ekstrak daun pandan

53
Ekstrak daun pandan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh faktor tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan, dan kehidupan sosial budaya. Faktor yang paling penting dan dominan dalam penentuan derajat kesehatan manusia adalah keadaan lingkungan. Kondisi lingkungan yang tidak sehat akan menjadi resiko yang buruk bagi kesehatan. UU No. 36 tahun 2009 pasal 163 ayat 2 yang berbunyi lingkungan sehat mencangkup lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Mengurangi dampak negatif dari kondisi lingkungan, Departemen Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPMPL) melakukan kegiatan penanggulangan penyakit menular. Kegiatan penanggulangan tersebut salah satunya adalah pengendalian vektor penyakit yang bertujuan menurunkan populasi vektor penyakit sampai ke tingkat yang tidak membahayakan manusia.

Upload: alexander-rocky-putra

Post on 25-Oct-2015

833 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Daun Pandan

TRANSCRIPT

Ekstrak daun pandan

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh faktor tingkat ekonomi, pendidikan,

keadaan lingkungan, dan kehidupan sosial budaya. Faktor yang paling penting dan

dominan dalam penentuan derajat kesehatan manusia adalah keadaan lingkungan.

Kondisi lingkungan yang tidak sehat akan menjadi resiko yang buruk bagi kesehatan.

UU No. 36 tahun 2009 pasal 163 ayat 2 yang berbunyi lingkungan sehat mencangkup

lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.

Mengurangi dampak negatif dari kondisi lingkungan, Departemen Kesehatan melalui

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

(PPMPL) melakukan kegiatan penanggulangan penyakit menular. Kegiatan

penanggulangan tersebut salah satunya adalah pengendalian vektor penyakit yang

bertujuan menurunkan populasi vektor penyakit sampai ke tingkat yang tidak

membahayakan manusia.

Pasar merupakan fasilitas umum yang sering dikunjungi, mengingat bahwa banyak

orang-orang yang berkumpul dan melakukan suatu kegiatan berarti akan

meningkatkan juga hubungan atau kontak antara antar satu dengan yang lainnya yang

berarti terjadi penularan penyakit baik secara langsung maupun melalui perantara akan

lebih meningkat (Suparlan, 1977). Lalat merupakan vektor yang menjadi perantara

penularan penyakit sehingga keberadaanya perlu dikendalikan. Lalat banyak jenisnya

tetapi paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca Domestica),

lalat hijau (Chrysomya megacephala) dan lalat biru lalat biru (Calliphora vomituria),

sebab dapat membawa kuman dari sampah atau kotorannya kemakanan dan

menyebabkan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor utama penyebaran

berbagai jenis penyakit yang ditularkan secara mekanis, seperti diare, myiasis, disentri,

cholera, thypus, dan penyakit saluran pencernaan lainnya (Sucipto, 2011). Perlu

dilakukan pemantauan dan pengendalian kepadatan lalat, salah satu tempat yang

menjadi timbulnya masalah di pasar adalah TPS Pasar Gamping.

Berdasarkan survey pendahuluan tanggal 7 Desember 2011, dilakukan pengukuran

kepadatan lalat di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) Pasar Gamping dan dosis

yang akan digunakan, hasil pengukuran di peroleh angka kepadatan lalat 45 ekor/ blok

grill dan dikatagorikan populasi sanggat padat oleh karena > 20 ekor/ blok grill sehingga

populasi sangat padat, perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat berbiak lalat, serta

diadakan tindakan pengendalian.

Sementara itu uji pendahuluan terhadap penggunaan perasan daun pandan sebagai

insektisida nabati telah dilakukan pada tanggal 22 Januari 2012 dengan dosis sebesar

50% ditambah 50 ml air dapat mematikan lalat sebanyak 13 ekor dari 30 lalat yang

diuji, dengan waktu pengamatan selama 1 jam. Pada penelitian yang akan dilakukan

peneliti menggunakan konsentrasi sebesar 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% yang

ditambah air hingga mencapai 100 ml.

Berdasarkan informasi dari penggelola pasar Gamping, pengambilan sampah untuk

dibuang di TPA Piyungan 2 kali sekali bahkan terkadang 3 kali sekali, sehingga sampah

menumpuk dan mempercepat pertumbuhan dan berkembang biaknya lalat.

Alternatif untuk mengendalikan kepadatan lalat menggunakan insektisida nabati.

Insektisida nabati yang digunakan peneliti adalah ekstrek daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius roxb). Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam daun

pandan wangi adalah alkaloida, saponin, flavonoid, tanin, polifenol dan zat warna (Arief

Hariana,2011). Daun pandan wangi ini mengandung insektisida berupa saponin dan

flavonoid. Saponin adalah suatu sapogenin glikosida, yaitu glikosida yang tersebar luas

pada tumbuhan. Senyawa tersebut rasanya pahit dan bersifat racun untuk binatang

kecil. Sedangkan flavonoid adalah senyawa yang bersifat racun atau aleopati yang

terdapat pada daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.) (Petijo, 2002).

B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengajukan pertanyaan sebagai

berikut:

Apakah ada pengaruh berbagai dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus

amarylliforus roxb) terhadap kematian lalat sebagai insektisida nabati?

C.   Tujuan

1.    Tujuan Umum

Diketahui berbagai dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.)

sebagai insektisida nabati untuk membunuh lalat.

2.    Tujuan Khusus

a.    Diketahui jumlah kematian lalat pada berbagai dosis perasan daun pandan wangi

(Pandanus amarylliforus roxb) sebagai insektisida nabati.

b.    Diketahuinya dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) yang

paling efektif.

D.   Manfaat

1.    Bagi Pemerintah ( Dinas Kesehatan dan Petugas Sanitasi)

Memberikan informasi bahwa perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb) dapat digunakan sebangai salah satu alternatif dalam pemberantasan binatang

pengganggu, khususnya lalat.

2.    Bagi Ilmu Pengetahauan

Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang studi Pengendalian Vektor khususnya

tentang pemberantasan lalat.

3.    Bagi Peneliti

Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta ketrampilan yang diperoleh

dibangku kuliah dalam bidang Pengendalian Vektor yang sifatnya aplikatif.

E.    Ruang Lingkup

1.    Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu Kesehatan Lingkungan khususnya dalam

bidang Pengendalaian Vektor.

2.    Materi

Materi penelitian ini adalah tentang Pengaruh berbagai dosis Daun Pandan Wangi

(Pandanus amarylliforus roxb) terhadap kematian lalat.

3.    Obyek

Obyek penelitian ini adalah kepadatan lalat di TPS Pasar Gamping, Yogyakarta.

4.    Lokasi

Kajor, Gamping, Sleman, Yogyakarta

5.    Waktu

Waktu penelitian adalah bulan April sampai dengan Juli 2012.

F.    Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pengendalian vektor, khususnya lalat telah banyak diteliti. Sejauh

yang peneliti ketahui, penelitian yang tujuannya untuk memberantas lalat dengan bahan

alami dari perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.) belum pernah

diteliti. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh:

a.    Yusca Amelia tahun 2007, melakukan penelitian mengenai Efektifitas ekstrak daun

tembakau (Nicotiana tabacum) untuk mengendalikan lalat di TPS (Tempat

Penampungan Sementara) pasar Kranggan Yogyakarta. Jumlah kematian lalat pada

paparan waktu 1 jam yaitu 82 dari 200 lalat dan pada waktu paparan 3 jam yaitu 156

lalat. Perbedaan penelitian ini adalah menggunakan ekstrak tanaman yang berbeda

kandungan kimiawinya, dalam daun tembakau terdapat nikotin sedangkan dalam daun

pandan wangi terdapat kandungan alkaloida, saponin, tanin dan flavonoid sebagai

insektisida.

b.    Dessy Rahmawti Putri tahun 2009, melakukan penelitian mengenai pengaruh

penambahan berbagai konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

Roxb) untuk mengendaliakan larva Aedes aegypti pada konsentrasi 22,5% dan 25%,

hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak daun pandan dapat membunuh 100%

hewan uji (Larva Aedes aegypti). Perbedaan penelitinan ini menggunakan konsentrasi

10%, 15%, 20%, 25% dan 30% untuk membunuh lalat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.   Landasan Teori

1.    Pasar

Pasar adalah segenap kelompok perantara yang sebagian beratap dan sebagian

terbuka tanpa atap yang ditunjuk dengan keputusan pemerintah daerah, dimana

pedagang-pedagang berkumpul untuk memperdagangkan dan menjual barang-barang

dagangannya (Suparlan, 1977).

Pasar perlu adanya pengawasan dan pemeriksaan terhadap sanitasi

lingkungannya, sebab pasar dapat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan

kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, adapun pengaruh

tersebut antara lain:

a.    Pasar yang kurang diperhatikan akan kebersihannya seperti pembuangan sampah dan

air limbah, akan menjadikan tempat berkembang biaknya vektor penyakit terutama lalat

dan gangguan estetika.

b.    Pasar merupakan tempat paling baik untuk penularan penyakit dari seseorang ke orang

lain melalui:

1)    Penularan langsung, misalnya karena padatnya pasar pengunjung berdesakkan

sehingga terjadi sentuhan, maka akan terjadi penularan secara langsung dari penderita

penyakit kulit, misalnya scabies, kusta dan gudik.

2)    Penularan secara tidak langsung, yaitu melalui air, alat makan seperti sendok, garpu,

piring dan gelas.

3)    Percikan ludah (droplet infection), seperti TBC dan Influensa.

c.    Pasar yang kurang diperhatikan baik kebersihan maupun letak lokasinya dapat

menyebabkan kecelakaan.

2.    Sampah

a.    Pengertian Sampah

Sampah memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan. Namun

pada perinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari

sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Tim

Penulis PS, 2010). Sampah adalah sesuatu bahan atau benda yang sudah atau tidak

dipakai lagi oleh manusia atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu

kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2003).

Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah

dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik atau sampah basah

ialah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur.

Sampah jenis ini dapat terurai secara alami (degradable). Sementara itu, sampah

anorganik atau sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terurai (undegradable),

seperti karet, plastik, kaleng dan logam (Tim Penulis PS, 2010).

Jika diurai lebih rinci, sampah dibagi sebagai berikut:

1)    Refuse

Refuse adalah hasil samping kegiatan rumah tangga atau bahan sisa proses industri.

Sampah ini dibagi menjadi garbage (sampah lapuk) dan rubbish (sampah lapuk atau

tidak mudah lapuk).

Sampah lapuk adalah hasil samping kegiatan pasar bahan makanan seperti sayur

mayur dan sisa-sisa pengolahan manusia. Sedangkan sampah tidak lapuk merupakan

jenis sampah yang tidak bisa lapuk sama sekali, seperti mika, kaca dan plastik.

2)    Human erecta

Human erecta merupakan istilah bagi bahan buangan yang dikeluarkan oleh tubuh

manusia sebagai hasil pencernaan. Tinja (faeces) dan air seni (urine) adalah hasilnya.

Sampah manusia ini dapat berbahaya bagi kesehatan karena bisa menjadi vector

penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus.

3)    Swage

Air limbah buangan rumah tangga maupun pabrik termasuk dalam swage. Limbah cair

rumah tangga umumnya dialirkan ke got tanpa proses penyaringan, seperti sisa air

mandi, bekas cucian dan limbah dapur. Sementara itu limbah pabrik perlu diolah secara

khusus sebelum dilepas kealam bebas agar lebih aman. Namun tidak jarang limbah

berbahaya ini disalurkan kesungai atau laut tanpa proses penyaringan.

4)    Industrial waste

Industrial waste umumnya dihasilkan dalam sekala besar dan merupakan bahan-bahan

buangan dari sias-sias proses industri.

b.    Sumber Sampah

Total volume sampah di Indonesia sekitar 60-70% dari yang dihasilkan merupakan

sampah basah dengan kadar air antara 65-75%. Sumber sampah terbanyak berasal

dari pasar tradisional dan pemukiman. Sampah pasar tradisional, seperti pasar lauk-

pauk dan sayur-mayur membuang hampir 95% sampah organic (Tim Penulis PS,

2010). Sumber-sumber sampah menurut Notoatmodjo (2003):

1)    Sampah yang berasal dari pemukiman

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagian hasil kegiatan rumah tangga yang

sudah terpakai dan dibuang, seperti : sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak

ataupun belum, bekasa pembungkus baik kertas, plastik, daun, kaca dan logam,

pakaian pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan

dari kebun atau tanaman.

2)    Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum seperti: pasar, tempat-tempat hiburan,

terminal bus, stasiun kereta api dan tempat ibadah.

3)    Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen

dan perusahaan. Sampah ini berupa keertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan barang

barang yang tidak digunakan lagi dalam perkantoran. Umumnya sampah ini bersifat

kering dan mudah terbakar.

4)    Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini beerasal dari pembersihan jalan, yang umumnya berasal dari: kertas-

kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil

kendaraan yang jatuh, daun-daunan dan plastik.

5)    Sampah yang berasal dari industri

Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari

pembangunan industri dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya

sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil dan kaleng.

6)    Sampah yang berasal dari pertanian atau perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-

mayur, batang padi, batang jagung dan ranting kayu yang patah.

7)    Sampah yang berasal deri pertambangan

Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jelisnya tergantung deri jenis usaha

pertambangan itu sendiri, misalnya: batu-batuan, tanah atau cadas, pasir, sisa-sisa

pembakaran (arang) dan sebagainya.

8)    Sampah yang berasal dari perternakan dan perikanan

Sampah yang berasal dari pertanian dan perikanan ini, berupa: kotoran ternak, sisa-

sisa makanan, bangkai binatang dan sebagainya.

c.    Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan

Sampah akan terus diproduksi dan tidak pernah berhenti selama manusia tetap ada.

Sampah yang kurang diperhatikan, dapat menyebabkan pencemaran udara, air, tanah,

gangguan berbagai penyakit, pencemaran lingkungan disertai dengan penurunan

kualitas estetika. Disamping itu dapat menjadi tempat berkembangnya serangga atau

vektor penyakit. Sehingga akan menimbulkan berbagai penyakit yang ditularkan vektor

yang bersarang pada sampah khususnya lalat.

Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kakinya. Sewaktu lalat menikmati makanan,

maka akan mencemari makanan melalui cairan atau air liur yang dikeluarkannya yang

mengandung penyakit kemudian dihisapnya kembali. Lalat dapat membuang

kotorannya diatas makanan, sehingga dapat menyebabkan makanan menjadi tercemar,

gangguan estetika, gatal-gatal pada kulit dan penyakit perut (Tim Penulis PS, 2010).

d.    Sumber Masalah Sampah

Sampah selalu menimbulkan terjadinya persoalan rumit dalam masyarakat yang

kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Ketidakdisiplinan mengenai kebersihan

dapat menciptakan suasana semrawut akibat menimbulkan sampah. Lalat

berterbangan, bau tidak sedap dan gangguan berbagai penyakit siap menghadang

didepan mata. Selain itu pencemaran lingkungan serta penurunan kualitas estetika

akan menjadi masalah bagi masyarakat setiap harinya.

Sampah memang bukan perkara mudah, di perkotaan padat penduduk,

pedesaan atau lokasi lain pun tidak terlepas dari persoalan ini. Sumber permasalahan

sampah salalu hadir, baik ditempat pembuangan akahir sementara (TPS) maupun

tempat pembuangan akhir (TPA) (Tim Penulis PS, 2010).

3.    Lalat

a.    Taksonomi Lalat

Philum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Diphtera

Sub Ordo : Cyclorrapha

Morfologi umum Lalat menurut Depkes RI (2001) adalah:

1)    Kepala relatif besar yang dilengkapi dengan antenna

2)    Memiliki dua mata majemuk yang bertemu (holoptik) yang menandakan jenis kelamin

jantan atau terpisah (dikoptik) yang menandakan jenis kelamin betina.

3)    Panjang lalat kurang lebih ¼ inchi, dan memiliki 4 garis agak gelap hitam

dipunggungnya.

4)    Memiliki sepasang sayap yang berbentuk membaran pada bagian mesothorax.

5)    Memiliki 3 pasang kaki pada thorax.

b.    Siklus hidup lalat

Menurut Depkes RI (2001) sirkus hidup lalat dibagi menjadi 4 stadium:

1)    Stadium pertama (stadium telur)

Bentuk telur lonjong bulat dan berwarna putih dengan panjang kurang lebih 1 mm.

Setiap bertelur akan menghasilkan 120-130 telur dan akan menetas dalam waktu 8-16

jam pada suhu rendah dibawah 12-130 C telur tidak akan menetas.

2)    Stadium kedua (stadium larva)

Telur yang menetas akan menjadi larva yang berwarna putih kekuningan, panjang 12-

13 mm. Lama stadium ini 2-8 hari tergantung pada temperatur setempat. Larva ini

selalu bergerak dan makan dari bahan-bahan organik. Larva ini dapat terbunuh dengan

suhu temperatur 73%.

3)    Stadium ketiga (stadium pupa)

Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makanan ke tempat yang

dingin guna mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi kepompong yang

berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini

berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C.

4)    Stadium keempat (stadium dewasa)

Stadium ini dimulai dari keluarnya lalat muda yang sudah dapat terbang antara

450–900 meter. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa adalah 6-20 hari.

Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap

hitam dipunggungnya. Pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5

(lima) kali dan umumnya umur lalat sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih

sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin.

Gambar 1. Siklus Hidup Lalat

c.    Pola hidup lalat

1)    Tempat Hidup

Tempat yang paling disenangi oleh lalat adalah sampah dan buangan material

organik, kandang ternak, kandng ayam dan burung, kotoran ternak dan feses manusia.

TPA adalah tempat yang paling disukai oleh lalat karena 95% yang dihasilkan adalah

sampah organic yang merupakan sampah basah (Sucipto, 2011).

2)    Tempat peristirahatan menurut Depkes RI (2001)

Siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat dilantai dinding, langit-langit,

rumput-rumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan

makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik.

Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak

aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5

(lima) meter.

3)    Tempat perindukan menurut Depkes RI (2001)

Tempat perindukan yang disenangi oleh lalat adalah tempat yang basah seperti

sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk

secara kumulatif (dikandang).

a)    Kotoran Hewan

Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang

lembab dan masih baru (normalnya lebih kurang satu minggu).

b)    Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan

Lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan, buah-buahan

yang ada didalam rumah maupun dipasar.

c)    Kotoran Organik

Lalat berkembang biak pada kotoran organik seperti kotoran hewan dan kotoran

manusia.

d)    Air Kotor

Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka.

d.    Perilaku dan perkembangbiakan

Siang hari lalat berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya.

Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Lalat

memerlukan suhu sekitar 35º-40ºC untuk beristirahat, kelembaban 90%. Aktifitas

terhenti pada temperatur < 15ºC.

e.    Makanan lalat

Lalat sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu,

makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, darah serta bangkai binatang.

Sehubung dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan

yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru dihisap. Air merupakan hal

yang dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling

sedikit 2-3 kali sehari.

f.     Gangguan Lalat pada Manusia menurut Sucipto ( 2011)

Lalat tersebar merata diberbagai penjuru dunia sanitasi lingkungan yang buruk akan

menyebabkan beberapa penyakit yang ditularkan oleh lalat, seperti disentri, kholera,

ryphoid, diare dan gatal-gatal pada kulit. Penularan ini terjadi secara mekanis, dimana

kulit, tubuh dan kakinya yang kotor tadi merupakan tempat menempelnya

mikroorganism penyakit perut kemudian hinggap pada makanan.

g.    Pengawasan dan Pengendalian Lalat menurut Sucipto ( 2011)

Sampai saat ini belum ditemukan penggendalian lalat yang efektif. Beberapa

metode pengendalian khususnya di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) hanya mungkin

apabila dilakukan secara terpadu dengan berbagai metode. Pengendalian lalat dapat

dibedakan melalui 2 strategi yaitu langsung dan tidak langsung.

Stratagi pengendalian secara tidak langsung adalah menghalangi lalat rumah untuk

sampai pada tempat perindukannya atau sumber makanan sehingga menambah

kematian lalat seperti sanitasi lingkungan (pengurangan sumber) dan modifikasi habitat.

Pengendalian dengan perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene lebih efektif dan

keuntungannya lebih lama. Peningkatan sanitasi lingkungan dan higene dapat di

lakukan dengan: Pengurangan atau eliminasi tempat perindukan tempat perindukan

lalat reproduksi atau pengurangan sumber-sumber yang menarik lalat, perlindungan

terjadinya kontak antar lalat dengan patogrn dan proteksi makanan dan manusia dari

kontak dengan lalat .

h.    Tindakan pengendalian menurut Depkes RI (2001)

Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan :

1)    Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat.

a)    Kandang ternak

kandang harus dapat dibersihkan secara rutin. Lantai kandang harus kedap air, dan

dapat disiram setiap hari.

b)    Peternakan / kandang burung

Bila burung/ternak berada dalam kandang dan kotorannya terkumpul

disangkar, kadang perlu dilengkapi dengan ventilasi yang cukup agar kandang tetap

kering. Kotoran burung/ternak dapat dikeluarkan dari sangkar dan secara interval dapat

dibersihkan.

c)    Timbunan pupuk kandang

Timbunan pupuk kandang yang dibuang ke tanah permukaan pada temperatur

tertentu dapat menjadi tempat perindukan lalat. tumpukan pupuk tersebut dapat ditutup

dengan plastik atau bahan lain yang anti lalat. Cara ini dapat mencegah lalat untuk

bertelur juga dapat membunuh larva dan pupa karena panas yang keluar dari proses

komposting dapat memperpendek lalat untuk keluar. Pupuk kandang yang dibuang ke

tanah Pemukaan pada alasnya perlu dilengkapi dengan pancuran/pipa sekelilingnya,

untuk mencegah perpindahan larva ke pupa dibawah tanah dalam tumpukkan pupuk

tersebut. Pada cuaca panas, pupuk mungkin dapat menyebar ke bawah tanah dan

menjadi kering sebelum lalat mempunyai waktu untuk berkembang.

d)    Kotoran Manusia

Tempat berkembang biak lalat di pembuangan kotoran (jamban) terbuka dapat

dicegah dengan membuat slab yang dapat menutup lubang penampungan kotoran.

Jamban perlu dilengkapi dengan leher angsa untuk mencegah bau dan kotoran tidak

dihinggapi lalat, pipa hawa (ventilasi) dilengkapi dengan kawat anti lalat, bila air pada

leher angsa tidak baik sambungan penutup tidak rapat, mungkin kebocoran sampai

merembes pada lubang jamban, pemasangan ventilasi pada lubang jamban dan juga

menghilangkan tempat perindukan lalat, buang kotoran di sembarang tempat dapat

sebagai tempat perindukan lalat kebun (Musa Sorbens) Ini merupakan problem dimana

kelompok besar dari masyarakat misalnya pengungsi, tinggal bersama sementara di

pengungsian. Perlu jamban yang cocok untuk tempat pengungsian

e)    Sampah basah dan sampah Organik

Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik

dapat menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem pengumpulan dan

pengangkutan sampah dari rumah–rumah tidak ada, sampah dapat dibakar atau

dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa setiap minggu sampah yang

dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah sampai tidak menjadi tempat

berkembang biaknya lalat. Lalat mungkin dapat berkembang biak di tempat sampah

yang permanen dan tertutup rapat. Dalam iklim panas larva lalat ditempat sampah

dapat menjadi pupa dalam waktu hanya 3–4 hari.

Sampah basah harus dikumpulkan paling lambat 2 kali dalam seminggu. Bila tong

sampah kosong adalah penting untuk dibersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar

tong Pembuangan sampah akhir dibuang ketempat terbuka perlu dilakukan dengan

pemadatan sampah dan ditutup setiap hari dengan tanah merah setebal 15–30 cm. Hal

ini untuk penghilangan tempat perkembang biakan lalat.

i.      Pemberantasan lalat secara langsung menurut Depkes RI (2001)

Cara yang digunakan untuk membunuh lalat secara langsung adalah cara fisik, cara

kimiawi dan cara biologi.

a)    Cara fisik

Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang

efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan

pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya

yang menjual daging, sayuran, serta buah-buahan .

(1)  Perangkap Lalat (Fly Trap)

Lalat dalam jumlah yang besar atau padat dapat ditangkap dengan alat ini. Tempat

yang menarik lalat untuk berkembang biak dan mencari makan adalah kontainer yang

gelap. Bila lalat mencoba terbang maka akan tertangkap dalam perangkap dalam

perangkap yang diletakkan dimulut kontainer yang terbuka itu. Cara ini hanya cocok

digunakan di luar rumah sebuah model perangkap akan terdiri dari container, plastik

atau kaleng untuk umpan, tutup kayu atau plastik dengan celah kecil, dan sangkar

diatas penutup.

(2)  Umpan kertas lengket berbentuk pita atau lembaran (Sticky tapes)

Dipasaran tersedia alat ini, menggantung diatap, menarik lalat karena kandungan

gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat

berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang

terperangkap.

(3)  Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor)

Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang

bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow

flies), tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah metode ini harus diuji dibawah kondisi

setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat. Alat ini kadang digunakan didapur

rumah sakit dan restoran.

(4)  Pemasangan kasa kawat/plastik pada pintu dan jendela serta lubang angin/ventilasi.

(5)  Membuat pintu dua lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua

merupakan pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri.

b)    Cara kimia

Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk periode yang

singkat apabila sangat diperlukan karena menjadi resiten yang cepat. Aplikasi yang

efektif dari insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan

cepat, yang aman diperlukan pada KLB kolera , desentri atau trachoma.

Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan

dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spaying).

j.      Interprestasi kepadatan lalat

Menurut Depkes RI (2008) berdasarkan interprestasi data kepadatan lalat pada setiap

titik lokasi adalah:

0 – 2 : Populasi rendah, tidak menjadi masalah

3 – 5 : Populasi sedang, perlu dilakukan pengamatan tempat berbiaknya (kotoran hewan)

6 – 20 : Populasi padat, perlu dilakukan pengamanan tempat berbiaknya lalat dan bila

mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.

>20 : Populasi sangat padat, perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat berbiak lalat,

serta diadakan tindakan pengendalian.

4.    Pestisida Hayati

a.    Pengertian Pestisida Nabati

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau

tumbuh-tumbuhan. Pestisida nabati yang dibuat secara sederhana dapat berupa laurtan

hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan bagi tanaman atau tumbuhan, yakni

berupa akar, umbi, batang, daun, biji dan buah. Apabila dibandingkan dengan pestisida

kimia, penggunaan pestisida nabati relative lebih murah dan aman serta mudah dibuat

sendiri (Sudarmo, 2005)

Menurt peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, yang dimaksud

dengan pestisida adalah zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad-jasad reknik dan

virus yang digunakan untuk:

1)  Memberantas atau mencegah hama penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagaian

tanaman atau hasil-hasil pertanian.

2)  Memberantas rerumputan

3)  Mematikan daun dan mencegah pertumbuahan yang tidak diinginkan

4)  Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman

5)  Memberantas atau mencegah hama-hama air

6)  Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah,

bangunan dan alat-alat pengangkutan

7)  Memberantas atau mencegah binatang-binatan yang dapat menyebabkan penyakit bagi

manusia

Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangga hama dan

penyakit melalui cara kerja yang unik. Cara kerja pestisida nabati secara spesifik

menurut Sudarmo (2005), yaitu:

1)    Merusak perkembangan telur, larva dan pupa

2)    Menghambat pergantian kulit

3)    Mengganggu komunikasi serangga

4)    Menyebabkan serangga menolak makan

5)    Menghambat reproduksi serangga betina

6)    Mengurangi nafsu makan

7)    Memblokir kemampuan makan serangga

8)    Mengusir serangga

9)    Menghambat perkembangan patogen penyakit

b.    Tujuan penggunaan pestisida nabati menurut Kardinan (2000)

1)    Menjadi suatu alternatif untuk pengendalian hama penyakit yang murah, praktis dan

relatif aman terhadap lingkungan serta bagi manusia, sehingga tidak tergantung pada

penggunaan pestisida sintentik.

2)    Agar dapat mencegah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pestisida sintentik.

3)    Memanfaatkan sumber daya setempat dengan cara mengolah tumbuhan sebagai

bahan pestisida sehingga membantu masyarakan untuk mengembangkan

pengendalian yang ramah lingkungan.

c.    Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan.

Keunggulan pestisida nabati menurut Sudarmo ( 2005):

1)    Murah dan mudah untuk dibuat

2)    Relative aman terhadap lingkungan

3)    Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman

4)    Sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama

5)    Bebas residu pestisida kimia

Kelemahan pestisida nabati:

1)    Daya kerja relative lambat

2)    Tidak membunuh jasad sasaran secara langsung

3)    Tidak tahan terhadap sinar matahari atau kurang praktis

4)    Tidak tahan disimpan

5)    Kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang

d.    Kendala penggunaan pestisida nabati menurut Kardinan (2000):

1)    Pestisida sintetis lebih disukai dengan alasan mudah didapat, praktis mengaplikasinya,

hasilnya relative cepat terlihat, tidak perlu membuat sediaan sendirian, tersedia dalam

jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil pestisida.

2)    Kurang rekomondasi atau dorongan dari pengambil kebijakan (lack of official

recommendation).

3)    Tidak tersedia barang secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat

diperlukan.

4)    Walau penggunaan pestisida nabati menimbulkan residu relatif rendah pada bahan

makanan dan lingkungan serta dianggap lebih aman daripada pestisida sintetis, tetapi

frekuensi penggunaannya menjadi tinggi. Karena sifatnya yang mudah terurai dialam

sehingga memerlukan pengaplikasian yang lebih sering.

5)    Sulitnya registrasi pestisida nabati mengingat pada umumnya jenis pestisida ini memiliki

bahan aktif yang kompleks (multiple active ingredient)

e.    Pembuatan pestisida nabati menurut Kardinan (2000)

Cara pembuatan pestisida nabati:

1)    Penggerusan, pembubukan, pengepresan untuk produk berupa abu atau pasta.

2)    Rendaman untuk produk ekstrak.

3)    Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus oleh

tenaga yang terampil dan peralatan khusus.

Secara garis besar pembuatan pestisda nabati dibagi menjadi dua cara, yaitu:

1)    Cara sederhana

Cara sederhana biasanya dilakukan sesegera mungkin sesudah pembuatan ekstrak

dilakukan.

2)    Cara laboraturium

Cara laboraturium membutuhkan tenaga ahli, alat dan bahan khusus serta hasil

ekstraksi dapat disimpan relative lama. Sehingga harganya lebih mahal daripada

pestisida sintetis.

Pembuatan dan penggunaan pestisida nabati lebih diarahkan dan

dianjurkan kepada cara sederhana untuk luasan terbatas dan jangka waktu

penyimpanan terbatas. Pestisida pada umumnya dianggap oleh masyarakat sebagai

insektisida. Padahal insektisida termasuk dalam kelompok pestisida. Kegunaan

pestisida dibedakan menjadi (Ekha, 1993):

1)    Insektisida: yaitu zat senyawa kimia yang digunakan untuk mematiaka atau

memberantas sarangga.

2)    Acarisida: untuk memberantas tungau.

3)    Nematosida: obat pemerantas cacing nematode.

4)    Fungisida: obat pemberantas jamur cendawan.

5)    Herbisida: obat pemberantas rumput dan gulma.

6)    Ovisida: obat pemberantas telur serangga.

7)    Larvasida: obat pemberantas larva.

8)    Redentisida: obat pemberantas hewan perusak, pengerat atau tikus.

9)    Alisida : obat pemberantas algae.

10) Mollusicida: obat pemberantas hewan-hewan mollusca,seperti siput.

Cara kerja obat tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga

golongan,yaitu:

1)    Racun perut

Umumnya dipergunakan untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan

penggigit. Daya bunuh melalui perut. Ada empat cara pokok berdasarkan

penggunaannya, yaitu:

a)  Meracuni makanan serangga

b)  Mencampur racun dengan bahan-nahan yang disukai serangga dan memepatkakanya

sebagai umpan di tempat-tempat yang ditemukan oleh sasaran.

c)  Menyebar racun di tempat jalannya hewan sasaran, dan bila dibersihkan dengan mulut

akan masuk kesaluran pencernaannya

d)  Mengeclupkan bagian-bagaian tanaman kedalam racun

2)    Racun kontak

Serangga yang mempunyai bagaian mulut untuk menggigit dan menggambil

makanananya dari bawah permukaan daun atau bagaian tanaman laiannya dan tidak

terkena racun yang disemprotkan atau ditebarkan pada permukaannya,harus dihadapi

dengan racun kontak

3)    Racun gas

Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruang-ruang

tertutup.

5.    Daun Pandan

1.    Klasifikasi Ilmiyah

Menurut sistemetiknya daun pandan digolongkan dalam (Harian, 2011):

Nama latin : Pandanus

Termasuk dalam kelas : Liliopida

Ordo : Pandanales

Family : pandanaceae

Genus : pandanus

2.    Deskripsi daun pandan

Pandan merupakan tanaman yang berdaun memanjang , kaku, berwarna hijau dan

berbau harum. Beberapa jenis pandan antara lain (Lestari, 2011):

1)  Pandan wangi ( Pandanus amaryllifolius roxb)

2)  Pandan laut

3)  Pandan duri

Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman

atau di kebun. Pandan wangi kadang tumbuh liar di tepi sungai atau rawa dan di

tempat-tempat yang agak lembap, tumbuh subur di dareah pantai sampai daerah

dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut.

Pandan wangi dapat tumbuh dengan tinggi 1-2 meter. Pandan wangi

memiliki batang bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, memanjar, akar tunjang

keluar disekitar pangkal batang dan cabang. Daun tunggal, dengan pangkal memeluk

batang dan tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun berbentuk pita, tipis,

licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40-80 cm, lebar 3-5 cm, daun

berwarna hijau. Bunga majemuk, berbentuk bonggol berwarna putih. Buahnya bulat

batu, menggataung, berbentuk bola dengan diameter 4-7,5 cm, dinding buahnya

berambut dan warnanya jingga (Dalimartha, 2008).

3.    Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat pada pandan wangi adalah saponin, alkaloida,

flavonoida, tannin dan polifenol (Pitojo, 2002).

a.    Saponin adalah suatu sapogenin glikosida, yaitu glikosida yang tersebar luas pada

tumbuhan. Senyawa tersebut rasanya pahit dan bersifat racun untuk binatang kecil.

b.    Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang bersifat racun/aleopati yang terdapat pada daun

pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb.), selain itu flavonoid mempunyai sifat yang

khas yaitu berbau yang tajam. Senyawa vonoid umumnya dapat larut dalam air pada

temperature tinggi dan pelarut organik, antara lain yaitu antosianin yang merupakan

pigmen yang berwarna biru, violet, sedangkan antosanin ungu antara lain terdapat pada

bibit.

c.    Alkaloida

Merupakan senyawa kimia yang tidak berbau namun memberikan rangsangan yang

keras bagi pemakainya, yang dapat mepengaruhi secara langsung kerja dari otot-otot,

menghambat konveksi yang kemudian menyebabkan kelumpuhan. Pada serangga

menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, yang kenudian akan diikuti kelumpuhan

sehingga akan menyebabkan kematian.

4.    Bahan tumbuhan yang digunakan

Bagian tumbuahan yang digunakan adalah daun yang sudah dan dalam keadaan

masih segar dengan cara mencuci sampai bersih kemudian dipotong kecil-kecil.

B.   Kerangka Konsep

Daun pandan (Pandanus marylliforus roxb)

Perasan mengandung insektisida berupa saponin dan flavonoid.

Penyemprotan perasan daun pandan wangi (Pandanus marylliforus roxb.)

Jumlah kematian lalat

Lalat

 

Gambar 2. Kerangka Konsep

Keterangan:

= yang diteliti

= tidak diteliti

C.   Hipotesis

Ada pengaruh penyemprotan perasan daun pandan wangi (Pandanus marylliforus

roxb.) terhadap kematian lalat.

BAB III

METODE PENELITIAN

A.   Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen melalui pendekatan Post Test Only With

Control Group Design yang hasilnya akan dianalisis secara deskriptif dan analitik.

B.   Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang akan digunakan adalah sebangai berikut:

Perlakuan Post

Ekperimen X10 O10

X15 O15

X20 O20

X25 O25

X30 O30

Kontrol OX

Keterangan:

X10 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb) pada konsentrasi 10% dan waktu kontak 1 jam.

X(15 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb) pada konsentrasi 15% dan waktu kontak 1 jam.

X20 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb) pada konsentrasi 20% dan waktu kontak 1 jam.

X25 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb) pada konsentrasi 25% dan waktu kontak 1 jam.

X30 = Penyemprotan lalat dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb) pada konsentrasi 30% dan waktu kontak 1 jam.

O10 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun

pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 10% dan waktu kontak

1 jam.

O15 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun

pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 15% dan waktu kontak

1 jam.

O20 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun

pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 20% dan waktu kontak

1 jam.

O25 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun

pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 25% dan waktu kontak

1 jam.

O30 = Banyaknya lalat yang mati setelah dilakukan penyemprotan dengan perasan daun

pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) pada konsentrasi 30% dan waktu kontak

1 jam.

OX = Hasil perhitungan jumlah lalat yang mati pada kelompok kontrol.

C.   Obyek, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel

1.    Obyek

Obyek dalam penelitian ini adalah daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb)

sebanyak 500 gram untuk setiap perlakuan × 5 kali pengulangan, jumlah daun pandan

wangi yang dibutuhkan adalah 2500 gram.

2.    Sampel

Sampel dalam penelitian adalah lalat sebanyak 200 ekor untuk setiap perlakuan × 5 kali

pengulangan, jumlah lalat yang dibutuhkan adalah 1000 ekor.

3.    Teknik pengambilan sampel

a.    Teknik pengambilan sampel daun pandan menggunakan convinence sampling.

b.    Teknik pengambilan sampel lalat menggunakan purposive sampling.

D.   Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1.    Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perasan daun pandan wangi (Pandanus

amarylliforus roxb) dengan dosis konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.

Definisi operasionalnya adalah perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb) diambil 10 ml dilarutkan dalam aquades 90 ml, 15 ml dilarutkan dalam aquades

85 ml, 20 ml dilarutkan dalam aquades 80 ml, 25 ml dilarutkan dalam aquades 75 ml,

30 ml dilarutkan dalam aquades 70 ml dan disemprotkan pada lalat yang diambil dari

TPS Pasar Gamping dengan menggunakan fly trap. Berbagai variasi dosis kosenterasi

yang akan digunakan adalah 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.

Skala : Rasio

Satuan : ml

2.    Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kematian lalat.

Definisi operasional lalat yang mati setelah diberikan perlakuan disemprot

menggunakan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) dengan

waktu kontak 1 jam.

Skala : Rasio

Satuan : Ekor

3.    Variabel Pengganggu

a.    Jarak Penyemprotan

Dikendalikan dengan jarak penyemprotan 30 cm dari sangkar.

b.    Luas sangkar

Dikendalikan dengan membuat sangkar berbentuk kubus yang berukuran sama yaitu

30cm × 30cm × 30cm.

E.    Hubungan Antar Variabel

Variable Terikat:Kematian lalat

Variable Bebas:Variasi dosis dan waktu kontak perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

Roxb.).Adapun hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Variable Pengganggu:  Jarak Penyemprotan  Luas fly trap 

Gambar 3. Skema Hubungan Antar Variabel

F.    Bahan, Alat, dan Waktu

a.    Bahan:

1.    Daun Pandan Wangi (Pandanus amarylliforus roxb.)

2.    aquades

b.    Alat:

1.    Penyemprot

2.    Sangkar

3.    Pisau

4.    Tudung saji

5.    blender

c.    Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2012.

G.   Tahap Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dengan cara menghitung jumlah lalat yang mati pada

sangkar setelah diberi perlakuan

1.    Tahap persiapan

a.    Persiapan bahan

1)    Pembuatan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb):

a)    Mengambil daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb) sebanyak 350 gram

kemudian di angin-anginkan sebentar.

b)    Daun pandan tersebut kemudian diiris kira-kira 1 cm, kemudian diblender.

c)    Daun pandan yang telah diblender kemudian disaring menggunakan kain, ampas yang

tersaring dikain dibuang. Cairan hasil saringan siap untuk digunakan.

2)    Pembuatan dosis perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb)

pada penelitian ini peneliti akan menggunakan perasan daun pandan wangi (Pandanus

amarylliforus roxb) dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% yang dilarutkan

dengan aquades hingga mencapai 100 ml.

b.    Persiapan alat

Pembuatan sangkar:

Sangkar berbentuk kubus dengan ukuran 30 × 30 × 30 cm sebanyak 6 buah, 1 buah

untuk kontrol dan 5 buah untuk perlakuan pelaksanaan penelitian.

c.    Penyediaan lalat untuk penelitian

1)    Menakap lalat di TPS pasar Gamping, Sleman, Yogyakarta dengan cara ditangkap

menggunakan tudung saji berukuran kecil kemudian di masukan ke dalam sangkar.

2)    Lalat yang tertangkap diadaptasikan dengan lingkungan baru.

3)    Lalat diberi makan campuran susu skrim 50 mg, sucrose 5 gr dan akuades 100 ml.

2.    Tahap pelaksanaan penelitian

a.    Disiapkan 6 sangkar yang berisi masing-masing 25 lalat uji.

b.    Disemprot menggunakan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus roxb)

dengan masing-masing konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% kedalam 5 sangkar,

1 sangkar digunakan sebagai kontrol.

c.    Dilakukan pengamatan, perhitungan dan pencatatan jumlah kematian lalat yang mati

setelah 1 jam.

d.    Insektisida dikatakan masih baik bila angka kematian lebih dari 50-100%, dan

dikatagorikan tidak baik bila angka kematian kurang dari 50%.

e.    Kemataian uji adalah kematian perlakuan bila kematian kelompok kontrol kurang dari

5%.

f.     Apabila kematian lalat pembanding (kontrol) 5-20%, perlu dilakukan koreksi pada

kelompok kontrol menggunakan rumus ABBOT, sebagai berikut:

ABBOT

g.    Apabila kematian pada lalat control 20% atau lebih, maka eksperimen dianggap gagal

dan harus diulang lagi.

H.   Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian akan dianalisis secara deskriptif

dan analitik dengan uji statistik one way anova kemudian dilanjutkan dengan uji LSD

menggunakan program komputer. Apabila data normal menggunakan uji parametrik

dengan kruskal walis, tetapi jika datanya tidak normal maka menggunakan uji non

parametrik dengan kolmogorov-smirnov . Hipotesis penelitian sebagai berikut:

HO = Tidak ada pengaruh penggunaan perasan daun pandan wangi (Pandanus

amarylliforus roxb.) terhadap kematian lalat

Hα = ada pengaruh penggunaan perasan daun pandan wangi (Pandanus amarylliforus

roxb.) terhadap kematian lalat.

Signifikan/asignifikan < 0,05 maka HO ditolak dan Hα diterima.

Signifikan/asignifikan > 0,05 maka HO diterima dan Hα ditolak.

I.      Dummy Tabel

Tabel 1. Jumlah kematian lalat setelah kontak dengan perasan daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius roxb), konsentrasi dosis 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% dengan waktu

kontak 1 jam.

No. Kematian

lalat

kontrol

Banyaknya lalat yang

mati dengan konsentrasi

dosis

Banyaknya lalat yang

mati setelah waktu kontak

selama 1 jam

10 15 20 25 30

1

2

3

4

5

Rata-

rata

Daun Babadotan untuk bunuh lalat

Departemen Kesehatan Republik IndonesiaPoliteknik Kesehatan Depkes SemarangJurusan Kesehatan Lingkungan PurwokertoProgram Studi DIII Kesehatan Lingkungan PurwokertoKarya Tulis Ilmiah, Juni 2008

AbstrakSinta Ratna Dewi Yuli SaputriEFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP KEMATIAN LALAT Musca domestica TAHUN 2008

XVI + 97 halaman, gambar, tabel, lampiran

Dipandang dari sudut kesehatan, kepadatan lalat merupakan masalah yang penting karena lalat merupakan vektor penyakit secara mekanis (Mechanical transmisition). Berbagai macam penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat khususnya lalat rumah (Musca domestica) adalah typhus, para typhus, disentri amuba dll. Adanya bahaya yang ditimbulkan oleh lalat tersebut, maka perlu diadakan suatu pengendalian. Penggunaan insektisida nabati dari ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) merupakan salah satu alternatif untuk pengendalian lalat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap kematian lalat Musca domestica.

Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental (eksperimen sesungguhnya) dengan desain post test only group design (rancangan eksperimen sederhana) dengan memberikan berbagai konsentrasi ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides), yaitu konsentrasi 10 %, 30 %, 50 %, 70 %, dan 90 % pada masing – masing kurungan percobaan yang berisi 25 ekor lalat Musca domestica. Setelah 24 jam dihitung kematian lalat Musca domestica dan replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

Hasil penelitian diketahui rata – rata kematian lalat Musca domestica pada konsentrasi 10 % kematiannya 41 %, konsentrasi 30 % kematiannya 65 %, konsentrasi 50 % kematiannya 75 %, konsentrasi 70 % kematiannya 85 %, dan konsentrasi 90 % kematiannya 93 %. Hasil analisis probit ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) diketahui LC 50 0,17 % dan LC 90 1,04. Hasil uji anova pada pengamatan 24 jam menunjukkan ada perbedaan yang bermakna berbagai konsentrasi ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap kematian lalat Musca domestica.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk pengendalian lalat. Penulis menyarankan adanya usaha untuk memberantas vektor lalat dengan insektisida nabati khususnya ekstrak daun Babadotan (Ageratum conyzoides) agar tidak terjadi resistensi pada vektor penyakit dan tidak terjadi pencemaran lingkungan.

Daftar Bacaan : 23 (1985 – 2008)Kata Kunci : Lalat, insektisida, ekstrak tanamanKlasifikasi : Diposkan oleh DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN di 15:30

   Post Test Only Control Group Design

Desain ini merupakan desain yang paling sederhana dari desain eksperimental sebenarnya (true experimental design), karena responden benar-benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada kelompok pengontrolnya. Desain ini sudah memenuhi kriteria eksperimen sebenarnya, yaitu dengan adanya manipulasi variabel, pemilihan kelompok yang diteliti secara random dan seleksi perlakuan. Desainnya adalah sebagai berikut:

( R )     X O1

( R )          O2

Maksud dari desain tersebut ialah ada dua kelompok yang dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakuan sedang kelompok dua tidak. Kelompok pertama diberi perlakuan oleh peneliti kemudian dilakukan pengukuran; sedang kelompok kedua yang digunakan sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakukan tetapi hanya dilakukan pengukuran saja.

Desain Eksperimental Tingkat Lanjut

a.   Desain Random Sempurna (Completely Randomised Design)

Desain   ini  digunakan  untuk  mengukur  pengaruh suatu  variabel  bebas  yang  dimanipulasi terhadap variabel tergantung. Pemilihan kelompok secara random dilakukan untuk mendapatkan kelompok-kelompok yang ekuivalen

Contoh:

Kasus: Pihak direksi suatu perusahaan ingin mengetahui pengaruh tiga jenis yang berbeda dalam memberikan   instruksi   yang  dilakukan  oleh  atasan  kepada  bawahan.  Untuk   tujuan  penelitian   ini dipilih   secara   random   tiga   kelompok   masing-masing   beranggotakan   25   orang   Instruksi   untuk kelompok   pertama   diberikan   secara   lisan,   untuk   kelompok   kedua   secara   tertulis   dan   untuk kelompok ketiga instruksinya tidak spesifik. Ketiga kelompok diberi waktu sekitar 15 menit untuk memikirkan situasinya. Kemudian ketiganya diberi  test obyektif untuk mengetahui seberapa baik mereka memahami pekerjaan yang akan dilakukan. 

Formulasi   masalah   kasus   ini   ialah:   Apakah   manipulasi   variabel   bebas   mempengaruhi pemahaman para pegawai bawahan dalam melaksanakan pekerjaan mereka?

Tujuan studi ini ialah: menentukan jenis instruksi mana yang dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik terhadap pekerjaan yang diperintahkan oleh atasan.

 b.   Desain Blok Random (Randomised Block Design)

Desain   ini  merupakan   penyempurnaan  Desain   Random  Sempurna   di   atas.   Pada   desain sebelumnya perbedaan yang terdapat  pada masing-masing   individu  tidak diperhatikan,  sehingga menghasilkan kelompok-kelompok yang mempunyai anggota yang berbeda-beda karakteristiknya. Agar desain yang kita buat dapat menghasilkan output yang baik, maka diperlukan memilih anggota kelompok (responden) yang berasal dari populasi yang mempunyai karakteristik yang sama. Oleh karena   itu  peneliti  harus  dapat  mengidentifikasi  beberapa   sumber  utama perbedaan-perbedaan 

yang dimaksud secara dini.

 c.   Desain Latin Square (The Latin Square Design)

Desain ini digunakan untuk mengontrol dua variabel pengganggu secara sekaligus. Berkaitan dengan kasus di atas, masih terdapat satu variabel pengganggu lainnya, yaitu “kemampuan para pekerja”.  Variabel  kemampuan para pekerja  kita  bagi  menjadi  tiga tingkatan,  yaitu:  kemampuan tinggi,   kemampuan  menengah   dan   kemampuan   rendah.   Ketiga   tingkatan   variabel   kemampuan tersebut kemudian kita tempatkan pada baris dan kolom model Latin Square. Desain ini terdiri dari tiga   baris   dan   tiga   kolom.   Kemudian   secara   random   diambil   3   pegawai   dari   masing-masing departemen.

 d.   Desain Factorial 

Desain   factorial   digunakan   untuk  mengevaluasi   dampak   kombinasi   dai   dua   atau   lebih perlakuan  terhadap  variabel   tergantung.  Pada kasus  di  bawah  ini,   analisa   factorial  diaplikasikan dengan menggunakan desain random sempurna dengan format 3 baris dan 3 kolom.

Kasus penelitiannya adalah sebagai berikut: peneliti ingin melihat dua variabel bebas, yaitu variabel “tingkat kontras” dan “panjang baris” sebuah iklan. Tingkat kontras dimanipulasi menjadi “rendah”, “medium” dan “tinggi’; sedang panjang baris dimanipulasi menjadi “5 inchi’, “7 inchi” dan “12 inchi”.