya dengan memiliki hobi

seperti bermain golf, berkeliling dunia (traveling), berkuda, ataupun

mengoleksi mobil. Biaya yang di keluarkan tersebut tidak sesuai dengan upah

atau gaji yang didapat, karena itu dengan pengeluaran yang melebihi

pendapatannya seseorang akan melakukan segala cara untuk memenuhi

kebutuhannya. Dengan tindakan tersebut seseorang dapat melakukan

kecurangan untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak dari upah atau gaji

yang sudah ditetapkan.

Namun yang terdapat pada kode etik profesi akuntan publik tentang prinsip

perilaku proesional pada paragraf 150.1 yang mewajibkan setiap praktisi untuk

mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta

menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini

mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan

yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan

37

mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi

profesi.

2.1.5 Tekanan

Pressure diasumsikan pada adanya tekanan yang mendorong seseorang untuk

bertindak curang (Wolfe dan Hermanson, 2004). Tekanan bisa bersifat

eksternal maupun internal. Tekanan eksernal misalnya adalah beban hutang

yang harus segera dilunasi, keinginan memiliki sesuatu secara berlebihan

(ketamakan), gaya hidup dan perilaku terlarang seperti berjudi, narkoba atau

perselingkuhan. Tekanan internal dalam bentuk beban kerja yang terlalu tinggi

atau kesibukan yang terlalu padat.

Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa selain faktor tersebut, pelaku

pengadaan barang dan jasa bisa jadi mendapat tekanan dari atasan atau pihak

lain yang memerlukan uang dari proses pengadaan secara tidak benar. Atasan

atau pihak lain memberikan tekanan kepada pelaku pengadaan barang dan jasa

guna pengembalian ongkos yang cukup besar. Penyebab lain yang sangat naif

adalah proses hukum misalnya terkait pemberantasan korupsi yang

memerlukan biaya tinggi menimbulkan tekanan untuk melakukan kecurangan

pada area yang lain.

Pada kode etik profesi akuntan publik paragraf 200.2 tentang tekanan atau

ancaman yaitu setiap praktisi tidak boleh terlibat dalam setiap bisnis,

pekerjaan, atau aktivitas yang dapat mengurangi integritas, objektivitas atau

38

reputasi profesinya, yang dapat mengakibatkan pertentangan dengan jasa

profesional yang diberikannya. Dan Pada kode etik profesi akuntan publik

paragraf 200.3 tentang tekanan atau ancaman diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Ancaman kepentingan pribadi

2. Ancaman telaah pribadi

3. Ancaman advokasi

4. Ancaman kedekatan

5. Ancaman intimidasi

Pencegahan terjadinya fraud dari faktor tekanan adalah dengan cara

memperbaiki ekosistem pengadaan dan integritas pelaku pengadaan barang dan

jasa secara bersama-sama. Dalam SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi

yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan.

Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal

financial need, dan financial targets.

2.1.6 Kesempatan

Opportunity diasumsikan pada kesempatan yang dimiliki oleh pegawai karena

adanya kelemahan dalam sistem, dimana seseorang yang tepat bisa

mengeksploitasi sebuah penipuan (Wolfe dan Hermanson 2004). Situasi dan

kondisi tersebut memungkinkan seseorang bisa berbuat atau melakukan

kegiatan yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena

internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan

39

penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity

merupakan elemen yang paling mendasari terjadinya kecurangan.

Peluang ini dapat muncul kapan saja, sehingga pengawasan dan pengendalian

internal perusahaan sangat diperlukan untuk mengantasipasi kemungkinan

adanya peluang seseorang melakukan kecurangan. Seseorang yang tanpa

tekanan sekalipun dapat melakukan kecurangan dengan adanya peluang ini,

meskipun pada awalnya tidak ada peluang untuk melakukan ini. Maka dari itu

pada kode etik profesi akuntan publik tentang prinsip-prinsip dasar etika

profesi perlu diterapkan sebagai berikut:

1. Prinsip integritas

2. Prinsip objektivitas

3. Prinsip kompetensi serta sikap kecematan dan kehati-hatian profesional

(profesional competence and due care)

4. Prinsip kerahasiaan

5. Prinsip perilaku profesional

2.1.7 Rasionalisasi

Rationalization diasumsikan pada kesadaran seseorang bahwa perilaku atau

sikap pada fraud bernilai risiko (Wolfe dan Hermanson 2004). Hal ini

dimaknai dengan persepsi pegawai tentang tindakan, pola tingkah laku, dan

kepercayaan yang telah menjadi suatu panutan bagi seluruh pegawai yang

berada didalam instansi. Robinson (1995) dalam Tang dan Chiu (2003)

menyebutkan beberapa penelitian tentang rationalization diukur berdasarkan

40

beberapa indikator yaitu: perilaku manajemen yang menyalahgunakan

kedudukan (abuse position), perilaku manajemen yang menyalahgunakan

sumber daya organisasi (abuse resources), perilaku manajemen yang

menyalahgunakan kekuasaan (abuse power), dan perilaku manajemen yang

tidak berbuat apa-apa (no action).

Maka dari itu pada kode etik profesi akuntan publik tentang prinsip kompetensi

serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesial pada paragraf 130.1 perlu

diterapkan yaitu mewajibkan praktisi untuk:

1. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk

menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau

pemberi kerja

2. Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan seksama sesuai dengan

standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa

profesionalnya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang kecurangan

(fraud) pengadaan barang dan jasa. Berikut ini adalah beberapa contoh

penelitian yang berkaitan dengan fraud.

Deviana Sari (2017) tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyediakan bukti

empiris bahwa faktor-faktor kesesuaian kompensasi, keefektifan sistem

pengendalian internal, penegakan hukum, perilaku tidak etis, asimetri

41

informasi dan kultur organisasi berpengaruh terhadap Fraud di sektor

pemerintahan.

Nurani Jatiningtyas (2011) melakukan penelitian ini bertujuan untuk menguji

pengaruh faktor-faktor seperti Kualitas Panitia Pengadaan Barang/Jasa,

Kualitas Penyedia Barang/Jasa, Penghasilan Panitia Pengadaan Barang/Jasa,

Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa, Etika Pengadaan Barang/Jasa,

dan Lingkungan Pengadaan Barang/Jasa secara terhadap Fraud dalam

Pengadaan Barang/Jasa pada Instansi Pemerintah serta menguji apakah ada

perbedaan penilaian antara Responden Pihak Internal Instansi dan Auditor

BPKP.

Lou dan Wang (2012) melakukan penelitian ini untuk menguji faktor resiko

dari fraud triangle. Hasilnya mengindikasikan bahwa kecurangan pelaporan

berhubungan dengan salah satu kondisi berikut: tekanan keuangan dari suatu

perusahaan atau supervisor perusahaan, persentase yang lebih tinggi dari

transaksi yang kompleks suatu perusahaan, lebih dipertanyakannya integritas

manajer sebuah perusahaan, atau penurunan hubungan antara perusahaan

dengan auditornya. Sebuah model logistik sederhana berdasarkan contoh faktor

risiko kecurangan ISA 240 dan SAS 99 mengukur kemungkinan kecurangan

pelaporan keuangan dan dapat menguntungkan praktisi.

Gagola (2011) melakukan penelitian secara empiris yang mengkaji efektivitas

teori Cressey (1953) mengenai kerangka faktor resiko kecurangan yang

42

diterapkan dalam SAS No. 99 dan PSA No. 70 untuk mendeteksi kecurangan

laporan keuangan. Gagola mengembangkan variabel yang berfungsi sebagai

ukuran proksi untuk tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi dan menguji

variabel-variabel ini menggunakan informasi umum yang tersedia.

2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran teoretis

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Kesesuaian Kompensasi berpengaruh terhadap Fraud

Kompensasi merupakan hal yang berpengaruh terhadap tindakan maupun

perilaku seseorang dalam organisasi. Seseorang cenderung berperilaku tidak

etis untuk memaksimalkan keuntungan pribadinya. Yang terdapat pada kode

etik prinsip-prinsip dasar akuntan profesional IFAC 2005 pada kesesuaian

kompensasi harus mematuhi prinsip yang ada seperti integritas yaitu seorang

profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan

profesionalnya.

Kesesuian Kompensasi

Fraud

(Kecurangan) Tekanan

Kesempatan

Rasionalisasi

43

Dengan adanya kesesuaian pemberian kompensasi, perilaku tidak etis

diharapkan dapat berkurang dan meminimalisir karyawan untuk tetap

berperilaku sesuai dengan aturan perusahaan (perilaku etis). Menurut Glifandi

Hari Fauwzi (2011) menjelaskan bahawa kompensasi yang sesuai menjadi

bagian yang sangat penting bagi kinerja karyawan serta keberhasilan

organisasi. Maka dari itu dengan adanya pemberian kompensasi yang sesuai

dengan pekerjaan karyawan akan berpengaruh dalam meningkatkan perilaku

etis karyawan. Berdasarkan teori tersebut dan penelitian terdahulu yang

memiliki perbedaan, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Kesesuaian Kompensasi secara signifikan berpengaruh positif

terhadap Fraud

2.4.2 Tekanan terhadap Fraud

Dandago (1997) menyatakan bahwa penipuan adalah keliruan informasi

keuangan oleh satu atau lebih individu, antara manajemen, karyawan atau

pihak ketiga. Hal ini melibatkan penggunaan penipuan kriminal untuk

memperoleh keuntungan yang tidak adil atau ilegal. Kecurangan yang

disengaja atau penipuan dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan yang

tidak semestinya. Wells (2011) melihat kecurangan memiliki arti yang berbeda

dari kesalahan, yang mengacu pada salah saji yang tidak disengaja atau

kelalaian dari jumlah atau pengungkapan dari catatan akuntansi atau laporan

keuangan. Permasalahan yang timbul sehingga seorang pegawai memutuskan

untuk berperilaku curang (fraud) karena adanya desakan baik dari diri pribadi,

organisasi, maupun dari luar.

44

Cressey (1953) membagi masalah keuangan kedalam enam kategori: kesulitan

untuk pengembalian hutang, masalah yang dihasilkan dari kegagalan pribadi,

kegagalan bisnis seperti adanya inflasi atau resesi, isolasi fisik (pelanggar

kepercayaan yang dipisahkan dari orang-orang yang dapat membantu dia), ego

untuk hidup di luar kemampuan seseorang, dan perlakuan tidak adil dari

pimpinan. Adanya desakan-desakan tersebut, mendorong seorang pegawai

melakukan upaya untuk mencukupi kebutuhan diluar kemampuannya

(Albrecht, 2004). Upaya tersebut dapat berasal dari pressure (Wolfe dan

Hermanson, 2004). Pressure atau tekanan umumnya diukur dari beberapa hal

yaitu personal pressure, employment pressure, external pressure (Rasha dan

Andrew, 2012). Pada kode etik prinsip-prinsip dasar Akuntan Profesional

IFAC 2005 seseorang harus bersikap objektivitas yaitu seorang profesional

seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau

dibawah pengaruh orang lain sehingga dapat mengesampingkan pertimbangan

bisnis dan profesional. Berdasarkan hal tersebut peneliti menyimpulkan

hipotesis sebagai berikut:

H2: Tekanan secara signifikan berpengaruh positif terhadap Fraud

2.4.3 Kesempatan terhadap Fraud

Menurut Rukmawati (2011) kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan

pelaku secara leluasa dapat menjalankan aksinya yang disebabkan oleh

pengendalian internal yang lemah, ketidakdisplinan, kelemahan dalam

mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit, dan sikap apatis. Hal yang

45

paling menonjol di sini adalah dalam hal pengendalian internal. Pengendalian

internal yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan

kecurangan. SAS No. 99 menyebutkan bahwa peluang pada financial statement

fraud dapat terjadi pada tiga kategori. Kondisi tersebut adalah nature of

industry, ineffective monitoring, dan organizational structure.

H3: Kesempatan secara signifikan berpengaruh positif terhadap Fraud

2.4.4 Rasionalisasi terhadap Fraud

Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, di mana pelaku

mencari pembenaran atas perbuatannya. Sikap atau karakter adalah apa yang

menyebabkan satu atau lebih individu untuk secara rasional melakukan

kecurangan. Integritas manajemen atau sikap merupakan penentu utama dari

kualitas laporan keuangan. Ketika integritas manajer dipertanyakan, keandalan

laporan keuangan diragukan. Bagi mereka yang umumnya tidak jujur, mungkin

lebih mudah untuk merasionalisasi penipuan. Bagi mereka dengan standar

moral yang lebih tinggi, itu mungkin tidak begitu mudah. Pelaku fraud selalu

mencari pembenaran secara rasional untuk membenarkan perbuatannya

(Molida, 2011).

Auditor eksternal merupakan mekanisme pengawasan untuk mengendalikan

perilaku manajemen terkait dengan pelaporan keuangan perusahaan.

Pernyataan Standar Auditor (PSA) No. 70 menunjukkan bahwa adanya

hubungan tegang antara manajemen dengan auditor sekarang atau auditor

pendahulu sebagai indikasi tindak kecurangan pelaporan keuangan. Gagola

46

(2011), menunjukkan bahwa klien dapat menggunakan mekanisme

perpindahan auditor (auditor switch) untuk mengurangi kemungkinan

pendeteksian tindak kecurangan laporan keuangan oleh perusahaan.

H4: Rasionalisasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap Fraud

47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan sampel

Menurut Sugiyono (2008) Populasi merupakan wilayah generalisasi yang

terdiri atas subyek atau objek yang memiliki karakter & kualitas tertentu yang

ditetapkan oleh seorang peneliti untuk dipelajari yang kemudian ditarik sebuah

kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai atau pejabat yang

bekerja pada PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung. Sedangkan cara

pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling

yaitu dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan kriteria

tertentu, baik berdasarkan pertimbangan tertentu maupun jumlah tertentu.

Kriteria pegawai yang mempunyai pengaruh dalam melakukkan fraud adalah

pemegang jabatan pengelola keuangan atau pejabat pengadaan barang dan jasa

diantaranya yaitu Pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran (PA atau

KPA), Pejabat pembuat komitmen (PPK), Panitia pengadaan (PP), Pejabat

pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Pejabat penerima hasil pekerjaan (PPHP),

Bendahara pengeluaran, dan Bendahara pembantu pengeluaran. Persyaratan ini

digunakan agar bisa digunakan untuk mengambil keputusan yang objektif dan

sampel yang digunakan sebanyak 32 orang.

48

3.2 Data Penelitian

3.2.1 Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis data penelitian ini menggunakan data primer yaitu data penelitian yang

diperoleh dari sumber asli tanpa melalui perantara. Dalam penelitian ini data

primer diperoleh dari kuesioner.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian ini didapat dari survei menggunakan

kuisioner yang dibagikan kepada karyawan bagian keuangan dan bagian

pengadaan barang dan jasa pada PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung.

Kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang efektif digunakan. Teknik

membuat pertanyaan pada kuisioner penelitian dengan cara menterjemahkan

dari variabel menjadi konstuk atau indikator dan dari setiap indikator

diturunkan jadi pertanyaan dalam kuisioer. Untuk menguji kebenaran dari hasil

kuisioner dapat dilakukan dengan uji validitas yaitu uji yang digunakan untuk

menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan ukurannya. Pengukuran pada kuisioner juga dapat diuji dengan uji

reliabilitas yaitu uji yang memastikan suatu kuisioner yang akan digunakan

untuk mengumpulkan data variabel penelitian reliable atau tidak.

3.4 Definisi Variabel

Menurut Sugiyono (2013) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat

atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

49

ditetapkan oleh peneltiti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Dalam

penelitian ini variabel yang digunakan terbagi menjadi dua, yaitu: variabel

independen (variabel bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau

terikat dan variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipe-

ngaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,

2013).

3.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah kecurangan atau fraud. Dari

beberapa definisi kecurangan (fraud) yang sudah dipaparkan sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa kecurangan merupakan tindakan yang melanggar hukum

untuk mendapatkan keuntungan bagi individu atau kelompok dengan tujuan

tertentu yang sifatnya menipu atau berbohong serta merugikan pihak lain

seperti adanya salah pernyataan, manipulasi laporan keuangan, penyajian

informasi yang salah atau keliru.

3.4.2 Variabel Independen

Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan adalah kesesuaian

kompensasi (X1). Variabel independen yang kedua (X2) dalam penelitian ini

adalah tekanan. Variabel independen yang ketiga (X3) dalam penelitian ini

adalah kesempatan. Variabel independen yang keempat (X4) dalam penelitian

ini adalah rasionalisasi.

50

3.5 Teknik Penentuan Skor

Setelah pengumpulan data, tahap selanjutnya yaitu teknik penentuan skor. Hal

ini dilakukan karena salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan kuisioner yaitu peneliti memberikan pertanyaan kepada

responden dengan beberapa alternatif jawaban yang masing-masing jawaban

diberi skor. Skala yang digunakan dalam menetapkan skor dalam penelitian ini

yaitu skala likert. Dengan skala likert jawaban yang tersedia dari SS (Sangat

Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak

Setuju) yang masing-masing diberi skor sebagi berikut:

1. Jawaban SS diberi skor 5

2. Jawaban S diberi skor 4

3. Jawaban N diberi skor 3

4. Jawaban TS diberi skor 2

5. Jawaban STS diberi skor 1

Teknik penentuan skor dilakukan agar memudahkan peneliti dalam

memasukkan data atau informasi dari responden yang dilakukan pada tahap

pengumpulan data. Pemberian skor juga bertujuan untuk mempermudah

peneliti dalam mengolah data hasil penelitian.

3.6 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan variabel yang diungkap dalam definisi konsep

tersebut, secara operasional, secara praktis, secara riil, secara nyata dalam

lingkup objek penelitian atau objek yang diteliti sebagai berikut:

51

Tabel 3.1

Operasional Variabel

3.7 Metode Analisis Data

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan metode penelitian,

metode analisis data yang digunakan yaitu kuantitatif sebagai metode

penelitian.

Variabel Skala

Pengukuran Indikator

Kesesuaian

Kompensasi - Prestasi kerja

- Insentif

Skala

Likert 1-5

Pressure (Tekanan) - Financial stability

- External pressure

- Personal financial

- Financial target

Skala Likert

1-5

Opportunity

(Kesempatan)

- Penyalahgunaan

wewenang

- Pengendalian internal

- Pengawasan kurang

Skala Likert

1-5

Rationalization

(Rasionalisasi)

- Perilaku manajemen yang

menyalahgunakan

kedudukan (Abuse

position)

- Perilaku manajemen yang

menyalahgunakan

sumber daya

organisasi(abuse

resources)

- Perilaku manajemen yang

menyalahgunakan

kekuasaan (abuse power)

- Perilaku manajemen yang

tidak berbuat apaapa (no

action)

Skala Likert

1-5

52

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan

pengumpulan dan penyajian suatu gugus data. Statistik Deskriptif hanya dapat

memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak dapat

memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak dapat digunakan

untuk menarik kesimpulan tentang gugusan data induk yang lebih besar.

Statistik deskriptif meliputi dari:

1. Ukuran Pemusatan data

2. Dispersi atau penyimpangan

3. Kemencengan

4. Keruncingan

3.8 Uji Kualitas Data

3.8.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang

seharusnya diukur (Ghozali, 2016). Pengukuran dikatakan valid jika mengukur

tujuannya dengan nyata dan benar. Pada penelitian ini, validitas diukur dengan

membandingkan nilai r hitung dan r tabel, yaitu r hitung didapat dari hasil

Output Cronbach Alpha pada kolom Coorelated Item-Total Correlation.

Apabila nilai r hitung > r tabel, maka butir atau pertanyaan tersebut dinyatakan

valid (Ghozali, 2016).

53

3.8.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi dari instrumen pengukur

(Ghozali, 2016). Suatu pengukur dikatakan reliabel atau dapat diandalkan jika

dapat dipercaya. Untuk melakukan uji reliabilitas, peneliti menggunakan teknik

Cronbach Alpha. Cronbach Alpha adalah koefisien reliabilitas yang

menunjukkan bagaimana bagian-bagian dari suatu set berkorelasi secara positif

satu sama lain. Suatu instrumen dianggap reliable jika memiliki koefisien

reliabilitas sebesar 0,6 atau lebih.

3.9 Uji Asumsi Klasik

Model regresi harus memenuhi beberapa asumsi yang disebut asumsi klasik.

Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk menghindari perolehan yang bias.

Adapun uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut.

3.9 1 Uji Normalitas

Uji asumsi ini akan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel terikat

(Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan, apakah berdistribusi normal atau

berdistribusi tidak normal (Sunyoto, 2011). Uji ini bertujuan untuk menguji

apakah ada variabel pengganggu atau variabel residual dalam model regresi.

54

Uji normalitas data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis

grafik. Pengambilan keputusan dengan analisis grafik dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu melalui grafik histogram dan normal probability plot. Untuk

grafik histogram, jika data rill membentuk garis kurva cenderung tidak simetri

terhadap mean (U) maka dapat dikatakan data berdistribusi tidak normal,

begitupun sebaliknya. Sementara untuk cara normal probability plot, dikatakan

berdistribusi normal jika garis data rill mengikuti garis diagonal dan cara ini

dianggap lebih handal daripada grafik histogram karena cara ini

membandingkan data rill dengan data distribusi normal (Sunyoto, 2011).

3.9.2 Uji Multikolinieritas

Uji asumsi klasik ini digunakan untuk analisis regresi berganda yang terdiri

dari minimal dua variabel bebas, dimana akan diukur tingkat asosiasi

(keeratan) hubungan atau pengaruh antar variabel bebas tersebut melalui

besaran koefisien korelasi (r). Dalam menentukan terjadinya multikolinieritas

dapat digunakan carasebagai berikut:

a. Jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih besar dari 0.6.

b. Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara

statistik (a).

c. Nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi penyimpangan

baku kuadrat.

55

Dapat disimpulkan bahwa, jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak

lebih dari 10, dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat

dikatakan terbebas dari multikolinieritas. Nilai Tolerance (a)dapat dihitung

dengan persamaan (a= 1/VIF ), sementara nilai Variance Inflation Factor dapat

dihitung dengan persamaan ( VIF= 1/a ). Variabel bebas mengalami

multikolinieritas jika a hitung < a dan VIF hitung < VIF (Sunyoto, 2011:79).

3.9.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat sama atau tidak varians dari

residual dari observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya

mempunyai varians yang sama, disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika

variansnya tidak sama terjadi heteroskedastisitas. Dan yang diharapkan terjadi

adalah homoskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat

sama atau tidak varians dari residual dari observasi yang satu dengan observasi

yang lain. Jika residualnya mempunyai varians yang sama, disebut terjadi

homoskedastisitas, dan jika variansnya tidak sama terjadi heteroskedastisitas.

Dan yang diharapkan terjadi adalah homoskedastisitas. Dengan uji Glejser,

heteroskedastisitas terjadi jika nilai signifikansi antara variable independen

dengan absolut residual lebih dari besar 0,05. Sementara homoskedastisitas

terjadi jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

56

3.10 Pengujian Hipotesis

3.10.1 Uji Persamaan Regresi Linier Berganda

Model pengujian yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini

adalah menggunakan analisis regresi linier berganda. Model analisis ini

digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan

antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Persamaan

regresinya adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε

Y : Kecurangan

α : Konstanta

β1, β2, β3, β4 : Koefisien regresi

X1 : kesesuaian kompensasi

X2 : tekanan

X3 : kesempatan

X4 : rasionalisasi

ε : (errorterm)

3.11 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Menurut Imam Ghozali (2016) tujuan koefisien determinasi (R2) pada intinya

adalah alat untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah

antara nol dan satu, nilai (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.

3.12 Uji Statistik F

Menurut Ghozali (2016) Uji F disini bertujuan untuk mengetahui apakah

kelayakan model dapat dilanjutkan atau tidak dilanjutkan dan apakah variabel

57

bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat

(dependen). Prosedur yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

a. Dalam penelitian ini digunakan tingkah signifikasi 0,05 dengan derajat

bebas (n-k), dimana n: jumlah pengamatan dan k: jumlah variabel

b. Kriteria keputusan:

1. Uji kecocokan model ditolak jika α > 0,05

2. Uji kecocokan model diterima jika α < 0,05

3.13 Uji statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabelpenjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen (Ghozali,2016)

1. Ha ditolak apabila signifikan t hitung > 0,05 artinya variabel bebas tidak

berpengaruh terhadap variabel terikat

2. Ha diterima apabia signifikan t hitung < 0,05 artinya variabel bebas

berpengaruh terhadap variabel terikat.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pada

Kesesuaian Kompensasi, Tekanan, Kesempatan, Rasionalisasi terhadap fraud

pada PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung. Berdasarkan hasil dan analisis

data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesesuaian kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

fraud. Hal ini dikarenakan dengan pemberian kesesuaian kompensasi

yang lebih layak dan dapat diterima oleh karyawan dapat membuat

karyawan bersikap profesional dengan bekerja secara bersungguh-

sungguh dan melakukan berbagai upaya agar bisa mencapai hasil kerja

yang lebih baik.

2. Tekanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap fraud. Dengan adanya

tekanan terhadap karyawan dapat menyebabkan karyawan melakukan

fraud. Permasalahan yang timbul sehingga seorang karyawan memutuskan

untuk berperilaku curang karena adanya desakan baik dari diri pribadi,

organisasi, maupun dari luar.

3. Kesempatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap fraud. Dengan

adanya kesempatan terhadap karyawan dapat menyebabkan karyawan

melakukan fraud. Kesemptan dapat menyebabkan pelaku secara leluasa dapat

93

menjalankan aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah,

ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme

audit, dan sikap apatis.

4. Rasionalisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap fraud.

Rasionalisasi atau sikap karyawan dapat menyebabkan karyawan

melakukan fraud. Bagi mereka yang umumnya tidak jujur, lebih mudah untuk

merasionalisasi penipuan.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah memberikan bukti yang empiris terkait pengaruh pada

kesesuaian kompensasi, tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi terhadap fraud

pada PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung. Namun, dalam penelitian ini

masih terdapat keterbatasan antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian ini terbatas hanya pada salah satu perusahaan di Bandar

Lampung, yaitu PT Pertamina (Persero) di Bandar Lampung. Sehingga

belum mewakili kondisi sebenarnya di Provinsi Lampung dan

memungkinkan adanya perbedaan hasil penelitian dan kesimpulan jika

dilakukan penambahan objek penelitian dan daerah penelitian yang

berbeda

2. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kurangnya kepedulian dan keseriusan responden dalam menjawab semua

pertanyaan-pertanyaan yang ada dapat menyebabkan penelitian ini rentan

terhadap biasnya jawaban responden. Keadaan ini merupakan keadaan

yang tidak dapat dikendalikan karena berada diluar kemampuan peneliti.

94

5.3. Saran

Berdasarkan keterbatasan peneliti, maka peneliti memberikan beberapa saran

untuk peneliti selanjutnya:

1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel

wilayah yang diteliti sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih

komprehensif mengenai pengaruh kesesuaian kompensasi, tekanan,

kessempatan dan rasionalisasi terhadap fraud.

2. Untuk menguatkan dan mendukung hasil penelitian ini serta mengurangi

biasnya jawaban responden, maka perlu dilakukan pengujian dan

penyempurnaan kuisioner yang digunakan dalam penelitian.

3. Penelitian lebih lanjut perlu menambahkan variabel yang lebih luas.

Karena masih banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fraud.

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W. Steve. 2004. Fraud Examination. South Western. Thompson

Amirullah, A. A. T. 2014. Pengaruh Pengendalian Internal dan Kompensasi Terhadap

Kecenderungan Kecurangan (Fraud) Pada Pemerintah Kota Palopo. Universitas

Hasanuddin

Amrizal. 2004. Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Internal Auditor. Jakarta:

Direktorat Investigasi BUMN dan BUMD Deputi Bidang Investigasi

Arens, Alvin A. 2008. Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan Terintegrasi, Jilid I,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2006. Report to Nation on

occupational Fraud & Abuse. The Association of Certified Fraud Examiners, Inc.

Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta:

Erlangga

Christofel S, Rendy. 2010. Moderasi Pengendalian Internal pada Hubungan Keadilan

Organisasional terhadap Tingkat Kecurangan (Fraud), Jurnal, Fakultas

Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Cressey, D. 1953. Other people’s money, dalam: “Detecting and Predicting Financial

Statement Fraud: The effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99,

Skousen et al. 2009. Journal of Corporate Governance and Firm Performance.

Vol. 13 h. 53-81.

Cropanzano, R., Bowen, D.E., & Gilliland, S.W, 2007, The Management Of

Organizational Justice. Academy Of Management Perspectives, Vol 21, No 4, pp

34– 38.

Dandago, K.I. 1997. “Fraud Detection and Control at Local Government Level’’: Journal

of the National Association of Nigeria, vol.7, No.4.

Deviana sari. 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud Pada

Sektor Pemerintahan Kota Bandar Lampung: Persepsi Pegawai Pemerintah.

Jurnal. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.

Eisendhardt, K. M. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of

Management Review, 14(1), pp. 57-74.

Fauwzi, M.Glifandi Hari. 2011. Analisis Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal,

Persepsi Kesesuaian Kompensasi, Moralitas Manajemen Terhadap Perilaku Tidak

Etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Jurnal. Akuntansi Universitas

Diponegoro Semarang.

Ghozali, Imam. 2016. “Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23.

Edisi 8”. Semarang: Universitas Diponegoro.

Hasibuan, H. Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi Kedua.

Penerbit BPFE-UGM: Yogyakarta.

Henzani, Danny M, 2013, Pengaruh Moralitas dan Motivasi Penyusun Laporan

Keuangan SKPD terhadap Kecendru-ngan Kecurangan Laporan Keuangan,

Jurnal, Universitas Negeri Padang.

Isdiantika. 2013. Pengaruh E-procurement dan Pengendalian Internal terhadap

Pencegahan Fraud Pengadaan Barang dan Jasa. Bandung: UNPAS

Jansen, Michael C & Meckling, William H. 1976. Theory of The Firm: Managerial

Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal Of Financial

Economics

Jatiningtyas, N. Dan K. Endang. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fraud

Pengadaan Barang/Jasa Pada Lingkungan Instansi Pemerintah Di Wilayah

Semarang. Jurnal, Universitas Diponegoro.

Kristanto, Sentot, 2013, Pengaruh Keadilan Organisasional terhadap Kepuasan Kerja

dan Dampaknya terhadap Komitmen dan Intensi Keluar di PT indonesia Power

UBP Bali, Jurnal, Universitas Udayana, Denpasar.

Lou, Y.-I. & Wang, M.-L. 2012. Fraud risk factor of the fraud triangle assessing the

likelihood of fraudulent financial reporting. Journal of Business & Economics

Research (JBER), 7(2).

Molida, Resti. 2011. “Pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need Dan

Ineffective Monitoring Pada Financial Statement Fraud Dalam Perspektif Fraud

Triangle”.

Nurachmad, Much. 2011. Buku Pintar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta:

Transmedia Pustaka

Panji, Dhimas. 2014. Pengertian Fraud dan Piracy.

Peraturan menteri Negara BUMN No.PER- 05/MBU/2008 tentang pedoman umum

pelaksanaan pengadaan barang dan jasa BUMN

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2009 Pedoman

Pelaksanaan pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pasal 22 tentang Larangan Perekongkolan dalam Tender Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pasal 19 huruf d (Praktik Diskriminasi) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pasal 22 tentang Larangan Perekongkolan dalam Tender Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Person, O. 1999. Using financial information to differentiate failed vs surviving finance

companies in Thailand: An Implication for emerging economies. Multinational

Finance Journal 3 (2): 127-145.

Purba, Bona P. 2015 Fraud Dan Korupsi; Pencegahan, pendeteksian, dan

pemberantasannya”. Lestari Kinantama.

Putusan Komisi Penawas Persaingan Usaha Perkara Nomor 02/KPPU-L/2006 tentang

Penunjukan Langsung dalam Proyek Logo Baru Pertamina.

Ramadhani, Ayu Suci & Niki Lukviarman. 2009. Perbandingan Analisis Prediksi

Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman

Modifikasi dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas

(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

Jurnal Siasat Bisnis, Vol.13, No.1:15-28.

Rasha, K., dan Andrew, H. 2012. “The New Fraud Triangle’’: Journal of Emerging

Trends in Economics and Management Sciences, vol.3(3): Retrieved from

google.com on October 3, 2013.

Razzaque, M. A. dan T. P. Hwee. 2002. Ethics and Purchasing Dilemma; A Singaporean

View, Journal of Business Ethics, 35 (4), 307-326.

Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/

Jasa Pemerintah.

Robbins, S.P., & Judge, T.A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 2. Penerbit Salemba

Empat. Jakarta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono, DR. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.

Surat Keputusan Direksi PT Pertamina (Persero) No.Kpts-52/C00000/2010-S0 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Terkait Penyedia Barang/Jasa di Lingkungan Pertamina.

Sutedi, Adrian. 2012. Aspek Hukum Pengadaan Barang & Jasa dan Berbagai

Permasalahannya. Jakarta: Sinar Grafika.

Tang, T. L. P. and Randy K. Chiu. (2003). Income, Money Etic, Pay Satisfaction,

Commitment, and Unethical Behavior: Is the Love of Money the Root of Evil for

Hong Kong Employees? Journal of Business Ethics

Thai, K. V. 2001. Public Procurement Re-examined. Journal Of Pulic Procurement,

Volume 1, Issues 1.

Thoyibatun, Siti. 2009. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Tidak Etis

Dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Serta Akibatnya Terhadap Kinerja

Organisasi. Jurnal Ekonomi dan Keuangan.

Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: LPFE

UI.

Tuanakotta, Theodorus M. 2014. Audit Berbasi ISA (International Standards on Auditing).

Salemba Empat, Jakarta.

Ujiyantho, Muh.Arief dan Pramuka, Bambang Agus. 2007. Mekanisme Corporate

Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan

Go Publik Sektor Manufaktur). Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar

Wells. 2001. “Irrational Ratios.” Journal of accountancy.

Wilopo, 2006. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh Terhadap kecenderungan

terjadinya kecurangan Akuntansi : Studi pada Perusahaan BUMN dan Publik

di Indonesia, The Indonesian Journal of Accounting Research.

Wolfe, D. T., dan Hermanson, D. R. 2004. The Fraud Diamond: Considering the Four

Elements of Fraud. The CPA Journal, Vol. 74 Issue 12, p38.