fak tor -faktor yang berhubungan dengan keluhan …

122
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PROSES PENYULAMAN KAIN TAPIS DI SANGGAR FAMILY ART BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) DISUSUN OLEH: DEFRIYAN NIM: 106101003310 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYRAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

Upload: others

Post on 02-Feb-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN NYERI

PUNGGUNG BAWAH PADA PROSES PENYULAMAN KAIN TAPIS DI

SANGGAR FAMILY ART BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM)

DISUSUN OLEH:

DEFRIYAN

NIM: 106101003310

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYRAKAT

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 2: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 3: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 4: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 5: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 6: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 7: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 8: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 9: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 10: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 11: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 12: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 13: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 14: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 15: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 16: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 17: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 18: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …
Page 19: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri punggung bawah (NPB)

sepanjang hidupnya. Tidak ada seorangpun yang kebal terhadap kondisi ini dan

masing-masing sangat berpotensi untuk mengalami disabilitas akibat kondisi

tersebut. NPB dapat berhubungan dengan berbagai kondisi ataupun faktor risiko,

namun seringkali tidak ditemukan adanya faktor spesifik yang mendasarinya.

NPB termasuk salah satu dari gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis

dan akibat dari mobilisasi yang salah. Hal tersebut dapat menyebabkan

timbulnya rasa pegal, linu, ngilu, atau tidak enak pada daerah lumbal berikut

sakrum (www.prodiaohi.co.id).

Gejala utama dari NPB atau sering disebut low back pain adalah yang

ditandai dengan nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang

punggung bagian bawah. Dalam kejadian yang sesungguhnya di masyarakat,

NPB tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial,

tingkat pendidikan, semuanya bisa terkena NPB. Lebih dari 70% umat manusia

dalam hidupnya pernah mengalami NPB, dengan rata-rata puncak kejadian

berusia 35-55 tahun (Andersson. 1997).

Klasifikasi NPB dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu

kronik dan akut. Nyeri punggung bawah akut akan terjadi dalam waktu kurang

dari 12 minggu. Sedangkan nyeri punggung bawah kronik terjadi dalam waktu 3

Page 20: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

2

bulan. Nyeri punggung berasal dari tulang belakang, otot, saraf atau struktur lain

pada daerah tersebut (Rakel, 2002). Dengan demikian nyeri punggung bawah

adalah gangguan muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan

oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik.

Problematik keluhan nyeri yang paling banyak ditemukan dan sangat

mengganggu aktifitas kerja sehari-hari meskipun berbagai upaya

penanggulangan dan penatalaksanaan terapi selalu dikaji tetapi hasilnya masih

belum optimal. Insiden nyeri punggung bawah yang paling banyak dijumpai

pada pekerja atau karyawan sebagai akibat dari kelainan mekanika gerak atau

postural yang berlangsung dalam jangka waktu lama (Brown and Makckler,

1999 dalam Hartiyah, 2009).

Nyeri punggung bawah berhubungan dengan stress atau strain otot-otot

punggung, tendon dan ligamen yang biasanya ada bila melakukan aktivitas

sehari-hari secara berlebihan, seperti duduk atau berdiri terlalu lama juga

mengangkat benda berat dengan cara yang salah. Di industri manapun, sebagian

besar karyawan akan menghabiskan waktu dengan posisi duduk dan sebanyak 60

% orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah duduk. Suatu

penelitian di sebuah rumah sakit menunjukkan bahwa pekerjaan dengan duduk

lama (separuh hari kerja) dapat menyebabkan hernia nukleus pulposus, yaitu

saraf tulang belakang terjepit di antara kedua ruas tulang belakang sehingga

menyebabkan selain nyeri pinggang juga rasa kesemutan yang menjalar ke

tungkai sampai ke kaki. Bahkan, bila parah,dapat menyebabkan kelumpuhan

(Hartiyah 2009).

Page 21: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

3

Kebanyakan kejadian nyeri punggung bawah tidak mengakibatkan

kecacatan tapi menyebabkan gangguan aktivitas kerja. Di Inggris tahun 1993

menyebabkan 11% populasi kerja terganggu aktivitas kerjanya sampai 4 minggu

karena nyeri punggung. Lebih dari 50% penderita nyeri punggung membaik

dalam 1 minggu, sementara lebih dari 90% merasa lebih baik dalam 8 minggu.

Sisanya sekitar 5% mengalami keluhan yang berlanjut sampai lebih dari 6 bulan.

Dilihat dari data yang dikumpulkan dari penelitian Pusat Riset dan

Pengembangan Ekologi Kesehatan, Departemen Kesehatan. Penelitian ini

melibatkan 800 orang dari 8 sektor informal di Tanah Air. Hasilnya

menunjukkan, gangguan muskuloskeletal dialami oleh sekitar 31,6% petani

kelapa sawit di Riau, 21% perajin wayang kulit di Yogyakarta, 18% perajin onix

di Jawa Barat, 16,4% penambang emas di Kalimantan Barat, 14,9% perajin

sepatu di Bogor, dan 8% perajin kuningan di Jawa Tengah. Perajin batu bata di

Lampung dan nelayan di DKI Jakarta adalah kelompok pekerja yang paling

banyak menderita gangguan muskuloskeletal, masing-masingnya sekitar 76,7%

dan 41,6% dan rata-rata semua pekerja mengeluhkan nyeri di punggung, bahu,

dan pergelangan tangan (Herryanto, 2004). Di negara industri seperti Indonesia,

nyeri punggung banyak menyerang pekerja usia produktif sekitar 20-40 tahun

(Arda, 2007 dalam Hartiyah 2009).

Salah satu kegiatan yang memiliki potensi risiko terjadinya gangguan

NPB yaitu menyulam dikarenakan aktifitas yang dilakukan merupakan pekerjaan

statis dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan agar menjadi

sebuah kain salah satunya proses kain tapis yang memakan waktu 3 bulan untuk

Page 22: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

4

menyelesaikan kain tapis serta bekerja dalam posisi duduk yang terlalu lama juga

dapat menimbulkan nyeri punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis. Kain

Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat

dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau

benang emas dengan sistim sulam (Lampung; "Cucuk"). Dengan demikian yang

dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif,

benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung.

Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah

berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif

alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. Kain

Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-

macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup

tinggi (Artha, 2008).

Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang

digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana

dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dikerjakan oleh wanita, pembuatan

kain tapis di Bandar Lampung merupakan industri rumahan (home industry)

dimana pekerja tidak terikat oleh suatu badan atau perusahaan (Artha, 2008).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan November 2010

pada 10 pengrajin kain tapis di Sanggar Family Art, Bandar Lampung dengan

menggunakan Nordic Body Map, diketahui proses pembuatan kain tapis dari

awal hingga akhir proses didapatkan postur kerja dalam posisi duduk dengan

lama kerja antara 8 sampai 10 jam setiap harinya secara terus menerus dan

Page 23: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

5

proses kerja menyulam dilakukan secara berulang-ulang, serta diketahui bahwa

pekerja seluruhnya mengalami MSDs setelah bekerja, 80% merasakan sakit pada

punggung bawah atau pinggang, 50% nyeri pada lengan kanan atas, 40% nyeri

pada leher atau tengkuk kepala, dan 20% nyeri pada bokong.

Berdasarkan uraian didapat keluhan yang paling sering terjadi pada

pengrajin tapis di Sanggar Family Art yakni sakit atau nyeri pada punggung

bawah atau pinggang yakni sebesar 80% pengrajin mengalami keluhan pada

punggung bawah atau pinggang. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada

proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung. Selain itu

belum adanya penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor terkait dengan

keluhan Nyeri Punggung Bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar

Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah

Seharusnya setiap institusi formal atau non-formal menyediakan

lingkungan yang kondusif bagi pekerja agar terhindar dari penyakit akibat kerja

seperti NPB. NPB adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama

nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bagian

bawah. sebagian besar karyawan akan menghabiskan waktu dengan posisi duduk

dan sebanyak 60 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena

masalah duduk. Menurut survey sektor HORECA, akibat kejadian NPB banyak

terjadi pada sektor ini yaitu sekitar 33% nyeri punggung, 20,3% mengalami nyeri

leher, sekitar 11,5% nyeri di bagian upper limbs dan 17,6% di bagian lower limb,

Page 24: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

6

dan 34% dari pekerja dilaporkan menderita sakit punggung (European Agency

for Safety and Health at Work, 2000).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Sanggar

Family Art Bandar lampung pada bulan November 2010 terhadap 10 pengrajin

kain tapis di Bandar Lampung, delapan dari sepuluh pekerja mengalami atau

merasakan adanya keluhan nyeri punggung seperti nyeri ataupun pegal-pegal

setelah melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh posisi kerja yang statis dan

dalam waktu yang lama. Gangguan nyeri punggung bawah pada pekerja dapat

menurunkan tingkat produktivitas kerja, menurunkan performance kerja, serta

kualitas kerja, hubungan dalam kerja, kurangnya konsentrasi kerja dan

meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Serta belum pernah ada penelitian

terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung

bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar

Lampung. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja,

kebiasaan merokok, indeks masa tubuh, kebiasaan olahraga dengan keluhan

nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art

Bandar Lampung tahun 2011.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses

Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun

2011?

Page 25: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

7

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada proses penyulaman kain tapis

Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan

merokok kebiasaan olahraga, masa kerja) pada proses penyulaman kain tapis

di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011?

4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family

Art Bandar Lampung tahun 2011?

5. Apakah ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung

Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar

Lampung tahun 2011?

6. Apakah ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family

Art Bandar Lampung tahun 2011?

7. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh pekerja dengan keluhan

Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar

Family Art Bandar Lampung tahun 2011?

8. Apakah ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan keluhan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family

Art Bandar Lampung tahun 2011?

9. Apakah ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family

Art Bandar Lampung tahun 2011?

Page 26: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

8

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art

Bandar Lampung tahun 2011.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses

Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun

2011.

2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada proses penyulaman kain

tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh,

kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, masa kerja) pada proses

penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun

2011.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar

Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia pekerja dengan keluhan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar

Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

Page 27: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

9

6. Diketahuinya hubungan antara indeks masa tubuh pekerja dengan

keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di

Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

7. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan

keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di

Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

8. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan berolahraga pekerja dengan

keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di

Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

9. Diketahuinya hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan Nyeri

Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar

Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Program Kesehatan Masyarakat

Dapat dijadikan referensi mengenai risiko nyeri punggug bawah pada

pekerja informal untuk mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3).

1.5.2. Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk

mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional lingkungan kerja,

serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti

selanjutnya.

Page 28: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

10

1.5.3. Pengelola Usaha Tapis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta

pemahaman mengenai bahaya di tempat kerja khususnya keluhan nyeri

punggung bawah, sehingga para pengelola secara mandiri dapat melakukan

upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit

akibat kerja.

1.5.4. Pemerintah

Adanya kebijakan atau peraturan yang dibuat untuk menanggulangi

masalah MSDs umumnya dan khususnya NPB, serta pemerintah lebih

memperhatikan kesehatan para pekerja di bidang informal.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa semester sepuluh program studi

Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian

ditujukan untuk meneiliti ada atau tidaknya keluhan Nyeri Punggung Bawah

Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung

tahun 2011, dikarenakan pada studi pendahuluan didapatkan delapan dari

sepuluh pekerja merasakan sakit pada punggung bawah serta berdasarkan hasil

pengamatan postur kerja para pengrajin statis dan duduk terlalu lama sehingga

dapat meningkatkan risiko terjadinya nyeri punggug bawah pada pekerja

tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah yakni faktor pekerjaan dan

Page 29: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

11

faktor pekerja atau individu (usia, masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan

olahraga, dan kebiasaan merokok). Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011

sampai Februari 2011 pada pengrajin tapis di Sanggar Family Art Bandar

Lampung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain

cross sectional study serta menggunakan Form RULA. Pengambilan data

dilakukan dengan cara pengambilan data primer. Data primer diperoleh melalui

pengukuran langsung keluhan nyeri punggung bawah pada pengrajin tapis dan

persentase paparan nyeri punggung bawah serta karakteristik pekerja. Data

karakteristik pekerja diperoleh melalui kuesioner, data persentase paparan nyeri

punggung bawah melalui observasi. Data data tersebut dianalisis secara univariat

dan bivariat.

Page 30: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Punggung Bawah

2.1.1 Definisi

Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) adalah suatu keadaan

dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan

sakralis (L5-S1). Nyeri pada punggungg bawah dirasakan oleh penderita dapat

terjadi secara jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir (Pheasant 1991)

Nyeri punggung bagian bawah adalah salah satu dari sekian banyak akibat

yang bersumber dari ketidaknyamanan kerja. Tapi dapat juga terjadi dari aktivitas

sehari-hari, misalnya seperti mengendarai mobil, melakukan pekerjaan rumah

atau berkebun. Walaupun anatomi tulang belakang diketahui dengan baik,

menemukan penyebab nyeri pinggang bawah menjadi masalah yang cukup serius

bagi orang-orang klinis. LBP merupakan salah satu jenis kelainan

muskuloskeletal akibat kerja yang paling sering dan mengakibatkan biaya yang

paling tinggi. Stephen Pheasant (1999) menggambarkan prosentase distribusi

cedera terjadi pada bagian tubuh akibat Lifting dan Handling.

Page 31: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

13

Gambar 2.1 Grafik Kejadian MSDs

SUMBER : Pheasant, 1999

Dari gambar diatas nampak jelas bahwa punggung mempunyai prosentase

cedera yang paling besar apabila dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain.

2.1.2 Stadium Penyakit

Stadium penyakit, derajat nyeri dan disfungsi akibat nyeri pinggang.

Stadium nyeri disebut akut bila nyeri hilang spontan kurang dari 4-5 minggu.

Nyeri lebih lama dari 5 minggu disebut stadium kronis. Klasifikasi derajat nyeri

dapat dilihat sebagai berikut:

1) Derajat minimal, keluhan nyeri hanya kadang-kadang. Bila ada keluhan tidak

menghambat kegiatan sehari-hari.

2) Derajat ringan (mild), bila nyeri pinggang menetap dan ada hubungannya

dengan kegiatan pada posisi tubuh membungkuk, duduk dan berdiri lama.

Akibatnya terjadi kelelahan otot disertai memar otot (strain, sprain,

Page 32: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

14

overused). Keluhan LBP tidak menyebabkan berhenti dari kegiatan normal

yang lama.

3) Derajat berat (severe) keluhan LBP sangat berat sehingga hanya mampu

melaksanakan kegiatan minimal seperti bangkit dari tidur, duduk dan bangkit

untuk berdiri. Keluhan nyeri yang timbul hampir tak dapat ditahan.

2.1.3 Strategi pencegahan NPB

Secara garis besar terdapat dua jenis pencegahan terhadap NPB (Institute

for Occupational Safety and Health: 2000:30)

a. Pencegahan primer, dimana tujuannya adalah mencegah terjadinya serangan

NPB semenjak dari awal.

b. Pencegahan sekunder, tujuannya adalah mencegah serangan NPB kronik dan

kambuhnya kembali NPB

Strategi untuk mencegah NPB di tempat kerja dapat dilakukan melalui

usaha-usaha sebagai berikut:

a. Mengurangi kerja yang memerlukan tenaga fisik dalam jumlah yang besar.

Menghilangkan pekerjaan mengangkat atau jenis pekerjaan lain yang

membebani tubuh merupakan prioritas pertama untuk mencegah dan

mengurangi NPB yang terkait pekerjaan. Beberapa strategi mungkin untuk

dilakukan antara lain:

1) Mengoptimalkan faktor tempat kerja

a) Mendesain pekerjaan: mengurangi kebutuhan untuk menangani beban,

mengurangi ketajaman dan ukuran dari beban, mengurangi jumlah

perpindahan dan jarak perpindahan beban.

Page 33: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

15

b) Mendesain tempat kerja: menyediakan ruang yang cukup untuk

pergerakan tubuh, mengghindari membungkukan batang tubuh

c) Mendesain organisasi kerja: hubungan yang memadai antara tuntutan

pekerjaan dan istirahat, durasi dan frekuensi dari membawa beban

2) Peralatan penanganan bahan

3) Back Belt

Biasanya sabuk ini digunakan menopang punggung selama masa

rehabilitasi cedera punggung, namun penggunaannya kini semakin

meluas, salah satunya adalah untuk mencegah terjadinya NPB

Keuntungan dari penggunaan sabuj punggung adalah:

A. Usaha internal dari tulang belakang berkurang saat terjadi pergerakan

tenaga pada punggung.

B. Tekanan intra abdominal meningkat, yaitu mengimbangi besarnya

tekanan pada punggung

C. Bagian punggung mengeras sehingga dapat menurunkan tekanan atau

gaya

D. Pengguna selalu diingatkan untuk membawa beban dengan cara yang

tepat

b. Meningkatkan Organisasi kerja

c. Pendidikan dan pelatihan (sebagai bagian dari pendekatan yang terintegrasi).

Training yang perlu diberikan adalah pelatihan cara atau teknik membawa

beban, pengetahuan tentang biomekanik yang dapat meningkatkan pengertian

Page 34: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

16

dan kesadaran pekerja terhadap cedera punggung, pelatihan terhadap tubuh

melalui latihan kebugaran fisik sehingga tidak rentan terhadap cedera

d. Tindakan medis dan rehabilitasi

e. Strategi kognitif dan behavioral (contoh: strategi coping)

2.2 Anatomi Tulang Belakang

Tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang di bentuk oleh

sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Pada orang

dewasa panjang tulang belakang dapat mencapai 57-67 cm. Tulang

belakangmemiliki 33 ruas yang terdiri dari 24 buah ruas merupakan tulang-tulang

yang terpisah dan 9 ruas lainnya tergabung membentuk dua tulang.

Vertebra di kelompokkan menjadi beberapa bagian dan di beri nama

sesuai dengan daerah yang di tempati yaitu :

a. Vertebra Torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang

toraks atau dada yang terdiri dari 12 ruas

b. Vertebra Serukalis atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk

yang terdiri dari 7 buah

c. Vertebra Lumbalis atau ruas tulang punggung membentuk daerah lumbal atau

pinggang yang terdiri dari 5 buah

d. Vertebra Sakralis atau tulang kelangkang membentuk sacrum atau tulang

kelangkang yang terdiri dari 5 buah

e. Vertebra Kosigeus atau ruas tulang punggung membentuk tulang koksigeus

atau tulang tungging yang terdiri dari 4 buah.

Page 35: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

17

2.2.1 Fisiologi

Kolumna vertebralis memperlihatkan 4 lengkung anteroposterior yaitu

lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal

melengkung kebelakang, daerah lumbal melengkung kedepan dengan daerah 20

pervil melengkung kebelakang. Kolumna vertebralis bekerja sebagai pendukung

badan yang kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan

perantara tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberi

fleksibilitas dan memungkinkan membomgkok tanpa patah. Cakramnya juga

berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakan badan seperti

waktu berlari dan meloncat. Dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang

terlindung terhadap goncangan. Kolumna vertebralis juga memikul berat badan,

menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan membentuk tapal batas posterior

yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Peace

C.Evelin, 1999 : 56)

Page 36: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

18

Gambar 2.2 Anatomi Tulang Belakang

Sumber : Eveline C. Pearce. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang

2.3 Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah

Faktor risiko adalah sifat atau karakteristik pekerja atau lingkungan kerja

yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs (LaDao,

dalam Nur Jannah 2008). Ada beberapa faktor yang terbukti berkontribusi

menyebabkan MSDs, yaitu pekerjaan yang dilakukan dengan postur janggal, kerja

statis, gerakan repetitif dan penggunaan tenaga yang besar merupakan faktor

risiko terjadinya MSDs (Pheasant, 1991). Selain itu telah adanya bukti ini

semakin kuat ketikapekerja diekspos oleh stressos ini secara bersamaan (Bridger,

2003).

Page 37: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

19

Faktor risiko ergonomi didefinisikan sebagai kondisi suatu tugas atau

proses atau operasi yang berpengaruh bagi timbulya MSDs, dan nyeri punggung

bawah (NPB) terdapat dalam macam-macam gangguan MSDs. Oleh karena itu

pemaparan terhadap faktor risiko ergonomi sabaiknya dibatasi atau dihindarkan.

Faktor risiko ergonomi merupakan aspek dari pekerjaan atau tugas yang

memberikan “biomechanical stress” pada pekerja. Pemaparan dari faktor risiko

ergonomi pada tempat kerja yang dapat menyebabkan atau memberikan

konstribusi bagi perkembangan sistem musculoskeletal.

Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu

pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja. Faktor risiko adalah sifat atau

karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan

kemungkinan pekerja atau petugas yang memberikan “biomechanical stress”

pada pekerja. Faktor-faktor risiko ergonomi tersebut antara lain:

2.3.1 Faktor Pekerjaan

Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam

interaksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa

tinjauan secara biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor

pekerjaan berkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja (Armstrong,

1979; Wisseman & Badger, 1970; Werner, 1997) dikutip Chaffin (1999).

Berdasarkan penelitian Anggraeni didapatkan ada hubungan bermakna dari faktor

pekerjaan dengan diperolehnya Pvalue sebesar 0.003.

Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya

cedera pada otot atau jaringan tubuh :

Page 38: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

20

1. Postur Janggal (Postur Kerja Tidak Alamiah)

Postur janggal adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-

bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan

terlalu tinggi, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan

sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh,

maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja

yang tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat

kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan

pekerja (Tarwaka et al, 2004)

2. Postur Statis

merupakan postur saat kerja fisik dalam posisi yang sama dimana

pergerakan yang terjadi sangat minimal. Kondisi ini memberikan peningkatan

beban pada otot tendon yang menyebabkan kelelahan. Aliran darah yang

membawa nutrisi dan oksigen serta pengangkutan sisa metabolisme pada otot

menjadi terhalang. Gerakan yang dipertahankan >10 detik dinyatakan postur

statis. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh pakar fisiologi kerja

ditemukan bahwa sikap kerja yang tidak alamiah (sikap statis dalam waktu

yang lama) dapat mengakibatkan gangguan pada sistem otot rangka atau

MSDs.

3. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering

dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan

tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan

Page 39: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

21

menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena

pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.

Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko

terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot

skeletal (Tarwaka et al, 2004).

4. Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus

menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkat

dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat

beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk

relaksasi (Tarwaka et al, 2004)

5. Force atau Load

Force atau load adalah massa beban atau berat benda yang diangkat

oleh pekerja dalam satuan Kg. Massa beban atau objek merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Risiko yang

berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan durasi dan frekuensi

beban yang akan ditangani. Risiko cedera punggung meningkat jika beban

yang diatangani lebih dari 4.5 kg pada posisi duduk atau >16 kg pada posisi

selain duduk. Menurut ILO, berat objek yang direkomendasikan adalah 23-25

kg. Ruas tulang belakang hanya diperbolehkan untuk menanggung beban

kurang dari 20 lb atau 9 kg.

Tangan, siku, bahu dan kaki hanya diperbolehkan mengangkat beban

kurang dari 10 lb atau 4,5 kg, sedangkan beban yang dijepit pada tangan tidak

Page 40: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

22

boleh melebihi 2 lb atau 0,9 kg dengan durasi tidak melebihi 10 detik dan

durasi pada kaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% perhari (Humantech,

1995).

2.3.2 Karakteristik Lingkungan

1). Vibrasi

Vibrasi terjadi akibat adanya transfer energy mekanik osilasi ke

seluruh tubuh atau sebagian tubuh. Respon organ atau jaringan tubuh terhadap

getaran vertikaldiantaranya: 3-4 Hz (resonansi kuat pada membrane vertebra

cervicalis), 4 Hz (resonansi pada vertebra lumbalis), 4-5 Hz (resonansi pada

tangan), 4-5 Hz (resonansi sangat kuat pada sendi bahu) (Pulat, 1997 dalam

Atmaja, 2007). Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi

otot bertambah. Kontraksi stasis ini menyebabkan peredaran darah tidak

lancer, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri

otot (Suma’mur, 1989). Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh

tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang

menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi ketika

berdiri atau duduk dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika

mengoperasikan kendaraan atau mesin yang besar (Cohen et al, 1997).

2). Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi terhambat,

sulit gerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga

dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh

Page 41: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

23

yang terlampau besar menyebabkan sebagian energy yang ada dalam tubuh

akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut.

Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka

akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran

darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme

karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat

menimbulkan nyeri otot (Tarwaka et al, 2004 dalam Zulaeha, 2008). Pada

temperatur di bawah 39.20F (4

0C), efek pengupan dingin dapat terjadi dan

memperburuk faktor risiko MSDs lain (DiBerardinis, 1999 dalam Rahayu,

2004).

3). Iluminasi

Tingkat iluminasi berkaitan dengan sifat pekerjaan apakah

membutuhkan ketelitian atau tidak. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian

tinggi maka memerlukan iluminasi yang cukup banyak yakni mencapai 1000

Lux sedangkan pekerjaan yang tidak membutuhkan ketelitian hanya

memerlukan tingkat iluminasi yang lebih rendah. Jika tingkat iluminasi pada

suatu tempat tidak memenuhi persyaratan maka akan menyebabkan postur

leher untuk fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi

(membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs (Bridger, 1995).

2.3.3 Karakteristik Individu

1). Usia

Umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu

25-65. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat

Page 42: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

24

keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini

terjadi karena pada usia setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai

menurun setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun

sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka et al, 2004).

Usia berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu

dan mencapai puncaknya pada usia 24 tahun. Pada usia 50-60 tahun kekuatan

otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris motoris menurun sebanyak

60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berusia 60 tahun

tinggal mencapai 50% dari usia manusia yang berusia 25 tahun.

Bertambahnya usia akan diikuti penurunan; VO2 max, tajam penglihatan,

pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan

kemampuan mengingat jangka pendek. Dengan demikian pengaruh usia selalu

dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan bagi seseorang

(Tarwaka et al, 2004)

Pada Penelitian Anggraeni (2010) pekerja yang berusia ≥ 35 tahun

memiliki risiko 4.018 kali untuk mengalami carpal tunnel syndrome

dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 35 tahun dengan Pvalue sebesar

0.037.

Usia mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot leher dan

bahu, bahkan ada beberapa penelitian lainnya menyatakan bahwa usia

merupakan penyebab utama terjadinya keluahan. Usia berkaitan dengan

perubahan degenerative fungsi fisiologi tubuh. Pertambahan usia berarti

terjadi perubahan pada jaringan tubuh dan tubuh menjadi semakin rentan

Page 43: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

25

sehingga pada semakin bertambah usia makan semakin berisiko MSDs

(Riihimaki, 1998 dalam Zulaeha, 2008).

2). Jenis Kelamin

Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang

pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa

hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin

mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara

fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pria (Tarwaka

etal, 2004). Hasil penelitian Betti’e et al. (1989) menunjukkan bahwa rata-rata

kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria,

khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil

penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), hales et al. (1994), dan

Johansonb(1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara

pria dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, et al. 2004).

3). Kebiasaan Merokok

Boshuizen et al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara

kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan

yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok

dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang

sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada

tulang (Bernard et al, 1997; De Beek & Herman, 2000).

Page 44: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

26

Semakin lama semakin dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi

pula tingkat keluhan yang dirasakan (Tarwaka et al, 2004 dalam Zulaeha,

20068). Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung

dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari

pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk

setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant, 1991 dalam Zulaeha, 2008).

Anggraeni tahun 2010 didapatkan hasil bahwa kebiasaan merokok tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan NPB dengan Pvalue

sebesar 1.

4). Kebiasaan Olahraga

Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan

puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena

buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang

lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara

maksimal.

Contoh Olahraga Kesehatan berbentuk senam (Aerobiks) ialah Senam

Pagi Indonesia seri D (SPI-D). Satu seri SPI-D memerlukan waktu 1’45”,

sehingga untuk memenuhi kriteria waktu yang adekuat maka SPI-D harus

dilakukan minimal 6x berturut-turut tanpa henti, yang akan mencapai waktu

10.5 menit. Ciri-ciri olahraga aerobik, olahraga yang mengaktifkan otot:

a. ≥ 40%

b. Secara serentak/simultan

Page 45: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

27

c. Dengan intensitas yang adekuat dan sesuai usia (mencapai

denyut nadi latihan 65-80% DNM)

d. Secara kontinyu dengan waktu adekuat (minimal 10 menit)

Contoh olahraga aerobik yaitu lari/joging, lari di tempat, renang,

senam, berjalan cepat selama 30 menit selama 6 hari dalam satu minggu dan

beristirahat pada hari Sabtu, bersepeda, selain itu olahraga lari juga dapat

mencapai tingkat edekuat sesuai kriteria Cooper jika dilakukan secara teratur

dan terus-menerus, disarankan tiga kali seminggu dengan latihan selang,

misalnya: Senin – Rabu – Jumat atau Selasa – Kamis – Sabtu. (Cooper, 1982

dalam Hazami, 2010)

Penelitian yang dilakukan Rahmat (2007) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian low back pain dengan

kebiasaan olahraga dengan p value 0,029.

5). Indeks Masa Tubuh (IMT)

Antropometri berasal dari bahasa Yunani yaitu Antropos (manusia)

dan metricos (pengukuran), antropometri merupakan suatu pengukuran yang

sistematis terhadap tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran

tubuh digunakan untuk merancang suatu sarana kerja yang sesuai dengan

ukuran tubuh pengguna sarana kerja yang bersangkutan. Desain ergonomis

pada suatu populasi, peralatan yang diperuntukan kepada kaum laki- laki dan

perempuan seharusnya berbeda, karena antropometri laki- laki dan perempuan

berbeda (Gempur Santoso, 2004). Menurut WHO (2005) indeks masa tubuh

(IMT) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus ( <18.5) normal (18.5-25) dan

Page 46: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

28

gemuk ( >25). Jika seseorang mengalami kelebihan berat badan maka orang

tersebut akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan

mengontraksikan otot punggung bawah. Dan apabila ini terus berlanjut maka

akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang

mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE, 1998).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni menyatakan ada

hubungan yang bermakna keluhan yang dialami dengan indeks masa tubuh

dengan diperolehnya Pvalue sebesar 0.036.

6). Masa Kerja

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali

pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung (Amalia, 2007).

Sedangkan menurut Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah satu fakor

yang termasuk kedalam komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerja fisik yang

dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh

terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot,

syaraf dan pernafasan).

Kejadian musculosksletal disorders dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor individu, salah satunya adalah pengalaman bekerja. Lamanya pekerja

bekerja di suatu industri, mempengaruhi kesakitan musculoskeletal yang

dirasakan. Beberapa hasil studi menyatakan bahwa absen sakit dikarenakan

kesakitan pada upper limbs lebih tinggi pada pekerja yang baru dibandingkan

pekerja yang telah berpengalaman, terutama pada kelompok pekerja dengan

beban kerja tinggi (Hakkanen et al, 2001).

Page 47: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

29

Dan penelitian yang dilakukan oleh Hendra & Rahardjo (2009) pekerja

yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun mempunyai risiko 2,755 kali

dibandingkan pekerja dengan masa kerja ≤ 4 tahun. Rihiimaki et al (1989)

menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan

keluhan otot.

2.4 Metode Penilaian Risiko NPB

2.4.1 Rapid Entire Body Assessment (REBA)

REBA adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn

McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja.

REBA telah dikembangkan untuk menilai tipe dari ketidakpastian penemuan

postur pekerjaan dalam pelayanan kesehatan dan industri lainnya. Data

dikumpulkan tentang postur tubuh, gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan dan

tindakan, pengulangan kerja, dan Coupling. Skor akhir dari REBA memberikan

indikasi dari level risiko dan tingkat keparahan dengan mengambil tindakan mana

yang harus didahulukan. (Hignett dan McAtamney, 2000). Metode ini relatif

mudah digunakan karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak

diperlukan besar yang spesifik, hanya berupa range sudut.

Terdapat tiga tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu:

mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video

atau foto.

1. menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti:

a. Badan (trunk)

Page 48: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

30

b. Leher (neck)

c. Kaki (leg)

d. Lengan bagian atas (upper arm)

e. Lengan bagian bawah (lower arm)

f. Pergelangan tangan (hand wrist)

2. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja

3. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor

akhir dari kegiatan tersebut.

2.4.2 Job Strain Index (JSI)

JSI membagi pekerjaan menjadi tugas-tugas yang diukur atau menilai 6

variabel-variabel tugas berikut yaitu intesitas penggunaan, durasi waktu

penggunaan persiklus, jumlah dari kegiatan per menit, postur pergelangan tangan,

kecepatan penggunaan, dan durasi tugas per hari. JSI digunakan hanya untuk

gerakan-gerakan berulang pada tubuh bagian atas yaitu siku, lengan bawah,

tangan, dan pergelangan tangan.

2.4.3 Quick Exposure Checklist (QEC)

Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode untuk mengukur

risiko terkait penyakit akibat musculoskeletal disorder (MSDs) dalam hal ini NPB

(Li dan Buckle, 1999). Penggunaan QEC mudah diterapkan, berfungsi untuk

mengevaluasi tempat kerja dan desain peralatan kerja serta memudahkan untuk

mendesain ulang tempat kerja. QEC membantu mencegah bahaya NPB yang ada

di tempat kerja. Metode ini telah dikembangkan oleh praktisi di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja pada beberap perusahaan untuk.

Page 49: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

31

a) Mengidentifikasi faktor risiko untuk pekerjaan terkait cidera bagian belakang.

b) Mengevaluasi level risiko untuk bagian tubuh yang berbeda.

c) Mengukur perbedaan risiko NPB pada sebelum dan sesudah pekerjaan.

d) Mengembangkan tempat kerja menjadi sarana dalam mengurangi risiko NPB

pada sebelum dan sesudah pekerjaan.

e) Meningkatkan kesadaran tingkat manager, teknisi, desainer, kesehatan dan

pelaksana keselamatan terhadap faktor risiko ergonomi di tempat kerja.

Membandingkan tingkat paparan yang diterima oleh dua pekerja atau

lebih dengan pekerjaan yang sama, atau perbandingan risiko dengan pekerjaan

lainnya.

2.4.4 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

RULA adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan

suatu aktifitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan tubuh bagian atas (upper

limb). RULA digunakan untuk menilai postur, beban dan pergerakan yang

berhubungan dengan pekerjaan yang menetap. Seperti pekerjaan yang termasuk

pekerjaan yang menggunakan komputer, manufaktur dan pedagang dimana

pekerja duduk atau berdiri tanpa berpindah. (Nigel corlett, 2005). Metode ini

dikembangkan untuk menyelidiki risiko kelainan yang akan dialami oleh

seseorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota

tubuh bagian atas (upper limb). RULA memberikan sebuah kemudahan dalam

menghitungkan rating dari beban kerja otot dalam menghitungkan rating dari

beban kerja pada anggota tubuh bagian atas. Alat ini memasukkan skor tunggal

sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana ratig dari postur,

Page 50: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

32

besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. (McAtamney, 1993

dalam Zulaeha, 2008).

2.4.4.1 Prosedur Penggunaan RULA

Adapun prosedur dalam penggunaan RULA menjelaskan 3 tahapan yaitu:

a. Postur tubuh untuk dilakukan penelian telah diseleksi/ditentukan.

b. Postur tubuh adalh hasil skor dari lembar penilaian, diagram bagian tubuh,

dan tabel

c. Skor tersebut adalah konversi untuk satu dari empat level gerakan/aksi

RULA digunakan untuk intervensi dan penilaian risiko berhubungan

dengan masalah ketegangan dan keseleo pada otot.

2.4.4.2 Langkah- Langkah Penilaian RULA

Dalam rangka melakukan evaluasi mengenai postur tubuh, teknik RULA

membagi menjadi 2 kelompok anggota tubuh, kelompok A yaitu lengan dan

pergelangan tangan, kelompok B yaitu leher, punggung dan kaki. Langkah dan

observasi penilaiannya yaitu:

1). Kelompok A

a) Observasi dan tentukan postur lengan atas sesuai kriteria metode RULA

Posisi lengan atas yang baik yaitu ketika lengan berada pada posisi 20 –

20 karena pada posos ini memiliki skor terkecil. Posisi yang beresiko

terkena MSDs adalah posisi dengan ektensi, pada sudut 20 – 45, 45 – 90,

dan > 90. Skor ini bertambah besar jika bahu terangkat dan lengan atas

abduksi karena terdapat perubahan 1 untuk setiap keadaan tersebut. Tetapi

skor berkurang satu jika terdapat penyangga lengan.

Page 51: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

33

b) Observasi dan tentukan postur lengan bawah sesuai kriteria metode RULA

Posisi yang memiliki skor terkecil adalah posisi lengan bawah yang

berada pada 60 – 100 sehingga posisi ini dikatakatakan bahwa memiliki

risiko terkecil untuk dapat menderita MSDs. Posisi yang lainnya (0 – 100

dan >100) memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita MSDs. Skor

akan bertambah besar jika lengan bawah menyilang ke garis tengah tubuh

dan menjauh dari tubuh karena skor bertambah 1 untuk tiap keadaan

tersebut. Semakin besar skor maka semakin besar risiko MSDs. Hal ini

dilihat pada gambar di bawah ini.

c) Observasi postur pergelangan tangan dan tentukan skornya

Posisi pergelangan tangan yang baik adalah posisi normal pada sudut 0

yang mendapat skor 1 (skor terkecil). Jika posisi pergelangan tangan

memiliki risiko MSDs. Posisi pergelangan tangan fleksi >15 dan ekstensi

merupakan posisi yang berisiko. Risiko akan bertambah besar jika pada

pergelangan tangan terjadi deviasi ulnar atau radial karena skor

bertambah 1 untuk keadaan tersebut.

Selain posisi pergelangan tangan, kelompok A RULA juga mengobservasi

putaran pergelangan tangan (pronasi dan supinasi). Menurut metode

RULA perputaran pergelangan tangan yang berisiko adalah yang

melakukan perputaran keluar (supinasi) karena memiliki skor lebih besar

daripada perputaran ke dalam (pronasi). Selain itu, pada saat gerakan

supinasi terjadi perlawanan terhadap gaya gravitasi sehingga diperlukan

energi lebih besar untuk mempertahankan posisi tangan.

Page 52: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

34

Gambar 2.3 Posisi Pergelangan Tangan yang Diamati

Sumber: Doc RULA

d) Memasukan tiap skor yang di dapat (skor lengan atas, bawah, pergelangan

tangan dan perputarannya) ke dalam tabel A (upper limb posture score) untuk

mendapatkan skor postur .

Tabel 2.1 Skor A

Postur A: Skor Postur Pergelangan Tangan

1 2 3 4

Lengan Lengan

Bawah

Pergelangan

Tangan

Pergelangan

Tangan

Pergelangan

Tangan

Pergelangan

Tangan

1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 3 3 3 3 4 4

2 1 2 3 3 3 3 4 4 4

2 3 3 3 3 3 4 4 4

3 3 4 4 4 4 4 5 5

3 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 4 4 4 4 4 4 5 5

4 1 4 4 4 4 4 5 5 5

2 4 4 4 4 4 5 5 5

3 4 4 4 5 5 5 6 6

5 1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6 1 7 7 7 7 7 8 8 9

2 8 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Sumber : Stanton, 2005

Page 53: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

35

e) Mengobservasi dan menentukan skor penggunaan otot (muscle use)

Penggunaan otot yang berisiko adalah otot yang digunakan secara statis yakni

jika otot digunakan selama >1 menit atau digunakan berulang- ulang selama 4

kali atau lebih per menit, sedangkan penggunaan otot yang tidak berisiko

adalah tidak termasuk kategori tersebut. Penggunaan otot yang berisiko

mendapatkan skor terbesar yaitu 1.

f) Observasi dan menentukan skor beban (force)

Beban yang tidak berisiko terhadap MSDs adalah beban seberat kurang dari 2

kg yang dilakukan secara intemitten, sedangkan beban yang termasuk kategori

berisiko adalah beban yang memiliki berat >2 kg dan dilakukan baik secara

intermitten maupun berulang- ulang.

g) Menjumlahkan skor postur A dengan skor pengguanaan otot dan beban untuk

mendapatkan skor A

Skor A = skor postur A + skor penggunaan otot + skor beban

2). Kelompok B

a) Mengobservasi dan menentukan skor postur leher

Posisi leher yang memiliki risiko terkecil untuk menderita MSDs adalah pada

posisi 0. Leher yang membungkuk >20 atau lebih akan semakin memperbesar

risiko terkena MSDs. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor untuk

tiap postur yang berisiko. Skor akan memiliki nilai yang lebih tinggi jika

posisi leher berputar dan miring ke samping karena untuk tiap keadaan ini

skor akan bertambah 1.

Page 54: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

36

Gambar 2.4 Posisi Leher yanga Diamati

Sumber : Documen RULA

b) Observasi dan menentukan skor postur punggung

Skor terkecil dimiliki ketika punggung berada pada posisi 0. Skor akan

bertambah besar jika badan membungkuk mulai 10 atau lebih, dan untuk tiap

keadaan badan berputar atau miring ke samping, maka skor akan bertambah 1.

Untuk jelasnya apat dilihat pada gambar di bawah ini.

c) Observasi dan menentukan skor kaki

Posisi kaki yang baik adalah kaki yang diberikan tempat penyangga dan kaki

dalam keadaan seimbang. Untuk kaki yang disangga dan seimbang diberi skor

1, sedangkan jika kaki tidak disangga dan tidak seimbang diberi skor 2.

d) Memasukkan nilai tiap postur untuk mendapatkan nilai skor postur B yang di

dapat dari tabel B (neck, trunk, leg posture score)

Tabel 2.2 Skor B

Skor

Postur

Leher

Postur B: Skor Postur Punggung

1 2 3 4 5 6

Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7

3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8

5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8

6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Sumber : Stanton, 2005

Page 55: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

37

e) Mengobservasi dan menentukan skor penggunaan otot dan beban sesuai

kriteria

f) Memasukan dan menjumlahkan skor postur B dengan pengguanaan otot dan

beban untuk mendapatkan skor B

Skor B = skor postur B + skor penggunaan otot + skor beban

g) Memasukkan ke dalam matriks masing- masing nilai skor A dan skor B untuk

mendapatkan nlai skor final (tabel C)

Gambar 2. 5

Diagram Alur Skor Final RULA

Skor Tabel A

Skor Tabel B

Nilai skor final merupakan nilai akhir dalam pengukuran dengan

menggunakan metode RULA. Nilai ini memberikan pedoman untuk prioritas

investigasi yang berikutnya. Nilai skor final RULA bervariasi dan dinilai menurut

Lengan Atas

Lengan Bawah

Pergelangan Tangan

Perputaran Pergelangan

Muscle Use

Forces Skor A

Leher

Kaki

Punggung

Muscle use

Skor B

Force

Tabel C Skor Final/ grand score RULA

Page 56: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

38

prioritas pengendaliannya yaitu mulai dari skor 1- 7. Tabel nilai skor fianl RULA

dapat dilihat pada tabel C di bawah ini.

Tabel 2.3 Skor C

Tabel C: Skor Leher, Punggung dan Kaki

1 2 3 4 5 6 7+

1 1 2 3 3 4 5 5

2 2 2 3 4 4 5 5

3 3 3 3 4 4 5 6

4 3 3 3 4 5 6 6

5 4 4 4 5 6 7 7

6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7

8+ 5 5 6 7 7 7 7

Sumber : Stanton, 2005

Skor ini kemudian dikelompokkan menjadi action level. Hal ini dapat

dilihat sebagai berikut:

1. Action level 1

Action level 1 berarti postur masih dapat diterima (acceptable) jika tidak

dipertahankan dalam waktu yang lama. Berlaku untuk skor 1- 2.

2. Action level 2

Action level 2 berarti dibutuhkan investigasi lebih lanjut (investigate further)

pada pekerjaan ini dan mungkin dibutuhkan perubahan. Kategori ini untuk

skor final 3- 4.

3. Action level 3

Action level 3 berarti pekerjaan ini harus segera diinvestigasikan dengan

segera dalam waktu singkat (investigate further and change soon). Kategori

ini untuk nilai skor 5- 6

Page 57: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

39

4. Action level 4

Action level 4 berarti investigasi dan modifikasi dari pekerjaan ini dibutuhkan

secara cepat (investigate and change immediatly) untuk mengurangi beban

yang berlebihan pada sistem musculosceletal dan risiko cedera atau sakit pada

pekerja. Kategori ini berlaku untuk skor 7.

2.4.4.3 Aplikasi RULA

Terdapat empat pokok utama dalam penerapan metode RULA yaitu

(Stanton et al, 2004), untuk:

1. Mengukur risiko musculosceletal otot, biasanya sebagai bagian dari

investigasi ergonomic secara luas.

2. Membandingkan beban otot dari desain saat ini dan modifikasi desain tempat

kerja.

3. Evaluasi hasil seperti produktivitas atau keserasian alat.

4. Pendidikan bagi pekerja tentang risiko musculosceletal yang ditimbulkan oleh

perbedaan postur dalam bekerja.

2.4.4.4 Kelebihan dan Kelemahan RULA

Metode RULA memiliki banyak kelebihan, antara lain:

1. Menilai sebuah angka perbedaan postur selama putaran dalam bekerja untuk

menyiapkan sebuah profil dari beban otot.

2. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut

dan tindakan perbaikan.

Page 58: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

40

3. Pemberian skor pada RULA terperinci, misalnya penambahan sudut derajat

pada setiap postur, gaya dan beban mendapat tambahan nilai 1.

4. Mudah digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode

lainnya, dan

5. Dapat digunakan untuk menilai secar teliti pekerjaan atau postur untuk satu

orang pekerja atau kelompok.

Selain memiliki beberapa kelebihan, metode RULA ini pun memiliki

beberapa kelemahan atau keterbatasan, sehingga diperlukan usaha untuk

merekamnya, antara lain (Corlett, 1998):

1. Hanya untuk pekerjaan dengan postur kerja duduk terus- menerus dan berdiri

statis, kurang cocok untuk pekerjaan dengan gerakan yang dinamis.

2. Tidak ada tinjauan rekam medis.

3. Metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam, meluruskan,

memutar dan memerlukan tekanan pada telapak tangan, dan

4. Metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang dapat

menyebabkan terjadinya postur janggal.

Penulis memilih menggunakan metode RULA ini dikarenakan beberapa

alasan, antara laian:

1. Karena metode RULA sangat cocok dengan jenis pekerjaan yang dilakukan

pada proses penyulaman kain tapis.

2. Cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya.

3. Dapat diguankan untuk menilai postur duduk.

Page 59: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

41

Tabel 2.4 Kelebihan dan Kelemahan Metode Penilaian Risiko MSDs

No Metode Penilaian Risiko

MSDs

Kelebihan Kelemahan Keterangan

1. Rapid Entire Body

Assessment

(REBA)

1. Merupakan metode yang cepat untuk

menganalisa postur tubuh pada suatu

pekerjaan yang dapat menyebabkan

risiko ergonomi.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko

dalam pekerjaan (kombinasi efek dari

otot dan usaha, postur tubuh dalam

pekerjaan, genggaman atau grip,

peralatan kerja, pekerjaan statis atau

berulang-ulang).

3. Dapat digunakan untuk postur tubuh

yang stabil maupun yang tidak stabil.

4. Skor akhir dapat digunakan dalam

menyelesaikan masalah, untuk

menentukan prioritas penyelidikan

dan perubahan yang perlu dilakukan.

5. Fasilitas kerja dan metode kerja yang

lebih baik dapat dilakukan ditinjau

dari analisa yang telah dilakukan.

1. Hanya menilai aspek postur dari

pekerja.

2. Tidak mempertimbangkan kondisi

yang dialami oleh pekerja terutama

yang berkaitan dengan faktor

psikososial.

3. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja

terutama yang berkaitan dengan

vibrasi, temperatur, dan jarak pandang

Untuk pekerjaan

yang menggunakan

seluruh tubuh,

pekerjaan

mengangkut, seperti

penjahit, kuli

2. Job Strain Index (JSI) 1. Dapat menilai eksposure dan

patogenesis gangguan terjatuh

2. Menjumlahkan untuk efek-efek yang

merugikan yang berkaitan dengan

besar dampak, durasi, frekuensi,

1. Bukan metode yang cepat diuji

2. Baik digunakan oleh individu yang

berpengalaman dan terlatih

3. Tidak bisa dijumlahkan untuk bahaya-

bahaya yang berkaitan dengan tekanan

Untuk pekerjaan

yang benyak

menggunakan

tangan, pada

operator komputer

Page 60: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

42

peregangan dan kekuatan dan efek-

efek yang bermannfaat untuk masa

pemulihan dan batas pekerjaan

3. Metode semi kuantitatif menggunakan

prosedur yang berkaitan dengan waktu

dan studi gerakan.

4. Dampak yang diahsilkan untuk

klasifikasi dikotomis dari pekerjaan

atau tugas mudah diketahui dan

praktis dan memungkinkan untuk

mensimulasi intervensi potensial

5. Memprediksi validitas yang

telahditunjukkan dan model statistik

dalam beberapa pengaturan

atau getaran lengan tangan

4. Metode yang digunakan untuk

menganalisis karakteristik pekerjaan

dengan beberapa tugas yang dilakukan

perhari (rotasi pekerjaan) atau

beberaapa tugas yang dilakukan dalam

suatu siklus pekerjaan (tugas-tugas

kompleks) sedang dalam

pengembangan, tetapi ini cenderung

rumit dan tidak valid.

3. QEC 1. Dapat mengkover beberapa risiko

fisik yang besar untuk MSDs

2. Mempertimbangkan kebutuhan

pengguna dan dapat digunakan oleh

peneliti yang tidak pengalaman.

3. Mempertimbangkan kombinasi dan

interaksi dari berbagai faktor risiko di

tempat kerja

4. Mudah digunakan

5. Reability

6. Mudah dipelajari dan mudah

digunakan

1. Fokus metode hanya pada tempat kerja

2. Membutuhkan ketepatan dalam

penilitian

3. Dibutuhkan penambahan latihan pada

pengguna untuk meningkatkan

ketepatan penilaian

Baik untuk

pengguna komputer

dan pekerja di

perusahaan

4. RULA (Rapid Upper Limb

Assessment)

1. menilai sebuah angka perbedaan

postur selama putaran dalam bekerja

untuk menyiapkan sebuah profil dari

beban otot.

1. Hanya untuk pekerjaan dengan postur

kerja duduk terus- menerus dan berdiri

statis, kurang cocok untuk pekerjaan

dengan gerakan yang dinamis

Untuk pekerjaan

yang statis duduk

ataupun berdiri,

seperti pekerja

kerajinan tangan

Page 61: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

43

2. dapat dijadikan sebagai pedoman

dalam melakukan investigasi lebih

lanjut dan tindakan perbaikan.

3. Pemberian skor pada RULA

terperinci, misalnya penambahan

sudut derajat pada setiap postur, gaya

dan beban mendapat tambahan nilai 1.

4. Mudah digunakan, cepat, praktis,

dapat dikombinasikan dengan metode

lainnya, dan

5. dapat digunakan untuk menilai secar

teliti pekerjaan atau postur untuk satu

orang pekerja atau kelompok.

2. Tidak ada tinjauan rekam medis.

3. Metode ini tidak bisa mengukur

gerakan tangan menggenggam,

meluruskan, memutar dan memerlukan

tekanan pada telapak tangan, dan

4. Metode ini tidak mengukur

antropometri tempat kerja yang dapat

menyebabkan terjadinya postur janggal.

Page 62: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

44

2.5 Kerangka Teori

Terdapat beberapa faktor risiko yang berkontribusi terhadap kejadian

nyeri punggung bawah. Faktor risiko tersebut dapat dikategorikan menjadi

tiga, yakni faktor risiko pekerjaan, faktor risiko individu, dan faktor

lingkungan.

Nyeri punggung bawah terjadi sebagai akibat dari faktor pekerjaan,

pekerja atau individu, dan lingkungan (Cohen et al, 1997). Faktor pekerjaan

adalah faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri termasuk gerakan

repetitive, beban, postur statis, postur janggal, frekuensi, durasi. Faktor

pekerja yakni berupa usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, lama bekerja,

dan riwayat penyakit, sedangkan faktor lingkungan kerja yaitu vibrasi, suhu,

dan tingkat iluminasi (Bridger, 1995). Dan menurut Cohen et al (1997),

Adapun skema yang didapat sebagai berikut:

Page 63: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

45

Gambar 2.6

Kerangka Teori

Sumber: Cohen et al (1997), Bridger (1995)

Faktor Pekerjaan

Postur

Peregangan Otot yang

Berlebihan

Aktivitas Berulang

Force atau Load

Faktor Personal

Usia

Jenis kelamin

Kebiasaan merokok

Kebiasaan Olahraga

Indeks Masa Tubuh

Masa kerja

Keluhan Nyeri Punggung

Bawah

Faktor Lingkungan

Mikroklimat

Vibrasi

Iluminasi

Page 64: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

46

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada proses penyulaman

kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

Cohen (1997) menyatakan bahwa selain usia dan jenis kelamin,

karakteristik individu yang mempengaruhi risiko kejadian nyeri punggung bawah

yaitu masa kerja, akan tetapi variabel jenis kelamin dalam faktor pekerja tidak

diteliti karena pekerja yang akan diteliti pada pekerjaan menyulam umumnya

wanita dan bersifat homogen, untuk variabel lingkungan tidak diteliti karena

pekerja mengerjakan penyulaman di tempat yang sama. Secara umum faktor yang

berkontribusi adalah postur ketika bekerja, beban yang ditanggung ketika bekerja,

serta gerakan berulang anggota tubuh ketika bekerja.

Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel independen.

Variabel independen yaitu faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok, IMT,

kebiasaan olahraga, masa kerja. Sedangkan keluhan nyeri punggung bawah

(NPB) ditetapkan sebagai variabel depeden.

Page 65: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

47

Gambar 3.1

Kerangka konsep

Faktor Pekerjaan

(Berdasarkan Postur RULA)

Postur

Peregangan Otot yang

Berlebihan

Aktivitas Berulang

Faktor Personal

Usia

Kebiasaan Merokok

IMT

Masa Kerja

Kebiasaan Olahraga

Keluhan Nyeri Punggung

Bawah

Page 66: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

48

3.2 Definis Operasional

No

.

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1. Keluhan Nyeri

Punggung Bawah

Keadaan dengan rasa

tidak nyaman atau nyeri

akut pada daerah ruas

lumbalis kelima dan

sakralis (L5-S1) oleh

pekerja sulam kain

tapis. (Pheasant, 1991)

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

kepada pekerja

0. Tidak pernah

1. Ada Keluhan

Ordinal

2. Faktor Pekerjaan

(RULA)

Skor akhir dari hasil

mengidentifikasi postur

pekerja sulam kain tapis

dengan menggunakan

metode RULA

1. Kamera

2. Busur

3. Form

RULA

4. Timbangan

1. Merekam kegiatan

pekerja sulam dengan

menggunakan

kamera

2. Menilai penjahit

dengan

menggunakan RULA

serta mengukurnya

dengan

menggunakan busur

0. Skor ≤ 2 yaitu

risiko masih dapat

diterima, dan

tidak perlu ada

perubahan.

1. Skor ≥ 3 yaitu

investigasi lanjut

dan mungkin

perlu ada

perubahan.

Ordinal

Page 67: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

49

3. Usia Lamanya pekerja sulam

hidup dihitung sejak

tahun kelahiran sampai

penelitian berlangsung

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

kepada pekerja

0. < 35 tahun

1. ≥ 35 tahun

(Tarwaka,2004)

Ordinal

4. Kebiasaan Merokok Banyaknya jumlah

batang rokok yang

dikonsumsi per hari

oleh responden

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

kepada pekerja

0. Tidak merokok

1. Merokok

Ordinal

5. Indeks Masa Tubuh

(IMT)

Kondisi status gizi

responden saat

dilakukan penelitian.

Dihitung dengan rumus

IMT = BB (Kg) / TB

(cm/1002).

(Depkes, 1994)

1. Timbangan

2. Microtoise

1. Melakukan

penimbangan

berat badan

pekerja sulam

kain tapis

2. Melakukan

pengukuran tinggi

badan pekerja

kain tapis

0. Kurus <18,5

1. Normal 18,5-25

2. Gemuk > 25,0

(Depkes, 1994)

Ordinal

6. Masa Kerja Lama bekerja sebagai

pekerja sulam kain tapis

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

kepada pekerja

Tahun Ratio

Page 68: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

50

7. Kebiasaan Olahraga Aktivitas olahraga

yang dilakukan

pekerja sulam kain tapis

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

kepada pekerja

0. Sering (≥ 3 kali

seminggu dan ≥10

menit)

1. Jarang (0-3

kali/bulan ≥10

menit)

2. Tidak pernah

(Cooper, 1982)

Ordinal

Page 69: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

51

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain

studi cross sectional (potong lintang) dimana pada penelitian ini variabel

independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011

di Sanggar Family Art yang beralamat di Perumnas Beringin Raya Kemiling

Bandar Lampung.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah pekerja sulam di Sanggar Family Art.

Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja yang mewakili populasi. Sampel

yang diambil adalah pekerja yang dapat mewakili populasi. Sedangkan

pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi

berikut ini:

(Sumber : Ariawan, 1998)

[Z 1-α/2 √2 P (1-P) + Z1-ß√ P1 (1-P1) + P2(1-P2) ]

2

n =

(P1 - P2)

2

Page 70: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

52

Keterangan :

n : Besar sampel

P : Rata – rata proporsi pada populasi {(P1 + P2) /2}

P1 : Proporsi pekerja yang merokok dengan keluhan nyeri punggung

bawah

P2 : Proporsi pekerja yang tidak merokok dengan keluhan nyeri punggung

bawah

Z2

1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5% (1,96)

Z1-ß : Kekuatan Uji 90% (1,28)

Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar :

[1.96 √ 2 x 0,5(1-0,5) + 1,28 √0,75 (1-0,75) + 0,25 (1-0,25) ]2

n =

(0,75– 0,25) 2

n = 19 orang

nTotal = 19X2= 38 orang

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi

diatas, diperoleh besar sampel untuk masing-masing kelompok sebesar 19

sampel. Sehingga total sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini berjumlah 38

sampel. Oleh karena jumlah populasi kurang dari jumlah sampel yang

dibutuhkan, maka dilakukan pengambilan seluruh dari populasi pekerja sulam

kain tapis di Sanggar Family Art yang berjumalh 30 orang.

Page 71: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

53

4.4 Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data

(Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah

kuestioner atau daftar pertanyaan yang diisi oleh responden, timbangan,

microtoise, kamera, busur. Timbangan dan microtoise digunakan untuk mengukur

berat badan dan tinggi badan agar dapat mengetahui indeks masa tubuh pekerja.

Kamera, busur digunakan untuk mendapatkan postur kerja pekerja pada saat

melakukan pekerjaan.

4.5 Pengumpulan Data

Jenis data didalam penelitian ini yaitu data primer, didapatkan melalui

observasi, pengukuran, dan kuesioner. Dalam pengumpulan data, pertama kali

peneliti melakukan observasi untuk mengetahui gambaran tahapan pekerjaan dan

pengukuran tingkat risiko nyeri pada punggung bawah. Pada saat penelitian

peneliti menyebarkan kuesioner pada pekerja mengenai umur, jenis kelamin,

kebiasaan merokok, IMT, masa kerja dan kebiasaan olahraga.

4.6 Pengolahan Data

Untuk data kuesioner, dilakukan pengolahan untuk menghasilkan

informasi yang benar dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:

a. Mengkode data (data coding)

Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk

memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut.

Page 72: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

54

1) Keluhan nyeri punggung bawah: 0. Tidak Pernah, 1. Ada keluhan

2) Faktor pekerjaan diadaptasi dari form RULA yakni:

Mengobservasi postur pekerja dan menentukan nilai untuk kelompok

postur A sesuai dengan kategori metode RULA yang terdiri dari anggota

tubuh:

a. Lengan atas dengan skor yaitu :

a) Skor 1 = 200

ekstensi -200

fleksi

b) Skor 2 = >200 ekstensi atau 20

0 - 45

0 fleksi

c) Skor 3 = 450 - 90

0

d) Skor 4 = >900

e) Skor +1 jika; bahu terangkat, atau lengan atas abduksi, dan

f) Skor -1 jika; lengan bawah disangga.

b. Lengan bawah dengan skor yaitu :

a) Skor 1 = 600-100

0

b) Skor 2 = 00-60

0 atau >100

0

c) Skor +1 jika; lengan bawah menyilang ke garis tengah tubuh

(midline) atau keluar.

c. Pergelangan tangan dengan skor yaitu :

a) Skor 1 = 00

b) Skor 2 = 0- 150

fleksi atau ekstensi

c) Skor 3 = >150 fleksi atau ekstensi

d) Skor +1 jika; terjadi deviasi ulnar atau radial

Page 73: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

55

d. Perputaran pergelangan tangan yaitu :

a) Skor 1 = berputar ke dalam

b) Skor 2 = berputar ke dalam

i. Memasukkan masing- masing nilai skor untuk kelompok postur A

yaitu lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan, ke dalam

tabel A untuk mengetahui skor postur A.

ii. Mengobservasi dan menentukan nilai penggunaan otot untuk

kelompok postur A sesuai denan criteria metode RULA dengan skor

yaitu:

i) Skor 0 = Dinamis, jika postur ditahan <1 menit atau jika gerakan

berulang kurang dari 4 kali per menit

ii) Skor 1 = Statis, jika postur ditahan >1 menit atau jika gerakan

berulang lebih dari 4 kali per menit

iii. Mengobservasi dan menentukan nilai beban untuk kelompok postur A

sesuai dengan metode kriteria RULA dengan skor yaitu:

i) Skor 0 = Tidak ada beban atau berat beban <2 kg secara

intermitten

ii) Skor 1 = Berat beban 2- 10 kg secara intermitten

iii) Skor 2 = Berat beban 2- 10 kg secara statis atau berulang- ulang,

atau berat beban 10 kg atau lebih secara intermitten

iv) Skor 3 = Berat beban 10 kg statis atau berulang- ulang, atau

gerakan cepat (shock)

iv. Menjumlahkan nilai skor kelompok postur A, dengan penggunaan

otot, dan beban, untuk mengetahui skor A.

Page 74: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

56

Tabel 4.1 Skor A

Postur A: Skor Postur Pergelangan Tangan

1 2 3 4

Lengan Lengan

Bawah

Pergelangan

Tangan

Pergelangan

Tangan

Pergelangan

Tangan

Pergelangan

Tangan

1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 3 3 3 3 4 4

2 1 2 3 3 3 3 4 4 4

2 3 3 3 3 3 4 4 4

3 3 4 4 4 4 4 5 5

3 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 4 4 4 4 4 4 5 5

4 1 4 4 4 4 4 5 5 5

2 4 4 4 4 4 5 5 5

3 4 4 4 5 5 5 6 6

5 1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6 1 7 7 7 7 7 8 8 9

2 8 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

v. Memasukkan hasil nilai skor A ke dalam tabel C, pada bagian kolom

pertama skor pergelangan tnagan dan tangan, kemudian

vi. Mengobservasi postur pekerja dan menentukan nilai untuk kelompok

postur B sesuai dengan kategori metode RULA yang terdiri dari

anggota tubuh:

e. Leher dengan skor yaitu:

a) Skor 1 = 0-100

b) Skor 2 = 100-20

0

c) Skor 3 = >200

Page 75: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

57

d) Skor 4 = Ekstensi

e) Skor +1 jika; leher berputar atau miring ke samping.

f. Punggung dengan skor yaitu:

a) Skor 1 = 00-10

0

b) Skor 2 = 00-20

0

c) Skor 3 = 200-60

0

d) Skor 4 = >600

e) Skor +1 jika; punggung berputar atau miring ke samping.

j. Kaki dengan skor yaitu:

a) Skor 1 = kaki yang disangga dan seimbang

b) Skor 2 = Jika kaki tidak disangga dan tidak seimbang

vii. Memasukkan masing- masing nilai skor untuk kelompok postur B yaitu

leher, punggung, dan kaki ke dalam tabel B untuk mengetahui skor postur

B.

Tabel 4.2 Skor B

Skor

Postur

Leher

Postur B: Skor Postur Punggung

1 2 3 4 5 6

Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7

3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8

5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8

6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Page 76: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

58

viii. Mengobservasi dan menentukan nilai pengguanaan otot untuk kelompok

B sesuai dengan kriteria metode RULA dengan skor yaitu:

i) Skor 0 = Dinamis, jika postur ditahan <1 menit atau jika gerakan

berulang kurang dari 4 kali menit

ii) Skor 1 = Statis, jika postur ditahan >1 menit atau jika gerakan

berulang lebih dari 4 kali per menit

ix. Mengobservasi dan menentukan nilai beban untuk kelompok B sesuai

dengan metode kriteria RULA dengan skor yaitu:

i) Skor 0 = Tidak ada beban atau berat beban <2 kg secara intermitten

ii) Skor 1 = Berat beban 2-10 kg secara intermitten

iii) Skor 2 = Berat beban 2- 10 kg secara statis atau berulang- ulang, atau

berat beban 10 kg lebih secara intermitten

iv) Skor 3 = Berat beban 10 kg statis atau berulang- ulang, atau gerakan

cepat (shock)

x. Menjumlahkan nilai skor kelompok postur B, dengan pengguanaan otot,

dan beban, untuk mengetahui skor B.

xi. Memasukkan hasil nilai skor B ke dalam tabel C, pada bagian baris

pertama skor leher, punggung, dan kaki, kemudian

xii. Menentukan nilai skor final dengan menarik garis mendatar dari kolo A

dengan baris skor B dan tabel c untuk mendapatkan nilai skor final RULA.

Page 77: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

59

Tabel 4.3 Skor C (grand score)

Tabel C: Skor Leher, Punggung dan Kaki

1 2 3 4 5 6 7+

1 1 2 3 3 4 5 5

2 2 2 3 4 4 5 5

3 3 3 3 4 4 5 6

4 3 3 3 4 5 6 6

5 4 4 4 5 6 7 7

6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7

8+ 5 5 6 7 7 7 7

xiii. Setelah mendapatkan nilai skor final, masukkan nilai pada kategori

risiko (action level) untuk menegtahui tingkat risikonya serta level

perubahan.

Tabel 4.4 Skor Final RULA

Nilai Skor RULA Action level Level Perubahan

1-2 1 Dapat diterima

3-4 2 Investigasi lanjut, mungkin butuh

perubahan

5-6 3 Investigasi lanjut, perubahan segera

7-8 4 Investigasi, menerapkan perubahan

a) Dikarenakan dalam penelitian ini didapatkan hasil skor action level

berada pada 1 dan 2 yakni ≤ 2 yaitu risiko masih dapat diterima, dan

tidak perlu ada perubahan, Skor ≥ 3 yaitu investigasi lanjut dan

mungkin perlu ada perubahan. Maka pengkodean 0. Skor ≤ 2 dan 1.

Skor ≥ 3

b) Umur: 0. <35 tahun, 1. ≥ 35 tahun

c) Kebiasaan merokok: 0. Tidak merokok, 1. Ringan <10 batang per hari,

2. Sedang jika 10-20 batang per hari, 3. Berat jika >20 batang per hari.

Page 78: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

60

d) Indeks masa tubuh: 0. Kurus <18,5, 1. Normal 18,5-25, 2. Gemuk >25

e) Masa Kerja: tahun

f) Kebiasaan Olahraga: 0. Sering ≥ 3 kali seminggu, 1 jarang atau tidak

pernah (0-3 kali per bulan)

b. Menyunting data (data editing)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data

seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian

setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk

penelitian ini

c. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data dalam program software computer

berdasarkan klasifikasi.

d. Membersihkan data (data cleaning)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk

memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian

data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

4.7 Analisis Data

a. Analisis univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan

persentase dari setiap variabel yang dikehendaki dari tabel distribusi

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Untuk mencari hubungan antara

Page 79: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

61

variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji chi-square

dengan batas kemaknaan p value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna

secara statistik dan p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna

secara statistik.

Persamaan Chi Square:

Keterangan :

X2 = Chi Square

O = Efek yang diamati

E = Efek yang diharapkan

Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika

Pvalue > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada

hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak

dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel.

Untuk mencari hubungan antara variabel masa kerja dengan keluhan

nyeri punggung bawah jika data berdistribusi normal digunakan uji T-test.

Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan jenis uji non-parametrik

seperti uji Mann-Whitney. Setelah dilakukan analisis data didapatkan variabel

masa kerja tidak berdistribusi normal > 0.05 maka uji yang dipakai untuk

mencari hubungan antara keluhan NPB dengan variabel masa kerja

menggunakan uji non-parametrik yaitu Mann-Whitney.

(O - E)2

X2 = E

Page 80: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

62

BAB V

HASIL

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Proses Menyulam

Proses menyulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung diawali

dengan proses memasukkan benang emas pada lubang jarum. Setelah proses awal

dilakukan, selanjutnya pekerja memulai proses penyulaman dimulai dari kanan atas

kain. Jarum yang telah terdapat benang emas ditusukkan ke dalam kain yang telah

diberikan pola yang sesuai dimulai dari atas kain kebawah kain serta dibawah kain

diikat dan ditarik keluar kain. Begitu seterusnya sampai benang emas menutupi pola

secara keseluruhan sehingga menjadi satu lembar kain tapis.

Dalam proses ini pekerja melakukannya dengan posisi duduk tanpa sandaran

dalam waktu yang relatif lama dan statis, pekerjaan menyulam ini repetitive atau

adanya pengulangan tahapan menusuk serta mengeluarkan benang emas dari kain

sehingga dapat menyelesaikan satu lembar kain tapis dan dalam posisi kerja statis.

Untuk menyulam satu lembar kain tapis sederhana membutuhkan waktu sekitar tiga

minggu, sedangkan untuk menyelesaikan satu lembar kain dengan pola yang rumit

membutuhkan waktu kurang lebih selama enam bulan.

Page 81: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

63

5.1.2 Analisis Univariat

5.1.2.1 Gambaran Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis

Di Sanggar Family Art 201

Tabel 5.1

Distribusi Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di

Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011

No. Keluhan Nyeri Punggung Bawah Jumlah Persentase

1. Tidak pernah 14 46.7%

2. Sering 16 53.3%

Total 30 100%

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan distribusi keluhan nyeri punggung bawah

pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu yang tidak

mengalami keluhan NPB sebanyak 14 pekerja (46.7%) dibandingkan dengan pekerja

yang sering mengalami keluhan NPB sebanyak 16 pekerja (53.3%).

5.1.2.2 Gambaran Faktor Pekerjaan Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar

Family Art 2011

Tabel 5.2

Distribusi Faktor Pekerjaan Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar

Family Art Bandar Lampung Tahun 2011

No. Tingkat Faktor Pekerjaan Jumlah Persentase

1. Skor ≤ 2 4 13.3%

2. Skor ≥ 3 26 86.7%

Total 30 100%

Faktor pekerjaan didapatkan (tingkat risiko NPB) diperoleh dengan cara

mengamati kegiatan pekerja pada proses menyulam dan pengambilan foto untuk

menghitung atau menentukan sudut punggung pekerja. Seperti terlihat dalam gambar

5.1.

Page 82: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

64

Gambar 5.1

Postur pekerja ketika menyulam kain tapis

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi tingkat risiko NPB pada pekerja

kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung pekerja yang dengan skor ≤ 2

yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada perubahan sebanyak empat

pekerja (13.3%) dibandingkan dengan pekerja dengan skor ≥ 3 sehingga diperlukan

investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan sebanyak 26 pekerja (86.7%).

5.1.2.3 Gambaran Faktor Individu Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family

Art 2011

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Kebiasaan Merokok, IMT dan

Kebiasaan Olahraga Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar

Lampung Tahun 2011

No Variabel Kategori Jumlah (30) Persentase (%)

1 Usia < 35 tahun 11 36.7

≥ 35 tahun 19 63.3

2 Kebiasaan merokok Tidak merokok 23 76.7

Merokok 7 23.3

Page 83: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

65

3 IMT Kurus 3 10.0

Normal 21 70.0

Gemuk 6 20.0

4. Kebiasaan Olahraga Tidak 16 53.3

Jarang 7 23.3

Sering 7 23.3

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi usia pada pekerja kain tapis di

Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu usia < 35 tahun sebanyak 11 pekerja

(36.7%) dibandingkan dengan usia ≥ 35 tahun sebanyak 19 pekerja (63.3%). Untuk

variabel kebiasaan merokok pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar

Lampung yaitu tidak merokok sebanyak 23 pekerja (76.7%), dibandingkan dengan

merokok sebanyak tujuh pekerja (23.3%).

Distribusi indeks massa tubuh pada pada pekerja kain tapis di Sanggar

Family Art Bandar Lampung yaitu kurus < 18.5 sebanyak tiga pekerja (10.0%),

normal 18.5-25 sebanyak 21 pekerja (70.0%), sedangkan gemuk > 25.0 sebanyak

enam pekerja (20.0%) serta untuk kebiasaan olahraga pada pada pekerja kain tapis di

Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu tidak berolahraga sebanyak 16 pekerja

(53.3%), sedangkan pekerja yang jarang berolahraga sebanyak tujuh pekerja (23.3)

dan pekerja yang sering berolahraga sebanyak tujuh pekerja (23.3%).

Page 84: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

66

5.1.2.4 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family

Art 2011

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja Kain Tapis Di

Sanggar Family Art

Bandar Lampung Tahun 2011

Variabel Nilai Tengah

Masa Kerja SD Min-Max

Masa kerja

(dalam tahun) 9.000 5.5704 2-25

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa nilai tengah (median) masa kerja

pekerja adalah 9,000 tahun dengan standar deviasi 5,5704 tahun serta masa kerja

terendah 2 tahun dan masa kerja tertinggi 25 tahun.

5.1.3 Analisis Bivariat

5.1.3.1 Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Dengan Keluhan Nyeri Punggung

Bawah

Tabel 5.5

Distribusi Faktor Pekerjaan Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada

Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011

No. Tingkat

Risiko

Faktor

Pekerjaan

Keluhan NPB Total Pvalue

Tidak

pernah

% Sering % N %

1. Skor ≤ 2 1 25.0% 3 75.0% 4 100% 0.602

2. Skor ≥ 3 13 50.0% 13 50.0% 26 100%

Total 14 46.7% 16 53.3% 30 100%

Berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis diatas diketahui bahwa 13 pekerja

(50.0%) termasuk pekerja dengan skor ≥ 3 sehingga diperlukan investigasi dan

dibutuhkan adanya perubahan yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak 3

(75.0%) termasuk pekerja dengan skor ≤ 2 yaitu risiko masih dapat diterima dan

Page 85: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

67

tidak perlu adanya perubahan yang sering mengalami keluhan NPB pada pekerja

kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

Dari hasil uji statistic chi square di peroleh Pvalue = 0.602 yang berarti tidak

ada hubungan bermakan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB pada pekerja

kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

5.1.3.2 Hubungan Antara Faktor Individu Dengan Keluhan Nyeri Punggung

Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 2011

Tabel 5.6

Distribusi Responden Menurut Usia, Kebiasaan Merokok, IMT dan Kebiasaan

Olahraga Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah PadaPekerja Kain Tapis Di

Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011

Variabel Kategori

Keluhan NPB

Pvalue Tidak

pernah Sering Total (30)

N % N % n %

Usia

Pekerja

< 35 tahun 2 18.2 9 81.8 11 100 0.046

≥ 35 tahun 12 63.2 7 36.8 19 100

Kebiasaan

Merokok

Tidak

merokok 11 47.8 12 52.2 23 100

1.000

Merokok 3 42.9 4 57.1 7 100

IMT

Kurus 0 0 3 100 3 100

0.077 Normal 12 57.1 9 42.9 21 100

Gemuk 2 33.3 4 66.7 6 100

Kebiasaan

Olahraga

Tidak 10 62.5 6 37.5 16 100 0.171

Jarang 2 28.6 5 71.4 7 100

Sering 2 28.6 5 71.4 7

Page 86: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

68

a. Hubungan antara usia dengan keluhan nyeri punggung bawah (NPB)

Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis diketahui bahwa sembilan pekerja (81.8%)

berumur < 35 tahun yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak 7

pekerja (36.8%) berumur ≥ 35 tahun yang sering mengalami keluhan nyeri

punggung bawah, dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue = 0.046

yang berarti ada hubungan bermakna antara usia pekerja dengan keluhan NPB.

Berdasarkan.

b. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan nyeri punggung bawah

(NPB)

Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis diketahui bahwa empat pekerja (57.1%)

merokok yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak 12 pekerja (52.2%)

tidak merokok sering mengalami keluhan NPB, dari hasil uji statistik chi square

di peroleh Pvalue = 1.000 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara

kebiasaan merokok dengan keluhan NPB pada pekerja kain tapis.

c. Hubungan antara IMT dengan keluhan nyeri punggung bawah (NPB)

Berdasarkan hasil tabel 5.6 analisis diatas diketahui bahwa empat pekerja

(66.7%) gemuk > 25.0 yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak

sembilan pekerja (42.9%) normal 18.5-25 yang sering mengalami keluhan NPB

serta 3 pekerja (100.0%) kurus < 18.5 yang sering mengalami keluhan NPB, dari

hasil uji statistikchi square di peroleh Pvalue = 0.077 yang berarti tidak ada

hubungan bermakna antara indeks masa tubuh dengan keluhan NPB pada pekerja

kain tapis.

Page 87: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

69

d. Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan nyeri punggung bawah

(NPB)

Berdasarkan hasil 5.6 analisis diatas diketahui enam pekerja (37.5%) pekerja

yang tidak berolahraga sering mengalami keluhan NPB, sedangkan pekerja yang

jarang berolahraga sebanyak lima orang (71.4%) sering mengalami keluhan NPB

dan lima pekerja (71.4%) yang berolahraga mengalami keluhan NPB, Dari hasil

uji statistik chi square di peroleh Pvalue = 0.171 yang berarti tidak ada hubungan

bermakna antara kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja kain

tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

Analisis bivariat keluhan nyeri punggung bawah (NPB) berdasarkan masa

kerja pada pekerja sulam kain tapis dengan menggunakan uji Mann-Whitney

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5.7

Distribusi Masa Kerja dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja

Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011

Keluhan Nyeri

Punggung Bawah

N Pvalue

Tidak 14 0.032

Sering 16

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang sering mengeluh NPB

sebanyak 16 orang dan pekerja yang tidak mengeluh NPB sebanyak 14 orang.

Berdasarkan hasil uji didapatkan Pvalue sebesar 0.032 yang berarti ada hubungan

bermakna antara keluhan NPB dengan masa kerja pada proses penyulaman kain

tapis.

Page 88: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

70

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art

Bandar Lampung tahun 2011, data yang dikumpulkan adalah data primer dengan

menggunakan kuesioner dan observasi. Penulis menyadari terdapat keterbatasan dan

kelemahan dalam penelitian ini antara lain:

1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang tidak dapat

menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan

serta hanya menggambarkan variabel yang diteliti, independen maupun dependen

pada waktu yang sama.

2. Observasi langsung pada faktor pekerjaan sulit dilakukan, terutama pada

pengambilan gambar tidak dari segala arah hanya pada arah yang memungkinkan

saja karena situasi dan prosedur di tempat kerja.

3. Hasil penelitian untuk variabel keluhan NPB sangat dipengaruhi kejujuran

responden, serta hanya menanyakan keluhan subyektif pekerja tidak melalui

diagnosa khusus hal ini memungkinkan terjadinya bias terhadap keluhan nyeri

punggung bawah.

4. Variabel kebiasaan merokok hanya dikategorikan dua kategori yaitu merokok

dan tidak merokok hal ini berdasarkan kebiasaan pekerja dan pekerja yang tidak

Page 89: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

71

melakukan kebiasaan. Sehingga kurang dapat menjabarkan secara pasti ada

hubungan yang signifikan dengan keluhan NPB.

6.2 Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB)

Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) adalah suatu keadaan

dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan

sakralis (L5-S1). Nyeri pada punggung bawah dirasakan oleh penderita dapat terjadi

secara jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir (Pheasant 1991). Nyeri

punggung bagian bawah adalah salah satu dari sekian banyak akibat yang bersumber

dari ketidaknyamanan kerja. Tapi dapat juga terjadi dari aktivitas sehari-hari,

misalnya seperti mengendarai mobil, melakukan pekerjaan rumah atau

berkebun.Walaupun anatomi tulang belakang diketahui dengan baik, menemukan

penyebab nyeri pinggang bawah menjadi masalah yang cukup serius bagi orang-

orang klinis. LBP merupakan salah satu jenis kelainan muskuloskeletal akibat kerja

yang paling sering dan mengakibatkan biaya yang paling tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap para penyulam kain tapis

didapatkan hasil bahwa 16 pekerja (53.3%) sering mengalami keluhan NPB.

Sedangkan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB 14 pekerja (46.7%). Pekerja

yang tidak mengeluh terjadinya NPB sebagian besar berusia < 35 tahun.

Menurut Suma’mur (1992), penggunaan peralatan yang tidak sesuai dengan

kondisi pekerja sedikit banyak akan berpengaruh bagi kinerja pekerja. Dalam

melaksanakan tugasnya, posisi dan sikap pekerja ditentukan oleh sarana dan

prasarana kerja. Kontraksi yang cenderung bersifat statis, berlangsung lama dan

Page 90: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

72

terus menerus, serta sikap paksa sewaktu bekerja sangat mungkin menimbulkan

kelelahan sampai rasa nyeri pada otot bersangkutan. Berdasarkan teori tersebut maka

untuk mengurangi risiko NPB pada pekerja sulam tapis dapat dilakukan sesuai

dengan posisi kerja yang nyaman serta melakukan peregangan otot.

6.3 Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Faktor pekerjaan pekerja sulam kain tapis di Family Art Bandar Lampung

berhubungan dengan posisi kerja yang dilakukan oleh pekerja. Para pekerja

melakukan pekerjaannya dengan cara duduk di atas lantai dan pekerja menyulam

dengan menggunakan benang emas serta jarum.

Pada penelitian ini untuk melihat faktor pekerjaan dengan menggunakan

metode RULA karena dilihat dari pekerjaan penyulam kain tapis tersebut duduk

dalam waktu yang cukup lama. Dimana metode ini mengukur atau menilai beberapa

variabel diantaranya lengan atas, lengan bawah pergelangan tangan, perputaran

pergelangan tangan, postur statis atau dinamis, leher, punggung, kaki, serta

menentukan nilai beban. Dengan skor RULA atau action level skor 1- 2 yaitu risiko

masih dapat diterima, dan tidak perlu ada perubahan, skor 3 – 4 yaitu investigasi

lanjut dan mungkin perlu ada perubahan, skor 5– 6 yaitu investigasi lanjut dan butuh

perubahan segera serta skor >7 yaitu tingkat risiko tinggi dan secepatnya.

Hasil yang didapat dari perhitungan action level pada pekerja sulam

didapatkan hasil yang berbeda-beda. Nilai risiko atau action level yang diambil

dalam penelitian ini adalah nilai risiko ata uaction level tertinggi yang dilakukan

pekerja, setelah dilakukan penelitian hasil yang didapat dari semua pekerja terdapat

Page 91: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

73

di range skor action level berada di 1-2 dan 3-4 maka dapat dikategorikan dalam dua

kategori yakni Skor 1- 2 yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada

perubahan dan Skor 3 – 4 yaitu investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan.

Hasil yang didapat dari tabel 5.2 bahwa 86.7% pekerja termasuk dalam risiko

sedang sehingga diperlukan investigasi dan dibutuhkan adanya perubahan dan yang

pekerja yang termasuk risiko rendah terdapat sebesar 13.3% diartikan masih dapat

diterima dan tidak perlu adanya perubahan. Sedangkan berdasarkan tabel 5.5

diketahui bahwa pekerja yang sering mengalami keluhan NPB dan termasuk pekerja

dengan risiko sedang sehingga diperlukan investigasi dan dibutuhkan adanya

perubahan sebesar 50.0%, sedangkan pekerja yang sering mengalami keluhan NPB

dan yang termasuk pekerja dengan risiko rendah yaitu masih dapat diterima dan

tidak perlu adanya perubahan sebesar 75.0%. Berdasarkan hasil uji statistik bahwa

tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB

(Pvalue = 0.602). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kantana

(2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel

pekerjaan dengan keluhan Low Back Pain. Akan tetapi tidak sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ikrimah (2009) yang mengatakan bahwa

ada hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan keluhan muskoloskeletal.

Hal ini dimungkinkan pekerjaan menyulam tidak membutuhkan adanya pengerahan

otot yang berlebihan (over exertion), pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja

dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas

mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat, akan tetapi beban

yang ditanggung pekerja sulam sangat ringan yakni berupa benang dan jarum

Page 92: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

74

sehingga force atau load tidak meningkatkan cidera punggung pada pekerja, hal ini

tidak sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh (Humantech, 1995;

Tarwakaet al, 2004).

Berdasarkan obeservasi yang dilakukan terhadap pekerja sulam kain tapis di

Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011 postur tubuh pekerja saat bekerja

banyak diantaranya merupakan postur janggal misalnya duduk tanpa sandaran

punggung atau pinggang, posisi kerja duduk dalam waktu kerja yang lama, tangan

bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal seperti saat menarik benang,

posisi punggung membungkuk dan ke depan. Menurut Tarwaka (2004) posisi

tersebut merupakan posisi janggal yang dapat menyebabkan NPB.

Namun tidak semua posisi tersebut dapat diambil gambarnya dengan baik,

karena situasi dan prosedur di tempat kerja yang tidak memungkinkan sehingga hasil

gambar yang didapatkan kurang maksimal. Untuk itu bagi peneliti selanjutnya agar

lebih memastikan pengambilan gambar atau video terkait postur tubuh pekerja di

tempat penelitian dapat dilakukan dari segala arah.

Upaya pencegahan yang dilakukan untuk meminimalisasikan keluhan NPB

apabila merasakan nyeri punggung bawah ketika duduk terdapat beberapa hal yang

harus dilakukan yaitu melakukan relaksasi setiap 20-30 menit sangat penting untuk

mencegah ketegangan otot, berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali

juga sangat membantu. Berjalan satu jam sekali juga sangat menolong mengurangi

ketegangan otot, serta memperhatikan posisi duduk seperti hindari duduk dengan

mencondongkan kepala ke depan, karena dapat menyebabkan gangguan pada leher

serta duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan

Page 93: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

75

leher dan juga hindari duduk tanpa sandaran karena dapat menyebabkan nyeri pada

punggung bawah (Republika, 2006).

6.4 Hubungan Antara Karakteristik Individu (Usia, KebiasaanMerokok, IMT,

MasaKerja Kebiasaan Olahraga) dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 201

6.4.1 Hubungan usia dengan keluhan NPB

Umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65.

Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan

terus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada umur

setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun setengah baya,

kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot

meningkat. Bertambahnya usia akan diikuti penurunan; VO2 max, tajam

penglihatan, pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan

kemampuan mengingat jangka pendek. Dengan demikian pengaruh usia selalu

dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan bagi seseorang (Tarwaka et

al, 2004). Dalam penelitian ini usia dikategorikan menjadi dua kategori yaitu ≥ 35

tahun dan < 35 tahun.

Dalam tabel 5.3 didapatkan hasil yakni pekerja yang berusia ≥ 35 tahun

sebesar 63.3% sedangkan pekerja yang berusia < 35 tahun sebesar 36.7%.

Sedangkan berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pekerja yang sering mengalami

keluhan NPB dialami oleh pekerja yang berusia ≥ 35 tahun sebesar 36.8%

sedangkan pekerja yang sering mengalami NPB pada pekerja < 35 tahun sebesar

81.8%. Berdasarkan hasil uji statistik bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan

Page 94: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

76

bermakna antara usia dengan keluhan NPB (Pvalue = 0.046). Sesuai dengan

Anggraini (2010) dalam penelitiannya menyatakan ada hubungan bermakna antara

usia dengan keluhan carpal tunner syndrom.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa meningkatnya usia

akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang

berusia 35 tahun. Salah satu bagian tubuh yang juga mengalami degenerasi adalah

tulang belakang. Akibat proses tersebut terbentuk jaringan parut di diskus

invertebrata, jumlah cairan diantara sendi berkurang dan ruang diskus mendangkal

secara permanen. Akibatnya segmen spinal akan kehilangan stabilitasnya.

Pendangkalan di ruang diskus akan mengurangi kemampuan tulang belakang

terutama daerah lumbal untuk menahan beban menjadi berkurang. Seharusnya

vertebra lumbal seharusnya mampu menahan 40-50% berat tubuh. Berkurangnya

kemampuan untuk menahan beban dan pergerakan tubuh menyebabkan keluhan

nyeri punggung (Jatmikawati, 2006).

Variabel usia dalam penelitian ini memiliki hubungan bermakna dengan

keluhan NPB pada pekerja sulam kain tapis, dari hasil uji statistik antara kedua

variabel independen yaitu usia dengan kebiasaan olahraga didapatkan bahwa banyak

pekerja yang berusia ≥ 35 tahun ataupun yang berusia < 35 tahun tidak melakukan

olahraga. Hal-hal yang dimungkinkan dapat menyebabkan risiko NPB pada pekerja

yaitu pekerja telah melakukan pekerjaan sebelumnya sehingga pekerja merasakan

adanya keluhan NPB, terakumulasi dan dibawa ke tempat kerja. Upaya pencegahan

yang dapat dilakukan adalah sebaiknya pekerja tidak membebani dengan pekerjaan

yang bisa menyebabkan otot punggung bawah lelah dan mengalami keluhan NPB

Page 95: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

77

pada saat mereka mulai bekerja, Ernawati (2002) menyebutkan lakukan

perenggangan sebelum melakukan pekerjaan setiap hari meskipun tidak merasakan

keluhan NPB.

6.4.2 Hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan NPB

Kebiasaan merokok dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa ada

hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan MSDs. Boshuizen et al

(1993) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok

dengan keluhan otot pinggang. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja yang

merokok lebih banyak daripada pekerja yang tidak merokok yakni sebesar 23

pekerja. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan 57.1% dari pekerja yang merokok

tersebut yang sering mengalami keluhan NPB.

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pekerja yang tidak merokok lebih

besar dibandingkan dengan pekerja yang merokok. Hasil analisis bivariat berarti

tidak ada hubuangan bermakna antara kebiasaan merokok dengan keluhan NPB

(Pvalue =1.000). Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan bahwa populasi

penelitian semuanya berjenis kelamin perempuan, dan ditemukan pekerja yang

merokok tetapi hanya termasuk dalam perokok ringan, hanya mengkonsumsi satu

sampai tiga batang tiap harinya, serta hanya mengkonsumsi rokok yang

menggunakan filter. Namun efek rokok yang bisa menimbulkan keluhan NPB

bersifat kronis dikarenakan pekerja mengkonsumsi rokok yang terus-menerus

sehingga tidak menimbulkan efek langsung kepekerja terkait dengan keluhan NPB.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2010) yang juga

Page 96: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

78

menyebutkan tidak ada hubungan bermakna antar kebiasaan merokok dengan

carpal tunner syndrom, demikian pula berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Kantana (2010) yang menyebutkan tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan

merokok dengan low back pain.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian (Jatmikawati, 2006) yang menyatakan

ada hubungan bermakna antara kebiasan merokok dengan nyeri punggung bawah,

dikarenakan rokok dipercaya mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan

tubuh. Asap rokok yang masuk ke dalam paru-paru melalui mulut, faring, laring,

trakea, bronkus dan akhirnya sampai ke alveoli paru akan menimbulkan iritasi di

sepanjang saluran pernafasan. Sebagai reaksi pertahanan tubuh dibentuklah lendir

yang berfungsi untuk membuang kotoran dan selanjutnya dikeluarkan melalui

mekanisme batuk. Batuk menyebabkan tekanan di tulang belakang meningkat,

terjadi kelelahan otot punggung dan timbul keluhan NPB.

6.4.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan NPB

Indeks massa tubuh merupakan salah satu variabel yang diduga berhubungan

dengan keluhan NPB pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar

Lampung tahun 2011. Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan pekerja yang berindeks

masa tubuh gemuk > 25.0 sebanyak 6 pekerja (20%).

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pekerja yang berindeks tubuh normal

lebih sering mengalami keluhan NPB jika dibandingkan dengan pekerja yang

berindeks masa tubuh kurus ataupun gemuk. Hasil analisis bivariat menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan bermakna antara indeks masa tubuh pekerja dengan

Page 97: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

79

keluhan NPB (Pvalue = 0.077). Hal ini dikarenakan pekerja yang berindeks massa

tubuh normal dilihat dari postur saat mereka bekerja memiliki risiko untuk

terjadinya NPB jika dibandingkan dengan pekerja yang kurus ataupun gemuk, serta

pekerja yang berindeks massa tubuh normal kebanyakan dari mereka adalah pekerja

yang ≥ 35 tahun sehingga ketahanan kemampuan otot berkurang dan dapat

menimbulkan keluhan NPB pada pekerja tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan (Jatmikawati, 2006) yang menyatakan juga tidak ada hubungan

bermakna antara indeks masa tubuh dengan kejadian nyeri punggung bawah.

Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Anggraini (2010) yang

mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara indeks masa tubuh dengan

carpal tunner syndrom, sesuai dengan yang dikemukakan oleh WHO (2005) yang

menyatakan indeks masa tubuh (IMT) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus

(<18.5) normal (18.5-25) dan gemuk ( >25). Jika seseorang mengalami kelebihan

berat badan maka orang tersebut akan berusaha untuk menyangga berat badan dari

depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan apabila ini terus

berlanjut maka akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang

yang dapat menyebabkan NPB pada pekerja.

6.4.4 Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB

Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh

persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat

kelenturan (tonus) otot atau kurang berolahraga. Otot yang lemah terutama pada

daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal.

Page 98: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

80

Berdasarkan tabel 5.3 pekerja yang tidak berolahraga sebesar 53.3% jika

dibandingkan dengan pekerja yang jarang berolahraga hanya 23.3% atau dengan

pekerja yang sering melakukan olahraga hanya 23.3%, dan berdasarkan tabel 5.6

didapatkan bahwa pekerja yang berolahraga dan sering mengalami keluhan NPB

sebesar 71.4% sedangkan pekerja yang jarang berolahraga dan sering mengalami

keluhan NPB sebesar 71.4% serta pekerja yang tidak berolahraga dan sering

mengalami keluhan NPB sebesar 37.5%, sedangkan hasil uji analisis bivariat antara

hubungan kebiasaan olahraga pada pekerja dengan keluhan NPB didapatkan bahwa

tidak ada hubungan bermakna yakni (Pvalue = 0.171).

Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmat (2007)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian NPB

dengan kebiasaan olahraga dengan Pvalue 0,029, sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Munir (2008) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena

buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang olahraga. Otot yang lemah

terutama perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Semakin

jarang seseorang berolahraga, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang

dirasakan.

Salah satu pilar penanganan NPB adalah dengan exercise atau latihan untuk

otot perut dan punggung. Bila otot abdomen dan otot punggung kita kuat, itu akan

membantu kita untuk menjaga postur tubuh yang baik dan menjaga agar tulang

belakang senantiasa berada pada lokasi yang tepat. Langkah pertama sebelum

melakukan aktivitas menyulam adalah pemanasan dengan aktivitas ringan seperti

Page 99: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

81

berjalan santai. Beberapa latihan berikut ini, hanyalah suatu saran dan harus

disesuaikan dengan berbagai kondisi individual (Prodia, 2010).

Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa banyak pekerja yang

berolahraga. Ada beberapa pekerja yang berusia lebih dari 35 tahun berolahraga

seperti berjalan santai meskipun hanya beberapa kali dan setelah dilakukan

pengujian silang antara sesama variabel independen maka rata-rata pekerja yang

melakukan olahraga baik jarang ataupun sering yakni pekerja yang tidak merokok

hal tersebut bisa berdampak dengan tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga

dengan keluhan NPB yang terjadi pada pekerja.

6.4.5 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan NPB

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja

masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung (Amalia, 2007). Sedangkan menurut

Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah satu faktor yang termasuk kedalam

komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerja fisik yang dilakukan secara kontinyu

dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh

(sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf dan pernafasan). Dalam hal ini

MSDs ataupun NPB merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama

untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau

semakin lama seseorang terpajan faktor risiko NPB ini maka semakin besar pula

risiko untuk mengalami NPB (Guo, 2004).

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara masa

kerja dengan keluhan NPB (Pvalue = 0.032). Berdasarkan hasil observasi diperoleh

Page 100: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

82

bahwa pekerja sudah mulai bekerja dari muda sampai berusia ≥35 tahun masih

bekerja sebagai penyulam kain tapis, sehingga dampak dari keluhan NPB telah

berakumulasi. Serta hal lain yang ikut menyumbangkan dalam terjadinya keluhan

NPB pada pekerja kain tapis yaitu target untuk menyelasaikan sehelai kain yang

diberikan sampai selesai, sehingga pekerja memforsir diri mereka untuk

menyelesaikan pekerjaan mereka dan pekerja mengabaikan istirahat atau relaksasi.

Hal ini sesuai dengan Rihiimaki et al (1989) menjelaskan bahwa masa kerja

mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan juga penelitian yang

dilakukan oleh Anggraini (2010) juga menyebutkan ada hubungan bermakna antara

masa kerja dengan keluhan carpal tunner syndrom.

Upaya yang bisa diberikan untuk meminimalisasi dengan terjadinya keluhan

NPB terkait dengan masa kerja pada pekerja kain tapis adalah sebaiknya pekerja

khususnya pekerja yang telah bekerja lama sebagai penyulam kain tapis lebih

banyak melakukan peregangan otot atau relaksasi agar dampak NPB yang telah

terakumulasi dapat dicegah (Republika, 2006).

Page 101: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

83

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka didapatkan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis di

Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011 pekerja yang yaitu yang

sering mengalami keluhan NPB (53.3%) jika dibandingkan dengan pekerja

yang tidak mengalami keluhan NPB (46.7%)

2. Dengan menggunakan analisis univariat diketahui bahwa:

a. Faktor Pekerjaan

Gambaran faktor pekerjaan diukur dengan RULA didapatkan distribusi

tingkat risiko NPB pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art

Bandar Lampung skor ≤ 2 yaitu risiko masih dapat diterima dan tidak

perlu ada perubahan (13.3%) dibandingkan dengan skor ≥ 3 yaitu

investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan (86.7%).

b. Faktor Individu

1) Pekerja dengan usia ≥ 35 tahun lebih banyak jika dibandingkan

dengan pekerja yang berusia < 35

2) Kebiasaan merokok pada pekerja lebih banyak yang tidak merokok

jika dibandingkan dengan pekerja yang merokok ringan.

Page 102: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

84

3) Indeks masa tubuh pekerja yang normal lebih banyak jika

dibandingkan dengan pekerja yang kurus ataupun gemuk.

4) Masa kerja pada pekerja bahwa nilai tengah pada variabel masa kerja

adalah 9,000 tahun dengan standar deviasi 5,5704 tahun serta masa

kerja terendah 2 dan masa kerja tertinggi 25 tahun.

5) Kebiasaan olahraga pada pekerja banyak pekerja yang tidak

berolahraga jika dibandingkan dengan pekerja yang berolahraga.

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara antara faktor pekerjaan, serta

faktor individu yakni kebiasaan merokok, indeks masa tubuh (IMT) dan

kebiasaan olahraga pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art

Bandar Lampung tahun 2011.

4. Terdapatnya hubungan bermakna antara variabel faktor individu yaitu usia

dengan Pvalue 0.046, masa kerja dengan Pvalue 0.032 dengan keluhan nyeri

punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar

Lampung tahun 2011.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Pekerja Sulam Kain Tapis

a. Pekerja melakukan relaksasi dengan berdiri setiap 30 menit sekali agar

meringankan kerja otot pinggang.

b. Apabila ada keluhan nyeri punggung bawah segera berobat ke puskesmas

setempat atau dokter.

Page 103: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

85

c. Mengikuti saran dan petunjuk yang diberikan oleh petugas puskesmas

agar dapat menghindari untuk terjadinya keluhan nyeri punggung bawah.

d. Memperbanyak kegiatan olahraga untuk pencegahan terhadap keluhan

nyeri punggung bawah (NPB).

e. Menyesuaikan posisi duduk saat menyulam sehingga posisi bekerja

menjadi nyaman sehingga dapat meminimalisir resiko terjadinya nyeri

punggung bawah (NPB).

f. Perbanyak istirahat atau relaksasi dalam per satu jam sekali untuk

mengurangi rasa nyeri pada punggung bawah.

7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel-variabel

lain yang kemungkinan memiliki hubungan signifikan dengan keluhan

MSDs yang tidak diteliti pada penelitian ini, seperti variabel pekerja

(jenis kelamin, dan kekuatan fisik), lingkungan (mikrolimat, iluminasi,

getaran).

b. Disarankan untuk lebih melihat aktifitas yang dilakukan pekerja selama

bekerja dari segala arah, sehingga pengambilan gambar guna pengukuran

faktor pekerjaan dapat lebih maksimal.

Page 104: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

86

DAFTAR PUSTAKA

Anderson GBJ. Epidemiological Features of Chronic Low Back Pain. Lancet 1999;

354:581-5.

Airiza, 2006. Menghindari Nyeri Pinggang Bawah. Republika 11 Juni 2006

Aryanto, Pongki Dwi. 2008. Gambaran Risiko Ergonomi dan keluhan

Musculoskeletal pada Penjahit Sektor Informal. Skripsi. Depok : Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Amalia, Dina. Tinjauan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Unit Produksi

Industri Garment PT. INTI GRAMINDO PERSADA Tahun 2007. Skripsi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007

Anggraini, Dwi Ranti. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Carpal

Tunnel Syndrome (CTS) Pada Pengguna Komputer di Head Office PT.

Bukaka Teknik Utama Cileungsi Bogor Jawa Barat Tahun 2010. Skripsi.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Pada Sampel Penelitian Kesehatan. Jurusan

Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia. 1998.

Bernard, Bruce, et all, Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors, A Critical

Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal

Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back, US Department of

Health and Human Services, Public Health Service, Centers for Disease

Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Health,

1997.

Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore: mcGraww Hill, Inc.

Buckle, Peter. 2005. Ergonomics and muculoskeletal disorders: overview.

Occupational Medicine. Oxford University Press

Cohen, Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based

on Workplace Evaluation of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S

Department of Health and Human Services. NIOSH.

Ergonomi. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. Available at :

http://www.depkes.go.id ((diakses pada tanggal 04 September 2010)

Page 105: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

87

Ernawati, DR. 2002. Nyeri Pinggang Bawah pada Pekerja Bagian Produksi Bumbu

Makanan di Pabrik X Purwakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Indonesia.

Grandjean, E. 1990. Fitting the task to the Human. London : Taylor & Francis Inc.

Hartiyah. 2009. Hubungan Berdiri Lama dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Miogenik Pada Pekerja Kasir. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Indonesia

Humantech Inc. 1995. Applied Ergonomic Training Manual. Berkeley Vale Australia

: Protector and Gamble Inc.

International Labour Organitation. 1998. Work Organitation and Ergonomics, ILO.

Jatmikawati. 2006. Analisis Risiko Ergonomi yang Berhubungan dengan Kejadian

Nyeri Punggung Bawah pada Pengemudi Taksi X. Tesis. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia

Musculoskeletal disorders (MSDs) in HORECA European Agency for Safety and

Health at Work, 2000. Available at : http://osha.europa.eu/en/publications/e-

facts/efact24

NIOSH. 1997. A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related

Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back.

Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama.

Jakarta : Guna Widya.

Oborne. David J. 1995. Ergonomics at work 3rd

Edition : “Human Factors in Design

and Development”, University of Wales Swansea, John Wiley & Sons Ltd.

England :xiv + 442

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work, and Health. Aspen Publisher Inc, USA.

Prodia. Nyeri Punggung Bawah. Available at : http://prodiaohi.co.id/en/articles/8-

nyeri-punggung-bawah.html (diakses pada tanggal 29 November 2010)

Pulat, B. 1997. Fundamental of Industrial Ergonomics

Rahayu, Sri. 2004. Analisis Risiko Ergonomi Pada Perawat Terhadap Kemungkinan

Timbulnya MSDs Akibat Postur Janggal di RSU Serang, Banten. Tesis.

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

http://athaliwa.wordpress.com/2008/12/14/kain-tapis-lampung (diakses pada tanggal

08 Agustus 2010)

Page 106: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

88

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Sedarmayanti. Tata Kerja dan Produtivitas Kerja. Bandung. Mandar Maju. 2009

Sisinta, Tiaraima. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan pada Pekerja

di Departemen Weaving PT. ISTEM Tangerang. Skripsi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia, 2005

Soleha, Siti. 2009. Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dengan Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Can Plant PT. X Tahun

2009. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

UIN Syarif Hidayatullah.

Stanton, Neville et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods.

London: CRC Press.

Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta:

CV Haji Masagung.

Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung

Seto

Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi; Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja Dan

Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press.

Zulaeha, Siti. 2008. Analisis Tingkat Resiko Terjadinya Musculoskeletal disorders

(MSDs) Pada Proses Main Assembling 3Phase PT. Metbelosa Tahun 2008.

Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarief

Hidayatullah.

Page 107: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

Analisis Univariat

Frequencies Statistics

keluhannpb pekerjaanklp usiakelompok merokok kelompok IMT

kebiasaanolahraga

N Valid 30 30 30 30 30 30

Missing 0 0 0 0 0 0

Frequency Table keluhannpb

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 14 46.7 46.7 46.7

sering 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

pekerjaanklp

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Skor 1-2 4 13.3 13.3 13.3

Skor 3-4 26 86.7 86.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

usiakelompok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid <35 11 36.7 36.7 36.7

>=35 19 63.3 63.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

merokok kelompok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak merokok 23 76.7 76.7 76.7

merokok 7 23.3 23.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Page 108: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

IMT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid kurus 3 10.0 10.0 10.0

normal 21 70.0 70.0 80.0

gemuk 6 20.0 20.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

kebiasaanolahraga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid jarang 7 23.3 23.3 23.3

tidak 16 53.3 53.3 76.7

ya 7 23.3 23.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Crosstabs Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pekerjaanklp * keluhannpb 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

usiakelompok * keluhannpb 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

merokok kelompok * keluhannpb 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

IMT * keluhannpb 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

kebiasaanolahraga * keluhannpb 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Page 109: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

pekerjaanklp * keluhannpb Crosstab

keluhannpb Total

tidak

pernah sering

pekerjaanklp Skor 1-2 Count 1 3 4

% within pekerjaanklp 25.0% 75.0% 100.0%

Skor 3-4 Count 13 13 26

% within pekerjaanklp 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 14 16 30

% within pekerjaanklp

46.7% 53.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .871(b) 1 .351

Continuity Correction(a)

.156 1 .693

Likelihood Ratio .913 1 .339

Fisher's Exact Test .602 .352

Linear-by-Linear Association .842 1 .359

N of Valid Cases 30

a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.87. Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pekerjaanklp (<risiko rendah / >= risiko sedang)

.333 .031 3.638

For cohort keluhannpb = tidak pernah .500 .088 2.850

For cohort keluhannpb = sering 1.500 .757 2.973

N of Valid Cases 30

Page 110: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

usiakelompok * keluhannpb Crosstab

keluhannpb Total

tidak pernah sering

usiakelompok <35 Count 2 9 11

% within usiakelompok

18.2% 81.8% 100.0%

>=35 Count 12 7 19

% within usiakelompok

63.2% 36.8% 100.0%

Total Count 14 16 30

% within usiakelompok 46.7% 53.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.662(b) 1 .017

Continuity Correction(a)

3.999 1 .046

Likelihood Ratio 6.016 1 .014

Fisher's Exact Test .026 .021

Linear-by-Linear Association 5.473 1 .019

N of Valid Cases 30

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13. Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for usiakelompok (<35 / >=35)

.130 .022 .779

For cohort keluhannpb = tidak pernah .288 .078 1.056

For cohort keluhannpb = sering 2.221 1.158 4.260

N of Valid Cases 30

Page 111: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

merokok kelompok * keluhannpb Crosstab

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .053(b) 1 .818

Continuity Correction(a)

.000 1 1.000

Likelihood Ratio .053 1 .817

Fisher's Exact Test 1.000 .581

Linear-by-Linear Association .051 1 .821

N of Valid Cases 30

a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.27. Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for merokok kelompok (tidak merokok / merokok)

1.222 .222 6.730

For cohort keluhannpb = tidak pernah 1.116 .429 2.903

For cohort keluhannpb = sering .913 .431 1.936

N of Valid Cases 30

keluhannpb Total

tidak pernah sering

merokok kelompok tidak merokok Count 11 12 23

% within merokok kelompok 47.8% 52.2%

100.0%

merokok Count 3 4 7

% within merokok kelompok 42.9% 57.1%

100.0%

Total Count 14 16 30

% within merokok kelompok 46.7% 53.3%

100.0%

Page 112: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

IMT * keluhannpb Crosstab

keluhannpb Total

tidak pernah sering

IMT kurus Count 0 3 3

% within IMT .0% 100.0% 100.0%

normal Count 12 9 21

% within IMT 57.1% 42.9% 100.0%

gemuk Count 2 4 6

% within IMT 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 14 16 30

% within IMT 46.7% 53.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 3.980(a) 2 .137

Likelihood Ratio 5.135 2 .077 Linear-by-Linear Association

.161 1 .688

N of Valid Cases 30

a 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40. Risk Estimate

Value

Odds Ratio for IMT (kurus / normal) (a)

a Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Page 113: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

kebiasaanolahraga * keluhannpb Crosstab

keluhannpb Total

tidak pernah sering

kebiasaanolahraga jarang Count 2 5 7

% within kebiasaanolahraga 28.6% 71.4% 100.0%

tidak Count 10 6 16

% within kebiasaanolahraga 62.5% 37.5% 100.0%

ya Count 2 5 7

% within kebiasaanolahraga 28.6% 71.4% 100.0%

Total Count 14 16 30

% within kebiasaanolahraga 46.7% 53.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 3.453(a) 2 .178

Likelihood Ratio 3.534 2 .171 N of Valid Cases 30

a 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.27. Risk Estimate

Value

Odds Ratio for kebiasaanolahraga (jarang / tidak )

(a)

a Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Explore Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

masakerja 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Page 114: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

Descriptives

Statistic Std. Error

masakerja Mean 10.267 1.0170

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 8.187

Upper Bound 12.347

5% Trimmed Mean 10.000

Median 9.000

Variance 31.030

Std. Deviation 5.5704

Minimum 2

Maximum 25

Range 23.0

Interquartile Range 8.3

Skewness .816 .427

Kurtosis .245 .833

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

masakerja .188 30 .008 .930 30 .049

a Lilliefors Significance Correction

masakerja masakerja Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

2.00 0 . 22

13.00 0 . 5556677777778

7.00 1 . 0000133

6.00 1 . 555689

1.00 2 . 0

1.00 2 . 5

Stem width: 10

Each leaf: 1 case(s)

Page 115: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

2520151050

Observed Value

2

1

0

-1

-2

Exp

ecte

d N

orm

al

Normal Q-Q Plot of masakerja

Page 116: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

2520151050

Observed Value

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

Dev f

rom

No

rmal

Detrended Normal Q-Q Plot of masakerja

Page 117: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

NPar Tests Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

massakerjaklp 30 .37 .490 0 1

keluhannpb 30 1.07 1.015 0 2

masakerja

25

20

15

10

5

0

Page 118: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

Mann-Whitney Test Ranks

keluhannpb N Mean Rank Sum of Ranks

massakerjaklp tidak pernah 14 18.57 260.00

sering 16 12.81 205.00

Total 30

Test Statistics(b)

massakerj

aklp

Mann-Whitney U 69.000

Wilcoxon W 205.000

Z -2.140

Asymp. Sig. (2-tailed) .032

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .077(a)

a Not corrected for ties. b Grouping Variable: keluhannpb

Page 119: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

KUISIONER

No Kuisioner :

Assalamualaikum, Wr. Wb,,

Dengan hormat, perkenalkan saya Defriyan, mahasiswa Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syahid Jakarta, prodi Kesehatan Masyarakat peminatan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Saat ini saya sedang melakukan penelitian

untuk penyusunan tugas akhir (skripsi) mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Proses Penyulaman Kain Tapis di

Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011” sebagai syarat untuk penyelesaian

studi program sarjana.

Berkenaan dengan hal tersebut, saya memohon kesediaan Ibu/Saudari untuk

mengisi formulir kuisioner ini dengan sebaik-baiknya. Jawaban Ibu/Saudari sangat

bermanfaat dalam penelitian ini dan sekaligus dapat juga digunakan sebagai masukan

terhadap pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja perusahaan ini, khususnya

berguna untuk para pekerja dibagian ini. Jawaban dan data Ibu/Saudari akan terjamin

kerahasiaannya dan tidak akan mempengaruhi penilaian kinerja Ibu/Saudari.

Silakan Ibu/Saudari mengisi kuisioner ini dengan mengisi jawaban atau

memberikan tanda (√) pada tiap jawaban yang Ibu/Saudari pilih. Diharapkan

Ibu/Saudari mengisi kuisioner ini dengan lengkap dan jujur dan tidak perlu

menanyakan atau berdiskusi kepada rekan Ibu/Saudari terhadap jawaban yang dipilih.

Terima Kasih

Page 120: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

No A. Karakteristik Pekerja Jawaban Diisi Oleh

Peneliti

1. Nama Responden

2. Tanggal Lahir Tanggal... Bulan... Tahun... A2 [ ]

3. Berat Badan........ Kg

Tinggi Badan....... cm

A 3 [ ]

B. Masa Kerja

1. Mulai kapan anda bekerja sebagai

penyulam

2. Sudah berapa lama Anda bekerja sebagai

penyulam kain tapis

3. Apakah sebelumnya Anda pernah

bekerja sebagai penyulam kain tapis di

tempat lain

Ya Tidak

Jika Ya, mulai.... sampai ......

C. Kebiasaan Merokok

1. Apakah anda saat ini merokok Ya Tidak

Jika Tidak lanjut ke no 5

2. Sejak Kapan anda mulai merokok

3. Apakah jenis rokok yang anda konsumsi Filter Kretek

4. Berapa batang rokok yang anda konsumsi

tiap harinya

C4 [ ]

5. Apakah sebelumnya anda merokok Ya Tidak

Jika tidak selesai di pertanyaan

kebiasaan merokok, jika ya lanjut ke no

6.

6. Apakah jenis rokok yang anda konsumsi Filter Kretek

7 Berapa batang yang anda konsumsi tiap

harinya

8. Sejak kapan anda mulai berhenti

merokok.

Page 121: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

D. Kebiasaan Olahraga

1. Apakah anda memiliki kebiasaan

olahraga

Ya Tidak

Jika Tidak, Selesai

Dilanjutkan ke pertanyaan E

keluhan nyeri punggung bawah

2. Seberapa sering anda berolahraga Sering ≥ 3 kali seminggu

Jarang 1-3 kali perbulan

Tidak pernah

D2 [ ]

3. Jenis olahraga yang anda lakukan a. Lari

b. Jalan pagi

c. Senam

d. Lainnya.....

4. Berapa lama anda butuhkan untuk

berolahraga

≥ 10 menit

< 10 menit

E Keluhan nyeri punggung bawah

1. Apakah selama anda bekerja pernah

merasakan keluhan sakit pada bagian

pinggang

Ya Tidak

Jika Tidak, Selesai

2. Apa yang anda rasakan

Boleh lebih dari satu jawaban

a. Nyeri [kepertanyaan 3E]

b. Pegal-pegal [kepertanyaan 4E]

c. Panas [kepertanyaan 5E]

d. Kram [kepertanyaan 6E]

e. Lainnya...

3. Bagaimana tingkat keseringan nyeri yang

anda rasakan

Kadang-kadang (1-3 kali perminggu)

Sering (Setiap hari)

E3 [ ]

4. Bagaimana tingkat keseringan pegal-pegal

yang anda rasakan

Kadang-kadang (1-3 kali perminggu)

Sering (Setiap hari)

E4 [ ]

5. Bagaimana tingkat keseringan panas yang

anda rasakan

Kadang-kadang (1-3 kali perminggu)

Sering (Setiap hari)

E5 [ ]

6. Bagaimana tingkat keseringan kram yang

anda rasakan

Kadang-kadang (1-3 kali perminggu)

Sering (Setiap hari)

E6 [ ]

7. Apakah rasa nyeri, pegal-pegal, panas,

kram hilang setelah anda beristirahat

Ya Tidak

Page 122: FAK TOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN …

Lembar Observasi

No Langkah Beban Frekuensi Durasi