ensefalopati hepatikum

Upload: bachrul-alam-arriza

Post on 09-Jan-2016

100 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ensefalopati hepatikum

TRANSCRIPT

BAB I

BAB IPENDAHULUAN

Ensefalopati hepatik (HE) adalah suatu sindrom neuropsikiatik yang merupakan komplikasi dari penyakit hati akut dan kronik. Gejala dari HE diantaranya adalah konvusi, disorientasi dan menyangkut koordinasi. Penyakit ini meliputi kelainan neuropsikatrik yang berat meliputi perubahan psikomotor, intelektual, kognitif, emotional, behavioral dan fungsi motorik.1 Hati merupakan salah satu organ yang sangat penting peranannya dalam mengatur metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan glukosa. Sedangkan dalam proses katabolisme dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai jenis hormon dan obat-obatan. 2 Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun kronik yang berat, fungsi-fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum. Pada ensefalopati hepatika sebagian besar timbul akibat penimbunan toksin di dalam darah, yang terjadi apabila organ hati gagal mengubah atau mendetoksifikasi toksin toksin tersebut secara adekuat. 3 Diagnosis ensepalopati hepatikum dapat ditegakkan melalu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan riwayat penyakit hati.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Ensefalopati hepatik (HE) adalah suatu keadaan terjadinya disfungsi otak yang disebabkan oleh kerusakan hepar. HE bermanifestasi klinis sebagai bentuk kelainan neurologis dan psikiatri berawal dari perubahan subklinis lalu akan berubah menjadi koma. 4 Ensefalopati hepatik merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang umumnya terjadi karena kadar protein yang tinggi di saluran pencernaan atau karena stress metabolik akut (perdarahan saluran pencernaan, infeksi, dan gangguan elektrolit pada pasien dengan portal-systemic shunting. Gejala-gejala yang muncul umumnya gejala neuropsikiatrik diantaranya confusion, flapping tremor, koma. 4 Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan saraf pusat yang paling banyak dijumpai pada pasien dengan gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori dan perubahan kepribadian. 5ETIOLOGI Ensefalopati hepatik dapat muncul pada hepatitis fulminan atau yang disebut dengan gagal hati akut akibat nekrosis hepatosit massif atau gangguan fungsional hepatosit berat yang disebabkan oleh obat-obatan, atau racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat terjadi kolateral portal-sistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal. Bahan-bahan yang diserap kedalam aliran darah dari usus, akan melewati hati, dimana racun-racunnya akan dibuang. 2 Pada ensefalopati hepatic yang terjadi adalah:a. Racun-racun yang tidak dibuang karena funsi hati terganggu.b. Telah terbentuk hubungan antara system portal dan sirkulasi umum (sebagai akibat dari penyakit hati) sehingga racun tadak melewati hati. apapun penyebabnya akibatnya adalah sampainya racun di otak dan mempengaruhi fungsi otak. Tingginya kadar hasil pemecahan protein dalam darah misalnya ammonia, akan memegang peranan yang penting dalam terjadinya ensephalopati hepatikum. Ensepalopati hepatikum dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe akut terjadi keadaan prekoma atau koma hepatikum dalam waktu yang singkat yaitu kurang dari 8 minggu, sedangkan pada tipe subakut terjadi prekoma atau koma hepatikum dalam waktu 8 minggu dari gejala awal. Etiologi umumnya adalah hepatitis akut (fulminan), hepatitis alkoholik, reaksi atau keracunan obat, bahan kimia. Dapat juga karena penyakit lain, seperti kelainan pembuluh darah, seperti iskemia hati, veno occlusive disease, heat stroke, infiltrasi maligna, syok berat atau tanpa sepsis. Pada Tipe ensepalohepatikum tipe kronik sering terjadi pada sirosis hati dengan kolateral porto-sistemik yang ekstensif. Di sini didapatkan gejala-gejala gangguan mental, emosional atau kelainan neurologik dalam periode berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Faktor etiologinya :a) Penyakit hati menahun dengan kolateral portal-sistemik yang ekstensif, diit protein yang berlebihan, aktivitas bakteri usus yang berlebihan.b) Sirosis hati dengan atau tanpa komplikasic) Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) Koma hepatikum tipe kronik dapat timbul pada sirosis hepatis tahap terminal atau akibat faktor pencetus seperti diuresis yang berlebihan, perdarahan, parasentesis cairan asites, diare dan muntah berlebihan, pembedahan, terlalu banyak minum alkohol, pemberian sendatif, infeksi dan konstipasi.

EPIDEMIOLOGI Angka kejadian ensephalohepatik di Indonesia sangat sedikit dan jarang dilakukan penelitian. Ensefalopati hepatic merupakan sindrom yang di Indonesia sering ditemukan adalah pada pasien dengan sirosis hati. Insidensi dan prevalensi HE terhubungan dengan keparahan yang mendasari terjadinya kerusakan hati. Pada pasien dengan sirosis, gejala yang seluruhnya tampak adalah suatu kejadian yang mendefinisikan fase dekompensasi penyakit, seperti asites. 5 Manifestasi HE mungkin dengan diagnosis sirosis hepatis ditemukan sekitar 10-14%, 16-21% pada orang dengan dekompensasi sirosis dan 10-50% pasien dengan transjugular interhepatik portosistemik shunt (TIPS). 6 Angka kumulatif menunjukkan bahwa HE terjadi pada 30% -40% dari mereka dengan sirosis pada beberapa waktu selama perjalanan klinis dan dalam pertahanan pada banyak kasus berulang. 7

KLASIFIKASIEnsefalopati hepatik dapat diklasifikasi berdasarkan 4 fakto 6. :Tabel 1. WHC dan deskripsi klinis 6GradeKlinisKriteria

Grade I Kurang kesadaran ringan Kecemasan Waktu perhatian menjadi pendek Irama tidur terganggu SubtraksiMeskipun orientasi waktu dan ruang, pasien terdapat beberapa kerusakan kognitif/ kebiasaan dengan respon standar pada pemeriksaan fisik

Grade II Letargi atau apatis Disorentasi waktu Perubahan personality yang nyata Kebiasaan tidak pantas Dispraksia AsteriksisDisorentasi untuk waktu (sediktnya tiga yang salah: hari pada bulan, hari pada minggu, bulan, musim atau tahun) yang lain disebutkan gejala

Grade III Somnolen menjadi semi stupor Kurang respon terhadap stimulus Kebingungan Disorentasi nyata Kebiasaan anehdisorentasi juga untuk ruang (sedikitnya tiga diikuti disampaikan salah: negara, wilayah, kota atau tempat) yang lain disebutkan gejala

Grade IVKomaTidak respon terhadap nyeri

1. Menurut cara terjadinyaa) EH tipe akut : Pada ensepalopati tipe aku terjadi secara tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat memburuk jatuh dalam koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara lain hepatitis virus fulminan, hepatitis karena obat dan racun, sindroma reye atau dapat pula pada sirosis hati.b) EH tipe kronik : Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan sampai dengan bertahun-tahun. Suatu contoh klasik adalah EH yang terjadi pada sirosis hepar dengan kolateral sistem porta yang ekstensif, dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional atau kelainan nueurologik yang berangsur-angsur makin berat.2. Menurut faktor etiologinyaa. EH primer atau Endogen Pada tipe primer terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir dari kerusakan sel-sel hati yang difus nekrosis sel hati yang meluas. Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel hati yang difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul disorientasi, berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh dalam keadaan koma, sedangkan pada siridis hepar disebabkan fibrosi sel hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem kolateral, ascites. Disini gangguan disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat dimetabolisir oleh hati. Melalui sistem portal atau kolateral mempengaruhi susunan saraf pusat.b. EH Sekunder atau Eksogen Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita yang telah mempunyai kelainan hati factor-faktor tersebut antara lain adalah: gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH, pendarahan gastrointestinal, operasi besar, infeksi berat, intake protein berlebihan, konstipasi lama yang berlarut-larut, obat obat narkotik atau hipnotik, pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun pembedahan, dan azotemia

PATOGENESIS Ensefalopati hepatika sebagian besar timbul akibat penimbunan toksin di dalam darah, yang terjadi apabila organ hati gagal mengubah atau mendetoksifikasi toksin toksin tersebut secara adekuat. Hati yang sakit tidak hanya gagal mendetoksifikasi darah karena gangguan fungsi hepatosit tetapi juga hanya mendapatkan sedikit darah untuk mendetoksifikasi dari jumlah biasanya karena sebagian besar aliran darah porta di alirkan oleh tingginya resistensi dan hipertensi porta . Tekanan osmotik meningkat karena penumpukan toksin dan produk sisa metabolik, sehingga terjadi pembengkakan otak dan edema serebral . Salah satu toksin yang menumpuk dan yang diduga merupakan penyebab dari banyak gejala ensefalopati hepatika adalah amonia. Amonia adalah produk sampingan metabolisme protein dan kerja bakteri usus. Salah satu fungsi penting hati adalah mengubah amonia menjadi urea. Tidak seperti amonia, urea mudah diekskresikan oleh ginjal. Apabila amonia tidak di ubah menjadi urea, maka kadarnya di dalam darah meningkat dan amonia tersebut akan mencapai otak. Pada penyakit hati stadium lanjut, zat zat lain misalnya hormon, obat, berperan menyebabkan ensefalopati hepatika. Ensefalopati hepatik biasanya dipercepat oleh keadaan seperti: perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, obat diuretik, parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia, dan pemberian morfin. Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada pathogenesis ensefalopati hepatic adalah:1. Hipotesis amoniak Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia diubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi glutamine pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia yang masuk ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dan otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme amonia sebesar 5 10 kali lipat. 2. Hipotesis toksisitas sinergik Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan,asam lemak rantai pendek (oktanoid) ,fenol, dan lain lain. 3. Hipotesis neurotransmitter palsu Pada keadaan normal, pada otak terdapat neurotransmitter dopamine dan nor-adrenalin, sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati,neurotransmitter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemahdibanding dopamine atau nor-adrenalin.4. Hipotesis GABA dan benzodiazepine Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmitter yang merangsang dan menghambat fungsi otak merupakan factor yang berperan pada terjadinya ensefatopati hepatic. Terjadinya penurunan trasmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamate, aspartat dan dopamine sebagai akibat meningkatnya amonia dan gama (GABA) yang menghambat transmisi impuls.Efek GABA yang meningkat bukan karena influks yang meningkat ke dalam otak tetapi akibat perubahan reseptor GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepine. Beberapa bahan toksik yang diduga berperan yaitu:a. Ammonia Ammonia merupakan bahan yang paling banyak diselidiki. Zat ini berasal dari penguraian nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer, otak dan lambung. Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui. Pengaruh langsung terhadap membran neuron Mempengaruhi metabolisme otak melalui siklus peningkatan sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua bahan ini mempengaruhi siklus kreb sehingga menyebabkan hilangnya molekul ATP yang diperlukan untuk oksidasi sel. Peneliti lain mendapatkan bahwa kadar ammonia yang tinggi tidak seiring dengan beratnya kelainan rekaman EEG. Dilaporkan bahwa peran ammonia pada EH tidak berdiri sendiri. Tetapi bersama-sama zat lain seperti merkaptan dan asam lemak rantai pendek. Diduga kenaikan kadar ammonia pada EH hanya merupakan indikator non spesifik dari metabolisme otak yang terganggu. b. Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan) Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap SSP. Metionin dalam usus mengalami metaolisme oleh bakteri menjadi merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di samping itu merkaptan dan asam lemak bebas akan bekerja sinergistik mengganggu detoksifikasi ammonia di otak, dan bersama-sama ammonia menyebabkan timbulnya koma.c. Gangguan keseimbangan asam amino Asam Amino Aromatik (AAA) meningkat pada EH karena kegagalan deaminasi di hati dan penurunan Asan Amino Rantai Cabang (AARC) akibat katabolisme protein di otot dan ginjal yang terjadi hiperinsulinemia pada penyakit hati kronik.AAA ini bersaing dengan AARC untuk melewati sawar otak, yang permeabilitasnya berubah pada EH. Termasuk AAA adalah metionin, fenilalanin, tirosin, sedangkan yang termasuk AARC adalah valin, leusin, dan isoleusin.d. Asam lemak rantai pendek Pada EH terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek seperti asam butirat, valerat, oktanoat, dan kaproat, diduga sebagai salah satu toksin serebral penyebab EH. Bahan-bahan ini bekerja dengan cara menekan sistem retikuler otak, menghemat detoksifikasi ammonia.e. Neurotramsmitter palsu Neurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma Aminobutyric Acid (GABA), oktapamin, histamin, feniletanolamin, dan serotonin. Neurotransmitter palsu merupakan inhibitor kompepetif dari true neurotrasmitter (dopamine dan norephinephrine) pada sinaps di ujung saraf, yang kadarnya menurun pada penderita PSE maupun FHF. Penelitian menunjukkan bahwa GABA bekerja secara sinergis dengan benzodiasepine membentuk suatu kompleks, menempati reseptor ionophore chloride di otak, yang disebut reseptor GABA/BZ. Pengikatan reseptor tersebut akan menimbulkan hiperpolarisasi sel otak, di samping itu juga menekan fungsi korteks dan subkorteks, rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan kesadaran dan koordinasi motorik terganggu. Hipotesis ini membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut untuk keperluan.5. Glukagon Peningkatan AAA pada EH atau koma hepatik mempunyai hubungan erat dengan tingginya kadar glukagon. Peninggian glukagon turut berperan atas peningkatan beban nitrogen. Karena hormon ini melepas Asam Amino Aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya glukoneogenesis. Kadar glukagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme pada penyakit hati terutama bila terdapat sirkulasi kolateral.6. Perubahan sawar darah otak Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permiabel terhadap berbagai macam substansi. Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini merupakan sawar yang mengatur pengeluaran bermacam-macam substansi dan menahan beberapa zat essensial seperti neurotrasmitter asli. Pada koma hepatikum khususnya FHF ditemukan kerusakan kapiler, rusaknya hubungan endotel, terjadi edema serebri sehingga bahan yang biasanya dikeluarkan dari otak akan masuk dengan mudah seperi fenilalanin dalam jumlah besar, sehingga kadar asam amino lainnnya meningkat di dalam otak. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi ensefalopati hepatic menunjukkan suatu kelaianan neurologis dan psikiatris nonspesifik. Pada ekspersi terendah, HE mengubah hanya tes psikometri yang berorientasi pada perhatian, memori kerja, kecepatan psikomotor, dan kemampuan visuospatial, serta elektrofisiologi dan pengukuran fungsi otak lainnya.8 Perubahan keperibadian yang di hasilkan pada ensepalohepatikum, perubahan kepribadian, seperti sikap apatis, mudah tersinggung, dan rasa malu, dapat dilaporkan oleh kerabat pasien, dan perubahan yang jelas dalam kesadaran dan fungsi motorik. Gangguan dari siklus tidur-bangun dengan kantuk di siang hari yang berlebihan, sedangkan pembalikan lengkap siklus tidur-bangun kurang konsisten diamati. Pasien dapat mengembangkan disorientasi progresif untuk ruang dan waktu, perilaku yang tidak pantas, dan tingkat bingung akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan, akhirnya, koma. 8 Asteriksis atau '' flapping tremor '' sering ada pada awal hingga tahap tengah HE yang didahului stupor atau koma dan, pada kenyataannya, tidak tremor, tapi mioklonus negatif yang terdiri dari hilangnya nada postural seperti hiperekstensi pergelangan tangan dengan jari-jari terpisah atau meremas berirama jari pemeriksa. Namun, asteriksis dapat diamati di daerah lain, seperti kaki atas bawah, lengan, lidah, dan kelopak mata. 6

B. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis riwayat penyakit pemeriksaan fisik dan laboratorium. 101. Anamnesis Pada anamnesis dapat di gali untukriwayat penyakit hati, riwayat kemungkinan adanya faktor-faktor pencetus dan adakah kelainan neuropsikiatri seperti perubahan tingkah laku, kepribadian, kecerdasan, kemampuan bicara dan sebagainya.2. Keluhan pokok Terdapat riwayat hepatitis kronis atau sirosis hepatis, anoreksi, mual, berat badan menurun, demam disertai menggigil, nyeri tumpul perut kanan atas (sering tidak nyeri), tidak terus menerus, rasa penuh pada perut kanan atas.

3. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat menentukan tingkat kesadaran atau tingkat ensefalopati, stigmata penyakit hati (tanda-tanda kegagalan faal hati dan hipertensi portal), adanya kelainan neuroogik: inkoordinasi tremor, refleks patologi, kekakuan ,kejang, gejala infeksi berat atau septicemia, tanda-tanda dehidrasi dan terdapat pendarahan gastrointestinal.4. Tanda Penting ensepalopati hepatikum Tanda gejala klinis yang penting dapat dilihat pada ensepalopati hepatikum diantaranya adalah ikterus, terdapat tanda-tanda sirosis hepatis, hepatomegali dengan konsistensi keras, permukaan tidak rata, sering tidak nyeri tekan dan terdapat bising hepar.5. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilihat beberapa komponen darah mengalami kenaikan seperti: Fosfotase alkali naik, gamma GT naik, serum alfa-feto protein lebih besar dari 15 g/ml, hiperkolesterolemi, bilirubin total naik dan pada pemeriksaan hematologi yang diperlukan diantaranya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis leukosit, PT/APTT, uji faal hati (transaminase, bilirubin, elektroforesis protein, kolesterol, fosfatase alkali, uji faal ginjal (urea nitrogen, kreatinin serum) dan kadar amonia darah, pemeriksaan urine dan tinja rutin dan dapat dilakukan pemeriksaan EEG dan CT-Scan, kedua macam pemeriksaaan ini untuk mendapatkan:a. EEG (Elektroensefaloram) dengan potensial picu visual (visual evoked potential) merupakan suatu metode yang baru untuk menilai perubahan dini yang halus dalam status kejiwaan pada sirosis.b. CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia yang parah untuk menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdura pada pecandu alkohol).c. Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi. Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan.6. Pemeriksaaan khususa. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. b. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hari, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrening adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.c. Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.d. Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal biayanyae. Test Psikometrif. Pemeriksaan Amonia Darah pada pemeriksaan ammonia darah didapatkan kadar normal, amonia dikeluarkan oleh hati dengan pembentukan urea jika hati rusak terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah. Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan jarum yang kecil untuk memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya dibawah mikroskop. g. EEG (Elektroencefalografi). Dengan pemeriksaan EEG terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah siklus gelombang perdetik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8-12Hz). Tes psikometriUHA dapat dipakai untuk menilai tingkat encepalopati hepatik terutama untuk pasien sirosis hepatik yang rawat jalan.h. CT Scan Kepala Biasanya dilakukan dalam stadium koma hepatik yang parah untuk menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdural pada alkoholis). i. Pungsi lumbal. Umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi. Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekananPENATALAKSANAANa. Prinsip Umum Mengontrol faktor pemicu dalam pengelolaan ensepalopati hepatikum sangat penting, karena hampir 90% pasien dapat diobati hanya dengan koreksi faktor pencetus. 6 Secara umum penatalaksanaan pasien dengan ensefalopati hepatik adalah memperbaiki osigenasi jaringan , pemberian vitamin terutama golongan vitamin B, memperbaiki keseimbangan elektrolit dan cairan, serta menjaga agar jangan terjadi dehidrasi.b. Terapi untuk OHE episodik Selain unsur-unsur lain dari pendekatan empat arah untuk pengobatan HE, terapi obat tertentu merupakan bagian dari manajemen. Kebanyakan obat belum diuji oleh penelitian yang ketat acak, terkontrol dan digunakan berdasarkan observasi mendalam. Agen ini termasuk disakarida nonabsorbable, seperti laktulosa, dan antibiotik, seperti rifaximin. Terapi lain, seperti Branched-chain amino acids (BCAA), intravena (IV) L-ornithine L-aspartat (LOLA), probiotik, dan antibiotik lain, juga telah digunakan. Di rumah sakit, NGT dapat digunakan untuk mengelola terapi oral pada pasien yang tidak dapat menelan atau memiliki risiko aspirasi. 6 1) Disakarida non-absorbable Laktulosa umumnya digunakan sebagai pengobatan awal untuk HE. Sebuah meta-analisis besar data percobaan tidak sepenuhnya mendukung laktulosa sebagai agen terapi untuk pengobatan HE, tetapi untuk alasan teknis, hal itu tidak termasuk cobaan terbesar dan agen ini terus digunakan secara luas. Kurangnya efek laktulosa harus dianjurkan uji klinis untuk faktor pencetus yang belum diakui dan penyebab kompetitif pada kerusakan otak. Meskipun diasumsikan bahwa efek prebiotik (obat menjadi zat dicerna yang mempromosikan pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan di usus) dan sifat mengasamkan dari laktulosa memiliki manfaat tambahan di luar efek pencahar. Pertimbangan biaya saja menambah argumen untuk mendukung laktulosa. Di beberapa pusat, laktitol lebih disukai daripada laktulosa, berdasarkan meta-analisis kecil pada percobaan yang lebih kecil. 11 Dalam populasi dengan prevalensi tinggi intoleransi laktosa, penggunaan laktosa telah disarankan. Namun, satu-satunya percobaan untuk menunjukkan bahwa stool-acidifying enemas (laktosa dan laktulosa) yang unggul untuk memanfaatkan air enema itu kurang bertenaga. Penggunaan poly etilena glikol membutuhkan persiapan validasi lebih lanjut. 12 Dosis laktulosa harus dimulai ketika tiga elemen pertama dari empat pendekatan cabang selesai, dengan 25 mL sirup laktulosa setiap 12 jam sampai setidaknya dua gerakan lembut atau longgar usus per hari yang dihasilkan. Selanjutnya, dosis yang dititrasi untuk mempertahankan 2-3 buang air besar per hari. Pengurangan dosis ini harus dilaksanakan. Ini adalah kesalahpahaman bahwa kekurangan efek dalam jumlah yang lebih kecil dari laktulosa yang diatasi dengan dosis yang jauh lebih besar. Terdapat bahaya jika terlalu sering menggunakan laktulosa menyebabkan komplikasi, seperti aspirasi, dehidrasi, hipernatremia, dan iritasi kulit perianal parah, dan bahkan berlebihan dapat memicu HE. 13 2) Rifaximin Rifaximin telah digunakan untuk terapi HE di sejumlah percobaan dibandingkannya dengan plasebo, antibiotik lain, dan disakarida nonabsorbable. Percobaan ini menunjukkan pengaruh rifaximin yang setara atau lebih unggul dibandingkan agen dengan tolerabilitas yang baik. Terapi siklus jangka panjang lebih dari 3-6 bulan dengan rifaximin untuk pasien dengan HE juga telah dipelajari dalam tiga percobaan (dua dibandingkan dengan disakarida nonabsorbable dan satu melawan neomycin) menunjukkan kesetaraan dalam perbaikan kognitif dan amonia turun. Sebuah studi multinasional dengan pasien yang memiliki dua serangan HE sebelumnya untuk mempertahankan remisi menunjukkan keunggulan rifaximin vs plasebo (di latar belakang dari 91% menggunakan laktulosa). Tidak ada data yang solid mendukung penggunaan rifaximin saja. 141. Terapi lain Banyak obat telah digunakan untuk pengobatan HE, namun data untuk mendukung penggunaannya terbatas, awal, atau kurang. Namun, sebagian besar obat-obatan ini dapat dengan aman digunakan meskipun terbatas keberhasilan mereka terbukti. 6 a) BCAAs Meta-analisis terbaru dari delapan acak, percobaan dikontrol (RCT) menunjukkan bahwa formulasi BCAA oral diperkaya meningkatkan manifestasi episodik HE. 15 b) Metabolic ammonia scavengers Agen ini melalui metabolismenya, bertindak sebagai pengganti urea diekskresikan dalam urin. Obat tersebut telah digunakan untuk pengobatan pada kesalahan bawaan dari siklus urea selama bertahun-tahun. Berbagai bentuk tersedia dan saat ini hadir sebagai agen diteliti menjanjikan. Phenylacetate ornithine telah dipelajari untuk HE, namun laporan klinis lebih lanjut ditunggu. Gliseril phenylbutyrate (GPB) diuji dalam RCT baru-baru ini pada pasien yang telah mengalami dua atau lebih episode HE dalam 6 bulan terakhir dan yang dipelihara pada terapi standar (laktulosa rifaximin). GPB mengalami episode yang lebih sedikit dari HE dan rawat inap serta waktu lebih lama untuk kejadian pertama. Studi klinis lebih pada prinsip yang sama sedang berlangsung dan, jika dikonfirmasi dapat menyebabkan rekomendasi klinis. 16c) L-ornithine L-aspartat (LOLA) Sebuah RCT pada pasien dengan persisten HE menunjukkan perbaikan oleh LOLA IV di tes psikometri dan kadar amonia vena postprandial. Suplementasi oral dengan LOLA tidak efektif. 17

d) Probiotik Sebuah studi open-label terbaru baik laktulosa, probiotik, atau ada terapi pada pasien dengan sirosis yang pulih dari HE menemukan episode yang lebih sedikit dari HE dalam laktulosa atau probiotik dibandingkan dengan plasebo, namun tidak berbeda antara kedua intervensi. Tidak ada perbedaan dalam tingkat pendaftaran kembali di salah satu cabang studi. 18 e) Glutaminasi inhibitor PSS mengatur gen glutaminase usus sehingga inhibitor glutaminase usus mungkin berguna dengan mengurangi jumlah amonia yang dihasilkan oleh usus. 6 f) Neomicin Antibiotik ini masih memiliki pendukung dan secara luas digunakan di masa lalu untuk pengobatan HE. Neomycin dikenal sebagai glutaminase inhibitor. 19 g) Metronidazol Sebagai terapi jangka pendek, metronidazole juga memiliki pendukung untuk penggunaannya. Namun, ototoksisitas jangka panjang, nefrotoksisitas, neurotoksisitas dan membuat agen ini tidak menarik untuk penggunaan jangka panjang yang berkesinambungan. 6h) Flumanezil Obat ini tidak sering digunakan. Ini secara sementara meningkatkan status mental di OHE tanpa perbaikan pada pemulihan atau kelangsungan hidup. Efeknya mungkin penting dalam situasi marjinal untuk menghindari ventilasi terbantu. Demikian juga, efeknya mungkin membantu dalam situasi diagnostik diferensial sulit dengan mengkonfirmasi reversibilitas (misalnya, ketika terapi standar tiba-tiba gagal atau ketika toksisitas benzodiazepin diduga). 6i) Laksatif Pencahar sederhana saja tidak memiliki sifat prebiotik dari disakarida, dan tidak ada publikasi tentang masalah ini. 6 j) Albumin Sebuah RCT terbaru pada pasien HE pada rifaximin diberikan IV harian albumin atau saline menunjukkan tidak berpengaruh pada resolusi HE, tetapi terkait dengan lebih baik postdischarge survival. 20

DIAGNOSIS BANDINGa. Koma intoksikasi obat dan alkoholb. Trauma kepala contohnya kontusio cerebri, komosio cerebri, epidural hematom, subdural hematomc. Tumor Otakd. Koma akibat gangguan metabolisme, seperti Uremia, koma hipoglikemia, koma hiperglikemiae. Epilepsi

PENCEGAHAN Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah ensefalopati pada pasien yang memiliki pirau portakaval atau yang sembuh dari ensefalopati.Tindakan ini mencakup :a. Diet dengan protein dalam jumlah sedang b. Makanan yang diberikan berbentuk jus buah manis atau glukosa IV.Tindakan ini biasanya berhasil dilakukan bila diberikan pada awal perjalanan prakoma dan bila kerusakan hati tidak begitu berlanjut.c. Tidak memberikan obat diuretik yang menurunkan kalium.d. Upaya suportif dengan memberikan kalori yang cukup serta mengatasi komplikasi yang mungkin ditemui seperti hipoglikemia, perdarahan saluran cerna,dan keseimbangan elektrolit.

PROGNOSIS Angka kematian akibat gagal hati akut masih tinggi, beberapa penulis melaporkan sekitar 50-80%, pada gagal hati sub akut sektar 20-40%, sedangkan pada gagal hati kronik dengan eksaserbasi akut (sirosis hati dengan komplikasi) 0-20% asalkan factor pencetus dikelola dengan baik, tetapi kalau keadaan penyakit sudah terminal angka kematian hampir 100%. Prognosis sangat tergantung dari: a. Umur penderita, makin muda prognosis makin baik b. Faktor penyebab, halotan memberikan prognosis yang jelek, virus hepatitis A lebih baik dari hepatitis B, sebaliknya hepatitis B lebih baik dari NANBc. Keadaan epidemic, kalau terjadi epidemic sering prognosisnya lebih jelek;d. Derajat koma e. Jenis kelamin, wanita lebih jelek dari pria f. Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi. Kematian umumnya disebabkan oleh perdarahan, kegagalan sistem sirkulasi dan pernapasan. Gagal ginjal, infeksi, hipoglikemi dan pancreatitis. Perbaikan atau kesembuhan sempurna dapat terjadi bila dilakukan pengelolaan yang cepat dan tepat. Prognosis penderita EH tergantung dari: penyakit hati yang mendasarinya, faktor-faktor pencetus, usia, keadaan gizi, derajat kerusakan parenkim hati, jenis kelamin dan kemampuan untuk regenerasi hati. KOMPLIKASI

a. Edema otak dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dijumpai pada 30-40% dari kasus-kasus yang fatal.b. Gagal ginjal: akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal. Terdapat pada sekitar 40% kasus.c. Kelainan asam-basa: hampir selalu terjadi alkalosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkalosis metabolik terjadi akibat hipokalemi. Asidosis metabolik dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau asam organik lainnya karena gagal ginjal.d. Hipoksia: sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler di jaringan interstisiil atau alveoli.e. Gangguan faal hemostasis dan perdaraahan terjadi pada 40-70% kasus.f. Gangguan metabolisme (hipoglikemia) dan gangguan keseimbangan elektrolit (hipokalsemia).g. Kerentanggan terhadap infeksi: sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram negatif, peritonitis, infeksi jalan napas atau paru.h. Gangguan sirkulasi: pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung. 21BAB IIISIMPULAN

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan saraf pusat yang dijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori dan perubahan kepribadian. Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis. Ensefalopati hepatik tidak disebabkan oleh salah satu faktor tunggal, melainkan oleh beberapa faktor yang sekaligus berperan bersama. Sebagian besar menunjukkan bahwa terdapat hubungan sirkulasi porto sistemik yang langsung tanpa melalui hati, serta adanya kerusakan dan gangguan faal hati yang berat. Kedua keadaan ini menyebabkan bahan-bahan toksik yang berasal dari usus tidak mengalami metabolisme di hati, dan selanjutnya tertimbun di otak (blood brain barrier), yang memudahkan masuknya bahan-bahan toksik tersebut ke dalam susunan saraf pusat.

11

2