efektifitas kebijakan harga pangan

Upload: ikin-sodikin

Post on 23-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    1/342

    EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGANTERHADAP KETAHANAN PANGAN

    DAN DAMPAKNYA PADA

    STABILITAS EKONOMI MAKRO

    NYAK ILHAM

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    2/342

    ii

    SURAT PERNYATAAN

    Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

    disertasi Saya yang berjudul:

    EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGAN TERHADAP

    KETAHANAN PANGAN DAN DAMPAKNYA PADA STABILITAS

    EKONOMI MAKRO

    merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi Saya sendiri, dengan pembimbingan

    Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya. Disertasi ini belum

    pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi

    lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan

    dapat diperiksa kebenarannya.

    Bogor, 27 November 2006

    NYAK ILHAMNRP. A. 161020071

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    3/342

    iii

    ABSTRAK

    NYAK ILHAM. Efektivitas Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangandan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro (BONAR M. SINAGA sebagaiKetua, WILSON H. LIMBONG, HERMANTO SIREGAR, dan D.S.

    PRIYARSONOsebagai Angota Komisi Pembimbing)Di negara yang pangsa pengeluaran pangan penduduknya masih besar selalu

    dijumpai permasalahan kurang pangan sehingga memerlukan perhatian pemerintah.Perhatian tersebut di antaranya berupa kebijakan harga pangan yang bertujuanmemberi insentif bagi petani untuk memproduksi pangan dan menjamin harga panganyang stabil bagi konsumen. Harga pangan yang tidak stabil dapat menyebabkaninstabilitas ekonomi makro. Permasalahannya adalah kecenderungan pasar yangmengglobal dan semakin terbatasnya anggaran pemerintah untuk mendukung

    pembangunan membuat kebijakan harga pangan semakin sulit dilaksanakan. Tujuanpenelitian ini adalah: (1) menganalisis dinamika pangsa pengeluaran pangan sebagaiproksi dari kesejahteraan penduduk, (2) menganalisis efektivitas kebijakan harga

    pangan terhadap ketahanan pangan, (3) menganalisis dampak kebijakan harga panganterhadap stabilitas ekonomi makro, dan (4) menganalisis efektivitas kebijakan hargapangan terhadap stabilitas ekonomi makro. Hasil penelitian ini diharapkan bergunauntuk meyakinkan berbagai pihak bahwa kebijakan harga pangan tersebut masihrelevan untuk dilakukan.

    Analisis data menggunakan pendekatan ekonometrika. Analisis dinamikapangsa pengeluaran pangan menggunakan data Susenas 1996, 1999, dan 2002 danmodel regresi. Analisis efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan

    pangan menggunakan data sekunder deret waktu 1975-2004 dan model ErrorCorection Model. Analisis dampak kebijakan harga pangan terhadap keseimbangandan stabilitas ekonomi makro menggunakan data sekunder deret waktu 1980.1-2004.4dan model Vector Error Correction Model untuk menganalisis Impulse Response

    FuctionForecast Error Variance Decomposition.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) pangsa pengeluaran pangan layak

    dijadikan indikator ketahanan pangan, dan berdasarkan indikator tersebut hasilpembangunan selama ini lebih dinikmati penduduk berpendapatan tinggidibandingkan penduduk berpendapatan sedang dan rendah, (2) kebijakan harga

    pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan, namun masih belum efektif danbias kepada ketersediaan energi dan tidak berpengaruh terhadap ketersediaan protein,(3) kebijakan harga pangan tidak berpengaruh terhadap konsumsi energi dan protein,ketersediaan pangan ditingkat nasional tidak menjamin akses pangan penduduk, (4)kebijakan harga pangan mengakibatkan stagflasi ekonomi namun tidak menyebabkan

    peningkatan pengangguran dan instabilitas pada perekonomian makro, dan (5)kebijakan moneter baik secara langsung maupun tidak langsung efektif menentukan

    stabilitas ekonomi makro, sedangkan kebijakan harga pangan kurang efektifmenentukan stabilitas ekonomi makro dan kebijakan perdagangan tidak efektifmenentukan stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan temuan dan kesimpulan

    penelitian ini maka pemerintah masih relevan melakukan kebijakan harga pangan,namun masih diperlukan perbaikan dalam implementasinya.

    Kata kunci: Kebijakan harga , ketahanan pangan, stabilitas ekonomi makro

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    4/342

    iv

    ABSTRACT

    NYAK ILHAM, The Effectiveness of food pricing policy on food security and theimpact on macroeconomic stability (BONAR M. SINAGA as Chairman, WILSON

    H. LIMBONG, HERMANTO SIREGAR, and D. S. PRIYARSONOas Membersof Advisory Committee).

    In a country which the share of food expenditure is sufficient large, it is easyto find food deficiency problems that need more attention from the government. Theattention is in the form of food pricing policy that aimed to give incentive for farmerto produce food and ensure stable food price for the consumer. Unstable food pricewill result instability of macroeconomic. The problems are that the market tends toglobal and lack of government budget to support development therefore food price

    policy is more difficult to be implemented. The objective of this research are in orderto : (1) analyze dynamics of food expenditure share as proxy of public welfare, (2)analyze effectiveness of food pricing policy on food security, (3) analyze the impactof food pricing policy on stability of macroeconomic, and (4) analyze effectiveness offood pricing policy on stability of macroeconomic. The result is suggested useful toensure the relevant parties that the food pricing policy is relevant to be implemented.

    The econometrics approach was used to analyze the available data. Analysisof dinamics of food expenditure share is using Susenas Data for 1996, 1999, and 2002and regression model. The analysis of effectiveness of food pricing policy on foodsecurity is using secondary time series data for 1975-2004 and Error Correction

    Model. Furthermore, the analysis of the impact of food pricing policy on equilibriumand stability of macroeconomic is using secondary time series data for 1980.1 2004.4 and Vector Error Correction Model to analyze Impulsee Response Functionand Forecast Error Variant Decomposition.

    The result was indicated that: (1) food expenditure share is feasible as

    indicator for food security and the development result is more enjoyed by higherincome resident than the middle and lowest one, (2) food pricing policy is havingsignificant effect on food availability, however still ineffective and bias to energyavailability and having no effect on protein availability, (3) food pricing policy showsnot significant effect on energy and protein consumption, while the food availabilty isnot ensure food acces for the resident, (4) food pricing policy caused stagflation but isnot resulting an increasing in unemployment and instability of macroeconomiccondition,and (5) monetary policy, directly and indirectly, is effective to determinemacroeconomic stability, while food pricing policy shows moderate effect onmacroeconomic stability and trade policy is ineffective to detremine macroeconomicstability. According to the result, the conclusion is that the government is relevant toimplement food pricing policy, however need improvement in the implementation.

    Keywords: Price policy, food security, macroeconomic stability

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    5/342

    v

    EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGANTERHADAP KETAHANAN PANGAN

    DAN DAMPAKNYA PADASTABILITAS EKONOMI MAKRO

    NYAK ILHAM

    DisertasiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Doktorpada

    Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    6/342

    vi

    Judul Disertasi : Efektivitas Kebijakan Harga Pangan terhadapKetahanan Pangan dan Dampaknya pada StabilitasEkonomi Makro

    Nama : Nyak Ilham

    Nomor Pokok : A 161020071

    Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

    Menyetujui,

    Komisi Pembimbing

    Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MSKetua Anggota

    Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc. Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MSAnggota Anggota

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah PascasarjanaIlmu Ekonomi Pertanian,

    Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

    Tanggal Ujian: 21 September 2006 Tanggal Lulus: 04 Desember 2006

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    7/342

    vii

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1958 di Delitua-Medan.

    Merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari Bapak Abdullah NyaAli

    (Almarhum) dan Ibu Sabirah (Almarhumah).

    Pada tahun 1971 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN No.1 Timbang

    Langkat Binjai, kemudian melanjutkan sekolah pada SMPN No.1 Binjai dan lulus

    pada tahun 1974. Tahun 1977 lulus dari SMA Negeri Binjai.

    Melalui saringan masuk Proyek Perintis I (SKALU) tahun 1978 penulis

    meneruskan studi di Institut Pertanian Bogor. Gelar Sarjana Peternakan diperoleh

    pada tahun 1982. Tahun 1996 melanjutkan studi Program Magister pada Program

    Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan

    lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis diberikan kesempatan untuk

    melanjutkan studi Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

    Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

    Riwayat pekerjaan dimulai dari 1983-1993 penulis bekerja pada Balai

    Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Indrapuri-Aceh, Direktorat Jenderal

    Peternakan. Tahun 1994 hingga saat ini bekerja pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi

    dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian.

    Tahun 1985 menikah dengan Nurningsih dan dikarunia empat putra: Indra

    Akbar Dilana (1986), Muhammad Taufiq Patra (1988), Fajar Firmana (1993), dan

    Fajri Gemara (Almarhum:1993-1997).

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    8/342

    viii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Berkat

    dan Rahmat-Nya disertasi dengan judul: Efektivitas Kebijakan Harga Pangan

    terhadap Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro dapat

    diselesaikan. Tema itu dipilih dilatar belakangi oleh masih banyak masalah kurang

    pangan dan perdebatan arah kebijakan pangan akhir-akhir ini.

    Pada kesempatan ini penulis secara tulus mengucapkan terima kasih yang

    sedalam-dalamnya dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir.

    Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan

    arahan dan bimbingan terutama mengenai permodelan, penyajian, dan konsistensi

    dalam penyusunan disertasi ini. Kepada Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS selaku

    Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan

    disertasi dan dorongan semangat untuk mempercepat penyelesaian studi. Kepada Dr.

    Ir. Hermanto Siregar, MEc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

    memberikan bimbingan terutama dalam permodelan, pengolahan data, dan penyajian

    hasil penelitian. Kepada Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS selaku Anggota Komisi

    Pembimbing yang telah memberikan bimbingan terutama dalam aspek ketahanan

    pangan dan penyajian hasil penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada

    Prof. Dr. Bustanul Arifin (Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila Lampung dan

    Ekonom Senior INDEF Jakarta) dan Dr. Kaman Nainggolan (Kepala Badan

    Ketahanan Pangan Departemen Pertanian) atas kesediaannya selaku dosen penguji

    luar komisi pada ujian terbuka.

    Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Kepala Pusat Analisis

    Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP) Departemen Pertanian, Dr. Ir.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    9/342

    ix

    Tahlim Sudaryanto, MS, yang memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti

    Program Doktor di IPB Bogor. Kepada Pihak Proyek PAATP Departemen Pertanian

    yang memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi pada Program Doktor. Kepada

    Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA

    yang telah merekomendasikan penulis untuk dapat melanjutkan studi pada Program

    Doktor di IPB Bogor. Kepada Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut

    Pertanian Bogor yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi pada jenjang

    S3pada IPB Bogor.

    Terima kasih kepada pihak Biro Kredit dan Perpustakaan Bank Indonesia,

    serta Perpustakaan PSE-KP Bogor yang memberikan kemudahan dalam pengumpulan

    data yang diperlukan. Kepada Nina, staf pengolah data pada PSE-KP, yang

    membantu mengolah data Susenas yang ada pada PSE-KP. Kepada teman-teman

    anggota Tim Hibah Pasca di bawah bimbingan Dr. D.S. Priyarsono dan Dr. Arief

    Daryanto yang memberikan masukan dan dukungan dana. Kepada Dr. M. Husein

    Sawit yang memberikan bahan bacaan dan kesempatan berdiskusi. Kepada Dr. D.

    Iwan Riswandi dan Ir. Yundy H, MS yang memberikan waktu berdiskusi

    mengaplikasi program Microfit. Demikian juga untuk teman-teman pada Program

    Studi Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2002 sebagai teman belajar dan diskusi

    bersama dalam menghadapi ujian-ujian smester dan prelim.

    Teristimewa untuk kedua orang tua (almarhum), kedua mertua, isteri, dan

    keempat putraku, serta seluruh keluarga di Bogor, Jakarta, Tanjung Karang, Medan,

    dan Aceh atas kesabaran, doa, dorongan semangat, korbanan, dan kasih sayangnya,.

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Amin.

    Bogor, 27 November 2006

    Nyak Ilham

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    10/342

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    11/342

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    12/342

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    13/342

    xiii

    VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ..

    8.1. Kesimpulan ....

    8.2. Implikasi Kebijakan ...

    8.3. Saran untuk Penelitian Lanjutan

    DAFTAR PUSTAKA.

    LAMPIRAN .

    209

    209

    211

    213

    215

    225

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    14/342

    xiv

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    13.

    14.

    15.

    16.

    Industri Kunci Menurut Indeks Derajat Penyebaran (DP), Tabel I-O2000 yang Diusulkan Sebagai Special Products ...

    Perubahan Konsumsi Energi dan Protein di Indonesia Tahun 1996-1999 ..

    Pemenuhan Kebutuhan Ketersediaan Pangan dalam Bentuk EnergiMenurut Sumber Pengadaan di Indonesia, Tahun 1961 1999

    Perkembangan Perkiraan Dukungan Dana beberapa Negara OECDpada Sektor Pertanian, Tahun 1995-2004 ..

    Kekuatan dan Kelemahan Subsidi Pangan melalui Uang Tunai danNatura.

    Penerapan Target Inflasi pada Beberapa Negara, Tahun 1990 - 1995

    Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan pada Beberapa Negara Industriyang Menerapkan dan Tidak Menerapkan Rejim TargetInflasi..

    Biaya Stabilisasi Harga Beras yang Dikeluarkan Bulog, Tahun1996/1997 ...

    Biaya Program Operasi Pasar Khusus Periode Agustus 1998-Agustus 1999

    Kandungan Energi dan Protein Beras dan Pangan Non Beraslainnya.

    Berbagai Jenis Kredit Program Pertanian yang Digunakan menurutSumbernya, Tahun 1975-2004 ...

    Beberapa Alternatif Kelompok Bahan Pangan yang DigunakanDalam Model ..

    Rataan Konsumsi Energi dan Protein serta Rataan PangsaPengeluaan Pangan menurut Kelompok Pendapatan di Indonesia,

    Tahun 1996, 1999, dan 2002 .

    Nilai Dugaan Model Hyperbola Pangsa Pengeluaran Pangandengan Konsumsi Energi dan Protein Tahun 1996, 1999, dan 2002..

    Pola Pangan Harapan 2020, Bobot dan Skor MaksimumPerhitungan Pola Pangan Harapan .

    Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB Per Kapita menurutProvinsi di Indonesia Tahun 2002 .

    10

    18

    19

    20

    25

    32

    33

    45

    45

    81

    105

    106

    123

    125

    129

    134

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    15/342

    xv

    17.

    18.

    19.

    20.

    21.

    22.

    23.

    24.

    25.

    26.

    27.

    Jenis Kredit dan Subsidi Pertanian yang Digunakan sebagai ProksiKebijakan Harga Pangan ...

    Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadapKetahanan Pangan (LEAV4)

    Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Input dan KebijakanHarga Ouput terhadap Ketahanan Pangan (LEAV4) .

    Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadapKetahanan Pangan (LPAV4) ..

    Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Input dan KebijakanHarga Ouput terhadap Ketahanan Pangan (LPAV4)

    Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadapKetahanan Pangan (LEACK4) ..

    Distribusi Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan MenurutGolongan Luas Lahan yang Dikuasai, Tahun 1983, 1993, dan 2003.

    Nilai Pendugaan Paremater/Elastisitas Jangka Pendek KebijakanHarga Pangan

    Dampak Kebijakan Harga Pangan, Moneter, dan Perdaganganterhadap Keseimbangan Ekonomi Makro dalam Jangka Panjang .

    Dampak Kebijakan Harga Pangan, Moneter, dan Perdaganganterhadap Stabilitas Ekonomi Makro ...

    Peran berbagai Guncangan terhadap Variabilitas Ekonomi Makro ...

    144

    157

    159

    162

    163

    164

    166

    170

    194

    195

    206

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    16/342

    xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    13.

    14.

    15.

    16.

    17.

    18.

    Dampak Subsidi Produsen terhadap Kesejahteraan...

    Dampak Subsidi Konsumen terhadap Kesejahteraan.

    Dampak Perubahan Teknologi terhadap Kesejahteraan.

    Dampak Tarif Impor terhadap Kesejahteraan

    Dampak Kesejahteraan Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Ketikaterjadi Perubahan Penawaran ...

    Proses Terbentuknya Suatu Kebijakan Melalui PasarPolitik.

    Fluktuasi Harga Pangan dan Non Pangan Akibat Perubahan

    Produksi..

    Hubungan Pendapatan dan Permintaan terhadap Barang denganAsumsi Harga Barang tetap, Kasus Barang Normal (Q1) dan BarangMewah (Q2)

    Dampak Peningkatan Pendapatan dan Penurunan Harga Panganterhadap Kesejahteraan dan Konsumsi Pangan..

    Pengaruh Gagal Panen terhadap Harga Pangan dan Harga NonPangan....

    Dampak Kegagalan Panen terhadap Keseimbangan Pasar TenagaKerja pada Perekonomian Tertutup....

    Dampak Kegagalan Panen terhadap Keseimbangan Makro padaPerekonomian Tertutup......

    Kebijakan Stok Pangan saat Produksi Melimpah...

    Dampak Kebijakan Buffer Stock terhadap Keseimbangan Makropada Perekonomian Tertutup..

    Dampak Kebijakan Buffer Stock terhadap Keseimbangan PasarTenaga Kerja pada Perekonomian Tertutup ..

    Hubungan Gangguan Produksi Pangan Domestik dan PasarInternasional...

    Keterkaitan Stabilisasi Harga Pangan dengan Ketahanan Pangandan Stabilitas Ekonomi Makro...

    Tahapan Kerangka Analisis ..

    42

    43

    43

    44

    46

    56

    58

    60

    62

    67

    69

    70

    71

    73

    74

    75

    90

    95

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    17/342

    xvii

    19.

    20.

    21.

    22.

    22

    23.

    24.

    25.

    26.

    27.

    28.

    29.

    30.

    31.

    32.

    33.

    34.

    Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Konsumsi Energi padaberbagai Kelas Pendapatan di Indonesia Tahun 2002 ..

    Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Skor Pola Pangan

    Harapan di Indonesia Tahun 1996-1999-2002

    Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Skor Pola PanganHarapan pada Tiga Provinsi di Indonesia Tahun 1999 ..

    a. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB-TanpaMigas Per Kapita di Provinsi Indonesia Tahun 2002 ..

    b. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB Dengan MigasPer Kapita di Provinsi Indonesia Tahun 2002 ..

    Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan menurut Kelompok

    Pendapatan di Indonesia Tahun 1969-2002 ...

    Dinamika Pangsa Pengeluaran Padi-padian Penduduk selamaSebulan menurut Kelompok Pendapatan di Indonesia Tahun 1969-2002 ..

    Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan Penduduk selama Sebulanmenurut Wilayah di Indonesia Tahun 1969-2002 .....

    Dinamika Pangsa Pengeluaran Padi-padian Penduduk selamaSebulan menurut Wilayah di Indonesia Tahun 1969-2002 ..

    Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan Januari 2001-Desember 2004di Indonesia ...

    Perkembangan Ketersediaan Energi Per Kapita Per Hari diIndonesia Tahun 1975-2003 .

    Perkembangan Ketersediaan Protein Per Kapita Per Hari diIndonesia Tahun 1975-2003 .

    Rata-Rata Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita Per Hari diIndonesia Tahun 1975-2003 ...

    Rata-rata Proporsi Kalori yang Tersedia Per Kapita per HariMenurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003

    Rata-rata Proporsi Protein yang Tersedia Per Kapita Per HariMenurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003

    Rata-rata Proporsi Kalori yang Tersedia Per Kapita Per HariMenurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003

    Rata-rata Proporsi Protein yang Tersedia Per Kapita Per HariMenurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003 ....

    128

    130

    131

    133

    133

    137

    138

    139

    140

    149

    150

    151

    151

    152

    152

    154

    155

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    18/342

    xviii

    35.

    36.

    37.

    38.

    39.

    40.

    41.

    42.

    43.

    44.

    45.

    46.

    47.

    48.

    49.

    50.

    51.

    52.

    53.

    54.

    55.

    56.

    Respon Kebijakan Harga Pangan terhadap Guncangan KebijakanHarga Pangan .

    Respon Neraca Perdagangan terhadap Guncangan Kebijakan Harga

    Respon PDB terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan ...

    Respon Penawaran Uang terhadap Guncangan Kebijakan HargaPangan ..

    Respon Inflasi terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan .

    Respon Suku Bunga terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan

    Respon Investasi terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan .

    Respon Nilai Tukar terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan...

    Respon Pengangguran terhadap Guncangan Kebijakan HargaPangan.

    Respon Penawaran Uang terhadap Guncangan Kebijakan Moneter...

    Respon Inflasi terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ...

    Respon Suku Bunga terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ..

    Respon Nilai Tukar terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ...

    Respon Pengangguran terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ..

    Respon PDB terhadap Guncangan Kebijakan Moneter .

    Respon Investasi terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ...

    Respon Neraca Pedagangan terhadap Guncangan KebijakanMoneter .

    Respon Kebijakan Harga Pertanian terhadap Guncangan KebijakanMoneter ..

    Respon Neraca Perdagangan terhadap Guncangan KebijakanPerdagangan ..

    Respon Nilai Tukar terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan

    Respon Inflasi terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan

    Respon Kebijakan Harga Pangan terhadap Guncangan KebijakanPerdagangan

    176

    176

    176

    177

    177

    177

    178

    178

    178

    185

    185

    186

    186

    186

    187

    187

    187

    188

    191

    191

    191

    192

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    19/342

    xix

    57.

    58.

    59.

    60.

    61.

    .

    Respon PDB terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan ..

    Respon Pengangguran terhadap Guncangan KebijakanPerdagangan.

    Respon Penawaran Uang terhadap Guncangan Kebijakan

    Perdagangan

    Respon Suku Bunga terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan

    Respon Investasi terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan.

    192

    192

    193

    193

    193

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    20/342

    xx

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    Perkembangan Data Ketersediaan dan Konsumsi Energi Pangan di

    Indonesia, Tahun 1975-2004 ...

    Perkembangan Data Ketersediaan dan Konsumsi Protein Pangan diIndonesia, Tahun 1975-2004 ...

    Data Analisis Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan diIndonesia, Tahun 1975-2004 ..

    Data Analisis Kebijakan Harga Pangan terhadap Stabilitas EkonomiMakro di Indonesia, Tahun 1980.1 2004.4 .

    Program Komputer yang Digunakan untuk Pengujian Unit-Root

    menggunakanADF-testdenganMicrofit .

    Ringkasan Hasil Pengujian Unit-Root Variabel-variabel KebijakanHarga Pangan dan Ketahanan Pangan dengan Intersep tanpa Trend danIntersep dengan Trend Berdasarkan Pengujian DF (Dickey-Fuller) danADF (Augmented Dickey-Fuller)MenurutSchwarz Bayesian Criterion

    Ringkasan Hasil Pengujian Unit-Root Variabel-variabel KebijakanHarga Pangan dan Ekonomi Makro dengan Intersep tanpa Trend danIntersep dengan Trend Berdasarkan Pengujian DF (Dickey-Fuller) danADF (Augmented Dickey-Fuller)MenurutSchwarz Bayesian Criterion

    Program Komputer yang Digunakan untuk Pengujian Ordo LagOptimal pada Sistem Persamaan denganMicrofit...

    Hasil Pengujian Ordo Lag Optimum UnrestrictedVAR

    Program yang Digunakan untuk Pengujian Kointegrasi dan PendugaanModel ECM (Kasus Univariat) denganMicrofit

    Program yang Digunakan untuk Pengujian Kointegrasi dan PendugaanModel VECM (Kasus Multivariat) denganMicrofit...

    Hasil Pengujian Rank Kointegrasi

    Program yang Digunakan untuk Melakukan Restriksi Umum denganMatriks Identitas dan Restriksi Spesifik denganMicrofit ..

    Program yang Digunakan untuk Pendugaan VECM, Inovasi IRF danFEVD denganMicrofit ...

    Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Pengaruh Kebijakan HargaPertanian (IOPP) terhadap Ketersediaan Pangan

    225

    227

    229

    235

    244

    245

    247

    248

    249

    250

    251

    252

    253

    254

    255

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    21/342

    xxi

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    22

    23

    24

    25

    Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Pengaruh Kebijakan HargaInput Pertanian (AGIP) dan Kebijakan Harga Output Pertanian(AGOP) terhadap Ketersediaan Pangan .

    Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Kebijakan Harga Pertanian

    (IOPP) terhadap Ketersediaan Protein .

    Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Kebijakan Harga InputPertanian (AGIP) dan Harga Output Pertanian (AGOP) terhadapKetersediaan Protein ...

    Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Kebijakan Harga Pertanian(IOPP) terhadap Konsumsi Energi .

    Hasil Restriksi Umum

    Hasil Restriksi Khusus .

    Hasil Pendugaan Model VECM .

    Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadap GuncanganKebijakan Harga Pangan

    Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadap GuncanganKebijakan Moneter ..

    Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadapGuncanganKebijakan Perdagangan ..

    267

    277

    285

    293

    297

    298

    299

    317

    319

    321

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    22/342

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Berlakang

    Isu ketahanan pangan selalu menjadi topik studi penting karena pangan adalah

    kebutuhan paling hakiki yang menentukan kualitas sumberdaya manusia dan stabilitas

    sosial politik sebagai prasyarat melaksanakan pembangunan guna meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat. Karena itu pemerintahan suatu negara sangat

    berkepentingan terhadap masalah pangan. Di satu sisi ia berkewajiban memenuhi

    kebutuhan dasar tersebut. Di sisi lain, ia memerlukan kondisi stabilitas sosial dan

    politik untuk kelangsungan kekuasaannya.

    Dari sisi permintaan, makin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara

    pangsa pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya

    (Deaton dan Muellbauer, 1980). Pada negara dengan pangsa pengeluaran pangan

    penduduknya masih besar selalu dijumpai permasalahan kekurangan pangan sehingga

    harus memerlukan perhatian yang lebih. Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah

    satu indikator ketahanan pangan, makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan

    berarti ketahanan pangan semakin berkurang (Suhardjo, 1996).

    Banyak indikator lain yang digunakan untuk melihat ketahanan pangan,

    namun beberapa di antaranya sulit diukur. Indikator yang baik mempunyai ciri:

    cukup sederhana untuk pengumpulan dan penafsirannya, objektif, dapat diukur

    dengan angka, dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya program

    (Soehardjo et al., 1986). Indikator ketahanan pangan paling tidak dapat

    merepresentasikan jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi sesuai norma gizi yang

    ada. Diduga, pangsa pengeluaran pangan yang mencerminkan tingkat kesejahteraan

    mampu dijadikan suatu indikator ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan

    indikator lain.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    23/342

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    24/342

    3

    operasionalnya, konsep mandiri diskenariokan sebagai kondisi dimana kebutuhan

    pangan nasional minimal 90 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri.

    Elastisitas permintaan dan penawaran pangan yang rendah menyebabkan

    besarnya fluktuasi harga pangan (Nicholson, 2000). Impor pangan untuk mengatasi

    fluktuasi harga tanpa pengendalian dapat menyebabkan terganggunya kesinambungan

    usaha produsen pangan lokal karena harga produk impor kecenderungannya lebih

    murah dibandingkan produk lokal. Harga yang rendah tersebut tidak mencerminkan

    tingkat efisiensi, tetapi telah terdistorsi dengan berbagai bantuan dari pemerintah

    mereka (Sawit, 2003).

    Fenomena produksi, perdagangan dan konsumsi pangan di atas menuntut

    peran pemerintah agar produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi. Peran

    tersebut diharapkan mampu mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional.

    Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan tujuan antara, dalam

    konteks ini adalah stabilitas harga pangan yang dapat dilakukan melalui kebijakan

    harga pangan. Menurut Ellis (1992), salah satu tujuan kebijakan harga pangan adalah

    menstabilkan harga pangan agar mengurangi ketidakpastian petani dan menjamin

    harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro.

    Penelitian ini menjadi penting mengingat kecenderungan pasar yang dihadapi

    setiap negara semakin mengglobal. Perubahan lingkungan strategis tersebut, menurut

    Simatupang dan Syafaat (2002), menyebabkan harga komoditas pertanian di pasar

    domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar. Dengan perkataan lain, dinamika

    harga produk domestik dipengaruhi oleh keadaan pada tiga jenis pasar secara

    simultan, yaitu: pasar komoditas internasional, pasar komoditas domestik, dan pasar

    valuta asing. Dengan kondisi seperti itu, kebijakan harga pangan yang dilakukan

    dalam rangka pengendalian inflasi dan pemantapan ketahanan pangan semakin sulit

    dilaksanakan pemerintah (Simatupang et al.2002).

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    25/342

    4

    Namun demikian, jika globalisasi dapat menyebabkan tujuan pembangunan

    makin menjauh, diperlukan peran pemerintah untuk menyeimbangkan level of playing

    field yang jauh tidak seimbang antara negara maju dengan negara berkembang.

    Menurut Aggarwal dan Agmon (1990), peran pemerintah penting untuk mengarahkan

    perubahan awal keunggulan komparatif negara dalam perdagangan internasional,

    tetapi peran tersebut perlahan-lahan digantikan oleh sektor korporasi dengan semakin

    berkembangnya negara. Dengan demikian adalah relevan untuk mensinkronkan

    antara kebijakan di lingkup perdagangan internasional dengan kebijakan peningkatan

    produksi dalam negeri. Sinkronisasi ini hendaknya tercermin dalam proses formulasi

    dan implementasi kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah kebijakan harga pangan

    dengan tujuan utama mensejahterakan sebagian besar masyarakat.

    1.2. Perumusan Masalah

    Saat ini, jika pemerintah melaksanakan kebijakan harga pangan akan

    menghadapi dua masalah utama. Masalah eksternal berkaitan dengan perubahan

    lingkungan strategis perdagangan internasional dengan kecenderungan semakin

    meningkatnya derajat liberalisasi. Masalah internal dengan semakin terbatasnya

    anggaran pemerintah mendukung pembangunan. Berdasarkan hal tersebut masih

    dijumpai inkonsistensi kebijakan, ada kelompok yang ingin tetap mepertahankan

    produksi pangan domestik dengan dukungan pemerintah dan ada kelompok yang

    ingin melepas masalah pangan menurut mekanisme pasar. Akibatnya terlihat

    ketidakselarasan antara apa yang diperjuangkan di bidang pertanian dan perdagangan

    di WTO dengan apa yang dilaksanakan di dalam negeri (Sawit, 2003).

    Kesepakatan WTO menghendaki semua anggotanya, termasuk Indonesia,

    meningkatkan derajat liberalisasi perdagangan. Alasannya, kesepakatan tersebut akan

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dunia. Namun perbedaan pendapat

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    26/342

    5

    tentang manfaat liberalisasi perdagangan hingga saat ini masih tetap berlangsung,

    khususnya yang diatur dalam Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture=AoA).

    Kelompok pro liberalisasi beranggapan bahwa makin liberal kegiatan

    perdagangan akan diperoleh nilai tambah bagi semua negara-negara di dunia

    (Bosworth, 2003). Hasil proyeksi Anderson dan Strutt (1999) jika Indonesia

    membuka pasar dengan menurunkan tingkat tarif dan melakukan deregulasi dalam

    pasar pertanian domestik maka pertumbuhan GDP akan lebih meningkat. Studi lain

    menunjukkan bahwa dampak liberalisasi justru akan membuat negara kaya semakin

    kaya dan yang miskin semakin miskin, sehingga senjang kesejahteraan semakin

    melebar (Ilham, 2003; dan Addison dan Cornia, 2001).

    Putaran Uruguay di Maroko pada April 1994 menghasilkan beberapa hal

    penting, di antaranya diikutsertakannya produk-produk pertanian dalam kesepakatan

    liberalisasi perdagangan. Ada tiga elemen penting dalam kesepakatan tersebut

    mengenai bidang pertanian: (1) peningkatan akses pasar, (2) pengurangan bantuan

    domestik untuk negara berkembang dan negara maju, dan (3) pengurangan subsidi

    ekspor untuk negara berkembang dan negara maju.

    Ketiga elemen tersebut hingga saat ini belum dijalankan secara seimbang.

    Pihak negara maju menuntut agar akses pasar semua anggota ditingkatkan dengan

    menurunkan tarif bea masuk dan mengubah hambatan bukan tarif menjadi tarif.

    Sementara itu, negara maju dengan sumberdaya dana yang besar masih tetap

    melakukan bantuan domestik dan subsidi ekspor pada produk pertanian yang

    dihasilkannya. Bahkan untuk beberapa produk pangan utama negara maju masih

    menerapkan tarif yang tinggi. Ketidakkonsistenan kesepakatan tersebut menyebabkan

    ketidakadilan bagi negara anggota yang tergabung dalam negara berkembang,

    sehingga kini belum ada kesepakatan bulat tentangAoA.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    27/342

    6

    Bagi Indonesia sebagai negara yang berbasis pertanian dengan jumlah

    penduduk yang besar, fenomena tersebut harus mendapat perhatian dan diantisipasi.

    Jika tidak, produk-produk pertanian Indonesia akan kalah bersaing di pasar

    internasional, termasuk di pasar domestik. Hal itu disebabkan harga produk-produk

    di pasar internasional belum mencerminkan tingkat efisiensi, tetapi ada distorsi

    berupa bantuan domestik dan subsidi ekspor. Untuk itu pemerintah berfungsi

    memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh mekanisme pasar yang telah

    menyebabkan ketidakadilan dalam pembagian pendapatan (Komarudin, 1993).

    Pengalaman negara berkembang yang membuka pasar dan mengurangi

    bantuan terhadap petani sejak 1995, menyebabkan tingkat kemiskinan tidak membaik,

    pembangunan pedesaan merosot, impor pangan meningkat pesat, dan mengancam

    ketahanan pangan, serta arus urbanisasi tidak bisa terkontrol, sehingga menimbulkan

    persoalan baru di perkotaan (Sawit, 2003).

    Dalam jangka pendek masuknya produk impor dengan harga murah seakan

    menguntungkan konsumen. Namun dalam jangka panjang akan menghilangkan

    kesempatan kerja di sektor produksi domestik. Jika tidak ada peralihan kerja ke

    sektor lain akan meningkatkan pengangguran dan menurunkan daya beli masyarakat

    sehingga turunnya harga dunia akibat adanya distorsi menjadi tidak berarti. Bahkan

    dalam jangka panjang ketergantungan ini akan sangat berbahaya bagi integritas

    bangsa dan negara.

    Dengan demikian tidak perlu tergesa-gesa melepas masalah pangan pada

    mekanisme pasar. Potensi sumberdaya lokal yang tersedia perlu dimanfaatkan untuk

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat, antara lain untuk memenuhi kebutuhan

    pangan. Upaya tersebut tentunya membutuhkan dukungan pemerintah antara lain

    berupa kebijakan insentif harga dan atau kebijakan insentif non harga (irigasi,

    penelitian, penyuluhan, jalan di wilayah pertanian, dll).

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    28/342

    7

    Dicabutnya beberapa kebijakan insentif harga seperti subsidi sarana produksi

    dan subsidi pengadaan pangan satu dekade terakhir menyebabkan makin

    meningkatnya pasokan pangan impor. Kalaupun pemerintah sangat membatasi impor

    akan menyebabkan harga pangan domestik meningkat. Naiknya harga pangan yang

    tidak diimbangi dengan meningkatnya daya beli masyarakat sejak krisis ekonomi

    menyebabkan meningkatnya ketidaktahanan pangan di Indonesia.

    Dengan kondisi seperti itu, kebijakan harga pangan yang dilakukan selama ini

    dapat digunakan sebagai alasan untuk mengantisipasi ketidakkonsistenan negara maju

    dalam melaksanakan kesepakatan AoA. Namun demikian, dalam jangka panjang,

    dengan alasan ketahanan pangan dan kestabilan pembangunan nasional kebijakan

    tersebut dapat juga dijadikan sebagai dasar pertimbangan. Untuk itu perlu dilakukan

    penelitian apakah kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan

    dan menstabilkan harga pangan memang diperlukan dan efektif dilaksanakan.

    Perlunya kebijakan tersebut diindikasikan oleh besarnya pangsa pengeluaran

    pangan di masyarakat. Jika pangsa pengeluaran pangan masih relatif tinggi, maka

    kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas pangan di

    tingkat nasional, daerah, rumah tangga, dan penduduk masih diperlukan. Kebijakan

    harga pangan, baik dalam bentuk kebijakan harga input maupun kebijakan harga

    output sudah sejak lama dilakukan untuk mendukung produksi pangan nasional,

    sehingga seharusnya sudah mampu meningkatkan pendapatan petani dan

    kesejahteraan masyarakat. Pangsa pengeluaran pangan yang relatif tinggi juga akan

    mempengaruhi kestabilan ekonomi makro. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan

    tersebut diperlukan untuk menjaga kestabilan ekonomi makro atau jika kebijakan

    tersebut dilakukan tanpa pengendalian justru keberadaannya dapat menyebabkan

    instabilitas ekonomi makro.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    29/342

    8

    Secara konsep teoritis kebijakan-kebijakan tersebut mampu meningkatkan

    ketahanan pangan dan mengendalikan kestabilan ekonomi makro. Namun keefektifan

    kebijakan tersebut terutama sangat dipengaruhi oleh penyelenggara negara sebagai

    elemen pengambil kebijakan. Karena kelompok ini yang melakukan value judgement

    dari hasil formulasi yang dianalisis oleh para ahli. Artinya ketidakefektifan suatu

    kebijakan dapat disebabkan oleh formulasi kebijakan yang tidak tepat atau

    penyelenggara negara yang tidak amanah. Dengan demikian ketidakefektifan suatu

    kebijakan, solusinya tidak harus dengan cara mencabut kebijakan tersebut, tetapi perlu

    terlebih dahulu melakukan evaluasi sebab ketidakefektifannya.

    Suatu kebijakan dikatakan efektif, jika penyelenggara negara berperilaku

    sebagai abdi negara dan memiliki derajat ketidaksabaran (marginal rate of time

    preference) yang rendah, artinya kebijakan yang diambil semata hanya untuk

    kesejahteraan masyarakat dan tidak hanya melihat dalam jangka pendek, tetapi juga

    melihat ke masa depan. Sebaliknya, jika penyelenggara negara cenderung hanya

    mementingkan sekelompok masyarakat dan MRTP-nya tinggi maka keefektifan suatu

    kebijakan akan berkurang.

    Dari uraian di atas permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

    1. Berapa besar pangsa pengeluaran penduduk yang dibelanjakan untuk memenuhi

    kebutuhan pangan? Bagaimana keeratan hubungan pangsa pengeluaran pangan

    dan ketahanan pangan?

    2. Bagaimana dinamika pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total

    penduduk sebagai indikator ketahanan pangan selama 33 tahun terakhir pada

    lingkup agregat nasional, kelompok pendapatan dan wilayah desa-kota?

    3. Apakah kebijakan harga pangan yang dirinci menjadi kebijakan harga input,

    kebijakan harga output dan kebijakan harga input-output efektif meningkatkan

    ketahanan pangan.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    30/342

    9

    4. Bagaimana dampak kebijakan harga pangan terhadap stabilitas ekonomi makro?

    5. Apakah kebijakan harga pangan berpengaruh efektif terhadap stabilitas ekonomi

    makro?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas kebijakan harga

    pangan yang dilakukan pemerintah terhadap ketahanan pangan dan bagaimana

    dampak kebijakan tersebut terhadap stabilitas ekonomi makro. Secara khusus

    penelitian ini bertujuan:

    1. Menganalisis hubungan pangsa pengeluaran pangan dan ketahanan pangan.

    2. Menganalisis dinamika pangsa pengeluaran pangan sebagai proksi dari

    kesejahteraan penduduk.

    3. Menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan yang terdiri dari kebijakan

    harga input, kebijakan harga output, dan kebijakan harga input-output terhadap

    ketahanan pangan.

    4. Menganalisis dampak kebijakan harga pangan, kebijakan moneter dan

    kebijakan perdagangan terhadap keseimbangan dan stabilitas ekonomi makro.

    5. Menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan, kebijakan moneter, dan

    kebijakan perdagangan terhadap stabilitas ekonomi makro.

    1.4. Kegunaan Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mengevaluasi efektivitas

    kebijakan harga pangan yang telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja kebijakan

    sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian khususnya dan pembangunan nasional

    umumnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini juga

    dapat digunakan untuk melengkapi justifikasi ilmiah bagi Indonesia dalam

    mengusulkan Konsep Special Products kepada WTO yang telah dilakukan

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    31/342

    10

    Simatupang (2004) dan Sawit et al. (2004) (Tabel 1). Konsep tersebut mengajukan

    agar komoditas strategis yang amat penting untuk hajat hidup orang banyak, baik dari

    segi lapangan kerja maupun jaminan perolehan pangan yang cukup, perlindungan dan

    dinamisasi kehidupan desa secara berkelanjutan, serta preservasi dan stabilitas sosial-

    politik yang sesungguhnya merupakan tujuan utama pembangunan pertanian,

    dikecualikan dari agenda perundingan lanjutan liberalisasi dan deregulasi

    perdagangan produk pertanian.

    Tabel 1. Industri Kunci Menurut Indeks Derajat Penyebaran (DP) Tabel I-O 2000yang Diusulkan Sebagai Special Products

    NoSektorAsli

    Nama SektorIndeks

    DPF vs NF

    NI vs NE

    A. Sektor Kunci Pendorong Pembangunan

    1 50 Daging olahan dan awetan 1.45961 F dan NI

    2 51 Makanan & minuman terbuat dari susu 1.33981 F dan NI

    3 68 Makanan lainnya 1.32968 F dan NI

    4 57 Beras 1.32792 F dan NI

    5 62 Gula 1.28448 F dan NI

    6 49 Daging, jeroan dan sejenisnya 1.24609 F dan NI

    7 27 Unggas dan hasil-hasilnya 1.21732 F dan NI

    8 59 Tepung lainnya 1.16931 F dan NI

    9 52 Buah-buan & sayuran olahan dan awetan 1.11091 F dan NI

    10 67 Hasil pengolahan kedele 1.08014 F dan NI

    11 26 Susu segar 1.05838 F dan NI

    B. Sektor kunci penghela industri/sektor

    12 1 Padi 1.47744 F

    13 13 Tebu 1.28386 F14 2 Jagung 1.13572 F dan NI

    15 25 Ternak & hasilnya, kecuali susu segar 1.04825 F dan NI

    16 27 Unggas dan hasil-hasilnya 1.03158 F dan NI

    Keterangan: F= food; NF= non-food; NI= net- importerSumber: Sawit et al.(2005).

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    32/342

    11

    1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

    Penelitian ini mencakup dua aspek penting. Pertama, menganalisis efektivitas

    kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan dan kedua, menganalisis dampak

    kebijakan harga pangan terhadap kestabilan ekonomi makro. Sebelum melangkah

    pada dua aspek tersebut, untuk menjustifikasi pentingnya penelitian ini juga dianalisis

    pangsa pengeluaran yang dibelanjakan untuk pangan terhadap pengeluaran total.

    Di Indonesia pengelolaan kebijakan pertanian dilakukan tersentralisasi.

    Alokasi dana yang digunakan untuk mendukung kebijakan pertanian, termasuk

    kebijakan harga pangan bersumber dari kredit bersubsidi yang dikucurkan oleh Bank

    Indonesia yang dikenal dengan Kredit Likuiditas Bank Indoneisia (KLBI) dan subsidi

    yang bersumber dari dana APBN. Variabel kebijakan harga pangan tersebut dianalsis

    secara sistem dengan menggunakan pendekatan ekonometrika model VECM bersama

    dengan variabel makro terkait lainnya. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bersifat

    makro, sedangkan lingkupnya bersifat nasional.

    Walaupun demikian, penelitian ini juga menganalisis dampak kebijakan harga

    pangan terhadap ketahanan pangan. Konsep ketahanan pangan yang digunakan

    meliputi ketersediaan pangan di tingkat nasional, regional dan konsumsi ditingkat

    rumah tangga dan penduduk. Oleh karena itu penelitian ini juga menganalisis

    konsumsi di tingkat mikro dengan menggunakan data Susenas. Data Susenas yang

    tersedia dalam deret waktu tiga tahunan diinterpolasi menjadi data tahunan.

    Selanjutnya, data yang bersifat mikro tersebut diregresikan dengan data-data dalam

    lingkup makro, seperti kebijakan harga pangan, tingkat inflasi dan produk domestik

    bruto. Untuk mendukung hasil analisis, studi ini didukung juga oleh hasil-hasil

    penelitian terdahulu mengenai ketahanan pangan di tingkat mikro dengan

    menggunakan data Susenas atau data primer.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    33/342

    12

    Dari sisi teoritis, penelitian ini mengaitkan antara konsep-konsep ekonomi

    mikro dengan konsep-konsep ekonomi makro. Jelasnya, penelitian ini berupaya

    menganalisis dampak kebijakan mikro terhadap kondisi perekonomian makro

    Indonesia. Selama ini, lebih banyak studi yang menganalisis dampak kebijakan

    ekonomi makro terhadap kondisi mikro. Hal ini merupakan salah satu perbedaan

    penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya.

    Kalaupun ada penelitian yang sejenis ini, seperti yang dilakukan Dawe (2002) dan

    Timmer (1996), tetapi digunakan dengan metode analisis yang berbeda dan dibatasi

    pada komoditi beras, sedangkan penelitian ini mencoba meneliti komoditas pangan

    tidak hanya beras, tetapi mencakup komoditas pangan lainnya.

    Selain kelebihan yang ada, penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan.

    Paling tidak ada lima keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini. Pertama,

    penelitian tidak menggabungkan aspek ketahanan pangan dan ekonomi makro ke

    dalam satu sistem persamaan. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan data. Data

    ketahanan pangan tersedia dalam deret tahunan dan tiga tahunan, sedangkan data lain

    tersedia dalam deret triwulanan. Jika dilakukan penggabungan dalam satu sistem,

    rentang waktu data tahunan yang terbatas, dinilai kurang mendukung analisis impulse

    response function(IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition(FEVD).

    Keterbatasan kedua, data konsumsi energi dan protein yang bersumber dari

    hasil Susenas tersedia dalam deret waktu tiga tahunan. Untuk mendapatkan data

    tahunan dilakukan interpolasi data dengan mengikuti trend data ketersediaan untuk

    dikonsumsi yang bersumber dari Neraca Bahan Makanan Indonesia yang juga

    diterbitkan BPS. Dalam melakukan interpolasi ditemui bahwa tidak semua trend data

    tiga tahunan pada dua sumber data memiliki arah yang sama.

    Ketiga, kebijakan harga pangan diproksi dari dana yang dikeluarkan untuk

    mendukung kebijakan harga pangan. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    34/342

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    35/342

    14

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sejarah Kebijakan Harga Pangan dan Arahnya ke Depan

    2.1.1. Sejarah Kebijakan Harga Pangan

    2.1.1.1.Komoditas Beras

    Campur tangan pemerintah dalam harga dan distribusi pangan (beras) sudah

    ada sejak tahun 1651 saat Pemerintahan Sultan Amangkurat I pada Kerajaan Mataram

    dengan tujuan melumpuhkan perdagangan VOC Belanda. Pada masa pendudukan

    Belanda di Indonesia, kebijakan harga beras murah masih berlanjut dengan tujuan

    untuk mendukung produk ekspor perkebunan. Pada masa pendudukan Jepang, campur

    tangan terhadap beras juga masih berlangsung dengan tujuan untuk mendukung

    logistik tentara Jepang (Sapuan, 2002).

    Setelah Kemerdekaan, Pemerintah Indonesia juga campur tangan pada

    perberasan dengan orientasi lebih kepada konsumen. Di awal kemerdekaan (1945-

    1950) terjadi dualisme pengurusan kebijakan penyediaan pangan. Pada daerah sentra

    produksi dikuasai oleh Pemerintah Indonesia dan di perkotaan oleh Pemerintah

    Pendudukan Belanda.

    Pada periode 1951-1957, pertama kali campur tangan pemerintah dalam

    masalah perberasan, yaitu stabilisasi harga melalui injeksi beras di pasaran. Saat itu

    tugas membeli dan menetapkan harga dilakukan oleh Bupati yang berpedoman pada

    harga yang dikeluarkan oleh Menteri Perekonomian. Untuk pelaksanaan di tingkat

    daerah sentra produksi dibentuk Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP) yang

    bertugas mengumpulkan padi, mengolah dan mendistribusikan pada konsumen. Di

    tingkat pusat dibentuk Yayasan Urusan Bahan Makanan yang bertugas menampung

    kelebihan beras hasil pembelian YBPP dan menyalurkan ke daerah defisit serta

    bertugas mengimpor beras (Sapuan, 2002).

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    36/342

    15

    Melalui Keppres No.272/1967, tanggal 30 Desember 1967 dibentuk Badan

    Urusan Logistik (Bulog) sebagai badan pembeli tunggal, sedangkan Pemerintah

    Daerah hanya bersifat membantu. Operasional Bulog tersebut dibiayai oleh Bank

    Indonesia sesuai dengan Inpres No.1 tahun 1968 (Sapuan, 2002). Saat kebijakan itu

    dibangun dukungan yang diberikan di tingkat usahatani berupa kebijakan subsidi

    harga output (jaminan harga dasar); subsidi harga input (benih, pupuk dan pestisida),

    dan subsidi bunga kredit usahatani; dan instrumen di tingkat pasar/konsumen, berupa

    kebijakan manajemen stok dan monopoli impor oleh Bulog (PSE, 2003).

    Operasionalisasi kebijakan harga beras yang berorientasi pada produsen dan

    konsumen melalui kebijakan harga dasar dan harga atap mulai dilakukan oleh Bulog

    tahun 1970 hingga saat ini. Namun konsep penentuan harga dasar dan kebijakan

    pendukungnya berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang terjadi.

    Laporan PSE (2003) menjelaskan bahwa kredit program pertanian dimulai

    sejak pendirian padi sentra tahun 1959 untuk pembelian sarana produksi dan biaya

    hidup. Skim kredit tersebut kemudian berubah menjadi Kredit Bimas. Kredit

    diberikan dalam bentuk sarana produksi dengan agunan usahatani padi. Pada tahun

    1985 Kredit Bimas diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT). Pada tahun 1999

    sampai sekarang KUT diganti dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

    Selain kredit, sarana produksi yang disubsidi adalah pupuk. Subsidi ini

    dimaksudkan agar petani dapat akses dan menggunakan pupuk dalam kegiatan

    usahatani, sehingga stabilitas poduksi pangan nasional dapat tercapai. Di samping itu,

    dengan adanya pengendalian harga gabah, subsidi pupuk dimaksudkan juga untuk

    menjaga agar petani padi dapat memperoleh pendapatan yang layak.

    Sejak reformasi dan adanya kesepakatan WTO, terjadi perubahan dimana

    pemerintah lebih membuka ekonomi terhadap pasar global dan diterapkannya

    kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Pada masa ini kebijakan pangan

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    37/342

    16

    nasional telah kehilangan arah dan tidak adanya institusi yang mampu

    mengintegrasikan keseluruhan aspek kebijakan pangan (Widodo, 2003). Khusus

    untuk beras, paket kebijakan ekonomi beras yang telah dioperasionalkan pada Era

    Orde Baru secara bertahap dihilangkan, sehingga tidak efektif lagi (PSE, 2003).

    Sejak akhir tahun 1998, unsur-unsur penopang kebijakan ekonomi beras yang

    dihilangkan adalah (Sapuan, 2002 dan PSE, 2003):

    1. Tahun 1998 mencabut monopoli impor beras yang dimiliki Bulog. Pihak swasta

    dilibatkan dalam impor beras yang diikuti dengan kebijakan tarif impor beras.

    Namun kebijakan ini tidak efektif, karena adanya moral hazard.

    2. Akhir 1998 menghapus berbagai subsidi input sehingga meningkatkan biaya

    usahatani, sehingga petani mengharapkan menerima harga gabah yang tinggi.

    3. Akhir tahun 1999 menghapus dana KLBI bagi Bulog dan koperasi. Selanjutnya

    menggunakan kredit komersil, sehingga membatasi kemampuan lembaga tersebut

    melakukan pengadaan pangan dari produksi domestik.

    4. Tahun 2000 menghapus captive market Bulog berupa jatah beras bagi PNS,

    sehingga outletdan kemampuan Bulog menyerap surplus produksi beras terbatas.

    Terakhir, sejak Mei 2003 status Bulog diubah dari Lembaga Pemerintah Non

    Departemen menjadi Perusahaan Umum.

    Operasi pasar beras juga mengalami perubahan. Sejak tahun 1969-1998

    subsidi yang diberikan untuk semua lapisan masyarakat. Awal sampai pertengahan

    1998 diberikan untuk daerah tertentu dalam bentuk Operasi Pasar Murni (OPM).

    Kemudian sejak Juni 1998 sampai sekarang hanya diberikan untuk target grup

    masyarakat miskin dalam kegiatan Operasi Pasar Khusus (OPK).

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    38/342

    17

    2.1.1.2. Komoditas Palawija dan Pangan Lain

    Kebijakan harga dasar untuk pangan lain pertama diterapkan hanya untuk

    jagung yang mulai berlaku pada Pebruari 1978. Awalnya jumlah pengadaan dalam

    negeri untuk komoditas jagung, kedele, dan kacang hijau cukup besar. Tetapi

    beberapa tahun terakhir ini, pengadaan jagung tidak lebih dari satu persen. Bahkan

    pemerintah tidak melakukan lagi pembelian komoditas jagung, kedele, dan kacang

    hijau karena harga di pasar umum sangat baik. Karena itu pengadaan untuk menjaga

    harga dasar tidak diperlukan lagi (PSE, 2003).

    Untuk kebijakan skim kredit, sejak Kredit Bimas diganti dengan KUT pada

    tahun 1985, cakupan komoditasnya tidak hanya padi, tetapi palawija dan hortikultura.

    Kemudian tahun 2001 KUT diganti dengan Kredit KKP. Jenis usahatani yang

    dibiayai KKP mencakup usaha tanaman padi, jagung, kedele, ubi kayu, ubi jalar,

    usaha sapi potong, ayam buras, itik dan ikan.

    Pengendalian harga pangan asal ternak tidak dilakukan dengan kebijakan

    harga. Pengendalian lebih mengarah pada pengendalian penawaran dalam bentuk

    pengendalian ekspor-impor dan perdagangan dalam negeri. Seperti pada daging sapi,

    sebelum adanya deregulasi perdagangan, Direktorat Jenderal Bina Produksi

    Peternakan mengatur pengadaan ternak sapi untuk kebutuhan lebaran di daerah sentra

    konsumsi dari beberapa daerah sentra produksi. Saat ini beberapa daerah sentra

    produksi ternak sapi membatasi perdagangan ternak antar pulau dengan batasan berat

    badan minimal.

    2.1.2. Arah Kebijakan Harga Pangan

    Dari sejarah kebijakan harga pangan di atas, pemerintah lebih banyak

    terkonsentrasi pada kebijakan harga beras. Hal tersebut wajar karena dengan jumlah

    penduduk yang besar dan beras merupakan makanan pokok. Dengan pangsa

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    39/342

    18

    pengeluaran untuk pangan yang relatif masih besar, maka ketersediaan pangan sangat

    menentukan kesetabilan ekonomi dan ketahanan nasional.

    Saat peran pemerintah makin sedikit dalam pengadaan pangan, bukti empiris

    menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan penurunan upah dan

    pendapatan riil. Keadaan ini menyebabkan bertambahnya penduduk miskin dan

    mengancam ketahanan pangan (Stringer, 1999). Indikasi keterancamaan ketahanan

    pangan tersebut dapat dilihat dari menurunnya tingkat konsumsi energi dan protein

    hampir di seluruh provinsi, dengan nilai rata-rata nasional masing-masing delapan

    persen untuk energi dan 5 - 12 persen untuk protein seperti dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Perubahan Konsumsi Energi dan Protein di Indonesia, Tahun 1996-1999

    Energi (kkalori/kap/hari) Protein (gram/kap/hari)PengelompokanRumah Tangga 1996 1999

    Perubahan(%)

    1996 1999Perubahan

    (%)

    1. Wilayah:

    a. Kotab. Desa

    2.Pendapatana. Rendah

    b. Sedangc. Tinggi

    3. Pencahariana. Pertanian

    b. Industri/Perdagangan

    c. Jasa/lainnya

    2 1472 187

    2 0742 1732 356

    2 169

    2 1322 212

    1 9591 998

    1 9001 9822 156

    1 999

    1 9502 017

    -8.7-8.6

    -8.4-8.9-8.5

    -7.9

    -8.6-8.8

    61.055.0

    51.459.168.4

    56.1

    59.062.4

    54.049.0

    48.752.560.3

    50.3

    52.955.9

    -10.8-9.7

    -5.3-11.2-11.9

    -10.3

    -10.4-10.4

    Sumber: Ariani et al.(2000) (diolah dari data Susenas, BPS)

    Bukti empiris juga menunjukkan bahwa sejak liberalisasi atas tekanan IMF

    pada Indonesia, ketergantungan impor pangan meningkat dua kali dibanding

    sebelumnya menjadi 10 persen untuk beras, 20 persen untuk jagung, 55 persen untuk

    kedele, dan 50 persen untuk gula yang masing-masing melibatkan 23.0 juta, 9.0 juta,

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    40/342

    19

    2.5 juta, dan 1.0 juta rumah tangga yang merupakan 68 persen dari total rumah tangga

    di Indonesia (Sawit, 2003). Menurut Saliem et al.(2003), ketergantungan terhadap

    pangan impor meningkat dari waktu ke waktu sejak 1961 1999, dan tertinggi pada

    tahun 1999 mencapai 15,46 persen (Tabel 3).

    Tabel 3. Pemenuhan Kebutuhan Ketersediaan Pangan dalam Bentuk Energi Menurut

    Sumber Pengadaan di Indonesia Tahun 1961 1999

    1961-1969 1970-1979 1980-1989 1990-1999SumberPengadaan

    kkal/kap/hari

    ProduksiDalam Negeri

    1755.38(99.38)

    1945.00(96.49)

    2395.14(99.26)

    2819.95(99.90)

    Impor78.56(4.45)

    155.91(7.73)

    146.91(6.09)

    273.59(9.69)

    Ekspor67.59(3.83)

    85.11(4.22)

    128.97(5.34)

    270.71(9.59)

    Net Impor10.98(0.62)

    70.81(3.51)

    17.94(0.34)

    2,88(0.10)

    KetersediaanPangan

    1 766.35 2 015.81 2 413.09 2 822.83

    Sumber: Saliem et al. (2003) (diolah dari Food Balance SheetFAO)Keterangan: Angka ( ) pangsa terhadap ketersediaan pangan yang juga merupakan angka

    tingkat ketergantungan pangan dari masing-masing sumber.

    Berdasarkan bukti empiris tersebut, sebaiknya Indonesia membangun industri

    pangan yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari produksi domestik. Karena

    hampir tidak mungkin kemiskinan dan ketahanan pangan dapat di atasi dengan

    bergantung sebagian besar dari pangan impor (Sawit, 2003a). Jika angka kemandirian

    pangan minimal 90 persen pengadaan berasal dari produksi domestik (Suryana,

    2004a), maka kondisi tahun 1999 menunjukkan ketidakmandirian pangan. Angka 90

    persen merupakan acuan dalam arti pangan secara umum. Untuk pangan pokok,

    seperti beras, jagung, gula, dan minyak goreng, angka tersebut seyogianya mendekati

    atau bahkan 100 persen. Namun untuk pangan yang tidak mempunyai keunggulan

    kompetitif seperti gandum, apel, atau jeruk sunkist, tidak perlu ditetapkan seperti itu.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    41/342

    20

    Fenomena tersebut menyebabkan kebijakan pangan Indonesia cenderung

    mengarah pada kemandirian didukung kebijakan perdagangan yang protektif

    (Suryana, 2004; Simatupang, 2004; dan Sawit et al. 2004). Hal tersebut merupakan

    hal yang wajar, sebab negara maju yang paling liberalpun hingga saat ini masih tetap

    campur tangan pada pasar pertanian. Jepang sampai sekarang melindungi petani padi

    dengan tarif 1000 %; Amerika Serikat mensubsidi petani padi untuk ekspor; Eropa

    memproteksi produksi gula dengan tarif 100 200 %; dan Malaysia dan Filipina

    melindungi produsen beras (Widodo, 2003). Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

    Dengan demikian kebijakan yang medukung pengadaan pangan dan peningkatan

    ketahanan pangan, termasuk kebijakan harga pangan, masih relevan untuk dilakukan

    dengan tetap melakukan berbagai perbaikan di tingkat implementasinya.

    Tabel 4. Perkembangan Perkiraan Dukungan Dana beberapa Negara OECD padaSektor Pertanian, Tahun 1995 2004

    Tahun Australia(AUD mn)

    Canada(C$ mn)

    European

    Union

    (EUR mn)

    Japan(Yen bn)

    NewZealand(NZ$ mn)

    UnitedStates

    (USD mn)

    1995 2,416.84 7,561.94 107,681.91 9,231.11 390,11 67,792.49

    1996 2,494.02 6,886.47 105,519.27 8,333.46 354.20 76,358.32

    1997 2,570.99 6,228.04 111,100.26 7,520.02 386.50 76,177.88

    1998 2,607.32 7,060.33 113,841.20 8,202.18 327.30 89,823.95

    1999 3,685.94 7,466.56 120,742.81 7,461.39 341.63 100,328.16

    2000 1,894.79 8,591.02 105,805.93 7,256.64 325.25 97,512.83

    2001 2,221.77 7,860.02 105,899.13 6,869.98 257.70 98,610.39

    2002 2,600.17 9,829.24 109,971.98 6,950.27 420.20 90,019.812003 2,321.93 10,840.63 117,223.00 6,994.44 550.94 92,199.04

    2004 2,174.12 9,736.22 113,006.87 6,595.65 603.39 108,695.73

    Rataan 2,498.79 8,206.05 111,079.24 7,541.51 396.35 89,751.86

    Growth(%/year)

    1.97 3.59 0.71 -3.49 7.46 5.77

    Sumber: OECD, 2005 (diolah)

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    42/342

    21

    2.2. Faktor-faktor yang Menentukan Efektivitas Kebijakan Harga Pangan

    Peran pemerintah direpresentasikan oleh besarnya biaya yang digunakan untuk

    implementasi kebijakan harga pangan. Semakin besar dana yang digunakan maka

    seharusnya ketahanan pangan semakin membaik. Namun, karena implementasi

    kebijakan ini melibatkan banyak pemangku kepentingan, maka selain konsep dan

    dana banyak aspek teknis yang juga menentukan efektivitas kebijakan harga pangan.

    Menurut Mooy (2005)1 sejak dulu Bank Indonesia sudah memperhatikan

    masalah pertanian dan pengusaha kecil dalam bentuk program BIMAS, Kredit

    Candak Kulak, KUT, dll. Namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan.

    Kegagalan tersebut selalu dikatakan disebabkan oleh konsep yang salah. Kemudian

    muncul konsep baru yang ternyata juga mengalami kegagalan. Jadi masalah

    sebenarnya adalah kegagalan di tingkat implementasi. Bisa saja konsepnya baik, tapi

    implementasinya mengalami banyak hambatan, moral hazard, salah penggunaan,

    tidak tepat waktu, dll. Dengan demikian efektivitas kebijakan perlu perhatian sampai

    pada tataran implementasi.

    2.2.1. Komoditas Gabah

    Secara umum sasaran kebijakan pangan adalah: (1) meningkatkan produksi

    pangan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, (2) meningkatkan pendapatan

    petani, (3) mengendalikan kecukupan pangan sehingga tersedia di seluruh wilayah,

    dalam waktu dan jumlah, serta dalam batas harga yang terjangkau masyarakat, dan (4)

    memperbaiki mutu produksi pangan. Efektivitas suatu kebijakan yang diukur dari

    keberhasilan pencapaian sasaran tersebut ditentukan oleh bagaimana proses

    pembuatan dan implementasi kebijakan dilaksanakan (PSE, 2003). .

    Dalam kasus kebijakan harga beras, implementasi pengadaan melibatkan

    KUD, pedagang grosir, pengecer dan importir. Sementara itu implementasi

    1Komunikasi langsung dengan Adrianus Mooy, mantan Gubernur Bank Indonesia

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    43/342

    22

    penyalurannya melibatkan koperasi pasar, pedagang grosir dan pengecer. Kegiatan

    pengadaan dan penyaluran tersebut sebagian besar menggunakan angkutan laut yang

    membutuhkan waktu cukup panjang sejak dari muat, perjalanan dan bongkar.

    Rangkaian tersebut melibatkan banyak lembaga sehingga berpeluang besar terjadi

    gangguan jadwal kegiatan. Menurut Moelyono (2002), kapasitas penyimpanan dan

    jaringan perhubungan laut merupakan faktor kendala yang berat untuk melakukan

    operasi pergerakan dan dislokasi stok yang efisien.

    Menurut Kasryno et al. (2001) kebijakan harga pangan dan perdagangan

    internasional beras sejak pra swasembada beras sampai tahun 1996 kelihatan efektif

    karena disertai dengan kebijakan nilai tukar rupiah yang over value. Namun menjadi

    tidak efektif sejak diberlakukan deregulasi perdagangan beras. Kebijakan tarif impor

    yang tinggi juga menjadi tidak efektif karena memberi insentif bagi importir ilegal

    (Amang dan Sawit, 2001), sehingga efisiensi sistem usaha tani perlu ditingkatkan.

    Menurut Suryana (2004b), pelaksanaan Inpres No. 9 tahun 2001 tentang

    Penetapan Kebijakan Perberasan oleh berbagai instansi terkait cukup efektif. Namun

    dalam pelaksanaannya berupa penerapan tarif impor sebesar Rp 430 per kg dikatakan

    belum sepenuhnya efektif, tetapi telah mampu menjadi penghambat membanjirnya

    beras impor dan sekaligus menjadi katup pengaman penyediaan pangan saat pasokan

    dalam negeri berkurang, sehingga mengurangi tekanan munculnya lonjakan harga.

    Pernyataan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa proses pembuatan

    kebijakan berjalan sesuai yang diharapkan. Namun implementasinya mengalami

    masalah. Pada periode itu, bukti empiris menunjukkan pengendalian impor tidak

    efektif karena adanya beras selundupan yang harganya lebih murah dari harga beras

    domestik. Sementara itu, perangkat dan kelembagaan pengawas dengan kondisi

    geografis yang ada belum berjalan baik.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    44/342

    23

    Keefektifan kebijakan harga pangan selain ditentukan oleh kegiatan

    pengadaan komoditas, juga ditentukan oleh kegiatan distribusinya. Menurut Suntoro

    (2004), adanya jembatan yang rusak, bencana alam, kerusuhan, pungutan liar dan

    lainnya, dampaknya sangat besar terhadap stok dan harga pangan di suatu wilayah,

    sehingga bisa mengakibatkan terjadi rawan pangan. Karena selain ditentukan daya

    beli, tingkat pendapatan, harga pangan, dan kelembagaan di tingkat lokal, proses

    distribusi pangan merupakan faktor penentu akses individu terhadap pangan

    (Rachman dan Ariani, 2002). Dengan demikian efektivitas kebijakan harga pangan

    tersebut tidak hanya melibatkan satu sektor, tetapi banyak sektor.

    Untuk mengefektifkan kebijakan insentif ekonomi bagi petani pangan, pada

    tahun 2003 pemerintah menyiapkan subsidi pupuk sebesar 1.35 triliyun rupiah,

    subsidi benih 24 milyar rupiah dan subsidi bunga kredit ketahanan pangan sebesar 10

    persen, kenaikan harga dasar pembelian pemerintah dari Rp 1500 per kg menjadi Rp

    1700 per kg GKG di tingkat petani. Kebijakan tersebut didukung dengan kenaikan

    dan pengefektifan penerapan tarif impor beras dan pembelian gabah atau beras petani

    oleh pemerintah saat panen raya (Suryana, 2004b).

    Keberhasilan kebijakan harga dasar gabah pembelian pemerintah, perlu

    memperhatikan hal-hal berikut: (1) pembelian dilakukan pada saat yang tepat, yaitu

    puncak panen raya, (2) volume gabah yang dibeli diperkirakan 10 persen dari

    produksi periode puncak panen raya, dan (3) menetapkan harga dasar gabah yang

    layak menjamin keuntungan usahatani, minimal 30 persen dari total pengeluaran.

    Harga yang tinggi menyebabkan biaya semakin mahal dan menuntut penerapan tarif

    impor yang tinggi. Dalam kondisi penegakan hukum yang lemah, penerapan tarif

    impor terlalu tinggi akan mendorong penyelundupan beras (Departemen Pertanian,

    2002). Efektivitas penerapan harga dasar juga dipengaruhi oleh ketepatan jadwal

    pencairan dan fleksibilitas penggunaan dana (Amang dan Sawit, 2001).

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    45/342

    24

    Menurut PSE (2003), tingginya insiden harga jual gabah di bawah harga dasar

    gabah pembelian pemerintah (HDPP) selama periode Januari Agustus 2003

    disebabkan oleh beberapa alasan berikut: (1) volume panen dalam negeri sangat besar

    karena periode puncak panen raya, (2) harga beras internasional cenderung turun atau

    setidaknya tidak akan naik, (3) nilai rupiah stabil di bawah Rp 9 000 per US $, bahkan

    saat ini cenderung menguat pada tingkat di bawah Rp 8 500 per US $, sehingga harga

    paritas impor beras menjadi lebih murah lagi, (4) paket kebijakan HDPP mengalami

    diskontruksi, terutama berkaitan dengan penetapan tarif dan tataniaga impor beras,

    dan (5) pengadaan gabah dalam negeri oleh Bulog belum sepenuhnya efektif dalam

    menjaga stabilisasi harga gabah petani, karena pembelian gabah melalui kontraktor

    pengadaan tidak menjamin sepenuhnya kontraktor tersebut membeli gabah di sentra

    produksi padi dan sesuai degan HDPP.

    Efektivitas kebijakan bantuan pangan dapat juga dipengaruhi oleh pendekatan

    yang digunakan. PSE (2003), melaporkan setidaknya ada tiga pendekatan yang

    dipakai untuk membantu pangan bagi masyarakat, yaitu bantuan pangan secara umum

    (broad food targeting), secara sempit (narrow food targeting), dan langsung kepada

    sasaran (self-food targeting). Pendekatan bantuan pangan secara umum dilakukan

    dengan memberi subsidi pangan untuk komoditas yang banyak dikonsumsi

    masyarakat seperti beras. Pemerintah melepas stok saat harga melewati harga

    tertinggi untuk menghambat kenaikan harga beras di pasar dan mengontrol volume

    impor guna menstabilkan harga beras dalam negeri dari pengaruh gejolak harga beras

    di luar negeri. Kebijakan ini dinikmati semua kelompok baik miskin maupun kaya.

    Pendekatan bantuan secara sempit adalah subsidi pangan secara langsung

    diberikan kepada kelompok sasaran. Kelompok sasaran ditentukan berdasarkan

    daerah dimana umumnya mereka berada, seperti daerah kekeringan. Setiap kelompok

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    46/342

    25

    sasaran diikutkan dalam kelompok kerja misalnya memperbaiki saluran irigasi yang

    diberikan upah berupa beras. Dengan cara ini dua manfaat yang diterima, yaitu

    peningkatan pendapatan riil pekerja dan perbaikan infrastruktur yang berdampak

    positif pada kegiatan produksi dan pemasaran pertanian. Kelemahannya sering tidak

    tepat dalam menentukan kelompok sasaran.

    Pendekatan bantuan pangan langsung dengan cara memberikan subsidi pada

    komoditas pangan yang banyak dikonsumsi oleh kelompok miskin kekurangan

    pangan, seperti program raskin menggunakan beras kualitas medium. Cara ini tidak

    dinikmati kelompok menengah dan kaya, karena mereka tidak biasa mengkonsumsi

    pangan yang dikonsumsi kelompok miskin. Cara ini lebih efektif karena mencapai

    sasaran, murah dan kebocorannya relatif kecil. Selain pendekatannya, bentuk

    bantuannya juga menentukan efektivitas kebijakan. Kelemahan dan kelebihan

    bantuan dalam bentuk tunai dan natura (Tabel 5).

    Tabel 5. Kekuatan dan Kelemahan Subsidi Pangan Melalui Uang Tunai dan Natura

    Keterangan Uang Tunai Natura

    1. Distorsi dalam produksi Melalui mekanisme pasar Terdistorsi

    2. Distorsi dalamkonsumsi

    Melalui mekanisme pasar Terdistorsi

    3. Mendorong konsumsikomoditas pangantertentu

    Tidak akan terjadi Akan terjadi

    4. Mendorng konsumsianggota RT: wanitadan anak-anak

    Belum tentu, bisadiselewengkan

    Lebih mengena sasaran

    5. Pembayar pajak Kurang menerimanya Lebih menerima

    6. Dampak kenaikan harga Merosot nilainya Stabil nilainya

    7. Menentukan kelompoksasaran

    Lebih sulit dan seringbocor ke luar sasaran

    Lebih mudah, bisadikontrol masyarakat

    8. Keinginan secara politis Kurang disenangi Lebih disenangiSumber: PSE (2003)

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    47/342

    26

    2.2.2. Komoditas Palawija dan Pangan Lain

    Penetapan harga dasar selain gabah, pertama kali diterapkan pada palawija

    mulai berlaku pada Pebruari 1978. Jumlah pengadaan dalam negeri untuk komoditas

    jagung, kedele, dan kacang hijau pada awal-awal tahun penetapan harga dasar cukup

    besar. Tetapi untuk beberapa tahun terakhir ini, pengadaan jagung tidak lebih dari satu

    persen. Bahkan pemerintah tidak lagi membeli komoditas jagung, kedele, dan kacang

    hijau karena harga di pasar umum sangat baik, jauh di atas harga dasar. Oleh karena

    itu pengadaan untuk menjaga harga dasar tidak diperlukan lagi (PSE, 2003).

    2.2.3. Sarana Produksi Pertanian

    Laporan PSE (2003) tentang perkembangan kelembagaan kredit pertanian

    dijelaskan sebagai berikut. Kredit diberikan dalam bentuk sarana produksi sering

    menghadapi permasalahan berupa keterlambatan kredit, paket kredit yang tidak sesuai

    dengan kebutuhan petani. Keadaan ini mengurangi efektivitas manfaat kredit yang

    berakibat tidak tercapainya sasaran dan menyebabkan besarnya tunggakan kredit.

    Oleh karena itu, seperti halnya bantuan pangan, kredit KUT Pola Khusus

    dimana bantuan pinjaman yang diberikan berupa uang tunai dengan prosedur yang

    lebih mudah lebih disukai petani dan efektifmeningkatkan jumlah pemakaian sarana

    produksi, produksi gabah dan meningkatkan pendapatan petani dibandingkan KUT

    Pola Umum (Sanim, 1998).

    Pada tahun 1999 KUT diganti dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

    Berbeda dengan KUT, pada KKP menggunakan sistem executingyang berarti bank

    pelaksana harus menanggung dana dan risiko kredit. Pemerintah hanya memberi

    subsidi bunga sebesar 10 persen untuk usahatani tanaman pangan dan enam persen

    untuk usaha lainnya. Hambatan skim kredit KKP adalah pihak bank masih belum

    siap dan banyak KUD/koperasi atau petani yang menunggak KUT.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    48/342

    27

    Kenaikan produksi padi telah meningkatkan kemampuan petani untuk

    membeli sarana produksi, sehingga realisasi program KUT sangat rendahberkisar

    antara 5 15 persen bahkan pada musim tanam tahun 2001 realisasi KKP hanya

    mencapai 0.5 persen (Kasryno et al., 2001). Adnyana, et al. (2000) menunjukkan

    bahwa sebagian besar petani menggunakan kredit informal dan warung sarana

    produksi pertanian. Dengan kondisi yang demikian ditambah dengan banyaknya

    penyimpangan kredit, dapat menyebabkan penyaluran kredit program pada saat ini

    sudah tidak efektif. Bagi petani yang penting adalah insentif berproduksi, ketersediaan

    sarana produksi, teknologi, kualitas prasarana irigasi, dan sumberdaya lahan.

    Pupuk subsidi hanya diperuntukkan pada usahatani tanaman pangan. Keadaan

    ini menyebabkan adanya perembesan penggunaan pupuk dari tanaman pangan ke

    penggunaan lain, sehingga sering petani pangan mengalami kekurangan pupuk

    (Ilham, 2001). Perbedaan harga pupuk di dalam negeri dengan di luar negeri juga

    menyebabkan adanya perembesan pupuk ke luar negeri. Dengan dua masalah tersebut

    dan makin besarnya beban subsidi maka pemerintah menetapkan kebijakan

    penghapusan subsidi pupuk dan melepaskan tataniaga pupuk sesuai mekanisme pasar.

    Pada kondisi tanpa subsidi dan pasar bebas awalnya berdampak positif

    terhadap ketersediaan pupuk dengan harga yang relatif murah. Akibatnya distribusi

    pupuk mengikuti sinyal pasar dengan harga dan permintaan yang tinggi termasuk

    untuk ekspor, karena harga jualfoblebih mahal dari harga di dalam negeri, sehingga

    terjadi lagi masalah kelangkaan pupuk (Ilham, 2002). Berdasarkan kenyataan ini

    pemerintah mengatur kembali tataniaga pupuk urea.

    Kegiatan ekspor pupuk urea dikhawatirkan akan mengganggu produksi beras

    nasional. Sementara produsen pupuk tetap memperhatikan keberlangsungan usahanya

    untuk mencapai keuntungan. Untuk itu pemerintah memberikan subsidi pada

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    49/342

    28

    produsen. Kebijakan pemerintah ini dikritik sebagian pakar, karena subsidi tersebut

    dikhawatirkan tidak akan dirasakan oleh petani.

    Berdasarkan tinjauan empiris dari beberapa studi terdahulu efektifitas

    kebijakan harga pangan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang diberikan secara

    langsung untuk kebijakan tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor sejak

    dari proses pembuatan hingga implementasi kebijakan, beberapa di antaranya adalah:

    1. Ketepatan dalam melakukan kebijakan, seperti: (1) pembelian dilakukan pada

    saat dan wilayah yang tepat, yaitu puncak panen raya dan di wilayah surplus

    produksi, (2) volume gabah yang dibeli diperkirakan 10 persen dari produksi

    periode puncak panen raya, dan (3) menetapkan harga dasar gabah yang layak

    menjamin keuntungan usahatani, minimal 30 persen dari total pengeluaran.

    2. Dukungan kebijakan lain yang harmonis, seperti kebijakan tarif impor harus

    diharmoniskan dengan perbedaan harga domestik dan pasar internasional,

    kebijakan nilai tukar rupiah (over value atau under value), dan penegakan hukum.

    3. Kinerja kelembagaan yang terlibat dalam sistem distribusi, yaitu KUD, lembaga

    kredit, koperasi pasar, pedagang grosir, pengecer, Dolog, Bulog, dan importir.

    4. Fasilitas dan lembaga yang mendukung dalam sistem distribusi, yaitu jaringan

    angkutan laut, jaringan angkutan darat, dan kapasitas pergudangan

    5. Pendapatan dan daya beli petani terhadap harga input dan outrput.

    6. Pendekatan yang digunakan, yaitu bantuan pangan secara umum (broad food

    targeting), secara sempit (narrow food targeting), dan langsung kepada sasaran

    (self-food targeting).

    7. Bentuk bantuan dan prosedurnya, yaitu dalam bentuk tunai dan natura dengan

    prosedur yang mudah.

    8. Bencana alam, kerusuhan dan pungutan liar selama kegiatan distribusi.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    50/342

    29

    2.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi

    Inflasi merupakan indikator utama ekonomi makro. Dengan demikian

    stabilitas ekonomi makro sangat ditentukan oleh stabilitas inflasi. Untuk

    mengefektifkan pengendalian inflasi, maka perlu diketahui faktor-faktor apa yang

    mempengaruhi inflasi.

    Hasil penelitian menggunakan data 1969-1982 yang dilakukan Gunawan

    (1991) menyimpulkan bahwa faktor-faktor utama penentu inflasi di Indonesia adalah:

    defisit domestik, inflasi yang diimpor, harga minyak dan gas bumi. Sementara itu

    penawaran bahan makanan yang secara teoritis seharusnya mempengaruhi harga

    umum, tetapi karena ketatnya pengaturan harga oleh pemerintah menyebabkan

    perannya tidak dapat terlihat. Faktor tingkat upah yang hampir semua negara maju

    dan beberapa negara berkembang merupakan salah satu sumber utama inflasi, di

    Indonesia tingkat upah tak begitu berperan.

    Amang (1984), melakukan studi menggunakan data periode 1967-1981

    tentang inflasi di Indonesia dengan menggunakan empat model, yaitu: inflasi

    moneteris, permintaan dan penawaran agregat, persamaan simultan, dan efek

    langsung harga beras terhadap inflasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyebab

    utama inflasi di Indonesia adalah demand pull inflation, tetapi faktor-faktor struktural

    (cost push inflation) juga berpengaruh signifikan.

    Selanjutnya dikatakan bahwa faktor moneter yang menyebabkan inflasi adalah

    peningkatan penawaran uang melebihi peningkatan permintaan uang. Meningkatnya

    penawaran uang disebabkan oleh: defisit pemerintah, pengembangan kredit oleh

    sistem perbankan, dan surplus neraca pembayaran yang disebabkan oil boomingdan

    bantuan asing. Faktor yang disebabkan oleh cost push inflation adalah meningkatnya

    harga-harga komoditas utama di pasar domestik seperti bahan bakar minyak, beras,

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    51/342

    30

    dll. Hasil simulasi kebijakan dari model persamaan simultan dan model efek langsung

    harga beras terhadap inflasi menunjukkan bahwa naiknya harga beras menyebabkan

    meningkatnya laju inflasi.

    Studi Gunawan (1991) dan Amang (1984) tentang pengaruh harga pangan

    terhadap inflasi menunjukkan hasil yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat

    disebabkan oleh spesifikasi model yang digunakan. Studi Amang (1984) lebih

    mengembangkan spesifikasi model dengan menggunakan empat model sehingga

    dapat menunjukkan keterkaitan antara harga beras dan inflasi.

    Perwira (2001) menggunakan data bulanan dari Januari 1996 Desember

    1999, hasil pendugaannya menunjukkan bahwa permintaan uang, suku bunga riil, dan

    pembayaran utang berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi. Sementara itu nilai

    tukar rupiah terhadap dolar AS, capital inflow, dan inflasi periode sebelumnya

    berpengaruh positif dengan nilai R20.7325. Parameter dugaan permintaan uang dan

    nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpengaruh sangat nyata (=1%), sedangkan

    yang lainnya tidak berbeda nyata dengan nol.

    Pengaruh depresiasi nilai tukar ke inflasi sangat kuat terjadi sejak berlakunya

    sistem nilai tukar mengambang (Bank Indonesia, 2002). Sebaliknya, sebelum periode

    krisis, pengaruh nilai tukar ke inflasi hampir tidak terjadi. Tinjauan perkembangan

    ekonomi periode triwulanan yang dilakukan CSIS (2001a; 2001b; 2001c; 2001d;

    2002a; 2002b; 2002c; 2002d) selama tahun 2001-2002, menunjukkan bahwa faktor-

    faktor yang menentukan inflasi adalah: (a) peningkatan permintaan uang, (b)

    pertumbuhan uang beredar, (c) naiknya harga BBM dan tarif dasar listrik akibat

    penurunan subsidi, (d) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, (e)

    meningkatnya permintaan terhadap barang menjelang bulan Puasa dan Natal, (f)

    kenaikan upah minimum, (g) kenaikan pajak rokok, (h) kemarau panjang yang

    menggangu produksi pangan, dan (i) tidak efektifnya kebijakan moneter.

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    52/342

    31

    Khusus untuk Bulan Maret - April 2002, terjadi deflasi masing-masing sebesar

    0.02 dan 0.24 persen. Penyebab utama deflasi adalah turunnya harga makanan selama

    masa panen. Hasil analisis Sadewa (2003)1, inflasi yang terjadi sangat rendah, yaitu

    sebesar 0.77 persen pada tiga bulan pertama 2003 disebabkan kebijakan moneter yang

    dijalankan bank sentral sudah cukup baik. Selain itu disebabkan juga oleh penurunan

    harga bahan makanan akibat meningkatnya pasokan dari dalam dan luar negeri.

    Penemuan hasil studi terdahulu bahwa variabel yang mempengaruhi inflasi

    tidak hanya dari sektor riil dan moneter, tetapi ada juga pengaruh faktor kebijakan.

    Romer (1996) menyatakan bahwa, salah satu variabel yang cukup banyak menjadi

    perhatian adalah kebebasan bank sentral. Disamping itu, harga bahan pangan

    termasuk beras masih menentukan tingkat inflasi di Indoneisa. Dengan demikian

    kebijakan pangan yang ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan

    pengendalian inflasi masih relevan untuk dilakukan di Indonesia.

    2.4. Pengendalian Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

    Dengan mengetahui penyebab inflasi, dapat dijadikan dasar untuk

    mengendalikan inflasi dalam bentuk target inflasi untuk menjaga stabilitas ekonomi.

    Dimulai dari negara-negara maju, dimana pangsa pengeluaran pangan terhadap

    pengeluaran rumah tangga sudah tidak signifikan maka sejak tahun 1989,

    pengendalian inflasi dilakukan oleh otoritas moneter dengan menetapkan target

    inflasi. Negara pertama memperkenalkan target inflasi adalah Selandia Baru (Agenor,

    2000). Upaya ini kemudian diikuti oleh beberapa negara (Tabel 6).

    Brooks (1998) dalam Debelle (2000), menunjukkan bahwa rejim target inflasi

    terkait dengan perbaikan performa inflasi, rata-rata tingkat inflasi dan keragamannya

    telah menurun secara substansial (Tabel 7). Dapat dilihat bahwa negara yang

    1Harian KOMPAS, 14 April 2003. Apakah Inflasi yang Rendah Buruk Bagi Perekonomian?

  • 7/24/2019 Efektifitas Kebijakan Harga Pangan

    53/342

    32

    menerapkan target inflasi, inflasinya lebih rendah dan pertumbuhan outputnya

    menjadi lebih tinggi dengan keragaman inflasi dan output yang lebih rendah. Kondisi

    perekonomian seperti ini lebih baik dari kondisi sebaliknya.

    Tabel 6. Penerapan Target Inflasi pada Beberapa Negara Tahun 1990 - 1995

    Negara MulaiMenerapkan

    Definisi Inflasi Target Inflasi(%/thn)

    Australia

    Kanada

    Finlandia

    Israel

    Selandia Br

    Spanyol

    Swedia

    Inggris

    Tahun 1993

    Februari 1991

    Februari 1993

    Desember 1991

    Maret 1990

    Januari 1995

    Januari 1993

    Oktober 1992

    Underlying CPIa)

    Core CPIb)

    Underlying CPIc)

    CPI

    Underlying CPId)

    CPI

    CPI

    Retail Price Indexe)

    2 3

    1 - 3

    2

    8 - 11

    0 - 3

    > 3

    1 - 2

    1 4

    Sumber: Bernanke dan Mishkin, 1997.Ket. a) = mengeluarkan : buah dan sayuran, bahan bakar, biaya bunga, biaya sektor publik dan harga-

    harga yang mudah berubah.b) = mengeluarkan: bahan makanan, energy, efek putaran pertama pajak tidak langsung.c) = mengeluarkan: subsidi pemerintah, pajak tak langsung, harga rumah dan bunga hipotek.d) =mengeluarkan : perubahan pajak tidak langsung, perubahan signifikan pada harga impor dan

    harga ekspor, biaya bunga, dan bencana alam.e) =mengeluarkan bunga hipotek.

    Di Indonesia kebijakan target inflasi diawali tahun 1999, mulai terasa hasilnya

    3-4 tahun kemudian. Analisis CSIS, target inflasi Bank Indonesia untuk tahun 2000,

    2001 dan 2002 masing-masing 5 7 persen dan 4 6 persen dan kurang dari 9 persen

    tidak dapat tercapai. Inflasi aktual masing-masing mencapai 9.35 persen, 12.55

    persen dan 10.03 persen. Kegagalan tersebut disebabkan oleh meningkatnya

    permintaan uang pada akhir tahun 2000; kondisi politik yang tidak pasti, sehingga

    independensi bank sentral menjadi berkurang pada tahun 2001.

    Khusus tahun 2002 diperkirakan target inflasi akan tercapai karena pada

    Maret-April 2002 terjadi deflasi yang disebabkan ol