dwi lestari.doc

25
Nama : Dwi Lestari NIM: 04121401083 No. Urut: 9 Analisis Masalah 2.1 Bagaimana penatalaksanaan awal kasus? (9, 10, 1, 2) Jawab: Prinsip tatalaksana kasus ini sesuai dengan inisial assesment pra- Rumah Sakit: 1. Triase: nilai keadaan umum pasien pasien sadar tapi bingung, nyeri dada, sesak napas, tanda fraktur dan jejas di beberapa bagian tubuh 2. Primary survey: airway, breathing,circulation, disability, exposure a. Airway Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi(pasien dapat bicara, mengeluh daerah sakit), gerakan udara pada hidung, mulut, pergerakan dada bersihkan jalan nafas dari darah b. Breathing Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi perubahan pola pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan look, listen, feel

Upload: dwi-lestari

Post on 10-Dec-2015

269 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Dwi Lestari.doc

TRANSCRIPT

Page 1: Dwi Lestari.doc

Nama : Dwi Lestari

NIM: 04121401083

No. Urut: 9

Analisis Masalah

2.1 Bagaimana penatalaksanaan awal kasus?

(9, 10, 1, 2)

Jawab:

Prinsip tatalaksana kasus ini sesuai dengan inisial assesment pra- Rumah Sakit:

1. Triase: nilai keadaan umum pasien pasien sadar tapi bingung, nyeri dada,

sesak napas, tanda fraktur dan jejas di beberapa bagian tubuh

2. Primary survey: airway, breathing,circulation, disability, exposure

a. Airway

Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi(pasien dapat bicara, mengeluh daerah

sakit), gerakan udara pada hidung, mulut, pergerakan dada bersihkan jalan

nafas dari darah

b. Breathing

Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi perubahan pola

pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan look, listen, feel

(diketahui tanda-tanda pneumotoraks) dekompresi segera dan

penanggulangan awal dengan insersi jarum yang berukuran besar(needle

thoraco syntesis) pada ICS 2 dilinea mid clavikula

c. Circulation

Nilai TD, nadi, warna kulit dan sumber perdarahan.

Bersihkan dan Tutup luka di kepala dengan perban .

d. Disability

Niali GCS: 13 cedera otak sedang

e. Exposure

Berdasarkan pengamatan klinis diduga,

Page 2: Dwi Lestari.doc

Fraktur femur: pasang bidai, apabila tidak ada bebat anggota gerak yang sakit

ke anggota gerak yang sehat.

Fraktur iga: diberi analgesik dosis rendah IV agar tidak nyeri sehingga

mempermudah pernafasan.

3. Nilai sementara, pindahkan ke tandu dengan metode “log Roll”, bawa ke

UGD puskesmas(100meter) dengan tandu.

2.2 Makna klinis merintih (FISIOLOGI nya)

(7, 8, 9, 10)

Jawab:

Kecelakaan lalu lintas benturan frontal dada menumbur benda tumpul

trauma tumpul pada thorax udara dari dalam paru-paru bocor ke rongga

pleura udara tidak dapat keluar lagi dari rongga pleura (one-way valve)

tekanan intrapleural meningkat paru-paru kolaps pertukaran udara tidak

adekuat hipoksia meningkatkan usaha pernafasan merintih

2.3 Mekanisme nyeri paha pada kasus (FISIOLOGI nya)

(2, 5, 8, 9, 11)

Jawab:

Trauma tumpul ( Kecelakaan lalu lintas) energi kinetik yang terbentuk

sangat besar eneri kinetik yang terbentuk berubah menjadi shockwave yang

harus diterima jaringan terjadi penekanan pada os. Femur Fraktur

femur stimulasi saraf nyeri nyeri paha

3.1 Interpretasi dan mekanisme pemeriksaan sekilas

(3, 6, 9, 10)

Keadaan

korban

Normal Interpretasi Mekanisme

Sadar tapi

terlihat bingung

dan cemas

Sadar

sepenuhnya

Penurunan kesadaran

(delirium)

Suplai O2 ke otak berkurang gangguan

fungsi otak penurunan kesadaran

delirium

Page 3: Dwi Lestari.doc

Kesulitan

bernafas

Tidak ada

kesulitan

Gangguan pernapasan Trauma tumpul pada thorax, udara dari

dalam paru-paru bocor ke rongga pleura

udara tidak dapat keluar lagi dari

rongga pleura (one-way valve)

tekanan intrapleural meningkat paru-

paru kolaps pertukaran udara tidak

adekuat hipoksia kesulitan bernafas

RR: 40x/menit 16 – 24 x /

menit

takipneu Hipoksia meningkatkan usaha

pernafasan laju respirasi meningkat

Nadi 110

x/menit

60-100

x/menit

Takikardia Cardiac output menurun kompensasi

jantung peningkatan denyut jantung

takikardia

TD: 90/50

mmHg

120/80

mmHg

hipotensi Kecelakaan lalu lintas dada menumbur

setir trauma tumpul pada thorax

udara dari dalam paru-paru bocor ke

rongga pleura udara tidak dapat keluar

lagi dari rongga pleura (one-way valve)

tekanan intrapleural meningkat

mediastinum terdorong ke arah yang

berlawanan menekan aliran balik vena

output jantung menurun syok non

hemoragik hipotensi

Wajah dan bibir

terlihat

kebiruan

Tidak ada

kebiruan

Sianosis Hipoksia penurunan suplai O2

peningkatan kadar hemoglobin yang tidak

terikat dengan O2 hemoglobin

tereduksi diskolorisasi yang tampak

pada wajah dan bibir sebagai kebiruan

Kulit pucat,

dingin, dan

berkeringat

dingin

Tidak pucat

& dingin

Kurang perfusi O2 di

perifer

Hipoksia penurunan perfusi O2 ke

jaringan perifer kulit pucat, dingin,

berkeringat dingin.

Page 4: Dwi Lestari.doc

5.1 Bagaimana melakukan Triage/Triase

(9, 10, 3, 4)

Jawab:

Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan diturunkan

dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus

memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan

jenis perawatan gawat darurat.

Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan

gejala. Perawat triase menggunakan ABC keperawatan seperti jalan nafas,

pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi,

tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan

memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di

ruang gawat darurat.

a. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat

berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah

segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan

pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan

sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok

hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar)

tingkat II dan III > 25%.

b. Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi

vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan

pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio

(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas,

trauma bola mata.

Page 5: Dwi Lestari.doc

c. Prioritas III (rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,

tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka

superficial, luka-luka ringan. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk

hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh

henti jantung kritis, trauma kepala berat.

Template

1. Patogenesis dan patofisiologi (10, 9, 4)

Jawab:

2. Tatalaksana (9, 10, 4, 11)

Jawab:

3. KDU (9, 3, 5, 11)

Jawab:

3B, Kasus Gawat Darurat. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Mampu memberikan terapi

pendahuluan dan merujuk ke spesialis yang relevan.

Learning Issue

1. Anatomi femur dan fisiologis (6, 7, 8, 9, 10, 11)

Jawab:

A. Anatomi dan Fisiologi Tulang Femur

Page 6: Dwi Lestari.doc

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter

minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan

acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil

yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah

untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,

belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil)

dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh

penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang

menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista

intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum

quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat

pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera.

Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai

crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian

lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior

Page 7: Dwi Lestari.doc

batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah

berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk

daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior

dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh

permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas

condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan

langsung dengan epicondylus medialis.

Otot-otot femur terdiri dari 3 kelompok

1. Kelompok anterior (ekstensor)

- m. rectus femoris

- m. vastus lateralis

- m. vastus medialis

- m. vastus intermedius genu

- m. sartorius

2. Kelompok medial (adduktor)

- m. pectineus

- m. gracilis

- m. adductor longus

- m. adductor brevis

Page 8: Dwi Lestari.doc

- m. adductor magnus

3. Kelompok posterior (fleksor)

- m. biscep femoris

- m. semitendinosus

- m. semimembranosus

- m. psoas major

- m. iliacus

- m. tensor fascia lata

Vaskularisasi femur: arterarteri femoralis bercabang jadi sirkumflexa media dan lateral

memperdarahi proximal femur, ke bawah terabgi jadi dua superficial (berjalan di medial,

menyebrang ke tengah dan posterior, ke poplitea keluar dari a. poplitea, jadi tibialis ante dan

poste) dan profunda, a obturator, vena saphena magna, vena obturator, vena femoralis.

B. Definisi Fraktur Femur

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma

langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh

laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,

mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok.

C. Klasifikasi Fraktur Femur

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam kapsul sendi panggul

- Fraktur kapital: pada kaput femur

- Fraktur subkapital: fraktur yang terletak dibawah kaput femur

- Fraktur transervikal: fraktur pada kolum femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

Terjadi di luar kapsul sendi panggul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih

kecil /pada daerah intertrokhanter.

- Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor

- Fraktur intertrokanter

- Fraktur subtrokanter

Page 9: Dwi Lestari.doc

Fraktur Kolum Femur

Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur,

yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai

dengan bagian proksimal dari intertrokanter. Fraktur kolum femur dapat disebabkan oleh trauma

langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor

langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung

yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.

Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan

deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa

pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang

terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di

inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.

Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum femur adalah rontgen pinggul dan pelvis

anteroposterior dan cross-table lateral.

Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Garden’s adalah sebagai berikut :

a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)

b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran

c. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)

d. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang

bersinggungan

Page 10: Dwi Lestari.doc

Klasifikasi Garden’s untuk Fraktur Kolum FemurKlasifikasi Pauwel’s untuk fraktur kolum

femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis

fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.

a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada posisi tegak

b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada posisi tegak

c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal pada posisi tegak

Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur

Fraktur Subtrochanter Femur

Faktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam

beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding

& Magliato, yaitu :

Page 11: Dwi Lestari.doc

- tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

- tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

- tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

Fraktur Batang Femur/ Diafisis femur

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas

dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan

perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu

klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan

daerah yang patah. Dibagi menjadi :

1. Tertutup

2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah

dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya

diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang

ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

Gambaran Klinis

Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan deformitas pada tungkai

atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam keadaan schok.

Penatalaksanaan

4. Terapi konservatif

Page 12: Dwi Lestari.doc

- Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk

mengurangi spasme otot

- Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama

yang bersifat kominutif dan segmental.

- Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis

5. Terapi operatif

- Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur

- Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup

ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.

- Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected

pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.

Fraktur Supracondyler Femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini

biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur

supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi

gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

Fraktur Intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi

bentuk T fraktur atau Y fraktur.

Fraktur Condyler Femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan

tekanan pada sumbu femur keatas.

Page 13: Dwi Lestari.doc

Fraktur Suprakondiler Femur Dan Fraktur Interkondiler 

Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas

metafisis dengan diafisis femur. Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan

fraktur interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks.

Klasifikasi menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) :

Tipe I: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T.

Tipe IIA: fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk Y).

Tipe II: sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil.

Tipe III: fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak total.

Page 14: Dwi Lestari.doc

2. Pelvis spring manuver (1, 3, 5, 7, 9, 11)

Jawab:

3. Jenis-jenis gangguan breathing

Jawab:

1)      Pneumothorax terbuka / open pneumothorax

Luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothorax

terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan

tekanan atmosfer. Trauma ini dapat timbul karena benda tajam. Sedemikian

rupa sehingga ada hubungan udara luar dengan rongga pleura, sehingga paru

menjadi kuncup. Apabila lubang ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trakea,

maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada

dibandingkan melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang begitu hebat.

Akibatnya ventilasi menjadi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan

hiperkapnia.

Dengan demikian maka langkah awal pada open pneumothorax adalah

menutup luka dengan kassa oklusif steril yang di plester 3 sisi saja. Dengan

penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek katup dimana saat inspirasi

kassa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam.

Saat ekspirasi kassa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar.

2)      Tension pneumothorax

Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang berasal dari paru paru

atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam rongga pleura dan tidak

dapat keluar lagi (one way valve), maka udara akan semakin banyak pada

satu sisi rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya akan tertekan,

dengan akibat sesak yang berat = mediastinum akan terdorong, dengan akibat

timbul syok.

Page 15: Dwi Lestari.doc

Penyebab tersering dari tension pneumothorax ini adalah komplikasi

penggunaan ventilasi mekanik (ventilator). Dengan ventilasi tekanan positif

pada penderita yang ada kerusakan pada pleura visera. Tension pneumothorax

juga dapat timbul akibat cidera thorax, misalnya cidera tulang belakang

thorax yang mengalami pergeseran. Pada penyakit ini ditandai dengan gejala

nyeri dada, sesak yang berat, distres pernafasan, takikardia, hipotensi, deviasi

trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi, dan distensi vena leher.

Diagnosa yang ditegakkan secara klinis, pada perkusi yang hipersonor dan

hilangnya suara nafas pada hemothorax yang terkena pada pada tension akan

membedakan dengan hasil klinis temponade jantung. Sehingga apabila

keadaan berat, maka petugas harus mengambil tindakan dengan melakukan

dekompresi memakai jarum besar (needle thoracocentesis), menusuk dengan

jarum besar ini dilakukan diruang intercostal 2 (ICS 2) pada garismid-

klavikula.

3)      Hematothorax masif

Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Pada keadaan

ini akan terjadi sesak karena darah dalam rongga pleura, dan syok karena

kehilangan darah. Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan

ini. Satu-satunya cara adalah dengan mengganti darah yang hilang dengan

pemasangan infus dan membawa penderita secepat mungkin ke RS dengan

harapan masih dapat menyelamatkan dengan tindakan yang cepat di UGD

yaitu tindakan “thoracotomy”.

4)      Flail chest

Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple pada dua atau lebih

tulang dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest

(segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding

dada. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru akan

masuk kedalam. Ini dikenal sebagai pernafasan paradoksal.

Page 16: Dwi Lestari.doc

Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai

adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi

harus dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan.

Di RS penderita akan dipasang pada respirator, apabila analisis gas darah

menunjukkan pO2 yang rendah atau yang tinggi.

flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena spilnting pada

awalanya (terbelat) dengan dinding. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan

thorax bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan

pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan

membantu diagnosis.

Etiologi

1.         Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke

mediastinum/daerah jantung

2.         Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam,

traumatik atau spontan

3.         Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka

rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP,

ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995).

Manifestasi Klinik

1.      Tamponade jantung :

·       Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan

menembus jantung.

·       Gelisah.

·       Pucat, keringat dingin.

·       Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).

·       Pekak jantung melebar.

·       Bunyi jantung melemah.

·       Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.

·       ECG terdapat low voltage seluruh lead.

Page 17: Dwi Lestari.doc

·       Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).

2.      Hematotoraks :

·       Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.

·       Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).

3.      Pneumothoraks :

·       Nyeri dada mendadak dan sesak napas.

·       Gagal pernapasan dengan sianosis.

·       Kolaps sirkulasi.

·       Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara

napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.

·       pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

·       Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal

hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi

melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal

(Mowschenson, 1990).

Deformitas tulang Diskrepensi (bisa lebi panjang dan pendek), angulasi (bowing), rotasi.

Daftar Pustaka

1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007. 355-71;

429-45.

2. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.53-63.

2. Fizuhri SB. Uji Banding Penggunaan Skrew Paralel pada Fraktur Colum Femur: Sebuah

Studi Biomekanika. Available at: http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/ detail.jsp?

id=107838&lokasi=lokal. Accessed on: September 15, 2015.

3. Apley AG, Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics Fractures. ButterworthHeinemann,

1993. 364-374.

4. Anonim. Femur. Available at: http://www.answer.com/library/sport%20science%20and%20

medicine-cid.29334. Accesed on: September 15, 2015

5. Penyembuhan tulang. Available at: http://prastiwisp.wordpress.com/2010/07/08/proses-

penyembuhan-dan-pertumbuhan-tulang-komposisi-tulang/. Accesed on: September 15, 2015