etika administrasi dalam pelayanan publik

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Drs. AW. Widjaja: 1994 dalam buku Etika Administrasi Negara Etika administrasi di kalangan pegawai negeri tertentu disebut dengan kode etik. Misal Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki kode etik KORPRI yang disebut dengan Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia dan Doktrin Korps Pegawai Negara Indonesia Menurut Ginandjar Kartasasmita, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Etika adalah dunianya filsafat, nilai, dan moral. Administrasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk, sedangkan administrasi adalah konkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan (get thejob done).Pembicaraan tentang etika dalam administrasi adalah bagaimana mengaitkan keduanya, 1

Upload: fajar-amri-alibasya

Post on 05-Aug-2015

1.421 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Etika administrasi adalah

TRANSCRIPT

Page 1: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Drs. AW. Widjaja: 1994 dalam buku Etika Administrasi

Negara Etika administrasi di kalangan pegawai negeri tertentu disebut dengan

kode etik. Misal Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki kode etik KORPRI

yang disebut dengan Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia dan

Doktrin Korps Pegawai Negara Indonesia

Menurut Ginandjar Kartasasmita, Menteri Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Etika adalah dunianya filsafat, nilai,

dan moral. Administrasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat

abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk, sedangkan

administrasi adalah konkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan (get

thejob done).Pembicaraan tentang etika dalam administrasi adalah bagaimana

mengaitkan keduanya, bagaimana gagasan-gagasan administrasi —seperti

ketertiban, efisiensi, kemanfaatan, produktivitas— dapat menjelaskan etika

dalam prakteknya, dan bagaimana gagasangagasan dasar etika –mewujudkan

yang baik dan menghindari yang buruk itu—dapat menjelaskan hakikat

administrasi.

Menurut Cooper (dalam Frederickson,1997:160) Etika merupakan

dimensi yang penting dalam administrasi negara . Etika dalam administrasi

negara adalah aplikasi dari prinsip-prinsip moral dalam perilaku pejabat pada

1

Page 2: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

sebuah organisasi publik atau birokrasi. Pejabat negara menjalankan  mandat

kepentingan publik sehingga dalam bertindak, membuat pernyataan, membuat

keputusan, semuanya harus mencerminkan nilai-nilai kepentingan publik

bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethes” berarti kesediaan jiwa

akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-

peraturan kesusilaan. Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan

kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan

dalam dirinya minta minta ditaati pula oleh orang lain.

Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu

etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa

Latin dikenal dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru

perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian perkataan Mores tumbuh dan

berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akan

kesusilaan1. Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang

sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika

Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat Birokrasi penyelenggara

pemerintahan itu sendiri. 

Etika dan moralitas secara teoritis berawal dari pada ilmu pengetahuan

(cognitive) bukan pada efektif. Moralitas berkaitan pula dengan jiwa dan

seamangat kelompok masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan dengan

masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat dan seyogyanya tidak

ada masyarakat tanpa moral2, dan berkaitan dengan kesadaran kolektif dalam

2

Page 3: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas tidak hanya mengenai hal yang

baik dan yang buruk, tetapi menyangkut masalah yang ada dalam kontak

social dengan masyarakat, ini berarti Etika tidak hanya sebatas moralitas

individu tersebut dalam artian aparat birokrasi tetapi lebih dari itu menyangkut

perilaku di tengah-tengah masyarakat dalam melayani masyarakat apakah

sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah etis atau tidak.

Menurut Drs.Haryanto, MA. Bahwa Etika merupakan instrumen dalam

masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan

fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti Etika merupakan

norma dan aturan yang turut mengatur perulaku seseorang dalam bertindak

dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam

masyarakat agar dapat dikatakan tindakannya bermoral. Dari beberapa

pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita

bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian

masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan

normative yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan

landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam

Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.

Etika adalah perilaku manusia yang mampu membedakan baik dan

buruk setelah diadopsi dan diadaptasikan dalam kehidupan masyarakat,  tata

susila ( kesusilaan), tata sopan santun ( kesopanan ) yang ada dalam keluarga,

masyarakat, organisasi, pemerintahan, bangsa dan Negara, serta nilai-nilai,

norma-norma, kaidah yg berada dalam masy dan  agama. Etika berupa etika

3

Page 4: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

umum (etika sosial) danetika khusus (etika politik/ETIKA PEMIMPIN,etika

pemerintahan, etika administrasi negara, dst ) dikenal dengan etika profesional

atau kompetensi, misalkan kode etik: kedokteran, pers, pendidik/dosen,

akuntansi, hakim, pengacara, adminstrator publik, etika kepemimpinan, dan

lain-lain. Pada tulisan makalah ini akan di bahas tentang etika administrasi

publik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari penulisan

makalah ini, yaitu :

1. Bagaimana sejarah etika pelayanan publik ?

2. Bagaimana definisi etika pelayanan publik ?

3. Bagaimana pentingnya etika pelayanan publik ?

4. Bagaimana etika pelayanan publik indonesia ?

5. Apa faktor penyebab lemahnya etika pelayanan publik ?

6. Bagaimana Prinsip etika pelayanan menurut ASPA ?

7. Apa faktor pendukung etika pelayanan publik ?

1.3 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini adalah dengan mengumpulkan

bahan-bahan berupa artikel dan makalah-makalah yang berkaitan erat dengan

etika administrasi dalam pelayanan publik.

4

Page 5: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

1.4 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah

ini, yaitu :

1. Sejarah etika pelayanan publik.

2. Definisi etika pelayanan publik.

3. Pentingnya etika pelayanan publik.

4. Etika pelayanan publik Indonesia.

5. Faktor penyebab lemahnya etika pelayanan publik.

6. Prinsip etika pelayanan menurut ASPA.

7. Faktor pendukung etika pelayanan publik.

5

Page 6: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Etika Pelayanan Umum

Pemikiran tentang etika kaitannya dengan pelayanan publik mengalami

perkembangan sejak tahun 1940-an melalui karya Leys (dalam Keban, 1994:

50-51). Leys berpendapat: “bahwa seorang administrator dianggap etis apabila

ia menguji dan mempertanyakan standard-standard yang digunakan dalam

pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan keputusannya semata-mata

pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada”. Kemudian Tahun 1950-an,

muncul perkembangan pemikiran baru. Hal ini terlihat dalam karya Anderson

(dalam Keban, 1994: 51) menyempurnakan aspek standard yang digunakan

dalam pembuatan keputusan. Karya Anderson menambah suatu point baru,

bahwa standard-standard yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut

sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang

dilayani. Pada tahun 1960-an, muncul lagi pemikiran baru lewat tulisan

Golembiewski (dalam Keban, 1994: 51) menambah elemen baru yaitu standar

etika mungkin mengalami perubahan dari waktu-kewaktu dan karena itu

administrator harus mampu memahami perkembangan dan bertindak sesuai

standard-standard perilaku tersebut.

6

Page 7: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

Pada permulaan tahun 1970-an, beberapa tulisan merefleksikan

kecenderungan baru, tulisan Hart (dalam Keban, 1994) mempromosikan nilai-

nilai social equity sebagai pedoman dasar administrasi negara, dan

menyarankan teori keadilan dan rawls sebagai pedoman etika bagi masyarakat

maupun administrator sebagai individu. Kecenderungan baru juga terlihat

pada tulisan Henry (dalam Keban, 1994) yang menekankan tanggung jawab

atau keharusan administrator publik untuk memperhatikan aspek etika, dan

tidak hanya melekat pada aspek efesiensi, ekonomi, dan prinsip-prinsip

administrasi. Menurut Henry, teori rawls tentang justice al fanicres sangat

bermanfaat untuk dipertimbangkan dalam praktek administrasi negara.

Dengan demikian aspek yang ditambahkan dalam permulaan tahun 1970-an

ini adalah aspek keadilan dan tanggung jawab.

Sejak permulaan tahun 1970-an ada beberapa tokoh penting yang sangat

mempengaruhi etika administrator publik, dua diantaranya adalah John Rohr

dan Terry L.Cooper. Rohr (dalam Keban,1994: 51-52) menyarankan agar

administrator dapat menggunakan regime norms yaitu nilai-nilai keadilan,

persamaan, dan kebebasan sebagai pengambilan keputusan terhadap berbagai

alternatif kebijaksanaan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Dengan cara

demikian, administrator negara dapat menjadi etis (being ethical). Namun,

menurut Cooper (dalam Keban,1994: 51) etika sangat melibatkan substantive

reasoning tentang kewajiban, konsekwensi dan tujuan akhir; dan bertindak etis

(doing ethics) adalah melibatkan pemikiran yang sistematis tentang nilai-nilai

yang melekat pada pilihan-pilihan dalam pengambilan keputusan. Pemikiran

7

Page 8: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

Cooper menunjukkan administrator yang etis adalah administrator yang selalu

terikat pada tanggung jawab dan peranan organisasi, sekaligus bersedia

menerapkan standard etika secara tepat pada pembuatan keputusan

administrasi.

B. Definisi Etika Pelayanan Publik

Etika dalam konteks birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan

norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada

masyarakat.  Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas

kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasnya.  Etika harus diarahkan pada

pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan

masyarakat luas. Oleh karena etika mempersoalkan “baik-buruk” dan bukan

“benar-salah” tentang sikap, tindakan dan perilaku manusia dalam

berhubungan dengan sesamanya baik dalam masyarakat maupun organisasi

publik, maka etika mempunyai peran penting dalam praktek administrasi

negara.

Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan

pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka

tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun

melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan jenis dan

intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep

ini lebih menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui

suatu delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat sehari-

hari di bidang administrasi, keamanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air

8

Page 9: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dsb. Sedangkan dalam arti yang

luas konsep pelayanan publik (public service) identik dengan publik

administration yaitu berkorban atas nama orang lain dalam mencapai

kepentingan publik (Perry, 1989). Dalam konteks ini pelayanan publik lebih

dititik beratkan kepada bagaimana elemen-elemen administrasi publik seperti

policy making, desain organisasi, dan proses manajemen dimanfaatkan untuk

mensukseskan pemberian pelayanan publik, dimana pemerintah merupakan

pihak provider yang diberi tanggung jawab.

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah

cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi

mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan

konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

Kumorotomo mendefinisikan etika pelayanan publik sebagai suatu cara

dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang

mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur

tingkah laku manusia yang dianggap baik.

Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat, etika adalah teori

tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk,

sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.

C. Pentingnya Etika Pelayanan Publik

Kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada kekuasaan politik

(political master), dan melaksanakan kebijakan politik tersebut merupakan

kekuasaan administrasi negara. Namun, administrasi negara dalam

9

Page 10: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

menjalankan kebijakan politik tersebut memiliki kewenangan secara umum

disebut “discretionary power”, yaitu keleluasaan untuk menafsirkan suatu

kebijakan politik dalam bentuk program dan proyek, maka timbul suatu

pertanyaan, apakah ada jaminan dan bagaimana menjamin kewenangan itu

digunakan secara “baik dan tidak secara buruk”. Atas dasar itulah etika di

perlukan dalam administrasi publik. Etika dapat dijadikan pedoman, referensi,

petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat birokrasi dalam

menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus digunakan sebagai standar

penilaian apakah perilaku aparat birokrasi dalam menjalankan kebijakan

politik dapat dikatakan baik atau buruk.

Beberapa pandangan yang mendukung arti pentingnya etika dalam etika

administrasi negara seperti dikutip dari buku karangan Kartasasmitaterbitan

tahun 1977 sebagai berikut: “Birokrasi melenceng dari keadaan yang

seharusnya. Birokrasi selalu dilihat sebagai masalah teknis dan bukan masalah

moral, sehingga timbul berbagai persoalan dalam bekerjanya birokrasi

publik”. Birokrasi sebagai bentuk organisasi yang ideal, telah merusak dirinya

dan masyarakatnya dengan ketiadaan norma-norma, nila-nilai dan etika yang

berpusat pada manusia.

Sementara pemahaman pelayanan publik yang disediakan oleh birokrasi

merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan

abdi negara. Sehingga maksud dari publik servis tersebut demi

mensejahterakan masyarakat. Kaitan dengan tersebut Widodo (2001: 269)

mengartikan, pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani)

10

Page 11: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada

organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Sehubungan dengan itu, dikemukakan Thoha (1988: 119) kondisi

masyarakat terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat

kehidupan masyarakat yang semakin baik merupakan indikasi dari

empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini, berarti masyarakat

semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga

negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat

semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada

pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan

kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah.

Dengan kondisi masyarakat semakin kritis, birokrasi publik dituntut

mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik.

Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani,

dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka

menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaburatis dan dialogis, dan dari

cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis

(Thoha, 1988: 119).

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan tersebut, aparat birokrasi

harus dapat memberikan layanan publik yang lebih professional, efektif,

efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive, adaftif dan

sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan

11

Page 12: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa

depannya sendiri (Effendi, 1986: 213).

D. Etika Pelayanan Publik Indonesia

Mengenai bentuk pelayanan itu tidak akan terlepas dari tiga macam

pelayanan  yaitu :

1. Pelayanan dengan lisan

2. Pelayanan melalui tulisan

3. Pelayanan dengan perbuatan

Ketiga bentuk pelayanan tersebut dalam setiap organisasi tidaklah

dapat selamanya berdiri secara murni, melainkan sering kombinasi. Apalagi

pelayanan tersebut pelayanan publik pada Kantor Pemerintah. Faktor utama

dalam keterpurukan pelayanan publik di Indonesia adalah lemahnya etika

sumber daya manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik harus berorientasi

kepada kepentingan masyarakat berdasar asas transparansi (keterbukaan dan

kemudahan akses bagi semua pihak) dan akuntabilitas (pertanggungjawaban

sesuai dengan peraturan perundang-undangan) demi kepentingan masyarakat.

Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di Indonesia,

pelanggaran moral dan etika dapat kita amati mulai dari proses kebijakan

publik yaitu (pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan

atas kenyataan), desain organisasi pelayanan publik (pengaturan struktur,

formalisasi, dispersi otoritas) yang sangat bias terhadap kepentingan tertentu,

12

Page 13: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan kamuflase

(mulai dari perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, sumber daya manusia,

informasi,dsb.) yang semuanya itu nampak dari sifat-sifat tidak transparan,

tidak responsif, tidak akuntabel, tidak adil, dsb, sehingga tidak dapat

memberikan kualitas pelayanan yang unggul kapada masyarakat.

Sudah sepantasnnya pelayanan umum dilakukan secara beretika agar

tidak adanya kekecewaan dalam suatu masyarakat. Etika yang sewajarnya ada

kini sudah mulai luntur oleh tindakan kurang terpuji dari pihak aparatur

negara.

Tindakan-tindakan tidak terpuji tersebut diantaranya adalah :

1. Aparat belum memberikan informasi yang jelas dan benar kepada

pengguna jasa, terkadang terkesan berbelit-belit dan akhirnya para aparatur

berkesempatan untuk mendapatkan uang lebih dari tawarannya yang

menguntungkan, misalkan dapat menyelesaikan pembuatan KTP dengan

cepat, namun dengan sedikit imbalan atas usaha yang dilakukannya.

2. Aparat belum menunjukkan sikap ramah, sopan, dan santun pada

pengguna jasa. Sikap semena-mena yang ditunjukkan sebagian aparatur

terkesan seperti merajai atau menggurui, meskipun dengan orang yang

lebih tua. Sikap tersebut dikarenakan oleh derajat yang dia miliki dia

rasakan sebagai derajat yang paling tingggi, meski sebenarnya dia tahu

bahwa dia merupakan pelayan bagi masyarakat.

3. Masih ada pegawai yang tidak berada pada tempat kerjanya atau mejanya

kosong disaat pengguna jasa membutuhkan pelayanan. Adanya ‘Bolos’

13

Page 14: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

kerja yang dilakukan aparatur membuat masyarakat merasa dirugikan, tak

jarang masyarakat yang ingin meminta bantuan jasa merupakan

masyarakat yang datang dari jauh dan ternyata setelah sampai ditempat

pelayanan, para pelayan masyarakat sedang tidak ada ditempat.

4. Masih ada pegawai yang mementingkan kepentingan pribadi dan terlalu

tunduk dengan apa yang diperintahkan pimpinan. Pekerjaan seharusnya

tidak boleh dicampur dengan urusan pribadi agar tidak adanya kekacauan

dalam pekerjaan terhadap mayarakat. Jika pelayan masyarakat terlalu

tunduk dengan atasan maka tak jarang pekerjaan untuk melayani

masyarakat menjadi terbengkalai, karena dia lebih menjadi pelayan

pimpinan daripada pelayan masyarakat.

5. Aparat belum tanggap terhadap keluhan pengguna jasa.

Maka dari itu sudah seharusnya diterapkan pelayanan publik yang

profesional, pelayanan publik yang professional adalah pelayanan publik yang

dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan

yaitu aparatur pemerintah. (Widodo, 2001: 270-271). Ciri-cirinya yaitu :

1. Efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan

dan sasaran.

2. Sederhana mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan

diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah

dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta

pelayanan.

14

Page 15: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanya

kejelasan dan kepastian mengenai :

o Prosedur tata cara pelayanan

o Persyaratan pelayanan, baik teknis maupun persyaratan

administratif

o Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung

jawab dalam memberikan pelayanan

o Rincian biaya/tartif pelayanan dan tata cara pembayarannya

o Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

4. Keterbukaan mengandung arti prosedur/tatacara persyaratan, satuan

kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu

penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan

dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka agar

mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun

tidak.

5. Efisiensi mengandung arti :

o Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan

langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap

memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk

pelayanan yang berkaitan

o Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dari satuan

kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

15

Page 16: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

6. Ketepatan waktu kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan

masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditentukan.

7. Responsif lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi

apa yang menjadi masalah, kebutuhan dalam aspirasi masyarakat yang

dilayani.

8. Adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi

tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang

senantiasa mengalami tumbuh kembang.

Dalam etika pelayanan publik ada seperangkat nilai yang dapat

digunakan sebagai acuan, referensi, dan penuntun bagi birokrasi publik dalam

melaksanakan tugas dan kewenangannya, yakni:

a. Efisiensi, nilai efisiensi artinya tidak boros. Sikap, perilaku dan perbuatan

birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien (tidak boros). Menurut

Darwin (1999) mereka akan menggunakan dana publik (public resources)

secara hati-hati agar memberikan manfaat/hasil yang sebesar-besarnya

bagi publik. Efisiensi dapat dicapai manakala setiap anggota organisasi

dapat memberikan kontribusi kepada organisasi. Karena itu, perlu

ditegakkan sebuah prinsip “janganlah bertanya apa yang saudara dapatkan

dari organisasi, tapi bertanyalah apa yang dapat saudara berikan kepada

organisasi”.

b. Membedakan milik pribadi dengan milik kantor, nilai ini dimaksudkan

supaya birokrasi yang baik dapat membedakan mana milik kantor dan

16

Page 17: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

mana milik pribadi. Artinya milik kantor tidak digunakan untuk

kepentingan pribadi.

c. Impersonal, nilai impersonal maksudnya adalah dalam melaksanakan

hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain, atau kerjasama

antara orang yang satu dengan lainnya dalam kerjasama kolektif diwadahi

oleh organisasi, dilakukan secara formal. Maksudnya hubungan

impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari unsur perasaan daripada

unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan

peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa yang salah harus diberi

tindakan, dan yang berprestasi selayaknya mendapat penghargaan.

d. Merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen atau promosi

pegawai, hendaknya menggunakan “merytal system, artinya dalam

penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak didasarkan atas

kekerabatan, namun berdasarkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan

(skill), kemampuan (capable), dan pengalaman (experience), sehingga

dengan sistem ini akan menjadikan yang bersangkutan cakap dan

profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, dan bukan

“spoil system”.

e. Responsible, nilai ini berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi

publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Menurut Friedrich

dalam Darwin (1988), responsibilitas merupakan konsep berkenaan

dengan standar profesional dan kompetensi teknis yang dimiliki

administrator (birokrasi publik) dalam menjalankan tugasnya. Untuk bisa

17

Page 18: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

menilai perilaku, sikap, dan sepak terjang administrator harus memiliki

standar penilaian sendiri yang bersifat administratif atau teknis, dan bukan

politis. Disamping itu, pertanggungjawaban administratif menuntut

administrator harus bertindak berdasarkan moral. Dalam hal ini birokrasi

publik perlu bersikap adil, tidak membedakan client, peka terhadap

ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat, atau memegang teguh kode

etik sebagai pelayan publik. Sehingga dengan demikian diharapkan

birokrasi yang responsible akan mampu memberikan layanan publik yang

baik dan profesional.

f. Accountable, nilai accountable menurut Harty (1977) merupakan suatu

istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah

digunakan secara tepat dan tidak digunakan secara ilegal. Sedangkan 

Herman Finner (1941) dalam Muhadjir (1993)

nilaiaccountable merupakan konsep yang berkenaan dengan standar

eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh birokrasi

publik. Karenanya akuntabilitas ini disebut tanggungjawab yang bersifat

objektif, sebab birokrasi dikatakanaccountable bilamana mereka dinilai

objektif oleh orang (masyarakat atau melalui wakilnya) dapat

mempertanggungjawaban segala macam perbuatan, sikap, dan sepak

terjangnya kepada pihak mana  kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki

itu berasal. Sehingga birokrasi publik dapat dikatakan akuntabel manakala

mereka mewujudkan apa yang menjadi harapan publik (pelayanan publik

yang profesional dan dapat memberikan kepuasan publik)

18

Page 19: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

g. Responsiveness, nilai ini berkaitan dengan daya tanggap dari birokrasi

publik dalam menanggapi apa yang menjadi keluhan, masalah, dan

aspirasi masyarakat. Mereka cepat memahami apa yang menjadi tuntutan

publik, dan berusaha untuk memenuhinya. Mereka tidak suka menunda-

nunda waktu, memperpanjang jalur pelayanan, atau mengutamakan

prosedur tetapi mengabaikan substansi. Dengan demikian birokrasi publik

dapat dikatakan baik apabila mereka dinilai memiliki responsif (daya

tanggap) yang tinggi terhadap tuntutan, masalah, keluhan serta aspirasi

masyarakat.

E. Faktor Penyebab Lemahnya Etika Pelayanan Publik.

Lemahnya etika pelayanan terhadap masyarakat disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain :

1. Gaji rendah (56%),

2. Sikap mental aparat pemerintah (46%),

3. Kondisi ekonomi buruk pada umumnya (32%),

4. Administrasi lemah dan kurangnya pengawasan (48%),

5. Lain-lain (13%).

Persentase lebih dari 100% disebabkan ada respons ganda dari

responden (Smith).

F. Prinsip Etika Pelayanan Menurut ASPA

Salah satu contoh yang relevan dengan pelayanan publik adalah kode

etik yang dimiliki ASPA (American Society for Public Administration) yang

telah direvisi berulang kali dan terus mendapat kritikan serta penyempurnaan

dari para anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para

anggotanya antara lain integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek,

menaruh perhatian, keramahan, cepat tanggap, mengutamakan kepentingan

19

Page 20: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

publik diatas kepentingan lain, bekerja profesional, pengembangan

profesionalisme, komunikasi terbuka dan transparansi, kreativitas, dedikasi,

kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk kepentingan publik, beri

perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan

terhadap sistim merit dan program affirmative action.

Adapun bentuk dari Etika administrasi negara menurut American

society for Public Administration (Perhimpunan Amerika untuk Administrasi

Negara), menyebutkan prinsip-prinsip etika pelayanan sebagai berikut:

1. Pelayanan terhadap publik harus diutamakan.

2. Rakyat adalah berdaulat, dan mereka yang bekerja di dalam pelayanan

publik secara mutlak bertanggung jawab kepadanya

3. Hukum yang mengatur semua kegiatan pelayanan publik. Apabila hukum

atau peraturan yang ada bersifat jelas, maka kita harus mencari cara

terbaik untuk memberi pelayanan publik

4. Manajemen yang efesien dan efektif merupakan dasar bagi administrator

publik. Penyalahgunaan, pemborosan, dan berbagai aspek yang merugikan

tidak dapat ditolerir

5. Sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung,

diimplementasikan dan dipromosikan

6. Mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan pribadi tidak dapat

dibenarkan

20

Page 21: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

7. Keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan, kepandaian, dan

empathy merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan secara aktif harus

dipromosikan

8. Kesadaran moral memegang peranan penting dalam memilih alternatif

keputusan

9. Administrator publik tidak semata-mata berusaha menghindari kesalahan,

tetapi juga berusaha mengejar atau mencari kebenaran.

Selanjutnya asas-asas  etika itu dituangkan dalam sebuah kode etika

yang memuat 5 asas etika dan 7 asas mutu yang wajib di indahkan dan

dijalankan oleh para anggota perhimpunan yang menjadi administrator negara,

yaitu sebagai berikut :

1. Menunjukkan ukuran baku tertinggi tentang keutuhan watak pribadi,

kebenaran, kejujuran, dan ketabahan dalam semua kegiatan umum, agar

supaya membangkitkan keyakinan dan kepercayaan rakyat terhadap

pranata-pranata negara

2. Menghindari sesuatu kepentingan atau kegiatan yang berada dalam

pertentangan dengan penuaian dari kewajiban-kewajiban resmi

3. Mendukung, melaksanakan, dan memajukan penempatan tenaga kerja

menurut penilaian kecakapan serta tata-acara tindakan yang tidak

membeda-bedakan guna menjamin kesempatan yang sama pada

penerimaan, pemilihan, dan kenaikan pangkat  terhadap orang-orang yang

memenuhi persyaratan dari segenap unsur masyarakat

21

Page 22: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

4. Menghapuskan semua pembedaan tak sah, kecurangan, dan salah

pengurusan keuangan negara serta mendukung rekan-rekan kalau mereka

berada dalam kesulitan karena usaha yang bertanggungjawab untuk

memperbaiki pembedaan, kecurangan, salah urus, atau salah penggunaan

yang demikian

5. Melayani masyarakat secara hormat, penuh perhatian, sopan, dan tanggap

dengan mengakui bahwa pelayanan kepada masyarakat adalah di atas

pelayanan terhadap diri sendiri

6. Berjuang kearah keunggulan berkeahlian perseorangan dan menganjurkan

pengembangan berkeahlian dan termasuk mereka yang berusaha

memasuki bidang administrasi negara

7. Menghampiri tugas organisasi dan kewajiban-kewajiban kerja dengan

suatu sikap yang positif dan secara membangun mendukung tata hubungan

yang terbuka, daya cipta, pengabdian, dan welas asih

8. Menghormati dan melindungi keterangan berdasarkan hak-hak istimewa

yang dapat diperoleh dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban resmi

9. Menjalankan wewenang kebijaksanaan apapun yang dimiliki menurut

hukum untuk memajukan kepentingan umum atau masyarakat

10. Menerima sebagai suatu kewajiban pribadi tanggung jawab untuk

mengikuti perkembangan baru terhadap permasalahan-permasalahan yang

muncul dan menangani urusan masyarakat dengan kecakapan berkeahlian,

kelayakan, sikap tak memihak, efisiensi, dan daya guna

22

Page 23: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

11. Menghormati, mendukung, menelaah, dan bilamana perlu berusaha untuk

menyempurnakan konstitusi-konstitusi negara serikat dan negara bagian

serta hukum-hukum lainnya yang mengatur hubungan-hubungan diantara

badan-badan pemerintah, pegawai-pegawai, nasabah-nasabah, dan semua

warga negara.

G. Faktor Pendukung Etika Pelayanan Publik

Proses pelayanan publik agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan,

tentunya harus didukung oleh unsur-unsur yang terkait, yang merupakan

faktor pendukung dari proses pelayanan tersebut. Faktor-faktor pendukung

yang tidak baik, akan dapat menghambat pelayanan itu sendiri.

Adapun  faktor-faktor pendukung  proses pelayanan yang semestinya

selalu mendapatkan perhatian seksama, diantaranya adalah :

1. Faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam

pelayanan

2. Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan

3. Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan

berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan

4. Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum

5. Faktor ketrampilan petugas

6. Faktor sarana alam pelaksanaan tugas pelayanan.

Adanya dukungan dari faktor-faktor yang telah dijabarkan, maka

dalam pelayanan publik tentunya diharapkan dapat memenuhi harapan yang

didambakan oleh setiap orang yang membutuhkan pelayanan. Dambaan itu

diantaranya adalah :

23

Page 24: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

1. Kemudahan dalam pengurusan kepentingan

2. Mendapatkan pelayanan yang wajar

3. Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih

4. Mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang

Pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan kepada manajemen

maupun masyarakat, tentunya akan muncul suatu dampak yang positif di

masyarakat yaitu :

1. Masyarakat menghargai korps pegawai

2. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan pelayanan

3. Masyarakat bangga terhadap korps pegawai

4. Ada kegairahan usaha dalam masyarakat

5. Ada peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera

tercapainya masyarakat adil dan makmur

Karena pentingnya pelayanan bagi kehidupan manusia, ditambah

kompleksnya kebutuhannya, maka bentuk pelayanan yang diperlukan lebih

banyak, dapat berupa kombinasi dari pelayanan lisan, pelayanan melalui

tulisan dan pelayanan dengan perbuatan. Apalagi pelayanan publik pada

sebuah kantor pemerintahan. Disamping itu pola pelayanan lain yang

diharapkan dalam etika pelayanan publik adalah pelayanan yang menukik

pada pendekatan deontologi, yaitu pelayanan yang mendasarkan diri pada

prinsip-prinsip nilai moral yang harus ditegakkan karena kebenaran yang ada

dalam dirinya dan tidak terkait dengan akibat atau konsekuensi dari keputusan

yang diambil. Dengan pelayanan seperti ini diharapkan agar birokrasi selalu

24

Page 25: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

melakukan kewajiban moral untuk mengupayakan agar sebuah kebijakan

menjadi karakter masyarakat. Bila hal ini melembaga dalam diri pejabat

publik dan masyarakat, maka birokrasi patut menjadi teladan. Mereka tidak

melakukan sesuatu yang merugikan negara dan masyarakat, misalnya korupsi,

kolusi, dan nepotisme.

25

Page 26: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika pelayanan kepada publik (masyarkat umum) memang sangat

diharapkan, karena etika tersebut kini mulai luntur oleh perbuatan para

pelayan masyarakat (aparatur pemerintah) yang kurang menjunjung kode etika

pelayanan kepada masyarakat. Terbukti dengan adanya perbuatan nakal para

oknum aparatur pemerintah yang melakukan beberapa kecurangan yang

diantaranya melakukan pemungutan kepada masyarakat yang menginginkan

kelebihan pelayanan, seperti mempercepat penyelesaian pembuatan KTP

namun dengan cara membayar uang balas jasa mereka. Perbuatan tersebut

tidak seharusnya dilakukan karena bertentangan dengan norma yang sudah

ada.

Walau mungkin etika pelayanan kepada publik belum disebutkan

secara jelas, namun etika pelayanan publik dapat dilakukan sesuai dengan hati

nurani. Karena dengan hati nurani kita dapat membedakan yang mana yang

baik dan yang mana yang buruk, dengan adanya pelayanan yang baik

diharapkan masyarakat dapat merasakan kenyamanan dalam pelayanan.

3.2 Saran

26

Page 27: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

Etika pelayanan publik sebaiknya disosialisasikan kepada pihak-pihak

yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, karena sebagian besar pelayan

masyarakat belum mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat. Sebagian

mungkin masih belum mengetahui bagaimana seharusnya tindakan untuk

melayani masyarakat sehinggga dia melakukan kesalahan dalam melakukan

pelayanan atas ketidaktahuannya. Sangat disayangkan jika kesalahan dalam

pelayanan dilakukan karena kebutaan akan bagaimanan seharusnya etika yang

diterapkan kepada masyarakat.

Saran selanjutnya berikanlah penghargaan jika aparatur melakukan

tindakan sesuai etika dan sebaliknya, berikanlah sanksi yang tegas kepada

pelanggar etika pelayanan apalagi yang melakukan dengan sengaja.

Diharapkan dengan adanya tindakan seperti itu para pelayan masyarakat

termotivasi untuk mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat sehingga

tindakannya dapat sesuai dengan kehendak rakyat.

27

Page 28: Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik

28